RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN"

Transkripsi

1 RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN SAMSUL ARIFIN 04/177414/PA/09899 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM YOGYAKARTA 2008

2 HALAMAN PENGESAHAN Ringasan Sripsi MODUL PERKALIAN Telah dipersiapan dan disusun oleh Samsul Arifin 04/177414/PA/09899 Telah dipertahanan di depan Tim Penguji pada tanggal 31 Desember 2008 Indah Emilia W., Dr., M.Si. Pembimbing I Sutopo S.Si., M.Si. Pembimbing II 2

3 1. Latar Belaang Masalah Dalam teori modul dienal modul husus yang disebut modul peralian (multiplication module). Jia diberian R adalah ring omutatif dengan elemen satuan dan M adalah R-modul uniter, maa M disebut modul peralian jia untu setiap submodul N di R-modul M terdapat ideal presentasi I di ring R sehingga berlau N = IM. Ideal I di ring R disebut ideal prima jia ideal I adalah ideal sejati ( I R) dan untu setiap a, b R berlau jia ab I maa a I atau b I. Selanjutnya, dengan memandang R sebagai modul atas dirinya sendiri (R adalah R-modul), maa peralian ab I dapat dipandang sebagai bentu peralian a R (R sebagai ring) dan b R (R sebagai modul), sehingga jia I ideal prima maa berlau a I atau b Ann ( R / I ). Hal ini memotivasi adanya definisi submodul prima pada R-modul M. Selanjutnya, N disebut submodul prima di R-modul M jia N merupaan submodul sejati ( N M ) untu setiap r R, m M berlau jia rm N maa m N R dan atau r Ann ( M / N ). Ring R disebut ring prima jia { 0 } adalah ideal prima di ring R. Dengan cara yang sama, yaitu dengan memandang R sebagai modul atas dirinya sendiri (R adalah R-modul), maa hal ini juga memotivasi adanya definisi modul prima pada R-modul M, yaitu R- modul M disebut modul prima jia { 0 } adalah submodul prima di R-modul M. Dalam sripsi ini aan dipelajari modul peralian dan sifat-sifatnya, dan juga aitan antara sifat-sifat submodul prima dalam modul peralian. Aan dipelajari juga sifat-sifat dari ideal prima dan ring prima mana saja yang dapat dibawa e sifat-sifat submodul prima dan modul prima. R 3

4 2. Submodul Prima dan Modul Prima Sebelum memasui pembahasan mengenai modul peralian, aan diemuaan terlebih dahulu mengenai pembahasan submodul prima, bai itu pengertian maupun sifatsifatnya, emudian dilanjutan dengan pembahasan mengenai modul prima. Definisi 1 (Submodul Prima) Diberian M adalah R-modul dan N submodul di M. N disebut submodul prima jia N merupaan submodul sejati M dan untu setiap r R, m M berlau jia rm N maa m N atau r ( N : M ) beriut : dengan ( N : M ) { r R rm N} =. Definisi submodul prima tersebut dapat dinyataan juga dengan alimat sebagai Untu sebarang R-modul M dan N submodul di M, N disebut submodul prima jia N merupaan submodul sejati dan untu setiap r R, m M \ N berlau jia rm N maa r ( N : M ) Definisi 2 (Submodul Prima Lemah) Submodul sejati N di R-modul M disebut submodul prima lemah jia untu suatu r R, m M berlau jia 0 rm N maa berlau m N atau r ( N : M ) dengan { } ( N : M ) = r R rm N Jia M adalah R-modul maa untu N = { 0} diperoleh { } ( 0 : M ) { r R rm 0} = =. Perhatian bahwa submodul { 0 } di R-modul M selalu submodul prima lemah, arena untu setiap r R, m M \{ 0}, jia 0 ( ) rm maa r { 0 } : M. Aan tetapi { } 0 belum 4

5 tentu submodul prima pada R-modul M arena terdapat r R, m M \{ 0} ( ) rm = 0 tetapi r { 0 } : M. Jia N submodul prima maa N submodul prima lemah, arena : 1) Jia N = { 0} maa jelas bahwa N submodul prima lemah 2) Jia { 0}, dengan N maa untu suatu r R, m M jia 0 rm N berlau m N atau r ( N : M ). Dengan demiian, jelas bahwa setiap submodul prima merupaan submodul prima lemah, tetapi setiap submodul prima lemah belum tentu submodul prima. Definisi 3 (Modul Prima) Jia diberian M adalah R modul, maa M disebut R-modul prima jia { 0 } adalah submodul prima di R modul M. Di bawah ini merupaan sifat-sifat dari submodul prima dan modul prima. Teorema 4 Untu suatu R-modul M, submodul K di R-modul M, dan ideal annihilator ( K : M ) Ann ( M / K ) = di ring R, maa pernyataan beriut euivalen : (i) K submodul prima. R (ii) Setiap submodul ta nol di R-modul M \ ( K : M ). (iii) Untu setiap submodul V di M dan subring A di R, jia AV ( K : M ) A. K memilii annihilator yang sama, yaitu K maa V K atau 5

6 (iv) Untu setiap submodul K jia ( K : M ) B maa WB K. W di M, K W, dan ( K : M ) B, B subring di R, Kejadian husus dari Teorema di atas adalah jia untu ondisi (iii) dan (iv), yaitu A dan B masing-masing adalah ideal di ring R maa eempat pernyataan tersebut masih tetap euivalen. Aibat 5 M disebut R-modul prima jia dan hanya jia setiap submodul ta nol di M memilii annihilator yang sama, yaitu AnnR ( M ). Sebagai ejadian husus dari Aibat 5 di atas, yaitu jia M aan diperoleh teorema di bawah ini. Teorema 6 Untu sebarang ideal L di ring R, maa pernyataan beriut euivalen : 1) Untu setiap a, b R, jia ab L maa a L atau b L. = R dan K = L maa 2) Untu setiap ideal A, B di ring R, jia AB L maa A L atau B L. 3) Untu sebarang L A di ring R, L A dan L B, jia L B maa AB L. Pernyataan-pernyataan pada Teorema tersebut, sama halnya dengan mengataan bahwa L adalah ideal prima di ring R. Teorema 7 Misalan L ideal prima di ring R, dan P ideal di ring R dengan ( : ) berlau hal-hal sebagai beriut : 1) Jia a, b R sehingga ab L dan a L maa b P. 2) ( : ) { } L R c R cr L = L. P = L R L, maa 6

7 Teorema 8 Jia K adalah submodul prima di R-modul M dan ( K : M ) Ann ( M / K ) berlau hal-hal sebagai beriut : 1) Jia RM K K m M Rm K = K. maa { } 2) ( K : M ) adalah ideal prima. ( K : M : R) { c R cr ( K : M )} ( K : M ) 3) ( ) =. =, maa R 3. Modul Peralian Pada bagian ini aan dibahas mengenai pengertian dan sifat-sifat modul peralian. Pertama aan diberian definisi dari modul peralian yang emudian dilanjutan dengan sifat dan teorema yang beraitan dengan sub bahasan tersebut. Selanjutnya dibahas aitan sifat-sifat submodul prima pada modul peralian. Definisi 9 (Modul Peralian) Diberian M adalah R-modul. Modul M disebut modul peralian jia untu setiap submodul N di M terdapat ideal I di ring R sehingga berlau N = IM. Ideal I disebut ideal presentasi dari submodul N, atau secara singat disebut presentasi dari submodul N. Selanjutnya himpunan Pr( N) = { I R N = IM, N M } adalah himpunan dari semua ideal presentasi dari submodul N. Dari Definisi 9 di atas, jelas bahwa setiap submodul dari R-modul M memilii ideal presentasi jia dan hanya jia M adalah R-modul peralian. 7

8 Lemma 10 M adalah R-modul peralian jia dan hanya jia untu setiap m M, terdapat ideal I di ring R sehingga berlau Rm Lemma 11 = IM. Diberian M adalah R modul peralian. Jia N adalah submodul di R-modul M maa berlau N = ( N : M ) M. Definisi 12 (Hasil ali) Diberian M adalah R-modul. N dan K masing-masing merupaan submodul-submodul di modul peralian M dengan N = I1M dan K = I2M untu suatu ideal-ideal I 1 dan I 2 di ring R. Hasil ali dari submodul N dan submodul K ditulis NK dan didefinisian dengan NK = I I M. 1 2 Perlu dietahui bahwa definisi peralian pada modul peralian di atas berbeda dengan definisi peralian ideal biasa. Kemudian, jia diberian M adalah R-modul peralian, maa untu setiap a, b M, peralian ab didefinisian sebagai hasil ali antara ( Ra ) dan ( Rb ). Lebih jelasnya : Kemudian, arena ( Ra) ab = ( Ra)( Rb). = a dan ( Rb) = b masing-masing adalah submodul yang dibangun oleh setiap a, b M maa terdapat ideal I (ideal presentasi dari ( Ra ) ) dan ideal J (ideal presentasi dari ( Rb ) ) di ring R (arena M adalah R-modul peralian) sehingga berlau ( Ra) = IM dan ( Rb) = JM. 8

9 Berdasaran definisi hasil ali elemen-elemen a1, a2,..., a n di R-modul peralian tersebut, maa dari Definisi di atas diperoleh : a a a = ( Ra )( Ra ) ( Ra ) n n = ( I1M )( I1 M )...( InM ) = ( I1I1... I n ) M = I ' M = N ' untu suatu ideal I1, I1,..., I n di ring R dan submodul N dengan ideal presentasinya adalah I ' = I1I1... I n, yang artinya peralian elemen-elemen di R-modul peralian M aan menghasilan suatu submodul. Selanjutnya, dalam R-modul M untu setiap r R, m M dan ideal I pada ring R terlebih dahulu didefinisian bentu-bentu peralian, yaitu sebagai beriut : 1) rm n = rmi mi M i= 1 n = r mi mi M i= 1 { r ( m1 m2... mn ) mi M } = { rm' m' M} = 2) Rm n = rm i ri R i= 1 n = ri m ri R i= 1 {( r1 r2... rn ) m ri R} =

10 { r ' m r ' R} = 3) IM n = aimi ai I, mi M i= 1 n n = ai mi ai I, mi M i= 1 i= 1 {( a1 a2... an )( m1 m2... mn ) ai I, mi M} = { a ' m' a ' I, m ' M} = Misalnya R =, M = 2 sebagai modul, dan submodul N = K = 4 untu himpunan bilangan bulat. Hal ini berarti terdapat ideal I = J = 2 sehingga berlau N = IM = 22 = 4 dan K = JM = 22 = 4. Perhatianlah perbedaan antara edua definisi peralian tersebut di bawah ini. (i). NK = 44 = 16 (dengan menggunaan definisi peralian submodul biasa) (ii). NK = ( IJ ) M = ( 2 2 ) 2 = 8 (dengan menggunaan definisi modul peralian di atas) Ideal presentasi untu suatu submodul di dalam modul peralian tidalah tunggal. Sebagai contohnya adalah dalam -modul, 5 ideal presentasi dari submodul { 0 } adalah ( 5n) dengan n, yaitu 5, 10,, dan seterusnya. Karena itu peralian submodul-submodulnya dapat dinyataan dalam beberapa bentu peralian ideal-ideal 10

11 presentasi suatu submodul dengan modulnya. Misalnya N = I1M = I2M = I3M dan K = J1M = J 2M = J3M maa hasil ali NK tida bergantung dari ideal presentasinya dan dapat dinyataan sebagai NK = I1J1M = I2J 2M = I3J3M. Hal ini termuat dalam Teorema 13 di bawah ini. Teorema 13 Misalan N = IM dan K = JM masing-masing merupaan submodul di R modul peralian M, maa hasil ali antara N dan K independen dari ideal-ideal presentasi di N dan K. Teorema 14 Misalan M adalah R-modul peralian dan N, K,T masing-masing merupaan submodul- submodul di M, maa NK merupaan submodul di M, NK N K dan jia N K maa NT KT. Definisi 15 (Modul Setia) Diberian M adalah R-modul. R-modul M disebut modul setia (faithful) jia AnnR( M ) = { 0}. Definisi 16 (Modul Sederhana) Diberian M adalah R-modul setia. R-modul M disebut modul sederhana jia M { 0}, dan submodulnya hanya { 0 } dan R-modul M sendiri. Lemma 17 Jia M adalah R modul sederhana dan R adalah lapangan, maa R-modul M adalah R- modul peralian. 11

12 Teorema 18 Misalan M adalah R-modul peralian, maa M adalah R-modul sederhana jia dan hanya jia R adalah lapangan. Lemma 19 Diberian M adalah R modul peralian. Jia M adalah R-modul setia, maa M adalah R-modul bebas torsi. Teorema 20 Misalan M adalah R-modul ta nol dan M adalah R-modul setia, maa setiap submodul sejati di R-modul M adalah submodul prima jia dan hanya jia ring R adalah lapangan. Aibat 21 Misalan M adalah R-modul peralian setia, maa M adalah R-modul sederhana jia dan hanya jia submodul sejati di R-modul M adalah submodul prima. Proposisi 22 Misalan M adalah R modul peralian dan N1, N2, N3,..., N adalah submodulsubmodul di R-modul M. Misalan N adalah submodul prima di R-modul M, maa pernyataan-pernyataan di bawah ini euivalen : (i) N j N untu suatu j dengan 1 j. (ii) Ni N. i= 1 (iii) Ni N. i= 1 12

13 Teorema 23 Misalan P submodul sejati di R-modul peralian M, maa submodul P merupaan submodul prima jia dan hanya jia UV untu setiap submodul U dan V di modul M. Aibat 24 P U P atau V P Misalan P submodul sejati di R-modul peralian M, maa P adalah submodul prima jia dan hanya jia untu setiap m, m ' Proposisi 25 M. mm' P m P atau m ' P Jia M adalah R-modul peralian, maa pernyataan-pernyataan di bawah ini euivalen : 1) P adalah submodul prima. 2) Jia UV P maa U P atau V P untu suatu submodul-submodul U dan V di R-modul M. 3) Jia mm' P maa m P atau m ' P untu setiap m, m ' M. Selanjutnya, aan dibahas mengenai sifat tertutup pada peralian (multiplicatively closed) pada suatu R-modul peralian M. Definisi 26 Diberian M adalah R-modul peralian. Sebuah himpunan bagian ta osong S * di modul M diataan tertutup terhadap peralian (multiplicatively closed) jia berlau mn S* untu sebarang m, n S *. 13

14 Proposisi 27 Misalan M adalah R-modul peralian, maa submodul sejati N di R-modul M merupaan submodul prima jia dan hanya jia himpunan M \ peralian. Teorema 28 Misalan M adalah R modul peralian. Jia A submodul di M dan N tertutup terhadap * S adalah himpunan yang tertutup terhadap peralian di M sehingga berlau A S * =, maa terdapat submodul N di R-modul M yang masimal dengan sifat A N dan N * S =. Selanjutnya, N merupaan submodul prima di R-modul M. Seperti halnya pada gelanggang (ring), dalam modul peralian juga didefinisian elemen pembagi nol dan daerah integral, yaitu sebagai beriut. Definisi 29 Diberian M adalah R-modul peralian. Pembagi nol (zero divisor) di R-modul M adalah elemen 0 M a M dimana terdapat 0 M b M sehingga berlau ab = ( Ra)( Rb) = 0 M. Jia M tida memuat pembagi nol maa R-modul M disebut daerah integral. Teorema 30 Misalan M adalah R modul dan N adalah submodul sejati di M, maa N merupaan submodul prima jia dan hanya jia M / pembagi nol). N adalah daerah integral (tida memuat 14

15 Definisi 31 Diberian M adalah R-modul peralian dan N submodul di M. (i) N disebut nilpoten jia N = 0 untu suatu bilangan bulat positif, dimana N berarti hasil ali dari N sebanya ali. Dengan ata lain, definisi hasil ali N adalah : N = ( IM ) ( IM )( IM )...( IM ) = = I M ali dengan I adalah suatu ideal presentasi submodul N. (ii) Elemen m M disebut nilpoten jia m = 0 untu suatu bilangan bulat positif, dengan definisi m ( Rm)( Rm)...( Rm) = ali ( IM )( IM )...( IM ) = = I M ali m adalah sebagai beriut. dengan I adalah suatu ideal presentasi m M. Himpunan semua elemen nilpoten di M dinotasian dengan N M. Beriut adalah syarat perlu dan syarat cuup suatu submodul nilpoten pada R-modul peralian M. 15

16 Teorema 32 Diberian M adalah R-modul peralian. Submodul N di M adalah submodul nilpoten jia dan hanya jia untu setiap ideal presentasi I di submodul N berlau I Ann ( M ) + untu suatu. Aibat 33 Diberian M adalah R-modul peralian setia dan N adalah submodul di M. Submodul N nilpotent jia dan hanya jia setiap ideal presentasi dari submodul N adalah ideal nilpoten. Definisi 34 Diberian M adalah R-modul dan N adalah submodul di R-modul M. Radial dari submodul N dinotasian dengan M rad( N) atau r( N ) yang didefinisian sebagai irisan semua submodul prima di R-modul M yang memuat submodul N. Jia R-modul M tida memuat satupun sebarang submodul prima, maa M rad( N) = M. Teorema 35 Misalan N submodul dari M adalah R modul peralian, maa Aibat 36 { } M rad( N) = m M m N untu suatu > 0 R Diberian M adalah R-modul peralian. Himpunan semua elemen nilpoten, N M adalah irisan semua submodul prima di M r { } Teorema 37 ( ( 0 ) NM ) =. Diberian N adalah submodul prima lemah di R-modul peralian M. Jia ( N : M ) N { 0}, maa N adalah submodul prima di R-modul M. 16

17 Teorema 38 Diberian M adalah R-modul peralian dan N adalah submodul prima lemah di R-modul 2 M. Jia N buan submodul prima, maa berlau { 0} Aibat 39 N =. Jia M adalah R-modul peralian dan N adalah submodul prima lemah di modul M, ( ) ( ) maa berlau N r { 0} atau r { 0} N. 4. Kesimpulan Beberapa hasil penting atau sifat-sifat yang dapat dijadian sebuah esimpulan dari tulisan ini adalah sebagai beriut : Pada R-modul setia (faithful) M, jia M adalah R-modul sederhana maa M adalah R-modul peralian. Selanjutnya jia M adalah R-modul peralian setia maa pernyataanpernyataan di bawah ini euivalen : 1. M adalah R-modul sederhana. 2. Ring R adalah lapangan. 3. Setiap submodul sejati di R-modul M adalah submodul prima. Ketiga pernyataan di atas tida euivalen jia M buan R-modul peralian. Untu suatu R-modul setia M (buan modul peralian), dua hal yang pasti euvalen adalah nomor 2 dan nomor 3 di atas, yaitu jia M adalah R-modul setia ta nol maa R adalah lapangan jia dan hanya jia setiap submodul sejati di M adalah submodul prima. Kaitan antara modul peralian dan submodul prima adalah sebagai beriut. Pada R- modul peralian M jia P adalah submodul sejati di M maa pernyataan-pernyataan di bawah ini euivalen : 17

18 1. Submodul P adalah submodul prima. 2. Untu setiap submodul U, V 3. Untu setiap m, m ' M berlau jia UV P maa U P atau V P. M berlau jia mm' P maa m P atau m ' P. Ketiga pernyataan di atas analog dengan pembahasan ideal prima pada ring R. Jia M buan R-modul peralian maa etiga hal di atas tida euivalen. Kaitan antara modul peralian, submodul prima dan daerah integral adalah sebagai beriut. Pada R-modul peralian M jia N adalah submodul sejati di M maa pernyataanpernyataan di bawah ini euivalen : 1. Submodul N adalah submodul prima. 2. R-modul peralian M \ 3. R-modul peralian ( M / ) N tertutup terhadap peralian (multiplicatively closed). N adalah daerah integral. Antara submodul prima, submodul prima lemah dan radial submodul pun memilii aitan satu sama lain. Pada R-modul peralian M dengan N adalah submodul di M maa jia N adalah submodul prima maa N adalah submodul prima lemah. Sebalinya, jia N adalah submodul prima lemah maa N adalah submodul prima jia ( N : M ) { 0}. Ingat embali bahwa submodul { 0 } di R-modul peralian M selalu submodul prima lemah. ( ) Kemudian, jia N adalah submodul prima lemah maa N r { 0} adalah irisan semua submodul prima di M. =, yang artinya N Itulah beberapa hal yang dapat dijadian esimpulan dari eseluruhan pembahasan tugas ahir ini. 18

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran Dan Terapannya

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran Dan Terapannya Tulisan ini telah dipresentasikan pada dipresentasikan dalam Seminar Nasional Alabar, Pengaaran Dan Terapannya dengan tema Kontribusi Alabar dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Penelitian dan Pembelaaran

Lebih terperinci

Modul Perkalian. Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281

Modul Perkalian. Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281 Modul Perkalian Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 5528 Abstrak Di dalam teori modul terdapat modul khusus yang disebut modul perkalian (multiplication modules). Misalnya

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR 1

BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR 1 BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR K a r y a t i Jurusan Pendidian Matematia FMIPA Uniersitas Negeri Yogyaarta e-mail : yatiuny@yahoo.com Abstra. Misalan R adalah ring, Q

Lebih terperinci

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK [KODE/SKS : KD4 / SKS] Ruang Vetor FIELD: Ruang vetor V atas field salar K adalah himpunan ta osong dengan operasi penjumlahan vetor dan peralian salar. Himpunan ta osong

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disampaian beberapa pengertian dasar yang diperluan pada bab selanutnya. Selain definisi, diberian pula lemma dan teorema dengan atau tanpa buti. Untu beberapa teorema

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL Sarta Meliana 1, Mashadi 2, Sri Gemawati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

TEORI RING LANJUT (MODUL PRIMA)

TEORI RING LANJUT (MODUL PRIMA) TEORI RING LANJUT (MODUL PRIMA) 23 Maret 2010 Samsul Arifin (09/290722/PPA/2875) Yunita Septriana Anwar (08/275043/PPA/2614) IDEAL PRIMA Definisi 1: Misalkan R ring dan ideal. I disebut prima jika untuk

Lebih terperinci

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidian MatematiaUniversitas Pendidian Ganesha E-mail: isuparta@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman JMP : Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hal. 271-278 BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman trianisr@yahoo.com.au ABSTRACT.

Lebih terperinci

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 1, May. 2005, 37 45 Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya Sadjidon Jurusan Matematia Institut Tenologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

OSN 2014 Matematika SMA/MA

OSN 2014 Matematika SMA/MA Soal 5. Suatu barisan bilangan asli a 1, a 2, a 3,... memenuhi a + a l = a m + a n untu setiap bilangan asli, l, m, n dengan l = mn. Jia m membagi n, butian bahwa a m a n. Solusi. Andaian terdapat bilangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan I. PENDAHULUAN. Latar Belaang Teori graf merupaan salah satu bagian ilmu dari matematia dan merupaan poo bahasan yang relatif muda jia dibandingan dengan cabang ilmu matematia yang lain seperti aljabar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN III MODUL BEBAS, PENGENOL, DAN

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA 3. TEOREMA DASAR ARITMATIKA Definisi 3. Suatu bilangan bulat > disebut (bilangan) rima, jia embagi ositif bilangan tersebut hanya dan. Jia bilangan bulat lebih dari satu buan bilangan rima disebut (bilangan)

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai teori grup. 2.1 Grup Dalam struktur aljabar, himpunan

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

SOLUSI BAGIAN PERTAMA

SOLUSI BAGIAN PERTAMA SOLUSI BAGIAN PERTAMA 1. 13.. 931 3. 4 9 4. 63 5. 3 13 13 6. 3996 7. 1 03 8. 3 + 9 9. 3 10. 4 11. 6 1. 9 13. 31 14. 383 8 15. 1764 16. 5 17. + 7 18. 51 19. 8 0. 360 1 SOLUSI BAGIAN PERTAMA Soal 1. Misalan

Lebih terperinci

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang LANDASAN TEORI Ruang Contoh Kejadian dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam ondisi yang sama yang hasilnya tida dapat dipredisi secara tepat tetapi ita dapat mengetahui semua emunginan hasil

Lebih terperinci

IDEAL FUZZY NEAR-RING. Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

IDEAL FUZZY NEAR-RING. Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Jurnal Matematia Murni dan Terapan εpsilon Vol. 07, No.01, (2013), Hal. 21 32 IDEAL FUZZY NEAR-RING Saman Abdurrahman 1, Naimah Hijriati 2 dan Thresye 3 1,2,3 Program Studi Matematia Faultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN DEFINISI

BAB II KONSEP DAN DEFINISI 6 BAB II KONSEP DAN DEFINISI Pada bab ini aan dijelasan onsep dan definisi-definisi yang digunaan dalam metode pada penelitian ini. 2.1 DATA TRANSAKSI isalan = { 1, 2, 3,..., } adalah himpunan semua produ

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GELANGGANG BILANGAN BULAT DAN PENGAITANNYA DENGAN TIGA STRUKTUR KHUSUS DAERAH INTEGRAL

KARAKTERISTIK GELANGGANG BILANGAN BULAT DAN PENGAITANNYA DENGAN TIGA STRUKTUR KHUSUS DAERAH INTEGRAL ARATERISTI GELANGGANG BILANGAN BULAT DAN PENGAITANNYA DENGAN TIGA STRUTUR HUSUS DAERAH INTEGRAL Eka Susilowati Fakultas eguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya eka250@gmailcom

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing . DISTRIUSI INOMIL pabila sebuah oin mata uang yang memilii dua sisi bertulisan ambar () dan nga () dilempar satu ali, maa peluang untu mendapatan sisi ambar adalah,5 atau. pabila oin tersebut dilempar

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 8, No. 2, November 2011, 43 49 KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W Sunarsini. 1, Sadjidon 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK POHON FUZZY

KARAKTERISTIK POHON FUZZY KARAKTERISTIK POHON FUZZY Yuli Stiawati 1, Dwi Juniati 2, 1 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, 60231 2 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R S = { r s. untuk S subset multiplikatif dari R yang tidak memuat pembagi nol dan didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. R S = { r s. untuk S subset multiplikatif dari R yang tidak memuat pembagi nol dan didefinisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Topik "Hubungan Modul Dedekind Dengan Modul π Melalui Modul Invertibel dan Modul Padat" merupakan kajian atas 2(dua) jenis submodul yang muncul dari ide yang

Lebih terperinci

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/(x DAN h(x/(x Yuliana Saitri 1, Sri Gemawati 2, Musraini 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR 3. Dimensi Partisi Graf Kipas (F n ) Berdasaran Proposisi dan Proposisi, semua graf G selain graf P n dan K n memilii 3 pd(g) n -. Lebih husus, graf Kipas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

BAB 3 RUANG BERNORM-2

BAB 3 RUANG BERNORM-2 BAB RUANG BERNORM-. Norm- dan Ruang ` De nisi. Misalan V ruang vetor atas R berdimensi d (dalam hal ini d boleh ta hingga). Sebuah fungsi ; V V! R yang memenuhi sifat-sifat beriut;. x; y 0 ia dan hanya

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima

2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima BAB 2 BILANGAN PRIMA 2.1 Bilangan prima dan fatorisasi prima Definisi 2.1.1. Bilangan bulat p > 1 diataan prima jia ia hanya mempunyai pembagi p dan 1. Dengan ata lain bilangan prima tida mempunyai pembagi

Lebih terperinci

Analisis Varians = Analysis of Variance = ANOVA

Analisis Varians = Analysis of Variance = ANOVA . Pendahuluan. Distribusi F Analisis Varians Analysis of Variance ANOVA χ² pengujian beberapa (>) proporsi ANOVA pengujian beberapa (>) nilai rata-rata Dasar perhitungan ANOVA ditetapan oleh Ronald A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tulisan ini diasumsikan semua ring merupakan ring komutatif dengan elemen satuan, kecuali jika diberikan suatu pernyataan lain. Diberikan ring R dan P

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks. Soal-Jawab Fisia OSN - ( poin) Sebuah pipa silinder yang sangat besar (dengan penampang lintang berbentu lingaran berjarijari R) terleta di atas tanah. Seorang ana ingin melempar sebuah bola tenis dari

Lebih terperinci

PELABELAN SUPER SISI AJAIB PADA GRAF MULTI STAR

PELABELAN SUPER SISI AJAIB PADA GRAF MULTI STAR LAPORAN PENELITIAN BERSAMA DOSEN-MAHASISWA PELABELAN SUPER SISI AJAIB PADA GRAF MULTI STAR Ketua Tim: ABDUSSAKIR, M.Pd FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

Analisis Varians = Analysis of Variance = ANOVA

Analisis Varians = Analysis of Variance = ANOVA Analisis Varians Analysis of Variance ANOVA. Pendahuluan. Distribusi F χ² pengujian beberapa (>) proporsi ANOVA pengujian beberapa (>) nilai rata-rata Dasar perhitungan ANOVA ditetapan oleh Ronald A. Fisher.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

Y = + x + x x + e, e N(0, ), Residual e=y -Yˆ

Y = + x + x x + e, e N(0, ), Residual e=y -Yˆ Yogyaarta, 26 Noember 206 ISSN : 979 9X eissn : 25 528X ANALISIS PSEUDOINVERS DAN APLIKASINYA PADA REGRESI LINEAR BERGANDA Kris Suryowati Program Studi Statistia, Faultas Sains erapan, Institut Sains dan

Lebih terperinci

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL. Sistem Bilang Real. Fungsi dan Grafi. Limit dan Keontinuan 4. Limit Ta Hingga 5. Turunan Fungsi 6. Turunan Fungsi Trigonometri 7. Teorema Rantai 8. Turunan Tingat Tinggi 9.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif);

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif); II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi Grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

IDEAL DAN SIFAT-SIFATNYA

IDEAL DAN SIFAT-SIFATNYA IDEAL DAN SIFAT-SIFATNYA Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stuktur Aljabar II Oleh: Kelompok VI/kelas A 1 Diah Ajeng Titisari (08144100009) Frendy Try Andyasmoko (08144100041) Herna Purwanti (08144100083)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Modul adalah generalisasi dari ruang vektor yaitu dengan memperluas struktur lapangan pada ruang vektor menjadi ring yang strukturnya lebih umum. Dengan kata

Lebih terperinci

SYARAT PERLU DAN CUKUP SUBMODUL TERKOMPLEMEN. Sri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM. Abstrak

SYARAT PERLU DAN CUKUP SUBMODUL TERKOMPLEMEN. Sri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM. Abstrak JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 1, 8-13, April 2002, IN : 1410-8518 YARAT PERLU DAN CUKUP UBMODUL TERKOMPLEMEN ri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM Abstrak Dipresentasikan syarat perlu dan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan II. LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Untuk lebih mudah memahami, akan diberikan beberapa contoh. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. BAB III Standard Kompetensi 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat 3.1 Menyebutkan definisi

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

a. Integral Lipat Dua atas Daerah Persegi Panjang

a. Integral Lipat Dua atas Daerah Persegi Panjang a. Integral Lipat ua atas aerah Persegi Panjang Misalan z = f(,) terdefinisi pada merupaan suatu persegi panjang tertutup, aitu : = {(, ) : a b, c d} b a z c d (,) Z=f(,). Bentu partisi [a,b] dan [c,d]

Lebih terperinci

MAT. 12. Barisan dan Deret

MAT. 12. Barisan dan Deret MAT.. Barisan dan Deret i Kode MAT. Barisan dan Deret U, U, U3,..., Un,... Un a + (n-)b U + U +..., Un +... n?? Sn? BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 4. Fungsi Trigonometri

Kegiatan Belajar 4. Fungsi Trigonometri Page o Kegiatan Belajar A. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari egiatan belajar, diharapan siswa dapat a. Menentuan nilai ungsi trigonometri b. Menentuan persamaan grai ungsi trigonometri c. Menggambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

Bilangan Bulat. Modul 1 PENDAHULUAN

Bilangan Bulat. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Bilangan Bulat Prof. Drs. Gatot Muhsetyo, M.Sc. D PENDAHULUAN alam modul Bilangan Bulat ini diuraian tentang awal pembahasan bilangan sebagai ebutuhan hidup manusia, meliputi bilangan asli, bilangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Relasi Dispersi Pada bagian ini aan dibahas relasi dispersi untu gelombang internal pada fluida dua-lapisan.tinjau lapisan fluida dengan ρ a dan ρ b berturut-turut merupaan

Lebih terperinci

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS)

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS) Prosiding Semirata15 bidang MIPA BKS-PTN Barat Hal 357-36 SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS) Budi Rudianto 1, Narwen Jurusan

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB)

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB) PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial biasanya digunaan untu pemodelan matematia dalam sains dan reayasa. Seringali tida terdapat selesaian analiti seingga diperluan ampiran

Lebih terperinci

RING STABIL BERHINGGA

RING STABIL BERHINGGA RING STABIL BERHINGGA Samsul Arifin Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Surya, Tangerang Email: samsul.arifin@stkipsurya.ac.id ABSTRACT Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai karakteristik ring

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Nama Mahasiswa : Husien Haial Fasha NRP : 1207 100 011 Jurusan : Matematia FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Drs. Suharmadi, Dipl.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang aan dilauan meruju epada beberapa penelitian terdahulu yang sudah pernah dilauan sebelumnya, diantaranya: 1. I Gst. Bgs. Wisuana (2009)

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR

PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR Ngarap Im Mani 1) dan Lim Widya Sanjaya ), 1) & ) Jurs. Matematia Binus University PENGANTAR Perancangan percobaan adalah suatu

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM 1,2 Faultas MIPA, Universitas Tanjungpura e-mail: csuhery@sisom.untan.ac.id, email: dedi.triyanto@sisom.untan.ac.id Abstract

Lebih terperinci

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Kajian Sifat Sifat Graf Pembagi-Nol dari Ring Komutatif dengan Elemen Satuan

Kajian Sifat Sifat Graf Pembagi-Nol dari Ring Komutatif dengan Elemen Satuan Kajian Sifat Sifat Graf Pembagi-Nol dari Ring Komutatif dengan Elemen Satuan Soleha 1, Dian W. Setyowati 2, Satrio A. W. 3 1 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, seha_07@matematika.its.ac.id 2 Institut

Lebih terperinci

BAB IV Solusi Numerik

BAB IV Solusi Numerik BAB IV Solusi Numeri 4. Algoritma Genetia Algoritma Genetia (AG) [2] merupaan teni pencarian stoasti yang berdasaran pada meanisme selesi alam dan prinsip penurunan genetia. Algoritma genetia ditemuan

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

( ) terdapat sedemikian sehingga

( ) terdapat sedemikian sehingga LATIHAN.. Misalan A R, : A R, c R adala titi cluster dari A (c, ). Maa pernyataan beriut equivalen : a. lim b. Barisan ( ) yan onveren e c seina dan >., maa barisan ( ) onveren e. Buti : lim ( ) Berarti

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB I BUNGA TUNGGAL DAN DISKONTO TUNGGAL. Terminologi: modal, suku bunga, bunga, dan jangka waktu.

BAB I BUNGA TUNGGAL DAN DISKONTO TUNGGAL. Terminologi: modal, suku bunga, bunga, dan jangka waktu. BAB I BUNGA TUNGGAL DAN DISKONTO TUNGGAL Terminologi: modal, suu bunga, bunga, dan janga watu. Modal adalah sejumlah uang yang disiman atau ditabung atau diinjam ada (dari) suatu Ban atau badan lain. Suu-bunga

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi: Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untu Merancang Algoritma Kriptografi Klasi Hendra Hadhil Choiri (135 08 041) Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

Neural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu:

Neural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu: 2.4 Artificial Neural Networ 2.4.1 Konsep dasar Neural Networ Neural Networ (Jaringan Saraf Tiruan) merupaan prosesor yang sangat besar dan memilii ecenderungan untu menyimpan pengetahuan yang bersifat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

BAB VII ARITMATIKA : BARISAN DAN DERET

BAB VII ARITMATIKA : BARISAN DAN DERET BAB VII ARITMATIKA : BARISAN DAN DERET Definisi : Suatu barisan berhingga adalah suatu fungsi dengan daerah definisi adalah n bilangan asli pertama. Suatu barisan ta hingga adalah suatu fungsi dengan definisi

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN DENGAN KENDALA WAKTU MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: FAJAR DELLI WIHARTIKO G

PENYELESAIAN MASALAH PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN DENGAN KENDALA WAKTU MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: FAJAR DELLI WIHARTIKO G PENYELESAIAN MASALAH PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN DENGAN KENDALA WAKU MENGGUNAKAN EKNIK PEMBANGKIAN KOLOM Oleh: FAJAR DELLI WIHARIKO G540035 DEPAREMEN MAEMAIKA FAKULAS MAEMAIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM INSIU

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci