INFORMATION RETRIEVAL SYSTEM DENGAN METODE LATENT SEMANTIC INDEXING TESIS HENDRA BUNYAMIN NIM : Program Studi Rekayasa Perangkat Lunak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INFORMATION RETRIEVAL SYSTEM DENGAN METODE LATENT SEMANTIC INDEXING TESIS HENDRA BUNYAMIN NIM : Program Studi Rekayasa Perangkat Lunak"

Transkripsi

1 INFORMAION RERIEVAL SYSEM DENGAN MEODE LAEN SEMANIC INDEXING ESIS Kaya tulis sebagai salah satu syaat untuk mempeoleh gela Magiste dai Institut eknologi Bandung Oleh HENDRA BUNYAMIN NIM : 353 Pogam Studi Rekayasa Peangkat Lunak INSIU EKNOLOGI BANDUNG 5

2 ABSRAK INFORMAION RERIEVAL SYSEM DENGAN MEODE LAEN SEMANIC INDEXING Oleh Henda Bunyamin NIM : 353 Infomation etieval (IR) system adalah sistem yang secaa otomatis melakukan pencaian atau penemuan kembali infomasi yang elevan tehadap kebutuhan pengguna. Kebutuhan pengguna, diekspesikan dalam quey, menjadi input bagi IR system dan selanjutnya IR system mencai dan menampilkan dokumen yang elevan dengan quey tesebut. Salah satu metode mencai atau menemukan kembali infomasi yang elevan dengan quey adalah dengan melihat kecocokan semantik quey dengan koleksi dokumen. Metode dalam menemukan kecocokan semantik antaa quey dengan koleksi dokumen adalah metode Latent Semantic Indexing. Contoh dua kata yang mempunyai kecocokan semantik adalah puchase dan buy. Kedua kata tesebut mempunyai ati yang sama. Jadi infomasi yang mempunyai ati yang sama dengan quey juga dicai atau ditemukan kembali. Pada tesis ini dilakukan studi mengenai evaluasi pebandingan IR system dengan menggunakan metode Latent Semantic Indexing (LSI) dengan IR system menggunakan metode lain. Kata kunci: infomation etieval system, Latent Semantic Indexing. ii

3 ABSRAC INFORMAION RERIEVAL SYSEM USING LAEN SEMANIC INDEXING MEHOD By Henda Bunyamin NIM : 353 Infomation etieval (IR) system is a system, which is used to seach and etieve infomation elevant to the uses needs. IR system etieves and displays documents that ae elevant to the uses input (quey). One of the methods to etieve infomation elevant to the quey is how to match the quey semantically with document collection. Latent Semantic Indexing (LSI) is a method to match the quey semantically with document collection. Fo example, thee is a quey puchase. Puchase and buy ae two wods that have semantic matching. So, LSI etieves documents, which have both o eithe one of those wods. his thesis exploes the compaison between the pefomance of LSI method and that of vecto method. he pefomance is measued by nonintepolated aveage pecision (NIAP). Keywods: infomation etieval system, Latent Semantic Indexing, nonintepolated aveage pecision. iii

4 INFORMAION RERIEVAL SYSEM DENGAN MEODE LAEN SEMANIC INDEXING Oleh HENDRA BUNYAMIN NIM : 353 Pogam Studi Rekayasa Peangkat Lunak Institut eknologi Bandung Menyetujui Dosen Pembimbing anggal... Dosen Pembimbing (D. I. Rila Mandala, M.Eng.) iv

5 PEDOMAN PENGGUNAAN ESIS esis S yang tidak dipublikasikan tedafta dan tesedia di Pepustakaan Institut eknologi Bandung, dan tebuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengaang dengan mengikuti atuan HaKI yang belaku di Institut eknologi Bandung. Refeensi kepustakaan dipekenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peingkasan hanya dapat dilakukan seizin pengaang dan haus disetai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbenya. Mempebanyak atau menebitkan sebagian atau seluuh tesis hauslah seizin Diektu Pogam Pascasajana Institut eknologi Bandung. v

6 UCAPAN ERIMA KASIH/KAA PENGANAR Penulis sangat beteima kasih pada D. I. Rila Mandala, M.Eng. sebagai Pembimbing, atas segala saan, bimbingan dan nasehatnya selama penelitian belangsung dan selama penulisan tesis ini. eima kasih yang sebesa-besanya juga disampaikan kepada. Mama, dan my Bothe yang always / selalu / senantiasa mendukung penulis dalam pembuatan tesis ini.. Paa Dosen Penguji, yaitu Bapak D. Oeip Santoso, M.Sc. dan Ibu Da. Halili, M.Sc. yang sudah membeikan masukan yang sangat behaga untuk tesis ini. 3. Ibu ita, Ibu Susi, Ibu iti, Pak Ade, dan Pak Kandayat yang sudah membantu penulis dalam uusan administasi pekuliahan dan banyak uusan lainnya. 4. Ibu Yenni M. Djajalaksana dan paa dosen Univesitas Kisten Maanatha, yaitu Risal, Andi, Saon, Radiant, Djoni, Doo Edi, Elisabet, Inda, Pete Kim, dan banyak dosen lain yang tidak dapat disebutkan semua. eima kasih atas pehatiannya, semangat, dan fiendship. 5. Rekan RPL angkatan, yaitu Robinhood, Jaw hong, Aman Rahman, Jasman Padede, Bambang Pamono, Rimba, Megah Mulya, dan kawankawan. eima kasih atas kebesamaannya selama studi S. 6. Bapak D. Ing. Faid Wazdi, sebagai dosen wali. eima kasih atas konsep-konsep yang diajakan sehingga konsep-konsep tesebut dapat membangun sebuah stuktu bangunan yang disebut knowledge. 7. Paa dosen juusan eknik Infomatika yang sudah mengajakan konsepkonsep yang sangat behaga. Institut eknologi Bandung, Januai 5 Henda Bunyamin vi

7 DAFAR ISI DAFAR ISI... vii DAFAR LAMPIRAN... x DAFAR GAMBAR DAN ILUSRASI... xi Bab I Pendahuluan... I. Lata Belakang... I. Rumusan Masalah... I.3 ujuan Penelitian... 3 I.4 Batasan Masalah... 3 I.5 Metoda Penelitian... 3 I.6 Sistematika Pembahasan... 5 Bab II Infomation Retieval System... 6 II. Pekenalan Infomation Retieval System... 6 II. Model Ruang Vekto... 9 II.3 Pembobotan Kata... 3 Bab III Metode Latent Semantic Indexing... 5 III. Metode Latent Semantic Indexing... 5 III. Metode Latent Semantic Indexing Secaa Keseluuhan... 6 III.3 Notasi dan eminologi Matiks... 7 III.4 Pekalian Matiks... 8 III.5 Opeasi Bais Elemente... 8 III.6 Matiks Echelon Bais eeduksi (educed ow-echelon matix)... 9 III.7 Rank Matiks... III.8 Inves dai Sebuah Matiks... III.9 anspose dai Sebuah Matiks... III. Matiks Unitay... III. Matiks Simeti... III. eoema Membangun Matiks Simeti... vii

8 III.3 Definisi Vekto Secaa Geometik... III.4 Kombinasi Linie (Membangun)... 4 III.5 Definisi Ruang Vekto... 4 III.6 Subuang Vekto... 5 III.7 Ruang Bais, Ruang Kolom dan Ruang Null... 5 III.8 Pemetaan Linie... 6 III.9 Dimensi Ruang Kolom dan Ruang Bais... 7 III. eoema Nom dai Suatu Vekto... 7 III. eoema Sudut Antaa Dua Vekto... 7 III. Nilai Eigen dan Vekto Eigen... 9 III.3 Himpunan Vekto Otonomal... 9 III.4 eoema Pendiagonalan Otogonal... 9 III.5 eoema Singula Value Decomposition (SVD)... 3 III.6 Makna Hasil Singula Value Decomposition... 3 III.7 Algoitma Mempeoleh Singula Value Decomposition III.8 Konsep Metode Latent Semantic Indexing (LSI) III.9 Hubungan Vekto Quey Dengan Vekto Dokumen III.3 Contoh Penggunaan eoema Singula Value Decomposition... 4 Bab IV Analisis Peangkat Lunak IV. Deskipsi Umum Analisis IV. Deskipsi Global Spesifikasi Peangkat Lunak Matiulasi IV.3 ahap Selanjutnya: Desain Peangkat Lunak Matiulasi... 5 Bab V Peancangan Peangkat Lunak Matiulasi... 5 V. Peancangan package kode pogam Matiulasi... 5 V. Peancangan Class Diagam Kode Pogam Matiulasi V.3 Pembangunan Peangkat Lunak Bab VI Evaluasi Peangkat Lunak Matiulasi VI. Evaluasi Infomation Retieval System Secaa Umum VI. Koleksi Dokumen... 6 VI.3 Skenaio Evaluasi Peangkat Lunak Matiulasi... 6 VI.4 ujuan Evaluasi Peangkat Lunak Matiulasi viii

9 VI.5 Keluaan Peangkat Lunak Matiulasi VI.6 Evaluasi Bebeapa Nilai VI.7 Pebandingan Hasil Metode LSI dan Metode Vekto VI.8 Pengkajian Polisemi dan Sinonim Bab VII Kesimpulan Dan Saan... 7 DAFAR PUSAKA ix

10 DAFAR LAMPIRAN Lampian Detil Class Diagam Lampian Kamus Data... 8 x

11 DAFAR GAMBAR DAN ILUSRASI Gamba I- Model Sekuensial Linie... 3 Gamba II- Ilustasi infomation etieval system... 6 Gamba II- Bagian-bagian infomation etieval system... 7 Gamba II-3 Contoh vekto-vekto D, D, D3 dan Q... Gamba II-4 Repesentasi matiks kata-dokumen... Gamba II-5 Repesentasi gafis sudut vekto dokumen dan quey... Gamba III- Alu poses dai metode latent semantic indexing... 6 Gamba III- Sebuah vekto dilihat secaa geometi... 3 Gamba III-3 Contoh vekto dengan notasi AB... 3 Gamba III-4 Contoh vekto di uang vekto bedimensi... 3 Gamba III-5 Sudut yang dibentuk oleh u dan v di uang vekto... 8 Gamba III-6 Ilustasi dekomposisi nilai singula (SVD) dai A... 3 Gamba IV- Use Case Diagam dai peangkat lunak Matiulasi Gamba IV- Sequence diagam dai sequence diagam (high level) Gamba IV-3 Class diagam tahap awal... 5 Gamba V- Stuktu package PL Matiulasi... 5 Gamba V- Class diagam package Jama Gamba V-3 Class diagam package matiulasi.evaluation Gamba V-4 Class diagam package matiulasi.index Gamba V-5 Class diagam package matiulasi.pase Gamba V-6 Class diagam package matiulasi.etieval Gamba VI- Dokumen ke-9 dai koleksi dokumen ADI... 6 Gamba VI- Quey ke-8 dai koleksi dokumen ADI Gamba VI-3 Keluaan peangkat lunak Matiulasi untuk Gamba VI-4 Nilai tehadap nilai Rata-ata NIAP Gamba VI-5 abel ata-ata NIAP tehadap k Gamba VI-6 Cuplikan bebeapa kata di dokumen ke- matiks kata-dokumen. 69 Gamba VI-7 Cuplikan bebeapa kata di dokumen ke- matiks U... 7 Gamba VI-8 abel Similaity antaa kata index dan kata di dokumen ke xi

12 Bab I Pendahuluan I. Lata Belakang Pekembangan pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat membuat manusia haus teus belaja. Belaja akan lebih mudah apabila akses tehadap infomasi mudah dipeoleh. Semakin canggihnya teknologi di bidang komputasi dan telekomunikasi pada masa kini, membuat infomasi dapat dengan mudah didapatkan oleh banyak oang. Kemudahan ini menyebabkan infomasi menjadi semakin banyak dan beagam. Infomasi dapat beupa dokumen, beita, suat, ceita, lapoan penelitian, data keuangan, dan lain-lain. Seiing dengan pekembangan infomasi, banyak pihak menyadai bahwa masalah utama telah begese dai caa mengakses infomasi menjadi memilih infomasi yang beguna secaa selektif. Usaha untuk memilih infomasi tenyata lebih besa dai sekeda mendapatkan akses tehadap infomasi. Pemilihan infomasi ini tidak mungkin dilakukan secaa manual kaena kumpulan infomasi yang sangat besa dan teus betambah besa. Suatu sistem otomatis dipelukan untuk membantu pengguna dalam menemukan infomasi. Infomation etieval (IR) system adalah sistem yang digunakan untuk menemukan infomasi yang elevan tehadap kebutuhan penggunanya secaa otomatis dai suatu koleksi infomasi. I. Rumusan Masalah IR system betujuan untuk mendapatkan atau menemukan kembali infomasi yang sesuai atau elevan dengan kebutuhan infomasi pengguna secaa otomatis. IR system yang ideal adalah IR system yang () Menemukan seluuh infomasi yang elevan () Menemukan hanya infomasi yang elevan saja dan tidak menemukan infomasi yang tidak elevan.

13 Kedua hal di atas menunjukkan kualitas atau pefomansi dai suatu IR system. Infomasi yang dibutuhkan pengguna diekspesikan dalam quey. Quey dapat beupa kata atau kalimat. Dengan quey sebagai input, IR system melakukan pencaian infomasi di dalam koleksi infomasi untuk mencai infomasi yang elevan dengan quey (3). Pencaian infomasi dilakukan dengan mencai infomasi yang memuat quey. Infomasi yang elevan dapat dipeoleh dengan menemukan infomasi yang () Memuat kata atau kalimat yang sama dengan quey atau () Memuat kata atau kalimat yang bemakna sama dengan quey. Sebagai contoh, tedapat quey satu kata yaitu pinta. Pada point, infomasi yang memuat kata pandai atau cedas dinilai tidak elevan kaena infomasi yang elevan adalah infomasi yang memuat kata pinta. Sedangkan pada point, infomasi yang memuat kata pandai atau cedas dinilai elevan kaena pandai atau cedas bemakna sama dengan pinta. Makna kata sama dapat ditinjau dai dua istilah, yaitu sinonim dan polisemi (8). Sinonim adalah istilah untuk kata yang bemakna sama. Contoh, kata pinta meupakan sinonim untuk pandai kaena pinta dan pandai bemakna sama. Sedangkan polisemi adalah istilah untuk kata yang sama namun maknanya bebeda. Contoh, kata membajak dalam membajak sawah dan membajak pesawat meupakan polisemi kaena kata membajak di kedua fase sama namun mempunyai ati yang bebeda. Salah satu metode pencaian infomasi dengan melihat kecocokan makna antaa quey dengan infomasi adalah metode Latent Semantic Indexing (LSI). Metode Latent Semantic Indexing diajukan untuk mempebaiki pefomansi IR system dalam mencai infomasi yang elevan dengan quey. Infomasi yang elevan bukan hanya sama kata namun makna kata juga.

14 I.3 ujuan Penelitian ujuan yang ingin dicapai melaui penelitian ini adalah: () Mempelajai metode Latent Semantic Indexing dan poses pembangunan IR system. () Meancang dan mengimplementasikan metode Latent Semantic Indexing dalam IR system. (3) Melakukan pengujian IR system metode Latent Semantic Indexing dengan menggunakan koleksi pengujian (test collection). I.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam tesis ini adalah () Koleksi dokumen yang digunakan untuk pengujian beupa dokumen tekstual tanpa fomat. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kebutuhan untuk mempelajai fomat dokumen sepeti Micosoft Wod Document Fomat, Adobe Potable Document Fomat, dan lain-lain. () Bahasa yang digunakan dalam koleksi pengujian adalah bahasa Inggis saja. I.5 Metoda Penelitian Model poses dalam pengejaan poyek ini menggunakan model sekuensial linie (Gamba I.). Model ini seing juga disebut sebagai dau hidup klasik ( classic life cycle ) atau model watefall (6). Studi liteatu Analisis Desain Mengkode Menguji Analisis pengujian Gamba I- Model Sekuensial Linie 3

15 Aktivitas-aktivitas dalam model sekuensial sebagai beikut: () Studi pustaka. Studi pustaka adalah kegiatan mengumpulkan infomasi dai pustaka-pustaka untuk menggali konsep-konsep dalam pengembangan peangkat lunak, khususnya peangkat lunak IR dengan metode LSI (9). () Analisis peangkat lunak. Analisa adalah poses memecah gambaan besa peangkat lunak menjadi gambaan yang lebih detil dan tefokus. Untuk memahami peangkat lunak yang dibuat, softwae enginee (analisis) haus memahami domain infomasi untuk peangkat lunak. (3) Desain peangkat lunak Desain peangkat lunak meupakan poses yang mengutamakan 4 (empat) kaakteistik pogam: stuktu data, asitektu peangkat lunak, epesentasi antamuka, dan detil algoitma. Poses desain menejemahkan equiements menjadi epesentasi peangkat lunak yang dapat diuku kesesuaiannya dengan equiements (quality of confomance) sebelum poses pengkodean dimulai. (4) Pengkodean Pengkodean adalah poses menejemahkan desain menjadi bentuk kode pogam. (5) Menguji Pengujian adalah menguji pogam setelah kode pogam dihasilkan. Poses testing befokus pada logika di dalam pogam, kepastian bahwa semua statements sudah diuji, dan pada fungsionalitas ekstenal yaitu masukan sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan. (6) Analisis tehadap hasil pengujian Analisis hasil pengujian adalah membandingkan pefomansi hasil pencaian IR system dengan metode LSI dengan metode lain.. 4

16 I.6 Sistematika Pembahasan Pembahasan tesis ini tedii dai enam buah bab dengan peincian sebagai beikut: Bab I. Pendahuluan, menguaikan tentang lata belakang, umusan masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian, seta sistematika pembahasan tesis. Bab II. Infomation Retieval System beisi penjelasan mengenai IR system. Pembahasan meliputi gambaan IR system beseta bagian-bagiannya, model IR system. Bab III. eoi Latent Semantic Indexing, menguaikan teoi yang mendasai teknik Latent Semantic Indexing. Bab IV, Analisis Peancangan Peangkat Lunak, menguaikan analisis peancangan peangkat lunak (deskipsi umum, diagam-diagam yang menggunakan notasi UML). Bab V. Implementasi Peangkat Lunak, menguaikan aspek implementasi yang meliputi lingkungan implementasi pengembangan (peangkat keas dan peangkat lunak) dan implementasi pemogaman. Bab VI. Evaluasi Peangkat Lunak, menguaikan aspek pengujian peangkat lunak yaitu tujuan pengujian, lingkungan pengujian, identifikasi dan encana pengujian, pebandingan dengan metode lain dan kesimpulan hasil pengujian. Bab VII. Kesimpulan dan saan, beisi kesimpulan dai pengembangan peangkat lunak dan saan bagi pengembangan peangkat lunak lebih lanjut. 5

17 Bab II Infomation Retieval System II. Pekenalan Infomation Retieval System Infomation etieval (IR) system digunakan untuk menemukan kembali (etieve) infomasi-infomasi yang elevan tehadap kebutuhan pengguna dai suatu kumpulan infomasi secaa otomatis. Quey Infomation Retieval System Koleksi Dokumen. Dokumen. Dokumen 3. Dokumen 3 Hasil Pencaian Gamba II- Ilustasi infomation etieval system Salah satu aplikasi umum dai IR system adalah seach engine atau mesin pencaian yang tedapat pada jaingan intenet. Pengguna dapat mencai halamanhalaman web yang dibutuhkannya melalui seach engine. Contoh lain dai IR system adalah sistem infomasi pepustakaan. IR system teutama behubungan dengan pencaian infomasi yang isinya tidak memiliki stuktu. Demikian pula ekspesi kebutuhan pengguna yang disebut quey, juga tidak memiliki stuktu. Hal ini yang membedakan IR system dengan sistem basis data. Dokumen adalah contoh infomasi yang tidak testuktu. Isi dai suatu dokumen sangat tegantung pada pembuat dokumen tesebut. 6

18 Sebagai suatu sistem, IR system memiliki bebeapa bagian yang membangun sistem secaa keseluuhan. Gambaan bagian-bagian yang tedapat pada suatu IR system digambakan pada Gamba II. Document Collection Quey ext Opeations Quey fomulation. Dokumen. Dokumen 3. Dokumen 3.. ext Opeations Indexing ems Index Ranking Collection Index Gamba II- Bagian-bagian infomation etieval system Gamba II. mempelihatkan bahwa tedapat dua buah alu opeasi pada IR system. Alu petama dimulai dai koleksi dokumen dan alu kedua dimulai dai quey pengguna. Alu petama yaitu pemosesan tehadap koleksi dokumen menjadi basis data indeks tidak tegantung pada alu kedua. Sedangkan alu kedua tegantung dai kebeadaan basis data indeks yang dihasilkan pada alu petama. Bagian-bagian dai IR system menuut gamba II. meliputi (): () ext Opeations (opeasi tehadap teks) yang meliputi pemilihan kata-kata dalam quey maupun dokumen (tem selection) dalam pentansfomasian dokumen atau quey menjadi tem index (indeks dai kata-kata). 7

19 () Quey fomulation (fomulasi tehadap quey) yaitu membei bobot pada indeks kata-kata quey. (3) Ranking (peangkingan), mencai dokumen-dokumen yang elevan tehadap quey dan menguutkan dokumen tesebut bedasakan kesesuaiannya dengan quey. (4) Indexing (pengindeksan), membangun basis data indeks dai koleksi dokumen. Dilakukan telebih dahulu sebelum pencaian dokumen dilakukan. IR system meneima quey dai pengguna, kemudian melakukan peangkingan tehadap dokumen pada koleksi bedasakan kesesuaiannya dengan quey. Hasil peangkingan yang dibeikan kepada pengguna meupakan dokumen yang menuut sistem elevan dengan quey. Namun elevansi dokumen tehadap suatu quey meupakan penilaian pengguna yang subjektif dan dipengauhi banyak fakto sepeti topik, pewaktuan, sumbe infomasi maupun tujuan pengguna. Model IR system menentukan detil IR system yaitu meliputi epesentasi dokumen maupun quey, fungsi pencaian (etieval function) dan notasi kesesuaian (elevance notation) dokumen tehadap quey. Salah satu model IR system yang paling awal adalah model boolean. Model boolean meepesentasikan dokumen sebagai suatu himpunan kata-kunci (set of keywods). Sedangkan quey diepesentasikan sebagai ekspesi boolean. Quey dalam ekspesi boolean meupakan kumpulan kata kunci yang saling dihubungkan melalui opeato boolean sepeti AND, OR, dan NO seta menggunakan tanda kuung untuk menentukan scope opeato. Hasil pencaian dokumen dai model boolean adalah himpunan dokumen yang elevan. Kekuangan dai model boolean ini antaa lain: () Hasil pencaian dokumen beupa himpunan, sehingga tidak dapat dikenali dokumen-dokumen yang paling elevan atau agak elevan (patial match). 8

20 () Quey dalam ekspesi boolean dapat menyulitkan pengguna yang tidak mengeti tentang ekspesi boolean. Kekuangan dai model boolean dipebaiki oleh model uang vekto yang mampu menghasilkan dokumen-dokumen teuut bedasakan kesesuaian dengan quey. Selain itu, pada model uang vekto, quey dapat beupa sekumpulan kata-kata dai pengguna dalam ekspesi bebas. II. Model Ruang Vekto Misalkan tedapat sejumlah n kata yang bebeda sebagai kamus kata (vocabulay) atau indeks kata (tems index). Kata-kata ini akan membentuk uang vekto yang memiliki dimensi sebesa n. Setiap kata i dalam dokumen atau quey dibeikan bobot sebesa bedimensi n. w i. Baik dokumen maupun quey diepesentasikan sebagai vekto Sebagai contoh tedapat 3 buah kata (, dan 3 ), buah dokumen ( D dan D ) seta sebuah quey Q. Masing-masing benilai: D 3 5 3; D ; Q 3 Maka epesentasi gafis dai ketiga vekto ini adalah sepeti pada gamba II.3 Koleksi dokumen diepesentasi pula dalam uang vekto sebagai matiks katadokumen (tems-documents matix). Nilai dai elemen matiks kata i dalam dokumen j. w ij adalah bobot 9

21 3 5 D Q 3 3 D Gamba II-3 Contoh vekto-vekto D, D, D3 dan Q Misalkan tedapat sekumpulan kata sejumlah m, yaitu,,, ) dan ( m sekumpulan dokumen D sejumlah n, yaitu D ( D, D,, Dn ) seta w ij adalah bobot kata i pada dokumen j. Maka gamba II.4 adalah epesentasi matiks kata-dokumen

22 m D w w wm D w w wm Dn wn w n wmn Gamba II-4 Repesentasi matiks kata-dokumen Penentuan elevansi dokumen dengan quey dipandang sebagai pengukuan kesamaan (similaity measue) antaa vekto dokumen dengan vekto quey. Semakin sama suatu vekto dokumen dengan vekto quey maka dokumen dapat dipandang semakin elevan dengan quey. Salah satu pengukuan kesesuaian yang baik adalah dengan mempehatikan pebedaan aah (diection diffeence) dai kedua vekto tesebut. Pebedaan aah kedua vekto dalam geometi dapat dianggap sebagai sudut yang tebentuk oleh kedua vekto. Gamba II.5 mengilustasikan kesamaan antaa dokumen D dan D dengan quey Q. Sudut menggambakan kesamaan dokumen D dengan quey sedangkan sudut menggambakan kesamaan dokumen D dengan quey.

23 3 D Q D Gamba II-5 Repesentasi gafis sudut vekto dokumen dan quey Jika Q adalah vekto quey dan D adalah vekto dokumen, yang meupakan dua buah vekto dalam uang bedimensi- n, dan adalah sudut yang dibentuk oleh kedua vekto tesebut. Maka Q D Q D cos...(ii.) dengan Q D adalah hasil pekalian titik (dot poduct) kedua vekto, sedangkan D n D i i dan Q n Q i i...(ii.) meupakan nom atau panjang vekto di dalam uang bedimensi- n. Pehitungan kesamaan (Similaity) kedua vekto adalah sebagai beikut n Q D Sim( Q, D) cos( Q, D) Q i D i...(ii.3) Q D Q D i dengan Qi Di adalah pekalian antaa i Q dan D i.

24 Metode pengukuan kesesuaian ini memiliki bebeapa keuntungan, yaitu adanya nomalisasi tehadap panjang dokumen. Hal ini mempekecil pengauh panjang dokumen. Panjang kedua vekto digunakan sebagai fakto nomalisasi. Hal ini dipelukan kaena dokumen yang panjang cendeung mendapatkan nilai yang besa dibandingkan dengan dokumen yang lebih pendek. Poses peangkingan dai dokumen dapat dianggap sebagai poses pemilihan (vekto) dokumen yang dekat dengan (vekto) quey, kedekatan ini diindikasikan dengan sudut yang dibentuk. Nilai cosinus yang cendeung besa mengindikasikan bahwa dokumen cendeung sesuai quey. Nilai cosinus sama dengan mengindikasikan bahwa dokumen sesuai dengan quey. II.3 Pembobotan Kata Bagian sebelumnya membahas mengenai metode pengukuan kesesuaian antaa dokumen dan quey dalam model uang vekto. Dokumen maupun quey diepesentasikan sebagai vekto bedimensi- n. Bagian ini akan membahas mengenai nilai dai vekto atau bobot kata dalam dokumen. Salah satu caa untuk membei bobot tehadap suatu kata adalah membeikan nilai jumlah kemunculan suatu kata (tem fequency) sebagai bobot (). Semakin besa kemunculan suatu kata dalam dokumen akan membeikan nilai kesesuaian yang semakin besa. Fakto lain yang dipehatikan dalam pembeian bobot adalah kejaangmunculan kata (tem scacity) dalam koleksi. Kata yang muncul pada sedikit dokumen haus dipandang sebagai kata yang lebih penting (uncommon tems) daipada kata yang muncul pada banyak dokumen. Pembobotan akan mempehitungkan fakto kebalikan fekuensi dokumen yang mengandung suatu kata (invese document fequency). Hal ini meupakan usulan dai Geoge Zipf. Zipf mengamati bahwa fekuensi dai sesuatu cendeung kebalikan secaa poposional dengan uutannya (7). 3

25 Fakto teakhinya adalah fakto nomalisasi tehadap panjang dokumen. Dokumen dalam koleksi dokumen memiliki kaakteistik panjang yang beagam. Ketimpangan tejadi kaena dokumen yang panjang akan cendeung mempunyai fekuensi kemunculan kata yang besa. Sehingga untuk menguangi ketimpangan tesebut dipelukan fakto nomalisasi dalam pembobotan. Pebedaan antaa nomalisasi pada pembobotan dan peangkingan adalah nomalisasi pada pembobotan dilakukan tehadap suatu kata dalam suatu dokumen sedangkan pada peangkingan dilakukan tehadap suatu dokumen dalam koleksi dokumen. Pembobotan yang dianggap paling baik (4) adalah menggunakan pesamaan log( tf i ). wi...(ii.4) t [log( tf j ).] j untuk pembobotan kata i ( w i ) pada dokumen dan menggunakan pesamaan (log( tfi ).) log( N ) n q i i...(ii.5) t tf j N [(log( ).) (log( ))] n j j untuk pembobotan kata i ( q i ) pada quey. Dengan tf i adalah fekuensi kemunculan kata i, n i banyak dokumen yang mengandung kata i dan N jumlah dokumen dalam koleksi. 4

26 Bab III Metode Latent Semantic Indexing III. Metode Latent Semantic Indexing Mendapatkan hasil pencaian yang sesuai dengan kebutuhan dalam suatu koleksi dokumen yang besa meupakan hal sulit. Usaha pengguna secaa manual untuk memilah-milah dokumen yang sesuai dengan kebutuhannya tenyata sangat besa. Hasil pencaian meupakan sejumlah dokumen yang elevan menuut sistem, namun elevansi meupakan hal yang subjektif. Pada umumnya, dokumen dikatakan elevan dengan quey apabila dokumen () Memuat kata atau kalimat yang sama dengan quey atau () Memuat kata atau kalimat yang bemakna sama dengan quey. Sebagai contoh, tedapat quey satu kata yaitu sulit. Pada point, infomasi yang memuat kata susah atau suka dinilai tidak elevan kaena infomasi yang elevan adalah infomasi yang memuat kata sulit. Sedangkan pada point, infomasi yang memuat kata susah atau suka dinilai elevan kaena susah atau suka bemakna sama dengan sulit. Makna kata dapat ditinjau dai dua istilah, yaitu sinonim dan polisemi (8). Sinonim adalah istilah untuk kata yang bemakna sama. Contoh, kata sulit meupakan sinonim untuk suka kaena sulit dan suka bemakna sama. Sedangkan polisemi adalah istilah untuk kata yang sama namun maknanya bebeda. Contoh, kata membajak dalam membajak sawah dan membajak VCD meupakan polisemi kaena kata membajak di kedua fase sama namun mempunyai ati yang bebeda. Metode Latent Semantic Indexing (LSI) adalah metode yang diimplementasikan di dalam IR system dalam mencai dan menemukan infomasi bedasakan makna keseluuhan (conceptual topic atau meaning) dai sebuah dokumen bukan hanya makna kata pe kata. 5

27 III. Metode Latent Semantic Indexing Secaa Keseluuhan Secaa global, alu poses metode Latent Semantic Indexing (LSI) dapat diilustasikan dalam gamba III.. Document Collection Quey ext Opeations ext Opeations Quey Vecto Ceation Matix Ceation Quey Vecto Mapping SVD Decomposition Ranking Collection Index. Dokumen. Dokumen 3. Dokumen 3.. Gamba III- Alu poses dai metode latent semantic indexing Alu poses dai metode Latent Semantic Indexing dibagi (dua) kolom, yaitu kolom sebelah kii yaitu quey dan kolom sebelah kanan kanan yaitu, koleksi dokumen. Pada poses sebelah kii, quey diposes melalui opeasi teks, 6

28 kemudian vekto quey dibentuk. Vekto quey yang dibentuk dipetakan menjadi vekto quey tepeta (mapped quey vecto). Dalam membentuk quey tepeta, dipelukan hasil dekomposisi nilai singula dai koleksi dokumen. Pada koleksi dokumen, dilakukan opeasi teks pada koleksi dokumen, kemudian matiks katadokumen (tems-documents matix) dibentuk, selanjutnya dilakukan dekomposisi nilai singula (Singula Value Decomposition) pada matiks kata-dokumen. Hasil dekomposisi disimpan dalam collection index. Poses anking dilakukan dengan menghitung elevansi antaa vekto quey tepeta dan collection index. Selanjutnya, hasil pehitungan elevansi ditampilkan ke pengguna. Dalam subbab-subbab beikutnya dibahas mengenai konsep aljaba linie elemente yang mendasai metode LSI. III.3 Notasi dan eminologi Matiks Sebuah matiks adalah laik bebentuk pesegi panjang yang tedii dai angkaangka. Angka-angka di dalam laik disebut enty dalam matiks (). Ukuan dai sebuah matiks dideskipsikan dengan banyaknya bais dan kolom di dalamnya. Suatu matiks disebut matiks bujusangka apabila banyak bais dan banyak kolom dai matiks tesebut sama. Contoh: Pandang matiks, A, 3 B 3. 4 Matiks A meupakan matiks bujusangka yang beukuan 33. Matiks B tedii dai 3 bais dan kolom, atau B matiks beukuan 3. dan disebut enty bais ke- kolom ke- dan enty bais ke- kolom ke-. 3 dan disebut enty bais ke- kolom ke- dan enty bais ke- kolom ke-. - dan 4 disebut enty bais ke-3 kolom ke- dan enty bais ke-3 kolom ke- 7

29 III.4 Pekalian Matiks Diketahui matiks a b e f A c d dan B maka g h pekalian matiks A dan matiks B yaitu AB C adalah a b e f ae bg af bh AB C c d g h ce dg cf dh. Pehatikan bahwa enty pada bais petama dan kolom petama di matiks C adalah hasil pekalian setiap enty dai bais petama di matiks A dikalikan dengan setiap enty dai kolom petama di matiks B dan hasil akhinya adalah penjumlahan setiap pekalian enty. Inti pekalian matiks adalah () enty pada bais i dan kolom j dai matiks AB sama dengan pekalian bais i dai matiks A dengan kolom j dai matiks B. () pekalian AB dapat dihitung jika dan hanya jika banyak enty pada bais A sama dengan banyak enty pada kolom B Contoh: 3 5 Pandang, A, B 4 maka AB 4 5 BA ( 7) ( 7) 5 3 ( 4) ( 4) ( ) 7 7 ( ) III.5 Opeasi Bais Elemente Opeasi bais elemente meupakan opeasi dikenakan pada sebuah matiks sembaang meliputi: () Mengalikan sebuah bais dengan skala tak nol. () Mengalikan sebuah bais dengan skala tak nol dan menambahkan ke 8

30 9 bais lainnya. (3) Menuka dua bais. Jika sebuah matiks B dipeoleh dai matiks A melalui opeasi-opeasi di atas, maka A dan B dikatakan ekivalen bais. Contoh: dan dikatakan ekivalen bais kaena dipeoleh dai setelah dilakukan opeasi mengalikan bais kedua dengan 3. dan 3 dikatakan ekivalen bais kaena 3 dipeoleh dai setelah dilakukan opeasi mengalikan bais petama dengan kemudian menambahkan ke bais kedua. dan dikatakan ekivalen bais kaena dipeoleh dai setelah dilakukan opeasi menuka bais kedua dan bais ketiga. III.6 Matiks Echelon Bais eeduksi (educed ow-echelon matix) Sebuah matiks dikatakan matiks echelon bais teeduksi jika () Semua bais nol tedapat di bawah semua bais tak nol. () Enty tak nol petama dai bais tak nol adalah. Enty tesebut disebut leading enty dai bais tesebut.

31 (3) Leading enty dai setiap bais meupakan satu-satunya enty tak nol pada kolomnya. Contoh matiks echelon bais teeduksi sebagai beikut, 3, dan 3 III.7 Rank Matiks Diketahui dua buah matiks A dan B. B meupakan ekivalen bais dai A. Jika B adalah matiks echelon bais teeduksi, dapat dikatakan bahwa B adalah bentuk echelon bais teeduksi dai A. Rank dai matiks A, ) (A ank, adalah banyak bais tak nol dalam matiks echelon bais teeduksi dai A. Contoh: Diketahui A Gunakan opeasi bais elemente, dipeoleh A Dipeoleh bahwa adalah bentuk matiks echelon teeduksi dai A. Maka (A) ank banyak bais tak nol dalam matiks echelon bais teeduksi dai A. III.8 Inves dai Sebuah Matiks Jika A adalah sebuah matiks bujusangka, dan jika sebuah matiks B beukuan sama dengan A dapat ditemukan sedemikian sehingga I BA AB (matiks identitas), maka A dikatakan mempunyai inves dan B disebut inves dai A.

32 Contoh: Matiks B meupakan inves dai A kaena AB I dan 3 3 BA I III.9 anspose dai Sebuah Matiks Jika A matiks sembaang beukuan didefinisikan sebagai matiks beukuan m n, maka tanspose dai A, A n m yang meupakan matiks dengan enty hasil petukaan bais dan kolom dai A. Kolom ke- dai ke- dai A, kolom ke- dai Contoh: Pandang C , maka A adalah bais A adalah bais ke- dai A, dan seteusnya. 3 C III. Matiks Unitay Suatu matiks A disebut matiks unitay jika tanspose dan inves dai A adalah identik, yaitu Contoh: AA I AA. i i i A i dan B i i adalah contoh matiks unitay kaena tanspose dai matiks A dan inves A adalah identik, begitu juga dengan matiks B. (). III. Matiks Simeti Suatu matiks A dikatakan simeti apabila A A.

33 Contoh: Pandang A, maka A meupakan matiks simeti kaena A A. III. eoema Membangun Matiks Simeti Jika A sebuah matiks beukuan n m, sehingga pekalian bujusangka, yaitu AA dan AA beukuan m n, maka A A adalah matiks beukuan A, keduanya meupakan matiks m m dan A A beukuan n n. Pekalian matiks AA dan matiks A A selalu simeti kaena ( AA ) ( A ) A AA dan A A) A ( A ) A A Contoh: ( A, maka A A dan AA. 9 Dai contoh telihat bahwa AA dan A A meupakan matiks simeti. III.3 Definisi Vekto Secaa Geometik Vekto digambakan secaa geometik sebagai anak panah di dalam uang vekto bedimensi atau bedimensi 3. Aah anak panah menunjukkan aah vekto dan

34 panjang anak panah menggambakan besa atau panjang dai vekto (Gamba III.). Pangkal Ujung Gamba III- Sebuah vekto dilihat secaa geometi Dua buah vekto dinamakan sama apabila keduanya sama besanya (sama panjangnya) dan aahnya juga sama (). Sebuah vekto dapat ditulis dengan menggunakan notasi vekto AB, mempunyai titik pangkal di A dan titik ujung di B (Gamba III.3); atau vekto u (dibei cetak tebal) atau u. B Gamba III-3 Contoh vekto dengan notasi AB Sebuah vekto digambakan secaa aljaba menjadi sebuah matiks beukuan n, dengan n adalah banyaknya dimensi dai uang vekto. Contoh: Gamba III-4 Contoh vekto di uang vekto bedimensi Vekto pada gamba III.4 secaa geometis mempunyai aah ke timu dengan panjang sebesa. Secaa aljaba, vekto di atas dapat ditulis dalam matiks. 3

35 III.4 Kombinasi Linie (Membangun) Diketahui v, v,, vn adalah vekto-vekto dan,,, n adalah skala. Maka vekto w v v n v n adalah kombinasi linie dai v, v,, vn. Himpunan semua kombinasi linie dai v, v,, v n disebut span dai v, v,, vn, dibei notasi span{ v, v,, vn}. III.5 Definisi Ruang Vekto Diketahui V meupakan himpunan tidak kosong yang tedii dai objek-objek dengan dua opeasi didefinisikan, yaitu opeasi penambahan dan opeasi pekalian skala. Opeasi penambahan atinya atuan yang dikenakan pada setiap pasangan objek u dan v, anggota V untuk menghasilkan u v. Opeasi pekalian skala atinya atuan yang dikenakan pada setiap pasangan skala k dan objek u, anggota V untuk menghasilkan objek ku. Jika aksioma beikut dipenuhi oleh semua objek u, v, w anggota V dan skala k dan l, maka V adalah sebuah uang vekto dan objek anggota V disebut vekto. () Jika u dan v adalah objek anggota V, maka u v anggota V juga. () u v v u (3) u ( v w) ( u v) w (4) Ada objek, anggota V, yang disebut vekto nol untuk V, sedemikian sehingga u u u untuk semua u anggota V. (5) Untuk setiap u anggota V, ada objek u, anggota V, yang disebut negatif u, sedemikian sehingga u ( u) ( u) u. (6) Jika k adalah skala dan u adalah objek anggota V, maka ku anggota V. (7) k( u v) ku kv 4

36 (8) ( k l) u ku lu (9) k( lu) ( kl)( u) () u u Contoh uang vekto adalah R (bilangan iil), R (vekto-vekto di bidang), dan 3 R (vekto-vekto di uang bedimensi 3). Bentuk umum uang vekto bilangan iil atau (Euclidean Space) adalah n R (). III.6 Subuang Vekto Diketahui V meupakan uang vekto. W meupakan subuang vekto dai V bila (i) W V. (ii) W {}. (iii) Jika v W dan a adalah skala, maka a v W. (iv) Jika Contoh: Diketahui v, v W, maka v v ) W (. 3 R meupakan uang vekto untuk semua vekto bedimensi 3 (tiga), yaitu x 3 R y x, y, z R. Maka z x W y x y z dan x, y, z R z meupakan subuang vekto dai 3 R. III.7 Ruang Bais, Ruang Kolom dan Ruang Null Misalkan A adalah matiks beukuan Subuang vekto dai uang bais dai A, ow( A ). Subuang vekto dai uang kolom dai A, col( A ). m n dengan semua enty di A R. Maka n R yang dibangun oleh bais-bais dai A disebut m R yang dibangun oleh kolom-kolom dai A disebut 5

37 Contoh: n Subuang vekto dai R yang dibangun oleh semua vekto yang meupakan solusi AX disebut uang null dai A, ke( A ). Pandang matiks dengan enty matiks bilangan iil A 3 Ruang bais A adalah subuang yang dibangun oleh vekto 3 dan. Ruang kolom A adalah subuang yang dibangun oleh vekto 3,, dan. Ruang null A adalah subuang yang dibangun oleh himpunan solusi dai sistem 3 X Y Z yaitu 6. 3 III.8 Pemetaan Linie Diketahui V dan W masing-masing meupakan uang vekto. Pemetaan linie dai V ke W adalah fungsi : V W yang memenuhi (): (i) Jika u, v V, maka ( u v) ( u) ( v ). (ii) Jika v V dan k adalah skala, maka ( kv) k( v ). Contoh: Misalkan G ( x) 5x 8. Maka F : R R didefinisikan F( x) 3x dan G : R R didefinisikan F( a b) 3( a b) 3a 3b F( a) F( b) dan F( ka) 3( ka) k (3a) k F( a) sehingga F meupakan pemetaan linie. Kemudian apabila G( a b) 5( a b) 8 (5a 8) (5b 8) G( a) G( b) sehingga G tidak meupakan pemetaan linie. 6

38 III.9 Dimensi Ruang Kolom dan Ruang Bais Misalkan beukuan n m A : R R adalah pemetaan linie dengan A matiks m n dengan semua enty di A (i) ke( ) adalah himpunan solusi (ii) im() adalah uang kolom A. (iii) ank( ) ank( A). R AX.. Maka (iv) ank( ) null ( ) n, dengan null ( ) adalah dimensi dai ke( ). III. eoema Nom dai Suatu Vekto Panjang dai suatu vekto u seing juga disebut nom dai u dilambangkan dengan u. Bila u u, u,, u ) meupakan vekto di uang vekto ( n bedimensi n, maka nom u ditulis u u u u n...(iii.) Contoh: Diketahui u (3, 4), maka nom dai u, u III. eoema Sudut Antaa Dua Vekto Diketahui u dan v adalah vekto-vekto tak nol di sebuah uang vekto yang bedimensi n. 7

39 z u v y Gamba III-5 Sudut yang dibentuk oleh u dan v di uang vekto Sudut yang dibentuk antaa u dan v adalah (Gamba III.5) u v cos...(iii.) u v dengan u adalah nom dai u dan v adalah nom dai v. Contoh: Diketahui vekto u (,,) dan v (,, ), maka u v u v u v u v ()() ( )() ()() 3 u 3 3 v 6 sehingga (III.) membeikan u v 3 cos. u v 6 6 Dipeoleh cos, maka 6. 8

40 III. Nilai Eigen dan Vekto Eigen Jika A adalah matiks n n, maka sebuah vekto tak nol x anggota n R disebut vekto eigen dai A jika Ax adalah pekalian skala dai x ; yaitu, Ax x...(iii.3) untuk bebeapa nilai. Nilai skala disebut nilai eigen dai A, dan x dikatakan vekto eigen dai A yang bekaitan ( coesponding ) dengan (). Contoh: Vekto x 3 meupakan vekto eigen dai A yang bekaitan dengan 8 nilai eigen 3, kaena 3 Ax 8 3 3x 6 III.3 Himpunan Vekto Otonomal Suatu himpunan yang tedii bebeapa vekto, x, x, x,, x } dikatakan { 3 n himpunan vekto otonomal bila () vekto satu otogonal (tegak luus) dengan vekto lainnya, yaitu x x, untuk i j dan i,,, n. i j () nom dai masing-masing vekto di dalam himpunan adalah, yaitu x, untuk i,,, n. i Contoh himpunan vekto otonomal adalah,. III.4 eoema Pendiagonalan Otogonal Suatu matiks A beukuan n n dikatakan dapat didiagonalkan otogonal jika ada matiks otogonal P sedemikian sehingga matiks P AP P AP adalah 9

41 matiks diagonal (matiks yang enty di diagonal utamanya tak nol dan enty lainnya nol semua). Jika A sebuah matiks beukuan () A dapat didiagonalkan secaa otogonal, n n, maka beikut ini adalah ekivalen () A mempunyai himpunan vekto eigen yang otonomal sebanyak n buah (3) A simeti Contoh suatu matiks 5 didiagonalkan otogonal menjadi III.5 eoema Singula Value Decomposition (SVD) Singula Value Decomposition (SVD) adalah suatu metode untuk mendekomposisi suatu matiks, A beukuan m n, matiks, yaitu U, S, dan V sepeti pada ilustasi di bawah ini (). A U S V menjadi 3 (tiga) buah...(iii.4) n k k n m A = m U k S k V m x n m x k k x k k x n Gamba III-6 Ilustasi dekomposisi nilai singula (SVD) dai A 3

42 Hasil SVD adalah matiks U adalah matiks beukuan bujusangka sehingga m k dan V matiks n k, keduanya mempunyai kolom-kolom otogonal sedemikian U U V dan S adalah matiks diagonal beukuan utama matiks S adalah nilai singula dai matiks A. V I... (III.5) k k (). Enty-enty di diagonal Hasil SVD dapat lebih dipahami apabila matiks A ditulis dengan intepetasi yang bebeda. Bila k u, u,, u adalah vekto-vekto kolom dai matiks U, k,,, adalah enty-enty di diagonal utama dai matiks S, dan v, v,, adalah vekto-vekto kolom dai matiks V. Maka matiks A dapat v k ditulis sebagai A k i u i i v i...(iii.6) Nilai-nilai i, untuk i,,, k, pada pesamaan (III.6) diuutkan menuun dai yang tebesa sampai tekecil. Apabila bebeapa nilai i yang besa diambil dan nilai i yang kecil (mendekati nol) dibuang, kita mempeoleh suatu apoksimasi dai A yang baik. Jadi, dengan SVD, suatu matiks dapat ditulis sebagai penjumlahan dai komponen-komponen ( u untuk i,,, k )dengan i v i bobotnya adalah nilai singula (, untuk i i,,, k ). Contoh: 6 4 A U S V.8.6 Apabila matiks A ditulis dengan menggunakan bentuk (III.6), hasilnya adalah 3

43 III.6 Makna Hasil Singula Value Decomposition Beikut ini adalah konsep atau teoema yang dapat digunakan untuk memahami makna matiks hasil dekomposisi matiks dengan SVD (6). Untuk bukti teoema tidak ditulis di sini dan dapat dibaca pada efeensi yang digunakan. (9). Misalkan A adalah matiks beukuan m n dan A mempunyai ank, kemudian A didekomposisi SVD menjadi A USV, dengan U matiks beukuan m, S matiks diagonal beukuan, dan V beukuan n. Misalkan U ditulis dengan menggunakan vekto-vekto kolom menjadi U u u u dengan u i adalah vekto kolom ke-i dai matiks U dan V v v v dengan v i adalah vekto kolom ke- i dai matiks V. Maka (i) im( A ) im(u ) span{ u, u,, u} (ii) im( A ) im(v ) span{ v, v,, v} Dengan menggunakan konsep pada subbab III.5 dan point (i) di atas, dapat disimpulkan bahwa u, u,, u membangun uang kolom A dan u, u,, u disebut vekto-vekto kata (tem) dai koleksi dokumen. Hal yang sama juga dilakukan point (ii) sehingga dipeoleh bahwa membangun uang kolom Selanjutnya v koleksi dokumen. A atau v v, v,, v, v,, v membangun uang bais A., v,, v disebut vekto-vekto dokumen (document) dai 3

44 III.7 Algoitma Mempeoleh Singula Value Decomposition Misalkan diketahui A matiks beukuan m n. Bagaimanakah mencai singula value decomposition dai matiks A? Beikut ini adalah langkah-langkah di dalam membangun singula value decomposition dai A (6) () Bentuk A A yang meupakan matiks simeti beukuan n n. () Dekomposisi A A dengan pendiagonalan otogonal menjadi A A VSV dengan V matiks otogonal beukuan matiks (3) Bentuk (4) Dekomposisi A A, VV V V I. AA yang meupakan matiks simeti beukuan n k, dengan k ank dai m m. AA dengan pendiagonalan otogonal menjadi AA USU dengan U matiks otogonal beukuan m k, dengan k ank dai matiks (5) Pandang AA, UU U U I. AA USU AA US IS U AA US ( V V ) S U AA ( US V )( VS U ) ( US AA US V V ) A US V...(III.7) Hasil Dekomposisi Nilai Singula dai matiks A adalah A US V. Contoh: Cailah dekomposisi nilai singula (singula value decomposition) dai matiks 33

45 6 6 F! 4 6 Algoitma di atas dijalankan 5 36 () Bentuk matiks F F, yaitu F F () Didiagonalkan F F (3) (4).6.8 FF secaa otogonal menjadi FF juga dapat didiagonalkan secaa otogonal menjadi (5) Matiks F dapat dinyatakan dalam bentuk dekomposisi nilai singula (singula value decomposition), 6 4 F U S V.8.6 III.8 Konsep Metode Latent Semantic Indexing (LSI) Konsep Latent Semantic Indexing (LSI) meupakan metode IR yang membangun stuktu koleksi dokumen dalam bentuk uang vekto dengan menggunakan teknik aljaba linie, yaitu singula value decomposition. 34

46 Secaa umum, konsep LSI meliputi bebeapa point sepeti dilustasikan pada gamba III. yaitu: () ext Opeations pada Quey dan Document Collection. Quey dai pengguna dan koleksi dokumen dikenakan poses text opeations. Poses text opeations meliputi, (i) mem-pasing setiap kata dai koleksi dokumen, (ii) membuang kata-kata yang meupakan stop wods, (iii) mem-stemming kata-kata yang ada untuk poses selanjutnya. () Matix Ceation. Hasil text opeations yang dikenakan pada koleksi dokumen dikenakan poses matix ceation. Poses matix ceation meliputi, (i) menghitung fekuensi kemunculan dai kata, (ii) membangun matiks kata-dokumen sepeti dilustasikan pada gamba II.4. Bais matiks menunjukkan kata dan kolom matiks menunjukkan dokumen. Sebagai contoh, elemen matiks pada bais ke- dan kolom ke- menunjukkan fekuensi kemunculan kata ke- pada dokumen ke-. (3) SVD Decomposition. (i) Matiks kata-dokumen yang tebentuk, A beukuan m n, selanjutnya dikenakan dekomposisi SVD (singula value decomposition). Hasil SVD beupa 3 (tiga) buah matiks sepeti yang dilustasikan pada gamba III.6. Matiks A dapat ditulis menjadi A USV. (ii) Untuk mempemudah penjelasan, misalkan u, u,, uk adalah vekto-vekto kolom dai matiks U,,,, k adalah entyenty di diagonal utama dai matiks S, dan v, v,, v k adalah vekto-vekto kolom dai matiks V, sehingga dapat ditulis 35

47 36 k k k v v v u u u A V S U A (iii) Rank dai matiks A, k adalah banyaknya enty tak nol yang teletak pada diagonal utama matiks S, yaitu k,,,. k juga meupakan banyaknya nilai singula dai A. (iv) Dai k buah nilai singula dai A, dipilih buah nilai singula yang tebesa, yaitu, dengan k. (v) Dipeoleh hasil pekalian bau yaitu V S U dengan u u u U, S, dan v v v V. (4) Quey Vecto Ceation. Vekto quey, q dibentuk sepeti membangun sebuah kolom dai matiks kata-dokumen. Contoh vekto quey, q adalah m q m q q Quey q,

48 dengan Quey. q j, j,,, m adalah fekuensi kemunculan kata j pada (5) Quey Vecto Mapping. Point (3)(v) di atas telah membeikan nilai yang meupakan dimensi dai uang vekto hasil pekalian bau. Selanjutnya, vekto quey, q dipetakan ke dalam uang vekto bedimensi menjadi Q (subbab III.3), yaitu Q q U S (6) Ranking. Kolom-kolom pada matiks V pada point (3)(v) adalah vekto-vekto dokumen yang digunakan dalam menghitung sudut antaa veko dokumen dan vekto quey. Ranking dai dokumen elevan ditentukan oleh besa sudut yang dibentuk oleh vekto quey dan vekto dokumen. Semakin kecil sudut yang dibentuk, semakin elevan quey dengan dokumen. Misalkan matiks V ditulis D j, D D V,dengan D D n j d j d j, j,,, n j,,, n adalah vekto dokumen untuk dokumen ke- j. q Kemudian misalkan vekto quey, Q ditulis Q maka q dengan menggunakan umus (II.3), cosinus sudut yang dibentuk adalah Q D j Sim( Q, D j ) cos( Q, D j ) Q D j Q D j q j d ji i 37

49 (7) Hasil akhi. Pehitungan cosinus sudut antaa quey, Q dan dokumen D j, j,,, n dipeoleh dan diuutkan bedasakan dai yang paling besa sampai yang tekecil. Nilai cosinus sudut yang tebesa menunjukkan dokumen yang paling elevan dengan quey. III.9 Hubungan Vekto Quey Dengan Vekto Dokumen Relevansi antaa quey dengan dokumen dihitung dengan menggunakan konsep hasil kali titik antaa dua vekto (subbab III.). Dalam hal ini, hasil kali titik antaa vekto dokumen untuk quey dengan vekto dokumen dai masing-masing dokumen. Vekto quey dibentuk sepeti membangun sebuah kolom pada matiks kata-dokumen sedangkan vekto dokumen adalah bais-bais pada matiks V, hasil dekomposisi SVD (subbab III.8). Selanjutnya hendak dituunkan hubungan antaa vekto quey dengan vekto dokumen dai masing-masing dokumen. Misalkan A matiks beukuan A USV, dengan U matiks beukuan m n dan A didekomposisi SVD menjadi m, S matiks diagonal beukuan V beukuan n, dan ank(a)., Misalkan juga A dapat ditulis dengan menggunakan vekto-vekto kolom, yang juga meupakan vekto-vekto kata untuk setiap dokumen, yaitu A a a a n, dengan a i beukuan m, i,,, n. Demikian juga U ditulis dengan menggunakan vekto-vekto kolom, yaitu U u u u, dengan u i beukuan m, i,,,. Matiks S beukuan, yaitu 38

50 39 S, dengan i adalah nilai singula, i,,, eakhi matiks V ditulis dengan menggunakan vekto-vekto bais, yaitu v n v v V, dengan i v beukuan, n i,,,. Selanjutnya, dilakukan manipulasi aljaba sebagai beikut USV A A VSU V US A V S U A v v v u u u a a a n n n n n n v v v u a u a u a u a u a u a u a u a u a n n n n v v v u a u a u a u a u a u a u a u a u a Kemudian, uas kii dan uas kanan dicocokkan sehingga dipeoleh u a u a u a v

51 a a u US u u Hal yang sama dilakukan untuk v, v 3,, v 3 a 3 US,, v n a n US. v n dan dipeoleh Jadi, misalkan dibeikan suatu vekto quey, q yang beisi fekuensi kemunculan kata di quey. Vekto dokumen untuk vekto quey tesebut adalah v a US, q US. Selanjutnya, hasil kali titik antaa vekto dokumen untuk quey dan vekto dokumen dalam koleksi dokumen dapat dihitung. III.3 Contoh Penggunaan eoema Singula Value Decomposition Diketahui (7) Q D D D 3 : gold silve tuck : Shipment of gold damaged in a fie : Delivey of silve aived in a silve tuck : Shipment of gold aived in a tuck Matiks tems-documents, A yang tebentuk adalah tem D D D3 a aived damaged delivey fie gold in of shipment silve tuck Hasil dekomposisi matiks A adalah A sebagai pekalian dai Dalam contoh ini, A adalah pekalian dai USV. 4

52 Low-dimensional space yang dipeoleh dai SVD dibangun oleh bebeapa vekto eigen dai namun A A. Banyaknya vekto eigen tesebut ( k buah) ditentukan bebas k ank dai A. k juga meupakan dimensi dai low-dimensional space. Misalkan, matiks kata-dokumen, A didekomposisi SVD menjadi A USV. Kemudian Sk diag (,,, k ), Uk ( u, u,, uk ) dan Vk ( v, v,, vk ). Maka A U k k S k V k...(iii.8) A k adalah matiks dengan ank k, yang meupakan apoksimasi dai matiks A. Bais-bais pada matiks V meupakan vekto-vekto yang mewakili dokumendokumen. Di dalam contoh ini dipilih nilai k =. Sekaang dipeoleh Dengan k = yang dipilih, maka pekalian matiks yang bau adalah A U S V. 4

53 Selanjutnya, vekto quey q dibentuk dengan caa yang sama dengan membentuk matiks A. Vekto quey dipetakan ke dalam uang bedimensi (lowdimensional space) dengan tansfomasi q U S. Ini membeikan hasil Bais dai matiks V meupakan koodinat dai dokumen, sehingga D D D Sekaang dapat dihitung hasil kali titik antaa vekto quey yang sudah dipetakan dengan masing-masing vekto dokumen. Hasilnya adalah sebagai beikut 4

54 D D D (.4)(.4945) (.8)(.649) (.4) (.4) (.8) (.8) (.4945) (.6458) (.649) (.4)(.6458) (.8)(.794) (.4) (.8) (.587) (.794) (.4)(.587) (.8)(.469) 3 (.469) D, D meupakan hasil kali titik vekto quey dengan vekto dokumen, D, 3 dokumen, dokumen 3 beuutan (7). Dai ketiga nilai tesebut dapat disimpulkan bahwa uutan elevansi untuk dokumen dai yang paling elevan adalah. Dokumen ke-. Dokumen ke-3 3. Dokumen ke- Dokumen ke- meupakan dokumen paling elevan dengan quey kaena D memiliki nilai cosinus yang paling besa atau antaa quey dan D paling kecil. 43

55 Bab IV Analisis Peangkat Lunak IV. Deskipsi Umum Analisis Dalam tesis ini dikembangkan peangkat lunak yang dibei nama Infomation Retieval using Latent Semantic Indexing (Matiulasi). Selanjutnya, peangkat lunak tesebut disebut sebagai peangkat lunak Matiulasi. Pada tahapan analisis ini diidentifikasi fungsionalitas-fungsionalitas dai peangkat lunak Matiulasi. Setelah dipeoleh analisis maka kemudian dibangun sebuah model peangkat lunak yang menjawab kebutuhan yang ada. Peangkat lunak Matiulasi adalah peangkat lunak aplikasi yang beoientasi objek dan dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemogaman beoientasi objek. Pengembangan peangkat lunak Matiulasi dilakukan dengan menggunakan kakas UML (Unified Modeling Language) yang mengakomodasi pengembangan peangkat lunak beoientasi objek. UML adalah bahasa pemodelan visual seba guna yang digunakan untuk menspesifikasikan, menvisualisasikan, mengkonstuksi, dan mendokumentasikan ancangan suatu sistem peangkat lunak. Ada tujuh jenis diagam yang digunakan dalam UML, yaitu use case diagam, activity diagam, sequence diagam, class diagam, collaboation diagam, component diagam dan deployment diagam. Pada tahap analisis, diagam UML yang digunakan adalah use case diagam dan sequence diagam. Use case diagam digunakan untuk menggambakan kelakuan sistem atau subsistem sepeti yang telihat oleh pengguna lua (4). 44

APLIKASI PENGELOLAAN DATA KERJA PRAKTEK MAHASISWA (STUDI KASUS: FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG)

APLIKASI PENGELOLAAN DATA KERJA PRAKTEK MAHASISWA (STUDI KASUS: FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG) APLIKASI PENGELOLAAN DATA KERJA PRAKTEK MAHASISWA (STUDI KASUS: FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG) B. Vey Chistioko 1,, Dian Ti Wiyanti 2 Pogam Studi Teknik Infomatika Juusan

Lebih terperinci

Peningkatan Kinerja Pemodelan Resistivitas DC 3D dengan GPU Berkemampuan CUDA

Peningkatan Kinerja Pemodelan Resistivitas DC 3D dengan GPU Berkemampuan CUDA Peningkatan Kineja Pemodelan Resistivitas DC 3D dengan GPU Bekemampuan CUDA Haiil Anwa 1,a), Achmad Imam Kistijantoo 1,b) dan Wahyu Sigutomo 2,c) 1 Laboatoium Sistem edistibusi, Kelompok Keilmuan Infomatika,

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Teoritis

BAB II Tinjauan Teoritis BAB II Tinjauan Teoitis BAB II Tinjauan Teoitis 2.1 Antena Mikostip 2.1.1 Kaakteistik Dasa Antena mikostip tedii dai suatu lapisan logam yang sangat tipis ( t

Lebih terperinci

PROSES IDENTIFIKASI DAN ESTIMASI VARIABEL KEADAAN PADA MODEL TEREDUKSI

PROSES IDENTIFIKASI DAN ESTIMASI VARIABEL KEADAAN PADA MODEL TEREDUKSI ESIS-SM 45 PROSES IDENIFIKASI DAN ESIMASI VARIABEL KEADAAN PADA MODEL EREDUKSI RIFENA PUNANA LESNUSSA 5 DOSEN PEMBIMBING D. Didik Khusnul Aif, S.Si., M.Si. D.Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si PROGRAM MAGISER DEPAREMEN

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING T.M Syahu Ichsan (1111667 ) Mahasiswa Pogam Studi Teknik Infomatika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskiptif, suatu metode penelitian yang ditujukan untuk untuk menggambakan fenomenafenomena

Lebih terperinci

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER BAB II MDAN ISTRIK DI SKITAR KONDUKTOR SIINDR II. 1 Hukum Coulomb Chales Augustin Coulomb (1736-1806), adalah oang yang petama kali yang melakukan pecobaan tentang muatan listik statis. Dai hasil pecobaannya,

Lebih terperinci

Nilai dan Vektor Eigen

Nilai dan Vektor Eigen Nilai dan Vekto Eigen Mengingat kembali: pekalian matiks Dibeikan matiks A x dan vekto-vekto u, v, dan w 0 1 u 0 5 A v w u 1 Hitunglah Au, Aw, Av. Manakah dai hasil kali tesebut yang hasilnya adalah vekto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB PENDAHULUAN Lata Belakang Pada zaman moden sepeti saat sekaang ini, enegi listik meupakan kebutuhan pime bagi manusia, baik masyaakat yang tinggal di pekotaan maupun masyaakat yang tinggal di pedesaan

Lebih terperinci

HAND OUT STATISTIK NON PARAMETRIK

HAND OUT STATISTIK NON PARAMETRIK HAND OUT STATISTIK NON PARAMETRIK KASUS (k) SAMPEL BERHUBUNGAN Oleh : Aief Sudajat, S. Ant, M.Si PRODI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 006 KASUS (k) SAMPEL BERHUBUNGAN Pada bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pendahuluan Bedasakan tujuan penelitian ini, yaitu mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen listik moto yang akan diganti bedasakan Renewing Fee Replacement Waanty dua dimensi,

Lebih terperinci

BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI

BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI 3. Pendahuluan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen

Lebih terperinci

Bab II. Konsep Dasar

Bab II. Konsep Dasar Bab II Konsep Dasa Konsep dasa mengenai gaf dan jaingan dikutip dai Bondy dan Muty [1], Diestel [2], dan Fleische [3]. Beikut ini dibeikan bebeapa notasi himpunan untuk memudahkan pendefinisian gaf dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY ISSN 085-05 Junal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 0(): 6 -, 04 HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY Dedek Suhendo dan Kistian Juusan Pendidikan

Lebih terperinci

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi.

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. KORELASI Tedapat tiga macam bentuk hubungan anta vaiabel, yaitu hubungan simetis, hubungan sebab akibat (kausal) dan hubungan Inteaktif (saling mempengauhi). Untuk mencai hubungan antaa dua vaiabel atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui kontribusi motivasi dan minat bekerja di industri

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui kontribusi motivasi dan minat bekerja di industri BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Bedasakan pemasalahan, maka penelitian ini temasuk penelitian koelasional yang besifat deskiptif, kaena tujuan utama dai penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena 35 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskiptif. Kaena penelitian ini mengkaji tentang Pengauh Kontol Dii dan Lingkungan Keluaga Tehadap

Lebih terperinci

BAB XII ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) APA SIH?

BAB XII ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) APA SIH? BAB XII ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) APA SIH? KONSEP DASAR Path analysis meupakan salah satu alat analisis yang dikembangkan oleh Sewall Wight (Dillon and Goldstein, 1984 1 ). Wight mengembangkan metode

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN. tujuan utama yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperoleh

BAB III RANCANGAN PENELITIAN. tujuan utama yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperoleh 44 BAB III RACAGA PEELITIA.. Tujuan Penelitian Bedasakan pokok pemasalahan yang telah diuaikan dalam Bab I, maka tujuan utama yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mempeoleh jawaban atas

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE SAW DAN TOPSIS DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI CALON DOSEN STMIK PALANGKARAYA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE SAW DAN TOPSIS DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI CALON DOSEN STMIK PALANGKARAYA ANALISIS PERBANDINGAN METODE SAW DAN TOPSIS DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI CALON DOSEN STMIK PALANGKARAA Susi Hendatie STMIK Palangkaaya Jalan G.Obos No. Palangkaaya Email : sesyalang@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan rencana atau metode yang akan ditempuh

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan rencana atau metode yang akan ditempuh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian meupakan encana atau metode yang akan ditempuh dalam penelitian, sehingga umusan masalah dan hipotesis yang akan diajukan dapat dijawab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negei 10 Salatiga yaitu pada kelas VII D dan kelas VII E semeste genap tahun ajaan 2011/2012.

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS

TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS SEMESTER GENAP 008/009 TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS Alian dalam anulus adalah alian di antaa dua pipa yang segais pusat. Jadi ada pipa besa dan ada pipa kecil. Pipa kecil beada dalam pipa besa.

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan BAB II METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Bentuk penelitian yang dipegunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian koelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan umus

Lebih terperinci

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) DAN TRANSFORMASI FOURIER PADA SINYAL CURAH HUJAN INDONESIA

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) DAN TRANSFORMASI FOURIER PADA SINYAL CURAH HUJAN INDONESIA ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) DAN TRANSFORMASI FOURIER PADA SINYAL CURAH HUJAN INDONESIA P. SEPTIAWAN 1, S. NURDIATI 2,A.SOPAHELUWAKAN 3 Abstak Cuah hujan meupakan paamete atmosfe yang sulit

Lebih terperinci

Hubungan Layanan Informasi Dengan Kreativitas Belajar Siswa

Hubungan Layanan Informasi Dengan Kreativitas Belajar Siswa Hubungan Layanan Infomasi Dengan Keativitas Belaja Siswa Si Rahayu (090154) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Vetean Semaang ABSTRAK Keativitas meupakan bakat yang secaa potensial dimiliki

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Pengetian Pestasi Belaja Pestasi belaja meupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dai lua dii seseoang mahasiswa yang sedang belaja, pestasi belaja tidak dapat diketahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Asosiatif dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Asosiatif dengan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Deskiptif Asosiatif dengan pendekatan ex post facto. Metode deskiptif dapat diatikan sebagai penelitian yang

Lebih terperinci

FISIKA DASAR II. Kode MK : FI SKS : 3 Program Studi : Fisika Instrumentasi (S-1) Kelas : Reguler MATERI 1

FISIKA DASAR II. Kode MK : FI SKS : 3 Program Studi : Fisika Instrumentasi (S-1) Kelas : Reguler MATERI 1 FISIKA DASAR II Kode MK : FI 0 SKS : 3 Pogam Studi : Fisika Instumentasi (S-) Kelas : Regule MATERI TA 00/0 KRITERIA PENILAIAN Jika kehadian melampaui 75 %, Nilai Akhi mahasiswa ditentukan dai komponen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Keangka Pemikian Konseptual Setiap oganisasi apapun jenisnya baik oganisasi non pofit maupun oganisasi yang mencai keuntungan memiliki visi dan misi yang menjadi uh dalam setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN BAB IV Hasil Simulasi Dan Analisa Pengukuan BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN 4.1. Pehitungan Saluan Pencatu Saluan pencatu yang digunakan pada Tugas Akhi ini menggunakan mikostip feedline.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON TRIGONOMETRI disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhi Semeste Pendek mata kuliah Tigonometi Dosen : Fey Fedianto, S.T., M.Pd. Oleh Nia Apiyanti (207022) F PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode meupakan caa keja yang digunakan untuk memahami, mengeti, segala sesuatu yang behubungan dengan penelitian aga tujuan yang dihaapkan dapat tecapai. Sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini betujuan untuk mendeskipsikan dan menganalisis pengauh evaluasi dii dan pengembangan pofesi tehadap kompetensi pedadogik

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA

TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA Hingga sejauh ini kita sudah mempelajai tentang momentum, gaya-gaya pada fluida statik, dan ihwal fluida begeak dalam hal neaca massa dan neaca enegi.

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Marketing Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Sepeda Motor

Analisis Pengaruh Marketing Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Sepeda Motor 34 Analisis Pengauh Maketing Mix Tehadap Kepuasan Konsumen Sepeda Moto Ti Wahyudi 1), Yopa Eka Pawatya 2) 1,2) Pogam Studi Teknik Industi Juusan Teknik Elekto Fakultas Teknik Univesitas Tanjungpua. e-mail

Lebih terperinci

dengan dimana adalah vektor satuan arah radial keluar. F r q q

dengan dimana adalah vektor satuan arah radial keluar. F r q q MEDAN LISTRIK 1 2.1 Medan Listik Gaya Coulomb di sekita suatu muatan listik akan membentuk medan listik. Dalam membahas medan listik, digunakan pengetian kuat medan. Untuk medan gaya Coulomb, kuat medan

Lebih terperinci

1 ANGKET PERSEPSI SISWA TERH

1 ANGKET PERSEPSI SISWA TERH 48 Lampian ANGKET PERSEPSI SISWA TERHADAP PERANAN ORANG TUA DAN MINAT BELAJAR DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 8 MEDAN Nama : Kelas : A. Petunjuk Pengisian. Bacalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ekspeimental. Pada penelitian ini akan ada kelompok ekspeimen dan kelompok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai uaian dan analisis data-data yang dipeoleh dai data pime dan sekunde penelitian. Data pime penelitian ini adalah hasil kuesione yang disebakan kepada

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM MENENTUKAN PENDIRIAN LOKASI GRAMEDIA DI SUMATERA UTARA

PENERAPAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM MENENTUKAN PENDIRIAN LOKASI GRAMEDIA DI SUMATERA UTARA Semina Nasional Teknologi Infomasi dan Multimedia 0 STMIK AMIKOM Yogyakata, 6-8 Febuai 0 ISSN : 0-80 PENERAPAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM MENENTUKAN PENDIRIAN LOKASI GRAMEDIA DI SUMATERA

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA ELECTRE DALAM MENENTUKAN LOKASI SHETLER TRANS JOGJA

PENERAPAN ALGORITMA ELECTRE DALAM MENENTUKAN LOKASI SHETLER TRANS JOGJA PENERAPAN ALGORITMA ELECTRE ALAM MENENTUKAN LOKASI SHETLER TRANS JOGJA Supiatin Sistem Infomasi STMIK AMIKOM Yogyakata supiatin@amikom.ac.id Abstak Tans Jogja meupakan salah satu altenatif tanspotasi massa

Lebih terperinci

Penerapan Metode Saw Dalam Menentukan Juara Dance Sekolah Menengah Pertama

Penerapan Metode Saw Dalam Menentukan Juara Dance Sekolah Menengah Pertama ISSN: 2089-3787 63 Peneapan Metode Saw Dalam Menentukan Juaa Dance Sekolah Menengah Petama Yuni Melliyana, Fitiyadi 2 Pogam Studi Sistem Infomasi, STMIK Banjabau Jl.Ahmad Yani Km 33,5 Loktabat Banjabau,

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasa I (FI-31) Topik hai ini (minggu ) Geak dalam Satu Dimensi (Kinematika) Keangka Acuan & Sistem Koodinat Posisi dan Pepindahan Kecepatan Pecepatan GLB dan GLBB Geak Jatuh Bebas Mekanika Bagian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DATA MINING UNTUK MENEMUKAN POLA HUBUNGAN TINGKAT KELULUSAN MAHASISWA DENGAN DATA INDUK MAHASISWA. Beta Noranita 1, Nurdin Bahtiar 2

IMPLEMENTASI DATA MINING UNTUK MENEMUKAN POLA HUBUNGAN TINGKAT KELULUSAN MAHASISWA DENGAN DATA INDUK MAHASISWA. Beta Noranita 1, Nurdin Bahtiar 2 IMPLEMENTASI DATA MINING UNTUK MENEMUKAN POLA HUBUNGAN TINGKAT KELULUSAN MAHASISWA DENGAN DATA INDUK MAHASISWA Beta Noanita 1, Nudin Bahtia 2 1,2 Pogam Studi Teknik Infomatika FMIPA UNDIP 1 betta@undip.ac.id,

Lebih terperinci

ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C

ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C pepustakaan.uns.ac.id ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C Budi Santoso, Respatiwulan, dan Ti Atmojo Kusmayadi Pogam Studi Matematika,

Lebih terperinci

Decision Support System untuk Penentuan Pemberian Beasiswa Prestasi di Perguruan Tinggi

Decision Support System untuk Penentuan Pemberian Beasiswa Prestasi di Perguruan Tinggi JUISI, ol. 02, No. 0, Febuai 206 Decision Suppot System untuk Penentuan Pembeian Beasiswa Pestasi di Peguuan Tinggi Devi Dwi Puwanto Abstak Tiap peguuan tinggi biasanya membeikan bebeapa untuk mahasiswa,

Lebih terperinci

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut:

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut: Koelasi Pasial Koelasi Pasial beupa koelasi antaa sebuah peubah tak bebas dengan sebuah peubah bebas sementaa sejumlah peubah bebas lainnya yang ada atau diduga ada petautan dengannya, sifatnya tetentu

Lebih terperinci

Teori Dasar Medan Gravitasi

Teori Dasar Medan Gravitasi Modul Teoi Dasa Medan Gavitasi Teoi medan gavitasi didasakan pada hukum Newton tentang medan gavitasi jagat aya. Hukum medan gavitasi Newton ini menyatakan bahwa gaya taik antaa dua titik massa m dan m

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM AZHAR, SYARIFAH LIES FUAIDAH DAN M. NASIR ABDUSSAMAD Juusan Sosial Ekonomi Petanian, Fakultas Petanian Univesitas Syiah Kuala -

Lebih terperinci

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap Vol. 3, No., 7-79, Januai 7 Model Matematika Sistem Pesediaan (Q, R) Yang Tekait Dengan Mutu Baang Dan Infomasi Pemintaan Lengkap Agus Sukmana Abstact This pape deals with an inventoy model fo continuous

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI WAHANA GERAK MANDIRI YANG ADAPTIF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN HIERARCHICAL EXTENDED KOHONEN MAP (HEKM)

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI WAHANA GERAK MANDIRI YANG ADAPTIF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN HIERARCHICAL EXTENDED KOHONEN MAP (HEKM) PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI WAHANA GERAK MANDIRI YANG ADAPTIF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN HIERARCHICAL EXTENDED KOHONEN MAP (HEKM) Inda Hatato Tambunan, 13203178 Pogam Studi Teknik Elekto, Sekolah

Lebih terperinci

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2)

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2) EVALUASI KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINEAR FUY *) Liston Hasiholan 1) dan Sudadjat 2) ABSTRAK Pengukuan kineja kayawan meupakan satu hal yang mutlak dilakukan secaa peiodik oleh suatu

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian meupakan sesuatu yang menjadi pehatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaan dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis dan Lokasi Penelitian 3.. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekspeimen semu (quasi ekspeimental eseach, kaena penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu).

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu). 7.3. Tansmisi Suaa Melalui Celah 7.3.1. Integal Kichhoff Cukup akses yang bebeda untuk tik-tik difaksi disediakan oleh difaksi yang tepisahkan dapat dituunkan dai teoema Geen dalam analisis vekto. Hal

Lebih terperinci

trigonometri 4.1 Perbandingan Trigonometri

trigonometri 4.1 Perbandingan Trigonometri tigonometi 4.1 Pebandingan Tigonometi 0 Y x P(x,y) y X x disebut absis y disebut odinat jai-jai sudut positif diuku dai sumbu X belawanan aah putaan jaum jam Definisi : = x + y sin = y cos = x tan = y

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Variabel Penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Variabel Penelitian, BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguaikan mengenai Identifikasi Vaiabel Penelitian, Definisi Vaiabel Penelitian, Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1 Pehitungan Pegeakan Robot Dai analisis geakan langkah manusia yang dibahas pada bab dua, maka dapat diambil bebeapa analisis untuk membuat ancangan geakan langkah

Lebih terperinci

PENGARUH CONTRACTING CONTINYU SEBUAH PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM MENINGKATKAN SELF AWARNES

PENGARUH CONTRACTING CONTINYU SEBUAH PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM MENINGKATKAN SELF AWARNES Posiding Konfeda dan Semina Nasional BK PD ABKIN Sulawesi Selatan Optimalisasi Pean Pendidik Dalam Membangun Kaakte Bangsa Di Ea MEA 30 Makassa, 4-5 Maet 017 PENGARUH CONTRACTING CONTINU SEBUAH PENDEKATAN

Lebih terperinci

Analisis Numerik Ragam pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Interaksi Dinamis Struktur dengan Udara ABSTRAK

Analisis Numerik Ragam pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Interaksi Dinamis Struktur dengan Udara ABSTRAK Volume 6, Nomo 1, Pebuai 2009 Junal APLIKASI Analisis Numeik pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Inteaksi Dinamis Stuktu dengan Udaa Agung Budipiyanto Pogam Diploma Teknik Sipil FTSP ITS email: agungbp@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

GRAFITASI. F = G m m 1 2. F = Gaya grafitasi, satuan : NEWTON. G = Konstanta grafitasi, besarnya : G = 6,67 x 10-11

GRAFITASI. F = G m m 1 2. F = Gaya grafitasi, satuan : NEWTON. G = Konstanta grafitasi, besarnya : G = 6,67 x 10-11 GRAFITASI Si Isaac Newton yang tekenal dengan hukum-hukum Newton I, II dan III, juga tekenal dengan hukum Gafitasi Umum. Didasakan pada patikel-patikel bemassa senantiasa mengadakan gaya taik menaik sepanjang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. ilmiah, apabila penelitian tersebut menggunakan metode atau alat yang tepat. dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.

III. METODE PENELITIAN. ilmiah, apabila penelitian tersebut menggunakan metode atau alat yang tepat. dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. 8 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Suatu penelitian dapat behasil dengan baik dan sesuai dengan posedu ilmiah, apabila penelitian tesebut menggunakan metode atau alat yang tepat. Dengan menggunakan

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2016/2017

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2016/2017 MKB3383 - Teknik Pengolahan Cita Opeasi Piksel dan Histogam Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 216/217 Outline Opeasi Piksel Histogam Cita Meningkatkan Keceahan Meegangkan Kontas Ekualisasi Histogam Outline

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. hasil. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002:136) metode penelitian

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. hasil. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002:136) metode penelitian 7 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode adalah suatu caa atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu hasil. Sedangkan menuut Suhasimi Aikunto (00:36) metode penelitian adalah caa

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa .1. Bentuk Penelitian BAB II METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa kuantitatif, dengan maksud untuk mencai maksud dan pengauh antaa vaiable independen

Lebih terperinci

PENGUKURAN. Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut Tanggal 6 s.d. 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika

PENGUKURAN. Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut Tanggal 6 s.d. 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika PENGUKURAN Disampaikan pada Diklat Instuktu/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut Tanggal 6 s.d. 9 Agustus 004 di PPPG Matematika Oleh: Da. Pujiati,M. Ed. Widyaiswaa PPPG Matematika Yogyakata =================================================================

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Cita Opeasi Piksel dan Histogam Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 215/216 Outline Opeasi Piksel Histogam Cita Meningkatkan Keceahan Meegangkan Kontas Ekualisasi Histogam Outline

Lebih terperinci

EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT. Abstrak

EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT. Abstrak EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT Sudianto Manullang Yasifati Hia Abstak Pengelolaan dana pensiun dapat menentukan dan mendoong peningkatan poduktivitas angkatan keja.

Lebih terperinci

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity).

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity). Hand Out Fisika 6 (lihat di http:).1. Pengetian Medan Listik. Medan Listik meupakan daeah atau uang disekita benda yang bemuatan listik dimana jika sebuah benda bemuatan lainnya diletakkan pada daeah itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. analisis paired sample T-test yaitu Ada atau tidaknya Pengaruh Terapi Rational

BAB IV ANALISIS DATA. analisis paired sample T-test yaitu Ada atau tidaknya Pengaruh Terapi Rational BAB IV ANALISIS DATA Analisis data meupakan hasil kegiatan setelah data dai seluuh esponden atau sumbe data lainnya tekumpul. Hal ini betujuan untuk mengetahui tingkat kebenaan hipotesis-hipotesis penelitian

Lebih terperinci

MODIFIKASI DISTRIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETRI BOLA

MODIFIKASI DISTRIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETRI BOLA p-issn: 2337-5973 e-issn: 2442-4838 MODIFIKASI DISTIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETI BOLA Yuant Tiandho Juusan Fisika, Univesitas Bangka Belitung Email: yuanttiandho@gmail.com Abstak Umumnya, untuk menggambakan

Lebih terperinci

Bab. Garis Singgung Lingkaran. A. Pengertian Garis Singgung Lingkaran B. Garis Singgung Dua Lingkaran C. Lingkaran Luar dan Lingkaran Dalam Segitiga

Bab. Garis Singgung Lingkaran. A. Pengertian Garis Singgung Lingkaran B. Garis Singgung Dua Lingkaran C. Lingkaran Luar dan Lingkaran Dalam Segitiga ab 7 Sumbe: www.homepages.tesco Gais Singgung Lingkaan Lingkaan mungkin meupakan salah satu bentuk bangun data yang paling tekenal. Konsep lingkaan yang meliputi unsu-unsu lingkaan, luas lingkaan, dan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang

III. TEORI DASAR. Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang 14 III. TEORI DASAR A. Hukum Newton Metoda gayabeat menggunakan hukum dasa, yaitu Hukum Newton tentang gavitasi dan teoi medan potensial. Newton menyatakan bahwa besa gaya taik menaik antaa dua buah patikel

Lebih terperinci

Pengembangan instrumen penilaian kemampuan berfikir kritis pada pembelajaran fisika SMA

Pengembangan instrumen penilaian kemampuan berfikir kritis pada pembelajaran fisika SMA Papes semina.uad.ac.id/index.php/quantum Semina Nasional Quantum #5 (018) 477-1511 (7pp) Pengembangan instumen penilaian kemampuan befiki kitis pada pembelajaan fisika SMA Suji Adianti, dan Ishafit Pogam

Lebih terperinci

HUKUM COULOMB Muatan Listrik Gaya Coulomb untuk 2 Muatan Gaya Coulomb untuk > 2 Muatan Medan Listrik untuk Muatan Titik

HUKUM COULOMB Muatan Listrik Gaya Coulomb untuk 2 Muatan Gaya Coulomb untuk > 2 Muatan Medan Listrik untuk Muatan Titik HKM CMB Muatan istik Gaya Coulomb untuk Muatan Gaya Coulomb untuk > Muatan Medan istik untuk Muatan Titik FISIKA A Semeste Genap 6/7 Pogam Studi S Teknik Telekomunikasi nivesitas Telkom M A T A N Pengamatan

Lebih terperinci

KOMPRESI BASISDATA GRAPH MENGGUNAKAN POWER GRAPH ANALYSIS

KOMPRESI BASISDATA GRAPH MENGGUNAKAN POWER GRAPH ANALYSIS KOMPRESI BASISDATA GRAPH MENGGUNAKAN POWER GRAPH ANALYSIS Fauzi Aulia Rahman 1, Kemas Rahmat Saleh W, ST., M.Eng. 2, Akba Gozali, ST., MT 3. Telkom School of Computing, Bandung 1 fuzzy.a@gmail.com, 2 kemas@bif.telkomunivesity.ac.id,

Lebih terperinci

II. KINEMATIKA PARTIKEL

II. KINEMATIKA PARTIKEL II. KINEMATIKA PARTIKEL Kinematika adalah bagian dai mekanika ang mempelajai tentang geak tanpa mempehatikan apa/siapa ang menggeakkan benda tesebut. Bila gaa penggeak ikut dipehatikan, maka apa ang dipelajai

Lebih terperinci

Gerak Melingkar. B a b 4. A. Kecepatan Linear dan Kecepatan Anguler B. Percepatan Sentripetal C. Gerak Melingkar Beraturan

Gerak Melingkar. B a b 4. A. Kecepatan Linear dan Kecepatan Anguler B. Percepatan Sentripetal C. Gerak Melingkar Beraturan B a b 4 Geak Melingka Sumbe: www.ealcoastes.com Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat meneapkan konsep dan pinsip kinematika dan dinamika benda titik dengan caa menganalisis besaan Fisika pada geak

Lebih terperinci

EVALUASI APLIKASI SISTEM INFORMASI PRAKTEK INDUSTRI DAN TUGAS AKHIR DENGAN METODE USABILITY TESTING

EVALUASI APLIKASI SISTEM INFORMASI PRAKTEK INDUSTRI DAN TUGAS AKHIR DENGAN METODE USABILITY TESTING EVALUASI APLIKASI SISTEM INFORMASI PRAKTEK INDUSTRI DAN TUGAS AKHIR DENGAN METODE USABILITY TESTING Ealiea Puti Dwianita, Siyanto Pogam Studi Teknik Industi, Fakultas Teknik, Univesitas Diponegoo Jl. Pof.

Lebih terperinci

Geometri Analitik Bidang (Lingkaran)

Geometri Analitik Bidang (Lingkaran) 9 Geometi nalitik idang Lingkaan) li Mahmudi Juusan Pendidikan Matematika FMIP UNY) KOMPETENSI Kompetensi ang dihaapkan dikuasai mahasiswa setelah mempelajai ab ini adalah sebagai beikut. Menjelaskan pengetian

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP ABSTRAK

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP ABSTRAK PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP Devi Yunita 1, Eka Ridhawati 2 Juusan Sistem Infomasi, STMIK Pingsewu Lampung Jl.Wisma Rini No. 09 Pingsewu

Lebih terperinci

BAB. III METODE PENELITIAN. A.Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB. III METODE PENELITIAN. A.Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB. III METODE PEELITIA A.Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

Virtual Sculpting Menggunakan Tool Berbasis Vector Pada Triangle Mesh

Virtual Sculpting Menggunakan Tool Berbasis Vector Pada Triangle Mesh Semina Nasional Pascasajana XI ITS, Suabaya 7 Juli 0 Vitual Sculpting Menggunakan Tool Bebasis Vecto Pada Tiangle Mesh I Ketut Punamawan *, Handayani Tjandasa Juusan Teknik Infomatika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek 9 BAB III METODE PEELITIA A. Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

BAB 17. POTENSIAL LISTRIK

BAB 17. POTENSIAL LISTRIK DFTR ISI DFTR ISI... 7. POTENSIL LISTRIK... 7. Potensial dan eda Potensial... 7. Dipole Listik...6 7.3 Kapasitansi Listik...9 7.4 Dielektikum... 7.5 Penyimpanan Enegi Listik...5 7.6 Pealatan : Tabung Sina

Lebih terperinci

IDENTITAS TRIGONOMETRI. Tujuan Pembelajaran

IDENTITAS TRIGONOMETRI. Tujuan Pembelajaran Kuikulum 03 Kelas X matematika WAJIB IDENTITAS TRIGONOMETRI Tujuan Pembelajaan Setelah mempelajai matei ini, kamu dihaapkan memiliki kemampuan beikut.. Memahami jenis-jenis identitas tigonometi.. Dapat

Lebih terperinci

Komponen Struktur Tekan

Komponen Struktur Tekan Mata Kuliah : Peancangan Stuktu Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Komponen Stuktu Tekan Petemuan 4, 5 Sub Pokok Bahasan : Panjang Tekuk Tekuk Lokal Tekuk Batang Desain Batang Tekan Batang batang tekan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di madasah Aliyah Negei (MAN) Model Medan yang bealamat di Jalan Williem Iskanda No. 7A Keluahan Sidoejo, Kecamatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PENYUSUNAN PROPOSAL PROGRAM HIBAH PEMBELAJARAN BERBASIS RISET (PBR) TAHUN ANGGARAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PENYUSUNAN PROPOSAL PROGRAM HIBAH PEMBELAJARAN BERBASIS RISET (PBR) TAHUN ANGGARAN UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PENYUSUNAN PROPOSAL PROGRAM HIBAH PEMBELAJARAN BERBASIS RISET (PBR) TAHUN ANGGARAN 2012 MEI 2012 Nama file: G:\hibah PBR\PANDUAN hibah-rbl2012.doc (382 Kb) Dafta Isi Dafta

Lebih terperinci

Dimensi Partisi pada Graf Kincir

Dimensi Partisi pada Graf Kincir Dimensi Patisi pada Gaf Kinci Disusun Oleh : Chanda Iawan NRP.00 09 0 Abstak Misalkan G(VE) adalah gaf tehubung dan S adalah sebuah subset dai V(G) jaak antaa v dan S adalah dv S min d v x x S.Suatu gaf

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab II : Kajian Pustaka 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA Mateial bedasakan sifat popetinya dibagi menjadi bebeapa jenis, yaitu:. Isotopik : mateial yang sifat popetinya sama ke segala aah, misalnya baja.. Othotopik

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFERENSI FUZZY METODE SUGENO DALAM MEMPERKIRAKAN PRODUKSI AIR MINERAL DALAM KEMASAN

APLIKASI SISTEM INFERENSI FUZZY METODE SUGENO DALAM MEMPERKIRAKAN PRODUKSI AIR MINERAL DALAM KEMASAN Posiding Semina Nasional Penelitian, Pendidikan dan Peneapan MIPA, Fakultas MIPA, Univesitas Negei Yogyakata, 14 Mei 011 APLIKASI SISTEM INFERENSI FUZZY METODE SUGENO DALAM MEMPERKIRAKAN PRODUKSI AIR MINERAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan asosiatif simetris, yaitu hubungan yang bersifat sebab-akibat yang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan asosiatif simetris, yaitu hubungan yang bersifat sebab-akibat yang 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif pendekatan asosiatif simetis, yaitu hubungan yang besifat sebab-akibat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelaai aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom dan fisika molekul yang mencakup: Fisika atom dan Fisika Molekul. Oleh kaena itu, sebelum mempelaai modul ini

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 HUBUNGAN KINERJA MENGAJAR DOSEN DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN IPA DI SD PADA MAHASISWA PROGRAM D PGSD KAMPUS VI KEBUMEN FKIP UNS TAHUN AKADEMIK 009 / 00 Wasiti Dosen PGSD FKIP

Lebih terperinci

The Production Process and Cost (I)

The Production Process and Cost (I) The Poduction Pocess and Cost (I) Yang dimaksud dengan Input (Kobanan) misalnya Mesin sebagai Kapital (Capital) dan Tenaga Keja sebagai Labou (L), sedangkan Q = Tingkat Output (Poduksi) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Bab. Bangun Ruang Sisi Lengkung. A. Tabung B. Kerucut C. Bola

Bab. Bangun Ruang Sisi Lengkung. A. Tabung B. Kerucut C. Bola Bab Sumbe: www.contain.ca Bangun Ruang Sisi Lengkung Di Sekolah Dasa, kamu telah mengenal bangun-bangun uang sepeti tabung, keucut, dan bola. Bangun-bangun uang tesebut akan kamu pelajai kembali pada bab

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge BAB 2 DASAR EORI 2. Pendahuluan Konvete dc-ac atau biasa disebut invete adalah suatu alat elektonik yang befungsi untuk menghasilkan keluaan ac sinusoidal dai masukan dc dimana magnitudo dan fekuensinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaan Objek Penelitian Obyek pada penelitian ini bejumlah 43 siswa kelas VIIA dan VIIB SMP Mate Alma Ambaawa tahun ajaan 2011/2012. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci