2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima

dokumen-dokumen yang mirip
MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA

OSN 2014 Matematika SMA/MA

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya

SOLUSI BAGIAN PERTAMA

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN

KARAKTERISTIK POHON FUZZY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

3. Sebaran Peluang Diskrit

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS)

BILANGAN. Bilangan Satu Bilangan Prima Bilangan Komposit. Bilangan Asli

BAB 3 RUANG BERNORM-2

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

Formula Penyederhanaan Penjumlahan Angka Berurutan (Formula Simplification of Sequential Numbers Addition)

Bilangan Bulat. Modul 1 PENDAHULUAN

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR 1

( ) terdapat sedemikian sehingga

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

MAT. 12. Barisan dan Deret

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB III METODE SCHNABEL

BILANGAN DAN KETERBAGIAN BILANGAN BULAT

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

Agar Xn berperilaku acak yang dapat dipertanggungjawabkan :

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB)

Sah Tidaknya Sidik Ragam. Data Bermasalah. Data Bermasalah PERANCANGAN PERCOBAAN (DATA BERMASALAH)

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

NOTASI SIGMA. Lambang inilah yang disebut sebagai SIGMA, but please remove. the exaggerated flower around it! Hahaha...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem

BAB II LANDASAN TEORI

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming

Metoda Pembuktian: Induksi Matematika

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Jonckheere Terpstra dan Modifikasinya Ridha Ferdhiana 1 Statistics Peer Group

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

UJI BARTLETT. Elty Sarvia, ST., MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung. Scheffe Multiple Contrast Procedure

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.

PERTEMUAN 02 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

BAB V PENALARAN. Untuk mengatasi ketidakpastian maka digunakan penalaran statistik.

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak

Solusi Pengayaan Matematika Edisi 16 April Pekan Ke-4, 2005 Nomor Soal:

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER

CATATAN KULIAH RISET OPERASIONAL

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak

IDEAL FUZZY NEAR-RING. Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB II KONSEP DAN DEFINISI

Proses Keputusan Markovian

A. B. C. D. Jika diberikan, maka nilai terbesar dari adalah A B. C. D.

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV

Makalah Seminar Tugas Akhir

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

Transkripsi:

BAB 2 BILANGAN PRIMA 2.1 Bilangan prima dan fatorisasi prima Definisi 2.1.1. Bilangan bulat p > 1 diataan prima jia ia hanya mempunyai pembagi p dan 1. Dengan ata lain bilangan prima tida mempunyai pembagi selain dari 1 dan dirinya sendiri. Berdasaran definisi ini, 1 buanlah bilangan prima. Bilangan prima terecil adalah 2 yang merupaan bilangan genap. Sedangan bilangan prima lainnya, seperti 3, 5, 7, 11, semuanya bilangan ganjil. Ingat, sebalinya bilangan ganjil belum tentu prima; misalnya 9 ganjil tapi buan prima. Bilangan buan prima seperti 4, 6, 8, 9, disebut bilangan omposit. Bila n omposit maa ia dapat dinyataan sebagai n = ab dimana a, b Z, 1 < a < n, 1 < b < n. Teorema 2.1.1. Misalan p prima dan a, b bilangan bulat sebarang. Maa berlau pernyataan beriut: (i) p membagi a, atau alau tida, a dan p oprima. (ii) jia p membagi ab maa p membagi a atau p membagi b. Buti. (i) Diperhatian gcd(a, p) haruslah pembagi positif p, jadi ia mesti 1 atau p. Untu asus gcd(a, p) = p maa disimpulan p membagi a. Kalau tida maa gcd(a, p) = 1, ini berarti a dan p oprima. (ii) Bila p tida membagi a maa haruslah gcd(a, p) = 1. Dengan identitas Bezout, terdapat u, v Z sehingga 1 = au + pv. Jadi, b = aub + pvb dan arena p b maa p aub ; dan juga jelas bahwa p pvb. Karena itu disimpulan p b := aub + pvb. Diperhatian bahwa p prima pada teorema ini merupaan syarat perlu agar teorema ini berlau. Bila p tida prima, pernyataan pada teorema ini dapat saja salah. Misalan ambil a = 6, b = 10 dan p = 4. Disini p ab tetapi p tida membagi a dan tida membagi b. 1

Teori Bilangan by J.Hernadi 2 Aibat 2.1.1. Jia p prima dan p membagi a 1 a n maa p membagi a i untu suatu i, 1 i n. Buti. Dibutian dengan indusi matematia. Untu n=1, berarti p a 1 maa secara otomatis p a 1. Andaian berlau untu n =, yaitu jia p a 1 a maa p a i untu suatu 1 i. Untu n = + 1, tulis a = a 1 a dan b = a +1. Berdasaran Teorema 2.1.1(ii), p a atau p b. Bila asus p a terjadi maa berdasaran hipotesis p a i untu suatu 1 i. Bila asus p b terjadi maa p a +1. Jadi p a i untu suatu 1 i + 1. Ini berarti berlau untu n = + 1. Aibat 2.1.2. Jia p, q 1, q 2 semuanya bilangan prima dan p q 1 q n maa p = q untu suatu, 0 n. Berangat dari hasil ini ita aan sampai pada hasil utama topi ini yaitu Teorema Fundamental Aritmatia (TFA) beriut. Teorema 2.1.2 (Teorema Fundamental Aritmatia). Setiap bilangan bulat n > 1 dapat disajian sebagai peralian bilangan prima berpangat, yaitu n = p e 1 1 p e, dimana p 1,, p bilangan prima berbeda dan e 1,, e bilangan bulat positif. Selanjutnya, representasi ini tunggal terlepas dari permutasi fator-fatornya. Sebelum dibutian, perhatian ilustrasi beriut: 200 = 2 3 5 2 = 5 2 2 3. Teorema ini mengataan bahwa bilangan prima merupaan balo-balo pembangun (building blocs) bilangan bulat. Inilah alasan mengapa bilangan prima sangat penting pada teori bilangan dan apliasinya. Buti. Dibutian dengan prinsip indusi uat. Untu n = 2, dapat ditulis n = 2 1 yaitu p 1 = 2 dan e 1 = 1. Andai teorema berlau untu semua bilangan bulat m, 1 < m < n yaitu m dapat disajian sebagai peralian bilangan-bilangan prima berpangat. Searang untu bilangan n, bila n prima maa n = n 1, beres. Tapi bila n omposit maa dapat ditulis n = ab dengan 1 < a, b < n. Karena berdasaran hipotesis a dan b dapat disajian sebagai peralian bilangan-bilangan prima berpangat, maa begitu juga dengan n. Terbuti bahwa setiap bilangan n > 1 dapat disajian sebagai peralian bilangan prima berpangat. Selanjutnya dibutian bahwa representasi ini tunggal. Misalan ada dua representasi beriut: n = p 1 p m = q 1 q t. (*) Disini terdapat emunginan fator prima yang sama dan dapat disusun ulang secara terurut sehingga p 1 p 2 p m dan q 1 q t, m t. (**)

Teori Bilangan by J.Hernadi 3 Karena p 1 n maa berdasaran Aibat 2.1.1 p 1 q j untu suatu j = 1,, t. Diarenaan urutan (**) maa diperoleh p 1 q 1 dan q 1 p 1, sehingga diperoleh p 1 = q 1. Selanjutnya, edua ruas (*) diansel p 1 dan q 1 diperoleh bentu p 2 p m = q 2 q t. Argumen yang sama, diperoleh p 2 = q 2 dan p 3 p m = q 3 q t. Bila cara ini diterusan dan seandainya m < t maa diperoleh bentu terahir 1 = q m+1 q t, dan hal ini tidalah mungin (ontradisi) arena q j > 1. Jadi haruslah m = t dan p 1 = q 1, p 2 = q 2,, p m = q m. Terbuti representasi ini tunggal. Contoh 2.1.1. 360 = 2 3 3 2 5, 4725 = 3 3 5 2 7, 17460 = 2 3 3 2 5 72. Kita dapat menggunaan TFA untu menyajian peralian, pembagian, pangat, gcd dan lcm dua bilangan bulat dalam bentu peralian bilanganbilangan prima berpangat. Misalan maa berlau a = p e 1 1 p e dan b = p f 1 1 p f, e i, f i 0 ab = p e 1+f 1 1 p e +f a/b = p e 1 f 1 1 p e f (asalan b a) a m = p me 1 1 p me gcd(a, b) = p min{e 1,f 1 } 1 p min{e,f } lcm(a, b) = p max{e 1,f 1 } 1 p max{e,f }. Contoh 2.1.2. Misalan a = 132 dan b = 400. Tentuan gcd dan lcm dari a dan b? Penyelesaian. Dengan menggunaan diagram pohon, anda dengan mudah mendapatan fatorisasi beriut: 132 = 2 2 3 11 dan 400 = 2 4 5 2. Agar bentunya ompatibel tulis dalam bentu: Sehingga diperoleh 132 = 2 2 3 5 0 11 dan 400 = 2 4 3 0 5 2 11 0. gcd(132, 400) = 2 min{2,4} 3 min{1,0} 5 min{0,2} 11 min{1,0} = 2 2 3 0 5 0 11 0 = 4 lcm(132, 400) = 2 max{2,4} 3 max{1,0} 5 max{0,2} 11 max{1,0} = 2 4 3 1 5 2 11 1 = 13200

Teori Bilangan by J.Hernadi 4 Latihan 2.1.1. Dengan menggunaan TFA, temuan gcd dari (132,1995), (400,1995) dan (132,400,1995). Bilangan bulat n diataan bilangan uadrat sempurna jia ada bilangan bulat m sehingga n = m 2. Contoh bilangan uadrat sempurna: 4, 9, 16. Bilangan 24 dan 54 tida ada yang uadarat sempurna tetapi hasil alinya 24 54 = 36 2 merupaan bilangan uadrat sempurna. Teorema 2.1.3. Bila m buan bilangan uadrat sempurna maa m bilangan irrasional. Penyelesaian. Dibutian ontraposisinya, yaitu jia m rasional maa m uadrat sempurna. Karena m rasional maa dapat ditulis m = a b dimana a dan b bulat positif. Kemudian diuadratan, diperoleh: m = a2 b 2. Misalan a dan b mempunyai fatorisasi prima sebagai beriut: maa berlau a = p e 1 1 p e dan b = p f 1 1 p f, e i, f i 0 m = a2 b = p2e1 1 p 2e = 2 p 2f 1 1 p 2f Ini berarti m bilangan uadrat sempurna. ( ) 2 p e 1 f 1 1 p e f. Contoh 2.1.3. Dengan Teorema ini ita memperoleh bahwa 2, 3, 6 bilangan irrasional. Latihan 2.1.2. Jia m dan n bilangan bulat positif, tentuan syarat agar m 1 n rasional. Petunju: perhatian ilustrasi beriut: adaah n bulat yang membuat 1 1 n, 2 1 n, 3 1 n, 7 1 n, 8 1 n, 9 1 n rasional. Ingat bilangan bulat juga bilangan rasional. 2.2 Distribusi bilangan prima Mungin muncul dibena ita pertanyaan beriut: apaah ada bilangan prima terbesar dan alau ada berapa bilangan prima tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan ini aan terjawab melalui teorema beriut. Teorema 2.2.1. Terdapat taberhingga banya bilangan prima. Buti. Buti dengan ontradisi. Andai hanya terdapat berhingga banya bilangan prima, ataan merea adalah p 1, p 2,, p. Misalan m = (p 1 p ) + 1.

Teori Bilangan by J.Hernadi 5 Karena m > 1 maa berdasaran TFA maa m dapat dibagi oleh suatu bilangan prima, ataan bilangan prima tersebut p. Ini berarti p haruslah salah satu dari p 1, p 2,, p. Jadi diperoleh: p p 1 p, dan p m p m p 1 p = 1. Hal ini ontradisi arena p > 1 sehingga p 1 tidalah mungin. Dengan demiian ita dapat memastian bahwa tida ada bilangan prima terbesar. Beberapa bilangan prima terurut adalah p 1 = 2, p 2 = 3, p 3 = 5, p 4 = 7. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pola distribusi bilangan prima? Lebih spesifinya, ada berapa banya bilangan prima yang urang dari 10, antara 1 dan 1000, antara 1001 dan 2000, antara 2001 dan 3000, dan seterusnya? Aibat 2.2.1. Bila p n bilangan prima e-n maa ia memenuhi p n 2 2n 1 untu semua n 1. Buti. Butian dengan indusi matematia. Sesungguhnya estimasi ini terlalu lemah. Misalnya,untu n = 4 diperoleh 2 23 = 256 tetapi p 4 = 7, jadi masih terlalu lebar. Untu suatu bilangan real x, misalan π(x) menyataan banyanya bilangan prima yang urang dari atau sama dengan x. Misalnya π(1) = 0 arena tida ada bilangan prima yang dimasud, π(5) = π(5.5) = 3 arena bilangan prima yang dimasud adalah 2, 3, 5. Beraitan dengan aibat di atas, berlau estimasi beriut: π(x) lg lg x + 1 dimana lg x := 2 log x. Seali lagi estimasi ini terlalu longgar. Sebagai ilustrasi, untu x = 10 9 maa lg lg x +1 = 5 tetapi enyataannya banya bilangan prima yang urang dari 10 9 sangat banya, diperiraan 5 10 7. Gauss pada tahun 1793 memberian onjetur sebagai beriut: Ini berarti berlau π(x) π(x) x ln x x 2 dt ln t atau π(x) x 1, untu x. ln x. Konjetur ini ahirnya dibutian oleh Hadamard dan de la Valée Poussin pada tahun 1896. Dapat juga dinyataan bahwa perbandingan π(x) x 1 ln x 0. Dengan menggunaan pola ini maa dapat disimpulan bahwa distribusi bilangan prima semain lama semain jarang. Misalnya ada 168 prima diantara 1 dan 1000, ada 135 prima diantara 1001 dan 2000, emudian ada 127 prima diantara 2001 dan 3000, dan seterusnya. Coba perisa! Latihan 2.2.1. Temuan cara untu mendapatan semua bilangan prima diantara 1 dan 100.

Teori Bilangan by J.Hernadi 6 2.3 Bilangan Fermat dan prima Mersenne Diperhatian bilangan prima 3, 5, 7, 17, 31,,. Bilangan prima ini mempunyai bentu 2 n ± 1, ataan 3 = 2 2 1, 5 = 2 2 + 1, 7 = 2 3 1 dan lain-lain. Banya seali bilangan prima berbentu seperti ini. Tetapi tida semua bilangan dalam bentu 2 n ± 1 merupaan bilangan prima, misalnya 33 = 2 5 + 1 buan prima. Teorema 2.3.1. Jia 2 m + 1 prima maa m = 2 n untu suatu bilangan bulat n 0. Buti. Dibutian ontraposisinya. Dietahui m buan merupaan pangat dari 2. Berarti ia berbentu m = 2 n q dimana q > 1 ganjil. Ilustrasi: 7 = 2 0 7; 14 = 2 1 7; 24 = 2 4 3. Diperhatian fungsi f(t) = t q + 1 mempunyai nilai nol di t = 1, sebab q ganjil. Tegasnya, ia dapat difatoran sebagai t q + 1 = (t + 1)(t q 1 t q 2 + t q 3 t + 1). Jadi t+1 adalah salah satu fator sejati dari t q +1. Ambil t = x 2n, maa diperoleh g(x) := f(x 2n ) = ( x 2n ) q + 1 = x 2 nq + 1 = x m + 1. Dengan mengambil x = 2 ita dapatan bahwa 2 2n + 1 adalah fator sejati dari g(2) = x m + 1 sehingga x m + 1 buan prima. Bilangan F n := 2 2n + 1 disebut bilangan Fermat dan bilangan ini yang prima disebut bilangan prima Fermat. Konjetur Fermat mengataan bahwa F n prima untu setiap n > 0. Beberapa diantaranya untu n = 0, 1, 2, 3, 4 bilangan yang dimasud adalah F n = 3, 5, 17, 257, 65537 esemuanya adalah prima. Tetapi pada tahun 1732 Euler menunjuan bilangan Fermat beriutnya, yaitu F 5 = 2 25 + 1 = 4294967297 = 641 6700417 ternyata buan prima. Walaupun tida semua bilangan Fermat prima namun setiap pasang bilangan Fermat adalah oprima. Fata ini dapat digunaan sebagai buti alternatif mengenai etaberhinggaan banya bilangan prima. Latihan 2.3.1. Jia a 2 dan a m + 1 prima (misalnya 6 2 + 1 = 37) maa a genap dan m bilangan pangat dari 2. Teorema 2.3.2. Jia m > 1 dan a m 1 prima maa a = 2 dan m prima. Buti. Bilangan yang berbentu 2 p 1 dimana p prima disebut bilangan Mersenne dan bilangan ini yang prima disebut bilangan prima Mersenne, diembangan oleh ybs pada tahun 1644. Untu beberapa bilangan prima p = 2, 3, 5, 7, bilangan Mersenne yang bersesuaian adalah M p = 3, 7, 31, 127. Kelihatannya prima semua, tetapi M 11 = 2047 = 23 89 ternyata buan prima. Namun tida banya bilangan Mersenne yang prima. Pada saat itu baru ditemuan 32 buah bilangan prima Mersenne. Yang terahir ditemuan pada tahun 1996 oleh David Slowinsi and Joel Armengaud M 1257787 dan M 1398269 dengan bantuan omputer mutahir.

Teori Bilangan by J.Hernadi 7 2.4 Uji primalitas dan fatorisasi Dua pertanyaan yang semestinya muncul dibena ita beritan dengan teori yang baru saja ita bahas adalah sebagai beriut: (1) Bagaimana ita memastian suatu bilangan bulat n > 1 yang diberian adalah prima atau buan? (2) Bagaimana cara memperoleh fatorisasi prima berpangat dari bilangan bulat n? Pertanyaan (1) beraitan dengan uji primalitas, teorema beriut dapat digunaan sebagai acuan. Teorema 2.4.1. Bilangan bulat n > 1 omposit jia hanya jia ia dapat dibagi oleh bilangan prima p n. Buti. Contoh 2.4.1. 97 prima arena ia tida terbagi oleh semua prima 97, yaitu oleh 2, 3, 5 dan 7. Untu bilangan besar masih sulit mendetesi primalitasnya arena ita perlu memastian suatu bilangan bulat n dapat dibagi oleh banya bilangan prima. Untu itu diperhatian bentu desimal bilangan bulat n = a a 1 a 1 a 0 ditulis sebagai n = a 0 + a 1 10 + a 2 10 2 + + a 10, a 0, 0 a i 9. Dengan mudah dapat dipiiran bahwa 1. n habis dibagi 2 jia a 0 habis dibagi 2, yaitu a 0 = 2, 4, 6 atau 8. 2. n habis dibagi 5 jia a 0 = 0 atau 5. 3. n habis dibagi 3 jia jumlah anga-anganya habis dibagi 3, yaitu a 0 + a 1 + + a habis dibagi 3. Fata ini dapat ditunjuan dengan menggunaan formula binomial pada suu 10 i = (9+1) 1 dan diperoleh bentu 10 i = 9q+1. Coba selidii sendiri. 4. n habis dibagi 11 jia jumlahan beriut ( 1) a + ( 1) 1 a 1 + a 1 + a 0 habis dibagi 11. Fata ini dapat ditelusuri pada enyataan bahwa 10 i = (11 1) i = 11q + ( 1) i. Contoh 2.4.2. Selidiilah apaah 38203 habis dibagi 3?, apaah habis dibagi 11?

Teori Bilangan by J.Hernadi 8 Penyelesaian. Diperhatian 3 + 8 + 2 + 0 + 3 = 16, bilangan ini tida habis dibagi 3, jadi ia tida habis dibagi 3. Selanjutnya, dietahui = 4 sehingga diperoleh 3 8 + 2 0 + 3 = 0 habis dibagi 11, jadi ia habis dibagi 11. Fatanya 38203 = 11 3473. Latihan 2.4.1. Selidiilah apaah 8703585473 habis dibagi 3?, apaah habis dibagi 11? Latihan 2.4.2. Apaan bilangan beriut: 157, 221, 641, 1103 prima? Latihan 2.4.3. Temuan riteri suatu bilangan bulat habis dibagi 4, juga habis dibagi 6. Latihan 2.4.4. Fatoran 247 dan 6887. Latihan 2.4.5. Fatoran 3992003. Gunaan bantuan program omputer bila diperluan. Latihan Tambahan 1. For which primes p is p 2 + 2 also prime? 2. Show that if p > 1 and p divides (p 1)! + 1, then p is prime. 3. It has been conjectured that there are infinitely many primes of the form n 2 2. Exhibit five such primes. 4. Prove each of the assertions below: a. Any prime of the form 3n + 1 is also of the form 6m + 1. b. Each integer of the form 3n + 2 has a prime factor of this form. c. The only prime of the form n 3 1 is 7. [Hint: Write n 3 1 as (n 1)(n 2 + n + 1)]. d. The only prime p for which 3p + 1 is a perfect square is p = 5. e. The only prime of the form n 2 4 is 5. 5. If p > 5 is a prime number, show that p 2 + 2 is composite. [Hint: p taes one of the forms 6 + 1 or 6 + 5.] 6. Establish each of the following statements: a. Every integer of the form n 4 + 4, with n > 1, is composite. [Hint: Write n 4 + 4 as a product of two quadratic factors.] b If n > 4 is composite, then n divides (n1)!. c. Any integer of the form 8 n + 1, where n > 1, is composite. [Hint: (2 n + l) (2 3n + 1).]

Teori Bilangan by J.Hernadi 9 d. Each integer n > 11 can be written as the sum of two composite numbers. [Hint: If n is even, say n = 2, then n6 = 2(3); for n odd, consider the integer n 9.] 7. If p > q > 5 and p and q are both primes, prove that 24 (p 2 q 2 ). 8. Show that F 0 F 1...F n 1 = F n 2 for all n > 1. 9. Evaluate the Mersenne number M 17, and determine whether it is prime. 10. It has been conjectured that every even integer can be written as the difference of two consecutive primes in infinitely many ways. For example, 6 = 29 23 = 137 131 = 599 593 = 1019 1013. Express the integer 10 as the difference of two consecutive primes in 15 ways.