Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta"

Transkripsi

1 Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos Johan Matheus Tuwankotta

2 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no., Bandung, Indonesia.

3 Contents List of Figures 5 Pengantar 9 Sekelumit sejarah sistem dinamik 9 Apa yang ditawarkan buku ini 9 Chapter. Teori Pendahuluan. Lapangan bilangan real 2. Kalkulus fungsi 4 3. Teorema-teorema penting dalam medan vektor 5 Chapter 2. Sistem Dinamik Diskrit: suatu pengantar 2. Pendahuluan 2 2. Definisi Sistem Dinamik Diskrit Representasi grafis dari suatu sistem dinamik 25 Chapter 3. Solusi Khusus dan Masalah Kestabilan 29. Pendahuluan Titik tetap sistem dinamik Solusi Periodik 3 4. Titik Iterasi Berhingga Masalah kestabilan titik tetap 33 Chapter 4. Bifurkasi Titik Tetap Berkodimensi Satu 37. Pendahuluan Contoh bifurkasi sederhana Bifurkasi fold 4 4. Bifurkasi flip 44 Chapter 5. Pemetaan Kuadratik 47. Analisis titik tetap Bifurkasi flip pada pemetaan Kuadratik Rute menuju Chaos Ukuran atraktor chaotik pada pemetaan kuadratik 59 Chapter 6. CHAOS: Akhir dari sebuah kepastian. 63. Ketidakpastian vs. kepastian Sebuah mimpi: ramalan cuaca Chaos: Sains atau fiksi? So much to do, so little time 67 3

4 4 CONTENTS Bibliography 69

5 List of Figures. Ilustrasi Teorema Fungsi Implisit Grafik deret waktu dari sistem dinamik (2.7). Titik-titik yang digambarkan dengan adalah untuk µ =, 2 dan populasi awal. Titik-titik yang digambarkan dengan adalah untuk µ =, 8 dan populasi awal Grafik deret waktu dari sistem dinamik (2.8) untuk µ =, 95, C = dan populasi awal Representasi dua dimensi dari sistem dinamik Kurva yang digambar dengan garis putus-putus pada kedua grafik adalah y = x. Kurva yang digambar dengan titik-titik adalah y = f(x), dengan garis tegas adalah y = f 2 (x) dan dengan garis dan titik adalah y = f 4 (x). Titik potong dengan kurva y = x menyatakan titik tetap dari masing-masing fungsi. Ilustrasi ini untuk µ = 3, Pada Gambar ini digambarkan solusi periodik untuk µ = 3, 25 (kiri) dan µ = 3.5 (kanan). Nilai µ tersebut dipilih berbeda untuk kepentingan ilustrasi (sebab pada saat µ = 3, 5 solusi 2-periodik tidak lagi stabil) Ilustrasi dua buah titik iterasi berhingga Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x + x Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x x Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x x Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x + x

6 6 LIST OF FIGURES 5. Ilustrasi grafik f µ (x) untuk dua nilai µ yang berbeda. Gambar yang kiri adalah untuk < µ2 sedangkan yang kanan adalah untuk 2 < µ < Pada kasus 2 < µ < 3, dinamika dari sistem x = f µ (x) berbeda dengan kasus < µ < 2. Pada kasus ini terdapat rotasi di sekitar titik tetapnya Pada gambar ini diperlihatkan himpunan limit yang stabil dari pemetaan kuadratik jika < µ < 3. Dinamika sistem didonimasi oleh sebuah titik tetap yang stabil Pada gambar ini diperlihatkan dinamika pemetaan kuadratik untuk nilai µ yang lebih kecil dari 3, sama dengan 3 dan lebih besar dari 3. Jika µ melewati nilai 3, terbentuk suatu solusi periodik dengan periode dua Pada gambar ini diperlihatkan grafik dari fungsi f 2 µ(x). Untuk tiga nilai µ seperti pada gambar 5.4. Ilustrasi ini memperlihatkan proses terciptanya solusi periodik berperiode Gambar ini memperlihatkan terjadinya bifurkasi flip yang kedua pada pemetaan kuadratik. Bifurkasi ini menghasilkan solusi periodik berperiode 4 dari solusi periodik berperiode 2. Ini terjadi di sekitar µ = Himpunan limit dari pemetaan kuadratik untuk 3 < µ < µ Himpunan limit yang stabil dari pemetaan kuadratik untuk < µ < 4. Gambar ini dapat dipandang sebagai gambar dari atraktor yang ada pada pemetaan kuadratik untuk nilai µ [, 4]. Perhatikan tingkat kompleksitas dari atraktor tersebut jika µ membesar menuju Transisi menuju Chaos pada pemetaan kuadratik. Dari kiri ke kanan, mulai pada baris pertama, nilai µ = 2, 25, µ = 3, 25, µ = 3, 5, µ = 3, 56, µ = 3, 57, dan µ µ Atraktor chaotik pada saat µ µ. Gambar kiri adalah bentuk atraktor setelah 25 iterasi sedangkan gambar kanan setelah 5 iterasi Himpunan limit di sekitar µ = µ. Dinamika chaotik pada pemetaan kuadratik tiba-tiba hilang ketika µ melewati nilai µ. Hilangnya dinamika chaotik ini disebabkan terciptanya suatu solusi periodik yang

7 LIST OF FIGURES 7 stabil dengan periode. Kehadiran suatu solusi periodik yang stabil, membuat dinamika sistem kembali menjadi regular Atraktor periodik dengan periode. Gambar yang kiri adalah himpunan limit dari pemetaan x = fµ (x) sedangkan yang kanan adalah dinamika pemetaan kuadratik pada nilai µ = 3, Himpunan limit dari pemetaan kuadratik untuk 3 < µ < 4. Di antara kabut titik hitam, di beberapa tempat terdapat daerah putih. Daerah putih tersebut menyatakan daerah di mana dinamika chaotik tidak muncul pada pemetaan kuadratik. Hilangnya dinamika chaotik tersebut senantiasa disebabkan oleh munculnya solusi periodik yang stabil Atraktor periodik dengan periode. Gambar yang kiri adalah himpunan limit dari pemetaan x = fµ (x) sedangkan yang kanan adalah dinamika pemetaan kuadratik pada nilai µ = 3, Ilustrasi percobaan yang dilakukan oleh E. Lorenz Transisi menuju Chaos. 67

8

9 CHAPTER Teori Pendahuluan. Lapangan bilangan real.. Struktur aljabar dari himpunan bilangan. Manusia telah mengenal bilangan sejak lama. Pada awalnya manusia hanya mengenal bilangan asli (natural numbers). Keperluan ini sangat jelas yaitu untuk menghitung (counting) misalkan banyaknya kuda. Bilangan-bilangan tersebut jika dihimpun menjadi suatu himpunan ternyata memiliki suatu struktur aljabar yang sangat menarik. Salah satu struktur aljabar yang sangat fundamental adalah grup. Grup adalah suatu himpunan yang memuat satu operasi yang dikenal dengan nama penjumlahan. Grup G adalah struktur yang mengakomodasi persamaan linear monik: x + a = b dengan a, b G dan x adalah variabel. Pada grup G semua persamaan linear monik seperti itu memiliki solusi. Contoh dari suatu grup adalah himpunan bilangan bulat Z. Jika struktur tersebut kita lengkapi dengan perkalian antar unsurnya, maka kita dapat berbicara tentang persamaan linear yang lebih umum yaitu: a x + b = c, dengan a, b, c G. Pertanyaan pertama adalah untuk mendefinisikan persamaan linear seperti ini adalah ketertutupkan. Jika kita memiliki tiga elemen himpunan yang memiliki struktur tertentu (misalkan a, a 2, dan a 3 ), maka kita inginkan a a 2 + a 3 juga berada di dalam himpunan tersebut. Struktur yang dapat mengakomodasi sifat ini adalah Ring. Bilangan bulat Z juga memiliki struktur ring. Meskipun persamaan linear umum dapat diakomodasi oleh ring, struktur aljabar ring tidaklah cukup untuk memuat solusi dari persamaan linear umum. Struktur aljabar yang mengakomodasi solusi dari suatu persamaan linear umum seperti ini disebut Lapangan. Untuk persamaan linear umum dengan koefisien bilangan bulat Z, struktur yang tepat adalah lapangan bilangan rasional Q = { a a, b Z, b }. Persamaan linear umum dengan koefisien bilangan rasional juga diakomodasi dengan b baik oleh lapangan bilangan rasional..2. Kelengkapan lapangan bilangan real. Lapangan bilangan rasional dapat mengakomodasi persamaan linear umum dengan Menurut pendapat saya, pendekatan ini memberi alasan yang lebih natural tentang lahirnya konsep bilangan negatif. 9

10 . TEORI PENDAHULUAN baik, namun lapangan tersebut tidaklah lengkap. Apa yang dimaksud dengan lengkap akan menjadi jelas pada bagian ini. Himpunan bilangan real (dan juga bilangan rasional) memiliki suatu sifat yang menarik yaitu himpunan bilangan real adalah himpunan yang terurut secara linear. Artinya setiap dua bilangan real x dan y akan memenuhi salah satu dari x < y, atau x = y atau x > y. Sifat ini disebut trikotomi bilangan real. Misalkan A R adalah sebuah himpunan. Batas atas A adalah u R yang memenuhi u x untuk setiap x A. Batas atas terkecil atau supremum adalah suatu batas atas u s yang memenuhi jika u adalah batas atas maka u u s. Dengan cara yang serupa kita mendefinisikan batas bawah dan batas bawah terkecil atau infimum. Definition.. Suatu himpunan dikatakan lengkap jika setiap himpunan bagian darinya yang tak kosong dan yang bukan keseluruhan himpunan, senantiasa memiliki infimum dan supremum. Misalkan {x n } adalah sebuah barisan bilangan. Definition.2. Barisan bilangan {x n } dikatakan barisan Cauchy jika memenuhi untuk setiap ε >, terdapat M N sehingga x n x m < ε jika n, m > M. Exercise.. Misalkan x n suatu barisan yang memenuhi: p N dan ε > berlaku M N sehingga x n+p x n < ε jika n > M. Buktikan bahwa x n tidaklah harus merupakan barisan Cauchy. Exercise.2. Tunjukkan bahwa setiap barisan Cauchy di lapangan yang lengkap konvergen. Ada barisan bilangan rasional yang merupakan barisan Cauchy tetapi tidak konvergen di Q. Ini berarti lapangan bilangan rasional tidak lengkap. Suatu lapangan yang lengkap dan memuat bilangan rasional adalah lapangan bilangan real R. Dalam lapangan yang lengkap, semua barisan bilangan Cauchy konvergen..3. Lapangan bilangan real sebagai ruang metrik. Fungsi harga mutlak seperti di atas dapat kita perumum ke ruang yang lebih umum misalkan X. Definition.3. Misalka sebuah himpunan X yang elemen-elemennya akan kita sebut sebagai titik. Definisikan sebuah fungsi d : X X R (x, y) d(x, y), yang memenuhi () d(x, y) > jika x y dan d(x, x) =,

11 . LAPANGAN BILANGAN REAL (2) d(x, y) = d(y, x), (3) d(x, y) d(x, z) + d(z, y) untuk sebarang z X. Fungsi d di sebut metrik dan ruang X yang dilengkapi dengan X disebut ruang metrik. Jadi barisan bilangan Cauchy dalam hal ini menjadi seperti berikut. Definition.4. Barisan bilangan {x n } X dikatakan barisan Cauchy jika memenuhi untuk setiap ε >, terdapat M N sehingga d(x n, x m ) < ε jika n, m > M..4. Topologi bilangan real. Beberapa definisi kita perlukan sebelum berbicara tentang topologi. Alat utama dalam topologi adalah himpunan buka. Definition.5. Misalkan x adalah suatu bilangan real dan ε >. Suatu lingkungan dari x adalah suatu interval buka (x ε, x + ε) = {x R x ε < x < x + ε}. Definition.6. Misalkan I adalah suatu himpunan bagian tak kosong dari R (definisi di bawah dapat diperluas dengan mudah jika I adalah sebarang himpunan tak kosong). () Titik x I disebut titik dalam dari I jika ada ε > sehingga (x ε, x + ε) I. (2) Titik x disebut titik batas dari I jika untuk setiap ε >, (x ε, x + ε) I dan (x ε, x + ε) I c di mana I c adalah komplemen dari I. (3) Titik x disebut titik limit dari I jika terdapat barisan bilangan di I yang konvergen ke x. (4) Titik x disebut titik akumulasi dari I jika untuk setiap ε >, terdapat y (x ε, x + ε) I dengan y x. Exercise.3. Tunjukkan bahwa jika x adalah titik limit dari I maka x I atau untuk setiap ε > terdapat y I sehingga x y < ε. R. Definition.7. Misalkan I adalah suatu himpunan bagian dari () I dikatakan himpunan buka jika setiap elemennya adalah titik dalam. (2) I dikatakan himpunan tutup jika I memuat semua titik limitnya. (3) I dikatakan himpunan sempurna jika semua elemen I adalah titik akumulasi dari I. Seringkali kita memiliki sebuah himpunan yang tidak tutup I. Kita ingin mencari himpunan tutup terkecil yang memuat I. Himpunan itu disebut pembuat-tutup dari I dan dinotasikan dengan I. Perhatikan kembali lapangan bilangan rasional Q. Misalkan q dan q 2 adalah bilangan rasional sebarang dengan q < q 2. Karena q dan

12 2. TEORI PENDAHULUAN q 2 adalah bilangan rasional maka terdapat a, a 2, b dan b 2 bilanganbilangan bulat sehingga q = a /b dan q 2 = a 2 /b 2. Maka q 2 = q + q 2 = a b 2 + a 2 b Q 2 2b b 2 dan q < q 2 < q 2. Jadi di antara dua bilangan rasional terdapat sebuah bilangan rasional, seberapa dekatnya kedua bilangan rasional tidak menjadi masalah. Hal ini memperlihatkan betapa rapatnya bilangan rasional tersebar. Meskipun demikian, di antara dua bilangan rasional senantiasa terdapat bilangan irasional. Ambil dua buah bilangan rasional sebarang. Tanpa mengurangi keumuman bukti, pilih < a b < a 2 b, dan a < b. Jelas a < a + a 2. Kita tahu bahwa < 2 <. Akibatnya 2 a < a + 2 < a 2 +. Jadi b < 2a + 2 2b a < a + b Exercise.4. Tunjukkan bahwa 2a + 2 2b a 2 b. adalah bilangan irasional. Definition.8. Suatu himpunan I J R dikatakan padat di J jika memenuhi I = J. Theorem.9. Himpunan I J dikatakan padat di J jika untuk setiap elemen b J dan ε > terdapat a I sehingga a b < ε. Proof. Ambil b J sebarang. Karena I = J maka terdapat suatu barisan di I, misalkan {a n } sehingga a n b. Ambil ε > sebarang. Maka terdapat N sehingga a n b < ε jika n > N. Pilih a = a n untuk suatu n > N. Bilangan rasional Q padat di R. Himpunan padat akan memainkan peranan penting dalam analisis sistem dinamik diskrit dan chaos. 2. Kalkulus fungsi Pada buku ini kita akan mempelajari fungsi dan iterasi sebuah fungsi. Kita akan memulai dengan memberikan beberapa definisi dan menyeragamkan notasi. Definition.. Misalkan I dan J adalah dua buah himpunan tak kosong. Pandang suatu fungsi f : I J. () f dikatakan fungsi satu satu jika dipenuhi: f(x) f(y) berakibat x y. Fungsi satu satu juga disebut fungsi injektif. (2) f dikatakan fungsi pada jika dipenuhi untuk setiap y J terdapat x I sehingga f(x) = y. Fungsi satu satu pada disebut fungsi surjektif.

13 3. TEOREMA-TEOREMA PENTING DALAM MEDAN VEKTOR 3 (3) f dikatakan fungsi satu satu pada, jika f satu satu dan f pada. Fungsi seperti ini dikatakan fungsi bijektif. Secara umum, kita dapat mendefinisikan turunan dari sebuah fungsi sebagai berikut. Pandang F : R n R m. Turunan dari fungsi F di titik ξ R n adalah suatu transformasi linear DF (ξ) : R n R m yang memenuhi: F (ξ + h) F (ξ) DF (ξ)h lim =, h h adalah norm standard di R n. Pandang L(R n, R m ) = {T : R n R m, T linear}. Maka DF (ξ) L(R n, R m ). Exercise.5. Buktikan bahwa L(R n, R m ) R m n. Definition.. Pandang f : I J. () Fungsi f dikatakan sebuah homeomorfisma jika f bijektif dan kontinu, akibatnya f juga kontinu. (2) Fungsi f dikatakan C r -difeomorfisma jika f homeomorfisma, terdiferensialkan r-kali, serta f juga terdiferensialkan r-kali. Misalkan dua buah himpunan A dan B. Misalkan pula terdapat homeomorfisma f dari A ke B, maka A dikatakan homeomorfik dengan B. Dalam hal f adalah C r -difeomorfisma, maka A dikatakan C r - difeomorfik dengan B. 3. Teorema-teorema penting dalam medan vektor 3.. Prinsip kontraksi. Definition.2. Misalkan X adalah suatu ruang metrik dengan metrik d. Suatu fungsi (medan vektor) F : X X dikatakan suatu pemetaan kontraktif jika terdapat c < sehingga d(f (x), F (y)) cd(x, y). Suatu pemetaan kontraktif di ruang metrik yang lengkap memiliki sifat yang bagus. Theorem.3. Jika X adalah ruang metrik lengkap dan F adalah suatu kontraksi, maka terdapat secara tunggal x X sehingga F (x) = x. Proof. Ambil x X sebarang. Definisikan x n+ = F (x n ). Maka untuk suatu c < berlaku d(x n+, x n ) = d(f (x n ), F (x n )) cd(x n, x n ). Dengan menggunakan induksi matematika kita dapatkan d(x n+, x n ) c n d(x, x ).

14 4. TEORI PENDAHULUAN Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga didapat, jika m > n d(x n, x m ) ( c n + c n c m ) d(x, x ) cn c d(x, x ). Jadi x n adalah barisan Cauchy. Karena X lengkap maka x n konvergen. Kekontinuan dari F mengakibatkan F (x) = x Teorema Fungsi Invers. Theorem.4. Misalkan F adalah fungsi dari E R n ke R n yang terdiferensialkan secara kontinu. Jika DF (a) untuk suatu a E memiliki invers dan F (a) = b, maka terdapat G sehingga G(F (x) = x. dan G juga terdiferensialkan secara kontinu. Proof. Misalkan DF (a) = A dan pilih λ sehingga 2λ A =. Karena DF adalah fungsi yang kontinu di x = a, maka terdapat suatu bola buka U E yang berpusat di a sehingga DF (x) A < λ, untuk x U. Ambil y R n sebarang. Definisikan sebuah fungsi ϕ y (x) = x + A (y F (x)), untuk x E. Jika kita dapat membuktikan bahwa fungsi ϕ y memenuhi prinsip kontraksi, maka dari Teorema.3, ϕ y memiliki tepat satu titik tetap x y. Exercise.6. Tunjukkan bahwa ϕ y kontraktif. Pada titik tetap tersebut berlaku ϕ y (x y ) = x y. Ini berakibat y = F (x y ). Jadi, kita dapat mendefinisikan suatu fungsi G : V R n y x y dengan x y adalah titik tetap dari ϕ y dan V = F (U). Jelas, G(F (x y )) = G(y) = x y. Ambil y dan y + k, keduanya di V. Dengan argumentasi seperti di atas, terdapat secara tunggal x dan x + h sehingga F (x) = y dan F (x + h) = y + k. Perhatikan bahwa G(y + k) G(y) = x + h x = ϕ y+k (x + h) ϕ y (x). = h + A (k F (x + h) + F (x)) = A (k F (x + h) + F (x) + Ah) Dengan menggunakan argumentasi kekontinuan dari ϕ, kita simpulkan bahwa jika h maka k secara linear. Jadi G(y + k) G(y) Bk lim k k untuk suatu B yang adalah turunan dari G. =

15 3. TEOREMA-TEOREMA PENTING DALAM MEDAN VEKTOR Teorema Fungsi Implisit. Pandang suatu fungsi f : R 2 R yang terdiferensialkan secara kontinu secukupnya. Sebagai contoh, pandang f(x, y) = x 2 + y 2. Himpunan f () = {(x, y) f(x, y) = } mendefinisikan apa yang disebut lengkungan ketinggian- dari f. Misalkan (a, b) f () seperti pada gambar Gbr.. ( a,b) Figure.. Ilustrasi Teorema Fungsi Implisit. Jika < a <, senantiasa ada δ > dan ε > sehingga untuk setiap x (a δ, a+δ) terdapat y (b ε, b+ε) sehingga y = x 2. Hal ini mengatakan bahwa pada lingkungan (a, b) yaitu (a δ, a + δ) (b ε, b + ε), terdapat secara tunggal fungsi y(x) sehingga f(x, y(x)) =. Hal ini tidak dapat kita lakukan jika a = atau a =. Masalah ini adalah masalah yang akan kita bahas dalam Teorema Fungsi Implisit. Syarat apakah yang harus dipenuhi oleh f(x, y) di titik (a, b) sehingga kita dapat mempunyai fungsi y(x) yang membuat f(x, y(x)) =. Untuk kesederhanaan notasi, misalkan x = (x,..., x n ) R n, y = (y,..., y m ) R m, dan (x, y) = (x,..., x n, y,..., y m ) R n+m. Example.5 (Versi Linear Teorema Fungsi Implisit). Misalkan A L(R n+m, R n ) sebarang. Definisikan matriks-matriks A x R n n dan A y R n m sehingga ( ) h A x h = A, dengan h R n, R m, dan ( A y k = A k ), dengan R n, k R m. Perhatikan persamaan: ( h A k ) = A x h + A y k =.

16 6. TEORI PENDAHULUAN Jika A x memiliki invers (yaitu jika det(a x ) ) maka f n x n h = (A x ) A y k. Contoh di atas menjadi suatu pengantar untuk Teorema Fungsi Implisit di bawah ini. Pandang E R n+m. Misalkan C (E, R n ) = {f : E R n yang terdiferensialkan secara kontinu }. Kita notasikan: f f x... f f x n y... y m f 2 f x A = Df(a, b) =... 2 f 2 f x n y... 2 y m.....,..... f n f x... n f n f x n y... n y m (a,b) f f x... f f x n y... y m f 2 f x A x =... 2 f 2 f x n y... dan A y =... 2 y m f n f x... n y... (a,b) f n y m (a,b) Theorem.6 (Teorema Fungsi Implisit). Misalkan f C (E, R n ). dan matriks A x seperti di atas. Asumsikan, (A ) terdapat (a, b) E sehingga f(a, b) =, (A 2 ) matriks A x seperti yang didefinisikan di atas memiliki invers. Maka, terdapat U E yang memuat (a, b), V R m yang membuat b dan suatu fungsi g C (V, R n ) sehingga: f(g(y), y) = dan (g(y), y) adalah satu-satunya solusi f(x, y) = pada U. Proof. Definsikan fungsi F : E R n+m (x, y) (f(x, y), y) Jelas F C (E, R n+m ). Turunan dari fungsi F di (a, b) adalah: ( ) A DF (a, b) = I m di mana A = Df(a, b), adalah matriks nol berukuran m n dan I m adalah matriks identitas berukuran m m. DF (a, b) mendefinisikan suatu transformasi (operator) linear di R n+m. Transformasi tersebut ialah: DF (a, b) : R n+m R n+m (h, k) (A x h + A y k, k) Misalkan (h, k) anggota kernel dari transformasi linear di atas, yaitu DF (a, b)(h, k) = R n+m. Maka k = R m. Jadi semua anggota kernel dari DF (a, b) berbentuk (h, ) dan karena A x memiliki invers maka h = R n. Kesimpulannya adalah kernel dari DF (a, b) adalah { R n+m }, dengan perkataan lain DF (a, b) adalah transformasi satu satu.

17 3. TEOREMA-TEOREMA PENTING DALAM MEDAN VEKTOR 7 Karena f(a, b) = maka F (a, b) = (, b). Dari Teorema Fungsi Invers, terdapat himpunan buka di R n+m yaitu U dan V yang memenuhi: () (a, b) U dan (, b) V. (2) F (U) = V, dan (3) F satu satu di U. Definisikan W = {y R m (, y) V }. Untuk setiap y W terdapat (x, y) U sehingga F (x, y) = (, y) dan karena F satu satu maka (x, y) yang demikian tunggal. Karena F (x, y) = (, y) jika dan hanya jika f(x, y) = maka kita dapat mendefinisikan suatu fungsi x(y) sehingga f(x(y), y) = dan pendefinisian tersebut tunggal.

18

19 CHAPTER 2 Sistem Dinamik Diskrit: suatu pengantar. Pendahuluan Pada perkuliahan Kalkulus kita sudah mengenal apa yang disebut dengan barisan bilangan real. Bahkan sejak di sekolah menengah telah diperkenalkan dengan barisan Aritmatika dan barisan Geometri. Barisan bilangan real didefinisikan sebagai suatu fungsi atau pemetaan dari himpunan bilangan asli (N) ke himpunan bilangan real (R). Misalkan barisan Aritmatika didefinisikan sebagai a n = a + (n )b, di mana a adalah suku pertama dan b adalah jarak antara dua suku yang berturutan. Perhatikan bahwa kita dapat menghitung suku ke-n tanpa terlebih dahulu menghitung n buah suku sebelumnya. Ini dikarenakan kita dapat mendefinisikan barisan bilangan tersebut secara eksplisit sebagai fungsi dari n. Barisan Aritmatika di atas juga dapat kita definsikan melalui formula: a n = a n + b. Formula ini dinamakan formula rekursif. Pada sebuah formula rekursif, untuk menghitung suku ke-n kita perlu menghitung suku-suku sebelumnya. Secara umum, permasalahan dalam aplikasi matematika yang solusinya berupa sebuah barisan hanya dapat dinyatakan secara rekursif. Untuk itu kita akan memusatkan perhatian kita pada barisan-barisan yang dinyatakan dengan formula rekursif. Example 2.. Misalkan f : R R adalah sebuah fungsi nonlinear. Kita ingin menentukan solusi dari persamaan f(x) = secara numerik. Pada setiap titik x = a, kita dapat menghampiri fungsi f dengan hampiran linearnya, yaitu: l(x) = f(a)+f (a)(x a). Dengan membuat l(x) = dan menyelesaikannya untuk x, kita mendapatkan formula x = a f(a) f (a), dengan asumsi f (a). Formula ini dapat kita gunakan untuk mendefinisikan sebuah barisan bilangan real, yaitu: x n = x n f(x n ) f (x n ), 9

20 2 2. SISTEM DINAMIK DISKRIT: SUATU PENGANTAR dengan syarat f (x m ), m =,..., n. konvergen ke x. Maka haruslah berlaku x = x f(x ) f (x ). Jadi, haruslah dipenuhi: f(x ) =. Misalkan barisan ini Example 2.2. Pandang persamaan diferensial orde satu di R, sebagai berikut: ẋ = f(x, t). Turunan pertama terhadap waktu ẋ kita hampiri dengan menggunakan x(t + t) x(t) ẋ, t di mana t konstan dan t = n t, n Z. mendefinisikan barisan bilangan real yaitu x n+ = x n + f(x n, n t) t. Jadi, kita dapat Barisan ini dikenal dengan nama metode Euler untuk integrasi numerik. 2. Definisi Sistem Dinamik Diskrit Sebuah sistem dinamik didefinisikan secara umum pada sebuah manifold. Namun untuk sederhananya kita misalkan manifold tersebut adalah sebuah ruang linear (ruang vektor). Sebutlah ruang vektor tersebut adalah X (contohnya X = R n ). Pandang suatu keluarga berparameter satu dari transformasi-transformasi pada X. Secara matematis, ini dapat dituliskan sebagai: Φ = {ϕ t t T, ϕ t : X X}. Secara umum, himpunan T hanya perlu membentuk suatu semigrup komutatif. Ingat, suatu himpunan G dikatakan membentuk grup terhadap operasi + jika memenuhi sifat: () t, s G berlaku t + s = s + t, (2) t, s, r G berlaku (t + s) + r = t + (s + r), (3) G sehingga t G berlaku t + = + t = t. (4) t G senantiasa t sehingga t + t =. Jika G hanya membentuk semigrup, maka sifat ke-4 tidak dipenuhi. Definition 2.3. Sistem dinamik didefinisikan sebagai keluarga transformasi berparameter satu Φ, di mana () T Z. (2) t, s T berlaku ϕ s ϕ t = ϕ t+s. (3) ϕ transformasi identitas di X. Jika T = R maka sistem dinamik Φ disebut sistem dinamik kontinu (dalam hal ini T adalah grup komutatif). Jika T = Z maka sistem dinamik Φ disebut sistem dinamik diskrit

21 2. DEFINISI SISTEM DINAMIK DISKRIT 2 Example 2.4 (Persamaan Diferensial Linear orde dua). Pandang persamaan diferensial linear order dua sebagai berikut: (2.) ẍ + aẋ + bx =. Dengan mengingat bahwa solusi persamaan diferensial linear orde satu: ẋ = λx adalah x(t) = Ke λt, kita juga akan menebak solusi dari persamaan (2.) adalah e λt. Substitusikan tebakan kita ini ke dalam persamaan (2.), didapat e λt ( λ 2 + aλ + b ) =. Jika a 2 4b > maka ada λ λ 2 sehingga ( λ 2 + aλ + b ) =, dan ( λ aλ 2 + b ) =. Dengan demikian jika a 2 4b >, maka selesaian dari persamaan diferensial (2.) adalah, (2.2) x(t) = Ae λ t + Be λ 2t. Jika a 2 4b =, dapat ditunjukkan bahwa (2.3) x(t) = (At + B)e a/2t, sedangkan jika a 2 4b <, dapat ditunjukkan bahwa ( ) ( )) (2.4) x(t) = e (A at/2 cos 4b a2 t + B sin 4b a2 t. Dengan memisalkan y = ẋ kita dapat memandang persamaan (2.) sebagai sistem persamaan diferensial orde satu di R 2 : (2.5) ẋ = y ẏ = bx ay. Jadi, untuk a 2 4b >, solusi dari sistem (2.5) adalah ( ) ( ) ( ) x(t) e λ t e = λ 2t A y(t) λ e λ t λ 2 e λ 2t B Misalkan untuk t =, x() = x dan y() = y. Maka didapat: ( ) ( ) ( ) x(t) = y(t) λ2 e λt + λ e λ 2t e λt e λ 2t x λ λ 2 λ λ 2 e λt + λ λ 2 e λ 2t λ e λt λ 2 e λ 2t y Jika kita mengacu pada Definisi 2.3 maka (2.6) { ( λ2 e Φ = λt + λ e λ 2t e λt e λ 2t λ λ 2 λ λ 2 e λt + λ λ 2 e λ 2t λ e λt λ 2 e λ 2t ) t R}. Sistem dinamik diskrit dapat didefinisikan melalui iterasi dari suatu fungsi. Misalkan suatu sistem dinamik diskrit didefinisikan melalui persamaan: x n+ = f(x n ),

22 22 2. SISTEM DINAMIK DISKRIT: SUATU PENGANTAR di mana f adalah fungsi yang kontinu. Jika diberikan suatu nilai awal x, kita dapat menghitung x. Setelah mendapat x tentunya kita dapat menghitung x 2 dan seterusnya. Jadi kita memiliki barisan bilangan real, x, x = f(x ), x 2 = f(x ) = f 2 (x ), x 3 = f(x 2 ) = f 3 (x ), x 4 = f(x 3 ) = f 4 (x ), x 5 = f(x 4 ) = f 5 (x ),. x n = f n (x ). Penyajian seperti ini dinamakan iterasi dari suatu fungsi. Theorem 2.5 (Eksistensi solusi dari sistem dinamik diskrit). Misalkan f : R R. Maka x n+ = f(x n ) mempunyai solusi berupa sebuah barisan bilangan real dengan syarat awal x D f (domain dari f) jika range dari f, R f D f. Example 2.6. Pandang suatu sistem dinamik x n+ = 2x n. Jika kita memulai iterasi ini pada x =, kita akan mendapatkan barisan 3 berupa x = 3, x = 2 3, x 2 = 22 3, x 3 = 23 3,..., x n = 2n 3,.... Dengan mudah kita akan melihat bahwa jika n, maka x n. Seberapapun kecilnya x, jika n, maka x n. Example 2.7. Pandang suatu sistem dinamik x n+ = 2 x n +. Sistem dinamik ini dapat dituliskan sebagai: x n+ = x 2 ( n + = x 2 2 n + ) + = x 2 2 n + ( ( + 2) = x n 2 + ) + ( + 2) = x 2 3 n 2 + ( + + ) = x 2 n+ + ( + + ) n Perhatikan bahwa jika n, maka dan ( + + ) n n = 2. Jadi x n 2. Secara umum, sistem dinamik berbentuk: 2 x n+ = µx n + cm jika µ < akan konvergen ke c. µ Example 2.8. Pandang sistem dinamik berbentuk: x n+2 = αx n+ + ( α)x n. Definisikan y n = x n+, maka sistem di atas dapat ditulis sebagai x n+ = y n y n+ = ( α)x n + αy n.

23 3. REPRESENTASI GRAFIS DARI SUATU SISTEM DINAMIK 23 Dalam bentuk matriks, persamaan di atas dapat ditulis menjadi: ( ) ( ) ( ) xn+ xn =. y n+ ( α) α y n Jika kita menuliskan z n = (x n, y n ), sistem dinamik di atas dapat kita tuliskan dalam bentuk: z n+ = A n+ z, di mana ( ) A =. ( α) α Perhatikan bahwa ( A = (α ) ) ( (α ) ) ( (α ) Dengan demikian, kita dapat menghitung ( ) ( ) ( A n = (α ) (α ) n (α ) Jadi, jika < α <, maka ( ) ( (α ) n apabila n. Akibatnya, jika z = (x, y ) maka ( x + x α y z n, x ) + x α y 2 + α 2 + α Jadi x n x + x α y. 2 + α Karena y n = x n+ maka y = x. Akibatnya kita dapatkan: x n x + x α x 2 + α ) = x ( 2 + α) x + x 2 + α ). ). = x + x x 2 α. Exercise 2.. Tentukan apa yang terjadi pada Contoh 2.3 jika α adalah nol atau dua. 3. Representasi grafis dari suatu sistem dinamik A picture speaks a thousand words Ekspresi di atas adalah ekspresi yang tepat untuk menggambarkan bagaimana sebuah gambar dapat menjelaskan banyak hal lebih dari kata-kata. Pada bagian ini akan diperagakan beberapa cara untuk merepresentasikan sistem dinamis secara grafis. Untuk keperluan ini kita akan memilih suatu contoh sistem dinamis diskrit yang sederhana, yaitu yang berdimensi satu.

24 24 2. SISTEM DINAMIK DISKRIT: SUATU PENGANTAR Example 2.9. Pandang suatu habitat yang dihuni oleh suatu populasi hewan tertentu. Misalkan banyaknya hewan (atau besar populasi tersebut) dinyatakan oleh N t, di mana t Z. Rata-rata kelahiran bayi per individu diasumsikan konstan (terhadap t) sebesar a. Rata-rata kematian per individu adalah b. Maka banyaknya individu pada saat t + adalah: (2.7) N t+ = ( + a b)n t. Untuk kesederhanaan notasi kita tuliskan µ = + a b. Dapat disimpulkan dengan mudah bahwa N t+ = µn t = µ 2 N t =... = µ t+ N, di mana N adalah banyaknya individu pada saat awal. Jika < µ < kita dapatkan µ t+ apabila t. Ini berarti populasi akan punah setelah waktu tertentu. Di lain pihak, jika µ > populasi akan meledak. 3.. Menggunakan deret waktu. Cara pertama yang sangat mudah untuk dilakukan adalah menggambarkan N t terhadap t pada sistem koordinat kartesius. Grafik ini dinamakan deret waktu dari suatu solusi dari sistem dinamik diskrit. Lihat ilustrasi pada Gbr 2.. N t t Figure 2.. Grafik deret waktu dari sistem dinamik (2.7). Titik-titik yang digambarkan dengan adalah untuk µ =, 2 dan populasi awal. Titik-titik yang digambarkan dengan adalah untuk µ =, 8 dan populasi awal 8..

25 3. REPRESENTASI GRAFIS DARI SUATU SISTEM DINAMIK 25 Kelemahan penyajian dengan menggunakan deret waktu adalah untuk menyimpulkan perilaku limit (limiting behavior) dari sistem dinamik di tak hingga, kita perlu menggambarkan keseluruhan sistem dinamik. Bahkan jika solusinya konvergen ke suatu tempat tertentu kita perlu grafik yang panjang untuk menggambarkannya. Lihat Gbr 2.2. Example 2.. Jika < µ <, untuk mencegah kepunahan pada populasi pada Contoh 2.9, pada setiap waktu t kita dapat menambahkan sejumlah individu, misalkan sebanyak C individu. Maka model tersebut menjadi: (2.8) N t+ = µn t + C. Seperti sebelumnya, kita dapat menuliskan sistem dinamik tersebut dalam bentuk N t+ = µn t + C = µ (µn t + C) + C =... = µ t+ N + C( + µ + µ µ t ). Akibatnya, N t C, jika t. µ N t t Figure 2.2. Grafik deret waktu dari sistem dinamik (2.8) untuk µ =, 95, C = dan populasi awal 6.

26 26 2. SISTEM DINAMIK DISKRIT: SUATU PENGANTAR 3.2. Representasi dua dimensi. Sistem dinamik berdimensi satu dapat juga direpresentasikan pada ruang berdimensia dua. Pandang sistem dinamik tersebut untuk suatu tebakan awal tertentu, misalkan N pada contoh-contoh di atas, sebagai berikut: N, N, N 2, N 3, N 4, N 5, N 6,..., N t,.... Iterasi di atas disajikan sebagai barisan di R 2 sebagai berikut: (, N ), (N, N ), (N, N 2 ), (N 2, N 3 ), (N 3, N 4 ),..., (N t, N t+ ),.... Lihat ilustrasi pada Gbr 2.3. Pada gambar tersebut, garis N t+ = N t ditambahkan untuk memperjelas dinamika dari masing-masing solusi.garis tersebut disajikan pada Gbr 2.3 dengan garis putus-putus. N t+ 9 N t N t N t N t N t Figure 2.3. Representasi dua dimensi dari sistem dinamik. Garis tegas menyatakan kurva N t+ = f(n t ). Pada ketiga grafik pada Gbr. 2.3, kekonvergenan dari sistem dinamik masing-masing dapat disimpulkan tanpa perlu menyatakan keseluruhan iterasi. Remark 2.. Untuk sistem dinamik yang berdimensi dua, kita akan membahasnya secara khusus pada bab selanjutnya. Untuk sistem dinamik yang berdimensi lebih tinggi dari dua, sangatlah sulit untuk memberikan representasi grafis dari sistem dinamik tersebut.

27 CHAPTER 3 Solusi Khusus dan Masalah Kestabilan. Pendahuluan Dalam perkuliahan analisis real kita sudah mengenal barisan bilangan real. Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah masalah kekonvergenan dari barisan tersebut. Pada prinsipnya, kita ingin mempelajari perilaku limit dari suatu barisan. Dalam sistem dinamik diskrit, kita juga ingin memplejari perilaku sistem di sekitar solusi-solusi khusus dari sistem tersebut. Solusi khusus tersebut dapat berupa titik tetap, solusi periodik dan lain sebagainya. 2. Titik tetap sistem dinamik Pada Gbr 2.3, secara grafis dapat dilihat bahwa garis N t+ = N t berpotongan pada dengan garis N t+ = f(n t ). Sebutlah titik potong tersebut dicapai pada N t = N. Maka haruslah berlaku: N = f(n ). Akibatnya, jika N t = N untuk suatu t, maka N t+ = N. Jadi, oleh sistem dinamik: N t+ = f(n t ), titik N dipetakan ke dirinya sendiri. Definition 3.. Pandang suatu sistem dinamik yang didefinisikan pada suatu ruang linear X, yaitu x n+ = f(x n ). Titik x = p X yang memenuhi f(p) = p disebut titik tetap dari sistem dinamik x n+ = f(x n ). Example 3.2. Pandang sistem dinamik: x n+ = f(x n ) dengan f(x) = x + 2. Maka titik tetap dari sistem dinamik tersebut adalah 2 x yang memenuhi: x = x Ini dipenuhi oleh x = 4. Perhatikan kembali Contoh 2.8, yaitu: N t+ = µn t + C, di mana < µ <. Titik tetap dari sistem dinamik ini adalah solusi dari persamaan N t = µn t +C, yaitu: N t = C. Perhatikan bahwa dari µ Contoh 2.8, berapapun N, barisan yang dibentuk oleh N t+ = µn t +C senantiasa konvergen ke C. Pertanyaannya apakah ini berlaku secara µ umum? Sebelumnya kita akan membuktikan terlebih dahulu suatu lemma yang sudah kita kenal di perkuliahan analisis real. Lemma 3.3. Misalkan {a n } adalah suatu barisan bilangan real yang konvergen ke a. Misalkan pula f adalah suatu fungsi yang kontinu di suatu interval buka yang memuat a. Maka f(a n ) adalah barisan bilangan real yang konvergen ke f(a). 27

28 28 3. SOLUSI KHUSUS DAN MASALAH KESTABILAN Proof. Ambil ε > sebarang. Karena f kontinu pada selang buka yang memuat a (sebutlah I), maka terdapat δ > sehingga, jika x a < δ maka f(x) f(a) < ε. Karena a n a, maka terdapat N N sehingga a n a < δ jika n > N. Jadi, jika n > N berlaku f(a n ) f(a) < ε. Theorem 3.4. Pandang sistem dinamik: x n+ = f(x n ). Misalkan, untuk suatu x, barisan yang didefiniskan melalui sistem dinamik di atas konvergen ke p R, jika n. Maka p adalah titik tetap bagi sistem dinamik tersebut. Proof. Misalkan barisan bilangan yang didefinisikan oleh sistem dinamik di atas, dengan syarat awal x, dituliskan sebagai {x n }. Asumsikan x n p jika n. Definisikan suatu barisan baru yaitu {y n } di mana y n = x n+. Barisan {y n } tidak lain adalah barisan {x n }; akibatnya y n p jika n. Dari Lemma 3.3 kita simpulkan bahwa f(x n ) p, jika n. Tetapi, f(x n ) = x n+ = y n. Jadi y n p jika n. Dari ketunggalan limit haruslah berlaku: f(p) = p. Jadi p adalah titik tetap dari sistem dinamik x n+ = f(x n ). Exercise 3.. Apakah konvers dari Teorema 3.4 juga berlaku? Theorem 3.5. Misalkan f adalah fungsi yang kontinu pada suatu selang tutup. Asumsikan {f n (x)} terbatas dan monoton untuk suatu x pada selang tersebut. Maka sistem dinamik x n+ = f(x n ) mempunyai titik tetap pada interval tersebut. Proof. Definisikan x n = f n (x) suatu barisan pada interval tutup I. Maka x n+ = f(x n ). Karena {x n } terbatas dan monoton, maka x n p, jika n untuk suatu p pada I. Menurut Teorema 3.4 p adalah titik tetap dari x n+ = f(x n ). Exercise 3.2. Jika f adalah fungsi yang kontinu pada suatu selang buka, apakah Teorema 3.5 berlaku? Exercise 3.3. Tunjukkan bahwa, jika f adalah fungsi yang kontinu dan terbatas, maka sistem dinamik x n+ = f(x n ) mempunyai titik tetap. 3. Solusi Periodik Selain titik tetap, solusi lain dari suatu sistem dinamik, yang menarik untuk dipelajari adalah solusi periodik. Dalam kaitannya dengan barisan bilangan real, titik periodik berkorespondensi dengan suatu barisan yang divergen. Namun kedivergenannya tidak terlampau parah. Kita masih tetap dapat menemukan pola keteraturan dalam solusi periodik. Definition 3.6. Pandang suatu sistem dinamik diskrit x n+ = f(x n ). Misalkan terdapat suatu titik x sehingga () f m (x ) = x,

29 (2) f k (x ) x jika k =, 2,..., m. Titik x disebut titik m-periodik. 3. SOLUSI PERIODIK 29 Dari definisi di atas sangatlah mudah untuk melihat bahwa titik m-periodik berkorespondensi dengan titik tetap dari sistem dinamik: x n+ = g(x n ) di mana g(x) = f m (x). Kondisi (2) pada Definisi 3.6, menjamin bahwa m adalah bilangan bulat positif terkecil yang memenuhi kondisi (). Inilah yang membuat tidak semua titik tetap dari x n+ = g(x n ) adalah titik m-periodik dari x n+ = f(x n ). Example 3.7. Pandang sistem dinamik diskrit: x n+ = f(x n ) dengan f(x) = µx( x 2 ). Pandang G(x, µ) = f 2 (x) x = ( µ 3 x 3 + 2µ 3 x 2 (µ 3 + µ 2 )x + (µ 2 )) x. Perhatikan bahwa titik yang memenuhi: f(x(µ)) = x(µ) juga akan memenuhi: G(x, µ) =. Itu sebabnya kita tahu bahwa G(x, µ) habis dibagi x dan ( µ + µx). Maka G(x, µ) = x( µ + µx)(µ 2 x 2 µ 2 x + µ µx + ). Jadi didapat akar-akar dari G(x, µ) = adalah:, µ µ, µ + + µ2 2µ 3, dan µ + + µ 2 2µ 3. 2µ 2µ Dua akar yang terakhir hanya ada jika µ > 3 dan merupakan titik 2-periodik. Kedua akar yang pertama juga merupakan solusi dari x x Figure 3.. Kurva yang digambar dengan garis putusputus pada kedua grafik adalah y = x. Kurva yang digambar dengan titik-titik adalah y = f(x), dengan garis tegas adalah y = f 2 (x) dan dengan garis dan titik adalah y = f 4 (x). Titik potong dengan kurva y = x menyatakan titik tetap dari masing-masing fungsi. Ilustrasi ini untuk µ = 3, 5. f(x) = x. Jadi kedua titik tersebut bukanlah titik 2-periodik. Sebagai ilustrasi, lihat Gambar Gbr 3.. Solusi 2-periodik dan 4-periodik digambarkan pada Gambar Gbr 3.2.

30 3 3. SOLUSI KHUSUS DAN MASALAH KESTABILAN x n+ x n x n x n Figure 3.2. Pada Gambar ini digambarkan solusi periodik untuk µ = 3, 25 (kiri) dan µ = 3.5 (kanan). Nilai µ tersebut dipilih berbeda untuk kepentingan ilustrasi (sebab pada saat µ = 3, 5 solusi 2-periodik tidak lagi stabil). 4. Titik Iterasi Berhingga Titik tetap pada sistem dinamik diskrit mempunyai padanan dengan titik kesetimbangan (equilibrium) pada sistem dinamik kontinu. Demikian pula titik n-periodik mempunyai padanan yaitu solusi T - periodik. Titik iterasi berhingga adalah titik yang khusus dalam artian tidak mempunyai padanan dengan solusi persamaan diferensial. Definition 3.8. Misalkan f adalah suatu fungsi real yang kontinu. x disebut titik iterasi berhingga jika ada m N sehingga f m+ (x ) = f m (x ). Jelas dalam hal ini, p = f m (x ) adalah titik tetap dari sistem dinamik x n+ = f(x n ). b a Figure 3.3. Ilustrasi dua buah titik iterasi berhingga.

31 5. MASALAH KESTABILAN TITIK TETAP 3 Himpunan titik-titik iterasi berhingga membentuk subsistem dinamik diskrit. Misalkan S = {x R m N f m+ (x) = f m (x)}. Maka f(s) S. Titik iterasi hingga mempunyai arti dinamik sebagai titik-titik yang setelah beberapa iterasi akan sampai ke titik tetap dari sistem dinamik tersebut. Dengan memandang titik k-periodik sebagai titik tetap dari sistem x n+ = g(x n ) dengan g(x) = f k (x), kita dapat menentukan titik iterasi hingga untuk sistem dinamik x n+ = g(x n ). Titik-titik ini akan menjadi titik-titik yang setelah berhingga iterasi akan tiba pada titik k-periodik dari sistem dinamik x n+ = f(x n ). Lihat ilustrasi pada Gbr Masalah kestabilan titik tetap Misalkan diberikan suatu sistem dinamik tertentu. Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bagaimana menentukan titik tetap dari sistem dinamik tersebut. Kita sekarang ini mempelajari dinamika dari sistem tersebut, tidak hanya pada satu titik (yaitu titik tetapnya) tetapi pada suatu lingkungan di sekitar titik tetap tersebut. Pada kasus-kasus tertentu, biasanya jika dimensinya rendah, kita dapat menyimpulkan dinamika sistem tersebut untuk lingkungan di sekitar titik tetap yang cukup besar, bahkan keseluruhan ruang keadaan. Dalam hal tersebut, analisis tersebut disebut analisis global. Definition 3.9 (Kestabilan asimtotik). Titik tetap p dari suatu sistem dinamik diskrit x n+ = f(x n ), dikatakan titik tetap stabil secara asimtotik jika terdapat suatu selang buka I yang memuat p sehingga untuk setiap x I, barisan yang dibentuk melalui sistem dinamik tersebut konvergen ke p. Definition 3. (Kestabilan netral). Titik p dikatakan stabil netral jika terdapat suatu selang buka I yang memuat p sehingga untuk setiap x I, sehingga x n I, n. Seperti biasanya, definisi matematis sering tidak praktis untuk kepentingan komputasi. Oleh karena itu kita memiliki teorema berikut. Theorem 3.. Misalkan f terdiferensialkan pada p dan f(p) = p. () Jika f (p) < maka p adalah titik tetap stabil asimtotik. (2) Jika f (p) > maka p adalah titik tetap tak stabil. (3) Jika f (p) =, titik p dapat berupa titik tetap stabil maupun tak stabil. Proof. Kita hanya akan membuktikan bagian (a) dari teorema di atas. Jika f (p) < maka < lim x p f(x) f(p) x p <.

32 32 3. SOLUSI KHUSUS DAN MASALAH KESTABILAN Akibatnya, terdapat < A < dan interval (p δ, p + δ) (δ > ) sehingga f(x) f(p) A A, x (p δ, p + δ). x p Jadi, (3.) f(x) f(p) A x p. Karena f(p) = p, maka f(x) p A x p. Misalkan x n p A n x p. Maka x n+ p = f(x n ) p A x n p dengan menggunakan (3.). Jadi didapat: x n+ p A n+ x p. Ambil ε > sebarang. Pilih N sehingga A N+ ε < x p. Maka jika n > N, x n+ p < ε. Yang menarik adalah apa yang terjadi jika f (p) =. Ini akan kita bahas secara lebih mendetil. Jika titik tetap p memenuhi f (p) = maka titik tetap tersebut disebut titik tetap hiperbolik. Berikut adalah contoh-contoh sistem dinamik yang memiliki titik tetap di yang tidak hiperbolik. Example 3.2. Pandang sistem dinamik yang didefinisikan oleh: x n+ = f(x n ), di mana f(x) = x + x 2. Sistem dinamik ini mempunyai titik tetap di x =. Dapat dihitung dengan mudah turunan dari f yaitu f (x) = + 2x. Karena f () = maka x = adalah titik tetap yang tidak hiperbolik. Dinamika dari sistem tersebut di sekitar dapat dilihat pada Gambar Gbr 3.4. Dalam contoh ini titik tetap adalah titik tetap tak stabil. Ketakstabilannya hanya terjadi di satu arah. Example 3.3. Pandang sistem dinamik yang didefinisikan oleh fungsi f(x) = x x 3. Salah satu titik tetap dari sistem dinamik tersebut adalah dengan f () =. Untuk contoh ini titik adalah titik tetap yang stabil. Lihat Gambar Gbr 3.5. Example 3.4. Pandang sistem dinamik yang didefinisikan oleh fungsi f(x) = x + x 3. Salah satu titik tetap dari sistem dinamik tersebut adalah dengan f () =. Untuk contoh ini adalah titik tetap yang stabil. Lihat Gambar Gbr 3.5. Example 3.5. Pandang sistem dinamik yang didefinisikan oleh fungsi f(x) = x + x 3. Salah satu titik tetap dari sistem dinamik tersebut adalah dengan f () =. Untuk contoh ini adalah titik tetap yang tak stabil. Lihat Gambar Gbr 3.5.

33 5. MASALAH KESTABILAN TITIK TETAP Figure 3.4. Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x + x Figure 3.5. Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x x 3. Dari keempat contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kestabilan dari titik tetap yang tak hiperbolik sangat bergantung dari suku-suku berikutnya. Kondisi ini disebut sensitif terhadap perturbasi. Kita akan kembali lagi pada topik ini ketika membahas masalah bifurkasi. Remark 3.6. Teorema Kestabilan 3. juga dapat diterapkan untuk menentukan kestabilan dari titik m-periodik dengan memandang titik tersebut sebagai titik tetap dari f m (x). Perhatikan kembali Gambar Gbr 3. dan Gbr 3.2. Dari gambar di kiri pada Gbr 3., titik 2-periodik tetap ada ketika titik 4-periodik ditemukan. Tetapi pada Gbr 3.2 solusi 2-periodik tidak muncul. Ini disebabkan karena titik 2-periodik menjadi tidak stabil ketika titik 4-periodik tercipta. Secara numerik, sesuatu yang tidak stabil tidak dapat ditemukan dengan cara

34 34 3. SOLUSI KHUSUS DAN MASALAH KESTABILAN Figure 3.6. Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x x Figure 3.7. Representasi grafis dari sistem dinamika x n+ = f(x n ), dengan f(x) = x + x 3.. yang sederhana. Untuk mengertik perubahan kestabilan ini kita perlu apa yang disebut Teori Bifurkasi. Exercise 3.4. Tuliskan Teorema Kestabilan untuk titik 2-periodik dan buktikan.

35 CHAPTER 4 Bifurkasi Titik Tetap Berkodimensi Satu. Pendahuluan Misalkan kita berhadapan dengan persoalan dalam dunia nyata. Langkah pertama untuk mempelajari permasalahan tersebut adalah dengan memodelkan persamaan tersebut ke dalam sebuah model matematis. Untuk menentukan parameter-parameter dalam model, seringkali perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran tentunya tidak pernah memberikan hasil yang eksak. Kesalahan ini tentunya tidak kita harapkan mempengaruhi hasil analisis dari model kita. Selain kesalahan ini, pada prinsipnya ketika kita memodelkan ada penyederhanaan. Itu sebabnya juga ada kesalahan yang bersumber pada asumsi yang digunakan pada model tersebut. Itu sebabnya, fenomena yang semenarik apapun tidaklah banyak gunanya untuk dipelajari jika hanya terjadi pada suatu kombinasi nilai parameter-parameter tertentu. Kita ingin mempelajari fenomena menarik yang cukup umum. Tentunya frase cukup umum harus kita definisikan secara lebih tepat. Pada bab sebelumnya, kita sudah melihat bahwa suatu sistem dinamik diskrit dapat mempunyai titik tetap. Kestabilan titik tetap tersebut dapat kita simpulkan melalui turunan dari fungsi f yang mendefinisikan sistem tersebut. Jika besar turunan dari f pada titik tetap tersebut kurang dari satu, maka titik tetap itu stabil dan sebaliknya jika lebih besar dari satu, tidak stabil. Apa yang terjadi jika besar turunannya satu tidak dapat disimpulkan melalui analisis linear seperti itu. Dua permasalahan di atas menjadi motivasi mengapa kita perlu mempelajari teori bifurkasi. Teori bifurkasi adalah suatu pendekatan modern untuk mengerti dinamika suatu sistem terutama dalam hal sistem memuat suatu kondisi yang degenerate. 2. Contoh bifurkasi sederhana 2.. Bifurkasi pada akar persamaan kuadrat. Pandang suatu persamaan kuadrat ax 2 + bx + c =. Persamaan ini dapat dengan mudah disederhanakan menjadi: (4.) x 2 + b a x + c a =. 35

36 36 4. BIFURKASI TITIK TETAP BERKODIMENSI SATU Persamaan kuadrat yang terakhir dapat dipandang sebagai: ( x + b ) 2 + c ( ) 2 b 2a a =. 2a Dengan mendefinisikan transformasi: ϕ : R R x y = x + b 2a persamaan kuadrat yang mula-mula, identik dengan persamaan kuadrat (4.2) y 2 α =, jika a >. Akar-akar persamaan kuadrat semula, dapat direkonstruksi dari akar persamaan kuadrat y 2 + α =. Secara kualitatif, kedua persamaan kuadrat tidak berbeda. Banyaknya akar dari persamaan kuadrat (4.) tergantung dari tanda b 2 4ac. Jika b 2 4ac >, persamaan kuadrat (4.) mempunyai dua akar real. Ini identik dengan persamaan kuadrat (4.2) memiliki dua akar jika α > Bifurkasi pada akar persamaan pangkat tiga. Sekarang pandang persamaan pangkat tiga: ax 3 + bx 2 + cx + d =, a. Persamaan tersebut dapat diubah ke bentuk x 3 + b a x2 + c a x + d a =. Dengan melakukan translasi, x = y b didapat: 3a ( ) c y 3 + a b2 y + 2b3 + 27a 2 d 3abc. 3a 2 27a 3 Jadi semua persamaan pangkat tiga dapat diubah ke bentuk y 3 + py + q =. 8 6 q p Figure 4..

37 2. CONTOH BIFURKASI SEDERHANA 37 Secara umum persamaan pangkat tiga dapat memiliki satu, dua atau tiga akar. Jika persamaan tersebut memiliki dua akar, maka persamaan pangkat tiga tersebut memiliki satu pasang akar kembar, misalkan y. Akar kembar ini haruslah dicapai pada titik stasioner dari fungsi: f(y) = y 3 py + q. Jadi y memenuhi: 3y 2 p = dan y 3 py + q =. Persamaan pertama mempunyai solusi jika p dan solusinya adalah y = ± p/3. Jika kita substitusikan solusi tersebut ke persamaan kedua, kita dapatkan persamaan: ( p ) 3 ( q ) 2 + =. 3 2 Persamaan ini mendefinisikan sebuah kurva di bidang (p, q). Lihat Gambar Gbf 4.. Kurva ini menyatakan kombinasi nilai parameter (p, q) yang menyebabkan persamaan pangkat tiga di atas memiliki dua akar. Example 4.. Misalkan persamaan pangkat tiga: x 3 +x 2 ax+b =. Seperti pada gambar Gbr 4., kurva pada ruang parameter sehingga padanya persamaan pangkat tiga x 3 + x 2 ax + b = memiliki dua akar digambarkan pada gambar Gbr a b Figure 4.2. Perhatikan gambar Gbr 4.2. Misalkan kita bergerak sepanjang garis a =, 2. Grafik fungsi pangkat tiga f(x) = x 3 + x 2 ax + b, jika a =, 2 dan empat buah nilai b digambarkan pada Gbr (4.3). Dari atas ke bawah, grafik-grafik tersebut adalah untuk b =, b =,..., b =.3... dan b = 2. Banyaknya titik potong kurva dengan sumbu

38 38 4. BIFURKASI TITIK TETAP BERKODIMENSI SATU x 2 Figure 4.3. x menyatakan banyaknya akar persamaan pangkat tiga di atas. Perubahan banyaknya akar pada persamaan pangkat tiga tersebut merupakan contoh bifurkasi yang sederhana. 3. Bifurkasi fold Pandang suatu sistem dinamik diskrit berdimensi satu (4.3) x = f(x, α), di mana f : R R R terdiferensialkan secara kontinu secukupnya. α disebut parameter, suatu konstanta yang besarnya tidak diketahui. Sistem dinamik (4.3) dituliskan dalam bentuk seperti di atas untuk membedakan sistem dinamik umum dengan suatu solusi khusus x n+ = f(x n, α). Theorem 4.2. Misalkan diberikan suatu sistem dinamik diskrit x = f(x, α), seperti pada (4.3). Kita asumsikan berikut ini berlaku (A ) f(, ) =. (A 2 ) f (, ) =. x (A 3 ) 2 f (, ). x2 (A 4 ) f (, ). α

39 Maka terdapat suatu transformasi 3. BIFURKASI FOLD 39 φ : U R R (x, α) (y, β) U R R yang memuat (, ) sehingga φ memiliki invers dan terdiferensialkan secara kontinu, dan sistem dinamik (4.3) akan ditransformasikan menjadi: y = β + y ± y 2 + O(y 3 ). Remark 4.3. Kita menggunakan notasi asimtotik O(y 3 ) untuk menyatakan suku sisa yaitu: a 3 y 3 + a 4 y Pandang suatu fungsi m(x) = a 3 y 3 + a 4 y Maka terdapat suatu fungsi r(x) sehingga m(x) = x 3 r(x). Proof. Bukti dimulai dengan menuliskan uraian Taylor terhadap x dari f(x, α) di sekitar x =, yaitu: f(x, α) = f (α) + f (α)x + f 2 (α)x 2 + O(x 3 ). Karena (A ) dan (A 2 ) dipenuhi f () = dan f () =. Misalkan f (α) = + g(α). Maka g adalah fungsi kontinu dan g() =. Jadi, f(x, α) = f (α) + ( + g(α)) x + f 2 (α)x 2 + O(x 3 ). Definisikan suatu transformasi koordinat ξ = x + δ dengan δ akan ditentukan kemudian. Sistem dinamik (4.3) ditransformasikan menjadi ξ = f(ξ δ, α) + δ. Dengan mensubstitusikan uraian Taylor untuk f, kita dapatkan (4.4) ξ = a (α, δ) + ξ + a (α, δ)ξ + a 2 (α, δ)ξ 2 + O(y 3 ), di mana a (α, δ) = f (α) + g(α)δ + f 2 (α)δ 2 + O(δ 3 ) a (α, δ) = g(α) 2f 2 (α)δ + O(δ 2 ) a 2 (α, δ) = f 2 (α) + O(δ). Misalkan a (α, δ) = g(α) 2f 2 (α)δ + δ 2 ϕ(α, δ) dan a δ = 2f 2 (), (,) karena 2 f x 2 (, ) = f 2().

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

Discrete Time Dynamical Systems

Discrete Time Dynamical Systems Discrete Time Dynamical Systems Sheet 1 and Solution (1) Tentukan titik tetap dari fungsi berikut. (a) f(x) = x x (b) f(x) = 2x + bx (c) f(x) = e (a) Titik tetap f memenuhi persamaan f(x) = x x x = x x

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN RIIL DAN FUNGSI

SISTEM BILANGAN RIIL DAN FUNGSI SISTEM BILANGAN RIIL DAN FUNGSI Matematika Juni 2016 Dosen : Dadang Amir Hamzah MATEMATIKA Juni 2016 1 / 67 Outline 1 Sistem Bilangan Riil Dosen : Dadang Amir Hamzah MATEMATIKA Juni 2016 2 / 67 Outline

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih Mata Pelajaran Wajib Disusun Oleh: Ngapiningsih Disklaimer Daftar isi Disklaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu Guru melaksanakan pembelajaran. Materi powerpoint

Lebih terperinci

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Johan Matheus Tuwankotta March 5, 203 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 0, Bandung, Indonesia. mailto:theo@math.itb.ac.id

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, Lecture 4. Limit B A. Continuity Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, (2) lim f(x) ada, (3) lim f(x) =

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright 2015 BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI,

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3,

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3, Analisis Real Johan Matheus Tuwankotta December 3, 200 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 0, Bandung, Indonesia. mailto:theo@dns.math.itb.ac.id 2 Daftar Isi Sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

BAB I DERIVATIF (TURUNAN)

BAB I DERIVATIF (TURUNAN) BAB I DERIVATIF (TURUNAN) Pada bab ini akan dipaparkan pengertian derivatif suatu fungsi, beberapa sifat aljabar derivatif, aturan rantai, dan derifativ fungsi invers. A. Pengertian Derivatif Pengertian

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a Soal - Soal UM UGM. Soal Matematika Dasar UM UGM 00. Jika x = 3 maka + 3 log 4 x =... a. b. c. d. e.. Jika x+y log = a dan x y log 8 = b dengan 0 < y < x maka 4 log (x y ) =... a. a + 3b ab b. a + b ab

Lebih terperinci

Teori Bifurkasi (3 SKS)

Teori Bifurkasi (3 SKS) Teori Bifurkasi (3 SKS) Department of Mathematics Faculty of Mathematics and Natural Sciences Gadjah Mada University E-mail : f_adikusumo@gadjahmada.edu Sistem Dinamik PENGERTIAN UMUM : - Formalisasi matematika

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1 Daftar Isi 1 Mengapa Perlu Belajar Geometri 1 1.1 Daftar Pustaka.................................... 1 2 Ruang Euclid 3 2.1 Geometri Euclid.................................... 8 2.2 Pencerminan dan Transformasi

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Kalkulus Differensial dan Integral sangat luas penggunaannya dalam berbagai bidang seperti penentuan maksimum dan minimum. Suatu fungsi yang sering digunakan mahasiswa

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n A. Fungsi Dua Variabel atau Lebih Dalam subbab ini, fungsi dua variabel atau lebih dikaji dari tiga sudut pandang: secara verbal (melalui uraian dalam kata-kata) secara aljabar

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I DERIVATIF (TURUNAN)

BAB I DERIVATIF (TURUNAN) BAB I DERIVATIF (TURUNAN) Pada bab ini akan dipaparkan pengertian derivatif suatu fungsi, beberapa sifat aljabar derivatif, aturan rantai, dan derifativ fungsi invers. A. Pengertian Derivatif Pengertian

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd i DAFTAR ISI BAB I. BILANGAN KOMPLEKS... 1 I. Bilangan Kompleks dan Operasinya... 1 II. Operasi Hitung Pada Bilangan Kompleks... 1 III.

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmailcom Info: Jurnal MSA Vol 3 No 1 Edisi: Januari

Lebih terperinci

BAB I KAJIAN TEORI. meningkatkan sistem. Teori moderen dari sistem dinamik berasal dari abad. ke-19 mengenai stabilitas dan evolusi dari tata surya.

BAB I KAJIAN TEORI. meningkatkan sistem. Teori moderen dari sistem dinamik berasal dari abad. ke-19 mengenai stabilitas dan evolusi dari tata surya. BAB I KAJIAN TEORI 1.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik membahas tentang perilaku jangka panjang untuk meningkatkan sistem. Teori moderen dari sistem dinamik berasal dari abad ke-19 mengenai stabilitas dan

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Johan Matheus Tuwankotta 1 February 2, 2012 1 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia. mailto:theo@math.itb.ac.id

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan ANALISIS REAL 1 Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan kemampuan pada mahasiswa agar dapat memahami pernyataan-pernyataan matematika secara baik dan benar, berpikir secara logis, kritis dan sistematis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

MA3081 STATISTIKA MATEMATIKA We love Statistics

MA3081 STATISTIKA MATEMATIKA We love Statistics Catatan Kuliah MA3081 STATISTIKA MATEMATIKA We love Statistics disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2013 Daftar Isi 1 Peubah Acak

Lebih terperinci

CARA LAIN PEMBUKTIAN TEOEMA ARZELA-ASCOLI DAN HUBUNGANNYA DENGAN EKSISTENSI PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL (SUATU KAJIAN TEORITIS)

CARA LAIN PEMBUKTIAN TEOEMA ARZELA-ASCOLI DAN HUBUNGANNYA DENGAN EKSISTENSI PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL (SUATU KAJIAN TEORITIS) CARA LAIN PEMBUKTIAN TEOEMA ARZELA-ASCOLI DAN HUBUNGANNYA DENGAN EKSISTENSI PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL SUATU KAJIAN TEORITIS) Sufri Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Kampus

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA PERBANDINGAN KISI-KISI UN 009 DAN 00 SMA IPA Materi Logika Matematika Kemampuan yang diuji UN 009 UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh dari penarikan kesimpulan Menentukan negasi pernyataan

Lebih terperinci

FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS

FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS Jika A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong, fungsi f dari A ke B; f : A B atau A f B adalah cara pengawanan anggota A dengan anggota B yang memenuhi aturan setiap

Lebih terperinci

Soal Ujian Komprehensif

Soal Ujian Komprehensif Soal Ujian Komprehensif Bahan ujian komprehensif memuat konsep-konsep penting pada bidang: Kalkulus, dan Matriks / Aljabar Linear. Logika, Soal ujian disediakan secara terbuka, dapat diperoleh setiap saat

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

PREDIKSI UAN MATEMATIKA 2008 Oleh: Heribertus Heri Istiyanto, S.Si Blog:

PREDIKSI UAN MATEMATIKA 2008 Oleh: Heribertus Heri Istiyanto, S.Si   Blog: PREDIKSI UAN MATEMATIKA 2008 Oleh: Heribertus Heri Istiyanto, S.Si Email: sebelasseptember@yahoo.com Blog: http://istiyanto.com Berikut soal-soal yang dapat Anda gunakan untuk latihan dalam menghadapi

Lebih terperinci

II. TINJUAN PUSTAKA. lim f(x) = L berarti bahwa bilamana x dekat tetapi sebelah kiri c 0 maka f(x)

II. TINJUAN PUSTAKA. lim f(x) = L berarti bahwa bilamana x dekat tetapi sebelah kiri c 0 maka f(x) II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Limit Definisi lim f(x) = L, dan mengatakan limit f (x) ketika x mendekati a sama dengan L, jika dapat dibuat nilai f (x) sebarang yang dekat dengan L dengan cara mengambil nilai

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

Silabus. 1 Sistem Bilangan Real. 2 Fungsi Real. 3 Limit dan Kekontinuan. Kalkulus 1. Arrival Rince Putri. Sistem Bilangan Real.

Silabus. 1 Sistem Bilangan Real. 2 Fungsi Real. 3 Limit dan Kekontinuan. Kalkulus 1. Arrival Rince Putri. Sistem Bilangan Real. Silabus 1 2 3 Referensi E. J. Purcell, D. Varberg, and S. E. Rigdon, Kalkulus, Jilid 1 Edisi Kedelapan, Erlangga, 2003. Penilaian 1 Ujian Tengah Semester (UTS) : 30 2 Ujian Akhir Semester (UAS) : 20 3

Lebih terperinci