KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009

2 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil MISI BANK INDONESIA : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan Kebersamaan

3 KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kependudukan dan Kesejahteraan serta Perkiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan III Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Propinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 3 Agustus 2009 BANK INDONESIA PEKANBARU ttd Wiyoto Pemimpin iii

4 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

5 DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... iii iv viii xi xv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. I KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL... Pertumbuhan PDRB Kondisi Umum... PDRB Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor PDRB Sisi Penawaran Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan bangunan & Jasa Keuangan Jasa-jasa Ekspor Impor Non Migas iv

6 Daftar Isi BOKS 1. DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI RIAU BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Indeks Harga Konsumen Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Moneter Perkembangan Perbankan Bank Umum Jaringan Kantor Perkembangan Aset Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Konsentrasi Kredit Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru Kualitas Kredit Intermediasi Perbankan Perkembangan LDR Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Kondisi Likuiditas Perkembangan dan Struktur Dana Pihak Ketiga (DPK) Rasio Alat Liquid Profitabilitas Spread Bunga v

7 Daftar Isi Komposisi Pendapatan Bunga dan Beban Bunga Perkembangan Laba Rugi Bank Syariah Bank Perkreditan Rakyat BOKS 2. DINAMIKA PEMBENTUKAN HARGA INDUSTRI MANUFAKTUR DI PROVINSI RIAU BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Arus Kas Penerimaan Pengeluaran Realisasi Pencairan Dana Semester I BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Kondisi Umum Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran uang masuk dan keluar (inflow outflow) Penyediaan uang kartal layak edar Uang Palsu Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Kliring Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) Perkembangan Kegiatan Usaha Pedagang Valuta Asing (PVA) 91 BAB 6 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH Kondisi Umum Ketenagakerjaan Kesejahteraan vi

8 Daftar Isi 3.1. Nilai Tukar Petani (NTP) Kemiskinan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Perbankan... Daftar Istilah xvi vii

9 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Tabel 1.2. Tabel 1.3. Tabel 1.4. Tabel 1.5. Tabel 2.1 Tabel 2.2. Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas Menurut Penggunaan (%,yoy).. 10 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas Menurut Penggunaan (%, yoy) Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas Menurut Sektor (%,y-o-y) Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas Menurut Sektor (%, yoy) Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Non Migas (USD Juta) Provinsi Riau Periode Januari Mei Tahun Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Triwulan II Perkembangan SubKelompok yang Mengalami Inflasi dan Deflasi pada Triwulan II-2009 di Kota Pekanbaru Perkembangan Subkelompok yang Mengalami Perubahan Harga Teringgi dan Terendah Selama Triwulan II-2009 di Kota Dumai Tabel 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank di Provinsi Riau Tabel 3.2. Jaringan Kantor Bank Umum di Provinsi Riau (Juni 2009) Tabel 3.3. Data ATM Bank Per Kabupaten/Kota di Riau viii

10 Daftar Tabel Tabel 3.4. Posisi Kredit Di Provinsi Riau (juta rupiah) Tabel 3.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (juta rupiah) Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Per Dati II di Provinsi Riau (juta rupiah) Tabel 3.7. Persetujuan Kredit Baru di Provinsi Riau Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (juta rupiah) Tabel 3.9. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (juta rupiah) Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (juta rupiah) Tabel Sebaran NPLs UMKM Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau Tabel Sebaran NPLs UMKM Menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Riau. 64 Tabel Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Provinsi Riau (Miliar Rp) Tabel Sebaran DPK menurut kepemilikan di Provinsi Riau (juta rupiah) Tabel Penghimpunan DPK berdasarkan kota/kabupatan di Provinsi Riau Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kelompok Nominal di Provinsi Riau 67 Tabel Perkembangan Alat Likuid dan Non Core Deposit. 68 Tabel Indikator Kinerja Utama Bank Syariah di Provinsi Riau (juta). 74 Tabel Perkembangan Usaha BPR/BPRS di Provinsi Riau (juta rupiah).. 75 Tabel 4.1. Perkembangan Arus Kas di Provinsi Riau Sampai Triwulan II Tabel 4.2. Tabel 4.3 Perkembangan Komponen Penerimaan (Pendapatan) Sampai Dengan Triwulan II Perkembangan Komponen Pengeluaran (Belanja) Sampai Dengan Triwulan II Tabel 4.4. Realisasi SP2d Dalam Triwulan II Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau Tabel 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Kegiatan Usaha ix

11 Daftar Tabel Tabel 6.2. Perkembangan Komponen Nilai Tukar Petani di Provinsi Riau Tabel 6.3. Tabel 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan Provinsi Riau Periode Maret Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Provinsi Riau Periode Maret x

12 Daftar Tabel Halaman Ini Sengaja Dikosongkan xi

13 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (%,y-o-y) dan Sumbangannya... 9 Grafik 1.2. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Ekspektasi Rencana Konsumen Triwulan II Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Konsumsi Triwulan I-2008 Tiwulan II Grafik 1.6. Perkembangan Realisasi Pengadaan Semen Provinsi Riau Triwulan I-2008 Triwulan II Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Investasi Triwulan I-2008 Triwulan II Grafik 1.8. Grafik 1.9. Pertumbuhan (y-o-y,%) Sub Sektor Pertanian dan Pergerakan Harga CPO dan Karet Tahun Proporsi Luas Tanam Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota) Grafik Proporsi Produksi Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota Grafik Perkembangan Produksi Padi dan Palawija Provinsi Riau Tahun Grafik Grafik Grafik Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Minyak Bumi Provinsi Riau Tw I Tw II Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Gas Bumi Provinsi Riau Tw I Tw II Perkembangan Produksi Batu Bara Provinsi Riau Triwulan I 2008 Sampai Triwulan II Grafik Kondisi Kelistrikan di Provinsi Riau Grafik Tingkat Hunian Hotel di Riau xi

14 Daftar Grafik Grafik Rasio Keberangkatan Kedatangan Pesawat dan Penumpang di Bandara SSK II Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan di Provinsi Riau 25 Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tahun Grafik Struktur Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tw IV-2008 Tw II Grafik Struktur Impor Non Migas Provinsi Riau Tw IV-2008 Tw II Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Pekanbaru, Dumai dan Nasional (mtm) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Grafik 2.3. Perkembangan Indeks Kelompok Barang dan Jasa Selama Triwulan I Grafik 2.4. Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik 2.5. Inflasi kelompok Barang dan Jasa Tw II Grafik 2.6. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Secara Triwulanan Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Dumai. 40 Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Kota Dumai.. 41 Grafik Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa pada Triwulan II Grafik 3.1. Perkembangan Uang Kuasi, Giral dan SBI di Provinsi Riau (triliun rupiah) Grafik 3.2. Perkembangan Aset Perbankan di Provinsi Riau (triliun rupiah) Grafik 3.3. Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau Grafik 3.4. Posisi dan Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau (y-o-y). 53 Grafik 3.5. Jumlah Undisbursed Loan Perbankan Provinsi Riau (triliun rupiah). 56 Grafik 3.6. Ratio Undisbursed Loan Terhadap Total Kredit Grafik 3.7. Perkembangan NPLs Gross di Provinsi Riau Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau xii

15 Daftar Grafik Grafik 3.9. Perkembangan Rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit Grafik Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito 70 Grafik Komposisi Pendapatan Bunga Grafik Komposisi Beban Bunga Grafik Perkembangan Laba Rugi (Triwulanan) Grafik 4.1. Pertumbuhan (y-o-y,%) Komponen Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas Pada Triwulan II Grafik 5.1. Perkembangan Cash Inflow dan Outflow Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Bank Indonesia Pekanbaru Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Riau Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Riau Grafik 5.6. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau Grafik 5.7. Perkembangan PVA Riau (Ribu USD) Grafik 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Grafik 6.2. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Grafik 6.3. Perkembangan NTP Sub Sektor di Provinsi Riau Tahun Grafik 6.4. Pergerakan Harga Karet dan CPO di Pasar Spot (dalam Rp/Kg) Tahun Grafik 6.5. Grafik 6.6. Perbandingan Angka Garis Kemiskinan di Provinsi Riau Pada Bulan Maret 2008 dan Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Riau Periode Maret Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Riau Grafik 7.2. Indeks Rencana Konsumsi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.4. Perkiraan Inflasi xiii

16 Daftar Grafik Grafik 7.5. Indeks Ekspektasi Harga Grafik 7.6. Ekspktasi Konsumen Terhadap Tabungan xiv

17 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II MAKRO Indek Harga Konsumen : *) Laju Inflasi Tahunan (yoy%) : 9.89% 11.34% 9.02% 6.99% 3.68% PDRB - harga konstan (miliar Rp) - Pertanian 3, , , , , Pertambangan & Pengganlian 11, , , , , Industri Pengolahan 2, , , , , Listrik, gas dan Air Besih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan restoran 1, , , , , Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa 1, , , , , Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 6.97% 6.78% 5.37% 4.42% 3.26% Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 8.35% 8.54% 7.38% 6.55% 6.31% B. PERBANKAN PERBANKAN Bank Umum : INDIKATOR Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek LDR 91.77% 93.13% % 99.65% 91.77% Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cab Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR 60.84% 62.59% 63.80% 65.17% 66.03% Kredit UMKM (triliun Rp) - Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Total kredit UMKM (triliun Rp) NPL MKM (%) 2.63% 2.21% 1.93% 2.68% 2.51% BPR Total Aset (Rp miliar) DPK (Rp Miliar) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek Kredit UMKM (Triliun Rp) Rasio NPL (%) LDR % 92.49% 96.23% *) SBH 2007 xv

18 Tabel Indikator Halaman Ini Sengaja Dikosongkan xv

19 RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Pada triwulan II-2009, kondisi perekonomian global masih belum Kondisi mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. perekonomian global yang belum Kontraksi ekonomi di negara-negara mitra dagang utama yang masih mengalami berlangsung juga masih memberikan tekanan pada kinerja ekspor perbaikan juga berdampak pada Indonesia, meskipun terdapat indikasi awal perekonomian dunia yang perekonomian semakin membaik. Kondisi tersebut juga berdampak pada perekonomian regional. regional yang masih mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 1

20 Di sektor perbankan, tingkat suku bunga mulai bergerak turun mengikuti BI-Rate menunjukkan BI-Rate yang mengalami penurunan dari 7,75% menjadi 7,70%. trend yang menurun, kinerja Penyaluran kredit perbankan mengalami pertumbuhan sebesar 7,34%, dan dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan sebesar 5,95% dibandingkan perbankan mengalami dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan peningkatan aset perbankan sebesar 9,71%. II. ASESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2009 mengalami perlambatan Perekonomian dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IIdengan migas melambat dari 4,42% pada triwulan sebelumnya menjadi 2009 mengalami perlambatan 3,26% dan pertumbuhan ekonomi tanpa migas melambat dari 6,55% dibandingkan dengan triwulan menjadi 6,30%. Kondisi ini masih merupakan dampak lanjutan dari krisis sebelumnya keuangan global yang menyebabkan melambatnya konsumsi masyarakat dan kinerja ekspor Riau. Penurunan lifting minyak dan gas bumi juga diindikasikan sebagai faktor pendorong melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau terutama ekspor migas. Konsumsi swasta mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai Konsumsi swasta 20,58%, namun mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan mengalami sebelumnya yang mencapai 23,86%. Pertumbuhan pada konsumsi swasta pertumbuhan tertinggi ini diperkirakan terkait dengan belanja partai politik selama triwulan laporan dalam rangka mempersiapkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Selanjutnya, komponen PMTB dan konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan masing-masing menjadi 12,71% dan 7,85%. Komponen ekspor masih mengalami penurunan sebesar 2,47% yang terutama berasal dari ekspor migas, sementara ekspor non migas Riau mengalami peningkatan menjadi 5,36% setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya. 2

21 Dari sisi sektoral sektor pertambangan tanpa migas mengalami pertumbuhan tertinggi Dari sisi penawaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian tanpa migas (15,51%), diikuti oleh sektor keuangan, persewaan bangunan & jasa perusahaan (11,76%). Namun, kedua sektor ini mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan migas (0,88%) dan sektor pertanian (3,14%). Neraca Secara umum, perkembangan Neraca perdagangan non migas Provinsi perdagangan non Riau sampai denngan Mei 2009 belum menunjukkan perkembangan yang migas Riau belum menujukkan menggembirakan. Kumulatif net ekspor non migas mengalami kontraksi perkembangan sebesar 14,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. yang menggembirakan III. ASESMEN INFLASI Rendahnya tingkat harga pada triwulan laporan disebabkan karena ketersediaan stok serta upaya Pemda dan TPID Riau Pada triwulan laporan, Kota Pekanbaru tercatat mengalami deflasi sebesar 0,54% (qtq), dan inflasi tahunan (yoy) sebesar 3,68%. Secara umum, menurunnya tingkat harga pada triwulan II-2009 disebabkan oleh ketersediaan stok, distribusi yang lancar dan belum pulihnya daya beli masyarakat. Peningkatan penghasilan karena meningkatnya harga komoditi unggulan Riau di pasar internasional belum dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Rendahnya tingkat harga pada triwulan laporan juga tidak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemda, Bank Indonesia dan dinas/instansi yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau melalui rekomendasi untuk melakukan langkahlangkah dalam rangka menjaga kecukupan stok dan kelancaran jalur distribusi. Kota Dumai Sementara itu, Kota Dumai juga mengalami deflasi sebesar 0,77%, lebih mengalami rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi deflasi sebesar 0,74% sebesar 0,74%. Secara tahunan, inflasi Kota Dumai cenderung mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Inflasi Kota Dumai cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Kota 3

22 Pekanbaru, karena barang-barang di Kota Dumai umumnya berasal dari Kota Pekanbaru, sehingga terjadi peningkatan harga (biaya transportasi) di Kota Dumai. Namun demikian, selama tahun 2009 secara bulanan inflasi Kota Dumai cenderung lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Riau Pada triwulan laporan, penyaluran kredit perbankan mengalami Berdasarkan sektor usaha, kredit terbesar berada pada sektor perdagangan pertumbuhan sebesar 7,34%, dan dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan sebesar 5,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, kredit masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel, yang mencapai 23,48% dari total kredit atau sebesar Rp5,22 triliun. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,28 triliun (62,76%) merupakan kredit kepada subsektor perdagangan eceran. Penyerapan kredit yang tinggi pada sektor perdagangan terkait dengan peningkatan aktivitas ekonomi di Riau dan sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah untuk menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat perdagangan pada tahun Kredit di sektor pertanian mencapai 18,68% dari total kredit perbankan Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah pertanian yaitu sebesar Rp4,16 triliun atau mencapai 18,69% dari total kredit. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,50 triliun (84,24%) merupakan kredit kepada subsektor perkebunan. Tingginya pangsa kredit yang disalurkan pada subsektor perkebunan terkait dengan besarnya skala usaha di subsektor ini seperti perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa baik untuk kebutuhan pembukaan kebun baru maupun peremajaan (replanting). Pengembangan subsektor perkebunan akan memberikan pengaruh besar dalam upaya peningkatan pemerataan kesempatan kerja, mengurangi angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan, karena pengembangan pada subsektor ini lebih bersifat padat karya. 4

23 Peningkatan kredit produktif mengindikasikan mulai membaiknya kondisi perekonomian. Berdasarkan jenis penggunaan, terjadi peningkatan pada semua jenis kredit. Jumlah kredit produktif (modal kerja dan investasi) mencapai Rp14,10 triliun mengalami peningkatan 6,92% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp13,19 triliun. Peningkatan kredit tersebut memberikan indikasi mulai membaiknya kondisi perekonomian di Provinsi Riau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit konsumsi juga mengalami peningkatan dari Rp7,54 triliun menjadi Rp8,16 triliun (8,09%). DPK perbankan meningkat sebesar 5,95% Posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp33,71 triliun meningkat sebesar 5,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan dana didominasi oleh dana milik perorangan (4,41%), dana milik Pemda (28,80%), dan dana milik pemerintah pusat (11,81%). Sementara itu, dana milik perusahaan swasta, badan/lembaga pemerintah, dan BUMD masing-masing mengalami penurunan sebesar 3,19%, 28,16%, dan 5,79%. LDR mencapai 66,03%, sedangkan NPLs mencapai 2,76% Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 65,17% menjadi 66,03%. Sementara itu, Non Performing Loans (NPLs) sedikit mengalami perbaikan kualitas dari 2,79% menjadi 2,76%. Profit perbankan mengalami peningkatan Kondisi profitabilitas perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan mulai menunjukkan perbaikan yang berarti. Penurunan suku bunga dana yang lebih besar dari suku bunga kredit memberikan peluang bagi perbankan untuk meningktakan margin yang diterima. 5

24 V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan III-2009 diperkirakan masih akan mengalami perlambatan Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009, diperkirakan masih akan mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II- 2009, baik dengan migas maupun tanpa migas. Faktor-faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi antara lain masih rendahnya produksi migas Riau dan produksi industri pengolahan non migas Riau. Harga jual TBS dan CPO sebelum krisis keuangan global berada pada tingkat yang paling tinggi yang mendorong peningkatan produksi komoditas tersebut serta permintaan dunia yang cukup tinggi pada komoditas tersebut. Sampai dengan triwulan III-2009 yang akan datang tingkat harga maupun permintaan dunia terhadap komoditas tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Faktor Sementara itu, beberapa faktor yang diperkirakan akan menjadi pendorong pendorong pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan III-2009 adalah tingkat harga di pertumbuhan ekonomi triwulan sektor pertanian, terutama harga TBS dan CPO yang membaik. Selain itu, III-2009 antara komponen konsumsi diperkirakan akan mulai mengalami peningkatan masih baiknya harga TBS dan yang didorong oleh perayaan hari besar keagamaan yaitu memasuki bulan CPO, serta meningkatnya Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pembangunan beberapa fasilitas konsumsi pendukung dalam rangka mensukseskan Riau sebagai tuan rumah PON pada 2012 juga akan memberikan andil yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun Permasalahan di Riau antara lain terkait dengan infrastruktur Namun demikian, beberapa permasalahan di Riau seperti infrastruktur listrik dan air bersih, distribusi dan spekulasi harga bahan makanan, serta ketergantungan Provinsi Riau terhadap supply dari daerah lain dapat menyebabkan momentum pertumbuhan tersebut kembali melemah apabila tidak segera dibenahi. 6

25 Laju Inflasi pada triwulan III-2009 akan lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2009 Laju inflasi pada triwulan III-2009 (qtq) diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II Indikator utama yang mendukung perkiraan tersebut adalah terkait dengan memasuki bulan Ramadhan dan Perayaan Idul Fitri pada triwulan II Kondisi ini diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi masyarakat di Riau khususnya Pekanbaru terutama terhadap kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang dan transportasi. Kredit dan dana diperkirakan akan mengalami peningkatan Dari sisi perbankan, penyaluran kredit pada triwulan III-2009 diperkirakan masih akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II-2009, sebagai dampak dari trend penurunan BI-Rate. Sementara itu, penghimpunan DPK diperkirakan juga akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnnya. Hal ini disebabkan karena masyarakat akan melakukan peningkatan saving seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Hasil survey konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Pekanbaru juga menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan ekspektasi konsumen terhadap tabungan, yang berarti bahwa masyarakat akan meningkatkan penempatan dananya di perbankan. 7

26 Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL I. Pertumbuhan PDRB 1. Kondisi Umum Kondisi perekonomian Riau sampai dengan pertengahan tahun 2009 secara umum menunjukkan kecenderungan melambat, khususnya pertumbuhan dengan migas yang mengalami perlambatan cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa migas. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan tahunan PDRB triwulan II-2009 mencapai 3,26% atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 4,42%. Sementara itu, pertumbuhan tanpa migas tercatat tumbuh (y-o-y,%) sebesar 6,30%, melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,55% (Grafik 1.1). 8

27 Dari sisi permintaan, menurunnya lifting minyak dan gas bumi diindikasikan telah mengakibatkan ekspor migas mengalami kontraksi sebesar 6,91% pada triwulan laporan. Sementara, pada sisi penawaran, perlambatan di sektor pertambangan migas yang memiliki pangsa terbesar dalam struktur ekonomi Provinsi Riau telah menjadi pemicu utama melambatnya pertumbuhan PDRB. Berdasarkan Grafik 1.1.b, terlihat bahwa sumbangan ekspor migas dan sektor pertambangan terhadap pertumbuhan tahunan triwulan II-2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (y-o-y,%) dan Sumbangannya % % % Tw II '08** Tw III '08** Tw IV '08** Tw I '09*** Tw II '09*** Triw II'08**) Triw III'08**) Triw IV'08***) Triw I'09***) Triw II'09***) - -4 Kons. Rumah Tangga Kons. Pemerintah Ekspor Migas (RHS) a. Sisi Permintaan Kons. Lembaga PMTB Impor Non Migas (RHS) 0 Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan Jasa Non Migas (RHS) b. Sisi Penawaran Pertambangan Listrik, Gas & Air Perdagangan Keuangan Migas (RHS) Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara; **) angka sementara 2. PDRB Sisi Permintaan Dalam triwulan laporan, komponen net ekspor dan konsumsi rumah tangga yang memiliki proporsi terbesar dalam struktur perekonomian Riau (dengan migas ±67% dan tanpa migas ±64% terhadap PDRB Provinsi Riau), menunjukkan kecenderungan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan II Berdasarkan Tabel 1.1 dan 1.2, dengan maupun tanpa memasukkan unsur migas, konsumsi lembaga swasta diperkirakan mengalami pertumbuhan (y-o-y,%) tertinggi yaitu sebesar 20,58%. Adapun pertumbuhan terendah dalam PDRB migas dialami oleh 9

28 ekspor yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,47%. Sedangkan dalam PDRB tanpa migas, PMTB tercatat mengalami pertumbuhan terendah yaitu sebesar 4,55%. Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas (%,y-o-y) Komponen Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08**) Tw I 09***) Tw II 09***) Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Konsumsi Rumah Tangga a. Makanan b. Non Makanan Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stock Ekspor a. Antar Negara b. Antar Daerah Impor a. Antar Negara b. Antar Daerah PDRB Dengan Migas Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas (%,y-o-y) Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08**) Tw I 09***) Tw II 09***) Komponen Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Konsumsi Rumah Tangga a. Makanan b. Non Makanan Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stock Ekspor a. Antar Negara b. Antar Daerah Impor a. Antar Negara b. Antar Daerah PDRB Tanpa Migas Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara 2.1. Konsumsi Laju pertumbuhan (y-o-y,%) konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan mencapai 7,85%, mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,59%. Perlambatan ini utamanya disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga non makanan yang mencapai 6,51%. Hasil survei konsumen (Grafik 1.2) menunjukkan bahwa trend indeks ketepatan saat ini untuk pembelian barang tahan lama menurun (pesimis) dibandingkan triwulan I-2009, karena sebagian besar konsumen berpendapat bahwa pada saat ini tidak tepat untuk membeli barang tahan lama terkait dengan keterbatasan 10

29 kondisi keuangan dan juga adanya prioritas terhadap kebutuhan lain seperti untuk tambahan modal dan biaya pendidikan anggota rumah tangga. Meskipun demikian, sebagian besar konsumen optimis bahwa penghasilan mereka meningkat dibandingkan 6 bulan yang lalu Grafik 1.2. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II Indeks Ketepatan Waktu Beli Saat Ini Penghasilan Saat Ini Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu, relatif tingginya pertumbuhan (y-o-y,%) konsumsi lembaga swasta pada triwulan II-2009 hingga sebesar 20,58% diperkirakan dipengaruhi faktor musiman berupa pemilihan legislatif dan presiden. Meningkatnya pembelian barang-barang untuk event tersebut telah mengakibatkan pertumbuhan konsumsi lembaga swasta ikut terdorong pada triwulan laporan walaupaun melambat dibandingkan dengan triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 23,86%. Konsumsi pemerintah pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh (y-o-y,%) sebesar 5,75%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 0,65% Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia 11

30 Dalam triwulan laporan, indeks keyakinan konsumen (IKK) menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan (Grafik 1.3). Peningkatan IKK tersebut diindikasikan terjadi akibat membaiknya harga TBS dan stabilnya harga bahan kebutuhan pokok terkait masa panen raya. Peningkatkan ini juga diikuti oleh semakin optimisnya indeks ekspektasi konsumen yang pada triwulan laporan meningkat dari 102,3 menjadi 123,2. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen cukup optimis terhadap kondisi perekonomian Provinsi Riau dalam beberapa bulan mendatang. Gambaran ekspektasi rencana konsumsi dalam 6-12 bulan mendatang disajikan pada Grafik 1.4. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa rencana konsumsi barang sandang paling optimis. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat RIau relatif konsumtif dalam hal kebutuhan sandang dibandingkan rencana konsumsi lainnya. Selain itu, pada grafik tersebut tercermin bahwa rencana konsumsi masyarakat untuk pembelian peralatan rumah tangga dan kendaraan bermotor cenderung stagnan bahkan menurun. Grafik 1.4. Indeks Ekspektasi Rencana Konsumen Triwulan II I II III IV I II III IV I II III IV I II Barang sandang Pembelian/perbaikan rumah Peralatan rumah tangga Perabotan rumah tangga Kendaraan bermotor Rekreasi Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu, dalam mendukung konsumsi, peran pembiayaan dalam triwulan II-2009 yang tercermin dalam kredit konsumsi menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat bahwa nilai penyaluran kredit konsumsi sebesar Rp 8,15 triliun atau tumbuh (y-o-y,%) melambat sebesar 30,16% dibandingkan dengan pertumbuhan 12

31 triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 34,46% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 35,01%. Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Konsumsi Triwulan I Triwulan II , , , Rp miliar 6,000 5,000 4,000 3, % 2, , I II III IV I II III IV I II Kredit Konsumsi y-o-y 2.2. Investasi Perkembangan investasi yang diukur melalui pembentukan modal tetap bruto (PMTB) menunjukkan pertumbuhan positif dalam triwulan II Secara tahunan, pertumbuhan PMTB dengan migas diperkirakan tumbuh sebesar 12,71%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,8%. Sedangkan tanpa memasukkan unsur migas, PMTB diperkirakan tumbuh (y-o-y,%) sebesar 4,55%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,85%. Berdasarkan data realisasi semen, diketahui bahwa perkembangan konsumsi semen pada triwulan laporan menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan I-2009 meskipun masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I Pada triwulan laporan, realisasi pengadaan semen di Provinsi Riau tercatat sebesar 216,72 ribu ton atau meningkat 26,8% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 170,95 ribu ton. 13

32 Grafik 1.6. Perkembangan Realisasi Pengadaan Semen Provinsi Riau Triwulan I Triwulan II , , , , , , , , Ribu Ton 1, , I II III IV I II Sumatera (kiri) Riau (kanan) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Perkembangan kredit investasi sebagai salah satu aspek pendukung kegiatan investasi dalam triwulan laporan mulai menunjukkan kenaikan. Pada triwulan laporan kredit investasi secara tahunan (y-o-y,%) tumbuh sebesar 12,52% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,98%. Meskipun demikian, pertumbuhan ini masih relatif melambat jika dibandingkan dengan triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 13,85%. Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Investasi Tw I-2008 Tw II ,400 6,200 6, Rp miliar 5,800 5, % 5,400 5, ,000 I II III IV I II Kredit Investasi y-o-y 14

33 2.3. Ekspor dan Impor Dalam triwulan laporan, pertumbuhan ekspor dalam PDRB migas diperkirakan masih mengalami kontraksi sebesar 2,47% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena ekspor antar negara yang memiliki pangsa terbesar (49,6%) dalam komponen ekspor mengalami kontaksi sebesar 3,34%. Menurunnya pertumbuhan ekspor migas dalam triwulan laporan diindikasikan terjadi akibat menurunnya lifting minyak dan gas bumi provinsi Riau. Sementara itu, dengan memperhitungkan migas, impor provinsi Riau pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh sebesar 4,81%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,42%. 3. PDRB Sisi Penawaran Perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan II-2009, mengakibatkan pertumbuhan sub sektor utama relatif melambat. Dalam triwulan laporan, pertumbuhan (y-o-y,%) sub sektor tertinggi diperkirakan terjadi pada sub sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 8,64% sedangkan sub sektor pertambangan migas yang menguasai pangsa terbesar dalam PDRB mengalami pertumbuhan terendah yaitu sebesar 0,65%. No. Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas (%,y-o-y) Sektor Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08***) Tw I 09***) Tw II 09***) Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan Bangunan & Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa PDRB Tanpa Migas Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara, *) angka Perbaikan 15

34 No. Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas (%,y-o-y) Sektor Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08***) Tw I 09***) Tw II 09***) Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan Bangunan & Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa PDRB Termasuk Migas Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara, *) angka perbaikan 3.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan (y-o-y,%) sektor pertanian dalam triwulan II-2009 diperkirakan mencapai 3,14%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,10% namun masih melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,88%. Relatif meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh peningkatan produksi pada sub sektor perkebunan yang pada triwulan laporan tumbuh sebesar 5,55%. Hal ini seiring dengan meningkatnya ekspor CPO triwulan II-2009 sebesar 4,28. Meskipun demikian, ekspor CPO secara semesteran belum terlihat cukup membaik dimana mengalami kontraksi sebesar 17,65%. Grafik 1.8. Pertumbuhan (y-o-y,%) Sub Sektor Pertanian dan Pergerakan Harga CPO dan Karet Tahun Bahan Makanan Peternakan Perikanan Perkebunan Kehutanan Pertanian 35,000 30,000 12,000 10, % (0.13) - (0.17) Triw II'08***) Triw I'09***) Triw II'09***) (1.00) Sumber: Bank Indonesia, diolah 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Jan-08 Feb-08 Mar-08 Karet CPO Sumber : Bappebti, diolah Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 8,000 6,000 4,000 2,000-16

35 Sementara itu, dalam triwulan laporan, diketahui bahwa pertumbuhan (y-o-y,%) sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan sedikit mengalami perlambatan akibat banjir yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu penghasil padi dan tanaman palawija terbesar di Provinsi Riau. Grafik 1.9. Proporsi Luas Tanam Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota Padi Padi Jagung Kedelai Jagung Kedelai % % Tahun 2008 Tahun 2009 Grafik Proporsi Produksi Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota Padi Jagung Kedelai Padi Jagung Kedelai % 15 % Tahun 2008 Tahun 2009 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau, diolah 17

36 Selama tahun 2008, kontribusi luas tanam dan produksi tanaman bahan makanan seperti Padi dan Jagung di Kabupaten Indragiri Hilir sekitar 20% 1. Tentunya adanya banjir di lokasi tersebut mengakibatkan produksi tanaman bahan makanan mengalami penurunan. Pada tahun 2009, Kabupaten Indragiri Hilir dan Rokan Hilir menjadi sasaran produksi utama untuk tanaman padi dan palawija di Provinsi Riau. Meskipun demikian, produksi dan luas lahan tanaman bahan makanan seperti padi, kedelai & jagung diperkirakan akan meningkat sebesar 16,62% menjadi 576,41 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun Hal ini dikarenakan akan direalisasikannya program Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM). 2 Grafik Perkembangan Produksi Padi dan Palawija Provinsi Riau Tahun Ribu Ton Padi Jagung Kedelai Sumber : BPS, diolah Kontraksi yang terjadi pada sub sektor kehutanan sebesar 0,17% diperkirakan terjadi akibat ketatnya pengawasan pemerintah provinsi Riau terhadap peredaran kayu ilegal sehingga membatasi pasokan kayu provinsi Riau. Disamping itu, kondisi ini juga diindikasikan terjadi akibat belum membaiknya permintaan ekspor pulp dan paper, sehingga permintaan terhadap bahan baku kayu juga menurun. 1 Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau Tahun 2008, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) merupakan produsen Padi terbesar dengan jumlah mencapai 117 ribu ton/tahun dengan luas tanam sebesar Ha atau kedua terbesar setelah Kabupaten Rokan Hilir ( Ha). Kabupaten Inhil juga merupakan produsen Jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Pelalawan (21 ribu ton/tahun) dengan angka produksi mencapai 14 ribu ton/tahun. 2 Berita Resmi Statistik Produksi dan Palawija Provinsi Riau (ARAM II). 18

37 3.2. Pertambangan dan Penggalian Dalam triwulan laporan, sektor pertambangan dan penggalian dengan unsur migas diperkirakan mengalami perlambatan hingga 0,88% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,85%. Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan sub sektor pertambangan migas yang secara tahunan (y-o-y,%) melambat cukup siginfikan hingga 0,65% dibandingkan dengan triwulan I-2009 (2,64%). Dengan kontribusi sekitar ± 40% tentunya kondisi tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan di sektor tersebut. Salah satu faktor penyebab menurunnya angka pertumbuhan sektor pertambangan migas pada triwulan laporan diperkirakan terjadi akibat menurunnya produksi minyak dan gas bumi provinsi Riau. Pada Grafik 1.12, terlihat bahwa produksi minyak dan gas bumi Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan menurun sejak tahun Berdasarkan Grafik 1.12, diketahui bahwa Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami penurunan lifting minyak bumi sebesar 2 juta barel dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh penurunan yang signfikan di Kab. Bengkalis sebagai produsen terbesar minyak bumi di Provinsi Riau. 3 Kemudian, diikuti oleh penurunan lifting gas bumi sebesar 1,5 triliun British Thermal Unit (BTU) 4 pada triwulan II-2009 atau turun 48% dibandingkan dengan triwulan II Kedua kondisi tersebut diperkirakan tidak lepas dari mulai berkurangnya cadangan migas provinsi Riau serta belum ditemukannya sumur baru yang lebih produktif. 3 Berdasarkan data Dirjen Migas, Kab. Bengkalis mengalami penurunan lifting minyak bumi sebesar 1,1 juta barel dibandingkan triwulan II-2008 atau secara tahunan turun 7%. 4 Data Dirjen Migas menunjukkan kondisi ini akibat penurunan lifting gas bumi di Kota Pekanbaru hingga mencapai 1,3 triliun BTU dibandingkan triwulan II

38 Grafik Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Minyak Bumi Provinsi Riau Tw I Tw II ,000 36,000 4, Ribu Barel 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-35, , , , , I II III IV I II ,500 35,000 34,500 34,000 33,500 33, ,000 32,500 32,000 31,500 Ribu Barel Juta US$ 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, , , , , , , I II III IV I II US$/Barel Bengkalis Siak Rokan Hilir Kampar Pelalawan Indragiri Hulu Rokan Hulu Total (kanan) Gross Revenue Harga (kanan) b. Produksi a. Gross Revenue dan Harga Sumber : Departemen ESDM, diolah Grafik Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Gas Bumi Provinsi Riau Tw I Tw II ,000 3, , , ,500 3, ,000 8, Miliar BTU 2,000 1,500 1,000 1, , , , , , , , , Miliar BTU Juta US$ 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3, , , , , , US$/Barel ,000 - I II III IV I II - 1,000 I II III IV I II Pelalawan Pekanbaru Total (kanan) Gross Revenue Harga (kanan) a. Produksi (Ton) b. Gross Revenue dan Harga Sumber : Departemen ESDM, diolah Selain itu, pada triwulan laporan juga diketahui bahwa sub sektor pertambangan tanpa migas diperkirakan masih tumbuh (y-o-y,%) melambat sebesar 21,12% dibandingkan dengan triwulan II-2008 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 21,74% dan 30,88%. Perlambatan yang terjadi pada sub sektor ini diindikasikan terjadi akibat tren produksi batubara yang menunjukkan penurunan sampai dengan triwulan II

39 Grafik Perkembangan Produksi Batu Bara Provinsi Riau Triwulan I 2008 Sampai TriwuIan II Sumber Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Produksi Batubara (Ton) : Departemen ESDM, diolah Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Linear (Produksi Batubara (Ton)) Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May Industri Pengolahan Industri pengolahan dalam triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh (y-o-y,%) sebesar 5,27%, melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,35% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,18%. Perlambatan ini diindikasikan terjadi akibat melambatnya pertumbuhan sub sektor industri non migas yang memiliki porsi terbesar dalam sektor industri pengolahan. Faktor penyebab perlambatan pada sub sektor industri non migas diakibatkan beberapa hal, diantaranya menurunnya permintaan ekspor pulp dan kertas dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya serta belum begitu membaiknya kondisi permintaan CPO secara umum. Kedua faktor tersebut terjadi akibat belum pulihnya kondisi negara mitra dagang utama sejak terjadinya krisis keuangan global. Berdasarkan hasil liason, diketahui bahwa industri non migas seperti industri CPO, pulp, karet dan plywood mengalami slow down. Adapun rata-rata penurunan volume penjualan CPO dan karet diperkirakan mencapai ± 20% -30%. Kondisi ini disebabkan oleh belum stabilnya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama akibat pelemahan daya beli. Disamping itu, volume ekspor karet 21

40 olahan relatif menurun dikarenakan menurunnya tingkat penjualan otomotif dunia sehingga menurunkan permintan karet olahan yang sebagian besar ditujukan untuk industri ban kendaraan bermotor. Penurunan volume penjualan terbesar diperkirakan terjadi pada industri kayu olahan seperti plywood dan bubur kertas (pulp). Hal ini dikarenakan berkurangnya pasokan akibat belum ada penyeragaman persepsi mengenai regulasi penebangan hutan antara Departemen Kehutanan yang mengeluarkan izin HPH dengan aparat penegak Hukum Listrik, Gas dan Air Bersih Perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih dalam triwulan laporan menunjukkan perlambatan yaitu sebesar 4,87%. Hal ini diakibatkan melambatnya pertumbuhan sub sektor listrik yang menjadi penopang pada sub sektor tersebut. Sebagaimana terlihat pada Grafik 1.15, jumlah pemakaian listrik di provinsi Riau menunjukkan tren penurunan sejak tahun Kondisi ini terjadi akibat terganggunya produksi listrik yang sangat bergantung kepada ketersediaan air (curah hujan). Disamping itu, pertumbuhan sub sektor air juga masih melambat dikarenakan belum optimalnya produksi air bersih dan minimnya dana investasi di sektor ini. Grafik Perkembangan Kondisi Listrik di Provinsi Riau , , Juta Kwh Ribu Juta VA Rp miliar Jml pelanggan (kiri) Pemakaian (Kwh/Kanan) Pendapatan PLN (kanan) Daya Tersambung (VA/Kiri) a. Jumlah Pelanggan dan Pemakaian b. Pendapatan dan Daya Tersambung Sumber : PT.PLN, diolah. 5 Persepsi menurut penegak hukum, setiap penebangan hutan adalah pengrusakan lingkungan, sementara persepsi menurut Departemen Kehutanan ada aturan tersediri mengenai Tata Guna Hutan untuk provinsi, kabupaten dan kota. Provinsi Riau belum memperoleh Tata Guna Hutan sehingga seharusnya secara ketentuan masih mengacu 22

41 3.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Perkembangan sektor PHR pada triwulan laporan tumbuh mencapai (y-o-y,%) sebesar 8,02%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 7,95% namun relatif melambat jika dibandingkan triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 10,46%. Adapun faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan sektor PHR adalah meningkatnya pertumbuhan (y-o-y,%) pada sub sektor perdagangan besar (8,01%) dan restoran (8,99%). Meningkatnya pertumbuhan di kedua sub sektor tersebut diperkirakan terjadi akibat adanya event besar seperti pemilihan presiden dan Gelar Teknologi Tepat Guna Sementara itu, pertumbuhan sub sektor hotel pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh 7,52%, melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% maupun triwulan II-2008 (9,51%). Salah satu penyebabnya adalah adanya penghematan yang dilakukan perusahaan besar dengan mengurangi jadwal perjalanan dinas pegawainya dan jumlah hari dinas pegawainya. Kondisi ini memicu penurunan tingkat pemesanan hotel pada triwulan laporan. Grafik Tingkat Hunian Hotel di Riau Tingkat Hunian (%) 40 January February March April May June July August September October November December January February March April May Sumber : PHRI, diolah kepada Tata Guna Hutan Nasional. Namun dalam prakteknya tidak demikian, masing-masing kabupaten/kota mempunyai Tata Guna Hutan sendiri, sehingga izin HPH ke dalam beberapa wilayah Kabupaten. 23

42 3.6. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh sebesar 8,64% atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,93%. Salah satu indikator perlambatan yang terlihat dalam triwulan laporan adalah masih rendahnya arus keberangkatan penumpang dibandingkan dengan arus penumpang yang datang. Pada Grafik 1.17, terlihat bahwa rasio keberangkatan-kedatangan penumpang di Bandara SSK II pada triwulan II-2009 masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II walaupun mulai menunjukkan tren yang meningkat. Grafik Rasio Keberangkatan-Kedatangan Pesawat dan Penumpang di Bandara SSK II Pesawat Penumpang I II III IV I II Sumber : PT. Angkasa Pura, Riau, diolah 3.7. Keuangan, Persewaan & Jasa Keuangan Seperti halnya triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan diperkirakan tumbuh melambat yaitu sebesar 11,76%. Melambatnya pertumbuhan di sektor ini dikarenakan melambatnya pertumbuhan sub sektor perbankan yang diperkirakan tumbuh sebesar 18,79%. Kondisi ini juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau terkait belum stabilnya kondisi perekonomian global dan perilaku pengusaha yang bersifat wait and see terhadap prospek ekonomi global. 24

43 Pada triwulan laporan nilai kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp 22,2 triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar 21,65%. Pertumbuhan ini relatif melambat dibandingkan dengan triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 23,89%. Sebagaimana diketahui, sub sektor bank memiliki pangsa cukup besar dalam sektor keuangan sehingga perkembangannya sangat mempengaruhi pertumbuhan sektor keuangan. Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan di Provinsi Riau Rp miliar 25,000 20,000 15,000 10,000 5, I II III IV I II % Kredit y-o-y Disamping itu, pada triwulan laporan diketahui bahwa sub sektor yang tumbuh positif adalah sub sektor lembaga keuangan non bank. Terjadinya pertumbuhan positif pada sub sektor ini diperkirakan akibat tingginya suku bunga perbankan sehingga banyak nasabah yang beralih untuk melakukan pinjaman dari lembaga keuangan non bank. Sementara, sub sektor sewa bangunan dan jasa perusahaan masing-masing mengalami pertumbuhan melambat yaitu sebesar 8,31% dan 8,51% Jasa-jasa Pertumbuhan sektor jasa pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh melambat sebesar 8,62% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,26%. Melambatnya pertumbuhan sektor jasa diindikasikan akibat menurunnya daya beli masyarakat akibat krisis global. Selain itu, sub sektor pemerintahan tumbuh melambat sebesar 8,64% meskipun pada triwulan laporan terjadi pemilihan presiden. 25

44 4. Ekspor-Impor Non Migas Secara kumulatif, perkembangan neraca perdagangan non migas provinsi Riau pada semester I 09 (sampai dengan Mei) belum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Pada triwulan laporan (lihat Tabel 1.5), nilai kumulatif net ekspor tercatat mengalami kontraksi (y-o-y,%) sebesar 14,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau turun USD 2,33 miliar. Penurunan ini disebabkan menurunnya nilai ekspor Riau sebesar USD 750,5 juta atau turun 21,1% walaupun impor juga turun sebesar 43,6%. Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Non Migas (USD Juta) Provinsi Riau Periode Januari-Mei Tahun No Kode SITC [y-o-y,%] 1 Ekspor 3, , Impor Net Ekspor 2, , Total 7, Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Dalam triwulan laporan 6, pertumbuhan nilai ekspor non migas Provinsi Riau tercatat mengalami kontraksi (y-o-y,%) sebesar 6,85% atau turun USD 93,47 juta. Sedangkan volume ekspor non migas periode April-Mei 2009 mengalami kenaikan sebesar 34% (621 ribu ton) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tahun Juta US$ Ribu Ton Juta US$ Ribu Ton j an f eb m ar a pr m ay ju n ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay ju n ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay ja n f eb m ar a pr m ay j un ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay j un ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay Nilai Ekspor (LHS) Volume Ekspor (RHS) Nilai Impor Non Migas (LHS) Volume Impor Non Migas (RHS) b. Ekspor a. Impor 6 Triwulan II dihitung menggunakan periode April dan Mei

45 Sementara itu, nilai impor non migas provinsi Riau dalam triwulan II-2009 tercatat sebesar USD 235,5 juta atau turun 38,7% dibandingkan dengan triwulan II Begitu juga dengan volume impor non migas yang pada triwulan laporan mencapai 206,6 ribu ton atau mengalami penurunan sebesar 32,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komoditinya (Grafik 1.20), ekspor non migas Provinsi Riau dalam triwulan laporan tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Sebagian besar komoditi ekspor masih didominasi oleh CPO, kertas dan olahannya dan pulp dan kertas. Kontribusi ketiga komoditi tersebut terhadap ekspor non migas triwulan II-2009 secara berturut-turut mencapai 69%, 11,18% dan 6,37%. Akan tetapi, pangsa CPO pada triwulan II-2009 masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 08 yang tercatat sebesar 71,4%. Grafik Struktur Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tw IV 2008 Tw II % Fixed Vegetable Fats and oils solid, crude, refine/fract Pulp and Waste Paper Paper and Paperboard Additive for Mineral Oils Miscellaneous Chemical Products Others Tw IV '08 Tw I '09 Tw II '09 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah 27

46 Sementara itu, komposisi impor non migas Provinsi Riau pada triwulan II relatif mengalami perubahan. Berdasarkan Grafik 1.21, terlihat bahwa komoditi utama impor non migas sebagian besar berasal dari kelompok kertas olahan (41%), diikuti oleh mesin indutri tertentu (9,22%), biji-bijian mengandung minyak (9%) dan pupuk kimia buatan pabrik (5,5%). Besarnya nilai impor kelompok kertas olahan (SITC 642) pada triwulan laporan dikarenakan adanya peningkatan yang signifikan pada impor kertas olahan hinga mencapai USD 94.1 juta dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar USD 171 ribu di bulan April. Grafik Struktur Impor Non Migas Provinsi Riau Tw IV 2008 Tw II % Fertilizers, manufactured x Paper mill and pulp mill machinery,paper cutting machine x Oil seeds use for extraction ofsoft fixed vegetable oils x Pulp and waste paper x Heating and cooling equipmentand parts there of,n.e.s x Paper and paperboard cut to sizeor shape and articles of paper x129 Others 0.00 Tw IV '08 Tw I '09 Tw II '09 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Sampai dengan Mei 09, sebagian besar permintaan komoditi ekspor non migas utama seperti CPO, kertas dan pulp berasal dari wilayah Asia dengan total nilai transaksi mencapai USD 1,8 miliar diikuti oleh Eropa (USD 449,08 juta) dan Amerika (USD 97,73 juta). Adapun nilai transaksi ekspor terbesar berasal dari CPO dengan nilai mencapai USD 1,3 miliar diikuti oleh kertas olahan dan pulp & paper yang masing masing nilainya mencapai USD 223 juta dan USD 208 juta. Informasi mengenai hal ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

47 Tabel 1.5. Nilai Ekspor Non Migas Utama Provinsi Riau Menurut Wilayah Tujuan Periode Januari-Mei 2009 (dalam USD Juta) No Kode SITC Komoditi Wilayah Tujuan Afrika Amerika Asia Australia Eropa CPO , Pulp & Paper Kertas Olahan Total Nilai Transaksi Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Sementara itu, menurut negara asal, sebagian besar impor non migas Provinsi Riau berasal dari negara Asia seperti Singapura dengan nilai mencapai USD juta (51,04%) diikuti Malaysia sebesar USD juta (21%) dan Hongkong sebesar USD juta (13,76%). Sisanya sekitar 13% berasal dari negara lainnya seperti Thailand, Cina dan Jerman. Tabel 1.5. Impor Non Migas Provinsi Riau Menurut Negara Penjual (dalam USD Juta) No Negara Jan - Mei % Jan - Mei Kenaikan USD % 1 Singapura Malaysia Hongkong Thailand R.R.C Jerman Lainnya Total % Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah 29

48 Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. Kondisi Umum Pada triwulan II 2009, perkembangan harga yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru mengalami deflasi sebesar 0,54% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,48% (q-t-q). Sementara itu, Kota Dumai pada triwulan laporan juga mengalami deflasi sebesar 0,77% (q-t-q), juga lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,74% (q-t-q). Secara nasional, pada triwulan laporan tercatat mengalami inflasi sebesar 0,12% (q-t-q). Trend penurunan ini sudah berlangsung sejak triwulan IV-2008 yang lalu. 30

49 Secara umum, menurunnya inflasi pada triwulan II-2009 disebabkan oleh ketersediaan stok, distribusi yang lancar dan belum pulihnya daya beli masyarakat. Peningkatan penghasilan karena meningkatnya harga komoditi unggulan Riau di pasar internasional belum dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Pemilu Legislatif juga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap konsumsi masyarakat. 2. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru pada triwulan laporan mengalami deflasi sebesar 0,54% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu inflasi sebesar 0,48% (q-t-q), dan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu inflasi sebesar 2,64% (q-t-q). Sementara itu, Kota Dumai mengalami deflasi sebesar 0,77% (q-t-q), juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,74% (q-t-q) dan inflasi sebesar 6,39% (q-t-q). Pada periode yang sama, inflasi nasional juga mengalami penurunan menjadi 0,12% pada triwulan II dari 0,36% (q-t-q) pada triwulan sebelumnya. Rendahnya tingkat harga pada triwulan laporan, terutama pada bulan April dan Juni dipengaruhi oleh tersedianya stok terutama bahan makanan di Riau serta daya beli masyarakat yang belum mengalami perbaikan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau melalui rekomendasi kepada Pemda dan instansi terkait, agar melakukan langkah-langkah untuk menjaga kecukupan stok dan kelancaran jalur distribusi juga telah memberikan hasil positif, yang tercermin dari berkurangnya tekanan terhadap inflasi Pekanbaru dan Dumai meskipun pada periode tersebut terdapat Pemilu Legislatif dan persiapan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Bahkan sampai dengan akhir bulan pada triwulan laporan, inflasi Kota Pekanbaru dan Kota Dumai tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional. 31

50 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Pekanbaru, Dumai dan Nasional (mtm) 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% -1.00% -2.00% Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Dumai Pekanbaru Nasional 2.1. Inflasi Kota Pekanbaru Secara tahunan (y-o-y), inflasi pada bulan Juni tercatat sebesar 3,68%, menurun sangat signifikan dibandingkan inflasi Mei maupun April (yoy) yang masing-masing mencapai 6,27% dan 6,94%. Dalam triwulan laporan, inflasi secara bulanan menunjukkan perkembangan yang cenderung menurun. Pada bulan April dan Juni terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,54% dan 0,04%, sementara pada bulan Mei terjadi inflasi sebesar 0,04%. Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru (2.00) mtm yoy ytd Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah 32

51 Deflasi yang terjadi pada bulan April 2009 didominasi oleh kelompok bahan makanan (1,64%), diikuti oleh kelompok sandang (1,92%), dan kelompok perumahan (0,32%). Komoditas yang mendominasi terjadinya deflasi antara lain adalah beras, cabe merah, emas perhiasan, batu bata, ikan serai, ikan tongkol, ikan mujair, semen, cabe hijau, telur ayam ras, cabe rawit, ikan selar, pasir, kangkung, lele, wortel, daging ayam ras, ikan kembung, dan lain-lain. Sementara itu, kelompok yang mengalami inflasi adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau (0,39%), kelompok kesehatan (0,05%), dan kelompok transport, komunikasi & jasa keuangan (0,01%). Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi antara lain minyak goreng, jeruk, sawi hijau, rokok kretek, kontrak rumah, soto, pepaya, bawang merah, teri, gula pasir, petai, bayam, ketimun, teh, mesin cuci, spray pembasmi nyamuk, dan lain-lain. Pada bulan Mei 2009, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan (2,18%), diikuti kelompok perumahan (1,11%), kelompok pendidikan (0,23%), kelompok transport (0,06%), dan kelompok makanan jadi (0,03%). Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan inflasi bulan Mei antara lain sewa rumah, tarif rumah sakit, upah pembantu rumah tangga, daging ayam ras, jeruk, telur ayam ras, minyak goreng, sepeda motor, wortel, buku pelajaran, serai, dan lain-lain. Selain itu, kenaikan pada kelompok perumahan (perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar) diperkirakan terjadi karena peningkatan harga jual gas elpiji yang terkait dengan rencana pemerintah untuk melakukan konversi minyak tanah ke gas, yang akan dimulai bulan Agustus 2009 yang akan datang. Kondisi ini telah mendorong peningkatan harga jual komoditas tersebut baik ditingkat distributor maupun di tingkat pengecer. Sementara itu, kelompok bahan makanan dan kelompok sandang masing-masing mengalami deflasi sebesar 1,31% dan 0,06%, dengan sumbangan terbesar berasal dari komoditas cabe merah, kentang, beras, cabe rawit, emas perhiasan, bayam, ikan mujair, besi beton, pepaya, bawang merah, kol putih, ikan kembung, tomat buah, kelapa, semen, dan lain-lain. Pada bulan Juni 2009 terjadi deflasi yang disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan (0,56%), kelompok ini mempunyai andil 0,14% dalam pembentukan deflasi di Kota Pekanbaru. Beberapa komoditas yang memberikan 33

52 sumbangan besar terhadap pembentukan deflasi antara lain beras, cabe merah, minyak goreng, cabe rawit, ikan tongkol, terong, sabun deterjen bubuk, teri, cabe hijau, ikan kembung, tomat buah, kentang, dan lain-lain. Sebaliknya, kelompok yang mengalami inflasi adalah kelompok sandang (0,49%), kelompok makanan jadi (0,26%) dan kelompok perumahan (0,01%). Beberapa komoditas yang berperan mendorong inflasi adalah emas perhiasan, serai, selai, jengkol, semangka, susu bayi, cat tembok, jeruk, apel, air kemasan, gula pasir, ikan lele, jeruk nipis, bawang merah, dan lain-lain. Tabel 2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa di Kota Pekanbaru Triwulan II-2009 NO KELOMPOK Apr-09 May-09 Jun-09 Tw II 09 Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Inflasi 1. Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi, dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan UMUM Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Grafik 2.3. Perkembangan Indeks Kelompok Barang dan Jasa Selama Triwulan II Apr-09 May-09 Jun-09 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah 34

53 Berdasarkan perkembangan tersebut di atas, maka pada triwulan II-2009 terjadi deflasi sebesar 0,54% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,48% (q-t-q). Secara keseluruhan deflasi hanya terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang, namun demikian karena bobot kedua kelompok ini cukup tinggi, maka sangat mempengaruhi tingkat harga di Pekanbaru. Penurunan harga tertinggi dialami oleh subkelompok bumbu-bumbuan yaitu sebesar 19,53%, diikuti oleh subkelompok padi-padian, umbi-umbian & hasilnya sebesar 6,12%, subkelompok ikan diawetkan sebesar 4,57%, serta subkelompok sayur-sayuran dan subkelompok kacangkacangan masing-masing sebesar 3,31% dan 0,13%. Penurunan tingkat harga pada kelompok bahan makanan ini utamanya disebabkan oleh deflasi yang terjadi pada komoditas beras, cabe merah, minyak goreng, ikan serai, kentang, cabe rawit, tomat, bawang, dan komoditas lainnya. Turunnya harga beras terjadi karena berlebihnya stok beras di Provinsi Riau, sebagai dampak panen raya yang terjadi pada bulan April 2009 di Pulau Jawa dan telah disalurkannya raskin (beras miskin) sejak bulan Maret Rata-rata penyaluran raskin di Provinsi Riau sebesar ton/bulan, dengan persediaan beras sampai dengan pertengahan Juni 2009 mencapai ton atau diperkirakan akan cukup sampai dengan 2 (dua) bulan ke depan. Realisasi penyaluran raskin di Provinsi Riau sampai dengan pertengahan Juni 2009 telah mencapai 77,24%, sementara persentase penyaluran raskin terhadap plafon alokasi pagu raskin Riau tahun 2009 adalah sebesar 38,62%, dengan jumlah RTS sebanyak Selanjutnya, kelompok sandang mengalami deflasi sebesar 1,50% dan hanya terjadi pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Deflasi pada kelompok ini dominannya disumbangkan oleh penurunan harga yang terjadi pada komoditas emas perhiasan, namun komoditas ini mulai mengalami peningkatan kembali pada akhir bulan Juni

54 Grafik 2.4 Perkembangan Harga Emas Dunia Sumber : Sementara itu, kelompok barang dan jasa lainnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan yaitu sebesar 2,23%, yang disebabkan oleh meningkatnya harga pada subkelompok jasa kesehatan (5,44%), sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika (0,34%), serta sub kelompok obat-obatan (0,27%). Peningkatan biaya jasa kesehatan disebabkan adanya kebijakan beberapa rumah sakit di Pekanbaru untuk menaikkan tarif rumah sakit. Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar mengalami inflasi 0,79%, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga (2,13%), diikuti oleh biaya tempat tinggal (0,84%) dan perlengkapan rumah tangga (0,40%). Peningkatan ini utamanya terjadi pada komoditas cat tembok, sewa rumah, upah pembantu rumah tangga, kontrak rumah, mesin cuci, spray pembasmi nyamuk, dan lain-lain. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau mengalami inflasi sebesar 0,69%, dengan inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok minuman tak berakohol sebesar 1,41%. Komoditas yang memberikan sumbangan terhadap inflasi pada kelompok ini adalah rokok kretek, gula pasir, soto, teh, kopi bubuk, minuman ringan, air kemasan, roti tawar, dan lain-lain. Peningkatan harga gula disebabkan oleh kenaikan Harga Pokok Penyanggaan (HPP) gula atau harga dasar musim giling mengalami kenaikan hingga Rp5.350/kg. Selain itu, distribusi gula juga hanya dikuasai oleh beberapa konsorsium. 36

55 Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami inflasi sebesar 0,23%, inflasi hanya terjadi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan subkelompok olah raga yaitu masing-masing sebesar 1,42% dan 0,62%. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan terhadap pembentukan inflasi pada kelompok ini adalah buku pelajaran. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan permintaan peralatan sekolah, terkait dengan tahun ajaran baru. Sementara itu, kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 0,07%, dan peningkatan ini hanya terjadi pada subkelompok transport yaitu sebesar 0,12%. Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terhadap kelompok ini adalah bensin dan sepeda motor. Grafik 2.5. Inflasi kelompok Barang dan Jasa Tw II-2009 Kesehatan, 2.23 Pendidikan, 0.23 Transpor, Bahan Makanan, Sandang, Perumahan, 0.79 Makanan Jadi, 0.69 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Secara umum, deflasi yang terjadi pada triwulan II-2009 terutama disebabkan oleh menurunnya harga komoditas beras selama triwulan laporan karena panen raya di Pulau Jawa dan tersalurkannya raskin dengan baik, sehingga stok beras tercukupi. Selain itu, penurunan harga minyak goreng juga memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan deflasi di Kota Pekanbaru. Penurunan harga minyak goreng ini terkait dengan telah didistribusikannya minyak goreng Minyakita dalam bentuk Coorporate Social Responsibility (CSR), dengan harga jual Rp7.000/liter, dan telah mulai dilaksanakan sejak Mei

56 Grafik 2.6. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Ekspektasi harga 6-12 bl yad (indeks, kiri) Inflasi aktual Kota Pekanbaru (%) Sumber : Survey Ekspektasi Konsumen Bank Indonesia Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Secara Triwulanan Tw IV 07 Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehat an Pendidikan Transpor UMUM Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Menurut subkelompok, subkelompok bumbu-bumbuan mengalami deflasi tertinggi yaitu mencapai 11,39%, diikuti subkelompok barang pribadi & sandang lainnya sebesar 5,98%, subkelompok padi, umbi & hasilnya dan subkelompok ikan segar masing-masing sebesar 3,81%, subkelompok sayur-sayuran sebesar 3,32%, dan subkelompok lemak & minyak sebesar 1,32%, serta subkelompok biaya tempat tinggal sebesar 0,58%. Sementara, inflasi terbesar terjadi pada subkelompok jasa kesehatan dan obat-obatan sebesar 5,44%, diikuti oleh subkelompok lemak & minyak sebesar 2,99%, subkelompok buah-buahan sebesar 2,65%, subkelompok barang pribadi & sandang lainnya sebesar 1,54%, subkelompok buah-buahan 38

57 sebesar 1,41%, subkelompok ikan diawetkan sebesar 1,16% dan subkelompok sayur-sayuran sebesar 1,14%. Tabel 2.2. Perkembangan Sub Kelompok yang Mengalami Inflasi dan Deflasi pada Triwulan II-2009 di Kota Pekanbaru Peningkatan Harga Tertinggi Penurunan Harga Tertinggi No. Sub Kelompok Inflasi (%) No. Sub Kelompok Inflasi (%) 1 Jasa Kesehatan dan obat-2an Bumbu-bumbuan Lemak & Minyak Brg pribadi & Sandang lainnya Buah-buahan Padi, Umbi dan Hasilnya Brg pribadi & Sandang lainnya Ikan Segar Buah-buahan Sayur-sayuran Ikan Diawetkan Lemak & Minyak Sayur-sayuran Biaya Tempat Tinggal Bhn Makanan Lain Telur, Susu & Hasilnya Telur, Susu & Hasilnya Daging dan Hasilnya Minuman tak beralkohol Penyelenggaraan Ruta Sumber : BPS Propinsi, diolah 2.2. Inflasi Kota Dumai Pada triwulan II-2009, Kota Dumai mengalami deflasi sebesar 0,77%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,74% dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 6,39%. Penurunan tingkat harga pada Kota Dumai sudah terjadi sejak bulan Februari Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Dumai Sumber : BPS Propinsi, diolah 39

58 Selama tahun 2008 sampai dengan pertengahan triwulan II-2009, secara tahunan inflasi Kota Dumai tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. Hal ini disebabkan oleh beberapa komoditas pokok yang ada di Kota Dumai utamanya berasal dari Kota Pekanbaru, sehingga terjadi peningkatan biaya (biaya transportasi) dalam rangka pendistribusian barang-barang dimaksud. Namun demikian pada akhir bulan pada triwulan laporan, tingkat harga di Kota Dumai tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tingkat harga di Kota Pekanbaru, yang disebabkan oleh ketersediaan stok dan belum membaiknya daya beli masyarakat di Kota Dumai. Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy) Pekanbaru Dumai Sumber : BPS Propinsi, diolah Secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Dumai sampai dengan Juni 2009 tercatat sebesar 2,78%, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. Inflasi Kota Dumai cenderung mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,22%. Inflasi Kota Dumai pada bulan April, Mei, dan Juni masing-masing tercatat sebesar -0,75%, 0,19%, dan -0,21%. 40

59 Grafik Perkembangan Inflasi Kota Dumai (2.00) (4.00) mtm yoy ytd Sumber : BPS Propinsi, diolah Deflasi tertinggi di Kota Dumai pada triwulan laporan berasal dari kelompok bahan makanan yaitu sebesar 1,98%, diikuti kelompok transport & komunikasi sebesar 1,46%, serta kelompok sandang dan kelompok perumahan yang masing-masing tercatat sebesar 1,16% dan 0,47%. Berdasarkan subkelompok deflasi tertinggi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yaitu sebesar 15,82%, diikuti oleh subkelompok sayur-sayuran dan subkelompok barang pribadi & sandang lainnya yang masing-masing tercatat sebesar 7,11% dan 4,97%. Penurunan tingkat harga pada subkelompok tersebut disebabkan oleh tersedianya stok dan penurunan harga pada komoditas emas perhiasan. Sementara itu, kelompok yang memberikan tekanan terhadap inflasi Kota Dumai adalah kelompok kesehatan yang mencapai sebesar 1,32%, diikuti oleh kelompok pendidikan dan kelompok makanan jadi yang masing-masing tercatat sebesar 0,79% dan 0,55%. Berdasarkan sub kelompok, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok daging & hasilnya sebesar 4,25%, diikuti oleh subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan subkelompok ikan diawetkan yang masing-masing tercatat sebesar 3,74% dan 2,35%. Peningkatan pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan diperkirakan karena meningkatnya permintaan masyarakat akan peralatan pendidikan terkait dengan tahun ajaran baru. 41

60 Grafik Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa pada Triwulan II-2009 Transpor, Bahan Makanan, Pendidikan, 0.79 Makanan Jadi, 0.55 Kesehatan, 1.32 Sandang, -Perumahan, Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Namun demikian, jika dilihat secara keseluruhan maka selama triwulan laporan penurunan harga tertinggi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan (9,07%) diikuti oleh subkelompok sayur-sayuran (7,82%), subkelompok barang pribadi & sandang lainnya (5,65%), serta subkelompok padi, umbi & hasil-hasilnya (2,47%). Sementara itu, subkelompok yang mengalami peningkatan harga tertinggi antara lain adalah subkelompok sayur-sayuran (7,78%), subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan (4,08%), subkelompok ikan diawetkan (2,91%), subkelompok daging dan hasilnya (2,75%), serta subkelompok lemak & minyak (2,08%). Tabel 2.3. Perkembangan Sub Kelompok yang Mengalami Perubahan Harga Tertinggi dan Terendah Selama Triwulan II-2009 di Kota Dumai Peningkatan Harga Tertinggi Penurunan Harga Terendah No. Sub Kelompok Inflasi (%) No. Sub Kelompok Inflasi (%) 1 Sayur-sayuran Bumbu-bumbuan Perlengkapan/peralatan Penddkan Sayur-sayuran Ikan Diawetkan Brg pribadi & Sandang lainnya Daging dan Hasilnya Padi. Umbi dan Hasilnya Lemak & Minyak Transport Ikan Segar Lemak & Minyak Perawatan Jasmani & Kosmetik Ikan Segar Telur. Susu & Hasilnya Daging dan Hasilnya Barang pribadi & sandang lainnya Biaya Tempat Tinggal Sandang anak-anak Ikan Diawetkan Sumber : BPS Propinsi, diolah 42

61 Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 1. Kondisi Umum KONDISI moneter dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga (DPK) secara agregat sebagai akibat dari peningkatan semua komponen DPK pada triwulan laporan. Peningkatan DPK yang merupakan komponen uang beredar berupa giro, tabungan dan deposito merupakan cerminan dari meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi seiring dengan membaiknya perekonomian Riau. 43

62 Selama triwulan laporan, tercatat bahwa Bank Indonesia telah memutuskan untuk menurunkan BI-Rate dari 7,75% menjadi 7,00%. Penurunan BI-Rate ini didasarkan pada perkembangan ekonomi dan keuangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan ekonomi global yang mulai membaik yang direspon secara positif berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi yang terus menurun juga menjadi pendorong penurunan BI-Rate selama triwulan laporan. Trend penurunan BI-Rate ini direspon oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga deposito maupun suku bunga kredit. Pengelolaan risiko kredit perbankan menunjukkan peningkatan kualitas yang tercermin dari menurunnya jumlah kredit bermasalah dan rasio Non Performing Loans (NPLs), dari 2,79% pada triwulan I-2009 menjadi 2,76% pada triwulan laporan. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana telah menyebabkan meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan selama triwulan laporan. Sementara itu, terdapat penambahan jaringan kantor sebanyak 15 kantor. 2. Perkembangan Moneter Kondisi moneter di Provinsi Riau pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang tercermin dari meningkatnya indikator-indikator moneter (uang beredar). Pada triwulan laporan uang giral mengalami peningkatan setelah mengalami penurunan pada 2 (dua) triwulan sebelumnya, sedangkan uang kuasi (tabungan dan deposito), masih terus mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan triwulan sebelumnya. Meningkatnya perkembangan uang beredar pada triwulan II menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi selama triwulan laporan. Pada triwulan laporan, jumlah uang giral mengalami peningkatan sebesar 9,48% yaitu dari Rp9,98 triliun menjadi Rp10,93 triliun. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya giro milik Pemda dan perorangan di perbankan Riau yaitu masingmasing sebesar 6,94% dan 4,41%. Di sisi lain, uang kuasi juga mengalami peningkatan sebesar 4,33% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 44

63 Rp21,84 triliun menjadi Rp22,78 triliun, meskipun pada triwulan laporan suku bunga dana mulai mengalami penurunan. Dengan kondisi tersebut, peningkatan uang giral dan uang kuasi telah mendorong meningkatnya total dana pihak ketiga (giro, tabungan, dan deposito) yang merupakan komponen dari uang beredar yaitu dari Rp31,82 triliun menjadi Rp33,71 triliun atau meningkat sebesar 5,95%. Di sisi lain, posisi penanaman dalam bentuk SBI mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari Rp3,43 triliun menjadi Rp2,76 triliun (19,45%), seiring dengan trend penurunan BI-Rate selama triwulan laporan. Grafik 3.1. Perkembangan Uang Kuasi, Giral dan SBI di Provinsi Riau (triliun rupiah) Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Gir al Kuasi SBI *) angka koreksi 3. Perkembangan Perbankan Kondisi perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan masih menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari masih meningkatnya jumlah aset, dana, kredit dan jaringan kantor dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 45

64 3.1. Bank Umum Jaringan Kantor Tabel 3.1. Perkembangan Bank di Propinsi Riau Keterangan Periode Tw I 09 Tw II Jumlah Bank Pemerintah Swasta Asing Syariah Unit Usaha Syariah Kantor Pusat Kantor Cabang Pemerintah Swasta Asing*) Kantor Cab.Pembantu Pemerintah Swasta Asing Kantor Kas Pemerintah Swasta Lainnya *) *) Payment point, VOA, RCR, Kantor Layanan Syariah, Gerai, Kas Mobil Jumlah bank umum yang beroperasi di Provinsi Riau pada triwulan laporan sebanyak 40 bank atau sama dengan triwulan sebelumnya, sedangkan jumlah kantor bank bertambah sebanyak 15 kantor yaitu dari 430 kantor menjadi 445 kantor. Peningkatan tersebut seluruhnya terjadi pada Kantor Cabang Pembantu baik kelompok bank pemerintah maupun kelompok bank swasta. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/1/PBI/2009 tanggal 27 Januari 2009 tentang Bank Umum, sejak Januari 2009 istilah kantor dibawah Kantor Cabang tidak lagi digunakan. Oleh karena itu, kantor BRI Unit dan Danamon Simpan Pinjam (DSP) telah dimasukkan dalam kategori Kantor Cabang Pembantu (KCP). Perluasan jaringan kantor bank umum di Provinsi Riau pada periode yang akan datang diperkirakan masih akan berlanjut. Potensi dan perkembangan ekonomi di Provinsi Riau yang cukup pesat merupakan daya tarik bagi bank-bank untuk membuka jaringan kantornya. Penyebaran kantor bank sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.2. masih terpusat di Kota Pekanbaru, sedangkan di beberapa kabupaten lainnya jumlah kantor yang beroperasi masih relatif terbatas, meskipun dalam beberapa triwulan terakhir jaringan kantor di beberapa kota/kabupaten di luar Pekanbaru juga mengalami perkembangan. 46

65 Tabel 3.2. Jaringan Kantor Bank Umum di Provinsi Riau (Juni 2009) No. Kab./Kota Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota KP KC KCP KK Lainnya 1 Pekanbaru Bengkalis Dumai Indragiri Hulu Indragiri Hilir Kampar Kuantan Singingi Pelalawan Rokan Hulu Rokan Hilir Siak Total Tabel 3.3. Data ATM Bank Per Kabupaten/Kota di Propinsi Riau No. Keterangan Tw I 09 Tw II 09 I. Kabupaten/Kota 1 Pekanbaru Dumai Bengkalis Inhil Inhu Rohil Rohul Kampar Siak Palalawan Kuantan Singingi 3 3 Jumlah II. Kelompok Bank 1 Pemerintah Swasta Jumlah Seiring dengan peningkatan jumlah jaringan kantor, jumlah ATM selama triwulan laporan juga mengalami penambahan sebanyak 16 unit, sehingga jumlahnya menjadi 365 unit. Peningkatan jaringan ATM pada triwulan laporan utamanya dilakukan oleh bank pemerintah yaitu sebanyak 13 unit, dan penambahan ATM oleh bank swasta sebanyak 3 unit. Peningkatan jumlah ATM ini utamanya terjadi di Kota Pekanbaru Perkembangan Aset Total aset bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp41,58 triliun, meningkat sebesar Rp3,68 triliun atau 9,71% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peningkatan terjadi pada kelompok bank milik pemerintah maupun kelompok bank milik swasta yaitu masing-masing sebesar 10,99% dan 6,60%. Peningkatan aset ini didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana dan penyaluran kredit perbankan, baik pada kelompok bank milik pemerintah maupun kelompok bank milik swasta. 47

66 Grafik 3.2. Perkembangan Aset Perbankan di Provinsi Riau (triliun rupiah) Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Pemerintah Swast a Total *) angka koreksi Kredit Jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan laporan masih terus menunjukkan peningkatan termasuk penyaluran kredit kepada UMKM. Jumlah Undisbursed Loan juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Perkembangan Penyaluran Kredit Posisi kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan mencapai Rp22,26 triliun atau meningkat 7,34% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bank pemerintah yaitu sebesar 7,97% yaitu dari Rp14,60 triliun menjadi Rp15,76 triliun, sedangkan kredit pada kelompok bank swasta meningkat sebesar 5,86% yaitu dari Rp6,14 triliun menjadi Rp6,50 triliun. Dilihat dari jenis valutanya, kredit dalam mata uang rupiah tumbuh sebesar 9,32%, yaitu dari Rp19,06 triliun menjadi Rp20,84 triliun, sedangkan kredit dalam valuta asing mengalami penurunan sebesar 15,19% dari Rp1,67 triliun menjadi Rp1,42 triliun. Menurunnya penyaluran kredit dalam valuta asing diperkirakan karena semakin membaiknya nilai tukar rupiah selama triwulan laporan. Pangsa kredit rupiah dan valas terhadap total kredit masing-masing sebesar 93,62dan 6,38%. 48

67 Tabel 3.4. Posisi Kredit Di Provinsi Riau (juta rupiah) Keterangan Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 11,135,045 12,387,206 13,769,178 14,005,385 14,597,112 15,760, Bank Swasta 5,381,197 5,909,322 6,287,292 6,343,095 6,137,804 6,497,498 B. V a l u t a 1. Rupiah 15,265,205 16,991,232 18,539,476 18,696,817 19,061,239 20,838, Valas 1,251,037 1,305,296 1,516,994 1,651,663 1,673,677 1,419,387 C. T o t a l 16,516,242 18,296,528 20,056,470 20,348,480 20,734,916 22,257,739 *) angka koreksi Konsentrasi Kredit Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan tertinggi terjadi pada kredit konsumsi yaitu sebesar 8,09%, diikuti kredit modal kerja sebesar 7,80%, dan kredit investasi sebesar 5,82%. Peningkatan kredit tersebut khususnya kredit investasi dan modal kerja memberikan indikasi mulai membaiknya kondisi perekonomian di Provinsi Riau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit investasi meningkat dari Rp5,87 triliun menjadi Rp6,21 triliun, namun pangsanya menurun dari 28,31% menjadi 27,91%. Berdasarkan sektor ekonomi, sebagian besar kredit investasi ini disalurkan pada subsektor perkebunan, yaitu mencapai Rp2,44 triliun (39,26%) dari total kredit investasi, diikuti oleh subsektor perdagangan eceran dan subsektor industri kertas yang masing-masing sebesar Rp655,40 miliar dan Rp577,46 milliar atau dengan pangsa masing-masing sebesar 10,55% dan 9,30%. Grafik 3.3. Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau 100% 80% 60% 40% 20% 0% 34.24% 34.63% 34.91% 36.39% 36.64% 30.17% 28.49% 30.43% 28.31% 27.91% 35.58% 36.87% 34.66% 35.30% 35.45% Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Modal Kerja Investasi Konsumsi *) angka koreksi 49

68 Sementara itu, kredit modal kerja meningkat dari Rp7,32 triliun menjadi Rp7,89 triliun, dan pangsanya meningkat dari dari 35,30% menjadi 35,45%. Berdasarkan sektor ekonomi, pangsa terbesar kredit modal kerja disalurkan kepada subsektor perdagangan eceran yaitu sebesar Rp2,62 triliun atau 33,25% dari kredit modal kerja atau, diikuti oleh subsektor perkebunan yaitu Rp1,06 triliun (13,49%), dan subsektor jasa lainnya (seperti sewa beli barang/leasing, gedung kantor, dan lainlain) yaitu mencapai Rp753,61 miliar (9,55%). Pangsa kredit konsumsi masih terus menunjukkan peningkatan yaitu dari 36,39% menjadi 36,64% pada triwulan laporan. Pangsa kredit konsumsi ini juga merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan pangsa kredit jenis lainnya. Sekitar 40,95% dari kredit konsumsi atau Rp3,34 triliun merupakan kredit yang disalurkan untuk perumahan, terutama perumahan type 70 ke bawah. Tingginya pangsa kredit konsumsi untuk perumahan mengindikasikan kebutuhan masyarakat akan perumahan masih cukup tinggi. Secara triwulanan, dalam 3 (tiga) tahun terakhir kredit konsumsi terus menunjukkan peningkatan dan mulai mendominasi penyaluran kredit. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, kredit konsumsi tergolong stabil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit investasi maupun kredit modal kerja yang cenderung sangat volatile, dan selama 3 (tiga) tahun terakhir pertumbuhan kredit konsumsi selalu positif. Grafik 3.4. Posisi dan Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau (y-o-y) (2.00) (7.00) Modal Kerja (kanan) Investasi (kanan) Konsumsi (kanan) %Modal Kerja %Investasi %Konsumsi 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Thousands 50

69 Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, kredit masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan yang mencapai 23,48% dari total kredit atau sebesar Rp5,22 triliun mengalami peningkatan 7,28% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,28 triliun (62,76%) merupakan kredit kepada subsektor perdagangan eceran. Penyerapan kredit yang tinggi pada sektor perdagangan terkait dengan peningkatan aktivitas ekonomi di Riau dan sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah untuk menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat perdagangan pada tahun Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah pertanian yaitu sebesar Rp4,16 triliun atau mencapai 18,69% dari total kredit. Jumlah kredit pada sektor ini mengalami peningkatan sebesar 8,62% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,50 triliun (84,24%) merupakan kredit kepada subsektor perkebunan. Tingginya pangsa kredit yang disalurkan pada subsektor perkebunan terkait dengan besarnya skala usaha di subsektor ini seperti perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa baik untuk kebutuhan pembukaan kebun baru maupun peremajaan (replanting). Pengembangan subsektor perkebunan akan memberikan pengaruh besar dalam upaya peningkatan pemerataan kesempatan kerja, mengurangi angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan, karena pengembangan pada subsektor ini lebih bersifat padat karya. Selanjutnya, sektor jasa mempunyai pangsa 7,41% dari total kredit dan mengalami pertumbuhan sebesar 7,49% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp1,53 triliun menjadi Rp1,65 triliun. Sementara itu, kredit kepada sektor industri tercatat sebesar Rp1,65 triliun mengalami penurunan sebesar 0,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan pangsa sebesar 7,40% dari total kredit. Penyaluran kredit kepada sektor lain-lain pada triwulan laporan mencapai Rp8,17 triliun atau meningkat sebesar 8,07% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan pangsa mencapai 36,71%. Kredit pada sektor lain-lain di dalamnya termasuk kredit perumahan yaitu sebesar Rp 3,34 triliun meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp3,16 triliun atau 40,87% dari total kredit sektor lain-lain. 51

70 Kredit kepada sektor konstruksi tercatat sebesar 871,55 miliar atau 3,92% dari total kredit, mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 14,39%. Jumlah kredit pada sektor ini relatif kecil dibandingkan dengan perkembangan properti di Provinsi Riau. Ditengarai bahwa masih cukup banyak developer yang menggunakan self financing dan pembiayaan lain di luar perbankan. Tabel 3.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1 Pertanian 3,478,170 3,721,644 3,919,423 3,932,236 3,828,840 4,158,900 2 Pertambangan 74,860 85,977 86,744 96,653 98,736 88,722 3 Perindustrian 1,617,809 1,615,609 1,661,044 1,672,153 1,650,967 1,646,813 4 Listrik, Gas dan Air 6,283 6,798 7,058 11,514 11,748 9,203 5 Konstruksi 598, , , , , ,547 6 Perdag., Resto. & Hotel 3,513,244 4,017,539 4,470,925 4,673,397 4,870,734 5,225,205 7 Pengangkutan, Pergud. 392, , , , , ,693 8 Jasa-jasa 1,214,886 1,407,672 1,668,944 1,610,994 1,534,564 1,649,491 9 Lain-lain 5,619,773 6,280,881 6,958,949 7,117,194 7,560,811 8,171,165 Jumlah *) angka koreksi 16,516,242 18,296,528 20,056,470 20,348,480 20,734,916 22,257,739 Dilihat dari penyebaran kredit di kota/kabupaten, kredit yang disalurkan oleh perbankan masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru. Posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kota Pekanbaru sampai akhir periode laporan tercatat sebesar Rp15,48 triliun (69,54%) atau meningkat 6,13% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut merupakan sesuatu yang wajar mengingat Kota Pekanbaru adalah ibukota provinsi, sehingga disamping berfungsi sebagai pusat pemerintahan daerah, juga menjadi pusat bisnis utama di provinsi. Sementara itu, penyaluran kredit terendah terjadi pada Kabupaten Bengkalis dengan pangsa 3,30%, namun terus mengalami peningkatan dan pada triwulan laporan mengalami peningkatan tertinggi yaitu mencapai 11,93% menjadi Rp735,16 miliar. Sementara itu, jumlah kredit berdasarkan lokasi proyek 7 mencapai Rp30,94 triliun, menurun 0,99% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit berdasarkan lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan posisi kredit 7 Kredit yang persetujuannya berasal dari luar wilayah perbankan Riau, namun pelaksanaan proyek dari persetujuan tersebut dilaksanakan di wilayah Riau. 52

71 berdasarkan lokasi bank, yang berarti sebagian kegiatan usaha di Riau yaitu sebesar Rp8,68 triliun dibiayai oleh perbankan di luar Provinsi Riau. Pemberian kredit ini utamanya terjadi pada kredit berskala besar, karena terkait dengan batasan kewenangan memutus kredit oleh pimpinan bank di Provinsi Riau. Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Per Dati II di Provinsi Riau (juta rupiah) No Kab./Kota Lokasi Bank Lokasi Proyek di Riau Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09*) 1 Pekanbaru 14,581,602 14,584,749 15,478,865 14,512,072 14,467,568 14,356,842 2 Bengkalis 607, , ,158 1,972,309 2,030,110 2,015,853 3 Dumai 924, ,220 1,040,453 3,022,535 2,584,773 2,018,341 4 Indragiri Hilir 927, , ,496 1,761,130 1,659,432 1,609,744 5 Indragiri Hulu 942, , ,482 1,409,197 1,257,370 1,314,954 6 Lainnya 2,365,502 2,704,962 3,052,285 9,329,665 9,245,006 9,618,024 Jumlah 20,348,480 20,734,916 22,257,739 32,006,908 31,244,259 30,933,758 *) data sampai dengan Mei Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru Jumlah undisbursed loan (kredit yang belum ditarik) pada triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 0,78% dibandingkan triwulan sebelumnya dari Rp1,98 triliun menjadi Rp1,99 triliun. Peningkatan undisbursed loan terjadi pada kelompok bank milik swasta yaitu sebesar 19,13% dari Rp961,56 miliar menjadi Rp1,15 triliun, sedangkan undisbursed loan kelompok bank pemerintah mengalami penurunan sebesar 16,60% yaitu dari Rp1,01 triliun menjadi Rp846,17 miliar. Grafik 3.5. Jumlah Undisbursed Loan Perbankan Provinsi Riau (triliun rupiah) Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Pemerintah Swast a Total *) angka koreksi 53

72 Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya membaik pada triwulan laporan dan masih tingginya suku bunga kredit diperkirakan menjadi alasan bagi debitur belum menarik kredit yang telah disetujui oleh perbankan. Selain itu, meningkatnya Undisbursed Loan pada triwulan laporan juga diperkirakan disebabkan oleh tersedianya pembiayaan di luar perbankan (self financing dan lembaga keuangan lainnya), dan kegiatan/proyek yang direncanakan belum berjalan sesuai rencana seperti replanting di sektor perkebunan. Peningkatan tersebut menyebabkan trend ratio undisbursed loan terhadap total kredit pada semester pertama tahun 2009 kembali meningkat setelah pada periode IV-2007 sampai dengan triwulan IV-2008 trendnya menurun. Berdasarkan jenis penggunaan, sebesar 92,08% dari total kredit yang belum ditarik merupakan kredit modal kerja, sementara untuk kredit investasi dan konsumsi masing-masing sebesar 7,60% dan 0,32%. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi 36,71% dari kredit yang belum ditarik merupakan kredit kepada sektor perdagangan, diikuti sektor pertanian sebesar 25,20%, sektor konstruksi (11,61%), jasa (11,57%), industri (10,92%), dan pengangkutan (3,36%). Grafik 3.6. Ratio Undisbursed Loan terhadap Total Kredit 18.00% 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% Tw I 06 Tw II 06 Tw Tw III 06 IV 06 Tw I 07 Tw II 07 Tw Tw III 07 IV 07 Tw I 08 Tw II 08 Tw Tw III 08 IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 *) angka koreksi 54

73 Persetujuan kredit baru pada triwulan laporan sebesar Rp2,99 triliun, meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 18,41% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persetujuan kredit baru pada triwulan laporan masih tetap didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 49,11% meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 20,87%. Persetujuan baru kredit modal kerja mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 24,75% menjadi sebesar Rp1,07 triliun dari Rp862,06 miliar dengan pangsa sebesar 35,92% yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, persetujuan baru kredit investasi mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,41%, sehingga pangsanya juga turut mengalami penurunan menjadi 14,97% dari total kredit persetujuan baru, sehingga jumlahnya menjadi Rp448,32 miliar dari Rp450,16 miliar pada triwulan laporan. Peningkatan persetujuan kredit baru ini seiring dengan semakin membaiknya harga jual sawit di pasaran internasional, sehingga perbankan maupun debitur telah mulai meningkatkan kegiatan usahanya. Tabel 3.7. Persetujuan Kredit Baru di Provinsi Riau Jenis Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Penggunaan Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % 1. Modal Kerja 1,305, ,053, ,087, , ,075, Investasi 877, ,019, , , , Konsumsi 1,778, ,322, ,168, ,216, ,470, Jumlah 3,961, ,395, ,819, ,528, ,994, *) angka koreksi Kualitas Kredit Kredit bermasalah pada triwulan laporan mengalami sedikit perbaikan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercermin dari menurunnya Non Performing Loans (NPLs) dari 2,79% menjadi 2,76%. Namun, dengan memperhitungkan pembentukan pencadangan aktiva produktif, maka rasio NPLs net perbankan pada triwulan laporan mengalami penurunan kualitas yang tercermin dari meningkatnya NPLs Net yaitu dari 2,01% menjadi 2,66%. 55

74 Grafik 3.7. Perkembangan NPLs Gross di Provinsi Riau *) angka koreksi Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs NPLs Net Berdasarkan sektor yang dibiayai, sektor listrik dan konstruksi mempunyai NPLs tertinggi yaitu masing-masing mencapai 4,97% dan 4,81%, diikuti oleh sektor perindustrian sebesar 4,12%, sektor pertanian sebesar 3,32%, sektor perdagangan sebesar 3,27%. Sementara itu, NPLs terendah berada pada sektor jasa sosial masyarakat yaitu sebesar 0,25%. Rasio NPLs pada sektor listrik ini tercatat mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,00%, namun peningkatan NPLs pada sektor ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasio NPLs kredit secara umum karena pangsa dari sektor ini merupakan yang paling rendah yaitu sebesar 0,04% dari total kredit. Tabel 3.8. NPLs Per Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw II 08*) Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL 1 Pertanian 3,721, % 3,919, % 3,932, % 3,828, % 4,158, % 2 Pertambangan 85, % 86, % 96, % 98, % 88, % 3 Perindustrian 1,615, % 1,661, % 1,672, % 1,650, % 1,646, % 4 Listrik 6, % 7, % 11, % 11, % 9, % 5 Konstruksi 780, % 931, % 817, % 761, % 871, % 6 Perdagangan 4,017, % 4,470, % 4,673, % 4,870, % 5,225, % 7 Pengangkutan 379, % 352, % 416, % 416, % 436, % 8 Jasa Dunia Usaha 1,284, % 1,452, % 1,380, % 1,307, % 1,388, % 9 Jasa Sosial Masy. 123, % 216, % 230, % 226, % 261, % 10 Lain-lain 6,280, % 6,958, % 7,117, % 7,560, % 8,171, % Jumlah 18,296,528 20,056,470 20,348,480 *) angka koreksi 20,734,916 22,257,739 56

75 Berdasarkan Kabupaten/Kota, rasio NPLs tertinggi terdapat pada Kota Pekanbaru, yaitu sebesar 3,47%, dan mengalami penurunan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,44%, diikuti Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis masing-masing sebesar 2,55% dan 1,32%. Selanjutnya, NPLs Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu masing masing sebesar 1,25% dan 0,59%. Tabel 3.9. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 1 Pekanbaru 2.78% 2.45% 2.64% 3.44% 3.47% 2 Dumai 5.26% 3.87% 2.08% 0.91% 2.55% 3 Bengkalis 1.44% 1.37% 1.07% 2.92% 1.32% 4 Indragiri Hulu 1.58% 1.43% 0.26% 1.32% 0.59% 5 Indragiri Hilir 1.05% 1.03% 0.92% 0.35% 1.25% 6 Lainnya 0.89% 0.85% 0.67% 1.04% 0.79% *) angka koreksi Intermediasi Perbankan Perkembangan LDR Pada triwulan laporan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan sebesar Rp33,71 triliun, meningkat Rp1,89 triliun (5,95%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan dana didominasi oleh dana milik perorangan (4,41%), dana milik Pemda (28,80%), dan dana milik pemerintah pusat (11,81%). Sementara itu, dana milik perusahaan swasta, badan/lembaga pemerintah, dan BUMD masing-masing menurun sebesar 3,19%, 28,16%, dan 5,79%. Lebih tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan dana pada triwulan laporan menyebabkan meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau yaitu dari 65,17% menjadi 66,03%. Sementara itu, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau pada triwulan laporan mencapai 91,77%, menurun dibandingkan dengan triwulan 57

76 sebelumnya yang mencapai 98,20%, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan LDR nasional yang mencapai 72,23%, yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 72,02%. Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau % % 80.00% 60.00% 40.00% 91.77% 93.13% % 98.20% 91.77% 72.74% 76.34% 73.24% 72.02% 72.23% 60.84% 62.59% 63.80% 65.17% 66.03% LDR LDR1 LDR % 0.00% Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 Ket : LDR1 = Rasio kredit berdasarkan lokasi proyek terhadap DPK (data s.d Mei 2009) LDR2 = LDR Perbankan Nasional (data s.d Mei 2009) Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Penyaluran kredit perbankan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pada triwulan laporan kredit kepada UMKM mencapai Rp16,59 triliun, meningkat 8,48% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit skala kecil (Rp50 juta Rp500 juta) yaitu sebesar 11,58%, yang juga mempunyai pangsa yang paling besar dibandingkan dengan pangsa kredit UMKM lainnya yaitu mencapai 47,43%. Pertumbuhan kredit UMKM ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit mengalami peningkatan dari 73,76% menjadi 74,53%. Tingginya pangsa kredit kepada UMKM mencerminkan kepedulian perbankan di Riau dalam mendukung upaya pengembangan UMKM. Dalam kondisi ekonomi seperti saat ini, peningkatan kredit kepada UMKM memberikan dukungan bagi penciptaan lapangan kerja baru karena kegiatan UMKM umumnya bersifat labour intensif. 58

77 Tabel Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (juta rupiah) Plafon Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Kredit Mikro (Rp.0-50 jt) 4,142,921 4,313,046 4,218,941 4,437,546 4,582,529 Kredit Kecil (Rp.50 jt - Rp. 500 jt) 5,664,887 6,450,230 6,647,201 7,051,797 7,868,187 Kredit Menengah (Rp.500 jt - Rp.5 m) 3,833,825 3,910,187 3,940,897 3,803,852 4,138,815 Kredit Corporate (> Rp.5 m) 4,654,895 5,383,007 5,541,441 5,441,721 5,668,208 Total Kredit 18,296,528 20,056,470 20,348,480 20,734,916 22,257,739 Total Kredit UMKM 13,641,633 14,673,463 14,807,039 15,293,195 16,589,531 (% terhadap Total Kredit) 74.56% 73.16% 72.77% 73.76% 74.53% *) angka koreksi Menurut jenis penggunaan, sebesar Rp8,44 triliun atau 50,90% dari total penyaluran kredit kepada UMKM digunakan untuk sektor produktif (kredit modal kerja dan investasi), dan sisanya disalurkan untuk kredit konsumsi. Hal ini memberikan indikasi positif bagi pengembangan beberapa sektor ekonomi yang banyak dilakukan oleh UMKM seperti perdagangan dan pertanian. Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan Tw II 08*) Rp. Juta % Tw III 08 Rp. Juta % Tw IV 08*) Rp. Juta % Tw I 09 Rp. Juta % Tw II 09 Rp. Juta % 1. Modal Kerja 4,682, ,067, ,123, ,173, ,676, Investasi 2,699, ,666, ,600, ,593, ,768, Konsumsi 6,259, ,938, ,083, ,525, ,144, Jumlah 13,641, ,673, ,807, ,293, ,589, *) angka koreksi Berdasarkan sektor ekonomi, kredit UMKM di sektor perdagangan mempunyai pangsa terbesar yaitu mencapai Rp4,27 triliun atau 25,74% dari total kredit UMKM. Sektor lain yang juga menyerap kredit UMKM cukup besar adalah sektor pertanian yaitu sebesar Rp2,14 triliun atau 12,89% dan sektor jasa sebesar Rp1,09 triliun atau 6,58% dari total kredit UMKM. 59

78 Tabel Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Pertanian 1,962, ,089, ,963, ,987, ,138, Pertambangan 26, , , , , Perindustrian 261, , , , , Listrik, Gas dan Air 6, , , , , Konstruksi 469, , , , , Perdag., Resto. & Hotel 3,384, ,533, ,626, ,887, ,269, Pengangkutan, Pergud. 220, , , , , Jasa-jasa Dunia Usaha 971, ,018, ,058, , ,032, Jasa-jasa Sosial Masy. 52, , , , , Lain-lain 6,286, ,970, ,108, ,559, ,179, Jumlah *) angka koreksi 13,641, ,673, ,831, ,293, ,589, Kualitas kredit UMKM pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang tercermin dari menurunnya NPLs kredit UMKM dari 2,68% menjadi 2,51%. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan kualitas kredit utamanya terjadi pada sektor perindustrian yaitu dari 11,01% menjadi 3,63%, diikuti sektor konstruksi dari 10,54% menjadi 7,02%, sektor pengangkutan dari 3,17% menjadi 0,62%. Namun demikian, seperti halnya pada penyaluran kredit secara total, sektor listrik juga mengalami penurunan kualitas tertinggi yaitu mencapai 11,54% dari 0,00% pada triwulan sebelumnya. Membaiknya kualitas kredit pada sektor UMKM ini diperkirakan merupakan dampak dari mulai membaiknya kondisi sektor riil di Riau dan meningkatnya penyaluran kredit baru terhadap UMKM pada triwulan laporan. Tabel Sebaran NPLs UMKM Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau No Sektor Ekonomi Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 *) Tw I 09 Tw II 09 1 Pertanian 2.37% 1.98% 2.26% 3.52% 3.64% 2 Pertambangan 0.23% 1.65% 0.15% 1.12% 1.06% 3 Perindustrian 14.97% 12.57% 13.24% 11.01% 3.63% 4 Listrik, Gas dan Air 1.00% 0.00% 0.00% 0.00% 11.54% 5 Konstruksi 7.09% 6.74% 3.95% 10.54% 7.02% 6 Perdag., Resto. & Hotel 2.68% 2.43% 1.99% 2.87% 3.11% 7 Pengangkutan, Pergud. 2.27% 2.26% 1.39% 3.17% 0.62% 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 3.89% 2.28% 2.50% 3.72% 2.09% 9 Jasa-jasa Sosial Masy % 9.45% 0.34% 0.30% 0.46% 10 Lain-lain 1.61% 1.45% 1.32% 1.61% 1.73% *) angka koreksi 60

79 Dilihat dari penyebarannya, peningkatan kualitas NPLs UMKM hampir terjadi pada semua kabupaten/kota, kecuali NPLs pada kabupaten Bengkalis dan Indragiri Hulu yang mengalami penurunan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 0,96% dan 0,38% menjadi 1,38% dan 0,63%. NPLs UMKM tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 3,28% dari 3,48% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu NPLs UMKM terendah terjadi pada Kabupaten Indragiri Hulu yaitu sebesar 0,63% dari 0,38% pada triwulan sebelumnya. Tabel Sebaran NPLs UMKM Menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1 Pekanbaru 3.05% 2.55% 2.42% 3.48% 3.28% 3 Bengkalis 1.45% 1.42% 1.11% 0.96% 1.38% 2 Dumai 5.45% 4.03% 2.16% 2.25% 2.14% 5 Indragiri Hilir 1.95% 1.83% 1.58% 2.24% 2.03% 4 Indragiri Hulu 0.87% 0.79% 0.28% 0.38% 0.63% 6 Lainnya 0.89% 0.87% 0.68% 1.05% 0.80% *) angka koreksi Kondisi Likuiditas Pada triwulan laporan, semua komponen dana mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen giro. Di sisi lain, alat likuid perbankan mengalami penurunan yang didorong oleh penurunan komponen SBI, sementara komponen kas mengalami peningkatan Perkembangan dan Struktur Dana Pihak Ketiga (DPK) Posisi DPK dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp33,71 triliun, meningkat sebesar 5,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan dana terjadi pada semua komponen dana, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen giro yaitu sebesar 9,48%, komponen tabungan dan deposito masingmasing sebesar 4,76% dan 3,75%. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan tertinggi terjadi pada dana milik pemerintah pusat (62,68%), diikuti oleh dana milik BUMN (50,37%). Sementara itu, penurunan terjadi pada dana milik badan/lembaga pemerintah (28,16%), diikuti oleh dana milik bukan penduduk 61

80 (10,22%), dana milik BUMD (5,79%) dan dana milik perusahaan swasta (3,19%). Namun demikian, secara umum peningkatan dana tersebut didominasi oleh dana milik perorangan dan dana milik Pemerintah Daerah. Bila dilihat berdasarkan maturity (jatuh tempo), semua komponen deposito mengalami peningkatan, kecuali komponen deposito berjangka waktu 6 s.d 12 bulan mengalami penurunan 5,59% dari Rp497 miliar menjadi Rp470 miliar. Deposito berjangka waktu panjang (lebih dari 12 bulan) mengalami peningkatan tertinggi yaitu mencapai 58,93% dari Rp240 miliar menjadi sebesar Rp381 miliar. Selanjutnya, dana berjangka waktu 6-12 bulan mengalami peningkatan sebesar 7,11% yaitu dari Rp755 miliar menjadi Rp809 miliar. Sementara itu, deposito berjangka waktu pendek (s.d 3 bulan) mengalami peningkatan terendah yaitu 2,32% dari Rp7,78 triliun menjadi Rp7,96 triliun. Secara total komponen deposito ini mengalami peningkatan 3,75% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini mencerminkan bahwa mulai membaiknya tingkat penghasilan masyarakat Riau yang terutama berasal dari peningkatan harga beberapa komoditas dari sektor pertanian serta mulai membaiknya kondisi ekonomi telah kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk melakukan saving di perbankan. Tabel Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Provinsi Riau (Miliar Rp) Keterangan Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Jangka Pendek - Giro 10,151 11,463 10,385 9,979 10,925 - Tabungan 12,805 12,687 13,258 12,567 13,166 - Deposito (s.d 3 bln) 5,826 6,219 6,585 7,779 7,960 Total 28,782 30,369 30,228 30,325 32,051 Jangka Menengah dan Panjang - Deposito 3-6 bln Deposito 6-12 bln Deposito > 12 bln Total 1,291 1,673 1,665 1,492 1,659 Total DPK 30,072 32,042 31,893 31,817 33,710 *) angka koreksi 62

81 Berdasarkan kepemilikan, DPK milik perorangan masih mendominasi dengan pangsa sebesar 60,09% dari total DPK, diikuti milik Pemerintah Daerah sebesar 24,92%, dan milik perusahaan swasta sebesar 8,07%. Sementara itu, pangsa terkecil adalah kepemilikan dana oleh bukan penduduk dan kepemilikan dana oleh badan/lembaga pemerintah yaitu masing-masing sebesar 0,03% dan 0,06% dari total dana. Pada dana milik perorangan, terjadi peningkatan pada semua komponen dananya, baik giro, tabungan maupun deposito dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen giro. Sementara itu, peningkatan dana milik Pemerintah Daerah hanya terjadi pada komponen giro, sedangkan komponen tabungan dan deposito mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya giro milik Pemda diperkirakan karena adanya shifting dana Pemda yang berasal dari tabungan dan deposito ke giro agar lebih likuid terkait dengan optimalisasi belanja Pemda serta diperkirakan karena adanya transfer dana dari pusat ke daerah yang masuk dalam bentuk giro. Tabel Sebaran DPK Menurut Kepemilikan di Provinsi Riau (juta rupiah) Kepemilikan Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Pemerintah Pusat 493, , , , ,844 Pemerintah Daerah 6,605,903 8,715,449 7,293,375 7,855,734 8,400,682 Badan/ Lembaga Pemerintah 132,878 91,090 34,547 28,069 20,165 Badan Usaha Milik Negara 439, , , , ,347 Badan Usaha Milik Daerah 102,759 84, ,088 75,320 70,956 Perusahaan Asuransi 165, , , , ,774 Perusahaan Swasta 3,050,682 2,963,401 2,988,270 2,808,640 2,719,012 Yayasan dan Badan Sosial 227, , , , ,211 Koperasi 265, , , , ,280 Perorangan 18,218,378 18,689,635 19,704,384 19,402,295 20,257,079 Lainnya 362, , , , ,849 Bukan Penduduk 7,356 10,271 9,999 12,864 11,549 Jumlah 30,072,257 32,042,038 31,892,764 31,817,415 33,709,748 *) angka koreksi Dilihat dari distribusinya, pangsa DPK terbesar masih berada di Kota Pekanbaru yaitu 60,49% dari total DPK, diikuti oleh Bengkalis dan Dumai masing-masing sebesar 10,30% dan 6,36%. Selanjutnya Indragiri Hulu sebesar 3,36% dan Indragiri Hilir sebesar 3,13%. Penurunan penghimpunan dana hanya terjadi pada Kota Dumai dan Kabupaten Indragiri Hilir yaitu masing-masing sebesar 0,29% dan 1,74%. 63

82 Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupatan di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % 1 Pekanbaru 17,660, ,096, ,905, ,136, ,389, Bengkalis 2,948, ,442, ,312, ,204, ,470, Dumai 2,004, ,020, ,107, ,150, ,144, Indragiri Hilir 965, ,023, ,027, ,075, ,056, Indragiri Hulu 1,296, ,431, ,394, ,037, ,133, Lainnya 5,196, ,028, ,144, ,212, ,513, Jumlah 30,072, ,042, ,892, ,817, ,709, *) angka koreksi Pada triwulan laporan, seiring dengan peningkatan jumlah DPK (5,95%) maka jumlah rekening DPK juga mengalami peningkatan sebesar 1,99% dari rekening menjadi rekening. Peningkatan jumlah rekening yang diikuti dengan peningkatan jumlah nominal dana mencerminkan peningkatan jumlah nasabah perbankan di Riau. Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kelompok Nominal di Provinsi Riau Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Klasifikasi DPK Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) < Rp.1 juta 1,061, ,397 1,069, ,582 1,152, ,586 1,084, ,841 1,088, ,968 Rp.1 juta s.d. Rp.10 juta 313, , , , , , , , , ,834 Rp.10 juta s.d. Rp.50 juta 252,890 5,440, ,471 5,470, ,191 5,185, ,267 5,268, ,607 5,361,002 Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta 25,534 1,877,554 20,720 1,470,670 32,486 2,176,981 25,539 1,777,137 25,626 1,752,360 Rp.100 juta s.d. Rp.250 juta 29,198 5,300,311 32,174 5,649,696 29,855 5,428,292 29,367 5,211,195 32,148 5,708,569 Rp.250 juta s.d. Rp juta 7,778 3,174,692 8,421 3,499,136 10,779 4,562,287 10,233 4,422,438 9,847 4,228,414 Rp juta s.d. Rp juta 2,167 4,449,492 1,968 4,026,852 2,138 4,546,185 2,043 4,182,109 2,239 5,027,855 >=Rp juta 193 8,238, ,295, ,439, ,413, ,009,746 Total 1,692,752 30,072,257 1,713,426 32,042,038 1,749,825 31,892,764 1,719,052 31,817,415 1,753,223 33,709,748 *) angka koreksi Rasio Alat Likuid Jumlah alat likuid (Kas dan Sertifikat Bank Indonesia) perbankan Provinsi Riau tercatat sebesar Rp3,84 triliun mengalami penurunan sebesar 11,50% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut didorong oleh menurunnya komponen SBI pada triwulan laporan yaitu sebesar 19,45% dari Rp3,43 triliun menjadi Rp2,76 triliun. Sementara itu, komponen kas mengalami peningkatan sebesar 18,46% dari Rp909,60 miliar menjadi Rp1,08 triliun. Meningkatnya komponen kas didorong oleh meningkatnya jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan pada triwulan laporan. 64

83 Di sisi lain, jumlah Non Core Deposit (NCD)8 perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari Rp9,10 triliun menjadi Rp9,62 triliun (5,69%). Peningkatan NCD terjadi pada semua komponen dana yaitu giro, tabungan, dan deposito sampai dengan 3 bulan yaitu masing-masing sebesar 9,48%, 4,76%, dan 2,32%. Peningkatan NCD ini utamanya didorong oleh peningkatan giro yang cukup tinggi pada triwulan laporan. Tabel Perkembangan Alat Likuid dan Non Core Deposit Alat Likuid Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 08 Tw II 08 Kas 1,004,198 1,159,320 1,229, ,600 1,077,535 SBI 3,184,225 4,487,970 4,930,041 3,427,780 2,761,001 Jumlah 4,188,423 5,647,290 6,159,878 4,337,380 3,838, Non Core Deposit (NCD) Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 08 Tw II 08 Giro (30%) 3,045,167 3,438,871 3,115,502 2,993,726 3,277,550 Tabungan (30%) 3,841,619 3,806,172 3,977,405 3,770,165 3,949,726 Dep 1-3 bln (30%) 1,741,481 1,865,700 1,975,521 2,333,684 2,387,878 NCD *) angka koreksi 8,628,266 9,110,743 9,068,427 9,097,574 9,615, Dengan perkembangan tersebut di atas, maka rasio alat likuid terhadap NCD mengalami penurunan, yaitu dari 47,68% menjadi 39,92%. Kondisi ini mengindikasikan menurunnya kondisi likuiditas perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan. Peningkatan penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penghimpunan dana, terutama dana jangka panjang menjadi penyebab menurunnya kondisi likuiditas perbankan Riau. 8 Non Core Deposit merupakan dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 30% deposito berjangka waktu 1-3 bulan. 65

84 Grafik 3.9. Perkembangan Rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit % 67.93% % % % Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 08 Tw II 08 Alat Likuid NCD Rasio AL/ NCD 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% *) angka perbaikan Profitabilitas Kondisi profitabilitas perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan mulai menunjukkan perbaikan yang berarti. Penurunan suku bunga dana yang lebih besar dari suku bunga kredit memberikan peluang bagi perbankan untuk meningkatkan margin yang diterima pada triwulan laporan Spread Bunga Selama triwulan laporan, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sampai pada tingkat 7,00% dari 7,75% pada triwulan sebelumnya. Penurunan BI- Rate ini didasarkan pada perkembangan ekonomi dan keuangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan ekonomi global yang mulai membaik telah direspon secara positif yang terlihat dari berbagai indikator keuangan, seperti indeks saham pasar dunia dan spread premi risiko yang menurun tajam sehingga mendorong kembali modal masuk ke emerging markets termasuk Indonesia, yang berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah. Selain itu dari sisi harga, tekanan inflasi yang terus menurun dan didukung oleh penguatan Rupiah turut menjadi pendorong penurunan BI-Rate sebesar 75 bps pada triwulan laporan. 66

85 Trend penurunan BI-Rate ini direspon oleh kalangan perbankan dengan menurunkan suku bunga deposito (weighted average) sebesar 87 bps dari 9,44% menjadi 8,57%. Sedangkan suku bunga kredit (weighted average) hanya mengalami penurunan sebesar 7 bps dari 14,17% menjadi 14,10%. Lebih tingginya penurunan suku bunga dana dibandingkan dengan suku bunga kredit menyebabkan margin yang dinikmati oleh perbankan mengalami peningkatan dari 4,73% menjadi 5,53% pada triwulan laporan Grafik Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito Margin Suku Bunga Kredit Suku Bunga Dep.3 bulan Komposisi Pendapatan Bunga dan Beban Bunga Selama triwulan laporan, perbankan Provinsi Riau tercatat memperoleh pendapatan bunga sebesar Rp833,26 miliar, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp867,56 miliar (3,95%). Pangsa terbesar dari pendapatan ini berasal dari pendapatan kredit yaitu sebesar Rp716,61 miliar atau 86,00% dari total pendapatan, dan mengalami peningkatan sebesar 1,58% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pendapatan kredit ini didorong oleh adanya peningkatan penyaluran kredit dan masih tingginya suku bunga kredit pada triwulan laporan. Sementara itu, komponen pendapatan lainnya mengalami peningkatan tertinggi yaitu sebesar 51,84% dari Rp299 miliar menajdi Rp454 miliar, namun pangsa 67

86 komponen ini merupakan yang paling kecil dibandingkan dengan pangsa komponen lainnya yaitu sebesar 0,05%. Sementara itu, komponen pendapatan yang berasal dari SBI dan Surat Berharga, serta komponen pendapatan dari antar bank mengalami penurunan masing-masing sebesar 27,83% dan 28,56% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan pendapatan yang berasal dari SBI terjadi seiring dengan semakin menurunnya suku bunga SBI dan menurunnya penempatan dana dalam bentuk SBI. Grafik Komposisi Pendapatan Bunga 100% 0.10% 0.08% 0.12% 0.05% 0.03% 3.65% 4.66% 7.39% 9.25% 8.87% 80% 60% 40% 20% 0% 81.43% 83.40% 82.82% 76.55% 81.32% 14.82% 11.86% 9.67% 14.15% 9.78% Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Lainnya Antar Bank Kredit SBI dan surat berharga *) angka perbaikan Di sisi lain, beban bunga yang dikeluarkan perbankan selama triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 2,84% dari Rp442,58 miliar menjadi Rp455,13 miliar pada triwulan laporan. Pembayaran bunga untuk dana pihak ketiga mencapai 78,54% dari total beban bunga, mengalami penurunan dibandingkan dengan pangsa pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 87,83%, dengan pangsa beban bunga dana terbesar adalah komponen deposito. Dengan kondisi tersebut beban bunga terhadap dana pihak ketiga mengalami penurunan sebesar 8,05%, yang terjadi pada komponen tabungan dan deposito, sementara beban bunga untuk komponen giro mengalami peningkatan sebesar 15,73% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan beban bunga dana terjadi seiring dengan menurunnya suku bunga dana terutama deposito berjangka waktu pendek, meskipun jumlah dana yang dihimpun mengalami peningkatan. Peningkatan beban bunga hanya terjadi pada komponen antar bank dan komponen lainnya 68

87 yaitu mengalami peningkatan yang signifikan masing-masing sebesar 91,56% dan 71,84%. Grafik Komposisi Beban Bunga % % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% % 3.56% 5.28% 6.35% 6.39% 11.08% 2.00% 2.49% 4.75% 5.39% 10.04% 31.46% 30.19% 24.19% 23.53% 19.87% 36.13% 40.65% 44.68% 47.60% 39.87% 24.92% 22.11% 19.55% 16.70% 18.79% 1.93% -0.72% 0.47% 0.39% 0.34% Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 *) angka perbaikan Bank Indonesia Giro Deposito Tabungan Antar Bank Lainnya Penurunan pendapatan bunga yang diikuti dengan peningkatan beban bunga telah mendorong menurunnya Net Interest Income (NII) perbankan Riau pada triwulan laporan sebesar 11,03% yaitu dari Rp424,98 miliar menjadi Rp378,12 miliar Perkembangan Laba Rugi Selama triwulan laporan, perbankan Provinsi Riau mencatat perolehan laba sebesar Rp305,85 miliar, mengalami peningkatan sebesar 20,42% dibandingkan dengan laba pada triwulan sebelumnya. Perolehan laba didominasi oleh adanya peningkatan penyaluran kredit. 69

88 Grafik Perkembangan Laba Rugi (Triwulanan) Tw II 09 Tw I 09 Tw IV 08* ) Tw III 08 Tw II , , , ,000 L/R (net) L/ R (sblm transfer & pajak) Bank Syariah Pada triwulan laporan terdapat 8 (delapan) bank bank Syariah yang terdiri dari 4 Bank Umum Syariah (BUS) dan 4 Unit Usaha Syariah (UUS). Terjadi perubahan jenis operasional dari UUS BRI Syariah menjadi BUS, sehingga jumlah BUS di Riau menjadi 4 bank dan UUS menjadi 4 unit. Pangsa aset Syariah mencapai 3,31% dari total aset perbankan secara umum. Pangsa perbankan Syariah ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan prospek peningkatan jumlah perbankan Syariah di Provinsi Riau. Kegiatan perbankan Syariah pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Terjadi peningkatan pada komponen aset dan dana, meskipun pembiayaan yang dilakukan mengalami penurunan. Selain itu, kualitas pembiayaan Syariah juga mengalami peningkatan yang tercermin dari menurunnya NPF (Non Performing Financing) perbankan Syariah dari 5,16% menjadi 3,81% pada triwulan laporan. 70

89 Tabel Indikator Kinerja Utama Bank Syariah di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Keterangan Periode Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1 Jumlah Bank Asset 1,043,290 1,341,695 1,385,441 1,311,672 1,375,322 3 DPK 767, , , , ,582 4 Pembiayaan 779, , , , ,916 5 Nominal NPF 16,858 17,634 24,850 46,326 34,195 6 NPF 2.16% 1.95% 3.25% 5.16% 3.81% 7 FDR % % 99.63% % 98.61% *) angka koreksi Bank Syariah dan UUS Total aset perbankan Syariah mengalami peningkatan sebesar 4,85% yaitu dari Rp1,31 triliun menjadi Rp1,37 triliun. Peningkatan aset ini seiring dengan meningkatnya dana pihak ketiga perbankan Syariah sebesar 7,26% yaitu dari Rp847,99 miliar menjadi Rp909,58 miliar. Di sisi lain, pembiayaan perbankan Syariah mengalami penurunan sebesar 0,12% yaitu dari Rp898,02 miliar menjadi Rp896,92 miliar. Peningkatan dana yang yang diikuti dengan penurunan pembiayaan menyebabkan menurunnya FDR (Financing to Deposit Ratio) perbankan Syariah dari 105,90% menjadi 98,61%, lebih tinggi dibandingkan dengan rasio LDR perbankan secara umum. Dilihat dari sektor yang dibiayai sebesar 35,18% pembiayaan diberikan kepada sektor jasa terutama jasa dunia usaha (30,27%), diikuti sektor pertanian sebesar 18,43%, sektor perdagangan sebesar 12,54%, konstruksi 6,22%, dan yang paling rendah adalah sektor listrik yaitu sebesar 0,07%. Sementara sektor lainnya (konsumsi) mempunyai pangsa 24,89%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 22,51%. Peningkatan penyaluran kredit utamanya terjadi pada sektor pengangkutan yaitu mencapai 20,50% menjadi Rp22,16 miliar dan sektor perdagangan sebesar 16,24% menjadi sebesar Rp112,45 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan, pangsa terbesar dari pembiayaan disalurkan kepada pembiayaan modal kerja yaitu mencapai 40,43%, diikuti pembiayaan investasi sebesar 34,67% dan yang paling rendah adalah pembiayaan konsumsi yaitu sebesar 24,89%. Pada perbankan Syariah, realisasi pembiayaan kepada sektor konsumsi relatif lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan kepada sektor 71

90 produksi lainnya. Kondisi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Riau ke depan, yaitu dengan memajukan sektor riil Bank Perkreditan Rakyat Secara umum kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang relatif baik, meskipun mengalami perlambatan kinerja dibandingkan dengan kinerja pada triwulan sebelumnya. Kinerja BPR/S Riau masih menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Kondisi ini ditunjukkan dengan meningkatnya aset, dana, dan kredit yang disalurkan, meskipun belum ada peningkatan jaringan kantor dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun terdapat potensi peningkatan jumlah BPR/S, karena terdapat 3 (tiga) BPR/S yang sedang dalam proses perizinan, dan salah satunya merupakan BPR Syariah. Aset BPR pada triwulan laporan mencapai Rp559,13 miliar, meningkat 3,01% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp542,76 miliar. Peningkatan aset ini didorong oleh meningkatnya dana yang dihimpun BPR/S yaitu dari Rp382,02 miliar menjadi Rp390,02 miliar (2,09%). Peningkatan dana ini diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit sebesar 6,22% yaitu menjadi Rp375,33 miliar dari Rp353,33 miliar. Tabel Perkembangan Usaha BPR/BPRS di Provinsi Riau (juta rupiah) Keterangan Periode Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II Jumlah BPR/S Asset 467, , , , , DPK 342, , , , , Kredit 298, , , , , NPL (nominal) 15,149 19,617 18,531 16,946 17,958 LDR (%) NPLs (%) *) angka koreksi Namun demikian, peningkatan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan tidak diikuti dengan peningkatan kualitas kredit BPR/S yang tercermin dari meningkatnya NPLs BPR dari 4,45% menjadi 4,78% pada triwulan laporan. Namun, NPLs BPR/S ini masih berada pada tingkat toleransi yang diizinkan oleh Bank Indonesia yaitu 72

91 maksimal 5%, namun demikian tingkat NPLs ini harus menjadi perhatian bagi BPR/S di Riau agar tidak melebihi batas maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Lebih tingginya peningkatan kredit dibandingkan dengan peningkatan dana menyebabkan meningkatnya LDR BPR/S Riau pada triwulan laporan, yaitu dari 92,49% menjadi 96,23%. 73

92 Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan kondisi keuangan daerah dalam triwulan laporan yang tercermin dalam laporan arus kas 9 menunjukkan penurunan. Arus kas bersih atau net inflow kas di provinsi Riau sampai dengan Mei-2009 tercatat sebesar Rp 25,7 miliar, relatif menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp 47,34 miliar. 9 Laporan arus kas dalam laporan merupakan laporan arus kas kantor wilayah Pekanbaru yang merupakan gabungan Provinsi dan Kabupaten/Kota. 74

93 Dari sisi penerimaan, total penerimaan dana di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp 14,14 triliun atau meningkat 2,23% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,83 triliun. Sementara pengeluaran (belanja) pemerintah meningkat 2,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,78 triliun. 2. Arus Kas Dalam triwulan laporan, perkembangan arus kas bersih di Provinsi Riau sampai dengan Mei-2009 tercatat sebesar Rp 25,7 miliar (Tabel 4.1). Kenaikan ini utamanya berasal dari aktivitas operasi yang tercatat mengalami penerimaan sebesar Rp 5,73 triliun dan pengeluaran sebesar 1,54 triliun sehingga arus kas bersih penerimaan bersih yang diperoleh mencapai Rp 4,19 triliun. Disamping itu, defisit yang terjadi pada komponen aktivitas anggaran diketahui mengalami penurunan dari Rp 4,19 triliun menjadi Rp 3,9 triliun atau turun 5,16%. Tabel 4.1. Perkembangan Arus Kas di Provinsi Riau Triwulan II-2009 ARUS KAS (dalam Rp juta) Pertumbuhan (y-o-y,%) Aktivitas Operasi 4,385,737 4,190, Penerimaan 5,788,936 5,737, Pengeluaran 1,403,199 1,547, Aktivitas Investasi Non Keuangan (144,320) (191,156) Penerimaan 7, Pengeluaran 151, , Aktivitas Pembiayaan 1,945 5, Penerimaan 1,945 5, Aktivitas Non Anggaran (4,196,021) (3,979,712) Penerimaan 8,039,074 8,402, Pengeluaran 12,235,095 12,381, Kenaikan (Penurunan) Sumber : Departemen Keuangan, diolah 47,341 25, Secara umum, kenaikan arus kas bersih dalam triwulan laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dari Rp 47,34 miliar menjadi 25,74 miliar atau turun 45,62%. Penurunan ini terjadi akibat menurunnya penerimaan dari aktivitas operasi sebesar 0,89% dan meningkatnya pengeluaran aktivitas operasi sebesar 10,25%. Disamping itu, hal ini juga dipicu oleh meningkatnya pengeluaran komponen 75

94 investasi non keuangan sebesar 26,21% dan menurunnya penerimaan komponen tersebut dari Rp 7,3 miliar menjadi Rp 298 juta atau turun 95,96%. Sementara itu, dalam triwulan laporan komponen yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah penerimaan dari komponen aktivitas pembiayaan yang meningkat dari Rp 1,94 miliar menjadi Rp 5,99 triliun atau meningkat 208,26%. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh penarikan pinjaman proyek multilateral yang jumlahnya mencapai Rp 5,99 triliun. 3. Penerimaan Total penerimaan dana di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp 14,14 triliun atau meningkat 2,23% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,83 triliun. Berdasarkan komponennya, penerimaan kas non anggaran memiliki pangsa terbesar terhadap total penerimaan yaitu sebesar Rp 8,4 triliun atau sekitar 59,4% diikuti oleh penerimaan kas aktivitas operasi yang tercatat sebesar Rp 5,73 triliun. Tabel 4.2. Perkembangan Komponen Penerimaan (Pendapatan) sampai dengan Triwulan II-2009 (dalam Rp juta) Kategori Penerimaan / Pendapatan Pangsa (%) Perubahan (y-o-y,%) Aktivitas Operasi Pajak dalam negeri 5,173,353 5,517, Pajak perdagangan internasional 509,052 91, Penerimaan sumber daya alam 185 1, Bagian laba BUMN PNBP lainnya 106, , Hibah dalam negeri dan luar negeri Sub Total Penerimaan Aktivitas Operasi 5,788,936 5,737, Investasi Non Keuangan PNBP lainnya 7, Sub Total Penerimaan Investasi Non Keuangan 7, Pembiayaan Pembiayaan luar negeri 1,945 5, Sub Total Penerimaan Pembiayaan 1,945 5, Non Anggaran Non anggaran PFK 126, , Wesel pemerintah Reimbursement dalam rangka pre-financing (PP) Kiriman uang 7,876,635 8,207, Transito 35,702 33, Koreksi pengeluaran pemindahbukuan Sub Total Penerimaan Non Anggaran 8,039,074 8,402, TOTAL PENERIMAAN 13,837,332 14,146, Sumber : Departemen Keuangan, diolah 76

95 Pada komponen penerimaan kas non anggaran, tercatat bahwa nilai penerimaan terbesar berasal dari kiriman uang dengan angka mencapai Rp 8,2 triliun atau proporsinya mencapai sekitar 58,02% terhadap total penerimaan. Penerimaan dari sub komponen tersebut utamanya berasal dari pemindahbukuan dari rekening gabungan ke bank operasional yang nilainya dalam triwulan laporan mencapai Rp 4,67 triliun. Secara tahunan, nilai penerimaan tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,2%. Grafik 4.1. Pertumbuhan (y-o-y,%) Komponon Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas Pada Triwulan II-2009 (5.98) PPh Final PPh Pasal 26 PPh Pasal 25/29 Badan (6.36) PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi PPh Pasal 23 (14.62) PPh Pasal 22 Impor (50.00) PPh Pasal 22 PPh Pasal 21 Sumber : Departemen Keuangan, diolah Sementara itu, dalam komponen penerimaan aktivitas operasi, sebagian besar atau sekitar 39,1% penerimaan berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang nilainya dalam triwulan laporan mencapai Rp 5,51 triliun. Adapun andil terbesar terhadap sub komponen tersebut berasal dari Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai yang masing-masing nilainya mencapai Rp 3,02 triliun dan Rp 2,3 triliun dalam triwulan laporan. Secara spesifik, penerimaan PPh non migas memiliki kontribusi terbesar di dalam komponen Pendapatan Pajak Penghasilan dimana nilainya dalam triwulan laporan mencapai Rp 3,02 triliun sedangkan PPh migas nilainya hanya mencapai Rp 6,9 juta. 77

96 Secara tahunan, pertumbuhan tertinggi (Grafik 4.1) dialami oleh sub komponen pendapatan pajak PPh pasal 25/29 orang pribadi yang tercatat tumbuh sebesar 219% dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan pertumbuhan terendah dialami pendapatan PPh pasal 22 yang tercatat menurun sebesar 14,62%. 4. Pengeluaran Posisi pengeluaran (belanja) pemerintah dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp 14,12 triliun, meningkat 2,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,78 triliun. Kontribusi terbesar dalam komponen belanja pemerintah berasal dari komponen kas non anggaran yaitu pengeluaran kiriman uang yang nilainya mencapai Rp 12,3 triliun atau sekitar 87%. Tabel 4.3. Perkembangan Komponen Pengeluaran (Belanja) Sampai dengan Triwulan II-2009 (dalam Rp juta) Kategori Pengeluaran / Belanja Pangsa (%) Perubahan (y-o-y,%) Aktivitas Operasi Gaji dan tunjangan 545, , Honorarium/lembur/tunj. Khusus & pegawai transito 19,458 6, Kontribusi sosial (230) (302) Barang 73, , Jasa 14,929 24, Pemeliharaan 28,651 45, Perjalanan 29,090 43, Badan layanan umum (blu) Denda 8,870 14, Subsidi perusahaan negara Subsidi perusahaan swasta (7) Bantuan kompensasi sosial 17, Bantuan sosial lembaga pendidikan dan peribadatan 168, , Lembaga sosial lainnya 2,765 14, Lain-lain 6, , Transfer dana bagi hasil 488, , Sub Total Pengeluaran Aktivitas Operasi 1,403,199 1,547, Investasi Non Keuangan Modal tanah 2, Modal peralatan dan mesin 18,097 11, Modal gedung dan bangunan 11,106 13, Modal jalan, irigasi dan jaringan 113, , Modal fisik lainnya 2, Pemeliharaan yang dikapitalisasi 3, Sub Total Pengeluaran Investasi Non Keuangan 151, , Non Anggaran Pengeluaran kiriman uang 12,164,850 12,300, Pengeluaran transito 70,244 81, Koreksi penerimaan pemindahbukuan Sub Total Pengeluaran Non Anggaran 12,235,095 12,381, TOTAL PENGELUARAN 13,789,990 14,120, Sumber : Departemen Keuangan, diolah 78

97 Sementara itu, belanja rutin pemerintah sebagaimana terlihat dalam komponen kas aktivitas operasi tercatat sebesar Rp 1,54 triliun atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 10,25%. Peningkatan terbesar dalam komponen ini berasal dari belanja lain-lain yang nilainya meningkat sebesar 2.318% dari Rp 6,2 miliar menjadi Rp 153 miliar. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh tingginya belanja lain-lain hingga mencapai Rp 136 miliar dan belanja pemilu tahunan yang dalam triwulan laporan nilainya mencapai Rp 9,53 miliar. Peningkatan belanja yang cukup signfikan juga terlihat dalam sub komponen belanja lembaga sosial lainnya dan bantuan sosial lembaga pendidikan & peribadatan yang masing-masing meningkat sebesar 426% dan 121,37%. Belanja modal pemerintah yang tercermin dalam komponen kas dari investasi dan non keuangan meningkat 26,21% dari Rp 151 miliar menjadi Rp 191 miliar. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh peningkatan dalam sub komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan yang dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp 166,7 miliar atau meningkat sebesar 46,4%. 5. Realisasi Pencairan Dana Semester I-2009 Realisasi anggaran pemerintahan di Provinsi Riau dalam triwulan laporan yang terlihat dari realisasi pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) masih relatif rendah. Dalam triwulan laporan, nilai realisasi SP2D tercatat sebesar Rp 884,9 miliar atau baru terealisasi sekitar 22,09% dibandingkan plafon anggaran yang tersedia sebesar Rp 4 triliun. Transaksi belanja langsung dalam triwulan laporan Rp 497 miliar sedangkan belanja tidak langsung mencapai Rp 387 miliar. Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa dari 39 dinas dan instansi, hanya 2 instansi yang realisasi anggarannya sudah mencapai 50% yaitu Kepala Daerah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan. Realisasi anggaran terendah dialami oleh Dinas Pemuda dan Olahraga yang sampai dengan semester I-2009 realisasinya baru mencapai 2,94%. Sementara itu, sekretariat daerah sebagai instansi yang memiliki pagu anggaran terbesar baru merealisasikan anggarannya sebesar 18,7%. 79

98 Tabel 4.4. Realisasi SP2D Dalam Triwulan II-2009 Satuan Kerja Perangkat Daerah Plafon (Rp juta) dalam Rp juta Realisasi SP2D Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Jumlah % Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2, ,040 1, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan 41,773 15,310 5,718 21, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 17,583 8,147-8, Badan Lingkungan Hidup 12,882 3,251 2,508 5, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 15,911 3,654 3,250 6, Satuan Polisi Pamong Praja 16,771 4,665 2,593 7, Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan 15,640 3,928 2,763 6, Dinas Kehutanan 32,606 11,012 2,488 13, Badan Penghubung 6,790 1,512 1,245 2, Dinas Sosial 28,186 6,851 4,579 11, Dinas Perindustrian dan Perdagangan 27,063 8,024 2,660 10, Inspektorat 15,156 2,984 2,714 5, Badan Ketahanan Pangan 15,128 3,860 1,631 5, Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 126,139 25,907 19,855 45, Sekretariat DPRD 73,301 4,742 20,850 25, Dinas Komunikasi, Informatika dan Pengolahan Data 12,582 2,305 2,029 4, Rumah Sakit Jiwa Tampan 24,229 6,042 1,835 7, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 29,179 4,429 4,986 9, Badan Kepegawaian Daerah 26,192 4,888 3,350 8, Badan Penelitian dan Pengembangan 19,102 4, , Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 17,954 4,014 1,458 5, Dinas Pertambangan dan Energi 21,734 4,097 2,415 6, Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 17,388 2,519 2,505 5, Badan Pemberdayaan, Masyarakat dan Pembangunan Desa 39,715 3,042 8,398 11, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak 9, ,839 2, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 9,815 1, , Dinas Pendapatan 106,984 26,829 2,654 29, Dinas Pekerjaan Umum 700,410 22, , , Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura 63,588 11,563 4,724 16, Dinas Perikanan dan Kelautan 47,789 5,131 5,701 10, Dinas Kesehatan 103,212 11,361 11,656 23, Dinas Perhubungan 54,903 7,813 3,475 11, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 31,787 3,700 2,509 6, Sekretariat Daerah 1,281, , , , Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 9,999 1, , Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 56,691 5,446 4,618 10, Dinas Pendidikan 444,217 12,601 65,445 78, Dinas Perkebunan 57,019 7,802 2,116 9, Dinas Pemudan dan Olahraga 373,759 3,032 7,971 11, ,006, , , , Sumber : Departemen Keuangan, diolah 80

99 Bab 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Kondisi Umum Permintaan uang kartal yang terlihat dari aliran uang keluar (outflow) Bank Indonesia Pekanbaru mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 312,80% pada triwulan laporan. Meningkatnya permintaan uang kartal ini terkait dengan membaiknya harga kelapa sawit serta pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden selama triwulan laporan. Di sisi lain aliran uang masuk (inflow) juga mengalami peningkatan sebesar 23,81% pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut maka pada triwulan laporan Bank Indonesia Pekanbaru mengalami net outflow, yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 81

100 Pada awal tahun 2009 yang lalu Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menahan PTTB pada uang pecahan besar. Kebijakan ini berimplikasi pada menurunnya jumlah nominal PTTB yang dilakukan oleh Bank Indonesia Pekanbaru sejak triwulan I-2009 yang lalu. Pembayaran transaksi non tunai melalui kliring mengalami peningkatan, baik dari sisi warkat maupun nominal. Peningkatan transaksi kliring ini diikuti dengan menurunnya transaksi RTGS di Riau pada triwulan laporan. Hal ini diperkirakan karena terjadi shifting dari pengguna jasa RTGS menjadi menggunakan jasa kliring, seiring denngan meningkatnya nominal dan warkat kliring. 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan permintaan uang kartal pada triwulan laporan yang tercermin dari aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia Pekanbaru mencapai Rp2,61 triliun, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan aliran uang keluar pada triwulan sebelumnya sebesar Rp631,38 miliar atau meningkat sebesar 312,80%. Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan mulai membaiknya harga kelapa sawit serta pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Perkembangan uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Pekanbaru juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp161,88 miliar menjadi Rp200,43 miliar atau meningkat sebesar 23,81%. Dengan perkembangan tersebut di atas, maka pada triwulan laporan terjadi net ouflow sebesar Rp2,41 triliun, juga meningkat signifikan (412,44%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp469,50 miliar. Meningkatnya net outflow terjadi karena lebih tingginya peningkatan ouflow dibandingkan dengan peningkatan inflow pada triwulan laporan. 82

101 Grafik 5.1. Perkembangan Kas Inflow dan Outflow Thousands 4,550 4,050 3,550 3,050 2,550 2,050 1,550 1, *) Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru net outflow Inflow Ouflow 2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Kebijakan Clean Money Policy Bank Indonesia yang terkait dengan transaksi pembayaran secara tunai bertujuan untuk senantiasa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jumlah nominal yang cukup menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (fit for circulation). Dalam melaksanakan kebijakan Clean Money Policy tersebut Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan uang yaitu uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) baik yang berasal dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat dan menggantinya dengan uang layak edar. Pada triwulan laporan, jumlah Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebesar Rp45,8 miliar, mengalami penurunan 3,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp45,84 miliar. Penurunan PTTB yang sudah terjadi sejak triwulan I-2009 yang lalu terkait dengan adanya kebijakan Bank Indonesia untuk menahan pecahan besar (Rp keatas) untuk tidak dimusnahkan, sehingga mendorong menurunnya PTTB terhadap uang. Selain itu, sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia terkait dengan cara memperlakukan rupiah dengan baik dan benar juga tampaknya sudah mulai diterapkan oleh masyarakat. Rasio PTTB terhadap cash inflow pada triwulan laporan tercatat sebesar 22,13%. 83

102 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Bank Indonesia Pekanbaru 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 bulanan 160, , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 triwulanan Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang rupiah yang layak edar dan uang rupiah pecahan tertentu bagi masyarakat, Bank Indonesia juga secara rutin melaksanakan layanan penukaran uang secara langsung baik untuk uang lusuh atau rusak maupun penukaran uang pecahan kecil. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan kegiatan kas keliling atau pelayanan kas di luar Kantor Bank Indonesia baik di Kota Pekanbaru maupun di luar Kota Pekanbaru Uang Palsu Dari cash inflow sebesar Rp200,43miliar yang masuk ke Bank Indonesia Pekanbaru pada triwulan laporan terdapat uang palsu sebanyak 12 lembar dengan nominal sebesar Rp870 ribu atau sebesar 0,00043% dari cash inflow ke Bank Indonesia Pekanbaru. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik dari jumlah nominal maupun lembarnya. Untuk menekan peredaran uang palsu, Bank Indonesia secara rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dan bagaimana memperlakukan uang dengan baik dan benar, sehingga peredaran uang palsu dapat dikurangi dan fisik uang tidak cepat lusuh dan rusak. 84

103 Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau Thousands 2,500 2,000 1,500 1, Lembar (kanan) Nominal (kiri) Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 3.1. Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non tunai melalui sistem kliring mengalami peningkatan pada triwulan laporan baik dari sisi nominal maupun warkat. Nominal kliring mengalami peningkatan sebesar 9,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp5,04 triliun menjadi Rp5,51 triliun. Sementara itu, jumlah warkat yang digunakan mengalami peningkatan sebesar 8,06% yaitu dari lembar menjadi lembar. Peningkatan nominal yang diikuti dengan penurunan warkat ini menunjukkan nilai transaksi kliring per warkatnya cenderung tetap, namun terjadi peningkatan kuantitas transaksi. Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Riau Milions 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, nominal (kiri) warkat (kanan) Thousands Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 85

104 Sementara itu, penolakan cek/bg kosong pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah warkat maupun jumlah nominalnya. Jumlah nominal penolakan cek/bg kosong pada triwulan laporan sebesar Rp77,47 miliar dari Rp71,72miliar pada triwulan sebelumnya atau meningkat sebesar 8,02%, sementara jumlah warkatnya meningkat dari lembar menjadi lembar. Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Riau 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, ,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - (10,000) nominal (kiri) warkat (kanan) Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi non tunai melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan baik keluar maupun masuk tercatat sebesar Rp57,09 triliun, mengalami penurunan sebesar 0,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan hanya terjadi pada transaksi masuk Riau yaitu menjadi Rp19,51 triliun dari Rp20,73triliun (5,88%), sementara transaksi keluar mengalami peningkatan sebesar 1,82% dari Rp36,91 triliun menjadi Rp37,58 triliun. Berdasarkan Kabupaten/Kota maka transaksi RTGS tertinggi terjadi pada Kota Pekanbaru, yaitu mencapai Rp54,02triliun atau 94,62% dari transaksi RTGS yang terjadi, namun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (2,60%). Transaksi terbesar adalah transaksi keluar Pekanbaru yang mencapai Rp36,58 triliun, sementara transaksi masuk ke Pekanbaru sebesar Rp17,44 triliun. Transaksi terendah dialami oleh Kabupaten Rokan Hilir yaitu sebesar Rp0,01miliar yang hanya berasal dari transaksi keluar. 86

105 Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau Tw II-2008*) Tw III-2008*) Tw IV-2008 Tw I-2009 Tw II-2009 Wilayah Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) Bengkalis , , Dumai 749 1, , , Indragiri Hulu Indragiri Hilir Kampar Kuantan Singingi Pekanbaru 26,229 16,820 31,140 16,823 28,523 17,443 36,010 19,453 36,585 17,438 Pelalawan Rokan Hulu Rokan Hilir Siak JUMLAH 27,282 19,714 32,288 20,239 29,981 20,334 36,905 20,733 37,579 19,514 *) angka koreksi Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru Penurunan transaksi RTGS ini diperkirakan terjadi sebagai akibat dari pergeseran (shifting) transaksi dari transaksi RTGS menjadi kliring, seiring dengan peningkatan nominal dan warkat kliring pada triwulan laporan. Grafik 5.6. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau 24,000 22,000 20,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10, Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 4. Perkembangan Kegiatan Usaha Pedagang Valuta Asing (PVA) Berdasarkan data perkembangan kegiatan usaha, nilai penjualan Uang Kertas Asing (UKA) pada triwulan laporan mencapai USD2,83 juta, meningkat sebesar 12,03% dari USD2,52 juta pada triwulan sebelumnya. Sementara itu nilai pembelian UKA pada periode laporan mencapai USD2,79 juta, juga mengalami 87

106 peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,64%. Peningkatan transaksi uang asing ini diperkirakan karena sudah mulai membaiknya kondisi ekonomi Riau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan transaksi, baik dari kalangan bisnis maupun dari kalangan masyarakat yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Grafik 5.7. Perkembangan PVA Riau (Ribu USD) 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2, *) Penjualan Pembelian *) Angka sementara Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 88

107 Bab 6 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Kondisi ketenagakerjaan dalam triwulan laporan menunjukkan hal yang kurang menggembirakan. Berdasarkan data Pebruari 2009, tingkat pengangguran terbuka tercatat mengalami kenaikan dari 8,2% menjadi 8,96% dibandingkan dengan periode sebelumnya meskipun diiringi dengan kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tercatat sebesar 64,02%. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin pada triwulan laporan cenderung menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan Maret 2009, jumlah penduduk miskin di 89

108 Provinsi Riau tercatat sebesar 527 ribu jiwa, menurun dibandingkan dengan Maret 2008 yang tercatat sebesar 566 ribu jiwa. Sementara itu, kondisi kesejahteraan pada tingkat petani di Provinsi RIau pada bulan Mei 2009 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya Indeks yang Dibayar Petani pada bulan Mei 2009 akibat inflasi (m-t-m) yang cukup tinggi, terutama pada kelompok sandang yang tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,75% dan juga kelompok makanan jadi yang meningkat sebesar 0,38%. 2. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia kerja Provinsi Riau pada bulan Pebruari 2009 tercatat sebesar 3,59 juta jiwa atau meningkat sebesar 0,51% dibandingkan dengan Agustus 2008 yang tercatat sebesar 3,58 juta jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja ini utamanya didorong oleh peningkatan jumlah penduduk angkatan kerja sebesar 2,9% dari 2,2 juta jiwa pada Agustus 2008 menjadi 2,3 juta jiwa pada Pebruari Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada Pebruari 2009 tercatat sebesar 2,09 juta jiwa atau meningkat sebesar 2,04% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Meskipun demikian, jumlah angkatan kerja yang menganggur mengalami kenaikan sebesar 12,5% dibandingkan periode sebelumnya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Pebruari 2009 mengalami kenaikan sebesar 1,49% dibandingkan dengan periode sebelumnya menjadi 64,02%. Sebaliknya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 10 pada Pebruari 2009 mengalami kenaikan dari 8,2% menjadi 8,96%. Meningkatnya TPT pada Pebruari 2009 diindikasikan akibat terjadinya krisis keuangan global yang membuat banyak pekerja yang pada usia produktif kehilangan pekerjaannya. Sejalan dengan kondisi tersebut, jumlah orang yang bekerja tidak penuh pada Pebruari 2009 tercatat mengalami kenaikan sebesar 9,11% dari 710 ribu jiwa 10 Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 90

109 menjadi 775 ribu jiwa. Kondisi ini juga tercermin dari meningkatnya jumlah setengah penganggur sukarela dari 407 ribu jiwa menjadi 482 ribu jiwa. Tekanan yang mengakibatkan friksi pada pasar tenaga kerja diperkirakan terjadi karena menurunnya omzet perusahaan akibat krisis keuangan global. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Kegiatan Usaha Rincian Periode Peb '07 Peb '08 Ags '08 Peb '09 Bekerja 1,693,968 2,025,384 2,055,863 2,097,955 Angkatan Kerja Menganggur 196, , , ,471 Total 1,890,276 2,234,315 2,239,385 2,304,426 Bukan Angkatan Kerja 1,453,962 1,341,525 1,341,525 1,294,910 Total Penduduk 15+ 3,344,238 3,575,840 3,580,910 3,599,336 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 64.02% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) % 8.96% Setengah Penganggur Terpaksa 284, , , ,393 Setengah Pengangur Sukarela Bekerja Tidak Penuh Sumber : BPS 342, , , , , , , ,175 Secara sektoral, penyebaran jumlah penduduk usia kerja (15+) pada Pebruari 2009 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Berdasarkan Grafik 6.1, terlihat sebagian besar penduduk usia kerja masih berada pada sektor pertanian yang mencapai 46% diikuti oleh sektor perdagangan (18%) dan jasa kemasyarakatan (14%). Pada bulan Pebruari 2009, diketahui bahwa hampir seluruh sektor mengalami penurunan jumlah pekerja. Adapun penurunan jumlah penduduk usia kerja terbanyak terdapat pada sektor keuangan (12,5%), diikuti oleh sektor industri (7,4%) dan sektor pertanian (4%). Sementara, sektor yang mengalami kenaikan jumlah pekerja adalah sektor pertambangan (33%), perdaganan (7,9%) dan Bangunan (3,7%). Grafik 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 91

110 Keuangan dan Jasa Perusahaan 1% Angkutan dan Pergudangan 6% Jasa Kemasyarakatan 14% Pertanian 46% Perdagangan 18% Bangunan 6% Listrik, Gas dan air 0% Industri 5% Pertambangan 4% Sumber : BPS Dilihat dari status kegiatannya, pada bulan Pebruari 2009, diketahui bahwa pekerja yang berstatus sebagai buruh/karyawan mengalami kenaikan sebesar 16,3% dari 685 ribu jiwa menjadi 797 ribu jiwa. Kondisi ini terjadi sebagai dampak krisis keuangan global yang mengakibatkan terjadinya penurunan signfikan pada pekerja berstatus berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar yang tercatat mengalami penurunan terbesar hingga 28,8% diikuti oleh pekerja bebas pertanian (15,83%) dan berusaha dibantu buruh tidak tetap (15,91%). Meningkatnya pekerja berstatus buruh/karyawan diperkirakan tidak terlepas dari pesatnya pembangunan infrastruktur di Provinsi Riau. Grafik 6.2. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Pek tak dibayar Pek bebas non tani Pek bebas pertanian % 50 Buruh/karyawan Berusaha dibantu buruh tetap/brh dibayar Berusaha dibantu buruh tidak tetap/brh tdk dibayar Berusaha sendiri 0 PEB 2007 AGS 2007 PEB 2008 AGS 2008 PEB 2009 Sumber : BPS 92

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan I Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan I Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan I - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ember Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 ( dalam arti luas) pada ember mengalami peningkatan. Posisi M2 pada ember tercatat sebesar Rp4.076,3 T, atau tumbuh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura JAMBI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2009 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Jambi Halaman ini sengaja dikosongkan K A T A P E N G A N T A R Pertama-tama ijinkanlah kami memanjatkan puji dan syukur

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan II 2009 Kantor Bank Indonesia Jambi Halaman ini sengaja dikosongkan K A T A P E N G A N T A R Pertamatama ijinkanlah kami memanjatkan puji dan syukur ke

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci