4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem"

Transkripsi

1 Dalam pembahasan terdahulu ita telah mempelajari penerapan onsep dasar probabilitas untu menggambaran sistem dengan jumlah partiel ang cuup besar (N). Pada bab ini, ita aan menggabungan antara statisti dan penerapan onsep-onsep meania untu menggambaran sistem marosopi, pengembangan lebih lanjut dari pembahasan ini ang ita namaan meania statisti. Beberapa hal ang diperluan dalam menggambaran eadaan sistem partiel adalah:. Spesifiasi eadaan sistem.. Ensamble statisti.. Postulat statisti. 4. Perhitungan probabilitas 4. Spesifiasi Keadaan dari Sebuah Sistem Dalam menentuan eadaan suatu sistem biasana aan diawali dengan mengetahui gambaran eadaan partielna ang dapat dietahui dengan tinjauan meania uantum, arena eadaan miro suatu sistem dinataan oleh eadaan uantumna. Kita telah mengenal empat bilangan uantum ang berdasaran Asas Eslusi Pauli, salah satuna adalah bilangan uantum utama ang dilambangan dengan n. Setiap eadaan uantum tertentu beraitan dengan suatu nilai tertentu, misalna bilangan uantum utama menunjuan tingatan energi dalam sistem ang emudian dienal dengan adana tingatan-tingatan energi atau energi level. Suatu sistem biasana memilii eadaan energi paling ecil, ang dalam pandangan fisia modern hal ini beraitan dengan estabilan inti (sebab dengan semain memilii eadaan energi ang paling ecil maa pengaruh inti sangat uat sehingga cenderung lebih stabil). Asas Eslusi Pauli mengataan bahwa tida ada suatu atom ang memilii bilangan uantum ang sama, artina suatu sistem biasana memilii satu nilai energi sistem tertentu. Hal ini dapat diterima dengan melihat atom atau sistem ang mematuhi prinsip tersebut. Aan tetapi satu nilai energi sistem tertentu dapat saja dimilii oleh bermacam-macam atom. Dengan ata lain, dapat saja dua 6

2 7 atom atau lebih memilii empat bilangan uantum ang sama, dan hal ini dinamaan dengan eadaan degenerasi. Mengetahui eadaan suatu sistem ta aan lepas dari informasi tentang eadaan uantum dan ahirna berhubungan dengan momen magnetina. Sebagai contoh sistem ang hana terdiri dari partiel saja, jia momen magnetina µ o, maa ada dua eadaan ang mungin muncul beraitan dengan spinna aitu spin up atau spin down. Hal ini dapat ditentuan oleh bilangan uantumna aitu +σ untu spin up atau -σ untu spin down. Begitu pula dengan momen magneti sistem, bisa berharga +µ o atau - µ o. Dan pada ahirna energi sistem E dapat saja bernilai -µ o B atau µ o B. Secara statisti dapat dilihat eadaan sistem tersebut dengan tabel adalah sebagai beriut : R σ M E B +µ o σ = + E+ = -µ o B + +µ o µ o.b - -µ o µ o.b (a) Gambar 4. (a) Tabel eadaan quantum untu partiel spin ½. (b) Diagram dua tingat energi partiel spin ½ dengan medan magnet esternal B. Bagaimana ita dapat menjelasan sebuah sistem dengan penerapan onsep fisia, mari ita tinjau contoh beriut ini.. Sistem Partiel dalam Kota Dimensi Sebagai pendahuluan dalam menentuan gambaran statisti sistem partiel maa ita tinjau eadaan ang paling sederhana aitu suatu sistem dengan partiel dalam ota dimensi. Tujuan ita adalah mendapatan gambaran untu menjelasan arateristi partiel dalam ota dimensi. (Dilauan dalam ota X=0 L Gambar 4. X=L Partiel dalam ota dimensi -µ o (b) arena dalam ota aspe dimensina justru aan memudahan perhitungan lebih lanjut walaupun dalam enataannna partiel tida selalu berada dalam ota). σ = - E _ = µ o B

3 Kota ang ditinjau adalah ota dimensi emudian setelah itu dengan melihat prinsip ang ada dalam ota dimensi, dengan mudah ita dapat menentuan partiel dalam ota dimensi. Dari sini dapat ditentuan harga fungsi energi f(e) berdasaran variabel pada sistem ang terdefinisi. Perhatian gambar 4.. Sarat batas ang diberian adalah partiel berada dalam ota dimensi, berarti partiel hana ada pada daerah L < < 0 dan tida pada batas =0 dan =L. Dengan adana pernataan dualisme gelombang ang dicetusan oleh De Broglie bahwa selain memilii sifat partiel juga memilii sifat gelombang maa eberadaan partiel dalam ota dapat dinataan dalam persamaan gelombang: 8 ψ = Asin (4.) A Jia partiel terdapat dalam ota ang panjangna L, maa sarat batas memenuhi: ψ ( ) dan = L ψ ( ) maa: 0 = A.sin (0); 0 = A.sin l (4.) dengan sarat di atas berarti A 0, maa sarat persamaan (4.) memberian nilai sin l ; ani etia sin l = sin nπ l = nπ ; n =,,, (4.) Jia menataan bilangan gelombang, maa aan diperoleh : l = nπ π L = nπ sehingga λ nπ L = (4.4) Dari persamaan (4.4) dapat dianalisis bahwa panjang ota agar ita dapat menemuan partiel ang didefinisian dalam sistem tersebut adalah L = n. ( )λ, maa L harus merupaan elipatan-elipatan dari ½ panjang gelombang. Bagaimana mendapatan persamaan energi sistem tersebut? Hal ini dapat dilauan dengan menentuan fungsi energi. Kita tinjau harga momentum ang dimilii π = λ X=0 L= ½ n λ X=L Gambar 4. Ilustrasi panjang ota D beraitan dengan λ

4 9 partiel oleh De Broglie dapat dinataan dengan h π h P = h. =. = π λ λ (4.5) Pernataan lain mengenai energi ineti partiel (jia interasi antar partiel diabaian) E = ½ mv, dalam bentu momentum energi tersebut dapat dinataan ( m. v) p ( h) dengan : E = = maa : E = m. m. m sehingga nπ h. m h n π h π E = = = n m ml ml = m h = nπ L (4.6) Terlihat pada pers. (4.6) bahwa harga E ini bergantung pada n. Penurunan harga energi ini juga dapat dilauan dengan menggunaan persamaan Schroedinger aitu dengan: Eψ = h ψ m dengan ψ = A. sin, sehingga : E = h nπ m L Jia ita menginginan suatu fungsi energi f(e), maa berdasaran pers.(4.6) dapat diambil esimpulan bahwa fungsi energi ang dimasud adalah: ml L n = = Em hπ hπ L sehingga f ( E) = n = m E (4.7) πh Pers. (4.7) menunjuan bahwa variabel n merupaan harga ang ditentuan oleh nilai E, jia variabel lainna ita anggap onstan L m, sehingga pengamatan πh ita pada sistem seperti ini sangat ditentuan oleh harga rentang energi ang diberian.. Partiel dalam ota dimensi Pembahasan ang lebih luas, sistem pada contoh di atas dapat ita embangan menjadi sitem partiel tunggal dalam ota D, aitu ang memilii panjang, lebar dan tinggi. Untu lebih jelasna perhatian gambar 4.4. Jia diinginan partiel berada dalam ota, maa sarat ang harus dipenuhi adalah : 0 < < L ; 0 < < L ; 0 < < L Fungsi gelombang ang menggambaran partiel dalam ota adalah :

5 40 Ψ = A(sin Ψ = Ψ Ψ Ψ )(sin )(sin ) (4.8) L L L Gambar 4.4 Ilustrasi partiel dalam ota D Dengan demiian sarat batas tersebut memenuhi : Ψ Ψ Ψ ; ; ; = L = L = L Ψ Ψ Ψ (4.9) maa persamaan (4.8) dapat ita turunan dengan menggunaan sarat batas tersebut: Ψ = A(sin A(sin )(sin )(sin )(sin )(sin ) ) 0, sehingga Ψ = A( 0)(0)(sin ) (4.0) Dengan menghindari solusi trivial, maa : A(sin ) 0 dan ψ = A(0)(0)(0) sehingga A 0 (4.) sehingga persamaan ini harus memenuhi hubungan : sin atau ; L sin atau ; L sin atau, L

6 4 nπ = ; L nπ = ; L nπ =. (4.) L Mengingat harga momentum p adalah suatu vetor, (4.) dimana adalah bilangan gelombang ang juga merupaan vetor dan h adalah suatu onstanta, sehingga pernataan harga momentum partiel untu ruang dimensi dapat dinataan dengan : P = h. { + } P = h +, P h E = = + m m { + }, E = h n π nπ nπ + + m L L L (4.4) Jia harga L = L = L = L, maa persamaan di atas menjadi: { n + n n } h. π E = + ml (4.5) dan mengingat n adalah indes ang berjalan (n =,,, ) ang dapat dinataan sebagai bilangan uantum. Untu menggambaran tingatan-tingatan energi, pernataan ang lebih mudah jia ita memberlauan sifat simetris pada sistem ini: n + n + n = R (4.6) Untu lebih jelasna jia tingatan energi ini digambaran dalam oordinat bola sebagai beriut: Harga volume bola pada gambar 4.5 adalah V = 4 πr Jia dipandang /8 volume bola, maa untu menentuan harga perubahan energi merupaan fungsi R atau E adalah : 4 L f ( E) = π (me) 8 hπ L f ( E) = π (me) 6 hπ (4.7)

7 4 Gambar 4.5 Ilustrasi pengembangan ruang energi E δe dimana f(e) adalah fungsi energi dari sistem satu buah partiel ang berada dalam ota tiga dimensi. Dalam menjelasan sebuah sistem ita harus memilii metode ang tepat untu mendapatan informasi tentang perubahan sistem tersebut aibat dari perubahan variabel ang dinataan dalam fungsi f(x) dengan X merupaan variabel teramati. Hal inilah dinamaan spesifiasi eadaan sistem. Sebagai latihan coba anda turunan persamaan energi untu asus Osilator harmoni dan atom hidrogen. B et 4. Ensambel Statisti Ketia ita berhubungan dengan sistem marosopi, maa ita terait dengan pengamatan variabel marosopi ang secara teni mudah ita ontrol, sehingga untu eadaan eadaan ang ita harapan, dapat ita ciptaan ondisina. Namun tida demiian dengan eadaan sistem mirosopi ang memilii variasi eadaan ang sangat beragam dan sulit untu diontrol, terutama untu pengamatan ang beraitan dengan watu. Oleh arena itu ita memerluan onsep Ensambel Statisti, dimana sistem dengan N partiel ang eadaanna beragam aan dielompoan atas dasar sifat ang sama atau hampir sama. Untu melauan hal ini ita memilii dua informasi aitu informasi tentang parameter esternal dan informasi tentang eadaan ang ita inginan. Untu lebih jelasna, perhatian sistem beriut : Informasi esternal ang diberian pada sistem ini adalah adana medan magnet luar B, sifat dari dinding ang memunginan adana interasi

8 partiel satu terhadap lainna dan sistem ang terisolasi. Adapun eadaan ang diinginan adalah energi dari sistem ang teruur aitu E=-µ o B, jia setiap partielna memilii spin ½ dengan momen magneti partiel µ o. Maa ensamble statisti ang dapat dibangun adalah memilah harga ang memunginan untu mendapatan energi gabungan sebesar E=-µ o B, sebagai beriut: Tabel 4. Pola harga moment magneti ang muncul r σ σ σ σ σ M M µ o µ o µ o 4µ o µ o 4µ o µ o 4µ o 4 Dari informasi ini ita dapat lebih mudah menentuan nilai momen magneti total dan standar deviasina untu sistem ang ita inginan. 4. Postulat Statisti Agar ita dapat memilii predisi teoritis ang tepat dalam menjelasan sebuah sistem, maa ita memerluan postulat statisti. Sebagai contoh etia ita melauan pengamatan pada sebuah sistem dengan N partiel, maa ita terait dengan eadaan pengamatan sistem berada dalam rentang variabel tertentu. Misalan sistem berada dalam rentang E E + de, ita dapat melauan pengamatan etia sistem berada dalam eadaan setimbang. Untu menggambaran sistem tersebut berada dalam eadaan setimbang ita memerluan postulat statisti sebagai beriut :. Jia dalam sistem terisolasi ditemuan harga probabilitas ang sama untu setiap eadaan, maa sistem tersebut berada dalam eadaan setimbang.. Jia dalam sistem ang terisolasi tida ditemuan harga probabilitas ang sama untu setiap eadaan, maa sistem tersebut tida berada dalam eadaan setimbang dan aan mengalami perubahan hingga esetimbangan tercapai, dimana setiap eadaanna memilii probabilitas ang sama.

9 44 Perhatian contoh beriut : B et Gambar 4.6 Ilustrasi sistem A dan A Perhatian gambar 4.6, jia sistem A memilii 8 partiel spin ½ dengan harga momen magneti patielna adalah µ o dan A memilii 6 partiel spin ½ dengan harga momen magneti partielna µ o, maa eadaan setimbang ditemuan etia jumlah partiel dalam eadaan up sama bana dengan jumlah partiel dalam eadaan down untu edua sistem A dan A dimana setiap eadaanna memilii peluang ang sama. A A 4.4 Perhitungan Probabilitas Berbicara dengan suatu eadaan pengamatan maa ita terait dengan eadaan ang menggambaran pengamatan sedang berlangsung, misal eadaan tersebut ita namaan dengan eadaan ang diiinan. Ω(E) adalah jumlah eadaan ang diiinan etia pengamatan berlangsung, aitu etia sistem ang ita amati memilii energi dalam rentang E E + de, maa untu menggambaran jumlah peluang suatu eadaan ang sedang berlangsung dapat ita nataan dengan mudah. Misal untu i pengamatan, Ω i adalah jumlah eadaan ang diiinan etia sistem memilii rentang energi dari E i E i + de i, maa peluang untu mendapatan eadaan ini adalah: Ωi P i = (4.8) Ω dengan Ω jumlah semua eadaan ang diiinan, sehingga nilai rata-rata untu parameter pada eadaan i memenuhi: n i P i i = Ω n i Ω i i (4.9)

10 4.5 Jumlah Keadaan ang Diiinan untu Sebuah Sistem Marosopi Gambar di samping adalah suatu sistem dengan N partiel. Mengingat eomplesan ang ada pada sistem ini maa ita batasi pengamatan ita pada variabel ang teruur saja. Untu memudahan mengetahui bagaimana eadaan sistem tersebut maa variabel ang teramati ini dinataan dalam fungsi energi f(e). Dalam Gb. 5.6 di atas, Ω(E) adalah jumlah eadaan ang diiinan oleh sistem ang memilii energi E E + δe. Jia f(e) adalah fungsi energi ang menggambaran jumlah eadaan ang diiinan oleh sistem ang memilii energi E, maa f(e + δe) adalah jumlah eadaan ang diiinan oleh sistem ang memilii energi (E + δe). f(e+de) f(e) E Ω(E) E+dE Gambar 4.8 Ilustrasi sistem dengan fungsi energi f(e) E 45 Dari perumusan tersebut, maa jumlah eadaan ang diiinan oleh sistem ang memilii energi E E + δe dapat ditulisan menjadi: Ω(E) = f(e + δe) - f(e) (4.0) Harga f(e) dapat diperoleh dengan melauan diferensial total : d Ω ( E) = f ( E) de de (4.) Jia harga f(e) telah diperoleh, maa searang ita menentuan eadaan ang diiinan oleh sistem terdefinisi jia sistem mengalami perubahan dari tingatan energi E E + δe aitu: df ( E) Ω( E) = δe de ƒ(e) Ω(E) Gambar 4.7 Keadaan penguuran suatu sistem dapat diwaili oleh harga Ω(E) (4.) dengan δe menunjuan perubahan secara infinitesimal, d L L ( E ) Em ; m Ω = δe Ω( E ) = δe (4.) de π hπ E

11 dengan Ω(E) adalah jumlah eadaan ang diiinan dari sistem ini dengan adana perubahan secara infinitesimal. Searang bagaimana menentuan jumlah eadaan ang diiinan dari partiel ang berada dalam ota dimensi itu?. carana adalah dengan menurunanna terhadap fungsi energi sehingga diperoleh : Ω ( E ) = d de f ( E )δe d L ( E ) Ω = π ( me ) de 6 hπ L ( E ) Ω = π ( me ) E 6 hπ δe δe 46 V Ω ( E ) = ( E ) ( me ) δe 4π (4.4) h Untu jumlah partiel ang cuup bana N, maa ita aan melihat esebandingan fungsi energi terhadap satu satuan tingat energi. Di dalam ruang energi ang memenuhi eslusi Pauli, maa satu satuan ruang energi hana dapat dimilii oleh satu partiel, sehingga fungsi energi ang memenuhi : f(e) α (e-e o ) α, dengan α~. (4.5) Dengan demiian hubungan antara energi total dan sub energi pada tingat energi dapat dinataan dengan E - E o ~ N (e-e o ). (4.6) Mengingat fungsi ini menggambaran jumlah eadaan ang diiinan ang beraitan dengan jumlah ombinasi ang diperbolehan etia sistem berada dalam suatu harga variabel, maa untu menggambaran hubungan fungsi energi terhadap fungsi energi untu satu satuan tingat energi dapat dinataan dengan: f(e) ~ [f(e)] N (4.7) Sehingga jumlah eadaan ang diiinan etia penguuran berlangsung Ω(E), memenuhi persamaan: Ω( E) = df ( E) E ~ de N[ f ( e)] df ( e) E = de f ( e) df ( e de N N ) E (4.8) Karena harga N >>, maa persamaan di atas menjadi:

12 47 Soal Latihan (4.9). Tinjau sebuah gas ideal ang mengandung N partiel monoatomi mengisi sebuah ota beruuran L, L, dan L. Diperiraan harga N memilii orde ang sama dengan bilangan Avogadro. Tunjuan bahwa jumlah eadaan ang diiinan Ω(E) untu interval E E + de memenuhi persamaan: dengan C adalah onstanta dan C V. ( ) N.E δe N V = L. L. L.. Dengan menggunaan jumlah eadaan ang diijinan pada soal nomor diatas, tentuan energi sistem sebagai fungsi dari temperature E = f(t)!. Suatu ristal dipanasan pada temperatur T, maa aan terjadi deffect Schott. Jia pada temperature tersebut terjadi n buah deffect adalah Ω(n) dan entropi sistemna adalah S =.ln Ω(n), maa : a. Jelasan apa ang dimasud dengan deffect Schott itu! b. Tentuan besarna n sebagai fungsi suhu! 4. Sebuah sistem terdiri dari N partiel dengan spin ½. Setiap partiel memilii momen magneti µ o, dan berada dalam loasi medan magnet B. Energi total sistem ini dapat dinataan dengan E = -(n-n )µ o.b, dengan n adalah jumlah partiel dalam eadaan up. Tunjuan bahwa jumlah eadaan ang diiinan untu sistem ini memenuhi (gunaan definisi E = Eµ o.b): ln Ω( E ) = N.ln( N ) df ( e) ln Ω( E) = ( N ) ln f ( e) + ln E de ( N E' )E ( N E' ) ( N + E' )E ( N + E' n n 5. Sebuah ota D (L = L = L ) diperiraan gaa ang diberian oleh moleul r etia menumbu dinding hingga bergeser sejauh L adalah: E Fr = L Butian bahwa teanan rata-rata ang dibutuhan moleul dinataan oleh: N P = C..e, V r )

13 48 dengan e adalah energi rata-rata partiel gas. 6. Untu soal nomor 5, jia gas ang mengisi ota tersebut adalah N dengan massa,5 gr ang diuur pada teanan P 6 dne/cm dengan volume liter, hitunglah: a. φ (E)! b. Ω (E) untu penambahan energi internal δe 4 erg.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi: Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan

Lebih terperinci

Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Kerangka acuan inersial dan Transformasi Lorentz Materi :

Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Kerangka acuan inersial dan Transformasi Lorentz Materi : Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Keranga auan inersial dan Transformasi Lorent Materi : Terdaat dua endeatan ang digunaan untu menelusuri aedah transformasi antara besaran besaran fisis (transformasi

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GETARAN HARMONIS K-13. A. Getaran Harmonis Sederhana

FISIKA. Kelas X GETARAN HARMONIS K-13. A. Getaran Harmonis Sederhana K-13 Kelas X FISIKA GETARAN HARMONIS TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, amu diharapan memilii emampuan sebagai beriut. 1. Memahami onsep getaran harmonis sederhana pada bandul dan pegas

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k Kumpulan soal-soal level selesi Kabupaten: 1. Sebuah heliopter berusaha menolong seorang orban banjir. Dari suatu etinggian L, heliopter ini menurunan tangga tali bagi sang orban banjir. Karena etautan,

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah: Bab 4 Deskripsi Statistik Sistem Partikel Bagaimana gambaran secara statistik dari sistem partikel? Statistik + konsep mekanika Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Sifat Dasar Neutron Neutron yang dihasilan dari reator nulir biasanya merupaan neutron berenergi rendah. Secara umum, neutron energi rendah dapat dilasifiasian dalam tiga enis yaitu

Lebih terperinci

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang LANDASAN TEORI Ruang Contoh Kejadian dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam ondisi yang sama yang hasilnya tida dapat dipredisi secara tepat tetapi ita dapat mengetahui semua emunginan hasil

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks. Soal-Jawab Fisia OSN - ( poin) Sebuah pipa silinder yang sangat besar (dengan penampang lintang berbentu lingaran berjarijari R) terleta di atas tanah. Seorang ana ingin melempar sebuah bola tenis dari

Lebih terperinci

VARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL

VARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-1 Suraarta, Otober 016 VARIASI NILAI BATAS

Lebih terperinci

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER Oleh: Supardi SEKOLAH PASCA SARJANA JURUSAN ILMU FISIKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 1 PENDAHULUAN Liquid Crystal elastomer (LCE

Lebih terperinci

Pemodelan Dan Eksperimen Untuk Menentukan Parameter Tumbukan Non Elastik Antara Benda Dengan Lantai

Pemodelan Dan Eksperimen Untuk Menentukan Parameter Tumbukan Non Elastik Antara Benda Dengan Lantai Pemodelan Dan Esperimen Untu enentuan Parameter Tumbuan Non Elasti Antara Benda Dengan Lantai Puspa onalisa,a), eda Cahya Fitriani,b), Ela Aliyani,c), Rizy aiza,d), Fii Taufi Abar 2,e) agister Pengajaran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

BAB 2 DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI SR TEORI SR TEORI. Umum Pada bab ini aan dibahas mengenai dasar-dasar serat alam, teori strutur sandwich, fenomena etidastabilan strutur ang terjadi, terutama modus overall bucling ang aan dibahas dalam

Lebih terperinci

TEORI KINETIKA REAKSI KIMIA

TEORI KINETIKA REAKSI KIMIA TORI KINTIK RKSI KII da (dua) pendeatan teoreti untu menjelasan ecepatan reasi, yaitu: () Teori tumbuan (collision theory) () Teori eadaan transisi (transition-state theory) atau teori omples atif atau

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT PADA EKOSISTEM PERAIRAN DANAU

MODEL MATEMATIKA KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT PADA EKOSISTEM PERAIRAN DANAU MDEL MATEMATIKA KNSENTRASI KSIGEN TERLARUT PADA EKSISTEM PERAIRAN DANAU Sutimin Jurusan Matematia, FMIPA Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto SH Tembalang, Semarang 5075 E-mail: su_timin@yanoo.com

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB PENDAHULUAN. Latar belaang Metode analisis yang telah dibicaraan hingga searang adalah analisis terhadap data mengenai sebuah arateristi atau atribut (jia data itu ualitatif) dan mengenai sebuah variabel,

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

BAB III. dan menghamburkan

BAB III. dan menghamburkan BAB III MODEL GELOMBANG DAN MODEL ARUS III... Model Numeri Medan Gelombang Untu dapat menggambaran ondisi pola arus di daerah pantai ang diaibatan oleh gelombang maa ita harus dapat mengetahui ondisi medan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DISKRIMINAN. analisis multivariat dengan metode dependensi (dimana hubungan antar variabel

BAB III ANALISIS DISKRIMINAN. analisis multivariat dengan metode dependensi (dimana hubungan antar variabel BAB III ANALISIS DISKRIMINAN 3.1 Pengertian Analisis Disriminan Analisis disriminan merupaan sala satu metode yang digunaan dalam analisis multivariat dengan metode dependensi (dimana ubungan antar variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Keadaan dunia usaha yang selalu berubah membutuhan langah-langah untu mengendalian egiatan usaha di suatu perusahaan. Perencanaan adalah salah satu langah yang diperluan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Ragam (Anara) Untu menguji esamaan dari beberapa nilai tengah secara sealigus diperluan sebuah teni yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

Lebih terperinci

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3

MEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3 MEKANIKA TANAH MODUL 3 HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Setor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Silus hidrologi AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012 KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB Konsep Kinetia/ Laju Reasi Laju reasi menyataan laju perubahan onsentrasi zat-zat omponen reasi setiap satuan watu: V [ M ] t Laju pengurangan onsentrasi

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia K3 Revisi Antiremed Kelas Kimia Persiapan Penilaian Ahir Semester (PAS) Ganjil Doc. Name: RK3ARKIM0PAS Version : 06- halaman 0. Untu memperoleh onsentrasi Cl - =0,0 M, maa 50 ml larutan CaCl 0,5 M harus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE)

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilauan dalam penelitian ini adalah sebagai beriut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini aan dilauan studi literatur

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN

KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN Pardi Affandi, Faisal, Yuni Yulida Abstra: Banya permasalahan yang melibatan teori sistem dan teori ontrol serta apliasinya. Beberapa referensi

Lebih terperinci

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama BB IV PENGENDLIN TERDESENTRLISSI Untu menstabilan sistem yang tida stabil, dengan syarat sistem tersebut tida mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilauan dengan memberian ompensator terdesentralisasi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disampaian beberapa pengertian dasar yang diperluan pada bab selanutnya. Selain definisi, diberian pula lemma dan teorema dengan atau tanpa buti. Untu beberapa teorema

Lebih terperinci

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming JURAL TEKIK POMITS Vol. 2, o. 2, (2013) ISS: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming Yunan Helmy Amrulloh, Rony Seto Wibowo, dan Sjamsjul

Lebih terperinci

BAB IV Solusi Numerik

BAB IV Solusi Numerik BAB IV Solusi Numeri 4. Algoritma Genetia Algoritma Genetia (AG) [2] merupaan teni pencarian stoasti yang berdasaran pada meanisme selesi alam dan prinsip penurunan genetia. Algoritma genetia ditemuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Data yang telah berhasil diumpulan oleh penulis di BB BIOGEN diperoleh hasil bobot biji edelai dengan jumlah varietas yang aan diuji terdiri dari 15

Lebih terperinci

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB)

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB) PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial biasanya digunaan untu pemodelan matematia dalam sains dan reayasa. Seringali tida terdapat selesaian analiti seingga diperluan ampiran

Lebih terperinci

001 Persamaan diferensial persamaan diferensial biasa persamaan diferensial parsial Ilustrasi (1) (2) (3) (1) (2)

001 Persamaan diferensial persamaan diferensial biasa persamaan diferensial parsial Ilustrasi (1) (2) (3) (1) (2) 00 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adala suatu persamaan yang mengaitan fungsi dan turunan atau diferensialnya Untu fungsi satu peuba pada persamaannya terlibat turunan biasa, seingga disebut

Lebih terperinci

OSN 2014 Matematika SMA/MA

OSN 2014 Matematika SMA/MA Soal 5. Suatu barisan bilangan asli a 1, a 2, a 3,... memenuhi a + a l = a m + a n untu setiap bilangan asli, l, m, n dengan l = mn. Jia m membagi n, butian bahwa a m a n. Solusi. Andaian terdapat bilangan

Lebih terperinci

AKURASI MODEL PREDIKSI METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN KOMBINASI HIDDEN NEURON DENGAN ALPHA

AKURASI MODEL PREDIKSI METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN KOMBINASI HIDDEN NEURON DENGAN ALPHA AKURASI MODEL PREDIKSI METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN KOMBINASI HIDDEN NEURON DENGAN ALPHA Aris Puji Widodo, Suhartono 2, Eo Adi Sarwoo 3, dan Zulfia Firdaus 4,2,3,4 Departemen Ilmu Komputer/Informatia,

Lebih terperinci

Vektor-vektor Yang Tegak Lurus dan Vektor-vektor Yang Paralel

Vektor-vektor Yang Tegak Lurus dan Vektor-vektor Yang Paralel Ruang Vetor Vetor-vetor Yang Tega Lurus dan Vetor-vetor Yang Paralel - Dua vetor dan saling tega lurus atau (aitu cos θ 0), ia o 0 atau ia : + + 0 - Dua vetor dan saling paralel ia omponen-omponenna sebanding

Lebih terperinci

Dalam setiap sub daerah, pilih suatu titik P k (x k, y k ) dan bentuklah jumlah :

Dalam setiap sub daerah, pilih suatu titik P k (x k, y k ) dan bentuklah jumlah : INTEGAL GANDA Integral untu ungsi satu variable ita membentu suatu partisi dari interval [ab] menjadi interval-interval ang panjangna Δ = 3.n b a d lim n n Dengan cara ang sama Kita deinisian integral

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Lup [1] Sistem endali dapat diataan sebagai hubungan antara omponen yang membentu sebuah onfigurasi sistem, yang aan menghasilan tanggapan sistem yang diharapan.

Lebih terperinci

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH REMBESAN DAN TEORI JARINGAN MODUL 4. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH REMBESAN DAN TEORI JARINGAN MODUL 4. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH MODUL 4 REMBESAN DAN TEORI JARINGAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Setor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 154 PENDAHULUAN Konsep pemaaian oefisien permeabilitas untu

Lebih terperinci

BAB III MODEL KANAL WIRELESS

BAB III MODEL KANAL WIRELESS BAB III MODEL KANAL WIRELESS Pemahaman mengenai anal wireless merupaan bagian poo dari pemahaman tentang operasi, desain dan analisis dari setiap sistem wireless secara eseluruhan, seperti pada sistem

Lebih terperinci

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR 3. Dimensi Partisi Graf Kipas (F n ) Berdasaran Proposisi dan Proposisi, semua graf G selain graf P n dan K n memilii 3 pd(g) n -. Lebih husus, graf Kipas

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Faultas Teni Informatia, Institut Tenologi Telom Jl. Teleomuniasi No.1 Bandung 40286 Telp. (022) 7564108

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR)

Makalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR) Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self uning Regulator (SR) Oleh : Muhammad Fitriyanto e-mail : D_3_N2@yahoo.com Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi

Lebih terperinci

Kurikulum 2013 Kelas 11 Kimia

Kurikulum 2013 Kelas 11 Kimia Kuriulum 03 Kelas Kimia Persiapan UAS - Latihan Soal Doc. Name: K3ARKIM0UAS Version : 06-05 halaman 0. Untu memperoleh onsentrasi Cl - = 0,0 M, maa 50 ml larutan CaCl 0,5 M harus dienceran sampai 500 ml

Lebih terperinci

ANALISA PERSAMAAN PANAS PADA PROSES STERILISASI MAKANAN KALENG. Heat Equation Analize of Canned Food Sterilization Process

ANALISA PERSAMAAN PANAS PADA PROSES STERILISASI MAKANAN KALENG. Heat Equation Analize of Canned Food Sterilization Process ANALISA PERSAMAAN PANAS PADA PROSES SERILISASI MAKANAN KALENG Heat Equation Analie of Canned Food Steriliation Process Oleh: DEDIK ARDIAN NRP 10 109 06 Dosen Pembimbing Drs. Luman Hanafi M.Sc Dra. Mardlijah

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.. Teori Chaos Penemuan chaos dimulai etia para matematisi dan fisiawan melauan analisis dari suatu sistem dinamis ang berbentu persamaan differensial dan menemuan eganjilan dalam perilauna.

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1. Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI. II.1. Pendahuluan BAB II DASAR EORI II.1. Pendahuluan Pada bab ini pertama-tama aan dijelasan secara singat apa yang dimasud dengan target tracing dalam sistem Radar. Di dalam sebuah sistem Radar ada beberapa proses yang

Lebih terperinci

Koko Martono FMIPA - ITB

Koko Martono FMIPA - ITB Koo Martono FMIPA - ITB 7 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adala suatu persamaan yang mengaitan fungsi dan turunan atau diferensialnya Untu fungsi satu peuba pada persamaannya terlibat turunan

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Oleh : Pandapotan Siagia, ST, M.Eng (Dosen tetap STIKOM Dinamia Bangsa Jambi) Abstra Sistem pengenal pola suara atau yang lebih dienal dengan

Lebih terperinci

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM 1,2 Faultas MIPA, Universitas Tanjungpura e-mail: csuhery@sisom.untan.ac.id, email: dedi.triyanto@sisom.untan.ac.id Abstract

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Pandapotan Siagian, ST, M.Eng Dosen Tetap STIKOM Dinamia Bangsa - Jambi Jalan Sudirman Theoo Jambi Abstra Sistem pengenal pola suara atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU MENGGUNAKAN METODE LINE SUCCESSIVE OVERRELAXATION (LSOR) MELALUI PENDEKATAN BEDA HINGGA DALAM BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU MENGGUNAKAN METODE LINE SUCCESSIVE OVERRELAXATION (LSOR) MELALUI PENDEKATAN BEDA HINGGA DALAM BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB QUANUM, Jurnal Inovasi Pendidian Sains, Vol., No., April 0, hlm. 53-60 53 KOMPUASI DISRIBUSI SUHU MENGGUNAKAN MEODE LINE SUCCESSIVE OVERRELAXAION (LSOR) MELALUI PENDEKAAN BEDA HINGGA DALAM BAHASA PEMROGRAMAN

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

TRY OUT UJIAN NASIONAL 2013 Mata Pelajaran : FISIKA

TRY OUT UJIAN NASIONAL 2013 Mata Pelajaran : FISIKA TRY OUT UJIN NSIONL 2013 Mata Pelajaran : FISIK 1. ndi menguur diameter sebuah lingaran dengan menggunaan janga sorong. Hasil penguurannya terlihat pada gambar. Diameter lingaran tersebut. 1,21 cm. 1,25

Lebih terperinci

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO 1 Selvia Hana, Tohap Manurung 1 Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Abstra Antrian merupaan

Lebih terperinci

SOLUSI BAGIAN PERTAMA

SOLUSI BAGIAN PERTAMA SOLUSI BAGIAN PERTAMA 1. 13.. 931 3. 4 9 4. 63 5. 3 13 13 6. 3996 7. 1 03 8. 3 + 9 9. 3 10. 4 11. 6 1. 9 13. 31 14. 383 8 15. 1764 16. 5 17. + 7 18. 51 19. 8 0. 360 1 SOLUSI BAGIAN PERTAMA Soal 1. Misalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE)

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilauan dalam penelitian ini adalah sebagai beriut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini aan dilauan studi literatur

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Watu : 1x 3x 50 Menit Pertemuan : 7 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL Sarta Meliana 1, Mashadi 2, Sri Gemawati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Keranga Pemiiran Pemerintah ahir-ahir ini sering dihadapan pada masalah persediaan pupu bersubsidi yang daya serapnya rendah dan asus elangaan di berbagai loasi di Indonesia.

Lebih terperinci

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel . Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing . DISTRIUSI INOMIL pabila sebuah oin mata uang yang memilii dua sisi bertulisan ambar () dan nga () dilempar satu ali, maa peluang untu mendapatan sisi ambar adalah,5 atau. pabila oin tersebut dilempar

Lebih terperinci

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL. Sistem Bilang Real. Fungsi dan Grafi. Limit dan Keontinuan 4. Limit Ta Hingga 5. Turunan Fungsi 6. Turunan Fungsi Trigonometri 7. Teorema Rantai 8. Turunan Tingat Tinggi 9.

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU

PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU Wahyudi 1, Adhi Susanto 2, Sasongo P. Hadi 2, Wahyu Widada 3 1 Jurusan Teni Eletro, Faultas Teni, Universitas Diponegoro, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA DUA KELOMPOK VARIABEL KUANTITATIF DALAM ANALISIS KANONIK

KORELASI ANTARA DUA KELOMPOK VARIABEL KUANTITATIF DALAM ANALISIS KANONIK Jurnal Pengaaran MIPA, Vol. 0 No. Desember 007 ISSN: -097 KORELASI ANARA DUA KELOMPOK VARIABEL KUANIAIF DALAM ANALISIS KANONIK Oleh : Dewi Rachmatin, S.Si., M.Si. Jurusan Pendidian Matematia FPMIPA Universitas

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

Totok Suwanda Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UMY Jalan Lingkar Barat Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Telp ABSTRACT

Totok Suwanda Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UMY Jalan Lingkar Barat Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Telp ABSTRACT OPTIMALISASI TEKANAN KOMPAKSI, TEMPERATUR DAN WAKTU SINTERING TERHADAP KEKERASAN DAN BERAT JENIS ALUMINIUM PADA PROSES PENCETAKAN DENGAN METALURGI SERBUK Toto Suwanda Jurusan Teni Mesin, Faultas Teni UMY

Lebih terperinci

Penentuan Konduktivitas Termal Logam Tembaga, Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan

Penentuan Konduktivitas Termal Logam Tembaga, Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan Prosiding Seminar Nasional Fisia dan Pendidian Fisia (SNFPF) Ke-6 205 30 9 Penentuan Kondutivitas Termal ogam Tembaga, Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan Dwi Astuti Universitas Indraprasta PGRI

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Relasi Dispersi Pada bagian ini aan dibahas relasi dispersi untu gelombang internal pada fluida dua-lapisan.tinjau lapisan fluida dengan ρ a dan ρ b berturut-turut merupaan

Lebih terperinci

2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima

2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima BAB 2 BILANGAN PRIMA 2.1 Bilangan prima dan fatorisasi prima Definisi 2.1.1. Bilangan bulat p > 1 diataan prima jia ia hanya mempunyai pembagi p dan 1. Dengan ata lain bilangan prima tida mempunyai pembagi

Lebih terperinci

Pendahuluan Teori Ensembel dan Ensembel Mikrokanik. Ref. Kerson Huang, Statistical Mechanics, Chap. 7

Pendahuluan Teori Ensembel dan Ensembel Mikrokanik. Ref. Kerson Huang, Statistical Mechanics, Chap. 7 Pendahuluan Teori nsembel dan nsembel Miroani Ref. Kerson Huang, Statistical Mechanics, Cha. 7 Ruang Fasa Klasi Classical Phase Sace Model : Gas dalam volum V sejumlah artiel lasi yang terbedaan. Satu

Lebih terperinci