KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

2 Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : Fax :

3 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsifungsi utama.

4 Halaman ini sengaja dikosongkan

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2010 ini akhirnya dapat diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan memberi gambaran bahwa perekonomian Jawa Barat terindikasikan terus menunjukkan perkembangan yang baik. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada periode tersebut meningkat, dari sebelumnya tumbuh sebesar 6,6% (yoy), menjadi tumbuh 6,9%. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Jawa Barat diperkirakan mampu tumbuh diatas 6% untuk keseluruhan tahun 2010, lebih tinggi dibandingkan tahun Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan, diantaranya karena membaiknya daya beli masyarakat, akibat kenaikan penghasilan serta didukung oleh masih relatif terkendalinya inflasi. Sementara itu, investasi juga mengalami kenaikan, seiring meningkatnya optimisme kalangan usaha, yang didorong oleh membaiknya prospek perekonomian ke depan. Dari sisi penawaran, meningkatnya kinerja sektor pertanian merupakan faktor penggerak akselerasi perekonomian Jawa Barat. Hal ini terutama terjadi karena mundurnya masa panen raya padi di sebagian wilayah di Jawa Barat, yang terkonsentrasi sebelumnya pada triwulan I-2009, bergeser ke bulan April 2010 (triwulan II). Dari sisi perkembangan harga, laju inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan II-2010 meningkat cukup tinggi dibandingkan periode lalu, yaitu dari 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,68% (yoy) pada triwulan II Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05%. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan, akibat masih tingginya curah hujan. Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan masih berlangsungnya musim tanam padi mendorong pula kenaikan harga beras, dan turut mendorong kenaikan ekspektasi inflasi. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbankan di Jawa Barat pada triwulan II (posisi Mei 2010) menunjukkan peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 11,00% (yoy) menjadi Rp203,14 triliun, didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 26,34,% (yoy) sehingga menjadi Rp171,94 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 14,36% sehingga menjadi Rp116 triliun. Relatif tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan. Selain pembiayaan perbankan, peran keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan realisasi belanja Pemerintah v

6 Provinsi Jawa Barat. Pada triwulan II-2010 realisasi belanja diperkirakan mencapai kisaran 25 35%, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan II-2009 yang sekitar 20%. Sejalan dengan terjadinya akselerasi perekonomian, kondisi ketenagakerjaan serta kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga terdorong membaik. Semakin menggeliatnya perekonomian domestik mendorong terciptanya kesempatan kerja yang lebih luas kepada masyarakat, seperti diindikasikan dari meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja, serta menurunnya jumlah penganggur. Kondisi ini menjadikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat mengalami penurunan. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat juga diindikasikan semakin membaik, seiring meningkatnya penghasilan masyarakat, serta didukung pula oleh relatif terkendalinya inflasi. Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PT. PLN Distribusi Jabar dan Banten, PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, PT. Kereta Api, serta PT Pelindo. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, Agustus 2010 Yang Ahmad Rizal Pemimpin vi

7 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... v vii ix x xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor Lainnya Boks 1. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Barat Boks 2. ASEAN Federation of Textile Industries BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan a. Kelompok Bahan Makanan b. Kelompok Sandang c. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Inflasi Triwulanan Inflasi Menurut Kota Inflasi Tahunan a. Kota Bekasi, Depok, dan Bogor b. Kota Bandung c. Kota Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon Inflasi Triwulanan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Fundamental a. Interaksi Permintaan dan Penawaran b. Eksternal c. Ekspektasi Inflasi Non Fundamental a. Volatile Foods b. Administered Price BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Struktur Perbankan di Jawa Barat Bank Umum Konvensional Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Kredit yang berlokasi Proyek di Jawa Barat Risiko Kredit vii

8 3. Bank Umum Syariah Bank Perkreditan Rakyat Boks 3. Menjaring UMKM Potensial dengan Expo Pembiayaan BAB 4 KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat Pendapatan Pemerintah Pusat di Jawa Barat Pendapatan Pemerintah Provinsi Belanja Daerah Belanja APBN di Jawa Barat Belanja APBD Provinsi Jawa Barat BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Pengedaran Uang Kartal Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Palsu Sistem Pembayaran Non Tunai Kliring Lokal Real Time Gross Settlement (RTGS) BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Ketenagakerjaan Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat Kesejahteraan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Makro Prakiraan Inflasi LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy)... 9 Tabel 1.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy) Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tabel 1.5. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Tabel 1.6. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Tabel 1.7. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (%) Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I (yoy, %) Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kota (qtq,%) Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Menurut Faktor Penyebab (yoy, %) Tabel 2.7. Inflasi Triwulanan Menurut Faktor Penyebab (qtq, %) Tabel 2.8. Produksi Padi Jawa Barat (kg) Tabel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan II-2010 (Posisi Bulan April) Tabel 3.2. Posisi Kredit Lokasi Proyek di Jawa Barat Berdasarkan Kota/Kabupaten Triwulan II Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat Tabel 6.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (2007=100) ix

10 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)... 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Grafik 1.9. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi Grafik Penjualan Semen di Jawa Barat Grafik Impor Barang Modal Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik Volume Ekspor Jawa Barat Grafik Nilai dan Volume Ekspor TPT Grafik Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi Grafik Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik Grafik Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Grafik Nilai dan Volume Impor Jawa Barat Grafik Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi Jawa Barat Grafik Konsumsi Listrik Industri Grafik Penjualan Motor Nasional Grafik Penjualan Mobil Nasional Grafik Nilai Ekspor Kendaraan Grafik Volume Ekspor Kendaraan Grafik Indeks Produksi Tekstil Grafik Arus Bongkar Muat di Pelabuhan Cirebon Grafik Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Grafik Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi Grafik Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) Grafik Posisi Kredit Kepemilikan Ruko dan Rukan Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.4. Andil Inflasi Tahunan Subkelompok dalam Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat 35 Grafik 2.7. Andil Inflasi Triwulanan Subkelompok dalam Kelompok Makanan di Jawa Barat Grafik 2.8. Pertumbuhan Kapasitas Terpakai Industri di Jawa Barat Grafik 2.9. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang Grafik Perkembangan Kurs Rupiah Grafik Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional Grafik Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung x Grafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan I Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Simpanan... 46

11 Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Rupiah Grafik 3.4. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Asing Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.6. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.7. Pangsa Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Grafik 3.9. Berdasarkan Kelompok Bank Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Grafik Perkembangan Kredit MKM Grafik Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha Grafik Posisi Kredit MKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II Grafik Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Posisi Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II Grafik Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat Grafik Perkembangan Pertumbuhan Beberapa Indikator Bank Umum Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan Indikator BPR di Jawa Barat Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat Grafik 6.2. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja Grafik 6.3. Indeks Penghasilan dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 6.4. Nilai Tukar Petani Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.2. Indeks Penghasilan Grafik 7.3. Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Grafik 7.4. Perkembangan dan Prakiraan Inflasi Jawa Barat Triwulan III xi

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO INDIKATOR Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II PDRB - harga konstan (Rp Miliar) Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik. Gas. dan Air Bersih Bangunan Perdagangan. Hotel. dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan. Persewaan. dan Jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %) 4,4 3,2 4,0 6,1 6,6 6,9 Ekspor-Impor 2.967, , , , , ,80 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.063, , , , , ,48 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.434, , , , , ,02 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.095, , , , , ,69 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 193,08 246,97 272,10 250,90 339,65 346,91 Indeks Harga Konsumen* 113,54 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 - Kota Bandung 112, ,51 115,08 116,05 116,60 - Kota Bekasi 118,25 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 - Kota Bogor 116,92 116,60 118,60 118,50 119,81 121,53 - Kota Sukabumi 116,23 116,64 118,10 118,31 119,03 120,24 - Kota Cirebon 118,25 118,30 121,25 122,00 122,44 123,97 - Kota Tasikmalaya 115,97 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 - Kota Depok 112,92 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)* 7,45 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 - Kota Bandung 6,31 2,17 1,61 2,11 2,86 3,50 - Kota Bekasi 6,68 3,59 1,51 1,93 3,20 5,62 - Kota Bogor 6,17 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 - Kota Sukabumi 8,25 3,38 3,31 3,49 2,41 3,09 - Kota Cirebon 8,22 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 - Kota Tasikmalaya 9,18 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 - Kota Depok N/A 6,87 1,33 1,30 2,96 5,47 Keterangan: * Data IHK Triwulan II-2008 hingga Triwulan II-2009 menggunakan Tahun Dasar 2007 xiii

13 II. PERBANKAN No Indikator Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II A Bank Umum 1 Total Aset (Rp Triliun) 162,80 170,85 178,02 181,92 187,08 191,07 2 DPK (Rp Triliun) 123,03 126,97 129,53 133,28 125,42 161,35 - Tabungan (Rp Triliun) 41,63 45,06 47,31 53,05 46,94 62,82 - Giro (Rp Triliun) 27,48 27,61 27,14 25,32 24,11 31,73 - Deposito (Rp Triliun) 53,91 54,31 55,08 54,91 54,37 66,80 3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek* 167,13 171,39 174,16 181,41 185,20 189,55 - Investasi 24,28 24,25 24,74 27,05 27,51 28,23 - Modal Kerja 79,79 81,36 81,55 83,16 80,59 81,87 - Konsumsi 63,06 65,77 67,87 71,20 77,10 79,45 4 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 87,58 95,46 98,77 102,62 110,96 108,77 - Modal Kerja 39,39 44,00 44,95 46,68 48,29 46,11 - Investasi 9,18 9,50 9,69 10,36 12,16 11,49 - Konsumsi 39,02 41,96 44,13 45,58 50,51 51, LDR (%) 71,19 75,18 76,25 77,00 88,47 67,41 6 Rasio NPL Gross (%) 3,99 3,91 3,82 3,37 3,72 3,64 7 Kredit MKM (triliun Rp) 66,18 71,97 75,29 78,04 84,30 83,86 8 Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 26,49 28,42 29,92 30,40 29,90 30,69 - Kredit Modal Kerja 4,48 5,26 5,79 5,99 5,49 5,92 - Kredit Investasi 0,46 0,56 0,57 0,57 0,59 0,60 - Kredit Konsumsi 21,56 22,60 23,57 23,84 23,81 24,16 9 Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 22,04 24,97 26,42 27,24 32,36 31,91 - Kredit Modal Kerja 6,39 6,85 7,09 7,13 7,47 7,08 - Kredit Investasi 0,99 1,15 1,28 1,41 2,01 1,83 - Kredit Konsumsi 14,66 16,97 18,05 18,71 22,87 23,00 10 Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.rp5 miliar) (triliun Rp) 17,65 18,57 18,95 20,39 22,04 21,26 - Kredit Modal Kerja 12,66 13,46 13,67 14,77 15,23 14,59 - Kredit Investasi 2,73 2,83 2,89 2,99 3,66 3,40 - Kredit Konsumsi 2,26 2,28 2,38 2,64 3,16 3,27 11 Pangsa Kredit MKM 76% 75% 76% 76% 76% 77% 12 Rasio NPL MKM gross (%) 3,69 3,62 3,60 3,23 3,47 3,35 B Bank Umum Syariah*) 1 Total Aset (Rp Triliun) 5,20 5,66 5,61 6,57 6,71 6,88 2 DPK (Rp Triliun) 4,03 4,49 4,38 5,07 5,01 5,02 - Giro (Rp Triliun) 0,33 0,34 0,40 0,53 0,38 0,37 - Deposito (Rp Triliun) 1,87 1,90 2,14 2,37 2,45 2,42 - Tabungan (Rp Triliun) 1,89 2,25 2,06 2,16 2,18 2,22 3 Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 3,41 3,53 3,72 4,05 4,24 4,41 - Modal Kerja 1,86 1,89 2,07 2,10 2,13 2,16 - Investasi 0,54 0,55 0,57 0,61 0,60 0,65 - Konsumsi 1,01 1,09 1,19 1,34 1,51 1, FDR 86,26 78,50 84,83 79,89 84,78 87,87 C BPR Konvensional 1 Total Aset (Rp Triliun) 6,21 6,49 6,67 7,06 7,33 5,19 2 DPK (Rp Triliun) 4,40 4,62 4,78 5,08 5,38 5,58 - Tabungan (Rp Triliun) 0,96 1,03 1,03 1,16 1,27 1,33 - Deposito (Rp Triliun) 3,44 3,59 3,75 3,93 4,11 4,25 3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 4,49 4,59 4,72 4,81 4,94 5,16 - Modal Kerja 2,42 2,45 2,48 2,64 2,70 2,82 - Investasi 0,14 0,14 0,14 0,13 0,13 0,14 - Konsumsi 1,93 2,00 2,08 2,03 2,11 2,20 4 Kredit MKM (triliun Rp) 4,49 4,59 4,72 4,81 4,94 5,16 xiv

14 III. SISTEM PEMBAYARAN Indikator Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Transaksi Tunai Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,10 5,49 3,67 Inflow (Rp Triliun) 7,02 3,34 3,71 6,00 5,39 3,60 Outflow (Rp Triliun) 0,81 2,01 3,14 2,05 0,66 1,59 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 130,57 138,64 159,53 147,18 146,68 164,38 Volume Transaksi BI-RTGS Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,40 2,65 Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS Kliring Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 9,94 10,38 10,64 11,19 10,82 11,14 Volume Perputaran Kliring Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring xv

15 xvi Halaman ini sengaja dikosongkan

16 RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF 1

17 2 RINGKASAN EKSEKUTIF

18 RINGKASAN EKSEKUTIF Penguatan perekonomian Jawa Barat terus berlanjut, dari sebelumnya tumbuh 6,6% (yoy) menjadi tumbuh 6,9% pada triwulan II-2010 Dari sisi permintaan, peningkatan perekonomian didukung oleh membaiknya konsumsi, serta investasi Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian merupakan faktor utama meningkatnya perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat terus menunjukkan penguatan. Pada triwulan II-2010, perekonomian Jawa Barat tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 6,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesr 6,6%. Selain didukung oleh pulihnya perekonomian global, penguatan tersebut didorong pula oleh stabil dan baiknya kondisi perekonomian domestik. Dari sisi permintaan, faktor yang mendorong akselerasi perekonomian Jawa Barat adalah membaiknya konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, serta kenaikan investasi. Konsumsi mengalami kenaikan karena membaiknya daya beli masyarakat, akibat kenaikan penghasilan serta didukung oleh masih relatif terkendalinya inflasi. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga membaik, akibat sudah mulai direalisasikannya beberapa proyek infrastruktur. Investasi juga mengalami peningkatan, seiring prospek perekonomian yang terus bergerak ke arah yang positif. Dari sisi penawaran, kenaikan pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan II-2010 merupakan faktor utama yang mendorong perekonomian Jawa Barat untuk tumbuh lebih tinggi. Sektor pertanian tumbuh meningkat, karena adanya kemunduran masa panen raya padi di sebagian wilayah di Jawa Barat, dari sebelumnya Februari-Maret di tahun 2009, menjadi Februari-April di tahun Sementara itu, walaupun sedikit melambat, sektor PHR masih tumbuh relatif tinggi, karena semakin tingginya volume perdagangan besar di Jawa Barat, sebagai dampak meningkatnya produksi sektor pertanian, tingginya pertumbuhan perdagangan eceran akibat membaiknya daya beli masyarakat, serta peningkatan volume perdagangan ekspor dan impor Jawa Barat. Kinerja sektor industri pengolahan juga masih tumbuh positif, seiring terus membaiknya permintaan masyarakat luar negeri terhadap hasil produksi Jawa Barat, serta meningkatnya permintaan di pasar domestik karena membaiknya daya beli masyarakat dan adanya faktor musiman untuk persiapan Lebaran. Laju inflasi Jawa Barat secara tahunan mengalami peningkatan Tekanan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga bahan makanan, akibat faktor iklim PERKEMBANGAN INFLASI Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat pada triwulan II-2010 meningkat cukup tinggi dibandingkan periode lalu, yakni dari 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,68% (yoy) pada triwulan II Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05%. Secara triwulanan, laju inflasi Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, dari 0,96% (qtq) pada triwulan I-2010 menjadi 1,49% pada periode laporan. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Curah hujan yang masih tinggi merupakan faktor utama kenaikan bumbubumbuan (seperti cabe merah dan bawang merah), serta sayur-sayuran. Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan masih berlangsungnya musim tanam padi mendorong pula kenaikan harga beras. Kondisi tersebut turut mendorong kenaikan laju inflasi inti khususnya ekspektasi inflasi. Perbankan di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan PERKEMBANGAN PERBANKAN Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbankan di Jawa Barat pada triwulan II-2010 (posisi Mei 2010) menunjukkan 3

19 RINGKASAN EKSEKUTIF peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 12,00% (yoy), didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 27,2,% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 13,79%. Di lain pihak, relatif tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan meningkat Pencapaian penerimaan pajak diperkirakan berkisar 55-60% PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Peran keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang diperkirakan berkisar 25 35%, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan II-2009 yang sekitar 20%. Di sisi penerimaan, realisasi penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan dapat mencapai 55 60%. Pencapaian penerimaan pajak terkait dengan meningkatnya aktivitas perekonomian, terutama meningkatnya penjualan kendaraan bermotor yang berdampak kepada peningkatan penerimaan dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Transaksi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat mengalami kenaikan PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Selama triwulan II-2010, transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat mengalami kenaikan, khususnya sistem pembayaran non tunai. Hal ini tercermin dari naiknya nilai maupun volume transaksi pembayaran non tunai, baik melalui kliring maupun BI-RTGS, di wilayah Jawa Barat. Sementara itu, net inflow di wilayah Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya, karena turunnya inflow dan naiknya outflow. Kondisi-kondisi tersebut sejalan dengan semakin menggeliatnya perekonomian di Jawa Barat selama periode laporan. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan terus meningkat Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat menunjukkan perkembangan positif PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi perekonomian yang semakin membaik membuka kesempatan kerja yang lebih luas kepada masyarakat. Peningkatan permintaan di sektor-sektor dominan di Jawa Barat mendorong pelaku usaha meningkatkan kapasitas utilisasinya, sehingga mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya beberapa indikator ketenagakerjaan, seperti meningkatnya jumlah penduduk Jawa Barat yang bekerja, serta menurunnya jumlah penduduk yang menganggur, yang menjadikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Barat mengalami penurunan. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga menunjukkan perbaikan. Daya beli masyarakat diperkirakan semakin membaik, disebabkan oleh meningkatnya penghasilan masyarakat, serta didukung oleh relatif terkendalinya angka inflasi. Selain itu, tingkat kemiskinan juga menurun dibandingkan sebelumnya. Perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh semakin tinggi pada PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan semakin meningkat pada triwulan III-2010, dengan berada pada kisaran 6,9% s.d. 7,1% (yoy). Prospek positif tersebut didukung oleh kondisi perekonomian 4

20 RINGKASAN EKSEKUTIF triwulan III-2010 Laju inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2010 diperkirakan sekitar 7,1% (yoy) global yang semakin baik dan iklim investasi yang semakin kondusif. Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat, terdorong oleh perayaan Idul Fitri yang diperkirakan lebih ramai dibandingkan tahun 2009, karena semakin kuatnya konsumsi masyarakat. Investasi juga semakin banyak direalisasikan, baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha. Disamping itu, masuknya peak season didukung oleh semakin membaiknya perekonomian global, mendorong kinerja ekspor untuk tumbuh tinggi. Di sisi penawaran, tingginya pertumbuhan ekonomi ditopang oleh semakin membaiknya kinerja industri pengolahan, terutama industri kendaraan bermotor dan TPT, dengan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global serta perayaan Idul Fitri. Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat triwulan III-2010 diperkirakan mengalami peningkatan, dari 4,68% (yoy) menjadi 7,1%. Kenaikan laju inflasi tahunan tersebut disebabkan oleh kenaikan tarif dasar listrik serta adanya gangguan cuaca terhadap produksi padi. Sementara itu, meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat juga diperkirakan turut mendorong peningkatan inflasi triwulanan, menjadi pada kisaran 4 s.d. 4,5% (qtq). 5

21 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 7

22 8 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

23 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Penguatan perekonomian Jawa Barat terus berlanjut selama triwulan II Setelah tumbuh 6,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat kembali tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu sebesar 6,9%. Optimisme semakin membaiknya kondisi perekonomian serta prospek ke depan mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga serta investasi. Sementara itu, ekspor Jawa Barat terus menunjukkan pergerakan positif, seiring membaiknya permintaan dunia internasional yang masih menunjukkan kenaikan, akibat pemulihan ekonomi global yang masih berlanjut. Sementara itu, dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian di Jawa Barat merupakan faktor utama pendorong terjadinya akselerasi perekonomian Jawa Barat pada triwulan II SISI PERMINTAAN Meningkatnya konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, serta investasi, merupakan beberapa faktor yang mendorong tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II-2010 (Tabel 1.1). Daya beli masyarakat yang membaik akibat peningkatan penghasilan masyarakat sebagai dampak dari meningkatnya ekspor dan volume perdagangan, termasuk produk-produk pertanian, serta didukung oleh relatif terkendalinya inflasi, mendorong konsumsi rumah tangga untuk tumbuh lebih tinggi pada periode laporan. Konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan seiring mulai direalisasikannya beberapa proyek infrastruktur pemerintah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Investasi juga mengalami kenaikan, seiring prospek perekonomian yang terus bergerak ke arah positif. Sementara itu, pemulihan perekonomian yang terus berlanjut mendorong kinerja ekspor produk-produk Jawa Barat mampu tumbuh positif. 8% 6% 4% 2% 0% 7,1% Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy) Komponen Penggunaan Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Konsumsi Rumah Tangga 8,0% 4,8% 7,8% 4,3% 7,1% 5,6% 8,0% 3,5% 2,5% 5,1% Konsumsi Pemerintah 2,9% 14,5% 11,0% 5,0% 4,5% 7,0% 3,2% 1,1% 11,4% 2,0% Pembentukan Modal Tetap Bruto 10,4% 8,5% 14,0% 7,9% 12,7% 4,4% 9,0% 0,2% 5,4% 8,8% Perubahan Inventori 2,5% 3,4% 3,1% 10,9% 18,9% 32,2% 47,0% 64,8% 32,4% 33,2% Ekspor 14,2% 10,5% 20,8% 8,4% 13,7% 13,0% 9,5% 5,3% 4,8% 0,6% Impor 5,5% 14,3% 19,8% 3,9% 8,8% 2,8% 5,8% 8,2% 2,6% 8,9% PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2010 tumbuh 5,1% (yoy), meningkat bila dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang tumbuh 2,5%. Beberapa sumber 9

24 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL utama pendorong kenaikan tersebut antara lain adalah naiknya penghasilan masyarakat yang terutama diakibatkan membaiknya ekspor, meningkatnya kondisi usaha, serta masuknya puncak panen padi di sebagian besar wilayah di Jawa Barat. Selain itu, relatif terkendalinya inflasi turut mendukung naiknya konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Faktor musiman berupa masa liburan sekolah yang diperkirakan lebih ramai dibandingkan tahun lalu, juga turut berperan dalam peningkatan konsumsi rumah tangga. Kenaikan konsumsi rumah tangga diindikasikan salah satunya oleh meningkatnya keyakinan konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen 1 di Kota Bandung meningkat dari rata-rata 92,37 pada triwulan I-2010, menjadi 99,48 pada triwulan II-2010, yang sudah mendekati nilai optimis (IKK>100) (Grafik 1.2). Dilihat dari komponennya, kenaikan pada seluruh penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini merupakan faktor utama yang mendorong kenaikan IKK tersebut, meliputi kenaikan Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Pembelian Durable Goods, serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi usaha yang semakin membaik berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, yang selanjutnya mendorong kenaikan Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen penghasilan masyarakat, dan naiknya 140 konsumsi rumah tangga. Sementara itu, 120 Indeks Ekspektasi juga mengalami kenaikan, 100 yaitu pada komponen Indeks Ekspektasi 80 Kondisi Perekonomian, serta Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja. Hal ini 60 menunjukkan bahwa masyarakat masih tetap optimis dalam memandang perekonomian ke depan, sehingga Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) memberikan jaminan untuk melakukan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100 pengeluaran untuk konsumsi pada periode Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. laporan. Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung penghasilan ketersediaan Ekspektasi Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 100 Ekspektasi Lap. Kerja Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari tingginya Indeks Penjualan Eceran 2 di Kota Bandung, yang tumbuh sekitar 12% (yoy) (Grafik 1.5). Apabila dilihat dari komoditasnya, kenaikan indeks penjualan eceran tertinggi terjadi pada kelompok makanan dan 1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung 2 Hasil survei penjualan Eceran, BI Bandung 10

25 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL minuman, yang mampu tumbuh rata-rata 38% (yoy) selama triwulan II Hal ini juga didukung oleh hasil liaison KBI Bandung terhadap produsen makanan dan minuman, yang menyatakan adanya peningkatan permintaan di pasar domestik. Disamping itu, kenaikan konsumsi rumah tangga juga terlihat dari naiknya penggunaan listrik untuk rumah tangga, yang masih mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, dengan pertumbuhan sebesar 9% (yoy), serta tingginya pertumbuhan kredit konsumsi (24%). 180 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran % 30 Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman % Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Makanan & Tembakau Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Juta kwh % 25% Rp Triliun 60 % % 15% 10% 5% Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 0% 0 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy) Sumber: Bank Indonesia 1.2. Investasi Membaiknya kondisi dunia usaha akibat membaiknya permintaan, terutama dari luar negeri, serta prospek positif perekonomian ke depan, memacu optimisme pelaku usaha, sehingga mendorong realisasi investasi pada triwulan II Kenaikan investasi ini tidak terlepas pula dari peran pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dengan upayanya untuk terus menyederhanakan proses perizinan dan realisasi investasi, rencana perbaikan infrastruktur yang meningkatkan keyakinan pelaku usaha, serta promosi yang dilakukan oleh jajaran pimpinan daerah di tingkat Provinsi Jawa Barat ke luar negeri untuk memasarkan potensi investasi yang dimiliki Jawa Barat kepada investor luar negeri. 11

26 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.9. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi % Khusus untuk triwulan II-2010, realisasi investasi di Provinsi Jawa Barat diperkirakan lebih dikuasai oleh investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dengan nilai sebesar Rp1,5 triliun untuk 34 buah proyek. Pencapaian tersebut merupakan 10% dari keseluruhan investasi PMDN di Indonesia, yang bernilai Rp15,2 triliun. Investasi yang dilakukan, baik oleh swasta maupun pemerintah, dilakukan dalam 0-60 bentuk bangunan maupun non bangunan Kenaikan investasi bangunan dan proyek Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) infrastruktur di Jawa Barat diantaranya Sumber: Bank Indonesia tercermin dari meningkatnya Indeks Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan konstruksi, serta tingginya pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat yang tumbuh sebesar 11% (yoy). Sementara itu, kenaikan investasi pada komponen non bangunan diindikasikan dari tingginya pertumbuhan impor barang modal, yang rata-rata meningkat 85% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun Apabila kenaikan impor barang modal yang terjadi pada periode sebelumnya didorong oleh meningkatnya impor peralatan transportasi untuk industri, maka kenaikan impor tahun ini disebabkan karena meningkatnya kelompok komoditas barang modal di luar peralatan transportasi. Grafik Penjualan Semen di Jawa Barat Grafik Impor Barang Modal Ribu Ton Ribu Ton % % 200% % % 50% % % 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) % Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia. Sumber: Bank Indonesia Kenaikan investasi juga didukung oleh hasil wawancara KBI Bandung dengan beberapa perusahaan, yang menyatakan adanya kenaikan realisasi investasi pada periode laporan. Salah satunya adalah investasi yang dilakukan oleh produsen elektronik, untuk melakukan pengembangan teknologi secara kontinyu agar dapat bersaing dengan produsen sejenis. Begitu pula dengan perusahaan yang bergerak di jasa transportasi, dimana investasi dilakukan secara ekspansif dengan menambah jumlah armada baru untuk mengantisipasi permintaan domestik yang semakin tinggi. Beberapa perusahaan lain juga melakukan investasi, berupa penggantian mesin dan sparepart. 12

27 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.3. Ekspor Kinerja ekspor Jawa Barat terus mengalami pertumbuhan positif pada triwulan II Kondisi ini terjadi akibat daya beli masyarakat internasional yang membaik, yang mendorong permintaan mitra dagang utama terhadap produk-produk Jawa Barat tetap tumbuh positif. Tumbuhnya permintaan ekspor ini juga didukung oleh hasil liaison KBI Bandung terhadap mayoritas perusahaan yang diwawancarai, dimana permintaan ekspor beberapa perusahaan mengalami peningkatan, terutama perusahaan yang bergerak pada sektor industri pengolahan, dengan sub sektor mesin, alat angkutan, dan peralatannya (elektronik), subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki (benang rayon dan polyester), dan sub sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet (produk bahan kimia monomer dan polymer). Namun demikian, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan, ekspor mengalami sedikit perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu tumbuh 0,6% (yoy). Kondisi ini tercermin dari realisasi ekspor Jawa Barat, baik secara nilai maupun volume. Rata-rata nilai ekspor Jawa Barat selama triwulan II-2010 tumbuh meningkat rata-rata 24,1% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2010 yang sebesar 28,2%. Sementara dari sisi volume, terjadi perlambatan dari tumbuh 17,8% pada periode sebelumnya, menjadi tumbuh rata-rata 2,1%. Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik Volume Ekspor Jawa Barat USD Juta % Ribu Ton % % % 600 0% % -25% % % Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Dari keempat jenis produk ekspor unggulan Jawa Barat, hanya kendaraan yang mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II Nilai ekspor kendaraan tercatat tumbuh melonjak rata-rata 78,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 51,8%. Sementara itu, baik nilai maupun volume ekspor produktpt, alat telekomunikasi, serta mesin elektrik mengalami perlambatan pertumbuhan. Nilai ekspor TPT tumbuh relatif stabil di angka 21,3%, sementara volumenya melambat dari tumbuh 13,0% menjadi 7,8%. Sementara itu, untuk alat telekomunikasi, nilai ekspornya tumbuh melambat dari 39,9% menjadi 29,0%, sementara volumenya melambat dari 20,1% menjadi 14,9%. Kondisi yang sama juga terjadi pada mesin elektrik, yang nilainya tumbuh melambat dari 63,1% menjadi 44,1%, sementara volumenya tumbuh melambat dari 27,3% menjadi 15,9%. 13

28 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Nilai dan Volume Ekspor TPT USD Juta Ribu Ton USD Juta 400 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi Ribu Ton Nilai Ekspor Volume Ekspor Nilai Ekspor Volume Ekspor 0 Sumber: Bank Indonesia USD Juta 200 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik Ribu Ton 25 Sumber: Bank Indonesia USD Juta 100 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Ribu Ton Nilai Ekspor Volume Ekspor Nilai Ekspor Volume Ekspor 0 Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Dilihat dari benua pembelinya, terjadi pertumbuhan positif dari realisasi ekspor selama triwulan II Pertumbuhan yang meningkat terjadi ke benua Amerika, seiring meningkatnya daya beli masyarakat Amerika akibat pemulihan perekonomian. Sementara itu, ekspor ke negara non tradisional mengalami peningkatan, seperti ekspor ke Afrika yang melonjak 28,4% (yoy) serta Australia dan Oceania yang tumbuh 43,4%. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan permintaan ekspor dari benua Asia dan Eropa, mendorong realisasi ekspor Jawa Barat tumbuh melambat. Berdasarkan negara pembeli, kenaikan ekspor yang sangat signifikan terjadi ke Amerika Serikat, dengan pertumbuhan sebesar 25% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 20%. Hal ini terjadi seiring membaiknya perekonomian Amerika Serikat akibat proses pemulihan perekonomian global. 14

29 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Tabel 1.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli USD Ribu Asia Amerika Eropa Australia Afrika Benua Pertumbuhan Tw.I-2010 Pertumbuhan Tw.II-2010 Afrika 16,9% 28,4% Amerika 23,7% 26,8% Asia 34,1% 28,3% Australia & Oceania 0,1% 43,4% Eropa 22,7% 4,0% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Berbeda dengan ekspor, kegiatan impor ke Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan pada triwulan II-2010, yaitu 8,9% (yoy). Nilai tersebut jaug lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar2,6%. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi untuk memenuhi kenaikan konsumsi masyarakat, terutama menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, serta kenaikan permintaan oleh kalangan industri, seiring peningkatan kapasitas produksi yang dilakukan oleh kalangan usaha. Disamping itu, kenaikan ekspor Jawa Barat pun berpengaruh dalam mendongkrak impor, karena mayoritas produk ekspor Jawa Barat memiliki kandungan bahan baku impor yang tinggi. Grafik 1.19 Nilai dan Volume Impor Jawa Barat USD Juta Sumber: Bank Indonesia Nilai Impor Volume Impor Ribu Ton SISI PENAWARAN Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II-2010 didorong oleh positifnya kinerja ketiga sektor dominannya, terutama sektor pertanian. Sektor pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2010, dikarenakan mundurnya masa panen raya padi di sebagian wilayah di Jawa Barat sekitar 30 hari, dari sebelumnya Februari-Maret di tahun 2009, menjadi Februari-April di tahun Kinerja sektor industri pengolahan juga masih tumbuh positif, seiring terus membaiknya permintaan masyarakat luar negeri terhadap hasil produksi Jawa Barat. Sementara itu, sektor PHR masih dapat tumbuh relatif tinggi, karena tingginya volume perdagangan besar di Jawa Barat, sebagai dampak meningkatnya produksi sektor pertanian dan industri pengolahan, tingginya pertumbuhan perdagangan eceran akibat membaiknya daya beli masyarakat, serta peningkatan volume perdagangan ekspor dan impor Jawa Barat. 15

30 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy) Lapangan Usaha Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Pertanian 34,8% 2,0% 3,5% 11,2% 2,7% 9,7% 3,3% 16,9% 3,0% 2,2% Pertambangan dan Penggalian 15,3% 15,9% 8,8% 2,4% 1,0% 4,6% 10,9% 16,1% 7,1% 5,7% Industri Pengolahan 5,5% 9,5% 10,5% 10,8% 4,3% 1,6% 1,2% 1,8% 3,2% 2,4% Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,7% 5,4% 3,7% 3,3% 4,5% 11,0% 22,6% 27,9% 17,2% 11,8% Bangunan/Konstruksi 2,1% 1,2% 13,4% 19,2% 3,9% 8,5% 2,4% 8,7% 17,0% 16,6% Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3,6% 2,8% 6,1% 0,8% 6,5% 6,8% 12,4% 14,4% 17,9% 15,1% Pengangkutan dan Komunikasi 0,5% 7,0% 3,5% 0,7% 7,7% 11,1% 10,5% 11,2% 13,7% 18,0% Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,8% 3,5% 8,6% 9,9% 2,5% 4,3% 5,0% 11,8% 14,5% 10,0% Jasa jasa 1,1% 0,1% 2,4% 3,8% 2,7% 4,0% 3,4% 2,8% 3,2% 6,9% PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terjadi seiring adanya pergeseran musim tanam padi di akhir tahun 2009 silam selama 10 hingga 30 hari, sehingga masa panen yang seharusnya terkonsentrasi pada triwulan I- 2010, sebagian mundur ke bulan April Peningkatan pertumbuhan kinerja sektor pertanian di Jawa Barat diindikasikan dari meningkatnya produksi tanaman padi, baik sawah maupun ladang, selama triwulan II Pertumbuhan produksi padi tersebut mengalami peningkatan, dari turun 6,6% (yoy) pada triwulan I-2010, menjadi tumbuh meningkat 9,0% (yoy) pada triwulan II Hal ini terjadi seiring meningkatnya luas panen padi di Jawa Barat selama triwulan laporan, dengan pertumbuhan sebesar 4,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang turun 10,7%. Grafik Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Ton % 150% Ha Grafik Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat % 150% % % % % % % - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II -50% - Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II -50% Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Berdasarkan Angka Ramalan II yang dirilis oleh BPS Jawa Barat, luas panen padi selama subround II cenderung tumbuh stabil, seperti triwulan I-2010, walaupun pertumbuhannya negatif. Namun demikian, penurunan luas panen tersebut diperkirakan terjadi khususnya pada bulan Juli dan Agustus 2010 (triwulan III-2010), akibat merebaknya hama Wereng Batang Cokelat (WBC) pada lahan sawah padi di Jawa Barat, sementara produksi padi selama April-Juni 2010 (triwulan II) masih dapat tumbuh positif. 16

31 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Hasil produksi pertanian lainnya juga diperkirakan lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Berdasarkan Angka Ramalan II, produksi jagung di Jawa Barat selama tahun 2010 meningkat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya pada Angka Ramalan I yang hanya tumbuh sebesar 1,6%. Selain dipengaruhi oleh kenaikan produktivitas, peningkatan produksi tersebut juga terjadi akibat meningkatnya Grafik Luas Panen Padi Jawa Barat perkiraan luas panen jagung, dari Subround 0,84 sebelumnya turun 0,8% menjadi tumbuh Jan-Apr 0,86 0,84 0,64 meningkat 3,2%. Sementara itu, 2010 (Angka Ramalan II) 0,72 walaupun masih tumbuh negatif, namun 0, (Angka Tetap) Mei-Ags 0, (Angka Tetap) 0,76 produksi kedelai di Jawa Barat juga ,33 diperkirakan membaik, dari perkiraan Sep-Des 0,35 0,32 0,42 sebelumnya tumbuh -19,4% (yoy) 1,89 menjadi -13,3%. Peningkatan perkiraan Jan-Des 1,95 1,80 1,83 tersebut diperkirakan terjadi seiring Juta Ha membaiknya produksi hasil pertanian 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 selama triwulan II Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.2. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan masih mengalami pertumbuhan yang positif selama triwulan II-2010, seiring baiknya permintaan masyarakat, baik di pasar domestik maupun ekspor. Selain itu, prospek positif perekonomian ke depan seiring berlanjutnya proses pemulihan global serta faktor musiman berupa persiapan Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan III- 2010, mendorong pengusaha meningkatkan kapasitas produksinya selama triwulan laporan. Adapun peningkatan tersebut terjadi pada subsektor-subsektor dominan di Jawa Barat, yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta mesin, alat angkutan, dan peralatannya. Grafik Konsumsi Listrik Industri Juta kwh Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten % 40% 30% 20% 10% 0% Subsektor Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya Positifnya kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya terindikasikan dari kenaikan permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, selama triwulan II Walaupun terhadang berbagai isu negatif, seperti kenaikan Tarif Dasar Listrik, harga baja, dan pajak, namun permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor terus menunjukkan peningkatan. Terus membaiknya daya beli masyarakat serta tren penurunan tingkat suku bunga pembiayaan, didukung pula oleh aksi promosi yang dilakukan oleh dealer dan berbagai program kemudahan yang ditawarkan, mendorong peningkatan permintaan masyarakat, yang selanjutnya meningkatkan kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya. Penjualan mobil secara nasional untuk wholesale mengalami kenaikan signifikan selama triwulan II- 2010, dengan pertumbuhan sebesar 78% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada 17

32 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL triwulan sebelumnya yang sebesar 73%. Bahkan, penjualan mobil pada bulan Juni 2010 mengalami kenaikan sebesar 15% (mtm) dibandingkan Mei 2010, dan menjadi rekor penjualan tertinggi sepanjang sejarah penjualan mobil di Indonesia. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi normal, yang biasanya mengalami penurunan penjualan, karena preferensi masyarakat untuk memberikan prioritas pada sekolah anak (memasuki masa tahun ajaran baru sekolah). Hal tersebut juga terjadi pada penjualan ritel kendaraan, yang juga mengalami kenaikan sekitar 13% (mtm) pada bulan Juni Serupa dengan mobil, penjualan motor juga mengalami peningkatan pada triwulan II Pertumbuhan penjualan selama triwulan laporan adalah sebesar 46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 35%. Penjualan kendaraan di pasar luar negeri juga mengalami kenaikan. Baik secara nilai maupun volume, ekspor kendaraan dari Jawa Barat selama triwulan II-2010 (April-Mei 2010) rata-rata tercatat tumbuh sebesar 74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang masingmasing sebesar 52% dan 44%. Adapun kenaikan permintaan tersebut terutama berasal dari negaranegara ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Gambar Penjualan Motor Nasional Gambar Penjualan Mobil Nasional Unit Unit % % 60% 40% % % 0% 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -30% 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -40% Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Penjualan Mobil Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo Gambar Nilai Ekspor Kendaraan Gambar Volume Ekspor Kendaraan USD Juta 100 yoy 100% Ribu Ton 15 yoy 75% 80 75% 50% 60 50% 25% 10 25% 0% 40 0% -25% 5-25% 20-50% -50% % % Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Kenaikan permintaan juga dialami oleh PT Pindad, yang mendapatkan tawaran pesanan 32 unit panser dari Malaysia, senilai USD80 juta. Penjualan tersebut merupakan peluang bagus untuk meningkatkan produktivitas Pindad, dengan adanya kontrak tahunan dengan pemerintah untuk pengadaan panser dan alutsista (alat utama sistem senjata) lainnya, disamping peluang untuk memperluas pasar di Asia Tenggara. Prospek positif terhadap industri mesin dan alat angkutan memicu optimisme pelaku usaha pada subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya, seperti ditunjukkan oleh upaya 25 perusahaan asal Thailand yang sedang menjajaki peluang investasi untuk pembangunan pabrik suku cadang mobil dan motor di Indonesia. 18

33 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Industri elektronik juga menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena penjualan di pasar domestik yang diperkirakan mengalami peningkatan selama triwulan II Peningkatan tersebut didorong oleh lonjakan penjualan produk perlengkapan rumah tangga didorong oleh stabilnya harga produk elektronik akibat apresiasi nilai tukar rupiah. Sementara itu, penyelenggaraan Piala Dunia juga turut mendongkrak permintaan televisi oleh masyarakat. Berbagai prospek positif tersebut mendorong rencana LG untuk merelokasi beberapa pabriknya ke Indonesia, dimana saat ini, pabrik LG di Indonesia berlokasi di Jawa Barat. Demikian juga dengan Sharp yang berencana untukmendirikan pabrik LCD di Jawa Barat, dengan nilai investasi sekitar Rp50 miliar. Perkiraan tersebut didukung oleh liaison KBI Bandung terhadap salah satu perusahaan PMA yang bergerak di industri elektronik, yang menyatakan adanya peningkatan penjualan ekspor diatas normal yang antara lain ditujukan ke negara di ASEAN, Timur Tengah, Afrika, Australia, Rusia, China, Jepang, Israel, dan Korea. Peningkatan tersebut antara lain dikarenakan tren TV LCD di masyarakat, sehingga permintaan terhadap TV LCD meningkat tajam, baik di pasar internasional maupun domestik. Selain itu, perusahaan secara kontinyu berinovasi menghasilkan produk dengan teknologi baru, melakukan strategi pemasaran secara aktif langsung ke konsumen, dan gencar mencari negara-negara tujuan ekspor yang potensial. Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di Jawa Barat masih bergerak dalam arah yang positif. Kondisi ini tercermin dari tren meningkatnya Indeks Produksi Tekstil di Jawa Barat sejak Februari hingga April 2010 (Gambar 1.30). Sementara itu, walaupun terhadang oleh Grafik 1.28 Indeks Produksi Tekstil serbuan produk garmen impor China, 120 penjualan di pasar domestik masih relatif stabil dan meningkat sebagai upaya persiapan menghadapi kenaikan permintaan dalam 100 rangka perayaan Idul Fitri. Hal ini terjadi pada produk berkualitas tinggi, karena memiliki karakteristik produk yang berbeda dengan 80 produk China. Adapun subsektor pemintalan merupakan industri TPT yang mengalami peningkatan signifikan. Hal ini terjadi karena adanya kebebasan dari pelaku usaha untuk memilih bahan baku (kapas) dari berbagai Sumber: Bank Indonesia negara, dengan harga dan kualitas sesuai kebutuhan produk. Diperkirakan, investasi pun akan meningkat pada industri pemintalan di tahun 2010 ini. Walaupun mengalami sedikit perlambatan pada triwulan II-2010, optimisme pada subsektor tesktil tetap tumbuh. Hal ini salah satunya tercermin dari relokasi pabrik salah satu perusahaan garmen asal Korea Selatan ke Purwakarta, Jawa Barat. Berdasarkan rencana, perusahaan tersebut akan membangun kompleks pabrik garmen terintegrasi dari hulu ke hilir dengan kebutuhan lahan minimal 30 hektar, dan diperkirakan dapat menyerap hingga 20 ribu tenaga kerja. Sementara itu, beberapa perusahaan China sudah merencanakan untuk merelokasi pabrik TPT ke Indonesia, khususnya Jawa Barat. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membidik Kabupaten Majalengka sebagai alternatif area relokasi industri tekstil. Jawa Barat dipilih karena sistem industri terpadu dari hulu ke hilir yang telah berjalan di Jawa Barat, selain kedekatan lokasi dengan DKI Jakarta. Relokasi tersebut dilakukan Cina karena pabrik di Cina telah mengalami over kapasitas. Relokasi tersebut diperkirakan dapat menyerap hingga tenaga kerja, dengan investasi ratarata Rp50 miliar per pabrik untuk menyiapkan permesinan. Untuk mendukung relokasi tersebut, 19

34 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Pemeritah diharapkan menyiapkan infrastruktur jalan tol, jaminan pasokan listrik, ketersediaan air bersih, koneksi internet, serta akses sambungan jalan. Di sisi lain, berdasarkan informasi dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat, ACFTA sudah berubah dari awalnya merupakan hal yang menakutkan menjadi peluang besar bagi industri tekstil. Hal ini terjadi, karena pada dasarnya industri tekstil di China telah masuk dalam kategori sunset industry dan memasuki masa jenuh, karena biaya upah dan energi yang sangat mahal di China (upah buruh di Indonesia merupakan yang paling rendah diantara pesaingnya di ASEAN, seperti China, Thailand, dan Filipina). Oleh karena itu, industri TPT lokal pada dasarnya dapat mengambil peluang untuk memperluas pasar ekspornya dengan implementasi ACFTA ini. Selain itu, sebagai upaya antisipasi, saat ini API selalu melakukan pemantauan terhadap harga dan aktivitas ekspor-impor produk TPT, dan segera akan mengajukan permohonan safeguard apabila hasil pemantauan mulai menunjukkan keadaan yang membahayakan. Terkait dengan ACFTA, Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (APRINDO) Jabar menyatakan bahwa dari sisi pedagang, tidak tampak adanya lonjakan permintaan konsumen terhadap produk garmen China, dimana produk lokal masih menjadi pemenang dalam pasar domestik. Hal ini disebabkan oleh preferensi konsumen untuk produk lokal, yang memiliki kualitas jauh di atas produk garmen China, yang sangat mudah rusak. Industri alas kaki di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang relatif baik. Prospek positif terhadap perkembangan industri alas kaki mendorong maraknya rencana relokasi prinsipal luar negeri untuk mendirikan pabrik di Jawa Barat, serta meningkatkan investasinya di Jawa Barat. Pelaku UMKM di industri alas kaki juga menunjukkan peningkatan kinerja, bagi yang mampu memberikan karakteristik unik pada produknya, seperti industri sandal dengan motif kartun di Cirebon, dengan penjualan yang mampu meningkat sekitar 100%. Namun demikian, penurunan penjualan juga tetap terjadi pada pelaku UMKM yang tidak mampu memberikan keunikan pada produknya, karena kalah bersaing dengan produk alas kaki China. Sementara itu, penjualan sepatu non sport, baik ekspor maupun domestik masih relatif stabil dan sedang memasuki periode puncak, memasuki musim liburan sekolah dan menjelang Lebaran. Bahkan, permintaan bisa mengalami peningkatan hingga 100%. Tingginya kualitas produk sepatu Jawa Barat disertai dengan merek terkenal, pasar yang sudah terbentuk di luar negeri, serta harga yang bervariasi, menjadikan daya saing produk lokal Jawa Barat relatif tinggi dibandingkan produk China. Kondisi ini juga berlaku untuk pelaku usaha UMKM, karena perusahaan-perusahaan dengan merk-merk ternama tersebut menggunakan jasa berbagai pelaku UMKM untuk memproduksi sepatu sesuai pesanan. Oleh karena itu, kekhawatiran terhadap implementasi ACFTA secara umum terlalu berlebihan. Pesanan sepatu sejumlah prinsipal besar, khususnya sepatu sport, ke perusahaan lokal di Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Selain ke pasar ekspor utama, peningkatan juga terjadi untuk pasar non tradisional, seperti Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Dalam upaya mendukung daya saing industri alas kaki nasional, Pemerintah Pusat memberikan bantuan dana untuk restrukturisasi mesin industri alas kaki dan penyamakan kulit, dengan total Rp34,25 miliar. Adapun bantuan diberikan tunai dengan pola cash back sebesar 10-25% dari harga mesin (10-15% untuk industri menengah, dan 20-25% untuk industri kecil), dan dengan pola reimbursement. Menghadapi prospek positif di depan, investasi di industri alas kaki juga terus meningkat, khususnya untuk sepatu sport. Investasi terutama dilakukan berupa perluasan pabrik maupun pembelian mesin baru di Sukabumi dan Sumedang. Investasi dari China juga diperkirakan masuk di tahun 2010 ini, dikarenakan ketersediaan tenaga kerja yang besar, dengan upah yang relatif rendah. Selain itu, beberapa prinsipal merek sepatu terkenal yang berasal dari Vietnam juga berencana merelokasi pabriknya ke Indonesia, dikarenakan Indonesia memiliki keunggulan dari sisi biaya tenaga kerja, serta didukung oleh situasi politik dan ekonomi yang terus kondusif. Dengan relokasi tersebut, Indonesia berpotensi menggeser Vietnam sebagai basis produksi sepatu terbesar kedua di dunia. 20

35 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sebagai catatan, salah satu hal yang menghambat proses produksi alas kaki di Jawa Barat adalah ketentuan karantina untuk impor bahan baku alas kaki, khususnya kulit. Berdasarkan ketentuan dari Kementerian Pertanian, impor kulit lembaran (yang telah diproduksi, bukan bahan kulit mentah), wajib melalui proses karantina. Ketentuan ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah masuknya penyakit ke Indonesia, namun ketentuan tersebut dirasakan perlu dikaji ulang, karena kulit lembaran sudah melalui proses produksi yang mematikan seluruh virus/bibit penyakit. Proses karantina ini mengakibatkan panjangnya waktu yang dibutuhkan pelaku usaha alas kaki untuk mendapatkan bahan baku. Subsektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Berdasarkan hasil liaison terhadap dua perusaan makanan minuman terbesar di Jawa Barat, peningkatan permintaan di pasar domestik mendukung baiknya kinerja industri makanan dan minuman di Jawa Barat. Melihat prospek yang baik di depan serta kapasitas produksi yang sudah mencapai 90%, salah satu perusahaan merencanakan untuk menambah investasi dengan pendirian pabrik baru di Jawa Timur pada tahun Selain daya beli masyarakat yang meningkat, kenaikan permintaan juga dipengaruhi oleh strategi pemasaran yang agresif, yang dilakukan oleh perusahaan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan II-2010, walaupun sedikit melambat. Tingginya pertumbuhan sektor PHR ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah membaiknya daya beli masyarakat yang mendorong konsumsi rumah tangga serta perdagangan ritel, meningkatnya volume perdagangan besar akibat aktivitas ekspor impor Jawa Barat serta kenaikan produksi komoditas di sektor pertanian dan industri pengolahan di Jawa Barat. Baiknya kinerja sektor PHR salah satunya tercermin dari peningkatan Indeks Pembelian Durable Goods 3 dari rata-rata sebesar 54,6 selama triwulan I-2010 menjadi 75,2 selama triwulan II-2010 (Grafik 1.3). Selain itu, indikasi lainnya adalah tingginya Indeks Penjualan Eceran 4 di Kota Bandung, yang tumbuh sebesar 12% (yoy) (Grafik 1.5). Selain itu, aktivitas perdagangan juga terlihat dari arus bongkar muat di Pelabuhan Cirebon, yang mengalami peningkatan signifikan. Kenaikan tersebut dipicu pula oleh kenaikan aktivitas bongkar komoditas gypsum (bahan baku semen), seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi Indocement. Namun demikian, walaupun tumbuh tinggi, kinerja sektor PHR yang mengalami sedikit perlambatan terindikasikan dari melambatnya pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran, dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya Ribu ton 0 Grafik Arus Bongkat Muat di Pelabuhan Cirebon Sumber: PT Pelindo II Hasil Survei Konsumen, BI Bandung 4 Hasil Survei Penjualan Eceran, BI Bandung 21

36 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tingkat Hunian Kamar Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-10 (yoy) Tw.II-10 (yoy) Hotel Bintang % 13.0% Hotel Non Bintang Hotel Bintang & Non Bintang % 19.6% % 23.8% Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data THK (Tingkat Hunian Kamar) bulanan Grafik Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat orang Singapura 8% Lainnya 5% Eropa 1% Sumber: BPS Provinsi Jabar Husein Sastranegara Muarajati Total Sumber: BPS Provinsi Jabar Malaysia 86% Sementara itu, subsektor hotel diperkirakan mengalami kenaikan, yang diindikasikan oleh meningkatnya Tingkat Hunian Kamar (THK) perhotelan di Jawa Barat selama triwulan II-2010 (Tabel 1.4). Secara rata-rata, THK hotel di Jawa Barat selama triwulan II-2010 adalah sebesar 45,5, atau merupakan yang tertinggi sejak tahun Hal ini menunjukkan bahwa industri perhotelan di Jawa Barat masih terus berkembang dan dicari oleh masyarakat, di tengah masih gencarnya pembangunan hotel-hotel baru di Jawa Barat, khususnya Kota Bandung. Kondisi tersebut diperkirakan terjadi karena semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Jawa Barat, dengan segala daya tarik wisata yang dimiliki, sebagaimana terlihat dari kenaikan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat, terutama dari Bandara Husein Sastranegara (Grafik 1.32). Dilihat dari asalnya, kenaikan jumlah wisman yang datang tersebut terutama berasal dari Malaysia, dengan pangsa 86% dari seluruh wisman, meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan I-2010 yang sebesar 84% Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan kinerja pada triwulan II Pertumbuhan selama triwulan II-2010 untuk sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sebesar 18,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 13,7%. Hal ini terjadi seiring membaiknya indikator-indikator pada subsektor pengangkutan, seperti jumlah kendaraan yang melalui 12 gerbang tol di Jawa Barat. Jumlah kendaraan yang melalui jalan tol di Jawa Barat tumbuh meningkat, yaitu dengan pertumbuhan rata-rata 6,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 6,4%. Selain itu, penyaluran kredit perbankan Jawa Barat ke sektor tersebut juga menunjukkan pergerakan yang positif, dimana kredit tumbuh sebesar 88,5% (yoy) selama triwulan II-2010 (posisi Mei 2010), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 88,4%. 22

37 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan, Gudang, dan Komunikasi Rp Triliun 6 % Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT Pelindo II Gerbang Tol Tabel 1.5. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Tw.II-09 Tw.II-10 Pertumbuhan (yoy) Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Sadang ,5% 11,3% Jatiluhur ,6% 7,2% Padalarang Barat ,7% 11,6% Padalarang ,6% 5,8% Baros ,1% 8,8% Baros ,7% 1,0% Pasteur ,7% 6,6% Pasir Koja ,4% 3,6% Kopo ,4% 5,6% M Toha ,7% 7,0% Buah Batu ,6% 7,2% Cileunyi ,1% 7,6% TOTAL ,5% 7,2% Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Sementara itu, angkutan rel di Jawa Barat, menunjukkan pertumbuhan positif, diindikasikan dari jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Jawa Barat. Demikian juga halnya dengan angkutan udara, yang masih mampu tumbuh diatas 50% (yoy) selama triwulan II-2010 ini. Tabel 1.6. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Kelas Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-10 (yoy) Tw.II-10 (yoy) Eksekutif 0,23 0,30 0,33 0,32 0,28 0,32 0,34 0,34 0,28 0,30 2,15% -8,71% Bisnis 0,20 0,26 0,33 0,32 0,27 0,29 0,35 0,31 0,28 0,29 5,24% -0,93% Ekonomi 0,37 0,41 0,46 0,49 0,41 0,48 0,53 0,49 0,47 0,54 14,31% 11,28% Lokal Bisnis 0,26 0,28 0,33 0,33 0,36 0,40 0,47 0,42 0,41 0,43 12,39% 7,80% Lokal Ekonomi 1,74 1,88 2,01 2,23 1,94 2,23 2,45 2,25 2,29 2,31 18,42% 3,57% Total 2,80 3,12 3,45 3,69 3,25 3,72 4,13 3,81 3,73 3,86 14,77% 3,60% Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon 23

38 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara orang % Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 100% 75% 50% 25% 0% -25% Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT Persero Angkasa Pura II 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor bangunan/konstruksi tumbuh tinggi dan relatif stabil pada triwulan II Hal ini terjadi seiring maraknya proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, serta realisasi investasi berupa pendirian pabrik baru maupun perluasan pabrik yang dilakukan oleh kalangan industri. Rp Triliun 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi % ,00 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Beberapa indikasi tingginya pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi antara lain adalah tumbuh tingginya angka penjualan semen di Jawa Barat, serta posisi kredit perbankan Jawa Barat ke sektor konstruksi. Penjualan semen di Jawa Barat selama triwulan II-2010 tumbuh sebesar 11% (yoy), sementara penyaluran kredit perbankan ke sektor dimaksud tumbuh sebesar 25% (yoy). Selain itu, posisi kredit kepemilikan bangunan, seperti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari sebelumnya tumbuh 14,9% (yoy) menjadi 18,3%. Sama halnya juga dengan kredit kepemilikan ruko dan rukan yang tumbuh membaik, dari -44,0% (yoy) menjadi -40,1%. 24

39 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) Grafik Posisi Kredit Kepemilikan Ruko dan Rukan Rp Juta % 50 Rp Juta % Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 0 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Posisi Kredit KPR & KPA Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Posisi Kredit Ruko & Rukan Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 2.6. Sektor Lainnya Setelah tumbuh relatif tinggi pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami perlambatan pada triwulan II Hal ini diindikasikan salah satunya oleh melambatnya pertumbuhan pemakaian listrik di Jawa Barat, baik oleh konsumen rumah tangga maupun konsumen industri (Tabel 1.7). Selain itu, perlambatan juga tercermin dari penurunan posisi kredit perbankan Jawa Barat yang disalurkan ke sektor listrik, gas, dan air bersih, yang tumbuh negatif sekitar -69% (yoy). Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Rp Triliun 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung % Tabel 1.7. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) Penggunaan Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-10 (yoy) Tw.II-10 (yoy) Rumah Tangga 2,383 2,419 2,513 2,611 2,682 2,903 3,000 3,058 2,995 3,160 12% 9% Industri 3,623 3,807 3,918 4,083 4,202 4,794 5,169 4,977 5,282 5,598 26% 17% Total 6,006 6,226 6,431 6,694 6,884 7,697 8,170 8,035 8,276 8,757 20% 14% Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Sektor jasa-jasa tumbuh meningkat, yaitu dari sebesar 3,2% (yoy) pada triwulan I-2010, menjadi 6,9% pada triwulan II Membaiknya kinerja sektor jasa-jasa ini tidak terlepas dari meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya, khususnya sektor, industri pengolahan, yang kemudian membutuhkan dukungan dari sektor jasa-jasa dalam hal proses produksi dan distribusinya. 25

40 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL BOKS 1 DAMPAK ACFTA TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI JAWA BARAT Pendahuluan Implementasi ACFTA yang sudah berlangsung selama 6 bulan (terhitung sejak 1 Januari 2010) diperkirakan sudah dapat dirasakan oleh para pelaku ekonomi. Konsekuensi dari adanya perjanjian tersebut adalah pembukaan pasar dalam negeri secara luas untuk dapat dimasuki barang-barang industri dari negara-negara yang mengikuti perjanjian tersebut. Namun di sisi lain, ACFTA memberikan dampak positif berupa peningkatan ekspor ke China maupun negera-negara lain, serta peluang menarik investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat, selain menguntungkan konsumen dengan makin beragamnya pilihn barang. Untuk lebih mengetahui dampak dari ACFTA terhadap kinerja industri di Jawa Barat, Bank Indonesia Bandung melakukan survei terhadap Kinerja Industri TPT di Jawa Barat terhadap 100 perusahaan TPT di Jawa Barat. Adapun mayoritas perusahaan beroperasi di Kota/Kab. Bandung (48 responden), disamping Kab. Bogor (12), Kota Bekasi (10), Kota Cimahi (10), Kab. Karawang (9), Kab. Sumedang (5), Kab. Purwakarta (3), dan Kab. Subang (3), dengan mayoritas omzet diatas Rp4 miliar (skala besar). Persepsi terhadap ACFTA Seluruh responden mengetahui dan memiliki informasi yang cukup lengkap mengenai ACFTA, terutama dari berbagai media massa. Grafik 1. Masuknya Produk China di Pasar Mayoritas responden cenderung menolak Domestik implementasi ACFTA akibat kekhawatiran 60% responden, namun terdapat 32% responden yang mendukung implementasi ACFTA ini. Namun demikian, sebagian 50% 40% besar perusahaan dengan orientasi ekspor mendukung adanya ACFTA, terutama 30% produsen pakaian jadi, dengan alasan 20% utama agar pasar semakin luas serta pembebasan bea cukai. 10% Terkait peredaran produk China di pasar domestik, responden memang merasakan adanya peningkatan keberadaan produk China di tengah masyarakat. Namun demikian, hal ini sudah dirasakan sebelum implementasi ACFTA (> 6 bulan yang lalu). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peningkatan keberadaan produk China di pasar domestik pasca implementasi ACFTA, tidak terlalu signifikan. 0% 1-6 bulan yang lalu 7-12 bulan yang lalu 1-2 tahun yang lalu > 2 tahun yang lalu Dampak ACFTA terhadap Industri TPT Jawa Barat Dampak yang dirasakan oleh responden hampir berimbang, antara merugikan (54% responden) maupun menguntungkan/tidak berdampak (46% responden). Apabila dilihat dari kategori usahanya, dampak yang paling terasa adalah pada industri alas kaki, sementara industri pakaian jadi masih belum terlalu merasakan dampaknya. Sementara itu, mayoritas (85% responden) pelaku yang 26

41 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL berorientasi ekspor relatif tidak merasakan dampak dari implementasi ACFTA. Alasan utama responde merasakan dampak merugikan dari ACFTA adalah permintaan di pasar domestik yang berkurang akibat konsumen lebih memilih produk China yang lebih murah, serta produk lokal yang menjadi kalah bersaing dibandingkan produk China. Di sisi lain, dampak menguntungkan dirasakan karena omzet dan keuntungan yang tetap stabil, banyaknya pesanan dari perusahaan garmen China di Indonesia, serta mendorong perusahaan menjadi lebih inovatif dan kreatif dalam bersaing. Sementara itu, banyak responden yang tidak merasakan dampak ACFTA karena tujuan pasar utama adalah Eropa dan AS, yang masih mesrespons dengan baik. Grafik 2. Dampak ACFTA (% Responden) Merugik an; 54% Mengun tungkan; 3% Tidak Berdamp ak; 43% 100% 50% 0% 58% 42% 8% 4% 8% 85% 63% 34% 100% 50% 4% 3% 0% 33% 67% 80% 65% 0% Domestik Ekspor Domestik & Ekspor 0% 29% 20% Tekstil Pakaian Jadi Alas Kaki Pengaruh masuknya barang dari ASEAN dan China terhadap kinerja perusahaan mayoritas masih dirasakan relatif stabil, kecuali untuk indikator omzet dan laba. Penurunan ini diperkirakan terjadi karena perusahaan melakukan penurunan harga jual, maupun melakukan efisiensi terhadap kegiatan operasional perusahaan. Grafik 3. Pengaruh Masuknya Barang dari ASEAN-China terhadap Indikator Kinerja Perusahaan (% Responden) 100% 4% 2% 0% 4% 3% 2% 51% 51% 43% 46% 37% 46% 50% Naik Turun 45% 47% 57% 50% 60% 52% Stabil 0% Omzet Laba Arus Kas Produksi Persediaan Kapasitas Terpakai Dampak terhadap Kondisi Keuangan dan Pinjaman Perbankan Kekhawatiran responden terhadap ACFTA mendorong perusahaan untuk semakin mengetatkan keuangan perusahaan (dinyatakan oleh 60% responden). Namun demikian, mayoritas responden tidak menemui kesulitan dalam melakukan pembayaran pinjaman kepada perbankan. Adapun perusahaan yang mengakui adanya kesulitan membayar pinjaman, sudah dirasakan sebelum implementasi ACFTA (>6 bulan yang lalu), yang mayoritas dialami oleh pelaku industri tekstil yang berorientasi domestik & ekspor. Hal ini diperkirakan merupakan dampak dari penurunan kinerja industri TPT akibat krisis keuangan global yang berimbas terhadap industri TPT lokal sejak akhir 27

42 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL tahun Ketika menghadapi kesulitan dalam membayar pinjaman, responden mengharapkan adanya penurunan suku bunga serta restrukturisasi kredit yang diberikan oleh perbankan. Salah satu hal positif yang terjadi saat ini adalah semakin mudahnya akses pinjaman yang diberikan oleh perbankan kepada para responden, yang diperkirakan terjadi akibat membaiknya kondisi perekonomian domestik saat ini. Grafik 4. Kesulitan Membayar Pinjaman Perbankan serta Solusinya (% Responden) 70% 60% 58% 70% 60% 61% 50% 50% 45% Ya, % Tidak, 51.90% 40% 30% 29% 40% 30% 20% 10% 0% 11% 1-6 bulan yang lalu 7-12 bulan yang lalu 1-2 tahun yang lalu 3% > 2 tahun yang lalu 20% 10% 0% Penurunan suku bunga Restrukturisasi kredit 4% Pindah ke bank lain 3% Lainnya Respons dan Ekspektasi Dalam menghadapi persaingan dalam ACFTA, strategi utama yang dilakukan oleh responden adalah melakukan penyesuaian harga (dinyatakan oleh 65% responden), serta melakukan perubahan strategi pemasaran (50% responden). Perubahan pemasaran yang dilakukan oleh responden adalah dengan dengan memasok ke perusahaan lain, melakukan ekspor langsung ke luar negeri, serta memasok langsung ke konsumen. Grafik 5. Optimisme Menghadapi ACFTA (% Responden) Sangat Optimis, 5% Kurang Optimis, 13% 80% 70% 60% 50% 71% 40% Optimis, 82% 30% 20% 10% 0% Pasar produk semakin luas 24% Kebijakan pemerintah yang kondusif 21% Pendapatan masyarakat masih besar 18% Kurs yang stabil 12% Akses pembiayaan yang diperluas 5% 3% Suku bunga kredit cenderung turun Kualitas produk mampu bersaing Namun demikian, di tengah kekhawatiran akan dampak ACFTA ke depan, mayoritas perusahaan masih merasakan optimisme yang cukup tinggi terhadap implementasi ACFTA (82% responden menyatakan optimis, sementara 5% responden manyatakan sangat optimis ), dan memperkirakan omzet mereka akan relatif stabil pasca ACFTA (dinyatakan oleh 73% responden). Hal ini dikarenakan pasar produk dirasakan semakin luas, kebijakan pemerintah yang masih dinilai kondusif, serta pendapatan masyarakat yang masih cukup besar. Optimisme tersebut tercermin dari investasi yang telah direncanakan oleh sekitar 25% responden, yang akan dilakukan selama 6 bulan sampai 1 tahun ke depan. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, 28% responden akan menambah pinjaman, terutama dari perbankan. 28

43 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Optimisme dan usaha yang dilakukan oleh perusahaan tetap memerlukan dukungan dari pihakpihak terkait, khususnya dari Pemerintah selaku regulator. Kebijakan-kebijakan yang diharapkan dari para pelaku usaha antara lain adalah berupa pelonggaran kebijakan perdagangan, mempermudah akses terhadap pembiayaan perbankan, sosialisasi kepada pelaku usaha maupun asosiasi, memfasilitasi pelatihan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan, memfasilitasi kegiatan promosi di dalam maupun luar negeri, menjamin kepastian kontinuitas pasokan energi (terutama listrik), serta melakukan pembangunan infrastruktur (seperti jalan tol, kereta api, dll). Grafik 6. Kebijakan Pemerintah yang Diharapkan Lainnya Kemudahan birokrasi (prosedur ekspor impor, perizinan, dll) Kemudahan mendapatkan SNI & izin lainnya Menambah jumlah skim kredit bersubsidi Membangun infrastruktur Kepastian kontinuitas pasokan energi (listrik & gas) Meningkatkan kegiatan promosi dalam & luar negeri Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis produksi & pemasaran Sosialisasi Mempermudah akses terhadap kredit perbankan Pelonggaran kebijakan perdagangan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Penutup Dampak ACFTA memang telah dirasakan oleh para pelaku yang bergerak di industri TPT di Jawa Barat. Namun demikian, beberapa indikator perusahaan masih dirasakan cukup stabil, serta pelaku usaha masih merasakan optimisme yang cukup tinggi dalam memandang prospek kinerja perusahaan ke depan. Untuk itu, pelaku usaha tetap memerlukan dukungan dari pihak-pihak terkait, khususnya dari pemerintah baik pusat maupun daerah, dalam menunjang kegiatan operasional yang dilakukan. 29

44 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL BOKS 2 ASEAN FEDERATION OF TEXTILE INDUSTRIES (AFTEX) Pendahuluan Industri TPT di negara-negara ASEAN bergabung dalam program AFTEX (ASEAN Federation of Textile Industries). Perkumpulan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri TPT di wilayah Asia Tenggara, khususnya dalam menghadapi tantangan perdagangan bebas, serta memanfaatkan peluang terbukanya pasar yang semakin luas. Kegiatan AFTEX Program yang dilakukan oleh AFTEX terdiri dari 2 kegiatan besar, yaitu: 1. Source ASEAN Full Service Alliance (SAFSA), yaitu suatu program berjangka waktu 3 tahun yang didesain untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memajukan kawasan ASEAN sebagai full service supplier untuk produk TPT berkualitas tinggi. Dengan adanya SAFSA, diharapkan tercipta integrasi untuk seluruh industri TPT di ASEAN, yang menghasilkan produk berkualitas tinggi, lead time yang lebih pendek, serta harga yang lebih kompetitif, atau dapat disebut Virtual Vertical Factory (VVF). Salah satu contoh VVF adalah produksi kain denim oleh Indonesia, yang kemudian dijadikan produk garmen oleh Vietnam, untuk selanjutnya diekspor kembali. Hal ini meningkatkan penetrasi produk TPT Indonesia ke pasar Eropa dan Jepang, karena beberapa kawasan Eropa memprioritaskan pembelian produk garmen dari negara-negara CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam) sebagai under developing countries di ASEAN, serta pembebasan bea masuk untuk produk TPT Vietnam ke Jepang. Dengan SAFSA ini, industri TPT bergerak dari product supplier menjadi service provider. Gambar 1. Ilustrasi Virtual Vertical Factory Textile Mill Garment Factory Virtual Factory 2. Peningkatan kualitas SDM, yaitu upaya meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja, melalui: a) Training of Trainers, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan trainer dalam mengembangkan kompetensi tenaga kerja, dan pernah dilakukan di Subang dan Sukabumi (untuk wilayah Indonesia) b) ASEAN Common Competency Program (ACCP), dengan tujuan untuk menciptakan dan meningkatkan standard kompetensi SDM di seluruh anggota AFTEX, meliputi operator, mekanik, supervisor, merchandiser, dan pattern maker. c) Sertifikasi ACCP, bagi tenaga kerja yang mengikuti ACCP d) Expert exchange, untuk saling mentransfer para ahli di industri TPT diantara anggota AFTEX 30

45 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 31

46 32 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

47 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Laju inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan II-2010 meningkat cukup tinggi dibandingkan periode lalu. Secara tahunan laju inflasi meningkat dari 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,68% (yoy) pada triwulan II Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05%. Secara triwulanan, laju inflasi Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, dari 0,96% (qtq) pada triwulan I-2010 menjadi 1,49% pada periode laporan. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Curah hujan yang masih tinggi merupakan faktor utama kenaikan bumbu-bumbuan (seperti cabe merah dan bawang merah), serta sayur-sayuran. Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan masih berlangsungnya musim tanam padi mendorong pula kenaikan harga beras. Hal ini turut mendorong kenaikan laju inflasi inti khususnya ekspektasi inflasi. Selain itu, tekanan eksternal turut meningkat terutama yang berasal dari kenaikan harga emas di pasar internasional. 1. Perkembangan Inflasi Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat meningkat yakni dari 2,99% (yoy) pada triwulan I menjadi 4,68% pada triwulan II-2010 (Grafik 2.1). Kenaikan laju inflasi antara lain disebabkan oleh gangguan cuaca, yakni curah hujan yang tinggi sehingga produksi beberapa komoditas bahan pangan terserang hama dan hasil panen mudah busuk, serta berkurangnya pasokan impor. Selain itu, krisis Yunani meningkatkan preferensi investor terhadap emas sehingga harga emas di pasar internasional naik pada periode laporan. Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional % (yoy) % (qtq) 6 Jabar Nasional 5,05 3 Jabar Nasional Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2010 Sumber: BPS Jawa Barat, TD Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar , Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2010 Sumber: BPS Jawa Barat, TD Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar ,49 1,41 Kenaikan laju inflasi juga terjadi secara triwulanan yakni dari 0,96% (qtq) menjadi 1,04% pada periode laporan (Grafik 2.2). Berbeda halnya dengan pola musiman tahun-tahun sebelumnya yang menurun, pada periode laporan, inflasi secara triwulanan mengalami peningkatan. Iklim kemarau yang relatif basah di Jawa Barat menyebabkan tingginya intensitas serangan hama dan menyebabkan hasil panen bahan pangan relatif cepat membusuk. Selain itu, Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0 % (mtm) Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Jabar Nasional 33

48 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH pasokan bawang putih impor dari Cina berkurang sehingga meningkatkan harga bawang putih. Sementara, harga emas perhiasan di Jawa Barat meningkat sejalan dengan kenaikan harga emas di pasar internasional. Secara bulanan, laju inflasi Jawa Barat menunjukkan tren kenaikan selama triwulan II-2010 (Grafik 2.3). Harga bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran meningkat secara bertahap sejak bulan April hingga Juni Selain itu, harga beras yang pada awal periode laporan masih mengalami penurunan, pada bulan Juni mengalami kenaikan, sehingga mendorong kenaikan harga pada kelompok makanan jadi. Hal ini menyebabkan kenaikan laju inflasi bulanan selama triwulan II-2010, yakni masing-masing 0,2% (mtm) pada bulan April 2010, 0,25% Mei 2010, dan 1,04% Juni Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan kelompok barang dan jasanya, kenaikan laju inflasi kelompok bahan makanan dan sandang merupakan faktor utama meningkatnya tekanan inflasi pada periode laporan (Tabel 2.1). Angka inflasi kelompok bahan makanan naik cukup tinggi dari 3,42% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 9,67% pada periode laporan. Meningkatnya harga bahan baku, yakni bahan pangan menyebabkan laju inflasi subkelompok makanan jadi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Sementara, laju inflasi kelompok sandang meningkat dari 1,32% menjadi 4,34%. Kenaikan laju inflasi tersebut mendorong kenaikan andil inflasi pada masing-masing kelompok, sehingga laju inflasi tahunan Jawa Barat naik cukup tinggi pada periode laporan. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Andil Kelompok No. Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bahan makanan 5,96 6,22 4,10 3,42 9,67 0,83 2,26 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 7,71 4,95 6,66 6,52 7,05 1,19 1,29 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 3,59 0,45 1,06 1,75 1,82 0,41 0,43 4 Sandang 4,84 4,09 4,94 1,32 4,34 0,05 0,19 5 Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 0,11 0,10 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 6,22 4,94 3,61 3,80 3,79 0,27 0,27 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -7,03-8,34-5,74 0,53 0,38 0,08 0,06 Umum ,87 2,02 2,99 4,68 2,99 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat. a. Kelompok Bahan Makanan Inflasi subkelompok padi-padian adalah yang tertinggi sehingga memberikan andil inflasi yang cukup besar pada inflasi kelompok bahan makanan (Grafik 2.4). Selain subkelompok padi-padian, inflasi subkelompok bumbu-bumbuan khususnya komoditas cabe merah, bawang merah, dan bawang putih; subkelompok daging-dagingan khususnya daging ayam ras; serta, subkelompok buahbuahan meningkat drastis. Namun demikian, laju deflasi subkelompok sayur-sayuran, ikan segar, serta lemak dan minyak masih dapat menahan kenaikan laju inflasi pada kelompok bahan makanan. 34

49 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik 2.4. Andil Inflasi Tahunan Subkelompok dalam Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Sumber: BPS Jawa Barat. Subkelompok Lainnya -0,01 Lemak & Minyak -0,27 Bumbu-bumbuan Buah-buahan Kacang-kacangan Sayur-sayuran Telur Ikan Diawetkan -0,01 Ikan Segar -0,81 Daging Padi BAHAN MAKANAN 0,00 3,77 0,83 0,17 9,95 0,03 2,32 0,20 11,37 0,05 1,84 0,06 5,39 0,19 5,09 0,71 13,52 2,26 9,67 Andil 52, Inflasi %(yoy) b. Kelompok Sandang Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat % (yoy) ,84 4,09 4,94 1,32 4,34 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2009 Sumber: BPS Jawa Barat Laju inflasi tahunan kelompok sandang, kembali meningkat pada periode laporan (Grafik 2.5). Tekanan inflasi kelompok dimaksud khususnya berasal dari kenaikan harga emas perhiasan di Jawa Barat akibat pengaruh perkembangan harga emas di pasar internasional. Pada periode laporan, preferensi investor terhadap emas kembali meningkat setelah timbul ketidakyakinan terhadap kondisi pemulihan perekonomian Eropa. c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat % (yoy) 8 7, ,95 6,66 6,52 7,05 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Kenaikan harga bahan baku, yakni tingginya laju inflasi kelompok bahan makanan berdampak terhadap kenaikan harga subkelompok makanan jadi (Grafik 2.6). Kenaikan harga produk makanan jadi khususnya nasi rames terjadi pada bulan Juni 2010 pada periode yang sama seiring dengan kenaikan harga beras. Kenaikan harga produk makanan jadi terjadi khususnya pada Kota Bekasi dan Tasikmalaya. Sumber: BPS Jawa Barat. 35

50 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Triwulanan Sama halnya dengan inflasi tahunan, kelompok bahan makanan dan sandang merupakan penyumbang utama kenaikan laju inflasi triwulanan (Tabel 2.2). Faktor penyebab kenaikan laju inflasi kedua kelompok tersebut adalah gangguan produksi, berkurangnya pasokan impor, serta kenaikan harga emas di pasar internasional. Kenaikan harga bahan makanan yang terjadi pada periode laporan berbeda dengan pola musimannya, terutama yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas bumbu-bumbuan. Sementara itu, harga beras baru mulai meningkat pada akhir periode laporan. Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Andil No. Kelompok Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bahan makanan Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Umum Sumber: BPS Jawa Barat. Andil inflasi subkelompok bumbu-bumbuan cukup besar mempengaruhi kenaikan laju inflasi kelompok bahan makanan (Grafik 2.7). Sementara itu, inflasi pada subkelompok padipadian disebabkan oleh harga beras yang mulai meningkat pada akhir periode laporan. Sebagian besar subkelompok mengalami kenaikan laju inflasi meskipun subkelompok ikan diawetkan dan ikan segar, serta subkelompok lemak dan minyak mengalami deflasi. Grafik 2.7. Andil Inflasi Triwulanan Subkelompok dalam Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Subkelompok Lainnya Lemak & Minyak Bumbu-bumbuan Buah-buahan Kacang-kacangan Sayur-sayuran Telur Daging Padi BAHAN MAKANAN -0,12 Ikan Diawetkan -0,32 Ikan Segar -0,02-0,93 Sumber: BPS Jawa Barat. 0,00 2,09 0,00 0,56 0,13 7,86 0,01 0,49 0,15 8,01 0,04 1,89 0,00 0,05 1,46 0,11 1,69 1,04 4,30 Andil Inflasi 30, %(qtq) 36

51 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1.2. Inflasi menurut Kota Inflasi Tahunan Sebagian besar kota di Jawa Barat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan (Tabel 2.3). Laju inflasi Kota Bekasi, Depok, dan Bogor naik paling tinggi dibandingkan dengan kota yang lain, yakni angka inflasinya rata-rata naik sebesar 2,5%. Sementara itu, kenaikan laju inflasi Kota Bandung relatif moderat, dan perkembangan harga secara umum di Kota Sukabumi, Cirebon dan Tasikmalaya relatif stabil. Bahkan, Kota Tasikmalaya mengalami penurunan laju inflasi pada periode laporan. Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (yoy, %) No. Kota Andil Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bandung 2,17 1,53 2,11 2,86 3,50 0,83 1,01 2 Bekasi 3,59 1,54 1,93 3,20 5,62 0,90 1,59 3 Depok 2,57 1,52 1,30 2,96 5,47 0,60 1,10 4 Bogor 3,38 2,71 2,16 2,47 4,23 0,29 0,50 5 Cirebon 5,23 3,67 4,11 3,54 4,79 0,15 0,20 6 Sukabumi 6,91 4,67 3,49 2,41 3,09 0,09 0,12 7 Tasikmalaya 6,87 4,25 4,17 4,74 4,47 0,13 0,12 Gabungan ,87 2,02 2,99 4,68 2,99 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat. Besarnya laju inflasi di Kota Bekasi, Depok, dan Bogor terutama disebabkan oleh kelompok bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Sementara itu, tingginya inflasi kelompok sandang terutama terjadi pada Kota Bekasi. Di sisi lain, laju inflasi Kota Cirebon, Sukabumi, dan Tasikmalaya cenderung stabil yang disebabkan oleh penurunan laju inflasi kelompok perumahan dapatmenahan tekanan laju inflasi kelompok bahan makanan dan sandang. Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan II-2010 (yoy,%) No. Kelompok Kota Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab 1 Bahan makanan 7,18 9,61 14,81 7,02 8,18 4,71 9,98 9,67 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,75 10,75 6,86 5,78 5,52 4,60 6,63 7,05 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2,34 0,97 1,78 2,38 1,77 2,19 1,68 1,82 4 Sandang 0,12 10,85 4,35 1,78 6,26 3,00 3,42 4,34 5 Kesehatan 1,33 4,08 0,31 8,44 3,11-0,68 1,46 2,44 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,55 3,86 4,69 1,68 8,14 2,60 2,30 3,79 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,63 0,58-0,42 0,90 2,56 0,56 Umum ,62 5,47 4,23 4,79 3,09 4,47 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat. Dalam rangka upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat khususnya di 3 kota, yakni Bekasi, Depok, dan Bogor maka Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat pada triwulan II-2010 melaksanakan penjajakan secara intensif untuk pembentukan FKPI di kota-kota tersebut. Melalui - 0,11 0,38 37

52 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH forum dimaksud, maka diharapkan upaya pengendalian inflasi melalui koordinasi dan pertukaran informasi antar berbagai dinas/instansi terkait dapat lebih dioptimalkan. a. Kota Bekasi, Depok, dan Bogor Inflasi kelompok bahan makanan terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan dan sayursayuran. Pasokan komoditas cabe merah dan bawang merah berkurang akibat curah hujan yang tinggi sehingga sebagian besar hasil panen yang dipasok ke wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan DKI Jakarta. Hal ini kemudian menimbulkan kekurangan pasokan di beberapa daerah disekitar DKI Jakarta, seperti Kota Bekasi, Depok dan Bogor. Pada Kota Bogor dan Depok, inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau terutama disumbangkan oleh inflasi subkelompok rokok dan tembakau atau kenaikan harga rokok kretek. Sementara itu, khusus untuk Kota Bekasi kenaikan harga makanan jadi juga turut memberikan tekanan terhadap inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Di samping itu, kenaikan harga emas di pasar internasional turut berimbas kepada naiknya harga emas perhiasan di Kota Bekasi dan Depok. b. Kota Bandung Komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran juga mengalami kenaikan harga di Kota Bandung, meskipun tidak sebesar yang terjadi di daerah sekitar DKI Jakarta. Hal ini disebabkan pasokan yang relatif berbeda dibandingkan dengan wilayah Pantura. Selain itu, Kota Bandung juga mengalami kenaikan harga emas perhiasan sebagaimana yang terjadi di sebagian besar daerah di Jawa Barat. c. Kota Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon Harga barang dan jasa secara umum relatif stabil di Kota Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon karena terjadi deflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Deflasi pada kelompok tersebut adalah akibat lebih stabilnya pasokan bahan bakar rumah tangga, yakni LPG (Liquid Petroleum Gas) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya khususnya bulan April 2009 saat periode konversi minyak tanah ke LPG. Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, sebagian besar kota di Jawa Barat mengalami kenaikan laju inflasi (Tabel 2.5). Hanya Kota Bandung dan Tasikmalaya yang mengalami penurunan laju inflasi, sesuai dengan pola musimannya. Kenaikan inflasi triwulanan tertinggi di Kota Bekasi dan Depok terutama disebabkan oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan dan sandang. Sementara itu, kenaikan laju inflasi Kota Bogor Cirebon, dan Sukabumi relatif moderat. 38

53 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (qtq, %) No. Kota Andil Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bandung -0,14 1,64 0,50 0,84 0,47 0,24 0,14 2 Bekasi -0,26 1,76 0,41 1,26 2,08 0,36 0,59 3 Depok -0,20 2,43-0,03 0,75 2,23 0,15 0,45 4 Bogor -0,27 1,72-0,08 1,11 1,44 0,13 0,17 5 Cirebon 0,04 2,49 0,62 0,36 1,25 0,02 0,05 6 Sukabumi 0,35 1,25 0,18 0,61 1,02 0,02 0,04 7 Tasikmalaya 1,09 1,09 1,15 1,33 0,82 0,04 0, ,87 0,29 0,96 1,49 0,96 1,49 Sumber: BPS Jawa Barat. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Inflasi pada triwulan II-2010 terutama berasal dari inflasi volatile foods (Tabel 2.6). Sementara itu, tekanan pada inflasi inti (dari sisi fundamental) dan administered price relatif terjaga. Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Menurut Faktor Penyebab (yoy, %) Komponen Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Inti 3,33 1,83 1,87 1,74 1,99 Administered Price -2,45-1,49-0,91 0,32 0,31 Volatile Foods 1,00 1,46 0,98 0,83 2,26 Umum 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah Hal ini juga dikonfirmasi oleh laju inflasi triwulanan yang menunjukkan bahwa hanya inflasi dari volatile foods yang mengalami kenaikan, sementara inflasi dari faktor fundamental (ekspektasi, eksternal, dan interaksi permintaan-penawaran) serta administered price mengalami penurunan (Tabel 2.7). Tabel 2.7. Inflasi Triwulanan Menurut Faktor Penyebab (qtq, %) Komponen Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Inti 0,12 0,60 0,56 0,46 0,37 Administered Price 0,08 0,08 0,01 0,15 0,07 Volatile Foods -0,39 1,17-0,29 0,34 1,04 Umum -0,15 1,87 0,29 0,96 1,49 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah 39

54 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2.1. Fundamental a. Interaksi Permintaan dan Penawaran Grafik 2.8. Pertumbuhan Kapasitas Terpakai Industri di Jawa Barat % (Pertumbuhan Utilisasi Kapasitas) Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: SKDU-BI Bandung % (yoy) Kapasitas terpakai industri di Jawa Barat menunjukkan peningkatan namun masih berada pada level yang terjaga dan belum menimbulkan tekanan pada inflasi (Grafik 2.8). Permintaan di sektor industri pengolahan di Jawa Barat mengalami peningkatan sejalan dengan tren penguatan ekonomi Jawa Barat. Namun demikian, kenaikan tersebut masih dapat dipenuhi dari sisi penawaran sebagaimana yang terlihat dari kecukupan kapasitas terpasang industri pengolahan. Dengan demikian, sumbangan interaksi permintaan-penawaran masih relatif minimal. b. Eksternal Tekanan eksternal pada triwulan II-2010 cenderung minimal sebagaimana yang terlihat pada menurunnya laju inflasi negara mitra dagang utama dan apresiasi nilai tukar rupiah, meskipun terdapat kenaikan harga emas perhiasan di pasar internasional. Laju inflasi Amerika Serikat dan Jepang yang menurun serta apresiasi nilai tukar rupiah diduga menyebabkan penurunan harga bahan baku yang diimpor oleh Jawa Barat. Di sisi lain, belum membaiknya perekonomian Eropa akibat krisis menyebabkan permintaan emas di pasar internasional meningkat yang kemudian berimbas kepada harga emas perhiasan di pasar domestik Grafik 2.9. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang % (yoy) 8 Amerika Jepang Singapura Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kurs Rupiah Rp/USD % Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy) Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional USD/barrel Sumber: Bloomberg Emas Minyak Dunia (WTI) USD/troy ons

55 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH c. Ekspektasi Inflasi Sementara itu, di sisi domestik, ekspektasi para pelaku ekonomi (khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) di Jawa Barat terhadap harga barang dan jasa membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh membaiknya fundamental ekonomi Indonesia yang tercermin dari apresiasi nilai tukar rupiah dan relatif terkendalinya tingkat inflasi Grafik Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) 5 Tw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IV Tw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.II Inflasi Gab.7 Kota (qtq) SPE* SPE** SB Sumber: SPE-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SPE*= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya. Grafik Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB Tw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.II Inflasi (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya Non Fundamental a. Volatile Foods Inflasi tahunan volatile foods (bahan makanan) meningkat. Kenaikan laju inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh kurangnya pasokan beberapa komoditas seperti cabe merah, bawang merah, dan beras. Hasil produksi cabe merah dan bawang merah mudah busuk akibat curah hujan yang tinggi, sementara musim hujan yang lebih lama dari sebelumnya berakibat peningkatan serangan hama wereng. Selain itu, pasokan bawang putih yang sebagian besar dipasok dari Cina berkurang karena penurunan produksi. Tabel 2.8. Produksi Padi Jawa Barat (Kg) ATAP 2009 ARAM II 2010 Growth (%) I Jan-Apr 862, ,414 (2.30) II Mei-Ags 735, ,140 (2.34) III Sep-Des 352, ,580 (5.39) Total Jan-Des 1,950,203 1,894,134 (2.88) Keterangan: ATAP (Angka Tetap) dan ARAM (Angka Ramalan) Sumber: Badan Pusat StatistikJawa Barat, diolah 41

56 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Produksi padi pada musim rendeng tahun 2010 diperkirakan lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan pada Angka Ramalan II BPS Jawa Barat yang menurun dibandingkan Angka Tetap 2009 (Tabel 2.8). Namun demikian, berdasarkan informasi dari Bulog Divre Jawa Barat realisasi distribusi raskin masih berjalan dengan baik. b. Administered Price Pada periode laporan, tidak ada kebijakan yang bersifat strategis sehingga inflasi dari administered price relatif terjaga. Program konversi minyak tanah ke gas elpiji yang telah selesai dan berjalan dengan baik menyumbangkan penurunan laju inflasi (base-effect). Selain itu, kebijakan pemerintah atas tarif dasar listrik baru akan direalisasikan pada triwulan III

57 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 43

58 44 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

59 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbankan di Jawa Barat pada triwulan II (posisi Mei 2010) menunjukkan peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 11,00% (yoy) menjadi Rp203,14 triliun, didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 26,34,% (yoy) sehingga menjadi Rp171,94 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 14,36% sehingga menjadi Rp116 triliun. Relatif tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. 1. Struktur Perbankan di Jawa Barat Aset bank umum konvensional masih mendominasi (>90%) struktur aset perbankan di Jawa Barat. Sementara itu, pangsa bank umum syariah dan BPR konvensional masing-masing sebesar 2% dan 3% (Grafik 3.1.). Pangsa dari sepuluh bank umum terbesar mencapai lebih dari 80% aset perbankan di Jawa Barat. Pada triwulan II-2010, aset perbankan di Jawa Barat tumbuh 11,0% (yoy) menjadi Rp203,14 triliun. Pertumbuhan ini antara lain didorong oleh peningkatan penyaluran kredit serta perluasan jaringan kantor baru. Grafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan I-2010 Sumber: LBU, LBUS, LBPR KBI Bandung 2. Bank Umum Konvensional 2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan DPK bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2010 mengalami peningkatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mencapai Rp161,34 triliun atau tumbuh 27,07% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini disebabkan oleh peningkatan di seluruh jenis simpanan baik giro, tabungan maupun deposito. Peningkatan DPK ini diperkirakan merupakan indikasi dari peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat yang menggunakan jasa perbankan untuk aktivitas perekonomiannya. Selain itu, pencanangan Gerakan Indonesia Menabung yang telah dilakukan sejak bulan Februari 2010 diperkirakan juga meningkatkan budaya menabung di masyarakat terutama untuk golongan menengah ke bawah maupun generasi muda. 45

60 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan jenis simpanannya, deposito masih mendominasi DPK bank umum konvensional di Jawa Barat. Pada triwulan II-2010, pangsa deposito mencapai 41,40%, disusul tabungan 38,93% dan giro 19,66%. Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan laporan diakibatkan oleh meningkatnya pertumbuhan semua jenis simpanan terutama tabungan dari 12,74% (yoy) menjadi 39,41% (yoy) atau mencapai Rp62,82 triliun. Sementara itu, deposito menunjukkan pertumbuhan 23,00% atau mencapai Rp66,80 triliun, dan giro menunjukkan pertumbuhan 14,93% (yoy) atau mencapai Rp31,73_triliun. Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Simpanan Berdasarkan jenis valuta, pada triwulan II-2010, Sumber: LBU KBI Bandung DPK dalam rupiah masih mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan DPK dalam valas. DPK dalam rupiah tumbuh 28,03% (yoy) menjadi Rp145,45 triliun. Sementara itu, meskipun nilai tukar rupiah cenderung terus mengalami apresiasi, DPK dalam valas tetap mengalami pertumbuhan sebesar 20,79% (yoy) menjadi Rp15,89 triliun. Posisi kurs tengah rupiah terhadap USD mengalami penguatan dari Rp9.400/USD pada akhir triwulan IV-2009 menjadi sebesar Rp9.083/USD pada akhir triwulan II Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Rupiah Grafik 3.4. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Asing Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 46

61 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan II DPK di kelompok bank pemerintah, swasta, dan campuran masing-masing sebesar Rp77,36 triliun, Rp77,26 triliun, dan Rp6,73_triliun (Grafik 3.5.). Secara tahunan, seluruh kelompok bank menunjukkan pertumbuhan DPK yang cukup tinggi masing-masing sebesar 22,74% (yoy), 32,18% dan 22,44%. Dengan kondisi tersebut, pangsa DPK kelompok bank relatif tidak banyak berubah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa DPK kelompok bank pemerintah sedikit naik dari 47,04% menjadi Sumber: LBU KBI Bandung 47,95%, pangsa bank asing/campuran naik dari 4,56% menjadi 4,17%, dan pangsa bank swasta turun dari 48,40% menjadi 47,88%. 2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Grafik 3.6. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: LBU KBI Bandung dengan adanya krisis di Eropa tersebut. Pertumbuhan kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2010 menunjukan peningkatan (Grafik 3.8.). Kredit yang disalurkan posisi Mei 2010 adalah sebesar Rp108,78 triliun atau secara tahunan mengalami pertumbuhan 13,95% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 26,69%. Penurunan baki debet kredit posisi bulan Mei 2010 diduga karena adanya sentimen negatif krisis utang yang terjadi di Eropa pada bulan Mei 2010 yang mempengaruhi pula kondisi pasar keuangan domestik (dalam negeri). Perbankan menahan diri dalam menyalurkan kredit kepada pelaku usaha khususnya yang terkait dengan pasar internasional dan menunggu adanya sinyal positif dari pasar domestik bahwa industri dalam negeri relatif tidak banyak terpengaruh Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi mengalami pertumbuhan masing masing sebesar 4,80% (yoy), 21,02% dan 21,96%. Dengan perkembangan 47

62 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH tersebut, nominal kredit modal kerja, investasi dan konsumsi posisi bulan Mei 2010 masing-masing sebesar Rp46,11 triliun, Rp11,49 trilun dan Rp51,17 triliun (grafik 3.8.). Berdasarkan sektor ekonominya, kredit yang disalurkan masih tetap didominasi oleh tiga sektor utama yakni sektor lain-lain (konsumsi), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dan Grafik 3.7. Pangsa Kredit yang disalurkan sektor industri pengolahan masing-masing Bank Umum Konvensional di Jawa Barat dengan pangsa 48,4%, 19,7% dan 16,4%. Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010 Secara tahunan, kredit yang disalurkan berdasarkan sektor ekonomi pada umumnya mengalami peningkatan kecuali pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air serta sektor jasa dunia usaha. Dua sektor ekonomi menunjukkan pertumbuhan kredit relatif tinggi, yaitu kredit sektor jasa sosial dan kredit sektor lain lain (konsumsi) dengan masing masing pertumbuhan kredit sebesar 42,74% dan 28,25% (yoy). Dengan demikian posisi baki debet kedua kredit tersebut adalah Rp2,10_triliun dan Rp54,19 triliun. Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan kelompok bank di Jawa Barat, penyaluran kredit di tiap kelompok bank mengalami peningkatan. Kelompok bank asing/campuran menunjukkan pertumbuhan tertingi, yakni sebesar 25,07%, sementara kelompok bank pemerintah dan bank swasta masing masing mengalami pertumbuhan 21,56% dan 16,27%. Dengan demikian, penyaluran kredit di bank pemerintah mencapai sebesar Rp 65,09 triliun, bank swasta sebesar Rp40,20 dan bank asing/campuran Rp 3,48 triliun. Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.9. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 48

63 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan kota/kabupaten lokasi bank, sebagian besar penyaluran kredit bank umum konvensional di Jawa Barat masih didominasi oleh kantor bank yang berada di Kota Bandung (43,65% dari total kredit), seiring dengan banyaknya jumlah kantor bank di Jawa Barat yang berada di Kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu, pangsa kabupaten dan kota lainnya di bawah 8%. Kabupaten Bekasi memiliki pangsa 8,08%, sementara Kota Bekasi 6,67% %) dan sisanya tersebar di 22 kota dan kabupaten lainnya. Tabel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kota/Kabupaten Triwulan II-2010 (posisi bulan April) Kota/Kabupaten Kredit (Rp Triliun) Pangsa (%) Kota Bandung Kab. Bekasi Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Tasikmalaya Kab. Karawang Kab. Subang Kota Sukabumi Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Purwakarta Kota Depok Kab. Cianjur Kab. Bogor Kab. Indramayu Kota Cimahi Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Kuningan Kab. Ciamis Kota Banjar Kab. Sukabumi Kab. Tasikmalaya Kab. Cirebon Sumber: LBU KBI Bandung Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Pertumbuhan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat masih mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan II-2010, posisi kredit MKM tercatat sebesar Rp83,86 triliun atau tumbuh sebesar 19,40% (yoy). Jika dilihat berdasarkan skalanya, kredit kecil (di atas Rp50 juta namun di bawah Rp500 juta) memiliki pangsa terbesar yakni 38,05%, kredit mikro (di bawah Rp50 juta) pangsanya mencapai 36,59%, dan sisanya 25,92% merupakan kredit menengah (di atas Rp500 juta namun di bawah Rp5 miliar). Sementara itu, 49

64 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH berdasarkan jenis penggunaannya, kredit MKM masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 60% sedangkan sisanya sebesar 40% merupakan kredit produktif (modal kerja dan investasi). Grafik Perkembangan Kredit MKM Grafik Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan sektor ekonominya, kredit MKM yang disalurkan masih tetap didominasi oleh sektor lain-lain (konsumsi) dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dengan pangsa masing masing sebesar 63,45%, dan 20,35% atau dengan penyaluran kredit senilai Rp 53,20 triliun dan Rpa17,06atriliun. Sementara itu, pangsa kredit MKM kepada sektor industri pengolahan tercatat sebesar 8,10% atau dengan penyaluran kredit senilai Rp 6,80 triliun. Pangsa 8,10% sisanya terbagi pada tujuh sektor ekonomi yang lain. Grafik Posisi Kredit MKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010 Sumber: LBU KBI Bandung Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat 50 Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke Jawa Barat (kredit lokasi proyek) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat (kredit bank pelapor). Sampai dengan posisi triwulan II-2010 (bulan Mei 2010), kredit yang berlokasi di Jawa Barat tercatat sebesar Rp189,54 triliun, lebih tinggi Rp73,54 triliun dibandingkan dengan kredit yang disalurkan oleh perbankan yang berlokasi di Jawa Barat (Rp116,00 triliun). Hal ini menunjukkan provinsi Jawa Barat masih relatif dipandang menarik oleh investor. Sementara itu, dari sisi pertumbuhan, kredit lokasi

65 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH proyek tercatat sebesar 15,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit bank pelapor yang tercatat sebesar 13,79%. Grafik Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Keterangan: Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa Barat Sumber: LBU KBI Bandung Tabel 3.2. Posisi Kredit Lokasi Proyek di Jawa Barat Berdasarkan Kota/Kabupaten Triwulan II-2010 Kota/Kabupaten Kredit (Rp Triliun) Pangsa (%) Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bandung Kab. Bogor Kab. Karawang Kota Bekasi Kota Depok Kota Bogor Kab. Indramayu Kab. Cirebon Kab. Purwakarta Kab. Sukabumi Kab. Subang Kota Cirebon Kab. Cianjur Kab. Garut Kab. Sumedang Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Majalengka Kota Sukabumi Kab. Kuningan Kota Banjar Kota/Kabupaten Lainnya

66 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik Posisi Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010 Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat masih didominasi oleh kredit produktif (modal kerja dan investasi) yang mencapai 58% dari total kredit, sedangkan sisanya (42%) merupakan kredit untuk konsumsi. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi (45%), kredit sektor industri pengolahan sebesar 26%, serta kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14%. Risiko kredit Pada triwulan II-2010, risiko kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase jumlah kredit bermasalah kotor atau Non Performing Loan (NPL) Gross menjadi 3,79% pada triwulan II-2010 dengan nilai nominal menjadi Rp4,28 triliun. 3. Bank Umum Syariah Pada triwulan II-2010, perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat menunjukkan peningkatan cukup signfikan pada pengumpuan dana pihak ketiga (DPK). DPK menunjukkan pertumbuhan cukup tinggi, yakni sebesar 52,10% (yoy) dan menjadi Rp 6,12 triliun. Sebaliknya, pertumbuhan positif penyaluran pembiayaan dan total aset bank umum syariah menunjukkan perlambatan bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan menunjukkan pertumbuhan 12,50% (yoy) dari 25,56% pada triwulan sebelumnya atau menjadi Rp 3,83 triliun. Total aset menunjukkan pertumbuhan 20,60% (yoy) dari 28,10% pada triwulan sebelumnya atau menjadi Rp 6,44 triliun. Grafik Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat Grafik Perkembangan Pertumbuhan Beberapa Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat Sumber: LBUS KBI Bandung Sumber: LBUS KBI Bandung 52

67 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Dengan kondisi tersebut di atas, Financing to Deposit Ratio (FDR) bank umum syariah di Jawa Barat mengalami penurunan menjadi sebesar 63% pada triwulan laporan. Di sisi lain, risiko pembiayaan masih relatif terkendali sebagaimana tercermin dari jumlah pembiayaan bermasalah/non Performing Financing (NPF) yang masih dibawah 5%. 4. Bank Perkreditan Rakyat Pada triwulan II-2010, jumlah kantor BPR konvensional dan BPR syariah (BPR/S) menunjukkan penurunan dari semula 139 kantor pada triwulan sebelumnya menjadi 131 kantor. Penurunan ini Grafik Perkembangan Indikator BPR di terjadi pada jumlah kantor BPR yang semula Jawa Barat sebanyak 128 kantor berubah menjadi 120 kantor, sementara jumlah kantor BPRS tidak berubah, tetap sebanyak 11 kantor. Meskipun jumlah kantor BPR/S mengalami penurunan, namun beberapa indikator BPR menunjukkan peningkatan. Total aset mengalami pertumbuhan 7,09% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara kredit dan pembiayaan mengalami pertumbuhan 12,25%. DPK menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi yakni 20,71%. Dengan demikian, Sumber: LBPR KBI Bandung nilai total aset menjadi Rp 6,95 triliun, sementara kredit dan pembiayaan sebesar Rp 5,16 triliun dan DPK sebesar Rp 5,58 triliun. Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, peningkatan pertumbuhan terjadi hanya pada kredit dan pembiayaan, yaitu sebelumnya tumbuh 10,10% pada triwulan I Relatif lebih tingginya pertumbuhan kredit dan pembiayaan dibandingkan triwulan sebelumnya tersebut mendorong terjadinya peningkatan LDR pada periode laporan, yakni dari 91,93 pada triwulan I-2010 menjadi 92,38 pada periode laporan. 53

68 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BOKS 2 Menjaring UMKM Potensial Dengan Expo Pembiayaan Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah menjadi perhatian baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, seperti tercermin pada alokasi anggaran pemberdayaan UMKM dalam APBN dan APBD. Perhatian khusus terhadap UMKM ini tidak terlepas dari perannya dalam pembangunan ekonomi, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data pada tahun 2008, jumlah pelaku UMKM di Jawa Barat mencapai 8,2 juta unit usaha, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 13,3 juta jiwa (66% terhadap angkatan kerja) dan berkontribusi terhadap PDRB sebesar 60,32%. Namun demikian, UMKM masih menghadapi berbagai masalah dalam perkembangannya. Salah satu kendala yang dialami UMKM di Jawa Barat adalah masalah pembiayaan/permodalan. Adanya kesenjangan (gap) informasi antara UMKM dengan lembaga keuangan menyebabkan terbatasnya UMKM untuk dapat meningkatkan kapasitas usahanya dengan menggunakan pembiayaan dari lembaga keuangan. Untuk itu, dalam upaya menjembatani UMKM dengan Lembaga Keuangan dan Sumber Pembiayaan lainnya, Dinas Koperasi dan UMKM (KUMKM) Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia (KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) beserta perbankan dan BUMN di Jawa Barat bersama-sama menyelenggarakan Expo Pembiayaan UMKM Kegiatan ini akan dilaksanakan di 5 (lima) kota/kab, yaitu di Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Subang dan Kota Bogor antara bulan Mei hingga Oktober 2010 dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat. Pada penyelenggaraan expo di Kota Bandung (20 23 Mei 2010) dan Kota Cirebon (5 6 Juni 2010) sedikitnya 50 bank dan BUMN yang memiliki dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di dalam setiap penyelenggaraan expo tersebut aktif menawarkan produk pembiayaan, mengikutsertakan UMKM binaannya, serta melakukan edukasi kepada pelaku usaha mengenai prosedur dan persyaratan mengakses kredit/pembiayaan bank maupun PKBL. Prospek akad kredit selama pelaksanaan expo di dua kota tersebut diperkirakan mencapai Rp14,2 miliar. Suasana Pembukaan di Bandung Suasana Edukasi di Cirebon 54

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-211 v KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-211 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan I-212 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-21 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2012 ini telah dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III-21 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 211 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan ii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010 BANK INDONESIA MEDAN 2010 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2012 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2012 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian Misi Bank Indonesia kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KANTOR BANK INDONESIA SOLO

KANTOR BANK INDONESIA SOLO KAJIAN EKONOMI REGIONAL WILAYAH EKS KARESIDENAN SURAKARTA Semester II Tahun 29 Buku Kajian Ekonomi Regional Eks Karesidenan Surakarta di publikasikan secara semesteran oleh Kantor Bank Indonesia Solo untuk

Lebih terperinci