Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder The Variability of Stand Structure of Logged-over Natural Forest

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder The Variability of Stand Structure of Logged-over Natural Forest"

Transkripsi

1 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X Keragaman Strutur Tegaan Hutan Alam Seunder The Variability of Stand Structure of Logged-over Natural Forest Abstract Muhdin 1*, Endang Suhendang 1, Djoo Wahjono 2, Herry Purnomo 1, Istomo 3, dan Bintang C.H. Simangunsong 4 1 Departemen Manajemen Hutan, Faultas Kehutanan IPB, Bogor 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan RI, Bogor 3 Departemen Silviultur, Faultas Kehutanan IPB, Bogor 4 Departemen Hasil Hutan, Faultas Kehutanan IPB, Bogor Differences in logging intensity, forest fires and forest encroachment have caused the variability of natural forest conditions, including its horizontal and vertical stand structures. Information on stand structure variability and dynamic of secondary forests is essential for projecting the future stand structure, which can be used to develop forest management plan. This study, which used 19 permanent sample plots data established on low and dry-land logged over natural forests in Kalimantan, showed that there was an obvious variability of the stand conditions after logging in terms of the trees number per hectare and horizontal stand structures. Keywords: stand structure, secondary forest, logged-over natural forest, forest management plan *Penulis untu orespondensi, hunaim71@yahoo.com Pendahuluan Hutan alam hujan tropi dataran rendah tanah ering merupaan hutan alam dengan arateristi tegaan yang has, yaitu memilii eragaman jenis pohon yang tinggi, tingat perembangan pohon yang beragam, dan eragaman dimensi pohon yang tinggi. Sebagian besar areal hutan alam saat ini merupaan areal hutan beas tebangan atau hutan terdegradasi lainnya. Kondisi strutur tegaan hutan beas tebangan diduga berbeda dengan ondisi strutur tegaan di hutan primer. Informasi tentang strutur tegaan ini dipandang penting arena ditinjau dari fator eonomi, strutur tegaan dapat menunjuan potensi tegaan (timber standing stoc) minimal yang harus tersedia sehingga laya dielola, sedangan ditinjau dari fator eologi, strutur tegaan dapat memberian gambaran tentang emampuan regenerasi tegaan (Suhendang 1994). Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan alam beas tebangan (secondary growth forest) adalah beragamnya ondisi hutan alam beas tebangan terutama dalam hal omposisi jenis, erapatan pohon, ondisi strutur tegaan, intensitas penebangan yang telah dilauan, dan bervariasinya ualitas tempat tumbuh tegaan hutan. Keragaman tersebut dapat menyebaban pertumbuhan tegaan menjadi beragam, ada yang tumbuh dengan relatif cepat atau sebalinya relatif lebih lambat. Kecepatan pertumbuhan itu mencerminan emampuan upaya pemulihan hutan alam beas tebangan untu mencapai atau mendeati eadaan seperti semula sebelum ditebang atau mencapai ondisi strutur tegaan yang laya tebang sehingga siap untu mendapat perlauan penebangan pohon-pohon laya tebang pada rotasi tebang beriutnya. Lamanya watu pemulihan tersebut adalah beragam, tergantung pada tingat erusaan hutan dan daya duung lingungannya. Lingup populasi dalam ajian ini adalah areal hutan alam produsi hujan tropis tanah ering dataran rendah beas tebangan di Kalimantan. Hutan hujan diartian sebagai hutan yang selalu hijau (evergreen), memilii rata-rata suhu tahunan tinggi (>22 C), memilii curah hujan tahunan tinggi (>18 mm/th), dan memilii musim ering yang pende atau tida ada sama seali (-2,5 bulan ering dalam setahun). Yang dimasud dengan hutan tropi tanah ering adalah hutan yang berada di seitar garis hatulistiwa dan tida tergenang air sepanjang tahun. Hutan dataran rendah diartian sebagai hutan yang berada pada etinggian tida lebih dari 8 m di atas permuaaan laut (Lamprecht 1989). Tujuan studi ini adalah mendapatan gambaran tentang eragaman strutur tegaan (sebaran jumlah pohon per elas diameter) pada hutan alam produsi hujan tropi dataran rendah tanah ering di Kalimantan setelah mengalami penebangan dalam rotasi pertama. Metodologi Obje yang digunaan dalam penelitian ini adalah data hasil penguuran berulang dalam contoh Peta 81

2 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X Uur Permanen (PUP) pada 35 Ha Pengusahaan Hutan (HPH) di Kalimantan, yang tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (PPHKA) Departemen Kehutanan. Dari buu risalah PUP diperoleh data diameter setinggi dada (dbh) hasil penguuran berulang dan data saat penguuran dilauan. Data yang diolah mencaup 19 PUP, yang tersebar di empat provinsi, yaitu Kalimantan Timur sebanya 17 HPH (54 PUP), Kalimantan Tengah sebanya 9 HPH (29 PUP), Kalimantan Barat sebanya 6 HPH (18 PUP), dan Kalimantan Selatan sebanya 3 HPH (8 PUP). PUP dipilih secara terencana, yaitu hanya PUP yang sesuai dengan lingup populasi seperti yang telah dijelasan dalam uraian sebelumnya. Tahapan-tahapan penelitian yang meliputi penyusunan tabel strutur tegaan, penyusunan model strutur tegaan dan pengelompoan tegaan berdasaran model strutur tegaannya, adalah sebagai beriut: (1) Penyusunan tabel strutur tegaan, yaitu tabel yang menampilan sebaran jumlah pohon per elas diameter. Lebar selang elas diameter adalah 5 cm. Kelas diameter terendah dimulai dari 1,-14,9 cm dan elas tertinggi adalah 85, cm e atas. (2) Penyusunan model strutur tegaan menggunaan fungsi esponensial negatif dengan persamaan sebagai beriut: N = N e D [1] dimana: N = banyanya pohon per hetar yang berdiameter D cm = tetapan yang merupaan intersep (oefisien N elevasi dari persamaan yang disusun) = tetapan yang menunjuan laju penurunan jumlah pohon pada setiap enaian diameter pohon. Tetapan N dan ditentuan dengan menggunaan perangat luna CurveExpert versi 1,3. Kriteria penerimaan model adalah F-hitung yang nyata (melalui analisis ragam) dengan nilai oefisien determinasi lebih dari 5%. (3) Pengelompoan tegaan yang dilauan berdasaran nilai N dan yang diperoleh (Suhendang 1994), dengan riteria pengelompoan disajian pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria pengelompoan tegaan berdasaran nilai N dan Kriteria < [1] [1] s.d. [2] > [2] < N [1] Tipe I (N o ecil; ecil) Tipe II (N o ecil; sedang) Tipe III (N o ecil; besar) N N [1] s.d. N [2] Tipe IV (N o sedang; ecil) Tipe V (N o sedang; sedang) Tipe VI (N osedang; besar) > N [2] Tipe VII (N o besar; ecil) Tipe VIII (N obesar; sedang) Tipe IX (N o besar; besar) Keterangan : [1] = (minimum) + a N [1] = N (minimum) + b [2] = (minimum) + 2a N [2] = N (minimum) + 2b a = ( [masimum] - [minimum] )/3 b = (N [masimum] - N [minimum] )/3 Hasil dan Pembahasan Keadaan umum PUP. Pembuatan PUP umumnya sudah mengacu pada Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan No. 38/Kpts/ VIII-HM.3/1993 tentang Pedoman Pembuatan dan Penguuran Peta Uur Permanen untu Pemantauan Pertumbuhan dan Riap Hutan Alam Tanah Kering Beas Tebangan. Tahun penebangan pada setiap PUP bervariasi dari 1987, 1988, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, dan Jumlah penguuran ulang juga bervariasi mulai dari 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 ali penguuran. Pada saat penguuran, lama watu setelah penebangan bervariasi dari 1, 2, 3, hingga 12 tahun. Untu mendapatan ondisi PUP yang relatif seragam, penguuran dilauan pada PUP yang memilii janga watu setelah penebangan dominan (3 tahun). Umumnya PUP terleta antara m dari permuaan laut dengan curah hujan berisar antara mm/tahun dan hari hujan dalam setahun. Pohon-pohon dalam PUP umumnya didominasi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae, terutama jenis-jenis Shorea spp. dan Dipterocarpus spp. Hasil pengolahan data dari 6 PUP di Kalimantan Timur menunjuan bahwa total indes nilai penting (INP) untu jenis-jenis Dipterocarpaceae adalah sebesar 76,8%. Pengolahan data terhadap 16 PUP di Kalimantan Barat menunjuan total INP untu jenisjenis Dipterocarpaceae sebesar 54,3%, sedangan di Kalimantan Selatan (8 PUP) sebesar 11,7% dan di Kalimantan Tengah (35 PUP) sebesar 91,9%. Jumlah pohon dalam PUP. Jumlah pohon seluruh jenis dengan diameter minimum 1 cm pada setiap PUP (1 ha) bervariasi dari 39 pohon hingga 76 pohon. Jumlah pohon pada umumnya (9%) berada pada isaran -495 pohon per PUP. Diagram dahan daun yang menggambaran sebaran jumlah pohon semua jenis dengan diameter minimum 1 cm pada setiap PUP disajian pada Gambar 1. 82

3 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X Jumlah pohon dan ondisi strutur tegaan setelah penebangan, diduga aan sangat berpengaruh terhadap emampuan regenerasi atau pemulihan tegaan. Oleh arena itu, beraitan dengan hal pengelolaan hutan alam produsi, Departemen Kehutanan mengeluaran Keputusan Menteri Kehutanan No. 8171/Kpts-II/22 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Alam Produsi yang Dapat Diberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam, yang mengatur bahwa hutan produsi yang dianggap masih produtif adalah areal hutan produsi dengan penutupan vegetasi berupa hutan alam seunder atau primer dengan riteria tenis menggunaan jumlah pohon per elas diameter sebagai acuan (Tabel 2). Tabel 2. No. Stem-and-leaf of Dbh 1 cm N = 19 ; Leaf Unit = 1 Depth Stem Leaf (1) Gambar 1. Diagram dahan daun jumlah pohon semua jenis berdiameter 1 cm pada setiap PUP Jumlah pohon omersial minimal pada hutan alam produsi produtif tanah ering Kelas diameter Jumlah pohon omersial minimal yang sehat per ha per regional (cm) I II III IV V VI > Sumber: 1. SK Menteri Kehutanan No. 8171/Kpts-II/22 2. SK Menteri Kehutanan No. 88/Kpts-II/23 Keterangan (regional) I. Sumatera II. Kalimantan III. Sulawesi IV. NTB V. Maluu VI. Papua Kriteria tersebut digunaan pula dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 88/Kpts-II/23 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Produsi yang Dapat Dilauan Pemanfaatan Hutan Secara Lestari. Dalam edua aturan tersebut, jumlah pohon berdasaran elas diameternya menjadi unci poo riteria dalam menentuan produtif tidanya sebuah areal hutan alam produsi. Dengan mengacu pada jumlah pohon per elas diameter pada Tabel 2, maa dari 19 PUP yang diaji terdapat 32 PUP (29,4%) yang dapat diategorian memilii urang permudaan pada tingat pancang (elas diameter 1-19 cm), dengan jumlah pancang urang dari 18 pohon, 3 PUP (2,9%) diategorian sebagai urang permudaan pada tingat tiang (elas diameter 2-49 cm) dengan jumlah tiang urang dari 39 pohon, dan 38 PUP (34,5%) diategorian sebagai urang tingat pohon laya tebangnya (elas diameter > 5 cm) dengan jumlah pohon urang dari 15 pohon. Bervariasinya jumlah pohon untu setiap tingat pertumbuhan pohon tersebut mengindiasian bervariasinya ondisi tegaan. Strutur tegaan dalam PUP. Jumlah pohon dan strutur tegaan dapat menggambaran tingat etersediaan tegaan pada setiap tingat pertumbuhan tegaan. Strutur tegaan dalam ajian ini dinyataan oleh model strutur tegaan yang disusun dengan menggunaan fungsi esponensial negatif. Model tersebut merupaan model yang cuup sederhana namun berdasaran beberapa ajian, cuup bai dalam 83

4 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X menjelasan hubungan diameter pohon dengan jumlah pohon per hetar. Untu jenis-jenis hutan alam di Indonesia, model di atas pernah dicoba oleh Suhendang (1994) dengan menggunaan 27 PUP di Provinsi Riau (HPH PT Sia Raya Timber), pada ondisi hutan primer dan pada beberapa tahun setelah penebangan (3, 5, 6, 8, 1, 12, dan 16 tahun setelah penebangan). Model di atas dapat diterima pada semua PUP dengan oefisien determinasi (R²) berisar antara 73-89%. Krisnawati (21) menggunaan model tersebut di Provinsi Kalimantan Tengah (HPH PT Sarmiento Paraantja Timber) dengan terlebih dahulu mengelompoan jenis pohon menjadi elompo jenis Dipterocarpaceae, non- Dipterocarpaceae, non-omersial, dan semua jenis pada ondisi hutan primer dan beberapa tahun setelah penebangan (1, 2, 6, dan 8 tahun setelah penebangan). Model tersebut dapat diterima pada semua jenis tegaan dengan R² berisar antara 87-99%. Wahjono dan Krisnawati (22) juga menggunaan fungsi esponensial negatif ini untu menyusun model dinamia strutur tegaan hutan alam rawa beas tebangan di Jambi (HPH PT Putraduta Indah Wood). Dari 19 PUP yang diamati dalam ajian ini, fungsi esponensial negatif hubungan jumlah pohon dengan diameternya untu elompo semua jenis (tanpa pengelompoan) dapat diterima pada hampir semua PUP. Hal itu dicirian oleh nilai p-value yang lebih ecil dari,5 ecuali pada tiga PUP di HPH PT Hendratna Playwood, Kalimantan Selatan. Koefisien determinasi pada 16 PUP yang memilii hubungan nyata antara jumlah pohon dengan diameternya berisar antara 4,7-99,9%. Dari 16 PUP tersebut, terdapat 5 PUP yang memilii oefisien determinasi urang dari 5%, yaitu 3 PUP di Kalimantan Barat dan 2 PUP di Kalimantan Selatan. Dengan demiian terdapat 11 PUP yang memilii hubungan yang nyata antara jumlah pohon dengan diameternya dengan oefisien determinasi berisar antara 52,6-99,9%. Konstanta regresi N yang berisar antara , merupaan isaran yang cuup lebar yang menunjuan sangat beragamnya jumlah pohon awal (berdiameter ecil) antar PUP. Konstanta regresi dietahui berisar antara,32-,212. Berdasaran isaran N dan tersebut diperoleh 7 elompo strutur tegaan (tipe tegaan), yaitu N ecil- ecil, N ecil- sedang, N ecil- besar, N sedang- sedang, N sedang- besar, N besar- sedang, dan N besar- besar (Tabel 3). Tabel 3 memperlihatan tida adanya tegaan pada ategori N sedang dengan ecil dan N besar dengan ecil. Tabel 3. Pengelompoan tegaan berdasaran nilai N dan untu elompo semua jenis Kriteria <,78 ( ecil),78-,123 ( sedang) >,123 ( besar) < 399 (N ecil) 32 PUP 17 PUP 1 PUP N (N sedang) 3 PUP 4 PUP > 788 (N besar) 4 PUP 13 PUP Berdasaran nilai N, PUP didominasi berturutturut oleh tegaan dengan N o ecil (5%), N sedang (34%) dan N besar (16%). N ecil menunjuan jumlah pohon awal (berdiameter ecil) yang sediit. Ini berarti bahwa tegaan hutan alam setelah penebangan pada umumnya memilii jumlah pohon berdiameter ecil yang relatif sediit. N ecil bisa berarti tegaan urang memilii permudaan. Nilai yang besar artinya jumlah pohon menurun dengan tajam seiring meningatnya uuran diameter, sedangan ecil mengindiasian penurunan jumlah pohon tida tajam (melandai). Secara visual eragaman strutur tegaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Umumnya strutur tegaan ideal adalah tegaan dengan nilai N besar namun nilai ecil, artinya bahwa jumlah pohon yang cuup banya dan menyebar secara proporsional hingga e pohon-pohon berdiameter yang semain besar. Dari 11 PUP yang diaji, 32 PUP (32%) dapat diategorian sebagai tegaan tipe I yaitu tegaan dengan N ecil- ecil dan 17 PUP (17%) termasu dalam tegaan tipe II yaitu tegaan dengan N ecil- sedang. Kedua tipe tegaan ini memilii jumlah pohon dalam tegaan yang relatif sediit. Selebihnya, 3 PUP (3%) termasu tegaan tipe V yaitu tegaan dengan N sedang- sedang, dan 13 PUP (13%) termasu tegaan tipe IX yaitu tegaan dengan N besar- besar. Kedua tipe tegaan ini memilii jumlah pohon dalam tegaan yang relatif lebih banya pada diameter ecil, namun menurun dengan tajam pada pohon-pohon yang berdiameter lebih besar. Tipe tegaan diduga uat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tegaan termasu ecepatan pemulihan diri tegaan setelah mengalami gangguan yaitu perlauan penebangan. Artinya, presripsi pengaturan hasil yang diantaranya meliputi rotasi tebang, batas diameter pohon inti dan batas diameter pohon laya tebang untu rotasi tebang di masa yang aan datang hendanya memperhatian eragaman ondisi tegaan pada saat searang (baru ditebang). Beraitan dengan hal ini, diperluan ajian lebih lanjut mengenai dinamia tegaan. 84

