METODE NUMERIS UNTUK MENYELESAIKAN MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA YANG MELIBATKAN MINYAK DAN AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE NUMERIS UNTUK MENYELESAIKAN MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA YANG MELIBATKAN MINYAK DAN AIR"

Transkripsi

1 METODE NUMERIS UNTUK MENYELESAIKAN MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA YANG MELIBATKAN MINYAK DAN AIR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Friska Dwi Mesra Mangadil NIM: PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 i

2 NUMERICAL METHOD FOR SOLVING A MOTION MODEL OF FLUID LAYERS INVOLVING OIL AND WATER Thesis Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree ofsarjana Sains in Mathematics By : Friska Dwi Mesra Mangadil Student Number: MATHEMATICS STUDY PROGRAM, DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2017 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 MOTTO Segala perkara dapat kutanggung didalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13) Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang (Amsal 23:18) Untuk segala sesuatu ada waktunya (Pengkhotbah 3:1-15) vi

7 HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai, mengarkan, dan selalu memberi perlindungan. Bapak Mesak Luas, Ibu A. Irawati Pongkapadang, Laurance Feien Eka Prakasa Mangadil, S.E., Falerio Ishak Renfeika Mangadil, dan Akhmalia Fiabel Hawari Mangadil yang selalu mukung, dan memberi keceriaan ketika rindu menghampiri. vii

8 ABSTRAK Pergerakan lapisan fluida merupakan salah satu masalah yang biasanya muncul pada bidang perminyakan. Pergerakan lapisan fluida dapat diselesaikan dan disimulasikan dengan menggunakan banyak metode dan aplikasi komputer. Dalam skripsi ini, dibahas mengenai penyelesaian masalah pergerakan lapisan fluida yang melibatkan minyak dan air. Masalah pergerakan lapisan fluida diselesaikan dengan menggunakan dua metode yaitu metode volume hingga Lax- Friedrichs dan metode beda hingga. Metode volume hingga bekerja dengan cara membagi domain ruang menjadi beberapa bagian kemudian dihitung rata-rata kuantitas untuk masing-masing bagian. Metode beda hingga bekerja dengan menghampiri solusi masalah secara titik demi titik. Pengujian dilakukan menggunakan simulasi numeris. Analisis hasil simulasi dilakukan dengan membandingkan hasil solusi numeris dengan solusi eksak, untuk kasus yang mempunyai solusi eksak. Kata kunci: lapisan fluida, metode beda hingga, metode volume hingga. viii

9 ABSTRACT The motion of fluid layers is one of problems that usually happened in petroleum engineering. The motion of fluid layer can be solved and simulated using many methods and computer application. In this undergraduate thesis, the solution to the problem of motion of fluid layersinvolving oil and water will be discussed. The problem of motion of fluid layers can be solved using two methods: Lax-Friedrichs finite volume method and finite difference method. The finite volume method works by dividing the spatial domain into a finite number of cells, then calculating the average quantity of each cell. The finite difference method works by approaching the solution to the problem point by point. Test cases were done using numerical simulations. Simulation result analysis was conducted by comparing numerical solutions with the analytical ones, for cases having analytical solutions. Keywords: fluid layers, finite difference method, finite volume method ix

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan rahmat dan Roh KudusNya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa penulis melibatkan banyak pihak untuk membantu dalam menghadapi berbagai macam tantangan, kesulitan, dan hambatan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selakudekan Fakultas Sains dan Teknologi sekaligus sebagaidosen Pembimbing Skripsi. 2. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika. 3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen Prodi Matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan. 5. Bapak/Ibu dosen/tenaga kepidikan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah. x

11 6. Kedua orang tua, kakak, dan dua adik yang telah membantu dan mukung penulis selama proses pengerjaan skripsi. 7. Teman-teman Matematika 2013: Inge, Yui, Sorta, Melisa, Agung, Laras, Ambar, Yuni, Rey, Dion, Wahyu, Indra, Bintang, Tia, Lya, Andre, Sisca, Natali, Yola, Sari, Dita, dan Kristo yang selalu memotivasi, memberi masukan, dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan ini. 8. Kakak, teman-teman dan adik-adik: Mbak Tiwi, Ignatia, Gege, Nando dan Edo, terimakasih untuk semangat dan dukungannya selama penulis berkuliah dan menulis skripsi ini. 9. Kak Mike yang memberi dukungan dengan membantu memperbaiki penulisan bahasa Inggris penulis yang tidak beraturan dan memberi tantangan kepada penulis untuk segera mungkin menyelesaikan skripsi ini. 10. Kak Sri dan Cleo yang memberi dukungan dengan hampir setiap bulan mengingatkan penulis agar mengerjakan skripsi dengan semangat dari kota dan negeri seberang. 11. Mas Susilo yang memberi dukungan dengan mempersilakan penulis mengerjakan skripsi di laboratorium berhari-hari. 12. Pralana Anggi yang selalu siap membantu apabila laptop penulis mengalami gangguan. 13. Pemuda-pemudi GKN Gloria yang memberi dukungan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. xi

12 xii

13 xiii

14 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii HALAMAN PENGESAHAN...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v HALAMAN PERSEMBAHAN...vii ABSTRAK...viii ABSTRACT...ix KATA PENGANTAR...x PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...xiii DAFTAR ISI...xiv DAFTAR GAMBAR...xvi BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...4 C. Batasan Masalah...5 D. Tujuan Penulisan...5 E. Manfaat Penelitian...6 F. Metode Penelitian...6 G. Sistematika Penulisan...6 xiv

15 BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL...9 A. Integral...9 B. Klasifikasi Persamaan Diferensial...12 C. Nilai Eigen dan Vektor Eigen...15 D. Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial Orde Dua...16 E. Penurunan Numeris...18 F. Matriks Tridiagonal...25 BAB III MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA...27 A. Penurunan Persamaan Gerak Lapisan Fluida Satu Dimensi...27 B. Masalah Pergerakan Fluida...31 C. Solusi Analitis Masalah Pergerakan Lapisan Fluida...33 D. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs...35 E. Metode Beda Hingga untuk Model Pergerakan Lapisan Fluida...42 BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI...50 A. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs...50 B. Metode Beda Hingga...52 BAB V PENUTUP...55 A. Kesimpulan...55 B. Saran...55 DAFTAR PUSTAKA...57 LAMPIRAN...58 xv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Dua plat rata dengan jarak 10 cm berisi lapisan fluida. Plat atas ditarik ke kanan dengan kecepatan konstan... 2 Gambar 2.1 Ilustrasi fungsi satu variabel Gambar 2.2 Ilustrasi geometri vektor eigen Gambar 2.3 a. Hampiran beda majub. Hampiran beda mundurc. Hampiran beda pusat Gambar 3.1 Kawat satu dimensi dengan energi panas yang mengalir masuk dan keluar Gambar 3.2 Ilustrasi diskretisasi domain ruang Gambar 3.3 Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida dengan metode volume hingga saat t = Gambar 3.4Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 2 dengan metode beda hingga Gambar 3.5Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 1 dengan metode beda hingga Gambar 3.6Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 0.5 dengan metode beda hingga Gambar 3.7Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 0.25 dengan metode beda hingga Gambar 3.8Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 0.125dengan metode beda hingga xvi

17 Gambar 3.9Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = dengan metode beda hingga Gambar 4.1 Ilustrasi geometri galat metode volume hingga Lax-Friedrichs Gambar 4.2 Ilustrasi geometri galat metode beda hingga xvii

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan diferensial adalah persamaan yang menyatakan hubungan suatu fungsi dengan turunan-turunannya. Persamaan diferensial biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pesamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Persamaan diferensial biasa merupakan persamaan diferensial yang memuat satu variabel bebas. Persamaan diferensial parsial sebenarnya hampir sama dengan persamaan diferensial biasa, perbedaannya terletak pada banyaknya variabel bebas. Pada persamaan diferensial parsial terdapat lebih dari satu variabel bebas, sehingga terdapat turunan parsial. Fluida adalah zat yang dapat mengalir atau biasa disebut zat alir. Pada prinsipnya, fluida adalah semua jenis zat cair dan zat gas. Fluida biasanya banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya adalah minyak dan air. Minyak adalah zat cair yang mengandung lemak dan memiliki suatu kekentalan. Jika dilihat dari asalnya, minyak dapat dikelompokkan menjadi minyak nabati dan hewani. Minyak yang telah diolah banyak digunakan oleh masyarakat, seperti untuk memasak. 1

19 2 Minyak dan air memiliki massa jenis yang berbeda.jika keduanya dimasukkan ke dalam suatu wadah, keduanya tidak akan tercampur menjadi satu cairan, melainkan akan terpisah dengan air berada di bawah minyak. Hal itu disebabkan karena massa jenis air lebih besar daripada massa jenis minyak. x = x = 0 Gambar 1.1. Dua plat rata dengan jarak 10 cm berisi lapisan fluida. Plat atas ditarik ke kanan dengan kecepatan konstan. Dalam skripsi ini akan dibahas tentang pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air. Minyak dan air dalam kasus ini diletakkan di antara dua plat rata sehingga air akan berada di bawah minyak seperti terlihat pada Gambar 1.1. Pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air dilihat dengan menggunakan kajian. Kajian dilakukan terhadap minyak dan air yang berada di antara dua plat horizontal. Ketika plat yang berada di atas minyak ditarik dengan kecepatan konstan, maka akan terbentuk gelombang di permukaan minyak. Gelombang di permukaan minyak inilah yang akan mempengaruhi pergerakan air. Pertanyaan yang timbul adalah seberapa besarkah pengaruhnya?

20 3 Pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air akan diprediksikan dengan mempertimbangkan jarak kedua plat dan waktu yang berbeda. Maksudnya ketika plat atas ditarik dengan kecepatan konstan, akan dilihat seberapa besar pengaruh yang muncul terhadap kedua cairan ini pada waktu tertentu. Misalnya plat atas ditarik dengan kecepatan konstan dan dalam waktu 1 detik, akan dilihat berapa besar pengaruh pergerakan minyak terhadap air dalam waktu tersebut. Pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air di sini akan dicari dengan menggunakan metode volume hingga dan metode beda hingga. Metode volume hingga adalah salah satu metode penyelesaian persamaan diferensial parsial. Metode volume hingga bekerja dengan miskretkan domain ruang ke dalam interval, kemudian dihitung rata-rata kuantitas untuk masing-masing interval. Perhitungan rata-rata ini menghasilkan fluks, maka dalam metode volume hingga selain miskretkan ruang ke dalam interval dan menghitung rata-rata tiap interval, harus dihitung pula fluks agar hasil yang didapat stabil. Metode beda hingga merupakan suatu metode yang menghampiri penyelesaian model matematika titik demi titik. Metode ini menggunakan pekatan ekspansi Taylor di suatu titik acuan. Metode beda hingga unggul dalam kemudahan komputasi. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai seberapa besar pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air dengan metode volume hingga dan beda hingga.

21 4 Pergerakan minyak dan air yang akan diselesaikan di sini menggunakan persamaan gerak fluida, yaitu: v minyak t = μ minyak 2 v minyak x 2 (1) dan v air t = μ air 2 v air x 2 (2) dengan v minyak (x, t) adalah kecepatan minyak, v air (x, t) adalah kecepatan air, μ minyak (x, t) adalah kekentalan minyak, dan μ air (x, t) adalah kekentalan air. Di sini, variabel bebas x mewakili domain ruang dan variabel t melambangkan nilai waktu.hubungan di titik perbatasan antara minyak dan air diberikan oleh: v minyak = v air (3) dan μ minyak v minyak x = μ air v air x, (4)

22 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis mengadakan penelitian terhadap masalah-masalah berikut: 1. Bagaimana memperoleh persamaan pergerakan lapisan fluida yang dipengaruhi plat yang ditarik dengan kecepatan konstan? 2. Bagaimana menyelesaikan persamaan pergerakan lapisan fluida dengan metode volume hingga dan beda hingga? C. Pembatasan Masalah Penulis akan membatasi penulisan agar menjadi lebih terarah dan tidak menyimpang dari masalah yang akan dibahas, yaitu: 1. Persamaan gelombang yang akan dibahas adalah gelombang lapisan minyak dan air. 2. Persamaan diselesaikan dengan metode analitis,metode volume hingga dan metode beda hingga. 3. Masalah pergerakan lapisan fluida yang diselesaikan merupakan masalah pergerakan lapisan fluida satu dimensi. D. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai penulis, selain untuk memenuhi syarat tugas akhir dalam Program Studi Matematika Universitas Sanata Dharma, juga untuk:

23 6 1. Mencari seberapa besar pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air dengan menggunakan metode volume hingga dan beda hingga. 2. Memperluas wawasan pembaca tentang aplikasi matematika dalam pengaruh pergerakan suatu cairan terhadap cairan lain yang memiliki massa jenis yang berbeda. E. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Penulis memperoleh pengetahuan baru selama mengerjakan tulisan ini. 2. Pembaca mapat gambaran tentang aplikasi matematika dalam pengaruh pergerakan suatu cairan terhadap cairan lain yang memiliki massa jenis berbeda. 3. Skripsi ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain. F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam menulis skripsi adalah studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku maupun jurnal yang berkaitan dengan metode volume hingga dan beda hingga khususnya dalam mencari seberapa besar pengaruh pergerakan minyak terhadap pergerakan air; komputasi yang digunakan pada penelitian ini adalah komputasi numeris

24 7 khususnya untuk metode volume hingga dan metode beda hingga; selain itu juga akan dilakukan simulasi dengan komputer. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini ditulis menggunakan sistematika berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Integral B. Klasifikasi Persamaan Diferensial C. Nilai Eigen dan Vektor Eigen D. Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial Orde Dua E. Penurunan Numeris F. Matriks Tridiagonal BAB III MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA

25 8 A. Penurunan Persamaan Gerak Lapisan Fluida Satu Dimensi B. Masalah Pergerakan Lapisan Fluida C. Solusi Analitis Masalah Pergerakan Lapisan Fluida D. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs E. Metode Beda Hingga BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI A. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs B. Metode Beda Hingga BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

26 BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori dari skripsi ini. Dasar teori dari skripsi ini meliputi integral, klasifikasi persamaan diferensial, nilai eigen dan vektor eigen, matriks tridiagonal, klasifikasi persamaan diferensial parsial orde dua, dan penurunan numeris. A. Integral Pada bagian ini akan dibahas mengenai integral yang meliputi definisi dan contoh dari integral tentu dan teorema fundamental kalkulus. Definisi 2.1 Suatu fungsi F disebut anti turunan dari f pada interval I, jika F (x) = f(x) untuk setiap x dalam interval I. Contoh 2.1 Carilah suatu anti turunan dari f(x) = x 2. Penyelesaian: Fungsi F(x) = x 3 bukanlah anti turunannya, karena turunan dari x 3 adalah 3x 2. Akan tetapi hal ini menyarankan F(x) = 1 3 x3, yang memenuhi F (x) = 1 3 3x2 = x 2. Dengan demikian, suatu anti turunan dari f adalah 1 3 x3. 9

27 10 Anti turunan dinotasikan dengan dx. Notasi tersebut menunjukkan anti turunan terhadap x. Anti turunan biasanya disebut integral tak tentu. 1. Integral Tentu y y = f(x) a b x Perhatikan Gambar 2.1 berikut ini: Gambar 2.1. Ilustrasi fungsi satu variabel.

28 11 Untuk menghitung luas di bawah kurva y = f(x), dapat dilakukan dengan aproksimasi, yaitu dengan membagi interval [a, b] oleh partisi p = {x 0, x 1,, x n } ke dalam n subinterval yaitu [x 0, x 1 ], [x 1, x 2 ], [x n 1, x n ]. Panjang subinterval ke-i ditulis dengan x i = x i x i 1. Selanjutnya dipilih sebarang x i dari [x 0, x 1 ], [x 1, x 2 ], [x n 1, x n ] dengan i = 1, 2,, n. Total luas di bawah kurva dapat dihitung dengan f(x 1 ) x 1 + f(x 2 ) x f(x n ) x n = i=1 f(x i ) x i yang disebut jumlahan Riemann fungsi f pada interval [a, b], sebagai pekatan luas daerah di bawah kurva y = f(x) dan diatas sumbu x. n Semakin banyak subinterval seragam yang digunakan artinya x i 0, maka semakin baik pula aproksimasi luasan tersebut dan semakin dekat dengan luasan yang sebenarnya. Dengan demikian, luas daerah = lim n i=1 f(x i ) x i. x i 0 Definisi 2.2 Misalkanf suatu fungsi yang didefinisikan pada selang tertutup [a, b]. Jika n lim f(x i ) x i x i 0 i=1 ada, maka nilai limit tersebut dinamakan integral tentu f dari a ke b dan ditulis b a sebagai f(x)dx = lim n i=1 x i 0 f(x i ) x i.

29 12 2. Teorema Fundamental Kalkulus Pada bagian ini hanya akan diberikan teorema fundamental kalkulus, tidak dibahas mengenai pembuktiannya. Teorema 2.1 (Teorema Nilai Rata-Rata) berlaku Jika f fungsi kontinu pada [a, b], maka terdapat c [a, b], sehingga f(c) = 1 b a f(x)dx. a b Teorema 2.2 (Teorema Fundamental Kalkulus I) x Jika f fungsi kontinu pada [a, b], maka F(x) = f(t)dt a [a, b] dan terdiferensial pada (a, b) dan berlaku kontinu pada F (x) = d x f(t)dt dx a = f(x). Teorema 2.3 (Teorema Fundamental Kalkulus II) Jika f fungsi kontinu pada setiap titik dalam [a, b] dan F adalah antiturunan dari f pada [a, b], maka b f(x)dx a = F(b) F(a).

30 13 Bukti dari ketiga teorema yang disebut di atas dapat dilihat pada buku karangan Thomas (2010). B. Klasifikasi Persamaan Diferensial Berikut ini akan dibahas mengenai klasifikasi persamaan diferensial. Klasifikasi tersebut meliputi definisi dan contoh persamaan diferensial, persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial parsial, dan orde persamaan diferensial. Definisi 2.3 Persamaan diferensial adalah persamaan yang melibatkan variabelvariabel tak bebas dari fungsi yang tidak diketahui dan turunan terhadap variabelvariabel bebas dari fungsi tersebut. Contoh 2.3 diferensial: Persamaan-persamaan di bawah ini merupakan contoh persamaan dy dt = y2, (2.1) dy dx + 2 d2 y dx 2 = 0, (2.2) u t = 2 u x u y 2, (2.3) 2 u x u y u z 2 = 0. (2.4)

31 14 Definisi 2.4 Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang melibatkan turunan biasa atas satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas. Contoh 2.4 Persamaan (2.1) dan (2.2) adalah contoh persamaan diferensial biasa. Pada persamaan (2.1) variabel y adalah variabel terikat atau tak bebas dan variabel t adalah variabel bebas. Pada persamaan (2.2) variabel y adalah varabel tak bebas dan variabel x adalah variabel bebas. Definisi 2.5 Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang melibatkan turunan parsial atas satu atau lebih variabel tak bebas terhadapvariabel bebas, dengan catatan bahwa banyaknya variabel bebas dalam persamaan tersebut adalah lebih dari satu. Contoh 2.5 Persamaan (2.3) dan (2.4) merupakan contoh persamaan diferensial parsial. Pada persamaan (2.3) variabel x, y, dan t merupakan variabel bebas dan variabel u merupakan variabel tak bebas. Pada persamaan (2.4) variabel x, y, dan z merupakan variabel bebas dan variabel u merupakan variabel tak bebas.

32 15 Definisi 2.6 Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan yang muncul dalam persamaan diferensial tersebut. Contoh 2.6 Persamaan (2.1) adalah persamaan diferensial biasa orde pertama karena tingkat tertinggi yang muncul adalah tingkat satu. Persamaan (2.2) adalah contoh persamaan diferensial biasa orde dua karena tingkat turunan yang muncul adalah tingkat dua. Persamaan (2.3) dan (2.4) adalah persamaan diferensial parsial orde dua karena tingkat tertinggi dari turunanparsial yang muncul adalah tingkat dua. C. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Berikut akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen beserta dengan contohnya. Definisi 2.8 Misalkan A adalah suatu matriks n n. Skalar λ disebut sebagai suatu nilai eigen atau nilai karakteristik dari A jika terdapat suatu vektor taknol x, sehingga Ax = λx. Vektor x disebut vektor eigen atau vektor karakteristik yang bersesuaian dengan nilai eigen λ dari A. Contoh 2.8 Misalkan A = ( ) dan x = (2 ). Karena 1

33 16 Ax = ( ) (2 1 ) = (6 3 ) = 3 (2 1 ) = 3x maka dari persamaan ini dapat dilihat bahwa λ = 3 adalah nilai eigen dari A dan x = ( 2 ) merupakan vektor eigen yang bersesuaian denganλ = 3 tersebut, seperti 1 yang dijelaskan oleh Leon (2001). y 3 3x 1 x 2 6 x Secara geometris, perkalian matriks A dengan vektor x memiliki kelipatan 3 terhadap vektor x. Ilustrasi secara geometris ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Gambar 2.2. Ilustrasi geometri vektor eigen. D. Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial Orde Dua Pada bagian ini akan dibahas tentang menentukan jenis suatu persamaan diferensial parsial orde dua.

34 17 Persamaan diferensial parsial orde dua, yang linear homogen, dan memiliki koefisien konstan berbentuk au xx + 2bu xy + cu yy + du x + eu y + fu = 0 denganu = u(x, y) dan a, b, c, d, e, f adalah konstanta. Tiga suku pertama bentuk persamaan diferensial parsial linear homogen orde dua di atas disebut bagian utama persamaan diferensial parsial dan digunakan untuk menentukan jenis persamaan diferensial parsial. Dipandang bagian utama persamaan diferensial parsial: au xx + 2bu xy + cu yy = a 2 u x 2 + 2b 2 u x y + c 2 u y 2 = ( x y ) (a b b c ) x. ( y) Matriks koefisien ( a b b ) merupakan matriks simetri yang mempunyai nilai eigen c berupa bilangan real, det (( a b 0 λ b ) λ (1 )) = det (a ) = (a λ)(c λ) b2 b c 0 1 b c λ (2.9) = λ 2 (a + c)λ + ac b 2 Jika λ 1 dan λ 2 adalah nilai eigen dari matriks A = ( a b b c ) maka persamaan karakteristiknya adalah (λ λ 1 )(λ λ 2 ) = 0 (2.10)

35 18 λ 2 (λ 1 + λ 2 )λ + λ 1 λ 2 = 0 dari (2.9) dan (2.10) didapat: a. λ 1 + λ 2 = a + c = trace(a) b. λ 1 λ 2 = ac b 2 = det (A) Persamaan diferensial parsial disebut parabolik jika ac b 2 = 0,yang artinyaλ 1 λ 2 = 0; dengan kata lain, salah satu nilai eigennya bernilai 0. Persamaan diferensial parsial disebut eliptik apabila ac b 2 > 0,yang artinyaλ 1 λ 2 > 0; dengan kata lain, kedua nilai eigennya positif atau kedua nilai eigennya negatif. Persamaan diferensial parsial disebut hiperbolik jika ac b 2 < 0,yang artinyaλ 1 λ 2 < 0; dengan kata lain, salah satu nilai eigennya positif dan salah satu nilai eigennya negatif. E. Penurunan Numeris Pada bagian ini akan dibahas mengenai penurunan numeris dan contohnya, serta penjelasan tentang tiga pekatan dalam menghitung turunan numeris yaitu pekatan beda maju, beda pusat dan beda mundur. Definisi 2.9 Turunan suatu fungsi didefinisikan sebagai f (x) = lim f(x+h) f(x) h 0 h.

36 19 Bila fungsi f(x) diberikan secara eksplisit, maka kita dapat menentukan fungsi turunannya, f (x), f (x),, f (n+1) (x), lalu menggunakannya untuk menghitung nilai turunan fungsi di x = t. Namun demikian, seringkali fungsi f(x) tidak diketahui secara eksplisit, tetapi hanya memiliki beberapa titik data saja. Pada kasus seperti ini, nilai turunan fungsi secara analitis susah untuk dicari. Seringkali f(x) diketahui secara eksplisit, namun karena bentuk yang sulit maka untuk mencari hasil turunan fungsinya juga sulit, misalnya pada fungsi-fungsi berikut: (a). f(x) = cos(2x2 )+xtan(3x) sin(x)+e x 2x/ cos(x) (b). f(x) = xe 2x+2 ln(4x 2 ) Perhitungan nilai turunan pada fungsi (a) dan (b) dapat dikerjakan secara numeris. Nilai turunan yang diperoleh merupakan nilai hampiran dan diharapkan menghasilkan nilai galat yang kecil. 1. Tiga Pekatan dalam Menghitung Turunan Numeris Turunan adalah limit dari hasil bagi selisih: yaitu pengurangan dua buah nilai yang besar (f(x + h) f(x)) dan membaginya dengan bilangan yang kecil (h). Misal diberikan nilai-nilai x di x 0 h, x 0, dan x 0 + h, serta nilai fungsi untuk nilai-nilai x tersebut. Titik-titik yang diperoleh adalah (x 1, f 1 ), (x 0, f 0 ), dan (x 1, f 1 ), yang dalam hal ini x 1 = x 0 h dan x 1 = x 0 + h. Terdapat tiga pekatan dalam menghitung f (x 0 ):

37 20 a. Hampiran Beda Maju Diketahui fungsi y = f(x 0 ). Akan ditunjukkan f (x 0 ) dengan hampiran beda maju f (x 0 ) = lim h 0 f(x 0 + h) f(x 0 ) h f(x 0 + h) f(x 0 ) h = f 1 f 0 h b. Hampiran Beda Mundur Diketahui fungsi y = f(x 0 ). Akan ditunjukkan f (x 0 ) dengan hampiran beda mundur f (x 0 ) = lim h 0 f(x 0 ) f(x 0 h) h f(x 0) f(x 0 h) h = f 0 f 1 h c. Hampiran Beda Pusat Diketahui fungsi y = f(x 0 ). Akan ditunjukkan f (x 0 ) dengan hampiran beda pusat

38 21 f (x 0 ) = lim h 0 f(x 0 + h) f(x 0 h) 2h f(x 0 + h) f(x 0 h) 2h = f 1 f 1 2h Tafsiran geometris dari ketiga pekatan di atas diperlihatkan pada Gambar 2.3. y y y 1 y = f(x) y 0 y = f(x) y 0 h y 1 x 1 x 0 x 1 x h x 1 x 0 x 1 x (a) (b) y y 0 y = f(x) y 1 2h x 1 x 0 x 1 x (c) Gambar 2.3. (a) Hampiran beda maju. (b) Hampiran beda mundur. (c) Hampiran beda pusat.

39 22 2. Penurunan Rumus Turunan dengan Deret Taylor ini Misal diberikan titik-titik (x i, f i ) dengan i = 0,1,2,, n, yang dalam hal x i = x 0 + ih dan f i = f(x i ). Selanjutnya akan dihitung f (x), yang dalam hal ini x = x 0 + sh, s R dengan ketiga pekatan sebelumnya (beda maju, beda mundur, beda pusat). a. Hampiran Beda Maju Uraikan f(x i+1 ) di sekitar x i : f(x i+1 ) = f(x i ) + (x i+1 x i ) 1! f (x i ) + (x i+1 x i ) 2 f (x 2! i ) + f i+1 = f i + hf i + h 2 2f (x i ) + (2.11) hf i = f i+1 f i h 2 2f (x i ) f i = f i+1 f i h h 2f (x i ) f i = f i+1 f i h h 2f (t)

40 23 f i = f i+1 f i h + O(h) yang dalam hal ini, O(h) = h 2f (t), untuk suatu t denganx i < t < x i+1. Untuk nilai-nilai f di x 0 dan x 1 rumusnya menjadi: f 0 = f 1 f 0 h + O(h) (2.12) yang dalam hal ini O(h) = h 2f (t), untuk suatu t denganx 0 < t < x 1. b. Hampiran Beda Mundur Uraikan f(x i 1 ) di sekitar x i : f(x i 1 ) = f(x i ) + (x i 1 x i ) f (x 1! i ) + (x i 1 x i ) 2 f (x 2! i ) + f i 1 = f i hf i + h 2 2f (x i ) + (2.13) hf i = f i f i 1 + h 2 2f (x i ) + f i = f i f i 1 h + h 2f (x i ) + f i = f i f i 1 h + h 2f (t) f i = f i f i 1 h + O(h) yang dalam hal ini, O(h) = h 2f (t), untuk suatu t denganx i 1 < t < x i.

41 24 Untuk nilai-nilai f di x 0 dan x 1 persamaan rumusnya menjadi: f 1 = f 1 f 0 h + O(h) (2.14) yang dalam hal ini O(h) = h 2f (t), untuk suatu t dengan x 0 < t < x 1. c. Hampiran Beda Pusat Kurangkan persamaan (2.13) dari persamaan (2.11): f i+1 f i 1 = 2hf i + h 3 3f i + 2hf i = f i+1 f i 1 h 3 3f i f i = f i+1 f i 1 2h h 2 6f i f i = f i+1 f i 1 2h + O(h 2 ) yang dalam hal ini, O(h 2 ) = h 2 6f (t), untuk suatu t dengan x i 1 < t < x i+1. Untuk nilai-nilai f di x 1 dan x 1 persamaan rumusnya menjadi: f 1 = f 2 f 0 2h + O(h 2 ) (2.12) yang dalam hal ini O(h 2 ) = h 2 6f (t), untuk suatu t dengan x 0 < t < x 2. Hampiran beda pusat ini memiliki hasil yang lebih baik dari dua hampiran lainnya karena orde galatnya adalah O(h 2 ).

42 25 F. Matriks Tridiagonal contohnya. Pada bagian ini akan dibahas mengenai definisi matriks tridiagonal dan Definisi 2.10 Misalkan n 3. Matriks T = (t ij ) R n n disebut matriks tridiagonal jika elemen-elemen yang berada pada selain diagonal utama dan dua diagonal berdekatan bernilai nol, yaitu t ij = 0 jika i j > 1, i, j {1,2,, n} matriks tersebut juga sering disebut tiga diagonal. Untuk penjelasan lebih jelasnya dapat dilihat pada buku karangan Süli dan Mayers (2007). Contoh 2.9 Berikut ditunjukan beberapa matriks A = ( 7 5 3), B = ( 2 3 2), C = ( 0 1 0) Dari ketiga matriks di atas, matriks tridiagonal ditunjukan oleh matriks B dan C. Matriks A bukan matriks tridiagonal karenaa 13 0 dan a Matriks Cadalah matriks identitas. Matriks Cmemenuhi definisi matriks tridiagonal karena a 13 = a 31 = 0.

43 BAB III MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA Pada bab ini akan dibahas tentang pemodelan pergerakan lapisan fluida, penurunan gerak fluida satu dimensi, serta metode volume hingga dan metode beda hingga untuk model pergerakan lapisan fluida. A. Penurunan Persamaan Gerak Lapisan Fluida Persamaan gerak fluida pada kasus ini dideskripsikan dengan persamaan panas seperti yang dijelaskan oleh Caldwell dan Ng Douglas (2004). Hal ini dikarenakan gerakan fluida seperti menjalar dari sumber gerakan. Plat atas yang ditarik secara konstan adalah sumber gerakan awal, kecepatan fluida yang bersentuhan langsung dengan plat sama dengan kecepatan plat yang ditarik secara konstan tersebut, sedangkan kecepatan fluida yang berada jauh dari plat atas tersebut memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada kecepatan fluida yang bersentuhan langsung dengan plat yang ditarik. Persamaan panas dapat juga disebut sebagai persamaan difusi. Persamaan panas dapat diformulasikan dengan merumuskan persamaan aliran panas (Haberman, 2004). Misalkan kawat penampang A berorientasi terhadap arah x seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1. Jumlah energi panas per satuan volume sebagai variabel yang tidak diketahui disebut kepadatan energi panas. 26

44 27 A (x, t) (x + x, t) x = 0 x x + x x = L Gambar 3.1 Kawat satu dimensi dengan energi panas yang mengalir masuk dan keluar. Di sini,a adalah luas penampang kawat, dan (x, t) adalah energi panas yang lewat di penampang kawat pada posisi x dan waktu t. Asumsikan pada setiap waktu t, suhu di dalam kawat pada posisi xseragam yaitu u(x, t), tetapi berbeda bila dibandingkan suhu penampang kawat posisi yang lain. Akan dicari distribusi suhu penampang kawat pada setiap posisi x dan pada setiap waktu t, yaitu u(x, t), (x, t). Misalkan c konstanta yang menyatakan berapa banyak energi yang dibutuhkan oleh satu unit massa suatu ba untuk menaikkan suhu sebesar 1 derajat. Segmen kawat dari x ke x + x mempunyai massa: ρ = m V, m = ρ V = ρ A x, dengan ρ adalah kepadatan kawat, m adalah massa, dan V merupakan volume kawat. Sehingga untuk menaikan suhu segmen kawat sebesar 1 derajat dibutuhkan energi sebanyak ρ c A x. Apabila suhunya naik dari 0 ke u(x, t) maka energi yang dibutuhkan sebesar ρ c A x u(x, t). Jadi, total energi panas pada segmen tersebut untuk t > 0 adalah atau E = lim ρ c A x u(x, t), x x

45 28 x+ x E = ρ c A u(s, t) ds. x Fluks Panas Fluks panas adalah laju perubahan energi panas yang melewati suatu penampang. Fluks dapat dihitung dengan cara: x+ x Fluks = E t = t x ρ c A u(s, t) ds x+ x = ρ c A x u(s, t) t ds (3.1) atau dengan cara: Fluks = A (x, t) A (x + x, t) = A[ (x + x, t) (x, t)]. (3.2) Karena panas menjalar dari ba bersuhu tinggi ke rah dan banyak energi berbanding dengan perbedaan suhu di antara 2 titik (Hukum Newton Pinginan) maka: (x, t) = k u(x, t). (3.3) x Substitusi persamaan (3.3) ke persamaan (3.2) didapat Fluks u(x + x, t) = A ( k + k x u(x, t) ) x u(x + x, t) = Ak ( x = Ak x x+ x u(x, t) ) x u(s, t) ( ) ds (3.4) x x

46 29 Dari persamaan (3.1) dan (3.4) didapat x+ x x ρ c A u(s, t) t ds = Ak x x+ x u(s, t) ( ) ds x x A x x+ x (ρ c u t k 2 u x2) ds = 0 (ρ c u t k 2 u x 2) = 0 atau u t = k 2 u ρc x 2 dengan K = k ρc adalah koefisien difusi. u t = K 2 u (3.5) x 2 Pada persamaan gerak fluida, koefisien difusi K diganti dengan μ yang berarti kekentalan fluida. Pada kasus pergerakan lapisan fluida, persamaan (3.5) diberikan subskrip minyak dan air guna membedakan antara persamaan gerak untuk minyak dan persamaan gerak untuk air, seperti pada persamaan (1) dan persamaan (2). Persamaan (3.5) merupakan persamaan diferensial parsial parabolik. Hal ini dikarenakan bagian utama persamaan diferensialnya berbentuk: K 2 u x 2 = 0, sehingga det(a) = 0 atau dengan kata lain salah satu nilai eigen dari persamaan tersebut bernilai 0. Di sini,

47 30 A = ( a b b c ) = (K ) seperti yang dijelaskan pada subbab D. Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial Orde Dua. B. Masalah Pergerakan Fluida Diketahui persamaan gerak dari lapisan fluida untuk air, yaitu: v air t = μ air 2 v air x 2 (3.6) dan untuk minyak yaitu: v minyak t = μ minyak 2 v minyak x 2 (3.7) dengan x adalah variabel ruang, t adalah variabel waktu, v air adalah kecepatan air, v minyak adalah kecepatan minyak, μ air adalah kekentalan air dan μ minyak adalah kekentalan minyak. Hubungan di titik perbatasan antara minyak dan air ditunjukkan dengan: v minyak = v air (3.8) dan μ minyak v minyak x = μ air v air x. (3.9)

48 31 Persamaan (3.9) merupakan definisi dari tegangan gesek yaitu: τ = μ dv dy dengan μ merupakan viskositas, V merupakan kecepatan fluida, y merepresentasikan jarak dua plat rata yang disusun secara horisontal, dan dv merepresentasikan gradien dari kecepatan fluida. Pada kasus dalam skripsi ini, jarak dua plat rata horisontal direpresentasikan dengan x, dan viskositas diberikan subscrip minyak dan air sebagai pembeda koefisien viskositas untuk minyak dan air. Dalam skripsi ini tidak akan dibahas lebih lanjut tentang bagaimana mapatkan definisi tegangan gesek. Materi tentang vikositas dan tegangan gesek dapat dilihat pada buku-buku atau jurnal tentang mekanika fluida seperti yang ditulis oleh Crowe. C. T., Elger D. F., Williams B. C., dan Roberson. J. A. pada buku berjudul Engineering Fluid Mechanics (2010). dy Akan disimulasikan pergerakan lapisan fluida dalam kasus ini adalah antara minyak dan air yang berada diantara dua plat rata dengan jarak 10 cm menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs, dan metode beda hingga dengan menggunakan MATLAB. Pada kasus ini plat atas ditarik sehingga mempunyai kecepatan konstan sebesar 7cm/s seperti pada Gambar 1.1. Pada kasus ini, terdapat dua masalah nilai awal yang melibatkan kecepatan dua fluida, sebagai berikut:

49 32 v air 2 v air = μ t air x 2, 0 < x < 6 v air (x, 0) = 0 v air (0, t) = 0 v air (6, t) = v minyak (6, t) (3.10) v minyak μ minyak { x x=6 = μ air v air x x=6 v minyak 2 v minyak = μ t minyak x 2, 6 < x < 10 v minyak (x, 0) = 0 v minyak (10, t) = 7 v minyak (6, t) = v air (6, t) (3.11) { v minyak v air μ minyak = μ x air x x=6 x=6 dengan v air (x, t)adalah kecepatan air, v minyak (x, t) adalah kecepatan minyak, μ air sebagai kekentalan air, and μ minyak kekentalan minyak. Untuk model pergerakan lapisan fluida, dibuat beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Pada plat atas tidak terdapat kekentalan. 2. Plat atas bergerak secara konstan yaitu 7 cm/s. 3. Kekentalan fluida minyak dan air diberikan oleh Caldwel dan Ng Douglas, K. S. (2004). 4. Kekentalan fluida minyak dan air diasumsikan tetap, tidak berubah terhadap suhu. 5. Aliran fluida hanya dalamsatu arah, yaitu arah yang tegak lurus sumbu x. 6. Aliran fluidanya bersifat laminer.

50 33 C. Solusi Analitis Masalah Pergerakan Lapisan Fluida Masalah pergerakan lapisan fluida sangat sulit diselesaikan secara analitis untuk kasus aliran tak tunak. Akan tetapi, penyelesaian numeris dapat dibandingkan dengan solusi analitis untuk kasus aliran tunak. Aliran tak tunak adalah kondisi dimana komponen aliran berubah terhadap waktu, dan aliran tunak adalah kondisi dimana komponen aliran tidak berubah terhadap waktu. Untuk kasus aliran tunak, solusi analitis tidak bergantung terhadap waktu. Dengan demikian, untuk kasus aliran tunak, solusi analitis v air (x, t) = v air (x) dan v minyak (x, t) = v minyak (x). Dalam kasus aliran tunak persamaan (3.10) menjadi 2 v air x 2 = 0, 0 < x < 6, (3.12) v air (0) = 0. (3.13) Persamaan (3.12) memiliki penyelesaianv air (x) = Ax + B.Karena v air (0) = 0 maka B = 0, sehingga penyelesaian untuk persamaan (3.12) adalah v air (x) = Ax, 0 x 6. (3.14) v air x = A Persamaan (3.11) untuk kasus aliran tunak dapat ditulis menjadi 2 v minyak x 2 = 0, 6 x 10, (3.15) v minyak (10) = 7, (3.16) v minyak (6) = v air (6), (3.17)

51 34 v minyak v air μ minyak = μ x air x. (3.18) x=6 x=6 Persamaan (3.15) menghasilkanpenyelesaian: v minyak (x) = Cx + D, 6 x 10, (3.19) v minyak x = C dan pada titik batas yakni persamaan (3.16) dan (3.17) ditulis menjadi dan 10C + D = 7 (3.20) 6C + D = 6A. (3.21) Selanjutnya karena v airx = A dan v minyakx = C maka persamaan (3.18) berlaku μ minyak (C) = μ air (A). (3.22) Eliminasi persamaan (3.20) dan (3.21) sehingga mapat A = 7 4C. (3.23) 6 Substitusi persamaan (3.23) ke persamaan (3.22) akan menghasilkan C = 7μ air 6μ minyak + 4μ air, (3.24) substitusikan pula persamaan (3.24) ke persamaan (3.22) sehingga didapat A = 7μ minyak 6μ minyak + 4μ air, (3.25) substitusikan persamaan (3.24) dan (3.25) ke persamaan (3.21) didapat D = 21(μ minyak μ air ) 6μ minyak + 4μ air. (3.26)

52 35 Berikut adalah solusi aliran tunak yang dihasilkan dengan mensubstitusikan persamaan (3.24), (3.25), dan (3.26) ke persamaan (3.14) dan (3.19): v air (x) = 7μ minyak 6μ minyak + 4μ air x, 0 x 6, (3.27) v minyak (x) = 7μ air x + 21(μ minyak μ air ), 6μ minyak + 4μ air 3μ minyak + 2μ air 6 x 10, (3.28) dengan v air (x) adalah kecepatan air, v minyak (x) adalah kecepatan minyak, μ air menyatakan kekentalan air dan μ minyak menyatakan kekentalan minyak. Solusi di atas akan digunakan dalam perhitungan simulasi numeris dengan MATLAB. D. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs Pada bagian ini dibahas mengenai skema metode volume hingga, perhitungan flux secara numeris dalam metode volume hingga dan solusi numeris metode volume hingga Lax-Friedrichs. 1. Skema Metode Volume Hingga Persamaan diferensial parsial hukum kekekalan berbentuk atau ditulis q t + f(q) x = 0 t q(x, t) + f(q(x, t)) = 0. x

53 36 Skema metode volume hingga berdasar pada piskretan domain pada ruang ke dalam interval, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.2. x i 3 2 x i 1 2 x i+ 1 2 x i+ 3 2 x i 1 x i x i+1 Gambar 3.2.Ilustrasi diskretisasi domain ruang. Di sini x = x i x i 1 atau x = x i+ 1 2 menjadi t n = n t x 1 i. Domain waktu didiskretkan 2 dengan n = 0,1,2,3,. Misalkan Q i n adalah nilai pekatan rata-rata volume kuantitas q(x, t) dalam interval ke-i pada waktu t n, yaitu: Q i n 1 x 1 i+ 2 x x 1 i 2 q(x, tn )dx. n Misalkan pula F 1 i 2 adalah pekatan dari rata-rata fluks(debit material) f(q(x, t)) di titik x 1 i, yaitu 2 n 1 t f (q (x i 1, t)) dt F i 1 2 t n+1. t n 2 Bentuk integral dari hukum kekekalan diberikan oleh: x 1 i+ q(x, tn )dx 2 t x 1 i 2 = [f (q (x 1 i+, t)) f (q (x 1 i, t))], 2 2 dengan nilai-nilai pekatan diperoleh untuk q t + f(q) x = 0, yaitu

54 37 Q n+1 n i Q i = t n n F 1 i F i+ 1 2 x 2 atau dapat ditulis menjadi Q n+1 i = Q n i t (F n x i+ 1 F n 1 i ). 2 2 Persamaan di atas merupakan skema volume hingga bagiq t + f(q) x = 0. Skema metode volume hingga tersebut konsisten dengan skema metode beda hingga karena dapat ditulis menjadi Q n+1 n i Q i = t Q n+1 n i Q i + t F i+ 1 2 n n F 1 i F i+ 1 2 x 2 n n F 1 i 2 = 0 x yang merupakan suatu bentuk diskret dari q t + f(q) x = Perhitungan FluksSecara Numeris dalam Metode Volume Hingga Diberikan persamaan diferensial parsial dengan bentuk hukum kekekalan q t + f(q) x = 0. Misal Q n i q(x i, t n ) dan F n 1 i f (q (x 1 i, t n )), seperti telah dijelaskan pada 2 2 bagian Skema Metode Volume Hingga di muka.skema metode volume hingga untuk persamaan di atas adalah Q n+1 i = Q n i t x (F n i+ 1 F n 1 i ). 2 2 Diketahui Q i n merupakan nilai kuantitas numeris di titik x i dan pada waktu t n.oleh karena itu,fluks di titik x i pada waktu t n diketahui, yaitu

55 38 F i n f(q(x i, t n )) f(q i n ). Metode Stabil dan Tidak Stabil Metode numeris dikatakan stabil apabila galat atau error yang muncul disetiap iterasi tidak membesar terlalu cepat pada iterasi-iterasi berikutnya. Jika galat yang muncul pada suatu iterasi membesar menuju tak hingga maka metode tersebut dikatakan tidak stabil. Teori tentang kestabilan tidak akan dibahas pada skripsi ini. Teori kestabilan dapat dilihat dalam buku-buku referensi misalnya LeVeque (1992,2002). 1. Flukstak stabil Akan didefinisikan rata-rata fluks pada titik x i 1 2 dan Q i n, sebagai berikut: n berdasarkan pada Q i 1 F n 1 i 2 = F(Q n i 1, Q n i ) = 1 [f(q 2 i 1 n ) + f(q n i )]. Dengan demikian, skema metode volume hingga menjadi menjadi Q n+1 i = Q n i t x (F n i+ 1 F 1 i 2 2 n ) Q n+1 i = Q n i t x (1 2 [f(q i+1 n ) + f(q n i )] 1 2 [f(q i 1 n ) + f(q n i )]) Q i n+1 = Q i n t [f(q 2 x i+1 n ) f(q n i 1 )].

56 39 Akan tetapi, skema metode volume hingga ini tidak stabil. 2. Fluks Lax-Friedrichs Skema Lax-Friedrichs adalah skema yang memodifikasi skema metode volume hingga di atas, dengan Q n i = 1 2 (Q n i+1 sehingga skema Lax-Friedrichsmenjadi Q n+1 i = 1 (Q n 2 i+1 + Q n i 1 ) t + Q n i 1 ) [f(q 2 x i+1 n ) f(q n i 1 ]. Skema Lax-Friedrichs ini stabil untuk t yang cukup kecil. 3. Solusi Numeris Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs Masalah pergerakan lapisan fluida dapat diselesaikan dengan menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Diberikan persamaan lapisan fluida (3.10) dan (3.11) yaitu atau dapat ditulis dan v air t = μ air 2 v air x 2, 0 x 6 v air t + ( μ airv air x ) x = 0 (3.29) atau v minyak t = μ minyak 2 v minyak x 2, 6 x 10 v minyakt + ( μ minyak v minyakx ) x = 0. (3.30) Persamaan (3.29) mempunyai skema metode volume hingga

57 40 Q n+1 i = Q n i t (F n x i+ 1 F n 1 i ). 2 2 Jadi, jika diketahui persamaan (3.29) maka didapat q = v air dan f(q) = μ air v airx.sekarang akan dicari fluks F n 1 i+ dan F n 1 i 2 2 dari persamaan (3.29), yaitu: n F 1 i+ 2 = 1 2 [f(q i+1 n ) + f(q n i )] x 2 t (Q n i+1 Q n i ) = 1 2 [( μ n airv airx ) i+1 = 1 2 ( μ air) [(v airx ) i+1 n + ( μ air v airx ) n i ] x 2 t ((v n air) i+1 (v air ) n i ) n x + (v airx ) ] i 2 t ((v n air) i+1 (v air ) n i ), n F 1 i 2 = 1 2 [f(q i n ) + f(q n i 1 )] x 2 t (Q n i+1 Q n i ) = 1 2 [( μ airv airx ) n i + ( μ air v airx ) n i 1 ] x 2 t ((v air) n i (v air ) n i 1 ) = 1 2 ( μ n n x air) [(v airx ) + (vairx ) ] i i 1 2 t ((v air) n i (v air ) n i 1 ). Persamaan (3.30) juga mempunyai skema metode volume hingga Q n+1 i = Q n i t (F n x i+ 1 F n 1 i ). 2 2 Jadi, jika diketahui persamaan (3.30) maka didapat q = v minyak dan f(q) = μ minyak v minyakx.sekarang akan dicari fluksf n 1 i+ dan F n 1 i dari persamaan (3.30), 2 2 yaitu: n F 1 i+ 2 = 1 2 [f(q i+1 n ) + f(q n i )] x 2 t (Q n i+1 Q n i )

58 41 = 1 2 [( μ n minyakv minyakx ) i+1 + ( μ minyak v minyakx ) i n ] x 2 t ((v n n minyak) (v i+1 minyak ) ) i = 1 2 ( μ n minyak) [(v minyakx ) + (v i+1 minyakx ) ] i n x 2 t ((v n n minyak) (v i+1 minyak ) ), i n F 1 i 2 = 1 2 [f(q i n ) + f(q n i 1 )] x 2 t (Q n i+1 Q n i ) = 1 2 [( μ minyakv minyakx ) n i + ( μ minyak v minyakx ) n i 1 ] x 2 t ((v n n minyak) (vminyak ) ) i i 1 = 1 2 ( μ n n minyak) [(v minyakx ) + (vminyakx ) ] i i 1 x 2 t ((v n n minyak) (vminyak ) ). i i 1 Hasil simulasi penyelesaian masalah pergerakan lapisan fluida dengan metode volume hingga Lax-Friedrichs dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Pada hasil simulasi pergerakan lapisan fluida diberikan nilai μ air = 1 dan μ minyak = 3, program dijalankan dengan x = 0.1, t = x, dan tfinal = 50.

59 42 Gambar 3.3. Hasil simulasi penyelesaian masalah pergerakan lapisan fluida dengan metode volume hingga saat t = 50. Terlihat pada gambar bahwa terjadi patahan pada saat x = 6. Hal ini terjadi karena diketahui hubungan di titik perbatasan antara minyak dan air yang sudah dijelaskan sebelumnya. E. Metode Beda Hingga untuk Model Pergerakan Lapisan Fluida Pada bagian ini dibahas mengenai skema metode beda hingga untuk model pergerakan lapisan fluida, dan solusi numeris metode beda hingga untuk model pergerakan lapisan fluida.

60 43 1. Skema Metode Beda Hingga untuk Model Pergerakan Lapisan Fluida Persamaan (3.10) dan (3.11) tidak dapat diselesaikan secara terpisah, karena terdapat beberapa kondisi yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan skema implisit, persamaan gerak fluida untuk air pada persamaan (3.10) dan persamaan gerak fluida untuk minyak pada persamaan (3.11) dapat ditulis menjadi: v l+1 l air v i air v l+1 i air 2v l+1 l+1 i+1 air + v i air i 1 = μ t air ( x) 2, (3.31) untuk i = 1,2,3,, m, v minyakj l+1 v minyakj l t v l+1 minyakj+1 2v l+1 l+1 minyakj + v minyakj 1 = μ minyak ( x) 2, (3.32) untuk j = m, m + 1, m + 2,, n 1, Persamaan (3.31) dan (3.32) dapat ditulis ulang menjadi: ( μ air ( x) 2) v airi 1 l+1 ( 2μ air ( x) t ) v airi l+1 + ( μ air ( x) 2) v airi+1 l+1 = 1 t v airi l, (3.33) untuki = 1, 2, 3,, m, ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 ( 2μ minyak j 1 ( x) t ) v l+1 minyak j + ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 = 1 j+1 t v minyak l, j (3.34) untukj = m, m + 1, m + 2,, n 1.

61 44 Untuk posisi dii = 1 dan syarat awal v air (0, t) = v l+1 air = 0, persamaan i (3.33) dapat ditulis menjadi: ( 2μ air ( x) t ) v air1 l+1 + ( μ air ( x) 2) v air2 l+1 = 1 t v l (3.35) air1 Pada posisi batas antara minyak dan air (i = mdanj = m), persamaan (3.33) dan (3.34) menjadi ( μ air ( x) 2) v airm 1 l+1 ( 2μ air ( x) t ) v airm l+1 + ( μ air ( x) 2) v l+1 airm+1 (3.36) = 1 t v airm l, ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 ( 2μ minyak m 1 ( x) t ) v l+1 minyak m + ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 = 1 m+1 t v minyak l. m (3.37) Kondisi pada posisi batas dapat dijabarkan menjadi: v l+1 air m+1 μ air v minyak v air μ minyak = μ x air x, (3.38) x=6 x=6 l+1 v air m 1 2 x Persamaan (3.38) dapat ditulis sebagai: v l+1 minyakm+1 = μ minyak l+1 v minyakm 1 2 x. (3.39) v l+1 air m+1 = μ minyak (v l+1 μ minyakm+1 v l+1 minyakm 1 ) + v l+1 air. m 1 (3.40) air Substitusi persamaan (3.40) ke persamaan (3.36), didapat: ( 2μ air ( x) 2) v airm 1 l+1 ( 2μ air ( x) t ) v l+1 airm + ( μ minyak ( x) 2 ) (v minyak l+1 v l+1 m+1 minyakm 1 ) = 1 t v airm l. (3.41)

62 45 Jumlahkan persamaan (3.37) dengan persamaan (3.41) sehingga didapat: ( 2μ air ( x) 2) v airm 1 l+1 ( 2μ air ( x) t ) v airm l+1 ( 2μ minyak ( x) t ) v l+1 minyak m + ( 2μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 = 1 m+1 t v l 1 airm t v minyak l. m (3.42) Karena v l+1 air = v l+1 m minyakm, maka persamaan (3.42) dapat ditulis menjadi: ( 2μ air ( x) 2) v airm 1 l+1 ( 2μ air + 2μ minyak ( x) t ) v l+1 minyak m + ( 2μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 = 1 m+1 t v l 1 airm t v minyak l. m (3.43) Saat j = m + 1 persamaan (3.34) menjadi: ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 ( 2μ minyak m ( x) t ) v l+1 minyak m+1 + ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 = 1 m+2 t v l minyak. m+1 (3.44) Pada plat atas (j = n 1), persamaan (3.34) dapat ditulis menjadi: ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 ( 2μ minyak n 2 ( x) t ) v l+1 minyak n 1 = 1 t v l minyak m+1 ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak n l+1. (3.45) Karena v minyak (10, t) = v minyakn l+1 = 7, maka: ( μ minyak ( x) 2 ) v minyak l+1 ( 2μ minyak n 2 ( x) t ) v l+1 minyak n 1 = 1 t v l minyak m+1 ( 7μ minyak ( x) 2 ). (3.46)

63 46 Persamaan (3.33), (3.34), (3.35), (3.43), (3.44) dan (3.46) adalah persamaan yang mewakili semua titik diantara 0 sampai 10. Keenam persamaan merupakan sistem tridiagonal yang dapat diselesaikan dengan menggunakan perintah A\x pada MATLAB. Misalkan: b = ( μ air ( x) 2), c = ( 2μ air ( x) t ), d = (μ minyak ( x) 2 ), e = ( 2μ minyak ( x) t ), dan f = (2μ air + 2μ minyak ( x) t ) contoh membentuk sistem tridiagonal dengan x = 2 adalah sebagai berikut: A = [ c b 0 b c b 0 b c 0 0 2b b 0 0 f 2d 0, x = d e d 0 d e] l v air 1 l v air 2 l v air 3 l v minyak4 v minyak5 l l [ v minyak6], b = 1 t v l air1 1 t v l air2 1 t v l air3 1 t v air4 l 1 t v l minyak 4 1 t v minyak 5 l. [ 1 t v minyak 6 l ] Sistem tridiagonal di atas merupakan penyelesaian pada metode beda hingga. Dengan variasi x yang berbeda akan terbentuk sistem tridiagonal yang besarnya berbeda pula. Semakin kecil x maka semakin besar sistem tridiagonalnya.

64 47 Sistem tridiagonal akan diselesaikan dengan menggunakan perintah A\x pada MATLAB. 2. Solusi Numeris Metode Beda Hingga untuk Masalah Pergerakan Lapisan Fluida. Hasil simulasi pergerakan lapisan fluida dengan metode beda hingga dengan menggunakan program MATLAB ditunjukkan dalam Gambar 3.4 sampai dengan Gambar 3.9. Simulasi ini dilakukan untuk beberapa nilai x = 2, 1, 0.5, 0.25, 0.125, dan t = 0.5 x. Untuk jarak kedua plat adalah 10 cm dan waktu 50 detik. Gambar 3.4. Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 2 dengan metode beda hingga.

65 48 Gambar 3.5. Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 1 dengan metode beda hingga. Gambar 3.6. Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 0.5 dengan metode beda hingga.

66 49 Gambar 3.7. Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = 0.25 dengan metode beda hingga. Gambar 3.8. Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = dengan motode beda hingga.

67 50 Gambar 3.9. Hasil simulasi masalah pergerakan lapisan fluida untuk x = dengan metode beda hingga. Terlihat pada gambar-gambar hasil simulasi untuk metode beda hingga bahwa terjadi patahan pada saat x = 6. Hal ini terjadi karena diketahui hubungan di titik perbatasan antara minyak dan air yang sudah dijelaskan sebelumnya.

68 BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil simulasi numeris untuk metode beda hingga dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Simulasi numeris dilakukan dengan menggunakan MATLAB dengan jarak antara plat bawah dan plat atas adalah 10 cm, dan plat atas ditarik dengan kecepatan konstan 7 cm/s. Galat atau error dihitung dengan menggunakan rumus n Galat = 1 n v eksak(i) v numeris (i) i=1 dengan v eksak adalah nilai eksak di titik x i, v numeris adalah nilai numeris di titik x i, dan n adalah banyaknya data yang ada di domain ruang. Menghitung galat saja masih belum cukup, seberapa cepat suatu metode konvergen juga harus diperhatikan. Untuk mengetahui seberapa cepat konvergen dari simulasi ini, dihitung dengan menggunakan rumus: Perbandingan Galat = error i+1 error i Dengan error i+1 merupakan galat pada titik x i+1 dan merupakan galat pada titik x i+1. 51

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Agung Christian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh : Giri Iriani Jaya

Lebih terperinci

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Disusun Oleh: Juliani

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS

REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Fioretta

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI

PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Inge Wijayanti Budiawan NIM: 13311401

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 320 Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Titis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 415-422 PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Iyut Riani, Nilamsari

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS

PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Bernadetta Ambar Sulistiyawati NIM:

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL oleh ASRI SEJATI M0110009 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 75 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 75 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat dikembangkan melalui pemodelan matematika. Sehingga dengan

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR Rino Martino 1 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi

PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi Mahdhivan Syafwan Program Magister Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3 8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Pendahuluan PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Turunan Numerik Permasalahan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 61

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 61 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 61 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 61 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI Febrian Lisnan, Asmara Karma 2 Mahasiswa Program Studi S Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

= F (x)= f(x)untuk semua x dalam I. Misalnya F(x) =

= F (x)= f(x)untuk semua x dalam I. Misalnya F(x) = Nama : Deami Astenia Purtisari Nim : 125100300111014 Kelas : L / TIP A. Integral Integral merupakan konsep yang bermanfaat, kegunaan integral terdapat dalam berbagai bidang. Misalnya dibidang ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2.

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2. KOMPUTASI NUMERIS Teknik dan cara menyelesaikan masalah matematika dengan pengoperasian hitungan Mencakup sejumlah besar perhitungan aritmatika yang sangat banyak dan menjemukan Diperlukan komputer MOTIVASI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange Pertemuan Minggu ke-11 1. Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange 1. BIDANG SINGGUNG, HAMPIRAN Tujuan mempelajari: memperoleh persamaan bidang singgung terhadap permukaan z

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 50 57 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI ILHAM FEBRI RAMADHAN Program Studi Matematika

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN LAPLACE MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SKRIPSI

SOLUSI PERSAMAAN LAPLACE MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SKRIPSI SOLUSI PERSAMAAN LAPLACE MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SKRIPSI Oleh Titis Miranti NIM 101810101012 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014 HALAMAN

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia. METODE SIMPSON-LIKE TERKOREKSI Ilis Suryani, M. Imran, Asmara Karma Mahasiswa Program Studi S Matematika Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agustus 2016 ISSN: 0852-730X Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Lukman Hakim 1, Azwar Riza Habibi 2 STMIK

Lebih terperinci

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB) Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB) Persamaan diferensial satu variabel bebas (ordinari) orde dua disebut juga sebagai Problem Kondisi Batas. Hal ini disebabkan persamaan

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 3: Pengantar, konsep dasar dan klasikasi PDP Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Kontrak kuliah 2

Lebih terperinci

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2) INTEGRAL, Vol. 1 No. 1, Maret 5 FUNGSI DELTA DIRAC Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi ) 1) Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya sebarang bilangan c adalah : f (c) = ( ) ( ) Asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMOTONGAN ROL KERTAS DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINEAR

OPTIMASI PEMOTONGAN ROL KERTAS DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINEAR OPTIMASI PEMOTONGAN ROL KERTAS DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINEAR Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Andreas

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

MASALAH SYARAT BATAS (MSB) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.

Lebih terperinci

Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc

Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc KALKULUS III Teorema Integral (Green s Theorem) Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc 1 Kurva Tertutup Sederhana, Daerah Terhubung sederhana dan Berganda Suatu kurva tertutup sederhana adalah

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI 127 1 17 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN MANFAAT LATAR BELAKANG Fluida

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal 5

Lebih terperinci

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Dewita Sonya Tarabunga - 13515021 Program Studi Tenik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 0/0. Akar-akar persamaan kuadrat x +ax - 40 adalah p dan q. Jika p - pq + q 8a, maka nilai a... A. -8 B. -4 C. 4 D. 6 E. 8 BAB III Persamaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci