KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei

2 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Misi Bank Indonesia 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai-Nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu (1) Trust and Integrity (2) Professionalism (3) Excellence (4) Public Interest (5) Coordination and Teamwork. 2 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

3 Daftar Isi Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia... 2 Daftar Isi... 3 Daftar Tabel... 6 Daftar Grafik... 7 Kata Pengantar Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung Ringkasan Eksekutif PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ANALISIS PDRB SISI PERMINTAAN Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor ANALISIS PDRB SISI PENAWARAN Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Transportasi dan Pergudangan Sektor Lainnya KEUANGAN PEMERINTAH APBD PROVINSI LAMPUNG Anggaran Pendapatan Provinsi Lampung Realisasi Pendapatan Provinsi Lampung Anggaran Belanja Provinsi Lampung Realisasi Belanja Provinsi Lampung BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG PENERIMAAN & BELANJA NEGARA DI PROVINSI LAMPUNG Penerimaan Belanja PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH INFLASI UMUM PROVINSI LAMPUNG

4 Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan DISAGREGASI INFLASI Non Fundamental Fundamental / Inti Ekspektasi Inflasi Pengendalian Inflasi INFLASI KOTA-KOTA DI PROVINSI LAMPUNG Inflasi Kota Bandar Lampung Inflasi Kota Metro INFLASI KOTA-KOTA DI SUMATERA ARAH PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN & UMKM ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga ASESMEN SEKTOR KORPORASI Kinerja Korporasi Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Bank Syariah PERKEMBANGAN KREDIT UMKM PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PEMANTAUAN TRANSAKSI SISTEM PEMBAYARAN TUNAI Perkembangan Aliran Uang Kartal Penyediaan Uang Layak Edar Perkembangan Temuan Uang Palsu PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Transaksi RTGS Perkembangan Transaksi Kliring PENGEMBANGAN ELEKTRONIFIKASI DAN AKSES KEUANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

5 6.1. KETENAGAKERJAAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH

6 Daftar Tabel Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Sisi Permintaan Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung - Sisi Penawaran (% yoy) Tabel 1.3 Realisasi Produksi Tanaman Pangan Tabel 1.4 Realisasi Luas Panen Tanaman Pangan Tabel 1.5 Jumlah Penumpang dan Barang Melalui Angkutan Kereta Api Tabel 2.1 Struktur APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.2 Struktur Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.4 Struktur Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.5 Realisasi Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.6 Laporan Arus Kas Masuk di Provinsi Lampung Tabel 2.7 Laporan Arus Kas Keluar di Provinsi Lampung Tabel 3.1 Lima Komoditas yang Mengalami Inflasi & Deflasi Tertinggi pada Jan Tabel 3.2 Lima Komoditas yang Mengalami Inflasi & Deflasi Tertinggi pada Mar Tabel 3.3 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang & Jasa (% mtm) Tabel 3.4 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) Tabel 4.1 Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Lampung Tabel 4.2 Indikator Kinerja Bank Syariah Provinsi Lampung Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Lampung Tabel 6.1 Dekomposisi Penduduk Usia Kerja dan Tabel 6.2 Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Lampung Tabel 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Harga Komoditas, Volume Perdagangan Dunia, dan Harga Konsumen Tabel 7.2 Sasaran Produksi Tanaman Pangan Tahun KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

7 Daftar Grafik Grafik 1.2 PDRB Provinsi Lampung (qtq) Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung dan Nasional (% yoy) Grafik 1.3 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Grafik 1.4 Komponen ITK Grafik 1.5 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Grafik 1.6 Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.7 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8 Kredit Konsumsi Grafik 1.9 Volume Impor Barang Konsumsi Grafik 1.10 Pangsa Komoditas Impor Barang Konsumsi Grafik 1.11 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.12 Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang Grafik 1.13 Realisasi Giro Pemerintah di BPD Secara Triwulanan Grafik 1.14 Perkembangan Giro Pemerintah di BPD Secara Bulanan Grafik 1.15 Porsi Investasi Bangunan dan Non Bangunan Grafik 1.16 Perkembangan Investasi Bangunan dan Non Bangunan Grafik 1.17 Porsi Pangsa Investasi PMA Tw I Grafik 1.18 Realisasi Investasi PMDN Tw I Grafik 1.19 Volume Impor Barang Modal Grafik 1.20 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Grafik 1.21 Pangsa Kelompok Komoditas Ekspor Utama Non Migas Grafik 1.22 Negara Eksportir Utama Grafik 1.23 Perkembangan Impor Luar Negeri Grafik 1.24 Pangsa Kelompok Komoditas Impor Utama Non Migas Grafik 1.25 Negara Importir Utama Grafik 1.26 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Lampung (USD) Grafik 1.27 Perkembangan Harga Kopi Internasional Grafik 1.28 Perkembangan Harga Karet Internasional Grafik 1.29 Perkembangan Harga Batu Bara Internasional Grafik 1.30 Perkembangan Impor Luar Negeri Lampung (USD) Grafik 1.31 Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Triwulan I Grafik 1.32 Pangsa PDRB Lapangan Usaha Grafik 1.33 Kredit Sektor Pertanian Grafik 1.34 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Pertanian Grafik 1.35 Nilai Impor Bahan Baku Lampung Grafik 1.36 Kapasitas Industri Terpakai Grafik 1.37 Penjualan Listrik Industri Grafik 1.38 Kredit Sektor Industri Grafik 1.39 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.40 Volume Penjualan Mobil Grafik 1.41 Volume Penjualan Motor Grafik 1.42 Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.43 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Sektor Perdagangan

8 Grafik 1.16 Kredit Sektor Konstruksi Grafik 1.45 Penjualan Semen Grafik 1.46 Pembangunan Properti Grafik 1.47 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Sektor Konstruksi Grafik 1.48 Perkiraan Pembangunan Properti Triwulan II Grafik 1.49 Ekspor Batu Bara Grafik 1.50 Kredit Sektor Pertambangan Grafik 1.51 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Pertambangan Grafik 1.52 Bongkar Muat di Pelabuhan Grafik 1.53 Bongkar Muat di Bandara Grafik 1.26 Jumlah Penumpang Angkutan Udara Grafik 1.27 Kredit Sektor Transportasi dan Pergudangan Grafik 1.28 Jumlah Pelanggan Terhadap Konsumsi Listrik Grafik 1.29 Total Penjualan Listrik Grafik 1.30 Total Penjualan PDAM Grafik 1.31 Jumlah Pelanggan PDAM Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Lampung Grafik 2.2 Perkembangan Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Grafik 2.3 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Lampung Grafik 2.4 Pangsa Anggaran Belanja Kabupaten/Kota Grafik 2.5 Realisasi Anggaran Belanja 2017 per Kabupaten/Kota Grafik 2.6 Struktur Belanja APBD Kabupaten/Kota Grafik 3.1 Inflasi Bulanan Lampung & Nasional Grafik 3.2 Sumbangan Inflasi Bulanan Jan Grafik 3.3 Sumbangan Inflasi Bulanan Feb Grafik 3.4 Sumbangan Inflasi Bulanan Mar Grafik 3.5 Inflasi Tahunan Provinsi Lampung & Nasional Grafik 3.6 Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Volatile Food Grafik 3.8 Perkembangan Harga Beras Grafik 3.9 Perkembangan Harga Bumbu-Bumbuan Grafik 3.10 Perkembangan Harga Sayur-Sayuran Grafik 3.11 Perkembangan Harga Daging & Telur Grafik 3.12 Perkembangan Inflasi Administered Prices Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Grafik 3.14 Perkembangan Harga BBM Rumah Tangga Grafik 3.16 Perkembangan Harga Rokok Grafik 3.15 Perkembangan Tarif Angkutan Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Inti (Core) Grafik 3.19 Perkembangan Nilai Tukar IDR/USD Grafik 3.18 Perkembangan Harga Minyak Dunia & ICP Grafik 3.20 Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang & Jasa 3 Bulan Kedepan Grafik 3.21 Inflasi Bulanan Kota Bandar Lampung Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Kota Bandar Lampung Grafik 3.23 Inflasi Bulanan Kota Metro Grafik 3.24 Inflasi Tahunan Kota Metro Grafik 3.25 Inflasi Kota-Kota di Sumatera Triwulan I Grafik 3.27 Realisasi Inflasi April Provinsi Lampung KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

9 Grafik 3.26 Realisasi Inflasi vs Nilai Historis Inflasi Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.3 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 4.4 Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 4.5 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 4.6 Komposisi DPK Provinsi Lampung Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Provinsi Lampung Grafik 4.8 Komposisi DPK Perseorangan Grafik 4.9 Pertumbuhan DPK Perseorangan Grafik 4.10 Komposisi Kredit Perseorangan Grafik 4.11 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Provinsi Lampung Grafik 4.12 Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.13 Komposisi Penggunaan Kredit Konsumsi Grafik 4.14 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.15 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.16 Perkembangan UMP Provinsi Lampung Grafik 4.17 Kredit Korporasi di Provinsi Lampung Grafik 4.18 Komposisi Penyaluran Kredit Korporasi Grafik 4.19 Kredit Bank Umum Pada Sektor Utama di Provinsi Lampung Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan di Provinsi Lampung Grafik 4.21 Penyaluran Kredit Bank Umum Di Provinsi Lampung Grafik 4.22 NPL Bank Umum di Provinsi Lampung Grafik 4.23 Penghimpunan dan Pertumbuhan DPK Bank Umum di Provinsi Lampung Grafik 4.24 Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan Bank Umum di Provinsi Lampung Grafik 4.25 Loan to Deposit Ratio (LDR) Grafik 4.26 Pertumbuhan Aset BPR di Provinsi Lampung Grafik 4.27 Penyaluran Kredit BPR Grafik 4.28 Pertumbuhan Kredit BPR berdasarkan Grafik 4.29 Penyaluran Kredit BPR berdasarkan Grafik 4.30 Penyaluran Kredit BPR Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit BPR berdasarkan Grafik 4.32 Perkembangan LDR dan NPL BPR Grafik 4.33 Fungsi Intermediasi Bank Syariah Grafik 4.34 Pembiayaan Bank Syariah Grafik 4.35 Penghimpunan Dana Bank Syariah Grafik 4.36 Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah Grafik 4.37 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.38 Pangsa Kredit UMK Grafik 4.39 NPL Kredit UMKM Grafik 5.1 Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2 Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.3 Perkembangan Triwulanan Kegiatan Perkasan Provinsi Lampung Grafik 5.4 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh Grafik 5.5 Penukaran Uang Melalui BI Grafik 5.6 Perkembangan Uang Palsu Grafik 5.7 Temuan Uang Palsu

10 Grafik 5.8 Nilai Transaksi RTGS Grafik 5.9 Volume Transaksi RTGS Grafik 5.10 Perkembangan Rata-Rata Jumlah Perputaran Kliring Harian di Lampung Grafik 6.1 Share Tenaga Kerja Grafik 6.2 Pertumbuhan Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Grafik 6.3 Porsi Penduduk Bekerja Grafik 6.4 TPAK menurut Tingkat Pendidikan Grafik 6.5 NTP Provinsi Lampung dan Komponen Penyusunnya Grafik 6.6 NTP per Sub Sektor Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Sub Sektor Grafik 6.8 Indeks yang Dibayarkan Sub Sektor Grafik 6.9 NTP Maret 2017 Provinsi di Sumatera Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Lampung (yoy) Grafik 7.2 Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang Grafik 7.3 Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Lampung KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

11 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Lampung Periode Mei 2017 akhirnya dapat diselesaikan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 bahwa Bank Indonesia memiliki tujuan yang difokuskan pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia secara periodik melakukan asesmen terhadap perkembangan ekonomi di daerah, sumber-sumber tekanan inflasi, risiko dan prospeknya serta rekomendasi kebijakan yang perlu ditempuh Pemerintah Daerah. Seiring dengan penerapan otonomi daerah sejak 1999, asesmen ekonomi regional semakin berperan dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya untuk menstabilkan harga. Perhatian terhadap perkembangan ekonomi daerah semakin kuat di era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dicerminkan oleh realisasi anggaran desa yang meningkat cukup signifikan dalam 3 tahun terakhir. Perkembangan ini merupakan sesuatu yang diharapkan banyak pihak bahwa aktivitas ekonomi tidak lagi terpusat pada suatu daerah tertentu, melainkan tersebar di berbagai daerah, sehingga disparitas antar daerah semakin mengecil. Terkait dengan hal tersebut di atas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung melakukan kajian serta memberikan asesmen terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan regional Lampung secara menyeluruh dan dituangkan dalam publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Lampung. Diskusi dan evaluasi terhadap perkembangan ekonomi daerah Lampung dilakukan dengan berbagai pihak terutama para pembina kepentingan di daerah seperti sektor dan dinas Pemerintah Daerah, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, serta dengan para akademisi dari Universitas Lampung dan Perguruan Tinggi di Lampung. Di tengah pemulihan ekonomi global yang masih rentan, perekonomian Lampung di triwulan I 2017 mencatat pertumbuhan yang cukup baik yakni 5,11% (yoy), terutama didorong oleh kinerja ekspor yang meningkat dan konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga. Pertumbuhan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang mencapai 5,01% (yoy), maupun pertumbuhan ekonomi nasional dalam periode yang sama 5,01% (yoy). Secara spasial, Lampung mencatat pertumbuhan tertinggi ketiga di Sumatera setelah Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Bengkulu. Dari sisi permintaan, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 disumbang oleh konsumsi rumah tangga (3,34%). Sedikit berbeda dengan triwulan sebelumnya, dari sisi penawaran, kontribusi terbesar terhadap PDRB disumbang oleh sektor industri pengolahan (1,14%), diikuti oleh sektor perdagangan (0,79%) dan sektor pertambangan dan penggalian (0,73%). Dari sisi perkembangan harga-harga, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi Lampung selama triwulan I 2017 tercatat cukup terkendali yakni sebesar 3,67% (yoy). Inflasi tersebut terutama karena adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok administered prices dan inflasi inti. Di sisi lain, inflasi kelompok pangan (volatile food) yang menjadi fokus kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah provinsi Lampung tercatat memberikan sumbangan inflasi yang cenderung turun dan tetap terkendali. Pada triwulan I 2017, secara keseluruhan, terkendalinya inflasi pada triwulan I 2017 terutama disebabkan karena meredanya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pressure) sejalan dengan kondisi perekonomian domestik yang masih dalam tahap konsolidasi. Kedepan, upaya pengendalian inflasi Provinsi Lampung masih menghadapi tantangan yang cukup 11

12 besar diantaranya karena ruang untuk kembali terkoreksinya harga volatile foods yang semakin terbatas, sementara tekanan inflasi dari administered prices masih akan berlanjut. Sementara itu, perbaikan harga beberapa komoditas ekspor seperti CPO dan Karet pada Triwulan I 2017 berdampak positif pada perbaikan kinerja sektor korporasi dan rumah tangga Provinsi Lampung sehingga mendukung terjaganya stabilitas keuangan daerah. Kecenderungan tingkat konsumsi masyarakat yang masih tumbuh cukup tinggi diiringi dengan risiko kredit yang masih baik berdampak pada sistem keuangan. Sejumlah indikator ketahanan sektor korporasi dan pendapatan rumah tangga tercatat membaik walaupun tidak sekuat periode sebelumnya. Meskipun demikian, hal yang perlu dicermati terkait dengan proses pemulihan perekonomian global yang masih rentan dan penuh ketidakpastian turut berdampak pada kecenderungan peningkatan risiko kredit perbankan sebagaimana tercermin dari meningkatnya Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Financing (NPF). Kedepan, perbaikan harga komoditas ekspor dan optimisme masyarakat yang didukung penguatan ekspektasi kegiatan usaha diharapkan akan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di Provinsi Lampung. Memasuki triwulan II 2017, ekonomi Lampung diperkirakan masih akan tumbuh cukup baik dengan ditopang oleh semakin membaiknya kinerja konsumsi rumah tangga, meningkatnya konsumsi pemerintah dan investasi. Secara sektoral, meningkatnya kinerja sektor pertanian dan perdagangan diperkirakan menjadi pendorong ekonomi Lampung pada triwulan II Dari sisi perkembangan harga-harga, inflasi IHK Provinsi Lampung dipredikasi masih cukup terkendali meskipun akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama pada saat puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Ke depan, risiko inflasi perlu dikelola dengan baik khususnya terkait faktor musiman menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, semakin terbatasnya ruang untuk kembali terkoreksinya harga volatile foods sementara tekanan inflasi dari administered prices masih cukup besar baik yang bersumber dari penyesuaian tarif listrik, penyesuaian harga BBM maupun penyesuaian tarif yang ditetapkan pemerintah. Sejumlah langkah telah disepakati dalam Rakor Pengendalian Inflasi menjelang HBKN Tahun 2017, antara lain menjamin ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, serta kelancaran distribusi dan komunikasi, termasuk melibatkan ulama/tokoh agama untuk belanja bijak, melakukan pasar murah dan operasi pasar untuk stabilisasi harga. Dalam kesempatan ini kami sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, PLN Wilayah Lampung, Bulog Provinsi Lampung dan semua penyedia data yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa hasil kajian ekonomi yang disajikan dalam buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kami juga mengharapkan kiranya kerjasama yang baik selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhirnya, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya kepada kita semua. Bandar Lampung, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI LAMPUNG 12 Arief Hartawan Direktur KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

13 Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung A. Inflasi dan PDRB Indikator I II III IV I Indeks Harga Konsumen (IHK) Bandar Lampung 124,20 124,26 125,16 127,31 129,05 Metro 131,84 131,63 133,06 134,08 135,01 Gabungan 125,32 125,34 126,32 128,31 129,93 Laju Inflasi (yoy) Bandar Lampung 5,37 3,21 2,41 2,75 3,90 Metro 4,83 2,84 2,79 2,92 2,40 Gabungan 5,28 3,15 2,47 2,78 3,68 PDRB - Harga Konstan (Miliar Rp) , , , , , , ,07 Pertanian, Kehutanan, & , , , , , , ,67 Perikanan Pertambangan & Penggalian , , , , , , ,23 Industri Pengolahan , , , , , , ,09 Pengadaan Listrik, Gas 203,87 60,26 61,17 61,68 68,80 269,49 79,92 Pengadaan Air 200,67 50,83 51,51 52,74 52,75 207,84 53,19 Konstruksi , , , , , , ,60 Perdagangan Besar & Eceran dan Reparasi , , , , , , ,44 Mobil & Sepeda Transportasi & Pergudangan 9.779, , , , , , ,40 Penyediaan Akomodasi dan 2.632,96 671,33 697,26 721,42 723, ,17 719,78 Makan Minum Informasi & Komunikasi 8.406, , , , , , ,57 Jasa Keuangan 4.143, , , , , , ,70 Real Estate 5.966, , , , , , ,47 Jasa Perusahaan 285,14 72,40 73,35 76,45 75,19 297,39 76,29 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan 6.423, , , , , , ,05 Jaminan Sosial Jasa Pendidikan 5.361, , , , , , ,73 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.902,99 491,88 501,00 511,88 516, ,87 520,54 Jasa Lainnya 1.716,92 433,06 442,72 456,22 461, ,40 462,39 Pertumbuhan PDRB 5,11 5,13 5,06 5,21 5,26 5,01 5,15 (yoy) Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3.864,61 740,65 600,72 261, , , ,66 Volume Ekspor (Ribu Ton) , , ,63 898, , , ,79 Nilai Impor (Juta USD) 1.122,10 260,71 355,76 123,21 328, ,17 264,25 Volume Impor (Ribu Ton) 2.193,55 479,17 698,88 176,95 538, ,41 492,52 13

14 B. Sistem Pembayaran Indikator Makro IV I II III IV I Posisi Kas Gabungan (Triliun Rp) 1,92 2,63 3,31 4,22 3,50 3,90 Inflow (Triliun Rp) 2,08 2,75 1,19 3,38 2,16 2,59 Outflow (Triliun Rp) 1,74 0,96 4,86 2,06 1,81 1,74 Pemusnahan Uang (Triliun Rp) 0,46 1,22 1,44 0,73 0,93 0,90 Nominal Transaksi RTGS (Triliun Rp) 2,54 4,08 5,08 6,43 7,61 6,22 Volume Transaksi RTGS (Triliun Rp) Rata-Rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Triliun Rp) 60,54 66,96 80,71 107,19 120, Rata-Rata Harian Volume Transaksi RTGS (Triliun Rp) Volume Kliring Kredit (Lembar) Nominal Kliring Kredit (Triliun Rp) 2,62 4,92 6,93 4,62 4,65 4,21 Rata-Rata Harian Volume Kliring Kredit (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 41,55 80,66 109,96 72,21 73,83 67,89 Volume Kliring Debet (Lembar) Nominal Kliring Debet (Triliun Rp) 7,20 6,44 6,73 6,70 6,57 6,10 Rata-Rata Harian Volume Kliring Debet (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 114,23 105,60 106,76 104,71 104,33 98,34 Volume Kliring Pengembalian (Lembar) Nominal Kliring Pengembalian (Triliun Rp) 0,21 0,15 0,16 0,16 0,15 0,14 Rata-Rata Harian Volume Kliring Pengembalian (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) 3,39 2,44 2,55 2,43 2,42 2,30 Volume Tolakan Cek/BG Kosong (Lembar) Volume Tolakan Cek/BG Kosong (Triliun Rp) 0,17 0,11 0,12 0,12 0,12 0,11 Rata-Rata Harian Volume Cek/BG Kosong (Lembar) Rata-Rata Harian Volume Cek/BG Kosong (Miliar Rp) 2,66 1,80 1,89 1,88 1,85 1,71 14 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

15 C. Perbankan Indikator Perbankan IV I II III IV I Perbankan Bank Umum: Total Aset (Triliun Rp) 52,41 51,86 53,48 53,62 54,24 56,23 DPK (Triliun Rp) 33,09 32,53 33,63 34,04 34,88 36,20 Giro 7,90 7,29 6,92 6,82 5,01 7,49 Tabungan 16,90 16,46 17,92 18,35 20,79 19,47 Deposito 8,29 8,78 8,79 8,88 9,09 9,24 Kredit (Triliun Rp) - Berdasarkan Lokasi Proyek 52,67 52,93 56,11 57,00 57,52 47,76 Modal Kerja 24,78 24,69 26,81 27,91 27,87 24,26 Investasi 13,19 13,70 14,39 13,95 14,16 10,49 Konsumsi 14,70 14,54 14,90 15,13 15,49 13,01 LDR 159,15 162,73 166,86 167,41 164,90 131,93 Kredit (Triliun Rp) - Berdasarkan Lokasi Kantor 42,87 43,63 45,71 46,25 47,96 53,54 Cabang Modal Kerja 22,31 22,43 23,80 24,29 24,81 27,16 Investasi 9,17 9,26 9,58 9,49 10,31 14,08 Konsumsi 11,39 11,93 12,32 12,46 12,84 12,29 LDR (%) 129,54 134,13 135,93 135,84 137,48 131,95 Kredit UMKM (Triliun Rp) 13,92 14,64 15,53 15,18 15,62 17,04 Kredit Mikro (<Rp50 Juta) (Triliun Rp) 4,64 5,12 5,43 5,28 5,35 5,39 Modal Kerja 2,90 3,51 3,84 3,74 3,86 3,88 Investasi 0,34 0,42 0,45 0,45 0,46 0,47 Konsumsi 1,40 1,18 1,14 1,10 1,03 1,05 Kredit Kecil (Rp50 Juta < X < Rp500 juta) (Triliun Rp) 13,51 14,62 15,06 15,11 15,44 15,60 Modal Kerja 3,66 3,82 3,90 3,82 3,88 3,90 Investasi 1,35 1,23 1,23 1,21 1,18 1,09 Konsumsi 8,50 9,56 9,92 10,08 10,38 10,60 Kredit Menengah (Rp500jt < X < Rp5m) (Triliun Rp) 7,02 7,42 7,61 7,59 7,67 7,68 Modal Kerja 4,75 5,10 5,25 5,22 5,23 5,19 Investasi 1,25 1,20 1,19 1,17 1,15 1,18 Konsumsi 1,01 1,12 1,17 1,20 1,29 1,31 Total Kredit MKM (Triliun Rp) 25,17 27,15 28,10 27,99 28,45 28,68 NPL MKM Gross (%) 3,25 2,95 3,20 3,23 2,76 2,74 BPR: Total Aset (Trilun Rp) 8,71 9,10 9,49 9,84 10,53 10,51 Dana Pihak Ketiga (Triliun Rp) 4,23 4,74 4,68 4,87 5,13 5,38 Tabungan 0,73 0,76 0,74 0,78 0,86 0,97 Simpanan Berjangka 3,49 3,98 3,94 4,08 4,28 4,41 Kredit (Triliun Rp) - Berdasarkan Lokasi Proyek 6,93 7,21 7,42 7,40 7,65 7,95 Modal Kerja 0,82 0,79 0,83 0,80 0,78 0,79 Investasi 0,18 0,17 0,18 0,19 0,20 0,23 Konsumsi 5,93 6,26 6,42 6,41 6,67 6,94 Kredit UMKM (Milyar Rp) 1.029,84 997, , , , ,38 Rasio NPL Gross (%) 1,46 1,60 1,62 1,73 1,46 1,63 LDR (%) 172,59 160,48 167,19 161,08 157,46 156,19 15

16 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan Ekonomi Lampung pada triwulan I 2017 meningkat dari 5,01% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 5,11% (yoy), diatas laju pertumbuhan ekonomi nasional. Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Lampung relatif stagnan dibandingkan periode yang sama tahun Pertumbuhan Ekonomi Di tengah pemulihan ekonomi global yang masih rentan dan diliputi ketidakpastian, perekonomian Lampung pada triwulan I 2017 mampu mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 5,11% (yoy) yang terutama didorong oleh kinerja ekspor yang meningkat dan konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga. Pertumbuhan tersebut tercatat lebih tinggi dari triwulan IV 2016 yang mencapai 5,01% (yoy) maupun pertumbuhan ekonomi nasional dalam periode yang sama sebesar 5,01% (yoy). Secara spasial, Lampung merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga di Sumatera setelah Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Bengkulu. Dari sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi Lampung belum banyak berubah yakni masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga yang tumbuh diatas 5% (yoy) meskipun tercatat melambat dibandingkan periode sebelumnya. Namun, yang berbeda pada triwulan laporan adalah membaiknya kinerja ekspor di awal tahun yang mengalami peningkatan pesat 20,56% (yoy), tertinggi dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Secara sektoral, struktur pertumbuhan ekonomi Lampung pada tahun 2016 masih ditopang oleh 3 sektor utama yaitu sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan. Memasuki triwulan II 2017, ekonomi Lampung diperkirakan masih dapat tumbuh tinggi ditopang oleh semakin membaiknya kinerja konsumsi rumah tangga, serta mulai meningkatnya konsumsi pemerintah dan investasi. Secara sektoral, meningkatnya kinerja sektor pertanian, industri dan perdagangan diperkirakan menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan II Keuangan Pemerintah Anggaran belanja fiskal pemerintah di provinsi Lampung secara keseluruhan untuk tahun 2017 mencapai Rp25,20 triliun yang meliputi belanja APBD Provinsi Lampung sebesar Rp6,80 triliun (pangsa 26,98%), APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung sebesar Rp18,39 triliun (pangsa 72,97%), dan APBN sebesar 16 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

