PROVINSI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROVINSI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017

2

3 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. VISI DAN MISI i

4 VISI DAN MISI ii

5 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan IV 2016 yang meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data dari instansi/lembaga terkait serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil di kisaran 5,3% (yoy), lebih baik dari perekonomian nasional yang tercatat 4,9% (yoy). Baiknya kinerja sektor eksternal ditengah masih tertahannya perekonomian domestik mendorong stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV Stabilnya perekonomian diiringi dengan kembali meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan masih minimnya pasokan pangan di pasaran. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 kembali meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 6,3% (yoy). Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih baiknya tingkat konsumsi masyarakat ditengah kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Mengawali tahun 2017, konsumsi masyarakat diperkirakan masih kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan imlek. Masih tingginya permintaan domestik maupun internasional akan komoditas perkebunan mendorong penguatan perekonomian lebih lanjut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). Baiknya perekonomian pada triwulan I juga diperkirakan diiringi dengan menurunnya tekanan inflasi seiring dengan membaiknya tingkat pasokan di pasaran. Momentum perbaikan ekonomi yang masih terlihat dari kuatnya konsumsi swasta yang merupakan komponen terbesar dalam struktur ekonomi Sumatera Utara perlu terus dijaga. Kegiatan investasi khususnya pembangunan infrastruktur strategis juga perlu didukung dengan sinergitas kebijakan Pemerintah Daerah. Upaya penguatan perekonomian domestik tersebut diharapkan mampu mengatasi pemulihan ekonomi global yang masih berjalan lambat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami memgambil tema "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara" sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional edisi Februari Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa mendatang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif KATA PENGANTAR iii

6 KATA PENGANTAR iv

7 DAFTAR ISI VISI DAN MISI... I KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI... V DAFTAR GRAFIK... VII DAFTAR TABEL... X TABEL INDIKATOR... XI RINGKASAN UMUM... XIII BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Gambaran Umum APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Anggaran dan Realisasi Pendapatan Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Anggaran Pendapatan Anggaran Belanja Realisasi APBN di Sumatera Utara Triwulan IV APBN 2017 di Sumatera Utara BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Non Fundamental Perkembangan Inflasi Fundamental Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok Bahan Makanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok Sandang Kelompok Kesehatan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Upaya Pengendalian Inflasi BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Perkembangan perbankan Sumatera Utara Stabilitas Keuangan Daerah di Sumatera Utara Ketahanan Sektor Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Penyaluran Kredit UMKM BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan SKNBI Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Elektronifikasi Pembayaran Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Layanan Keuangan Digital DAFTAR ISI v

8 DAFTAR ISI Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Kesejahteraan Tingkat Kemiskinan Ketimpangan Pendapatan Nilai Tukar Petani BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Inflasi Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI vi

9 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan... 3 Grafik 1.2 Survei Konsumen... 4 Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Tukar... 4 Grafik 1.4 Perkembangan KPR... 4 Grafik 1.5 Indeks Penjualan Eceran... 5 Grafik 1.6 Konsumsi Listrik... 5 Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi... 5 Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja... 5 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi... 6 Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan IV di Sumatera Utara... 6 Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III... 7 Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda... 7 Grafik 1.13 Kredit Investasi... 8 Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama... 8 Grafik 1.15 Penjualan Barang Konstruksi... 8 Grafik 1.16 Penjualan Semen... 8 Grafik 1.17 Impor Barang Modal... 9 Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet Grafik 1.21 Ekspor CPO Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama Grafik 1.23 Ekspor Karet Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi Grafik 1.27 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Pertanian Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori PBE Grafik 1.36 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Grafik 1.39 Penurunan Luas Lahan Sawah Sumatera Utara Grafik 1.40 Peningkatan Produksi dan Produktifitas Padi Sumatera Utara Grafik 1.41 Andil Inflasi Sumatera Utara Grafik 2.1 Pangsa Realisasi Komponen Pendapatan terhadap Total Pendapatan Daerah Sumut Grafik 2.2 Pangsa Realisasi komponen PAD Sumatera Utara Grafik 2.3 Pangsa Realisasi komponen Dana Perimbangan Sumatera Utara Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara DAFTAR GRAFIK vii

10 DAFTAR GRAFIK Grafik 2.6 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara Grafik 2.7 Proporsi Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.8 Tren APBD Pemprov Sumatera Utara Grafik 2.9 Pangsa Anggaran Pendapatan APBD Pemprov Sumatera Utara Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Grafik 2.11 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan Grafik 3.4 Disagregi Inflasi Volatile Foods Grafik 3.5 Stok Beras Bulog Grafik 3.6 Ekspektasi Inflasi Grafik 3.7 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Grafik 3.8 Luas Panen Padi Grafik 3.9 Produksi Cabai Merah Grafik 3.10 Perkembangan Harga Cabai Merah Grafik 3.11 Deviasi Inflasi Bulanan Cabai Merah Grafik 3.12 Produksi Cabai Merah per Kabupaten Grafik 3.13 Produksi Bawang Merah per Kabupaten Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan IV Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK dan Rekening DPK Spasial Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Triwulan IV Grafik 4.6 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 4.8 Perkembangan Kualitas Kredit Grafik 4.9 Undisbursed Loan Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Spasial Grafik 4.11 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial Grafik 4.12 DPK Syariah berdasarkan Spasial Grafik 4.13 Penyaluran Pembiayaan Syariah Grafik 4.14 Kualitas Pembiayaan Syariah Grafik 4.15 Pembiayaan Syariah Berdasarkan Spasial Grafik 4.16 Penyaluran Kredit kepada Sektor Utama Sumatera Utara Grafik 4.17 Perkembangan SBT SKDU di Sumatera Utara Grafik 4.18 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja dan Harga Jual di Sumatera Utara Grafik 4.19 Proporsi Kredit Korporasi dan Rumah Tangga Grafik 4.20 Proporsi Kredit Sektor Korporasi Grafik 4.21 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.22 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.23 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 4.24 Komposisi DPK Perseorangan Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.26 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Apartemen Tipe 22 s.d DAFTAR GRAFIK viii

11 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.28 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.29 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan IV Grafik 4.30 Sebaran Kredit UMKM di Sumatera Utara Posisi Tw IV Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara Grafik 7.1 Survei Konsumen Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan Grafik 7.4 Purchasing Manager Index Grafik 7.5 Stock Beras BULOG Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga DAFTAR GRAFIK ix

12 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan... 3 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara... 9 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Tabel Anggaran dan Realisasi APBD P Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rupiah) Tabel Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rupiah) Tabel Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Tabel Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Tabel Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Tabel Anggaran dan Realisasi Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun Tabel Anggaran Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2016 di Sumatera Utara Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara Tabel 4.2 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV Tabel 5.1 Transaksi SKNBI Provinsi Sumatera Utara Tabel 5.2 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara Tabel 5.3Indikator Pengedaran Uang di Provinsi Sumatera Utara Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan DAFTAR TABEL x

13 TABEL INDIKATOR Indikator Makro Total I II III IV Total I II III IV Total IP PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto* Ekspor Impor Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Inflasi IHK (%,yoy) Inti Volatile Foods ±1 Administered Prices Ekspor Luar Negeri (Juta USD) 9,162 1,804 1,953 1,965 1,926 7,647 1,690 1,853 1,929 2,317 7,789 Ekspor CPO 3, , ,725 Ekspor Karet 1, #N/A Ekspor Kopi Impor Luar Negeri (Juta USD) 3, , ,090 3,431 Berbagai sumber, diolah p : angka proyeksi TABEL INDIKATOR xi

14 TABEL INDIKATOR xii

15 RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian nasional yang melambat menjadi 4,9% (yoy). Kinerja sektor eksternal yang cukup baik ditengah tertahannya perbaikan perekonomian domestik menyebabkan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh stabil. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih kuatnya konsumsi masyarakat diiringi oleh kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Memasuki awal tahun 2017, konsumsi masyarakat akan barang dan jasa diperkirakan masih cukup kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan imlek. Permintaan domestik yang masih kuat dan terus membaik serta perbaikan ekonomi global yang akan diikuti oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan diperkirakan akan menjadi pendorong perbaikan perekonomian lebih lanjut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirkan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). ASESMEN KEUANGAN DAERAH Di tengah meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2016, serapan belanja APBD Pemerintah Provinsi dan APBN Pemerintah Pusat di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat mencapai 87,7% atau sebesar Rp25,8 triliun dari pagu sebesar Rp29,5 triliun, menurun dibandingkan serapan tahun 2015 yang sebesar 91,7%. Kondisi ini disebabkan oleh lebih rendahnya pengeluaran belanja langsung maupun tidak langsung. Adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) pada semester II 2016 mendorong realisasi belanja pada tahun 2016 lebih rendah dari yang direncanakan. ASESMEN INFLASI Inflasi Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dari sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu, angka ini lebih tinggi dari realisasi inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy) dan inflasi 2015 yang mencapai 3,3% (yoy). Tingginya angka inflasi tersebut terutama disebabkan oleh tekanan volatile food khususnya komoditas cabai merah. Gangguan produksi akibat bencana Gunung Sinabung dan gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) menyebabkan pasokan menurun. Selain itu, tekanan inflasi juga disebabkan oleh inflasi administered prices. Pada 2016 pemerintah menetapkan kenaikan tarif untuk beberapa komoditas diantaranya cukai rokok, biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan BBM. Sementara, kelompok inti masih cenderung stabil seiring dengan terjaganya ekspektasi masyarakat, baik di level konsumen maupun pedagang. Sementara itu, tekanan inflasi terkait dengan perbaikan daya beli masyarakat diimbangi dengan dampak nilai tukar yang cenderung apresiatif. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sejalan dengan stabilnya kinerja perekonomian pada triwulan IV 2016, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang membaik dengan perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat, disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif dan justru cenderung menurun. Ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga masih sangat baik. Kondisi tersebut tercermin pada kinerja dunia usaha dan rumah tangga yang membaik dan eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut yang masih aman yang diindkasikan oleh penurunan Non Performing Loan (NPL). RINGKASAN UMUM xiii

16 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Sejalan dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016, aktivitas transaksi keuangan masyarakat baik secara tunai maupun non tunai mengalami peningkatan. Dari sisi transaksi tunai, peningkatan terlihat dari aliran uang tunai yang mengalami net ouflow. Sedangkan dari sisi non tunai, peningkatan terlihat dari peningkatan transaksi kliring. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kegiatan ekonomi yang masih berjalan seiring dengan perbaikan perekonomian memberikan dampak pada membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Perbaikan kondisi tenaga kerja tersebut juga diindikasikan telah mendorong penurunan angka kemiskinan. Selain itu, perkembangan yang menggembirakan juga terlihat pada kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara yang mengalami perbaikan. Perbaikan ketimpangan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak mengalami perbaikan. Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari perbaikan distribusi pendapatan. PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian pada triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,3-5,7% (yoy). Pertumbuhan perekonomian pada triwulan dimaksud diperkirakan bersumber dari kuatnya permintaan domestik dan adanya perbaikan dari sisi eksternal meski masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan diriingi oleh peningkatan tekanan inflasi seiring dengan meningkatnya permintaan sesuai pola musiman ditengah terbatasnya pasokan bahan pangan. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%. Perbaikan didorong oleh membaiknya permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), atau menurun dibandingkan tahun Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal. Sementara itu, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari inflasi administered prices. RINGKASAN UMUM xiv

17 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian nasional yang melambat menjadi 4,9% (yoy). Kinerja sektor eksternal yang cukup baik ditengah tertahannya perbaikan perekonomian domestik menyebabkan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh stabil. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih kuatnya konsumsi masyarakat diiringi oleh kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Memasuki awal tahun 2017, konsumsi masyarakat akan barang dan jasa diperkirakan masih cukup kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan imlek. Permintaan domestik yang masih kuat dan terus membaik serta perbaikan ekonomi global yang akan diikuti oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan diperkirakan akan menjadi pendorong perbaikan perekonomian lebih lanjut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirkan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1

18 1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Tw-III 2016 Tw-IV ,3 5,3 Tw-III 2016 Tw-IV ,0 4,9 Sumut Nasional Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian nasional yang justru kembali mengalami perlambatan menjadi 4,9% (yoy). Hal tersebut juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang turut menunjukkan perbaikan. Baiknya kinerja sektor eksternal ditengah masih tertahannya perekonomian domestik mendorong stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV Perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi pada triwulan IV 2016 ditengah mulai membaiknya kinerja manufaktur negara mitra dagang utama mampu mendorong perbaikan kinerja perekonomian dari sisi eksternal. Sementara itu, tertahannya kinerja konsumsi dan investasi pemerintah menahan kinerja perekonomian dari sisi domestik. Dari sisi penawaran, stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh perbaikan kinerja pada kategori Industri Pengolahan, Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) ditengah terperosoknya kinerja kategori pertanian. Membaiknya kinerja industri pengolahan terutama didorong oleh perbaikan harga komoditas, mulai membaiknya permintaan mitra dagang utama serta tingginya permintaan domestik seiring dengan efektifnya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan campuran BBN juga turut mendorong kinerja kategori industri pengolahan. Kepercayaan investor untuk menyalurkan investasinya di Sumatera Utara juga turut berkontribusi pada perbaikan kinerja kontruksi. Sementara itu, masih kuatnya konsumsi rumah tangga juga turut mendorong kinerja kategori PBE. Meskipun demikian, capaian perekonomian pada triwulan IV 2016 masih belum optimal terkait dengan terpuruknya kinerja pertanian seiring dengan stabilisasi Gunung Sinabung yang berjalan lambat disertai dengan dinamika iklim dan cuaca di Sumatera Utara pada tahun 2016 yang masih belum cukup baik dalam mendukung aktivitas tanam terutama untuk tanaman pangan dan hortikultura. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih baiknya tingkat konsumsi masyarakat ditengah kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Perbaikan harga komoditas perkebunan mendorong perbaikan kinerja ekspor. Hal tersebut turut mendorong kinerja industri pengolahan dari sisi penawaran. 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% Perkembangan Kegiatan Usaha Perkiraan Kegiatan Usaha I II III IV I II III IV I II III IV I Gambar 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha Memasuki awal tahun 2017, perekonomian Sumatera Utara diperkirakan kembali membaik. Baiknya perekonomian pada triwulan I 2017 terutama ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan perbaikan sektor eksternal yang terus berlanjut. Semarak perayaan tahun baru dan imlek juga disinyalir cukup kuat dalam meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan positifnya perkiraan kegiatan dunia usaha ke depan. Normalisasi konsumsi pemerintah juga turut diasumsikan berkontribusi pada perbaikan perekonomian periode mendatang. Masih baiknya tingkat permintaan akan komoditas perkebunan di pasar global maupun domestik juga masih akomodatif dalam menunjang perbaikan perekonomian ke depan. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 2

19 diperkirkan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian kedepan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Salah satunya terkait dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih cukup tinggi serta perkiraan akan kembali menurunnya harga komoditas perkebunan seiring dengan membaiknya kondisi pasokan di pasar internasional. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan Indikator Makro Total I II III IV Total I II III IV Total Arah PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto* Ekspor Impor Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh normalisasi perekonomian dari sisi eksternal yang belum mampu ditopang oleh baiknya permintaan domestik. Kinerja ekspor membaik secara signifikan yang turut diikuti dengan perbaikan kinerja impor. Harga komoditas terpantau terus membaik sepanjang periode laporan yang diikuti dengan mulai membaiknya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama Sumatera Utara. Sementara itu, ekonomi domestik relatif melemah akibat menurunnya konsumsi pemerintah yang disertai dengan melambatnya kinerja investasi. Menurunnya konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 terkait dengan penundaan penyaluran dana DAU/DAK yang mendorong pemerintah daerah untuk melakukan realokasi anggaran program non strategis. Adapun pengembalian dana yang sempat ditahan tersebut baru dilakukan pada akhir tahun sehingga belum direalisasikan secara optimal. Lain halnya dengan konsumsi swasta yang terjaga akibat baiknya daya beli masyarakat sehingga mampu menahan pelemahan ekonomi domestik. Net Ekspor; 0.5% PMTB; 1.5% Konsumsi Pemerintah; 0.4% Konsumsi Rumah Tangga; 2.7% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan Tw-III 2016 Tw-IV ,4 5,6 Daya beli masyrakat yang terjaga ditengah tingginya permintaan masyarakat menyambut perayaan HBKN dan semarak tahun baru mampu mendorong kinerja konsumsi rumah tangga dari 5,4% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Akselerasi konsumsi rumah tangga juga turut didukung oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan harga komoditas yang membaik. Antusiasme masyarakat dalam merayakan hari raya natal dan persiapan perayaan tahun baru mendorong peningkatan konsumsi masyarakat terutama dari sisi konsumsi makanan dan minuman, transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 3

20 Meriahnya perayaan natal dan persiapan tahun baru mampu mendorong meningkatnya kinerja konsumsi makanan dan minuman dari 6,3% (yoy) menjadi 6,5% (yoy). Daya beli masyarakat yang terjaga seiring dengan membaiknya harga komoditas perkebunan mendorong optimisme konsumen dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya. Optimisnya perilaku konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsinya pada liburan natal kali ini juga turut terbukti dari hasil Survei Konsumen yang menunjukkan peningkatan pada triwulan IV Diwarnai dengan meriahnya aktivitas mudik, permintaan akan jasa transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Konsumsi transportasi dan komunikasi meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Efektifnya operasionalisasi Bandara Silangit dalam menunjang Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Danau Toba juga turut menunjang tingginya realisasi konsumsi akan jasa transportasi dan komunikasi. Indeks IEK IKK IKE Batas USD/Rp 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-9,694 9,789 RptoUS 10,664 11,689 11,847 11,618 Growth 11,762 12,247 12,799 Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Tukar Tingginya permintaan masyarakat juga tidak terlepas dari masih baiknya daya beli masyarakat. Struktur tenaga kerja di Sumatera Utara yang didominasi oleh tenaga kerja yang berkaitan dengan sektor pertanian mendorong tingginya pengaruh pergerakan harga komoditas terhadap pendapatan masyarakat. Pada triwulan IV 2016, harga komoditas perkebunan kembali menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Capaian harga komoditas karet dan kelapa sawit menunjukkan pergerakan yang menggembirakan (lebih lanjut baca bagian ekspor). Dengan demikian, pergerakan harga komoditas yang cukup baik ini mendukung perbaikan kinerja konsumsi masyarakat. 13,134 13,639 13,578 13,533 13, % 5.0% 0.2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 13,134 13,248 13, %, yoy 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 0.0% -5.0% Rp Miliar 14,500 Nominal Growth YoY 25% 75 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.2 Survei Konsumen Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga turut menunjang perbaikan kinerja konsumsi yang meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha yang bergerak dibidang perhotelan yang menyatakan bahwa kapasitas hotel pada umumnya mencapai puncaknya pada periode libur natal dan tahun baru. Peningkatan konsumsi akan jasa transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara juga turut ditunjang dengan perayaan beberapa event seperti perayaan natal nasional di Dolok Sanggul, beberapa festival budaya serta pesta rakyat. 14,000 13,500 13,000 12,500 12,000 Grafik 1.4 Perkembangan KPR 1.3% 3.2% I II III IV I II III IV I II III IV Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan I % 15% 10% 5% 0% -5% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 4

21 Indeks Indeks SPE Grafik 1.5 Indeks Penjualan Eceran Kebijakan Bank Indonesia untuk melakukan relaksasi kebijakan moneter melalui pelonggaran loan to value (LTV) mulai di respons positif oleh masyarakat yang tercermin dari penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang meningkat dari 1,3% (yoy) menjadi 3,2% (yoy). Tingginya kebutuhan akan hunian juga turut menopang baiknya penyaluran KPR. Konsumsi listrik untuk segmen rumah tangga turut relatif membaik meski terjadi penyesuaian tarif listrik sepanjang triwulan IV Dengan demikian, konsumsi masyarakat akan perumahan dan perlengkapan rumah tangga juga turut terakselerasi dari 4,71% (yoy) menjadi 4,74% (yoy). Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah Grafik 1.6 Konsumsi Listrik Meskipun demikian, kinerja konsumsi diindikasikan masih belum optimal dalam mendorong perekonomian. Indeks Penjualan Eceran pada triwulan IV menunjukkan penurunan. Begitu juga dengan kinerja impor barang konsumsi yang turut melambat pada triwulan IV Penurunan kinerja impor barang konsumsi terutama terjadi pada kelompok makanan pokok seiring dengan Growth (yoy) % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I milyar kwh Bisnis Industri Rumah Tangga 3 G Rumah G Bisnis G Industri I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 10% % 20% 15% 5% 0% YoY -5% -10% -15% 5% 0% yoy 30% 25% 20% 15% 10% -5% -10% -15% -20% -25% program swasembada pangan oleh pemerintah serta kelompok kendaraan. juta Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi Secara keseluruhan tahun 2016, terjadi perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga yang cukup signifikan, yaitu dari 4,7% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan ini terutama didorong oleh pulihnya daya beli masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas dan permintaan yang membaik. Dengan demikian, kokohnya konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama akselerasi perekonomain pada tahun Mengawali tahun 2017, kinerja konsumsi swasta pada triwulan I 2017 diperkirakan relatif stabil. Masih tingginya permintaan masyarakat dalam menyambut tahun baru serta perayaan imlek mampu mendorong pertumbuhan konsumsi swasta ke depan. Kinerja harga komoditas diperkirakan masih cukup baik dalam menunjang daya beli masyakat meski relatif menurun seiring dengan membaiknya pasokan komoditas perkebunan di pasar global. Indeks Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Persepsi Penghasilan Volume (ton) Growth (yoy) 90.5 Persepsi Lapangan Kerja I II III IV I II III IV I II III IV I % 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5

22 Relatif baiknya daya beli masyarakat terindikasikan dari masih cukup baiknya kinerja harga komoditas perkebunan internasional yang terus berlanjut hingga periode laporan. Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan setiap tahunnya juga turut menjaga tingkat pendapatan masyarakat. Penyaluran kredit konsumsi yang intensif pada triwulan IV 2016 juga diharapkan dapat menjaga kinerja konsumsi kedepannya. Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000-35,072 35,421 36,943 37,681 37,821 Nominal 38,615 39,752 40,968 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi Kebijakan manajemen fiskal berupa penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) 1 maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan lalu kembali menekan kinerja konsumsi pemerintah yang terkoreksi cukup dalam sebesar -4,8% (yoy), dibandingkan realisasi triwulan lalu yang mencapai -3,5% (yoy). Atensi pemerintah untuk tetap memprioritaskan program kerja strategis menyebabkan alotnya proses realokasi anggaran sehingga perangkat daerah relatif berhati-hati dalam merealisasikan anggrannya. Sementara itu, penyaluran kembali dana DAU dan DAK baru terjadi pada akhir tahun sehingga mendorong belum optimalnya realisasi konsumsi pemerintah pada triwulan IV ,965 41,762 42,414 Growth (yoy) 42, % 6.5% 42,907 43,607 44, , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Tw-III 2016 Tw-IV ,5-4,8 yoy 18.0% 16.0% 14.0% 12.0% 10.0% 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% % Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan IV di Sumatera Utara Masih anjloknya realisasi konsumsi pemerintah turut tercermin dari realisasi belanja APBN maupun APBD yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2015 lalu. Realisasi belanja APBN pada tahun 2016 di Sumatera Utara hanya mencapai 85,3% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang mencapai 90,1% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja APBN di Sumatera Utara ini terutama didorong oleh rendahnya realisasi belanja modal yang hanya mencapai 69,6% dari pagunya. Realisasi belanja yang lebih rendah juga terlihat dari rendahnya realisasi APBD Provinsi Sumatera Utara. Realisasi belanja APDB pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 mencapai 92,4% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang mencapai 94,3% dari pagunya. Lebih rendahnya realisasi belanja ini terutama terjadi pada belanja barang dan jasa seiring dengan komitmen pemerintah untuk mendahulukan program strategis dalam menyikapi kebijakan penundaan DAU sebagai langkah efisiensi fiskal yang diambil. Begitu juga dengan realisasi belanja PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 6

23 pegawai yang turun dari 91,9% dari pagunya menjadi 85,1% dari pagu. % Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III Pengembalian dana DAU/DAK yang tertahan pada triwulan III baru dilakukan pada akhir periode menyebabkan belum optimalnya realisasi belanja pemerintah pada triwulan IV Hal tersebut tercermin dari posisi rekening pemda di perbankan pada triwulan IV yang masih cukup tinggi, yaitu tumbuh dari -6,7% (yoy) pada triwulan III lalu menjadi 1,0% (yoy). Rp Miliar 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2, ,183 Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa 7,304 8,123 2,250 Kredit (Rp Miliar) 6,329 9,114 9,639 3, Belanja Modal Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda Secara keseluruhan tahun, realisasi konsumsi pemerintah terkontraksi dari 2,5% (yoy) pada 2015 lalu menjadi -0,4% (yoy). Dinamika ekonomi politik yang mewarnai sepanjang tahun 2016 menjadi penyebab belum optimalnya realisasi belanja pemerintah pada tahun Stabilitas politik di Sumatera Utara berjalan relatif lambat sehingga mendorong keragu-raguan SKPD dalam merealisasikan belanjanya. Selain itu, adanya penundaan DAU/DAK ditengah telah selesainya P-APBD 2016 pada beberapa kota/kabupaten pada semester II lalu juga menuntut pemerintah 9,038 11,602 12,442 G (yoy) 4,238 10, % 1.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 12, ,605 4,280 YoY 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% untuk cermat dalam menetapkan strategi realokasi yang tidak berjalan mudah. Memasuki tahun 2017, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan kembali normal. Telah dikembalikannya dana DAU/DAK ke rekening pemerintah daerah pada akhir tahun menjadi penopang kembali normalnya realisasi konsumsi pemerintah meski pengesahan APBD 2017 baru dilaksanakan pada tahun berjalan. Program monitoring realisasi anggaran yang lebih intensif juga diperkirakan menjadi motor perbaikan kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan I Tw-III 2016 Tw-IV ,4 4,1 Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah daerah terkait dengan kebijakan penundaan DAU menekan kinerja investasi pada triwulan IV 2016, dari 4,4% (yoy) menjadi 4,1% (yoy). Penurunan kinerja investasi terutama didorong oleh penurunan kinerja investasi bangunan, sementara kinerja investasi non bangunan justru relatif stabil. Penurunan kinerja investasi bangunan ditengarai lebih disebabkan oleh belum optimalnya realisasi investasi pemerintah daerah sementara kinerja investasi swasta masih cukup baik. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit investasi dari perbankan kepada sektor pemerintah yang turun secara signifikan dari 13,0% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -0,8% (yoy) pada triwulan IV Meskipun demikian, masih terus berjalannya proyek infrastruktur strategis nasional serta persepsi pemerintah yang tetap memprioritaskan investasi strategis diperkirakan mampu menopang kegiatan investasi ke depan. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 7

24 30,194 35,973 37,257 40,190 39,910 39,995 39,054 38,660 Grafik 1.13 Kredit Investasi 3,997 3,738 3,963 3,989 4,152 4,278 4,199 4,177 4,890 4,863 4,773 4,776 4,967 4,983 4,822 4,996 Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Terkontraksinya penyaluran kredit investasi pada sektor pemerintah terutama terjadi pada pemerintah daerah serta BUMN. Hampir rampungnya pendanaan pembangunan Terminal Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung yang direncanakan selesai pada tahun 2017 juga turut mendorong kontraksinya penyaluran kredit investasi pada BUMN. Dengan demikian, penyaluran kredit investasi turut melambat dari 11,6% (yoy) menjadi 7,8% (yoy). Indeks Nominal Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama Meskipun demikian, masih baiknya penyaluran kredit pada sektor swasta mampu menahan penurunan kinerja investasi lebih lanjut. Hal tersebut tercermin dari indeks pembelian barang tahan lama yang meningkat pada triwulan IV ,547 39,727 Growth (yoy) 40,150 42,602 42, % 44,225 44, Grafik 1.15 Penjualan Barang Konstruksi 45, % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Rp Juta Indeks Penjualan Barang Konstruksi Growth 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, % 4.6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% Masih tingginya penjualan semen serta indeks penjualan barang konstruksi mampu menahan penurunan kinerja investasi bangunan lebih lanjut. Indeks Penjualan Barang Konstruksi membaik dari 1,0% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Begitu juga dengan penjualan semen yang membaik dari 77,8% (yoy) menjadi 159,1,0% (yoy). Berakhirnya pembukuan tahun anggaran menyebabkan kinerja investasi bangunan masih cukup gemilang pada triwulan IV Ribu Ton Volume Growth 1,200 1, Grafik 1.16 Penjualan Semen Menurunnya kinerja investasi bangunan masih mampu diimbangi dengan stabilnya investasi non bangunan sehingga mampu menahan penurunan kinerja investasi lebih lanjut. Pulihnya harga komoditas juga mendorong tingginya aktivitas industri di Sumatera Utara sehingga mendorong tingginya kebutuhan akan barang modal. Hal tersebut tercermin dari volume impor barang modal yang membaik secara signifikan dari 21,8% (yoy) menjadi 191,1% (yoy). Hal tersebut juga turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha dibidang industri yang menyatakan adanya aktivitas investasi terkait dengan peningkatan kapasitas produksi seperti pembangunan galangan kapal, pembangunan pabrik pengolahan biodiesel, oleo chemical maupun kernell pressing plant serta pemeliharaan mesin. Optimisme pelaku usaha terhadap kinerja pasar domestik masih cukup kuat meski mayoritas kapasitas terpasang perusahaan di Sumatera Utara dapat dikatakan belum maksimal, baru mencapai 74% % % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV YoY 180% 160% 140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 8

25 juta Volume (ton) 30.3 Grafik 1.17 Impor Barang Modal Optimisme membaiknya ekonomi ke depan serta terus berlanjutnya perbaikan iklim investasi mampu mendorong mulai pulihnya tingkat kepercayaan investor untuk terus berinvestasi di wilayah Sumatera Utara. Selain itu, upaya pemerintah untuk mendukung peningkatan investasi melalui paket kebijakan juga turut berkontribusi pada menariknya iklim investasi di Sumatera Utara. Dengan demikian, pada triwulan IV 2016, baik PMA maupun PMDN menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan III Realisasi PMDN di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 meningkat tajam. Nilai investasi PMDN pada triwulan IV 2016 mencapai Rp2.685,2 miliar, meningkat dari realisasi pada triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp1.129,5 miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi pada kategori pengadaan listrik, gas dan air bersih yang meningkat dari Rp4,1 milyar menjadi Rp1,9 triliun. Hal tersebut terkait dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi pasokan listrik melalui program listrik MW. Selain itu, investasi pada kategori industri logam dasar turut meningkat. Iklim investasi yang kondusif serta tingginya atensi pemerintah untuk menyempurnakan kualitas infrastruktur perhubungan diperkirakan mampu mendorong daya tarik investor terutama sejalan dengan Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung yang diperkirakan selesai pada 2017 mendatang. Optimisme investor domestik juga turut ditunjang oleh tingginya kepercayaan investor asing dalam menyalurkan investasinya di Growth (yoy) 191.1% 21.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 200% 150% 100% 50% 0% -50% -100% Sumatera Utara. Penyaluran PMA pada triwulan IV 2016 mencapai USD393,5. Peningkatan realisasi PMA terutama terjadi pada sektor industri kimia dasar serta sektor tanaman pangan dan perkebunan. Kembali membaiknya harga komoditas mampu memulihkan kepercayaan investor untuk kembali menanamkan modalnya pada sektor ini. Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara Periode PMA PMDN Proyek I (juta USD) Proyek I (Rp miliar) 2014 I , ,5 II , ,8 III , ,5 IV , , I , ,1 II , ,1 III , ,8 IV , , I 39 18, ,3 II , ,2 III , ,5 IV , ,2 P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah Secara keseluruhan tahun, kinerja investasi meningkat secara signifikan dari 3,9% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Perbaikan kinerja investasi didorong oleh perbaikan kinerja investasi pemerintah maupun swasta. Langkah perusahaan untuk mulai melakukan investasi seiring dengan mulai pulihnya harga komoditas mendorong tingginya kinerja investasi pada tahun Komitmen pemerintah yang tinggi dalam memprioritaskan program infrastruktur strategis mendorong tingginya realisasi investasi pada tahun Pembangunan proyek infrastruktur strategis di Sumatera Utara masih tercatat on track tanpa diwarnai hambatan yang signifikan. Realisasi proyek infrastruktur yang tepat waktu menciptakan persepsi positif akan iklim investasi di Sumatera Utara. Beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 9

26 tahun juga semakin mendorong persepsi positif terhadap investor. Hal tersebut juga diakomodasi oleh reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh pemerintah. Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi investasi pada tahun Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada triwulan I 2017 diperkirakan kembali menurun. Masih terbatasnya belanja pemerintah seiring dengan pengesahan APBD 2017 yang baru dilakukan pada tahun berjalan menyebabkan kegiatan investasi belum dapat berjalan. Sementara itu, berakhirnya periode puncak produksi CPO turut mendorong belum optimalnya realisasi investasi non bangunan. Tw-III 2016 Tw-IV ,0 3,8 Sektor eksternal menjadi salah satu motor penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV Berdasarkan data BPS, kinerja ekspor Sumatera Utara membaik secara signifikan, yaitu dari 0,0% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,8% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik pada ekspor luar negeri maupun ekspor antara daerah. Perbaikan harga komoditas yang secara signfikan terjadi pada triwulan IV mendorong melonjaknya kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara, terutama untuk komoditas kelapa sawit. Niai penjualan ekspor luar negeri meningkat signifikan dengan volume ekspor sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV Pada triwulan IV 2016, ekspor luar negeri Sumatera Utara tercatat membaik dari -10,6% (yoy) menjadi -0,7% (yoy). Mulai menggeliatnya industri manufaktur negara tujuan ekspor utama turut berkontribusi pada perbaikan kinerja perdagangan Sumut di pasar internasional. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume % % Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara 2 Pada triwulan IV 2016, ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 39,4% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 7,9% dan kopi 4,1%. Pangsa komoditas kelapa sawit dan kopi cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016, sementara itu pangsa komoditas karet relatif menyusut. Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan tingginya pengaruh pasar komoditas terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama Komoditas Pangsa Kelapa Sawit 39,4% Karet 7,9% Kopi 4,1% Lainnya 48,6% 20.3% -10.6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV %-10% -20% -30% Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai sekitar 43,1%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 39,2% terhadap total ekspor Sumatera Utara. 30% 20% 10% 0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 10

27 Lainnya 57% Tiongkok 14% India 10% USA 11% Europa 8% Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara terjadi pada komoditas unggulan CPO seiring dengan harga di pasar internasional yang mulai membaik. Harga CPO menunjukkan level tertingginya sejak Harga CPO di pasar internasional membaik dari 647 USD/metric ton menjadi 682 USD/metric ton. Hal tersebut mampu mendorong kinerja ekspor CPO merangkak naik dari -13,2% (yoy) menjadi -0,5% (yoy). YoY 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% CPO Intl Karet Intl I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bloomberg, diolah Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet Perbaikan kinerja CPO juga turut didorong oleh peningkatan permintaan dari negara mitra dagang utama yang ditandai dengan mulai membaiknya geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama. PMI dari seluruh negara mitra dagang utama menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan, baik Amerika Serikat, Tiongkok maupun India. Lebih lanjut, perbaikan PMI Tiongkok mampu melewati fase kontraksi. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume % Grafik 1.21 Ekspor CPO 31.1% 20% -2.4% 0% -0.5% -20% -13.2% -40% Tingginya permintaan dari negara mitra dagang utama terjadi seiring dengan perayaan festival Diwali bagi etnis India. Tingginya kebutuhan akan minyak nabati untuk konsumsi makanan maupun minuman ditengah terjadinya penurunan stock dunia pasca El Nino 2015 meningkatkan kinerja ekspor CPO Sumatera Utara. Gemilangnya kinerja CPO Sumut pada triwulan IV 2016 juga didukung oleh tingginya serapan domestik seiring dengan kontrak pembelian CPO untuk kepentingan biodiesel I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV US China India Jepang Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama Adanya kesepakatan antara anggota The International Tripartite Rubber Council (ITRC) dalam memangkas volume ekspor telah membantu dalam mendongkrak harga karet ditengah perbaikan harga minyak dunia. Harga karet membaik dari 174 USD cents/kg menjadi 193 USD cents/kg. Dengan demikian, kinerja ekspor karet turut membaik secara signifikan dari -9,7% (yoy) menjadi -3,3% (yoy). 60% 40% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 11

28 Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume % 14.8% % % % -3.3% 0% % % % -30% % % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.23 Ekspor Karet -60% Secara keseluruhan tahun, kinerja ekspor Sumatera Utara membaik dari -1,1% (yoy) pada 2015 lalu menjadi 2,7% (yoy). Perbaikan harga komoditas perkebunan sepanjang tahun 2016 mampu mendorong perbaikan kinerja ekspor luar negeri maupun antar daerah. Efektifnya program mandatori biodiesel juga meningkatkan permintaan domestik akan CPO pada keseluruhan tahun Hal tersebut juga turut ditunjang oleh mulai pulihnya geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama di sepanjang tahun Memasuki awal tahun 2017, kinerja ekspor diperkirkaan masih cukup terjaga. Harga komoditas perkebunan terutama karet kembali mencatatkan harga tinggi sementara kinerja perdagangan kelapa sawit masih mengalami penyesuaian. Serapan domestik diperkirakan masih menjadi penopang utama kinerja ekspor pada triwulan I 2017 seiring dengan ditetapkannya pengadaan biodiesel periode November 2016-April 2017 berjumlah 1,53 juta Kl 3. Pada periode November 2016-April 2017 terdapat 16 perusahaan yang telah dikontrak untuk memenuhi kebutuhan biodiesel domestik. Ke depan, faktor risiko masih cukup besar membayangi perbaikan kinerja ekspor. Masih cukup kuatnya pergeseran penggunaan minyak nabati dari CPO ke kedelai seiring dengan pesatnya perkembangan industri peternakan di Tiongkok mendorong penurunan permintaan agregat dari negara ini. Sementara itu, produksi negara eksportir lainnya diperkirakan kembali pulih dari dampak El Nino pada tahun 2015 lalu. Masih kuatnya ekonomi domestik serta kinerja ekspor yang mulai pulih mendorong perbaikan kinerja impor dari -2,6% (yoy) menjadi 1,5% (yoy). Perbaikan kinerja impor didorong oleh perbaikan kinerja impor luar negeri maupun antara daerah. Peningkatan impor antar daerah terjadi seiring dengan tingginya konsumsi masyarakat dalam menyemarakkan perayaan natal dan persiapan tahun baru. Dengan demikian, kinerja impor antar daerah meningkat dari -1,9% (yoy) menjadi 0,8% (yoy). 250% 200% 150% 100% 50% 0% -50% -100% Tw-III 2016 Tw-IV ,6 1,5 Bahan Baku Barang Modal Barang Konsumsi Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut Senada dengan impor antar daerah, impor luar negeri juga menunjukkan peningkatan yaitu dari 10,8% (yoy) menjadi 17,3% (yoy). Peningkatan impor luar negeri terutama untuk kelompok barang barang modal, sementara impor bahan 3 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 12

29 baku dan barang konsumsi relatif menurun. Tren penguatan nilai tukar yang terus berlanjut mendorong harga barang impor yang lebih murah sehingga mampu menunjang kinerja impor. 150% 100% 50% 0% -50% -100% Bahan Baku Barang Modal Barang Konsumsi Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut Melonjaknya impor barang modal terjadi seiring dengan melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga membutuhkan barang antara untuk bisa menghasilkan produk lanjutannya. Volume impor barang modal meningkat secara signifikan dari 21,8% (yoy) menjadi 191,1% (yoy). Signifikannya volume impor barang modal ini juga mengindikasikan tingginya kepercayaan pelaku usaha terhadap iklim usaha kedepannya. Secara keseluruhan tahun, kinerja impor Sumatera Utara relatif membaik dari -4,1% (yoy) menjadi -1,9% (yoy). Meningkatnya kinerja impor terutama didorong oleh peningkatan impor luar negeri sementara impor antara daerah justru terkontraksi. Meningkatnya impor luar negeri terkait dengan penguatan nilai tukar yang terjadi sepanjang tahun 2016 sehingga mendorong harga barang impor yang lebih terjangkau. 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Dari sisi penawaran, stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 didorong oleh baiknya kinerja kategori unggulan seperti Industri Pengolahan, Konstruksi, serta Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Sementara itu, kinerja kategori pertanian justru melambat cukup signifikan ditengah puncak produksi CPO. Keempat kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara. Perbaikan kinerja kategori konstruksi tidak terlepas dari baiknya kepercayaan swasta dalam merealisasikan rencana investasinya ditengah relatif menurunnya investasi pemerintah. Hal tersebut tercermin dari lebih rendahnya realisasi belanja modal pemerintah dibandingkan dengan tahun Sementara itu perbaikan harga komoditas perkebunan yang terus berlanjut ditengah mulai membaiknya permintaan global mampu mendorong kinerja industri pengolahan. Tingginya permintaan domestik juga mampu mendorong kinerja kategori PBE. Kurang kondusifnya cuaca yang disertai dengan kembali erupsinya Gunung Sinabung menekan kinerja pertanian sehingga menghambat optimalnya kinerja perekonomian. Sementara itu, produksi tanaman perkebunan ditengarai masih cukup baik sehingga mampu menahan semakin terpuruknya kinerja kategori pertanian. Memasuki tahun 2017, kinerja impor diperkirakan kembali meningkat. Masih baiknya kinerja komoditas perkebunan ditengah kuatnya konsumsi domestik dalam perayaan tahun baru dan Imlek diperkirakan meningkatkan kebutuhan akan barang modal dalam mendukung aktivitas industri pada triwulan mendatang. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 13

30 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Indikator Makro Total I II III IV Total I II III IV Total Arah PDRB (%,yoy) Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Tw-III 2016 Tw-IV ,6 2,6 Merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura terkait dengan kurang kondusifnya musim tanam maupun panen menekan kinerja kategori pertanian. Secara kuartalan, pertumbuhan kategori pertanian terkontraksi hingga -3,7% (qtq). Dengan demikian, kinerja pertanian melambat dari 5,6% (yoy) menjadi 2,6% (yoy). Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.Perkiraan Sifat Curah Hujan Oktober 2016 Penurunan kinerja kategori pertanian pada triwulan IV terhimpit oleh anjloknya kinerja produksi tanaman pangan dan hortikultura akibat kondisi cuaca yang kurang memadai. Memasuki akhir tahun 2016, erupsi Gunung Sinabung kembali terjadi sehingga menyebabkan menurunnya produktivitas tanaman hortikultura yang berada di kawasan tersebut. Produksi cabai merah pada triwulan IV 2016 kembali menurun dari 9,7% (yoy) menjadi -9,3% (yoy). Proses relokasi lahan pertanian masih terus berjalan namun belum dapat dirampungkan dalam tempo yang cepat mengingat cukup terbatasnya ketersediaan lahan pengganti dengan karakteristik dan tingkat kesuburan yang mendekati areal Gunung Sinabung. Sementara itu, kinerja sektor tanaman pangan juga turut terganggu terkait dengan bergesernya periode tanam serta gangguan hama pada beberapa periode sebelumnya dapat diatasi memasuki November Dengan demikian, produktivitas subkategori pertanian relatif menurun. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 14

31 alokasinya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan IV 2015 yang mencapai 94,4% dari alokasinya. Berkurangnya penggunaan pupuk juga turut tercermin dari menurunnya volume impor pupuk yang menurun dari -15,8% (yoy) menjadi 3,1% (yoy). juta 350 Volume (ton) Growth (yoy) 100% Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan November 2016 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.3 Distribusi Sifat Curah Hujan Desember % 80% 60% 40% 20% 0% -20% Realisasi Sisa Kebutuhan Growth Realisasi 40.0% 16.7% 38.4% 57.8% 83.2% 21.5% 48.4% 71.9% 100.8% 18.9% 43.9% 66.0% 90.4% 22.9% 48.2% 67.4% 94.4% 21.3% 45.1% 66.6% 93.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% -30.0% Dalam mengantisipasi dampak dari cuaca yang kurang kondusif, pemerintah terus mengupayakan optimalnya penyaluran pupuk bersubsidi sehingga penurunan produksi pangan dapat diminimalisir. Meskipun demikian, luas tanam yang cenderung menurun pada triwulan IV menyebabkan relatif tertahannya penyaluran pupuk bersubsidi. Luas tanam padi menurun signifikan dari ha menjadi ha. Sementara itu, realisasi penyaluran pupuk subsidi pada triwulan IV 2016 mencapai 93,8% dari Grafik 1.27 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Meski kinerja pertanian relatif menurun, namun tingkat pendapatan masyarakat pertanian diindikasikan membaik. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang justru relatif membaik pada triwulan IV NTP secara umum di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 telah mencapai 101,2, lebih baik dibandingkan dengan capaian NTP pada triwulan lalu yang mencapai 99,7. Peningkatan capaian NTP ini didorong oleh perbaikan pada seluruh kategori kecuali subsektor peternakan. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori ini mempengaruhi penyaluran kredit perbankan. Penyaluran kredit pertanian relatif melambat dari 20,5% (yoy) menjadi 19,0% (yoy). Namun demikian, kualitas penyaluran kredit yang % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 20% Indeks NTP NTPR NTPH NTPP I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 60% 40% 0% -20% -40% -60% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 15

32 diberikan, yang tercermin dari nilai NPL, justru menurun dari 2,1% menjadi 1,5%. Rp Miliar 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Nominal Growth (yoy) 20.5% 18,396 18,834 19,183 22,036 22,291 23,629 23,565 25,007 24,196 25,095 26,286 28,623 29,473 31,545 31, , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Pertanian 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 19.0% 10.0% 5.0% 0.0% Lain halnya dengan subkategori perkebunan yang ditengarai masih cukup baik dalam menahan penurunan kinerja pertanian lebih lanjut. Puncak produksi yang pada umumnya terjadi pada triwulan IV mendorong masih tingginya kinerja subkategori perkebunan yang dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas perkebunan. Hal tersebut juga ditunjang dengan berlanjutnya perbaikan permintaan mitra dagang utama secara perlahan yang ditunjukkan dengan Purchasing Manager Index yang meningkat. Permintaan dari sisi domestik juga cukup kuat yang tercermin dari realisasi komitmen kontrak pengadaan biodiesel 4. Perbaikan harga komoditas perkebunan di pasar global terjadi seiring dengan menurunnya pasokan CPO di pasar global. Dampak El Nino di 2015 yang cukup signifikan masih memukul produktivitas CPO di Kondisi tersebut menyebabkan harga CPO membaik. Namun, dampak El Nino tersebut relatif minimal bagi Sumatera Utara sehingga produksi kelapa sawit tidak terganggu secara signifikan dibandingkan dengan pesaing utama lainnya seperti Malaysia. Meskipun demikian, dorongan perbaikan harga yoy yang bersifat non fundamental masih belum cukup kuat dalam mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit pada perkebunan sawit. Perbaikan permintaan mitra dagang utama turut mendorong membaiknya kinerja ekspor kopi. Hal tersebut juga semakin ditopang oleh perbaikan harga kopi baik di pasar domestik maupun internasional. Rata-rata harga kopi di pasar internasional pada triwulan IV 2016 tercatat 523 USD cents/pounds, membaik dibandingkan dengan capaian harga pada triwulan III yang tercatat 493 USD cents/pounds. Masih didorong kesepakatan pembatasan ekspor oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC) serta perbaikan minyak dunia yang terus berlanjut, harga karet juga turut membaik. Perbaikan harga ini memberikan angin segar bagi petani karet yang sudah beberapa tahun terakhir terhimpit faktor harga yang terlalu rendah. Dengan demikian, kepercayaan perbankan dalam menyalurkan kreditnya pada perkebunan karet mulai pulih, yaitu dari -21,5% (yoy) menjadi - 17,8% (yoy). Rp Triliun Kebun Karet Kebun Sawit 35 G. P Karet G P Sawit I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan 150% 100% 50% -50% -100% Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori pertanian pada tahun 2016 menurun dari 5,5% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 4,9%. Penurunan 0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 16

33 kinerja kategori ini terutama disumbang oleh rendahnya capaian kinerja subsektor pertanian, sementara subsektor perkebunan justru masih cukup baik. Meski tahun 2016 merupakan tahun program upaya khusus bagi tanaman padi, jagung dan kedelai (pajale), dinamika alam dan cuaca yang terjadi pada tahun 2016 masih terlalu kuat dalam memukul kinerja subsektor pertanian. Anomali cuaca terjadi pada sepanjang tahun 2016 yang kembali diwarnai dengan normalisasi dampak erupsi Gunung Sinabung yang masih terbatas. Kondisi cuaca yang kurang memadai menyebabkan turunnya produktivitas tanaman pangan dimana salah satunya tertekan oleh wabah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang meluas bagi tanaman hortikultura. diperkirakan normal dan cukup kondusif dalam mendukung aktivitas pertanian. Kegiatan panen raya yang pada umumnya terjadi pada triwulan I diperkirakan lancar. Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan, terutama kelapa sawit, diperkirakan tidak tumbuh setinggi tahun 2016 seiring dengan mulai kembali pulihnya stok kelapa sawit global. Dengan demikian, perkembangan kinerja industri kelapa sawit ke depan masih bertumpu pada serapan industri domestik akibat perbaikan harga komoditas global yang masih belum ditopang oleh perbaikan pada faktor fundamentalnya. Sementara itu, meski perbaikan harga karet internasional terus berlanjut, produktivitas tanaman karet yang rendah yang disertai dengan sulitnya memperoleh bahan baku menyebabkan belum optimalnya dampak perbaikan harga terhadap perekonomian ke depan. Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.4 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.6 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 Tw-III 2016 Tw-IV ,9 4,9 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.5 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017 Mengawali tahun 2017, indikasi normalisasi kinerja kategori pertanian cukup kuat terlihat. Cuaca pada sepanjang triwulan I 2017 Ditengah menurunnya kinerja kategori pertanian, kinerja industri pengolahan justru cukup gemilang, yaitu mencapai 4,9% (yoy), naik signifikan dibandingkan dengan capaian triwulan III 2016 yang hanya tercatat 1,9% (yoy). Puncak produksi CPO yang pada umumnya terjadi pada akhir tahun turut berkontribusi dalam mendorong kinerja industri pengolahan. Peningkatan produksi ini mampu diimbangi PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 17

34 dengan tingkat permintaan eksternal maupun domestik yang memadai sehingga kinerja kategori ini relatif terjaga. Baiknya kinerja industri tidak terlepas dari baiknya infrastruktur pendukung, terutama listrik. Penjualan listrik ke sektor bisnis meningkat signifikan, dari 7,8% (yoy) menjadi 8,1% (yoy) yang disertai dengan peningkatan jumlah pelanggan yang mencapai 123 ribu pelanggan. Begitu juga dengan penjualan listrik ke sektor industri yang meningkat dari 1,5% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Adanya penyesuaian tarif listrik industri tidak memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas produksi industri. Rp Miliar 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000-25,942 26,899 29,867 31,883 31,211 33,207 33,380 Nominal 33,030 Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Kondisi pasar yang mulai membaik mendorong kembalinya kepercayaan perbankan dalam mendukung pembiayaan pada kategori ini. Kredit yang disalurkan pada triwulan IV 2016 kembali menggeliat, yaitu dari -1,6% (yoy) menjadi 2,4% (yoy). Kualitas kredit yang disalurkan pada kategori ini juga masih cukup baik yang tercermin dari tingkat non performing loan (NPL) yang masih sangat rendah, yaitu 1,6%. Baiknya kinerja industri pengolahan juga turut tercermin dari tingkat ekspor produk manufaktur di Sumatera Utara yang membaik secara signifikan dengan pertumbuhan tahunan mendekati teritori positif, yaitu dari -10,9% (yoy) menjadi -1,2% (yoy). Secara keseluruhan tahun, kinerja industri pengolahan membaik dari 3,6% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 4,5% (yoy). Perbaikan kinerja industri pengolahan terutama didorong oleh meningkatnya permintaan global terkait dengan 35,073 37,803 38,846 Growth (yoy) 36,369 35,425 36, % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV , % 5.0% 37, yoy 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 0.0% -5.0% penurunan stok kelapa sawit dunia ditengah mulai membaiknya konsumsi domestik negara mitra dagang utama. Hal tersebut juga turut mendongkrak perbaikan harga komoditas sehingga memberikan efek positif dalam perkembangan industri pengolahan. Membaiknya serapan industri domestik melalui biodiesel juga turut mendorong kinerja industri pengolahan. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) 2.5 G Nilai G Volume I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur -10% -20% -30% Memasuki triwulan I 2017, harga komoditas perkebunan mulai kembali menurun. Kembali normalnya produksi kelapa sawit negara eksportir utama mendorong kembali melemahnya harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, masih tingginya permintaan domestik akan kelapa sawit seiring dengan efektifnya mandatori biodiesel mampu menunjang kinerja industri pengolahan kedepan. Tw-III 2016 Tw-IV ,5 7,4 Mulai pulihnya kepercayaan swasta terhadap kinerja perekonomian Sumatera Utara serta terus berlangsungnya pembangunan infrastruktur strategis kembali mendorong kinerja konstruksi, yaitu dari 5,5% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 7,4% (yoy). Optimisnya pelaku swasta dalam merealisasikan investasi bangunannya tercermin dari hasil liaison KPw BI Provinsi Sumatera terhadap beberapa pelaku industri yang mulai melakukan peningkatan kapasitas produksi melalui pembangunan pabrik maupun gudang. 40% 30% 20% 10% 0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 18

35 Gencarnya realisasi proyek infrastruktur strategis dari pemerintah pusat juga turut berkontribusi dalam tingginya capaian kinerja konstruksi pada triwulan IV Proyek infrastruktur strategis tetap menjadi prioritas pembangunan dan berjalan sesuai progress yang direncanakan. Beberapa proyek infrastruktur strategis nasional yang sedang berlangsung diantaranya adalah revitalisasi Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera. Hal tersebut mendorong penjualan semen yang meningkat pada triwulan IV Sementara itu, kontribusi pembangunan dari pemerintah daerah relatif terbatas. Proses realokasi anggaran terkait dengan adanya penundaan DAU/DAK yang dilakukan oleh pemerintah pusat ditengah proses pengadaan yang baru rampung pada triwulan III 2016 menekan realisasi pembangunan maupun revitalisasi infrastruktur. Hal tersebut tercermin dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi Sumatera Utara tahun 2016 yang hanya mencapai 87,0% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang mencapai 91,2%. Relaksasi LTV yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada beberapa periode silam juga mulai mendapatkan respon positif dari masyarakat. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit KPR yang relatif meningkat. hal tersebut juga turut terkonfirmasi dari membaiknya Indeks Penjualan Barang Konstruksi. Masih tingginya kebutuhan masyarakat akan hunian juga turut mendorong tingginya konsumsi properti. Hal tersebut juga turut mendorong tingkat harga properti yang terus meningkat. Secara keseluruhan tahun, kinerja konstruksi pada tahun 2016 membaik dari 5,5% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Masih intensifnya realisasi belanja infrastruktur strategis nasional ditengah mulai kembali optimisnya pelaku usaha maupun rumah tangga dalam merealisasikan investasi bangunannya. Meskipun demikian, belum optimalnya realisasi belanja modal pemerintah daerah masih menahan perbaikan sektor ini lebih lanjut. Mengawali tahun 2017, kinerja kategori konstruksi diperkirakan masih cukup baik seiring dengan tidak adanya hambatan berarti dalam proses pembangunan infrastruktur strategis di Sumatera Utara. Sementara itu, optimisme pelaku usaha dan rumah tangga dalam merealisasikan investasi bangunannya juga diperkirakan terus berlanjut. Terakselerasinya penyaluran kredit konstruksi pada triwulan IV 2016 diharapkan mampu menjadi motor baiknya kinerja konstruksi pada triwulan I Meskipun demikian, pola belanja pemerintah daerah yang secara umum masih relatif rendah pada triwulan I 2017 masih menahan kinerja konstruksi kedepan. Rp Miliar 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000-3,776 4,407 5,279 5,114 4,904 4,907 5,357 Nominal 5,394 Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Tingginya konsumsi masyarakat dalam semarak perayaan natal dan persiapan tahun baru mendorong aktivitas perdagangan meningkat dari 7,5% (yoy) menjadi 7,8% (yoy). Membaiknya konsumsi masyarakat terkonfirmasi dari membaiknya Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat pada triwulan IV Libur panjang yang dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi keluarga menuntut kondisi moda angkutan dalam kondisi prima sehingga permintaan akan maintenance dan suku cadang kendaraan cenderung meningkat. Penjualan suku 5,027 5,181 5,297 Growth (yoy) 5,270 4, % 11.1% 20.0% 5,592 5, , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Tw-III 2016 Tw-IV ,5 7,8 yoy 40.0% 30.0% 10.0% 0.0% -10.0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 19

36 cadang tercatat tumbuh dari 62,2% (yoy) menjadi 63,7% (yoy). Peningkatan penjualan suku cadang ini juga turut ditopang oleh penguatan nilai tukar yang terus berlanjut hingga triwulan IV Dengan demikian, harga sparepart, suku cadang dan aksesoris kendaraan relatif menurun. Rp Juta Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Sementara itu, dari sisi pemerintah, realokasi anggaran pasca penundaan DAU dan DAK menjadi faktor penahan kinerja perdagangan pada triwulan IV Realisasi belanja barang dan jasa pemerintah relatif rendah dibandingkan dengan tahun Pencairan kembali dana DAU/DAK yang tertahan baru dilakukan pada akhir tahun sehingga realisasi belanja masih belum optimal. Belum optimalnya kinerja perdagangan juga tercermin dari penyaluran kredit pada kategori ini yang relatif melambat dari 4,0% (yoy) menjadi 2,6% (yoy). Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori PBE Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori PBE membaik signifikan dari 4,4% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Perbaikan kinerja perdagangan terutama didorong oleh kuatnya daya beli masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas perkebunan. Nilai tukar yang terus menguat juga % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 27, ,028 32,144 Penjualan Suku Cadang 33,873 34,496 36,200 36,735 Nominal 38,968 42,195 42,952 44,011 Growth Growth (yoy) 44,598 40, % 80% % 2.6% 44,229 45, , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 40% 20% 0% -20% -40% -60% yoy 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% menjaga tingkat kepercayaan konsumen dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya. Pada triwulan I 2017, aktivitas kategori PBE diperkirakan masih cukup baik terkait dengan adanya perayaan tahun baru dan imlek yang cukup meriah di Sumatera Utara. Meskipun demikian, harga kelapa sawit yang diperkirakan mulai menurun menahan kinerja kategori perdagangan. Siklus realisasi belanja pemerintah yang masih rendah diawal tahun juga belum mampu menstimulus akselerasi kinerja kategori ini. Tw-III 2016 Tw-IV ,5 7,2 Menurunnya penggunaan angkutan laut dan udara menekan kinerja Transportasi dan Pergudangan pada triwulan IV Penurunan penggunaan angkutan laut dan udara tercermin dari penurunan jumlah angkutan yang turun secara signfikan, terutama angkutan udara. Selesainya periode puncak mudik yang biasanya berlangsung pada periode lebaran mendorong turunnya kinerja angkutan udara. Hal tersebut turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha di perhotelan yang menyatakan bahwa tamu yang pada umumnya memadati hotel pada libur natal dan tahun baru merupakan tamu domestik yang berasal dari Sumatera Utara itu sendiri. juta orang Penumpang Udara Penumpang Laut 3 G Penumpang Udara G Penumpang Laut I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% -20.0% -40.0% -60.0% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.36 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Tingginya permintaan akan komoditas perkebunan ditengah pasokan bahan baku yang masih belum memadai mendorong pelaku usaha 0.0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 20

37 untuk melakukan penjualan stok yang ada sehingga menekan jasa pergudangan. Hal tersebut terkonfirmasi dari inventory pada sisi penggunaan yang menurun signifikan, yaitu dari 50,3% (yoy) menjadi 34,4% (yoy). Menurunnya aktivitas muat di pelabuhan juga turut menurunkan kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas muat di pelabuhan turun signfikan dari 126,8% (yoy) menjadi -63,1% (yoy). Sementara itu aktivitas bongkar yang justru membaik mampu menahan penurunan kinerja kategori angkutan lebih jauh. juta Ton Bongkar Muat G Bongkar G Muat 150.0% 126.8% -33.0% 100.0% 50.0% -13.1% -50.0% -63.1% % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori angkutan dan pergudangan membaik dari 5,7% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Perbaikan harga komoditas dan permintaan baik dari sisi global maupun domestik mendorong produktivitas industri yang pada akhirnya mendorong tingginya 0.0% permintaan akan jasa angkutan maupun pergudangan. Daya beli masyarakat yang membaik juga turut meningkatkan konsumsi masyarakat akan angkutan sehingga mampu menopang perbaikan kinerja kategori ini. Masih didorong oleh meriahnya tahun baru dan imlek ditengah puncak panen tanaman pangan yang pada umumnya terjadi pada triwulan I, kinerja kategori transportasi dan pergudagan diperkirakan kembali membaik pada triwulan I Nilai tukar yang terus menguat juga menurunkan biaya operasional angkutan terkait sehingga mampu mengakomodasi perbaikan kinerja kategori ini. Pembiayaan yang disalurkan pada triwulan IV 2016 terakselerasi sehingga diharapkan dapat memberikan stimulus pada triwulan laporan. Meskipun demikian, perbaikan harga minyak bumi yang terus berlanjut turut menimbulkan risiko akselerasi kategori ini pada triwulan I Rp Miliar 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000-3,397 3,588 3,704 3,683 3,570 5,161 4,655 Nominal 3,925 Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan 3,807 3,598 3,605 Growth (yoy) 3,478 3, % -9.6% -6.1% 0.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 3, , , yoy 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% -10.0% -20.0% -30.0% -40.0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 21

38 Suplemen 1 Percepatan Implementasi Reformasi Pangan Yang Optimal Reformasi pangan di Sumatera Utara masih belum optimal. Dalam perkembangannya masih banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi untuk menjamin ketersediaan pangan dan keterjangkauan harga bagi masyarakat, serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan. Permasalahan pangan di Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi 3 aspek, yaitu: permasalahan produksi, distribusi, dan infrastruktur pendukung. Terkait dengan produksi pangan, permasalahan seperti jumlah petani yang terus menurun dan peningkatan lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi permasalahan struktural yang perlu diperhatikan. Sementara itu, di sisi distribusi, permasalahan yang dihadapi adalah persistensi inflasi pangan dan level harga pangan yang masih tinggi serta tata niaga dan distribusi yang sangat panjang. Kemudian, di sisi infrastruktur, pembangunan sarana dan prasarana pendukung masih terkendala terbatasnya ketersediaan dana APBD dan kesulitan dalam penyediaan lahan. Pemerintah Daerah Sumatera Utara telah melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan pangan tersebut termasuk memasukkan peningkatan daya saing produk pertanian, kelautan dan perikanan menjadi salah satu prioritas pembangunan Sumatera Utara tahun Selain itu, koordinasi kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia di pusat maupun di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara akan terus dilakukan sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. Produksi Pangan Dari sisi produksi, Sumatera Utara menghadapi beberapa permasalahan struktural di antaranya jumlah lahan pertanian yang terus menurun dan diikuti oleh penurunan tenaga kerja pertanian. Namun, dari sisi produksi, pasokan beras Sumatera Utara terus meningkat seiring dengan peningkatan produktivitas akibat pengunaan benih unggul kualitas unggul yang disalurkan oleh pemerintah daerah. Sama halnya dengan provinsi lain di Kawasan Sumatera, Sumatera Utara sedang mengalami proses transformasi struktural yang terindikasi pada penurunan jumlah lahan dan jumlah tenaga kerja pertanian. Hal tersebut diduga terutama disebabkan oleh persaingan penggunaan lahan dengan sektor perkebunan, khususnya dari komoditas kelapa sawit dan karet. Dalam kurun waktu 5 tahun, hingga tahun 2015 penurunan lahan sawah telah mencapai 10% atau berkurang Ha (Grafik 1). Sumber: Dinas Pertanian, Sumatera Utara Grafik 1.39 Penurunan Luas Lahan Sawah Sumatera Utara Sumber: Dinas Pertanian, Sumatera Utara Grafik 1.40 Peningkatan Produksi dan Produktifitas Padi Sumatera Utara PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 22

39 Sejalan dengan penurunan lahan tersebut, pangsa tenaga kerja tenaga kerja di sektor pertanian juga menurun. Dibandingkan dengan 1 dekade sebelumnya pangsa tenaga kerja sektor pertanian telah mengalami penurunan sebesar 13% dari 56% di tahun 2005 menjadi 43% di tahun Penurunan tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan rata-rata penurunan di Sumatera yang mencapai 14,4%. Penurunan pangsa tenaga kerja tersebut disebabkan oleh rendahnya regenerasi petani. Tidak menariknya minat generasi muda bekerja pada sektor ini disebabkan anggapan rendahnya pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian. Distribusi Pangan Sumber: Departemen Regional I Bank Indonesia Gambar 1.7 Pangsa Tenaga Kerja Sektor Pertanian Sumatera Utara Di sisi distribusi, permasalahan yang dihadapi adalah persistensi inflasi pangan dan level harga pangan yang masih tinggi serta tata niaga yang panjang. Pada bulan Januari 2017 inflasi Sumatera Utara masih terhitung tinggi. Tingkat inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 5,9% (yoy), jauh berada di atas angka inflasi nasional yang sebesar 3,5% (yoy). Inflasi tersebut disebabkan oleh melambungnya harga komoditas cabai merah di Sumatera Utara dimana memberikan andil inflasi sebesar 1,7% (yoy) dari total inflasi. Sumber: BPS, diolah Grafik 1.41 Andil Inflasi Sumatera Utara Harga yang cenderung tinggi tersebut juga disebabkan oleh tata niaga yang kurang tepat. Panjangnya mata rantai tata niaga menyebabkan tingginya selisih harga antara konsumen dan produsen (bagan 1). Selain itu, peningkatan harga juga didorong oleh pengaturan pasokan di sisi hulu dimana pasokan (produksi+impor) dibatasi sesuai permintaan dan disertai oleh harga pembelian (proksi batas bawah). Sementara, di sisi hilir diserahkan kepada mekanisme pasar dan tanpa batas atas. Dampaknya adalah harga yang terus meningkat. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 23

40 Infrastruktur Pendukung Sumber: Riset persistensi inflasi Departemen Regional 1 Bank Indonesia, 2016 Gambar 1.8 Mata Rantai Tata Niaga Ekspansi pembangunan sarana dan prasarana pendukung reformasi pangan masih cenderung terbatas. Pembangunan infrastruktur pendukung produksi, logistik, distribusi, dan tata niaga pangan seperti jaringan irigasi air, pembangunan infrastruktur jalan tol, pelabuhan dan rel kereta api, dan pembangunan infrastruktur logistik masih terbatas terkendala terutama karena terbatasnya ketersediaan dana APBD. Selain itu beberapa kendala lain diantaranya kesulitan dalam penyediaan lahan, kerusakan jaringan irigasi, sistem pengadaan benih, keterbatasan SDM dan kondisi topografi serta geografis yang rawan longsor. Kebijakan Dalam Mendukung Reformasi Pangan Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara Gambar 1.9 Permasalahan Pembangunan Sektor Pertanian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sepenuhnya mendukung reformasi pangan. Hal tersebut tercermin dari masuknya reformasi pangan menjadi salah satu prioritas program pembangunan. Namun, dalam implementasinya reformasi pangan belum menjadi program yang terintegrasi sehingga hasilnya tidak optimal. Alih fungsi lahan, minimnya saluran irigasi, belum baiknya infrastruktur distribusi, hingga pemangkasan anggaran bantuan benih dari pemerintah provinsi menjadi isu utama yang harus diselesaikan. Di sisi produksi, untuk meningkatkan kapasitas, strategi yang dilakukan Pemprov Sumatera Utara adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan. Hal tersebut dilakukan karena perluasan areal tanam sangat sulit untuk dilakukan. Konversi lahan yang tidak terkendali, keterbatasan pencetakan lahan baru, kualitas lahan yang menurun, dan status kepemilikan lahan yang tidak jelas merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan perluasan lahan sulit untuk dilakukan. Sehingga, setiap tahun lahan pertanian di Sumatera Utara semakin menyempit. Namun demikian, sebagaimana diulas sebelumnya, produktifitas lahan semakin meningkat karena program benih padi unggul. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 24

41 Pemerintah memberikan bantuan benih padi unggul gratis untuk petani. Sayangnya bantuan benih yang diberikan di tahun 2016 hanya mampu memenuhi 10% dari total luas lahan sawah Sumatera Utara. Terlebih lagi bantuan benih untuk tahun 2017 dipangkas hingga menjadi 50% karena adanya pemangkasan dan efisiensi anggaran. Selain bantuan padi unggul, Pemprov juga memberikan benih bersubsidi serta berupaya melakukan percepatan pertanaman melalui pemberian alsintan seperti hand tractor, mini tractor, rice transplanter, dan combine harvester. Dari segi infrastruktur pengairan, dengan dukungan anggaran yang terbatas, optimalisasi layanan irigasi permukaan baru mencapai 64,9% di tahun 2015, jauh dari target sebesar 72%. Dari segi infrastruktur Jalan, jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi hanya mencapai 79,24%. Untuk jalan kabupaten/kota mencapai 62,50%. Minimnya alokasi APBD untuk perbaikan jalan dan irigasi menyebabkan instansiterkait pesimis dapat mencapai target RPJMD. Beberapa kebijakan pembenahan tata niaga pangan sedang diupayakan oleh Bulog Sumatera Utara dengan membangun 131 Rumah Pangan Kita (RPK). Selain RPK, dengan adanya Program E-Voucher yang dimulai pada Januari 2017, Bulog bermitra dengan BNI dan BRI untuk menyediakan pasokan komoditas di E-Waroeng. Upaya pembenahan tata niaga pangan juga diinisiasi oleh TPID Provinsi Sumatera Utara dengan rencana membentuk BUMD Pangan. Saat ini proses pembentukan BUMD pangan sudah sampai pada tahap pengajuan proposal ke DPRD Provinsi Sumatera Utara untuk dimintakan persetujuan. Pembenahan pasar tradisional juga sedang dilakukan Pemerintah Kota Medan yaitu revitalisasi pasar Timah yang sedang dalam proses pembangunan, dimulai dengan pembangunan kios sementara untuk penampungan, serta pengurusan IMB. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 25

42 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 26

43 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Ditengah meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2016, serapan belanja APBD Pemerintah Provinsi dan APBN Pemerintah Pusat di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat mencapai 87,7% atau sebesar Rp25,8 triliun dari pagu sebesar Rp29,5 triliun, menurun dibandingkan serapan tahun 2015 yang sebesar 91,7%. Kondisi ini disebabkan oleh lebih rendahnya pengeluaran belanja langsung maupun tidak langsung. Adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) pada semester II 2016 mendorong realisasi belanja pada tahun 2016 lebih rendah dari yang direncanakan. KEUANGAN PEMERINTAH 27

44 2.1 Gambaran Umum Sehubungan dengan perubahan APBD Provinsi, anggaran pemerintah Provinsi Sumatera Utara disesuaikan menjadi terdiri atas anggaran pendapatan sebesar Rp10,1 triliun dan anggaran belanja sebesar Rp10,2 triliun, atau meningkat masing-masing sebesar 0,8% dan 2,3% dibandingkan APBD murni tahun Kenaikan anggaran pendapatan terutama terjadi pada dana perimbangan sementara kenaikan anggaran belanja terjadi pada belanja tidak langsung. Hingga akhir triwulan IV 2016, anggaran pendapatan pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah terealisasi sebesar 103,9% dari target APBD-P atau sebesar Rp10,4 triliun. Realisasi pendapatan ini lebih tinggi dari tahun 2015 yang didorong terutama oleh peningkatan dana perimbangan berupa Dana Alokasi Khusus yang diperuntukkan bagi dana bantuan operasional sekolah (BOS). Sementara itu anggaran belanja terserap sebesar 92,4% dari pagu APBD-P atau sebesar Rp9,4 triliun. Serapan belanja tersebut sedikit lebih rendah dari tahun 2015 yang mencapai 94,3%, namun secara nominal lebih tinggi didorong oleh kenaikan realisasi belanja langsung maupun tidak langsung. Pemerintah Pusat juga memiliki share dalam pelaksanaan pembangunan di Sumatera Utara. Pada tahun 2016 APBN di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp19,3 triliun, yang hingga akhir triwulan IV 2016 terealisasi sebesar 85,3%, lebih rendah dibandingkan realisasi tahun Dengan demikian, serapan belanja anggaran pemerintah baik daerah maupun pusat di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat mencapai 87,7% atau sebesar Rp25,8 triliun dari pagu sebesar Rp29,5 triliun, menurun dibandingkan serapan tahun 2015 yang sebesar 91,7%. Tabel Anggaran dan Realisasi APBD P Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rupiah) URAIAN APBD P REALISASI APBD P REALISASI % % PENDAPATAN DAERAH 8.452, ,2 100, , ,3 103,9 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 4.623, ,9 105, , ,7 105,6 DANA PERIMBANGAN 1.712, ,3 88, , ,3 102,3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YA 2.115, ,0 98,4 261,9 270,4 103,2 BELANJA DAERAH 8.442, ,2 94, , ,1 92,4 BELANJA TIDAK LANGSUNG 6.076, ,7 96, , ,8 95,7 BELANJA LANGSUNG 2.366, ,5 87, , ,3 83,7 SURPLUS/(DEFISIT) 9,4 522, ,3 (124,9) 1.041, APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Anggaran dan Realisasi Pendapatan Sehubungan dengan adanya perubahan APBD untuk tahun anggaran 2016, pagu anggaran pendapatan Pemprov Sumatera Utara mengalami perubahan. Pagu pendapatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 meningkat Rp81 miliar (0,8%) dari semula sebesar Rp10,0 triliun menjadi sebesar Rp10,1 triliun. Peningkatan anggaran pendapatan pada APBD-P Provinsi Sumatera Utara 2016 terutama bersumber dari pendapatan dana perimbangan yang naik 124,5% (naik Rp2,8 triliun) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang naik sebesar 1,3% (naik Rp61,0 miliar). Hingga berakhirnya triwulan IV 2016, realisasi pendapatan daerah Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp10,4 triliun atau 103,9% dari target pendapatan tahun 2016 sebesar Rp10,1 triliun. Peningkatan pendapatan daerah tersebut bersumber dari penerimaan yang lebih tinggi untuk seluruh komponen yang melampaui 100% 28

45 Pangsa realisasi komponen PAD (%) Pangsa Realisasi (%) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 dari pagunya. Realisasi pendapatan Pemprov Sumatera Utara tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya baik secara nominal maupun secara persentase terhadap pagunya. Tabel Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rupiah) Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara 70.0% 80% 74.9% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 57.5% 47.4% Pendapatan Asli Daerah (PAD) 17.9% 50.0% 24.6% 2.6% Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Pangsa Realisasi Dana Perimbangan (%) 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 59.5% 30.7% 22.0% 9.8% 3.1% Dana Bagi Hasil DAU DAK Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.1 Pangsa Realisasi Komponen Pendapatan terhadap Total Pendapatan Daerah Sumut % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 90.8% 89.7% Pajak Daerah 0.7% 0.7% Retribusi Daerah 5.1% 5.2% 3.4% 4.3% Hasil Pengel. Kekayaan Daerah yg Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.2 Pangsa Realisasi komponen PAD Sumatera Utara Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.3 Pangsa Realisasi komponen Dana Perimbangan Sumatera Utara Berbeda dengan tahun lalu, realisasi pendapatan Pemprov Sumatera Utara tahun 2016 didominasi oleh pendapatan dana perimbangan dengan pangsa yang meningkat tajam dari 17,9% menjadi 50,0%. Sementara itu Pendapatan Asli Daerah menurun pangsanya dari 57,5% menjadi 47,4%. Komponen Lain-lain Pendapatan yang sah menurun tajam dari 24,6% menjadi 2,6%. 29

46 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Komponen PAD (Grafik 2.2) masih didominasi oleh Pajak Daerah (pangsa 89,7%), diikuti oleh Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (pangsa 5,2%), Lain-lain PAD yang sah (pangsa 4,3%), dan retribusi daerah (pangsa 0,7%). PAD terealisasi 105,6% dari pagunya atau sebesar Rp4,9 triliun, lebih tinggi dari tahun 2015 yang sebesar 105,5%. Realisasi ini didorong oleh meningkatnya realisasi pajak daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Tabel 2.2). Meningkatnya pajak daerah diperkirakan ditopang oleh meningkatnya penjualan kendaraan bermotor sebagaimana tercermin dari peningkatan Kredit Kendaraan Bermotor. Pajak daerah mencatat realisasi sebesar 107,6% atau sebesar Rp4,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang terealisasi 105,9%. Sementara lain-lain PAD yang sah terealisasi 114,6%, jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya (105,0%). Adapun hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terealisasi sebesar Rp 259,5 miliar (76,7% dari target). Seluruh komponen PAD mencatat kenaikan realisasi secara nominal, namun secara persentase hanya komponen pajak daerah dan lain-lain PAD yang sah mengalami peningkatan. Sejalan dengan meningkatnya kinerja konsumsi pada triwulan laporan, penerimaan pajak yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok meningkat. Selain itu tingginya penerimaan pendapatan juga bersumber dari penerimaan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), denda BBN-KB dan denda pajak air permukaan. Meningkatnya realisasi komponen pajak daerah sejalan dengan upaya Pemerintah Sumatera Utara untuk meningkatkan wajib pajak (ekstensifikasi) serta upaya penegakan hukum terkait perpajakan (intensifikasi). Realisasi PAD pada tahun 2016 ini relatif lebih baik dari tahun sebelumnya, sejalan dengan perekonomian Sumatera Utara yang meningkat. Meningkatnya kinerja konsumsi dan membaiknya harga komoditas diperkirakan menjadi salah satu pendorong peningkatan realisasi PAD terutama pajak daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana Perimbangan Pendapatan dana perimbangan merupakan semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi di tingkat provinsi dan sebagian diteruskan kepada pemerintah kabupaten/ kota. Secara nominal, realisasi dana perimbangan meningkat menjadi Rp5,2 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,5 triliun (Tabel 2.2). Realisasi dana perimbangan tersebut tercatat sebesar 102,3% dari pagunya. Realisasi dana perimbangan didominasi oleh komponen Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan pangsa meningkat tajam menjadi 59,5% dibandingkan tahun 2015 yang pangsanya hanya sebesar 3,1%. Realisasi DAK tercatat sebesar Rp3,1 triliun atau 97,3% dari targetnya, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tercatat hanya sebesar Rp47,7 miliar atau 55,0% dari pagunya. Peningkatan realisasi DAK diakibatkan oleh perubahan kebijakan pengelolaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) SMA/SMK yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota menjadi pemerintah daerah provinsi sejak tahun Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan SMA/SMK saat ini berada dalam kewenangan pemerintah provinsi. Adapun alokasi anggaran dana BOS tahun 2016 untuk Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar Rp2,9 triliun. Komponen penyumbang realisasi dana perimbangan berikutnya adalah komponen Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pangsa 30,7%. 30

47 Pangsa ini menurun dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebesar 74,9% (Grafik 2.3). Di tengah penundaan DAU yang terjadi pada akhir September 2016, realisasi DAU masih mencapai Rp1,6 triliun atau 115,7% dari pagu. Realisasi ini meningkat baik secara nominal maupun persentase dibandingkan tahun Kondisi ini diperkirakan ditopang oleh penerimaan pajak pemerintah pusat yang bersumber dari program pengampunan pajak. Komponen Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (DBH) pangsanya menurun tajam dari 22% pada tahun 2015 menjadi 9,8% pada tahun Namun pendapatan DBH tercatat meningkat dari Rp334,2 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp511,1 miliar atau tumbuh sebesar 52,9%. Pendapatan DBH terutama bersumber dari penerimaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan pertambangan gas bumi. Lain-lain Pendapatan yang Sah Komponen pendapatan Lain-lain pendapatan yang sah meliputi pendapatan hibah, dana penyesuaian/otonomi khusus dan pendapatan lainnya dari pemerintah. Realisasi komponen lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri atas hibah, dana penyesuaian dan otonomi serta pendapatan lainnya dari pemerintah, tercatat juga meningkat dari 98,4% dari pagu tahun 2015 menjadi 103,2% dari pagu tahun Peningkatan penerimaan terutama bersumber dari terealisasinya seluruh pendapatan hibah secara penuh (100% dari pagu) dan tambahan pendapatan lainnya yang sebelumnya tidak dianggarkan pada tahun Anggaran dan Realisasi Belanja Anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari anggaran belanja tidak langsung dan belanja langsung. Sehubungan dengan adanya APBD-P, anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai Rp10,2 triliun atau naik 20,6% dibandingkan anggaran APBD-P tahun 2015 yang sebesar Rp8,4 triliun. Peningkatan terjadi pada anggaran belanja tidak langsung maupun belanja langsung (Tabel 2.3). Anggaran belanja tidak langsung terdiri atas komponen belanja pegawai tidak langsung dan belanja lainnya (belanja hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan ke kabupaten/kota, serta belanja tak terduga). Sementara belanja langsung meliputi komponen belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Di tengah peningkatan kinerja perekonomian Sumatera Utara yang membaik dibandingkan tahun 2015, realisasi belanja daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 mencapai Rp9,4 triliun atau 92,4% dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 94,3%. Namun realisasi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi rata-rata 5 tahun terakhir ( ) yang tercatat sebesar 88,8% dari pagunya. Lebih rendahnya realisasi disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi belanja tidak langsung maupun belanja langsung. Belanja Tidak Langsung Realisasi belanja tidak langsung dengan pangsa 74,7% dari total belanja daerah (Grafik 2.4) hingga triwulan IV 2016 mencapai 95,7% dari pagu (Tabel 2.3), lebih rendah dari tahun 2015 (96,9%). 31

48 Tabel Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun BELANJA TIDAK LANGSUNG 74.7% BELANJA LANGSUNG 60% 50% 40% 55.0% 51.3% 45.0% 42.6% 25.3% 30% % 26.0% 0% 20% 40% 60% 80% Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara % 10% 0% 0 6.0% Belanja Langsung Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.6 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara % 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% BELANJA PEGAWAI 82.1% 84.3% 17.9% 15.7% BELANJA LAINNYA Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara Realisasi tertinggi terjadi pada belanja hibah (97,9%) diikuti belanja pegawai (85,1%). Secara nominal, realisasi belanja tidak langsung mencapai Rp7,0 triliun, meningkat 19,3% dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar Rp5,8 triliun. Hal ini terutama disebabkan oleh realisasi belanja hibah yang meningkat 43,7% menjadi sebesar Rp3,0 triliun dibandingkan tahun 2015 yang hanya terealisasi sebesar Rp2,1 triliun. 32

49 Sementara itu realisasi belanja pegawai tidak langsung secara nominal juga meningkat 4,6% dari Rp1,0 triliun menjadi Rp1,1 triliun. Peningkatan ini didorong oleh pencairan gaji pegawai ke 13 yang direalisasikan tahun ini. Namun secara pangsa maupun persentase (Grafik 2.5), realisasi belanja pegawai tidak langsung mengalami penurunan (85,1%) dibandingkan tahun sebelumnya (91,9%). Penurunan ini bersumber dari upaya penghematan belanja pegawai, termasuk perjalanan dinas dan rapat di lingkungan pemerintah provinsi, didorong oleh adanya penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat kepada pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada bulan September Penghematan tersebut secara langsung ditransmisikan pada komponen konsumsi pemerintah pada PDRB Sumatera Utara yang terkontraksi dari 2,45% (yoy) pada tahun 2015 menjadi -0,38% (yoy). Belanja Langsung Realisasi belanja langsung hingga triwulan IV 2016 mencapai Rp2,4 triliun atau 83,7% dari pagunya, lebih rendah dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya (Rp2,1 triliun, 87,6%). Realisasi belanja langsung didominasi oleh belanja barang dan jasa diikuti oleh belanja modal dan belanja pegawai, masing-masing dengan pangsa 51,3%, 42,6% dan 6%. Belanja barang dan jasa terealisasi 81,1% dari pagu, lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar 97,6% dari pagu. Belanja modal juga terealisasi lebih rendah hanya mencapai 87% dari pagunya. Namun demikian, secara nominal terjadi kenaikan pada kedua jenis belanja tersebut. Belanja barang dan jasa meningkat Rp79 miliar atau naik 7% (yoy) dan belanja modal meningkat Rp80,7 miliar 8,7% (yoy). Lebih rendahnya rasio realisasi belanja langsung terhadap pagunya sejalan dengan kinerja investasi pada PDRB Sumatera Utara yang pada triwulan laporan (4,11% yoy) tumbuh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (4,21% yoy). Perkembangan berbagai rasio belanja Belanja Pegawai Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Lainnya 13.3% 13.3% 14.8% 15.0% 14.6% 19.9% 10.8% 11.7% 14.7% 10.5% 10.5% 13.0% 14.3% 23.1% 14.7% 18.3% 19.8% 22.8% 63.0% 60.7% 55.9% 56.2% 55.1% 34.3% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.7 Proporsi Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara Rasio berbagai komponen realisasi belanja Provinsi Sumatera Utara menunjukkan penurunan, kecuali belanja lainnya (Grafik 2.7). Rasio realisasi belanja pegawai (langsung dan tidak langsung) terhadap total belanja daerah Pemprov Sumatera Utara menunjukkan tren penurunan dan cenderung stabil sejak tahun 2015 (Grafik 2.7). Hal ini menunjukkan semakin menurunnya proporsi APBD yang dialokasikan untuk peningkatan aparatur/ pegawai. Namun menurunnya alokasi belanja pegawai belum serta merta dialihkan ke belanja yang lebih produktif. Hal ini tercermin dari turut menurunnya rasio belanja yang terkait peningkatan ekonomi, sebagaimana terlihat dari kembali menurunnya rasio belanja modal. Ke depan, realisasi belanja modal perlu senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena belanja modal yang efektif dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi. 2.3 APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2017 APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 merupakan bagian dari pencapaian visi tahun keempat RPJMD Provinsi Sumatera Utara Pada tahun 2017 arah dan kebijakan ditujukan untuk memantapkan capaian pembangunan yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya dengan terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan, sinergitas kebijakan, program 33

50 dan kebijakan antar bidang dalam rangka meningkatkan Provinsi Sumatera Utara yang berdaya saing, dengan 9 (sembilan) prioritas pembangunan sebagai berikut : 1) Peningkatan Kehidupan Beragama, Penegakan Hukum, Penguatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan 2) Peningkatan Aksessibilitas dan Kualitas Pendidikan 3) Peningkatan Aksessibilitas dan Pelayanan Kesehatan 4) Peningkatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Mendukung Daya Saing Perekonomian 5) Peningkatan produksi, produktifitas dan Daya Saing Produk Pertanian, Kelautan dan Perikanan 6) Peningkatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Penerapan Teknologi, Inovasi dan Kreatifitas daerah 7) Peningkatan Ekonomi Kerakyatan 8) Perluasan Kesempatan kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Miskin 9) Mendukung dan Mendorong Kebijakan Nasional di daerah. Untuk itu, target anggaran pendapatan maupun belanja Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 meningkat tajam dibandingkan tahun Struktur APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 sedikit berbeda dibandingkan tahun 2016 dikarenakan adanya pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK negeri dari kabupaten/kota kepada Pemprov baik menyangkut personalia maupun sarana dan prasarananya. Pengalihan tersebut disebutkan belum disertai dengan pengucuran dana perimbangan yang memadai sehingga belanja tidak langsung terlihat lebih dominan dan belanja modal menurun Anggaran Pendapatan Pendapatan daerah untuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 ditargetkan akan mencapai Rp12,1 triliun (Tabel 2.4) meningkat tajam (21,0%) dibandingkan P-APBD 2016 yang sebesar Rp10,06 triliun. Peningkatan target penerimaan daerah tersebut akan berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD, pangsa 40,5%) dan Dana Perimbangan (pangsa 59,5%) yang masingmasing mengalami peningkatan sebesar 5,0% dan 41,8%. Sementara Lain-lain pendapatan daerah yang sah porsinya menurun menjadi sebesar 0,1% (Grafik 2.9) Tabel Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 URAIAN APBD P 2016 APBD 2017 % Perubahan PENDAPATAN DAERAH ,0% PEND. ASLI DAERAH (PAD) ,0% Pajak Daerah ,6% Retribusi Daerah ,5% Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ,0% Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah ,8% DANA PERIMBANGAN ,8% Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak ,7% Dana Alokasi Umum ,3% Dana Alokasi Khusus ,4% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH ,4% Pendapatan Hibah ,7% Dana Penyesuaian dan otonomi khusus ,0% Pendapatan Lainnya dari Pemerintah - - Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah 34

51 Miliar Rp Pendapatan Belanja Surplus/(Defisit) Pembiayaan 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-2,000 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.8 Tren APBD Pemprov Sumatera Utara ,646 8, ,452 8, Sumber Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.9 Pangsa Anggaran Pendapatan APBD Pemprov Sumatera Utara 2017 Dibandingkan tahun 2016, pangsa PAD menunjukkan penurunan (Grafik 2.9) sementara pangsa dana perimbangan meningkat. Hal ini mencerminkan rasio kemandirian fiskal Sumatera Utara menurun dari 46,7% tahun 2016 menjadi 40,5% tahun 2017, namun masih terkategori baik. 5 Pajak daerah masih merupakan sumber utama PAD Sumatera Utara dengan pangsa sebesar 91,1% dari PAD. Membaiknya kinerja konsumsi di Sumatera Utara dan tingginya capaian tahun 2016 mendorong Pemerintah untuk menaikkan target penerimaan pajak daerah menjadi Rp4,9 triliun. Peningkatan dana perimbangan bersumber dari peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,3 triliun atau naik 90,3% seiring dengan 10,056 10, ,171 13, PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah 40.5% 46.7% 59.5% 50.7% % 2.6% 0% 20% 40% 60% 80% 100% pengalihan pengelolaan SMA/SMK dari Kabupaten/Kota ke Provinsi. Pengalihan ini merupakan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan pengalihan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 bertanggung jawab mengelola orang guru SMA/SMK dan tenaga honor berikut sarana dan prasarana SMA/SMK di seluruh Sumatera Utara Anggaran Belanja Pagu anggaran belanja Pemprov Sumatera Utara tahun 2017 juga mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan P-APBD tahun 2016 dengan meningkat sebesar 28,0% menjadi Rp13,0 triliun (Tabel 2.5). Peningkatan pagu belanja tertinggi bersumber dari komponen belanja langsung yang meningkat sebesar 53,9% menjadi Rp4,37 triliun. Peningkatan pagu anggaran belanja langsung terutama didorong oleh belanja modal yang meningkat signifikan sebesar 79,9% dari Rp1,16 triliun tahun 2016 menjadi Rp2,09 triliun. Sementara itu belanja tidak langsung juga meningkat sebesar 18,0% utamanya didorong oleh peningkatan belanja pegawai sebesar 134,0%, diikuti belanja tidak terduga meningkat 73,5% dan belanja hibah meningkat 17,7%. Peningkatan belanja pegawai ini sejalan dengan pengalihan pengelolaan guru SMA/SMK ASN (Aparatur Sipil Negara) Kabupaten/Kota menjadi ASN Provinsi yang memerlukan pembiayaan lebih dari Rp1,2 triliun. Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai kembali menempati urutan pertama sebesar 24,1% dari seluruh anggaran belanja, diikuti oleh anggaran belanja barang dan jasa (16,5%) dan belanja 35

52 modal (16,1%). Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan belanja modal yang berdampak langsung kepada pertumbuhan ekonomi daerah (Grafik 2.11). 34% 28% % 66% Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Sumber Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara 2017 Belanja Lainnya; 43.1% Belanja pegawai; 24.2% Belanja Barang dan Jasa; 16.5% Belanja Modal; 16.1% Sumber Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.11 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara 2017 Tabel Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 URAIAN APBD P 2016 APBD 2017 % Perubahan BELANJA DAERAH ,0% BELANJA TIDAK LANGSUNG ,0% Belanja Pegawai ,0% Belanja Hibah ,7% Belanja Bantuan Sosial - - Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota ,6% Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa ,6% Belanja Tidak Terduga ,5% BELANJA LANGSUNG ,9% Belanja Pegawai ,0% Belanja Barang dan Jasa ,2% Belanja Modal ,9% Surplus/Defisit dan Pembiayaan Defisit pada APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 dianggarkan sebesar Rp864,1 miliar atau sebesar -7,1% dari total pendapatan. Untuk membiayai defisit tersebut, dianggarkan pembiayaan daerah sebesar Rp864,1 miliar yang terdiri atas penerimaan pembiayaan berupa SiLPA tahun sebelumnya sebesar Rp942,1 miliar serta pengeluaran pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal/investasi sebesar Rp78 miliar. Rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap total belanja daerah tahun 2017 adalah sebesar 7,2%. Sedangkan SiLPA tahun 2017 diperkirakan akan nihil. Dengan meningkatnya belanja modal dan nihilnya SiLPA 2017 diharapkan penggunaan budget untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat akan semakin optimal. 36

53 2.4 Realisasi APBN di Sumatera Utara Triwulan IV 2016 Tabel Anggaran dan Realisasi Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun URAIAN PAGU REALISASI PAGU REALISASI (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu BERDASARKAN JENIS BELANJA Belanja Pegawai ,7% ,5% Belanja Barang ,3% ,4% Belanja Modal ,0% ,6% Belanja Bantuan Sosial ,3% ,0% BERDASARKAN FUNGSI Agama ,4% ,4% Ekonomi ,6% ,3% Kesehatan ,9% ,2% Ketertiban dan Keamanan ,5% ,0% Lingkungan Hidup ,7% ,7% Pariwisata dan Budaya ,1% ,3% Pelayanan Umum ,9% ,9% Pendidikan ,0% ,4% Perlindungan Sosial ,1% ,8% Pertahanan ,3% ,4% Perumahan dan Fasilitas Umum ,3% ,0% TOTAL ,6% ,3% Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara Anggaran belanja APBN di Sumatera Utara tahun 2016 sebesar Rp19,3 triliun, atau turun 7,7% dibandingkan tahun Penurunan terbesar terjadi pada belanja modal. Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian atau instansi pemerintah pusat yang berada di Sumatera Utara dan proyekproyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Dibandingkan tahun 2015, anggaran belanja pegawai meningkat sebesar 5,8% dan belanja barang meningkat 2%. Sementara belanja modal dan bantuan sosial menurun masing-masing sebesar -20,1% dan -91,7%. Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di Sumatera Utara terpusat pada fungsi ekonomi (pangsa 33,2%), fungsi pendidikan (pangsa 19,7%) dan fungsi ketertiban dan keamanan (pangsa 16,5%). Hal ini mencerminkan besarnya komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia di Sumatera Utara. Realisasi belanja APBN di Sumatera Utara hingga triwulan IV 2016 sebesar 85,3% 6, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 90,6% dari pagunya (Tabel 2.7). Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai yang merupakan belanja rutin mencatat realisasi 37

54 terbesar yaitu 99,5% 7 dari pagunya, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (99,7%). Belanja modal merupakan belanja dengan realisasi terendah yakni 69,6%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang terealisasi 85%. Anggaran belanja barang juga terealisasi lebih rendah yaitu 82,4%. Hanya belanja bantuan sosial yang menunjukkan peningkatan dari sebelumnya 93,3% menjadi 96%. Realisasi belanja yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya baik secara nominal maupun terhadap pagunya didorong oleh rendahnya belanja modal terutama berupa tanah, jalan, irigasi dan jaringan. Belanja modal tanah hanya terealisasi 60% senilai Rp165,5 miliar dari pagu sebesar Rp276 miliar, sedangkan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan hanya terealisasi 65,6% senilai Rp2,7 triliun dari anggaran sebesar Rp4,2 triliun. Lebih rendahnya kinerja realisasi belanja modal juga tercermin dari lebih rendahnya pertumbuhan investasi (PMTB) pada struktur PDRB Sumatera Utara. Investasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh 4,1% (yoy), lebih rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (4,2%, yoy) maupun triwulan III 2016 (4,4%, yoy). Kondisi ini diduga selain terdampak oleh penghematan yang dilakukan oleh pemerintah pusat di tengah terbatasnya penerimaan negara melalui pajak, juga diakibatkan oleh masih terkendalanya pembebasan lahan. Namun demikian kemajuan fisik pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh APBN seperti Jalan Tol Trans Sumatera Medan-Binjai dan Jalan Tol Medan-Tebing Tinggi cukup menggembirakan (on track), sebesar 65%. Demikian pula halnya dengan pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung yang sudah terealisasi 66% dan jalur kereta api Medan Binjai sebesar 75%. Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan (98,0% dari pagunya) yang merupakan pengeluaran rutin untuk menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat. Pengeluaran tertinggi berikutnya adalah belanja fungsi pendidikan (96,4% dari pagunya). Realisasi belanja beberapa fungsi cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni fungsi ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, pelayanan umum, perlindungan sosial, pertahanan, dan perumahan dan fasilitas umum. Sementara belanja fungsi agama, ketertiban dan keamanan, pariwisata dan budaya serta pendidikan meningkat, sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan pariwisata di Sumatera Utara. 38

55 Tabel Anggaran Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun URAIAN PAGU PAGU (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Perubahan BERDASARKAN JENIS BELANJA Belanja Pegawai ,1% Belanja Barang ,9% Belanja Modal ,1% Belanja Bantuan Sosial ,7% BERDASARKAN FUNGSI Agama ,5% Ekonomi ,0% Kesehatan ,8% Ketertiban dan Keamanan ,9% Lingkungan Hidup ,3% Pariwisata dan Budaya ,5% Pelayanan Umum ,6% Pendidikan ,4% Perlindungan Sosial ,1% Pertahanan ,8% Perumahan dan Fasilitas Umum ,2% TOTAL ,8% 2.5 APBN 2017 di Sumatera Utara Anggaran belanja APBN di Sumatera Utara tahun 2017 tercatat sebesar Rp21,8 triliun, meningkat 12,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp19,3 triliun (Tabel 2.8). Peningkatan terbesar terjadi pada belanja pegawai. Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai yang merupakan belanja rutin masih menempati urutan pertama dengan pangsa 44,2% atau sebesar Rp9,6 triliun. Belanja pegawai meningkat 28,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan APBD Pemprovsu yang meningkatkan porsi belanja modal, belanja APBN di Sumatera Utara juga mencerminkan konsistensi pemerintah untuk meningkatkan pembangunan berbagai infrastruktur dasar. Belanja modal meningkat 7,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengakibatkan belanja modal kini menempati tempat kedua setelah belanja pegawai, dari sebelumnya di tempat ketiga setelah belanja barang. Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di Sumatera Utara masih terpusat pada belanja fungsi ekonomi (pangsa 32,1%), fungsi pertahanan (21,7%) dan fungsi pendidikan (18,5%). Alokasi anggaran ekonomi yang sangat besar menggambarkan besarnya komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur. Untuk mendukung 3 program prioritas nasional yakni ketahanan air/pangan, konektivitas dan perumahan permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapat alokasi dana APBN sebesar Rp105,6 triliun. Dari dana tersebut, Sumatera Utara mendapat alokasi sebesar Rp3,3 triliun. Sebagai bagian dari ketahanan air/pangan, anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun waduk baru di Lau Simeme, pembangunan jaringan irigasi seluas 0,35 juta ha, rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi seluas 0,34 juta ha, dan pembangunan irigasi tambak seluas 26 ribu ha. Sementara itu untuk meningkatkan konektivitas, pemerintah akan melanjutkan pembangunan tol trans Sumatera, pembangunan jalan tol Medan-Kuala Namu, dan penataan bangunan kawasan strategis di kawasan destinasi wisata Danau Toba. 39

56 40

57 BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dari sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu, angka ini lebih tinggi dari realisasi inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy) dan inflasi 2015 yang mencapai 3,3% (yoy). Tingginya angka inflasi tersebut terutama disebabkan oleh tekanan volatile food khususnya komoditas cabai merah. Gangguan produksi akibat bencana Gunung Sinabung dan gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) menyebabkan pasokan menurun. Selain itu, tekanan inflasi juga disebabkan oleh inflasi administered prices. Pada 2016 pemerintah menetapkan kenaikan tarif untuk beberapa komoditas diantaranya cukai rokok, biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan BBM. Sementara, kelompok inti masih cenderung stabil seiring dengan terjaganya ekspektasi masyarakat, baik di level konsumen maupun pedagang. Sementara itu, tekanan inflasi terkait dengan perbaikan daya beli masyarakat diimbangi dengan dampak nilai tukar yang cenderung apresiatif. Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus dilaksanakan secara intensif. TPID se-provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 41

58 3.1 Kondisi Umum Sumatera Utara menutup tahun 2016 dengan inflasi sebesar 6,3% (yoy). Angka ini lebih tinggi baik dari capaian inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy), maupun inflasi 2015 yang mencapai 3,3% (yoy). Inflasi yang cukup tinggi di 2016 sudah mulai terlihat sejak awal tahun. Meskipun sempat mengalami penurunan pada triwulan kedua, indeks kembali menunjukkan tren naik pada triwulan selanjutnya (Grafik 2.1). Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara di 2016 berada jauh di atas sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1%. Sumber: BPS, diolah Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional Faktor utama yang menyebabkan realisasi inflasi 2016 lebih tinggi dibanding 2015 adalah peningkatan tekanan inflasi volatile food dan administered prices. Harga komoditas bumbubumbuan terutama cabai merah yang melonjak cukup tajam telah memberikan andil kepada inflasi akhir tahun 2016 sebesar 2,56% yoy. Peningkatan harga tersebut terutama dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan pasca erupsi gunung sinabung. Selain itu, tekanan administered prices di tahun 2016 masih cukup tinggi dikarenakan kebijakan kenaikan tarif beberapa komoditas seperti cukai rokok di awal tahun, kenaikan TTL di akhir tahun dan fluktuasi harga BBM. Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara Secara triwulanan, peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV didominasi oleh kelompok inflasi non fundamental terutama Volatile Foods. Belum pulihnya kondisi pertanian akibat erupsinya Gunung Sinabung mendorong menurunnya pasokan cabai merah di pasaran sehingga menyebabkan melonjaknya tekanan inflasi pada triwulan IV Cabai merah tercatat sebagai komoditas penyumbang inflasi bulanan tertinggi selama 2 periode berturutturut. Tekanan inflasi juga bersumber dari komoditas daging ayam ras. Adanya kenaikan harga day old chick (DOC) pada Agustus 2016 mendorong adanya kenaikan harga daging ayam ras. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok Administered Prices maupun inti relatif mereda. Peningkatan tekanan inflasi hanya terjadi di Kota Medan, sementara tekanan inflasi di kota lainnya justru mereda. Inflasi Kota Medan tercatat meningkat dari 6,13% (yoy) menjadi 6,60% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas cabai merah dari 155,9% (yoy) menjadi 183,1% (yoy). Sementara itu, tekanan inflasi di kota SBH lainnya justru relatif menurun meski inflasi di Kota Sibolga merupakan yang tertinggi yang mencapai 7,39% (yoy). Di Kota Pematangsiantar dan Kota Padangsidimpuan tekanan inflasi masih berada pada kisaran sasaran inflasi (4±1%), yaitu masing-masing mencapai 4,76% (yoy) dan 4,28% (yoy). INFLASI BULANAN (% mtm) PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 42

59 Oktober 2016 November 2016 Desember ,0% 0,8% 0,2% Mencermati dinamika inflasi bulanan, stabilitas inflasi Sumatera Utara masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Pada bulan Oktober 2016 realisasi inflasi Sumatera Utara cukup tinggi mencapai 1,0% (mtm). Realisasi ini jauh diatas inflasi nasional yang tercatat 0,1% (mtm) maupun pola historisnya dalam 3 tahun terakhir. Peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga cabai merah yang memberikan sumbangan tekanan inflasi sebesar 1,0% (mtm) seiring dengan masih minimnya pasokan cabai merah di pasaran. Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber dari komoditas daging ayam ras. Adanya kenaikan harga day old chick (DOC) pada Agustus lalu mendorong kenaikan harga daging ayam ras. Komoditas ini memberikan sumbangan sebesar 0,1% (mtm) dengan besar kenaikan harga sebesar 6,9% (mtm). Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2016 di Sumatera Utara Okt-16 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi (%, Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) yoy) (%, yoy) 1 Cabai Merah Bawang Merah Daging Ayam Ras Emas Perhiasan Tarip Listrik Kentang Nov-16 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi (%, Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) yoy) (%, yoy) 1 Cabai Merah Dencis Upah Pembantu Daging Ayam Ras Cabai Rawit Kentang Des-16 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi (%, Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) yoy) (%, yoy) 1 Daging Ayam Ras Cabai Merah Dencis Kentang Tarip Pulsa Ponsel Bawang Merah Sumber BPS Tingginya tekanan inflasi masih terus berlanjut. Pada bulan November 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,8% (mtm). Kenaikan harga ini disebabkan oleh masih berlanjutnya kelangkaan pasokan komoditas cabai merah di pasaran Sumatera Utara. Di tengah tingginya permintaan, pasokan cabai merah masih mengalami gangguan sehingga pada bulan November inflasi cabai merah mencapai 328,4% (yoy) dan memberi andil inflasi sebesar 3,5% (yoy). Realisasi ini jauh diatas inflasi nasional yang tercatat 0,47% (mtm) atau 3,58% (yoy) maupun pola historisnya dalam 3 tahun terakhir yang mencapai rata-rata 0,4% (mtm). Di bulan November 2016, gangguan produksi tanaman pangan dan hortikultura belum dapat diatasi. Kondisi ini disebabkan oleh dampak virus kuning yang menyebabkan gagal panen mayoritas lahan tanam di Kabupaten Batubara, sentra utama produksi cabai merah Sumatera Utara. Total luas lahan cabai merah yang terpapar gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ini adalah ±1.300 Ha sehingga menyebabkan pasokan turun sekitar 50%. Di sisi lain, erupsi Gunung Sinabung yang masih terus berlanjut juga mengganggu pasokan hortikultura dari wilayah Karo. Memasuki akhir tahun 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara mulai mereda. Realisasi inflasi Sumatera Utara tercatat 0,2% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi inflasi bulan Desember dalam 3 tahun terakhir. Meredanya tekanan inflasi terutama didukung oleh menurunnya tekanan inflasi non fundamental yaitu pada Volatile Food seiring dengan mulai membaiknya pasokan di pasaran akibat intensifnya perdagangan antar wilayah, terutama kawasan Jawa. Tekanan inflasi Volatile Foods pada bulan Desember 2016 menurun tajam dari 2,0% (mtm) pada bulan November 2016 menjadi sebesar 0,1% (mtm). Kondisi ini sejalan dengan menurunnya tekanan inflasi dari kelompok bumbu-bumbuan dari 13,4% (mtm) menjadi - 6,8% (mtm). Penurunan inflasi pada kelompok bumbu-bumbuan yang sangat signifikan tersebut terutama terjadi pada komoditas cabai merah yaitu dari 0,6% (mtm) pada bulan sebelumnya, menjadi -0,4% (mtm). Mengawali tahun 2017, inflasi Provinsi Sumatera Utara meningkat dalam level yang PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 43

60 terkendali. Realisasi inflasi Sumatera Utara tercatat 0,5% (mtm), lebih rendah dibandingkan rataannya dalam 3 tahun terakhir. Kondisi tersebut didorong oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok Volatile Foods seiring dengan mulai membaiknya kondisi pasokan pangan. Sementara itu, inflasi terutama terjadi pada inflasi Administered Prices seiring dengan kebijakan pemerintah untuk kembali melakukan realokasi subsidi tepat sasaran untuk tarif listrik serta penyesuaian biaya perpanjangan STNK. Inflasi inti juga meningkat berkaitan dengan membaiknya daya beli masyarakat seiring dengan berlanjutnya perbaikan harga komoditas internasional. Secara spasial, peningkatan tekanan inflasi terjadi hampir merata di keempat kota IHK. Dengan mencermati perkembangan inflasi pada awal tahun 2017, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan mulai menurun. Membaiknya kondisi pasokan pangan di pasaran seiring dengan masuknya periode panen raya komoditas tanaman pangan mendorong kembali rendahnya turut akomodatif dalam kembali rendahnya capaian inflasi pada triwulan I Namun demikian, tantangan pengendalian inflasi ke depan masih ada. Berkaitan dengan hal tersebut, program pengendalian inflasi akan tetap dilaksanakan secara intensif oleh TPID se- Provinsi Sumatera Utara. TPID se-provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkahlangkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. fundamental yang bersifat sementara. Tekanan inflasi yang berasal dari faktor non fundamental menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama inflasi Volatile Food. Sementara itu, tekanan inflasi Administered Prices justru relatif mereda. Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan Kontribusi tekanan inflasi dari kelompok Volatile Foods masih menjadi pendorong utama dinamika inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV Peningkatan tekanan inflasi ini terutama disumbang oleh peningkatan tekanan inflasi komoditas cabai merah akibat semakin tipisnya pasokan dipasaran seiring dengan perbaikan kondisi lahan pertanian pasca gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta anomali cuaca. Tingginya kebutuhan akan produk subtitusi seiring dengan mahalnya harga cabai merah juga turut mendorong peningkatan harga cabai rawit di pasaran. Dengan demikian, subkelompok bumbu-bumbuan tercatat meningkat dari 83,5% (yoy) pada Triwulan III menjadi 88,5% (yoy). 3.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Peningkatan tekanan inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 lebih banyak diwarnai oleh dinamika inflasi yang bersifat non Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 3.4 Disagregi Inflasi Volatile Foods Tekanan inflasi juga turut disumbang oleh subkelompok daging dan hasil-hasilnya yang tercatat meningkat dari -0,5% (yoy) menjadi 4,7% PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 44

61 (yoy). Komoditas yang mendorong peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok ini adalah daging ayam ras seiring dengan meningkatnya harga day old chicken (DOC) pada bulan Agustus lalu. Dengan demikian, tekanan inflasi komoditas daging ayam ras meningkat dari -3,4% (yoy) menjadi 4,2% (yoy). Belum membaiknya cuaca juga turut mendorong peningkatan tekanan inflasi dari kelompok ikan segar. Cuaca buruk yang melanda Sumatera Utara menyebabkan nelayan enggan melaut sehingga menyebabkan pasokan ikan segar di pasaran menurun di tengah masih tingginya permintaan masyarakat. Dengan demikian, tekanan inflasi ikan segar naik dari 3,0% (yoy) menjadi 4,3% (yoy). Meskipun demikian, tekanan inflasi subkelompok padi-padian menurun dari 1,66% (yoy) menjadi - 1,47% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada komoditas beras yang menurun dari 1,06% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi - 1,47% (yoy). Potensi peningkatan tekanan inflasi beras akibat anomali cuaca telah diantisipasi dengan baik oleh TPID Provinsi Sumatera Utara yang tercermin dari stok beras BULOG yang masih prima memasuki triwulan IV Sumber: BULOG Grafik 3.5 Stok Beras Bulog Selain itu, intensifnya operasi pasar terkait dengan melambungnya harga sayur mayur terutama kentang mendukung meredanya tekanan inflasi dari kelompok sayur-sayuran dari 17,9% (yoy) menjadi 15,9% (yoy). Pasokan kentang yang terkendala erupsi Gunung Sinabung pada triwulan III lalu ditanggapi dengan baik oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah Sumatera Utara dengan melakukan operasi pasar komoditas kentang sehingga tekanan inflasi komoditas ini dapat menurun tajam dari 112,1% (yoy) menjadi 43,1% (yoy). Memasuki awal tahun 2017, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods kembali menurun dari 13,2% (yoy) menjadi 10,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh kembali membaiknya pasokan pangan di pasaran terutama untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Primanya kondisi pasokan pangan diperkirakan terus berlanjut hingga mendorong penurunan tekanan inflasi pada keseluruhan triwulan I Sementara itu, rendahnya tekanan inflasi kelompok Administered Prices mampu menahan lonjakan tekanan inflasi. Pada triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,1% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya (1,6% yoy). Penurunan tekanan inflasi Administered Prices pada triwulan IV juga mampu menahan lonjakan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Kenaikan harga rokok lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan mulai berkurangnya dampak dari penyesuaian tarif cukai rokok. Sementara itu, seiring dengan tren harga minyak bumi yang relatif meningkat, penyesuaian tarif listrik dan bahan bakar non subsidi menahan penurunan tekanan inflasi kelompok Administered Prices lebih lanjut. Pada bulan Januari 2017, tekanan inflasi kelompok Administered Prices kembali meningkat menjadi 2,4% (yoy). Peningkatan tekanan tekanan inflasi pada kelompok Administered Prices terutama didorong oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan penyaluran subsidi listrik tepat guna dan tepat sasaran. Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok Administered Prices diperkirakan kembali meningkat pada triwulan I PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 45

62 3.3 Perkembangan Inflasi Fundamental Tekanan inflasi inti pada triwulan IV 2016 relatif mereda dari 5,8% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Penurunan tekanan inflasi inti ditopang oleh minimalnya dampak imported inflation dan stabilitas nilai tukar serta pemulihan permintaan yang masih bisa direspon oleh sisi penawaran. Masih relatif tingginya permintaan masyarakat tercermin dari perkembangan indeks keyakinan konsumen yang relatif membaik. Dari sisi komponennya, penurunan tekanan inflasi inti didorong oleh mulai normalnya harga gula pasir di pasaran seiring dengan turunnya permintaan masyarakat, menurunnya tekanan inflasi emas perhiasan akibat penurunan harga emas global dan menurunnya harga komoditas sandang seiring dengan meriahnya pesta diskon akhir tahun. Sementara itu, ekspektasi masyarakat relatif terkelola dengan baik. Grafik 3.6 Ekspektasi Inflasi Meski moderat dan terkendali, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 terutama berasal dari penyesuaian UMP Provinsi Sumatera Utara yang meningkat sebesar 8,25% dibandingkan UMP tahun lalu, diperkirakan mendorong peningkatan upah pembantu rumah tangga hingga 2,5%. Kondisi ini juga turut meningkatkan antisipasi pelaku usaha di bidang industri dalam menyiasati peningkatan biaya overhead dengan melakukan penyesuaian harga jual consumer goods. Selain itu, permintaan akan semen yang tinggi menjelang penyelesaian proyek infrastruktur baik pemerintah pusat maupun daerah juga turut berkontribusi dalam peningkatan harga semen. Tekanan inflasi inti juga masih didorong oleh kembali berlanjutnya perbaikan harga komoditas perkebunan unggulan seperti CPO, karet dan kopi sehingga daya beli masyarakat kembali prima. Sementara itu, komoditas yang berkontribusi dalam stabilnya tekanan inflasi inti pada periode laporan adalah gula pasir. Setelah sempat naik pada periode puncak permintaan gula pasir akibat bulan Ramadhan -yang umumnya diramaikan dengan makanan khas sarat gulapada triwulan III 2016, harga gula saat ini kembali stabil dan cenderung mengalami deflasi. Selain itu, kembali normalnya pasokan seiring dengan kondusifnya aktivitas panen dan giling gula pasir di beberapa sentra produksi menyebabkan harga kembali normal. Sementara itu, komoditas emas juga mengalami penurunan harga. Selain itu, rendahnya inflasi inti juga disebabkan pengaruh rendahnya harga minyak. Pertumbuhan harga minyak yang terus menurun sejak 2010 berpengaruh pada penurunan harga barang impor dan inflasi inti. Penurunan harga minyak langsung berpengaruh pada penurunan harga barang impor. Sama dengan harga minyak, nilai tukar yang menguat sejak akhir 2015 menyebabkan penurunan inflasi inti di Nilai tukar berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan harga barang impor. Memasuki awal triwulan I 2017 tekanan inflasi inti Sumatera Utara cenderung stabil pada level 5,4% (yoy). Stabilitas nilai tukar yang terjaga dan ekspektasi inflasi yang semakin terkelola dengan baik mendukung meredanya tekanan inflasi ini. Namun demikian, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya inflasi inti bulan Januari 2017 tercatat sebesar 0,6% (mtm) meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 0,2% (mtm). Peningkatan inflasi inti tersebut mencerminkan adanya indikasi perbaikan daya beli masyarakat sejalan dengan perbaikan ekonomi Sumatera Utara, seiring dengan peningkatan harga komoditas global. Di sisi lain, frekuensi aktivitas komunikasi yang masih tinggi selama liburan PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 46

63 awal tahun dan perayaan Imlek diduga mendorong peningkatan tarif pulsa ponsel. Sementara itu, ekspektasi inflasi baik di level konsumen maupun pedagang relatif terjaga. Grafik 3.7 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Apresiasi nilai tukar yang terus berlanjut ditengah mulai kembali menurunnya harga komoditas perkebunan diperkirakan menggiring kembali menurunnya tekanan inflasi inti pada triwulan I Dengan demikian, penurunan tekanan inflasi secara umum juga dapat turut tercapai. 3.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Dinamika inflasi Sumatera Utara dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Keempat kelompok tersebut memiliki bobot 83% terhadap pembentukan inflasi di Sumatera Utara. Peningkatan tekanan inflasi di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi subkelompok bahan makanan serta perumahan, air, gas dan bahan bakar. Sementara itu, tekanan inflasi subkelompok lainnya relatif menurun. Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok IV I II III IV Arah Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Umum Sumber : BPS, diolah Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan merupakan kelompok dengan peningkatan tekanan inflasi tertinggi pada triwulan IV 2016, yaitu dari 12,5% (yoy) menjadi 14,9% (yoy). Lonjakan tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan terutama didorong oleh subkelompok bumbu-bumbuan yang meningkat dari 8,8% (yoy) menjadi 83,5% (yoy). Lebih spesifik, peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga cabai merah. Masih belum pulihnya produksi cabai merah seiring dengan masih belum kondusifnya cuaca yang semakin didukung oleh kembali tidak stabilnya kondisi Gunung Sinabung menyebabkan tipisnya pasokan cabai merah di pasaran. Meskipun demikian, tekanan harga cabai merah mulai kembali pulih memasuki bulan Desember 2016 seiring dengan mulai masuknya pasokan cabai merah dari kawasan Jawa. Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok Sumber: BPS, diolah IV I II III Arah Andil (yoy) BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Bumbu-bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya Peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan makanan juga di dorong oleh kenaikan harga komoditas ikan segar. Pasokan ikan segar di pasaran kembali menurun seiring dengan banyaknya nelayan yang tidak melaut akibat tingginya gelombang laut yang pada umumnya terjadi sejak akhir tahun hingga menjelang perayaan Tahun Baru Imlek. Pola konsumsi masyarakat di Sumatera Utara yang lebih memilih ikan segar dibandingkan dengan ikan yang diawetkan maupun ikan kalengan menyebabkan permintaan masyarakat akan ikan segar juga relatif tinggi sebagai produk substitusi daging sapi dan daging ayam ras yang masih relatif tinggi. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 47

64 Di tengah harga daging sapi yang relatif tinggi, preferensi masyarakat akan daging ayam ras kembali meningkat menyambut HBKN dan persiapan perayaan tahun baru Adanya kenaikan harga day old chicken (DOC) pada bulan Agustus lalu juga kembali mendorong peningkatan harga ayam ras pada triwulan IV Adanya perayaan HBKN dan persiapan tahun baru juga turut mendorong peningkatan permintaan minyak goreng sehingga mendorong peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok lemak dan minyak. Sementara itu, tekanan inflasi pada subkelompok sayur mayur justru relatif mereda meski Gunung Sinabung kembali erupsi pada November Inflasi subkelompok sayur-sayuran menurun dari 17,6% (yoy) menjadi 16,0% (yoy). Komoditas sayuran terutama kentang menjadi salah satu komoditas yang menjadi prioritas dalam kegiatan operasi pasar yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah Sumatera Utara, sementara program revitalisasi lahan pertanian pasca erupsi Gunung Sinabung masih terus diupayakan. Tekanan inflasi subkelompok padi-padian justru mereda, yaitu dari 1,66% (yoy) menjadi - 1,47% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada komoditas beras yang menurun dari 1,06% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi - 1,47% (yoy). Potensi peningkatan tekanan inflasi beras akibat anomali cuaca telah diantisipasi dengan baik oleh TPID Provinsi Sumatera Utara yang tercermin dari stok beras BULOG yang masih prima memasuki triwulan IV Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Meski tekanan inflasi subkelompok bahan makanan meningkat tajam, namun hal tersebut tidak berdampak pada dinamika tekanan inflasi subkelompok makanan jadi. Tekanan inflasi subkelompok makanan jadi justru menurun dari 13,5% (yoy) menjadi 11,9% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh meredanya tekanan inflasi yang bersumber dari tembakau seiring dengan menurunnya dampak lanjutan dari kenaikan cukai rokok yang terjadi pada triwulan III lalu. Dengan demikian, tekanan inflasi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol menurun dari 21,5% (yoy) menjadi 15,3% (yoy). Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok 2015 IV I II III IV MAKANAN JADI Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 juga didorong oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 2,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan komoditas upah pembantu rumah tangga yang meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 3,5% (yoy). Peningkatan upah pembantu rumah tangga ini terjadi seiring dengan adanya perayaan HBKN yang diikuti dengan libur panjang sehingga penggantian asisten rumah tangga cukup marak terjadi akibat tidak kembalinya asisten rumah tangga ke tempat asal bekerja. Sementara itu, harga minyak dunia yang terus meningkat, mendorong kembali disesuaikannya tarif listrik untuk beberapa golongan, sehingga menyumbang tekanan pada inflasi. Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok IV I II III IV Arah Andil (yoy) PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB Biaya Tempat Tinggal Arah Andil (yoy) Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumah Tangga Penyelenggaraan Rumah Tangga PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 48

65 3.4.4 Kelompok Sandang Seiring dengan masuknya periode year end sale maupun Christmas sale yang marak dilakukan di akhir tahun, tekanan inflasi kelompok sandang pada triwulan IV 2016 relatif menurun di seluruh komponen kelompok sandang. Hal ini juga ditopang oleh relatif meredanya permintaan masyarakat akan sandang seiring dengan terlewatinya hari raya Idul Fitri pada triwulan III 2016 lalu. Subkelompok sandang wanita serta barang pribadi dan sandang lain menjadi subkelompok dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi. Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Kelompok Kelompok Kesehatan IV I II III IV SANDANG Sandang Laki-Laki Sandang Wanita Sandang Anak-Anak Barang Pribadi dan Sandang Lain Tekanan inflasi kelompok kesehatan relatif meningkat dari 4,5% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan serta perawatan jasmani dan kosmetika. Kembali melemahnya nilai tukar Rupiah sepanjang triwulan IV seiring dengan belum stabilnya ekonomi dan politik global mendorong meningkatnya harga obat-obatan yang masih banyak dipenuhi melalui aktivitas impor. Begitu juga dengan harga produk perawatan jasmani dan kosmetika yang kembali meningkat seiring dengan meningkatnya biaya operasional perusahaan. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok jasa kesehatan dan jasa perawatan jasmani relatif stabil. Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan Kelompok IV I II III IV Arah Andil (yoy) KESEHATAN Jasa Kesehatan Arah Andil (yoy) Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan IV 2016 relatif menurun dari 4,5% (yoy) menjadi 4,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi kelompok ini didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada subkelompok perlengkapan pendidikan, rekreasi dan olahraga. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok ini didorong dengan pelaksanaan tahun ajaran baru yang telah dilaksanakan pada triwulan III Dengan demikian, permintaan masyarakat akan barang maupun jasa pendidikan relatif menurun. Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok 2015 IV I II III IV PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA Pendidikan Kursus-Kursus / Pelatihan Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Memasuki akhir tahun, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan kembali meningkat, yaitu dari -2,0% (yoy) menjadi -1,8% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok komunikasi dan pengiriman yang meningkat dari 0,6% (yoy) menjadi 2,1% (yoy). Tingginya kebutuhan komunikasi masyarakat mendorong peningkatan permintaan akan pulsa telepon seluler. Selain itu, melemahnya nilai tukar juga mendorong meningkatnya biaya operasional perusahaan. Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok IV I II III IV Arah Andil (yoy) TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Transpor Arah Andil (yoy) Komunikasi dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 49

66 3.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,4% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar 3,0% (yoy). Hampir keseluruhan provinsi di Sumatera mencatat laju inflasi di atas nasional kecuali Lampung dengan inflasi 2,8% (yoy) yang juga menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah se-sumatera. Provinsi Bangka Beitung dan Provinsi Sumatera Utara tercatat sebagai Provinsi tertinggi pertama dan kedua secara nasional dengan masing-masing 6,8% (yoy) dan 6,3% (yoy). Gambar 3.1 Sebaran Inflasi Sumatera 3.6 Upaya Pengendalian Inflasi Menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi yang ada, TPID Provinsi Sumatera Utara ke depannya akan memfokuskan diri dalam melakukan perbaikan fundamental, merencanakan tindakan pengendalian harga yang sistematis dan berkesinambungan. Beberapa program diantaranya meliputi: 1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi harga, menjamin ketersediaan pasokan dan memangkas jalur distribusi. Dengan keberadaan BUMD pangan, Pemerintah dapat secara aktif melakukan sourcing, pembelian dan penyaluran ke pedagang eceran yang langsung berhubungan ke konsumen sehingga beban yang harus dibayarkan oleh konsumen berkurang. Apabila dibutuhkan, BUMD pangan juga bisa melakukan sourcing ke provinsi lain untuk menambah pasokan di dalam provinsi serta membantu melakukan penjualan ke provinsi lain. Terdapat 2 BUMD pangan yang saat ini sedang dalam proses pembentukan, yaitu BUMD pangan Provinsi Sumut dan BUMD pangan Kabupaten Deli Serdang. 2. Pembuatan pasar induk provinsi dan pembenahan PD. Pasar Kota Medan. Saat ini Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam tahap perencanaan pembuatan pasar induk provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran yang bersinergi dengan BUMD pangan bentukan. Sementara pembenahan akan dilakukan untuk PD. Pasar Kota Medan yang dinilai saat ini masih penuh dengan praktek pungli. 3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja beras murah bagi para masyarakat. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berencana untuk menambah cabang Toko Tani, serta melakukan perluasan wewenang dengan menambah komoditas lainnya.toko Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana pemasaran, yang menjembatani antara penjual dan konsumen akhir. 4. Perluasan area tanam dan peningkatan indeks tanam padi. Dinas Pertanian Sumatera Utara akan berkoordinasi untuk melakukan perluasan area tanam, khususnya untuk komoditas pangan strategis seperti cabai merah. Salah satunya, Deli Serdang, berkerja sama dengan Bank Indonesia, akan mendirikan klaster cabai merah dengan harapan dapat berfungsi sebagai buffer pasokan bagi Kota Medan. Selain itu, peningkatan indeks tanam melalui modernisasi dan penggunaan bibit unggul, juga terus diupayakan Dinas Pertanian untuk peningkatan produksi padi Sumatera Utara. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 50

67 5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya serangan virus kuning pada paruh kedua tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas pentingnya peran para penyuluh dalam memberikan arahan bagi para petani sehingga kejadian serupa tidak terjadi kembali. 6. Perencanaan tanam dan kalender tanam yang terintegrasi dan akurat. Untuk menanggulangi kejadian overproduksi atau kurangnya volume panen, perencanaan tanam dan kalender tanam yang lebih akurat dan terintegrasi di level provinsi menjadi fokus utama TPID Provinsi Sumut. 7. Penjajakan kerjasama dengan distributor besar komoditas pangan. Melihat besarnya kemampuan para distributor pangan dalam menentukan harga, TPID Provinsi Sumut berencana melakukan pendekatan dan penyelarasan visi dengan distributor utama komoditas pangan, agar mereka menjadi bagian dalam pengendalian harga. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 51

68 Suplemen 2 Dinamika Harga Pangan Sumatera Utara 2016 Produksi tanaman pangan terkendala cuaca yang kurang bersahabat... Sepanjang tahun 2016, fluktuasi harga pangan di Sumatera Utara cukup tinggi, terutama untuk komoditas hortikultura dan sayur mayur. Anomali cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2016 memukul produksi tanaman. Pada periode puncak produksinya, peralihan cuaca cukup ekstrem terjadi di Sumatera Utara terutama memasuki bulan Februari Terlalu tingginya curah hujan pada bulan Februari 2016 terutama pada daerah sentra produksi yang berpusat di daerah pantai timur menyebabkan tidak optimalnya produktivitas tanaman pangan serta mulai meluasnya wabah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terlalu tingginya curah hujan pada bulan Februari 2016 justru diiringi dengan kekeringan ekstrim pada bulan Maret Kondisi tersebut terus berlangsung hingga akhir tahun 2016 dan diperparah dengan kondisi Gunung Sinabung yang kembali tidak stabil di pertengahan hingga akhir tahun Gambar 3.2 Sifat Curah Hujan Januari 2016 Gambar 3.3 Sifat Curah Hujan Februari 2016 Gambar 3.4 Sifat Curah Hujan Maret 2016 Kondisi cuaca yang tidak kondusif menyebabkan tidak optimalnya produksi tanaman pangan maupun hortikultura sepanjang tahun Realisasi produksi sepanjang tahun 2016 relatif lebih rendah dibandingkan dengan capaian produksi pada tahun Lebih rendahnya tingkat produksi tanaman pangan dan hortikultura menyebabkan tingginya fluktuasi harga komoditas terutama untuk komoditas cabai merah. Harga tertinggi komoditas cabai merah keriting sepanjang tahun 2016 adalah Rp72.800/kg, sementara harga terendahnya mencapai Rp30.500/kg. Rentang harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga cabai pada tahun Harga maksimal cabai merah keriting pada tahun 2015 hanya Rp45.000/kg sementara harga terendahnya hanya mencapai Rp21.300/kg. Meskipun demikian, deviasi inflasi komoditas cabai merah antara satu bulan dengan bulan lainnya relatif menurun sehingga harga relatif lebih stabil. 140, , , ton ,000 20,000 80,000 60,000 40,000 20,000 15,000 10,000 5, Grafik 3.8 Luas Panen Padi Grafik 3.9 Produksi Cabai Merah PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 52

69 Rp/Kg 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 Harga Cabai Merah Besar Segar Harga Cabai Merah Keriting Segar Grafik 3.10 Perkembangan Harga Cabai Merah Grafik 3.11 Deviasi Inflasi Bulanan Cabai Merah Stabilisasi Gunung Sinabung yang berjalan lambat juga turut menekan tingkat produksi... Selain didorong oleh faktor cuaca yang kurang memadai, penurunan produksi tanaman pangan dan hortikultura juga didorong oleh dampak dari erupsi Gunung Sinabung yang terus berjalan. Gunung Sinabung kerap meluncurkan awan panas bahkan muntahan lava panas hingga saat ini. Sementara itu, suburnya lahan di sekitar area Gunung Sinabung menyebabkan tingginya produksi pangan sehingga menjadikan Gunung Sinabung sebagai salah satu sentra pangan vital di Sumatera Utara. Areal tanam di sekitar Gubung Sinabung yang berada di Kabupaten Karo merupakan produsen cabai merah terbesar kedua di Sumatera Utara, kabupaten dengan lahan padi terluas ke-11 di Sumatera Utara dan daerah produsen bawang merah terbesar ke-4 di Sumatera Utara. ton 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000-47,523 41,662 36,612 Produksi Cabai Merah 12,169 11,382 8,520 5,263 2,824 2,740 2,125 1,161 6,315 ton 3,000 2,500 2,000 1,500 1, ,494 2,027 Produksi Bawang Merah 1,128 1, Simalungun Karo Batu Bara Dairi Tapanuli Utara Langkat H.Hasundutan Deli Serdang Tapanuli Selatan Mandailing Natal Samosir Lainnya Dairi Simalungun Samosir Karo H.Hasundutan Tapanuli Utara Toba Samosir Medan Pd. Lawas Utara Tapanuli Selatan Grafik 3.12 Produksi Cabai Merah per Kabupaten Grafik 3.13 Produksi Bawang Merah per Kabupaten Erupsi Gunung Sinabung memberikan dampak yang tidak sedikit bagi kinerja pertanian di Sumatera Utara. Luas areal tanaman yang terdampak erupsi Gunung Sinabung seluas ,5 ha dengan total kerugian hingga Rp2,1 triliun. Adanya erupsi Gunung Sinabung tersebut telah menyebabkan lebih dari 50% tanaman pangan puso dan rusak sehingga cukup menekan pasokan pangan di pasaran. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah menyusun langkah-langkah revitalisasi lahan pertanian... Pemerintah melakukan relokasi secara bertahap pengungsi dan lahan pertanian yang terkena dampak erupsi ke kawasan Siosar. Jumlah pengungsi dan lahan pertanian yang telah direlokasi pada tahap I adalah 370 kepala keluarga dan 416,4 ha lahan pertanian. Relokasi tahap II dilakukan dengan metode relokasi mandiri dengan memberikan bantuan dana tanpa menyediakan rumah dan lahan pertanian. Kendala yang dihadapi adalah tingkat kesuburan tanah serta ketersediaan faktor pendukung produksi di lahan relokasi yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan sebelumnya. Kondisi ini menjadi PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 53

70 tantangan tersendiri bagi Provinsi Sumatera Utara dalam menjaga sustainabilitas produksi tanaman pangan ke depan. Dengan demikian, langkah pengendalian inflasi menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dalam memperbaiki pasokan ke depan... Dengan stabilisasi Gunung Sinabung yang berjalan lambat serta proses relokasi yang belum optimal, Sumatera Utara menghadapi ketidakpastian kondisi pasokan yang cukup tinggi. Dengan demikian, upaya peningkatan produksi melalui perluasan area tanam masih perlu dilakukan. Perluasan area tanam juga tetap memperhatikan sebaran daerah produksi untuk meminimalisir dampak spesifik kewilayahan sehingga pasokan pangan di pasaran masih cukup prima. Selain itu, dengan terganggunya produksi internal Sumatera Utara, dibutuhkan adanya pasokan produk pangan dari daerah lain melalui kerjasama perdagangan antar wilayah. Untuk menjaga efektivitas dari perdagangan antar wilayah ini, kerjasama tersebut dapat dilakukan melalui Bulog. Dalam kaitan ini, peran Bulog dapat diperkuat dengan dukungan dari Pemerintah untuk membentuk suatu BUMD yang khusus menangani permasalahan pangan. Dengan adanya BUMD pangan ini, maka penyerapan produksi serta penyaluran komoditas pangan dapat lebih terencana sehingga dapat mendukung stabilitas harga ke depannya. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 54

71 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sejalan dengan stabilnya kinerja perekonomian pada triwulan IV 2016, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang membaik dengan perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat, disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif dan justru cenderung menurun. Ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga masih sangat baik. Kondisi tersebut tercermin pada kinerja dunia usaha dan rumah tangga yang membaik dan eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut yang masih aman yang diindkasikan oleh penurunan Non Performing Loan (NPL). STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 55

72 Sejalan dengan kinerja ekonomi yang stabil pada triwulan IV 2016, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang membaik dengan perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat, disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah batas aman dan cenderung menurun. Ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga masih terjaga, terlihat dari eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut sampai dengan triwulan IV 2016 terus menunjukkan penurunan Non Performing Loan (NPL). Perbaikan kualitas kredit tersebut terutama terjadi pada sektor-sektor unggulan yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan besar dan eceran. Kondisi ini mengindikasikan adanya penurunan tekanan terhadap finansial perbankan. Sementara itu, sektor UMKM secara keseluruhan mengalami perlambatan pada triwulan IV 2016, tumbuh relatif rendah sebesar 2,5% (yoy). Kondisi tersebut menyebabkan porsi kredit UMKM di perbankan mengalami penurunan menjadi 27,1%. Dari sisi risiko kredit, tekanan finansial di sektor UMKM terindikasi menurun namun perlu diwaspadai dengan NPL yang mencapai 4,9%, sedikit di bawah target indikatif 5%. Perkembangan perbankan Sumatera Utara Kondisi Umum Pada triwulan IV 2016 kinerja perbankan membaik yang diharapkan dapat menjadi pendorong bagi perekonomian Sumatera Utara. Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang tumbuh stabil, kinerja perbankan pada triwulan IV 2016 menunjukkan peningkatan pertumbuhan baik dari sisi Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit, meski masih terbatas. Penurunan suku bunga acuan yang diharapkan dapat mendorong perekonomian diperkirakan sudah dapat menstimulasi permintaan terhadap kredit. Secara keseluruhan stabilitas industri perbankan sampai dengan triwulan IV 2016 masih terjaga dengan intermediasi perbankan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari Loan to Deposit Ratio yang sedikit meningkat (dari 93,0% ke 93,3%) serta rasio kredit bermasalah yang masih berada di bawah batas NPL yang aman dengan kecenderungan menurun (Tabel 4.1). Secara perlahan NPL memiliki tren yang menurun sejak triwulan II 2016 (Tabel 4.1). Penurunan NPL tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang masih tumbuh cukup baik. Dilihat dari lokasi proyek, penyumbang NPL terbesar berasal dari kredit sektor komunikasi dan informasi. Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara Indikator Perbankan IV I II III IV I II III IV Aset 232,0 233,1 239,9 254,3 245,2 242,4 256,9 262,6 266,2 g. Aset 8,4% 8,4% 8,2% 11,3% 5,7% 4,0% 7,1% 3,3% 8,6% DPK 179,4 178,5 183,4 191,6 185,6 187,2 194,9 197,7 201,5 g. DPK 15,1% 13,0% 9,9% 9,2% 3,4% 4,9% 6,3% 3,2% 8,6% Kredit 162,9 163,6 168,4 172,3 173,6 169,1 177,4 182,4 184,9 g. Kredit 9,6% 10,4% 8,7% 9,7% 6,6% 3,3% 5,4% 5,8% 6,5% Kredit Non Lancar (Triliun Rp) 4,14 4,55 5,22 5,65 4,95 5,44 5,71 5,62 4,66 Non Performing Loan (gross) 2,5% 2,8% 3,1% 3,3% 2,9% 3,2% 3,2% 3,1% 2,5% Loan to Deposit Ratio 90,8% 92,0% 92,2% 90,7% 94,2% 91,9% 92,4% 93,0% 93,3% Sumber : Bank Indonesia STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 56

73 Pertumbuhan kredit dan DPK masih dibawah perkiraan awal tahun. Pada triwulan laporan, aset dan DPK masing-masing tercatat tumbuh sebesar 8,6% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,3% (yoy) dan 3,2% (yoy). Peningkatan aset perbankan secara nominal dan DPK pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan peningkatan kredit. Hal ini menunjukkan peningkatan aset didukung oleh komponen kredit dan komponen lainnya seperti penempatan pada bank lain. Sejalan dengan pertumbuhan aset dan DPK, kredit juga tumbuh sebesar 6,5% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 5,8% (yoy). Sementara itu, risiko kredit di triwulan IV 2016 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,1% menjadi 2,5%. Hal ini terkait dengan upaya perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit melalui restrukturisasi kredit yang ditujukan untuk tetap dapat menjaga kepercayaan masyarakat. Aset Perbankan Pada triwulan IV 2016 aset perbankan di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp266,2 triliun, atau tumbuh 8,6% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,3% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan di Sumatera Utara merupakan dampak dari meningkatnya pertumbuhan DPK dan kredit. Hal tersebut sejalan dengan stabilnya ekonomi Sumatera Utara yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan DPK (dari 3,2% menjadi 8,6%) dan kredit (dari 5,8% menjadi 6,5%). Bila dilihat dari kelompok banknya, bank pemerintah masih memiliki aset terbesar di antara bank lainnya, dengan pangsa sebesar 47,7%, diikuti bank swasta nasional 43,4% dan bank asing dan campuran sebesar 8,9%. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Seiring dengan perbaikan ekonomi di Sumatera Utara, pertumbuhan DPK menunjukkan pertumbuhan positif (Tabel 4.1). Penghimpunan DPK pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp201,5 triliun atau tumbuh sebesar 8,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,2% (yoy) maupun tahun sebelumnya yang tumbuh 3,4% (yoy). Pertumbuhan DPK Sumatera Utara sedikit lebih rendah dibandingkan DPK nasional (tumbuh 9,6%, yoy), dengan pangsa terhadap DPK perbankan nasional mencapai 4,2%. Deposito ; 44.4% Giro ; 15.9% Tabungan; 39.7% Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan IV 2016 Berdasarkan kelompok bank, sebesar 49,4% proporsi Dana Pihak Ketiga di Sumatera Utara berasal dari kelompok Bank Swasta Campuran, kemudian disusul oleh Bank Persero (BUMN) sebesar 35,4%. Perbaikan pertumbuhan DPK terjadi pada seluruh kelompok Bank yaitu Bank Persero (dari 4,1% menjadi 12,2%), Bank Swasta Nasional (dari 7,5% menjadi 9,3%) dan Bank Asing Campuran (meskipun masih menunjukkan kontraksi, namun telah menunjukkan perbaikan yaitu dari -16,9% menjadi -5,1%). Meningkatnya DPK di bank persero sejalan dengan STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57

74 meningkatnya dropping anggaran pemerintah sebagaimana polanya di akhir tahun. Rp Triliun Giro Tabungan Deposito 100 g. Giro g. Tabungan g. Deposito IV I II III IV I II III IV % yoy Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara Berdasarkan komponennya, deposito mendominasi DPK sebesar 44,4%, diikuti oleh tabungan dan giro masing-masing sebesar 39,7% dan 15,9% (Grafik 4.1). Komposisi DPK di Sumatera Utara relatif tidak berubah selama kurun waktu enam tahun terakhir. Dengan tingginya komposisi deposito tersebut, biaya dana menjadi mahal, namun relatif bersifat jangka panjang. Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan DPK didukung oleh pertumbuhan deposito (dari 1,0% menjadi 6,4%) dan giro (-5,8% menjadi 13,7%). Sementara tabungan tumbuh melambat dari 10,9% menjadi 9,2%. Pertumbuhan giro yang meningkat diperkirakan sejalan dengan dropping anggaran dari pemerintah pusat untuk realisasi pembayaran akhir tahun (Grafik 4.2). Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor swasta pada perbankan Sumatera Utara menunjukkan angka 94,6%, sementara sektor Pemerintah menunjukkan proporsi 5,4%. Pertumbuhan DPK didukung terutama oleh pertumbuhan DPK sektor swasta yang menunjukkan angka sebesar 9,8% (yoy) pada periode berjalan tumbuh meningkat dari 4,5% (yoy) pada triwulan III Sementara itu, meskipun proporsi DPK sektor pemerintah relatif kecil, namun pertumbuhan pada triwulan IV-2016 menunjukkan perbaikan yaitu dari -1,4% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 1,3% (yoy) pada triwulan berjalan Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK dan Rekening DPK Spasial Peningkatan pertumbuhan DPK yang terjadi di tengah penurunan suku bunga diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya pendapatan masyarakat seiring dengan membaiknya harga komoditas utama Sumatera Utara (sawit, karet, dan kopi) yang mencapai harga terbaiknya sepanjang tahun 2016 dan mengalirnya dana masyarakat terkait program amnesti pajak. Selain itu, penyaluran DAU di akhir tahun yang sempat tertunda di triwulan sebelumnya turut mendorong peningkatan DPK. Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial Pada triwulan IV 2016, DPK perbankan di Sumatera Utara sebagian besar berasal dari Kota Medan dengan proporsi 73%, Kabupaten Asahan dengan proporsi 5% dan Kota Pematangsiantar sebesar 4,9%. Sementara itu, apabila dilihat dari jumlah rekening nasabah, proporsi terbesar adalah Medan dengan proporsi 44,7%, Kota Pematangsiantar dengan proporsi 7,8% dan Kabupaten Labuhan Batu dengan proporsi 5%. Selanjutnya apabila dilihat dari pertumbuhan DPK dan rekening dana, maka pertumbuhan DPK terbesar terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan pertumbuhan 117% (yoy) pada triwulan IV Sementara pertumbuhan STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58

75 jumlah rekening dana terbesar pada triwulan IV adalah Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 46,5% (yoy). Kondisi ini mencerminkan masih belum meratanya peran perbankan untuk memajukan perekonomian Sumatera Utara sampai ke pelosok daerah yang disebabkan oleh belum meratanya akses terhadap perbankan terkait keterbatasan jaringan perbankan. Hal ini perlu dicermati agar tidak terjadi kesenjangan yang lebih besar, antara lain dengan terus mengupayakan peningkatan akses keuangan melalui branchless banking dan layanan keuangan digital (Grafik 4.3 dan 4.4). Penyaluran Kredit BPD; 10.5% Bank Asing&Campuran ; 5.1% 4.6). Peningkatan pertumbuhan kredit didukung oleh pertumbuhan pada kredit modal kerja (dari 3,8% (yoy) menjadi 5,9% (yoy)) dan kredit konsumsi (dari 4,5% menjadi 6,4%), sementara kredit investasi melambat dari 11,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,7% pada triwulan laporan. Melambatnya kredit investasi sejalan dengan perlambatan kinerja investasi pada PDRB Sumatera Utara yang disebabkan pelaku usaha masih bersikap wait and see dan cenderung menggunakan dana sendiri yang berasal dari laba ditahan untuk pembiayaan investasinya (hasil liaison). Sementara pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi sejalan dengan peningkatan aktivitas konsumsi pada triwulan laporan terkait Natal dan Tahun Baru serta penyelesaian proyekproyek pemerintah akhir tahun. %yoy g. Kredit g. Modal Kerja g. Investasi g. Konsumsi Bank Swasta Nasional; 40.4% Bank Persero; 44.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Triwulan IV 2016 Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sumatera Utara berdasarkan lokasi proyek pada triwulan IV 2016 mencapai Rp184,9 triliun, tumbuh meningkat dari 5,8% (yoy) menjadi 6,5% (yoy) (Tabel 4.1). Bank penyalur kredit terbesar di Sumatera Utara pada triwulan IV-2016 merupakan Bank Persero (BUMN) dengan proporsi sebesar 44,0%, disusul oleh Bank Swasta Nasional sebesar 40,4%. Sementara porsi bank pemerintah daerah dan bank asing campuran masing-masing sebesar 10,5% dan 5,1% (Grafik 4.5). Kondisi ini mencerminkan masih tingginya dominasi bank persero yang sejalan dengan kondisi perbankan nasional. Penyaluran kredit di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 didominasi penggunaan untuk modal kerja dengan proporsi 50,5%, diikuti oleh kredit investasi 24,8% dan kredit konsumsi 24,6%, relatif sama dengan triwulan sebelumnya (Grafik -5.0% YoY 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% -60.0% -80.0% % % IV I II III IV I II III IV Grafik 4.6 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan Pertanian Konstruksi Transportasi Perantara Keuangan Jasa Lainnya IV I II III IV I II III IV Industri Pengolahan PBE Informasi dan Komunikasi Real Estate Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi, pertumbuhan kredit ditopang oleh pertumbuhan kredit di sektor pertanian dengan pangsa pasar 18,4% yang tumbuh sebesar 19,0% (yoy) dan sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa pasar 24,7% yang tumbuh sebesar 2,6% (yoy). Sektor industri pengolahan mencatat STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59

76 pertumbuhan sebesar 2,4% setelah dua triwulan sebelumnya terkontraksi (Grafik 4.7). kredit disebabkan oleh perbaikan kredit di akhir tahun melalui restrukturisasi kredit. Membaiknya pertumbuhan kredit di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan ditopang oleh membaiknya harga komoditas, perbaikan kinerja perekonomian dan penurunan suku bunga sejalan dengan dilonggarkannya kebijakan moneter. Namun pertumbuhan kredit masih terbatas karena belum optimalnya pemulihan ekonomi global. 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - committed uncommitted Undisbursed loan growth (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV % 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% -10.0% -15.0% 3.5% 3.0% 2.5% 2.0% 1.5% 1.0% 0.5% 0.0% 2.5% 2.8% 3.1% 3.3% 2.9% 3.2% 3.2% 3.1% 2.5% IV I II III IV I II III IV Grafik 4.8 Perkembangan Kualitas Kredit Grafik 4.9 Undisbursed Loan Sementara itu, kredit kurang lancar jumlahnya cenderung menurun yaitu 7,9% pada triwulan III menjadi 7,20% pada triwulan IV Penurunan kredit kurang lancar terjadi baik dari sisi nominal maupun persentase. Membaiknya penyaluran kredit disertai dengan menurunnya risiko kredit perbankan Sumatera Utara pada triwulan IV Hal ini tercermin dari Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,5%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang menunjukkan angka sebesar 3,1% serta masih di bawah target indikatif sebesar 5% (Grafik 4.8). Perbaikan risiko kredit terjadi pada seluruh jenis kredit baik kredit konsumsi, kredit investasi, maupun kredit modal kerja yang ketiganya sudah di bawah 5%. Secara sektoral, risiko kredit yang perlu mendapat perhatian terutama berasal dari kategori Konstruksi serta kategori Informasi dan Komunikasi. Sementara itu, rasio NPL pada sektor administrasi pemerintahan telah menurun secara signifikan seiring dengan dilakukannya pembayaran proyek-proyek infrastruktur pemerintah di akhir tahun. Membaiknya kualitas Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Spasial Sejalan dengan perbaikan ekonomi yang belum optimal, undisbursed loan perbankan tercatat sebesar Rp46,2 triliun, mengalami kenaikan sebesar 9,6% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 0,8% (yoy) dan tahun sebelumnya yang terkontraksi 5,3% (yoy). Sebagian kredit yang tidak ditarik tersebut merupakan kredit uncommited dengan porsi terhadap undisbursed loan sebesar 77% atau tumbuh sebesar 8,11% (yoy). Tidak terealisasinya STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 60

77 kelonggaran tarik menjadi kredit diperkirakan disebabkan oleh pemulihan ekonomi yang masih terbatas serta prospek suku bunga dalam jangka panjang (Grafik 4.10). Grafik 4.11 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial Berdasarkan sebarannya, DPK Syariah baru terdapat di 10 kabupaten/kota, dengan pangsa terbesar berada di Kota Medan dengan proporsi sebesar 76,0%, disusul oleh Kota Pematangsiantar dan Kota Padangsidimpuan masing-masing sebesar 7,3% dan 6,0%. Sementara itu, dilihat dari pertumbuhan DPK, Kota/Kabupaten dengan pertumbuhan terbesar adalah Kabupaten Karo sebesar 92% (yoy), Kota Sibolga sebesar 38% (yoy) dan Kota Medan sebesar 31% (yoy) (Grafik 4.12). Tingginya pertumbuhan DPK syariah di Kabupaten Karo disebabkan adanya pembukaan kantor cabang baru. Berdasarkan data Laporan Bank Umum posisi triwulan IV-2016, secara spasial tercatat bahwa proporsi kredit dan/atau pembiayaan terbesar di Sumatera Utara terdapat di kota Medan dengan proporsi sebesar 56,5% disusul oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar 14,9% dan Kabupaten Asahan sebesar 3,4%. Sementara itu, dari sisi kepemilikan rekening kredit, proporsi terbesar adalah Kota Medan dengan proporsi sebesar 29,9%, Kabupaten Deli Serdang sebesar 15,4% dan Kabupaten Asahan sebesar 5,5%. Di sisi lain, berdasarkan pertumbuhan kredit, pertumbuhan kredit terbesar di Kota Sibolga sebesar 77% (yoy), disusul oleh Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Labuhan Batu Utara masing-masing tumbuh sebesar 67% (yoy) dan 39% (yoy). Sebagaimana halnya DPK, sebaran kredit di Sumatera Utara juga masih belum merata sehingga turut berdampak pada tidak meratanya pertumbuhan perekonomian di berbagai daerah (Grafik 4.11 dan 4.12) % 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% -60.0% 12.00% 10.00% 8.00% g. Sept 16 g. Des 16 Deli Serdang Langkat Karo Labuhan Batu Tebing Tinggi Pematang Siantar Tanjung Balai Sibolga Medan Grafik 4.12 DPK Syariah berdasarkan Spasial Grafik 4.13 Penyaluran Pembiayaan Syariah NPF % - (RHS) Padang Sidimpuan Perbankan Syariah Pertumbuhan DPK Syariah pada triwulan IV-2016 sebesar 22,6% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 22,2% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhannya yang tinggi, share DPK syariah terhadap DPK total juga mengalami peningkatan yaitu 4,9% pada Triwulan III-2016 menjadi 5,1% pada Triwulan IV % 4.00% 2.00% 0.00% I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 4.14 Kualitas Pembiayaan Syariah Pada triwulan IV-2016 pembiayaan syariah berdasarkan lokasi proyek di Sumatera Utara mencapai Rp8,9 triliun atau tumbuh sebesar STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 61

78 15,7% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 12,6% (Grafik 4.14). Pertumbuhan pembiayaan ini dinilai cukup menggembirakan mengingat dalam jangka waktu 2 tahun terakhir, pembiayaan syariah cenderung tidak tumbuh bahkan terkontraksi. Tingginya pertumbuhan pembiayaan syariah pada dua triwulan terakhir diperkirakan disebabkan oleh semakin maraknya kegiatan usaha syariah yang dibarengi dengan membaiknya kualitas pembiayaan. Sementara pada periode-periode sebelumnya melambatnya atau terkontraksinya pembiayaan disebabkan oleh bank yang cenderung berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan seiring dengan peningkatan pembiayaan non perform. Sementara itu, kualitas pembiayaan syariah yang tercermin dari Non Performing Fund (NPF) terus membaik. Indikator NPF menunjukkan penurunan dari 8,6% menjadi 7,3%. Tren penurunan nilai NPF diharapkan terus berlanjut hingga dibawah nilai indikatifnya, yaitu 5%. Membaiknya kualitas pembiayaan ini, diperkirakan disebabkan oleh pelaksanaan restrukturisasi kredit pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan berhasil dan menunjukkan hasilnya pada akhir triwulan IV disamping adanya pertumbuhan pembiayaan (Grafik 4.15). pembiayaan terbesar berada di Kota Medan sebesar 21% (yoy) dan Kota Sibolga sebesar 2,2% (yoy), sementara kota lain terkontraksi (Grafik 4.16). Intermediasi Perbankan Intermediasi perbankan pada triwulan IV 2016 dinilai stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercermin dari Rasio Kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio) yang tercatat meningkat sebesar 0,3% atau dari 93,0% menjadi sebesar 93,3% (Tabel 4.1). Peningkatan LDR yang tidak signifikan dimaksud merupakan dampak dari perbaikan kualitas kredit serta bentuk kehati-hatian bank terhadap kondisi likuiditas perbankan di akhir tahun. Sementara itu, dari sisi perbankan syariah Fund Deposit Ratio (FDR) pada triwulan berjalan mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi Triwulan III-2016 yaitu dari 91,93% menjadi 90,37%. Penurunan FDR tersebut disebabkan oleh pertumbuhan DPK lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan. Selain itu, akibat dari NPF yang cukup tinggi di akhir tahun 2015 s.d. awal tahun 2016, terdapat kecenderungan Bank Syariah untuk membatasi penyaluran pembiayaan, namun tetap meningkatkan pertumbuhan pendanaan. Hal ini menunjukkan semakin tingginya minat masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan syariah Ketahanan Sektor Korporasi Grafik 4.15 Pembiayaan Syariah Berdasarkan Spasial Berdasarkan Kota dan Kabupaten, pembiayaan syariah di Sumatera Utara terutama disalurkan di Kota Medan dengan proporsi sebesar 74%, disusul oleh Kota Padangsidimpuan sebesar 6,7% dan Kota Pematangsiantar sebesar 6,5%. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran Di tengah pemulihan ekonomi yang masih lambat, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara masih terjaga. Meskipun pertumbuhan ekonomi berdasarkan lapangan usaha dan survei kegiatan dunia usaha pada triwulan IV 2016 menunjukkan sedikit perlambatan, laju pertumbuhan dan kualitas kredit korporasi membaik. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 62

79 Grafik 4.16 Penyaluran Kredit kepada Sektor Utama Sumatera Utara Lapangan usaha yang perlu mendapat perhatian antara lain pertanian dan perdagangan besar dan eceran, dan pengadaan listrik, gas, dan jasa keuangan. Pertumbuhan lapangan usaha pertanian melambat (dari 5,6% menjadi 2,6%), sementara pengadaan listrik, gas dan jasa keuangan terkontraksi masing-masing menjadi - 1,7% (yoy) dan -0,6% (yoy). Meskipun risiko kredit membaik yang tercermin dari penurunan NPL, kredit yang disalurkan ke lapangan usaha tersebut melambat. Kredit kepada sektor pertanian melambat dari 20,5% menjadi 19,0%, sedangkan sektor pengadaan listrik, gas dan jasa keuangan masing-masing terkontraksi -0,2% dan -3,1% (yoy) (Grafik 4.17 dan 4.18). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga mengindikasikan kegiatan usaha yang melemah pada triwulan IV Hal itu ditunjukkan oleh penurunan saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 9,9%, melambat dibandingkan posisi akhir triwulan III 2016 sebesar 16,1%. Perlambatan SBT terlihat pada sektor pertanian dan sektor perdagangan, sedangkan sektor industri pengolahan menunjukkan perbaikan (Grafik 4.19). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh indikator penggunaan tenaga kerja (menurun dari 2,2% menjadi -1,6%), akses kredit (menurun dari 17,5% menjadi -9,5%). Namun demikian, penurunan kegiatan dunia usaha masih tertahan seiring dengan masih meningkatnya kapasitas produksi dan meningkatnya harga jual. Kapasitas produksi terpakai sedikit meningkat dari 77% menjadi 78,3% sementara harga jual membaik dari 15,4% menjadi 19,9%. Hal ini diperkirakan terkait dengan kondisi permintaan yang belum meningkat secara fundamental. Grafik 4.17 Perkembangan SBT SKDU di Sumatera Utara Grafik 4.18 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja dan Harga Jual di Sumatera Utara Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Sejalan dengan dominasi sektor korporasi pada kredit perbankan di Sumatera Utara, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi senantiasa perlu diwaspadai. Selain itu, sektor korporasi juga STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 63

80 dapat mempengaruhi kinerja sektor rumah tangga, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Grafik 4.19 Proporsi Kredit Korporasi dan Rumah Tangga Dilihat dari lokasi proyek, penyaluran kredit pada sektor korporasi di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 oleh perbankan tercatat sebesar Rp139,3 triliun atau 75,4% dari total kredit perbankan di Sumatera Utara (Grafik 4.21). Sektor korporasi yang terbanyak mendapat penyaluran kredit adalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 32,8%, diikuti oleh sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masing-masing sebesar 26,7% dan 24,4%. Sedangkan sisanya sebesar 16% tersebar di sektor-sektor lainnya (Grafik 4.22). Sementara dari jenis penggunaan, kredit korporasi mayoritas digunakan untuk kredit modal kerja sebesar 67%, sedangkan kredit investasi tercatat sebesar 33%. Grafik 4.20 Proporsi Kredit Sektor Korporasi Kredit kepada sektor korporasi tumbuh 6,5% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,3% (yoy) (Grafik 4.21). Sektor yang menopang pertumbuhan kredit korporasi terdapat pada sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi, yang masingmasing tumbuh meningkat menjadi 2,4% dan 11,1% dari sebelumnya sebesar -1,6% dan 9,5%. Sementara sektor pertanian dan sektor perdagangan besar dan eceran tumbuh melambat menjadi 19,0% dan 2,6% dari sebelumnya sebesar 20,5% dan 4,0%. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan kredit korporasi ditopang oleh kredit modal kerja yang meningkat dari 3,9% (yoy) menjadi 6% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya kinerja sektor utama industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara kredit investasi melambat dari 11,6% (yoy) menjadi 7,8% (yoy), sejalan dengan kinerja investasi yang melambat seiring masih wait and see -nya investasi sektor swasta dan lebih rendahnya serapan APBD pemerintah daerah. Kualitas kredit sektor korporasi secara umum masih terjaga baik, namun beberapa sektor perlu diwaspadai (Tabel 4.1 dan Grafik 4.17). NPL kredit korporasi yang berlokasi proyek di Sumatera Utara tercatat sebesar 2,5%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2%. Penurunan NPL tersebut terjadi pada hampir seluruh sektor, terkait dengan restrukturisasi kredit pada triwulan laporan. Namun terdapat 2 sektor yang NPL nya patut diwaspadai yaitu sektor konstruksi dan sektor informasi dan komunikasi. Dari sisi penggunaan, kredit modal kerja maupun kredit investasi memiliki risiko kredit yang membaik dan berada di bawah target indikatif 5%, dengan kecenderungan NPL yang terus menurun sejak triwulan I Pada triwulan laporan, NPL kredit modal kerja tercatat sebesar 2,8% dan kredit investasi sebesar 2,0%. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Sejalan dengan terjaganya ketahanan sektor korporasi, kondisi ketahanan sektor rumah tangga masih terjaga, bahkan mampu menopang STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 64

81 perekonomian Sumatera Utara untuk tumbuh stabil. Grafik 4.22 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: BPS, diolah Grafik 4.21 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat dari 5,4% (yoy) pada triwulan III menjadi 5,6% (yoy), dengan pangsa terhadap perekonomian sebesar 51,5% (Grafik 4.23). Peningkatan konsumsi rumah tangga berkenaan dengan hari Natal dan Tahun Baru sebagaimana polanya. Kondisi ini sejalan dengan optimisme masyarakat yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan IV 2016 sebesar 106,9, meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 106,7. Namun perekonomian Sumatera Utara masih menghadapi tantangan yang patut dicermati yang berpotensi memengaruhi ketahanan sektor rumah tangga. Kondisi tersebut tercermin pada menurunnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), meski masih pada level optimis, ke level 111,4 pada triwulan IV 2016 (Grafik 4.23). Penurunan indeks tersebut dipengaruhi oleh penurunan ekspektasi terhadap penghasilan dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia juga mencatat alokasi penghasilan rumah tangga untuk pinjaman dan tabungan pada triwulan IV 2016 menurun (Grafik 4.25). Namun penurunan ini diperkirakan tidak mengganggu ketahanan sektor rumah tangga. Repayment capacity atau kemampuan rumah tangga Sumatera Utara untuk membayar kembali utangnya masih cukup baik, tercermin dari masih ada bagian dari pendapatan yang ditabung (21,9%) dan porsi cicilan (debt service ratio/dsr) masih wajar (7,6%) 12. Grafik 4.23 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 4.24 Komposisi DPK Perseorangan STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 65

82 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Meskipun porsi pendapatan yang ditabung menurun sejalan dengan peningkatan aktivitas konsumsi, tidak menyebabkan penurunan DPK perseorangan/rumah tangga. Sektor rumah tangga masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan Sumatera Utara (Grafik 4.26). Pangsa DPK rumah tangga pada perbankan Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tercatat 73,7% atau sebesar Rp148,5 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 71,1% atau Rp140,7 triliun. Pada triwulan IV 2016, DPK rumah tangga tercatat tumbuh 13,7% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,9% (yoy). Peningkatan DPK perseorangan ini disebabkan oleh meningkatnya penghasilan seiring dengan membaiknya harga komoditas, baik harga sawit, karet maupun kopi yang mencapai harga terbaiknya sepanjang tahun Preferensi penempatan dana perseorangan masih didasarkan pada tingkat pengembalian suku bunga yang memadai namun dapat dicairkan sesuai kebutuhan. Preferensi ini tetap kuat pada triwulan laporan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas konsumsi rumah tangga menyambut hari Natal dan Tahun Baru serta liburan sekolah akhir tahun. Hal ini tercermin dari penyimpanan dana perseorangan di perbankan yang masih didominasi oleh tabungan dan deposito. Pada triwulan laporan, porsi deposito perseorangan mencapai 43,7% dari total DPK perseorangan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 44,4%. DPK dalam bentuk tabungan juga masih dominan sebesar 52,0% meningkat dari sebelumnya sebesar 51,5%, sementara giro porsinya hanya 4,3%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,0%. Kredit Perseorangan di Perbankan Pada triwulan IV 2016, kredit yang disalurkan ke sektor rumah tangga tercatat sebesar Rp45,6 triliun atau 24,6% dari total kredit perbankan di Sumatera Utara. Sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga, penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga juga meningkat (Grafik 4.27). Pada triwulan IV 2016, kredit kepada sektor rumah tangga tumbuh sebesar 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,5% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pada ketiga jenis kredit rumah tangga (RT), yaitu kredit multiguna, kredit perumahan (KPR), dan kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.26 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga disertai oleh perbaikan kualitas kredit. NPL kredit RT tercatat sebesar 2,4%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7%. Perbaikan kualitas kredit RT terjadi pada seluruh komponen kredit RT yakni kredit multiguna, kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor (Grafik 4.28). Penurunan NPL sejalan dengan meningkatnya pendapatan yang didorong oleh kenaikan harga ketiga komoditas utama Sumatera Utara (sawit, karet dan kopi). Hal ini juga terkonfirmasi dari STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 66

83 membaiknya Debt Service Ratio dari 9,5% menjadi 7,6% pada triwulan laporan. YoY 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% 6.2% I II III IV I II III IV I II III IV % Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Apartemen Tipe 22 s.d 70 Pada triwulan IV 2016 kredit perumahan (KPR) menunjukkan peningkatan, dari 1,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,2% (yoy). Meningkatnya kredit KPR terutama disebabkan oleh kenaikan kredit apartemen tipe 22 s.d 70 (Grafik 4.29). Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya harga komoditas dan didukung oleh pelonggaran ketentuan LTV sejak Agustus Kredit multiguna tumbuh sebesar 8,5% (yoy) meningkat dari sebelumnya 7,2% (yoy), dengan pangsa sebesar 46,7% dari total kredit RT, terbesar di antara kredit perseorangan lainnya. Dominasi kredit multiguna turut meningkatkan resiliensi perbankan Sumatera Utara, karena kualitas kreditnya merupakan yang terbaik di antara kredit perseorangan lainnya. NPL kredit multiguna tercatat hanya sebesar 0,94%, jauh di bawah target indikatif 5%. Kredit Kendaraan Bermotor juga tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan lalu, meski masih terkontraksi sebesar -5,4% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh kredit kendaraan mobil beroda empat dan kredit sepeda motor yang tercatat meningkat meski secara tahunan masih mengalami kontraksi masing-masing -4,4% (yoy) dan -2,8% (yoy), lebih rendah dari penurunan pada triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar -11,3% (yoy) dan -5,7% (yoy). Resiliensi sektor rumah tangga di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 ditopang oleh perbaikan harga komoditas utama yang mencapai harga tertingginya pada tahun Namun meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 yang dipicu oleh kenaikan harga bumbubumbuan khususnya cabai merah, menekan daya beli masyarakat yang ditransmisikan pada terbatasnya pembiayaan konsumsi melalui pinjaman ke perbankan. Ke depan, ekspektasi masyarakat diperkirakan masih berada pada level optimis, seiring dengan masuknya panen raya pada triwulan I Penyaluran Kredit UMKM Pengembangan sektor UMKM perlu dilakukan agar dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi, mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut menyerap tenaga kerja terbanyak di industri. Potensi UMKM di Sumatera Utara yang cukup prospektif memberi ruang bagi pengembangan UMKM oleh perbankan di Sumatera Utara. Namun pelemahan ekonomi makro juga berimbas ke UMKM Sumatera Utara. Hal itu tercermin dari pertumbuhan kredit UMKM pada STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 67

84 Triwulan IV 2016 yang cenderung melambat sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 3,1% (yoy). Dengan perlambatan pertumbuhan tersebut, pangsa kredit UMKM menurun menjadi 27,1% dari sebelumnya sebesar 27,3%, namun masih di atas batas minimal yang ditetapkan yaitu sebesar 10%. Pada tahun 2016 penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali dijalankan oleh Pemerintah setelah dihentikan sementara sejak penyaluran terakhir tahun Penyaluran KUR dinilai lebih menarik bagi masyarakat dan lebih mudah disalurkan oleh Bank karena bunga yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran produk UMKM milik Bank sendiri yang pada umumnya diberikan dengan bunga yang lebih tinggi. Selain itu, masih lambatnya pemulihan perekonomian juga membuat masyarakat cenderung menahan untuk melakukan pembiayaan usaha melalui kredit. Grafik 4.28 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.29 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan IV 2016 Dari keseluruhan kredit UMKM, porsi terbesar digunakan untuk modal kerja sebesar 69,7%, diikuti oleh kredit investasi sebesar 30,3% dan kredit konsumsi 0% (Grafik 4.31 ). Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit investasi yang tumbuh sebesar 4,9% (yoy), menurun signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,3% (yoy). Namun perlambatan tersebut tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan kredit modal kerja yang tumbuh dari 0,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,5% (yoy). Perkembangan perekonomian yang terjadi belum mendorong keyakinan pelaku usaha untuk melakukan ekspansi usahanya. Selain itu, akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari perbankan masih terbatas. Keterbatasan akses tersebut antara lain disebabkan kurangnya keahlian SDM yang menangani UMKM terkait dengan beragamnya jenis usaha UMKM dan tingkat kepercayaan perbankan yang masih rendah terhadap kemampuan pengembalian kredit di sektor UMKM. Di sisi lain pelaku UMKM STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 68

85 banyak yang tidak memiliki jaminan yang memadai untuk meningkatkan keyakinan perbankan tersebut. Jika dilihat dari jumlah rekening debitur berdasarkan lokasi proyek, sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebanyak rekening UMKM di Sumatera Utara, yang terdiri dari UMKM skala mikro sebanyak rekening, UMKM skala kecil dan menengah masing-masing rekening dan rekening. Jika dibandingkan dengan data Sensus Ekonomi oleh BPS tahun 2006, jumlah UMKM tercatat sebesar usaha, yang terdiri dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Berdasarkan data tersebut, persentase UMKM di Sumatera Utara yang memperoleh akses kredit kepada perbankan baru sekitar 64,7%. Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan, pertumbuhan kredit UMKM ditopang oleh kredit usaha kecil yang tumbuh 3,2% (yoy), meningkat dibandingkan sebelumnya sebesar 2,3% (yoy). Sementara kredit menengah kembali terkontraksi meskipun sedikit membaik dan kredit mikro melambat. Pada triwulan IV 2016 kredit menengah terkontraksi -2,2% dan kredit mikro tumbuh melambat menjadi 11,7%. Tabel 4.2 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV 2016 Mikro Kecil Menengah Sektor Ekonomi kredit kredit kredit (Rp growth pangsa growth pangsa growth pangsa (Rp M) (Rp M) M) Pertanian ,3% 34,2% ,9% 20,6% ,0% 9,4% Pertambangan 9-22,7% 0,1% 25 8,6% 0,2% 27 5,0% 0,1% Industri Pengolahan ,6% 2,1% 588-4,2% 3,7% ,7% 15,8% Pengadaan Listrik Gas 9 27,8% 0,1% 15 12,1% 0,1% 41-16,8% 0,2% Pengadaan Air 8-15,6% 0,1% 3 98,8% 0,0% 8 100,8% 0,0% Konstruksi 197 5,8% 1,6% 541-1,0% 3,4% ,3% 10,1% PBE ,7% 50,5% ,9% 57,7% ,7% 49,5% Transportasi ,6% 1,1% ,1% 1,9% ,6% 4,7% Akomodasi dan Mamin ,1% 1,9% 537 2,3% 3,4% ,2% 2,2% Informasi dan Komunikasi 6 5,8% 0,1% 13 4,1% 0,1% 10-21,2% 0,0% Peranatra Keuangan 4-72,4% 0,0% ,5% 0,6% ,8% 1,0% Real Estate 24-4,0% 0,2% 94 33,2% 0,6% ,4% 1,4% Jasa Perusahaan ,5% 0,8% 365-3,1% 2,3% ,1% 1,9% Adm Pemerintahan 2 37,8% 0,0% 5 7,5% 0,0% 0-33,3% 0,0% Jasa Pendidikan 42 36,0% 0,3% ,4% 0,7% ,1% 0,5% Jasa Kesehatan 98 7,7% 0,8% 167-7,2% 1,1% 371-1,1% 1,7% Lainnya ,0% 6,2% ,9% 3,7% 318-4,5% 1,5% Total ,7% 100,0% ,2% 100,0% ,2% 100,0% sumber : LBU berdasarkan Lokasi Proyek Berdasarkan lapangan usaha, pada triwulan IV 2016 pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar terdapat pada Perdagangan Besar dan Eceran (52,3%), Pertanian (19,2%) dan Industri Pengolahan (8,5%). Pertumbuhan kredit UMKM lapangan usaha PBE tercatat sebesar 2,2% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,6%. Kredit UMKM pertanian dan industri pengolahan juga tumbuh meningkat masing-masing sebesar 7% dan 10,7% dari sebelumnya sebesar 5,4% (yoy) dan 3,0% (yoy). Tingkat NPL kredit UMKM membaik. Pada triwulan IV 2016, tingkat NPL kredit UMKM sebesar 4,9% atau telah berada di bawah level indikatif (5%), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,3%. Penurunan NPL tersebut didorong oleh penurunan NPL kredit mikro yang sudah berada di bawah level indikatif sebesar 2,8%, sementara NPL kredit kecil dan menengah masih berada di atas level indikatif masing-masing sebesar 6,1% dan 5,4%. Secara sektoral, risiko kredit terbesar terdapat pada sektor kredit real estate, disusul oleh sektor konstruksi dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Sedangkan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan mencatat risiko kredit yang masih di bawah target indikatif. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 69

86 50% 40% 30% 20% 10% 0% 40,3% 9,8% 5,9% 4,8% 3,7% Sebaran Kredit UMKM 1,5% Grafik 4.30 Sebaran Kredit UMKM di Sumatera Utara Posisi Tw IV 2016 Berdasarkan data kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek di Sumatera Utara secara spasial kredit UMKM paling besar berada di Kota Medan dengan proporsi mencapai 40,3% atau sebesar Rp20,2 triliun, disusul Kabupaten Deli Serdang dengan proporsi 9,8% atau Rp4,9 triliun dan Kabupaten Labuhan Batu sebesar 5,9% atau Rp2,9 triliun, sementara 44% lainnya atau sebesar Rp22 triliun tersebar di 30 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sebaran UMKM tersebut menunjukkan bahwa kredit UMKM belum merata di setiap Kabupaten/Kota dan masih terkonsentrasi di Kota Medan dan Deli Serdang, bahkan terdapat 11 kabupaten yang kredit UMKM nya di bawah 1% yaitu Tanjung Balai, Labuhanbatu Selatan, Humbang Hasundutan, Labuhanbatu Utara, Samosir, Pakpak Bharat, Gunung Sitoli, Nias, Nias Utara, Nias Barat, dan Nias Selatan. Nias Utara bahkan tercatat 0% (Grafik 4.32). Upaya Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Dalam rangka mendorong peningkatan penyaluran kredit bagi UMKM, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Daerah untuk menjadikan pelaku UMKM bankable, sehingga dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Sumatera Utara yaitu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara di Medan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Pematangsiantar dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga juga melakukan peningkatan akses keuangan UMKM dalam berbagai bentuk seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis, pendampingan, dan capacity building. Dalam rangka memperkuat sinergi dan dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia, sejak tahun 2014 Bank Indonesia telah melaksanakan program kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan pangan. Isu ketahanan pangan di Sumatera Utara penting untuk dikembangkan mengingat berdasarkan data historis komoditas pangan menjadi salah satu sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang merah, dan cabe merah. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran menyebabkan terjadinya gejolak harga pada beberapa komoditas dimaksud. Atas hal tersebut, guna memperkuat ketahanan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara juga sebagai salah satu inisiatif agar dapat dilanjutkan serta dikembangkan oleh Pemda, KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara membuat inisiatif program klaster sebagai berikut: STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 70

87 Keterangan Lokasi Luas (Ha) Tahun Mulai Kategori Klaster Bawang Merah Dairi Klaster Bawang Merah Karo Klaster Bawang Merah Medan - Marelan Ketahanan Pangan Klaster Padi Organik Serdang Bedagai Klaster Padi Pulau Kampai Klaster Desa Pesisir Serdang Bedagai 2016 Klaster Kopi Karo Komoditi Unggulan STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 71

88 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 72

89 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Sejalan dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016, aktivitas transaksi keuangan masyarakat baik secara tunai maupun non tunai mengalami peningkatan. Dari sisi transaksi tunai, peningkatan terlihat dari aliran uang tunai yang mengalami net ouflow. Sedangkan dari sisi non tunai, peningkatan terlihat dari peningkatan transaksi kliring. Sesuai polanya, pada triwulan IV 2016, Sumatera Utara mencatatkan net outflow seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, sejalan dengan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menyerap uang tidak layar edar (UTLE) di masyarakat. Untuk itu, Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dengan proporsi 63% dari penyetoran uang kartal ke Bank Indonesia, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (36%). Di tengah peningkatan kebutuhan uang tunai, temuan uang palsu mengalami penurunan 47% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebagaimana transaksi tunai, transaksi non tunai melalui kliring juga menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas transaksi menjelang akhir tahun. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73

90 Tabel 5.1 Transaksi SKNBI Provinsi Sumatera Utara URAIAN I II III IV I II III IV I II III IV Perputaran Kliring : Nominal (Rp. Triliun) Volume (ratus ribu lbr warkat) Rata-rata Perputaran Kliring per Hari : Jumlah Hari Kerja Nominal (Rp Miliar) Volume (lembar warkat) 19,234 18,866 17,214 16,675 17,435 18,192 17,463 17,688 18,612 18,830 20,534 18,506 Pertumbuhan Perputaran Kliring : Nominal (qtq, %) -2.9% 3.1% -0.1% 3.6% -6.8% -1.6% 3.6% 14.0% 26.0% 5.4% -19.7% 5.4% Volume (qtq, %) 2.3% -1.9% 0.4% -3.1% 1.4% -0.5% 0.7% -0.3% 1.9% 2.8% 3.8% -3.8% Nominal (yoy %) 5.9% 9.6% -5.7% 3.5% -0.6% -5.1% -1.6% 8.4% 46.5% 56.9% 21.6% 12.4% Volume (yoy, %) -2.6% -0.8% 0.3% -2.5% -3.3% -2.0% -1.6% 1.3% 1.7% 5.2% 8.4% 4.6% 5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Sistem pembayaran merupakan infrastruktur sistem keuangan yang harus dijaga kelancaran penyelenggaraannya agar mampu mendukung transaksi ekonomi masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Selaku otoritas di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki misi untuk mewujudkan sistem pembayaran yang aman, andal dan efisien. Untuk mencapai hal tersebut, Bank Indonesia mengimplementasikan beberapa kebijakan, antara lain penguatan infrastruktur sistem pembayaran, elektronifikasi, perluasan akses keuangan dan perlindungan konsumen, yang keseluruhannya bertujuan untuk mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Kebijakan penguatan infrastruktur diantaranya dilaksanakan melalui implementasi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (RTGS) Generasi II untuk Sistem Pembayaran Bernilai Besar (High Value) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II untuk sistem pembayaran ritel Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan SKNBI Nominal (Triliun Rp) Nominal (qtq) Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring Volume (Ratus ribu warkat) Volume (qtq) Sejalan dengan masih kuatnya perekonomian pada triwulan IV, nominal transaksi SKNBI 16 tercatat meningkat 5,4% (qtq) menjadi sebesar Rp52,4 triliun. Namun demikian, dari sisi volume, jumlah warkat yang ditransaksikan sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, menjadi 1,17 juta lembar (-3,8%, qtq). Peningkatan nominal transaksi tersebut utamanya didorong oleh peningkatan aktivitas transaksi masyarakat dan realisasi belanja pemerintah menjelang akhir tahun sebagaimana polanya (Tabel 5.1 dan grafik 5.1) % I II III IV I II III IV I II III IV % 20% 10% 0% -10% -20% -30% PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 74

91 Penyelenggaraan kegiatan kliring di Sumatera Utara dilaksanakan di 3 Kantor Bank Indonesia 17 dan beberapa Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Untuk meningkatkan pelayanan transaksi kliring kepada masyarakat, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi institusi perbankan yang ingin menjadi Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Saat ini terdapat 5 PKL di wilayah Sumatera Utara, yaitu di Tebing Tinggi, Kabanjahe, Rantau Prapat, Kisaran dan Padangsidimpuan, dengan pertimbangan wilayah tersebut memiliki transaksi yang cukup besar sementara lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia terdekat Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Elektronifikasi Pembayaran Elektronifikasi pembayaran secara umum dapat didefinisikan sebagai upaya untuk mengubah transaksi masyarakat yang semula dilakukan secara manual menjadi elektronik, dari metode pembayaran secara tunai menjadi non tunai. Penerapan elektronifikasi pembayaran diharapkan dapat membuka lebih luas akses masyarakat untuk terhubung dengan layanan keuangan serta mendekatkan lembaga keuangan kepada masyarakat hingga ke daerah terpencil (remote area). Penggunaan kartu elektronik tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga memiliki peran penting dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi. Moody s, lemb pemeringkat dunia, menjelaskan betapa cepat penetrasi kartu elektronik (kartu debit, kredit, dan prepaid) mengubah cara bertransaksi masyarakat. Pembayaran secara elektronik menyuguhkan kenyamanan dan keamanan pada konsumen atas dananya, mengurangi cash, dan memberikan kemudahan bagi merchant untuk menjalankan bisnisnya. Lebih jauh lagi, elektronifikasi juga menjadi salah satu cara mempercepat perluasan akses keuangan (financial inclusion), membuka kesempatan bagi masyarakat unbanked, untuk mulai mengenali sistem perbankan secara formal. Namun seberapa besar ekspansi penggunaan kartu elektronik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi? H sil sesme Moody s erh d p 70 negara pada tahun membuktikan bahwa penggunaan kartu elektronik dapat meningkatkan minat belanja konsumen dan memberikan prospek terjadinya siklus positif (virtous cycle) terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Secara spesifik, ditemukan bahwa setiap peningkatan transaksi non tunai sebesar 10% akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,5%. 18 Gambar 5.1 Fasilitas Transaksi Non Tunai Via Uang Elektronik Implementasi program elektronifikasi di Sumatera Utara mendapat respon yang cukup baik. Pencanangan roadmap elektronifikasi pada Agustus 2014 diikuti dengan berbagai program di 1818 Moody s Analytics (2016). The Impact of Electronic Payments on Economic Growth. Studi dilakukan pada tahun di 70 negara, termasuk Indonesia. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 75

92 level daerah. Sumatera Utara, mengawali program elektronifikasi dengan penerapan pembayaran gaji pegawai negeri secara non tunai melalui Kartu Pegawai Elektronik (KPE) di lingkungan Pemerintah Daerah. Hingga Oktober 2016, program elektronifikasi telah berhasil diimplementasikan di 134 instansi dari 217 instansi (62%) dengan jumlah pegawai yang beralih ke instrumen non tunai sebanyak orang dari orang pegawai (56%). Capaian tersebut tentu menjadi sinyal positif dalam menciptakan efisiensi perekonomian di masyarakat. Untuk meningkatkan implementasi program di tingkat Provinsi maupun Kota Medan, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dan melakukan edukasi secara rutin kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sejalan dengan hal tersebut, kondisi literasi keuangan Sumatera Utara menunjukkan peningkatan. Kondisi ini tercermin dari jumlah pemegang uang elektronik (e-money) - instrumen non tunai lainnya - di Sumatera Utara yang terus meningkat. Jumlah pemegang uang elektronik (U-Nik) pada periode laporan tercatat meningkat 2,2% (qtq) menjadi dari sebelumnya pemegang (Grafik 5.2). Jumlah tersebut bahkan mengungguli provinsi lainnya di Sumatera. Namun demikian, sejalan dengan aktivitas konsumsi yang meningkat di akhir tahun, nominal yang tersimpan dalam U-Nik juga tercatat menurun signifikan (-96%) dari semula Rp2,2 miliar menjadi Rp76,4 juta. Langkah percepatan implementasi program elektronifikasi dilakukan dengan berbagai cara. Dalam rangka perluasan implementasi program elektronifikasi di daerah terkait GNNT, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara juga telah menggagas sejumlah program, antara lain 1) Lomba Video Pendek bertema Gerakan Nasional Non Tunai, yang diikuti oleh 3 Universitas Negeri di Sumatera Utara; 2) Kegiatan Smart Money Wave, diikuti 1800 mahasiswa, yang bertujuan untuk mendorong implementasi Kawasan Less Cash Society (LCS) di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara; dan 3) Fasilitasi Training of Trainer GNNT kepada Guru se-kota Medan Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Layanan Keuangan Digital Perluasan akses keuangan melalui agen LKD 19 menunjukan peningkatan, namun agen terkonsentrasi di pusat kota. Hingga Desember 2016, jumlah agen LKD di Sumatera Utara tercatat terus meningkat, sebanyak agen atau tumbuh 12,2% (qtq). Namun secara spasial, diketahui jumlah agen masih terkonsentrasi di Kota Medan, sebanyak orang. Sementara daerah yang berada jauh dari ibukota, seperti Padang Lawas Utara justru hanya memiliki 1 orang agen. Jumlah Agen LKD masih sangat tergantung jumlah bank di wilayah tersebut. Banyaknya agen LKD di kota Medan disinyalir karena target keberadaan agen masih sangat tergantung jumlah bank di daerah tersebut. Imbasnya, penambahan agen LKD di kota besar dengan kantor cabang lebih banyak, cenderung lebih cepat dibandingkan kota kecil. Untuk mempercepat perluasan agen LKD di daerah, Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank penyelenggara LKD secara aktif melakukan edukasi kepada calon agen potensial secara periodik sejak tahun Di sisi lain, Bank Indonesia juga melakukan harmonisasi program pengembangan klaster dan pembinaan UMKM PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 76

93 dengan melakukan peningkatan peran klaster/umkm menjadi agen LKD potensial. Orang 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, ,070 6,170 6,921 Agen LKD (LHS) 4,921 5,123 5,487 5,451 Grafik 5.2 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara Transaksi transfer person to account (P2A) menjadi transaksi terbesar agen LKD. Berdasarkan nominalnya, jenis transaksi yang paling banyak dilakukan pada triwulan IV 2016 adalah transfer person to account 20 dengan nominal mencapai Rp315,4 juta diikuti dengan fasilitas top up dan tarik tunai masing-masing sebesar Rp207 juta dan Rp125 juta dengan kecenderungan meningkat (Tabel 5.2). Semakin banyak jumlah agen LKD, potensi transaksi keuangan akan semakin besar. Sejalan dengan keberadaan agen LKD yang terkonsentrasi di kota Medan, nominal transaksi terbesar juga berada di kota Medan dan sekitarnya. Di Kota Medan, transaksi yang paling diminati adalah pembayaran tagihan berkala, transfer person to person 21, dan tarik tunai. Sedangkan transaksi transfer person to account paling banyak dilakukan di Kabupaten Karo. Transaksi yang mulai dilakukan di tingkat Kabupaten mencerminkan adanya kebutuhan fasilitas perbankan dan respon yang cukup baik dari masyarakat setempat (Grafik 5.3) Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD 5,910 6,007 6,070 34,872 6,170 35,488 6, Pemegang Unik (RHS) Orang 36,000 35,500 35,000 34,500 34,000 33,500 33,000 32,500 menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya diperuntukkan bagi bank BUKU 4. Sampai saat ini, hanya 4 bank yang memperoleh izin dari Bank Indonesia yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia dan BCA. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Deli Serdang Karo Simalungun Tapanuli Utara Labuanbatu Selatan Binjai Pematang Siantar Medan 22% 50% 92% 16% 73% 25% 19% 43% 22% 12% 49% 31% 45% 24% 13% 11% 11% 13% Pengisian Ulang Tarik Tunai Pemby. Tagihan Grafik 5.3 Porsi Transaksi LKD Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Selain menyediakan infrastruktur sistem pembayaran, Bank Indonesia juga berperan dalam memberikan perlindungan konsumen sistem pembayaran. Sesuai PBI No.16/1/PBI/2014, fungsi perlindungan konsumen yang dilakukan Bank Indonesia diejawantahkan dalam bentuk edukasi, konsultasi dan fasilitasi kepada setiap individu yang memanfaatkan jasa sistem pembayaran seperti pemegang kartu ATM dan kartu kredit. Adapun cakupan dari perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran adalah instrumen pemindahan/penarikan dana, kegiatan transfer dana, APMK, uang elektronik, serta penyediaan/penyetoran uang rupiah. Sejak desentralisasi fungsi perlindungan konsumen pada paruh pertama 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara telah menerima 78 pengaduan nasabah. Dari keseluruhannya, pengaduan nasabah terbesar Registrasi P2P P2A PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77

94 adalah terkait kartu kredit 24 pengaduan atau 30,8% (Grafik 5.4). Dari sisi jumlah, volume pengaduan nasabah di level daerah masih cenderung sedikit. Tabel 5.2 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara Grafik 5.4 Porsi Jenis Pengaduan Sistem Pembayaran 5.2 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah Misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang rupiah adalah memenuhi kebutuhan uang rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar. Secara garis besar, Bank Indonesia menempuh 5 kebijakan pengelolaan uang rupiah. Pertama, menjaga kecukupan posisi kas Bank Indonesia. Kedua, meningkatkan kualitas uang rupiah yang berada di masyarakat (clean money policy). Ketiga, perluasan jaringan distribusi uang dan layanan kas. Keempat, penguatan komunikasi publik mengenai Ciri Keaslian Rupiah. Kelima, pencegahan dan penanggulangan pemberan-tasan uang rupiah palsu. Tabel 5.3Indikator Pengedaran Uang di Provinsi Sumatera Utara Sumber: Bank Indonesia PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 78

95 5.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Sejalan dengan kuatnya perekonomian Sumatera Utara, transaksi uang kartal 22 di Sumatera Utara mencatat net outflow 23. Kebutuhan uang kartal yang meningkat pada triwulan IV 2016 didorong oleh aktivitas konsumsi masyarakat yang mengalami peningkatan, terutama dalam menghadapi event akhir tahun seperti Natal dan Tahun Baru, serta realisasi belanja pemerintah daerah sebagaimana polanya. Tingginya permintaan masyarakat akan uang kartal pada triwulan laporan mendorong perbankan merespons penyediaan likuiditas yang lebih tinggi dari biasanya. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan pada sub komponen konsumsi rumah tangga PDRB Sumatera Utara triwulan IV 2016 (dari 4,5% menjadi 5,6%). Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nominal penarikan (outflow) di Provinsi Sumatera Utara yang tercatat sebesar Rp9.4 triliun, atau meningkat sebesar 62,6% (qtq) pada triwulan laporan. Sebaliknya, nominal penyetoran (inflow) tercatat sebesar Rp6.4triliun, atau terkoreksi sebesar 77,3% (qtq). Dengan demikian, posisi aliran uang kartal pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp3.07 triliun (net outflow), berbeda dengan triwulan sebelumnya yang mengalami net inflow sebesar Rp5.527 miliar (Tabel 5.3). Penarikan uang kartal yang lebih tinggi dari biasanya mencerminkan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal untuk konsumsi diakhir tahun. Rp Triliun Net Inflow/ Outflow (LHS) Ko s.rt (RHS) Ko s.pemeri h (RHS) Grafik 5.5 Net Inflow/Outflow Sumatera Utara Meskipun secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara 24 mencatatkan net outflow, namun secara spasial diketahui bahwa kota Medan cenderung mencatatkan net inflow. Pada triwulan laporan, kota Medan mencatat net inflow sebesar Rp1.260 miliar, sementara kota Pematang Siantar dan Sibolga mengalami net outflow dengan besaran masing-masing Rp2.103 miliar dan Rp2.225 miliar. Perputaran uang di kota Medan cenderung lebih tinggi dibandingkan Kabupaten/Kota lain. Pola net inflow yang umumnya terjadi di kota Medan ditengarai karena Medan sebagai kota metropolitan serta gerbang Indonesia di bagian barat, menjadi pusat dari berlangsungnya hampir segala aktivitas baik di bidang perekonomian, bisnis dan sosial budaya lingkup Sumatera Utara. Imbasnya, perputaran uang di kota Medan cenderung lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini terkonfirmasi dari proporsi Dana Pihak Ketiga yang mayoritas disimpan pada Bank yang berlokasi di kota Medan (73%) maupun penyaluran kredit ke kota %, YoY 22 Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam 23 Net outflow mencerminkan arus keluar/penarikan (outflow) dari Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah arus masuk/penyetoran (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar. 24 Data Provinsi Sumatera Utara merupakan penjumlahan uang masuk dan keluar dari khasanah BI di 3 kota, yaitu kota Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga, dimana kantor Bank Indonesia berada. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 79

96 Medan yang mencapai 56,5% dari total kredit perbankan di Sumatera Utara. Sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan Uang Layak Edar di Masyarakat, Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan, diantaranya Kas Keliling. Jumlah kegiatan kas keliling yang dilakukan selama tahun 2016 lebih sering dibandingkan tahun Hal tersebut tercermin pada nominal transaksi kas keliling yang meningkat 76,2% (yoy) dan 29,9% (qtq). Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya mengoptimalkan jumlah setoran Uang Hasil Cetak Sempurna (HCS) kepada Perbankan. Pada periode laporan, keluaran uang HCS tercatat sebesar Rp1,8 triliun, atau mencapai 57,2% dari penarikan uang kartal oleh perbankan, terbilang cukup tinggi seiring dengan komitmen Bank Indonesia dalam meningkatkan jumlah Uang Layak Edar, terutama menjelang HKBN. Dengan kegiatan tersebut, jumlah uang tidak layak edar (UTLE) menurun. Selama triwulan IV 2016, nominal inflow tercatat menurun cukup signifikan dari triwulan sebelumnya sebesar Rp11,4 triliun menjadi Rp6,4 triliun (turun 43,6%, qtq). Namun demikian, jumlah UTLE yang dimusnahkan relatif stabil. Jumlah UTLE pada triwulan IV 2016, yaitu sebesar Rp4,1 triliun, hanya menurun sebesar 0,45% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Ketersediaan uang layak edar di masyarakat semakin membaik. Proporsi pemusnahan UTLE terhadap penyetoran uang kartal di Bank Indonesia meningkat signifikan dari semula 36% menjadi 63%. Hal ini dapat menjadi indikasi positif atas ketersediaan uang layak edar di masyarakat, yang dibarengi oleh kesadaran masyarakat untuk menukarkan uang yang tidak layak edar sudah semakin tinggi. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari hasil survei tingkat kelayakan uang beredar yang mencerminkan kepuasan konsumen relatif baik atas Uang Pecahan Besar dan Kecil yang diedarkan. Grafik 5.5 Proporsi UPK dan UPB yang dimusnahkan Grafik 5.6 Proporsi Uang Kertas Pecahan Kecil yang Dimusnahkan Berdasarkan volumenya, pemusnahan uang pecahan kecil (UPK) 25 cenderung lebih tinggi (53%) dibanding uang pecahan besar (47%). Dari proporsi tersebut, diketahui uang pecahan Rp5.000 dan Rp2.000 mendominasi jumlah bilyet yang dimusnahkan (Grafik 5.5. dan Grafik 5.6). Hal tersebut mengindikasikan perputaran uang pecahan kecil cenderung lebih cepat dan perilaku masyarakat terhadap UPK dan UPB berbeda. Masyarakat ditengarai memperlakukan uang pecahan besar lebih hati-hati dibandingkan uang pecahan kecil. 26 Ketersediaan uang layak edar yang cukup, memudahkan masyarakat dalam mengenali keaslian uang rupiah. Seiring dengan ketersediaan uang layak edar yang membaik, jumlah temuan uang palsu 27 pada triwulan IV 2016 tercatat menurun signifikan, dari lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 551 lembar. Untuk terus meningkatkan kesadaran Uang Pecahan Kecil (UPK) terdiri dari uang pecahan Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, dan <Rp Sementara Uang Pecahan Besar (UPB) tediri dari uang pecahan Rp dan Rp PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 80

97 masyarakat terkait keaslian uang rupiah, upaya preventif dan represif terus diupayakan. Tindakan preventif dilakukan melalui program edukasi kealisan uang rupiah secara berkala dan pengembangan desain uang rupiah dengan unsur pengaman (security features) yang lebih baik. Dalam hal ini, semakin tinggi nominal pecahan uang, desain unsur pengaman juga akan semakin kompleks dan canggih. Sementara itu, upaya represif dilakukan melalui kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukan penyelidikan dan penindakan untuk memberantas kejahatan uang palsu di Sumatera Utara. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 81

98 Suplemen 3 UANG RUPIAH BARU SIAP MEWARNAI PEREKONOMIAN INDONESIA UANG BARU, DESAIN BARU! Keberadaan uang tunai atau yang lazim disebut sebagai uang kartal sangatlah penting bagi masyarakat dan perekonomian sebuah negara. Mengapa? Karena uang kartal inilah yang secara fungsi (money is defined by its functions-john Hicks) digunakan sebagai alat pembayaran yang sah menggantikan sistem barter, sebagai alat penyimpan nilai, dan satuan penghitung. Ketiga fungsi uang (triad function of money) tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Uang kartal inilah yang disirkulasi ke segenap pelosok wilayah negara sesuai dengan kebutuhan gerak roda perekonomian. Dalam perjalanannya, penggunaan uang kertas berkembang menjadi atribut dan simbol suatu negara. Dengan demikian, uang tidak sekedar dilihat dari nominalnya saja, tetapi juga dari nilai estetika yang ada di dalam desain pecahannya. Bayangkan jika sehelai atau sekeping uang tidak di desain dengan seksama, hanya berisi angka nominal. Tentu akan membosankan. Perputaran uang yang dinamis, membuat beberapa negara menjadikannya sebagai media promosi. Ibarat peribahasa, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Desain uang menampilkan gambar objek wisata, budaya, atau ikon tertentu. Uang seringkali menarik wisatawan. Bagaimana dengan uang rupiah Indonesia? Desain baru untuk uang baru. Yuk, kita kenali uang rupiah baru. Pada 19 Desember 2016, bertepatan dengan Hari Bela Negara, peristiwa bersejarah mewarnai Indonesia. Untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka, Bank Indonesia meluncurkan 11 pecahan uang rupiah secara serentak di seluruh Indonesia, tidak terkecuali Sumatera Utara. Kesebelas uang pecahan rupiah terdiri dari 7 pecahan uang kertas (Uang pecahan Rp , Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, Rp1.000) dan 4 pecahan uang logam (Uang pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100). Sesuai amanat UU Mata Uang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang salah satunya mengatur ciri-ciri mata uang rupiah, disebutkan bahwa pada uang rupiah tertera tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan RI. Gambar utama uang Rupiah adalah gambar tokoh pahlawan nasional. Dalam hal ini, uang baru memiliki 12 gambar pahlawan nasional, yang keseluruhannya mewakili sifat nasionalisme Indonesia. Dalam hal ini, tentu publik perlu memaknai bahwa siapapun tokoh pahlawan yang terdapat dalam pecahan uang tersebut bertujuan untuk menumbuhkan keteladanan dan semangat kepahlawanan. Jasanya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia perlu dikenang. Lalu, apa yang melatarbelakangi peluncuran uang baru tersebut? Salah satunya berkaitan dengan unsur pengaman. Semakin baru pecahan uang, maka semakin canggih unsur pengamannya, karena telah mengakomodir teknologi yang lebih up to date dan modern. Maka, dengan sistem keamanan yang semakin baik tentu uang rupiah akan semakin sulit dipalsukan. Pecahan uang baru dilengkapi 9 hingga 12 unsur pengaman, antara lain tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar tersembunyi, serta gambar saling isi atau rectoverso. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 82

99 Diterawang Sebelum Diterawang Akhir-akhir ini, viral di media massa mengenai simbol palu arit yang seolah Depan Belakang tertera pada uang rupiah. Apakah hal itu Rupiah benar? Jawabnya: tidak. Gambar yang dipersepsikan sebagai simbol palu dan arit tersebut sebetulnya adalah logo Bank Pound Indonesia yang dipotong secara diagonal, sehingga membentuk ornamen yang tidak beraturan. Gambar tersebut merupakan Korea Won gambar saling isi (rectoverso), yang merupakan bagian dari unsur pengaman rupiah. Gambar rectoverso dicetak dengan teknik khusus sehingga terpecah menjadi dua bagian di sisi depan dan belakang gambar uang, yang hanya dapat dilihat utuh apabila diterawang. Tidak hanya di Indonesia, rectoverso juga digunakan sebagai unsur pengaman pada beberapa mata uang lain di dunia. Untuk mengenalkan uang baru kepada masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara setidaknya telah melakukan 10 kali kegiatan sosialisasi sejak peluncuran serentak akhir Desember yang lalu. Kegiatan sosialisasi ditujukan ke berbagai kalangan, seperti akademisi, aparat keamanan, Pegawai Negeri Sipil, dan masyarakat luas lainnya. Selain itu, untuk menjawab rasa penasaran masyarakat akan tampilan uang rupiah baru, Bank Indonesia juga mengoptimalkan penyaluran uang baru melalui perbankan dan kegiatan kas keliling sebagai sarana penukaran. Meski peredarannya belum terlalu banyak, uang pecahan baru sudah dirasakan keberadaannya di Sumatera Utara. Secara nominal, uang pecahan yang diedarkan paling banyak adalah pecahan Rp (57,5%), diikuti pecahan Rp (28,3%) dan Rp (7%). Dari sisi lembar, uang yang paling banyak diedarkan adalah pecahan Rp (35,8), diikuti pecahan Rp2.000(18,4%) dan Rp5.000 (10,8%). Jalan berliku selembar uang. Ketika kita mengeluarkan secarik uang kertas rupiah dari dompet, pernahkan terbersit bagaimana uang tersebut bisa berada di tangan kita? Proses distribusi uang menempuh proses yang panjang dan berliku. Setelah dilakukan pencetakan uang oleh PERURI, uang dikirim ke khasanah (gudang uang) di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta. Selanjutnya adalah urusan mendistribusikannya ke seluruh wilayah Indonesia, melalui Kantor Kantor Bank Indonesia di daerah. Beragam moda transportasi digunakan, baik darat (mobil dan kereta api), laut (kapal laut), dan udara (pesawat terbang) demi menjamin tersedianya uang dengan jumlah yang cukup, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di berbagai wilayah Indonesia. Setiap pengiriman uang akan dikawal oleh kasir Bank Indonesia dan petugas kepolisian. Ketika paket kiriman uang tiba di Kantor Bank Indonesia setempat, akan langsung ditempatkan di khasanah dan em di didis rib si mel l i perb m p oper si p s r e m sy r mel l i s keliling. Nah, sekarang terbayang bukan betapa berlikunya perjalanan pengedaran selembar uang PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 83

100 rupiah ke tangan kita. Butuh waktu, tenaga dan biaya. Untuk itu, mari sayangi rupiah kita, merawat dengan baik, jangan dilipat, distraples maupun dicoret. Dengan begitu, kita bisa menjadi bagian dalam penghematan ongkos cetak uang baru. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 84

101 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kegiatan ekonomi yang masih berjalan seiring dengan perbaikan perekonomian memberikan dampak pada membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Perbaikan kondisi tenaga kerja tersebut juga diindikasikan telah mendorong penurunan angka kemiskinan. Selain itu, perkembangan yang menggembirakan juga terlihat pada kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara yang mengalami perbaikan. Perbaikan ketimpangan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak mengalami perbaikan. Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari perbaikan distribusi pendapatan. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 85

102 Seiring dengan stabilnya ekonomi pada triwulan IV 2016, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara membaik. Hal tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Perbaikan kondisi tenaga kerja tersebut juga telah mendorong penurunan angka kemiskinan. Di September 2016, jumlah penduduk miskin Sumatera Utara menurun dari jiwa (10,79% terhadap total penduduk) pada September 2015 menjadi jiwa (10,27% terhadap total penduduk). Jumlah tersebut lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 10,7%. Selain itu, kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara juga mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari rasio gini yang menurun dari 0,34 di tahun 2015 menjadi 0,32 di tahun Perbaikan ketimpangan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan dimana rasio gini tahun 2016 membaik menjadi 0,27 dari 0,29 di tahun sebelumnya, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak mengalami perbaikan pada level 0,33. Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari perbaikan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 41,76% pada tahun 2015 menjadi 40,2% di tahun Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan dari 36,91% di tahun 2015 menjadi 38,57% di tahun Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah menurun dari 21,33% di tahun 2015 menjadi 21,25% di tahun Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tahun 2016 menurun menjadi 5,84% dari 6,71% di tahun 2015 (Grafik 6.1). Namun, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga menurun dari 67,28% pada tahun 2015 menjadi 65,90%. Penurunan tersebut dikarenakan penduduk usia kerja yang sebelumnya mencari pekerjaan beralih menjadi hanya mengurus rumah tangga atau lainnya. Di sisi lain, optimisme terhadap perbaikan kondisi tenaga kerja juga masih terjaga. Bedasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia, keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang mencapai indeks 98,3. Meskipun masih berada pada level pesimis, keyakinan tersebut meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat pada level 97,0. Kenaikan keyakinan tersebut ditopang oleh ekspektasi perbaikan harga komoditas global terutama CPO di tahun depan dan perbaikan perekonomian domestik seiring dengan komitmen pemerintah dalam percepatan pembangunan infrastuktur strategis. Sementara itu, keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga masih berada pada level pesimis 86,0 tetapi meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat di level 81,2. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya harga komoditas yang mendorong sektor perkebunan di Sumatera Utara kembali bergairah. 6.1 Ketenagakerjaan Seiring dengan stabilnya ekonomi pada triwulan IV 2016, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara juga relatif membaik. Kondisi tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Selain itu, hasil survei Bank Indonesia menunjukkan optimisme masyarakat masih tinggi terhadap ketersediaan lapangan kerja saat ini dan 6 bulan yang akan datang. Ribu Orang Bekerja Pengangguran TPK (%) TPAK (%) 6,600 6,400 6,200 6,000 5,800 5,600 5,400 5, ,912 5,752 6,081 5,881 5,962 5,990 Sumber: BPS Sumut Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara % KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 86

103 Sumber: Bank Indonesia Grafik 6.2 Indeks Ketersediaan Tenaga Kerja UMP Sumatera Utara di tahun 2017 mencapai Rp , tercatat meningkat sebesar 8,25% dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp Meski kenaikan upah tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya (11,5%), penetapan UMP tersebut telah menggunakan acuan PDB dan Inflasi, sehingga diharapkan akan menjaga inflasi tetap rendah dan dapat mendukung upaya penurunan tingkat kemiskinan. 6.2 Kesejahteraan Pada periode laporan, tingkat kesejahteraan Provinsi Sumatera Utara relatif membaik. Hal tersebut tercermin dari optimisme persepsi pendapatan masyarakat pada Survei Konsumen Bank Indonesia, tingkat kemiskinan yang menurun, dan ketimpangan pendapatan masyarakat yang membaik. Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia. Grafik 6.3 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Penghasilan Sejalan dengan kenaikan persepsi positif masyarakat terhadap ketersediaan tenaga kerja, keyakinan masyarakat terhadap kondisi penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan datang juga masih optimis. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan keyakinan masyarakat terhadap penghasilan saat ini masih optimis pada level 118,4. Level tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh masih tingginya tingkat inflasi yang disebabkan oleh kenaikan tariff listrik, BBM dan harga pangan. Namun demikian, ekspektasi masyarakat akan penghasilah masih optimis terutama didorong oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di tahun Grafik 6.4 Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara Selain itu, masih optimisnya persepsi penghasilan pada triwulan IV 2016 juga didorong oleh membaiknya harga komoditas terutama CPO yang meningkat signifikan dibandingkan 3 tahun terakhir. Adanya peningkatan permintaan dari sisi global seiring dengan perbaikan ekonomi dunia turut mendorong meningkatnya persepsi masyarakat akan penghasilan. Sehingga, masyarakat lebih optimis dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Masih terjaganya keyakinan masyarakat di level optimis tercermin dari perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Hal ini mengindikasikan daya beli masyarakat yang masih terjaga seiring dengan ekspektasi perbaikan ekonomi yang meningkat. Selain itu, kondisi makro ekonomi domestik yang cenderung stabil dan penguatan nilai tukar yang terus berlanjut serta aktivitas belanja pemerintah yang diharapkan meningkat di tahun depan turut menopang optimisme masyarakat. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 87

104 (9,75% terhadap total penduduk) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini juga terkonfimasi dari membaiknya Nilai Tukar Petani (NTP) dan peningkatan pendapatan masyarakat. Juta Pend. 1.6 Penduduk Miskin % Penduduk Miskin (kanan) % Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia. Grafik 6.5 Indeks Keyakinan Konsumsi 6.3 Tingkat Kemiskinan Perbaikan sektor tenaga kerja disertai dengan inflasi yang relatif rendah berdampak pada tingkat kemiskinan yang menurun. Di periode laporan, jumlah penduduk miskin Sumatera Utara menurun dari jiwa (10,79% terhadap total penduduk) di September 2015 menjadi jiwa (10,27% terhadap total penduduk) di September Jumlah tersebut lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 10,7%. Penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin tersebut ditengarai akibat penurunan tingkat pengangguran terbuka dan inflasi yang relatif terkendali. Penduduk miskin tersebut merupakan masyarakat yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan atau sebesar Rp Sementara di daerah perkotaan garis kemiskinan berada di angka Rp per kapita per bulan, sedangkan pedesaan Rp ,-. Perbaikan tingkat kemiskinan terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan, dengan penurunan yang lebih besar di wilayah pedesaan. Namun, jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera Utara masih tetap berada di pedesaan. Penduduk miskin pedesaan di September 2016 turun menjadi jiwa (10,86% terhadap total penduduk) dari jiwa (10,97% terhadap total penduduk) pada September Sementara itu, jumlah penduduk miskin perkotaan di September 2016 juga mengalami penurunan menjadi jiwa (9,69% terhadap total peduduk) dari jiwa Sumber : BPS. Juta Pend Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Grafik 6.6 Jumlah Penduduk Miskin Penduduk Miskin Kota Penduduk Miskin Desa % Penduduk Miskin Kota % Penduduk Miskin Desa Sumber : BPS. Grafik 6.7 Jumlah Penduduk Miskin Pedesaan dan Perkotaan Namun demikian, selain jumlah penduduk miskin, yang perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang tercermin dari indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Pada tahun 2016, kedua indeks tersebut relatif meningkat. P meningkat dari 1,89 di tahun 2015 menjadi 1,96, sedangkan P2 juga meningkat dari 0,52 di tahun 2015 menjadi 0,56 di tahun Peningkatan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pangeluaran penduduk miskin juga semakin melebar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep % KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 88

105 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (LHS) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (RHS) pemerintah dalam pemerataan pembangunan yang lebih berkualitas dan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif Index Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber : BPS. Grafik 6.8 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Pada tahun 2016, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama Pemerintah Pusat juga telah mencanangkan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan melalui program Rastra (Beras Sejahtera) dan pemanfaatan dana desa dari pemerintah pusat. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Daerah juga berupaya mengelola harga barang kebutuhan pokok yang dapat memicu inflasi agar selalu optimal, meningkatkan pembangunan infrastruktur dan menjaga harga jual di tingkat petani. Pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan bukan hanya berdampak pada kelancaran distribusi logistik, tetapi juga memberikan peluang positif peningkatan investasi yang kemudian berpengaruh pada peningkatan penyerapan tenaga kerja. 6.4 Ketimpangan Pendapatan Seiring dengan penurunan penduduk miskin, kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara juga mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari rasio gini yang menurun dari 0,34 di tahun 2015 menjadi 0,32 di tahun 2016 (grafik 6.7). Level tersebut juga lebih rendah dari rasio gini nasional yang mencapai 0,40. Perbaikan ketimpangan tersebut mencerminkan upaya Sumber: BPS Sumut Grafik 6.9 Perkembangan Rasio Gini Sumatera Utara Sumber: BPS Sumut (diolah) Grafik 6.10 Kurva Lorenz Sumatera Utara Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari distribusi pendapatan yang membaik. Hal tersebut terlihat dari bentuk kurva Lorenz 28 yang mendekati perfect distribution line (Grafik 6.10). Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 41,76% pada tahun 2015 menjadi 40,18% di tahun Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan dari 36,91% di tahun 2015 menjadi 38,57% di tahun Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah menurun dari 21,33% di tahun 2015 menjadi 21,25% di tahun KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 89

106 Di daerah pedesaan Sumatera Utara, ketimpangan pendapatan pada tahun 2016 membaik dibandingkan tahun Rasio gini tahun 2016 membaik menjadi 0,27 dari 0,29 di tahun sebelumnya. Selain itu, perbaikan tersebut terlihat dari kurva Lorenz yang mendekati perfect distribution. Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 39,09% pada tahun 2015 menjadi 36,53% di tahun Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 37,34% di tahun 2015 menjadi 40,19% di tahun Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah sedikit menurun dari 23,57% di tahun 2015 menjadi 23,28% di tahun Sehingga dengan demikian, distribusi pendapatan di daerah pedesaan dikuasai oleh middle income. Hal tersebut mencerminkan perbaikan pendapatan bagi penduduk kelas menengah pedesaan yang dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas global. Sementara di daerah perkotaan, ketimpangan pendapatan pada tahun 2016 tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2015 yaitu tetap sebesar 0,33. Selain itu, distribusi pendapatan juga tidak mengalami perbaikan yang berarti, terlihat dari tidak berubahnya jarak kurva Lorenz terhadap perfect distribution. Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 42,42% pada tahun 2015 menjadi 41,36% di tahun Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan dari 36,52% di tahun 2015 menjadi 38,84% di tahun Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah menurun dari 21,06% menjadi 19,80% di tahun Sumber: BPS Sumut Grafik 6.13 Distribusi Pendapatan Perkotaan Sumber: BPS Sumut Grafik 6.12 Distribusi Pendapatan Pedesaan Sumber: BPS Sumut (Diolah) Grafik 6.11 Kurva Lorenz Pedesaan Sumatera Utara Ketimpangan distribusi pendapatan masih sangat terlihat khususnya di daerah perkotaan. Hal tersebut tercermin dari distribusi pendapatan yang sangat tidak merata dimana sekitar 80% distribusi pendapatan dinikmati oleh masyarakat berpendapatan menengah dan atas atau sekitar 60% dari total penduduk. Sementara masyarakat berpendapatan rendah atau 40% dari total penduduk hanya mendapat share 20% pendapatan perkotaan. Ketidakmerataan tersebut sejalan dengan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) yang semakin melebar. Terkait dengan distribusi pendapatan sebagaimana diulas di atas, perbaikan aspek pemerataan (equity) dalam distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan intervensi langsung untuk pembangunan modal manusia. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 90

107 Hal ini memerlukan peran aktif pemerintah dalam menjamin penduduk untuk dapat mengakses kebutuhan paling mendasar agar mampu mengembangkan potensinya. Sumber: BPS Sumut (Diolah) Grafik 6.14 Kurva Lorenz Pedesaan Sumatera Utara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, IPM Sumatera Utara mencapai 69,51, meningkat dibandingkan dengan 2015 sebesar 68,87. Level IPM Sumatera Utara tersebut termasuk ke dalam kategori menengah ke atas tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain seperti Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau yang berada pada level masingmasing 73,75 dan 70,84. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan kualitas pengembangan manusia mutlak diperlukan, sehingga jurang kesenjangan antara kaya dan miskin dapat dipersempit. Kebijakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan, kesehatan dan pendapatan merupakan harga mati bagi kesejahteraan yang merata. 6.5 Nilai Tukar Petani Kesejahteraan petani di akhir 2016 menunjukkan perbaikan dan kembali ke level optimis. Nilai tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2016 tercatat 101,6, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya berada pada level pesimis 99,7. Level NTP tersebut berada di atas level indikatif kesejahteraan (NTP=100) di tengah melambatnya pertumbuhan sektor pertanian di triwulan laporan. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh kenaikan NTP pertanian tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan budidaya. Sementara NTP perternakan dan perikanan mengalami penurunan. NTP tanaman perkebunan rakyat meningkat cukup tinggi dari 95,3 pada triwulan sebelumnya menjadi 99,5 atau mendekati level indikatif kesejahteraan. Kenaikan NTP tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan harga jual TBS sawit dan karet. Sementara itu, NTP perikanan justru mengalami penurunan dari 104,4 di triwulan sebelumnya menjadi 102,3. Penurunan tersebut diduga karena penurunan omset nelayan akibat menurunnya intensitas penangkapan ikan oleh nelayan karena terkendala cuaca yang buruk. Selain itu terjadi peningkatan biaya produksi seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar solar. Tabel 6.1 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani 2016 I II III IV Tanaman Pangan Holtikultura Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan Perikanan Perikanan Budidaya NTP Sumber: BPS KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 91

108 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 92

109 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perekonomian pada triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,3-5,7% (yoy). Pertumbuhan perekonomian pada triwulan dimaksud diperkirakan bersumber dari kuatnya permintaan domestik dan adanya perbaikan dari sisi eksternal meski masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan diriingi oleh peningkatan tekanan inflasi seiring dengan meningkatnya permintaan sesuai pola musiman ditengah terbatasnya pasokan bahan pangan. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%. Perbaikan didorong oleh membaiknya permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), atau menurun dibandingkan tahun Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal. Sementara itu, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari inflasi administered prices. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 93

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA November 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Agustus 2017 VISI DAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA MEI 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA Agustus 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali gan a Pul Februari 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI FebruarI 2017 Untuk informasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date]

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date] Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten OKI;Andayani [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KATEGORI Konsumsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 211 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan ii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% SURVEI PERBANKAN Y jg brg dia TRIWULAN I-2015 PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat.

Lebih terperinci