5 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X (a) Tipe I: N ecil- ecil (32%) (b) Tipe II: N ecil- sedang (17%) (c) Tipe III: N ecil- besar (1%) (d) Tipe V: N sedang- sedang (3%) (e) Tipe VI: N sedang- besar (4%) (f) Tipe IX: N besar- besar (13%) Gambar 2. Strutur tegaan pada berbagai tipe tegaan elompo semua jenis Pada elompo jenis Dipterocarpaceae dengan 18 PUP yang diamati, dietahui bahwa fungsi esponensial negatif hubungan jumlah pohon dengan diameternya dapat diterima pada hampir semua PUP. Hal itu dicirian oleh nilai p-value yang lebih ecil dari,5 ecuali pada 3 PUP di HPH PT Hendratna Plywood, Kalimantan Selatan dan 2 PUP di HPH PT Sua Jaya Mamur, Kalimantan Barat. Koefisien determinasi dari 13 PUP yang memilii hubungan nyata antara jumlah pohon dengan diameternya berisar antara 25,3-98,7%. Dari 13 PUP tersebut, terdapat 12 PUP yang memilii oefisien determinasi urang dari 5%, yaitu 6 PUP di Kalimantan Barat, 3 PUP di Kalimantan Selatan dan 3 PUP di Kalimantan Timur, sehingga tinggal 91 PUP yang memilii hubungan nyata antara jumlah pohon dengan diameternya dengan oefisien determinasi berisar antara 53,6-98,7%. Konstanta regresi N berisar antara Nilai dengan isaran yang cuup lebar ini menunjuan sangat beragamnya jumlah pohon awal (berdiameter ecil) untu elompo jenis Dipterocarpaceae antar PUP. Adapun onstanta 85

6 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X regresi dietahui berisar antara,11-,32. Berdasaran isaran nilai N dan pada elompo jenis Dipterocarpaceae, diperoleh 7 elompo strutur tegaan, yaitu N ecil- ecil, N ecil- sedang, N ecil- besar, N sedang- sedang, N sedang- besar, N besar- sedang, dan N besar- besar (Tabel 4). Berdasaran nilai N dietahui bahwa PUP didominasi berturut-turut oleh tegaan dengan N ecil (83%), N sedang (9%) dan N besar (8%). Ini berarti bahwa berdasaran data yang ada, tegaan hutan alam setelah penebangan pada umumnya memilii jumlah pohon berdiameter ecil elompo jenis Dipterocarpaceae yang relatif sediit. Pada N yang lebih besar (N sedang dan N besar), jumlah pohon menurun dengan tajam seiring meningatnya uuran diameter, arena memilii nilai pada ategori sedang dan besar. Secara visual gambaran eragaman strutur tegaan pada beberapa tipe tegaan yang dominan untu elompo jenis Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 4. Pengelompoan tegaan untu elompo jenis Dipterocarpaceae Kriteria <,62 ( ecil),62,113 ( sedang) >,113 ( besar) < 154 (N ecil) 38 PUP 35 PUP 3 PUP N (N sedang) 5 PUP 3 PUP > 36 (N besar) 3 PUP 4 PUP (a) Tipe I: N ecil- ecil (42%) (b) Tipe II: N ecil- sedang (39%) (c) Tipe III: N ecil- besar (3%) (d) Tipe V: N sedang- sedang (5%) Gambar 3. Strutur tegaan pada beberapa tipe tegaan elompo jenis Dipterocarpaceae Gambar 3 memperlihatan strutur tegaan pada elompo jenis Dipterocarpaceae pada tegaan hutan alam setelah penebangan didominasi oleh tipe tegaan dengan N ecil- ecil dan N ecil- sedang (8%), sedangan 5 tipe lainnya masing-masing urang dari 5%. Hal ini berarti bahwa tegaan hutan alam setelah penebangan, secara umum memilii jumlah pohon elompo jenis Dipterocarpaceae yang relatif ecil. Kesimpulan Dari penelitian ini dietahui bahwa pada elompo semua jenis terdapat hubungan nyata (pada tingat epercayaan 95%) antara jumlah pohon dengan diameternya dengan oefisien determinasi berisar antara 52,6-99,9% serta terbagi menjadi 7 elompo strutur tegaan (tipe tegaan) yang meliputi tipe I (N 86

7 JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: X ecil- ecil sebanya 32%), tipe II (N ecil- sedang sebanya 17%), tipe III (N ecil- besar sebanya 1%), tipe V (N sedang- sedang sebanya 3%), tipe VI (N sedang- besar sebanya 4%), tipe VIII (N besar- sedang sebanya 4%), dan tipe IX (N besar- besar sebanya 13%). Pada elompo jenis Dipterocarpaceae terdapat hubungan nyata (pada tingat epercayaan 95%) antara jumlah pohon dengan diameternya dengan oefisien determinasi berisar antara 53,6-98,7% serta terbagi menjadi 7 elompo strutur tegaan (tipe tegaan) yang meliputi tipe I (N ecil- ecil sebanya 42%), tipe II (N ecil- sedang sebanya 39%), tipe III (N o ecil- besar sebanya 3%), tipe V (N sedang- sedang sebanya 6%), tipe VI (N sedang- besar sebanya 3%), tipe VIII (N besar- sedang sebanya 3%), dan tipe IX (N besar- besar sebanya 4%). Saran Kesimpulan di atas memberian gambaran tentang beragamnya ondisi strutur tegaan hutan alam beas tebangan. Selanjutnya, diperluan ajian lebih lanjut untu melihat pengaruh beragamnya ondisi strutur tegaan hutan alam produsi setelah penebangan terhadap perembangan tegaan di masa-masa yang aan datang. Informasi tentang perembangan tegaan untu setiap ondisi strutur tegaan awal tertentu diharapan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapan presripsi pengelolaan hutan lestari yang mestinya spesifi untu setiap ondisi strutur tegaan awal tersebut. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapan terima asih epada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan yang telah memberian ijin ases dan penggunaan data Peta Uur Permanen (PUP) hutan alam di Indonesia. Penulis juga mengucapan terima asih epada Arie Nursetyanti, Yusi Saragi, Kartia Tiara Dewi dan Heri Ea Saputra yang telah membantu dalam proses pengolahan data PUP. Daftar Pustaa Departemen Kehutanan. 22. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 8171/Kpts-II/22 tentang tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Alam Produsi yang Dapat Diberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam. Departemen Kehutanan, Jaarta. Departemen Kehutanan. 23. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 88/Kpts-II/23 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Produsi yang Dapat Dilauan Pemanfaatan Hutan Secara Lestari. Departemen Kehutanan, Jaarta. Krisnawati, H. 21. Pengaturan Hasil Hutan Tida Seumur dengan Pendeatan Dinamia Strutur Tegaan: Studi Kasus Hutan Alam Beas Tebangan [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lamprecht, H Silviulture in The Tropics. Deutsche Gesselschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Eschborn. Germany. 296hlm. Suhendang, E Penerapan Model Dinamia Strutur Tegaan Hutan Alam yang Mengalami Penebangan dalam Pengaturan Hasil dengan Metode Jumlah Pohon sebagai Suatu Alternatif Upaya Penyempurnaan Sistem Silviultur TPTI. Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 1994/1995 (tahun etiga). Faultas Kehutanan IPB. Tida diterbitan. Wahjono, D. dan Krisnawati, H. 22. Penyusunan Model Dinamia Strutur Tegaan untu Pendugaan Hasil di Hutan Alam Rawa Beas Tebangan di Provinsi Jambi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Buletin Penelitian Hutan, 632:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

SISTEM ANTRIAN PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL DI TERMINAL BERLIAN PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

SISTEM ANTRIAN PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL DI TERMINAL BERLIAN PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA SISTEM ANTRIAN PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL DI TERMINAL BERLIAN PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Ruhana Khabibah, Hery Tri Sutanto 2, Yuliani Puji Astuti 3 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3

MEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3 MEKANIKA TANAH MODUL 3 HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Setor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Silus hidrologi AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT PADA EKOSISTEM PERAIRAN DANAU

MODEL MATEMATIKA KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT PADA EKOSISTEM PERAIRAN DANAU MDEL MATEMATIKA KNSENTRASI KSIGEN TERLARUT PADA EKSISTEM PERAIRAN DANAU Sutimin Jurusan Matematia, FMIPA Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto SH Tembalang, Semarang 5075 E-mail: su_timin@yanoo.com

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Oleh : Pandapotan Siagia, ST, M.Eng (Dosen tetap STIKOM Dinamia Bangsa Jambi) Abstra Sistem pengenal pola suara atau yang lebih dienal dengan

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Pandapotan Siagian, ST, M.Eng Dosen Tetap STIKOM Dinamia Bangsa - Jambi Jalan Sudirman Theoo Jambi Abstra Sistem pengenal pola suara atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Keadaan dunia usaha yang selalu berubah membutuhan langah-langah untu mengendalian egiatan usaha di suatu perusahaan. Perencanaan adalah salah satu langah yang diperluan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Watu : 1x 3x 50 Menit Pertemuan : 7 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Data yang telah berhasil diumpulan oleh penulis di BB BIOGEN diperoleh hasil bobot biji edelai dengan jumlah varietas yang aan diuji terdiri dari 15

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH UNIT MOTOR S CENTRE FINANCING PLAZA MOTOR DI SAMARINDA

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH UNIT MOTOR S CENTRE FINANCING PLAZA MOTOR DI SAMARINDA PENGARUH PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH UNIT MOTOR S CENTRE FINANCING PLAZA MOTOR DI SAMARINDA Adam Husaien Faultas Eonomi Manajemen Unversitas 17 agustus 1945,Samarinda Indonesia

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak KORELASI ANARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISEM ADAPIF Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1 Abstra Masud pembahasan tentang orelasi dua sinyal adalah orelasi dua sinyal yang sama aan tetapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Jenis penelitian yang digunaan adalah penelitian desriptif, yaitu penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subye

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWATAN BAYI SEHARI-HARI PADA IBU PRIMIPARA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGAMPEL PABUPATEN KENDAL ABSTRAK

HUBUNGAN SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWATAN BAYI SEHARI-HARI PADA IBU PRIMIPARA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGAMPEL PABUPATEN KENDAL ABSTRAK HUBUNGAN SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWATAN BAYI SEHARI-HARI PADA IBU PRIMIPARA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGAMPEL PABUPATEN KENDAL Afifah *), Indri Subeti **) *) Mahasiswa Abid Unisa **)Dosen Abid Unisa ABSTRAK

Lebih terperinci

PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK

PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK Nurul Khotimah *), Farida Hanum, Toni Bahtiar Departemen Matematia FMIPA, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor

Lebih terperinci

APLIKASI METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (FMCDM) UNTUK OPTIMALISASI PENENTUAN LOKASI PROMOSI PRODUK

APLIKASI METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (FMCDM) UNTUK OPTIMALISASI PENENTUAN LOKASI PROMOSI PRODUK APLIKASI METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (FMCDM) UNTUK OPTIMALISASI PENENTUAN LOKASI PROMOSI PRODUK Novhirtamely Kahar, ST. 1, Nova Fitri, S.Kom. 2 1&2 Program Studi Teni Informatia, STMIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang meliputi eksplorasi dan pemilihan data PUP, evaluasi, koreksi dan ekstraksi data PUP dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PEMODELAN OPTIMALISASI PRODUKSI UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINIER

PEMODELAN OPTIMALISASI PRODUKSI UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINIER PEMODELAN OPTIMALISASI PRODUKSI UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINIER Tantri Windarti Program Studi Sistem Informasi STMIK Surabaya Jl Raya Kedung Baru 98, Surabaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut

Lebih terperinci

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID Ferry Tan, Giovani Gracianti, Susanti, Steven, Samuel Luas Jurusan Teni Informatia, Faultas

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : (2002) Arti kel (Article) Trop. For. Manage. J. V111 (2) : (2002)

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : (2002) Arti kel (Article) Trop. For. Manage. J. V111 (2) : (2002) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : 75-88 (2002) Arti kel (Article) PENERAPAN SISTEM SILVIULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) PADA HUTAN DIPTEROCARPACEAE, HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 ObjePenelitian Obje penelitian merupaan hal yang tida dapat dipisahan dari suatu penelitian. Obje penelitian merupaan sumber diperolehnya data dari penelitian yang dilauan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE)

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilauan dalam penelitian ini adalah sebagai beriut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini aan dilauan studi literatur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE)

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilauan dalam penelitian ini adalah sebagai beriut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini aan dilauan studi literatur

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO 1 Selvia Hana, Tohap Manurung 1 Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Abstra Antrian merupaan

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway Rea Racana Jurnal Online Institut Tenologi Nasional Teni Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Penentuan Nilai Eivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perotaan Menggunaan Metode Time Headway ENDI WIRYANA

Lebih terperinci

Penentuan Konduktivitas Termal Logam Tembaga, Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan

Penentuan Konduktivitas Termal Logam Tembaga, Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan Prosiding Seminar Nasional Fisia dan Pendidian Fisia (SNFPF) Ke-6 205 30 9 Penentuan Kondutivitas Termal ogam Tembaga, Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan Dwi Astuti Universitas Indraprasta PGRI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUKU KOMIK FISIKA POKOK BAHASAN NEWTON BERBASIS KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

PENGEMBANGAN BUKU KOMIK FISIKA POKOK BAHASAN NEWTON BERBASIS KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PENGEMBANGAN BUKU KOMIK FISIKA POKOK BAHASAN NEWTON BERBASIS KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA Farida Huriawati 1), Purwandari 1,2), Intan Permatasari 1,3) 1,2,3 Program Studi Pendidian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Ragam (Anara) Untu menguji esamaan dari beberapa nilai tengah secara sealigus diperluan sebuah teni yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Departemen

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Program

Lebih terperinci

TEORI KINETIKA REAKSI KIMIA

TEORI KINETIKA REAKSI KIMIA TORI KINTIK RKSI KII da (dua) pendeatan teoreti untu menjelasan ecepatan reasi, yaitu: () Teori tumbuan (collision theory) () Teori eadaan transisi (transition-state theory) atau teori omples atif atau

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus Jurnal Teni Industri, Vol.1, No., Juni 013, pp.96-101 ISSN 30-495X Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Pos Kilat Khusus Apriyani 1, Shanti Kirana Anggaraeni,

Lebih terperinci

Aplikasi Analisis Korelasi Somers d pada Kepemimpinan dan Kondisi Lingkungan Kerja

Aplikasi Analisis Korelasi Somers d pada Kepemimpinan dan Kondisi Lingkungan Kerja Apliasi Analisis Korelasi Somers d pada Kepemimpinan dan Kondisi Lingungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai BKKBN Provinsi Kalimantan Timur The Application of Somers d Correlation Analysis at Leadership

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB PENDAHULUAN. Latar belaang Metode analisis yang telah dibicaraan hingga searang adalah analisis terhadap data mengenai sebuah arateristi atau atribut (jia data itu ualitatif) dan mengenai sebuah variabel,

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline Untuk Pemodelan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Jawa Timur

Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline Untuk Pemodelan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Jawa Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No., (0) -50 (0-9X Print) D- Pendeatan Regresi Nonparametri Spline Untu Pemodelan Laju Pertumbuhan Eonomi (LPE) di Jawa Timur Elfrida Kurnia Litawati dan I Nyoman Budiantara

Lebih terperinci

VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice)

VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice) VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice) 6.. UMUM Tujuan: Mengetahui proporsi pengaloasian perjalanan e berbagai moda transportasi. Ada dua emunginan situasi yang dihadapi dalam meramal pemilihan moda:

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT 3.1 Studi Literatur tentang Pengelolaan Sampah di Beberapa Kota di Dunia Kaian ilmiah dengan metode riset operasi tentang masalah

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar Tugas Ahir PENDETEKSI POSISI MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER MMA7260Q BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 Muhammad Riyadi Wahyudi, ST., MT. Iwan Setiawan, ST., MT. Abstract Currently, determining

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012 KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB Konsep Kinetia/ Laju Reasi Laju reasi menyataan laju perubahan onsentrasi zat-zat omponen reasi setiap satuan watu: V [ M ] t Laju pengurangan onsentrasi

Lebih terperinci

KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS KELOMPOK DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST

KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS KELOMPOK DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS KELOMPOK DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST Timbul Pardede (timbul@mail.ut.ac.id) Jurusan Statisti FMIPA, Universitas Terbua ABSTRAK Metode Ward dan metode K-rataan

Lebih terperinci

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM 1,2 Faultas MIPA, Universitas Tanjungpura e-mail: csuhery@sisom.untan.ac.id, email: dedi.triyanto@sisom.untan.ac.id Abstract

Lebih terperinci

METODE TAGUCHI UNTUK OPTIMALISASI PRODUK PADA RANCANGAN FAKTORIAL. Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP

METODE TAGUCHI UNTUK OPTIMALISASI PRODUK PADA RANCANGAN FAKTORIAL. Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP Optimalisasi Produ (Triastuti Wuryandari) METODE TAGUCHI UNTUK OPTIMALISASI PRODUK PADA RANCANGAN FAKTORIAL Triastuti Wuryandari 1, Tati Widiharih 2, Sayeti Dewi Anggraini 3 1,2 Staf Pengajar Program Studi

Lebih terperinci

Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Estimation of Stand Structure Dynamics of Logged-over Natural Forests Muhdin 1 *, Endang Suhendang 1, Djoko Wahjono 2, Herry Purnomo 1, Istomo

Lebih terperinci

Kampus Unkris Jatiwaringin 2) Program Studi Akuntasi, Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana

Kampus Unkris Jatiwaringin   2) Program Studi Akuntasi, Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 10-14 Juliantia 1) Budi Tri Rahardjo 2), 1) Program

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR)

Makalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR) Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self uning Regulator (SR) Oleh : Muhammad Fitriyanto e-mail : D_3_N2@yahoo.com Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Relasi Dispersi Pada bagian ini aan dibahas relasi dispersi untu gelombang internal pada fluida dua-lapisan.tinjau lapisan fluida dengan ρ a dan ρ b berturut-turut merupaan

Lebih terperinci

BAB III MODEL KANAL WIRELESS

BAB III MODEL KANAL WIRELESS BAB III MODEL KANAL WIRELESS Pemahaman mengenai anal wireless merupaan bagian poo dari pemahaman tentang operasi, desain dan analisis dari setiap sistem wireless secara eseluruhan, seperti pada sistem

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG Volume, Nomor, Juli 6 (ISSN: 56-6) HUBUNGAN PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG Firnanda Zia Azmi *) Tinu Istiarti **) Kusyogo Cahyo

Lebih terperinci

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL A. PENDEKATAN PRODUKSI (PRODUCTION APPROACH) Menghitung besarnya pendapatan nasional dengan menggunaan pendeatan produsi didasaran atas perhitungan dari jumlah nilai barang-barang

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi: Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DISKRIMINAN. analisis multivariat dengan metode dependensi (dimana hubungan antar variabel

BAB III ANALISIS DISKRIMINAN. analisis multivariat dengan metode dependensi (dimana hubungan antar variabel BAB III ANALISIS DISKRIMINAN 3.1 Pengertian Analisis Disriminan Analisis disriminan merupaan sala satu metode yang digunaan dalam analisis multivariat dengan metode dependensi (dimana ubungan antar variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang aan dilauan meruju epada beberapa penelitian terdahulu yang sudah pernah dilauan sebelumnya, diantaranya: 1. I Gst. Bgs. Wisuana (2009)

Lebih terperinci

VARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL

VARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-1 Suraarta, Otober 016 VARIASI NILAI BATAS

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

Pemodelan Dan Eksperimen Untuk Menentukan Parameter Tumbukan Non Elastik Antara Benda Dengan Lantai

Pemodelan Dan Eksperimen Untuk Menentukan Parameter Tumbukan Non Elastik Antara Benda Dengan Lantai Pemodelan Dan Esperimen Untu enentuan Parameter Tumbuan Non Elasti Antara Benda Dengan Lantai Puspa onalisa,a), eda Cahya Fitriani,b), Ela Aliyani,c), Rizy aiza,d), Fii Taufi Abar 2,e) agister Pengajaran

Lebih terperinci

VISUALISASI GERAK PELURU MENGGUNAKAN MATLAB

VISUALISASI GERAK PELURU MENGGUNAKAN MATLAB KARYA TULIS ILMIAH VISUALISASI GERAK PELURU MENGGUNAKAN MATLAB Oleh: Drs. Ida Bagus Alit Paramarta, M.Si. Dra. I.G.A. Ratnawati, M.Si. JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengaruh Masuknya Penambahan Pembangkit Baru kedalam Jaringan 150 kv pada Kapasitas Circuit Breaker

Pengaruh Masuknya Penambahan Pembangkit Baru kedalam Jaringan 150 kv pada Kapasitas Circuit Breaker Pengaruh Masunya Penambahan Pembangit Baru edalam Jaringan 150 V pada Kapasitas Circuit Breaer Emelia, Dian Yayan Suma Jurusan Teni Eletro Faultas Teni Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang

Lebih terperinci

DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TIDAK SEUMUR UNTUK PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU BERDASARKAN JUMLAH POHON

DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TIDAK SEUMUR UNTUK PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU BERDASARKAN JUMLAH POHON DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TIDAK SEUMUR UNTUK PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU BERDASARKAN JUMLAH POHON (Kasus pada Areal Bekas Tebangan Hutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah Tanah Kering di Kalimantan)

Lebih terperinci

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KEHILANGAN PRATEKAN (LOSS OF PRESTRESS) AKIBAT SUSUT DAN RANGKAK PADA BETON DENGAN MEMPERHITUNGKAN VARIABILITAS SIFAT-SIFAT BETON

PERHITUNGAN KEHILANGAN PRATEKAN (LOSS OF PRESTRESS) AKIBAT SUSUT DAN RANGKAK PADA BETON DENGAN MEMPERHITUNGKAN VARIABILITAS SIFAT-SIFAT BETON PERHITUNGAN KEHILANGAN PRATEKAN (LOSS OF PRESTRESS) AKIBAT SUSUT DAN RANGKAK PADA BETON DENGAN MEMPERHITUNGKAN VARIABILITAS SIFAT-SIFAT BETON M. Sigit Darmawan Dosen Diploma Teni Sipil ITS Email: msdarmawan@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU

PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU Wahyudi 1, Adhi Susanto 2, Sasongo P. Hadi 2, Wahyu Widada 3 1 Jurusan Teni Eletro, Faultas Teni, Universitas Diponegoro, Tembalang,

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Keranga Pemiiran Pemerintah ahir-ahir ini sering dihadapan pada masalah persediaan pupu bersubsidi yang daya serapnya rendah dan asus elangaan di berbagai loasi di Indonesia.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN POLA CURAH HUJAN MELALUI PERIODOGRAM STANDAR. Gumgum Darmawan Statistika FMIPA UNPAD

IDENTIFIKASI PERUBAHAN POLA CURAH HUJAN MELALUI PERIODOGRAM STANDAR. Gumgum Darmawan Statistika FMIPA UNPAD JMP : Vol. 9 No. 1, Juni 17, hal. 13-11 ISSN 85-1456 IDENTIFIKASI PERUBAHAN POLA CURAH HUJAN MELALUI PERIODOGRAM STANDAR Gumgum Darmawan Statistia FMIPA UNPAD gumgum@unpad.ac.id Budhi Handoo Statistia

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k Kumpulan soal-soal level selesi Kabupaten: 1. Sebuah heliopter berusaha menolong seorang orban banjir. Dari suatu etinggian L, heliopter ini menurunan tangga tali bagi sang orban banjir. Karena etautan,

Lebih terperinci

PERTEMUAN 02 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU

PERTEMUAN 02 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU PERTEMUAN 2 PERBEDAAN ANTARA SISTEM DISKRIT DAN SISTEM KONTINU 2. SISTEM WAKTU DISKRET Sebuah sistem watu-disret, secara abstra, adalah suatu hubungan antara barisan masuan dan barisan eluaran. Sebuah

Lebih terperinci

Baharinawati W.Hastanti 2

Baharinawati W.Hastanti 2 Implementasi Sistem Silvikultur TPTI : Tinjauan eberadaan Pohon Inti dan ondisi Permudaannya (Studi asus di Areal IUPHH PT. Tunas Timber Lestari, Provinsi Papua) 1 Baharinawati W.Hastanti 2 BP Manokwari

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN E-MODULE EKONOMI PADA MATERI UANG DAN PERBANKAN UNTUK SISWA KELAS X A SMA NEGERI 1 PANGGUL TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014/2015

PENGEMBANGAN E-MODULE EKONOMI PADA MATERI UANG DAN PERBANKAN UNTUK SISWA KELAS X A SMA NEGERI 1 PANGGUL TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014/2015 PENGEMBANGAN E-MODULE EKONOMI PADA MATERI UANG DAN PERBANKAN UNTUK SISWA KELAS X A SMA NEGERI 1 PANGGUL TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014/2015 Nelvy Warsi Enggal Lestari Prih Hardinto Lisa Rohmani Abstract

Lebih terperinci

ANALISA KEPUASAN PELAKU TRANSPORTASI TERHADAP KINERJA MOBIL PENUMPANG UMUM JURUSAN BOJONEGORO-BABAT

ANALISA KEPUASAN PELAKU TRANSPORTASI TERHADAP KINERJA MOBIL PENUMPANG UMUM JURUSAN BOJONEGORO-BABAT ANALISA KEPUASAN PELAKU TRANSPORTASI TERHADAP KINERJA MOBIL PENUMPANG UMUM JURUSAN BOJONEGORO-BABAT Nama Mahasiswa : Abdul Chaim NRP : 310 100 114 Jurusan : Teni Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Cahya

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

KINETIKA TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL JARAK PAGAR. Luqman Buchori, Setia Budi Sasongko *)

KINETIKA TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL JARAK PAGAR. Luqman Buchori, Setia Budi Sasongko *) KINETIKA TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL JARAK PAGAR Luqman Buchori, Setia Budi Sasongo *) Abstract Biodiesel were produced by trans-etherification of castor oil with alcohol in the presence of NaOH catalyst.

Lebih terperinci

DESAIN SENSOR KECEPATAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILTER KALMAN UNTUK ESTIMASI KECEPATAN DAN POSISI KAPAL

DESAIN SENSOR KECEPATAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILTER KALMAN UNTUK ESTIMASI KECEPATAN DAN POSISI KAPAL DESAIN SENSOR KECEPAAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILER KALMAN UNUK ESIMASI KECEPAAN DAN POSISI KAPAL Alrijadjis, Bambang Siswanto Program Pascasarjana, Jurusan eni Eletro, Faultas enologi Industri Institut

Lebih terperinci

MUSIK KLASIK DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS TINGGI

MUSIK KLASIK DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS TINGGI Volume, Nomor 1, April 013 http://doi.org/10.1009/jppp MUSIK KLASIK DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS TINGGI Jayanti Dwiputri Abdi* ** *Faultas Ilmu Pendidian, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

Peluang Peningkatan Tipe Terminal di Kecamatan Banyumaik (Analisis Demand dan Supply) Febriana Ayu K¹ dan Bitta Pigawati²

Peluang Peningkatan Tipe Terminal di Kecamatan Banyumaik (Analisis Demand dan Supply) Febriana Ayu K¹ dan Bitta Pigawati² Jurnal Teni PWK Volume 4 Nomor 4 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pw Peluang Peningatan Tipe di Kecamatan Banyumai (Analisis Demand dan Supply) Febriana Ayu K¹ dan Bitta Pigawati²

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 Latar Belaang PENDAHULUAN Sistem biometri adalah suatu sistem pengenalan pola yang melauan identifiasi personal dengan menentuan eotentian dari arateristi fisiologis dari perilau tertentu yang dimilii

Lebih terperinci