PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS"

Transkripsi

1 PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Bernadetta Ambar Sulistiyawati NIM: PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 017 i

2 NUMERICAL SOLUTION TO A CONTINUOUS MODEL OF TRAFFIC FLOWS Thesis Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains in Mathematics By : Bernadetta Ambar Sulistiyawati Student Number: MATHEMATICS STUDY PROGRAM, DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 017 ii

3 SKRIPSI PEi\YELESAIAI\ I\{UMERIS MODEL KOI\TINU ARUS LALU LII\TAS Oleh: Bernadetta Ambar Sulistiyawati NIM: 133i14011 Telah disetujui oleh: Pembimbing rfux/-4., Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. Tanggal l Februari

4 SKRIPSI PEI\YELESAIAN NUMERIS UNTUK MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS Dipersiapkan dan ditulis oleh: Bernadetta Ambar Sulistiyawati NIM: I Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 8 Februari 017 dan dinyatakan telah memenuhi symat Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Ketua Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. Sekretaris Febi Sanjay4 M.Sc. Anggota Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. Tanda Tangan...4W.. da-fu&", Yogyakart4 8 Februari 017 Fakultas Sains dan Teknologi i' - ti,!\.r i:,;',:.'-: :;'-. rtr **" inl nbf*, &t..- '; ii l! fj; 5\ lbl" YrWtffi$L/-, a't) i., Mungkasi, S.Si., M.Math. Sc., Ph.D.)

5 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuatkarya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 8 Februai Al7 B ernadetta Ambar Sulistiyawati

6 MOTTO Segala perkara dapat kutanggung didalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13) Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah dunia! (Joel Arthur Barker) Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya (Abraham Lincoln) vi

7 HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa menyertaiku Mama, Papa dan Adik tercinta yang selalu mendukungku vii

8 ABSTRAK Arus lalu lintas dimodelkan dan diteliti dalam skripsi ini. Kemacetan menjadi masalah lalu lintas yang sering terjadi di kota. Oleh karena itu, penulis membahas model matematika yang berhubungan dengan arus lalu lintas. Pembahasan mencakup bagaimana kondisi kepadatan lalu lintas yang dilihat dari pergerakan kendaraan secara makro, bukan pegerakan setiap kendaraan. Model matematika masalah arus lalu lintas berbentuk persamaan diferensial parsial yang dapat ditulis dalam bentuk hukum konservasi. Model tersebut diselesaikan dengan menggunakan teori linearisasi persamaan diferensial untuk mencari solusi analitisnya. Selain itu, penulis akan menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin untuk menyelesaikan model tersebut secara numeris Solusi analitis dan numeris akan disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Penelitian ini akan menguji metode mana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah arus lalu lintas jika dibandingkan dengan solusi analitisnya. Analisis hasilnya dengan melihat simulasi yang dihasilkan dan seberapa besar erornya. Semakin kecil nilai erornya maka semakin baik metode numeris yang digunakan. Kata kunci: arus lalu lintas, persamaan diferensial parsial, hukum kekekalan, volume hingga, metode Lax-Friedrichs, sistem relaksasi Jin-Xin viii

9 ABSTRACT A traffic flow is modeled and studied in this thesis. A traffic jam becomes the problem that often occurs in a city. Therefore, the author discusses about the mathematical models that is related to the traffic flow. It explores on traffic density conditions seen from the macro movement of the vehicles, not each vehicles. Mathematical model of traffic flow problem is in the form of partial differential equations that could be written in the form of conservation laws. The model is solved using linearization theory of differential equations to find analytical solutions. In addition, the author uses Lax-Friedrichs finite volume method and Jin- Xin relaxation system to solve the model numerically. Analytical and numerical solutions to the model are simulated using MATLAB software. This study examines the methods which could be used to solve the traffic flow problem if it is compared with the analytical solution as the previous solution. The results are analyzed by viewing the simulation outcomes along with the errors. The smaller the errors, the better the numerical method that is used. Keywords: traffic flow, partial differential equations, conservation laws, finite volume, Lax-Friedrichs method, Jin-Xin relaxation system ix

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan rahmat dan roh kudusnya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Univesitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa penulis melibatkan banyak pihak untuk membantu dalam menghadapi berbagai macam tantangan, kesulitan, dan hambatan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi dan dosen pembimbing skripsi.. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika. 3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen Prodi Matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan. 5. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah. 6. Kedua orang tua dan adik yang telah membantu dan mendukung saya selama proses pengerjaan skripsi. 7. Teman-teman Matematika 013: Inge, Yui, Sorta, Melisa, Agung, Laras, Ezra, Yuni, Rey, Dion, Wahyu, Indra, Bintang, Tia, Lya, Andre, Sisca, Natali, Yola, Sari, Dita, dan Kristo yang selalu memotivasi, memberi masukan dan keceriaan, dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan ini. 8. Kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik: Vincent, Kak Chandra, Kak Happy, Arka, Monic, Kak Lia, Tessa, Vania, Cicil, Kak Arum, Kak Yohan, x

11 Kak Tika, Kak Kristin, dan yang lainnya, terimakasih untuk semangat dan dukungannya selama penulis berkuliah dan menulis skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga segala perhatian, dukungan, bantuan dan cinta yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi belajar yang baik. Yogyakarta, 8 Februai 017 Bernadetta Ambar Sulistiawati x1

12 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH TINTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Bernadetta Ambar Sulistiyawati Nomor Mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU ARUS LALU LINTAS beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Intemet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 8 Februari017 Yang menyatakan cm (Bemadetta Ambar Sulistiyawati) x1.l

13 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN KEASLIAN KARYA... v MOTTO... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... xii DAFTAR ISI... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 D. Tujuan Penulisan... 5 E. Manfaat penulisan... 5 F. Metode Penulisan... 5 G. Sistematika Penulisan... 6 BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL... 8 A. Turunan... 8 B. Integral... 1 C. Penurunan Numeris D. Klasifikasi Persamaan Diferensial E. Metode Karakteristik xiii

14 F. Metode Volume Hingga... 1 G. Metode Garis... 3 H. Matriks Jacobian... 4 I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen... 5 BAB III PENYELESAIAN MODEL ARUS LALU LINTAS... 8 A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas... 8 B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas C. Linearisasi Model Lalu Lintas D. Gelombang Kepadatan Lalu Lintas E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau I. Hubungan Linear Antara Kecepatan dan Kepadatan J. Nilai Kepadatan Awal Tidak Konstan K. Solusi Analitis BAB IV SIMULASI NUMERIS ARUS LALU LINTAS A. Metode Volume Hingga Lax Friedrichs B. Sistem Relaksasi Jin Xin C. Eror Solusi Numeris D. Simulasi Solusi Analitis dan Numeris BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan skripsi ini. A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, kita sering menjumpai suatu model matematika yang berbentuk persamaan, baik linear ataupun nonlinear, serta sistem persamaan linear maupun nonlinear yang memuat diferensial, integral, dan persamaan diferensial biasa ataupun persamaan diferensial parsial. Model matematika tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu penyelesaian analitis dan penyelesaian bukan analitis. Penyelesaian analitis adalah penyelesaian model matematika dengan menggunakan teori atau metode analisis matematika yang telah ada sedemikian sehingga hasil yang diperoleh merupakan penyelesaian eksak. Penyelesaian bukan analitis adalah penyelesaian model matematika dengan metode pendekatan diskret sehingga penyelesaian yang diperoleh merupakan penyelesaian pendekatan, dan bukan penyelesaian eksak. Penyelesaian pendekatan diskret itu disebut penyelesaian numeris. Penyelesaian numeris adalah penyelesaian yang dicari dengan menggunakan metode numeris. Metode numeris merupakan salah satu bagian dari matematika dengan cara masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa 1

16 sehingga dapat diselesaikan dengan pengoperasian aritmetika (Chapra dan Chanale, 010). Perkembangan komputer digital yang pesat menyebabkan metode numeris banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah nyata, yang penyelesaian eksaknya sangat sulit diperoleh, khususnya model matematika dalam bentuk persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel terikat yang berhubungan dengan satu atau lebih variabel bebas. Ada dua jenis persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas, yaitu persamaan diferensial biasa yang hanya melibatkan turunan biasa dan persamaan diferensial parsial yang melibatkan turunan parsial. Ada dua jenis persamaan diferensial parsial, yaitu persamaan diferensial parsial linear dan nonlinear. Beberapa contoh model dari persamaan diferensial parsial adalah model arus lalu lintas di jalan yang ramai, aliran darah yang melalui dinding tabung elastis, dan gelombang kejut sebagai kasus khusus dari teori umum dinamika gas dan hidrolika (Wazwaz, 009). Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai persamaan diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas. Undang Undang No. Tahun 009 mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedangkan rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau panduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan. Lampu lalu lintas adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas bagi pengguna jalan raya di persimpangan jalan, tempat penyeberangan bagi pejalan kaki, dan tempat lalu lintas lainnya.

17 3 Adanya lampu lalu lintas diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan memperlancar aliran lalu lintas. Walaupun demikian, tidak bisa dijamin bahwa kemacetan dapat teratasi dengan adanya lampu lalu lintas. Masalah transportasi yang paling sering terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah kemacetan lalu lintas. Dalam skripsi ini tidak akan dibahas bagaimana cara mengatasi kemacetan lalu lintas, namun bagaimana cara merumuskan model deterministik untuk arus lalu lintas secara kontinu. Model kontinu arus lalu lintas secara umum adalah ρ t + x (ρu) = 0 dengan ρ(x, t) adalah kepadatan lalu lintas dan u(ρ(x, t)) adalah kecepatan kendaraan yang bergantung pada variabel waktu (t) dan panjang ruas jalan (x) serta domain ruangnya merupakan interval tertutup [a, b]. Pada skripsi ini kita akan menemukan kepadatan kendaraan setelah lampu menyala merah menjadi hijau dalam satu dimensi yang diilustrasikan oleh Gambar 1. Gambar 1 Ilustrasi masalah lalu lintas pada perempatan jalan. Persamaan di atas disebut persamaan diferensial parsial yang berhubungan dengan kepadatan lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Kepadatan lalu lintas adalah jumlah

18 4 kendaraan yang menempati jalur lalu lintas setiap satuan waktu dan panjang ruas jalan. Kecepatan kendaraan adalah jarak yang ditempuh kendaraan setiap satuan waktu. Penyelesaian persamaan diferensial parsial tersebut memiliki dua komponen penting yang tidak diketahui, yaitu kepadatan lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Secara umum, penyelesaian model kontinu arus lalu lintas tersebut cukup sulit diselesaikan secara analitis, sehingga diperlukan penyelesaian numeris untuk memecahkannya. Banyak metode numeris yang dapat digunakan untuk memecahkannya, antara lain metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin. Pada skripsi ini akan dibandingkan antara metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin untuk melihat metode mana yang paling baik dengan eror sekecil mungkin. Referensi utama tentang masalah arus lalu lintas dalam skripsi ini adalah Haberman (1998). Sedangkan untuk metode volume hingga Lax-Friedrichs merujuk pada LeVeque (199, 00) dan sistem relaksasi Jin-Xin merujuk pada Yohana (01). B. Rumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana memodelkan secara kontinu arus lalu lintas dalam bentuk persamaan diferensial parsial?. Bagaimana menyelesaikan model kontinu arus lalu lintas secara numeris? 3. Bagaimana perbandingan tingkat eror antara metode volume hingga Lax- Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin?

19 5 C. Batasan Masalah Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada penyelesaian persamaan diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas yang pergerakan kendaraannya hanya satu arah pada ruas jalan, dengan asumsi kendaraan tidak saling mendahului. D. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu 1. Memodelkan dan menyelesaikan persamaan arus lintas yang kontinu.. Membandingkan eror antara metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin, jika diterapkan pada model kontinu arus lalu lintas. E. Manfaat penulisan Dengan memodelkan persamaan arus lalu lintas secara kontinu, kita dapat menyimulasikan pergerakan kendaraan satu arah pada ruas jalan yang bergantung pada waktu dan panjang ruas jalan. F. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku atau jurnaljurnal yang berkaitan dengan persamaan diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas satu arah serta praktek simulasi numeris.

20 6 G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Turunan B. Integral C. Penurunan Numeris D. Klasifikasi Persamaan Diferensial E. Metode Karakteristik F. Metode Volume Hingga G. Metode Garis H. Matriks Jacobian I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen BAB III PENYELESAIAN NUMERIS ARUS LALU LINTAS A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas C. Linearisasi Model Arus Lalu Lintas

21 7 D. Gelombang Kepadatan Lalu Lintas E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau I. Hubungan Linear antara Kecepatan dan Kepadatan J. Nilai Kepadatan Awal Tidak Konstan K. Solusi Analitis BAB IV SIMULASI NUMERIS ARUS LALU LINTAS A. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs B. Sistem Relaksasi Jin-Xin C. Eror Solusi Numeris D. Simulasi Solusi Analitis dan Numeris BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

22 BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL Pada bab ini akan dipaparkan landasan teori yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu turunan, integral, penurunan numeris, klasifikasi persamaan diferensial, metode karakteristik, metode garis, matriks Jacobian, dan nilai eigen serta vektor eigen. A. Turunan Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari turunan, hubungan turunan dan fungsi kontinu, serta aturan Leibniz. Definsi.1.1 Diberikan fungsi f: D f R R dan a D f. Turunan / derivatif dari fungsi f di titik a didefinisikan sebagai f (a) = lim h 0 f(a + h) f(a) h dengan syarat bahwa nilai limit tersebut ada. Definisi.1. Definisi lain untuk turunan, jika diambil subtitusi x = a + h dan h = x a maka h 0 jika dan hanya jika x a, sehingga f (a) = lim x a f(x) f(a) x a Jika nilai f (a) ada, maka fungsi f dikatakan mempunyai turunan atau derivatif di titik a. 8

23 9 Contoh.1.1 Tentukan turunan fungsi f(x) = x 3x di x =. Penyelesaian: f () = lim h 0 f( + h) f() h = lim h 0 ( + h) 3( + h) ( 3 ) h = lim h h + h 6 3h + h = lim h 0 h + h h = lim h 0 h + 1 = 1. Definisi.1.3 Diberikan fungsi f: D f R R, maka turunan atau derivatif dari fungsi f untuk setiap titik x D f adalah atau f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h f (x) = lim y x f(y) f(x) y x dengan syarat bahwa nilai limit tersebut ada. Contoh.1. Tentukan turunan fungsi f (x) jika diketahui f(x) = x 3. Penyelesaian: f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h

24 10 = lim h 0 (x + h) 3 x 3 h = lim h 0 x 3 + 3x h + 3xh + h 3 x 3 h = lim h 0 3x h + 3xh + h 3 h = lim h 0 3x + 3xh + h = 3x. Contoh.1.3 Tentukan turunan pertama fungsi f(x) = x+1 x+. Penyelesaian: f (x) = lim y x f(y) f(x) y x y + 1 y + x + 1 x + = lim y x y x = lim y x = lim y x (y + 1)(x + ) (x + 1)(y + ) (x + )(y + ) y x xy + y + x + xy x y (x + )(y + ) y x y x (x + )(y + ) = lim y x y x = lim y x 1 (x + )(y + ) = 1 (x + ).

25 11 Teorema.1.1 Jika f(x) mempunyai turunan atau terdiferensial di x = a, maka f(x) kontinu di x = a. Bukti dapat dilihat pada buku karangan Hallet. H, Gleason, McCallum, dkk yang berjudul Calculus (Single and Multi Variable). Teorema.1. Jika f dan g kedua fungsi yang mempunyai turunan, maka fungsi komposisi f g juga mempunyai turunan yaitu (f g) (x) = f (g(x))g (x) dengan menggunakan notasi Leibniz, rumus di atas dapat dibagi menjadi dua kasus yaitu: Kasus 1. Jika y = f(u) fungsi terhadap u dan u = g(x) fungsi terhadap x yang keduanya terdiferensial, maka dy dx = dy du du dx. Kasus. Jika z = f(x, y) fungsi terhadap x dan y yang terdiferensial dengan x = g(t) dan y = h(t) fungsi terhadap t yang juga terdiferensial maka dz dt = z x dx dt + z y dy dt. Bukti dapat dilihat pada buku karangan Hallet. H, Gleason, McCallum, dkk yang berjudul Calculus (Single and Multi Variable). Contoh.1.1 Tentukan turunan ( dy dx ) jika diketahui y = u + 3u dan u = 3x + 5x 1. Penyelesaian:

26 1 Dipandang dy dx = d(u + 3u) du d(3x + 5x 1), dx dy = (u + 3) (6x + 5). dx Karena u = 3x + 5x 1, maka didapat dy = dx ((3x + 5x 1) + 3) (6x + 5). Contoh.1. Diketahui z = x 3 + 3xy, dengan x = 5t dan y = t + 7t. Tentukan dz dt. Penyelesaian: dz dt = (x3 + 3xy) d(5t ) + (x3 + 3xy) x dt y dz dt = (3x + 3y) 10t + 3x (t + 7), dz dt = 30x t + 30yt + 6xt + 1x. d(t + 7t), dt B. Integral Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari integral tak tentu dan integral tertentu. Definisi..1 Integral suatu fungsi dapat didefinisikan sebagai invers/anti turunan fungsi yang dinotasikan oleh f(x) dx = F(x), yang artinya integral fungsi f(x) terhadap x. Contoh..1 Tentukan integral dari fungsi f(x) = x. Penyelesaian:

27 13 x dx = x + c, c R. Definsi.. Misalkan g adalah fungsi bernilai real yang terdefinisi pada interval [a, b] dan {x 0, x 1, x,, x n 1, x n } dengan a = x 0 < x 1 < x < < x n 1 = b yang merupakan partisi pada [a, b], f dikatakan terintegral Riemann pada interval [a, b] jika limit berikut ada b f(x) dx = a n lim f(x j )(x j x j 1 ) x 0 dengan x = max 1 j n (x j x j 1 ) dan x j [x j 1, x j ] disebut titik evaluasi (tag). Jumlahan Riemann didefinisikan sebagai Definisi..3 n j=1 f(x j )(x j x j 1 ). j=1 Jika f merupakan fungsi kontinu pada interval tertutup [a, b], kita dapat membagi interval tertutup [a, b] menjadi n sub interval yang lebarnya sama yaitu x i = (b a) n dengan i = 1,,3, n. Diambil x 0 (= a), x 1, x,, x n (= b) menjadi titik sampel dari subinterval dan x 1, x,, x n sembarang titik sampel dari subinterval sehingga x i yang terletak pada subinterval ke-i [x i 1, x i ]. Maka integral tertentu dari fungsi f pada interval tertutup [a, b] didefinisikan sebagai b f(x)dx a n = lim f(x i ) x i. n i=1

28 14 Contoh.. Tentukan integral fungsi f(x) = x 3 pada interval tertutup [0,3] dengan menggunakan definisi. Penyelesaian: Bagi interval [0,3] kedalam n subinterval yang sama panjang dengan x i = b a n = 3 n. Ambil titik sampel x i = a + x i i = i i =. n n Jadi, f(x i ) = f(x i ) = ( 3i n ) 1 = 6i n 1. Kemudian, jumlahan Riemman didapat n f(x i ) x i = ( 6i n 1) 3 n i=1 Jadi, n i=1 n = 3 n (6i n 1) = 3 6i ( 1) n n i=1 n n i=1 n i=1 = 3 n (6 n i 1) = 3 n (6 1 n(n + 1) n) n = i=1 9(n + 1) n n i=1 3 = n. 3 (x + 1)dx 0 = lim n (6 + 9 n ) = 6.

29 15 C. Penurunan Numeris Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi deret Taylor dan hampiran metode numeris. Teorema Misalkan f fungsi kontinu dan terdiferensial takhingga kali. Fungsi f dapat dideretkan secara Taylor di sekitar titik x = c dengan c R, yaitu f(x) = f(c) + f (c) 1! (x c) + f (c)! (x c) + f (c) (x c) ! Kasus khusus untuk nilai c = 0, deret Taylor disebut deret Maclaurin. Bukti dapat dilihat pada buku karangan Dale Varberg, dkk yang berjudul Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid. Teorema 3.3. (Teorema Taylor dengan suku sisa Lagrange) Jika f, f, f,, f (n) kontinu pada interval [a, b] dan f (n+1) kontinu pada interval (a, b) maka untuk setiap x dan c dalam [a, b] terdapat bilangan ξ di antara x dan c sehingga berlaku dengan E n = f(n+1) (ξ) (x c) n+1. (n+1)! n f(x) = fk (c) (x c) k + E k! n k=0 Bukti dapat dilihat pada buku karangan Dale Varberg, dkk yang berjudul Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid. Definisi 3.3. Dipandang fungsi y = f(x). Turunan fungsi y terhadap variabel x didefinisikan oleh

30 16 f f(x + x) f(x) (x) = lim. x 0 x Tidak semua fungsi dapat diturunkan secara langsung karena sering kali hanya diketahui beberapa titik pada data awal, fungsi tidak diketahui secara eksplisit atau fungsi mempunyai bentuk yang sangat rumit. Oleh karena itu, dalam perhitungan turunan fungsi dapat diselesaikan dengan metode numeris yang hasilnya berupa hampiran mendekati nilai turunan sebenarnya tetapi dengan eror yang sekecil mungkin. Contoh-contoh di bawah ini merupakan fungsi yang sulit untuk diturunkan secara langsung, antara lain (1) f(x) = cos x+e x 3x sin x sin(4x 3 )+x tan(5x) () f(x) = x ln(8x 3 )e (5x +3x+) Tiga hampiran metode numeris yaitu 1. Hampiran beda maju oleh Dipandang fungsi f = f(x). Turunan y terhadap variabel x didefinisikan atau untuk x tertentu menjadi. Hampiran beda mundur oleh f f(x + x) f(x) (x) = lim, x 0 x f (x) f(x + x) f(x). x Dipandang fungsi f = f(x). Turunan y terhadap variabel x didefinisikan f(x) f f(x x) (x) = lim, x 0 x

31 17 atau untuk x tertentu menjadi 3. Hampiran beda pusat oleh f (x) f(x) f(x x). x Dipandang fungsi f = f(x). Turunan y terhadap variabel x didefinisikan atau untuk x tertentu menjadi f f(x + x) f(x x) (x) = lim, x 0 x f (x) f(x + x) f(x x). x D. Klasifikasi Persamaan Diferensial Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari persamaan diferensial, persamaan diferensial biasa, dan persamaan diferensial parsial. Definisi.4.1 Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan satu atau lebih variabel terikat yang berhubungan dengan satu atau lebih variabel bebas. Contoh.4.1 Beberapa contoh di bawah ini merupakan persamaan diferensial: dy dt = y +, (.4.1) u t + u x = f(u), (.4.) d y + y (dy dx dx ) = 0, (.4.3)

32 18 v y v x v x y = 0. (.4.4) Definisi.4. Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang hanya melibatkan turunan biasa terhadap satu variabel bebas. Contoh.4. Contoh dari persamaan diferensial biasa terdapat pada persamaan (.4.1) dan (.4.3). Persamaan (.4.1) adalah persamaan diferensial biasa order satu dengan t merupakan variabel bebas, sedangkan y merupakan variabel terikat. Persamaan (.4.3) adalah persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan x merupakan variabel bebas sedangkan y merupakan variabel terikat. Definisi.4.3 Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang menyatakan hubungan antara turunan/derivatif parsial dengan variabel-variabel bebasnya. Contoh.4.3 Contoh dari persamaan diferensial biasa terdapat pada persamaan (.4.) dan (.4.4). Persamaan (.4.) adalah persamaan diferensial parsial order satu dengan t dan x merupakan variabel bebas, sedangkan u merupakan variabel terikat. Persamaan (.4.4) adalah persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan x, y, dan z merupakan variabel bebas, sedangkan v merupakan variabel terikat.

33 19 E. Metode Karakteristik Definisi.5.1 Persamaan diferensial parsial dikatakan linear jika: a) tidak ada perkalian antara variabel-variabel tak bebas dengan dirinya sendiri atau dengan turunan-turunannya, b) tidak ada fungsi transendental (trigonometri, logaritma, eksponensial, siklometri, hiperbolik) yang terlibat dari fungsi dalam variabel-variabel tak bebas. Definisi.5. Tingkat atau order dalam persamaan diferensial parsial didefinisikan sebagai tingkat dari turunan tertinggi yang muncul pada persamaan diferensial parsial. Definisi.5.3 Dipandang persamaan diferensial parsial linear order satu berikut a(x, y)u x + b(x, y)u y + c(x, y)u = f(x, y). Kurva-kurva yang memenuhi persamaan diferensial biasa yaitu dx a(x, y) = dy b(x, y) disebut kurva karakteristik persamaan diferensial tersebut. Catatan: notasi u x bermakna u(x, y) x. Penurunan persamaan diatas dapat dilihat pada buku karangan Lokenath Debnath yang berjudul Nonlinear Partial Differential Equations for Scientists and Engineers. Misalkan persamaan diferensial biasa diatas mempunyai penyelesaian h(x, y) = k, dengan membuat transformasi ξ = x,

34 0 η = h(x, y), maka u x = u(x, y) x = u ξ ξ x + u η η x, atau u x = u ξ. 1 + u η h x, atau u x = u ξ + u η h x, dan u y = u(x, y) y = u ξ ξ y + u η η y, atau u x = u ξ. 0 + u η η y, atau u x = u η η y, atau u x = u η h y. Contoh.5.1 Tentukan penyelesaian dari persamaan u x + yu y = x dengan u(1, y) = cos y. Penyelesaian: Karakteristik dari persamaan tersebut diberikan oleh dx 1 = dy y,

35 1 Kemudian, ditransformasi menjadi dx = dy y, x + k = ln y, e x e k = y, y = ce x atau c = ye x. ξ = x atau x = ξ, η = ye x atau y = ηe x. Persamaan diferensial parsial tersebut menjadi sehingga, u ξ = ξ, u ξ = ξ, u = ξ ξ, u = ξ dan u(1, y) = cos y = 1 + g(ye 1 ). + g(η) = x + g(ye x ), Misal z = y e maka y = ez didapat g(z) = cos ez 1. Jadi, penyelesaiannya u = x + cos(ye x ) 1. F. Metode Volume Hingga Pada subbab ini akan dijelaskan skema upwind dan skema volume hingga secara numeris untuk model persamaan diferensial parsial hiperbolik order satu.

36 1. Skema Upwind Dipandang persamaan diferensial hiperbolik order satu yaitu q t + cq x = 0 dengan c R + (arah rambatannya ke kanan). Skema upwind untuk persamaan diatas adalah n Fluks upwind untuk F i 1 dan. Skema Volume Hingga Q n+1 I = Q n I t x (F n n i+1 F i 1 ). n dan F i+1 n F i+1 n F i+1 n F i 1 n F i 1 didefinisikan sebagai f(q(x i, t n )), n F i+1 cq(x i, t n ), cq i n, f(q(x i 1, t n )), n F i 1 cq(x i 1, t n ), cq n i 1. Dipandang persamaan diferensial parsial berbentuk hukum kekekalan hiperbolik q t + f(q) x = 0 Diambil nilai Q i n sebagai pendekatan nilai rata-rata interval ke-i pada waktu ke t n sebagai berikut Q n i = 1 x i+1 x q(x, tn )dx x i 1

37 3 dengan x = x 1 i+ x 1 i, yang fluks volume hingganya pada x = x i+ 1 diberikan oleh n = 1 t n+1 t f(q(x i, t))dt F i+ 1 t n maka Q n+1 n i Q i + t n n F 1 i = 0, x F i+ 1 atau Q n+1 n i Q i = t n n F 1 i, x F i+ 1 atau Q i n+1 Q i n = t n n F 1 i, x F i+ 1 atau Q n+1 i = Q n i t x (F n i+ 1 F n 1). i G. Metode Garis Metode garis merupakan teknik secara umum untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan menggunakan beda hingga yang berhubungan dengan turunan pada ruang dan persamaan diferensial biasa pada turunan waktu. Definisi.6.1 Persamaan diferensial parsial order satu dikatakan hiperbolik jika matriks Jacobian dari fungsi fluks dapat didiagonalkan dan semua nilai eigennya bernilai real.

38 4 Definisi.6. Dipandang persamaan diferensial parsial hiperbolik order satu dalam domain ruang 0 x L dan domain waktu t > 0 u t + vu x = 0 (.6.1) Persamaan di atas disebut persamaan adveksi linear dengan v adalah konstanta yang menyatakan kecepatan arus. Aproksimasi metode garis pada persamaan (.6.1) yaitu: du i dt = v u i u i 1 x 1 i n dengan x = L n. Catatan: Persamaan dapat ditulis sebagai persamaan diferensial biasa jika persamaan hanya bergantung pada satu variabel bebas (t). H. Matriks Jacobian Diketahui y = f(x ) yang terdiri dari n buah persamaan dengan x = (x 1, x, x 3,, x n ) yaitu y = f 1 (x ) f (x ).,. [ f n (x )] (.7.1) atau dapat ditulis sebagai

39 5 y 1 = f 1 (x 1, x,, x n ), y = f (x 1, x,, x n ),... { y n = f n (x 1, x,, x n ). (.7.) Matriks Jacobian didefinisikan sebagai y 1 y 1 x 1 x n J(x 1, x,, x n ) =. y n y n [ x 1 x n ] (.7.3) Determinan Jacobian didefiniskan sebagai J = (y 1, y,, y n ) (x 1, x,, x n ). (.7.4) I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Definisi.8.1 (Leon, 001) Misalkan A adalah suatu matriks n n. Skalar λ disebut sebagai suatu nilai eigen atau nilai karakteristik (characteristic value) dari A jika dan hanya jika terdapat suatu vektor tak nol x, sehingga Ax = λx. Vektor x disebut vektor eigen atau vektor karakteristik yang berkorespondensi dengan λ. Contoh.8.1 Tentukan nilai eigen jika diketahui A = ( ) dan x= ( 1 ). Penyelesaian:

40 6 Karena Ax= ( ) ( 1 ) = (6 3 ) = 3 ( 1 ) = 3x. Dari persamaan ini terlihat bahwa λ = 3 adalah nilai eigen dari A dan x merupakan vektor eigen dari λ. Sesungguhnya, sembarang kelipatan taknol dari vektor eigen x akan menjadi vektor eigen, karena A(αx) = Aαx = αax = αλx = λ(αx) Jadi, sebagai contoh (4,) T juga vektor eigen milik λ = 3. Hal ini dapat di lihat dari Contoh.8. ( ) (4 ) = (1 6 ) = 3 (4 ). Carilah nilai-nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dengan matriks Penyelesaian: Persamaan karakteristiknya adalah A = ( 3 3 ) 3 λ 3 λ = 0, atau λ λ 1 = 0. Jadi, nilai-nilai eigen dari A adalah λ 1 = 4 dan λ = 3. Untuk mencari vektor eigen yang dimiliki oleh λ 1 = 4, kita harus menentukan ruang nol dari A 4I. A 4I = ( ) Dengan menyelesaikan (A 4I)x = 0, kita mendapatkan x = (x, x ) T = x (,1) T

41 7 Jadi semua kelipatan tak nol (,1) T adalah vektor eigen milik λ 1 dan {(,1) T } adalah suatu vektor eigen untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan λ 1. Dengan cara yang sama, untuk mendapatkan vektor eigen bagi λ, kita harus menyelesaikan Pada kasus ini, {( 1,3) T } adalah basis untuk N(A + 3I) dan sembarang kelipatan taknol dari {( 1,3) T } adalah vektor eigen milik λ. Di sini, N melambangkan ruang nol.

42 BAB III PENYELESAIAN MODEL ARUS LALU LINTAS A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas Dalam masalah arus lalu lintas, ada tiga variabel dasar lalu lintas yaitu kecepatan kendaraan, kepadatan lalu lintas, dan arus lalu lintas. Untuk menunjukkan ketiga hubungan variabel tersebut, ada salah satu kemungkinan yang terjadi yaitu situasi lalu lintas yang sederhama. Misalkan, lalu lintas pada jalan yang sama bergerak dengan kecepatan konstan u 0 dan kepadatan lalu lintas konstan ρ 0. Ilustrasi ditunjukan oleh Gambar 3.1. Pengamat Gambar 3.1 Lalu lintas kendaraan konstan. Karena kecepatan setiap kendaraan konstan maka jarak antar kendaraan akan tetap konstan. Oleh karena itu, kepadatan lalu lintas tidak akan berubah seperti jumlah kendaraan yang diamati oleh pengamat per jamnya. Setelah waktu τ jam, setiap kendaraan bergerak sejauh τu 0, yaitu pergerakan pengemudi dalam kendaraan akan sama dengan kecepatan kendaraan dikalikan dengan waktu. Jadi, jumlah kendaraan dalam jarak τu 0 adalah banyaknya kendaraan yang diamati oleh pengamat yang melewati posisi pengamat setelah waktu τ jam (lihat Gambar 3.). 8

43 9 Pengamat u o τ Gambar 3. Jarak kendaraan yang bergerak dengan kecepatan konstan dalam waktu τ jam. Misalkan ρ 0 adalah banyaknya kendaraan per mil dan τu 0 adalah jarak pergerakan kendaraan, maka ρ 0 τu 0 adalah banyaknya kendaraan yang melewati pengamat setelah waktu τ jam. Jumlah kendaraan per jam disebut arus lalu lintas. Secara matematis arus lalu lintas didefinisikan oleh q = ρ 0 u 0. (3.1.1) Persamaan tersebut telah diturunkan dari masalah yang telah disederhanakan. Hal ini digunakan untuk menunjukkan hukum dasar dari masalah lalu lintas bahwa arus lalu lintas sama dengan kepadatan lalu lintas dikalikan dengan kecepatan kendaraan. Jika variabel pada lalu lintas bergantung pada x dan t seperti q(x, t), ρ(x, t), u(x, t) maka dapat ditunjukkan bahwa q(x, t) = ρ(x, t)u(x, t). (3.1.) Persamaan (3.1.) dapat ditunjukkan dengan memisalkan jumlah kendaraan yang melewati x = x 0 dengan perbedaan waktu t yang sangat kecil seperti waktu antara t 0 dan t 0 + t. Jika t sangat kecil, maka kendaraan bergerak lambat. ρ dan u adalah fungsi kontinu yang bergantung pada x dan t, sehingga ρ(x, t) dan u(x, t) dapat didekati sebagai fungsi konstan dengan nilai x = x 0 dan t = t 0. Perbedaan

44 30 waktu t yang sangat kecil dan kendaraan melewati ruas jalan yang sempit maka arus lalu lintas dapat diaproksimasi dengan u(x, t) t yang melalui pengamat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Oleh karena itu, banyaknya kendaraan yang melewati ruas jalan dapat diaproksimasi dengan u(x, t) tρ(x, t) sehingga arus lalu lintas diberikan oleh persamaan (3.1.). Fungsi konstan u 0 dan ρ 0 tidak membutuhkan modifikasi seperti fungsi u(x, t) dan ρ(x, t). Akibatnya, ada tiga variabel dasar dalam masalah lalu lintas yaitu kepadatan lalu lintas ρ(x, t), kecepatan kendaraan u(x, t), dan arus lalu lintas q(x, t) yang sesuai pada persamaan (3.1.). u t Gambar 3.3 Aproksimasi perbedaan pergerakan kendaraan dalam waktu t. B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas Misalkan kondisi awal untuk kepadatan arus lalu lintas (ρ(x, t)) dan kecepatan kendaraan (u(x, t)) diketahui pada panjang jalannya yang tak terhingga. Pergerakan setiap kendaraan didefinisikan dengan persamaan diferensial biasa order satu, yaitu: dengan x(0) = x 0. dx dt = u(x, t) (3..1)

45 31 Persamaan (3..1) menyatakan persamaan yang bergantung pada posisi setiap kendaraan pada waktu tertentu. Penyelesaian dari persamaan tersebut berupa fungsi kepadatan lalu lintas (ρ(x, t)). Akibatnya, kecepatan kendaraan mempengaruhi kepadatan lalu lintas. Gambar 3.4. Diketahui interval panjang ruas jalan dari x = a sampai x = b seperti pada Gambar 3.4 Kendaraan yang masuk dan keluar dari ruas jalan. Jadi, jumlah kendaraan (N) pada interval x = a sampai x = b adalah b N = ρ(x, t) dx. a (3..) Jika tidak ada ruas jalan lain yang digunakan untuk masuk dan keluarnya kendaraan, maka jumlah kendaraan dari x = a sampai x = b akan berubah yang perubahannya hanya dipengaruhi oleh posisi di x = a dan x = b. Jumlah kendaraan akan berkurang jika kendaraan-kendaraan keluar dari daerah melalui x = b, tetapi jumlah kendaraan akan bertambah jika kendaraan-kendaraan masuk ke dalam daerah melalui x = a. Perubahan jumlah kendaraan ( dn ) yaitu jumalhkendaraan dalam waktu tertentu yang masuk ke daerah melalui x = a dikurangi dengan dt

46 3 jumlah kendaraan dalam waktu tertentu yang keluar dari daerah melalui x = b dirumuskan dengan d dt N = d dt b ρ(x, t) dx, a dn dt = q(a, t) q(b, t), (3..3) dengan q(x, t) adalah perubahan jumlah kendaraan tiap satuan waktu. Penyelesaian persamaan (3..3) tersebut sulit untuk dicari dengan cara langsung sehingga diselesaikan sebagai berikut N(t + t) N(t) q(a, t) q(b, t), t N(t + t) N(t) q(a, t) t q(b, t) t, (3..4) dengan N(t + t) N(t) adalah perubahan jumlah kendaraan antara waktu t dan t + t. Jika q(x, t) adalah perubahan jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan pada waktu tertentu, maka t 1 t 0 q(x, t)dt adalah jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan pada waktu tertentu antara t = t 0 dan t = t 1. Pada penurunan pendekatan nya, t + t = t 1 dan t = t 0 yang integralnya mendekati q(x, t) t, sehingga t 1 t 1 N(t 1 ) N(t 0 ) = q(a, t)dt q(b, t)dt t 0 t 0 t 1 = (q(a, t) q(b, t)) dt. (3..5) t 0 Persamaan (3..5) dibagi dengan t 1 t 0 dan diambil limit t 1 mendekati t 0 didapat

47 33 t 1 N(t 1 ) N(t 0 ) = (q(a, t) q(b, t)) dt, t 0 N(t 1 ) N(t 0 ) t 1 t 0 = N(t 1 ) N(t 0 ) lim = lim t 1 t 0 t 1 t 0 t 1 t 0 t 1 t (q(a, t) q(b, t)) dt 0, t 1 t 0 t 1 (q(a, t) q(b, t)) dt t 0, t 1 t 0 dn(t 1 ) dt 1 = t d 1 (q(a, t) q(b, t)) dt. (3..6) dt 1 t 0 Menurut Teorema Fundamental Kalkulus, persaman (3..6) menghasilkan dn(t 1 ) dt 1 = q(a, t) q(b, t). (3..7) Di sini t 1 dapat berada di sembarang waktu t sehingga notasi t 1 dapat digantikan dengan notasi t jadi diperoleh dn(t) dt = q(a, t) q(b, t). (3..8) Dengan mengkombinasikan antara persamaan (3..1) dan (3..8) diperoleh d dt b ρ(x, t)dx a = q(a, t) q(b, t). (3..9) Persamaan di atas menunjukkan bahwa tidak ada kendaraan yang masuk atau keluar tanpa melalui batas dan perubahan banyaknya kendaraan hanya terjadi pada batas lalu lintas. Hal ini bukan berarti bahwa banyaknya kendaraan antara x = a dan x = b konstan. Jadi, persamaan (3..9) disebut hukum konservasi berbentuk integral yang menunjukkan panjang lalu lintasnya berhingga di antara a x b.

48 34 Contoh: Misalkan x menuju ± sehingga aliran kendaraan menuju nol pada jalan layang yang takhingga panjangnya yaitu lim q(x, t) = 0 x ± Dengan menggunakan persamaan (3..9) didapat dengan c adalah konstan. d dt ρ(x, t)dx = 0, atau ρ(x, t)dx = c, Persamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah kendaraan akan tetap konstan pada sepanjang waktu, tetapi hanya bisa diselesaikan jika kondisi awal jumlah kendaraan adalah N 0 atau kondisi awal kepadatan lalu lintas ρ(x, 0) diketahui, sehingga: ρ(x, t)dx = N 0 = ρ(x, 0)dx. Hukum konservasi berbentuk integral pada persamaan (3..9) disebut hukum konservasi lokal pada posisi setiap jalan. Permasalahan yang diselesaikan dengan tiga cara itu, titik akhir pada ruas jalan adalah x = a dan x = b yang merupakan kondisi (variabel terikat) tambahan. Dari keterangan di atas, persamaan (3..9) harus diganti dengan turunan parsial yaitu t b ρ(x, t)dx a = q(a, t) q(b, t). (3..10) Diasumsikan x = a dan x = b adalah posisi yang tetap pada setiap waktu (lihat persamaan 3..9).

49 35 (1) Perhatikan integral konservasi dari kendaraan dalam interval yang kecil pada jalan layang dari x = a sampai x = a + a. Persamaan (3..10) menjadi 1 a t lim a 0 a+ a t ρ(x, t)dx = q(a, t) q(a + a, t) a a+ a ρ(x, t)dx a a+ a 1 a t ρ(x, t)dx a = 1 (q(a, t) q(a + a, t)) a 1 = lim (q(a, t) q(a + a, t)) a 0 a lim a 0 1 t a a+ a ρ(x, t)dx a = lim a 0 q(a, t) q(a + a, t) a (3..11) Pada persamaan (3..10), ruas kanan adalah definisi turunan dari q(a, t) terhadap a yaitu a q(a, t). Sedangkan, ruas kiri adalah limitnya yang ditunjukkan dengan dua cara, yaitu: a. Integral adalah luas daerah di bawah kurva ρ(x, t) antara x = a dan x = a + a. Dengan a yang cukup kecil, maka jumlah kendaraan antara x = a dan x = a + a adalah a+ a 1 a ρ(x, t)dx ρ(a, t) a (3..1) Oleh karena itu, persamaan (3..11) dapat diturunkan menjadi ρ(a, t) + t a q(a, t) = 0. (3..13)

50 36 b. Fungsi N(x, t), jumlah kendaraan di jalan raya di antara sembarang posisi tetap x 0 dan variabel posisi x yaitu: x N(x, t) ρ(x, t)dx. (3..14) x 0 Kelajuan rata-rata kendaraan antara a dan a + a setiap mil adalah lim a 0 a+ a 1 a ρ(x, t)dx = a N(a + a, t) N(a), a a+ a 1 a N(a + a, t) N(a) ρ(x, t)dx = lim. a 0 a a Dengan menggunakan Teorema Fundamental Kalkulus didapat N(a, t) a = ρ(a, t). (3..15) Persamaan (3..10) dapat diselesaikan juga dengan menggunakan metode (a) atau (b). Karena persamaan (3..10) mengandung semua nilai a, maka a dapat digantikan dengan x yaitu atau t ρ(x, t) + x [q(x, t)] = 0, (3..16) ρ t + q x = 0. (3..17) Persamaan ini disebut persamaan diferensial parsial yang menunjukkan hubungan antara kepadatan lalu lintas dan arus lalu lintas yang diasumsikan bahwa jumlah kendaraan tetap pada waktu tertentu yang disebut hukum konservasi. () Penurunan persamaan yang berbentuk hukum konservasi

51 37 Perhatikan hukum konservasi berbentuk integral pada persamaan (3..10) untuk berhingga ruas garis pada jalan layang antara a x b. Diambil turunan parsial terhadap b, yaitu b = a + a yang dibagi dengan a dan diambil limit a 0, didapat ρ(b, t) = t b (q(b, t)). (3..18) Karena b merepresentasikan sembarang posisi di jalan raya sehingga b dapat digantikan dengan x. Jadi, persamaan tersebut memenuhi persamaan hukum konservasi seperti pada persamaan (3..16). (3) Penurunan hukum konservasi pada ruas jalan yang panjangnya berhingga antara a x b yang hubungannya dengan ruas kanan pada persamaan (3..16). q(a, t) q(b, t) = t b [q(x, t)]dx. a (3..19) Dari persamaan (3..16) didapat b ρ(x, t) [ + t a q(x, t) x ] dx = 0. (3..0) Persamaan di atas dapat diturunkan terhadap b seperti pada persamaan (3..16), yang akan didapat seperti pada kasus (1) dan (). Persamaan (3..0) adalah definisi dari beberapa kuantitas integral yang hasilnya selalu nol untuk setiap nilai yang bebas yang diambil limitnya. Fungsi yang diintegralkan yang hasilnya nol untuk sembarang interval adalah fungsi nol. Oleh karana itu, didapat persamaan (3..10). Dari ketiga metode tersebut terbukti bahwa

52 38 ρ t + q x = 0. (3..1) Persamaan (3..1) sesuai jika tidak ada jalan yang masuk ataupun keluar yang menginterpretasikan hukum konservasi dalam berbagai situasi dengan tidak adanya lalu lintas. Secara umum, jika ρ adalah kepadatan dari kuantitas lokal dan q adalah arus dari kuantitas batas persimpangan maka persamaannya seperti pada persamaan (3..1). Namun masalah arus lalu lintas didefinisikan sebagai q = ρu. Oleh karena itu, hukum konservasi dapat ditulis sebagai ρ t + x (ρu) = 0. (3..) Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial untuk masalah lalu lintas yang berhubungan dengan kepadatan lalu lintas dan kecepatan kendaraan. C. Linearisasi Model Lalu Lintas Dipandang model deterministik arus lalu lintas berbentuk persamaan diferensial parsial atau Persamaan (3.3.) dapat diturunkan menjadi ρ t + x (ρu) = 0, (3.3.1) ρ t + q x = 0. (3.3.)

53 39 ρ t + q ρ ρ x = 0. Karena q merupakan fungsi yang hanya bergantung pada ρ maka dengan ρ adalah fungsi kontinu non linear. Diketahui nilai awal kepadatan lalu lintas ρ t + dq ρ dρ x = 0, (3.3.3) ρ(x, 0) = f(x). Persamaan diferensial parsial untuk arus lalu lintas tersebut tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan integral seperti contoh di bawah ini apabila diketahui nilai awal ρ(0) = ρ 0 yang dapat diselesaikan mirip dengan cara menyelesaikan persamaan diferensial biasa. Contoh 1 Akan diselesaikan ρ t = 0. Persamaan diferensial tersebut dapat langsung diintegralkan, yaitu ρ = 0 t, ρ = c, dengan c R. Diketahui ρ(0) = ρ 0 maka penyelesaian pada Contoh 1 adalah ρ = ρ 0. Contoh Akan diselesaikan

54 40 ρ t = ρ + et. Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan variabel terpisah Faktor integralnya μ(t) = e dt = e t. ρ t + ρ = et. Persamaan tersebut dikali dengan e t menjadi ρ t e t + et ρ = e t, t (et ρ) = e t, (e t ρ) = e t t, e t ρ = e t + c, ρ = e t + ce t. Diketahui ρ(0) = ρ 0 maka e 0 + ce 0 = ρ 0, 1 + c = ρ 0, c = ρ 0 1. Penyelesaian pada Contoh adalah ρ = e t + (ρ 0 1)e t. Contoh 3 Akan dicari penyelesaian persamaan diferensial

55 41 ρ t = xρ. Karena ρ adalah fungsi yang bergantung pada x dan t maka persamaan diferensial parsial tersebut dapat diselesaikan dengan metode variabel terpisah yaitu Dimisalkan e c = c 3 maka ρ ρ ρ ρ = x t, = x t, ln ρ = xt + c, e ln ρ = e xt+c, e ln ρ = e xt e c. e ln ρ = c 3 e xt, ρ = c 3 e xt. Untuk nilai x konstan yang lain mungkin bervariasi, oleh karena itu penyelesaian persamaan diferensial parsial tersebut adalah ρ(x, t) = c 3 (x)e xt. Diketahui kondisi awal ρ(x, 0) = f(x) berarti Jadi, didapat penyelesaiannya yaitu c 3 (x)e 0 = f(x), c 3 (x) = f(x). ρ(x, t) = f(x)e xt. Misalkan diketahui nilai awal dari kepadatan lalu lintas konstan yang tidak bergantung pada variabel x yaitu

56 4 ρ(x, 0) = ρ 0. Dengan kata lain, kepadatan lalu lintas tetap konstan karena semua kendaraan bergerak dengan kecepatan yang sama. Akibatnya, nilai akhir kepadatan lalu lintas akan tetap konstan seperti nilai awalnya ρ(x, t) = ρ 0. Kepadatan lalu lintas yang konstan tersebut merupakan kepadatan di titik ekuilibrium. Jika kepadatan lalu lintas relatif konstan, persamaan diferensial tersebut dapat diselesaikan dengan perturbasi atau usikan, misalkan ρ(x, t) = ρ 0 + ερ 1 (x, t), (3.3.4) dengan ε adalah konstan yang cukup kecil dan ερ 1 ρ 0 yang disebut perturbasi kepadatan lalu lintas. Asumsikan nilai awal kepadatan lalu lintas adalah fungsi terhadap x diketahui dan mendekati konstan ρ 0, sehingga ρ(x, 0) = ρ 0 + εf(x). (3.3.5) Persamaan (3.3.5) juga merupakan perturbasi kepadatan lalu lintas yang nilai awalnya diketahui yaitu ρ(x, 0) = f(x) sehingga persamaan (3.3.4) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (3.3.3) menjadi t (ρ 0 + ερ 1 ) + dq dρ (ρ 0 + ερ 1 ) x (ρ 0 + ερ 1 ) = 0, ε ρ 1 t + dq dρ (ρ 0 + ερ 1 )ε ρ 1 x = 0, Dengan ekspansi deret Taylor diperoleh ρ 1 t + dq dρ (ρ 0 + ερ 1 ) ρ 1 x = 0. (3.3.6)

57 43 dq dρ (ρ 0 + ερ 1 ) = dq dρ (ρ d q 0) + ερ 1 dρ (ρ 0) + (ερ 1) d 3 q! dρ 3 (ρ 0) + (ερ 1) 3 d 4 q! dρ 4 (ρ 0) +. Order tingkat tinggi dalam ekspansi deret Taylor diabaikan. Oleh karena itu, didapat dq dρ (ρ 0 + ερ 1 ) = dq dρ (ρ 0). Dari ekspansi deret Taylor maka persamaan (3.3.6) menjadi atau dengan c = dq dρ (ρ 0 ). ρ 1 t + dq dρ (ρ 0) ρ 1 x = 0, (3.3.7) ρ 1 t + c ρ 1 x = 0 (3.3.8) Selanjutnya, kita akan menyelesaikan persamaan (3.3.8) yang terkait dengan linearisasi masalah lalu lintas. Kondisi awal kepadatan lalu lintas adalah usikan awal kepadatan lalu lintas yang diketahui ρ 1 (x, 0) = f(x). Didefinisikan koordinat ruang lain yaitu x yang bergerak dengan kecepatan konstan c. Diasumsikan dua sistem koordinat x dan x yang asalnya sama di t = 0 (lihat Gambar 3.5)

58 44 x = 0 t = 0 x = 0 Bergerak dengan kecepatan c Gambar 3.5 Kendaraan bergerak dengan kecepatan c Setelah waktu t, sistem koordinat berpindah pada jarak ct karena kendaraan bergerak dengan kecepatan konstan c yang diilustrasikan oleh Gambar 3.6. x = 0 x t = 0 ct x x = 0 x Gambar 3.6 Ilustrasi x yang bergerak dengan kecepatan c. Oleh karena itu, jika x = 0 maka x = ct. Di sisi lain pada x, x = x + ct atau x = x ct. Persamaan diferensial parsial yang dihasilkan dari linearisasi arus lalu lintas yang bergerak pada sistem koordinat akan diselidiki apa yang terjadi. Sebagai gantinya, penyelesaiannya bergantung pada x dan t atau x dan t. Pengubahan variabel yang melibatkan turunan parsial dilakukan untuk memudahkan dalam menjelaskan perbedaan notasi setiap variabel yang digunakan. Variabel x dan t

59 45 dengan t = t digunakan untuk bergeraknya sistem koordinat. Akibatnya, pengubahan variabel yang digunakan adalah x = x ct, t = t. Aturan rantai turunan parsial dilakukan untuk menyatakan persamaan diferensial parsial dalam bentuk variabel baru yaitu dan x = x x x + t t x, x = x 1 + t 0, x = x. t = x x t + t t t, t = ( c) + x t 1, = c t x + t. Walaupun t = t tetapi karena hasil tersebut diperoleh dari definisi dua t t turunan parsial. merupakan turunan terhadap waktu pada titik x = 0, sedangkan t merupakan turunan terhadap waktu terhadap titik t x yang bergerak dengan kecepatan c. Perubahan waktu mungkin berbeda pada kedua sistem tersebut. Hal itu menekankan pada pentingnya memaparkan variabel waktu yang baru t, yang menyatakan perbedaan notasi antara titik x dan titik x.

60 46 Oleh karena itu, persamaan (3.3.8) pada sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan c menjadi c ρ 1 x + ρ 1 t + c ρ 1 x = 0, ρ 1 t = 0. Persamaan diferensial parsial tersebut mempunyai penyelesaian ρ 1 = 0 t, ρ 1 = 0 t, ρ 1 = konstan. Untuk nilai x yang berbeda, nilai ρ 1 juga kemungkinan tidak konstan tetapi ρ 1 adalah fungsi terhadap x, ρ 1 = g(x ) dengan g(x ) merupakan fungsi yang berubah ubah terhadap x. Variabel aslinya adalah ρ 1 = g(x ct). (3.3.9) Subtitusikan persamaan (3.3.9) ke persamaan (3.3.8). Dengan menggunakan aturan rantai diperoleh dan ρ 1 x = ρ 1 t = dg d(x ct) (x ct), x ρ 1 x = dg d(x ct), dg d(x ct) (x ct), t

61 47 ρ 1 t = c dg d(x ct). Sehingga terbukti bahwa persamaan (3.3.8) dipenuhi oleh persamaan (3.3.9). Walaupun demikian, persamaan (3.3.8) melibatkan turunan parsial yang bergantung terhadap x dan t yang dapat diintegralkan pada sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan c. Penyelesaian secara umum persamaan (3.3.8) mengandung fungsi yang berubah-ubah, seperti pada Contoh 3. Penyelesaian umumnya adalah ρ 1 (x, t) = g(x ct). Tetapi ρ 1 (x, 0) = f(x), sehingga f(x) = g(x). Akibatnya, penyelesaian dari persamaan diferensial parsial dipenuhi dengan kondisi awal ρ 1 (x, t) = f(x ct), ρ(x, t) = ρ 0 + εf(x ct). (3.3.10) Jika kendaraan bergerak dengan kecepatan konstan, maka kepadatan lalu lintas tetap sama. Kepadatan lalu lintas tersebut menyebar seperti gelombang yang disebut gelombang kepadatan lalu lintas dengan kecepatan gelombang c. Perlu dingat bahwa kecepatan kendaraan mungkin berbeda dari kecepatan saat kendaraan tersebut bergerak. Sepanjang kurva yang x ct = konstan, maka kepadatan lalu lintas akan tetap sama. Garis tersebut disebut karakteristik dari persamaan diferensial parsial ρ 1 t + c ρ 1 x = 0.

62 48 Dalam kasus ini, karakteristik adalah semua garis lurus dengan kecepatan c, dengan c = dx dt. Ilustrasi karakteristik yang bermacam-macam pada diagram ruang dan waktu ditunjukkan pada Gambar 3.7. Masing masing karakteristik, kepadatan lalu lintas sama dengan nilai kepadatan lalu lintas itu sendiri saat t = 0. Perlu diingat bahwa ρ 1 akan tetap konstan sepanjang karakteristik, tetapi ρ 1 t dan ρ 1 x mungkin tidak sama dengan nol yang diilustrasikan pada Gambar 3.8. t x = ct x Gambar 3.7 Karakteristik dari ρ 1 t + c ρ 1 x = 0. ρ 0 = f(x 0 ) ρ 1 = f(x 1 ) t tertentu x tertentu x 0 x 1 Gambar 3.8 Variasi kepadatan lalu lintas. Berdasarkan ilustrasi di atas ρ 1 t mungkin tidak sama dengan nol karena nilai dari ρ 1 mungkin bervariasi dengan nilai x tertentu. Demikian pula, ρ 1 x tidak

63 49 mungkin nol karena nilai dari ρ 1 mungkin berubah dengan nilai t tertentu. Dalam Gambar 3.7 dan 3.8 diasumsikan c > 0 yaitu c = dq dρ (ρ 0). (3.3.11) Diagram Dasar Lalu Lintas Jalan diperlihatkan pada gambar 3.9. Kemungkinan, gradien yang positif berarti kepadatan lalu lintas lebih kecil daripada kapasitas jalan yang bersesuaian, dan gradien yang negatif berarti kepadatan lalu lintas lebih besar daripada kapasitas jalan yang bersesuaian. Gradien dikatakan signifikan jika usikan yang diberikan cukup kecil pada kepadatan lalu lintas yang seragam yang bergerak dengan kecepatan konstan yang sama dengan gradiennya seperti pada persamaan (3.3.11). Gelombang kecepatan kendaraan dapat bernilai positif atau negatif. q kapasitas jalan ρ max ρ Gambar 3.9 Kurva kepadatan lalu lintas : kapasitas jalan. D. Gelombang Kepadatan Lalu Lintas Sebuah lalu lintas dikatakan padat jika nilai kepadatannya lebih besar daripada nilai kepadatan optimal pada kapasitas jalan. Sedangkan, lalu lintas dikatakan tidak padat adalah jika nilai kepadatannya lebih kecil daripada nilai

64 50 kepadatan optimal (lihat Gambar 3.10). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa lalu lintas padat dimana usikan kepadatan bergerak dengan kecepatan yang bernilai negatif ketika berlawanan arah dengan lalu lintas yang tidak padat, sesuai dengan definisi dan Diagram Dasar Lalu Lintas Jalan pada Gambar 3.9. q Tidak padat padat ρ Gambar 3.10 Lalu lintas yang padat dan tidak padat Diasumsikan kepadatan lalu lintas hampir seragam pada situasi lalu lintas yang padat. Kondisi awal kepadatannya diilustrasikan oleh Gambar 3.11 dimana garis putus-putus mengilustrasikan kondisi awal kepadatan yang mendekati konstan dan titik pada grafik mengilustrasikan minimum relatif atau maksimum relatif dari kepadatannya. Pada kasus sebelumnya, menunjukkan bahwa kepadatan akan tetap konstan jika pengamat bergerak dengan kecepatan c bernilai negatif. Akibatnya, kepadatannya konstan sepanjang karakteristik, yang diilustrasikan oleh diagram ruang dan waktu pada Gambar 3.1.

65 51 ρ(x, 0) x = 0 x Gambar 3.11 Lalu lintas padat yang hampir seragam. t x = 0 x Gambar 3.1 Karakteristik ρ 1 t + c ρ 1 x = 0. Posisi dari maksimum relatif ditandai dengan garis tebal dan minimumnya ditandai dengan garus putus putus. Misalkan kepadatan awalnya ditunjukkan oleh Gambar 3.13a, yang kemudian setelah waktu τ kepadatan bergerak mundur dengan jarak cτ, dengan c = ( q ρ)(ρ 0 ) yang ditunjukkan oleh Gambar 3.14b. ρ(x, 0) x = 0 x Gambar 3.13a Kondisi awal kepadatan lalu lintas.

66 5 ρ(x, 0) x = 0 x Gambar 3.14b Gelombang kepadatan bergerak mundur. Kepadatan bergerak mundur dengan kecepatan konstan c akan meningkat dalam waktu yang kontinu. Gelombang kepadatan pengendara tanpa mengubah bentuknya. Untuk membuat sketsa kepadatan ρ yang bergantung pada fungsi x dan t membutuhkan sketsa berdimensi tiga dan hal tersebut tidak selalu mudah untuk digambar. Sebagai contohnya, x sumbu horizontal, ρ sumbu vertikal, dan t sumbu yang arahnya ke kertas yang diperoleh dari Gambar Kepadatan akan tetap sama pada sepanjang lintasan dengan kecepatan c, dengan c < 0. Variasi dari kepadatan lalu lintas tampak bergerak mundur walaupun sebenarnya tidak ada kendaraan yang bergerak mundur. ρ t x Gambar Sketsa tiga dimensi (ρ, x, t).

67 53 E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas Dipandang persamaan diferensial parsial untuk masalah arus lalu lintas setelah perturbasi ρ 1 t + c ρ 1 x = 0, (3.5.1) Misalkan kepadatan lalu lintas diukur dari pengamat yang bergerak bukan dari kendaraan yang bergerak di lalu lintas. Posisi dari pengamat ditentukan oleh x = x(t). Kepadatan lalu lintas diukur dari pengamat yang bergantung pada waktu yaitu ρ 1 (x(t), t). Laju perubahan kepadatan bergantung dari variasi lalu lintas dan pengamat yang bergerak, dengan turunan rantai pada persamaan diferensial parsial maka berlaku d dt ρ 1(x(t), t) = ρ 1 t + dx ρ 1 dt x. (3.5.) Suku pertama pada ruas kanan ρ 1 t merepresentasikan perubahan kepadatan lalu lintas pada posisi yang tetap dan dx dt ρ 1 x merepresentasikan perubahan yang sesuai fakta bahwa pengamat bergerak pada daerah dengan kemungkinan kepadatan yang berbeda. Dengan membandingkan antara perubahan kepadatan yang bergerak bersama pengamat seperti pada persamaan (3.5.) dengan persamaan diferensial parsial untuk perturbasi kepadatan lalu lintas seperti pada persamaan (3.5.1). Hal tersebut akan terlihat jelas jika pengamat bergerak dengan kecepatan c, yang berarti jika maka, dx dt = c (3.5.)

68 54 dρ 1 dt = 0. (3.5.3) Jadi, ρ 1 adalah fungsi yang konstan. Pengamat yang bergerak dengan kecepatan c tidak akan mempengaruhi pengukuran pada kepadatannya, seperti pada kseimpulan subbab 3.3. Dengan kata lain, konsep yang sama dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah lalu lintas nonlinear, yaitu ρ t + dq ρ dρ x = 0. Persamaan (3.5.3) dapat diperoleh penyelesaian secara aljabar dengan mudah yaitu dengan cara mengintegralkan yang diperoleh ρ 1 = c, dimana c konstan. Dari persamaan (3.5.3) didapat ρ 1 = β pada sepanjang x = ct + α, dimana α dan β konstan. Untuk garis lurus yang berbeda misalkan α konstan, maka ρ 1 dapat pula nilai konstan yang berbeda. Jadi, β konstan bergantung pada α konstan, yaitu β = f(α), yang mana β adalah fungsi yang berubah ubah terhadap α atau ρ 1 = f(x ct) Penyelesaian tersebut identik dengan penyelesaian pada persamaan (3.3.10) yang diperoleh dari transformasi persamaan diferensial parsial untuk sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan c. F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam Misalkan kondisi awal dari kepadatan lalu lintas bernilai konstan untuk jalan tol yang hampir takterbatas yang diilustrasikan pada Gambar Arus lalu lintas yang masuk harus bernilai ρ 0 u(ρ 0 ), arusnya bersesuaian dengan kepadatan

69 55 yang seragam ρ 0 sehingga banyaknya kendaraan per jam yang masuk lalu lintas akan tetap seragam. Kendaraan masuk Gambar 3.15 Jalan raya yang lebar hampir takterbatas (hanya kendaraan yang masuk saat x = 0). Perhatikan interval dari jalan raya antara jalan masuk dan titik x = a untuk membuktikan pernyataan tersebut dengan menggunakan integral hukum konservasi d dt a ρ(x, t)dx 0 = q(a, t) + q(0, t). Karena nilai kepadatan lalu lintas konstan, dan sisi kiri bernilai nol maka arusnya di x = a harus sama dengan arus saat masuk q(a, t) = q(0, t). Tetapi, arus di x = a adalah ρ 0 u(ρ 0 ) maka q(0, t) = ρ 0 u(ρ 0 ). Dengan kata lain, arus yang masuk sama dengan arus yang keluar, sehingga jumlah kendaraan akan tetap sama dengan asumsi bahwa kepadatannya konstan. Disisi lain, misalkan arus dalam dari kendaraan ditentukan untuk kepadatan yang seragam q(0, t) = ρ 0 u(ρ 0 ) + εq 1 (t), (3.6.1) dengan q 1 (t) diketahui. Sehingga, penyelesaian kepadatan lalu lintas dengan menggunakan persamaan diferensial yang sama dengan subab sebelumnya.

70 56 Persamaan di atas diturunkan dari ρ 1 t + c ρ 1 x = 0. ρ(x, t) = ρ 0 + ερ 1 (x, t). (3.6.) Lalu lintas awal diasumsikan seragam, sehingga kondisi awalnya adalah ρ 1 (x, 0) = 0. Kasus ini dapat digeneralisasikan juga dalam kepadatan awal yang sedikit berbeda dengan kasus yang serupa. Perlu diingat bahwa kondisi awal tersebut valid untuk x > 0. Kondisi awal tersebut harus dilengkapi dengan kondisi arusnya seperti pada persamaan (3.6.1), yang disebut kondisi batas karena hal tersebut terjadi pada batas jalan yang melewati jalur cepat saat x = 0. Penyelesaian umum untuk persamaan diferensial parsial tersebut telah didapat yaitu ρ 1 (x, t) = g(x ct), ρ 1 (x, t) = ρ 0 + εg(x ct). (3.6.3) Dengan menggunakan konsep karakteristik dengan asumsi lampu lalu lintas, misalnya c > 0. Karakteristik tersebut adalah garis x ct = konstan yang diilustrasikan pada Gambar 3.16.

71 57 Gambar 3.16 Karakteristik yang kepadatannya konstan. ρ 1 merupakan kepadatan yang konstan pada sepanjang garis. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 3.16 yang menunjukkan bahwa daerah yang diarsir adalah nilai kepadatan ρ 1 = 0 atau total kepadatannya ρ = ρ 0 saat t = 0, sedangkan daerah yang tidak diarsir adalah keadaan kendaraan yang masuk dalam tingkat yang tidak seragam. Pada daerah tersebut, kepadatan lalu lintas hanya sedikit berbeda dengan kepadatan yang seragam, seperti pada persamaan (3.6.3). Kepadatan lalu lintas saat (x, t) sama dengan kepadatan lalu lintas pada jalan masuk saat waktu x t, x ct = 0 c (t x c ). x c adalah waktu yang diperlukan gelombang untuk bergerak yang berjarak x dengan kecepatan c. Oleh karena itu, kepadatan jalan masuk dalam waktu x (x c) adalah kepadatan dengan jarak x mil pada jalan raya dalam waktu t. Kepadatan lalu lintas yang masuk dapat ditentukan dari arus lalu lintasnya, dengan menggunakan persamaan (3.6.1) dan mengasumsikan ρ mendekati ρ 0. Arus lalu lintas atau q(ρ) = q(ρ 0 + εg) dapat dinyatakan dengan menggunakan metode deret Taylor yaitu q(ρ) = q(ρ 0 ) + εg(x ct)q (ρ 0 ) + O(ε ).

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Agung Christian

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS

REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Fioretta

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh : Giri Iriani Jaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI

PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Inge Wijayanti Budiawan NIM: 13311401

Lebih terperinci

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Disusun Oleh: Juliani

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI Febrian Lisnan, Asmara Karma 2 Mahasiswa Program Studi S Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL oleh ASRI SEJATI M0110009 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 75 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 75 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 61

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 61 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 61 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 61 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI oleh AMELIA FEBRIYANTI RESKA M0109008 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PEMODELAN ARUS LALU LINTAS ROUNDABOUT

PEMODELAN ARUS LALU LINTAS ROUNDABOUT Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 1 Hal. 43 52 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN ARUS LALU LINTAS ROUNDABOUT NANDA ARDIELNA, MAHDHIVAN SYAFWAN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MODEL MATEMATIKA UNTUK MASALAH ALIRAN LALU LINTAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Yohanes Raharja Harsono NIM : 103114011

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

METODE NUMERIS UNTUK MENYELESAIKAN MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA YANG MELIBATKAN MINYAK DAN AIR

METODE NUMERIS UNTUK MENYELESAIKAN MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA YANG MELIBATKAN MINYAK DAN AIR METODE NUMERIS UNTUK MENYELESAIKAN MODEL PERGERAKAN LAPISAN FLUIDA YANG MELIBATKAN MINYAK DAN AIR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN DASAR

BAB I PENGERTIAN DASAR BAB I PENGERTIAN DASAR Kompetensi Dasar: Menjelaskan pengertian dan klasifikasi dari persamaan diferensial serta beberapa hal yang terkait. Indikator: a. Menjelaskankan pengertian persamaan diferensial.

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, Lecture 4. Limit B A. Continuity Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, (2) lim f(x) ada, (3) lim f(x) =

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

DERIVATIVE Arum Handini primandari

DERIVATIVE Arum Handini primandari DERIVATIVE Arum Handini primandari INTRODUCTION Calculus adalah perubahan matematis, alat utama dalam studi perubahan adalah prosedur yang disebut differentiation (deferensial/turunan) Calculus dikembangkan

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK

MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Happy Christanti NIM: 123114001 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE oleh HILDA ANGGRIYANA M0109035 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika JURUSAN

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 320 Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Titis

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

10. TEOREMA NILAI RATA-RATA

10. TEOREMA NILAI RATA-RATA 10. TEOREMA NILAI RATA-RATA 10.1 Maksimum dan Minimum Lokal Misalkan f terdefinisi pada suatu interval terbuka (a, b) dan c (a, b). Kita katakan bahwa f mencapai nilai maksimum lokal di c apabila f(x)

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 1 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 36 Daftar

Lebih terperinci

Turunan. Ayundyah Kesumawati. January 8, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah Kesumawati (UII) Turunan January 8, / 15

Turunan. Ayundyah Kesumawati. January 8, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah Kesumawati (UII) Turunan January 8, / 15 Turunan Ayundyah Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII January 8, 2015 Ayundyah Kesumawati (UII) Turunan January 8, 2015 1 / 15 Sub Materi Turunan : a. Turunan Fungsi b. Turunan Tingkat Tinggi c. Teorema

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 415-422 PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Iyut Riani, Nilamsari

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

= F (x)= f(x)untuk semua x dalam I. Misalnya F(x) =

= F (x)= f(x)untuk semua x dalam I. Misalnya F(x) = Nama : Deami Astenia Purtisari Nim : 125100300111014 Kelas : L / TIP A. Integral Integral merupakan konsep yang bermanfaat, kegunaan integral terdapat dalam berbagai bidang. Misalnya dibidang ekonomi,

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

: Pramitha Surya Noerdyah NIM : A. Integral. ʃ f(x) dx =F(x) + c

: Pramitha Surya Noerdyah NIM : A. Integral. ʃ f(x) dx =F(x) + c Nama : Pramitha Surya Noerdyah NIM : 125100300111022 Kelas/Jur : L/TIP A. Integral Integral dilambangkan oleh ʃ yang merupakan lambang untuk menyatakan kembali F(X )dari F -1 (X). Hitung integral adalah

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308) DIKTAT KULIAH (IE-308) BAB 3 TURUNAN PARSIAL Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Ir. Rudy Wawolumaja M.Sc JURUSAN TEKNIK INDUSTRI -

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva

Lebih terperinci

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL VOLTERRA JENIS KEDUA. Edo Nugraha Putra ABSTRACT ABSTRAK 1.

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL VOLTERRA JENIS KEDUA. Edo Nugraha Putra ABSTRACT ABSTRAK 1. METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL VOLTERRA JENIS KEDUA Edo Nugraha Putra Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ABSTRACT

DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ABSTRACT DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN Lucy L. Batubara 1, Deswita. Leli 2, Zulkarnain 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2) INTEGRAL, Vol. 1 No. 1, Maret 5 FUNGSI DELTA DIRAC Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi ) 1) Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Lebih terperinci

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T.

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Kode Modul MAT. TKF 20-03 Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI Y Y = f (X) 0 a b X A b A = f (X) dx a Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Sistem Perencanaan Penyusunan Program

Lebih terperinci

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Heni Kusnani 1, Leli Deswita, Zulkarnain 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Integral Tak Tentu M PENDAHULUAN Drs. Hidayat Sardi, M.Si odul ini akan membahas operasi balikan dari penurunan (pendiferensialan) yang disebut anti turunan (antipendiferensialan). Dengan mengikuti

Lebih terperinci

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35 Bab 16 Grafik LIMIT dan TURUNAN Matematika SMK, Bab 16: Limit dan 1/35 Grafik Pada dasarnya, konsep limit dikembangkan untuk mengerjakan perhitungan matematis yang melibatkan: nilai sangat kecil; Matematika

Lebih terperinci

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f D. URAIAN MATERI 1. Definisi dan Rumus-rumus Turunan Fungsi a. Definisi Turunan Sala satu masala yang mendasari munculnya kajian tentang turunan adala gradien garis singgung. Peratikan Gambar 1. f(c +

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange Pertemuan Minggu ke-11 1. Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange 1. BIDANG SINGGUNG, HAMPIRAN Tujuan mempelajari: memperoleh persamaan bidang singgung terhadap permukaan z

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

SIMULASI LAJU PERTUMBUHAN PENJUALAN AUTOMOTIF DENGAN METODE EKSPONENSIAL DAN GUI MATLAB DI JAWA TIMUR

SIMULASI LAJU PERTUMBUHAN PENJUALAN AUTOMOTIF DENGAN METODE EKSPONENSIAL DAN GUI MATLAB DI JAWA TIMUR SIMULASI LAJU PERTUMBUHAN PENJUALAN AUTOMOTIF DENGAN METODE EKSPONENSIAL DAN GUI MATLAB DI JAWA TIMUR Yopi Andry Lesnussa Jurusan Matematika Universitas Pattimura yopi_a_lesnussa@yahoo.com Abstrak Laju

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III Diferensial Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi TURUNAN Ide awal turunan: Garis singgung Tali busur c +, f c + Garis singgung c, f c c P h c+h f c + f c Kemiringan garis singgung di titik P: f c + f c lim Definisi Turunan fungsi f adalah fungsi lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemodelan matematika telah berkembang seiring perkembangan matematika sebagai alat analisis berbagai masalah nyata. Dalam pengajaran mata kuliah pemodelan

Lebih terperinci

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY Skripsi Diajukan untuk Menempuh Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Dewita Sonya Tarabunga - 13515021 Program Studi Tenik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II

Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II Oleh Ayundyah Kesumawati, S.Si., M.Si. (Program Studi Statistika) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 26 Daftar Isi Daftar Isi iv Daftar

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GELOMBANG AIR DANGKAL DAN ELASTIK

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GELOMBANG AIR DANGKAL DAN ELASTIK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GELOMBANG AIR DANGKAL DAN ELASTIK TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 50 57 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI ILHAM FEBRI RAMADHAN Program Studi Matematika

Lebih terperinci

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf Rubono Setiawan Prodi Pendidikan Matematika, F.KIP

Lebih terperinci

11. Konvolusi. Misalkan f dan g fungsi yang terdefinisi pada R. Konvolusi dari f dan g adalah fungsi f g yang didefinisikan sebagai.

11. Konvolusi. Misalkan f dan g fungsi yang terdefinisi pada R. Konvolusi dari f dan g adalah fungsi f g yang didefinisikan sebagai. 11. Konvolusi Operasi konvolusi yang akan kita bahas di sini sebetulnya pernah kita jumpai pada pembahasan deret Fourier (ketika membuktikan kekonvergenan jumlah parsialnya). Operasi konvolusi merupakan

Lebih terperinci