KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010

2 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil MISI BANK INDONESIA : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan Kebersamaan

3 KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I 2010 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Perkiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan II Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 3 Mei 2010 BANK INDONESIA PEKANBARU ttd Wiyoto Pemimpin iii

4 Daftar Isi DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... HALAMAN iii iv viii x xii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Migas Non Migas Ekspor dan Impor Migas Non Migas Ekspor non Migas Impor non Migas PDRB Sisi Penawaran Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian iv

5 Migas Non Migas Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Indeks Harga Konsumen Inflasi Kota Pekanbaru Kelompok Bahan Makanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & 34 Tembakau Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan 34 Bahan Bakar Kelompok Sandang Kelompok Kesehatan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok transpor, Komunikasi dan Jasa Keungangan Inflasi Kota Dumai BOKS 1 TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI PROVINSI RIAU BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Moneter Perkembangan Perbankan Bank Umum Jaringan Kantor Perkembangan Aset v

6 Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Konsentrasi Kredit Undisbursed Loan dan Persetujuan 49 Kredit Baru Risiko Kredit Kondisi Likuiditas Dana Pihak Ketiga (DPK) Rasio Alat Liquid Intermediasi Perbankan Perkembangan LDR Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Profitabilitas Spread Bunga Pendapatan Bunga dan Beban Bunga Perkembangan Laba Rugi Bank Syariah Bank Perkreditan Rakyat BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Anggaran belanja Pemerintah Pusat dan Satuan Kerja 66 Perangkat Daerah (SKPD) Realisasi Belanja SKPD Provinsi Riau BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Kondisi Umum Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (inflow outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Palsu vi

7 3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Kliring Real Time Gross Settlement (RTGS) Bab 6 TINGKAT KESEJAHTERAAN DAERAH Kondisi Umum Nilai Tukar Petani Bab 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Perbankan Daftar Istilah... xiv vii

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)... 9 Tabel 1.2. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Non Migas (USD Juta) Provinsi Riau Tabel 1.3. Perkembangan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy) Tabel 1.4. Pertumbuhan (yoy) subsektor Pengangkutan dan Komunikasi Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Perbandingan IHK dan Inflasi Bulan Maret 2010 di Kota-kota Wilayah Sumatera... Sepuluh Komoditas yang Memberikan Sumabangan tertinggi dalam Pembentukan Harga di Kota Pekanbaru... Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa di Kota pekanbaru Triwulan I Tabel 2.4. Inflasi menurut Kelompok Barang & Jasa di Kota Pekanbaru Tabel 2.5. Realisasi Penyaluran Raskin di Kab/Kota Provinsi Riau Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kota Dumai Tabel 3.1. Perkembangan Bank di Provinsi Riau Tabel 3.2. Jaringan Kantor Bank Umum di Provinsi Riau Per Maret Tabel 3.3. Posisi Kredit Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Per Dati II di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel 3.6. Persetujuan Kredit Baru di Provinsi Riau (Rp Juta) viii

9 Daftar Tabel Tabel 3.7. NPLs Per Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel 3.8. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel 3.9. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Provinsi Riau (Rp Miliar) Tabel Penghimpunan DPK berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel Perkembangan Alat likuid dan Non Core Deposit Tabel Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (juta Rupiah) Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Tabel Sebaran NPLs UMKM Menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel 3.16 Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel Perkembangan Usaha BPR/BPRS di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel 4.1. Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel 4.2. Pagu Anggaran Belanja SKPD di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel 4.3 Realisasi Belanja SKPD di Provinsi Riau Triwulan I Tabel 4.4. Realisasi Belanja Tidak Langsung SKPD Provinsi Riau Triwulan I Tabel 4.5. Realisasi Belanja Langsung SKPD Provinsi Riau Triwulan I Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau Tahun Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani (NTP) gabungan Provinsi Riau (2007=100) Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Riau (yoy,%) ix

10 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (y-o-y,%)... 7 Grafik 1.2. Share of Growth Pertumbuhan (yoy,%) Provinsi Riau... 8 Grafik 1.3. Share of Growth Pertumbuhan (yoy,%) Non Migas Provinsi Riau.. 8 Grafik 1.4. Konsumsi Bahan Bakar Minyak di wilayah Riau Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Realisasi Pengadaan Semen di Riau dan Sumatera Grafik 1.7. Penjualan Kendaraan Bermotor Jenis Pick Up dan Truck di Riau.. 11 Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Investasi di Provinsi Riau Grafik 1.9. Pangsa Nilai Ekspor Non Migas menurut SITC Grafik Pangsa Volume Ekspor Non Migas menurut SITC Grafik Negara Tujuan Ekspor Komoditas Batubara Grafik Pangsa Volume Ekspor Non Batubara menurut Kelompok SITC.. 15 Grafik Pangsa Nilai Impor Non Migas menurut SITC Grafik Pangsa Volume Impor Non Migas menurut SITC Grafik Perkembangan Pangsa Sektoral PDRB Grafik Perkembangan Pangsa Sektoral PDRB Non Migas Grafik Perkembangan Subsektor Pertanian Grafik Perkembangan Pangsa Subsektor Pertanian Grafik Nilai Lifting Minyak Bumi menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Grafik Nilai Lifting Gas Bumi menurut Kab/Kota di Provinsi Riau x

11 Daftar Grafik Grafik Pergerakan Harga Rerata (Average Price) Karet di Pasar 20 Internasional... Grafik Pergerakan Harga Rerata (Average Price) CPO di Pasar 20 Internasional... Grafik Tingkat Hunian Hotel Berbintang 3,4,35 di Provinsi Riau Grafik Penjualan Kendaraan Bermotor Roda 2,3,4 di Provinsi Riau Grafik Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di Bandara 23 SSK II... Grafik Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara SSK 23 II... Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Pekanbaru, Dumai dan Nasional (mtm) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Grafik 2.3. Perkembangan Indeks dan Inflasi pada Subkelompok Bumbubumbuan 29 serta Minyak & Lemak... Grafik 2.4. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Tw I Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru secara Triwulanan Grafik 2.6. Perkembangan Indeks Kelompok Barang dan Jasa selama 32 Triwulan I Grafik 2.7. Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Dumai Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Kota Dumai Grafik Inflasi menurut Kelompok Barang & Jasa Triwulan I Grafik 3.1. Grafik 3.2. Perkembangan Uang Kuasi, Giral dan SBI di Provinsi Riau (dalam Rp triliun)... Perkembangan Aset Perbankan di Provinsi Riau (dalam Rp triliun) Grafik 3.3. Pertumbuhan Kredit Triwulanan (qtq) Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau Tahun Grafik 3.4. Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau Grafik 3.5. Jumlah Undisbursed Loan Perbankan Provinsi Riau (dalam Rp 50 triliun). Grafik 3.6. Perkembangan NPLs Gross di Provinsi Riau Grafik 3.7. Perkembangan Rasio Alat Likuid terhadap NCD Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau xi

12 Daftar Grafik Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito (%) Grafik Komposisi Pendapatan Bunga. 60 Grafik Komposisi Beban Bunga Grafik Perkembangan Laba Rugi (Triwulanan, Rp Juta) Grafik Pembiayaan Syariah Menurut Sektor Ekonomi Grafik 4.1. Grafik 4.2. Anggaran belanja Barang Pemerintah Pusat Terbesar di Provinsi Riau Tahun Anggaran belanja Modal Pemerintah Pusat Terbesar di Provinsi Riau Tahun Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik 5.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di Bank Indonesia Pekanbaru (Rp Miliar) Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Tahun Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Provinsi Riau Tahun Grafik 6.1. Nilai Tukar Petani (NTP) Umum di Provinsi Riau Grafik 6.2. Perkembangan Harga TBS Provinsi Riau Triwulan I Grafik 6.3. Perkembangan Harga Bahan Olahan Karet Provinsi Riau Triwulan I Grafik 6.4. Nilai Tukar Petani (NTP) Sektoral Provinsi Riau xii

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV I MAKRO Indek Harga Konsumen : Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : PDRB - harga konstan (Rp miliar ) - Pertanian 3, , , , , Pertambangan & Pengganlian 11, , , , , Industri Pengolahan 2, , , , , Listrik, gas dan Air Besih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan restoran 1, , , , , Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa 1, , , , , Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) B. PERBANKAN PERBANKAN Bank Umum : INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV I Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp triliun) Giro (Rp triliun) Tabungan (Rp triliun) Deposito (Rp triliun) Kredit (Rp triliun) - berdasarkan lokasi proyek LDR (%) Kredit (Rp triliun) - berdasarkan lokasi kantor cab Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) Kredit UMKM (Rp triliun ) Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi NPL MKM (%) BPR Total Aset (Rp miliar) DPK (Rp Miliar) Kredit (Rp miliar) - berdasarkan lokasi proyek Kredit UMKM (Rp miliar ) Rasio NPL (%) LDR *) SBH 2007 xiii

14 RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Kondisi perekonomian Riau dalam triwulan laporan relatif melambat Dinamika perekonomian Riau dalam triwulan laporan secara umum menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) tercatat tumbuh sebesar 3,01%. Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan tercatat mengalami perlambatan dari 7,20% menjadi 6,02%. Penghimpunan dana dan aset mengalami kenaikan Kondisi perbankan pada triwulan laporan secara umum lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV Aset perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2010 mencapai Rp43,50 triliun, mengalami kenaikan sebesar 10,91% (qtq) yang didorong oleh penghimpunan dana yang meningkat sebesar 9,70% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan. 1

15 II. ASESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) tanpa unsur migas mengalami perlambatan Kondisi perekonomian pada triwulan I-2010 secara umum menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) dengan unsur migas masih tumbuh relatif stagnan meskipun sedikit mengalami kenaikan dari 2,97% pada triwulan IV-2009 menjadi 3,01% pada triwulan I Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan (yoy) tercatat sebesar 6,02% atau melambat baik dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang mencapai 7,20% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,55%. Investasi non migas mengalami pertumbuhan tertinggi secara tahunan (yoy) Investasi non migas pada triwulan I-2010 tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10,22% (yoy). Hal ini diindikasikan terkait dengan investasi pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) baru serta adanya upaya ekstensifikasi lahan seperti perluasan kebun oleh industri kelapa sawit di Provinsi Riau. Faktor musim trek mengakibatkan pertumbuhan sektor pertanian secara umum mengalami perlambatan ACFTA memberikan indikasi positif terhadap industri CPO Dari sisi penawaran, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan dari 6,07% pada triwulan IV-2009 menjadi 2,98% pada trwiulan I Hal ini utamanya dipicu oleh faktor musim trek atau menurunnya produktivitas tanaman kelapa sawit sehingga mengakibatkan sub sektor perkebunan tumbuh melambat sebesar 4,99%. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada industri pengolahan kelapa sawit, diketahui bahwa pemberlakuan Asean China Free Trade Area (ACFTA) diperkirakan akan berdampak positif terhadap perkembangan industri pengolahan non migas (dalam hal ini CPO) dan juga sektor perkebunan. III. ASESMEN INFLASI Inflasi pada triwulan I-2010 mengalami kenaikan Perkembangan tingkat harga yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Nasional secara umum masih tetap berada pada tingkat yang cukup rendah, namun demikian secara umum sudah mulai menunjukkan kecenderungan meningkat. 2

16 Inflasi Kota Pekanbaru mencapai 0,79% (q-t-q) Kota Pekanbaru secara triwulanan mengalami inflasi sebesar 0,79% (qtq), mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,30% (qtq). Berdasarkan kelompoknya, inflasi terjadi hampir pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,88% (qtq) dan 0,02% (qtq). Inflasi Kota Dumai relatif lebih rendah yaitu sebesar 0,26% (q-t-q) Pada triwulan laporan, inflasi di Kota Dumai mencapai 0,26% (qtq) atau lebih rendah dibandingkan dengan inflasi (qtq) di Kota Pekanbaru. Meskipun demikian, inflasi Kota Dumai mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi sebesar 1,14%, dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang juga mengalami deflasi sebesar 0,74%. Kondisi tersebut didorong oleh peningkatan pada kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan. IV. ASSESMEN KEUANGAN Penyaluran kredit dan Penghimpunan Dana mengalami kenaikan Kondisi perbankan di Provinsi Riau dalam triwulan laporan relatif lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit meskipun risiko kredit atau NPL sedikit meningkat. Sementara itu, jumlah kantor bank mengalami kenaikan sebanyak 14 kantor yaitu dari 499 kantor menjadi 513 kantor. Aset perbankan mengalami kenaikan sebesar 10,91% (qtq) Di sisi lain, jumlah aset perbankan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sementara, jumlah jaringan kantor perbankan di Provinsi Riau mengalami penambahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Aset perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2010 mencapai Rp43,50 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 10,91% (qtq). Hal ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan giro perbankan sebesar 36,54% (qtq). 3

17 Penyaluran kredit triwulan I-2010 terkonsentrasi pada kredit konsumsi Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp24,90 triliun atau tumbuh secara tahunan sebesar 20,10% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2009 yang mencapai 18,34% (yoy). Penyaluran kredit menurut sisi penggunaan dalam triwulan laporan terkonsentrasi pada kredit konsumsi dengan angka mencapai Rp9,18 triliun atau sekitar 36,86% dari total kredit keseluruhan Penyaluran kredit sektor pertambangan mengalami kenaikan tertinggi secara sektoral Secara sektoral kredit kepada sektor pertambangan tercatat mengalami kenaikan tertinggi dari Rp69,31 miliar pada triwulan IV-2009 menjadi Rp142,06 miliar. Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan pada kredit sub sektor pertambangan minyak dan gas bumi dari Rp7,06 miliar menjadi Rp71,22 miliar. Hal ini diperkirakan terkait adanya dengan penemuan sumur minyak baru. NPL perbankan Riau mengalami kenaikan Pengelolaanr risiko kredit dalam triwulan laporan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercermin dari meningkatnya angka NPL dari 2,41% menjadi 2,67%. Dengan memperhitungkan pembentukan pencadangan aktiva produktif (PPAP), rasio NPLs net perbankan dalam triwulan laporan juga mengalami peningkatan risiko dari 1,17% menjadi 1,74%. V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan mengalami perlambatan Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2010 diperkirakan akan mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan I pemutusan kontrak impor CPO oleh Unilever dan Nestle serta adanya masa panen sejumlah sumber minyak nabati yang bersifat subsitusi terhadap CPO (seperti bunga matahari, jagung dan kedelai) akan memberikan tekanan terhadap komponen ekspor Riau (terutama CPO) dan pertumbuhan ekonomi Riau secara umum. Permintaan domestik pada triwulan II-2010 diperkirakan akan masih terjaga Dari sisi permintaan, daya beli masyarakat diperkirakan masih akan berada pada tingkat yang stabil, meskipun terjadi penurunan penghasilan petani sebagai akibat dari penurunan harga TBS dan menurunnya penjualan karet 4

18 oleh petani karet Riau. Besarnya kontribusi daya beli masyarakat terhadap tingkat konsumsi akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Riau. Laju Inflasi sampai dengan semester I-2010 berada pada level moderat Dari sisi harga, tekanan inflasi diperkirakan belum akan mengalami peningkatan yang signifikan sampai dengan semester I Perkembangan harga masih akan terjaga pada tingkat yang rendah sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah dan kecukupan pasokan. Namun demikian jika kenaikan tarif TDL tetap diberlakukan, diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap inflasi 5

19 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. Kondisi Umum Kondisi perekonomian Riau pada triwulan laporan secara umum menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) dengan unsur migas tumbuh relatif stagnan meskipun sedikit mengalami kenaikan dari 2,97% pada triwulan IV-2009 menjadi 3,01% pada triwulan I Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan (yoy) tercatat sebesar 6,02% atau relatif melambat baik dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang mencapai 7,20% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,55%. 6

20 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Faktor permintaan domestik yang utamanya ditopang oleh konsumsi sebesar 7,89% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,33%. Di sisi lain, komponen ekspor pada triwulan laporan mulai menunjukkan kenaikan dengan tumbuh (yoy) sebesar 2,93% atau meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi (yoy) sebesar 5,04%. Peningkatan ini diperkirakan seiring dengan meningkatnya konsumsi minyak di negara-negara maju memasuki musim dingin pada triwulan laporan. Komponen lain seperti investasi justru menunjukkan adanya kontraksi (yoy) sebesar 1,35%, atau menurun baik dibandingkan dengan triwulan IV-2009 (3,58%) maupun triwulan I-2009 (11,87%). Hal ini utamanya didorong oleh menurunnya investasi migas yang tercatat mengalami kontraksi (yoy) sebesar 9,61%. Meskipun demikian, investasi non migas yang memiliki pangsa lebih kurang 20% dalam PDRB non migas tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,22%. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (y-o-y,%) Termasuk Migas Tanpa Migas % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I '05 '06 '07 '08 '09 '10 Sumber : Diolah oleh Bank Indonesia 2. PDRB Sisi Permintaan Konsumsi agregat di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat menunjukkan perlambatan baik dibandingkan dengan triwulan IV-2009 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh melambat dari 18,69% pada triwulan IV-2009 menjadi 5,96% pada triwulan I Pertumbuhan (yoy) konsumsi masyarakat yang memiliki porsi 7

21 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional terbesar dalam struktur konsumsi masih relatif stabil (8,29%) meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang tumbuh sebesar 8,99%. Grafik 1.2. Share of Growth Pertumbuhan (yoy,%) Provinsi Riau 100% % Grafik 1.3. Share of Growth Pertumbuhan (yoy,%) Non Migas Provinsi Riau % % % 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % * 2007* 2008** 2009*** 2010*** % 0.00 Konsumsi Investasi Ekspor Impor g.pdrb (rhs) % % 60% 40% 20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I * 2007* 2008** 2009*** 2010*** Konsumsi Investasi Ekspor Impor g.pdrb (rhs) % Sumber : diolah oleh Bank Indonesia Sementara itu, total ekspor Riau tercatat tumbuh (yoy) sebesar 2,93% atau meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi (yoy) sebesar 5,04%. Meskipun demikian, deviasi pertumbuhan impor tahunan (yoy) masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor walaupun pangsa komponen tersebut relatif kecil. Setidaknya hal ini mengindikasikan bahwa kinerja ekspor belum sepenuhnya membaik, terutama jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun Di sisi lain, investasi non migas dalam triwulan laporan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari kontaksi sebesar 0,66% (triwulan IV-2009) menjadi 10,22% (triwulan I-2010). Hal ini diindikasikan terkait dengan investasi pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) serta adanya upaya ekstensifikasi lahan seperti perluasan kebun oleh industri kelapa sawit di Provinsi Riau. 8

22 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) (dalam satuan persen (%)) Keterangan 2008** 2009*** 2010*** I II III IV I II III IV I 1. Konsumsi 7,61 8,59 7,42 9,79 8,71 6,72 9,93 10,33 7,89 - Konsumsi Masyarakat 7,26 8,74 7,29 10,22 9,92 6,43 10,20 8,99 8,29 - Konsumsi Swasta Nirlaba 7,53 7,75 7,06 8,61 23,86 25,08 19,35 8,01 (4,95) - Konsumsi Pemerintah 9,78 7,68 8,23 7,25 0,65 7,65 7,88 18,69 5,96 2. Investasi 0,74 3,87 2,61 3,51 11,87 8,72 5,08 3,58 (1,35) - Migas (6,65) (3,45) (10,20) (11,86) 16,33 8,15 8,04 8,18 (9,61) - Non Migas 12,09 14,51 20,04 23,35 6,16 9,42 2,07 (0,66) 10,22 3. Ekspor 4,62 8,57 9,14 4,48 (1,57) (2,47) (5,85) (5,04) 2,93 - Migas 4,12 9,38 9,72 5,11 (1,47) (6,91) (8,25) (11,19) 3,81 - Non Migas 5,50 7,17 8,15 3,44 (1,76) 5,36 (1,76) 5,31 1,39 4. Impor 8,91 9,60 8,48 7,59 2,42 4,81 0,37 (3,25) 5,28 - Migas 50,11 (23,00) (96,02) (163,56) (2,30) (152,90) (3.237,15) 424,19 (29,14) - Non Migas 7,16 10,34 11,74 14,42 2,70 7,29 3,97 6,23 7,22 PDRB Migas 3,45 6,97 6,78 5,37 5,11 2,12 1,54 2,97 3,01 PDRB Non Migas 7,98 8,35 8,54 7,38 6,55 6,43 5,57 7,20 6,02 **) data sementara, ***) data sangat sementara Sumber : Diolah oleh Bank Indonesia 2.1. Konsumsi Secara umum, pangsa konsumsi di Provinsi Riau yang terdiri atas konsumsi masyarakat, konsumsi lembaga swasta, dan konsumsi pemerintah masih memiliki porsi yang cukup besar terhadap struktur PDRB. Dalam triwulan laporan, pangsa komponen konsumsi mencapai 44,87%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan pangsa konsumsi pada triwulan sebelumnya yang mencapai 41,70%. Konsumsi masyarakat yang memiliki pangsa terbesar tumbuh (yoy) relatif stabil sebesar 8,29% meskipun tumbuh lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 8,99%. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kondisi tersebut adalah masih rendahnya konsumsi swasta nirlaba yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,95%. Selain itu, konsumsi pemerintah juga tumbuh (yoy) melambat sebesar 5,96% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 18,69%. Hal ini diindikasikan erat kaitannya dengan masih rendahnya realisasi belanja anggaran modal dan siklus penyelesaian proyek pemerintah menjelang akhir tahun anggaran. Adanya perlambatan dalam konsumsi secara agregat pada triwulan laporan tercermin dari menurunnya konsumsi bahan bakar seperti premium, minyak tanah dan solar. Konsumsi premium dan solar tercatat mengalami penurunan masingmasing sebesar 9,11% dan 11,69% dibandingkan akhir Desember Kondisi ini diindikasikan sejalan dengan mulai membaiknya sektor listrik sehingga turut mengurangi penggunaan genset. 9

23 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.4. Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Wilayah Riau Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen 120, , Kilo Liter 80,000 60,000 40, , Mar'06 Jun'06 Sept'06 Des'06 Mar'07 Jun'07 Sept'07 Des'07 Mar'08 Jun'08 Sept'08 Des'08 Mar'09 Jun'09 Sep'09 Des'09 Mar'10 Indeks Keyakinan Konsumen Minyak Tanah Premium Solar Jumlah pengangguran saat ini Sumber : PT. Pertamina Sumber : Survei Konsumen Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dalam triwulan laporan menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan IKK tersebut diindikasikan terjadi karena adanya kekhawatiran konsumen terhadap kondisi di sub sektor perkebunan yang akan berdampak kepada pendapatan. Disamping itu, keyakinan konsumen terhadap jumlah pengangguran saat ini juga relatif menurun berdasarkan hasil survei konsumen Investasi Migas Secara tahunan (yoy), pertumbuhan investasi dengan memasukkan unsur migas tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,35% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,58%. Kondisi ini terjadi diperkirakan karena penanaman modal yang dilakukan oleh investor asing maupun investor dalam negeri di bidang migas belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan sejalan dengan kondisi sumur minyak yang sudah kurang begitu produktif serta minimnya dukungan infrastruktur Non MIgas Sementara itu, perkembangan investasi non migas Riau pada triwulan laporan menunjukkan kondisi yang menggembirakan, yang tercermin dari meningkatnya pertumbuhan tahunan (yoy) menjadi 10,22% dari triwulan sebelumnya yang 10

24 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,66%. Pesatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan adanya ekstensifikasi lahan seperti perluasan kebun dan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) baru oleh industri CPO di Provinsi Riau. Beberapa indikator yang mencerminkan kondisi ini adalah meningkatnya realisasi pengadaan semen dan investasi kendaraan bermotor seperti truck dan pick up. Pada triwulanan laporan realisasi pengadaan semen mencapai 255,92 ribu ton, meningkat 10,26% dibandingkan dengan realisasi pengadaan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 232,11 ribu ton. Sedangkan jumlah kendaraan baru jenis truck dan pick up yang tercermin dari Bea Balik Nama Kendaraan Baru (BBN-KB) sampai dengan bulan Januari 2010 mengalami kenaikan sebesar 50,08% menjadi 851 dibandingkan dengan bulan Desember Grafik 1.6. Perkembangan Realisasi Pengadaan Semen di Riau dan Sumatera Grafik 1.7. Penjualan Kendaraan Bermotor Jenis Pick Up dan Truck di Riau 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20, ,000, , , , , , , , , , Riau (kiri) Sumatera (kanan) Bea Balik Nama (kanan) Pajak Kendaraan Bermotor (kiri) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber : Dinas Pendapatan, diolah Perkembangan kredit investasi sebagai salah satu aspek pendukung kegiatan investasi dalam triwulan laporan mulai menunjukkan kenaikan. Pada triwulan laporan kredit investasi secara tahunan (y-o-y,%) tumbuh sebesar 23,97%, lebih tinggi dibandingkan baik dengan pertumbuhan (yoy) triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,80% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,98%. 11

25 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Investasi di Provinsi Riau ,000, ,000,000 6,000,000 5,000,000 % ,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 Rp juta - Tw.IV.08 Tw.I.09 Tw.II.09 Tw.III.09Tw.IV.09 Tw.I.10 - Kredit Investasi (kanan) yoy 2.3. Ekspor dan Impor Migas Dalam triwulan laporan, komponen ekspor termasuk migas tumbuh (yoy) sebesar 2,93%, atau relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya yang menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini diindikasikan dipicu oleh adanya kenaikan permintaan di negara maju seperti Amerika Serikat seiring dengan memasuki musim dingin yang terjadi pada triwulan laporan. Sementara itu, komponen impor termasuk migas tercatat mengalami pertumbuhan (yoy) sebesar 5,28% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 3,25%. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan pada beberapa komoditas impor non migas yang memiliki pangsa terbesar dalam komponen impor Non Migas Nilai kumulatif ekspor non migas provinsi Riau (periode Januari-Februari 2010) tercatat sebesar USD1.144,39 juta atau naik sebesar USD226,78 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel 1.3). Hal ini berimbas pada meningkatnya net ekspor non migas yang dalam triwulan laporan 1 tercatat naik 16,08% menjadi USD957,70 juta. Meskipun demikian, volume kumulatif ekspor non migas pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan sebesar 0,73% 1 Periode triwulan i-2010 yaitu bulan Januari-Februari. 12

26 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional menjadi 2.121,38 ribu ton dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 2.136,91 ribu ton. Impor kumulatif non migas dalam triwulan laporan juga tercatat mengalami kenaikan dari USD92,54 juta menjadi USD186,68 juta atau naik 2 kali lipat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sedangkan volume ekspor kumulatif non migas tercatat mengalami kenaikan 3 kali lipat dari 120,56 ribu ton menjadi 398,09 ribu ton. Kenaikan ini utamanya didorong oleh impor komoditas utama seperti pupuk buatan pabrik serta mesin dan peralatan yang diperkirakan untuk menunjang investasi di Provinsi Riau. Tabel 1.2. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Non Migas (USD Juta) Provinsi Riau Komponen Jan-Feb Jan-Feb (%) (USD) Ekspor Nilai (USD juta ) 917, ,39 24,71 226,78 Volume (ribu Ton) 2.136, ,38-0,73-15,52 Impor Nilai (USD juta ) 92,54 186,68 101,73 94,14 Volume (ribu Ton) 120,56 398,09 230,19 277,53 Net Ekspor (USD juta) 825,06 957,70 16,08 132,64 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Ekspor Non Migas Komposisi ekspor non migas Provinsi Riau menurut kelompok Standards International Trading Classification (SITC) dalam triwulan laporan relatif tidak berubah dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ekspor kelompok minyak, lemak dan nabati (utamanya merupakan komoditas CPO) masih menguasai pangsa terbesar (66%) dan mengalami kenaikan dari USD586,64 juta menjadi USD755,91 juta. Kelompok SITC lain yang tercatat memiliki pangsa cukup besar diantaranya adalah kelompok barang manufaktur (kayu olahan) dan barang mentah (pulp, natural rubber, latex) yang pangsanya masing-masing mencapai 14,67% dan 10,90%. Kedua kelompok ini pangsanya relatif stagnan bahkan cenderung menurun terutama untuk ekspor kelompok barang manufaktur (kayu olahan) dikarenakan adanya keterbatasan dalam pasokan kayu saat ini. 13

27 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.9. Pangsa Nilai Ekspor Non Migas Menurut SITC Grafik Pangsa Volume Ekspor Non Migas Menurut SITC 100% 100% 90% 90% 80% 70% Berbagai Hasil Olahan Manufaktur Mesin dan Peralatan 80% 70% Berbagai Hasil Olahan Manufaktur Mesin dan Peralatan 60% Barang Manufaktur 60% Barang Manufaktur 50% 40% 30% Bahan Kimia Minyak dan Lemak Nabati-Hewani Mineral, Minyak dan Gas Bumi Barang Mentah 50% 40% 30% Bahan Kimia Minyak dan Lemak Nabati-Hewani Mineral, Minyak dan Gas Bumi Barang Mentah 20% Tembakau dan Minuman 20% Tembakau dan Minuman 10% Makanan dan Hewan Bernyawa 10% Makanan dan Hewan Bernyawa 0% % Dilihat dari volumenya, kelompok minyak dan lemak nabati memiliki pangsa ekspor terbesar yaitu sekitar 50% dan trennya cenderung menurun dari 1.185,38 ribu ton (Jan-Feb 2009) menjadi 1.056,73 ribu ton pada triwulan laporan (Jan-Feb 2010). Di sisi lain, kelompok SITC yang juga mengalami pangsa volume cukup besar adalah kelompok bahan mentah (pulp, natural rubber, latex) dengan angka mencapai 10,39%. Dalam triwulan laporan, pangsa volume ekspor kelompok ini mengalami penurunan sebesar 21,95%. Sementara, volume ekspor kelompok mineral, minyak dan gas bumi yang utamanya merupakan komoditas batubara (coal) dan memiliki pangsa cukup besar, dalam triwulan laporan mengalami lonjakan cukup tinggi dari 147,84 ribu ton (Jan- Feb 2009) menjadi 389,34 ribu ton yang dipicu oleh kenaikan ekspor batubara ke Cina dan India. Sebagaimana terlihat pada Grafik 1.10, Cina dan India merupakan importir terbesar batubara yang berasal dari Riau pada triwulan laporan. Relatif besarnya kenaikan ekspor batubara diindikasikan seiring dengan musim dingin yang berlaku pada triwulan laporan di Cina serta tingginya kebutuhan dalam memenuhi kecukupan energi mengingat Cina telah menjadi salah satu motor perekonomian dunia. Secara spesifik, volume ekspor batubara ke Cina dan India pada triwulan laporan masing-masing tercatat sebesar 151,89 ribu ton dan 106,99 ribu ton atau meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang relatif nihil (Grafik 1.11). 14

28 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Negara Tujuan Ekspor Komoditas Batubara Grafik Pangsa Volume Ekspor Non Batubara Menurut Kelompok SITC Asean India Cina ribu ton Impor Non Migas Struktur impor non migas provinsi Riau sebagian besar atau lebih dari 60% masih didominasi kelompok bahan kimia serta mesin dan perlataan. Secara spesifik, kelompok bahan kimia menguasai pangsa terbesar (±32%) dengan nilai mencapai USD58,95 juta atau naik 2 kali lipat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar USD26,62 juta. Lebih lanjut, sekitar 60% dari kelompok ini merupakan pupuk buatan pabrik. Adanya kenaikan yang cukup signifikan pada komoditas pupuk mengindikasikan adanya upaya peningkatan kapasitas produksi ataupun ekstensifikasi lahan pada industri pengolahan non migas di Provinsi Riau. Grafik Pangsa Nilai Impor Non Migas Menurut SITC Grafik Pangsa Volume Impor Non Migas Menurut SITC 100% 90% 100% 90% 80% 70% Berbagai Hasil Olahan Manufaktur Mesin dan Peralatan 80% 70% Mesin dan Peralatan Barang Manufaktur 60% Barang Manufaktur 60% Bahan Kimia 50% 40% 30% Bahan Kimia Minyak dan Lemak Nabati-Hewani Mineral, Minyak dan Gas Bumi Barang Mentah 50% 40% 30% Minyak dan Lemak Nabati-Hewani Mineral, Minyak dan Gas Bumi Barang Mentah Tembakau dan Minuman 20% Tembakau dan Minuman 20% Makanan dan Hewan Bernyawa 10% Makanan dan Hewan Bernyawa 10% 0% % Nilai impor mesin dan peralatan yang juga menguasai pangsa cukup besar (±30%) tercatat mengalami kenaikan sebesar 55,51% dari USD36,48 juta menjadi USD56,73 juta. Kenaikan ini utamanya dipicu oleh kenaikan impor mesin pengolah dan pemotong kertas dari USD5,29 juta menjadi USD14,95 juta. 15

29 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Di sisi lain, dalam triwulan laporan juga diketahui bahwa impor kelompok berbagai olahan manufaktur mengalami kenaikan yang cukup tinggi meskipun pangsa kelompok tersebut kurang dari 5%. Impor kelompok berbagai olahan manufaktur mengalami lonjakan yang cukup tinggi dari dari USD2,42 juta menjadi USD7,92 juta. Kenaikan ini utamanya didorong oleh lonjakan impor bahan plastik yang memiliki pangsa terbesar dalam kelompok berbagai olahan manufaktur. Dalam triwulan laporan, nilai impor komoditas tersebut mengalami kenaikan sebesar USD1.898 juta menjadi USD2.088,38 juta. Volume impor non migas terbesar selama periode Januari-Februari 2010 berasal dari kelompok bahan kimia yang utamanya merupakan pupuk buatan pabrik. Pada periode ini, impor komoditas tersebut mencapai 190,09 ribu ton atau mengalami kenaikan sebesar 154,18 ribu ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 35,91 ribu ton. Kelompok olahan manufaktur seperti plastik dan perhiasan juga tercatat mengalami kenaikan yang cukup tinggi meskipun pangsanya relatif kecil. Volume impor kelompok tersebut secara kumulatif mengalami kenaikan dari 990 ton menjadi 7,35 ribu ton. 3. PDRB Sisi Penawaran Dalam triwulan laporan, sektor primer yang terdiri atas sektor pertanian dan pertambangan masih menguasai pangsa terbesar dalam perekonomian Riau dengan angka mencapai sebesar 58,60%. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur perekonomian Riau utamanya masih didorong oleh komoditas barang mentah hasil bumi dibandingkan produk olahan manufaktur. Grafik Perkembangan Pangsa Sektoral PDRB Grafik Perkembangan Pangsa Sektoral PDRB Non Migas 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I '04 '05 '06*) '07*) '08**) '09***) '10***) '04 '05 '06*) '07*) '08**) '09***) '10***) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier Sumber : Diolah oleh Bank Indonesia 16

30 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Perkembangan ekonomi menurut sektor sampai dengan triwulan I-2010 selengkapnya tersaji pada Tabel 1.3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sektor pertambangan migas yang memiliki porsi terbesar tumbuh (yoy) relatif kecil sebesar 0,26% meskipun meningkat dibandingkan dengan periode sebelumya. Sementara, pertumbuhan (yoy) sektor pertanian tercatat sebesar 2,98% atau melambat jika dibandingkan dengan triwulan IV-2009 dan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini secara teknis dipengaruhi oleh masa trek yang terjadi pada sub sektor perkebunan sehingga mengakibatkan gangguan produksi tanaman kelapa sawit. Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy) (dalam satuan persen (%)) Keterangan 2008** 2009*** 2010*** I II III IV I II III IV I A.Tradables 1 Pertanian 5,56 5,88 5,74 2,09 3,10 3,14 2,25 6,07 2,98 2 Pertambangan 0,03 6,13 5,52 4,00 4,18 (1,40) (1,88) (0,75) 0,43 - Migas (0,28) 5,95 5,39 3,81 3,99 (1,66) (2,10) (0,94) 0,26 - Non Migas 24,58 18,97 14,05 16,18 15,84 15,51 11,71 9,82 9,84 3 Industri Pengolahan 5,11 7,25 7,88 8,37 5,35 5,82 3,60 4,79 5,30 - Migas 0,92 3,33 2,83 0,08 0,93 1,12 (0,67) 0,87 0,84 - Non Migas 6,53 8,61 9,54 11,04 6,78 7,37 4,92 5,93 6,66 B. Non Tradables 4 Listrik, Gas dan Air 6,99 6,33 6,86 7,25 5,60 4,87 (0,93) 2,80 3,71 5 Bangunan 9,84 9,45 10,47 14,61 9,31 8,21 8,29 8,73 9,02 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 10,50 10,46 10,50 7,50 7,95 8,02 9,37 9,50 7,76 7 Penganggkutan dan Komunikasi 9,51 9,95 10,21 12,03 9,93 8,64 7,38 6,69 7,78 8 Keuangan dan Jasa Perusahaan 13,77 12,68 14,22 13,87 12,20 11,76 8,21 8,23 8,82 9 Jasa-jasa 9,21 9,14 9,30 9,34 9,26 8,63 7,63 8,11 7,89 PDRB Migas 3,45 6,97 6,78 5,37 5,11 2,12 1,54 2,97 3,01 PDRB Non Migas 7,98 8,35 8,54 7,38 6,55 6,43 5,57 7,20 6,02 **) data sementara, ***) data sangat sementara Sumber : Diolah oleh Bank Indonesia Industri pengolahan pada triwulan laporan tercatat mengalami kenaikan dari 4,79% pada triwulan IV-2009 menjadi 5,30% pada triwulan I Hal ini utamanya didorong oleh meningkatnya produktivitas industri pengolahan non migas yang menguasai pangsa terbesar dengan angka mencapai 6,66% Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian Provinsi Riau pada triwulan I-2010 diketahui mengalami perlambatan. Pertumbuhan (yoy) sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 2,98% atau melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang tercatat sebesar 6,07% maupun periode yang sama tahun sebelumnya (3,10%). Hal ini utamanya dipengaruhi oleh sub sektor perkebunan yang tercatat tumbuh (yoy) melambat sebesar 4,99% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,81%. 17

31 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Dengan pangsa yang cukup besar (49,22%), hal ini tentunya memberikan dampak yang cukup signfikan terhadap perkembangan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan. Kondisi tersebut secara teknis disebabkan oleh masa trek yaitu menurunnya produksi Tanaman Buah Segar (TBS) akibat musim penghujan sehingga penyerbukan sawit mengalami kegagalan. Grafik Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Grafik Perkembangan Pangsa Sub Sektor Pertanian % (2.00) (4.00) (6.00) 4.99 (0.10) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I T. Bahan Makanan T. Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan % I III I III I III I III I III I III I Perikanan Kehutanan Peternakan T. Perkebunan T. Bahan Makanan Sumber: Diolah oleh Bank Indonesia Sumber : Diolah oleh Bank Indonesia Di sisi lain, sub sektor kehutanan yang juga memiliki pangsa relatif besar (33,02%) tercatat mengalami kontraksi (yoy) sebesar 0,10% pada triwulan I Sejak semester II-2008, kondisi pertumbuhan sub sektor kehutanan cenderung menunjukkan trend menurun sehubungan dengan adanya pengawasan yang sangat ketat oleh Pemerintah Provinsi Riau dan Departemen Kehutanan terkait dengan undang-undang penebangan kayu ilegal (illegal logging) Pertambangan dan Penggalian Migas Pertumbuhan (yoy) sektor pertambangan Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,43%, dimana lebih dari 38% pangsa sektor tersebut didominasi oleh pertambangan sektor migas. Pertumbuhan (yoy) sub sektor pertambangan migas dalam triwulan laporan tercatat sebesar 0,26% atau mengalami peningkatan 2 Persepsi menurut penegak hukum, setiap penebangan hutan adalah pengrusakan lingkungan, sementara persepsi menurut Departemen Kehutanan ada aturan tersediri mengenai Tata Guna Hutan untuk provinsi, kabupaten dan kota. Provinsi Riau belum memperoleh Tata Guna Hutan sehingga seharusnya secara ketentuan masih mengacu kepada Tata Guna Hutan Nasional. Namun dalam prakteknya tidak demikian, masing-masing kabupaten/kota mempunyai Tata Guna Hutan sendiri, sehingga izin HPH ke dalam beberapa wilayah Kabupaten. 18

32 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional dibandingkan dengan triwulan IV Meskipun relatif meningkat namun pertumbuhan sektor pertambangan Riau relatif kecil terutama jika dibandingkan dengan triwulan I-2009 dan rata-rata pertumbuhan selama tahun Kondisi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh nilai lifting minyak bumi di Provinsi Riau yang cenderung menurun akibat kinerja sumur minyak yang sudah tua dan kurang begitu produktif. Pada Grafik, diketahui bahwa nilai lifting minyak bumi di Provinsi Riau pada triwulan I-2010 mencapai 31,13 juta barel atau menurun 4,33% dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang mencapai 32,54 juta barel.sedangkan, nilai lifting gas bumi Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 16,77% dibandingkan dengan triwulan IV-2009 menjadi 948,25 MMBTU. Grafik Nilai Lifting Minyak Bumi Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau Grafik Nilai Lifting Gas Bumi Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau juta barel juta barel I II III IV I II III IV I Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Total (kanan) Sumber : Departemen ESDM, diolah Sumber : Departemen ESDM, diolah Non Migas Sementara itu, pertumbuhan (yoy) sub sektor pertambangan non migas dalam triwulan laporan diketahui mencapai 9,84% atau relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang tercatat sebesar 9,82%. Pertumbuhan sektor pertambangan tanpa migas diindikasikan karena eksplorasi dan eksploitasi komoditas batubara yang mengalami peningkatan. Namun, karena pangsanya yang kecil (2,3%) sehingga belum dapat mempengaruhi pertumbuhan sektor pertambangan secara umum. 19

33 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.3. Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan I-2010 tercatat sebesar 5,30% atau menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,79%. Hal ini utamanya didorong oleh kinerja sub sektor industri non migas yang tercatat tumbuh (yoy) sebesar 6,66% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,93%), namun masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,78%. Sebagaimana diketahui, pangsa industri pengolahan non migas mencapai lebih dari 80% terhadap sektor industri pengolahan di Provinsi Riau. Membaiknya kinerja sub sektor industri pengolahan non migas ini sejalan dengan hasil survei liason dimana sebagian besar contact liaison mengkonfirmasi relatif stabilnya kapasitas utilisasi dan tidak ditemukan adanya mismatch produksi dan permintaan baik untuk industri Crude Palm Oil (CPO) maupun karet olahan, meskipun terdapat gangguan pasokan TBS terkait dengan musim trek kelapa sawit pada periode triwulan laporan. Grafik Pergerakan Harga Rerata (Average Price) Karet di Pasar Internasional Grafik Pergerakan Harga Rerata (Average Price) CPO di Pasar Internasional Karet (USD/Kg) Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Oct Jan Apr Jul Oct Jan Apr Jul Oct Jan Apr , , , CPO (USD/MT) Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Oct Jan Apr Jul Oct Jan Apr Jul Oct Jan Apr Sumber : Bloomberg, diolah Di sisi lain, membaiknya kinerja sub sektor industri pengolahan non migas juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh harga CPO dan karet dunia yang cenderung menunjukkan tren meningkat sejak semester II Harga rerata (average price) CPO di pasar internasional pada triwulan laporan diketahui mencapai USD791,26/MT atau naik 9,06% dibandingkan dengan triwulan 20

34 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional sebelumnya. Sementara, harga karet di pasar internasional tercatat mengalami kenaikan sebesar 25,02% menjadi USD354,01/Kg. Membaiknya pasar otomotif dunia dan adanya gangguan produksi di beberapa negara penghasil karet utama, menjadi faktor penyebab meningkatnya harga karet dunia pada triwulan laporan Bangunan Sektor bangunan dalam triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan (yoy) tertinggi diantara sektor lainnya dengan angka sebesar 9,02% atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan IV-2009 yang tercatat sebesar 8,73%. Hal ini diindikasikan terjadi akibat pesatnya pembangunan berbagai infrastuktur seperti gedung dan jembatan menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 yang diselenggarakan di Provinsi Riau Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Perkembangan sektor PHR pada triwulan laporan tumbuh (yoy) sebesar 7,76%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,50%. Kondisi ini terjadi akibat melambatnya pertumbuhan (yoy) sub sektor perdagangan besar dan eceran (7,75%) yang menguasai pangsa terbesar dalam sektor PHR dibandingkan dengan triwulan yang mencapai sebesar 9,53%. Hal ini juga tercermin dari relatif rendahnya tingkat hunian hotel pada triwulan I-2010 yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan bisnis dan pelaksanaan berbagai kegiatan oleh Pemda yang merupakan konsumen utama hotel di Riau 3. Sementara, angka Bea Balik Nama Kendaraan Baru (BBN-KB) kendaraan bermotor sampai dengan Januari 2010 di Provinsi Riau masih relatif stabil. Angka penjualan kendaraan baru roda 2,3,4 sampai dengan bulan Januari 2010 tercatat sebesar unit atau mengalami kenaikan unit dibandingkan dengan akhir tahun Berdasarkan keterangan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) wilayah Riau. 21

35 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Tingkat Hunian Hotel Berbintang 3,4,5 di Provinsi Riau Grafik Penjualan Kendaraan Bermotor Roda 2,3,4 di Provinsi Riau Tingkat Hunian Hotel (%) January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February Maret Pajak Kendaraan Bermotor (kiri) Bea Balik Nama (kanan) Sumber : PHRI, diolah Sumber : Dinas Pendapatan, diolah 3.6. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dalam triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,78%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,69%. Peningkatan ini utamanya didorong oleh kenaikan pada sub sektor angkutan darat dan angkutan laut yang masing-masing tumbuh (yoy) sebesar 6,00% dan 5,72%. Sebagaimana diketahu, kedua pangsa sub sektor tersebut mencapai lebih dari 86% terhadap sektor pengangkutan di Provinsi Riau. Tabel 1.4. Pertumbuhan (yoy) Sub Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Keterangan 2008** 2009*** 2010*** I II III IV I II III IV I a. Pengangkutan 8,68 8,61 8,70 10,69 8,30 6,89 5,67 4,72 6,26 1. Angkutan Darat 8,48 8,28 8,22 9,27 8,03 6,71 5,67 5,38 6,00 2. Angkutan Laut 7,08 6,97 8,13 12,01 7,62 6,21 4,50 2,16 5,72 3. Angkutan Udara 12,34 15,07 14,23 17,38 11,98 8,79 7,21 5,19 8,85 4. Jasa Penunjang Angkutan 10,49 9,01 8,79 13,47 8,58 8,04 6,60 4,33 7,11 b. K o m u n i k a s i 14,75 18,42 19,70 20,29 19,69 18,74 17,10 17,84 16,00 Sumber : Diolah oleh Bank Indonesia Sementara itu, pertumbuhan sub sektor angkutan udara yang tercatat mengalami kenaikan cukup tinggi dari 5,19% (triwulan IV-2009) menjadi 8,55% (triwulan I- 2010) juga turut menjadi pemicu meningkatnya pertumbuhan sektor pengangkutan pada triwulan laporan. Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah masih tetap tingginya arus kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II terutama sejak 22

36 Evaluasi Kondisi Ekonomi Makro Regional mencapai puncaknya pada triwulan IV-2009 yang beririsan dengan hari raya keagamaan idul fitri, natal dan musim liburan. Grafik Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di Bandara SSK II Grafik Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara SSK II Penumpang Datang Penumpang Berangkat Pesawat Datang Pesawat Berangkat ribu I II III IV I II III IV I 1000 I II III IV I II III IV I Sumber : PT. Angkasa Pura, Riau, diolah 23

37 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. Kondisi Umum Memasuki tahun 2010, perkembangan harga yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan nasional secara umum masih tetap berada pada tingkat yang cukup rendah, namun demikian secara umum sudah mulai menunjukkan kecenderungan meningkat. Secara triwulan (qtq), Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 0,79%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi Kota Dumai tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru yaitu sebesar 0,26%, yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya. Seiring dengan kondisi regional, maka secara nasional pada triwulan I-2010 juga terjadi inflasi yaitu sebesar 0,99%, juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 24

38 Perkembangan Inflasi Daerah Secara umum, berkurangnya tekanan inflasi terutama karena terjaganya ekspektasi inflasi sejalan dengan kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah dan kecukupan pasokan. Selain itu, rendahnnya tekanan yang berasal dari volatile food dan administered price turut memberikan pengaruh yang besar. Komitmen yang kuat untuk mencapai stabilitas harga yang diwujudkan dalam langkah strategis oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau turut memberikan kontribusi yang besar. Kestabilan harga yang tercermin dari inflasi yang terkendali dan stabil diperlukan untuk mencapai pertumbumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 2. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru pada triwulan laporan mengalami peningkatan (inflasi) sebesar 0,79% (qtq), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,30%, juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,48%. Sementara itu, Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 0,26% (qtq), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 1,14 %, maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,74%. Secara nasional, pada triwulan laporan terjadi inflasi sebesar 0,99% (qtq), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,49%, dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,36%. Pada bulan Maret 2010, secara bulanan (mtm) seluruh kota di Sumatera tercacat mengalami deflasi kecuali Kota Batam yang mengalami inflasi sebesar 0,25%. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga dan deflasi terendah terjadi di Kota Jambi. Kota Pekanbaru dan Dumai masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,34% dan 0,13% dan berada di urutan 10 dan 5 dari 16 Kota yang disurvey oleh BPS di Wilayah Sumatera. Namun demikian, berdasarkan indeksnya Kota Bandar Lampung masih tetap memiliki indeks tertinggi, sementara Kota Batam tercatat memiliki indeks terendah, sedangkan Kota Pekanbaru berdasarkan indeksnya tetap diurutan ke 15, dan Kota Dumai menjadi diurutan ke 6. 25

39 Perkembangan Inflasi Daerah Tabel 2.1. Perbandingan IHK dan Inflasi Bulan Maret 2010 di Kota-kota Wilayah Sumatera No. Berdasarkan Inflasi Beradasarkan IHK Kota Inflasi Kota IHK 1 Batam 0.25 Bandar Lampung Jambi Pangkal Pinang Lhoksomawe Bengkulu Pangkal Pinang Lhokseumawe Dumai Padang Banda Aceh Dumai Pematang Siantar Tanjung Pinang Tanjung Pinang Jambi Palembang Sibolga Pekanbaru Palembang Bengkulu Padang Sidempuan Medan Banda Aceh Padang Medan Padang Sidempuan Pematang Siantar Bandar Lampung Pekanbaru Sibolga Batam Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Deflasi yang terjadi pada seluruh Kota yang disurvey di Wilayah Sumatera (kecuali Batam), menunjukkan kecenderungan penurunan tekanan pada tingkat harga. Hal ini diperkirakan terjadi karena terjaganya ekspektasi inflasi sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah dan kecukupan stock barang dan jasa. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi juga didorong oleh menurunnya tekanan yang bersumber dari volatile food dan administered price. Jika dilihat secara triwulanan (qtq), juga belum terlihat adanya tekanan yang signifikan pada tingkat harga dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun telah mulai mengalami peningkatan baik di Kota Pekanbaru, Kota Dumai maupun di tingkat nasional. 26

40 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Pekanbaru, Dumai dan Nasional (mtm) 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% -1.00% Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Dumai Pekanbaru Nasional Berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau melalui rekomendasi kepada Pemda dan instansi terkait, agar melakukan langkah-langkah untuk menjaga kecukupan stok dan kelancaran distribusi juga telah memberikan hasil yang positif, yang tercermin dari berkurangnya tekanan terhadap inflasi meskipun pada periode laporan terdapat isu tentang penerapan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) Inflasi Kota Pekanbaru Secara tahunan (yoy), inflasi Kota Pekanbaru pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 2,26%, terus mengalami peningkatan sejak awal tahun 2010 yaitu 2,07% pada bulan Januari 2010 dan 2,14% pada bulan Februari Secara bulanan (mtm), inflasi Kota Pekanbaru di awal triwulan tahun 2010 masih berada pada tingkat yang cukup stabil, namun mengalami sedikit penurunan diakhir triwulan sehingga pada bulan Maret 2010 tercatat mengalami deflasi. 27

41 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru qtq (2.00) mtm yoy ytd Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Pada bulan Januari 2010, Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 0,93%, berada pada urutan ke 9 dari 16 Kota yang disurvey di Wilayah Sumatera, dan berada pada urutan ke 28 dari 66 kota yang disurvey di Indonesia. Inflasi yang terjadi pada bulan Januari 2010 didorong oleh peningkatan yang terjadi pada kelompok bahan makanan dengan andil 0,64% (68,95%), dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan andil 0,32% (34,76%). Sementara, komoditas yang mendominasi terjadinya inflasi antara lain adalah cabe merah, beras, rokok kretek filter, minyak goreng, rokok putih, gula pasir, dan lain-lain. Di sisi lain, komoditas emas perhiasan, bawang merah, bawang putih, dan semen tercatat mengalami deflasi pada bulan Januari Selanjutnya, pada bulan Februari 2010 terjadi inflasi sebesar 0,20% dan berada pada urutan ke 7 di Wilayah Sumatera dan berada diurutan ke 36 secara nasional. Kelompok barang dan jasa yang memberikan sumbangan terhadap pembentukan inflasi pada bulan Februari 2010 adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar dengan andil sebesar 0,23% (115,63%), kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan dengan andil sebesar 0,05% (24%), dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan andil sebesar 0,04% (19,94%). Komoditas yang memberikan sumbangan terhadap pembentukan inflasi pada bulan Februari 2010 antara lain adalah beras, tukang rumah bukan mandor, dan bahan bakar rumah tangga. Di sisi lain, komoditas yang mengalami deflasi antara lain adalah cabe merah, serai, emas perhiasan, telur ayam ras, semen, cabe hijau, dan tomat buah. 28

42 Perkembangan Inflasi Daerah Setelah mengalami inflasi secara berturut-turut di awal tahun 2010, maka pada bulan Maret 2010 Kota Pekanbaru tercatat mengalami deflasi sebesar 0,34%. Kelompok penyumbang deflasi adalah kelompok bahan makanan dengan andil sebesar 0,46% (135,93%), kelompok sandang dengan andil sebesar 0,01% (1,91%), dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan andil sebesar 0,01% (1,52%). Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan inflasi di bulan Maret 2010 adalah cabe merah, beras, serai, ikan gabus, telur ayam ras, batu bata, emas perhiasan, dan semen. Di sisi lain, komoditas yang masih terus mengalami peningkatan antara lain adalah bahan bakar rumah tangga, sewa rumah, sawi hijau, mobil, minyak goreng, dan pertamax. Tabel 2.2. Sepuluh Komoditas yang Memberikan Sumbangan Tertinggi Dalam Pembentukan Harga di Kota Pekanbaru Januari Februari Maret No. Komoditas Kontribusi Komoditas Kontribusi Komoditas Kontribusi Inflasi (%) Inflasi (%) Deflasi (%) 1 Cabe Merah 0.20 Beras 0.18 Cabe Merah Beras 0.17 Tukang Rumah Bukan mandor 0.10 Beras Rokok Kretek Filter 0.16 Bahan Bakar Rumah Tangga 0.08 Serai Minyak Goreng 0.10 Batu Bata 0.06 Ikan Gabus Serai 0.07 Gula Pasir 0.03 Tekur Ayam Ras Rokok Putih 0.07 Minyak Goreng 0.03 Batu bata bbayam 0.05 Service Kendaraan 0.03 Tomat Buah Gula pasir 0.04 Terong Panjang 0.02 Cabe Rawit Tomat Buah 0.04 Mobil 0.01 Cabe Hijau Rokok Kretek Filter 0.04 Pepaya 0.01 Emas Perhiasan 0.01 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Grafik 2.3. Perkembangan Indeks dan Inflasi Pada Subkelompok Bumbu-bumbuan serta Minyak & Lemak Indeks bumbu2an (kiri) Inflasi bumbu2an (mtm) Inflasi bumbu2an (yoy) Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Indeks lemak & minyak (kiri) Inflasi lemak & minyak (yoy) Inflasi lemak & minyak (mtm) 29

43 Perkembangan Inflasi Daerah Berdasarkan perkembangan tersebut di atas, maka selama triwulan I-2010 Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 0,79%, lebih tinggi dibandingan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 0,30% dan 0,48%. Berdasarkan kelompoknya, maka terjadi inflasi pada hampir semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,88% dan 0,02%. Tabel 2.3. Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa di Kota Pekanbaru Triwulan I-2010 NO KELOMPOK Januari Februari Maret Tw I-10 Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Inflasi 1. Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi, dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan UMUM Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi (1,75%), diikuti oleh inflasi pada kelompok perumahan (1,52%). Selanjutnya, inflasi pada kelompok transpor (0,50%), kelompok bahan makanan (0,33%), dan kelompok pendidikan (0,08%). Di sisi lain, kelompok sandang dan kelompok kesehatan masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,88% dan 0,02%. Grafik 2.4. Inflasi kelompok Barang dan Jasa Tw I-2010 Kesehatan, Pendidikan, Transpor, Bahan Makanan, Makanan Jadi, 1.75 Sandang, Perumahan, 1.52 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah 30

44 Perkembangan Inflasi Daerah Selama 2 (dua) tahun terakhir, kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan tercatat merupakan kelompok yang paling stabil tingkat harganya dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sementara itu, kelompok sandang dan kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang paling volatile tingkat harganya. Volatilenya tingkat harga pada kelompok bahan makanan disebabkan karena tingkat sensitifitas yang cukup tinggi dari beberapa jenis komoditas pada kelompok bahan makanan tersebut, misalnya cabe, sayur-sayuran, berbagai jenis ikan, dan lain-lain. Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Secara Triwulanan tw I tw II tw III tw IV tw I tw II tw III tw IV tw I Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Berdasarkan indeksnya, maka pada bulan Januari dan Februari 2010 indeks tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan, diikuti oleh kelompok makanan jadi dan kelompok sandang. Selanjutnya, pada bulan Maret 2010 terjadi sedikit pergeseran, yaitu indeks dari kelompok makanan jadi merupakan yang paling tinggi, diikuti oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Sementara itu, indeks dari kelompok transpor dan kesehatan selalu memiliki indeks yang paling rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat utamanya masih terkonsentrasi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi dan kelompok sandang. Masyarakat lebih mengutamakan ketersediaan dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi daripada ketersedian dari kelompok transpor maupun kesehatan. 31

45 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.6. Perkembangan Indeks Kelompok Barang dan Jasa Selama Triwulan I Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum 0 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Kelompok Bahan Makanan Selama triwulan I-2010, kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi sebesar 0,33%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi sebesar 0,47%, namun lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 1,22%. Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok lemak dan minyak (9,05%), diikuti oleh subkelompok sayur-sayuran (5,97%), padi-padian, umbi-umbian, & hasil-hasilnya (5,11%), serta daging dan hasil-hasilnya (0,10%). Beberapa komoditas yang dominan memberikan sumbangan dalam pembentukan inflasi bahan makanan adalah minyak goreng, beras, bayam, tomat buah, dan kangkung. Peningkatan harga yang terjadi pada komoditas minyak goreng didorong oleh peningkatan harga pada komoditas TBS kelapa sawit di pasar internasional selama triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan harga TBS tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap CPO di pasaran internasional. Saat ini banyak penggunaan minyak nabati dari kacang kedelai yang diganti dengan minyak dari CPO. Selain itu, menurunnya produksi TBS beberapa waktu yang lalu akibat musim hujan telah 32

46 Perkembangan Inflasi Daerah menyebabkan menurunnya produksi, sementara permintaan tetap sehingga harga TBS menjadi meningkat. Umur (Tahun) Tabel 2.4. Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa di Kota Pekanbaru /10-1/12 2/12-8/12 9/12-15/12 13/01-19/01 20/01-26/01 27/01-03/02 04/02-09/02 10/02-16/02 17/02-23/02 24/03-30/03 31/03-6/ , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , >= , , , , , , , , , , Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau Sementara itu, peningkatan harga yang terjadi pada komoditas beras didorong oleh belum tersalurkannya raskin secara optimal, yang sampai dengan triwulan laporan baru mencapai 41,12% dari pagu raskin Riau yang tercatat sebesar 10,05 juta ton untuk triwulan I Sementara itu, dari pagu raskin tahun 2010 penyalurannya baru mencapai 10,44% dari 39,58 juta ton. Untuk Kota Pekanbaru, penyalurannya sampai dengan triwulan berjalan baru mencapai 66,40%, sementara untuk pagu raskin selama tahun 2010 baru mencapai 16,60%. Belum optimalnya penyaluran raskin ini terkait dengan adanya proses update database RTS (Rumah Tangga Sasaran) penerima raskin, sehingga penyaluran raskin mengalami keterlambatan. Sampai dengan akhir triwulan I- 2010, masih terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang belum menyalurkan raskin yaitu Kabupaten Pelalawan, Kota Dumai, Kabupaten Meranti dan Kabupaten Kampar. Tabel 2.5. Realisasi Penyaluran Raskin di Kab/Kota Provinsi Riau No. Kabupaten/Kota Pagu Raskin Tahun 2010 Realisasi s.d. % Terhadap 12 Bulan (kg) 1 Bulan (kg) 12-Mar-10 Bulan Berjalan Tahun Kota Pekanbaru 2,712, , , Kab. Pelelawan 1,486, , Kota Dumai 1,240, , Kabu. Rokan Hilir 3,949, , , Kab. Bengkalis 3,494, ,187 49, Kab. Meranti 2,070, , Kab. Siak 2,048, , , Kab. Indragiri Hilir 8,007, ,316 1,498, Kab. Indragiri Hulu 4,670, , , Kab. Kauntan Singingi 2,365, , , Kab. Kampar 4,768, , Kab. Rokan Hulu 2,772, , , Jumlah 39,585,000 3,349,391 4,131, Sumber : Bulog Propinsi Riau, diolah 33

47 Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Kelompok makanan jadi juga tercatat mengalami inflasi sebesar 1,75%, dan terjadi inflasi pada semua subkelompoknya. Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau & minuman berakohol yaitu mencapai 5,31%. Peningkatan pada subkelompok ini diperkirakan terjadi karena peningkatan cukai rokok yang didorong oleh dikeluarkannya Peratutan Menteri Keuangan No.181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, yang diberlakukan mulai Januari Kebijakan ini telah mendorong peningkatan harga pada komoditas rokok kretek filter, rokok kretek putih, dan rokok kretek. Diperkirakan kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2010 dari sektor cukai hasil tembakau. Realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2009 yang lalu adalah 91% dari target penerimaan APBN-P Kebijakan ini telah mendorong rata-rata kenaikan harga rokok sebesar Rp35,00/batang. Kenaikan ini juga dilakukan untuk penyesuaian dengan roadmap industri hasil tembakau dan merupakan tahapan simplikasi tarif cukai menuju single spesifik yang nantinya hanya membedakan tahapan simplikasi tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan Kelompok Perumahan, air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (Perumahan) Kelompok perumahan pada triwulan I-2010 tercatat mengalami inflasi sebesar 1,52%, dengan inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan, & air (3,63%), diikuti biaya tempat tinggal (1,23%), perlengkapan rumah tangga (0,34%) dan penyelenggaraan rumah tangga (0,22%). Komoditas yang memberikan sumbangan dalam pembentukan inflasi kelompok ini antara lain adalah bahan bakar rumah tangga, batu bata, dan sewa rumah. Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi yaitu semen, dan batu bata. 34

48 Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok Sandang Selama triwulan laporan, kelompok sandang tercatat mengalami deflasi sebesar 0,88%, yang didorong oleh deflasi yang terjadi pada subkelompok barang pribadi & sandang lainnya (2,84%) dan subkelompok sandang wanita (0,11%). Berdasarkan komoditasnya, penyumbang utamanya terjadinya deflasi pada kelompok sandang adalah emas perhiasan. Komoditas ini terus mengalami deflasi selama triwulan laporan. Menurunnya harga emas perhiasan ini diperkirakan karena semakin membaiknya kondisi perekonomian global, sehingga investor mulai berani untuk mengalihkan investasinya ke pasar saham, sehingga permintaan terhadap emas mengalami penurunan. Grafik 2.7. Perkembangan Harga Emas Dunia sumber : Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan I-2010 juga tercatat mengalami deflasi yaitu sebesar 0,02%, dan satu-satunya subkelompok yang mendorong terjadinya deflasi adalah subkelompok perawatan jasmani & kosmetik (0,05%). Deflasi pada subkelompok ini terjadi secara berturut-turut pada bulan Januari, Februari, dan Maret

49 Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan mengalami inflasi sebesar 0,08% yang didorong oleh peningkatan pada subkelompok olahraga (3,85%), dan peningkatan ini hanya terjadi pada bulan Februari Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pada triwulan laporan, kelompok transpor mengalami peningkatan sebesar 0,50%, yang didorong oleh peningkatan pada subkelompok transpor dan subkelompok sarana penunjang transpor yang mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,51% dan 1,80%. Komoditas yang memberikan sumbangan terhadap inflasi pada kelompok ini adalah pemeliharaan/service kendaraan, mobil, dan pertamax Inflasi Kota Dumai Pada triwulan I-2010 (qtq), inflasi Kota Dumai mencapai 0,26% mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi sebesar 1,14%, dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang juga mengalami deflasi sebesar 0,74%. Peningkatan inflasi yang terjadi pada Kota Dumai diperkirakan didorong oleh peningkatan pada kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan. Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Dumai Sumber : BPS Propinsi, diolah 36

50 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat secara tahunan (yoy), maka inflasi Kota Dumai menunjukkan kecenderungan yang lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. Kondisi ini diperkirakan terkait dengan letak Kota Dumai yang dikelilingi oleh beberapa pelabuhan, sehingga beberapa jenis barang lebih dahulu masuk ke Kota Dumai melalui pelabuhan dibandingkan dengan Kota Pekanbaru, sehingga terjadi peningkatan (biaya transportasi) dalam rangka pendistribusian barangbarang dimaksud ke Kota Pekanbaru yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen akhir, sehingga mendorong peningkatan harga di Kota Pekanbaru. Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy) Pekanbaru Sumber : BPS Propinsi, diolah Dumai Secara tahunan (yoy), inflasi Kota Dumai masih terus menunjukkan kecenderungan yang rendah. Secara bulanan (mtm), pada triwulan I-2010 inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari 2010, sementara bulan Februari dan Maret 2010 Kota Dumai tercatat mengalami deflasi. Grafik Perkembangan Inflasi Kota Dumai (2.00) (4.00) Sumber : BPS Propinsi, diolah mtm yoy ytd 37

51 Perkembangan Inflasi Daerah Pada bulan Januari 2010, Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 0,72% dengan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan (1,98%), diikuti oleh kelompok makanan jadi (0,53%), serta kelompok perumahan (0,25%). Berdasarkan subkelompoknya, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan (10,19%), diikuti oleh subkelompok padi, umbi dan hasilhasilnya (4,03%), dan subkelompok lemak dan minyak (2,58%). Seperti halnnya yang terjadi pada Kota Pekanbaru, diperkirakan peningkatan pada kelompok bahan makanan di Kota Dumai didorong oleh belum tersalurkannya raskin Kota Dumai sampai dengan akhir triwulan laporan. Selain itu, peningkatan harga CPO di pasaran internasional turut menjadi pendorong meningkatnya harga jual minyak goreng. Selanjutnya, pada bulan Februari 2010 Kota Dumai mengalami deflasi sebesar 0,32%. Deflasi terjadi pada kelompok bahan makanan (1,19%), kelompok sandang (0,18%), kelompok transpor (0,16%), dan kelompok kesehatan (0,01%). Berdasarkan subkelompoknya, deflasi tertinggi terjadi pada subkelompok sayur-sayuran (5,48%) dan subkelompok bumbu-bumbuan (4,03%). Sementara subkelompok padi,umbi, & hasil-hasilnya masih terus mengalami peningkatan yang diperkirakan masih didorong oleh ketersediaan beras di pasaran. Pada bulan Maret 2010, Kota Dumai kembali mengalami deflasi sebesar 0,13% yang utamanya didorong oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan (0,92%) dan kelompok makanan jadi (0,02%). Sementara itu, berdasarkan subkelompoknya, deflasi tertinggi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan (5,05%), subkelompok buah-buahan (2,92%), subkelompok ikan segar dan minuman tak beralkohol (masing-masing sebesar 1,97% dan 0,47%). 38

52 Perkembangan Inflasi Daerah Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kota Dumai NO KELOMPOK Januari Februari Maret Tw I Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi, dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa 7. keuangan UMUM Sumber : BPS Propinsi, diolah Grafik Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa Triwulan I-2010 Pendidikan, Transpor, Bahan Makanan, Makanan Jadi, 0.65 Kesehatan, Sandang, 0.06 Perumahan, Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah 39

53 Perkembangan Perbankan Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan dunia perbankan di Provinsi Riau secara umum relatif lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Aset perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2010 mencapai Rp43,50 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 10,91% (qtq). Hal ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan giro perbankan sebesar 36,54% (qtq) sehingga mengakibatkan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau tumbuh sebesar 9,70% (qtq) menjadi Rp33,87 triliun. Di sisi lain, penyaluran kredit selama triwulan laporan mencapai Rp24,90 triliun atau tumbuh secara tahunan sebesar 20,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2009 yang mencapai 18,34% (yoy). Selama triwulan laporan, Bank Indonesia telah memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate pada tingkat 6,50% yang didasari oleh penguatan ekonomi domestik yang 40

54 Perkembangan Perbankan Daerah terus berlanjut didukung kinerja ekonomi global yang semakin kondusif. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi selama triwulan I-2010 serta membaiknya indikator risiko yang tercermin dari credit default swaps (CDS) Indonesia yang saat ini berada pada level terendah juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap stabilnya BI-Rate pada triwulan laporan. 2. Perkembangan Dana dan SBI Dalam triwulan laporan, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah giro yang dihimpun pada triwulan laporan meningkat 36,54%, yaitu dari Rp7,08 triliun menjadi Rp9,66 triliun. Di sisi lain, tabungan dan deposito mengalami peningkatan sebesar 1,72% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp23,80 triliun menjadi Rp24,21 triliun yang utamanya didorong oleh peningkatan komponen deposito. Sementara itu, penempatan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) juga mengalami kenaikan yang signifikan yaitu dari Rp348,74 miliar (triwulan IV-2009) menjadi Rp1,42 triliun atau naik sebesar 307,75%. Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan SBI di Provinsi Riau (dalam Rp triliun) Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 SBI DPK 41

55 Perkembangan Perbankan Daerah 3. Perkembangan Perbankan Kondisi perbankan di Provinsi Riau dalam triwulan laporan relatif lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya DPK dan penyaluran kredit meskipun risiko kredit atau NPL sedikit meningkat. Di sisi lain, jumlah aset perbankan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sementara, jumlah jaringan kantor perbankan di Provinsi Riau mengalami penambahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Bank Umum Jaringan Kantor Jumlah bank umum yang beroperasi di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mengalami kenaikan menjadi 40 bank. Sementara itu, jumlah kantor bank mengalami kenaikan sebanyak 14 kantor yaitu dari 499 kantor menjadi 513 kantor. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah setiap kelompok Kantor Cabang bank, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Kas meskipun kantor bank yang berperan sebagai payment point, kantor fungsional, kantor layanan syariah, gerai dan kas mobil relatif tidak berubah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 3.1. Perkembangan Bank di Propinsi Riau Keterangan Periode Tw IV 09 Tw I Jumlah Bank Pemerintah Swasta Asing Syariah Unit Usaha Syariah Kantor Pusat Kantor Cabang Pemerintah Swasta Asing*) Kantor Cab.Pembantu Pemerintah Swasta Asing Kantor Kas Pemerintah Swasta Lainnya *)

56 Perkembangan Perbankan Daerah Penyebaran kantor bank sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.2. masih terpusat di Kota Pekanbaru dengan penambahan jumlah kantor sebanyak 6 unit. Hal ini erat kaitannya dengan potensi dan perkembangan aktivitas ekonomi yang terpusat di ibukota provinsi. Pada triwulan laporan juga diketahui bahwa adanya pemekaran daerah tingkat II yaitu Kab. Meranti menyebabkan jumlah kantor di Kab. Bengkalis relatif menurun. Tabel 3.2. Jaringan Kantor Bank Umum di Provinsi Riau Per Maret 2010 No. Kab./Kota Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota KP KC KCP KK Lainnya Jumlah kenaikan 1 Pekanbaru Bengkalis Dumai Indragiri Hulu Indragiri Hilir Kampar Kuantan Singingi Pelalawan Rokan Hulu Rokan Hilir Siak Meranti Total Perkembangan Aset Total aset bank umum di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp43,50 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 10,91% (qtq) dan 4,00 (yoy). Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan pada kelompok bank milik pemerintah yang tercatat meningkat sebesar 13,54% (qtq) dari Rp27,32 triliun menjadi Rp31,02 triliun. Sedangkan, total aset bank swasta mengalami kenaikan dari Rp11,90 triliun pada triwulan IV-2009 menjadi Rp12,48 triliun atau naik 4,86%. 43

57 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik 3.2. Perkembangan Aset Perbankan di Provinsi Riau (dalam Rp triliun) Rp triliun Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Pemerintah Swasta Total Kredit Jumlah kredit yang disalurkan selama triwulan laporan masih terus menunjukkan peningkatan termasuk penyaluran kredit kepada UMKM. Di sisi lain, kualitas kredit secara umum menunjukkan adanya peningkatan, walaupun masih di bawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara itu, jumlah undisbursed Loan (kredit yang belum ditarik) dalam triwulan I-2010 mengalami penurunan sebesar 59,40 (qtq) yang utamanya didorong oleh penurunan undisbursed loan kelompok modal kerja sebesar 57,74%. Hal ini mengindikasikan bahwa dunia usaha di Provinsi Riau mulai bergairah Perkembangan Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp24,90 triliun atau tumbuh secara tahunan sebesar 20,10% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2009 yang mencapai 18,34% (yoy). Sementara, penyaluran kredit secara triwulanan mencapai 3,42% (qtq) atau relatif melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2009 yang mencapai 4,00% (qtq) namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,90% (qtq). Pertumbuhan kredit ini utamanya didorong oleh kenaikan penyaluran kredit pada kelompok bank milik pemerintah 44

58 Perkembangan Perbankan Daerah yaitu dari Rp17,10 triliun menjadi Rp17,22 triliun atau naik 0,69% (qtq). Sedangkan penyaluran kredit oleh bank milik swasta mengalami peningkatan sebesar 10,09% (qtq), yaitu dari Rp6,97 triliun menjadi Rp7,68 triliun. Tabel 3.3. Posisi Kredit Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Keterangan Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Pertumbuhan qtq (%) yoy (%) A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah ,69% 18,01% 2. Bank Swasta ,09% 25,09% B. V a l u t a 1. Rupiah ,70% 24,94% 2. Valas ,35% -35,00% C. T o t a l ,42% 20,10% Berdasarkan jenis valutanya, penyaluran kredit masih didominasi dalam mata uang rupiah yang tercatat mengalami kenaikan dari Rp22,96 triliun (triwulan IV-2009) menjadi Rp23,81 triliun atau tumbuh sebesar 3,70% (qtq). Sebaliknya, penyaluran kredit dalam bentuk valas relatif menunjukkan tren menurun. Posisi kredit dalam valuta asing dalam triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 2,35% (qtq), yaitu dari Rp1,14 triliun menjadi Rp1,09 triliun. Sementara itu, komponen kredit yang mengalami pertumbuhan triwulanan tertinggi (qtq) dalam triwulan laporan adalah kredit investasi (9,02%) diikuti oleh kredit konsumsi (6,73%). Pertumbuhan kredit modal kerja yang pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan tertinggi justru menurun sebesar 4,06% dibandingkan triwulan sebelumnya. Relatif tingginya pertumbuhan kredit investasi diindikasikan sejalan dengan membaiknya iklim dunia usaha yang sempat terpuruk pasca krisis keuangan global. 45

59 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik 3.3. Pertumbuhan Kredit Triwulanan (q-t-q) Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau Tahun % (2.00) (7.00) % Total %Modal Kerja (0.8 ( ( (4.0 %Investasi ( ( ( ( %Konsumsi Konsentrasi Kredit Penyaluran kredit menurut sisi penggunaan dalam triwulan laporan terkonsentrasi pada kredit konsumsi dengan angka mencapai Rp9,18 triliun atau sekitar 36,86% dari total kredit keseluruhan. Posisi penyaluran kredit konsumsi dalam triwulan I-2010 lebih tinggi dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya yang mencapai Rp8,60 triliun. Sekitar 91% kredit konsumsi dalam triwulan laporan disalurkan kepada kredit lainnya dan perumahan dengan angka mencapai Rp6,25 triliun dan Rp2,10 triliun. Hal ini relatif berbeda dibandingkan dengan triwulan IV-2009 dimana kredit modal kerja relatif mendominasi dengan pangsa mencapai 36,57% (Grafik 3.4). Penyaluran kredit modal kerja pada triwulan laporan sebagian besar diserap oleh sub sektor pembelian dan pengumpulan barang dagangan dalam negeri dan perdagangan eceran masing-masing sebesar Rp1,91 triliun dan Rp1,69 triliun. Kredit investasi dalam triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 9,02% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi Rp7,28 triliun. Sekitar Rp2,51 triliun (34,53%) dari kredit investasi pada triwulan disalurkan ke sektor tanaman perkebunan, diikuti oleh sub sektor real estate lainnya dan jasa dunia usaha masing-masing sebesar Rp650,72 miliar dan Rp496,61 miliar. Kredit investasi 46

60 Perkembangan Perbankan Daerah kepada sektor industri bahan kertas (pulp), kertas dan olahan tercatat sebesar Rp449,02 triliun atau menurun 2,78% dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan masih terkait dengan adanya keterbatasan pasokan terkait aturan penebangan liar di Provinsi Riau. Grafik 3.4. Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 34.91% 36.39% 36.64% 35.76% 35.72% 36.86% 30.43% 28.31% 27.91% 27.73% 27.72% 29.22% 34.66% 35.30% 35.45% 36.51% 36.57% 33.92% Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Modal Kerja Investasi Konsumsi Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, kredit yang masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan yang mencapai 19,73% dari total kredit atau sebesar Rp4,91 triliun, mengalami penurunan sebesar 14,09% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,29 triliun (67%) merupakan kredit yang disalurkan kepada subsektor perdagangan eceran. 47

61 Perkembangan Perbankan Daerah Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (dalam Rp juta) No. Sektor Ekonomi Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Pertumbuhan (%) qtq yoy 1 Pertanian ,72 10,96 2 Pertambangan ,95 43,89 3 Perindustrian ,24-2,69 4 Listrik, Gas dan Air ,53 326,55 5 Konstruksi ,83-4,46 6 Perdag., Resto. & Hotel ,09 0,88 7 Pengangkutan, Pergud ,64 52,25 8 Jasa-jasa ,27 50,38 9 Lain-lain ,27 35,86 Jumlah Sumber : Bank Indonesia ,42 20,10 Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah pertanian yaitu sebesar Rp4,24 triliun atau mencapai 17,06% dari total kredit. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (88%) diserap oleh sub sektor tanaman perkebunan dengan angka mencapai Rp3,74 triliun atau menurun 4,1% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp3,90 triliun. Hal ini diindikasikan terkait dengan prinsip prudential yang diterapkan perbankan dalam mengantisipasi gangguan produksi TBS pada musim trek yang terjadi pada triwulan laporan. Masih besarnya penyaluran kredit kepada sub sektor perkebunan sejalan dengan keunggulan komparatif pada tanaman perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit dan karet yang berada di Provinsi Riau serta semakin prospektifnya peluang pengembangan tanaman perkebunan pasca penetapan Riau sebagai salah satu pusat klaster industri sawit di Indonesia. Kredit kepada sektor industri pengolahan dalam triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,24% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari Rp1,53 triliun menjadi Rp1,61 triliun. Sedangkan kredit kepada sektor pertambangan tercatat mengalami kenaikan 2 kali lipat dibandingkan triwulan sebelumnya dari Rp69, 31 miliar pada triwulan IV-2009 menjadi Rp142,06 miliar. Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan kredit sub sektor pertambangan minyak dan gas bumi dari Rp7,06 miliar menjadi Rp71,22 miliar. Hal ini diduga terkait dengan penemuan sumur minyak baru. Disamping itu, kredit kepada sub sektor batu bara mengalami kenaikan sebesar 31,82% (qtq) menjadi Rp67,99 miliar. 48

62 Perkembangan Perbankan Daerah No Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Per Dati II di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Kab./Kota Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I*) 1 Pekanbaru Bengkalis Dumai Indragiri Hilir Indragiri Hulu Lainnya Jumlah *) data sampai dengan Februari 2010 Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, jumlah kredit berdasarkan lokasi proyek 1, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.5 di atas, mencapai Rp34,67 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 1,94% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit berdasarkan lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan posisi kredit berdasarkan lokasi bank, yang berarti sebagian kegiatan usaha di Riau yaitu sebesar Rp13,74 triliun dibiayai oleh perbankan di luar Provinsi Riau. Pemberian kredit ini utamanya terjadi pada kredit berskala besar, karena terkait dengan batasan kewenangan memutus kredit oleh pimpinan bank di Provinsi Riau. Pertumbuhan (qtq) kredit lokasi proyek tertinggi dalam triwulan laporan berada di Kota Pekanbaru yang mencapai 4,40% diikuti oleh Kab. Indragiri Hulu sebesar 3,44% Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru Jumlah undisbursed loan (kredit yang belum ditarik) pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 59,40% dibandingkan triwulan sebelumnya dari Rp2,10 triliun menjadi Rp856,41 miliar. Penurunan jumlah undisbursed loan terjadi pada seluruh kelompok bank baik milik pemerintah maupun swasta. Jumlah kredit yang belum ditarik pada kelompok bank milik pemerintah menurun 62,32% dari Rp1,14triliun menjadi Rp431,94 miliar, sedangkan jumlah kredit yang belum ditarik pada kelompok bank milik swasta menurun 55,91% dari Rp962,85 miliar menjadi Rp424,48 miliar. 1 Kredit yang persetujuannya berasal dari luar wilayah perbankan Riau, namun pelaksanaan proyek dari persetujuan tersebut dilaksanakan di wilayah Riau. 49

63 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik 3.5. Jumlah Undisbursed Loan Perbankan Provinsi Riau (dalam Rp triliun) Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Pemerintah Swasta Total Berdasarkan jenis penggunaanya, sebagian besar (85,13%) dari total kredit yang belum ditarik merupakan kredit modal kerja. Sedangkan porsi kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing mencapai 8,25% dan 6,62%. Jumlah undisbursed loan pada modal kerja mengalami penurunan sebesar 57,74% (qtq) dari Rp1,73 triliun menjadi Rp729,10 miliar. Sedangkan penurunan tertinggi dialami oleh kelompok investasi yang tercatat mengalami penurunan sebesar 76,16%. Jika dilihat menurut sektor ekonomi, jumlah undisbursed loan terbesar berada pada sektor perdagangan dengan pangsa nilai mencapai Rp303,33 miliar. Jumlah kredit yang belum ditarik pada sektor tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 58,85% (qtq). Penurunan undisbursed loan terbesar secara sektoral pada triwulan laporan terdapat pada sektor pertanian yang tercatat menurun sebesar 81,87% (qtq). Tabel 3.6. Persetujuan Kredit Baru di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Jenis Penggunaan Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1. Modal Kerja , , , , ,94 2. Investasi , , , , ,83 3. Konsumsi , , , , ,23 Jumlah

64 Perkembangan Perbankan Daerah Persetujuan kredit baru di Provinsi Riau pada triwulan laporan secara umum tercatat sebesar Rp3,77 triliun atau tumbuh 4,22% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kredit konsumsi masih memiliki pangsa terbesar (38,23%) dengan angka mencapai Rp1,44 triliun atau turun 16,02% (qtq). Sementara itu, persetujuan kredit baru untuk modal kerja dan investasi masing-masing mengalami kenaikan sebesar 1,30% dan 50,20% secara triwulanan. Kondisi tersebut mengimplikasikan bahwa pelaku usaha di Provinsi Riau lebih cenderung melakukan ekspansi usaha melalui investasi dibandingkan dengan menambah modal kerja Risiko Kredit Pengelolaan Risiko kredit dalam triwulan laporan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercermin dari meningkatnya angka NPL dari 2,41% menjadi 2,67%. Dengan memperhitungkan pembentukan pencadangan aktiva produktif (PPAP), rasio NPLs net perbankan dalam triwulan laporan juga mengalami peningkatan risiko dari 1,17% menjadi 1,74%. Grafik 3.6. Perkembangan NPLs Gross di Provinsi Riau Rp miliar Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan) NPLs Net (kanan) % Sebaran NPLs untuk menurut sektor ekonomi di Provinsi Riau selengkapnya disajikan pada Tabel 3.7. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sektor industri dan konstruksi tercatat memiliki NPLs tertinggi dalam triwulan laporan yaitu masing-masing mencapai 6,48% dan 5,36%, diikuti oleh sektor pertanian sebesar 3,37%, sektor perdagangan sebesar 2,65% dan sektor jasa sosial 51

65 Perkembangan Perbankan Daerah masyarakat sebesar 2,47%.. Sementara itu, NPLs terendah dalam triwulan laporan berada pada sektor listrik yaitu sebesar 0,08%. Tabel 3.7. NPLs Per Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL 1 Pertanian ,84% ,32% ,11% ,51% ,37% 2 Pertambangan ,36% ,37% ,49% ,05% ,31% 3 Perindustrian ,83% ,12% ,92% ,18% ,48% 4 Listrik ,00% ,97% ,16% ,07% ,08% 5 Konstruksi ,02% ,81% ,00% ,70% ,36% 6 Perdagangan ,54% ,27% ,58% ,49% ,65% 7 Pengangkutan ,75% ,43% ,47% ,19% ,37% 8 Jasa Dunia Usaha ,71% ,10% ,93% ,34% ,22% 9 Jasa Sosial Masy ,23% ,25% ,49% ,75% ,47% 10 Lain-lain ,60% ,72% ,89% ,53% ,98% Jumlah Berdasarkan Kabupaten/Kota, rasio NPLs tertinggi terdapat pada Kota Pekanbaru, yaitu sebesar 3,29%, dan mengalami penurunan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,08%, diikuti Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Bengkalis masing-masing sebesar 1,66% dan 1,45%. Selanjutnya, NPLs Kota Dumai dan Kabupaten Indragiri Hilir masing masing sebesar 1,02% dan 0,80%. Tabel 3.8. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 1 Pekanbaru 3,44% 3,47% 3,51% 3,08% 3,29% 2 Dumai 0,91% 2,55% 2,09% 1,37% 1,02% 3 Bengkalis 2,92% 1,32% 1,35% 0,93% 1,45% 4 Indragiri Hulu 1,32% 0,59% 0,70% 0,43% 1,66% 5 Indragiri Hilir 0,35% 1,25% 1,70% 1,45% 0,80% 6 Lainnya 1,04% 0,79% 0,96% 0,81% 1,37% Kondisi Likuiditas Dalam triwulan laporan, giro perbankan Riau mengalami peningkatan tertinggi (qtq) dibandingkan dengan komponen DPK lainnya. Sementara itu, komponen tabungan yang menguasai pangsa terbesar dalam DPK diketahui mengalami 52

66 Perkembangan Perbankan Daerah penurunan. Namun secara keseluruhan, dana yang dihimpun mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Dana Pihak Ketiga Struktur DPK dalam triwulan laporan masih didominasi oleh komponen tabungan (42,81%), diikuti oleh deposito dan giro masing sebesar 28,67% dan 28,52%. DPK perbankan Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp33,87 triliun atau naik sebesar 9,70% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan yang cukup signifikan jumlah giro dan deposito yang dihimpun perbankan Riau. Dalam triwulan laporan, kedua komponen tersebut tercatat meningkat (qtq) masing-masing sebesar 36,54% dan 15,89%. Berdasarkan Tabel 3.9, kenaikan deposito utamanya didorong oleh komponen deposito berjangka waktu >12 bulan yang tercatat meningkat dari Rp76 miliar menjadi Rp1,83 triliun yang diperkirakan merupakan dana milik perorangan. Kenaikan ini diperkirakan terkait dengan salah satu program dari bank dalam rangka penghimpunan dana secara jangka panjang. Tabel 3.9. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Provinsi Riau (dalam Rp miliar) Komponen DPK Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 1 Giro Tabungan Deposito a. s.d 3 bln b. > 3-6 bln c. > 6-12 bln d. > 12 bln Total DPK Sumber : Bank Indonesia Penghimpunan tabungan dalam triwulan laporan menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai penghimpunan tabungan dalam triwulan laporan mencapai Rp14,49 triliun atau turun 5,98% dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, distribusi penghimpunan DPK menurut Kabupaten/Kota dalam triwulan laporan relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan-triwulan 53

67 Perkembangan Perbankan Daerah sebelumnya dimana Kota Pekanbaru masih merupakan wilayah penghimpunan DPK terbesar dengan jumlah mencapai Rp21,10 triliun atau sekitar 62,32% dari total DPK (Tabel 3.10). Kabupaten dan kota lain yang tercatat memiliki porsi penghimpunan DPK cukup besar diantaranya adalah Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai yaitu masing-masing sebesar 9,15% dan 6,98%. Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % 1 Pekanbaru , , , , ,32 2 Bengkalis , , , , ,15 3 Dumai , , , , ,98 4 Indragiri Hilir , , , , ,20 5 Indragiri Hulu , , , , ,55 6 Lainnya , , , , ,80 Jumlah Sumber : Bank Indonesia Rasio Alat Likuid Jumlah alat likuid perbankan Riau yang terdiri dari Kas dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp2,52 triliun atau naik sebesar 50,94% dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,07 triliun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp348,74 miliar. Jumlah Non Core Deposit (NCD) 2 perbankan di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar sebesar 5,51% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp8,85 triliun menjadi Rp9,33. Kenaikan NCD utamanya terjadi pada komponen giro yang tercatat naik 36,53% dari Rp2,12 triliun menjadi Rp2,89 triliun. Sedangkan komponen NCD yang berasal dari tabungan dan deposito (1-3 bulan) mengalami penurunan masing-masing sebesar 5,98% dan 0,52% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 2 Non Core Deposit merupakan dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 30% deposito berjangka waktu 1-3 bulan. 54

68 Perkembangan Perbankan Daerah Tabel Perkembangan Alat Likuid dan Non Core Deposit Alat Likuid Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Kas SBI Jumlah Non Core Deposit (NCD) Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Giro (30%) Tabungan (30%) Dep 1-3 bln (30%) NCD Dengan perkembangan tersebut, rasio alat likuid terhadap NCD pada triwulan laporan mengalami kenaikan dari 18,87% menjadi 27,00%. Kondisi ini mengindikasikan adanya penurunan kondisi likuiditas perbankan di Provinsi Riau terutama penghimpunan dana jangka panjang. Grafik 3.7. Perkembangan Rasio Alat Likuid Terhadap NCD % 39.92% 27.00% 36.33% % Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I % 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% NCD Rasio AL/NCD Intermediasi Perbankan Perkembangan LDR Penghimpunan DPK perbankan di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 9,70% (qtq) yang didorong oleh kenaikan komponen giro, sedangkan penyaluran kredit tercatat mengalami kenaikan sebesar 3,42% (qtq). Dengan perkembangan tersebut, diketahui bahwa kenaikan (qtq) DPK pada 55

69 Perkembangan Perbankan Daerah triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan (qtq) kredit sehingga menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau dalam triwulan laporan relatif menurun dari 77,98% pada triwulan IV-2009 menjadi 73,52% pada triwulan I Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau % % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 LDR 65.17% 66.03% 73.20% 77.98% 73.52% LDR % 95.89% % % % Nasional 72.02% 73.23% 73.56% 72.88% 73.96% Sementara, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyeknya 3, LDR perbankan Riau dalam triwulan laporan mencapai 102,36%, atau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 114,50% namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan LDR nasional 4 yang tercatat sebesar 73,96% Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam triwulan laporan menunjukkan peningkatan (qtq) meskipun relatif melambat jika dibandingkan dengan kenaikan (qtq) triwulan sebelumnya. Jumlah kredit yang diserap oleh UMKM dalam triwulan laporan mencapai Rp18,38 triliun, meningkat 1,51% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit skala menengah (> Rp500 juta - Rp5 miliar) yang tumbuh sebesar 8,26% diikuti oleh kredit skala mikro sebesar 3,80%. Sementara itu, kredit skala 3 data Februari data Februari

70 Perkembangan Perbankan Daerah kecil yang memiliki pangsa terbesar (46,07%) tercatat mengalami penurunan sebesar 3,25% (qtq) menjadi Rp8,47 triliun. Tabel Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (juta rupiah) Plafon Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Kredit Mikro (Rp.0-50 jt) Kredit Kecil ( > Rp.50 jt - Rp. 500 jt) Kredit Menengah ( > Rp.500 jt - Rp.5 m) Kredit Corporate (> Rp.5 m) Total Kredit Total Kredit UMKM (% terhadap Total Kredit) 73,76% 74,53% 75,00% 75,19% 73,81% Jumlah kredit UMKM di Provinsi Riau menurut jenis penggunaannya sebagian besar (52%) disalurkan kepada sektor produktif seperti kredit modal kerja dan investasi sebagaimana terlihat pada Tabel Posisi penyaluran kredit kepada kedua sektor tersebut dalam triwulan laporan mencapai Rp9,57 triliun atau mengalami kenaikan sebesar Rp40,90 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp9,53 triliun. Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Rp juta % Rp juta % Rp juta % Rp juta % Rp juta % 1. Modal Kerja , , , , ,74 2. Investasi , , , , ,32 3. Konsumsi , , , , ,94 Jumlah Secara sektoral, penyaluran kredit UMKM di Provinsi Riau dalam triwulan laporan masih terkonsentrasi pada sektor lain-lain dengan jumlah mencapai Rp10,08 triliun atau meningkat (qtq) 16,97%, diikuti oleh sektor perdagangan (Rp4,17 triliun) yang tercatat menurun sebesar 12,89% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan (qtq) kredit UMKM tertinggi dalam triwulan laporan berada pada sektor pertambangan yang tercatat mengalami kenaikan sebesar 33,93% dari Rp30,09 miliar menjadi Rp40,30 miliar. Sementara, penyaluran kredit UMKM kepada sektor unggulan di Provinsi Riau seperti sektor pertanian tercatat 57

71 Perkembangan Perbankan Daerah mengalami penurunan sebesar 10,76% (qtq), sedangkan kredit sektor industri pengolahan tercatat mengalami kenaikan sebesar 18,90% (qtq). Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (dalam Rp juta) No. Sektor Ekonomi Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Pertanian ### , , , ,00 11,30 2 Pertambangan , , , , ,00 0,22 3 Perindustrian , , , , ,00 1,33 4 Listrik, Gas dan Air , , , , ,00 0,05 5 Konstruksi , , , , ,00 2,55 6 Perdag., Resto. & Hotel ### , , , ,00 22,70 7 Pengangkutan, Pergud , , , , ,00 2,16 8 Jasa-jasa Dunia Usaha , , , , ,00 4,44 9 Jasa-jasa Sosial Masy , , , , ,00 0,40 10 Lain-lain ### , , , ,00 54,85 Jumlah Risiko kredit UMKM kepada sektor unggulan di Provinsi Riau cenderung mengalami kenaikan dari 2,36% oada triwulan IV-2009 menjadi 2,67% pada triwulan I Secara sektoral, NPL tertinggi berada pada sektor konstruksi dengan angka mencapai 8,33%, mengalami kenaikan tertinggi secara triwulanan yaitu sebesar 7,98%. Dilihat dari risiko kreditnya (NPLs), gambaran NPLs menurut kabupaten/kota ditampilkan pada Tabel Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sebagaimana triwulan-triwulan sebelumnya, Kota Pekanbaru masih memiliki NPLs tertinggi dengan angka mencapai 3,42% diikuti oleh Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 1,34%. Sedangkan NPLs terendah terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu yaitu sebesar 0,90% namun mengalami kenaikan (qtq) NPLS tertinggi diantara wilayah lainnya. Tabel Sebaran NPLs UMKM Menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 1 Pekanbaru 2,42% 3,48% 3,28% 3,44% 3,24% 3,42% 2 Bengkalis 1,11% 0,96% 1,38% 1,42% 0,97% 1,05% 3 Dumai 2,16% 2,25% 2,14% 1,78% 1,26% 1,34% 4 Indragiri Hilir 1,58% 2,24% 2,03% 2,66% 2,20% 2,53% 5 Indragiri Hulu 0,28% 0,38% 0,63% 0,75% 0,47% 0,90% 6 Lainnya 0,68%, 1,05% 0,80% 0,97% 0,82% 1,49% 58

72 Perkembangan Perbankan Daerah Profitabilitas Kondisi profitabilitas perbankan Provinsi Riau dalam triwulan laporan masih mengalami peningkatan dan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga dana yang lebih besar dari suku bunga kredit telah meningkatkan margin yang diterima oleh perbankan dalam triwulan I Spread Bunga Selama triwulan laporan, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada tingkat 6,50%. Adanya tren penurunan BI-Rate yang terjadi sejak awal tahun 2009 lalu telah direspon oleh kalangan perbankan Riau dengan menurunkan suku bunga deposito (weighted average) sebesar 98 bps dari 7,25% menjadi 6,27%. Sedangkan suku bunga kredit (weighted average) mengalami kenaikan sebesar 12 bps dari 13,85% menjadi 13,96%. Dengan demikian, margin suku bunga perbankan di Provinsi Riau periode triwulan I-2010 mengalami peningkatan 110 bps dari 6,24% menjadi 7,59%. Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito (%) Margin Suku Bunga Kredit Suku Bunga Dep.3 bulan Pendapatan dan Beban Bunga Pendapatan bunga yang diperoleh perbankan Riau dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp985,52 miliar atau mengalami kenaikan 6,66% dibandingkan dengan 59

73 Perkembangan Perbankan Daerah triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp923,99 miliar. Hal ini utamanya disebabkan oleh meningkatnya pendapatan bunga kredit yang menguasai pangsa terbesar dari Rp816,95 miliar menjadi Rp935,96 miliar atau naik 14,57% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar 6,19% (qtq). Grafik Komposisi Pendapatan Bunga 1,000, ,000 Rp juta 600, , ,000 - Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 SBI dan surat berharga 84,858 61,240 35,781 17,280 14,107 Kredit 705, , , , ,961 Antar Bank 76,922 54,954 51,802 88,531 34,536 Lainnya ,246 1, Total 867, , , , ,518 Sementara itu, beban bunga yang dikeluarkan perbankan dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp393,46 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 3,12% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pembayaran bunga sebagian besar masih ditujukan untuk DPK dengan nilai mencapai Rp298,62 miliar atau mencapai 76% dari total beban bunga. Secara umum, pembayaran beban bunga untuk komponen deposito dan tabungan mengalami penurunan masing-masing sebesar 8,27% dan 1,95%. Sedangkan komponen giro mengalami kenaikan sebesar 14,98% dari Rp39,44 miliar menjadi Rp45,31 miliar. Kenaikan beban bunga terbesar terdapat pada beban bunga Bank Indonesia yang tercatat mengalami kenaikan dari Rp594 juta menjadi Rp1,10 miliar atau naik 86,20% (qtq) diikuti oleh beban bunga lainnya yaitu sebesar 48,72%. Dengan perkembangan tersebut, maka Net Interest Income (NII) perbankan Riau pada triwulan laporan masih mengalami kenaikan sebesar 9,15% yaitu dari Rp542,42 miliar menjadi Rp592,05 miliar. 60

74 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik Komposisi Beban Bunga Rp juta 450, , , , , ,460 Bank Indonesia 300,000 Giro Deposito Tabungan Antar Bank 150,000 Lainnya Total - Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I Perkembangan Laba Rugi Perbankan Provinsi Riau dalam triwulan laporan memperoleh laba sebesar Rp483,33 miliar. Sementara dengan memperhitungkan transfer dan pajak maka jumlah perolehan laba net perbankan Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp483,39 miliar, mengalami kenaikan dibandingkan triwulan IV-2009 maupun periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar Rp210,33 miliar dan Rp229,73 miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kinerja perbankan Provinsi Riau semakin membaik. Grafik Perkembangan Laba Rugi (dalam Rp Juta) Tw I 10 Tw IV 09 Tw III 09 Tw II 09 Tw I , , , , ,000 L/R (net) L/R (sblm transfer & pajak) 61

75 Perkembangan Perbankan Daerah Bank Syariah Jumlah perbankan syariah yang beroperasi di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai 8 (delapan) perbankan Syariah yang terdiri dari empat (4) Bank Umum Syariah (BUS) dan empat (4) Unit Usaha Syariah (UUS). Proporsi aset perbankan syariah dalam triwulan laporan masih kurang dari 4% dari total aset perbankan secara umum. Meskipun demikian, pangsa ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan prospek peningkatan jumlah perbankan syariah di Provinsi Riau. Total aset perbankan Syariah dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,61 triliun, mengalami peningkatan sebesar 6,19% dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1,52 triliun. Peningkatan aset ini seiring dengan meningkatnya DPK perbankan Syariah sebesar 0,31% (qtq) yaitu dari Rp1,128 triliun menjadi Rp1,131 triliun. Di sisi lain, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh meningkatnya pembiayaan perbankan syariah sebesar 10,54% menjadi Rp1,15 triliun yang utamanya didorong oleh kenaikan pada pembiayaan konsumsi (23,28%). Pesatnya peningkatan pembiayaan telah mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat dair 92,33% menjadi 101,74%. Meskipun demikian, Risiko pembiayaan yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) pada triwulan laporan relatif menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari 7,03% menjadi 3,67% (Tabel 3.16). Pangsa terbesar pembiayaan syariah dalam triwulan laporan sebagian besar masih disalurkan kepada pembiayaan modal kerja yang mencapai 43% terhadap total pembiayaan, diikuti pembiayaan konsumsi dan investasi masing-masing sebesar 29% dan 28%. Pembiayaan modal kerja dalam triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 10,47% dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp447,62 juta menjadi Rp494,18 miliar. Sedangkan pembiayaan investasi mengalami kenaikan yang relatif kecil yaitu sebesar 0,20% (qtq). 62

76 Perkembangan Perbankan Daerah Tabel Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (dalam Rp juta) No. Keterangan Periode Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 1 Jumlah Bank Asset DPK Pembiayaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Nominal NPF NPF 5,16% 3,81% 3,59% 7,03% 3,67% 7 FDR 105,90% 98,61% 94,10% 92,33% 101,74% Secara sektoral, pada Grafik 3.13, pembiayaan perbankan syariah dalam triwulan laporan sebagian besar diserap oleh sektor lainnya dengan nilai mencapai Rp329,58 miliar, diikuti oleh sektor jasa dunia usaha yang mencapai Rp299,10 miliar. Pembiayaan ke sektor lain yang cukup besar adalah sektor pertanian dengan angka mencapai Rp213,38 miliar atau mencakup sekitar 19% dari total pembiayaan, diikuti oleh sektor perdagangan (Rp151,47 miliar). Grafik Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi Lainnya 29% Pertanian 19% Industri 0% Listrik, gas dan air 0% Konstruksi 7% Perdagangan 13% Jasa sosial 2% Jasa dunia usaha 26% Pengangkutan 4% 63

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan I Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan I Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan I - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i BAB I 2011 2012 2013 2014 1 10.00 8.00

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ember Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 ( dalam arti luas) pada ember mengalami peningkatan. Posisi M2 pada ember tercatat sebesar Rp4.076,3 T, atau tumbuh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura JAMBI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2012 Triwulan II-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013,

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 21 Kantor Triwulan I-21 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL BAB 1. PERKEMBANGAN 7 BAB 1. PERKEMBANGAN KAJIAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2008 KANTOR 8 BAB 1. PERKEMBANGAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II - 2008 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya sehingga

Lebih terperinci