BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi, barisan, fungsi kontinu, persamaan diferensial, metode numerik, persamaan beda, dan teorema fungsi implisit. Berikut akan dibahas tiap definisi dan teorema tersebut. A. Fungsi Komposisi Pada ilmu matematika sering kali kita jumpai suatu fungsi. Fungsi merupakan pemetaan setiap anggota himpunan ke anggota himpunan yang lain atau secara umum didefinisikan sebagai berikut. Definisi (Goodaire & Parmenter, 1998: 63) Suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B merupakan suatu relasi biner dari A ke B (himpunan bagian ) jika memenuhi untuk setiap pasti terdapat satu sedemikian sehingga. Fungsi disebut juga dengan pemetaan. Sebuah fungsi dari ke dapat dinotasikan sebagai. Notasi jika dihubungkan dengan. Himpunan disebut dengan daerah asal (domain) dari dan himpunan disebut daerah kawan (codomain) dari. Jika, maka dinamakan bayangan (image) dari dan dinamakan pra-bayangan (pra-image) dari. Himpunan yang berisi semua nilai pemetaan disebut range dari (Munir, 2010: 129). 6

2 Suatu fungsi sering diberi nama dengan sebuah huruf tunggal seperti atau. Fungsi dibaca dari atau pada yang menunjukkan nilai yang diberikan oleh kepada. Berikut diberikan contoh 2.1 dan contoh 2.2 mengenai fungsi. Contoh 2.1 Andaikan { } { } dan { } maka merupakan fungsi dengan domain dan codomain. Contoh 2.2 Fungsi merupakan fungsi dengan sebarang. Domain dari adalah dan range dari adalah himpunan bilangan positif { }. Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai definisi fungsi komposisi. Definisi (Goodaire & Parmenter, 1998: 78) Jika dan adalah fungsi, maka komposisi dari dan merupakan fungsi yang didefinisikan sebagai ( ) untuk semua. Ilustrasi dari definisi diberikan melalui Gambar 1. A B C ( ) Gambar 1 Ilustrasi dari Fungsi Komposisi 7

3 Berikut diberikan Contoh 2.3 dan Contoh 2.4 mengenai fungsi komposisi. Contoh 2.3 Jika { }, { }, { } dan dan merupakan fungsi { }, { } maka ( ) ( ) ( ) Jadi, { }. Contoh 2.4 Jika dan adalah fungsi yang didefinisikan dengan maka dapat didefinisikan dan sebagai berikut ( ) ( ). Jadi, dan. Pada umumnya, namun terkadang dapat pula seperti halnya Contoh 2.5. Contoh 2.5 Jika dan adalah fungsi yang didefinisikan dengan maka dapat didefinisikan dan sebagai berikut ( ) 8

4 ( ) Jadi,. B. Barisan Suatu barisan dalam himpunan merupakan suatu fungsi yang daerah asalnya merupakan himpunan bilangan asli dan daerah hasilnya (range) dalam himpunan atau secara umum didefinisikan sebagai berikut. Definisi (Bartle & Sherbert, 2000: 53) Barisan dari bilangan riil (barisan pada ) adalah fungsi yang didefinisikan pada himpunan { } dari bilangan asli dimana range termuat dalam himpunan dari bilangan riil. Jika adalah barisan, nilai dari pada dinotasikan dengan. Nilai disebut dengan elemen dari barisan. Notasi dari barisan yaitu atau. Berikut ini merupakan contoh dari suatu barisan. Contoh 2.6 merupakan barisan bilangan genap dan dapat ditulis sebagai. Contoh 2.7 Jika, maka merupakan barisan. Misalkan, maka diperoleh barisan ( ) ( ). Berikutnya akan dibahas mengenai barisan konvergen, barisan yang terbatas dan barisan monoton. 9

5 1. Barisan Konvergen Pada suatu barisan, seiring dengan semakin besarnya nilai dari akan mendekati ke suatu nilai, maka dapat dikatakan dengan konvergen ke Barisan konvergen secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi (Bartle & Sherbert, 2000: 54) Barisan pada kovergen ke atau merupakan limit dari, jika untuk setiap terdapat bilangan asli sedemikian sehingga untuk semua, memenuhi. Jika barisan mempunyai limit, maka barisan tersebut konvergen dan sebaliknya jika barisan tidak mempunyai limit, maka barisan divergen. Bilangan dalam hal ini disebut sebagai limit barisan dan dinotasikan dengan. Terkadang dalam menyatakan suatu barisan konvergen digunakan simbol yang berarti akan mencapai, mendekati, atau menghampiri untuk. Berikut diberikan contoh mengenai barisan konvergen. Contoh 2.8 Akan dibuktikan bahwa ( ). Diberikan. Berdasarkan sifat Archimedes, ada sedemikian sehingga. Jika, maka sehingga 10

6 Jadi, barisan limit tersebut konvergen ke. 2. Barisan Terbatas Barisan terbatas secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi (Bartle & Sherbert, 2000: 60) Barisan bilangan riil dikatakan terbatas jika ada bilangan riil sedemikian sehingga untuk semua. Barisan terbatas pada terbatas jika dan hanya jika himpunan. Berikutnya diberikan Teorema 2.1 mengenai barisan konvergen yang terbatas sebagai berikut. Teorema 2.1 (Bartle & Sherbert, 2000: 60) Suatu barisan konvergen dari bilangan riil adalah terbatas. Bukti : Andaikan dan, maka ada bilangan asli sedemikian sehingga untuk semua. Berdasarkan pertidaksamaan segitiga dengan diperoleh Jika { } maka untuk semua. Hal ini menunjukkan bahwa terbatas. Berikut akan diberikan contoh dari barisan konvergen yang terbatas. Contoh 2.9 Diberikan barisan dengan. 11

7 Akan ditunjukkan bahwa ( ). Diberikan, berdasarkan sifat Archimedes, ada sedemikian sehingga. Jika, maka sehingga Oleh karena itu, ( ) konvergen ke. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa ( ) terbatas. Pilih sedemikian sehingga. Ada sedemikian sehingga untuk semua, maka barisan tersebut terbatas dengan 1. Jadi, merupakan barisan konvergen yang terbatas. 3. Barisan Monoton Barisan monoton secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi (Bartle & Sherbert, 2000: 69) Misalkan merupakan barisan bilangan riil. Barisan dikatakan monoton naik jika memenuhi Barisan dikatakan monoton turun jika memenuhi Barisan dikatakan monoton jika monoton naik atau monoton turun. Berikut diberikan contoh mengenai barisan monoton. Contoh 2.10 Barisan merupakan barisan monoton naik. 12

8 Contoh 2.11 Barisan ( ) merupakan barisan monoton turun. Selanjutnya, diberikan Teorema 2.2 mengenai kekonvergenan monoton sebagai berikut. Teorema 2.2 (Bartle & Sherbert, 2000: 69) Barisan monoton dari bilangan riil konvergen jika dan hanya jika barisan tersebut terbatas. Selanjutnya, 1. jika adalah barisan monoton naik dan terbatas, maka { } 2. jika adalah barisan monoton turun dan terbatas, maka { }. Bukti : Berdasarkan Teorema 2.1, barisan konvergen pasti terbatas. Sebaliknya, merupakan barisan monoton dan terbatas, maka merupakan barisan monoton naik atau monoton turun. 1. Akan dibuktikan jika terbatas, maka barisan monoton naik. Karena terbatas, ada bilangan riil sedemikian sehingga untuk semua. Jadi { } terbatas. Supremum dari barisan tersebut adalah { }. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa. Jika, maka bukan batas atas dari himpunan{ } dan oleh karena itu ada anggota dari himpunan sedemikian 13

9 sehingga. Karena merupakan barisan monoton naik maka diperoleh untuk setiap, sehingga untuk semua. Oleh karena itu, diperoleh untuk semua Karena sembarang maka konvergen ke atau. 2. Jika merupakan barisan monoton turun dan terbatas, maka jelas bahwa merupakan barisan monoton naik dan terbatas. Pada bagian pertama terlihat bahwa { } karena jika dan { }, maka diperoleh { } { } Oleh karena itu, { } atau { }. Berikut ini diberikan contoh dari barisan monoton riil yang konvergen sebagai berikut. Contoh 2.12 ( ). Batas bawah dari himpunan ( ) adalah. Contoh 2.13 Akan diselidiki apakah barisan yang didefinisikan oleh 14

10 konvergen atau divergen. Barisan merupakan barisan monoton naik sebab, untuk setiap. Perhitungan secara numerik untuk barisan tersebut diberikan sebagai berikut:,,,. Terlihat bahwa kenaikan nilai dari barisan sangat lambat sehingga seolah-olah suku-suku barisan ini akan menuju bilangan tertentu dan menjadi konvergen. Selanjutnya, perhatikan suku-suku ke dengan, yaitu. Untuk, maka. Untuk ( ). Untuk, maka ( ) ( ). Secara umum diperoleh barisan ( ) ( ) ( ) ( ) sebanyak suku Jadi, selalu ada suku pada barisan ini yang lebih besar dari bilangan riil manapun sehingga barisan ini tidak terbatas dan disimpulkan bahwa barisan ini divergen. 15

11 C. Fungsi Kontinu Secara formal, fungsi kontinu didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.3 (Bartle & Sherbert, 2000: 120) Misalkan, dan. Fungsi kontinu pada jika diberikan sebarang, ada sedemikian sehingga jika adalah sembarang titik pada yang memenuhi, maka. Jika fungsi tidak kontinu pada, maka diskontinu pada. Berikut diberikan contoh dari fungsi kontinu. Contoh 2.14 {. Fungsi bernilai saat yaitu Kemudian,. Jadi, sehingga kontinu pada. Contoh 2.15 diskontinu pada. Jika untuk maka tidak didefinisakan untuk sehingga diskontinu pada. Contoh 2.16 Perhatikan fungsi berikut ini { Fungsi bernilai untuk, yaitu. Sedangkan.. Jadi, sehingga diskontinu pada 16

12 D. Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan-persamaan yang memuat turunan-turunan (derivatif) dari satu atau lebih peubah (variabel) bebas terhadap satu atau lebih peubah tak bebas (Ross, 1984: 3). Sedangkan turunan dari suatu fungsi secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi (Bartle & Sherbert, 2000: 158) Misalkan, dan. Bilangan riil merupakan turunan pada jika diberikan sebarang ada sedemikian sehingga jika memenuhi, maka Jadi, terdiferensial pada dan dituliskan dengan. Turunan dari pada dapat pula didefinisikan melalui limit sebagai berikut : Notasi menyatakan berturut-turut adalah turunan pertama, kedua, ketiga,, turunan ke-. Selanjutnya diberikan Teorema 2.3 sebagai berikut. Teorema 2.3 (Bartle & Sherbert, 2000: 159) Jika mempunyai turunan pada, maka kontinu pada. Bukti : Untuk semua,, sehingga diperoleh ( ) 17

13 Karena ada, maka ( ) ( ) ( ) ( ) Jadi, sehingga kontinu pada. Kebalikan dari Teorema 2.3 ini tidak benar. Jika fungsi kontinu di, maka bukan berarti mempunyai turunan di. Himpunan semua fungsi kontinu dinotasikan dengan dan himpunan semua fungsi diferensial dengan turunan pertama kontinu dinotasikan dengan merupakan fungsi dengan turunan orde Oleh karena itu, yang kontinu. Berikut diberikan contoh mengenai turunan. Contoh 2.17 Misalkan dengan, maka untuk sebarang pada diperoleh Karena fungsi didefinisikan pada, maka untuk. Contoh 2.18 Misalkan dengan, maka untuk. diperoleh untuk sama dengan jika dan sama dengan. Limit dititik tidak ada sehingga fungsi tersebut tidak terdiferensial pada. Oleh karena itu, kekontinuan pada titik bukan syarat cukup yang memenuhi turunan pada ada. 18

14 Selanjutnya akan dijelaskan mengenai Chain Rule dan Teorema Nilai Rata-Rata sebagai berikut. 1. Chain Rule Chain Rule merupakan teorema yang membahas mengenai turunan dari suatu fungsi komposisi. Namun, sebelum membahas mengenai Chain Rule akan dibahas dahulu Teorema 2.4 yaitu teorema Caratheodory yang akan digunakan dalam pembuktian Chain Rule. Teorema 2.4 Caratheodory (Bartle & Sherbert, 2000: 160) Fungsi terdefinisi pada interval yang memuat titik sehingga terdiferensial pada jika dan hanya jika terdapat suatu fungsi pada yang kontinu pada dan memenuhi untuk. (2.1) Pada kasus ini. Bukti : Akan dibuktikan jika terdiferensial pada maka terdapat fungsi pada yang kontinu pada dan memenuhi untuk. Jika ada, maka didefinisikan dengan { Berdasarkan definisi fungsi, maka sehingga fungsi kontinu. Jika, maka kedua sisi pada persamaan (2.1) 19

15 sama dengan nol. Kemudian jika, maka dengan mengalikan dengan diperoleh persamaan (2.1) untuk. Jika kontinu pada pada dan memenuhi persamaan (2.1), maka terdiferensial pada. Jika persamaan (2.1) dibagi dengan, maka kekontinuan dari mengimplikasikan bahwa ada. Oleh karena itu, terdiferensial pada dan. Berikut diberikan contoh mengenai penggunaan Teorema 2.4. Contoh 2.19 Fungsi didefinisikan dengan untuk semua. Ada, maka dengan sehingga memenuhi Teorema 2.4. Oleh karena itu, terdiferensial pada dan. Teorema 2.5 Chain Rule (Bartle & Sherbert, 2000: 162) Diberikan interval pada fungsi dan sedemikian sehingga Jika terdiferensial pada dan jika terdiferensial pada maka fungsi komposisi terdiferensial pada dan ( ) (2.2) Bukti : 20

16 Karena ada, menurut Teorema 2.4 terdapat fungsi pada sedemikian sehingga kontinu pada dan untuk dimana. Karena ( ) ada, terdapat suatu fungsi pada sedemikian sehingga kontinu pada dan untuk, dimana. Subsitusikan dan, maka diperoleh ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) [( ) ] ( ) ( ) [( ) ] untuk semua sedemikian sehingga. Karena fungsi kontinu pada dan nilai pada yaitu ( ) sehingga dengan menggunakan Teorema 2.4 diperoleh persamaan (2.2). Berikut diberikan contoh dari Teorema 2.5 (Chain Rule). Contoh 2.20 Jika terdiferensial pada dan untuk setiap dan, maka. Berdasarkan Teorema 2.5, diperoleh bahwa ( ) untuk semua. Oleh karena itu, ( ) untuk semua. 21

17 2. Teorema Nilai Rata-Rata Teorema nilai rata-rata merupakan teorema yang menghubungkan suatu fungsi dengan nilai turunannya (derivatif). Sebelum membahas mengenai teorema tersebut, terlebih dahulu akan diberikan pengertian maksimum dan minimum relatif suatu fungsi. Definisi (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Fungsi mempunyai nilai maksimum relatif di titik jika terdapat persekitaran dari titik dengan radius, yaitu sehingga untuk setiap. Sedangkan, fungsi mempunyai nilai minimum relatif di titik jika terdapat persekitaran dari titik dengan radius, yaitu sehingga untuk setiap. Jika fungsi mempunyai nilai maksimum relatif atau minimum relatif di titik, maka fungsi dikatakan mempunyai nilai ekstrem relatif di titik. Selanjutnya, suatu proses untuk menemukan titik dimana fungsi mempunyai nilai ekstrem relatif yaitu dengan mencari nilai derivatif fungsi di suatu titik di dalam domainnya agar sama dengan nol. Namun, cara tersebut hanya dapat diaplikasikan pada titik-titik interior dari suatu interval, perhatikan Contoh Contoh 2.21 Diberikan fungsi pada interval. Titik merupakan satu-satunya titik dimana mencapai nilai minimum relatif dan merupakan satu-satunya titik dimana mencapai 22

18 nilai maksimum relatif. Akan tetapi, tidak satupun ditemukan nilai nol dari turunan. Sebelum diberikan Teorema 2.6, perlu diketahui pengertian dari titik interior suatu himpunan tak kosong. Definisi (Chatterjee, 2012: 39) Diberikan, titik disebut titik interior himpunan jika terdapat persekitaran dengan radius, yaitu. Kumpulan semua titik interior himpunan disebut interior himpunan dan dinotasikan dengan. Teorema 2.6 Teorema Ekstremum Interior (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Diberikan titik interior interval dan fungsi mempunyai nilai ekstrem relatif. Jika fungsi mempunyai turunan di titik, maka. Bukti : Akan dibuktikan untuk kasus mempunyai nilai maksimum relatif. Misalkan maksimum relatif. Andaikan, maka atau. a. Jika, maka ada suatu persekitaran sedemikian sehingga dan. Jika dan, maka, sehingga diperoleh 23

19 . Hal ini kontradiksi dengan sebagai nilai maksimum relatif. b. Jika, maka ada suatu persekitaran sedemikian sehingga dan. Jika dan, maka, sehingga diperoleh. Hal ini kontradiksi dengan sebagai nilai maksimum relatif. Berdasarkan pembuktian (a) dan (b) di atas, maka terbukti bahwa. Akibat 2.1 (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Diberikan fungsi kontinu pada dan andaikan mempunyai nilai ektremum relatif pada titik interior pada, maka turunan fungsi di titik tidak ada atau. Berikut diberikan contoh kasus dari Akibat 2.1. Contoh 2.22 Jika pada, maka mempunyai interior minimum pada, tetapi tidak ada. Teorema 2.7 Teorema Rolle (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Andaikan kontinu pada interval tertutup. ada pada setiap titik dari interval terbuka dan, maka 24

20 terdapat paling sedikit satu titik pada sedemikian sehingga. Bukti : Jika sama dengan nol ( fungsi nol), maka sembarang pada akan memenuhi teorema tersebut. Oleh karena itu, andaikan tidak sama dengan nol, substitusi dengan dan andaikan memiliki nilai positif. Berdasarkan teorema maksimum dan minimum (jika ada interval tertutup dan kontinu pada maka memiliki absolute minimum dan absolute maksimum pada ) fungsi mencapai nilai { } dititik pada. Karena, titik pasti pada sehingga ada. mempunyai relatif maksimum pada, maka menurut Teorema 2.7. Ilustrasi dari Teorema 2.7 diberikan melalui Gambar 2. a b c Gambar 2 Ilustasi dari Teorema 2.7. Teorema 2.8 Teorema Nilai Rata-Rata (Bartle & Sherbert, 2000: 169) Andaikan kontinu pada interval tertutup dan mempunyai turunan pertama pada interval terbuka, maka terdapat minimal satu titik pada sedemikian sehingga 25

21 Gambar 3 Ilustrasi dari Teorema 2.8 Bukti: Fungsi pada didefinisikan sebagai berikut : Berdasarkan Teorema 2.7, kontinu pada, terdiferensial pada, dan. Oleh karena itu, ada titik pada sedemikian sehingga Jadi,. Berikut diberikan contoh mengenai Teorema 2.8. Contoh 2.23 Akan dibuktikan bahwa,. 26

22 Fungsi kontinu dan terdiferensial pada, maka Teorema 2.8 dapat digunakan untuk membuktikan ketidaksamaan tersebut. Terdapat tiga kemungkinan dari nilai, yaitu 1. Jika, maka benar. 2. Jika, dengan menggunakan Teorema 2.8 pada interval terdapat sehingga Karena, maka sehingga diperoleh,. 3. Jika, dengan menggunakan Teorema 2.8 pada interval terdapat sehingga Karena, maka dan karena, maka sehingga diperoleh,. Berdasarkan hal di atas, maka terbukti bahwa. 27

23 E. Metode Numerik Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat dipecahkan dengan operasi hitungan (arithmetic) biasa (Munir, 2013: 5). Solusi yang diperoleh dengan menggunakan metode numerik merupakan solusi yang menghampiri atau mendekati solusi sejati sehingga solusi numerik disebut dengan solusi hampiran (approximation) atau solusi pendekatan. Solusi hampiran dapat dibuat seteliti yang diinginkan. Solusi hampiran tidak tepat sama dengan solusi sejati, sehingga ada selisih antara keduanya. Selisih ini disebut dengan galat (error). Metode numerik dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial yaitu dengan menghitung nilai fungsi dengan merupakan ukuran langkah (step size) setiap iterasi. Nilai awal berfungsi untuk memulai iterasi. Salah satu hal penting dari metode numerik adalah deret Taylor. Deret Taylor digunakan sebagai dasar dari pengembangan metode-metode yang ada dalam metode numerik. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai deret Taylor sebagai berikut. Definisi (Rinaldi Munir, 2013: 18) Andaikan dan semua turunannya,, pada selang. Misalkan, maka untuk nilai-nilai disekitar (lihat Gambar 4) dan, dapat diekspansi ke dalam deret Taylor: (2.3) 28

24 Gambar 4 Nilai-nilai di sekitar. Persamaan (2.3) merupakan penjumlahan dari suku-suku yang disebut dengan deret. Misalkan, maka persamaan (2.3) menjadi (2.4) Berikut diberikan contoh mengenai deret Taylor. Contoh 2.24 Hampiran dari fungsi ke dalam deret Taylor di sekitar ditunjukkan sebagai berikut: Turunan-turunan dari fungsi terhadap, yaitu,,,,. Berdasarkan persamaan (2.3) dan, maka diperoleh deret Taylor sebagai berikut 29

25 Metode numerik juga dapat digunakan untuk mencari solusi dari persamaan. Proses pencarian solusi tersebut atau biasanya mencari nilai akar dilakukan dengan cara iterasi. Untuk mendapatkan solusi diperlukan tebakan (guest) awal akar, lalu dengan menggunakan prosedur iterasi akan diperoleh hampiran akar yang baru. Pada setiap kali iterasi, hampiran akar yang lama digunakan untuk menghitung hampiran akar yang baru. Hampiran akar yang baru mungkin dapat mendekati akar sejati (konvergen), atau mungkin juga menjauhinya (divergen). Banyak sekali metode pencarian akar yang ada, misalnya saja metode Euler dan metode Newton Rhapson. Berikut ini diberikan penjelasan mengenai metode Euler dan metode Newton-Rhapson. 1. Metode Euler Diberikan persamaan diferensial, dan nilai awal. Misalkan adalah hampiran nilai pada yang dihitung dengan metode Euler. Dalam hal ini Metode Euler diturunkan dengan cara menguraikan di sekitar ke dalam deret Taylor : (2.5) 30

26 Bila persamaan (2.5) dipotong sampai suku orde tiga, maka diperoleh (2.6) dengan Berdasarkan persamanan bentuk baku persamaam diferensial orde satu maka dan maka persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi (2.7) Dua suku pertama persamaan (2.7) yaitu: (2.8) atau dapat ditulis (2.9) yang merupakan metode Euler. 2. Metode Titik Tetap Metode titik tetap merupakan salah satu metode dalam metode numerik yang digunakan untuk mencari suatu hampiran akar persamaan. Misalkan (2.10) dapat dituliskan dalam bentuk (2.11) 31

27 Penyelesaian dari persamaan (2.11) disebut dengan titik tetap. Misalkan dipilih sebarang, maka hasil iterasi hampiran titik tetap fungsi adalah sebagai berikut (2.12) dengan. Barisan hasil iterasi dari persamaan (2.11) adalah yang mungkin konvergen ke suatu akar dari sehingga memenuhi persamaan (2.10). Persamaan (2.11) merupakan bentuk lain untuk sehingga merupakan pembuat nol dari fungsi. Secara formal hal ini dinyatakan sebagai berikut. Lemma 2.1 (Sahid, 2005: 144) Misalkan adalah fungsi kontinu dan misalkan barisan dihasilkan dengan iterasi. Jika, maka merupakan titik tetap fungsi. Bukti: Jika, maka. Fungsi merupakan fungsi kontinu, maka ( ) Jadi, terbukti bahwa dan merupakan titik tetap. Berikut akan diberikan Lemma 2.2 mengenai keberadaan akar dan ketunggalan dari suatu titik tetap dari persamaan (2.10). Lemma 2.2 (Sahid, 2005: 146) Misalkan adalah fungsi kontinu pada interval. 32

28 1. Jika memenuhi untuk semua, maka persamaan (2.10) memiliki sedikitnya sebuah penyelesaian dalam. 2. Jika terdefinisi pada dan jika untuk semua, maka memiliki titik tetap tunggal pada. Bukti: 1. Akan dibuktikan jika memenuhi untuk semua maka persamaan (2.10) memiliki sedikitnya sebuah penyelesaian dalam. Fungsi didefinisikan sebagai berikut. Fungsi kontinu pada, maka fungsi juga kontinu pada interval tersebut. Selanjutnya,, karena dan. Fungsi merupakan fungsi kontinu, dan, maka menurut Teorema Nilai Antara terdapat titik sedemikian sehigga. Jadi, merupakan titik tetap. 2. Selanjutnya, akan dibuktikkan Jika terdefinisi pada dan jika untuk semua, maka memiliki titik tetap tunggal pada. Andaikan terdapat dua titik tetap, misalkan dan yang memenuhi dan. Fungsi kontinu pada interval dan mempunyai pada, maka menurut Teorema 2.8 terdapat titik dengan sedemikian sehingga 33

29 Hal ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa untuk semua. Jadi pengandaian harus diingkar sehingga hanya ada tepat sebuah titik tetap. Gambar 5 Keberadaan Akar persamaan. Gambar 5 menunjukkan keberadaan penyelesaian yaitu titik potong antara garis dan. Selanjutnya diberikan Teorema 2.9 mengenai syarat cukup dari kekonvergenan metode titik tetap. Teorema 2.9 (Sahid, 2005: 148) Misalkan metode titik tetap digunakan untuk menghitung hampiran-hampiran titik tetap 34

30 . Misalkan interval memuat titik tetap dan hampiran awal titik tetap. Apabila terdapat bilangan sedemikian sehingga untuk semua, Maka barisan hampiran titik-titik tetap konvergen ke. Bukti: Misalkan. Oleh karena merupakan titik tetap, maka memenuhi. Apabila dikurangi dengan, maka berdasarkan persamaan (2.13) diperoleh Menurut Teorema 2.8 terdapat bilangan sedemikian hingga sehingga Oleh karena, maka. Akibatnya, mengingat hipotesis untuk semua, maka Hal ini berarti lebih dekat ke (, karena dan titik tengah titik tengah ) daripada. Oleh karena hampiran awal, maka semua hampiran berikutnya juga termuat di dalam interval, serta 35

31 Oleh karena, maka Jadi, konvergen ke. Metode titik tetap ini digunakan sebagai dasar pada titik kesetimbangan dari scalar mapping dan disebut dengan titik tetap. F. Persamaan Beda Diketahui himpunan diskrit dari titik. Jarak antara dua titik berurutan yaitu dan disebut dengan step size. Step size bernilai konstan. Dengan menggunakan metode Euler, jika dan mensubstitusi dengan maka persamaan diferensial menjadi persamaan beda sebagai berikut: (2.13) (Kocak, 1991: 68). Jika diberikan suatu nilai awal, maka nilai perkiraan dapat diperoleh. Contoh 2.25 Diberikan persamaan diferensial sebagai berikut: (2.14) dengan merupakan parameter positif. Untuk memperkirakan solusi dari persamaan (2.14) dapat menggunakan metode Euler dengan sehingga diperoleh: 36

32 ; (( ) ) (2.15) Jika sangat kecil, dan juga sangat kecil maka untuk sembarang nilai awal pada interval solusi dari persamaan (2.15) konvergen monoton ke 1 untuk. G. Teorema Fungsi Implisit Pada teori bifurkasi, teorema fungsi implisit sangat dibutuhkan. Teorema ini digunakan untuk mempelajari titik ekuilibrium maupun titik tetap. Oleh karena itu diberikan teorema fungsi implisit sebagai berikut. Teorema 2.10 Teorema Fungsi Implisit (Hale & Kocak, 1991: 41) Andaikan ; merupakan fungsi yang memenuhi dan. maka, ada konstanta, dan fungsi { } sedemikian sehingga dan ( ) untuk. 37

33 Selain itu, jika ada sedemikian sehingga dan, dan memenuhi persamaan, maka. 38

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik dapat dipandang sebagai suatu sistem yang bergantung terhadap waktu. Sistem dinamik yang menggunakan waktu kontinu disebut dengan sistem dinamik

Lebih terperinci

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR)

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) Teorema nilai rata-rata menghubungkan nilai suatu fungsi dengan nilai derivatifnya (turunannya), dimana TNR merupakan salah satu bagian penting dalam kuliah analisis

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, pemrograman linear, metode simpleks, teorema dualitas, pemrograman nonlinear, persyaratan karush kuhn

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Non Linear Definisi 2.1 (Munir, 2006) : Sistem persamaan non linear adalah kumpulan dari dua atau lebih persamaan-persamaan non linear. Bentuk umum sistem persamaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk menuju ketahap pembahasan mengenai keberadaan dan ketunggalan dari iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui beberapa bagian dari persamaaan

Lebih terperinci

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR No. (TIU) : 1. Pendahuluan Mahasiswa dapat memahami pengertian dan konsep himpunan, fungsi dan induksi matematik, mampu menerapkannya dalam penyelesaian soal dan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diberikan beberapa definisi dan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi 2.1 (Turunan) Turunan merupakan pengukuran terhadap bagaimana fungsi berubah.

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 11, 2007 Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI

ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI 34 Jurnal Matematika Vol 6 No 1 Tahun 2017 ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI THE CONVERGENCE ANALYZE ON THE SEQUENCE OF FUNCTION Oleh: Restu Puji Setiyawan 1), Dr. Hartono 2) Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS Dalam bab ini akan kita bahas pengertian tentang sub barisan dari barisan bilangan real, yang lebih umum dibandingkan ekor suatu barisan, serta dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN EKSISTENSI SOLUSI LOKAL DAN KETUNGGALAN SOLUSI MASALAH NILAI AWAL PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDAAN Muhammad Abdulloh Mahin Manuharawati Matematika, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Matematika, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG BAB I VEKTOR DALAM BIDANG I. KURVA BIDANG : Penyajian secara parameter Suatu kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan parameter. ; dalam I dan kontinue pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang

Lebih terperinci

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111 TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111 Abstract. In this paper was discussed about Nadlr fixed

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu II. TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu hidup dalam tekhnik ketahanan. Distribusi ini adalah distribusi serbaguna yang dapat

Lebih terperinci

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN FUNGSI TRANSENDEN 7.1 Fungsi Logaritma Asli 7.2 Fungsi-fungsi Balikan dan Turunannya 7.3 Fungsi-fungsi Eksponen Asli 7.4 Fungsi Eksponen dan Logaritma Umum 7.5 Pertumbuhan dan Peluruhan Eksponen 7.6 Persamaan

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional BAB III PECAHAN KONTINU dan PIANO A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional Sekarang akan dibahas tentang pecahan kontinu tak hingga yang diawali dengan barisan tak hingga bilangan bulat mendefinisikan

Lebih terperinci

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd i DAFTAR ISI BAB I. BILANGAN KOMPLEKS... 1 I. Bilangan Kompleks dan Operasinya... 1 II. Operasi Hitung Pada Bilangan Kompleks... 1 III.

Lebih terperinci

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Kalkulus Differensial dan Integral sangat luas penggunaannya dalam berbagai bidang seperti penentuan maksimum dan minimum. Suatu fungsi yang sering digunakan mahasiswa

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

FUNGSI KONTINU. sedemikian sehingga jika x adalah titik dari A (c), maka f (x) berada pada Vg (f (c)). (Lihat Gambar 5.1.1).

FUNGSI KONTINU. sedemikian sehingga jika x adalah titik dari A (c), maka f (x) berada pada Vg (f (c)). (Lihat Gambar 5.1.1). FUNGSI KONTINU 51 FUNGSI KONTINU 511 Definisi A R, f: A R, dan c A Kita mengatakan bahwa f kontinu di c jika, diberi persekitaran Vg (f (c)) dari f (c) terdapat persekitaran (c) dari c sedemikian sehingga

Lebih terperinci

PENCARIAN AKAR-AKAR PERSAMAAN NONLINIER SATU VARIABEL DENGAN METODE ITERASI BARU HASIL DARI EKSPANSI TAYLOR

PENCARIAN AKAR-AKAR PERSAMAAN NONLINIER SATU VARIABEL DENGAN METODE ITERASI BARU HASIL DARI EKSPANSI TAYLOR Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 93 98 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENCARIAN AKAR-AKAR PERSAMAAN NONLINIER SATU VARIABEL DENGAN METODE ITERASI BARU HASIL DARI EKSPANSI TAYLOR

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n 1. FUNGSI DUA PEUBAH ATAU LEBIH fungsi bernilai riil dari peubah riil, fungsi bernilai vektor dari peubah riil Fungsi bernilai riil dari dua peubah riil yakni, fungsi

Lebih terperinci

Pengantar Metode Numerik

Pengantar Metode Numerik Pengantar Metode Numerik Metode numerik adalah teknik dimana masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan oleh pengoperasian matematika. Metode numerik menggunakan perhitungan

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. SI 2201 - METODE NUMERIK Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. Prodi Matematika Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan 35365 Hp. +6282260066546, Email. triyana.muliawati@ma.itera.ac.id 1. Pengenalan Metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT KALKULUS

TINJAUAN SINGKAT KALKULUS A TINJAUAN SINGKAT KALKULUS Salah satu syarat yang diperlukan untuk mempelajari komputasi numerik adalah pengetahuan dasar tentang kalkulus, termasuk pengenalan beberapa notasi dalam kalkulus, sifat-sifat

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 4.2 Sifat-Sifat Fungsi Kontinu Diberikan f dan g, keduanya terdefinisi pada himpunan A, kita definisikan f + g, f g, fg, f/g secara

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Dasar 1 Kode / SKS : IT012314 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi 1 & 2 HIMPUNAN BILANGAN Mahasiswa memahami konsep himpunan

Lebih terperinci

Misal, dan diberikan sebarang, terdapat sehingga untuk setiap

Misal, dan diberikan sebarang, terdapat sehingga untuk setiap PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNMUH PONOROGO PENYELESAIAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA 2012/2013 Mata Ujian : Analisis Real 1 Tipe Soal : Reguler Dosen : Dr. Julan HERNADI Waktu : 90 menit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan beberapa definisi dan teorema yang digunakan dalam pembahasan berikutnya. 2.1 Teori Peluang Definisi 2.1.1 (Percobaan Acak) (Ross 2000) Suatu percobaan

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 4. Fungsi Kontinu 4.1 Konsep Kekontinuan Fungsi kontinu Limit fungsi dan limit barisan Prapeta himpunan buka 4.2 Sifat-Sifat Fungsi

Lebih terperinci

HUKUM ITERASI LOGARITMA. TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM.

HUKUM ITERASI LOGARITMA. TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM. HUKUM ITERASI LOGARITMA TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM. 00290 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN Definisi : Barisan bilangan real X = (x n ) dikatakan terbatas jika ada bilangan real M > 0 sedemikian sehingga x n M untuk semua n N. Catatan : X = (x n ) terbatas

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada. Turunan Fungsi q Definisi Turunan Fungsi Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat a. Turunan pertama fungsi f di =a ditulis f (a) didefinisikan dengan f ( a h) f ( a) f '( a) lim

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

-LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ

-LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ -LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ agustina.mipa@unej.ac.id Konsep Limit Fungsi mendasari pembentukan kalkulus dierensial dan integral. Konsep ini

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real 5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real Sifat aljabar dan sifat urutan bilangan real telah dibahas sebelumnya. Selanjutnya, akan dijelaskan sifat kelengkapan bilangan real. Bilangan rasional ℚ juga memenuhi

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n A. Fungsi Dua Variabel atau Lebih Dalam subbab ini, fungsi dua variabel atau lebih dikaji dari tiga sudut pandang: secara verbal (melalui uraian dalam kata-kata) secara aljabar

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga,

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga, DERET TAK HINGGA Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan Definisi Deret tak hingga,, konvergen dan mempunyai jumlah S, apabila barisan jumlah jumlah parsial konvergen menuju S.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembeli opsi untuk menjual atau membeli suatu sekuritas tertentu pada waktu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembeli opsi untuk menjual atau membeli suatu sekuritas tertentu pada waktu dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrak Opsi Kontrak opsi merupakan suatu perjanjian atau kontrak antara penjual opsi dengan pembeli opsi, penjual opsi memberikan hak dan bukan kewajiban kepada pembeli opsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass

Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass Jurnal Matematika, Statistika & Komputasi 1 Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass Islamiyah Abbas 1, Naimah Aris 2, Jusmawati M 3. Abstrak Dalam skripsi ini dibahas pembuktian

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH ANALISIS REAL II (MT410) / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH ANALISIS REAL II (MT410) / 3 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH ANALISIS REAL II (MT410) / 3 SKS JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 0 A. Identitas Mata

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

Pengantar : Induksi Matematika

Pengantar : Induksi Matematika Pengantar : Induksi Matematika Analisis Real /2 SKS/ Ega Gradini, M.Sc Induksi Matematika adalah cara standar dalam membuktikan bahwa sebuah pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli. Pembuktian

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci