BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp set, suatu elemen hanya dapat digolongan sebagai anggota atau buan anggota dari suatu set atau himpunan. Sehingga di dalam teori crisp set, suatu elemen yang merupaan anggota mempunyai tingat eanggotaan (membership level) penuh atau satu (unity) dan suatu elemen yang buan anggota mempunyai tingat eanggotaan nol. Suatu misal, jia set A merupaan suatu himpunan bilangan real Χ dan x Χ, maa secara matematis tingat eanggotaan suatu elemen x di dalam set A dapat dinyataan dengan persamaan : μ A ( x) 10. = 00. jia jia x A x A [1] di mana μ A ( x) menunjuan tingat eanggotaan elemen x di dalam set A. Dalam hal ini dinyataan bahwa tingat eanggotaan suatu elemen hanya dienal sebagai 1.0 (anggota penuh) atau 0.0 (sama seali buan anggota), sehingga di dalam crisp set, tinggat eanggotaannya dinyataan sebagai pemetaan e 0 dan 1 yang secara matematis dinotasian sebagai μ A ( x) { 01, }. Aan tetapi, di dalam teori fuzzy set dienal adanya eanggotaan secara parsial. Dalam hal ini maa tingat eanggotaan suatu elemen di didalam suatu set merupaan fungsi ontinu dari 0.0 sampai 1.0. Sehingga pemetaan tingat eanggotaan pada teori fuzzy set dapat dinotasian sebagai μ A ( x) [ 01, ]. Sebagai misal, jia A merupaan set atau himpunan bilangan real yang deat dengan bilangan nol. Secara crisp aan sulit atau paling tida aan sangat subjetif untu menentuan bilangan-bilangan mana yang deat dengan bilangan nol. Di dalam teori fuzzy yang mengenal tingat eanggotaan secara parsial, maa bilangan-bilangan yang dapat di ategorian sebagai anggotaanggota deat dengan bilangan nol misalnya dapat dinyataan dengan fungsi tingat eanggotaan (membership function) sebagai beriut :
6 μ A ( x) 1 = 1 + 2x [2] 2 Secara graphis fungsi tingat eanggotaan di atas digambaran pada Gambar 1. Dari Gambar 1 di atas maa tingat eanggotaan bilangan x=0.0, x=1.0, x=2.0 masingmasing adalah 1.0 (penuh), 0.333, dan 0.111 di dalam himpunan bilangan deat dengan nol. Semain deat suatu elemen dengan bilangan nol, maa tingat eanggotaanya aan semain tinggi. Secara umum fungsi tingat eanggotaan bilangan yang deat dengan bilangan a dapat disajian dengan persamaan : μ A ( x) 1 = 1 + 2 ( x a) 2 [3] Untu melengapi dasar-dasar teori fuzzy, di bawah ini disajian beberapa definisi dasar yang aan digunaan: Support : Support dari fuzzy set A adalah himpunan semua elemen dari fuzzy set A yang mempunyai tingat eanggotaan positif. Secara matematis, support fuzzy set A dinyataan dengan persamaan : { Χ μ A 00} ( ) ( ) Supp A = x x. [4] Ketinggian : Ketinggian suatu fuzzy set A di definisian sebagai tingat eanggotaan yang tertinggi di antara semua elemen di dalam support fuzzy set A. height A { A } ( ) ( x) = max μ [5] x Normality : Suatu fuzzy set A diataan normal jia etinggiannya sama dengan 1.0, atau secara matematis diataan dengan persamaan: height A { A } ( ) ( x) = max μ = 10. [6] x
7 Tingat Keanggotaan 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00-5 - 4-3 - 2-1 0 1 2 3 4 5 x Gambar 1. Fungsi Tingat Keanggotaan Bilangan yang deat Dengan Nol. Fuzzy set A yang sub-normal dapat ditransformasi e normal dengan jalan membagi tingat eanggotaan fuzzy set sub-normal dengan etinggiannya. μ norm A ( x) ( x) ( x) μ A = [7] max x { μ A } α-cut : α-cut dari fuzzy set A adalah himpunan crisp dari setiap elemen di dalam support fuzzy set A yang tingat e-anggotaanya lebih besar dari α. Jia α- cut dari fuzzy set A diberi notasi A α, maa : { A ( ) } Aα = x Χ μ x α [8] 2.1.2 Fuzzy Relations Antar Dua Set (Binary Relations) Misal ada dua set A dan B. A adalah himpunan bilangan integer yang habis dibagi dengan 2, dan B adalah himpunan bilangan integer yang habis dibagi dengan 3. Untu range bilangan 0 10 B = { 369,,}. x maa anggota himpunan A dan B adalah A = { 246810},,,, dan
8 Jia selanjutnya diperluan untu menentuan bilangan-bilangan integer yang habis dibagi 2 dan juga habis dibagi 3 maa biasanya dapat dilauan proses irisan antara himpunan A dan B. Atau dapat juga digunaan hubungan crisp dengan pernyataan bilangan di set A yang sama dengan bilangan di set B. Elemen pasangan bilangan yang { } memenuhi pernyataan di atas adalah C = ( 66),. Matri hubungan antara dua set A dan B tersebut dapat digambaran dengan matri tingat eanggotaan dari pernyataan di atas. Dalam hal ini pasangan elemen (6,6) mempunyai tingat eanggotaan 1.0, sedang pasangan elemen-elemen yang lain mempunyai tingat eanggotaan nol. Tabel 1. Hubungan Binari secara crisp dari set A dan set B yang sama. B(y) 3 6 9 2 0.0 0.0 0.0 A (x) 4 0.0 0.0 0.0 6 0.0 1.0 0.0 8 0.0 0.0 0.0 10 0.0 0.0 0.0 Di dalam contoh di atas, elemen dari set A dan set B dicontohan sebagai bilangan integer sehingga pernyataan sama dapat dengan mudah dan tepat diformulasian. Dalam hal-hal eseharian, ondisi di atas tida selalu terpenuhi. Misalnya jia set A dan set B masing-masing merupaan anggota eluarga A dan eluarga B. Maa untu mencari siapa-siapa yang memenuhi pernyataan anggota eluarga A yang usianya sama dengan eluarga B aan tida semudah seperti asus sebelumnya. Pada asus edua ini perlu didefinisian usia yang sama sebelum dapat menentuan eanggotaan dari pernyataan di atas. Pada asus edua dan dalam asus-asus serupa penggunaan teori fuzzy untu menunjuan tingat e- sama -an antara obje aan lebih realistis.
9 Sebagai ilustrasi, dengan menggunaan contoh bilangan integer di atas dan menyajian hubungan dari pernyataan sama dengan mempertimbangan tingat eanggotaan di dalam matri hubungan fuzzy dapat diperoleh hubungan fuzzy seperti tersaji pada Tabel 2. Di dalam Tabel 2 tersebut, tingat eanggotaan e- sama -annya dinyataan dengan fungsi tingat eanggotaan : 1 μ R ( x y ) x y ( ) =, 1 + 2 2 [9] Tabel 2. Hubungan Binari secara crisp dari set A dan set B yang sama. B(y) 3 6 9 2 0.33 0.03 0.01 A(x) 4 0.33 0.11 0.02 6 0.05 1.00 0.05 8 0.02 0.11 0.33 10 0.01 0.03 0.33 Sesuai dengan α-cut dari suatu fuzzy set, maa α-cut dari hubungan fuzzy juga didefinisian sebagai hubungan crisp elemen-elemen pasangan (x,y) yang tingat eanggotaannya lebih besar dari α atau secara matematis dapat disajian sebagai beriut : {(, ) ; ; (, ) } Rα = x y x Χ y Υ μ α [10] R x y
10 Sebagai ilustrasi, matri hubungan crisp R α untu nilai α =0.1, 0.3, dan 1.0 masingmasing disajian pada Gambar 4(a), 4(b), dan 4(c). Dari hubungan crisp R α tersebut dapat di-interpretasian bahwa jia ita menerima tingat e- sama -an di atas 0.1, { } maa pasangan bilangan-bilangan ( 23) ( 43) ( 46) ( 66) ( 86)( 89)( 109), ;, ;, ;, ;, ;, ;, dapat diterima sebagai pasangan bilangan yang sama. Jia ita menaian syarat tingat e- { } sama -annya menjadi 0.3, maa bilangan C = ( 23) ( 43) ( 66)( 89)( 109), ;, ;, ;, ;, dapat diterima sebagai pasangan bilangan yang sama. Selanjutnya untu α =1.0, maa aan diperoleh hubungan crisp seperti contoh pertama. Tabel 3. Hubungan Crisp R α Untu Berbagai Nilai α. B(y) 3 6 9 2 1.0 0.0 0.0 A(x) 4 1.0 1.0 0.0 6 0.0 1.0 0.0 8 0.0 1.0 1.0 10 0.0 0.0 1.0 (a) Hubungan crisp R α=0.1. B(y) 3 6 9 2 1.0 0.0 0.0 A(x) 4 1.0 0.0 0.0 6 0.0 1.0 0.0 8 0.0 0.0 1.0 10 0.0 0.0 1.0 (b) Hubungan crisp R α=0.3.
11 B(y) 3 6 9 2 0.0 0.0 0.0 A(x) 4 0.0 0.0 0.0 6 0.0 1.0 0.0 8 0.0 0.0 0.0 10 0.0 0.0 0.0 (c) Hubungan crisp R α=1.0. 2.1.3 Hubungan Euivalen dan Kemiripan (Equivalent and Similarity Relations) Hubungan binari secara crisp R( Χ, Χ) yang mempunyai sifat-sifat a) reflesif, b) simetri, dan c) transitif maa hubungan R( Χ, Χ) disebut sebagai hubungan euivalen (equivalent relations). Di dalam hubungan R( Χ, Χ) di atas, sifat reflesif diperoleh jia untu setiap nilai x Χ juga berhubungan dengan dirinya sendiri. Sifat simetri diperoleh jia dan hanya jia terdapat hubungan yang euivalen antara ( xy) dengan ( yx, ) Runtu setiap nilai x y jia terdapat paling tida satu elemen hubungan ( xz, ) R untu setiap ( xy, ) R dan ( yz), R dan Χ. Sifat transitif diperoleh jia dan hanya y Χ yang memberian/ menghasilan, R. Dengan ata lain jia terdapat hubungan x e y; dan y e z, dan jia hal ini dapat memberian impliasi aan adanya hubungan x e z, maa dapat diataan bahwa hubungan tersebut mempunyai sifat transitif. Karateristi hubungan yang reflesif, simetri, dan transitif tersebut diilustrasian pada Gambar 5. x x y x z (a) (b) (c) Gambar 5. Tiga Syarat Terjadinya Hubungan Euivalen. y
12 Sebagai estensinya, hubungan fuzzy yang mempunyai sifat-sifat a) reflesif, b) simetri, dan c) transitif maa hubungannya disebut sebagai hubungan emiripan (similarity relations). Ketiga syarat terjadinya hubungan emiripan di atas di dalam hubungan fuzzy diterjemahan e dalam tingat eanggotaan sebagai beriut. ~ R ΧΧ, dapat diataan mempunyai sifat reflesif jia a) reflesif : hubungan fuzzy ( ) dan hanya jia : μ ~, = 10. x Χ [11] ( ) R x x b) simetri : hubungan fuzzy (, ) hanya jia : ~ R ΧΧ dapat diataan mempunyai sifat simetri jia dan μ ~, = μ ~ xy Χ [12] R x y R y x ( ) ( ),, c) transitif : hubungan fuzzy (, ) hanya jia : ~ R ΧΧ dapat diataan mempunyai sifat transitif jia dan [ ] μ ~ μ ~ μ, max min ~,, [13] Υ ( ) R( x y) R( y, z) R x z y 2.1.4 Relasi Konetifitas Dengan menggunaan contoh jaringan ereta api, closure transitif dari suatu relasi memuat pasangan vertes dalam digraf yang teronesi oleh suatu lintasan. Definisi. Misalan R relasi pada himpunan A. Relasi onetifitas R* memuat pasangan (a,b) sehingga terdapat lintasan antara a dan b di R. Sedangan Rn memuat pasangan (a,b) sehingga a dan b teronesi oleh suatu lintasan dengan panjang n. Jadi, R* adalah gabungan dari Rn untu semua bilangan asli n.
13 2.1.5 Closure Transitif dari Relasi Teorema 1. Closure transitif dari relasi R sama dengan relasi onetifitas R*. Buti. Jelas, R R*. Untu membutian R* adalah closure transitif dari R, harus ditunjuan a. R* transitif dan b. R* S, untu semua S yang memuat R. Lema. Misalan A himpunan dengan A = n dan R relasi pada A. Jia terdapat lintasan di R dari a e b, maa terdapat lintasan dengan panjang tida melebihi n. Lebih jauh lagi, jia a b dan terdapat lintasan di R dari a e b, maa terdapat lintasan dengan panjang tida lebih dari (n 1). Teorema 2. Misalan R relasi pada himpunan A dengan n anggota, Maa closure transitif R* diberian oleh: R* = R R 2 R 3 R n Untu matris representasi relasi R, MR, berlau : MR* = MR MR [2] MR [3] MR [n] 2.1.6 Periraan Umur Wadu Periraan umur pengoperasian wadu biasanya dilauan secara ualitatif. Kalaupun dilauan secara uantitatif, umur wadu diperiraan berdasaran emampuan apasitas wadu yang dialoasian untu penangapan volume sedimen atau dead storage. Dalam hal ini, periraan umur wadu dianggap hanya tergantung dari laju angutan sedimentasi di sungai yang masu e wadu dan besarnya aloasi dead storage.
14 Aan tetapi umur wadu yang sebenarnya tergantung dari banya fator di antaranya meliputi laju erosi DAS, proporsi volume erosi yang terangut oleh aliran sungai, dinamia aliran sungai, pola jaringan ana-ana sungai, jenis material, luasan DAS, pola debit sungai, arateristi dan pengoperasian wadu, dan usaha-usaha onservasi air dan tanah di daerah hulu wadu. 2.1.7 Pengelompoan Wadu Untu eperluan pengelompoan wadu menjadi beberapa ategori maa fatorfator yang meliputi 1) luasan DAS, 2) apasitas awal wadu, 3) volume tahunan rerata pengendapan sedimen, dan 4) volume erosi DAS tersebut di-standardisasian untu menghilangan perbedaan dimensi dan sala masing-masing fator. Standardisasi tersebut menggunaan persamaan : s i = x i x min ( xmax xmin) i, di mana : s i x i : nilai ter- standardisasi dari fator atau variabel e untu wadu i, : nilai fator atau variabel e dari wadu i, x min : nilai minimum dari variabel e, x max : nilai masimum dari variabel e, Selanjutnya indes emiripan antara wadu i dengan wadu j dihitung dengan menggunaan persamaan : = 1 λ i, j = n ( s i )( s j ) n n ( s i ) ( s j ) = 1 2 2 = 1 di mana n adalah jumlah variabel yang diperhitungan. Perlu diperhatian di sini bahwa nilai-nilai dari s i dan λ i, j sudah mempunyai range di dalam [0,1].
15 Mengingat bahwa matri hubungan indes emiripan λ i, j tersebut mempunyai sifat-sifat reflesif, simetri, dan biasanya tida transitif, maa perlu dihitung matri hubungan transitive closure nya untu memperoleh hubungan emiripan. Kemudian setelah diperoleh matri hubungan transitive closure nya aan ditampilan dalam bentu tabel. Dengan menggunaan tingat onfidensi α, maa hubungan R α -nya dapat terlihat. Dan setelah itu, wadu-wadu tersebut dapat dielompoan berdasaran nilai dari tingat onfidensi α-nya. 2.1.8 Penentuan Keanggotaan Wadu Yang Belum Dietahui umurnya (W) Untu menentuan eanggotaan wadu W di dalam satu elompo, maa perlu dibuat indes emiripan wadu W dengan wadu-wadu dari tiap-tiap elompo. Nilai variabel-variabel yang mewaili tiap-tiap elompo digunaan nilai rata-rata dari wadu-wadu anggota dari elompo yang bersangutan. Indes emiripan antara wadu W dengan n elompo tersebut dihitung dengan menggunaan langah yang sama dengan perhitungan sebelumnya. Hasil matri hubungan emiripan dari wadu W dan n elompo tersebut aan dapat dilihat. Dengan menggunaan tingat onfidensi α, maa hubungan R α -nya aan dapat terlihat juga dalam bentu tabel. Dari Tabel tersebut maa dapat diambil esimpulan bahwa wadu W mirip dengan wadu-wadu di suatu elompo tertentu dengan tingat onfidensi sebesar yang digunaan. Dengan dietahui wadu W mempunyai emiripan dengan waduwadu pada suatu elompo tertentu, maa dapat diambil inferensinya bahwa umur wadu W juga aan berisar mirip dengan umur-umur wadu wadu anggota suatu elompo tertentu yaitu berisar seitar n-an tahun. 2.2 Penelitian Yang Relevan Penelitan tentang penerapan fuzzy relations ini, buan merupaan hal yang baru. Banya seali contoh apliasi dalam dunia tenologi, industri, maupun dalam ehidupan sehari-hari yang bisa ita lihat. Misalnya adalah mesin cuci, AC, vacuum cleaner, dan lain sebagainya.
16 Diantara penelitian yang pernah dilauan adalah sebagai beriut : 1. penelitian tentang penerapan fuzzy relations dalam bidang eairan dalam pengelompoan pola hujan dalam menentuan periode ering maupun basah. Dalam hal tersebut dalam tulisannya menggunaan data hujan tahunan periode tahun 1886 1979 di Shanghai, Cina. 2.3 Keranga Berpiir Dalam penulisan sripsi ini aan disajian cara periraan umur wadu berdasaran emiripannya dengan wadu-wadu lain yang sudah dietahui umur pengoperasiannya. Adapun data wadu yang aan diambil untu di analisis adalah wadu-wadu yang berada di Jawa Tengah. Fator-fator yang dipertimbangan dalam menentuan emiripan ategori umur wadu meliputi 1) luasan DAS, 2) apasitas awal wadu, 3) volume tahunan rerata pengendapan sedimen, dan 4) volume erosi DAS. Dalam analisa ini nantinya, aan menggunaan fator-fator di atas dari 39 wadu di Jawa Tengah. Senario dalam analisis ini ialah memperiraan umur operasi wadu Kenteng berdasaran emiripan wadu Kenteng di dalam suatu ategori umur wadu yang e-39 tersebut. Untu eperluan ini, maa perlu dilauan langah-langah : a) pengelompoan e-39 wadu tersebut menjadi beberapa ategori dimana setiap wadu anggota dari satu ategori dapat diataan mirip umur pengoperasiannya dengan anggota lain di dalam ategori tersebut. b) menentuan eanggotaan wadu Kenteng di dalam salah satu ategori hasil pengelompoan di langah (a) di atas. c) memperiraan umur operasi wadu Kenteng berdasaran umur wadu-wadu di dalam ategorinya.