2 BARISAN BILANGAN REAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 BARISAN BILANGAN REAL"

Transkripsi

1 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan deret merupakan satu kesatuan pokok bahasan. Sekarang barisan dipahami dari sudut pandang analisis sebagai bentuk khusus dari fungsi. Sedangkan deret akan dibahas secara khusus pada bab yang lain. 2. Pengertian barisan dan limitnya Denisi 2.. Barisan bilangan real adalah suatu fungsi bernilai real dengan domain himpunan bilangan asli N. Jadi barisan adalah fungsi X : N R, dimana setiap n N nilai fungsi X(n) biasa ditulis sebagai X(n) := x n dan disebut suku ke-n barisan X. Notasi barisan yang akan digunakan dalam buku ini adalah X, (x n ), (x n : n N). Contoh 2.. Beberapa barisan dan cara penulisannya: a. X := (2, 4, 6, 8, ) merupakan barisan bilangan genap. Dapat juga ditulis sebagai X := (2n : n N). b. Y := (,,, ). Dapat juga ditulis Y := ( : n N). 2 3 n c. Dalam beberapa keperluan praktis, barisan didenisikan secara rekusif atau induktif sebagai berikut { x, x 2,, x n diberikan, x n := f(x, x 2,, x n ). Barisan Fibonacci adalah barisan yang berbentuk F := (,, 2, 3, 5, 8, ). Barisan ini dapat ditulis secara rekursif sebagai berikut : x :=, x 2 :=, x n := x n + x n 2, untuk n 3. Exercise. Berikut diberikan beberapa suku awal barisan (x n ). Seandainya pola seperti ini tetap, tentukan formula umum suku ke n nya.

2 a. /2, 2/3, 3/4, 4/5,, b. /2, /4, /8, /6,, c., 4, 9, 6,, Exercise 2. Diberikan barisan yang didenisikan secara rekursif berikut. Tentukan 5 suku pertamanya a. y := 2, y n+ := 2 (y n + 2/y n ), n. b. z :=, z 2 := 2, z n+2 := (z n+ + z n )/(z n+ z n ), n 3. c. x :=, y n+ := 4 (2y n + 3), n. Penulisan barisan menggunakan kurung biasa ( ) dimaksudkan untuk membedakannya dengan himpunan biasa yang ditulis menggunakan kurung kurawal { }. Pada himpunan, anggota yang sama cukup ditulis satu kali. Sedangkan pada barisan, sukusuku yang berbeda ada kemungkinan bernilai yang sama, dan semuanya harus ditulis. Sebagai contoh ambil barisan (x n ) yang didenisikan x n := ( ) n. Jadi barisannya adalah X := (,,,, ). Tetapi bila suku-suku ini dipandang sebagai anggota himpunan maka ditulis X := {, }. Denisi 2.2. Misalkan X = (x n ) barisan bilangan real. Bilangan real x dikatakan limit dari (x n ) jika untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli N (umumnya bergantung pada ε) sehingga berlaku x n x < ε untuk setiap n N. Jika x limit dari barisan X maka X dikatakan konvergen ke x dan ditulis lim X = x, atau lim(x n ) = x. Jika suatu barisan mempunyai limit kita katakan barisan itu konvergen. Sebaliknya jika tidak mempunyai limit kita katakan ia divergen. Diperhatikan pada denisi ini pernyataan x n x < ε dapat ditulis sebagai x ε < x n < x + ε. Ini berarti pada suatu saat, semua suku-suku barisan berada dalam "kerangkeng" (x ε, x + ε). Ilustrasi geometris barisan (x n ) yang konvergen ke x diberikan pada Gambar 2.. Kadangkala digunakan notasi x n x untuk menyatakan secara intuitif bahwa x n "mendekati" x bila n. Pada denisi ini kriteria x n "mendekati" x diukur oleh ε > 0, sedangkan kriteria n dicirikan oleh adanya bilangan asli N. Tidak adanya notasi n pada penulisan lim(x n ) dapat dipahami karena barisan yang dibahas adalah barisan takberujung, yaitu banyak sukunya takterhingga. Muncul pertanyaan apakah mungkin suatu barisan konvergen ke dua limit yang berbeda? Jawaban diberikan secara formal dalam teorema berikut. 2

3 Gambar 2.: Ilustrasi barisan konvergen Teorema 2.. Suatu barisan bilangan real hanya dapat mempunyai satu limit. Dengan kata lain, jika suatu barisan konvergen maka limitnya tunggal. Bukti. Andaikan barisan X := (x n ) mempunyai dua limit yang berbeda, katakan x a dan x b dengan x a x b. Diberikan ε := 3 x b x a. Karena lim(x n ) = x a maka untuk ε ini terdapat N a sehingga x n x a < ε untuk setiap n N a. Juga, karena lim(x n ) = x b maka terdapat N b sehingga x n x b < ε untuk setiap n N b. Sekarang untuk n maks {N a, N b } maka berlaku x a x b = x a x n + x n x b x n x a + x n x b < ε + ε = 2 3 x a x b. Akhirnya diperoleh x a x b < 2 x 3 a x b suatu pernyataan yang kontradiksi.pengandaian x a x b salah dan haruslah x a = x b, yaitu limitnya mesti tunggal. Exercise 3. Diberikan barisan bilangan real (x n ). a. Tuliskan denisi barisan (x n ) tidak konvergen ke x. b. Tuliskan denisi barisan (x n ) divergen. Pembahasan barisan di sini ditekankan pada pemahaman teoritis bukan pada aspek teknis seperti menghitung nilai limit barisan. Pekerjaan dominan adalah membuktikan suatu barisan dengan limit telah diketahui, bukan menghitung berapa nilai limit suatu barisan. Contoh-contoh berikut memberikan gambaran bagaimana denisi digunakan untuk membuktikan kebenaran limit suatu barisan. 3

4 Contoh 2.2. Buktikan bahwa lim(/n) = 0. Bukti. Secara intuitif fakta ini adalah benar karena kita membagi bilangan dengan bilangan yang semakin membesar menuju takhingga sehingga hasilnya mesti nol. Tapi bukti ini tidak formal karena tidak didasarkan pada teori yang ada, misalnya denisi. Berikut bukti formalnya. Disini kita mempunyai x n :=, dan x = 0. n Diberikan ε > 0 sebarang. Harus ditemukan bilangan asli N sehingga x n x = /n 0 = n < ε untuk setiap n N. Mudah saja, pada bentuk terakhir ketidaksamaan ini berlaku < ε. Diselesaikan, n diperoleh n >. Jadi N cukup diambil sebagai bilangan asli terkecil yang lebih ε besar dari, atau ceiling dari x yaitu ε N = /ε. Sebagai contoh, misalkan diberikan ε := 0.03 maka = Jadi cukup ε diambil N := 77. Untuk meyakinkan dapat diperiksa bahwa x 77 = 0.030, x 78 = 0.028, x 79 = 0.027, x 80 = 0.025, x 8 = 0.023, x 82 = kesemuanya kurang dari Lebih telitinya x 77 = Terbukti bahwa lim( ) = 0. n Contoh 2.3. Buktikan lim ( n+ 3n+2) = /3. Penyelesaian. Di sini kita mempunyai x n := ( n+ 3n+2) dan x = /3. x n x = n + 3n = 3n + 3 3n 2 3(3n + 2) = 3(3n + 2) Bentuk terakhir ini akan kurang dari ε bila (9n + 6)ε >, yaitu n > 6ε. 9ε Jadi N cukup diambil sebagai bilangan asli terkecil yang lebih besar dari 6 ε, yaitu 9ε bila ε cukup kecil sehingga 6 ε tidak negatif diambil 9ε 6ε N =. 9ε Sebagai contoh, misalkan diberikan ε := 0.03 maka 6ε = Jadi cukup 9ε diambil N := 8. Agar lebih meyakinkan dihitung beberapa nilai x n /3, untuk n = 8, 9, 0,, 2, hasilnya 0.028, 0.05, 0.004, , , yang kesemuanya kurang dari ε := Terbukti bahwa lim ( n+ 3n+2) = /3. 4

5 Exercise 4. Gunakan denisi limit barisan untuk membuktikan ( ) 3n + lim = 3 2n Tentukan bilangan asli terkecil N yang dapat diambil jika diberikan ε := , juga ε := Ujilah kebenarannya untuk n = N, N +, N + 2, N + 3, N + 4. Exercise 5. Gunakan denisi limit barisan untuk membuktikan ( ) ( ) n n lim = 0. n 2 + Tentukan bilangan asli terkecil N yang dapat diambil jika diberikan ε := /4, juga ε := /6.Ujilah kebenarannya untuk n = N, N +, N + 2, N + 3, N + 4. Exercise 6. Gunakan denisi limit barisan untuk membuktikan ( lim n ) = 0. n + Tentukan bilangan asli terkecil N yang dapat diambil jika diberikan ε := /4, juga bila ε := /6. Ujilah kebenarannya untuk n = N, N +, N + 2, N + 3, N + 4. Dari beberapa contoh dan latihan ini mestinya dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ε > 0 yang diberikan maka semakin besar indeks N yang dapat diambil. Kenyataan ini sesuai dengan denisi bahwa semakin kecil ε > 0 maka semakin kecil lebar "kerangkeng" dan semakin lama pula suku-suku barisan mulai mengumpul di dalam "kerangkeng" ini. Kekonvergenan barisan (x n ) ditentukan oleh pola suku-suku yang sudah jauh berada di ujung, bukan oleh suku-suku awal. Walaupun pada awalnya suku-suku barisan beruktuasi cukup besar namun bila pada akhirnya suku-suku ini mengumpul di sekitar titik tertentu maka barisan ini tetap konvergen. Fakta ini diformal dalam istilah ekor barisan. Denisi 2.3. Misalkan barisan X := (x, x 2, x 3,, x n, ) dipotong pada suku ke m dan dibentuk barisan baru X m := (x m+, x m+2, ) maka barisan X m disebut ekor ke m barisan X. Jadi ekor barisan merupakan barisan yang dibentuk dengan memotong m buah suku pertama pada barisan semula. Ternyata sifat kekonvergenan ekor barisan dan barisan semula adalah identik, seperti diungkapkan pada teorema berikut. Teorema 2.2. Barisan X konvergen bila hanya bila ekor barisan X m juga konvergen, dan berlaku lim X = lim X m. 5

6 Bukti. ( ) Diberikan ε > 0. Karena X = (x n : n =, 2, ) konvergen, katakan lim(x n ) = x maka terdapat bilangan asli N sehingga x n x < ε untuk setiap n = N, N +, N + 2, Misalkan ekor barisan X m = {x m+n : n =, 2, 3, }. Karena jika n N berakibat m + n N maka untuk N ini berlaku x m+n x < ε untuk setiap n = N, N +, N + 2, Ini menunjukkan bahwa lim X m = x. ( )Diketahui X m konvergen, yaitu lim X m = x maka untuk ε > 0 sebarang terdapat bilangan asli N sehingga x m+n x < ɛ untuk setiap m + n = N, N +, N + 2, Dengan mengambil N = N m maka berlaku x n x < ε untuk setiap n = N, N +, N + 2, Karena itu berdasarkan denisi disimpulkan lim X = x. Pembuktikan limit barisan langsung dari denisi akan menjadi sulit bilamana bentuk barisan yang dihadapi cukup rumit. Melalui denisi dikembangkan "alat-alat" sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan limit barisan, khususnya barisan yang mempunyai bentuk tertentu. Berikut sebuah teorema sederhana yang dapat mendeteksi dengan mudah kekonvergenan suatu barisan. Teorema kekonvergenan terdominasi (TKD) Teorema 2.3. Misalkan ada dua barisan bilangan real (a n ) dan (x n ). Jika ada C > 0 dan m N sehingga berlaku maka lim(x n ) = x. x n x C a n untuk semua n m dan lim(a n ) = 0 Bukti. Diberikan ε > 0. Karena lim(a n ) = 0 maka ada N a N sehingga a n < ε/c untuk setiap n N a. Jadi untuk setiap n N := maks {N a, m} berlaku x n x C a n < C(ε/C) = ε. Terbukti bahwa lim(x n ) = x. 6

7 Dikatakan teorema terdominasi karena suku-suku x n x pada akhirnya selalu terdominasi dari atas oleh barisan (a n ) yang konvergen ke nol. Dalam penggunaan teorema ini diperlukan menemukan barisan (a n ) dan konstanta C > 0 seperti dalam teorema. Contoh 2.4. Bila a > 0, buktikan barisan lim ( +na) = 0. Bukti. Karena a > 0 maka berlaku 0 < na < na +, dan akibatnya kita mempunyai na + < na. Selanjutnya, ( ) ( ) + na 0 = + na <. a n Dengan mengambil C := /a dan a n = /n dan dikarenakan lim a n = 0 maka dengan TKD disimpulkan bahwa lim ( +na) = 0. Contoh 2.5. Misalkan 0 < b <, buktikan lim(b n ) = 0. Bukti. Ambil a := b = > 0. Dapat ditulis b = b b ketidaksamaan Bernoulli berlaku dan diperoleh 0 < ( + a) n + na ( + a) n + na < na = ( a (+a) ) ( ). n (mengapa?). Dengan Diambil a n := n dan C = a maka berdasarkan TKD terbukti lim(bn ) = 0. Exercise 7. Misalkan c > 0, buktikan lim(c /n ) = 0. Exercise 8. Buktikan lim(n /n ) =. Soal-soal yang dipecahkan. Buktikan dengan menggunakan denisi limit barisan ( ) a) lim =. 2 n 2 2n 2 + b) lim ( 2n n+) = Diberikan x n := ln(n+). a) Gunakan denisi untuk membuktikan lim(x n ) = 0. b) Tentukan bilangan asli terkecil N bila diberikan ε = 27. c) Tunjukkan kebenaran x n 0 < ε untuk n = N, N +, N + 2, N Buktikan lim ( n n+) = 0. ( 4. Buktikan lim (2n) /n) =. 5. Bila lim(x n ) = x > 0, tunjukkan ada bilangan asli K sehingga x 2 < x n < 2x untuk setiap n K. 7

8 M x... x n -M x 2 x n+... Gambar 2.2: Ilustrasi barisan terbatas 2.2 Sifat-sifat limit barisan Berikut ini diberikan sifat aljabar barisan konvergen. Sifat-sifat ini banyak digunakan dalam keperluan praktis terutama dalam menghitung nilai limit barisan. Sebelumnya diberikan sifat keterbatasan barisan konvergen. Denisi 2.4. Barisan (x n ) dikatakan terbatas jika ada bilangan M > 0 sehingga x n M untuk setiap n N. Dengan kata lain, barisan (x n ) terbatas jika hanya jika himpunan {x n : n N} terbatas pada R. Ilustrasi barisan terbatas diberikan pada Gambar 2.2. Contoh 2.6. Barisan (/n : n N) terbatas dengan M =, (( ) n : n N) terbatas dengan M =. Contoh 2.7. Barisan (x n ) dikatakan tidak terbatas jika untuk setiap bilangan real K terdapat suku x m sehingga x m > K. Barisan (2n : n N) tidak terbatas sebab setiap bilangan real K selalu dapat ditemukan bilangan asli m sehingga 2m > K. Dalam hal ini cukup diambil m bilangan asli pertama yang lebih besar dari K, atau m = K 2 2. Teorema 2.4. Bila barisan (x n ) konvergen maka ia terbatas. Bukti. Diketahui barisan (x n ) konvergen, katakan lim(x n ) = x. Ambil ε := maka ada N N sehingga x n x < untuk setiap n N. Karena x n x x n x < maka berdasarkan sifat nilai mutlak diperoleh Kita dapat mengambil agar pernyataan berikut berlaku x n < + x untuk setiap n N. M := max { x, x 2,, x N, + x } x n M untuk setiap n N. Berdasarkan denisi barisan terbatas maka teorema terbukti. 8

9 Sebaliknya barisan yang terbatas belum tentu konvergen seperti ditunjukkan pada contoh berikut. Contoh 2.8. Diberikan barisan (( ) n : n N). Jelas barisan ini terbatas karena x n < untuk setiap n. Selanjutnya, kita buktikan barisan ini tidak konvergen. Andaikan ia konvergen, katakan lim(x n ) = a. Ambil ε :=, maka terdapat bilangan asli N sehingga ( ) n a < untuk setiap n N. Bilangan n N dapat berupa bilangan genap atau bilangan ganjil. Untuk n ganjil maka ( ) n =, sehingga diperoleh ( ) n a = a < 2 < a < 0. (*) Untuk n genap maka ( ) n =, sehingga diperoleh ( ) n a = a < 0 < a < 2. (**) Dua pernyataan (*) dan (**) saling kontradiksi, sehingga pengandaian salah. Jadi terbukti barisan (( ) n : n N) divergen. Teorema 2.5. Jika X := (x n ) dan Y := (y n ) dua barisan yang masing-masing konvergen ke x dan y maka. barisan X ± Y := (x n + y n ) konvergen ke x ± y, 2. barisan XY := (x n y n ) konvergen ke xy 3. barisan cx := (cx n ) konvergen ke cx. Bukti. () Untuk membuktikan lim(x n +y n ) (x+y), kita harus memberikan estimasi pada (x n + y n ) (x + y). Karena lim(x n ) = x dan lim(y n ) = y maka untuk ε > 0 yang diberikan terdapat N dan N 2 sehingga x n x < ε/2 untuk setiap n N dan y n y < ε/2 untuk setiap n N 2. Jadi untuk setiap n N := max{n, N 2 } diperoleh (x n + y n ) (x + y) = (x n x) + (y n y) x n x + y n y ε/2 + ε/2 = ε Dengan cara yang sama dapat dibuktikan (x n y n ) konvergen ke (x y). (2) Karena (x n ) konvergen maka ia terbatas, yaitu ada M > 0 sehingga x n M untuk setiap n N. Ambil M := max{m, y }. Karena lim(x n ) = x dan lim(y n ) = y maka untuk ε > 0 yang diberikan terdapat N dan N 2 sehingga x n x < ε/2m untuk setiap n N dan y n y < ε/2m untuk setiap n N 2. 9

10 Jadi untuk setiap n N := max{n, N 2 } diperoleh x n y n xy = (x n y n x n y) + (x n y xy) = x n (y n y) + y(x n x) x n y y n + y x x n M x n x + M y n y M(ε/2M) + M(ε/2M) = ε. (3) Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan cara membentuk cx n cx = c x n x. Bukti lengkapnya dapat diselesaikan sendiri. Sifat perkalian limit dua barisan dapat dikembangkan untuk perkalian sebanyak berhingga barisan, yaitu jika (a n ), (b n ),, (z n ) barisan-barisan konvergen maka berlaku lim ((a n )(b n ) (z n )) = lim(a n ) lim(b n ) lim(z n ). Khususnya jika barisan-barisannya sama, katakan ada sebanyak k barisan (x n ) maka lim(a k n) = (lim(a n )) k. Teorema 2.6. Misalkan X := (x n ) dan Y := (y n ) barisan konvergen, berturut-turut ( ke ) x dan y, y n 0 untuk setiap n N dan y 0 maka barisan hasil bagi X := x n Y yn konvergen ke x. y Bukti. x n x y n y = = = = x n y xy n y n y y n y x ny xy n y n y x ny x n y n + x n y n xy n y n y x n(y y n ) + y n (x n x) x n y n y y n y + y x n x Selanjutnya, kita perlu memberikan batas untuk suku xn. Karena (x y n y n) konvergen maka ia terbatas yaitu ada M > 0 sehingga x n M untuk setiap n N. Karena lim(y n ) = y maka diberikan ε := y ada N 2 N sehingga y n y < 2 y untuk setiap n N. 0

11 Karena y n y y n y dan y n y < y maka 2 y n y < 2 y 2 y < y n < 3 2 y y n > 2 y untuk setiap n N. Jadi berlaku y n < 2 y untuk setiap n N. Dengan demikian kita mempunyai estimasi x n x y n y x n y n y y n y + y x n x < 2M y y 2 n y + y x n x. (*) Sekarang diberikan ε > 0 sebarang. Karena lim(y n ) = y dan lim(x n ) = x maka ada N 2, N 3 N sehingga x n x < y 2 ε untuk setiap n N 2, dan y n y < y 2 4M ε untuk setiap n N 3. Dengan mengambil N := max{n, N 2, N 3 } maka berdasarkan (*), diperoleh x n x y n y < ε/2 + ε/2 = ε untuk setiap n N. ( ) x Ini menunjukkan bahwa lim n yn = x. y Contoh 2.9. Kita tunjukkan bahwa lim ( ) 2n+ n+5 = 2. Pertama kita ubah dulu ke dalam bentuk barisan konvergen, yaitu ( ) 2n + = 2 + /n n /n. Selanjutnya, diambil X := (2 + /n) dan Y := ( + 5/n). Jelas bahwa lim X = 2 dan lim Y = maka lim X Y = 2 = 2. Teorema 2.7. Bila (x n ) barisan taknegatif, yaitu x n lim(x n ) 0. 0 untuk setiap n N maka Bukti. Andaikan kesimpulan ini salah, yaitu x := lim(x n ) < 0. Ambil ε := x > 0, maka berdasarkan denisi ada K N sehingga x n x < x x < x n x < x = x n < 0, untuk semua n K. Khususnya untuk n = K berlaku x n < 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa x n 0 untuk setiap n N. Pengandaian bahwa lim(x n ) < 0 adalah salah, jadi teorema terbukti.

12 Teorema 2.8. Jika (x n ) dan (y n ) barisan konvergen dan x n y n untuk setiap n N maka lim(x n ) lim(y n ). Bukti. Didenisikan barisan (z n ) dengan z n := y n x n. Diperoleh (z n ) barisan taknegatif. Dengan Teorema sebelumnya maka berlaku lim(z n ) = lim(y n x n ) = lim(y n ) lim(x n ) 0 lim(y n ) lim(x n ). Ini membuktikan teorema yang dimaksud. Teorema 2.9. Bila (x n ) barisan konvergen dan a x n b untuk setiap n N maka a lim(x n ) b. Bukti. Denisikan barisan konstan (y n := a n N) dan (z n := b n N), maka berlaku y n x n dan x n z n. Mengingat lim(y n ) = a dan lim(z n ) = b maka dengan menggunakan teorema sebelumnya dapat disimpulkan berlaku a lim(x n ) b. Teorema berikut menjelaskan kekonvergenan suaru barisan yang terjepit oleh dua barisan yang konveregen ke limit yang sama. Teorema ini sangat bermanfaat dalam membuktikan limit barisan. Teorema 2.0. [Teorema kekonvergenan terjepit (TKJ)] Bila (x n ), (y n ) dan (z n ) barisan bilangan real yang memenuhi kondisi berikut. x n y n z n untuk setiap n N 2. lim(x n ) = lim(z n ) maka (y n ) konvergen dan lim(x n ) = lim(y n ) = lim(z n ). Bukti. Misalkan w := lim(x n ) = lim(z n ). Diberikan ε > 0 sebarang, maka terdapat bilangan asli N dan N 2 sehingga x n w < ε untuk setiap n N dan z n w < ε untuk setiap n N 2. Bila diambil N := max{n, N 2 } maka berlaku Dari ini diperoleh x n w < ε dan z n w < ε untuk setiap n N. ε < x n w dan z n w < ε untuk setiap n N. Diketahui x n y n z n, dengan menambahkan w pada ketiga ruas diperoleh x n w y n w z n w untuk setiap n N. Dengan hasil sebelumnya, diperoleh ε < y n w < ε y n w < ε untuk setiap n N. Jadi terbukti lim(y n ) = w. 2

13 Teorema ini dikenal juga istilah teorema sequeeze atau teorema sandwich. Contoh 2.0. Buktikan lim ( ) sin n n = 0. Bukti. Diperhatikan untuk setiap bilangan asli n berlaku sin n. Karena itu diperoleh n sin n n n. Dengan mengambil x n = /n, y n = ( ) sin n n dan zn = /n maka dengan TKJ diperoleh ( ) sin n lim = lim( /n) = lim(/n) = 0. n Terbuktilah bahwa lim ( sin n n ) = 0. Versi lainnya TKJ ini akan muncul lagi dalam bentuk limit fungsi yang akan diberikan pada bab selanjutnya. Satu lagi alat cepat dan mudah untuk menyelidiki kekonvergenan barisan adalah uji rasio berikut. Teorema 2.. Misalkan (x n ) barisan bilangan real positif sehingga lim x n+ x n Jika L < maka (x n ) konvergen dan lim(x n ) = 0. := L ada. Bukti. Karena (x n ) positif maka ( x n+ x n ) barisan taknegatif sehingga L 0. Jadi 0 L <. Misalkan r suatu bilangan dimana L < r <, ambil ε := r L > 0. Terdapat bilangan asli K sehingga x n+ L x n < ε := r L untuk setiap n K. Jadi untuk setiap n K berlaku dan karena 0 < r < maka diperoleh x n+ x n < r x n+ < rx n, 0 < x n+ < rx n < r 2 x n < < r n K+ x K. Dengan mengambil C := x K r K kita mempunyai 0 < x n+ < Cr n+. Karena 0 < r < maka lim(r n+ ) = 0. Dengan menggunakan TKD maka terbukti lim(x n ) = lim(x n+ ) = 0. 3

14 Contoh 2.. Kita selidiki apakah barisan ( n2 2 n ) konvergen. Kita gunakan uji rasio, yaitu x n+ x n = = 2 (n + )2 2 n 2 n+ n 2 n 2 + 2n + n 2 = 2 ( + 2 n + n 2 ) Karena L := lim 2 (+ 2 n + n 2 ) = /2 < maka berdasarkan uji rasio disimpulkan barisan ( n2 2 n ) konvergen dengan limit nol. Exercise 9. Misalkan b >, selidikilah kekonvergenan barisan ( n b n ). Pada bagian akhir sub pokok bahasan ini diberikan dua hasil yang berguna untuk mempelajari materi yang akan datang. Teorema 2.2. Jika barisan (x n ) konvergen maka. Barisan nilai mutlak ( x n ) konvergen dengan lim x n = lim(x n ), 2. Jika x n 0 maka barisan ( x n ) konvergen dengan lim( ( lim(xn ) x n ) = ). Bukti. () Misalkan lim(x n ) = x. Kita telah mempunyai sifat nilai mutlak bahwa x n x x n x, untuk semua n N. Jadi kekonvergenan ( x n ) langsung diakibatkan oleh kekonvergenan (x n ). (2) Karena x > 0 maka x > 0. Selanjutnya dibentuk xn x = ( x n x)( x n + x) xn + x = x n x xn + x. (*) Karena x n + x x > 0 maka xn+ x x sehingga dari (*) diperoleh x n x ( ) x x n x. Karena x n x maka (x n x) 0, dan dengan menggunakan Teorema kekonvergenan terdominasi maka terbukti lim( x n ) = ( lim(xn ) x = ). 4

15 Soal-soal untuk latihan. Buktikan barisan berikut tidak konvergen a) (2 n ) b) ( ) n n 2 2. Hitunglah lim(x n ) jika a) x n := (2 + n )2 b) x n := ( )n n+2 c) x n := n+ n n d) x n := (n + ) ln(n+) 3. Bila barisan (b n ) terbatas dan lim(a n ) = 0, tunjukkan lim(a n b n ) = Bila didenisikan y n := n + n, n N, buktikan (y n ) dan ( ny n ) konvergen dan hitunglah limit masing-masingnya. 5. Bila 0 < a < b, buktikan ( ) a n+ + b n+ lim. a n + b n 6. Bila a > 0, b > 0, tunjukkan ( ) lim (n + a)(n + b) n 7. Gunakan TKT untuk menghitung nilai limit berikut ) a) (n /n2 b) (n!) /n2. = a + b Barisan Monoton Terbatas (BMT) Sebelumnya sudah dibahas bahwa barisan konvergen pasti terbatas, tetapi barisan terbatas belum tentu konvergen. Pada bagian ini dibahas syarat cukup agar barisan terbatas konvergen. Denisi 2.5. Suatu barisan (x n ) dikatakan monoton naik jika x x 2 x n, atau x n x n+ untuk setiap n N dan dikatakan turun jika x x 2 x n, atau x n x n+ untuk setiap n N. Barisan (x n ) dikatakan monoton jika ia monoton naik saja atau monoton turun saja. 5

16 Contoh 2.2. Berikut ini adalah contoh sifat kemono. Barisan (, 2, 3, 4,, n, ), (, 2, 2, 3, 3, 3, 4, 4, 4, 4, ) merupakan barisan yang naik. 2. Barisan (,,,,, ), merupakan barisan yang turun. 2 3 n 3. Barisan (a, a 2, a 3,, a n, ) turun jika a < 0, dan naik jika a > Barisan (, +,,, ( ) n, ) merupakan barisan tidak monoton. 5. Barisan konstan (2, 2,, 2, ) merupakan barisan naik dan juga turun. 6. Barisan (7, 6, 2,, 2, 3, 4, ) dan ( 2, 0,,,,, ) merupakan barisan tidak monoton tapi pada akhirnya monoton. Teorema 2.3. [Teorema kekonvergenan monoton (TKM)] Jika barisan (x n ) monoton dan terbatas maka ia konvergen. Selanjutnya,. Bila (x n ) monoton naik maka lim(x n ) = sup{x n n N} 2. Bila (x n ) monoton turun maka lim(x n ) = inf{x n n N}. Bukti. Hanya dibuktikan untuk kasus monoton naik. Diketahui (x n ) naik dan terbatas. Berarti ada M > 0 sehingga x n M, akibatnya x n M untuk semua n N. Jadi himpunan {x n : n N} terbatas diatas. Berdasarkan sifat supremum, himpunan ini selalu mempunyai supremum, katakan x := sup{x n : n N}. Selanjutnya akan ditunjukkan lim(x n ) = x. Diberikan ε > 0 sebarang, maka x ε bukan lagi batas atas {x n : n N}. Jadi ada x K {x n } sehingga x ε < x K. Karena (x n ) naik dan x n < x untuk setiap n maka diperoleh x ε < x K x n < x < x + ε untuk setiap n K. Ini berakibat x ε < x n < x + ε atau x n x < ε untuk setiap n K, yaitulim(x n ) = x. Exercise 0. Buktikan jika (x n ) monoton turun maka ia konvergen dan lim(x n ) = inf{x n n N}. Diingatkan kembali pembedaan dalam penulisan barisan dan himpunan. Dalam naskah ini kita menggunakan penulisan lim(x n ) dan sup{x n }, bukan sebaliknya yaitu sup(x n ) dan lim{x n }. 6

17 Contoh 2.3. Selidikilah apakah barisan (x n ) yang didenisikan oleh x n := n konvergen atau divergen. Penyelesaian. Jelas barisan ini monoton naik sebab x n+ = x n + n x n untuk setiap n N. Selanjutnya dibuktikan apakah barisan ini terbatas atau tidak. pola barisan ini secara numerik, kita perhatikan suku ke n Untuk melihat x n = n Komputasi numerik memberikan data sebagai berikut : x 0 = , x 00 = 5.874, x 000 = , x 0000 = , x = Terlihat bahwa kenaikannya sangat lambat sehingga berdasarkan data ini 'seolaholah' suku-suku barisan ini akan menuju bilangan tertentu atau konvergen. Baik, perhatikan suku-suku ke 2 n, n N, yaitu x 2 n. Untuk n =, x 2 = +. Untuk 2 n = 2, x 2 2 = + +( + ) Untuk n = 3, x2 3 = + +( + ( 2 3 4) ). Secara umum diperoleh x 2 n = + ( ) ( n n ) 2 n > + ( ) ( n ) n 2 n = }{{} nsuku = + n 2. Jadi selalu ada suku pada barisan ini yang lebih besar dari bilangan real manapun sehingga barisan ini tidak terbatas dan disimpulkan barisan ini divergen. Sebagai ilustrasi diberikan bilangan real α = 500. Maka kita dapat menemukan suku yang lebih besar dari 500, yaitu suku ke Silahkan dicek! Karena itu maka kita simpulkan barisan ini tidak terbatas. Jadi ia tidak konvergen. Kekonvergenan barisan yang disajikan dalam bentuk rekursif lebih mudah diperiksa dengan menggunakan TKM. Contoh 2.4. Misalkan (x n ) barisan yang didenisikan secara rekursif sebagai berikut: { x :=, x n+ := 2x n untuk n. Selidikilah kekonvergenan barisan ini. Bila ia konvergen berapakah limitnya. 7

18 Penyelesaian. Diperhatikan x = dan x 2 = 2. Jadi x < x 2 < 2. Secara intuitif, barisan ini monoton naik dan terbatas di atas oleh 2. Untuk menunjukkan klaim ini kita gunakan prinsip induksi matematika, yaitu menunjukkan bahwa berlaku x n < x n+ < 2. Kita baru saja membuktikan pernyataan ini berlaku untuk n =. Diasumsikan berlaku untuk n = k, yaitu kita mempunyai x k < x k+ < 2. Akibatnya, 2 2x k < 2x k+ < 4. Untuk n = k +, diperoleh Jadi berlaku < 2 x k+ = 2x k < 2x k+ := x k+2 < 4 = 2. x k+ < x k+2 < 2, yaitu berlaku untuk n = k +. Dengan demikian terbukti bahwa barisan ini monoton naik dan terbatas. Berdasarkan TKM barisan ini konvergen. Selanjutnya dihitung limitnya. Bila supremum himpunan {x n } mudah dicari maka limitnya langsung didapat, yaitu lim(x n ) = sup{x n }. Berdasarkan hasil perhitungan numeris 0 suku pertama barisan ini adalah.0000,.442,.688,.8340,.952,.957,.9785,.9892,.9946, Terlihat indikasi supremumnya adalah 2. Secara teoritis masih harus dibuktikan bahwa 2 benar-benar sebagai supremumnya. Cara kedua adalah dengan menggunakan sifat ekor barisan dan barisan akar. Misalkan x = lim(x n ), maka lim(x n+ ) = lim( 2x n ) = lim(2x n ) x = 2x x 2 = 2x x(x 2) = 0. Diperoleh x = 0 atau x = 2. Karena x n > untuk setiap n maka nilai yang memenuhi adalah x = 2. Cara ketiga adalah dengan mengamati bahwa untuk limit ini menghasilkan bentuk akar kontinu berikut, lim(x n ) = Misalkan x = maka diperoleh x 2 = 2x x(x 2) = 0 x = 0 atau x = 2. Ini memberikan hasil yang sama yaitu lim(x n ) = 2. 8

19 Soal-soal untuk latihan. Diberikan barisan (z n ) yang didenisikan secara rekursif sebagai berikut: { z :=, z n+ := 4 (2z n + 3) untuk n. Selidikilah kekonvergenan barisan ini. Jika ia konvergen, hitunglah limitnya. 2. Misalkan a > 0 dan z > 0. Didenisikan z n+ := (a + z n ) /2. Selidikilah kekonvergenan barisan ini. Jika ia konvergen, hitunglah limitnya. 3. Buktikan dengan menggunakan TKM, jika 0 < b < maka lim(b n ) = Dengan menggunakan TKM untuk buktikan lim(c /n ) = dimana c > Barisan bagian (sub sequence) Pada bagian awal bab ini telah diperkenalkan istilah ekor barisan. Ekor barisan ini merupakan bentuk khusus dari barisan bagian. Berikut ini diberikan denisi barisan bagian. Denisi 2.6. Misalkan X := (x n ) barisan bilangan real dan misalkan diambil barisan bilangan asli naik tegas, yaitu r < r 2 < < r n < maka barisan X yang diberikan oleh (x r, x r2, x r3,, x rn, ) disebut barisan bagian dari X. Barisan bagian ini ditulis X := (x rn : n N). Contoh 2.5. Diberikan barisan X := (,,,,, ). Beberapa barisan bagian 2 3 n dari X adalah. X := ( 2, 4,, 2n, ). 2. X := (, 3, 5,, 2n, ). 3. X := ( 4, 5, 6,, n+3, ). Contoh 2.6. Berikut ini bukan barisan bagian dari X := (, 2, 3,, n, ). Y := (, 3, 2, 4, 3, ) sebab r 2 = 3 dan r 3 = 2 sehingga r 2 < r 3 tidak dipenuhi. 2. Y := ( 2, 2, 3, 3, ) sebab r = 2 = r 2 sehingga r < r 2 tidak dipenuhi. Ilustrasi pembentukan barisan bagian ditunjukkan pada Gambar.3. Pada Gambar ini barisan {x 2, x 3, x 5, x 7, x 8, x 0, } merupakan subbarisan dari barisan {x, x 2, x 3, }. Pada barisan dan subbarisan berlaku hubungan indeks r n n untuk setiap n. 9

20 x 5 x 2 x 4 x 9 x x n x 3 x 6 x 7 x8 Gambar 2.3: Pembentukan barisan bagian Pada Gambar.3 diperoleh r = 2, r 2 = 3, r 3 = 5, r 4 = 7,. Kekonvergenan barisan bagian mengikuti kekonvergenan barisan induknya. Berikut ini Teorema kekonvergenan barisan bagian (TKBB). Teorema 2.4. [Teorema Konvergen Barisan Bagian] Jika barisan (x n ) konvergen ke x maka setiap barisan bagiannya konvergen ke x. Bukti. Diberikan ε > 0 sebarang. Karena (x n ) konvergen ke x maka ada bilangan asli K sehingga x n x < ε untuk setiap n K. Karena r n n untuk setiap n N maka berlaku pula x rn x < ε untuk setiap r n n K. Contoh 2.7. Kita buktikan dengan menggunakan TKBB bahwa lim(c /n ) = dimana c > 0. Misalkan z n = c /n, diambil z 2n = c /2n = (c /n ) 2 = z 2 n sebagai barisan bagiannya. Ditulis z = lim(z n ), diperoleh lim(z n ) = lim(z 2n ) lim(z n ) = lim((z n ) 2 ) = (lim(z n )) 2 z = z 2 z(z ) = 0 z = 0 atau z =. Karena z n > 0 untuk setiap n dan (z n ) monoton naik (seharusnya sudah dibuktikan pada latihan sebelumnya) maka dimabil z =. Melalui TKBB kita dapat membuat kriteria barisan divergen. Diperhatikan kontraposisinya, jika ada dua barisan bagian konvergen tetapi limit keduanya tidak sama maka barisan induknya divergen. 20

21 Contoh 2.8. Diperhatikan barisan X := (( ) n ) mempunyai dua barisan bagian X := (x 2n ) = (( ) 2n ) dan X := (x 2n ) = (( ) 2n ). Karena lim X = = lim X maka barisan (( ) n ) divergen. Kesimpulan yang sama seperti telah dibuktikan pada bagian sebelumnya. Tidak semua barisan monoton, tetapi pada setiap barisan selalu dapat dikonstruksi barisan bagian yang monoton. Bila barisan induknya terbatas maka jelas setiap barisan bagian juga terbatas. Konsekuensi dari kenyataan ini diperoleh Torema terkenal berikut. Teorema 2.5 (Teorema Bolzano-Wierestraÿ). Setiap barisan terbatas selalu memuat barisan bagian yang konvergen. Sebagai ilustrasi diperhatikan barisan (( ) n ) yang merupakan barisan terbatas tetapi tidak konvergen, tetapi memuat barisan bagian yang konvergen, misalnya (x 2n ) = (( ) 2n ) konvergen ke dan (x 2n ) = (( ) 2n ) konvergen ke. 2.5 Barisan Cauchy dan kontraksi Teorema konvergen monoton (TKM) yang sudah dibahas sebelumnya sangat berguna untuk menyelidiki kekonvergenan suatu barisan, namun ia memiliki keterbatasan karena hanya dapat diterapkan pada barisan yang monoton. Untuk barisan yang tidak monoton TKM tidak berguna sama sekali. Untuk itu pada bagian akhir Bab ini diberikan dua kriteria konvergenan tanpa syarat monoton. Denisi 2.7 (Barisan Cauchy). Barisan X := (x n ) disebut barisan Cauchy jika untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli K, biasanya bergantung pada ε sehingga x n x m < ε untuk setiap m, m K. Ilustrasi barisan Cauchy diberikan pada Gambar 2.4. x 5 x 2 x K x K+ x K+2... <E x x4... x 3 Gambar 2.4: Ilustrasi barisan Cauchy Salah satu sifat barisan Cauchy diberikan pada teorema berikut. 2

22 Teorema 2.6. Bila (x n ) barisan Cauchy maka (x n ) terbatas. Bukti. Misalkan X := (x n ) barisan Cauchy, dan diberikan ε :=. Terdapatlah bilangan asli K sehingga x n x m < untuk setiap m, n K. Khususnya, untuk m = K maka berlaku x n x K <, akibatnya x n < + x K untuk setiap n K. Ambil M := max{ x, x 2,, x K, + x K } maka diperoleh x n < M untuk setiap n N yaitu (x n ) terbatas. Di dalam bilangan real, barisan Cauchy dan barisan konvergen adalah equivalen seperti disampaikan pada teorema berikut. Teorema 2.7. Suatu barisan bilangan real adalah konvergen bila hanya bila ia barisan Cauchy. Bukti. ( ) Diketahui (x n ) konvergen, katakan lim(x n ) = x. Diberikan ε > 0 sebarang, maka ada bilangan asli K sehingga x n x < ε/2 untuk setiap n K. Jadi untuk setiap m, n K berlaku x n x m = (x n x) + (x x m ) x x n + x x m < ε/2 + ε/2 = ε. Terbukti (x n ) barisan Cauchy. ( ) Diberikan ε > 0 sebarang. Karena (x n ) Cauchy maka ada bilangan asli K sehingga x n x m < ε/2 untuk setiap m, n K. Berdasarkan Teorema 2.6, barisan Cauchy (x n ) ini terbatas dan berdasarkan Teorema Bolzano-Wierestraÿ terdapat barisan bagian (x rn ) yang konvergen, katakan lim(x rn ) = x. Oleh karena itu terdapat bilangan asli K 2 sehingga x rn x < ε/2 untuk setiap r n K 2. Bila diambil K := max{k, K 2 } maka keduanya berlaku x n x m < ε/2 dan x rn x < ε/2 untuk setiap n, m, r n K. Khususnya untuk m = K = r n berlaku x n x K < ε/2 dan x K x < ε/2 untuk setiap n K. Akhirnya diperoleh untuk setiap n K berlaku x n x = x n x K + x K x x n x K + x K x < ε/2 + ε/2 = ε, yaitu (x n ) konvergen ke x. 22

23 Perlu diingatkan bahwa barisan Cauchy konvergen hanya dalam kasus barisan bilangan real. Secara umum barisan Cauchy belum tentu konvergen. Pada analisis real lanjutan suatu barisan Cauchy konvergen hanya dijamin pada apa yang disebut dengan ruang Hilbert. Contoh 2.9. Tunjukkan ( n ) adalah barisan Cauchy tetapi (( )n ) bukan Cauchy. Bukti. Untuk barisan x n :=. Diberikan ε > 0 sebarang. Selalu ada bilangan asli n K sehingga K > 2. Jadi untuk setiap m, n M berlaku < ε dan < ε. ε m 2 n 2 Diperoleh x m x n = /m /n /m + /n < ε/2 + ε/2 = ε, untuk setiap m, m K. Ini membuktikan ( ) barisan Cauchy. n Untuk membuktikan barisan (( ) n ) bukan Cauchy, dipahami dulu denisi barisan bukan Cauchy berikut: barisan (x n ) bukan Cauchy jika terdapat ε 0 > 0 sehingga setiap K N terdapat m 0, n 0 > K sehingga berlaku x m0 x n0 > ε 0. Dalam kasus ini diambil ε 0 =. Untuk setiap K > 0 ambil m 0 sebuah bilangan genap dan n 0 sebuah bilangan ganjil, keduanya lebih dari K. Maka diperoleh x m0 x n0 = ( ) = 2 > ε 0. ) Contoh Buktikan barisan (n + ( )n bukan Cauchy. n dan selisih Penyelesaian. Kita mempunyai x n := n + ( )n n x n x m = n m + ( )n n ( )m m Ambil ε 0 :=. Ambil n 0 dan m 0 bilangan asli dengan ketentuan n 0 > m 0, n 0 genap dan m 0 ganjil. Dengan ketentuan ini maka berlaku n 0 m 0, ( )n 0 = n 0, dan ( ) m 0 m 0 = m 0. Diperoleh x n x m = n 0 m 0 + ( )n 0 n 0 = (n 0 m 0 ) + n 0 + m 0. ( )m0 m 0 + n 0 + m 0 > = ε 0. Contoh 2.2. Selidikilah kekonvergenan barisan (x n ) yang didenisikan secara rekursif berikut : { x :=, x 2 := 2 x n := 2 (x n 2 + x n ) untuk n 2. n 0 23

24 Penyelesaian. Dapat ditunjukkan dengan induksi bahwa x n 2 untuk setiap n N. Apakah barisan ini monoton?. Coba perhatikan beberapa suku pertamanya berikut ini,.0000, ,.5000,.7500,.6250,.6875,.6563,.679,.664,.6680 Tidak ada indikasi barisan ini monoton sehingga TKM tidak dapat digunakan. Diperhatikan secara rekursif didapat x n x n+ = x n + 2 (x n x n ) = 2 x n x n = 2 x n x n = 2 2 x n x n 2 = 2 2 x n 2 x n. = 2 x n 2 x = 2. n Misalkan m > n, diperhatikan suku-suku ke n, n +, n + 2,, m, m. Dengan menggunakan ketidaksamaan segitiga diperoleh x n x m = (x n x n+ ) + (x n+ x n+2 ) + (x n+2 x n+3 ) + + (x m x m ) x n x n+ + x n+ x n+2 + x n+2 x n x m x m = 2 + n 2 + n ( n+ 2 m 2 = + 2 n 2 + ) m n ( = ) 2 (/2) m n < 2 2 n 2 = n 2 n 2 Diambil K bilangan asli terkecil yang lebih besar dari (2 2 log ε) atau K = 2 2 log ε, maka x n x m < ε untuk setiap m, m K. Jadi ini adalah barisan Cauchy sehingga terbukti ia konvergen. Selanjutnya, limit barisan tidak dapat diperoleh dengan menggunakan sifat ekor barisan karena akan menghasilkan relasi x = (x + x). Relasi ini selalu benar tetapi tidak memberikan 2 informasi apapun. Sekarang digunakan TKBB. Ambil suku-suku ganjil (x 2n+ : n N). Untuk n = diperoleh x 3 = +. Karena x 2 4 = (2+ 3) = (+ + ), maka untuk n = 2 diperoleh x 5 = (x 2 3+x 4 ) = + +. Karena x = + + +, maka untuk n = 3 diperoleh x 7 = Secara umum, dengan menggunakan

25 induksi matematika dapat dibuktikan bahwa setiap bilangan asli n berlaku Berdasarkan ini diperoleh x 2n+ = n }{{} = + lim(x n ) = lim(x 2n+ ) = lim 2 deret geometri n suku ( ( 4 )n) 3/4 = ( (/4n )). ( + 2 ) 3 ( (/4n )) = + 2/3 = 5/3. Exercise. Misalkan y dan y 2 bilangan real sebarang dengan y < y 2. Didenisikan y n := 3 y n y n 2 untuk n 2. Selidikilah kekonvergenan barisan (y n ), dan bila ia konvergen hitunglah limitnya. Satu lagi kriteria kekonvergenan barisan bilangan real yang diberikan pada penghujung bab ini yaitu barisan kontraksi. Denisi 2.8. Barisan bilangan real X := (x n ) dikatakan kontraksi jika ada bilangan real C dengan 0 < C < sehingga berlaku x n+2 x n+ < C x n+ x n untuk setiap bilangan asli n. Kita sebut saja bilangan C sebagai kontraktornya. Sifat kontraksi ini dapat dipahami sebagai berikut. Misalkan didenisikan d n := x n+ x n yaitu magnitud atau jarak antara dua suku berdekatan. Bila barisan magnitud ini (d n ) turun secara tegas maka barisan (x n ) bersifat kontraksi. Ini berarti jarak antara dua suku berdekatan semakin lama semakin kecil. Gambar 2.5 memberikan ilustrasi barisan kontraksi. Teorema 2.8. Bila (x n ) barisan kontraksi maka ia konveregen. Bukti. Cukup dibuktikan barisan kontraksi (x n ) merupakan barisan Cauchy. Pertama diperhatikan pola magnitud selisih yang didominasi oleh x 2 x x n+2 x n+ C x n+ x n CC x n x n = C 2 x n x n = C 2 C x n x n 2 = C 3 x n x n 2. C n x 2 x. 25

26 x 2 x 4... x n x n+2 d n d n+... x n+ x x 3 Gambar 2.5: Ilustrasi barisan kontraksi Sekarang kita melakukan estimasi untuk selisih x m x n, diasumsikan saja m > n. Diperoleh x n x m = (x n x n+ ) + (x n+ x n+2 ) + (x n+2 x n+3 ) + + (x m x m ) x n x n+ + x n+ x n+2 + x n+2 x n x m x m = x n+ x n + x n+2 x n+ + x n+3 x n x m x m ( C n + C n + C n+ + + C m 2) x 2 x }{{} (m n) suku deret geometri ( C = C n m n C ( C n C ) x 2 x ) x 2 x 0 sebab 0 < C <. Jadi (x n ) barisan Cauchy, dan disimpulkan ia konvergen. Contoh Kita tunjukkan bahwa barisan (x n ) dengan x n = merupakan barisan n kontraksi sehingga ia konvergen. Diperhatikan x n+2 x n+ = n + 2 n + = (n + 2)(n + ) = (n + 2)(n + ) dan n(n+) maka terbukti x n+2 x n+ x n+ x n, yaitu (x n ) kon- Karena traksi. (n+2)(n+) < x n+ x n = n + n = n(n + ) = n(n + ). Contoh Misalkan x suatu bilangan real dengan 0 < x <. Didenisikan Selidikilah apakah barisan ini konvergen. x n+ := 7 (x3 n + 2), n. 26

27 Penyelesaian. Karena 0 < x < maka x n = 7 (x3 n + 2) < 3/7 < untuk setiap n N. Karena itu diperoleh x n+2 x n+ = 7 (x3 n+ + 2) 7 (x3 n + 2) = x 3 7 n+ x 3 n = 7 (x2 n+ + x x+ x n + x 2 n)(x n+ x n ) 3 7 x n+ x n. Karena C = 3 < maka disimpulkan ia merupakan barisan kontraksi, jadi konvergen. Karena konvergen, pertanyaan selanjutnya adalah berapa limitnya? Misalkan 7 x := lim(x n ) maka diperoleh x 3 7x + 2 = 0, yaitu limit barisan ini merupakan salah satu akar polinomial x 3 7x + 2 = 0. Beberapa suku pertamanya adalah 0.5, , , , , Jadi dapat disimpulkan bahwa lim(x n ) Exercise 2. Jika x < x 2 dan x n := 2 (x n 2 + x n ) untuk n 3, buktikan (x n ) konvergen. Berapakah limitnya. 27

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

Pengantar : Induksi Matematika

Pengantar : Induksi Matematika Pengantar : Induksi Matematika Analisis Real /2 SKS/ Ega Gradini, M.Sc Induksi Matematika adalah cara standar dalam membuktikan bahwa sebuah pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli. Pembuktian

Lebih terperinci

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN Definisi : Barisan bilangan real X = (x n ) dikatakan terbatas jika ada bilangan real M > 0 sedemikian sehingga x n M untuk semua n N. Catatan : X = (x n ) terbatas

Lebih terperinci

Daftar Isi 3. BARISAN ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB

Daftar Isi 3. BARISAN ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 29, 2011 Dalam kisah Zeno tentang perlombaan lari antara Achilles dan seekor kura-kura, ketika Achilles mencapai

Lebih terperinci

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS Dalam bab ini akan kita bahas pengertian tentang sub barisan dari barisan bilangan real, yang lebih umum dibandingkan ekor suatu barisan, serta dapat

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 12, 2011 Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan sebuah barisan tanpa harus mengetahui

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

) dengan. atau sub barisan (subsequences) dari X ,,,..., kemudian dipilih hasil index barisan Contoh, jika X =

) dengan. atau sub barisan (subsequences) dari X ,,,..., kemudian dipilih hasil index barisan Contoh, jika X = Section 3.4 Barisan Bagian dan Teorema Bolzano Weierstrass Di bagian ini kita akan diberikan konsep dari barisan bagian dari barisan bilangan real. Secara informal, barisan bagian dari barisan adalah satu

Lebih terperinci

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB   September 26, 2011 (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 26, 2011 Diberikan sejumlah terhingga bilangan a 1,..., a N, kita dapat menghitung jumlah a 1 + + a N. Namun,

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR No. (TIU) : 1. Pendahuluan Mahasiswa dapat memahami pengertian dan konsep himpunan, fungsi dan induksi matematik, mampu menerapkannya dalam penyelesaian soal dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN Pertemuan ke-: 10, 11, dan 12 Penyusun : Kosim Rukmana Materi: Barisan Bilangan Real 7. Barisan dan Limit Barisan 6. Teorema Limit Barisan 7. Barisan Monoton URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN 7. Barisan dan

Lebih terperinci

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif Diferensial merupakan topik yang cukup 'baru' dalam matematika. Dimulai sekitar tahun 1630 an oleh Fermat ketika menghadapi masalah menentukan garis singgung kurva, dan juga masalah menentukan maksimum

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

16. BARISAN FUNGSI. 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik

16. BARISAN FUNGSI. 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik 16. BARISAN FUNGSI 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik Bila pada bab-bab sebelumnya kita membahas fungsi sebagai sebuah objek individual, maka pada bab ini dan selanjutnya kita akan

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif Diferensial merupakan topik yang cukup 'baru' dalam matematika. Dimulai sekitar tahun 1630 an oleh Fermat ketika menghadapi masalah menentukan garis singgung kurva, dan juga masalah menentukan maksimum

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: DERET TAK HINGGA Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: u k = u 1 + u 2 + u 3 + + u k + Bilangan-bilangan u 1, u 2, u 3, disebut suku-suku dalam deret tersebut.

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA

BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA MATERI KULIAH 1 Kalkulus Lanjut BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA Sahid, MSc. FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 BARISAN DAN

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah meegah barisa diperkealka sebagai kumpula bilaga yag disusu meurut "pola" tertetu, misalya barisa aritmatika da barisa geometri. Biasaya barisa da deret merupaka satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Eudoxus & Lingkaran Fakta bahwa luas lingkaran sebanding dengan kuadrat diameternya dibuktikan* secara rigorous oleh Eudoxus

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

Barisan Deret ANALISIS REAL (BARISAN DAN DERET) Kus Prihantoso Krisnawan. August 30, Yogyakarta. Krisnawan Pertemuan 1, 2, & 3

Barisan Deret ANALISIS REAL (BARISAN DAN DERET) Kus Prihantoso Krisnawan. August 30, Yogyakarta. Krisnawan Pertemuan 1, 2, & 3 ANALISIS REAL (BARISAN DAN DERET) Kus Prihantoso Krisnawan August 30, 0 Yogyakarta Limit Monoton Pada bagian ini kita akan mencoba menebak bentuk umum dari suatu barisan. Limit Monoton Pada bagian ini

Lebih terperinci

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen MATEMATIKA BISNIS Modul ke: DERET Fakultas Ekonomi Bisnis Muhammad Kahfi, MSM Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Konsep Barisan (sequence) adalah suatu susunan bilangan yang dibentuk menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional BAB III PECAHAN KONTINU dan PIANO A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional Sekarang akan dibahas tentang pecahan kontinu tak hingga yang diawali dengan barisan tak hingga bilangan bulat mendefinisikan

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Uji Deret Positif. Ayundyah. Uji Integral. Uji Komparasi. Uji Rasio.

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Uji Deret Positif. Ayundyah. Uji Integral. Uji Komparasi. Uji Rasio. Uji Uji Deret Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Uji Deret Uji Deret yang mempunyai suku-suku positif menjadi bahasan pada uji integral ini. Uji integral ini menggunakan ide dimana suatu

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Latihan 1 1. A. NOTASI SIGMA 1. Pengertian Notasi Sigma Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah S n = U 1 + U 2 + U 3 + + U

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA

BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA I. SISTEM BILANGAN REAL DAN OPERASINYA II. NOTASI SIGMA III. BARISAN BILANGAN IV. DERET BILANGAN V. INDUKSI MATEMATIKA DISUSUN OLEH : AHAMD

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. November 19, 2007 Secara geometris, f kontinu di suatu titik berarti bahwa grafiknya tidak terputus

Lebih terperinci

BAB III INDUKSI MATEMATIKA

BAB III INDUKSI MATEMATIKA 3.1 Pendahuluan BAB III INDUKSI MATEMATIKA Dalam bidang matematika tidak jarang ditemui pola-pola induktif yang melibatkan himpunan indeks berupa himpunan bilangan asli atau bulat seperti barisan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : k N} dan A(m) menyatakan banyaknya m suku pertama (x n ) yang menjadi suku (x nk ), maka A(m)

BAB I PENDAHULUAN. : k N} dan A(m) menyatakan banyaknya m suku pertama (x n ) yang menjadi suku (x nk ), maka A(m) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konvergensi barisan bilangan real mempunyai banyak peranan dan aplikasi yang cukup penting pada beberapa bidang matematika, antara lain pada teori optimisasi,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET. Drs. CARNOTO, M.Pd. NIP Pola Barisan Bilangan

BARISAN DAN DERET. Drs. CARNOTO, M.Pd. NIP Pola Barisan Bilangan BARISAN DAN DERET Drs. CARNOTO, M.Pd. NIP. 19640121 199010 1 001 Pola Barisan Bilangan Beberapa urutan bilangan yang sering kita pergunakan mempunyai pola tertentu. Pola ini Sering digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

FUNGSI KONTINU. sedemikian sehingga jika x adalah titik dari A (c), maka f (x) berada pada Vg (f (c)). (Lihat Gambar 5.1.1).

FUNGSI KONTINU. sedemikian sehingga jika x adalah titik dari A (c), maka f (x) berada pada Vg (f (c)). (Lihat Gambar 5.1.1). FUNGSI KONTINU 51 FUNGSI KONTINU 511 Definisi A R, f: A R, dan c A Kita mengatakan bahwa f kontinu di c jika, diberi persekitaran Vg (f (c)) dari f (c) terdapat persekitaran (c) dari c sedemikian sehingga

Lebih terperinci

Deret Binomial. Ayundyah Kesumawati. June 25, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, / 14

Deret Binomial. Ayundyah Kesumawati. June 25, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, / 14 Deret Binomial Ayundyah Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII June 25, 2015 Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, 2015 1 / 14 Pendahuluan Deret Binomial Kita telah mengenal Rumus Binomial. Untuk bilangan

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada Bab II, selanjutnya pada bab ini akan dipelajari gagasan mengenai fungsi terukur Lebesgue. Gagasan mengenai

Lebih terperinci

BAB IV DERET FOURIER

BAB IV DERET FOURIER BAB IV DERET FOURIER 4.1 Fungsi Periodik Fungsi f(x) dikatakan periodik dengan perioda P, jika untuk semua harga x berlaku: f (x + P) = f (x) ; P adalah konstanta positif. Harga terkecil dari P > 0 disebut

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga,

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga, DERET TAK HINGGA Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan Definisi Deret tak hingga,, konvergen dan mempunyai jumlah S, apabila barisan jumlah jumlah parsial konvergen menuju S.

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Nasional Tutur Widodo

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Nasional Tutur Widodo Tutur Widodo OSN Matematika SMA 01 Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 01 Seleksi Tingkat Nasional Tutur Widodo 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil

INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Email: cjacob@upi.edu 3. Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil pertama? Jumlah dari n bilangan bulat ganjil positif pertama

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan ANALISIS REAL 1 Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan kemampuan pada mahasiswa agar dapat memahami pernyataan-pernyataan matematika secara baik dan benar, berpikir secara logis, kritis dan sistematis,

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

Pertemuan ke-10: UJI PERBANDINGAN, DERET BERGANTI TANDA, KEKONVERGENAN MUTLAK, UJI RASIO, DAN UJI AKAR

Pertemuan ke-10: UJI PERBANDINGAN, DERET BERGANTI TANDA, KEKONVERGENAN MUTLAK, UJI RASIO, DAN UJI AKAR Pertemuan ke-0: UJI PERBANDINGAN, DERET BERGANTI TANDA, KEKONVERGENAN MUTLAK, UJI RASIO, DAN UJI AKAR Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 205 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus II Bogor, 205

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

Dwi Lestari, M.Sc: Konvergensi Deret 1. KONVERGENSI DERET

Dwi Lestari, M.Sc: Konvergensi Deret   1. KONVERGENSI DERET 1. KONVERGENSI DERET Suatu barisan disebut konvergen jika terdapat bilangan Z yang setiap lingkungannya memuat semua. Jika bilangan Z itu ada maka dapat ditulis: lim sehingga dapat dikatakan bahwa barisan

Lebih terperinci

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan Pada bagian A ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama membahas mengenai transformasi

Lebih terperinci

KARTU SOAL URAIAN. KOMPETENSI DASAR (KD): 4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmatika dan geometri

KARTU SOAL URAIAN. KOMPETENSI DASAR (KD): 4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmatika dan geometri . Siswa dapat menentukan suku pertama, beda/rasio, rumus suku ke-n dan suku ke-n, jika diberikan barisan bilangannya NO. SOAL: 31 Tentukan suku pertama, beda atau rasio, rumus suku ke-n, dan suku ke-10

Lebih terperinci

Muhafzan TURUNAN. Muhafzan, Ph.D

Muhafzan TURUNAN. Muhafzan, Ph.D 1 TURUNAN, Ph.D TURUNAN 3 1 Turunan Kita mulai diskusi ini dengan memperkenalkan denisi turunan suatu fungsi Denisi 1. Misalkan I R; f : I! R dan c 2 I: Bilangan L 2 R dikatakan merupakan turunan dari

Lebih terperinci

BAB III INDUKSI MATEMATIKA

BAB III INDUKSI MATEMATIKA BAB III INDUKSI MATEMATIKA BAB III INDUKSI MATEMATIKA 3.1 Pendahuluan Dalam bidang matematika tidak jarang ditemui pola-pola induktif yang melibatkan himpunan indeks berupa himpunan bilangan asli atau

Lebih terperinci

Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks

Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks Bab 1 ini direncanakan akan disampaikan dalam 3 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: (1) Pertemuan I: Pengertian bilangan kompleks, Sifat-sifat aljabat, dan

Lebih terperinci

NAMA : KELAS : LEMBAR AKTIVITAS SISWA BARISAN DAN DERET 1. Beda Barisan Aritmatika. b =.. RUMUS SUKU KE N: King s Learning Be Smart Without Limits

NAMA : KELAS : LEMBAR AKTIVITAS SISWA BARISAN DAN DERET 1. Beda Barisan Aritmatika. b =.. RUMUS SUKU KE N: King s Learning Be Smart Without Limits NAMA : KELAS : LEMBAR AKTIVITAS SISWA BARISAN DAN DERET 1 A. PENGERTIAN BARISAN DAN DERET Barisan bilangan adalah kelompok bilangan yang tersusun menurut aturan (pola) tertentu. Deret bilangan adalah penjumlahan

Lebih terperinci

1) Perhatikan bentuk di bawah: U 1 U 2 U 3 U 4 U n 2, 5, 8, 11, dengan: U 3 = suku

1) Perhatikan bentuk di bawah: U 1 U 2 U 3 U 4 U n 2, 5, 8, 11, dengan: U 3 = suku NAMA : KELAS : LEMBAR AKTIVITAS SISWA BARISAN DAN DERET 1 A. PENGERTIAN BARISAN DAN DERET Barisan bilangan adalah kelompok bilangan yang tersusun menurut aturan (pola) tertentu. Deret bilangan adalah penjumlahan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 5 Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar

BAB 5 Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar BAB 5 Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar Untuk materi ini mempunyai 3 Kompetensi Dasar yaitu: Kompetensi Dasar : 1. Mengidentifikasi sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar 2. Melakukan operasi

Lebih terperinci

Piramida Besar Khufu

Piramida Besar Khufu Sumber: Mesir Kuno Piramida Besar Khufu Peradaban bangsa Mesir telah menghasilkan satu peninggalan bersejarah yang diakui dunia sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, yaitu piramida. Konstruksi

Lebih terperinci

Diusulkan oleh: Nama : Pita Suci Rahayu Nim : Kelas/Semester: C/1

Diusulkan oleh: Nama : Pita Suci Rahayu Nim : Kelas/Semester: C/1 Diusulkan oleh: Nama : Pita Suci Rahayu Nim : 1384202092 Kelas/Semester: C/1 BARISAN DAN DERET Barisan bilangan adalah himpunan bilangan yang diurutkan menurut suatu aturan/pola tertentu yang dihubungkan

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN BAB 4 LIMIT DAN KEKONTINUAN Everything should made as simple as possible, but no simpler. Albert EINSTEIN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuhnya matematika

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q.

1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q. Diskusi Kelompok (I) Waktu: 100 menit Selasa, 23 September 2008 Pengajar: Hilda Assiyatun, Djoko Suprijanto 1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q. (a) Mahasiswa perlu membawakan

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR)

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) Teorema nilai rata-rata menghubungkan nilai suatu fungsi dengan nilai derivatifnya (turunannya), dimana TNR merupakan salah satu bagian penting dalam kuliah analisis

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci