Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 216 masih tumbuh tinggi mencapai 6,82% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2% (yoy). Walaupun pertumbuhan tersebut melambat, namun kami mencatat beberapa lapangan usaha masih tumbuh meningkat, antara lain Lapangan Usaha Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa Perusahaan. Kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di triwulan III 216. Ekonomi Sulsel pada triwulan IV 216 kami perkirakan tumbuh meningkat dari triwulan sebelumnya, karena adanya potensi peningkatan pada sektor industri pengolahan dan perdagangan. Agar risiko perlambatan ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami berharap realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah terutama belanja modal pada triwulan IV dapat dioptimalkan. Sementara itu, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan IV 216 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat pada saat menjelang akhir tahun aktivitas masyarakat akan meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara tahun 217, kami optimis akan lebih baik dibandingkan 216 dalam kisaran 7,2%-7,6% (yoy). Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, 21 November 216 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 iv

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 6 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 4 3. INFLASI DAERAH INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM STABILITAS KEUANGAN DAERAH PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI 87 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 v

6 DAFTAR ISI 7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 99 LAMPIRAN 13 DAFTAR BOKS BOKS 1.A. POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI MELALUI KAWASAN INDUSTRI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI 32 BOKS 2.A. CAPACITY BUILDING PEGAWAI PEMERINTAH KABUPATEN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENYERAPAN ANGGARAN 41 BOKS 5.A. GERAKAN PEDULI KOIN DI SULAWESI SELATAN 81 BOKS 6.A. BI CORNER SEBAGAI WUJUD KEPEDULIAN BANK INDONESIA UNTUK KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA YANG LEBIH BAIK 9 BOKS 7.A. ALTERNATIF DIVERSIFIKASI EKSPOR KOMODITAS UNGGULAN SULSEL 11 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan III 216 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun terdapat potensi peningkatan baik di triwulan IV 216 maupun keseluruhan tahun 216 Perekonomian Sulsel triwulan III 216 tumbuh 6,82% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 216 yang tercatat 8,4% (yoy). Secara sektoral, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja sektor sekunder dan tersier. Pada sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan, transportasi dan pergudangan, akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, jasa pendidikan, dan administrasi pemerintahan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh melambatnya kinerja seluruh komponen, kecuali konsumsi rumah tangga. Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan penurunan akibat kembali normalnya transaksi masyarakat. Namun demikian, pada triwulan IV 216 dan keseluruhan 216 kami perkirakan tumbuh meningkat, dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan dan perdagangan. Selain itu, peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada 216 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga pelaksanaan pembangunan dan penyerapan anggaran berjalan lancar. Tekanan inflasi pada triwulan III 216 menurun. Padaakhir triwulan III 216 inflasi Sulsel tercatat 3,7% (yoy). Pencapaian inflasi berada di dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, dan inflasi Sulsel akan terus dijaga untuk selalu berada di rentang sasaran inflasi yang ditargetkan hingga akhir tahun 216. Penurunan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali transpor. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan disebabkan tercukupinya pasokan seiring berlangsungnya musim panen, meski pada saat yang sama konsumsi masyarakat juga meningkat. Selain itu, terjaganya harga BBM juga menjaga penurunan inflasi ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Namun demikian, pada triwulan IV 216 tekanan inflasi diperkirakan dalam trend menurun. Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan rendahnya inflasi pada saat bulan Ramadhan/Idul Fitri pada bulan Juni dan Juli 216. Selain itu, penurunan tersebut didorong oleh terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas positif dari pola tanam yang terjadwal, serta penundaan realisasi anggaran khususnya belanja pegawai menahan konsumsi masyarakat (khususnya PNS). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi pemerintah yang terkontraksi dan perlambatan PMTB (investasi) menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan III 216 Perlambatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan III 216 terutama disebabkan oleh konsumsi pemerintah dan investasi. Pada triwulan III 216 konsumsi pemerintah tumbuh terkontraksi -3,52% (yoy), sementara investasi tumbuh 6,71% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan tertahan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga meningkat dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan laporan. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di sektor perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, administrasi pemerintah, dan jasa pendidikan. Sementara sektor pertanian dan industri pengolahan pada triwulan III 216 tumbuh meningkat sehingga menahan perlambatan perekonomian Sulsel lebih dalam. Pada triwulan IV 216 dan keseluruhan 216, perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh meningkat dari periode sebelumnya. Hal ini dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan dan perdagangan. Peningkatan terjadi di sektor industri pengolahan terjadi karena industri besar, menengah dan kecil yang semakin menguat. Sementara, di sektor perdagangan lebih disebabkan pada terjaganya tingkat konsumsi masyarakat sehingga mendorong sektor perdagangan. Inflasi Tekanan harga dari seluruh kelompok khususnya core dan volatile food menurun. Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 216 tercatat 3,7% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 216 (4,3%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah perayaan hari raya. Di sisi lain kelompok transport mengalami peningkatan meski masih tercatat deflasi. Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan IV 216 dalam level rendah. Faktor pendorong penurunan tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, sandang, dan transport. Diperkirakan hingga akhir triwulan IV 216 masih akan terjadi tren penurunan inflasi, sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan kondisi demikian, target inflasi akhir tahun di kisaran 4% ± 1% diperkirakan tercapai dengan proyeksi pada kisaran 2,3% - 2,7%. Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Upaya pengendalian inflasi ke depan yaitu dengan meningkatkan intensitas pelaksanaan Rakor TPID. Selain itu, diseminasi informasi terus dilakukan dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang maupun konsumen. Keuangan Pemerintah Realisasi belanja APBD Provinsi/Kab/Kota belum terealisasi secara optimal, namun realisasi APBN yang baik mampu menahan perlambatan ekonomi Sulsel. Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan III 216 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir triwulan III baru tercatat Rp4,5 triliun atau 55,99% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (71,54%) dan belanja transfer (22,37%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih tergolong minim (6,9%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

9 RINGKASAN EKSEKUTIF 216 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir triwulan III 216 telah terealisasi sebesar Rp11,67 triliun atau 61,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,4 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Intermediasi perbankan berjalan dengan baik, meskipun mengalami penurunan. Kualitas intermediasi perbankan masih baik dan terjaga pada level aman Pertumbuhan ekonomi yang melambat diikuti dengna Kinerja stabilitas keuangan yang turun. Dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Sementara dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan aset dan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan III 216. Aset dan kredit tercatat mengalami perlambatan masing-masing tumbuh 8,92% (yoy) dan 14,31% (yoy), sementara DPK tumbuh meningkat (19,21%; yoy). Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit, dimana NPL semakin menurun menjadi 3% di triwulan III 216. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh meningkat, dimana hingga triwulan III 216 sebesar Rp31,43 triliun atau tumbuh 15,56% (yoy). Selain itu, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Fungsi intermedasi UMKM juga tercatat dalam kondisi aman dimana NPL berada dibawah batas aman 5%. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sesuai siklus ekonomi, kebutuhan uang kartal maupun transaksi nontunai melalui kliring pada triwulan III 216 kembali pada kondisi normal. Perkembangan transaksi keuangan nontunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan berakhirnya masa peralihan BI-RTGS kepada BI-RTGS generasi ke II mengakibatkan transaksi yang menggunakan SKNBI kembali pada level normal. Masa peralihan sistem BIRTGS kepada BI-RTGS generasi ke II telah selesai per 1 Juli 216. Sehingga, nilai nominal transfer di atas Rp1.. (seratus juta rupiah) per transaksi telah kembali menggunakan sistem BI-RTGS generasi ke II. Disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp3,98 triliun. Hal ini terjadi diperkirakan karena terdapat libur panjang sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel. Bank Indonesia terus meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar. Dalam meningkatkan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 216 terdapat sedikit perbaikan yang diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan. Menurut data terakhir per Maret 216 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Pada Agustus 216 mencapai 4,8% menurun dari periode yang sama tahun lalu 5,95%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 216 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan II 216. Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 216 (9,4%) sedikit meningkat dibanding Maret 215 (9,39%) baik di kota maupun di desa. Meski demikian, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF angka kemiskinan Sulsel secara tahunan sedikit meningkat. persentase penduduk miskin di Sulsel pada Maret 216 menurun dari September 215 (1,12%). Persentase penduduk miskin di Sulsel tersebut tergolong cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional. Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan I 217 dan keseluruhan 217 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya. Perekonomian Sulsel pada triwulan I 217 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy). Sementara secara keseluruhan 217 akan tumbuh di kisaran 7,2%-7,6% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 216 yang tumbuh 7,%- 7,4% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan perbaikan aktivitas ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa Keuangan, dan Real Estate. Meskipun perkiraan tahun 217 tumbuh meningkat, terdapat faktor risiko yang perlu diwaspadai. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah. Sementara itu, risiko dari sisi global berupa perkembangan sosial politik dunia yang cenderung meningkat ketidakpastiannya, serta perkembangan harga komoditas di pasar dunia. Tekanan harga di triwulan I 217 dan 217 diperkirakan dalam kisaran inflasi nasional 4,%±1,%. Beberapa faktor pendukung antara lain ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/Kota secara optimal. Rekomendasi Kebijakan Percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah, dan optimalisasi belanja pemerintah menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 216. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel. Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi; (b) Meningkatkan kualitas dan daya saing investasi, dengan menjaga iklim investasi dan daya saing; (c) Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan) kepada Pemerintah Provinsi; (d) Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur pendukung; (e) Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel; (f) Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, sesuai dengan kuota ekspor secara nasional. Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar, sebagai berikut: (a) Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan; (b) Perlunya kebijakan dan langkahlangkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures; (c) 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

11 RINGKASAN EKSEKUTIF Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (d) Meningkatkan kemudahan akses bagi petani terhadap pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak lagi tergantung kepada pemodal besar, sehingga penentuan harga produksinya lebih efisien; (e) Mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dalam mencukup pasokan beberapa komoditas pangan strategis, khususnya antara daerah surplus dengan daerah defisit; (f) Perlunya menyusun database surplus-defisit komoditas pangan strategis di tiap Kab/Kota, yang tidak hanya berbasis data produksi dan konsumsi, namun juga mencakup jalur distribusinya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*** MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 21 & SNA 28 51,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,15 67,519 71,436 - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,729 11,88 14,29 9,89 12,293 13,15 15,191 1,582 12,722 14,526 15,982 1,727 12,823 15,61 16,997 - Pertambangan dan Penggalian 3,16 3,292 3,496 3,436 3,45 3,498 3,793 3,971 3,533 3,78 4,251 4,34 3,623 3,98 4,318 - Industri Pengolahan 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,89 8,91 8,773 8,951 9,692 9,154 9,53 9,63 - Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 6,19 6,343 6,72 6,948 6,494 6,789 7,44 7,34 6,961 7,188 7,689 8,129 7,61 7,964 8,161 - Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,114 7,645 7,86 7,624 7,775 8,88 8,619 7,881 8,212 8,623 9,45 8,675 8,973 9,539 1,353 - Transportasi dan Pergudangan 2,2 2,13 2,166 2,164 2,61 2,94 2,181 2,26 2,15 2,243 2,47 2,389 2,427 2,449 2,63 - Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 3,332 3,44 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,86 4,36 4,69 4,55 4,17 4,355 - Jasa Keuangan 1,884 1,944 1,92 1,896 1,95 2,17 2,8 2,9 2,144 2,77 2,194 2,248 2,352 2,438 2,459 - Real Estate 1,919 1,969 2,19 2,26 2,68 2,124 2,164 2,29 2,252 2,284 2,32 2,341 2,411 2,442 2,445 - Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,471 2,51 2,644 2,667 2,51 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,27 2,864 3,4 2,91 - Jasa Pendidikan 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,15 3,523 3,176 3,195 3,42 3,66 3,42 3,488 3,674 - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,4 1,131 1,65 1,93 1,17 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 - Jasa lainnya PDRB Penawaran - Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 21 & SNA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (.6) Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas (6.86) (5.59) (3.34) Pengadaan Air (1.25).58 (.26) (2.54) Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan (.44) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.85 (.96) (1.31) Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 21 & SNA 28 51,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,15 67,519 71, Konsumsi 32,784 36,21 36,851 4,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,45 44,894 39, 42,66 42, Investasi 21,526 24,33 21,15 2,74 2,668 23,151 23,343 22,16 23,68 25,335 26,744 27,333 25,544 26,39 26, Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,41 15,995 14,45 13,861 13,733 14,663 1,31 8,28 9,942 9, Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,36 17,55 16,69 2,31 15,344 16,315 15,574 19,97 9,647 1,879 8,824 PDRB Permintaan - Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 21 & SNA Konsumsi Investasi (12.3) (2.19) 5.38 (2.12) (3.52) 3. Ekspor (18.9) (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (4.78) (27.6) (31.98) 4. Impor (4.13) (11.32) (5.47) (6.75) (6.8) (3.8) (1.94) (37.13) (33.32) (43.35) Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 212 ***) Data hingga Oktober ,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,15 67,519 71, (15.43) * 216** 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** 216**** I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,37 8,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 99,571 11,351 14,945 18,39 113,11 117,572 12, , , DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,24 49,917 53,717 52,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 64,339 66,112 66,42 68,867 72,433 78,467 78,342 82,97 82,25 Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 9,693 7,995 1,154 11,82 12,471 13,165 12,894 12,23 11,82 Tabungan 25,4 27,26 28,545 31,466 29,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,8 Deposito 13,259 13,536 14,115 14,97 15,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 19,819 2,69 22,118 22,166 22,472 23,91 26,859 27,283 28, Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 96,31 11,617 12,774 - Modal Kerja 2,516 22,85 22,385 25,56 25,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,73 37,51 39,518 39,653 - Investasi 1,25 1,588 1,997 11,38 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,5 17,476 2,538 2,41 2,796 2,24 - Konsumsi 24,44 25,597 27,77 29,335 3,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 35,159 35,877 36,45 36,436 37,558 37,713 38,759 41,33 42,917 LDR % % % % 13.72% % 13.78% % 13.45% % 125.6% % % % % 121.5% % % 125.3% - - Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 96,31 11,617 12,774 - Pertanian 96 1,128 1,171 1,215 1,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 1,435 1,56 1,63 1,788 2,33 2,461 2,681 2,933 2,998 - Pertambangan Industri pengolahan 3,468 3,94 4,8 5,25 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 4,283 4,747 5,35 5,19 5,34 7,487 7,239 7,993 8,14 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 2,65 2,448 2,582 2,674 2,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 4,173 4,366 4,746 4,92 5,417 5,491 5,483 5,977 6,35 - Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,27 19,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 25,748 27,33 27,92 29,3 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 - Pengangkutan 1,744 1,73 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 2,951 2,82 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,73 - Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,15 3,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,37 4,24 4,221 4,117 4,85 4,234 - Jasa Sosial Masyarakat 1,57 1,485 1,372 1,44 1,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 2,115 2,34 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 - Lain-lain 26,7 27,45 28,781 3,684 31,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 35,48 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,89 41,359 42, Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,24 2,27 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,31 28,51 3,641 31,11 32,156 32, Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,88 7,892 8,698 8,993 9,5 - Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,26 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,88 4,249 4,479 4,674 5,38 5,144 5,542 6,329 6,58 6,77 - Investasi ,27 1,48 1,44 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,29 9,819 9,877 1,37 1,123 1,329 1,885 11,35 1,893 11,161 11,58 12,412 12,433 12,687 12,549 - Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,76 5,678 6,492 5,624 5,75 5,862 6,76 6,48 6,683 6,596 6,86 7,39 7,188 7,265 7,54 7,713 - Investasi 3,369 3,85 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,3 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,71 6,18 7,66 8,534 1,132 9,932 1,148 1,52 11,46 1,586 1,757 1,313 1,461 1,42 1,337 9,979 1,476 11,336 - Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,25 6,872 7,278 7,79 7,822 7,68 7,82 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542 - Investasi 1,125 1,232 1,347 2,16 2,349 2,927 3,6 2,87 2,972 3,224 2,96 2,954 2,825 2,763 2,77 2,76 2,781 2,852 2,795 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.5% 3.8% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.5% 3.% NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.4% 4.26% 4.43% 4.14% 4.7% BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3,377 3,689 3,977 4,524 4,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,975 7,18 6,687 6, DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 1,578 1,635 1,817 2,63 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,63 3,872 Giro Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,57 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886 Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,36 1,49 1,417 1,447 1,557 Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,76 3,52 3,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,75 5,684 5,817 5,744 5,668 - Modal Kerja ,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619 - Investasi ,15 1,17 1,152 1,143 1, Konsumsi 1,887 2,96 2,192 2,544 2,868 3,17 3,255 3,34 3,282 3,423 3,27 3,181 3,81 3,33 3,8 3,6 3,15 3,25 3,79 FDR 174.8% 18.63% % % 181.4% % % % 162.4% 174.2% % % % % 17.2% % % % % Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK) INDIKATOR **** 216**** I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,37 8,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 99,571 11,351 14,945 18,39 113,11 117,572 12, , , DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) 45,58 47,871 49,77 53,546 52,147 53,299 57,24 6,239 58,3 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,76 78,2 81,674 81,64 Giro 7,461 7,269 7,246 7,333 7,759 8,86 9,211 7,836 7,984 9,714 9,681 7,975 1,125 11,87 12,454 13,15 12,881 12,178 11,788 Tabungan 24,9 27,97 28,434 31,338 29,26 29,942 31,943 34,84 32,314 33,24 34,652 37,212 33,96 34,683 37,256 41,97 38,342 42,311 41,544 Deposito 13,219 13,55 14,89 14,875 15,182 15,271 16,5 17,563 17,75 18,489 19,797 2,661 22,93 22,145 22,416 23,19 26,778 27,185 28,39 Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 58,755 63,265 65,412 69,956 72,19 77,83 79,613 8,59 8,836 84,154 86,25 88,952 9,768 94,399 96,19 11,263 12,28 17,627 18,41 - Modal Kerja 22,5 25,45 24,656 28,25 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996 31,57 31,697 33,125 34,244 37,14 37,17 38,556 38,92 4,89 4,59 - Investasi 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,42 18,289 17,89 17,88 17,232 18,3 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,57 23,42 22,771 - Konsumsi 24,527 25,965 28,121 29,794 3,622 32,197 33,53 34,23 34,752 35,865 36,523 37,195 37,44 37,954 39,137 39,933 4,853 43,398 45,4 LDR 128.9% % % 13.64% % % % % % % % 135.9% % % % 129.7% % % % Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 58,755 63,265 65,412 69,956 72,19 77,83 79,613 8,59 8,836 84,154 86,25 88,952 9,768 94,399 96,19 11,263 12,28 17,627 18,41 - Pertanian 883 1,11 1,146 1,187 1,373 1,356 1,354 1,374 1,388 1,51 1,454 1,53 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592 - Pertambangan Industri pengolahan 4,842 5,216 5,381 6,13 6,116 5,57 5,72 4,314 4,63 4,592 5,153 5,51 5,83 6,487 6,226 8,46 7,984 8,674 8,398 - Listrik, Gas, dan Air ,357 1,484 1,579 1,554 1,31 1,886 2,22 2,93 2,34 2,436 2,572 2,29 2,149 2,23 - Konstruksi 3,148 3,53 3,78 3,848 3,835 4,43 4,45 4,231 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496 - Perdagangan 15,854 18,288 18,1 19,531 2,344 23,549 24,5 25,1 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 3,356 3,678 31,985 32,48 34,128 33,399 - Pengangkutan 1,828 1,89 1,737 2,138 2,317 2,379 2,459 2,6 2,522 2,584 2,517 2,42 2,47 2,343 2,381 2,442 2,51 2,433 2,414 - Jasa Dunia Usaha 3,171 3,438 3,474 3,371 3,446 4,511 4,289 4,656 4,613 4,374 4,43 3,976 4,46 4,249 4,187 4,49 4,637 4,84 5,22 - Jasa Sosial Masyarakat 1,583 1,465 1,376 1,386 1,479 1,515 1,74 1,8 1,867 1,89 2,31 2,16 2,425 2,61 2,49 2,48 2,449 2,574 2,412 - Lain-lain 26,497 27,417 29,22 31,135 31,523 32,219 33,513 34,334 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,63 39,228 39,996 4,92 43,456 45,64 Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar 18,11 19,189 17,89 19,538 2,925 23,185 23,26 23,627 23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 3,544 31,433 Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,54 3,937 3,637 3,625 3,947 4,177 4,346 4,438 4,56 5,26 5,281 5,866 6,22 6,65 6,81 7,583 8,368 8,74 8,788 - Modal Kerja 3,132 3,492 3,173 3,163 3,44 3,528 3,635 3,757 3,811 4,67 4,224 4,452 4,648 5,2 5,85 5,469 6,24 6,537 6,671 - Investasi ,56 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,24 2,118 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,718 8,698 8,193 8,469 8,635 9,116 9,18 9,33 9,489 9,821 1,172 1,394 1,293 1,637 1,863 11,45 11,434 11,78 11,732 - Modal Kerja 5,56 5,771 5,445 5,668 5,599 6,13 5,564 5,672 5,789 6,16 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649 - Investasi 3,212 2,926 2,749 2,82 3,37 3,13 3,616 3,658 3,7 3,715 3,841 3,775 3,746 3,84 3,887 4,278 4,239 4,355 4,82 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,754 6,554 6,59 7,443 8,343 9,892 9,681 9,858 9,79 11,34 1,829 1,599 1,372 1,78 1,7 1,141 9,515 1,23 1,914 - Modal Kerja 4,638 5,292 4,693 5,59 6,11 6,95 6,633 7,48 6,831 8,16 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,2 - Investasi 1,115 1,262 1,366 1,935 2,332 2,942 3,47 2,81 2,959 3,198 2,881 2,837 2,88 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Proyek (%) NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 2.82% 2.88% 2.65% 2.64% 2.84% 2.68% 2.77% 3.13% 2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.9% 3.4% 3.46% 3.21% 3.19% 4.18% 4.24% 4.21% 4.8% 4.37% 4.3% 4.71% 4.52% 4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31% 3,377 3,689 3,977 4,524 4,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,976 7,18 6,687 6, ,578 1,635 1,817 2,63 2,138 2,138 2,594 2,884 2,75 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,84 3,462 3,569 3,794 DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan ,162 1,37 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,77 1,864 Deposito ,188 1,239 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1, Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 3,268 3,491 3,859 4,348 4,735 5,158 5,273 5,669 5,631 5,585 5,446 5,45 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359 - Modal Kerja ,117 1,137 1,126 1,141 1,253 1,567 1,522 1,656 1,673 1,624 2,47 2,345 2,37 2,165 2,53 2,679 2,252 - Investasi , , ,311 1,344 1,249 1,24 1,198 1,145 - Konsumsi 1,948 2,121 2,215 2,66 2,88 3,12 3,35 3,115 3,82 3,347 3,119 3,14 2,94 2,88 2,823 2,885 2,94 2,91 2,962 FDR 1.53% 1.6% 1.72% 1.47% 1.53% 1.56% 1.34% 1.16% 1.41% 3.76% 2.18% 2.16% 3.17% 2.17% 2.72% 2.53% 2.32% 2.68% 2.49% Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

15 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* KAS Inflow (Rp Miliar) 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,562 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,52 1,562 Uang Kertas 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,561 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,52 1,562 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,98 2,248 3,73 4,93 3,28 1,49 4,741 2,52 1,86 Uang Kertas 1,715 2,885 5,31 4,159 2,343 3,826 5,637 4,96 2,247 3,699 4,927 3,22 1,485 4,735 2, Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) ,31 2,694 1, TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 14,448 17,42 18,77 2,54 15,66 21,374 22,719 25,647 19,951 26,79 19,338 14, To / Incoming (Rp Miliar) 32,767 36,12 37,614 41,48 27,887 33,669 38,96 41,348 21,897 31,935 4, From - To (Rp Miliar) 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 1,97 11,845 3,778 4,272 3, TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,737 9,976 1,239 1,67 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 1,492 11,363 13,952 18,226 19,38 15,63 5,234 Volume Kliring* (Lembar) 284,3 285,559 28,922 29,332 26,69 266,25 26,914 28, , , , , ,867 36, , ,222 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) , ,27 1,617 4,28 8,917 1,499 7,38 2,284 Volume Kliring Kredit (Lembar) 36,457 34,774 37,895 41,13 29,191 28,625 3,355 32,94 34,547 32,94 53,395 86, , , ,118 46,29 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) ,378 2,178 2,4 2, Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 9,18 9,4 9,365 9,62 8,89 8,978 9,41 1,393 8,87 9,465 9,746 9,673 9,39 8,89 8,565 2,95 Volume Kliring Debet (Lembar) 247,573 25, ,27 249,22 23, ,4 23, ,47 227,93 246, , , ,26 29, ,871 69,13 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 4,126 4,18 4,5 4,19 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,38 3,993 3,614 3,59 3,436 3,211 1,131 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,549 7,531 7,92 6,659 7,114 7,119 6,765 6,8 6,571 5,552 5,12 6,3 6,4 6,336 6,194 2,146 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,94 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,31 5,12 4,72 4,686 4,797 4,769 1,666 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** 216*** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216 9

16 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*** TABEL INDIKATOR EKONOMI D. GRAFIK INDIKATOR 15% 13% 11% 9% 7% 5% 3% 1% -1% Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: *) PDRB TD 21 ; KTI adalah Sulampua, Balnusra Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) 11.86% 3.12% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 216** 11% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 6.82% 5.2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stok Net Ekspor PDRB I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 216** Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Sektor Lainnya PDRB %yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Inflasi Nasional (yoy) BI Rate *) Data Sementara **) Data Sangat Sementara ***) Data Hingga Oktober * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Inflasi Sulsel (yoy) (Rp Triliun) Aset Kredit Lokasi Bank DPK Lokasi Bank Pelapor LDR - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel 2% 19% 18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% (Ribu Orang) 9 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk * 215** 216** 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % % Penduduk Miskin - Skala Kanan (Ribu Orang) 1 95 Jumlah Penduduk Miskin * 216** 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % *) Data Agustus 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka *) Data Maret 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

17 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi 1 Perekonomian Sulsel menunjukkan perlambatan. Pada triwulan III 216 nilai PDRB Sulsel mencapai Rp milyar (ADHB) atau Rp milyar (ADHK), dengan pertumbuhan 6,82% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 216 yang tumbuh 8,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sektor sekunder dan tersier. Perlambatan pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor mulai memperlihatkan perbaikan meskipun masih dalam fase terkontraksi. Peningkatan ekspor berasal dari ekspor industri pengolahan. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di sektor perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, administrasi pemerintah, dan jasa pendidikan. Sementara sektor pertanian dan industri pengolahan pada triwulan III 216 mendorong pertumbuhan sehingga tidak terdeselerasi lebih dalam. Pada triwulan IV 216 dan keseluruhan 216, perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh meningkat, dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan dan perdagangan. Peningkatan terjadi di sektor Industri Pengolahan terjadi karena industri besar, menengah dan kecil yang semakin menguat. Sementara, di sektor perdagangan lebih disebabkan pada terjaganya tingkat konsumsi masyarakat sehingga mendorong sektor perdagangan. 1 Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan III 216 (data realisasi BPS) dan Triwulan IV 216 (data proyeksi Bank Indonesia). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh melambat. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 6,82% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 8,4% (yoy) pada triwulan II 216. Perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor utama antara lain pertambangan dan penggalian; konstruksi; perdagangan besar dan eceran. Selain itu, juga disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; administrasi pemerintah; jasa pendidikan; dan jasa kesehatan. Dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama disebabkan oleh komponen konsumsi pemerintah yang terkontraksi. Penurunan konsumsi pemerintah terjadi dikarenakan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat ke daerah dan dana desa berdasarkan Peraturan Menteri Keungan (PMK) Nomor 125/PMK.7/216 tentang penundaan penyaluran sebagian sebagian dana alokasi umum (DAU) tahun anggaran 216 dimana terdapat pemerintah pusat akan menunda besaran DAU Rp19,418 triliun untuk 143 kabupaten/kota dan 26 provinsi. Penundaan DAU di Sulsel terjadi di 4 kabupaten yaitu Luwu, Luwu Timur, Tana Toraja dan Pangkajene dan Kepualuan (Pangkep) dengan total hingga Rp24 miliar. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 216 di perkirakan akan meningkat. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh menguatnya sektor pertambangan, perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi. Peningkatan yang terjadi di sektor pertambangan dan pertanian karena menguatnya harga komoditas dunia khususnya nikel dan coklat, sementara pada perdagangan besar dan eceran disebabkan oleh meningkatnya aktivitas masyarakat pada akhir tahun karena libur ajaran sekolah dan hari raya. Pada sektor konstruksi, pembayaran termin akhir di sejumlah proyek pemerintah diperkirakan dilakukan pada triwulan IV 216. Sementara itu dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari bonus akhir tahun yang diterima pegawai swasta, meningkatnya kebutuhan di akhir tahun serta Hari Besar Keagamaan Nasional (perayaan natal) dan liburan akhir tahun. Untuk konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat karena terdapat pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah terkait proyek yang dilakukan di tahun berjalan. Meski demikian, pertumbuhan diperkirakan tertahan di konsumsi pemerintah akibat penundaan DAU di beberapa daerah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 6,8% - 7,2%. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat pada keseluruhan tahun 216. Peningkatan diperkirakan karena sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar dan eceran. Sektor industri pengolahan diperkirakan menguat karena Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang semakin meningkat. Konstruksi yang meningkat merupakan dampak dari kebijakan pemerintah pusat serta daerah terkait dengan penguatan dan pembangunan infrastruktur yang terjadi di sepanjang tahun 216. Sementara itu, terjaganya daya beli masyarakat akibat inflasi sepanjang tahun 216 dalam tingkat yang rendah dan stabil mendorong sektor perdagangan besar dan eceran. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan pemerintah diperkirakan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Terjaganya inflasi yang berimbas pada terjaganya daya beli masyarakat, serta pembangunan proyek memberikan dampak multipliers baik pada konsumsi rumah tangga maupun pemerintah. Sementara, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,% - 7,4% % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP * 216** yoy Nasional yoy Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

19 1.2. Sisi Pengeluaran BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan III 216 terutama didorong oleh konsumsi sektor pemerintah yang terkontraksi. Pada triwulan III 216 konsumsi pemerintah tercatat kontraksi -3,52% (yoy), menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,37% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) dan invetasi masing-masing 5,48% (yoy) dan 6,71% (yoy) pada triwulan III 216 dari sebelumnya tercatat masing-masing 5,61% (yoy) dan 9,99% (yoy). Meski demikian, konsumsi rumah tangga tercatat menguat dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan III 216 sebagai penopang pertumbuhan ekonomi tidak terdeselerasi lebih dalam. Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi.pada triwulan III 216 ekspor tercatat tumbuh -31,98% (yoy) dari triwulan sebelumnya -27,6% (yoy). Demikian pula impor juga masih mengalami kontraksi, dari sebelumnya tumbuh -33,32% (yoy) menjadi -43,35% (yoy) di triwulan laporan. Pada triwulan IV 216 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh menguat. Faktor pendorong pertumbuhan berasal darikonsumsi rumah tangga diperkirakan stabil di kisaran 5,6% - 6,% dan konsumsi pemerintah meningkat pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan masih dalam fase kontraksi khususnya pada ekspor antar daerah, sehingga net ekspor melambat di triwulan IV 216. Pada keseluruhan tahun 216, perekonomian Sulsel diperkirakan tetap tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 215. Beberapa faktor pendorong yaitu terjaganya daya beli akibat inflasi tahun 216 terjaga pada tingkat yang lebih rendah dan stabil dibandingkan tahun 215, serta pembangunan proyek infrastruktur mendorong efek multiplier baik pada konsumsi pemerintah maupun rumah tangga. Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Komponen * 215* 216** I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III* 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.52) 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori (26.91) (125.9) (74.2) (124.47) (579.81) 55.1 (65.12) (61.7) 6. Ekspor (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (12.4) (4.78) (27.6) (31.98) 7. Impor.31 (5.47) (6.75) (6.8) (3.8) (1.94) (2.95) (37.13) (33.32) (43.35) PDRB PMTB, 37.15% Perubahan Persediaan,.86% Konsumsi Pemerintah, 9.19% Net Ekspor,.2% Share PDRB Tw III 216 Konsumsi LNRT, 1.19% Konsumsi RT, 51.41% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB) Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 216. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 5% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai diatas 3% pada triwulan III 216. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (diatas 5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah konsumsi LNPRT (1,19%), perubahan inventori (,86%), dan net ekspor-impor (,2%) Konsumsi Secara total, konsumsi tumbuh melambat. Melambatnya total konsumsi akibat melambatnya konsumsi pemerintah maupun LNPRT yang tumbuh masing-masing -3,52% (yoy) dan 5,48% (yoy) pada triwulan III 216, lebih rendah dibandinkan triwulan sebelumnya 8,37% (yoy) dan 9,99% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

20 Rp Triliun % (yoy) Rp Triliun % (yoy) BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Konsumsi rumah tangga menjadi penopang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang meningkat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada periode laporan. Aktivitas masyarakat yang meningkat di hari raya Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, terjaganya harga yang tercermin dari inflasi di triwulan III 216 turut menjaga daya beli sektor rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tercatat menguat dari -1,8% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi 3,93% (yoy) di triwulan III 216. Realisasi belanja pemerintah provinsi Sulsel belum optimal di triwulan III 216. Realisasi belanja hingga triwulan III 216 tercatat sebesar Rp4,4 triliun atau 55,99% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Secara nominal realisasi belanja triwulan III 216 lebih rendah dari triwulan III 215, yang tercatat sebesar Rp3,71 triliun atau 56,12% dari target Rp6,62 triliun. Di sisi lain, sampai dengan triwulan III 216, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 7,5% dari target, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang terealisasi 67,5%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp5,15 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,35 triliun. Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Survei Konsumen, BI Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Indeks Penjualan Eceran gindeks - Skala Kanan *) *) Data Data hingga Juli Oktober 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran YOY 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan pada triwulan III 216 tumbuh 15,8% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 14,34% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit terutama didorong oleh kredit peralatan/perlengkapan rumah tangga, kredit multiguna, dan kredit rumah tangga lainnya yang tumbuh masingmasing dari 53,15% (yoy); 2,21% (yoy) dan 4,41% (yoy) menjadi 73,7% (yoy), 21,15% (yoy) dan 43,36% (yoy) pada triwulan laporan. Selain itu, meski melambat namun Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) masih tumbuh positif 4,26% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi tertahan oleh Kredit Kendaraan Bermotor yang terkontraksi -15,41% (yoy) di periode laporan Rp Triliun Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan *) Data hingga Oktober 216 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Investasi Investasi tumbuh melambat di triwulan III 216, baik pada sektor pemerintah maupun swasta. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi tumbuh 6,71% (yoy), melambat bila dibandingkan triwulan II 216 (9,99%; yoy). Indikasi penurunan investasi swasta di triwulan III 216 tercermin dari menurunnya realisasi proyek baru. Menurut data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan III 216 hanya bersifat pembangunan/perbaikan jalan seperti perbaikan/pembangunan jalan di Kota Makassar (Jalan Raya Pendidikan), Maros (Jalan Poros Makassar-Maros), dan Gowa (Jalan Poros Pattalassang Antang / BTP). Selain itu, penurunan kegiatan investasi pemerintah tercermin dari menurunnya realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulsel yang baru mencapai sebesar Rp246,5 miliar atau 28,9% dari target triwulan III 216 sebesar Rp877,61 miliar. Hal ini berarti lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 215 yang terealisasi Rp326,97 miliar atau 32,51% dari target Rp1,1 triliun. Meski demikian, realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel tercatat mencapai Rp2,45 triliun atau 49,79% dari target sebesar Rp4,92 triliun. Pencapaian tersebut lebih lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang hanya mencapai Rp2,27 triliun atau 29,37% dari target Rp7,72 triliun. Investasi yang melambat di triwulan III 216 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit investasi. Impor barang modal tercatat 2,7% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 216 yang mencapai 4,77% (yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan menurun cukup signifikan, sehingga menjadi faktor penahan pertumbuhan impor barang modal yang melambat. Melambatnya impor barang modal, khususnya peralatan transportasi, diperkirakan karena proyek transportasi di Sulsel mengalami kendala sehingga dihentikan untuk sementara waktu. Sementara dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 16,27% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 2,53% (yoy) Impor Barang Modal gimpor Barang Modal US$ Juta %, yoy II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) (15) Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh meningkat. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan meningkat 269,76% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar -32,31% (yoy) di triwulan II 216. Meskipun harga nikel mulai menguat di periode laporan, diperkirakan perusahaan utama nikel di Sulsel menahan penjualan akibat masih tingginya volatilitas harga nikel di pasar dunia sepanjang tahun 216. Rp Milyar 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, - Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III *) Data hingga bulan Oktober 216 US$ Juta Posisi Stok gperubahan Stok - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III ,5 2, 1,5 1, 5 (5) Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.1. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Sumber: Produsen, diolah Grafik Perubahan Inventori Produsen Nikel Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port(MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP Tahap 1 A sudah mencapai 3% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 218. Mega proyek ini yang direncanakan memerlukan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini dibagi dalam beberapa tahap, sebagai berikut: Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II Panjang Dermaga 32 m Lapangan Kontainer 16 Ha Kapsitas 5. TEUs Total Investasi Rp. 1,8 T panjang dermaga IB 33 m Panjang Dermaga IC 35 m Kapasitas 1 juta TEUs Total Investasi Rp 7,5 T Panjang Dermaga 1. m Luas 112 ha Kapsitas 2 Juta TEUs Sumber: berbagai sumber, diolah Pembangunan MNP tersebut tentu tidak terlepas dari upaya meningkatkan konektivitas antar daerah khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan bagi Sulsel pembangunan MNP memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya mendukung pengembangan industri berbasis maritim (lihat Boks. 1.A). Sementara itu, realisasi proyek Kereta Api Makassar Parepare telah mencapai 2 Km. Upaya untuk mempercepat realisasi proyek terus dilakukan namun masih terkendala pembebasan lahan. Selain itu juga terdapat pembangunan smelter yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dan diperkirakan baru mulai berproduksi pada Oktober 216, walaupun terdapat risiko terkait tren harga nikel yang masih rendah. Sedangkan realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap masih dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Proyek KA Makassar- Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2. km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km 2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 212 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun 3 Smelter PT. A Total Investasi : Rp 4,7 Triliun (dari total kebutuhan Rp6 triliun) Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun 4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 13 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 5. metrik ton per tahun 5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 3 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 3 ribu metrik ton per tahun 6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Studi Kelayakan Konstruksi telah mencapai 1 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. Alokasi anggaran APBD Rp1 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api Groundbreaking pada bulan Maret 215 Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: April 216 Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: Oktober 216 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir Sumber dan APBD Target selesai: 218 Rencana kapasitas 8-25 KW tenaga listrik 7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai Total Investasi: Rp175 Miliar Underpass: 1.5 M Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: Pelebaran Jalan Maros- Watampone 9 Pembangunan Elevated Road Segmen I 1 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata 11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road Total Investasi: 125,52 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 251,249 Milyar / T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan) Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan (sepanjang 2.5 m), dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel kedepan. Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel Yang Terkait Ketahanan Pangan No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 215 Desember 219 APBN : ±2 Miliar Ags 215: Penandatanganan MOU Sept 215 : Pembebasan Lahan Des 215: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material) 2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 213 Desember 217 APBN : ±5 Miliar 3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 215 Desember 219 APBN : ±8 Miliar Groundbreaking pada bulan Maret : Pengadaan lahan (19,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 215 Desember 217 APBN : ±4 Miliar Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan III 216 mengalami kontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -31,98% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di triwulan II 216 yang tercatat -27,6% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan II 216 yang tercatat -24,81% (yoy) menjadi -15,27% (yoy) di triwulan III 216. Ekspor LN yang membaik juga didorong oleh kebijakan pemerintah daerah dalam mendorong ekspor seperti yang terjadi pada bulan Agustus 216 dimana Pemprov Sulsel menginisiasi Gerakan Ekspor Merdeka. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -38,59% (yoy), lebih dalam dari triwulan II 216 yang terkontraksi -28,85% (yoy). Ekspor DN yang terkontraksi diperkirakan akibat tingginya pasokan barang yang diperoleh di luar Sulsel. Jika dilihat lebih lanjut, volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar lebih rendah dibandingkan volume bongkar barang. Pada triwulan III 216, volume muat mencapai 919,88 ton, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D sementara volume muat mencapai 1,34 juta ton. Meski demikian, volume muat mengalami peningkatan meskipun masih dalam fase kontraksi kontraksi -5,8% (yoy), dari triwulan II sebesar 948,324 ton atau tumbuh terkontraksi -16,72% (yoy). Ribu Ton Volume Ekspor gnilai Ekspor - Skala Kanan gvolume Ekspor - Skala Kanan III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas %; yoy (5) (1) Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik Volume Barang yang Dimuat Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel matte. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel matte menyumbang 53,5% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan III 216. Nilai ekspor nikel matte tercatat mengalami kontraksi -22,5% (yoy) sedikit membaik dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -3,16% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan III 216, harga nikel telah terkoreksi -2,94% (yoy) menguat dibandingkan triwulan II yang tumbuh -32,48% (yoy). 1,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Muat - Skala Kanan %; yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * *) Angka Sementara (1) (2) (3) Juta USD Ekspor Nikel Matte gekspor - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) (4) (6) (8) 25,. 2,. 15,. 1,. 5,.. Nikel $/mt %, yoy gharga - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% *) Data hingga Oktober 216 *) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Nikel Matte Sumber: World Bank, diolah Grafik Perkembangan Harga Nikel Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas udang, rumput laut dan biji kakao mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekspor udang meningkat dari 6,57% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 34,7% (yoy) di triwulan III 216. Sementara pertumbuhan nilai biji kakao yang menjadi salah satu komoditas andalan Sulsel menguat menjadi -25,91% (yoy) di triwulan III 216 dari -34,97% (yoy) di triwulan II 216. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini. Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum sepenuhnya pulih. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Eropa dan Korea Selatan mengalami peningkatan, meskipun Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan penurunan kinerja sektor manufaktur di triwulan II 216. Untuk arah pada awal triwulan III 216, kinerja sektor manufaktur Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan peningkatan. 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 15% YOY Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan 1% 5% % -5% Indeks -1% -15% *) Data Sementara II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* * Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sumber: Trading Economics Grafik Purchasing Managers Index Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan III 216 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan III 216 tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam -43,35% (yoy) dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -33,32% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari penurunan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen nonmigas. Nilai impor LN tercatat tumbuh terkontraksi-46,8% (yoy) menurun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,62% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif 42,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -39,35%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur darat, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar hingga triwulan II 216 mencapai 1,34 juta ton atau tumbuh -,4% (yoy) terkontraksi cukup dalam dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 5,9% (yoy) Total Volume Impor Juta Ton gvolume Impor (yoy) - Skala Kanan gnilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) (15) (2) * Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik Volume Barang yang Dibongkar Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan III 216 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (88,49%) dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (28,64%). Sementara itu, nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD17,93 juta atau 71,89% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,64% dan,46%..64% 28.64% Pangsa Triwulan III 216 Komoditas Pertanian: US$79,1 Juta Komoditas Industri: US$244,5 Juta.46% 27.64% Pangsa Triwulan III 216 Barang Modal: US$41,5 juta Bahan Baku: US$17,93 juta 88.49% Komoditas Pertambangan: US$1,8 Juta 71.89% Barang Konsumsi: US$,7 juta Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.2. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Impor Menurut Kategori Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan III 216. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 48,75% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ganggang laut dengan pangsa masing-masing 1,14% dan 6,88%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai mesin-mesin/pesawat mekanik mencapai 27,38% dari total impor Sulsel di triwulan III 216. Disusul kemudian gandum-ganduman (21,8%) dan ampas/sisa industri makanan (15,66%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor No Komoditas (HS) Triwulan III 216 Pangsa (USD) 1 NIKEL 158,621, % 2 COKLAT OLAHAN 32,984, % 3 GANGGANG LAUT 22,374, % 4 IKAN OLAHAN 18,286, % 5 UDANG SEGAR/BEKU 17,44, % 6 BIJI COKLAT 21,516, % 7 KOPI 7,222, % 8 DEDAK/BEKATUL 6,257, % 9 BUAH/SAYURAN OLAHAN 12,12, % 1 IKAN LAINNYA 5,285, % TOTAL EKSPOR 325,49,6 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Keterangan: Ekspor Nikel dalam matte Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor No Komoditas (HS) Triwulan III 216 Pangsa (USD) 1 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 41,97, % 2 GANDUM-GANDUMAN 31,647, % 3 AMPAS/SISA INDUSTRI MAKANAN 23,54, % 4 KAPAL LAUT 11,65, 7.76% 5 BENDA-BENDA DARI BESI DAN BAJA 8,993, % 6 KAKAO 6,249, % 7 ALAT LISTRIK 5,836, % 8 BESI DAN BAJA 4,619, % 9 BENDA-BEDA DARI PLASTIK 2,673, % 1 PRODUK KERAMIK 2,174, % TOTAL IMPOR 15,128,238 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan III 216, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 52,99% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Malaysia (1,8%), dan Tiongkok (9,79%). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 42,62% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Argentina (14,55%) dan Ukraina (11,92%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor No Negara Tujuan Total Ekspor FOB (USD) Pangsa 1 JAPAN 172,45, % 2 MALAYSIA 32,786,76 1.8% 3 R.R.C. 31,858, % 4 UNITED STATES OF AMERICA 3,148, % 5 SINGAPORE 8,73, % 6 NETHERLANDS 7,384, % 7 VIETNAM 7,315, % 8 SOUTH KOREA 4,5, % 9 HONGKONG 3,674, % 1 RUSIA 3,425,46 1.5% TOTAL EKSPOR 325,49,6 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor No Negara Asal Total Impor CIF (USD) Pangsa 1 R.R.C. 63,987, % 2 ARGENTINA 21,84, % 3 UKRAINE 17,895, % 4 JAPAN 11,972, % 5 CANADA 8,27, % 6 AUSTRALIA 7,48, % 7 MALAYSIA 6,297, % 8 THAILAND 3,763, % 9 UNITED STATES OF AMERICA 2,785, % 1 SWEDEN 855,124.57% TOTAL IMPOR 15,128,238 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Neraca perdagangan Sulsel surplus pada triwulan III 216. Neraca perdagangan Sulsel pada triwulan III 216 tercatat surplus mencapai Rp25 miliar, membaik dari periode sebelumnya yang mengalami defisit Rp3,29 triliun. Surplus neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan minimnya impor barang-barang modal seperti perlengkapan transportasi dan barang-barang yang dipersiapkan untuk proyek infrastruktur, seperti besi/baja. 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 25, 2, 15, 1, 5, (5,) (1,) (15,) (2,) (25,) Rp Miliar Sumber: BPS Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 216** Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Grafik Neraca Perdagangan Bersih 1.3. Sisi Lapangan Usaha 2, (2,) (4,) (6,) (8,) (1,) (12,) (14,) (16,) Rp Miliar (2) (4) (6) US$ Juta Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 216** Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara US$ Juta Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri (1) Perlambatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi di triwulan III 216. Tiga sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan adalah sektor administrasi pemerintah; jasa keuangan dan asuransi; dan pertambangan yang tercatat masing-masing tumbuh -1,31% (yoy); 12,1% (yoy) dan 1,59% (yoy) dari yang sebelumnya tumbuh 9,98% (yoy); 17,38% (yoy); dan 5,3% (yoy). Sektor lain yang tercatat melambat adalah sektor konstruksi (6,13%; yoy), perdagangan besar dan eceran (1,8%; yoy), dan jasa pendidikan (8,%; yoy) dari yang sebelumnya tumbuh 9,74% (yoy); 11,43% (yoy); dan 9,19% (yoy). Kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan, sebagai salah satu sektor unggulan Sulsel, tumbuh meningkat di triwulan III 216. Sektor pertanian dan industri pengolahan masing-masing tumbuh 6,35% (yoy) dan 7,28% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 4,4% (yoy) dan 7,1% (yoy). Sektor lain yang tumbuh meningkat yaitu sektor pengadaan listrik dan gas dari 17,24% (yoy) menjadi 17,8% (yoy), pengadaan air dari 6,77% (yoy) menjadi 9,2% (yoy), serta jasa perusahaandari 7,73% (yoy) menjadi 8,7% (yoy). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 216 diperkirakan dalam tren meningkat.peningkatan tren tersebut disebabkan oleh meningkatnya sektor perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Peningkatan ketiga sektor tersebut diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat di akhir tahun karena libur ajaran sekolah dan hari raya. Sementara secara keseluruhan tahun 216, pertumbuhan didorong oleh menguatnya sektor utama di Sulsel. Sektor yang tumbuh yaitu industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran. Sektor industri pengolahan diperkirakan menguat karena Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang semakin meningkat. Konstruksi yang meningkat merupakan dampak dari kebijakan pemerintah pusat serta daerah terkait dengan penguatan dan pembangunan infrastruktur yang terjadi di sepanjang tahun 216. Sementara itu, terjaganya daya beli masyarakat akibat inflasi sepanjang tahun 216 dalam tingkat yang rendah dan stabil mendorong sektor perdagangan. Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar * 216** I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

28 Juta Ton BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lainnya, 36.16% Share PDRB Tw III 216 Perdagangan, 13.6% Konstruksi, 12.% Pertanian, 25.27% Industri Pengolahan, 13.% Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan III 216. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 25,27%. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah sektor Industri Pengolahan,Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 1%. Sementara untuk sektor nonutama merupakan gabungan dari sektor lainnya. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pangsa PDRB Sulsel (ADHB) Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Panen raya dan faktor cuaca mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Panen raya yang terjadi pada bulan September mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Panen yang terjadi di periode akhir triwulan III 216 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Selain itu, menurut informasi anekdotal, panen raya yang terjadi di bulan Juli-September pada tanaman kakao turut mendorong peningkatan produksi kakao. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor perikanan diperkirakan melambat. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tertahan di subsektor perikanan. Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan didorong oleh panen raya dan faktor cuaca yang baik di periode laporan. Pada subsektor pertanian, panen raya khususnya pada komoditas beras terjadi pada bulan September mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Selain itu, menurut informasi anekdotal, pada subsektor kehutanan, panen raya yang terjadi di bulan Juli-September pada tanaman kakao turut mendorong peningkatan produksi kakao. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja subsektor perikanan diperkirakan menahan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Curah hujan dan gelombang laut yang meningkat pada triwulan laporan diperkirakan menahan kinerja subsektor perikanan. Perbaikan kinerja subsektor kehutanan (perkebunan) menjadi faktor pendorong di sektor pertanian. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor kehutanan adalah peningkatan ekspor kakao. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan mengalami peningkatan meski masih terkontraksi dari -42,19% (yoy) di triwulan II 216 menjadi -21,32% (yoy) di triwulan III 216. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat USD54,5 juta meski masih menunjukkan kontraksi -8,6% (yoy). 35 YOY 2% 3 15% 25 1% 2 5% 15 % 1-5% 5-1% - -15% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Kakao gharga - Skala Kanan 3.5 $/kg %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

29 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Di sisi lain, kinerja subsektor perikanan menahan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Salah satuindikator yang menunjukkan tertahannya kinerja di subsektor perikanan adalah perlambatan ekspor komoditas perikanan dari sisi volume. Volume ekspor melambat 43,78% (yoy) pada triwulan III 216, lebih rendah dari periode sebelumnya (47,74% yoy), sementara secara nominal ekspor meningkat, dengan pertumbuhan tahunan 24,27% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 216 yang tumbuh 18,14% (yoy). Volume ekspor yang turun diperkirakan terjadi akibat fenomena La Nina yang mengganggu hasil tangkapan ikan JutaTon YOY 4% 2% % -2% -4% -6% -8% -1% Juta USD YOY 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -12% -4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Komoditas Ikan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Komoditas Ikan Pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel tidak tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini yang melambat. Di triwulan III 216, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 43,19% (yoy) atau mencapai Rp2,63 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 47,3% (yoy). Pertanian gkredit Pertanian Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 1,59% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 5,3% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari nilai dan volume pertambangan yang masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,77 juta atau tumbuh -32,9% (yoy) pada triwulan III 216, dari -19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor pertambangan tumbuh dari -15,37% (yoy) menjadi -3,44% (yoy) pada triwulan III 216 atau sebanyak 12,7 juta ton. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

30 Ribu Ribu BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Juta Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) (15) Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) * * Sumber: Bea Cukai, diolah Keterangan: *) Angka Sementara Grafik 1.3. Volume Ekspor Pertambangan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Pertambangan Volume produksi nikel mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingginya volatilitas harga komoditas nikel meski sudah membaik pada triwulan III 216 menjadi salah satu faktor utama penjualan nikel melambat. Penjualan nikel tumbuh terkontraksi -9,38% (yoy) pada periode laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,52% (yoy). Sementara itu, rata-rata harga komoditas nikel berada pada level USD1.268 per metrik ton menguat -2,94% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya USD8.815 per metrik ton atau turun -32,48% (yoy). Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penguatan harga di triwulan III 216. Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Industri Pengolahan Nikel, diolah Grafik Produksi Nikel dalam Matte Sumber: Industri Pengolahan Nikel, diolah Grafik Penjualan Nikel dalam Matte Kinerja nikel membaik meski masih tumbuh negatif. Secara nominal, total produksi nikel dalam matte meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meski secara tahunan masih terkontraksi. Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar metrik ton atau terkontraksi -1,82% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode sebelumnya yang tercatat,58% (yoy) atau metrik ton. Sejalan dengan kinerja tambang yang melambat, kredit di sektor pertambangan menunjukkan deselerasi. Di periode triwulan III 216, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 4,47% (yoy). Pertumbuhan yang melambat menjadi sinyal dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh membaik 5,3% (yoy). 4% gyoy 3% 2% 1% % -1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* -2% % -4% -5% Nikel Timah Seng Timah Hitam *) Data hingga Oktober 216 Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang Pertambangan gkredit Pertambangan.7 Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Kredit Sektor Pertambangan (2) (4) 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

31 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh menguat. Sektor industri pengolahan pada triwulan III 216 tumbuh 7,28% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 216 yang mencapai 7,1% (yoy). Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) ditengarai menjadi penyebab menguatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini terindikasi dari peningkatan Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) yang tumbuh 8,66% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 216 yang mencapai 6,62% (yoy). Peningkatan pertumbuhan terutama terjadi pada industri makanan 11,5% (yoy), industri barang galian bukan logam 1,82% (yoy), dan industri logam dasar 3,89% (yoy). Namun terbatasnya peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan akibat penurunan kinerja Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) yang tumbuh mencapai 4,65% (yoy) dari semula 5,11% (yoy) (5) (1) (15) IMK IBS %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Ekspor Industri gekspor - Skala Kanan Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) (4) (6) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Hasil Industri Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menguat, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini juga meningkat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat tumbuh 37,43% (yoy) atau Rp8,56 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,71% (yoy). Peningkatan diindikasikan dari perusahaan industri pengolahan yang meningkatkan stok untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun Industri Pengolahan gkredit Industri Pengolahan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) (2) (3) (4) Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Kredit Industri Pengolahan Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami perbaikan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan III 216 meningkat sebesar USD244,5 juta pada triwulan III 216dari sebelumnya sebesar USD 23,2 juta Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan 17,8% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 17,24% (yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dimana PT PLN Wilayah Sulselrabar meramalkan pertumbuhan pengguna listrik industri mencapai 1% hingga akhir tahun 216.Selain itu, sektor industri pengolahan yang tumbuh cukup baik juga menjadi salah satu faktor tetap menguatnya sektor listrik dan gas. Meskipun demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi karena terdapat penyaluran dana yang ditunda hingga triwulan IV 216. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

32 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 3. Rp Triliun Listrik, Gas, dan Air gkredit Listrik, Gas, dan Air %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 9,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,77% (yoy). Berlanjutnya fenomena La Nina hingga bulan Oktober 216 diperkirakan menambah pasokan air. Selain itu, peningkatan ini diperkirakan juga terkait dengan komponen pengelolaan sampah, dimana Kota Makassar telah menerapkan Sistem Pengolahan Sampah dankemudian pengelolaan sampah tersebut akan menjadi pembangkit listrik berbasis sampah Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan III 216, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan penundaan transfer dana pemerintah. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 6,13% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,74% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari realisasi belanja modal pemerintah yang rendah. Hingga akhir periode triwulan III 216, realisasi belanja APBD mencapai Rp4,5 triliun atau 55,99% dari pagu anggaran. Angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu yang mencapai 56,12%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp11,66 triliun, lebih tinggi dari triwulan II 216 sebesar Rp7,36 triliun, terutama untuk belanja barang seperti pembebasan lahan. Jika dicermati lebih lanjut, realisasi belanja modal APBN dan APBD yang masing-masing mencapai 49,79% (Rp2,45 triliun) dan 28,9% (Rp246 miliar) belum mampu mendorong pertumbuhan sektor ini. 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Semen Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.4. Penjualan Eceran Semen Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam Perlambatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE) bahan konstruksi dari logam tumbuh melambat dari 44,75% (yoy) menjadi 44,54% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan bahan konstruksi dari logam tersebut dipergunakan untuk proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang saat ini mengalami kendala teknis sehingga progres pembangunan belum terlihat signifikan. Sejalan dengan hal tersebut, indeks penjualan eceran semen tumbuh 32,67% (yoy) di triwulan III 216, lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 46,34% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 5,37% (yoy), dari triwulan II 216 yang tercatat 1,45% (yoy). 5% 45% 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Bahan Konstruksi dari Logam 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Ribu Ton Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) grealisasi - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) Konstruksi gkredit Konstruksi Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pengadaan Semen *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Kredit kepada Sektor Konstruksi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 1,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 11,43% (yoy). Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk peralatan elektronik (audio/video), barang kerajinan, pakaian jadi, alas kaki dan perlengkapannya, kaca mata, perhiasan, jam, tas, dompet, koper dan ransel. Daya beli masyarakat terjaga dalam level stabil di hari raya Idul Fitri, serta liburan sekolah, menahan pertumbuhan sektor ini. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp33,44 triliun atau tumbuh 9,%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan II 216 yang tumbuh 12,43% (yoy). Perdagangan gkredit Perdagangan 4. Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor %YOY Barang Lainnya 4% Barang Budaya & Rekreasi 3% 2% 1% % -1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* -2% % -4% *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik Penjualan Barang Eceran Riil Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,13% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 9,19% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh negatif-,15% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 3,84% (yoy). Diperkirakan aktivitas pergudagangan menahan pertumbuhan lebih rendah. Aktivitas penggudangan meningkat seiring dengan menguatnya volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Efektivitas hari kerja yang lebih sedikit akibat jumlah hari libur dan cuti bersama, memengaruhi aktivitas pergudagangan, sehingga diperkirakan barang yang tiba di pelabuhan tertahan di gudang. Sepanjang triwulan III 216, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang.lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan, berkebalikan dengan penumpang laut yang justru mengalami perlambatan bahkan terkontraksi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Pengangkutan 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Rp Triliun Pengangkutan gkredit Pengangkutan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga bulan Oktober 216 Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gtotal Bongkar & Muat Ribu Ton Volume Muat Barang Dalam Negeri %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * (1) (2) (5) (1) (15) Ribu 1,2 1, Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: PT Angkasa Pura I, diolah Grafik Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Kedatangan Dalam Negeri gpenumpang - Skala Kanan Ribu Orang Keberangkatan Dalam Negeri %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) (2) (3) Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar, diolah Grafik Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar, diolah Grafik Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 7,31% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,12% (yoy). Hal ini tidak terkonfirmasi dari Survey Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia pada kelompok bahan makanan, makanan jadi dan minuman menunjukkan tren meningkat Indeks Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja sektor pariwisata yang tumbuh melambat.pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara cenderung stabil. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai orang atau tumbuh stabil 13,66% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,6% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami peningkatan dari 41,36% menjadi 43,76%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar. YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* % 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

35 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Jumlah Kedatangan Wisman gwisman - Skala Kanan 6. % 6, 5, 4, 3, 2, 1, Orang %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) (2) (3) (4) TPK Sulsel I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara Sumber: BPS, diolah Grafik Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,92% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan II 216 yang tumbuh 8,5% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan perlambatan dari 162,5 pada triwulan II 216 menjadi 158,7 pada triwulan laporan. 25 Indeks % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Survei Konsumen, BI Grafik Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 12,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 17,39% (yoy). Perlambatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja perbankan di Sulsel, yang mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang melambat yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp123,19 triliun atau tumbuh 8,92% (yoy) lebih rendah dibandingkan total aset pada triwulan sebelumnya Rp122,71 triliun atau tumbuh 13,3% (yoy). Sementara total DPK dan kredit mencapai Rp81,64 triliun dan Rp18,4 triliun atau tumbuh 13,19% (yoy) dan 12,9% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya masing-masing sebesar Rp81,67 triliun dan Rp17,63 triliun atau tumbuh 19,% (yoy) dan 14,1% (yoy) Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate juga tercatat melambat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 5,4% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,93% (yoy). Penurunan di sektor ini sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) melambat di jenis rumah pada tipe kecil dan menengah, sementara rumah tipe besar stabil. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

36 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1 8 %, qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Umum Kecil Menengah Besar Keterangan: P) Perkiraan Sumber: Survei Harga Properti Residensial, BI Grafik Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,7% (yoy) di triwulan III 216, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tecatat 7,73% (yoy). Peningkatan kinerja ini searah dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 19,77% (yoy), dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,5% (yoy). Jasa Dunia Usaha gkredit Jasa Dunia Usaha Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* (1) (2) *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan terkontraksi di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah yang belum optimal serta penundaan anggaran pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh negatif -1,31% (yoy), dan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,98% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat melambat dari sisi realisasi belanja, meskipun pendapatan tumbuh meningkat. Hingga triwulan III 216, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 7,7% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 215 yang mencapai 67,5% (yoy). Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan III 216 telah mencapai Rp5,15 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,34 triliun.dari sisi belanja, hingga triwulan III 216, realisasi pengeluaran telah mencapai 55,99% atau sebesar Rp4,5 triliun. Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan III 215 yang tercatat 56,12% atau Rp3,71 triliun dari target belanja Rp6,62 triliun Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,% (yoy) di triwulan III 216, tumbuh lebih rendah dibandingkan periode triwulan II 216 yang tumbuh 9,19% (yoy). Perlambatan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan libur sekolah hingga bulan Juni-Juli di tingkat pendidikan dasar 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

37 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI (SD/SMP/SMA) dan libur sekolah hingga bulan Agustus-September di tingkat Pendidikan Tinggi (D1/D2/D3/S1/S2). Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan alat tulis yang melambat. 25 Indeks YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik Perkembangan Penjualan Alat Tulis 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% 12 Indeks YOY 3% 1 2% 8 1% 6 % 4-1% 2-2% -3% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,53% (yoy) di triwulan III 216, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 8,38% (yoy). Perlambatan sektor ini terkonfirmasi dari menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat. Secara triwulanan, jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp2,44 triliun di triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp2,57 triliun Rp Triliun Jasa Sosial Masyarakat I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga bulan Oktober 216 gkredit Jasa Sosial Masyarakat Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat %, yoy (1) (2) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

38 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.A. Potensi Pengembangan Industri Melalui Kawasan Industri Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pengembangan kawasan industri merupakan salah satu upaya dalam membangun dan mengembangkan sebuah daerah 2. Pembangunan kawasan industri juga salah satu langkah untuk mempercepat penyebaran dan pemerataan industri 3. Menurut Kementerian Perindustrian, peran kawasan industri terhadap pertumbuhan sektor industri nasional cukup signifikan karena mampu berkontribusi sebesar 4% dari total nilai ekspor non-migas dan menarik investasi sekitar 6% dari total investasi sektor industri. Sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional tahun , kawasan industri di Jawa akan diarahkan pada pengembangan industri tertentu, sementara pengembangan kawasan industri baru di luar Jawa diarahkan pada industri berbasis sumber daya alam dan pengolahan mineral. Melihat perhatian dari pemerintah pusat terhadap pengembangan industri, Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki rancangan kawasan industri. Provinsi Sulawesi Selatan dipandang berpotensial untuk pengembangan kawasan industri ke depan. Provinsi Sulsel memiliki beberapa point utama yang mendukung pengembangan kawasan industri. Dengan share ekonomi sebesar 15,96% di KTI (Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan, dan Bali Nusa Tenggara), penghubung (HUB) perdagangan jalur tol laut untuk wilayah KTI, kondisi surplus listrik dengan produksi listrik mencapai GwH, serta tingkat kemantapan jalan mencapai sekitar 9% (pada jalan tingkat provinsi), menjadikah Provinsi Sulsel memiliki keunggulan di Kawasan Timur Indonesia. Potensi industri tersebut telah direalisasikan dalam bentuk pengembangan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) sebagai kawasan pengolahan nikel dan bijih besi. Dengan nilai investasi sebesar Rp55 triliun, beberapa perusahaan dari Tiongkok telah melakukan pembangunan smelter di KIBA sejak tahun Meskipun demikian, terdapat kendala dalam pengembangan kawasan industri, seperti beberapa smelter telah terbangun namun belum melakukan proses produksi dikarenakan harga nikel yang masih rendah, kebutuhan tenaga kerja ahli yang masih relatif minim dan terbatasnya ketersediaan pasokan listrik di KIBA. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas kawasan industri, pemerintah tengah mendorong pasokan listrik 2 x 3 MW yang rencananya selesai pada tahun 217, serta terdapat pelabuhan langsung di Kabupaten Bantaeng dengan rencana selesai pada tahun 218. Kawasan Industri Bantaeng Perusahaan Yang Sudah Bergabung PT. A PT. B PT. C Nilai Investasi Rencana : Rp.4,7 triliun Realisasi : 6 triliun Rencana : 13 juta USD Realisasi : Rp 1,69 triliun Rencana : 3 juta USD Realisasi : Rp 3,9 triliun Progres Sls. konstruksi : Feb 216 Uji coba : Feb 216 Sls. Kontruksi : Feb 216 Uji Coba : Feb 216 Sls Konstruksi : Feb 216 Est. Produksi : Okt 216 PT. D Rp.4 triliun (Pelabuhan) - PT. E Rp.1 trilliun (Listrik) - REGULASI - PERMASALAHAN INFRASTUKTUR DASAR 1. Beberapa smelter telah terbangun namun belum melakukan proses produksi dikarenakan harga nikel yang masih rendah. 2. Kebutuhan tenaga kerja ahli yang masih relatif minim. KETERSEDIAAN ENERGI Keterbatasan ketersediaan listrik UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN INDUSTRI Bantaeng Sigma Energi 2x3Mw (Ground-breaking) selesai 217 Pelabuhan Bantaeng (Investasi Temasek Holding Rp 4 Triliun) Selesai 218 Sumber: berbagai sumber, diolah 2 Soedarsono, 21 3 Pidato Presiden Joko Widodo dalam membuka Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

39 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan III 216 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir triwulan III baru tercatat Rp4,5 triliun atau 55,99% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun, sementara triwulan III 215 sedikit lebih tinggi mencapai 56,12%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (71,54%) dan belanja transfer (22,37%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih tergolong minim (6,9%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 216 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir triwulan III 216 telah terealisasi sebesar Rp11,67 triliun atau 61,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,4 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial. Ke depan perlu upaya yang lebih keras dalam merealisasikan APBD dan APBN di Sulsel, agar instrumen fiskal ini dapat berperan lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi saat ini tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

40 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD 2.1 Struktur Anggaran Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 56,% dari total pagu anggaran belanja sebesar Rp59,68 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp19,4 triliun (31,9%). Disusul kemudian pagu anggaran belanja pada APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp7,23 triliun (12,1%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan III 216 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp34,12 triliun atau 57,17% (Grafik 2.1 dan 2.2). Melihat realisasi anggaran yang belum optimal, maka ke depan diperlukan upaya yang lebih gigih, agar kebijakan fiskal yang ditempuh melalui instrumen APBD dan APBN dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang selama ini sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan. APBD KAB/ KOTA, Rp33,419, 56.% ANGGARAN 216 (Rp miliar) APBN, Rp19,38, 31.9% APBD KAB/ KOTA, Rp18,48, 54.% REALISASI TW III-216 (Rp miliar) APBN, Rp11,666, 34.2% APBD PROVINSI, Rp7,225, 12.1% APBD PROVINSI, Rp4,45, 11.9% Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 216 Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan III 216 Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan III 216, nilai realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp18,41 triliun atau 54,% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel sebesar Rp34,12 triliun, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp11,67 triliun (34,2%), dan disusul realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp4,5 triliun atau 11,9% (Grafik 2.2). 2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Menurut sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer. Sampai dengan triwulan III 216 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp2,71 triliun atau 52,66% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp5,15 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan porsi mencapai 36,47%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal III 216 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,2 triliun. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan III 216 mencapai Rp2,43 triliun (47,23%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp2,16 triliun. Sementara itu pendapatan dari sumber Pendapatan Retribusi nilainya relatif kecil sebesar Rp61,25 miliar. Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan. Sampai dengan triwulan III 216 realisasi pendapatan telah mencapai 7,7% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,35 triliun. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 7,91%, PAD mencapai 69,24% dan sumber pendapatan lain-lain 48,35% dari yang ditargetkan. 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

41 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp1,79 Rp1,787 Rp1,918 Rp2,19 Rp2,711 Rp1,66 Rp1,847 Rp2,129 Rp2,325 Rp2,431 Tw III-212 Tw III-213 Tw III Tw III Tw III Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan III 216 mencapai 7,7% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan III tahun lalu 67,5%. Demikian pula secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan III 216 sebesar Rp5,14 triliun, lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,35 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, masing-masing sebesar Rp2,16 triliun; Rp61,25 miliar dan Rp16,26 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi kendaraan bermotor, program samsat delivery order, dan penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sehingga menambah penerimaan PAD dari pajak kendaraan. PENDAPATAN U R A I A N Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel ANGGARAN PERUBAHAN 215 Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel (Rp Miliar) Realisasi s/d TRIWULAN III 215 REALISASI s/d TRIWULAN III 216 ANGGARAN 216 Nominal % REALISASI NOMINAL % REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432, ,91 67,73% 3.511, ,29 69,24% - Pendapatan Pajak Daerah 3.67, ,13 63,35% 3.145, ,4 68,65% - Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 55,6 59,13% 86,74 61,25 7,61% - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,1 88,98 99,96% 92,58 16,26 114,77% - Lain-lain PAD yang Sah 183,6 237,74 129,87% 186,89 14,39 55,85% PENDAPATAN TRANSFER 2.988, ,62 67,55% 3.822, ,55 7,91% - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 117,25 41,61% 281,79 199,3 7,72% - DAU 1.18,1 885,1 75,% 1.394, ,79 83,33% - DAK 278,36 13,1 37,4% 43,54 13,14 3,23% - Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 913,27 73,16% 1.716, ,32 71,5% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66 7,1 28,78% 11,82 5,71 48,35% JUMLAH PENDAPATAN 6.445, ,63 67,5% 7.346, ,55 7,7% Sementara itu, sampai dengan triwulan III 216 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp2,71 triliun (7,91%), yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp2,2 triliun (67,55%). Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, baik Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. Realisasi DBH sampai dengan triwulan III 216 telah mencapai Rp199,3 miliar (7,72%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp117,25 miliar (41,61%). DAU telah mencapai Rp1,16 triliun (83,33%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp885,1 miliar (75,%). Sementara DAK baru mencapai Rp13,14 miliar (3,23%), meskipun secara nominal lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp13,1 miliar (37,4%). Sedangkan transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp1,22 triliun (71,5%), lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp913,27 miliar (73,16%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil merealisasikan Rp5,71 miliar (48,35%), lebih rendah dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

42 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD miliar (28,78%). Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty Belanja Struktur Realisasi Belanja Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi belanja operasional. Sampai dengan triwulan III 216, nilai realisasi belanja operasional mencapai Rp2,89 triliun (71,54%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,49 triliun (67,12%). Disusul kemudian realisasi belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp94,94 miliar (22,37%), dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp894,48 miliar (24,8%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru hanya mencapai Rp246,5 miliar (6,9%). Pencapaian ini lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp326,97 miliar (8,8%). Persentase realisasi belanja modal yang relatif rendah mengindikasikan bahwa masih terdapat kendala dalam merealisasikan berbagai proyek khususnya pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah direncanakan. Hal demikian tentunya patut menjadi perhatian bersama, karena keberhasilan dalam membangun infrastruktur sangat menentukan keberhasilan pembangunan Sulsel yang berkesinambungan. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp491 Rp719 Rp2,28 Rp65 Rp76 Rp894 Rp95 Rp124 Rp2,26 Rp295 Rp327 Rp2,35 Rp2,493 Rp2,894 Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel Rp246 Tw III-212 Tw III-213 Tw III Tw III Tw III Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Perkembangan Realisasi Belanja Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan III 216 tercatat sebesar Rp4,5 triliun atau 55,99% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih tinggi dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp3,71 triliun atau 56,12% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,62 triliun. Dengan realisasi belanja sebesar tersebut, maka pada akhir triwulan III 216 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp1,1 triliun. Hal demikian perlu dicarikan langkah yang cepat dan cermat untuk meningkatkan serapan anggaran, agar APBD Sulsel dapat lebih mendinamisasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Realisasi belanja operasional lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional dikarenakan terdapat pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai negeri (termasuk TNI/Polri), adanya penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran honorarium yang telah dilakukan pada triwulan II 216. Total pos belanja operasional hingga triwulan III 216 terealisasi Rp2,89 triliun (58,59%), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,49 triliun (57,44%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing Rp85,13 miliar (65,16%); Rp624,21 miliar (43,3%); dan Rp1,31 triliun (71,98%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat sebesar Rp755,3 miliar (65,2%); Rp529,66 miliar (37,69%); dan Rp922,3 miliar (72,65%). Sementara belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan masing-masing menjadi Rp16,92 miliar (42,84%) dan Rp142,6 miliar (35,63%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat Rp21,3 miliar (73,2%) dan Rp264,88 miliar (55,39%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru menurun. Sampai dengan triwulan III 216 realisasi belanja modal baru mencapai Rp246,5 miliar atau 28,9% dari yang ditargetkan sebesar Rp877,61 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

43 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH capaian pada triwulan III tahun lalu sebesar Rp326,97 miliar (32,52%). Belanja modal yang terealisasi lebih rendah antara lain belanja tanah, belanja gedung, belanja jalan, dan belanja aset tetap lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp5 juta (,18%), Rp31,71 miliar (22,4%), Rp126,38 miliar (23,4%) dan Rp38 juta (24,92%). Di sisi lain, belanja modal yang telah terealisasi lebih tinggi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja aset lainnya, dengan nilai realisasi masingmasing sebesar Rp83,35 miliar (55,58%) dan Rp4,64 miliar (138,5%). BELANJA Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) ANGGARAN Realisasi s/d TRIWULAN III 215 REALISASI s/d TRIWULAN III 216 ANGGARAN 216 PERUBAHAN 215 Nominal % REALISASI NOMINAL % REALISASI BELANJA OPERASIONAL 4.34, ,16 57,44% 4.939, ,89 58,59% - Belanja Pegawai 1.158,45 755,3 65,2% 1.235,59 85,13 65,16% - Belanja Barang 1.45,43 529,66 37,69% 1.45,79 624,21 43,3% - Belanja Bunga 29,1 21,3 73,2% 39,5 16,92 42,84% - Belanja Hibah 1.269,6 922,3 72,65% 1.813,3 1.35,3 71,98% - Belanja Bantuan Keuangan 478,23 264,88 55,39% 4,22 142,6 35,63% BELANJA MODAL 1.5,56 326,97 32,52% 877,61 246,5 28,9% - Belanja Tanah 112,3 67,53 6,28% 25,25,5,18% - Belanja Peralatan & Mesin 158,6 37,81 23,84% 149,95 83,35 55,58% - Belanja Gedung dan Bangunan 154,41 34,73 22,49% 143,85 31,71 22,4% - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82 183,44 32,65% 54,17 126,38 23,4% - Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19,68 56,71% 1,52,38 24,92% - Aset Lainnya 17,51 2,79 15,93% 3,36 4,64 138,5% BELANJA TIDAK TERDUGA 4,5 24,75 -,% JUMLAH BELANJA 5.35, ,13 52,71% 5.841, ,39 53,76% TRANSFER 1.269,19 894,48 7,48% 1.383,43 94,94 65,41% TOTAL BELANJA 6.619, ,61 56,12% 7.224, ,33 55,99% SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 636,2-366,9% 121,1 1.12,22 91,17% PEMBIAYAAN U R A I A N PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 39,73 39,74 1,% 64,9 129,96 2,24% PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136, 12, 75,% 186, 152, 81,72% JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 27,74 119,58% (121,1) (22,4) 18,2% Disisi lain, realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota meningkat. Realisasi transfer sampai dengan triwulan III 216 tercatat Rp94,94 miliar (65,41%), hanya sedikit lebih tinggi dari triwulan UII tahun sebelumnya Rp894,48 miliar (7,48%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing. 2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-sulsel Struktur Realisasi Belanja Secara struktur mayoritas dari pagu anggaran pada APBD Kabupaten/Kota di Sulsel dialokasikan untuk belanja operasional. Dari total pagu anggaran 216 sebesar Rp33,42 triliun, porsi untuk belanja operasional mencapai 74,8%, sementara 25,2% lainnya dialokasikan untuk kebutuhan belanja modal. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

44 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD Belanja Modal; 8.427; 25,2% Anggaran 216 (Rp miliar) Belanja Modal, 1,273, 11.3% REALISASI TW II 216 (Rp miliar) Belanja Operasi; ; 74,8% Belanja Operasi, 1,34, 88.7% Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.5. Struktur Pagu Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel Kota Makassar mendapat pagu anggaran terbesar. Secara lebih rinci, pagu anggaran untuk masing-masing Kabupaten/Kota di Sulsel dapat dilihat dalam Tabel 1.3. Dari total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, Kota Makassar mendapat pagu anggaran paling tinggi sebesar Rp3,83 triliun (11,45%). Disusul kemudian Kabupaten Bone (6,47%) dan Kabupaten Gowa (4,92%). Adapun wilayah yang mendapatkan pagu anggaran terendah adalah Kabupaten Toraja Utara (2,81%). Kabupaten/Kota *) Angka perkiraan Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Daerah, Kemenkeu RI Perkembangan Realisasi Belanja Tabel 2.3.Pagu Anggaran APBD Kabupaten dan Kota se-sulsel Triwulan II 216 Anggaran 216 (Rp miliar) Realisasi Triwulan II 216 (Rp miliar) Realisasi Triwulan II 216 (%) Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Kota Makassar 3.49,5 775, ,22 1.7,99 18, ,36 35,12% 13,97% 3,83% Kab. Bone 1.841,95 32, ,9 76,76 63,3 77,6 38,37% 19,72% 35,6% Kab. Gowa 1.352,14 291, ,42 513,7 53,85 567,55 37,99% 18,49% 34,53% Kab. Luwu Timur 976,63 58, ,89 255,38 55,62 31,99 26,15% 9,58% 19,98% Kab. Luwu 1.117,76 4, ,52 395,3 84,98 48,28 35,37% 21,2% 31,63% Kab. Wajo 1.117,59 391,9 1.59,49 568,93 58,92 627,85 5,91% 15,3% 41,59% Kab. Bulukumba 1.118,24 317, ,55 445,97 56,81 52,78 39,88% 17,9% 35,2% Kab. Pangkajene dan Kepulauan 975,86 41, ,88 297,3 37,93 335,23 3,47% 9,25% 24,19% Kab. Sidenreng Rappang 891,79 481, ,42 355,87 76,13 432, 39,9% 15,81% 31,45% Kab. Maros 997,39 362, ,78 419,84 45,59 465,43 42,9% 12,58% 34,23% Kab. Jeneponto 998,66 348, ,3 42,61 19,1 421,71 4,31% 5,48% 31,3% Kab. Pinrang 1.1,87 337, ,98 328,18 52,34 38,52 32,76% 15,53% 28,42% Kab. Takalar 925,55 276, ,94 38,6 43,99 424,6 41,6% 15,92% 35,28% Kab. Luwu Utara 997,9 2, ,96 385,13 24,32 49,45 38,59% 12,16% 34,18% Kab. Soppeng 883,5 281, ,87 381,83 35,6 416,89 43,24% 12,44% 35,79% Kab. Sinjai 85,53 3, ,25 365,92 47, 412,92 43,2% 15,63% 35,87% Kab. Enrekang 798,29 351, ,85 333,68 16,43 35,1 41,8% 4,67% 3,45% Kab. Tana Toraja 795,96 33, ,93 254,62 39,2 293,64 31,99% 12,84% 26,7% Kota Palopo 713,6 339, ,32 292,79 46,84 339,63 41,3% 13,79% 32,24% Kota Pare-Pare 668,38 384, ,52 265,91 19,43 285,34 39,78% 5,6% 27,11% Kab. Barru 781,26 228,49 1.9,75 251,34 58,93 31,27 32,17% 25,79% 3,73% Kab. Bantaeng 699,76 288,13 987,88 357,5 99,17 456,68 51,9% 34,42% 46,23% Kab. Kepulauan Selayar 74,77 249,19 953,97 283,24 42,48 325,72 4,19% 17,5% 34,14% Kab. Toraja Utara 733,33 24,93 938,25 726,62 82,31 88,93 99,9% 4,16% 86,22% Total , , , , , ,37 4,17% 15,5% 33,84% Realisasi anggaran APBD Kabupaten/Kota diperkirakan masih belum sesuai target. Berdasarkan pencapaian persentase dan nilai realisasi belanja dari masing-masing Kabupaten/Kota progresnya sangat bervariasi. Dari pagu anggaran belanja operasional sebesar Rp24,99 triliun tersebut, sampai dengan triwulan II 216 baru terealisasi sebesar Rp1,3 triliun 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

45 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH (4,17%). Sementara itu, untuk belanja modal baru terealisasi sebesar Rp1,27 triliun atau 15,5% dari pagu anggaran belanja modal sebesar Rp8,43 triliun. Hal ini berarti secara total diperkirakan terdapat realisasi belanja sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84% dari yang dianggarkan sebesar Rp33,42 trilun. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring dan evaluasi realisasi APBD Kabupaten/Kota di Sulsel adalah tidak tersedianya data yang akurat dan terkini. Mengingat pentingnya data realisasi belanja dimaksud, maka agar pelaksanaan realisasi anggaran dapat terpantau dengan lebih baik, perlu segera dibuat sebuah sistem pelaporan realisasi anggaran yang user frendly sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah di setiap wilayah Kabupaten/Kota di Sulsel. 2.4 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Struktur realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi realisasi belanja pegawai. Sampai dengan triwulan III 216 realisasi belanja pegawai mencapai Rp5,18 triliun atau 44,4% dari total belanja sebesar Rp7,14 triliun. Pangsa belanja pegawai pada tahun ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,77 triliun (44,78%). Disusul kemudian realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp4,2 triliun (34,43%), lebih tinggi dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp2,74 triliun (25,75%). Sementara itu, realisasi belanja modal juga meningkat mencapai Rp2,45 triliun (21,%), lebih tinggi dari triwulan III tahun lalu sebesar Rp2,27 triliun (21,31%). Sedangkan realisasi belanja untuk bantuan sosial menurun signifikan menjadi Rp19,27 miliar (,17%) dari realisasi triwulan III 215 sebesar Rp868,15 miliar (8,16%). 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp1,19 Rp848 Rp796 Rp868 Rp19 Rp2,45 Rp1,644 Rp2,268 Rp2,72 Rp1,696 Rp4,16 Rp2,775 Rp2,741 Rp1,977 Rp2,278 Rp3,183 Rp3,535 Rp3,882 Rp4,765 Rp5,18 Tw III Tw III Tw III Tw III Tw III Perkembangan Realisasi Belanja Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan III 216 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III 215. Pada triwulan III 216, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 61,28%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan III 215 (47,23%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan III 216 tercatat Rp11,67 triliun, naik dibandingkan realisasi triwulan III tahun lalu sebesar Rp1,64 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini didorong oleh optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya, pembayaran gaji ke-13/14, dan minimnya kendala administrasi nomenklatur. Nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan III 216, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp5,18 triliun atau 72,57% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan III tahun lalu, baik secara persentase (71,49%) maupun secara nominal (Rp4,77 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 57,98% dan 49,79%, meningkat dibandingkan triwulan III tahun lalu masing-masing 41,77% dan 29,37%. Sedangkan pencapaian realisasi belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

46 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD disalurkan. Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan 4. U R A I A N Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan III Per Jenis Belanja ANGGARAN 215 Rp miliar Realisasi s/d Triwulan III 215 ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan III 216 Nominal % Realisasi 216 Nominal % Realisasi Belanja Pegawai 6.666, ,47 71,49% 7.138, ,12 72,57% Belanja Barang 6.562,7 2.74,93 41,77% 6.927, ,2 57,98% Belanja Modal 7.722, ,26 29,37% 4.921, ,32 49,79% Belanja Bantuan Sosial 1.584,6 868,15 54,79% 51,79 19,27 37,21% JUMLAH BELANJA , ,8 47,23% 19.38, ,91 61,28% 2.5 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) semakin menurun 5. Pada akhir triwulan III 216 tercatat,86% dari triwulan III tahun sebelumnya sebelumnya,91%. Sementara rasio realisasi rasio dana perimbangan (transfer) terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula,79% menjadi,95%. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan tersebut disebabkan kewenangannya yang memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya (.1) % Tw III-212 Tw III-213 Tw III Tw III Tw III Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel dan BPS, diolah Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel dan BPS, diolah Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB Rasio realisasi belanja modal APBD dan APBN di Sulsel terhadap PDRB ADHK juga semakin menurun 6. Kecenderungan penurunan yang terjadi pada rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB dari 1,1% menjadi,95%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan realisasi belanjannya terutama belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian. Di sisi lain, rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB sampai dengan triwulan III 216 tercatat 4,26%, lebih tinggi dari triwulan III 215 yang tercatat 3,9% % Tw III-212 Tw III-213 Tw III - 214Tw III - 215Tw III Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.7/216 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 6% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus). 5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

47 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH Boks 2.A. Capacity Building Pegawai Pemerintah Kabupaten sebagai Upaya Meningkatkan Penyerapan Anggaran Kegiatan capacity building sebagai wujud sinergitas yang mencerminkan terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal, bertempat di Kabupaten Bone. Kegiatan ini diperuntukkan bagi pejabat di lingkungan PemKab Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, dan staf ahli DPRD, serta akademisi. Latar belakang kegiatan ini karena cukup besarnya peran belanja pemerintah dan masih besarnya dana idle daerah di perbankan. Berdasarkan data sampai dengan September 216, dana milik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota masih relatif tinggi. Giro kepemilikan Pemerintah Daerah masih Rp4,87 triliun, sementara deposito kepemilikan Pemerintah Daerah masih Rp1, triliun. Apabila belanja pemerintah daerah dapat dioptimalkan, maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Peran konsumsi pemerintah pada triwulan III 216 mencapai 1% dengan tingkat pertumbuhan 7,4% (yoy) Rp triliun Nominal Dana Pemda di Bank Milik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab/Kot) Nominal Rata-rata Grafik 2.A.1 Giro Kepemilikan Pemerintah Daerah Giro ,4 1,2 1,,8,6,4,2, Rp triliun Deposito Nominal Dana Pemda di Bank Milik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab/Kot) Grafik 2.A.2 Deposito Kepemilikan Pemerintah Daerah IV I II III IV I II Pangsa Konsumsi Pemerintah (%) Konsumsi Pemerintah (%, yoy) Grafik 2.A.3 Peran dan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Kegiatan capacity building ini merupakan yang kedua kalinya terselenggara. Pada awalnya capacity building dilakukan untuk Pejabat Pemprov. Sulsel, Pemerintah Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar, serta staf ahli DPRD, yang telah dilaksanakan pada April 216. Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup mengenai ekonomi, moneter, dan fiskal, sehingga mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah. Selain itu, dengan memiliki bekal pemahaman ekonomi dan moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pejabat pemerintah daerah yang telah mengikuti kegiatan ini diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, kedepan diharapkan pertumbuhan ekonomi Sulsel akan semakin meningkat, yang disertai dengan perkembangan harga yang relatif stabil pada level yang rendah (3 +/-1%), sehingga kesejahteraan masyarakat Sulsel akan semakin meningkat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

48 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD Gambar 2.A.1 Kegiatan Capacity Building di Zona Bone 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

49 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 216 tercatat 3,7% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 216 (4,3%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah perayaan hari raya. Di sisi lain, kelompok transpor mengalami peningkatan meski masih tercatat deflasi, sebagai dampak dari terjaganya harga BBM. Secara umum, perkembangan inflasi hingga awal triwulan IV 216 menunjukkan trend penurunanan, yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, sandang, dan transpor. Diperkirakan hingga akhir triwulan IV 216 masih akan terjadi tren penurunan inflasi, sebagai implikasidari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Secara keseluruhan, inflasi tahun 216 lebih rendah dibandingkan dengan 215. Dengan kondisi demikian, kami optimis target inflasi akhir tahun 4% ±1% akan dapat tercapai. Sebagai upaya pengendalian inflasi, kedepan pelaksanaan Rakor TPID akan lebih diintensifkan. Selain itu, diseminasi informasi terus dilakukan dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang maupun konsumen. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

50 BAB 3INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 216 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan III 216 tercatat 3,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 216 yang tercatat 4,3% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan inflasi Nasional yang juga menurun. Pada triwulan III, inflasi Sulsel tersebut bernilai sama dengan inflasi Nasional sebesar 3,7% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan harga di semua kelompok, kecuali transport meski mengalami deflasi. Penurunan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh meningkatnya pasokan pangan, sejalan dengan panen raya yang terjadi pada bulan September di beberapa sentra produksi pangan Sulsel (Kabupaten Soppeng dan Sidrap). Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok Makanan Jadi, Perumahan, Air, Listrik, Gas Dan Bahan Bakar; Sandang, Kesehatan; dan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga, didorong oleh harga bahan bakar minyak yang stabil dan terjaganya permintaan masyarakat saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Pada triwulan IV 216 tekanan inflasi diperkirakan dalam trend menurun. Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan rendahnya inflasi pada saat bulan Ramadhan/Idul Fitri pada bulan Juni dan Juli 216, yang tercatat 4,3% (yoy) dan 4,14% (yoy), dimana secara historis, inflasi tertinggi dalam 1 tahun berada pada bulan Ramadhan/Idul Fitri. Selain itu, penurunan tersebut didorong oleh terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas positif dari pola tanam yang terjadwal, serta penundaan realisasi anggaran khususnya belanja pegawai menahan konsumsi masyarakat (khususnya PNS) (2) % Nasional (yoy) Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 3,7 3,7, Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 7 Penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 216 hampir terjadi pada semua kelompok komoditas. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 6,51% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 9,46% (yoy); Makanan Jadi menurun dari 5,26% (yoy) menjadi 4,1% (yoy) pada periode laporan; sementara kelompok perumahan 2,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,75% (yoy); kelompok Sandang 3,13% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,36% (yoy); kelompok kesehatan 2,51% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,14% (yoy); dan kelompok pendidikan,78% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,1% (yoy). Sedangkan pada kelompok transport meningkat meski masih dalam fase deflasi menjadi -,48% (yoy) dari sebelumnya -,76% (yoy). 7 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

51 BAB 3INFLASI DAERAH Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (.99) 4.48 I II (.76) 4.3 III (.48) 3.7 IV* (.82) 3.15 Keterangan: *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan III 216, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 9,46% (yoy) pada akhir triwulan II 216 menjadi 6,51% (yoy) di akhir triwulan III 216. Penurunan tekanan inflasi terjadi di hampir seluruh subkelompok kecuali ikan segar. Penurunan inflasi tertinggi di subkelompok daging dan hasilnya, sayursayuran, dan padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dari masing-masing 12,47% (yoy), 14,79% (yoy) dan 9,5% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 4,2% (yoy), 6,81% (yoy) dan 4,62% (yoy) di triwulan III (5) (1) % yoy *) Data hingga Oktober 216 qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Meningkatnya pasokan bahan pangan, cuaca yang mendukung di awal triwulan laporan, serta tingkat konsumsi masyarakat yang relatif stabil menjadi faktor utama penyebab terjaganya tekanan inflasibeberapa komoditas kelompok bahan makanan. Panen pada komoditas sayur dan komoditas hortikultura mendorong pasokan pangan tersedia cukup banyak. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada tiwulan laporan yaitu cabe rawit, sawi hijau, daun singkong, kangkung dan sawi putih masing-masing -35,88% (yoy), -2,7% (yoy), -14,56% (yoy),-13,28% (yoy) dan - 13,1% (yoy). Subkelompok ikan segar menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan III 216. Ikan Merah dan Ikan lamuru tercatat memiliki inflasi tinggi sebsar 26,47% (yoy) dan 32,91% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel di triwulan III 216. Komoditas bahan makanan lain yang mengalami peningkatan inflasi di triwulan III 216 yaitu kentang, kepiting, telur ayam kampung, bahan agar-agar dan ikan selar masing-masing 32,71% (yoy), 28,77% (yoy), 3,57% (yoy),8,81% (yoy) dan 1,51% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

52 BAB 3INFLASI DAERAH Terjadinya La Nina mendorong laju inflasi subkelompok ikan segar akibat terbatasnya pasokan. Fenomena La Nina 8 diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama inflasi subkelompok ikan segar, sehingga mencatatandil inflasi tertinggi yaitu,33% (yoy). Fenomena La Nina memengaruhi gelombang laut dari intensitas rendah ke sedang, sehingga nelayan cenderung enggan untuk melaut. Oleh karenanya, pasokan ikan segar rendah, mendorong kenaikan harga komoditas ikan segar di saat permintaan juga meningkat. Perkembangan hingga awal triwulan IV 216 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan IV 216. Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama sehingga pasokan menurun sertacurah hujan yang meningkat dari menengah menjadi tinggi di bulan Desember yang dapat mengganggu aktivitas nelayan. Inflasi kelompok bahan makanan tercatat meningkat menjadi 7,8% (yoy). Meski demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan akan turun di akhir triwulan IV 216 akibat pasokan bahan makanan (padi dan hortikultura) memasuki masa panen Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada akhir triwulan III 216 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi 3,9% (yoy) pada triwulan III 216, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,1% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok kecuali tembakau dan minuman beralkohol. Penurunan tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dengan inflasi dari 7,86% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 5,93% (yoy) di triwulan III % yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Penurunan es dan teh manismenahan tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan III 216.Turunnya tekanan inflasi es dan teh manis dengan inflasi secara berturut-turut dari 17,3% (yoy) dan 7,62% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 1,655% (yoy) dan,7% (yoy) di triwulan III 216 disebabkan oleh kembali normalnya permintaan masyarakat terhadap konsumsi es dan teh manis pasca bulan Ramadhan. Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 32 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas es, martabak, teh manis, sate dan ayam baakr tercatat sebagai lima komoditas utama penahan inflasi di triwulan III 216. Di sisi lain, ayam goreng, air kemasan, gula pasir, sop dan pecel tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan III 216. Hingga awal triwulan IV 216, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola penurunan dan diperkirakan akan berlanjut hingga akhir triwulan IV 216. Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok makanan jadi (ayam goreng, nasi dengan lauk, dan sop). Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan IV 216 dibandingkan triwulan III 216 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Idul Fitri dan Idul Adha Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan III 216, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 2,75% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok kecuali bahan bakar, penerangan dan air. Di triwulan III 216, subkelompok biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan penyelenggaraan rumah tangga mengalami 8 Fenomena El Nino yang kuat diikuti oleh munculnya La Nina.Fenomena tersebut berdasarkan statistik kejadian dalam 5 tahun terakhir. La Nina diperkirakan terjadi pada bulan Juni September 216 (Sumber: BMKG) 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

53 BAB 3INFLASI DAERAH penurunan inflasi masing-masing dari 2,63% (yoy); 7,29% (yoy); dan 4,66% (yoy) di triwulan II 216, menjadi masingmasing 2,53% (yoy); 5,37% (yoy); dan 3,77% (yoy). Pada rincian per komoditas, sebanyak 37 dari 65 komoditas komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan III 216. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah lemari pakaian, ongkos binatur, kain gorden, mesin cuci dan pembasmi nyamuk bakar. Inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 18,3%(yoy), 7,38% (yoy), 13,51% (yoy), 6,58% (yoy) dan 2,63% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi 1,49% (yoy),,% (yoy), 6,19% (yoy), 2,66% (yoy) dan -,47% (yoy) pada triwulan III 216. Namun penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 28 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah panci, bola lampu, tarif listrik, lemari makanan dan kasur, yang meningkat masing-masing menjadi 13,33% (yoy), 1,65% (yoy), 1,11% (yoy),5,94% (yoy) dan 5,94% (yoy), dari triwulan II 216 masing-masing 9,91% (yoy), 7,83% (yoy), -1,64% (yoy),3,19% (yoy) dan 2,95% (yoy). % (yoy), % (yoy), % (yoy), % (yoy) dan % (yoy) % yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar 35 Indeks %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP IHPR gindeks - Skala Kanan P: Angka perkiraan Sumber: Survei Harga Properti Residensial, BI Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial Peningkatan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penahan penurunan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Tarif listrik pada periode laporan mengalami kenaikan dengan inflasi tercatat 1,11% (yoy), sementara inflasi pada triwulan sebelumnya tercatat -1,64% (yoy). TTL yang mengalami peningkatan terjadi pada seluruh golongan Rumah Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintah, dan Publik (penerangan jalan dan layanan khusus). Peningkatan TTL dipengaruhi oleh mulai meningkatnya harga minyak dunia BBM di triwulan III 216, dimana harga minyak merupakan salah satu aspek penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar dan inflasi. Tekanan inflasi di subkelompok perumahan mengalami penurunan. Penurunan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan III 216 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh melambat dari 4,67% (yoy) pada triwulan II 216, menjadi 2,47% (yoy) pada triwulan III 216. Penurunan ini mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada jenis rumah tertentu. Selain itu, terdapat peraturan pemerintah daerah terkait dengan kenaikan NJOP, sehingga harga tanah dan rumah meningkat sehingga permintaan terhadap tanah rumah hunian menurun. Hingga awal triwulan IV 216 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola penurunan, meskipun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Oktober 216 terdapat kenaikan tarif listrik, dan yang akan mendorong inflasi pada kelompok ini Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang triwulan III 216 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan III 216, inflasi kelompok ini tercatat 3,13% (yoy) turun cukup signifikan dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 216 sebesar 6,36% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh subkelompok yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, sandang anakanak, serta barang pribadi dan sandang lain secara berurutan tercatat 1,53% (yoy), 3,4% (yoy), 2,% (yoy),dan 5,3% (yoy) di triwulan III 216 lebih rendah dibandingkan triwulan II 216 yang tercatat 5,76% (yoy), 6,13% (yoy), 5,76% (yoy),dan 8,22% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

54 BAB 3INFLASI DAERAH Komoditas pakaian dalam wanita dan baju kaos berkerah menjadi penyumbang utama penurunan inflasi kelompok sandang. Inflasi pakaian dalam wanita dan baju kaos berkerah menurun signifikan dari 22,69% (yoy) dan 13,28% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 1,9% (yoy) dan 2,8% (yoy) di triwulan III 216. Selain itu, inflasi emas perhiasan sebagai komoditas utama kelompok sandang menurun dari 7,92% (yoy) menjadi 5,97% (yoy) di periode laporan. Penurunan harga emas perhiasan tidak sejalan dengan pergerakan harga emas internasional, yang mulai meningkat dalam 3 triwulan terakhir. Pergerakan harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari 5,6% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 18,76% (yoy) di angka USD1.266/troy oz pada triwulan III 216. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 52 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan andil inflasi di triwulan III 216. Lima komoditas utama yang menahan inflasi adalah pakaian dalam wanita, baju kaos berkerah, bahan baju katun, tas tangan wanita dan baju muslim. Inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing 22,69% (yoy), 13,28% (yoy), 1,33% (yoy),19,4% (yoy) dan 17,85% (yoy)di triwulan II 216, menjadi masing-masing 1,9% (yoy), 2,8% (yoy),,% (yoy),1,15% (yoy) dan 9,23% (yoy) di triwulan III 216. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 17 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi terbesar adalah seragam sekolah pria, gaun, seragam sekolah wanita, ongkos jahit dan baju kaos tanpa kerah dari masingmasing 3,14% (yoy), 1,59% (yoy), 3,23% (yoy),3,57% (yoy) dan 4,44% (yoy), menjadi 4,66% (yoy), 2,25% (yoy), 3,6% (yoy),3,92% (yoy) dan 4,7% (yoy). Pada awal triwulan IV 216, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok kecuali sandang laki-laki. Inflasi kelompok ini diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan III 216. Meskipun demikian, risiko kenaikan harga emas dapat mendorong inflasi kelompok ini yoy qtq (2) *) Data hingga Oktober216 (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* % Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang 2,. $/troy oz 1,8. Emas %, yoy 1,6. gharga - Skala Kanan 1,4. 1,2. 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional 3% 2% 1% % -1% -2% -3% Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami penurunan.pada triwulan III 216, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,51% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,14% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh subkelompok kesehatan. Di periode laporan, subkelompok jasa kesehatan, obat-obatan, jasa perawatan jasmani dan perawatan jasmani dan kosmetika tercatat mengalami penurunan inflasi dari 2,25% (yoy), 1,24% (yoy), 6,8% (yoy),dan 3,52% (yoy) menjadi masing-masing 2,24% (yoy),,75% (yoy), 5,64% (yoy),dan 2,44% (yoy) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Tarif gunting rambut wanita menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi tarif gunting rambut wanita menurun signifikan dari 11,1% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 2,22% (yoy) di triwulan III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

55 BAB 3INFLASI DAERAH Lebih rinci per komoditas, sebanyak 23 dari 4 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan III 216. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah tarif gunting rambut wanita, bedak, lipstick, obat sakit kepala dan tarif gunting rambut anak. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 11,1% (yoy), 8,4% (yoy), 4,73% (yoy),7,75% (yoy) dan 8,91% (yoy) di triwulan II 216, menjadi masing-masing 2,22% (yoy), 3,57% (yoy),,64% (yoy),4,12% (yoy) dan 6,4% (yoy)di triwulan III 216. Di sisi lain, dari 17 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi terbesar adalah creambath, parfum, tarif gunting rambut pria, obat flu dan deodorant. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi dari 1,78% (yoy), 3,88% (yoy), 1,14% (yoy),1,62% (yoy) dan 3,13% (yoy) di triwulan II 216 3,96% (yoy), 4,77% (yoy), 1,7% (yoy),2,9% (yoy) dan 3,34% (yoy) pada triwulan III 216. Di awal triwulan IV 216, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan sedikit peningkatan meskipun diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Peningkatan tersebut terjadi di subkelompok jasa perawatan jasmani dan perawatan jasmani dan kosmetika. Sebagian besar bahan baku kosmetika berasal dari luar negeri, sehingga dipengaruhi oleh nilai tukar. Oleh karena itu, hingga akhir triwulan IV 216, inflasi kelompok ini diperkirakan akan terjaga sebagai dampak dari terjaganya nilai tukar rupiah Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi secara signifikan di triwulan III 216. Tekanan inflasi pada triwulan III 216 tercatat,78% (yoy), menurun dari triwulan II 216 sebesar 2,1% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh subkelompok pendidikan, olahraga, dan rekreasi. Ketiga subkelompok tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masingmasing 3,73% (yoy), 4,% (yoy) dan,5% (yoy) di triwulan II 216 menjadi masing-masing,6% (yoy), 1,17% (yoy) dan,33% (yoy) di triwulan III 216. Penurunan kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok kursus/pelatihan yang mengalami peningkatan dari 2,87% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 2,9% (yoy) di triwulan III 216, sementara subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan cenderung stabil pada,25% (yoy) (.5) % *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sewa lapangan futsal dan fitness center menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi sewa lapangan futsal dan fitness center menurun signifikan dari 11,74% (yoy) dan 1,85% (yoy) menjadi,98% (yoy) dan 3,37% (yoy) di triwulan III 216. Penurunan inflasi alat olahraga diperkirakan dipengaruhi oleh penurunan aktivitas masyarakat saat hari raya, serta aktivitas sekolah (SMP/SMA) maupun Perguruan Tinggi (D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) yang libur pada awal periode laporan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 15 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 216. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah sewa lapangan futsal, fitness center, biaya sekolah taman kanak-kanak, biaya akademi/perguruan tinggi, dan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA). Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 11,74% (yoy), 1,85% (yoy), 5,63% (yoy),4,41% (yoy) dan 3,58% (yoy) di triwulan II 216 menjadi,98% (yoy), 3,37% (yoy),,48% (yoy),,28% (yoy) dan,28% (yoy) pada triwulan III 216. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 14 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan inflasi terbesar adalah kursus komputer, buku tulis bergaris, biaya jaringan saluran TV, biaya rekreasi, dan biaya foto copy. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 2,2% (yoy), -,5% (yoy),,34% (yoy),1,12% (yoy) dan 2,1% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 3,27% (yoy),,56% (yoy),,79% (yoy),1,39% (yoy) dan 2,21% (yoy) di triwulan III 216. Sementara itu, 15 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan III 216. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

56 BAB 3INFLASI DAERAH Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menunjukkan peningkatan di awal triwulan IV 216, namun diprediksikan menurun di akhir triwulan. Kenaikan pada awal triwulan IV 216 terjadi di subkelompok kursus/pelatihan, rekreasi dan olahraga. Kenaikan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan kursus bahasa asing akibat telah masuknya musim ajaran baru di periode laporan. Hingga akhir triwulan IV 216, inflasi kelompok ini diperkirakan menurun sebagai dampak dari aktivitas subkelompok pendidikan yang turun di akhir triwulan IV Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan III 216, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami sedikit peningkatan meski masih dalam kondisi deflasi. Di triwulan III 216,kelompok ini tercatat deflasi -,48% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya tercatat deflasi -,76% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh inflasi di subkelompok komunikasi dan pengiriman, sementara untuk subkelompok lainnya tercatat menurun. Inflasi subkelompok komunikasi dan pengiriman tercatat meningkat pada triwulan III 216 sebesar 5,4% (yoy) dari,3% (yoy) pada triwulan II 216. Sementara inflasi pada subkelompok transport serta sarana dan penunjang transpor menurun dari - 1,71% (yoy), 6,12% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi -2,93% (yoy),4,13% (yoy), untuk subkelompok jasa keuangancenderung stabil 1,73% (yoy). Komoditas tarif pulsa ponsel menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi tarif pulsa ponsel meningkat dari,% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 1,48% (yoy) pada triwulan III 216. Peningkatan tarif pulsa ponsel diperkirakan terjadi karena meningkatnya aktivitas masyarakat dalam rangka menjaga hubungan antar keluarga dan kolega mendorong penggunaan tarif pulsa ponsel bertepatan dengan budaya masyarakat Sulsel dalam menjaga hubungan antar keluarga dan kolega di hari raya Idul Fitri mendorong inflasi di triwulan III 216. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 4 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan III 216. Empat komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah tarif pulsa ponsel, angkutan dalam kota, bensin dan mobil. Keempat komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari,% (yoy),,17% (yoy), -12,25% (yoy),dan,19% (yoy) pada perioe sebelumnyamenjadi 1,48% (yoy), 1,41% (yoy), -12,11% (yoy),dan,26% (yoy). Di sisi lain, terdapat 15 komoditas yang mengalami penurunan inflasi, dengan lima komoditas utama yaitu kendaraan carter, tarif taksi, angkutan udara, cuci kendaraan dan tarif sewa motor. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 27,69% (yoy), 16,89% (yoy), 16,57% (yoy),18,84% (yoy) dan 1,89% (yoy)di triwulan II 216 menjadi 8,1% (yoy),,% (yoy), 2,76% (yoy),5,84% (yoy) dan 7,% (yoy)di triwulan III 216. Sementara itu, 19 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan deflasi di awal triwulan IV 216, dan menurun hingga akhir triwulan.inflasi kelompok ini diperkirakan menurun meski tidak signifikan hingga akhir triwulan IV 216, sebagai dampak dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun demikian, risiko penyesuaian harga BBM tetap terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan IV 216. Selain itu, harga minyak dunia yang meningkat, berdampak pada penyesuaian tarif tenaga listrik yang hingga Oktober 216 terus meningkat (2) (4) (6) % yoy qtq *) Data hingga Oktober 216 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 5 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

57 BAB 3INFLASI DAERAH 3.3. Inflasi Menurut Kota IHK 9 Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan III 216 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Inflasi Kota Makassar, Palopo, Parepare, Kabupaten Watampone dan Bukulumba pada triwulan III 216 masing-masing 3,36% (yoy),3,7% (yoy), 1,56% (yoy),2,2% (yoy) dan,84% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 216 masing-masing 4,63% (yoy), 4,5% (yoy), 3,5% (yoy),2,67% (yoy) dan 2,12% (yoy). Inflasi terendah berada di Kabupaten Bulukumba dan inflasi tertinggi berada di Kota Makassar. Tekanan inflasi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal. Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawesi Selatan *) Keterangan: Data hingga Oktober 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.1% 5.25% 4.27% 4.2% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.5% 4.98% 3.62% 2.62% 2.67% Palopo.22%.21%.25%.24%.25%.24%.4%.34%.4%.47%.26%.57%.44%.44%.46%.22%.29%.26%.2%.19% Parepare.22%.21%.24%.24%.24%.23%.39%.33%.39%.39%.21%.66%.46%.49%.46%.11%.27%.21%.11%.14% Watampone.2%.19%.22%.22%.23%.22%.36%.31%.45%.47%.26%.47%.33%.25%.25%.6%.11%.15%.12%.9% Bulukumba.38%.39%.2%.26%.17%.17%.23%.6%.6%.6%.2%.5% Sulawasi Selatan 4.6% 3.85% 4.48% 4.4% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.7% 8.39% 4.48% 5.7% 4.3% 3.7% 3.15% *) Keterangan: Data hingga Oktober 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah.semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 214, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 214 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 216, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah,yaitu,84% (yoy) pada akhir triwulan III 216. Sampai dengan akhir triwulan III 216, angka inflasi tersebut merupakan inflasi Bulukumba terendah sejak tahun 214. Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 3,36% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, sehingga ongkos distribusinya relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksessabilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi. 9 Mulai Januari 214, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

58 BAB 3INFLASI DAERAH %, yoy Sulawesi Selatan Bulukumba Makassar Palopo Parepare Watampone I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga Oktober 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, penurunan tekanan harga disebabkan oleh komoditas tomat sayur dan kol putih/kubis. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Watampone, Bulukumba dan Palopo, komoditas tomat sayur termasuk ke dalam komoditas utama deflasi 1, yang dalam hal ini juga menjadi penahan inflasi di Sulsel. Penurunan harga komoditas hortikultura dan sayuran disebabkan oleh panen yang terjadi triwulan laporan. Di sisi lain, tarif pulsa ponsel termasuk ke dalam komoditas utama inflasi di Kota Makassar, Parepare, Palopo, dan Kabupaten Bulukumba, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi di Sulsel. Meningkatnya aktivitas masyarakat dalam rangka menjaga hubungan antar keluarga dan kolega mendorong penggunaan tarif pulsa ponsel bertepatan dengan budaya masyarakat Sulsel dalam menjaga hubungan antar keluarga dan kolega di hari raya Idul Fitri mendorong inflasi di triwulan III 216. Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Tarip Pulsa Ponsel Tarip Pulsa Ponsel Layang/Benggol Bawang Merah Angkutan Dalam Kota Tarip Pulsa Ponsel 2 Layang/Benggol Kacang Panjang Bandeng/Bolu Kacang Panjang Beras Layang/Benggol 3 Beras Bawang Merah Telur Ayam Ras Tarip Pulsa Ponsel Cakalang/Sisik Tarip Listrik 4 Tarip Listrik Sekolah Dasar Emas Perhiasan Teri Tarip Pulsa Ponsel Beras 5 Cakalang/Sisik Tarip Listrik Tarif SMP Kangkung Udang Basah Cakalang/Sisik Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Sawi Hijau Kangkung Beras Telur Ayam Ras Tomat Sayur Tomat Sayur 2 Telur Ayam Ras Jeruk Tomat Sayur Tomat Sayur Semen Sawi Hijau 3 Tomat Buah Bandeng/Bolu Ayam Hidup Kol Putih/Kubis Daging Ayam Ras Tomat Buah 4 Tomat Sayur Wortel Pisang Pisang Bayam Telur Ayam Ras 5 Kacang Panjang Kol Putih/Kubis Kol Putih/Kubis Beras Kakap Putih Kangkung Sumber: Badan Pusat Statistik 3.4. Disagregasi Inflasi 11 Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan III 216 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok core dan volatile food. Kelompok core dan volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 4,15% (yoy) dan 9,85% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 3,24% (yoy) dan 6,55% (yoy)di akhir triwulan III 216. Sementara itu, kelompok inflasi administered price tercatat stabil dalam kondisi deflasi, dimana kelompok komoditas ini mencatatkan deflasi -1,72% (yoy) di triwulan III 216 stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat -1,71% (yoy) %, yoy Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food *) Data hingga Oktober 216 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* ,15 7,29 2,99-1,23 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi 1 Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 11 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

59 BAB 3INFLASI DAERAH Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan III 216 menurun cukup signifikan. Secara umum, penurunan inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca bulan Ramadhan. Komoditas emas perhiasan juga turun menahan inflasi kelompok ini. Selain itu, andil inflasi komoditas yang menggunakan bahan baku impor (khususnya kedelai) turut menurun sehingga menahan inflasi di kelompok inti. Pada kelompok volatile food, konsumsi masyarkat yang terjaga menahan inflasi di triwulan III 216. Terjaganya konsumsi masyarakat di tengah aktivitas hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) menahan inflasi di periode ini. Terjaganya harga pangan juga diperkirakan akibat pasokan pangan yang cukup, disertai dengan kebijakan pemerintah pusat untuk impor pangan guna menjaga pasokan pangan yang cukup. Komoditas yang mengalami penurunan inflasi yaitu cabe rawit, sawi hijau, daun singkong, kangkung dan sawi putih. Sementara itu, komoditas bawang merah, kentang, ikan merah, ikan lamuru, dan kepiting menahan inflasi volatile food untuk turun lebih dalam. Kenaikan harga bawang merah diperkirakan terjadi akibat permintaan yang masih tinggi di tengah perayaan hari raya. Selain itu, kenaikan harga ikan segar (ikan merah dan ikan lamuru) diperkirakan terjadi akibat fenomena La Nina dimana curah hujan yang meningkat dari intensitas rendah ke sedang, sehingga menahan nelayan pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan laut disaat meningkatnya konsumsi masyarakat di saat perayaan hari raya. Relatif stabilnya kelompok administered price didorong oleh masih terjaganya harga BBM khususnya bensin dan solar. Kebijakan pemerintah dalam menjaga harga BBM bersubsidi serta relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan III 216 turut menjaga inflasi kelompok administered price dalam kondisi deflasi. Meski demikian, meningkatnya permintaan angkutan baik angkutan antar kota dan angkutan dalam kota akibat arus mudik ebaran dan libur panjang pada bulan September menahan deflasi yang lebih dalam di kelompok ini $/bbl Minyak Mentah gharga - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* % 1% % -1% -2% -3% -4% -5% -6% Sumber: PT Pertamina, diolah Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar *) Data hingga Oktober 216 Sumber: World Bank Grafik Harga Minyak Mentah Global Pada awal triwulan IV 216, tekanan inflasi pada kelompok inti relatif menurun,dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir triwulan IV 216.Penurunan tekanan inflasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi konsumen. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami penurunan dari 177 di triwulan III 216 menjadi 17 di triwulan IV 216.Penurunan ini disebabkan aktivitas konsumsi masyarakat sudah kembali ke pola normalnya pasca Idul Fitri, serta terjaganya konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Oktober 216, laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 216 diperkirakan akan mengalami penurunan, berada pada kisaran 2,1% - 2,5% (yoy). Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan IV 216 masih berasal dari volatile food dan inflasi administered price. Potensi risiko inflasi dari kelompok volatile food diperkirakan berasal dari komoditas beras. Sedangkan dari kelompok administered price bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik pada bulan Oktober 216, dan tarif angkutan akibat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di akhir tahun. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

60 BAB 3INFLASI DAERAH 3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian inflasi di Sulsel. Sampai dengan November 216, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan (Tabel 3.6). Tabel 3.6. Kegiatan TPID Hingga November 216 NO TPID 1 Provinsi Sulawesi Selatan 2 Provinsi Sulawesi Selatan 3 Provinsi Sulawesi Selatan 4 Provinsi Sulawesi Selatan 5 Provinsi Sulawesi Selatan 6 Provinsi Sulawesi Selatan 7 Provinsi Sulawesi Selatan 8 Kabupaten Gowa 9 Provinsi Sulawesi Selatan 1 Provinsi Sulawesi Selatan 11 Provinsi Sulawesi Selatan 12 Provinsi Sulawesi Selatan KEGIATAN / TEMPAT Ruang Rapat Wagub Sulsel Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel Hotel Grand Clarion Makassar Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel Hotel Novotel, Makassar Jakarta (Pokjanas TPI), Jawa Barat (TPID Jabar) Rujab Gubernur Sulsel, Makassar Ruang Rapat Kantor Bupati Gowa, Gowa Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar Pembukaan di Paottere, dan terdapat di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulsel Pasar modern dan pasar tradisional, Makassar Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar TANGGAL 13-Jan Jan-16 3-Mar Mar-16 2-Apr Mei Mei Mei Jun-16 KETERANGAN Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 215 dan Rencana Kerja TPID Sulsel 216 Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level Meeting (HLM) TPID Sulsel Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel Rapat Teknis dan Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Rapat Teknis TPID Prov Sulsel - Persiapan HLM TPID Studi Banding TPID Sulsel ke Pokjanas TPI Nasional dan TPID Jabar HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se-sulsel HLM TPID Kab. Gowa Forum Koordinasi BI dan Alim Ulama se-sulsel Juni 216 Partisipasi dalam Pasar Murah 15-Jun-16 Sidak TPID bersama dengan Gubernur D/R menjaga pasokan di bulan Ramadhan 13-Jul-16 Rapat Teknis TPID dan Persiapan Rakornas VII Provinsi/Kabupaten/Kota Jakarta 4-Agust-16 Rakornas VII Provinsi Sulawesi Selatan 15 Provinsi Sulawesi Selatan 16 Provinsi Sulawesi Selatan 17 Provinsi se-kti 18 Provinsi Sulsel dan Zona Palopo 19 Provinsi Sulsel dan Zona Parepare 2 Provinsi Sulsel dan Zona Bone 21 Provinsi Sulsel dan Zona Bulukumba Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar Bela International Hotel, Ternate, Maluku Utara Kantor Walikota Palopo Kantor Walikota Parepare Rumah Jabatan Bupati Bone Ruang Rapat Bappeda Kab. Bone 11-Agust Agust-16 9-Sep September Okt-16 7-Nov-16 1-Nov Nov-16 Rapat Teknis TPID membahas tentang evaluasi program pengendalian inflasi dan tantangan inflasi kedepan. Diskusi Evaluasi Pelaksanaan dan Penguatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Rapat Teknis TPID dan penjelasan Sigap berbasis Android Rakorwil TPID se-kti HLM TPID Zona Palopo HLM TPID Zona Parepare HLM TPID Zona Bone HLM TPID Zona Bulukumba 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

61 BAB 3INFLASI DAERAH Sampai dengan November 216, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam rangka menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah.padatanggal 13 Januari 216, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 215 dan rencana kerja 216. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 216 (18 Januari 216), dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 216 dan 13 Maret 216.Pada tanggal 2 April 216, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, melakukan studi banding TPID ke Pokjanas TPI yang dirangkai dengan presentasi hasil kajian riset inflasi di BI-DKEM dan kunjungan ke TPID Jawa Barat (tanggal Mei 216) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas TPID Provinsi Sulsel. Lebih lanjut, pada tanggal 25 Mei 215 dilaksanakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama mendengarkan arahan Gubernur Sulsel kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya juga dilakukan HLM TPID Gowa sebagai salah satu turunan dari HLM Provinsi. Selain itu, dalam rangka antisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pada 13 Juni 216 BI melakukan koordinasi dengan Alim Ulama se-sulsel untuk mempersuasi masyarakat agar tidak berkonsumsi secara berlebihan. Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut BI bersama BMPD Provinsi Sulsel juga berpartisipasi dalam kegiatan pasar murah dan inspeksi mendadak ke beeberapa pasar yang dilaksanakan pada tanggal Juni 216. Selanjutnya pada tanggal 13 Juli 216, TPID Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan untuk Rakornas VII 216 yang diselenggarakan pada tanggal 4 Agustus 216. Melalui Rakornas TPID ini diharapkan dapat memperkuat sinergi kebijakan antara pusat dan daerah. Diskusi terkait dengan evaluasi pelaksanaan dan penguatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga terus dilakukan dalam rangka menguatkan TPID Provinsi Sulsel pada tanggal 23 Agustus 216. Selain itu, persiapan Sistem informasi Harga Pangan (SIGAP) melalui basis android juga terus dilakukan dalam rangka meningkatkan informasi harga dilaksanakan pada tanggal 9 September 216. Pada Oktober-November, TPID Zona Palopo, Parepare, Bone dan Bulukumba mengadakan HLM TPID dalam rangka evaluasi maupun antisipasi inflasi akhir tahun di masing-masing daerah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

62 BAB 3INFLASI DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

63 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik, meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun. Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan III 216. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

64 Pesimis Optimis Pesimis Optimis Pesimis Optimis BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 4.1. Stabilitas Keuangan Daerah Asesmen Sektor Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Secara makro, peningkatan kinerja sektor rumah tangga menjadi salah satu faktor penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III 216.Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat, dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan III 216. Namun dari sisi pangsa terhadap PDRB, terjadi penurunan dari 53,4% di triwulan II 216 menjadi 51,41% di triwulan III 216. Bila dilihat secara tren, konsumsi rumah tangga tengah berada dalam tren meningkat sejak mencapai titik pertumbuhan terendah di triwulan III 215. Pangsa Terhadap PDRB 6% 58% 56% 54% 52% 5% 48% 46% 5,73% 51,41% I II III IV I II III IV I II III Pangsa Konsumsi RT gkonsumsi RT - Skala Kanan 7,% 6,5% 6,% 5,5% 5,% 4,5% 4,% Sumber: BPS Prov. Sulsel Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel YOY Indeks Kenaikan Kena Harga BBM ikan Penurunan Harga BBM Kenaikan Harga BBM Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Penurunan Harga BBM Penurunan Harga BBM Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel Peningkatan konsumsi sektor rumah tangga tidak terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang kondisi ekonomi saat ini dan enam bulan kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Provinsi Sulsel, dimana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan III 216 masih berada di tingkat optimis sebesar 112,75 meskipun lebih rendah dibandingkan IKK di akhir triwulan II 216 yang tercatat sebesar 125,92. Penurunan ini tidak lepas dari melemahnya kinerja sektor ekonomi secara keseluruhan, terutama pada sektor-sektor utama seperti sektor konstruksi dan sektor perdagangan yang tercatat mengalami perlambatan di periode laporan Penghasilan saat ini Ketersediaan lapangan kerja Ekspektasi Kegiatan Usaha* Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Kegiatan Usaha* Jul-16 Aug-16 Sep-16 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Jul-16 Aug-16 Sep-16 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.4. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang Sektor rumah tangga optimis akan terjadi perbaikan kinerja ekonomi kedepan. Hal ini telihat dari beberapa indikator utama pada survei konsumen yang menunjukan peningkatan optimisme untuk 6 bulan yang akan datang, baik kondisi penghasilan saat ini maupun ketersediaan lapangan kerja. Sektor rumah tangga juga memiliki optimisme yang sangat tinggi terhadap peningkatan kegiatan usahanya di masa yang akan datang. 12 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga. 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

65 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Indeks % 2 Ramadhan Kenaikan 5, Indeks Perubahan Harga , 3, , , Ekspektasi Perubahan Harga Inflasi Sulsel (qtq) - RHS (1,) 8 6 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan & LGA Sandang Kesehatan Transpor Pendidikan Jul-16 Aug-16 Sep-16 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Yang Akan Datang Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.6. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi Terjaganya ekspektasi sektor rumah tangga menjadi salah satu kunci pengendalian inflasi di triwulan III 216. Pada periode ini tercatat ada 2 kegiatan besar yang berdasarkan data historis rentan mengalami kenaikan harga yang signifikan, yaitu hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 216 dan Idul Adha di bulan September 216. Meskipun inflasi, inflasi di hari Raya Idul Fitri 216 tercatat paling rendah dalam tiga tahun terakhir dimana Inflasi Idul Fitri 216 (bulan Juli 216) tercatat sebesar 1,4% (mtm). Terjaganya tingkat inflasi berlanjut di sepanjang triwulan III 216, pada bulan Agustus tercatat deflasi -,44% (mtm) dan September,32% (mtm). Meskipun pada bulan September (Idul Adha) terjadi peningkatan tekanan inflasi, namun angka ini jauh lebih rendah rendah dibandingkan inflasi Idul Adha di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar,54% (mtm). Salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi di triwulan III 216, khususnya di dua kegiatan besar (Idul Fitri dan Idul Adha) adalah terkendalinya ekspektasi harga di sektor rumah tangga. Hasil SurveiKonsumen menunjukkan penurunan ekspektasi perubahan harga khususnya paska Idul Fitri (Juli 216). Terkendalinya ekspektasi masyarakat tidak lepas dari berbagai upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam mempersuasi masyarakat untuk tidak berkonsumsi secara berlebihan dan memastikan akan tersedianya stok bahan pangan yang cukup. Disamping itu, upaya pemerintah dalam menjaga tingkat harga daging sapi dikisaran Rp8./kg, hingga melakukan program intervensi harga melalui kegiatan operasi pasar yang dilakukan secara selektif pada saat terjadi peningkatan harga di luar kewajaran dinilai cukup efektif menjaga ekspektasi masyarakat terhadap perubahan harga di sepanjang triwulan III Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk tabungan relatif turun pada triwulan III 216. Pengalihan alokasi dana ke kegiatan konsumsi mengakibatkan porsi dana yang disisihkan untuk tabungan mengalami penurunan dari 23,32% di triwulan II 216 menjadi 2,68% pada triwulan III 216. Demikian pula alokasi dana untuk tabungan, alokasi dana untuk keperluan pembayaran cicilan juga mengalami penurunan dari 17,51% menjadi 16,96%. Di sisi lain, porsi keuangan yang digunakan untuk konsumsi meningkat dari 59,17% di triwulan II 216 menjadi 62,37% di triwulan III 216. Peningkatan ini tidak lepas dari adanya 2 kegiatan besar keagamaan di triwulan laporan, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Triwulan II 216 Triwulan III ,32% 17,51% 59,17% 16,96% 2,68% 62,37% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

66 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Terjadi peningkatan tingkat kerentanan sektor rumah tangga terhadap perbakan di triwulan III 216. Hal ini didasarkan pada peningkatan alokasi pendapatan untuk cicilan pinjaman hingga melebihi alokasi pendapatan untuk tabungan, khususnya pada kelompok rumah tangga dengan golongan pendapatan Rp3,1 3 Juta dan pendapatan >Rp5 juta (Tabel 4.1). Kondisi ini menurun dibandingkan teriwulan sebelumnya dimana seluruh kelompok pendapatan rumah tangga memiliki rasio pengeluaran untuk cicilan yang lebih rendah dibandingkan rasio pengeluaran untuk keperluan tabungan. Kejadian ini merupakan efek dari adanya 2 kegiatan hari keagamaan di periode laporan (Idul Fitri dan Idul Adha), dimana tingkat konsumsi masyarakat memang mengalami peningkatan yang tinggi di dua kegiatan keagamaan tersebut. Dengan tingkat pendapatan yang relatif tetap, masyarakat akhirnya menutup gap kebutuhan konsumsinya dengan mengurangi alokasi pendapatan untuk kegiatan tabungan. Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 216 Jenis Pendapatan Penggunaan Rp 1-2 juta Rp 2,1-3 juta Rp 3,1-4 juta Rp 4,1-5 juta > Rp 5 juta Konsumsi 69,4% 65,73% 62,55% 62,61% 62,9% Cicilan/Pinjaman 12,53% 15,92% 19,93% 17,72% 2,49% Tabungan 18,43% 18,34% 17,52% 19,67% 17,42% Total 1,% 1,% 1,% 1,% 1,% Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 216 Pendapatan Debt Service Ratio -1% 11%-2% 21%-3% >3% Rp 1-2 juta 51,69% 34,83% 11,24% 2,25% Rp 2,1-3 juta 44,2% 28,73% 18,78% 8,29% Rp 3,1-4 juta 34,23% 3,2% 17,45% 18,12% Rp 4,1-5 juta 37,78% 28,89% 24,44% 8,89% > Rp 5 juta 35,16% 27,47% 23,8% 14,29% Total 4,5% 29,83% 18,83% 1,83% Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Tabel 4.3. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 216 Pendapatan Perubahan Debt Service Ratio* -1% 11%-2% 21%-3% >3% Rp 1-2 juta 13,35% 3,67% -26,8% -59,87% Rp 2,1-3 juta 1,71% -2,1% 28,14% -34,5% Rp 3,1-4 juta 14,66% -12,2% -31,23% 73,44% Rp 4,1-5 juta 35,37% -,62% -32,19% 27,41% > Rp 5 juta 25,3% 9,89% -38,46% 52,38% Total 9,46% -3,24% -16,91% 14,4% Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Secara umum potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel tergolong rendah. 13 Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 3% hanya 1,83% atau masih tergolong sedikit (Tabel 4.2). Namun demikian terdapat perubahan perilaku dalam berhutang, yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kredit, sebagaimana diindikasikan dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang memiliki DSR lebih dari 3%, yakni meningkat 14,4% (qtq). Peningkatan DSR>3% terjadi di tiga kelompok masing-masing pada kelompok pendapatan Rp3,1-4, juta yang meningkat 73,44% (qtq), kelompok pendapatan Rp4,1-5, juta yang meningkat 27,41% (qtq), dan kelompok pendapatan >Rp5 juta yang meningkat 52,38% (qtq) (Tabel 4.3). Dari sisi likuiditas, risiko keringnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga Sulsel juga tergolong rendah. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan % hanya 12,67% yang berarti tergolong relatif rendah (Tabel 4.4). Namun pada triwulan III 216 terdapat perubahan perilaku menabung, yaitu semakin bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung (porsi tabungan %) meningkat hingga 115,79% (qtq). Bila dilihat per kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di seluruh kelompok pendapatan, dengan peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan Rp3,1-4, juta (234,4%; qtq) di ikuti kelompok pendapatan Rp4,1-5, juta (218,52%; qtq), kelompok pendapatan Rp1,-2, juta (152,81%; qtq), kelompok pendapatan >Rp5, juta (152,81%; qtq) dan kelompok pendapatan Rp2,1-3, juta (27,74%; qtq). Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 216 Tabel 4.5. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk MenabungBerdasarkan Pendapatan di Triwulan III 216 Pendapatan Porsi Tabungan Perubahan Porsi Tabungan* Pendapatan % 1-1% 11%-2% 21%-3% >3% % 1-1% 11%-2% 21%-3% >3% Rp 1-2 juta 1,11% 22,47% 39,33% 22,47% 5,62% Rp 1-2 juta 152,81% 65,23% 22,89% -34,67% -64,89% Rp 2,1-3 juta 12,71% 17,68% 4,88% 21,55% 7,18% Rp 2,1-3 juta 27,74% -11,14% 37,% -23,79% -4,36% Rp 3,1-4 juta 17,45% 24,16% 26,17% 24,16% 8,5% Rp 3,1-4 juta 234,4% 11,64% -7,7% -1,7% -55,3% Rp 4,1-5 juta 11,11% 23,33% 33,33% 18,89% 13,33% Rp 4,1-5 juta 218,52% 18,4% 6,17% -22,65% -36,3% > Rp 5 juta 15,38% 27,47% 25,27% 25,27% 6,59% > Rp 5 juta 146,15% 9,89% -4,85% -1,13% -53,11% Total 13,67% 22,33% 33,5% 22,5% 8,% Total 115,79% 14,53% 12,29% -21,51% -48,94% *) Perubahan Triwulan III 216 Terhadap Triwulan II 216 *) Perubahan Triwulan III 216 Terhadap Triwulan II 216 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah 13 Institusi keuangan menilai DSR>3% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL) 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

67 Dana Pihak KetigaPerbankan dari Sektor Rumah Tangga BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga.hal ini terlihat dari pangsa DPK yang berasal dari dana Perseorangan di trwiwulan III 216 mencapai 78,91% relatif stabildibandingkan triwulan sebelumnya78,84% (Grafik 4.8). DPK Perseorangan di triwulan III 216 tercatat tumbuh 12,67% (yoy) tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,7% (yoy). Perlambatan juga terjadi di sisi DPK Bukan Perseorangan dari 2,12% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 15,2% (yoy) di periode laporan (Grafik 4.9). Perlambatan ini searah dengan perlambatan pertumbuhan DPK Sulsel secara keseluruhan di triwulan III 216. Pangsa 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Tw II Tw III Tw II Tw III Tw II Tw III Tw II Tw III Giro Tabungan Deposito TOTAL Perseorangan Bukan Perseorangan Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel % YOY 6% 5% 4% 3% 2% 1% % I II III IV I II III IV I II III TOTAL Perseorangan Bukan Perseorangan Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan.hal ini terlihat dari pangsa tabungan terhadap total DPK yang mencapai 62,59% sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 63,77%. Giro perseorangan juga tercatat mengalami penurunan pangsa dari 3,54% di triuwulan II 216 menjadi 3,23% di periode laporan. Di sisi lain, terjadi peningkatan pangsa di Deposito perseorangan dari 32,69% di periode laporan menjadi 34,18%. Data diatas ini menggambarkan bahwa DPK Perbankan di sektor rumah tangga di Sulsel umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian besar kredit yang disalurkan Perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja. Dari sisi pertumbuhan, deposito di kelompok perseorangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan III 216.Pertumbuhan deposito perseorangan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 19,23% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 22,16% (yoy) di periode laporan. Pertumbuhan ini searah dengan rata-rata bunga deposito yang tetap berada di tingkat 6,-7,%. Di sisi lain, tabungan dan giro tercatat mengalami, bahkan giro kembali mencatat kontraksi di periode laporan. Tabungan tercatat tumbuh 11,21% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 21,53% (yoy), sementara Giro tercatat mengalami kontraksi -28,16% (yoy) lebih dalah dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya - 18,79% (yoy). Pangsa 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % I II III IV I II III IV I II III YoY 1% 8% 6% 4% 2% % -2% I II III IV I II III IV I II III % 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % % Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito sk. Bunga Deposito (RHS) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.1. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan III 216 mencapai 8,8% (qtq) leboh tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 3,35% (qtq)(tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi di lima kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar terjadi di kategori simpanan <Rp1 juta yang mencapai 1,7% (qtq). Kategori simpanan lain yang mengalami peningkatan adalah Rp1 juta Rp 5 juta (4,91%; qtq), >Rp1 M - Rp2 M (6,13%; qtq), >Rp1M Rp15 M (8,96%; qtq), dan >Rp2M (4,62%; qtq). Di sisi lain, terdapat lima Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

68 TOTAL <1 JT >1 JT - 1 JT >1JT - 5JT >5JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 1M >1M -15M >15M - 2M >2M BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM kategori simpanan yang mengalami penurunan jumlah rekening simpanan, dengan penurunan terbesar terjadi di kategori simpanan ), >Rp15M Rp2 M (-11,11%; qtq). Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel. Secara spasial, peningkatan rekening DPK terjadi diseluruh kabupaten/kota. Adapun penambahan peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kota Makassar sebesar 11,77% (qtq). Tabel 4.6. Komposisi dan Pertumbuhan Triwulanan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel KABUPATEN / KOTA Kab. Pinrang ,3% 7,8% -2,49% 1,13% 17,74% -2,% -18,18% -1,% Kab. Gowa ,46% 9,75% -2,7% 1,7% -12,59% -8,93% 11,54% 18,18% -33,33%,% Kab. Wajo ,86% 4,92% 4,15% 9,67% 13,33% 16,67% -6,71% -1,% Kab. Bone ,84% 8,59% 3,66% 8,27% -15,1% -1,32%,% -75,% -1,% Kab. Tana Toraja ,48% 5,67% -2,37% 12,43% -17,17% -7,94% 14,29% -66,67%,% Kab. Maros ,66% 8,85% -6,75% 3,35% -7,8% 12,5% 21,43% Kab. Luwu ,52% 9,4% -3,88% 9,82% 36,36%,% -12,5% -1,% Kab. Sinjai ,% 7,43% -3,32%,57% 12,9% 81,82% -25,% -66,67% Kab. Bulukumba ,73% 6,79% -2,8% -6,47% -3,92% -14,29% 3,% -5,% Kab. Bantaeng ,61% 9,2% -2,65% 7,74% -14,71% -18,75%,% Kab. Jeneponto ,58% 1,79% -,48% -14,84% -4,% 11,11% 4,% -1,% Kab. Selayar ,34% 11,84% -7,76% -1,54% -12,5% 68,97% 1,% Kab. Takalar ,87% 8,86% -1,28% 2,23% -38,46% -2,% 5,% -5,% Kab. Barru ,94% 7,6% 1,56% -1,4% -36,36% 18,18%,% Kab. Sidenreng Rappang ,65% 7,8% 3,3% 1,7% -1,89% -2,34% 52,17% 1,% Kab. Pangkajene Kepulauan ,45% 7,18% -5,6% -4,1% -6,45% 8,82% -31,82% 6,% Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng) ,19% 7,69% 4,61% 12,87% -8,57% 14,% -53,85%,% Kab. Enrekang ,87% 11,85% -5,16% -7,19%,% -17,65%,% Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan) ,56% 15,2% -1,58% -5,18% 18,75% 7,69% -83,33%,% Kab. Luwu Utara ,47% 1,64% -8,99%,54% 4,62% -21,88% 2,% 4,% 5,% -1,% Kab. Toraja Utara ,26% 9,6% -7,81% -3,95%,% Kota Makassar ,77% 14,6% -6,87% 6,8% -7,97% 7,73% -2,97% 3,9% 4,84% -7,89% 8,33% Kota Pare-Pare ,83% 7,84% -,59% 2,2% -4,42% -4,76% 18,37% -33,33% -5,% Kota Palopo ,9% 9,75% -4,36% -3,71% -1,97% -8,62% -22,5% 5,%,% Prov. Sulawesi Selatan ,8% 1,7% -3,26% 4,91% -7,5% 6,13% -3,29% -,62% 8,96% -11,11% 4,62% Pertumbuhan (Δ%) triwulan III 216 terhadap triwulan II 216 Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga Porsi terbesar kredit perbankan disalurkan ke perseorangan. Pada triwulan III 216 porsi kredit perseorangan mencapai 73,37% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (56,33%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai 41,68%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 29,62% dan 8,9%. Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 43.66%.Besarnya porsi kredit produktif tersebut menunjukkan bahwa debitur perseoranganpenerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada triwulan III 216, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 83,99%, sementara pangsa kredit 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

69 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM investasi yang di akses oleh UMKM mencapai 55,65% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada stabilitas keuangan di sektor rumah tangga. 1% 9% 8% 27,27% 26,63% TRIWULAN III 216 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 73,37% 72,73% I II III IV I II III IV I II III 16,19% 56,33% 27,47% 17,51% 2,29% 41,68% 29,62% 8,9% Perseorangan Bukan Perseorangan Modal Kerja Investasi Konsumsi KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel Kredit yang di akses oleh sektor rumah tangga sedikit tumbuh melambat.hal ini terindikasi dari kredit peseorangan yang mengalami perlambatan dari 16,26% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 15,45% (yoy) di periode laporan. Perlambatan ini disebabkan oleh akibat penurunan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaran Bermotor (KKB). KPR tercatat melambat dari 5,21% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 4,29% (yoy), sementara KKB mengalami kontraksi -15,22% (yoy) lebih dalam dari kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -14,99% (yoy). Di sisi lain perlambatan kredit perseorangan tertahan dari meningkatnya kinerja kredit konsumsi dan kredit mutiguna. Kedua kelompok kredit tersebut tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 13,95% (yoy) dan 2,19% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 14,7% (yoy) dan 2,96% (yoy) di triwulan III 216. Nominal: 83,99% 16,1% Nominal: 55,65% 44,35% YoY 5% 4% Rekening: 99,68%,32% Rekening: 99,3%,7% 3% 2% 1% KREDIT MODAL KERJA PERORANGAN KREDIT INVESTASI PERORANGAN % -1% -2% I II III IV I II III IV I II III UMKM Bukan UMKM Perseorangan Konsumsi KPR KKB Multiguna Grafik Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan oleh UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.15.Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel Suku bunga kredit perseorangan bergerak relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan III 216, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,72% per tahun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,9% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga rata-rata kredit konsumsi dari 13,62% per tahun di triwulan II 216 menjadi 13,46% per tahun di akhir triwulan III 216. Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya inflasi dan suku bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan dunia usaha, dan dengan demikian risiko kredit kedepan juga akan semakin menurun. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

70 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % I II III IV I II III IV I II III Bunga K. RT (RHS) Bunga K. Kons (RHS) NPL K. RT (RHS) NPL K. Kons (RHS) 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan sebesar 2,26% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 2,31%. Secara lebih detil, risiko kredit konsumsi perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,89%lebih. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik. Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar di triwulan III 216 mencapai 43,71%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kota Palopo masing-masing dengan pangsa 5,7%, 4,4%, dan 3,89%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 4,25%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,15%, 4,82%, dan 4,12%. Kredit perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangannon konsumtif (produktif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,9%, diikuti Kab. Bone, Kab. Pinrang, dan Kab. Sidrap masing-masing dengan pangsa 4,75%, 4.22%, dan 3,1%. Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan III 216 Kredit Total Kredit Perseorangan Kredit Perseorangan - Konsumtif Perseorangan - Kabupaten/Kota Non Konsumtif Baki Debet Pertumbuhan Baki Debet (Rp Milyar) Baki Debet Pangsa (Rp Milyar) (yoy) KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain (Rp Milyar) Kota Makassar ,85% 43,71% Kab. Gowa ,38% 5,7% Kab. Bone ,37% 4,4% Kota Palopo ,16% 3,89% Kab. Wajo ,22% 3,46% Kab. Pinrang ,11% 3,42% Kota Pare-Pare ,13% 3,29% Kab. Maros ,12% 3,1% Kab. Sidenreng Rappang ,81% 2,94% Kab. Bulukumba ,37% 2,9% Kab. Takalar ,46% 2,42% Kab. Luwu Utara ,89% 2,39% Kab. Luwu ,81% 2,14% Kab. Jeneponto ,16% 2,8% Kab. Pangkajene Kepulauan ,62% 2,% Kab. Sinjai ,19% 1,85% Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng ,75% 1,73% Kab. Tana Toraja ,12% 1,73% Kab. Barru ,25% 1,58% Kab. Bantaeng ,52% 1,43% Kab. Enrekang ,96% 1,41% Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selata ,67% 1,32% Kab. Toraja Utara ,7%,64% Kab. Selayar ,45%,58% PROVINSI SULAWESI SELATAN ,2% 1,% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

71 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Penyaluran KPR perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan III 216 tumbuh 4,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 5,21% (yoy). Menurutjenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR terjadi pada KPR/KPA tipe besar (>7 m 2 ) dan KP Ruko. Di triwulan III 216, KPR/KPA tipe besar (>7 m 2 ) mengalami kontraksi -3,72% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih mencatatkan pertumbuhan positif,54% (yoy) sementara KP Ruko tumbuh melambat dari 11,7% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 1,6% (yoy) di periode laporan. Menurut hasil survei, perlambatan pertumbuhan KPR pada periode ini dikarenakan menurunnya permintaan rumah akibat kondisi perekonomian yang masih lesu. Namun, untukkpr/kpa tipe kecil (s.d 21m 2 ) dan KPR/KPA tipe sedang (>21-7 m 2 ) tercatat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari,44% (yoy) dan 6,61% (yoy) di triwulan II 216 menjadi,72% (yoy) dan 7,8% (yoy) di triwulan III 216. Tuntutan akan kebutuhan rumah pertama terutama bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, tampaknya turut menjadi faktor pendorong KPR di Sulsel. Risiko KPR sektor rumah tangga relatif terjaga. Hal ini tercermin dari NPL KPR secara umum masih berada dalam batas aman, yakni 4,22%. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan meningkatnya NPL di seluruh jenis KPR. Peningkatan NPL terbesar terjadi di jenis KP Ruko dari 4,9% di triwulan II 216 menjadi 5,83% di perode laporan. Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Jenis KPR Pangsa (%) Growth (yoy) NPL % Tw III-216 Tw II-216 Tw III-216 Tw II-216 Tw II-216 KPR/KPA s.d 21 1,7%,44%,72% 2,65% 2,78% KPR/KPA > ,18% 6,61% 7,8% 3,8% 3,96% KPR/KPA >7 21,22%,54% -3,72% 4,51% 4,66% KP Ruko 12,53% 11,7% 1,6% 4,9% 5,83% Total KPR 1,% 5,21% 4,29% 3,98% 4,22% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Jenis KKB Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel Pangsa (%) Growth (yoy) NPL (%) Tw III-216 Tw I-216 Tw II-216 Tw III-216 Tw II-216 Tw III-216 Mobil Roda 4 82,4% -12,62% -14,61% -17,95% 1,% 1,49% Truk 5,33% 158,14% -33,97% 26,16%,46% 3,28% Sepeda Motor 11,72% -13,5% -8,4% -18,15% 6,97% 1,41% Kendaraan Lainnya,55% -57,58% -61,24% -62,87% 1,72% 1,8% Total KKB 1,% -1,39% -14,99% -15,22% 1,74% 1,58% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah KKB yang disalurkan perbankan kembali terkontraksi. Kontraksi KKB di triwulan III 216 tercatat -15,22% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -14,99% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara keuangan (leasing) mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga 1 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 215. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kondisi ekonomi yang masih belum membaik terutama di triwulan III 216, khususnya sektor-sekor utama yang menyerap tenaga kerja yang tinggi seperti industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan. Sedangkan dalam konteks pemerintah Provinsi/Kab/Kota, hal ini akan mempengaruhi pencapaian target penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD. Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB disebabkan oleh memburuknya kinerja kredit di hampir seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 82,4% tercatat mengalami kontraksi -17,95% (yoy) di triwulan III 216, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -14,61% (yoy). KKB jenis sepeda motor dan KKB kendaraan lainnya juga tercatat mengelami kontraksi masing-masing sebesar -18,15% (yoy) dan -62,87% (yoy) di triwulan III 216 lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat mengalami kontraksi sebesar -8,4% (yoy) dan -61,24% (yoy). Di sisi lain, KKB jenis truk mengalami signifinan seiring dengan membaiknya kinerja sektor pertambangan. KKB jenis truk tercatat tumbuh 26,16% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami kontraksi -33,97% (yoy). Secara agregat, meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan KKB mengalami perbaikan kualitas. Hal ini terlihat dari penurunan NPL secara keseluruhan KKB dari 1,74% di triwulan II 216 menjadi 1,58% di periode laporan. Perbaikan kualitas kredit ini di dorong oleh perbaikan kualitas kerdit KKB di jenis sepeda motor. NPL KKB sepeda motor turun signifikan dari 6,97% di triwulan II 216 menjadi 1,41%. Di sisi lain, NPL jenis KKB lainnya mengalami sedikuit peningkatan, namun masih dalam tingkatan yang aman (<2%). Kredit Multiguna Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga diluar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan III 216, kredit multiguna tumbuh 2,96% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 2,19% (yoy). Salah satu daya tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah.selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

72 <12 Bulan 12 Bln - 36 Bln >36 Bln - 48 Bln >48 Bln - 6 Bln.>6 Bulan TOTAL <12 Bulan 12 Bln - 36 Bln >36 Bln - 48 Bln >48 Bln - 6 Bln.>6 Bulan TOTAL BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik, maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini. Tabel 4.1.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 216 Berdasarkan Nominal (Pangsa) Jangka Waktu Berdasarkan Jumlah Rekening (Pangsa) Jangka Waktu Besar Pinjaman <1 Juta,18%,8%,4%,1%,93% 1,24% 4,22% 1,32%,42%,8% 3,81% 9,86% >1 Juta - 5 Juta,35%,4%,24%,4% 2,75% 6,21% 1,67% 2,3% 1,1%,17% 9,35% 23,58% >5 Juta - 1 Juta,14%,71% 1,5%,11% 19,4% 21,5%,2% 1,32% 1,83%,18% 29,12% 32,65% >1 Juta - 5 Juta,11%,31%,79%,21% 64,24% 65,68%,7%,23%,62%,18% 41,44% 42,54% >5 Juta - 1 M,%,6%,2%,1% 2,81% 2,9%,%,1%,%,%,45%,46% >1 M,1%,9%,7%,% 5,19% 5,35%,%,1%,%,%,25%,26% TOTAL,79% 1,65% 2,22%,38% 94,96% 1,% 6,16% 4,92% 3,88%,61% 84,43% 1,% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp1 juta 5 juta dengan jangka waktu >6 bulan. Kelompok tersebut memiliki pangsa 64,68% dari total kredit multiguna perseorangan di triwulan III 216. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 41,44% terhadap seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu,79%. Namun, penyaluran kredit multiguna <Rp1 jutakhususnya yang berjangka waktu 12 bulan 36 bulan, 36 bulan 6 bulan, daan >6 bulan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi (>5%) (Tabel 4.11). Tabel NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 216 Besar Pinjaman Jangka Waktu <12 Bulan 12 Bln - 36 Bln >36 Bln - 48 Bln >48 Bln - 6 Bln >6 Bulan TOTAL <1 Juta,2% 12,47% 21,54% 11,38% 19,73% 16,46% >1 Juta - 5 Juta,% 1,7%,48% 1,3% 1,37% 1,15% >5 Juta - 1 Juta,%,2%,13%,83%,39%,37% >1 Juta - 5 Juta,%,6%,9%,%,43%,42% >5 Juta - 1 M,%,%,%,% 4,37% 4,23% >1 M,%,%,%,% 1,32% 1,28% TOTAL,1%,95%,56%,65%,8%,79% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Asesmen Sektor Korporasi Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di triwulan III 216 mempengaruhi kinerja sektor korporasi. Beberapa sektor utama tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan, seperti konstruksi, perdagangan, dan pertambangan. Disisi permintaan, ekspor kembali mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -31,98% (yoy) lebih dalam dari triwulan sebelumnya -32,83% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan, terutama sektor industri nikel yang merupakan industri andalan ekspor di Sulsel. Komoditas nikel masih menjadi tumpuan ekspor Sulsel di triwulan III 216. Namun, nikel yang memiliki pangsa 48,42% terhadap total ekspor Sulsel masih menunjukkan pertumbuhan negatif di triwulan III 216. Meskipun membaik, ekspor Nikel Sulsel di triwulan III 216 masih tercatat tumbuh negatif -22,5% (yoy). Selain faktor masih lemahnya permintaan negara mitra dagang utama komoditas nikel, khususnya Jepang, kontraksi ekspor nikel juga disebabkan oleh masih rendahnya harga nikel di pasar internasional. Rata-rata harga nikel di triwulan III 216 sebesar USD1.263 per metric ton jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 215 yang mencapai USD13.56 per metric ton. 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

73 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Cokelat Olahan 8,9% Nikel 48,42% Ganggang Laut 7,59% Biji Cokelat 5,47% Ikan Olahan 4,61% Komoditas Lainnya 25,81% USD/Metric Ton I II III IV I II III IV I II III IV I II III YOY 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% Harga Nikel gharga Nikel - Skala Kanan gekspor Nikel Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan III 216 Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah Grafik Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional Masih lemahnya permintaan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah,menambah risiko pada korporasi pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung lainnya,diantaranyapenyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil. Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Berkaca pada tahun 214 dan 215 yang lalu, El Nino (iklim kering) memberikan dampak yang cukup besar pada sektor pertanian termasuk korporasi yang bergerak di dalamnya. Pada tahun 216, risiko yang muncul adalah LaNina(iklim basah) yang juga akan mengakibatkan pergeseran musim terutama karena curah hujan yang naik drastis disepanjang periode La Nina. Risiko yang muncul adalah cuaca yang dapat mengurangi hasil tangkap ikan, yang mengakibatkan korporasi yang bergerak di subsektor perikanan tangkap seperti eksportir ikan tangkap akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan Kinerja Sektor Korporasi Omset Penjualan Dari hasil liaison 14 kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan III 216, yang mengalami penurunan omset penjualan adalah korporasi yang bergerak di sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR).Rata-rata skala likert pada sektor PHR berada pada posisi -1,. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata normalnya. Dari hasil liaison yang sama, pelaku usaha perhotelan melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian kamar di sepanjang periode laporan. Hal ini bersifat musiman, dimana biasanya kegiatan pemerintah maupun swasta yang diselenggarakan di Hotel jauh berkurang sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri. Di sektor Pertanian, rata-rata skala likert di triwulan III 216 berada pada posisi, yang artinya stabil. Sementara di sektor industri pengolahan, rata-rata skala likert di triwulan III 216 menunjukan posisi 1, yang artinya terjadi peningkatan omset dibandingkan atas rata-rata normalnya. Hal ini searah dengan peningkatan kegiatan ekspor sepanjang triwulan III Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

74 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Skala Likert 1,5 1,,5, -,5-1, -1,5-2, Penjualan Domestik Ekspor Kapasitas Utilisasi Persediaan Investasi Biaya Bahan Baku Biaya Energi Tingkat Upah Harga Jual Margin Per Unit Output Jumlah TK Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah Grafik Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan III 216 Penurunan kinerja korporasi di sektor PHR terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel. Kegiatan usaha menunjukkan penurunan saldo bersih dari 4,22% di triwulan II 216 menjadi 4,29% pada triwulan III 216. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami penurunan permintaan lebih banyak dibandingkan korporasi yang mengalami peningkatan permintaan. % Saldo Bersih 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - 4,22 37,63 29,2 29,9 13,9 12,41 6,5 I II III IV I II III Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Kondisi Kegiatan Usaha di Susel Biaya Pada triwulan II 216, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Para pelaku usaha mengaku bahwa terjadi peningkatan biaya produksi baik biaya bahan baku, biaya energi, maupun upah. Pada komponen biaya bahan baku, peningkatan biaya bahan baku terjadi di sektor pertanian dengan rata-rata skala likert,5. Disisi lain, terjadi penurunan biaya bahan baku di sektor industri pengolahan dengan rata-rata skala 1,. Pada komponen biaya energi, seluruh sektor mengalami peningkatan biaya energi dengan rata-rata skala likert,5. Selain komponen biaya energi, komponen biaya tenaga kerja (tingkat upah) juga meningkat di seluruh sektor yang di survey pada periode berjalan. Komponen biaya tenaga kerja di seluruh sektor meningkat dengan rata-rata skala 1,. Marjin Keuntungan Kinerja korporasi sektor pertanian dan perdagangan dari sisi perolehan laba atau margin mengalami penurunan di triwulan III 216. Berdasarkan hasil liaison, margin keuntungan korporasi di sektor pertanian turun dengan rata-rata skala likert -1,5. Sementara itu, margin keuntungan di korporasi sektor perdagangan turun dengan rata-rata skala likert -,5. Disisi lain, korporasi di sektor PHR tidak mengalami perubahan margin keuntungan. Penurunan marjin keuntungan tidak lepas dari penurunan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Sebagai mana dijelaskan sebelumnya, ekonomi Sulsel pada triwulan III 216 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi Likuiditas Keuangan Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi yang baik, meskipun tidak sebaik triwulan sebelumnya Pada triwulan III 216, hasil survei menunjukkan 55,2% 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

75 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, menurun dibandingkan periode sebelumnya 62,2%. Sementara itu rasio responden korporasi yang menyatakan kondisi likuiditasnya cukup baik adalah 44,% meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 37,8%. Yang perlu diwaspadai adalah peningkatan korporasi dengan kondisi likuiditas buruk di sektor Hotel Resto. Terdapat 7,69% dari seluruh responden korporasi di sektor Hotel Resto yang memiliki kondisi Likuiditas buruk. TW II 216 TW III 216 Jasa Keuangan 8,% 2,% 37,8 Hotel Resto 76,92% 15,38% 7,69% - 44,,8 55,2 Pertanian Perdagangan Pengangkutan 44,44% 58,82% 54,55% 55,56% 41,18% 45,45% Konstruksi 33,33% 66,67% 62,2 Pertambangan 33,33% 66,67% Baik Cukup Baik Buruk Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulsel Beban Angsuran Hutang Korporasi Grafik % 2% 4% 6% 8% 1% Baik Cukup Buruk Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor Ekonomi di Triwulan III 216 Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan III 216 yang menunjukkan hanya 1,814% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat kedepannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa korporasi di sektor pertanian, pertambangan, Hotel Restoran, Pengangkutan, dan Jasa Keuangan yang berasumsi akan terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 1,45% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang kedepan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah. Tabel Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatangdi Triwulan III 216 Sektor Perkiraan Beban Angsuran Memiliki Kredit di Bank (%Responden thd Responden Kredit) (% thd total responden) Semakin Berat Tetap Semakin Ringan Pertanian 8,% 1,% 9,%,% Pertambangan 9,6% 16,67% 83,33%,% Konstruksi 4,%,% 1,%,% Perdagangan 12,8%,% 1,%,% Hotel Restoran 8,8% 9,9% 9,91%,% Pengangkutan 5,6% 14,29% 85,71%,% Jasa Keuangan 6,4% 25,% 62,5% 12,5% Total 55,2% 1,14% 88,41% 1,45% Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi. Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 26,63% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan III 216 mencapai Rp25,2 triliun dengan pertumbuhan 8,89% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 45,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi terjadi di seluruh segmen kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Ketiga segmen tersebut tumbuh melambat dari masing-masing 39,57% (yoy), 6,6% (yoy), dan 25,21% (yoy) di triwulan II 216 menjadi masingmasing 6,93% (yoy), 13,73% (yoy), dan 12,7% (yoy) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

76 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Investasi 29,93% Konsumsi,26% YOY 7% 6% 5% 4% Tw III % 2% 1% % -1% I II III IV I II III IV I II III Modal Kerja 69,81% -2% -3% Modal Kerja Korporasi Investasi Korporasi Kredit Korporasi Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi Kredit Modal Kerja Korporasi Kredit modal kerja korporasi pada triwulan III 216 mencapai Rp17,46 triliun. Hal ini berarti berkurangrp492 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp17,95 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 5,7%), konstruksi (pangsa: 26,89%), dan industri pengolahan (pangsa: 9,18%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 6,93% (yoy) lebih lambat dari triwulan sebelumnya 39,57% (yoy). Perlambatan disebabkan oleh penurunan pertumbuhan kredit di beberapa sektor, khususnya sektor perdagangan. Pertumbuhan kredit modal kerja di sektor perdagangan turun tajam dari 1,42% (yoy) di triwulan II 216 menjadi kontraksi -,97% (yoy) di periode laporan. Perlambatan pertumbuhan ini tertahan oleh meningkatnya krredit modal kerja di sektor konstruksi dan membaiknya kredit modal kerja sektor industri pengolahan meskipun masih dalam fase kontraksi. Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari tingkat NPL sebesar 4,95% dibawah batas psikologis 5%. NPL pada priode laporan tersebut lebih rendah dari NPL periode sebelumnya yang mencapai 6,14%. Peningkatan kualitas kredit modal kerja ini di dorong oleh perbaikan kualitas kredit modal kerja di sektor perdagangan. NPL kredit modal kerja di sektor peedagangan turun dari 5,76% di triwulan II 216 menjadi 3,8%. YOY 4% 3% 2% 1% Pangsa: 5,7% Pangsa: 26,89% Pangsa: 9,18% 18,33% 19,3% 1,42% 3% 25% 2% Risiko Menurun Risiko Terjaga Risiko Menurun Risiko Menurun 18,27% 18,35% % -1% -2% -3% -4% Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan -,97% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Kredit Investasi Korporasi Tw II Tw III ,87% -16,1% 5,76% 3,8% 4,25% 4,66% 6,14% 4,95% Kredit investasi korporasi pada triwulan III 216 mencapai Rp7,48 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp15 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp7,38 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Konstruksi, dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa 44,64%, 12,93%, dan 1,49%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan III 216 tumbuh 13,73 (yoy), yang didorong oleh pertumbuhan dua sektor utama yaitu sektor Perdagangan dan Industri Pengolahan yang masingmasing tumbuh34,72% (yoy) dan 25,% (yoy). Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi memburuk. Hal ini terlihat dari peningkatan NPL dari 5,52% di triwulan II 216 menjadi 8,98% di triwulan III 216. Peningkatan NPL disebabkan oleh meningkatnya NPL kredit investasi di beberapa sektor, terutama sektor perdagangan. NPL kredit investasi di sektor perdagangan meningkat signifikan dari 15% 1% 5% % Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Total Modal Kerja Tw II Tw III Korporasi 7 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

77 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM,82% di triwulan II 216 menjadi 8,22% di triwulan III 216. Di sisi lain, NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami penurunan signifikan dari 28,5% di triwulan II 216 menjadi 2,74% di perode laporan. YOY 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Pangsa: 44,64% Pangsa: 12,93% Pangsa: 1,49% 27,6% 34,72% 14,26% 18,47% 25,% Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan -4,64% Tw II Tw III % Risiko Meningkat Risiko Terjaga Risiko Menurun Risiko Meningkat 35% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama 3% 25% 2% 15% 1% 5% %,82% 8,22% 3,86% 4,27% 28,5% 2,74% 8,98% 5,52% Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Investasi Korporasi Tw II Tw III Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan) Perkembangan Kelembagaan Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan III 216 tercatat sebanyak 52 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank sebanyak 977 kantor yang berarti belum bertambah. RINCIAN *) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Aset Perbankan Tabel Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR I II III IV I II III IV I II III IV I II III Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor* BPR Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp123,19 triliun, tumbuh 8,92% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,3% (yoy) (Tabel 4.14). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 18,48% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 13,36% (yoy) di triwulan III 216. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 6,17% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 2,68% (yoy) di triwulan III 216. Sementara disisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali mengalami kontraksi -26,5% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -16,71% (yoy). Tabel Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Aset Menurut Kelompok Bank I II III IV I II III I II III IV I II III Total Aset 15,44 11, 13,59 16,1 15,14 13,3 8, Bank Pemerintah 16,46 1,7 15,34 21,85 21,85 18,48 13, Bank Swasta Nasional 14,41 11,73 11,65 8,71 6,2 6,17 2, Bank Asing dan Bank Campuran (9,54) (7,19) (21,91) (25,86) (23,57) (16,71) (26,5) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah 15 Data perbankan lokasi bank Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

78 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh meningkat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,9 triliun atau tumbuh 19,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 17,95% (yoy). Percepatan terjadi di komponen Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 16,8% (yoy) dan 21,44% (yoy) di triwulan I 216, menjadi 22,16% (yoy) dan 23,9% (yoy) di triwulan II 216. Sementara itu, Giro tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dari 26,98 (yoy) di triwulan I 216 menjadi 3,24% (yoy) di triwulan II 216. Total Aset Komponen 215 Tabel Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) I II III IV I II III I II III IV I II III DPK ,419 68,867 72,433 78,467 78,342 82,97 82,25 a. Giro (5.37) 1,154 11,82 12,471 13,165 12,894 12,23 11,82 b. Tabungan ,147 34,881 37,491 42,221 39,637 42,611 41,8 c. Deposito ,118 22,166 22,472 23,91 26,859 27,283 28,423 Kredit ,33 87,563 89,911 94,981 96,31 11,617 12,774 a. Modal Kerja ,776 34,627 34,876 36,73 37,51 39,518 39,653 b. Investasi ,482 16,5 17,476 2,538 2,41 2,796 2,24 c. Konsumsi ,45 36,436 37,558 37,713 38,759 41,33 42,917 LDR (%) NPLs Gross (%) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kredit yang disalurkan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan. Kredit tercatat tumbuh 14,31% (yoy) menjadi Rp12,77 triliun, lebih rendahdibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 16,5% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan modal kerja. Kelompok kredit investasi tumbuh 15,61% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 26,4% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerjatumbuh 13,7% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 14,13% (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi tercatat mengalami percepatan pertumbuhandari 13,36% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 14,27% (yoy) di triwulan III 216. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terutama disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor Pertanian dan sektor Konstruksi yang masingmasing tumbuh 3,18% (yoy) dan 16,39% (yoy) di triwulan III 216. Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 125,3%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 3% pada triwulan III 216 dari triwulan sebelumnya 3,5%. Bila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR tercatat 124,13% dan NPL tercatat 3,85%, maka fungsi intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan dengan baik. Tabel Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen Nominal (Rp Miliar) Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II III I II III IV I II III Kredit ,33 87,563 89,911 94,981 96,31 11,617 12,774 Pertanian ,63 1,788 2,33 2,461 2,681 2,933 2,998 Pertambangan (3.41) (28.74) (19.45) (2.83) Industri Pengolahan ,35 5,19 5,34 7,487 7,239 7,993 8,14 Listrik, Gas, Air (19.81) (32.92) (33.9) Konstruksi ,746 4,92 5,417 5,491 5,483 5,977 6,35 Perdagangan ,92 29,3 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 Pengangkutan (6.) (8.71) (9.45) (1.38) ,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,73 Jasa Dunia Usaha (.37) ,733 4,37 4,24 4,221 4,117 4,85 4,234 Jasa Sosial Masyarakat (.43) (3.52).17 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 Lain-lain ,173 36,547 37,648 37,777 38,89 41,359 42,941 Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Bank Syariah Aset perbankan syariah tumbuh melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan III 216 tercatat Rp6,63 triliun atau tumbuh 2,21% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 216 yang tumbuh 8,13%. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

79 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM melambatnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat tumbuh melambat dari 18,32% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 8% (yoy) di triwulan III 216. Sementara aset BankSwasta Nasional tumbuh melambat dari 5,85% (yoy) menjadi,85% (yoy) di triwulan III 216. DPK perbankan syariah tumbuh meningkat. DPK pada triwulan III 216 tumbuh 13,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 1,45% (yoy). Pertumbuhan DPK syariah didorong oleh perbaikan kinerja penghimpunan Giro yang menunjukkan pertumbuhan menjadi 1,62% (yoy) di triwulan III 216, setelah mengalami kontraksi -29,65% (yoy) di triwulan II 216. Namun hal ini tidak diikuti kinerja penghimpunan Deposito yang justru menurun dari 24,49% (yoy) di triwulan II 216 menjadi 16,66% (yoy) di triwulan III 216. Sementara itu, penghimpunan Tabungandi triwulan III 216 tumbuh 14% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 14,2% (yoy). Pembiayaan perbankan syariah menurun signifikan. Total pembiayaan syariah di triwulan III 216 tercatat sebesar Rp5,67 triliun,mengalami kontraksi-1,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 2,9% (yoy). Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan III 216, FDR tercatat 146,38% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 158,23%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 3,87% di triwulan II 216 menjadi 3,78% pada triwulan III 216. Komponen Bank Perkreditan Rakyat Tabel Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II III I II III IV I II III Aset , 6,184 6,489 6,975 7,18 6,687 6,633 Bank Pemerintah ,11 1,132 1,235 1,624 1,657 1,339 1,333 Bank Swasta Nasional ,899 5,52 5,255 5,352 5,36 5,348 5,3 DPK ,187 3,287 3,411 3,853 3,517 3,63 3,872 a. Giro (38.4) (29.65) b. Tabungan ,488 1,57 1,654 1,765 1,761 1,793 1,886 c. Deposito (8.54) (8.63) ,153 1,162 1,335 1,49 1,417 1,447 1,557 Pembiayaan (1.42) 5,239 5,582 5,75 5,684 5,817 5,744 5,668 FDR (%) NPF Gross (%) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan III 216 tumbuh 19,52% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 21,89% (yoy). DPK tumbuh 24,32% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 26,92% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 33,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 27,25% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit relatif seimbang, loan to deposit ratio (LDR) tercatat relatif stabil. Pada triwulan III 216 LDR BPR tercatat 139,38%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya 139,26% , 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Rp Miliar Aset %, yoy gaset - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) 1,8 1,6 1,4 1,2 1, DPK Kredit LDR - Skala Kanan Rp Miliar % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik Perkembangan Aset BPR Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.3. Perkembangan Intermediasi BPR Perbankan per Kabupaten/Kota Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp84,67 triliun atau 68,73% dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

80 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah sebagai berikut; Kabupaten Jeneponto (35,13%; yoy), Bantaeng (34,81%; yoy), Maros (31,37%; yoy), Luwu Utara (3,2%; yoy), dan Takalar (18,76%; yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar yang tercatat 7,91% (yoy). Aset Per Kabupaten/Kota 215 Tabel Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota Pertumbuhan (%, yoy) 216 I II III IV I II III I II III IV I II III Makassar ,849 75,845 78,467 84,43 86,283 84,682 84,672 Pinrang 1.9 (4.2) ,44 1,35 1,59 1,42 1,582 1,694 1,678 Gowa ,457 1,63 1,736 1,73 1,881 1,947 1,993 Wajo ,925 1,992 2,215 2,171 2,15 2,168 2,275 Bone (8.23) (2.22) (.45) (5.15) 2,573 2,693 2,81 2,518 2,516 2,68 2,665 Tana Toraja ,138 1,218 1,328 1,45 1,416 1,492 1,561 Maros ,226 1,213 1,268 1,343 1,42 1,585 1,666 Luwu Sinjai ,121 1,149 1,265 1,181 1,34 1,44 1,445 Bulukumba ,495 1,59 1,648 1,762 1,674 1,916 1,944 Bantaeng Jeneponto ,21 1,75 1,265 1,3 Selayar Takalar ,16 1,231 1,338 1,31 1,299 1,58 1,589 Barru Sidrap ,199 1,243 1,4 1,276 1,277 1,414 1,471 Pangkep ,111 1,62 1,144 1,16 1,31 1,26 1,29 Soppeng ,64 1,189 1,142 1,124 1,244 1,32 Enrekkang ,112 1,8 1,49 1,184 1,14 Luwu Timur (5.18) (17.62) (1.44) (2.93) Luwu Utara ,284 1,425 1,513 1,628 1,683 1,944 1,967 Parepare ,697 4,938 5,114 4,949 5,36 5,62 5,537 Palopo (.17) ,58 3,581 3,697 3,516 3,574 4,6 3,999 Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan III 216. Kredit di Kab. Luwu tumbuh 43,54% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 47,8% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp67,68 triliun atau 65,86% dari total kredit di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih berada di Kota Makassar. Di triwulan III 216 ini kredit di Makassar tumbuh 1,83% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,34% (yoy). Tabel Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota Nominal (Rp Miliar) KREDIT - Rp Juta gkredit - % (YOY) Kabupaten/Kota I II III IV I II III I II III IV I II III Makassar 58,449,372 59,77,786 61,7,966 65,937,699 65,931,747 67,746,4 67,683, % 1.58% 11.84% 15.27% 12.8% 13.34% 1.83% Pinrang 1,21,324 1,257,828 1,37,321 1,356,638 1,428,524 1,563,589 1,621, % -.5% 1.59% 7.38% 18.3% 24.31% 24.2% Gowa 1,29,86 1,356,996 1,422,694 1,497,291 1,618,59 1,764,413 1,854, % 7.9% 9.79% 15.82% 25.46% 3.2% 3.32% Wajo 1,71,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 1,767,148 1,958,731 2,68, % 2.98% 3.33%.9% 3.3% 11.39% 17.44% Bone 2,126,68 2,25,792 2,258,128 2,83,175 2,182,117 2,43,71 2,421, % 9.23% 1.54%.41% 2.61% 8.97% 7.24% Tana Toraja 93,61 928, ,726 1,,293 1,6,369 1,186,377 1,243, % 3.81% 5.% 9.7% 17.35% 27.8% 3.89% Maros 1,82,675 1,137,342 1,215,2 1,288,852 1,359,159 1,542,881 1,632, % 12.65% 16.61% 21.27% 25.54% 35.66% 34.36% Luwu 234, , ,663 27, , ,22 378, % 15.22% 18.13% 17.78% 16.52% 47.8% 43.54% Sinjai 1,36,999 1,66,222 1,97,84 1,146,97 1,215,72 1,353,97 1,395, % 22.24% 24.26% 27.37% 17.23% 26.91% 27.12% Bulukumba 1,172,11 1,222,741 1,291,757 1,361,63 1,437,917 1,653,54 1,78, % 6.98% 12.62% 16.69% 22.68% 35.19% 32.28% Bantaeng 559,17 582, , ,9 675, , , % 11.83% 15.9% 19.22% 2.84% 36.72% 37.19% Jeneponto 859, , , ,32 1,49,571 1,21,439 1,261, % 12.16% 12.76% 16.36% 22.6% 35.45% 36.17% Selayar 291,13 35, , ,54 343, ,655 46, % 16.89% 16.8% 14.7% 17.95% 26.26% 28.3% Takalar 1,114,386 1,148,274 1,23,61 1,283,22 1,255,9 1,451,639 1,54, % 9.11% 11.91% 16.65% 12.63% 26.42% 28.1% Barru 657, ,217 73, , , , ,15 1.7% 1.6% 11.19% 14.5% 18.59% 29.36% 3.86% Sidrap 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 1,219,971 1,339,7 1,46, % 18.71% 18.78% 3.93% 7.45% 11.8% 12.64% Pangkep 969, ,688 1,1,11 1,14,397 1,123,66 1,239,975 1,271, % 1.55% 4.4% 4.24% 15.94% 26.5% 25.9% Soppeng 77, ,96 775, ,1 872, ,558 1,2, % 14.2% 17.5% 21.75% 23.29% 33.66% 31.63% Enrekkang 632, , ,58 721,7 747,9 87, , % 9.17% 1.6% 15.41% 18.18% 24.65% 26.83% Luwu Timur 52,79 551, , , ,716 74, , % 24.35% 21.35% 17.67% 14.93% 27.72% 28.5% Luwu Utara 1,239,634 1,36,437 1,456,4 1,529,152 1,626,984 1,835,941 1,925, % 21.34% 24.38% 26.79% 31.25% 34.95% 32.2% Parepare 4,42,933 4,556,238 4,695,131 4,67,896 4,694,476 5,17,774 5,158, % 8.58% 1.63% 6.71% 6.19% 12.11% 9.88% Palopo 2,978,33 2,967,569 3,81,776 2,898,975 3,48,644 3,338,675 3,429, % 7.7% 9.23% -.73% 2.36% 12.51% 11.29% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan III 216. DPK di Kab. Takallar tumbuh 83,45% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 14,3% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa, DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp53,67 triliun atau 65,44% dari total DPK di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasu pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Makassar. Di triwulan III 216 ini DPK di Makassar tumbuh 16,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 2,95% (yoy). 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

81 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,51%) dan Palopo (3,46%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking. Tabel 4.2. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota DPK - Rp Juta gdpk - % (YOY) Kabupaten/Kota I II III IV I II III I II III IV I II III Makassar 42,932,358 43,96,451 45,891,183 52,965,328 51,28,442 53,15,971 53,673, % 9.21% 8.19% 19.39% 19.28% 2.95% 16.96% Pinrang 811, ,61 942,38 1,7,942 1,225,84 1,342,557 1,273, % 6.42% 8.28% 15.89% 51.% 57.46% 35.17% Gowa 1,177,269 1,297,74 1,372,836 1,59,299 1,568,661 1,574,67 1,577, % 9.54% 13.51% 28.77% 33.25% 21.34% 14.92% Wajo 1,747,744 1,879,97 2,66,62 2,33,112 1,975,85 2,33,12 2,132, % 9.74% 16.92% 16.88% 13.5% 8.15% 3.23% Bone 2,152,597 2,282,34 2,357,929 2,111,519 2,277,691 2,322,173 2,253, % 1.7% 8.89% -3.32% 5.81% 1.76% -4.45% Tana Toraja 1,75,74 1,146,823 1,213,516 1,259,943 1,275,19 1,416,992 1,441,35 1.8% 12.51% 41.23% 21.54% 18.54% 23.56% 18.77% Maros 1,83,324 1,3,166 1,68, ,843 1,1,462 1,158,91 1,13, % 3.28% 39.76% 36.24% 1.58% 15.53% 5.75% Luwu 241, , , ,28 347,474 42, , % 36.2% 13.28% 83.79% 44.5% 29.52% 28.82% Sinjai 655, ,535 1,41, ,721 1,116,18 1,116,57 1,113, % 16.7% % 7.36% 7.15% 22.22% 6.88% Bulukumba 1,355,98 1,379,75 1,399,517 1,386,44 1,464,564 1,58,257 1,442, % 9.47% 7.75% 1.21% 8.1% 9.31% 3.7% Bantaeng 49, , 55, ,76 541, , , % 9.57% 35.2% 18.57% 32.1% 2.93% 6.29% Jeneponto 54,163 64,97 67,17 537, , ,97 7, % 24.15% 31.77% 29.69% 26.62% 26.95% 4.54% Selayar 495, ,31 53, , ,79 559,33 549, % 5.82% 9.48% 6.74% 1.85% 9.12% 3.52% Takalar 386, ,499 44, , , ,39 88, % 11.87% 16.91% 55.59% 86.72% 14.3% 83.45% Barru 67,79 696,718 81, ,26 878, ,832 88, % 18.21% 27.42% 24.83% 31.3% 28.% 8.59% Sidrap 917, ,559 1,113, ,149 1,32,992 1,67,537 1,126, % 2.15% 35.16% 16.2% 12.56% 15.22% 1.15% Pangkep 1,1, ,21 1,9,42 93,694 1,144,485 1,52,21 1,47, % 32.1% 36.72% 1.3% 14.24% 11.2% 3.75% Soppeng 89,97 1,4,41 1,17,31 1,41,695 1,95,568 1,192,839 1,243, % 32.81% 33.69% 38.9% 22.97% 18.76% 12.31% Enrekkang 84, ,73 1,48, , ,369 1,14,828 1,73, % 3.36% 3.85% 21.1% 18.92% 36.51% 2.44% Luwu Timur 855,22 954, , ,57 71, ,21 692, % 26.56% 4.67% % % % % Luwu Utara 1,17,692 1,16,131 1,162,34 1,179,794 1,243,318 1,35,2 1,286, % 3.87% 27.74% 28.46% 22.17% 12.49% 1.75% Parepare 2,613,764 2,813,141 2,99,4 2,766,35 2,53,176 3,23,367 2,877, % 17.17% 14.76% 7.25% -4.23% 7.47% -1.1% Palopo 2,582,6 2,597,787 2,68,471 2,755,86 2,731,479 2,918,164 2,838, % 12.78% 9.34% 11.38% 5.79% 12.33% 5.89% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 1%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 1%. Terdapat 18 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 1% yaitu Takalar, Jeneponto, Parepare, Bantaeng, Luwu Utara, Maros, Pinrang, Makassar, Sinjai, Sidrap, Pangkep, Palopo, Bulukumba, Gowa, Luwu, Bone, Luwu Timur, dan Barru. Untuk perbankan yang berlokasi di 18 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 1%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan. Tabel Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota NPL - % LDR - % Kabupaten/Kota I II III IV I II III I II III IV I II III Makassar 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 4.2% 3.88% 3.92% % % 133.8% % % % 126.1% Pinrang 1.79% 1.49% 1.2%.86%.91%.74%.84% 149.9% % % % % % % Gowa 3.54% 2.89% 1.78%.84%.99%.69%.87% 19.58% 14.57% 13.63% 99.2% 13.18% 112.5% % Wajo 4.35% 5.63% 5.8% 2.32% 2.3% 1.95% 1.88% 97.88% 93.54% 85.24% 84.83% 89.44% 96.34% 96.98% Bone 3.6% 3.12% 3.14% 3.79% 4.28% 3.73% 2.34% 98.8% 96.66% 95.77% 98.66% 95.8% 13.51% 17.48% Tana Toraja.93% 1.6%.73%.48%.61%.58%.46% 84.% 8.94% 78.26% 79.39% 83.15% 83.73% 86.25% Maros.81%.7%.56%.46%.57%.49%.43% 99.94% % 113.7% % % % % Luwu.22%.26%.3%.33%.37%.22%.16% 97.39% 76.49% 14.47% 117.% 78.78% 86.86% % Sinjai 2.17% 2.8% 1.72% 1.16% 1.32% 1.21% 1.4% 158.9% % 15.4% % 18.92% % % Bulukumba 1.96% 2.15% 2.7% 1.61% 1.58% 1.29% 1.26% 86.44% 88.62% 92.3% 98.21% 98.18% 19.6% % Bantaeng 1.26%.94%.7%.57%.85%.92%.65% % % 122.3% % % % 157.5% Jeneponto 2.7% 2.37% 1.64% 1.32% 1.3% 1.%.85% 17.56% % % % % % 18.13% Selayar.53%.39%.26%.17%.36%.31%.37% 58.77% 59.62% 59.75% 7.4% 62.54% 68.99% 73.9% Takalar 3.42% 2.99% 2.22% 1.3% 1.25% 1.%.56% % % % 187.9% % % 19.6% Barru 1.41% 1.32%.96%.61%.63%.61%.48% 98.3% 97.6% 86.81% 99.6% 88.72% 98.9% 14.61% Sidrap 1.84% 2.13% 2.22%.76%.84%.65%.57% % % % 12.6% 118.1% % % Pangkep 1.67% 1.5% 1.23%.86%.71%.65%.85% 96.74% 13.96% 1.7% 18.99% 98.18% % % Soppeng.86% 1.%.71%.51%.54%.39%.52% 79.46% 73.49% 7.4% 79.3% 79.67% 82.71% 82.9% Enrekkang 1.1% 1.25% 1.12%.72%.76%.77%.76% 75.31% 77.49% 64.7% 78.33% 74.84% 7.75% 79.33% Luwu Timur 1.58% 1.8% 1.9%.91%.96%.78%.9% 6.81% 57.84% 67.27% 99.45% 85.17% 83.43% 14.84% Luwu Utara 1.19% 1.%.89%.68%.68%.53%.39% % % % % 13.86% 14.68% % Parepare 4.64% 4.3% 4.1% 2.64% 2.37% 2.88% 2.83% % % 161.4% % % % % Palopo 4.6% 3.1% 3.1% 1.7% 1.79% 1.19% 1.12% % % % 15.22% % % 12.84% 4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan III 216 tercatat sebesar Rp31,43 triliun, tumbuh 15,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,62% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 29,%. Dari nilai tersebut, sekitar 71,64% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,%). Pada triwulan III 216 NPL UMKM sebesar 4,7%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,14%. Secara Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

82 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM sektor ekonomi, UMKM pada sektor konstruksi danjasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman % NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Total Kredit Non- UMKM 71,% Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 29,% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik Pangsa Kredit UMKM Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan II 216 rasio tersebut tercatat 157,7%. Rasio yang lebih besar dari 1% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada. Investasi 28,36% Modal Kerja 71,64% % Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb % % * Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

83 5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan transaksi keuangan nontunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp1 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi netinflow sebesar Rp3,98 triliun. Hal ini terjadi diperkirakan karena terdapat libur panjang sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

84 BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Transaksi nontunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan III 216 tercatat sebanyak 328 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp15,6 triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan III 216 masih tumbuh positif 37,32% (yoy), meski lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 84,2% (yoy). Melambatnya perputaran transaksi pembayaran melalui SKNBI di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang tumbuh mencapai 41,97% (yoy) atau Rp,26 triliun per hari pada triwulan III 216. Melambatnya transaksi kliring diperkirakan terjadi akibat seluruh transaksi dikeluarkan pada saat sebelum Hari Raya yang jatuh pada awal bulan Juli, serta jumlah hari kerja yang terhitung lebih rendah dibandingkan triwulan lainnya. Meskipun demikian, transaksi SKNBI lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya di triwulan yang sama. Hal ini diperkirakan karena terdapat implementasi ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp1 juta 16 dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan peningkatan pada triwulan III 216 menjadi 3,2% dari triwulan sebelumnya 2,78%. Sumber: Bank Indonesia, diolah Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) *) Data hingga bulan Oktober Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 216 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp6,5 triliun,meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,34 triliun atau secara triwulanan tumbuh tinggi 35,3% (Grafik 5.1.). Di sisi lain, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp4,98 triliun pada triwulan II 216 menjadi Rp2,52 triliun pada triwulan III 216, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp3,98 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3). Net inflow diperkirakan terjadi karena terdapat libur/cuti bersama pada periode awal laporan sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Saat ini terdapat 2 (dua) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kota Parepare dengan plafon mencapai Rp15 miliar dan Kota Palopo yang mencapai plafon Rp2 miliar. Pada tahun anggaran 216 ini Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bulukumba yang akan mulai beroperasi pada November 216. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal layak edar kepada masyarakat di Sulsel. 16 Surat Edaran BI No. 17/35/DPSP tanggal 13 November 215 perihal Batas Nilai Nominal Transfer Dana Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, terhitung sejak tanggal 1 Juli 216 batas nilai nominal transfer dana untuk Sistem BI-RTGS akan diubah dari semula Rp.5..,- (lima ratus juta rupiah) ke atas per instruksi menjadi di atas Rp1.., (seratus juta rupiah) per instruksi. 78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

85 BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH Rp Triliun Inflow ginflow - Skala Kanan %, yoy Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy (2) (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV** (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV** (6) * * *) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 216 *) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow (1.) (2.) Rp Triliun I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV** * *) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 215 Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor, yang telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasional 9. s.d. 13. WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitukabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara. Dalam rangka mendukung clean money policy, kegiatan remise dan pemusnahan uang ditingkatkan. Selama periode triwulan III 216, telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat masing-masing sebanyak 1-2 kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan III 216 tercatat sebesar Rp1,29 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp2,69 triliun (Grafik 5.4) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan III 216 tercatat sebanyak 487 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan III 216 adalah pecahan Rp1. (48,5%), diikuti Rp5. (49,8%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 2,87% (Grafik 5.6). Sebagai upaya mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

86 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV** I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV** Lembar BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH Rp Triliun Nominal UTLE gutle - Skala Kanan %, yoy 2, 1,6 1,2 8 4 (4) Temuan Uang Palsu Y.O.Y. 2% 16% 12% 8% 4% % -4% -8% -12% * * *) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 216 *) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu 3% Pecahan 1. 49% 48% Pecahan 5. Pecahan Lainnya *) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

87 BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH Boks 5.A Gerakan Peduli Koin di Sulawesi Selatan Tingkat pengembalian (inflow) uang koin dari masyarakat ke Bank Indonesia relatif rendah. Dalam sepuluh tahun terakhir secara nasional, Bank Indonesia telah mengeluarkan uang logam/ koin sekitar Rp6 triliun, namun yang kembali ke BI hanya Rp9 miliar atau 16%, bahkan dengan tren yang semakin menurun. Sementara itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan (KPw BI Sulsel) telah mengedarkan uang koin mencapai Rp15 miliar selama tahun 215, namun yang kembali ke BI hanya Rp46 juta atau,3%. Sementara pada tahun 216 (s.d. Juli), KPw BI Sulsel telah mengedarkan uang koin sebesar Rp11 miliar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun yang kembali ke BI hanya Rp7 juta (,6%). Sebagai bank sentral, uang koin yang kembali ke Bank Indonesia akan diedarkan kembali sehingga bermanfaat bagi aktivitas ekonomi. Fenomena berkurangnya tingkat inflow uang koin ke Bank Indonesia bisa karena berbagai alasan, karena desainnya yang menarik dan tidak mudah rusak/lusuh, sehingga daya edar uang koin menjadi semakin panjang. Kondisi ini menjadi perhatian Bank Indonesia, sehingga menyelenggarakan kegiatan Gerakan Peduli Koin Nasional di berbagai provinsi di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam penggunaan uang koin sebagai alat pembayaran yang sah dan meningkatkan efektivitas uang koin yang mempunyai nilai sama dengan uang kertas sebagai alat tukar dalam bertransaksi. Dalam kegiatan ini juga dihimbau kepada para pedagang/peritel untuk memiliki budaya yang sama dan bertanggung jawab dalam memberikan hak konsumen berupa pengembalian dalam bentuk uang, bukan bentuk lainnya saat bertransaksi. Untuk menyukseskan Gerakan Peduli Koin tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel bekerjasama dengan perbankan untuk dalam melayani masyarakat yang akan menukarkan uang koin. Gerakan Peduli Koin di Sulsel dilaksanakan di Anjungan Pantai Losari Makassar pada hari Minggu, 4 September 216. Acara ini terbuka bagi seluruh masyarakat di Sulsel,sehingga masyarakat yang masih memiliki uang koin yang tercecer, dibiarkan, atau mungkin tidak lagi dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi,dapat menukarkan uang koinnya di stand Bank Indonesia. Uang koin yang terkumpul akan disortir oleh Bank Indonesia, sehingga yang masih layak edar dapat dimanfaatkan kembali untuk aktivitas ekonomi. Gambar 5.A.1 Gerakan Peduli Koin oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

88 BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

89 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 216 tercatat 4,8% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,95%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 216 secara tahunan masih cukup baik meskipun menurun bila dibandingkan triwulan III 215. Namun jumlah penduduk miskin di Sulsel padamaret 216sedikit mengalami peningkatandibandingkanmaret 215 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,4%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional (1,86%). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

90 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel menurun. Per Agustus TPT mencapai 4,8% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,95%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 22,63 ribu orang per Agustus 215 menjadi 186,29 ribu orang per Agustus 216. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja meningkat cukup signifikan sebanyak 174,87 ribu orang atau naik 4,72% dibandingkan periode yang sama tahun 215. Meningkatnya angkatan kerja pada bulan Agustus diperkirakan terjadi karena tahun ajaran baru terjadi pada pertengahan tahun atau sekitar bulan Juli- Agustus. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus Angkatan Kerja 3,76,128 3,881,3 a. Bekerja 3,485,492 3,694,712 b. Pengangguran 22, ,291 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 6.94% 62.92% Tingkat Pengangguran Terbuka 5.95% 4.8% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Agustus 216, sektor pertanian menyerap 38,83% dari total tenaga kerja atau 1,47 juta orang. Angka ini tumbuh positif,93% dibandingkan periode yang sama 215. Peningkatan ini disebabkan adanya pergeseran waktu panen yang terjadi pada triwulan III 216 sehingga kebutuhan pekerja musim panen meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 22,78%; 11,86%; 2,86%, dan 8,9%. Meskipun demikian, kondisi ini tidak tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa pada periode ini terdapat penurunan indeks ketersediaan lapangan kerja. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) meningkat menjadi 126,5 pada triwulan III 216 dari sebelumnya 124,67. Meningkatnya Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) tersebut sejalan dengan Indeks yang Diterima Petani yang meningkat pada masa panen. KEGIATAN UTAMA Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 215 Agustus 216 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,454, % -1.36% 1,468, 39.73%.93% Industri 23, % 14.1% 283, 7.66% 22.78% Perdagangan 688, % 2.17% 77, 2.84% 11.86% Jasa 616, % % 634, 17.16% 2.86% Lainnya 495, % 4.85% 54, 14.61% 8.9% Total 3,485,492 1.% 1.19% 3,695, 1.% 6.1% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 6,94% pada Agustus 215 menjadi 62,92% pada Agustus 216. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Meski demikian, menurut informasi anekdotal, penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan. Pada Agustus 216 tercatat sebanyak 3,69 juta orang, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 3,48 juta orang. 17 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November) 84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

91 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indeks 15 Ketersediaan lapangan kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan 4 Indeks 16 Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Survei Konsumen, BI Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: Survei Konsumen, BI Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 6.2 Penduduk Miskin 18 Jumlah penduduk miskin di Sulsel sedikit meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Maret jumlah penduduk miskin mencapai 87 ribu orang atau 9,4% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti naik 1,17% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 797 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat 1,85% (yoy) menjadi 149 ribu orang, sementara yang berada di pedesaan meningkat 1,1% (yoy) menjadi 658 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut mencapai 81,52% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,48% berada di perkotaan. ribu orang 1 1.3% 1.3% 1.3% 1.3% % % % % % 9.4% Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar % 1.2% 1.% 9.8% 9.6% 9.4% 9.2% 9.% 8.8% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 216 Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa. Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 216 yang semakin menurun (5,38%;yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu (7,45%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju kemiskinan tidak meningkat tajam. Namun meski sudah menurun, inflasi di Sulsel masih tergolong tinggi. Hal ini terutama dikarenakan adanya tekanan harga terutama pada kelompok bahan pangan. Tekanan harga muncul dikarenakan terjadi excess demand akibat berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras, yang dikarenakan mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino. Secara umum excess demand tidak hanya terjadi di Sulsel namun juga terjadi di hampir seluruh provinsi. 18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari) 19 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

92 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan % yoy % yoy Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 R 2 Kemiskinan - Andil Beras: 71,2% Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini mencapai,71. Hal demikian menunjukkan bahwa perkembangan harga beras memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan kemiskinan 2. Oleh karena itu, jika inflasi semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya Pengendalian inflasi perlu ditingkatkan dalam menekan tingkat kemiskinan. Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Kota 24, , , ,14 281, % 11.25% 7.44% 8.61% 8.36% 5.7% Desa 211, ,19 24, , , % 16.16% 9.78% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan kedua terendah (9,4%) setelah Sulawesi Utara (8,34%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,73% terdapat di Provinsi Gorontalo. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi Mar-15 Sep-15 Mar-16 Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gorontalo Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 214, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, kemudian diikuti Kab. Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,1%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% yang kemudian diikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). 2 Berdasarkan riset dari Talukdar (212), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University. 86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

93 Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan Sumber: BPS, diolah BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.3 Rasio Gini 21 Gini ratio Provinsi Sulsel meningkat. Nilai gini ratio Sulsel tahun 216 sebesar,43meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai,42. Dilihat secara tren selama 3 tahun terakhir, angka ini juga cenderung meningkat. Bila dibandingkan dengan gini ratio nasional, selama 3 tahun terakhir nilai gini ratio Sulsel selalu lebih tinggi. Meski demikian, pada tahun 211 dan 212 gini ratio Sulsel bernilai sama dengan nasional yakni,41. Dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 216 merupakan yang tertinggi, disamping Gorontalo yang berada diperingkat kedua tertinggi di Sulawesi. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (,36) terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Nilai gini ratio yang masih tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi, agar kedepan strategi pembangunan ekonomi diarahkan yang lebih inklusif, agar tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat dapat diturunkan. Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi Provinsi * 215* 216** Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Indonesia *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS 6.4 Nilai Tukar Petani 22 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 216 meningkat. Rata-rata NTP Sulsel yang dalam hal ini mencerminkan indikator kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian pada triwulan III 216 meningkat menjadi sebesar 14,9, dibandingkan triwulan sebelumnya 14,3. Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat dari 127,98 pada triwulan II 216 menjadi pada triwulan laporan (Grafik 6.8). Peningkatan indeks tersebut diperkirakan karena terdapat panen 21 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

94 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN komoditas pertanian (khususnya padi) pada bulan Agustus dan September 23. Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani hanya mengalami peningkatan meskipun lebih kecil bila dibandingkan dengan Indeks yang Diterima Petani dari 123,2 pada triwulan II 216 menjadi 124,7 pada triwulan III 216 (Grafik 6.7) Indeks Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Indeks Indeks yang Dibayar Petani yoy g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode korelasi kedua variabel tersebut mencapai -,38, sementara pada periode mencapai -,55. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, begitu sebaliknya. Dari grafik juga dapat dilihat, bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 216 dan Agustus 216 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari 216 September 216 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 216 terlihat menyempit. Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 213 dan November 214, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat Indeks Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani yoy 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% 1% yoy r = -,38 r = -,55 8% 6% 4% 2% % -2% -4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Inflasi Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Secara spasial NTP Sulsel di triwulan III 216 menduduki peringkat ke-7 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ke-8 secara Nasional. 23 Sumber: informasi anekdotal 88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

95 Tabel 6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Provinsi TW1 215-TW2 215-TW3 215-TW4 216-TW1 216-TW2 216-TW3 Sulawesi Barat Bali Nusa Tenggara Barat Gorontalo DI Yogyakarta Jawa Timur Sulawesi Selatan Jawa Barat Lampung Maluku Utara Maluku Nusa Tenggara Timur Kepulauan Bangka Belitung DKI Jakarta Banten Papua Barat Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sumatera Utara Jambi Kalimantan Timur Riau Kalimantan Tengah Kepulauan Riau Sumatera Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Papua Aceh Kalimantan Barat Sumatera Selatan Bengkulu Nasional *) Data hingga bulan Oktober 216 Sumber: BPS, diolah 216- TW4* Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

96 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Boks 6.A BI Corner sebagai Wujud Kepedulian Bank Indonesia untuk Kualitas Sumber Daya Manusia yang Lebih Baik Bank Indonesia menyadari upaya pencapaian visi untuk menjadi lembaga bank sentral perlu diikuti dengan kepedulian terhadap dunia pendidikan. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan BI lebih dirasakan oleh korporasi dan perbankan, namun kurang menyentuh aspek kehidupan masyarakat, terutama dunia pendidikan. Meskipun pada kenyataannya perangkat yang digunakan dalam perumusan kebijakan seperti survei, forum diskusi dan penelitian maupun dampak kebijakan yang dikeluarkan khususnya di bidang sistem pembayaran, hampir seluruhnya berkaitan dengan kajian yang lekat dengan tridarma perguruan tinggi. Gambar 6.A.1Peresmian BI Corner dan Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah Parepare Dengan meningkatkan minat membaca dan meneliti, diyakini dapat mendorong perbaikan kualitas lulusan perguruan tinggi. Dasar pemikiran tersebutlah yang mendorong BI berinisiatif untuk memperkuat edukasi masyarakat di bidang ekonomi melalui penyediaan sarana Pojok Baca atau yang disebut dengan BI Corner. Penyediaan sarana BI Corner ini merupakan bagian dari tema unggulan PSBI Tematik yang bertajuk Indonesia Cerdas. Pada tahun 216, BI Corner di Sulawesi Selatan telah hadir di tiga tempat.bi Cornerpaling awal diresmikan pada tahun 216 berlokasi di Universitas Negeri Makassar, sementara di penghujung tahun 216 bertambah lagidi Universitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. BI Corner di Universitas Muhammadiyah Parepare diresmikan pada tanggal 21 September 216, sedangkan BI Corner di UIN Alauddin diresmikan pada tanggal 15 November 216. Dalam jangka panjang BI Corner akan hadir di setiap jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga universitas, bahkan di perpustakaan milik Pemerintah Daerah dan sarana publik lainnya. Selain untuk mahasiswa/dosen dari ketiga universitas tersebut,fasilitas BI Corner juga dapat diakses masyarakat umum. Masyarakat umum maupun mahasiswa diluar ketiga universitas tersebut dapat menikmati fasilitas BI Corner dimaksud. Melalui BI Corner, masyarakat diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, juga sebagai sarana sosialisasi bagi BI agar masyarakat semakin mengenal tugas dan peran BI dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak maupun visual. Peresmian BI Corner baik di Universitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dirangkai dengan kegiatan Edukasi Kebanksentralan dan kuliah umum. Kuliah umum mengambil tema perkembangan ekonomi terkini dan prospek kedepan. Dengan kegiatan tersebut diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal peran dan tugas bank sentral dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui tiga pilar utama nya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran serta stabilitas sistem keuangan. Selain itu dengan kegiatan kuliah umum yang disampaikan langsung oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel, Wiwiek Sisto Widayat, dosen dan mahasiswa diharapkan dapat lebih ter-update terhadap kondisi perekonomian baik global, nasional maupun Sulawesi Selatan serta prospeknya ke depan. 9 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

97 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Gambar 6.A.2 Peresmian BI Corner di Universitas Islam Negeri Alauddin Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

98 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN 92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

99 7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan I 217 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy). Sementara secara keseluruhan 217 akan tumbuh di kisaran 7,2%-7,6% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 216 yang tumbuh 7,%-7,4% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan perbaikan aktivitas ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa Keuangan, dan Real Estate. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah, sementara dari global risiko perkembangan sosial politik. Tekanan harga di triwulan I 217 dan 217 diperkirakan dalam kisaran inflasi nasional 4,%±1,%, didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

100 214 Q1 214 Q2 214 Q3 214 Q4 215 Q1 215 Q2 215 Q3 215 Q4 216 Q1 216 Q2 216 Q3 216 Q4 217 Q1 217 Q2 217 Q3 217 Q4 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada triwulan I 217 dan 217 diperkirakan tumbuh sedikit membaik. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 217, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,1%-7,5% (yoy). Pada tahun 217, pertumbuhan ekonomi Sulsel diprakirakan juga akan kembali meningkat dalam kisaran 7,2%-7,6% (yoy). Dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional (nikel dan coklat) dan perbaikan ekonomi negara mitra dagang (Kawasan Eropa dan Jepang). Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah, sementara dari global risiko perkembangan sosial politik. 9, 8,5 %, yoy 8, 7,5 7, 6,5 6, 5,5 5, 4,5 4, 214: 7,54% 215: 7,15% 216: 7,% - 7,4% 217: 7,2% - 7,6% Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Perekonomian Sulsel pada triwulan I 217 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, masih akan kuat dengan adanya peningkatan upah minimum regional. Demikian pula aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan perbaikan harga internasional nikel dan coklat. Di sisi lain, investasi diperkirakan melambat karena belum ada tambahan pembangunan infrastruktur baru dan adanya pemotongan belanja pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan I 217 diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa Keuangan, dan Real Estate Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 217 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dalam kisaran 7,%-7,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama masih bersumber dari permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, serta perbaikan ekspor luar negeri dan net ekspor antardaerah. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 6,1%-6,5% yang didukung kenaikan upah minimum provinsi. Kegiatan investasi (PMTB) diperkirakan tumbuh melambat 6,7%-7,1% seiring dengan belum adanya tambahan proyek infrastruktur baru dan penyaluran belanja modal yang masih rendah. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan meningkat, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang dan harga komoditas ekspor unggulan yang mulai rebound. Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 217 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 14,5, yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 11,88. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 19,21. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan kecenderungan stabilnya inflasi. Konsumsi pemerintah diperkirakan terdeselerasi dengan tingkat pertumbuhan dalam kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Pada tahun 217 diperkirakan transfer pemerintah pusat mengalami penurunan nilai, sementara APBD Provinsi/Kabupaten/Kota diperkirakan penyerapannya relatif belum optimal. Berdasarkan pola historisnya, realisasi belanja pemerintah pada triwulan I 217 diperkirakan baru mencapai 12,%, sebagaimana pola yang terjadi di awal tahun-tahun sebelumnya. 94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

101 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Sumber : BPS 3, 2,5 2, Rp ribu ,8 2, 2,25 %, yoy 2, I II III IV I II III IV I II III IVp Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT Rencana pembelian barang durable 1,5 1, 5-1,44 1,1 1, UMP Kenaikan UMP Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Informasi Anekdot dan BPS, diolah Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Upah Minimum Regional 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 14.6% 12.7% 12.6% 11.4% 31.1% 55.6% 95.2% 2.5% 7.2% 28.3% -3.2% 8.3% 25.6% 52.7% 86.% 19.7% 11.9% 43.9% 25.8% 35.4% 57.2% 9.% 95.% 11.1% 6.% 12.% I II III IV I II III IV I II III IVP IP Persentase Realisasi Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan 5% 4% 3% 2% 1% % -1% Sumber: Kanwil DJPB Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah Komponen investasi Sulsel pada triwulan I 217 melambat dan diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan keseluruhan 217. Selama tahun 217, akan dilakukan pembangunan dan pemeliharaan jalan baru di Palopo-Wotu, Bone-Makassar-Takalar, Selayar, Maros-Parepare, Sidrap-Luwu, dan Enrekang. Sementara itu, akan ada juga penambahanbeberapa proyek multi years yang masih terus berlangsung selama 217 antara lain: 1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung , yang membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 1 %, antara lain jalan menuju proyek, dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai. 2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk pengerjaan tahap pertama. 3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung , pada tahun 216 membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 1 Km dan pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. 4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang berlangsung membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah dilakukan pada Maret Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa mobilisasi, tenaga, alat, material on site. 6. Bendungan Karalloe yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp5 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp8 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp4 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 9. Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap negosiasi dengan masyarakat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

102 I II III IV I II III IV I II III IV II I III 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV II I III 216-p 217-p BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kinerja ekspor dan impor diprakirakan terdapat sedikit perbaikan. Permintaan dari negara mitra dagang terkoreksi membaik, terutama Kawasan Eropa, Jepang, dan Kawasan ASEAN. Harga beberapa komoditas diprediksikan juga mulai meningkat seperti nikel, coklat, dan kopi. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk itu, ada beberapa negara tujuan ekspor Sulsel yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan ekspor luar negeri (boks 7A). Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Jul -16 Jul p 217p p 217p Amerika Serikat 2,4 2,2 2,5 2,6 1,6 2,2 Kawasan Eropa 1,7 1,6 1,4 2, 1,7 1,5 Kawasan Asia 6,6 6,4 6,3 6,6 6,5 6,3 Tiongkok 6,9 6,6 6,2 6,9 6,6 6,2 Jepang,5,3,1,5,5,6 Kawasan ASEAN* 4,8 4,8 5,1 4,8 4,8 5,1 Output Dunia 3,1 3,1 3,4 3,2 3,1 3,4 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 217 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang sebenarnya telah mulai membaik pada triwulan III , yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 217 diperkirakan tumbuh 8,88% (yoy), dimana pada Oktober 216 harga nikel tumbuh,55% (yoy) atau berada pada kisaran 1.25,88 USD/metrik ton. Membaiknya harga nikel, diperkirakan karena mulai membaiknya ekonomi Jepang pada 217 yang diprediksikan tumbuh sedikit membaik menjadi,6% dari perkiraan sebelumnya,1%. 2, 18, 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, $/mt yoy 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% $/mt yoy 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% -6% Harga Internasional Nikel g.harga Internasional Nikel - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Harga Internasional Iron Ore g.harga Internasional Iron Ore - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan membaik. Hal ini seiring dengan peningkatan produksi Lapangan Usaha Pertanian dan Industri Pengolahan. Pengiriman barang dari Sulsel umumnya berupa bahan mentah seperti beras, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang nilai tambahnya rendah, sementara produksi industri yang dikirim keluar berupa bahan pangan dan semen. Khusus untuk komoditi semen, berdasarkan hasil liaison, muncul pesaing dengan berdirinya industri semen baru di Kalimantan Selatan dan Papua Barat. Dengan demikian, perusahaan ekspedisi pun mulai merasakan kurangnya pengiriman komoditi tersebut ke Kalimantan dan Papua Prospek Sisi Lapangan Usaha Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan I 217. Lapangan usaha yang diprediksikan meningkat adalah Pertanian, Pertambangan, Penyediaan Akomodasi, Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Kesehatan. 24 Commodity Market Outlook, Oktober Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

103 I II III IV I II III IV I II III IV II I III 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV II I III 216-p 217-p BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Faktor-faktor pendorong adalah mulai beroperasinya bendungan/waduk, membaiknya harga internasional nikel, konsumsi/daya beli yang semakin baik, dan proyeksi pembiayaan/kredit yang baik. Lapangan usaha Pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 217. Diperkirakan kondisi cuaca relatif kondusif pada awal tahun, dengan curah hujan menengah (21-3 mm). Dengan pola tanam padi-padi-palawija, diperkirakan pada awal tahun 217 akan mulai terdapat panen. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk coklat dan kopi yang membaik, mendorong nilai ekspor komoditas tersebut diperkirakan cukup meningkat USD/kg yoy 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% USD/kg yoy 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% -25% -3% Harga Internasional Coklat g.harga Internasional Coklat - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Harga Internasional Kopi g.harga Internasional Kopi - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta) Desember 216 Januari 217 Februari 217 Keterangan: Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Oktober 216 mulai positif,55%(yoy) atau pada level harga 1.25,88 USD/metrik ton. Produksi nikel tahun 216 relatif rendah dibanding tahun 215, sehingga dengan insentif perbaikan harga internasional akan mendorong peningkatan produksi tahun 217. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif melambat pada triwulan I 217. Beberapa proyek pembangunan skala besar yang telah mulai berjalan, masih akan terus berlanjut di 216, meskipun tambahan proyek baru berkurang. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada dalam tren stabil sebagaimana polanya, walaupun ada risiko berkurangnya dana transfer dari APBN. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan masih tumbuh kuat pada triwulan I 217 sejalan dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat dengan naiknya upah minimum provinsi (UMP). Faktor relatif terkendalinya inflasi juga akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan pembelian barang tahan lama. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

104 Inflasi Tahunan I II III IV I II III IV I II III IV II I III 216-p 217-p BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan melambat sebagaimana polanya. Hal ini dikarenakan sesuai polanya pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah pada awal tahun diprakirakan melambat. Jika sesuai pola historis, persentase realisasi belanja pada triwulan I 217 biasanya baru terserap 12%, sehingga secara tahunan hanya tumbuh sekitar 6% (yoy). 7.2 Prospek Inflasi Inflasi di triwulan I 217 dan 217 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Harga komoditas minyak dunia diperkirakan akan terkoreksi ke atas pada tahun 217. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi Sulsel pada ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal USD/troy onz yoy 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% -25% -3% Emas g.emas - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food dan inflasi inti. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan menurun seiring kondusifnya cuaca dan musim panen tanaman bahan makanan. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sulsel juga akan meningkatkan koordinasi melalui level teknis dan kebijakan/high level meeting untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Sementara inflasi inti diperkirakan tetap terkendali seiring terkoreksinya harga emas internasional sesuai world economic outlook bulan Oktober 216. Namun terdapat juga risiko peningkatan harga emas, seiring masih munculnya risiko kondisi politik global. Tren kenaikan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered prices, akan menjadi faktor risiko peningkatan laju inflasi. 1% 9% 8% Nasional Sulsel 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Sasaran Inflasi 212: 4,5%+1 Sulsel 212: 4,41% Nasional 212: 4,3% Sasaran Inflasi 213: 4,5%+1 Sulsel 213: 6,22% Nasional 213: 8,38% Sasaran Inflasi 214: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 215: 4% + 1 Sulsel 214: 8,61% Sulsel 215: 4,48% Nasional 214: 8,36% Nasional 215: 3,35% Sasaran Inflasi : 4% + 1 % Sumber: BPS,diolah. Ket.: angka proyeksi oleh BI Grafik 7.1. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak 98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

105 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, baik di tingkat kebijakan/high level maupun teknis di Provinsi/Kabupaten/Kota, mendorongkondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Oktober 216 tercatat 3,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 215 sebesar 4,48% (yoy). Terkait dengan hal ini, pemerintah Provinsi Sulsel mentargetkan untuk mencapai tingkat inflasi pada akhir 216 dan 217 sekitar 4%. Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 21) Pertumbuhan Ekonomi P Provinsi Sulsel I II III IV Total I II III IV P Total P I P Total P Pertumbuhan Ekonomi 5,7 8, 7,6 7,2 7,1 7,4 8, 6,8 6,8-7,2 7,-7,4 7,-7,4 7,2-7,6 Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,3 5,5 5, 5,4 5,3 5,3 5,6 5,7 5,6-6, 5,4-5,8 6,1-6,5 6,3-6,7 Konsumsi LNPRT (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,7 5,6 5,5 5,8-6,2 5,3-5,7 6,1-6,5 5,9-6,3 Konsumsi Pemerintah 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 2,1 8,4 (3,5) 6,3-6,7 3,8-4,2 2,3-2,7 3,5-3,9 Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,3 6,2 1,3 11,1 8,3 9,5 1, 6,7 16,1-16,5 1,6-11, 6,7-7,1 11,-11,4 Ekspor Luar Negeri (,5) (8,) (14,5) (15,5) (1,1) (32,3) (24,8) (15,3) 2,3-2,7 (17,6)-(17,2) 5,8-6,2 5,2-5,6 Impor Luar Negeri, (3,8) 72,1 12,3 19,2 (15,7) 4,6 (46,8) 4,-4,4 (17,4)-(17,) (17,4)-17,) 1,1-1,5 Net Ekspor Antardaerah (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 28,4 58,1 65,3 (8,2)-(7,8) (18,4)-(18,) (3,7)-(3,3) 6,2-6,6 Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6,8 4,4 6,3 2,8-3,2 3,7-4,1 5,6-6, 5,7-6,1 Pertambangan dan Penggalian 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,6 5,3 1,6 2,1-2,5 2,7-3,1 5,5-5,9 5,7-6,1 Industri Pengolahan 5,8 7,5 4,4 9, 6,7 13,1 7,1 7,3 6,9-7,3 8,3-8,7 7,6-8, 7,8-8,2 Pengadaan Listrik, Gas, (6,9) (5,6) (3,3) (4,) 7,7 17,2 17,8 7,9-8,3 12,4-12,8 5,1-5,5 4,4-4,8 Pengadaan Air,6 (,3) (2,5) 3,7,3 5,5 6,8 9, 7,3-7,7 7,-7,4 4,-4,4 2,6-3, Konstruksi 7,2 5,9 9,2 1,7 8,3 9,3 9,7 6,1 8,8-9,2 8,3-8,7 6,3-6,7 8,-8,4 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi M 5,6 6,6 9,1 1,1 7,9 9,3 11,4 1,1 11,2-11,6 1,3-1,7 8,6-9, 8,2-8,6 Transportasi dan Pergudangan 4,4 7,1 1,4 5,7 6,9 12,9 9,2 8,1 9,5-9,9 9,7-11,1 5,7-6,1 6,9-7,3 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,1 4, 6, 7,7 5,7 9,6 8,1 7,3 4,2-4,6 7,1-7,5 7,5-7,9 7,2-7,6 Informasi dan Komunikasi 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 8,2 8, 7,9 7,8-8,2 7,8-8,2 7,2-7,6 7,4-7,8 Jasa Keuangan 1, 3, 9,2 7,6 7,4 9,7 17,4 12,1 8,2-8,6 11,6-12, 8,5-8,9 7,7-8,1 Real Estate 8,9 7,6 7,2 6, 7,4 7, 6,9 5,4 5,1-5,5 6,-6,4 8,-8,4 7,7-8,1 Jasa Perusahaan 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,9 7,7 8,1 8,8-9,2 8,-8,4 7,7-8,1 6,8-7,2 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan J 5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,2 1, (1,3) 6,7-7,1 6,1-6,5 4,6-5, 5,2-5,6 Jasa Pendidikan 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 7,7 9,2 8, 5,1-5,5 7,3-7,7 8,-8,4 7,5-7,9 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,4 7,8 11,3 1,5 9,3 9,6 8,4 7,5 6,7-7,1 7,8-8,2 8,-8,4 8,1-8,5 Jasa lainnya 9,4 8,2 8,2 1,2 9, 9,7 8,9 8,9 8,8-9,2 8,9-9,3 7,4-7,8 7,6-8, PDRB 5,7 8, 7,6 7,2 7,1 7,4 8, 6,8 6,8-7,2 7,-7,4 7,-7,4 7,2-7,6 Sumber: BPS,diolah. Ket.: p) Proyeksi BI 7.3 Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: a. Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi. Apabila belanja pemerintah dapat terserap setidaknya 95,% (yoy), maka akan menjadi stimulus pertumbuhan pada akhir tahun 216. b. Meningkatkan kualitas dan daya saing investasi, dengan menjaga iklim investasi dan daya saing, karena investasi Sulsel utamanya didorong oleh investasi swasta. c. Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan) kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota. Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). d. Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM. e. Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

106 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo. f. Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, sesuai dengan kuota ekspor secara nasional. Pasar Eropa, Australia dan Afrika masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan. Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut: a. Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha. c. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani. d. Meningkatkan kemudahan akses bagi petani terhadap pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak lagi tergantung kepada pemodal besar, sehingga penentuan harga produksinya lebih efisien. e. Mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dalam mencukup pasokan beberapa komoditas pangan strategis, khususnya antara daerah surplus dengan daerah defisit. f. Perlunya menyusun database surplus-defisit komoditas pangan strategis di tiap Kab/Kota, yang tidak hanya berbasis data produksi dan konsumsi, namun juga mencakup jalur distribusinya. 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November 216

107 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Boks 7.A Alternatif Diversifikasi Ekspor Komoditas Unggulan Sulsel Ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat dengan perkembangan kondisi sosial politik.pertumbuhan ekonomi global 216 masih lambat, dengan komposisi negara pendorong pertumbuhan sedikit berubah. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.eropa dan India diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Sementara di sisi harga, harga komoditas ekspor Indonesia mengalami perbaikan, seperti batubara, CPO dan beberapa barang tambang. Tabel 7.A.1 Negara Tujuan Ekspor Sulsel Beberapa negara telah menjadi tujuan ekspor tradisional Sulsel.Beberapa negara tersebut pada tahun 216 (posisi Oktober) antara lain Jepang telah mencapai USD499,15 juta, Amerika Serikat telah mencapai USD93,69 juta, Tiongkok telah mencapai USD88,95 juta, Malaysia telah mencapai USD77,29 juta, dan Vietnam telah mencapai USD22,53 juta. Pasar Eropa, Australia dan Afrika masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan.produk ikan Sulsel baru mencapai 28,51 juta USD masih relatif kecl dibanding nasional yang mencapai 987,15 juta USD. Demikian pula unutk coklat olahan yang hanya mengekspor 123,95 juta USD dibanding nasional yang mencapai 1,22 milyar USD. Sementara untuk ruput laut relatif besar mencapai 15,81 juta USD dibandingkan nasional yang 159,59 juta USD. Melihat pangsa secara nasional, pasar yang masih dapat digarap eksportir Sulsel adalah Kawasan Eropa, Afika, dan Australia. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai besarnya kuota ekspor ke masing-masing negara tujuan tersebut, sehingga ceruk yang masih kurang dapat dipenuhi oleh eksportir dari Sulsel. EUROPE 9,1% AUSTRALIA 1,7% AFRICA,5% AMERICA 15,8% AFRICA EUROPE,2% 4,3% AMERICA 9,8% AUSTRALIA,5% EUROPE 22,9% AFRICA 3,2% AMERICA 26,9% Nasional 215 (967,15 juta USD) Nasional 215 (159,59 juta USD) AUSTRALIA 6,4% Nasional 215 (1.215,87 juta USD) ASIA 72,8% ASIA 85,2% ASIA 4,6% Tujuan Ekspor Produk Ikan EUROPE 8,9% AUSTRALIA,2% AFRICA,5% AMERICA 12,7% Sulsel 215 (28,51 juta USD) Tujuan Ekspor Rumput Laut AFRICA EUROPE,3% AMERICA 4,2% 6,9% AUSTRALIA,2% Sulsel 215 (15,81 juta USD) Tujuan Ekspor Coklat Olahan EUROPE 7,6% AUSTRALIA,% AFRICA,2% Sulsel 215 (123,95 juta USD) AMERICA 25,4% ASIA 77,7% ASIA 88,5% ASIA 66,8% Grafik 7.A.1 Tujuan Ekspor Sulsel Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER - 217 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 49/08/73/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 7,62 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku KATA PENGANTAR DAFTAR ISI iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK xiv xvi DAFTAR SUPLEMEN BOKS 1. EKSPEDISI KAS KELILING PULAU TERLUAR...66 TABEL

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 No. 56/08/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,27 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci