KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 21 Kantor

2 Triwulan I-21 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax

3 Penerbit : Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman 22 P A D A N G Telp : Fax : b_waluyo@bi.go.id agung_bp@bi.go.id gaffari_r@bi.go.id fitri_ig@bi.go.id feny_y@bi.go.id

4 Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) triwulan I-21 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut, KER juga ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan di daerah, kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam bentuk buku, juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui Perekonomian Sumatera Barat secara bertahap mulai bergerak positif setelah mengalami tekanan akibat dampak gempa. Dampak gempa terhadap ekonomi Sumbar terlihat pada triwulan IV-29, dengan pertumbuhan yang hanya mencapai,9% (yoy). Pada triwulan I-21 mulai terjadi pemulihan ekonomi secara bertahap pada ekonomi Sumbar pasca gempa. Kinerja net-ekspor menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sumbar di tengah permintaan domestik baik konsumsi dan investasi yang masih lemah. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I-21 diproyeksikan 3,56% (yoy). Sementara itu, inflasi tahunan Kota Padang pada akhir triwulan I-21 sebesar 3,5 persen (yoy) yang didominasi oleh peningkatan harga pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau. Pada sisi perbankan, perkembangan berbagai indikator pada triwulan I-21 menunjukkan perbaikan seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa. Penyaluran kredit oleh bank umum di Sumbar menunjukkan arah positif, meskipun masih relatif terbatas dan tumbuh melambat. Secara umum proses intermediasi perbankan umum di Sumbar berlangsung dengan baik. Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan. PADANG, 5 MEI 21 Romeo Rissal Pemimpin i

5 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT... 4 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT... 5 Boks: Ekonomi Zona Sumbagteng Mulai Kembali Bergairah BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Boks: Menuju Legalisasi TPID Sumatera Barat BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Intermediasi Perbankan Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Kredit Risiko Kredit Perbankan Risiko Pasar Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan Bank Umum Syariah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Keuangan Pemerintah Daerah BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Tunai Transaksi Kliring Transaksi BI-RTGS BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Perkiraan Ekonomi Perkiraan Inflasi... 6 ii

6 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN I - 21 Pasca gempa, Perekonomian Sumatera Barat secara bertahap mulai bergerak positif perekonomian setelah mengalami tekanan akibat dampak gempa. Dampak gempa Sumatera Barat terhadap ekonomi Sumatera Barat terlihat pada triwulan IV-29, dengan secara pertumbuhan yang hanya mencapai,9% (yoy). Namun demikian bertahap mulai pertumbuhan ini relatif lebih baik dibandingkan perhitungan sebelumnya bergerak yang diperkirakan akan terjadi kontraksi,14%. Secara keseluruhan, pada positif tahun 29 ekonomi Sumatera Barat tumbuh sebesar 4,16% (yoy), lebih baik dibandingkan perkiraan semula sebesar 3,92% (yoy). Pada triwulan I-21 perekonomian Sumatera Barat diperkirakan tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekspor menopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat Inflasi Kota Padang meningkat sebesar 3,5% (yoy) Inflasi tertinggi terjadi pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau. Baiknya kinerja permintaan eksternal menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I-21. Pasca gempa secara umum ekonomi Sumatera Barat banyak terbantu oleh perkembangan permintaan eksternal, sehingga mampu mendorong ekonomi tetap tumbuh positif di tengah permintaan domestik yang masih lemah. Pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut diikuti oleh permintaan ekonomi dunia kembali meningkat. Kondisi ini disertai dengan pergerakan harga komoditas internasional seperti CPO dan karet yang terus menanjak. Hal ini memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor Sumatera Barat dengan CPO dan karet sebagai komoditi unggulannya. Pada triwulan IV-29 ekspor Sumatera Barat tumbuh 11,91%, dan diperkirakan akan semakin melesat pada triwulan I-21 dengan tumbuh lebih dari 23%. Akselerasi pertumbuhan ekspor ini cukup mengkompensasi pertumbuhan ekonomi domestik baik dari konsumsi dan investasi yang diperkirakan masih tumbuh relatif terbatas. Setelah berada pada kisaran rendah dan stabil sepanjang tahun 29, inflasi Kota Padang kembali meningkat di triwulan I-21. Dari sisi penawaran (supply side), tekanan inflasi terjadi akibat faktor musiman belum tibanya musim panen. Tercatat inflasi rata-rata kelompok makanan jadi di tahun 29 sebesar 8,84% (yoy). Setelah sempat sedikit menurun di triwulan IV-29, inflasi makanan jadi pada triwulan I 21 kembali meningkat menjadi sebesar 7,6% (yoy). Inflasi berikutnya terjadi pada kelompok perumahan sebesar 3,53% (yoy), dan kelompok bahan makanan sebesar 2,42% (yoy). Setelah selama tiga triwulan berturut-turut mengalami deflasi, kini kelompok transportasi mengalami inflasi sebesar 1,85% (yoy). Sebaliknya, kelompok pendidikan justru mengalami deflasi sebesar,13% (yoy) pada triwulan laporan. Inflasi tahunan tertinggi masih di dominasi oleh Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau. Sepanjang tahun 29, kelompok makanan jadi hampir selalu menjadi kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tertinggi. Tercatat inflasi rata-rata kelompok makanan jadi di tahun 29 sebesar 8,84% (yoy). Setelah sempat sedikit menurun di triwulan IV 29, inflasi makanan jadi pada triwulan I 21 kembali meningkat menjadi sebesar 7,6% (yoy). Tingginya inflasi pada kelompok makanan jadi disebabkan oleh tingginya inflasi subkelompok tembakau dan minuman beralkohol akibat adanya kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun 21. Penyaluran Perkembangan berbagai indikator perbankan pada triwulan I-21 kredit tumbuh menunjukkan perbaikan seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi positif seiring pasca gempa. Penyaluran kredit oleh bank umum di Sumatera Barat 1

7 Ringkasan Eksekutif berjalannya kegiatan ekonomi pasca gempa menunjukkan arah positif, meskipun masih relatif terbatas dan tumbuh melambat. Proses intermediasi perbankan umum di Sumatera Barat berlangsung dengan baik, seperti terlihat pada Loan-to-Deposit Ratio (LDR) yang terus melebihi 1%. Non-Perfoming Loan (NPL) bank umum secara keseluruhan masih relatif rendah, sedangkan NPL BPR masih perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan lebih. Sementara itu, perkembangan penghimpunan DPK bank umum syariah pada triwulan I-21 mampu mencatatkan pertumbuhan tinggi, disertai dengan jumlah pembiayaan yang kualitasnya relatif terjaga. Kredit MKM tumbuh melambat Penerimaan pemerintah meningkat Transaksi sistem pembayaran relatif stabil Perkembangan kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) terus mengalami pertumbuhan positif meskipun dengan arah melambat. Pertumbuhan kredit MKM bank umum pada triwulan I-21 sekitar 9,1% (yoy), relatif melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-29 yang mencapai 15,7%. Perlambatan ini bersumber dari penurunan penyaluran kredit mikro, yang berkontraksi sekitar 35,8% (yoy). Peningkatan terbesar terjadi pada penyaluran kredit kecil yang tumbuh tinggi dengan mencapai sekitar 44%. Membaiknya kondisi perekonomian pasca krisis dan pasca gempa meningkatkan penerimaan pemerintah. Penerimaan pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah mengalami peningkatan. Namun demikian, membaiknya realisasi pendapatan tersebut belum diikuti oleh optimalisasi realisasi belanja baik realisasi belanja APBN maupun belanja APBD. Perkembangan arus kas yang masuk dan keluar KBI Padang relatif stabil di awal tahun 21. Kegiatan pembayaran dengan menggunakan uang kartal tidak mengalami gejolak berarti pasca gempa, tercermin dari perkembangan arus kas yang stabil pada triwulan IV 29 s.d awal tahun 21. Sejak tahun 27 KBI Padang selalu mengalami net inflow, hal ini menunjukkan bahwa arus kas yang masuk ke Sumatera Barat selalu lebih banyak dibanding arus kas yang keluar. Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan mulai membaik Inflasi Kota Padang diperkirakan meningkat Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sumbar pasca gempa, mulai membaik. Dari jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia, hingga bulan Maret 21 tercatat hanya ada sebanyak 77 lowongan untuk pencari kerja yang ada. Namun demikian, meningkatnya jumlah pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumbar cukup memberi angin segar pada kondisi ketenagakerjaan Sumatera Barat pada umumnya. Tercatat sebanyak 419 orang telah diberangkatkan selama periode Jan-Mar 21. Sementara itu, kondisi kesejahteraan petani yang direfleksikan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) terus menunjukkan trend yang meningkat. Perekonomian Pada triwulan II-21 ekonomi Sumatera Barat diperkirakan semakin Sumatera Barat membaik dengan tumbuh pada kisaran 3,5±,5% seiring dengan Triwulan II- pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa. Tingkat konsumsi diperkirakan 21 kembali bergairah. Pergerakan indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) diperkirakan memasuki awal triwulan II-21 mulai memasuki area positif dengan tumbuh menanjak di atas angka 1. Pergerakan positif juga diikuti oleh Indeks sebesar Penghasilan Saat Ini. Beberapa faktor yang diperkirakan dapat turut 3,5±,5% mendongkrak konsumsi terkait dengan dilaksanakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pada akhir Juni 21 dilaksanakan 14 Pilkada secara serentak di Sumatera Barat. Selain itu, masuknya liburan sekolah pada pertengahan tahun 21 diperkirakan dapat semakin memperbaiki kinerja konsumsi rumah tangga. Inflasi Kota Padang pada triwulan II 21 diperkirakan berada pada kisaran 5,82±1% (yoy). Potensi kenaikan inflasi Kota Padang terbesar diperkirakan berasal dari kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebagai dampak dari kenaikan TDL. Kenaikan TDL diperkirakan akan 2

8 Ringkasan Eksekutif sebesar 5,82±1,% (yoy) memberikan kenaikan sumbangan inflasi Kota Padang sebesar,47%. Masuknya masa liburan sekolah dan persiapan menghadapi tahun ajaran baru yang jatuh di akhir tahun triwulan II 21 berpotensi mendorong inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Selain itu, pelaksanaan Pilkada Provinsi Sumatera Barat serta seluruh kab/kota di Sumatera Barat pada akhir Juni juga diperkirakan akan memberikan kontribusi terhadap pergerakan harga barang-barang konsumsi. 3

9 Ringkasan Eksekutif INDIKATOR Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat IV I II III IV I MAKRO IHK Kota Padang**) 116,3 116,8 114,53 117,72 118,41 119,62 Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) 12,68 9,21 2,8 3,5 2,5 3,5 PDRB - harga konstan (miliar Rp) 8.973, ,3 9.72, , , ,68 - Pertanian 2.136, , , , , ,89 - Pertambangan dan Penggalian 276,6 278,13 279,27 283,45 284,59 289,17 - Industri Pengolahan 1.14, , , , , ,75 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 13,56 17,51 18,99 11,33 14,39 17,33 - Bangunan 448,3 451,35 453,32 454,92 454,36 482,84 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.664, , , ,2 1.55, ,5 - Pengangkutan dan Komunikasi 1.266, , , , , ,87 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 466,92 467,87 469,74 475,74 481,55 487,66 - Jasa 1.471, , , , , ,66 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6,35 5,82 5,11 7,88,9 3,56 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** 321,22 251,85 34,1 328,58 3,59 23,66 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** 791,61 769,73 633,93 81,86 567,87 41,71 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** 36,52 1,6 6,8 14,79 17,38 25,82 Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** 78,44 41,62 23,31 4,94 79,73 69,6 PERBANKAN*** Bank Umum Total Aset (Rp triliun) 2,37 21,92 22,63 22,94 24,31 25,4 DPK (Rp Triliun) 14,86 15,72 15,69 15,48 17,15 15,44 - Tabungan (Rp Triliun) 6,88 6,31 6,67 6,94 4,5 4,23 - Giro (Rp Triliun) 3,6 4,58 4,1 4,68 8,62 6,67 - Deposito (Rp Triliun) 4,38 4,83 4,91 4,68 4,49 4,51 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 16,14 16,43 17,37 16,48 17,79 17,73 - Modal Kerja 6,71 6,58 6,85 5,91 6,42 6,37 - Investasi 2,82 3,1 3,41 3,13 3,67 3,67 - Konsumsi 6,61 6,83 7,11 7,43 7,69 7,69 - LDR (%) 18,61 14,53 11,72 16,96 13,68 114,82 NPL (gross, %) 1,69 2,6 2,5 2,37 4,6 4,27 Kredit UMKM (triliun Rp) Kredit Mikro (<Rp 5 juta) (triliun Rp) 4,79 4,67 4,59 4,22 4,29 3, Kredit Kecil (Rp 5 juta < X Rp 5 juta) (triliun Rp) 5,6 5,4 5,98 6,76 7,9 7,78 Kredit Menengah (Rp 5 juta < X Rp 5 miliar) (triliun Rp) 2,38 2,39 2,6 2,66 2,76 2,83 Total Kredit MKM (triliun Rp) 12,23 12,47 13,17 13,64 14,15 13,6 NPL MKM gross (%) 1,8 2,3 1,98 2,29 2,2 2,37 BPR Total Aset (Rp triliun),96,98 1,1 1, 1,1 1,9 DPK (Rp Triliun),58,63,63,61,72,71 - Tabungan (Rp Triliun),35,37,37,35,43,41 - Deposito (Rp Triliun),22,26,26,26,29,29 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek,65,7,74,74,75,77 - Modal Kerja,4,44,47,8,48,5 - Investasi,9,9,9,8,8,8 - Konsumsi,16,17,19,19,19,19 Kredit UMKM (triliun Rp),65,52,55,54,54,54 Rasio NPL Gross (%) 6,35 7,3 7,48 8,37 11,31 12,84 LDR (%) 123,35 115,19 118,62 123,9 14,48 18,54 Keterangan : * Angka PDRB Tw.I-21 merupakan proyeksi Bank Indonesia ** Menggunakan tahun dasar 27=1 *** Angka impor dan ekspor Tw. I-21 angka sementara, posisi Februari 21, open file *** Data Perbankan untuk Triwulan I-21 menggunakan posisi akhir Februari 21 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI - Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI 4

10 Persen BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Perekonomian Sumatera Barat secara bertahap mulai bergerak positif setelah mengalami tekanan akibat dampak gempa. Dampak gempa terhadap ekonomi Sumbar terlihat pada triwulan IV-29, dengan pertumbuhan yang hanya mencapai,9% (yoy) (Grafik 1.1). Namun demikian pertumbuhan ini relatif lebih baik dibandingkan perhitungan sebelumnya yang diperkirakan akan terjadi kontraksi,14%. Secara keseluruhan, pada tahun 29 ekonomi Sumbar tumbuh sebesar 4,16%, lebih baik dibandingkan perkiraan semula sebesar 3,92%. Pada triwulan I-21 perekonomian Sumbar diperkirakan tumbuh sebesar 3,56%. 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% 5.66% 6.29% 6.69% 6.35% 6.71% 6.58% 6.1% 6.44% 5.83% 5.1% 5.12% 3.56%.9% I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, dan Proyeksi KBI Padang Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat yoy rata-rata Sumbar Riau Jambi Kepri 29 I 29 II 29 III 29 IV 21 I Sumber: BPS, dan Proyeksi KBI Padang Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Zona Sumatera Bagian Tengah (yoy) Perekonomian Zona Ekonomi Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) 1 diperkirakan akan terus melaju seiring pembalikan ekonomi sejak kuartal akhir 29. Pada triwulan I-21 perekonomian Riau, Jambi dan Kepulauan Riau semakin bergairah dan menunjukkan peningkatan positif. Riau diperkirakan tumbuh sebesar 3,1%, kemudian Jambi 5,94% serta diikuti oleh Kepulauan Riau yang mampu mencatatkan pertumbuhan sekitar 7,5% (Grafik 1.2). Sementara itu, ekonomi Sumbar yang semula melewatkan momentum pembalikan ekonomi 1 Bank Indonesia membagi wilayah ekonomi Sumatera menjadi 3 Zona Ekonomi yaitu Zona Sumatera Bagian Utara (Aceh dan Sumut), Zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbar, Riau, Jambi, Kepri), dan Zona Sumatera Bagian Selatan (Sumsel, Babel, Lampung, Bengkulu). 5

11 Pertanian Industri Pengolahan Bangunan PHR Keuangan, Persewaan & Jasa Jasa-Jasa Persen Persen Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat seperti daerah-daerah lainnya di Zona Sumbagteng pada triwulan IV-29, diperkirakan mulai kembali melakukan pengejaran pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Permintaan Domestik Net Ekspor Q.1 29 Q.2 29 Q.3 29 Q.4 21 Q I II III IV I Sumber: BPS, dan Proyeksi KBI Padang Grafik 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan (yoy) Sumber: BPS, dan Proyeksi KBI Padang Grafik 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Penawaran (yoy) Baiknya kinerja permintaan eksternal menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I-21. Pasca gempa secara umum ekonomi Sumbar banyak terbantu oleh perkembangan permintaan eksternal, sehingga mampu mendorong ekonomi tetap tumbuh positif di tengah permintaan domestik yang masih lemah. Pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut diikuti oleh permintaan ekonomi dunia kembali meningkat. Kondisi ini disertai dengan pergerakan harga komoditas internasional seperti CPO dan karet yang terus menanjak. Hal ini memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor Sumbar dengan CPO dan karet sebagai komoditi unggulannya. Pada triwulan IV- 29 ekspor Sumbar tumbuh 11,91%, dan diperkirakan akan semakin melesat pada triwulan I-21 dengan tumbuh lebih dari 23% (Grafik 1.3). Akselerasi pertumbuhan ekspor ini cukup mengkompensasi pertumbuhan ekonomi domestik baik dari konsumsi dan investasi yang diperkirakan masih tumbuh relatif terbatas. Konsumsi rumah tangga mulai mengalami pemulihan dan secara perlahan kembali bergairah. Dampak gempa mengakibatkan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-29 anjlok hingga mengalami penurunan sebesar 4,43%. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya ruang dan pilihan konsumsi akibat masih banyaknya pasar maupun tempat usaha yang masih belum beroperasi. Memasuki triwulan I-21, kegiatan konsumsi mulai bergerak kembali. Indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Maret 21 sudah mendekati kembali area positif dengan posisi pada 97,75 (Grafik 1.5). Penyaluran kredit konsumsi mengalami peningkatan 12,44% (yoy) (Grafik 1.7) yang didorong oleh 6

12 Triliun Rupiah Miliar Rupiah Apr-7 May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Indeks Sepeda Motor (unit) Minibus (unit) Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat peningkatan pada kredit konsumsi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Apartemen (KPA) untuk tipe 7 m 2 (Grafik 1.8). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat kembali mengalokasikan konsumsinya untuk perbaikan tempat tinggal dan relokasi pemukiman yang menjauhi daerah rawan gempa dan tsunami Sepeda Motor 1 2 Minibus Sumber: Survei Konsumen, KBI Padang Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Sumatera Barat Sumber: DPKD, Sumbar Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Sepeda Motor di Sumatera Barat Total Kredit Konsumsi Rata-Rata Kredit Konsumsi Sumber: Sekda, BI Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi Lokasi Proyek Sumbar Sumber: Sekda, BI Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Konsumsi KPR dan KPA tipe 7 m 2 Lokasi Proyek Sumbar Mulai menggeliatnya konsumsi juga terlihat pada jumlah tabungan perseorangan di bank umum yang mengalami penurunan. Sebelumnya jumlah tabungan perseorangan mencapai puncaknya pada akhir 29 mencapai Rp 12,8 triliun (Grafik 1.9). Seiring dengan pulihnya kegiatan usaha, diikuti dengan berjalannya kembali konsumsi, terlihat pada jumlah tabungan perseorangan pada triwulan I-21 menurun menjadi Rp 11,1 triliun. Selain itu, tingkat penjualan kendaraan bermotor khususnya mini bus berada pada kecenderungan yang terus mengalami peningkatan (Grafik 1.6). 7

13 Q1-29 Q2-29 Q3-29 Q4-29 Q1-21* Miliar Rupiah Miliar Rupiah Jan-7 Feb-7 Mar-7 Apr-7 May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Mar-1 Triliun Rupiah Indeks Ton Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Posisi Tabungan Perorangan (sisi kiri) Indeks Penghasilan Saat Ini , 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Sumber: Survei Konsumen dan SEKDA, BI Grafik 1.9. Perkembangan Jumlah Tabungan Perseorangan Bank Umum di Sumbar dan Indeks Penghasilan Saat Ini Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.1. Perkembangan Konsumsi Semen di Sumbar 12% 1% 8% 6% 4% 2% 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Investasi properti (sisi kanan) Investasi agrobisnis Investasi lainnya % % Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan* Feb* Sumber: Sekda, BI Grafik Pertumbuhan (yoy) Kredit Investasi di Sektor Pertanian Lokasi Proyek di Sumbar Sumber: Sekda, BI Grafik Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum Lokasi Proyek di Sumbar (yoy) Kegiatan investasi mulai bergerak, sebagian besar terkait dengan pengeluaran investasi untuk pemulihan kegiatan usaha pasca gempa. Pertumbuhan investasi pada triwulan IV-29 terlihat pada perkembangan Produk Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 2,64%. Investasi mulai terlihat pada peningkatan kredit investasi, khususnya pada sektor properti (Grafik 1.12). Kondisi ini terkait dengan kebutuhan para pelaku usaha untuk membangun dan merenovasi tempat usahanya yang mengalami kerusakan akibat gempa. Pada triwulan I-21 peningkatan kredit investasi properti mengalami peningkatan lebih dari 3%, meskipun secara nominal nilainya hanya mencapai Rp 66,3 miliar. Peningkatan kredit investasi sangat terlihat di Kota Padang, sebagai daerah yang terkena dampak gempa terbesar (Grafik 1.13). Hasil liasion juga mengkonfirmasi bahwa investasi terjadi di tingkat perusahaan, seperti pada distributor kendaraan utama di Sumbar yang mengalami peningkatan pengeluaran investasi khusus untuk merekonstruksi gedung dengan biaya hingga Rp3,5 miliar. Di sisi lain, dana rehabilitasi dan rekonstruksi tahap I yang telah masuk melalui APBN di rekening 8

14 Miliar Rupiah Miliar Rupiah Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat pemerintah daerah, realisasi untuk pembangunan kembali prasarana jalan dan tata ruang pemukiman baru mencapai Rp 15,12 miliar dari total Rp 29,13 miliar yang dialokasikan (Grafik 1.14) Sumber: Sekda, BI Grafik Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum Lokasi Proyek Kab/Kota Sumbar 25 Q4.29 Q1.21* Pagu Realisasi Maret Prasarana Jalan dan Tata Ruang Pemukiman Sumber: TPT Rehab-Rekon BNPB Grafik Realisasi Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk Prasarana Jalan dan Tata Ruang Pemukiman Tahap I Momentum peningkatan harga CPO dan karet belum diikuti oleh peningkatan investasi di bidang agrobisnis. Beberapa pemain utama perkebunan kelapa sawit dan karet di Sumbar belum mampu merespon trend peningkatan harga CPO dan karet di pasar nasional untuk berinvestasi meningkatkan produksinya. PT Lembah Karet, sebagai pemain besar perkebunan karet di Sumbar berdasarkan hasil liasion belum melakukan investasi untuk ekspansi produksi karetnya. Hal ini terjadi karena lahan pertanian karet di Sumbar semakin berkurang. Begitu pula terjadi pada PT Incasi Raya, semakin terbatasnya lahan kelapa sawit tidak hanya di Sumbar melainkan juga di Sumatera, mendorong perusahaan berinvestasi untuk membuka lahan baru di luar wilayah Sumatera pada tahun 21. Situasi ini juga ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit investasi di sektor pertanian yang relatif stagnan (Grafik 1.12). Realisasi belanja pemerintah di Sumbar pada triwulan I-21 masih rendah seperti pola pada tahun-tahun sebelumnya. Realisasi belanja pemerintah pusat di Sumbar menurun 8,87% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan paling tajam terjadi pada kelompok belanja investasi sebesar 31,4% atau Rp 19,33 miliar. Hal yang sama juga terjadi pada realisasi belanja APBD Pemprov Sumbar yang baru tercapai sebesar 8,19%. Pendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I-21 dari sisi belanja pemerintah 9

15 Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan* Feb* Miliar Rupiah Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat diharapkan dapat terbantu melalui realisasi dana rehabilitasi dan rekonstruksi tahap I melalui APBN. Namun demikian, dari total sekitar Rp 313 miliar hingga Maret 21 baru terealisasi sekitar Rp 18,3 miliar. Realisasi tersebut digunakan untuk pelaksanaan pilot project rekonstruksi pemukiman melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) dengan difaslitiasi oleh Tim Pendamping Masyarakat (TPM). Relatif lambatnya realisasi tersebut karena dana rehabilitasi dan rekonstruksi yang sudah masuk ke rekening pemerintah untuk realisasinya harus mengikuti prosedur dan administrasi keuangan seperti biasa. 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Umum Sumbar 1.% 9.% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% I-26 I-27 I-28 I-29 I-21 Pangsa Belanja Operasional Total Belanja Belanja Investasi Pangsa Belanja Investasi Belanja Operasional Sumber: Depkeu, diolah Grafik Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sumbar - Net-ekspor Sumbar terus melejit seiring dengan pemulihan ekonomi global dan peningkatan harga komoditas di pasar internasional. Pertumbuhan net ekspor Sumbar pada triwulan IV-29 mencapai 34,25% (yoy). Pertumbuhan positif diproyeksikan terus berlanjut hingga triwulan I-21, seperti terlihat pada perkembangan nilai ekspor non migas Sumbar pada Februari 21 mencapai USD 128,78 juta, atau tumbuh 44,12% dibandingkan tahun lalu (Grafik 1.17). Tingginya pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan nilai ekspor CPO 41,99% dan karet 15,68% (Grafik 1.19). Peningkatan net ekspor dipicu oleh meningkatnya rata-rata harga CPO di pasar internasional dari semula USD 725,46/metric ton pada akhir 29 menjadi USD 791,26 pada akhir triwulan I-21 (Grafik 1.18). Begitupula pada rata-rata harga karet, yang meningkat dari USD283,14/kg menjadi USD 354,1/kg. Selain itu, pemulihan ekonomi pada beberapa negara mitra dagang utama ekspor juga turut menjadi pemicu tingginya kinerja net ekspor. Pada triwulan I-21 net ekspor diproyeksikan dapat tumbuh mencapai sekitar 6,72% (yoy). 1

16 Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Jan Feb Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Jan Feb Ribu USD Ton Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agt Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agt Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar ribu USD USD/kg USD/metric ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Ekspor Impor Trade Balance Rata-Rata Ekspor Per Tahun Karet (sisi kiri) CPO (sisi kanan) 1,4 1,2 1, Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Ekspor dan Impor Sumatera Barat Sumber: Bloomberg Grafik Perkembangan Rata-Rata Harga Internasional CPO dan Karet 3, 25, 2, 15, 1, 5, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Total Lemak, Minyak dan Malam Plastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Sumbar Total Lemak, Minyak dan Malam Plastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Sumbar Sektor pertanian mengalami pertumbuhan relatif tinggi, didorong oleh menggeliatnya subsektor tanaman perkebunan. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan I-21 diperkirakan dapat mencapai 6,41%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,87% (Grafik 1.21). Pertumbuhan tersebut terjadi seiring dengan kecenderungan peningkatan pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan dari 6,56% pada triwulan IV-29 menjadi 8,69% pada triwulan I-21. Hal ini tidak terlepas dari peran peningkatan harga komoditas unggulan sektor perkebunan, kelapa sawit dan karet, di pasar internasional. Indikator Nilai Tukar Petani (NTP) Tanaman Perkebunan Rakyat juga menunjukkan peningkatan, dari 125 pada akhir 29 menjadi 127,3 pada bulan Februari 21 (Grafik 1.22). Salah satu perusahaan perkebunan terbesar di Sumbar, PT Bakrie Sumatera Plantation, hingga akhir tahun 29 mencatatkan nilai dan volume penjualan CPO dan karet meningkat, dan peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan I-21 (Grafik 1.23 dan 1.24). 11

17 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Indeks Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 12.% 1.% 8.% Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Sektor Pertanian NTP Tanaman Pangan Hortikultura TPR 6.% % 1. 2.% 9..% I II III IV I II III IV I II III IV I % Sumber: BPS, dan Proyeksi KBI Padang Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Sumbar (yoy) Sumber: BPS Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar Sumber: PT Bakrie Sumatra Plantation Grafik Perkembangan Nilai Penjualan Produksi Karet dan CPO PT Bakrie Sumatra Plantation Sumber: PT Bakrie Sumatra Plantation Grafik Perkembangan Volume Penjualan Produksi Karet dan CPO PT Bakrie Sumatra Plantation Subsektor tanaman bahan makanan diperkirakan masih dapat tumbuh positif meskipun menghadapi sejumlah kendala. Mundurnya masa tanam padi menyebabkan mundurnya masa panen padi bagi sebagian petani. Informasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan menyatakan bahwa dampak el nino menyebabkan mundurnya masa tanam padi. Situasi juga diperburuk dengan tingginya intensitas hujan yang mengakibatkan sebagian hasil panen tidak maksimal karena tingginya kadar air pada padi. Kondisi ini berdampak pada stok di penggilingan menipis sehingga terjadi peningkatan rata-rata harga gabah kering panen (GKP) dari Rp 325,7/kg pada Desember 29 menjadi Rp 3389,5/kg pada Februari 21 (Grafik 1.25). Namun demikian, kinerja subsektor tanaman bahan makanan secara umum diperkirakan masih dapat relatif terjaga dengan melihat NTP Tanaman Pangan Desember 29-Februari 21 hanya mengalami sedikit penurunan dari 99,5 menjadi 99,43 (Grafik 1.22). Selain itu, berdasarkan Angka Ramalan I, optimisme produktivitas padi pada 21 juga masih terlihat, yaitu terjadinya peningkatan produktivitas padi dari semula 47,91 kuintal/hektar pada 29 menjadi 48,7 kuintal/hektar pada 21 (Grafik 1.26). 12

18 Jan-7 Feb-7 Mar-7 Apr-7 May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Unit May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Rp/Kg kuintal/hektar Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat ARAM I Sumatera Barat Riau Jambi Kepulauan Riau Sumber: BPS Grafik Perkembangan Rata-Rata Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Sumbar Sumber: Departemen Pertanian RI Grafik Perkembangan Produktivitas Padi 12.% 1.% 8.% 6.% Pick up Truck 4.% 2.%.% -2.% -4.% -6.% -8.% I II III IV I II III IV I II III IV I Sektor Industri Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Semen & Brg. Galian bukan logam Sumber: BPS, dan Proyeksi KBI Padang Grafik Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Sumbar (yoy) Sumber: DPKD, Sumbar Grafik Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor untuk Kegiatan Usaha di Sumbar Sektor industri pengolahan pada triwulan I-21 belum mengalami perbaikan signifikan. Kontraksi pada sektor industri pengolahan diperkirakan terus berlanjut. Pasca gempa, pada triwulan IV-29 mengalami kontraksi sebesar 3,1%, dan pada triwulan I-21 kontraksi tersebut masih terjadi dengan pertumbuhan sebesar -2,12% (Grafik 1.27). Determinan utama terjadinya kontraksi ini berasal dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dan subsektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, yang masing-masing pada triwulan I-21 tumbuh -2,4% dan -4,64% (yoy). Perkembangan subsektor industri semen dan barang galian bukan logam relatif stagnan, hanya tumbuh,21% (yoy). Hal ini terlihat pula oleh indikator penjualan kendaraan bermotor untuk keperluan kegiatan industri dan perkembangan impor bahan baku untuk industri olahan yang menunjukkan trend penurunan (Grafik 1.28 dan 1.29). Selain itu, kredit perbankan ke sektor industri juga masih tertahan, dan bahkan pada triwulan I-21 tumbuh sekitar -24% (yoy) (Grafik 1.3). 13

19 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Orang Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan* Feb* ribu USD (cif) ribu USD (cif) Miliar Rupiah Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 35, 3, 25, 2, 15, Bahan baku untuk industri (olahan) (sisi kiri) Bahan baku untuk industri (primer) (sisi kanan) 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 2,5 2, 1,5 1, 1, 5, 1,5 1, 5 5 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan* Feb** Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai Impor Bahan Baku Industri Sumbar 15.% 1.% 5.%.% -5.% -1.% -15.% -2.% I II III IV I II III IV I II III IV I Sektor PHR Sumber: BPS, dan Proyeksi BI Padang Perdagangan Besar & Eceran Hotel Restoran Grafik Perkembangan PDRB Sektor PHR Sumbar Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Sektor Industri Bank Umum Lokasi Proyek Sumbar 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Jumlah Wisman Pertumbuhan (yoy) 2.% 15.% 1.% 5.%.% -5.% -1.% Sumber: BPS Grafik Perkembangan Jumlah Wisman Melalui Bandara Internasional Minangkabau Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) masih mengalami pertumbuhan negatif. Sektor PHR merupakan sektor yang mengalami dampak besar akibat gempa. Pada triwulan IV-29 pertumbuhannya -6,71%, dan pada triwulan I-21 sektor ini sedikit mengalami perbaikan namun tak cukup mengangkatnya untuk berada area positif, yaitu tumbuh -3,51% (Grafik 1.31). Kontraksi terus berlanjut terutama pada subsektor hotel pada triwulan I-21 tumbuh -13,13%, atau tidak mengalami perbaikan berarti dari triwulan sebelumnya yang tumbuh -14,83%. Stagnasi subsektor ini memerlukan pemulihan relatif lama mengingat pembangunan kembali hotel-hotel yang rusak dan hancur akibat gempa membutuhkan investasi dan permodalan cukup besar. Di sisi lain jumlah wisatawan mancanegara (wisman) belum mencapai tingkat ke Sumbar seperti sebelum terjadi gempa. Data terakhir pada bulan Februari 21 jumlah wisman ke Sumbar tumbuh -52,22% dari orang pada Februari 29 menurun menjadi hanya 2.23 orang (Grafik 1.32). 14

20 Ribu Ton Triliun Rupiah Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 % Persen Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Kab. Sijunjung Kab. Tanah Datar Des 29 Jan 21 Feb Kab. Agam Kota Padang Kota Bukittinggi Sumber: BPS Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Sumbar Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Berbintang Kab/Kota di Sumbar Pemulihan di subsektor perdagangan mulai terlihat. Beberapa pusat perdagangan modern di Kota Padang yang semula terhenti akibat gempa sebagian mulai kembali beroperasi seperti Plaza Andalas. Selain itu pasar-pasar tradisional kembali berjalan meskipun sebagian beroperasi sebagai pasar darurat untuk sementara waktu menunggu proses rekonstruksi dan rehabilitasi berjalan. Kredit di sektor perdagangan yang disalurkan oleh bank umum dan BPR di Sumbar juga menunjukkan peningkatan, pada triwulan I-21 tumbuh sekitar 16% (yoy) (Grafik 1.36). Selain itu, arus barang perdagangan dalam negeri melalui pelabuhan Teluk Bayur juga mengalami peningkatan 7,2% dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 1.35). Dengan demikian, kontraksi pertumbuhan subsektor perdagangan diproyeksikan semakin berkurang, dari semula tumbuh -6,71% pada triwulan IV-29 menjadi -3,51% pada triwulan I PERDAGANGAN LUAR NEGERI PERDAGANGAN DALAM NEGERI JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR Sumber: PT Pelindo Grafik Perkembangan Arus Barang Perdagangan Dalam dan Luar Negeri melalui Pelabuhan Teluk Bayur Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Bank Umum dan BPR Lokasi Proyek Sumbar 15

21 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan 16

22 B O K S Kajian Ekonomi Zona Sumbagteng Tw.I-21 Ekonomi Zona Sumbagteng Mulai Kembali Bergairah Pertumbuhan ekonomi Zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) terus meningkat pada triwulan I-21. Pertumbuhan PDRB Zona Sumbagteng triwulan I-21 diperkirakan meningkat dari 3,8% (y-o-y) menjadi 4,3% (y-o-y). Akselerasi pertumbuhan ekonomi bersumber dari Provinsi Sumbar, Jambi, dan Riau. Kembali bergeraknya perekonomian Sumbar pasca gempa serta semakin pulihnya perekonomian global merupakan faktor pendorong optimisme perkiraan PDRB tersebut. Dari sisi permintaan, konsumsi tumbuh stabil didorong oleh keyakinan konsumen yang kuat dan daya beli yang meningkat. Pertumbuhan konsumsi terjadi pada semua daerah, kecuali Sumbar, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Pertumbuhan konsumsi paling tinggi terjadi di Kepulauan Riau (22,38%) dan Riau (7,89%). Investasi juga diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya optimisme dunia usaha serta rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa di Sumbar. Pertumbuhan ekspor diperkirakan kembali memasuki area positif semakin membaik ditopang oleh meningkatnya harga komoditas dan meningkatnya permintaan negara mitra dagang. Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah masih terbatas. Posisi dana Pemda di perbankan menunjukkan peningkatan pada awal tahun sebagaimana tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan tidak terdapat perubahan pola realisasi belanja pemerintah daerah meski dana perimbangan telah ditransfer lebih cepat oleh pemerintah pusat. Di sisi penawaran, peningkatan konsumsi direspon terutama oleh sektorsektor non-tradables. Sektor-Sektor non-tradables tumbuh tinggi pada triwulan I-21. Sektor bangunan tumbuh paling tinggi (8,73%), diikuti sektor angkutan dan komunikasi (7,83%), sektor jasa-jasa (7,38%), dan sektor keuangan (7,21%), dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (6,13%). Pertumbuhan yang tinggi pada sektor-sektor non tradables ini terjadi hampir pada semua provinsi, kecuali di Sumbar yang baru mulai recovery. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Zona Sumbagteng Sisi Permintaan (y-o-y) Komponen Permintaan Domestik 7.29% 8.65% 11.52% 1.57% 12.56% 7.81% 7.87% 6.55% 5.85% Konsumsi 9.7% 8.85% 9.59% 9.76% 8.17% 7.89% 9.57% 8.85% 8.72% Konsumsi Rumah Tangga 9.12% 9.4% 9.77% 1.16% 8.95% 7.99% 9.82% 8.9% 8.51% Konsumsi Pemerintah 8.79% 7.77% 8.56% 7.49% 3.56% 7.23% 8.4% 13.3% 9.85% Investasi 2.88% 8.14% 16.49% 12.65% 24.12% 7.6% 3.75%.79% -.73% PMTB 11.45% 13.15% 14.31% 12.25% 1.18% 8.94% 9.5% 9.55% 1.58% Perubahan Stok % 88.26% -6.49% 9.39% % 2.47% 71.86% 75.31% 271.6% Net Ekspor (Impor).67% 3.61% -3.85% -6.72% % -8.34% -9.87% -3.9% -.47% Ekspor 8.63% 1.4% 6.7% 1.58% -2.65% -2.85% -1.81% -.13% 3.67% Impor 16.62% 16.6% 15.25% 8.68% 7.37% 1.74% 4.42% 2.63% 6.54% PDRB 5.22% 7.12% 6.81% 5.36% 4.52% 3.8% 2.97% 3.76% 4.29% Sumber: BPS dan Proyeksi Bank Indonesia 21

23 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Persen (%) Inflasi tahunan Zona Sumbagteng kembali meningkat di triwulan I-21. Setelah sempat mengalami trend perlambatan sejak triwulan IV-28, inflasi Zona Sumbagteng mencapai titik balik di triwulan I-21. Inflasi Zona Sumbagteng yang sempat mencapai titik terendah dalam kurun waktu 1 tahun terakhir di triwulan IV-29 yaitu sebesar 1,93% (yoy), kini meningkat menjadi 2,58% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi Zona Sumbagteng disebabkan oleh mulai meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat, adanya pergerakan harga komoditas di pasar internasional, kondisi cuaca yang kurang kondusif serta faktor mundurnya musim tanam dan panen padi. Pergerakan inflasi Zona Sumbagteng masih searah dengan pergerakan inflasi nasional. Secara umum, inflasi Zona Sumbagteng selalu bergerak searah dengan inflasi nasional. Bahkan, sejak tahun 28 inflasi Zona Sumbagteng cenderung berada di bawah level inflasi nasional kecuali pada triwulan I-29 dimana inflasi Zona Sumbagteng sedikit berada di atas inflasi nasional. Pada triwulan I-21, inflasi Zona Sumbagteng tercatat sebesar 2,58% (yoy) sedangkan inflasi Nasional sebesar 3,81% (yoy). 2. Nasional Zona Sumbagteng Sumber: BPS Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Nasional dan Zona Sumbagteng Pertumbuhan ekonomi di Zona Sumbagteng pada triwulan II-21 diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran 4,18±,9%. Dari sisi permintaan, konsumsi tetap menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan. Diperkirakan pertumbuhan konsumsi semakin melesat terkait dengan pelaksanaan Pilkada serentak di berbagai daerah. Selama triwulan II-21 diperkirakan cukup memberi ruang bagi pelaku ekonomi di sektor perkebunan untuk merespon momentum trend peningkatan harga komoditas internasional melalui ekspansi produksi. Tabel 1.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Zona Sumbagteng (%, y-o-y) P 2P Sumatera Bag. Tengah ,18 ±,9 1 Sumatera Barat ,5 ±,5 2 Riau ,3 ± 1 3 Kepulauan Riau ,3 ± 1 4 Jambi ,8 ± 1 Sumber: BPS dan Proyeksi Bank Indonesia

24 Bab 3 : Inflasi BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Setelah berada pada kisaran rendah dan stabil sepanjang tahun 29, inflasi kota Padang kembali meningkat di triwulan I-21. Dari sisi penawaran (supply side), tekanan inflasi terjadi akibat faktor musiman belum tibanya musim panen komoditas bahan pangan, adanya kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif cukai rokok dan HPP Gabah Kering Panen, serta pengaruh pergerakan harga internasional. Sementara itu di sisi permintaan (demand side), meningkatnya inflasi didorong oleh peningkatan permintaan khususnya barang-barang yang terkait dengan rehab-rekon pasca gempa Perkembangan Inflasi Kota Padang Faktor musiman belum masuknya musim panen serta adanya faktor eksternal berupa pengaruh harga internasional turut memberikan pengaruh negatif terhadap pembentukan tingkat inflasi Kota Padang. Belum masuknya musim panen beberapa komoditas pangan terutama beras telah memberikan kontribusi terhadap pergerakan harga beras di Kota Padang. Hal tersebut diperburuk oleh kondisi cuaca yang sering turun hujan sehingga pasca panen menjadi tidak maksimal. Akibatnya, pasokan bahan pangan terutama beras ke beberapa sentra pasar di Kota Padang menjadi terbatas. Selain itu, trend peningkatan harga komoditas di pasar internasional, telah berdampak pada naiknya harga komoditas yang bersangkutan di pasar domestik seperti yang terjadi pada komoditas gula pasir dan minyak goreng. Adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah Kering Panen (HPP GKP) sebesar 1% serta adanya kenaikan tarif cukai rokok yang diberlakukan sejak awal tahun 21, juga ikut mendorong inflasi pada triwulan laporan. Inflasi tahunan Kota Padang triwulan I 21 tercatat sebesar 3,5 persen dengan inflasi tahun kalender sampai dengan Maret 21 sebesar 1,2 persen. Beberapa proyek terkait rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa turut mendorong peningkatan inflasi di triwulan I 21. Pelaksanaan rehabilitasi dan 17

25 persen (%) Bab II : Perkembangan Inflasi Regional rekonstruksi pasca gempa Sumbar telah di mulai pada Februari 21. Beberapa proyek seperti pembangunan kembali rumah, gedung dan perkantoran memberikan tekanan terhadap pergerakan harga kelompok perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar. Peningkatan harga didorong oleh meningkatnya kebutuhan material untuk pembangunan kembali berbagai infrastruktur. Inflasi Kota Padang kembali berada di bawah level inflasi Nasional. Meskipun mengalami kecenderungan meningkat, inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan laporan masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,43% (yoy). Inflasi Kota Padang yang cenderung berada di atas level inflasi nasional sejak tahun 24, kini berangsur-angsur mendekati pergerakan inflasi nasional. Bahkan, pada triwulan II dan IV tahun 29 serta triwulan I 21 ini, inflasi Kota Padang tercatat lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional. 2 BBM Naik 15 BBM Naik 1 5 Tw I Tw I Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw Tw IV Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV III* Nasional 8,81 7,42 9,6 17,1 15,7 15,5 14,5 6,6 6,52 5,77 6,95 6,59 8,16 11, 12,1 11, 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 Padang 12,5 8,35 11,6 2,4 14,1 16,4 14,4 8,5 1,7 7,79 9, 6,9 7,59 12,6 13, 12,6 9,21 2,8 3,55 2,5 3,5 Grafik 2.1: Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (y-o-y) 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga Kenaikan laju inflasi terjadi di seluruh kota di Zona Sumbagteng. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi di Kota Jambi yaitu dari 2,49 persen (yoy) di triwulan IV 29, menjadi 3,79 persen (yoy) di triwulan I 21. Sebaliknya, kenaikan inflasi tahunan terendah terjadi di Pekanbaru yaitu dari 1,94 persen (yoy) menjadi 2,26 persen (yoy). Secara triwulanan, inflasi tertinggi terjadi di Kota Batam yaitu sebesar 1,72 persen (qtq), diikuti oleh Jambi sebesar 1,53 persen (qtq) dan Padang sebesar 1,2 persen (qtq). 18

26 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I persen (%) TAHUN DASAR 27 = 1 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Secara bulanan, hanya Kota Batam yang mengalami inflasi di bulan Maret 21. Di penghujung triwulan I 21, hampir seluruh kota di Zona Sumbagteng mengalami deflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Padang sebesar,73 persen (mtm) diikuti oleh Pekanbaru (,34 %; mtm), Tanjung Pinang (,28 %; mtm), Dumai (,13 %; mtm), dan Jambi (,5 %; mtm). Sebaliknya, satu-satunya kota di Zona Sumbagteng yang mengalami inflasi adalah Batam sebesar,25 % (mtm). Inflasi tahunan hampir seluruh kota di Zona Sumbagteng berada di bawah inflasi Nasional kecuali Jambi. Pada triwulan laporan, inflasi hampir seluruh kota di Zona Sumbagteng berada di bawah inflasi nasional seperti inflasi Kota Padang yang sebesar 3,5 persen (yoy), Batam (2,97%; yoy), Pekanbaru (2,26%; yoy), Tj. Pinang (1,92%; yoy), dan Dumai (1,81%; yoy). Sementara itu, inflasi Kota Jambi yang tercatat lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sejak triwulan II 29, kini kembali berada di atas level inflasi nasional yaitu sebesar 3,79% (yoy). 3, 25, 2, 15, 1, 5,, Padang Pekanbaru Bengkulu Jambi Batam Nasional Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Propinsi Tetangga (y-o-y) Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa Inflasi tahunan tertinggi masih di dominasi oleh Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau. Sepanjang tahun 29, kelompok makanan jadi hampir selalu menjadi kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tertinggi. Tercatat inflasi rata-rata kelompok makanan jadi di tahun 29 sebesar 8,84% (yoy). Setelah sempat sedikit menurun di triwulan IV 29, inflasi makanan jadi pada triwulan I 21 kembali meningkat menjadi sebesar 7,6% (yoy). Inflasi berikutnya terjadi pada kelompok perumahan sebesar 3,53% (yoy), dan kelompok bahan makanan sebesar 2,42% (yoy). Setelah selama tiga triwulan berturut-turut 19

27 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional mengalami deflasi, kini kelompok transportasi mengalami inflasi sebesar 1,85% (yoy). Sebaliknya, kelompok pendidikan justru mengalami deflasi sebesar,13% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. I Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* UMUM / TOTAL 7,59 12,67 13, 12,68 9,21 2,8 3,55 2,5 3,5 Bahan Makanan 9,51 23,2 21,9 21,26 11,35 1,33 7,5,6 2,42 Makanan Jadi 1,57 14,4 12,94 13,73 13,35 7,6 8,41 6,53 7,6 Perumahan 6,89 8,18 9,67 8,1 5,95 3,7,43 2,93 3,53 Sandang 8,84 4,47 5,57 5,69 6,89 5,41 4,14 4,42,58 Kesehatan 9,29 7,66 6,45 4,87 4,61 2,46 1,67 1,1,8 Pendidikan 3,4 3,3 8,93 9,1 8,99 8,18,62,16 -,13 Transportasi & Komk 1,77 9,79 1,29 1,5 7,42-1,89-1,65-1,4 1,85 Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-28 menggunakan tahun dasar 27=1 Secara triwulanan, kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan juga mendominasi inflasi periode laporan. Meskipun relatif lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,5% (qtq), inflasi kelompok makanan jadi pada triwulan laporan adalah yang tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Inflasi kelompok makanan jadi tercatat sebesar 1,85% (qtq) sedangkan inflasi kelompok bahan makanan sebesar 1,16% (qtq). Sebaliknya, kelompok sandang dan pendidikan mengalami deflasi masing-masing sebesar,33% (qtq) dan,11% (qtq). Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. I Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* UMUM / TOTAL 4,35 4,74 2,4 2,7,4-1,34 2,79,59 1,2 Bahan Makanan 9,58 3,4 2,31 4,62 -,64-4,72 8,9-1,68 1,16 Makanan Jadi 1,81 5,96,9 4,31 1,34,38 2,17 2,5 1,85 Perumahan 2,37 3,25 2,82,3,3 -,8,19 2,79,61 Sandang 3,84-1,12 2,13 1,49 3,48-1,73,9 1,77 -,33 Kesehatan 1,17 2,47,9,73,7,11,12,17,22 Pendidikan,65,89 7,4,5,18,4 -,1,5 -,11 Transportasi & Komk,72 11,89,37 -,93-1,46,13,61 -,31 1,42 Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-28 menggunakan tahun dasar 27=1 Pada kelompok makanan jadi, inflasi triwulanan tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Setelah relatif rendah di sepanjang tahun 29, subkelompok tembakau dan minuman beralkohol kembali meningkat menjadi sebesar 4,53% (qtq). Sebaliknya, inflasi subkelompok minuman yang tidak beralkohol yang mendominasi inflasi di sepanjang tahun 2

28 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional 29, kini mulai menurun dan relatif rendah menjadi sebesar,53% (qtq). Demikian juga dengan inflasi subkelompok makanan jadi yang turun dari 3,57% (qtq) di triwulan IV 29 menjadi 1,9% (qtq) di triwulan I 21. Tingginya inflasi subkelompok tembakau dan minuman beralkohol dipicu oleh adanya kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun 21. Kenaikan tarif cukai rokok yang diberlakukan sejak awal tahun 21 bervariasi dari Rp15 hingga Rp35 per batang. Kenaikan ini disesuaikan dengan jenis produksi rokok yang dihasilkan seperti untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan I dan II, dengan kenaikan rata-rata sebesar Rp2 per batang sedangkan Sigaret Putih Mesin (SPM) I sebesar Rp35 dan SPM II sebesar Rp28 per batang. Untuk Sigaret Kretek tangan (SKT) I, II dan III kenaikan sebesar Rp25 per batang. Kenaikan tarif cukai rokok, dilakukan pemerintah selain untuk membendung pertumbuhan produsen rokok skala kecil yang telah meroket dari 6 produsen pada tahun 1998 menjadi lebih dari 3. perusahaan pada tahun 29 serta untuk mencapai target penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 21. Bujet penerimaan dari sektor cukai hasil tembakau diperkirakan dapat mencapai Rp 55,9 triliun 1. Masih tingginya harga gula pasir mendorong pergerakan inflasi di subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Hasil SPH KBI Padang menunjukkan bahwa harga gula pasir di Kota Padang mencapai puncaknya sejak minggu terakhir Desember 29 yaitu sebesar Rp12./kg. Jika dibandingkan rata-rata harga bulan Maret 21 dengan harga pada bulan Desember 29, maka harga gula pasir tercatat masih mengalami kenaikan sebesar 16,79%. Menurunnya produktivitas gula dalam negeri membuat stok gula tidak mencukupi sehingga pemerintah masih menggantungkan pasokan melalui impor dari berbagai negara seperti Thailand. Jika sesuai jadwal, PTPN dan pabrik gula PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) baru akan mendatangkan gula impor pada bulan Maret. Meskipun masih relatif kecil, namun sejak awal Maret 21, harga gula pasir di kota Padang sudah berhasil turun sebesar Rp25 per kg menjadi Rp11.75 per kg Januari 21 21

29 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II* TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,68 6,28,9 4,31 1,34,38 2,17 2,5 1,85 Makanan Jadi 2,9 7,57 1,57 4,93,3,16 1,59 3,57 1,9 Minuman yang Tidak Beralkohol 1,5 3,16,78 2,16 6,12 1,51 6,69 2,36,53 Tembakau dan Minuman Beralkohol -,67 5, -,57 3,95 1,35,31 1,3, 4,53 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Inflasi kelompok bahan makanan yang sempat mereda di triwulan IV 29 sebesar,6% (qtq), kini kembali meningkat menjadi sebesar 2,42% (qtq). Faktor musiman berakhirnya musim panen komoditas bahan pangan, memaksa inflasi kelompok bahan makanan terutama yang berasal dari subkelompok padipadian, umbi-umbian dan hasilnya kembali meningkat. Meskipun mengalami peningkatan inflasi, sebagian besar subkelompok yang ada justru mengalami deflasi. Beberapa subkelompok yang tercatat mengalami inflasi cukup tinggi adalah subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya sebesar 1,98% (qtq); dan subkelompok sayur-sayuran sebesar 7,15% (qtq). Sebaliknya, subkelompok yang mengalami deflasi cukup besar adalah subkelompok bumbubumbuan sebesar 17,16% (qtq); dan subkelompok buah-buahan sebesar 3,3% (qtq). Inflasi kelompok bahan makanan didorong oleh tingginya inflasi subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada triwulan laporan, subkelompok padi-padian tercatat mengalami inflasi sebesar 1,98% (qtq). Komoditas yang dominan memberikan sumbangan terhadap pembentukan inflasi kelompok bahan makanan terutama subkelompok padi-padian adalah beras. Hasil SPH KBI Padang menunjukkan bahwa harga beras di bulan Maret 21 untuk kualitas I naik rata-rata sebesar 4-5 persen dibandingkan posisi harga rata-rata bulan Desember. Beras kualitas II naik sebesar 14 persen dan beras kualitas III naik sebesar persen. Faktor musiman belum masuknya musim panen serta kondisi cuaca yang kurang baik telah menyebabkan pasokan beras ke berbagai sentra perdagangan menurun. Pasokan untuk pemenuhan kebutuhan saat ini banyak bergantung dari hasil musim panen sebelumnya. Sementara itu, tingginya intensitas hujan menyebabkan berkurangnya hasil panen padi sebagian besar petani. Kondisi cuaca yang sering hujan menyebabkan buah padi yang hendak 22

30 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional dipanen menjadi tidak maksimal karena mengandung banyak air. Akibatnya hasil panen padi yang masuk ke beberapa pasar di Kota Padang menjadi berkurang. Selain itu, menurut Kepala Pusat Humas Kementerian Perdagangan dalam siaran persnya menyatakan bahwa kenaikan harga beras yang terjadi sejak awal tahun disebabkan oleh 7 faktor yakni pertama karena pengaruh psikologis kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tahun 21 sebesar 1 persen, sesuai dengan Inpres No.7 Tahun 29 tentang Kebijakan Perberasan. Kedua, mundurnya masa tanam yang mengakibatkan mundurnya panen, sehingga masa paceklik menjadi lebih panjang. Ketiga, beras bersubsidi (rasdi) yang belum berjalan penuh atau optimal. Keempat, ekspektasi pedagang karena gencarnya berita tentang kenaikan harga beras dunia. Kelima, spekulasi kenaikan harga pupuk yang diperkirakan akan diberlakukan mulai April 21. Keenam, hambatan transportasi akibat gangguan cuaca. Serta ketujuh, stok petani, penggilingan dan pedagang relatif menipis 2. Intensitas hujan yang tinggi telah membuat beberapa komoditas sayur mengalami kenaikan harga. Curah hujan yang tinggi dan tidak menentu terkadang disertai oleh angin kencang sejak awal tahun 21, telah membuat beberapa komoditas sayuran mengalami penurunan produktivitas. Beberapa jenis sayuran yang tersedia juga kurang baik hasilnya karena kondisi cuaca yang menyebabkan tanaman cepat membusuk. Inflasi subkelompok sayuran pada triwulan I 21 ini tercatat mencapai 7,15% (qtq). Terus membaiknya harga CPO di pasar internasional ikut mendorong naiknya harga minyak goreng domestik. Adanya peningkatan permintaan CPO dari China dan India sejak akhir 29 lalu telah membuat harga CPO kembali meningkat. Hal ini berimbas pada kenaikan harga minyak goreng dalam negeri terutama harga minyak goreng curah. Hasil SPH KBI Padang menunjukkan bahwa harga minyak goreng curah pada bulan Maret 21 meningkat sebesar 19,33 % dibandingkan rata-rata harga bulan Desember 29. Sementara itu, jika dibandingkan dengan posisi bulan Maret 29, harga minyak goreng curah naik sebesar 7,7%. Disisi lain, adanya penghapusan PPn DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) juga turut memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga minyak goreng di tahun 21 ini Januari 21 23

31 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Subkelompok bumbu-bumbuan kembali mengalami deflasi yang cukup dalam yaitu sebesar 17,16% (qtq). Berdasarkan data yang ada, tampak bahwa pergerakan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan sangat fluktuatif. Hal ini cukup mengkhawatirkan terutama karena subkelompok ini memiliki sumbangan yang cukup besar terhadap pergerakan inflasi kelompok bahan makanan bahkan inflasi secara keseluruhan. Pergerakan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan didominasi oleh komoditas cabe merah yang memili porsi besar terhadap pola konsumsi masyarakat minagkabau. Data SPH KBI Padang menunjukkan bahwa rata-rata harga cabe merah di bulan Maret 21 mengalami penurunan cukup besar yaitu sebesar 36,41% dibandingkan rata-rata harga di bulan Desember 29. Harga rata-rata cabe merah di bulan Maret 21 sebesar Rp13.1/kg sementara di bulan Desember 29 sebesar Rp2.6/kg. Bahkan pada bulan januari dan februari 21, harga cabe merah sempat mencapai Rp25.594/kg. Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II* TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Bahan Makanan 8,2 4,7 2,31 4,62 -,64-4,72 8,9-1,68 1,16 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 1,9,5,39 4,89 9,88-8,74 -,7 3,36 1,98 Daging dan Hasil-hasilnya 7,9 4,59 2,23 3,3,54 2,9,45 -,89 1,82 Ikan Segar 6,5 1,37 4,5 3,41 3,9-6,56 3,91,92 -,47 Ikan Diawetkan 11,83 1,28 7,14 7,31-3,25 1,74-1,75 1,7 -,4 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 4,11 5,87 8,26-1,42 -,96,6 4,45-1,75 -,24 Sayur-sayuran 4,21 8,87 1,3 -,99,9-12,67 5,64 2,65 7,15 Kacang - kacangan 3,93 3,7 5,4-1,64,64 -,37,77-9,46 -,11 Buah - buahan 3,2 22,53 4,25 3,6-6,38 9,35 1,97-5,75-3,3 Bumbu - bumbuan 9,33-6,99-8,58 25,27-19,96-13,93 76,92-17,2-17,16 Lemak dan Minyak 15,77 8,26 1,29-1,15-6,81,17-1,5 6,6,41 Bahan Makanan Lainnya 1,41 3,,9 1,1-2,4,97,22,,45 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Adanya inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar disebabkan masih berjalannya proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa Sumbar 3 September 29 silam. Pada bulan Januari 21, Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang Permukiman Sumbar sudah menerima SK Gubernur tentang Penetapan Kuasa Pengguna Anggaran. Pada tahap pertama, anggaran sebesar Rp 313 milyar akan difokuskan untuk perbaikan jalan dan jembatan. Sementara itu, pembangunan gedung-gedung pemerintah diperkirakan akan berjalan bulan Juni 21. Pada bulan Maret diharapkan pembersihan puing-puing bangunan selesai dilaksanakan. Sementara itu, penyaluran stimulan perumahan baru akan diberikan setelah ada kepastian dan jaminan dari pemerintah daerah bahwa tidak ada gejolak di tengah-tengah 24

32 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional masyarakat. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi selain dilaksanakan oleh Pemprov Sumbar juga dilakukan melalui program-program yang dilaksanakan kementerian/lembaga atas usulan Pemprov Sumbar. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar masih didominasi oleh subkelompok biaya tempat tinggal. Pada triwulan laporan, inflasi subkelompok biaya tempat tinggal tercatat kembali meningkat sebesar 1,1% (qtq). Meningkatnya kebutuhan akan material untuk pembangunan kembali berbagai infrastruktur seperti rumah, gedung dan perkantoran, memberikan tekanan terhadap pergerakan harga subkelompok biaya tempat tinggal seperti batu bata, besi beton, pasir, semen, dan tukang bukan mandor. Dari laporan NGO dan pemerintah daerah yang disampaikan ke Pemprov Sumbar, beberapa proyek pembangunan infrastruktur pendidikan dan kegiatan pemulihan sosial telah selesai dilaksanakan. Salah satu laporan dari Australian Agency for Internasional Development (AusAID) menunjukkan, sudah dan akan membangun 2 sekolah senilai 5.. dollar Australia (sekitar Rp41 Miliar). Sekolah Dasar (SD) yang mendapat bantuan dari AusAID di Padang adalah SDN 1 Koto, SDN 34 Kuranji, SDN 15 Koto Gadang, SDN 33 Kalumbuk, SDN 9 Kayu Aro, SDN 16 Tanjung Aur, SDN 14 Tabing Bandar Gadang. Sementara itu di Pariaman adalah SDN 8 Toboh Palabah, SDN 1 Koto Marapak, SDN 14 Cubadak Air, SDN 2 Kajai, SDN 12 Sirambang. Selain itu untuk sektor kesehatan, telah dibangun 7 unit puskesmas serta dilakukan renovasi terhadap 2 unit puskemas yang mengalami kerusakan 3. Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II* TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 1,97 2,71 2,82,3,3 -,8,19 2,79,61 Biaya Tempat Tinggal 2,37 4,45,7,41 -,6 -,15,38 4,72 1,1 Bahan Bakar, Penerangan dan Air,56-1,31 8,99 -,24 -,32,3 -,8,69, Perlengkapan Rumahtangga 5,38 6,64 2,37 1,83 1,49,2 1,42,11 -,1 Penyelenggaraan Rumahtangga 1,94 2,39,61,28,61 -,4-1,14 -,5,9 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Deflasi yang terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi pada triwulan IV 29 kini mulai berbalik arah. Inflasi kelompok transpor dan komunikasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,42% (qtq). Inflasi kelompok April

33 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional transpor dan komunikasi didominasi oleh subkelompok transpor sebesar 1,85% (qtq) diikuti oleh subkelompok sarana dan penunjang transpor sebesar,49% (qtq). Telah masuknya musim dingin di belahan bumi utara khususnya Amerika Serikat mendorong permintaan untuk bahan bakar kembali meningkat. Permintaan energi yang semakin tinggi ini membuat harga minyak mentah kembali naik hingga di atas USD 8 per barrel di akhir triwulan I-21. Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II* TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan,95 9,63,37 -,93-1,46,13,61 -,31 1,42 Transpor 1,22 18,,24-2,34-2,2,86 1,69 -,43 1,85 Komunikasi Dan Pengiriman,6-13,92, 4,91, -2,73-3,75,, Sarana dan Penunjang Transpor,4,74 1,91, 2,79,,9,21,49 Jasa Keuangan 4,21, 3,62,,,,44,, Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar Inflasi Kota Bukittinggi 4 Sejalan dengan pergerakan inflasi Kota Padang, inflasi tahunan Kota Bukittingi pada triwulan I 21 mengalami peningkatan. Inflasi tahunan kota Bukittinggi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,51% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,4% (yoy). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang sebesar 11,14% (yoy) dengan andil,71%; diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau sebesar 9,14% (yoy) dengan andil 1,59%; kelompok kesehatan sebesar 5,93% dengan andil,25%; kelompok perumahan, listrik, gas & bahan bangunan sebesar 3,55% dengan andil,74%; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 1,1% dengan andil,7%; serta kelompok bahan makanan sebesar,54% (yoy) dengan andil,15%. Sementara itu, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan tidak mengalami perubahan indeks. Inflasi tahunan Kota Bukittinggi berada di atas inflasi Kota Padang dan inflasi Nasional. Sejak triwulan IV 29, inflasi Kota Bukittinggi cenderung berada di atas inflasi Kota Padang dan Nasional yang berada dikisaran 2%. Inflasi Kota Bukittinggi pada triwulan IV 29 tercatat sebesar 3,4% (yoy). Tingginya inflasi 4 Bank Indonesia (BI) Padang dan BPS Provinsi Sumatera Barat bekerjasama melakukan penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) dan inflasi Kota Bukittinggi. Nilai konsumsi masyarakat Kota Padang hasil SBH 27 digunakan sebagai referensi (sister city) dalam menyusun paket komoditas (commodity basket) dan diagram timbang yang akan digunakan untuk menghitung IHK dan inflasi Kota Bukittinggi. Dari hasil pendekatan terpilih sebanyak 3 jenis barang/jasa yang menjadi paket komoditas penghitungan IHK Kota Bukittinggi. 26

34 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Kota Bukittinggi ini berlanjut hingga triwulan I 21 dimana pada triwulan ini Kota Padang dan Nasional berturut-turut mencatatkan inflasi sebesar 3,5% (yoy) dan 3,42% (yoy) sedangkan Kota Bukittinggi sebesar 3,51% (yoy). Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi Menurut Kel. Barang dan Jasa KELOMPOK/ SUBKELOMPOK IHK Maret 21 Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahun Kalender (ytd) Inflasi Tahunan (yoy) Umum 116,5-1,1,84 3,51 1 Bahan Makanan 124,45-4,34 1,6,54 2 Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 118,1,72 2,26 9,14 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 11,87,24,4 3,55 4 Sandang 123,58,9 -,57 11,14 5 Kesehatan 118,88,25 1,15 5,93 6 Pendidikan, rekreasi, dan olahraga 11,9,3 -,4 1,1 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 19,73,2,29, Tiga bulan pasca gempa Sumbar, pergerakan inflasi bulanan Kota Bukittinggi tidak searah dengan inflasi Kota Padang. Pada bulan Oktober 29 atau satu bulan pasca gempa, inflasi Kota Padang merupakan yang tertinggi secara nasional yaitu sebesar 1,78% (mtm). Sebaliknya, Kota Bukittinggi justru mengalami deflasi sebesar 1,11% (mtm). Deflasi Kota Bukittinggi ini didorong oleh deflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 1,31% (mtm), kelompok transpor,14% (mtm), dan kelompok pendidikan sebesar,1% (mtm). Dua bulan pasca gempa, ketika Kota Padang mengalami deflasi selama dua bulan berturut-turut Kota Bukittinggi justru mengalami inflasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh minimnya dampak gempa yang terjadi di Kota Bukittinggi sehingga aktivitas ekonomi yang ada di daerah tersebut cenderung tidak mengalami kendala. Hal tersebut juga terlihat dari pergerakan inflasi Kota Bukittinggi yang relatif searah dengan pergerakan inflasi nasional MAR '9 APR '9 MEI '9 JUN '9 JUL '9 AGT '9 SEP '9 OKT '9 NOV '9 DES '9 JAN '1 FEB '1 MAR '1 Inflasi Kota Bukittinggi Inflasi Kota Padang Inflasi Nasional Grafik 2.3: Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi, Kota Padang & Nasional (y-o-y) 27

35 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Halaman ini sengaja dikosongkan 28

36 B O K S Menuju Legalisasi TPID Sumatera Barat Pasca pertemuan dengan Kepala Biro Perekonomian Sumbar serta dukungan penuh dari Gubernur Sumbar, pembentukan Tim Pengelolaan Inflasi Daerah Sumbar hanya menunggu waktu. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang mulai dirintis sejak tahun 28 kini telah terbentuk di 38 propinsi di seluruh Indonesia. Sumbar merupakan salah satu propinsi yang hingga kini belum memiliki TPID. Mengingat pentingnya peran TPID dalam mewujudkan inflasi yang rendah dan stabil maka pemprov Sumbar melalui Kepala Biro Perekonomian telah menyetujui untuk meningkatkan kelembagaan forum diskusi inflasi yang telah ada. Dengan pertimbangan perlunya membangun awareness stakeholders di daerah terlebih dahulu, disepakati bahwa nama tim yang akan terbentuk adalah Tim Pengelolaan Inflasi Daerah. Menanggapi pernyataan pengamat ekonomi, Aviliani, SE, M.Si. dalam acara Sambung Rasa Gubernur Sumbar dengan dunia perbankan dan dunia usaha pada tanggal 3 Maret 21 tentang pentingnya peran TPID dalam membantu mengendalikan pergerakan harga di daerah, Gubernur Sumbar menginstruksikan untuk segera membentuk tim pengendali inflasi. Dengan dukungan Gubernur Sumbar inilah maka tidak lama lagi TPID Sumbar akan segera diresmikan. Saat ini proses pembentukan tim telah memasuki tahap penyusunan SK Gubernur. Untuk pertama kalinya Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (RAKORNAS TPID) diselenggarakan di Bali pada tanggal 12 April 21. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 38 TPID yang telah terbentuk dari seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana dikutip dari Laporan Pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (RAKORNAS TPID) I Tahun 21 yang disusun oleh, Kemenko Bidang Perekonomian dan Bank Indonesia, terdapat beberapa kesimpulan terkait pelaksanaan RAKORNAS yaitu: 1. Kestabilan harga yang tercermin dari inflasi yang rendah dan stabil sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam hal ini, inflasi daerah memiliki peran yang strategis. Namun, pengendalian inflasi daerah masih menghadapi berbagai tantangan terutama terkait kendala pasokan dan distribusi serta struktur pasar yang terdistorsi. 2. Kendala pasokan dan distribusi muncul antara lain terkait kondisi geografis ditengah infrastruktur yang masih terbatas. Selain itu, problema struktur pasar yang terdistorsi menghambat upaya penurunan inflasi karena terjadi keengganan penurunan harga (kekakuan harga). 3. Salah satu komoditas yang perlu dijaga pasokan dan distribusinya adalah beras. BULOG sebagai lembaga yang berperan dalam menjaga kestabilan harga beras masih menghadapi beberapa kendala seperti kualitas beras yang kurang sesuai yang menyebabkan operasi pasar menjadi kurang efektif. Serta lamanya proses identifikasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang menyebabkan penyaluran RASKIN mengalami hambatan.

37 4. Upaya mewujudkan stabilitas harga membutuhkan sinergi kebijakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia. Dalam hal ini, kegiatan TPI Pusat difokuskan pada upaya pengendalian inflasi dalam skala nasional terutama dalam memfasilitasi koordinasi kebijakan yang mencakup kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan kebijakan sektoral. Sementara itu, kegiatan TPID difokuskan untuk memberikan rekomendasi dalam rangka menjaga kecukupan pasokan, mendukung kelancaran distribusi sekaligus meminimalkan gangguan-gangguan (supply shocks). Disamping itu, kegiatan TPID juga diarahkan untuk meminimalkan dampak akibat kebijakan administered prices dan kebijakan lain yang berpotensi memicu inflasi seperti kebijakan konversi energi. 5. Dana Insentif Daerah (DID) sebagai salah satu bentuk reward kepada PEMDA atas prestasi yang dicapainya dalam hal kinerja keuangan dan kinerja perekonomian masih menyisakan dua isu penting terkait inflasi: Bobot kriteria inflasi dalam perhitungan DID saat ini hanya mempunyai porsi 6% diusulkan untuk ditingkatkan. Selain itu, cara penilaian inflasi yang saat ini menggunakan kriteria di atas atau di bawah inflasi nasional dirasa kurang adil bagi daerah-daerah yang secara historis memiliki inflasi dengan kecenderungan di atas inflasi nasional. Sebagai alternatif digunakan kriteria di atas atau di bawah rata-rata inflasi historis daerah yang bersangkutan. PEMDA diberikan fleksibilitas untuk pemanfaatan dana DID termasuk untuk pembiayaan kegiatan dalam rangka pengendalian inflasi. Beberapa kesepakatan yang dicapai dalam RAKORNAS guna mengoptimalkan peran TPID dalam pengendalian inflasi daerah adalah sebagai berikut: 1. Penguatan aspek kelembagaan dan operasional TPID. Dari sisi kelembagaan, hal ini a.l. ditempuh dengan: memperkuat aspek legalitas TPID menambah keanggotaan TPID dengan melibatkan instansi yang dipandang penting membantu upaya pengendalian inflasi daerah, seperti pihak kepolisian dan KPPU di daerah memperluas pembentukan TPID hingga mencakup 66 kota yang menjadi dasar penghitungan inflasi di Indonesia Dari sisi operasional, kegiatan TPID tidak hanya terbatas pada identifikasi sumber potensi tekanan inflasi, namun juga pada rekomendasi atas opsiopsi kebijakan yang dapat ditempuh serta mengawal implementasi atas rekomendasi dimaksud. 2. Penguatan koordinasi baik koordinasi TPI-TPID maupun antar TPID. 3. Koordinasi antar TPI dengan TPID terutama dalam menindak-lanjuti hasil identifikasi tekanan inflasi daerah yang pemecahannya merupakan kewenangan pemerintah pusat. 4. Koordinasi TPI-TPID dan antar TPID akan terus ditingkatkan yaitu melalui penyelenggaraan RAKORNAS TPID secara rutin sekali dalam satu tahun.

38 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Perkembangan berbagai indikator perbankan pada triwulan I-21 menunjukkan perbaikan seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa. Penyaluran kredit oleh bank umum di Sumbar menunjukkan arah positif, meskipun masih relatif terbatas dan tumbuh melambat. Proses intermediasi perbankan umum di Sumbar berlangsung dengan baik, seperti terlihat pada Loan-to-Deposit Ratio (LDR) yang terus melebihi 1%. Non- Perfoming Loan (NPL) bank umum secara keseluruhan masih relatif rendah, sedangkan NPL BPR masih perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan lebih. Sementara itu, perkembangan penghimpunan DPK bank umum syariah pada triwulan I-21 mampu mencatatkan pertumbuhan tinggi, disertai dengan jumlah pembiayaan yang kualitasnya relatif terjaga. Tabel 3.1. Indikator Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (juta rupiah) Pertumbuhan IV-29 Pertumbuhan I-21* Indikator Perbankan IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21* (yoy) (qtq) (yoy) (qtq) Pangsa I-21 Aset 2,369,537 21,924,87 22,628,65 22,936,827 24,39,512 25,399, % 5.98% 15.85% 4.49% Giro 3,598,58 4,579,18 4,11,1 3,854,769 4,45,789 4,642, % 4.96% 1.39% 14.75% 29.33% Tabungan 6,886,214 6,31,84 6,671,718 6,94,342 8,616,374 6,674, % 24.15% 5.77% % 42.16% Simpanan Berjangka 4,384,54 4,831,75 4,912,83 4,684,818 4,492,673 4,512, % -4.1% -6.61%.44% 28.51% Total DPK 14,869,334 15,72,942 15,685,531 15,479,929 17,154,836 15,829, % 1.82%.69% -7.73% 1.% Kredit Investasi 2,817,21 3,14,418 3,46,439 3,132,88 3,352,658 3,67, % 7.2% 21.75% 9.47% 2.7% Kredit Modal Kerja 6,714,55 6,582,998 6,848,774 5,91,992 6,422,589 6,367, % 8.66% -3.27% -.86% 35.91% Kredit Konsumsi 6,612,871 6,834,953 7,111,87 7,434,543 7,753,832 7,693, % 4.29% 12.56% -.78% 43.39% Total Kredit Jenis Penggunaan 16,144,622 16,432,369 17,367,83 16,478,343 17,529,79 17,731, % 6.38% 7.9% 1.15% 1.% Pertanian 2,129,632 2,534,239 2,582,988 2,224,81 2,224,38 1,957,1 4.45% -.2% % -12.2% 11.4% Pertambangan 168,97 16, , , ,95 74, % -26.% -3.37% %.42% Perindustrian 2,27,38 1,842,213 1,956, ,33 1,517,96 1,48, % 52.55% % -7.24% 7.94% Perdagangan 3,733,41 3,83,687 4,133,971 4,248,17 4,575,14 4,474, % 7.7% 16.8% -2.21% 25.23% Jasa-jasa 1,23,583 1,283,424 1,416,867 1,424,37 1,345,78 1,392, % -5.52% 8.47% 3.45% 7.85% Lain-lain 6,612,871 6,834,953 7,111,87 7,434,543 7,753,832 8,425, % 4.29% 23.27% 8.66% 47.52% Total Kredit Sektor Ekonomi 16,144,622 16,432,369 17,367,83 16,478,343 17,529,79 17,731, % 6.38% 7.9% 1.15% 1.% LDR 18.58% 14.53% 11.72% 16.45% 14.82% 14.82% NPL 1.69% 2.6% 2.5% 2.37% 2.5% 2.63% Sumber: SEKDA, Bank Indonesia *Data sementara hingga bulan Februari 21 29

39 97.34% 97.65% 96.45% 97.31% 97.26% 97.33% 97.31% 97.2% 97.67% 2.66% 3.55% 2.35% 2.69% 2.74% 2.67% 2.69% 2.98% 2.33% Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 3.1. Intermediasi Perbankan Perbankan umum di Sumbar mencatatkan pertumbuhan aset positif diikuti peranan intermediasinya yang secara umum terus meningkat. Pada triwulan I-21 pertumbuhan aset bank umum di Sumbar mencapai sekitar 15,9% (yoy) (Grafik 3.2). Meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan aset pada triwulan sebelumnya, namun pertumbuhan positif ini mengindikasikan bahwa aset bank umum di Sumbar masih dapat bergerak positif pasca gempa 3 September 29 lalu. Peningkatan aset terbesar terjadi pada kelompok bank swasta nasional yang tumbuh sekitar 23,9% (yoy), sedangkan kelompok bank pemerintah tumbuh sekitar 13% (yoy). 3,, 25.% 25,, 2.% 19.29% 19.34% 2,, 15,, 15.% 15.28% 15.85% 1,, 5,, 1.% 5.% 6.49% Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Bank Umum *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum Sumbar Per Kelompok Bank I-21* IV-29 III-29 II-29 I-29 IV-28 III-28 II-28 I % 92.68% 12.18% 112.1% 16.89% 11.72% 14.53% 18.58% 117.5% 111.1%.% I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21* *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Aset Bank Umum Sumbar 1% 99% 98% 97% 96% 95% 94% Valas Rupiah.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% 12.% 14.% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.3. Perkembangan Tingkat Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Sumbar *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.4. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasatkan Valuta Tingkat Loan-to-Deposit Ratio (LDR) bank umum di Sumbar kembali melaju di atas 1%. Pada triwulan I-21 LDR bank umum di Sumbar mencapai sekitar 112%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebedar 12,18% (Grafik 3.3). Kondisi ini menunjukkan bahwa aliran kredit yang masuk ke Sumbar sebagian masih ditopang oleh perbankan maupun lembaga keuangan lainnya 3

40 Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah yang beroperasi di luar wilayah Sumbar. Selain itu, pertumbuhan kredit yang jauh lebih melesat dibandingkan pertumbuhan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) menjadi faktor penyebab tingginya LDR bank umum di Sumbar Penghimpunan Dana Masyarakat Pada triwulan I-21 pengumpulan DPK oleh bank umum di Sumbar menunjukkan peningkatan yang relatif terbatas. DPK tumbuh hanya sekitar,69% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan dibandingkan akhir tahun 29 terjadi penurunan jumlah DPK sekitar 7,7% (Grafik 3.6). Penurunan ini terjadi karena menurunnya jumlah tabungan masyarakat dari semula pada triwulan IV- 29 sebesar Rp 8,62 triliun menjadi sekitar Rp 6,67 triliun. Kondisi ini terjadi karena pada triwulan IV-29 kegiatan ekonomi di Sumbar pasca gempa masih sangat terbatas. Dengan demikian, konsumsi masyarakat masih tertahan dan berimplikasi pada terakumulasinya jumlah tabungan masyarakat hingga akhir tahun. Memasuki triwulan I-21 ekonomi mulai kembali berjalan dengan beroperasinya sejumlah kegiatan usaha yang sebelumnya sempat terhenti. Hal ini kemudian mendorong kembali kegiatan konsumsi masyarakat yang dicerminkan dengan tergerusnya jumlah tabungan di perbankan. Hal ini juga ditunjukkan dengan penurunan simpanan milik perseorangan dibandingkan akhir tahun 29 tumbuh -13,4%. 1,, 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Giro Tabungan Simpanan Berjangka *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan 35.% 3.% 25.% 2.% 15.% 1.% 5.%.% -5.% -1.% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan dan Triwulanan DPK Bank Umum Sumbar yoy qtq I-29 II-29 III-29 IV-29I-21* Perlambatan pertumbuhan jumlah deposito terus berlanjut. Pada triwulan I-21 dibandingkan akhir tahun 29 hanya terjadi peningkatan jumlah deposito sebesar,44% (Grafik 3.5). Bahkan jumlah deposito dibandingkan tahun lalu 31

41 Rekening (satuan) Juta Rupiah Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Juta Rupiah Persen (%) Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah terjadi penurunan sekitar 6,6%. Penurunan jumlah deposito terjadi seiring dengan trend suku bunganya yang terus mengalami penurunan. Dibandingkan akhir 29, terjadi penurunan suku bunga deposito 3 bulan rata-rata sebesar.4%, deposito 6 bulan.5% dan deposito 12 bulan.73%. Di sisi lain, suku bunga tabungan relatif stabil dengan berada pada kisaran 3% (Grafik 3.8). 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Tabungan Deposito 1 Bln Deposito 3 Bln Deposito 6 Bln Deposito 12 Bln Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.7. Perkembangan DPK Bank Umum Sumbar Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: SEKI, Bank Indonesia Grafik 3.8. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum Jumlah giro bank umum di Sumbar mengalami peningkatan seiring dengan mulai masuknya dana pemerintah pusat ke daerah. Mengacu pada posisi di akhir tahun 29, jumlah giro pada triwulan I-21 telah terjadi peningkatan sekitar 15% (Grafik 3.5). Peningkatan terjadi karena transfer dana perimbangan belum direspon dengan belanja daerah. Apabila dilihat berdasarkan golongan pemilik, dalam rentang triwulan IV-29 hingga triwulan I-21 terjadi peningkatan dana pemerintah daerah sekitar 45,6% (Grafik 3.1). 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, 2,2, 2,1, 2,, 1,9, 1,8, 1,7, 1,6, Rekening (satuan) 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Lembaga Keuangan BUMN/Pemerintah Lembaga Keuangan Swasta Pemerintah Daerah Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara Badan Usaha Bukan- Keuangan Milik Swasta Giro Simpanan Berjangka Tabungan (Sisi Kanan) *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Jumlah Rekening Simpanan Bank Umum di Sumbar *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan DPK Bank Umum di Sumbar Berdasarkan Golongan Pemilik 32

42 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah Penyaluran Kredit Penyaluran kredit oleh bank umum di Sumbar menunjukkan pertumbuhan positif seiring dengan mulai berjalan kembali kegiatan ekonomi pasca gempa. Kredit bank umum pada triwulan I-21 tumbuh sekitar 7,9% (yoy) (Grafik 3.11). Pertumbuhan didorong oleh mulai menggeliat kembali kegiatan konsumsi masyarakat yang ditunjukkan oleh peningkatan penyaluran kredit konsumsi sebesar 12,6%. Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh peningkatan kredit pemilikan rumah (KPR) tipe 7 m 2- yang tumbuh mencapai sekitar 47,8%. Selain itu, kredit investasi juga tumbuh relatif tinggi sebesar 21,8%, yang sebagian besar peningkatan ini ditopang oleh tingginya kredit investasi properti. Situasi ini menggambarkan bahwa masyarakat dan pelaku usaha banyak mengalokasikan kebutuhan untuk mulai menata kembali tempat tinggal maupun tempat usahanya pasca gempa. 2,, 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 36.45% 27.88% 23.87% 13.22% 14.74% 11.98% 2.97% 4.% 35.% 3.% 25.% 2.% 15.% 8.58% 1.% 7.9% 5.%.% 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21* Total Kredit *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Pertumbuhan Tahunan (sisi kanan) Grafik Jumlah Kredit dan Pertumbuhan Kredit Bank Umum Sumbar Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Jumlah Kredit Kredit Bank Umum Sumbar Berdasarkan Kelompok Bank Hingga posisi triwulan I-21 penyaluran kredit bank umum di Sumbar pada beberapa sektor ekonomi produktif masih tertahan. Pertumbuhan positif penyaluran kredit hanya terjadi pada sektor PHR, jasa-jasa dan sektor lainlain, masing-masing dengan pertumbuhan sebesar 16,8%; 8,5%; dan 23,3%. Sementara itu, perkembangan penyaluran kredit pada sektor pertanian, pertambangan dan perindustrian menunjukkan pertumbuhan negatif. Kegiatan ekonomi pada sektor produktif masih tertahan seiring dengan belum pulih sepenuhnya kegiatan ekonomi pasca gempa, sehingga penyaluran kredit oleh perbankan belum banyak mengalir pada sektor-sektor tersebut. 33

43 Juta Rupiah Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 9,, 8,, 7,, 6,, 47.52% 11.4%.42% 7.94% Pertanian 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi 25.23% Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain 7.85% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Jumlah Kredit Kredit Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Komposisi Penyaluran Kredit Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi tahun Risiko Kredit Perbankan Kualitas kredit bank umum di Sumbar secara umum masih relatif terjaga. Namun demikian, perbankan umum perlu memberikan perhatian dan pengelolaan kualitas kreditnya dengan melihat non-performing loan (NPL) pada triwulan I-21 yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. NPL gross bank umum di Sumbat meningkat dari 2,5% menjadi 2,63% (Grafik 3.15). Secara nominal jumlah kredit bermasalah pada triwulan I-21 mencapai sekitar Rp 465,94 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 438,7 miliar. Namun, peningkatan ini masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. 4.5% 4.% 3.5% 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5%.% 3.89% 3.97% 3.99% 2.67% 2.73% 2.39% 2.6% 2.2% 1.69% 2.5% 2.63% 2.37% 2.5% 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Tingkat Non-Performing Loan (NPL) Bank Umum di Sumbar Total Kredit (Sisi Kiri) NPL (Sisi Kanan) *Data sementara Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Jumlah Kredit dan NPL Bank Umum di Sumbar Dari sisi penggunaan, peningkatan NPL dipacu oleh meningkatnya kredit bermasalah pada kredit investasi. Pada triwulan I-21 NPL kredit investasi menunjukkan sekitar 5,4%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 4,85% (Grafik 3.17). Sementara itu, secara sektoral peningkatan NPL terbesar terjadi 34

44 28/Jan 28/Feb 28/Mar 28/Apr 28/May 28/Jun 28/Jul 28/Aug 28/Sep 28/Oct 28/Nov 28/Dec 29/Jan 29/Feb 29/Mar 29/Apr 29/May 29/Jun 29/Jul 29/Aug 29/Sep 29/Oct 29/Nov 29/Dec 21/Jan 21/Feb 28/Jan 28/Feb 28/Mar 28/Apr 28/May 28/Jun 28/Jul 28/Aug 28/Sep 28/Oct 28/Nov 28/Dec 29/Jan 29/Feb 29/Mar 29/Apr 29/May 29/Jun 29/Jul 29/Aug 29/Sep 29/Oct 29/Nov 29/Dec 21/Jan 21/Feb Miliar Rupiah Miliar Rupiah 28/Jan 28/Feb 28/Mar 28/Apr 28/May 28/Jun 28/Jul 28/Aug 28/Sep 28/Oct 28/Nov 28/Dec 29/Jan 29/Feb 29/Mar 29/Apr 29/May 29/Jun 29/Jul 29/Aug 29/Sep 29/Oct 29/Nov 29/Dec 21/Jan 21/Feb Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah pada sektor pengangkutan, sektor konstruksi dan sektor pertanian, masingmasing menunjukkan persentase sebesar 11%; 8,2% dan 6,7% (Grafik 3.18). 3 7.% 14.% 6.% 25 6.% 12.% 5.% 2 5.% 1.% 4.% Pertanian Pertambangan % 3.% 2.% 8.% 6.% 4.% 3.% 2.% Industri pengolahan Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha 5 1.% 2.% 1.% Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain.%.%.% Listrik,Gas dan Air (sisi kan KMK KI KK % KMK (sisi kanan) % KI (sisi kanan) % KK (sisi kanan) *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Jumlah dan Rasio NPL Bank Umum di Sumbar Menurut Jenis Penggunaan Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum di Sumbar Menurut Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Jumlah Kredit Dalam Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2) Bank Umum di Sumbar *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.2. Perkembangan Jumlah Kredit Dalam Perhatian Khusus (Kolektibiltas 2) Bank Umum di Sumbar Menurut Sektor Ekonomi Jumlah kredit bank umum dengan status dalam perhatian khusus kembali mengalami peningkatan. Pasca gempa telah dikeluarkan SK Gubernur Bank Indonesia No.11/6/KEP.GBI/29 mengenai penetapan 11 kab/kota yang memerlukan perhatian khusus bagi para debitur terkena dampak gempa. Kebijakan tersebut cukup efektif untuk mendorong pihak perbankan di Sumbar untuk melakukan diskresi kebijakan kreditnya bagi para debitur yang mengalami kesulitan pengembalian pinjaman kreditnya. Namun demikian, secara umum kualitas kredit masih memerlukan pengelolaan dan pengawasan lebih, dengan melihat semakin meningkatnya jumlah kredit kurang lancar pada triwulan I-29 mencapai Rp 128 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan III-29 sebesar 35

45 I-27 II-27 III-27 IV-27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21* Dec-7 Feb-8 Apr-8 Jun-8 Aug-8 Oct-8 Dec-8 Feb-9 Apr-9 Jun-9 Aug-9 Oct-9 Dec-9 Feb-1 Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Rp 73,8 miliar. Selain itu jumlah kredit dalam perhatian khusus juga menunjukkan trend peningkatan dari semula Rp 628,34 miliar pada triwulan IV-29 menjadi sekitar Rp 87 miliar pada triwulan I-21 (Grafik 3.19). Baik pada kredit investasi maupun konsumsi menunjukkan pertambahan jumlah kredit dalam perhatian khusus di triwulan I-21. Dibandingkan akhir tahun 29 terjadi peningkatan jumlah kredit dalam perhatian khusus pada kredit investasi sekitar 49,7% dan kredit konsumsi sekitar 4%, yang masingmasing jumlahnya mencapai sekitar Rp 145,7 miliar dan Rp 46,5 miliar (Grafik 3.21). Sedangkan dari sisi sektoral, jumlah kredit dalam perhatian khusus banyak disumbang oleh kredit di sektor perdagangan dan sektor lain-lain yang masingmasing mengalami peningkatan 1,2% dan 58,9% (Grafik 3.2). Jumlah kredit perdagangan yang masuk dalam perhatian khusus mencapai Rp 29,4 miliar atau sekitar 24% dari total jumlah kredit dalam perhatian khusus, sedangkan sektor lain-lain mencapai sekitar 6% Modal Kerja Investasi Konsumsi 18.% 16.% 14.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% BI-rate Modal Kerja Investasi Konsumsi *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Jumlah Kredit Dalam Perhatian Khusus (Kolektibiltas 2) Bank Umum di Sumbar Menurut Jenis Penggunaan Sumber: SEKI, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit Bank Umum 3.3. Risiko Pasar Pergerakan suku bunga kredit baik investasi, modal kerja maupun konsumsi masih menunjukkan posisi yang persisten tinggi. Suku bunga kredit konsumsi secara rata-rata paling tinggi dibandingkan suku bunga kredit modal kerja maupun investasi. Pada posisi Februari 21 menunjukkan rata-rata suku bunga kredit konsumsi sekitar 16,36%, sedangkan suku bunga kredit modal kerja 13,68% dan kredit investasi 13,21% (Grafik 3.22). Kredit konsumsi dengan pengenaan cost of fund yang tinggi tersebut, kualitas kreditnya perlu 36

46 Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah diperhatikan dengan melihat terjadinya peningkatan jumlah kredit konsumsi yang masuk dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2). Jumlah kredit konsumsi kolektibilitas 2 pada triwulan I-21 mencapai Rp 46,46 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 328,72 miliar. Begitupula pada kredit investasi, jumlah yang masuk dalam perhatian khusus meningkat dari Rp 97,29 miliar menjadi Rp 145,65 miliar Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) Perkembangan kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) terus mengalami pertumbuhan positif meskipun dengan arah melambat. Pertumbuhan kredit MKM bank umum pada triwulan I-21 sekitar 9,1% (yoy), relatif melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-29 yang mencapai 15,7% (Grafik 3.23). Perlambatan ini bersumber dari penurunan penyaluran kredit mikro, yang berkontraksi sekitar 35,8% (yoy). Peningkatan terbesar terjadi pada penyaluran kredit kecil yang tumbuh tinggi dengan mencapai sekitar 44%. 16,, 35.% 14,, 29.18% 3.65% 3.% 4.28%.18% 1.5% 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 19.86% 16.9% 25.99% 16.95% 12.71% 13.33% 25.% 2.% 15.% 1.% 5.% 56.78% 9.54% 28.17% Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa.% Lain-lain Total Kredit MKM (sisi kiri) Pertumbuhan Kredit MKM (sisi kanan) *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit MKM Bank Umum Sumbar *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw I 21 Peningkatan jumlah kredit MKM pada triwulan I-21 banyak didorong oleh penyaluran kredit di sektor produktif. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan positif pada penyaluran kredit MKM untuk modal kerja dan investasi, masing-masing mencapai 21,7% dan 32,4% (yoy) (Grafik 3.25). Sementara itu, penyaluran kredit MKM untuk konsumsi justru mengalami penurunan sekitar 14,3% (yoy). Dari sisi sektoral, peningkatan terbesar terjadi pada kredit di sektor perdagangan yang tumbuh 18,9% (yoy), sedangkan penyaluran pada kredit pertanian belum menunjukkan arah peningkatan. 37

47 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Mar-1 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Mar-1 Miliar Rupiah Ribu Orang Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Investasi Modal Kerja Konsumsi 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5%.% 2.59% 2.29% 2.3% 2.29% 2.37% 2.2% 1.97% 1.98% 1.8% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan *Data sementara Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Tingkat Non- Performing Loan (NPL) Kredit MKM Bank Umum Sumbar Kondisi NPL kredit MKM masih terjaga meskipun terjadi relatif sedikit peningkatan. NPL kredit MKM pada triwulan I-21 mencapai sekitar 2,37%, meningkat dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,1% (Grafik 3.26). Rasio NPL terbesar terjadi pada kredit investasi yang mencapai 5,7%, disusul kredit modal kerja 3,9%. Namun demikian, dari sisi nominal jumlah NPL pada kredit MKM secara umum tidak mengalami peningkatan signifikan dibandingkan akhir 29. Salah satu faktor peningkatan rasio NPL dipengaruhi oleh pertumbuhan penyaluran kredit MKM yang relatif melambat. Kendala sebagian pelaku usaha mikro, kecil dan menengah akibat gempa turut belum terlihat dampak besar pada terganggunya pengembalian pinjaman beserta bunganya kepada perbankan Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Perbankan di Sumbar Menurut Plafond Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Perbankan di Sumbar Menurut Jumlah Debitur Perkembangan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh perbankan di Sumbar pada triwulan I-21 mencapai Rp 299,23 miliar. Posisi ini sedikit 38

48 Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan IV-29 yang sebesar Rp 297,32 miliar. Sementara itu, jumlah debitur pada triwulan I-21 mencapai nasabah, yang juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-29 yang tercatat nasabah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menunjukkan pertumbuhan 11,75% dibandingkan tahun lalu. Aset BPR di Sumbar pada triwulan I-21 mencapai sekitar Rp 1,9 triliun. Namun demikian selama satu triwulan dibandingkan akhir tahun 29 belum menunjukkan banyak perubahan. Ekspansi peningkatan aset BPR secara umum masih relatif terbatas. Penghimpunan DPK oleh BPR di Sumbar mengalami pertumbuhan positif dengan arah yang melambat. Jumlah DPK BPR pada triwulan I-21 mencapai Rp 75 miliar atau tumbuh sekitar 15,8% dibandingkan tahun lalu (Grafik 3.29). Namun pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 24,5%. Peningkatan terbesar terjadi pada jumlah deposito yang tumbuh 17,5%, sedangkan tabungan tumbuh 14,6%. Tingginya peningkatan deposito ini dipicu oleh suku bunga deposito yang ditawarkan BPR cenderung lebih tinggi dibandingkan bank umum. Indikator Perbankan Tabel 3.2. Indikator Perkembangan BPR di Sumatera Barat (juta rupiah) Pertumbuhan IV-29 Pertumbuhan I-21* IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21* (yoy) (qtq) (yoy) (qtq) Pangsa I- 21 Aset 958, ,776 1,11,948 1,,425 1,96,71 1,91, % 9.56% 11.75% -.41% Tabungan 352, , , , , , % 22.91% 14.56% -3.87% 58.45% Simpanan Berjangka 222, , , , ,91 292, % 1.8% 17.5% 2.1% 41.55% Total DPK 575,29 69,51 627,571 67, ,627 75, % 17.75% 15.76% -1.48% 1.% Kredit Investasi 9,763 87,231 85,4 8,599 78,586 78, % -2.5% -1.17% -.29% 1.24% Kredit Modal Kerja 395, ,8 472, ,68 481, , %.8% 13.48% 3.65% 65.22% Kredit Konsumsi 162, , , , , , % 3.24% 7.6% -2.38% 24.54% Total Kredit Jenis Penggunaan 649,1 71, , , ,56 765, % 1.6% 9.8% 1.69% 1.% Pertanian 124, , , ,17 124, ,53.4% -.21% 6.15% 1.85% 16.6% Pertambangan Perindustrian 1,723 12,669 13,85 13,748 13,798 14, %.36% 16.54% 7.1% 1.93% Perdagangan 269, ,99 321,31 322, ,13 336, %.37% 12.33% 4.% 44.4% Jasa-jasa 76,724 81,41 89,485 87,724 89,249 91, % 1.74% 13.22% 2.81% 11.99% Lain-lain 166, , , ,39 2, , % 2.76% 3.46% -2.99% 25.44% Total Kredit Sektor Ekonomi 649,1 71, , , ,56 765, % 1.6% 9.8% 1.69% 1.% LDR % % % % 15.15% 18.54% NPL 6.35% 7.3% 7.48% 8.37% 9.44% 8.3% Sumber: SEKDA, Bank Indonesia 39

49 Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Kredit modal kerja masih menjadi pilihan utama penyaluran kredit oleh BPR. Penyaluran kredit modal kerja oleh BPR pada triwulan I-21 hampir mencapai Rp 5 miliar, atau meningkat sebesar 13,5% (yoy) (Grafik 3.3). Kegiatan produktif jangka pendek mendominasi kredit yang disalurkan BPR dengan pangsa mencapai lebih dari 65%. Penyaluran untuk kegiatan konsumsi pada triwulan I-21 mencapai Rp 187,8 miliar, atau tidak banyak mengalami peningkatan, hanya meningkat sekitar 7,6%. Sedangkan untuk kredit investasi masih stagnan dan mengalami penurunan. 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Total DPK Tabungan Simpanan Berjangka I-29 II-29 III-29 IV-29 6, 5, 4, 3, 2, 1, Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan tahunan DPK Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik 3.3. Perkembangan Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan Intermediasi yang dilakukan BPR mencatatkan perkembangan positif dengan LDR melebihi 1%. Kondisi menunjukkan bahwa pengumpulan DPK oleh BPR di Sumbar tidak secepat pada upaya penyaluran kreditnya, sehingga sebagian masih mengandalkan aliran dana dari perbankan atau lembaga keuangan lain di luar Sumbar. Pada triwulan I-21 LDR BPR mencapai 18,54%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,15% (Grafik 3.31). 1.% I-21* 18.54% 9.% 8.76% IV % 8.% III % 7.% II % 6.% I % 5.% IV-28 III-28 II-28 I % 11.76% 17.11% % %.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% 12.% 14.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% 7.48% 7.3% 6.74% 6.35% 6.17% 6.2% 6.3% 9.44% 8.37% 8.3% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan LDR Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Tingkat Non-Performing Loan (NPL) BPR Sumbar 29 4

50 Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah Tekanan kredit bermasalah BPR mulai sedikit berkurang meskipun masih berada pada posisi yang tinggi. NPL BPR pada triwulan I-21 sebesar 8,3%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,44% (Grafik 3.32). Meskipun demikian posisi tersebut secara umum masih berada di atas maksimum NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Upaya pengawasan dan pengelolaan kualitas kredit harus tetap menjadi perhatian penting bagi BPR untuk mencegah semakin meningkatnya jumlah kredit bermasalah. Prinsip kehatihatian dalam operasional perbankan harus terus dioptimalkan disertai berbagai langkah untuk mengatasi permasalahan NPL Perkembangan Bank Umum Syariah Tabel 3.3. Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat (juta rupiah) Pertumbuhan IV-29 Pertumbuhan I-21 IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21 (yoy) (qtq) (yoy) (qtq) Pangsa I-21 Asset 769, ,13 984,491 1,22,544 1,12,863 1,137, % 7.85% 19.96% 3.13% DPK 586, ,34 618,28 676, , , % 24.7% 52.56% 5.31% 1.% Giro 42,61 48,61 5,881 62,874 79,968 85, % 27.19% 74.89% 6.31% 9.62% Tabungan 282,218 33, , ,69 325, , % -8.16% 4.87% 31.14% 48.32% Deposito 262,5 227, , , , , % 67.46% 63.37% % 42.6% Pembiayaan Total 794,76 879, ,882 1,54,724 1,86, , % 3.4% 7.44% -13.4% 1.% Modal Kerja 281, ,991 47,43 447, , , % 8.68% 32.3% -7.62% 47.6% Investasi 15,55 17, ,76 111, ,694 17, % 9.77% -.13% % 11.41% Konsumsi 47, , ,43 494, ,29 387, % -3.58% -1.24% % 41.% Pembiayaan Sektoral 794,76 879, ,882 1,54,724 1,86, , % 3.4% 7.44% -13.4% 1.% Pertanian 29,784 3,639 31,458 28,895 36,433 31, % 26.9% 3.87% % 3.37% Pertambangan %.% -2.63% -2.63%.4% Industri 1,83 3,365 5,616 6,94 8,571 9, % 4.65% 192.4% 14.65% 1.4% Listrik, Gas dan Air Konstruksi 3,543 5,188 5,271 6,185 4,55 3, % % % -26.9%.35% Perdagangan 115, ,155 23,61 219, , , % 12.46% 19.25% -2.84% 2.71% Angkutan 8,679 8,3 7,486 7,31 2,55 2, % % % -9.57%.24% Jasa Dunia 186, , ,3 245, ,32 255, % 1.51% 32.3% 2.5% 27.1% Jasa Sosial 39,894 42,77 42,116 45,614 6,74 58, % 33.8% 37.82% -2.9% 6.24% Lain-Lain 47, , ,43 494, , , % -3.58% -1.24% -18.8% 41.% FDR % % % % % 16.93% NPF (%) 1.34% 1.8% 2.6% 2.85% 1.66% 1.87% Sumber: LBU, Bank Indonesia Perkembangan aset bank umum syariah di Sumbar terus menunjukkan pertumbuhan positif. Hingga posisi triwulan I-21 aset bank umum syariah di Sumbar sudah mencapai Rp 1,14 triliun, meningkat hampir 2% dibandingkan tahun lalu. Upaya ekspansi pengumpulan DPK oleh bank umum syariah juga terus terlihat. Jumlah DPK mencapai Rp 883,8 miliar atau meningkat 52,6% (yoy). Persentase peningkatan DPK terbesar terjadi pada giro (74,9%), disusul deposito 41

51 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah (63,4%) dan tabungan (4,9%). Peningkatan giro menunjukkan bahwa pemerintah daerah maupun pelaku usaha di Sumbar mulai menggunakan jasa perbankan syariah dalam menempatkan dananya. Meski DPK tumbuh tinggi, penyaluran pembiayaan oleh bank umum syariah di Sumbar belum menunjukkan peningkatan cukup besar. Pada triwulan I-21 jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum syariah di Sumbar mencapai Rp 945 miliar, tumbuh 7,44 % dibandingkan tahun lalu. Pembiayaan banyak diserap untuk modal kerja dengan pangsa mencapai 47,6% sedangkan konsumsi 41% dan investasi 11,4%. Pembiayaan untuk modal kerja bergerak relatif tinggi dengan pertumbuhan mencapai 32,3% (yoy), sedangkan pembiayaan untuk investasi dan konsumsi relatif stagnan. 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah di Sumbar Menurut Jenis Penggunaan 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Angkutan Jasa Dunia Jasa Sosial Lain-Lain Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah di Sumbar Menurut Sektor Ekonomi Peran intermediasi bank umum syariah di Sumbar berjalan baik disertai pengelolaan kualitas pembiayaan yang terjaga. Persentase Financing-to- Deposit Ratio (FDR) bank umum syariah pada triwulan I-21 sebesar 16,9% (Grafik 3.35), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 129,5%. Penurunan ini disebabkan oleh akselerasi peningkatan penghimpunan DPK yang lebih cepat dibandingkan pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum syariah pada triwulan pertama. Di sisi lain, Non-Performing Financing atau rasio pembiayaan bermasalah juga masih relatif terjaga, meskipun terjadi sedikit peningkatan dari 1,66% pada akhir tahun 29 menjadi 1,87% pada triwulan I-21 (Grafik 3.36). 42

52 Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah I-21 IV-29 III-29 II-29 I-29 IV-28 III-28 II % % % % % % % 152.9% 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5% I %.% 5.% 1.% 15.% 2.% Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Financing-to-Deposit Ratio (FDR) Bank Umum Syariah di Sumbar Menurut Jenis Penggunaan.% I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21 Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Non-Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Sumbar Menurut Sektor Ekonomi 43

53 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan 44

54 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Membaiknya kondisi perekonomian pasca krisis dan pasca gempa meningkatkan penerimaan pemerintah. Penerimaan pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah mengalami peningkatan. Sayangnya, membaiknya realisasi pendapatan belum diikuti oleh optimalisasi realisasi belanja baik realisasi belanja APBN maupun belanja APBD Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Penerimaan pemerintah pusat dari wilayah Sumbar kembali meningkat cukup tinggi pada triwulan I-21. Membaiknya harga komoditas perkebunan sejak triwulan I-29 berimplikasi kepada peningkatan penerimaan pajak tahun 29, yang penyampaian SPT-nya dilakukan pada akhir triwulan I-21. Pada grafik 4.1. terlihat bahwa krisis ekonomi yang terjadi sejak triwulan III-28 berpengaruh kepada stagnasi penerimaan pajak triwulan I-29. Hal yang sama juga terjadi pada saat booming harga komoditas pada tahun 27 yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak triwulan I- 28. Rp milyar I 26 I 27 I 28 I 29 I-21 Sumber : Depkeu, diolah Rasio Pajak DN Thd Total Pendapatan (sisi kanan) Rasio Pajak Perdagangan Intl Thd Total Pendapatan (sisi kanan) Total Pendapatan (sisi kiri) Pajak Dalam Negeri (sisi kiri) Grafik 4.1 Penerimaan Pajak APBN di Sumbar 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp Juta 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - I-26 I-27 I-28 I-29 I-21 Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pendapatan Pajak Lainnya Sumber : Depkeu, diolah Rp Juta 12, 1, 8, 6, 4, 2, Grafik 4.2. Penerimaan Pajak Dalam Negeri APBN di Sumbar - Rasio penerimaan pajak dalam negeri terus menurun. Rasio pajak dalam negeri terhadap total pendapatan pada triwulan I-21 tercatat sebesar 84%, 45

55 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah sementara pada kurun waktu yang sama dalam lima tahun terakhir berada di atas angka 9% (grafik 4.1.). Hal ini mengindikasikan bahwa peranan perdagangan internasional semakin besar terhadap perekonomian Sumbar. Membaiknya kegiatan ekonomi pasca gempa tercermin dari peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dibandingkan Tw.I-29, penerimaan PPN triwulan I-21 tumbuh 37,58% dari Rp 196,12 milyar menjadi Rp 269,82 milyar (grafik 4.2.). Hal ini mengakibatkan sumbangan PPN terhadap total pajak dalam negeri meningkat dari 35% menjadi 39%. Sementara itu, penyumbang terbesar pajak dalam negeri di Sumbar pada triwulan ini adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pangsa PPh terhadap total pajak dalam negeri sebesar 59% atau sebesar Rp 41,29 milyar. 1.% 9.% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% I-26 I-27 I-28 I-29 I-21 Pangsa Belanja Operasional Total Belanja Belanja Investasi Sumber : Depkeu, diolah Pangsa Belanja Investasi Belanja Operasional Grafik 4.3 Belanja APBN di Sumbar % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 26.28% 9.4% 19.9% 16.31% 1.78% 1.79% 6.38% 69.5% 72.6% 53.43% Sumber : Depkeu, diolah 15.39% 19.47% 11.71% 17.73% 14.16% 67.37% I-26 I-27 I-28 I-29 I-21 Belanja Lain-Lain Belanja Bantuan Sosial Belanja Barang Belanja Pegawai Grafik 4.4. Pangsa Belanja Operasional APBN di Sumbar Realisasi belanja APBN di Sumbar menurun baik belanja operasional maupun investasi. Realisasi belanja APBN di Sumbar triwulan ini tercatat sebesar Rp 614,8 milyar (grafik 4.3.), menurun 8,87% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan paling tajam terjadi pada kelompok belanja investasi sebesar 31,4% atau Rp 19,33 miliar. Realisasi belanja investasi selama triwulan I- 21 tercatat sebesar Rp 42,94 milyar yang didominasi oleh belanja jalan, irigasi, dan jaringan sebesar Rp 38,97 miliar. Realisasi belanja investasi yang menurun pada triwulan I-21 diperkirakan karena belum optimalnya proses rehab-rekon pasca gempa. Sementara itu, belanja operasional juga mengalami penurunan sebesar 6,62% atau Rp 4,47 miliar. Penurunan belanja operasional bersumber dari belanja lain-lain (-95,72%) dan belanja bantuan sosial (-14,97%). 46

56 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah % (sisi kiri) Rp milyar (sisi kanan) Sumber : diolah Grafik 4.5 Realisasi Belanja Rehab-Rekon BNPB Serapan dana rehab-rekon Sumbar hingga akhir triwulan I-21 masih sangat minim. Laporan Tim Pendukung Teknis Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sumbar bulan Maret 21 menunjukkan penyerapan anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait dana rehab rekon tercatat sebesar 5,8% dari total dana sebesar Rp 313 milyar 1. Rendahnya penyerapan anggaran ini disebabkan kegiatan yang baru dilakukan masih berkisar pada kegiatan lelang dan koordinasi penetapan lokasi kegiatan di setiap kabupaten/kota Keuangan Pemerintah Daerah Dana transfer perimbangan dari pemerintah pusat masih menjadi tumpuan pendapatan daerah. Realisasi dana perimbangan per Februari 21 sebesar Rp 166 miliar (21,63%). Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dianggarkan sebesar Rp 845 miliar sudah terkumpul sebesar Rp 123 miliar (14,65%). Dana Alokasi Umum merupakan kontributor utama dana perimbangan sebesar Rp 165 miliar. Sebaliknya, realisasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak baru tercapai sebesar Rp 1 miliar sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) belum terserap sama sekali. 845, , , ,476 Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Anggaran Realisasi 4,115 13,198 PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Yang Sah Grafik 4.6 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah Pemprov Sumbar 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 14.65% PAD 21.63% Dana Perimbangan Sumber : Pemprov Sumbar, diolah 32.9% Lain-lain Pendapatan Yang Sah Grafik 4.7. % Realisasi Pendapatan Daerah Pemprov Sumbar

57 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah Keterlambatan realisasi DAK juga terjadi pada sebagian besar kabupaten/kota se Sumbar. Data Setdaprov Sumbar menunjukkan bahwa realisasi fisik dan keuangan DAK hanya terjadi di Kabupaten Agam sebesar Rp 13 miliar dan Kabupaten Pasaman sebesar Rp 24 miliar. Total DAK yang disalurkan untuk pemprov dan pemkab/pemko sebesar Rp 689 miliar. Pada tingkat provinsi, bidang yang mendapat alokasi DAK tahun 21 yaitu Kesehatan sebesar Rp 2,6 miliar, Jalan sebesar Rp 8,3 miliar, dan Irigasi sebesar Rp 8,1 miliar. 4,, Anggaran 2,344 3,5, 3,, Realisasi 2,5, 2,, 1,72 1,272 1,5, 1,, 5, Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan* Feb* Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Jumlah Belanja Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik 4.8 Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Pemprov Sumbar Sumber : BI, diolah Grafik 4.9. Posisi Simpanan Pemda di Perbankan Pola realisasi belanja daerah masih belum mengalami perbaikan meskipun realisasi transfer Dana Alokasi Umum sudah sesuai jadwal. Hingga akhir Maret 21, realisasi belanja pemprov Sumbar baru tercapai sebesar Rp 192 miliar (8,19%). Minimnya realisasi belanja terjadi baik pada belanja langsung (7,99%) maupun belanja tidak langsung (8,44%) sebagaimana dalam grafik 4.8. Hal ini yang menjelaskan pola simpanan pemda di perbankan yang selalu meningkat pada awal-awal tahun anggaran dan kemudian menurun tajam pada akhir tahun anggaran (grafik 4.9). 48

58 Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Kondisi perekonomian Sumbar pasca gempa bumi yang mulai pulih diikuti dengan perkembangan transaksi sistem pembayaran, baik transaksi tunai maupun non tunai yang relatif stabil. Sementara itu, jumlah uang tidak layak edar, uang palsu, dan penolakan cek/bg kosong mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. 5.1 Transaksi Tunai Perkembangan arus kas yang masuk dan keluar KBI Padang relatif stabil di awal tahun 21 (Grafik 5.1). Kegiatan pembayaran dengan menggunakan uang kartal tidak mengalami gejolak berarti pasca gempa, tercermin dari perkembangan arus kas yang stabil pada triwulan IV 29 s.d awal tahun 21. Sejak tahun 27 KBI Padang selalu mengalami net inflow, hal ini menunjukkan bahwa arus kas yang masuk ke Sumatera Barat selalu lebih banyak dibanding arus kas yang keluar. Pergerakan arus kas bersifat musiman. Setelah arus kas yang masuk dan keluar sempat berada pada nilai cukup tinggi pada bulan Oktober s.d Desember akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri, kemudian pada triwulan I-21 arus kas yang masuk dan keluar lebih rendah dibanding triwulan IV-29 atau masing-masing turun 21,6% dan 59,47%. 2,5 2, 1,5 1, 5 Miliar Rp Inflow Outflow Net Inflow % PTTB Rasio PTTB terhadap inflow Miliar Rp 2,5 2, 1,5 1, 5 - II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BI Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) Sumber : BI Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) 49

59 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Aug-9 Sep-9 Oct-9 Nov-9 Dec-9 Jan-1 Feb-1 Bab V :Perkembangan Sistem Pembayaran Jumlah uang tidak layak edar (lusuh/rusak) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 5.2). Pergerakan ini searah dengan menurunnya kegiatan arus kas yang masuk dan keluar pada triwulan I-21. Jumlah uang yang masuk ke KBI Padang dan dimusnahkan menggunakan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK) sebesar Rp 1,3 T atau turun 15,58% Juta Rp 1.27 Nominal (sisi kiri) Lembar (sisi kanan) Lembar I II III IV I II III IV I % % Kantor Pusat (sisi kanan) KKBI Palembang (sisi kiri) KKBI Padang (sisi kiri) KKBI Medan (sisi kiri) Sumber : BI Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Sumber : BI Grafik 5.4. Persentase Temuan Uang Palsu di KKBI Padang dan Kantor Pusat BI Jumlah temuan uang palsu terendah sejak tahun 28 (Grafik 5.3). Uang palsu yang masuk ke KBI Padang pada triwulan I 21 sebesar Rp 89 ribu, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 3,16 juta. Persentase temuan uang palsu di KKBI Padang yang mencakup Sumatera Barat, Pekanbaru, Jambi, dan Batam terbilang relatif kecil dibandingkan Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta (grafik 5.4). Bahkan, rata-rata temuan uang palsu di KKBI Padang sejak tahun 29 yaitu 1,1%, lebih rendah dibanding Kantor Koordinator BI lainnya di Sumatera (KBI Medan dan KBI Palembang). 5.2 Transaksi Kliring Perkembangan transaksi kliring relatif normal dan stabil (Grafik 5.5). Awal tahun 21, nilai transaksi kliring tidak berbeda jauh dengan triwulan sebelumnya, hanya turun,1% sedangkan dari sisi volume mengalami peningkatan sebesar 14,%. Penurunan nilai nominal transaksi yang relatif kecil disertai dengan meningkatnya volume transaksi menunjukkan bahwa nilai nominal per transaksi kliring pada triwulan ini lebih kecil dibanding triwulan sebelumnya. Nilai dan volume penolakan cek/bg kosong menurun pada triwulan I-21 (Grafik 5.6). Meskipun pergerakan nilai dan volume transaksi kliring relatif sama dengan triwulan sebelumnya (Tabel 5.1), namun presentase nilai dan jumlah 5

60 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran cek/bg kosong yang ditolak masing-masing hanya 2,27% dan 1,29%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Dengan demikian, kualitas kliring di KBI Padang cukup baik pada triwulan I-21. Sumber : BI Tabel Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Keterangan Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I qtq Perputaran Kliring Volume (sisi kiri) 91,6 95, 95,1 88,7 89,5 89,3 9,7 76, 86,6 14,% Nominal (sisi kanan) 2.987, , , , ,7 2.77,4 3.61, , ,2 -,1% Penolakan Cek/BG Kosong - Volume (lembar) 789, 1.149, 1.741, 2.2, 1.779, 2.11, 2.621, 2.439, 1.969, -19,3% - Nominal (miliar rp),8 24,3 4,5 38,6 34,5 39,4 5, 55,3 4,6-26,6% Lembar Miliar rupiah 6 Nominal Volume III IV I II III IV I II III IV I 3,5% 3,% 2,5% 2,% 1,5% 1,%,5%,% % Volume Cek/BG Kosong % Nilai Cek/BG Kosong II III IV I II III IV I Sumber : BI Grafik 5.5 Rata-rata Harian Perputaran Kliring di KBI Padang Sumber : BI Grafik 5.6 Presentase Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring 5.3 Transaksi BI-RTGS 1 Volume transaksi BI-RTGS di Sumatera Barat terus mengalami Berbagai peningkatan. keunggulan pembayaran yang ditawarkan oleh sistem BI-RTGS seperti lebih aman, cepat, efisien dan real time membuat tingginya minat masyarakat dalam menggunakan layanan tersebut, tercermin dari volume transaksi BI-RTGS yang menunjukkan trend peningkatan sejak tahun 27 (Grafik 5.7). Pada triwulan-i 21, volume transaksi meningkat 1,39% sedangkan nilai transaksi mengalami penurunan 2,81% yang lebih didorong karena faktor musiman Triliun Rupiah Nominal Volume Ribuan I II I II III IV I II III IV I Sumber : BI Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Real-Time Gross Settlement. 51

61 Miliar Rp Bab V :Perkembangan Sistem Pembayaran Tabel Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat I II III IV I II III IV I qtq yoy RTGS (Rp Miliar) , , , , , , , , ,72-2,81% 31,83% Dari Sumbar Ke Sumbar (f-t) 1.44, , , , , , , , ,16-29,8% 51,14% Ke Luar Sumbar (f) 6.648, , , ,8 6.95,7 7.52, , ,9 9.69,74-21,97% 38,26% Ke Sumbar Dari luar Sumbar (t) 7.21, , , , , , , , ,82-17,9% 24,5% RTGS (volume) , , , 1,39% 41,12% Dari Sumbar Ke Sumbar (f-t) , 2.812, 3.428, 21,91% 63,1% Ke Luar Sumbar (f) , , , 1,32% 39,39% Ke Sumbar Dari luar Sumbar (t) ,25% 39,11% Sumber : BI Kegiatan ekonomi pasca gempa yang sempat terhambat di Kab. Agam kembali normal pada triwulan I-21. Pada triwulan IV-29 transaksi dari luar Sumbar yang masuk ke Agam hanya Rp 26 miliar, namun pada triwulan I- 21 telah meningkat kembali menjadi Rp1,7 triliun (Grafik 5.8). Peristiwa gempa bumi Sumatera Barat menjadi salah satu pemicu turunnya transaksi RTGS dari luar Sumbar ke Agam pada triwulan IV-29. Nasabah utama pemakai layanan RTGS di Agam umumnya bergerak di sektor perkebunan sawit. Gempa bumi berimplikasi terhadap turunnya kondisi psikologis petani sawit, sarana prasarana pendukung rusak, dan konsolidasi kebun sehingga penjualan sawit pun ikut turun. Terhambatnya aktivitas kegiatan ekonomi tersebut mendorong penurunan transaksi RTGS dari luar Sumbar ke Agam. Dari sisi teknis, sistem jaringan RTGS telah beroperasi kembali sehari pasca gempa. Sementara itu, triwulan-i 21 kegiatan ekonomi telah pulih, tercermin dari nilai transaksi RTGS dari luar Sumbar yang kembali meningkat. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % RTGS To Q2 RTGS To Q3 RTGS To Q4 RTGS to Q1 SOLOK SAWAHLUNTO PESISIR SELATAN PAYAKUMBUH PASAMAN PARIAMAN PADANG BUKITTINGGI AGAM Padang Agam Juli Agst Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Sumber : BI Grafik 5.8 Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota dari Luar Sumbar (t) Sumber : BI Grafik 5.9 Transaksi RTGS dari Luar Sumbar (t) di Kota Padang & Kab Agam 52

62 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sumbar pasca gempa, sedikit membaik. Dari jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia, hingga bulan Maret 21 tercatat hanya ada sebanyak 77 lowongan untuk pencari kerja yang ada. Namun demikian, meningkatnya jumlah pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumbar cukup memberi angin segar pada kondisi ketenagakerjaan Sumbar pada umumnya. Tercatat sebanyak 419 orang telah diberangkatkan selama periode Jan-Mar 21. Sementara itu, kondisi kesejahteraan petani yang direfleksikan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) terus menunjukkan trend yang meningkat Ketenagakerjaan Daerah Jumlah lowongan kerja yang tersedia di Sumbar, masih belum mampu menampung besarnya jumlah pencari kerja yang terus meningkat. Hingga bulan Maret 21, jumlah pencari kerja di Sumbar tercatat sebanyak orang. Jumlah ini meningkat sebesar 6,3% atau sebanyak orang dibandingkan posisi Desember 29. Sementara itu, jumlah lowongan kerja yang tersedia hingga bulan Maret hanya sebanyak 77 dimana 34 diantaranya berada di Kota Padang, 23 di Kab. Solok, 15 di Kota Padang Panjang dan 5 di Kab. 5 Kota. Sebagian besar lowongan pekerjaan yang ada di isi oleh tenaga kerja wanita yaitu sebanyak 7 orang. Penyerapan tenaga kerja terbesar pada periode ini adalah industri pengolahan dengan total tenaga kerja terserap sebanyak 51 orang dimana seluruhnya berada di Kota Padang. Sisanya sebanyak 26 orang dipekerjakan pada sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, 53

63 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan tanah, dan jasa perusahaan. Jika dirinci berdasarkan kelompok jabatan, maka 44% atau 34 diantaranya merupakan pejabat pelaksana tata usaha dan tenaga ybdi 2 ; 64,58% atau 19 orang merupakan tenaga produksi dan tenaga ybdi; 22,8% atau 17 orang merupakan tenaga usaha jasa, 7,79% atau 6 orang merupakan tenaga profesional, teknis dan tenaga ybdi serta 1 orang lainnya bekerja sebagai tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 3. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumbar yang sempat menurun drastis di tahun 29, kini mulai menunjukkan adanya peningkatan. Data pengiriman TKI yang dirilis oleh Disnakertrans Sumbar memperlihatkan adanya peningkatan pengiriman TKI Sumbar yang sangat tajam jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I 29, jumlah TKI yang diberangkatkan ke luar negeri tercatat hanya sebanyak 81 orang. Penurunan pengiriman ini terkait adanya krisis global yang melanda negara tujuan pengiriman seperti Malaysia. Namun demikian, pada triwulan laporan tercatat jumlah TKI yang diberangkatkan ke luar negeri telah mencapai 419 orang atau meningkat sebesar 417% (yoy). Seiring dengan pulihnya perekonomian global diharapkan peluang untuk pengiriman TKI asal Sumbar dapat kembali meningkat. TKI asal Sumbar yang diberangkatkan mayoritas merupakan tamatan SLTA/ setingkat, berusia di atas 15 tahun dan bekerja pada sektor industri pengolahan di negara Malaysia. Sekitar 67% atau sejumlah 279 orang TKI berpendidikan SLTA/setingkat dan 33% lainnya atau sekitar 139 orang berpendidikan SLTP/ setingkat. Lebih dari 6% TKI tersebut berusia antara tahun sedangkan sisanya berusia di atas 21 tahun. Sektor terbesar penyerap TKI asal Sumbar adalah sektor industri pengolahan dimana mereka bekerja sebagai tenaga operator pengeluaran. 2 YBDI : Yang Berhubungan Dengan Itu, berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 3 Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Barat, tanggal 26 April 21 54

64 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Namun demikian, meningkatnya jumlah TKI Sumbar yang dikirimkan ke luar negeri tidak dibarengi oleh pertumbuhan Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Di Sumbar terdapat 36 unit PJTKI yang beroperasi. Menurut Kepala Bidang Penempatan dan Pengembangan Tenaga Kerja Disnaker Sumbar, sampai dengan Maret 21 terdapat 18 unit perusahaan yang tutup beroperasi. Seluruh perusahaan yang terpaksa tutup itu antara lain akibat sulitnya mencari `job order` ke luar negeri terutama negara-negara penerima, dan juga karena tidak memiliki jaringan yang kuat 4. Terlebih pasca gempa Sumbar, banyak orang tua yang takut melepas anaknya bekerja ke luar negeri dan lebih memilih mencari lapangan pekerjaan di dalam negeri. Tabel 6.1. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Daerah Asal Dalam Prov. Sumatera Barat Pertumb. Keterangan s.d Mar s.d Jun s.d Sept s.d Des s.d Mar s.d Jun s.d Sept s.d Des s.d Mar (yoy, %) Menurut Pendidikan ,17 - SD SLTP/Setingkat ,76 - SLTA/Setingkat ,34 - D.I, D.II & D.III , - Sarjana Menurut Usia ,17 - < 15 tahun tahun ,16 - > 21 tahun ,19 Menurut Lapangan Usaha ,17 - Pertanian/Perkebunan , - Industri Pengolahan ,35 - Perdagangan Besar Lainnya Menurut Negara Tujuan ,17 - Malaysia ,17 - Brunei Darussalam Saudi Arabia Korea Sumber : Disnakertrans Sumbar 6.2. Kesejahteraan 5 Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar yang sempat turun pada bulan Oktober 29, kini berbalik arah dan kembali mengalami tren yang meningkat. NTP merupakan salah satu indikator tingkat kemampuan daya April 21 5 Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Barat No.18/4/13/Th.XIII, 1 April 21 55

65 Mei-8 Jun-8 Jul-8 Agust-8 Sep-8 Okt-8 Nop-8 Des-8 Jan-9 Feb-9 Apr-9 May-9 Jun-9 Jul-9 Agust-9 Sep-9 Okt-9 Nop-9 Des-9 Jan-1 Feb-1 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan beli petani. Satu bulan pasca gempa, NTP Sumbar sempat turun sebesar 1,12% (mtm). Namun demikian, sejak bulan Nopember 29 NTP Sumbar kembali mengalami trend yang meningkat hingga pada bulan Februari 21 tercatat tumbuh sebesar,2% (mtm). Kenaikan ini disebabkan oleh adanya kenaikan pada indeks harga hasil produksi pertanian sebesar,75% (mtm) disisi lain indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian hanya mengalami kenaikan sebesar,73% (mtm). Pada bulan Februari 21, tercatat NTP dua subsektor mengalami kenaikan dan 3 subsektor lainnya mengalami penurunan indeks. Subsektor yang mengalami kenaikan indeks adalah subsektor holtikultura sebesar 1,36% (mtm) dan subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar,38% (mtm). Sebaliknya, 3 subsektor yang mengalami penurunan antara lain subsektor padi palawija sebesar,46% (mtm), subsektor peternakan,92% (mtm), dan subsektor perikanan,2% (mtm). 11, 15, 1, Indeks (27=1) 14, 13, 12, 11, 1, 9, Tanaman Pangan Hortikultura TPR Peternakan Perikanan 95, 8, Sumber : BPS Sumbar Grafik 6.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumbar Sumber : BPS Sumbar Grafik 6.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumbar Sektoral 56

66 Indeks Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 7.1. Perkiraan Ekonomi Pada triwulan II-21 ekonomi Sumatera Barat diperkirakan semakin membaik dengan tumbuh pada kisaran 3,5±,5% seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa. Tingkat konsumsi diperkirakan kembali bergairah. Pergerakan indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) memasuki awal triwulan II-21 mulai memasuki area positif dengan menanjak di atas angka 1. Pergerakan positif juga diikuti oleh Indeks Penghasilan Saat Ini. Beberapa faktor yang diperkirakan dapat turut mendongkrak konsumsi terkait dengan dilaksanakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pada akhir Juni 21 dilaksanakan 14 Pilkada secara serentak di Sumbar. Selain itu, masuknya liburan sekolah pada pertengahan tahun 21 diperkirakan dapat semakin memperbaiki kinerja konsumsi rumah tangga SBT IKK Indeks Penghasilan Saat Ini Indeks Ketepatan Waktu Membeli Durable Goods Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik 7.1. Perkembangan Indikator Survei Konsumen IV-28 I-29 II-29 III-29 IV-29 I-21 Sumber: SKDU, Bank Indonesia Grafik 7.2. Perkembangan Ekspektasi Kegiatan Usaha (Total Sektor) Dorongan ekonomi Sumbar melalui net-ekspor akan terus berlanjut di triwulan II-21. Harga CPO dan karet di pasar internasional diperkirakan masih mengalami peningkatan. Kondisi ini akan semakin meningkatkan kinerja netekspor Sumbar yang memiliki komoditas unggulan CPO dan karet. Hal ini juga akan berimplikasi pada semakin menggeliatnya subsektor perkebunan, sehingga 57

67 Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar Apr Jun USD/kg Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar Apr Jun USD/metric ton Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan II-21 secara umum mengalami peningkatan CPO Trendline (MA 3) Trendline (Polynomial 6) Sumber: Bloomberg Grafik 7.3. Trend dan Pergerakan Rata-Rata Harga CPO di Pasar Internasional Karet Trendline (MA 3) Trendline (Polynomial 5) Sumber: Bloomberg Grafik T.4. Trend dan Pergerakan Rata-Rata Harga Karet di Pasar Internasional Dari sisi belanja pemerintah, realisasi dana rehabilitasi dan rekonstruksi diperkirakan membantu ekonomi Sumbar bergerak positif. Dana rehabilitasi dan rekonstruksi Tahap I sekitar Rp313 miliar ditargetkan harus terrealisasi pada bulan Mei 21, sehingga kemudian dapat dilanjutkan pencarian dana pada tahap selanjutnya. Realisasi ini diharapkan dapat menjadi stimulus pergerakan ekonomi, terutama pada daerah yang kegiatan ekonominya lesu akibat dampak gempa Sementara itu, perkembangan di sektor industri pengolahan masih relatif terbatas. Kegiatan investasi di tingkat perusahaan masih banyak diwarnai oleh kegiatan investasi rekonstruksi dan relokasi tempat usaha. Investasi di bidang perkebunan kelapa sawit dan CPO pun masih tertahan mengingat lahan perkebunan yang semakin terbatas. Kegiatan industri diperkirakan kembali bergerak khususnya pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, seperti terlihat hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan peningkatan ekspektasi kegiatan usaha pada subsektor ini. Kegiatan subsektor industri makanan, minuman dan tembakau relatif cepat pulih pasca gempa 58

68 Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah mengingat sebagian banyak diwarnai oleh kegiatan industri skala UMKM. Selain itu tingkat permintaan akan hasil produk subsektor ini masih akan tinggi seiring dengan upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat. SBT SBT IV-28 IV-29 I Subsektor Makanan, minuman dan tembakau Sumber: SKDU, Bank Indonesia Grafik 7.5. Perkembangan Ekspektasi Kegiatan Usaha Pada Sektor Industri Pengolahan Sumber: SKDU, Bank Indonesia Grafik 7.6. Perkembangan Ekspektasi Kegiatan Usaha Pada Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran, khususnya subsektor perdagangan kembali bergerak. Beberapa kegiatan usaha perdagangan moderen mulai kembali beroperasi pasca gempa, dan pembenahan kegiatan usahanya semakin membaik pada triwulan II-21. Sementara itu, kegiatan di subsektor hotel masih akan stagnan terkait dengan kebutuhan pengeluaran modal dan investasi tinggi untuk pembangunan kembali hotel-hotel berbintang yang rusak dan hancur akibat gempa. Subsektor Kimia dan barang dari karet Subsektor Semen dan barang galian bukan logam IV-28 IV-29 I-21-1 Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera (%, y-o-y) P 2P Sumatera ,42 ±,8 Sumatera Bag. Selatan ,14 ±,95 1 Sumatera Selatan ± 1 2 Bangka Belitung 4.5 (.5) ± 1 3 Lampung ,64 ± 1 4 Bengkulu ,25 ±,25 Sumber: BPS dan Proyeksi Bank Indonesia 2 1 Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Subsektor Perdagangan Subsektor Hotel Sumatera Bag. Utara ,17 ±,54 1 NAD (5.3) (9.5) (8.5) (1.8) (2.) (5.6) ,88 ± 1 2 Sumatera Utara ,96 ± 1 Sumatera Bag. Tengah ,18 ±,9 1 Sumatera Barat ,5 ±,5 2 Riau ,3 ± 1 3 Kepulauan Riau ,3 ± 1 4 Jambi ,8 ± 1 59

69 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah 7.2. Perkiraan Inflasi Trend meningkatnya inflasi di triwulan I 21 diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan II 21. Inflasi Kota Padang yang sempat mencapai titik terendah dalam 1 tahun terakhir pada triwulan IV 29, mulai berbalik arah di triwulan I 21. Memasuki triwulan II 21, adanya rencana pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15% pada bulan Juni 21 diperkirakan akan memicu inflasi kembali naik secara signifikan. Selain itu, trend kenaikan harga energi dan komoditas internasional diperkirakan dapat kembali menekan inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar serta kelompok makanan jadi. Masuknya masa liburan sekolah di pertengahan tahun serta persiapan menghadapi tahun ajaran baru diperkirakan akan mendorong inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Pelaksanaan Pilkada pada akhir Juni diperkirakan juga akan memberikan kontribusi terhadap pergerakan harga barang-barang konsumsi terutama yang berhubungan dengan aktivitas persiapan maupun pelaksanaan Pilkada. 12, 1, 8, 6, 4, 2,, ekspektasi harga 3 bulan yad ekspektasi harga 6 bulan yad Grafik 7.7. Perkembangan Ekspektasi Inflasi >5% Inflasi Kota Padang pada triwulan II 21 diperkirakan berada pada kisaran 5,82±1% (yoy). Potensi kenaikan inflasi Kota Padang terbesar diperkirakan berasal dari kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebagai dampak dari kenaikan TDL. Kenaikan TDL diperkirakan akan memberikan kenaikan sumbangan inflasi kota Padang sebesar,47%. Masuknya masa liburan sekolah dan persiapan menghadapi tahun ajaran baru yang jatuh di akhir tahun triwulan II 21 berpotensi mendorong inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Selain itu, pelaksanaan Pilkada Provinsi Sumbar serta 6

70 persen (%) Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah seluruh kab/kota di Sumbar pada akhir Juni juga diperkirakan akan memberikan kontribusi terhadap pergerakan harga barang-barang konsumsi. Dari sisi penawaran (supply side), masuknya musim panen di triwulan II 21 diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pembentukan harga komoditas bahan pangan terutama kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Harga beras yang mulai stabil di akhir triwulan I 21 diperkirakan akan mengalami penurunan di triwulan II menyusul masuknya musim panen komoditas yang bersangkutan. Apabila tidak ada gejolak yang berarti terhadap pasokan dan distribusi bahan pangan serta didukung oleh kondisi cuaca yang kondusif maka tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan diperkirakan dapat mereda. Namun demikian, ancaman inflasi kelompok bahan makanan masih dapat terjadi sebagai dampak naiknya harga komoditas CPO di pasar internasional serta kerusakan beberapa jalur distribusi yang sempat longsor pasca musim penghujan lalu. Adanya kebijakan pemerintah untuk membuka keran impor gula mulai bulan Maret 21 lalu diharapkan juga dapat meredam kenaikan inflasi kelompok makanan jadi akibat adanya kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun I II III IV I II III* IV I II III IV I II *mulai menggunakan tahun dasar 27 Grafik 7.8. Prediksi Inflasi Sumbar pada Triwulan II-21 61

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2012 Triwulan II-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

B O K S. I. Gambaran Umum

B O K S. I. Gambaran Umum B O K S RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL WILAYAH SUMATERA * TRIWULAN II - 28 I. Gambaran Umum Memasuki Triwulan II-28, kinerja perekonomian wilayah Sumatera mengalami perlambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Barat. Triwulan. Kantor

Barat. Triwulan. Kantor KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 29 Kantor Bank Indonesia Padang Triwulan IV-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik Perekonomian Provinsi Lampung I Triwulan 1 Tahun 2016 STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 29 Kantor Triwulan III-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2007 Kantor Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian Ekonomi Penerbit : Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter - Kelompok

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2009 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tercatat sebesar 5,11% (yoy), atau meningkat dibanding triwulan lalu yang sebesar 4,4% (yoy). Seluruh sektor ekonomi pada triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Inflasi Aceh pada triwulan I tahun 2013 tercatat sebesar 2,68% (qtq), jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang minus 0,86% (qtq). Secara tahunan, realisasi inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 45/8/13/Th. XVII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT JULI 2014 SEBESAR 100,53 ATAU TURUN 0,32% NTP Sumatera

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 21/4/13/Th. XVII, 1 April 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT MARET 2014 SEBESAR 100,99 ATAU NAIK 0,31% NTP Sumatera

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci