GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH"

Transkripsi

1 GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT SUNARSIH. Generalization of the Secant Method for Solving Nonlinear Equations. Supervised by SISWANDI and BERLIAN SETIAWATY. This manuscript discusses a method for determining nonlinear equations roots from function having ( 1) th derivative which are continuous on an open interval containing the roots. The method used in this manuscript is a generalization of the Secant method. This generalization is by substituting the linear interpolation equation in the iteration equation by Secant method for the ( 1) th derivative polynomial interpolation equations. Convergence analyzing of the approximation roots sequence resulting in a degree of convergence which is greater than that of the Secant method and relatively similar to that of the Newton-Raphson method. Key Words: Nonlinear Equation Roots, Generalization of the Secant Method.

3 ABSTRAK SUNARSIH. Generalisasi Metode Tali Busur untu Menyelesaian Persamaan Ta Linear. Dibimbing oleh SISWANDI dan BERLIAN SETIAWATY. Karya ilmiah ini membahas metode penentuan aar persamaan ta linear dari fungsi yang memilii turunan e- + 1 ontinu pada interval terbua yang mengandung aar. Metode yang digunaan dalam arya ilmiah ini merupaan generalisasi dari metode Tali Busur. Generalisasi ini dilauan dengan mengganti persamaan interpolasi linear pada persamaan iterasi metode Tali Busur dengan turunan interpolasi polinomial e Analisis eonvergenan barisan hampiran aar menghasilan derajat eonvergenannya lebih besar daripada menggunaan metode Tali Busur, dan relatif sama jia menggunaan metode Newton-Raphson. Kata Kunci: Aar Persamaan Ta Linear, Generalisasi Metode Tali Busur.

4 Generalisasi Metode Tali Busur untu Menyelesaian Persamaan Ta Linear SUNARSIH G Sripsi Sebagai salah satu syarat untu memeroleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Matematia DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Linear Nama NIM : Generalisasi Metode Tali Busur untu Menyelesaian Persamaan Ta : Sunarsih : G Mengetahui Pembimbing I Pembimbing II Drs. Siswandi, M.Si. Dr. Berlian Setiawaty, MS. NIP NIP Mengetahui Ketua Departemen Matematia Dr. Berlian Setiawaty, MS. NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji dan syuur penulis panjatan atas ehadirat Allah SWT yang telah melimpahan rahmat, arunia dan hidayah-nya epada saya sebagai penulis sehingga penulis dapat menyelesaian sripsi yang berjudul Generalisasi Metode Tali Busur untu Menyelesaian Persamaan Ta Linear tepat pada watunya. Sripsi ini disusun sebagai salah satu syarat elulusan untu memeroleh gelar Sarjana Sains pada program sarjana di Departemen Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Pada esempatan ini, penulis juga ingin mengucapan terimaasih pada berbagai piha yang telah membantu, 1. Keluargau tercinta: Bapa dan ibu (terima asih atas semua doa, duungan dan asih sayangnya), Kang Wito, Muji dan Riani (terima asih atas doa dan duungannya). 2. Bapa Dr. Siswandi, M.Si. dan Ibu Dr. Berlian Setiawaty, Ms. Selau Pembimbing I dan Pembimbing II (terima asih atas semua ilmu, esabaran, motivasi dan bantuannya selama penulisan sripsi ini). 3. Ibu Dra. Nur Aliatiningtyas, MS. Selau dosen penguji, (terima asih atas semua ilmu, saran, dan motivasinya). 4. Semua dosen Departemen Matematia (terima asih atas semua ilmu yang diberian). 5. Semua staf dan aryawan di Departemen Matematia(terimaasih atas segala bantuannya). 6. Teman-temanu (Inang, Ken dedes, Kimel, Ndut, Rhe, Tha, Yus). 7. Teman-teman angatan 43: Emta, Putri, Rias, Erni, Fitria, Dandi, Copi, Slamet, Lina, Ady, Vera, Abi, NS, Leo, Nobo, Cupit, Adam, Aji, Tami, Sendi, Albrian, Ratna, Fardan, Resti, Apri, Margi, Fajar, Wira, David, Arif, Arum, Aini, Ace, Zul, Diah, sabar, Dwi, Faizal, Nurmalina, Suci, Faizul, Syahrul, Nanu, Destya, Eca, Kabil, Nia, Razon, Peli, Irsyad, Hendra, Andrew, Nidya, Subro, Agung, Gandi, Elly, SN, dan Bertrand(terima asih atas ebersamaan alian). 8. Kaa-aa elasu angatan 41 dan 42 (terima asih atas doa dan duungannya). 9. Adi-adi elasu angatan 44 dan 45 (terima asih atas doa dan duungannya). Ahir ata, semoga sripsi ini memberian manfaat untu ita semua. Penulis juga menyadari bahwa sripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga riti dan saran yang membangun sangat penulis harapan. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahan rahmat dan arunia-nya untu ita semua. Amin. Bogor, November 2011 Sunarsih

7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Peanbaru pada tanggal 10 November 1987 sebagai ana edua dari empat bersaudara, ana dari pasangan Sonimin dan Siyam. Tahun 2000 penulis lulus dari SD N 036 Sia, Peanbaru. Tahun 2003 penulis lulus MTs-Hidayatullah Sialang baru, Peanbaru. Tahun 2006 penulis lulus SMA N 1 Lubu Dalam, Peanbaru dan pada tahun yang sama penulis lulus selesi masu IPB melalui jalur ujian Beasiswa Utusan Daerah (BUD), Tingat Persiapan Bersama. Pada tahun 2007, penulis memilih jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengiuti peruliahan penulis pernah atif di IKPMR (Iatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau) Bogor di bagian divisi erohanian islam 2008/2009. Penulis juga atif sebagai panitia pada beberapa acara lain Pesta Sains Nasional 2009, Dies Natalis IKPMR 2008, 2009 dan 2010, Masa Perenalan Departemen 2008, dan Try Out Kalulus dan Pengantar Matematia 2008, 2009 dan 2010.

8 vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL.. ix DAFTAR LAMPIRAN... x I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Tujuan II LANDASAN TEORI 2.1 Aar persamaan Ta Linear Interpolasi Barisan dan eonvergenan Sifat Aar Persamaan Polinomial... 9 III PEMBAHASAN 3.1 Rumusan Masalah Metode Newton-Raphson Metode Tali Busur Generalisasi Metode Tali Busur Analisis Keonvergenan Keonvergenan Metode Newton-Raphson Keonvergenan Metode Tali Busur Keonvergenan Generalisasi Metode Tali Busur Contoh Numeri Contoh dengan Metode Newton-Raphson Contoh dengan Metode Tali Busur Contoh dengan Generalisasi Metode Tali Busur IV SIMPULAN V DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 25 vii vii

9 viii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Grafi Iterasi Metode Newton-Raphson.. 11 Gambar 2 Grafi Iterasi Metode Tali Busur. 12 viii viii

10 ix DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Selisih Terbagi Tabel 2 Ilustrasi Metode Newton-Raphson.. 19 Tabel 3 Perubahan nilai awal terhadap banyanya iterasi pada MNR. 20 Tabel 4 Ilustrasi Metode Tali Busur Tabel 5 Perubahan nilai awal terhadap banyanya iterasi pada MTB.. 21 Tabel 6 Ilustrasi Generalisasi Metode Tali Busur Tabel 7 Perubahan nilai awal terhadap banyanya iterasi pada GMTB Tabel 8Hasil perolehan aar dari fungsi f x = x e x dengan metode Newton-Raphson, metode Tali Busur dan generalisasi Metode Tali Busur ix ix

11 x DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Pembutian Teorema Lampiran 2 Program dengan Metode Newton-Rapshon Lampiran 3 Program dengan Metode Tali Busur.. 38 Lampiran 4 Program dengan Generalisasi Metode Tali Busur. 39 Lampiran 5 Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 6Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 7Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 8Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 9Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 10Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 11Program Metode Newton-Raphson dengan Nilai Awal x 0 = Lampiran 12Program Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.2 dan x 1 = Lampiran 13Program Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.3 dan x 1 = Lampiran 14Program Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.4 dan x 1 = Lampiran 15Program Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.5 dan x 1 = Lampiran 16Program Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.6 dan x 1 = Lampiran 17Program Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.7 dan x 1 = Lampiran 18Program Generalisasi Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.2 dan x 1 = Lampiran 19Program Generalisasi Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.3 dan x 1 = Lampiran 20Program Generalisasi Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.4 dan x 1 = Lampiran 21Program Generalisasi Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.5 dan x 1 = Lampiran 22Program Generalisasi Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.6 dan x 1 = Lampiran 23Program Generalisasi Metode Tali Busurdengan Nilai Awal x 0 = 0.7 dan x 1 = x x

12 xi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Salah satu masalah yang paling umum ditemui dalam bidang matematia, teni dan beberapa bidang ilmu lain adalah mencari aaraar persamaan. Terutama aar dari persamaan ta linear yang tida dapat diselesaian dengan metode analiti. Persamaan tersebut lebih efetif diselesaian dengan metode iteratif (Sahid 2005). Metode iteratif yang banya digunaan di berbagai buu adalah metode Tali Busur dan metode Newton-Raphson. Ada juga metode lain yaitu generalisasi metode Tali Busur. Secara umum semua metode pencarian aar tersebut dapat dielompoan menjadi dua golongan besar, yaitu metode tertutup dan metode terbua. Metode tertutup atau metode pengurung (braceting method) adalah metode pencarian aar yang aar-aarnya berada dalam interval a, b, dalam interval ini dipastian berisi minimal satu buah aar. Karena iterasinya selalu onvergen (menuju) e aar, sehingga metode ini selalu menemuan aar. Contoh metode ini adalah metode Bagi Dua dan metode Regular Falsi (Munir 2003). Metode terbua adalah metode pencarian aar yang tida memerluan interval yang mengapit aar, yang diperluan adalah nilai awal dan persamaan iterasi untu menghitung hampiran aar yang baru. Pada metode ini hampiran aar yang diperoleh mungin saja mendeati aar sebenarnya (onvergen) atau mungin juga menjauhinya (divergen). Contoh metode ini adalah metode Titi Tetap, metode Newton-Raphson, metode Tali Busur dan generalisasi metode Tali Busur (Munir 2003). Untu selanjutnya pembahasan pada arya ilmiah ini dibatasi untu metode terbua, yaitu metode Newton-Raphson, metode Tali Busur dan generalisasi metode Tali Busur. Metode Newton-Raphson merupaan metode pencarian aar yang paling cepat onvergen di antara metode-metode pencarian aar yang lain, namun metode ini memerluan dua iterasi fungsi, yaitu nilai fungsi dan turunannya. Sedangan metode Tali Busur adalah metode pencarian aar yang memilii eonvergenan yang relatif lambat, tetapi untu setiap iterasi hanya memerluan perhitungan fungsinya saja (Sahid 2005). Pada arya ilmiah ini aan dibahas generalisasi dari metode Tali Busur, di mana metode ini merupaan metode pencarian aar yang hanya memerluan iterasi fungsi saja dan eonvergenannya relatif cepat. 1.2 Tujuan Tujuan penulisan arya ilmiah ini adalah: 1. Menentuan aar persamaan dengan generalisasi metode Tali Busur dan menganalisis eonvergenan barisan hampiran aar yang diperoleh (Sidi 2007). 2. Membandingan ecepatan dalam memperoleh aar dengan menggunaan generalisasi metode Tali Busur dengan metode Newton-Raphson dan metode Tali Busur pada apliasi numerinya. II LANDASAN TEORI 2.1 Aar Persamaan Ta Linear Misalan f adalah suatu fungsi ontinu. Setiap bilangan α pada domain f yang memenuhi f α = 0 disebut aar persamaan f x = 0, atau disebut juga pembuat nol fungsi f. Secara singat, α sering disebut aar f(x). Definisi 1 (Derajat Aar) Misalan f dan merupaan fungsi ontinu dengan (x) 0, sedemiian sehingga f x dapat dinyataan sebagai f x = x α m x, maa α disebut aar berderajat m. Dari persamaan di atas terlihat bahwa jia α pembuat nol fungsi f berderajat m, maa f α = 0, f α = 0,, f (m 1) α = 0, f (m ) (α) 0. Jia m = 1, maa α disebut aar sederhana. Jia m > 1, maa α disebut aar ganda. Jia m = 2, maa α disebut aar dobel, dan seterusnya. (Sahid 2005) xi

13 2 Definisi 2 (Galat Hampiran) Misalan x adalah suatu nilai hampiran yang diperoleh melalui suatu metode numeri, untu nilai esa (nilai sebenarnya) x yang tida dietahui. Nilai ε x = x x disebut selisih atau galat, ε x disebut galat mutla. (Atinson & Han 2003) Definisi 3 (Derajat Keonvergenan) Misalan x 0, x 1, x 2, merupaan barisan yang onvergen e α dan misalan ε n = x n α menyataan persamaan galat hampiran e-n, yang didefinisian pada Definisi 2, dengan n = 0, 1, 2,. Jia terdapat sebuah bilangan s dan onstanta Q 0 yang mengaibatan lim ε n+1 ε n s = Q, maa s disebut derajat eonvergenan barisan tersebut dan Q disebut onstanta galat asimptoti. Untu s = 1 disebut eonvergenan linear. Untu s = 2 disebut eonvergenan uadrati, dan seterusnya. (Atinson & Han 2003) Definisi 4 (Metode Iteratif) Metode iteratif adalah suatu metode yang digunaan untu mencari solusi suatu persamaan ta linear yang dimulai dengan memilih nilai awal dan emudian berusaha memperbaii hampiran e-n yang menuju ta hingga, tetapi setiap langahnya tetap onvergen atau menuju e suatu aar tertentu. (Atinson & Han 2003) Definisi 5 (Metode Terbua) Metode terbua adalah metode pencarian aar yang tida memerluan interval yang mengapit aar, yang diperluan adalah nilai awal dan persamaan iterasi untu menghitung hampiran aar yang baru. Pada metode ini hampiran aar yang diperoleh mungin mendeati aar (onvergen), atau mungin juga menjauhinya (divergen). (Munir 2003) Contoh metode ini adalah metode Titi Tetap, metode Newton-Raphson, metode Tali Busur, dan generalisasi metode Tali Busur. Metode Newton-Raphson Metode Newton-Raphson adalah metode pencarian aar yang hampiran aarnya diperoleh dengan mencari titi potong garis singgung urva di titi x n, f x n dengan sumbu-x, dengan nilai awal x 0 diberian. Persamaan iterasi untu mendapatan hampiran e-n + 1 adalah x n+1 = x n f(x n ) f ; n = 0, 1,2,. (1) x n (Atinson & Han 2003) Metode Tali Busur Metode Tali Busur (secant method) adalah metode pencarian aar yang merupaan modifiasi dari metode Newton-Raphson. Pada metode Newton-Raphson hampiran aar yang dicari diperoleh dengan mencari titi potong garis singgung urva di titi x n, f x n dengan sumbu-x. Kemudian dimodifiasi pada metode Tali Busur di mana hampiran aarnya diperoleh dengan menggunaan tali busur yang melalui titi x n 1, f x n 1 dan x n, f x n sebagai hampiran f(x) dan mencari titi potongnya dengan sumbu-x. Persamaan iterasi pada metode Newton-Raphson yang menggunaan turunan f(x) dimodifiasi sehingga tida harus menggunaan fungsi turunannya tersebut. Persamaan iterasi untu mendapatan hampiran e-n + 1 adalah x n+1 = x n f x n ; n = 1,2,. f x n, x n 1 (Atinson & Han 2003) Definisi 6 (Deret Taylor) Misalan fungsi f memunyai turunan e n + 1 yang ontinu pada interval [a, b]. Misalan juga untu setiap x 0 [a, b]. Deret n f () x 0 (x x! 0 ) =0 disebut deret Taylor fungsi f di seitar x 0, dan dapat ditulisan f x = n =0 f () x 0! (x x 0 ). Dengan memisalan x = x 0 +, diperoleh n f () x 0 f x 0 + =.! =0 (Cheney & Kincaid 1994) 2

14 3 Definisi 7 C +1 (I) adalah himpunan semua fungsi yang memilii turunan e- + 1 ontinu pada I, di mana I adalah interval terbua. (Burden & Faires 1993) Teorema 1 (Teorema Rolle) Misalan f adalah fungsi yang ontinu pada [a, b] dan fungsi f terturunan pada (a, b). Jia f a = f b = 0, maa terdapat sebuah bilangan c (a, b), sehingga f c = 0. (Burden & Faires 1993) Buti: Terdapat tiga asus, yaitu Kasus 1: f x =, dengan onstan. Dari sini diperoleh f x = 0, sehingga bilangan c dapat diambil sembarang bilangan dalam interval (a, b). Kasus 2: f(x) > f(a), untu suatu x pada (a, b). Karena f fungsi ontinu pada a, b, maa menurut Teorema Nilai Estrim f memunyai nilai masimum pada suatu titi dalam interval [a, b]. Karena f(a) = f(b), f harus mencapai masimum pada c a, b, maa f memunyai masimum loal pada c dan arena f terturunan pada c, maa f c = 0. Kasus 3: f x < f(a) untu suatu x dalam interval terbua (a, b). Karena f fungsi ontinu pada a, b, maa menurut Teorema Nilai Estrim f memunyai nilai minimum pada suatu titi dalam interval [a, b]. Karena f(a) = f(b), f harus mencapai minimum pada c a, b, maa f memunyai minimum loal pada c dan arena f terturunan pada c, maa f c = 0. Dengan demiian Teorema 1 terbuti. 2.2 Interpolasi Definisi 8 (Interpolasi) Interpolasi adalah proses pencarian dan perhitungan nilai suatu fungsi yang grafinya melewati seumpulan titi yang diberian. Titi-titi tersebut mungin merupaan hasil esperimen dalam sebuah percobaan atau diperoleh dari sebuah fungsi yang dietahui. Fungsi interpolasi biasanya dipilih dari seelompo fungsi tertentu, salah satu fungsi yang paling banya dipaai adalah fungsi polinomial. (Atinson & Han 2003) Definisi 9 (Interpolasi Polinomial Linear) Interpolasi polinomial linear adalah interpolasi dua buah titi dengan sebuah garis lurus, misal diberian dua buah titi x 1, y 1 dan x 2, y 2, maa polinomial yang menginterpolasi edua titi itu adalah persamaan garis lurus yang berbentu p 1 x = y 1 + y 2 y 1 x x x 2 x 1. 1 (Cheney & Kincaid 1994) Definisi 10 (Selisih Terbagi) Selisih terbagi (divided difference) atau adang disebut daftar selisih adalah metode untu mendapatan suatu penyajian secara esplisit suatu interpolasi polinomial Newton dari data yang tertabulasi dan ditulis sebagai f x 0, x 1,, x. Selisih terbagi dari fungsi y = f(x) untu = 1,2,3,, m didefinisian sebagai beriut 1. Selisih terbagi e-nol terhadap x adalah f x = f x. 2. Selisih terbagi pertama terhadap x dan x +1 adalah f x, x +1 = f x +1 f x x +1 x. 3. Selisih terbagi edua terhadap x, x +1 dan x +2 adalah f x, x +1, x +2 = f x +2, x +1 f x +1, x x +2 x Selisih terbagi didefinisian secara reursif sebagai beriut f x, x +1,, x +n 1, x +n = f x +n, x +n 1,, x +1 f x +n 1,, x +1, x x +n x ; x x +n. (Cheney & Kincaid 1994) Teorema 2 (Sifat Simetris Selisih Terbagi) Misalan s 1, s 2,, s +1 menyataan permutasi dari indes 1,2,, + 1 suatu simpul pada selisih terbagi, maa untu sebarang indes selisih terbagi berlau f x s1, x s2,, x s+1 = f x s+1,, x s2, x s1. (Atinson & Han 2003) Buti: (dengan indusi pada + 1) 1. Basis indusi 3

15 4 Untu = 1, maa berlau f x 1, x 2 = f x 2 f x 1 x 2 x 1 = f x 2 f x 1 x 2 x 1 = f x 2 f x 1 x 2 x 1 = f x 1 f x 2 x 1 x 2 = f x 1 f x 2 x 1 x 2 = f x 2, x Hipotesis indusi Anggap benar, untu s 1, s 2,, s sebarang permutasi dari indes 1,2,, f x s1, x s2,, x s = f x s, x s2, x s1. 3. Langah indusi Aan dibutian: untu s 1, s 2,, s +1 sebarang permutasi dari indes 1,2,, + 1 berlau f x s1, x s2,, x s+1 = f x s+1, x s2, x s1. Buti: f x s1, x s2,, x s+1 = f x s+1, x s,, x s2 f x s,, x s1 = f x s 2,, x s+1 f x s1,, x s 1, x s x s+1 x s1 = f x s 1,, x s 1, x s f x s2,, x s +1 (x s1 x s +1 ) = f x s 1,, x s 1, x s f x s2,, x s+1 x s1 x s+1 = f x s+1, x s,, x s1. Berdasaran prinsip indusi matemati, maa Teorema 2 terbuti. Teorema 3 (Hubungan Selisih Terbagi dengan Turunan untu Simpul Sama) Jia didefinisian f x 1, x 1 = lim x2 x 1 f x 1,x 2 dan limitnya ada, maa berlau f x 1, x 1 = f x 1. (Atinson & Han 2003) Buti: Karena dietahui f x 1, x 1 = lim f x 1, x 2 x 2 x 1 = lim x 2 x 1 f x 2 f x 1 x 2 x 1 (arena Definisi 10) = f x 1. (menurut Definisi turunan) Dengan demiian Teorema 3 terbuti. x s+1 x s1 Teorema 4 (Interpolasi Polinomial Newton) Misalan fungsi f terdefinisi pada interval terbua I, dan misalan x n, x n 1,, x n adalah + 1 bilangan yang berlainan pada interval terbua I, maa terdapat sebuah polinomial tunggal p n, x berderajat paling tinggi yang memenuhi f x i = p n, x i ; untu i = n, n 1,, n. Interpolasi polinomial Newton ini adalah p n, x = f x n + f x n, x n 1,, x n i x x n j i=1 i 1 j =0. (2) (Sahid 2005) Buti: Interpolasi polinomial Newton dapat diperoleh secara reursif. Oleh arena itu, untu menghitung suatu nilai dengan menggunaan interpolasi polinomial berderajat perlu menghitung nilai-nilai polinomial berderajat 1,2,,. Misalan interpolasi polinomialnya ditulisan sebagai p n, x = a 1 + a 2 x x n + a 3 x x n x x n a x x n x x n 1 x x n +2 + a +1 x x n x x n 1 x x n +1, dan aan ditentuan nilai-nilai oefisien a 1, a 2, a 3,, a. Di sini berlau p n, x i = f x i untu i = n, n 1,, n. Jia x = x n disubstitusian pada persamaan interpolasi polinomial, maa semua suu pada sisi anan persamaan ecuali suu pertama bernilai nol, sehingga diperoleh p n,0 x n = a 1 = f x n. Jia x = x n 1 disubstitusian e dalam persamaan interpolasi polinomial, maa semua suu pada sisi anan ecuali dua suu pertama bernilai nol, sehingga diperoleh p n,1 x n 1 = f x n 1 = f x n + a 2 x n 1 x n 4

16 5 atau a 2 = f x n 1 f x n = f x n 1 f x n = f x x n 1 x n x n 1 x n, x n 1. n Jia x = x n 2 disubstitusian e dalam persamaan interpolasi polinomial, maa semua suu pada sisi anan ecuali tiga suu pertama bernilai nol, sehingga diperoleh f x n 2 = p n,2 x n 2 atau = f x n + f x n 1 f x n x n 1 x n x n 2 x n + a 3 x n 2 x n x n 2 x n 1 f x n 2 f x n f x n 1 f x n x x a 3 = n 1 x n 2 x n n x n 2 x n x n 2 x n 1 f x n 2 f x n f x n 1 f x n x = n 2 x n x n 1 x n. x n 2 x n 1 Untu memermudah perhitungan bentu a 3 dapat diubah menjadi f x n 2 f x n 1 f x n 1 f x n x a 3 = n 2 x n 1 x n 1 x n x n 2 x n = f x n 1, x n 2 f x n, x n 1 x n 2 x n (menurut Definisi 10) = f x n 2, x n 1 f x n 1, x n (arena Teorema 2) x n 2 x n = f x n, x n 1, x n 2 (menurut Definisi 10) dan seterusnya. Jia x = x n disubstitusian e dalam persamaan interpolasi polinomial, maa diperoleh f x n = p n, x n dengan a +1 = = f x n + f x n 1 f x n x x n 1 x n x n n f x n 2 f x n 1 x + n 2 x n 1 x n 2 x n f x n f x n f x n 1 f x n x n 1 x n f x n 1 f x n x n 1 x n + a x n x n x n x n 1 x n x n +2 + a +1 x n x n x n x n 1 x n x n +1, x n x n x n x n 1 + x n x n a 3 x n x n x n x n 1 a x n x n x n x n 1 x n x n +2. x n x n x n x n 1 x n x n +1 Jia diuraian aan diperoleh bentu a +1 = f x n, x n 1, x n 2,, x n. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu pola pada pembilang a 1, a 2, a 3 dan seterusnya sampai a +1. Pembilang-pembilang tersebut merupaan selisih terbagi fungsi f. Berdasaran Definisi 10, intrpolasi polinomial Newton ini dapat ditulisan menjadi p n, x = f x n + f x n, x n 1 x x n + f x n, x n 1, x n 2 x x n x x n x n, x n 1, x n 2,, x n x x n x x n 1 x x n +1, atau secara reursif dapat ditulisan sebagai beriut p n,0 x = f x n p n,1 x = f x n + f x n, x n 1 x x n p n,2 x = f x n + f x n, x n 1 x x n + f x n, x n 1, x n 2 x x n x x n 1 5

17 6 p n, x = f x n + f x n, x n 1 x x n + f x n, x n 1, x n 2 x x n x x n x n, x n 1, x n 2,, x n x x n x x n 1 x x n +1. Sehingga dapat ditulisan p n, x = f x n + f x n, x n 1,, x n i x x n j. (2) i=1 Dengan demiian Teorema 4 terbuti. i 1 j =0 Aibat (Hampiran Newton) Misalan p n, adalah interpolasi polinomial Newton yang diberian oleh Teorema 4 dan digunaan untu menginterpolasian fungsi f, yaitu f x i = p n, x i ; i = n, n 1,, n. Karena f x p n, x, maa ada galat di antara eduanya, misalan E n, x yang aan memenuhi persamaan beriut f x = p n, x + E n, x. 3 (Sahid 2005) Lema 1 (Polinomial Bersifat Tunggal) Misal diberian himpunan titi-titi yang memunyai absis berlainan yaitu x n, f(x n ), x n 1, f(x n 1 ),, x n, f(x n ), maa terdapat tepat sebuah polinomial berderajat paling tinggi yang melalui + 1 titi tersebut. (Cheney & Kincaid 1994) Buti: Misalan p n, x adalah polinomial berderajat dan memenuhi p n, x i = f x i ; untu i = n, n 1,, n. Untu menunjuan bahwa p n, x tunggal, misalan terdapat polinomial lain, T n, (x) berderajat paling tinggi dan memenuhi T n, x i = f x i ; untu i = n, n 1,, n. Searang definisian L n, x = p n, x T n, x. Karena p n, dan T n, eduanya berderajat, maa L n, berderajat. Selanjutnya berlau L n, x i = p n, x i T n, x i = f x i f x i = 0 ; untu i = n, n 1,, n. Ini menunjuan bahwa L n, (x) memunyai + 1 aar berlainan, yani x n, x n 1,, x n, padahal L n, berderajat. Hal ini tida mungin, arena berdasaran sifat aar polinomial, polinomial berderajat hanya memunyai paling banya aar, ecuali L n, x = 0, yani L n, berupa polinomial nol. Dari sini diperoleh 0 = p n, x T n, x p n x = T n, x, atau p n, bersifat tunggal. Dengan demiian Lema 1 terbuti. Lema 2 (Galat Interpolasi pada Selisih Terbagi) Jia p n, adalah polinomial berderajat yang menginterpolasian fungsi f pada titi x n, x n 1,, x n, maa untu x yang merupaan titi lain pada interval terbua I, berlau f x p n, x = f x n, x n 1,, x n, x x x n i. (4) i=0 (Cheney & Kincaid 1994) Buti: Misalan t titi selain x n, x n 1,, x n pada interval I, di mana f t terdefinisi. Misal didefinisian q n, merupaan polinomial berderajat + 1 yang menginterpolasian fungsi f pada titi x n, x n 1,, x n, t, sehingga polinomial q n, dapat dibentu dari persamaan (2), yaitu q n, x = f x n + f x n, x n 1,, x n i x x n j i=1 +f x n, x n 1,, x n, t 1 j =0 i 1 j =0 x x n j x x n = p n, x + f x n, x n 1,, x n, t x x n i. (5) Karena q n, merupaan polinomial berderajat + 1 yang menginterpolasian fungsi f pada titi x n, x n 1,, x n, t, maa menurut Teorema 4 berlau f x i = q n, x i ; i = n, n 1,, n, t, i=0 6

18 7 dan f t = q n, t. Oleh arena itu, dari persamaan (5) diperoleh f t = p n, t + f x n, x n 1,, x n, t t x n i. i=1 Untu t = x, maa Lema 2 terbuti. Lema 3 (Galat Interpolasi) Jia p adalah polinomial berderajat yang menginterpolasian fungsi f pada + 1 titi berlainan, misal x n, x n 1,, x n dan f (+1) ontinu, maa x a, b, terdapat bilangan ξ = ξ x a, b, yang mengaibatan f x p n, x = f(+1) ξ + 1! i=0 x x n i. 7 (Cheney & Kincaid 1994) Buti: Definisian untu t x n i, i = 0,1,, w t = i=0 t x n i c(x) = f x p n, x ; w x φ t = f t p n, t cw t, c terdefinisi arena w t 0 arena t x n i. Fungsi φ memunyai + 2 pembuat nol, yaitu x n, x n 1,, x n, dan t, arena φ x n = φ x n 1 = = φ x n = φ t = 0. Fungsi φ terdiri dari fungsi-fungsi yang ontinu pada [a, b] dan memunyai turunan e Karena ada + 2 pembuat nol, maa terdapat + 1 interval yang nilai φ di titititi ujungnya sama dengan nol, maa menurut Teorema 1 pada setiap interval terdapat c i, i = 1,2,, + 1 sehingga φ c i = 0. Dengan alasan yang sama, maa φ memunyai pembuat nol, φ memunyai 1 pembuat nol, dan seterusnya. Ahirnya, dapat diataan φ (+1) t memunyai paling sediit 1 pembuat nol. Misalan t = ξ merupaan pembuat nol φ (+1) t, maa diperoleh φ +1 ξ = 0 = f ξ p n, ξ cw +1 ξ. 6 Pada persamaan di atas, p (+1) n, ξ = 0 arena p n, merupaan polinomial berderajat. Berdasaran sifat aar ; polinomial, polinomial berderajat, jia diturunan sebanya + 1 maa hasilnya nol. Perhatian juga bahwa w ξ = ξ x n i i=0 = ξ +1 + (ξ berderajat < + 1) w ξ = + 1 ξ ( ) + (ξ berderajat < ) w (2) ξ = + 1 ξ ( 1) + (ξ berderajat < 1) w +1 ξ = (1) = + 1!. Ahirnya dari persamaan (6) diperoleh f +1 ξ c + 1! = 0 f +1 ξ + 1! f x p n, x = 0 + 1! w x w x f x p n, x = f +1 ξ f x p n, x = f +1 ξ + 1! i=0 Dengan demiian Lema 3 terbuti. x x n i. (7) Lema 4 (Hubungan Selisih Terbagi dan Turunan) Jia f (+1) ontinu pada a, b dan x n, x n 1,, x n, t adalah + 2 titi pada a, b, maa ada ξ pada (a, b), yang mengaibatan f x n, x n 1,, x n, x = 1 ( + 1)! f(+1) ξ. (Cheney & Kincaid 1994) Buti: Misalan p n, adalah polinomial berderajat yang menginterpolasian fungsi f pada titi x n, x n 1,, x n. Dari Lema 2 dietahui untu x yang merupaan titi lain pada interval terbua (a, b), berlau f x p n, x = f x n, x n 1,, x n, x x x n i. i=0 Dari Lema 3 dietahui x (a, b), terdapat bilangan ξ di mana ξ x (a, b), yang mengaibatan f x p n, x = f(+1) ξ + 1! i=0 Dari persamaan di atas diperoleh x x n i. 7

19 8 f x n, x n 1,, x n, x i=0 f +1 ξ + 1! x x n i i=0 f x n, x n 1,, x n, x = f(+1) ξ + 1!. Dengan demiian Lema 4 terbuti. 2.3 Barisan dan Keonvergenan = x x n i Definisi 11 (Barisan Konvergen) Misalan x n n=0 adalah barisan bilangan real. Barisan x n n=0 onvergen e α, jia barisan tersebut memunyai limit α. (Goldberg 1976) Definisi 12 (Barisan Terbatas) Misalan X = x n n=0 adalah barisan bilangan real. Barisan x n n=0 terbatas di atas, jia wilayah X terbatas di atas dan terbatas di bawah, jia wilayah X terbatas di bawah. Jia wilayah X terbatas, maa barisan x n n=0 barisan terbatas. Barisan x n n=0 terbatas jia dan hanya jia terdapat M > 0, sehingga x n M, n N. (Goldberg 1976) Teorema 5 (Hubungan Barisan Konvergen dengan Barisan Terbatas) Jia barisan bilangan real x n n=0 onvergen, maa x n n=0 terbatas. (Goldberg 1976) Buti: Misalan x n n=0 adalah barisan onvergen dan lim x n = α. Untu ε = 1, terdapat n 0 N, sehingga x n α < 1, n n 0. x n α < x n α (sifat nilai mutla) x n < α + 1, n n 0. Misalan M = max x 1, x 2,, x n0, α + 1, maa x n < M, n N. Jadi x n n=0 terbatas. Dengan demiian Teorema 5 terbuti. Definisi 13 (Barisan Monoton) Misalan s =1 adalah barisan bilangan real, barisan s =1 ta turun, jia s s +1, N dan ta nai, jia s s +1, N. Barisan s =1 barisan monoton, jia barisan ta turun atau ta nai. s =1 ; (Goldberg 1976) Teorema 6 (Hubungan Barisan Ta Nai dan Terbatas dengan Keonvergenan) Misalan ε n n=0 adalah barisan bilangan real. Jia ε n n=0 barisan ta nai dan terbatas di bawah, maa barisan ε n n=0 onvergen. (Goldberg 1976) Buti: Misalan ε n n=0 adalah barisan ta nai dan terbatas di bawah. Misalan A = ε 0, ε 1, terbatas di bawah dan a = inf A. Aan dibutian bahwa ε n a, bila n, yaitu ε > 0, n 0 N, sehingga ε n a < ε, n n 0. Misalan diberian ε > 0, maa a + ε buan batas bawah dari A. Jadi terdapat n 0 N, sehingga ε n0 < a + ε Karena ε n n=0 adalah barisan ta nai, maa dari persamaan di atas diperoleh ε n ε n0 < a + ε, n n 0 (8) Karena a adalah batas bawah terbesar dari A, maa a ε n, n N (9) Dari persamaan (8) dan (9) diperoleh a < ε n a + ε, n n 0 ; ε n a < ε, n n 0. Jadi, lim ε n = a atau ε n n=0 onvergen e a. Dengan demiian Teorema 6 terbuti. Teorema 7 (Hubungan Barisan Ta Turun dan Terbatas dengan Keonvergenan) Misalan s =1 adalah barisan bilangan real. Jia s =1 barisan ta turun dan terbatas di atas, maa barisan s =1 onvergen. (Goldberg 1976) Buti: Misalan s =1 adalah barisan ta turun dan terbatas di atas. Misalan A = s 1, s 2, terbatas di atas dan a = sup A. Aan dibutian bahwa s a, bila, yaitu ε > 0, 0 N, sehingga s a < ε, 0. Misalan diberian ε > 0, maa a ε buan batas atas dari A. Jadi terdapat 0 N, sehingga s 0 > a ε 8

20 9 Karena s =1 adalah barisan ta turun, maa dari persamaan di atas diperoleh s s 0 > a ε, 0 (10) Karena a adalah batas atas terecil dari A, maa s a, N (11) Dari persamaan (10) dan (11) diperoleh a ε < s a, 0 ; s a < ε, 0. Jadi, lim s = a atau s =1 onvergen e a. Dengan demiian Teorema 7 terbuti. Teorema 8 (Hubungan Keontinuan dan Keonvergenan Barisan) Misalan x n n=0 adalah barisan bilangan real. Jia fungsi f ontinu di α dan x n n=0 adalah barisan yang onvergen e α, maa f x n n=0 onvergen e f α. (Goldberg 1976) Buti: Diberian ε > 0 sebarang. Karena fungsi f ontinu, maa δ > 0 sehingga 0 < x α < δ f x f α < ε. Karena lim x n = α, maa x n α < η, n n 0. Dari dua pernyataan di atas, diperoleh x n α < η f x n f α < ε. Dengan demiian Teorema 8 terbuti. Definisi 14 (Barisan Bagian) Misalan X = x n adalah barisan bilangan real, dan r 1 < r 2 < < r n < adalah barisan bilangan asli, maa barisan pada bilangan real yang diberian oleh x r1, x r2,, x rn, disebut barisan bagian dari X. (Goldberg 1976) Teorema 9 (Hubungan Keonvergenan Barisan dan Barisan Bagian) Jia barisan x n n=0 onvergen e α, maa setiap barisan bagian dari x n n=0 juga onvergen e α. (Goldberg 1976) Buti: Misalan x ni n=0 adalah barisan bagian dari x n n=0. Diberian ε > 0 sebarang. Karena x n α, maa terdapat n 0 N, sehingga x n α < ε, n n 0. Pilih indes terecil sehingga n n 0, maa dari persamaan di atas diperoleh x ni α < ε, i. Jadi, barisan x ni onvergen e α. n =0 Dengan demiian Teorema 9 terbuti. Teorema 10 (Hubungan Peralian Barisan yang Konvergen dan Terbatas) Misalan x n n=0 dan y n n=0 adalah barisan bilangan real. Jia barisan lim x n = 0, dan barisan y n n=0 terbatas, maa lim x n y n = 0. (Goldberg 1976) Buti: Diberian ε > 0 sebarang. Karena y n n=0 terbatas, maa terdapat M > 0 sehingga y n M, n N. Karena x n n=0 onvergen, maa terdapat n 0 N sehingga x n 0 ε M, n n 0. Aibatnya x n y n 0 = x n y n = x n y n ε M M = ε, n n 0. Dari sini terbuti bahwa lim x n y n = 0. Dengan demiian Teorema 10 terbuti. Definisi 15 (O. dan o. ) Simbol O. dan o. merupaan cara yang digunaan untu membandingan besarnya dua buah barisan, misalan X = x n dan Y = y n merupaan barisan bilangan real. Notasi X = O Y atau x n = O y n, dengan n, menyataan bahwa x n y n terbatas, atau M > 0 sehingga x n M y n. Notasi X = o Y atau x n = o y n, dengan n, menyataan bahwa lim x n y n = 0. Hal ini berarti x n 0 lebih cepat dari y n 0. (Bartle 1964) 2.4 Sifat-Sifat Aar Polinomial Lema 5 (Sifat Aar Polinomial) Didefinisian persamaan polinomial sebagai beriut 9

21 10 g,a s = s +1 a i=0 s i = 0, maa persamaan tersebut memunyai sebuah aar real misal s dan max 1, a < s < a + 1. (Traub 1964) Buti: (Lihat Traub 1964) Lema 6 (Aar Polinomial Bersifat Nai) Didefinisian persamaan polinomial sebagai beriut g,a s = s +1 a i=0 s i = 0. Persamaan tersebut memunyai sebuah aar real misal s, maa s 1 < s,. (Traub 1964) Buti: (Lihat Traub 1964) Lema 7 (Keonvergenan Aar Polinomial) Misalan s aar positif dari persamaan g,a s = s +1 a i=0 dan a > 1, maa berlau + 1 a + 1 < s < a + 1 dan lim s = a + 1. (Traub 1964) Buti: (Lihat Traub 1964) s i Lema 8 (Batas Aar Polinomial) Misalan s aar positif dari persamaan polinomial beriut g,a s = s +1 a i=0 dan diberian v = a + 1, maa berlau +1 a + 1 ea a + 1 < s a < a + 1 a + 1 di mana e basis logaritma natural. (Traub 1964) Buti: (Lihat Traub 1964) Teorema 11 Misalan persamaan galat didefinisian sebagai beriut ε n+1 = L s ε n i i=0 di mana s bilangan positif dan ε n 0, bila n. Misalan juga s adalah aar positif dari persamaan dan L 0, maa g,a s = s +1 a lim Buti: (Lihat Traub 1964) i=0 s i s i ε n+1 ε n s = L s 1 /. ; = 0 (Traub 1964) III PEMBAHASAN 3.1 Rumusan Masalah Dalam tulisan ini aan dicari aar dari persamaan f(x) = 0, (12) yaitu nilai x = α yang menyebaban f α = 0, dengan α merupaan aar dari persamaan tersebut. Fungsi f dari persamaan (12) yang aan ditentuan aarnya merupaan fungsi ta linear dan memenuhi syarat f C +1 I dan f α 0 (Sidi 2007). Untu menentuan aar persamaan (12) dapat digunaan metode analiti atau metode iteratif. Metode analiti adalah metode penyelesaian persamaan dengan menggunaan rumus-rumus yang sudah lazim digunaan, seperti rumus abc untu mencari aar persamaan uadrat. Tida semua fungsi dapat ditentuan aar persamaannya secara analiti. Oleh arena itu, diperluan metode iteratif di dalam memberian hampiran penyelesaian. Pada metode iteratif pencarian aar dilauan dengan prosedur-prosedur tertentu. Secara umum prosedurnya sebagai beriut. Prosedur Metode Iteratif i. Memilih nilai awal, batas toleransi T, dan masimum iterasi N. Biasanya setiap metode tida selalu sama banyanya nilai awal yang harus dipilih, misalnya metode Newton-Raphson 10

22 11 memerluan satu nilai awal x 0, dan metode Tali Busur memerluan dua nilai awal, x 0 dan x 1. Semain deat nilai awal yang dipilih dengan aar sebenarnya, maa iterasi aan semain cepat onvergen (Atinson & Han 2003). Untu memilih batas toleransi agar hampiran aar yang diperoleh sangat deat dengan aar sebenarnya, maa batas toleransi yang dipilih harus sangat ecil. ii. Melauan proses iterasi. Proses iterasi dilauan untu menghasilan barisan aar, barisan aar yang dimasud adalah hampiran-hampiran aar yang onvergen e aar sebenarnya. Selanjutnya proses iterasi dihentian jia x n+1 x n < T. iii. Analisis eonvergenan. Barisan aar yang diperoleh emudian dianalisis eonvergenannya, untu mengetahui derajat eonvergenannya. Derajat eonvergenan menunjuan ecepatan dalam menemuan aar. Jia derajat eonvergenan semain besar, maa ecepatan dalam menemuan aar aan semain bai (Burden & Faires 1993). Adapun metode-metode iteratif yang aan dibahas antara lain: metode Newton-Raphson, metode Tali Busur, dan generalisasi metode Tali Busur Metode Newton-Raphson Salah satu metode pencarian aar yang paling populer dalam menentuan aar-aar persamaan ta linear adalah metode Newton- Raphson. Metode ini paling disuai arena eonvergenannya paling cepat di antara metode lainnya (Cheney & Kincaid 1994). Metode Newton-Raphson merupaan metode pencarian aar yang hampiran aarnya diperoleh dengan mencari titi potong garis singgung urva di titi x n, f x n dengan sumbu-x. Biasanya nilai awal x 0 selalu diberian. Jia tida diberian nilai awal bisa dipilih dengan syarat, nilai f x 0 0. Hal ini disebaban arena metode Newton-Raphson menggunaan fungsi turunan untu setiap iterasinya dan tida melauan pengapitan aar. Hampiran selanjutnya x n+1 diperoleh dengan mencari titi potong garis singgung urva di titi x n, f x n dengan sumbu-x. Ilustrasi penjelasan tersebut sebagai beriut. Hampiran aar pertama x 1 diperoleh dari titi potong garis singgung di titi x 0, f x 0 dengan sumbu-x. Hampiran aar edua x 2 diperoleh dari titi potong garis singgung di titi x 1, f x 1 dengan sumbu-x. Demiian seterusnya, sampai diperoleh hampiran aar yang paling deat dengan aar sebenarnya. Ilustrasi penjelasan ini dapat dilihat pada gambar beriut. Gambar 1 Grafi Iterasi Metode Newton- Raphson. Selanjutnya aan dibahas prosedur pencarian aar dengan metode Newton- Raphson. Berdasaran prosedur pencarian aar dengan metode iteratif, diperluan nilai awal dan persamaan iterasi. Dalam memilih nilai awal pada metode ini sudah dijelasan yaitu dengan syarat untu setiap nilai awal x 0, maa nilai f x 0 0. Misalan x 0 adalah nilai awal yang diberian. Gradien garis singgung urva y = f(x) di titi x 0, f x 0 adalah f x 0, maa persamaan garis singgungnya adalah y f x 0 = f x 0 x x 0. Hampiran aar pertama x 1 diperoleh dari persamaan garis singgung pada saat y = 0. Artinya titi x 1, 0 memenuhi persamaan garis singgung, yani 0 f x 0 = f x 0 x 1 x 0 f x 0 f x 0 = x 1 x 0 x 1 = x 0 f x 0 f x. 0 Secara umum dengan cara yang sama, ahirnya diperoleh persamaan iterasi pada metode Newton-Raphson. Persamaan iterasi yang digunaan pada metode Newton-Raphson adalah x n+1 = x n f(x n ) f ; n = 0, 1,2,. x n 11

23 12 Beriut ini algoritme yang aan digunaan untu menentuan program dengan metode Newton-Raphson. Algoritme 1: Metode Newton-Raphson Input: f(x), nilai awal x 0, batas toleransi T, dan masimum iterasi N. Output: α sehingga f α = 0. Langah-langah: i. Set penghitung iterasi i = 1, ii. WHILE i N DO a. Menghitung x = x 0 f x 0 f x 0. b. IF x x 0 < T, THEN set α = x; go to STOP. c. Tambah penghitung iterasi i = i + 1 d. Set x 0 = x dan f x 0 = f x. iii. STOP Metode Tali Busur Metode Tali Busur adalah metode pencarian aar yang merupaan modifiasi dari metode Newton-Raphson. Pada metode Newton-Raphson hampiran aar diperoleh dengan mencari titi potong garis singgung urva di titi x n, f x n dengan sumbu-x. Pada metode Tali Busur hampiran aarnya diperoleh dengan menggunaan tali busur yang melalui titi x n 1, f x n 1 dan x n, f x n sebagai hampiran f(x) dan mencari titi potongnya dengan sumbu-x (Atinson & Han 2003). Persamaan iterasi metode Newton- Raphson yang menggunaan fungsi turunan f(x) dimodifiasi sehingga tida harus menggunaan fungsi turunannya. Metode Tali Busur di atas menggambaran pencarian aar jia dilihat dari grafi iterasinya, dapat dilauan dengan cara sebagai beriut. Langah pertama adalah memilih dua nilai awal x 0 dan x 1. Dari sini tari tali busur yang melewati dua titi awal x 0, f(x 0 ) dan x 1, f(x 1 ), sehingga diperoleh hampiran aar pertama, misal x 2 yang merupaan titi potong edua titi dengan sumbu-x. Hampiran aar edua, misal x 3 diperoleh dengan cara menari tali busur yang melewati dua titi x 1, f(x 1 ) dan x 2, f(x 2 ). Demiian seterusnya sampai diperoleh hampiran aar yang paling deat dengan aar sebenarnya. Ilustrasi penjelasan ini dapat dilihat pada gambar beriut Gambar 2 Grafi iterasi metode Tali Busur. Untu memeroleh persamaan iterasi dengan interpolasi linear gunaan absis titi potong tali busur dari garis lurus yang melalui titi x n, f x n dan (x n 1, f(x n 1 )) dengan sumbu-x. Karena gradien garis busur yang melalui titi tersebut adalah f x n f(x n 1), maa x n x n 1 dengan interpolasi linear diperoleh persamaan tali busurnya y f x n = f x n f(x n 1) x x x n x n. n 1 Hampiran aar diperoleh dengan mencari titi potong urva dengan sumbu-x, artinya titi (x n +1, 0) yang memenuhi persamaan di atas, sehingga diperoleh 0 f x n = f x n f(x n 1) x x n x n+1 x n, n 1 f x n x n+1 = x n = x n f x n f x x n x n 1 n 1 f(x n ) f x n f(x n 1 ) x n x n 1 = x n f(x n ) f x n 1, x n = x n f(x n ) f x n, x. n 1 Dari sini diperoleh persamaan iterasi metode Tali Busur. Cara lain untu memeroleh persamaan iterasi metode tali busur adalah melalui modifiasi persamaan iterasi metode Newton- Raphson. Menurut definisi turunan, f x dapat ditulisan f x + f(x) f x = lim, 0 untu yang sangat ecil, f x f x + f(x), 12

24 13 misalan x = x n dan = x n 1 x n, diperoleh f x n f x n 1 f(x n ) x n 1 x n = f x n 1 f x n x n 1 x n = f x n, x n 1. Dari sini diperoleh persamaan iterasi metode Tali Busur. Persamaan iterasi metode Tali Busur adalah x n +1 = x n f(x n ) f[x n, x n 1 ]. 13 Persamaan di atas diperoleh melalui dua cara, yaitu melalui interpolasi linear dan modifiasi metode Newton-Raphson. Berdasaran prosedur pencarian aar dengan metode iteratif, untu menentuan aar dengan metode ini diperluan nilai awal dan persamaan iterasi. Metode Tali Busur memerluan dua nilai awal x 0 dan x 1. Persamaan iterasi yang digunaan adalah persamaan (13). Beriut ini algoritme yang aan digunaan untu menentuan program dengan metode Tali Busur. Algoritme 2: Metode Tali Busur Input: f(x), nilai awal x 0 dan x 1, batas toleransi T, dan masimum iterasi N. Output: α sehingga f α = 0. Langah-langah: i. Set i = 2, q 0 = f x 0, q 1 = f x 1, ii. WHILE i N DO a. Menghitung x = x 1 q 1 q 1 q 0 x 1 x 0. b. IF x x 1 < T, THEN set α = x; go to STOP. c. Tambah penghitung iterasi i = i + 1 d. Set x 0 = x 1, x 1 = x, q 0 = q 1, dan q 1 = q, iii. STOP Generalisasi Metode Tali Busur Pada subbab dan telah dibahas metode Newton-Raphson dan metode Tali Busur. Metode Newton-Raphson memunyai eonvergenen yang relatif cepat untu menentuan aar, namun memerluan iterasi turunan fungsi (Sahid 2005). Dengan memodifiasi persamaan iterasi metode Newton-Raphson diperoleh metode Tali Busur yang tida harus menggunaan turunan f(x), namun metode Tali Busur ini memunyai eonvergenan yang relatif lebih lambat dibandingan metode Newton-Raphson (Sahid 2005). Oleh arena itu, diperluan metode lain untu menentuan aar yang memunyai eonvergenan mendeati metode Newton- Raphson tetapi tida harus menggunaan turunan f(x) seperti metode Tali Busur (Sidi 2007). Persamaan iterasi metode Tali Busur diperoleh dengan menggunaan interpolasi polinomial Newton untu = 1. Pada bagian ini aan dibahas generalisasi metode Tali Busur, yaitu metode pencarian aar dengan menggunaan interpolasi polinomial Newton derajat dengan > 1. Generalisasi metode Tali Busur ini tida memerluan turunan f(x), tetapi memerluan nilai awal sebanya dengan 2, dan samasama tida harus menggunaan turunan f(x) per iterasi. Selanjutnya aan dibahas penurunan persamaan iterasi metode ini. Persamaan iterasi generalisasi metode Tali Busur adalah x n+1 = x n f(x n ) ; n =, + 1,. (14) p n, (x n ) Persamaan di atas diperoleh melalui modifiasi metode Tali Busur yaitu dengan mengganti selisih terbagi pertama f x n, x n 1 dengan selisih terbagi e- dari turunan interpolasi polinomial Newton p n, dengan 2. Lema 9 (Turunan Polinomial) Misalan p n, merupaan polinomial yang menginterpolasian fungsi f pada + 1 titi, yaitu x n, x n 1,, x n, maa turunan polinomial tersebut adalah p n, x n = f x n, x n 1 i 1 + f x n, x n 1,, x n i x n x n j. i=2 j =1 Pada arya ilmiah ini hanya dibatasi sampai = 2 yaitu p n, x n = f x n, x n 1 + f x n, x n 1, x n 2 x n x n 1. Buti: Adapun penurunan persamaan (14) adalah sebagai beriut. 13

25 14 Dari Teorema 4 dietahui persamaan interpolasi polinomial Newton yang menginterpolasian fungsi f pada titi x n, x n 1,, x n adalah p n, x = f x n + f x n, x n 1,, x n i x x n j. i=1 Untu menurunan p n, (x), aan dijabaran terlebih dulu, yaitu p n, x = f x n + f x n, x n 1 x x n + f x n, x n 1, x n 2 x x n x x n 1 + f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x x n x x n 1 x x n f x n, x n 1, x n 2,, x n x x n x x n 1 x x n +2 x x n +1. Jia penjabaran persamaan tersebut diturunan aan diperoleh x = 0 + f x n, x n 1 + f x n, x n 1, x n 2 x x n + f x n, x n 1, x n 2 x x n 1 p n, +f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x x n x x n 1 + f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x x n x x n 2 +f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x x n 1 x x n 2 + +f x n, x n 1, x n 2,, x n x x n x x n 1 x x n +2 +f x n, x n 1, x n 2,, x n x x n x x n 1 x x n +3 x x n f x n, x n 1, x n 2,, x n x x n x x n 2 x x n +2 x x n +1 +f x n, x n 1, x n 2,, x n x x n 1 x x n +2 x x n +1. Misalan x = x n, sehingga diperoleh persamaan x n = f x n, x n 1 + f x n, x n 1, x n 2 x n x n + f x n, x n 1, x n 2 x n x n 1 p n, atau +f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x n x n x n x n 1 + f x n, x n 1, x n 2,x n 3 x n x n x n x n 2 +f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x n x n 1 x n x n f x n, x n 1, x n 2,, x n x n x n x n x n 1 x n x n +2 +f x n, x n 1, x n 2,, x n x n x n x n x n 1 x n x n +3 x n x n f x n, x n 1, x n 2,, x n x n x n x n x n 2 x n x n +2 x n x n +1 +f x n, x n 1, x n 2,, x n x n x n 1 x n x n +2 x n x n +1 = f x n, x n 1 + f x n, x n 1, x n 2 x n x n 1 + f x n, x n 1, x n 2, x n 3 x n x n 1 x n x n f x n, x n 1, x n 2,, x n x n x n 1 x n x n +2 x n x n +1, p n, x n = f x n, x n 1 + f x n, x n 1,, x n i x n x n j. i=2 Untu = 1 diperoleh p n, x n = f x n, x n 1 yaitu merupaan selisih terbagi pertama yang digunaan dalam metode Tali Busur. Sedangan untu 2 metode yang digunaan adalah generalisasi metode Tali Busur. i 1 j =0 i 1 j =1 Selanjutnya aan dibahas sifat-sifat selisih terbagi. Adapun sifat-sifatnya antara lain: i. Dapat ditentuan secara reursif. (berdasaran Definisi 10) ii. Simetris. Misalan s 1, s 2,, s +1 menyataan permutasi dari indes 1,2,, + 1 suatu simpul pada selisih terbagi, maa untu sebarang indes selisih terbagi berlau f x s1, x s2,, x s+1 = f x s+1,, x s2, x s1. (buti disajian pada Teorema 2) iii. Dapat dinyataan dalam turunan. Jia f ontinu pada I dan x n, x n 1,, x n adalah + 1 titi pada I, maa ada ξ pada I, yang mengaibatan 1 f x n, x n 1,, x n, x = ( + 1)! f(+1) ξ. (buti disajian pada Lema 4) Selanjutnya aan dibahas penyajian selisih terbagi. Selisih terbagi yang diperoleh pada proses iterasi e-nol, disimpan dalam tabel selisih terbagi, dapat yang emudian aan digunaan untu menentuan selisih terbagi pertama. Selisih terbagi pertama disimpan dalam tabel selisih terbagi yang emudian digunaan untu menentuan selisih terbagi edua, dan seterusnya sampai diperoleh selisih terbagi e- yang diperluan. Dengan menggunaan Definisi 10, maa dapat dibuat tabel selisih terbagi. Untu = 0 dapat dilihat pada tabel beriut. 14

26 15 Tabel 1 Selisih terbagi x 0 f 0 f 01 x 1 f 1 f 012 f 12 f 0123 x 2 f 2 f 123 f 23 f 1234 x 3 f 3 f 234 f 34 f 2345 x 4 f 4 f 345 f 45 f 3456 x 5 f 5 f 456 f 56 f 4567 x 6 f 6 f 567 f 67 x 7 f 7 Keterangan: f i,i+1,,m = f x i, x i+1,..., x m. Tabel di atas berisi nilai-nilai selisih terbagi {x 0, x 1,..., x 7 }, nilai-nilai tersebut aan digunaan untu menghitung x 8. Selain itu, pada Tabel 1 tida perlu lagi dihitung berulang-ulang dari awal setiap iterasi, yang diperluan adalah menambahan diagonal baru di bagian bawah tabel yang ada. Untu melihat hal ini, aan diberian contoh sebagai beriut: misalan = 3 dan hampiran x i, dengan i = 0, 1,..., 7 telah dihitung. Untu menghitung x 8 aan digunaan nilai-nilai yang telah diperoleh pada Tabel 1 dan dengan menggunaan persamaan (14), ahirnya diperoleh x 8 = x 7 f x 7 p 7,3 x 7 = x 7 f 67 + f 567 x 7 x 6 + f 4567 x 7 x 6 x 7 x. 5 Untu menghitung x 9 diperluan selisih terbagi dari f 8, f 78, f 678, f Komputasi pertama f 8 dengan menggunaan x 8, selisih terbagi ini dapat dihitung dari Tabel 1 melalui hubungan reursif f 7 f 78 = f 7 f 8 x 7 x 8, f 678 = f 67 f 78 x 6 x 8, f 5678 = f 567 f 678, x 5 x 8 dan ditambahan e bagian bawah Tabel 3. Untu menghitung x 8, perlu menyimpan nilai diagonal ini, dan memasuan f 7, f 67, f 567, f Nilai x 8 dan f 8 dihitung dengan menggunaan nilai-nilai f 7, f 67, f 567, f 4567 sehingga diperoleh nilai-nilai f 8, f 78, f 678, f Dengan demiian, secara umum untu menghitung x n +1 harus dihitung nilai x n dan perlu menyimpan hasil perhitungan f n, f n 1,n,,, f n,n +1,...,n 1,n dan x n, x n 1,..., x n. Selanjutnya pembahasan aan dimulai dengan prosedur pencarian aar. Prosedurnya adalah sebagai beriut. Prosedur Generalisasi Metode tali Busur 1. Memilih nilai awal, batas toleransi T, dan masimum iterasi N. Misalan x 0, x 1,..., x adalah nilai awal dengan 2, dimulai dengan memisalan x 0 dan x 1 adalah dua nilai awal yang diberian. Selanjutnya melauan proses iterasi untu = 1, dengan menggunaan persamaan (13) untu menghitung x dengan mulai dari 2, yang aan digunaan sebagai nilai awal. Pada arya ilmiah ini nilai awal hanya dibatasi untu = 2 menggunaan tiga nilai awal, x 0, x 1 dan x Melauan proses iterasi dengan persamaan (14). Iterasi dilauan sampai diperoleh hampiran aar yang paling deat dengan aar sebenarnya. Untu melihat hampiran aar yang diperoleh telah onvergen, maa dengan menggunaan batas toleransi T untu menghentian iterasi. Misalan dengan memilih batas toleransi T = 0.001, maa iterasi aan berhenti jia x n x n 1 < T. Dari sini diperoleh hampiran x n merupaan aar dari persamaan f(x) = 0. Beriut ini algoritme yang aan digunaan untu menentuan program dengan metode Tali Busur. Algoritme 3: Generalisasi Metode Tali Busur Input: f(x), nilai awal x 0 dan x 1, batas toleransi T, dan masimum iterasi N. Output: α sehingga f α = 0. Langah-langah: 15

27 16 1. Misalan q 0 = f x 0, q 1 = f x 1. Menghitung 2. Set i = 2, q 2 = f x WHILE i N DO a. Menghitung x 2 = x 1 q 1 q 1 q 0 x 1 x 0. x = x 2 f x n, x n 1 + f x n, x n 1, x n 2 x n x. n 1 b. IF x x 1 < T, THEN set α = x; go to STOP. c. Tambah penghitung iterasi i = i + 1. d. Set x 0 = x 1, x 1 = x 2 dan x 2 = x, q 0 = q 1, q 1 = q 2 dan q 1 = q, 4. STOP. q Analisis Keonvergenan Analisis eonvergenan suatu metode pencarian aar dilauan untu menentuan derajat eonvergenannya. Hal ini dilauan arena derajat eonvergenan menunjuan ecepatan dalam menemuan aar, jia derajat eonvergenan semain besar, maa ecepatannya dalam menemuan aar aan semain cepat (Burden & Faires 1993). Untu menganalisis eonvergenan dapat dilihat dari persamaan galat hampirannya. Hal ini disebaban arena galat berhubungan dengan seberapa deat aar hampiran terhadap aar sebenarnya. Semain ecil galatnya, maa semain teliti solusi yang diperoleh (Atinson & Han 2003) Keonvergenan Metode Newton- Raphson Misalan x 0, x 1,, x n+1 merupaan hampiran-hampiran aar yang diperoleh melalui iterasi berturut-turut dengan menggunaan persamaan iterasi. Misalan α adalah aar sebenarnya dan ε n merupaan galat hampiran pada iterasi e-n, maa menurut Definisi 2, ε n = x n α, dan ε n+1 = x n+1 α = x n f x n f x n α = ε n f x n f x n = ε n f x n f x n f. (15) x n Berdasaran Definisi 6, f x n ε n dapat diespansi dalam bentu deret Taylor, yaitu f x n ε n f x n f x n ε n + f ξ n 2 f α f x n f x n ε n + f ξ n 2 ε n 2 ε n 2 0 f x n f x n ε n + f ξ n 2 0 = f x n f x n ε n + f ξ n 2 ε n f x n f x n = f ξ n ε 2 2 n, di mana ξ n di antara α dan x n. Selanjutnya substitusian persamaan di atas pada persamaan (15) diperoleh persamaan galat hampiran e-n + 1, yaitu ε n+1 = 1 f ξ n 2 f x ε n 2. n f ξ n Misal didefinisian C = 1 ε 2 f x n, maa n persamaan di atas dapat ditulisan ε n+1 = Cε n. (16) Untu membutian eonvergenan terjadi, tanpa ehilangan perumuman, asumsian I = (α T, α + T) untu T > 0, sehingga m 1 = min x I f (x) > 0. Hal ini dimunginan arena α I dan f α 0. f Diberian M 2 = max 2 x x I, dan pilih 2! interval J = (α t/2, α + t/2) I cuup ecil untu memastian bahwa m 1 > M 2 t/2. Selanjutnya aan dibutian jia x n, untu n = 0,1,, di J, maa C = 1 f ξ n 2 f ε x n < C < 1, n di mana C = M 2t/2 m 1. Karena x n, n = 0,1,, di J, maa α t/2 x n α + t/2 t/2 x n α t/2 0 x n α t/2 0 ε n t 2, n. Sehingga C dapat ditulisan ε n 2 ε n 2 16

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

BEBERAPA MODIFIKASI METODE NEWTON RAPHSON UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH AKAR GANDA. Supriadi Putra, M,Si

BEBERAPA MODIFIKASI METODE NEWTON RAPHSON UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH AKAR GANDA. Supriadi Putra, M,Si BEBERAPA ODIFIKASI ETODE NEWTON RAPHSON UNTUK ENYELESAIKAN ASALAH AKAR GANDA Suriadi Putra,,Si Laboratorium Komutasi Numeri Jurusan atematia Faultas atematia & Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kamus

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untuk Mencari Akar-akar Suatu Persamaan

Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untuk Mencari Akar-akar Suatu Persamaan Jurnal Penelitian Sains Volume 16 Nomor 1(A) Januari 013 Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untu Menari Aar-aar Suatu Persamaan Evi Yuliza Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indonesia Intisari:

Lebih terperinci

OSN 2014 Matematika SMA/MA

OSN 2014 Matematika SMA/MA Soal 5. Suatu barisan bilangan asli a 1, a 2, a 3,... memenuhi a + a l = a m + a n untu setiap bilangan asli, l, m, n dengan l = mn. Jia m membagi n, butian bahwa a m a n. Solusi. Andaian terdapat bilangan

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL Sarta Meliana 1, Mashadi 2, Sri Gemawati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disampaian beberapa pengertian dasar yang diperluan pada bab selanutnya. Selain definisi, diberian pula lemma dan teorema dengan atau tanpa buti. Untu beberapa teorema

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB)

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB) PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial biasanya digunaan untu pemodelan matematia dalam sains dan reayasa. Seringali tida terdapat selesaian analiti seingga diperluan ampiran

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL. Sistem Bilang Real. Fungsi dan Grafi. Limit dan Keontinuan 4. Limit Ta Hingga 5. Turunan Fungsi 6. Turunan Fungsi Trigonometri 7. Teorema Rantai 8. Turunan Tingat Tinggi 9.

Lebih terperinci

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 1, May. 2005, 37 45 Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya Sadjidon Jurusan Matematia Institut Tenologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR Sripsi Diajuan untu Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematia Disusun Oleh : Maria Martini Leto Kurniawan NIM : 03409 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang LANDASAN TEORI Ruang Contoh Kejadian dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam ondisi yang sama yang hasilnya tida dapat dipredisi secara tepat tetapi ita dapat mengetahui semua emunginan hasil

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/(x DAN h(x/(x Yuliana Saitri 1, Sri Gemawati 2, Musraini 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Relasi Dispersi Pada bagian ini aan dibahas relasi dispersi untu gelombang internal pada fluida dua-lapisan.tinjau lapisan fluida dengan ρ a dan ρ b berturut-turut merupaan

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k Kumpulan soal-soal level selesi Kabupaten: 1. Sebuah heliopter berusaha menolong seorang orban banjir. Dari suatu etinggian L, heliopter ini menurunan tangga tali bagi sang orban banjir. Karena etautan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

VARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL

VARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-1 Suraarta, Otober 016 VARIASI NILAI BATAS

Lebih terperinci

BAB IV Solusi Numerik

BAB IV Solusi Numerik BAB IV Solusi Numeri 4. Algoritma Genetia Algoritma Genetia (AG) [2] merupaan teni pencarian stoasti yang berdasaran pada meanisme selesi alam dan prinsip penurunan genetia. Algoritma genetia ditemuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK POHON FUZZY

KARAKTERISTIK POHON FUZZY KARAKTERISTIK POHON FUZZY Yuli Stiawati 1, Dwi Juniati 2, 1 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, 60231 2 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

MAT. 12. Barisan dan Deret

MAT. 12. Barisan dan Deret MAT.. Barisan dan Deret i Kode MAT. Barisan dan Deret U, U, U3,..., Un,... Un a + (n-)b U + U +..., Un +... n?? Sn? BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Danang Mursita Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung 2002

Danang Mursita Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung 2002 Bandung DAFTAR ISI Judul Kata Pengantar Daftar Isi i ii iv Bab Fungsi Real. Sistem Bilangan Real. Fungsi dan Grafi 6. Limit dan eontinuan.4 Limit ta Hingga dan Limit di Ta Hingga 7 Bab Turunan dan Penggunaan.

Lebih terperinci

( ) terdapat sedemikian sehingga

( ) terdapat sedemikian sehingga LATIHAN.. Misalan A R, : A R, c R adala titi cluster dari A (c, ). Maa pernyataan beriut equivalen : a. lim b. Barisan ( ) yan onveren e c seina dan >., maa barisan ( ) onveren e. Buti : lim ( ) Berarti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM 1,2 Faultas MIPA, Universitas Tanjungpura e-mail: csuhery@sisom.untan.ac.id, email: dedi.triyanto@sisom.untan.ac.id Abstract

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution Jurnal Bareeng Vol. 8 No. Hal. 5 0 (04) ANALISIS PRBANDINGAN OMULAN TRHADAP BBRAPA JNIS DISTRIBUSI HUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution ABRAHAM ZACARIA WATTIMNA,

Lebih terperinci

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS)

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS) Prosiding Semirata15 bidang MIPA BKS-PTN Barat Hal 357-36 SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS) Budi Rudianto 1, Narwen Jurusan

Lebih terperinci

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA 3. TEOREMA DASAR ARITMATIKA Definisi 3. Suatu bilangan bulat > disebut (bilangan) rima, jia embagi ositif bilangan tersebut hanya dan. Jia bilangan bulat lebih dari satu buan bilangan rima disebut (bilangan)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA Iing Mutahiroh, Fajar Saptono, Nur Hasanah, Romi Wiryadinata Laboratorium Pemrograman dan Informatia

Lebih terperinci

BAB 3 RUANG BERNORM-2

BAB 3 RUANG BERNORM-2 BAB RUANG BERNORM-. Norm- dan Ruang ` De nisi. Misalan V ruang vetor atas R berdimensi d (dalam hal ini d boleh ta hingga). Sebuah fungsi ; V V! R yang memenuhi sifat-sifat beriut;. x; y 0 ia dan hanya

Lebih terperinci

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID Ferry Tan, Giovani Gracianti, Susanti, Steven, Samuel Luas Jurusan Teni Informatia, Faultas

Lebih terperinci

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidian MatematiaUniversitas Pendidian Ganesha E-mail: isuparta@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima

2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima BAB 2 BILANGAN PRIMA 2.1 Bilangan prima dan fatorisasi prima Definisi 2.1.1. Bilangan bulat p > 1 diataan prima jia ia hanya mempunyai pembagi p dan 1. Dengan ata lain bilangan prima tida mempunyai pembagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN TELEGRAF DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. (Skripsi) Oleh JEFERY HANDOKO

PENYELESAIAN PERSAMAAN TELEGRAF DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. (Skripsi) Oleh JEFERY HANDOKO PENYELESAIAN PERSAMAAN TELEGRAF DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL (Sripsi) Oleh JEFERY HANDOKO JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG 017 ABSTRAK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

METODE PANGKAT BALIK TERGESER UNTUK MENCARI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN

METODE PANGKAT BALIK TERGESER UNTUK MENCARI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MEODE PNGK BLIK ERGESER UNUK MENCRI NILI EIGEN DN VEKOR EIGEN Sangadi BSRC rtile disusses the shifted power method as the extension of the power method he shifted power method also requires a good starting

Lebih terperinci

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 2 Otober 27 FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL Ridwan Pandiya #, Emi Iryanti #2 # S Informatia, Faultas Tenologi Industri dan

Lebih terperinci

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2.

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2. KOMPUTASI NUMERIS Teknik dan cara menyelesaikan masalah matematika dengan pengoperasian hitungan Mencakup sejumlah besar perhitungan aritmatika yang sangat banyak dan menjemukan Diperlukan komputer MOTIVASI

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Perpindahan Panas Menggunakan Metode Beda Hingga dan Crank-Nicholson

Studi Perbandingan Perpindahan Panas Menggunakan Metode Beda Hingga dan Crank-Nicholson 1 Studi Perbandingan Perpindahan Panas Menggunaan Metode Beda Hingga dan Cran-Nicholson Durmin, Drs. Luman Hanafi, M.Sc Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Tenologi

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman JMP : Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hal. 271-278 BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman trianisr@yahoo.com.au ABSTRACT.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Lup [1] Sistem endali dapat diataan sebagai hubungan antara omponen yang membentu sebuah onfigurasi sistem, yang aan menghasilan tanggapan sistem yang diharapan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB PENDAHULUAN. Latar belaang Metode analisis yang telah dibicaraan hingga searang adalah analisis terhadap data mengenai sebuah arateristi atau atribut (jia data itu ualitatif) dan mengenai sebuah variabel,

Lebih terperinci

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK [KODE/SKS : KD4 / SKS] Ruang Vetor FIELD: Ruang vetor V atas field salar K adalah himpunan ta osong dengan operasi penjumlahan vetor dan peralian salar. Himpunan ta osong

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN SAMSUL ARIFIN 04/177414/PA/09899 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM YOGYAKARTA 2008 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

REDUKSI MODEL ALIRAN AIR SUNGAI SATU DIMENSI DENGAN METODE SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION

REDUKSI MODEL ALIRAN AIR SUNGAI SATU DIMENSI DENGAN METODE SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION TUGAS AKHIR SM141501 REDUKSI MODEL ALIRAN AIR SUNGAI SATU DIMENSI DENGAN METODE SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION AIRIN NUR HIDAYATI NRP 113 100 095 Dosen Pembimbing Dr. Didi Khusnul Arif, S.Si, M.Si.

Lebih terperinci

VISUALISASI GERAK PELURU MENGGUNAKAN MATLAB

VISUALISASI GERAK PELURU MENGGUNAKAN MATLAB KARYA TULIS ILMIAH VISUALISASI GERAK PELURU MENGGUNAKAN MATLAB Oleh: Drs. Ida Bagus Alit Paramarta, M.Si. Dra. I.G.A. Ratnawati, M.Si. JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunakan Metode Reduksi Kalman Filter dengan Pendekatan Elemen Hingga

Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunakan Metode Reduksi Kalman Filter dengan Pendekatan Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI POMITS ol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunaan Metode Redusi Kalman Filter dengan Pendeatan Elemen Hingga Muyasaroh, Kamiran,

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL A. PENDEKATAN PRODUKSI (PRODUCTION APPROACH) Menghitung besarnya pendapatan nasional dengan menggunaan pendeatan produsi didasaran atas perhitungan dari jumlah nilai barang-barang

Lebih terperinci

Solusi Pengayaan Matematika Edisi 16 April Pekan Ke-4, 2005 Nomor Soal:

Solusi Pengayaan Matematika Edisi 16 April Pekan Ke-4, 2005 Nomor Soal: Solusi Pengayaan Matematia Edisi 6 pril Pean Ke-4, 00 Nomor Soal: -60. Jia. sin cos tan 00 00, maa nilai adalah... cos sin 00 00. 40 Solusi: [] sin cos tan 00 00 cos sin 00 00 sin sin 00 00 cos sin 00

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012 KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB Konsep Kinetia/ Laju Reasi Laju reasi menyataan laju perubahan onsentrasi zat-zat omponen reasi setiap satuan watu: V [ M ] t Laju pengurangan onsentrasi

Lebih terperinci

PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK

PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK Nurul Khotimah *), Farida Hanum, Toni Bahtiar Departemen Matematia FMIPA, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 8, No. 2, November 2011, 43 49 KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W Sunarsini. 1, Sadjidon 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR 3. Dimensi Partisi Graf Kipas (F n ) Berdasaran Proposisi dan Proposisi, semua graf G selain graf P n dan K n memilii 3 pd(g) n -. Lebih husus, graf Kipas

Lebih terperinci

Y = + x + x x + e, e N(0, ), Residual e=y -Yˆ

Y = + x + x x + e, e N(0, ), Residual e=y -Yˆ Yogyaarta, 26 Noember 206 ISSN : 979 9X eissn : 25 528X ANALISIS PSEUDOINVERS DAN APLIKASINYA PADA REGRESI LINEAR BERGANDA Kris Suryowati Program Studi Statistia, Faultas Sains erapan, Institut Sains dan

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN

KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN Pardi Affandi, Faisal, Yuni Yulida Abstra: Banya permasalahan yang melibatan teori sistem dan teori ontrol serta apliasinya. Beberapa referensi

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Seminar Nasional Sistem dan Informatia 2007; Bali, 16 November 2007 PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Fajar Saptono 1) I ing Mutahiroh

Lebih terperinci

STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT

STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT TUGAS AKHIR STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT 040803023 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Data yang telah berhasil diumpulan oleh penulis di BB BIOGEN diperoleh hasil bobot biji edelai dengan jumlah varietas yang aan diuji terdiri dari 15

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Keadaan dunia usaha yang selalu berubah membutuhan langah-langah untu mengendalian egiatan usaha di suatu perusahaan. Perencanaan adalah salah satu langah yang diperluan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Ragam (Anara) Untu menguji esamaan dari beberapa nilai tengah secara sealigus diperluan sebuah teni yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTU NILAI INTERVAL KADAR LEMAK TUBUH MENGGUNAKAN REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTU NILAI INTERVAL KADAR LEMAK TUBUH MENGGUNAKAN REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTU NILAI INTERVAL KADAR LEMAK TUBUH MENGGUNAKAN REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY Tedy Rismawan dan Sri Kusumadewi Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas, Jurusan Teni

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi: Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan

Lebih terperinci

SOLUSI BAGIAN PERTAMA

SOLUSI BAGIAN PERTAMA SOLUSI BAGIAN PERTAMA 1. 13.. 931 3. 4 9 4. 63 5. 3 13 13 6. 3996 7. 1 03 8. 3 + 9 9. 3 10. 4 11. 6 1. 9 13. 31 14. 383 8 15. 1764 16. 5 17. + 7 18. 51 19. 8 0. 360 1 SOLUSI BAGIAN PERTAMA Soal 1. Misalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan I. PENDAHULUAN. Latar Belaang Teori graf merupaan salah satu bagian ilmu dari matematia dan merupaan poo bahasan yang relatif muda jia dibandingan dengan cabang ilmu matematia yang lain seperti aljabar

Lebih terperinci

Modifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa

Modifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa 187 Modifiasi ACO untu Penentuan Rute Terpende e Kabupaten/Kota di Jawa Ahmad Jufri, Sunaryo, dan Purnomo Budi Santoso Abstract This research focused on modification ACO algorithm. The purpose of this

Lebih terperinci

Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Kerangka acuan inersial dan Transformasi Lorentz Materi :

Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Kerangka acuan inersial dan Transformasi Lorentz Materi : Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Keranga auan inersial dan Transformasi Lorent Materi : Terdaat dua endeatan ang digunaan untu menelusuri aedah transformasi antara besaran besaran fisis (transformasi

Lebih terperinci

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER Oleh: Supardi SEKOLAH PASCA SARJANA JURUSAN ILMU FISIKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 1 PENDAHULUAN Liquid Crystal elastomer (LCE

Lebih terperinci

PELABELAN SUPER SISI AJAIB PADA GRAF MULTI STAR

PELABELAN SUPER SISI AJAIB PADA GRAF MULTI STAR LAPORAN PENELITIAN BERSAMA DOSEN-MAHASISWA PELABELAN SUPER SISI AJAIB PADA GRAF MULTI STAR Ketua Tim: ABDUSSAKIR, M.Pd FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Departemen

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untu Merancang Algoritma Kriptografi Klasi Hendra Hadhil Choiri (135 08 041) Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t

Lebih terperinci