17 sebelumnya. Inflasi IHK Provinsi LampungTriwulan I 2017 relatif terkendali meskipun mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama disebabkan tekanan inflasi kelompok administered prices dan kelompok inti. Rp0,01 triliun (pangsa 0,04%). Dari anggaran tersebut, komposisi belanja pegawai masih mendominasi, khususnya pada anggaran belanja Kabupaten /Kota. Sedangkan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan alokasi anggaran pada pengeluaran yang bersifat produktif terkendala oleh terbatasnya ruang fiskal yang dimiliki. Realisasi anggaran belanja pada triwulan I 2017 relatif stagnan dibandingkan periode yang sama tahun 2016, antara lain dipengaruhi oleh proses penyesuaian nomenklatur organisasi Pemerintah Daerah awal tahun 2017 yang penyelesaiannya memakan waktu cukup lama sehingga berdampak pada realisasi belanja, baik di tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan, ketergantungan fiskal Provinsi Lampung terhadap Pemerintah Pusat semakin tinggi yang berimplikasi pada terbatasnya diskresi Pemerintah Daerah dalam melakukan inovasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. Inflasi Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi Lampung selama triwulan I 2017 cukup terkendali dengan laju 3,67% (yoy). Inflasi tersebut terutama dikarenakan adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok administered prices dan kelompok inti. Di sisi lain, inflasi kelompok pangan (volatile food) yang masih menjadi fokus kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah provinsi Lampung masih memberikan sumbangan inflasi pada triwulan I 2017, namun dengan laju yang cenderung turun dan tetap terkendali. Secara keseluruhan, terkendalinya inflasi pada triwulan I 2017 terutama disebabkan karena meredanya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pressure) sejalan dengan kondisi perekonomian domestik yang masih dalam tahap konsolidasi. Meskipun demikian, tantangan pengendalian inflasi provinsi Lampung kedepan masih cukup besar diantaranya bersumber dari ruang untuk kembali terkoreksinya harga volatile foods yang terbatas, sementara tekanan inflasi dari administered prices masih akan berlanjut Memasuki triwulan II 2017, inflasi IHK Provinsi Lampung dipredikasi relatif terkendali meskipun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Ke depan, risiko inflasi masih perlu diwaspadai khususnya terkait faktor musiman menjelang bulan Ramadhan dan tekanan inflasi administered prices dari penyesuaian tarif listrik dan tarif lainnya yang ditetapkan pemerintah. Sejumlah langkah telah disepakati dalam Rakor Pengendalian Inflasi TPID se-provinsi Lampung menjelang HBKN 17

18 Tahun 2017, antara lain menjamin ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi, serta upaya lanjutan seperti pelaksanaan pasar murah dan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga. Indikator stabilitas keuangan Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 masih terjaga yang namun perlu diwaspadai kecenderungan meningkatnya risiko kredit. Sistem pembayaran baik tunai dan non tunai pada triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM Membaiknya perekonomian global yang ditandai dengan perbaikan harga sejumlah komoditas ekspor pada Triwulan I 2017 berdampak positif pada perbaikan kinerja sektor korporasi dan rumah tangga Provinsi Lampung. Sejumlah indikator seperti penjualan domestik dan margin keuntungan korporasi, indeks keyakinan konsumen, konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan DPK perbankan tercatat meningkat meskipun tidak sebesar periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Perbaikan kinerja tersebut turut mendorong perbaikan fungsi intermediasi perbankan yang mendukung stabilitas keuangan daerah. Pertumbuhan kredit Bank Umum dan BPR yang cukup signifikan di satu sisi berdampak pada peningkatan konsumsi rumah tangga, namun di sisi lain perlu dicermati potensi peningkatan risiko kredit yang tercermin dari peningkatan Non Performing Loan (NPL). Demikian pula pada perbankan syariah, meskipun fungsi intermediasi masih tercatat cukup baik, namun peningkatan Non Performing Financing (NPF) yang hampir mencapai 5% dipandang perlu diwaspadai dan segera dimitigasi. Selain itu, masih rentannya ketahanan sektor korporasi ditengah proses konsolidasi perekonomian global turut berdampak pada kecenderungan peningkatan risiko kredit perbankan pada periode laporan. Sementara itu, ketahanan sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro Lampung pada triwulan I 2017 masih cukup baik ditandai peningkatan penyaluran Kredit UMKM perbankan di Provinsi Lampung yang tercatat tumbuh sebesar 16,4% (yoy) sehingga pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di Lampung mengalami peningkatan menjadi 35,7%. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 tercermin dari perkembangan positif sistem pembayaran di Provinsi Lampung. Transaksi pembayaran melalui Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS), baik nilai transaksi maupun volume menunjukkan peningkatan. Sementara itu, pemantauan transaksi pembayaran tunai menunjukkan adanya net inflow sebesar Rp855,3 milyar. 18 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

19 Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai antara lain dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang bekerjasama dengan perbankan, kas keliling, program peduli uang lusuh, gerakan peduli koin dan edukasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Dalam penerapan kebijakan tersebut, pada triwulan I 2017 dilakukan penambahan kas titipan di Liwa, Kabupaten Lampung Barat selain dari yang sudah ada sebelumnya di Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Penambahan kas titipan tersebut dimaksudkan agar distribusi uang layak edar dapat menjangkau seluruh wilayah di Provinsi Lampung. Dalam hal pengembangan akses keuangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung terus berupaya memperkenalkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk memperluas edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat. Sejauh ini Kabupaten Way Kanan telah mengimplementasikan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara non tunai dan diharapkan dapat diperluas ke kabupaten/kota di Lampung. Kesejahteraan masyarakat di Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan membaiknya Nilai Tukar Petani. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 (Februari 2017) tercatat lebih baik jika dibandingkan posisi sebelumnya (Agustus 2016). Hal tersebut tercermin dari meningkatnya penyerapan tenaga kerja serta membaiknya Nilai Tukar Petani. Apabila dilihat dari status pekerjaan utama, kondisi tenaga kerja pada triwulan ini tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya, dimana sektor informal masih mendominasi penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Lampung masih rendah sejalan dengan tingkat pendidikan masyarakat Lampung yang 45,99%-nya merupakan lulusan SD ke bawah. Sementara itu, kesejahteraan petani yang tercemin dari nilai tukar petani (NTP) mengalami peningkatan meskipun belum cukup signifikan yaitu dari 104,15 pada triwulan IV 2016 menjadi 104,32 pada triwulan laporan. Meningkatnya NTP pada triwulan ini antara lain didorong oleh peningkatan produksi padi di awal tahun 2017 serta membaiknya harga komoditas perkebunan. Namun demikian, kesejahteraan petani masih rentan apabila ketergantungan Lampung terhadap ekonomi yang berbasis komoditas masih tinggi mengingat harga komoditas yang sering berfluktuasi. 19

20 Prospek pertumbuhan ekonomi Lampung kedepan diperkirakan membaik, namun dibayangi meningkatnya tekanan inflasi. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Lampung pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 5,0%-5,5% (yoy). Pengeluaran konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan III Perkiraan tersebut didasarkan pada sejumlah kondisi diantaranya, faktor harga komoditas yang meningkat masih akan terus berlangsung, dan faktor musiman panen komoditas pertanian yang berdampak pada penyesuaian konsumsi sejalan dengan peningkatan disposible income rumah tangga yang mayoritas bekerja di sektor terkait pertanian. Secara umum, potensi meningkatnya konsumsi rumah tangga dikonfirmasi oleh hasil survey konsumen KPw BI Lampung yang memperlihatkan kenaikan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sejak akhir tahun lalu. Namun demikian terdapat peluang koreksi (downside risk) konsumsi rumah tangga secara riil yang cukup berarti diantaranya terkait penurunan kepercayaan konsumen terhadap prospek penghasilan dan kemampuan membeli properti, serta meningkatnya ekspektasi inflasi. Investasi juga diperkirakan meningkat seiring dengan adanya percepatan pembangunan infrastruktur strategis. Peningkatan kinerja investasi juga didorong oleh perbaikan kondisi ekonomi sehingga mendorong pelaku usaha untuk melakukan ekspansi bisnis dalam bentuk pembangunan pabrik dan gudang baru serta investasi dalam bentuk pembelian mesin-mesin. Dari sisi ekspor, meskipun tidak sebaik triwulan I, masih membaiknya harga maupun produksi sejumlah komoditas ekspor luar negeri Lampung seperti batu bara, karet, serta CPO dan kopi diperkirakan akan tetap mendorong kinerja ekspor Lampung pada triwulan III Dari sisi impor juga diperkirakan masih tumbuh relatif tinggi mengingat ketergantungan bahan baku untuk pembangunan infrastruktur maupun produksi industri yang tinggi. Dengan perkembangan tersebut net ekspor Lampung berpotensi kembali negatif. Secara sektoral, penggerak ekonomi Lampung masih bertumpu pada 3 (tiga) sektor utama yakni sektor Pertanian, sektor Industri Pengolahan serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Selain ketiga sektor tersebut, sektor konstruksi juga diperkirakan turut menjadi motor penggerak ekonomi Lampung selama tahun Sektor pertanian, perikanan dan kehutanan pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh relatif baik jika dibandingkan 20 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

21 triwulan sebelumnya, antara lain didukung oleh panen komoditas pangan yang cukup optimal seiring dukungan cuaca, serta membaiknya produksi dan harga komoditas unggulan Lampung seperti kopi, lada dan CPO. Sementara itu, sektor industri pengolahan pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh moderat sejalan dengan meningkatnya biaya operasional industri sebagai dampak dari kenaikan biaya energi dan bahan bakar yang dilakukan bertahap. Namun demikian, masih kuatnya permintaan domestik terhadap subsektor makanan dan minuman sejalan dengan daya beli masyarakat yang membaik di tahun 2017 menjadi pendorong aktivitas di sektor industri. Sebagaimana sektor industri, sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh moderat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain ditopang oleh pertumbuhan konsumsi domestik, pertumbuhan sektor ini juga didukung oleh kinerja ekspor yang relatif baik hingga triwulan III, serta peningkatan kualitas infrastruktur. Secara keseluruhan, ekonomi Lampung Lampung pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yakni pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy) Perkembangan inflasi kedepan diperkirakan masih akan terjaga pada kisaran 4%±1%(yoy), tetapi dengan level yang lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi Prospek inflasi pada triwulan III tahun 2017 diperkirakan masih tetap terjaga pada kisaran 4%±1%(yoy), tetapi dengan level yang lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi kedepan terutama berasal dari kelompok volatile food akibat faktor musiman perayaan hari besar keagamaan, risiko kenaikan harga bahan bakar/energi (administered prices) dan dampak lanjutan kenaikan harga volatile food maupun administered prices terhadap sejumlah komponen inflasi inti seperti makanan jadi dan sewa/kontrak rumah. Untuk keseluruhan tahun 2017, inflasi IHK di Provinsi Lampung diperkirakan akan lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya atau berada di batas atas kisaran sasaran inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 4%±1%. Hal pokok yang perlu ditempuh adalah dengan menjaga stabilitas harga pangan pada level yang cukup rendah yakni single digit dibawah 5% (yoy) dalam rangka menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang sebagian besar pengeluarannya masih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Berdasarkan asesmen kinerja ekonomi Provinsi Lampung triwulan I 2017 tersebut, terdapat beberapa catatan penting 21

22 Meskipun pertumbuhan ekonomi Lampung di triwulan I 2017 tercatat cukup baik, namun masih terdapat beberapa catatan penting yang perlu menjadi perhatian. yang perlu menjadi perhatian yaitu sbb : 1. Pertumbuhan ekonomi Lampung yang masih mengandalkan produksi dan perdagangan komoditas memiliki kerentanan terhadap dinamika kondisi perdagangan eksternal dan domestik. Beberapa faktor risiko pertumbuhan ekonomi kedepan antara lain: upside risk yang bersumber dari kinerja korporasi Lampung yang masih cenderung membaik, sebagaimana diindikasikan oleh hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha KPw BI provinsi Lampung, khususnya pada sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor konstruksi; dan adanya perbaikan harga komoditas ekspor. Downside risk yang berasal dari risiko penurunan kapasitas fiskal pemerintah daerah terkait kebijakan penghematan APBN dan potensi shortfall penerimaan pajak; melemahnya daya beli konsumen seiring dengan meningkatnya tekanan inflasi; serta potensi terkendalanya peningkatan ekspor terkait kebijakan perdagangan internasional dan proses pemulihan permintaan global yang masih diliputi ketidakpastian. 2. Pertumbuhan ekonomi Lampung juga belum banyak berarti dalam meningkatkan/memperbaiki kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin yang jumlahnya masih cukup besar. Persentase penduduk miskin di Lampung pada tahun 2016 tercatat sebesar 14,29%, tidak banyak berbeda dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 14,35%. Hal ini penting untuk dicermati lebih lanjut dalam implementasi program pengentasan kemiskinan yang masih memerlukan penguatan. 3. Dari sisi perkembangan harga, meskipun inflasi pangan pada tahun 2016 tercatat rendah, namun inflasi pangan dalam tiga tahun terakhir masih cenderung bergejolak pada level yang cukup tinggi yaitu pada kisaran 8%-10% (yoy). Seringnya inflasi pangan bergejolak yang bersumber dari komoditi tertentu, yakni cabai merah, bawang merah dan bawang putih, daging ayam ras dan gula. Dalam mengantisipasi gejolak harga pangan tersebut, diperlukan monitoring dan koordinasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-provinsi Lampung yang lebih efektif untuk memastikan ketersediaan pasokan, stabilitas dan keterjangkauan harga, serta kelancaran distribusi komoditas dimaksud dari waktu ke waktu. 22 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

23 Halaman ini sengaja dikosongkan PLTA Batu Tegi, Lampung Sumber : 23

24 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH BAB 1 24 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

25 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Di tengah pemulihan ekonomi global, perekonomian Lampung di triwulan I 2017 masih dapat tumbuh cukup baik. Secara tahunan, perekonomian Lampung pada triwulan I 2017 mencatat pertumbuhan sebesar 5,11% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,01%;yoy), bahkan di Sumatera mencatat pertumbuhan tertinggi ketiga setelah Provinsi Bangka Belitung (6,42% yoy) dan Provinsi Bengkulu (5,21% yoy), serta tercatat tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,01% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung terutama didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh di atas 3% (yoy) meskipun tercatat melambat dibandingkan periode sebelumnya. Selain itu, membaiknya kinerja ekspor dan impor pada triwulan ini juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Meskipun demikian, pertumbuhan ekspor yang terjadi bukan pada komoditas ekspor utama Lampung, sehingga diperkirakan belum akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Lampung secara berkelanjutan. Di sisi penawaran, struktur perekonomian Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (32,28%), sektor Industri Pengolahan (18,11%) dan sektor Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor (11,08%). Memasuki triwulan II 2017, ekonomi Lampung diperkirakan masih akan tumbuh cukup baik dengan ditopang oleh semakin membaiknya kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi serta perbaikan kinerja ekspor. Secara sektoral, meningkatnya kinerja sektor pertanian dan perdagangan diperkirakan menjadi pendorong ekonomi Lampung pada triwulan II Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung dan Nasional (% yoy) Grafik 1.1 PDRB Provinsi Lampung (qtq) Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah *Pertumbuhan pada triwulan I 2012-triwulan II 2015 menggunakan tahun dasar 2010 = 100 Sumber : BPS, diolah 25

26 1.1. ANALISIS PDRB SISI PERMINTAAN Dibalik masih tingginya kinerja ekonomi Lampung pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran menunjukkan penurunan pada sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang utama. (Tabel 1.1). Konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan ini (3,34%), di sisi lain, investasi yang merupakan salah satu penggerak ekonomi Lampung pada triwulan sebelumnya, mengalami kontraksi pertumbuhan dan mempunyai andil negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan (-0,10%). Demikian pula dengan konsumsi pemerintah yang pada triwulan laporan mengalami penurunan pertumbuhan dan hanya mempunyai andil sebesar 0,04% terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, sumber pertumbuhan baik dari kinerja ekspor maupun impor tecatat mengalami peningkatan, dan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan dengan sumbangan (net ekspor) sebesar 1,67%. Belum meningkatnya pertumbuhan ekonomi di sektor utama juga terlihat dari laju pertumbuhannya dimana pertumbuhan tertinggi terdapat pada pertumbuhan ekspor barang dan jasa sebesar 20,56% (yoy), diikuti dengan pertumbuhan konsumsi LNPRT sebesar 17,97% (yoy). Di satu sisi, pertumbuhan ekspor yang double digit tersebut terjadi bukan pada komoditas ekspor utama Lampung, sehingga belum akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Lampung secara berkelanjutan. Demikian halnya dengan peningkatan pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang hanya bersifat temporer mendorong pertumbuhan ekonomi yakni menjelang atau pada saat periode pelaksanaan Pilkada. Di sisi lain, konsumsi pemerintah tumbuh rendah yakni sebesar 0,65% (yoy) seiring dengan masih terbatasnya operasi keuangan Pemerintah Daerah karena masih dalam tahap konsolidasi. Memasuki triwulan II 2017, ekonomi Lampung diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi dengan masih ditopang oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan investasi, pendapatan masyarakat yang masih cukup baik karena perbaikan harga komoditas serta akselerasi proyek infrastruktur baik Pemerintah maupun swasta. Selain itu, meningkatnya kinerja sektor konstruksi dan transportasi diperkirakan menjadi pendorong ekonomi Lampung pada triwulan II 2017 seiring dengan cenderung meningkatnya pengeluaran konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. 26 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

27 Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar terhadap perekonomian Provinsi Lampung (59,63%) dan pada triwulan laporan masih tumbuh cukup baik yakni sebesar 5,63% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,06% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan berlalunya liburan Natal dan Tahun baru, serta cukup dipengaruhi dampak tekanan inflasi administered prices seperti penyesuaian tarif listrik rumah tangga mampu 900VA yang diberlakukan secara bertahap pada Januari dan Maret Hal ini juga tercermin dari menurunnya indeks tendensi konsumen dan menurunnya indeks pendapatan rumah tangga. Meskipun demikian, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang serta persepsi dan optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja dan ketersediaan barang tercatat membaik yang tercermin dari indeks ekspektasi konsumen, indeks keyakinan konsumen dan indeks kondisi ekonomi yang meningkat di level optimis (Grafik 1.6). Sementara itu konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh cukup signifikan yakni mencapai 17,97% (yoy) namun mengingat pangsa LNPRT tidak cukup tinggi, pertumbuhannya hanya memberikan andil terhadap pertumbuhan PDRB sebesar 0,21%, selain itu kenaikan LNPRT diperkirakan hanya bersifat temporer dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yakni menjelang atau pada saat periode pelaksanaan Pilkada. 27

28 Grafik 1.3 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Grafik 1.4 Komponen ITK Sumber: BPS Provinsi Lampung Grafik 1.5 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Sumber: BPS Provinsi Lampung Grafik 1.6 Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga ditunjukkan dari data pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga yang pada triwulan laporan secara tahunan tumbuh cukup signifikan menjadi sebesar 41,44% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,98% (yoy) (Grafik 1.7) meskipun demikian, penggunaan listrik rumah tangga oleh masyarakat pada triwulan I 2017 tercatat sedikit menurun menjadi 571,40 juta KwH dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 592,60 juta KwH. 28 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

29 Grafik 1.7 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8 Kredit Konsumsi Sumber: PT. PLN Distribusi Lampung, diolah Indikator pertumbuhan konsumsi rumah tangga lainnya juga ditunjukkan dari pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi yang juga tumbuh meningkat menjadi sebesar Rp20,3 triliun atau tumbuh 9,64% (yoy) (Grafik 1.8). Menurut hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, meningkatnya permintaan kredit konsumsi pada triwulan ini disebabkan oleh prospek usaha nasabah yang meningkat serta tingkat suku bunga kredit konsumsi yang dinilai lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kinerja pengeluaran konsumsi rumah tangga yang ditunjukkan dari pertumbuhan impor barang konsumsi tercatat mengalami kontraksi menjadi sebesar -57,60% (yoy), turun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi mencapai -45,9% (yoy) (Grafik 1.10), yang sejalan dengan penurunan indeks tendensi konsumen dan pendapatan rumah tangga. Berdasarkan pangsanya, impor barang konsumsi tetap didominasi oleh impor makanan olahan (76,60%), diikuti oleh impor barang semi tahan lama (14,50%) dan impor makanan non olahan (3,30%). Dari ketiga komoditas impor tersebut, impor barang semi tahan lama yang mengalami peningkatan pangsa dari 7,28% menjadi 14,50% dan impor bahan makanan non olahan yang meningkat dari 0,13% menjadi 3,3%. Sementara itu, impor makanan olahan mengalami penurunan pangsa dari 90,52% pada triwulan IV 2016 menjadi 76,6% pada triwulan ini. 29

30 Grafik 1.9 Volume Impor Barang Konsumsi Grafik 1.10 Pangsa Komoditas Impor Barang Konsumsi Pada triwulan II 2017, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan meningkat karena faktor musiman memasuki bulan Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 diperkirakan sejalan dengan membaiknya kegiatan usaha masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil survei kegiatan dunia usaha yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung dimana indeks perkiraan kegiatan dunia usaha yang menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni mencapai 42,5% (Grafik 1.11). Disamping itu, berlangsungnya panen padi yang dimulai pada bulan Maret 2017 diperkirakan akan mempengaruhi peningkatan penghasilan petani. Selain itu, berdasarkan survey konsumen KPw BI Provinsi Lampung, Indeks Kegiatan Usaha dan Indeks ketersediaan lapangan kerja diperkirakan stabil dengan kecenderungan meningkat (Grafik 1.12). Namun demikian, terdapat potensi menurunnya daya beli konsumen seiring dengan meningkatnya tekanan inflasi. Inflasi tahun ini diperkirakan sedikit lebih tinggi dari tahun lalu dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia yang mendorong kenaikan harga energi (BBM dalam negeri dan listrik) sebagai dampak langsung, serta kenaikan biaya transportasi sebagai dampak tidak langsungnya serta tarif yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, tekanan inflasi juga berasal dari kelangkaan volatile foods karena faktor cuaca dengan curah hujan yang cukup lebat mempengaruhi hasil produksi pangan. Grafik 1.11 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.12 Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang Sumber: SKDU Bank Indonesia Sumber: SK Bank Indonesia 30 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

31 Berbeda halnya dengan konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi pemerintah pada triwulan laporan hanya tumbuh sebesar 0,65% (yoy). Rendahnya pertumbuhan konsumsi pemerintah tercermin dari relatif lebih rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah daerah pada triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun Hal ini sejalan dengan adanya konsolidasi atau penyesuaian nomenklatur organisasi Pemerintah Daerah pada awal tahun 2017 yang penyelesaiannya memakan waktu cukup lama sehingga berdampak pada keputusan belanja pemerintah. Realisasi belanja yang rendah juga tercermin dari meningkatnya giro pemerintah di BPD yang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp3.257 milyar atau mengalami kontraksi -3,8% (yoy) yang tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi lebih dalam yakni -11,86% (yoy). Memasuki triwulan II 2017, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, Kondisi ini tercermin dari giro pemerintah daerah yang mencatat pertumbuhan positif pada bulan April 2017 (12,63%;yoy). Meskipun hal ini dapat mencerminkan membaiknya kondisi fiskal pemerintah daerah serta membaiknya penerimaan pemerintah pusat dengan adanya kebijakan penghapusan subsidi energi dan kenaikan beberapa harga barang dan jasa, namun terdapat potensi tertundanya realisasi anggaran daerah karena proses penyesuaian nomenklatur organisasi yang memakan waktu cukup lama. Selain itu terdapat potensi shortfall penerimaan pajak (penerimaan yang lebih rendah dari yang diperkirakan) yang berdampak pada alokasi dana transfer ke daerah sebagaimana terjadi pada tahun Grafik 1.13 Realisasi Giro Pemerintah di BPD Secara Triwulanan Grafik 1.14 Perkembangan Giro Pemerintah di BPD Secara Bulanan Investasi Peran investasi di Provinsi Lampung masih terbatas bahkan cenderung menurun dalam 4 (empat) tahun terakhir. Pada triwulan laporan, pertumbuhan investasi terkontraksi -0,30% (yoy) jauh dibandingkan triwulan IV 2016 yang mampu tumbuh 5,78% (yoy). Perlambatan kinerja invetasi terutama didorong oleh penurunan signifikan investasi non bangunan yang mencapai -1,10% (yoy), sementara itu, investasi bangunan juga tercatat terkontraksi -9% (yoy) meskipun mengalami 31

32 perbaikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -13,7% (yoy) (Grafik 1.17). Melambatnya investasi bangunan pada triwulan ini ditunjukkan dari hasil liaison 1 yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung yang menyatakan bahwa pada triwulan I 2017 sebagian besar pelaku usaha lebih memilih melanjutkan investasi dari tahun sebelumnya dan hanya melakukan perawatan dan pemeliharaan rutin mesin produksi. Responden secara umum menyatakan belum berencana melakukan inestasi baru. Kegiatan investasi berupa pembangunan pabrik atau pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti gudang dan tangki serta ekspansi dengan pengembangan pasar ekspor baru akan dilakukan pada tahun 2018 disamping melakukan perawatan dan pemeliharaan mesin yang bersifat lanjutan. Grafik 1.15 Porsi Investasi Bangunan dan Non Bangunan Grafik 1.16 Perkembangan Investasi Bangunan dan Non Bangunan Sumber : BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Berdasarkan sumber investasinya, meningkatnya investasi pada triwulan laporan terutama didorong oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.589,92 miliar atau tumbuh 257%(yoy). PMDN terbesar pada triwulan laporan terutama berada pada sektor listrik, gas dan air (74,98%), kemudian diikuti oleh sektor industri makanan (14,49%) dan sektor tanaman pangan dan perkebunan (10,53%). Sementara itu, penanaman modal asing (PMA) pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp34,97 miliar atau tumbuh negatif sebesar -81,68% (yoy). Penanaman modal asing terbesar pada triwulan laporan berada pada sektor industri makanan (47,86%) kemudian diikuti oleh sektor listrik, gas dan air (35,57%) dan sektor perikanan (6,95%) KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

33 Grafik 1.17 Porsi Investasi PMA Tw I 2017 Grafik 1.18 Realisasi Investasi PMDN Tw I 2017 Sumber : NSWI, BKPM Sumber: NSWI, BKPM Kinerja investasi yang menurun pada triwulan laporan juga ditunjukkan dari volume impor barang modal yang mengalami kontraksi cukup dalam menjadi sebesar -62,6% (yoy), menurun cukup signifikan dibandingkan impor barang modal triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 19,9% (yoy) (Grafik 1.19), Barang modal yang diimpor ke Lampung pada triwulan ini tercatat sebanyak 3,90 ribu ton, lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebanyak 4,60 ribu ton. Grafik 1.19 Volume Impor Barang Modal Memasuki triwulan II 2017, investasi diperkirakan akan tumbuh lebih baik seiring dengan pelaksanaan program infrastruktur di Lampung yang mendorong optimisme dan persepsi positif investor terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Lampung yang lebih baik. Terlebih secara nasional peringkat investasi oleh lembaga rating menjadi investment grade akan semakin mendorong optimisme masyarakat. Pembangunan proyek besar pemerintah dan swasta dalam bidang infrastruktur (Jalan tol Terbanggi Besar - Bakauheni, pembangunan bendungan dan waduk, pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi semakin gencar dilakukan sehingga mendorong 33

34 investasi di Provinsi Lampung. Selain itu, dukungan Pemerintah Daerah dalam mendorong investasi juga semakin besar yang ditunjukkan dengan adanya skema perizinan online yang dibuat dan akan segera di launching dalam waktu dekat. Hal ini sebagai bentuk upaya dalam mengakselerasi investasi di Provinsi Lampung, khususnya dari sisi kecepatan jangka waktu perizinan. Selain itu, optimisme tersebut juga didukung berdasarkan hasil dari liaison yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung kepada beberapa kontak di sektor unggulan di Lampung. Sebagian besar pelaku usaha berencana untuk melakukan investasi dalam skala besar pada tahun 2017 hingga tahun 2018 yakni diantaranya pembangunan breeding center untuk ternak di Lampung Timur, pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti gedung, warehouse, peralatan, pembangunan fasilitas pelabuhan senilai Rp7,73 milyar, instalasi fasilitas pelabuhan senilai Rp3,79 milyar, serta jalan dan bangunan senilai Rp5,14 milyar (Tabel 1.2). 34 Sektor Produk Bentuk Investasi Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Perdagangan Hotel dan Restoran Peternakan - Pembiakan sapi wagyu - Penambahan satu kandang pembiakan untuk kapasitas ekor sapi - Pembangunan breeding center yang berlokasi di Jabung, Lampung Timur Perkebunan - Investasi rutin berupa lahan, bangunan, irigasi (DAM), mesin dan peralatan kantor serta perlengkapan lainnya untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan, termasuk kendaraan - Pembelian sistem aplikasi produk (SAP) buatan Jerman dengan total nilai investasi sebesar Rp3 milyar Perikanan - Melakukan ekpansi produkdengan cara pengembangan pasar eskpor - Menyelesaikan sejumlah sertifikasi agar kegiatan ekspor pada tahun 2018 tidak terhambat Pertanian - Pengadaan 20 tangki berkapasitas masing-masing 5000 ton disamping melakukan perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin secara rutin - Pembangunan pabrik pengolahan CPKO, serta pembangunan gudang dan tangki Listrik - Pembangunan PLT Minihidro Kamubosai dan Sukarame dengan kapasitas masing-masing 14 MW - Pembangunan sejumlah pembangkit listrik dan Gardu Induk di Pasena dan Mesuji dengan kapasitas daya tersambung masing-masing 60 MVA Perdagangan Hotel & Restoran - Penambahan outlet dan minimarket - Melakukan renovasi untuk meningkatkan fasilitas - Menyelesaikan hotel yang bertempat di Mall Boemi Kedaton - Pemasangan lampu LED di seluruh cabang Perusahaan dengan tujuan efisiensi biaya energi - Melanjutkan pembangunan chapel (finishing) - Melakukan perawatan rutin terhadap fasilitas yang dimiliki hotel KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

35 Bangunan Perumahan - Pembangunan sisa unit residensial Citra Land seluas 10 ha - Penambahan luas lahan Pengangkutan dan Komunikasi Jasa Layanan Kapal - Pembangunan fasilitas pelabuhan senilai Rp7,73 milyar, instalasi fasilitas pelabuhan senilai Rp3,79 milyar, serta jalan dan bangunan senilai Rp5,14 milyar - Pemeliharaan rutin fasilitas-fasilitas di pelabuhan baik fisik maupun non fisik, seperti pemeliharaan/perawatan terminal curah kering, penggantian/pembelian alat Keuangan Perbankan - Pembukaan 3 kantor cabang pembantu dan 1 kantor kas, serta 7 ATM baru - Pengembangan jaringan kantor dan memperbanyak unitunit layanan yang meng-cover dan mendukung kantor operasional Sumber : Kontak liaison KPw BI Provinsi Lampung Ekspor dan Impor Dari sisi eksternal, kinerja ekspor 2 Provinsi Lampung pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 20,56% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,98% (yoy). Membaiknya kinerja ekspor tersebut terutama disebabkan oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri Lampung. Kinerja ekspor luar negeri Provinsi Lampung pada triwulan laporan tumbuh signifikan sebesar 41,21% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 20,78% (yoy) (Grafik 1.20). Peningkatan pertumbuhan kinerja ekspor turut dipengaruhi oleh membaiknya indeks harga komoditas ekspor Lampung seperti CPO dan karet serta batubara. Pada triwulan laporan, ekspor berupa lemak dan minyak hewan/nabati (CPO) menjadi salah satu komoditas ekspor terbesar dengan pangsa 39,76%, kemudian diikuti dengan komoditas kopi, teh dan rempah-rempah (14,14%) dan batu bara (12,21%) (Grafik1.21). Sementara itu, negara tujuan ekspor terbesar Provinsi Lampung untuk triwulan ini adalah Belanda (13,93%), India (13,67%) dan Tiongkok (12,83%) (Grafik 1.22). Grafik 1.20 Perkembangan Ekspor Luar Negeri 35

36 Grafik 1.21 Pangsa Kelompok Komoditas Ekspor Utama Non Migas Grafik 1.22 Negara Eksportir Utama Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Dari sisi impor, pada triwulan I 2017 kinerja impor 3 Provinsi Lampung juga membaik dengan pertumbuhan yang positif sebesar 16,21% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -6,21% (yoy). Membaiknya kinerja impor Lampung pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh meningkatnya impor antar daerah yang tumbuh mencapai 8,77% (yoy). Sementara itu, kinerja impor luar negeri Provinsi Lampung pada triwulan ini tercatat tumbuh cukup signifikan. Kinerja impor luar negeri Lampung pada triwulan I 2017 (akumulasi Oktober- Desember) tercatat mencapai USD 700,93 juta atau tumbuh sebesar 44,82% (yoy) (Grafik 1.23), jauh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Pada triwulan I 2017, komoditas impor ke Provinsi Lampung mayoritas berupa gula dan kembang gula (39,14%), ampas/sisa industri makanan (17,72%), binatang hidup (11,88%) dan pupuk (5,93%). (Grafik 1.24). Sejalan dengan komoditas impor terbesar, negara pemasok barang impor terbesar ke Provinsi Lampung adalah Thailand (21,90%), Bahrain (14,04%), dan Qatar (13,77%) (Grafik 1.25). Grafik 1.23 Perkembangan Impor Luar Negeri Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah 36 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

37 Grafik 1.24 Pangsa Kelompok Komoditas Impor Utama Non Migas Grafik 1.25 Negara Importir Utama Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Meskipun kinerja impor telah memperlihatkan adanya perbaikan secara signifikan, namun pada triwulan laporan perbaikan ekspor masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan perbaikan impor. Berdasarkan hal tersebut, maka neraca perdagangan Provinsi Lampung untuk Triwulan I 2017 tercatat mengalami surplus sebesar USD346,78 juta, tercatat lebih tinggi jika dibandingkan surplus pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD257,81 juta. Memasuki triwulan II 2017, kinerja ekspor Lampung diperkirakan akan terus membaik seiring dengan mulai membaiknya harga komoditas global. Hal ini ditunjukkan dari data ekspor pada bulan April 2017 yang tercatat tumbuh cukup tinggi sebesar 54,05% (yoy) atau sebesar 301,47 juta USD. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh membaiknya harga komoditas ekspor khususnya komoditas perkebunan yang merupakan komoditas ekspor unggulan lampung seperti kopi dan karet yang merupakan ekspor terbesar di Provinsi Lampung. Selain itu, pada akhir Maret 2017, industri perikanan Indonesia turut ambil bagian dalam Seafood Expo North America (SENA) di Boston. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam memperkuat ekspor produk perikanan secara global terutama ke AS yang merupakan negara tujuan utama ekspor dari Provinsi Lampung. Namun demikian, ketidakpastian terkait arah kebijakan AS dan Tiongkok, yang merupakan negara tujuan utama ekspor Lampung, menjadi faktor yang diperkirakan dapat menahan perbaikan kinerja ekspor lebih lanjut. Perkiraan membaiknya kinerja ekspor pada triwulan II 2017 juga diperkuat oleh membaiknya beberapa harga komoditas seperti harga kopi yang pada bulan April 2017 tercatat meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (USD1,10 cent/pound). Harga karet dan batu-bara juga tercatat meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Harga karet pada bulan Januari 2017 tercatat sebesar USD 2,36/Kg, meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember 2016) yang tercatat sebesar USD 2,16/Kg. Sama halnya dengan harga batu bara yang pada bulan April 2017 tercatat sebesar USD52,56/Mt, mengalami peningkatan sebesar 11,7% jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember 2016) yang tercatat sebesar USD47,05/Mt. 37

38 Grafik 1.26 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Lampung (USD) Grafik 1.27 Perkembangan Harga Kopi Internasional Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik 1.28 Perkembangan Harga Karet Internasional Sumber: Bloomberg Grafik 1.29 Perkembangan Harga Batu Bara Internasional Sumber : Bloomberg Sumber : Bloomberg Memasuki triwulan II 2017, kinerja impor Lampung diperkirakan akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi serta akselerasi proyek pembangunan infrastruktur. Meskipun secara nominal impor bulan April 2017 tampak sedikit turun dari nominal impor Maret 2017, namun secara tahunan, impor pada bulan April 2017 yang tercatat masih mengalami pertumbuhan 5,19% atau sebesar 218,61 USD. Masih tergantungnya sektor industri pengolahan terhadap bahan baku impor diperkirakan menjadi salah satu pendorong meningkatnya kinerja impor kedepan. Selain itu, meningkatnya kinerja impor juga diperkirakan didorong oleh percepatan pembangunan proyek infrastruktur dan pengembangan kawasan industri dan pariwisata di Provinsi Lampung. 38 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

39 Grafik 1.30 Perkembangan Impor Luar Negeri Lampung (USD) Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah 1.2. ANALISIS PDRB SISI PENAWARAN Sedikit berbeda dengan triwulan sebelumnya, motor penggerak ekonomi Lampung pada triwulan ini bersumber dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, serta sektor pertambangan dan penggalian. Hal tersebut ditunjukkan dari sumber pertumbuhannya dimana 3 sektor tersebut menjadi sektor penyumbang ekonomi terbesar pada triwulan ini. Sektor industri pengolahan menjadi kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi Lampung dengan sumbangan sebesar 1,14%. Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor serta sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor dengan penyumbang terbesar kedua dan ketiga dengan sumbangan masing-masing sebesar 0,79% dan 0,73% (Grafik 1.31). 39

40 Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung - Sisi Penawaran (% yoy) Lapangan Usaha Tw I 2016 Tw IV 2016 Tw I 2017 Tw I 2016 Tw IV 2016 Tw I 2017 Andil (qtq) (qtq) (qtq) (yoy) (yoy) (yoy) Tw I 2017 A Pertanian, Kehutanan, dan B Pertambangan dan C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air F Konstruksi Perdagangan Besar dan G Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan I Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan R,S,T,U Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Meningkat Melambat Moderat Sumber: BPS Provinsi Lampung Sementara itu, berdasarkan pangsanya, porsi terbesar PDRB Lampung pada triwulan laporan masih didominasi oleh tiga sektor utama Provinsi Lampung yaitu sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan porsi masing-masing sebesar 24,46%, 21,08% dan 12,18% (Grafik 1.32). Sejalan dengan berlangsungnya panen raya yang diperkirakan masih menjadi pendorong kinerja di sektor pertanian, pangsa sektor pertanian sedikit meningkat pada triwulan laporan. Namun masih anjloknya harga komoditas produksi utama Lampung yakni singkong dan penurunan produksi perkebunan diperkirakan mempengaruhi kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB yang cenderung menurun. Memasuki triwulan II 2017, kegiatan ekonomi di Provinsi Lampung diperkirakan akan terus meningkat dengan ditopang oleh pertumbuhan di sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan besar & eceran dan reparasi mobil & motor sejalan dengan akselerasi pembangunan proyek infrastruktur pemerintah yang telah gencar dilakukan di awal tahun. 40 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

41 Grafik 1.31 Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Triwulan I 2017 Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik 1.32 Pangsa PDRB Lapangan Usaha Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan ini tumbuh moderat namun cenderung melambat dari 1,37% (yoy) menjadi 1,11% (yoy). Melambatnya pertumbuhan di sektor pertanian disebabkan oleh penurunan harga singkong yang cukup tajam dari Rp1.300/Kg menjadi hanya sekitar Rp500/Kg atau turun sekitar 62% sehingga berdampak signifikan terhadap penurunan daya beli petani/pengusaha singkong. Terlebih lagi, Lampung merupakan produsen singkong terbesar di nasional, sehingga dikhawatirkan akan mengancam produksi singkong. Dengan harga saat ini, petani tidak tertarik untuk melanjutkan penanaman singkong dan akan beralih ke tanaman lainnya. Selain itu, melambatnya kinerja pada sub sektor perkebunan juga menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan di sektor pertanian. Kondisi tersebut diakibatkan oleh 41

42 produksi komoditas perkebunan (kopi) yang mengalami penurunan seiring dengan mulai menuanya tumbuhan kopi tersebut sehingga mempengaruhi produktivitas yang menurun. Kinerja sektor pertanian juga tertahan akibat melambatnya kinerja di sub sektor perikanan. Berdasarkan hasil liaison, volume penjualan komoditas perikanan (udang) mengalami penurunan dibandingkan posisi yang sama di tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh ketersediaan bahan baku yang terbatas sebagai akibat adanya virus penyakit yang menyerang udang saat ini. Walaupun demikian, melambatnya kinerja di sektor pertanian dapat sedikit tertahan dengan adanya dukungan pembiayaan di sektor ini yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari penyaluran kredit di sektor pertanian yang tumbuh meningkat menjadi sebesar 8,73% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Grafik 1.33 Kredit Sektor Pertanian Meskipun realisasi produksi pada sub sektor peternakan, perkebunan dan perikanan tersebut melambat, namun produksi tanaman pangan (padi, jagung, kedelai) di Provinsi Lampung pada tahun 2017 diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Hal ini didukung dengan realisasi produksi akhir tahun 2016 yang ketiganya menunjukkan peningkatan. Produksi padi (sawah dan ladang) meningkat sebesar 10,39%, jagung meningkat sebesar 14,47%, sedangkan kedelai meningkat sebesar 1,48%. Selain itu, Pemerintah juga memprioritaskan Upaya Khusus (UPSUS) tahun 2017 untuk meningkatkan produksi jagung. Sedangkan untuk kedelai akan diprioritaskan pada tahun Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diperkirakan kinerja sektor pertanian tahun 2017 tetap akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung. 42 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

43 Komoditas Padi (Sawah + Ladang) Tabel 1.3 Realisasi Produksi Tanaman Pangan Produksi (Ton) % Pertumbuhan ASEM 2015 terhadap 2014 % Pertumbuhan 2016 ASEM terhadap ,207,002 3,320,064 3,641,895 4,020, Jagung 1,760,278 1,719,386 1,502,800 1,720, Kedelai 6,156 13,777 9,815 9, Kacang Tanah 13,775 17,915 4,963 4, Kacang Hijau 4,176 4,060 1,445 1, Ubi Kayu 9,207,900 9,011,274 7,387,084 6,481, Ubi Jalar 51,712 47,547 28,494 23, Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Lampung Komoditas Padi (Sawah + Ladang) Tabel 1.4 Realisasi Luas Panen Tanaman Pangan Realisasi Luas Panen (Ha) ASEM % Pertumbuhan 2015 terhadap 2014 % Pertumbuhan 2016 ASEM terhadap , , , , Jagung 346, , , , Kedelai 4,986 11,362 8,407 8, Kacang Tanah 7,651 3,764 3, Kacang Hijau 2,611 1,608 1, Ubi Kayu 304, , , Ubi Jalar 4,309 2,958 2, Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Lampung Memasuki triwulan II 2017, sektor pertanian, perikanan dan kehutanan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari hasil survei kegiatan dunia usaha yang menunjukkan bahwa indeks perkiraan kegiatan usaha sektor pertanian meningkat signifikan dari 16,98% menjadi 22,47%. Di samping itu, meningkatnya kinerja di sektor pertanian diperkirakan didorong oleh berlangsungnya masa panen padi pada bulan Februari 2017 yang masih berlanjut sampai dengan bulan April 2017, serta adanya pembangunan dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi, waduk dan bendungan di tahun Selain itu, adanya upsus peningkatan produksi tanaman pangan yang berfokus terhadap peningkatan produksi jagung diperkirakan turut mendorong kinerja di sektor pertanian. Namun demikian, masih anjloknya harga singkong diperkirakan menahan laju pertumbuhan di sektor pertanian. 43

44 Grafik 1.34 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan di Provinsi Lampung pada triwulan laporan tumbuh sedikit lebih tinggi menjadi sebesar 6,78% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 6,56% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan tercermin dari nilai impor bahan baku 4 (raw material) yang juga mengalami pertumbuhan walaupun memang sedikit lambat dari triwulan sebelumnya. Nilai impor bahan baku pada triwulan ini tumbuh sebesar 19,8% (yoy) (Grafik 1.36). Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya impor bahan baku yang dilakukan oleh industri pengolahan pada triwulan ini. Peningkatan kegiatan industri pengolahan pada triwulan laporan belum mampu menaikkan kapasitas industri terpakai yang belum banyak berubah dan menunjukkan sedikit penurunan serta penurunan konsumsi listrik PLN. Berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, kapasitas industri terpakai pada triwulan ini tercatat sebesar 64,83%, lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 74,88%. Di samping itu, konsumsi listrik segmen industri pada triwulan laporan juga tumbuh melambat menjadi sebesar 17,38% (yoy). Hal ini sebagai dampak dari adanya kebijakan Pemerintah dalam menaikkan tarif listrik secara bertahap. Namun demikian, sektor industri dapat merespon hal tersebut dengan adanya efisiensi yang dilakukan, yakni salah satunya dengan melakukan budidaya bahan baku sehingga sektor tersebut tetap dapat tumbuh pada triwulan laporan KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

45 Dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan terhadap sektor industri pengolahan tercatat cukup kuat sehingga mendorong laju pertumbuhan di sektor industri pengolahan. Hal tersebut terlihat dari penyaluran kredit di sektor industri yang tumbuh tinggi yakni mencapai 16,05% (yoy), lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,28% (yoy). Grafik 1.35 Nilai Impor Bahan Baku Lampung Grafik 1.36 Kapasitas Industri Terpakai Grafik 1.37 Penjualan Listrik Industri Grafik 1.38 Kredit Sektor Industri Sumber : PT. PLN Distribusi Lampung, diolah Memasuki triwulan II 2017, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh meningkat. Kondisi tersebut tercermin dari indeks perkiraan kegiatan dunia usaha di sektor industri pengolahan yang pada triwulan IV 2016 yang menunjukkan penurunan sebesar -3,84%, diperkirakan tumbuh positif menjadi 3,90% pada triwulan I Kinerja di sektor industri pengolahan pada triwulan II 2017 tersebut diperkirakan masih akan didukung oleh konsumsi rumah tangga yang semakin membaik serta meningkatnya kinerja sektor pertanian, namun demikian adanya kebijakan Pemerintah untuk 45

46 menaikkan tarif listrik secara bertahap diperkirakan akan sedikit menahan kinerja di sektor industri pengolahan. Grafik 1.39 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor pada triwulan laporan tumbuh melambat menjadi sebesar 6,83% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,61% (yoy). Melambatnya pertumbuhan di sektor perdagangan terkonfirmasi dari pertumbuhan perdagangan otomotif khususnya penjualan mobil dan motor yang masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pada triwulan laporan, penjualan mobil dan motor masih tercatat tumbuh negatif walaupun lebih baik dari triwulan sebelumnya. Volume penjualan mobil pada triwulan laporan tumbuh sebesar -1,88% (yoy), sedangkan volume penjualan motor tumbuh sebesar -24,12% (yoy) (Grafik 1.40 & 1.41). Membaiknya pertumbuhan perdagangan otomotif khususnya penjualan mobil dan motor didorong oleh konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup baik. Selain itu, konsumsi mobil oleh masyarakat juga didorong oleh adanya perbaikan infrastruktur berupa perbaikan jalan, pembangunan jalan layang dan jalan tol. 46 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

47 Grafik 1.40 Volume Penjualan Mobil Grafik 1.41 Volume Penjualan Motor Sumber : Persatuan Mobil dan Motor Provinsi Lampung, diolah Sumber : Persatuan Mobil dan Motor Provinsi Lampung, diolah Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan aktivitas di sektor perdagangan ternyata tidak diiringi oleh peningkatan pertumbuhan di sisi penyaluran kredit. Kredit sektor perdagangan pada triwulan ini tercatat melambat dari 6,61% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan laporan atau sebesar Rp14,36 triliun. Grafik 1.42 Kredit Sektor Perdagangan Memasuki triwulan II 2017, sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan tetap tumbuh meningkat. Tumbuhnya sektor perdagangan terkonfirmasi dari perkiraan indeks kegiatan dunia usaha di sektor perdagangan yang tumbuh meningkat dari 2,98% menjadi 6,95%. Tumbuhnya sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan juga didorong oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga serta masih berlanjutnya perbaikan infrastruktur. Selain itu, kinerja ekspor yang diperkirakan akan terus mengalami perbaikan pada triwulan II 2017 diperkirakan turut mendorong aktivitas di sektor perdagangan. Namun demikian, adanya beberapa kebijakan Pemerintah untuk menghapus subsidi 47

48 energi sehingga berdampak terhadap kenaikan harga diperkirakan akan menahan penjualan beberapa barang tahan lama sehingga menahan kinerja di sektor perdagangan. Grafik 1.43 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Sektor Perdagangan Sektor Konstruksi Sektor konstruksi pada triwulan laporan tumbuh meningkat menjadi sebesar 6,64% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 3,68% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan pada sektor konstruksi terkonfirmasi dari data konsumsi semen yang pada triwulan ini tercatat tumbuh positif sebesar 1,3% (yoy) (Grafik 1.45). Pertumbuhan yang terjadi pada penjualan semen mengindikasikan bahwa pembangunan yang dilakukan di Provinsi Lampung meningkat. Meningkatnya aktifitas pembangunan yang dilakukan di Provinsi Lampung sejalan dengan pembangunan proyek infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung, termasuk pembangunan properti oleh para pihak pengembang. Meningkatnya pertumbuhan pada sektor konstruksi juga tercermin dari pertumbuhan pembangunan properti yang masih tumbuh meningkat. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, pembangunan properti untuk tipe menengah (>36-70) dan tipe besar (>70) oleh pihak swasta menunjukkan pertumbuh yang meningkat. Namun demikian, untuk tipe lainnya yaitu tipe kecil (tipe 0 36) tumbuh sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi pembiayaan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan di sektor konstruksi, penyaluran kredit di sektor tersebut juga mulai menunjukkan perbaikan walaupun masih tercatat tumbuh negatif. Kredit di sektor konstruksi pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar -13,23% (yoy), lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif sebesar - 14,23% (yoy) (Grafik 1.44). 48 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

49 Grafik 1.44 Kredit Sektor Konstruksi Grafik 1.45 Penjualan Semen Grafik 1.46 Pembangunan Properti Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber : SHPR Bank Indonesia, diolah Memasuki triwulan II 2017, kinerja di sektor konstruksi diperkirakan tumbuh namun lebih sedikit lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil survei kegiatan dunia usaha dimana diperkirakan terjadi penurunan yakni pada triwulan II 2017 menjadi 2,22 (Grafik 1.47). Selain itu, dari hasil survei harga properti residensial yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, diperkirakan akan terjadi penurunan pembangunan properti dibandingkan triwulan sebelumnya. Beberapa hal yang menjadi faktor penurunan pembangunan properti tersebut antara lain karena biaya administrasi kepemilikan rumah yang masih cukup mahal dan membebani para pembeli. Selain itu, masih sulitnya proses pengajuan KPR kepada Perbankan juga menjadi salah satu faktor yang menghambat sektor konstruksi untuk dapat tumbuh lebih tinggi lagi. 49

50 Grafik 1.47 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Sektor Konstruksi Grafik 1.48 Perkiraan Pembangunan Properti Triwulan II 2017 Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SHPR Bank Indonesia, diolah Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Pertambangan dan Penggalian pada triwulan laporan tumbuh sebesar 12,40% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 6,67% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan di sektor pertambangan dan penggalian didorong oleh meningkatnya kinerja di subsektor pertambangan seiring dengan meningkatnya produksi batu bara untuk kegiatan ekspor dan pemenuhan kebutuhan listrik untuk domestik. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari ekspor batu bara yang pada triwulan laporan mengalami peningkatan walaupun tidak lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 1,67% (yoy). Grafik 1.49 Ekspor Batu Bara Grafik 1.50 Kredit Sektor Pertambangan Meningkatnya kinerja di sektor pertambangan didukung oleh penyaluran kredit di sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan sebesar 0,98% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -14,40% (yoy). Secara nominal, 50 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

51 penyaluran kredit di sektor pertambangan pada triwulan ini tercatat sebesar Rp150 milyar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 138,62 milyar. Memasuki triwulan II 2017, peningkatan di sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan terus berlanjut. Kondisi tersebut tercermin dari hasil SKDU yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung dimana indeks kegiatan usaha di sektor pertambangan pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh 0,98%, lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kinerja di sektor pertambangan dan penggalian didorong oleh peningkatan subsektor pertambangan seiring dengan membaiknya ekspor tambang terutama batu bara dan meningkatnya subsektor penggalian seiring dengan pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah yang akan terus diakselerasi. Grafik 1.51 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Pertambangan Sumber : SKDU, Bank Indonesia Sektor Transportasi dan Pergudangan Sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan laporan tercatat tumbuh meningkat menjadi sebesar 8,94% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,17% (yoy). Meningkatnya kinerja di sektor transportasi dan pergudangan terkonfirmasi dari data bongkar muat di pelabuhan dan bandara. Pada triwulan laporan, arus bongkar muat di bandara pada triwulan laporan menunjukkan pertumbuhan namun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Arus bongkar tumbuh melambat dari 18,4% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 17,9% (yoy) pada triwulan laporan, dengan jumlah 2,37 juta ton. Sedangkan arus muat melalui bandara juga tumbuh melambat dari 17,9% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 12,2% (yoy) pada triwulan laporan dengan jumlah 1,76 juta ton barang (Grafik 1.53). Sementara itu, pertumbuhan arus bongkar di pelabuhan tidak berubah dari triwulan sebelumnya, yakni sebesar -15,1% (yoy). Berbeda halnya dengan arus bongkar, arus muat tumbuh meningkat menjadi sebesar 27,0% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang juga tumbuh positif sebesar 1,3% (yoy) sejalan dengan ekspor yang mengalami peningkatan. (Grafik 1.52). 51

52 Grafik 1.52 Bongkar Muat di Pelabuhan Grafik 1.53 Bongkar Muat di Bandara Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Meningkatnya aktivitas di sektor transportasi dan pergudangan juga ditunjukkan dari pertumbuhan pada arus barang dan penumpang melalui angkutan kereta api. Arus barang melalui kereta api pada triwulan laporan tumbuh cukup signifikan yaitu sebesar 18,38% (yoy). Sama halnya dengan arus barang, pertumbuhan arus penumpang yang menggunakan kereta api juga mencatatkan pertumbuhan yang meningkat sebesar 3,21% (yoy). Keduanya bertumbuh pada triwulan laporan walaupun memang sedikit lebih lambat jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (Tabel 1.5). Sejalan dengan arus penumpang kereta api yang tumbuh meningkat, jumlah penumpang angkutan udara juga menunjukkan pertumbuhan pada triwulan ini walaupun sedikit melambat. Data dari BPS menunjukkan bahwa penumpang angkutan udara di Lampung mencapai 488,58 ribu orang atau tumbuh sebesar 19,8% (yoy) (Grafik 1.54). Hal ini sejalan dengan adanya penambahan rute penerbangan baru yang mendorong kenaikan jumlah penumpang. Namun demikian, angka pertumbuhan tersebut tidak sebesar pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 23,3% (yoy). Hal ini sebagai akibat dari adanya peningkatan tarif angkutan udara di akhir tahun Tabel 1.5 Jumlah Penumpang dan Barang Melalui Angkutan Kereta Api Growth IV I II III IV I II III IV I %yoy Penumpang (ribu orang) ,21 Barang (ribu ton) ,38 Sumber: BPS Provinsi Lampung Dari sisi pembiayaan, sejalan dengan sektor transportasi dan pergudangan yang meningkat, pertumbuhan penyaluran kredit transportasi dan pergudangan juga tercatat mengalami peningkatan dari 103,58% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi tumbuh sebesar 109,31% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.55). 52 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

53 Grafik 1.54 Jumlah Penumpang Angkutan Udara Grafik 1.55 Kredit Sektor Transportasi dan Pergudangan Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Memasuki triwulan II 2017, kinerja di sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan akan tetap tumbuh cukup baik, namun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Tumbuhnya sektor transportasi pada triwulan ini didukung oleh perbaikan ekspor yang diperkirakan terus berlanjut. Akselerasi pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang dilakukan di Provinsi Lampung juga diperkirakan turut mendorong kinerja di sektor transportasi dan pergudangan. Namun, aktivitas di sektor transportasi dan pergudangan berpotensi tertahan oleh kenaikan harga BBM seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM diperkirakan akan berdampak lanjutan terhadap kenaikan tarif angkutan sehingga menahan konsumsi masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi Sektor Lainnya Kinerja sektor Pengadaan Listrik dan Gas pada triwulan I 2017 tumbuh sangat tinggi yakni sebesar 21,14% (yoy). Angka tersebut tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,86% (yoy). Masih tingginya sektor pengadaan listrik dan gas sejalan dengan data PLN Provinsi Lampung yang menunjukkan bahwa total penjualan listrik pada triwulan laporan tumbuh meningkat sebesar 7,2% (yoy) (Grafik 1.57). Tercatat jumlah total penjualan listrik pada triwulan I 2017 sebesar 962 juta KwH, sedikit menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 1.000,5 juta KwH. Pengadaan gas juga tercatat meningkat yang didorong oleh peningkatan penggunaan gas terutama di sektor industri maupun pariwisata seperti hotel dan restoran yang jumlahnya terus mengalami peningkatan di Provinsi Lampung. Selain itu, kinerja sektor Pengadaan Air juga tumbuh meningkat sebesar 4,63% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 1,48% (yoy). Meningkatnya kinerja di sektor pengadaan air tercermin dari total penjualan PDAM yang tumbuh meningkat menjadi sebesar 7,90% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 3,27% (yoy) (Grafik 1.58). Sementara itu, pertumbuhan 53

54 jumlah pelanggan tercatat tumbuh moderat yakni dari 6,12% (yoy) menjadi 5,85% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.60). Tercatat bahwa jumlah total penjualan air pada triwulan I 2017 sebesar 10,79 juta kilo liter dan jumlah pelanggan PDAM sebanyak 41,07 ribu pelanggan. Grafik 1.56 Jumlah Pelanggan Terhadap Konsumsi Listrik Grafik 1.57 Total Penjualan Listrik Sumber : PLN Provinsi Lampung, diolah Grafik 1.58 Total Penjualan PDAM Sumber : PLN Provinsi Lampung, diolah Grafik 1.59 Jumlah Pelanggan PDAM Sumber : PDAM Provinsi Lampung, diolah Sumber : PDAM Provinsi Lampung, diolah Tumbuh tingginya sektor pengadaan listrik dan gas terutama didorong oleh peningkatan penggunaan gas sejalan dengan semakin banyaknya industri, hotel dan restoran yang menggunakan gas sebagai bahan bakar. Berdasarkan data dari PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) Lampung sampai dengan tahun 2016 sebanyak 21 perusahaan yang terdiri dari 17 industri/pabrik, 3 hotel dan 1 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) telah menggunakan gas bumi. Sementara kenaikan sektor pengadaan air bersih didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap air bersih sejalan dengan semakin banyaknya hotel dan restoran baru di Lampung. Memasuki triwulan II 2017, sektor pengadaan listrik dan gas diperkirakan masih tumbuh tinggi yang didukung oleh meningkatnya permintaan masyarakat untuk pemenuhan kegiatan usaha seiring dengan terus meningkatnya jumlah restoran dan hotel baru di Provinsi Lampung serta masih kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II Namun demikian, 54 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

55 pertumbuhan sektor pengadaan listrik diperkirakan akan sedikit tertahan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik secara bertahap pada Januari, Maret dan Mei dalam rangka penghapusan subsidi pelanggan 900VA. 55

56 BOKS 1 : Mendorong Strategi Kebijakan Diversifikasi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Daerah I. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Lampung masih bertumpu pada 3 (tiga) sektor utama yakni sektor Pertanian, sektor Industri Pengolahan serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Meskipun sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar ekonomi Lampung, namun pangsanya terus menurun sebagai bagian dari proses diversifikasi ke arah sumber-sumber pertumbuhan yang lebih kuat. a. Pertanian Kondisi sektor pertanian yang pangsanya terhadap PDRB Provinsi Lampung terus menurun dapat dilihat pada pangsa sektor tersebut tahun 2016 yang turun hingga 8,35% dibandingkan pangsanya pada tahun Bersamaan dengan pangsa yang menurun, kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung juga mengalami penurunan. Pada triwulan I 2017, sumbangan pertumbuhan sektor pertanian tercatat sebesar 1,63%, turun signifikan (-21,70%) dibandingkan, misalnya dengan triwulan I tahun 2014 yang sumbangannya masih sebesar 2,09%. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja sektor pertanian, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penurunan pangsa PDRB meliputi (i) adanya kerentanan sejumlah komoditi unggulan (a.l. beras, jagung, ubi kayu, kopi, lada, udang, dan daging sapi) terhadap fluktuasi harga (a.l. karena kondisi permintaan, tata niaga, atau kebijakan harga), (ii) dalam 10 tahun terakhir penduduk yang berkerja disektor pertanian mengalami penurunan dari 2,06 juta menjadi 1,89 juta, termasuk Nilai Tukar Petani (NTP) yang tren-nya cenderung stagnan walaupun masih di atas NTP nasional. Selain itu, (iii) isu alih fungsi lahan juga menjadi risiko bagi keberlanjutan sektor pertanian. Walaupun saat ini Pemerintah Provinsi Lampung telah memiliki Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, namun sebagian besar Pemerintah Kabupaten/Kota belum menerapkan Perda tersebut sebagai dasar hukum dalam mempertahankan lahan pertanian di daerahnya. Sesuai ciri wilayah ekonomi yang lebih maju, tumpuan pada sektor pertanian dimungkinkan untuk terus berkurang mengingat nilai tambah dari kegiatan ekstraktif di pertanian relatif tidak sebesar nilai tambah kegiatan di sektor lain. Sebagai contoh, pangsa sektor pertanian di provinsi penyangga pangan utama lainnya tidak sebesar Provinsi Lampung, seperti Provinsi Jawa Barat 7,70% dan Provinsi Jawa Timur 11,72%, sehingga kedua Provinsi tersebut memiliki sumber pertumbuhan yang lebih beragam dan bernilai tambah tinggi. Terkait hal ini, strategi mengakselerasi sumber pertumbuhan dari sektor diluar pertanian layak diprioritaskan karena akan menawarkan kenaikan PDRB yang lebih signifikan. Strategi ini dapat ditempuh dengan tetap mengupayakan peningkatan produktivitas lahan pertanian yang saat ini sebesar ±49,9 ku/ha (Nasional ±53,2 ku/ha) dan mempertahankan peran Lampung sebagai salah satu lumbung pangan Nasional. Strategi peningkatan produktivitas juga tetap diperlukan terhadap komoditas perkebunan utama Lampung seperti kopi, lada, karet, tebu, kelapa, dan kakao, namun dengan mengubah orientasi dari sebatas konsumsi atau ekspor menjadi produk antara untuk sektor industri pengolahan yang lebih potensial melipatgandakan nilai tambah untuk PDRB Lampung. 56 q KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

57 Strategi ini juga akan menarik pertumbuhan sektor input bagi sektor pertanian seperti industri dan perdagangan alat mekanisasi pertanian, dan jasa pendukung terkait pendidikan dan riset. b. Industri Pengolahan Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Lampung tahun 2016 tercatat sebesar 17,78%. Subsektor industri makanan dan minuman tetap mendominasi dengan pangsa hingga 70%. Namun kontributor utama di industri makanan-minuman diperkirakan tidak banyak berubah dari analisis I-O BPS (2010), yaitu industri penggilingan padi dan penyosohan beras, gula dan tepung lainnya, dimana hal ini sejalan dengan dominannya sektor pertanian di Lampung. Pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman masih dihadapkan pada realita masih sederhananya metode processing yang digunakan, dengan konsumen utama sektor rumah tangga. Selain itu, tingkat utilisasi alat produksi juga masih rendah, tercermin dari persentase kapasitas produksi terpakai pada industri makan dan minum yang hanya mencapai 60,10%. Untuk menjadikan sektor industri sebagai penopang utama pertumbuhan, Lampung perlu memacu hilirisasi berbasis produk pertanian dengan tingkat utilisasi produksi yanglebih efisien atau menghasilkan produk turunan yang lebih beragam, berorientasi ekspor atau menjadi input (bahan baku antara) industri lain. Sebagai sentra produksi jagung dan ubi kayu, Lampung seharusnya dapat menjadi produsen utama pakan ternak, tepung, dan makanan olahan. Sebagai sentra produksi gula, Lampung juga berpeluang mengembangkan industri minuman non alkohol. Sebagai sentra produksi kopi, dan berpotensi menjadi salah satu sentra produksi kakao, Lampung dapat mengembangkan industri bubuk kopi dan kakao, suplemen dan pangan fungsional berbasis kopi dan kakao. Selain itu memanfaatkan lokasi geografisnya sebagai pintu penghubung Sumatera dan Jawa, Lampung perlu mengembangkan industri pendukung terkait, seperti industri kemasan, industri penyimpanan/pengawetan, dan sekaligus industri hulu agro untuk kebutuhan industri regional seperti asam lemak nabati, bioetanol, coco butter, bioplastic dan biomaterial lainnya. c. Perdagangan Kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB Lampung relatif stagnan pada kisaran 11,92%.Dari sisi perdagangan retail, perbaikan infrastruktur penunjang transportasi seperti beroperasinya jalan tol Trans Sumatera akan memperbaiki mekanisme distribusi stok barang, namun hal ini tidak membuat pedagang memperluas bisnisnya. Pembukaan jaringan waralaba supermarket selama 3 tahun terakhir cenderung stagnan, yang antara lain disebabkan mekanisme perizinan yang belum mendukungserta adanya pembatasan zona pembukaan toko. Namun demikian peluang sektor ini menjadi penopang penting pertumbuhan ekonomi kedepan masih terbuka dengan dukungan infrastruktur transportasi yang makin baik, khususnya dengan akan beroperasinya jalan tol lintas Sumatera, peningkatan kapasitas pelabuhan Panjang, dan peningkatan kapasitas dan penerbangan pada bandara Radin Inten II. 57

58 Grafik 1 Perkembangan PDRB Sektoral di Provinsi Lampung Grafik 2 Perkembangan Tingkat Hunian Kamar di Provinsi Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung Grafik 3 Pertumbuhan Jumlah Wisatawan di Lampung Grafik 4 Perkembangan Sektor Konstruksi terhadap PDRB Provinsi Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung II. Perkembangan Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru Dengan kontribusi sektor penunjang pertumbuhan ekonomi Lampung yang cenderung stagnan dan menurun tersebut, diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi menjadi perlu, bahkan masih dapat diakselerasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Lampung. a. Jika dilihat dari kontribusinya, sektor pertambangan dan penggalian yang pertumbuhannya mulai terlihat sejak tahun 2015, demikian halnya dengan sektor konstruksi yang berkontribusi cukup signifikan dan dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Lampung, selain sektor perdagangan dan pengangkutan dan komunikasi. Kontribusi sektor jasa-jasa juga terlihat cukup signifikan, dimana dalam sektor jasa juga dapat termasuk sektor pariwisata dan penunjang pariwisata. b. Potensi kontribusi pertumbuhan ekonomi dari sektor pariwisata terlihat dari beberapa indikator, antara lain jumlah wisatawan yang dari tahun ke tahun yangmeningkat serta tingkat hunian kamar selalu yang selalu tumbuh positif dengan trend yang meningkat sejak tahun c. Perkembangan sektor konstruksi di Lampung tercermin dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah daerah antara lain Bandara Radin Inten II, Jalan Tol Ruas Sumatera, pembangunan transmisi Listrik, serta pembangunan rel kereta api. 58 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

59 Berdasarkan asesmen awal dengan mencermati tren perubahan share of growth di setiap sektor, secara umum belum terlihat ada sektor baru yang pertumbuhannya cukup signifikan memicu pertumbuhan ekonomi, namun terdapat beberapa kandidat yang dapat dikembangkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru, antara lain sektor Pariwisata dan Konstruksi yang perkembangannya cukup menarik dalam 4 (empat) tahun terakhir. Adapun sektor industri pengolahan berbasis pangan masih dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Lampung dengan syarat dilakukan peningkatan utilisasi alat produksi, pemanfaatan mesin tepat guna atau secara umum, pengelolaan industri secara efisien, disertai dengan pengembangan rantai nilai atau stream industri yang tepat. III. Pengembangan Sektor Pariwisata Potensi pariwisata Lampung tercermin dari perkembangan jumlah wisatawan Lampung selama 3 tahun terakhir yang meningkat, yang antara lain tercermin dari pertumbuhan jumlah hunian kamar hotel pada triwulan IV 2016 mencapai 12,98% dan pada Triwulan I 2017 mencapai 18,42%. Salah satu concern terkait pertumbuhan sektor pariwisata Lampung adalah masih minimnya infrastruktur pendukung pariwisata, karena saat ini mayoritas masih terpusat di Bandar Lampung. Hotel, rumah makan dan restoran mengalami perkembangan yang cukup pesat di Bandar Lampung namun di Kabupaten/Kota lainnya perkembangannya relatif lambat. Berdasarkan arah kebijakan pemerintah Provinsi, Lampung memiliki rencana pengembangan ekonomi kawasan/zona yakni: Wilayah Timur untuk perkembangan industri, Wilayah Tengah untuk perkembangan ketahanan pangan, dan Teluk Lampung dan Wilayah Barat untuk pengembangan pariwisata. Terkait dengan pengembangan sektor pariwisata, sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Lampung, pengembangan Kawasan Unggulan (KWU) Pariwisata dititikberatkan pada destinasi lokasi, yang meliputi KWU Kota Bandar Lampung, KWU Krui dan Tanjung Setia, KWU Taman Nasional Way Kambas, KWU Teluk Kiluan, KWU Gunung Krakatau dan Pulai Sebesi, KWU Bakauheni dan Menara Siger, KWU Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Namun dengan adanya rancangan kebijakan RIPPDA baru untuk menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS), pengembangan kawasan Lampung akan dititikberatkan pada kawasan, yakni pada 3 kabupaten, Way Kambas dan sekitarnya, Teluk Lampung dan sekitarnya serta Pantai Barat dan sekitarnya. Dengan lebih berfokus pada kawasan, misalnya di kawasan Teluk Lampung, diharapkan dapat menjadi Kawasan Terintegrasi Pariwisata dan memacu pertumbuhan ekonomi dari sektor pariwisata di wilayah sekitarnya seperti Kiluan dan Pahawang. Dari sisi swasta, selain penetapan zonasi/kawasan ekonomi, pembangunan infrastruktur pendukung menjadi penting untuk memudahkan akses wisatawan ke kawasan wisata Lampung. Selain itu, untuk dapat mempercepat investasi swasta khususnya di sektor pariwisata Lampung, investor mengharapkan pemerintah dapat memberikan kebijakan insentif investasi dan kemudahan dari sisi perizinan akan dapat mempercepat pertumbuhan sektor pariwisata di Lampung. 59

60 IV. Pengembangan Sektor Konstruksi Pangsa sektor konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung terus menunjukkan peningkatan tiap tahun. Pada triwulan I 2017, pangsa sektor ekonomi terhadap PDRB mencapai 8.58% yang meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8.33%. Demikian pula secara kontribusi terhadap PDRB yang menunjukkan tren peningkatan sejak tahun Selain itu, dengan adanya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah daerah (a.l. Bandara Raden Inten II, Jalan Tol Trans Sumatera, pembangunan transmisi listrik) diharapkan juga dapat mendorong sektor konstruksi di Provinsi Lampung yang pada akhirnya juga akan membawa dampak positif terhadap pengembangan sektor pariwisata. Namun demikian, kendala yang dihadapi dalam pengembangan sektor ini antara lain sebagian besar pembangunan infrastruktur daerah yang masih dipegang oleh pengembang pusat, sedangkan pengembang daerah hanya sebagian kecil saja dan kebijakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) belum begitu bersinergi dalam mendorong percepatan perizinan. Selain itu, perubahan nomenklatur struktur organisasi pemerintah berdampak pada kelancaran penyelesaian kewajiban kepada pengembang. Hal ini berdampak buruk bagi citra pengembang di mata perbankan sebagai pemberi kredit yang secara otomatis juga tidak dapat mengembalikan pinjaman secara tepat waktu. Kedepan, beberapa langkah yang diharapkan dapat ditempuh untuk mengakselerasi pengembangan sektor-sektor penunjang pertumbuhan ekonomi baru tersebut, sebagai berikut: a. Pemerintah Daerah diharapkan dapat lebih terbuka terkait dengan informasi pengembangan infrastruktur daerahkhususnya kepada para pengembang di daerah. b. Agar sektor pariwisata dapat berkembang dan sustain kedepannya, dukungan Pemerintah sangat dibutuhkan, khususnya dari sisi infrastruktur pendukung yang utamanya adalah jalan di Kab/Kota yang memiliki potensi pariwisata. c. Meskipun proses pengajuan kredit yang ada saat ini sudah cukup baik, namun Perbankan diharapkan dapat mempermudah proses pengajuan kredit terutama dari sisi komunikasi sehingga tidak memperlambat proses. d. Pemerintah diharapkan juga dapat melakukan perbaikan dari sisi kemudahan perizinan (baik persyaratan maupun lama penyelesaian perizinan), promosi pariwisata dan adanya badan pengawasan pariwisata (Lampung Tourism Board) untuk memastikan standarisasi penunjang wisata seperti ketersediaan toilet, sarana ibadah, rest area, restoran dan lain-lain. 60 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

61 KEUANGAN PEMERINTAH BAB 2 61

62 2 KEUANGAN PEMERINTAH Anggaran belanja fiskal pemerintah di provinsi Lampung untuk tahun 2017 mencapai Rp25,20 triliun yang meliputi belanja APBD Provinsi Lampung sebesar Rp6,80 triliun (pangsa 26,98%), APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung sebesar Rp18,39 triliun (pangsa 72,97%), dan APBN sebesar Rp0,01 triliun (pangsa 0,04%). Dari anggaran tersebut, komposisi anggaran belanja pegawai masih mendominasi, baik pada anggaran belanja Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Upaya Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan pengeluaran yang bersifat produktif tertahan oleh keterbatasan ruang fiskal yang terjadi di tahun Realisasi anggaran belanja pada triwulan I 2017 relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 seiring dengan adanya penyesuaian nomenklatur organisasi Pemerintah Daerah pada awal tahun 2017 yang penyelesaiannya memakan waktu cukup lama sehingga berdampak pada pelaksanaan realisasi anggaran, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan, ketergantungan fiskal Provinsi Lampung terhadap Pusat semakin tinggi yang berimplikasi pada terbatasnya diskresi Pemerintah daerah dalam melakukan inovasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah APBD PROVINSI LAMPUNG Dukungan fiskal Provinsi Lampung untuk tahun 2017 mencapai Rp6,72 triliun untuk anggaran pendapatan dan Rp6,8 triliun untuk anggaran belanja. Anggaran pendapatan tersebut tercatat meningkat sebesar 15,41% dibandingkan tahun Sedangkan anggaran belanja meningkat sebesar 14,95% dari tahun sebelumnya, sehingga proyeksi kekurangan anggaran belanja turun dari Rp92,51 miliar tahun 2016 menjadi Rp79,14 miliar tahun Hal ini menunjukkan perumusan kebijakan pengelolaan fiskal daerah yang ekspansif namun lebih berhati-hati dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun dari sisi anggaran pendapatan maupun anggaran belanja Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan setiap tahunnya (Grafik 2.1). Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Lampung Selanjutnya di dalam realisasi APBD provinsi Lampung sampai dengan triwulan I tahun 2017, tercatat persentase penyerapan anggaran belanja baru mencapai 11,28% lebih kecil dibandingkan dengan persentase penyerapan anggaran pada periode yang sama tahun 2016 sebesar 13,60%. 62 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

63 Secara persentase, nominal realisasi belanja triwulan I 2017 turun sebesar 4,71% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sejalan dengan terbatasnya alokasi hibah dan bagi hasil kepada Kabupaten/kota yang merupakan salah satu dampak tidak langsung dari perubahan nomenklatur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Adapun persentase penyerapan anggaran pendapatan relatif stabil pada triwulan I 2017 yakni sebesar 20,36%, sedikit lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 19,39%. Pertumbuhan realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung tercatat mencapai 21,17% (yoy) pada triwulan I 2017 (Tabel 2.1), namun tidak didukung oleh PAD yang menunjukkan penurunan sebesar 19,78% (yoy). Tabel 2.1 Struktur APBD Pemerintah Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah No Uraian APBDP Real s.d. Tw-I 16 APBD Real s.d. Tw-I 17 % (yoy) 2016 Rupaih % 2017 Rupiah % Realisasi 1 Pendapatan 5.825, ,78 19, , ,00 20,36 21,17 A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.739,70 403,32 14, ,22 323,57 12,21 (19,78) B. Dana Perimbangan 3.017,79 382,64 12, , ,93 25,75 171,25 C. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 68,42 343,81 502,52 43,06 7,50 17,42 (97,82) 2 Belanja Daerah 5.918,42 805,18 13, ,93 767,26 11,28 (4,71) A. Belanja Tidak Langsung 3.583,88 698,37 19, ,64 701,85 15,73 0,50 B. Belanja Langsung 2.334,54 106,81 4, ,29 65,41 2,79 (38,76) Surplus/Defisit (92,51) 324,59 (350,87) (79,14) 601,73 (760,31) 85, Anggaran Pendapatan Provinsi Lampung Untuk keseluruhan tahun 2017, anggaran pendapatan daerah Provinsi Lampung terutama ditopang oleh transfer Dana Perimbangan yang naik signifikan hingga 33,59%, khususnya didorong oleh peningkatan pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang meningkat dari Rp1.082,37 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp1.906,18 miliar pada tahun 2017 (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Struktur Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah No Uraian APBDP 2016 APBD 2017 % Perubahan (yoy) 1 Pendapatan 5.825, ,79 15,41 A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.739, ,22 (3,30) Pajak Daerah 2.469, ,30 (3,06) Retribusi Daerah 6,85 5,71 (16,72) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 26,98 28,46 5,47 Lain-Lain PAD yang Sah 236,07 220,75 (6,49) B. Dana Perimbangan 3.017, ,51 33,59 Bagi Hasil Pajak 142,73 153,49 7,54 Bagi Hasil Bukan Pajak/ Sumber Daya Alam 42,21 69,61 64,90 Dana Alokasi Umum (DAU) 1.082, ,18 76,11 Dana Tambahan Guru Dana Alokasi Khusus (DAK) 1.750, ,23 8,67 Dana Alokasi Khusus P3K C. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 68,42 43,06 (37,07) 63

64 Di lain sisi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada umumnya menjadi pendorong pertumbuhan keuangan daerah, pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 3,30% dibandingkan tahun sebelumnya yang utamanya disebabkan oleh penurunan dari penerimaan pajak daerah sebesar 3,06% serta adanya penurunan dari target penerimaan retribusi daerah sebesar 16,72%. Dengan perkembangan tersebut, rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Lampung tercatat sebesar 39,40% pada tahun Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, DOF Provinsi Lampung menunjukkan tren yang menurun (Grafik 2.2). Hal ini menunjukkan bahwa, dari sisi pendapatan, Provinsi Lampung semakin bergantung kepada Pemerintah Pusat. Dalam 5 tahun terakhir, Pajak Daerah sebagai komponen terbesar dalam PAD mengalami penurunan pertumbuhan target penerimaan. Target penerimaan Pajak Daerah tahun 2017 tumbuh negatif yakni sebesar 3,06% (yoy). Angka ini berada di bawah angka rata-rata dalam 5 tahun terakhir yang sebesar 17,90%. Grafik 2.2 Perkembangan Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Lampung Realisasi Pendapatan Provinsi Lampung Berdasarkan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung, perkembangan keuangan daerah Provinsi Lampung sampai dengan triwulan I 2017 menunjukkan telah terjadi realisasi pendapatan sebesar Rp1,37 triliun atau mencapai 20,36% dari rencana anggaran tahun Pencapaian ini relatif tidak berubah namun sedikit meningkat dibandingkan pencapaian anggaran pada periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 19,39%. Namun demikian, peningkatan pencapaian realisasi anggaran ini tidak diikuti dengan peningkatan realisasi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada periode laporan justru lebih kecil apabila dibandingkan dengan realisasi triwulan I tahun KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

65 Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah No Uraian Real s.d. Tw-I 16 Real s.d. Tw-I 17 % Pangsa APBDP APBD Realisasi 2016 Rupiah % 2017 Rupiah % Tw-I 17 1 Pendapatan 5.825, ,78 19, , ,00 20,36 100,00 A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.739,70 403,32 14, ,22 323,57 12,21 23,64 Pajak Daerah 2.469,80 340,39 13, ,30 274,09 11,45 20,02 Retribusi Daerah 6,85 1,64 23,99 5,71 0,80 14,08 0,06 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 26, , yang Dipisahkan Lain-Lain PAD yang Sah 236,07 61,29 25,96 220,75 48,67 22,05 3,56 B. Dana Perimbangan 3.017,79 382,64 12, , ,93 25,75 75,82 Bagi Hasil Pajak 142,73 31,17 21,83 153,49 55,78 36,34 4,07 Bagi Hasil Bukan Pajak/ Sumber 42,21 21,06 49,88 69,61 18,71 26,88 1,37 Daya Alam Dana Alokasi Umum (DAU) 1.082,37 330,42 30, ,18 595,51 31,24 43,50 Dana Tambahan Guru Dana Alokasi Khusus (DAK) 1.750, ,23 367,93 19,34 26,88 Dana Alokasi Khusus P3K C. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 68,42 343,81 502,52 43,06 7,50 17,42 0,55 Adapun komponen pendapatan dengan persentase realisasi tertinggi pada triwulan I 2017 adalah Dana Perimbangan yang mencapai 25,75%. Tingginya realisasi ini disebabkan adanya realisasi anggaran pendapatan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang telah mencapai 31,24% pada periode laporan. Selanjutnya, realisasi Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah mencapai realisasi sebesar 17,42% dan diikuti oleh Pendapatan Asli Daerah yang terealisasi sebesar 12,21%. Tingginya realisasi pendapatan dari DAU menyebabkan porsi pendapatan yang bersumber dari Dana Perimbangan menyumbang 75,82% dari realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung. Dalam periode yang sama, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Lampung menyumbang sebesar 23,64%. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan anggaran PAD Pemerintah Provinsi Lampung yang porsinya sebesar 39,4%. Masih rendahnya penyerapan PAD tersebut disebabkan oleh rendahnya penyerapan pendapatan pajak daerah yang pada triwulan I 2017 baru mencapai 11,45%. Berdasarkan Laporan Realisasi APBD sampai dengan triwulan I 2017, terdapat beberapa pendapatan pajak daerah yang realisasinya masih lebih kecil, dan salah satu diantaranya bahkan belum terealisasi, yakni pajak rokok yang pada tahun 2017 direncanakan sebesar Rp670 milyar. 65

66 Anggaran Belanja Provinsi Lampung Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2017 terdiri dari anggaran Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung dengan total anggaran mencapai Rp6,8 triliun atau meningkat sebesar 14,95% dibandingkan dengan tahun 2016 (Tabel 2.4). Peningkatan terjadi pada anggaran Belanja Tidak Langsung, khususnya Belanja Pegawai dengan peningkatan sebesar Rp878,81 miliar atau 112,14% (yoy). Di lain sisi, anggaran Belanja Langsung tidak mengalami perubahan yang signifikan dibanding tahun 2016, yakni hanya meningkat sebesar 0,29% (yoy). Komposisi terbesar ada pada Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal yang masing-masing memiliki porsi sebesar 45,85% dan 48,37%. Tabel 2.4 Struktur Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah No Uraian APBDP 2016 APBD 2017 % Perubahan (yoy) 2 Belanja Daerah 5.918, ,93 14,95 A. Belanja Tidak Langsung 3.583, ,64 24,49 Belanja Pegawai 783, ,47 112,14 Belanja Hibah 1.464, ,32 2,93 Belanja Bantuan Sosial 6,00 6,00 - Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota & Pem Desa 1.269, ,00 (6,95) Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota 47,12 76,85 63,10 Belanja Tidak Terduga 13,52 28,00 107,15 B. Belanja Langsung 2.334, ,29 0,29 Belanja Pegawai 100,96 135,36 34,07 Belanja Barang dan Jasa 1.107, ,40 (3,12) Belanja Modal 1.125, ,53 0,61 Sejalan dengan pertumbuhan yang terjadi pada total anggaran belanja Provinsi Lampung, komponen Belanja Modal juga mengalami pertumbuhan sebesar Rp6,91 miliar atau 0,61% (yoy). Namun demikian, jika dilihat dari komposisinya, anggaran Belanja Modal mengalami penurunan share yang pada tahun 2016 sebesar 19,02%, pada tahun 2017 menjadi 16,65% (Grafik 2.3). Terdapat shifting anggaran yang cukup signifikan pada tahun 2017 sehingga sebagian besar terfokus pada anggaran belanja Pegawai. Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Lampung, mengingat dibutuhkan anggaran belanja modal yang cukup besar untuk mendorong kegiatan pembangunan yang bersifat produktif, terutama pembangunan infrastruktur dan konektifitas yang menjadi salah satu kunci peningkatan daya saing dan insentif untuk mendorong investasi ke Lampung. 66 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

67 Grafik 2.3 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Lampung Realisasi Belanja Provinsi Lampung Berdasarkan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung, realisasi anggaran Belanja Daerah Provinsi Lampung sampai dengan triwulan I 2017 menunjukkan pencapaian sebesar Rp767,26 miliar atau mencapai 11,28% dari rencana anggaran Penyerapan anggaran ini menurun jika dibandingkan dengan pencapaian anggaran pada periode yang sama tahun 2016, yaitu sebesar 13,60%. Sejalan dengan itu, pencapaian realisasi anggaran belanja juga tercatat sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan rata-rata pencapaian realisasi dalam 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar 11,84%. Tabel 2.5 Realisasi Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah No Uraian APBDP Realisasi s.d. Des 15 APBDP Realisasi s.d. Des 16 % Pangsa 2015 Rupaih % 2016 Rupiah % Realisasi 2 Belanja Daerah 5.260, ,99 90, , ,62 92,57 100,00 A. Belanja Tidak Langsung 2.722, ,04 94,94 3,583, ,91 93,16 60,94 Belanja Pegawai 793,81 700,86 88,29 783,66 743,62 94,89 13,57 Belanja Hibah 1.114, ,98 98, , ,50 99,19 26,51 Belanja Bantuan Sosial 9,70 6,41 66,08 6,00 2,59 43,12 0,05 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota 770,00 762,54 99, , ,85 85,87 19,89 & Pem Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd 22,64 22,25 98,28 47,12 46,37 98,41 0,85 Prov/Kab/Kota Belanja Tidak Terduga 12, ,52 3,99 29,50 0,07 B. Belanja Langsung 2.537, ,95 86, , ,71 91,65 39,06 Belanja Pegawai 105,66 90,39 85,55 100,96 95,69 94,77 1,75 Belanja Barang & Jasa 1.456, ,57 84, , ,24 93,71 18,95 Belanja Modal 975,83 868,99 89, , ,78 89,35 18,36 67

68 Adapun komponen belanja dengan persentase realisasi tertinggi pada triwulan I 2017 adalah Belanja Tidak Langsung yang sebesar 15,73%. Apabila dilihat dari total realisasinya, anggaran Belanja Tidak Langsung banyak terserap oleh Belanja Pegawai dengan pangsa realisasi sebesar 21,15%, diikuti oleh Belanja Hibah dan Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota & Pemerintah Desa yang masing-masing sebesar 14,46% dan 11,20%. Tingginya realisasi Belanja Pegawai terutama berupa pembayaran gaji pokok PNS/uang representasi yang sebesar Rp241,49 miliar atau 28,27% dari rencana anggaran. Di lain sisi, penyerapan anggaran Belanja Langsung pada triwulan I 2017 baru mencapai 2,79%. Komponen realisasi Belanja Langsung yang menjadi penyumbang terbesar adalah Belanja Barang & Jasa dengan pangsa sebesar 6,76%, diikuti oleh Belanja Pegawai dengan pangsa 1,76%. Secara garis besar, pencapaian realisasi anggaran Belanja Langsung pada triwulan I 2017 dipengaruhi oleh pencapaian realisasi Belanja Barang & Jasa yang hanya mencapai 6,76% BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG Dari 15 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung, anggaran belanja untuk 13 Kabupaten/Kota pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp18,39 triliun atau meningkat sebesar 93,48% dibandingkan anggaran belanja tahun 2016 (8 Kabupaten/Kota) yang sebesar Rp9,5 triliun. Adapun anggaran belanja tertinggi dimiliki oleh Kota Bandar Lampung dengan pangsa mencapai 15,03%, diikuti oleh Kabupaten Lampung Tengah (13,04%), Kabupaten Lampung Timur (11,28%) dan Kabupaten Lampung Selatan (10,76%). Di sisi lain, Kabupaten/Kota dengan pangsa belanja terendah adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat (0,37%), Kabupaten Lampung Utara (2,97%), dan Kota Metro (4,59%). Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja Kabupaten/Kota pada tahun 2017 didominasi oleh anggaran Belanja Pegawai yang sebesar 47,85%, yang diikuti oleh Belanja Modal (20,87%), Belanja Barang/Jasa (17,75%), dan Belanja Non Pegawai (13,54%). Sampai dengan triwulan I tahun 2017, realisasi belanja APBD dari 15 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung baru mencapai 8,19% terhadap total anggaran. Angka realisasi ini relatif rendah dibandingkan dengan yang ditargetkan sampai dengan triwulan I Rendahnya realisasi ini antara lain disebabkan oleh penyesuaian nomenklatur organisasi pada awal tahun 2017 yang penyelesaiannya memakan waktu yang cukup lama sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan realisasi anggaran. Sampai dengan triwulan I 2017, Terdapat dua Kabupaten yang belum merealisasikan anggaran belanjanya, yakni Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus. Selain itu, beberapa Kabupaten dengan total anggaran belanja terbesar juga memiliki realisasi yang masih rendah, antara lain Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan. Secara persentase, realisasi tertinggi dialami oleh Kabupaten Lampung Utara yang sebesar 15,54%. Sedangkan secara nominal, realisasi belanja tertinggi sampai dengan triwulan I 2017 dicapai oleh Kota Bandar Lampung, yakni sebesar Rp365,8 miliar. 68 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

69 Grafik 2.4 Pangsa Anggaran Belanja Kabupaten/Kota 2017 Grafik 2.5 Realisasi Anggaran Belanja 2017 per Kabupaten/Kota Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id) Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id) Grafik 2.6 Struktur Belanja APBD Kabupaten/Kota 2017 Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id) 2.3. PENERIMAAN & BELANJA NEGARA DI PROVINSI LAMPUNG Penerimaan Berdasarkan Laporan Arus Kas Masuk, jumlah Penerimaan Negara di Provinsi Lampung sampai dengan triwulan I 2017 mencapai Rp1.594,44 miliar. Komponen Penerimaan Perpajakan masih menjadi sumber penerimaan utama di Provinsi Lampung, yaitu sebesar Rp1.464,99 miliar atau mencapai 91,88% dari keselurahan total penerimaan. Selanjutnya diikuti oleh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang mencapai Rp129,45 miliar atau 8,12%. 69

70 Tabel 2.6 Laporan Arus Kas Masuk di Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah Uraian Tahun 2016 Pendapatan Negara & Hibah 1.594,44 Penerimaan Dalam Negeri 1.594,44 Penerimaan Perpajakan 1.464,99 Pendapatan Pajak Dalam Negeri 1.099,69 Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional 365,29 Penerimaan Negara Bukan Pajak 129,45 Penerimaan Sumber Daya Alam 0,00 Pendapatan Bukan Pajak Lainnya 129,45 Pendapatan Badan Layanan Umum 0,00 Pendapatan Penyesuaian 0,00 Pendapatan Hibah 0,00 Pada triwulan I tahun 2017, komponen Penerimaan Pajak Dalam Negeri yang menyumbangkan porsi terbesar adalah Penerimaan Pajak Penghasilan yang sebesar Rp627,39 miliar atau 57,05% dari total Penerimaan Pajak Dalam Negeri. Diikuti oleh Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang sebesar Rp454,01 miliar atau 41,29% Belanja Laporan Arus Kas Keluar Pemerintah Provinsi Lampung sampai dengan triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp14,20 miliar. Komponen penyumbang tertinggi adalah Belanja Barang yang sebesar Rp8,17 miliar atau 57,57% dari keseluruhan total Belanja Negara di Provinsi Lampung. Diikuti oleh Belanja Perjalanan dan Belanja Pemeliharaan yang masing-masing sebesar Rp1,99 miliar (14,02%) dan Rp1,76 miliar (12,38%). Tabel 2.7 Laporan Arus Kas Keluar di Provinsi Lampung Dalam Miliar Rupiah Uraian Tahun 2016 Belanja 14,20 Belanja Gaji & Tunjangan 0,30 Belanja Honorarium/Lembur/Vakasi/Tunj. Khusus dan Belanja Pegawai Transito 0,00 Belanja Kontribusi Sosial 0,00 Belanja Barang 8,17 Belanja Jasa 0,73 Belanja Pemeliharaan 1,76 Belanja Perjalanan 1,99 Belanja Badan Layanan Umum (BLU) 1,22 Belanja Barang Untuk Pemda/Masyarakat 0,03 Belanja Bantuan Sosial 0,00 70 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

71 Halaman ini sengaja dikosongkan 71

72 q PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BAB 3 72 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

73 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi Lampung selama triwulan I 2017 cukup terkendali dengan laju sebesar 3,67% per tahun (yoy). Inflasi tersebut terutama dikarenakan adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok adiministered prices dan inti. Di sisi lain, inflasi kelompok pangan (volatile food) yang masih menjadi fokus kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah provinsi Lampung masih memberikan sumbangan inflasi, namun dengan laju yang cenderung turun dan tetap terkendali. Secara keseluruhan, terkendalinya inflasi pada triwulan I 2017 terutama disebabkan karena meredanya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pressure) sejalan dengan kondisi perekonomian domestik yang masih dalam tahap konsolidasi. Berdasarkan kota perhitungan IHK, inflasi IHK kota Metro tercatat lebih rendah dibandingkan kota Bandar Lampung, dan rata-rata inflasi kota-kota perhitungan IHK di Sumatera. Adapun secara nasional, inflasi IHK provinsi Lampung sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi IHK Nasional yang mencapai 3,61% (yoy). Tantangan pengendalian inflasi provinsi Lampung kedepan masih cukup besar diantaranya bersumber dari inflasi kelompok volatile foods dan kelompok administered prices INFLASI UMUM PROVINSI LAMPUNG Inflasi Bulanan Inflasi bulanan Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.1). Secara garis besar, menurunnya tekanan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh koreksi harga yang terjadi pada komoditas pangan/volatile food seiring dengan berlangsungnya panen raya di sejumlah sentra produksi. Grafik 3.1 Inflasi Bulanan Lampung & Nasional Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada bulan Januari 2017 tercatat sebesar 0,82% (mtm), lebih rendah jika dibandingkan dengan Nasional meskipun mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari rata-rata historisnya selama tiga tahun terakhir. Inflasi tersebut juga tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,61% (mtm). Secara 73

74 bulanan, terjadinya inflasi pada bulan Januari 2017 didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi pada kelompok administered prices (1,27%, mtm) dan volatile food (0,52%, mtm), sedangkan inflasi kelompok inti turun menjadi 0,79% (mtm). Biaya perpanjangan STNK dan tarif listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar pada Januari 2017 dengan sumbangan masing-masing sebesar 0,23% dan 0,17% (Tabel 3.1). Berdasarkan kelompok penyumbang inflasi, tingginya inflasi pada bulan Januari 2017 disebabkan oleh inflasi yang cukup tinggi pada kelompok transport dan komunikasi, diikuti oleh kelompok perumahan (Grafik 3.2). Tingginya inflasi pada kelompok transport dan komunikasi terutama disebabkan oleh kenaikan biaya administrasi perpanjangan STNK sebesar 100%-167% seiring dengan diberlakukannya PP No. 60 tahun 2016 per 6 Januari Sumbangan inflasi dari kenaikan biaya ini menjadi yang terbesar baik di level Provinsi maupun di Kota Bandar Lampung. Sementara itu, inflasi yang terjadi pada kelompok perumahan antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik dari pencabutan subsidi listrik rumah tangga mampu golongan 900 VA. Inflasi dari tarif listrik ini menjadi yang terbesar di Kota Metro dengan total sumbangan sebesar 0,36%. Kebijakan penyesuaian tarif listrik tersebut dilakukan secara bertahap dengan posisi bulan Januari sebesar Rp774/KwH, bulan Maret sebesar Rp1.023/KwH, dan bulan Mei sebesar Rp1.352/KwH. Selain itu, kelompok bahan makanan juga memberikan sumbangan terhadap inflasi bulan Januari 2016 sebesar 0,12%. Sub kelompok komoditas padi-padian, umbiumbian dan hasilnya menjadi penyumbang inflasi terbesar pada kelompok ini yang diikuti oleh sub kelompok komoditas sayur-sayuran. Inflasi pada kelompok bahan makanan ini utamanya bersumber dari peningkatan harga beras dengan sumbangan inflasi sebesar 0,08%. Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, faktor penyebab kenaikan harga pada komoditas beras tersebut terutama karena adanya peningkatan permintaan yang diikuti dengan kenaikan harga dari pemasok. Namun demikian, tingginya inflasi dari kelompok bahan makanan tersebut sedikit tertahan dengan koreksi harga pada beberapa komoditas strategis seperti bawang merah, telur ayam ras, cabai merah, dan daging ayam ras. Grafik 3.2 Sumbangan Inflasi Bulanan Jan-17 Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Tabel 3.1 Lima Komoditas yang Mengalami Inflasi & Deflasi Tertinggi pada Jan-17 Komoditas % Andil Komoditas % Andil Biaya Perpanjangan STNK 0.23 Bawang Merah (0.07) Tarip Listrik 0.17 Besi Beton (0.04) Beras 0.08 Tarip Pulsa Ponsel Telur Ayam Ras (0.03) 0.06 Semen (0.02) Bensin 0.05 Cabai Merah (0.02) Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2017 di Provinsi Lampung tercatat sebesar 0,54% (mtm), lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi nasional dan rata-rata periode yang sama dalam tiga tahun terakhir yang mencatat deflasi sebesar 0,24% (mtm). Namun demikian, realisasi inflasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,82% (mtm). Di tengah mulai terkendalinya harga pangan, tekanan inflasi terbesar masih dipicu oleh kelompok harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices) yakni sebesar 1,18% (mtm). Berdasarkan kelompok penyumbang inflasi, tingginya inflasi pada bulan Februari 2017 disebabkan oleh inflasi yang cukup tinggi pada kelompok perumahan, diikuti oleh kelompok 74 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

75 transport dan komunikasi serta kelompok makanan jadi (Grafik 3.3). Tingginya inflasi pada kelompok perumahan terutama dipengaruhi oleh laju inflasi dari penyesuaian tarif listrik rumah tangga mampu dengan daya 900 VA (R-1/900 VA-RTM) yang berdampak pada pembayaran listrik bulan Februari 2017 sehingga menyumbang inflasi cukup signifikan sebesar 0,19% (Tabel 3.2). Kondisi tersebut sejalan dengan total pelanggan listrik di Lampung yang terhitung, yakni mencapai 27,73% pada posisi Februari Dengan komposisi pelanggan pra bayar dibandingkan pasca bayar sebesar 7 berbanding 10 maka dampak kenaikan tarif listrik tersebut lebih tinggi di bulan Februari 2017 atas pembayaran dari pelanggan pasca bayar. Dampak penyesuaian tarif listrik tersebut juga memicu dampak lanjutan (second round effect) ke inflasi inti (core) seperti kenaikan tarif sewa rumah yang pada umumnya beban biaya listriknya menjadi tanggungan pemilik rumah. Selain itu, kelompok transport dan komunikasi juga memberikan sumbangan terhadap inflasi bulan Februari 2017 sebesar 0,12%. Inflasi pada kelompok ini terutama bersumber dari sub kelompok komunikasi sebagaimana tercermin pada sumbangan tarif pulsa ponsel (0,08%). Meskipun demikian, inflasi yang lebih tinggi pada Februari 2017 dapat diminimalisir oleh meredanya tekanan inflasi kelompok volatile food yang tercatat 0,07% (mtm). Meredanya tekanan inflasi pangan terutama bersumber dari lebih rendahnya inflasi kelompok bahan makanan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Koreksi harga terjadi pada komoditas beras disebabkan oleh pasokan yang terjaga seiring dengan mulai berlangsungnya panen di beberapa sentra produksi. Penurunan harga juga terjadi pada komoditas pangan lainnya seperti telur ayam ras, cumi-cumi, tomat sayur, dan daging ayam ras. Sementara itu, peningkatan harga pada komoditas cabai merah dapat diredam dengan operasi pasar khususnya ke daerah yang mengalami gejolak harga cabai cukup tinggi dan upaya pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Grafik 3.3 Sumbangan Inflasi Bulanan Feb-17 Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Tabel 3.2 Lima Komoditas yang Mengalami Inflasi & Deflasi Tertinggi pada Feb-17 Komoditas % Andil Komoditas % Andil Tarip Listrik 0.19 Telur Ayam Ras (0.05) Cabai Merah 0.11 Cumi-Cumi (0.05) Tarip Pulsa Ponsel 0.08 Tomat Sayur (0.04) Sewa Rumah 0.07 Beras (0.04) Daging Ayam Bawang Merah 0.05 Ras Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah (0.03) Pada bulan Maret 2017, Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung mengalami deflasi sebesar 0,10% (mtm) dan sejalan dengan deflasi yang terjadi secara nasional. Deflasi Provinsi Lampung bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan deflasi nasional yang sebesar 0,02% (mtm). Secara bulanan, terjadinya deflasi pada bulan Maret 2017 bersumber dari deflasi pada kelompok volatile foods (-0,57%; mtm) dan inti (-0,10%; mtm). Sementara itu, inflasi administered prices masih mencatat inflasi (0,52%; mtm) meskipun lebih rendah dari bulan sebelumnya. Kelompok bahan makanan tercatat sebagai penyumbang deflasi terbesar (-0,17%) pada bulan Maret 2017 (Grafik 3.4). Deflasi pada kelompok bahan makanan ini terutama bersumber dari komoditas cabai merah, beras, dan cabai rawit dengan sumbangan deflasi masing-masing 0,18%, 0,13%, dan 0,05%. Koreksi harga cabai merah antara lain dipengaruhi oleh peningkatan pasokan seiring dengan 75

76 berlangsungnya panen di Kabupaten Lampung Barat. Harga beras bulan Maret 2017 terkoreksi 2,57% dibandingkan bulan sebelumnya, sejalan dengan masih berlangsungnya panen raya di Lampung Tengah, Lampung Timur dan Lampung Selatan. Sementara itu, bawang merah tercatat masih menjadi salah satu komoditi penyumbang inflasi di Lampung, yang antara lain disebabkan terganggunya pasokan akibat curah hujan yang tinggi di sentra produksi bawang merah di Pulau Jawa. Pada saat yang bersamaan, kelompok inti pada bulan Maret 2017 juga mencatat deflasi sebesar 0,10% (mtm), setelah sebelumnya mencatatkan inflasi 0,12% (mtm). Deflasi pada kelompok inti antara lain disumbang oleh kelompok komunikasi, khususnya tarif pulsa ponsel dan telepon seluler dengan sumbangan masing-masing sebesar -0,06% dan -0,02%. Sementara itu, kelompok administered prices pada bulan Maret 2017 kembali mengalami inflasi sebesar 0,52% (mtm). Tekanan inflasi administered prices tersebut disebabkan oleh kenaikan tarif listrik tahap II untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA pada awal Maret 2017 yang kenaikannya mencapai 30,7% dibandingkan tarif yang berlaku pada 1 Januari Kenaikan tarif listrik tersebut terutama berdampak pada pelanggan pra-bayar, dengan andil inflasi mencapai 0,07%. Grafik 3.4 Sumbangan Inflasi Bulanan Mar-17 Tabel 3.2 Lima Komoditas yang Mengalami Inflasi & Deflasi Tertinggi pada Mar-17 Komoditas % Andil Komoditas % Andil Bawang Merah 0.12 Cabai Merah (0.18) Tarip Listrik 0.07 Beras (0.13) Mobil 0.02 Tarip Pulsa Ponsel (0.06) Ayam Hidup 0.02 Cabai Rawit (0.05) Jagung Manis 0.01 Telepon Seluler (0.02) Tabel 3.3 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang & Jasa (% mtm) No 1 2 Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar 1,43 (1,90) (0,10) 2,02 1,02 (0,61) (0,23) 0,42 1,56 0,47 0,51 0,10 (0,60) 0,42 0,00 0,51 0,45 0,21 0,89 0,27 0,02 0,19 0,13 0,32 0,68 0,02 3 Perumahan (0,08) (0,21) (0,07) 0,10 0,14 0,27 0,07 1,37 0,06 1,42 0,64 1,09 0,38 4 Sandang 0,15 0,34 0,34 0,83 0,11 0,73 0,34 (0,38) (0,27) 0,18 (0,02) (0,10) 0,31 5 Jasa Kesehatan 0,19 0,17 (0,21) 0,27 (0,09) 0,54 (0,04) 0,36 0,12 (0,02) 1,69 0,01 0, Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 0,28 (0,08) 0,00 0,01 (0,12) 0,66 3,02 0,08 (0,02) 0,01 (0,15) 0,00 (0,06) Transport & Komunikasi 0,05 (1,70) (0,04) 0,56 1,09 (1,17) 0,27 0,20 0,20 0,61 2,76 0,78 (0,39) Umum 0,44 (0,76) 0,05 0,73 0,50 0,00 0,28 0,49 0,46 0,61 0,82 0,54 (0,10) 76 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

77 Inflasi Tahunan Secara tahunan, tekanan inflasi di Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 (Maret 2017) tercatat sebesar 3,67% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember 2016) yang sebesar 2,78% (yoy) dan inflasi nasional (3,61%; yoy) (Grafik 3.5). Namun demikian, inflasi tersebut tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Provinsi lainnya di Sumatera yang mencapai 3,91% (yoy). Secara tahunan, meningkatnya inflasi tersebut dibandingkan triwulan sebelumnya terutama bersumber dari meningkatnya harga-harga komoditas kelompok transport dan komunikasi, khususnya sub kelompok sarana dan penunjang transpor. Pada Maret 2017, sub kelompok sarana dan penunjang transpor tercatat mengalami inflasi sebesar 25,46% (yoy). Grafik 3.5 Inflasi Tahunan Provinsi Lampung & Nasional Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Tabel 3.4 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) No Kelompok Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan Makanan 6,33 8,11 5,84 9,94 8,55 12,03 11,86 8,33 10,44 5,90 3,39 4,03 2,64 2 Makanan Jadi, Minuman, 3,74 4,92 4,04 6,78 8,08 9,38 8,76 6,69 6,18 4,55 4,67 3,61 3,75 Rokok & Tembakau 3 Perumahan 5,48 4,78 4,39 7,14 7,44 7,14 6,28 3,48 2,04 1,53 1,27 3,34 5,36 4 Sandang 1,95 2,65 0,97 0,37 2,05 3,16 4,01 4,47 2,66 3,57 3,57 2,96 2,44 5 Jasa Kesehatan 7,42 6,90 6,32 7,49 6,40 11,12 10,39 10,30 9,54 4,25 3,76 1,98 3,16 6 Pendidikan, Rekreasi, & 3,65 3,41 6,07 9,03 9,02 8,78 4,28 5,00 4,96 4,73 7,39 3,94 3,35 Olahraga 7 Transport & Komunikasi 13,94 10,33 1,29 10,59 1,97 3,78 4,97 (4,22) 1,96 (1,04) (2,45) (1,56) 3,15 Umum 6,55 6,39 4,22 8,06 6,64 8,17 7,70 4,34 5,29 3,15 2,47 2,78 3,67 77

78 3.2. DISAGREGASI INFLASI Secara tahunan, inflasi triwulan I 2017 di Provinsi Lampung meningkat terutama disebabkan oleh naiknya tekanan inflasi pada kelompok administered prices dan inti. Harga barang dan jasa secara umum di Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari 2,78% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,68% (yoy) pada triwulan I Meningkatnya inflasi pada triwulan I 2017 terutama bersumber dari meningkatnya inflasi pada kelompok administered prices (3,51%; yoy) dan inti (4,19%; yoy). Sementara itu, tekanan inflasi kelompok volatile food sedikit mereda (2,52%; yoy). Grafik 3.6 Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab Non Fundamental Volatile Food Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Inflasi volatile food (VF) pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dari 3,78% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 2,52% (yoy) pada triwulan laporan. Dilihat berdasarkan perkembangannya, inflasi VF menunjukkan tren yang menurun sampai dengan triwulan I Hal ini menunjukkan semakin terkendalinya laju inflasi kelompok VF yang terlihat dari angka inflasi tahunan pada akhir triwulan I 2017 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016 dan nilai historisnya dalam 3 tahun terakhir, serta berada pada tingkat yang cukup rendah, yaitu di bawah 5%. Stabilitas harga pangan yang terjaga pada akhir triwulan I 2017 terutama dikarenakan berlangsungnya musim panen di beberapa sentra produksi sehingga menyebabkan adanya peningkatan pasokan komoditas. Hal ini memberikan dampak pada koreksi harga yang terjadi pada beberapa komoditas pangan. Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Volatile Food 78 Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

79 Sejalan dengan hasil survei pemantauan harga (SPH) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, faktor penyebab penurunan harga beberapa komoditas pangan tersebut terutama karena musim panen yang terjadi di beberapa daerah daerah produksi sehingga menyebabkan adanya peningkatan pasokan. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada triwulan I 2017 antara lain kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, yaitu komoditas beras yang tercatat memberikan sumbangan deflasi sebesar -0,15% sehubungan dengan turunnya harga dari pemasok sebagai akibat dari peningkatan pasokan seiring dengan berlangsungnya panen raya. Grafik 3.8 Perkembangan Harga Beras Grafik 3.9 Perkembangan Harga Bumbu-Bumbuan Grafik 3.10 Perkembangan Harga Sayur-Sayuran Grafik 3.11 Perkembangan Harga Daging & Telur Administered Prices Inflasi administered prices (AP) pada triwulan I 2017 mencatat inflasi sebesar 3,51% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya deflasi sebesar -0,64% (yoy). Dilihat dari perkembangannya, selama triwulan I 2017, tekanan inflasi AP terus menunjukkan tren kenaikan sejalan dengan kenaikan biaya administrasi perpanjangan STNK sebesar 100%-167% seiring dengan diberlakukannya PP No. 60 tahun 2016 per 6 Januari Selain itu, kenaikan tarif listrik tahap II untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA pada awal Maret 2017 yang kenaikannya mencapai 30,7% dibandingkan tarif yang berlaku pada 1 Januari 2017 juga turut memberikan tekanan inflasi. Kenaikan tarif listrik tersebut terutama berdampak pada pelanggan pra-bayar, dengan andil inflasi mencapai 0,07%. Meskipun demikian, tekanan laju inflasi administered prices yang lebih tinggi masih dapat dihindari oleh berlanjutnya koreksi tarif angkutan udara yang mengalami deflasi -0,01%. Ke depan, perlu diwaspadai adanya tekanan inflasi yang bersumber dari penyesuaian harga BBM yang ditetapkan oleh Pemerintah seiring dengan peningkatan harga minyak dunia. 79

80 Grafik 3.12 Perkembangan Inflasi Administered Prices Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Grafik 3.14 Perkembangan Harga BBM Rumah Tangga Grafik 3.16 Perkembangan Tarif Angkutan Grafik 3.15 Perkembangan Harga Rokok Sumber : SPH Mingguan, KPw BI Provinsi Lampung Fundamental / Inti Sama halnya dengan inflasi IHK yang meningkat, tekanan inflasi pada kelompok inti (core) yang menggambarkan tekanan inflasi yang bersifat fundamental juga mengalami peningkatan. Laju inflasi inti di Provinsi Lampung meningkat dari 3,53% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,19% (yoy) pada triwulan I KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

81 Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Inti (Core) Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Tingginya inflasi yang terjadi pada kelompok inti pada triwulan I 2017 antara lain disebabkan oleh kenaikan biaya tempat tinggal. Kenaikan biaya tersebut merupakan dampak (second round effect) dari kebijakan penyesuaian tarif listrik yang dilakukan secara bertahap pada bulan Januari, Maret, dan Mei Peningkatan tarif listrik yang terjadi merupakan dampak dari sisi eksternal di tengah kenaikan harga minyak dunia. Sampai dengan triwulan I 2017, harga minyak dunia menunjukkan tren yang terus meningkat. Sampai dengan triwulan laporan, harga minyak dunia tercatat sebesar USD49,58/barel. Angka ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata harga minyak dunia sepanjang tahun 2016 yang sebesar USD43,16/barel. Harga minyak yang terus meningkat tentunya akan berdampak terhadap harga minyak mentah Indonesia (ICP) (Grafik 3.19) yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga BBM dan tarif listrik. Selain itu, kenaikan harga mobil juga menjadi salah satu komoditi penyumbang inflasi dari kelompok inti meskipun dengan andil yang tidak terlalu besar yaitu 0,02%. Kenaikan harga mobil baru yang antara lain dipengaruhi oleh penyesuaian tarif pengurusan dokumen kendaraan bermotor sesuai PP No 60 Tahun Grafik 3.19 Perkembangan Harga Minyak Dunia & ICP Grafik 3.18 Perkembangan Nilai Tukar IDR/USD Sumber : Bloomberg & Kementerian ESDM Sumber : Bank Indonesia, diolah Ekspektasi Inflasi Arah ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang pada triwulan sebelumnya memiliki tendensi yang menurun, kembali meningkat pada triwulan I Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) 81

82 yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, ekspektasi inflasi konsumen 3 bulan ke depan mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, dengan indeks sebesar 174,0. Meningkatnya ekspektasi inflasi konsumen pada bulan ini sejalan dengan inflasi di akhir triwulan I 2017 yang mengalami kenaikan. Selain itu, tekanan harga yang masih terus berlangsung dari kelompok administered prices turut membentuk ekspektasi masyarakat terhadap inflasi. Kenaikan biaya administrasi perpanjangan STNK dan penyesuaian tarif listrik dari pencabutan subsidi listrik rumah tangga mampu golongan 900 VA turut mempengaruhi daya beli masyarakat. Tingginya andil kenaikan tarif listrik di Lampung tersebut antara lain disebabkan persentase pelanggan listrik dengan daya 900 VA non-subsidi dibandingkan total pelanggan listrik di Lampung terhitung cukup besar, yaitu mencapai 27,73% pada posisi Februari Grafik 3.20 Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang & Jasa 3 Bulan Kedepan Sumber : SK, KPw BI Provinsi Lampung Pengendalian Inflasi Dalam rangka mencapai target inflasi IHK Provinsi Lampung sebesar 4±1% tahun 2017 beberapa upaya pengendalian inflasi telah ditempuh tim TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Lampung selama triwulan I Upaya-upaya dimaksud meliputi: Pertama, mengantisipasi meningkatnya tekanan inflasi ke depan mengingat adanya risiko peningkatan inflasi yang bersumber dari gejolak harga pangan (volatile food) dan harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices) telah dilakukan Rapat Koordinasi High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-provinsi Lampung. Dalam pertemuan tersebut, dilakukan koordinasi secara intens dengan TPID yang merupakan sentra produksi pangan dan holtikultura untuk mengetahui kondisi ketersediaan dan perkembangan harga komoditas di daerah-daerah tersebut. Dari hasil koordinasi yang dilakukan, TPID memandang perlu dilakukan langkah-langkah antisipatif, seperti memperkuat stok Bulog untuk operasi pasar komoditas cabai yang harganya mulai meningkat, mendorong rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan cabai secara mandiri di pekarangan rumah, serta melakukan koordinasi dengan seluruh TPID secara lebih intensif untuk mendeteksi lebih dini potensi tekanan harga dan mensinergikan berbagai program kerja instansi guna merumuskan langkah-langkah ke depan. Kedua, dalam konteks pengendalian inflasi dari kelompok volatile food termasuk risiko inflasi dari kelompok administered prices yang masih berpotensi muncul dalam beberapa bulan ke depan, telah dilakukan rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) pada bulan Maret Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga dilakukan koordinasi terkait dengan program distribusi pupuk berpola billing system. Kelebihan dari distribusi pupuk berpola billing system ini adalah 82 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

83 memberikan jaminan Enam Tepat, yaitu tepat jumlah, tepat jenis, tepat harga, tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran. Sehingga, dengan menggunakan distribusi pupuk tersebut diharapkan dapat mendukung TPID dalam mengendalikan inflasi khususnya dari kelompok volatile food. Selain itu, diharapkan juga seluruh jajaran instansi dan pihak-pihak terkait dapat melakukan berbagai upaya dan terobosan untuk mensukseskan pendistribusian pupuk bersubsidi melalui pola billing system tersebut. Ketiga, dalam konteks penguatan monitoring sekaligus pengendalian ekspektasi publik, KPwDN provinsi Lampung secara berkala menyampaikan surat mengenai asesmen dan rekomendasi kebijakan kepada Gubernur Lampung terkait perkembangan inflasi terkini. Secara bersamaan, asesmen dimaksud juga dimuat di media massa lokal dalam rangka menjaga ekspektasi masyarakat terhadap inflasi daerah INFLASI KOTA-KOTA DI PROVINSI LAMPUNG Inflasi Kota Bandar Lampung Pada bulan Januari 2017, harga barang dan jasa secara umum di Kota Bandar Lampung mengalami inflasi sebesar 0,84% (mtm), lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 0,70% (mtm). Secara tahunan, inflasi di kota Bandar Lampung pada bulan Januari 2017 tercatat sebesar 3,35% (yoy) atau secara kumulatif sebesar 0,84% (ytd). Sejalan dengan inflasi yang terjadi di Provinsi Lampung, inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung bersumber dari sumbangan inflasi dari kelompok transpor dan komunikasi, khususnya sarana dan penunjang transpor yang menjadi penyumbang inflasi terbesar (0,33%) terkait dengan biaya perpanjangan STNK. Harga barang dan jasa di Kota Bandar Lampung pada bulan Februari 2017 menurun menjadi sebesar 0,58% (mtm). Secara tahunan, inflasi Kota Bandar Lampung pada bulan Februari 2017 sebesar 4,48% (yoy), atau secara kumulatif tercatat sebesar 1,43% (ytd). Sejalan dengan inflasi yang terjadi di Provinsi Lampung, inflasi pada bulan Februari 2017 di Provinsi Lampung terutama dipicu oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, khususnya tarif listrik yang menjadi penyumbang inflasi terbesar (0,19%). Tingginya sumbangan tarif listrik terhadap inflasi dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif listrik dari pencabutan subsidi listrik rumah tangga mampu golongan 900 VA. Menjelang akhir triwulan I 2017, tekanan inflasi di Kota Bandar Lampung mulai menurun sebagaimana tercermin dari deflasi yang terjadi pada bulan Maret 2017, yaitu sebesar -0,06% (mtm). Deflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung terutama bersumber dari kelompok bahan makanan, khususnya beras dan cabai merah yang masing-masing memberikan sumbangan deflasi sebesar -0,15%. Berdasarkan hasil SPH KPw BI Provinsi Lampung, penurunan kedua harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh melimpahnya pasokan seiring masa panen di sejumlah sentra produksi. Sementara itu, penyumbang inflasi terbesar pada Maret 2017 masih bersumber dari kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan sumbangan sebesar 0,09%. 83

84 Grafik 3.21 Inflasi Bulanan Kota Bandar Lampung Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Kota Bandar Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Secara tahunan, pada triwulan I 2017 Kota Bandar Lampung mencatatkan inflasi sebesar 3,90% (yoy). Inflasi kota Bandar Lampung tersebut tercatat sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Sumatera yang sebesar 3,91% (yoy), namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 3,61% (yoy). Inflasi yang tercatat rendah tersebut tidak lepas dari dukungan dan kerja sama berbagai pihak khususnya antara Bank Indonesia dan TPID Kota Bandar Lampung Inflasi Kota Metro Sejalan dengan Kota Bandar Lampung, Kota Metro pada bulan Januari 2017 mencatatkan inflasi sebesar 0,72% (mtm). Inflasi tersebut berada di bawah inflasi Nasional yang sebesar 0,97% (mtm). Secara tahunan, inflasi Kota Metro pada bulan Januari 2017 adalah sebesar 2,99% (yoy) atau secara kumulatif sebesar 0,72% (ytd). Inflasi yang terjadi di Kota Metro bersumber dari sumbangan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar pada kelompok ini adalah tarif listrik (0,36%). Selain itu, inflasi juga bersumber dari kelompok bahan makanan, khususnya sub kelompok sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Harga Barang dan Jasa di Kota Metro pada bulan Februari 2017 tercatat mengalami inflasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 0,28% (mtm). Angka tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi yang ada di Kota Bandar Lampung maupun Provinsi Lampung yang masing-masing mencatatkan inflasi sebesar 0,58% (mtm) dan 0,54% (mtm). Dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 0,23% (mtm), inflasi Kota Metro tercatat sedikit lebih tinggi. Secara tahunan, inflasi Kota Metro pada bulan Februari 2017 sebesar 2,85% (yoy) atau secara kumulatif sebesar 1,00% (ytd). Sejalan dengan inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung, terjadinya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga memberikan andil yang cukup besar pada inflasi yang terjadi di Kota Metro dengan sumbangan inflasi sebesar 0,20%. Komoditas tarif listrik menjadi penyumbang terbesar inflasi kelompok tersebut seiring dengan penerapan kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif listrik dari pencabutan subsidi listrik rumah tangga mampu golongan 900 VA. 84 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

85 Grafik 3.23 Inflasi Bulanan Kota Metro Grafik 3.24 Inflasi Tahunan Kota Metro Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Pada akhir triwulan I 2017, sejalan dengan Kota Bandar Lampung, tekanan inflasi di Kota Metro menurun sebagaimana tercermin dari deflasi yang terjadi pada bulan Maret 2017, yaitu sebesar - 0,3% (mtm). Deflasi Kota Metro lebih besar dibandingkan dengan deflasi Kota Bandar Lampung yang sebesar -0,06% (mtm) dan deflasi Nasional yang sebesar -0,02% (mtm). Tekanan inflasi Kota Metro yang menurun pada akhir triwulan I 2017 dibandingkan dengan bulan sebelumnya disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Deflasi juga tercatat pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar -0,01% (mtm). Secara tahunan, pada triwulan I 2017 Kota Metro mencatatkan inflasi sebesar 2,40% (yoy). Sama halnya dengan Kota Bandar Lampung, inflasi Kota Metro tersebut tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi Sumatera yang sebesar 3,91% (yoy) dan juga lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 3,61% (yoy). Terkendalinya inflasi pada akhir triwulan I 2017 tersebut terutama disebabkan karena meredanya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pressure) sejalan dengan kondisi perekonomian domestik yang masih dalam tahap konsolidasi. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi pada akhir triwulan I 2017 juga didukung oleh terkendalinya inflasi volatile food INFLASI KOTA-KOTA DI SUMATERA Secara umum, laju inflasi tahunan kota-kota di Sumatera pada triwulan I 2017 sebagian besar tercatat mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan laju inflasi pada triwulan sebelumnya. Inflasi Sumatera pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,91% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,52% (yoy). Inflasi Sumatera tersebut juga tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 3,61% (yoy). Dari 23 kota inflasi di Sumatera (SBH 2012), terdapat 14 kota yang memiliki inflasi di atas inflasi Nasional dan 9 kota yang memiliki inflasi di bawah inflasi Nasional. Salah satu diantaranya adalah Kota Metro dengan inflasi sebesar 2,40% (yoy). Tiga kota dengan inflasi tertinggi di Sumatera dan berada di atas Nasional adalah Pangkal Pinang (7,13% yoy), Bengkulu (6,01% yoy), dan Dumai (5,33% yoy). Sementara itu, Kota Metro menduduki peringkat ke-2 dengan inflasi terendah di Sumatera dan bahkan berada di bawah Nasional. 85

86 Grafik 3.25 Inflasi Kota-Kota di Sumatera Triwulan I 2017 Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah 3.5. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 2017 Tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung bulan April 2017 kembali mengalami deflasi, seiring dengan masih terkoreksinya harga komoditas pangan utama. Pada April 2017, Provinsi Lampung mengalami deflasi sebesar -0,21% (mtm), lebih dalam dari bulan sebelumnya yang juga mencatat deflasi sebesar -0,10% (mtm). Deflasi yang terjadi pada periode laporan terutama didorong oleh turunnya harga pangan (volatile food) seiring dengan jumlah pasokan yang masih cenderung stabil di beberapa sentra produksi. Sementara itu, kelompok harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices) mengalami kenaikan inflasi dibandingkan bulan sebelumnya sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif listrik rumah tangga mampu 900 VA tahap II yang khususnya berdampak pada pelanggan pasca bayar. Secara tahunan, inflasi IHK Provinsi Lampung masih dalam batas sasaran 4±1% yakni 4,26% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi IHK di Provinsi Sumatera sebesar 5,18% (yoy), meskipun sedikit di atas inflasi nasional yang mencapai 4,17% (yoy). Grafik 3.27 Realisasi Inflasi vs Nilai Historis Inflasi 5 Tahun Terakhir Grafik 3.26 Realisasi Inflasi April Provinsi Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah 86 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

87 Deflasi yang terjadi pada bulan April 2017 kembali dipicu oleh penurunan harga yang terjadi pada sejumlah komoditas kelompok pangan/volatile foods. Komoditas yang mengalami koreksi harga adalah cabai merah dan bawang merah dengan sumbangan masing-masing sebesar -0,24% dan - 0,22%. Koreksi harga cabai merah antara lain dipengaruhi oleh peningkatan pasokan seiring dengan berlangsungnya panen di Kabupaten Lampung Barat. Sementara itu, pasokan bawang merah yang sebelumnya hanya mengandalkan dari Brebes juga mulai meningkat seiring dengan suplai bawang dari Wonosobo dan Banjarnegara yang sudah mulai masuk ke pasaran. Dengan berbagai perkembangan tersebut, kelompok volatile food pada April 2017 tercatat deflasi -1,98% (mtm). Di lain sisi, tekanan inflasi mulai terjadi pada kelompok inti (core) yang sebesar 0,01% (mtm), setelah bulan sebelumnya tercatat mengalami deflasi -0,10% (mtm). Inflasi pada kelompok inti dipengaruhi oleh koreksi harga pada sub kelompok tarif pulsa ponsel yang memberikan andil sebesar 0,02%. Namun demikian, inflasi yang terjadi pada kelompok inti (core) sedikit tertahan oleh deflasi yang terjadi pada komoditas gula pasir sejalan dengan adanya kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp12.500,- oleh Kementerian Perdagangan. Sementara itu, inflasi yang bersumber dari kenaikan harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices) tercatat mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya, yakni mencapai 1,36% (mtm). Hal ini terutama dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan tarif listrik tahap II untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA pada awal Maret 2017 yang kenaikannya mencapai 30,7% dibandingkan tarif yang berlaku pada 1 Januari Kenaikan tarif listrik tersebut terutama berdampak pada pelanggan pasca-bayar yang secara penggunaan dan komposisi lebih besar dibandingkan pelanggan pra-bayar, sehingga memberikan andil inflasi sebesar 0,30%. Meskipun demikian, tekanan laju inflasi administered prices yang lebih tinggi masih dapat dihindari oleh berlanjutnya koreksi tarif angkutan udara yang menyumbang deflasi sebesar -0,04%. Kendati secara umum inflasi IHK April 2017 masih cukup terkendali, Bank Indonesia memandang risiko inflasi ke depan masih tinggi, karena secara pola historisnya ruang untuk kembali terkoreksinya harga beberapa kelompok pangan utama sudah terbatas, dan tekanan inflasi dari administered prices masih akan berlanjut. Pertama, dengan mengamati pola historis pergerakan harga pada beberapa kelompok komoditas pangan utama, komoditas beras terlihat telah mengalami peningkatan, begitu juga dengan bawang merah dan bawang putih yang ruang koreksinya sudah terbatas. Selain itu, faktor musiman menjelang bulan ramadhan patut diwaspadai disamping risiko yang berasal dari faktor cuaca akibat tingginya curah hujan masih berlangsung sampai dengan bulan Mei 2017 dengan kadar curah hujan menengah. Kedua, risiko tekanan inflasi dari kebijakan penyesuaian tarif listrik tahap III pada bulan Mei 2017 dan BBM non-subsidi seiring dengan tren kenaikan harga minyak dunia yang dalam 6 bulan terakhir diperkirakan masih berlanjut. Namun demikian, kenaikan harga BBM non-subsidi tersebut belum akan mempengaruhi kenaikan tarif angkutan penumpang dan barang mengingat sebagian besar menggunakan BBM subsidi yang harganya sampai dengan saat ini belum mengalami kenaikan. Ketiga, risiko inflasi dari dampak lanjutan kenaikan administered prices pada komoditas inti seperti sub kelompok makanan jadi dan sarana penunjang transportasi penting dimitigasi dengan baik. Mengantisipasi masih besarnya risiko inflasi kedepan, langkah-langkah pengendalian inflasi terutama menjaga kestabilan inflasi komoditas pangan perlu ditingkatkan. Pertama, mempererat 87

88 koordinasi antar Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di 15 Kabupaten/Kota melalui rapat secara rutin dan pelaksanaan High-Level Meeting TPID untuk memperkuat komitmen dalam pengendalian inflasi yang difokuskan pada upaya memastikan ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi. Kedua, memperkuat sumber daya manusia yang terkait dengan pelaksanaan fungsi koordinasi pengendalian inflasi di daerah antara lain melalui capacity building dan penyusunan laporan inflasi Kabupaten/Kota secara lengkap dan tepat waktu. Upaya peningkatan kompetensi SDM tersebut juga dilakukan dengan mengembangkan kemampuan untuk melakukan manajemen pasokan (stock management) melalui pemetaan wilayah surplus (sentra produksi) dan defisit produksi serta penataan jalur distribusi pangan yang lebih efisien. Ketiga, meminimalkan dampak inflasi yang disebabkan oleh kemungkinan kenaikan harga BBM subsidi dan gas LPG 3 Kg melalui koordinasi dengan pihak Pertamina dan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas). Selain itu, koordinasi dengan aparat keamanan untuk mencegah potensi penimbunan juga menjadi penting untuk terus dilakukan. Keempat, melakukan percepatan penyelesaian masalah distribusi Bantuan Pangan Non Tunai di Kota Bandar Lampung dengan dukungan Pemerintah Pusat termasuk percepatan penyaluran Rastra untuk Kabupaten/Kota. 88 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

89 BOKS 2 : Inflasi Bulan Ramadhan di Lampung I. Pola Inflasi Periode Ramadhan di Lampung Secara historis, inflasi IHK Provinsi Lampung periode Ramadhan menunjukkan level yang lebih rendah dibandingkan nasional dan beberapa Provinsi di Sumatera, bahkan inflasi bulanan Lampung tercatat lebih stabil dibandingkan Propinsi Riau. Secara tahunan, inflasi IHK cenderung turun dari ±8% menjadi ±3% dan pada tahun 2016, inflasi IHK Lampung merupakan yang terendah di Sumatera. Meskipun capaian inflasi Lampung periode Ramadhan bukan yang tertinggi di Sumatera, tekanan inflasi di triwulan terakhir selalu tercatat lebih tinggi. Dengan tingginya inflasi di 3 bulan pertama tahun 2017, pengendalian inflasi pada akhir tahun 2017 akan menghadapi risiko dan tantangan terbatasnya alokasi fiskal, hal ini dipengaruhi antara lain oleh tingginya curah hujan dan penyesuaian tarif angkutan. Grafik 1. Inflasi Ramadhan di Provinsi Lampung Grafik 2. Inflasi Ramadhan Provinsi di Sumatera T - 1 T T+1 T - 1 T T+1 Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik 3. Perkembangan Inflasi Ramadhan (mtm) di Provinsi Lampung Rata-rata kenaikan harga (mtm) dalam 3 tahun terakhir : T-1 : 0,84%; T : 0,76% T+1 : 0,14% T -1 T T+1 Dalam 3 tahun terakhir, puncak inflasi IHK terjadi di periode T jika Idul Fitri berlangsung pada pertengahan atau pada akhir bulan. Sebaliknya apabila Idul Fitri berlangsung pada awal bulan, inflasi di periode T-1 akan cenderung lebih tinggi. Selanjutnya, paska Idul Fitri secara historis akan terjadi koreksi harga dalam 1-2 bulan. 89

90 Tabel 1. Perkembangan Inflasi Ramadhan (mtm) di Provinsi Lampung Bulan Ramadhan Hari Raya Idul Fitri Paska Hari Raya Idul Fitri * Inflasi Provinsi Lampung merupakan gabungan dari inflasi Kota Bandar Lampung dan Kota Metro * Data inflasi Provinsi Lampung hanya tersedia mulai tahun 2014 seiring dengan masuknya Kota Metro menjadi kota perhitungan inflasi Dalam 5 tahun terakhir, pola inflasi bulanan Kota Bandar Lampung tidak jauh berbeda dengan Provinsi Lampung secara keseluruhan. Tingginya inflasi bulan Ramadhan tahun 2013 dipengaruhi kenaikan harga BBM serta gangguan cuaca, dan pada akhir 2014 kenaikan harga BBM kembali menjadi pemicu tingginya inflasi. Pada tahun 2016, level dan fluktuasi inflasi lebih rendah dibandingkan 2 (dua) tahun sebelumnya karena harga pangan yang cukup terkendali. Berbeda dengan Kota Bandar Lampung, dalam 3 (tiga) tahun terakhir, inflasi Kota Metro pada periode bulan Ramadhan relatif terjaga di tingkat yang rendah, hal ini antara lain tercermin dari tren penurunan inflasi bulanan yang cukup signifikan (2014 s/d 2016). Magnitude deflasi lebih besar di Kota Metro sehingga level dan fluktuasi inflasi 2016 semakin rendah. II. Hal yang Perlu Diperhatikan pada Inflasi Bulan Ramadhan Dengan memperhatikan data historis tersebut di atas, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada inflasi yang terjadi pada bulan Ramadhan di Provinsi Lampung, sebagai berikut: 1. Berfokus pada Lokasi atau kota yang menjadi kota perhitungan inflasi seperti Kota Bandar Lampung sangat menentukan pola inflasi di Provinsi Lampung. 2. Memprioritaskan pengendalian inflasi difokuskan pada dua periode yakni (i) HKBN dan (ii) Akhir Tahun. 3. Menjaga inflasi pada periode yang kritikal atau pada T-1 (bulan Ramadhan). 4. Memprioritaskan untuk menjaga komoditas kelompok volatile food tetap stabil agar tidak memberikan dampak lanjutan pada makanan jadi. 5. Kebijakan pengendalian inflasi yang dilangsungkan secara terus menerus (continues) 6. Penyesuaian administered prices hanya dilakukan pada saat inflasi volatile food rendah/mengalami deflasi, yakni Maret-Mei atau T+1 (periode koreksi paska Idul Fitri). 7. Koordinasi dan pembagian kewenangan yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. III. Rekomendasi Pengendalian Inflasi di Lampung Mengantisipasi masih besarnya risiko inflasi kedepan, langkah-langkah pengendalian inflasi terutama menjaga kestabilan inflasi komoditas pangan perlu ditingkatkan, antara lain melalui: a. Tindakan yang segera dilakukan dalam jangka pendek (immediate actions): 1) Menyalurkan BPNT Provinsi Lampung yang sempat tertunda 3 bulan pertama tahun KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

91 2) Mereview kecukupan pasokan dan perkembangan harga-harga kebutuhan pokok di pasar, distributor, dan gudang oleh TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. 3) Melakukan koordinasi untuk penyaluran CSR BUMN/BUMD/Perusahaan dalam rangka mendukung program pasar murah/operasi pasar menjelang bulan puasa. 4) Mempercepat pendistribusian bibit cabai dalam polybag kepada RT di Kota Bandar Lampung dalam rangka mendorong partisipasi masyarakat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. 5) Mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat melalui komunikasi kebijakan secara efektif dan melibatkan stakeholders secara luas yang dalam pelaksanaannya diinisiasi oleh TPID 6) Menginstruksikan kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan (menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif) dalam rangka mengantisipasi gejolak harga pangan menjelang HBKN dan akhir tahun. 7) Melakukan koordinasi dengan tokoh agama dalam rangka edukasi kepada masyarakat tentang BIJAK DALAM BERBELANJA terutama di bulan Ramadhan b. Dukungan yang Dibutuhkan dari Pemerintah Pusat, yaitu sebagai berikut: 1) Memastikan kelancaran distribusi antar Provinsi (infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara) terutama di Pelabuhan Merak-Bakauheni dan jalur lintas Sumatera. 2) Segera menetapkan penugasan TKSK sebagai pendamping penyaluran BPNT termasuk memberikan pelatihan dan peningkatan softskill yang dibutuhkan sehingga mempercepat kemandirian keluarga pra sejahtera. 3) Menjaga harga bahan pangan agar berada di level yang wajar dan stabil didukung oleh kebijakan perdagangan luar negeri yang berpihak pada kepentingan daerah produsen 4) Memfasilitasi implementasi perdagangan antar daerah seperti mensinergikan kerjasama antara daerah yang surplus dengan daerah yang defisit. Saat ini Pemerintah Provinsi Lampung sedang menjajaki kerjasama perdagangan dengan DKI Jakarta dalam rangka stabilisasi harga pangan. 5) Membuka skema KUR untuk membiayai modal kerja BUMD dalam melaksanakan perdagangan antar daerah. 6) Memberikan dukungan agar Program Rumah Pangan Kita (RPK) -BULOG dapat dibentuk di seluruh kelurahan di Indonesia karena fungsinya yang sangat strategis sebagai outlet operasi pasar yang permanen dengan jaringan yang luas sehingga mendorong efektivitas stabilisasi harga bahan pokok. 7) Memperkuat dan memperluas pengembangan distribusi pupuk bersubsidi secara terintegrasi sebagaimana dilakukan dengan billing system oleh Bank Lampung. Dukungan yang dibutuhkan berupa memastikan adanya kerjasama antara perusahaan produsen pupuk, distributor pupuk, agen dan gapoktan serta lembaga pembiayaan. 91

92 Halaman ini sengaja dikosongkan 92 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

93 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN & UMKM 93

94 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN & UMKM Membaiknya perekonomian global yang ditandai dengan perbaikan harga beberapa komoditas ekspor seperti CPO dan Karet berdampak positif pada perbaikan kinerja sektor korporasi dan rumah tangga. Perbaikan kinerja tersebut mendorong perbaikan fungsi intermediasi perbankan yang mendukung stabilitas keuangan daerah. Sejumlah indikator seperti peningkatan penjualan domestik, margin keuntungan korporasi, indeks keyakinan konsumen, konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan DPK perbankan tercatat meningkat meskipun tidak sebesar periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu pertumbuhan kredit Bank Umum dan BPR yang meningkat cukup signifikan berdampak pada konsumsi rumah tangga, namun di sisi lain, perlu dicermati potensi meningkatnya risiko kredit yang tercermin dari peningkatan Non Performing Loan (NPL). Demikian pula pada perbankan syariah, meskipun fungsi intermediasi telah cukup baik, namun peningkatan Non Performing Financing (NPF) yang hampir mencapai 5% dipandang perlu diwaspadai dan segera dimitigasi. Masih rentannya ketahanan sektor korporasi ditengah proses konsolidasi perekonomian global turut berdampak pada kecenderungan peningkatan risiko kredit perbankan. Sementara itu, ketahanan sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro Lampung pada triwulan I 2017 turut menguat melalui peran perbankan dalam peningkatan penyaluran Kredit UMKM di Provinsi Lampung yang tercatat tumbuh meningkat sebesar 16,4% (yoy) sehingga pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di Lampung yang mengalami peningkatan menjadi 35,7% ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan ekonomi Lampung triwulan I 2017 yang relatif stabil yakni tumbuh diatas 5% serta tingkat inflasi yang relatif terkendali pada level 1,06% (ytd) pada April 2017, dapat memperkuat kinerja sektor rumah tangga dari kapasitas konsumsi maupun kapasitas utang sektor rumah tangga. Kinerja sektor rumah tangga terkait perannya dalam sistem keuangan sebagai penyedia maupun penerima dana, dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang erat kaitannya dengan disposable income yang dimiliki, kondisi ketenagakerjaan, tingkat inflasi, dan aksesibilitas pembiayaan/kredit. Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tercatat tumbuh 5,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,06% (yoy) (Grafik 4.1). Hal ini seiring dengan telah berlalunya liburan Natal dan Tahun Baru, serta sebagai dampak tekanan inflasi terutama yang berasal dari penyesuaian tarif listrik rumah tangga mampu 900 VA (administered prices) yang cenderung menyebabkan rumah tangga menahan pengeluaran konsumsinya. Hal ini juga tercermin dari menurunnya indeks penghasilan rumah tangga saat ini. Meskipun demikian, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang serta persepsi dan optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja dan ketersediaan barang tercatat membaik yang tercermin dari indeks ekspektasi konsumen, indeks keyakinan konsumen dan indeks kondisi ekonomi yang meningkat di level optimis. Selain itu, hasil survei konsumen KPw BI Provinsi 94 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

95 Lampung mengkonfirmasi hal tersebut sebagaimana tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Triwulan I 2017 yang sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi 126,1 (Grafik 4.2). Selain itu terkait kondisi ketenagakerjaan dan prospek pendapatannya, rumah tangga di Lampung memiliki optimisme cukup tinggi terhadap ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan konsumen pada triwulan I 2017, tercermin dari peningkatan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan ekspektasi penghasilan konsumen yang masing-masing meningkat dari 109,0 dan 158,3 pada triwulan IV 2016 menjadi 109,0 dan 158,3 pada triwulan laporan. Optimisme ini juga didukung penguatan ekspektasi kegiatan usaha yang tercermin dari perkiraan kegiatan usaha, perkiraan penghasilan dan perkiraan tersedianya lapangan kerja yang meningkat pada triwulan laporan (Grafik 4.4). Pertumbuhan kredit konsumsi rumah tangga pada perbankan Lampung di triwulan IV relatif stabil, dan dan cenderung turun untuk konsumsi yang berorientasi jangka pendek kepemilikan kendaraan maupun kredit multiguna. Namun pertumbuhan kredit KPR rumah tangga yang masih relatif tinggi (13,3%, yoy) dapat menjadi indikasi awal akan membaiknya permintaan kredit sektor rumah tangga di Lampung. Meskipun demikian, kondisi ekonomi Lampung yang masih didominasi komoditas, dan adanya potensi tekanan harga yang bersumber dari penyesuaian administered prices memasuki tahun 2017 masih menjadi sumber kerentanan sektor ini kedepan. Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung 95

96 Grafik 4.3 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 200,0 150,0 100,0 50,0 - Grafik 4.4 Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Mendatang 158,3 159,3 137,8 109,0 IV I II III IV I II III IV I Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Kegiatan Usaha 147,8 122,7 Sumber : Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Sumber : Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Kinerja Keuangan Rumah Tangga Pada triwulan I 2017, alokasi keuangan rumah tangga tertinggi masih digunakan untuk konsumsi yakni mencapai 56,38% (Grafik 4.5). Porsi konsumsi tersebut sedikit menurun dibandingkan porsi pengeluaran pada triwulan sebelumnya yang antara lain disebabkan telai usainya masa libur tahun baru dan liburan sekolah. Pengeluaran rumah tangga untuk menabung merupakan prioritas kedua setelah konsumsi, dengan preferensi menabung masyarakat terutama dalam rangka persiapan menyambut bulan Ramadhan/Hari Raya Idul Fitri pada triwulan II 2017 dimana diperkirakan beberapa harga komoditas utama konsumsi rumah tangga akan meningkat dan mempengaruhi daya beli rumah tangga. Grafik 4.5 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Secara komposisi, Dana Pihak Ketiga (DPK) di Provinsi Lampung masih didominasi sektor rumah tangga yang tercermin dari pangsa DPK perseorangan yang mencapai 80,34% dari seluruh DPK di Lampung (Grafik 4.6). Dari sisi pertumbuhan, DPK perseorangan pada triwulan laporan tumbuh 96 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

97 sebesar 14,2% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 dan namun tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan DPK non-perseorangan yang meningkat menjadi sebesar 15,27% (yoy). Namun sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga yang cenderung berkurang pada triwulan I pangsa tabungan perseorangan tercatat turun menjadi 67,2%, sedangkan preferensi rumah tangga untuk menyimpan dananya pada deposito tercatat meningkat menjadi 27,75% (Grafik 4.8). Grafik 4.6 Komposisi DPK Provinsi Lampung Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Provinsi Lampung Sumber : LBU Bank Indonesia Grafik 4.8 Komposisi DPK Perseorangan Provinsi Lampung Sumber : LBU Bank Indonesia Grafik 4.9 Pertumbuhan DPK Perseorangan Provinsi Lampung Sumber : LBU Bank Indonesia Sumber : LBU Bank Indonesia Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga Penyaluran kredit di Provinsi Lampung masih didominasi kredit kepada rumah tangga, yang terlihat dari pangsa kredit rumah perserorangan yang mencapai 57,65% dari total kredit yang disalurkan di Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 (Grafik 4.10). Sebagian besar kredit perseorangan tersebut digunakan untuk konsumsi (47,19%), sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan produktif seperti untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar 44,43% dan 8,38% (Grafik 4.11). 97

98 Grafik 4.10 Komposisi Kredit Perseorangan Provinsi Lampung Grafik 4.11 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPW BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPW BI Provinsi Lampung Grafik 4.12 Komposisi Kredit Konsumsi Provinsi Lampung Grafik 4.13 Komposisi Penggunaan Kredit Konsumsi Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Komposisi kredit konsumsi perseorangan triwulan laporan cenderung stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Penggunaan kredit konsumsi perseorangan terbesar adalah kredit multiguna dengan pangsa 70,28% dari keseluruhan kredit konsumsi perseorangan, yang diikuti oleh kredit kepemilikan rumah (KPR) yang mencapai pangsa 27,65%. Sementara itu, kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) dan kredit peralatan rumah tangga relatif kecil, masing-masing hanya mencapai 1,91% dan 0,15% (Grafik 4.12). Pertumbuhan kredit perseorangan pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,64% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,25% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit perseorangan tersebut terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit multiguna yang hanya mampu tumbuh 4,60% (yoy) dan pertumbuhan kredit investasi yang mengalami kontraksi 5,89% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi cenderung stabil yakni mencapai 9,04% (yoy) terutama dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit multiguna 9,10% (yoy) sementara kredit KPR yang merupakan kredit perseorangan dengan pangsa terbesar kedua sedikit melambat dengan pertumbuhan 11,4% (yoy). Sementara itu kredit kepemilikan kendaraan bermotor masih menunjukkan tren melambat sejak awal 2014, dimana pada triwulan berjalan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 19,60% (yoy) (Grafik 4.13). 98 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

99 Dari sisi risiko kredit sektor rumah tangga, rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL) kredit rumah tangga stabil cenderung meningkat dari triwulan sebelumnya 2,65% menjadi sebesar 2,67% pada triwulan laporan. Meskipun tercatat masih di bawah threshold 5%, perlu diwaspadai risiko kredit kedepan mengingat kemampuan membayar rumah tangga turut dipengaruhi oleh risiko inflasi kedepan ASESMEN SEKTOR KORPORASI Kinerja Korporasi Kinerja Korporasi secara umum mengalami peningkatan pada periode pelaporan seiring dengan mulai membaiknya perekonomian global yang ditandai dengan perbaikan harga beberapa komoditas utama dunia seperti CPO dan Karet yang merupakan komoditi unggulan ekspor dari Lampung. Omzet Penjualan Kinerja korporasi pada periode pelaporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya maupun dibandingkan periode triwulan yang sama tahun lalu. Peningkatan kinerja korporasi terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha di Provinsi Lampung pada triwulan I 2017, yang tercermin dari likert scale penjualan domestik sebesar 1,11 atau meningkat dari triwulan IV 2016 dan triwulan I 2016 yang masing-masing sebesar -0,86 dan 0,33. Peningkatan penjualan pada triwulan I 2017 terkonfirmasi dari hampir sektor yang menjadi kontributor besar terhadap kegiatan dunia usaha di Lampung, yakni subsektor perkebunan pisang, subsektor peternakan sapi, subsektor perdagangan, subsektor hotel, subsektor bangunan, subsektor bank, serta subsektor jasa penunjang angkutan laut. Meningkatnya kinerja korporasi juga didukung meningkatnya optimisme konsumen pada triwulan I 2017 yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Survey Konsumen yang lebih tinggi dibandingkan triwulan IV Peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen mencerminkan optimisme masyarakat yang meningkat terhadap kondisi perekonomian Provinsi Lampung yang sebelumnya pada level 120,25 menjadi 126,14. Pada triwulan I-2017, penjualan produk kontak yang terkonfirmasi mengalami peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pada subsektor perdagangan, penjualan produk perusahaan meningkat sebesar 8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan penjualan tersebut terutama bersumber dari kenaikan harga produk di tengah permintaan yang relatif stabil. Dari sisi jenis produk, peningkatan penjualan produk non makanan lebih tinggi dibandingkan dengan produk makanan. Selain itu, peningkatan yang terjadi juga disebabkan adanya penambahan satu minimarket baru. Sementara itu pada subsektor hotel, penjualan pada triwulan I-2017 mengalami peningkatan sebesar ±5% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini terjadi antara lain sehubungan meningkatnya permintaan masyarakat di awal tahun. 99

100 Sementara itu, penjualan sapi di triwulan I-2017 meningkat sebesar 40% dibandingkan tahun lalu akibat pengaruh pembebasan kuota impor di tahun Sapi yang telah diimpor pada tahun 2016 dijual pada tahun 2017 setelah melewati proses penggemukan. Namun demikian, penjualan sapi masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, yaitu pasokan sapi dari Australia yang terbatas akibat musim kering yang terjadi selama beberapa bulan terakhir di Australia. Hal ini akan mempengaruhi ketersediaan bahan baku dan penjualan sapi. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah langkah pemerintah untuk mengimpor sapi dari India yang memiliki nilai jual lebih murah sehingga dapat mengurangi pangsa pasar ke depan. Sejalan dengan itu, nilai penjualan subsektor listrik di triwulan I-2017 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sehubungan adanya penambahan pelanggan baru. Meskipun meningkat, nilai penjualan tersebut mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik. Disamping itu, penjualan subsektor bangunan di triwulan I-2017 juga tercatat meningkat karena penambahan jumlah stok unit residensial paska soft launching proyek baru. Peningkatan penjualan tersebut juga didukung oleh Program Tax Amnesty (TA) yang menjadi daya tarik konsumen untuk melakukan pembelian selama periode tahun anggaran. Pada subsektor bank, total Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kinerja kredit di triwulan I-2017 mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari giro swasta yang tumbuh sebesar 82,11% dan peningkatan kredit konsumsi sebesar 10,88%. Disisi lain, arus kunjungan kapal di triwulan I-2017 menujukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yakni turun 14,73% untuk kegiatan ekspor dan 43,92% untuk kegiatan domestik. Penurunan tersebut terjadi sehubungan dengan lemahnya kondisi ekonomi saat ini yang berpengaruh terhadap turunnya harga komoditas khususnya agro industri, dan semakin banyaknya perusahaan yang memiliki Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Looking Forward, kegiatan dunia usaha selama tahun 2017 serta triwulan I-2018 diperkirakan akan mengalami peningkatan, sebagaimana tercermin pada indikator perkiraan penjualan produk di semua sektor. Salah satunya penjualan unit rumah subsektor bangunan yang diperkirakan terus meningkat di tahun depan sehubungan dengan pembangunan proyek perumahan, yang dilengkapi pembangunan kawasan wisata, bisnis, komersial, dan hotel pada proyek tersebut. Pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta subsektor jasa penunjang angkutan laut, penjualan di tahun depan diperkirakan meningkat sejalan investasi yang dilakukan perusahaan. Contact subsektor hotel memperkirakan peningkatan sebesar 5%-10% dan optimis masih relatif banyak peminat yang tertarik dengan keunggulan hotel berstandar internasional. Sementara itu di subsektor listrik, perusahaan memperkirakan peningkatan yang terjadi sebesar 10% bersumber dari peningkatan target pelanggan baru yang disertai dengan rencana penambahan sumber pasokan listrik. 100 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

101 Grafik 4.14 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Biaya Biaya-biaya operasional pada triwulan I-2017 cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode triwulan I-2016, sebagaimana tercermin dari likert scale biaya yang meningkat terutama biaya energi dan upah tenaga kerja yang masing-masing menjadi 1,33 dan 1,90. Secara umum, biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan mengalami peningkatan normal setiap tahunnya. Kontak mengungkapkan biaya-biaya tersebut juga mempengaruhi besarnya harga dan kegiatan operasional perusahaan. Grafik 4.15 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: KPw BI Provinsi Lampung Rata-rata pangsa biaya bahan baku kontak korporasi yang diperoleh dari kegiatan liaison Bank Indonesia, sangat bervariasi mulai dari 35%-85% dari total biaya. Sebagian besar kontak menyatakan bahwa beban biaya terbesar dialokasikan untuk pembelian bahan baku produksi. Pada kontak subsektor listrik, sebagian besar biaya digunakan untuk membeli bahan baku penghasil 101

102 energi. Penggunaan biaya baku yang besar juga terjadi pada subsektor peternakan sapi dan perikanan rajungan. Dari keseluruhan biaya di unit usaha penggemukan (fattening), sebesar 85% merupakan biaya pembelian sapi dan 10% biaya digunakan untuk membeli pakan dan obat. Harga saat ini cukup tinggi mengikuti siklus tahunan harga sapi di Australia yang naik pada awal tahun. Sementara itu, pada subsektor perikanan rajungan, komposisi biaya tertinggi adalah biaya bahan baku berupa rajungan dari nelayan yang mencapai 80% dari total biaya. Kontak mengungkapkan seluruh bahan baku diperoleh dari distributor dan nelayan domestik. Beban biaya terbesar pada kontak subsektor bangunan dialokasikan untuk biaya tender kontraktor, termasuk pembelian bahan bangunan, yakni lebih dari 75%. Biaya tenaga kerja menjadi biaya terbesar kedua setelah biaya bahan baku dengan pangsa yang bervariasi mulai dari 5%-50% dari total biaya. Berdasarkan likert scale, beban biaya ini meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu dan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Meskipun naik, perkembangan tahunan UMP Lampung masih menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan UMP sebesar 8,25% pada tahun 2017 yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016 dengan pertumbuhan sebesar 11,51%. Pangsa biaya tenaga kerja yang cukup besar dialokasikan oleh kontak subsektor perdagangan dan hotel. Komponen biaya yang dialokasikan kontak untuk biaya tenaga kerja masing-masing sebesar 50% dan 25% dari total biaya. Dari kelompok biaya energi, kontak mengungkapkan alokasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar yakni mulai dari 8%-12% dari total biaya pada triwulan I Pada subsektor perdagangan produk, kebutuhan energi sebagian besar digunakan untuk pendingin ruangan diikuti lampu LED, dan mesin. Kontak mengungkapkan penyediaan listrik oleh PLN di Bandar Lampung lebih baik dan mencukupi dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, ketersediaan listrik oleh PLN dinilai masih kurang di beberapa wilayah lain. Sebagai contoh, kontak subsektor industri pengolahan CPO yang berada di Kabupaten Lampung Selatan masih menggunakan alternatif energi berupa solar, gas, dan batubara. Kedepan, biaya secara keseluruhan diprediksi meningkat normal sesuai dengan rata-rata peningkatan tahunan, kecuali bila terdapat kebijakan baru dari Pemerintah. Beberapa kontak mengungkapkan biaya bahan baku sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat dan harga internasional. Sementara penetapan tingkat upah untuk pegawai tetap memperhatikan tarif UMP yang berlaku dan kebijakan umum yang dikeluarkan oleh kantor pusat perusahaan. 102 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

103 Grafik 4.16 Perkembangan UMP Provinsi Lampung Sumber: SKDU, KPw BI Provinsi Lampung Margin Keuntungan Margin keuntungan yang diterima perusahaan selama triwulan I-2017 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari likert scale yang mencapai 0,30 pada periode laporan. Meningkatnya margin terkonfirmasi oleh kontak pada subsektor industri pengolahan CPO dan perkebunan. Margin yang dihasilkan kontak subsektor industri pengolahan CPO pada awal tahun 2017 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan margin tersebut didorong oleh harga jual yang lebih tinggi sejalan dengan tren kenaikan harga kelapa sawit internasional sejak akhir tahun Sementara itu, peningkatan volume penjualan nanas menyumbang kenaikan margin penjualan produk subsektor perkebunan Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Sejalan dengan peningkatan kegiatan usaha korporasi pada triwulan I 2017, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor korporasi pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh 15,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya. Dari sisi kredit, penyaluran kredit korporasi di Provinsi Lampung didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, serta sektor industri pengolahan sebagai sektor utama penggerak ekonomi di Provinsi Lampung. Dari hasil liaison, secara umum korporasi tetap memanfaatkan pembiayaan perbankan sebagai sumber pembiayaan baik untuk modal kerja maupun investasi, dengan porsi sampai dengan 70%. Berdasarkan data perbankan, suku bunga kredit secara total menurun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu menjadi sebesar 12,31% (yoy). Kondisi tersebut terjadi baik pada suku bunga kredit modal kerja maupun investasi yaitu masing-masing sebesar 12,25% dan 11,24%, dimana sebagian kontak menggunakan suku bunga tersebut dalam pembiayaan kegiatan usaha yang dijalankan. 103

104 Grafik 4.17 Kredit Korporasi di Provinsi Lampung Grafik 4.18 Komposisi Penyaluran Kredit Korporasi di Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Dalam menjalankan usahanya, sebagian besar modal kontak subsektor perdagangan bersumber dari internal perusahaan. Namun demikian, kontak tetap memanfaatkan pembiayaan perbankan dengan pangsa sebesar 30%-40. Selain untuk pembiayaan modal kerja dan investasi, pembiayaan juga dimanfaatkan untuk payroll pegawai. Secara rata-rata, suku bunga pinjaman yang diperoleh oleh kontak adalah sebesar 11,25% atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni sekitar 11,5%-11,75%. Sementara itu, kontak subsektor perikanan rajungan memanfaatkan mekanisme Global Trade Financing Global Chain dengan beberapa bank swasta. Keterbatasan likuiditas akibat pembayaran hasil ekspor yang terjadwal sesuai kontrak mengharuskan kontak mencari dana untuk membeli bahan baku rajungan dari distributor/nelayan. Melalui mekanisme Global Trade Financing Global Chain, kontak dapat menggunakan LC sebagai jaminan bagi bank untuk membantu membiayai pembelian bahan baku. Mekanisme ini juga mempermudah proses transaksi dengan buyer ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN Bank Umum Secara umum, indikator utama kinerja Bank Umum di Lampung pada triwulan I 2017 menunjukkan pertumbuhan dan masih berada dalam threshold yang ditetapkan. Namun demikian, perlu dicermati tantangan kondisi perekonomian nasional dan global yang masih ditengah proses konsolidasi dan dampaknya terhadap risiko kredit yang tercermin dari meningkatnya NPL Perbankan. Aset bank umum pada triwulan laporan mencapai Rp56,23 triliun, tumbuh 8,43% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2016 meskipun tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan aset bank umum pada triwulan yang sama tahun lalu. Rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL) masih terjaga dibawah threshold 5%, dan tercatat meningkat menjadi 2,45% sebagaimana pola historis NPL setelah melewati akhir tahun. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit tercatat tumbuh masing-masing 11,28% (yoy) dan 9,47% (yoy). 104 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

105 Tabel 4.1 Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Lampung Grafik 4.19 Kredit Bank Umum Pada Sektor Utama di Provinsi Lampung Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan di Provinsi Lampung Sumber: LBU Bank Indonesia Grafik 4.21 Penyaluran Kredit Bank Umum Di Provinsi Lampung Sumber: LBU Bank Indonesia Grafik 4.22 NPL Bank Umum di Provinsi Lampung Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit Perbankan di Provinsi Lampung masih terkonsentrasi untuk kredit modal kerja, dengan pangsa mencapai 50,80% dari keseluruhan penyaluran kredit, diikuti oleh Kredit Konsumsi yang mencapai 27,24% dan kredit investasi 21,96%. Dari sisi pertumbuhannya, kredit modal kerja dan kredit konsumsi bank umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni masing-masing 8,2% dan 13,2%. Sedangkan secara sektoral, kredit terbesar disalurkan kepada sektor perdagangan dengan pangsa mencapai 29,24% diikuti oleh sektor lainnya (konsumtif) yang mencapai 27,24%, dan pertanian 105

106 dengan pangsa 18,66% dari total penyaluran kredit bank umum di Lampung. Penyaluran kredit perbankan pada sektor pertanian dan perdagangan turut memicu kontribusi akselerasi pertumbuhan ekonomi Lampung yang secara sektoral disumbang oleh sektor Pertanian (31,99%) dan sektor perdagangan (11,70%). Masih minimnya kredit investasi di Lampung membuka peluang bagi perbankan untuk dapat meningkatkan target kredit investasi dalam rangka mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi Lampung ke depan. Selanjutnya dilihat dari pertumbuhannya, sektor ekonomi dengan pertumbuhan kredit bank umum tertinggi dicatat oleh sektor industri, sektor lainnya (konsumtif) dan pertanian yang masing-masing tumbuh 16,10% (yoy), 9,00% (yoy) dan 6,84% (yoy) (Grafik 4.19). Dari sisi risiko kredit, meskipun secara umum cukup terjaga dari rasio NPL bank umum yang tercatat masih dibawah 5%, namun terdapat peningkatan risiko kredit yang tercermin dari peningkatan rasio NPL dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.22). Hal ini antara lain dipengaruhi oleh belum stabilnya perbaikan kinerja rumah tangga maupun perbaikan kinerja korporasi yang masih dalam tahap konsolidasi. Sementara itu dari sisi likuiditas, peningkatan DPK yang tidak sebesar peningkatan kredit berdampak pada funding gap yang mempengaruhi LDR yang tercatat cukup tinggi diatas threshold yakni 131,94% namun telah cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 137,50%. Komponen simpanan mengalami peningkatan pertumbuhan terutama tabungan yang tumbuh 18,3% (yoy), diikuti oleh deposito yang tumbuh 11,3% (yoy). Grafik 4.23 Penghimpunan dan Pertumbuhan DPK Bank Umum di Provinsi Lampung Grafik 4.24 Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan Bank Umum di Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung 106 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

107 Grafik 4.25 Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi Lampung Bank Perkreditan Rakyat Aset BPR di Lampung pada triwulan I 2017 mencapai Rp10,51 triliun atau tumbuh 15,5% (yoy) atau sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 13% (yoy) (Grafik 4.26). Sejalan dengan perkembangan aset, penyaluran kredit oleh BPR di Lampung pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan pertumbuhan dari 9,4% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,5% (yoy) pada triwulan laporan, dengan nominal mencapai Rp8,405 triliun (Grafik 4.27.). Grafik 4.26 Pertumbuhan Aset BPR di Provinsi Lampung Sumber: LBPR Bank Indonesia Grafik 4.27 Penyaluran Kredit BPR Grafik 4.28 Pertumbuhan Kredit BPR berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: LBPR Bank Indonesia Sumber: LBPR Bank Indonesia 107

108 Grafik 4.29 Penyaluran Kredit BPR berdasarkan Sektor Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit BPR masih terkonsentrasi untuk kredit konsumsi, yang pangsanya mencapai 87,12% dari keseluruhan penyaluran kredit sesuai target market BPR yang mayoritas melayani rumah tangga/perseorangan. Sedangkan secara sektoral, penyaluran kredit BPR terbesar adalah pada sektor perdagangan, diikuti sektor angkutan dan pertanian yang masing-masing sebesar 5%, 3% dan 2% dari penyaluran kredit BPR (Grafik 4.29). Berdasarkan jenis penggunaan, meskipun secara pangsa kredit investasi merupakan kredit BPR dengan pangsa yang terkecil, namun pada triwulan I 2017 mencapai pertumbuhan yang tertinggi yakni mencapai sebesar 44,6% (yoy), diikuti kredit konsumsi yang tumbuh meningkat mencapai 10,8% (yoy). Sementara itu, nominal penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) BPR tercatat sebesar Rp5,4 triliun, dengan pertumbuhan yang meningkat dari 12,9% (yoy) menjadi 13,5% (yoy) (Grafik 4.30). Grafik 4.30 Penyaluran Kredit BPR Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit BPR berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung 108 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

109 Kondisi likuiditas BPR pada triwulan I Grafik 4.32 Perkembangan LDR dan NPL BPR 2017 masih berada di atas threshold dan tercatat cukup stabil dari 157,5% menjadi 156,19%. Rasio LDR diatas 100% mengindikasikan BPR menggunakan sumber dana selain DPK untuk membiayai penyaluran kreditnya, seperti modal sendiri. Sementara itu, dari sisi risiko kredit, secara umum kualitas kredit perbankan mengalami penurunan meskipun masih berada dibawah 5%, hal ini diindikasikan oleh meningkatnnya rasio NPL BPR dibandingkan triwulan sebelumnya, yang tercermin dari NPL sebesar 1,63% (Grafik 4.32) Bank Syariah Tabel 4.2 Indikator Kinerja Bank Syariah Provinsi Lampung Secara umum, indikator kinerja utama Bank Syariah (Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) di Provinsi Lampung relatif terjaga baik. Antara lain dilihat dari pertumbuhan aset, DPK dan Pembiayaan di Triwulan I 2017 masing-masing sebesar 24,17% (yoy), 29,04% (yoy) dan 9,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun lalu (Tabel 4.2). Kondisi likuiditas bank syariah di Provinsi Lampung masih terjaga baik yang tercermin dari rasio FDR yang terkendali yakni 102,87% (yoy), yang disebabkan peningkatan DPK yang belum mampu mengimbangi demand pembiayaan bank syariah mencerminkan fungsi intermediasi bank syariah yang masih perlu ditingkatkan. Peningkatan pembiayaan bank syariah pada triwulan laporan mencapai 9,76% (yoy) terutama dipengaruhi oleh peningkatan pembiayaan konsumsi yang mencapai 11,13% (yoy). Sementara itu, Peningkatan signifikan DPK bank syariah pada triwulan I 2017 yang mencapai 29% (yoy) terutama didorong oleh peningkatan giro dan tabungan yang masing-masing mencapai 79,74% (yoy) dan 26,33% (yoy). Kualitas penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah di Provinsi Lampung mengalami penurunan yang tercermin dari Rasio Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah yang cukup tinggi yakni 4,41%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,64% (Grafik 4.36), sehingga terdapat 109

110 potensi peningkatan risiko kredit bank syariah ke depan yang perlu diwaspadai dapat menurunkan kinerja perbankan secara keseluruhan. Grafik 4.33 Fungsi Intermediasi Bank Syariah Grafik 4.34 Pembiayaan Bank Syariah Grafik 4.35 Penghimpunan Dana Bank Syariah Grafik 4.36 Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah 4.4. PERKEMBANGAN KREDIT UMKM Grafik 4.37 Perkembangan Kredit UMKM Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Lampung pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM Provinsi Lampung tercatat tumbuh 17% (yoy), atau cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,40% (yoy) (Grafik 4.35). Kredit menengah merupakan komponen kredit UMKM Provinsi Lampung dengan share terbesar (39,27%) dan mencatat pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan 110 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

111 dengan kredit mikro dan kredit menengah yakni mencapai 39,05% (yoy) dengan nominal penyaluran kredit sebesar Rp6,52 triliun. Pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di Lampung mengalami peningkatan menjadi 35,7%, dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,6% (Grafik 4.38). Sementara itu, risiko kredit pada sektor UMKM mengalami perbaikan dari 3,84% pada triwulan sebelumnya, menjadi 3,47% pada triwulan laporan (Grafik 4.39). Grafik 4.38 Pangsa Kredit UMK Grafik 4.39 NPL Kredit UMKM Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Provinsi Lampung Perkembangan UMKM di Lampung Pengembangan Klaster UMKM yang diinisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung yang masih berjalan di tahun 2017 antara lain adalah pengembangan Klaster Kambing Saburai di Kabupaten Tanggamus dan pengembangan Klaster Bawang Merah di Lampung Tengah.Pelaksanaan program pengembangan Klaster Kambing Saburai di Kabupaten Tanggamus tahun 2017 memasuki tahun kedua dengan pelaksanaan program antara lain pembentukan badan usaha koperasi/bump, merintis usaha-usaha dan penguatan modal koperasi/bump serta Bantuan Teknis Pelatihan marketing dan pembuatan pupuk. Sedangkan pelaksanaan program pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017 merupakan tahun pertama implementasi program. Pelaksanaan program dilaksanakan dengan tujuan antara lain untuk menumbuhkan rasa saling percaya/keswadayaan antar anggota dan menumbuhkan awareness masyarakat/peserta dalam menanam bawang merah guna peningkatan produktivitas tanaman bawang merah. Adapun Program UMKM Produk Unggulan daerah berbasis Local Economic Development (LED) yang sedang dikembangkan di Provinsi Lampung adalah kerajinan kain Tapis Pesawaran. Proses pengembangan telah dilakukan inisiasi sejak akhir tahun 2016 dengan melakukan identifikasi potensi serta koordinasi dengan stakeholders. Sampai dengan saat ini secara umum telah menunjukkan perkembangan yang baik, para pengrajin sudah mulai berinovasi terhadap produk yang dihasilkan, tidak lagi semata/terpaku membuat tapis pada kain tenun namun telah dikreasikan dengan produk lain seperti jilbab, beraneka souvenir, tas dan lain-lain. Banyaknya permintaan atas produk tapis mencerminkan kerajinan tapis Lampung sudah mulai dikenal luas dan sangat potensial untuk dikembangkan. 111

112 Halaman ini sengaja dikosongkan 112 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

113 Uang Baru Tahun Emisi 2016 Sumber : BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 113

114 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 tercermin dari perkembangan positif pertumbuhan sistem pembayaran non tunai di Provinsi Lampung. Transaksi pembayaran melalui Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS), baik nilai transaksi maupun volume menunjukkan perkembangan positif. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang bekerjasama dengan perbankan, kas keliling, remise, program peduli uang lusuh, gerakan peduli koin dan edukasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Dalam hal pengembangan akses keuangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung terus berupaya memperkenalkan Gerakan Nasional Non Tunai untuk memperluas edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat PEMANTAUAN TRANSAKSI SISTEM PEMBAYARAN TUNAI Pemantauan transaksi sistem pembayaran tunai dapat dilakukan melalui beberapa indikator, antara lain jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke Perbankan (outflow) serta pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan penyediaan Uang Layak Edar Perkembangan Aliran Uang Kartal Kegiatan perkasan Bank Indonesia pada Grafik 5.1 Aliran Uang Kartal Inflow triwulan I 2017 untuk wilayah Provinsi Lampung tercatat inflow sebesar Rp2,59 triliun, sedangkan pada triwulan sebelumnya tercatat Rp2,16 triliun, atau mengalami peningkatan 20,0% (qtq). Sementara secara tahunan, inflow Provinsi Lampung pada triwulan laporan mengalami penurunan dari 4,1% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi kontraksi -5,8% (yoy) (Grafik 5.1). Di sisi outflow, tercatat mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp1,81 triliun menjadi Rp1,74 triliun, atau mengalami kontraksi -3,9% (qtq). Secara tahunan, data outflow mengalami peningkatan 80,5% (yoy) atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang 114 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

115 meningkat 3,7% (yoy) (Grafik 5.2). Peningkatan pertumbuhan outflow tersebut relatif sejalan dengan peningkatan aktifitas perekonomian pada triwulan laporan yang menunjukkan peningkatan. Sementara itu net-inflow selama triwulan berjalan sebesar Rp855,3 milyar (Grafik 5.3). Grafik 5.2 Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.3 Perkembangan Triwulanan Kegiatan Perkasan Provinsi Lampung Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia berkomitmen untuk secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) bagi masyarakat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar dilakukan penarikan uang lusuh di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Lampung. KPw BI Provinsi Lampung memiliki program Peduli Uang Lusuh dalam rangka memfasilitasi masyarakat untuk menukarkan uang lusuhnya, yang dilaksanakan bersamaan dengan gerakan peduli koin, yang bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penggunaan uang koin sebagai alat pembayaran yang sah untuk meningkatkan efektifitas uang koin. % 140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Grafik 5.4 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh Di Provinsi Lampung III IV I II III IV I II III IV I PTTB - rhs % thd inflow Miliar Rp 1,600 1,400 1,200 1, Miliar Rp Grafik 5.5 Penukaran Uang Melalui BI (36,1) (10.5) III IV I II III IV I II III IV I % yoy Penukaran Uang Pertumbuhan - rhs Uang lusuh yang ditarik pada triwulan laporan sedikit mengalami penurunan bila dibandingkan jumlah pada triwulan IV 2016 yaitu dari senilai Rp930,6 miliar menjadi Rp896,7 miliar. Dilihat dari proporsi terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh juga mengalami penurunan dari 43,1% 115

116 pada triwulan IV 2016 menjadi 34,6% pada triwulan laporan (Grafik 5.4). Sementara itu penukaran uang pada triwulan laporan tercatat meningkat menjadi Rp22,1 miliar pada triwulan laporan dari Rp16,5 miliar pada triwulan sebelumnya, sehingga secara tahunan koreksinya membaik menjadi - 10,5% (yoy) (Grafik 5.5). Dalam penerapan kebijakan clean money policy, pada triwulan I 2017 terdapat penambahan kas titipan di Liwa, Kabupaten Lampung Barat. Penambahan kas titipan tersebut berusaha menjangkau distirbusi yang layak edar di daerah-daerah terpencil. Saat ini sudah terdapat 2 kas titipan di Provinsi Lampung, yaitu di Kotabumi Lampung Utara dan Liwa Kabupaten Lampung Barat. Ke depan diharapkan, pembukaan kas titipan juga menjangkau Provinsi Lampung bagian timur. Selain pembukaan kas titipan, Bank Indonesia tetap membuka pelayanan penukaran uang rusak untuk masyarakat dan perbankan secara rutin setiap hari Rabu-Kamis dengan jam operasi s.d WIB di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia telah mengeluarkan 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp ,-; Rp50.000,-; Rp20.000,-; Rp10.000,-; Rp5.000,-; Rp2.000,-; dan Rp1.000,-) serta 4 (empat) pecahan uang Rupiah Logam (Rp1.000,-; Rp500,- Rp200,- dan Rp100,-) Tahun Emisi 2016 yang telah berlaku mulai tanggal 19 Desember Penerbitan uang rupiah Tahun Emisi 2016 dilakukan dalam satu seri untuk mempermudah komunikasi kepada masyarakat. Dalam rangka mencegah dan menanggulangi peredaran uang Rupiah palsu di masyarakat, Bank Indonesia memperkuat unsur pengamanan berupa color shifting, rainbow feature, latent image, ultra violet feature, blind code/tactile effect serta rectroverso Perkembangan Temuan Uang Palsu Lembar Grafik 5.6 Perkembangan Uang Palsu Di Provinsi Lampung % yoy Grafik 5.7 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan (44.2) (30.3) III IV I II III IV I II III IV I Uang Palsu Pertumbuhan - rhs Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan pada triwulan I Pada periode laporan, telah ditemukan uang palsu sebanyak lembar, sedikit menurun bila dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebanyak lembar (Grafik 5.6). Temuan uang palsu selama triwulan I 2017 didominasi oleh pecahan Rp50.000,- sebanyak 668 lembar, sisanya adalah pecahan Rp ,- sebanyak 407 lembar, (Grafik 5.7). Sebagai upaya untuk mengantisipasi 116 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

117 peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, KPw BI Provinsi Lampung juga senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Transaksi RTGS Transaksi pembayaran non tunai nominal besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) dari Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 menunjukkan peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik dari nilai transaksi maupun volume transaksi. Peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran ini, selain peningkatan teknologi dan jaringan komunikasi, Bank Indonesia juga meningkatkan perlindungan nasabah melalui penerapan kewajiban maksimal proses dana transfer nasabah. Bank diwajibkan untuk memproses dana transfer nasabah paling lama 1 jam setelah bank penerima memperoleh dana di sistem BI-RTGS. Ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 tentang Penyelenggaraan Settlemen Dana Seketika Melalui Sistem BI RTGS. Triliun Rp Grafik 5.8 Nilai Transaksi RTGS Di Provinsi Lampung I II III IV I II III IV I Nilai (Triliun Rp) Pert. (%yoy) - rhs % yoy Ribu Lembar Grafik 5.9 Volume Transaksi RTGS Di Provinsi Lampung (4,1) I II III IV I II III IV I % yoy Volume (Ribu Lembar) -rhs Pert. (%yoy) Sejalan dengan penerapan kebijakan diatas, pada triwulan I 2017, nilai transaksi BI-RTGS dari perbankan di Provinsi Lampung tercatat sebesar Rp6,22 triliun, sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp7,61 triliun. Namun dari sisi pertumbuhan tahunan, pada triwulan laporan tercatat tumbuh 52,3% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 8,2% (yoy) (Grafik 5.8). Sementara untuk volume transaksi, pada triwulan I 2017 tercatat sebesar transaksi, menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang tercatat hanya sebesar Namun dari sisi pertumbuhan tahunan juga tercatat mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 189,4% (Grafik 5.9) Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat mengalami penurunan pada triwulan I 2017, baik dari sisi volume maupun nominalnya. Jumlah nilai 117

118 kliring pada periode laporan tercatat sebesar Rp10,3 triliun atau kontraksi sebesar -8,2% (qtq), sementara pada triwulan sebelumnya sebesar Rp11,2 triliun. Penurunan juga terjadi di sisi jumlah transaksi, dari 269,6 ribu lembar pada triwulan IV 2016 menjadi 248,8 ribu lembar. Grafik 5.10 Perkembangan Rata-Rata Jumlah Perputaran Kliring Harian di Lampung Miliar Rp 50 - Nominal lembar - rhs 4.14 III IV I II III IV I II III IV I Ribu Lembar Ditinjau dari rata-rata warkat harian, jumlah rata-rata warkat yang dikliringkan per hari pada periode laporan tercatat sebanyak 4,0 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp166,23 miliar (Grafik 5.10). Secara tahunan, jumlah warkat yang dikliringkan kontraksi -2,5% (yoy), mengalami penurunan jika dibandingkan pertumbuhan jumlah warkat kliring triwulan sebelumnya yang tumbuh 15,6% (yoy). Dari nominal kliring, pertumbuhan pada triwulan laporan juga mengalami penurunan dari 14,4% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -10,8% (yoy). Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Lampung Sumber: Bank Indonesia Peredaran cek dan bilyet giro kosong mengalami penurunan baik secara nominal maupun jumlah warkat (Tabel 5.1). Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak lembar dengan nominal Rp106,26 miliar. Dibandingkan periode sebelumnya, nominal cek/bg kosong masih mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -8,8% (qtq) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga kontraksi -7,9% (qtq). 118 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

119 5.3. PENGEMBANGAN ELEKTRONIFIKASI DAN AKSES KEUANGAN Sejalan dengan perkembangan tren digitalisasi masyarakat Indonesia dan dunia internasional, elektronifikasi menjadi penting dalam mendorong perekonomian yang lebih efisien, disamping mendorong good governance yang lebih baik dalam pengelolaan keuangan oleh masyarakat khususnya lembaga-lembaga pemerintah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Lampung terus berupaya untuk melakukan perluasan pelaksanaan edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat. Pada triwulan I 2017, telah dilaksanakan edukasi keuangan dan Sosialisasi Layanan Keuangan Digital peternak di Kecamatan Tanjung Sari terkait Kebanksentralan, Uang Rupiah TE 2016, dan Layanan Keuangan Digital. Telah dilaksanakan edukasi kepada agen LKD dari BRI dan BNI, pendamping TKSK, bersama dengan Anggota DPR Komisi XI kepada guru, perangkat desa, dan masyarakat di Kotabumi. Talkshow tentang Gerakan Nasional Uang Tunai (GNNT) dan Uang Elektronik di Radio Republik Indonesia, dan survei ke Pesantren di Kota Bandar Lampung dalam rangka penjajakan implementasi LKD di Pesantren (Pesantren Darul Amal di Kota Metro sebagai pilot project penerapan elektronifikasi). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Lampung juga mendukung implementasi integrasi penyaluran Bansos Pangan Non Tunai (BPNT) dengan terlibat aktif dalam mendukung edukasi dan sosialisasi teknis BPNT yang dilaksanakan oleh BRI, BNI dan BULOG kepada Agen LKD, pendamping TKSK dan PKH. Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan dan hasil koordinasi dengan perbankan serta dinas terkait di Kota Bandar Lampung, diketahui bahwa penyaluran BPNT di Kota Bandar Lampung belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dari jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kota Bandar Lampung, per 12 April 2017 baru dapat tersalurkan BPNT untuk KPM (realisasi baru 11,8%). Masalah dan kendala yang masih sering dihadapi dalam penyaluran BPNT adalah: 1. Validitas Data. Data KPM untuk penerima BPNT Non Program Keluarga Harapan (PKH) yang jumlahnya kurang lebih 30 ribu KPM hingga saat ini belum final dan masih dalam proses validasi oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung. Pendamping belum mau menyalurkan BPNT untuk menghindari terjadinya konflik di masyarakat jika nantinya terjadi perubahan data KPM. 2. Legalitas Pendamping. Pendamping BPNT dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kota Bandar Lampung hingga saat ini belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Sosial Republik Indonesia terkait penugasan mereka sebagai pendamping Program BPNT. Oleh karenanya, para pendamping dari TKSK yang sudah siap untuk melakukan pendampingan tidak dapat melakukan tugasnya karena tidak memiliki dasar Surat Perintah Kerja. 3. Outlet Distribusi BPNT Dengan jumlah KPM di Kota Bandar Lampung, maka1 (satu) e-warong harus melayani KPM (tiap KPM mendapatkan 10 kg beras dan 2 kg gulapasir per bulan, maka asumsi total penyaluran per bulan setara dengan 13,6 ton beras dan 2,7 ton gula pasir). Dengan jumlah yang sedemikian besar, maka akan menjadi kendala penyaluran apabila e-warong tidak memiliki ruang penyimpanan yang memadai. Selain itu, lokasi e-warong yang tidak merata 119

120 berada disemua kecamatan akan semakin mempersulit distribusi BPNT bagi KPM yang berdomisili jauh dari lokasi e-warong. 120 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

121 Halaman ini sengaja dikosongkan 121

122 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN BAB KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

123 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung pada triwulan I 2017 (Februari 2017) tercatat lebih baik jika dibandingkan posisi sebelumnya (Agustus 2016). Hal tersebut tercermin dari meningkatnya penyerapan tenaga kerja serta membaiknya Nilai Tukar Petani. Apabila dilihat dari status pekerjaan utama, kondisi tenaga kerja pada triwulan ini tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya, dimana sektor informal masih mendominasi penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, kesejahteraan petani yang tercemin dari nilai tukar petani (NTP) mengalami peningkatan namun tidak signifikan yaitu dari 104,15 pada triwulan IV 2016 menjadi 104,32 pada triwulan laporan. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh indeks yang diterima petani (It) tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib). Relatif meningkatnya penerimaan petani dimaksud antara lain didorong oleh peningkatan produksi padi di awal tahun 2017 serta membaiknya harga komoditas perkebunan. Namun demikian, kesejahteraan petani masih rentan apabila ketergantungan Lampung terhadap ekonomi yang berbasis komoditas masih tinggi mengingat harga komoditas yang sering berfluktuasi KETENAGAKERJAAN Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Lampung pada bulan Februari 2017 meningkat dibandingkan periode sebelumnya (Agustus 2016). Pertumbuhan jumlah penduduk yang siap bekerja dan berusia kerja (angkatan kerja) mengalami peningkatan dari 4,12 juta orang menjadi 4,27 juta orang. Dari angkatan kerja tersebut, yang merupakan penduduk yang sedang bekerja sebanyak 95,57% atau 4,08 juta orang, sedangkan 4,43% sisanya atau sebanyak 189,1 ribu orang merupakan penduduk yang menganggur. Angka pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami penurunan jika dibandingkan periode lalu sebesar 0,19 poin persen yaitu dari 4,62% menjadi 4,43%. Kondisi tersebut menunjukkan tingkat penyerapan tenaga kerja oleh dunia usaha di Provinsi Lampung yang masih meningkat, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja dan menurunnya TPT pada periode laporan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik 2 poin persen dari tahun sebelumnya 69,61% menjadi 71,63%. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi supply tenaga kerja di Provinsi Lampung. 123

124 Tabel 6.1 Dekomposisi Penduduk Usia Kerja dan Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Lampung Dalam Ribuan Indikator Feb Aug Feb Aug Feb Penduduk Usia Kerja (15+) 5.805, , , , ,7 Angkatan Kerja 4.060, , , , ,2 Bekerja 3.921, , , , ,1 Pengangguran 139,5 196,9 183,5 190,3 189,1 Bukan Angkatan Kerja 1.744, , , , ,5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 69,95 65,60 68,63 69,61 71,63 Tingkat Partisipasi Terbuka (TPT) % 3,44 5,14 4,54 4,62 4,43 Pekerja Tidak Penuh 1.411, , , , ,0 Setengah Penganggur 321,3 297,4 370,9 282,4 326,4 Pekerja Paruh Waktu 1.089, , ,6 997, ,6 Sumber: BPS Provinsi Lampung Secara sektoral, struktur pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan I 2017 masih ditopang oleh sektor pertanian dengan pangsa terhadap PDRB mencapai 32,28%, sektor industri pengolahan dengan pangsa mencapai 18,11% dan sektor perdagangan dengan pangsa mencapai 11,08%. Searah dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, Distribusi tenaga kerja di Provinsi Lampung berdasarkan sektor ekonomi yang masih didominasi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yakni 48,27% diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 19,60% dan sektor jasa kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan sebesar 14,10%. 124 Tabel 6.2 Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Lampung Dalam Ribuan No Lapangan Pekerjaan Utama Feb Aug Feb Aug Feb Porsi (%) % yoy 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, 1.847, , , , ,3 48,27 5,97 Perburuan, & Perikanan 2 Pertambangan & Penggalian 36,4 28,9 20,8 17,3 21,1 0,52 1,44 3 Industri 372,6 331,4 375,4 331,0 302,2 7,40 (19,50) 4 Listrik, Gas, & Air Minum 4,3 5,8 9,7 4,9 8,0 0,20 (17,53) 5 Konstruksi 206,6 222,9 181,2 220,1 177,3 4,34 (2,15) 6 Perdagangan, Rumah Makan, & Jasa 724,3 685,6 750,6 753,2 799,9 19,60 6,57 Akomodasi 7 Transportasi, Pergudangan, & 148,0 123,4 138,9 130,3 183,0 4,48 31,75 Komunikasi 8 Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, & Jasa 59,3 55,1 67,3 51,9 44,8 1,10 (33,43) Perusahaan 9 Jasa Kemasyarakatan, 521,7 409,0 451,6 524,6 575,5 14,10 27,44 Sosial & Perorangan Total 3.921, , , , ,1 100,00 5,90 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

125 Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik 6.1 Share Tenaga Kerja Grafik 6.2 Pertumbuhan Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Kondisi tenaga kerja dari status pekerjaan utama belum terjadi perubahan yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya, dimana sektor informal masih mendominasi penyerapan tenaga kerja dengan pangsa 69,47% (Grafik 6.3), jauh lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja sektor formal yang hanya mencapai 30,53% dari keseluruhan tenaga kerja di Provinsi Lampung, meskipun secara tahunan, jumlah tenaga kerja sektor informal menurun 6,37% (yoy) (Grafik 6.2). Grafik 6.3 Porsi Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Grafik 6.4 TPAK menurut Tingkat Pendidikan Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Tingkat pendidikan yang diselesaikan oleh pekerja di Provinsi Lampung sangat mendukung masih tingginya tenaga kerja di sektor informal. Proporsi jumlah pekerja berdasarkan pendidikan menunjukkan pekerja di Provinsi Lampung didominasi oleh pekerja yang berpendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD), yang mencapai 46,37% dari total pekerja di Lampung (Grafik 6.4). Secara tahunan jumlahnya mengalami peningkatan. Meskipun proporsi pekerja dengan tingkat pendidikan DI/DII/DIII dan universitas masih rendah yakni 9,5%, namun cenderung mengalami peningkatan 1,9 poin persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan kualitas tenaga kerja di Provinsi Lampung. Upaya perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) terus dilakukan melalui pelatihan kompetensi tenaga kerja dengan melibatkan kerja sama antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. 125

126 6.2. NILAI TUKAR PETANI (NTP) Tingkat daya beli petani di pedesaan pada triwulan I 2017 terindikasi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 104,32, meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 104,15. Hal ini didorong oleh indeks yang diterima petani (It) tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib) (Grafik 6.5). Secara sektoral, terdapat 4 sektor yang mengalami peningkatan NTP, yaitu sektor Padi dan Palawija, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan Tangkap. Sedangkan sektor Hortikultura dan Perikanan Budidaya mengalami penurunan NTP (Grafik 6.6). Grafik 6.5 NTP Provinsi Lampung dan Komponen Penyusunnya Grafik 6.6 NTP per Sub Sektor Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Indeks harga yang diterima petani (It) di Provinsi Lampung pada triwulan laporan tercatat sebesar 130,2, lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (128,5) dan periode yang sama tahun 2016 (125,7). Petani yang mengalami peningkatan It tertinggi adalah petani dari sub sektor Padi dan Palawija yaitu sebesar 2,00% (qtq), diikuti oleh petani dari sub sektor Perkebunan dan Peternakan yang masing-masing meningkat sebesar 1,94% (qtq) dan 1,32% (qtq). Sementara itu kenaikan Indeks harga yang dibayarkan petani (Ib) yang meningkat 1,13% atau mencapai 124,8 lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya (123,4) dan tahun sebelumnya (121,6) terjadi di semua sektor. Sektor penyumbang kenaikan Ib tertinggi adalah sektor padi dan palawija (1,29%, qtq) dan perkebunan (1,29%, qtq). Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Sub Sektor Grafik 6.8 Indeks yang Dibayarkan Sub Sektor Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah 126 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

127 Kesejahteraan Nelayan di Provinsi Lampung mengalami peningkatan. NTP di subsektor perikanan tangkap meningkat sebesar 0,87% (qtq) atau 4,18% (yoy) menjadi 109,1. Peningkatan NTP subsektor perikanan terutama disebabkan oleh peningkatan It nelayan sebesar 1,28% (qtq). Grafik 6.9 NTP Maret 2017 Provinsi di Sumatera Sumber : BPS Provinsi Lampung, diolah Bila dibandingkan dengan petani di provinsi lain di Sumatera, NTP Provinsi Lampung periode Maret 2017 (103,82) merupakan yang tertinggi dan masih berada diatas Nasional yang sebesar 99,

128 Halaman ini sengaja dikosongkan 128 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

129 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BAB 7 129

130 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan III 2017 dan untuk keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih akan mengalami peningkatan. Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi khususnya pada triwulan III juga dibayangi potensi koreksi terkait perdagangan komoditas dan konsumsi swasta. Sebagai salah satu daerah sentra produksi dan perdagangan komoditas, Lampung diuntungkan oleh membaiknya harga komoditas dan permintaan global di awal tahun ini yang secara langsung meningkatkan nilai ekspor dan secara tidak langsung menjaga pertumbuhan konsumsi swasta. Memasuki triwulan III 2017, sejumlah komoditas ekspor seperti kopi, lada, batubara, olahan buah dan karet, diperkirakan masih berperan mendorong pertumbuhan ekonomi Lampung. Namun yang berbeda dari periode sebelumnya adalah adanya downside risk berupa makin terbatasnya nilai tambah yang bersumber dari apresiasi harga seiring pergerakan harga komoditas tersebut yang cenderung stabil. Sementara itu penopang utama pertumbuhan ekonomi Lampung, yaitu konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sedikit lebih rendah dari periode laporan, sejalan dengan berlalunya faktor pendorong konsumsi musiman yaitu perayaan hari besar keagamaan, disamping adanya faktor ekspektasi inflasi yang relatif tinggi. Realisasi inflasi triwulan III dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih meningkat meskipun masih dalam batas sasaran yang telah ditetapkan (4±1%), terimbas oleh risiko kenaikan harga kelompok administered prices 7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI Mencermati perkembangan ekonomi Lampung dalam beberapa triwulan terakhir, tampak bahwa produksi dan perdagangan komoditas menjadi salah satu faktor penentu dinamika pertumbuhan PDRB Lampung. Selain pengaruh musiman produksi komoditas pangan, faktor eksternal terkait perdagangan komoditas di pasar internasional juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Lampung. Perbaikan harga komoditas global seperti CPO, Batubara, Karet, Kopi, dan Lada sejak tahun lalu telah mengembalikan signifikansi peran ekspor dalam mengangkat laju pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, memasuki triwulan III 2017 laju apresiasi harga sebagian komoditas diperkirakan mulai berkurang sehingga harga cenderung lebih stabil yang berpotensi menurunkan laju pertumbuhan ekspor. Sejumlah faktor di sisi eksternal yang diperkirakan mempengaruhi kondisi di pasar internasional diantaranya pertama, permintaan global yang berpotensi terus membaik didukung pertumbuhan ekonomi AS yang lebih baik dari tahun 2016, serta update perkembangan ekonomi Tiongkok (PDB) dan Eropa (PMI) pada triwulan I 2017 yang dinilai membaik. Sebagai catatan, AS, Tiongkok, dan Eropa khususnya Italia dan Belanda merupakan negara tujuan utama ekspor Lampung. Kedua, faktor risiko eksternal terkait ketidakpastian kebijakan kenaikan suku bunga dan penyesuaian neraca bank sentral AS masih berpeluang mempengaruhi arus modal dan nilai tukar. Ketiga, faktor musiman terkait produksi komoditas, diantaranya produksi CPO sejumlah negara yang masih akan menambah supply pasar hingga akhir tahun yang diikuti peningkatan produk substitusi (soybean oil) di AS, serta berkurangnya risiko gangguan cuaca dan hama terhadap produksi Lada. Keempat, faktor kebijakan perdagangan seperti pembatasan impor CPO oleh parlemen Uni Eropa, 130 KPW BI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017

131 rasionalisasi penggunaan batubara untuk pembangkit listrik oleh India, serta kemungkinan berlanjutnya perjanjian pembatasan ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme). Sementara dari sisi domestik, secara umum ekonomi Lampung dihadapkan pada kondisi produksi pertanian khususnya tanaman pangan yang diperkirakan mengalami penurunan seiring masuknya musim kering, serta potensi meningkatnya tekanan inflasi diantaranya terkait kerentanan supply komoditas pangan dan hortikultura, maupun berlanjutnya penyesuaian harga pada kelompok administered prices. Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Lampung (yoy) Grafik 7.2 Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang *)Proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS, estimasi BI *)Proyeksi Bank Indonesia Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Lampung, pada triwulan III 2017 diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi. Perkiraan tersebut didasarkan pada sejumlah kondisi diantaranya, perbaikan harga komoditas yang berlangsung sejak tahun lalu berdampak pada penyesuaian konsumsi sejalan dengan peningkatan disposible income. Selain itu, faktor musiman panen raya padi dan beberapa komoditas pertanian hingga awal triwulan lalu juga diperkirakan menambah daya beli rumah tangga yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Sebagai indikasi, Nilai Tukar Petani Lampung untuk posisi April 2017 tercatat 104,09 atau meningkat dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 103,54. Faktor lain yang diperkirakan turut mendukung konsumsi rumah tangga pada triwulan III adalah pengeluaran terkait tahun ajaran baru pendidikan, dan dukungan kredit perbankan yang diperkirakan relatif terjaga. Kredit kepemilikan properti hingga triwulan I 2017 masih menunjukkan tren meningkat khususnya untuk rumah/flat berukuran kurang dari 70m2. Selain itu kredit kepemilikan kendaraan bermotor, meskipun masih berada di zona pertumbuhan negatif, namun mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan (rebound). Meski demikian pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan hingga Maret 2017 sebesar 8,54% (yoy), atau masih berpotensi meningkat mengikuti laju pertumbuhkan kredit nasional di kisaran 9% (yoy). Secara umum, potensi meningkatnya konsumsi rumah tangga dikonfirmasi oleh hasil survey konsumen KPw BI Lampung yang memperlihatkan kenaikan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari rata-rata 135,1% pada triwulan IV 2016 menjadi 141,8% (MA 3 Bulan) per April Peningkatan 131

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci