KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016

2 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT [0380] ; fax : [0380]

3 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Keuangan Pemerintah Daerah, Perkembangan Inflasi, Stabilitas Keuangan Daerah, Perkembangan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan serta Prospek Perekonomian Daerah Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, Agustus 2016 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur ii

4 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 iii

5 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Daftar Isi Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iv Daftar Grafik vi Daftar Tabel ix Ringkasan Umum x Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur xiii BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Konsumsi Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi Ekspor dan Impor Ekspor dan Impor Antar Daerah Ekspor dan Impor Luar Negeri Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor Sektor-Sektor Lainnya BOKS 1. Potensi Kepariwisataan di NTT BOKS 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di Provinsi NTT BAB II KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH 2.1 Kondisi Umum Pendapatan Daerah Belanja Daerah Belanja APBN Belanja Pemerintah Provinsi NTT Belanja Pemerintah Kabupaten/ Kota Dana Pemerintah di Perbankan BAB III PERKEMBANGAN INFLASI 3.1. Kondisi Umum Inflasi Tahunan Inflasi Triwulanan Inflasi Bulanan Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Bahan Makanan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau Komoditas Lainnya Disagregasi Inflasi NTT Kelompok Volatile foods Kelompok Administered prices iv

6 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus Inflasi Inti (Core) Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Maumere Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID BOKS 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.1. Kondisi Umum Asesmen Ketahanan Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Eksposur Rumah Tangga di Perbankan Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Perkembangan Risiko Kredit UMKM Asesmen Ketahanan Korporasi Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Asesmen Perbankan Kinerja Bank Umum Kinerja Bank Perkreditan Rakyat BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1 Kondisi Umum Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Palsu (UPAL) Transaksi Pembayaran Non Tunai Perkembangan Layanan Keuangan Digital BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 6.1 Kondisi Umum Perkembangan Tingkat Kemiskinan Indeks Pengembangan Manusia (IPM) Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 3.Hari Keluarga Nasional Ke-23 di Provinsi NTT BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun Pertumbuhan Sisi Penggunaan Pertumbuhan Sisi Sektoral Inflasi v

7 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak Grafik 1.18 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.22 Proyeksi SKDU Pertanian Grafik 1.23 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik 1.24 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Grafik 1.25 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik 1.26 Perkembangan Survei Konsumen Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.28 Proyeksi SKDU Perdagangan Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi Destinasi Utama di Indonesia Grafik Boks 1.2. Jumlah Wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota Grafik 2.4 Pangsa Belanja Kabupaten/Kota Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal Grafik 2.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD Grafik 2.9 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT Grafik 2.10 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 3.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional vi

8 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia Grafik 3.4 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik 3.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 3.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang Grafik 3.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 3.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 3.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere Grafik Boks 3.1. Volatillitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.9 Kredit Rumah Tangga Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha Grafik 4.12 Kondisi Keuangan Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.14 NPL UMKM Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) Grafik 4.23 Perkembangan LDR Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR vii

9 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT Grafik 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 6.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan Grafik 6.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.7 Indeks Keparahan Kemiskinan Grafik 6.8 IPM Provinsi di Indonesia (2015) Grafik 6.9 Angka Partisipasi Sekolah Grafik 6.10 Angka Partisipasi Murni Grafik 6.11 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar Grafik 6.12 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 6.13 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Grafik 7.3 Survei Konsumen Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Akhir Tahun viii

10 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-II Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi RT Provinsi NTT Tw-II Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah NTT Tw-II Tabel 1.4 PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Tw-II Tabel 1.5 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal DN Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-II Tabel Boks 1.1 Kapasitas Industri Pariwisata di NTT Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di NTT Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di NTT Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di NTT Tabel 3.4 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di NTT Tabel 3.5 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.6 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.7 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT DAFTAR GAMBAR Gambar Boks 1.1 Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT Gambar Boks 2.1 Peta Alur Angkutan Laut Penumpang Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 Sebaran Pembentukan TPID Gambar Boks 3.1 Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015) Gambar Boks 4.1 Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kupang Gambar Boks 4.2 Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang ix

11 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Ringkasan Umum KER Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV-2015 EKONOMI MAKRO REGIONAL Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Adanya kegiatan Tour de Flores, rapat koordinasi pemerintah di hotel, masa liburan sekolah, peningkatan konsumsi Pemerintah seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil, dan meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri mampu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT di triwulan II Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-iii diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan penyerapan belanja modal yang masih cukup rendah. Konsumsi diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan seiring dengan adanya masa liburan sekolah yang masih berlangsung, tahun ajaran baru,untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, kegiatan nasional Harganas serta adanya perayaan hari kemerdakaan republik Indonesia. KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-i 2016 masih mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun, namun tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah. x

12 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mencapai 1,23% (qtq) lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 0,44% (qtq) dan menjadi provinsi dengan nilai inflasi triwulanan tertinggi ke-8 di Indonesia. Namun demikian, besarnya deflasi pada bulan Juli 2016 yang mencapai -0,32% (mtm) mampu kembali menurunkan nilai inflasi NTT menjadi hanya 0,87% (qtq) dan menjadi daerah dengan nilai inflasi triwunan terendah di Indonesia. Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh turunnya produksi bahan pangan sehingga harga cenderung meningkat. Adanya beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, libur sekolah, penyaluran gaji ke-14 dan hari raya Idul Fitri juga memberi tekanan inflasi terlebih pada angkutan udara dan sandang. Pada triwulan III 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah dikarenakan oleh deflasi yang terjadi pada bulan Juli 2016 karena cukupnya pasokan bahan pangan, masih berpotensi terjadinya deflasi pada bulan Agustus seiring dengan kembali normalnya aktivitas paska libur sekolah, Hari Raya Idul Fitri dan Harganas, serta potensi inflasi rendah di bulan September seiring dengan tidak adanya aktivitas khusus yang mampu menekan inflasi. PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN Kondisi Stabilitas Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko global dan domestik. Masih tingginya keyakinan rumah tangga terhadap kemampuan perekonomian ke depan, cukup banyaknya simpanan rumah tangga dan rendahnya tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan menjadi penguat stabilitas keuangan rumah tangga. Stabilitas keuangan UMKM relatif terjaga yang terlihat dari peningkatan kredit yang cukup tinggi disertai dengan resiko gagal bayar yang rendah. Industri perbankan juga menunjukkan kinerja yang positif yang terlihat dari terjaganya rasio LDR, kecukupan modal (CAR) maupun potensi gagal bayar nasabah yang relatif terjaga. Adapun yang perlu mendapat perhatian adalah stabilitas keuangan tingkat korporasi yang menunjukkan adanya peningkatan resiko gagal bayar kredit walaupun secara nilai nominal tidak signifikan. xi

13 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14. Di sisi lain, Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan Keuangan Digital (LKD) KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Penurunan penduduk miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) walaupun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy). Sepanjang tahun 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bertumbuh sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-iv diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi. Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0% (yoy). Adanya deflasi pada bulan Juli dan potensi deflasi bulan Agustus diperkirakan mampu menurunkan proyeksi inflasi hingga akhir tahun. Adanya hari ibu nasional di bulan Desember diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi sebesar perayaan HKSN dan natal bersama tahun 2015 dikarenakan oleh jumlah peserta yang diyakini tidak sebanyak kedua acara tersebut. xii

14 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR %yoy*) II I II % qtq**) %yoy***) Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68, , , , , Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20, , , , , Pertambangan dan Penggalian 1, , Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi 7, , , , , Perdagangan Besar&Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor 7, , , , , Transportasi dan Pergudangan 3, , , , Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 5, , , , , Jasa Keuangan dan Asuransi 2, , Real Estate 1, , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan JamSos Wajib 8, , , , , Jasa Pendidikan 6, , , , , Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1, , Jasa lainnya 1, , Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68, , , , , Konsumsi Rumah Tangga 50, , , , , Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2, , Konsumsi Pemerintah 20, , , , , Pembentukan Modal Tetap Bruto 26, , , , , Perubahan Inventori 1, Ekspor Luar Negeri 1, , Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33, , , , , Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24, ,595 5,516 6, Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83, ,277 20,530 24, Impor Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5, ,653 8, Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3, ,503 20, Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q dibandingkan Q ***) Pertumbuhan Q dibandingkan Q ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan II. INFLASI INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV I II Indeks Harga Konsumen NTT Kota Kupang Maumere Laju Inflasi Tahunan (yoy %) NTT Kota Kupang Maumere xiii

15 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 II. PERBANKAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I II A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 25,600 28,602 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,931 33, DPK 18,571 21,478 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,341 21,478 21,945 23,527 - Giro 3,717 4,372 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,537 4,372 5,604 6,893 - Tabungan 10,385 11,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,644 11,933 10,449 10,507 - Deposito 4,469 5,173 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6,159 5,173 5,893 6, Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 17,094 19,483 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,546 20,587 - Modal Kerja 5,252 5,917 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,742 6,275 - Investasi 1,309 1,381 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 1,401 - Konsumsi 10,534 12,185 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,487 12, Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,759 20,284 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 20,284 20,525 21,731 - Modal Kerja 5,316 6,110 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 6,110 6,127 6,693 - Investasi 1,537 1,650 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 1,650 1,567 1,696 - Konsumsi 10,905 12,524 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11,648 12,524 12,830 13,342 LDR (%) 92.0% 90.7% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 83.7% 89.9% 88.3% 91.2% Kredit UMKM 5,162 6,075 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 6,080 6, B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) Total Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang LDR (%) 79.4% 76.7% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6% 79.8% C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 26,016 29,112 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33,232 29,115 31,466 34, Dana Pihak Ketiga 18,880 21,859 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22,694 21,860 22,348 23, Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Caba 18,077 19,849 16,026 16,946 17,527 18,077 17,237 18,194 18,906 20,652 20,893 22,120 D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total 1. Total Aset (%) 1.6% 1.8% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 1.6% 2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.6% 1.7% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.7% 3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Caba 1.8% 1.8% 1.7% 1.7% 1.7% 1.8% 1.9% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8% 1.8% III. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I Transaksi Tunai Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Uang Palsu (lembar) Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 33,747 21,758 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3, Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar w152, ,975 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315 75,723 Cek/BG Kosong 897 1, xiv

16

17 EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-ii 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2016 mencapai 5,29% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Dari sisi penggunaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan adanya perlambatan impor antar daerah menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi NTT, sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan akan mengalami sedikit peningkatan terutama didorong oleh sektor investasi. 1.1 Kondisi Umum Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi yang tertinggi dengan angka mencapai 5,87% (yoy) yang terutama ditopang oleh konsumsi bidang Restoran dan Hotel yang tumbuh mencapai 55,58% (yoy) seiring adanya kegiatan Tour de Flores, Rapat koordinasi pemerintah di hotel dan masa liburan sekolah. Pertumbuhan juga ditunjang oleh peningkatan konsumsi kolektif Pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta impor antar daerah yang hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy). Dari sisi sektoral,sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 12,36% (yoy) yang diperkirakan juga ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 serta sektor Konstruksi yang salah satunya didorong oleh proyek-proyek pemerintah, seperti bendungan, jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-ii sebesar 5,29% (yoy) tersebut juga tercatat masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy).pertumbuhan nasional terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih cenderung lebih rendah apabila dibandingkan Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

18 dengan Provinsi Bali yang mencapai 6,53% (yoy) yang masih ditopang oleh pertumbuhan sektor utama, yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum serta konstruksi. Pertumbuhan ekonomi NTT juga masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan NTB sebesar 9,92% (yoy) yang masih ditunjang sektor pertambangan dan penggalian. Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-iii diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi. Hal ini terutama berasal dari Investasi Pemerintah seiring dengan realisasi belanja modal pemerintah yang hingga akhir bulan Juni baru mencapai 13,9% atau Rp 1,3 triliun dari total pagu belanja pemerintah sebesar Rp 9,7 triliun di tahun Investasi lainnya diperkirakan masih berasal dari realisasi investasi sektor swasta. Sementara itu, belanja konsumsi rumah tangga juga diperkirakan masih tumbuh positif seiring dengan masa liburan sekolah dan ajaran baru serta dorongan belanja setelah realisasi tunjangan kinerja ke- 13 untuk PNS di Bulan Juli. 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Pada triwulan II 2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,87% (yoy) menjadi pendorong utama perekonomian NTT. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi restoran dan hotel yang meningkat hingga 55,58% (yoy) yang terutama disebabkan oleh adanya even bersifat nasional seperti Tour de Flores, kegiatan rapat di hotel-hotel, serta tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami pertumbuhan cukup tinggi sebesar 4,14% dengan didorong oleh pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan 14. Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

19 Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II-2016 YOY Uraian Bobot yoy TW II TW I TW II 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 13,078,616 14,712,817 15,290, Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539, , , , Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 5,194,853 3,195,817 5,729, Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 8,144,679 8,187,777 9,046, Perubahan Inventori 1,024, , ,693 23, , Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608, , , , Impor Luar Negeri 527, ,549 90,151 55,159 74, Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (8,891,748) (7,263,645) (10,554,837) P D R B 68,598,500 76,432,477 18,568,891 19,689,820 20,680, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) Konsumsi Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan II menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy) melambat apabila dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,75% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah yang melambat dari 6,87% (yoy) pada triwulan-i 2016 menjadi 4,14% (yoy) di triwulan-ii 2016 seiring dampak upaya penghematan anggaran pemerintah diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama. Sementara itu, perkembangan pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut: Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-ii sebesar 5,87% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-i yang sebesar 5,60% (yoy).pertumbuhan terutama didorong oleh restoran dan hotel yang mencapai 55,58%(yoy) dan diperkirakan disebabkan oleh adanya even bersifat nasional, peningkatan frekuensi kegiatan rapat di hotel dan tibanya musim liburan sekolah. Peningkatan juga terjadi pada komponen yang memiliki bobot terbesar pada komponen konsumsi, yaitu konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 3,77% (yoy) seiring masa liburan sekolah dan momen menjelang Idul Fitri. Adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta masa panen komoditas padi juga menjadi pendorong peningkatan konsumsi masyarakat NTT. Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II-2016 YOY Uraian Bobot yoy TW II TW I TW II Kons Makanan dan Minuman 20,652,675 22,787,208 5,469,348 5,914,915 6,279, Kons Pakaian & Alas Kaki 1,981,604 2,221, , , , Kons Perumahan & Perl RT 9,354,500 9,643,623 2,290,279 2,470,458 2,452, Kesehatan & Pendidikan 3,717,431 4,358, ,265 1,113,479 1,163, Transportasi & Komunikasi 12,226,260 12,900,929 3,182,515 3,619,762 3,632, Restoran & Hotel 1,311,689 2,683, , , , Konsumsi Lainnya 1,708,591 1,432, , , , Konsumsi 50,952,750 56,027,892 13,078,616 14,712,817 15,290, Sumber: BPS (diolah) Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

20 Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat pada periode triwulan II tahun Pertumbuhan penjualan SPE terdapat pada usaha makanan dan tembakau, peralatan rumah tangga serta pakaian dan perlengkapannya yang secara omset tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan Bio Solar) yang meningkat sebesar 0,61% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah. Grafik 1.3. Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. PerkembanganKonsumsi BBM Sumber : Bank Indonesia Sumber : PT Pertamina, diolah Indikasi peningkatan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan pertumbuhan kredit konsumsi. Dari survei BPS, seiring dengan kenaikan angka indeks pendapatan rumah tangga, angka ITK menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 103,87 pada triwulan II-2016 dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar 98,15. Pertumbuhan juga tercatat pada konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-i yang tumbuh 10,67% (yoy) namun mencatat angka pemakaian listrik rumah tangga tertinggi triwulanan selama beberapa tahun terakhir dengan total pemakaian ribu Kwh. Indikator yang mendukung adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II diantaranya adalah indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan angka indeks kegiatan dunia usaha, harga jual dan tenaga kerja pada triwulan II Sementara itu, dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 15,3%(yoy) atau dengan nominal outstanding sebesar Rp 13,3 triliun. Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

21 Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Sumber : BPS, diolah Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Sumber : PT PLN, diolah Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 0,79% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 3,92% (yoy).perlambatan diperkirakan terjadi seiring dengan masih belum adanya kegiatan pilkada ataupun kegiatan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat massif pada triwulan II Perkembangan Konsumsi Pemerintah pada triwulan II-2016 tumbuh sebesar 4,14% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh 6,87% (yoy).melambatnya komponen konsumsi pemerintah terutama berasal dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi individu pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 1,90% (yoy) seiring dengan masih terbatasnya peningkatan belanja untuk jaminan sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan serta adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan belanja konsumsi. Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II-2016 Uraian YOY TW II TW I TW II Bobot yoy Kons Kolektif Pemerintah 11,865,895 13,704,950 3,280,943 1,902,033 3,638, Kons Individu Pemerintah 8,726,426 10,000,443 1,913,909 1,293,784 2,091, Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 5,194,853 3,195,817 5,729, Sumber: BPS (diolah) Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga akhir triwulan II-2016 di NTT tercatat telah Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

22 mencapai Rp 9,1 triliun atau 36,14% dari pagu anggaran Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 40% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada triwulan-ii 2015 yang hanya mencapai Rp 6,5 triliun. Peningkatan belanja konsumsi pemerintah diperkirakan turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 di bulan Juni. Perkembangan pada triwulan berjalan menunjukkan adanya optimisme pertumbuhan. Hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan perlambatan untuk indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) namun dengan angka indeks yang masih diatas 100 maka masih menunjukkan optimisme konsumen untuk menghadapi triwulan-ii. Indikasi optimisme juga terlihat dari indikator Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan proyeksi peningkatan untuk bulan Juli dan Agustus serta Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan proyeksi kenaikan pada triwulan-iii Sementara itu, berdasarkan tracking kegiatan masyarakat, adanya kegiatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di kota Kupang yang dihadiri sd orang dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, momen liburan sekolah dan libur keagamaan, serta masuknya masa ajaran baru juga diperkirakan dapat turut mendorong konsumsi secara umum. Grafik 1.9. Perkembangan Survei Konsumen Grafik Perkembangan Survei Penjualan Eceran Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 1.11.Proyeksi Indeks Tendeksi Konsumen Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

23 Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh turut adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan anggaran. Selain itu, adanya pemotongan anggaran diluar belanja infrastruktur seiring dengan tidak tercapainya target pemasukan pajak juga diperkirakan dapat menjadi salah satu faktor penyebab perlambatan. Salah satu hal yang dapat menghambat perlambatan adalah realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 dan realisasi dana desa serta belanja hibah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan investasi/pmtb di NTT pada triwulan II-2016 mengalami pertumbuhan terbatas sebesar 0,67% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan-i yang tumbuh sebesar 9,33% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena terbatasnya pertumbuhan investasi baik dari komponen PMTB bangunan yang hanya tumbuh 0,86% (yoy) serta PMTB non bangunan yang tumbuh hanya sebesar 0,11% (yoy). Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh tingginya investasi pemerintah di Provinsi NTT pada tahun sebelumnya, sebagai contoh pengembangan bandara tahun 2015 yang mencapai 14 buah sementara saat ini hanya 9 buah. Saat ini peningkatan investasi lebih pada pembangunan bendungan (Raknamo dan Rotiklot) dan investasi swasta. Sementara itu belanja modal pemerintah yang merupakan gambaran investasi pemerintah hingga akhir triwulan-ii baru mencapai Rp 1,35 triliun atau 13,88%. Tabel 1.4. PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Triwulan II-2016 Uraian YOY TW II TW I TW II Bobot yoy PMTB Bangunan 20,049,429 24,648,097 6,226,198 6,087,531 6,558, PMTB Non Bangunan 6,643,600 7,857,700 1,918,480 2,100,246 2,487, PMTB 26,693,029 32,505,797 8,144,679 8,187,777 9,046, Sumber: BPS (diolah) Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di NTT. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-ii 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 22,58 juta dan Rp 504,84 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat US$ 9,4 juta dan Rp 369,37 miliar. Sehingga total realisasi investasi NTT hingga semester-i mencapai US$ 32,02 Juta dan Rp 874,21 miliar. Secara spasial, total realisasi investasi tertinggi pada semester-i 2016 ada di Kota Kupang dengan nilai realisasi Rp 355,73 miliar dengan total 6 perusahaan yang berinvestasi (2 sektor sekunder dan 4 tersier) yang mampu menyerap lebih dari 1500 tenaga kerja. Di sisi lain, Penanaman Modal Asing (PMA) Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

24 tercatat cukup tinggi di Kab. Rote Ndao (US$ 5,7 juta), Kab. Timor Tengah Utara (US$ 5 Juta) dan Kab. Flores Timur (US$ 4,6 Juta). Secara umum, investasi terbanyak di Provinsi NTT berada pada sektor tersier sebanyak 41 perusahaan. Dari indikator penjualan semen, terlihat adanya pertumbuhan penjualan semen sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan II-2016 atau melambat dibandingkan triwulan-i yang tumbuh mencapai 37,91% (yoy). Pertumbuhan penjualan semen yang melambat ini merupakan penguat indikasi perlambatan kegiatan investasi terutama di sektor PMTB Bangunan. Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri Grafik Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Uraian Tw-I Tw-II Total PMA (US$) 9,440,669 22,578,115 32,018,784 PMA (Rp) 369,374,956,150 (781,708,200) PMDN (Rp) 505,619,508, ,212,756,150 Sumber : BKPMD NTT, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan perkembangan PMTB/Investasi akan kembali meningkat pada triwulan-iii. Indikasi tersebut terlihat dari serapan belanja modal pemerintah yang baru mencapai 13,9% hingga bulan Juni 2016 dan diperkirakan kembali meningkat sepanjang triwulan-iii. Selain itu, masih berjalannya proyek bendungan, jalan negara dan provinsi, serta pengembangan pelabuhan diperkirakan dapat pula menjadi pendorong. Selain itu, adanya rencana investasi swasta dan BUMN seperti pengembangan proyek perumahan seiring adanya permintaan rumah paska pameran perumahan yang diadakan di Kota Kupang pada bulan Juli. Nilai transaksi pada pameran tersebut mencapai Rp 40,2 miliar dengan total 201 rumah terjual, pengembangan parking stand pesawat serta berbagai investasi swasta di bidang tersier dan sekunder Ekspor Impor Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II-2016 sebesar 1,84% (yoy) tercatat melambat apabila dibandingkan dengan triwulan I yang sebesar 8,93% (yoy). Perlambatan impor turut didorong oleh adanya pertumbuhan ekspor antar daerah sebesar 4,35% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan impor antar daerah yang hanya sebesar 2,17% (yoy). Pertumbuhan Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

25 ekspor diperkirakan turut ditunjang oleh pengoperasian kapal ternak yang sudah mulai rutin melakukan pengiriman kapal ke Pulau Jawa setiap 2 minggu sekali. Sementara itu, perlambatan impor terjadi seiring dengan perlambatan investasi/pmtb di NTT pada triwulan-ii yang mengindikasikan penurunan kebutuhan impor untuk kegiatan investasi di NTT. Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari penurunan kegiatan peti kemas sebesar -2,7% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka net bongkar yang cukup tinggi mencapai ton atau meningkat hingga 739% (yoy) yang mengindikasikan masih banyaknya frekuensi pengiriman kebutuhan pangan atau barang bersifat curah ke Provinsi NTT. Grafik Perkembangan Peti Kemas Grafik Aktivitas Bongkar Muat Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah Perkembangan net impor dalam negeri pada triwulan-iii diperkirakan turut meningkat. Masih terbatasnya industri pengolahan dan produksi lokal menyebabkan masih tingginya ketergantungan Provinsi NTT dari daerah lain. Pada triwulan-iii 2016, diperkirakan adanya peningkatan kegiatan investasi dan kebutuhan pemenuhan bahan pokok (seperti beras) seiring telah lewatnya musim panen diperkirakan mendorong peningkatan impor dari daerah lain. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan sapi untuk perayaan Idul Adha diperkirakan dapat menahan pertumbuhan net impor dari sisi pertambahan ekspor Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-ii 2016 masih mengalami penurunan sebesar -8,3% (yoy) namun membaik dibanding penurunan net ekspor triwulan-i 2016 yang sebesar -28,6% (yoy). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-ii 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 6,9 juta. Ekspor utama NTT terutama kendaraan serta suku cadangnya dan semen ke negara Timor Leste. Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

26 Grafik 1.15.Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik Negara Tujuan Ekspor Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-iii 2016 diperkirakan tidak akan tumbuh terlalu tinggi. Ekspor luar negeri NTT diperkirakan masih didorong oleh pengiriman semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara Timor Leste (transit). Namun, pertumbuhan ekspor diharapkan pula dapat didorong oleh peningkatan komoditas ikan (tuna dan cakalang) serta perkebunan (jambu mete dan kakao) seiring tibanya musim panen dan cuaca yang biasanya mendukung peningkatan produksi. 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan tercatat sebesar 12,36% (yoy) yang salah satunya disebabkan oleh realisasi gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi yang mencapai 16,34% (yoy) dan sektor konstruksi sebesar 6,32% (yoy). Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2016 YOY Kategori Uraian Bobot yoy TW II TW I TW II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 5,716,892 5,740,821 5,982, B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307, , , , C Industri Pengolahan 843, , , , , D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,348 12,740 12, E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45,529 47,150 11,494 11,405 12, F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 1,899,771 2,048,240 2,186, G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,296,703 8,273,959 1,994,737 2,098,437 2,221, H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975, ,527 1,058,306 1,086, I Penyediaan Akomodasi dan Makan 422, , , , , J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,321,882 1,383,555 1,414, K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995, , , , L Real Estate 1,860,878 2,054, , , , M,N Jasa Perusahaan 210, ,528 57,442 59,801 61, O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,392,732 9,399,572 2,193,833 2,502,540 2,701, P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,737,853 1,936,741 1,989, Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616, , , , R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639, , , , PDRB 68,598,500 76,432,477 18,568,891 19,689,820 20,680, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

27 1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-ii2016 sebesar 0,47% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-i 2016 yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Peningkatan terjadi seiring dengan panen komoditas beras pada triwulan-ii 2016 walaupun secara tahunan masih tumbuh terbatas seiring adanya permasalahan kekeringan dan serangan hama di berbagai tempat, seperti hama putih di Flores Timur, hama ulat batang di Manggarai Barat dan hama wereng cokelat di Kab. Nagekeo. Pertumbuhan yang terbatas juga diperkirakan terjadi akibat penurunan harga komoditas, seperti rumput laut serta kondisi gelombang dan cuaca yang fluktuatif sehingga mengakibatkan terbatasnya produksi ikan tangkap nelayan. Namun demikian, produksi pertanian juga tertopang oleh adanya peningkatan pengiriman sapi melalui kapal ternak. Di sisi lain, pada triwulan II-2016 tercatat pengiriman sapi ke luar NTT mencapai ekor dengan tujuan paling banyak ke Provinsi Jawa Barat sebanyak ekor, pengiriman juga dilakukan untuk ternak kerbau (2.025 ekor) dan kuda (2.780 ekor) dengan pengiriman paling banyak ke Provinsi Sulawesi Selatan. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan pengiriman ternak sebesar 97% (yoy) dengan jumlah ekor pada triwulan II melambat dibandingkan triwulan I yang tumbuh sebesar 120,8% (yoy) namun secara kuantitas masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang hanya ekor. Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian yang terbatas juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang menurun dari 101,18 (triwulan-i) menjadi 100,26 (triwulan-ii) yang ditengarai sebagai dampak dari permasalahan kekeringan dan hama yang menyerang berbagai lahan pertanian di NTT. Grafik Data Pengiriman Ternak Grafik Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau Sumber : Dinas Peternakan NTT, diolah Sumber : Pelindo II, diolah Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

28 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : BPS, diolah Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan searah dengan pertumbuhan PDRB yang menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terlihat dari angka indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami peningkatan pada triwulan II. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit pertanian yang mengalami peningkatan dari 9,7% (yoy) pada triwulan-i 2016 menjadi 28,9% (yoy) pada triwulan-ii Grafik Perkembangan SKDU Pertanian Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya perlambatan pada triwulan III Perlambatan diperkirakan lebih pada belum tibanya musim panen ke-2 untuk komoditas padi sebagai komoditas pertanian utama di Provinsi NTT.Faktor yang menjadi penyumbang pertumbuhan pada triwulan-iii lebih berasal dari komoditas perkebunan (jambu mete, asam, kopi dan kakao), peningkatan produksi ikan tangkap seiring dukungan cuaca serta peningkatan pengiriman sapi ke pulau lain (Jawa dan Kalimantan) untuk kebutuhan Idul Adha. Tercatat pengiriman ternak ke luar daerah pada bulan Juli telah mencapai ekor dengan rincian: sapi (2.597 ekor), kerbau (56 ekor) dan kuda (57 ekor) dan dengan tujuan pengiriman sapi terbanyak ke Jawa Barat sebesar ekor. Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

29 Grafik Proyeksi SKDU Pertanian Sumber : Bank Indonesia, diolah Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2016 sebesar 12,36% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-i yang hanya sebesar 8,86% (yoy).pertumbuhan sektor ini diperkirakan turut ditunjang oleh adanya realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir bulan Juni Selain itu adanya realisasi dana desa tahap I pada triwulan II juga menjadi pendorong lainnya. Hal ini terkonfirmasi dari data realisasi belanja pegawai Pemerintah di NTT hingga semester-i 2016 yang telah mencapai Rp 5,43triliun atau meningkat 31,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi pada belanja barang dan jasa yang menunjukkan adanya usaha percepatan kegiatan lelang untuk kegiatan barang dan jasa pemerintah, serta kenaikan pada belanja hibah dan bantuan keuangan yang diperkirakan didorong oleh realisasi dana desa. Sementara itu, indikator peningkatan realisasi belanja juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan mengalami perlambatan mencapai -6,2% (yoy) pada triwulan II-2016 atau sebesar Rp 6,93 triliun. Angka ini melanjutkan trend perlambatan seperti pada triwulan-i yang tumbuh sebesar -3,1% (yoy). Hal ini mengkonfirmasi percepatan penyerapan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

30 Grafik Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Pada triwulan-iii 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan masih tumbuh walaupun cenderung melambat.perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan sektor ini pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, selain itu adanya pemotongan anggaran konsumsi pemerintah seiring tidak tercapainya target pajak diperkirakan menjadi penyebab lainnya. Untuk triwulan-iii 2016 pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh adanya realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 pada bulan Juli, adanya target realisasi dana desa sebesar 40% pada bulan Agustus (total nominal Rp 739 miliar) serta kemungkinan realisasi dana hibah pemerintah daerah kepada masyarakat Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-ii 2016 sebesar 4,26% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-i yang sebesar 4,14% (yoy). Peningkatan diperkirakan didorong pula oleh faktor peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan pendapatan melalui gaji ke-13 dan ke-14 serta panen raya komoditas padi, selain juga dorongan peningkatan kebutuhan belanja memasuki masa liburan sekolah dan menjelang Idul Fitri. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT juga menjadi indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat. Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan perdagangan pada triwulan II. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

31 perdagangan hingga akhir triwulan II-2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau tumbuh sebesar 9,3% (yoy). Grafik Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Survei Konsumen Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Sumber : Bank Indonesia, diolah Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha-SKDU sektor Perdagangan terlihat adanya proyeksi peningkatan pada triwulan-iii. Peningkatan terjadi pada indeks kegiatan usaha, indeks harga jual dan indeks tenaga kerja. Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh optimisme masyarakat menjelang panen komoditas perkebunan, kebutuhan untuk masa ajaran baru, serta dukungan dari realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru untuk buruh di bidang kontraktor. Selain itu adanya kegiatan pameran, seperti Pameran Pembangunan di Kota Kupang dan Hari Keluarga Nasional diperkirakan dapat pula mendorong belanja masyarakat dan mendukung pertumbuhan sektor perdagangan. Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

32 Grafik Proyeksi SKDU Perdagangan Sumber : Bank Indonesia, diolah Sektor-sektor Lainnya Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-ii 2016 sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan-i yang sebesar 8,69% (yoy). Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi disebabkan oleh lebih tingginya kegiatan proyek pada tahun 2015, sementara untuk tahun 2016 kegiatan proyek agak menurun, seperti contohnya kegiatan pengembangan bandara yang berkurang dari 14 Bandara (2015) menjadi 9 Bandara (2016). Kegiatan proyek yang tercatat hingga saat ini adalah penyelesaian bendungan Raknamo dan Rotiklot serta Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Motaain, Motamasin, dan Winni. Selain juga terdapat pembangunan gedung pemerintahan dan jalan (cth. Sabuk Perbatasan sepanjang 81 KM).Tracking untuk triwulan III diperkirakan terjadi perlambatan yang lebih disebabkan oleh siklus pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-iii yang cenderung tinggi. Namun, pertumbuhan diperkirakan masih tetap terjadi karena turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal pemerintah, dan dukungan cuaca yang secara siklikal cukup baik. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-ii 2016 masih tumbuh tinggi namun melambat menjadi sebesar 10,85% (yoy) dibandingkan triwulan-i yang tumbuh 12,53% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan masyarakat yang menggunakan hotel masih cukup tinggi pada triwulan-ii. Adanya beberapa kegiatan seperti Tour De Flores turut mendukung pertumbuhan sektor ini. Sementara itu, tingginya pertumbuhan terjadi lebih karena pertumbuhan sektor akomodasi yang secara siklikal tumbuh cukup tinggi setiap triwulan-ii. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai 40,6% (yoy) atau orang pada triwulan-ii Bab I - Ekonomi Makro Regional 16

33 Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel Grafik Perkembangan Penumpang Bandara Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pada triwulan-iii 2016, diperkirakan terjadi peningkatan cukup signifikan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Hal ini terkait dengan adanya kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada akhir Juli 2016 yang dihadiri sekitar orang dari seluruh Indonesia dan sempat membuat langkanya kamar hotel saat penyelenggaraan acara. Selain itu, terdapat pula kegiatan Expo Alor dan pemeran pembangunan (kota Kupang) yang dilaksanakan pada pertengahan Agustus dan dapat mendukung pula pertumbuhan sektor akomodasi. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh cukup tinggi sebesar 16,34% (yoy) lebih tinggi dari triwulan-i yang sebesar 5,26% (yoy). Peningkatan cukup tinggi ini didukung pula oleh pertumbuhan kredit di NTT yang mencapai 14,93% (yoy) atau sebesar Rp 21,73 triliun dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh 10,41% (yoy) dengan nominal Rp 23,83 triliun. Peningkatan juga terjadi pada kegiatan sistem pembayaran yang terlihat dari pertumbuhan kliring yang mencapai 261,82% (yoy) atau dengan nominal Rp 3,36 triliun serta perputaran kas masuk/keluar di Bank Indonesia yang mencatat peningkatan pertumbuhan sebesar 117,9% (yoy) atau dengan nominal net keluar Rp 945,8 miliar. Pada triwulan III, pertumbuhan sektor jasa keuangan diperkirakan cukup stabil karena belum adanya kebutuhan jasa keuangan terutama untuk kredit dan sistem pembayaran yang meningkat signifikan seperti saat menjelang musim tanam ataupun masa liburan sekolah dan hari natal. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Juli tercatat -89,7% (mtm) dibandingkan bulan Juni yang mengindikasikan penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai di awal triwulan-iii. Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7.25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-i yang sebesar 8,71% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena proses penambahan rute trayek kapal atau pesawat yang biasanya terjadi di awal tahun atau triwulan-i. Di sisi lain, terdapat Bab I - Ekonomi Makro Regional 17

34 beberapa penambahan kegiatan pada sektor ini diantaranya:1) Penambahan penyedia jasa transportasi laut melalui KM Egon tipe roll-on/roll-off dengan rute Surabaya- Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP). 2) Penambahan frekuensi penerbangan seperti NAM Air tujuan Denpasar-Labuan Bajo dan Lion Air yaitu Kupang-Alor dan Kupang- Atambua dari 1x per hari menjadi 2x per hari diperkirakan menjadi pendorong. 3) Penambahan jalur Kapal Barang (Permata Nusantara 01) yang melayani Rote-Sabu- Surabaya. 4) Pengoperasian kapal feri yang melayani Larantuka-Adonara-Maumere serta kapal feri jurusan Bolok-Kupang-Waibalun-Larantuka dengan frekuensi 3 kali seminggu. Tracking sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan-iii 2016 yang lebih disebabkan oleh telah dibukanya rute-rute baru, baik kapal maupun pesawat terbang pada periode sebelumnya. Namun, melambatnya pertumbuhan diperkirakan dapat tertahan oleh adanya peningkatan penumpang terutama untuk transportasi laut (mencapai 30%) dan transportasi udara pada bulan Juli seiring libur sekolah dan keagamaan, serta adanya perayaan Hari Keluarga Nasional yang membutuhkan fasilitas transportasi udara. Sektor real estate tercatat tumbuh 2,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-i yang sebesar 5,10% (yoy).hal ini lebih terjadi karena perlambatan kegiatan penjualan real estate pada triwulan-i yang tercatat mencapai 270 unit untuk rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sementara untuk triwulan II ketiadaan kegiatan pameran perumahan (baru diadakan pada bulan Juli) juga menyebabkan pertumbuhan penjualan yang terbatas. Tracking pada triwulan III diperkirakan meningkat seiring adanya kegiatan REI Expo 2016 pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit non FLPP. Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 7,07% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-i yang sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat turut didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pabrik pengolahan di NTT, diantaranya pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cattonii (ATC) di Kab. Sabu Raijua serta berproduksinya pabrik pengolahan tepung di Lembata yang kembali memproses 300 ton ikan tembang menjadi tepung ikan untuk diekspor ke Thailand dan Jepang.Tracking pada triwulan III diperkirakan masih tumbuh stabil dengan triwulan II karena belum adanya penambahan pabrik pengolahan baru yang dapat meningkatkan produk olahan lokal NTT secara signifikan. Praktis industri pengolahan NTT masih bertumpu pada semen, makanan jadi, rumput laut dan tepung ikan. Bab I - Ekonomi Makro Regional 18

35 Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 11,25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-i yang sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan pada kegiatan penambahan jaringan listrik yang masih terbatas. Beberapa kegiatan pada triwulan-ii diantaranya: 1) penambahan tiga Mesin PLN di Larantuka dengan kapasitas masing-masing 500 Kw, 2)Pengoperasian Gardu Induk (GI) Nonohanis 1X20 MVA dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 KV Bolok- Maulafa-Naibonat-Nonohonis di Soe, Kab. TTS. 3) Terdapat penambahan kapasitas terutama untuk jaringan Kupang sebesar 5 MW seiring adanya tambahan mesin sewa oleh PT. PLN, serta 4) Program Indonesia Terang di Rote Ndao dengan penambahan kapasitas listrik melalui mesin diesel 500 KW pada April Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta sektor Jasa Lainnya cenderung mengalami perlambatan. Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-iii diperkirakan turut meningkat. Hal ini terutama didukung oleh kegiatan investasi baik pemerintah maupun swasta, serta percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai sektor di Provinsi NTT. Bab I - Ekonomi Makro Regional 19

36 Pariwisata NTT menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menjanjikan. Dengan lebih dari 450 destinasi wisata yang menawarkan keunikan di tiap destinasi, pariwisata NTT menjadi sangat kaya untuk dijelajahi. Setidaknya terdapat 12 jenis destinasi wisata yang bisa ditemui seperti pantai, keindahan alam, danau, diving dan snorkeling, hingga obyek wisata budaya seperti tempat bersejarah, kampung tradisional, festival tradisional, wisata rohani, kuliner, belanja hingga wisata buatan. Wisata alam dan pantai menjadi obyek wisata terbanyak dengan total sebanyak 238 obyek wisata, dan wisata budaya sebanyak 227 obyek wisata, sehingga wisata alam dan budaya menjadi ciri khas wisata di NTT. Secara nasional, tingkat kunjungan wisata di NTT hanya menempati urutan ke- 25 dilihat dari total jumlah penggunaan kamar tahun 2014 yang mencapai 791 ribu kamar. Namun demikian, apabila dilihat dari jenis turisnya, Provinsi NTT menempati urutan ke-11 total kunjungan jumlah turis asing dilihat dari pemesanan hotel di NTT. Hal ini menunjukkan adanya potensi devisa yang cukup besar ke depan apabila pariwisata dikelola secara maksimal. Pertumbuhan pemesanan hotel pada tahun 2014 juga menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup besar hingga hampir 50% seiring dengan adanya sail komodo yang waktu itu diadakan oleh pemerintah pusat di NTT. Total kunjungan wisatawan pada tahun 2015 mampu tumbuh 11% dengan total wisatawan sebanyak 441 ribu orang. Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi destinasi utama di Indonesia Grafik Boks 1.2. Jumlah wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Berdasarkan sebaran daerah, Kabupaten Manggarai Barat menjadi pintu gerbang pariwisata dan paling diminati wisatawan mancanegara, disusul oleh pariwisata Danau Kelimutu di Ende, Wisata dataran tinggi Ruteng di Manggarai dan rumah adat Bena di Ngada. Tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di Manggarai dan Ngada bahkan melampaui tiga kawasan strategis pariwisata nasional lainnya yang sudah ditetapkan pemerintah di NTT yaitu Kabupaten Sumba Barat, Alor dan Rote Ndao. Kedekatan wilayah dengan Labuan Bajo diduga menjadi penyebab tingginya kunjungan wisata di kedua obyek wisata tersebut. Boks 1. Potensi Kepariwisataan di NTT 20

37 Untuk wisata domestik, pusat aktivitas pariwisata berada di Kota Kupang yang terlihat dari tingginya kunjungan wisata domestik di Kota Kupang yang mencapai 185 ribu orang pada tahun Tingginya kunjungan wisatawan tersebut diduga didorong oleh kunjungan MICE, adanya proyek pemerintah, atau dalam perjalanan transit kunjungan ke daerah lain. Hal ini didukung oleh sistem konektivitas angkutan udara di Provinsi NTT yang masih terpusat di Kota Kupang sebagai hub penerbangan ke daerah lain. Gambar Boks 1.1. Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah Tingginya kunjungan wisatawan, harus didukung oleh jumlah industri yang mencukupi. Berdasarkan data total, jumlah industri baik jumlah hotel, kapasitas kamar dan jumlah restaurant masih relatif mencukupi. Permasalahan yang ada adalah besaran kapasitas hotel yang terkesan kurang mencukupi ketika terdapat acara khusus seperti contoh semana santa di Larantuka, pasola di Sumba ataupun Sail Indonesia dan MICE yang diadakan di NTT. Rasio kamar dibanding jumlah kapasitas penumpang sebesar 1,03 yang berarti jumlah kamar relatif sebanding untuk memenuhi permintaan kamar oleh wisatawan. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan tingkat penghunian kamar yang hanya sekitar 30%, dapat diketahui bahwa penggunaan angkutan udara lebih untuk sarana transportasi penduduk dan bukan untuk tujuan pariwisata. Rendahnya okupansi hotel salah satunya diduga berasal dari minimnya penerbangan ke daerah tujuan wisata seperti lembata, Alor dan Rote sehingga hotel kesulitan mendapatkan pengunjung dan kontraproduktif terhadap industri pariwisata di daerah tersebut. Boks 1. Potensi Kepariwisataan di NTT 21

38 Tabel Boks 1.1. Kapasitas Industri Pariwisata di NTT Kabupaten Kabupaten Alor Nagakeo Belu RoNda Ende SaRai Flotim Sikka Kupang SumBar Lembata SBD Malaka - SumTeng 6 Manggarai SumTim Mabar TTS Matim TTU Ngada Kota Kupan ,107 3,702 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Wisata Utama NTT dan LN Sumber : Weego Senin, 15 Agustus 2016, diolah Terbatasnya sarana transportasi tersebut berdampak pada mahalnya biaya transportasi ke daerah tujuan wisata yang berakibat pada melemahnya daya saing pariwisata di NTT. Berdasarkan data biaya perjalanan ke tiga obyek wisata utama di NTT yaitu Labuan Bajo, Ende dan Tambolaka, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke tiga negara tujuan utama wisata luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok Thailand didapatkan bahwa hanya perjalanan dari Bali yang relatif berdaya saing dari segi biaya transportasi. Bagi wisatawan yang berasal dari Surabaya dan terlebih Jakarta, biaya wisata ke NTT cenderung lebih mahal dibandingkan pergi ke tiga Negara tujuan wisata. Hal ini membuat orang lebih cenderung pergi ke luar negeri dikarenakan adanya keunggulan dari sisi biaya transportasi, obyek wisata yang sudah tertata maupun pengalaman ke luar negeri yang didapat. Lagipula dengan total penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar dan Makasar yang hanya sebanyak 26 penerbangan per hari membuat estimasi jumlah turis yang datang tidak akan lebih dari 800 ribu dalam waktu satu tahun, mengkonfirmasi jumlah kunjungan wisatawan di NTT saat ini yang masih di kisaran 400 ribu wisatawan per tahun. Pemerintah tidak dapat berharap perusahaan penerbangan menambah penerbangan ke NTT karena mereka juga harus memikirkan profit perusahaan yang dapat diperoleh bila menambah frekuensi penerbangan ke NTT. Yang pemerintah bisa lakukan adalah terus mengkomunikasikan keindahan alam dan keunikan budaya NTT, sehingga semakin banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Ketika pesawat penuh, maka perusahaan penerbangan pasti berpikir untuk menambah penerbangan dikarenakan potensi profit yang mereka peroleh. Promosi dan even pariwisata yang sudah efektif dilakukan saat ini juga harus didukung oleh pembenahan destinasi wisata, penyediaan sarana dan prasaran serta industri pariwisata yang memadai. Diharapkan, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melampaui ekspektasi yang diharapkan, sehingga pariwisata yang berkelanjutan di NTT dapat berjalan dan semakin banyak orang mengunjungi NTT. Semakin banyak permintaan wisata ke NTT berarti semakin banyak penerbangan yang dibutuhkan. Semakin banyak penerbangan ke NTT cenderung akan lebih menstabilkan tarif penerbangan, dan banyaknya frekuensi juga mendorong tarif untuk turun yang berarti daya saing transportasi wisata NTT juga akan mengalami peningkatan. Boks 1. Potensi Kepariwisataan di NTT 22

39 Sebagai Provinsi Kepulauan, angkutan laut tetap memegang peranan penting sebagai sarana transportasi antar pulau satu ke pulau yang lain. Selain angkutan rakyat, saat ini terdapat 15 kapal yang dioperasikan oleh PT PELNI, ASDP dan PT. Flobamora yang digunakan untuk melayani penyeberangan antar pulau di NTT. Dengan kapasitas angkut antara orang per kapal, dalam satu tahun estimasi kapasitas angkut kapal dapat mencapai lebih dari 1,6 juta penumpang. Apabila diasumsikan penumpang naik dan turun di tiap pemberhentian, perkiraan kapasitas angkut kapal di NTT dapat mencapai sekitar 2,5 juta penumpang, lebih banyak dibanding total kapasitas angkutan udara di NTT yang sebesar 1,7 juta penumpang. Namun demikian, dikarenakan pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan, banyak masyarakat lebih suka menggunakan angkutan udara dibanding angkutan laut yang terlihat dari rasio penumpang angkutan laut yang relatif rendah. Bertambahnya beberapa rute pesawat baru di NTT yang diikuti oleh penurunan tarif membuat masyarakat beralih menggunakan pesawat. Walaupun demikian, bukan berarti angkutan laut akan ditinggalkan masyarakat. Dengan tarif penyeberangan yang jauh lebih murah dan potensi membawa barang dalam jumlah banyak membuat angkutan laut tidak akan pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di NTT yang sebagian besar masih berpenghasilan rendah, maka bepergian menggunakan angkutan laut menjadi pilihan logis yang akan terus digunakan oleh masyarakat. Gambar Boks 2.1. Peta Alur Angkutan Laut Penumpang Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah Berdasarkan rute penyebarangan, ke lima belas kapal tersebut menyinggahi 13 Kabupaten/Kota di NTT dan beberapa pelabuhan di kabupaten tersebut. PT ASDP dan PT Flobamora khusus melayani pelayaran di wilayah NTT, sedangkan lima kapal PT PELNI juga melayani pelayaran luar NTT meliputi Bima (NTB), Makasar, Kaltim, Kalsel, Kaltara, Maluku, Papua, Surabaya, Semarang, Jakarta, hingga Kepulauan Riau. Waktu Boks 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di NTT 23

40 perjalanan kapal antara dua kali sehari hingga 21 hari sekali mengikuti rute perjalanan kapal yang panjang. Apabila dalam angkutan udara, Denpasar, Surabaya dan Jakarta menjadi tujuan utama mobilisasi penumpang dari dan ke NTT, maka pada angkutan laut, tujuan utama pelayaran adalah ke Makasar, Bima dan Maluku. Dengan total estimasi kapasitas penumpang ke luar NTT yang hanya sekitar 150 ribu orang, angkutan laut jelas tidak dapat digunakan sebagai indikator mobilisasi masyarakat ke luar NTT. Lamanya waktu perjalanan menjadi penyebab utama masyarakat enggan menggunakan angkutan laut ke luar Provinsi NTT. Berdasarkan sebaran rute pelayaran, terlihat bahwa rute pelayaran kapal penumpang sangat berbeda dengan rute penerbangan di NTT. Apabila dalam angkutan udara peran Bandara El Tari sangat vital sebagai hub penerbangan di NTT, pada angkutan laut, hub pelayaran hampir tidak dikenal. Walaupun rute pelayaran ke Kupang masih relatif besar, hal ini semata-mata karena arus migrasi melalui Kupang juga relatif tinggi. Selain menjadi sentra penyeberangan laut untuk Pulau Timor, Migrasi ke Kupang juga lebih karena adanya aktivitas ekonomi atau pendidikan. Total penyeberangan melalui Kabupaten dan Kota Kupang mencapai 17 rute pelayaran dengan total estimasi kapasitas per tahun mencapai 700 ribu penumpang. Berdasarkan total jumlah rute penyeberangan, Pelayaran di Kupang masih kalah dengan rute penyeberangan di Larantuka yang mencapai 18 rute, belum termasuk banyaknya kapal rakyat yang juga melayani rute pendek seperti Pulau Solor, Adonara maupun Lembata. Sebagai kabupaten kepulauan, angkutan laut memang menjadi sarana utama penyeberangan orang di wilayahnya. Selain itu, Larantuka juga menjadi titik terdekat yang menghubungkan Pulau Flores dan Pulau Timor, sehingga penyeberangan antar pulau tersebut dipusatkan di Larantuka. Total estimasi kapasitas penumpang yang mampu diangkut mencapai sekitar 400 ribu orang per tahun. Banyaknya rute perjalanan laut di beberapa daerah kemungkinan besar juga menjelaskan mengapa beberapa daerah seperti Alor, Rote Ndao, Larantuka, Lembata, dan Sabu Raijua hanya memiliki satu sampai dua penerbangan per hari. Besarnya kapasitas angkutan laut cukup menggantikan kekurangan angkutan udara. Dengan banyaknya lubang pelayanan yang belum dilayani oleh angkutan udara dan keunggulan dari sisi harga dan kapasitas angkut, angkutan laut diyakini tidak akan terpengaruh cukup besar oleh keberadaan angkutan udara. Yang perlu diperhatikan adalah kejelian dalam melihat peluang pelayaran laut yang belum dilayani oleh angkutan udara dan kejelian dalam melihat peluang ekonomi terlebih sebagai sarana memindahkan hasil bumi ke daerah lain yang membutuhkan, yang pastinya tidak akan dapat dilawan oleh angkutan udara. Sementara itu, berdasarkan informasi terbaru terdapat penambahan kapasitas kapal angkut di perairan NTT dengan beroperasinya KM Egon tipe roll-on/roll-off yang berlayar dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP) dan dapat memuat 27 kendaraan serta 443 penumpang dengan panjang kapal 95,5 meter dan gross tonase (GT) Boks 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di NTT 24

41 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan II-2016 mencapai Rp 12,7 triliun (51,36%) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,73 triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 10,46 triliun (29,81%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. 2.1 Kondisi Umum Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Realisasi pendapatan tertinggi berada di sisi APBN Pemerintah Pusat yang terutama masih berasal dari realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari total pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan semester-i 2015 yang sebesar Rp 7,44 triliun atau 23,92% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi belanja tertinggi diperoleh oleh Pemerintah Provinsi sebesar 40,19%. Grafik 2.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah 2.2 Pendapatan Daerah Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-i 2016 mencapai Rp 12,7 triliun. Berdasarkan level kewenangan pemerintah, pendapatan APBN telah mencapai Rp 1,04 triliun atau 408,66% dari target dengan pendapatan terbesar berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 513,7 miliar atau 49,31% dari total pendapatan APBN. Pendapatan yang menyumbang porsi cukup besar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (Rp 234,28 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 217,88 miliar) yang terdiri dari Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Jasa dan Pendapatan lainnya. Di tingkat kabupaten kota, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) Bab II - Keuangan Daerah 25

42 tercatat cukup tinggi mencapai 54,67% atau sebesar 7,1 triliun. Untuk tingkat Provinsi, realisasi DAU hingga semester-i 2016 mencapai Rp 657,4 miliar (33,8% dari total realisasi pendapatan hingga semester I-2016) dan merupakan yang penerimaan tertinggi ke-2 di tingkat Provinsi setelah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 689,4 miliar (35,5%). Di sisi lain, pendapatan untuk tingkat Kabupaten/Kota didominasi oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 6,4 triliun (66,4%). Sementara itu, porsi Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk Provinsi NTT tergolong cukup tinggi yaitu Rp 557,24 miliar (28,7%). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat Kabupaten/Kota, dimana porsi PAD masih cukup kecil sebesar Rp 443,91 miliar atau 4,6% dari total realisasi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. Penggalian potensipotensi sumber ekonomi yang didorong dengan peningkatan investasi, terutama swasta perlu terus dilakukan guna meningkatkan pendapatan PAD yang dapat menunjang kemandirian fiskal di daerah. Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT Dari sisi spasial, porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT cenderung kecil dengan rata-rata 5,89% dari total sumber pendapatan. Kota Kupang menjadi daerah yang memiliki porsi PAD terbesar yaitu 12% dari total pendapatan, sementara Kab. Malaka menjadi yang terendah sebesar 3,08%. Sementara itu, Kab. Manggarai Barat dengan daerah wisatanya yang terkenal (Labuan Bajo) memiliki porsi PAD yang juga masih tergolong kecil sebesar 8,84%. Di sisi lain, apabila melihat porsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan dana perimbangan untuk penugasan khusus dari Pemerintah Pusat, Kab. Ende memiliki porsi terbesar yaitu 27,67% dari total pendapatan. Sementara itu, apabila dilihat dari segi realisasi pendapatan, rata-rata realisasi pendapatan Permerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 47,03%. Kab. Manggarai Barat menjadi Bab II - Keuangan Daerah 26

43 kabupaten dengan pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 53,89%, disusul oleh Kab. Sumba Barat (51,43%) dan Sumba Tengah (51,24%). Sementara itu, pencapaian realisasi terendah berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 36,49% seiring dengan rendahnya penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru mencapai Rp 2,46 miliar atau 1,93% dari target DAK tahun 2016 sebesar Rp 127,47 miliar. 2.3 Belanja Daerah Realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-i 2016 mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan realisasi terjadi di semua tingkat pemerintahan, baik APBN, APBD Kabupaten/Kota serta APBD Provinsi. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh Pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah. Sementara itu, berdasarkan pangsa belanja masing-masing Pemerintah terlihat bahwa belanja pegawai masih menjadi komponen utama untuk tingkat kabupaten/kota. Kota Kupang memiliki pangsa belanja pegawai tertinggi sebesar 56,2% diikuti oleh Kab.Timor Tengah Utara (51,3%) dan Kab. Belu (47,3%). Sementara itu, pangsa tertinggi belanja modal yang terutama digunakan untuk belanja infrastruktur berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat (33%) dan Kab. Malaka (32%). Grafik 2.4. Pangsa Belanja Kabupaten/Kota Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Bab II - Keuangan Daerah 27

44 Apabila dilihat dari sisi belanja modal, realisasi belanja tercatat baru mencapai 13,9% atau Rp 1,35 triliun pada semester-i 2016, namun masih lebih tinggi dibandingkan pencapaian semester-i 2015 sebesar 10,15% atau Rp 931,55 miliar. Pembangunan pada semester-i 2016, terutama terbantu oleh kegiatan proyek multiyears seperti bendungan serta gedung pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat Di sisi lain, belanja modal yang masih tergolong rendah diperkirakan masih terjadi karena kontraktor yang belum mengambil termin pembayaran dan adanya perpanjangan proyek pemerintah di triwulan I-2016 yang berlanjut pada triwulan-ii yang masih belum memasuki kriteria penyelesaian untuk dapat dilakukan proses untuk pembayaran. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi juga menjadi yang tertinggi sebesar 27% atau Rp151,6 miliar dari total pagu sebesar Rp 562,1 miliar. Grafik 2.5. Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Belanja Modal Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Berdasarkan komposisinya, belanja konsumsi menjadi yang tertinggi di Provinsi NTT dengan total 36,1%. Tingginya realisasi belanja tersebut mendukung pula asumsi dorongan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 yang menjadi salah satu faktor peningkatan belanja pemerintah pada semester-i. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai Rp 5,42 triliun atau 51,87% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah pada semester-i Realisasi belanja konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 44,2% atau Rp 1,41 triliun dari total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 3,2 triliun. Bab II - Keuangan Daerah 28

45 Grafik 2.7. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT URAIAN RENCANA REALISASI PANGSA Nominal % (%) BELANJA DAERAH 35, , Belanja Modal 9, , Belanja Konsumsi 25, , Belanja Pegawai 12, , Belanja Barang dan Jasa 7, , Belanja Hibah 1, Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Bantuan Keuangan 2, Konsumsi Lainnya Belanja Lainnya Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal berikut: Belanja APBN Realisasi belanja APBN hingga semester-i mencapai Rp 2,8 triliun atau 29,64% dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 9,45 triliun. Porsi realisasi belanja APBN terbesar hingga semester-i dipergunakan untuk belanja pegawai yaitu sebesar Rp 1,23 triliun (43,8%) dan diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 899,15 miliar (32,1%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja modal pada APBN juga masih tergolong tinggi sebesar 24,08 atau Rp 674,6 miliar. Realisasi tersebut dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, embung, rekonstruksi jalan, pembangunan jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin Belanja Pemerintah Provinsi NTT Hingga semester-i 2016, realisasi belanja Pemerintah Provinsi telah mencapai Rp 1,56 triliun atau 40,19% dari pagu belanja sebesar Rp 3,89 triliun. Belanja Pemerintah Provinsi lebih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 789 miliar atau 50,36% dari total realisasi belanja yang diperkirakan dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta mendukung kelanjutan program pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari komponen belanja konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 288,24 miliar atau 18,4% diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 252,86 miliar atau 16,4%. Sementara itu, realisasi belanja modal baru mencapai Rp 151,65 miliar atau 9,68%. Bab II - Keuangan Daerah 29

46 Grafik 2.8. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota hingga semester-i 2016 mencapai Rp 6,09 triliun atau 28,03% dari total pagu belanja sebesar Rp 21,7 triliun. Komponen realisasi terbesar pada triwulan-ii adalah belanja pegawai sebesar Rp 3,91 triliun (64,19%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 793,2 miliar (13,02%), sementara itu realisasi belanja modal baru mencapai Rp 527,88 miliar. Secara spasial, presentase belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT hingga semester-i 2016 mencapai rata-rata 28,11%, sementara belanja modal sebesar 9,86%. Grafik 2.9. Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 43,35%, diikuti oleh Kab. Rote (39,1%) dan Kab. Manggarai Barat (36,5%). Namun dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi digunakan untuk belanja pegawai yang bahkan mencapai lebih dari 80% untuk beberapa kabupaten, diantaranya Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Belu, Kab. Malaka dan Kab. Timor Tengan Selatan. Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (17,32%) dengan Bab II - Keuangan Daerah 30

47 komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (83,4%). Optimalisasi penggunaan anggaran guna mendorong efek turunan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah perlu untuk dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui identifikasi (dialog dan koordinasi internal) terhadap permasalahan penghambat realisasi dan melakukan koordinasi dengan pihak eksternal (Biro Keuangan Provinsi dan Ditjen Perbendaharaan). 2.4 Dana Pemerintah di Perbankan Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan II-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,93 triliun. DPK tersebut meningkat 24,6% (qtq) apabila dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar Rp 5,56 triliun. Peningkatan menjadi indikasi belum optimalnya penggunaan anggaran Pemerintah daerah hingga triwulan-ii 2016 walaupun di sisi lain juga menunjukkan perbaikan penyerapan anggaran dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari penurunan posisi DPK pemerintah dibanding tahun lalu. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 5,27 triliun. Grafik Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT Rp miliar PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK PUSAT PROVINSI KOTA KABUPATEN 4, , , TOTAL 5, , , Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Bab II - Keuangan Daerah 31

48 Lampiran: Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Rp jutaan APBN/APBD REALISASI APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL PENDAPATAN DAERAH 254,657 20,596,566 3,876,020 24,727,244 1,040,683 9,713,825 1,944,495 12,699,003 BELANJA DAERAH 9,451,875 21,734,099 3,898,591 35,084,565 2,801,089 6,092,295 1,566,656 10,460,040 Belanja Modal 3,699,403 5,494, ,136 9,756, , , ,649 1,354,139 Belanja Konsumsi 5,752,472 16,239,585 3,202,708 25,194,766 2,126,486 5,564,408 1,415,007 9,105,901 Belanja Pegawai 2,430,060 9,204, ,780 12,307,840 1,226,676 3,910, ,240 5,425,552 Belanja Barang dan Jasa 3,299,677 3,878, ,806 7,834, , , ,897 1,945,226 Belanja Hibah - 147,693 1,458,914 1,606,606-53, , ,322 Belanja Bantuan Sosial 22,736 41,932 21,830 86, ,678 1,645 15,987 Belanja Bagi Hasil - 309, , ,944-87,259 71, ,666 Bantuan Keuangan - 2,590,659 24,679 2,615, ,258 11, ,890 Konsumsi Lainnya - 67,305 10,000 77,305-6, ,258 Belanja Lainnya , ,746 - (0) - - SURPLUS/DEFISIT (9,197,218) (1,137,533) (22,570) (10,357,321) (1,760,406) 3,621, ,838 2,238,962 PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan 1,154,085 82,570 1,236, , , ,273 SILPA Tahun Lalu 1,138,901 75,000 1,213, , , ,074 Lainnya 15,184 7,570 22, ,199 Pengeluaran 102,285 60, ,285 39,360 51,978 91,338 Penyertaan Modal 96,200 50, ,200 38,000 50,000 88,000 Lainnya 6,085 10,000 16,085 1,360 1,978 3,338 PEMBIAYAAN NETTO 1,051,800 22,570 1,074, , , ,935 SILPA SEKARANG (85,733) - (85,733) 4,351, ,185 4,836,304 Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Bab II - Keuangan Daerah 32

49 Sepanjang triwulan II 2016, inflasi Provinsi NTT cenderung meningkat lebih tinggi dibanding inflasi nasional. Ketika secara nasional inflasi bulan April cenderung deflasi, NTT justru mengalami inflasi. Demikian pula pada bulan Mei dan Juni yang juga mengalami inflasi. Tingginya inflasi tersebut akhirnya dapat diredam oleh deflasi bulan Juli 2017, yang di saat bersamaan, daerah lain mengalami inflasi karena libur hari raya Idul Fitri dan Libur sekolah. Kembali terpenuhinya pasokan bahan pangan diduga menjadi penyebab utama deflasi di bulan Juli Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi triwulan II 2016, diikuti oleh inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, dan kelompok komoditas sandang. Terbatasnya produksi pangan akibat dari terbatasnya ketersediaan air, kenaikan cukai rokok dan pakaian anak menjadi penyebab utama kenaikan harga pada kelompok komoditas di atas. Sepanjang triwulan berjalan, NTT justru mengalami deflasi yang cukup besar hingga -0,32% di bulan Juli 2016 dan menjadi satu dari dua daerah yang mengalami deflasi di bulan ini.dengan kondisi harga komoditas yang masih stabil dan cenderung turun di bulan Agustus 2016, inflasi triwulan III 2016 diperkirakan akan cukup rendah. Potensi inflasi di Bulan September lebih karena pembalikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang sudah cukup rendah Kondisi Umum Inflasi pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mencapai 1,23% (qtq) lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 0,44% (qtq) dan menjadi daerah dengan nilai inflasi triwulanan tertinggi ke-8 di Indonesia. Namun demikian, besarnya deflasi pada bulan Juli 2016 yang mencapai -0,32% (mtm) mampu kembali menurunkan nilai inflasi NTT menjadi hanya 0,87% (qtq) dan menjadi daerah dengan nilai inflasi triwunan terendah di Indonesia. Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan air di NTT terlebih di Pulau Timor, sehingga produksi bahan pangan mengalami penurunan dan harga cenderung meningkat. Adanya beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, ataupun libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga memberi tekanan inflasi terlebih pada angkutan udara. Adanya penyaluran gaji ke-13 dan 14 juga memberikan tekanan inflasi terutama pada inflasi sandang yang menunjukkan adanya kenaikan harga seiring dengan adanya peningkatan penjualan. Adanya sedikit hujan akibat dari Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 33 33

50 anomali cuaca La Nina diduga mampu menaikkan produksi hortikultura yang terlihat dari deflasi bahan makanan yang cukup tinggi di bulan Juli Hingga bulan Agustus harga komoditas bahan makanan masih cenderung turun paska even nasional Harganas. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi di NTT diprediksi masih akan cenderung rendah. Grafik 3.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 3.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 yang sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya sebesar 3,45% (yoy). Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei 2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT. Dari total 10 komoditas utama penyumbang inflasi utama di NTT dalam satu tahun terakhir, terdapat 5 komoditas bahan makanan ( sawi putih, daging ayam ras, ikan kembung, kubis, dan tomat sayur), dan 4 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau ( rokok kretek filter, rokok kretek, nasi dengan lauk dan gula pasir) yang persisten menjadi penyumbang inflasi utama. Di sisi lain, deflasi lebih disebabkan oleh turunnya harga BBM dan listrik karena turunnya harga BBM, serta bahan bangunan seiring dengan adanya penurunan permintaan. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 34 34

51 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT komoditas Inflasi Gula Pasir Jeruk (19.49) (0.02) Sumber : BPS, diolah Adanya deflasi di bulan Juli 2016 mampu menurunkan inflasi tahunan NTT. Adanya penurunan harga bahan makanan setelah mengalami kenaikan cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir mampu menurunkan inflasi tahunan NTT di bulan Juli menjadi hanya sebesar 3,59% (yoy). Gap inflasi tahunan dengan nasional juga mengecil dengan inflasi tahunan nasional sebesar 3,21% (yoy). Inflasi tahunan agustus diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan inflasi Juli Walaupun diprediksi masih mengalami deflasi, namun penurunan inflasi diperkirakan tidak sebesar tahun sebelumnya. Demikian pula dengan inflasi September 2016 yang diperkirakan tidak serendah di tahun sebelumnya. yoy sum yoy komoditas Deflasi yoy sum yoy Sawi Putih Bensin (11.80) (0.31) Daging Ayam Ras Besi Beton (14.07) (0.11) Rokok Kretek Filter Batako (14.00) (0.06) Kembung Seng (6.17) (0.06) Kubis Solar (25.36) (0.05) Nasi dengan Lauk Tarip Listrik (1.36) (0.04) Tomat Sayur Laptop/Notebook (8.96) (0.03) Semen Kangkung (3.27) (0.03) Rokok Kretek Kakap Merah (12.92) (0.02) Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2016 mencapai 1,24% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Tingginya inflasi lebih disebabkan oleh adanya kenaikan bahan makanan dan makanan jadi. Adanya kegiatan Tour De Flores, libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga membuat penggunaan angkutan udara mengalami kenaikan cukup besar yang berakibat pada terjadinya kenaikan tarif angkutan udara. Membaiknya kondisi cuaca serta adanya panen raya padi mampu menurunkan harga beras dan ikan tangkap di NTT. Menurunnya kegiatan proyek setelah perpanjangan deadline penyelesaian proyek pemerintah hingga bulan Maret 2016 juga telah menurunkan harga komoditas bahan bangunan. Menurunnya harga minyak dunia juga membuat harga BBM dan tarif listrik secara umum mengalami penurunan. Namun demikian, adanya keterbatasan sumber daya air membuat produksi hortikultura cenderung menurun sehingga harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan cenderung meningkat. Adanya kenaikan harga pakan juga telah meningkatkan harga daging ayam ras, sehingga secara total NTT mengalami inflasi yang cukup tinggi di triwulan II Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 35 35

52 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT komoditas Inflasi qtq sum qtq komoditas Deflasi qtq sum qtq Angkutan Udara Beras (3.55) (0.24) Daging Ayam Ras Kembung (20.85) (0.23) Sawi Putih Bensin (7.18) (0.19) Kol Putih/Kubis Semen (4.25) (0.10) Cabai Merah Tongkol (17.64) (0.07) Kangkung Gelas Minum (16.49) (0.03) Gula Pasir Besi Beton (4.01) (0.03) Rokok Kretek Filter Tarip Listrik (1.15) (0.03) Bawang Merah Cabai Rawit (19.25) (0.02) Bayam Solar (8.85) (0.02) Sumber : BPS, diolah Dari 10 komoditas penyumbang utama inflasi, 7 diantaranya disumbang oleh komoditas bahan makanan antara lain daging ayam, sawi putih, kubis, cabai merah, kangkung, bawang merah dan bayam. Tiga komoditas lainnya adalah gula pasir yang mengalami kenaikan karena kurangnya pasokan secara nasional, rokok kretek filter yang meningkat karena kenaikan cukai dan kenaikan harga angkutan udara. Sementara itu, deflasi disumbang oleh 4 komoditas bahan makanan (beras, tongkol, kembung dan cabai rawit) karena panen dan membaiknya cuaca, 3 komoditas dalam kontrol pemerintah (bensin, solar, tarif listrik), 2 komoditas bahan bangunan (semen dan besi beton) dan gelas minum. Inflasi triwulanan pada triwulan berjalan diperkirakan mengalami penurunan cukup besar seiring dengan penurunan inflasi Bulan Juli, potensi deflasi bulan Agustus dan tidak adanya even besar di bulan September Inflasi Bulanan Sepanjang triwulan II 2016, Provinsi NTT selalu mengalami inflasi di tiap bulannya. Pada bulan April 2016, terjadi inflasi sebesar 0,04% (mtm) terutama disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan, sedangkan di sisi lain terjadi penurunan harga BBM dan tarif listrik seiring dengan penurunan tarif oleh pemerintah. Pada bulan Mei 2016, terjadi inflasi sebesar 0,61% (mtm) terutama disebabkan oleh even Tour De Flores, kekurangan pasokan bahan makanan maupun kenaikan harga bahan makanan dari Jawa. Pada bulan Juni 2016, terjadi inflasi sebesar 0,58% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi dan transportasi karena adanya kenaikan pendapatan seiring dengan diterimanya gaji ke-13 oleh PNS, libur sekolah, lomba selancar di Rote Ndao maupun hari raya Idul Fitri. Pada bulan Juli 2016, NTT justru mengalami deflasi sebesar -0,32% (mtm) terendah ke-2 di Indonesia setelah Provinsi Papua. Adanya peningkatan pasokan bahan 36 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 36

53 makanan yang cukup besar membuat harga bahan makanan mengalami penurunan cukup besar. Walaupun di saat yang sama terjadi kenaikan yang cukup besar pada komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, komoditas sandang dan transportasi seiring dengan adanya libur panjang dan hari raya serta even harganas, deflasi tetap terjadi seiring besarnya bobot bahan makanan terhadap total konsumsi masyarakat. Pada bulan Agustus NTT masih berpotensi deflasi seiring dengan masih turunnya harga bahan makanan, sedangkan bulan September berpotensi terjadi inflasi seiring dengan harga komoditas yang sudah rendah. Sumber : BPS, diolah Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT April Mei Juni Juli Komoditas Inflasi Andil Inflasi Andil Komoditas (%) (%) (%) (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Kangkung Angkutan Udara Daging Ayam Ras Angkutan Udara Sawi Putih Sawi Putih Angkutan Udara Tongkol Tahu Mentah Kangkung Kembung Tembang Kol Putih/Kubis Bawang Merah Tongkol Pasir Cabai Merah Bayam Rokok Kretek Filter Gula Pasir Rokok Kretek Filter Gula Pasir Gula Pasir Tarif Listrik Daging Ayam Ras Cabai Merah Bayam Mie Bawang Putih Kentang Kentang Bayam Wortel Telur Ayam Ras Ayam Hidup Kangkung Tomat Sayur Kol Putih/Kubis Tembang Kakap Merah Berdasarkan Komoditas utama penyumbang inflasi dalam 4 bulan terakhir, total terdapat 24 komoditas yang masuk dalam 10 komoditas penyumbang inflasi utama. Angkutan udara, kangkung, gula pasir dan bayam telah menjadi komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi utama selama 3 bulan. Selain itu, terdapat 8 komoditas yang menjadi penyumbang inflasi utama selama 2 bulan 1, dan terdapat 12 komoditas 2 yang sekali menjadi penyumbang inflasi utama. Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang inflasi utama dengan total 18 komoditas yang lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan terlebih pada triwulan II Angkutan udara secara persisten menjadi penyumbang inflasi utama lebih disebabkan oleh tingginya permintaan seiring dengan adanya acara Tour De Flores, libur sekolah dan hari raya Idul Fitri, dan di sisi lain, suplai angkutan udara relatif terbatas. 1 Daging ayam ras, sawi putih, tongkol, tembang, rokok kretek filter, cabai merah, kentang, dan kubis 2 Kembung, bawang merah, tahun mentah, telur ayam ras, pasir, tarif listrik, bawang putih, wortel, tomat sayur, mie, ayam hidup, kakap merah Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 37 37

54 Sumber : BPS, diolah Tabel 3.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT April Mei Juni Komoditas Deflasi Andil Deflasi Andil Deflasi Andil Deflasi Andil Komoditas Komoditas Komoditas (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Bensin (7.14) (0.21) Kembung (27.51) (0.43) Kangkung (13.54) (0.12) Sawi Putih (38.19) (0.35) Semen (2.18) (0.06) Beras (3.02) (0.21) Sawi Putih (10.66) (0.11) Daging Ayam Ras (14.83) (0.21) Angkutan Udara (1.93) (0.05) Tongkol (32.09) (0.18) Sawi Hijau (25.96) (0.05) Tomat Sayur (34.62) (0.15) Kentang (20.48) (0.04) Semen (1.42) (0.04) Buncis (20.34) (0.03) Kubis (53.30) (0.12) Tarip Listrik (1.53) (0.04) Ayam Hidup (4.61) (0.03) Tomat Sayur (5.76) (0.03) Kembung (7.76) (0.09) Minuman Ringan (7.57) (0.04) Gelas Minum (8.70) (0.02) Wortel (12.42) (0.02) Bawang Merah (15.80) (0.07) Cabai Rawit (22.05) (0.04) Laki (11.20) (0.02) Sepatu (7.55) (0.02) Sawi Hijau (28.70) (0.05) Beras (0.39) (0.03) Besi Beton (1.77) (0.01) Bawang Merah (3.99) (0.02) Ayam Hidup (4.56) (0.03) Bayam (8.58) (0.02) Seng (1.21) (0.01) Semen (0.71) (0.02) Bawang Putih (9.10) (0.03) Solar (8.85) (0.02) Kayu Balokan (2.17) (0.01) Daun Singkong (11.38) (0.02) Kentang (10.30) (0.03) Berdasarkan 10 Komoditas utama penyumbang deflasi dalam 4 bulan terakhir, hanya terdapat 9 komoditas yang persisten menyumbang inflasi yaitu komoditas semen yang mengalami 3 kali penurunan harga lebih disebabkan oleh penurunan harga paska penyelesaian perpanjangan proyek pemerintah dan 8 komoditas 3 yang dua kali mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga lebih disebabkan oleh meningkatnya pasokan pada komoditas bahan makanan tidak tahan lama (sayursayuran dan ikan), beberapa dikarenakan panen komoditas, kembali ke harga normal setelah mengalami kenaikan tinggi di bulan sebelumnya, ataupun karena kebijakan pemerintah (premium, solar dan tarif listrik). Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia Juli Grafik 3.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah Balinusra Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra secara tahunan pada triwulan II 2016 masih cukup rendah sebesar 3,72% (yoy), demikian pula pada inflasi triwulanan yang hanya sebesar 0,43% (qtq). Baik secara tahunan maupun triwulanan, Bali menjadi provinsi dengan Pengendalian inflasi terbaik di wilayah Balinusra, disusul oleh NTB dan NTT. 3 Ayam hidup, kentang, bawang merah, sawi hijau, tomat sayur, beras, sawi putih, kembung. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 38 38

55 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Secara tahunan, Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 disebabkan oleh tingginya inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Namun demikian, berdasarkan kondisi inflasi sepanjang tahun berjalan, makanan jadi, minuman dan tembakau justru menjadi penyumbang inflasi utama baik pada triwulan II 2016 maupun proyeksi di triwulan III Secara triwulanan, bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi utama pada triwulan II Namun demikian, kondisi inflasi bergeser pada bulan Juli yang justru menunjukkan angkutan udara sebagai penyumbang utama inflasi, disusul oleh kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau. Tingginya inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok, kenaikan harga gula pasir secara nasional maupun kenaikan harga makanan jadi seiring dengan adanya kenaikan harga komoditas bahan makanan. Kenaikan tarif angkutan udara terutama disebabkan oleh adanya beberapa even nasional dan internasional seperti Harganas dan Tour De Flores, serta libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Kenaikan harga bahan makanan terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan pangan. Tabel 3.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2016 YOY YTD QTQ MTM Apr Mei Jun Jul Tw II Jul Tw II Jul Tw II Jul Apr Mei Jun Jul INFLASI UMUM (0.32) Bahan Makanan (1.58) 3.21 (1.55) (3.59) Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d (0.60) (0.34) (0.72) (0.20) (0.26) (0.35) (0.12) 0.27 Sandang (0.04) 0.18 Kesehatan (0.43) (0.17) Pendidikan, Rekreasi dan Olah (0.14) (0.01) (0.03) 0.20 Transportasi, Komunikasi dan (1.48) (2.32) (2.60) (0.86) (1.58) Sumber : BPS, diolah Bahan Makanan Inflasi tahunan komoditas bahan makanan pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan cukup besar mencapai sebesar 11,03% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dan menjadi nilai inflasi bahan makanan terbesar dalam 5 tahun terakhir. Adanya penurunan pasokan terlebih pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan menjadi penyebab utama kenaikan harga bahan makanan sepanjang triwulan II Selain itu, adanya pengurangan DOC dan kenaikan harga pakan masih menjadi penyebab utama tingginya kenaikan harga daging-daging terutama daging ayam ras. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 39 39

56 Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pada triwulan III 2016, inflasi bahan makanan diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya deflasi bulan Juli terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras. Pada bulan Agustus 2016, bahan makanan juga berpotensi deflasi. Peningkatan harga berpotensi terjadi pada bulan September seiring dengan pembalikan harga Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan II 2016 masih relatif terkendali yang ditunjukkan oleh nilai inflasi yang sebesar 0,66% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Setelah mengalami deflasi pada bulan April, komoditas transportasi kembali mengalami inflasi pada bulan Mei dan Juni 2016 seiring dengan adanya even Tour De Flores, hari libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Walaupun mengalami peningkatan inflasi triwulanan, baik secara tahunan maupun tahun berjalan justru menunjukkan terjadi deflasi, yang berarti kenaikan harga yang terjadi tidak sebesar posisi harga sektor transportasi baik dibanding triwulan II 2015 maupun kondisi harga transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di akhir tahun. Berdasarkan komoditas, hanya komoditas angkutan udara yang mengalami kenaikan cukup besar pada triwulan II 2016 sedangkan komoditas lainnya cenderung stabil. Dibandingkan tahun sebelumnya, komoditas transportasi justru menunjukkan adanya penurunan yang menunjukkan posisi harga rata-rata tahun ini tidak setinggi tahun sebelumnya. Deflasi terutama terjadi pada penurunan harga BBM seiring dengan penurunan harga oleh pemerintah mengikuti penurunan harga minyak dunia. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada sarana dan penunjang transport serta komoditas jasa keuangan. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 40 40

57 Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pada bulan Juli 2016, Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami kenaikan cukup besar hingga 1,78% (mtm) terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tiket angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri maupun pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang jatuh pada bulan Juli Tarif angkutan udara kembali menurun pada bulan Agustus berdasarkan pengamatan harga hingga minggu ke-3 dan berpotensi tetap menurun hingga akhir triwulan III 2016 disebabkan oleh tidak adanya aktivitas even nasional yang berpotensi menimbulkan lonjakan permintaan Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2016 maupun hingga bulan Juli 2016 menjadi satu-satunya komoditas yang secara persisten selalu mengalami inflasi dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Inflasi tahunan pada triwulan II mencapai 10,17% (yoy), tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Bahkan pada bulan Juli 2016 inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 10,69% dan menjadi kelompok komoditas dengan inflasi tertinggi di bulan Juli Kenaikan cukai rokok yang dibebankan tiap bulan mampu menjadi pendorong utama tingginya inflasi kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau. Selain itu, tingginya inflasi bahan makanan dan masih relatif minimnya persaingan usaha, membuat pedagang juga ikut menaikkan harga makanan jadi yang mereka jual. Adanya penurunan pasokan gula pasir dalam tiga bulan terakhir juga berdampak pada kenaikan inflasi minuman tidak beralkohol yang mengalami kenaikan signifikan pada bulan Juni dan Juli Hingga akhir triwulan III 2016, kenaikan inflasi akibat kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi. kelompok minuman tidak Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 41 41

58 beralkohol diperkirakan deflasi seiring dengan peningkatan pasokan gula mengikuti kondisi panen dan giling tebu di Jawa. Harga makanan jadi diperkirakan relatif stabil. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Dibandingkan posisi akhir tahun 2015, kenaikan inflasi pada kelompok komoditas ini sudah mencapai 7,47% (ytd) dengan pendorong utama kenaikan pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol yang naik hingga 13,40% (ytd). Secara triwulanan, kenaikan harga komoditas minuman tak beralkohol menjadi penyumbang utama inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga gula yang mencapai 20,03% (qtq) dalam 3 bulan terakhir Komoditas Lainnya Inflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan harga di triwulan II 2016 hanya terjadi pada komoditas sandang terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja sandang paska penyaluran gaji ke-13. Demikian pula dengan peningkatan harga sandang di Bulan Juli yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan berupa gaji ke-14 bagi PNS. Kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan II 2016 justru mengalami deflasi terutama disebabkan oleh menurunnya tarif listrik. Inflasi pada komoditas pendidikan relatif stabil walaupun pada bulan Juni dan Juli 2016 terdapat kenaikan kelas dan tahun ajaran baru pada pendidikan dasar. Inflasi kelompok komoditas kesehatan juga relatif stabil diduga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang mengikuti program BPJS kesehatan, sehingga biaya kesehatan menjadi cenderung tetap. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 42 42

59 3.3. Disagregasi Inflasi Pada triwulan II 2016, inflasi volatile food menjadi pendorong utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai sebesar 4,12% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Komoditas administered price relatif mengalami sedikit kenaikan (1,47%-qtq) terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok, sedangkan komoditas bahan bakar, penerangan dan air mengalami penurunan karena adanya penurunan tarif listrik. Komoditas transportasi juga sempat mengalami penurunan terutama di bulan April seiring dengan penurunan harga BBM, namun kembali meningkat di bulan Mei dan Juni seiring dengan kenaikan tarif angkutan udara. Secara tahunan, komoditas volatile food (11,85%-yoy) masih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan disagregasi inflasi, diikuti oleh inflasi pada komoditas inti (core inflation) sebesar 4,05% (yoy) dan administered price (1,99%-yoy). Terbatasnya pasokan pangan, adanya beberapa even nasional 4 internasional 5 dan serta kenaikan harga komoditas secara nasional berpengaruh terhadap tingginya inflasi di triwulan II Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pada bulan Juli 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi yang cukup besar hingga - 0,32% (mtm). Dibanding triwulan sebelumnya, Provinsi NTT mengalami inflasi 0,88% (qtq) melambat dibanding capaian inflasi triwulanan bulan sebelumnya. Volatile food menjadi pendorong utama penurunan inflasi dengan total mengalami deflasi sebesar - 1,64% (qtq). Kelompok administered price menjadi penyumbang inflasi utama bulan Juli 2016 dengan nilai inflasi triwulanan mencapai 4,17% (qtq), diikuti oleh inflasi komoditas inti yang mencapai 0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Hingga 4 Hari Keluarga Nasional (Harganas), hari raya Idul Fitri, libur sekolah 5 Tour De Flores, Lomba Selancar di Rote Ndao Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 43 43

60 akhir triwulan III 2016, inflasi diperkirakan cenderung rendah disebabkan oleh menurunnya inflasi volatile food dan kembali menurunnya tarif angkutan udara dan gula yang sudah mulai memasuki masa giling di Jawa Kelompok Volatile Foods Baik secara tahunan (yoy), posisi tahun berjalan (ytd), triwulanan (qtq) maupun bulanan (mtm), komoditas Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) menjadi penyumbang utama inflasi provinsi NTT di sepanjang triwulan II Penurunan pasokan komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan karena keterbatasan pasokan air serta kenaikan harga pakan dan DOC pada komoditas daging ayam ras menyebabkan inflasi komoditas volatile food mengalami kenaikan yang cukup besar. Inflasi tahunan volatile food mencapai 11,85% (yoy) tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Inflasi posisi tahun berjalan sebesar 2,95% (ytd) dan inflasi triwulanan sebesar 4,12% (qtq). Berdasarkan komoditas pendorong inflasi utama, Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyumbang inflasi utama dikarenakan kenaikan harga pakan dan DOC yang terjadi secara nasional. Beberapa komoditas sayur juga menjadi penyumbang inflasi utama seperti kol putih, kangkung dan bayam yang disebabkan oleh kurangnya pasokan karena keterbatasan sumber daya air. Demikian pula dengan komoditas cabe merah dan bawang merah yang juga mengalami kenaikan karena keterbatasan pasokan di pasar. Penurunan harga terjadi pada komoditas padi-padian dan ikan segar seiring dengan dengan adanya panen raya di beberapa daerah di Indonesia maupun meningkatnya hasil tangkapan ikan seiring membaiknya cuaca di triwulan II Inflasi volatile food pada bulan Juli 2016 mengalami perlambatan seiring dengan terjadinya deflasi pada bulan Juli 2016 sebesar 3,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food menjadi berkurang signifikan menjadi hanya 7,26% (yoy). Bahkan dibanding posisi akhir tahun, Provinsi NTT mengalami deflasi -1,31% (ytd). Secara triwulanan, juga masih terjadi deflasi -1,64 (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Meningkatnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring dengan perbaikan cuaca serta menurunnya harga daging ayam ras menjadi penyebab utama penurunan inflasi volatile food di bulan Juli Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir triwulan III Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 44 44

61 3.3.2 Kelompok Administered Prices Secara umum, inflasi administered price pada triwulan II 2016 relatif terjaga yang terlihat dari nilai inflasi yang relatif rendah. Adanya penurunan harga BBM, dan tarif listrik mampu menahan inflasi administered price. Namun demikian, kenaikan cukai telah mendorong inflasi komoditas tembakau. Tarif angkutan udara yang sangat berfluktuasi telah menyebabkan fluktuasi inflasi yang cukup besar pula. Pada bulan April, kelompok administered price mengalami deflasi -0,96% (mtm) terutama disebabkan oleh menurunnya harga BBM, 12 golongan tarif listrik dan angkutan udara. Kenaikan cukai menjadi penghambat utama deflasi. Pada bulan Mei 2016, Kelompok administered price berbalik mengalami inflasi 1,49% (mtm) seiring dengan kenaikan tarif angkutan udara karena adanya event internasional Tour De Flores dan kenaikan cukai rokok. Pada bulan ini masih terjadi penurunan tarif listrik pada beberapa golongan sehingga dapat menahan laju inflasi yang terjadi. Pada bulan Juni 2016, kelompok administered price kembali mengalami inflasi sebesar 0,92% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara dan cukai rokok seiring dengan adanya libur sekolah, menjelang hari raya Idul Fitri maupun even internasional lomba surfing di Kabupaten Rote Ndao. Secara triwulanan, kelompok administered price mengalami inflasi sebesar 1,47% (qtq) dengan komoditas tembakau dan minuman beralkohol menjadi penyumbang inflasi utama. Dibandingkan dengan posisi inflasi akhir tahun 2015, inflasi tahun berjalan justru mengalami deflasi 0,60% (ytd) dengan pendorong utama adalah penurunan tarif angkutan udara. Secara tahunan, kelompok administered price mengalami inflasi 1,99% (yoy) dan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol menjadi penyebab utama dengan kenaikan mencapai 20,19% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan oleh kenaikan cukai tembakau dan bahan baku rokok. Inflasi Administered price pada bulan Juli 2016 mengalami kenaikan 1,69% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan hari keluarga nasional yang tahun ini dipusatkan di Kota Kupang. Pada bulan ini juga terjadi kenaikan tarif listrik pada beberapa golongan tarif dan kenaikan harga rokok dan tembakau.inflasi diperkirakan akan kembali menurun di bulan Agustus dan September seiring dengan tidak adanya aktivitas yang bisa menimbulkan lonjakan permintaan angkutan udara. Kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi di triwulan III Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 45 45

62 3.3.3 Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 relatif stabil sebesar 0,16% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Adanya kenaikan harga pada komoditas makanan jadi dan minuman tak beralkohol, diimbangi dengan adanya penurunan harga bahan bangunan di triwulan ini. Sepanjang semester , inflasi komoditas inti mencapai 0,64% (ytd) dengan kenaikan harga komoditas makanan jadi dan minuman tak beralkohol sebagai penyumbang utama inflasi. Kenaikan gula pasir menjadi pendorong utama kenaikan harga pada komoditas minuman tak beralkohol, sedangkan kenaikan makanan jadi terjadi mengikuti kenaikan bahan makanan yang terjadi. Minimnya persaingan antar penjual makanan jadi juga memudahkan penjual dalam menaikkan harga apabila dirasa terjadi kenaikan harga bahan makanan untuk menjaga keuntungan mereka. Tekanan inflasi inti triwulanan III diperkirakan mereda seiring dengan adanya peningkatan produksi gula di Jawa. Perkiraan inflasi dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan bahwa inflasi dalam 3 bulan ke depan akan cenderung menurun seiring dengan tidak adanya even nasional. Peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi di akhir tahun seiring dengan adanya persiapan natal dan tahun baru. Grafik Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan Sumber : Bank Indonesia, diolah 3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Pada triwulan II 2016, Kota Kupang selalu mengalami inflasi di tiap bulannya. Inflasi triwulan II mencapai 1,42% (qtq) meningkat dibanding inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi -0,40% (qtq). Kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta kenaikan tarif angkutan udara menjadi penyebab utama inflasi yang terjadi. Secara tahunan, Kota Kupang 46 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 46

63 mengalami inflasi 5,23% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga bahan makanan hingga 12,04% (yoy) dan makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 10,59% (yoy) menjadi penyebab utama tingginya inflasi di Kota Kupang. Secara bulanan, Kota Kupang juga senantiasa mengalami inflasi dengan kenaikan terbesar terjadi pada bulan Juni 2016 seiring dengan menurunnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan, adanya libur sekolah dan persiapan libur hari raya Idul Fitri. Grafik Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik Inflasi Bulanan Kota Kupang Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pada bulan Juli 2016, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar -0,35% (mtm) dan membuat inflasi tahunan juga mengalami penurunan menjadi sebesar 3,79% (yoy) demikian pula inflasi triwulanan melambat menjadi sebesar 0,97% (qtq). Adanya peningkatan pasokan bahan makanan telah menurunkan harga rata-rata bahan makanan. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang menyebabkan kenaikan harga komoditas makanan, minuman dan tembakau sebesar 11,30% (yoy). Komoditas transportasi juga mengalami kenaikan sebesar 1,94% (mtm) namun relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari deflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,06% (yoy). Adanya penambahan frekuensi penerbangan diduga menjadi penyebab penurunan harga secara tahunan. Namun demikian, kebutuhan angkutan udara dirasakan masih kurang yang terlihat dari fluktuasi harga yang terjadi. Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan antara lain komoditas sandang seiring dengan kenaikan permintaan paska pemberian gaji ke-13 dan 14 PNS. Harga pendidikan dan kesehatan relatif stabil seiring dengan tidak adanya kenaikan biaya yang cukup berarti di sektor pendidikan ataupun penggunaan BPJS kesehatan yang sudah mulai meluas. Komoditas perumahan, air, listrik dan gas sedikit menurun lebih disebabkan oleh adanya penurunan tarif listrik pada beberapa golongan. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi Kota Kupang diperkirakan justru mengalami penurunan. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 47 47

64 Tabel 3.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2016 YOY YTD QTQ MTM Apr Mei Jun Jul Tw II Jul Tw II Jul Tw II Jul Apr Mei Jun Jul INFLASI UMUM (0.35) Bahan Makanan (1.07) 3.74 (1.60) (3.94) Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d (1.15) (0.87) (0.80) (0.26) (0.26) (0.40) (0.15) 0.29 Sandang (0.06) 0.20 Kesehatan (0.57) (0.21) Pendidikan, Rekreasi dan Olah (0.17) (0.01) (0.02) 0.24 Transportasi, Komunikasi dan (1.17) (2.06) (2.52) (0.63) (1.64) Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Maumere Berbeda dengan Inflasi Kota Kupang, Kota Maumere pada triwulan II 2016 justru mengalami deflasi -0,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan harga bahan makanan menjadi penyebab utama deflasi berbanding terbalik dengan kondisi di Kupang. Dibanding posisi akhir tahun 2015, inflasi Kota Maumere masih mengalami deflasi -0,11% (ytd). Secara tahunan, Kota Maumere mengalami inflasi 3,57% (yoy), tidak terlalu jauh berbeda dengan inflasi nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Di saat Kota Kupang mengalami inflasi karena kenaikan harga bahan makanan, Kota Maumere justru mengalami deflasi bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-padian. Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi sehingga nilai inflasi tahunan menjadi hanya 2,16% lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,21% (yoy) atau inflasi NTT yang mencapai 3,79% (yoy). Selama semester , Maumere mengalami deflasi sebesar -0,16% (ytd) terutama disebabkan oleh turunnya harga bahan pangan dan trasportasi dibanding posisi di akhir tahun Grafik Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik Inflasi Bulanan Kota Maumere Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Kota Maumere di Triwulan II Turunnya harga komoditas sayur-sayuran, bumbubumbuan, padi-padian dan ikan segar berdampak pada rendahnya inflasi di Kota Maumere. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak terjadi permasalahan pasokan karena permasalahan iklim sebagaimana terjadi di Kota Kupang. Kelompok komoditas 48 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 48

65 perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami deflasi terutama disebabkan oleh turunnya tarif listrik dan harga bahan bangunan. Di sisi lain, makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi dikarenakan oleh kenaikan gula pasir dan cukai rokok. Secara bulanan, Pada bulan April 2016, Kota Maumere mengalami deflasi - 0,29% (mtm) terutama disebabkan oleh penurunan harga bahan makanan, tarif listrik dan BBM. Pada bulan Mei, Kota Maumere masih mengalami deflasi sebesar -0,01% (mtm) terutama masih disebabkan oleh turunnya harga bahan makanan, dan tarif listrik. Adanya Tour De Flores meningkatkan tarif angkutan udara namun tidak terlalu besar. Pada bulan Juni 2016, Kota Maumere mengalami inflasi 0,27% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan setelah mengalami penurunan dalam 3 bulan sebelumnya dan kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau terutama harga gula pasir dan cukai rokok. Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kembali menurunnya harga bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Harga makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami kenaikan karena kenaikan gula pasir dan cukai rokok dan kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Komoditi Sumber : BPS, diolah Tabel 3.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2016 YOY YTD QTQ Apr Mei Jun Jul Tw II Jul Tw II Jul Tw II Jul Apr Mei Jun Jul INFLASI UMUM (0.11) (0.16) (0.03) 0.21 (0.29) (0.01) 0.27 (0.05) Bahan Makanan (4.65) (5.43) (0.84) (1.15) (0.51) (0.65) 0.32 (0.82) Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d (0.17) 0.23 (0.23) (0.01) Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah (0.04) (0.04) - Transportasi, Komunikasi dan (3.77) (4.26) (3.22) (2.66) (1.18) Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID Selama triwulan II 2016, TPID provinsi NTT setidaknya telah menyelenggarakan 2 kali rapat teknis, 2 kali rapat koordinasi untuk Pulau Timor dan Flores, 1 kali HLM, 1 kali inspeksi bersama SKPD, Operasi pasar dan 1 kali press conference. Pada bulan Juli, Kabupaten Malaka telah memiliki TPID, sehingga saat ini Provinsi NTT memiliki 23 TPID yang terdiri dari 1 provinsi dan seluruh kabupaten/kota di NTT. Adapun beberapa permasalahan struktural yang berhasil digali antara lain : 1). Adanya potensi gagal tanam dan kerawanan pangan di MTM Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 49 49

66 NTT, 2). Masih ditemukan pengiriman beras ke luar NTT, 3). Terdapat potensi kekurangan pasokan angkutan udara, 4). Potensi tekanan inflasi dari realisasi gaji ke-13 dan 14, libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan Harganas, 5). Adanya La Nina berpotensi melakukan penanaman di luar musim untuk mengurangi potensi kerawanan pangan yang ada. Beberapa langkah aksi yang direncanakan untuk dilakukan antara lain : 1). BULOG mengambil beras dari Jawa Timur untuk menanggulangi kerawanan pangan, 2). Dilakukan operasi pasar dan sidak dalam menanggulangi inflasi hari raya, 3). PT. Pelindo melakukan prioritas bongkar kepada komoditas bahan pangan selama hari raya, 4). BKP telah membuat rumah pangan untuk menampung hasil panen petani, 5). Pertamina akan menambah depot pertamina di Kalabahi, Atapupu, Ende dan Reo, 6). Operasional stasiun pengisian LPG dilakukan di bulan September, 7). Terkait kekurangan frekuensi angkutan udara, Angkasa Pura akan menambah apron untuk 2 pesawat, mengusulkan penambahan frekuensi pada even-even nasional/ tertentu, dan mohon pertimbangan untuk penurunan batas tarif atas, 8). Seluruh SKPD diminta untuk membuat laporan inflasi bulanan dan dilaporkan di tiap rapat teknis, 9). Pembahasan Road Map TPID dilakukan dalam format FGD oleh panitia khusus. Gambar 3.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID Sumber : Sekretariat TPID, diolah Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 50 50

67 Angkutan udara saat ini menjadi alat transportasi utama di Provinsi NTT. Dengan kondisi geografis wilayah yang merupakan provinsi kepulauan, maka angkutan utama untuk menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh lautan hanyalah menggunakan pesawat maupun kapal laut. Dengan keunggulan waktu tempuh yang pendek, angkutan udara saat ini cenderung menjadi pilihan utama penduduk maupun wisatawan untuk bepergian ke daerah lain di NTT. Pada tahun 2016, sebagaimana disampaikan GM Angkasa Pura 1, jumlah frekuesi angkutan udara di Bandara El Tari meningkat signifikan dari 25 frekuensi per hari di tahun 2015 menjadi 37 frekuensi per hari di tahun Total penerbangan komersial saat ini mencapai lebih dari 26 ribu penerbangan per tahun dengan total kapasitas lebih dari 1,7 juta penumpang, jauh lebih besar dibanding kondisi 2014 yang mampu mengangkut 1,1 juta penumpang dan 22 ribu penerbangan setahun. Berdasarkan bobot nilai konsumsi dalam inflasi, saat ini, bobot konsumsi angkutan udara sudah menjadi komoditas dengan konsumsi terbesar ke-2 setelah beras. Pada survei biaya hidup BPS pada tahun 2012, bobot angkutan udara masih menempati posisi 7 konsumsi terbesar di NTT setelah beras, bensin, tukang bukan mandor, angkutan dalam kota, semen, dan akademi/ perguruan tinggi. Tingginya permintaan angkutan udara mendorong harga angkutan udara mengalami peningkatan yang cukup besar. PT Angkasa Pura dan UPT angkutan udara sebenarnya sudah berusaha keras untuk selalu meningkatkan penerbangan di NTT yang terlihat dari penambahan frekuensi yang relatif banyak terlebih di tahun , namun demikian dikarenakan semakin besarnya permintaan angkutan udara, membuat penambahan angkutan yang ada cenderung tidak bisa mengimbangi permintaan penerbangan, terlebih pada saat hari raya ataupun pada even-even nasional yang diadakan di NTT. Grafik Boks 3.1. Volatilitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan Tabel Boks 3.1. Sumbangan Inflasi Angkutan Udara terhadap Inflasi di NTT Sumber : BPS, diolah 10 besar penyumbang inflasi 10 Besar penyumbang Deflasi Inflasi > 10 besar Deflasi > 10 besar Sumber : BPS, diolah Berdasarkan pola inflasi angkutan udara dalam 6 tahun terakhir, terlihat bahwa inflasi akan cenderung melambat di awal tahun dan berangsur meningkat dengan puncak inflasi pada pertengahan tahun seiring dengan datangnya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Inflasi akan cenderung turun setelah libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang ditunjukkan oleh kecenderungan deflasi pada waktu tersebut dan kembali meningkat pada akhir tahun seiring tingginya permintaan pada saat libur natal dan tahun baru. Boks 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya 51

68 Dengan terbatasnya kapasitas angkut penumpang di Bandara El Tari yang lebih kurang saat ini hanya sebesar orang per hari, maka setiap kali libur sekolah, penduduk NTT yang bepergian ke luar NTT akan cenderung meningkat signifikan. Apalagi ketika berbarengan dengan momen hari raya Idul Fitri, maka jumlah penumpang akan meningkat sangat signifikan. Dengan mayoritas pedagang dan pekerja proyek masih banyak menggunakan tenaga kerja dari Jawa, maka dengan adanya momen hari raya, sebagian besar pekerja dari Jawa akan cenderung pulang kampung dan membuat permintaan angkutan udara meningkat signifikan. Berdasarkan pemantauan, Kondisi tiket akan cenderung habis pada 1 minggu sebelum dan sesudah lebaran. Bahkan, pada tahun ini, kondisi tiket balik ke NTT habis hingga 2 minggu setelah lebaran dikarenakan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Harga tiket juga mengalami kenaikan hingga lebih dari dua kali lipat dikarenakan adanya kenaikan permintaan yang luar biasa. Berdasarkan pergerakan harga, Tarif angkutan udara saat ini juga semakin berfluktuasi yang terlihat dari besar sumbangan tarif angkutan udara dalam menyumbang inflasi di NTT. Dalam 6 tahun terakhir, tarif angkutan udara setidaknya menyumbang hingga 8-9 bulan sebagai komoditas utama penyumbang inflasi di NTT. Bahkan pada tahun 2015, tarif angkutan udara dalam 12 bulan mampu menjadi penyumbang utama inflasi di NTT dengan dua kali penyumbang deflasi utama dan lima kali penyumbang inflasi utama. Pada tahun 2016, dari 7 bulan yang sudah dilalui, angkutan udara mampu menyumbang 6 kali sebagai komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama. Hal ini menunjukkan fluktuasi kenaikan dan penurunan tarif angkutan udara yang semakin besar dari tahun ke tahun. PT Angkasa Pura sudah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan frekuensi angkutan udara yang terlihat dari penambahan frekuensi yang cukup banyak, penambahan waktu kerja hingga pukul WITA maupun perbaikan kualitas layanan dan kapasitas terminal. Dalam kondisi normal, kapasitas angkut masih memenuhi, namun pada kondisi khusus seperti libur sekolah dan hari raya Idul Fitri dan Natal serta adanya even-even nasional dan Internasional seperti Harganas, HKSN, Natal nasional bersama, Tour De Flores, terlihat bahwa kapasitas angkutan udara tidak memenuhi. Gambar Boks 3.1. Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT Sumber : Wego, traveloka, diolah Kurangnya daya tamping tersebut selain karena tingginya permintaan angkutan udara, Bandara El Tari juga berfungsi sebagai hub penerbangan ke 13 bandara lainnya di NTT selain juga bandara Ngurah Rai Bali. Saat ini terdapat 3 daerah utama tujuan penerbangan ke luar Boks 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya 52

69 NTT yaitu Surabaya, Bali dan Jakarta, serta 1 kali penerbangan ke Makasar. Dari total 37 frekuensi penerbangan yang ada di El Tari Kupang, total kapasitas angkut ke luar NTT hanya sekitar orang per hari. Kondisi ini menjelaskan mengapa pada saat harganas bulan Juli 2016 lalu tiket relatif sulit didapat. Dengan estimasi peserta mencapai 15 ribu orang, maka diperlukan waktu 1 minggu untuk bisa pulang pergi. Tentunya tidak semua menggunakan angkutan udara terlebih peserta yang berasal dari NTT. Rendahnya kapasitas angkut penumpang juga berpotensi adanya permainan harga dengan membooking terlebih dahulu tiket dikarenakan tingginya permintaan. Hal ini memacu harga meningkat lebih cepat. Adanya keterbatasan daya tampung pesawat di Bandara El Tari juga sedang dibenahi berupa peningkatan apron untuk dua buah pesawat maupun peningkatan kapasitas terminal. Namun demikian, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekiranya diperlukan beberapa langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan khusus yang terjadi di NTT. Penambahan frekuensi angkutan udara pada saat tertentu sekiranya dapat menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh organisasi pemuda yang beberapa bulan lalu mengadakan rakornas di Maumere. Berdasarkan pergerakan pesawat di El Tari, terlihat bahwa rata-rata keberangkatan dan kedatangan pesawat masih dalam rentang 10 menit lebih per pergerakan dengan konsentrasi penerbangan pada pagi dan siang hari, sehingga penambahan frekuensi masih memungkinkan. Tinggal menyesuaikan dengan waktu senggang di bandara tujuan. Penggunaan pesawat yang lebih besar sekiranya juga menjadi alternatif seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu maskapai, selain penambahan apron dan terminal yang sedang dikerjakan oleh PT Angkasa Pura 1. Dalam menarik industri penerbangan untuk menambah frekuensi penerbangan salah satunya adalah dengan menggiatkan industri pariwisata di NTT. Dengan peningkatan pariwisata, pertumbuhan generik angkutan udara dapat diakselerasi berkat tingginya jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Boks 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya 53

70

71 STABILITAS KEUANGAN DAERAH Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan II 2016 tetap terjaga didukung oleh kinerja sektor rumah tangga dan UMKM yang relatif kondusif Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,45% (yoy) dan secara agregat memiliki rasio NPL sebesar 0,50%. Meski sempat mengalami perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan tercatat sebesar 19,23% (yoy) dan didukung dengan rasio NPL yang relatif baik yakni sebesar 3,00%. Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang disalurkan di Provinsi NTT, perbankan perlu mencermati peningkatan risiko gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi. Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif. 4.1 Kondisi Umum Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko global dan domestik. Hal tersebut ditopang oleh kondusifitas kinerja sektor rumah tangga dan UMKM. Meskipun, pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama perekonomian menunjukkan tren perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, optimisme rumah tangga terhadap kondisi perekonomian ke depan relatif meningkat. Tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan juga cukup terjaga yang diindikasikan oleh non performing loan yang relatif rendah. Kondisi saat ini dan prospek untuk sektor usaha UMKM masih terpantau relatif baik. Sektor UMKM masih menunjukkan geliat yang positif dan didukung oleh peningkatan kredit dengan risiko gagal bayar yang relatif tetap terjaga. Namun demikian, perlu dicermati tekanan risiko yang dialami oleh sektor korporasi karena terjadi penurunan kredit yang diikuti dengan adanya peningkatan potensi risiko gagal bayar. Sementara itu, industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja yang positif. Meskipun terjadi penurunan posisi aset ditriwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap terjaga dalam interval optimal (78%-92%). Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 54

72 Bank Perkreditan Rakyat yang senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi. 4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB pada triwulan II 2016 mengalami perlambatan pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi RT yang melambat 5,87% (yoy) di triwulan laporan atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy). Namun demikian secara triwulanan, konsumsi RT tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 3,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 4,25% (qtq) Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi RT Terhadap Konsumsi Agregat 5.87% 3.01% I II III IV I II III IV I II III IV I II % 8% 6% 4% 2% 0% -2% -4% -6% -8% RT LNPRT Pemerintah g RT (yoy) g RT (qtq) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 4.2. IKK, IKE, dan IEK Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Perlambatan konsumsi RT dibandingkan tahun lalu, tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, mengalami penurunan. Meski membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini tidak sebaik tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dan pesimisme konsumen terhadap kemudahan mencari pekerjaan. Namun demikian, konsumen optimis terhadap kondisi perekonomian 6 bulan mendatang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Juni 2016 terkonfirmasi bahwa perlambatan konsumsi secara tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya penurunan indeks pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan yang turun dari 193,0 di Juni 2015 menjadi 181,9 di Juni Di samping itu, indeks pengeluaran Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 55

73 untuk biaya perumahan dan energi juga terpantau turun dari 167,8 di Juni 2015 menjadi 150,3 di Juni Penurunan tersebut salah satunya disebabkan karena dampak penurunan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) sejak awal tahun. Penurunan pengeluaran di beberapa kelompok komoditas tampaknya dialihkan untuk pembelian makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang terpantau naik dari 161,5 di Juni 2015 menjadi 178,5 di Juni Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari sebelumnya 1,79 di triwulan I 2016 menjadi 1,66 di triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk menyimpan dananya di perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah Grafik 4.3. Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas I II III IV I II III IV I II Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan dan Energi Grafik 4.4. Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup baik yakni sebesar 1,45. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 1,18 dan 1,41; rumah tangga masih dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga yang menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana cadangan lebih dari 1 bulan pendapatan belum termasuk dana cadangan non tunai. Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi Eksposur Rumah Tangga di Perbankan Terjadi peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 20,54% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 56

74 15,91% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan yakni sebesar 58,34%. Porsi DPK RT mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 60,56%, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 53,56%. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 4.5. Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga I II III IV I II RT/ Perseorangan Sumber: Bank Indonesia, diolah Non RT 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK I II III IV I II RT/ Perseorangan Sumber: Bank Indonesia, diolah Non RT 20.54% -0.74% Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masingmasing dengan porsi sebesar 69,88% dan 25,42% pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan meningkat dibanding triwulan sebelumnya dari 15,79% (yoy) menjadi 21,95% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar 5,39%. Selain itu, deposito juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 13,73% (yoy) menjadi 15,54% (yoy). Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan akibat adanya akselerasi realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 42,81% (yoy) menjadi 28,49% (yoy). Grafik 4.7. Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II 28.49% 21.95% 15.54% Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito Sumber: Bank Indonesia, diolah Sementara itu, kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat masih dalam tren pertumbuhan yakni sebesar 13,45%. Meski Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 57

75 melambat dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami penurunan, pertumbuhan berhasil ditopang oleh tumbuhnya kredit multiguna sebesar 16,24%. Grafik 4.9. Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik Pertumbuhan DPK Rumah Tangga 9, ,000 7, , ,000 4,000 3,000 2,000 1, I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II Rumah Tinggal KKB Multiguna g total g Multiguna g Rumah Tinggal g KKB Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di tahun 2015 belum berhasil mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan di sektor properti maupun kendaraan bermotor. KPR secara keseluruhan mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan laporan yakni sebesar 2,33% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 16,60%. Begitu pula halnya dengan KKB yang justru mengalami tren penurunan pasca diberlakukannya kebijakan pelonggaran FTV. Perlambatan KPR dan penurunan KKB diiringi dengan penurunan rasio NPL yang sampai saat ini masih terjaga di bawah level 1%. Selain itu, secara agregat kredit yang disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni sebesar 0,50% dan lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Namun demikian, NPL harus tetap dicermati mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan. 4.3 Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif. Peningkatan kegiatan usaha diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian dengan SBT sebesar 9,70%, sektor jasa-jasa sebesar 18,54%, serta sektor konstruksi sebesar 5,39%. Namun demikian, prospek kegiatan dunia usaha di triwulan III 2016 diperkirakan akan menurun sebagaimana tercermin dari SBT yang sebesar 9,74%. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 58

76 Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh kegiatan usaha di sektor pertanian yang diprediksi turun di triwulan III seiring belum tibanya musim panen. Grafik Perkembangan Dunia Usaha Grafik Kondisi Keuangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III* SBT Kegiatan Usaha (skala kiri) % PDRB qtq (skala kanan) % I II III IV I II III IV I II III IV I II SBT Kondisi Keuangan % (skala kiri) NPL % (skala kanan) Sumber: Bank Indonesia, 2016 Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung dengan kondisi keuangan yang relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi sebesar 38,10% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 33,80%. Pelaku usaha menganggap bahwa peningkatan kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak positif pada likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal tersebut juga terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha sebesar 3,00% pada triwulan laporan yang turun dari sebelumnya sebesar 3,49% pada triwulan I Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Meski mengalami tren perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan didukung pula oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%. Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 6,93 triliun atau mencapai 31,85% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 19,23% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,00% (yoy). Peningkatan kredit UMKM mengindikasikan adanya geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 59

77 Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Rpmiliar %, yoy 8,000 Modal Kerja Investasi Growth Kredit 60% 7,000 g Modal Kerja g Investasi 50% 6,000 5,000 40% 4,000 30% 19.76% 3,000 20% 19.23% 2,000 1, % 16.65% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah 7.0% 6.0% 5.0% 4.0% 3.0% 2.0% 1.0% 0.0% Grafik NPL UMKM Kredit UMKM Modal Kerja Investasi Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II % 3.00% 3.03% Pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh komponen kredit baik Kredit Investasi (KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK). KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,65% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 12,69% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 11,34% (yoy). Sementara itu, KMK terpantau mengalami pertumbuhan sebesar 19,76% (yoy) dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun 2015 yang masing-masing sebesar 19,18% (yoy) dan 19,48% (yoy). Selain itu berdasarkan jenis usaha, meski kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara keseluruhan berhasil ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing sebesar 26,53% dan 15,09% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20,31% dan 12,83% (yoy). Rpmiliar 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Grafik Pertumbhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha MIKRO MENENGAH g Kecil KECIL g Menengah g Mikro 26.53% 19.25% 15.09% I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah 1,821 2,929 2,185 %, yoy 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh sektor, bahkan beberapa sektor mengalami peningkatan yang cukup signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan penyedia Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 60

78 akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perantara keuangan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang masing-masing mencatatkan penurunan sebesar -21,98% (yoy) dan -21,75% (yoy). Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi 200% Adm Pemerintahan Konstruksi perantara keuangan Perdagangan Industri Pengolahan Pertanian Perikanan 150% 100% 50% 0% -50% 62.67% 41.62% 39.95% 22.76% 8.34% I II III IV I II III IV I II-21.98% % % Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Risiko Kredit UMKM Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami penurunan menjadi 3,00% dari 3,49% pada triwulan sebelumnya dan 3,03% pada periode yang sama tahun Berdasarkan jenis usaha, pada triwulan laporan risiko kredit untuk usaha menengah, kecil, dan mikro mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan NPL terbesar terjadi pada kredit mikro yaitu dari 3,05% pada triwulan II 2015 menjadi 1,78% pada triwulan laporan. Selain itu, rasio NPL gross kredit usaha kecil terpantau turun dari 3,65% pada triwulan II 2015 menjadi 3,09% pada triwulan laporan, serta kredit usaha menengah turun dari 5,11% menjadi 3,88%. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, hampir seluruh sektor mengalami penurunan NPL dengan sektor listrik, gas, dan air yang mengalami penurunan NPL paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 38,98% di triwulan II 2015 menjadi 10,51% di triwulan laporan, namun rasio NPL harus terus dicermati karena masih melebihi 5%. Selain itu, terdapat beberapa sektor lain yang memiliki NPL tinggi, yakni sektor konstruksi (9,48%) dan sektor perantara keuangan (7,59%). Adapun NPL sektor konstruksi didominasi oleh subsektor jalan raya yang mencatatkan rasio sebesar 15,82% di triwulan laporan. Dari sektor listrik, air, dan gas, NPL didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan yang tercatat sebesar 12,19%. Sementara itu dari sektor perantara keuangan, NPL didominasi oleh subsektor perantara keuangan dari koperasi non simpan pinjam yang tercatat sebesar 8,28%. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 61

79 Grafik NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik NPL UMKM 3 Sektor 10.0% MIKRO KECIL MENENGAH Batas 45% Konstruksi Listrik, Gas Dan Air Batas Perantara Keuangan 9.0% 40% 8.0% 35% 7.0% 30% 6.0% 25% 5.0% 3.88% 20% 4.0% 3.0% 3.09% 15% 10% 10.51% 9.48% 2.0% 5% 1.0% 1.78% 0% 7.59% 0.0% -5% I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga. Meskipun demikian, perbankan harus lebih selektif dalam memperhitungkan risiko debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan datang terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%. 4.4 Asesmen Ketahanan Korporasi Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Kredit korporasi menyumbang 6,84% dari keseluruhan penyaluran kredit di provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran kredit korporasi mengalami penurunan di triwulan laporan, namun penurunan tersebut melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Rasio NPL secara industri juga mengalami peningkatan hingga lebih dari 5%. Grafik Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik NPL Kredit Sektor Korporasi Rpmiliar %, yoy 2,000 Modal Kerja Investasi Growth Kredit 50% 1,800 40% 1,600 1,400 30% 1,200 20% 1, % % 0% % % I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% Kredit Modal Kerja Investasi Batas 7.43% 6.07% 3.63% I II III IV I II III IV I II III IV I II Kredit korporasi terdiri atas kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 64,26% atau 957 milyar dan kredit investasi sebesar 35,73% atau 532 milyar. Pada triwulan laporan terjadi penurunan sebesar -4,73% (yoy) atau turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,97% (yoy), namun penurunan sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -7,96% (yoy). Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 62

80 Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir seluruh sektor dengan sektor yang mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perikanan sebesar -87,03% (yoy), dan sektor transportasi pergudangan sebesar - 85,72% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 42,66%, diikuti sektor penyediaan akomodasi sebesar 15,10%, dan sektor konstruksi sebesar 13,54%. Penurunan kredit korporasi pada triwulan laporan disertai dengan terjadinya peningkatan risiko kredit. Rasio NPL pada sektor korporasi naik dari 4,99% di triwulan I 2016 menjadi 6,07% dengan risiko kredit modal kerja yang meningkat menjadi 7,43%. Peningkatan NPL terjadi pada beberapa sektor terutama sektor perdagangan besar dan eceran, sektor listrik air dan gas, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan. Grafik NPL Kredit 2 Sektor Korporasi 120% 100% 80% 60% Listrik, Gas Dan Air Konstruksi Batas Pertambangan dan Penggalian % 40% 20% 0% -20% 23.91% 6.56% I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk sektor korporasi antara lain di sektor konstruksi; pertambangan, serta listrik, gas, dan air. Dari sektor listrik, gas, dan air; NPL terbesar disumbang oleh perusahaan swasta/ perseorangan dari subsektor ketenagalistrikan. Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu, NPL di sektor konstruksi yang cenderung tinggi disebabkan salah satu diantaranya adalah adanya proyek di tahun 2016 yang seharusnya menggunakan anggaran tahun 2015 yang saat ini pembayarannya masih dalam tahap menunggu proses perubahan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 63

81 4.5 Asesmen Perbankan Kinerja Bank Umum Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp.32,32 triliun, mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,53% (yoy) menjadi -1,39% (yoy). Hal ini disebabkan diantaranya adalah karena terdapat penurunan jumlah posisi aset antar kantor sebesar -16,04% (yoy) di triwulan laporan atau terjadi pemindahan aset kantor beberapa cabang bank di NTT ke kantor bank di provinsi lain. Grafik Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 16.87% 13.99% I II III IV I II DPK Sumber: Bank Indonesia, diolah Kredit 14.93% 10.41% 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Grafik Perkembangan LDR 96% 94% 91.19% 92% 90% 87.61% 88% 86% 84% 82% I II III IV I II DPK Kredit LDR Pertumbuhan kredit perbankan cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan DPK tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 16,87% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit naik tipis dari 13,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015 menjadi 14,93% (yoy) pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit tersebut salah satunya menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) naik dari 87,61% menjadi 91,19% pada triwulan laporan. Hal tersebut masih dinilai wajar karena berada pada rentang optimal LDR yakni sebesar 78-92%. Berdasarkan jenis simpanan, perlambatan pertumbuhan DPK terjadi pada giro dan deposito yang masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,22% (yoy) dan 1,04%, dibandingkan 18,44% (yoy) dan 32,17% pada triwulan yang sama tahun Perlambatan pertumbuhan giro dan deposito disumbang oleh sektor non rumah tangga yang mencatatkan penurunan total DPK sebesar -0,74% (yoy). Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 64

82 Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa kredit modal kerja dan kredit investasi di triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 18,16% (yoy) dan 13,71% menjadi 17,46% (yoy) dan 3,39%. Namun demikian, perlambatan tersebut berhasil ditahan oleh relaksasi pertumbuhan kredit konsumsi dari sebelumnya 12,08% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,32% di triwulan laporan. Peningkatan kredit konsumsi salah satunya ditopang oleh kredit multiguna yang tumbuh sebesar 16,24%. Selain itu, pertumbuhan kredit juga mempengaruhi efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO turun dari 67,8% menjadi 67,65%) karena adanya peningkatan pendapatan bunga. Dengan demikian profitabilitas bank yang terpantau melalui ROA juga mengalami kenaikan dari sebelumnya 4,0% menjadi 4,11%. Grafik BOPO dan ROA Bank Umum 72 % BOPO (skala kiri) % ROA (skala kanan) I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 82,38% menjadi 79,83%. Hal ini disebabkan salah satunya karena secara tahunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit. Rasio LDR tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar karena berada pada rentang 78-92% dan ditopang dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih tinggi yakni sebesar 29,69% pada triwulan laporan. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 65

83 Grafik LDR dan CAR BPR Grafik BOPO, ROA, NPL BPR I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II % BOPO (skala kiri) % ROA (skala kanan) % LDR (skala kiri) % CAR (skala kanan) % NPL (skala kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Namun demikian, rasio NPL perlu mendapatkan perhatian karena sejak tahun 2015 berada pada posisi di atas batas NPL yang aman. Pada triwulan laporan rasio NPL sebesar 6,2% dan menyentuh angka tertinggi selama 3 tahun terakhir. Dengan demikian, ke depan BPR perlu lebih berhati-hati dalam memperhitungkan risiko calon debitur yang akan melakukan peminjaman dana. Peningkatan NPL ditengarai juga berdampak pada efisiensi BPR di triwulan laporan yang secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO meningkat dari 81,31% menjadi 82,42%). Hal tersebut berdampak pula pada penurunan rasio profitabilitas BPR secara industri yang tercermin dari turunnya ROA menjadi 2,61% dari sebelumnya sebesar 2,86%. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 66

84

85 Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14 Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan Keuangan Digital (LKD) 5.1. KONDISI UMUM Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan II 2016 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.945,77 miliar atau tumbuh 117,86% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama disebabkan oleh momentum perayaan bulan puasa dan Idul Fitri serta momen tahun ajaran baru 2016 yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan. Sementara itu, uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini sebanyak 89 lembar, meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan kesadaran perbankan tentang uang palsu, serta aktifnya sosialisasi ciri-ciri uang rupiah dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT kepada masyarakat. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu mengungkapkan kasus uang palsu tersebut. Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada transaksi pembayaran tunai, namun peningkatan yang signifikan juga terjadi pada transaksi pembayaran secara non tunai. Penggunaan transaksi pembayaran melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan masing-masing sebesar 86,02% (yoy) dan 261,82% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat transfer dana Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 67

86 tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya peraturan transfer dana yang baru tentang batasan nominal transaksi penggunaan fasilitas BI-RTGS maupun SKNBI. Hal ini mengakibatkan kegiatan transfer dana menggunakan SKNBI mengalami peningkatan signifikan. Sebaliknya, kegiatan BI-RTGS justru mengalami penurunan cukup besar. Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring 500,00% Volume Kliring Nominal Cek/BG Kosong Nominal Kliring Volume Cek/BG Kosong 80,00% 400,00% Y-o-Y 60,00% 300,00% 40,00% 200,00% 20,00% 100,00% 0,00% 0,00% -20,00% -100,00% -40,00% Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.2. Transaksi Pembayaran Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL) Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) Pada triwulan II 2016 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow atau uang yang beredar sebesar 81,78% (yoy) atau mencapai Rp.1.683,68 miliar, lebih tinggi dari triwulan I 2016 yang justru turun sebesar 6,14% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, aliran inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan, dari Rp miliar pada triwulan I 2016, menjadi Rp.737,91 miliar. Tingginya uang yang diedarkan (outflow) dibanding uang yang ditarik (inflow) ini menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat mengalami peningkatan hingga sebesar Rp.945,77 miliar, meningkat 117,86% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi di Provinsi NTT terlebih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan investasi (realisasi proyek). Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 68

87 Tw1-12 Tw2-12 Tw3-12 Tw4-12 Tw1-13 Tw2-13 Tw3-13 Tw4-13 Tw1-14 Tw2-14 Tw3-14 Tw4-14 Tw1-15 Tw2-15 Tw3-15 Tw4-15 Tw1-16 Tw2-16 Uang beredar di masyarakat maupun perbankan hingga triwulan II 2016 sejak tiga tahun terakhir ini terjadi ekspansi sebesar 4,06 triliun rupiah. Hal ini dilihat dari uang yang masuk (inflow) dan uang yang keluar (outflow) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Sejak tahun 2013 jumlah uang yang beredar terus mengalami peningkatan, walupun pada tahun 2014 sempat melambat namun kembali meningkat di tahun 2015 dan Selain itu hal ini juga menggambarkan perkembangan ekonomi yang meningkat pada tahun 2015 dan Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE 3.000, , , , ,00 500,00 0,00-500, , , ,00 Inflow (Rp. Miliar) UTLE Outflow (Rp. Miliar) Net Outflow Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) 3.000,00 160,00% 2.500, ,00 80,00% 1.500, ,00 0,00% 500,00 0,00-80,00% Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga triwulan II 2016 mencapai Rp.517,72 miliar atau meningkat 87,21% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada triwulan II 2016 yaitu sebesar 1,06% semakin meningkat bila dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Peningkatan ini sebagai wujud komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang layak edar dimasyarakat, sehingga uang tidak layak edar (UTLE) atau yang dimusnahkan dari peredaran semakin meningkat. Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga melakukan kegiatan dropling. Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil survei ULE yang telah dilakukan. Pada prakteknya, program dropling akan menyasar pada 3 pelaku ekonomi yang akan dilakukan penukaran UTLE yaitu pasar, pedagang besar dan perbankan. Dalam pelaksanaannya, program dropling juga dibarengkan dengan sosialisasi CIKUR agar dapat menekan peredaran uang palsu di daerah. Sementara itu, jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp.556,95 miliar, atau melambat 33,06% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 69

88 Rp.716,63 miliar atau tumbuh 50,22% (yoy). Hal ini diperkirakan karena tingginya setoran UTLE pada triwulan I 2016, sehingga pada triwulan II 2016 UTLE yang disetor tidak terlalu banyak. Selain itu, UTLE yang beredar juga mulai berkurang karena banyaknya ULE pada triwulan IV 2015 dan triwulan II Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT Periode TW TW Kota/Kab Indikator *) Sumba Timor Flores Jumlah Sumba Timor Flores Jumlah Kas Keliling Kas Titipan Total *) Frekuensi Sumber : KPw BI Provinsi NTT diolah Untuk mendukung kelancaran pengedaran uang serta ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) di daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT bekerjasama dengan perbankan di daerah membuka 3 wilayah Kas Titipan, yaitu di Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Belu. Kegiatan-kegiatan dalam rangka kas titipan yang dilakukan diantaranya melakukan droping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan dimana untuk tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan sebanyak 13 kali droping. Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT secara rutin melakukan Kas Keliling dalam kota dan luar kota, dimana sampai dengan Juli 2016 telah dilaksanakan sebanyak 57 kali dan 56% merupakan kas keliling luar kota. Kegiatan kas keliling khususnya luar kota sangat penting untuk menjaga ketersediaan uang di daerah terlebih Provinsi NTT merupakan provinsi dengan daerah yang luas dan terdiri dari banyak pulau Perkembangan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan II 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu meningkat dari 25 lembar menjadi 89 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan II 2016 umumnya uang kertas pecahan Rp ,- dan Rp ,-. Peningkatan uang palsu yang ditemukan menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 70

89 Tw1-12 Tw2-12 Tw3-12 Tw4-12 Tw1-13 Tw2-13 Tw3-13 Tw4-13 Tw1-14 Tw2-14 Tw3-14 Tw4-14 Tw1-15 Tw2-15 Tw3-15 Tw4-15 Tw1-16 Tw2-16 Grafik 5.5. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di Povinsi NTT 3.000, , , , ,00 500,00 0, % 1800% 1600% 1400% 1200% 1000% 800% 600% 400% 200% 0% -200% UPAL Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus mengupayakan untuk mencegah beredarnya uang palsu di Provinsi NTT. Upaya yang telah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT untuk mencegah uang palsu adalah dengan cara melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun aparat. Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi sebanyak lima kali, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Ngada, dan Kabupaten Manggarai Timur Transaksi Pembayaran Non Tunai Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2016 dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan yang signifikan. Dari sisi volume mengalami peningkatan sebesar 86,02% (yoy) atau mencapai transaksi, sedangkan berdasarkan nominal mengalami peningkatan sebesar 261,82% (yoy) atau sebesar 3,36 triliun. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat pembayaran transfer dana tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya BI-RTGS Gen 2. Sejak tanggal 16 November 2015 sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana antar bank peserta sistem BI- RTGS minimal Rp.500 juta per instruksi setelmen dana. Sementara itu, untuk nilai nominal transfer dana melalui SKNBI tidak dibatasi. Pada tanggal 1 Juli 2016, minimal nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS turun menjadi Rp.100 juta per instruksi setelmen dana. Sementara itu, maksimal nilai nominal transfer dana menggunakan SKNBI dibatasi maksimal Rp. 500 juta per transaksi. Tingginya peningkatan transaksi kliring juga disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang juga dikuatkan oleh indikator sistem pembayaran tunai. Selain itu, Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 71

90 pertumbuhan SKNBI di provinsi NTT juga masih berada jauh di atas pertumbuhan SKNBI secara Nasional Perkembangan Layanan Keuangan Digital Branchless banking atau yang dikenal dengan Layanan keuangan digital merupakan kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tanpa melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat unbanked dan underbanked. Dikarenakan perbankan tidak dapat melakukan sendiri secara efisien, dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain, yaitu terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD). Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT mengalami perlambatan, namun dari sisi penggunaan tranksaksi LKD oleh masyarakat mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan II 2016, jumlah agen LKD tumbuh 6,43% (qtq), sedikit melambat dibanding triwulan I 2016 yang mencapai 10,75% (qtq). Namun demikian, pertumbuhan jumlah transaksi menggunakan LKD meningkat 142% (qtq) atau sebanyak transaksi. Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mulai menerima dan menggunakan transaksi digital dalam aktivitas mereka. Berdasarkan data transaksi terlihat bahwa rata-rata jumlah transaksi agen LKD di Provinsi NTT yang berjumlah agen mencapai 8 transaksi per hari untuk tiap agennya, meningkat dibandingkan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 4 transaksi per agen per hari. Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah diantaranya adalah : a. Melakukan MoU antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi daerah terkait pembayaran gaji (elektronifikasi). b. Melakukan sosialisasi LKD kepada pemerintah daerah dan universitas serta pengusaha. c. Melakukan kerjasama antara perbankan dan universitas untuk pembayaran beasiswa kepada mahasiswa. Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 72

91 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan. Penurunan penduduk miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) namun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain. Indeks ketenagakerjaan mengalami peningkatanbaik pada triwulan II maupun proyeksi triwulan III Kondisi Umum Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 1.149,92 ribu orang atau menurun sebesar orang dibandingkan bulan September 2015 yang sebesar 1.160,53 ribu orang. Hal ini didukung oleh membaiknya kondisi perekonomian yang didorong peningkatan investasi serta daya beli masyarakat. Di sisi lain, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT pada tahun 2015 mencapai 62,67. IPM NTT cenderung meningkat apabila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 62,26. Namun, apabila dibandingkan Provinsi lain di Indonesia, Provinsi NTT hanya berada pada peringkat ke-32 di atas Provinsi Papua Barat (61,73) dan Provinsi Papua (57,25). Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT mengalami sedikit peningkatan. APS untuk kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2015 mencapai 98,1% meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar 98%, sementara kelompok umur tahun mencapai 94,4%, sedangkan untuk kelompok tahun mencapai 74,3% Perkembangan Tingkat Kemiskinan Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin nasional. Persentase penduduk miskin NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 22,19% dan berada di atas angka nasional yang sebesar 10,86%. Jumlah penduduk miskin untuk tataran nasional mencapai 28,01 juta orang dengan Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73 73

92 jumlah terbanyak masih berada di pedesaan (17,67 juta orang). Provinsi yang memiliki presentasi penduduk miskin paling sedikit adalah Provinsi Bangka Belitung (5,22%), Kalimantan Utara (6,23%) dan Kalimantan Timur (6,11%). Sementara itu Provinsi NTT masih berada di peringkat ke-3 terbawah, di atas Papua Barat (25,43%) dan Papua (28,54%). Grafik 6.1 Perbandingan Persentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin Tertinggi Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di perkotaan menunjukkan peningkatan sebesar 15,4% dari 97,06 ribu (Sept 2015) menjadi 112,02 ribu (Maret 2016). Peningkatan ini salah satunya ditengarai terjadi karena migrasi masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dan disertai dengan ketersediaan lapangan kerja yang masih terbatas di perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di kawasan pedesaan mengalami penurunan sebesar 2,4% dari 1.063,47 ribu (Sept 2015) menjadi 1.037,9 ribu (Maret 2016). Penurunan diperkirakan didorong pula oleh panen produksi perkebunan di pedesaan. Grafik 6.3. Persentase Penduduk Miskin di NTT Sumber : BPS, diolah Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas mendorong peningkatan garis kemiskinan di Provinsi NTT sebesar 5,12% dari Rp ,-/kapita (Sept 2015) menjadi Rp ,-/kapita (Maret 2016). Peningkatan tertinggi terjadi pada komoditas bukan makanan sebesar 7,47% dengan komponen terbesar adalah biaya perumahan. Peningkatan harga kontrak rumah juga menjadi salah satu 74 Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 74

93 penyumbang inflasi tertinggi di bulan Maret. Dari sisi peringkat, nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di peringkat ke-8 terendah di atas Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan Sulawesi Barat. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di NTT. Grafik 6.4. Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 6.5. Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2016 tercatat sebesar 4,69, sedikit meningkat dibandingkan September 2015 (4,62) yang mengindikasikan melebarnya ratarata pengeluaran penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dari garis kemiskinan. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P 2 ) tercatat menurun dari 1,44 (Sept 2015) menjadi 1,30 (Maret 2016) yang mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di NTT. Grafik 6.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.7. Indeks Keparahan Kemiskinan Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 6.3. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) Berdasarkan perhitungan IPM terbaru tahun 2015, Provinsi NTT memiliki angka IPM 62,67 dan berada di peringkat ke-32 dari 34 Provinsi. Sementara itu berdasarkan perhitungan dari setiap indikator pembentuk IPM terlihat bahwa komponen Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) Provinsi NTT sebesar Rp ,- (peringkat ke-33 Nasional), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS): 6,93 tahun (ke-32), serta Angka Harapan Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 75 75

94 Hidup (AHH): 65,96 tahun (ke-29) merupakan komponen yang tergolong rendah di tingkat nasional. Sementara itu, komponen Harapan Lama Sekolah (HLS): 12,84 tahun tergolong cukup baik karena berada pada peringkat ke-12 nasional. Berdasarkan penilaian komponen tersebut, diperlukan adanya pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu, diperlukan pula perbaikan terhadap masalah infrastruktur kesehatan dan sanitasi guna mendorong peningkatan AHH. Apabila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, angka IPM tertinggi di Provinsi NTT ada pada Kota Kupang (77,95) sementara yang terendah adalah Kab. Sabu Raijua (53,28). Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya kota Kupang yang memiliki IPM >70, sementara 2 Kabupaten pada rentang 65-70, 10 Kabupaten 60-65, serta 9 Kabupaten 60. Dari sisi indikator pembentuk IPM, indikator Angka Harapan Hidup (68,34), Harapan Lama Sekolah (15,75), Rata-Rata Lama Sekolah (11,43) dan Pengeluaran Rill Per Kapita (Rp 12,88 juta) Kota Kupang menjadi yang tertinggi di NTT. Sementara itu, Kab. Sabu Raijua memiliki Angka Harapan Hidup Terendah (58,38) dan Pendapatan Rill Per Kapita (Rp 4,78 juta) terendah, Kab. Manggarai Timur: Angka Harapan Lama Sekolah terendah (10,3), serta Kab. Sumba Tengah: Rata-Rata Lama Sekolah terendah (5,12). Grafik 6.8. IPM Provinsi di Indonesia (2015) Gambar 6.1. IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015) Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 6.4. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka yang cukup tinggi pada tahun Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun mencapai 98,13%, usia tahun (94,39%) dan usia tahun (74,25%). Namun, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 76 76

95 tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) masih menunjukkan proporsi yang cukup rendah untuk tingkat >SMP. Tercatat partisipasi sekolah untuk tingkat SMP hanya sebesar 66,32 sementara untuk tingkat SMA (52,51). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat SD yang tercatat sudah cukup baik sebesar 94,95%. Masih rendahnya angka APS dan APM tersebut menunjukkan bahwa kesadaran penduduk NTT untuk menempuh pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya masih tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena kecenderungan pemuda untuk bekerja terlebih dahulu, terutama di sektor pertanian, selain kemampuan ekonomi keluarga yang tidak mencukupi. Namun, kesadaran tersebut mulai muncul seiring adanya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri seiring perkembangan umur. Grafik 6.9. Angka Partisipasi Sekolah Grafik Angka Partisipasi Murni Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 6.5. Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,95%) dan diikuti oleh industri makanan (28,09%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industri barang galian bukan logam juga diikuti oleh tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 29,81 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan II-2016 terjadi penurunan pada industri barang galian bukan logam, furnitur dan industri minuman, sementara industri makanan mengalami peningkatan. Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 77 77

96 Grafik Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar Grafik Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 6.6. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada triwulan II Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan tenaga kerja di Provinsi NTT, terutama pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, untuk periode triwulan III 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan kembali meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja yang diperkirakan terutama berada pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Grafik Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Sumber : Bank Indonesia, diolah Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 78 78

97 - Pada tanggal Juli 2016, Kota Kupang menjadi tuan rumah hari keluarga nasional (Harganas) ke-23. Acara puncak yang diikuti secara langsung oleh presiden ini dihadiri oleh sekitar ribu orang, dan menjadi salah satu acara terbesar nasional di NTT dalam satu tahun terakhir, bersama dengan hari kesetiakawanan sosial nasional (HKSN) dan natal nasional bersama di akhir tahun Untuk mengantisipasi banyaknya peserta yang datang, panitia sudah mempersiapkan segala informasi terkait akomodasi selama di Kupang, meliputi peta Kota Kupang, Lokasi Kegiatan, jadwal penerbangan, hotel dan penginapan, info pariwisata, kuliner, souvenir, jadwal acara, rental kendaraan hingga peta dan jadwal kegiatan selama acara berlangsung. Pelaksanaan acara tersebut juga patut diapresiasi karena walaupun mendatangkan sekian banyak peserta dari berbagai macam daerah, inflasi Kota Kupang relatif cukup terkendali bahkan tercatat deflasi 0,35% (mtm) dan menjadi satu dari dua provinsi di Indonesia yang bisa mencapai deflasi pada bulan Juli Hal ini jauh berbeda dengan kondisi perayaan HKSN dan natal bersama yang berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga 2,67% (mtm) di bulan Desember 2016 karena adanya kekurangan pasokan pada komoditas bahan makanan seperti daging ayam, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Pelaksanaan Harganas saat ini juga didukung oleh kondisi cuaca yang cukup bersahabat sehingga tidak terdapat permasalahan berarti dengan kondisi pasokan bahan makanan. Permasalahan yang cukup berarti hanya didapatkan pada kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan kamar yang dirasa kurang mencukupi. Gambar Boks 4.1. Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kota Kupang Gambar Boks 4.2. Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah Berdasarkan perhitungan, total kapasitas angkut pesawat dari bandara El Tari Kupang ke Surabaya, Jakarta dan Denpasar sekitar orang per hari, sehingga untuk mengangkut peserta masuk dan keluar Kota Kupang dibutuhkan beberapa hari hingga semua peserta dapat kembali ke daerah masing-masing. Berdasarkan hasil pencarian, tiket pesawat sudah habis seminggu sebelum dan setelah acara sehingga menyulitkan peserta yang akan mengikuti dan kembali ke daerah asal. Total kamar yang tersedia di Kota Kupang untuk hotel dan homestay lebih kurang hanya sebanyak kamar sehingga banyak peserta yang harus mencari tempat kos atau menumpang rumah warga untuk dapat mengikuti acara. Total rumah makan yang ada dirasa sudah mencukupi dengan rasio per rumah makan melayani 20 pembeli per hari. Armada taksi juga relatif memadai dengan 60 taksi argo, 79 jasa rental mobil yang masing-masing Boks 4. Hari Keluarga Nasional ke-23 di NTT 79

98 memiliki beberapa buah mobil belum termasuk taksi bandara yang armadanya juga mencapai puluhan. Adanya kekurangan angkutan udara tersebut sekiranya dapat diberlakukan kebijakan khusus untuk NTT terlebih terkait penambahan frekuensi pesawat. Terbatasnya armada pesawat yang melayani penerbangan ke Kupang tersebut menyebabkan angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama di bulan Juli Adanya penambahan angkutan udara diharapkan dapat menekan potensi inflasi yang terjadi. Kekurangan penginapan sebenarnya sudah dapat diatasi oleh peserta dan panitia yang membantu mencarikan kos ke rumah warga. Penekanan perbaikan ke depan lebih kepada prioritas penggunaan hotel untuk tamu prioritas seperti kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diundang. Secara keseluruhan, acara berhasil diselenggarakan dengan baik dan dengan tetap menjaga kecukupan pasokan bahan pangan yang ada, sehingga inflasi dapat terkendali. Semoga pelaksanaan acara tersebut dapat menjadi contoh pelaksanaan acara serupa ke depannya. Boks 4. Hari Keluarga Nasional ke-23 di NTT 80

99 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih sesuai proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-iv diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi. Dari sisi inflasi, adanya pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di Provinsi NTT menyebabkan proyeksi inflasi NTT pada akhir tahun diperkirakan berada pada rentang 3,5-4,0% (yoy). 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan pada rentang 5,2-5,6% (yoy) yang disebabkan oleh dorongan sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan peningkatan realisasi belanja di akhir tahun serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring dorongan belanja masyarakat memasuki momen libur keagamaan di akhir tahun. Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016 Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 81

100 7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan terjadi terutama disebabkan oleh peningkatan realisasi belanja pemerintah di banding tahun sebelumnya. Dana desa diharapkan juga dapat terealisasi cukup besar dari total anggaran yang mencapai Rp 1,85 triliun. Selain itu, adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil dan peningkatan produksi komoditas pertanian dan perkebunan diharapkan dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Dorongan juga berasal dari berbagai kegiatan proyek-proyek seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot) serta berbagai kegiatan proyek lainnya, seperti pengembangan irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara dan berbagai sarana perhubungan (dermaga dan bandara) dan juga dorongan dari investasi swasta di berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan industri pengolahan. Grafik 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah Pertumbuhan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan meningkat yang terindikasi dari Survei Konsumen. Peningkatan terlihat dari berbagai indikator indeks, diantaranya Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan yang akan datang yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi kenaikan belanja rumah tangga masyarakat pada akhir tahun Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan-iv. Peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari tingginya realisasi investasi pemerintah. Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 82

101 Dengan realisasi investasi yang masih 13,9%, penyerapan investasi diperkirakan akan kembali meningkat signifikan di triwulan IV Grafik 7.3. Survei Konsumen Sumber :Bank Indonesia, diolah Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan juga akan meningkat. Peningkatan impor antar daerah disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dari daerah lain, terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan perayaan natal serta kebutuhan pembangunan proyek di akhir tahun. Sementara itu, ekspor ke luar NTT juga diperkirakan meningkat karena pengiriman kendaraan, suku cadang dan semen ke Timor Leste dan ekspor komoditas perikanan terutama ikan tongkol/tuna Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-iv 2016 diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan pada sektor pertanian terutama berasal dari tibanya masa panen holtikultura, padi dan perkebunan rakyat. Adanya perbaikan sarana irigasi di berbagai tempat diharapkan dapat menunjang peningkatan produksi pertanian di NTT. La Nina yang terjadi juga memungkinkan bagi petani untuk melakukan penanaman di luar musim. Sementara itu, adanya kapal ternak dapat pula menunjang stabilnya pengiriman ternak dari NTT. Di sisi lain, karena faktor musiman, sektor perikanan diperkirakan akan melambat karena cuaca dan gelombang yang kurang baik di akhir tahun. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan pada triwulan-iv lebih disebabkan oleh adanya program penghematan belanja karena potensi tidak terealisasinya target pajak. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah yang terealisasi lebih cepat juga membuat realisasi di triwulan IV tidak setinggi tahun Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 83

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Mei KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pulau Padar, Taman Nasional Komodo Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores Februari 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR pegunungan flores Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko 0I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tari Caci - Manggarai Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl.

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN 2015 Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2016 Foto Cover : Joni Trisongko Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015 FOTO : DANAU KELIMUTU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali gan a Pul Februari 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI FebruarI 2017 Untuk informasi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci