Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral"

Transkripsi

1 Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Johan Matheus Tuwankotta March 5, 203 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 0, Bandung, Indonesia.

2 2

3 Daftar Isi Teori Himpunan 5. Himpunan Fungsi Aljabar Himpunan Aksioma Pilihan Himpunan terhitung Relasi Ekivalen Sistem Bilangan Real 2 2. Bilangan Rasional Aksioma Kelengkapan Himpunan Bilangan Real Barisan Bilangan Real Topologi Metrik dan topologi urutan Ruang Topologi Ukuran Luar Pendahuluan Himpunan dan Interval Buka Ukuran Luar Himpunan Terukur Pengantar Teori Integral Lebesgue Integral Riemann Integral Lebesgue untuk fungsi sederhana

4 4 DAFTAR ISI

5 Bab Teori Himpunan Faith is the substance of things hoped for, the evidence of things not seen. (The book of Hebrew :, Bible). Himpunan Konsep dasar tentang himpunan adalah sebagai berikut.. Apa itu himpunan TIDAK didefinisikan. Himpunan tidak harus memiliki struktur apapun. Struktur diperkenalkan ke dalam sebuah himpunan dengan mendefinisikan interaksi antar anggota-anggotanya. Interaksi antara anggota-anggota himpunan dalam himpunan biasanya didefinisikan melalui operasi. 2. Himpunan ditentukan sepenuhnya oleh keanggotaan. x anggota A (atau x di A) dinotasikan oleh x A. A = B jika dan hanya jika berlaku: jika x A maka x B (dalam hal ini: A B) dan jika x B maka x A (B A). 3. Himpunan dapat didefinisikan dengan mendaftarkan anggotanya: {x, x 2, x 3,...}, atau dengan {x P (x)}. 4. Urutan penulisan dalam himpunan tidak penting: {a, b} = {b, a}. Anggota yang sama tidak dituliskan dua kali: contohnya {a, b, c} = {a, b, c, a}. 5

6 6 BAB. TEORI HIMPUNAN Himpunan bilangan asli Kita mendefinisikan himpunan bilangan asli sebagai: N = {, 2, 3,...}. Pada N kita asumsikan dua buah prinsip dasar yang berlaku. Prinsip Induksi Matematika Misalkan P (n) adalah suatu pernyataan (atau proposisi) yang terdefinisi untuk setiap n. Jika:. diketahui P () benar, 2. berlaku: jika P (n) maka P (n + ), maka: P (n) benar untuk setiap n. Perhatikan bahwa pernyataan kedua tidak mengatakan apapun tentang kebenaran dari P (n) kecuali pernyataan pertama diberikan. Contohnya, misalkan P (n) adalah kalimat: n = n + 5. Tentu saja kalimat ini tidak benar. Tetapi perhatikan bahwa: Jika P (n) (yaitu n = n + 5) maka P (n + ) (yaitu n + = (n + ) + 5). Prinsip Well Ordering Setiap subset tak kosong dari N, senantiasa mengandung unsur terkecil. Teorema.. Prinsip Well Ordering ekivalen dengan Prinsip Induksi Matematika. Bukti. (= ) Misalkan P (n) suatu proposisi yang terdefinisi untuk setiap n N. ( =) Misalkan S N.

7 .. HIMPUNAN 7

8 8 BAB. TEORI HIMPUNAN.2 Fungsi Misalkan X dan Y adalah dua buah himpunan. Kita dapat membentuk himpunan baru dengan melihat hasil kali Cartesius dari kedua himpunan, yaitu: X Y = {(x, y) x X dan y Y }. Contoh.2. Misalkan A = {, 2, 3, 4} dan B = {a, b, c}. Maka A B = {(, a), (, b), (, c), (2, a), (2, b), (2, c), (3, a), (3, b), (3, c), (4, a), (4, b), (4, c)}. Contoh.3. Misalkan X = [, 3] dan Y = [, 4]. Maka X Y adalah himpunan seperti pada Gbr.. {(x, y) x 3, y 4} Gbr..: Pada sumbu X terdapat interval [, 3] dan pada sumbu y diletakan interval [, 4]. Daerah yang dibatasi oleh persegipanjang dengan titik sudut (, ), (3, ), (, 4) dan (3, 4) adalah himpunan X Y. Pandang G f (X, Y ) X Y sedemikian sehingga: jika (x, y ) G f (X, Y ) dan (x, y 2 ) G f (X, Y ) maka y = y 2. Pemasangan x y (jika (x, y) G f (X, Y )) disebut sebuah fungsi. Jadi fungsi adalah pengaitan: f : X Y x y sedemikian sehingga x dipetakan dengan tepat satu elemen y. Himpunan G f (X, Y ) disebut grafik dari f. Secara umum, himpunan bagian R X Y mendefinisikan sebuah relasi. Jadi, fungsi adalah sebuah relasi khusus dimana setiap anggota x X hanya dipetakan (dipasangkan) satu kali. Lihat Gambar.2. Suatu himpunan bagian A dari X sedemikian sehingga f terdefinisi untuk setiap x A disebut domain dari f, dan dinotasikan oleh D f. Sebaliknya, sebuah himpunan bagian B dari Y, sehingga untuk sebarang y B terdapat x A sehingga y = f(x) disebut range dari f, dinotasikan oleh: R f. Perhatikan kembali Gambar.2. Misalkan f didefinisikan sehingga grafiknya G f (X, Y ) adalah kurva yang digambar dengan garis tegas. Maka domain dari f adalah: D f = [, 2] sedangkan range dari f: R f = [, 4].

9 .2. FUNGSI 9 Gbr..2: Seperti pada Gbr., daerah yang dibatasi oleh persegipanjang dengan titik sudut (, ), (3, ), (, 4) dan (3, 4) adalah himpunan X Y. Perhatikan terdapat dua kurva dalam daerah tersebut. Kurva yang digambarkan dengan garis tegas mendefinisikan sebuah fungsi, sedangkan yang dengan garis putus-putus bukan. Pandang A X sebarang, maka: f(a) = {y Y x A sehingga f(x) = y}. Kita tergoda untuk mendefinisikan f(a) = {f(x) jika x A}. Ini benar jika A D f. Kembali perhatikan Gambar.2, jika A = [ 3 2, ], maka f( 0 ) tidak terdefinisi, sehingga menggunakan alternatif kedua tidak memungkinkan. Sekarang pandang B Y sebarang. Maka: f (B) = {x D f f(x) B}. Himpunan ini dinamakan, prapeta dari B. Suatu fungsi f : X Y dikatakan injektif (satu satu) jika memenuhi: f(x ) = f(x 2 ) = x = x 2, x, x 2 X. Fungsi tersebut dikatakan surjektif (pada) jika memenuhi: y Y, x X f(x) = y. Dengan perkataan lain, prapeta dari subset tak kosong dari Y senantiasa tak kosong. Diberikan dua buah fungsi: f : X Y dan g : Y Z. Jika R f D g maka g f terdefinisi, yaitu: (g f)(x) = g(f(x)), x X.

10 0 BAB. TEORI HIMPUNAN Teorema.4. f : X Y injektif jika dan hanya jika terdapat g : Y X sehingga g f = id X. Bukti. Misalkan f injektif. Sebaliknya,

11 .2. FUNGSI Teorema.5. f : X Y surjektif jika dan hanya jika terdapat g : Y X sehingga f g = id Y. Bukti. Misalkan f surjektif. Sebaliknya,

12 2 BAB. TEORI HIMPUNAN Barisan Pandang X suatu himpunan. Barisan di X adalah fungsi dari N X. Lebih persisnya, pandang dan f : N X maka barisan di X adalah: x n = f(n). Jika f surjektif, maka X dikatakan terhitung (countable). Barisan di X juga dapat didefinisikan secara rekursif. Prinsip Rekursif. Misalkan X suatu himpunan dan f : X X. Diberikan x X sebarang. Maka mendefinisikan sebuah barisan di X. x n+ = f(x n ), n N,.3 Aljabar Himpunan Lemma.6. Misalkan A dan B adalah dua himpunan sebarang. Maka. A, 2. A A, dan 3. A = B jika dan hanya jika A B dan B A. Bukti.. Karena setiap anggota A adalah anggota A maka A A. 2. Perhatikan bahwa kalimat: jika x maka x A, senantiasa benar karena x senantiasa salah. 3. Diberikan A = B. Maka x A jika dan hanya jika x B. Kalimat ini setara dengan: jika x A maka x B dan jika x B maka x A. Jadi, A B dan B A. Diberikan A B dan B A. Karena A B maka jika x A maka x B. Sebaliknya, karena B A maka jika x B maka x A. Jadi x A jika dan hanya jika x B. Definisi.7. Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. Maka. gabungan dari A dan B: A B = {x x A atau x B}. 2. irisan dari A dan B: A B = {x x A dan x B}. 3. jumlah A dan B: A + B = {x x A atau x B, tetapi x / A B}. Operasi ini dikenal dengan exclusive or dalam logika matematika. 4. komplemen dari A: A c = {x x / A}. 5. pengurangan A oleh B: A\B = A B c = {x x A tetapi x / B}. 6. P(X) = {A X}. Definisi.8. Misalkan A n, n N adalah himpunan-himpunan. Maka dan A n = {x n N sehingga x A n }, A n = {x x A n n N}.

13 .3. ALJABAR HIMPUNAN 3 Lemma.9. (Hukum de Morgan) Jika A dan B adalah dua buah himpunan, maka (A B) c = A c B c dan (A B) c = A c B c. Lebih umum, ( ( α A α ) c = α (A α ) c dan α A α ) c = α (A α ) c Proposisi.0. Misalkan f : X Y dan {B λ } koleksi subset dari Y. Maka ( ) f B λ = f (B λ ) λ λ ( ) Bukti. Ambil x f B λ. Maka f(x) B λ. Jadi, terdapat λ sehingga f(x) B λ. λ λ Akibatnya, x f (B λ ). Jadi, x f (B λ ). λ Sebaliknya, ambil x λ f (B λ ). Maka:

14 4 BAB. TEORI HIMPUNAN Proposisi.. Misalkan f : X Y dan B Y. Maka Bukti. Ambil x f (B c ) f (B c ) = ( f (B) ) c. Definisi.2. Koleksi A = {A X} disebut aljabar himpunan (disebut juga Aljabar Boolean) jika:. A dan B di A berakibat: A B A. 2. A A berakibat A c A. 3. A dan B di A berakibat: A B A. Syarat ketiga dapat dibuang, karena kita memiliki hukum de Morgan. Proposisi.3. Misalkan C sebarang koleksi subset dari X, maka terdapat aljabar himpunan yang terkecil: A yang memuat C. Bukti. Misalkan F karena: F = {F F aljabar himpunan yang memuat C }.

15 .3. ALJABAR HIMPUNAN 5 Definisikan: A = F F F. A adalah aljabar himpunan. Proposisi.4. Misalkan A : aljabar himpunan dan {A k } adalah barisan di A. Maka terdapat barisan {B k } di A sehingga: B m B n = jika n m, dan A k = B k. k k Bukti. Misalkan

16 6 BAB. TEORI HIMPUNAN Definisi.5. Sebuah aljabar himpunan A disebut aljabar-σ atau lapangan Borel, jika A k A, A k A. Proposisi.6. Misalkan C sebarang koleksi subset dari X, maka terdapat aljabar-σ yang terkecil: A yang memuat C..4 Aksioma Pilihan Misalkan C adalah sebarang koleksi himpunan-himpunan tak kosong. terdefinisi di C yang memetakan A C ke a = F (A) A. Jadi F : C B B C A a = F (A) A. Maka terdapat F yang Penyempurnaan bukti Teorema.5: Diberikan f : X Y surjektif. Maka ada g : Y X sehingga f g = id Y. Bukti. Definisikan Pandang: C = {A y = f (y) X y Y }.

17 .5. HIMPUNAN TERHITUNG 7.5 Himpunan terhitung Definisi.7. Sebuah himpunan A dikatakan berhingga jika entah A = atau ada J n = {, 2, 3,..., n} N dan f : J n A surjektif. Suatu himpunan A dikatakan terhitung jika ia merupakan peta dari sebuah barisan. Proposisi.8. f : X Y, dan A terhitung maka f(a) terhitung. Proposisi.9. Sebarang subset dari himpunan terhitung juga terhitung.

18 8 BAB. TEORI HIMPUNAN Proposisi.20. Misalkan A adalah himpunan terhitung. Maka terhitung. Bukti. Pandang A = {{x n } A barisan hingga di A} S adalah himpunan semua barisan hingga di N, S adalah himpunan semua barusan hingga di N {0} dan x = (2, 3, 5, 7,,...) adalah barisan di N yang memuat semua bilangan prima. Ambil n N sebarang, maka dengan x k N {0}. Definisikan: n = 2 x 3 x2... p k x k, f : N S n (x, x 2,..., x k ) Jadi S terhitung. Tetapi, S S. Jadi S terhitung. Selain N, kita memiliki. N = {..., 3, 2, } 2. N 0 = N {0} (bilangan cacah), dan 3. bilangan bulat: Z = {..., 2,, 0,, 2, 3,...} = N {0} N. Khususnya, definisikan bilangan rasional: { a } Q = b a, b Z, b 0. Pandang: S = {(p, q, ) p, q N} {(p, q, 2) p, q N} {(,, 3)}. S adalah subset dari S, sehiingga dapat disimpulkan terhitung. Definisikan: f : S Q (p, q, ) p q (p, q, 2) p q (,, 3) 0 Jadi Q terhitung.

19 .6. RELASI EKIVALEN 9.6 Relasi Ekivalen Mari kita perhatikan kembali sebuah relasi: R X X, sedemikian sehingga:. (x, x) R untuk setiap x X. 2. Jika (x, y) R maka (y, x) R untuk setiap x, y X. 3. Jika (x, y) R dan (y, z) R maka (x, z) R untuk setiap x, y, z X. Relasi ini disebut relasi ekivalen. Misalkan x X sebarang. Pandang Himpunan ini disebut kelas ekivalen. [x] = {y X (y, x) R}. Proposisi.2. Misalkan x dan y X sebarang. Maka entah [x] = [y] atau [x] [y] =. Bukti. Misalkan [x] [y]. Ambil z [x] [y]. Maka (x, z) R dan (z, y) R. Karena R adalah relasi ekivalen, maka (x, y) R. Akibatnya: x [y] dan y [x]. Sekarang, ambil a [x] sebarang. Maka (a, x) R. Karena x [y] maka (x, y) R. Akibatnya, a [y]. Jadi [x] [y]. Dengan cara yang sama kita dapat menunjukkan bahwa kebalikannya berlaku. Perhatikan bahwa Kita dapat mendefinisikan: X = [x]. x X X\R = {[x] x X}. Misalkan X dilengkapi dengan operasi +, dan operasi tersebut memenuhi: jika (x, x ) R dan (y, y ) R maka (x + y, x + y ) R. Maka operasi tersebut disebut kompatibel dengan relasi R. Akibatnya pada X\R terdefinisi dengan baik operasi: +. Maka kita dapat menginduksi sebuah struktur aljabar pada ruang kuosien: X\R.

20 20 BAB. TEORI HIMPUNAN

21 Bab 2 Sistem Bilangan Real What is a topologist? Someone who cannot tell the different between a doughnut and a teacup. (Renteln and Dundes 2005). 2. Bilangan Rasional Pandang N yaitu himpunan bilangan asli dengan dua operasi seperti yang sudah kita kenal: + dan. Kedua operasi pada N ini dapat diperluas secara natural ke operasi Z. Seperti pada bab sebelumnya, kita dapat mendefinisikan himpunan bilangan rasional: { } p Q = q p, q Z, q 0. Untuk mengangkat operasi penjumlahan pada Z ke operasi pada Q, pandang: sedangkan operasi perkalian p q + p 2 q 2 = p q 2 + p 2 q q q 2, p q p 2 q 2 = p p 2 q q 2 Jadi kita dapat memperumum operasi pada N ke Z dan pada akhirnya ke Q. Perhatikan bahwa N Z, namun kita harus hati-hati ketika mengatakan Z Q. Arti dari pernyataan itu adalah, kita dapat mengidentifikasi sebuah subset dari Q dengan Z, yaitu subset: { p } p Z. Lebih lanjut lagi, misalkan p q Q dan p2 q 2 p q + p2 q 2 2 Q. Maka: = p q 2 + p 2 q 2q q 2 Q. Jadi, diantara dua bilangan rasional senantiasa ada bilangan rasional lain. Aksioma Lapangan Perhatikan bahwa himpunan bilangan rasional Q memiliki struktur lapangan, yaitu: A. (Q, +) membentuk grup komutatif (dengan elemen identitas 0): A. untuk setiap p dan q di Q, p + q = q + p (komutatif) 2

22 22 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL A 2. untuk setiap p, q, dan r di Q, (p + q) + r = p + (q + r) (asosiatif) A 3. ada 0 di Q, p + 0 = p, untuk setiap p Q (eksistensi unsur identitas) A 4. untuk setiap p, ada p di Q, p + p = 0 (eksistensi invers aditif) A 2. (Q\{0}, ) membentuk grup komutatif (dengan elemen identitas ): A 2. untuk setiap p dan q di Q{0}, pq = qp (komutatif) A 22. untuk setiap p, q, dan r di Q{0}, (pq)r = p(qr) (asosiatif) A 23. ada di Q{0}, p = p, untuk setiap p Q (eksistensi unsur identitas) A 24. untuk setiap p, ada p di Q, p p = (eksistensi invers aditif) A 3. untuk setiap p, q, dan r di Q memenuhi: p(q + r) = pq + pr (hukum Distributif). Ketiga hal ini disebut Aksioma Lapangan. Perhatikan bahwa bilangan asli N tidak memiliki struktur lapangan, bahkan struktur grup terhadap penjumlahan pun tidak. Hal ini disebabkan karena N tidak memiliki elemen identitas, 0. Jika kita membentuk N {0} = N 0, maka himpunan baru ini memiliki struktur yang disebut semigrup (memiliki sifat-sifat grup kecuali eksistensi invers aditif). Untuk mendapatkan grup kita perlu melengkapkan dengan inversnya yaitu membentuk: N {0} N = Z. Jadi (Z, +) membentuk sebuah grup komutatif. Dapat diperiksa dengan mudah bahwa, (Z\{0}, ) juga membentuk sebuah semigrup, dan lebih lanjut lagi: memenuhi hukum distributif. Struktur seperti ini disebut gelanggang (ring komutatif dengan unsur kesatuan). Untuk mendapatkan struktur grup komutatif terhadap operasi perkalian, kita memperkenalkan bilangan rasional Q seperti di atas. Aksioma Urutan Selain memenuhi aksioma lapangan di atas, bilangan rasional juga diasumsikan memenuhi: B. Aksioma Urutan. Misalkan P adalah suatu himpunan bagian dari Q yang memenuhi: B. Jika p dan q di P maka: p + q P. B 2. Jika p dan q di P maka: pq P. B 3. Jika p P maka p P. B 4. Jika p Q maka entah p = 0 atau p P atau p P (trikotomi). Setiap himpunan yang memenuhi Aksioma Lapangan dan Aksioma Urutan disebut: lapangan terurut. Himpunan bilangan P disebut bilangan positif. Perhatikan bahwa gelanggang bilangan bulat Z juga memenuhi Aksioma Urutan. Himpunan P pada kasus ini dapat dipilih: N. Namun kita dapat juga memilih: N sebagai P. Akibat dari Aksioma Urutan, kita dapat mendefinisikan sebuah relasi: < yaitu: a < b jika b a P, a, b R. Jadi, himpunan bilangan P dapat dideskripsikan oleh: P = {x R 0 < x} Himpunan invers penjumlahan dari unsur-unsur di P disebut himpunan bilangan negatif, dan dideskripsikan oleh: P = {x R x P }. Perhatikan bahwa P P =, sehingga dipenuhi: R = P {0} P (pernyataan ini setara dengan sifat B 4 ).

23 2.2. AKSIOMA KELENGKAPAN 23 Proposisi 2.. Misalkan x < y dan z < w maka: x + z < y + w. Bukti. Karena x < y maka y x P, dan karena z < w maka w z P. Dari B kita simpulkan bahwa: (y x) + (w z) = (y + w) (x + z) P, dimana sifat-sifat lapangan telah kita gunakan. Jadi: x + z < y + w. Proposisi 2.2. Misalkan 0 < x < y dan 0 < z < w maka xz < yw. Bukti. Perhatikan bahwa 0 < x < y mengakibatkan: y x P, x P dan y P. Demikian pula: 0 < z < w mengakibatkan: w z P, z P dan w P. Maka: (y x)z = yz xz P. Lebih lanjut lagi, Maka: Jadi: xz < yw. (w z)y = wy zy = yw yz P, (yz xz) + (yw yz) = yw xz P. 2.2 Aksioma Kelengkapan Kita sudah mengenal Prinsip Well Ordering dari bilangan asli N yaitu: setiap subset tak kosong dari N memiliki elemen terkecil. Mungkin muncul pertanyaan, mengapa kita tidak mengatakan hal yang sama tentang elemen terbesar? Tentu saja, kita perlu menambahkan sesuatu kepada asumsi kita pada S, tidak hanya tak kosong. Dengan mengingat bahwa bilangan asli n senantiasa lebih besar dari 0, maka subset tak kosong dari bilangan asli senantiasa terbatas di bawah. Kita ingin memiliki sifat yang sama pada lapangan bilangan rasional. Definisi 2.3. Misalkan S Q. a Q disebut batas bawah bagi S jika memenuhi: a s, s S. Sebaliknya: b disebut batas atas bagi S jika memenuhi: s b, s S. Suatu subset S dari Q dikatakan terbatas jika memiliki batas atas dan memiliki batas bawah. Jika hanya memiliki batas atas (bawah) maka kita katakan terbatas di atas (bawah). Misalkan S adalah sebuah subset terbatas dari Q. Pandang T = {t Q s t, s S}. Himpunan T adalah himpunan batas atas bagi S. Elemen t T sedemikian sehingga: t t untuk setiap t T, disebut batas atas terkecil atau supremum dari S, dan dinotasikan sebagai: sup(s). Sebaliknya: misalkan R = {r Q r s, s S}. Elemen-elemen dalam R disebut batas bawah dari S, dan jika ada r T sehingga t r untuk setiap t T, maka r disebut batas bawah terbesar atau infimum dari S, yaitu inf(s). Kita berharap, pada lapangan terurut Q kita memiliki juga Prinsip Well Ordering dalam versi berikut disebut: C. Aksioma Kelengkapan: Setiap subset terbatasnya memiliki supremum dan infimum. Misalkan L adalah himpunan bilangan rasional positif yang memenuhi x L maka x 2 < 2 dan G = { q Q 2 < x 2 < 4, q > 0 }. Keduanya adalah subset dari bilangan rasional yang terbatas. Misalkan 0 < p Q, dan pandang: q = p p2 2 p + 2

24 24 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL Akibatnya: q 2 2 = = ( ) 2 p p2 2 2 p + 2 ( ) 2 2p p + 2 = 4p2 + 8p + 4 (p + 2) 2 2p2 + 8p + 8 (p + 2) 2 = 2(p2 2) (p + 2) 2. Jadi, p L jika dan hanya jika q L (demikian pula p G jika dan hanya jika q G). Misalkan p L, maka p 2 2 < 0. Jadi q p = p2 2 p + 2 > 0. Akibatnya, untuk setiap p L, senantiasa ada q L sehingga q > p. Perhatikan bahwa p L berarti p adalah suatu batas bawah bagi G. Jadi kita telah memperlihatkan bahwa G tidak memiliki infimum meskipun G adalah subset terbatas dari Q. Dengan cara yang serupa, kita dapat memperlihatkan bahwa L tidak memiliki supremum. Bilangan Aljabar Bilangan rasional tidak memiliki Aksioma Kelengkapan seperti yang kita harapkan. Kita ingin mencari sebuah lapangan terurut yang memenuhi Aksioma Kelengkapan. Perhatikan bahwa teknik Aljabar tidaklah cukup untuk mendapatkan lapangan tersebut. Kita sudah melihat dari penjelasan di atas, bahwa x = sup(l) adalah salah satu bilangan yang tidak termuat di bilangan rasional. Perhatikan bahwa x akan memenuhi: x 2 2 = 0. Bilangan-bilangan seperti ini dinamakan irasional. Aljabar Linear mengajarkan kita untuk melakukan perluasan lapangan dengan cara: Q( { 2) = a + b } 2 a, b Q. Bilangan irasional yang seperti x disebut Bilangan Aljabar. Definisi yang lebih komputasional dari lapangan yang memuat bilangan-bilangan aljabar adalah sebagai berikut. Kita menuliskan { n } Q = x a k x k = 0, untuk suatu a k Q, k = 0,,..., n. Jelas himpunan Q Q. 0 Definisi 2.4. Bilangan r Q dikatakan algebraic terhadap Q jika: ada polinom p(x) dengan koefisien di Q (ditulis: p(x) Q[x]) sehingga: p(r) = 0. Teorema 2.5. Himpunan semua bilangan aljabar atas Q terhitung. Ambil x sebarang bilangan aljabar. Maka ada m(x) Q(x) sehingga: m(x ) = q 0 + q x + q 2 x q n x n + x n, dengan q k Q, k = 0,, 2,..., n. Maka, ada a n Z (secara tunggal) sehingga: a n m(x) = a 0 + a x + a 2 x a n x n = p(x),

25 2.2. AKSIOMA KELENGKAPAN 25 tetapi p(x) Z(x). Jelas, p(x) tak tereduksi (karena m(x) minimal di Q(x)). Tanpa mengurangi keumuman bukti, kita dapat memilih: a 0 > 0. Perhatikan bahwa setiap bilangan aljabar memenuhi tepat satu polinom seperti itu. Untuk setiap bilangan asli N = 2, 3, 4,..., hanya ada berhingga polinom P (x) yang memenuhi: n + a 0 + a + a a n = N, n. Contohnya, jika N = 4, kombinasi yang mungkin adalah: n a 0 a a 2 a 3 a 4 p(x) x x x x x x 2 Jadi, dapat dibuat bijeksi dari Z(x) ke N. Perhatikan bahwa hanya sebagian dari polinom di Z(x) yang berkorespondensi dengan sebuah bilangan aljabar, contohnya: polinom x 2 tidak terkait dengan bilangan aljabar manapun karena tidak minimal. Jadi, bijeksi yang kita definisikan telah membuat himpunan semua bilangan yang merupakan akar dari polinom monik P (x) = a 0 + a x a n x n, dengan: n + a 0 + a + a a n = N, n, untuk N = 2, 3, 4,.... Jadi himpunan semua bilangan aljabar terhitung. Bilangan transendental Contoh bilangan irasional lain adalah: π dan e. Jika Q[x] = {a 0 + a x x n a k Q}, maka p(π) 0, p(x) Q dan p(e) 0, p(x) Q. Bilangan irasional yang seperti ini disebut: transendental. Bukti bahwa e transendental dapat dilihat di [] yang sesuai dengan bukti asli dari Hermit (873). Di sini kita akan memperlihatkannya dengan cara yang berbeda. Teorema 2.6. Bilangan e adalah bilangan transendental. Bukti. Pandang e = +! + 2! + 3! + 4! +..., Andaikan bilangan e rasional. Maka ada a, b Z sehingga: e = a b. Maka: sehingga: dengan a b = +! b! + (b + )! +..., Z a ( b b! = b! + b! + b! ) 2! b! (b )! + + R, R = b + + (b + )(b + 2) + (b + )(b + 2)(b + 3) Perhatikan bahwa: b + b + r, untuk setiap r sehingga: R b + + (b + ) 2 + (b + ) = b. Karena b >, maka ini berarti kita ada n Z sehingga: 0 < n < b <. Jadi kita mendapatkan suatu konstradiksi. Maka tidak ada bilangan bulat a dan b sehingga e = a b.

26 26 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL 2.3 Himpunan Bilangan Real Sekurangnya ada, dua teknik yang sangat terkenal untuk membentuk suatu lapangan yang memuat Q sebagai sublapangan: menggunakan Barisan Bilangan Cauchy dan menggunakan Potongan Dedekin. Pada buku ini kita akan mengaksiomakan adanya suatu lapangan terurut yang memenuhi Aksioma kelengkapan, yaitu: R. Proposisi 2.7. Terdapat sebuah himpunan X yang memenuhi Aksioma Lapangan, Aksioma Urutan, dan Aksioma Kelengkapan. Kita akan membedakan dua buah satu: N dan X. Misalkan ϕ : N X, adalah sebuah fungsi yang memenuhi: ϕ() = dan ϕ(n + ) = ϕ(n) +. Fungsi ϕ adalah fungsi satu ke satu dari N ke R. Perhatikan bahwa: Lebih lanjut, perhatikan bahwa ϕ(p + q) = ϕ(p + q ) + = ϕ(p + q ) + ϕ() = ϕ(p + q 2) + + ϕ() = ϕ(p + q 2) + ϕ() + ϕ() = ϕ(p + q 2) + ϕ( + ) = ϕ(p + q 2) + ϕ(2). = ϕ(p) + ϕ(q). ϕ(pq) = ϕ(p( )) = ϕ(p + p p) = ϕ(p) + ϕ(p) ϕ(p) = ϕ(p)( ) = ϕ(p)([ϕ() + ϕ()] + ϕ() ϕ()) = ϕ(p)([ϕ( + )] + ϕ() ϕ()). = ϕ(p)ϕ( ) = ϕ(p)ϕ(q). Jadi ϕ mendefinisikan suatu pemetaan satu ke satu dari N ke X yang mempertahankan kedua operasi pada N. Kedua operasi tersebut kemudian dapat diperluas ke Z dan ke Q, seperti yang sudah kita lakukan sebelumnya. Proposisi 2.8. Sebarang lapangan yang terurut X (memenuhi Aksioma Lapangan dan Aksioma Urutan) memiliki subset yang isomorfik dengan N, Z dan Q. Dalam pengertian ini kita katakan: N X (atau lapangan terurut lainnya), Z X dan Q X. Lebih jauh lagi, Q adalah sublapangan dari X. Untuk selanjutnya, himpunan X diatas disebut: lapangan real R. Proposisi 2.9. Aksioma Archimedes. Diberikan x R sebarang, maka terdapat suatu bilangan asli n sehingga x < n. Bukti. Misalkan x < 0 maka pilih n = 0. Bukti selesai. Untuk x yang lain, pandang S = {k Z k x}. Himpunan S terbatas di R oleh x, sehingga menurut Aksioma Kelengkapan memiliki batas atas terkecil, misalkan y. Maka y 2 bukanlah batas atas. Jadi, ada k S sehingga: k > y 2. Akibatnya: k + > y + 2 > y. Jadi k S. Ini berarti: k > x. Pilih n = k.

27 2.3. HIMPUNAN BILANGAN REAL 27 Misalkan diberikan dua buah bilangan real x dan y, dan misalkan 0 x. Dengan menggunakan Aksioma Archimedes, dapat dipilih suatu bilangan asli: q sedemikian sehingga: Misalkan y x < q, yang berakibat q < y x. S = {n N yq n}. Jelas: S, juga diakibatkan oleh Aksioma Archimedes. Himpunan S terbatas dibawah oleh yq sehingga: inf(s) ada, misalkan p. Jadi: Perhatikan bahwa: Jadi: p < yq p, yang identik dengan: p q x = y (y x) < p q q = p. q x < p q < y. < y p q. Proposisi 2.0. Di antara dua buah bilangan real senantiasa terdapat bilangan rasional. Definisi 2.. Himpunan bilangan real yang diperluas: R adalah himpunan bilangan real yang dilengkapi dengan dan. Aturan untuk operasi yang melibatkan kedua bilangan tambahan tersebut adalah:. x + =, jika < x <. 2. x = jika < x <. 3. x =, jika 0 < x <. 4. x =, jika 0 < x < =. 6. =. 7. =. 8. =. 9. =. Selanjutnya ketika kita menuliskan R yang kita maksud adalah R. Latihan. Tunjukkan bahwa: f ( A k ) = f(a k ). 2. Periksa apakah: f ( A k ) = f(a k ). 3. Misalkan f : X Y, A X dan B Y. Tunjukkan bahwa: f(f (B)) B dan f (f(a)) A. 4. Gunakan Aksioma Kelengkapan untuk membuktikan proposisi berikut. Proposisi 2.2. Jika R = L U, dan untuk setiap l L dan u U berlaku: l < u, maka entah L memiliki elemen terbesar atau U memilikit elemen terkecil. 5. Tunjukkan bahwa P (P seperti pada Aksioma Urutan). 6. Gunakan Aksioma Kelengkapan untuk menunjukkan bahwa setiap subset terbatas dibawah memiliki batas bawah terbesar.

28 28 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL 2.4 Barisan Bilangan Real Pandang sebuah fungsi: f : N R n a n. Fungsi seperti ini disebut: barisan pada R. Jika domain dari sebuah barisan adalah seluruh N maka barisan disebut barisan tak berhingga. Jika domain dari barisan tersebut adalah: {, 2, 3,..., N} untuk N N, maka barisan dikatakan berhingga. Kita definisikan fungsi: : R R x x = { x x 0, x x < 0. Definisi 2.3. Misalkan {x n } adalah barisan bilangan real.. {x n } dikatakan konvergen ke x di R jika untuk setiap bilangan positif ε, ada N N sedemikian sehingga: n > N = x n x < ε. Jika suatu barisan konvergen, maka titik konvergensinya (disebut juga titik limitnya) tunggal. 2. {x n } dikatakan Cauchy jika untuk setiap bilangan positif ε terdapat N N sedemikian sehingga: n > N = x n x m < ε. Teorema 2.4. Jika {x n } konvergen, maka {x n } Cauchy. Bukti. Misalkan x n x, jika n. Ambil ε > 0 sebarang. Pilih N sedemikian sehingga: Untuk sebarang m, n N berlaku: x n x < ε 2, n > N. x m x n = x n x + x x m x n x + x m x. Akibatnya, jika n > N dan m > N, haruslah berlaku: Jadi {x n } Cauchy. x m x n ε 2 + ε 2 = ε. Secara umum, konvers (kebalikan) dari Teorema di atas tidak berlaku. Sebagai contoh: pandang barisan bilangan rasional: q n+ = q n q n 2 2, n =, 2, 3,... q n + 2 dengan q =. Jika barisan {q n } konvergen, maka titik limitnya adalah bilangan positif q yang memenuhi: q 2 2 = 0. Tetapi tidak ada bilangan rasional yang bisa memenuhi persamaan tersebut. Sebagai barisan bilangan real, barisan tersebut konvergen ke 2, sehingga {q n } Cauchy. Barisan diatas adalah contoh yang sama yang kita gunakan untuk menunjukkan bahwa lapangan bilangan rasional tidak lengkap. Jadi, barisan Cauchy identik dengan barisan konvergen apabila kita bekerja pada lapangan yang lengkap. Sebelum kita buktikan pernyataan ini, kita akan membuktikan pernyataan berikut ini.

29 2.4. BARISAN BILANGAN REAL 29 Lemma 2.5. Barisan Cauchy senantiasa terbatas. Bukti. Misalkan {x n } adalah barisan Cauchy. Pilih N sedemikian sehingga, jika n, m > N, x n x m <. Maka, khususnya jika m = N berlaku: Pernyataan ini identik dengan: Pilih: x n x N <, n > N. x N < x n < x N +. M = max{x, x 2,..., x N + } dan m = {x, x 2,..., x N }. Maka {x n } terbatas di atas oleh M dan di bawah oleh m. Teorema berikut adalah suatu alternatif untuk memeriksa apakah suatu lapangan terurut itu lengkap ata tidak. Namun sebelumnya kita perlu mengeneralisasi fungsi nilai mutlak ke sebarang lapangan. Diberikan sebuah lapangan terurut F, dengan P himpunan seperti pada Aksioma Urutan. Maka: : F F { x x P, x x = x x P. Dengan fungsi harga mutlak ini, kita dapat bekerja dengan barisan Cauchy seperti pada himpunan bilangan real. Teorema 2.6. Lapangan terurut F memenuhi Aksioma Kelengkapan jika dan hanya jika setiap barisan Cauchy di F konvergen. Bukti. Misalkan F adalah lapangan terurut yang memenuhi aksioma kelengkapan dan {x n } adalah barisan Cauchy di F. Maka berlaku: x n > m untuk suatu m F. Pandang: S n = {x F m < x < x n }, n =, 2, 3, 4,.... Jika barisan {x n } monoton naik, maka definisikan: S = n S n. Jika barisan {x n } monoton turun, maka definisikan: S = n S n. Karena {x n } barisan Cauchy maka x n terbatas, misalkan oleh M. Maka S adalah himpunan terbatas, sehingga memiliki batas atas terkecil: misalkan m. Pilih: x nk {x n } sedemikian sehingga: x nk m <, k =, 2,.... k Ini dapat dilakukan, sebab m k bukan lagi batas bagi {x n} untuk setiap k. Jadi {x n } memiliki subbarisan yang konvergen ke m. Maka x n konvergen ke m. Jika Sebaliknya, misalkan setiap barisan bilangan Cauchy di F konvergen. Pandang S sebarang subset dari F yang terbatas, misalkan di atas oleh y. Pilih x S sebarang. Definisikan: dan x n = y n = { xn +y n 2 jika xn +yn 2 S x n jika xn +yn 2 S { xn +y n 2 jika xn +yn 2 S y n jika xn +yn 2 S,

30 30 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL jika n = 2, 3,.... Barisan {x n } S adalah barisan Cauchy; demikian pula dengan {y n }. Maka keduanya konvergen dengan titik limit yang sama, misalkan m. Perhatikan pula bahwa {x n } adalah barisan monoton tak turun, sehingga: x n m, untuk setiap m N. Karena x n m, m, maka m adalah supremum dari S. Limit superior dan limit inferior Misalkan {x n } adalah barisan bilangan real. Kita mendefinisikan limit superior dari {x n } sebagai: lim sup x n = inf n sup x k. k n Kita juga mendefinisikan limit inferior dari {x n } sebagai berikut: lim inf x n = sup n inf x k. k n Contoh 2.7. Misalkan x n = n, n N. Akan dibentuk suatu barisan baru: a k = sup x n. Jadi: n k a = sup{, 2, 3, 4, 5, 6, 7,...} = a 2 = sup{ 2, 3, 4, 5, 6, 7,...} = 2 a 3 = sup{ 3, 4, 5, 6, 7,...} = 3 dst Jadi a k = k = x k, k N Maka lim sup n = 0. Teorema 2.8. Jika x n monoton turun, maka a k = sup x n adalah barisan yang sama dengan x n. n k Contoh 2.9. Misalkan Maka: {x k, k N} = x n = ( ) n n. {, 2, 3, 4, 5, 6,... }. Jadi: a = sup{, 2, 3, 4, 5, 6, 7,...} = 2 a 2 = sup{ 2, 3, 4, 5, 6, 7,...} = 2 a 3 = sup{ 3, 4, 5, 6, 7,...} = 4 Meskipun a k tidak sama dengan x k, tetapi Teorema Jika a n konvergen, maka lim sup x n = lim a n. n n lim sup a n = lim a n. n n

31 2.4. BARISAN BILANGAN REAL 3 Misalkan n a n = n n jika n ganjil jika n genap Secara eksplisit, barisan a n adalah: {0, 2, 2 3, 4, 4 5, 6, 6 7,...}. Jadi: x = sup{0, 2, 2 3, 4, 4 5, 6, 6 7,...} = x 2 = sup{ 2, 2 3, 4, 4 5, 6, 6 7,...} = x 3 = sup{ 2 3, 4, 4 5, 6, 6 7,...} = Proposisi 2.2. Jika lim sup a n = L, maka: untuk setiap N N dan ε > 0, ada k > N sehingga: a k > L ε. Bukti. Jika x n = sup k n n a k maka a k x n untuk setiap k n. Karena lim sup a n n = L maka lim x n = L. Ambil ε > 0 sebarang. Pilih: N sehingga, jika n > N maka x n L < ε/2. Pilih n sebuah m > N yang memenuhi: L ε 2 < x m < L + ε 2. Karena x m = sup a n, pilih k m sehingga: x m a k < ε/2. Jadi: x m ε/2 < a k. Akibatnya: n m L ε < x m ε 2 < a k. Proposisi Jika lim sup a n = L, maka: untuk setiap ε > 0, ada N N sehingga a k L + ε, jika k > N. Bukti. Karena x n = sup k n n a k dan lim sup a n = L = lim n n x n, maka pilih N sehingga: jika n > (N ) berlaku: x n L < ε. Khususnya berlaku: x N < L + ε. Karena x n = sup k n a k x N < L + ε, jika k > N. a k, maka berlaku: Soal Latihan. Tunjukkan bahwa titik limit dari sebuah barisan konvergen tunggal. 2. Tunjukkan bahwa setiap barisan yang terbatas di R memiliki subbarisan yang konvergen Himpunan Tak Terhitung Definisikan: {0, } ω sebagai himpunan yang memuat semua elemen-elemen yang berbentuk: (x, x 2,..., x n,...), dengan x k {0, }. Jadi contoh elemen dari {0, } ω adalah: (0,, 0, 0, 0,,, 0,, 0,, 0, 0,...).

32 32 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL Misalkan: S adalah subset terhitung dari {0, } ω, dan kita menyatakan elemen-elemen S = {s, s 2, s 3,...}. Perhatikan bahwa elemen ke-n dari s k, kita tulis sebagai: s k (n). Kita akan membentuk suatu barisan baru yaitu s {0, } ω dengan cara sebagai berikut. s(i) = {, jika si (i) = 0 0, jika s i (i) =, untuk i =, 2, 3,.... Maka s / S, karena sekurang-kurangnya: untuk sebarang k N, s k (k) s(k). Karena S adalah sebarang subset yang terhitung dari {0, } ω, maka {0, } ω tidak mungkin terhitung. Proses ini disebut diagonalisasi Cantor. Hasil ini memiliki konsekuensi yang luar biasa. Misalkan s {0, } ω sebagai berikut: Kita memadankan s dengan bilangan: s = (s(), s(2), s(3), s(4), s(5), s(6),..., s(n),...). s s(n) 2 n. Misalkan s = (, 0,, 0,...) = 5 8. Maka {0, } ω disebut himpunan bilangan pecahan diadik. {0, } ω tidak mungkin subset dari Q sebab Q terhitung, sedangkan {0, } ω tidak terhitung. Jelas {0, } ω R. Jadi, himpunan bilangan real R tidak terhitung. Karena R = Q Q c, maka himpunan semua bilangan irasional Q c tidak terhitung. Sekarang, perhatikan fungsi tangen: ( tan : π 2, ) π 2 R x tan x, yang adalah fungsi satu ke satu. Maka interval ( π 2, π 2 ) juga tidak terhitung. Misalkan a dan b adalah dua bilangan real sebarang, dengan a < b. Pandang fungsi: Maka f adalah fungsi satu ke satu dari: tidak terhitung. f(x) = b a π x + a + b Topologi Metrik dan topologi urutan ( π 2, π 2 ) ke (a, b). Jadi, sebarang interval (a, b) R, Definisi Misalkan X adalah sebuah himpunan yang elemen-elemennya disebut titik. Suatu fungsi: d : X X R (x, y) d(x, y) sedemikian sehingga:. d(x, y) > 0, jika x y dan d(x, x) = d(x, y) = d(y, x), untuk setiap x, y X. 3. d(x, y) + d(y, z) d(x, z) untuk setiap x, y, dan z X.

33 2.5. TOPOLOGI METRIK DAN TOPOLOGI URUTAN 33 disebut fungsi jarak atau metrik di X. Himpunan X yang dilengkapi dengan metrik d, (x, d) disebut ruang metrik. Metrik pada bilangan real, R adalah: d(x, y) = x y. Jika X = R 2 dengan koordinat x = (x, x 2 ), kita dapat memiliki metrik:. d (x, y) = x y + x 2 y 2, atau 2. d 2 (x, y) = (x y ) 2 + (x 2 y 2 ) 2, atau 3. d (x, y) = max{ x y, x 2 y 2 }, atau 4. d p (x, y) = ( x y p + x 2 y 2 p ) p x y Gbr. 2.: Contoh fungsi jarak di R 2. Grafik dengan garis tegas adalah: d (x, 0) =. Grafik dengan garis putus-putus adalah d 2 (x, 0) =, sedangkan dengan titik-titik adalah: d (x, 0) =. Garis tegas tipis menggambarkan: d (x, 0) = 2 Definisi Misalkan x sebarang titik di ruang metrik (X, d). berjari-jari ε adalah: N ε (x ) = {x X d(x, x ) < ε}. Lingkungan buka dari x Perhatikan jika X = R, dan d(x, y) = x y, maka N ε (x ) = {x R x ε < x < x + ε} = (x ε, x + ε). Jadi, lingkungan buka di sekitar titik x dapat didefinisikan dengan baik, dengan metrik atau tanpa metrik asalkan kita memiliki X yang terurut total. Jika N ε (x ) terdefinisi dengan baik, maka konsep-konsep berikut dapat didefinisikan dengan baik.

34 34 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL Definisi Misalkan X suatu himpunan dengan pengertian N ε (x ), untuk sebarang ε dan sebarang x. Maka:. x di sebut titik limit dari A X, jika untuk setiap ε > 0, N ε (x )\{x } A. Jika x A bukan titik limit, maka x adalah titik terisolasi. 2. x disebut titik interior dari A X jika ada ε > 0 sedemikan sehingga N ε (x ) A. 3. x disebut titik batas jika untuk setiap ε > 0, N ε (x ) A c dan N ε (x ) A. Definisi Misalkan A adalah suatu himpunan bagian dari X.. A dikatakan himpunan buka jika setiap elemennya adalah titik dalam. 2. A dikatakan interior dari A, adalah himpunan titik-titik dalam dari A. 3. A dikatakan himpunan tutup jika A c buka. 4. A adalah pembuat tutup dari himpunan A, yaitu himpunan tutup terkecil yang memuat A. Secara matematis: misalkan B = {B tutup B A}, A = 5. A adalah himpunan semua titik limit dari A. 6. A dikatakan himpunan sempurna jika A tutup dan semua elemen A adalah titik limit dari A. 7. A X dikatakan padat di X jika, A = X. B B Teorema Misalkan A X. A tutup jika dan hanya jika A A. Bukti. (= ) Misalkan A tutup. Jika A = maka A A. Jika A, misalkan x A. Maka untuk setiap ε > 0, N ε (x )\{x } A. Maka x / A c sebab A c buka. Jadi x A. ( =) Misalkan A A. Misalkan x A c. Jika setiap ε > 0, N ε (x )\{x } A maka x A A: kontradiksi dengan x A c. Jadi haruslah berlaku ada ε > 0 sehingga N ε (x )\{x } A =. Maka N ε (x ) A =. Jadi N ε (x ) A c. Ini berarti A c buka. Jadi A tutup. Teorema Misalkan A dan B himpunan bagian dari X. Maka: (A B) = A B. Bukti. Misalkan x (A B). Maka untuk setiap ε > 0, N ε (x )\{x } (A B). Jadi B. (N ε (x )\{x } A) (N ε (x )\{x } B). Jadi x A B. Misalkan x A B, maka x A atau x B. Maka untuk setiap ε > 0, N ε (x )\{x } A atau ε > 0, N ε (x )\{x } B. Jadi ε > 0, N ε (x )\{x } (A B). Teorema Akibat Misalkan A X. Maka A = A A. Bukti. A A tutup (sebab (A A) A A). Maka A A A. Kebalikannya, jelas A A. Karena A adalah himpunan titik limit dari A, maka jika B tutup dan B A, maka B A. Jadi A A. Jadi A A A. Teorema Himpunan A X dikatakan padat di X jika untuk setiap elemen b X dan ε > 0 terdapat a A sehingga d(a, b) < ε. Bukti. Ambil b X sebarang dan ε > 0 sebarang. Karena A = X maka untuk setiap N ε (b)\{b} A. Pilih a N ε (b)\{b} A, maka d(a, b) < ε.

35 2.6. RUANG TOPOLOGI Ruang Topologi Misalkan X adalah ruang metrik (atau ruang terurut total) sehingga pengertian N ε (x) terdefinisi dengan baik, untuk sebarang ε > 0 dan sebarang x X. Maka X = {A X A buka} disebut topologi bagi X. (X, X ) disebut ruang Topologi. Teorema 2.3. Sifat-sifat berikut dipenuhi oleh X.. X dan X X. 2. Misalkan A X. Maka: A A A X. 3. Untuk setiap n N tetap, n A k X, jika A k X. Bukti. () Jelas X memuat semua titik limitnya. Jadi X tutup. Maka = X c buka. Karena tidak memiliki titik limit, maka memuat semua titik limitnya. Jadi tutup. Maka X = c buka. Jadi baik maupun X ada di X. (2) Misalkan A X. Ambil x A. A A Maka x A untuk suatu A A. Karena A buka, maka pilih ε > 0 sehingga: N ε (x) A. Jadi Jadi: (3) Misalkan {A, A 2,..., A n } X. Ambil: N ε (x) A A A A A X. A. x n A k, maka x A k, k =, 2,..., n. Pilih ε k > 0 sedemikian sehingga: N εk (x) A k, k =, 2,..., n. Definisikan: ε = min{ε k k =, 2,..., n}. Maka Jadi N ε (x) N εk A k, k =, 2,..., n. n A k X. Perhatikan bahwa dalam bukti Teorema 2.3 tidak digunakan metrik ataupun urutan. Jadi sifat-sifat di atas dipenuhi secara umum oleh topologi yang dibangun oleh metrik maupun topologi yang dibangun oleh relasi urutan.

36 36 BAB 2. SISTEM BILANGAN REAL Definisi Ruang Topologi Umum. Misalkan X adalah sebuah himpunan dan X adalah koleksi subset dari X yang memenuhi sifat berikut.. X dan X X. 2. Gabungan himpunan-himpunan dari sebarang subkoleksi dari X berada di dalam X. 3. Gabungan berhingga dari himpunan-himpunan di X berada di X. Maka pasangan (X, X ) disebut Ruang Topologi dan anggota-anggota X disebut: himpunan buka. Definisi di atas adalah definisi dari ruang topologi umum. Secara sederhana, ruang topologi adalah suatu himpunan X yang dilengkapi dengan koleksi subset-subset dari X yang memenuhi ketiga hal dalam definisi di atas. Selanjutnya, kita akan menggunakan topologi yang diinduksi oleh metrik: X = {N ε (x) ε > 0, x X}U{, X}. Meskipun demikian, kami berusaha untuk membuktikan teorema-teorema berikutnya dengan sesedikit mungkin menggunakan sifat dari metrik. Dengan demikian, bukti-bukti demikian masih dapat dieprtahankan untuk ruang topologi umum. Definisi Misalkan X adalah ruang metrik (atau ruang topologi umum). Maka G = {G α G α buka} disebut selimut (cover) bagi A X jika A G α. α

37 Bab 3 Ukuran Luar 3. Pendahuluan Apa yang kita akan lakukan pada bab ini adalah mendefinisikan sebuah fungsi yang memetakan subset-subset bilangan real ke bilangan real nonnegatif yang diperluas. Jika fungsi itu disebut m, kita inginkan beberapa sifat ini dipenuhi.. m(e) terdefinisi untuk setiap E P (R ). 2. Jika I adalah interval, maka m(i) menyatakan panjang dari interval tersebut. 3. m memenuhi sifat countably additive: ( ) m E n = n n m (E n ), untuk sebarang barisan E n yang saling lepas. 4. m memenuhi sifat: translation invariant: m (x + E) = m(e) untuk setiap x R. Namun kita akan melihat nanti, bahwa sifat ini hanya dapat dipenuhi sebagian. Karena sifat-sifat yang kita inginkan tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa jika m terdefinisi tidak pada keseluruhan P(R), maka sekurang-kurangnya m harus terdefinisi pada sebuah aljabar-σ M. Misalkan m : M [0, ] sebarang, namun memenuhi countably additive. Proposisi 3.. Jika A B M, maka m(a) m(b). Bukti. Pandang B = A (B\A) = A (B A c ). Jelas: (B A c ) M, sehingga: m(b) = m(a (B\A)) = m(a) + m (B\A) M(A). Proposisi 3.2. Misalkan {E n } adalah barisan di M, maka: ( ) m E n m (E n ). n n 37

38 38 BAB 3. UKURAN LUAR Bukti. Sifat countably additive tidak dapat diaplikasikan begitu saja karena E n tidak saling lepas. Maka definisikan: F = E, F 2 = E 2 E c. Secara umum: Perhatikan bahwa: F n = E n ( n k= F... F n = E (E 2 E c )... E k ) c. ( ( n E n k= = (E E 2 ) (E 3 (E E 2 ) c ).... = n E k Jadi: E n = F n, tetapi F n saling lepas. Akibatnya: karena E n F n. ) c ) E k ( E n m (E n ) = m (F n ) = (F n ) m (E n ), Proposisi 3.3. Jika terdapat A M sehingga m(a) <, maka m( ) = 0. Bukti. Pandang A = A sehingga: Karena m(a) berhingga maka m( ) = 0. m(a) = m(a) + m( ). ( n k= E k ) c ) 3.2 Himpunan dan Interval Buka Sebelum kita mendefinisikan ukuran luar Lebesgue, berikut adalah dua sifat dari himpunan buka pada bilangan real yang kita butuhkan dalam definisi ukuran luar. Proposisi 3.4. Setiap subset buka O dari R adalah gabungan terhitung dari interval-interval buka yang saling lepas Bukti. Misalkan O adalah himpunan buka. Maka jika x O, ada y > x sehingga (x, y) O dan z < x sehingga (z, x) O. Definisikan b = sup{y (x, y) O} dan a = inf{z (z, x) O}. Ambil w (a, b) sebarang, maka entah w = x atau a < w < x atau x < w < b. Dari definisi a dan b, kita simpulkan w O. Jadi (a, b) O. Lebih jauh lagi, a O dan b O. Karena O buka, maka setiap x O termuat didalam sebuah interval I x yang cara pembentukannya seperti di atas. Pandang: I = {I x x O}. Maka O I x. x Ambil dua interval (a, b) dan (c, d) dari dalam koleksi I dan misalkan: (a, b) (c, d). Maka a < d dan b < c. Karena c O maka c (a, b). Jadi c a. Sebaliknya karena a O, maka a (c, d). Akibatnya: a c. Jadi: a = c. Dengan cara yang serupa: b = d. Ini berarti, I adalah koleksi himpunan bagian yang saling lepas. Pandang dua interval (a, b) dan (c, d) I yang berbeda. Maka ada bilangan rasional r (a, b) dan r 2 (c, d) sedemikian sehingga r (a, b) dan r 2 (c, d). Jadi ada korespondensi satu satu antara I dengan sebuah subset dari bilangan rasional. Jadi I terhitung.

39 3.2. HIMPUNAN DAN INTERVAL BUKA 39 Proposisi 3.5. (Lindelöf) Misalkan C adalah sebarang koleksi himpunan buka di R. Maka terdapat subkoleksi terhitung dari C sehingga: O = O k. Bukti. Misalkan U = O C O C k= O. Untuk setiap x U ada O C sehingga x O. Karena O buka, maka ada interval I x sedemikian sehingga: x I x O. Karena sifat bahwa di antara dua bilangan real senantiasa ada bilangan rasional, maka kita dapat memilih J x sedemikian sehingga: x J x I x, dengan J x adalah interval dengan titik ujung rasional. Karena himpunan bilangan rasional terhitung, maka koleksi: J = {J x x U} juga terhitung. Jelas U = J x. Untuk setiap J x, kita memilih O yang memuatnya, sehingga: U = O k. x U Teorema 3.6. (Heine-Borel) Setiap selimut buka bagi himpunan tutup dan terbatas di R dapat direduksi menjadi berhingga buah. Bukti. Misalkan F = [a, b], dengan < a < b <, dan C = {O : buka}, [a, b] O. Definisikan: E himpunan x a sedemikian sehingga terdapat anggota-anggota C : O,..., O N, untuk suatu N, sehingga: N [a, x] O k. Jadi, E adalah himpunan titik-titik dimana [a, x] dapat diselimuti oleh berhingga buah himpunan O k C. Himpunan E tak kosong, sebab a E. Ini jelas, sebab kita tinggal memilih O C yang memuat a. Lebih lanjut lagi E terbatas oleh b dari pendefinisiannya. Jadi, menurut aksioma kelengkapan E memiliki supremum, misalkan: c = sup(e). Karena c b, maka pilih O C sehingga c O. Karena O buka, maka untuk suatu ε, interval (c ε, c + ε) O. Karena c = sup(e), maka ada x E sehingga x > c ε. Karena x E, maka terdapat: O,..., O N di C sehingga: N [a, x ] O k. Misalkan c < x < c + ε, maka N [a, x ] O O k. Karena c = sup(e), maka x > c berarti x E. Tetapi karena [a, x ] juga dapat diselimuti oleh berhingga buah elemen dari C, maka haruslah x > b. Karena ini berlaku untuk setiap x > c, maka c = b. Untuk sebarang himpunan tutup dan terbatas F, pilih [a, b] F. Pandang C selimut buka bagi F, kita memperluas C menjadi C = C {F c }. Karena F tutup maka F c buka, sehingga C selimut buka bagi [a, b] (bahkan R). Maka menurut hasil sebelumnya, O = {O,..., O N } C,

40 40 BAB 3. UKURAN LUAR yang merupakan selimut bagi [a, b]. Jika F c O maka bukti selesai. Jika F c O, maka F O O 2... O N F c. Tetapi tidak mungkin ada x F sehingga x F c. Jadi: Jadi {O,..., O N } C adalah selimut bagi F. 3.3 Ukuran Luar F O O 2... O N. Misalkan (a, b) adalah sebuah interval bilangan real. Maka kita dapat mendefinisikan: l((a, b)) = b a. Dari pendefinisian ini tentunya tidaklah sulit untuk mengenali bahwa: l : L [0, ], di mana L = {(a, b) a, b R}. Definisi ini dapat diperluas ke sebarang himpunan buka dengan menggunakan Proposisi 3.4 dan Proposisi Lindelöf. Perhatikan bahwa fungsi l ini menyatakan ukuran dari himpunan buka A R. Kita juga ingin memperluas pendefinisian fungsi ukuran untuk himpunan bagian sebarang dari R. Definisi 3.7. Definisikan: m : P(R) [0, ], yaitu: { } m (A) = inf l(i k ) A I k, I k interval buka di R. k= Fungsi m disebut ukuran luar (Lebesgue). k= Pertama-tama kita akan memperlihatkan bahwa m memenuhi sifat kedua dari empat sifat m yang kita inginkan. Proposisi 3.8. m ([a, b]) = b a. Bukti. Pandang koleksi: {(a ε, b + ε) ε }. Untuk setiap ε, [a, b] (a ε, b + ε). Akibatnya: m ([a, b]) l((a ε, b + ε) = b a + 2ε 0, jika ε 0. Sebaliknya, misalkan ε diberikan sebarang. Pandang I = { I k {I k } selimut buka bagi [a, b]}. Perhatikan bahwa m ([a, b]) adalah batas bawah terbesar dari: I. Akibatnya, m ([a, b]) + ε bukanlah batas bawah bagi I. Jadi, haruslah ada selimut buka {l k k =, 2,...}, bagi [a, b] sehingga m ([a, b]) + ε > l(i k ). k=

41 3.3. UKURAN LUAR 4 Karena: maka: l(i k ) > b a, k= m ([a, b]) b a. Dengan cara yang sama kita dapat memperlihatkan bahwa: m ([a, b)) = m ((a, b]) = m ((a, b)) = b a. Jadi, ketika kita membuang satu atau dua buah titik dari dalam sebuah interval, maka ukuran dari interval tersebut tidak berubah. Proposisi 3.9. Misalkan {A n } adalah koleksi terhitung dari himpunan bagian bilangan real. Maka ( ) m A n m (A n ). Bukti. Misalkan A n adalah sebarang himpunan buka dalam koleksi terhitung tersebut. Maka, ada koleksi terhitung {I n,k k =, 2,...} sedemikian sehingga: A n I n,k dan Kita memilih demikian karena: Maka: m ( A n ) n= k= k= k= l(i n,k ) < m (A n ) + 2 n ε. 2 n = 2 =. 2 k= l(i n,k ) = m (A n ) + 2 n ε = m (A n ) + ε. n= n= Catatan 3.0. Misalkan I n adalah barisan interval-interval pada bilangan real yang saling lepas, maka: ( ) l I n = l(i n ). Membandingkan sifat ini dan sifat sub-aditif dari ukuran luar, tentunya kita tergoda untuk memperbaiki proposisi di atas dengan menambahkan sifat saling lepas. Namun ternyata kita tetap tidak dapat menyimpulkan kesamaan: ( ) m A n = m (A n ). Kesamaan ini diperoleh ketika kita membatasi daerah definisi dari m, tidak pada seluruh P(R). k=

42 42 BAB 3. UKURAN LUAR 3.3. Himpunan berukuran nol Teorema 3.. Jika A terhitung, maka m (A) = 0. Bukti. Pandang koleksi: {(a ε n, a + ε n ) n N} dengan ε n = 2n. Maka: {a} = (a ε n, a + ε n ) dan m ({a}) l((a ε n, a + ε n ) = n, n N. Maka m ({a}) = 0. Misalkan A terhitung, maka: Dari proposisi sebeumnya, A = {a n }, a n R. m (A) m ({a n }) = 0. Proposisi 3.2. Ukuran luar dari himpunan kosong adalah 0. Bukti. Ambil ε sebarang. Perhatikan bahwa ( ε 2, ε 2 ). Jadi: Karena ε sebarang, maka haruslah: m ( ) = Himpunan Cantor m ( ) l(( ε/2, ε/2)) = ε. Misalkan A adalah himpunan yang dibentuk dengan cara sebagai berikut. Misalkan ( A = [0, ]\ 3, 2 ) [ = 0, ] [ ] ,. Himpunan A dibentuk dengan cara membagi tiga selang [0, ] kemudian membuang bagian tengahnya. Himpunan A dapat juga dinyatakan oleh: [ A = 0, 3 ] [ 6 9 9, 9 ]. 9 Kedua bagian pada himpunan A, masing-masing dibagi menjadi tiga bagian, kemudian dihilangkan bagian tengahnya, ([ A 2 = 0, ] [ 2 9 9, 3 ]) ([ 6 9 9, 7 ] [ 8 9 9, 9 ]). 9 Seperti sebelumnya, kita menuliskan A 2 dengan cara yang berbeda: [ A 2 = 0, 3 ] [ , 9 ] [ , 2 ] 27 [ 24 27, Jika kita melanjutkan dengan pembentukan seperti ini, kita dapatkan: ([ A 3 = 0, ] [ , 3 ]) ([ , 7 ] [ , 9 ]) 27 ([ 8 27, 9 ] [ , 2 ]) ([ , 25 ] [ , 27 ]) 27 ].

43 3.3. UKURAN LUAR 43 Kita menuliskan kembali himpunan A 3 sebagai: [ A 3 = 0, 3 8 [ 8 ] 8, 2 8 [ 54 8, 57 8 [ 72 8, 75 8 [ 6 8, 9 ] 8 [ 24 8, 27 8 [ 60 8, 63 8 ] ] ] ] [ 78 8, 8 8 ] ] Himpunan A 4 adalah: A 4 = [ 0, ] [ 2 8 [ 8 8, 9 ] [ 20 8 [ ] [ , 55 8 [ 72 8, 73 8 ] 8, 3 8 8, 2 8 8, 57 8 [ 74 8, 75 8 ] [ 6 8, 7 8 ] [ 24 8, 25 8 ] ] [ 60 8, 6 8 [ 78 8, 79 8 ] [ 8 ] ] ] 8, 9 ] 8 [ ] [ 62 8, 63 ] 8 ] [ 80 8, 8 8 dan seterusnya. Kita ingin menuliskan bilangan real x [0, ] sebagai: x = a 3 + a a a , dengan a k = 0,, 2. Kemudian, kita menuliskan: x = 0, a a 2 a 3 a Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebagai contoh, misalkan x = 5. Kalikan dengan 3, kita dapatkan: 3 5 <. Pilih a = 0 dan x 2 = 3 5. Kemudian, kalikan x 9 2 dengan 3, yaitu: 5 = Pilih a 2 = dan x 3 = 4 5. Kalikan kembali x 3 dengan 3: 2 5 = Pilih: a 3 = 2 dan x 4 = 2 5, dan seterusnya. Jadi uraian terner untuk 5 adalah: 0, Tingkat ke-n pada konstruksi himpunan Cantor berkorespondensi dengan suku ke-n pada uraian terner-nya. Misalkan x A, maka: 0 x < 3 atau 2 3 x atau x = 3. Jadi x = 0, 0... atau x = atau x = 0.. Perhatikan bahwa 0. = sehingga proposisi terbukti. Di level-2, x A 2 berarti x [ 0, ] 9 atau x [ 2 9, 3 ] 9 atau x [ 6 9, 7 ] 9 atau x [ 8 9, 9 ]. 9 Jika x [ 0, ] 9 atau x [ 2 9, 3 ] 9

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Johan Matheus Tuwankotta 1 February 2, 2012 1 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia. mailto:theo@math.itb.ac.id

Lebih terperinci

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3,

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3, Analisis Real Johan Matheus Tuwankotta 1 December 3, 010 1 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia. mailto:theo@dns.math.itb.ac.id Daftar Isi 1

Lebih terperinci

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3,

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3, Analisis Real Johan Matheus Tuwankotta December 3, 200 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 0, Bandung, Indonesia. mailto:theo@dns.math.itb.ac.id 2 Daftar Isi Sistem

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada Bab II, selanjutnya pada bab ini akan dipelajari gagasan mengenai fungsi terukur Lebesgue. Gagasan mengenai

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

1 P E N D A H U L U A N

1 P E N D A H U L U A N 1 P E N D A H U L U A N 1.1.Himpunan Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang terdefenisi dengan baik (well defined). Artinya bahwa untuk sebarang objek x yang diberikan, maka kita selalu akan dapat

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright 2015 BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI,

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan ANALISIS REAL 1 Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan kemampuan pada mahasiswa agar dapat memahami pernyataan-pernyataan matematika secara baik dan benar, berpikir secara logis, kritis dan sistematis,

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi.

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi. BAB PENDAHULUAN Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi Himpunan Real Ada beberapa notasi himpunan yang sering digunakan dalam Analisis () merupakan

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup Titik limit dari suatu himpunan tidak harus merupakan anggota himpunan tersebut. Pada interval

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

NAMA : KELAS : SMA TARAKANITA 1 JAKARTA theresiaveni.wordpress.com

NAMA : KELAS : SMA TARAKANITA 1 JAKARTA theresiaveni.wordpress.com 1 NAMA : KELAS : 2 KOMPOSISI FUNGSI DAN FUNGSI INVERS Contoh: Manakah yang merupakan fungsi/pemetaan dan manakah yang bukan fungsi? (i) (ii) (iii) Relasi himpunan A ke himpunan B adalah relasi yang memasangkan/mengkawankan/mengkorepodensikan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real 5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real Sifat aljabar dan sifat urutan bilangan real telah dibahas sebelumnya. Selanjutnya, akan dijelaskan sifat kelengkapan bilangan real. Bilangan rasional ℚ juga memenuhi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

Komposisi fungsi dan invers fungsi. Syarat agar suatu fungsi mempunyai invers. Grafik fungsi invers

Komposisi fungsi dan invers fungsi. Syarat agar suatu fungsi mempunyai invers. Grafik fungsi invers Komposisi fungsi dan invers fungsi mempelajari Fungsi komposisi menentukan Fungsi invers terdiri dari Syarat dan aturan fungsi yang dapat dikomposisikan Nilai fungsi komposisi dan pembentuknya Syarat agar

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

UMPky. Matematika Dasar. Bahan Ajar. Haryadi. NIDN Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

UMPky. Matematika Dasar. Bahan Ajar. Haryadi. NIDN Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Bahan Ajar Matematika Dasar Haryadi NIDN 0003116401 Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 2013 2 Daftar Isi 1 Aljabar Pernyataan 7 1.1 Pernyataan.............................. 7 1.2 Proposisi...............................

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

Pengantar Analisis Real

Pengantar Analisis Real Modul Pengantar Analisis Real Dr Endang Cahya, MA, MSi P PENDAHULUAN ada Modul ini disajikan beberapa topik pengantar mata kuliah Analisis Real, yang terbagi dalam beberapa kegiatan belajar yang harus

Lebih terperinci

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3 Contents 1 Preliminaries 3 1.1 The Algebra of Sets............................ 3 2 Bilangan Riil 5 2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R......................... 5 2.1.1 Sifat Aljabar dari R........................

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL. 1. Sistem Bilangan Real. Terlebih dahulu perhatikan diagram berikut: Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan Irasional

SISTEM BILANGAN REAL. 1. Sistem Bilangan Real. Terlebih dahulu perhatikan diagram berikut: Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan Irasional SISTEM BILANGAN REAL Sebelum membahas tentag konsep sistem bilangan real, terlebih dahulu ingat kembali tentang konsep himpunan. Konsep dasar dalam matematika adalah berkaitan dengan himpunan atau kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat dan logos yang artinya ilmu merupakan cabang matematika yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa 0/08/015 Sistem Bilangan Riil Simbol-Simbol dalam Matematikaa 1 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa Simbol-Simbol dalam Matematikaa 4 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa 5 Sistem bilangan N :

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta

Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos Johan Matheus Tuwankotta Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no., Bandung, Indonesia. mailto:theo@dns.math.itb.ac.id.

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

KOMPOSISI FUNGSI DAN FUNGSI INVERS

KOMPOSISI FUNGSI DAN FUNGSI INVERS 1 KOMPOSISI FUNGSI DAN FUNGSI INVERS Contoh: Manakah yang merupakan fungsi/pemetaan dan manakah yang bukan fungsi? (i) (ii) (iii) Relasi himpunan A ke himpunan B adalah relasi yang memasangkan/mengkawankan/mengkorepodensikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

Mendeskripsikan Himpunan

Mendeskripsikan Himpunan BASIC STRUCTURE 2.1 SETS Himpunan Himpunan adalah koleksi tak terurut dari obyek, yang disebut anggota himpunan Notasi. a A : a adalah anggota himpunan A a A : a bukan anggota himpunan A Contoh 1. Himpunan

Lebih terperinci

Mendeskripsikan Himpunan

Mendeskripsikan Himpunan BASIC STRUCTURE 2.1 SETS Himpunan Himpunan adalah koleksi tak terurut dari obyek, yang disebut anggota himpunan Notasi. a A : a adalah anggota himpunan A a A : a bukan anggota himpunan A Contoh 1. Himpunan

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat A Akar kuadrat GLOSSARIUM Akar kuadrat adalah salah satu dari dua faktor yang sama dari suatu bilangan. Contoh: 9 = 3 karena 3 2 = 9 Anggota Himpunan Suatu objek dalam suatu himpunan B Belahketupat Bentuk

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 12, 2011 Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan sebuah barisan tanpa harus mengetahui

Lebih terperinci

KALKULUS BAB I. PENDAHULUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

KALKULUS BAB I. PENDAHULUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA KALKULUS BAB I. PENDAHULUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA BAB I Bilangan Real dan Notasi Selang Pertaksamaan Nilai Mutlak Sistem Koordinat Cartesius dan Grafik Persamaan Bilangan Real dan Notasi Selang Bilangan

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR No. (TIU) : 1. Pendahuluan Mahasiswa dapat memahami pengertian dan konsep himpunan, fungsi dan induksi matematik, mampu menerapkannya dalam penyelesaian soal dan

Lebih terperinci

Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan Dra. Kusrini, M.Pd. PENDAHULUAN D alam Modul 1 ini ada 3 kegiatan belajar, yaitu Kegiatan Belajar 1, Kegiatan Belajar 2, dan Kegiatan Belajar 3. Dalam Kegiatan Belajar 1, Anda akan mempelajari

Lebih terperinci

Pertemuan 1 HIMPUNAN. a.himpunan Kosong Ǿ adalah himpunan yang mempunyai nol anggota(tidak mempunyai elemen.)

Pertemuan 1 HIMPUNAN. a.himpunan Kosong Ǿ adalah himpunan yang mempunyai nol anggota(tidak mempunyai elemen.) Pertemuan 1 HIMPUNAN 1.3.1. Definisi a.himpunan Kosong Ǿ adalah himpunan yang mempunyai nol anggota(tidak mempunyai elemen.) b. Misalkan nєν Himpunan S dikatakan mempunyai n anggota jika ada suatu fungsi

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 2.2 Sistem Bilangan Real sebagai Lapangan Terurut Operasi Aritmetika. Sifat-sifat dasar urutan dan aritmetika dari Sistem Bilangan

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

BAB I SET DAN RELASI

BAB I SET DAN RELASI BAB I SET DAN RELASI 1.1. SET, ELEMEN (UNSUR) Set adalah suatu konsep yang terdapat dan selalu ada di dalam semua cabang matematika. Secara intuitif, suatu set adalah sesuatu yang didefinisikan dengan

Lebih terperinci

Pengantar : Induksi Matematika

Pengantar : Induksi Matematika Pengantar : Induksi Matematika Analisis Real /2 SKS/ Ega Gradini, M.Sc Induksi Matematika adalah cara standar dalam membuktikan bahwa sebuah pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli. Pembuktian

Lebih terperinci

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

Himpunan dan Sistem Bilangan Real Modul 1 Himpunan dan Sistem Bilangan Real Drs. Sardjono, S.U. PENDAHULUAN M odul himpunan ini berisi pembahasan tentang himpunan dan himpunan bagian, operasi-operasi dasar himpunan dan sistem bilangan

Lebih terperinci

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus perlu memaami baasan tentang system bilangan real karena kalkulus didasarkan pada system bilangan real dan sifatsifatnya. Sistem bilangan yang

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Teori Himpunan Drs. Sukirman, M.Pd. M PENDAHULUAN odul ini memuat pembahasan teori himpunan dan himpunan bilangan bulat. Teori himpunan memuat notasi himpunan, relasi dan operasi dua himpunan atau

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 6 RING (GELANGGANG) Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat suatu Ring, Integral Domain dan Field Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu BAB IV RELASI DAN FUNGSI Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu relasi, relasi invers, relasi identitas, pengertian fungsi, bayangan invers

Lebih terperinci

BAB I DERIVATIF (TURUNAN)

BAB I DERIVATIF (TURUNAN) BAB I DERIVATIF (TURUNAN) Pada bab ini akan dipaparkan pengertian derivatif suatu fungsi, beberapa sifat aljabar derivatif, aturan rantai, dan derifativ fungsi invers. A. Pengertian Derivatif Pengertian

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. November 19, 2007 Secara geometris, f kontinu di suatu titik berarti bahwa grafiknya tidak terputus

Lebih terperinci

SOAL DAN PENYELESAIAN RING

SOAL DAN PENYELESAIAN RING SOAL DAN PENYELESAIAN RING 1. Misalkan P himpunan bilangan bulat kelipatan 3. Tunjukan bahwa dengan operasi penjumlahan dan perkalian pada himpunan bilangan bulat, P membentuk ring komutatif. Jawaban:

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 18, 2011 Kita telah mencatat sebelumnya bahwa supremum dan infimum suatu himpunan tidak harus merupakan anggota himpunan

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang Pertemuan 2. BAHAN AJAR ANALISIS REAL Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 0. Bilangan Real 0. Bilangan Real sebagai bentuk desimal Pada pembahasan berikutnya kita diasumsikan telah mengetahui dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar Mashuri, Kristina Wijayanti, Rahayu Budhiati Veronica, Isnarto Jurusan Matenmatika FMIPA

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN Pertemuan ke-: 10, 11, dan 12 Penyusun : Kosim Rukmana Materi: Barisan Bilangan Real 7. Barisan dan Limit Barisan 6. Teorema Limit Barisan 7. Barisan Monoton URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN 7. Barisan dan

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 11, 2007 Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila

Lebih terperinci

Silabus. 1 Sistem Bilangan Real. 2 Fungsi Real. 3 Limit dan Kekontinuan. Kalkulus 1. Arrival Rince Putri. Sistem Bilangan Real.

Silabus. 1 Sistem Bilangan Real. 2 Fungsi Real. 3 Limit dan Kekontinuan. Kalkulus 1. Arrival Rince Putri. Sistem Bilangan Real. Silabus 1 2 3 Referensi E. J. Purcell, D. Varberg, and S. E. Rigdon, Kalkulus, Jilid 1 Edisi Kedelapan, Erlangga, 2003. Penilaian 1 Ujian Tengah Semester (UTS) : 30 2 Ujian Akhir Semester (UAS) : 20 3

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

DEFINISI TIPE RIEMANN UNTUK INTEGRAL LEBESGUE 1. Drajad Maknawi 2 dan Muslich 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS. Abstrak

DEFINISI TIPE RIEMANN UNTUK INTEGRAL LEBESGUE 1. Drajad Maknawi 2 dan Muslich 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS. Abstrak DEFINISI TIPE RIEMANN UNTUK INTEGRAL LEBESGUE 1 An-2 1. PENDAHULUAN Drajad Maknawi 2 dan Muslich 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah membahas tentang integral Lebesgue

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 4.2 Sifat-Sifat Fungsi Kontinu Diberikan f dan g, keduanya terdefinisi pada himpunan A, kita definisikan f + g, f g, fg, f/g secara

Lebih terperinci