BAB III PEMODELAN DISPERSI POLUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMODELAN DISPERSI POLUTAN"

Transkripsi

1 BAB III PEMODELAN DISPERSI POLUTAN Salah satu faktor utama ang mempengaruhi dispersi polutan adalah kecenderungan molekul-molekul polutan untuk berdifusi. Pada Bab II telah dijelaskan bahwa proses difusi pada arah tertentu merupakan suatu fenomena statistika. Hal ini ditandai dengan perilaku molekul-molekul material sepanjang arah ang dipilih memiliki distribusi Gaussian. Selain itu, kurva konsentrasi material terhadap lokasi dari sumber pemberian material ang berdifusi berbentuk lonceng ang serupa dengan kurva distribusi Gaussian. Konsentrasi maksimum terdapat pada sumber pemberian material dan konsentrasi akan semakin berkurang untuk lokasi ang semakin jauh dari sumber. Hasil tersebut akan digunakan sebagai bekal untuk memodelkan proses dispersi polutan dari cerobong asap pabrik dengan Gaussian Plume Model..1 Distribusi Gaussian atau Distribusi Normal Peubah acak X dikatakan berdistribusi Gaussian atau normal jika memiliki fungsi kepadatan peluang (fkp) ang memenuhi dengan f ( ) ( μ ) 1 = ep untuk πσ σ < < (.1) < μ < dan σ > 0. Parameter μ disebut rataan dan σ disebut standar deviasi. Perilaku dua parameter tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. 5

2 (a) (b) Gambar.1. Kurva distribusi Gaussian dengan (a) μ 1 = μ dan σ 1 < σ, (b) μ 1 < μ dan σ 1 < σ Perhatikan bahwa luas area di bawah kurva selalu satu. Nilai μ menatakan lokasi nilai maksimum dari f ( ) pada sumbu- dan kurva f ( ) terhadap posisi μ. Jika μ = 0 maka kurva ( ) Parameter akan simetri f akan simetri pada = 0. σ berperan memperlebar atau mempertajam bentuk kurva dengan mempertahankan luas area di bawah kurva adalah satu. Untuk peubah acak X dan Y ang masing-masing berdistribusi normal dan saling bebas, fkp gabunganna adalah perkalian dari fkp peubah acak X dan Y. f 1, = ep + πσ σ σ σ ( ) untuk ( μ ) ( μ ) < < dan < < (.) Proses difusi ang merupakan fenomena statistika ditunjukkan pula oleh kemiripan bentuk persamaan difusi satu dimensi dengan fkp satu peubah acak, dan kemiripan bentuk persamaan difusi dua dimensi dengan fkp gabungan dua peubah acak. 6

3 . Gaussian Plume Model Keterangan: h : tinggi fisik cerobong asap H : tinggi efektif cerobong asap Δ h : plume rise ( Δ h = H h) u : kecepatan angin Gambar.. Gaussian Plume Model pada dispersi polutan Gambar. memberikan ilustrasi tentang pemodelan dispersi polutan dengan Gaussian Plume Model. Polutan bergerak searah dengan arah angin ang pada sumbu-. Sumbu- adalah arah ang tegak lurus horiontal dengan sumbu- dan sumbu- adalah arah vertikal dengan permukaan tanah pada = 0. Pada proses dispersi polutan, terjadi difusi tiga dimensi karena molekulmolekul polutan berdifusi pada sumbu-, sumbu-, dan sumbu-. Selain proses difusi, pada sumbu- juga terjadi proses adveksi atau transportasi polutan ang diakibatkan oleh angin dengan kecepatan u. Gambar. menunjukkan bahwa difusi pada sumbu- dan sumbu- mengikuti distribusi Gaussian sehingga terdapat parameter μ dan σ pada masing-masing sumbu. Konsentrasi maksimum molekul-molekul polutan pada sumbu- dan sumbu- terjadi pada = 0 dan = H. Sementara itu pada Gaussian Plume Model, σ dan σ disebut juga dengan koefisien dispersi ang menunjukkan ukuran penebaran polutan pada sumbu- dan sumbu-. Koefisien dispersi adalah fungsi dari jarak sepanjang sumbu- dan kelas stabilitas atmosfer. Semakin jauh jarak ang dipilih, kurva distribusi Gaussian pada sumbu- dan sumbu- akan semakin pipih karena molekul-molekul polutan akan semakin menebar, dengan kata lain nilai σ dan σ akan semakin besar. Selanjutna 7

4 akan dijelaskan proses penurunan persamaan penentuan konsentrasi dengan Gaussian Plume Model melalui pendekatan konsep fluks seperti pada Bab II. Gambar.. Elemen sangat kecil di antara molekul-molekul polutan ang berukuran ddd Pada Gambar. bagian atas, baangkan terdapat elemen sangat kecil ang berada di antara molekul-molekul polutan. Gambar. bagian bawah menunjukkan bahwa molekul-molekul polutan bergerak melewati elemen tersebut. Selanjutna akan dilihat laju perubahan jumlah molekul polutan terhadap waktu di dalam elemen ang berukuran ddd, ang dinatakan C dengan ddd. Suku d dd menunjukkan bahwa perubahan terjadi di t dalam elemen berukuran d dd. Perubahan jumlah molekul polutan di dalam elemen disebabkan oleh proses difusi tiga dimensi ang dialami molekul-molekul polutan dan proses adveksi atau transportasi polutan karena angin berkecepatan u pada sumbu-. Selanjutna akan dilihat perubahan jumlah molekul polutan di dalam elemen akibat dua faktor tersebut secara terpisah. 8

5 Perubahan jumlah molekul polutan akibat proses difusi tiga dimensi Difusi pada sumbu- menebabkan adana fluks di titik dan titik +d seperti pada Gambar.. Laju perubahan jumlah molekul di dalam elemen pada sumbu- dinatakan dengan fluks ang masuk elemen di titik fluks ang keluar elemen di titik +d = q q + (.) d Sesuai definisi fluks, maka fluks di titik adalah Suku q = ( DC) dd C (.4) = D dd dd menatakan bahwa molekul-molekul polutan ang memasuki elemen di titik melewati bidang berukuran dd. Sementara itu, fluks di titik +d diakibatkan oleh fluks di titik dan perubahan fluks di titik ang terjadi sepanjang d atau q+ d= q+ ( q) d ( q ) d C C = D dd + D dd d C C = D dd D ddd Substitusikan (.4) dan (.5) ke (.) (.5) C C C + d = + + q q D dd D dd D ddd Jadi, laju perubahan jumlah molekul di dalam elemen karena difusi pada sumbu- adalah C q q+ d = D ddd (.6) Proses difusi molekul-molekul polutan pada sumbu- dan sumbu- sama dengan pada sumbu-, hana luas bidang ang dilewatina berbeda. Pada sumbu-, luas bidang ang dilewati molekul adalah dd dan molekul bergerak di dalam elemen sepanjang d. Sementara pada sumbu-, luas bidang ang dilewati molekul adalah dd dan molekul bergerak di dalam 9

6 elemen sepanjang d. Analog dengan laju perubahan jumlah molekul di dalam elemen pada sumbu-, diperoleh laju perubahan jumlah molekul di dalam elemen karena difusi pada sumbu- adalah C q q+ d = D ddd dan pada sumbu- adalah C q q+ d = D ddd (.7) (.8) Perubahan jumlah molekul akibat proses adveksi pada sumbu- Pada titik, terdapat sejumlah molekul polutan ang memasuki elemen akibat terbawa angin dengan kecepatan u dan keluar dari elemen melalui titik +d. Molekul-molekul tersebut melewati bidang dengan luas dd. Karena terbawa oleh angin, laju aliran polutan tersebut sangat besar dan dikenal dengan bulk motion. Laju aliran molekul polutan akibat angin di titik, dinotasikan dengan B B adalah = ucdd (.9) Sementara laju aliran molekul polutan akibat angin di titik +d diakibatkan oleh aliran polutan di titik dan perubahan aliran polutan di titik ang terjadi sepanjang d atau ( B ) B+ d= B+ ( B) d = ucdd + d adalah ( ) ucdd d C = ucdd + u ddd (.10) Jadi, laju perubahan jumlah molekul di dalam elemen pada sumbu- karena transportasi polutan oleh angin berkecepatan u adalah C B B+ d = ucdd ucdd u ddd C = u ddd (.11) 0

7 Dari dua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa laju perubahan jumlah molekul polutan di dalam elemen akibat proses difusi tiga dimensi dan proses adveksi pada sumbu- dapat dinatakan dengan C ddd t C C C C = D ddd + D ddd + D ddd u ddd Kalikan kedua ruas dengan 1 ddd (.1) C C C C C = D + D + D u t (.1) Sebelumna telah diasumsikan bahwa dispersi polutan berlangsung dalam dc kondisi stead-state ang secara matematis dinatakan dengan = 0. Selain dt itu, transportasi polutan karena angin jauh lebih dominan daripada difusi molekul pada sumbu- aitu dc u >> D d C sehingga faktor D C dapat diabaikan. Oleh karena itu, proses dispersi polutan dapat disederhanakan menjadi kasus difusi dua dimensi dan (.1) direduksi menjadi C C C = D + D u 0 C C u = D + D C C D C D C = + u u (.14.a) (.14.b) (.14.b) ekivalen dengan PDP difusi dua dimensi sehingga dapat disimpulkan bahwa (.14) mempunai solusi umum K u u C ep = + 4 D 4 D (.15) K adalah konstanta sembarang ang nilaina ditentukan oleh kondisi batas pada masalah dispersi polutan ini, aitu: Konsentrasi pada sumber dispersi polutan besar atau C dengan 0. 1

8 Konsentrasi pada jarak ang jauh dari sumber dispersi mendekati nol atau C 0 dengan. C Pada permukaan tanah tidak terjadi difusi atau D 0 untuk = 0. Laju aliran polutan dari sumber dispersi akibat angin ang melalui bidang adalah konstan karena dispersi polutan berlangsung dalam kondisi stead-state. Laju aliran ini sama dengan laju emisi polutan atau kekuatan sumber dispersi polutan ang dinotasikan dengan Q dan memiliki dimensi MT 1. Kondisi batas ini dapat diambil karena sebelumna telah diasumsikan bahwa pada sumbu- tidak ada reaksi kimia atau penerapan oleh media lain ang dapat mengurangi kuantitas polutan. Secara matematis, kondisi batas ini dinatakan dengan Q = ucdd, untuk > 0 (.16) Batas pengintegralan untuk adalah dari sampai, sedangkan untuk tergantung pada lokasi sumber dispersi polutan...1 Sumber Dispersi Polutan di Permukaan Tanah Untuk sumber dispersi polutan ang berada di permukaan tanah atau pada = 0, batas pengintegralan untuk adalah dari 0 sampai karena molekul polutan hana akan berdifusi ke sumbu- positif. Dengan batas tersebut, akan ditentukan konstanta K dengan mensubstitusikan (.15) ke (.16) sehingga diperoleh Misalkan Ku u u Q= ep + d 4D 4 0 D d (.17) dan D maka (.14) menjadi D Ku u u Q= D D ep d 4D 4 0 D d Sementara dari integral standar [9] diperoleh bahwa (.18) 0 ep ( a ) d= π a

9 Selanjutna (.18) menjadi Ku DD π Q = (.19) u sehingga diperoleh Q K = (.0) DD π.. Sumber Dispersi Polutan di Ketinggian H dari Permukaan Tanah Dari Gambar. terlihat bahwa sumber dispersi polutan dipandang terletak pada koordinat ( 0,0, H ) sehingga molekul polutan dapat berdifusi pada sumbu- positif dan negatif. Akan tetapi salah satu kondisi batas menatakan bahwa tidak ada difusi pada = 0. Di sisi lain, walaupun permukaan tanah dapat ditembus untuk difusi molekul polutan, sebagian besar molekul polutan akan berada di antara permukaan tanah dan ketinggian H. Hal ini juga ditunjukkan oleh kurva distribusi Gaussian. Oleh karena itu, batas pengintegralan untuk adalah dari sampai. Penambahan pengintegralan untuk dari = 0 ke pada Q, memberikan galat ang kecil dan perhitungan matematis akan lebih mudah dikerjakan [9]. Dengan batas pengintegralan baru di atas, konstanta K akan ditentukan dengan mensubstitusikan (.15) ke (.16) sehingga diperoleh Misalkan Ku u u Q= ep + d 4D 4D d (.1) dan D maka (.19) menjadi D Ku u u Q= D D ep d 4D 4 0 D Sementara dari integral standar diperoleh bahwa d (.) ( ) ep a d= π a

10 Selanjutna (.0) menjadi Ku DD 4π Q = (.) u sehingga diperoleh Q K = (.4) DD 4π Sumber dispersi ang berada pada koordinat ( 0,0, H ) menebabkan kurva distribusi Gaussian pada sumbu- akan mencapai nilai maksimum pada titik = H sehingga (.15) perlu dikoreksi menjadi ( H) K u C = ep + D D 4 Substitusi (.4) ke (.5) diperoleh ( H) Q u C = ep + π D 4 D D D 4 (.5) (.6) Sebelumna telah disinggung bahwa difusi molekul-molekul polutan pada sumbu- dan sumbu- berdistribusi Gaussian sehingga terdapat parameter μ dan σ pada masing-masing sumbu. Konsentrasi maksimum molekul-molekul polutan pada sumbu- dan sumbu- terjadi pada = 0 dan = H sehingga μ = 0 dan μ = H. Jadi fkp gabungan untuk difusi molekul-molekul polutan pada sumbu- dan sumbu- ang berdistribusi Gaussian analog dengan (.) adalah ( H) 1 f(, ) = ep + πσ σ σ σ Dengan membandingkan (.6) dan (.7), dapat didefnisikan (.7) σ D 4 u D uσ (.8.a) D 4 σ u D uσ (.8.b) 4

11 Substitusikan (.8) ke (.6) sehingga diperoleh konsentrasi polutan di lokasi tertentu adalah ( H) Q C(,, ) = ep + πuσ σ σ σ (.9).. Refleksi pada Gaussian Plume Model Persamaan pada (.6) mengasumsikan bahwa tidak ada penghalang bagi polutan untuk berdispersi ke arah vertikal baik ke atas atau ke bawah. Sementara pada kondisi ang sebenarna, tanah menjadi penghalang bagi difusi molekul-molekul polutan ke bawah. Di sisi lain, telah diasumsikan bahwa polutan ang jatuh tidak diserap oleh tanah tetapi dipantulkan seluruhna ke atmosfer. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menentukan konsentrasi polutan ang direfleksikan kembali ke atmosfer. Adana refleksi polutan oleh tanah pada jarak ekivalen dengan mengasumsikan adana cerobong asap imajiner sebagai cermin dari cerobong asap sebenarna. Oleh karena itu, sumber dispersi polutan dari cerobong asap imajiner ini berada di koordinat ( 0,0, H ). Gambar.4. Dispersi polutan ang disertai refleksi oleh permukaan tanah dan cerobong asap imajiner untuk menjelaskan pengaruh refleksi tersebut Area ang dinotasikan dengan R adalah daerah hasil refleksi polutan. Dengan adana refleksi polutan kembali ke atmosfer, konsentrasi polutan di area R akan bertambah. Selanjutna akan dijelaskan seberapa besar bertambahna konsentrasi polutan akibat refleksi tersebut. 5

12 Permasalahan polutan ang dipantulkan kembali ke atmosfer dapat dijelaskan dengan analogi berikut. Ingat kembali kasus difusi satu dimensi pada pipa kecil, tetapi terdapat penghalang di salah satu ujungna seperti pada gambar berikut. Gambar.5. Difusi satu dimensi dengan penghalang di salah satu ujungna Pada Gambar.5, molekul-molekul material berdifusi sepanjang sumbu-. Untuk menentukan konsentrasi material di suatu titik di dalam pipa tersebut, tambahkan sumber difusi imajiner ang merupakan cermin dan identik dengan sumber difusi ang sebenarna. Gambar.6. Sumber difusi imajiner sebagai cermin dari sumber difusi ang sebenarna. Penghalang di salah satu ujung pipa pada sumbu- terletak di ' = 0, sedangkan sumber difusi ang sebenarna terletak di difusi imajiner di ' = L. Setelah material tertentu disuntikkan di titik ' ' = L dan sumber = L, molekul-molekul material ang berdifusi ke sumbu- negatif akan membentur penghalang kemudian dipantulkan kembali ke sumbu- positif. Begitu juga dengan penuntikan material imajiner di titik ' = L, molekul-molekul material ang berdifusi ke sumbu- positif akan membentur penghalang kemudian dipantulkan kembali ke sumbu- negatif. Hal ini menebabkan konsentrasi di suatu titik baik pada sumbu- positif atau sumbu- negatif setelah pemantulan akan bertambah sebesar konsentrasi molekul ang dipantulkan oleh penghalang. Untuk memudahkan penentuan konsentrasi material di suatu titik akibat pemantulan oleh penghalang, abaikan dahulu keberadaan penghalang dan asumsikan bahwa molekul mampu menembus 6

13 penghalang tersebut. Ilustrasi pergerakan molekul-molekul tersebut diberikan pada Gambar.7. Gambar.7. Pergerakan molekul dengan asumsi molekul mampu menembus penghalang Tanda panah menunjukkan arah pergerakan molekul dan garis putusputus menunjukkan pergerakan molekul dari sumber difusi imajiner. Selanjutna perhatikan bagian sumbu- positif ang merupakan permasalahan awal seperti pada Gambar.5. Gambar.8. Refleksi molekul oleh penghalang ang ditandai dengan garis putus-putus Dari Gambar.8 dapat disimpulkan bahwa konsentrasi molekul ang dipantulkan tersebut sama dengan konsentrasi molekul ang berasal dari sumber imajiner saat menembus penghalang. Konsentrasi molekul di suatu titik pada waktu tertentu di dalam pipa kecil dengan penghalang di satu ujungna ditentukan oleh konsentrasi molekul untuk sumber difusi di titik ' = L aitu ( ' L) M ep π Dt σ 4 dan konsentrasi molekul akibat pantulanna untuk sumber difusi imajiner di titik ' = L aitu (.0) ( ' L) M + ep π Dt σ 4 (.1) 7

14 Jadi persamaan difusi satu dimensi untuk kasus ini adalah ( ' L) M ( ' L) M + C( ', t) = ep + ep 4πDt σ 4 σ πdt (.) Sesuai penjelasan tentang distribusi Gaussian, suku ' = L menunjukkan bahwa konsentrasi molekul untuk sumber difusi ang sebenarna mencapai nilai maksimum di titik ' = L. Begitu juga konsentrasi molekul akibat pantulanna untuk sumber difusi imajiner ang mencapai nilai maksimum di titik ' = L. Jika diterapkan pada masalah dispersi polutan dengan refleksi polutan oleh permukaan tanah, masalah difusi satu dimensi di atas terjadi pada sumbu- dengan permukaan tanah sebagai penghalang atau di titik = 0. Pada sumbu-, sumber dispersi polutan terdapat di titik = H dan sumber dispersi imajiner terdapat di titik = H. Oleh karena itu, konsentrasi polutan untuk sumber dispersi polutan di titik pada (.9) adalah ( H) Q C = ep + πuσ σ σ σ dan konsentrasi polutan untuk sumber dispersi imajiner di titik adalah ( H) Q + C = ep + πuσ σ σ σ = H seperti (.) = H (.4) Jadi, konsentrasi polutan hasil dispersi cerobong asap di lokasi tertentu dengan refleksi polutan oleh permukaan tanah adalah ( H) ( H) Q Q + C(,, ) = ep + + ep + πuσ σ σ σ πuσ σ σ σ ( H) ( H) Q + C(,, ) = ep ep ep + πuσ σ σ σ σ (.5) 8

15 Keterangan: C : konsentrasi polutan hasil dispersi cerobong asap gr : lokasi searah angin dan arah gerak polutan ( m) : lokasi ang tegak lurus horiontal dengan arah angin ( m) : lokasi ang tegak lurus vertikal dengan arah angin ( m) Q : laju emisi polutan σ : koefisien dispersi pada arah- ( m) σ : koefisien dispersi pada arah- ( m) : kecepatan angin m gr det ik m det ik u ( ) H : tinggi efektif cerobong asap ( m) Kasus ang lebih menarik perhatian, terutama untuk masalah lingkungan adalah konsentrasi polutan di permukaan tanah atau = 0. Konsentrasi polutan di lokasi tertentu pada permukaan tanah dengan refleksi polutan oleh permukaan tanah adalah ( 0 H) ( 0 H) Q + C(,,0) = ep ep ep + πuσ σ σ σ σ Q H = ep ep πuσ σ σ σ Q H = ep + πuσ σ σ (.6) σ Sementara konsentrasi polutan di lokasi tertentu pada permukaan tanah sepanjang lintasan pergerakan polutan, dengan refleksi polutan oleh permukaan tanah adalah Q H C(,0,0) = ep πuσ σ σ (.7) Bertambahna konsentrasi polutan akibat refleksi oleh permukaan tanah juga dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. 9

16 Gambar.9. Konsentrasi polutan bertambah akibat refleksi polutan Gambar.9 memberikan kurva difusi satu dimensi untuk konsentrasi polutan terhadap sumbu- dengan dua sumber difusi seperti di atas [9]. Pada posisi A belum terjadi refleksi polutan sehingga tidak ada penambahan konsentrasi. Akan tetapi dengan bertambahna, akan terjadi tumpang tindih antara kurva ( 1 ) aitu kurva konsentrasi polutan akibat sumber difusi di titik polutan akibat sumber difusi imajiner di titik = H dan kurva ( ) aitu kurva konsentrasi = H. Pada posisi B, dengan menambahkan bagian dari kurva ( ) ang berada di atas permukaan tanah ke kurva ( 1 ), konsentrasi polutan akan bertambah sebesar luas area ang diarsir. Jadi, pengaruh adana refleksi polutan oleh permukaan tanah adalah menambah konsentrasi polutan. Gambar berikut memberikan gambaran singkat mengenai kurva konsentrasi polutan. Gambar.10. Kurva konsentrasi polutan pada sumbu- dan sumbu- 40

17 Kurva konsentrasi polutan di permukaan tanah sepanjang lintasan pergerakan polutan atau C(,0,0) mencapai nilai maksimum untuk suatu, kemudian akan semakin menurun dengan bertambahna. Konsentrasi maksimum akan dicapai saat terjadi refleksi polutan oleh permukaan tanah. Sementara itu, kurva konsentrasi polutan pada sumbu- adalah kurva Gaussian ang berpusat di berpusat di = 0. = H. Begitu juga pada sumbu- ang. Parameter Masukan untuk Gaussian Plume Model..1 Koefisien Dispersi Koefisien dispersi menunjukkan standar deviasi atau ukuran penebaran polutan ang berdistribusi Gaussian pada sumbu- (σ ) dan sumbu- (σ ). Keduana adalah fungsi dari dan kelas kestabilan Pasquill-Gifford. Semakin jauh lokasi pada sumbu- dan semakin tidak stabil kondisi atmosfer, nilai σ akan semakin besar karena polutan akan semakin menebar. Turner membuat plot untuk nilai koefisien dispersi σ dan σ untuk keadaan di dataran terbuka atau di daerah rural. Grafik ang dibuat Turner ini paling diterima dan paling banak digunakan untuk merepresentasikan nilai σ dan σ. Gambar.11. Grafik koefisien dispersi pada sumbu- di daerah rural 41

18 Gambar.1. Grafik koefisien dispersi pada sumbu- di daerah rural Karena nilai σ ang akurat dari grafik tersebut sulit diperoleh, persamaanpersamaan empiris untuk menentukan σ dan σ mulai dikembangkan. Salah satuna adalah persamaan McMullen, aitu ( I + J ( ln ) + K( ln ) ) σ = ep (.8) dengan σ : koefisien dispersi di daerah rural (m ) : jarak searah dengan arah angin (k m ) a ( a) = e a 7188 ep =, Konstanta I, J, dan K menurut McMullen tampak pada tabel berikut. Kelas Untuk memperoleh nilai Untuk memperoleh nilai Stabilitas σ σ Pasquill I J K I J K A 5,57 0,888-0,0076 6,05,1097 0,770 B 5,058 0,904-0,0096 4,694 1,069 0,016 C 4,651 0,9181-0,0076 4,110 0,901-0,000 D 4,0 0,9-0,0087,414 0,771-0,016 E,9 0,9-0,0064,057 0,6794-0,0450 Tabel.1. Konstanta I, J, dan K untuk persamaan McMullen 4

19 Pada daerah urban terdapat lebih banak bangunan sehingga angin akan semakin bergolak karena menabrak bangunan-bangunan tersebut dan suhu udara sekitar akan semakin hangat. Hal ini mengakibatkan kondisi udara semakin tidak stabil dibandingkan di daerah rural sehingga nilai σ akan semakin besar. Gifford memberikan persamaan untuk memperoleh nilai σ dan σ di wilaah urban, aitu ( L )( + M) N σ = 1 (.9) Konstanta L, M, dan N menurut Gifford tampak pada tabel berikut. Kelas Untuk memperoleh nilai Untuk memperoleh nilai Stabilitas σ σ Pasquill L M N L M N A-B 0 0,4-0, ,5 C 0 0,4-0, C 160 0,4-0, , -0,5 Tabel.. Konstanta L, M, dan N untuk persamaan Gifford Kemudian Gifford membuat plot untuk nilai σ dan σ untuk daerah urban seperti tampak pada kedua grafik berikut. Gambar.1. Grafik koefisien dispersi pada sumbu- di daerah urban 4

20 Gambar.14. Grafik koefisien dispersi pada sumbu- di daerah urban.. Plume Rise Plume rise ( Λh ) adalah kenaikan polutan setelah keluar dari cerobong asap, atau selisih antara tinggi efektif dengan tinggi fisik cerobong asap. Setelah keluar dari cerobong asap, polutan bergerak vertikal naik karena mempunai momentum vertikal ang disebabkan oleh: 1. tinggina kecepatan awal aitu kecepatan keluar polutan,. kemampuan bergerak naik atau buoanc akibat tinggina suhu polutan. Momentum polutan saat keluar dari cerobong asap relatif terhadap momentum angin sekitar menentukan apakah polutan akan bergerak vertikal ke atas atau dibelokkan oleh angin. Walaupun dibelokkan angin, lintasan awalna akan naik karena polutan mempunai komponen kecepatan vertikal dari kecepatan awal dan momentum buoanc. Dengan mengabaikan gesekan di udara dan mengasumsikan tidak ada kalor ang hilang (kondisi adiabatik), kecepatan awal dan momentum buoanc ang dimiliki polutan tetap terpelihara. Akan tetapi massa polutan bertambah karena 44

21 bercampur dengan udara sekitar, sehingga kecepatan polutan relatif terhadap terhadap kecepatan angin berkurang walaupun momentum polutan terpelihara. Percampuran polutan dengan udara sekitar terjadi karena pergolakan polutan akibat kecepatan awal dan momentum buoanc (self-induced turbulence), dan akibat pergolakan udara di udara (atmospheric turbulence). Semakin jauh polutan bergerak maka polutan semakin bercampur dengan udara sekitar dan kecepatanna semakin berkurang. Komponen kecepatan vertikalna secara bertahap akan mendekati nol sehingga lintasan pergerakan polutan semakin mendatar. Oleh karena itu, tinggi lintasan ini pada suatu titik adalah fungsi dari jarak antara sumber keluarna polutan dengan titik tersebut. Jadi, variabel-variabel ang mempengaruhi plume rise adalah: kecepatan (awal) polutan saat keluar dari cerobong asap, suhu polutan saat keluar dari cerobong asap, kecepatan angin sekitar, jarak dari sumber keluarna polutan sepanjang sumbu-, pergolakan udara (atmospheric turbulence), dan karakteristik cerobong asap. Berbagai persamaan dan model matematika telah diajukan untuk menentukan besarna kenaikan polutan ang keluar dari cerobong asap. Dua di antara persamaan tersebut diajukan oleh Holland dan Briggs. Persamaan Holland adalah sebagai berikut: dengan vd p T p T Λ h= 1,5 +,68.10 P u d (.40) u Tu - Λh : plume rise (m ) - v pc : kecepatan polutan keluar dari cerobong asap ( m ) det - d : diameter cerobong asap ( m ) - u : kecepatan angin ( m ) det - P : tekanan udara (milibar) - T : suhu polutan ( K ) pc 45

22 - T u : suhu udara sekitar ( K ) -, adalah konstanta dengan satuan 1 ( milibar meter) Bentuk umum dari kurva u terhadap Λ h untuk persamaan Holland adalah Gambar.15. Kurva u terhadap Λ h untuk persamaan Holland Briggs kemudian mempublikasikan persamaan untuk menentukan plume rise dengan memperhitungkan variabel-variabel di atas, untuk polutan ang dapat dibelokkan angin, panas, ringan dan dapat mengapung (buoant). Diasumsikan kecepatan keluar polutan adalah C. m dan suhu polutan saat keluar adalah det...1 Lintasan Pergerakan Plume Briggs menatakan bahwa lintasan untuk polutan dengan karakteristik di atas didominasi oleh pengaruh momentum buoanc [1]. Lintasan tersebut dibagi dalam tiga tahap, aitu tahap awal (initial stage), tahap transisi (transitional stage), dan tahap akhir (final stage). Perhatikan gambar di bawah ini. 46

23 Gambar.16. Lintasan pergerakan polutan Keterangan 1 : gerakan polutan didominasi oleh kecepatan awal : gerakan polutan didominasi oleh momentumbuoanc Initial rise : Percampuran polutan dengan udara sekitar didominasi oleh pergolakan polutan akibat kecepatan awal dan momentum Final rise : Percampuran polutan dengan udara sekitar didominasi oleh pergolakan udara Transitional rise : Transisi pada percampuran polutan antara pengaruh pergolakan polutan sendiri dan pengaruh pergolakan udara * : jarak di mana pengaruh pergolakan udara mulai mendominasi percampuran polutan dengan udara sekitar a * : jarak disumsikan terjadina plume rise ang maksimal (menurut Briggs adalah sekitar,5 * )... Parameter Stabilitas dan Parameter Fluks Buoanc Briggs mendefinisikan parameter stabilitas ang dinotasikan dengan s ( 1 ) untuk mengklasifikasi pengaruh pergolakan udara di atmosfer sec pada plume rise [1]. Parameter tersebut didefinisikan dengan: g dθ s = T (.41) u d dθ adalah gradien kekuatan suhu (potential temperature gradient), d aitu selisih antara gradien suhu udara sekitar (ambient temperature gradient) dengan laju perubahan adiabatik (adiabatic lapse rate) ang ideal. 47

24 Gradien suhu udara sekitar dinotasikan dengan dt d adalah perubahan suhu udara sekitar dengan bertambahna ketinggian, merupakan fungsi dari antara lain waktu, musim, banakna sinar matahari, kecepatan angin, dan laju transfer panas dari permukaan tanah ke udara. Laju perubahan adiabatik (dinotasikan dengan Γ ) dalam kondisi ideal adalah laju perubahan suhu udara kering untuk setiap ketinggian tertentu tanpa adana panas ang hilang. Laju perubahan ini didefinisikan sebagai penurunan suhu sebesar 5,5 F setiap ketinggian 1000 kaki. Gradien kekuatan suhu ang positif mengurangi pergolakan udara dan menstabilkan atmosfer. Sebalikna gradien kekuatan suhu negatif meningkatkan pergolakan udara dan mengurangi kestabilan atmosfer, dθ sedangkan = 0 akan menetralkan atmosfer. Untuk itu, dapat dikatakan d bahwa s adalah ukuran pengaruh pergolakan udara di atmosfer pada plume rise. Tabel di bawah ini adalah nilai gradien kekuatan suhu untuk masing-masing kelas stabilitas Pasquill-Gifford. Kelas Gradien suhu udara Laju perubahan Gradien kekuatan suhu Stabilitas sekitar (rata-rata) adiabatik Pasquill dt d Γ dθ dt = d d Γ ( F/1000 kaki) ( F/1000 kaki) ( F/1000 kaki) ( K/m) A <-10,4-5,5 <-4,9 <-0,009 B -9,9-5,5-4,4-0,008 C -8,8-5,5 -, -0,006 D -5,5-5,5 0 0 E,8-5,5 8, 0,015 F >8, -5,5 >1,7 >0,05 dθ Tabel.. Potential Temperature Gradient ( ) d 48

25 Sementara itu, Briggs menggunakan parameter fluks buoanc ang dinotasikan dengan F, untuk mengklasifikasi laju aliran buoanc pada polutan ang keluar dari cerobong asap [1], aitu F = gv pc Tpc T u r (.4) Tpc Setelah mengalami serangkaian proses revisi, pada tahun 197 Briggs memberikan satu perangkat persamaan untuk menentukan plume rise pada masing-masing kelas stabilitas Pasquill-Gifford. Kelas stabilitas A, B, C, atau D Jika F 55 m 4 /s Jika F < 55 m 4 /s 1 1,6 F Δ h = untuk < f u 1 0,6 1,6 F f 8,7F Δ hmaks = = untuk f u u 1 1,6 F Δ h = untuk < f u 1 0,75 1,6 F f 1,4 F Δ hmaks = = untuk f u u Kelas stabilitas E atau F 1,84u Jika f s 1 1,6 F Δ h = untuk < f u 1 0,6 1,6 F f 8,7F Δ hmaks = = untuk f dan F 55 m 4 /s u u 1 0,75 1,6 F f 1,4 F Δ hmaks = = untuk f dan F < 55 m 4 /s u u 49

26 Jika 1,84u s < f 1 1,6 F Δ h = untuk < u 1 F Δh maks =,4 untuk us 1,84u s 1,84u s f adalah jarak searah angin dari cerobong asap sampai titik terjadina plume rise maksimal ( m ) aitu: f = 0,4 119F untuk F 55 m 0,65 = 49F untuk F < 55 m 4 /s 4.. Kecepatan Angin Salah satu faktor penting ang mempengaruhi sejauh mana polutan bergerak vertikal ke atas sebelum bergerak horiontal adalah kecepatan angin. Selain itu, kecepatan angin juga menjadi parameter penting dalam persamaan Gaussian Plume Model. Yang menjadi permasalahan adalah kecepatan angin berbeda-beda bergantung pada ketinggian. Pada saat polutan bergerak vertikal ke atas, ketinggianna berbeda-beda sehingga akan sulit menentukan besarna Δh dengan tepat. Oleh karena itu, sebagai persaratan minimum kecepatan angin ang digunakan pada persamaan Briggs dan persamaan Holland adalah kecepatan angin pada tinggi cerobong asap (h). Kecepatan angin ang digunakan pada Gaussian Plume Model seharusna adalah kecepatan angin pada semua lokai penebaran polutan. Tentu saja hal ini akan sulit ditentukan dan menimbulkan kontradiksi: pada penurunan Gaussian Plume Model, kecepatan angin disumsikan konstan, kecepatan angin tidak konstan karena bergantung pada ketinggian. Oleh karena itu, sebagai persaratan minimum kecepatan angin ang digunakan pada Gaussian Plume Model adalah kecepatan angin pada tinggi efektif cerobong asap (H). 50

27 Pada umumna data meteorologis untuk kecepatan angin diperoleh dari pengukuran pada ketinggian 10 m. Oleh karena itu diperlukan suatu metode konversi kecepatan angin dari ketinggian 10 m untuk memperoleh kecepatan angin pada: tinggi cerobong asap (h) ang akan digunakan pada persamaan Holland dan persamaan Briggs, dan tinggi efektif cerobong asap (H) ang akan digunakan pada Gaussian Plume Model. Pengaruh ketinggian pada kecepatan angin secara matematis dinatakan dengan u u g h h = u : kecepatan angin pada ketinggian u g : kecepatan angin pada ketinggian 10 m g n h : ketinggian h g : ketinggian 10 m (.4) Menurut EPA (Enviromental Protection Agenc) USA [1], nilai n adalah fungsi dari kelas stabilitas Pasquill-Gifford dan kondisi topografis. Untuk daerah urban dan rural digunakan nilai n berikut Kelas Stabilitas Pasquill-Gifford n A 0,15 B 0,15 C 0,0 D 0,5 E 0,40 F 0,60 Tabel.4. Nilai konversi kecepatan angin untuk daerah urban Kelas Stabilitas Pasquill-Gifford n A 0,11 B 0,11 C 0,1 D 0,17 E 0,9 F 0,45 Tabel.5. Nilai konversi kecepatan angin untuk daerah rural 51

28 .4 Konsentrasi Maksimum pada Permukaan Tanah Sepanjang Sumbu- Dari Gambar.10 terlihat bahwa konsentrasi polutan sepanjang sumbu- akan mencapai nilai maksimum pada tertentu, sebelum berkurang menuju nol pada ang semakin jauh. Secara bertahap, proses difusi sepanjang sumbu- dan sumbu- akan menipiskan konsentrasi polutan di permukaan tanah ( = 0) sepanjang arah gerakan polutan ( = 0) atau C(, 0, 0). Yang menjadi pertanaan adalah bagaimana menentukan lokasi terjadina konsentrasi maksimum ( ma ) dan konsentrasi maksimum polutan (C ma ) σ tersebut? Salah satu metodena adalah berdasarkan ang dapat diasumsikan σ konstan karena pada Gaussian Plume Model, dispersi polutan berlangsung dalam σ kondisi stead-state. Misalkan k σ = maka σ = kσ dan (.7) menjadi Q H C(,0,0) = ep πukσ σ (.44) Jadi C(, 0, 0) adalah fungsi dari σ dan secara implisit adalah fungsi dari untuk kelas stabilitas atmosfer tertentu. ma danc ma dapat diperoleh dengan turunan pertama dari (.44), aitu C ' = 0 Q H H Q H ep ep = πukσ σ σ πukσ σ H σ = = 0,707H (.45) 1 16Qe Perhatikan bahwa C '' = < 0 sehingga C mempunai nilai maksimum πukh dengan titik kritis di σ = 0,707H. Lokasi terjadina konsentrasi maksimum hana dapat ditentukan secara implisit dengan metode ini. Perhatikan bahwa metode ini hana dapat digunakan untuk plume rise ang dihitung dengan persamaan Holland karena persamaan Briggs membutuhkan masukan, sementara dalam kasus ini justru akan ditentukan. 5

29 Nilai σ dapat diperoleh dari perkiraan tinggi efektif H berdasarkan persamaan Holland. Dari grafik Turner untuk nilai σ atau dari persamaan McMullen dan persamaan Gifford, perkiraan ma dapat diperoleh untuk kelas stabilitas atmosfer tertentu. Dari (.45) dapat diperoleh H =, jika disubstitusikan ke (.44) σ maka konsentrasi maksimum polutan sepanjang sumbu- adalah C ma 0,1171Q = (.46) uσ σ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asap atau polutan yang dibuang melalui cerobong asap pabrik akan menyebar atau berdispersi di udara, kemudian bergerak terbawa angin sampai mengenai pemukiman penduduk yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral ii Darpublic BAB Fungsi Linier.. Fungsi Tetapan Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari sampai +. Kita tuliskan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN Dari simulasi yang telah dilakukan didapat hasil sebaran konsentrasi SO 2 dari data emisi pada tanggal 31 Oktober 2003 pada PLTU milik PT. Indorama Synthetics tbk.

Lebih terperinci

2. Fungsi Linier x 5. Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan):

2. Fungsi Linier x 5. Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan): Darpublic Nopember 3 www.darpublic.com. Fungsi Linier.. Fungsi Tetapan Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai dari sampai +. Kita tuliskan = k [.] dengan k bilangan-nata. Kurva fungsi ini terlihat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Data yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini, antara lain data pemakaian batubara, data kandungan sulfur dalam batubara, arah dan kecepatan

Lebih terperinci

4.1. nti Tampang Kolom BB 4 NSS BTNG TEKN Kolom merupakan jenis elemen struktur ang memilki dimensi longitudinal jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi transversalna dan memiliki fungsi utama menahan

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Analisis Penampang. Pertemuan 4, 5, 6

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Analisis Penampang. Pertemuan 4, 5, 6 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS nalisis Penampang Pertemuan 4, 5, 6 TU : Mahasiswa dapat menghitung properti dasar penampang, seperti luas, momen statis, momen inersia TK : Mahasiswa

Lebih terperinci

Bab 9 DEFLEKSI ELASTIS BALOK

Bab 9 DEFLEKSI ELASTIS BALOK Bab 9 DEFLEKSI ELASTIS BALOK Tinjauan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dasar defleksi (lendutan) pada balok, memahami metode-metode penentuan defleksi dan dapat menerapkan

Lebih terperinci

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. yang sejajar dengan garis yang diberikan tersebut.

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. yang sejajar dengan garis yang diberikan tersebut. 3 Gariis Lurus Dalam geometri aksiomatik/euclide konsep garis merupakan salah satu unsur ang tak terdefinisikan dalam arti keberadaanna tidak perlu didefinisikan. Karakteristik suatu garis diberikan pada

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI POLUTAN HASIL DISPERSI DARI CEROBONG ASAP PABRIK DENGAN GAUSSIAN PLUME MODEL

PENENTUAN KONSENTRASI POLUTAN HASIL DISPERSI DARI CEROBONG ASAP PABRIK DENGAN GAUSSIAN PLUME MODEL PENENTUAN KONSENTRASI POLUTAN HASIL DISPERSI DARI CEROBONG ASAP PABRIK DENGAN GAUSSIAN PLUME MODEL Diajukan sebagai Syarat Mengikuti Sidang Sarjana Matematika Program Studi Matematika Institut Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang simulasi dispersi polutan ini sudah pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya dilakukan oleh Sri Suryani, dkk (2010) yaitu membuat model

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KALKULUS

PENDAHULUAN KALKULUS . BILANGAN REAL PENDAHULUAN KALKULUS Ada beberapa jenis bilangan ang telah kita kenal ketika di bangku sekolah. Bilangan-bilangan tersebut adalah bilangan asli, bulat, cacah, rasional, irrasional. Tahu

Lebih terperinci

MODEL PENYEBARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO2) AKIBAT PROSES INDUSTRI

MODEL PENYEBARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO2) AKIBAT PROSES INDUSTRI MODEL PENYEBARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO2) AKIBAT PROSES INDUSTRI 1) Mohamad Syafi i 1) Fakultas MIPA, Program Studi Magister Matematika, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU BAB PERSAAA DIFERESIAL ORDER SATU PEDAHULUA Persamaan Diferensial adalah salah satu cabang ilmu matematika ang banak digunakan dalam memahami permasalahan-permasalahan di bidang fisika dan teknik Persamaan

Lebih terperinci

Bagian 2 Turunan Parsial

Bagian 2 Turunan Parsial Bagian Turunan Parsial Bagian Turunan Parsial mempelajari bagaimana teknik dierensiasi diterapkan untuk ungsi dengan dua variabel atau lebih. Teknik dierensiasi ini tidak hana akan diterapkan untuk ungsi-ungsi

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. (1), Hal. 5 3 ISSN : 337- Aplikasi Metode Beda Hingga rank-nicholson Implisit untuk Menentukan Kasus Adveksi-Difusi D pada Sebaran Polutan Di Suatu Perairan Holand Sampera a,

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n A. Fungsi Dua Variabel atau Lebih Dalam subbab ini, fungsi dua variabel atau lebih dikaji dari tiga sudut pandang: secara verbal (melalui uraian dalam kata-kata) secara aljabar

Lebih terperinci

BAB 2 MOMEN DAN ENTROPI

BAB 2 MOMEN DAN ENTROPI BAB MOMEN DAN ENTROPI. Satu Peubah Acak (Univariat) Misalkan diketahui suatu peubah acak X. Didefinisikan ekspektasi dari peubah acak X adalah sebagai berikut E [ X ] - P X =, X diskrit = f d, X kontinu

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

Transport Phenomena. Dr. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FT-ITS

Transport Phenomena. Dr. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FT-ITS Transport Phenomena Turbulensi Dr. Heru Setawan Jurusan Teknik Kimia FT-ITS Aliran laminar dan turbulent t 1 Pemodelan Turbulensi Semua pendekatan ang telah kita bahas sampai sejauh ini berlaku untuk aliran

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 36

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 36 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 36 Irisan Kerucut animation 1 animation 2 Irisan kerucut adalah kurva ang terbentuk dari perpotongan antara sebuah kerucut dengan bidang datar. Kurva irisan ini

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I Nurdininta Athari Definisi PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial adalah suatu persamaan ang memuat satu atau lebih turunan fungsi ang tidak diketahui. Jika persamaan

Lebih terperinci

Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduyanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansyah b)

Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduyanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansyah b) POSITRON, Vol. VI, No. 1 (1), Hal. 17 - ISSN : 1-9 Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansah b) a Jurusan

Lebih terperinci

MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM

MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi impuls dan momentum dan memformulasikan impuls dan momentum 2. Memformulasikan hukum kekekalan momentum 3. Menerapkan konsep kekekalan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan.

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan. 6.1.Stabilitas Atmosfer 6.1.1. Pengertian Stabilitas Atmosfer Stabilitas: Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral i Darpublic Hak cipta pada penulis, 1 SUDIRHAM, SUDARYATNO Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral Oleh: Sudaratmo Sudirham

Lebih terperinci

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari-

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari- MATEMATIKA 3 Turunan Parsial -Irma Wulandari- Pengertian Turunan Parsial T = (,) Rata-rata perubahan suhu pelat T per satuan panjang dalam arah sumbu, sejauh, untuk koordinat tetap ; (, ) (, ) Rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

Pemodelan Teknik Kimia Bebarapa Contoh Aplikasi Persamaan Diferensial (oleh: Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA.)

Pemodelan Teknik Kimia Bebarapa Contoh Aplikasi Persamaan Diferensial (oleh: Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA.) Pemodelan Teknik Kimia - 206 Bebarapa Contoh Aplikasi Persamaan Diferensial (oleh: Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA.) Contoh #: Kepedulian terhadap Iklan Suatu produk sereal baru (diberi nama Oat Puff )

Lebih terperinci

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan.

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. 3 Gariis Lurus Dalam geometri aksiomatik/euclide konsep garis merupakan salah satu unsur ang tak terdefinisikan dalam arti keberadaanna tidak perlu didefinisikan. Karakteristik suatu garis diberikan pada

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral ii Darpublic BAB 9 Turunan Fungsi-Fungsi (1 (Fungsi Mononom, Fungsi Polinom 9.1. Pengertian Dasar Kita telah melihat bahwa apabila

Lebih terperinci

SIAP UN 2013 SMK NEGERI 2 WONOGIRI 1

SIAP UN 2013 SMK NEGERI 2 WONOGIRI 1 SMK NEGERI 2 WONOGIRI 1 Pilihlah salah satu jawaban ang paling tepat! 1. Pembangunan suatu gedung akan diselesaikan dalam waktu 40 hari oleh 48 pekerja. Agar pembangunan tersebut dapat diselesaikan dalam

Lebih terperinci

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah [MA114] Sistem Koordinat Kuadran II Kuadran I P(,) z P(,,z) Kuadran III Kuadran IV R (Bidang) Oktan 1 R 3 (Ruang) 7/6/007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan Industri yang pesat di Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat, tetapi juga memberikan dampak negatif

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB I. SISTEM KOORDINAT, NOTASI & FUNGSI

BAB I. SISTEM KOORDINAT, NOTASI & FUNGSI BAB I. SISTEM KRDINAT, NTASI & FUNGSI (Pertemuan ke 1 & 2) PENDAHULUAN Diskripsi singkat Pada bab ini akan dijelaskan tentang bilangan riil, sistem koordinat Cartesius, notasi-notasi ang sering digunakan

Lebih terperinci

Darpublic Nopember 2013

Darpublic Nopember 2013 Darpublic Nopember 1 www.darpublic.com 1. Turunan Fungsi Polinom 1.1. Pengertian Dasar Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik ang terletak pada suatu garis lurus diketahui, misalna [ 1, 1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

Simulasi Model Dispersi Polutan Gas dan Partikulat Molekul Pada Pabrik Semen Dengan Menggunakan Software Matlab 7.12

Simulasi Model Dispersi Polutan Gas dan Partikulat Molekul Pada Pabrik Semen Dengan Menggunakan Software Matlab 7.12 Simulasi Model Dispersi Polutan Gas dan Partikulat Molekul Pada Pabrik Semen Dengan Menggunakan Software Matlab 7.12 Febriandi Hasibuan, Warsito, Sri Wahyu Suciyati Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

Solusi Analitis Persamaan-persamaan Diferensial Orde-1 dengan Metode Analitis Persamaan Diferensial dengan konfigurasi VARIABEL TERPISAH

Solusi Analitis Persamaan-persamaan Diferensial Orde-1 dengan Metode Analitis Persamaan Diferensial dengan konfigurasi VARIABEL TERPISAH Solusi Analitis Persamaan-persamaan Diferensial Orde- dengan Metode Analitis.. Persamaan Diferensial dengan konfigurasi VARIABEL TERPISAH a. Bentuk Umum: f ( ) g( ), f dan g fungsi sembarang. b. Metode

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 6, 2007 Misalkan f terdefinisi pada suatu interval terbuka (a, b) dan c (a, b). Kita katakan

Lebih terperinci

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran. 4 INTEGRAL Definisi 4.0. Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika untuk setiap D. F () f() Fungsi integral tak tentu f dinotasikan dengan f ( ) d dan f () dinamakan

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

! " #" # $# % " "& " # ' ( ) #

!  # # $# %  &  # ' ( ) # ! "#"# $#%""&"#'# "*# *" " " #,#" " "# * # ""- # # "! " #" # $#%""&"# '# #" &# '&$'# # "'/0& " # #'"# ## # # #"""--* # #* #"* "'# #* 0 # # ***0" #""# ** #""# " #,#"##' ##' #*"#"#"'#"" #"#" ## # # "*###

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Kalkulus Kode : CIV Turunan. Pertemuan 3, 4, 5, 6, 7

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Kalkulus Kode : CIV Turunan. Pertemuan 3, 4, 5, 6, 7 Mata Kuliah : Kalkulus Kode : CIV - 101 SKS : 3 SKS Turunan Pertemuan 3, 4, 5, 6, 7 Kemampuan Akhir ang Diharapkan Mahasiswa mampu : - menjelaskan arti turunan ungsi - mencari turunan ungsi - menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PRA KALKULUS. Nol. Gambar 1.1

BAB I PRA KALKULUS. Nol. Gambar 1.1 BAB I PRA KALKULUS. Sistem bilangan ril.. Bilangan ril Sistem bilangan ril adalah himpunan bilangan ril dan operasi aljabar aitu operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Biasana bilangan

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Gerak Linier (satu dimensi) Posisi dan Perpindahan. Percepatan Gerak Non-Linier (dua dimensi)

Fisika Umum (MA-301) Gerak Linier (satu dimensi) Posisi dan Perpindahan. Percepatan Gerak Non-Linier (dua dimensi) Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini (minggu 2) Gerak Linier (satu dimensi) Posisi dan Perpindahan Kecepatan Percepatan Gerak Non-Linier (dua dimensi) Gerak Linier (Satu Dimensi) Dinamika Bagian dari fisika

Lebih terperinci

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur . LENTURAN Pembebanan lentur murni aitu pembebanan lentur, baik akibat gaa lintang maupun momen bengkok ang tidak terkombinasi dengan gaa normal maupun momen puntir, ditunjukkan pada Gambar.. Gambar.(a)

Lebih terperinci

MATEMATIKA BISNIS BAB 2 FUNGSI LINIER

MATEMATIKA BISNIS BAB 2 FUNGSI LINIER MATEMATIKA BISNIS BAB FUNGSI LINIER Hikmah Agustin, S.P.,MM DEFINISI FUNGSI Fungsi adalah hubungan matematis antara suatu variabel dengan variabel lainna. Unsur-unsur pembentukan fungsi : 1. Variabel Variabel

Lebih terperinci

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Fungsi Peubah Banak Prof. Dr. Bambang Soedijono PENDAHULUAN D alam modul ini dibahas masalah Fungsi Peubah Banak. Dengan sendirina para pengguna modul ini dituntut telah menguasai pengertian mengenai

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gas alam adalah bahan bakar fosil berbentuk gas, dengan komponen utamanya adalah metana (CH 4 ) yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan.

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II FUNGSI & GRAFIK FUNGSI. f(x) f(a)

BAB II FUNGSI & GRAFIK FUNGSI. f(x) f(a) BAB II FUNGSI & GRAFIK FUNGSI Pada awalnya fungsi muncul karena adanya ketergantungan suatu kuantitas (besaran) tertentu pada kuantitas (besaran) lainnya. Sebagai contoh, harga barang tergantung pada banyaknya

Lebih terperinci

BAB 6 Steady explosive eruptions

BAB 6 Steady explosive eruptions BAB 6 Steady explosive eruptions INTRODUCTION Pada bagian (bab) sebelumnya telah dibahas bagaimana magma mengembang (terbentuk) di permukaan, volatile dissolves ketika mulai meluruh dan membentuk gelembung

Lebih terperinci

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use. Vektor

Open Source. Not For Commercial Use. Vektor Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Vektor Vektor adalah sebuah besaran ang mempunai nilai dan arah. Secara geometri vektor biasana digambarkan sebagai anak panah berarah (lihat gambar di samping)

Lebih terperinci

PERSAMAAN GARIS LURUS

PERSAMAAN GARIS LURUS PERSAMAAN GARIS LURUS ( PERSAMAAN LINEAR ) Indikator :. Siswa dapat contoh persamaan garis lurus dalam berbagai bentuk dan variabel.. Siswa dapat menusun tabel pasangan dan menggambar grafik pada koordinat

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD)

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD) BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD) Banak masalah dalam kehidupan sehari-hari ang dapat dimodelkan dalam persamaan diferensial. Untuk menelesaikan masalah tersebut kita perlu menelesaikan pula persamaan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA301) Gerak dalam satu dimensi. Kecepatan rata-rata sesaat Percepatan Gerak dengan percepatan konstan Gerak dalam dua dimensi

Fisika Umum (MA301) Gerak dalam satu dimensi. Kecepatan rata-rata sesaat Percepatan Gerak dengan percepatan konstan Gerak dalam dua dimensi Fisika Umum (MA301) Topik hari ini: Gerak dalam satu dimensi Posisi dan Perpindahan Kecepatan rata-rata sesaat Percepatan Gerak dengan percepatan konstan Gerak dalam dua dimensi Gerak dalam Satu Dimensi

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

ANALISIS LINTASAN BOLA TENDANGAN BEBAS

ANALISIS LINTASAN BOLA TENDANGAN BEBAS ANAISIS INTASAN BOA TENDANGAN BEBAS Imran Rusana, Yuda Farid, Ahmad Ridwan Kelompok Studi Mahasiswa 10 FM Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 401 Indonesia Abstrak

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Modul 1 Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Drs. Susiswo, M.Si. K PENDAHULUAN ompetensi umum yang diharapkan, setelah mempelajari modul ini, adalah Anda dapat memahami konsep tentang persamaan linear dan

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Studi Mandiri. Fungsi dan Grafik. Darpublic

Sudaryatno Sudirham. Studi Mandiri. Fungsi dan Grafik. Darpublic Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik ii Darpublic BAB 1 Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik 1.1. Fungsi Apabila suatu besaran memiliki nilai ang tergantung dari nilai besaran lain, maka

Lebih terperinci

(D) 2 x < 2 atau x > 2 (E) x > Kurva y = naik pada

(D) 2 x < 2 atau x > 2 (E) x > Kurva y = naik pada f =, maka fungsi f naik + 1 pada selang (A), 0 (D), 1. Jika ( ) (B) 0, (E) (C),,. Persamaan garis singgung kurva lurus + = 0 adalah (A) + = 0 (B) + = 0 (C) + + = 0 (D) + = 0 (E) + + = 0 = ang sejajar dengasn

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral i Darpublic Hak cipta pada penulis, 010 SUDIRHAM, SUDARYATNO Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral Oleh: Sudaratmo Sudirham

Lebih terperinci

FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA

FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kalkulus 1 Dosen Pengampu : Muhammad Istiqlal, M.Pd Disusun Oleh : 1. Sufi Anisa (23070160086)

Lebih terperinci

B. Pengertian skalar dan vektor Dalam mempelajari dasar-dasar fisika, terdapat beberapa macam kuantitas kelompok besaran yaitu Vektor dan Skalar.

B. Pengertian skalar dan vektor Dalam mempelajari dasar-dasar fisika, terdapat beberapa macam kuantitas kelompok besaran yaitu Vektor dan Skalar. ANALISIS VEKTOR A. Deskripsi Materi ini akan membahas tentang pengertian, sifat, operasi dan manipulasi besaran fisik scalar dan vector. Pada pembahasan materi medan elektromagnetik berikutna akan melibatkan

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Studi Mandiri. Diferensiasi. Darpublic

Sudaryatno Sudirham. Studi Mandiri. Diferensiasi. Darpublic Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Diferensiasi ii Darpublic BAB Turunan Fungsi-Fungsi () (Fungsi Perkalian Fungsi, Fungsi Pangkat Dari Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit).1. Fungsi Yang Merupakan

Lebih terperinci

Program Linear B A B. A. Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel. B. Model Matematika. C. Nilai Optimum Suatu Fungsi Objektif

Program Linear B A B. A. Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel. B. Model Matematika. C. Nilai Optimum Suatu Fungsi Objektif Program Linear Program Linear B A B 2 A. Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel B. Model Matematika C. Nilai Optimum Suatu Fungsi Objektif Sumber: http://blontankpoer.blogsome.com Dalam dunia usaha,

Lebih terperinci

9/14/2016. Jaringan Aliran

9/14/2016. Jaringan Aliran Jaringan Aliran Jaringan aliran merupakan kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial. Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir butir air akan bergerak dari bagian hulu kebagian

Lebih terperinci

BAB I SISTEM KOORDINAT

BAB I SISTEM KOORDINAT BAB I SISTEM KOORDINAT 1.1 Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah suatu cara ang digunakan untuk menentukan letak suatu titik pada bidang ( R ) atau ruang ( R ). Beberapa macam sistem koordinat ang kita

Lebih terperinci

Bab. Persamaan Garis Lurus. Pengertian Persamaan Garis Lurus Gradien Menentukan Persamaan Garis lurus

Bab. Persamaan Garis Lurus. Pengertian Persamaan Garis Lurus Gradien Menentukan Persamaan Garis lurus Bab Sumb er: Scien ce Enclopedia, 997 Persamaan Garis Lurus Dalam suatu perlombaan balap sepeda, seorang pembalap mengauh sepedana dengan kecepatan tetap. Setiap 5 detik, pembalap tersebut menempuh jarak

Lebih terperinci

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut!

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut! SOAL UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut! 2 cm 3 cm 0 5 10 Dari gambar dapat disimpulkan bahwa diameter

Lebih terperinci

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat Terjemahan ZAT PADAT Zat padat adalah sebuah objek yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika gaya luar mempengaruhinya. Karena kepadatannya itu, bahan padat digunakan dalam bangunan yang semua strukturnya

Lebih terperinci

Bab 4. Pembentukan Planet Raksasa. 4.1 Inti Planet Raksasa

Bab 4. Pembentukan Planet Raksasa. 4.1 Inti Planet Raksasa Bab 4 Pembentukan Planet Raksasa Bab ini memberikan tinjauan ringkas mengenai pembentukan inti planet raksasa. Sebagaimana telah disinggung, teori pembentukan sistem keplanetan yang banyak diterima dewasa

Lebih terperinci

BAB MOMENTUM DAN IMPULS

BAB MOMENTUM DAN IMPULS BAB MOMENTUM DAN IMPULS I. SOAL PILIHAN GANDA 0. Dalam sistem SI, satuan momentum adalah..... A. N s - B. J s - C. W s - D. N s E. J s 02. Momentum adalah.... A. Besaran vektor dengan satuan kg m B. Besaran

Lebih terperinci

1 Sistem Koordinat Polar

1 Sistem Koordinat Polar 1 Sistem Koordinat olar ada kuliah sebelumna, kita selalu menggunakan sistem koordinat Kartesius untuk menggambarkan lintasan partikel ang bergerak. Koordinat Kartesius mudah digunakan saat menggambarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 21 Maret 2014

Hendra Gunawan. 21 Maret 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II 2013/2014 21 Maret 2014 Kuliah ang Lalu 12.1 Fungsi dua (atau lebih peubah 12.2 Turunan Parsial 12.3 Limit dan Kekontinuan 12.4 Turunan fungsi dua peubah

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

APLIKASI TURUNAN ALJABAR. Tujuan Pembelajaran. ) kemudian menyentuh bukit kedua pada titik B(x 2

APLIKASI TURUNAN ALJABAR. Tujuan Pembelajaran. ) kemudian menyentuh bukit kedua pada titik B(x 2 Kurikulum 3/6 matematika K e l a s XI APLIKASI TURUNAN ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Dapat menerapkan aturan turunan aljabar untuk

Lebih terperinci

1. Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik

1. Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik Darpublic Oktober 3 www.darpublic.com. Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik Fungsi Apabila suatu besaran memiliki nilai ang tergantung dari nilai besaran lain, maka dikatakan bahwa besaran tersebut merupakan

Lebih terperinci