KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

2 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : psw. 8301/8258 Fax : kke_sby@bi.go.id Bahan soft copy dari kajian ini dapat di download pada web BI (

3 Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Misi Bank Indonesia a : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan sistem keuangan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan. Visi Bank Indonesia : Menjadi bank sentral yang kredibel secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Nilai Nilai Strategi is : Kompetensi Intergritas Transparansi Akuntabilitas Kebersamaan. Visi dan Misi Kantor Perwaki ilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) Misi Kantor Kanto or Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV V: Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda dan lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Visi Kantor Perwak kilan Bank Indonesia Wilayah IV: Menjadi kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

4 KATA PENGANTAR Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-nya sehingga Triwulan II dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi stakeholders eksternal maupun internal yang terkait dengan perkembangan perekonomian, perbankan dan sistem pembayaran di Jawa Timur baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Secara garis besar, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan ini mencapai kinerja yang membanggakan sebesar 6,97% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional (5,81%) maupun provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sementara laju inflasi Jawa Timur di triwulan II-2013 mulai kembali kepada pola normalnya di level 5,93% (yoy), meskipun lebih tinggi dibandingkan nasional (5,90%). Di sisi lain, kinerja kredit perbankan sebagai salah satu penopang sumber pendanaan perekonomian Jawa Timur, mencatatkan pertumbuhan sebesar 26,16% (yoy) lebih tinggi dari nasional yang tumbuh sebesar 20,77% untuk Bank Umum. Kinerja pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan III-2013 diperkirakan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya di kisaran 6,95% - 7,15% (yoy), didukung dengan peningkatan kredit perbankan di level 26,5%, meskipun dibayangi laju inflasi yang tinggi dengan proyeksi di kisaran 8,20% - 8,50% (yoy). Analisa kajian ini didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh dari berbagai pihak seperti perbankan, instansi pemerintah daerah, BUMN maupun swasta. Atas kerjasama tersebut kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Harapan kami, hubungan kemitraan yang terjalin selama ini dapat lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dan saran untuk lebih meningkatkan kualitas kajian sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan kekuatan dan kemudahan kepada kita semua dalam memberikan kontribusi yang terbaik bagi masyarakat Jawa Timur pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Surabaya, 13 Agustus 2013 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV (JAWA TIMUR) Mohamad Ishak Direktur Eksekutif i

5 KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR MAKRO EKONOMI JAWA TIMUR INDIKATOR PERBANKAN JAWA TIMUR DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAFTAR ISI i ii iii iv ix xiii xiv xv xviii BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL KONDISI UMUM SISI PERMINTAAN 3 a. Konsumsi 4 b. Investasi 7 c. Ekspor - Impor SISI PENAWARAN 13 a. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran 16 b. Sektor Industri Pengolahan 18 c. Pertanian 19 d. Keuangan, Persewaan dan Jasa 21 e. Bangunan 23 f. Pengangkutan dan Komunikasi 24 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI KONDISI UMUM INFLASI BULANAN (mtm) INFLASI TRIWULAN (qtq) INFLASI TAHUNAN (yoy) INFLASI MENURUT KOTA DISAGREGASI INFLASI 40 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN &SISTEM PEMBAYARAN PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF DANA PIHAK KETIGA (DPK) KREDIT KREDIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STABILITAS SISTEM PERBANKAN RISIKO KREDIT 64 ii

6 3.3 PERBANKAN SYARIAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) BANK BERKANTOR PUSAT DI SURABAYA PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI 74 a. Aliran Uang Masuk/Keluar (inflow/outflow) 74 b. Uang Kartal Tidak Layak Edar TRANSAKSI KEUANGAN SECARA NON TUNAI 77 a. Transaksi RTGS (Real Time Gross settlement) 77 b. Transaksi Kliring PENEMUAN UANG PALSU DI JAWA TIMUR 80 BOKS 1 SHORT TERM RESPONSE KEBIJAKAN LTV DI JAWA TIMUR BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Anggaran Pendapatan Daerah Realisasi Pendapatan Daerah Anggaran Belanja Daerah Realisasi Belanja Daerah 90 BAB 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UMUM KETENAGAKERJAAN Data Ketenagakerjaan Jawa Timur Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN Kesejahteraan Petani Kesejahteraan Nelayan PROFIL KEMISKINAN JAWA TIMUR 99 BOKS 2DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM DAN PEMBERIAN BLSM PADA KEMISKINAN DI JAWA TIMUR BAB 6 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR PERKIRAAN INFLASI JATIM PROSPEK PERBANKAN JAWA TIMUR PROSPEK EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN iii

7 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa 2 Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Jawa Timur Sisi Permintaan Provinsi Jatim 3 Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Sisi Penawaran 14 Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian 19 Tabel 2.1 Inflasi Triwulan I Tahun 2013 & Triwulan II 2013 di Jawa Timur (mtm) 28 Tabel 2.2 Inflasi & Sumbangan Inflasi di Jawa Timur (qtq) 32 Tabel 2.3 Inflasi Jawa Timur (yoy) Per Kelompok Barang 36 Tabel 2.4 Inflasi 7 Kota di Jawa Timur 38 Tabel 2.5 Inflasi 7 Kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan II (%yoy) 39 Tabel 2.6 Sumbangan Inflasi 7 Kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan II-2013 (%yoy) Tabel 2.7 Perkembangan Kapasitas Utilisasi Industri Pengolahan 43 Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan ( Bank Umum & BPR ) di Jawa Timur 47 Tabel 3.2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur 48 Tabel 3.3 Perkembangan NPL per Kelompok Bank 64 Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Timur 69 Tabel 3.5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat Di Surabaya 71 Tabel 3.6 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) Kantor Bank Indonesia 75 Tabel 3.7 Perputaran Kliring dan Tolakan Cek, Bilyet Giro Tw.I Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Daerah Prop. Jatim Triwulan I (Juta Rupiah) 86 Tabel 4.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) 87 Tabel 4.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jatim Tahun 2013 (Juta Rp) 89 Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jatim Tahun 2013 (Juta Rp) 91 Tabel 5.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur ( ) 93 Tabel 5.2 Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU Jawa Timur 96 Tabel 5.3 Garis Kemiskinan, Jumlah & Presentase Penduduk Miskin Menurut Daerah 100 Tabel 6.1 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Resiko 110 Tabel 6.2 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Resiko iv

8 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Kontribusi PDRB Sektoral Prov. Jawa Timur 2 Grafik 1.2 Kontribusi PDRB Sisi Permintaan Prov. Jawa Timur 2 Grafik 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Prov. Jawa Timur 3 Grafik 1.4 Struktur Perekonomian Prov. Jawa Timur 3 Grafik 1.5 Sisi Permintaan PDRB Prov. Jawa Timur 4 Grafik 1.6 Sisi Permintaan PDRB Prov. Jawa Timur 4 Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran 5 Grafik 1.8 Konsumsi Listrik Rumah Tangga 5 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi 6 Grafik 1.10 Dana Simpanan Perbankan Perorangan 6 Grafik 1.11 Survei Konsumen Keyakinan Konsumen 6 Grafik 1.12 Survei Konsumen - Kondisi Erkonomi Saat ini 6 Grafik 1.13 Perkembangan PMTB 7 Grafik 1.14 InfraStruktur Transportasi Jawa Timur 7 Grafik 1.15 Infrastruktur Pendukung Sektor Industri Pengolahan 7 Grafik 1.16 Perkembangan Jumlah Proyeksi Investasi 7 Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Proyek Investasi 7 Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Investasi 10 Grafik 1.19 Perkembangan Volume Penjualan semen 11 Grafik 1.20 Perkembangan Impor Barang Modal 11 Grafik 1.21 Perkembangan Kinerja Ekspor Jatim 12 Grafik 1.22 Perkembangan Kinerja Ekspor Luar negeri Jatim 12 Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor per Jenis Barang 12 Grafik 1.24 Pertumbuhan Ekspor per jenis barang 12 Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor 13 Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor 13 Grafik 1.27 Nilai Impor per Jenis Barang 13 Grafik 1.28 Pertumbuhan Impor per jenis Barang 13 Grafik 1.29 Pertumbuhan tiga sektor utama 14 Grafik 1.30 Pertumbuhan Sektor pendukung 14 Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor pendukung 14 Grafik 1.32 Utilisasi kapasitas produksi 15 Grafik 1.33 Utilisasi kapasitas produksi sektoral 15 Grafik 1.34 Indeks realisasi Usaha 16 Grafik 1.35 Indeks realisasi Usaha Sektoral 16 Grafik 1.36 Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang di Jatim 17 Grafik 1.37 Lama Tinggal tamu di Hotel Berbintang di Jatim 17 Grafik 1.38 Jumlah Wisatawan Asing Melalui bandara Juanda 17 Grafik 1.39 Konsumsi Listrik Golongan Bisnis 17

9 Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan 18 Grafik 1.41 Pertumbuhan Produksi Pengolahan 18 Grafik 1.42 Perkembngan Pertumbuhan Impor barang Bahan Baku 19 Grafik 1.43 Konsumsi Listrik Golongan industri 19 Grafik 1.44 Luas Lahan Tanam dan Panen Padi 21 Grafik 1.45 Luas Lahan Tanam dan PanenJagung di Jatim 21 Grafik 1.46 Luas Lahan Puso di Jatim 21 Grafik 1.47 Pertumbuhan Kredit & DPK Perbankan Jatim 22 Grafik 1.48 Perkembngan NIM Perbankan Jatim 22 Grafik 1.49 Perkembangan Fee Based Incame 22 Grafik 1.50 Perkembangan Interest Based Income 22 Grafik 1.51 Perkembangan Pendapatan Biaya Operasional Bank Umum 22 Grafik 1.52 Pertumbuhan Sektor Pendukung 23 Grafik 1.53 Volume Penjualan semen di jatim 23 Grafik 1.54 Rata-Rata Pembangunan Properti Residensial 23 Grafik 1.55 Rata-Rata Penjualan Properti Residensial 23 Grafik 1.56 Arus Penumpang di Tanjung Perak 24 Grafik 1.57 Arus Barang di tanjung Perak 24 Grafik 1.58 Penumpang Domestik di Bandara Juanda 25 Grafik 1.59 Penumpang Internasional di Bandara Juanda 25 Grafik 2.1 Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) 25 Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Jawa Timur 25 Grafik 2.3 Inflasi Jawa Timur (qtq) 25 Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Jawa Timur (qtq) 25 Grafik 2.5 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) 25 Grafik 2.6 Inflasi per Kelompok Barang Tw II-2013 (mtm) 27 Grafik 2.7 Inflasi April 2013 per Kelompok Barang 27 Grafik 2.8 Inflasi Mei 2013 per Kelompok Barang 27 Grafik 2.9 Inflasi Juni 2013 per Kelompok Barang 27 Grafik 2.10 Perkembangan Harga Sub Kelompok Bumbu-Bumbuan 29 Grafik 2.11 Perkembangan Harga Sub Kelompok Daging dan Telur 29 Grafik 2.12 Ekspektasi Inflasi Konsumen 3&6 bulan yad 30 Grafik 2.13 Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan 31 Grafik 2.14 Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan 31 Grafik 2.15 Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan Tw I-2013 & Tw II Grafik 2.16 Harga Beras Internasional dan Lokal s.d. Juni Grafik 2.17 Stok Setara Beras Jawa Timur 33 Grafik 2.18 Luas Panen dan Produksi Padi Kab.Jember 34 Grafik 2.19 Luas Panen dan Produksi Padi Prov.Jawa Timur 34 Grafik 2.20 Inflasi Sub Kel. Bumbu-Bumbuan (qtq) 35

10 Grafik 2.21 Inflasi Sub Kel. Daging, Telur dan Hasil-Hasilnya (qtq) 37 Grafik 2.22 Inflasi Tahunan (yoy) Sub Kelompok Grafik 2.23 Inflasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi & Transpor (yoy) Grafik 2.24 Inflasi Tahunan (yoy) Kelompok Bahan Makanan Tahun Grafik 2.25 Inflasi (yoy) Kelompok Makanan Jadi, Minuman & Tembakau Grafik 2.26 Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy) 7 Kota di Jawa Timur 38 Grafik 2.27 Inflasi Jatim per Komponen (yoy) 39 Grafik 2.28 Perbandingan Inflasi Jatim & Rata-Ratanya (yoy) 39 Grafik 2.29 Perbandingan Disagregasi Inflasi Jawa Timur (mtm) 39 Grafik 2.30 Disagregasi Inflasi (mtm) Jawa Timur 39 Grafik 2.31 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 50 Grafik 2.32 Perkembangan Capacity Utilization 50 Grafik 2.33 Perkembangan Harga Minyak Internasional 50 Grafik 2.34 Perkembangan Harga CPO 50 Grafik 2.35 Perkembangan Batu Bara 51 Grafik 2.36 Perkembangan Harga Karet 51 Grafik 2.37 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable & Non Tradeable 52 Grafik 2.38 Perkembangan Inflasi Inti - Exclude Gold Price 52 Grafik 2.39 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable - Food & Non Food 53 Grafik 2.40 Perkembangan Inflasi Inti Manufacturing & Services 53 Grafik 2.41 Perkembangan Inflasi Traded - Konstruksi dan Non Kontruksi 53 Grafik 2.42 Perkembangan Inflasi Non Traded - Konstruksi dan Non Konstruksi 53 Grafik 2.43 Indeks Keyakinan & Ekspetasi Konsumen 54 Grafik 2.44 Ekspektasi Harga yang Akan Datang 54 Grafik 3.1 Perkembangan LDR 49 Grafik 3.2 Perkembangan LDR per Kelompok Bank 49 Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (yoy) 50 Grafik 3.4 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (qtq) 50 Grafik 3.5 Perkembangan Total Aset Bank Umum 50 Grafik 3.6 Proporsi Aset Bank Umum 50 Grafik 3.7 Proporsi Aset Bank Umum Per Kabupaten/Kota 51 Grafik 3.8 Jumlah Aset Bank Umum Per Kabupaten/Kota 51 Grafik 3.9 Pertumbuhan Aset Bank Umum Per Kabupaten/Kota (% yoy) 52 Grafik 3.10 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (y-o-y) 52 Grafik 3.11 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (y-o-y) 53 Grafik 3.12 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (qtq) 53 Grafik 3.13 Perkembangan DPK per Jenis Simpanan 53 Grafik 3.14 Komposisi DPK Bank Umum (%) 53 Grafik 3.15 Perbandingan Suku Bunga Simpanan - BI Rate 54 Grafik 3.16 Proporsi DPK Per Kabupaten/Kota 54

11 Grafik 3.17 Jumlah DPK Per Kabupaten/Kota 54 Grafik 3.18 Pertumbuhan DPK Bank Umum Per Kabupaten/Kota (% yoy) 55 Grafik 3.19 Pertumbuhan Kredit (yoy) 56 Grafik 3.20 Pertumbuhan Kredit (qtq) 56 Grafik 3.21 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 57 Grafik 3.22 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank 57 Grafik 3.23 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan(y-o-y) 57 Grafik 3.24 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (q-t-q) 57 Grafik 3.25 Proporsi Kredit Sektoral 58 Grafik 3.26 Perkembangan Kredit Sektoral Dominan (yoy) 59 Grafik 3.27 Perbandingan Suku Bunga Kredit & BI Rate 59 Grafik 3.28 Proporsi Penyaluran Kredit Per Kabupaten/Kota 59 Grafik 3.29 Pertumbuhan Kredit Per Kabupaten/Kota 60 Grafik 3.30 Perkembangan Kredit UMKM 61 Grafik 3.31 Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Bank 62 Grafik Besar Provinsi Penyalur KUR 63 Grafik 3.33 Perkembangan Penyaluran KUR di Jatim 63 Grafik 3.34 Perkembangan NPL Bank Umum 65 Grafik 3.35 Perkembangan NPL per Jenis Penggunaan 65 Grafik 3.36 NPL Per Sektor Ekonomi 65 Grafik 3.37 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (qtq) 66 Grafik 3.38 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) 66 Grafik 3.39 Proporsi DPK Perbankan Syariah di Jatim 67 Grafik 3.40 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah (yoy) 67 Grafik 3.41 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan 67 Grafik 3.42 Pangsa Pembiayaan Syariah per jenis pengunaan 67 Grafik 3.43 Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposits Ratio (FDR) Perbankan Syariah di Jawa Timur 68 Grafik 3.44 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (%-yoy) 69 Grafik 3.45 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (%-qtq) 69 Grafik 3.46 Pertumbuhan Kredit BPR per-jenis Penggunaan (yoy) 70 Grafik 3.47 Proporsi Kredit BPR PerJenis Penggunaan 70 Grafik 3.48 Perkembangan LDR & NPL BPR 70 Grafik 3.49 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (yoy) 71 Grafik 3.50 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 71 Grafik 3.51 Proporsi DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber KP di Surabaya 72 Grafik 3.52 Pertumbuhan DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 72 Grafik 3.53 Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 73 Grafik 3.54 Proporsi Kredit Perjenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya 73 Grafik 3.55 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di Surabaya 73

12 Grafik 3.56 Perkembangan Arus Uang Tunai (inflow - out flow) dalam juta rupiah 76 Grafik 3.57 Perkembangan Net Flow Jawa Timur 76 Grafik 3.58 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) 76 Grafik 3.59 Perkembangan Transaksi Non Tunai Di Jawa Timur 77 Grafik 3.60 Perkembangan Transaksi RTGS Di Jawa Timur 78 Grafik Kota Dengan Aktivitas Transaksi Outgoing RTGS Terbesar Tw I Grafik Kota Dengan Aktivitas Transaksi Incoming RTGS Terbesar Tw I Grafik 3.63 Perkembangan Transaksi Kliring di Jatim 80 Grafik 3.64 Tolakan Transaksi Kliring di Jatim 80 Grafik 3.65 Statistik Uang Palsu yang Ditemukan 80 Grafik 4.1 Perkembangan APBD Provinsi Jatim 85 Grafik 4.2 Proporsi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jatim 87 Grafik 4.3 Realisasi PAD Provinsi Jatim Tahun 2013 (Juta Rupiah) 88 Grafik 4.4 Proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi Jawa Timur 90 Grafik 4.5 Proporsi Anggaran Belanja Langsung Provinsi Jawa Timur 90 Grafik 4.6 Realisasi Anggaran Belanja Tidak Langsung 91 Grafik 4.7 Realisasi Anggaran Belanja Langsung 91 Grafik 5.1 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral 93 Grafik 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja 94 Grafik 5.3 Komposisi Tenaga Kerja Formal 94 Grafik 5.4 Komposisi Bidang Tenaga Kerja Informal 94 Grafik 5.5 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama 96 Grafik 5.6 Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 96 Grafik 5.7 NTP Nasional & Jawa Timur 97 Grafik 5.8 NTP dan Pertumbuhan (Nasional & Jatim) 97 Grafik 5.9 lt Serta Pertumbuhan Nasional & Jatim 98 Grafik 5.10 lb dan Pertumbuhanan Nasional & Jatim 98 Grafik 5.11 NTN Nasional & Jawa Timur 99 Grafik 5.12 NTN Serta Pertumbuhan (Nasional & Jatim) 99 Grafik 5.13 Perkembangan Penduduk Miskin di Jawa Timur (%) 99 Grafik 5.14 Komoditas Penyumbang Garis Kemiskinan Makanan (%) 101 Grafik 5.15 Komoditas Penyumbang Garis Kemiskinan Non Makanan (%) 101 Grafik 5.16 Pertumbuhan Pengeluaran RT dan Pertumbuhan Inflasi di Jatim (%) 102 Grafik 5.17 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Grafik 6.1 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 108 Grafik 6.2 Indeks Ekspektasi Penghasilan 108 Grafik 6.3 Estimasi realisasi usaha Tw.II Grafik 6.4 Estimasi Penggunaan Tenaga Kerja Tw.II

13 Ringkasan Eksekutif

14 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL (KER) TRIWULAN II I 2013 Kinerja ekonomi Jatim meningkat sebesar 6,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional (5,81%). Assesmen Perkembangan Makro Ekonomi Pada triwulan II-2013, perekonomian Jawa Timur (Jatim) tumbuh 6,97% (yoy), lebih tinggi dari perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) di kisaran 6,60% - 6,80% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 6,62% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jatim masih di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional (5,81%) maupun provinsi lainnya di Kawasan Jawa. Bahkan beberapa wilayah di kawasan Jawa terjadi perlambatan pertumbuhan seperti DKI Jakarta dan Banten. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga dan investasi swasta (Pembentukan Modal Tetap Bruto PMTB) menjadi sumber pendorong pertumbuhan. Meningkatnya kegiatan konsumsi rumah tangga Jatim utamanya didorong oleh belanja kelompok non makanan terutama pembelian barang tahan lama sejenis peralatan rumah tangga, pakaian, alat tulis serta konstruksi. Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Timur menjadi salah satu pendorong meningkatnya konsumsi barang tahan lama karena adanya kepastian pendapatan. Kinerja investasi swasta periode ini didominasi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sehingga turut mengkonfirmasi stabilnya kinerja investasi Jatim di atas level 8% (yoy). Ditinjau dari sisi penawaran, sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian masih menjadi sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Ketiga sektor tersebut, secara berurutan menyumbang pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 2,89%, 1,56% dan 0,43%. Inflasi IHK pada triwulan II-2013, secara tahunan, mencapai sebesar 5,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional (5,90%). Assesmen Inflasi Inflasi IHK pada triwulan II-2013, secara tahunan, mencapai sebesar 5,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional (5,90%). Sementara itu, secara triwulanan, inflasi Jatim sudah kembali pada pola normalnya yang tercatat 0,11% (nasional 1,54%), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,87% (nasional 1,54%). Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan II-2013 x

15 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Tekanan inflasi dari volatile foods yang cukup kuat pada triwulan I-2013 terutama dari komoditas bumbu-bumbuan dan buah-buahan terlihat mereda memasuki awal hingga akhir triwulan II Disamping itu, terjadi pula penurunan harga pada komoditas emas perhiasan yang masuk dalam kelompok core, sebagai dampak melemahnya harga komoditas ini di pasar internasional. Namun demikian, koreksi harga dari kelompok volatile foods dan core, kembali tertahan dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada kelompok administered prices di penghujung triwulan ini, mengakibatkan kenaikan tarif angkutan dan berpengaruh kuat terhadap ekspektasi. Kenaikan BBM ini, diyakini menjadi faktor dominan pendorong utama inflasi pada triwulan berikutnya, selain dorongan permintaan memasuki tahun ajaran baru, bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Secara historis, inflasi Jatim selalu sejalan dengan nasional dengan tingkat inflasi yang relatif lebih tinggi. Berbeda dibandingkan periode sebelumnya dimana Jatim mengalami inflasi tertinggi di kawasan Jawa, pada periode ini inflasi Jatim berada di urutan ketiga tertinggi. Realisasi inflasi di kawasan Jawa, terendah ditempati Jawa Tengah (5,44%), DIY (5,66%), Jawa Timur (5,93%), Jawa Barat (6,54%) dan tertinggi terjadi pada Provinsi Banten (6,80%). Berdasarkan grafik di samping, inflasi bergerak naik yang terjadi di seluruh provinsi di Jawa sejak tahun 2011 sampai triwulan II Kinerja perbankan di Jawa Timur masih terus menunjukkan perkembangan positif dengan pertumbuhan kredit mencapai 26,16% (yoy). Assesmen Perbankan Pada pertengahan tahun 2013 (Triwulan II), kinerja perbankan di Jawa Timur baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terus menunjukkan perkembangan positif dalam mendukung kinerja perekonomian Jawa Timur. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, kredit dan DPK yang terus mengalami pertumbuhan dan didukung oleh tingkat risiko kredit yang rendah (kurang dari 5%). Aset Bank Umum dan BPR tumbuh sebesar 17,63% (yoy) hingga mencapai Rp.388,44 triliun. Kredit tumbuh sebesar 26,16% (yoy) dari sebesar Rp.251,4 triliun pada Triwulan I 2013 menjadi sebesar Rp.272,05 triliun pada Triwulan II Demikian pula dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum dan BPR yang mencatat pertumbuhan sebesar 12,10% (yoy) menjadi sebesar Rp.298,89 triliun. Sementara itu, perkembangan transaksi sistem pembayaran di wilayah Kantor Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia di Jawa Timur yang meliputi KPw BI Wilayah IV, Malang, Jember dan Kediri pada Triwulan II-2013 Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan II-2013 xi

16 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV menunjukkan peningkatan, baik untuk transaksi tunai maupun transaksi non-tunai. Transaksi tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.411,54 miliar. Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat net intflow sebesar Rp.7,83 triliun. Hal serupa juga ditunjukkan oleh transaksi non-tunai melalui sistem BI-RTGS yang tumbuh mencapai 19,54% (qtq) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang meningkat sebesar 5,08% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan kedua transaksi non tunai tersebut turut mengkonfirmasi peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan ini. Ekonomi Jatim pada Tw III-2013 diperkirakan tumbuh pada rentang 6,95% 7,15% (yoy). Inflasi IHK pada triwulan III-2013, diperkirakan berada di kisaran 8,20% s/d 8,50% (yoy). Prospek Ekonomi, Inflasi dan Perbankan Tw III 2013 Pada triwulan III 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim diprediksi tumbuh pada rentang pertumbuhan 6,95% 7,15% (yoy). Perekonomian Jawa Timur pada triwulan ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,97% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh tingkat konsumsi masyarakat, sebagaimana tercermin pada hasil survei konsumen. Pertumbuhan konsumsi periode ini didorong oleh momentum bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri di bulan Juli Agustus Selain itu, tibanya liburan tahun ajaran baru dan cukup panjangnya cuti bersama selama lebaran turut mendorong konsumsi masyarakat, khususnya pada sub sektor hotel dan restoran. Komponen terbesar selanjutnya, yaitu investasi swasta (PMTB) diproyeksikan tumbuh stabil pada level tinggi seiring meningkatnya optimisme pelaku usaha sebagaimana dikonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur). Di sisi penawaran, seiring meningkatnya permintaan dari luar pulau dalam merespon lonjakan permintaan di masa tahun ajaran baru dan lebaran turut mendorong kinerja sektor PHR. Meskipun perdagangan luar negeri Jatim mengalami tekanan cukup dalam akibat pelemahan ekonomi Eropa, namun masih kuatnya perdagangan dalam negeri Jatim diprediksi masih cukup baik untuk menyokong kinerja sub sektor perdagangan besar Jatim. Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, maka inflasi kota Jawa Timur pada Triwulan III-2013 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di kisaran 8,20% s/d 8,50%. Adanya gagal panen pada beberapa komoditas seperti tembakau dan bawang merah serta gagalnya pembibitan komoditas cabe, menyebabkan Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan II-2013 xii

17 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan III 2013 diperkirakan meningkat di kisaran 26,5% (yoy). tekanan inflasi untuk kelompok volatile food masih cukup tinggi. Ditambah lagi dengan masih berlanjutnya anomali cuaca di Jawa Timur yang akan mempengaruhi hasil panen. Selain itu, terbatasnya produksi lokal daging sapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga menjadi potensi peningkatan inflasi. Masih berlanjutnya kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) serta adanya potensi kenaikan cukai rokok menjadi pendorong utama meningkatnya inflasi di kelompok administered price meskipun pada tingkat yang relatif lebih rendah dibandingkan akhir Tw II dengan adanya kenaikan harga BBM. Dari sisi fundamental, potensi dorongan inflasi inti atau core inflation diperkirakan berasal dari kelompok non tradeable seiring meningkatnya kebutuhan di bidang pendidikan. Sedangkan dari sisi kelompok tradeable, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat seiring dengan pelemahan kurs Rupiah terhadap dollar yang mempengaruhi harga emas dunia. Peningkatan TTL pada Tw III-2013 berpotensi direspon masyarakat dengan peningkatan tarif sewa rumah serta kenaikan harga barang seiring dengan peningkatan biaya produksi. Faktor penahan inflasi kelompok ini adalah rendahnya tekanan dari output gap sebagai dampak telah berlalunya masa Hari Raya Idul Fitri. Para produsen diperkirakan meningkatkan kapasitas produksi pada akhir Tw III-2013 untuk memenuhi tingginya permintaan pada akhir tahun seiring dengan tibanya momen Natal dan Tahun Baru. Pada triwulan III 2013, kinerja industri perbankan di Jawa Timur diperkirakan sedikit mengalami perbaikan. Struktur dan pondasi sistem perbankan yang cukup baik diperkirakan masih dapat terjaga terutama ditopang oleh peningkatan fungsi intermediasi oleh perbankan. Penyusunan strategi pengembangan usaha yang tepat oleh perbankan diharapkan mampu meningkatkan peran sektor perbankan untuk mendorong perekonomian daerah. Pertumbuhan kredit oleh perbankan pada triwulan III 2013 diperkirakan mengalami peningkatan sekitar 26,5%. Masih terbukanya peluang investasi diharapkan mampu mendorong pertumbuhan kredit, khususnya pada sektor produktif, namun dalam batas pertumbuhan yang terjaga. Sektor ekonomi andalan Jatim seperti sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi serta sektor transportasi dan komunikasi pertanian masih menjadi sektor unggulan untuk dibiayai perbankan. Disamping itu, kredit konsumsi juga diperkirakan masih tetap tumbuh stabil. Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan II-2013 xiii

18 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh pada rentang 6,70% s.d 6,90% (yoy). Inflasi IHK di akhir tahun 2013, diperkirakan berada di kisaran 8,30% s/d 8,60% (yoy). Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2013 Di sepanjang tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh pada rentang 6,70% s.d 6,90% (yoy), lebih rendah dari angka perkiraan sebelumnya di kisaran 7,00% s.d 7,25%. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jatim di tahun 2013 ini masih lebih rendah dibandingkan tahun 2012 (7,27%-yoy), namun pertumbuhan ini diyakini masih yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Dari sisi permintaan, masih tingginya konsumsi masyarakat seiring meningkatnya proporsi usia produktif di Jawa Timur masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jatim. Sementara itu, berbagai upaya pemerintah melalui perbaikan infrastruktur, penyederhanaan birokrasi pengajuan izin usaha serta upaya peningkatan kerjasama investasi melalui kunjungan antar negara/daerah diharapkan dapat terus mendorong minat investor asing dan dalam negeri. Selanjutnya, optimisme pengusaha akan perbaikan kinerja ekspor luar negeri Jatim dengan berbagai strategi perusahaan dan pemerintah diharapkan terus mengalami perbaikan, khususnya dengan adanya insentif pemerintah untuk mengembangkan produk hortikultura dan pertanian organik di beberapa sentra produksi Jatim. Selain itu, adanya momentum PILKADA pada Agustus 2013 diperkirakan turut mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim baik dari sisi konsumsi rumah tangga maupun pemerintah. Di sisi penawaran, dengan strategi penambahan Kantor Perwakilan Dagang oleh Pemprov Jatim ke seluruh Indonesia, diperkirakan kinerja subsektor perdagangan mengalami perbaikan. Meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam kegiatan wisata turut mendorong kinerja subsektor hotel dan restoran, ditambah dengan meningkatnya peranan Kota Surabaya sebagai sub hub ke Indonesia Timur yang terindikasi dari bertambahnya jumlah hotel kelas bisnis di Surabaya. Optimisme pelaku usaha sektor industri pengolahan yang tercermin melalui berbagai survei diharapkan terus berlanjut hingga akhir tahun, dengan didorong berbagai insentif pemerintah melalui peningkatan peran serta usaha mikro, kecil dan menengah di Jatim. Adanya pergeseran musim diharapkan tidak signifikan mempengaruhi kinerja sektor pertanian dengan didukung telah diselesaikannya beberapa proyek irigasi serta tersedianya debit air di waduk pada level tinggi diharapkan mendorong kinerja sektor pertanian tahun ini. Sementara itu, secara keseluruhan pertumbuhan sektor lainnya masih relatif stabil. Inflasi sampai dengan akhir tahun 2013, diproyeksi bersumber dari kelompok administered price sebagai dampak kenaikan harga BBM, tarif Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan II-2013 xiv

19 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV listrik serta cukai rokok. Dengan demikian inflasi Jatim pada tahun 2013 diperkirakan secara tahunan berada di kisaran 8,30% s/d 8,60% (yoy). Faktor lainnya terlihat dari hasil panen pada tahun 2013 yang belum mencapai titik optimalnya karena adanya anomali cuaca (kemarau basah) yang berlangsung sepanjang tahun sehingga beberapa komoditas mengalami gagal panen atau panen tetapi tidak maksimal. Dari sisi fundamental, potensi dorongan inflasi inti diperkirakan berasal dari kelompok tradeable yang berasal dari kelompok perumahan dan pendidikan, meskipun di sisi lain tren pelemahan harga emas dunia (walaupun semakin berkurang) dapat menahan laju inflasi di kelompok ini. Cukup baiknya eskpektasi para pelaku usaha akan kondisi perekonomian Jawa Timur, diimbangi dengan peningkatan kapasitas utilisasi produksi sehingga dapat meminimalkan terjadinya output gap dan mendukung stabilnya inflasi kelompok ini sampai dengan akhir tahun 2013 Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan II-2013 xv

20 LAMPIRAN INDIKATOR MAKRO EKONOMI JAWA TIMUR INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) JAWA TIMUR Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kota Jember Kota Probolinggo Kota Madiun Kota Sumenep LAJU INFLASI TAHUNAN (Y-O-Y) JAWA TIMUR Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kota Jember Kota Probolinggo Kota Madiun Kota Sumenep PDRB Harga Konstan (Milliar Rp) 95,330,557 98,085, ,427,099 99,823, ,637, ,923,561 - Pertanian 15,982,668 14,177,715 13,591,281 10,712,279 16,295,361 14,596,007 - Pertambangan dan Penggalian 1,893,917 2,120,466 2,160,927 2,225,952 1,944,490 2,169,220 - Industri Pengolahan 23,409,626 23,871,800 24,936,426 25,799,205 24,587,026 25,398,705 - Listrik, gas, dan air bersih 1,257,835 1,320,473 1,310,535 1,349,589 1,324,308 1,381,232 - Bangunan 2,893,702 3,224,522 3,314,209 3,408,133 3,132,579 3,564,182 - Perdagangan, Hotel dan Restoran 30,081,571 31,799,848 32,958,742 33,535,338 32,903,774 34,637,806 - Pengangkutan dan komunikasi 6,945,037 7,627,427 7,949,406 8,119,044 7,707,809 8,393,503 - Keuangan, persewaan, dan jasa 5,156,525 5,439,472 5,544,158 5,662,313 5,594,390 5,857,555 - Jasa 2,145,164 8,503,427 8,661,415 2,996,662 2,239,473 8,925,351 Pertumbuhan (yoy) - Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy) xviii

21 A. Perbankan Bank Umum : INDIKATOR LAMPIRAN INDIKATOR PERBANKAN JAWA TIMUR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Total Asset (Rp. Triliun) DPK (Rp. Triliun) Tabungan (Rp. Triliun) Giro (Rp. Triliun) Deposito (Rp. Triliun) Kredit (Rp. Triliun) - Bank Pelapor Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performing Loan (NPL-Gross) Loan to Deposit Ratio - LDR (%) 76.25% 80.10% 85.07% 82.84% 85.20% 90.32% Kredit UMKM (Triliun Rp)-Bank Pelapor NPL UMKM Gross (%) BPR : Total Asset (Rp. Triliun) DPK (Rp. Triliun) Tabungan (Rp. Triliun) Deposito (Rp. Triliun) Kredit (Rp. Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performing Loan (NPL-Gross) 4.29% 4.14% 4.24% 3.39% 3.84% 3.88% Loan to Deposit Ratio - (LDR) % % % 123% 121% 124% 131% - SYARIAH : - Total Asset (Rp. Triliun) DPK (Rp. Triliun) Giro (Rp. Triliun) Tabungan (Rp. Triliun) Deposito (Rp. Triliun) Pembiayaan (Rp. Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performance Financing (NPF) % Financing to Deposit Ratio (FDR) % B. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Pemusnahan Uang (Rp- Triliun) Nominal Transaksi RTGS Volume Transaksi RTGS 141, , , ,920 79, ,050 Nominal Kliring Kredit (Rp. Triliun) Volume Kliring Kredit (juta lembar) Tolakan Kliring (Rp. Juta) 632, , , , , ,711 Tolakan Kliring (lembar) 20,065 19,361 23,280 21,770 25,418 21,488

22 Bab 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

23 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Pada triwulan II-2013, perekonomian Jawa Timur (Jatim) tumbuh 6,97% (yoy) sedikit lebih tinggi dari perkiraan KPwBI Wilayah IV (Jawa Timur) sebelumnya yang berada pada kisaran 6,60% - 6,80% (yoy). Dibandingkan nasional dan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Jawa, ekonomi Jatim masih tumbuh lebih tinggi (lihat tabel 1). Bahkan di beberapa wilayah terjadi perlambatan seperti DKI Jakarta dan Banten yang mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 0,1% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 6,62% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga dan investasi swasta (Pembentukan Modal Tetap Bruto PMTB) menjadi sumber pendorong pertumbuhan. Meningkatnya kegiatan konsumsi rumah tangga Jatim utamanya didorong oleh belanja kelompok non makanan terutama pembelian barang tahan lama sejenis peralatan rumah tangga, pakaian, alat tulis serta konstruksi. Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Timur sebagaimana diinformasikan pada Bab V Kesejahteraan Masyarakat menjadi salah satu pemicu meningkatnya konsumsi barang tahan lama dimana terdapat kepastian pendapatan dimasyarakat. Berdasarkan informasi anekdotal, wilayah Jawa Timur marak didirikan industri skala mikro dan sedang, khususnya industri makanan, minuman dan tembakau, seiring melimpahnya sumber daya alam dan akses infrastruktur yang memadai jika dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia pada pertengahan Juni 2013 belum berdampak pada tingkat bunga kredit konsumsi, sehingga daya beli kelompok low income masih relatif stabil dengan berbagai alternatif sumber pembiayaan yang tersedia. Kinerja investasi swasta periode ini didominasi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sehingga turut mengkonfirmasi stabilnya kinerja investasi Jatim di atas level 8% (yoy). Selain itu, minat investor asing pun terjaga di atas nilai USD 700 juta per triwulannya. Beragamnya potensi daerah mendorong penyebaran investasi di tingkat kab/kota, meskipun masih belum merata, khususnya di wilayah pesisir Selatan. Berdasarkan hasil survei dan liaison yang dilakukan Bank Indonesia, masih lemahnya infrastruktur wilayah Selatan menjadi salah satu penyebab minimnya penanaman investasi, hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat daerah ini masih rendah. Triwulan II

24 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Sementara itu ditinjau dari sisi penawaran, sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian masih menjadi sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Ketiga sektor tersebut, secara berurutan menyumbang pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 2,89%, 1,56% dan 0,43%. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian mengalami peningkatan, yaitu dari 5,03% (yoy) menjadi 6,40% serta 1,96% (yoy) menjadi 2,95%. Sementara itu, sektor PHR cenderung melambat, yaitu dari sebelumnya 10,98% (yoy) menjadi 10,04%. Proporsi ketiga sektor utama pada perekonomian Jawa Timur Triwulan II 2013 masih stabil dengan pangsa mencapai 72,87%, sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan proporsi ketiganya pada Triwulan I 2013 yang tercatat sebesar 74,43%. Penurunan proporsi ini didorong meningkatnya kinerja sektor pendukung meliputi sektor konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertambangan dan penggalian. Berbeda dengan triwulan sebelumnya, sektor industri pengolahan tumbuh membaik di atas level 6%, yang didorong pertumbuhan sub sektor tekstil dan alas kaki seiring meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang tahun ajaran baru. Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa PROVINSI DI PULAU JAWA I II DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Banten DKI Yogyakarta NASIONAL Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1 Kontribusi Pertumbuhan PDRB Sektoral Prov.Jawa Timur Jasa-Jasa Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Pengangkutan & Komunikasi Perdagangan, Hotel & Restoran Tw II 2012 Tw II 2013 Tw I 2013 Grafik 1.2 Kontribusi PDRB Sisi Permintaan Prov.Jawa Timur Perubahan Stok Impor Tw II 2013 Ekspor Tw I 2013 Tw II 2012 Bangunan Listrik, Gas & Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Pertanian Sumber: BPS Jatim, diolah Pembentukan Modal Tetap Bruto Konsumsi Pemerintah Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Konsumsi Rumah Tangga -4.00% -2.00% 0.00% 2.00% 4.00% 6.00% Sumber: BPS Jatim, diolah Triwulan II

25 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL % y o y 8 Grafik 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Indonesia Tren-Jawa Timur I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 1.4 Struktur Perekonomian Prov. Jawa Timur I II III IV I II III IV I II Jasa-Jasa Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Pengangkutan & Komunikasi Perdagangan, Hotel & Restoran Bangunan Listrik, Gas & Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Pertanian Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah 1.2. SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, pertumbuhan pada triwulan ini masih didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB), yang masing-masing menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 4,80% (yoy) dan 1,27%. Sebagaimana diinformasikan pada tabel 1.2, tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi mencapai 6,94% (yoy) dan 8,67%. Selanjutnya, peningkatan belanja pemerintah dari 0,25% (yoy) menjadi 2,83% diharapkan terus berlanjut hingga akhir tahun. Sementara itu, masih belum membaiknya transaksi perdagangan luar negeri Jawa Timur kembali melemahkan kinerja transaksi ekspor dan impor masing-masing pada level 6,89% dan 5,39%. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Jawa Timur SISI PERMINTAAN I II III IV I II III IV I II Konsumsi Konsumsi Lemb. Swasta Nir Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stok Ekspor Impor PDRB Sumber: BPS Jatim, diolah 2013 Triwulan II

26 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL % y o y 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% Grafik 1.5 Sisi Permintaan PDRB Prov.Jawa Timur Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Jatim, diolah T r i l i u n R p Grafik 1.6 Sisi Permintaan PDRB Prov.Jawa Timur Net Ekspor Luar Negeri g_net Ekspor Luar Negeri (rhs) Net Ekspor Antar Pulau g_net Ekspor Antar Pulau (rhs) 800 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Jatim, diolah % Y O Y a. Konsumsi Pada triwulan II 2013, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Tercatat pertumbuhan konsumsi ini meningkat dari 6,80% (yoy) menjadi 6,94%. Tibanya tahun ajaran baru di akhir triwulan menjadi pemicu kenaikan konsumsi rumah tangga. Selain itu, hadirnya Surabaya Shopping Festival di sepanjang bulan Mei dan beberapa perayaan hari keagamaan serta cuti bersama turut mendorong peningkatan belanja masyarakat. Dukungan pemerintah di sektor perumahan untuk ekonomi menengah ke bawah menjadi bumper pertumbuhan properti residensial seiring membaiknya daya beli masyarakat dan stabilnya kinerja investasi swasta yang tersebar di berbagai daerah tingkat kab/kota. Membaiknya konsumsi rumah tangga Jatim pada triwulan ini turut dikonfirmasi oleh meningkatnya beberapa indikator konsumsi, seperti hasil survei penjualan eceran, survey konsumsi, jumlah konsumsi listrik rumah tangga, kredit konsumsi dan simpanan perorangan. Sebagaimana dapat dilihat pada grafik 1.7, salah satu indikator konsumsi rumah tangga Jatim yaitu indeks omset penjualan relatif stabil di atas indeks 110. Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia turut mengkonfirmasi perkembangan ekonomi Jawa Timur. Hasil survei menginformasikan kenaikan tertinggi indeks penjualan barang tahan lama meliputi kelompok barang konstruksi (indeks 192,64), peralatan rumah tangga (374,08), pakaian (141,24) serta alat tulis (182,83). Sementara itu, indikator konsumsi listrik rumah tangga juga meningkat (lihat grafik 1.8), yaitu dari 816,82 juta Kwh menjadi juta Kwh atau setara dengan peningkatan Kwh per pelanggan dari 102,02 menjadi Jumlah pelanggan rumah tangga yang dilayani terlihat mengalami peningkatan sebesar 7,44%(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2013 (4,40% - yoy). Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) per tanggal 1 Januari 2013 pada kelompok konsumen Triwulan II

27 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL rumah tangga hanya berlaku pada golongan pelanggan Rumah Tangga Besar (R3 daya 6600 VA ke atas). Besaran populasi kelompok ini relatif kecil namun memiliki konsumsi cukup besar sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan konsumsi. Konsumen golongan daya tersambung 450 VA dan 900 VA tidak mengalami kenaikan TTL sehingga pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga masih cukup tinggi mengingat besarnya permintaan layanan sambungan listrik khususnya di daerah terpencil. Dengan mekanisme kenaikan secara bertahap diharapkan kebijakan ini tidak memberikan efek kejut pada tingkat konsumsi masyarakat namun dapat mengurangi biaya subsidi pemerintah yang tidak tepat guna. Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.8 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Indeks Indeks Omset Riil Pakaian & Perlengkapannya Alat Tulis Barang Budaya dan Rekreasi Peralatan Rumah Tangga Makanan, Minuman, Tembakau Konstruksi Konsumsi Listrik Kwh/pelanggan 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : PLN (diolah) Sebagai salah satu sumber pembiayaan belanja rumah tangga, indikator simpanan perorangan terindikasi tumbuh melambat yaitu dari 14,43% (yoy) menjadi 12,81%. Arah perlambatan indikator ini juga mengkonfirmasi meningkatnya konsumsi rumah tangga dengan didorong oleh penurunan pertumbuhan simpanan jenis tabungan (dari 18,72% menjadi 15,06%), giro (dari 8,69% menjadi 6,31%), sedangkan deposito meningkat dari 9,36% menjadi 10,47%. Meningkatnya pertumbuhan deposito dipicu oleh pelemahan harga emas dunia, sehingga masyarakat cenderung meningkatkan kembali investasi konvensionalnya dalam bentuk simpanan di bank. Konsumsi yang masih tinggi tercermin pula dari terjaganya stabilitas pertumbuhan kredit konsumsi Bank Umum pada level tinggi, yaitu di atas 26% (yoy). Konsistennya pertumbuhan kredit ini turut mendukung pembiayaan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan. Ke depan diperkirakan kinerja kredit konsumsi terjaga stabil meskipun suku bunga acuan BI Rate meningkat sebesar 0,75 basis poin, Disisi lain adanya Kebijakan Bank Indonesia yang mengatur batas maksimum suku bunga kartu kredit sebesar 2,95% per bulan diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan kredit ini. Kebijakan ini diluncurkan dalam rangka meningkatkan Triwulan II

28 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL aspek perlindungan konsumen dan mendukung praktek pemberian Kartu Kredit yang lebih memperhatikan manajemen risiko pemberian kredit. %yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Grafik 1.10 Dana Simpanan Perbankan Perorangan gdpk Perorangan ggiro Perorangan (rhs) gtab Perorangan (rhs) gdep Perorangan (rhs) I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II (10) Peningkatan konsumsi masyarakat dikonfirmasi berbeda oleh hasil survei konsumsi, yang mengindikasikan stabilnya tingkat keyakinan konsumen (IKK) di atas indeks 120, dengan komposisi meningkatnya kepercayaan konsumen pada kondisi ekonomi saat ini (IKE), dan ekspektasi konsumen (IEK) yang relatif stabil. Tingkat kepercayaan konsumen pada kondisi ekonomi saat ini (IKE) kembali membaik seiring meningkatnya indikator tingkat ketersediaan lapangan kerja saat ini. Faktor kejutan terkait kenaikan harga beberapa tarif pembentuk biaya produksi diperkirakan hanya bersifat temporary, mengingat sektor produktif skala menengah dan besar telah menganggarkan kenaikan ini di awal tahun meskipun nilai realisasinya masih lebih tinggi dari perkiraan awal tahun. Sementara itu, terjaganya IEK pada level 135 didukung oleh indikator keyakinan ketersediaan lapangan kerja 6 (enam) bulan yang akan datang dan stabilnya indeks ekspektasi penghasilan (indeks 131,60) serta indeks keyakinan kondisi ekonomi indonesia (indeks 100,60). Relatif terjaganya kondisi ekonomi di Jawa Timur dan didukung dengan kondusifnya iklim investasi sehingga menambah jumlah lapangan pekerjaan khususnya di wilayah kab/kota turut menjaga keyakinan responden dalam level optimis Grafik 1.11 Survei Konsumen Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Grafik 1.12 Survei Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Penghasilan Saat Ini Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Triwulan II

29 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL b. Investasi T r i l i u n R p Grafik 1.13 Perkembangan PMTB Pembentukan Modal Tetap Bruto Sumber: BPS Jawa Timur, diolah gpmtb (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% % Y O Y Kinerja investasi Jawa Timur yang tercermin pada tingkat pertumbuhan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto PMTB) pada triwulan II 2013 mengalami perbaikan dari 8,20% (yoy) menjadi 8,67%. Namun, jika diukur berdasarkan proporsinya terindikasi mulai mengalami penurunan sejak triwulan I-2012yang disebabkan oleh indikator konsumsi rumah tangga cenderung meningkat sehingga patut diwaspadai dampak lanjutan di masa mendatang atas kinerja pertumbuhan ekonomi Jatim, mengingat pentingnya investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang sustainable. Grafik 1.14 Infrastruktur Transportasi Jawa Timur Grafik 1.15 Infrastruktur Pendukung Sektor Industri Pengolahan Turut men Sumber: BPM Jatim, diolah Sumber: BPM Jatim, diolah Grafik 1.16 Perkembangan Jumlah Proyek Investasi Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Proyek Investasi Jumlah Proyek PMA Perubahan Jumlah Proyek PMA Jumlah Proyek PMDN Perubahan Jumlah Proyek PMDN 300% 12,000 10,000 Nilai Proyek PMA (USD million) g Nilai Proyek PMA Nilai Proyek PMDN (Rp miliar) g Nilai Proyek PMDN 1200% 1000% % 8, % 600% % 6, % 100 0% 4, % 0% 50 2, % - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % Sumber: BKPM Sumber: BKPM Triwulan II

30 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Masih tingginya minat investasi ke wilayah Jawa Timur turut dikonfirmasi dari hasil kegiatan Liaison dan searah pula dengan rilis data Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur akhir semester I Meskipun kinerja Penanaman Modal Asing (PMA) mengalami perlambatan, namun diperkirakan akan membaik seiring tingginya pengajuan investasi asing yang didominasi sub sektor minyak dan gas di Tuban, Gresik dan Pasuruan senilai Rp. 9 Triliun. Meskipun penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masih lebih tinggi dibandingkan Jawa Tengah, namun investor lebih memilih berinvestasi di Jawa Timur dengan adanya fasilitas infrastruktur pelabuhan, jalan tol dan bandara serta ketersediaan tenaga kerja yang terampil. Selain itu, pangsa pasar sebesar 120 juta jiwa ke wilayah Indonesia Timur menjadi daya tarik tersendiri, mengingat kuatnya jaringan perdagangan pengusaha Jawa Timur di wilayah ini. Kuatnya perdagangan antar pulau turut didukung dengan fasilitas Pemprov Jatim yang menyediakan Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di 15 (lima belas) Provinsi yang tersebar di wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Hingga akhir tahun 2013, ditargetkan sebanyak 24 (dua puluh empat) KPD didirikan, tambahan sebanyak 9 (sembilan) KPD ini menggunakan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Dalam pelaksanaan operasionalnya, teknis kerjasama dagang antar daerah diemban oleh Duta Dagang yang notabene merupakan pelaku usaha di kawasan yang menjadi target pemasaran produk Jatim. Sistem ini diharapkan dapat menekan biaya operasional sehingga tidak membebani APBD Jatim terlalu tinggi. Selain itu Pemprov Jatim tengah mempersiapkan perbaikan konektivitas logistik dengan memanfaatkan skema Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) antar Provinsi, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Dari sisi investasi bangunan, beberapa proyek pembangunan di Jawa Timur yang sedang berjalan diantaranya pembangunan pabrik pengolahan susu di Kabupaten Pasuruan dan pembangunan pabrik baja beton. Selain itu adanya pembangunan pabrik untuk produksi gula di wilayah Jember dan Malang, pabrik tembakau di Kab. Bojonegoro dan Kab. Tuban serta pabrik pengolahan makanan laut di Kab. Sidoarjo dan Kab. Pasuruan turut mendorong realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) periode ini sehingga lebih dominan dibandingkan investasi Penanaman Modal Asing (PMA). Dari subsektor transportasi dan komunikasi turut terinformasi rencana pembelian mesin dan peremajaan alat angkut transportasi khususnya di sektor jasa angkutan darat dan laut. Guna mendukung iklim investasi di Jatim, pembangunan beberapa proyek infrastruktur telah dianggarkan pada tahun ini, dengan total nilai investasi sebesar Rp. 8 Triliun. Anggaran ini dialokasikan untuk pembangunan tiga proyek jalan tol baru dan satu proyek jalan tol pengganti, meliputi jalan tol Gempol-Pandaan (13,6 km), Gempol-Pasuruan (34,15 km), Triwulan II

31 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Surabaya-Mojokerto (36,27 km) dan relokasi jalan tol Porong-Gempol (10 km). Sealin itu, pembangunan Pelabuhan guna mengakomodir kebutuhan transaksi perdagangan luar dan dalam negeri, mengingat tidak efisiennya proses bongkar muat melalui Pelabuhan Tanjung Perak juga terus dilakukan. Pada tanggal 29 April 2013 telah diresmikan Pelabuhan Penyeberangan Paciran yang dapat melayani kapal penumpang berkapasitas 500 orang dan 100 kendaraan roda empat. Sementara itu, pembangunan pelabuhan Teluk Lamong tengah memasuki tahap finalisasi berupa proses penambahan fasilitas pengerukan kolam dermaga domestik, pembangunan Jembatan, fly over, kelengkapan gudang dan gedung operasional Pelabuhan. Berdasarkan hasil liaison ke salah satu operator pelabuhan di Jawa Timur, guna mendukung ketersediaan listrik di Jawa Timur, pertengahan tahun ini direncanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Teluk Lamong bekerjasama dengan BUMD setempat. Diharapkan PLTMG ini dapat beroperasi pada Mei Pembangunan fasilitas ini juga untuk mengakomodir kebutuhan listrik operasional kereta api monorel tanpa operator (Automated Container Transport ACT) di Pelabuhan Teluk Lamong guna mengurangi kepadatan lalu lintas antara pelabuhan Tanjung Perak dan terminal Teluk Lamong. Proyek lainnya yang diharapkan selesai di akhir tahun meliputi penambahan kapasitas Terminal Bandara Juanda senilai Rp. 946 miliar, operasional Pelabuhan Tanjung Tembaga dan Pelabuhan Probolinggo. Namun demikian, tidak dimungkiri masih terdapat beberapa kendala, khususnya dalam pembangunan kawasan industri di daerah. Dalam beberapa kesempatan Pemprov Jatim menginformasikan rencana ini masih terkendala belum terkumpulnya kelompok investor yang berkomitmen untuk berinvestasi pada pembangunan kawasan industri, karena prasyarat minimal harus berada di lahan seluas 1000 ha. Masih belum terintegrasinya kawasan pabrik di daerah menjadi kesulitan tersendiri bagi investor baru, khususnya untuk skala mikro dan kecil mengingat masih minimnya akses jalan ke daerah, meskipun potensi sumber daya alam dan manusia tersedia melimpah. Sebagai langkah awal, diperlukan koordinasi anggaran tingkat kab/kota untuk membangun infrastruktur pendukung sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi calon investor. Hal ini turut dikonfirmasi oleh hasil liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) dimana pengusaha menyuarakan pentingnya ketersediaan infrastruktur di daerah serta jaminan integrasi sistem perijinan investasi tingkat kab/kota, provinsi hingga level nasional guna memberikan kepastian biaya dan waktu bagi kelompok calon investor baru. Triwulan II

32 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Investasi %yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Sebagai salah satu sumber pembiayaan sektor produktif, kinerja penyaluran kredit investasi periode ini tumbuh tinggi jika dibandingkan triwulan I 2013 dari 27,96% (yoy) menjadi 34,32% seiring masih tingginya prospek positif perekonomian Jawa Timur yang disertai dengan dukungan penciptaan iklim usaha yang kondusif. Di sisi lain, kredit modal kerja masih relatif terjaga stabil di atas 20%, meskipun sedikit melemah dibandingkan triwulan I Sementara itu, perlambatan investasi barang modal (mesin, peralatan, dll) diperkirakan telah berlalu terutama karena kebijakan pemerintah membebaskan bea impor mesin dan barang untuk pengembangan industri, dalam rangka mendukung peningkatan investasi dan program industri perkapalan serta industri kendaraan bermotor nasional yang terangkum dalam proyek MP3EI Nasional. Hal ini kemudian mendorong peningkatan investasi terutama oleh industri perkapalan, sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan impor barang modal (Grafik 1.21). Selanjutnya, indikator kinerja impor barang modal terindikasi adanya pertumbuhan transaksi dari 0,96% menjadi 27,88% atau senilai USD 588 Juta. Tren ini turut mengkonfirmasi membaiknya iklim investasi di Jatim, selain faktor upaya penambahan investasi berupa lahan atau pabrik baru. Hasil kegiatan Liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV pun mengindikasikan hal serupa dengan bertambahnya jumlah investor baru baik dari dalam dan luar negeri di wilayah Jatim. Sedikit berbeda dengan triwulan sebelumnya, beberapa pelaku usaha mengkonfirmasi telah membaiknya kinerja penjualan ekspor di berbagai di negara tujuan, kecuali ke kawasan Eropa. Triwulan II

33 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 0 Grafik Perkembangan Volume Penjualan Semen Penjualan Semen g_penjualan Semen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % 20% 10% 0% -10% -20% -30% Grafik 1.20 Perkembangan Impor Barang Modal Capital Goods g_capital Goods (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (20) (40) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia c. Ekspor-Impor Pada pertengahan tahun 2013, tercatat transaksi perdagangan barang dan jasa Jatim sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan mencatatkan kinerja net ekspor sebesar Rp. 4,04 trilyun, namun masih dalam tren positif net ekspor sejak triwulan II Membaiknya kinerja ekspor impor Jatim utamanya didorong oleh peningkatan nilai net ekspor perdagangan antar pulau (dari Rp. 2,69 triliun menjadi Rp. 3,47 triliun) dengan didukung tercapainya net ekspor dari transaksi luar negeri sebesar Rp. 0,57 triliun. Sedikit berbeda dengan pencatatan transaksi perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh BPS Jawa Timur, berdasarkan Laporan Aplikasi Permohonan Ekspor Barang (PEB) dan Permohonan Impor Barang (PIB) dengan sumber Bea Cukai Jawa Timur, kembali mencatatkan kondisi net impor sebesar USD 1291,57 juta. Meskipun transaksi ekspor luar negeri Jatim mengalami perbaikan dari -10,12% (yoy) menjadi -0,31%, namun meningkatnya kebutuhan impor (dari -4,70% (yoy) menjadi 5,51%) mengakibatkan neraca perdagangan luar negeri kembali defisit. Membaiknya transaksi ekspor luar negeri Jatim didominasi oleh jenis barang konsumsi yang tumbuh sebesar 11,54% lebih tingga dari periode sebelumnya pada level 1,13%, serta ekspor barang bahan baku yang membaik dari -14,66% (yoy) menjadi -5,53%. Sedangkan ekspor barang modal mengalami perlambatan dari 42,18% menjadi 17,57%. Berdasarkan komoditasnya, ekspor barang konsumsi didominasi oleh kelompok makanan olahan, perabot, perhiasan dan alas kaki. Sedangkan untuk kelompok barang bahan baku didominasi oleh ekspor karet mentah, kayu, lemak atau minyak hewan/nabati serta bahan kimia organik. Selanjutnya untuk kelompok barang modal didominasi ekspor mesin/peralatan listrik. Triwulan II

34 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Peningkatan transaksi impor utamanya didorong peningkatan pertumbuhan impor untuk kelompok barang konsumsi (dari -9,26% (yoy) menjadi 59,13%), barang modal (dari 0,96% (yoy) menjadi 27,88%) serta barang bahan baku (dari -5,00% (yoy) menjadi -1,86%). Berdasarkan komoditasnya, impor barang konsumsi didominasi oleh kelompok aneka buah, aneka biji berminyak serta aneka gandum. Sedangkan untuk kelompok barang bahan baku didominasi oleh impor besi dan baja, aneka olahan plastik, pupuk serta bijih logam. Selanjutnya untuk kelompok barang modal didominasi impor mesin/pesawat mekanik serta mesin/peralatan listrik. Kinerja impor triwulan ini relatif membaik dibandingkan periode sebelumnya, meskipun demikian Pemprov Jatim telah mengupayakan perumusan kebijakan lokal sebagai insentif bagi sektor industri pengolahan yang memanfaatkan barang impor untuk diolah menjadi barang ekspor baik keluar maupun dalam negeri. Grafik 1.21 Perkembangan Kinerja Ekspor Jatim 6,000,000 (Rp Juta) 5,000,000 Net Ekspor LN Net Ekspor Antar Pulau 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 - (1,000,000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2,000,000) Sumber: BPS Jatim, diolah 1, (500) (1,000) (1,500) Grafik 1.22 Perkembangan Kinerja Ekspor Luar Negeri Jatim (USD Juta) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NET EKSPOR Net Capital Goods Net Intermediate Goods Net Consumption Goods 4,500 4,000 3,500 Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor Per Jenis Barang (USD Juta) Consumption Goods Intermediate Goods Capital Goods Grafik 1.24 Pertumbuhan Ekspor Per Jenis Barang g_total Ekspor g_capital Goods (rhs) g_intermediate Goods (rhs) g_consumption Goods (rhs) (%, yoy) ,000 2,500 2, ,500 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (10) (20) (30) I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II (50) (100) Triwulan II

35 ( ) BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, (USDJuta) Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Total Ekspor g_total Ekspor (%, yoy) I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II (20) (40) (USD Juta) Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Total Impor g_total Impor (rhs) (%, yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (20) (40) (60) J U T A U S D C I F 5,500 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Grafik 1.27 Nilai Impor per Jenis Barang Consumption Goods Intermediate Goods Capital Goods I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % y o y Grafik 1.28 Pertumbuhan Impor per Jenis Barang g_total Impor (rhs) g_capital Goods (rhs) g_intermediate Goods (rhs) g_consumption Goods (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, struktur perekonomian Jawa Timur pada triwulan II-2013 secara keseluruhan masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pertanian, dengan rincian kontribusi 31,04% (Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran), 26,21% (Industri Pengolahan), dan 15,63% (Sektor Pertanian). Secara umum, jumlah kontribusi ketiga sektor utama tersebut mencapai 72,87%, sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan proporsi ketiganya pada Triwulan I 2013 yang tercatat sebesar 74,43%. Penurunan proporsi ini didorong meningkatnya kinerja sektor pendukung meliputi sektor konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertambangan dan penggalian. Berbeda dengan triwulan sebelumnya, sektor industri Triwulan II

36 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL pengolahan tumbuh membaik di atas level 6%, yang didorong pertumbuhan sub sektor tekstil dan alas kaki seiring meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang tahun ajaran baru. Tabel.1. bel.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Sisi Penawaran LAPANGAN USAHA I II III IV I II III IV I II Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persew & Jasa Persh Jasa-Jasa PDRB Sumber: BPS Jatim, diolah (%, yoy) Grafik 1.29 Pertumbuhan Tiga Sektor Utama Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel & Restoran I II III IV I II III IV I II (%, yoy) Grafik 1.30 Pertumbuhan Sektor Pendukung Jasa-Jasa Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah (%, yoy) Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor Pendukung Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Pertambangan dan Penggalian I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Jatim, diolah Triwulan II

37 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Berbeda dengan triwulan sebelumnya,sektor Konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10,53% (yoy), yang diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,04%) serta sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR) di level 8,92%. Selanjutnya, secara berurutan pertumbuhan di atas 4% terjadi pada sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan pertumbuhan mencapai 7,69% (yoy), sektor Industri Pengolahan (6,40%), sektor Jasa-Jasa (4,96%) serta sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (4,60%). Berbeda dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor primer, sekunder serta tersier relatif tersebar merata. Salah satu indikator perkembangan kegiatan usaha di Jawa Timur, yaitu hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV menunjukkan adanya peningkatan tingkat utilisasi kapasitas produksi dari 76,91% menjadi 79,28%. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya utilisasi sektor listrik, gas dan air bersih (7,13%), industri pengolahan (2,79%) serta pertanian (2,60%). Sedangkan sektor pertambangan mengalami perlambatan sebesar -0,29% dibandingkan triwulan I Secara keseluruhan tingkat utilisasi kapasitas produksi sektor utama Jatim masih berada di atas 70%, hanya sub sektor gas yang berada pada level 62% SBT Grafik 1.32 Utilisasi Kapasitas Produksi Kapasitas Produksi Terpakai (Persen) Perkembangan Kegiatan Usaha (left axis) % %, SBT Grafik 1.33 Utilisasi Kapasitas Produksi Sektoral Total Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Gas Air Bersih I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II -4 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Peningkatan kinerja ekonomi pada triwulan II 2013 turut dikonfirmasi oleh indeks realisasi usaha pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami penurunan dari 2,60 menjadi 37,72. Secara sektoral, tingkat pertumbuhan sektor utama pun searah dengan indeks realisasi usaha, salah satunyaadanya panen beberapa kelompok bahan makanan turut mendorong indeks realisasi usaha sektor pertanian mencapai 7,58. Demikian pula dengan kedelapan sektor lainnya, tercatat hanya sektor Pertambangan, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih serta sektor Bangunan yang berada pada kisaran level indeks 0,50. Triwulan II

38 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL S B T Grafik 1.34 Indeks Realisasi Usaha I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Indeks Realisasi Usaha Grafik 1.35 Indeks Realisasi Usaha Sektoral TOTAL PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II a. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR) Masih sama dengan pola historisnya, pertumbuhan sektor PHR termasuk dalam 2 (dua) besar sektor dengan pertumbuhan tertinggi dalam struktur ekonomi Jatim. Pada triwulan II 2013, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran tercatat mengalami pertumbuhan kedua tertinggi yaitu mencapai 8,92% (yoy), namun demikian melemah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Perlambatan ini dipicu melemahnya pertumbuhan sub sektor perdagangan besar dan eceran dari 11,06% (yoy) menjadi 8,78%. Sedangkan kedua sub sektor lainnya yaitu hotel dan restoran masing-masing meningkat menjadi 9,04% (yoy) dan 9,65%. Perlambatan sub sektor perdagangan besar dan eceran dipicu oleh melemahnya kinerja transaksi perdagangan luar negeri daerah sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya bahwa kinerja ekspor antar daerah mengalami penurunan dari 13,73% (yoy) menjadi 9,73%. Selain itu, dari kegiatan perdagangan luar negeri sumber penurunan kegiatan perdagangan berasal dari transaksi impor luar negeri dari 6,72% (yoy) menjadi 1,62%. Meningkatnya kinerja subsektor hotel di Jawa Timur dikonfirmasi oleh peningkatan pertumbuhan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan lama tinggal tamu di Hotel Berbintang. TPK Hotel Berbintang tercatat mengalami peningkatan pada level 52,69%. Demikian pula dengan rata-rata lama menginap tamu mengalami peningkatan baik dari jumlah tamu asing maupun domestik, sehingga secara keseluruhan mencapai 2,07 hari per tamu. Meningkatnya rata-rata lama menginap terbesar berasal dari tamu asing dari 3,12 hari menjadi 4,08. Sedangkan tamu domestik meningkat dari 1,7 hari menjadi 1,88 hari. Pencanangan Jawa Timur sebagai salah satu tujuan favorit wisata mancanegara melalui pameran dan kerjasama maskapai penerbangan turut mendorong peningkatan jumlah wisatawan mancanegara hingga mencapai 13,68% (yoy) atau mencapai orang, yang merupakan angka Triwulan II

39 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL tertinggi selama 12 (dua belas) tahun terakhir. Selain itu, meredanya ancaman bencana pada beberapa tujuan wisata favorit seperti Bromo dan Kelud menjadi daya tarik bagi wisatawan asing. 60% 55% Grafik 1.36 Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang di Jatim % TPK Hotel Berbintang Jatim Grafik 1.37 Lama Tinggal Tamu di Hotel Berbintang Jatim 5 Asing Indonesia Total 4 50% 45% 40% 35% H A R I % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1.38 Grafik 1.39 % Jumlah Wisatawan Asing melalui Bandara Juanda 100% gjumlah Wisman Melalui Juanda 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% TPK Hotel Berbintang Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Konsumsi Listrik Golongan Bisnis Kwh Konsumsi Listrik Bisnis Pertumbuhan % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -60% Sumber : BPS, diolah Sumber : PLN (diolah) Berbeda dengan ketiga indikator sebelumnya, indikator konsumsi listrik bisnis di Jawa Timur pada triwulan ini mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. %. Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) per tanggal 1 Januari 2013 pada kelompok bisnis menengah (B-2 daya 6600 VA s.d 200 kva) dan bisnis besar (R-3 daya 6600 VA ke atas) turut mempengaruhi konsumsi listrik, berupa penggiatan kegiatan penghematan khususnya pada jenis usaha perhotelan dan shopping mall segmen bawah. Hal ini juga turut berpengaruh pada biaya operasional pedagang sehingga turut mengurangi marjin usaha. Pertumbuhan konsumsi listrik golongan bisnis/industri mencatat perlambatan dari 255,8 juta Kwh menjadi 260,9 juta Kwh atau sama dengan penurunan pertumbuhan dari sebesar 10,38% (yoy) pada triwulan I 2013 menjadi 3,24 Triwulan II

40 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL b. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 6,40% (yoy), tumbuh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 5,03% (yoy). Perbaikan sektor ini dipicu meningkatnya sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (6,86% - yoy), sub sektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya (15,35%), sub kelompok industri semen dan barang galian bukan logam (15,87%) serta sub kelompok industri barang lainnya (5,75%). Hanya sub sektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki serta sub sektor industri alat angkut, mesin dan peralatannya yang mengalami perlambatan sebesar 0,5%. Berdasarkan rilis data survei pertumbuhan produksi industri manufaktur skala mikro, kecil, sedang dan besar diperoleh informasi sub sektor industri merupakan sub sektor yang paling dominan mendorong kinerja industri pengolahan Jawa Timur pada triwulan II Membaiknya kinerja sektor industri pengolahan untuk kategori jenis industri mikro dan kecil didominasi oleh meningkatnya pertumbuhan sub sektor industri barang logam (30,34%), kulit (26,82%), makanan (24,80%), minuman (23,12%) serta peralatan listrik (19,05%). Sedangkan untuk kategori industri manufaktur besar dan sedang didorong oleh perbaikan pertumbuhan sub sektor farmasi (21,06% - yoy), bahan kimia (19,65%) serta industri kayu (19,01). Berdasarkan informasi anekdotal, wilayah Jawa Timur banyak didirikan industri skala mikro dan sedang, khususnya industri makanan, minuman dan tembakau, seiring melimpahnya sumber daya alam dan akses infrastruktur yang memadai dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Selain itu, kenaikan tarif komponen biaya produksi hanya bersifat temporary sebagaimana diinformasikan dari hasil liaison bahwa perusahaan industri pengolahan skala menengah dan besar telah mengalokasikan perkiraan kenaikan biaya tersebut, meskipun angka realisasinya masih lebih besar dari perkiraan anggarannya. % y o y Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Indusri Pengolahan 16 Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Kertas dan Barang Cetakan 12 Logam Dasar Besi & Baja I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.41 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan I 2013 II 2013 Sumber : BPS Jatim (diolah) -30 Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah Triwulan II

41 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Perbaikan kinerja sektor industri pengolahan turut dikonfirmasi oleh impor bahan baku dan modal. Tercatat impor bahan baku dan barang modal mengalami kenaikan menjadi 59,13% (yoy) dan 27,88%. Kondisi ini merefleksikan masih tingginya minat investasi para pelaku usaha untuk mengganti maupun menambah mesin produksi di wilayah Jawa Timur. Jika dilihat dari indikator konsumsi listrik bisnis di Jawa Timur pada triwulan ini mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi listrik golongan industri mencatat perlambatan dari 1102,5 juta Kwh menjadi 841,6 juta Kwh atau sama dengan penurunan pertumbuhan dari sebesar 16,72% (yoy) pada triwulan I 2013 menjadi -22,05%. % y o y Grafik 1.42 Perkembangan Pertumbuhan Impor Impor Barang Bahan Baku g_total Impor (rhs) g_capital Goods (rhs) g_intermediate Goods (rhs) g_consumption Goods (rhs) Kwh Grafik 1.43 Konsumsi Listrik Golongan Industri Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan % 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 80 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II -30% Sumber : PLN (diolah) Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah c. Pertanian Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Jawa Timur sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 2,95% (yoy), yang didorong oleh meningkatnya produksi sub sektor tanaman bahan makanan (3,36% - yoy) dan perikanan (4,24%). Sedangkan sub sektor lainnya mengalami perlambatan, dengan penurunan terbesar terjadi pada sub sektor kehutanan, perkebunan dan peternakan. LAPANGAN USAHA Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian I II III IV I II III IV I II PERTANIAN Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Sumber: BPS Jatim, diolah 2013 Triwulan II

42 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Berdasarkan rilis data ARAM I Tahun 2013 diperoleh informasi adanya penurunan produksi padi tahun 2013 dibandingkan 2012 sebesar -4,17% atau 508,53 ribu ton. Penyebab utama penurunan ini adalah turunnya produktivitas sebesar 2,23 kuintal per hektar atau -3,61% sebagai akibat panjangnya musim penghujan di awal tahun sehingga menyebabkan bulir padi kosong. Namun demikian, dengan membaiknya cuaca di pertengahan tahun dan ketersediaan infrastruktur irigasi menjelang memasuki musim tanam di bulan Agustus 2013 diharapkan terjadi perbaikan produktivitas sehingga produksi padi ditargetkan minimal sama dengan tahun Sebagaimana terkonfirmasi pada grafik di bawah ini, pertumbuhan luas panen padi dan jagung meningkat hal ini mengkonfirmasi meningkatnya panen kelompok tanaman bahan makanan pada triwulan ini. Sementara itu, luas lahan puso padi dan jagung mengalami penurunan setelah berkurangnya curah hujan di wilayah Jawa Timur sejak Maret Untuk mengatasi dampak akibat anomali cuaca, Dinas Pertanian wilayah Jawa Timur telah menganggarkan pemberian bantuan sarana dan prasarana pertanian berupa jaringan irigasi, lampu pembasmi hama dan mengoptimalkan program system of rice intensification (SRI) yang telah berjalan sejak tahun Permasalahan makin berkurangnya luas lahan tanam di daerah selain diatasi melalui penerbitan RTRW tingkat kab/kota juga dengan mengkoodinasikan gerakan pemanfaatan lahan tadah hujan dan bantaran sungai oleh seluruh Dinas Pertanian di Jawa Timur. Pada tanaman hortikultura, tercatat beberapa sentra produksi seperti di Kabupaten Nganjuk memiliki luas lahan bawang merah sebesar hektar, dengan produktifitas mencapai ton/hektar. Dari sisi harga terdapat potensi kenaikan harga terutama pada komoditas bawang merah yang disebabkan kelangkaan stok bibit bawang merah lokal yang habis terjual ketika harga bawang merah sedang tinggi pada triwulan I Untuk komoditas hortikultura lainnya u, dapat diinformasikan pula beberapa Kab/Kota telah berhasil mengekspor hasil pengembangan tanaman hortikultura, salah satunya yaitu komoditas buah Melon. Total produksi pada tahun 2012 mencapai ton melon dengan luas tanam seluas 368 hektar. Terkait dengan kenaikan harga BBM, sebanyak 15 ribu hektar lahan padi di Kabupaten Ngawi masih sangat bergantung pada solar yang digunakan untuk pembangkit pompa air. Namun demikian beberapa petani di Kabupaten Ngawi tengah mengembangkan pompa air dengan tenaga listrik yang dapat menghemat biaya sekitar 50% dari biaya menggunakan solar. Triwulan II

43 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.44 Luas Lahan Tanam dan Panen Padi Ha Luas Panen Padi (Ha) Luas Tanam Padi (Ha) 1,000,000 gluas Panen Padi (%) gluas Tanam Padi (%) 800, , , ,000 - I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah) % (50) (100) Grafik 1.45 Luas Lahan Tanam & Panen Jagung di Jawa Timur 900,000 (Ha) Luas Panen Jagung (Ha) Luas Tanam Jagung (Ha) 800,000 gluas Panen Jagung (%) gluas Tanam Jagung (%) 700, , , , , , ,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah) (%) (20) (40) (60) (80) Grafik 1.46 Luas Lahan Puso di Jawa Timur 35,000 30,000 (Ha) Luas Puso Padi (Ha) Luas Puso Jagung (Ha) gluas Puso Padi (%) gluas Puso Jagung (%) (%) 12,000 10,000 25,000 8,000 20,000 6,000 15,000 4,000 10,000 2,000 5, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2,000) Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah) d. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Pada periode laporan, kinerja Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan sedikit melambat dari 8,49% (yoy) menjadi 7,69%. Perlambatan ini disebabkan oleh perlambatan hampir seluruh sub sektornya, kecuali sub sektor jasa perusahaan. Tercatat sub sektor bank, lembaga keuangan bukan bank serta sewa bangunan mengalami penurunan sebesar 1% s.d 2% (yoy). Namun demikian, sub sektor jasa perusahaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 3% (yoy). Terjaganya kredit penyaluran perbankan pada level tinggi dengan tingkat risiko yang terjaga rendah mendorong terjadinya pertumbuhan subsektor ini pada periode laporan. Demikian pula dengan indikator perbankan lainnya, seperti pertumbuhan laba net interest margin dan fee based income. Sementara itu, Rasio Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional mengalami penurunan sebagai konsekwensi atas meningkatnya pendapatan bunga dan tingkat efisiensi yang semakin tinggi. Triwulan II

44 I I I I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 20% 18% 16% Grafik 1.47 Pertumbuhan Kredit dan DPK Perbankan Jawa Timur 30.00% gdana Pihak Ketiga gkredit 25.00% Grafik 1.48 Perkembangan NIM Perbankan Jawa Timur 7,000,000 Nilai Net Interest Margin (NIM) gnet Interest Margin (NIM) 6,000, % % 14% 12% 20.00% 5,000,000 4,000, % % 10% 15.00% 80.00% 8% 3,000, % 6% 10.00% 2,000, % 4% 2% 5.00% 1,000, % 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II % - II III IV II III IV II III IV II 0.00% 800, , , , , , , ,000 Grafik 1.49 Perkembangan Fee-Based Income Fee Based Income g.fee Based Income 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% 10,000,000 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 Grafik 1.50 Perkembangan Interest-Based Income Interest Based Income g.interest Based Income 50% 40% 30% 20% 10% 0% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % Grafik 1.51 Perkembangan Pendapatan Biaya Operasional Bank Umum 5,000,000 Pendapatan Operasional - Biaya Operasional BO/PO 4,000, ,000, ,000, ,000, (1,000,000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2,000,000) 0.60 Triwulan II

45 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL e. Bangunan Kinerja sektor bangunan di awal tahun 2013 kembali mencatatkan peningkatan dari sebelumnya 8,26% (yoy) menjadi 10,53%. Beberapa indikator yang mengkonfirmasi peningkatan kinerja sektor bangunan antara lain data pembangunan dan penjualan properti residensial beberapa segmen di Jawa Timur. Meskipun pertumbuhan volume penjualan semen berdasarkan nilainya masih lebih rendah dibandingkan triwulan I 2013, namun masih berada pada level pertumbuhan yang sama. Indikator lainnya yaitu Survei Harga Properti Residensial menginformasikan adanya peningkatan pada rata-rata jumlah pembangunan dan penjualan properti residensial, khususnya pada kelompok kecil, yang diikuti pula peningkatan kelompok sedang dan besar. Beberapa faktor yang diperkirakan menahan pertumbuhan kinerja sektor bangunan antara lain kenaikan harga bahan bangunan, kenaikan upah pekerja, mahalnya biaya perizinan serta kebutuhan penambahan fasilitas umum pada perumahan (%, yoy) Grafik 1.52 Pertumbuhan Sektor Pendukung Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Pertambangan dan Penggalian I II III IV I II III IV I II 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 0 Grafik 1.53 Volume Penjualan Semen di d Jawa Timur Penjualan Semen g_penjualan Semen 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Jatim (diolah) Sumber: Asosisasi Semen Indonesia Grafik 1.54 Rata-Rata Pembangunan Properti Residensial Grafik 1.55 Rata-Rata Penjualan Properti Residensial Triwulan II

46 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL f. Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada periode laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 10,98% (yoy) menjadi 10,04%. Hal tersebut didorong oleh melambatnya seluruh sub sektornya yaitu sub sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun demikian kedua sektor ini masih tumbuh tinggi di atas level 8%, yaitu sub sektor angkutan mencapai 8,46% (yoy) dan sub sektor komunikasi (11,51%). Masih sama dengan periode sebelumnya, pertumbuhan tertinggi sub sektor transportasi disumbang oleh jenis transportasi udara (10,08%), diikuti oleh transportasi jalan raya (9,09%) dan jasa penunjang angkutan (7,74%). Dengan adanya strategi pemasaran maskapai penerbangan yang cukup baik antara lain dengan penerapan efisiensi biaya penerbangan, kemudahan pembelian tiket secara on line tanpa harus melalui agen, serta promosi penjualan tiket dengan harga promo masih menjadi faktor pendorong peningkatan jumlah penumpang moda transportasi udara. Tren peningkatan tersebut dapat dijadikan alasan tingginya pertumbuhan industri transportasi udara di Indonesia, yaitu mencapai 20% dalam 5 (lima) tahun terakhir. Meskipun mengalami perlambatan, sub sektor komunikasi masih mencatat pertumbuhan tinggi di atas 11% (yoy). Semakin beragamnya kebutuhan komunikasi individu turut mendorong pertumbuhan sektor ini tidak hanya di faktor layanan telekomunikasi namun juga di jasa penunjangnya. Tidak hanya kebutuhan komunikasi, mengikuti perkembangan terkini kebutuhan sosial dalam komunitas dan transaksi pun menjadi dimudahkan, sehingga kebutuhan sub sektor ini semakin tidak terlepaskan dari sendi sendi kehidupan bermasyarakat. Grafik 1.56 Grafik 1.57 Arus Penumpang di Tanjung Perak Jml Penumpang g Jml Penumpang (rhs) 3500 RibuTon Arus Barang di Tanjung Perak Vol Barang g Jml Barang (rhs) %yoy 100% Ribu Orang % yoy 50% 40% 30% 20% % 60% 40% % 0% -10% % 0% 50-20% -20% % -40% -50% % -60% -10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II -60% 0-80% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS Provinsi Jatim Sumber : BPS Provinsi Jatim (diolah) Triwulan II

47 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.58 Penumpang Domestik di Bandara Juanda Ribu Orang Jml Penumpang Domestik g Jml Penumpang Domestik (rhs) %yoy 40% 30% Grafik 1.59 Penumpang Internasional di Bandara Juanda (Ribu Orang) Jml Penumpang Intl (%yoy) gpenumpang Intl (rhs) 50% 40% % 30% % % % % 0% % % 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II -20% 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II -20% Sumber : BPS Provinsi Jatim (diolah) Sumber : BPS Provinsi Jatim (diolah) Triwulan II

48 Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TIMUR

49 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2 PERKEMBANGAN INFLASI 2.1 KONDISI UMUM Inflasi IHK pada triwulan II-2013, Secara tahunanmencapai sebesar 5,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional (5,90%). Sementara secara triwulanan, inflasi Jatim sudah kembali pada pola normalnya yang tercatat 0,11% (nasional 1,54%), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,87% (nasional 1,54%). Tekanan inflasi dari volatile foods yang cukup kuat pada triwulan I-2013 terutama dari komoditas bumbu-bumbuan dan buah-buahan terlihat mereda memasuki awal hingga akhir triwulan II Disamping itu, terjadi pula penurunan harga pada komoditas emas perhiasan yang masuk dalam kelompok core sebagai dampak melemahnya harga komoditas ini di pasar internasional. Namun demikian, koreksi harga dari kelompok volatile foods dan core kembali tertahan dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada kelompok administered prices di penghujung triwulan ini, mengakibatkan kenaikan tarif angkutan dan berpengaruh kuat terhadap ekspektasi. Kenaikan BBM ini, diyakini menjadi faktor dominan pemicu inflasi pada triwulan berikutnya, selain dorongan permintaan memasuki tahun ajaran baru, bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Grafik 2.1. Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Jawa Timur Grafik 2.3. Inflasi Jawa Timur (qtq) Grafik 2.4. Disagregasi Inflasi Jawa Timur (qtq) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des (2.00) (4.00) Umum Core Volatile Foods Administered Prices Sumber : BPS Jatim (diolah) (6.00) Sumber : BPS Jatim (diolah) Triwulan II Tahun

50 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Secara historis, inflasi Jatim selalu sejalan dengan nasional dengan tingkat inflasi yang relatif lebih tinggi. Berbeda dibandingkan periode sebelumnya dimana Jatim mengalami inflasi tertinggi di kawasan Jawa, pada periode ini inflasi Jatim berada di urutan ketiga tertinggi. Realisasi inflasi di kawasan Jawa, terendah ditempati Jawa Tengah (5,44%), DIY (5,66%), Jawa Timur (5,93%), Jawa Barat (6,54%) dan tertinggi terjadi pada Provinsi Banten (6,80%). Berdasarkan grafik di samping, inflasi bergerak naik yang terjadi di seluruh provinsi di Jawa sejak tahun 2011 sampai triwulan II Grafik 2.5 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) 2.2 INFLASI BULANAN (mtm) Secara bulanan, inflasi Jatim pada akhir Tw II-2013 sebesar 0,68% lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 1,03% dan rata-rata inflasi 5 tahun terakhir yang mencapai 0,94%. Walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (0,89%- mtm) namun inflasi pada Tw II-2013 ini meningkat jika dibandingkan 2 (dua) bulan sebelumnya yang sempat mengalami deflasi. Peningkatan inflasi ini utamanya didorong oleh meningkatnya inflasi pada kelompok bahan makanan, transport dan komunikasi, serta makanan & minuman (mamin), rokok dan tembakau. Sedangkan kelompok sandang dan kesehatan masih relatif stabil. Setelah mengalami anomali inflasi yang cukup tinggi pada Tw I-2013 yang disebabkan kelangkaan pasokan terutama dari sub kelompok bumbu-bumbuan dan buahbuahan dampak pengendalian impor hortikultura serta keterbatasan produksi lokal, Jatim mengalami deflasi pada awal Tw II-2013 yang disumbang oleh aneka bumbu (-0,24%) dan sayur (-0,06%) seiring tibanya musim panen dan kelancaran pengurusan dokumen importasi dari kementerian terkait sehingga tumpukan kontainer hortikultura di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dapat dikeluarkan dan didistribusikan kepada masyarakat. Mengakhiri Tw II-2013, terdapat tekanan pada inflasi yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) sehingga mendorong peningkatan signifikan inflasi kelompok transpor dari 0,20% menjadi 3,18%. Demikian pula dengan kelompok bahan makanan yang didorong oleh peningkatan harga sub kelompok daging dan hasil-hasilnya serta telur, susu dan hasil-hasilnya yang masing-masing mencapai 1,03% dan 4,07%. Triwulan II Tahun

51 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Namun demikian, tingginya kenaikan inflasi di kelompok bahan makanan, diredam oleh koreksi harga (deflasi) pada kelompok sandang sebesar -0,91% dan melambatnya inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar dari 0,78% menjadi 0,10%. Tabel 2.1 Inflasi Triwulan I Tahun 2013 & Triwulan II Tahun 2013 di Jawa Timur (mtm) No Kelompok Barang Tw I-2013 Tw II-2013 Rata-Rata Jan Feb Mar Apr Mei Jun Rata-Rata Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Sumber: BPS Provinsi Jatim, data diolah Berdasarkan kelompok barang sesuai tabel di atas, rata-rata laju inflasi bulanan sepanjang Tw II-2013 ditandai dengan inflasi yang berada di bawah rata-rata bulanan dari triwulan sebelumnya, kecuali untuk kelompok kesehatan dan kelompok transpor & komunikasi. Secara keseluruhan, pola inflasi di sepanjang triwulan II-2013 cenderung meningkat sama dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini selain sejalan dengan semakin besarnya tekanan permintaan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang saat ini berada pada tw III, juga adanya kebijakan-kebijakan Pemerintah sebagaimana telah diuraikan sebelumnya terkait peningkatan tarif listrik, BBM dan cukai rokok. Grafik 2.6. Inflasi per Kelompok Barang Tw II-2013 (mtm) Grafik 2.7. Inflasi Juni 2013 per Kelompok Barang Berdasarkan grafik inflasi bulanan di atas (untuk bulan April, Mei Juni 2013), terlihat jika tidak terdapat kebijakan pemerintah, pendorong inflasi berasal pada kelompok yang sama, yaitu mamin, rokok dan tembakau, perumahan, serta kesehatan. Demikian pula dengan pendorong deflasi yaitu kelompok bahan makanan dan sandang. Setelah adanya rencana Triwulan II Tahun

52 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI kenaikan BBM, tampak mulai terdapat pergerakan inflasi yang meningkat untuk kelompok transpor dan komunikasi dari -0,07% (April 2013) menjadi 0,20% (Mei 2013). Grafik 2.8. Inflasi Mei 2013 per Kelompok Barang Grafik 2.9. Inflasi Juni 2013 per Kelompok Barang Hal ini menunjukkan betapa besarnya ekspektasi inflasi masyarakat mampu mendorong inflasi itu sendiri. Walaupun realisasi kenaikan BBM baru terjadi mendekati akhir Juni 2013, namun sejak Mei sudah mulai terjadi peningkatan harga walaupun tidak pada level yang besar. Perkembangan inflasi bulanan secara ringkas selama Tw II-2013 tersaji sebagai berikut : 1. Bulan April Pada periode ini untuk pertama kalinya pada tahun 2013, Jatim mengalami deflasi sebesar -0,36% sehingga inflasi Jatim menjadi 6,20% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan Maret 2013 (6,75%), namun masih lebih tinggi dari rata-rata inflasi selama 5 (lima) tahun terakhir yang sebesar 5,77%. - Perubahan terbesar pada April 2013 adalah mulai turunnya harga aneka bumbu khususnya bawang putih dari 55,32% (Maret 2013) menjadi -26,60% (April 2013) dan bawang merah dari 90,19% menjadi 6,66%. Hal ini diikuti pula dengan penurunan inflasi pada sub kelompok sayur-sayuran dari 3,54% Grafik Perkembangan Harga Sub Kelompok Bumbu-Bumbuan menjadi -3,19%. Lancarnya proses importasi terutama komoditas bawang putih, tibanya musim panen bawang merah dan sayur-sayuran, berpengaruh kuat terhadap penurunan harga pada ketiga komoditas ini. - Berdasarkan disagregasinya, inflasi Jatim terutama didorong oleh peningkatan harga kelompok administered price yaitu pada level 0,07% (mtm), sedangkan kelompok Triwulan II Tahun

53 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI volatile food dan core inflation mengalami deflasi sebesar -1,21% dan -0,06%. Kenaikan harga pada kelompok administered price disebabkan penyesuaian harga rokok kretek filter, rokok kretek dan rokok filter yang ketiganya menyumbang inflasi dengan total sebesar 0,022% dampak kenaikan cukai rokok di awal tahun Bulan Mei Pada Mei 2013, Jatim mengalami deflasi sebesar -0,07% (mtm) dan secara tahunan (yoy) sebesar 5,83%. Deflasi yang terjadi di bulan Mei 2013 ini lebih tinggi dibandingkan deflasi nasional yang tercatat sebesar -0,03% (mtm) dan 5,47% (yoy). - Trend penurunan inflasi kelompok volatile food masih terus berlanjut seiring dengan tibanya masa panen untuk komoditas bawang merah dan cabe, yang terkonfirmasi dari masingmasing mengalami deflasi sebesar 24% dan 25%. Namun mulai terdapat trend kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing sebesar 3% dan 2% sebagai dampak tingginya permintaan dan produksi yang belum optimal karena faktor cuaca. Berdasarkan grafik 2.11 tampak bahwa harga komoditas daging ayam dan telur ayam memang berfluktuatif sehingga peningkatan harga pada periode ini masih berpotensi turun pada periode-periode selanjutnya. - Penyumbang utama inflasi pada bulan ini adalah kenaikan tarif listrik yang mencapai 3,68% (dengan sumbangan sebesar 0,098%) yang merupakan kebijakan lanjutan peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sebesar 15% yang dilakukan bertahap selama tahun Dengan mempertimbangkan pola kenaikan tarif listrik, pelaksanaan kebijakan ini dilakukan setiap tengah triwulan sekali maka kenaikan selanjutnya diprediksi terjadi pada Juli Pada bulan ini mulai terdengar rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebesar 33,33% untuk bensin dan 22,22% untuk solar. Rencana kenaikan harga ini direspon negatif oleh masyarakat sehingga meningkatkan ekspektasi kenaikan harga pada 3 (tiga) bulan yang Grafik Perkembangan Harga Sub Kelompok Bumbu-Bumbuan Grafik Ekspektasi Inflasi Konsumen 3&6 bulan yad akan datang dari nilai indeks 184,60 menjadi 189,04 (sumber: survei ekspektasi konsumen - BI Wilayah IV Jatim). Triwulan II Tahun

54 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 3. Bulan Juni Setelah mengalami deflasi selama 2 (dua) bulan berturut-turut, pada Juni 2013 Jatim mengalami inflasi sebesar 0,68% (mtm) dan 5,93% (yoy). Secara bulanan, inflasi Jatim lebih rendah dibandingkan inflasi nasional (1,03%) namun secara tahunan lebih tinggi dari nasional (5,90%). - Berbeda dengan periode sebelumnya, pada bulan ini penyumbang inflasi terbesar adalah bensin yang mengalami inflasi 12,77% (menyumbang 0,39% dari total inflasi bulanan) seiring dengan ditetapkannya kenaikan BBM pada 22 Juni Kenaikan harga bensin tersebut mempengaruhi terhadap tarif angkutan dalam kota dan luar kota yang masing-masing naik sebesar 7,8% dan 4,2%. - Tekanan inflasi pada bulan ini tidak hanya dari kelompok administered price, Kelompok volatile food juga mulai mengalami kenaikan sebagai respon menyambut bulan Ramadhan dan terbatasnya stok beberapa komoditas pangan karena belum memasuki masa panen. Grafik Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan - Walaupun terdapat potensi tekanan harga pada komoditas pangan, namun beberapa sentra produksi di Jawa Timur antara lain Probolinggo (bawang merah), Kediri dan Banyuwangi (cabe merah), masih memiliki lahan yang siap dipanen untuk memasok kebutuhan pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri INFLASI TRIWULANAN (qtq) Pada Tw II-2013, laju inflasi Jatim secara triwulanan mencapai 0,11% (qtq)melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,87% (qtq). Hampir seluruh kelompok barang mengalami perlambatan inflasi, khususnya kelompok bahan makanan yang mengalami penurunan terbesar dari 9,34% (Tw I-2013) menjadi -2,36% (Tw II-2013). Sumbangan utama turunnya inflasi kelompok bahan makanan adalah penurunan harga sub kelompok bumbu-bumbuan karena telah lancarnya impor hortikultura dan mulainya musim panen. Kelompok sandang masih mengalami perlambatan karena terus turunnya harga emas perhiasan sebagai dampak penurunan harga emas di pasar internasional.namun demikian, kelompok transportasi dan komunikasi yang mengalami kenaikan dari 0,25% menjadi 3,32% dan kelompok kesehatan dari 0,98% menjadi 1,11%. Triwulan II Tahun

55 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Berdasarkan sumbangannya, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan memberikan sumbangan inflasi terbesar pada Tw II-2013 sebesar 0,58% sehubungan dengan kenaikan BBM (bensin dan solar) serta tarif angkutan dalam dan luar kota. Tingginya sumbangan inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan tersebut tertahan oleh kelompok bahan makanan yang menyumbang penurunan sebesar -0,56%. Kenaikan tarif listrik maupun Upah Minimum Kota (UMK) masih belum terlihat pengaruhnya secara signifikan pada periode ini karena penerapan secara penuh kebijakan UMK untuk semua perusahaan baru dilaksanakan pada Semester II Sumber : BPS, data diolah Tabel 2.2 Inflasi & Sumbangan Inflasi di Jawa Timur (qtq) Inflasi QTQ Sumbangan Inflasi QTQ No Kelompok Barang Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Pola sumbangan inflasi pada tahun 2013 ini sedikit berbeda dengan pola inflasi triwulanan pada umumnya. Sebagaimana tabel di atas, tampak bahwa seharusnya inflasi merangkak naik sejak awal tahun dengan puncak pada Tw III (sehubungan dengan adanya perayaan hari keagamaan Idul Fitri) dan melambat pada Tw IV. Namun adanya permasalahan hortikultura di awal tahun menyebabkan inflasi Jawa Timur melambung pada Tw I-2013, kemudian sedikit mereda pada Tw II dan masih berpotensi meningkat pada Tw III-2013 seiring dengan adanya hari keagamaan dan tahun ajaran baru. Grafik 2.14 Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan Grafik 2.15 Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan Tw I-2013 & Tw II-2013 Sumber : BPS, data diolah Sumber : BPS, data diolah Triwulan II Tahun

56 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Sebagaimana terlihat pada grafik 2.15, meskipun sub kelompok bumbu-bumbuan yang merupakan penyebab utama naiknya inflasi Jatim pada Tw I-2013 mengalami penurunan, namun potensi inflasi dari sub kelompok buah-buahan serta sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya sudah mulai meningkat. Selain itu, berdasarkan Survei Pemantauan Harga bulan Juli 2013 diketahui bahwa mulai terdapat peningkatan harga untuk beberapa komoditas di sub kelompok bumbu-bumbuan sehingga perlu diwaspadai potensi inflasi kelompok bahan makanan ke depan. Perkembangan inflasi beberapa komoditas yang mempengaruhi inflasi Jatim adalah sebagai berikut : Beras Pada Tw II-2013 ini, komoditas beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Jawa Timur mulai mengalami sedikit kenaikan harga (1,11% - mtm) khususnya pada jenis beras premium sebagai dampak belum tibanya musim panen sampai dengan Juni Meskipun demikian, berdasarkan informasi dari Bulog Provinsi Jawa Timur, penyerapan Bulog relatif baik dan terdapat kecukupan stok untuk memastikan tidak terjadi shortage akibat kekurangan pasokan. Selain itu, adanya panen pada bulan Juli 2013 akan meminimalkan naiknya harga beras lebih tinggi lagi. Grafik 2.16 Harga Beras Internasional dan Lokal s.d. Juni 2013 Grafik 2.17 Stok Setara Beras Jawa Timur Berdasarkan grafik di atas tampak bahwa dibandingkan dengan harga beras lokal, harga komoditas beras internasional relatif stabil bahkan mengalami penurunan. kondisi tersebut tidak terlalu berpengaruh pada harga beras domestik karena minimnya penggunaan beras impor seiring dengan kecukupan stok Bulog dan adanya panen dalam waktu dekat, sehingga diharapkan mampu menstabilkan kembali harga komoditas beras di triwulan selanjutnya. Beberapa sentra produksi beras di Jatim mengkonfirmasi hal tersebut, yaitu : - Luas areal panen wilayah Jember pada Tw II-2013 mencapai Ha atau sekitar ton gabah, meningkat 61,12% dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan Triwulan II Tahun

57 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI hasil panen diiringi dengan upaya pengendalian hama yang semakin intensif. Stok beras di Bulog mencapai 56 ribu ton atau mencukupi kebutuhan sampai dengan 19 bulan ke depan. - Produksi padi wilayah Kediri kumulatif sampai dengan April 2013, mencapai ton Gabah Kering Giling (GKG), dengan luas area panen sebesar Hektar. Walaupun produksi diperkirakan masih melambat, namun pemerintah telah mengantisipasi dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian berupa jaringan irigasi, lampu pembasmi hama dan mengoptimalkan program system of rice intensification (SRI) yang telah berjalan sejak tahun Kinerja produksi tanaman padi wilayah Jawa Timur pada periode ini dapat dilihat pada grafik 2.17, yang menunjukkan adanya penurunan luas panen dari hektar pada Tw I-2013 menjadi hektar pada Tw II Untuk mengantisipasi turunnya panen pada Tw II-2013 tersebut, dilakukan peningkatan terhadap luas tanam padi yaitu dari hektar menjadi hektar. Walaupun tingkat produksi padi turun dibandingkan periode sebelumnya, namun tingkat puso yang dihadapi petani turun yaitu dari hektar menjadi hektar. Grafik 2.18 Luas Panen dan Produksi Padi Kab.Jember Grafik 2.19 Luas Panen dan Produksi Padi Prov.Jawa Timur Untuk memitigasi dan menjaga kecukupan beras di masyarakat, Bulog telah melakukan antisipasi dengan menjaga kecukupan stok setara beras yang sampai dengan akhir Mei 2013 mencapai ton atau setara dengan pasokan sampai dengan 13 bulan ke depan serta melakukan bulan raskin yang mencapai ton. Triwulan II Tahun

58 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Bumbu-Bumbuan Bumbuan Berdasarkan grafik berikut, terlihatsetelah mengalami lonjakan signifikan pada Tw I-2013, terdapat penurunan inflasi untuk sub kelompok bumbu-bumbuan yang terus berlanjut sampai dengan Tw II Beberapa kendala yang terjadi di sentra produksi bawang merah dan cabe di Jatim antara lain : - Luas lahan bawang merah di Kabupaten Grafik Inflasi Sub Kel. Bumbu-Bumbuan (qtq) Ngajuk adalah sebesar hektar, dengan produktifitas sebesar ton/ha. Namun, terdapat potensi kenaikan harga terutama pada komoditas bawang merah yang disebabkan : a. Kelangkaan stok bibit bawang merah lokal yang habis terjual ketika harga bawang merah sedang tinggi pada triwulan I b. Hasil panen diperkirakan kurang optimal (hasil tidak bagus) karena bawang Merah yang dihasilkan cenderung busuk akibat hujan yang masih terjadi pada bulan Juni. c. Harga pada komoditas ini akan tergantung pada impor bibit dari Thailand, Vietnam, Philipina dan India. Apabila bibit bawang merah langka dipasaran dan impor bibit tidak terelisasi, maka kemungkinan besar harga bawang merah akan mengalami kenaikan. - Beberapa sentra produksi cabe pada Tw II-2013 tidak berproduksi karena musim tanam baru dilakukan pada bulan September (karena menggunakan sistem tadah hujan). Sedangkan sentra cabe lainnya yang berproduksi mengalami permasalahan serangan lalat buah dan virus yang membusukkan tanaman cabe, sehingga diprediksi produksi cabe akan mengalami penurunan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka, turunnya inflasi sub kelompok bumbubumbuan akan terkoreksi pada triwulan selanjutnya sehingga berpotensi mendorong inflasi lebih tinggi. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Jawa Timur yaitu : a. Mengoptimalkan produksi cabe di sentra-sentra cabe lainnya di Jawa Timur antara lain Probolinggo dan Banyuwangi, b. Melakukan koordinasi waktu penanaman untuk komoditas aneka bumbu di 38 kab/kota di Jatim sehingga dapat mengantisipasi tingginya permintaan pada moment tertentu, Triwulan II Tahun

59 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI c. Melakukan kerja sama dengan Asosiasi Cabe Indonesia untuk memenuhi pasokan cabe di wilayah-wilayah yang tingkat konsumsi cabenya tinggi. Peternakan Dibandingkan triwulan sebelumnya, pada Tw II-2013 ini terdapat peningkatan harga sub kelompok daging dan hasil-hasilnya serta telur, susu dan hasil-hasilnya. Hal ini terkonfirmasi pula di beberapa daerah di Jawa Timur, antara lain : - Adanya penurunan pasokan di wilayah Jember sehingga menyebabkan harga daging ayam ras dan daging sapi mengalami peningkatan Grafik Inflasi Sub Kel. Daging, Telur dan Hasil-Hasilnya (qtq) sebesar 2%, sementara harga telur ayam ras meningkat 12%. - Peningkatan harga juga terjadi di wilayah Malang yang disebabkan kurangnya pasokan akibat anomali cuaca dan tingginya permintaan. - Berdasarkan hasil survei terlihat bahwa harga daging sapi secara perlahan mulai meningkat seiring dengan tingginya permintaan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri INFLASI TAHUNAN (yoy) Meningkatnya inflasi Jawa Timur sejak awal tahun 2013, secara langsung juga mempengaruhi pencapaian inflasi tahunan pada Tw II-2013 mencapai 5,93%. Kebijakan Pemerintah antara lain pengendalian impor hortikultura, kenaikan harga BBM, kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL), tarif Upah Minimum Kota (UMK) dan cukai rokok secara keseluruhan memberikan sumbangan peningkatan inflasi pada tahun 2013 ini. Hal-hal tersebut, didukung dengan minimnya sustainabilitas dari aspek penawaran menyebabkan ekspektasi masyarakat akan inflasi semakin meningkat sehingga mendorong inflasi menjadi lebih tinggi. Tabel 2.3 Inflasi Jawa Timur (yoy) Per Kelompok Barang Inflasi YOY Sumbangan Inflasi YOY No Kelompok Barang Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Sumber: BPS, data diolah Triwulan II Tahun

60 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Dibandingkan tahun sebelumnya, inflasi Tw II-2013 mengalami peningkatan dan lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5 (lima) tahun terakhir sebagai akibat dari tekananharga baik dari kelompok bahan makanan, transportasi, listrik maupun rokok dan tembakau. Pendorong inflasi pada triwulan ini adalah masih tingginya kenaikan harga kelompok bahan makanan (11,27% - yoy) dengan sumbangan sebesar 2,65%, meskipun telah turun dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih memberikan kontribusi tertinggi inflasi Jatim. Selanjutnya kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (6,12%) dengan sumbangan sebesar 1,13% seiring dengan kenaikan tarif cukai rokok dan harga bahan makanan. Kelompok penahan inflasi Jatim adalah sandang yang mengalami deflasi sebesar -2,25% karena terus berlanjutnya penurunan harga emas perhiasan. Grafik 2.22 Inflasi Tahunan (yoy) Sub Kelompok Grafik 2.23 Inflasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan Tranpor (yoy) Berdasarkan grafik 2.23 di atas tampak bahwa selama triwulan laporan, 2 (dua) kelompok utama penyumbang inflasi Jatim menunjukkan perkembangan yang sama, dimana kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mulai mengalami penurunan seiring dengan turunnya inflasi kelompok bahan makanan walaupun pada tingkat yang relatif lebih kecil. Penurunan inflasi kelompok bahan makanan karena telah terpenuhinya komoditas bawang putih sebagai dampak lancarnya proses impor hortikultura sehingga mendorong penurunan inflasi sub kelompok bumbu-bumbuan dari 95,50% (yoy) pada Tw I-2013 menjadi 24,70% pada Tw II Selain 2 (dua) kelompok utama tersebut, tekanan inflasi yang cukup besar pada periode ini dibandingkan tahun sebelumnya adalah kebijakan kenaikan BBM pada Juni 2013 yang mendorong inflasi sub kelompok transpor meningkat dari 3,08% menjadi 7,89% dimana kenaikan BBM direspon pengusaha angkutan dengan menaikkan tarif angkutan. Selain itu, meskipun tidak meningkat signifikan sebagaimana bumbu-bumbuan dan buah-buahan namun mulai terdapat peningkatan harga pada sub kelompok daging dan hasil-hasilnya serta telur, susu dan hasil- Triwulan II Tahun

61 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI hasilnya yang ditengarai akan menjadi salah satu penyumbang inflasi pada periode mendatang. Grafik Inflasi Tahunan (yoy) Kelompok Bahan Makanan Tahun Grafik Inflasi (yoy) Kelompok Makanan Jadi, Minuman & Tembakau 2.5. INFLASI MENURUT KOTA Pada Tw II-2013, 7 (tujuh) kota di Jatim yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional secara umum menunjukkan perlambatan laju inflasi triwulanan. Tercatat, inflasi tertinggi pada periode laporan terjadi di kota Kediri dengan inflasi sebesar 0,60% (qtq) sedangkan terendah terjadi di kota Sumenep (-0,53%). Jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya dimana seluruh kota mengalami inflasi lebih dari 2%, pada triwulan ini 7 (tujuh) kota tersebut mengalami penurunan yang sangat signifikan. Sumber: BPS, Data diolah. Tabel 2.4 Inflasi 7 Kota di Jawa Timur Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy) Wilayah Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Terjadinya inflasi (qtq) di beberapa kota di Jawa Timur tersebut terutama didorong oleh peningkatan harga BBM yang mempengaruhi kenaikan harga sub kelompok transport. Selain BBM, kenaikan juga dipicu oleh inflasi pada kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok telur dan hasil-hasilnya serta sayur-sayuran. Sementara sub kelompok buahbuahan dan bumbu-bumbuan justru mengalami peningkatan harga di beberapa kab/kota. Triwulan II Tahun

62 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Grafik 2.26 Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy) 7 Kota di Jawa Timur tinggi, yaitu masing-masing sebesar 7,68% dan 6,24%. Secara tahunan (yoy), inflasi tertinggi terjadi di Kota Malang (6,46%), disusul Probolinggo (6,39%), Kediri (6,05%), Surabaya (5,86%), Sumenep (5,59%), Jember (5,38%) dan Madiun (5,10%). Tingginya inflasi kota Malang selain disebabkan kelompok bahan makanan yang mencapai inflasi sebesar 12,67%, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga serta transport, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami inflasi yang Masih sama dengan periode sebelumnya, rendahnya inflasi Kota Madiun dibandingkan kota lain karena terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat yang didukung kelancaran arus distribusi barang sehingga tingkat inflasi untuk kelompok bahan makanan relatif rendah. Rendahnya inflasi kelompok bahan makanan menjadi pemicu rendahnya tekanan inflasi pada sub kelompok makanan jadi sehingga inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau relatif lebih rendah dibandingkan kota lainnya. Walaupun memiliki tingkat inflasi yang berbeda-beda, namun sumber utama inflasi adalah kelompok bahan makanan, khususnya sub kelompok bumbu-bumbuan yang rata-rata berada di kisaran 15%-35%. Pada periode ini kenaikan harga BBM memberikan dampak cukup signifikan bagi semua kota di Jawa Timur yang terlihat dari peningkatan inflasi sub kelompok transportasi di kisaran 5%-8%. Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Sumber : BPS (diolah) Tabel 2.5 Inflasi 7 kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan II-2013 (% yoy) Sementara itu, berdasarkan kelompok barang penyumbang inflasi, sumber tekanan inflasi di ketujuh kota pada Tw II-2013 ini relatif sama yaitu pada kelompok bahan makanan. Hal ini dengan mempertimbangkan tingginya permintaan masyarakat akan bahan Triwulan II Tahun

63 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI makanan untuk menyambut bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri sedangkan supply yang ada relatif terbatas karena belum optimalnya hasil produksi lokal yang diakibatkan faktor cuaca dan pola produksi yang belum mampu mendukung produksi massal. Sumber : BPS, data diolah Tabel 2.6 Sumbangan Inflasi 7 Kota di Jawa Timur Per Kelompok Barang & Jasa Triwulan IV-2012 (% YOY) Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasinya, inflasi Jatim terutama didorong oleh peningkatan harga kelompok volatile food dan administered price yaitu pada level 12,72% (yoy) dan 6,24% (yoy), sedangkan kelompok core inflation relatif stabil sebesar 3,71%. Bila dibandingkan dengan rata-rata (lima) tahun terakhir, pada periode ini kelompok administered price dan volatile food mencapai level yang lebih tinggi dibandingkan trend rata-ratanya, sedangkan kelompok core inflation sebaliknya, lebih rendah. Kelangkaan komoditas hortikultura dan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak pada pergerakan harga menjadi pemicu utama peningkatan inflasi pada 2 (dua) kelompok tersebut. Grafik 2.27 Inflasi Jatim per Komponen (yoy) Grafik 2.28 Perbandingan Inflasi Jatim & Rata-Ratanya(yoy) Triwulan II Tahun

64 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Grafik 2.29 Perbandingan Disagregasi Inflasi Jawa Timur (mtm) Grafik 2.30 Disagregasi Inflasi (mtm) Jawa Timur Sedangkan berdasarkan disagregasi bulanan, inflasi Jatim terutama didorong oleh peningkatan harga kelompok administered price yaitu pada level 2,53% (mtm), kelompok core inflation relatif stabil sebesar 0,07% dan kelompok volatile food mulai meningkat menjadi sebesar 0,48% dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan: a. Komoditas bawang merah masih terjaga pasokannya sebagai dampak masa panen periode sebelumnya, ditambah pula dengan cukupnya pasokan bawang putih sebagai dampak dari lancarnya impor. Hal ini terkonfirmasi dengan terjadinya deflasi pada 2 (dua) komoditas tersebut pada Juni Namun demikian, laju deflasi sub kelompok bumbu-bumbuan tersebut tertahan oleh peningkatan harga komoditas pangan lainnya sebagai dampak akan tibanya bulan Ramadhan dan belum tibanya masa panen sehingga pada periode ini kelompok volatile food mulai mengalami inflasi. b. Inflasi kelompok core inflation relatif stabil yang dipicu dari masih melemahnya harga emas perhiasan. Selain itu, harga komoditas global yang stabil serta masih adanya ruang peningkatan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan juga menjadi faktor penahan inflasi. Tekanan kelompok inflasi inti pada periode ini berasal dari sub kelompok biaya tempat tinggal yang mengalami inflasi sebesar 0,20%. c. Inflasi kelompok administered price menjadi penyumbang utama inflasi pada periode ini yaitu mengalami inflasi sebesar 2,53%, dengan pemicu utama kenaikan tarif BBM (bensin dan solar) yang mengakibatkan kenaikan inflasi pada sub kelompok transpor sebesar 4,94% dan sub kelompok sarana dan penunjang transport sebesar 0,05%. Sedangkan tarif listrik dan cukai rokok tidak mengalami kenaikan pada Juni 2013 sehingga masih terdapat potensi peningkatan inflasi kelompok ini pada periode mendatang. Pada Tw II-2013 ini, tekanan inflasi Jatim yang berasal dari faktor fundamental atau inflasi inti sebesar 3,71% (yoy), atau turun dibanding Tw I-2013 yang mencapai 4,44%. Triwulan II Tahun

65 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi inti sendiri terbentuk dari nilai tukar rupiah, harga komoditas dunia, ekspektasi inflasi itu sendiri, serta gap antara permintaan dan penawaran. Ekonomi Amerika dan Eropa yang relatif melandai juga mempengaruhi ekspektasi para pelaku ekonomi sehingga kinerja ekspor belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Walaupun rupiah masih melemah, namun harga komoditas dunia yang cenderung bergerak mendatar atau stabil sedikit mengurangi tekanan terhadap inflasi inti. Grafik 2.31 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.32 Perkembangan Capacity Utilization Sumber: Kurs Tengah Bank Indonesia Hal tersebut diperkuat pula dengan terkendalinya output gap (yang menunjukkan kesenjangan antara sisi permintaan dan penawaran) yang terkonfirmasi dari peningkatan tingkat kapasitas utilisasi dunia usaha berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Jatim pada Tw II-2013 yang menunjukkan peningkatan dari 76,91% (Tw I-2013) menjadi 79,28%. Peningkatan kapasitas tersebut disinyalir sebagai antisipasi dunia usaha untuk memenuhi tingginya permintaan masyarakat pada awal Tw III-2013 sebagai dampak adanya Hari Raya Idul Fitri dan dimulainya tahun ajaran baru. Grafik 2.33 Perkembangan Harga Minyak Internasional Grafik 2.34 Perkembangan Harga CPO Triwulan II Tahun

66 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Grafik 2.35 Perkembangan Batu Bara Grafik 2.36 Perkembangan Harga Karet Tabel 2.7 Perkembangan Capacity Utilization Industri pengolahan SEKTOR I II III IV I II III IV I II REALISASI PERTANIAN A. Tanaman Pangan B. Tanaman Perkebunan C. Peternakan dan Hasil - hasilnya D. Kehutanan E. Perikanan PERTAMBANGAN A. Minyak dan gas bumi B. Pertambangan tanpa migas C. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN A. Industri Non Migas 1. Makanan, minuman dan tembakau Tekstil, barang kulit dan alas kaki Barang kayu dan hasil hutan lainnya Kertas dan barang cetakan Kimia dan barang dari karet Semen dan barang galian bukan logam Logam dasar, besi dan baja Alat angkutan, mesin dan peralatannya Barang Lainnya B. Industri Migas LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH A. Listrik B. Gas C. Air bersih TOTAL SELURUH SEKTOR Dilihat faktor pembentuknya, secara bulanan meningkatnya inflasi inti tersebut dibandingkan bulan sebelumnya (dari 0,001% pada Mei 2013-mtm, menjadi 0,07% pada Juni 2013) dipengaruhi oleh inflasi sub kelompok biaya tempat tinggal yang mengalami inflasi sebesar 0,20% (mtm). Penahan inflasi untuk kelompok inflasi ini adalah sub kelompok barang pribadi dan sandang lain (-0,04% - mtm) sedangkan pendorongnya adalah sub kelompok biaya tempat tinggal (0,20%). Emas perhiasan masih memberikan kontribusi deflasi seiring dengan terus turunnya harga emas di pasar internasional yang berimbas pada harga emas perhiasan lokal. Triwulan II Tahun

67 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Grafik 2.37 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable & Non Tradeable Grafik 2.38 Perkembangan Inflasi Inti Exclude Gold Price Grafik 2.39 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable Food & Non Food Grafik 2.40 Perkembangan Inflasi Inti Manufacturing & Services Tekanan inflasi kelompok barang pabrik (0,32%) lebih tinggi dibandingkan kelompok jasa (0,06%), yang dipicu oleh peningkatan harga bahan bangunan antara lain batu bata/batu tela (1,78%), genteng (0,22%), pasir (0,25%) dan semen (0,18%). Melambatnya inflasi kelompok jasa disebabkan stabilnya pengaruh penerapan kenaikan UMK yang tercermin dari rendahnya inflasi upah pembantu rumah tangga (0,16%) dan tukang bukan mandor (0,00%). Peningkatan inflasi kelompok core tradable untuk makanan (Core Inflation Traded Food) dari 0,06% (Mei 2013-mtm) menjadi 0,54% (Juni 2013) dipicu oleh peningkatan harga beberapa bahan makanan seperti beras jagung (4,07%), mie kering instant (3,48%), daging ayam kampung (0,68%) dan keju (1,50%). Peningkatan harga pada volatile food juga mempengaruhi bahan makanan lain baik yang bersifat substitutif maupun komplemen. Sementara itu, berdasarkan aspek core tradable untuk non konstruksi, terdapat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini yang tercermin dari inflasi sebesar 0,25%, meningkat dibandingkan Mei 2013 (-0,02%). Hal tersebut utamanya dipicu oleh kenaikan biaya sewa rumah sebesar 0,40%. Triwulan II Tahun

68 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Grafik 2.41 Perkembangan Inflasi Traded Konstruksi dan Non Konstruksi Grafik 2.42 Perkembangan Inflasi Non Traded Konstruksi dan Non Konstruksi Sedangkan core tradeable untuk konstruksi mengalami penurunan karena turunnya harga beberapa bahan bangunan pada periode ini, seperti kaca dan kayu balokan yang masing-masing mengalami deflasi sebesar 1,76% dan 3,53% (mtm). Dari sisi inflasi inti non tradable, tekanan inflasi baik pada konstruksi maupun non konstruksi relatif rendah. Core non traded-konstruksi dari 0,86% menjadi 0,43%% yang disebabkan stabilnya tarif tukang bukan mandor. Grafik 2.43 Indeks Keyakinan & Ekspektasi Konsumen Grafik 2.44 Ekspektasi Harga yang Akan Datang Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Ekspektasi inflasi masyarakat (yang tercermin dari hasil survei konsumen) juga menjadi faktor pendorong inflasi inti, baik pada ekspektasi harga 3 (tiga) dan 6 (enam) bulan yang akan datang (grafik 2.44), meningkat dari 171,00 menjadi 183,27. Disisi lain konsumen masih bersikap optimis pada Tw II-2013, tercermin dari meningkatnya indeks keyakinan konsumen dari 121,66 (Tw I-2013) menjadi 122,07 (Tw II-2013), terutama dari indeks pembentuknya yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini yang meningkat dari 107,94 (Tw I- 2013) menjadi 108,87 (Tw II-2013). Kedepan terdapat kecenderungan keraguan dari konsumen menyikapi kondisi ekonomi yang akan datang, salah satunya disebabkan adanya kenaikan harga BBM, sebagaimana tercermin dari menurunnya indeks ekspektasi konsumen dari 135,38 menjadi 135,27, meskipun belum terlalu signifikan terutama dari Ekspektasi Triwulan II Tahun

69 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Penghasilan 6 bulan yang akan datang yang turun dari 158,53 (Tw I-2013) menjadi 155,40 (Tw II-2013). Triwulan II Tahun

70 Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

71 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Pada pertengahan tahun 2013 (Triwulan ( II),, kinerja k perbankan di Jawa Timur baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih terus menunjukkan perkembangan positif.. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, kredit dan DPK yang terus mengalami pertumbuhan dan didukung oleh tingkat risiko kredit yang rendah (kurang dari 5%) dan stabil. Aset Bank Umum dan BPR tetap tumbuh tinggi yaitu sebesar 17,63% (yoy) hingga mencapai Rp 388,44 triliun pada Triwulan II Kredit tumbuh sebesar 26,16% (yoy) dari sebesar Rp 251,4 triliun pada Triwulan I 2013 menjadi sebesar Rp 272,05 triliun pada Triwulan II Demikian pula dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum dan BPR di Jawa Timur yang mencatat pertumbuhan sebesar 12,10% (yoy) menjadi sebesar Rp 298,89 triliun pada periode laporan. Peningkatan kinerja Bank Umum dan BPR di Jawa Timur terutama didorong oleh terjaganya kondisi perekonomian nasional dan daerah. Dengan mempertimbangkan tren pertumbuhan kredit yang terus meningkat hingga mencapai 26,16% (yoy) pada Triwulan II 2013, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Triwulan II 2012 yang tercatat 22,26% (yoy), maka potensi sumbangan sektor perbankan atas peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur diperkirakan akan terus meningkat. Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum & BPR) di Jawa Timur INDIKATOR BANK UMUM DAN BPR I II III IV I II Total Aset (Miliar Rupiah) , , , , , ,32 Pertumbuhan (%yoy) 18,65 19,47 22,13 20,79 19,18 17,63 Pertumbuhan (%qtq) 2,71 5,38 3,88 4,36 3,86 6,11 Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah) , , , , , ,15 Pertumbuhan (%yoy) 17,60 16,77 18,03 16,46 13,94 12,10 Pertumbuhan (%qtq) 5,82 5,75 0,46 1,55 8,52 1,61 Kredit (Miliar Rupiah) , , , , , ,57 Pertumbuhan (%yoy) 19,65 22,26 24,38 26,18 27,03 26,16 Pertumbuhan (%qtq) 3,81 6,63 4,53 5,49 1,75 8,96 Perkembangan transaksi sistem pembayaran di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur yang meliputi KPwBI Surabaya, Malang,, Jember dan Kediri pada Triwulan II

72 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Triwulan II menunjukkan peningkatan,, baik untuk transaksi tunai maupun transaksi non-tunai. Transaksi tunai mengalami net-outflow sebesar Rp 411,54 miliar. Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat net intflow sebesar Rp 7,83 triliun. Hal serupa juga ditunjukkan oleh transaksi non-tunai melalui sistem BI-RTGS dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia kepada perbankan (outflow) pada periode laporan merupakan dampak dari tingginya penggunaan uang kartal di masyarakat. Momen tahun ajaran baru dan liburan sekolah menyebabkan transaksi ekonomi masyarakat yang menggunakan uang kartal meningkat pada pertengahan tahun 2013 sehingga mendorong terjadinya net outflow PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Sampai dengan Triwulan II 2013, kinerja Bank Umum di Jawa Timur secara umum masih menunjukkan perkembangan positif dan mencerminkan pelaksanaan fungsi intermediasi yang berjalan dengan baik. Peningkatan kinerja Bank Umum di Jawa Timur tersebut tercermin dari pertumbuhan total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit masing-masing sebesar 17,52%, 12,03% dan 26,32% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK menyebabkan rasio Loan to Deposit Radio (LDR) Bank Umum meningkat dari sebesar 85,20% pada Triwulan I 2013, menjadi sebesar 90,32% pada Triwulan II Hal tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi masyarakat pada pertengahan tahun karena adanya momen tahun ajaran baru, liburan sekolah dan jelang lebaran Namun demikian, peningkatan LDR dimaksud tetap ditopang dengan NPL yang tetap terjaga di level 2,12%. Tabel 3.2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur INDIKATOR BANK UMUM Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Total Aset (Jt Rp) 304,224, ,889, ,663, ,595, ,320, ,474, Pertumbuhan (yoy %) Pertumbuhan (qtq %) Dana Pihak Ketiga (Jt Rp) 252,807, ,249, ,662, ,087, ,820, ,799, Pertumbuhan (yoy %) Pertumbuhan (qtq) (0.44) 2.08 Kredit (Jt Rp) 192,754, ,063, ,506, ,483, ,211, ,353, Pertumbuhan (yoy %) Pertumbuhan (qtq) LDR (%) 76.25% 80.10% 81.67% 82.84% 85.20% 90.32% NPL (%) Triwulan II

73 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Secara umum, kinerja bank umum di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan selama beberapa waktu terakhir. Hal tersebut terlihat dari peningkatan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang didukung oleh tren penurunan risiko kredit atau Non Performance Loan (NPL). Grafik 3.1 Perkembangan LDR Grafik 3.2 Perkembangan LDR per Kelompok Bank % 95,00 90,00 85,00 80,00 75,00 70,00 65,00 LDR (%) NPL (%) rhs Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0, LDR (%) Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai 90,32% pada Triwulan II 2013 lebih besar apabila dibandingkan dengan LDR triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 85,20%, atau periode yang sama tahun sebelumnya (Triwulan II 2012) yang tercatat sebesar 80,10% (grafik 3.1). Peningkatan ini terutama didorong oleh rata-rata pertumbuhan kredit triwulanan (8,21% qtq) yang lebih tinggi daripada pertumbuhan DPK (2,08% qtq). Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat pada periode tahun ajaran baru dan liburan sekolah, dengan sumber dana dari pinjaman perbankan maupun penarikan simpanan di bank. Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR terbesar masih didominasi oleh kelompok Bank Pemerintah dengan LDR sebesar 110,62%, diikuti oleh kelompok Bank Asing sebesar 96,93% dan Bank Swasta sebesar 72,79% (grafik 3.2). Berdasarkan nominal, proporsi penyaluran kredit masing-masing kelompok bank terhadap total kredit perbankan di Jawa Timur masih didominasi oleh Bank Pemerintah sebesar Rp 137,66 triliun atau 52% dari total kredit. Proporsi terbesar selanjutnya adalah Bank Swasta sebesar Rp 109,94 triliun atau 41%, dan Bank Asing memiliki porsi penyaluran kredit terkecil dengan nominal sebesar Rp 17,75 triliun atau 7% dari total kredit. Triwulan II

74 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (yoy) Grafik 3.4 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (qtq) Rp Juta 400,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 50,000,000 - Aset Kredit Dana G Aset (yoy) G Kredit (yoy) G DPK (yoy) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % y o y % Aset Kredit DPK I II III IV I II III IV I II ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF Pada Triwulan II , total aset bank umum menunjukkan pertumbuhan sebesar 17,52% (yoy), sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada Triwulan I yang tercatat sebesar 19,10% (yoy). Penurunan pertumbuhan aset bank umum tersebut disebabkan oleh pilihan bank untuk mengalokasikan sumber dana yang dimiliki untuk penyaluran kredit kepada masyarakat. Selain itu, perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang disebabkan oleh tingginya penarikan dana oleh masyarakat untuk konsumsi tahun ajaran baru dan liburan sekolah turut mendorong penurunan aset dan aktiva produktif bank umum di Jawa Timur. Rp Juta Grafik 3.5 Perkembangan Total Aset Bank Umum Grafik 3.6 Proporsi Aset Bank Umum 400,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 50,000,000 - Aset G Aset (yoy) rhs Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % 15 y 10 o y 5 0 Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 6% Searah dengan perkembangan ekonomi masing-masing Kabupaten / Kota di Jawa Timur, besar aset perbankan masih didominasi oleh Bank Umum yang berlokasi di wilayah Surabaya. Tercatat jumlah aset bank umum yang berlokasi di wilayah Kota Surabaya pada Triwulan II 2013 adalah sebesar Rp 225,11 triliun, dengan proporsi sebesar 59,32% dari total 49% 45% Triwulan II

75 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN aset Bank Umum di Jawa Timur. Proporsi terbesar selanjutnya secara berurutan adalah Kota Malang dengan nilai aset sebesar Rp 30,83 triliun (8,13%), Kediri sebesar Rp 20,58 triliun (5,42%), Jember sebesar Rp 16,48 triliun (4,34%) dan Sidoarjo dengan nilai aset sebesar Rp 10,11 triliun (2,66%). Grafik 3.7 Proporsi Aset Bank Umum Per Kabupaten Kota Grafik 3.8 Jumlah Aset Bank Umum Per Kab / Kota 3% 1% 1% 0% 0% 0%0% 0% 0% 0% 0% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 1% 1% 1%1% 1% 0%0% 0% 1% 2% 2% 4% Miliar Rp , ,00 5% 8% 59% , ,00 Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kota Madiun Kab. Banyuwangi Kab. Mojokerto Kota Probolinggo Kab. Tulungagung Kota Pasuruan Kab. Bojonegoro Kota Blitar Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kab. Tuban Kab. Ponorogo Kab. Lamongan Kab. Ngawi Kab. Nganjuk Kab. Situbondo Kab. Magetan Kab. Lumajang Kab. Bangkalan Kab. Bondowoso Kab. Trenggalek Kab. Pacitan Kab. Malang Kab. Sumenep Kab. Sampang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun ,00 0,00 Berdasarkan perkembangan kinerja pertumbuhan aset pada periode laporan, bank umum yang berhasil mencatat pertumbuhan jumlah aset tertinggi adalah yang berlokasi di Kabupaten Malang, yaitu sebesar 41,03% (yoy). Disusul kemudian dengan bank umum yang berlokasi di Kabupaten Madiun, Bondowoso, Bojonegoro dan Kediri dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 34,27% (yoy), 32,72% (yoy), 28,23% (yoy) dan 28,20% (yoy). Sementara itu, jumlah aset yang dimiliki Bank Umum yang berlokasi di wilayah Kabupaten Kediri menunjukkan tren penurunan hingga sebesar -36,24% (yoy) pada periode laporan. Triwulan II

76 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.9 Pertumbuhan Aset Bank Umum Per Kab / Kota (% yoy) 200,00 25,00 150,00 100,00 20,00 15,00 50,00 0,00-50,00-100,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II PROVINSI JAWA TIMUR (rhs) Kab. Malang Kab. Madiun Kab. Bondowoso Kab. Bojonegoro Kota Kediri Kab. Lamongan Kab. Gresik Kab. Mojokerto Kab. Lumajang Kab. Ngawi Kab. Bangkalan Kota Pasuruan Kab. Banyuwangi Kota Probolinggo Kab. Ponorogo Kota Surabaya Kab. Sumenep Kab. Sidoarjo Kab. Pacitan Kota Malang Kab. Situbondo Kab. Jember Kab. Pamekasan Kab. Tulungagung Kab. Nganjuk Kota Madiun Kab. Jombang Kab. Magetan Kota Mojokerto Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kota Blitar Kab. Sampang Kab. Kediri 10,00 5,00 0, DANA PIHAK KETIGA (DPK) Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun bank umum di Jawa Timur pada Triwulan II terus menunjukkan pertumbuhan positif. Tercatat jumlah DPK pada periode laporan adalah sebesar Rp 293,79 triliun, atau tumbuh sebesar 12,03% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan tersebut sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yaitu Triwulan I 2013 yang tercatat sebesar 13,85%, dan Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 16,75%. Grafik 3.10 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (yoy) Dana G DPK (yoy) G DPK (qtq) Rp Juta 300,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % y o y Triwulan II

77 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Perlambatan pertumbuhan tahunan DPK pada periode laporan disebabkan oleh tingginya konsumsi masyarakat sehubungan dengan tibanya tahun ajaran baru dan liburan sekolah. Namun demikian, apabila ditinjau secara triwulanan, pertumbuhan DPK menunjukkan peningkatan dari sebesar -0,44 % (qtq) pada Triwulan I 2013, menjadi 2,08% (qtq) pada Triwulan II Sebagaimana periode sebelumnya, struktur DPK Bank Umum di Jawa Timur masih didominasi oleh tabungan dengan nominal mencapai Rp 133,1 triliun atau proporsi sebesar 45,32% dari total DPK. Menyusul kemudian deposito dengan prosentase sebesar 38,62% dan nominal Rp 114,67 triliun, serta giro dengan prosentase sebesar 16,18% dan nominal Rp 45,98 triliun. Apabila ditinjau dari sisi pertumbuhan, pada periode ini tabungan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,58% (yoy), disusul oleh deposito dan giro dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 11,87% (yoy) dan 5,6% (yoy). Grafik 3.11 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (yoy) Grafik 3.12 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (qtq) Giro Deposito Tabungan Giro Deposito Tabungan % yoy Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % qtq (5.00) I II III IV I II Grafik 3.13 Perkembangan DPK Per Jenis Simpanan (Rp. Milyar) Grafik 3.14 Komposisi DPK Bank Umum (%) 150,000,000 Tabungan Giro Deposito Giro Deposito Tabungan Rp Juta 100,000,000 50,000,000 % y o y 45% 16% 39% - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Triwulan II

78 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.15 Perbandingan Suku Bunga Simpanan BI Rate DPK Giro Tabungan Deposito BI Rate 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Trend penurunan suku bunga tabungan, giro dan deposito selama beberapa tahun diharapkan mampu mendorong perbankan di Jawa Timur khususnya bank umum untuk beroperasi dengan lebih efisien. Kenaikan BI Rate sebesar 0,25 basis point menjadi 6% berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur pada bulan Juni 2013 tidak seketika direspon oleh perbankan dnegan menaikkan suku bunganya (lag antara bi rate dan suku bunga perbankan) Apabila ditinjau berdasarkan lokasinya, bank umum di wilayah Kota Surabaya mencatat jumlah penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten / Kota lain di Jawa Timur. Tercatat DPK Bank Umum di wilayah Kota Surabaya mencapai sebesar Rp 172,29 triliun, atau 57,34% dari total DPK bank umum di Jawa Timur. Wilayah dengan DPK terbesar selanjutnya adalah Kota Malang sebesar Rp 26,81 triliun (8,92%), Kota Kediri sebesar Rp 15,15 triliun (5,04%), dan Kabupaten Jember sebesar Rp 12,99 triliun ( 4,32%). Grafik 3.16 Proporsi DPK per Kabupaten Kota 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 0%0% 1% 0% 0%0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 2% 2% 3% 4% 57% 5% 9% Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kota Madiun Kab. Mojokerto Kab. Banyuwangi Kab. Tulungagung Kota Pasuruan Kota Blitar Kota Probolinggo Kab. Bojonegoro Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kab. Tuban Kab. Ponorogo Kab. Lamongan Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Magetan Kab. Bangkalan Kab. Lumajang Kab. Trenggalek Kab. Situbondo Kab. Pacitan Kab. Sumenep Kab. Sampang Kab. Bondowoso Kab. Malang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun Grafik 3.17 Jumlah DPK per Kabupaten Kota , , , , , , , , , ,00 0,00 Triwulan II

79 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Berdasarkan perkembangan pertumbuhan DPK, Kabupaten Madiun mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi dengan prosentase pertumbuhan sebesar 66,58% (yoy), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuahn DPK pada periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 61,51% (yoy). Wilayah dengan pertumbuhan kinerja penghimpunan DPK terbesar selanjutnya adalah Kabupaten Malang, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 37,48% (yoy), 27,55% (yoy) dan 21,08% (yoy). Senada dengan perkembangan pertumbuhan aset, DPK yang berhasil dihimpun bank umum di wilayah Kabupaten Kediri pada periode lapoan mencatat pertumbuhan negatif sebesar -1,83% (yoy). Grafik 3.18 Pertumbuhan DPK Bank Umum Per Kab / Kota (% yoy) 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00-50,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II ,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 PROVINSI JAWA TIMUR (rhs) Kab. Madiun Kab. Malang Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kab. Bojonegoro Kab. Ngawi Kab. Bangkalan Kab. Ponorogo Kota Mojokerto Kab. Lumajang Kota Pasuruan Kab. Lamongan Kab. Sumenep Kab. Magetan Kab. Banyuwangi Kab. Nganjuk Kota Surabaya Kota Malang Kota Probolinggo Kota Kediri Kab. Pamekasan Kota Madiun Kab. Jember Kab. Trenggalek Kab. Tulungagung Kab. Jombang Kab. Sampang Kab. Tuban Kota Blitar Kab. Gresik Kab. Situbondo Kab. Bondowoso Kab. Pacitan Kab. Kediri KREDIT Penyaluran kredit oleh bank umum di Jawa Timur sampai dengan pertengahan tahun 2013 masih terus menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Tercatat pada bulan Juni 2013, kredit tumbuh sebesar 26,32% (yoy) dan 8,21% (qtq) hingga mencapai Rp 265,35 triliun. Secara tahunan, pertumbuhan kredit tersebut sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 27,21% (yoy). Triwulan II

80 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Secara triwulanan penyaluran kredit bank umum pada periode ini lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 2,39% (qtq). Tingginya penyaluran kredit hingga mencapai Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 90,32% tersebut didukung oleh terjaganya risiko kredit yang tercermin dari besar Non Performance Loan (NPL) sebesar 2,12% pada Triwulan II 2013, lebih rendah apabila dibandingkan dengan NPL Triwulan I 2013 yang tercatat sebesar 2,26%. Hal tersebut mencerminkan baiknya kinerja bank umum Jawa Timur dalam melaksanakan fungsi intermediasi dengan penyaluran kredit kepada masyarakat. Rp Juta Grafik 3.19 Pertumbuhan Kredit (yoy) Grafik 3.20 Pertumbuhan Kredit (qtq) - Kredit G Kredit (yoy) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % y o y Rp Juta Kredit G Kredit (qtq) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % 5 4 y 3 o 2 1 y 0 Sebagaimana periode sebelumnya, pada Triwulan II 2013 kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Timur masih didominasi oleh kredit produktif yaitu kredit modal kerja yaitu mencapai Rp 153,43 triliun dengan prosentase sebesar 57,82% dari total kredit. Jenis kredit dengan proporsi terbesar selanjutnya adalah kredit konsumsi dengan nominal sebesar Rp 73,3 triliun dan prosentase sebesar 27,63% dari total kredit. Kredit investasi mencatat proporsi yang lebih kecil yaitu 14,55% dari total kredit, dengan nominal sebesar Rp 38,61 triliun. Pertumbuhan tahunan kredit investasi yang disalurkan bank umum di Jawa Timur pada bulan Juni 2013 mencatat prosentase tertinggi diantara jenis kredit lainnya, yaitu mencapai 34,32% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit investasi dimaksud merupakan trend tahunan dimana penyaluran kredit investasi kembali meningkat pasca perlambatan di awal tahun. Sementara itu, jenis kredit lainnya yaitu kredit konsumsi dan investasi mencatat pertumbuhan yang juga cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 26,29% dan 24,29% (yoy). Secara triwulanan, ke-tiga jenis kredit bank umum dimaksud mencatat pertumbuhan positif. Tercatat kredit modal kerja tumbuh sebesar 7,5% (qtq), kredit investasi tumbuh 15,51% (qtq), dan kredit konsumsi tumbuh sebesar 6,15% (qtq). Pertumbuhan kredit Triwulan II

81 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN dimaksud antara lain dipengaruhi oleh momen tahun ajaran baru dan liburan sekolah yang jatuh. Berdasarkan kelompok bank, Bank Pemerintah masih menjadi penyalur kredit terbesar dengan proporsi 51,88% dari total kredit, disusul oleh Bank Swasta sebesar 41,43% dan Bank Asing sebesar 6,69%. Ditinjau dari kinerja pertumbuhan kredit, pada periode ini bank asing mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi yaitu mencapai 54,66% (yoy), sementara bank pemerintah dan bank swasta masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 26,08% (yoy) dan 22,98% (yoy). Tingginya pertumbuhan penyaluran kredit tersebut menunjukkan baiknya kinerja bank umum di Jawa Timur dalam meningkatkan fungsi intermediasinya. Tingkat persaingan yang semakin kondusif antara kelompok bank diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas penyaluran kredit kepada masyarakat. Grafik 3.21 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Grafik 3.22 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 28% 7% 14% 58% 41% 52% Grafik 3.23 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (yoy) Grafik 3.24 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (qtq) %yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % qtq 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) Modal Kerja Investasi Konsumsi I II III IV I II Triwulan II

82 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.25 Proporsi Kredit Sektoral 1. PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 0% 0% 1% 2. PERIKANAN 28% 3% 28% 3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4. INDUSTRI PENGOLAHAN 5. LISTRIK, GAS DAN AIR 0% 0% 6. KONSTRUKSI 2% 0% 0% 0% 0% 4% 0% 3% 1% 26% 0% 3% 7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI 10. PERANTARA KEUANGAN 12. REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 13. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 14. JASA PENDIDIKAN 14. JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL Secara sektoral, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jawa Timur pada periode laporan (Triwulan II 2013) sebagian besar tersalur pada Sektor Industri dan Pengolahan (28% dari total kredit), kredit kepada Sektor Jasa Pendidikan (28%), dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (26%). Tingginya peyaluran kredit kepada ketiga sektor tersebut diyakini merupakan dampak dari tingginya konsumsi masyarakat pada pertengahan tahun sehubungan dengan tahun ajaran baru dan liburan sekolah. Sementara itu, kredit yang disalurkan kepada sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan memperoleh proporsi kredit yang masih relatif kecil yaitu sebesar 3,08%. Namun demikian, proporsi tersebut meningkat dibandingkan dengan prosentase periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,78%. Hal tersebut dapat dijadikan indikasi perhatian perbankan kepada sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, dan adanya peningkatan penyaluran kredit seiring dengan datangnya musim panen dan tanam pada pertengahan tahun. Sementara itu, apabila dilihat dari angka pertumbuhannya, peningkatan penyaluran kredit tertinggi adalah pada sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga, sektor Triwulan II

83 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN penyediaan akomodasi dan makan minum serta sektor perikanan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 168,49%, 54,89% dan 49,75% (yoy). Grafik 3.26 Perkembangan Kredit Sektoral Dominan (yoy) Grafik 3.27 Perbandingkan Suku Bunga Kredit & BI rate 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II , , , , , ,00-1. PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 2. PERIKANAN 3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4. INDUSTRI PENGOLAHAN 6. KONSTRUKSI 7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI 10. PERANTARA KEUANGAN 16. JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA (rhs) 19. PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - Kredit Modal kerja Investasi Konsumsi BI Rate Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Lain-lain Ditinjau dari wilayah lokasi bank pelapor, penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh bank umum di Kota Surabaya dengan nominal sebesar Rp 150,91 triliun dan prosentase sebesar 56,87% dari total kredit yang disalurkan. Proporsi terbesar selanjutnya adalah bank umum di wilayah Kota Malang, Kota Kediri dan Kabupaten Jember dengan prosentase masingmasing sebesar 8,17%, 5,92% dan 4,36% dari total kredit yang disalurkan Jawa Timur. Grafik 3.28 Proporsi Penyaluran Kredit per Kabupaten Kota 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 0%0% 0% 0% 0% 1% 1% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 1% 1% 1% 2% 2% 3% 4% 6% 57% 8% Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Gresik Kab. Sidoarjo Kota Madiun Kab. Banyuwangi Kota Probolinggo Kab. Bojonegoro Kab. Mojokerto Kota Pasuruan Kab. Jombang Kab. Pamekasan Kab. Tulungagung Kota Blitar Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Ponorogo Kab. Ngawi Kab. Nganjuk Kab. Magetan Kab. Situbondo Kab. Lumajang Kab. Bondowoso Kab. Pacitan Kab. Malang Kab. Trenggalek Kab. Bangkalan Kab. Sumenep Kab. Sampang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Gresik Kab. Sidoarjo Kota Madiun Kab. Banyuwangi Kota Probolinggo Kab. Bojonegoro Kab. Mojokerto Kota Pasuruan Kab. Jombang Kab. Pamekasan Kab. Tulungagung Triwulan II

84 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Pertumbuhan kredit berdasarkan lokasi bank pelapor tertinggi pada periode laporan adalah di Kota Kediri dengan pertumbuhan tahunan mencapai 26,32%. Pertumbunan tertinggi selanjutnya adalah pada Kabupaten Malang, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Lumajang dengan prosentase pertumbuhan masing-masing sebesar 42,27% (yoy), 37,15% (yoy) dan 37,15% (yoy). Kabupaten Kediri masih mencatat pertumbuhan penyaluran kredit terkecil dengan prosentase negatif yaitu sebesar -44,56% (yoy). Grafik 3.29 Pertumbuhan Kredit per Kabupaten Kota 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 (40,00) (60,00) Kota Kediri Kab. Malang Kab. Madiun Kab. Lumajang Kab. Situbondo Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kota Pasuruan Kab. Pacitan Kota Surabaya Kab. Jember Kab. Gresik Kota Probolinggo Kab. Tulungagung Kota Blitar Kab. Mojokerto Kab. Tuban Kab. Lamongan Kota Malang Kab. Nganjuk Kota Madiun Kab. Bangkalan Kab. Pamekasan Kab. Ngawi Kab. Trenggalek Kab. Ponorogo Kab. Sidoarjo Kab. Sampang Kab. Bojonegoro Kab. Sumenep Kab. Magetan Kab. Jombang Kota Mojokerto Kab. Kediri KREDIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) Perbankan di Jawa Timur terus berperan aktif dalam meningkatkan peran UMKM dalam mendukung perekonomian daerah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Jumlah UMKM yang sangat banyak di Jawa Timur menunjukkan bahwa peluang perbankan dalam penyaluran kredit di sektor ini masih sangat luas. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jatim hingga akhir 2012, jumlah UMKM di Jawa Timur mencapai lebih dari 6,8 juta UMKM dengan konsentrasi jumlah terbesar di kabupaten Jember, Malang dan Banyuwangi. Berdasarkan sektor usahanya, jumlah tersebut terdiri atas UMKM yang bergerak di sektor pertanian sebesar Triwulan II

85 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 60,25% dengan jumlah unit usaha sebanyak usaha, dan sektor non pertanian sebesar 39,75% dengan jumlah unit usaha sebanyak usaha. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah menyediakan berbagai fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT. Jamkrida (Lembaga Penjaminan Kredit Daerah), penyaluran kredit linkage, pemberian bantuan teknis/pelatihan dan pendampingan kepada UMKM untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan dengan mengoptimalkan fungsi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), pengembangan klaster komoditas potensial, serta Program Kerjasama Sertifikasi Tanah antara Bank Indonesia dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meningkatkan aksesibilitas kredit UMKM. Upaya dimaksud diharapkan mampu menjadi pendorong bagi industri perbankan di Jawa Timur untuk terus meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM. Grafik Perkembangan Kredit UMKM R p J u t a Kredit UMKM Juta Rupiah Growth % (yoy) % y o y Kredit UMKM Juta Rupiah NPL (%) Skala Kanan 4,40 4,20 4,00 3,80 3,60 3,40 3,20 - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Perkembangan kredit UMKM yang disalurkan oleh perbankan di Jawa Timur secara umum terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Tercatat pada Triwulan II 2013 jumlah kredit UMKM adalah sebesar Rp 78,64 triliun atau tumbuh sebesar 14,2% (yoy), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan Triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,48% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Timur kepada sektor UMKM pada Triwulan II 2013 tumbuh sebesar 11,71% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan I 2013 yang hanya tercatat sebesar 2,72% (qtq). Dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi Jawa Timur yang kondusif, pertumbuhan kredit UMKM Jawa Timur diperkirakan terus tumbuh positif. Triwulan II

86 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Bank Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 1% 40% 59% Proporsi penyaluran kredit UMKM oleh bank umum di Jawa Timur masih didominasi oleh Bank Pemerintah sebesar 59% dengan jumlah nominal mencapai Rp 45,94 triliun. Bank swasta menyumbang proporsi terbesar kedua dengan prosentase sebesar 40% dan nominal Rp 31,61 triliun. Proporsi penyaluran kredit UMKM terkecil adalah bank asing dengan nominal sebesar Rp 1,09 triliun dan prosentase 1% dari total kredit. Peningkatan kredit UMKM dimaksud mengindikasikan peran aktif perbankan di Jawa Timur dalam mendukung pengembangan UMKM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) 1 Sampai dengan pertengahan tahun atau Triwulan II 2013, kinerja penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Timur masih konsisten menunjukkan perkembangan yang positif. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian RI, plafon KUR yang disiapkan oleh bank pelaksana KUR di Jawa Timur hingga periode laporan mencapai Rp 18 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,54 juta nasabah. Plafon KUR yang disalurkan tersebut tumbuh 47,44% (yoy) dan 10,37% (qtq). Apabila ditinjau berdasarkan wilayah, pada akhir Triwulan II 2013 Provinsi Jawa Timur masih berada pada urutan kedua secara nasional daerah penyalur KUR dengan plafon tertinggi setelah Jawa Tengah. Namun demikian, jumlah plafon KUR yang disalurkan tidak jauh berbeda, yaitu Jawa Tengah sebesar Rp 18,35 triliun atau 15,39% dari total plafon, sementara Jawa Timur sebesar Rp 18,01 triliun atau 14,37% dari total plafon. Plafon KUR Jawa Barat 1 KUR merupakan kredit/pembiayaan kepada kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam bentuk pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Triwulan II

87 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN menempati posisi terbesar ketiga secara nasional, dengan jumlah penyaluran KUR sebesar Rp 15,25 triliun dengan prosentase sebesar 12,79% dari total plafon KUR nasional. Jumlah outstanding kredit atau baki debet KUR bank pelaksana di Jatim pada periode laporan adalah sebesar Rp 6,49 triliun, meningkat 18,63% (yoy) dan 6,24% (qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peningkatan jumlah outstanding kredit KUR dimaksud didorong oleh adanya peningkatan omzet penjualan usaha pada saat tahun ajaran baru dan liburan sekolah yang jatuh pada bulan Juni Grafik Besar Provinsi Penyalur KUR Grafik PerkembanganPenyaluran KUR di Jatim JAWA TENGAH JAWA TIMUR JAWA BARAT SULAWESI SELATAN SUMATERA UTARA 9% 11% 28% 24% 28% , , , , , , , , , ,00 0,00 Debitur (Jt Rp) Skala Kanan Plafon (Jt Rp) Outstanding (Jt Rp) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II STABILITAS SISTEM PERBANKAN Stabilitas sistem perbankan yang tercermin dari berbagai risiko yang dihadapi dalam pelaksanaan transaksi selama Triwulan II 2013 relatif stabil dan terjaga. Peningkatan kredit perbankan sebesar 26,32% (yoy) hingga mencapai Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 90,32% didukung oleh kecukupan likuiditas dan rendahnya risiko kredit. Peningkatan penyaluran kredit yang diimbangi dengan terjaganya rasio NPL di kisaran 2,12% mengindikasikan adanya peningkatan stabilitas sistem perbankan yang didukung oleh kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya sebagai debitur. Namun demikian, beberapa risiko lain yang tetap harus diwaspadai perbankan adalah risiko operasional yang terkait dengan mekanisme proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem dan atau kejadian kejadian yang mempengaruhi operasional bank. Untuk itu, perlu adanya optimalisasi fungsi pengawasan atas kegiatan operasional perbankan baik oleh internal bank melalui fungsi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) maupun oleh pihak eksternal dalam hal ini Bank Indonesia sebagai regulator dan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan. Triwulan II

88 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan nasabah dengan Transparansi Produk, Penyelesaian Pengaduan, Mediasi Perbankan, dan Edukasi Konsumen. hal tersebut dilakukan untuk mendorong terciptanya iklim perbankan yang kondusif dengan cara mendorong peningkatan kualitas pelayanan perbankan maupun perlindungan konsumen RISIKO KREDIT Tabel 3.3 Perkembangan NPL per-kelompok Bank KETERANGAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II NPL Bank Umum (%) 3,03 2,73 2,64 2,60 2,26 2,12 a. Bank Pemerintah 3,90 3,62 3,37 3,46 2,74 2,56 b. Bank Swasta 1,66 1,51 1,69 1,64 1,70 1,66 c. Bank Asing 4,12 3,87 3,05 1,98 2,01 1,60 Risiko kredit perbankan yang tercermin dari rasio kredit bermasalah terhadap total kredit atau Non Performing Loan (NPL) di Jawa Timur secara umum terus menunjukkan perbaikan dari waktu ke waktu. NPL bank umum pada triwulan II 2013 tercatat membaik dibandingkan periode sebelumnya, yaitu dari sebesar 2,26% pada Triwulan I 2013 menjadi 2,12% pada Triwulan II Penurunan NPL ini disebabkan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nominal kredit bermasalah. Berdasarkan kelompok bank, persentase NPL tertinggi adalah kelompok bank pemerintah dengan NPL sebesar 2,56%. NPL bank asing dan bank swasta di Jawa Timur memiliki NPL lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar 1,6% dan 1,66%. Berdasarkan jenis penggunaannya, NPL kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumsi dengan prosentase sebesar 5,51%, disusul oleh kredit modal kerja sebesar 2,65%. Sementara kredit investasi mencatat NPL terkecil yaitu sebesar 0,91%. Secara individual debitur, kredit konsumsi merupakan kredit yang memiliki tingkat risiko terbesar karena bukan merupakan sektor produktif sehingga jaminan terhadap pengembalian kredit lebih kecil dibandingkan kredit produktif. Namun secara aggregat perbankan, kredit konsumsi memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan kredit lainnya karena risiko kredit tersebar pada banyak debitur sehingga dapat meminimalkan signifikansi default debitur kredit konsumsi. Triwulan II

89 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik Perkembangan NPL Bank Umum Grafik Perkembangan NPL per Jenis Penggunaan Pemerintah (Jt Rp) Swasta (Jt Rp) Asing (Jt Rp) NPL Pemerintah (%) NPL Swasta (%) NPL Asing (%) 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I NPL Bank Umum Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 2013 Secara sektoral, penyaluran kredit dengan NPL terbesar pada bulan Triwulan II 2013 adalah sektor perikanan dan sektor pertanian, perburuan dan kehutanan, dengan besar NPL masing-masing sebesar 4,29% dan 4,41% Tingginya NPL sejalan dengan tingginya komposisi penyaluran kredit utama perbankan kepada sektor dimaksud, serta risiko yang dimiliki. Grafik NPL per Sektor Ekonomi NPL % PERIKANAN PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 2013 PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERANTARA KEUANGAN PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM Secara umum NPL kredit dari sektor utama menunjukkan tren penurunan. Meskipun kredit sektor pertanian dan perikanan sempat mengalami peningkatan di akhir tahun 2012, namun hinga Triwulan II 2013 NPL kredit keduanya kembali mengalami penurunan. Hal tersebut diperkirakan disebabkan oleh berlalunya musim penghujan di akhir tahun, serta masuknya musim panen di pertengahan tahun. Triwulan II

90 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3.3. PERBANKAN SYARIAH Terus tumbuh dan berkembangnya kegiatan usaha perbankan syariah di Provinsi Jawa Timur didukung oleh pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang terus menunjukkan perkembangan positif, serta masih terbukanya potensi pengembangan pasar perbankan syariah di Jawa Timur. Selain itu, peningkatan kinerja perbankan syariah di Jawa Timur juga dapat menjadi indikasi meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Bank Syariah. Grafik Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (qtq) Aset Pembiayaan Dana Grafik 3.38 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) Aset Pembiayaan Dana Rp Juta 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 - G DPK (qtq) G Aset (qtq) G Kredit (qtq) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % q t q Rp Juta 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 - G DPK (yoy) G Aset (yoy) G Kredit (yoy) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II % y 50 o 40 y Secara tahunan, indikator kinerja utama Perbankan Syariah di Jawa Timur yang terdiri atas aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan pada triwulan II 2013 mencatat pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset tumbuh sebesar 42,67% (yoy) dan 8,51% (qtq) dari Rp 17,27 triliun pada Triwulan I menjadi Rp 18,74 triliun pada Triwulan II Sementara itu, dana masyarakat yang disimpan pada Bank Syariah di Jawa Timur tumbuh cukup tinggi yaitu mencapai 40,18% (yoy) dan 5,32% (qtq) dari sebesar Rp 13,13 triliun menjadi Rp 13,83 triliun. Berdasarkan komposisinya, peningkatan dana masyarakat didorong oleh cukup tingginya pertumbuhan ketiga jenis simpanan yaitu giro, tabungan dan deposito yang masing masing secara tahunan tumbuh sebesar 45,97%, 43,18% dan 34,98% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan dari masing-masing Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah di Jawa Timur adalah sebesar 4,59% (qtq) untuk tabungan, 4,54% untuk giro (qtq), dan 6,54% (qtq) untuk deposito. Triwulan II

91 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.39 Proporsi DPK Perbankan Syariah di Jawa Timur Grafik 3.40 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah (yoy) GIRO DEPOSITO TABUNGAN 9% 53% 38% % yoy (20.00) GIRO DEPOSITO TABUNGAN I II III IV I II III IV I II Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah di Jawa Timur selama Tw II 2013 tumbuh sebesar 3% (qtq) atau 34,87 % (yoy) dengan baki debet sebesar Rp 13,53 triliun. Berdasarkan jenisnya, penyaluran pembiayaan modal kerja memperoleh porsi tertinggi dengan prosentase sebesar 42,43% dari total pembiayaan. Sementara kredit konsumsi dan investasi memperoleh prosentase yang lebih kecil yaitu masing-masing sebesar 38,57% dan 18,98%. Grafik 3.41 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan % yoy Modal Kerja Konsumsi Investasi I II III IV I II III IV I II Grafik 3.42 Pangsa Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi 39% 42% 19% Tingginya proporsi pembiayaan modal kerja Bank Syariah di Jawa Timur menunjukkan bahwa masyarakat telah mulai mempercayai perbankan syariah sebagai mitra bisnis, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Hal ini tercermin dari pertumbuhan pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 37,97% (yoy) dan 46,73% (yoy) jauh di atas pertumbuhan pembiayaan konsumsi yang hanya mencapai 26,7%. Triwulan II

92 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Dengan demikian, perbankan syariah juga secara bertahap mendukung pengembangan sektor produktif di Jawa Timur. Kinerja penyaluran pembiayaan yang baik tersebut didukung dengan kualitas pembiayaan yang terjaga, tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) sebesar 1,97%. Walaupun secara nominal dan rasio meningkat dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari Rp 237,9 milyar menjadi Rp 266,23 milyar, namun jumlah tersebut masih berada dalam kendali perbankan dan telah dimitigasi serta dikelola penanganannya dengan baik. Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mencerminkan proporsi penyaluran pembiayaan dibandingkan dengan dana yang dihimpun secara umum menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan terus meningkat. Pada Triwulan II 2013, FDR Bank Syariah di Jawa Timur berada di kisaran 97,84%. Grafik 3.43 Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposits Ratio (FDR) Perbankan Syariah Jawa Timur % FDR (%) NPF (%) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Indikator kinerja utama BPR di Jawa Timur pada Triwulan II menunjukkan pertumbuhan yang menurun. Secara tahunan, total aset pada periode laporan tumbuh sebesar 22,07% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 22,78% (yoy). Penghimpunan dana tumbuh sebesar 16,15% (yoy) pada periode laporan, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 19,03%. Demikian pula penyaluran kredit BPR yang tumbuh sebesar 20,18% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan Triwulan IV 2012 yang tercatat sebesar 22,10%. Triwulan II

93 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN BPR (Juta Rupiah) Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Timur II III IV I II 1 Total Asset 7,345, ,013, ,327, ,572, ,966, Kredit Per Jenis Peng 5,572, ,806, ,936, ,189, ,697, Modal Kerja 3,631, ,781, ,801, ,105, ,481, Investasi 171, , , , , Konsumsi 1,769, ,830, ,850, ,881, ,990, NPL (%) 4.14% 4.24% 3.39% 3.84% 3.88% 4 Dana (dpk) 4,385, ,737, ,892, ,984, ,093, Deposito 3,032, ,271, ,319, ,377, ,497, Tabungan 1,352, ,465, ,572, ,607, ,596, LDR (%) % % % % % Sampai dengan Triwulan II 2013, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Jawa Timur mencapai Rp 5,09 triliun. Penghimpunan dana pihak ketiga oleh BPR didominasi oleh deposito yang mencapai 68,66% terhadap total DPK. Namun, dilihat dari sisi pertumbuhannya, tabungan mampu tumbuh sebesar 17,97% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. Sementara deposito tumbuh di level yang sedikit lebih rendah yaitu 15,33% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa BPR mulai meningkatkan penghimpunan dana murah dari masyarakat yang berbentuk tabungan. Di sisi lain, stabilnya peningkatan dana masyarakat dalam bentuk deposito dan tabungan yang disimpan di BPR hingga Triwulan II , menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja BPR. Selain itu, adanya fenomena peningkatan BI Rate dan LPS rate masing-masing 50 bps, turut mendongkrak peningkatan suku bunga simpanan di BPR yang secara rata-rata berada di atas tingkat suku bunga deposito bank umum. Grafik 3.44 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (% - yoy) Grafik 3.45 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (%-qtq) % yoy DEPOSITO TABUNGAN DPK II III IV I II III IV I II % qtq DPK Deposito Tabungan (2.00) II III IV I II III IV I II Triwulan II

94 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.46 Pertumbuhan Kredit BPR per-jenis Penggunaan (yoy) Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi % yoy II III IV I II III IV I II Kredit yang disalurkan oleh BPR didominasi oleh kredit modal kerja (mencapai 66,92% dari total kredit). Dari sisi pertumbuhannya, pada Triwulan II 2013, kredit investasi tumbuh paling tinggi, yaitu sebesar 30,94% (yoy), sementara itu kredit modal kerja tumbuh 24,72% dan kredit investasi tumbuh 10,95%. Tingginya pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja yang disalurkan mengindikasikan bahwa BPR mulai meningkatkan penyaluran kreditnya pada sektor produktif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Grafik 3.47 Proporsi Kredit BPR Per Jenis Penggunaan Grafik 3.48 Perkembangan LDR & NPL BPR Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR NPL Skala Kanan 3.36% 29.71% 66.92% % % % % % % % % II III IV I II III IV I II 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK selama 3 (tiga) periode terakhir menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat dari 124,17% pada Triwulan I menjadi sebesar 131,50% pada Triwulan II Sementara itu, kualitas kredit yang ditunjukkan dengan rasio Non Performing Loan (NPL) sedikit meningkat dari 3,84% menjadi 3,88%. Hal ini mencerminkan perlunya peningkatan kewaspadaan dan pengawasan BPR terhadap kredit yang disalurkan melalui penyeleksian profil debitur secara efisien dengan memperhatikan konsep 5 C (Capital, Collateral, Capacity, Character, dan Condition of Economy). Triwulan II

95 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3.5. BANK BERKANTOR PUSAT DI SURABAYA Kinerja 6 (enam) 2 bank umum yang berkantor pusat di Surabaya pada Triwulan II 2013 menunjukkan tren pertumbuhan yang stabil dan cenderung meningkat. Tercatat pertumbuhan total aset Bank Berkantor Pusat di Jawa Timur meningkat 5,15% (qtq) dan 13,11% (yoy) dibandingkan denagn periode sebelumnya. Tabel 3.5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya Bank KP di Jatim I II III IV I II Total Aset (Juta Rupiah) , , , , , ,06 Pertumbuhan (yoy %) 36,85 29,30 35,28 17,61 12,56 13,11 Pertumbuhan (qtq %) 19,95 4,65 10,15 (14,94) 14,81 5,15 Dana Pihak Ketiga (Juta Rupiah) , , , , , ,34 Pertumbuhan (yoy %) 29,74 15,66 16,60 10,30 (4,44) 0,98 Pertumbuhan (qtq) 21,09 0,99 4,98 (14,09) 4,91 6,72 Kredit (Juta Rupiah) , , , , , ,72 Pertumbuhan (yoy %) 22,19 21,83 18,26 16,79 15,71 14,96 Pertumbuhan (qtq) 2,82 8,51 4,27 0,40 1,87 7,80 LDR (%) 66,18% 71,11% 70,63% 82,54% 80,15% 80,96% NPL (%) 1,40% 1,89% 2,01% 2,06% 2,03% 2,27% Grafik 3.49 Pertumbuhan Indikator Bank Ber- KP di Surabaya (yoy) % yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) Aset Kredit DPK I II III IV I II III IV I II Grafik 3.50 Perumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) Aset Kredit DPK % 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) I II III IV I II III IV I II (10,00) (15,00) (20,00) Sumber utama pertumbuhan aset bank berkantor pusat di Surabaya adalah peningkatan dana pihak ketiga yang pada triwulan ini mencapai 6,72% (qtq) dibandingkan 2 ) 6 Bank BerkantorPusat di kota Surabaya : Bank Jatim, Bank Maspion, Bank Antardaerah (Bank Anda), Bank Anglomas Internasional (Bank Amin), Bank Centratama Nasional Bank (CNB) dan Bank Prima Master. Triwulan II

96 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN triwulan sebelumnya. Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun dari masyarakat relatif merata antara giro, deposito dan tabungan dengan proporsi masing-masing sebesar 35,01%, 36,24% dan 28,75% dari total DPK. Pertumbuhan ketiga jenis DPK bank ber Kantor Pusat di Jawa Timur pada Triwulan II menunjukkan penurunan yang didorong oleh penarikan dana masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tahun ajaran baru dan liburan sekolah. Grafik 3.51 Proporsi DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber KP di Surabaya Grafik 3.52 Pertumbuhan DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) Giro Deposito Tabungan 29% 35% 36% % qtq 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) (15,00) (20,00) (25,00) (30,00) (35,00) (40,00) (45,00) Giro Deposito Tabungan I II III IV I II III IV I Penyaluran kredit Bank Umum yang berkantor pusat di Surabaya tumbuh sebesar 14,96% (yoy) dan 7,8% (qtq), meningkat dari sebesar Rp 20,17 triliun pada Triwulan I-2012 menjadi Rp 21,75 triliun pada periode laporan. Berdasarkan jenis kreditnya, kredit konsumsi masih memiliki porsi terbesar yaitu mencapai 60,84%, disusul kemudian oleh kredit modal kerja dan Investasi dengan proporsi masing-masing sebesar 33,61% dan 5,56%. Tren pertumbuhan kredit modal kerja berfluktuasi dan membentuk pola tertentu yaitu sedikit melambat pada akhir tahun dan meningkat kembali di pertengahan tahun. Sedangkan kredit konsumsi walaupun secara komposisi mendominasi, namun tren pertumbuhannya terus menurun dibandingkan periode sebelumnya. Dengan demikian diharapkan perpaduan dua kondisi tersebut akan tetap meningkatkan penyaluran kredit produktif kepada masyarakat. Kinerja penyaluran kredit Bank Umum Berkantor Pusat di Surabaya pada Triwulan I didukung oleh terjaganya kualitas kredit yang ditunjukkan oleh rasio NPL yang cukup rendah dan stabil, yaitu di kisaran 2,27%. Triwulan II

97 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.53 Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) % qtq 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) (15,00) (20,00) (25,00) (30,00) Modal Kerja Investasi Konsumsi I II III IV I II III IV I II Grafik 3.54 Proporsi Kredit Per Jenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya Modal Kerja Investasi Konsumsi 34% 61% 5% Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, Bank Umum Berkantor Pusat di Jawa Timur menunjukkan perkembangan kinerja positif yang terlihat dari terjaganya Loan to Deposit Ratio (LDR) di kisaran 80,96% pada periode laporan. Peningkatan LDR dibandingkan dengan periode sebelumnya (Triwulan I 2013) yang tercatat sebesar 80,15% tersebut mencerminkan peningkatan fungsi intermediasi perbankan yang baik. Risiko kredit yang tercermin dari besar rasio Non Performance Loan (NPL) bank ber kantor pusat di Jawa Timur tetap stabil dan terjaga di kisaran 2,27%. Namun demikian, tren pertumbuhan NPL yang menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu perlu mendapat perhatian agar tetap terus terjaga. Grafik 3.55 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di Surabaya LDR NPL ( rhs) 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% Triwulan II

98 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3.6 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Sistem pembayaran merupakan salah satu komponen terintegrasi dengan fungsi Bank Indonesia lainnya yaitu moneter dan perbankan. Kebijakan dan pelaksanaan Sistem Pembayaran mempunyai keterkaitan dengan efektivitas pengendalian moneter dan pengawasan perbankan. Sampai dengan pertengahan tahun 2013, kegiatan Sistem Pembayaran di Jawa Timur baik tunai maupun non tunai berjalan dengan sangat baik, disertai komitmen Bank Indonesia dalam menjamin kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan kebutuhan uang masyarakat, baik dalam jumlah maupun pecahan yang cukup. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan kinerja Sistem Pembayaran di Jawa Timur. Indikator tersebut antara lain peningkatan jumlah transaksi keuangan tunai yang terdiri atas aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow) dan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow), transaksi keuangan non tunai (BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), serta jumlah temuan uang palsu di Wilayah Jawa Timur Transaksi Keuangan Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, antara lain: jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) atau Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB). a. Aliran Uang Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Pada Triwulan II 2013, jumlah aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur yang meliputi KPwBI Wilayah IV (Surabaya), Malang, Kediri, dan Jember secara kumulatif menunjukkan posisi net outflow. Hal tersebut dapat diartikan bahwa jumlah aliran uang yang keluar dari Bank Indonesia kepada perbankan (outflow) lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang dari perbankan yang masuk ke Bank Indonesia (intflow). Triwulan II

99 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Wilayah SURABAYA KEDIRI MALANG JEMBER JAWA TIMUR Keterangan : Net Flow (+) : Net Inflow Net Flow (-) : Net outflow Keterangan Tabel 3.6 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow Outflow) Kantor Perwakilan Bank Indonesia 2012 dalam miliar rupiah 2013 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II OUTFLOW 3.350, , , , , ,66 INFLOW 6.422, , , , , ,73 NET FLOW 3.071,82 (1.002,03) 1.316,50 (1.416,04) 2.774,06 (2.050,92) OUTFLOW 1.546, , , , , ,55 INFLOW 1.851, , , , , ,83 NET FLOW 304,59 (1.914,42) (1.276,12) (1.291,11) 537,51 (526,72) OUTFLOW 875, , , ,27 826, ,54 INFLOW 3.105, , , , , ,28 NET FLOW 2.229,69 822,93 827, , , ,74 OUTFLOW 845, , , ,02 943, ,60 INFLOW 1.249, , , , , ,96 NET FLOW 404,48 (186,30) (260,14) (204,83) 1.145,75 202,35 OUTFLOW 6.618, , , , , ,34 INFLOW , , , , , ,80 NET FLOW 6.010,57 (2.279,82) 607,25 (1.536,60) 7.835,97 (411,54) Tercatat net outflow Jawa Timur pada periode laporan adalah sebesar Rp.411,54 miliar. Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Triwulan I 2013 yang mencatat net intflow sebesar Rp.7,83 triliun. Net outflow yang terjadi disebabkan oleh peningkatan outflow yang cukup tinggi hingga mencapai 44,27% (qtq), yaitu dari sebesar Rp 8,15 triliun pada Triwulan I 2013 menjadi Rp.11,76 triliun pada Triwulan II Di lain pihak, penurunan inflow sebesar -29% (qtq) dari Rp.7,83 triliun pada Triwulan I 2013 menjadi Rp.11,35 triliun pada Triwulan II 2013 turut mendorong terjadinya net outflow. Peningkatan jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia kepada perbankan (outflow) pada periode laporan merupakan dampak dari tingginya penggunaan uang kartal di masyarakat. Momen tahun ajaran baru dan liburan sekolah menyebabkan transaksi ekonomi masyarakat yang menggunakan uang kartal meningkat pada pertengahan tahun 2013 sehingga mendorong terjadinya net outflow. Triwulan II

100 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Gambar 3.56 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow Outflow) Dalam Juta Rupiah Gambar 3.57 Perkembangan Net Flow JawaTimur Juta Rupiah , , , , , , , , ,00 0,00 OUTFLOW INFLOW Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Juta Rupiah , , , , ,00 - ( ,00) ( ,00) NETFLOW Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II b. Uang Kartal Tidak Layak Edar Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy) adalah pelaksanaan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) atau Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) secara rutin. Selama Triwulan II 2013, jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan adalah sebesar Rp.252,78 milyar. Jumlah tersebut mengalami penurunan signifikan hingga mencapai -105,25% (qtq) atau -81,95% (yoy) apabila dibandingkan dengan jumlah pada periode sebelumnya. Penurunan jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan pada periode laporan merupakan dampak dari tingginya tingkat peredaran uang pada periode laporan sehubunan dengan tingginya konsumsi masyarakat pada pertengahan tahun. Gambar 3.58 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Juta Rupiah , , , , , , , , , ,00 0,00 PTTB Rasio PTTB thdp Inflow (%) rhs Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II ,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Triwulan II

101 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Tren penurunan jumlah uang kartal tidak layak edar terkait dengan upaya Bank Indonesia yang terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlakuan yang tepat terhadap uang kartal, antara lain melalui brosur, pamflet, serta edukasi perbankan. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih panjang sehingga mengurangi besarnya volume PTTB yang pada akhirnya mengurangi biaya percetakan uang baru Transaksi Keuangan Non Tunai Transaksi sistem pembayaran non tunai dalam kajian ini mencakup kegiatan transaksi non tunai masyarakat melalui perbankan dengan menggunakan sistem BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Secara umum perkembangan keduanya jenis sistem pembayaran tersebut di Jawa Timurterus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dengan dominasi terbesar transaksi RTGS. 100% 80% 60% 40% 20% 0% Share Kliring Share RTGS Gambar 3.59 PerkembanganTransaksi Non Tunai Di JawaTimur 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Kliring (Rp triliun) RTGS (Rp triliun) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II a. Transaksi BI-RTGS ( Real Time Gross Settlement) Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dikembangkan sebagai upaya mitigasi risiko dalam sistem pembayaran antar bank bernilai besar (highvalue payment system). Triwulan II

102 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Gambar 3.60 Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Timur Volume Nominal (Rp Triliun) rhs Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II ,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Transaksi keuangan dengan menggunakan sistem RTGS di Jawa Timur pada Triwulan II masih terus menunjukkan tren peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat volume transaksi RTGS (outgoing) dari 30 kota di Jawa Timur pada periode laporan adalah sebanyak 170 ribu transaksi dengan nominal mencapai Rp.220,1 triliun. Nominal tersebut meningkat 19,54% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya mengkonfirmasi terjadinya pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dari 6,62% pada triwulan I-2013 menjadi 6,97% pada triwulan II Sementara apabila ditinjau dari volume transaksi, meningkat cukup tinggi mencapai 39,93% (qtq). Searah dengan perkembangan perekonomian di beberapa kota di Jawa Timur, besar transaksi RTGS di tingkat kota/kabupaten masih menunjukkan terpusatnya kegiatan perekonomian pada wilayah wilayah tertentu. Berdasarkan asal kotanya, pada transaksi outgoing dan incoming RTGS masih didominasi oleh kota/kabupaten dengan karakteristik perekonomian yang cukup menonjol, dimana Kota Surabaya sebagai Ibu Kota provinsi Jawa Timur masih mendominasi besarnya transaksi. Gambar Kota dengan aktivitas Transaksi Outgoing RTGS Terbesar Tw II Gambar Kota dengan aktivitas Transaksi Incoming RTGS Terbesar Tw II Nilai (Miliar Rp) Volume Nilai (Miliar Rp) Volume SURABAYA MALANG KEDIRI GRESIK BATU SIDOARJO 0 SURABAYA MALANG KEDIRI GRESIK BATU SIDOARJO Triwulan II

103 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Tercatat transaksi RTGS pada Triwulan II dari kota Surabaya ke kota lainnya (outgoing) mencapai Rp.133,47 triliun dengan volume sebanyak transaksi. Sementara itu transaksi RTGS yang masuk ke rekening perbankan di Surabaya (incoming) tercatat sebanyak transaksi dengan nilai mencapai Rp.141,79 triliun. Kota lain di Jawa Timur yang memiliki transaksi RTGS cukup tinggi, baik outgoing maupun incoming pada periode ini adalah Malang, Kediri, Gresik, Batu dan Sidoarjo. b. Transaksi Kliring Dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran, khususnya melalui transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), kegiatan kliring di Jawa Timur diikuti oleh 460 kantor/bank umum peserta kliring baik langsung maupun tidak langsung yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan di 4 (empat) Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri dan Jember. Tabel 3.7 Perputaran Kliring dan Tolakan Cek, Bilyet Giro Tw II Jumlah Perputaran Kliring ( D ) Rata-2 Perputaran Jumlah Penolakan Cek Rata-2 Penolakan Cek Persentase Rata-2 Penolakan Kota Kantor Kliring Sehari Dan Giro Kosong Dan BG Kosong Sehari Cek Dan BG Kosong Sehari Peserta Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (%) (%) Surabaya Malang Kediri Jember Jatim ,55 1,42 Secara nominal, transaksi perputaran kliring di Jawa Timur yang berlangsung pada Triwulan II 2013 menunjukkan tren meningkat. Tercatat sebanyak 1,38 juta warkat keuangan (cek, bilyet giro, nota kredit dan nota debet perbankan) ditransaksikan melalui kliring dengan nominal mencapai Rp 49,46 triliun. Jumlah nominal tersebut meningkat 5,08% (qtq) atau 6,78% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. Selain mencerminkan tingginya aktifitas ekonomi dengan menggunakan sistem pembayaran non tunai, hal tersebut juga mengindikasikan peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran non tunai. Triwulan II

104 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Sementara itu, secara nominal jumlah tolakan kliring juga menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari sebesar Rp.717,45 miliar pada Triwulan I 2013 menjadi sebesar Rp.774,71 miliar pada Triwulan II Jumlah tersebut meningkat 7,98% (qtq) atau 21,33% (yoy). Demikian pula dengan jumlah tolakan warkat keuangan atau warkat kliring yang meningkat dari sebanyak lembar pada Triwulan I 2013 menjadi sebesar lembar pada periode laporan. Mencermati tingginya peningkatan jumlah nominal dan lembar cek/bilyet giro kosong, penting bagi pelaku dunia usaha untuk mewaspadai munculnya peluang kejahatan white colar crime khususnya bagi pihak-pihak yang sengaja menyalahgunakan penggunaan cek/bilyet giro. Gambar 3.63 Perkembangan Transaksi Kliring di JawaTimur Gambar 3.64 Tolakan Transaksi Kliring di JawaTimur 50,00 49,00 48,00 47,00 46,00 45,00 44,00 43,00 42,00 41,00 Nominal (Rp triliun) Warkat (juta lembar) 1,45 1,40 1,35 1,30 1,25 1,20 Tolakan Kliring (Rp juta) Tolakan Kliring (Warkat-lembar)-Skala Kanan Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II PENEMUAN UANG PALSU DI JAWA TIMUR Gambar 3.65 Statistik Uang Palsu yang Ditemukan Surabaya Malang Kediri Jember Jatim (rhs) Surabaya Malang Kediri Jember Jatim (rhs) Tw I Tw II Tw IIITw IV Tw I Tw II Tw IIITw IV Tw I Tw II ,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0, Triwulan II

105 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Pada Triwulan II-2013, penemuan uang palsu di Jawa Timur baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat penemuan uang palsu pada periode laporan sebanyak lembar dalam berbagai pecahan. Dilihat dari jumlah lembar uang palsu yang ditemukan, pada periode ini terjadi peningkatan sebesar 7,92% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak lembar. Gambar 3.66 Statistik Uang Palsu yang ditemukan (lembar) Gambar 3.67 Statistik Uang Palsu yang ditemukan (nilai) 40% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 26% 58% 74% Sebagaimana periode sebelumnya, sebagian besar uang palsu yang beredar di Jawa Timur pada Triwulan laporan didominasi oleh nominal Rp ,- dengan proporsi mencapai 74% (berdasarkan lembar) dan 58% (berdasarkan nominal). Surabaya sebagai kota terbesar dan pintu gerbang perdagangan dengan Indonesia Timur, hingga saat ini masih menjadi kota dengan penemuan uang palsu tertinggi di wilayah Jawa Timur, baik lembar maupun nominal. Melanjutkan program tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia berupaya melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang dan security features guna menekan potensi penyebaran uang palsu. Meskipun jumlah uang palsu di wilayah Jawa Timur masih tinggi, namun dengan upaya sosialisasi hingga ke pelosok dan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) Jawa Timur diharapkan terus menekan penyebaran uang palsu di masa mendatang. Triwulan II

106 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Boks 1. Short Term Response Kebijakan Loan to Value di Jawa Timur Bank Indonesia melalui SE No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 mengatur batas maksimum rasio LTV (Loan to Value) maksimal 70% atau uang muka minimal 30% untuk kredit kepemilikan rumah dengan tipe bangunan diatas 70 m 2. Hal ini merupakan upaya untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan, terutama properti residensial dari risiko peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble). Aturan LTV berlaku untuk rumah tipe besar (>70 m 2 ) karena tipe ini mengalami pertumbuhan KPR paling tinggi. Konsumen rumah tipe ini juga merupakan golongan menengah ke atas sehingga tidak berdampak langsung pada masyarakat ekonomi bawah. Surabaya merupakan lima besar kota dengan peningkatan harga properti residensial tertinggi (setelah Manado, Medan dan Makassar) pada tw.ii Grafik 1 menunjukkan pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di Surabaya yang meningkat setiap tahun. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo, memprediksi harga rumah pada triwulan III-2013 meningkat mencapai sebesar 29,8% (yoy). Aturan LTV yang efektif berlaku pada Juni 2012 direspon oleh konsumen pada triwulan ketiga Harga rumah tipe menengah dan besar pasca kebijakan LTV (2012-tw.III) di Surabaya justru naik masing-masing sebesar 10,6% dan 9,7% (yoy) dengan pertumbuhan kenaikan sebesar 34,74% dan 9,05% (yoy). Sedangkan secara q to q, harga rumah tipe menengah naik sebesar 5,06% dan tipe besar turun sebesar 2,82% dengan pertumbuhan kenaikan sebesar 57,63% pada rumah tipe menengah serta penurunan sebesar 21,68% pada rumah tipe besar. Sementara itu, harga rumah tipe kecil menurun dengan pertumbuhan penurunan harga sebesar 11,32% (yoy) dan 91,06% (qtq). Kebijakan LTV hanya direspon dalam jangka sangat pendek oleh pelaku pasar. Pada 2012-IV hingga 2013-I, harga kembali terkoreksi naik baik untuk rumah tipe kecil, menengah dan besar. Terjadinya kenaikan harga properti yang persisten meskipun sudah dikenakan aturan LTV disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1) keterbatasan supply dibanding dengan demand rumah. Pada tw.ii-2013 dari ± 92 responden SHPR, sebagian besar berada di siklus bisnis maturity (41,8%) dan decline (34,5%). 2) faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga rumah adalah kenaikan harga bahan baku bangunan (semen, batu bata, dsb.) serta kenaikan harga tanah. Harga tanah di Surabaya berkisar antara Rp Rp /m2 atau menyumbang ± 28% dari harga jual rumah. Hasil Survey Harga Properti Residensial pada Triwulan II

107 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN tw.ii menyatakan bahwa bahan bangunan (91,4%),, kenaikan harga BBM (68,6%), dan kenaikan upah pekerja (57%), biaya perizinan yang mahal (48,6%) dan penambahan fasilitas umum perumahan (21,4%). 3) faktor ketiga penyebab tingginya harga properti residensial adalah ekspektasi di masyarakat. Masyarakat beranggapan sehingga sebagian masyarakat yang memiliki kelebihan dana berinvestasi dalam wujud dibutuhkan untuk dihuni pada segmen tertentu % Tw I Grafik 1 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial Surabaya (yoy) Total IHPR MENENGAH Total Pertumbuhan IHPR Tw II Tw III Tw IV Tw I 2009 kenaikan harga properti residensial disebabkan karena kenaikan bahwa harga properti akan selalu naik dalam jangka panjang properti. Hal ini turut mendorong permintaan properti lebih besar daripada jumlah yang KECIL BESAR Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Indeks Tingginya permintaan rumah belum diimbangi dengan kemampuan membayar secara tunai, sehingga dibiayai melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sebesar 52% kepemilikan rumah tipe kecil, menengah, dan besar dibiayai melalui KPR, 28% melalui cash bertahap, serta 19% melalui pembayaran cash keras. Kredit properti yang disalurkan bank sebagian besar dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas. Outstanding kredit properti pada Juni 2013 di Jatim sebagian besar (41,87%) berasal dari KPR tipe menengah (21 s.d 70 m 2 ) dan sebanyak 35,71% berasal dari KPR tipe besar (>70 m 2 ), sementara KPA hanya berkontribusi kecil. Oleh karena itu, shock dalam sektor properti, khususnya landed house akan berdampak langsung pada kinerja KPR yang disalurkan oleh bank-bank. Sebelum adanya kebijakan LTV Juni 2012, pertumbuhan kredit properti cukup stabil dengan fluktuasi yang tinggi pada KPA tipe s.d 21 m 2. Namun setelah penerapan kebijakan LTV, pada Juli 2012 KPA tipe menengah meningkat tajam dan KPR tipe kecil menurun tajam dan stabil kembali pada periode selanjutnya. Di sisi lain, penerapann kebijakan LTV yang dikhususkan untuk membatasi KPR tipe >70 m 2 dinilai cukup efektif menurunkan outstanding KPR tipe tersebut di Jawa Timur dalam jangka sangat pendek (Grafik 3). Sebelum Triwulan II

108 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN diberlakukannya kebijakan LTV, pertumbuhan KPR tipe ini cukup tinggi dan mencapai puncaknya pada bulan Mei 2012 yang meningkat sebesar 23,28%. Hal ini merupakan dampak dari announcement effect pemberlakuan maksimum LTV yang direspon oleh masyarakat. Pada saat kebijakan LTV diumumkan dan akan efektif per Juni 2012, masyarakat mengantisipasi dengan cepat-cepat melakukan realisasi KPR pada periode sebelum penerapan aturan LTV yang baru. Pertumbuhan tersebut terus menurun, namun pada Maret hingga Juni 2013 terdapat indikasi penyaluran KPR tipe ini mulai meningkat kembali. Grafik 2 Pertumbuhan Kredit Properti di Jatim (mtm) Grafik 3 Pertumbuhan KPR Tipe >70m 2 di Jatim (mtm) Pola peningkatan KPR tipe besar pun terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia. Oleh karena itu, Bank Indonesia kembali melakukan pengaturan kebijakan LTV yang kedua. Bank Indonesia akan mengatur pemilikan rumah melalui penurunan batas maksimal rasio LTV Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) serta Kredit Pemilikan Ruko/Rukan yang efektif dilaksanakan per September Tabel 1 Batas Minimal Uang Muka KPR,KPA,KP Ruko & Rukan Per September 2013 Tipe Rumah ke KPR Tipe s.d 21 KPR Tipe 22 s.d. 70 KPR Tipe >70 KPA Tipe s.d 21 KPA Tipe 22 s.d. 70 KPA Tipe > 70 Rumah ke-2 Rumah ke- 3 >70 m 2 30% 40% 50% 70 m 2 30% 40% 50% m 2 20% 30% 40% 21 m 2-30% 40% Ruko/Rukan % % 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% % Kebijakan tersebut diperkirakan mampu mengendalikan KPR dengan adanya momentum pengetatan kebijakan moneter seperti peningkatan BI Rate dan Deposit Facility Rate masingmasing sebesar 50 bps menjadi 6,50% dan 4,75%. Diharapkan kebijakan tersebut berdampak pada efektifitas kinerja KPR dalam menyeleksi KPR tipe menengah dan besar dari para spekulan. Triwulan II

109 Bab 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

110 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu gambaran atau tolok ukur pentingnya keberhasilan suatu pemerintahan daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan berdampak positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah (UU No.17 tahun 2003). APBD memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Perda tentang APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan berarti bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD sebagai standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Daerah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, proses pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaannya mengacu kepada prinsip transparansi dan akuntabilitas. 4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Grafik 4.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur Juta Rupiah 18,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Pendapatan Belanja Triwulan II Tahun

111 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Total anggaran pendapatan daerah tahun 2013 adalah sebesar Rp 15,29 triliun, meningkat 1,27% dari total anggaran pendapatan daerah setelah perubahan tahun 2012 yang dianggarkan sebesar Rp 15,09 triliun. Jumlah anggaran belanja daerah juga meningkat sebesar 1,3%, dari Rp 16,01 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp 16,21 triliun pada tahun Anggaran Pendapatan Daerah Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) Uraian APBD APBD Perubahan Th Tahun 2013 % (Juta Rp) (Juta Rp) PENDAPATAN DAERAH ,27 PENDAPATAN ASLI DAERAH ,47 PAJAK DAERAH ,69 RETRIBUSI DAERAH ,89 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN ,80 LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH ,38 DANA PERIMBANGAN ,25 DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK ,55 DANA ALOKASI UMUM ,46 DANA ALOKASI KHUSUS ,24 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH ,35 PENDAPATAN HIBAH ,18 DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS ,16 Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2013 mencapai Rp 15,29 triliun atau meningkat 1,27% dibandingkan anggaran tahun Peningkatan tertinggi adalah pada Dana Alokasi Khusus dengan prosentase sebesar 62,24% dan Retribusi Daerah dengan prosentase sebesar 13,89%. Sementara itu, anggaran pendapatan hibah dianggarkan lebih kecil dengan prosentase penurunan sebesar -58,18% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebagaimana pola-pola anggaran di daerah, struktur pendapatan daerah di Jawa Timur didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari penerimaan pajak daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Air Permukaan, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor serta penerimaaan asli Triwulan II Tahun

112 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH daerah lainnya yang sah. Proporsi PAD yang dianggarkan pada tahun 2013 adalah sebesar 62,3% dari total pendapatan. Sementara itu, Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain yang Sah memperoleh proporsi anggaran yang hampir sama, yaitu masing-masing sebesar 18,94% dan 18,75% dari total pendapatan. Grafik 4.2 Proporsi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Pada bagian Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah masih menjadi sumber pendapatan terbesar dengan prosentase sebesar 83% dari total PAD yang direncanakan diperoleh pada tahun Proporsi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan proporsi tahun sebelumnya (2012) yang tercatat sebesar 82%. Proporsi terbesar selanjutnya adalah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (13%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (3%), dan Retribusi Daerah (1%) Realisasi Pendapatan Daerah Tabel 4.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) Uraian APBD Realisasi APBD Th Tw II-2012 Tahun 2013 Realisasi (Juta Rp) Tw II 2013 (Juta Rp) Juta Rp % (Juta Rp) Juta Rp % PENDAPATAN DAERAH , ,58 PENDAPATAN ASLI DAERAH , ,72 PAJAK DAERAH , ,82 RETRIBUSI DAERAH , ,87 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN , ,99 LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH , ,41 DANA PERIMBANGAN , ,97 DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK , ,35 DANA ALOKASI UMUM , ,00 DANA ALOKASI KHUSUS , ,00 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH , ,39 PENDAPATAN HIBAH , ,94 DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS , ,15 Triwulan II Tahun

113 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi total Pendapatan Daerah sampai dengan Triwulan II 2013 mencapai Rp 4,83 triliun, atau baru mencapai 31,58% dari total anggaran sebesar Rp 15,29 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya (Triwulan II 2012) yang mencapai 49,62%. Penurunan prosentase realisasi anggaran juga terjadi pada ke-tiga sub anggaran pendapatan daerah, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi PAD pada periode laporan adalah sebesar Rp 3,12 triliun, atau 32,72% dari anggaran, lebih kecil dibandingkan realisasi triwulan II 2012 yang tercatat sebesar 49,43%. Namun demikian, beberapa pos seperti Pendapatan Hibah dan Dana Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak mencatat peningkatan prosentase realisasi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dana Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak telah terealisasi sebesar Rp 604,61 triliun atau 51,35% dari yang telah dianggarkan, lebih besar dibandingkan realisasi triwulan II 2012 yang tercatat sebesar 45,06%. Demikian pula dengan pendapatan hibah yang pada periode laporan telah terealisasi sebesar Rp 9,22 milliar atau 85,94%, lebih besar dibandingkan realisasi triwulan II 2012 yang tercatat sebesar 62,44%. Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, ,72% PAD PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH Realisasi PAD Tw II ,87% 95,99% 35,41% HASIL LAIN-LAIN PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI KEKAYAAN DAERAH DAERAH YANG SAH YANG DIPISAHKAN Pada Pos Pendapatan Asli Daerah (PAD), realisasi anggaran terbesar adalah pada Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (95,99%). Realisasi terbesar selanjutnya adalah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (35,41%) dan Pajak Daerah (32,72%). Triwulan II Tahun

114 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Belanja Daerah Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 direncanakan sebesar Rp 16,21 triliun atau meningkat 1,30% dibandingkan anggaran belanja tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 16,01 triliun. Berdasarkan kelompoknya, Belanja Langsung mencatat peningkatan tertinggi yaitu 1,81%, sementara Belanja Tidak Langsung meningkat sebesar 1% dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja Bantuan Sosial dicadangkan cukup tinggi yaitu sebesar Rp 77,19 miliar, meningkat 64,6% dibandingkan tahun Hal tersebut terkait dengan perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Timur terhadap dampak kenaikan BBM, TDL dan UMK Provinsi Tahun 2013 terhadap kesejahteraan masyarakat Jawa Timur. Tabel 4.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) APBD APBD Perubahan Uraian Th Tahun 2013 % (Juta Rp) (Juta Rp) BELANJA DAERAH ,30 BELANJA TIDAK LANGSUNG ,00 BELANJA PEGAWAI ,81 BELANJA HIBAH ,90 BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA ,60 BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA ,45 BELANJA LANGSUNG ,81 BELANJA PEGAWAI ,51 BELANJA BARANG DAN JASA ,77 BELANJA MODAL ,05 Berdasarkan sub kelompoknya, proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi Jawa Timur masih didominasi oleh belanja hibah dengan prosentase sebesar 49% dari total anggaran Belanja Tidak Langsung. Prosentase terbesar selanjutnya adalah Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten / Kota dan Belanja Pegawai dengan prosentase masing-masing sebesar 24% dan 17%. Belanja Pegawai yang diperuntukkan untuk pembayaran gaji pegawai mencatat peningkatan dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 15% dari total Belanja Tidak Langsung Provinsi. Triwulan II Tahun

115 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Grafik 4.4 Proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi Jawa Timur Pada kelompok anggaran Belanja Langsung, anggaran Belanja Barang dan Jasa masih mendominasi dengan prosentase sebesar 66%, disusul kemudian dengan Belanja Pegawai dan Belanja Modal dengan prosentase masing-masing sebesar 18% dan 16%. Peningkatan prosentase belanja barang dan jasa dari sebesar 64% pada tahun 2012 menjadi sebesar 66% pada tahun 2013 terkait dengan peningkatan kebutuhan operasional Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Demikian pula dengan peningkatan proporsi belanja pegawai dari sebesar 17% pada tahun 2012 menjadi 18% pada tahun 2013 yang mengindikasikan peningkatan kebutuhan tenaga kerja langsung untuk mendukung kegiatan operasional. Sementara itu, alokasi Belanja Modal yang mencerminkan kegiatan investasi menunjukkan penurunan proporsi dari sebesar 19% pada tahun 2012, menjadi sebesar 16% pada tahun Grafik 4.5 Proporsi Anggaran Belanja Langsung Provinsi Jawa Timur Realisasi Belanja Daerah Sampai dengan Triwulan II 2013, realisasi belanja daerah Provinsi Jawa Timur adalah senilai Rp 4,37 triliun, atau baru mencapai 26,95% dari anggaran yang direncanakan. Realisasi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pada periode yang Triwulan II Tahun

116 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH sama tahun sebelumnya (Triwulan II 2012) yang mencatat realisasi sebesar 41,86%. Apabila ditinjau berdasarkan sub kelompoknya, realisasi tertinggi adalah Belanja Tidak Langsung yaitu mencapai 29,43% dari yang dianggarkan. Sementara itu, Belanja Langsung terealisasi lebih rendah yaitu sebesar 22,74% dari yang telah dianggarkan. Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) APBD Realisasi APBD Realisasi (Juta Rp) Uraian Th Tw II-2012 Tahun 2013 Tw II 2013 (Juta Rp) Juta Rp % (Juta Rp) Juta Rp % BELANJA DAERAH , ,95 BELANJA TIDAK LANGSUNG , ,43 BELANJA PEGAWAI , ,44 BELANJA HIBAH , ,82 BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA , , , ,95 BELANJA LANGSUNG , ,74 BELANJA PEGAWAI , ,76 BELANJA BARANG DAN JASA , ,24 BELANJA MODAL , ,46 Realisasi belanja tertinggi adalah Belanja Tidak Terduga yaitu sebesar 54,73%, disusul kemudian dengan Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten / Kota dan Belanja Bunga dengan prosentase realisasi masing-masing sebesar 48,11% dan 39,12%. Belanja Pegawai baik di Pos Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung masih menunjukkan prosentase realisasi di kisaran 25% hingga pertengahan tahun Grafik 4.6 Realisasi Anggaran Belanja Tidak Langsung Grafik 4.7 Realisasi Anggaran Belanja Langsung 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, ,44% 20,82% Belanja Tidak Langsung Realisasi Tw II ,11% BELANJA PEGAWAI BELANJA HIBAH BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA 33,95% BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA Juta 4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , ,76% BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA APBD Realisasi Tw II ,24% 17,46% BELANJA MODAL Triwulan II Tahun

117 Bab 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

118 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.1. UMUM Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dari 6,62% pada triwulan I-2013 menjadi 6,97% pada triwulan II-2013, mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tercermin kenaikan angka nilai tukar petani (NTP) dari 101,51 menjadi 102,95 dan nilai tukar nelayan (NTN) dari 156,15 menjadi 158,07. Disisi lain, akselerasi pertumbuhan ekonomi yang terus terjaga, mampu menurunkan angka kemiskinan di Jawa Timur dari 13,08% (September'12) menjadi 12,55% (Maret'13). Peningkatan pertumbuhan ini, juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur dari 19,08 juta orang (Agustus'12) menjadi 19,29 juta orang (Februari'13). Peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut diperkirakan terus berlanjut pada triwulan ini, terlihat dari meningkatnya angka indeks penyerapan tenaga kerja dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia dari -6,95% (triwulan I- 2013) menjadi -4,81% (triwulan II-2013). Peningkatan penyerapan tenaga kerja diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan III-2013 ditunjukan dengan kenaikan angka indeks dari pelaku usaha yang mencapai angka positif 1,95. Sikap optimis tersebut diyakini untuk memenuhi tingginya permintaan menjelang akhir tahun terkait keperluan natal dan tahun baru, meskipun dibayangi potensi penurunan daya beli terutama dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) KETENAGAKERJAAN Data Ketenagakerjaan Jawa Timur Situasi ketenagakerjaan di Jawa Timur menunjukkan adanya perbaikan. Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur per Februari 2013 sebanyak 20,1 juta orang, meningkat dibandingkan data ketenagakerjaan di bulan Agustus 2012 (19,9 juta orang). Peningkatan ini menyebabkan menurunnya rasio penduduk yang menganggur terhadap jumlah angkatan kerja yang biasa disebut dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pada periode laporan tercatat TPT mengalami penurunan dari 4,12% menjadi sebesar 4,00%. Triwulan II Tahun

119 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Sementara itu, perbaikan perekonomian Jawa Timur yang sedang berlangsung juga diyakini menjadi faktor pendorong terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tercatat terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja, dari 19,08 juta menjadi 19,29 juta jiwa. Tabel 5.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur ( ) Kegiatan Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Total Angkatan Kerja Bekerja Menganggur TPAK (%) 69,69% 69,32% 69,36% 69,25% 69,77% 69,08% 71,39% 69,49% 69,55% 69,62% 70,12% TPT (%) 6,24% 6,42% 5,87% 5,08% 4,91% 4,25% 4,18% 4,16% 4,14% 4,12% 4,00% Sumber : BPS Jatim, (diolah) Grafik 5.1 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral Jasa Kemasyarakatan Industri Perdagangan Pertanian TOTAL Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Sumber : BPS Jatim (diolah) Secara sektoral struktur penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur pada triwulan laporan tidak banyak mengalami perubahan yang berarti. Distribusi penyerapan tenaga kerja terbesar masih didominasi oleh tiga sektor unggulan di Jawa Timur, yaitu sektor pertanian dengan proporsi sebesar 38,81%, diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 21,08% dan sektor industri yang menyerap 15,00% dari total tenaga kerja di Jawa Timur. Dibandingkan posisi Agustus 2012, peningkatan jumlah tenaga kerja didorong oleh kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor industri, sektor perdagangan dan sektor Jasa. Kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor-sektor ini seiring dengan membaiknya kinerja yang sedang berlangsung pada sektor-sektor tersebut. Sebaliknya penurunan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian yang diperkirakan beralih ke sektor lainnya seperti industri, perdagangan dan jasa. Penurunan tenaga kerja di sektor ini, Triwulan II Tahun

120 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT diyakini dampak dari menurunnya lahan pertanian akibat konversi lahan untuk pemukiman dan industri. Grafik 5.2 Grafik 5.3 Penyerapan Tenaga Kerja Komposisi Tenaga Kerja Formal Informal Formal G Formal G Informal 13,58 13,76 14,10 14,12 14,11 13,26 12,84 12,84 12,86 12,63 12,67 5,29 5,12 5,02 5,19 5,50 5,44 5,70 6,11 6,15 6,45 6,62 Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb 16% 12% 8% 4% 0% -4% -8% -12% Buruh/Karyawan Berusaha dibantu buruh tetap g berusaha dibantu buruh tetap g buruh/karyawan 4,80 4,54 4,53 4,64 4,99 4,88 5,10 5,49 5,50 5,81 5,92 0,48 0,58 0,49 0,55 0,51 0,56 0,60 0,62 0,65 0,65 0,70 Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 5.4 Komposisi Bidang Tenaga Kerja Informal Pekerja Tak Dibayar Pekerja Bebas Non Pertanian Pekerja Bebas di Pertanian Berusaha dibantu buruh tdk tetap Berusaha sendiri 3,65 3,56 3,85 3,69 3,99 3,77 3,62 3,62 3,67 3,69 3,64 0,86 1,00 0,94 1,04 1,01 1,48 1,50 1,57 1,51 0,91 1,46 1,05 1,05 1,13 1,47 1,19 1,21 1,43 1,43 1,41 1,39 1,17 4,26 4,25 4,34 4,46 4,36 4,10 3,85 3,85 3,99 3,61 3,82 3,33 3,45 3,40 3,42 3,29 3,02 2,89 2,89 2,67 2,76 2,83 Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Sumber : BPS Jatim (diolah) Berdasarkan komposisinya, karakteristik penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur masih didominasi oleh tenaga kerja di sektor informal, dengan komposisi terbesar pada kelompok berusaha dibantu buruh dan posisi berikutnya diduduki oleh kelompok pekerja tak dibayar. Tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor informal mendapatkan perhatian tersendiri bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan kualias kesejahteraan masyarakat di Jawa Timur. Berbagai program yang telah diluncurkan pemerintah daerah guna mendorong kapasitas masyarakat dalam meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya, diantaranya program Jalin Kesra (Jalan Lain Menuju Kesejahteraan Masyarakat), Jamkesda untuk meningkatkan kualitas kesehatan, BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk Triwulan II Tahun

121 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT meningkatkan kualitas pendidikan, Bantuan Dana Hibah sebagai modal utama koperasi wanita di pedesaan, pondok pesantren, masyarakat kawasan sekitar hutan, serta pemberian bantuan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah juga berupaya melaksanakan program percepatan dan perluasan perlindungan sosial serta program pembangunan infrastruktur (pembangungan irigasi, jalan, pemukiman dan pengadaan air bersih) yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, perkembangan tenaga kerja di sektor formal mengalami peningkatan, yang didominiasi oleh tenaga buruh/karyawan yang mencapai 89,43% dari total tenaga kerja yang bekerja di sektor formal, sedangkan selebihnya merupakan tenaga kerja yang masuk dalam kategori berusaha dibantu buruh tetap (wirausaha) Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 1 Selaras dengan indikator ketenagakerjaan dari BPS Provinsi Jawa Timur, indikator ketenagakerjaan hasil Survei Kegiatan Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia di wilayah kerja Jawa Timur, juga mulai menunjukkan peningkatan tercermin dari kenaikan nilai Saldo Bersih Terimbang (SBT) 2 dari sebesar -6,95% pada triwulan I-2013 menjadi -4,81% (SBT) pada triwulan II Secara spesifik dari 9 (sembilan) sektor ekonomi, sektor yang mengalami peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja adalah sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel & restoran (PHR) dan sektor pengangkutan & komunikasi. Sementara sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air, sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sementara itu respon terhadap kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan akan meningkatkan biaya operasional perusahaan yang berimplikasi terjadinya kenaikan harga produk akhir, sehingga akan menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi pengusaha untuk melakukan strategi penurunan beban usaha diantaranya melalui pengurangan tenaga kerja. 1 SKDU (Survei Kegiatan Dunia Usaha) adalah survei yang dilakukan Bank Indonesia secara triwulan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dini mengenai indikasi perkembangan kegiatan ekonomi (sisi penawaran) di sektor riil pada triwulan berjalan maupun perkiraan triwulan yang akan datang. 2 Diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Triwulan II Tahun

122 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Namun demikian, ekspektasi dari pelaku usaha terhadap kinerja perekonomian Jawa Timur pada triwulan yang akan datang diperkirakan masih optimis, tercermin dari prediksi kenaikan tenaga kerja yang cukup signifikan dari -4,81 (triwulan II-2013) menjadi 1,95 pada triwulan III-2013 guna memenuhi tingginya permintaan menjelang akhir tahun untuk keperluan natal dan tahun baru. Hampir seluruh sektor optimis terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja, kecuali sektor pertambangan, sektor konstruksi dan sektor jasa-jasa, yang ketiganya belum menjadi sektor andalan di Jawa Timur. REALISASI SEKTOR Tabel 5.2 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Jawa Timur Tw I Tw II 2011 Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN JASA - JASA TOTAL SELURUH SEKTOR Grafik 5.5 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama TOTAL PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR 10 %, SBT I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II II* Grafik 5.6 Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR PERTAMBANGAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN %, SBT PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN JASA -JASA I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indoneisa (diolah) 5.3. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN Tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan di Jawa Timur pada triwulan II-2013 relatif membaik dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan pada Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada periode laporan. Triwulan II Tahun

123 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kesejahteraan Petani Pada triwulan II-2013, indikator kesejahteraan petani di Jawa Timur yang tercermin dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan peningkatan. Tercatat NTP provinsi Jawa Timur pada periode laporan sebesar 102,95 (indeks >100 cukup baik) meningkat dibandingkan triwulan I 2013 sebesar 101,51. Namun, NTP Jawa Timur pada periode ini masih berada di bawah level nasional yang tercatat mencapai angka 105,28. Peningkatan NTP Jawa Timur didorong oleh pertumbuhan indeks harga yang diterima petani (lt) lebih tinggi dibandingkan dengan indeks harga yang dibayarkan oleh petani (lb). Pada triwulan laporan indeks harga yang diterima petani sebesar 156,84 sedangkan indeks harga yang dibayar petani sebesar 152,34. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama, perkembangan NTP Jawa Timur (yoy) mengalami kenaikan 1,37 persen. Kondisi ini terjadi karena di triwulan II 2013, sektor pertanian memasuki masa puncak musim panen padi yang biasanya terjadi pada triwulan I Selain itu, meningkatnya kebutuhan masyarakat menjelang bulan Ramadhan mengakibatkan harga pangan cenderung naik, turut berpengaruh pada peningkatan indeks harga yang diterima oleh petani. Disisi lain, akibat anomali musim yang terus berlanjut produksi beberapa tanaman lainnya (bawang merah, cabe, kedelai serta tembakau) mempengaruhi pendapatan petani karena kualitas hasil panen yang menurun. Untuk mengurangi risiko yang lebih besar lagi, petani melakukan penanaman bertahap dan mengalihkannya ke tanaman padi. Grafik 5.7 NTP Nasional & Jawa Timur Grafik 5.8 NTP dan Pertumbuhan (Nasional & Jatim) NTP Nasional NTP Jawa Timur I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NTP Nasional NTP Jawa Timur g It Nasional g It Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0,5-1 Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) Triwulan II Tahun

124 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Grafik 5.95 It serta Pertumbuhan Nasional & Jatim Grafik 5.10 Ib dan Pertumbuhan Nasional & Jatim lt Nasional lt Jatim g lt Nasional g lt Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0, Ib Nasional Ib Jatim g Ib Nasional g Ib Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0, Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) Kesejahteraan Nelayan Sebagaimana yang ditunjukkan oleh indikator kesejahteraan petani (NTP), kondisi kesejahteraan nelayan yang tercermin pada Nilai Tukar Nelayan (NTN) Provinsi Jawa Timur pada triwulan II-2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada triwulan I-2013 sebesar 156,15 meningkat menjadi 158,07 pada triwulan II Berbeda dengan Nilai Tukar Petani (NTP), karakteristik Nilai Tukar Nelayan (NTN) Jawa Timur memiliki nilai lebih baik dibandingkan nasional atau cenderung berada di atas level nasional, dengan kisaran nilai berada di atas level 150. Masih rendahnya biaya produksi dan barang konsumsi dibandingkan dengan hasil tangkapan menjadi faktor peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN) Jawa Timur. Perhitungan NTN di Jawa Timur dilakukan pada 6 kabupaten/kota yang merupakan penghasil komoditas perikanan laut, yaitu Trenggalek, Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Lamongan dan Pamekasan. NTN tertinggi terjadi di Trenggalek sedangkan terendah di Pamekasan. Sementara itu, berdasarkan komposisinya peningkatan indeks harga yang diterima nelayan pada periode ini disebabkan oleh kenaikan harga ikan selar, ikan tongkol dan ikan teri. Sedangkan kenaikan indeks harga yang dibayar oleh nelayan dipicu oleh kenaikan indeks harga konsumsi rumah tangga yaitu beras, cabe merah dan cabe rawit. Sedangkan indeks harga biaya produksi dan penambahan barang modal yaitu biaya buruh dan biaya sewa. Triwulan II Tahun

125 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Grafik Grafik 5.12 NTN Nasional & Jawa Timur NTN serta Pertumbuhan (Nasional & Jatim) NTN Nasional NTN Jawa Timur I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Nasional Jatim g NTN Nasional g NTN Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) PROFIL KEMISK KINAN JAWA TIMUR Angka kemiskinan di Jawa Timur terus menurun secara gradual sejak tujuh tahun terakhir. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), jumlah penduduk Jawa Timur yang berada di bawah garis kemiskinan (penduduk miskin)3 pada Maret 2013 turun sebesar 0,53%, yaitu dari 13,08% pada September 2012 menjadi 12,55% atau menjadi sebesar jiwa (grafik 5.13). Tingginya upaya pemerintah dan masyarakat dalam memberantas kemiskinan menjadi faktor pendorong penurunan kemiskinan di Jawa Timur. Grafik 5.13 Perkembangan Penduduk Miskin di Jawa Timur (%) % Sumber : BPS Jatim (diolah) 3 Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Triwulan II Tahun

126 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Penurunan persentase penduduk miskin pada Maret 2013 sebagian besar disumbang oleh penurunan penduduk miskin di pedesaan, yaitu sebesar 0,73%, sementara penurunan persentase penduduk miskin di kota hanya sebesar 0,33%. Penurunan angka kemiskinan tersebut, tidak terlepas dari komitmen dan konsistensi melaksanakan berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama yang dilakukan di desa-desa. Konsistensi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam pengentasan kemiskinan tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun , dengan memposisikan Program Penanggulangan Kemiskinan sebagai salah satu Program Prioritas di Jawa Timur. Tabel 5.3 Garis Kemiskinan, Jumlah & Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Daerah/ tahun Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan Maret ,487 51, ,408 2, Maret ,676 56, ,624 2, Maret ,965 60, ,383 1, Maret ,242 65, ,546 1, Sept ,210 68, ,403 1, Maret ,806 69, ,305 1, Sept ,073 71, ,947 1, Maret ,350 77, ,209 1, Pedesaan Maret ,971 36, ,432 4, Maret ,522 43, ,628 3, Maret ,806 46, ,879 3, Maret ,457 50, ,275 3, Sept ,141 53, ,166 3, Maret ,352 54, ,216 3, Sept ,674 57, ,556 3, Maret ,172 61, ,530 3, Kota + Desa Maret ,091 44, ,112 7, Maret ,440 49, ,317 6, Maret ,240 53, ,327 5, Maret ,017 57, ,727 5, Sept ,360 60, ,603 5, Maret ,375 61, ,202 5, Sept ,244 64, ,783 4, Maret ,306 69, ,510 4, Sumber : BPS Jatim Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin Perubahan Persentase Penduduk Miskin (%) Program-program Penanggulangan dan pengentasan kemiskinan di Jawa Timur dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan peran masyarakat serta fungsi lembaga-lembaga desa, untuk mendorong kesadaran kaum miskin dalam memperbaiki nasibnya. Program-program mengentas kemiskinan melalui dua cara, yaitu (i) mengurangi Triwulan II Tahun

127 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT beban biaya bagi Rumah Tangga Sangat Miskin, seperti misalnya : biaya pendidikan, biaya kesehatan, infrastruktur seperti air bersih, jalan desa dan sebagainya, (ii) meningkatkan pendapatan Rumah Tangga Miskin dan Hampir Miskin dengan jalan antara lain pelatihan ekonomi produktif, usaha ekonomi, stimulan modal kerja/ usaha, pasar desa, dan kegiatan pemberdayaan ekonomi lokal serta peningkatan produksi melalui teknologi tepat guna. Salah satu contoh program yang dilaksanakan adalah Program Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan (P3D/K) yang telah dialokasikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2011 dan sekarang ini telah memasuki tahap penguatan. Program tersebut memperkuat perekonomian masyarakat desa melalui pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa/Kelurahan. Grafik 5.14 Grafik 5.15 Komoditas Penyumbang Komoditas Penyumbang Garis Kemiskinan Makanan (%) Garis Kemiskinan Non Makanan (%) Beras Rokok Kretek Filter Gula pasir Tempe Tahu Perumahan Listrik Pendidikan Bensin Kayu Bakar Perkotaan Pedesaan Perkotaan Pedesaan Sumber : BPS Jatim Sumber : BPS Jatim Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar kkal/kapita/hari dan kebutuhan non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya. Garis kemiskinan pada Maret 2013 meningkat sebesar 5,63 persen atau Rp ,- perkapita perbulan, yaitu dari Rp ,- perkapita perbulan pada September 2012 menjadi Rp ,- perkapita perbulan pada Maret Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan), yaitu sebesar 73,13 persen. Beras merupakan komoditas yang berkontribusi paling besar terhadap garis kemiskinan makanan (37,48% di perkotaan dan 40,76% di pedesaan). Sementara itu, dari sisi non makanan, komoditas perumahan merupakan penyumbang garis kemiskinan terbesar, seperti yang ditunjukkan pada grafik 5.14 Triwulan II Tahun

128 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT dan Peningkatan garis kemiskinan merupakan konsekuensi atas tingginya inflasi dan harga barang, terutama pada kedua komoditas tersebut. Inflasi yang tinggi akan diikuti dengan peningkatan harga barang dan jasa. Pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas tertentu akan terpengaruh sebagai dampak dari peningkatan harga. Grafik 5.16 menunjukkan perkembangan pertumbuhan konsumsi makanan dan non makanan rumah tangga serta rata-rata inflasi makanan dan non makanan di Jawa Timur. Pada triwulan II-2013, inflasi dari komoditas makanan secara rata-rata bulanan mengalami penurunan dibanding rata-rata bulanan pada triwulan sebelumnya, karena adanya musim panen di beberapa wilayah di Jawa Timur, kelancaran impor hortikultura dan kebijakan pemerintah daerah untuk melakukan operasi pasar terhadap beberapa komoditas makanan pokok. Penurunan harga komoditas terutama di kelompok bahan makanan, direspon masyarakat dengan meningkatkan konsumsi terhadap komoditas tersebut yang tumbuh sebesar 0,95% (sumber BPS Jatim). Sementara itu, rata-rata inflasi non makanan mengalami penurunan 10,38% dari 34,76% pada Triwulan I 2013 menjadi 24,38% pada Triwulan II Hal ini direspon dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi non makanan sebesar 3,47%. Grafik 5.16 Pertumbuhan Pengeluaran Rumah Tangga dan Pertumbuhan Inflasi di Jawa Timur (%) Rata-rata Inflasi Makanan g Konsumsi Makanan Rata-rata Inflasi Non Makanan g Konsumsi Non Makanan Sumber: BPS Jatim Inflasi yang meningkat akan diikuti oleh peningkatan batas kemiskinan sehingga jumlah penduduk miskin akan bertambah jika tidak diikuti dengan peningkatan daya beli dan pendapatan, terutama masyarakat kelompok berpenghasilan bawah. Pada triwulan II inflasi komoditas non makanan sub sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Triwulan II Tahun

129 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan adanya kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Diperkirakan terjadi peningkatan Garis Kemiskinan (GK) sebesar 0,77%, dari Rp pada bulan Maret 2013 menjadi Rp pada Juni Di sisi lain, kebijakan pemerintah melalui pemberian BLSM (Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat) akan menurunkan GK menjadi Rp Penjelasan lebih lanjut tentang dampak kenaikan harga BBM dan pemberian BLSM terhadap kemiskinan di Jawa Timur akan diulas tersendiri dalam box 2 (dua). Kemiskinan tidak hanya mencakup persentase penduduk miskin, tetapi juga menyangkut seberapa besar jarak dan keragaman pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indikator tersebut dapat dihat dari (P1) dan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gap Index (P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan/Poverty Severity Index (P2), merupakan ukuran tingkat ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Dari data kemiskinan rilis Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) digambarkan bahwa indeks kedalaman kemiskinan (P1) mengalami penurunan 0,09 poin atau sebesar 1,93 pada September 2012 menjadi 1,84 pada Maret Penurunan nilai P1 tersebut terjadi di pedesaan (0,21 poin), sedangkan di perkotaan terjadi sedikit peningkatan (0,03 poin). Sementara itu, nilai P2 juga mengalami penurunan 0,01 poin atau menjadi 0,43 pada Maret Penurunan nilai yaitu P1 memberikan indikasi rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan sebagai akibat dari semakin tingginya harga-harga komoditas yang harus dipenuhi masyarakat. Disisi lain, penurunan P2 menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit. Dari sisi wilayah, pola kemiskinan di desa menunjukkan semakin banyak penduduk yang mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin yang lebih tinggi daripada di kota sebagaimana ditunjukkan pada grafik Triwulan II Tahun

130 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Grafik 5.17 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Jawa Timur Menurut Daerah Mar 08 Mar 09 Mar 10 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 Sumber : BPS Jatim P1 Kota P1 Desa P2 Kota P2 Desa Triwulan II Tahun

131 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM DAN KOMPENSASI BLSM PADA KEMISKINAN DI JAWA TIMUR Kebijakan pengurangan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) yang berlaku efektif pada Juni 2013 memberikan konsekuensi yang cukup signifikan bagi perekonomian dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya garis kemiskinan yang disebabkan karena peningkatan inflasi dan harga barang pokok pembentuk garis kemiskinan sebagai dampak dari peningkatan harga BBM dan ongkos angkut. Grafik 1 menunjukkan perkembangan inflasi dan kemiskinan di Jawa Timur. Fluktuasi inflasi setiap periode diikuti oleh peningkatan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Non Makanan (GKNM), sementara itu pertumbuhan penduduk miskin mengalami penurunan setiap tahunnya. Grafik 1 Perkembangan Inflasi dan Kemiskinan di Jawa Timur II-2008 II-2009 II-2010 II-2011 II-2012 I GKM Rata-rata Inflasi Makanan g Penduduk Miskin GKNM Rata-rata Inflasi Non Makanan Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. BPS menentukan Garis Kemiskinan (GK) yang merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi Triwulan II Tahun

132 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sementara itu, Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan tersebut. Grafik 2 Pergeseran Garis Kemiskinan Pasca Kenaikan Harga BBM dan Pemberian BLSM 40.00% 35.00% 30.00% 25.00% Rp Rp Rp % 20.00% 15.00% 17.50% 18.15% 10.00% 5.00% 0.00% 4.93% 6.95% 6.60% 7.38% 0.09% 0.58% < s/d s/d s/d s/d s/d s/ /d s/d Keterangan: : Garis Kemiskinan pasca peningkatan harga BBM : Garis Kemiskinan pasca pemberian BLSM Peningkatan GK pasca kenaikan harga BBM (bensin Rp4.500 menjadi Rp6.500 dan solar Rp4.000 menjadi Rp5.500) pada bulan Juni 2013 disebabkan oleh peningkatan sumbangan inflasi pada komoditas non makanann yang membentuk GKNM. Sumbangan inflasi ke-51 komoditas non makanan tersebut meningkat sebesar 0,55%, terutama disebabkan karena kenaikan sumbangan inflasi bensin, angkutan dalam kota, serta perumahan. GKNM setelah memperhitungkann peningkatan inflasi meningkat tipis, dari Rp pada Maret 2013 menjadi Rp pada Juni Sementara itu, sumbangan inflasi ke-52 komoditas makanan yang membentuk GKM meningkat 0,22%. Peningkatan tersebut terutama disumbang oleh komoditas telur ayam, beras dan cabe rawit. Oleh karena itu, GKM setelah di-inflate meningkat tipis dari Rp pada bulan Maret 2013 menjadi Rp pada Juni Secara total, peningkatan harga BBM tidak terlalu mempengaruhi pergeseran GK. Triwulan II Tahun

133 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT GK bulan Juni 2013 meningkat dengan deviasi 0,77% dari GK Maret 2013, dari Rp menjadi Rp (seperti yang ditunjukkan pada garis merah di Grafik 2). Peningkatan GK sebagai dampak dari kenaikan harga BBM tersebut akan menggeser penduduk yang rawan yang berada di sekitar garis kemiskinan. Dengan asumsi jumlah penduduk terdistribusi merata pada setiap kelompok pengeluaran, maka pada bulan Juni terdapat 5-10% penduduk pada kelompok pengeluaran Rp s/d Rp yang bergeser statusnya, semula dikategorikan berada di atas GK, namun saat ini menjadi berada di bawah GK. Di sisi lain, pemerintah berupaya untuk meredam dampak kenaikan harga BBM tersebut melalui pemberian kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat (BLSM) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di seluruh Indonesia. Di Jawa Timur terdapat RTS yang diberikan BLSM dengan nilai Rp.857,24 milyar ( yang sebagian besar dialokasikan di wilayah-wilayah tapal kuda, yaitu Jember, Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, Bojonegoro dan Malang. BLSM tersebut diberikan sejumlah Rp /kepala keluarga per bulan selama tiga tahap pasca kenaikan harga BBM. Kompensasi BLSM mampu menggeser GK setelah kenaikan BBM (garis merah) ke garis hijau sebesar 14,45%, yaitu dari Rp menjadi Rp (grafik 2). Pada Juni 2013, penduduk yang miskin yang berada di bawah garis kemiskinan akan turun 20-27%. Hal ini berarti bahwa sebesar 20-27% penduduk rawan yang berada di kelompok pengeluaran Rp Rp akan mengalami pergeseran status dari penduduk miskin menjadi tidak miskin. Pemberian kompensasi BLSM tersebut hanya bersifat temporer dalam mengurangi kemiskinan termasuk di Jawa Timur pasca kenaikan harga BBM. Apabila program ini tidak berlanjut di tahun 2014, diprediksi angka kemiskinan di Jawa Timur akan meningkat. Oleh karena itu, BLSM perlu diiringi bantuan lainnya yang lebih bersifat produktif dalam mendorong sektor-sektor ekonomi. Sehingga, pada saat shock kebijakan dan dampak inflasi belum teredam, masyarakat masih memiliki daya beli yang sustainable. Triwulan II Tahun

134 Bab 6 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah KATA PENGANTAR Pertamatama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga Triwulan I 2013 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV - 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2012 BANK INDONESIA SURABAYA Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : 031-3520011

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II - 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV (JAWA TIMUR) Penerbit : Bank Indonesia Surabaya Bidang Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN 2011 BANK INDONESIA SURABAYA Penerbit : Bank Indonesia Surabaya Bidang Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.5 SURABAYA Telp. : 0313520011 psw. 129/128 Fax : 0313554178

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011 RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011 Perekonomian provinsi Jawa Timur pada triwulan II-2011 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Assesmen Perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III-2013 Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Bali Triwulan III-2013 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Asesmen Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU TRIWULAN III 213 Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN I 212 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Kajian Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Jl. Letda Tantular No.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci