Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan II 217 tumbuh melambat meski tetap terjaga mencapai 6,63% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,1% (yoy). Ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan II 217 tersebut tumbuh dibawah kisaran proyeksi Bank Indonesia. Pendorong perlambatan dari sisi Lapangan Usaha adalah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Di sisi perkembangan harga, laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 217 tercatat 4,49% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 217 (3,42%, yoy), terutama karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor, komunikasi dan jasa keuangan; dan bahan makanan. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 217 dan keseluruhan tahun 217 kami perkirakan sedikit meningkat, masing-masing pada 7,3%-7,7% (yoy) dan 7,5%-7,9% (yoy). Kami mengharapkan ekonomi Sulsel akan didukung dengan peningkatan harga komoditas andalan ekspor, beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan produksi bahan baku industri pangan. Di sisi lain, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan terjaga sehingga pada triwulan II 217 dan keseluruhan 217 berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada 217 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya dan pengendalian harga/tarif yang dikelola oleh Pemerintah daerah. Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, 22 Agustus 217 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Bambang Kusmiarso Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 iv

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 6 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 3 1. A Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) Pengembangan Agroindustri Kakao di Sulawesi Selatan 1. B Pendekatan Konsumsi RT melalui Kunjungan kepada Pusat Perbelanjaan 2. KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 43 2.A Koordinasi Lintas Sektoral antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Badan Pusat Statistik 3. INFLASI DAERAH INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM STABILITAS KEUANGAN DAERAH PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 v

6 DAFTAR ISI 5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI JUAL-BELI VALUTA ASING KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) 84 6.A Tantangan Pengembangan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan 6.B Kondisi Ketimpangan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 94 LAMPIRAN 96 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan II 217 tumbuh melambat dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan III 217, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat. Perekonomian Sulsel triwulan II 217 tumbuh 6,63% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I 217 yang tercatat 7,52% (yoy). Secara lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja usaha primer dan sekunder. Pada usaha primer disebabkan oleh melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, sementara pada lapangan usaha sekunder yaitu usaha Industri Pengolahan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya Kinerja konsumsi pemerintah dan net ekspor luar negeri yang tumbuh terkontraksi. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan secara umum dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan penurunan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat. Pada triwulan III 217, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan meningkat, dikarenakan konsumsi pemerintah yang membaik serta berlanjutnya belanja infrastruktur dan pencairan gaji ke-13. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan dari usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang meningkat diperkirakan karena mulai kembali normalnya produksi pertanian khususnya tanaman bahan makanan (tabama) pasca banjir yang terjadi di sentra produksi seperti Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang. Selain itu, pada usaha Pertambangan dan Penggalian meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel sebesar 8. MT/tahun. Tekanan inflasi pada triwulan II 217 meningkat. Pada triwulan II 217 inflasi Sulsel tercatat 4,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 217 yang mencapai 3,42% (yoy). Meski terjadi peningkatan, namun inflasi Sulsel masih berada di bawah rentang sasaran inflasi nasional 4%±1%. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor, komunikasi dan jasa keuangan; dan bahan makanan. Peningkatan ini dikarenakan sebagai implikasi kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 9 VA pada bulan Maret dan Mei 217, yang menaikkan tarif untuk sebagian kelompok rumah tangga daya 9 VA. Bank Indonesia bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berusaha melakukan berbagai upaya pengendalian inflasi terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Pada triwulan III 217 tekanan inflasi diperkirakan dalam tren menurun. Aktivitas masyarakat yang kembali normal pasca berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan menjadi faktor penyebab terjaganya inflasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF kelompok volatile food dan core. Namun demikian, masih tingginya tarif angkutan udara pada awal triwulan III 217 menjadi salah satu faktor yang patut diwaspadai. Pertumbuhan Ekonomi Net Ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 217. Sementara itu, secara lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan terjadi di usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; dan industri pengolahan sebagai dua usaha utama di Sulsel. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 217 terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja net ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah. Pada triwulan II 217, net ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah masing-masing tercatat tumbuh terkontraksi -88,55% (yoy) dan -,36% (yoy) dari periode sebelumnya - 68,3% (yoy) dan 3,75% (yoy). Meski pertumbuhan ekonomi di triwulan II 217 mengalami perlambatan, namun tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang terjaga didukung oleh menguatnya konsumsi rumah tangga yang tercatat tumbuh 6,57% (yoy) di triwulan II 217, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,54% (yoy). Secara lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Di sisi lain, kinerja Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian; Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran yang juga merupakan lapangan usaha unggulan Sulsel, tumbuh menguat di triwulan II 217 Pada triwulan III 217 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh terakselerasi. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 217 diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi PMTB. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial. Faktor-faktor pendorong adalah mulai kembali normalnya produksi pertanian khususnya tanaman bahan makanan (tabama) pasca banjir yang terjadi di sentra produksi seperti Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang; serta rencana produksi nikel sebesar 8. MT/tahun. Inflasi Tekanan harga dari seluruh kelompok khususnya volatile food dan administered price meningkat. Namun pada triwulan III tekanan diperkirakan menurun sejalan dengan berakhirnya HBKN Tekanan inflasi dalam tren meningkat. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 217 tercatat 4,49% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 217 (3,42%, yoy), terutama karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor, komunikasi dan jasa keuangan; dan bahan makanan. Peningkatan ini dikarenakan implikasi dari kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 9 VA pada bulan Mei 217, yang menaikkan tarif untuk sebagian kelompok rumah tangga daya 9 VA. Tekanan inflasi hingga triwulan III 217 diperkirakan menurun seiring dengan telah berakhirnya HBKN. Pada triwulan III 217, tekanan inflasidiperkirakan menurun, khususnya pada kelompok volatile food. Aktivitas masyarakat yang kembali normal pasca berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan menjadi faktor penyebab terjaganya inflasi kelompok volatile food dan core. Namun demikian, masih tingginya tarif angkutan udara pada awal triwulan III 217 menjadi salah satu faktor yang patut diwaspadai. Berbagai upaya Pengendalian inflasi akan terus dilakukan agar dapat menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 4 ±1 %. Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

9 RINGKASAN EKSEKUTIF dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Adapun upaya pengendalian inflasi dalam rangka antisipasi tekanan inflasi ke depan antara lain melalui implementasi rapat koordinasi TPID Sulsel-Maluku, TPID tingkat KTI dan Nasional, dimana pada rakor TPID Sulsel-Maluku mendorong kerjasama antar Provinsi melalui misi dagang dalam rangka Pengendalian inflasi. Keuangan Pemerintah Realisasi belanja APBN APBD Provinsi/Kab/Kota sampai dengan triwulan II 217 masih berada dibawah Kinerja triwulan II 216. Daya dorong APBN/ APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan II 217 masih perlu ditingkatkan. Realisasi belanja hingga triwulan II 217 tercatat baru Rp715,68 miliar atau 7,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp9,15 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 216 yang mencapai 13,8%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 69,5%) dan belanja transfer (pangsa 3,4%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal relatif masih sangat kecil. Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel menurun. Sampai dengan triwulan II 217 telah terealisasi sebesar Rp6,65 triliun atau 37,6% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,7 triliun. Penurunan komponen belanja terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali bantuan sosial. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Intermediasi perbankan tetap terjaga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Sulsel yang berkelanjutan.. Stabilitas keuangan daerah Sulsel terjaga baik untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Sulsel yang berkelanjutan pada triwulan II 217. Hal ini ditunjukkan dengan stabilnya tingkat rasio gagal bayar bunga dan pokok utang (non performing loan) di tengah pertumbuhan kredit yang melambat. Masih terus konsolidasinya korporasi untuk menyehatkan struktur keuangannya menjadi dasar perlambatan pertumbuhan kredit. Namun demikian, penyaluran kredit UMKM terus meningkat signifikan sebagai bentuk kehadiran Bank Indonesia pada ekonomi kelas menengah ke bawah. Pembangunan ekonomi yang inklusif tersebut juga dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan khususnya dari risiko keuangan korporasi menghadapi harga komoditas yang kembali menurun di triwulan II dibandingkan triwulan I. Risiko harga komoditas tersebut dapat terjaga tercermin dari risiko NPL yang stabil baik dari sisi korporasi maupun rumah tangga. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kebutuhan uang kartal maupun transaksi nontunai melalui kliring pada triwulan II 217 menurun, sesuai dengan perlambatan ekonomi di periode laporan. Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti pola tahunannya. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi sejalan dengan perlambatan ekonomi triwulan II 217. Selain itu, faktor musiman adanya Ramadhan dan Idul Fitri memengaruhi aliran uang kartal yang mengalami penurunan net inflow, sehingga jumlah uang yang diedarkan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 217 terdapat sedikit perbaikan yang diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan. Sejalan dengan itu, kesenjangan di Sulsel juga sedikit membaik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 217 tercatat 4,77%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,11%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 217 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan IV 216. Persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,38%) setelah Sulawesi Utara (8,1%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,65% terdapat di Provinsi Gorontalo. Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik. Rasio gini pada September 216 menjadi,4 dibanding tahun sebelumnya (,43). Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan juga terpantau membaik, dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada pada peringkat 14 secara nasional. Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 217 diprakirakan tetap kuat dengan inflasi yang terjaga. Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 217 diperkirakan tetap kuat pada kisaran 7,5% - 7,9% (yoy). Terus berlanjutnya reformasi struktural menjadi pondasi terus membaiknya ekonomi Sulsel secara keseluruhan. Dari sisi permintaan, perekonmian Sulsel masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Investasi diperkirakan stabil, dan ekspor impor yang meningkat seiring dengan membaiknya faktor cuaca sehingga mendorong subusaha perkebunan dan perikanan. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha pertanian diperkirakan akan tumbuh signifikan seperti tahun sebelumnya disebabkan oleh panen dan situasi cuaca yang kondusif. Tekanan harga di triwulan IV 217 diperkirakan masih dalam kisaran inflasi nasional 4,%±1,%. Pertimbangan tersebut didukung oleh minimnya potensi pemerintah menaikkan harga gas elpiji sehingga inflasi kelompok administered price terjaga. Rekomendasi Kebijakan Melakukan identifikasi dan mencari sumber-sumber dan diversifikasi ekspor serta memperkuat industri agribisnis menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 217. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel. Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: (a). Strategi diversifikasi ekspor yang mengarah pada negara non mitra dagang utama, (b). Konsistensi reformasi struktural melalui penguatan industri agribisnis, (c). Memperluas program peremajaan tanaman dan pemenuhan bibit berkualitas, penguatan kelembagaan komoditas spesifik, dan monitoring pemenuhan standar kualitas komoditas, (d). Mempersiapkan sekolah vokasi dan teknis kejuruan yang sesuai dengan sektor yang menjadi potensi daerah, (e). Penguatan kelembagaan petani dan peternak sehingga memiliki daya saing yang tinggi, (f). Memantau secara berkala risiko terhadap pelaku korporasi dan rumah tangga, yang didukung dengan hasil survei (SK, SKDU) dan liaison, (g). Meningkatkan pembinaan UMKM dan penyediaan database/informasi UMKM di daerah yang telah bankable, agar dapat ditindaklanjuti oleh perbankan. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

11 RINGKASAN EKSEKUTIF Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal: (a). Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian komoditas volatile food, (b). TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel, (c). Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota, (d). Penggunaan bibit unggul yang tahan cuaca buruk, pengaturan pola tanam serta manajemen persediaan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) I II III IV I II III IV I II III IV I II MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 21 & SNA 28 55,566 57,872 62,67 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,868 71,915 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,15 15,191 1,62 12,743 14,548 16,4 1,776 12,856 15,167 16,874 13,541 14,62 15,833 Pertambangan dan Penggalian 3,45 3,498 3,793 3,971 3,533 3,76 4,229 4,281 3,65 3,929 4,296 4,125 3,892 4,261 Industri Pengolahan 7,649 8,164 8,55 8,974 8,192 8,727 8,823 9,814 9,27 9,515 9,769 9,91 9,685 9,852 Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 6,494 6,789 7,44 7,34 6,961 7,188 7,689 8,129 7,61 7,888 8,161 8,33 8,142 8,593 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,88 8,619 7,881 8,212 8,623 9,45 8,675 8,939 9,572 1,313 9,537 9,592 1,553 Transportasi dan Pergudangan 2,61 2,87 2,166 2,245 2,129 2,239 2,394 2,38 2,418 2,44 2,614 2,386 2,449 2,59 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ,2 Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,86 4,36 4,69 4,55 4,17 4,355 4,48 4,44 4,564 Jasa Keuangan 1,95 2,17 2,8 2,9 2,144 2,77 2,194 2,248 2,351 2,438 2,459 2,595 2,443 2,567 Real Estate 2,68 2,124 2,164 2,29 2,252 2,284 2,32 2,341 2,411 2,442 2,445 2,485 2,511 2,549 Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,51 2,568 2,69 2,764 2,64 2,75 2,94 3,7 2,784 2,921 2,715 2,797 2,81 2,919 Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,15 3,523 3,176 3,195 3,42 3,66 3,42 3,488 3,674 3,714 3,664 3,818 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,65 1,93 1,17 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 1,41 1,346 1,398 Jasa lainnya Konsumsi 35,247 37,827 38,883 42,135 37,145 39,722 41,32 44,881 39,34 42,15 42,787 45,978 41,136 44, Investasi 2,532 23,1 23,194 22,3 22,896 25,139 26,517 27,71 25,37 26,415 27,396 27,919 26,838 27, Ekspor 15,88 14,532 16,51 14,644 14,134 13,878 14,737 1,692 8,436 9,96 9,987 7,624 1,715 1, Impor 15,31 17,498 16,61 2,299 15,333 16,33 15,56 19,889 9,718 1,985 8,919 13,997 1,821 1,866 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) INDIKATOR PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ** Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar * 55,566 57,872 62,67 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,868 71, ** 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** 217***** I II III IV I II III IV I II III IV I II BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 9,99 97,572 99,571 11,351 14,945 18,39 113,11 117,572 12, , ,19 125,955 13,863 13, DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 58,162 61,42 64,339 66,112 66,42 68,867 72,433 78,467 78,342 82,97 82,25 82,396 81,891 85,232 Giro 7,99 9,73 9,693 7,995 1,154 11,82 12,471 13,165 12,894 12,23 11,82 1,388 12,434 12,532 Tabungan 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,8 44,994 41,4 43,973 Deposito 17,726 18,54 19,819 2,69 22,118 22,166 22,472 23,91 26,859 27,283 28,423 27,14 28,57 28, Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 96,31 11,617 12,774 13,89 14,798 18,154 - Modal Kerja 27,257 29,62 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,73 37,51 39,518 39,653 39,952 4,62 42,311 - Investasi 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,5 17,476 2,538 2,41 2,796 2,24 2,221 19,83 19,946 - Konsumsi 33,974 34,87 35,159 35,877 36,45 36,436 37,558 37,713 38,759 41,33 42,917 43,718 44,347 45,898 LDR 13.45% % 125.6% % % % % 121.5% % % 125.3% 126.9% % % - - Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 96,31 11,617 12,774 - Pertanian 1,45 1,499 1,435 1,56 1,63 1,788 2,33 2,461 2,681 2,933 2,998 3,28 3,279 3,514 - Pertambangan Industri pengolahan 3,918 4,21 4,283 4,747 5,35 5,19 5,34 7,487 7,239 7,993 8,14 7,582 7,494 7,555 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 3,43 3,666 4,173 4,366 4,746 4,92 5,417 5,491 5,483 5,977 6,35 6,698 6,35 6,62 - Perdagangan 24,334 25,587 25,748 27,33 27,92 29,3 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 32,555 32,97 33,787 - Pengangkutan 2,96 2,95 2,951 2,82 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,73 2,627 2,42 2,58 - Jasa Dunia Usaha 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,37 4,24 4,221 4,117 4,85 4,234 4,278 4,715 4,889 - Jasa Sosial Masyarakat 1,828 1,968 2,115 2,34 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 2,518 2,64 2,819 - Lain-lain 34,43 35,53 35,48 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,89 41,359 42,941 43,767 44,378 45, Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,31 28,51 3,641 31,11 32,156 32,936 33,233 36,798 34, Kredit Mikro* (Rp Miliar) 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,88 7,892 8,698 8,993 9,5 9,277 9,234 9,8 - Modal Kerja 3,827 4,88 4,249 4,479 4,674 5,38 5,144 5,542 6,329 6,58 6,77 6,841 6,711 7,211 - Investasi 821 1,27 1,48 1,44 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343 2,436 2,523 2,589 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 1,123 1,329 1,885 11,35 1,893 11,161 11,58 12,412 12,433 12,687 12,549 12,695 13,7 13,49 - Modal Kerja 5,862 6,76 6,48 6,683 6,596 6,86 7,39 7,188 7,265 7,54 7,713 7,817 8,341 9,116 - Investasi 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,3 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836 4,878 4,729 4,293 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 1,52 11,46 1,586 1,757 1,313 1,461 1,42 1,337 9,979 1,476 11,336 11,26 14,495 11,97 - Modal Kerja 7,79 7,822 7,68 7,82 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542 8,568 8,13 7,965 - Investasi 2,972 3,224 2,96 2,954 2,825 2,763 2,77 2,76 2,781 2,852 2,795 2,692 6,481 3,132 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.5% 3.% 2.29% 2.43% 2.45% NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.4% 4.26% 4.43% 4.14% 4.7% 3.78% 3.7% 3.93% BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 5,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,975 7,18 6,687 6,633 6,718 6,73 6, ,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,63 3,872 3,972 3,967 3,921 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,57 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886 2,2 2,8 2,37 Deposito 1,26 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,36 1,49 1,417 1,447 1,557 1,587 1,61 1,558 Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,75 5,684 5,817 5,744 5,668 5,851 5,911 5,994 - Modal Kerja ,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619 1,594 1,616 1,594 - Investasi ,15 1,17 1,152 1,143 1, ,96 1,81 1,94 - Konsumsi 3,282 3,423 3,27 3,181 3,81 3,33 3,8 3,6 3,15 3,25 3,79 3,162 3,213 3,36 FDR 162.4% 174.2% % % % % 17.2% % % % % 147.3% 149.% % Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara ***** Angka sangat sementara Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK) INDIKATOR **** 217***** I II III IV I II III IV I II III IV I II BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 9,99 97,572 99,571 11,351 14,945 18,39 113,11 117,572 12, , ,19 125,955 13,863 13, DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) 58,3 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,76 78,2 81,674 81,64 81,971 81,536 84,852 Giro 7,984 9,714 9,681 7,975 1,125 11,87 12,454 13,15 12,881 12,178 11,788 1,376 12,42 12,519 Tabungan 32,314 33,24 34,652 37,212 33,96 34,683 37,256 41,97 38,342 42,311 41,544 44,678 41,157 43,72 Deposito 17,75 18,489 19,797 2,661 22,93 22,145 22,416 23,19 26,778 27,185 28,39 26,917 27,959 28,632 Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 8,836 84,154 86,25 88,952 9,768 94,399 96,19 11,263 12,28 17,627 18,41 19, ,78 115,158 - Modal Kerja 28,996 31,57 31,697 33,125 34,244 37,14 37,17 38,556 38,92 4,89 4,59 4,842 41,856 43,281 - Investasi 17,88 17,232 18,3 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,57 23,42 22,771 23,79 23,597 23,931 - Konsumsi 34,752 35,865 36,523 37,195 37,44 37,954 39,137 39,933 4,853 43,398 45,4 45,82 46,327 47,945 LDR % % % 135.9% % % % 129.7% % % % % 137.9% % Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 8,836 84,154 86,25 88,952 9,768 94,399 96,19 11,263 12,28 17,627 18,41 19, ,78 115,158 - Pertanian 1,388 1,51 1,454 1,53 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592 2,852 2,858 3,11 - Pertambangan Industri pengolahan 4,63 4,592 5,153 5,51 5,83 6,487 6,226 8,46 7,984 8,674 8,398 8,39 7,844 8,145 - Listrik, Gas, dan Air 1,554 1,31 1,886 2,22 2,93 2,34 2,436 2,572 2,29 2,149 2,23 2,239 2,835 2,823 - Konstruksi 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496 6,522 6,629 6,812 - Perdagangan 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 3,356 3,678 31,985 32,48 34,128 33,399 33,784 34,449 35,8 - Pengangkutan 2,522 2,584 2,517 2,42 2,47 2,343 2,381 2,442 2,51 2,433 2,414 2,314 2,152 2,224 - Jasa Dunia Usaha 4,613 4,374 4,43 3,976 4,46 4,249 4,187 4,49 4,637 4,84 5,22 5,165 5,57 5,725 - Jasa Sosial Masyarakat 1,867 1,89 2,31 2,16 2,425 2,61 2,49 2,48 2,449 2,574 2,412 2,567 2,69 2,882 - Lain-lain 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,63 39,228 39,996 4,92 43,456 45,64 45,851 46,358 47,976 Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 3,544 31,433 31,99 38,572 33,612 Kredit Mikro* (Rp Miliar) 4,56 5,26 5,281 5,866 6,22 6,65 6,81 7,583 8,368 8,74 8,788 8,999 8,978 9,563 - Modal Kerja 3,811 4,67 4,224 4,452 4,648 5,2 5,85 5,469 6,24 6,537 6,671 6,85 6,717 7,227 - Investasi ,56 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,24 2,118 2,194 2,261 2,336 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 9,489 9,821 1,172 1,394 1,293 1,637 1,863 11,45 11,434 11,78 11,732 11,883 12,37 12,641 - Modal Kerja 5,789 6,16 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649 7,744 8,238 9,6 - Investasi 3,7 3,715 3,841 3,775 3,746 3,84 3,887 4,278 4,239 4,355 4,82 4,139 4,69 3,636 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 9,79 11,34 1,829 1,599 1,372 1,78 1,7 1,141 9,515 1,23 1,914 11,27 17,288 11,47 - Modal Kerja 6,831 8,16 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,2 8,321 8,15 7,778 - Investasi 2,959 3,198 2,881 2,837 2,88 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714 2,76 9,183 3,629 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Proyek (%) NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.9% 3.4% 3.46% 3.21% 3.19% 2.54% 2.64% 2.67% 4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31% 4.15% 3.98% 3.56% 4.4% 5,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,976 7,18 6,687 6,633 6,718 6,73 6, ,75 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,84 3,462 3,569 3,794 3,865 3,87 3,829 DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,77 1,864 1,967 1,979 2,11 Deposito 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,52 1,533 1,535 1, Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 5,631 5,585 5,446 5,45 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359 6,522 6,628 6,65 - Modal Kerja 1,522 1,656 1,673 1,624 2,47 2,345 2,37 2,165 2,53 2,679 2,252 2,192 2,192 2,12 - Investasi 1, ,311 1,344 1,249 1,24 1,198 1,145 1,313 1,3 1,352 - Konsumsi 3,82 3,347 3,119 3,14 2,94 2,88 2,823 2,885 2,94 2,91 2,962 3,17 3,136 3,241 FDR 24.73% 2.67% % % 185.7% % % % % % % % % % Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara ***** Angka sangat sementara 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

15 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH I II III IV I II III IV I II III IV*** I II KAS Inflow (Rp Miliar) 5,299 4,69 5,562 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,52 4,295 4,612 3,343 Uang Kertas 5,299 4,69 5,561 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,52 4,294 4,612 3,332 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 2,346 3,829 5,641 4,98 2,248 3,73 4,93 3,28 1,49 4,741 2,52 2,86 1,293 3,181 Uang Kertas 2,343 3,826 5,637 4,96 2,247 3,699 4,927 3,22 1,485 4,735 2,517 2,81 1,289 3,177 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) ,31 2,694 1,289 1,35 1, TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 15,66 21,374 22,719 25,647 19,951 26,79 19,338 14, To / Incoming (Rp Miliar) 27,887 33,669 38,96 41,348 21,897 31,935 4, From - To (Rp Miliar) 4,748 9,765 1,97 11,845 3,778 4,272 3, TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 1,492 11,363 13,952 18,226 19,38 15,63 15,754 14,879 11,36 Volume Kliring* (Lembar) 26,69 266,25 26,914 28, , , , , ,867 36, , , ,45 278,619 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) ,27 1,617 4,28 8,917 1,499 7,38 6,579 6,54 5,926 Volume Kliring Kredit (Lembar) 29,191 28,625 3,355 32,94 34,547 32,94 53,395 86, , , , , , ,837 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) ,378 2,178 2,4 2,97 2,5 2,177 2,93 Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,89 8,978 9,41 1,393 8,87 9,465 9,746 9,673 9,39 8,89 8,565 9,175 8,339 5,434 Volume Kliring Debet (Lembar) 23, ,4 23, ,47 227,93 246, , , ,26 29, ,871 27,13 191, ,782 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,38 3,993 3,614 3,59 3,436 3,211 3,394 3,136 2,46 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,114 7,119 6,765 6,8 6,571 5,552 5,12 6,3 6,4 6,336 6,194 6,421 5,925 5,644 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,31 5,12 4,72 4,686 4,797 4,769 5,13 4,673 3,942 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** 216*** 217*** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 9

16 TABEL INDIKATOR EKONOMI E. GRAFIK INDIKATOR % yoy 25% 2% 15% 1% 5% % Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 217** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: PDRB TD 21 ; KTI adalah Kaimantan, Sulampua, Balinusra; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) 11% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% % yoy Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 6,63% 5,1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 216** 217** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) 12% 1% Net Ekspor Investasi (PMTB) Konsumi LNPRT PDRB % yoy Perubahan Stok Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga 12% 1% Lainnya Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertambangan Pertanian PDRB % yoy 8% 6% 4% 2% 8% 6% 4% % 2% -2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 217** * 217** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % *) Data Hingga Juli 217 Inflasi Nasional (yoy) BI Rate 4,75% 4,37% 4,49% Inflasi Sulsel (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* (Rp Triliun) 14 Aset Kredit Lokasi Bank 6 DPK Lokasi Bank Pelapor 4 2 LDR - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % 19% 18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk * 217** 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % % Penduduk Miskin - Skala Kanan (Ribu Orang) 12 1 Jumlah Penduduk Miskin % 12% 1% 8% 6% 4% 2% % Keterangan: Data Februari 217; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka *) Data September 216; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

17 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi 1 Perekonomian Sulsel pada triwulan II 217 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya masing-masing mencapai Rp milyar (ADHB) atau Rp milyar (ADHK), tumbuh 6,63% (yoy) di triwulan II 217, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan I 217 (7,52%; yoy). Pada triwulan II 217, perlambatan pertumbuhan terjadi akibat pertumbuhan konsumsi pemerintah dan net ekspor luar negeri yang tercatat tumbuh terkontraksi. Meski demikian, perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam dapat ditahan oleh kinerja domestik, dimana daya beli masyarakat tetap terjaga baik di triwulan II 217. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 217 terjadi pada sebagian besar lapangan usaha. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat dikarenakan kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Dengan realisasi pada triwulan II 217 tersebut, diperkirakan pada triwulan III 217 pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dengan kisaran 7,3%-7,7% (yoy). 1 Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan I 217 (data realisasi BPS) dan Triwulan II 217 (data proyeksi Bank Indonesia). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) melambat di triwulan II 217. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 6,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,52% (yoy) pada triwulan I 217. Perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa lapangan usaha antara lain Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Dari sisi pengeluaran, menurunnya Net Ekspor Luar Negeri dan konsumsi pemerintah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan pada triwulan II 217. Pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III 217 di perkirakan meningkat. Peningkatan tersebut terjadi di sejumlah lapangan usaha, yaitu Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang meningkat diperkirakan karena mulai kembali normalnya produksi pertanian khususnya tanaman bahan makanan (tabama) pasca banjir yang terjadi di sentra produksi seperti Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang. Selain itu, pada usaha Pertambangan dan Penggalian meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel sebesar 8. MT/tahun. Sementara itu, dari sisi pengeluaran, konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat karena berlanjutnya belanja infrastruktur dan pencairan gaji ke-13. Kinerja ekspor juga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari jumlah hari kerja yang lebih banyak ,3-7,7 7,5-7, % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP IVP * 217** yoy Nasional yoy Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara P : Prediksi Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 217 yang melambat terutama disebabkan oleh net ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah. Pada triwulan II 217, net ekspor luar negeri tercatat tumbuh terkontraksi - 88,55% (yoy) dari periode sebelumnya -68,3% (yoy). Meski pertumbuhan ekonomi di triwulan II 217 mengalami perlambatan, namun tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang terjaga didukung oleh menguatnya konsumsi rumah tangga yang tercatat tumbuh 6,57% (yoy) di triwulan II 217, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,54% (yoy). Selain itu, pertumbuhan investasi (PMTB) yang tercatat tumbuh positif mencapai 8,25% (yoy) dapat menopang pertumbuhan Sulsel di periode laporan. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 217 diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut didorong konsumsi pemerintah yang diperkirakan membaik seiring dengan berlanjutnya belanja infrastruktur dan pencairan gaji ke-13, serta net ekspor luar negeri yang meningkat sebagai dampak dari jumlah hari kerja yang lebih banyak. Selain itu, kinerja ekspor juga diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya harga komoditas utama Sulsel di awal triwulan III 217, seperti kopi arabica serta membaiknya negara ekspor utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok dan USA yang terlihat dari peningkatan PMI diawal triwulan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 217 diperkirakan berada pada kisaran 7,3%-7,7% (yoy). 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

19 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB) Konsumsi BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.1. Pertumbuhan (%, yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan) No Komponen * 217** I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II 1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT (2.49) (2.13) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.52) (7.43) (1.34) 3.75 (.36) 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori (26.91) (124.47) (579.81) (54.29) (49.8) 1.52 (28.52) (32.2) (63.22) 6 Ekspor (6.32) (4.5) (8.18) (26.99) (11.4) (4.31) (28.62) (32.23) (28.7) (32.72) Impor (6.83) (3.12) (2.2) (3.) (36.62) (32.62) (42.68) (29.62) (34.98) (1.8) PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka Sangat Sementara Perubahan Persediaan, Net Ekspor,.5% -2.1% PMTB, 37.3% Konsumsi Pemerintah, 9.1% Share PDRB Tw II 217 Konsumsi LNPRT, 1.2% Konsumsi RT, 54.% Dilihat dari andilnya terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 217. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 5% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai di atas 35% pada triwulan II 217. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (di atas 5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor, konsumsi LNPRT, dan perubahan inventori (1%). Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif yang didorong seluruh komponen konsumsi. Total konsumsi triwulan II 217 tumbuh 5,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,38% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 6,47% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,54% (yoy), sementara konsumsi LNPRT tercatat tumbuh 7,35% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,58% (yoy). Disisi lain, pertumbuhan pengeluaran pemerintah menurun signifikan, dimana pada triwulan II 217 tumbuh terkontraksi -,36% (yoy) dari periode sebelumnya 3,75% (yoy). Konsumsi rumah tangga tetap kuat pada triwulan II 217 sehingga menopang pertumbuhan ekonomi. Bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh bersamaan di akhir periode laporan, inflasi yang terjaga selama Ramadhan dimana inflasi merupakan yang terendah dibandingkan rata-rata Ramadhan 3 tahun terakhir dapat menjaga tetap kuatnya daya beli rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang kuat tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tumbuh positif 4,1% (yoy) atau 129,42 di triwulan II 217. Realisasi belanja pemerintah daerah yang tumbuh terkontraksi pada triwulan II 217 menahan pertumbuhan pengeluaran konsumsi untuk terakselerasi lebih tinggi. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 217 sebesar Rp2,96 triliun atau 32,3% dari target Rp9,15 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih rendah dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 34,3% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Penurunan tersebut dikarenakan komponen belanja mengalami penurunan realisasi dari yang ditargetkan di tahun 217 dibandingkan tahun 216. Penurunan komponen belanja operasional dikarenakan belanja pegawai yang menurun akibat pemerintah memisahkan realisasi gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) di bulan Juni dan Juli 217, dimana pada tahun 216 realisasi tersebut terjadi di triwulan II 217. Sementara itu, belanja modal yang turun dikarenakan jumlah hari kerja yang lebih singkat di triwulan laporan, sehingga memperlambat realisasi proyek yang sedang berjalan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Indeks Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen 129 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan % yoy (5) (1) (15) (2) (25) Indeks Indeks Penjualan Eceran gindeks - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran (5) (1) (15) Penyaluran kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen meningkat. Pertumbuhan kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) meningkat dari 5,4% (yoy) di triwulan I 217 menjadi 6,5% (yoy) atau mencapai Rp13,8 triliun di triwulan laporan. Selain itu, pertumbuhan kredit Kendaraan Bermotor (KKB) juga membaik meski masih dalam fase terkontraksi dari -6,6% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi -2,4% (yoy) atau sebesar Rp4,8 triliun. Meski demikian, secara keseluruhan kredit konsumsi tumbuh melambat menjadi 1,5% (yoy) atau Rp47,95 triliun dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,4% (yoy). Rp Triliun I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) (1) (2) % (yoy) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Rp Triliun Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Rp Triliun Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) (1) %, yoy % (yoy) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Investasi Investasi tumbuh meningkat di triwulan II 217. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi tumbuh 8,25% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan I 217 (7,36%; yoy). Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya nilai proyek yang dijalankan oleh pemerintah. Menurut data BCI, proyek pemerintah yang dimulai pada triwulan II 217 mencapai Rp1,76 triliun atau tumbuh 1.53,7% (yoy) dari triwulan II 216. Proyek pemerintah yang dibangun pada triwulan laporan seperti pembangunan jalan batas Kota Parepare hingga Kabupaten Enrekang, Rumah Sakit, power plant di Kab. Selayar sebesar 439 KWP, dan jembatan Kab. Barru Kota Parepare. Meski investasi meningkat, namun tidak terlihat dari realisasi belanja modal APBN maupun APBD yang cenderung melambat di triwulan II 217 masing-masing 27,1% atau Rp1,22 triliun dan 5,9% atau Rp1,6 triliun dibandingkan dengan triwulan II 216 yang mencapai masing-masing 28,5% dan 9,3%. Pembayaran proyek yang dilakukan di akhir tahun diperkirakan menjadi salah satu penyebab realisasi belanja modal APBN maupun APBD masih minim. 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Di sisi lain, penyaluran kredit investasi dan kinerja impor barang modal menunjukkan tren penurunan di triwulan II 217. Penyaluran kredit investasi di periode laporan tumbuh 2,2% (yoy) atau sebesar Rp23,93 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar 4,8% (yoy). Impor barang modal tumbuh terkontraksi -55,9% (yoy) atau mencapai USD25,81 juta di periode laporan. Menurut informasi anekdotal perlambatan impor barang modal sebagai imbas dari pelemahan pada industri di triwulan II US$ Juta Impor Barang Modal gimpor Barang Modal %, yoy 54.7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) Rp Triliun Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel menurun. Komponen perubahan inventori di periode laporan tercatat -531,8% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 159,% (yoy) di triwulan I 217, yang disebabkan oleh shutdown yang terjadi di triwulan I 217 sehingga produksi yang turun dipenuhi dari stock yang dimiliki oleh perusahaan. Rp Milyar 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, - Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.1. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel % yoy 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 1, (5) US$ Juta Posisi Stok Sumber: Produsen, diolah Grafik Perubahan Inventori Produsen Nikel I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II *) Angka Prakiraan gperubahan Stok - Skala Kanan %, yoy 2,5 2, 1,5 1, 5 (5) (1,) Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port (MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP Tahap 1 A sudah mencapai 3% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 218. Selain itu, terdapat beberapa tahapan MNP dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun, yaitu: Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II Panjang Dermaga 32 m Lapangan Kontainer 16 Ha Kapsitas 5. TEUs Total Investasi Rp. 1,8 T panjang dermaga IB 33 m Panjang Dermaga IC 35 m Kapasitas 1 juta TEUs Total Investasi Rp 7,5 T Panjang Dermaga 1. m Luas 112 ha Kapsitas 2 Juta TEUs Sumber: berbagai sumber, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar Parepare mencapai 2 Km dan masih terkendala pembebasan lahan dan pembiayaan. Menurut informasi anekdotal, pemerintah pusat telah menganggarkan proyek Kereta Api Makassar Parepare sebesar Rp5 miliar di tahun 217, atau mencapai Rp5 triliun di tahun Sementara itu, pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada akhir tahun 216 meski masih tertahan hingga pertengahan tahun 217, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Proyek KA Makassar-Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2. km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total Konstruksi telah mencapai 1 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. Alokasi anggaran 215 panjang 145,23 km - APBD Rp1 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api 2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 212 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity) Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun 3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun Groundbreaking pada bulan Maret 215 Juli 217: PLTU beroperasi (dari target November-Desember 217) Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: Semester II Smelter PT. B Total Investasi : USD 13 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 5. metrik ton per tahun 5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 3 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 3 ribu metrik ton per tahun 6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 8-25 KW tenaga listrik 7 Pembangunan Underpass Total Investasi: Rp175 Miliar Simpang Mandai Underpass: 1.5 M 8 Pelebaran Jalan Maros- Watampone 9 Pembangunan Elevated Road Segmen I 1 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata 11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road Total Investasi: 125,52 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 251,249 Milyar / T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan) Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: Semester II 217 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : Semester II 217 Studi Kelayakan Target selesai: 218 Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek multiyear yang bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 215 Desember 219 APBN : ±2 Miliar Progres terakhir: Pembangunan fisik 41,92% (data per April 217) Agts 215: Penandatanganan MOU Sept 215 : Pembebasan Lahan Des 215: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material) 2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 213 Desember 217 APBN : ±397,24 Miliar 3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 215 Desember 219 APBN : ±71,47 Miliar 4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 215 Desember 217 APBN : ±4 Miliar Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Progres terakhir: Pembangunan fisik <2% (data per April 217) 214: Groundbreaking 215: Pengadaan lahan (19,32 ha dari 215 ha) Progres terakhir : Pembangunan Fisik 53,8% (data per April 217) Estimasi Pembangunan: 216 Estimasi selesai: Juli 218 Progress terakhir : Pembangunan fisik proyek dan pembebasan lahan (data per Maret 217) Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan II 217 mengalami pertumbuhan yang terdeselerasi. Nilai ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) tumbuh kontraksi -13,7% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan I 217 yang tercatat tumbuh 14,8% (yoy). Ekspor dengan tujuan Dalam Negeri (DN) juga tumbuh melambat menjadi 13,55% (yoy) di periode laporan, setelah sebelumnya tumbuh 32,8% (yoy). Menurunnya ekspor LN ditengarai disebabkan oleh pembukaan ekspor mineral mentah oleh pemerintah sehingga membanjiri pasokan nikel di pasar internasional. Selain itu, penurunan ekspor luar negeri seiring dengan melambatnya Negara mitra dagang terutama Jepang. Dampaknya adalah penurunan harga nikel yang membuat ekspor nikel mengalami penurunan. Selain penurunan harga nikel, ekspor perikanan dan udang mengalami penurunan disebabkan faktor cuaca yang tidak kondusif sehingga mengakibatkan nelayan sulit melaut. Selain faktor cuaca, beberapa informasi anekdotal menyatakan bahwa kebijakan pelarangan cantrang membuat nelayan tidak bisa melaut. Sementara itu, ekspor DN yang melambat sejalan dengan turunnya volume bongkar barang dalam negeri yang tercatat di pelabuhan Makassar pada periode laporan mencapai 958 ribu ton lebih rendah dibandingkan volume bongkar triwulan sebelumnya yang tercatat 1,37 juta ton. Volume Ekspor gvolume Ekspor - Skala Kanan gnilai Ekspor - Skala Kanan Ribu Ton 6 %; yoy (5) (1) III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri gvolume Muat - Skala Kanan Ribu Ton %; yoy 4 3 1, (1) (2) (3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Menurunnya kinerja ekspor (LN) tidak terlepas dari menurunnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 55,3% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan II 217. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami pertumbuhan 7,4% (yoy) melambat dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 32,4% (yoy). Penurunan nilai ekspor ini tidak terlepas dari menurunnya pertumbuhan harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan II 217, harga nikel mencapai USD9.232/mt atau tumbuh 4,7% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,78% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Ekspor Nikel Matte gekspor - Skala Kanan Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) (6) (8) 25,. 2,. 15,. 1,. 5,.. Nikel $/mt %, yoy gharga - Skala Kanan 9,491 9,232 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* (1) (2) (3) (4) (5) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Nikel Matte *) Data hingga Juli 217 Sumber: World Bank Grafik Perkembangan Harga Nikel Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan nilai ekspor komoditas rumput laut, olahan kakao, dan udang terkontraksi masing-masing -39,9% (yoy), -14,5% (yoy) dan -8,8% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh -25,% (yoy), 17,7% (yoy) dan 33,7% (yoy). Menurunnya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu penahan Kinerja ekspor komoditas ini. Selain itu, jumlah hari kerja yang berkurang karena terdapat libur panjang juga menjadi salah satu faktor menurunnya Kinerja ekspor. Sementara itu, pertumbuhan nilai ekspor biji kakao mengalami peningkatan meski masih dalam fase kontraksi. Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum pulih sepenuhnya. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok dan Amerika Serikat mengalami penurunan di triwulan II 217. Untuk arah pada awal triwulan III 217, kinerja lapangan usaha manufaktur Jepang, Tiongkok dan Eropa menunjukkan peningkatan, meski Amerika serikat dan Korea Selatan mengalami penurunan. PMI Negara mitra dagang Sulsel masih berada diatas 5, kecuali Korea Selatan berada dibawah 5, yang mengindikasikan bahwa industri manufaktur Negara tersebut masih berada dalam fase ekspansi. 25% YOY YOY 25% 2% 2% 15% 15% 1% 1% 5% % 5% -5% % -1% -5% II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Rumput Laut Udang Biji Kakao Olahan Kakao - skala kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan 58 Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 Sumber: Trading Economics, Markit Survey Grafik Purchasing Managers Index Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 217 mengalami pertumbuhan yang terkontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di triwulan II 217 tercatat tumbuh -1,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,35% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari perlambatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen impor non migas. Nilai impor LN tercatat 13,1% (yoy), melambat dari Kinerja periode sebelumnya yang tercatat 72,8% (yoy). Impor Dalam Negeri yang melambat tercermin dari kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar yang tumbuh terkontraksi -34,9% (yoy) atau mencapai 958 ribu ton, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 217 yang tumbuh 8,62% (yoy). 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Total Volume Impor Juta Ton gvolume Impor (yoy) - Skala Kanan gnilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy 1,383 1,378 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) (2) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan mesin-mesin/pesawat mekanik menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan II 217. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 55,34% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ikan dan udang, biji coklat dan coklat olahan dengan pangsa masing-masing 12,% dan 8,3%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor mesin-mesin/pesawat mekanik mencapai 2,4% dari total impor Sulsel di triwulan II 217. Disusul kemudian gula dan kembang gula (14,6%) dan kapal terbang dan bagiannya (13,9%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor No Komoditas (HS) Triwulan II 217 Pangsa (USD) 1 Nikel 147,942, % 2 Ikan dan Udang 32,4, % 3 Biji Coklat dan Coklat Olahan 22,254, % 4 Biji-bijian berminyak dan Obat 13,59, % 5 Buah-Buahan 12,427, % 6 Kayu, Barang dari Kayu 11,661, % 7 Garam, belerang, kapur 8,84, % 8 Daging dan Ikan Olahan 5,741, % 9 Sisa Industri Makanan 3,658, % 1 Kopi,teh, rempah-rempah 2,129,67.8% 11 Lainnya 7,593, % TOTAL EKSPOR 267,312,898 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor No Komoditas (HS) Triwulan II 217 Pangsa (USD) 1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 42,99, % 2 Gula dan Kembang Gula 3,73, % 3 Kapal Terbang dan Bagiannya 29,161, % 4 Gandum 26,969, % 5 Sisa Industri Makanan 21,647, % 6 Mesin dan Peralatan Listrik 16,428, % 7 Pupuk 9,916, % 8 Produk Keramik 3,98, % 9 Biji Coklat dan Coklat Olahan 3,897, % 1 Besi dan Baja 3,88, % 11 Lainnya 21,534, % TOTAL IMPOR 21,165,87 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan II 217, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 6,% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (11,1%), dan Malaysia (7,1%). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 35,4% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Singapura (14,8%) dan Rusia (14,2%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor No Negara Tujuan Total Ekspor FOB (USD) Pangsa 1 Jepang 16,37, % 2 Amerika Serikat 29,577, % 3 Malaysia 18,988, % 4 Tiongkok 16,668, % 5 Vietnam 5,566, % 6 Australia 3,688, % 7 Taiwan 2,77, % 8 Jerman 2,488,96.93% 9 Belanda 2,455,96.92% 1 Filipina 2,147,862.8% 11 Lainnya 22,717, % TOTAL EKSPOR 267,312,898 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor No Negara Asal Total Impor CIF (USD) Pangsa 1 Tiongkok 74,324, % 2 Singapura 31,66, % 3 Rusia 29,776, % 4 Argentina 17,931, % 5 Australia 16,266, % 6 Kanada 12,425, % 7 Amerika Serikat 5,873, % 8 India 3,586, % 9 Jepang 2,953, % 1 Thailand 2,822, % 11 Lainnya 13,137, % TOTAL IMPOR 21,165,87 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan II 217 mencapai Rp2,2 triliun, lebih tinggi dari defisit pada periode sebelumnya yang tercatat Rp689 miliar. Defisit yang semakin meningkat pada neraca perdagangan tersebut terutama karena menurunnya kinerja ekspor luar negeri. Kinerja ekspor yang tidak optimal berada pada komponen pertambangan dan industri pengolahan masing-masing tumbuh dari 28,% (yoy) dan 21,6% (yoy) di triwulan I 217 menjadi masing-masing 4,1% (yoy) dan 4,5% (yoy) di triwulan II , 2, 15, 1, 5, (5,) (1,) (15,) (2,) (25,) Rp Miliar Sumber: BPS Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 217** Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Grafik 1.2. Neraca Perdagangan Bersih 1.3. Sisi Lapangan Usaha 2, (2,) (4,) (6,) (8,) (1,) (12,) (14,) (16,) Rp Miliar (2) (4) (6) US$ Juta Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 217** Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara US$ Juta Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri (1) Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat di triwulan II 217 terutama disebabkan oleh melambatnya lapangan usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan; serta Industri Pengolahan. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, serta Industri Pengolahan sebagai usaha utama di Sulsel melambat masing-masing dari 13,58% (yoy) dan 4,48% (yoy) di triwulan I 217 menjadi masing-masing 4,39% (yoy) dan 3,54% (yoy) di triwulan II 217. Usaha lain yang mengalami perlambatan adalah Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas (3,5%; yoy); Informasi dan Komunikasi (9,44%; Yoy); Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (-,6%; yoy). Di sisi lain, kinerja Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian; Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran merupakan lapangan usaha unggulan Sulsel yang tumbuh menguat di triwulan II 217. Peningkatan pertumbuhan di tiga lapangan usaha unggulan tersebut dapat menopang perekonomian Sulsel untuk tetap tumbuh kuat. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian, Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran tumbuh meningkat dari masing-masing 7,96% (yoy), 6,99% (yoy) dan 7,31% (yoy) di triwulan I 217 menjadi 8,45% (yoy), 8,93% (yoy) dan 1,25% (yoy) di triwulan II 217. Lapangan usaha lain yang tumbuh meningkat yaitu Lapangan Usaha Pengadaan Air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang dari 5,58% (yoy) menjadi 7,3% (yoy); Transportasi dan Pergudangan dari 1,26% (yoy) menjadi 6,15% (yoy); Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dari 6,35% (yoy) menjadi 11,4% (yoy); Jasa Keuangan dan Asuransi dari 3,88% (yoy) menjadi 5,29% (yoy); Jasa Perusahaan dari 6,81% (yoy) menjadi 8,73% (yoy); Jasa Pendidikan dari 7,13% (yoy) menjadi 9,46% (yoy); dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dari 7,42% (yoy) menjadi 9,54% (yoy). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 217 diperkirakan dalam tren meningkat. Peningkatan tren tersebut di sebabkan oleh meningkatnya Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; dan Industri Pengolahan. Meningkatnya Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan karena mulai kembali normal pasca banjir melanda kawasan tanaman bahan makanan (tabama) di daerah utama penghasil komoditas (Kab. Bone, Soppeng, dan Wajo). Sementara itu, Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian diperkirakan meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel tahun 217 sebesar 8 ribu MT (produksi hingga triwulan II 217 mencapai 37,3 ribu MT). Lapangan Usaha Industri Pengolahan diperkirakan tumbuh lebih tinggi pasca melambat pada triwulan II 217 untuk mengisi inventori dan memenuhi permintaan domestik dan Luar Negeri. 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar * 217** I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian (3.63) C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas (5.16) (5.8) (.33) (1.38) E Pengadaan Air (.26) (2.54) F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum H Transportasi dan Pergudangan J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (7.66) (6.99) (1.6).91 (.6) P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PRDB Lainnya, 31.% Pertambangan, 5.4% Share PDRB Tw II 217 Perdagangan, 13.9% Pertanian, 23.6% Konstruksi, 12.7% Industri Pengolahan, 13.4% Dilihat dari andil terhadap PDRB, lapangan usaha Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 217. Pangsa usaha Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 23,6%. Usaha lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah usaha Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 1%. Sementara untuk lapangan usaha pertambangan memiliki pangsa di kisaran 5%. Lapangan usaha lainnya merupakan gabungan usaha non utama. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB) Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Banjir yang terjadi pada triwulan laporan menyebabkan Kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan melambat. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh melambat mencapai 4,39% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh 13,58% (yoy). Perlambatan tersebut dikarenakan (1) terdapatnya bencana banjir di sentra pertanian tanaman bahan makanan dengan ancaman gagal panen di masing-masing di wilayah Kab. Bone (1. ha), Soppeng (3.975 ha), Wajo (1. ha) dan Pinrang (5. ha); dan (2) Harga komoditas perkebunan seperti kopi jenis Arabica dan kakao menurun. Kopi Arabica dan kakao secara berturut-turut menurun dari USD 3,64/kg dan USD 2,1/kg pada triwulan I 217 menjadi masing-masing USD3,3/kg dan USD1,98/kg di triwulan II 217 atau tumbuh terkontraksi -5,39% (yoy) dan - 36,8% (yoy). Selain itu, melambatnya pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan juga bersumber dari melambatnya kinerja di sub usaha kehutanan (perkebunan). Volume ekspor komoditas kakao dan produk olahannya sebagai salah satu indikator sub usaha perkebunan tumbuh terkontraksi dari 3,1% (yoy) di triwulan I 217 menjadi -2,7% (yoy) di triwulan II 217 atau 8,93 juta ton. Secara nilai, total ekspor kakao dan produk olahannya juga tercatat tumbuh terkontraksi -33, 1% (yoy) atau USD22,25 juta dari periode sebelumnya yang tumbuh,7% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

28 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Juta Ton 35 YOY 2% 3 15% 25 1% 2 5% 15 % 1-5% 5-1% -15% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya $/kg Kakao gharga - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao (1.) (2.) (3.) (4.) Di sisi lain, kinerja sub usaha perikanan juga menjadi salah satu faktor melambatnya pertumbuhan yang lebih dalam. Salah satu indikator yang menunjukkan penurunan kinerja di subusaha perikanan adalah penurunan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor terkontraksi -8,4% (yoy) pada triwulan II 217, lebih rendah dari periode sebelumnya (11,% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor juga melambat, dengan pertumbuhan triwulan II 217 mencapai -11,% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 217 yang tumbuh 3,7% (yoy) JutaTon YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 6% 4% 2% % -2% -4% -6% -8% -1% -12% Juta USD YOY II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Komoditas Ikan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Komoditas Ikan Pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel juga tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke usaha pertanian. Di triwulan II 217, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 18,89% (yoy) atau mencapai Rp3,11 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,66% (yoy) Pertanian gkredit Pertanian - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

29 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,45% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 7,96% (yoy). Produksi nikel matte yang meningkat diperkirakan mendorong usaha pertambangan di triwulan laporan. Total produksi Nikel Matte mencapai 2.17 metrik ton atau tumbuh 3,85% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode sebelumnya sebesar 1,95% (yoy). Produksi nikel yang meningkat disebabkan oleh pasca pemeliharaan tanur di triwulan sebelumnya serta perusahaan nikel mengejar produksi akhir tahun sebesar 8. ton MT. Meski demikian, pertumbuhan yang meningkat pada usaha ini tidak terlihat dari penjualan nikel matte yang melambat. Perlambatan yang terjadi pada penjualan nikel dikarenakan jumlah hari kerja yang singkat karena terdapat libur panjang saat Idul Fitri. Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Ribu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) (3) Ribu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) (3) Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Produksi Nikel dalam Matte Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Penjualan Nikel dalam Matte Pertumbuhan usaha pertambangan dan penggalian tidak sejalan dengan penyaluran kredit di usaha ini. Di triwulan II 217, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang terkontraksi lebih dalam menjadi - 11,7% (yoy) atau 38,68 miliar, dari triwulan sebelumnya -2,55% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa pembiayaan sektor pertambangan dan penggalian tidak menggunakan fasilitas perbankan sebagai sumber pendanaannya. 8 6 (%; YOY).7 Rp Triliun Pertambangan gkredit Pertambangan - Skala Kanan %, yoy (2) (4) (6) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Nikel Timah Seng Timah Hitam *) Data hingga Juli I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) Sumber: World Bank Grafik 1.3. Harga Komoditas Tambang Lapangan Usaha Industri Pengolahan Sumber: LBU, diolah Grafik Kredit Lapangan usaha Pertambangan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan II 217 tumbuh 3,54% (yoy), melambat dari triwulan I 217 yang mencapai 4,48% (yoy). Kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) yang turun di triwulan II 217 ditengarai menjadi salah satu alasan perlambatan di usaha industri pengolahan. Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) masing-masing turun di triwulan II 217 menjadi -11,23% (yoy) dan 5,37% (yoy) dibanding periode sebelumnya tumbuh 12,3% (yoy) dan 6,2% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

30 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D IMK IBS Ekspor Industri gekspor - Skala Kanan (5) (1) (15) %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) (6) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Hasil Industri Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha ini juga menurun. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat tumbuh negatif -6,1% (yoy) atau Rp8,15 triliun menurun dari triwulan sebelumnya yang tumbuh -1,75% (yoy). Kinerja usaha industri pengolahan tertahan oleh kinerja perusahaan semen yang menurun akibat over supply semen. Menurut informasi anekdotal, 3% penjualan semen dipergunakan untuk pembangunan proyek pemerintah, sementara sisanya yaitu 7% merupakan penjualan ritel Industri Pengolahan gkredit Industri Pengolahan - Skala Kanan %, yoy Rp Triliun (1) (2) (3) (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: LBU Grafik Kredit Industri Pengolahan Ekspor komoditas hasil industri juga mengalami perlambatan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan II 217 melambat dari 21,6% (yoy) pada triwulan I 217 menjadi 4,5% (yoy) atau sebesar USD212,35 juta Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas terdeselerasi. Lapangan usaha ini tercatat mengalami pertumbuhan 3,5% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 8,63% (yoy). Hal ini seiring dengan adanya penyesuaian subsidi listrik di bulan Maret dan Mei yang memengaruhi penggunaan listrik golongan 9 VA khususnya bagi masyarkat. Perlambatan lapangan usaha ini tidak sejalan dengan kredit yang disalurkan kepada lapangan usaha listrik, gas dan air sebesar Rp2,82 triliun atau tumbuh 31,35% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tumbuh 23,82% (yoy). Listrik, Gas, dan Air Rp Triliun gkredit Listrik, Gas, dan Air - Skala Kanan 2.84 %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) Sumber: LBU Grafik Kredit Lapangan usaha Listrik, Gas, dan Air 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

31 1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Pengadaan Air tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 7,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,58% (yoy). Peningkatan ini tercermin dari pertumbuhan kredit pada listrik, gas dan air sebesar Rp2,82 triliun atau tumbuh 31,35% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tumbuh 23,82% (yoy) Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan II 217, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan realisasi beberapa infrastruktur di Sulsel. Pada triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 8,93% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,99% (yoy). Peningkatan usaha konstruksi dikarenakan terdapat beberapa proyek pemerintah yang dimulai pada triwulan laporan. Sesuai dengan BCI Asia, nilai proyek pada triwulan II 217 mencapai Rp1,76 triliun atau tumbuh 1.53,7% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp326,97 miliar. 6 % YOY Semen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Semen Peningkatan Lapangan Usaha Konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE) semen tumbuh meningkat dari 18,49% (yoy) menjadi 23,56% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan penjualan semen yang meningkat akibat terdapat proyek pembangunan jalan batas Kota Parepare hingga Kabupaten Enrekang, Rumah Sakit, power plant di Kab. Selayar sebesar 439 KWP, dan jembatan Kab. Barru Kota Parepare. Penyaluran kredit ke lapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat di angka 7,6% (yoy), dari triwulan I 217 yang tercatat 5,86% (yoy) Ribu Ton Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) grealisasi - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* (5) (1) (15) Konstruksi gkredit Konstruksi - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pengadaan Semen Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran tercatat tumbuh meningkat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 1,25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 7,31% (yoy). Pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan komunikasi di toko; serta barang budaya dan rekreasi yang masih tumbuh tinggi. Meningkatnya aktivitas masyarakat saat Hari Besar Keagamaan Nasional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

32 Ribu BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D (HBKN) dan libur sekolah pada triwulan laporan disinyalir mendorong kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya dan rekreasi. Selain itu, pencairan THR baik pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan swasta mendorong penjualan peralatan komunikasi. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit ke lapangan usaha ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke lapangan usaha perdagangan tercatat mencapai Rp35,8 triliun atau tumbuh 2,79% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 217 yang tumbuh 6,6% (yoy) Perdagangan gkredit Perdagangan - Skala Kanan %, yoy Rp Triliun I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II %YOY Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4 Barang Lainnya Barang Budaya & Rekreasi (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (3) (4) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Penjualan Barang Eceran Riil Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan Usaha Transportasi Dan Penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 6,15% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 1,26% (yoy). Hal ini sejalan dengan penyaluran kredit ke lapangan usaha pengangkutan yang tercatat -8,58% (yoy) atau Rp2,22 triliun di triwulan laporan, membaik dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi lebih dalam -13,94% (yoy). Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Volume bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 217, volume bongkar muat mencapai 2,7 juta ton, atau tumbuh -14,15% (yoy), jauh menurun dari periode sebelumnya yang tumbuh,23% (yoy). DI sisi lain, pertumbuhan penumpang mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi. Pada triwulan II 217, pertumbuhan penumpang laut sebesar -2,96% (yoy) atau 154,83 ribu orang, membaik dari triwulan sebelumnya yang tumbuh -1,28% (yoy). Meningkatnya jumlah penumpang transportasi laut dikarenakan HBKN yang terjadi pada periode akhir triwulan, sehingga turut mendorong penggunaan transportasi Pengangkutan gkredit Pengangkutan - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) 1,2 1, Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Skala Kanan % yoy (1) (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Pengangkutan Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gtotal Bongkar & Muat - Skala Kanan Ribu Ton Volume Muat Barang Dalam Negeri %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) (2) Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri gpenumpang - Skala Kanan Ribu Orang %, yoy (1) (2) (3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum tumbuh lebih tinggi. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 11,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,35% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat di usaha ini terkonfirmasi dari hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman menunjukkan pertumbuhan yang meningkat menjadi 4,45% (yoy) atau sebesar 118,23 di periode laporan dari sebelumnya yang tumbuh 3,29% (yoy). Jika dirinci pada subkelompok SPE, subkelompok bahan makanan memiliki pertumbuhan 4,74% (yoy) menjadi 199,69 dari periode sebelumnya tumbuh 1,92% (yoy). Selain itu, subusaha akomodasi yang meningkat terlihat dari rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang mengalami peningkatan dari 45,6% menjadi 44,74%. 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Jumlah Kedatangan Wisman Orang gwisman - Skala Kanan Sumber: BPS, diolah Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara %, yoy 4,362 3,476 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) 6 % TPK Sulsel I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang Di sisi lain, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai orang atau tumbuh 11,88% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 55,7% (yoy) Indeks (%, yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan (5) (1) (15) (2) Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi tumbuh stabil. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,44% (yoy) di periode laporan, stabil dari triwulan I 217 yang tumbuh 9,48% (yoy). Stabilnya usaha informasi dan komunikasi diperkirakan karena masih tingginya aktivitas masyarakat di hari raya Ramadhan dan idul fitri Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan Usaha Jasa Keuangan tumbuh 5,29% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 3,88% (yoy). Peningkatan kinerja Lapangan Usaha Jasa Keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja perbankan di Sulsel, yang mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan sebelumnya. Indikator utama yang tumbuh yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Total DPK mencapai Rp85,2 triliun atau tumbuh 4,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan total DPK triwulan I 217 yang mencapai Rp81,54 triliun Lapangan Usaha Real Estate Lapangan Usaha Real Estate tercatat terakselerasi. Pada periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 4,35% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 4,15% (yoy). Peningkatan di lapangan usaha ini sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh KPw BI Sulsel. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada tipe rumah kecil dan menengah mengalami peningkatan, sementara IHPR pada tipe rumah besar bernilai stabil %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Angka Perkiraan UMUM KECIL MENENGAH BESAR Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan Usaha Jasa Perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,73% (yoy) di triwulan II 217, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat 6,81% (yoy). Peningkatan usaha ini tidak tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang sedikit menunjukkan perlambatan menjadi 19,18% (yoy) atau sebesar Rp5,72 triliun, dari periode sebelumnya yang tumbuh 2,11% (yoy). 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

35 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Jasa Dunia Usaha Rp Triliun gkredit Jasa Dunia Usaha - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan tumbuh terkontraksi pada periode laporan. Lapangan Usaha Administrasi Pemerintah tumbuh -,6% (yoy) di triwulan II 217, menurun dari periode sebelumnya yang tumbuh,91% (yoy). Menurunnya lapangan usaha administrasi pemerintahan akibat kinerja keuangan pemerintah yang belum optimal di periode laporan. Realisasi belanja APBN di triwulan II 217 mencapai Rp6,65 triliun atau 37,58% dari yang ditargetkan sebesar Rp17,68 triliun atau lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan II 216 yang mencapai 38,22%. Realisasi belanja APBD di triwulan II 217 mencapai Rp2,96 triliun atau 32,33% dari target Rp9,15 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 216 yang mencapai 34,28%. Meski realisasi APBD rendah pada triwulan laporan, namun upaya percepatan realisasi belanja pemerintah diperkirakan akan terus dilakukan oleh pemerintah daerah Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan Usaha Jasa Pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,46% (yoy) di triwulan II 217, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 217 yang tumbuh 7,13% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha jasa pendidikan terjadi seiring dengan Ujian Nasional (UN) tahun 217 yang terjadi di triwulan laporan untuk sekolah tingkat SD/SMP/MTs/SMA/MA. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas, karton dan cetakan meningkat. Indeks (%; yoy) (1) (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan (3) Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,54% (yoy) di triwulan II 217, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 7,42% (yoy). Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari penurunan jasa dokter umum dan check up terhadap keseluruhan jasa kesehatan. Hal ini Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

36 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D dikonfirmasi dari kredit yang disalurkan ke jasa sosial masyarakat yang meningkat dari 9,85% (yoy) menjadi 11,98% (yoy) atau Rp2,88 triliun. Rp Triliun Jasa Sosial Masyarakat gkredit Jasa Sosial Masyarakat - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II %, yoy (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Lapangan Usaha Pertambangan Pertumbuhan ekonomi non tambang memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pada triwulan II 217, pertumbuhan ekonomi non tambang tercatat tumbuh 6,52% (yoy) melambat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 7,49% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa Lapangan Usaha Pertambangan di periode laporan merupakan salah satu faktor pendorong perekonomian Sulsel dapat tetap tumbuh tinggi. Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi non pertambangan utamanya disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan. Namun demikian, Lapangan Usaha Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran yang mengalami akselerasi mampu menahan laju perlambatan lebih dalam. Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan masih mendominasi. Pangsa lapangan usaha tersebut sebesar 23,6%, diikuti dengan Industri Pengolahan sebesar 13,4%, Perdagangan Besar dan Eceran 13,92% dan Konstruksi 12,69%. Pada Lapangan Usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang melambat karena terdapat banjir yang terjadi pada sentra tanaman bahan makanan (tabama) di wilayah Bone, Sopeng, dan Wajo. Sementara itu, pertumbuhan usaha industri pengolahan juga melambat disebabkan oleh kegiatan ekspor yang lebih lambat dan kecenderungan menggunakan inventori yang ada. Hal ini juga terindikasi dari realisasi penjualan semen dan produksi tepung terigu yang menurun di triwulan II 217. Di sisi lain, Kinerja lapangan usaha unggulan lain pada periode laporan mengalami peningkatan seperti Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian, Konstruksi dan Perdagangan besar dan Eceran. Pada triwulan III 217, lapangan usaha non pertambangan diperkirakan dapat tumbuh terakselerasi berada pada kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Akselerasi tersebut terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; dan Industri Pengolahan. Lapangan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang diperkirakan akan mengalami akselerasi akibat kembali normalnya usaha ini pasca banjir di kawasan utama penghasil tanaman bahan makanan (tabama) di Kab. Bone, Soppeng, dan Wajo. Selain itu, Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian yang meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel tahun 217 sebesar 8 ribu MT (produksi hingga triwulan II 217 mencapai 37,3 ribu MT). Lapangan Usaha Industri Pengolahan yang lebih tinggi pasca melambat untuk mengisi inventori dan memenuhi permintaan domestik dan Luar Negeri. 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

37 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 % yoy (5) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II PDRB PDRB Non Tambang LU Pertambangan dan Penggalian Sumber: BPS, diolah BI Grafik Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

38 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.A. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) Pengembangan Agroindustri Kakao di Sulawesi Selatan Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan di Indonesia. Tanaman kakao sudah berkembang di Indonesia sejak tahun 198-an. Hal ini terbukti dari jumlah produksi kakao yang dihasilkan di Indonesia mencapai pada kisaran pangsa 1,4 % dunia di tahun Meski Indonesia termasuk dalam peringkat ketiga Negara produsen kakao setelah Pantai Gading dan Ghana, namun pangsa tersebut berangsur menurun. Pada tahun , Indonesia hanya menyumbang pada kisaran pangsa 7,7% dari total produksi kakao dunia. Tabel 1.A.1 Produksi Biji Kakao Dunia Negara % % ( ) perkiraan % Afrika 2, , , Pantai Gading 1, , , Ghana Lainnya Amerika Asia & Oseania Indonesia Lainnya Total 3, , ,236 1 Keterangan: Dalam Ribu Ton Sumber : Annual Report of the International Cocoa Organization (ICCO) 214/215 Berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan, sentra produsen utama coklat berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sentra produksi kakao di Indonesia berada di Sulawesi Tengah (23%), Sulawesi Tenggara (16%), Sulawesi Selatan (15%), Sulawesi Barat (1%), Sumatera Barat (8%), Lampung (5%) dan Sumatera Utara (3%) 2. Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan provinsi penghasil kakao terbesar ketiga di Indonesia mempunyai sebaran kakao di enam kabupaten. Kabupaten Luwu merupakan produsen utama kakao dengan produksi sebesar 22,62 ribu ton atau 19% dari produksi kakao Sulawesi Selatan. Produsen terbesar kedua adalah Kabupaten Luwu Utara dengan produksi 13,44 ribu ton dengan pangsa 17% dan Kabupaten Bone memproduksi 1,22 ribu ton dengan pangsa 11%. Grafik 1.A.1 Pangsa Produksi Biji Kakao di Indonesia Tahun 216 Grafik 1.A.2 Pangsa Produksi Biji Kakao di Sulawesi Selatan Tahun 214 Sumber: Kementerian Pertanian (Outlook Komoditas KakaoTahun 216) Industri kakao di Sulawesi Selatan kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan Sulawesi Selatan memiliki keterkaitan yang luas baik 2 Outlook Komoditas Kakao tahun Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

39 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI ke hulu maupun ke hilirnya. Pada tahun 216, ekspor biji kakao dan coklat olahan mencapai USD155,8 ribu atau mencapai 13,34% pangsa ekspor Sulsel. Selain itu, menurut data bea cukai, sebagian besar kakao yang diekspor keluar negeri adalah dalam bentuk biji kering (cocoa beans) sebagai bahan mentah untuk membuat berbagai macam produk kakao olahan. Meski memiliki potensi yang masih cukup besar, namun pengembangan kakao masih memiliki beberapa tantangan. Melalui pendekatan SWOT (strengths, weaknesses, opportunities dan threats) dari hasil focus group discussion dan informasi anekdotal, terdapat beberapa kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) yang dihadapi tanaman kakao seperti (1) umur tanaman yang sudah tua; (2) terdapat serangan hama dan penyakit yang berdampak pada menurunnya produktivitas, volume produksi dan kualitas biji kakao; (3) Alih fungsi lahan kakao ke komoditas perkebunan/pertanian lainnya. Gambar 1.A.1 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) Pada Komoditas Kakao Sumber: Dinas Perkebunan Sulsel dan Informasi Anekdotal Lainnya Melihat tantangan pengembangan komoditas kakao, pemerintah daerah bersama-sama dengan stakeholders memiliki berbagai upaya dan kebijakan. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan antara lain (1) Mendorong gerakan nasional (gernas) kakao dalam rehabilitasi tanaman yang sudah berumur tua; (2) Mendorong penggunaan pupuk dan tata cara memelihara tanaman kakao; (3) Memberikan insentif bagi petani yang tidak mengalihfungsikan lahannya; (4) Mendorong kelembagaan petani; dan (5) Meningkatkan pemasaran serta penggunaan media komunikasi dan akses terhadap informasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

40 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.B. Pendekatan Konsumsi RT melalui Kunjungan kepada Pusat Perbelanjaan Konsumsi Rumah Tangga (RT) memiliki peran yang cukup dominan dalam pertumbuhan ekonomi nasional maupun Sulsel. Besarnya peran konsumsi tersebut dapat terlihat dari pangsanya yang mencapai hampir 5% dari produk domestik bruto. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, diperlukan data akurat yang merepresentasikan posisi ekonomi terkini. Dalam beberapa riset Bank Indonesia dan dunia akademis, topik mengenai nowcasting cukup banyak menjadi alat bantu pengambil kebijakan dalam menentukan langkah selanjutnya. Hal ini disebabkan terdapatnya jeda (lag) rilis data pertumbuhan ekonomi dan posisi waktu pengambilan keputusan sehingga terdapat kebutuhan memperkirakan kondisi ekonomi terkini berdasarkan data yang ada. Pengembangan promt indicator menjadi penunjang di samping penggunaan model ekonometrika. Beberapa promt indicator yang umum digunakan adalah konsumsi semen sebagai promt indicator dari kegiatan investasi, khususnya investasi bangunan. Namun demikian, ekonomi Indonesia maupun Sulawesi Selatan masih didominasi oleh konsumsi Rumah Tangga dan Lembaga Non Profit Rumah Tangga dengan porsi lebih dari 4%, diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi, transaksi bersih perdagangan dengan luar daerah dan luar negeri atau net ekspor, dan konsumsi pemerintah (Grafik 1). Dengan menggunakan pendekatan pareto optimum3 (Grafik 2), maka konsumsi RT dan PMTB merupakan komponen utama dalam pembentukan PDRB sehingga dengan mengindentifikasi konsumsi RT dan PMTB, pergerakan PDRB sudah dapat tergambarkan. Grafik 1.B.1 Pangsa Komponen Permintaan terhadap PDRB Sulawesi Selatan Grafik 1.B.2 Pangsa Komponen Permintaan terhadap PDRB Sulawesi Selatan Riset yang dilakukan oleh lembaga riset lainnya menunjukkan bahwa jumlah tiket parkir dapat menggambarkan konsumsi RT Indonesia. Dalam risetnya, jumlah tiket parkir pada pusat perbelanjaan di beberapa kota besar secara umum diyakini menggambarkan konsumsi RT. Dalam risetnya, perkembangan pengunjung pusat perbelanjaan di beberapa kota besar menunjukkan penurunan cukup signifikan. Lebih jauh lagi, penurunan terjadi pada kategori belanja makanan dan minuman serta shopping center dilihat dari tujuan ke pusat perbelanjaan tersebut. Grafik 1.B.3 Perkembangan Pengunjung pusat Perbelanjaan Grafik 1.B.4 Tujuan Berbelanja pada 1 Hari Pertama Ramadhan 3 Pareto optimum adalah konsep yang diperkenalkan oleh Pareto untuk melakukan prioritas permasalahan berdasarkan besarnya pangsa atau frekuensi munculnya permasalahan tersebut. 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

41 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Berdasarkan data yang dihimpun dari jasa pengelola parkir pusat perbelanjaan, pertumbuhan pengunjung pusat perbelanjaan yang menggunakan kendaraan pribadi dapat menjadi indikator penuntun konsumsi RT. Namun demikian berdasarkan data yang telah dikelola, terjadi perlambatan kunjungan ke pusat perbelanjaan. Perlambatan tersebut setidaknya terjadi sampai dengan bulan Mei 217 atau satu bulan sebelumnya festive season dimulai. Secara grafis, pergerakan pengunjung pusat perbelanjaan, baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat terlihat bergerak searah dengan konsumsi RT Sulawesi Selatan. Grafik 1.B.5 Konsumsi RT dan Pengunjung Pusat Perbelanjaan Secara statistik, pengunjung pusat perbelanjaan dengan menggunakan sepeda motor lebih mempengaruhi konsumsi RT dibandingkan dengan pengunjung yang menggunakan mobil. Hal ini teridentifikasi dari statistik deskriptif yang menunjukkan koefisien korelasi pengguna kendaraan roda dua terhadap konsumsi RT lebih tinggi dibandingkan pengguna kendaraan roda empat. Dari sisi signifikansi pengaruh berdasarkan uji t statistik, pengunjung pusat perbelanjaan dengan kendaraan roda dua berpengaruh signifikan terhadap konsumsi RT sedangkan pengunjung dengan kendaraan roda empat tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi RT. Namun demikian, hubungan antara pengunjung pusat perbelanjaan dengan kendaraan roda empat tetap memiliki hubungan positif terhadap konsumsi RT. Jika kedua variable tersebut digabungkan, kedua variabel tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap konsumsi RT namun konsumsi RT tidak dipengaruhi signifikan oleh jumlah pengunjung pusat perbelanjaan dengan kendaraan roda empat. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa pengunjung pusat perbelanjaan dapat menjadi prompt indicator untuk konsumsi RT. Tabel 1.A.1. Statistik Deskriptif Data Parkir Pengunjung dan Konsumsi RT Perbedaan arah antara realisasi konsumsi RT dan indikator kunjungan ke pusat perbelanjaan pada triwulan II dapat disebabkan oleh faktor pergeseran selera ataupun data Juni yang belum terhimpun. Hal ini ditengarai oleh munculnya transportasi online yang sangat mungkin menjadi preferensi baru RT dalam menuju pusat perbelanjaan. Faktor ekonomis dan kepraktisannya menjadi indikasi kemungkinan RT menggunakan transportasi on line ketimbang kendaraan pribadi. Selain transportasi online, faktor penyebab pergeseran selera lainnya adalah munculnya perbelanjaan online. Dengan perbelanjaan online, kencenderungan RT mengunjungi pusat perbelanjaan menjadi sedikit sangat dimungkinan karena sifatnya yang subtitusi. Di samping itu, data yang berhasil dihimpun adalah data sampai dengan bulan Mei atau satu bulan sebelum Ramadhan dan Idul Fitri terjadi dimana konsumsi RT umumnya meningkat tajam. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan konsumsi RT melalui indikator yang ada dan terus berkembang. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

42 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

43 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan II 217 relatif rendah. Realisasi belanja hingga triwulan II 217 tercatat mencapai Rp2,96 triliun atau 32,3% dari pagu anggaran sebesar Rp9,15 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 216 yang mencapai 34,3%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 77,8%) dan belanja transfer (pangsa 2,1%), sementara untuk realisasi belanja modal juta masih kecil. Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel juga menurun. Sampai dengan triwulan II 217 telah terealisasi sebesar Rp6,65 triliun atau 37,6% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,7 triliun. Penurunan komponen belanja terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali bantuan sosial. Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, sebagai instrumen fiskal menjadi peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 217, terutama stimulus pertumbuhan yang berbentuk pembangunan infrastruktur untuk memperlancar distribusi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

44 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD 2.1 Struktur Anggaran Pagu anggaran belanja terbesar berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, (2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp31,23 triliun atau 53,9% dari total pagu anggaran belanja 217 sebesar Rp57,97 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp17,59 triliun (3,3%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja dari APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp9,15 triliun (15,8%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan II 217 telah berhasil direalisasikan sebesar Rp18,98 triliun atau 32,69% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran triwulan II 217 tersebut turun dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 216 yang sebesar 35,22% atau Rp21,15 triliun. APBD KAB/ KOTA 53,9% ANGGARAN 217 APBN 3,3% APBD KAB/ KOTA*, 49.4% REALISASI TW II-217 APBN, 35.% APBD PROVINSI 15,8% APBD PROVINSI, 15.6% Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 217 Keterangan: *) Perkiraan Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 217 Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan II 217, nilai realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp9,37 triliun atau 49,4% dari total realisasi belanja pemerintah daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp6,65 triliun (35,%), dan disusul oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp2,96 triliun atau 15,6% (Grafik 2.2). Sementara untuk triwulan II 216, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, APBN di Sulsel, dan APBD Pemerintah Provinsi masing-masing porsinya 53,5%; 34,8%; dan 11,7%. 2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Berdasarkan sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi dari pendapatan transfer. Hingga triwulan II 217, pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat mencapai Rp2,82 triliun atau 63,31% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp4,46 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing dengan porsi mencapai 46,8% dan 45,9%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, serta transfer pemerintah pusat-lainnya. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal II 217 ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,93 triliun. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan II 217 mencapai Rp1,63 triliun (36,61%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp1,36 triliun dengan porsi 83,2% dari PAD. Sementara sumber pendapatn lain berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, lain-lain PAD yang sah dan Pendapatan Retribusi. Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan meski porsi PAD sedikit menurun. Sampai dengan triwulan II 217, realisasi pendapatan telah mencapai Rp4,46 triliun atau 5,12% dari yang ditargetkan sebesar Rp8,9 triliun pada tahun 217. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 54,7%, PAD 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

45 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH mencapai 43,9%, dan sumber lain-lain pendapatan yang sah baru mencapai 3,8% dari yang ditargetkan untuk tahun 217. Rp miliar 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Rp438 Rp783 Rp1, Perkembangan Realisasi Pendapatan % Rp Rp5 Rp2 Rp4 Rp85 Rp1,234 Rp1,432 Rp1,497 Rp1,634 Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan II 217 mencapai 5,1% dari target yang dianggarkan tahun 217. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian akhir tahun lalu 46,6%. Secara nominal, realisasi pendapatan APBD pada triwulan II 217 sebesar Rp4,46 triliun, lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,43 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan retribusi daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, masing-masing sebesar Rp4,9 miliar, Rp126,66 miliar, dan Rp16,88 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari penambahan jumlah armada Samsat Keliling khususnya untuk pelayanan samsat (gerai samsat, samsat drive thru, samsat keliling, samsat delivery, samsat care, e-samsat dengan Bank Sulselbar), dan untuk mendorong penerimaan pajak, Badan Pendapatan Daerah menerapkan sistem total football dimana seluruh pegawai diwajibkan mencari tunggakan wajib pajak. Selain itu, secara keseluruhan, peningkatan presentase pendapatan terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan transfer khususnya pada Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan nominal sebesar Rp1,29 triliun, di tengah kondisi ekonomi Sulsel yang relatif melambat di triwulan II 217. Rp847 Rp1,927 Rp2,825 Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Tw II-217 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah PENDAPATAN U R A I A N Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel ANGGARAN 216 JUMLAH PENDAPATAN 7, , % 8, , % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan da n Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Sementara itu, sampai dengan triwulan II 217 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp2,82 triliun (54,68%), yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp1,93 triliun (5,4%). Komponen pendapatan transfer yang mengalami peningkatan adalah Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, serta Dana Alokasi Khusus (DAK). Realisasi DBH sampai dengan triwulan II 217 mencapai Rp199,56 miliar (67,16%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp149,26 miliar (52,97%). DAK mencapai Rp1,29 triliun (49,93%), lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp13,14 miliar (3,23%). Komponen (Rp Miliar) REALISASI s/d TRIWULAN II 216 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN II 217 NOMINAL % REALISASI 217 NOMINAL % REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH 3, , % 3, , % - Pendapatan Pajak Daerah 3, , % 3, , % - Pendapatan Retribusi Daerah % % - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan % % - Lain-lain PAD yang Sah % % PENDAPATAN TRANSFER 3, , % 5, , % - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak % % - DAU 1, % 2, , % - DAK % 2, , % - Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1, % % LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH % % Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

46 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD transfer pemerintah pusat lainnya terlihat turun karena masuk ke komponen DAK. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai target Rp7,5 miliar (1,%). Komponen transfer pemerintah pusat lainnya terlihat turun karena masuk ke komponen DAK. Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah berhasil merealisasikan Rp3,55 miliar (3,77%), secara persentase dan nominal lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,36 miliar (2,1%). Sementara itu, pencapaian realisasi DAU sama dengan tahun sebelumnya yaiut 58,33% meski secara nominal realisasi trwiulan II 217 sebesar Rp1,32 triliun lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp813 juta. Ke depan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty Belanja Struktur Realisasi Belanja Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi oleh belanja operasional. Sampai dengan triwulan II 217, nilai realisasi belanja operasional mencapai Rp2,3 triliun (pangsa 77,8%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun (pangsa 73,9%). Sementara itu, belanja transfer dan belanja modal mengalami penurunan presentasi realisasi masing-masing menjadi 38,2% (Rp593,81 miliar) dan 5,9% (Rp63,11 miliar) dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 4,8% (Rp563,73 miliar) dan 9,3% (Rp81,69 miliar). Rp miliar 1% 9% Rp316 Rp45 Rp518 Rp564 Rp594 8% Rp53 Rp63 Rp127 Rp82 7% Rp152 6% 5% 4% Rp1,35 Rp1,382 Rp1,832 Rp2,32 Rp1,399 3% 2% 1% % Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Tw II-217 Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Presentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel menurun. Realisasi belanja hingga triwulan II 217 tercatat sebesar 32,3% atau Rp2,96 triliun dari yang ditargetkan sebesar Rp9,15 triliun. Pencapaian persentase realisasi belanja tersebut lebih rendah dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 34,3% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Dengan presentase realisasi belanja yang lebih rendah tersebut, maka pada triwulan II 217 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp1,5 triliun. Presentase realisasi belanja operasional lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional hingga triwulan II 217 terealisasi Rp2,3 triliun (35,4%), dimana presentase realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun (37,1%). Presentase realisasi belanja operasional yang lebih rendah terjadi pada komponen belanja pegawai, belanja hibah dan belanja bantuan keuangan masing-masing Rp1,17 triliun (37,3%), Rp728,49 miliar (38,4%) dan Rp14,69 miliar (9,7%), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing Rp555,8 miliar (44,92%), Rp861,5 miliar (47,49%) dan Rp91,17 miliar (22,78%). Sementara untuk realisasi belanja barang dan belanja bunga mengalami kenaikan. Realisasi belanja modal menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan II 217 realisasi belanja modal telah mencapai Rp63,11 miliar atau 5,96% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,6 triliun, menurun dibandingkan pencapaian pada triwulan II tahun 217 sebesar Rp81,69 miliar (9,31%). Belanja modal yang sudah terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin, gedung dan bangunan, belanja jalan/irigasi/jaringan, belanja aset tetap 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

47 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH lainnya dan aset lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp17,3 miliar (7,12%), Rp27,51 miliar (5,39%), Rp16,29 miliar (5,89%), Rp4 juta (8,56%), dan Rp1,97 miliar (41,14%). Seluruh komponen mengalami penurunan realisasi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kecuali belanja aset lainnya yang mengalami peningkatan. BELANJA Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) REALISASI s/d TRIWULAN II 216 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN II 217 ANGGARAN 216 NOMINAL % REALISASI 217 NOMINAL % REALISASI BELANJA OPERASIONAL 4, , % 6, , % - Belanja Pegawai 1, % 3, , % - Belanja Barang 1, % 1, % - Belanja Bunga % % - Belanja Hibah 1, % 1, % - Belanja Bantuan Keuangan % % BELANJA MODAL % 1, % - Belanja Tanah % % - Belanja Peralatan & Mesin % % - Belanja Gedung dan Bangunan % % - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan % % - Belanja Aset Tetap Lainnya % % - Aset Lainnya % % BELANJA TIDAK TERDUGA % % JUMLAH BELANJA 5, , % 7, , % TRANSFER 1, % 1, % - TOTAL BELANJA 7, , % 9, , % SURPLUS / (DEFISIT) % (247.53) 1, % PEMBIAYAAN U R A I A N PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH % % PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH % % JUMLAH PEMBIAYAAN (121.1) % % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota juga tercatat lebih rendah. Realisasi transfer sampai dengan triwulan II 217 tercatat Rp593,81 miliar (38,2%), lebih rendah dari triwulan I tahun sebelumnya Rp563,73 miliar (4,75%). Transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing. 2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi oleh belanja pegawai. Sampai dengan triwulan II 217 realisasi belanja pegawai mencapai 46,94% atau Rp3,12 triliun dari realisasi total belanja sebesar Rp6,65 triliun, dimana pada tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 47,91% atau Rp3,53 triliun dari realisasi total belanja sebesar Rp7,37 triliun. Selanjutnya disusul realisasi belanja barang tercatat sebesar 34,51% atau Rp2,29 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar yang mencapai 32,7% atau Rp2,41 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal menjadi Rp1,22 triliun (pangsa 18,4%), lebih rendah dibandingkan triwulan II 216 sebesar Rp1,42 triliun (pangsa 19,3%), dan realisasi belanja untuk bantuan sosial menjadi Rp12,69 miliar (pangsa,19%) sedikit naik dibandingkan realisasi triwulan II tahun 216 sebesar Rp8,95 miliar (pangsa,12%). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

48 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp8.95 Rp. Rp.1 Rp. Rp Rp498.4 miliar Rp Rp Rp.19 Rp. Rp. Rp1, Rp1.22 Rp Rp746.3 Rp Rp1, Rp2,45.6 Rp2.29 Rp1, Rp1, Rp2, Rp2, Rp2,78.4 Rp3, Rp3.12 Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan II 217 secara persentase dan nominal lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II 216. Pada triwulan II 217, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 37,6%, lebih rendah dari pencapaian triwulan II 216 (38,22%). Secara nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 217 tercatat Rp6,65 triliun, turun dibandingkan realisasi triwulan II tahun 216 sebesar Rp7,37 triliun. Penurunan nominal belanja terjadi pada seluruh komponen kecuali belanja bantuan sosial. Persentase dan nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel terutama untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan II 217, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp3,12 triliun atau 46,41% dari pagu anggaran. Secara persentase, realisasi belanja pegawai ini lebih rendah dibanding pencapaian triwulan II tahun 216. Realisasi persentase belanja modal juga mengalami penurunan pagu anggaran dimana pada triwulan laporan mencapai 27,12% dibandingkan triwulan II tahun 216 (28,45%), sejalan dengan penurunan realisasi pengadaan semen yang menurun sebagai salah satu indikator pembangunan. Sedangkan belanja bantuan sosial mengalami peningkatan baik secara presentasi maupun nominal yang disalurkan sebesar Rp12,69 miliar (23,32%). Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan 4. U R A I A N Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Belanja Bantuan Sosial utang Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan II 217 Per Jenis Belanja ANGGARAN 216 Rp miliar Realisasi s/d Triwulan II 216 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN II 217 Nominal % Realisasi 217P NOMINAL % REALISASI Belanja Pegawai 7, , % 6, , % Belanja Barang 7, , % 6, , % Belanja Modal 5,2.4 1, % 4, , % Belanja Bantuan Sosial % % JUMLAH BELANJA 19, , % 17, , % 4 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.7/216 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 6% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus). 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

49 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH 2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren menurun 5 sejak 3 tahun terakhir. Rasio pada triwulan II 217 tercatat 1,58% relatif stabil dibanding triwulan II 216 yang terhitung 1,59%. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 2,4% di 216 menjadi 2,73% pada 217. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah belum dapat mengimbangi peningkatan pendapatan transfer, sehingga kecenderungan ketergantungan kepada pendapatan transfer dari pemerintah pusat semakin meningkat. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, mengingat belum dapatnya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan menggali pendapatan asli daerah tersebut, dapat disebabkan oleh kewenangannya yang semakin terbatas atau terdapat ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pelaksanaannya % Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Tw II-217 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB % Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Tw II-217 Belanja Operasional Belanja Modal - sisi kanan Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB % Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB ADHB meningkat di tahun Peningkatan rasio belanja operasional dan modal terhadap PDRB ADHB masing-masing menjadi 7,46% dan 1,24%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian kembali menguat di periode laporan. Kondisi tersebut menjadi sebuah dorongan mengingat realisasi belanja yang meningkat ditengah situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan. Meski demikian, realisasi belanja terhadap PDRB yang membaik tersebut dapat terus dijaga terutama dengan meningkatkan realisasi belanja khususnya belanja barang dan belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian. 5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

50 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD Boks 2.A. Koordinasi Lintas Sektoral antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Badan Pusat Statistik Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan meningkatkan intensitas koordinasi lintas sektoral. Kerjasama berupa kegiatan capacity building dilaksanakan di Zona Makassar, Zona Bone, dan Zona Palopo 7, dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 216. Sementara pada tahun 217, dilengkapi dengan menyelenggarakan capacity building di 2 (dua) zona lainnya. Penyelenggaraan capacity building pada 217 ditambah dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan. BPS menjadi salah satu mitra strategis Bank Indonesia sebagai penyedia data statistik ekonomi dan sosial yang berkualitas. Oleh karena itu, topik yang diangkat dalam capacity building adalah Pemanfaatan Indikator Makro Sosial Ekonomi, Fiskal dan Moneter dalam Perencanaan Daerah. Daerah yang menjadi tujuan capacity building tahun 217 adalah Zona Bulukumba dan Zona Parepare 8 (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba) masing-masing tanggal 23 Mei 217 dan 2 Agustus 217. Fokus peserta capacity building adalah aparatur Pemda dan staf ahli ekonomi, serta staf ahli DPR terkait ekonomi, moneter, sosial, dan fiskal. Dengan kegiatan tersebut agar nantinya peserta mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah; dengan memiliki bekal pemahaman terhadap ekonomi moneter yang baik, diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian inflasi di daerah; setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan mampu mengelola anggaran secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah sehingga pertumbuhan ekonomi Sulsel akan semakin meningkat, perkembangan harga yang relatif stabil pada level yang rendah (4%±1%), sehingga kesejahteraan masyarakat Sulsel akan semakin meningkat. Gambar 1.A.1. Pembukaan Capacity Building Zona Bulukumba Gambar 1.A.2. Narasumber dan Peserta Capacity Building Zona Bulukumba BPS lebih fokus menyampaikan indikator sosial dan stimulus fiskal yang dibutuhkan. BPS mengungkapkan mengenai penggunaan data-data sosial dan penggunaannya untuk menghitung asumsi belanja daerah yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Stimulus fiskal dari pemerintah pusat dan daerah diperlukan dalam rangka mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan (tingginya gini ratio), serta meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara itu, DPJB memaparkan materi agar mendorong penyerapan anggaran pemerintah secara lebih optimal. Melalui pola perencanaan penganggaran, pegawai/pejabat pemerintah daerah diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Bank Indonesia mendorong agar pertumbuhan tetap berkesinambungan disertai inflasi yang stabil. Pertumbuhan daerah yang berkesinambungan antar kabupaten/kota akan mengurangi tingkat ketimpangan secara Sulsel. Selain itu, yang harus dijadikan acuan adalah pencapaian target pertumbuhan yang dicanangkan oleh nasional maupun provinsi. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengajukan agar ada sumber pertumbuhan baru di Sulsel. Bank Indonesia telah 7 Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), dan Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara, Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo). 8 Zona Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare). 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

51 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH melakukan penelitian Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU), yang terakhir dilakukan pada tahun 212. Di tahun 217, Bank Indonesia melakukan pembaharuan penelitian KPJU sebagai salah satu bentuk upaya pemberian informasi kepada stakeholders mengenai keunggulan dan potensial daerah. Hasil KPJU unggulan dan potensial dapat menjadi referensi bagi Pemda dalam mengembangkan Produk Unggulan Daerah (PUD) sebagaimana diminta oleh Kemendagri. Gambar 1.A.3. Narasumber Kegiatan Dari kiri ke kanan: BPS (Didi), Kepala DJPB Kanwil Sulsel (Marni Misnur), Kepala Perwakilan BI Sulsel (Bambang Kusmiarso), dan Kepala Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI (Musni Hardi K.A) Gambar 1.A.4. Peserta Kegiatan Capacity Building Zona Parepare Forum Sosial/Ekonomi-Fiskal-Moneter tersebut sangat penting mengingat koordinasi ketiga hal ini menjadi faktor utama perekonomian. Dari sisi fiskal, penyerapan anggaran penting untuk dioptimalkan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap tinggi dan stabil. Sementara itu, dari sisi ekonomi, ukuran keberhasilan utama seperti pertumbuhan output, pengangguran yang rendah, inflasi yang terkendali, pengeluaran (investasi pemerintah) dan Neraca Perdagangan yang stabil dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal yang tidak berjalan dengan baik, dapat berdampak pada crowding out di investasi swasta. Oleh karena itu, guna mengantisipasi hal tersebut, perlu koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah daerah dengan stakeholders terkait yang lebih baik agar semakin optimalnya realisasi APBN dan APBD di daerah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

52 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

53 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 217 tercatat 4,49% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 217 (3,42%, yoy), terutama karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor, komunikasi dan jasa keuangan; dan bahan makanan. Peningkatan ini dikarenakan sebagai implikasi kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 9 VA pada bulan Maret dan Mei 217, yang menaikkan tarif untuk sebagian kelompok rumah tangga daya 9 VA. Pada triwulan III 217, tekanan inflasidiperkirakan menurun, khususnya pada kelompok volatile food. Aktivitas masyarakat yang kembali normal pasca berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan menjadi faktor penyebab terjaganya inflasi kelompok volatile food dan core. Namun demikian, masih tingginya tarif angkutan udara pada awal triwulan III 217 menjadi salah satu faktor yang patut diwaspadai. Berbagai upaya Pengendalian inflasi akan terus dilakukan agar dapat menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 4 ±1 %. Adapun upaya pengendalian inflasi dalam rangka antisipasi tekanan inflasi ke depan antara lain implementasi rapat koordinasi TPID Sulsel-Maluku, TPID tingkat KTI dan Nasional, dimana pada rakor TPID Sulsel-Maluku mendorong kerjasama antar Provinsi melalui misi dagang dalam rangka Pengendalian inflasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

54 BAB 3INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 217 mengalami peningkatan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan II 217 tercatat 4,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 217 yang tercatat 3,42% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan dengan inflasi Nasional yang juga meningkat menjadi 4,37% (yoy) dari triwulan sebelumnya 3,61% (yoy). Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh meningkatnya harga pada hampir seluruh kelompok seperti bahan makanan; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; sandang; pendikan, rekreasi dan olahraga; dan transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Peningkatan inflasi terbesar terjadi pada bahan makanan khususnya sayuran dan hortikultura, serta penyesuaian subsidi listrik 9 VA untuk rumah tangga pada bulan Mei 217 sebesar 3%. Pada triwulan III 217 tekanan inflasi diperkirakan menurun. Dari kelompok administered price, dampak pada penyesuaian subsidi listrik 9 VA untuk rumah tangga sudah berangsur berkurang. Selain itu, pada kelompok volatile food, permintaan masyarakat diperkirakan kembali pada pola normalnya setelah Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). 1 Nasional (yoy) 8 Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq) (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* % Ket: *) Data hingga Juli Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 9 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 217 terjadi pada Kelompok Bahan Makanan; Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar; Sandang; Pendidikan, Rekreasi, Olahraga; serta Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Inflasi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 5,85% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 3,52% (yoy). Selain itu, kelompok lain yang mengalami peningkatan pada periode laporan yaitu kelompok Bahan Makanan; Sandang; Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga; Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan menjadi masing-masing 5,19% (yoy); 2,5% (yoy);,82% (yoy); dan 5,47%, dari sebelumnya 3,94%(yoy); 1,89% (yoy); dan,81% (yoy); dan 3,61%(yoy). Sedangkan kelompok makanan jadi dan kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 4,28% (yoy) dan 2,74% (yoy) menjadi 3,72% (yoy) dan 2,36% (yoy). 9 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

55 BAB 3INFLASI DAERAH Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) Keterangan: *) Data hingga Juli 217 Sumber: Badan Pusat Statistik Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan II 217, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi meningkat dari 3,94 (yoy) pada akhir triwulan I 217 menjadi 5,19% (yoy) di akhir triwulan II 217. Peningkatan tekanan inflasi terjadi di subkelompok ikan segar; ikan diawetkan; telur, susu dan hasil-hasilnya; sayur-sayuran; dan buah-buahandari masing-masing 8,17% (yoy); 4,26% (yoy); -,14% (yoy); -1,61% (yoy); dan 5,9% (yoy) di triwulan I 217 menjadi 11,77% (yoy); 12,73% (yoy); 1,66% (yoy); 8,9% (yoy); dan 6,72% (yoy) di triwulan II 217. Sementara subkelompok daging dan hasil-hasilnya masih tercatat deflasi. Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok padipadian, umbi-umbian dan hasilnya; kacang-kacangan; bumbu-bumbuan; serta lemak dan minyak (5) (1) % yoy *) Data hingga Juli 217 qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Faktor utama penyebab peningkatan tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan adalah meningkatnya permintaan kebutuhan pokok jelang hari raya. Tarikan permintaan khususnya pada bahan baku masakan khas Sulsel jelang perayaan hari raya Idul Fitri serta mulai masuknya musim tanam di daerah sentra pangan sehingga mendorong inflasi kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas yang mengalami inflasi pada triwulan laporan yaitu cabe merah, wortel, kentang, kepiting, dan tomat buah masing-masing 3,21% (yoy); 52,% (yoy); 34,94% (yoy); 38,9% (yoy); dan 18,7% (yoy). Subkelompok sayur-sayuran menjadi penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan II 217. Komoditas yang tercatat memiliki inflasi tinggi pada subkelompok ini adalah wortel, kentang, tomat sayur, tauge, dan sawi putih masingmasing sebesar 52,% (yoy); 34,94% (yoy); 12,67% (yoy); 23,36% (yoy); dan 11,19% (yoy). Subkelompok lain yang mengalami kenaikan tertinggi adalah subkelompok ikan diawetkan pada komoditas ikan teri sebesar 18,3% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

56 BAB 3INFLASI DAERAH Curah hujan pada tingkat menengah di akhir periode laporan mendukung panen tanaman hortikultura sehingga mampu menahan kenaikan laju inflasi kelompok ini. Baik Sulsel bagian Selatan maupun Utara memiliki intensitas curah hujan yang menengah-menengah (15 2 mm). Sementara Sulsel bagian tengah yang merupakan sentra hortikultura memiliki intensitas curah hujan menengah-rendah (1-15 mm) sehingga salah satu faktor penurunan inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan. Komoditas subkelompok bumbu-bumbuan yang mengalami penurunan adalah cabe rawit, bawang merah, kemiri, lada, dan jeruk nipis masing-masing menjadi 4,46% (yoy); -18,63% (yoy); 6,63% (yoy);,38% (yoy); dan 9,78% (yoy) dari triwulan setelahnya. Perkembangan hingga awal triwulan III 217 menunjukkan adanya penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, sehingga inflasi hingga akhir triwulan III 217 diperkirakan masih di dalam rentang sasaran inflasi. Penurunan tekanan inflasi di akhir triwulan III 217 disebabkan oleh kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Namun demikian, terdapat beberapa hal yang patut diwaspadai pada triwulan III 217 dikarenakan terdapat Idul Adha dan beberapa hari libur yang dapat memengaruhi permintaan terhadap bahan makanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan II 217 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi 3,72% (yoy) pada triwulan II 217, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,28% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok minuman yang tidak beralkohol dari 4,15% (yoy) di triwulan I 217 menjadi -1,45% (yoy) di triwulan II % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Gula pasir merupakan salah satu komoditas yang mengalami penurunan terdalam pada subkelompok minuman tidak beralkohol di triwulan II 217. Menurunnya tekanan inflasi gula pasir dari 1,16% (yoy) di triwulan I 217 menjadi - 1,88% (yoy) di triwulan II 217 disebabkan oleh adanya kebijakan Kementerian Perdagangan terkait dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula pasir konsumen sebesar Rp12.5/kg. Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 24 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas gula pasir, sate, sirop, biskuit, dan bubur tercatat sebagai lima komoditas utama yang mengalami penurunan inflasi di triwulan II 217. Di sisi lain, komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan II 217 yaitu rendang, pizza, coklat batang, kue kering berminyak, dan rokok putih. Sementara untuk 8 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Hingga awal triwulan III 217, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola yang meningkat, meski diperkirakan tetap terkendali hingga akhir triwulan III 217. Meningkatnya inflasi kelompok makanan jadi disumbang oleh kenaikan harga subkelompok tembakau dan minuman beralkohol khususnya pada komoditas rokok putih, rokok kretek filter dan rokok kretek. Sesuai dengan informasi anekdotal, kebijakan pemerintah pada Januari 217 terkait dengan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 1,54% mulai terasa efektivitasnya pada triwulan II dan triwulan III Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan II 217, laju inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar mengalami kenaikan. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 5,85% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 3,52% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; serta penyelenggaraan rumah tangga, sementara subkelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga mengalami penurunan. Pada triwulan II 217, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; serta penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami peningkatan inflasi masing-masing menjadi 2,69% (yoy) dan 2,81% (yoy), dari 8,95% (yoy) dan 2,18% (yoy) pada triwulan I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

57 BAB 3INFLASI DAERAH Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 26 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 217. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah lemari pakaian, gelas minum, batu, pasir dan kipas angin. Inflasi kelima komoditas tersebut turun signifikan masing-masing dari 6,1% (yoy), 3,98% (yoy), 6,76% (yoy), 5,95% (yoy) dan 4,79% (yoy) pada triwulan I 217 menjadi -1,68% (yoy), 1,23% (yoy), 4,3% (yoy), 4,2% (yoy), dan 3,3% (yoy) pada triwulan II 217. Namun demikian, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah tarif listrik, magic com, pembasmi nyamuk spray, bola lampu dan pengharum cucian, yang meningkat masing-masing menjadi 36,88% (yoy), 3,72% (yoy),3,86% (yoy), 14,1% (yoy) dan 7,48% (yoy) pada triwulan II 217, dari triwulan I 217 masing-masing 15,14% (yoy),,75% (yoy),,93% (yoy), 11,37% (yoy) dan 4,83% (yoy). Sementara untuk 7 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan % yoy.9 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar *) Data hingga Juli 217 qtq %, yoy Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP P: Angka perkiraan IHPR gindeks - Skala Kanan Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial Peningkatan tarif listrik menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Peningkatan tarif listrik terjadi karena penyesuaian tarif pengalihan subsidi listrik pada daya 9 VA di bulan Januari, Maret, Mei dan Juli. Pada tahap 1 (bulan Januari), tarif listrik mengalami penyesuaian mencapai 3% yaitu dari Rp65/kWh menjadi Rp791/kWh. Sementara itu, pada tahap 2 (bulan Maret), tarif listrik mengalami kenaikan 3% menjadi Rp1.34/kWh, kemudian pada tahap 3 (bulan Mei), tarif listrik kembali mengalami kenaikan 3% menjadi Rp1.352/kWh. Pada tahap akhir (bulan Juli), tarif daya 9 VA sama dengan tarif 1.3 VA menjadi Rp1.467/kWh. Inflasi Tarif Tenaga Listrik (TTL) tercatat meningkat dari 15,14% (yoy) di triwulan I 217 menjadi 36,88% (yoy) di triwulan II 217. Kenaikan laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar ditahan oleh komoditas lemari pakaian, batu dan pasir yang mengalami penurunan. Berdasarkan SPH yang dilakukan BI Sulsel, penurunan harga tidak terjadi di Kabupaten Watampone bahkan sebaliknya meningkat Rp12.5-Rp31.25 seiring dengan adanya banjir yang mengganggu distribusi di daerah tersebut. Hingga awal triwulan III 217 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar cenderung menurun, dan penurunannya diperkirakan berpotensi berlanjut hingga akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pengalihan subsidi listrik pelanggan daya 9 VA sebagian besar telah dilakukan di triwulan laporan. Selain itu, harga bahan bakar rumah tangga ukuran 3 kg cenderung stabil dimana pada kisaran Rp17. Rp2. di Kota Makassar, Kota Parepare, Kota Palopo, Kabupaten Watampone dan Kabupaten Bulukumba. Harga eceran tersebut sesuai dengan komitmen pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian yang tidak akan menaikkan harga LPG ukuran 3 kg untuk menjaga daya beli masyarakat menengah-bawah Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang triwulan II 217 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 217, inflasi kelompok ini tercatat 2,5% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 217 sebesar 1,89% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki; sandang wanita; dan sandang anak-anak secara berurutan tercatat 2,71% (yoy); 2,52% (yoy); dan 1,72% (yoy) di triwulan II 217 lebih tinggi dibandingkan triwulan I 217 yang tercatat 2,6% (yoy); 1,57% (yoy); dan,98% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

58 BAB 3INFLASI DAERAH Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 24 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan II 217. Lima komoditas utama yang mendorong inflasi adalah BH Katun, sandal karet, daster, baju kaos berkerah, dan pampers. Inflasi kelima komoditas ini naik dari masing-masing 3,59% (yoy), -,43% (yoy), 1,19% (yoy),,87% (yoy), dan 3,5% (yoy) di triwulan I 217, menjadi masing-masing 15,85% (yoy), 8,35% (yoy), 7,54% (yoy), 5,7% (yoy), dan 6,27% (yoy) di triwulan II 217. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 36 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terdalam adalah kaos dalam, sarung batik, kemeja pendek, sandal kulit dan sarung katun dari masing-masing 4,68% (yoy), 3,24% (yoy), 2,47% (yoy), 1,6% (yoy,) dan 2,59% (yoy) di triwulan I 217, menjadi,57% (yoy),,% (yoy), -,66% (yoy), -1,88% (yoy) dan,3% (yoy). Sementara untuk 9 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Pada awal triwulan III 217, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan berlanjut hingga akhir triwulan. Subkelompok yang turun hingga awal triwulan III 217 terutama pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi karena telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Idul Fitri. Selain itu, penurunan terjadi pada komoditas emas perhiasan yang diperkirakan akibat melemahnya harga emas dunia, serta kurangnya permintaan di saat pasokan emas berlebih. Harga emas dunia menunjukkan penurunan -7,5% (yoy) dari USD1.257,73/troy oz di triwulan II 217 menjadi USD1.236,85/troy oz di awal triwulan III (2) (4) % yoy qtq *) Data hingga Juli 217 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* ,. 1,8. 1,6. 1,4. 1,2. 1, $/troy oz Emas %, yoy gharga - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami penurunan. Pada triwulan II 217, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat inflasi 2,74% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh subkelompok kecuali subkelompok obat-obatan. Subkelompok jasa kesehatan; jasa perawatan jasmani; dan jasa perawatan jasmani dan kosmetika tercatat mengalami penurunan inflasi dari 3,55% (yoy), 3,68% (yoy), dan 2,78% (yoy) di triwulan I 217, menjadi masing-masing 3,33% (yoy), 3,51% (yoy) dan 1,83% (yoy) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Jasa kesehatan check up menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi jasa check up menurun cukup signifikan dari 8,35% (yoy) di triwulan I 217 menjadi,82% (yoy) di triwulan II 217. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 2 dari 4 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 217. Lima komoditas utama yang menahan tekanan inflasi di kelompok ini adalah check up, facial, parfum, bedak dan pelembab. Kelima komoditas ini mengalami penurunan tekanan inflasi dari masing-masing 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

59 BAB 3INFLASI DAERAH 8,35% (yoy), 3,4% (yoy), 4,77% (yoy), 4,87% (yoy), dan 5,52% (yoy) di triwulan I 217, menjadi masing-masing,82% (yoy),,% (yoy), 1,93% (yoy), 2,56% (yoy), dan 4,36% (yoy) di triwulan II 217. Di sisi lain, dari 12 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas diantaranya mengalami peningkatan inflasi terbesar yaitu kacamata plus dan minus, vitamin, obat dengan resep, ongkos bidan dan pasta gigi. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi dari -,92% (yoy), -,53% (yoy),,33% (yoy),,5% (yoy) dan,78% (yoy) di triwulan I 217 menjadi,28% (yoy),,59% (yoy), 1,19% (yoy), 1,14% (yoy), dan 1,34% (yoy) pada triwulan II 217. Sementara untuk 8 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Di awal triwulan III 217, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi pada seluruh kelompok kesehatan. Peningkatan inflasi terbesar berasal dari jasa perawatan jasmani khususnya tarif gunting rambut anak. Risiko yang diperkirakan dapat mendorong inflasi kelompok ini adalah subkelompok Obat-obatan, serta Jasa Perawatan Jasmani dan Kosmetika dimana obat/perlengkapan untuk perawatan jasmani dan kosmetika berasal dari impor yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga cenderung stabil di triwulan II 217. Tekanan inflasi pada triwulan II 217 tercatat,82% (yoy), stabil dari triwulan I 217 sebesar,81% (yoy). Stabilnya inflasi kelompok ini karena hampir seluruh subkelompok relatif stabil, kecuali subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan olahraga. Ketiga subkelompok yang relatif stabil tersebut yaitu pendidikan, kursus-kursus/pelatihan, dan rekreasi, masing-masing,58% (yoy), 3,29% (yoy), dan,66% (yoy) pada triwulan II (.5) (1.) % *) Data hingga Juli 217 yoy qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Meski relatif stabil, biaya jaringan saluran TV dan buku tulis bergaris menjadi komoditas yang mengalami kenaikan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi biaya jaringan saluran TV dan buku tulis bergaris naik masing-masing dari 1,72% (yoy) dan,74% (yoy) pada triwulan I 217 menjadi 2,95% (yoy) dan 1,91% (yoy) pada triwulan II 217. Sementara itu, fitness center menjadi komoditas yang mengalami penurunan cukup dalam dari 3,37% (yoy) menjadi,% (yoy). Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 217. Lima komoditas utama yang mengalami penurunan tekanan inflasi di kelompok ini fitness center, sepeda anak, pulpen, tas sekolah dan kertas HVS. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,37% (yoy), -,32% (yoy),,7% (yoy),,65% (yoy), dan -,9% (yoy) di triwulan I 217 menjadi,% (yoy), -1,2% (yoy),,12% (yoy),,7% (yoy), dan -,42% (yoy) pada triwulan II 217. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi terjadi di 1 komoditas, dimana lima komoditas yang mengalami peningkatan tertinggi terjadi di komoditas biaya jaringan saluran TV, buku tulis bergaris, majalah berkala, flash disk, dan buku pelajaran SD. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 1,72%;,74% (yoy),,% (yoy),,18% (yoy) dan,2% (yoy) pada triwulan I 217 menjadi 2,95% (yoy), 1,91% (yoy), 1,7% (yoy), 1,23% (yoy) dan,28% (yoy) di triwulan II 217. Sementara itu, 22 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan I 217. Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga cenderung menurun di awal triwulan III 217, namun diprediksikan meningkat di akhir triwulan. Perkiraan meningkatnya inflasi kelompok ini karena telah dimulainya tahun ajaran baru baik pada tingkat SD/SMP/SMA/PT sehingga mendorong tekanan inflasi subkelompok pendidikan, kursus-kursus, dan perlengkapan/peralatan sekolah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

60 BAB 3INFLASI DAERAH Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 217, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan. Di triwulan II 217, kelompok ini tercatat inflasi 5,47% (yoy) atau meningkat dari triwulan sebelumnya 3,61% (yoy). Inflasi yang tinggi di kelompok ini didorong oleh subkelompok transpor, serta sarana dan penunjang transpor masing-masing dari sebesar,27% (yoy) dan 17,49% (yoy) pada triwulan I 217 menjadi 2,95% (yoy) dan 17,86% (yoy) pada triwulan II 217. Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman mengalami penurunan dari 9,52% (yoy) menjadi 9,42% (yoy) di triwulan II 217. Subkelompok jasa keuangan relatif tidak mengalami inflasi. Komoditas BBM jenis solar dan bensin menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi BBM jenis solar dan bensin meningkat dari -8,85% (yoy) dan -5,46% (yoy) di triwulan I 217 menjadi,3% (yoy) dan 2,4% (yoy) di triwulan II 217. Diperkirakan didorong oleh tarif bensin jenis pertalite yang mengalami peningkatan sebesar Rp15 di akhir triwulan II 217 menjadi Rp7.7/liter. Sementara itu, peningkatan yang terjadi pada BBM jenis solar lebih dikarenakan permintaan yang meningkat seiring mulai berjalannya beberapa proyek pemerintah 1. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 38 komoditas pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan II 217. Lima komoditas utama yang mengalami peningkatan inflasi di kelompok ini adalah harga solar, bensin, sepeda, cuci kendaraan dan angkutan udara masingmasing dari -8,85% (yoy), -5,46% (yoy),,% (yoy), 6,33% (yoy), dan 7,74% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi,3% (yoy), 2,4% (yoy), 6,35% (yoy), 1,7% (yoy), dan 11,5% (yoy). Di sisi lain, terdapat 4 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, yaitu tarif sewa becak, pemeliharaan, helm dan telepon seluler. Keempat komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 5,26% (yoy), 2,1% (yoy), 1,72% (yoy), dan -,3% (yoy) di triwulan I 217 menjadi 2,27% (yoy),,35% (yoy),,92% (yoy), dan -,43% (yoy)di triwulan II 217. Sementara itu, 22 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan inflasi di awal triwulan III 217, dan berpotensi meningkat hingga akhir triwulan. Peningkatan inflasi ini didorong oleh komoditas angkutan udara dan biaya pengiriman barang. Tingginya aktivitas libur sekolah hingga awal triwulan III 217 serta Idul Adha dan libur (tanggal merah) diperkirakan dapat mendorong aktivitas transpor di triwulan III 217. Selain itu, penyesuaian harga BBM khususnya jenis pertalite menjadi salah satu risiko yang terus diwaspadai karena mengikuti harga minyak dunia (2) (4) (6) % *) Data hingga Juli 217 yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3.3. Inflasi Menurut Kota IHK 11 Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan II 217 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi di seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bone, dan Kota Makassar mengalami inflasi tertinggi 1 Sesuai dengan informasi pada perusahaan terkait pada tanggal 15 Agustus Mulai Januari 214, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

61 BAB 3INFLASI DAERAH pada triwulan II 217 masing-masing menjadi 5,18% (yoy), 5,52% (yoy) dan 4,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 217 masing-masing 4,6% (yoy), 3,84% (yoy) dan 3,45% (yoy). Meskipun inflasi di Kota Parepare meningkat, namun berada di peringkat terendah yaitu mencapai 3,38% (yoy) di triwulan laporan. Tekanan inflasi di Kabupaten Bone diperkirakan karena terdapat beberapa daerah yang banjir sehingga mengganggu pasokan pangan. Sementara itu, tekanan inflasi di Kota Makassar diperkirakan karena karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal. Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy) Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawesi Selatan *) Keterangan: Data hingga Juli 217 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kota Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawasi Selatan *) Keterangan: Data hingga Juli 217 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada triwulan II 217, Bulukumba menjadi daerah dengan inflasi tertinggi di Sulawesi Selatan. Peningkatan inflasi yang terjadi di Bulukumba pada triwulan laporan mencapai 5,88% (yoy) meningkat cukup signifikan dari sebelumnya 5,18% (yoy). Komoditas yang memberikan andil inflasi di Kabupaten Bulukumba yaitu tarif listrik, ikan bandeng, kue kering berminyak, tomat sayur, dan bayam dengan andil inflasi masing-masing,89% (yoy),,45% (yoy),,13% (yoy),,1% (yoy) dan,1% (yoy) di triwulan laporan. Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi yang cukup tinggi di Sulsel yaitu 4,53% (yoy). Komoditas yang menyumbang andil inflasi di Kota Makassar pada triwulan laporan yaitu tarif listrik, ikan bandeng, daging ayam ras, wortel, dan cabe merah dengan inflasi masing-masing,51% (yoy),,31% (yoy),,13% (yoy),,9% (yoy), dan,6% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, dengan ongkos distribusinya yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksesibilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

62 BAB 3INFLASI DAERAH %, yoy Sulawesi Selatan Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, peningkatan tekanan harga terutama disebabkan oleh komoditas tarif listrik dan ikan bandeng. Di seluruh kabupaten/kota, komoditas tarif listrik dan ikan bandeng termasuk ke dalam komoditas utama inflasi 12, yang dalam hal ini juga menjadi pendorong inflasi di Sulsel. Peningkatan tarif listrik terjadi karena penyesuaian subsidi listrik pada daya 9 VA di bulan Maret dan Mei oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan harga ikan bandeng disebabkan oleh meningkatnya permintaan saat Idul Fitri sehingga turut mendorong peningkatan harga ikan budidaya tersebut. Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik 2 Bandeng/Bolu Beras Cakalang/Sisik Bandeng/Bolu Tomat Sayur Bandeng/Bolu 3 Daging Ayam Ras Bayam Layang/Benggol Kue Kering Berminyak Baronang Daging Ayam Ras 4 Wortel Kacang Panjang Asam Tomat Sayur Ayam Hidup Wortel 5 Cabai Merah Bandeng/Bolu Bandeng/Bolu Bayam Pisang Cabai Merah Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Cabai Rawit Cabai Rawit Cabai Rawit Beras Cabai Rawit Cabai Rawit 2 Beras Bawang Merah Beras Cabai Rawit Gula Pasir Beras 3 Layang/Benggol Kol Putih/Kubis Bawang Merah Gula Pasir Beras Gula Pasir 4 Gula Pasir Semen Udang Basah Bawang Merah Minyak Goreng Layang/Benggol 5 Bawang Merah Gula Pasir Batu Bata/Batu Tela Kol Putih/Kubis Selar/Tude Bawang Merah Sumber: Badan Pusat Statistik 3.4. Disagregasi Inflasi 13 Peningkatan inflasi Sulsel di akhir triwulan II 217 terutama bersumber dari peningkatan tekanan inflasi di kelompok administered price. Kelompok administered price mengalami peningkatan tekananinflasi dari 4,65% (yoy) di triwulan I 217 menjadi 1,77% (yoy) di triwulan II 217. Sementara itu, kelompok inflasi volatile food juga mengalami peningkatan dari 3,72% (yoy) menjadi 4,86% (yoy) di triwulan laporan. Untuk inflasi kelompok core mengalami penurunan, dimana kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 2,71% (yoy) di triwulan II 217 atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,98% (yoy) %, yoy Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food *) Data hingga Juli 217 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* ,49 4,86 2,71 1,77 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi 12 Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 13 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

63 BAB 3INFLASI DAERAH Tekanan Inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan II 217 tercatat mengalami penurunan. Secara umum, penurunan inflasi kelompok ini berasal dari subkelompok makanan jadi dan kesehatan. Komoditas gula pasir yang turun menjadi penyebab inflasi kelompok inti menurun. Penurunan harga komoditas gula pasir dikarenakan terdapat kebijakan pemerintah terkait dengan pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh Kementerian Perdagangan sebesar Rp12.5/kg. Kelompok volatile food tercatat mengalami peningkatan. Permintaan masyarakat yang meningkat jelang hari raya serta masuknya musim tanam di akhir periode laporan menjadi faktor utama meningkatnya harga kelompok volatile food. Komoditas yang mengalami inflasi yaitu cabe merah, wortel, kentang, kepiting, dan tomat buah. Di sisi lain, komoditas beras sebagai komoditas pangan strategis mengalami deflasi yang lebih dalam yaitu -2,58% (yoy) di triwulan laporan, dari periode sebelumnya mencapai -,79% (yoy). Sementara itu, komoditas volatile food seperti cabe rawit, bawang merah, kemiri, lada, dan jeruk nipis mengalami penurunan tekanan inflasi. Penurunan harga cabe rawit dikarenakan intensitas curah hujan pada tingkat menengah di Sulsel bagian atas (Kabupaten Maros, Gowa, Sinjai dan Takalar), dan menurun di Sulsel bagian tengah (Kabupaten Enrekang) pada kisaran 1-15 mm. Meningkatnya kelompok administered price didorong oleh kenaikan tarif listrik. Kebijakan pemerintah dalam penyesuaian tarif listrik daya 9 VA pada bulan Maret dan Mei mendorong inflasi kelompok ini pada periode laporan. Selain itu, pertumbuhan tarif listrik tegangan rendah (TR), tegangan tinggi (TT) dan L (tegangan khusus) mengalami peningkatan di triwulan II 217, bila dibandingkan dengan triwulan II 216. Rp/kWh 1,9 1,7 1,5 1,3 1,1 9 7 I II III IV I II III IV I II III* TR TM TT L/TR, TM, TT Keterangan: TR (Tegangan Rendah); TM (Tegangan Menengah); TT (Tegangan Tinggi); L (Tegangan Khusus) Sumber: PLN Grafik 3.13 Perkembangan Tarif Listrik PLN Minyak Mentah 12. $/bbl gharga - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 217 Sumber: World Bank Grafik Harga Minyak Mentah Global Pada awal triwulan III 217, tekanan inflasi diperkirakan dalam tren menurun. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami penurunan dari 186,8 di triwulan II 217 menjadi 184,5 di triwulan III 217. Berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan juga turut mengurangi tekanan inflasi kelompok core dan volatile food, sehingga inflasi pada triwulan III 217 diperkirakan berada pada rentang sasaran inflasi tahun 217 sebesar 4%±1%. Faktor pendorong inflasi di triwulan III 217 diperkirakan berasal dari administered price. Inflasi kelompok administered price mengalami peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh meningkatnya tarif angkutan udara. Meski demikian, pemerintah telah mengatur batas kenaikan tarif yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 14 Tahun 216 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Melalui mekanisme tersebut, kenaikan tarif angkutan udara diperkirakan masih dalam batas kewajaran. Hingga awal triwulan III 217, inflasi administered price meningkat dari 1,77% (yoy) menjadi 11,45% (yoy) Koordinasi Pengendalian Inflasi TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian inflasi di Sulsel. Selama triwulan II 217 dan awal triwulan III 217, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

64 BAB 3INFLASI DAERAH pemantauan harga, penguatan kerjasama dan koordinasi baik di TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan (Tabel 3.6). Tabel 3.6.Kegiatan TPID Hingga Awal Agustus 217 NO TPID KEGIATAN / TEMPAT TANGGAL KETERANGAN 1 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar Pabaengbaeng 11 Januari 217 Sidak Harga Cabai di Pasar Pabaeng-Baeng 2 Provinsi Sulawesi Selatan Disperindag Provinsi Sulsel 11 Januari 217 Rapat terkait kenaikan harga Cabai 3 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan BI Provinsi 16 Januari 217 Rapat Teknis TPID Sulsel 4 Provinsi Sulsel dan Zona Kantor Perwakilan BI Provinsi 15 Februari 217 Rapat Teknis TPID Makassar Sulsel 5 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Novena 22 Februari 217 Rapat Teknis TPID Bone 6 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Agri 23 Februari 217 Rapat Teknis TPID Bulukumba 7 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Platinum 8 Maret 217 Rapat Teknis TPID Palopo 8 Provinsi Sulsel dan Zona Parepare Hotel Grand Kartika 9 Maret 217 Rapat Teknis TPID 9 Provinsi dan Kab/Kota se Sulsel Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel 1 Provinsi Sulsel dan Kota Makassar Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel 11 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel 12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel 13 Provinsi Sulawesi Selatan dan Eks. Karisidenan Banyumas 14 Bone dan Eks. Karisidenan Banyumas Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel 2 Maret 217 Rapat Teknis TPID Provinsi dan Kab/Kota se Sulsel dalam rangka penguatan koordinasi dan penyusunan program kerja TPID 24 Maret 217 Rapat Teknis TPID dalam rangka inisiasi kerjasama antar daerah 3 Maret 217 Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel 26 April 217 Rapat Koordinasi TPID dalam rangka identifikasi dan antisipasi kenaikan harga / /permintaan barang kebutuhan pokok, menjelang puasa dan idul fitri. 15 Mei 217 Rapat Koordinasi antara TPID Sulsel dengan TPID Eks. Karisidenan Banyumas Kantor Bupati Bone 16 Mei 217 Rapat Koordinasi antara TPID Bone dengan TPID Eks. Karisidenan Banyumas 15 Kawasan Timur Indonesia Hotel The Rinra 6 7 Juni 217 Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-kti 16 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Aryaduta 19 Juli 217 Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dan TPID Maluku dalam rangka Inisiasi Kerja Sama Antar Daerah Dalam Pengendalian Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi 17 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta 27Juli 217 Rapat Koordinasi Nasional TPID se-indonesia 18 Provinsi/Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel 4 Agustus 217 Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel 19 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Bank Indonesia 1 Agustus 217 Rapat Koordinasi Pengendian Inflasi Kelompok Bahan Makanan Pencapaian inflasi triwulan I 217 yang masih terjaga, didukung oleh koordinasi di Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam berbagai kegiatan. Pada bulan Januari, kegiatan sebagian besar difokuskan pada upaya pemantauan harga komoditas cabe akibat kenaikan harga yang tinggi. Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di Pasar Pabaeng-baeng dan rapat teknis terkait dengan kenaikan harga cabe telah dilakukan bersama dengan BI, TPID, dan KPPU, sehingga dapat mengetahui penyebab kenaikan harga komoditas cabe dan langkah strategis yang akan diambil dalam upaya pengendaliannya. Pada bulan Februari-Maret, intensitas koordinasi dengan berbagai daerah semakin giat dilakukan sebagai upaya dalam menghadapi kenaikan harga di tahun 217. Rapat teknis, sebagai salah satu cara dalam melakukan koordinasi, telah dilakukan di berbagai zona seperti Zona Makassar, Zona Bone, Zona Bulukuma, Zona Palopo dan Zona Parepare. Selain 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

65 BAB 3INFLASI DAERAH itu, rapat teknis TPID juga dilakukan di tingkat provinsi dengan mengumpulkan seluruh anggota TPID dalam rangka penyusunan program kerja TPID 217. Memasuki triwulan II 217, upaya Pengendalian harga difokuskan pada persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Pada bulan April 217, TPID Provinsi Sulawesi Selatan tengah mengidentifikasi dan mempersiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi kenaikan atau permintaan bahan kebutuhan pokok menjelang bulan puasa dan Idul Fitri. Sementara itu, rapat koordinasi dengan TPID luar Provinsi Sulawesi Selatan dengan TPID eks. Karisidenan Banyumas dalam rangka berdiskusi mengenai keberhasilan masing-masing TPID dalam menurunkan tekanan harga. Pada akhir Mei 217, High Level Meeting (HLM) TPID terkait dengan inflasi jelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri langsung dipimpin oleh Gubernur Sulsel, dan dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulsel, Kapolda Sulsel, Pangdam Hasanuddin, dan anggota TPID Provinsi Sulsel. Dalam rangka persiapan menghadapi Rapat Koordinasi Nasional TPID se-indonesia di bulan Juli 217, TPID se-kti menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-kti pada tanggal 6 7 Juni 217. Rakorwil TPID se-kti tersebut membahas mengenai inflasi volatile food yang menjadi penyumbang terbesar di KTI. Ketergantungan pasokan sejumlah bahan pokok, kondisi geografis yang luas dan beragam, infrastruktur yang belum sepenuhnya memadai menjadi salah satu faktor sulitnya mendistribusikan bahan pangan di berbagai daerah. Pada awal triwulan III 217, kegiatan TPID lebih kepada koordinasi dengan TPID luar Sulsel. Pada tanggal 19 Juli 217, Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dan TPID Maluku dalam rangka Inisiasi Kerja Sama Antar Daerah Dalam Pengendalian Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Rencana kerja sama Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Maluku di bidang perdagangan untuk menekan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi meliputi beberapa sektor yaitu sektor partanian, perkebunan, perikanan, dan perindustrian, perlu ditindaklanjuti dengan identifikasi komoditi surplus/defisit masing-masing daerah serta penentuan saluran distribusi dan pola mekasime kerjasama. Provinsi Sulsel telah melaksanakan misi dagang pada 31 Agustus 217 di Ambon, Maluku dan TPID yang diharapkan dapat mendorong terjalinnya kerjasama yang lebih baik. Provinsi Sulawesi Selatan mengharapkan ke depan dapat membuka kantor representatif di Provinsi Maluku agar dapat memudahkan sistem kerja sama bilateral di beberapa sektor. Pada tanggal 4 Agustus, terdapat rapat teknis TPID Provinsi Sulsel. Pembahasan rapat dalam mengatasi harga LPG 3 kg di atas HET telah disepakati beberapa solusi seperti (1) membentuk forum bersama untuk dapat turun langsung memonitor harga Elpiji; (2) membatasi jumlah pangkalan dan agen penjual; (3) merumuskan inovasi dengan merujuk pada produk TPID Bali dalam melakukan monitor harga LPG. Pada tanggal 1 Agustus 217, terdapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Kelompok Bahan Makanan. Beberapa poin pada rapat tersebut adalah (1) Salah satu alternatif pengendalian inflasi yang perlu dilakukan adalah dengan menjadikan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai buffer stock pangan di dearah; (2)Gudang perlu dikelola secara professional agar pemanfaatan dapat lebih optimal untuk menjaga ketersediaan pasokan sehingga volatilitas harga bahan pangan dapat lebih terkendali; (3)Dalam pengembangan aplikasi SIGAP, dukungan dari setiap instansi terkait untuk menyampaikan data secara rutin sangat diperlukan; (4)Diperlukan sosialisasi ke petani dan peternak mengenai inflasi sehingga dengan mengetahui dampak inflasi diharapkan petani dan peternak dapat turut berpartisipasi dalam upaya pengendalian inflasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

66 BAB 3INFLASI DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

67 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Sulsel yang berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan stabilnya tingkat rasio gagal bayar bunga dan pokok utang (non performing loan) pada level yang rendah di tengah pertumbuhan kredit yang melambat. Masih terus konsolidasinya korporasi untuk menyehatkan struktur keuangannya menjadi salah satu faktor yang mendorong perlambatan pertumbuhan kredit. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM terus meningkat signifikan sebagai bentuk kehadiran Bank Indonesia pada ekonomi kelas menengah ke bawah. Pembangunan ekonomi yang inklusif tersebut juga dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan khususnya dari risiko keuangan korporasi menghadapi harga komoditas yang kembali menurun di triwulan II dibandingkan raihan triwulan I. Risiko harga komoditas tersebut dapat terjaga tercermin dari risiko NPL yang stabil baik dari sisi korporasi maupun rumah tangga. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

68 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 4.1. Stabilitas Keuangan Daerah Asesmen Sektor Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi Rumah Tangga (RT) sejalan dengan ekspetasi konsumen yang membaik. Pada triwulan II 217, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pertumbuhan konsumsi RT yang lebih tinggi dari pola historisnya. Lebih tingginya konsumsi RT tersebut disebabkan oleh jatuhnya Ramadhan dan Idul Fitri pada satu bulan yang sama di triwulan II. Hal ini mengakibatkan pola belanja RT terfokus pada triwulan yang sama sehingga konsumsi RT tumbuh lebih tinggi dari rata-rata terdahulu (Grafik 4.1). Pertumbuhan konsumsi RT yang lebih tinggi tersebut tercermin dari optimisme RT selama triwulan II. Responden dari survei konsumen Bank Indonesia mengindikasikan bahwa ekonomi baik saat ini maupun yang akan datang (ekspektasi) cenderung membaik sehingga RT berani melakukan belanja khususnya untuk barang durable goods (Grafik 4.2). Isu pelemahan daya beli RT tidak terjadi di Sulsel. Dalam beberapa bulan terakhir menjelang lebaran, pelemahan isu daya beli RT menjadi isu nasional tak terkecuali di Sulsel. Pertumbuhan konsumsi RT nasional naik tipis dari 4,94% (yoy) menjadi 4,95% (yoy). Hal serupa dengan magnitude signifikan juga terjadi di Sulsel dimana konsusmi RT tumbuh 6,47% (yoy) pada triwulan II atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 217 yang mencatatkan pertumbuhan 5,54% (yoy). Selain realisasi pertumbuhan konsumsi RT yang lebih tinggi, faktor persepsi RT terhadap kondisi ekonomi yang akan datang juga menunjukkan bahwa daya beli tetap kuat. Berdasarkan survei konsumen RT Bank Indonesia, responden menyatakan bahwa ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan ekspektasi kegiatan usaha masih menunjukkan level yang optimis kendati sempat menurun pada bulan Juni. Demikian pula dengan keyakinan kondisi ekonomi saat ini dimana responden tetap akan melakukan pembelanjaan durable goods selama triwulan II atau dengan kata lain tidak terjadi penundaan (Grafik 4.3) Sumber: BPS Prov. Sulsel Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu 14 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga. 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

69 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Inflasi selama periode Ramadhan yang terjaga membuat persepsi RT terhadap kenaikan harga menurun. Dalam bahasa yang lebih sederhana, fenomena ini berarti RT meyakini bahwa harga di pasaran akan cenderung stabil berkat upaya pengendalian harga yang dilakukan pemerintah daerah, pusat, dan Bank Indonesia melalui TPID ataupun kehadiran satgas pangan. Dalam riset Bank Indonesia dan beberapa literatur internasional, kenaikan harga cenderung disebabkan oleh persepsi atau keyakinan RT dalam menyikapi situasi di pasar. Terkendalinya ekspektasi harga konsumen yang diimbangi dengan pasokan yang terjaga membuat kenaikan harga atau inflasi cenderung stabil selama triwulan II(Grafik 4.4) Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.4. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Yang Akan Datang Dalam kondisi konsumsi RT yang masih cukup tinggi, porsi tabungan RT juga meningkat. Hal ini semakin menegaskan pelemahan daya beli tidak terjadi di Sulsel khususnya pada triwulan II. Berdasarkan data survei konsumen Bank Indonesia, porsi tabungan RT justru meningkat yang mengindikasikan pendapatan yang lebih baik. Lebih besarnya porsi tabungan sangat mungkin disebabkan oleh faktor Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperoleh sebagian karyawan non pemerintahan. Sumber pendapatan yang lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya membuat RT memiliki kelebihan pendapatan yang akhirnya disetorkan pada sistem perbankan (Grafik 4.5) Eksposur Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.5. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan Sejalan dengan survei konsumen Bank Indonesia, DPK RT mengalami peningkatan. DPK atau Dana Pihak Ketiga dari perseorangan (kategori RT) mengalami pertumbuhan 4,36% (yoy) atau cenderung stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Stabilnya pertumbuhan DPK di tengah tekanan kebutuhan RT yang tinggi menjelang hari raya menjadi sinyal positif ekonomi yang lebih resilien. Pada triwulan selanjutnya, DPK berpotensi mengalami penurunan sejalan dengan penggunaan dana pada kebutuhan pendidikan. Namun demikian, secara umum DPK diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan positif walau dalam magnitude yang lebih rendah (Grafik 4.7). Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan didominasi oleh sektor rumah tangga. Besarnya peran RT dalam pembentukan DPK membuat perbankan masih akan mengoptimalkan perluasan jaringan kantor khususnya di beberapa kabupaten/ kota Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

70 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM atau setidaknya melakukan persuasi kepada RT untuk meningkatkan saldo DPK nya. Prilaku perbankan Sulsel ditengarai menempatkan Sulsel sebagai tujuan penyaluran dana ketimbang penghimpunan dana. Hal ini sejalan dengan investasi Sulsel yang tinggi sehingga membutuhkan dana yang lebih besar. Selain itu, beberapa korporasi utama yang ada di Sulsel juga cenderung berkantor pusat di luar Sulsel sehingga aliran dana korporasi dalam bentuk simpanan cenderung diarahkan pada kantor pusatnya (Grafik 4.6) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.6. Komposisi DPK Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.7. Pertumbuhan DPK Perseorangan Faktor kebutuhan likuiditas yang tinggi dengan dorongan konsumsi menjadi dasar penempatan dana pada tenor pendek. Sebagaimana teori yang diungkapkan oleh John Maynard Keynes di tahun 1936 melalui bukunya The General Theory of Employment, Money, and Interest Rates bahwa prilaku RT dalam memegang uang (termasuk menyimpan uang) terbagi menjadi 3 faktor, yaitu kebutuhan konsumsi, keperluan berjaga-jaga, dan motivasi spekulasi. Dalam hal penempatan pada tenor pendek di perbankan, RT ditengarai menggunakannya sebagai keperluan berjaga-jaga untuk memenuhi kebutuhan mendadak di masa yang akan datang. Hal ini dapat dipahami bahwa RT memerlukan likuditas yang tinggi sehingga pilihannya jatuh pada produk perbankan dengan tenor pendek (Grafik 4.8). Pada triwulan II 217 pertumbuhan DPK RT ditopang oleh pertumbuhan deposito. Pertumbuhan deposito RT pada triwulan II 217 adalah 3,2% (yoy) atau mengalami peningkatkan dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,2% (yoy). Lebih tingginya pertumbuhan pada DPK jenis deposito ditengarai akibat adanya kelebihan pendapatan pasca THR. Pertumbuhan yang sama juga dialami oleh jenis DPK tabungan tetapi dalam magnitude yang berbeda. Di sisi lain, suku bunga deposito masih melanjutkan tren menurun sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mendorong perekonomian melalui penurunan suku bunga kebijakan (Grafik 4.9) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Di sisi lain, penyaluran kredit yang diberikan kepada RT terfokus pada kredit konsumsi. Tidak terjadi pergeseran prilaku seperti triwulan ataupun tahun sebelumnya. Kredit yang diberikan kepada RT oleh perbankan ditujukan untuk konsumsi dengan porsi lebih dari 5%. Besarnya penggunaan kredit konsusmi tersebut terutama terjadi di kabupaten dengan kegiatan konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan multiguna dan KPR. 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

71 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.1. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Peran Bank Indonesia yang didukung oleh seluruh stakeholder daerah membuat penetrasi literasi keuangan meningkat yang ditandai dengan peningkatan jumlah rekening individu. Jumlah rekening individu atau RT mengalami peningkatakan khususnya pada jenis DPK tabungan. Jumlah rekening Sulsel per Juni 217 berada pada angka 41,7 juta rekening. Jumlah tersebut naik 1,3% (yoy) dengan sumbangan terbesar pada rekening tabungan sebesar,84% (yoy). Peningkatakan jumlah rekening menjadi salah satu faktor fundamental dalam pendalaman pasar keuangan dimana kepemilikan rekening perbankan membuka akses kepada kredit sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang Asesmen Sektor Korporasi Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi Kontraksi ekspor yang disebabkan oleh komoditas unggulan non tambang secara umum masih dalam level aman bagi keuangan korporasi. Penurunan ekspor yang terjadi pada komoditas ikan, udang, dan kakao berdasarkan informasi dari pelaku usaha merupakan fenomena cuaca dan iklim yang kurang bersahabat. Dengan demikian, pelaku usaha mengharapkan cuaca yang lebih baik untuk memacu produksinya guna meningkatkan pendapatan. Kontraksi ekspor yang dalam belum berdampak signifikan pada posisi keuangan korporasi karena faktor siklikal (sikuls cuaca) memang umum terjadi. Pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) industri pengolahan yang melambat juga tidak menyebabkan permasalahan keuangan korporasi. Hal tersebut karena perlambatan pertumbuhan LU industri pengolahan yang melambat tersebut diimbagi dengan penggunaan inventori. Pada triwulan II 217, pertumbuhan inventori terkontraksi -129% (yoy) atau jauh lebih dalam dibandingkan periode sebelumnya, Kegiatan produksi yang lebih minim akibat hari kerja efektif yang lebih sedikit menjadi penyebab lebih lambatnya pertumbuhan LU industri pengolahan di tengah kenaikan permintaan RT. Untuk memitigasi resiko dari sisi pendapatan ekspor, upaya diversifikasi tujuan ekspor oleh korporasi perlu terus dilakukan. Ekspor Sulsel selama ini bergantung pada mitra dagang konvensional seperti Jepang, Amerika Serikat, hingga Tiongkok. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi global yang masih berjuang dalam pemulihan membuat pelaku usaha perlu mendiversifikasi tujan ekspornya pada negara-negara yang selama ini belum terjamah oleh Sulsel. Dalam melakukan penetrasi ke pasar baru, pertimbangan neraca dan daya saing produk unggulan menjadi diperlukan. Bilamana neraca perdagangan mengalami surplus, maka negara tersebut memiliki kemampuan untuk membeli barang atau komoditas yang bisa ditawarkan Sulsel. Namun selain masalah neraca perdagangan, faktor daya saing juga menentukan apakah barang yang diekspor bisa compete (bersaing) di pasar negara tersebut. Untuk Sulsel, negara yang dapat dijadikan negara tujuan ekspor baru terdapat pada kuadran I, yaitu daya saing tinggi dan neraca perdagangan surplus seperti pada negara Belanda, Mesir, India, hingga Afrika Selatan (Grafik 4.11) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

72 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kinerja Sektor Korporasi Grafik Kuadran Potensi Ekspor pada Beberapa Negara Tujuan Kinerja keuangan korporasi menunjukan bahwa fase konsolidasi masih terus berlanjut dan membuat kondisi keuangan korporasi semakin prima. Sepanjang tahun 216, korporasi terindentifikasi melakukan kosolidasi untuk melakukan penyehatan neraca. Konsolidasi neraca dalam perspektif ekonomi didefinisikan sebagai upaya untuk menyehatkan rasio keuangan sehingga ke depan memiliki prospek yang lebih baik. Dalam tahap ini, korporasi di Sulsel terlihat masih melakukan efisiensi untuk kembali membuat laporan keuangan membaik. Dari sisi korporasi tambang, relaksasi ekspor mineral mentah justru menunjukan laba yang terkontraksi disebabkan harga nikel yang kembali terkontraksi karena banjirnya pasokan di pasar internasional. Di sisi lain, laba korporasi non tambang juga mengalami hal serupa dengan magnitude berbeda (Grafik 4.12). Fenomena ini sejalan dengan stabilnya inflasi inti di tengah tekanan kenaikan harga bahan baku. Korporasi ditengarai masih enggan melakukan pass through kenaikan harga jual di tengah isu daya beli dan persaingan usaha yang lebih ketat. Sumber: Bloomberg, Laporan Keuangan Korporasi, diolah Grafik Rasio Laba terhadap Penjualan (Profit Margin) Walau rasio laba menurun, pertumbuhan penjualan masih menujukan angka positif. Pertumbuhan penjualan masih dalam level positif dan diindikasikan karena volume unit penjualan yang lebih baik. Pasalnya dalam kondisi margin yang menurun karena keengganan menaikkan harga, korporasi tetap membukukan kenaikan penjualan. Hanya korporasi non tambang yang penjualannya sedikit terkontraksi sebagai dampak base effect. Sumber: Bloomberg, Laporan Keuangan Korporasi, diolah Grafik Pertumbuhan Omset Penjualan 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

73 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kondisi likuiditas korporasi masih dalam level aman. Hal ini ditunjukkan oleh indikator liquidity ratio, yaitu rasio yang membandingkan utang jangka pendek terhadap aset lancarnya dengan tujuan bilamana korporasi memiliki keperluan likuiditas jangka pendek, maka hal itu dapat dipenuhi dengan mencairkan aset lancarnya. Salah satu indikator yang umum digunakan adalah quick ratio, yaitu dengan hanya menghitung aset lancar yang benar-benar likuid dibandingkan terhadap kewajiban lancarnya (kewajiban jangka pendek atau yang jatuh tempo kurang dari satu tahun). Quick ratio masih menunjukkan rasio yang lebih dari satu dan mengindikasikan aset lancar korporasi masih mampu menutupi kewajiban lancarnya. Selain itu, rasio DER (Debt to Equity Ratio) juga menunjukkan angka yang lebih sehat sejalan dengan fase konsolidasi keuangan yang terus berlanjut. Ke depan, perbaikan diperkirakan terus berlanjut sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan nasional. Rasio keuangan korporasi, khususnya juga manajemen utang luar negeri menunjukkan hal yang positif. Penggunaan utang luar negeri cenderung melambat dan korporasi ditengarai mulai mengalihkan pembiayaannya pada sisi domestik baik kredit ataupun menerbitkan saham baru (right issued). Pondasi ekonomi untuk tumbuh berkelanjutan dengan tetap mempertahankan stabilitas sistem keuangan terlihat jelas dari stance pemangku kebijakan baik pemerintah maupun Bank Indonesia Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi. Korporasi di Sulsel memanfaatkan kredit dari perbankan pada lajur modal kerja. Porsi kredit modal kerja korporasi memiliki pangsa yang dominan terhadap total kredit yang disalurkan oleh perbankan pada korporasi. Kredit modal kerja nemiliki pangsa hingga 73%. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak korporasi yang untuk transaksi hariannya menggunakan modal dari perbankan. Sedangkan sisanya adalah kredit investasi dengan pangsa 27% merupakan alternatif pembiayaan manakala korporasi hendak melakukan ekspansi. Dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan kredit masih terkontraksi. Hal ini sejalan dengan perkembangan kredit nasional yang hingga year to date baru menunjukkan pertumbuhan 2,1% (yoy). Stance korporasi untuk terus menyehatkan balance sheet nya membuat korporasi cenderung untuk berhati-hati dalam mengajukan kredit. Pertumbuhan kredit yang menurun ini sendiri mengindikasikan bahwa korporasi saat melunasi utangnya tidak mengajukan utang baru karena dirasa dapat memanfaatkan dana internal yang lebih murah. Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Penggunaan Risiko kredit dari sisi korporasi dalam batas aman sebagaimana tercermin dari NPL yang masih berada di bawah 5%. Risiko gagal bayar atau non performing loan (NPL) menunjukkan bahwa kerentanan korporasi masih dalam batas yang aman. NPL Korporasi secara rata-rata berada pada level 2,8% dengan NPL terendah pada kategori kredit investasi. Namun demikian rendahnya NPL kredit investasi pada angka 1,5% merupakan angka hasil restrukturisasi perbankan menyikapi insentif POJK yang membolehkan perbankan melakukan restrukturisasi keuangan untuk menyehatkan kondisi keuangannya. Namun demikian, dengan menggunakan pendekatan loan at risk yaitu risiko gagal bayar yang memperhitungkan kolektibilitas 2, angka risiko pun masih berada di bawah 5%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

74 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Grafik Non Performing Loan Korporasi Menurut Penggunaan Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan) 15 Dalam fase konsolidasi korporasi dan perbankan, indikator perbankan Sulsel masih menujukkan pertumbuhan yang baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset perbankan Sulsel yang tumbuh 6,4% (yoy). Total aset perbankan Sulsel hingga Juni 217 berada pada level Rp 13,6 triliun. Selain pertumbuhan aset, DPK juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,6%(yoy) dan diimbangi dengan pertumbuhan kredit sebesar 6,4%(yoy). Konsekuensi dari lebih cepatnya pertumbuhan kredit dibandingkan DPK adalah rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang melebihi 1%. Adapun LDR Sulsel kini berada pada level 126,9% yang berarti Sulsel mengalami defisit tabungan dan menggunakan dana dari luar Sulsel untuk memenuhi kebutuhan kredit (investasi maupun konsumsi). Hal ini sangat wajar dalam pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi di atas rata-rata nasional. Grafik Indikator Perkembangan Sulsel Dari sisi penghimpunan DPK, Makassar masih menjadi kota dengan penyumbang terbesar. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa Makassar adalah kota besar dengan PDRB yang juga mendominasi. Pangsa kota Makassar dalam pembentukan DPK mencapai 65% disusul oleh Pare-Pare, Palopo, Bone, dan Wajo dengan pangsa masing-masing 3,7%; 3,5%; 2,9%; dan 2,4%. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, melambatnya pertumbuhan DPK disebabkan oleh DPK kota Makassar yang mengalami perlambatan. Dengan pangsa yang besar tersebut, kabupaten/ kota lainnya yang tumbuh lebih tinggi dari rata-rata sebelumnya belum mampu mengompensasi perlambatan DPK dari Makassar (Grafik 4.18) Makassar Palopo Wajo Tana Toraja Luwu Utara Maros Enrekkang Sinjai Luwu Timur Jeneponto Selayar Luwu 3.7% 3.5% 2.9% 2.4% 1.9% 1.8% 1.7% 1.7% 1.7% 1.5% 1.5% 1.3% 1.3% 1.3% 1.2% 1.1% 1.1%.9%.9%.7%.6%.4% 65.% Makassar Palopo Wajo Tana Toraja Luwu Utara Maros Enrekkang Sinjai Luwu Timur Jeneponto Selayar Luwu -1.1% -11.9% -2.8% -1.2% -3.3% -2.9% -2.8% 1.3% 3.9% 4.3% 8.%.% 3.3% 6.5% 1.2% 2.9% 5.5% 9.5% 6.2% 11.6% 4.9% 9.7% 12.% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank, diolah) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank, diolah) Grafik Pangsa DPK per Kab/Kota Grafik Pertumbuhan DPK per Kab/ Kota 15 Data perbankan lokasi bank 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

75 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Risiko kredit yang dihadapi perbankan Sulsel masih dalam batas aman sebagaimana ditunjukkan oleh NPL yang masih berada di bawah ambang batas 5%. NPL Kredit Sulsel pada triwulan II 217 adalah sebesar 2,4% atau berada jauh di bawah ambang batas risiko kredit yang dapat mempengaruhi kinerja perbankan. NPL tersebut mayoritas berada pada sektor konstruksi dan perdagangan serta pertambangan. Di lihat dari kabupaten/ kota, NPL di masing-masing kabupaten/ kota di Sulsel juga menunjukkan bahwa risiko berada di bawah ambang batas normal. Risiko NPL tertinggi hanya berada di kisaran 2% dengan lokasi Pinrang, Wajo, Bone, Pangkep, Makassar, Gowa, Bantaeng, dan Bulukumba sedangkan sisanya berada di bawah 2%. Grafik 4.19 Risiko Kredit berdasarkan NPL di Kabupaten/ Kota Pelemahan harga komoditas nikel tidak memberikan tekanan kepada NPL sejalan dengan kinerja korporasi yang mampu mengatasi tekanan kesehatan keuangannya. Hal ini terlihat dari NPL yang berada di bawah 2% pada kabupaten penghasil tambang, yaitu Luwu Timur. Sifat korporasi yang mampu melakukan forecast harga komoditas membuat manajemen korporasi mampu mengatasi tekanan tanpa harus menunda pembayaran gaji karyawan yang pada akhirnya menganggu pembayaran cicilan ke bank. Risiko kredit pada metode Loan at Risk Ratio masih perlu diwaspadai. Loan at risk Sulsel cukup tinggi di bulan Juni 217 sehhingga perkembangannya perlu dimonitor lebih lanjut. Posisi Loan at Risk tersebut mengalami peningkatan dibandingkan bulan Maret 217 yang ditengarai karena pembayaran bunga dan cicilan terlambat (jatuh pada kolektibilitas 2) disebabkan RT yang menunggu pencairan THR Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Penetrasi kredit UMKM terus dilakukan untuk mendukung perekonomian dan pemerataan akses keuangan. Kredit UMKM di triwulan II 217 tercatat sebesar Rp34,3 triliun, tumbuh 6,7% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 31,7%. Dari nilai tersebut 39% merupakan kredit usaha kecil dan 32% lainnya adalah kredit usaha menengah sedangkan sisanya merupakan usaha mikro. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

76 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.6. Pangsa Kredit UMKM Kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dengan pertumbuhan kredit tertinggi di lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Berdasarkan lapangan usaha, kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (59,1%), diikuti lapangan usaha pertanian, perburuan, dan kehutanan (7,8%), dan lapangan usaha industri pengolahan (5,9%). Pertumbuhan kredit UMKM tertinggi tercatat pada lapangan usaha industri jasa kesehatan dan kegiatan sosial (32,24%, yoy), diikuti lapangan usaha perikanan (32,1%, yoy), dan pertanian, perburuan, dan kehutanan (26,4%, yoy). Secara spasial, penyaluran kredit UMKM didominasi oleh daerah perkotaan khususnya Makassar. Penyaluran kredit UMKM di Sulsel sangat didominasi oleh Kota Makassar dengan porsi 51,3%, diikuti Kota Parepare (7,5%), dan Kota Palopo (4,1%). Daerah yang memiliki pertumbuhan kredit UMKM tertinggi adalah Kab. Luwu Timur (148,3%; yoy), diikuti Kab. Bone (42,7%; yoy), dan Kota Palopo (41,1%; yoy). Tabel 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi SEKTOR EKONOMI YOY Growth (%) Nominal Kredit (Rp T) Share May-17 Jun-17 May-17 Jun-17 Juni-17 (%) 1 PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 26,72% 26,35% 2,59 2,67 7,78% 2 PERIKANAN 32,15% 32,11%,41,42 1,22% 3 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN,63% -7,47%,22,22,63% 4 INDUSTRI PENGOLAHAN 9,87% 9,88% 2,3 2,4 5,95% 5 LISTRIK, GAS DAN AIR -2,38% -9,12%,8,8,24% 6 KONSTRUKSI 6,9% -,88% 1,51 1,5 4,38% 7 PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 8,58% 8,19% 2,17 2,28 59,12% 8 PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 7,43% 6,71% 1,63 1,68 4,9% 9 TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI -17,81% -17,28% 1,29 1,29 3,75% 1 PERANTARA KEUANGAN -38,55% -27,5%,57,63 1,83% 11 REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 4,57% -1,86% 1,14 1,14 3,32% 12 ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 17,51% 18,92%,1,1,3% 13 JASA PENDIDIKAN 6,2% 3,33%,14,15,44% 14 JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL 48,41% 32,24%,26,26,77% 15 JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA 13,56% 11,64% 1,76 1,78 5,2% 16 JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA -3,86% -5,18%,12,12,36% 17 BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA -64,92% -54,25%,,,% 18 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA -66,63% -43,6%,2,3,8% 19 PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA,%,%,,,% 2 LAIN-LAIN,%,%,,,% TOTAL KREDIT UMKM 7,25% 6,69% 33,96 34,31 1,% 7 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

77 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

78 5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti pola tahunannya. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi sejalan dengan perlambatan ekonomi triwulan II 217. Selain itu, faktor musiman adanya lebaran dan Idul Fitri memengaruhi aliran uang kartal yang mengalami penurunan net inflow, sehingga jumlah uang yang diedarkan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

79 5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Proporsi transaksi non tunai di Sulawesi Selatan merupakan yang terbesar se-sulawesi pada triwulan II 217. Pangsa nilai RTGS dari (from) Sulawesi Selatan mencapai 66,4% (Rp15,64 triliun). Sementara proporsi nilai kliring (kliring kredit dan kliring penyerahan) Sulawesi Selatan triwulan II 217 mencapai 59,3% (Rp11,41 triliun). Sulawesi Gorontalo Tenggara 2,1% 2,7% Sulawesi Utara 19,7% Sulawesi Tenggara 8,6% Gorontalo 4,% Sulawesi Utara 16,6% Sulawesi Tengah 9,1% Sulawesi Tengah 11,5% Sulawesi Selatan 66,4% Sulawesi Selatan 59,3% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.1. Proporsi Nilai RTGS se-sulawesi Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.2. Proporsi Nilai Kliring se-sulawesi Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan II 217 tercatat sebanyak 279 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp11,36 triliun menurun dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 318 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp14,47 triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan I 217 juga mengalami pertumbuhan yang terkontraksi yaitu mencapai -41,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -2,6%(yoy). Menurunnya perputaran transaksi pembayaran di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang mencapai Rp,21 triliun per hari atau tumbuh terkontraksi -3,1% (yoy) pada triwulan II 217. Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) pada periode yang sama menunjukkan kenaikan dari 2,82% menjadi 2,98% pada periode laporan, seiring turunnya nominal perputaran kliring. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.2. Pengelolaan Uang Rupiah Perbandingan Transaksi Tunai Antar Daerah Proporsi transaksi tunai (inflow-outflow) di Sulawesi Selatan merupakan yang terbesar se-sulawesi pada triwulan II 217. Pangsa nilai inflow Sulawesi Selatan mencapai 62,9% (Rp 3,52 triliun). Sementara proporsi nilai outflow Sulawesi Selatan triwulan II 217 mencapai 39,3% (Rp 5,15 triliun). Proporsi inflow Sulsel yang lebih besar dibandingkan outflow, menunjukkan bahwa aliran uang dari beberapa daerah di luar Sulawesi Selatan ke Sulawesi Selatan lebih banyak. Hal ini Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

80 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM sejalan dengan perekonomian Sulsel yang mencapai separuh dari ekonomi Sulawesi. Selain itu, Sulsel juga sebagai kutub pertumbuhan di Sulawesi. Sulawesi Sulawesi Barat Tenggara 12,1% Sulawesi Sulawesi Barat 2,3% Utara 6,3% Sulawesi 17,2% Utara 22,4% Sulawesi Tengah 5,6% Sulawesi Tenggara 15,9% Sulawesi Tengah 16,3% Sulawesi Selatan 62,9% Sulawesi Selatan 39,2% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3. Proporsi Inflow se-sulawesi Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Proporsi Outflow se-sulawesi Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 217 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp3,34 triliun, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,61 triliun. Namun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflow tercatat membaik sebesar,1% (yoy) (Grafik 5.1). Di sisi lain, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami kenaikan dari Rp1,29 triliun pada triwulan I 217 menjadi Rp3,18 triliun pada triwulan II 217, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp,16 triliun (Grafik 5.5 dan Grafik 5.6). Net inflow diperkirakan terjadi karena provinsi Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur Indonesia, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Sampai dengan triwulan II 217, terdapat 4 (empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp15 miliar per hari, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 2 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp2 miliar per hari dan Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp15 miliar per hari. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II Inflow ginflow - Skala Kanan Outflow goutflow - Skala Kanan Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Inflow Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Outflow 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

81 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 6 5 Rp Triliun Net Outflow Net Inflow I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 215 Bank Indonesia telah membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor, yang dilakukan secara rutin setiap hari Selasa dan Rabu dengan jam operasional 9. s.d. 13. WITA di pasar-pasar secara bergiliran dan pada hari Kamis di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Penukaran tersebut juga termasuk uang Rupiah Tahun Emisi 216 yang mulai sah berlaku pada tanggal 29 Desember 216. Selain itu, kegiatan kas keliling di luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yang meliputi 17 (tujuh belas) Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Luwu Timur, Enrekang, Pinrang, Tana Toraja, Toraja Utara, Bone, Pangkep, Barru, Pinrang, Bantaeng, Sinjai, Selayar, Takalar, Jeneponto, Soppeng, Sidrap, dan Luwu Utara. Layanan penukaran uang juga dilakukan pada kas titipan di 4 (empat) daerah yaitu di Pare-Pare, Palopo, Bulukumba dan Bone. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Depo Kas di Wilayah Indonesia Timur. Selama periode triwulan II 217, telah dilakukan sebanyak 1 (sepuluh) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Papua masing-masing sebanyak 1 sampai dengan 3 kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 217 tercatat sebesar Rp,78 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,6 triliun (Grafik 5.8) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan II 217 tercatat sebanyak 543 lembar, menurun dari triwulan I 217 yaitu 81 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan II 217 adalah pecahan Rp5. (48,8%), Rp1. (5,3%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar,9% (Grafik 5.6). Pecahan uang palsu tersebut terutama ditemukan berdasarkan permintaan klarifikasi bank yaitu sebanyak 516 lembar (95,%), setoran bank-bank sebanyak 14 lembar (2,6%), penukaran masyarakat di Bank Indonesia sebanyak 13 lembar (2,4%) (Grafik 5.7). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbankan dan masyarakat semakin peduli dan sadar untuk melaporkan kepada Bank Indonesia apabila menemukan uang palsu atau meragukan keaslian uang yang diterimanya. Hal ini juga menandakan bahwa pemahaman perbankan dan masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah juga semakian meningkat. Untuk itu, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) untuk mengantisipasi peredaran uang palsu dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, akan terus dilakukan khususnya kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Hal tersebut diharapkan dengan semakin pahamnya masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang Rupiah maka peredaran uang palsu diharapkan semakin menurun. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

82 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II (1) lembar I II III IV I II III IV I II %, yoy Nominal UTLE gutle - Skala Kanan Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Temuan Uang Palsu Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu g.temuan Uang Palsu - sisi kanan Pecahan Lainnya.9% Setoran Bank (Hasil MSUK) 2.6% Penukaran 2.4% Rp5, 5.3% Rp1, 48.8% Klasifikasi Bank 95.% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.1. Temuan Uang Palsu Per Nominal Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya 5.3. Perkembangan Transaksi Jual-Beli Valuta Asing Pada triwulan II 217, proporsi jual valuta asing (valas) sedikit lebih tinggi dibanding beli. Dari data/informasi 5 (lima) 16 pedagang valuta asing yang diawasi Bank Indonesia, penjualan valas di Sulsel mencapai Rp667,47 miliar (5,1%) dibandingkan pembelian valas Rp665,68 miliar (49,9%). Baik penjualan maupun pembelian valas, berturut-turut didominasi oleh US dollar, Singapura Dollar, Yuan, Riyal, Euro, dan Yen. Lainnya 16.3% Lainnya 16.% Yuan 13.5% USD 36.7% Yuan 13.6% USD 36.5% Riyal 4.8% JPY 2.8% SGD 21.1% EUR 4.7% Riyal 5.3% JPY 2.7% SGD 21.% EUR 4.8% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Temuan Uang Palsu Per Nominal Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya 16 La Tunrung, Maraza Valas, Diana Valas, Primanusa, dan Atlantic 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

83 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

84 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 217 tercatat 4,77%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,11%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 217 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan IV 216. Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 217 mengalami penurunan dibandingkan Maret 216 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,38%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi. Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik, dimana rasio gini pada September 216 menjadi,4 dibanding tahun sebelumnya (,43%). Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan juga terlihat membaik, dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada pada peringkat 14 secara nasional. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

85 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel menurun. Per Februari TPT mencapai 4,77%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,11%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari orang per Februari 216 menjadi orang per Februari 217. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja pada Februari 217 meningkat cukup signifikan sebanyak orang atau naik 5,75% dibandingkan periode yang sama tahun 216. Meningkatnya angkatan kerja pada Februari 217 menjadi orang diperkirakan karena perkembangan lapangan usaha di awal tahun 217 yang masih meningkat. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Februari Februari Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 61,64% 64,28% Tingkat Pengangguran Terbuka 5,11% 4,77% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Februari 217, sektor pertanian menyerap 1,54 juta orang atau 4,63% dari total tenaga kerja. Angka ini tumbuh positif 7,5% dibandingkan periode yang sama tahun 216. Peningkatan ini disebabkan adanya panen pada awal 217 sehingga kebutuhan pekerja musim panen meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 24,27%;,67%; 7,83%, dan 2,23%. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) pertumbuhannya meningkat 8,93% (yoy) menjadi 122, pada triwulan I 217 dari sebelumnya 19,63. KEGIATAN UTAMA Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 216 Februari 217 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian ,28% -,45% ,63% 7,5% Industri ,97%,54% ,99% 24,27% Perdagangan ,62% 4,78% ,51%,67% Jasa ,4%,98% ,68% 7,83% Lainnya ,73% 1,63% ,19% 2,23% Total ,% 1,26% ,% 6,13% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 61,64% pada Februari 216 menjadi 64,28% pada Februari 217. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Februari 217 menjadi sebanyak 3,99 juta orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,77 juta orang. 17 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

86 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 65% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 65% 64.6% 64.3% 64% 64% 63.6% 63% 62.8% 62.9% 63% 62% 62.% 62.% 62.2% 62% 61.6% 61% 6.9% 61% 6.5% 6% Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb-17 Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Indeks Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini Penduduk Miskin 18 Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret jumlah penduduk miskin mencapai 813 ribu orang atau 9,38% dari total penduduk Sulsel. Angka kemiskinan tersebut naik dibandingkan posisi Maret 216 sebesar,75%. Kenaikan penduduk miskin disebabkan oleh bertambahnya penduduk miskin di kota sebesar 2,97% sedangkan kemiskinan di desa cenderung tidak bertambah. (Grafik 6.3). Kenaikan angkan kemiskinan di kota sejalan dengan inflasi di kota Makassar yang lebih tinggi dibandingkan zona lainnya. Dugaan sementara, pengaruh kenaikan tarif dasar listrik pada pengguna listrik 9 VA memberikan tekanan pengeluaran pada kelompok miskin di perkotaan. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi September 216 Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa. Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. September 216 yang semakin menurun (4,5%;yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (7,75%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju kemiskinan menurun. Meski sudah menurun, inflasi kelompok bahan pangan (volatile food) di Sulsel masih tergolong tinggi. Tekanan harga terjadi karena berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras yang disebabkan oleh mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino di tahun 215 dan La Nina di tahun BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari) 19 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari) 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

87 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Jumlah penduduk miskin perkotaan. Persentase Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini mencapai,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan harga beras memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi beras merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan 2. Oleh karena itu, jika inflasi beras semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi beras perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya menekan tingkat kemiskinan. Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Kota 262, ,14 281, , , % 11.25% 7.44% 4.57% 5.31% 8.61% 8.36% 5.7% 3.7% 3.42% Desa 24, , , , , % 16.16% 9.78% 5.7% 4.8% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Sulawesi Selatan Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,38%) setelah Sulawesi Utara (8,1%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,65% terdapat di Provinsi Gorontalo Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi Mar-16 Sep-16 Mar-17 Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 214, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, selanjutnya diikuti Kabupaten Jeneponto (15,31%), dan Kabupaten Toraja Utara (15,1%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di Kota Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% dan selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Sidrap (5,82%), dan Kota Parepare (5,88%). 2 Berdasarkan riset dari Talukdar (212), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

88 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan Sumber: BPS, diolah BI 6.3 Rasio Gini 21 Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel Maret 217 sebesar,41, menurun dibandingkan Maret 216 yang mencapai,43. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini ratio Sulsel cenderung menurun, namun demikian dibandingkan dengan nasional, nilai gini ratio Sulsel cenderung lebih tinggi meski pada tahun 211 dan 212 gini ratio Sulsel sempat bernilai sama dengan nasional yakni,41. Sementara itu dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 217 berada pada peringkat kedua tertinggi di Sulawesi. Nilai gini ratio tertinggi di Sulawesi berada di Provinsi Gorontalo (,43) dan terendah berada di Provinsi Sulawesi Barat (,35). Nilai gini ratio yang tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat maupun daerah. Perhatian pemerintah terkait dengan upaya mengurangi ketimpangan terlihat dari paket kebijakan ekonomi pertama pada tanggal 9 September 215 yaitu Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan. Lebih lanjut, World Bank (214) juga mengemukakan bahwa salah satu strategi dalam penurunan ketimpangan adalah dengan penyediaan akses yang merata ke seluruh daerah seperti pendidikan dan kesehatan. Melihat perhatian dari pemerintah pusat yang cukup tinggi terhadap ketimpangan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga turut serta dalam strategi pembangunan ekonomi yang lebih inklusif. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulsel dari APS tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing 97,59; 87,69; 61,66 pada tahun 213 menjadi masingmasing 99,5; 95,; dan 64,25 pada tahun Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi Provinsi Mar 216 Mar 217 Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Indonesia *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS 21 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22 Sesuai dengan target dari RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

89 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.4 Nilai Tukar Petani 23 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 217 masih cukup baik (>1), dengan pertumbuhan tahunan membaik. NTP Sulsel pada triwulan II 217 membaik menjadi sebesar 1,54, dibandingkan triwulan sebelumnya 1,74. Perbaikan NTP tersebut dikarenakan oleh kenaikan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani naik dari 127,74 pada triwulan I 217 menjadi 128,74 pada triwulan II 217 (Grafik 6.8). Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani mengalami peningkatan dari 126,8 pada triwulan I 217 menjadi 128,5 pada triwulan II 217 (Grafik 6.7) Indeks Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan yoy 5% 3% Indeks Indeks yang Dibayar Petani g.indeks - sisi kanan yoy 12% 1% 8% 1 1% % 4% 95-1% 15 2% 9-3% 1 95 % -2% 85 I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani -5% 9-4% I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode korelasi kedua variabel tersebut mencapai -,38, sementara pada periode mencapai -,42. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, dan sebaliknya. Dari grafik juga terlihat bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 216 dan Agustus 216 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari 216 September 216 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 216 terlihat menyempit. Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 213 dan November 214, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Namun, pada saat triwulan II 217, inflasi terpantau meningkat diikuti kenaikan pertumbuhan NTP. Kondisi tersebut juga dapat terjadi karena kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat dibandingkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara mengurangi asymmetric information harga komoditi pertanian, serta membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barangbarang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat Indeks Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani yoy 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% yoy korelasi = -,38 korelasi = -,42 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Inflasi Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani 23 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

90 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan meningkat pada 216. Peningkatan IPM terjadi pada indikator harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita (Grafik 6.8). Dengan kondisi tersebut, IPM Sulsel berada pada peringkat 14 secara nasional, pada tahun 215 maupun 216. Potensi untuk meningkatkan IPM masih terbuka, karena nilai IPM Sulsel (69,8) masih berada di bawah angka nasional (7,2). Semua komponen indikator IPM Sulsel masih berada di bawah indikator IPM Nasional. Angka Harapan Hidup saat Lahir (tahun) Tabel 6.8. Perkembangan IPM per Provinsi se Indonesia Harapan Lama Sekolah (tahun) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Pengeluaran per Kapita (Rp ) Aceh 69,5 69,5 13,7 13,9 8,8 8, ,5 7, Sumatera Utara 68,3 68,3 12,8 13, 9, 9, ,5 7, Sumatera Barat 68,7 68,7 13,6 13,8 8,4 8, , 7,7 Riau 7,9 71, 12,7 12,9 8,5 8, ,8 71,2 Jambi 7,6 7,7 12,6 12,7 8, 8, ,9 69,6 Sumatera Selatan 69,1 69,2 12, 12,2 7,8 7, ,5 68,2 Bengkulu 68,5 68,6 13,2 13,4 8,3 8, ,6 69,3 Lampung 69,9 69,9 12,3 12,4 7,6 7, , 67,7 Kep. Bangka Belitung 69,9 69,9 11,6 11,7 7,5 7, ,1 69,6 Kepulauan Riau 69,4 69,5 12,6 12,7 9,7 9, ,8 74, DKI Jakarta 72,4 72,5 12,6 12,7 1,7 1, , 79,6 Jawa Barat 72,4 72,4 12,2 12,3 7,9 8, ,5 7,1 Jawa Tengah 74, 74, 12,4 12,5 7, 7, ,5 7, DI Yogyakarta 74,7 74,7 15, 15,2 9, 9, ,6 78,4 Jawa Timur 7,7 7,7 12,7 13, 7,1 7, , 69,7 Banten 69,4 69,5 12,4 12,7 8,3 8, ,3 71, Bali 71,4 71,4 13, 13, 8,3 8, ,3 73,7 Nusa Tenggara Barat 65,4 65,5 13, 13,2 6,7 6, ,2 65,8 Nusa Tenggara Timur 66, 66, 12,8 13, 6,9 7, ,7 63,1 Kalimantan Barat 69,9 69,9 12,3 12,4 6,9 7, ,6 65,9 Kalimantan Tengah 69,5 69,6 12,2 12,3 8, 8, ,5 69,1 Kalimantan Selatan 67,8 67,9 12,2 12,3 7,8 7, ,4 69,1 Kalimantan Timur 73,7 73,7 13,2 13,4 9,2 9, ,2 74,6 Kalimantan Utara 72,2 72,4 12,5 12,6 8,4 8, ,8 69,2 Sulawesi Utara 71, 71, 12,4 12,6 8,9 9, ,4 71,1 Sulawesi Tengah 67,3 67,3 12,7 12,9 8, 8, ,8 67,5 Sulawesi Selatan 69,8 69,8 13, 13,2 7,6 7, ,2 69,8 Sulawesi Tenggara 7,4 7,5 13,1 13,2 8,2 8, ,8 69,3 Gorontalo 67,1 67,1 12,7 12,9 7,1 7, ,9 66,3 Sulawesi Barat 64,2 64,3 12,2 12,3 6,9 7, , 63,6 Maluku 65,3 65,4 13,6 13,7 9,2 9, ,1 67,6 Maluku Utara 67,4 67,5 13,1 13,5 8,4 8, ,9 66,6 Papua Barat 65,2 65,3 12,1 12,3 7, 7, ,7 62,2 Papua 65,1 65,1 1, 1,2 6, 6, ,3 58,1 Indonesia 7,8 7,9 12,6 12,7 7,8 8, ,6 7,2 IPM 84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

91 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Boks 6.A Tantangan Pengembangan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel dalam kisaran di atas 6% sesuai dengan rasio secara nasional. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, TPAK Sulsel selalu lebih dari 6%. Posisi terakhir, TPAK dalam tren meningkat. TPAK naik dari 61,64% pada Februari 216 menjadi 64,28% pada Februari 217. Peningkatan TPAK terjadi di hampir seluruh sektor. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Februari 217 menjadi sebanyak 3,99 juta orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,77 juta orang. 72% 7% 68% 66% 69.6% 67.8% 69.2% 66.8% Sulawesi Selatan 69.5% 69.2% 66.6% 65.8% Nasional 69.% 68.1% 66.3% 7.% 6.5% 6.% 5.5% 6.5% 6.4% 6.1% 5.9% 5.9% 5.8% 6.2% 5.8% 5.7% 5.9% 5.8% 5.8% 6.2% 6.% 5.5% 5.6% 5.3% 64% 62% 6% 64.6% 62.8% 63.6% 6.5% 62.% 62.% 62.2% 6.9% 61.6% 62.9% Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.A.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64.3% Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb-17 Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.A.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Angkatan Kerja di Sulsel terutama didominasi oleh umur produktif. Berdasarkan data sakernas Februari 217, pangsa angkatan kerja terbesar berkisar antara usia 15 hingga 19 tahun sebesar 13,1% sebanyak orang. Sehingga angkatan kerja di Sulsel termasuk dalam kategori yang normal, dalam artian bukan usia aging (6+ tahun). Grafik piramida penduduk di bawah menunjukkan bahwa struktur angkatan kerja Sulawesi Selatan masuk dalam tipe ekspansif, di mana usia muda mendominasi angakatan kerja di Sulawesi Selatan. Dari sisi gender, penduduk usia kerja di Sulawesi Selatan didominasi oleh Perempuan dengan porsi sebesar 52,4%. Lebih dari 2% angkatan kerja di Sulsel tidak sekolah. Sementara pengangguran yang tidak sekolah persentasenya 19,4% atau orang. 5.% 4.5% 4.% 5.1% Sulawesi Selatan 5.1% Nasional 5.1% 4.8% 4.8% Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan A. 6.A. Penduduk Bekerja di Sulsel juga didominasi oleh umur produktif. Berdasarkan data sakernas Februari 217, pangsa angkatan kerja terbesar berkisar antara usia 3 hingga 34 tahun sebesar 12,6% sebanyak orang. Sementara kategori umur produktif (15-64 tahun) sebesar 94,5% sebanyak orang. Sehingga angkatan kerja di Sulsel termasuk dalam kategori yang normal, dalam artian bukan usia aging (6+ tahun). Grafik piramida penduduk di atas menunjukkan bahwa struktur angkatan kerja Sulawesi Selatan masuk dalam tipe ekspansif, di mana usia muda mendominasi angkatan kerja di Sulawesi Selatan. Dari sisi gender, didominasi oleh Laki-laki dengan porsi sebesar 6,9%. Penduduk yang bekerja mencapai 23,1% atau orang. Penyerapan tenaga kerja terbesar berpendidikan sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Tenaga kerja bekerja dengan pendidikan SD mencapai 21,1%, SMP mencapai 15,3%, SMA mencapai 16,8% sementara SMK mencapai 7,7%. Persentase pendidikan untuk diploma justru paling rendah hanya 2,8%, sementara pendidikan tinggi/universitas mencapai 13,3%. Ditengarai penyerapan tenaga terdidik diploma/vokasi yang masih rendah, terkait ketersediaan tenaga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

92 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN kerja terdidik universitas yang relatif berlimpah. Pasar tenaga kerja lebih memilih untuk meng-up grade penerimaan tenaga kerja terdidik dari diploma menjadi perguruan tinggi. Profil pendidikan pekerja di Sulawesi Selatan didominasi oleh pekerja dengan ijazah SD sebanyak orang atau setara dengan 44,16% dari total pekerja. Adapun secara tahunan persentase pertumbuhan pekerja terbanyak ada pada lulusan Diploma yang tumbuh 31,92%. Namun demikian tenaga kerja dari lulusan Diploma masih memiliki porsi terendah sebesar 2,83% dari total pekerja. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar justru berasal dari pendidikan kejuruan (SMK) dan vokasi/diploma. Persentase TPT untuk SMK mencapai 6,35%, atau setara orang dari angkatan kerja berpendidikan SMK orang. Sementara TPT untuk yang berpendidikan diploma orang. Jurusan yang banyak menganggur untuk SMK terutama Keuangan, Teknik Otomotif, Teknik Komputer & Informatika, dan Teknik Ketenagalistrikan. Sementara untuk pendidikan vokasi, pengangguran berasal dari jurusan Bidan Pendidik/Kebidanan, Ilmu Manajemen, Ilmu Kesejahteraan Sosial/Pekerja Sosial, Ilmu Pendidikan Manajemen, Administrasi Perkantoran, Ekonomi Pembangunan, dan Ilmu Ekonomi. Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Tingkat Pendidikan Pengangguran Orang Persentase Orang Persentase Orang Persentase Terbuka Tidak Sekolah ,9% ,1% ,4% 4,3% SD setara ,% ,1% ,4% 4,62% SMP setara ,1% ,3% ,4% 3,28% SMA setara ,9% ,8% ,1% 5,65% SMK ,8% ,7% ,4% 6,35% Diploma I/II/III ,% ,8% ,1% 9,81% Universitas ,3% ,3% ,3% 4,78% ,% ,% ,% 4,77% Tingkat Pengangguran (TPT) tertinggi berada di Kota. TPT terbesar terjadi di daerah kota Palopo, Makassar, dan Parepare. Selain karena konstribusi lapangan usaha yang lebih padat modal (capital intensive), ditengarai juga karena kota tersebut menerima arus urbanisasi tenaga kerja dari daerah lain. 86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

93 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Boks 6.B Kondisi Ketimpangan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan Ada beberapa faktor yang memengaruhi ketimpangan pendapatan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 23) dan peningkatan investasi pada suatu daerah tanpa diikuti oleh peningkatan investasi di daerah lainnya (Barro, 2), peningkatan IPM pada suatu daerah yang tidak diiringi dengan peningkatan IPM di daerah lainnya (Brata, 22) akan memicu terjadinya peningkatan ketimpangan pendapatan. Alisjahbana (212) menyatakan bahwa problema ketimpangan pendapatan masyarakat merupakan suatu permasalahan jangka panjang, sehingga untuk memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat diperlukan langkah kebijakan yang komprehensif dan jangka panjang pula. Koefisien Gini di Indonesia cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Hingga 215, koefisien gini Indonesia (,42) lebih baik dibandingkan Singapura (,49), Filipina (,43) dan China (,462). Hal ini menunjukkan bahwa fenomena ketimpangan tidak hanya di Negara berkembang namun juga di Negara maju. Namun demikian, koefisien Gini Indonesia meningkat dari,382 menjadi,42 di tahun 215, sehinggga kesenjangan distribusi pendapatan relatif meningkat. Grafik 6.B.1 Perbandingan Rasio Gini antar Negara Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Indonesia dan Sulsel mengikuti Fenomena Kuznet 24. Fenomena kuznet (pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan ketimpangan melebar) terjadi di hampir seluruh negara di dunia (OECD, 214). Di Indonesia angka ketimpangan tertinggi dicapai oleh DKI yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Untuk Sulsel, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 211 rasio gini Sulsel berada pada posisi,41 dan mengalami stagnasi hingga 217. Pertumbuhan ekonomi masih dalam tren meningkat, sementara tingkat kesenjangan pendapatan relatif tinggi, yang tercermin dari Gini Rasio relatif tinggi (Maret 217 =,47). Sulsel Sumber: OECD Grafik 6.B.2 Fenomena Kuznet Internasional Sumber: Bank Indonesia (211) Grafik 6.B.3 Fenomena Kuznet Indonesia Secara lebih detail, pangsa lapangan usaha dan kualitas sumber daya manusia di Sulsel ikut memengaruhi tingkat ketimpangan. Lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi terbesar di Sulsel adalah lapangan usaha pertanian. Kontribusi tersebut terlihat dari pangsa terhadap PDRB triwulan II 217 yang masih mencapai 23,6% dengan penyerapan tenaga kerja 4,63%. Tingkat pendidikan tenaga kerja Lapangan Usaha Pertanian di Sulsel adalah SD ke bawah (65,1%). Sementara Lapangan Usaha Perdagangan dan Industri pengolahan di Sulsel lebih baik yaitu sebagian besar SMP- SMA/SMK masingmasing sebesar 52,84% dan 53,79%. Sementara Lapangan usaha yang sudah baik kualitas 24 Pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan ketimpangan melebar berdasarkan Fenomena Kuznet. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

94 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN pendidikannya adalah Jasa Pendidikan di Sulsel yang cenderung tingkat pendidikan sudah Diploma/Sarjana sebesar 85,74%. Di sisi lokasi dan kesejahteraan, tenaga kerja di lapangan usaha pertanian Sulsel tinggal di desa, dengan porsi penduduk miskin desa yang masih tinggi. Upaya mengurangi ketimpangan dapat difokuskan kepada beberapa hal di atas. Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.B.4 Pangsa Tenaga Kerja Sektoral Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.B.5 Penyebaran Penduduk Miskin Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi ketimpangan yang dilakukan berbagai pihak. World Bank bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mengeluarkan flagship report on inequality pada tahun 214, mnenyediakan policy support berdasarkan bukti-bukti kesuksesan negara dalam mengatasi ketimpangan, membantu pemerintah melalui penambahan dan perbaikan lapangan kerja, membentuk safety net untuk melindungi penduduk miskin dari shock ekonomi seperti program BPJS dan pemerataan hasil pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Bank Indonesia juga bekerja sama dengan Pemerintah dalam Program Keuangan Inklusif, pembiayaan UMKM dan komoditas Unggulan, serta klaster Program Pengendalian Inflasi. 88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

95 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

96 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulsel pada triwulan IV dan keseluruhan tahun 217 diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,5 7,9% (yoy) dengen kecenderungan mengarah ke batas atas. Terus berlanjutnya reformasi struktural menjadi pondasi terus membaiknya ekonomi Sulsel secara keseluruhan. Sumber pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 217 diperkirakan akan berasal dari stabilnya konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) disebabkan faktor musiman akhir tahun serta kenaikan belanja organisasi politik menjelang pilkada. Dari sisi investasi, pertumbuhan diperkirakan akan stabil dengan kontribusi terbesar masih berada pada investasi pemerintah yang disertai dengan kenaikan belanja pemerintah sesuai pola musimannya. Dari sisi kegiatan ekspor impor, membaiknya cuaca yang menopang pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) pertanian diperkirakan akan memperbaiki ekspor non tambang. Dari sisi produksi, LU pertanian diperkirakan akan tumbuh signifikan seperti tahun sebelumnya disebabkan oleh panen dan situasi cuaca yang kondusif. Hal serupa diperkirakan akan juga terjadi pada LU Pertambangan dengan produksi nikel yang lebih tinggi walau harga mengalami penurunan. Dari sisi LU Industri pengolahan, perbaikan ekspor dan stabilnya konsumsi RT akan menjadi katalis bagi pelaku usaha dalam memacu produksi. Dari sisi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan ke IV diperkirakan akan cenderung stabil. Namun demikian, penguatan koordinasi melalui optimalisasi peran TPID akan terus ditingkatkan untuk memastikan inflasi berada pada rentang target Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217 9

97 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada dalam rentang proyeksi Bank Indonesia di awal tahun, yaitu sebesar 7,5 7,9% (yoy) dengan kecenderungan pada kisaran batas atas. Walaupun realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II hanya sebesar 6,63% (yoy) tetapi rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut disebabkan oleh melambatnya LU Pertanian yang juga berimbas pada kontraksi komoditas pertanian ke luar negeri. Hal ini terjadi akibat faktor cuaca yang tidak kondusif sehingga terjadi banjir pada beberapa lumbung produksi tanaman bahan pangan (tabama) dan membuat nelayan kesulitan dalam melaut. Pada triwulan IV, sebagaimana pola tahun 216, pertumbuhan signifikan diperkirakan terjadi pada produksi tabama berkat dukungan cuaca dan iklim yang lebih baik. Hal ini sekaligus akan meningkatkan ekspor ikan dan udang serta kakao di tengah perbaikan ekonomi negara mitra dagang utama Sulsel. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih berada pada rentang proyeksi Bank Indonesia, yaitu sebesar 7,5 7,9%(yoy) dengan kecenderungan pada batas bawah. Bank Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi Sulsel akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 216 yang tumbuh pada angka 7,41% (yoy). Hal ini sejalan dengan momentum perbaikan ekonomi global dan nasional yang terus menunjukkan perbaikan. Sinergi kebijakan pemerintah pusat dan daerah disertai dengan kebijakan moneter yang akomodatif membuat momentum perbaikan ekonomi akan terus terjaga baik dari sisi fiskal, moneter, dan stabilitas sistem keuangan. 1 9 %, yoy Q1 215 Q2 215: 7,17% 215 Q3 215 Q4 216 Q1 216: 7,41% 216 Q2 216 Q3 216 Q4 217 Q1 217: 7,5% - 7,9% 217 Q2 217 Q3 217 Q4 218 Q1 218: 7,6% - 8,% 218 Q2 218 Q3 218 Q4 Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Pada tahun 218, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan terus menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. Pertumbuhan tersebut akan bersumber dari stimulus fiskal pemerintah dalam realisasi belanja infrastruktur dan upaya pemangkasan perizinan sehingga menggiatkan geliat dunia usaha. Dalam jangka pendek, investasi swasta akan terdorong oleh realisasi belanja modal pemerintah yang berkelanjutan. Selain itu, pertumbuhan konsumsi RT yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah akan menjadi faktor pendorong investasi swasta. Upaya pemerintah dan Bank Indonesia yang akan mengoptimasi kapasitas Sulsel dalam industri agribisnis diharapkan mampu meningkatkan daya saing sehingga ekspor ke luar negeri dapat terus ditingkatkan Prospek Sisi Pengeluaran Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 217 akan bertumpu pada stabilitas konsumsi RT dan peningkatkan pengeluaran LNPRT jelang pilkada. Peran konsumsi RT yang masih dominan menjadi kunci peningkatakan pertumbuhan ekonomi Sulsel. Pada triwulan IV konsumsi RT diperkirakan akan stabil seperti pada triwulan II dan III disebabkan oleh libur natal dan tahun baru yang berpotensi meningkatkan pengeluaran RT pada jasa akomodasi dan restoran. Di sisi lain, memasuki pilkada 218, geliat belanja LNPRT akan lebih intens sehingga mampu menjaga konsumsi RT dan LNPRT pada kisaran angka pertumbuhan triwulan II dan III. Sumber pertumbuhan ekonomi lainnya dari sisi permintaan akan bertumpu pada peningkatan aktivitas ekonomi sejalan dengan pemulihan aktivitas nasioal dan global. Dari sisi PMTB, Investasi diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan realisasi triwulan III. Hal ini dipengaruhi oleh realisasi belanja infrastruktur pemerintah yang diperkirakan lebih besar sesuai dengan pola historis serapan anggarannya. Selain itu, memasuki penghujung tahun aktivitas reparasi mesin dan alat berat diperkirakan akan meningkat untuk mengantisipasi kenaikan permintaan di akhir tahun. Pengeluaran pemerintah juga akan meningkat sebagai dampak dari carry over belanja pada triwulan II. Kontraksi pertumbuhan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

98 I II III IV I II III IV II I III IV IP 217-p I II III IV I II III IV II I III IV IP 217-p BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN belanja pemerintah pada triwulan II diperkirakan akan berdampak pada triwulan III khususnya pada pencairan gaji ke 13. Dengan bergesernya realisasi gaji ke 13, peluang realisasi belanja barang pada triwulan IV menjadi cukup besar sehingga akan meningkatkan konsumsi pemerintah pada akhir 217. Dari sisi transaksi luar negeri, prakiraan perbaikan ekonomi negara mitra dagang Sulsel diperkirakan akan mengerek ekspor komoditas unggulan. Terlebih faktor cuaca dan iklim yang lebih baik dapat meningkatkan produksi serta mengompensasi penurunan kinerja ekspor komoditas unggulan pada triwulan II. Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 217 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang telah mulai membaik pada triwulan III 216, yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 217 diperkirakan tumbuh 2,%, dimana pada Desember 217 harga nikel diperkirakan akan berada pada kisaran 11. USD/metrik ton. 2, 18, 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, $/mt yoy 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% $/mt yoy 6% 4% 2% % -2% -4% -5% -6% p p Harga Internasional Nikel g.harga Internasional Nikel - sisi kanan Harga Internasional Iron Ore g.harga Internasional Iron Ore - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.2. Perkembangan Harga Internasional Nikel Sumber: World Bank Grafik 7.3. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi Prospek Sisi Lapangan Usaha Selaras dengan sisi permintaan, dari sisi produksi atau lapangan usaha perbaikan ekonomi pada penghujung tahun 217 diprakirakan terjadi pada hampir semua lini. Pertumbuhan paling signifikan yang menopang pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan IV diprediksi akan berasal dari LU pertanian. Hal ini terindikasi sebagaimana terjadi lonjakan pertumbuhan di akhir tahun 216 karena pergeseran pola panen. Upaya pengendalian inflasi harga pangan bergejolak oleh pemerintah daerah dan Bank Indonesia akan turut mengguyur pasar dengan produksi sehingga nilai tambah dari LU pertanian menjadi lebih tinggi. Grafik Peta Gelombang Indonesa 92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

99 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Potensi tekanan harga nikel diperkirakan tidak akan mempengaruhi target produksi. Hal ini disebabkan target korporasi pertambangan nikel di Sulsel yang masih konsisten pada produksi 8 ribu MT nikel. Dengan capaian produksi 37 ribu MT nikel selama semester 1, produksi akan bertumpu pada realisasi triwulan III dan IV. Melihat pola produksinya, realisasi produksi pada triwulan IV akan sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III yang disebabkan oleh faktor cuaca seperti hujan dan hari kerja efektif. LU Industri pengolahan akan tumbuh lebih tinggi untuk menutupi defisit penggunaan inventori dan memenuhi stabilnya permintaan. Pada triwulan II, pertumbuhan inventori terkontraksi cukup dalam untuk memenuhi permintaan RT Sulsel dan luar Sulsel. Dengan kecenderungan aktivitas operasi pada awal triwulan III yang belum optimal sebagaimana tergambar dari inflasi beberapa komoditas yang tinggi karena belum beroperasi penuh sedia kala, produksi barang olahan diprakirakan akan lebih tinggi pada triwulan IV. Terlebih, pasokan akhir tahun yang harus dijaga akan membuat aktivitas operasi ditingkatkan. Sejalan dengan peningkatkan aktivitas industri, LU penyediaan listrik dan gas juga akan terekskalasi. LU Konstruksi masih akan bertumpu pada realiasi belanja infrastruktur pemerintah dan mulai masuknya investasi swasta. Peningkatan investasi akan tercermin pada dua hal, yaitu konsumsi semen yang meningkat sebagai cerminan aktivitas pembangunan dan impor mesin dan peralatan khususnya mesin pesawat untuk mengantisipasi lonjakan penumpang angkutan udara di akhir tahun. Selain itu, potensi FDI juga masih cukup tinggi diperkirakan akan juga menopang pertumbuhan konstruksi. Pada akhir tahun, aktivitas perdagangan dan jasa makan minum akan meningkat diikuti dengan tren penjualan pulsa yang juga naik. Aktivitas liburan akihir tahun akan memunculkan wisatawan domestik dan mancanegara yang pada akhirnya meningkatkan tingkat okupansi hotel berbintang di Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, aktivitas perdagangan dan jasa makan minum juga akan menggeliat dan akan dibarengi dengan penjualan pulsa yang tinggi. Tingginya penjualan pulsa diakibatkan oleh penggunaan paket data yang bertambah seiring dengan penggunaan aplikasi dan internet yang lebih intens. 7.2 Prospek Inflasi Inflasi di triwulan IV 217 dan keseluruhan tahun 217 diperkirakan masih dalam rentang 4+1% sesuai sasaran Bank Indonesia walau terdapat beberapa tekanan inflasi. Perjalanan inflasi Sulsel tahun 217 cukup penuh dinamika khususnya di awal dan pertengahan tahun 217. Inflasi di awal tahun disumbang oleh kenaikan tarif STNK dan disusul oleh kenaikan tarif dasar listrik secara bertahap pada kelompok pengguna listrik 9 VA. Pada awal Juli dimana umumnya terjadi disinflasi (inflasi yang menurun dibandingkan periode sebelumnya), namun fenomena tersebut tidak terjadi. Inflasi cenderung stabil di bulan Juni dan Juli sehingga upaya pengendalian inflasi Sulsel akan lebih digiatkan pada semester kedua khususnya di bulan Desember. Inflasi volatile food diperkirakan terjaga melalui optimalisasi TPID. Awal semester kedua menujukkan inflasi yang tidak menurun disebaban produksi pangan yang belum normal. Pada triwulan III potensi cuaca menganggu produktivitas petani mengintai sehingga upaya TPID pada triwulan III dan IV akan lebih ditingkatkan. Peningkatan peran TPID akan diarahkan pada strategi peningkatan produksi dan menjaga pasokan melalui sistem resi gudang dan lelang komoditas yang kembali digiatkan oleh dinas perdagangan Sulsel. Sedangkan inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah diperkirakan akan lebih melandai. Tekanan inflasi dari sisi harga diatur pemerintah pada akhir tahun diperkirakan tidak akan besar. Pasalnya kenaikan sepanjang tahun 217 cukup memberikan tekanan kepada inflasi sehingga potensi pemerintah menaikkan harga gas elpiji sangat mungkin tidak direalisasikan pada tahun 217. Sebagai catatan, inflasi sepanjang 217 pada kategori administered price bersumber dari kenaikan tarif STNK dan tarif dasar listrik. Inflasi inti terkendali dengan tetap memperhatikan margin pelaku usaha. Tekanan inflasi inti sangat minim sepanjang tahun 217. Hal ini disebabkan iklim persaingan bisnis yang dialami oleh pelaku usaha sehingga dalam persaingan yang cukup ketat, pelaku usaha cukup selektif dalam melakukan pricing. Melalui kebijakan moneter akomodatif, inflasi inti diprakirakan baru akan memberikan tekanan pada tahun 218 sejalan dengan kondisi ekonomi yang lebih baik. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

100 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 21) Sumber: BPS,diolah Keterangan : p) Proyeksi BI 7.3 Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: a. Strategi diversifikasi ekspor yang mengarah pada negara non mitra dagang utama. Hal ini diperlukan untuk memitigasi risiko perbaikan ekonomi global yang tidak seperti perkiraan semula. Strategi tersebut dapat diarahkan pada ekspor ke negera yang selama ini bukan pangsa utama Sulsel seperti Timur Tengah dan Amerika Latin. Peluang ekspor ke Timur Tengah dapat dioptimalkan melalui strategi mitra dagang halal food. Indonesia yang merupakan mayoritas muslim memiliki pengetahuan mumpuni mengenai manajemen produk halal yang dapat dijadikan kekuatan dari branding produk ekspor Indonesia. b. Konsistensi reformasi struktural melalui penguatan industri agribisnis. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel menjadi lebih bernilai tambah serta terus menekan angka kemiskinan maka pemerintah perlu mengubah struktur ekonomi dari agrikultur (berbasis pertanian) menjadi industri. Untuk tetap mempertahankan potensi ekonomi yang berbasis agraris, pemerintah dapat fokus mengembangkan industri berbasis agrikultur atau disebut agribisnis. Peningkatan nilai tambah hedaknya diarahkan pada komoditas unggulan Sulsel seperti kakao, beras, kopi, hingga ikan dan udang. c. Memperluas program peremajaan tanaman dan pemenuhan bibit berkualitas, penguatan kelembagaan komoditas spesifik, dan monitoring pemenuhan standar kualitas komoditas. d. Mempersiapkan sekolah vokasi dan teknis kejuruan yang sesuai dengan sektor yang menjadi potensi daerah. e. Penguatan kelembagaan petani dan peternak sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Problematika kelembagaan petani merupakan masalah pokok yang harus dimitigasi melalui pembentukan badan usaha seperti koperasi. Dengan kelembagaan petani, maka isu permodalan dan daya saing akan teratasi. f. Memantau secara berkala risiko terhadap pelaku korporasi dan rumah tangga, yang didukung dengan hasil survei (SK, SKDU) dan liaison. g. Meningkatkan pembinaan UMKM dan penyediaan database/informasi UMKM di daerah yang telah bankable, agar dapat ditindaklanjuti oleh perbankan. Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal: 94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 217

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku KATA PENGANTAR DAFTAR ISI iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK xiv xvi DAFTAR SUPLEMEN BOKS 1. EKSPEDISI KAS KELILING PULAU TERLUAR...66 TABEL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015 No. 34/05/51/Th. IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2015 TUMBUH SEBESAR 6,20% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,53% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN No. 09/02/31/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN Perekonomian Jakarta tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018 KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 218 Peran Dunia Usaha Dalam Menggerakan Ekonomi Rakyat Samarinda, 14 Maret 217 STRUKTUR EKONOMI KALTIM Seiring dengan booming harga komoditas yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci