Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Spesialis Asesmen, Kajian, dan Data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju Sulawesi Barat 91511, Indonesia Telepon: , Faksimili: iii

3 KATA PENGANTAR Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Mamuju, Mei 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI BARAT ttd Asep Budi Brata Deputi Direktur iv

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. v

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI 1 TABEL 3 GRAFIK 4 BOKS 6 Ringkasan Eksekutif 7 Tabel Indikator Ekonomi 11 Grafik Indikator Perkembangan Ekonomi Perkembangan Ekonomi Secara Umum Sisi Pengeluaran Sisi Lapangan Usaha Inflasi Inflasi Secara Umum Inflasi Bulanan Inflasi Dari Sisi Penawaran Inflasi Dari Sisi Permintaan Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas Disagregasi Inflasi Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat Perkembangan Jaringan Kantor Dana Pihak Ketiga (DPK) Realisasi Penyaluran Kredit Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Keuangan Daerah Struktur Anggaran Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat Pendapatan 60 1

6 4.2.2 Belanja Pemerintah Rasio antara Pendapatan dan Belanja Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan Pengangguran Nilai Tukar Petani Tingkat Kemiskinan Prospek Perekonomian Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Inflasi 78 LAMPIRAN 82 2

7 TABEL Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha 24 Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara Bulanan 34 Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan 38 Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi 38 Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 39 Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang 39 Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan 39 Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 39 Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan BBM 43 Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan BBM 43 Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat 51 Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 62 Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat 64 Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (ribu orang) 67 Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 68 Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 69 Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan 70 Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor 72 Tabel 21. Prospek Ekonomi Sulawesi Barat di

8 GRAFIK Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat 17 Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 17 Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Lapangan Usaha 17 Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat 20 Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi 20 Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi 21 Grafik 7. Investasi Bangunan 22 Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen 22 Grafik 9. Perkembangan Harga CPO 23 Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian 25 Grafik 11. Nilai Tukar Petani 25 Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil 27 Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi 28 Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya 37 Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 40 Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 40 Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi 43 Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan Komponen Penerimaan 50 Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen Penerimaan 50 Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52 Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52 Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan 53 Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha 53 Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi 54 Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi 54 Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja 54 Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat Triwulan I Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi barat 61 Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 61 Grafik 30. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya 71 4

9 Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 73 Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76 Grafik 33. Perkembangan Harga CPO 78 Grafik 34. Prospek Perkembangan Inflasi 79 5

10 BOKS 1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi? Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian Inflasi Menjelang Ramadhan Dan Idul Fitri BI Sulbar Menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 56 6

11 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulbar di triwulan I 2016 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat dibandingkan dengan triwulan IV Perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy) dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,72% (yoy). Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga pangsa konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB Sulawesi Barat. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64 miliar sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor pertanian dan pemerintahan. Secara keseluruhan, hanya 3 lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan. Sementara sektor lainnya mengalami peningkatan. Inflasi Selama triwulan I 2016, Sulawesi Barat mengalami deflasi (mtm) tiga bulan berturut-turut yang didukung deflasi pada komponen administered price dan volatile food Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016 cenderung rendah akibat penurunan harga BBM dan memasuki musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I rata-rata mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata inflasi pada periode yang selama 5 tahun terakhir yang mencapai 0,33%. Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan dibandingkan triwulan yang sama pada triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy). Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh menurunnya tekanan inflasi pada komponen administered price dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan udara di komponen administered price dan deflasi yang terjadi pada beberapa jenis ikan di kelompok core. Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 11,03% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan 7

12 administered price (AP) secara tahunan mengalami inflasi pada triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,27% (yoy) dan -1,67% (yoy). Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Aset mengalami peningkatan, DPK tumbuh melambat, dan kinerja kredit modal kerja yang menggembirakan Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan pertumbuhan positif. Secara tahunan, aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi perbankan. Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I Kredit meningkat 6,37% (yoy), dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy). Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Perputaran transaksi kliring mengalami penurunan pada triwulan laporan. Transaksi kliring yang sebelumnya di Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 384%, memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan yang tajam sebesar 322% dengan jumlah sebesar 64% saja di awal bulan triwulan berjalan. Keuangan Daerah Realisasi anggaran pemerintah daerah tergolong rendah Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan I 2016 hanya mencapai 15,87% sedangkan realisasi belanja daerah hanya mencapai 5,46%. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016 ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Sementara itu, Realisasi belanja operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar, mengalami peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Rendahnya penyerapan anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum terealisasinya hasil tender untuk pelaksanaan pembangunan, di samping itu pula diperkirakan terdapat rencana relokasi anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung 8

13 untuk pemilihan Gubernur yang akan dilakukan pada bulan Februari Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran Sulawesi Barat periode Februari 2016 mengalami peningkatan Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016 menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif meningkat. Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per Februari 2015 menunjukkan peningkatan sebesar 2,72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat masih didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber utama perekonomian daerah. Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan dari 106,16 pada triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016, pertumbuhan NTP pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,77% (yoy). Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan kesejahteraan petani yang semakin baik. Prospek Perekonomian Perekonomian akan membaik di tahun 2016 dengan tingkat inflasi yang terkendali Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan kinerjanya membaik dan akan tumbuh pada kisaran 6,5%- 9%. Peningkatan ekonomi diperkirakan bersumber dari pertanian dan industri dimana musim panen yang masih akan terjadi dan kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan ekonomi Tiongkok. Secara umum, perekonomian Sulawesi barat akan lebih baik dibandingkan dengan tahun Hal ini disebabkan industri yang ada di Sulawesi Barat akan mendapat sentimen positif paska perbaikan harga CPO dan biaya operasional yang relatif lebih rendah akibat rendahnya harga BBM. Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga BBM menjadi faktor utama inflasi di Sulawesi Barat dan diperkirakan 9

14 akan bergerak dalam level sesuai target nasional 4%±1%. Harga BBM menjadi penggerak utama inflasi di Sulawesi Barat yang banyak mengandalkan transportasi darat dalam mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen. 10

15 PDRB & Inflasi Tabel Indikator Ekonomi INDIKATO R I II III IV I II III IV I MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393 2,615 2,533 2,212 2,475 2,779 2,611 2,478 2,535 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) 1. Konsumsi 3,831 4,001 4,209 4,700 3,875 4,304 4,515 5,034 3, Investasi 1,784 1,842 1,790 1,547 1,882 1,882 1,710 1,842 1, Ekspor , ,528 3, , Impor ,201 3, Total PDRB (Rp Miliar) 5,689 5,960 6,225 6,327 6,007 6,480 6,619 6,878 6,376 Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 7.10% 6.25% 10.54% 10.90% 6,02% 8.40% 6.33% 8.72% 6.14% Sumber : BPS 11

16 Perbankan BANK UMUM I II III IV I II III IV I Total Aset (Rp Juta) 4,416,808 4,551,845 4,666,789 4,792,403 4,745,263 5,008,231 5,086,078 5,135,451 5,297,774 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta) 2,789,405 3,034,975 3,153,958 2,916,043 3,170,617 3,508,331 4,281,964 3,809,991 3,593,161 Giro 822, , , , , ,388 1,176, ,422 1,414,755 Tabungan 1,789,238 1,815,013 1,854,824 2,189,909 1,819,076 1,901,972 2,352,920 2,944,344 2,102,546 Deposito 177, , , , , , , , ,152 Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta) 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612 - Modal Kerja 1,359,152 1,447,789 1,465,940 1,469,731 1,388,287 21,906 1,874,511 1,980,873 2,073,405 - Investasi 425, , , , ,465 13, ,814 1,090, ,302 - Konsumsi 2,180,619 2,296,654 2,348,486 2,399,469 2,401, ,062 3,424,622 3,459,877 3,314,025 LDR INDIKATOR % % % % % % % % % Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta) 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612 - Pertanian 228, , , , , , , , ,853 - Pertambangan 1,975 1,912 2,775 2,387 3,082 3,039 3,683 4,217 3,987 - Industri pengolahan 37,125 43,340 43,714 46,850 48,899 52, , ,215 84,756 - Listrik, Gas, dan Air 863 2,919 3,104 1,511 1,183 1,603 2,328 5,106 1,995 - Konstruksi 47,810 41,366 44,163 41,843 34,662 29, , , ,763 - Perdagangan 1,280,494 1,338,361 1,365,453 1,372,922 1,322,619 1,397,211 1,695,633 1,859,941 1,925,920 - Pengangkutan 7,533 9,014 9,624 10,979 10,110 11,104 27,586 32,144 32,156 - Jasa Dunia Usaha 55,480 58,238 43,237 42,353 41,597 42,508 60,521 67,305 66,637 - Jasa Sosial Masyarakat 124,886 83, , , , , , , ,520 - Lain-lain 2,180,619 2,314,473 2,348,486 2,399,469 2,401,556 2,454,032 3,424,622 3,460,018 3,314,025 NPL Total gross - Lokasi Bank (%) % 4.59% 4.43% 3.43% 3.88% 3.12% 2.17% 1.61% 1.52%

17 Grafik Indikator Rasio Perekonomian Pertumbuhan Ekonomi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat Pengangguran Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 13

18 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 14

19 1. Perkembangan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mencapai 6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,72% (yoy). Perlambatan pada triwulan ini disebabkan rendahnya realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah. Selain itu, pergeseran musim tanam menyebabkan produksi pertanian belum optimal di triwulan I Meskipun secara umum melambat, perkembangan di beberapa sektor cukup menggembirakan seperti industri pengolahan dan konstruksi yang tumbuh masing-masing 10,37% (yoy) dan 10,47% (yoy). Bab 01 PERKEMBANGAN EKONOMI 15

20 1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat dibandingkan dengan triwulan IV Perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy) dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,72% (yoy). Pelemahan di awal tahun 2016 mirip dengan apa yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun 2015 dimana pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat mencapai 5,59% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, meskipun berfluktuasi namun pertumbuhannya masih lebih tinggi. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 4,76% (yoy). Sementara rasio PDRB Sulawesi Barat terhadap ekonomi nasional pada triwulan I 2016 mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,27%. Perlambatan perekonomian Sulawesi Barat terutama diakibatkan rendahnya konsumsi pemerintah. Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga pangsa konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB Sulawesi Barat. Angka tersebut merupakan nilai terendah paling tidak dalam 6 tahun terakhir dimana pada periode sebelumnya konsumsi pemerintah berperan minimal 10% terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Pelemahan pada konsumsi pemerintah ini lebih disebabkan adanya revisi ulang program-program pemerintah pada triwulan I 2016 sehingga beberapa program yang direncanakan tidak direalisasikan. Kondisi yang terjadi pada pemerintahan tidak berimbas kepada komponen pengeluaran lain dalam perekonomian. Konsumsi rumah tangga meningkat 29,4% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 27,3% (yoy). Selain itu, investasi di Sulawesi Barat juga meningkat 30,6% (yoy) yang disebabkan peningkatan investasi di untuk pembangunan. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64 miliar sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Peningkatan signifikan pada neraca perdagangan tersebut disebabkan peningkatan ekspor barang antar daerah dan penurunan yang cukup dalam untuk impor antar daerah. Penurunan impor antar daerah mencapai 17,75% (yoy). Harga komoditas CPO yang rendah menyebabkan penurunan ekspor luar negeri dari Sulawesi Barat. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor pertanian dan pemerintahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,01% (yoy). Meskipun secara triwulanan, sektor ini mampu tumbuh 2,31% (qtq). Sumber lainnya yang mempengaruhi perlambatan ekonomi Sulawesi Barat yaitu lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang hanya tumbuh 2,12% (yoy). 16

21 Struktur perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan pangsa sebesar 41,9%. Sektor lain yang menopang perekonomian Sulawesi Barat yaitu perdagangan besar dan eceran (10,7%), industri pengolahan (9,9%), administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (7,7%), dan konstruksi (7,6%). Lapangan usaha penopang perekonomian Sulawesi Barat perlahanlahan mulai bergeser dari pertanian, kehutanan, dan perikanan meskipun belum signifikan. Masyarakat sudah mulai berupaya meningkatkan tingkat kesejahteraan dengan beralih ke lapangan usaha dengan nilai tambah lebih baik seperti perdagangan besar dan eceran dan jasa. Secara keseluruhan, hanya 3 lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan. Meskipun perlambatan hanya terjadi di 3 lapangan usaha tersebut, mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan karena perlambatan terjadi pada lapangan usaha dengan pangsa ekonomi yang paling besar. Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat Sumber: BPS, diolah Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Lapangan Usaha sumber: BPS, diolah sumber: BPS, diolah 17

22 1.2 Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi Sulawesi Barat terjadi akibat lemahnya konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa hingga sebesar 55,3% di triwulan I 2016 dan menjadi motor utama penggerak perekonomian Sulawesi Barat, tumbuh sebesar 5,24% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar 16,04% (yoy). Sementara investasi (PMTDRB) tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 9,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,61% (yoy). Neraca perdagangan Sulawesi Barat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor menyebabkan surplus neraca perdagangan meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran Uraian I II III IV Total I Konsumsi RT 10,895 11,443 12,067 12,657 3,228 3,254 3,401 3,420 13,303 3,397 Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah 3,406 3,555 3,667 3, ,003 1,065 1,565 4, PMTDRB 5,224 5,600 6,254 6,727 1,683 1,751 1,845 1,943 7,223 1,846 Perubahan Inventori Total Ekspor 11,067 12,400 12,055 12,358 2,811 3,366 3,503 3,594 13,275 3,408 Total Impor 12,134 12,770 12,226 11,889 2,561 3,072 3,109 3,592 12,335 2,955 PDRB 19,028 20,787 22,227 24,200 6,007 6,480 6,619 6,878 25,983 6,376 sumber: BPS Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran Uraian I II III IV Total I Konsumsi RT Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTDRB Perubahan Inventori Total Ekspor Total Impor PDRB sumber: BPS Konsumsi Secara agregat, konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Agregat konsumsi pada triwulan I 2016 tumbuh 1,94% (yoy), melemah dibandingkan 7,12% (yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan konsumsi lebih disebabkan penurunan pada konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi 16,04% (yoy). Perlambatan juga sedikit terjadi pada 18

23 konsumsi rumah tangga yang meningkat 5,24% atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Hanya konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang mengalami perbaikan yang berhasil tumbuh 4,67% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,57% (yoy). Penurunan kinerja konsumsi pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Meskipun secara tren konsumsi pemerintah memang melambat pada awal tahun dibandingkan akhir tahun sebelumnya, namun, penurunan kinerja pada tahun 2016 lebih dalam dibandingkan Hal ini disebabkan adanya relokasi anggaran pemerintah daerah di tahun 2016 sehingga program-program yang direncanakan berjalan pada triwulan I 2016, tidak dapat direalisasikan sebagaimana semestinya. Relokasi anggaran tersebut terkait adanya pemilihan umum kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun Pemilihan umum kepala daerah tersebut diperkirakan akan menyerap anggaran yang lebih besar dari yang sudah dianggarkan sehingga perlu penyesuaian anggaran untuk tahun Konsumsi rumah tangga sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aktivitas masyarakat cenderung menurun setelah pergantian tahun dan menahan konsumsinya untuk kembali ditingkatkan pada saat memasuki bulan puasa dan hari raya lebaran. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,24% (yoy) hanya sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Tidak terlalu dalamnya penurunan konsumsi disebabkan penurunan harga BBM yang terjadi pada awal tahun sehingga masyarakat memiliki daya beli yang lebih baik dibandingkan tahun lalu. Terlihat dari konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh 5,67% (yoy), hanya melambat sedikit dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,76% (yoy). Harga makanan yang biasanya cukup tinggi akibat biaya distribusi yang cukup besar, tidak terlihat pada periode laporan sehingga masyarakat mampu meningkatkan konsumsinya. Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penjualan mobil yang mengalami penurunan. Efek penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 masih terasa bagi pendapatan masyarakat pada awal tahun Beberapa kalangan masyarakat yang mengandalkan sumber perekonomian dari kelapa sawit seperti petani kelapa sawit maupun buruh pabrik, turut terpengaruh terhadap pelemahan harga CPO dunia pada tahun Penjualan mobil pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 16,3% (yoy). 1 Hasil liaison ke perusahaan penjualan mobil 19

24 Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat sumber: Liaison Ekspansi kredit konsumsi mengalami pelemahan. Data pelaporan Bank Umum menunjukkan bahwa sampai dengan triwulan I 2016, penyaluran kredit konsumtif oleh perbankan hanya tumbuh sebesar 2,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan 9,28% pada triwulan sebelumnya. Kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga BI Rate belum memberikan dampak terhadap penyaluran kredit di Sulawesi Barat. Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi sumber: LBU Investasi Pertumbuhan investasi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. PMTB yang mencerminkan investasi di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 9,65% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,61% (yoy). Sementara perubahan inventori masih mengalami kontraksi sebesar -36,33% (yoy), membaik dibandingkan koreksi pertumbuhan pada triwulan IV 2015 yang sebesar -53,20% (yoy). Meskipun aktivitas pemerintah 20

25 sedikit menurun pada periode laporan, kinerja investasi terdorong kegiatan swasta yang banyak meningkatkan infrastruktur untuk menopang kinerja korporasi. Dari contact liaison diperoleh bahwa upaya meningkatkan keuntungan dilakukan dengan melakukan penambahan mesinmesin untuk meningkatkan kapasitas produksi 2. Hal ini dilakukan dengan melihat rendahnya harga bahan bakar minyak dan turunnya suku bunga BI Rate sehingga korporasi berupaya memanfaatkan kondisi yang ada. Peningkatan kinerja investasi ini tidak sejalan dengan pertumbuhan realisasi kredit investasi yang mengalami penurunan sebesar 2,49% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya kredit investasi mampu tumbuh 33,16% (yoy). Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi sumber: LBU Peningkatan investasi mengarah kepada investasi bangunan. Investasi ditengarai lebih banyak dilakukan pihak swasta dengan melakukan banyak investasi di bidang bangunan. Terlihat dari peningkatan investasi bangunan yang mencapai 11,35% (yoy), atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,74% (yoy). Hal tersebut diperkuat dengan peningkatan realisasi pengadaan semen yang mencapai 25,0% (yoy). Peningkatan aktivitas pembangunan ini sebagai bentuk modal bagi pihak swasta dalam mendukung usahanya di tengah aktivitas perekonomian Sulawesi Barat yang semakin meningkat. Dengan semakin baiknya infrastruktur yang mendukung dalam berusaha, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah. 2 Hasil liaison kepada perusahaan pengolahan kelapa sawit dan beras 21

26 Grafik 7. Investasi Bangunan Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen sumber: BPS, diolah sumber: ASI Ekspor dan Impor Kinerja neraca perdagangan Sulawesi Barat menunjukkan peningkatan yang signifikan. Neraca perdagangan Sulawesi Barat mencatat nilai paling tinggi dalam beberapa periode terakhir dengan nilai sebesar Rp453 miliar. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari periode sebelumnya yang hanya mencapai Rp2 miliar. Peningkatan sebesar 81,49% (yoy) ini ditopang tumbuhnya ekspor sebesar 21,26% (yoy). Membaiknya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO) yang terjadi pada awal tahun membuat ekspor ke luar negeri dari Sulawesi Barat meningkat signifikan mencapai 34,37% (yoy). Peningkatan harga komoditas ini kembali menggairahkan industri kelapa sawit di Sulawesi Barat yang sempat mengalami penurunan pada tahun lalu akibat rendahnya harga CPO. Selain peningkatan ekspor ke luar negeri, kinerja neraca perdagangan Sulawesi Barat juga didukung rendahnya impor barang dari luar daerah. Tercatat impor dari luar daerah mencapai Rp2,9 triliun atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp3,6 triliun. Salah satu penyebab rendahnya impor antar daerah ini adalah pengolahan beras yang sudah banyak dilakukan di Sulawesi Barat tanpa tergantung pengolahan beras di daerah lain. Hal ini menyebabkan sebagian besar beras yang ada di Sulawesi Barat merupakan produksi daerah sendiri. Harga komoditas CPO mulai meningkat. Seiiring dengan perbaikan ekonomi global terutama mulai meningkatknya permintaan dari Tiongkok, menyebabkan harga-harga komoditas dunia meningkat termasuk harga CPO. Hal ini mendukung industri di Sulawesi Barat yang banyak mengekspor CPO, untuk menopang perekonomian Sulawesi Barat ke arah yang lebih baik. Salah satu contact liaison sangat berharap harga CPO terus meningkat karena korporasi berencana meningkatkan kapasitas produksinya. 22

27 Grafik 9. Perkembangan Harga CPO sumber: Bloomberg 1.3 Sisi Lapangan Usaha Pelamahan terjadi pada sektor pertanian dan pemerintahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 12,01% (yoy). Dengan pangsa yang paling besar membuat lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mempengaruhi perlambatan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan. Selain itu, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib tumbuh sebesar 2,12% (yoy). Sektor lain secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha industri pengolahan meningkat 10,37% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan IV ,82% (yoy). Begitu pula lapangan usaha konstruksi dan perdagangan besar dan eceran yang masing-masing tumbuh 10,47% (yoy) dan 5,71% (yoy). Sektor-sektor tersebutlah yang menopang perekonomial Sulawesi Barat saat ini meskipun dominasi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih dirasa sangat besar dengan pangsa mencapai 41,9% pada triwulan I

28 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha Uraian I II III IV Total I Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Moto Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Waji Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB sumber: BPS Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pembangunan infrastruktur dan perluasan lahan tidak mampu mendorong peningkatan sektor pertanian. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya tumbuh 2,31% secara triwulanan (qtq). Angka tersebut lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi 5,11% (qtq). Pembangunan infrastruktur memang menjadi program utama pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomian Sulawesi Barat. Sulawesi Barat memiliki lahan yang subur dan potensi besar untuk beberapa komoditas sumber daya alam seperti padi, jagung, kelapa sawit, dan kakao. Hal tersebut membuat sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang terus dikembangkan secara inovasi dan teknologi. Pembangunan irigasi dan penggunaan bibit berkualitas terutama untuk komoditas padi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Selain itu, perluasan lahan yang sudah dimulai sejak tahun lalu masih terus dilakukan. Namun, upaya-upaya tersebut belum mampu meningkatkan produksi pertanian pada triwulan I Musim kemarau panjang atau biasa disebut El Nino yang terjadi pada tahun 2015 turut mempengaruhi produksi pertanian di awal Meskipun curah hujan cukup baik untuk mendukung produksi, El Nino menyebabkan terjadi pergeseran musim panen. Selain itu, curah hujan yang tinggi beberapa kali mengganggu produksi perikanan dikarenakan nelayan sulit melaut karena infrastruktur masih terbatas. 24

29 Pertumbuhan di sektor pertanian berdampak peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini ditandai dengan perrtumbuhan NTP yang meningkat sejak pertengahan tahun Pada triwulan I 2016, NTP tumbuh 3,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 2,77% (yoy). Pertumbuhan NTP paling tinggi terjadi pada nilai tukar yang diterima oleh petani tanaman pangan dan hortikultura dengan pertumbuhan NTP masing-masing mencapai 2,02% (yoy) dan 2,83% (yoy). Sementara itu, kredit di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 14,89% (yoy). Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 11. Nilai Tukar Petani sumber: LBU sumber: BPS Selain petani tanaman pangan, peningkatan kesejahteraan juga dinikmati para nelayan. Kebijakan mengenai larangan transshipment yang dikeluarkan oleh pemerintah masih memberikan dampak terhadap kesejahteraan nelayan. Kebijakan memang perlu diterapkan untuk memberikan ruang yang lebih bagi nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Nilai tukar nelayan perikanan meningkat 1,26% (yoy) sehingga indeksnya menjadi 100,58. Peningkatan tersebut didorong tingkat pertumbuhan penerimaan nelayan lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan. Indeks yang diterima nelayan tumbuh 3,37% (yoy) sedangkan indeks yang dibayar tumbuh 2,084% (yoy) Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan pada triwulan I Sektor perdagangan besar dan eceran mengalami pertumbuhan sebesar 5,71% (yoy), lebih baik dibandingkan pada triwulan sebelumnya 3,01% (yoy). Aktivitas perdagangan pada awal tahun 2016 mengalami peningkatan akibat turunnya harga bahan bakar minyak (baik subsidi dan non subsidi) dan tarif dasar listrik. Sumber barang jadi yang banyak berasal dari daerah lain membuat biaya operasional semakin murah. Masyarakat Sulawesi Barat dapat 25

30 memenuhi kebutuhan yang selama ini dianggap mahal karena biaya transportasi. Selain itu, perdagangan sudah mulai menjadi alternatif bagi masyarakat dalam memperoleh penghasilan. Masyarakat Sulawesi Barat selama ini lebih banyak mendapat penghasilan dari sektor pertanian. Namun, masyarakat mulai melirik sektor yang memiliki nilai tambah lebih baik dimana salah satunya melalui perdagangan. Beberapa toko-toko modern juga telah dibangun di Sulawesi Barat yang semakin meningkatkan perdagangan eceran yang dengan mudah dapat menjangkau masyarakat Lapangan Usaha Industri Pengolahan Industri pengolahan tumbuh seiiring peningkatan harga komoditas. Harga komoditas mulai mengalami peningkatan sejak awal tahun 2016 ditengarai akibat mulai membaiknya perekonomian AS dan Tiongkok sebagai penggerak perekonomian dunia. Sulawesi Barat yang memiliki banyak potensi kelapa sawit, sangat dipengaruhi harga komoditas CPO. Secara tahunan, industri pengolahan Sulawesi Barat meningkat 10,37%. Peningkatan ditopang harga CPO sebagai olahan kelapa sawit telah meningkat. Selain itu, berdasarkan hasil liaison, produksi kelapa sawit secara umum tidak mengalami kendala. Apalagi didukung bibit baru yang dikembangkan membuat produktivitas semakin meningkat. Contact liaison menyebutkan bahwa kapasitas produksi sejak awal tahun sudah dapat beroperasi maksimal untuk mendukung produksi yang lebih tinggi. Sementara dari industri pengolahan beras, aktivitas industri semakin meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan produksi padi semakin banyak yang diolah di Sulawesi Barat sendiri tanpa harus dikirim ke daerah lain. Produksi padi meningkat meskipun belum optimal akibat pergeseran musim panen sehingga akan terjadi produksi yang lebih lagi pada triwulan berikutnya 3. Contact liaision telah menambah mesin penggiling untuk mendukung tingginya produksi padi. sehingga produksi beras dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu. Industri mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi berimbas pada industri mikro dan kecil yang ada di Sulawesi Barat. Produksi industri mikro dan kecil hanya tumbuh 0,97% (qtq). IMK makanan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dan hanya tumbuh 1,72% (yoy). Meskipun secara umum IMK mengalami penurunan, IMK tekstil mampu tumbuh lebih baik dibandingkan sektor lainnya dengan tumbuh 10,13% (qtq). Tumbuhnya industri lain dengan skala yang lebih besar dapat menjadi penyebab perlambatan IMK. 3 Hasil liaison kepada industri pengolahan beras 26

31 Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil sumber: BPS Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami perlambatan yang cukup dalam pada periode laporan. Sektor ini hanya tumbuh 2,12% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 10,05. Meskipun aktivitas pemerintahan biasanya cukup lambat pada awal tahun, aktivitas di tahun 2016 lebih turun dibandingkan 2015 yang mampu tumbuh 5,59% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan realisasi program pemerintah yang belum dapat dijalankan pada periode ini. Pemerintah daerah sedang melakukan penyusunan ulang program pada tahun 2016 sehingga beberapa program tidak dapat dijalankan pada triwulan I Hal ini ditengarai adanya pemilihan kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun 2017 sehingga perlu pengalokasian anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut Lapangan Usaha Konstruksi Lapangan usaha konstruksi tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha konsturksi yang tumbuh 10,47% (yoy) pada periode laporan lebih banyak disebabkan pembangunan dari sektor swasta. Pembangunan di sektor swasta meliputi pertokoan, perumahan baru maupun hotel non bintang. Dari sisi pemerintah, masih terhambatnya realisasi anggaran pemerintah daerah membuat pembangunan infrastruktur relatif minim. Fokus pemerintah daerah pada triwulan awal di 2016 lebih kepada perbaikan infrastruktur seperti jalan utama yang banyak mengalami kerusakan akibat curah hujan yang 27

32 cukup tinggi. Kondisi alam cukup mempengaruhi kondisi infrastruktur di Sulawesi Barat karena wilayah yang cukup rawan mendapat angin kencang dan daerah perbukitan rawan longsor ketika hujan berlangsung. Meskipun realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah rendah, namun konstruksi justru mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan konstruksi dikonfirmasi dengan terjaganya pertumbuhan realisasi pengadaan semen pada triwulan I 2016, sebesar 25,03% (yoy) lebih tinggi pertumbuhan pada triwulan lalu. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi kredit pada sektor konstruksi menunjukan penguatan, pada triwulan I 2016 pertumbuhannya sebesar 25,08% (yoy) sementara pada triwulan lalu meningkat sebesar 17,16% (yoy). Kebutuhan swasta yang cukup tinggi terhadap bangunan untuk mendukung usaha, membuat permodalan pada sektor ini meningkat. Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi sumber: LBU Pada tahun 2016 beberapa proyek akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor konstruksi. Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan yaitu penyelesaian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, pembangunan jalan arteri bandara Tampa Padang Kantor Gubernur dan pengembangan terminal bandara Tampa Padang. Selain itu, terdapat pelebaran jalan menuju pelabuhan Belang-belang dan perbaikan irigasi. Proyek-proyek tersebut diharapkan menjadikan kondisi infrastruktur Sulawesi Barat lebih baik lagi sehingga mendorong peningkatan investasi lebih cepat. 28

33 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 29

34 2. Inflasi Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016 cenderung rendah akibat penurunan harga BBM dan memasuki musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I rata-rata mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata inflasi pada periode yang selama 5 tahun terakhir yang mencapai 0,33%. Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan dibandingkan triwulan yang sama pada triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy). Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 11,03% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan administered price (AP) secara tahunan mengalami inflasi pada triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,27% (yoy) dan - 1,67% (yoy). Bab 02 INFLASI 30

35 2.1 Inflasi Secara Umum Penurunan harga BBM dan musim panen mendorong kota Mamuju mengalami deflasi. Perkembangan inflasi secara bulanan di kota Mamuju pada triwulan I 2016 menunjukkan tendensi menurun dan mencapai deflasi, rata-rata 0,15% (mtm). Tingkat deflasi tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi di triwulan I selama 5 (lima) tahun terakhir, sebesar 0,33% (mtm). Namun jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada triwulan I 2015 yang sebesar - 0,18% (mtm), deflasi pada triwulan I 2016 sedikit lebih kecil. Kecenderungan menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I 2016 merupakan dampak dari penurunan harga BBM di bulan Januari 2016, dana pada saat bersamaan terjadi musim panen padi dan peningkatan produksi ikan tangkap. Peningkatan produksi kedua jenis komoditas tersebut menggiring tingkat inflasi mencapai level negatif (deflasi). Grafik 1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju Pada triwulan I 2016, kota Mamuju mencatat deflasi sebesar 0,45% (ytd) atau 5,19% (yoy). Secara kumulatif, sampai dengan triwulan I 2016, tingkat inflasi kota Mamuju tercatat sebesar - 0,45% (ytd) dan secara tahunan sebesar 5,19% (yoy). Pada periode yang sama, inflasi nasional tercatat sebesar 4,45% (yoy) dan inflasi di kawasan Indonesia Timur (KTI) sebesar 5,50% (yoy). Meskipun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nasional dan KTI, namun inflasi kota Mamuju (yoy) di triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Pada akhir triwulan I 2016, Sulawesi Barat menduduki peringkat 6 terbesar dari 13 provinsi di KTI. 31

36 Grafik 13. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju Grafik 14. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh menurunnya tekanan inflasi pada komponen administered price dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan udara di komponen administered price dan deflasi yang terjadi pada beberapa jenis ikan di kelompok core. Namun demikian tekanan harga yang bersumber dari sayuran, tanaman hortikultura dan belum meratanya panen padi, merupakan potensial risiko yang harus diwaspadai. Hal ini tercermin dari tekanan inflasi komponen volatile food sebesar 11,03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 dan merupakan yang terbesar diantara dua komponen lainnya. Meskipun demikian, pergerakan inflasi pada triwulan I 2016 masih terjaga dan sejalan dengan arah target inflasi Provinsi Sulawesi Barat sebesar 3,9% + 1%. Laju inflasi bulanan lebih rendah dibanding KTI dan nasional. Secara bulanan, laju inflasi pada triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada regional Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan nasional (lihat grafik 2). Realisasi inflasi di Sulawesi Barat yang bahkan mencapai level negatif mengindikasikan dampak penurunan BBM yang bersamaan dengan pelaksanaan musim panen padi dan peningkatan produksi ikan tangkap memberikan pengaruh berarti terhadap perkembangan inflasi. Namun demikian tidak dapat dikesampingkan peran dari Tim TPID dalam pengendalian inflasi dengan meningkatkan koordinasi dan memetakan tekanan inflasi secara lebih seksama. Hal ini terlihat pada inflasi Mamuju di bulan Maret 2016, dimana dampak penurunan harga BBM mulai berkurang, dan adanya pergeseran musim panen, namun tekanan inflasi dapat dimitigasi. 2.2 Inflasi Bulanan Deflasi pada triwulan I 2016 dipengaruhi oleh dampak penurunan BBM, dengan kecenderungan melemah pada akhir triwulan. Dampak penurunan harga BBM yang berlaku sejak 5 januari 2016 memberikan dampak berarti pergerakan inflasi di triwulan I Menurunnya permintaan pasca pergantian tahun, diikuti dengan musim panen padi dan 32

37 peningkatan produksi ikan menyebabkan inflasi Mamuju berada di level negatif (deflasi). Ratarata deflasi pada triwulan I 2016 sebesar 0,15% (mtm) Deflasi Januari diwarnai oleh penurunan permintaan pasca Tahun Baru, penurunan harga BBM dan peninkatan produksi ikan. Permintaan yang kembali normal pasca pergantian tahun dan pada saat bersamaan Pemerintah menetapkan kebijakan penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada 5 Januari 2016 telah memberikan pengaruh berarti terhadap realisasi inflasi januari 2016 sebesar -0,06% (mtm) atau 4,87% (yoy). Diantara 4 provinsi yang mencatat deflasi di KTI, Sulawesi Barat mencatat deflasi yang terendah. Inflasi pada Januari 2016 merupakan kali pertama mengalami deflasi dalam 5 tshun terakhir, dimana rata-rata inflasi januari dalam periode tersebut sebesar 0,39% (mtm) dan tahun lalu tercatat 0,14% (mtm). Kelompok komoditas yang memberikan andil berarti terhadap deflasi Januari adalah penurunan administered price (harga BBM) dan peningkatan produksi ikan segar, seperti bandeng, cakalang dan ikan layang. Sementara itu, musim panen padi yang jadwalnya sedikit bergeser menyebabkan keterbatasan pasokan dan inflasi beras masih dominan, yaitu sebesar 0,14% (mtm). Penurunan harga bawang, produksi ikan tangkap dan penurunan tarif listrik menjadi pendorong utama deflasi Februari Deflasi Februari tercatat sebesar 0,37% (mtm), sementara itu wilayah KTI mengalami inflasi rata-rata sebesar 0,19% (MTM). Sulawesi Barat sebagai provinsi kelima dari 9 provinsi yang mengalami deflasi di KTI. Rata-rata inflasi Sulawesi Barat selama 5 tahun terakhir sebesar 0,17% (mtm), namun demikian pada Februari 2015 Sulawesi Barat mengalami deflasi sebesar 1,13% (mtm) yang merupakan deflasi terdalam pada 5 tahun terakhir, bahkan jika dibandingkan dengan deflasi Februari 2016 yang sebesar 0,37% (mtm). Panen bawang merah, peningkatan produksi ikan tangkap (ikan laut) dan penurunan tarif listrik menjadi penyumbang utama deflasi Februari. Meskipun demikian, pelaksanaan panen padi yang tertunda menyebabkan inflasi beras masih tinggi, dengan sumbangan sebesar 0,20%. Musim panen padi, produksi ikan segar yang masih melimpah serta penurunan tarif transportasi udara menjadi stimulus dalam deflasi Maret Sulawesi Barat diwakili oleh Mamuju pada bulan Maret 2016 mencatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), sementara rata-rata inflasi di KTI sebesar 0,04% (mtm). Sulawesi Barat tercatat sebagai provinsi yang mengalami deflasi terendah dari 5 provinsi lain di KTI yang mengalami deflasi. Deflasi pada Maret lebih rendah dibandingkan rata-rata Maret selama 5 tahun terakhir (0,21%, mtm) dengan deflasi 33

38 terdalam pada Maret 2015 sebesar 1,13% (mtm) yang diakibatkan oleh koreksi harga BBM oleh pemerintah pada Maret tahun lalu. Deflasi pada bulan Maret didukung oleh berlanjutnya musim panen padi, hal ini mendorong inflasi beras mencapai titik terendah pada triwulan I 2016, sebesar 0,04% (mtm) dan smbangannya sedikit sekali terhadap fluktuasi inflasi. Di samping itu, penurunan tarif listrik dan angkutan udara serta menurunnya harga beberapa jenis ikan seperti bandeng dan cakalang memberikan kontribusi berarti terhadap inflasi Maret sebesar -0,02% (mtm). Menurut komponen pembentuknya, sumber utama pendorong deflasi adalah komoditas yang tercakup didalam volatile food yang memberikan andil inlasi sebesar -0,09%, sebaliknya komponen core mencatat inflasi dengan sumbangan sebesar 0,08% (mtm). Potensial risk terhadap tekanan inflasi di bulan Maret adalah kondisi cuaca yang ekstrem dengan intensitas hujan yang cukup tinggi, kondisi ini akan berdampak kurang baik terhadap operasional perikanan tangkap dan kestablian komponen hortikultura, sehingga berpotensi mendorong menguatnya tekanan inflasi. Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara Bulanan Januari 2016 (- 0,06%) Februari (- 0,37%) Maret (- 0,02%) Bensin -0,12 Bawang Merah -0,17 Telur Ayam Ras -0,07 Bandeng/Bolu -0,12 Cakalang/Sisik -0,11 Bandeng/Bolu -0,07 Katamba -0,06 Layang/Benggol -0,10 Tarip Listrik -0,05 Layang/Benggol -0,05 Tarip Listrik -0,10 Cakalang/Sisik -0,04 Cabai Rawit -0,05 Telur Ayam Ras -0,05 Angkutan Udara -0,03 Daging Ayam Ras -0,05 Wortel -0,03 Layang/Benggol -0,01 Bawang Merah 0,13 Cabai Rawit 0,08 Bawang Merah 0,03 Beras 0,14 Beras 0,20 Cabai Merah 0, Inflasi Dari Sisi Penawaran Produksi berasal Sulawesi Barat mampu memenuhi kebutuhan domestik. Memasuki triwulan I 2016, sektor pertanian Sulawesi Barat merasakan dampak dari El Nino. Musim panen raya padi yang biasanya terjadi pada bulan Maret, di triwulan I 2016 mengalami pergeseran, terutama pada beberapa wilayah, dengan tenggat waktu sekitar 2 bulan. Namun hal ini dirasakan cukup memberikan dampak positif terhadap ketahanan pangan, dengan lebih 34

39 terjaganya peningkatan pasokan padi, demikian pula dengan fluktuasi harganya yang cenderung lebih stabil. Harga beras relatif stabil dan penjualan beras hingga ke luar Sulawesi Barat. Berdasarkan hasil liaison, terungkap bahwa pemenuhan pasokan beras ke Bulog tidak mengalami gangguan meskipun terjadi pergeseran musim panen padi. Pada tahun 2016, target pengadaan beras Bulog wilayah Sulawesi Barat sebanyak 21 ribu ton beras, dan pada triwulan I 2016 pemenuhannya kurang lebih ton beras. Bahkan petani menjual berasnya hingga ke wilayah sekitar Sulawesi Barat, seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan 4. Harga beras di wilayah Sulawesi Barat cukup stabil, diindikasikan dengan harga beras di Kabupaten Polewali Mandar sekitar Rp per kilogram untuk jenis premium, sedangkan beras medium, berkisar per kilogram. Sementara untuk wilayah Mamuju, harga beras premium sekitar Rp12.700/kg dan beras medium kurang lebih Rp10.900/kg 5. Supply ikan segar meningkat di tengah kondisi cuaca yang ekstrem. Perkembangan produksi ikan terindikasi pada fluktuasi harga ikan, terutama ikan segar. Pada triwulan I 2016, inflasi ikan segar berada pada level negatif (deflasi) dengan kecenderungan menurun pada akhir periode. Pada bulan Januari 2016 ikan segar mengalami deflasi sebesar 4,10% (mtm), deflasi tersebut sedikit lebih dalam di bulan Februari 2016 menjadi 4,17%, namun pada bulan Maret deflasi ikan segar turun menjadi 2,03% (mtm). Beberapa jenis ikan yang mempengaruhi fluktuasi harga ikan segar adalah ikan cakalang, ikan kembung dan ikan layang. Salah satu hal lain yang mempengaruhi rendahnya inflasi dari sisi penawaran adalah penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada tanggal 5 januari 2016, dimana harga premium turun sebesar Rp250/ liter, harga solar turun sebesar Rp1.250/liter. Dampak dari penurunan harga BBM ini adalah turunnya biaya transportasi, dimana permintaan terhadap barang yang berasal dari luar wilayah Sulawesi Barat, sehingga memberikan efek positif terhadap penurunan biaya operasional. 2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan Optimisme konsumen untuk menambah konsumsinya mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2016, optimisme konsumen ddalam melakukan konsumsi menunjukkan peningkatan. Hal ini diindikasikan dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 6 dari 110,2 di bulan 4 Hasil Liaison kepada pengusaha beras dan informasi dari berbagai sumber. 5 Hasil SPH s.d minggu V Maret Survei Konsumen KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, Maret 2016 dan pada akhir triwulan I

40 Februari menjadi 118,7 pada Maret Peningkatan optimisme ini sejalan dengan kecenderungan penurunan harga dan terjadinya deflasi pada triwulan I Cerminan peningkatan konsumsi terlihat pada indeks konsumsi barang tahan lama yang mengalami peningkatan sebesar 9 poin, dari 95 di bulan Februari menjadi 104 pada bulan Maret Grafik 13. Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 13. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju Selain karena kecenderungan melemahnya tekanan inflasi dan pada sisi lain terdapat persepsi peningkatan konsumsi, optimisme akan meningkatnya penghasilan konsumen, diindikasikan dari kenaikan indeks sebesar 19 poin menjadi 116,0 pada bulan Maret 2016, menjadi salah satu alasan utama yang melatarbelakangi optimisme konsumsi dalam aktivitas konsumsinya di bulan maret Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas Kelompok Bahan Makanan memberikan andil terbesar terhadap perkembangan deflasi pada triwulan I Rata-rata inflasi bulanan pada kelompok bahan makanan di triwulan I 2016 sebesar -0,73% (mtm). Rata-rata deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan deflasi kelompok bahan makanan di triwulan I 2015 sebesar 0,16%. Sementara secara tahunan, ratarata inflasi tahunan kelompok bahan makanan sebesar 10,20% (yoy) meningkat dibandingkan 8,38% (yoy) pada triwulan I Secara umum, sebagian besar kelompok komoditas mengalami pelemahan tekanan, terbesar pada kelompok bahan makanan dan pada triwulan I 2016 mengalami deflasi yang terbesar (rata-rata 0,73%, mtm), diikuti dengan kelompok transportasi (-0,30%, mtm). Sementara itu kelompok komoditas lainnya meskipun masih mengalami inflasi, namun cenderung menurun dibandingkan triwulan I

41 Secara bulanan, deflasi yang terjadi di kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh musim panen padi yang berimbas terhadap produksi beras, dimana penignkatan produksi tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya produksi ikan segar. Meskipun tidak mengalami deflasi, namun berkurangnya tekanan inflasi pada komoditi beras memberikan andil cukup besar terhadap lemahnya tekanan inflasi, rata-rata sebesar 1,95% (mtm) lebih rendah dibandingkan 2,64% (mtm) pada triwulan I Serupa dengan inflasi beras, inflasi subkelompok ikan segar pun menunjukkan penurunan dari rerata 0,62% (mtm) pada triwlan I 2015 menjadi -3,43% (mtm) pada triwulan I Deflasi tersebut tak lepas dari peningkatan produksi ikan tangkap, disinyalir karena pengaruh La Nina yang membuat air laut menjadi hangat dan menumbuhkembangkan plankton, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ikan tangkap pada triwulan I Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya sumber: BPS Rerata deflasi 0,73% (mtm) di kelompok bahan makanan memberikan pengaruh dominan terhadap deflasi IHK di kota Mamuju. Kelompok bahan makanan merupakan salah satu kelompk komoditas selain transportasi, yang secara konsisten mengalami deflasi selama triwulan I 2016, dengan deflasi terbesar pada bulan Februari 2016 sebesar 1, 74% (mtm). Deflasi pada sub kelompok daging & hasil-hasilnya, ikan segar dan sayur-sayur mencatat deflasi cukup besar selama triwulan I Normalnya permintaan pasca pergantian tahun, diikuti dengan meningkatnya produksi ikan dan sayuran, telah memberikan dampak berarti terhadap deflasi di kelompok bahan makanan. Ketiga kelompok tesebut masing-masing mencatat rerata deflasi bulanan sebesar 2,20%, 3,43% dan 2,40%. Subkelompok hortikultura masih mencatat inflasi pada level moderat. Musim hujan yang terjadi pada triwulan I 2016 disamping berpengaruh terhada produksi, pada sisi lain 37

42 memberikan dampak negatif terhadap arus distribusi barang. Resistensi ini mendorong komoditas hortikultura yang tergabung didalam subkelompok bumbu-bumbuan mencatat ratarata inflasi sebesar 0,99% (mtm) Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan terbesar pada kelompk makanan jadi. Inflasi di kelompok makanan jadi rata-rata sebesar 0,19% (mtm), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 0,46% (mtm). Hal ini dipengaruh oleh melemahnya tekanan inflasi yang terjadi pada subkelompok makanan jadi, dari 0,41% (mtm) pada triwulan I 2015 menjadi 0,02% (mtm) di triwulan I sementara tembakau dan minuman beralkohol, meskipun tekanan inflasinya melemah dari 0,90% (mtm) menjadi 0,59% (mtm) di triwulan I 2016, namun inflasi tersebut masih merupakan yang Tekanan inflasi pada semua jenis sandang melemah, dan mendorong pelemanah inflasi pada kelompok sandang rata-rata sebesar 0,24% (mtm), sementara pada triwulan I 2015 Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Rata-rata Inflasi bulanan SUBKELOMPOK Tw I 2015 Tw I 2016 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol (0.00) 0.09 Tembakau dan Minuman Beralkohol tercatat sebesar -0,03% (mtm). Menguatnya inflasi pada subkelompok biaya tempat tinggal dari -0,19% (mtm) menjadi 0,18% (mtm) menjadi salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan rata-rata inflasi. Meningkatnya harga bahan bangunan, terutama yang berbahan baku kayu, seperti papan, kusen dan daun pintu, telah mendorong meningkatnya inflasi kelompok perumahan di triwulan laporan. Melemahnya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menguat, rata-rata sebesar 0,24% (mtm). Semua jenis sandang yang terdiri dari sandang lakilaki, wanita dan anak-anak mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2015 sehingga inflasi kelompok sandang pun melemah dari rata-rata 0,99% (mtm) pada triwulan I 2015 menjadi 0,24% (mtm) pada triwulan I

43 Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar SUBKELOMPOK Rata-rata Inflasi bulanan Tw I 2015 Tw I 2016 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0.03) 0.24 Biaya Tempat Tinggal (0.19) 0.18 Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumah Tangga Penyelenggaraan Rumah Tangga (0.16) (0.71) Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang SUBKELOMPOK Rata-rata Inflasi bulanan Tw I 2015 Tw I 2016 Sandang Sandang Laki-Laki Sandang Wanita 0.37 (0.14) Sandang Anak-Anak Barang Pribadi dan Sandang Lain Inflasi pada kelompok kesehatan masih stabil 0,35% (mtm). Meskipun inflasi pada jasa kesehatan dan perawatan jasmani melemah, namun inflasi di subkelompok obat-obatan dan kosmetika menunjukkan peningkatan. Sehingga menyebabkan inflasi pada kelompok kesehatan masih stabil Inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sedikit menurun menjadi 0,12% (mtm). Penurunan tersebut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat inflasi pada kelompok pendidikan dan kursus-kursus/ pelatihan. Sementara tekanan harga pada subkelompok perlengkapan/ peralatan pendidikan sedikit meningkat menjadi 0,11% (mtm). Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan Rata-rata Inflasi bulanan SUBKELOMPOK Tw I 2015 Tw I 2016 Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika (0.11) 0.11 Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga SUBKELOMPOK Rata-rata Inflasi bulanan Tw I 2015 Tw I 2016 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Pendidikan 0.65 (0.00) Kursus-Kursus / Pelatihan 2.52 (0.00) Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Disagregasi Inflasi Fluktuasi inflasi dipengaruhi oleh volatile food. Berdasarkan komponen pembentuknya, komoditi volatile food mengalami deflasi yang terbesar diantara kedua jenis komponen lainnya. Rata-rata delasi volatile food pada triwulan laporan sebesar 0,12%, deflasi pada administered sebesar 0,10%, sementara komoditas core mencatat inflasi sebesar 0,07%. Secara tahunan (yoy) pada akhir triwulan I 2016, tingkat inflasi volatile food 11,03%, komponen core 4,27% dan administered price 1,68% Volatile Food Fluktuasi inflasi volatile food dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim panen. Kondisi cuaca yang secara historis pada awal tahun biasanya mendukung pembiakan ikan, terlebih 39

44 dengan adanya pengaruh La Nina terhadap perairan Sulawesi Barat, sehingga air laut mejadi lebih hangat dan mendukung pembiakan plankton, hal tersebut memberikan stimulus positif terhadap peningkatan produksi ikan tangkap di Sulawesi, dan mempengaruhi tekanan harga yang cenderung melemah dan mencapai puncaknya pada bulan Februari 2016, dengan deflasi sebesar 4,17% (mtm), sedikit berkurang pada Maret menjadi deflasi 2,035 (mtm). Hasil SPH pada triwulan I 2016 mengindikasikan hal serupa, dimana harga ikan segar terendah pada bulan Februari rata-rata sebesar Rp26.763/kg dan pada bulan Maret menjadi Rp27.269/kg. Musim panen padi menyumbang pelemahan tekanan inflasi beras di triwulan I Pengaruh El Nino juga dirasakan dampaknya oleh pertanian Sulawesi Barat, dimana terdapat pergeseran musim panen, terutama pada beberapa daerah yang dirasakan adanya pergeseran sekitar 2 bulan. Hal ini mengakibatkan penambahan pasokan beras menjadi lebih terbatas namun kestabilan harganya menjadi lebih terjaga dengan musim panen yang lebih panjang. Hasil SPH mengindikasikan kecenderungan penurunan harga beras selama triwulan I 2016, pada bulan Januari dan Februari masih realtif stabil, sebesar Rp11.869/kg dan menurun pada Maret 2016 menjadi Rp11.722/kg. Potensi kenaikan harga akibat kendala cuaca dan ketiadaan gudang. Meskipun inflasi pada volatile food cenderung menurun, namun potensi kenaikan harga akibat kendala cuaca dan ketiadaan gudang menjadi risiko memberikan tekanan terhadap kestabilan inflasi di Sulawesi Barat. Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi Administered Price Koreksi harga pada komponen BBM memberikan stimulasi terhadap melemahnya tekanan inflasi. Penurunan harga BBM pada awal triwulan I 2016 memberikan efek lanjutan 40

45 terhadap kestabilan harga barang-barang lainnya. Efek penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada tanggal 5 Januari 2016, baru mulai dirasakan dampaknya terhadap tingkat inflasi Sulawesi Barat dan komoditas administered price khususnya mulai bulan Februari, terlebih pada saat bersamaan terjadi penurunan tarif listrik sehingga mendorong penurunan inflasi pada administered price. Dampak penurunan BBM terhadap tarif transportasi mulai dirasakan bulan Februari Pada kelompok administered price, penurunan harga BBM mendorong turunnya tarif transportasi udara. Pada bulan Februari deflasi tarif transportasi udara sebesar 3,26% (mtm) dan semakin dalam di bulan Maret 2016 menjadi 7,34% (mtm). Penurunan harga terdiskresi dengan kenaikan harga rokok. Harga rokok pada akhir triwulan I 2016 cenderung menunjukkan penguatan, dan tingkat inflasi meningkat pada bulan Maret sebesar 6,83% (mtm) untuk rokok kretek dan rokok putih mengalami inflasi sebesar 3,37% (mtm) Core Inflation Inflasi core berfultuasi secara moderat. Pada grafik di atas, terlihat bahwa inflasi dari komponen core memiliki pergerakan yang paling stabil dibandingkan komponen lainnya, meskipun jarang mencapai level deflasi. Secara rata-rata selama 4 tahun terakhir sebesar 0,39% (mtm), dan pada akhir triwulan I 2016 tercatat sebesar 0,41% (mtm). Sementara itu inflasi pada Maret 2016 lebih rendah dari rerata tersebut, sebesar 0,12%. Komoditas core yang mengalami tekanan inflasi yaitu perlengkapan material yang berbahan dasar kayu, diikuti dengan beberapa jenis sandang. Sementara itu, berkurangnya tekanan inflasi pada beberapa komoditi ikan mampu memberikan andil berarti terhadap pelemahan tekanan inflasi, sehingga pergerakan inflasi komoditi core di triwulan I 2016 relatif moderat. 41

46 BOKS 1 1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi? Kebijakan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) beralih menjadi menyesuaikan dengan perkembangan harga minyak dunia. Kebijakan tersebut dimulai sejak akhir tahun 2014 dimulai pada tanggal 18 November 2014 dengan menaikkan harga BBM subsidi dari Rp6500 menjadi Rp8500. Dalam beberapa periode terakhir, pelemahan ekonomi global yang terjadi menyebabkan harga komoditas global mengalami penurunan termasuk harga minyak. Penurunan harga minyak tersebut menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk menurunkan harga komoditas bahan bakar domestik. Selama tahun 2016, pemerintah telah menurunkan harga BBM subsidi sebanyak 2 kali yaitu pada Januari 2016 dan April Kelangkaan BBM sempat terjadi pada saat penurunan harga BBM subsidi yang berlaku mulai tanggal 5 Januari 2015, di beberapa kota di Sulawesi Barat seperti Mamuju, Pasang Kayu, dan Majene. Kelangkaan ini disebabkan distribusi bahan bakar yang terhambat dan kebijakan pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memutuskan untuk menghabiskan stok dengan harga yang lama sebelum mengisi dengan stok dengan harga yang baru. Selain itu, pemberitahuan penurunan BBM yang diumumkan 1 minggu sebelumnya menyebabkan banyak masyarakat yang menahan diri untuk membeli BBM sampai dengan dilakukannya penurunan harga. Namun, penurunan BBM subsidi pada awal tahun ini memberikan dampak kepada penurunan tingkat inflasi. Selama 4 bulan berturut-turut, Mamuju mengalami deflasi dimana deflasi terdalam terjadi pada bulan Februari 2016 yang mencapai -0,37% (mtm). Deflasi pada bulan Februari tersebut juga diakibatkan kebijakan penurunan tarif dasar listrik (TDL) pada bulan Januari dimana masih banyak masyarakat yang menggunakan listrik paska bayar sehingga efek penurunan TDL terjadi pada bulan berikutnya. Pada minggu awal penurunan harga BBM pada bulan Januari 2016 belum mempengaruhi harga kebutuhan bahan pokok di pasar regional Mamuju, seperti harga telur dan cabai. Indikasi awal menyatakan bahwa belum terjadinya penurunan harga tersebut disebabkan karena ekspektasi pedagang yang masih belum sejalan dengan penurunan harga BBM. Penurunan harga hanya terjadi pada komditi harga sayuran namun hal tersebut terjadi sejak sebelum penurunan harga BBM dan lebih disebabkan oleh pasokan yang sedang melimpah. 42

47 Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi periode kenaikan BBM periode penurunan BBM sumber: BPS, diolah Secara umum, perubahan harga BBM subsidi mempengaruhi inflasi di Sulawesi Barat. Pada saat kenaikan BBM subsidi yang cukup signifikan, setidaknya inflasi pada bulan berikutnya di atas 2%, kecuali pada periode Maret 2015 dimana kenaikan BBM tidak signifikan sehingga tidak berdampak terhadap harga yang beredar. Begitu pula pada saat terjadi penurunan harga BBM, pada bulan berikutnya inflasi cenderung terkendali bahkan terjadi deflasi seperti penurunan BBM yang terjadi pada Januari Pengaruh BBM ini tidak lain karena sumber barang jadi di Sulawesi Barat yang masih berasal dari daerah lain sehingga biaya transportasi akan sangat mempengaruhi harga barang jadi. Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan BBM Periode Kenaikan Harga BBM % Kenaikan BBM Inflasi pada bulan berikutnya (mtm) May June November March Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan BBM Periode Penurunan Harga BBM % Penurunan BBM Inflasi pada bulan berikutnya (mtm) December January January January

48 BOKS 2 2. Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian Inflasi Menjelang Ramadhan Dan Idul Fitri 2016 Dalam rangka menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran tahun 2016, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Prov. Sulawesi Barat telah melakukan pemantauan perkembangan harga-harga komoditas utama yang sering menyebabkan tekanan inflasi pada saat Bulan Puasa dan Hari Raya dan menginfokannya kepada seluruh wartawan Sulawesi Barat melalui press release. Berdasarkan hasil pantauan, terdapat 9 komoditas yang biasa menyebabkan kenaikan inflasi pada waktu-waktu tersebut yaitu: (i) Beras, (ii) Ikan (Cakalang, Layang/Benggol), (iii) Udang Basah, (iv) Telur Ayam Ras, (v) Ayam Hidup, (vi) Daging Ayam, (vii) Daging Sapi, (viii) Bahan Bakar dan (ix) Angkutan Udara. TPID Prov. Sulawesi Barat selalu berkoordinasi aktif dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk mengetahui kecukupan stock dan kelancaran distribusi serta perkembangan harga-harga komoditas dimaksud. Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan dari SKPD terkait, saat ini seluruh komoditas-komoditas tersebut berada dalam kondisi stock yang cukup dan harga yang stabil. Dari 9 komoditas yang ada, komoditas yang paling berpengaruh pada saat Bulan Ramadhan dan Hari Raya adalah komoditas beras dan bahan bakar. Untuk mengatasi hal tersebut, maka produksi beras Sulawesi Barat yang ada akan difokuskan untuk memenuhi pasar Sulawesi Barat terlebih dahulu. Bulog sebagai gudang beras juga terpantau memiliki stok beras yang cukup besar dengan memiliki persediaan lebih dari 700 ribuan ton beras. Antisipasi peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar juga telah dilakukan melalui penambahan jumlah volume persediaan sebanyak liter di setiap SPBU yang ada. Berdasarkan hasil pantauan TPID, kedua komoditas tersebut juga diketahui terus mengalami 44

49 penurunan harga. Melihat ketersediaan stok yang cukup dan perkembangan harga yang stabil, maka diperkirakan lonjakan harga yang terjadi pada saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Lebaran dapat diantisipasi, sehingga kebutuhan masyarakat terhadap komoditas-komoditas tersebut akan dapat dipenuhi dengan harga yang terjangkau. Kegiatan TPID Prov. Sulawesi Barat ini dilakukan dalam rangka menjalankan amanah dari Presiden Republik Indonesia pada Rakornas VI TPID, yaitu mendorong tercapainya fungsi 4K (Ketersediaan Pasokan, Ketersediaan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi yang Efektif) di setiap daerah, demi mencapai kestabilan inflasi yang rendah dan stabil. Ke depan TPID Prov. Sulawesi Barat akan terus berusaha untuk mengatasi segala permasalahan yang mungkin timbul melalui koordinasi yang kuat dengan stakeholders serta aparat penegak hukum untuk menghindari adanya penimbunan stok komoditas yang dapat menyebabkan kelangkaan komoditas-komoditas di atas. Selain itu, dalam jangka menengah kami juga akan membenahi infrastruktur pendukung seperti cold storage dan gudang beras sehingga peningkatan produksi yang ada dapat disimpan dan diperuntukkan pada masa-masa paceklik. 45

50 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 46

51 3. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan pertumbuhan positif. Secara tahunan, aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi perbankan. Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I Kredit meningkat 6,37% (yoy), dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy). Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Bab 03 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 47

52 3.1 Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini ini tercermin dari peningkatan berbagai indikatornya. Secara tahunan (yoy), peningkatan terbesar pada aset sebesar 11,64% dan kredit 6,37%, sementara dana pihak ketiga (DPK) meningkat tipis sebesar 1,61%. Peningkatan DPK yang relatif rendah mendorong LDR membaik menjadi 172,77% (rasio DPK dan kredit berdasarkan alokasi proyek) dibandingkan dengan 165,04% pada triwulan I Secara tahunan, aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Pertumbuhan aset tersebut berada di atas rata-rata pertumbuhan aset di triwulan I 2016 selama 4 tahun terakhir, sebesar 17,01% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan pada periode laporan lebih tinggi dibandingkan 7,44% di triwulan I Peningkatan aset tersebut utamanya didorong oleh ekspansi kredit yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi perbankan. Peningkatan aktivitas perbankan terlihat pula dari pertumbuhan output yang dihasilkan perbankan. Berdasarkan penghitungan nilai tambah bruto (NTB) bank dengan metode FISIM, jumlah output pada triwulan laporan sebesar Rp958,83 miliar, tumbuh 12,24% secara tahunan (yoy), menguat dibandingkan 10,85% pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan Rp6,21 triliun. Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I Pertumbuhan DPK pada periode laporan menunjukkan perlambatan, sebesar 1,61% sibandingkan 18,48% (yoy) pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir sebesar 18,61% (yoy). Peningkatan DPK tersebut utamanya ditopang oleh pesatnya pertumbuhan simpanan giro, sebesar 55,73% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun, sementara jumlah DPK relaitf tetap sbesar Rp2,1 triliun. Sebaliknya deposito menurun sebesar 33,42% (yoy) menjadi sebesar Rp352,15 juta. Kredit meningkat 6,37% (yoy), dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy). Pertumbuhan kredit perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 meningkat 6,37%, cukup menggembirakan mengingat pada periode yang sama pertumbuhan DPK sebesar 1,61% (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan triwulan I 2015 ataupun rata-rata pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir yang masing-masing sebesar 9,67% (yoy) dan 20,03% (yoy), maka pertumbuhan di triwulan I 2016 cenderung melambat. 48

53 Menilik faktor pendorongnya, pertumbuhan kredit modal kerja yang cukup pesat, sebesar 18,75% (yoy) menjadi Rp2,07 triliun menjadi alasan utama yang melatarbelakangi peningkatan tersebut. Sementara itu, kredit konsumsi yang masih mendominasi pangsa kredit di Sulawesi Barat, pada triwulan I 2016 hanya mencatat pertumbuhan moderat, yakni sebesar 2,01% menjari Rp3,31 triliun. Sebaliknya kredit investasi mengalami penurunan nilai sebesar 2,49% (yoy) menjadi Rp820,30 juta. Peningkatan kredit modal kerja yang cukup pesat mengindikasikan pergerakan aktivitas dunia usaha yang cukup menggembirakan. Hal ini sejalan dengan peningkatan simpanan giro, yang pada umumnya dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk menyelesaikan kewajiban usahanya. Peningkatan fungsi intermediasi perbankan ditandai dengan peningkatan nilai tambah dari Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) dan pendapatan provisi. Indikasi lain peningkatan penyaluran kredit adalah tumbuhnya nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan FISIM, pada triwulan I 2016 peningkatannya sebesar 11,23% (yoy) menjadi Rp869,67 miliar. Pertumbuhan tersebut menguat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 110,05% (yoy). Sejalan dengan peningkatan nilai FISIM, provisi yang diterima oleh perbankan juga meningkat sebesar 13,37% (yoy) menjadi Rp81,49 miliar. Meskipun cukup pesat, namun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan provisi di tiwulan I 2015 sebesar 21,10%. Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Aktivitas perbankan terkonfirmasi pula dari meningkatnya biaya konsumsi antara oleh perbankan. Pada triwulan I 2016, konsumsi yang menggambarkan biaya bank untuk pemeliharaan dana, operasional bank dan kegiatan lainnya, meningkat 17,44% (yoy) menjadi sebesar Rp149,74 miliar. Peningkatan konsumsi yang cukup besar tersebut menahan laju pertumbuhan NTB Bank untuk tumbuh lebih pesat, di triwulan I 2016 pertumbuhannya 11,33% dengan nilai sebesar Rp809,08 miliar. Pertumbuhan NTB tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tiwulan I 2015 sebesar 9,82%. 49

54 Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan Komponen Penerimaan Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen Penerimaan Sejalan dengan kinerja perbankan yang baik didalam penyaluran kredit, LDR perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan I meningkat meningkat cukup pesat, dari 165,04% menjadi 172,77%. Peningkatan LDR tersebut cukup baik, mengingat pada triwulan I 2015 LDR justru melemah, meningkat 7,44% (yoy), dan rata-rata LDR di triwulan I selama 4 tahun terakhir yang hanya meningkat 1,26% (yoy). 3.2 Perkembangan Jaringan Kantor Jumlah jaringan kantor bank umum di wilayah Sulawesi Barat stabil. Jumlah kantor bank umum di Sulawesi Barat masih sebanyak 74 kantor, dengan kantor cabang bank umum yang termuda di Sulawesi Barat adalah Bank Pembangunan Daerah Sulselbar cabang syariah yang resmi berdiri pada tahun Pada kategori kelompok bank pemerintah, tercatat jumlah kantor bank pada triwulan laporan adalah berjumlah 55 buah atau setara dengan 74,32% dari total bank di Sulawesi Barat. Jika dilihat dari tingkatan kantor bank, bank pemerintah yang berada di wilayah Sulawesi Barat paling banyak difungsikan sebagai Kantor Kas (KK) dengan jumlah 44 bank, disusul oleh Kantor Cabang Pembantu (KCP) berjumlah 6 buah lalu terakhir adalah Kantor Cabang (KC) dengan jumlah 5 buah. Untuk bank pemerintah daerah, tercatat berjumlah sebanyak 7 bank dengan rincian 4 KC, 2 KCP dan 1 KK. Sedangkan untuk bank swasta nasional berjumlah sebanyak 12 bank dengan rincian 2 KC, 5KCP dan 2 KK. 50

55 Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat KETERANGAN IV I II III IV I Bank Pemerintah Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu 1) Kantor Kas Bank Pemerintah Daerah Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu 1) Kantor Kas Bank Swasta Nasional Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu 1) Kantor Kas TOTAL Dana Pihak Ketiga (DPK) Pertumbuhan DPK dimotori oleh komponen Giro. Dana pihak ketiga pada triwulan laporan hanya tumbuh sebesar 1,61% (yoy) menjadi Rp3,59 triliun. Peningkatan tersebut utamanya dipacu oleh pertumbuhan simpanan giro sebesar 55,73% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Tingkat pertumbuhan giro tersebut meningkat signifkan dibandingkan rata-rata pertumbuhan dalam 4 tahun terakhir sebesar 17,53% (yoy) ataupun pertumbuhan pada triwulan I 2016 sebesar 9,61% (yoy). Komponen lainnya yang mengalami pertumbuhan positif adalah tabungan, tumbuh sebesar 0,18% (yoy) menjadi Rp2,10 triliun. Tingkat pertumbuhan tabungan tersebut merupakan yang terendah dalam 4 tahun terakhir, dimana rata-rata pertumbuhannya sebesar 16,73%, pun jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan lalu di tahun yang sama sebesar 8,04%. Sementara itu, simpanan deposito menunjukkan penurunan cukup besar, sebesar 33,42% (yoy) menjadi Rp352 juta. Penurunan pertumbuhan ini cukup besar dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir sebesar 42,74% (yoy). Koreksi pertumbuhan tersebut tercatat merupakan yang terendah dalam 6 tahun terakhir. 51

56 Perubahan komposisi DPK tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan usaha, sehingga deposan mengalihkan simpanannya dari jangka panjang yang bersifat investasi menjadi simpanan yang lebih produktif dan mendukung kegiatan usaha, yaitu simpanan giro. Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 3.4 Realisasi Penyaluran Kredit Realisasi penyaluran kredit perbankan tercatat meningkat pada triwulan laporan sebesar 6,37% menjadi sebesar Rp6,21 triliun. Secara umum sebagian besar lapangan usaha mencatat penurunan pertumbuhan kredit, terbesar pada lapangan usaha industri pengolahan yang mengalami penurunan kredit hingga -27,78% (yoy), diikuti dengan lapangan usaha pengangkutan yang mencatat penurunan tajam dibandingkan triwulan I 2015 (>100%) menjadi 27,02% dan alokasi kredit pada lapangan usaha pertanian yang minus 14,89% (yoy). Namun demikian, fluktuasi pertumbuhan kredit tersebut belum memberikan efek berarti terhadap perubahan pangsa kredit di triwulan I 2016, yang masih didominasi oleh lapangan usaha lainlain (53,39%), perdagangan besar dan eceran (31,03%) dan pertanian (7,84%). Dominasi kredit pada lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran tumbuh menguat. Dengan pangsa pasar sebesar 31,03%, kredit pada lapangan usaha perdagangan mampu meningkatkan kinerjanya dengan tumbuh sebesar 21,77% (yoy) menjadi Rp1,93 triliun. Tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan 7,53% (yoy) pada tiwulan I Terkait dengan peningkatan simpanan giro, dan kredit modal kerja, peningkatan kredit di lapangan usaha perdagangan mengkonfirmasi pergerakan yang terjadi pada kegiatan usaha perdagangan di Sulawesi Barat. Kredit di lapangan usaha pertanian mengalami pertumbuhan negatif dan berdampak terhadap industri pengolahan. Melambatnya aktivitas pertanian di Sulawesi Barat tercermin pula dari realisasi kredit di lapangan usaha pertanian, di triwulan I 2016 mengalami penurunan hingga -14,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit di sektor pertanian telah berlangsung 52

57 sejak triwulan I 2014, diawali dengan pertumbuhan kredit sebesar 24,25% (yoy) yang turun dibandingkan 34,74% (yoy) pada triwulan I 2013, yang terus berlanjut hingga di triwulan I 2015 hanya mampu tumbuh sebesar 2,32% dan kembali terkoreksi di triwulan I Keterpurukan pertanian berdampak kurang baik terhadap realisasi kredit di lapangan sauah industri pengolahan, yang tumbuh -27,78% (yoy) emnjadi sebesar Rp84,76 miliar. Guna mengatasi keterpurukan ini kiranya dibutuhkan investasi pada industri pengolahan yang berbasis kepada pertanian sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada kedua lapangan usaha tersebut. Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha Kredit pada pertambangan, konstruksi dan jasa sosial masyarakat tumbuh cukup pesat. Hal ini terliat dengan besarnya pertumbuhan tahunan (yoy) pada ketiga lapangan usaha dimaksud pada triwulan I 2016 yang masing-masing sebesar 20,67%, 25,08% dan 35,87%. Sehingga nilai realisasi kredit ketiganya masing-masing sebesar Rp4 miliar, Rp117,76 miliar dan Rp173,52 miliar. Namun karena pangsanya belum terlalu besar didalam kredit perbankan Sulawesi Barat sehingga pengaruhnya terhadap total realisasi kredit masih relatif kecil. Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit dimotori oleh kredit modal kerja. Realisasi kredit modal kerja di triwulan I 2016 cukup menggembirakan, dengan nilai sebesar Rp2,07 triliun, kredit modal kerja mampu tumbuha pesat sebesar 18,75% (yoy), menguat dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan I 2015 sebesar 8,69% dan mampu meningkatkan pangsa kredit modal kerja dari 29,92% (triwulan I 2015) menjadi 33,40% (triwulan I 2016). Pertumbuhan kredit modal kerja tersebut menguatkan indikasi akselerasi pertumbuhan pada sektor perdagangan di wilayah Sulawesi Barat. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan ini lebih bersifat jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Sementara kredit konsumsi yang memiliki pangsa terbesar, pada triwulan I 2016 hanya mampu tumbuh sebesar 2,01% (yoy), turun cukup besar dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2015 yang sebesar 12,46% (yoy). Penurunan kredit konsumsi tersebut terkonfirmasi 53

58 dari melemahnya pertumbuhan konsumsi masyarakat di triwulan laporan, demikian pula dengan penjualan kendaraan roda 4 yang mengalami kontraksi selama triwulan I Sementar itu, kredit investasi pertumbuhannya terkoreksi menjadi -2,49% (yoy) menjadi Rp820,30 miliar. Kondisi ini cukup kontradiktif mengingat disepanjang tahun 2015 lalu, kredit investasi mampu tumbuh cukup pesat. Kondisi ini mengindikasikan melemahnya investasi yang dilakukan di Sulawesi barat sepanjang triwulan I Sementara itu, selama 4 tahun terakhir, kredit investasi mampu tumbuh rata-rata sebesar 18,02% (yoy). Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja 3.5 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan laporan dan operasional Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Barat, perputaran transaksi kliring mengalami penurunan pada triwulan laporan. Transaksi kliring yang sebelumnya di Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 384%, memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan yang tajam sebesar 322% dengan 54

59 jumlah sebesar 64% saja di awal bulan triwulan berjalan. Penurunan pertumbuhan ini dikarenakan masih baru berdirinya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dan masih belum banyaknya masyarakat yang memahami proses bertransaksi kliring. Masyarakat Sulawesi Barat lebih banyak yang melakukan transaksi tunai sekalipun dalam jumlah besar. Saat ini jumlah bank peserta kliring tercatat sebanyak 11 bank yang kesemuanya berkedudukan di Kabupaten Mamuju. Jumlah nominal transaksi perputaran kliring pada pertengahan triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan namun tidak signifikan dibanding sebelumnya. Awal tahun 2016 tercatat mengalami penurunan sebesar 27% yang semula 62% menjadi 35%. Di pertengahan bulan triwulan berjalan mengalami pertumbuhan sebesar 51% dari yang sebelumnya tercatat sebesar 35% mengalami peningkatan menjadi 85% di akhir triwulan. Rata-rata perputaran transaksi kliring per hari di pertengahan triwulan I tahun 2016 sebanyak 40 transaksi dengan persentasi penolakan sebesar 2,52% perhari. Meskipun terjadi penurunan pada nominal transaksi kliring namun jika dilihat dari rata-rata transaksi terus menerus mengalami peningkatan setiap minggunya. 55

60 BOKS 3 3. BI Sulbar Menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) Penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia terutama di Sulawesi Barat relatif masih rendah. Sebagian besar lapisan masyarakat masih cenderung menggunakan uang tunai dalam setiap transaksinya. Bank Indonesia bersama perbankan menyediakan layanan sistem permbayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat untuk mewujudkan Less Cash Society (LCS). Hal tersebut mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai. Dinamika perkembangan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat yang semakin meningkat dan pengelolaan manajemen birokrasi yang semakin modern menuntut dan membutuhkan pengelolaan keuangan daerah yang efisien, transparan, dan accountable. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat menyambut baik GNNT dan mengimbau kepada semua pegawai negeri sipil di Sulawesi Barat untuk mengimplementasikan hal tersebut, karena dengan bertransaksi secara non tunai adalah salah satu cara bertransaksi yang lebih aman. Penggunaan sistem transaksi non tunai sangat efektif dilakukan karena lebih cepat namun pihak perbankan perlu memikirkan sistem keamanan kartu yang digunakan untuk transaksi, mengingat adanya risiko pembobolan rekening yang marak terjadi saat ini. Pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Barat sangat mengharapkan adanya kerja sama antara Pemda dan BI agar tercipta transaksi yang lebih efisien di Sulawesi Barat. Sambutan yang baik dari Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) mengenai GNNT, KPw BI Prov. Sulawesi Barat berupaya mengenalkan transaksi non tunai ke 56

61 seluruh kabupaten di Sulawesi Barat. Sebagai langkah awal kantor yang baru beroperasi, KPw BI Prov. Sulawesi Barat mensosialisasikan kemudahan transaksi non tunai pada bulan Maret 2016 di kabupaten Mamuju Tengah (Mateng). Upaya elektronifikasi merupakan kebutuhan bagi suatu daerah mengingat tren pengembangan e-government di lingkungan pemerintah provinsi/daerah yang mengharuskan adanya channel pembayaran untuk aktivitas transaksi dari aplikasi e-government. Pemerintah daerah Mamuju Tengah (Pemda Mateng) menyatakan bahwa sudah ada beberapa transaksi pemerintah dalam bentuk non tunai yaitu: 1. Gaji PNS termasuk guru 2. Program sertifikasi guru 3. Bantuan sosial 4. Hibah Pemerintah 5. Alokasi dana desa Selain transaksi tersebut, Pemda Mateng berupaya mengalihkan transaksi yang saat ini masih dalam bentuk tunai seperti gaji tenaga kontrak, gaji guru kontrak dan tambahan penghasilan pegawai. Pemda berharap edukasi terhadap transaksi non tunai ini terus dilakukan untuk memitigasi risiko yang muncul akibat transaksi non tunai (penipuan modus sms, pencurian sandi ATM, dll). KPw BI Prov. Sulbar juga melakukan sosialisasi di kab. Mamasa. Kondisi infrastruktur di Mamasa yang belum memadai menyulitkan perkembangan teknologi di daerah ini. Kehadiran perbankan pun masih minim dengan hanya ada 2 bank di Mamasa. Sulitnya menjangkau Mamasa membuat transaksi non tunai masih sulit untuk dikembangkan. Namun, BI dengan bekerja sama dengan Pemda setempat akan berupaya maksimal agar GNNT yang dicanangkan dapat berlangsung dengan baik di setiap wilayah Republik Indonesia. 57

62 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 58

63 4. Keuangan Daerah 1. Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan I 2016 hanya mencapai 15,87% sedangkan realisasi belanja daerah hanya mencapai 5,46%. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016 ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Sementara itu, Realisasi belanja operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar, mengalami peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Bab 04 KEUANGAN DAERAH 59

64 4.1 Struktur Anggaran Realisasi pendapatan pemerintah menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Pendapatan Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp1,71 triliun, meningkat sekitar 17,66% secara tahunan (yoy) dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,45 triliun. Peningkatan pendapatan tersebut terutama berasal dari kenaikan pendapatan transfer sebesasr 41,91% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Sementara peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Meskipun meningkat secara total, namun realisasi pendapatan di triwulan I 2016 justru mengalami penurunan setelah mencatat perkembangan yang cukup baik selama 3 (tiga) tahun terakhir. Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I 2016, sebesar 15,87% atau senilai Rp270 miliar. Deviasi ini disebabkan karena rendahnya realisasi pendapatan dari pendapatan asli daerah (PAD) dan retribusi. Di samping itu, pendapatan yang berasal transfer pemerintah pusat pun masih terbilang minim, hanya sebesar Rp238,36 miliar dari target sebesar Rp1,42 miliar atau sebesar 16,73%. Sementara itu, rendahnya pembelanjaan pemerintah pada triwulan I 2016 terjadi pada belanja operasional, yang realisasinya baru mencapai 10,59%, diikuti dengan belanja modal, dimana realisasinya masiih sangat minim, yaitu sebesasr 0,04%. Khusus pada belanja modal, realisasi belanja berupa pembelian peralatan dan mesin sebesar 0,27% atau Rp347 juta. Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat Triwulan I Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat Pendapatan Kinerja untuk peningkatan PAD belum menunjukkan perkembangan berarti. Pendapatan pemerintah pada tahun 2016 di targetkan sebesar Rp1,71 triliun, dimana sumber utama peningkatan tersebut diharapkan berasal dari pendapatan transfer, sedangkan peningkatan 60

65 dari PD masih relatif minim. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016 ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Meskipun ditargetkan meningkat, pada triwulan I 2016 realisasi PAD masih relatif kecil, sebesar 10,98% atau senilai Rp30,6 miliar, turun 32,81% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (yoy). Deviasi PAD disebabkan karena rendahnya realisasi pendapatan dari pajak daerah yang baru mencapai Rp28,82 miliar (11,85%) dan realisasi retribusi daerah yang hanya sebesar Rp1,09 miliar (8,94%). Dengan demikian, berdasarkan pangsanya, pangsa pajak dalam PAD triwulan I 2016 sebesar 94,19%, diikuti pendapatan retribusi sebesar 3,56% dan terkecil pangsa dari pendapatan lainnya 2,25%. Penurunan realisasi pendapatan juga terjadi pada pendapatan transfer senilai Rp238,36 miliar, turun 36,54% (yoy) dibandingkan Rp375,59 miliar pada triwulan I Kondisi ini cukup berbeda dengan yang diharapkan pada tahun 2016, dimana pendapatan dari transfer ditetapkan sebesar Rp1,42 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 41,91% (yoy). Berdasarkan komponennya, rendahnya realisasi tersebut disebabkan karena nihilnya realisasi dari dana alokasi khusus (DAK), sementara realisasi dari bagi hasil pajak telah cukup baik, sebesar Rp6,67 miliar atau 26,32%, begitu juga dengan dana alokasi umum (DAU) yang realisasinya sebesar Rp231,29 miliar atau 25% dari target anggaran. Pangsa DAU mendominasi pendapatan transfer yaitu sebesar 97,03%, diikuti bagi hasil dari pajak sebesar 2,80% dan bagi hasil dari sumber daya alam (non pajak) yang masih sangat minim, sebesar 0,17%. Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi barat Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulbar, diolah Satu-satunya komponen yang mencatat kenaikan adalah pendapatan dari komponen lain-lain, jumlahnya naik sekitar Rp800 miliar dibandingkan tahun lalu yang berjumlah Rp957 juta. Berdasarkan alokasi pendapatan tersebut mengindikasikan dibutuhkannya peningkatan kemandirian anggaran, sehingga pangsa PAD didalam pendapatan daerah dapat lebih ditingkatkan. 61

66 Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Realisasi 2016 % Pendapatan 1,450, ,706, , Pendapatan Asli Daerah (PAD) 239, , , Pendapatan Pajak Daerah 216, , , Pendapatan Retribusi Daerah 4, , , Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1, , Lain-lain PAD Yang Sah 18, , Pendapatan Transfer 1,004, ,425, , Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1,004, ,425, , Bagi Hasil Pajak 36, , , Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 0.0 1, Dana Alokasi Umum (DAU) 895, , , Dana Alokasi Khusus (DAK) 72, , Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik , Dana Insentif Daerah (DID) , Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 206, , , Pendapatan Hibah Pendapatan Lainnya 205, , , Belanja Pemerintah Belanja pemerintah ditargetkan meningkat menjadi Rp2,16 triliun. Belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp2,16 triliun, meningkat signifikan (59,14%, yoy) dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,35 triliun. Kenaikan terbesar dari belanja tersebut diharapkan berasal dari belanja modal yang mencapai 87,27% (yoy) menjadi sebesar Rp830,68 juta di tahun Sementara kenaikan belanja operasional ditargetkan sebesar 21,71% (yoy) menjadi Rp1,11 triliun. Namun demikian, target peningkatan belanja tersebut belum terealisasi sesuai dengan harapan, hanya sebesar 5,46% atau sebesar Rp117,76 miliar. Realisasi belanja operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar, mengalami peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Bagian terbesar belanja operasional tersebut diperuntukan bagi pembayaran gaji pegawai, dan tahun 2016 alokasi dana untuk belanja pegawai mengalami kenaikan sangat pesat, lebih dari 200% menjadi sebesar Rp818,72 miliar. Alokasi terbesar berikutnya adalah belanja barang dan jasa yang mengalami kenaikan sebesar 15,93% (yoy) menjadi sebesar Rp497,43 miliar, diikuti oleh belanja hibah sebesar Rp388,16 miliar atau meningkat 69,78% (yoy). Ketiga komponen tersebut mendominasi alokasi dana untuk belanja operasional di tahun

67 Meskipun alokasi jumlahnya meningkat pesat, namun realisasi penyerapan untuk ketiga komponen tersebut masih terbilang rendah, sampai dengan triwulan I 2016 alokasi untuk pembayaran gaji pegawai baru terealisasi sebesar Rp37,62 milar (4,60%), belanja barang dan jasa terealisasi sebesar Rp3,86 miliar (0,78%). Perkembangan yang cukup baik terjadi pada realisasi konsumsi pemerintah untuk hibah, yaitu sebesasr 17,74% atau sebesar Rp68,88 juta. Sementara alokasi dana untuk pembayaran bunga dan bantuan sosial jumlahnya masih terbilang minim, jumlah kumulatif keduanya sebesar Rp17,84 miliar. Belanja modal meningkat 87,27% (yoy). Peningkatan tersebut mendorong alokasi dana untuk belanja modal di tahun 2016 sebesar Rp830,68 miliar. Namun demikian, perkembangan kurang menggembirakan terjadi pada rendahnya serapan anggaran untuk belanja modal, sampai dengan triwulan I 2016 hanya terserap anggaran sebesar Rp347,62 juta untuk pembelian peralatan dan mesin. Sementara belanja untuk pembelian tanah, gedung dan bangunan, perbaikan jalan dan belanja asset tetap lainnya masih nihil. Rendahnya penyerapan anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum terealisasinya hasil tender untuk pelaksanaan pembangunan, di samping itu pula diperkirakan terdapat rencana relokasi anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung untuk pemilihan Gubernur yang akan dilakukan pada bulan Februari

68 Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Realisasi 2016 % BELANJA 1,354, ,155, , BELANJA OPERASI 910, ,108, , Belanja Pegawai 241, , , Belanja Barang dan Jasa 429, , , Belanja Bunga 0.0 5, Belanja Hibah 228, , , Belanja Bantuan Sosial 11, , BELANJA MODAL 443, , Belanja Modal Tanah 0.0 6, Belanja Modal Peralatan dan Mesin , Belanja Modal Gedung dan Bangunan , Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan , Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 0.0 6, BELANJA TAK TERDUGA 0.0 1, Belanja Tak Terduga 1, , TRANSFER , TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 86, , Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 86, , TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 66, , Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 65, , Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 1, , SURPLUS / (DEFISIT) , ,977.8 (34.09) PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN , Penggunaan SiLPA , Pinjaman Dalam Negeri , PENGELUARAN PEMBIAYAAN 0.0 2, , Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah 0.0 2, , PEMBIAYAAN NETTO , ,000.0 (0.45) SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) ,977.8 sumber : Kanwil DJPbN Provinsi Sulbar, diolah Rasio antara Pendapatan dan Belanja Defisit pembiayaan pembangunan Sulawesi Barat sebesasr Rp448,69 juta. Berdasarkan alokasi antara pendapatan dan belanja di atas, terdapat defisit pengeluaran sebesar Rp448,69 juta. Kekurangan penerimaan tersebut ditargetkan untuk menggunakan dana silpa sebesar Rp90 miliar dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp360,69 miliar. Di samping itu, pemerintah menargetkan adanya penyertaan modal atau investasi pemerintah daerah sebesar Rp2 miliar di tahun 2016, dan penyertaan tersebut telah direalisasikan seluruhnya pada triwulan I

69 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 65

70 5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 2. Pertumbuhan Ekonomi Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016 menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif meningkat. Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per Februari 2015 menunjukkan peningkatan sebesar 2,72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat masih didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber utama perekonomian daerah. Bab 05 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 66

71 5.1 Ketenagakerjaan Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016 menurun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau yang usia di atas 15 tahun pada Februari 2016 mencapai jiwa atau meningkat 2,39% dibandingkan Februari Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif mengindikasikan potensi tenaga kerja di Sulawesi Barat meningkat. Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan pertumbuhan jumlah tenaga kerja di Sulawesi Barat, terlihat dari menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 0.95% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,82%. Penurunan jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja meningkat 12,28% (yoy). Pada periode laporan, jumlah penduduk bekerja juga mengalami penurunan sebesar 1,87% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,59%. Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (ribu orang) Keterangan Feb Feb Feb Feb Penduduk Usia Kerja (15+) Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja/ TPAK 72.43% 71.18% 74.74% 72.30% Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Data diolah dari Sakernas sumber: BPS Tingkat pengangguran Sulawesi Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan I Jumlah penduduk yang menganggur sebanyak jiwa. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah pengangguran sebanyak jiwa. Selain secara kuantitas jumlah pengangguran meningkat, tingkat pengangguran yang meningkat disebabkan angka partisipasi angkatan kerja menurun. Tingkat partisipasi angkatan kerja pada periode Februari 2016 mencapai 72,30%. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 74,74%. Menurunnya tingkat partisipasi 67

72 angkatan kerja disebabkan banyak pekerja wanita yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar, memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Di Sulawesi Barat porsi para pekerja yang tidak dibayar cukup besar yaitu sekitar 24 %. Hal ini mengingat banyaknya pekerja keluarga yang dalam kehidupan sehari-hari membantu kepala rumah tangga untuk memperoleh penghasilan keluarga. Sektor pertanian sebagai penyumbang perekonomian terbesar berimbas tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Pada periode Februari 2016, tercatat penduduk atau 50,13% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat, bekerja pada sektor pertanian. Sektor lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu sektor perdagangan yang menyerap penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan semakin meningkat seiiring pertumbuhan ekonomi dari sektor tersebut. Selain itu, nilai tambah yang lebih baik dibandingkan sektor pertanian membuat masyarakat yang baru memasuki usia bekerja cenderung memilih bekerja di sektor perdagangan. Sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan juga turut menjadi alternatif masyarakat untuk memperoleh penghasilan. Sebanyak penduduk bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama SEKTOR EKONOMI Feb Feb Feb Feb Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan P Lainnya* Total *) Transportasi, Pertambangan, Listrik Gas dan Air, dan Keuangan Data diolah dari Sakernas sumber: BPS Pekerja di sektor informal mengalami penurunan pada Februari 2016, dengan jumlah tenaga kerja mencapai 70,5% dari total penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 75,6%. Sisanya 29,5% atau sebanyak bekerja di sektor formal seperti industri, perdagangan maupun jasa. Sejalan dengan peningkatan pekerja di bidang selain pertanian seperti perdagangan dan jasa, jumlah pekerja 68

73 di sektor formal meningkat dari di Februari tahun 2015 menjadi di Februari Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan STATUS PEKERJAAN UTAMA Feb Feb Feb Feb Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja Bebas di Pertanian Pekerja Bebas di Non Pertanian Pekerja Tak Dibayar JUMLAH TENAGA KERJA Sektor Formal 25.0% 30.4% 24.4% 29.5% Sektor Informal 75.0% 69.6% 75.6% 70.5% Data diolah dari Sakernas sumber: BPS Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Berdasarkan data Februari 2016, penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah dengan porsi mencapai 60% dari total penduduk yang bekerja atau sebesar orang. Angka tersebut menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 61% atau sebesar Meskipun begitu, pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi mengalami peningkatan. Pekerja yang sudah mengenyam pendidikan di universitas memiliki porsi 7,3% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan porsi sebesar 6,1%. 69

74 Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan TINGKAT PENDIDIKAN Data diolah dari Sakernas sumber: BPS Feb Feb Feb Feb SD ke bawah SMP SMA SMK Diploma Universitas TOTAL Pengangguran Berdasarkan data Februari 2016, angka pengangguran mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Februari 2016 tercatat sebesar 48,91% atau meningkat dari pertumbuhan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 21,92%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami peningkatan sebesar 2,72% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,81%. 5.3 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan dari 106,16 pada triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016, pertumbuhan NTP pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,77% (yoy). Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan kesejahteraan petani yang semakin baik. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima oleh petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar oleh petani. Peningkatan NTP ini disebabkan oleh peningkatan pada subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan perikanan tangkap. Secara tahunan peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan sebesar 11.06% menjadi 105,78. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat juga terjadi pada subsektor perikanan tangkap yang meningkat sebesar 3,31% atau menjadi Sementara itu, subsektor hortikultura yang meningkat sebesar 1,33% (yoy). 70

75 Grafik 30. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya sumber: BPS Secara umum, indeks yang diterima petani dalam beberapa sub kelompok mengalami peningkatan, hanya indeks yang diterima nelayan yang mengalami perlambatan. Apabila dibandingkan secara tahunan dengan triwulan IV 2015, peningkatan indeks terima sub sektor tanaman pangan dan hortikultura tercatat mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 14,74% dan 4,17%. Sementara itu, perkembangan harga CPO dunia yang membaik berimbas pula terhadap nilai yang diterima petani perkebunan yang mengalami peningkatan 5,49% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 4,84% (yoy). Adapun indeks yang diterima nelayan mengalami perlambatan dibandingkan periode triwulan IV Indeks yang diterima nelayan meningkat 3,37% (yoy) atau lebih lambat dari pertumbuhan sebelumnya yang mencapai 6,90% (yoy). Kesejahteraan petani secara umum meningkat disebabkan peningkatan indeks yang diterima petani diiringi perlambatan indeks yang dibayar petani. Perlambatan indeks yang harus dibayar petani terlihat di seluruh sub sektor. Indeks yang dibayar petani pangan dan hortikultura masing-masing tumbuh 3,34% (yoy) dan 2,81% (yoy). Untuk indeks yang dibayar petani perkebunan sedikit melambat dari 3,38% (yoy) menjadi 3,01% (yoy) pada periode laporan. Sementara itu, indeks dibayar nelayan meningkat 2,08% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,74% (yoy). 71

76 sumber: BPS Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor Uraian I II III IV I Nilai Tukar Petani (NTP) NTP diterima NTP dibayar NTP Pangan (NTP-P) NTP-P diterima NTP-P dibayar NTP Hortikultura (NTP-H) NTP-H diterima NTP-H dibayar NTP Perkebunan (NTP-R) NTP-R diterima NTP-R dibayar Nilai tukar peternak (NTP-T) NTP-T diterima NTP-T dibayar Nilai tukar nelayan (NTP-N) NTP-N diterima NTP-N dibayar Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan Sulawesi Barat sedang dalam tren penurunan. Peningkatan perekonomian Sulawesi Barat yang hampir selalu di atas rata-rata nasional, membuat kesejahteraan masyarakat lebih baik. Pada periode September 2015, kemiskinan di Sulawesi Barat tercatat sebanyak 153,21 ribu jiwa atau sebanyak 11,90% dari jumlah penduduk Sulawesi Barat, menurun dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebanyak jiwa atau sebanyak 12,40% dari jumlah penduduk Sulawesi Barat. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin baik yang berada di pedesaan maupun perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan menurun dari 133,09 ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi 130,70 ribu jiwa pada bulan September Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan pun juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebesar 27,39 ribu jiwa menjadi 22,510 ribu jiwa. 72

77 Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat sumber: BPS Angka kemiskinan Sulawesi Barat mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh penduduk miskin di wilayah perkotaan, sedangkan penduduk yang berada di desa tercatat mengalami peningkatan. Apabila dibandingkan dengan periode September 2014 jumlah penduduk miskin di perkotaan turun sebesar % atau setara dengan penurunan sebesar 7,36 ribu jiwa, sedangkan penduduk miskin di wilayah pedesaan meningkat sebesar 4,71% atau setara dengan peningkatan sebesar 5,88 ribu jiwa. Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam satu tahun terakhir garis kemiskinan kota dan desa meningkat sebesar 5,96% dari Rp ,- perkapita/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp ,- perkapita/bulan pada September

78 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 74

79 6. Prospek Perekonomian 3. Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan kinerjanya membaik dan akan tumbuh pada kisaran 6,5%-9%. Peningkatan ekonomi diperkirakan bersumber dari pertanian dan industri dimana musim panen yang masih akan terjadi dan kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan ekonomi Tiongkok. Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga BBM menjadi faktor utama inflasi di Sulawesi Barat dan diperkirakan akan bergerak dalam level sesuai target nasional 4%±1%. Bab 06 Prospek Perekonomian 75

80 6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan kinerjanya membaik dan akan tumbuh pada kisaran 6,5%-9%. Pergeseran musim panen yang tidak hanya terjadi pada triwulan I namun panen masih terjadi sampai paling tidak pertengahan triwulan II, membuat terjadi peningkatan pada sektor pertanian sebagai sektor terbesar Sulawesi Barat. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat pada saat bulan puasa dan menjelang hari raya lebaran. Risiko yang dapat menghambat perekonomian Sulawesi Barat adalah belum adanya investasi yang signifikan sehingga perekonomian Sulawesi Barat belum dapat tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Aktivitas konsumsi diperkirakan akan meningkat. Perekonomian Sulawesi Barat sebagian besar ditopang dari konsumsi rumah tangga. Memasuki bulan puasa dan menjelang hari raya lebaran, aktivitas perekonomian akan didominasi konsumsi masyarakat yang cenderung meningkatkan permintaannya pada periode ini. Apalagi dengan turunnya harga bahan bakar minyak menyebabkan rendahnya biaya transportasi untuk memasok barang jadi dari luar daerah. Variasi industri yang belum banyak membuat barang-barang di Sulawesi Barat masih berasal dari daerah lain. Konsumsi yang lebih baik diharapkan dari penjualan mobil di Sulawesi Barat. Peningkatan harga komoditas CPO dunia diharapkan meningkatkan pendapatan masyarakat Sulawesi Barat sehingga akan meningkatkan konsumsi masyarakat termasuk peningkatan penjualan mobil. Selain konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat juga. Penyerapan anggaran yang masih rendah pada triwulan I, membuat pemerintah daerah 76

81 berupaya merealisasikan anggaran lebih giat lagi. Hal ini mengingat untuk menghindari penyerapan yang menumpuk pada triwulan akhir tahun. Program pemerintah daerah lebih banyak melanjutkan program pada tahun 2015 yang sudah berjalan seperti pengembangan terminal bandara Tampa Padang, Maleo Town Square, dan perbaikan infrastruktur fisik seperti jalan yang mengalami kerusakan akibat kondisi cuaca yang buruk. Investasi masih akan tumbuh lebih tinggi. Peningkatan investasi yang dilakukan pemerintah diharapkan mampu mendorong perekonomian menjadi lebih baik. Dari sisi swasta, perekonomian Sulawesi Barat memiliki banyak ekspor untuk komoditas Crude Palm Oil (CPO). Korporasi berusaha memanfaatkan momentum kenaikan harga CPO untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya melalui peningkatan kapasitas produksi seperti pembaruan armada transportasi dan alat pendukung pengolahan lanjutan kelapa sawit yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih baik dari hasi kelapa sawit Prospek Sisi Penawaran Sektor pertanian dan industri akan menjadi penopang perekonomian di triwulan II Pergeseran musim tanam akibat musim kemarau panjang membuat panen raya yang sejatinya hanya terjadi pada triwulan I 2016, bergeser hingga triwulan II. Penggunaan bibit unggul yang dikembangkan pada tahun 2015 disertai peningkatan luas lahan pertanian yang menjadi program unggulan pemerintah daerah, semakin meningkatkan produksi pertanian. Menjelang memasuki musim kemarau pada akhir periode triwulan II 2016 akan meningkatkan semakin meningkatkan produksi perkebunan seperti kelapa sawit. Dari sektor industri, meningkatnya harga CPO menjadi angin segar bagi industri kelapa sawit yang menjadi salah satu andalan perekonomian Sulawesi Barat. Selain itu, penambahan barang modal di beberapa industri seperti kelapa sawit dan pengolahan beras akan meningkatkan produksi dari industri. Berdasarkan informasi dari contact liaison, salah satu indikator penjualan mobil di Sulawesi Barat adalah harga kelapa sawit. Ketika harga kelapa sawit mengalami penurunan maka penjualan mobil pada beberapa periode setelahnya akan mengalami penurunan seperti penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 yang berimbas pada penjualan mobil pada triwulan I 2016 yang mengalami perkembangan penjualan terendah. 77

82 Grafik 33. Perkembangan Harga CPO sumber: Bloomberg Sektor administrasi pemerintahan dan konstruksi akan meningkat secara periodik sampai akhir tahun Meskipun penyerapan anggaran pemerintah daerah melambat di awal tahu, melihat tren penyerapan anggaran setiap tahunnya yang sangat baik, sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial akan tumbuh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan merealisasikan anggarannya, pemerintah akan mendorong peningkatan di sektor konstruksi karena pembangunan infrastruktur masih terus dilanjutkan oleh pemerintah daerah. 6.2 Prospek Inflasi Laju inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 lebih terkendali dibandingkan tahun 2015 akibat rendahnya harga bahan bakar minyak. Salah satu sumber tekanan inflasi di Sulawesi Barat adalah harga bahan bakar yang tinggi. Hal ini dikarenakan biaya transportasi akan mempengaruhi pergerakan harga kebutuhan masyarakat Sulawesi Barat yang banyak diperoleh dari daerah lain. Kondisi saat ini dengan rendahnya harga bahan bakar minyak, tentunya mempengaruhi tekanan inflasi yang rendah di Sulawesi Barat pada awal tahun dengan mencatat deflasi selama triwulan I Dengan melihat perkembangan harga minyak dunia yang diperkirakan akan meningkat namun masih dalam level yang rendah, membuat tekanan inflasi di Sulawesi Barat masih cukup terkendali. Di samping itu, intensitas TPID dalam mengidentifikasi ketersediaan pasokan dan hambatan distribusi dalam mengendalikan harga yang beredar di masyarakat diharapkan mampu menahan inflasi bergerak di luar target 4±1%. 78

83 Grafik 34. Prospek Perkembangan Inflasi Tekanan inflasi volatile food diperkirakan akan meningkat. Meskipun terjadi peningkatan produksi pangan, kondisi cuaca ekstrim yang masih sering terjadi menyebabkan nelayan kerap kali kesulitan melaut untuk mencari ikan sehingga diperkirakan harga ikan-ikanan segar menjadi lebih tinggi akibat kurangnya pasokan. Selain itu, kenaikan permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pokok pada saat bulan puasa dan hari raya lebaran diperkirakan akan memberikan tekanan yang cukup tinggi terhadap inflasi. Administered price lebih terkendali. Meskipun terdapat kenaikan tarif dasar listrik, secara umum inflasi administered price masih cukup terkendali. Hal ini disebabkan rendahnya harga bahan bakar minyak baik subsidi maupun non subsidi. Inflasi inti diperkirakan stabil. Secara umum, penurunan BI rate dan pengumuman stance kebijakan BI yang baru diharapkan mampu mendorong penyaluran kredit dan konsumsi masyarakat. Namun, animo masyarakat terhadap pemilihan kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun 2017, diperkirakan akan meningkatkan beberapa komoditas yang hanya meningkat pada periode tertentu seperti sandang. 79

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER - 217 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari - 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan I 2016 (y on y)

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan I 2016 (y on y) BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 29/05/76/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN I-2017 SECARA Q TO Q TERKONTRAKSI 7,48 PERSEN, NAMUN SECARA

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat November 2017 No. 67/11//76/Th.XI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan III-2017

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-217 Ekonomi Gorontalo Triwulan III- 217 tumbuh 5,29 persen Perekonomian Gorontalo berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen No. 11/02/75/Th.XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen Perekonomian Gorontalo tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA No. 28/05/Th. IX, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. I-2017 TUMBUH 8,39 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara triwulan I-2017 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 No. 05/11/Th.IX, 5 Februari 2015 No. 11/02/63/Th.XIX/ 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 TUMBUH 4,85 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 34/05/35/Th.XIII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I 2015 TUMBUH 5,18 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 No. 74/08/71/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,80 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2017 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016 No. 1/0/33/Th.XI, 6 Februari 017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN TUMBUH 5,8 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN PERTUMBUHAN TAHUN SEBELUMNYA 17 1 A. PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th.XV, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I 2017 TUMBUH 5,37 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017 No. 26/05/75/Th.XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017 EKONOMI GORONTALO TRIWULAN I-2017 TUMBUH 7,27 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN I-2016 Perekonomian Gorontalo yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA No. 5/5/Th. IX, Mei 1 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. I-1 TUMBUH 5,1 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara triwulan I-1 yang diukur berdasarkan Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017 No. 40/08/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI PERTUMBUHAN SEBESAR 2,01 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 11/02/61/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 TUMBUH 4,81 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN III 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN III 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 67/11/76/Th. X, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN III 2016 EKONOMI SULAWESI BARAT TRIWULAN III 2016 TUMBUH POSITIF MASING-MASING 3,28 PERSEN (Q

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Triwulan III-2017

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Triwulan III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Triwulan III- EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III- TUMBUH 6,25 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan berdasarkan besaran

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 No. 56/08/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,27 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2015 yang

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan III 2017

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan III 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan III 2017 EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III- 2017 TUMBUH 6,49 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 10/02/61/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN IV- TUMBUH 3,77 PERSEN TERENDAH SELAMA TAHUN EKONOMI KALIMANTAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 12/02/61/Th.XVIII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN TUMBUH 5,02 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TAHUN 2013 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 10/02/73/Th. IX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016 EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016 TUMBUH 7,41 PERSEN PDRB MENURUT

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2016 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2016 Tumbuh 6,98 Persen Meningkat Dibanding dengan Triwulan II-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2016 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2016 Tumbuh 6,98 Persen Meningkat Dibanding dengan Triwulan II-2016 No. 62/11/75/Th.X, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TRIWULAN III-2016 Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2016 Tumbuh 6,98 Persen Meningkat Dibanding dengan Triwulan II-2016 Perekonomian Gorontalo

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 13/02/71/Th. X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,12 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2015 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 No. 16/2/Th.XXI, Februari 218 BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 Tumbuh,19 Persen Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA No. 45/08/Th. IX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. II-2017 TUMBUH 7,03 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 55/08/35/Th.XIII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II 2015 TUMBUH 5,25 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016 Pertanian, Kehutanan, dan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Konstruksi Perdagangan Besar dan Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi

Lebih terperinci