2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1 Bilangan prima dan faktorisasi prima"

Transkripsi

1 BAB 2 BILANGAN PRIMA 2.1 Bilangan prima dan fatorisasi prima Definisi Bilangan bulat p > 1 diataan prima jia ia hanya mempunyai pembagi p dan 1. Dengan ata lain bilangan prima tida mempunyai pembagi selain dari 1 dan dirinya sendiri. Berdasaran definisi ini, 1 buanlah bilangan prima. Bilangan prima terecil adalah 2 yang merupaan bilangan genap. Sedangan bilangan prima lainnya, seperti 3, 5, 7, 11, semuanya bilangan ganjil. Ingat, sebalinya bilangan ganjil belum tentu prima; misalnya 9 ganjil tapi buan prima. Bilangan buan prima seperti 4, 6, 8, 9, disebut bilangan omposit. Bila n omposit maa ia dapat dinyataan sebagai n = ab dimana a, b Z, 1 < a < n, 1 < b < n. Teorema Misalan p prima dan a, b bilangan bulat sebarang. Maa berlau pernyataan beriut: (i) p membagi a, atau alau tida, a dan p oprima. (ii) jia p membagi ab maa p membagi a atau p membagi b. Buti. (i) Diperhatian gcd(a, p) haruslah pembagi positif p, jadi ia mesti 1 atau p. Untu asus gcd(a, p) = p maa disimpulan p membagi a. Kalau tida maa gcd(a, p) = 1, ini berarti a dan p oprima. (ii) Bila p tida membagi a maa haruslah gcd(a, p) = 1. Dengan identitas Bezout, terdapat u, v Z sehingga 1 = au + pv. Jadi, b = aub + pvb dan arena p b maa p aub ; dan juga jelas bahwa p pvb. Karena itu disimpulan p b := aub + pvb. Diperhatian bahwa p prima pada teorema ini merupaan syarat perlu agar teorema ini berlau. Bila p tida prima, pernyataan pada teorema ini dapat saja salah. Misalan ambil a = 6, b = 10 dan p = 4. Disini p ab tetapi p tida membagi a dan tida membagi b. 1

2 Teori Bilangan by J.Hernadi 2 Aibat Jia p prima dan p membagi a 1 a n maa p membagi a i untu suatu i, 1 i n. Buti. Dibutian dengan indusi matematia. Untu n=1, berarti p a 1 maa secara otomatis p a 1. Andaian berlau untu n =, yaitu jia p a 1 a maa p a i untu suatu 1 i. Untu n = + 1, tulis a = a 1 a dan b = a +1. Berdasaran Teorema 2.1.1(ii), p a atau p b. Bila asus p a terjadi maa berdasaran hipotesis p a i untu suatu 1 i. Bila asus p b terjadi maa p a +1. Jadi p a i untu suatu 1 i + 1. Ini berarti berlau untu n = + 1. Aibat Jia p, q 1, q 2 semuanya bilangan prima dan p q 1 q n maa p = q untu suatu, 0 n. Berangat dari hasil ini ita aan sampai pada hasil utama topi ini yaitu Teorema Fundamental Aritmatia (TFA) beriut. Teorema (Teorema Fundamental Aritmatia). Setiap bilangan bulat n > 1 dapat disajian sebagai peralian bilangan prima berpangat, yaitu n = p e 1 1 p e, dimana p 1,, p bilangan prima berbeda dan e 1,, e bilangan bulat positif. Selanjutnya, representasi ini tunggal terlepas dari permutasi fator-fatornya. Sebelum dibutian, perhatian ilustrasi beriut: 200 = = Teorema ini mengataan bahwa bilangan prima merupaan balo-balo pembangun (building blocs) bilangan bulat. Inilah alasan mengapa bilangan prima sangat penting pada teori bilangan dan apliasinya. Buti. Dibutian dengan prinsip indusi uat. Untu n = 2, dapat ditulis n = 2 1 yaitu p 1 = 2 dan e 1 = 1. Andai teorema berlau untu semua bilangan bulat m, 1 < m < n yaitu m dapat disajian sebagai peralian bilangan-bilangan prima berpangat. Searang untu bilangan n, bila n prima maa n = n 1, beres. Tapi bila n omposit maa dapat ditulis n = ab dengan 1 < a, b < n. Karena berdasaran hipotesis a dan b dapat disajian sebagai peralian bilangan-bilangan prima berpangat, maa begitu juga dengan n. Terbuti bahwa setiap bilangan n > 1 dapat disajian sebagai peralian bilangan prima berpangat. Selanjutnya dibutian bahwa representasi ini tunggal. Misalan ada dua representasi beriut: n = p 1 p m = q 1 q t. (*) Disini terdapat emunginan fator prima yang sama dan dapat disusun ulang secara terurut sehingga p 1 p 2 p m dan q 1 q t, m t. (**)

3 Teori Bilangan by J.Hernadi 3 Karena p 1 n maa berdasaran Aibat p 1 q j untu suatu j = 1,, t. Diarenaan urutan (**) maa diperoleh p 1 q 1 dan q 1 p 1, sehingga diperoleh p 1 = q 1. Selanjutnya, edua ruas (*) diansel p 1 dan q 1 diperoleh bentu p 2 p m = q 2 q t. Argumen yang sama, diperoleh p 2 = q 2 dan p 3 p m = q 3 q t. Bila cara ini diterusan dan seandainya m < t maa diperoleh bentu terahir 1 = q m+1 q t, dan hal ini tidalah mungin (ontradisi) arena q j > 1. Jadi haruslah m = t dan p 1 = q 1, p 2 = q 2,, p m = q m. Terbuti representasi ini tunggal. Contoh = , 4725 = , = Kita dapat menggunaan TFA untu menyajian peralian, pembagian, pangat, gcd dan lcm dua bilangan bulat dalam bentu peralian bilanganbilangan prima berpangat. Misalan maa berlau a = p e 1 1 p e dan b = p f 1 1 p f, e i, f i 0 ab = p e 1+f 1 1 p e +f a/b = p e 1 f 1 1 p e f (asalan b a) a m = p me 1 1 p me gcd(a, b) = p min{e 1,f 1 } 1 p min{e,f } lcm(a, b) = p max{e 1,f 1 } 1 p max{e,f }. Contoh Misalan a = 132 dan b = 400. Tentuan gcd dan lcm dari a dan b? Penyelesaian. Dengan menggunaan diagram pohon, anda dengan mudah mendapatan fatorisasi beriut: 132 = dan 400 = Agar bentunya ompatibel tulis dalam bentu: Sehingga diperoleh 132 = dan 400 = gcd(132, 400) = 2 min{2,4} 3 min{1,0} 5 min{0,2} 11 min{1,0} = = 4 lcm(132, 400) = 2 max{2,4} 3 max{1,0} 5 max{0,2} 11 max{1,0} = = 13200

4 Teori Bilangan by J.Hernadi 4 Latihan Dengan menggunaan TFA, temuan gcd dari (132,1995), (400,1995) dan (132,400,1995). Bilangan bulat n diataan bilangan uadrat sempurna jia ada bilangan bulat m sehingga n = m 2. Contoh bilangan uadrat sempurna: 4, 9, 16. Bilangan 24 dan 54 tida ada yang uadarat sempurna tetapi hasil alinya = 36 2 merupaan bilangan uadrat sempurna. Teorema Bila m buan bilangan uadrat sempurna maa m bilangan irrasional. Penyelesaian. Dibutian ontraposisinya, yaitu jia m rasional maa m uadrat sempurna. Karena m rasional maa dapat ditulis m = a b dimana a dan b bulat positif. Kemudian diuadratan, diperoleh: m = a2 b 2. Misalan a dan b mempunyai fatorisasi prima sebagai beriut: maa berlau a = p e 1 1 p e dan b = p f 1 1 p f, e i, f i 0 m = a2 b = p2e1 1 p 2e = 2 p 2f 1 1 p 2f Ini berarti m bilangan uadrat sempurna. ( ) 2 p e 1 f 1 1 p e f. Contoh Dengan Teorema ini ita memperoleh bahwa 2, 3, 6 bilangan irrasional. Latihan Jia m dan n bilangan bulat positif, tentuan syarat agar m 1 n rasional. Petunju: perhatian ilustrasi beriut: adaah n bulat yang membuat 1 1 n, 2 1 n, 3 1 n, 7 1 n, 8 1 n, 9 1 n rasional. Ingat bilangan bulat juga bilangan rasional. 2.2 Distribusi bilangan prima Mungin muncul dibena ita pertanyaan beriut: apaah ada bilangan prima terbesar dan alau ada berapa bilangan prima tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan ini aan terjawab melalui teorema beriut. Teorema Terdapat taberhingga banya bilangan prima. Buti. Buti dengan ontradisi. Andai hanya terdapat berhingga banya bilangan prima, ataan merea adalah p 1, p 2,, p. Misalan m = (p 1 p ) + 1.

5 Teori Bilangan by J.Hernadi 5 Karena m > 1 maa berdasaran TFA maa m dapat dibagi oleh suatu bilangan prima, ataan bilangan prima tersebut p. Ini berarti p haruslah salah satu dari p 1, p 2,, p. Jadi diperoleh: p p 1 p, dan p m p m p 1 p = 1. Hal ini ontradisi arena p > 1 sehingga p 1 tidalah mungin. Dengan demiian ita dapat memastian bahwa tida ada bilangan prima terbesar. Beberapa bilangan prima terurut adalah p 1 = 2, p 2 = 3, p 3 = 5, p 4 = 7. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pola distribusi bilangan prima? Lebih spesifinya, ada berapa banya bilangan prima yang urang dari 10, antara 1 dan 1000, antara 1001 dan 2000, antara 2001 dan 3000, dan seterusnya? Aibat Bila p n bilangan prima e-n maa ia memenuhi p n 2 2n 1 untu semua n 1. Buti. Butian dengan indusi matematia. Sesungguhnya estimasi ini terlalu lemah. Misalnya,untu n = 4 diperoleh 2 23 = 256 tetapi p 4 = 7, jadi masih terlalu lebar. Untu suatu bilangan real x, misalan π(x) menyataan banyanya bilangan prima yang urang dari atau sama dengan x. Misalnya π(1) = 0 arena tida ada bilangan prima yang dimasud, π(5) = π(5.5) = 3 arena bilangan prima yang dimasud adalah 2, 3, 5. Beraitan dengan aibat di atas, berlau estimasi beriut: π(x) lg lg x + 1 dimana lg x := 2 log x. Seali lagi estimasi ini terlalu longgar. Sebagai ilustrasi, untu x = 10 9 maa lg lg x +1 = 5 tetapi enyataannya banya bilangan prima yang urang dari 10 9 sangat banya, diperiraan Gauss pada tahun 1793 memberian onjetur sebagai beriut: Ini berarti berlau π(x) π(x) x ln x x 2 dt ln t atau π(x) x 1, untu x. ln x. Konjetur ini ahirnya dibutian oleh Hadamard dan de la Valée Poussin pada tahun Dapat juga dinyataan bahwa perbandingan π(x) x 1 ln x 0. Dengan menggunaan pola ini maa dapat disimpulan bahwa distribusi bilangan prima semain lama semain jarang. Misalnya ada 168 prima diantara 1 dan 1000, ada 135 prima diantara 1001 dan 2000, emudian ada 127 prima diantara 2001 dan 3000, dan seterusnya. Coba perisa! Latihan Temuan cara untu mendapatan semua bilangan prima diantara 1 dan 100.

6 Teori Bilangan by J.Hernadi Bilangan Fermat dan prima Mersenne Diperhatian bilangan prima 3, 5, 7, 17, 31,,. Bilangan prima ini mempunyai bentu 2 n ± 1, ataan 3 = 2 2 1, 5 = , 7 = dan lain-lain. Banya seali bilangan prima berbentu seperti ini. Tetapi tida semua bilangan dalam bentu 2 n ± 1 merupaan bilangan prima, misalnya 33 = buan prima. Teorema Jia 2 m + 1 prima maa m = 2 n untu suatu bilangan bulat n 0. Buti. Dibutian ontraposisinya. Dietahui m buan merupaan pangat dari 2. Berarti ia berbentu m = 2 n q dimana q > 1 ganjil. Ilustrasi: 7 = 2 0 7; 14 = 2 1 7; 24 = Diperhatian fungsi f(t) = t q + 1 mempunyai nilai nol di t = 1, sebab q ganjil. Tegasnya, ia dapat difatoran sebagai t q + 1 = (t + 1)(t q 1 t q 2 + t q 3 t + 1). Jadi t+1 adalah salah satu fator sejati dari t q +1. Ambil t = x 2n, maa diperoleh g(x) := f(x 2n ) = ( x 2n ) q + 1 = x 2 nq + 1 = x m + 1. Dengan mengambil x = 2 ita dapatan bahwa 2 2n + 1 adalah fator sejati dari g(2) = x m + 1 sehingga x m + 1 buan prima. Bilangan F n := 2 2n + 1 disebut bilangan Fermat dan bilangan ini yang prima disebut bilangan prima Fermat. Konjetur Fermat mengataan bahwa F n prima untu setiap n > 0. Beberapa diantaranya untu n = 0, 1, 2, 3, 4 bilangan yang dimasud adalah F n = 3, 5, 17, 257, esemuanya adalah prima. Tetapi pada tahun 1732 Euler menunjuan bilangan Fermat beriutnya, yaitu F 5 = = = ternyata buan prima. Walaupun tida semua bilangan Fermat prima namun setiap pasang bilangan Fermat adalah oprima. Fata ini dapat digunaan sebagai buti alternatif mengenai etaberhinggaan banya bilangan prima. Latihan Jia a 2 dan a m + 1 prima (misalnya = 37) maa a genap dan m bilangan pangat dari 2. Teorema Jia m > 1 dan a m 1 prima maa a = 2 dan m prima. Buti. Bilangan yang berbentu 2 p 1 dimana p prima disebut bilangan Mersenne dan bilangan ini yang prima disebut bilangan prima Mersenne, diembangan oleh ybs pada tahun Untu beberapa bilangan prima p = 2, 3, 5, 7, bilangan Mersenne yang bersesuaian adalah M p = 3, 7, 31, 127. Kelihatannya prima semua, tetapi M 11 = 2047 = ternyata buan prima. Namun tida banya bilangan Mersenne yang prima. Pada saat itu baru ditemuan 32 buah bilangan prima Mersenne. Yang terahir ditemuan pada tahun 1996 oleh David Slowinsi and Joel Armengaud M dan M dengan bantuan omputer mutahir.

7 Teori Bilangan by J.Hernadi Uji primalitas dan fatorisasi Dua pertanyaan yang semestinya muncul dibena ita beritan dengan teori yang baru saja ita bahas adalah sebagai beriut: (1) Bagaimana ita memastian suatu bilangan bulat n > 1 yang diberian adalah prima atau buan? (2) Bagaimana cara memperoleh fatorisasi prima berpangat dari bilangan bulat n? Pertanyaan (1) beraitan dengan uji primalitas, teorema beriut dapat digunaan sebagai acuan. Teorema Bilangan bulat n > 1 omposit jia hanya jia ia dapat dibagi oleh bilangan prima p n. Buti. Contoh prima arena ia tida terbagi oleh semua prima 97, yaitu oleh 2, 3, 5 dan 7. Untu bilangan besar masih sulit mendetesi primalitasnya arena ita perlu memastian suatu bilangan bulat n dapat dibagi oleh banya bilangan prima. Untu itu diperhatian bentu desimal bilangan bulat n = a a 1 a 1 a 0 ditulis sebagai n = a 0 + a a a 10, a 0, 0 a i 9. Dengan mudah dapat dipiiran bahwa 1. n habis dibagi 2 jia a 0 habis dibagi 2, yaitu a 0 = 2, 4, 6 atau n habis dibagi 5 jia a 0 = 0 atau n habis dibagi 3 jia jumlah anga-anganya habis dibagi 3, yaitu a 0 + a a habis dibagi 3. Fata ini dapat ditunjuan dengan menggunaan formula binomial pada suu 10 i = (9+1) 1 dan diperoleh bentu 10 i = 9q+1. Coba selidii sendiri. 4. n habis dibagi 11 jia jumlahan beriut ( 1) a + ( 1) 1 a 1 + a 1 + a 0 habis dibagi 11. Fata ini dapat ditelusuri pada enyataan bahwa 10 i = (11 1) i = 11q + ( 1) i. Contoh Selidiilah apaah habis dibagi 3?, apaah habis dibagi 11?

8 Teori Bilangan by J.Hernadi 8 Penyelesaian. Diperhatian = 16, bilangan ini tida habis dibagi 3, jadi ia tida habis dibagi 3. Selanjutnya, dietahui = 4 sehingga diperoleh = 0 habis dibagi 11, jadi ia habis dibagi 11. Fatanya = Latihan Selidiilah apaah habis dibagi 3?, apaah habis dibagi 11? Latihan Apaan bilangan beriut: 157, 221, 641, 1103 prima? Latihan Temuan riteri suatu bilangan bulat habis dibagi 4, juga habis dibagi 6. Latihan Fatoran 247 dan Latihan Fatoran Gunaan bantuan program omputer bila diperluan. Latihan Tambahan 1. For which primes p is p also prime? 2. Show that if p > 1 and p divides (p 1)! + 1, then p is prime. 3. It has been conjectured that there are infinitely many primes of the form n 2 2. Exhibit five such primes. 4. Prove each of the assertions below: a. Any prime of the form 3n + 1 is also of the form 6m + 1. b. Each integer of the form 3n + 2 has a prime factor of this form. c. The only prime of the form n 3 1 is 7. [Hint: Write n 3 1 as (n 1)(n 2 + n + 1)]. d. The only prime p for which 3p + 1 is a perfect square is p = 5. e. The only prime of the form n 2 4 is If p > 5 is a prime number, show that p is composite. [Hint: p taes one of the forms or ] 6. Establish each of the following statements: a. Every integer of the form n 4 + 4, with n > 1, is composite. [Hint: Write n as a product of two quadratic factors.] b If n > 4 is composite, then n divides (n1)!. c. Any integer of the form 8 n + 1, where n > 1, is composite. [Hint: (2 n + l) (2 3n + 1).]

9 Teori Bilangan by J.Hernadi 9 d. Each integer n > 11 can be written as the sum of two composite numbers. [Hint: If n is even, say n = 2, then n6 = 2(3); for n odd, consider the integer n 9.] 7. If p > q > 5 and p and q are both primes, prove that 24 (p 2 q 2 ). 8. Show that F 0 F 1...F n 1 = F n 2 for all n > Evaluate the Mersenne number M 17, and determine whether it is prime. 10. It has been conjectured that every even integer can be written as the difference of two consecutive primes in infinitely many ways. For example, 6 = = = = Express the integer 10 as the difference of two consecutive primes in 15 ways.

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL Sarta Meliana 1, Mashadi 2, Sri Gemawati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA 3. TEOREMA DASAR ARITMATIKA Definisi 3. Suatu bilangan bulat > disebut (bilangan) rima, jia embagi ositif bilangan tersebut hanya dan. Jia bilangan bulat lebih dari satu buan bilangan rima disebut (bilangan)

Lebih terperinci

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidian MatematiaUniversitas Pendidian Ganesha E-mail: isuparta@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

OSN 2014 Matematika SMA/MA

OSN 2014 Matematika SMA/MA Soal 5. Suatu barisan bilangan asli a 1, a 2, a 3,... memenuhi a + a l = a m + a n untu setiap bilangan asli, l, m, n dengan l = mn. Jia m membagi n, butian bahwa a m a n. Solusi. Andaian terdapat bilangan

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman

BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE. Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman JMP : Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hal. 271-278 BEBERAPA SIFAT HIMPUNAN KRITIS PADA PELABELAN AJAIB GRAF BANANA TREE Triyani dan Irham Taufiq Universitas Jenderal Soedirman trianisr@yahoo.com.au ABSTRACT.

Lebih terperinci

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya

Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 1, May. 2005, 37 45 Ruang Barisan Orlicz Selisih Dengan Fungsional Aditif Dan Kontinunya Sadjidon Jurusan Matematia Institut Tenologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

SOLUSI BAGIAN PERTAMA

SOLUSI BAGIAN PERTAMA SOLUSI BAGIAN PERTAMA 1. 13.. 931 3. 4 9 4. 63 5. 3 13 13 6. 3996 7. 1 03 8. 3 + 9 9. 3 10. 4 11. 6 1. 9 13. 31 14. 383 8 15. 1764 16. 5 17. + 7 18. 51 19. 8 0. 360 1 SOLUSI BAGIAN PERTAMA Soal 1. Misalan

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT

MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/f(x) DAN h(x)/f(x) ABSTRACT MENENTUKAN TURUNAN DAN SIFAT-SIFAT TURUNAN DARI FUNGSI 1/(x DAN h(x/(x Yuliana Saitri 1, Sri Gemawati 2, Musraini 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR 3. Dimensi Partisi Graf Kipas (F n ) Berdasaran Proposisi dan Proposisi, semua graf G selain graf P n dan K n memilii 3 pd(g) n -. Lebih husus, graf Kipas

Lebih terperinci

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK [KODE/SKS : KD4 / SKS] Ruang Vetor FIELD: Ruang vetor V atas field salar K adalah himpunan ta osong dengan operasi penjumlahan vetor dan peralian salar. Himpunan ta osong

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN SAMSUL ARIFIN 04/177414/PA/09899 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM YOGYAKARTA 2008 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK POHON FUZZY

KARAKTERISTIK POHON FUZZY KARAKTERISTIK POHON FUZZY Yuli Stiawati 1, Dwi Juniati 2, 1 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, 60231 2 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disampaian beberapa pengertian dasar yang diperluan pada bab selanutnya. Selain definisi, diberian pula lemma dan teorema dengan atau tanpa buti. Untu beberapa teorema

Lebih terperinci

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON 1 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo June 24, 2012 Metoda Faktorisasi Fermat (1643) Biasanya pemfaktoran n melalui tester, yaitu faktor

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS)

SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK (STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS) Prosiding Semirata15 bidang MIPA BKS-PTN Barat Hal 357-36 SOLUSI KESTABILAN PADA MASALAH MULTIPLIKATIF PARAMETRIK STABILITY SOLUTION OF PARAMETRIC MULTIPLICATIVE PROBLEMS) Budi Rudianto 1, Narwen Jurusan

Lebih terperinci

BILANGAN. Bilangan Satu Bilangan Prima Bilangan Komposit. Bilangan Asli

BILANGAN. Bilangan Satu Bilangan Prima Bilangan Komposit. Bilangan Asli BILANGAN A. Sistem Bilangan Dalam matematika mempelajari urutan dan keberaturan di antara bilangan-bilangan merupakan suatu bagian yang sangat fundamental. Dengan ditemukannya pola dalam suatu bilangan,

Lebih terperinci

BAB 3 RUANG BERNORM-2

BAB 3 RUANG BERNORM-2 BAB RUANG BERNORM-. Norm- dan Ruang ` De nisi. Misalan V ruang vetor atas R berdimensi d (dalam hal ini d boleh ta hingga). Sebuah fungsi ; V V! R yang memenuhi sifat-sifat beriut;. x; y 0 ia dan hanya

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika Pembaharuan Terakhir: 28 Maret 2017 Pengantar Teori Bilangan (Bagian 5): Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika M. Zaki Riyanto Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan

Lebih terperinci

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL. Sistem Bilang Real. Fungsi dan Grafi. Limit dan Keontinuan 4. Limit Ta Hingga 5. Turunan Fungsi 6. Turunan Fungsi Trigonometri 7. Teorema Rantai 8. Turunan Tingat Tinggi 9.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing . DISTRIUSI INOMIL pabila sebuah oin mata uang yang memilii dua sisi bertulisan ambar () dan nga () dilempar satu ali, maa peluang untu mendapatan sisi ambar adalah,5 atau. pabila oin tersebut dilempar

Lebih terperinci

Formula Penyederhanaan Penjumlahan Angka Berurutan (Formula Simplification of Sequential Numbers Addition)

Formula Penyederhanaan Penjumlahan Angka Berurutan (Formula Simplification of Sequential Numbers Addition) 01 Formula Simplification of Sequential Numbers Addition Formula Penyederhanaan Penjumlahan Anga Berurutan (Formula Simplification of Sequential Numbers Addition) Oleh (By): Yudi Wahyudin ABSTRAK Penjumlahan

Lebih terperinci

Bilangan Bulat. Modul 1 PENDAHULUAN

Bilangan Bulat. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Bilangan Bulat Prof. Drs. Gatot Muhsetyo, M.Sc. D PENDAHULUAN alam modul Bilangan Bulat ini diuraian tentang awal pembahasan bilangan sebagai ebutuhan hidup manusia, meliputi bilangan asli, bilangan

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR 1

BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR 1 BEBERAPA SIFAT QUASI-IDEAL MINIMAL PADA RING TRANSFORMASI LINEAR K a r y a t i Jurusan Pendidian Matematia FMIPA Uniersitas Negeri Yogyaarta e-mail : yatiuny@yahoo.com Abstra. Misalan R adalah ring, Q

Lebih terperinci

( ) terdapat sedemikian sehingga

( ) terdapat sedemikian sehingga LATIHAN.. Misalan A R, : A R, c R adala titi cluster dari A (c, ). Maa pernyataan beriut equivalen : a. lim b. Barisan ( ) yan onveren e c seina dan >., maa barisan ( ) onveren e. Buti : lim ( ) Berarti

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40 DAFTAR ISI 1 TEORI KETERBAGIAN 1 1.1 Algoritma Pembagian............................. 2 1.2 Pembagi persekutuan terbesar........................ 5 1.3 Algoritma Euclides.............................. 12

Lebih terperinci

MAT. 12. Barisan dan Deret

MAT. 12. Barisan dan Deret MAT.. Barisan dan Deret i Kode MAT. Barisan dan Deret U, U, U3,..., Un,... Un a + (n-)b U + U +..., Un +... n?? Sn? BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB PENDAHULUAN. Latar belaang Metode analisis yang telah dibicaraan hingga searang adalah analisis terhadap data mengenai sebuah arateristi atau atribut (jia data itu ualitatif) dan mengenai sebuah variabel,

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

BILANGAN DAN KETERBAGIAN BILANGAN BULAT

BILANGAN DAN KETERBAGIAN BILANGAN BULAT BILANGAN DAN KETERBAGIAN BILANGAN BULAT A. Sistem Bilangan Dalam matematika mempelajari urutan dan keberaturan di antara bilangan-bilangan merupakan suatu bagian yang sangat fundamental. Dengan ditemukannya

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

Agar Xn berperilaku acak yang dapat dipertanggungjawabkan :

Agar Xn berperilaku acak yang dapat dipertanggungjawabkan : ara memperoleh data Zaman dahulu, dgn cara : 1. Melempar dadu 2. Mengoco artu Zaman modern (>1940), dgn cara membentu bilangan aca secara numeri/ aritmati(menggunaan omputer), disebut Pseudo Random Number

Lebih terperinci

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang LANDASAN TEORI Ruang Contoh Kejadian dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam ondisi yang sama yang hasilnya tida dapat dipredisi secara tepat tetapi ita dapat mengetahui semua emunginan hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB)

- Persoalan nilai perbatasan (PNP/PNB) PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial biasanya digunaan untu pemodelan matematia dalam sains dan reayasa. Seringali tida terdapat selesaian analiti seingga diperluan ampiran

Lebih terperinci

Sah Tidaknya Sidik Ragam. Data Bermasalah. Data Bermasalah PERANCANGAN PERCOBAAN (DATA BERMASALAH)

Sah Tidaknya Sidik Ragam. Data Bermasalah. Data Bermasalah PERANCANGAN PERCOBAAN (DATA BERMASALAH) Sah Tidanya Sidi Ragam PERANCANGAN PERCOBAAN (DATA BERMASALAH) Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 Universitas Haluoleo, Kendari dirvamenaboer@yahoo.com http://dirvamenaboer.tripod.com/

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan I. PENDAHULUAN. Latar Belaang Teori graf merupaan salah satu bagian ilmu dari matematia dan merupaan poo bahasan yang relatif muda jia dibandingan dengan cabang ilmu matematia yang lain seperti aljabar

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution Jurnal Bareeng Vol. 8 No. Hal. 5 0 (04) ANALISIS PRBANDINGAN OMULAN TRHADAP BBRAPA JNIS DISTRIBUSI HUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution ABRAHAM ZACARIA WATTIMNA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan

Lebih terperinci

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai 1 TEORI KETERBAGIAN Bilangan 0 dan 1 adalah dua bilangan dasar yang digunakan dalam sistem bilangan real. Dengan dua operasi + dan maka bilangan-bilangan lainnya didenisikan. Himpunan bilangan asli (natural

Lebih terperinci

GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH

GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH GENERALISASI METODE TALI BUSUR UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN TAK LINEAR SUNARSIH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT SUNARSIH.

Lebih terperinci

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

NOTASI SIGMA. Lambang inilah yang disebut sebagai SIGMA, but please remove. the exaggerated flower around it! Hahaha...

NOTASI SIGMA. Lambang inilah yang disebut sebagai SIGMA, but please remove. the exaggerated flower around it! Hahaha... NOTASI SIGMA Lambang inilah yang disebut sebagai SIGMA, but lease remove the exaggerated flower around it! Hahaha... Mananya adalah menjumlahan sesuatu. Sesuatu aa? Sesuatu yang muncul di belaangnya. Mengaa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Data yang telah berhasil diumpulan oleh penulis di BB BIOGEN diperoleh hasil bobot biji edelai dengan jumlah varietas yang aan diuji terdiri dari 15

Lebih terperinci

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem Dalam pembahasan terdahulu ita telah mempelajari penerapan onsep dasar probabilitas untu menggambaran sistem dengan jumlah partiel ang cuup besar (N). Pada bab ini, ita aan menggabungan antara statisti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untu Merancang Algoritma Kriptografi Klasi Hendra Hadhil Choiri (135 08 041) Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming JURAL TEKIK POMITS Vol. 2, o. 2, (2013) ISS: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming Yunan Helmy Amrulloh, Rony Seto Wibowo, dan Sjamsjul

Lebih terperinci

Metoda Pembuktian: Induksi Matematika

Metoda Pembuktian: Induksi Matematika Metoda Pembuktian: 1 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo January 14, 011 ILUSTRASI Figure: Ilustrasi Induksi Reaksi Berantai Pada ilustrasi di atas, kartu-kartu disusun

Lebih terperinci

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON 1 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo May 25, 2014 Metoda Faktorisasi Fermat (1643) Biasanya pemfaktoran n melalui tester, yaitu faktor

Lebih terperinci

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Jonckheere Terpstra dan Modifikasinya Ridha Ferdhiana 1 Statistics Peer Group

Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Jonckheere Terpstra dan Modifikasinya Ridha Ferdhiana 1 Statistics Peer Group Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Joncheere Terpstra dan Modifiasinya Ridha Ferdhiana Statistics Peer Group Jurusan Matematia FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Aceh, 23 email:

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway Rea Racana Jurnal Online Institut Tenologi Nasional Teni Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Penentuan Nilai Eivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perotaan Menggunaan Metode Time Headway ENDI WIRYANA

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012 KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB Konsep Kinetia/ Laju Reasi Laju reasi menyataan laju perubahan onsentrasi zat-zat omponen reasi setiap satuan watu: V [ M ] t Laju pengurangan onsentrasi

Lebih terperinci

UJI BARTLETT. Elty Sarvia, ST., MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung. Scheffe Multiple Contrast Procedure

UJI BARTLETT. Elty Sarvia, ST., MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung. Scheffe Multiple Contrast Procedure 8/9/01 UJI TUKEY UJI DUNCAN UJI BARTLETT UJI COCHRAN UJI DUNNET Elty Sarvia, ST., MT. Faultas Teni Jurusan Teni Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung Macam Metode Post Hoc Analysis The Fisher

Lebih terperinci

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 8, No. 2, November 2011, 43 49 KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W Sunarsini. 1, Sadjidon 2 Jurusan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks. Soal-Jawab Fisia OSN - ( poin) Sebuah pipa silinder yang sangat besar (dengan penampang lintang berbentu lingaran berjarijari R) terleta di atas tanah. Seorang ana ingin melempar sebuah bola tenis dari

Lebih terperinci

PERTEMUAN 02 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU

PERTEMUAN 02 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU PERTEMUAN 2 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU 2. SISTEM WAKTU DISKRET Sebuah sistem watu-disret, secara abstra, adalah suatu hubungan antara barisan masuan dan barisan eluaran. Sebuah

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

BAB V PENALARAN. Untuk mengatasi ketidakpastian maka digunakan penalaran statistik.

BAB V PENALARAN. Untuk mengatasi ketidakpastian maka digunakan penalaran statistik. BAB V PENALARAN 5.1 KETIDAKPASTIAN Dalam enyataan sehari-hari banya masalah didunia ini tida dapat dimodelan secara lengap dan onsisten. Suatu penalaran dimana adanya penambahan fata baru mengaibatan etidaonsistenan,

Lebih terperinci

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 2 Otober 27 FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL Ridwan Pandiya #, Emi Iryanti #2 # S Informatia, Faultas Tenologi Industri dan

Lebih terperinci

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama BB IV PENGENDLIN TERDESENTRLISSI Untu menstabilan sistem yang tida stabil, dengan syarat sistem tersebut tida mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilauan dengan memberian ompensator terdesentralisasi.

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Relasi Dispersi Pada bagian ini aan dibahas relasi dispersi untu gelombang internal pada fluida dua-lapisan.tinjau lapisan fluida dengan ρ a dan ρ b berturut-turut merupaan

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Oleh : Pandapotan Siagia, ST, M.Eng (Dosen tetap STIKOM Dinamia Bangsa Jambi) Abstra Sistem pengenal pola suara atau yang lebih dienal dengan

Lebih terperinci

Solusi Pengayaan Matematika Edisi 16 April Pekan Ke-4, 2005 Nomor Soal:

Solusi Pengayaan Matematika Edisi 16 April Pekan Ke-4, 2005 Nomor Soal: Solusi Pengayaan Matematia Edisi 6 pril Pean Ke-4, 00 Nomor Soal: -60. Jia. sin cos tan 00 00, maa nilai adalah... cos sin 00 00. 40 Solusi: [] sin cos tan 00 00 cos sin 00 00 sin sin 00 00 cos sin 00

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Pandapotan Siagian, ST, M.Eng Dosen Tetap STIKOM Dinamia Bangsa - Jambi Jalan Sudirman Theoo Jambi Abstra Sistem pengenal pola suara atau

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH RISET OPERASIONAL

CATATAN KULIAH RISET OPERASIONAL CATATAN KULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan minggu pertama ( x 50 menit) Pemrograman Bulat Linear (Integer Linear Programming - ILP) Tuuan Instrusional Umum : Mahasiswa dapat menggunaan algoritma yang

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus Jurnal Teni Industri, Vol.1, No., Juni 013, pp.96-101 ISSN 30-495X Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus Apriyani 1, Shanti Kirana Anggaraeni,

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak KORELASI ANARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISEM ADAPIF Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1 Abstra Masud pembahasan tentang orelasi dua sinyal adalah orelasi dua sinyal yang sama aan tetapi

Lebih terperinci

IDEAL FUZZY NEAR-RING. Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

IDEAL FUZZY NEAR-RING. Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Jurnal Matematia Murni dan Terapan εpsilon Vol. 07, No.01, (2013), Hal. 21 32 IDEAL FUZZY NEAR-RING Saman Abdurrahman 1, Naimah Hijriati 2 dan Thresye 3 1,2,3 Program Studi Matematia Faultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Watu : 1x 3x 50 Menit Pertemuan : 7 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN DEFINISI

BAB II KONSEP DAN DEFINISI 6 BAB II KONSEP DAN DEFINISI Pada bab ini aan dijelasan onsep dan definisi-definisi yang digunaan dalam metode pada penelitian ini. 2.1 DATA TRANSAKSI isalan = { 1, 2, 3,..., } adalah himpunan semua produ

Lebih terperinci

Proses Keputusan Markovian

Proses Keputusan Markovian Proses Keputusan Marovian 1 Pengantar Proses eputusan Marovian adalah proses eputusan stoasti/probabilistidimana banyanya state adalah hingga (finit). Melibatan dua buah matris: matris transisi (P) dan

Lebih terperinci

A. B. C. D. Jika diberikan, maka nilai terbesar dari adalah A B. C. D.

A. B. C. D. Jika diberikan, maka nilai terbesar dari adalah A B. C. D. Bagian 1 Pilihlah jawaban yang tepat! 1. Diberikan operasi # pada dan. Jika, maka hasil dari berdasarkan operasi di atas adalah. A. 13 B. 43 C. 61 D. 81 2. For each rational number and, given that, and.

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Nama Mahasiswa : Husien Haial Fasha NRP : 1207 100 011 Jurusan : Matematia FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Drs. Suharmadi, Dipl.

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar Tugas Ahir PENDETEKSI POSISI MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER MMA7260Q BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 Muhammad Riyadi Wahyudi, ST., MT. Iwan Setiawan, ST., MT. Abstract Currently, determining

Lebih terperinci

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima BAB II KETERBAGIAN 2.1 Pendahuluan Pada pertemuan minggu ke-3, dan 4 ini dibahas konsep keterbagian, algoritma pembagian dan bilangan prima pada bilangan bulat. Relasi keterbagian pada himpunan semua bilangan

Lebih terperinci