SOLUSI PERIODIK ELIPTIK JACOBI PERSAMAAN MODUS TERGANDENG SISTEM KISI BRAGG ANDRIAL SAPUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SOLUSI PERIODIK ELIPTIK JACOBI PERSAMAAN MODUS TERGANDENG SISTEM KISI BRAGG ANDRIAL SAPUTRA"

Transkripsi

1 SOLUSI PERIODIK ELIPTIK JACOBI PERSAMAA MODUS TERGADEG SISTEM KISI BRAGG ADRIAL SAPUTRA DEPARTEME FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM ISTITUT PERTAIA BOGOR

2 ii Andrial Saputra: Solusi Periodik Eliptik Jacobi Persamaan Modus Tergandeng Sistem Kisi Bragg. Dibimbing Oleh: Husin Alatas Abstrak Persamaan modus tergandeng dalam tugas akhir ini adalah persamaan untuk sistem optik nonlinier yang bersifat periodik. Persamaan ini merupakan set persamaan diferensial parsial yang terkopel, dan untuk menganalisa kelakuan solusinya dilakukan melalui pendekatan analisis sistem dinamik. Berdasarkan pendekatan itu didapatkan sebuah set persamaan diferensial biasa orde satu yang akan dipecahkan secara analitik berupa fungsi Eliptik Jacobi (sn, cn, dan dn) dan dianalisa pula trayektori fungsi tersebut di bidang fasa. Kata Kunci: Eliptik Jacobi, sistem dinamik, bidang fasa.

3 iii Judul Skripsi : Solusi Periodik Eliptik Jacobi Persamaan Modus Tergandeng Sistem Kisi Bragg ama : Andrial Saputra IM : G Menyetujui Pembimbing Utama Dr. Husin Alatas, M.Si IP: Mengetahui Ketua Departemen Dr. Irzaman, M.Si IP: Tanggal Lulus:

4 iv Solusi Periodik Eliptik Jacobi Persamaan Modus Tergandeng Sistem Kisi Bragg Andrial Saputra G Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEME FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM ISTITUT PERTAIA BOGOR

5 v DAFTAR RIWAYAT HIDUP PEULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal november 987 oleh pasangan Ayah tercinta Syahrial dan Ibunda tercinta Sri Dewi ursanti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan tingkat sekolah dasar (SD) di SD Muhammadiyah 5 Jakarta, lalu melanjutkan di SLTP Muhammadiyah 9 Jakarta, selama di SLTP penulis aktif di berbagai kegiatan Rohis sekolah, dan mendapat banyak penghargaan prestasi akademis selama duduk di bangku SLTP. Setelah tamat SLTP, penulis melanjutkan studinya ke SMU 8 Jakarta, selama di SMU penulis aktif di keorganisasian Rohis SMU 8, bahkan tahun berturut-turut dipercaya menjadi Ketua Umum Rohis SMU 8. Di bagian prestasi penulis selalu terbaik pertama dari kelas hingga kelas 3, kemudian penulis juga banyak mengikuti perlombaan olimpiade, baik Fisika Dan Matematika. Setelah tamat SMU, penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dengan mengambil program studi Fisika. Selama kuliah penulis aktif menjadi staf keilmuan HIMAFI (Himpunan Mahasiswa Fisika), Staf Ahli Departemen Sains Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA, Ketua TIM KHUSUS Pesta Sains 7 dan 8. Di bagian akademik penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Fisika Dasar TPB (6-9), Asisten Praktikum Fisika Dasar untuk Mahasiswa Pra Universitas BUD (7-9), Asisten Praktikum Fisika Dasar Untuk Mahasiswa BUD (8), Koordinator Asisten Praktikum Fisika Dasar TPB (8-9), Asisten Praktikum Fisika Lanjut (8-9), Asisten Dosen Fisika Modern Untuk Mahasiswa Departemen Kimia (7-8), Asisten Dosen Fisika Modern Untuk Mahasiswa Departemen Fisika (7-9), dan Asisten Dosen Fisika onlinear (7-9). Kemudian penulis juga aktif di Bimbingan Belajar Fisika TPB (Physics Challenge I) (6-7), Direksi Bimbingan Belajar Physics Challenge II (7-8), Koordinator Soal-Soal dan Koordinator Guru bimbingan di Bimbingan Superstring Privat (8-9). Setelah itu penulis juga pernah ikut sebagai peserta Olimpiade Sains Tingkat asional seluruh perguruan tinggi di Indonesia (OS-PTI 8), dan pernah menjadi calon mahasiswa berprestasi di Departemen Fisika (7). Semua yang dilakukan penulis semata-mata ingin menghebatkan diri penulis supaya layak untuk menggenggam masa depan yang lebih cerah, untuk itu motto hidup dari penulis adalah Teknologi keberhasilan sudah ada dari zaman dahulu yaitu, ikhlas dalam meraih dan melihat sesuatu lalu yang kedua kerjakanlah sesuatu yang belum bisa kita lakukan.

6 vi KATA PEGHATAR Segala puji hanya kepunyaan Allah SWT dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada abi Muhammad SAW. Atas rahmat dan hidayah Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Solusi Periodik Eliptik Jacobi Persamaan Modus Tergandeng Sistem Kisi Bragg. Dalam skripsi ini membahas berbagai formula matematis yang cukup kompleks dalam menyusun solusi ini, sehingga membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam menyelesaikannya, namun dengan perjuangan yang terus dilakukan penulis akhirnya bisa juga menyelesaiakan skripsi ini walau melebihi target penulis. Tak lupa juga Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan Penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini, yaitu kepada :. Bapak Dr. Husin Alatas Selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, tempat bertanya dan semangat kepada penulis, sehingga penulis tak gentar dalam memecahkan semua formula. Dan beliaulah yang menjadi teladan buat penulis selama kuliah.. Mas Doddy (Mas Hendradi Hardhienata M.Si) Selaku Dosen Fisika Teori yang selalu memberi semangat buat penulis dan humornya yang tinggi dalam kesehariannya serta kepribadiannya yang penulis banggakan. 3. Bapak Dr Irzaman dan Bapak Jajang Juansah M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran, semangat dan masukan yang sangat berharga untuk penulis khususnya. 4. Papa, Mama, adik-adik di rumah terima kasih atas dukungan dan doanya yang tidak pernah berhenti mendoakan penulis agar selalu berhasil. 5. Seluruh Dosen bagian Fisika Teori yang telah membuat penulis jatuh hati terhadap bidang ini yaitu Pak Faozan Ahmad M.Si, Pak Dr Agus Kartono, dan Pak Abdul Djamil Husin M.Si. 6. Seluruh Dosen Fisika dan Staf Karyawan Departemen Fisika yang telah memberikan kontribusi yang besar dalam pelaksanaan akademis. 7. Seluruh Laboran laboratorium seperti Pak Rahmat, Pak Parman, Pak Toni, dan staf yang selalu membantu penulis seperti Pak Firman, Mas Junaedi dan Mas Asep dalam pelaksanaan sarana dan prasarana dalam perkuliahan. 8. Teman-teman satu lab Fisika Teori, Rudi, Dicky, Rosyid, Candra, Caca, dan Mas Teguh. Atas semua masukan kepada penulis. Dan kebersamaannya selama berada di dalam lab teori, Serta tawa dan canda dalam menghiasi lab teori yang kata orang menyeramkan. 9. Seluruh teman-teman angkatan 4 seperti Cucu, Ario, Amel, Rizal, Fahmi, Ais, pipit, dan masih banyak lainnya yang telah berjuang bersama di Fisika 4 dalam suka dan duka, serta angkatan Fisika Seseorang yang tidak pernah penulis lupakan selama penulis kuliah yaitu dia yang selalu menyemangati dan memberikan doa serta canda tawanya untuk penulis selama 3 tahun terakhir. so terima kasih ya (EF). Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan bagi penulis. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Bogor, Desember 9 Penulis Andrial Saputra

7 vii DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ii LEMBAR PEGESAHA... iii HALAMA JUDUL... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v KATA PEGATAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRA... ix PEDAHULUA... Latar belakang... Tujuan Penelitian... TIJAUA PUSTAKA... Soliton Dalam Fisika... Analisa Sistem Dinamik... Solusi Satu Soliton Persamaan LS... 6 Analisis Sistem Dinamik Solusi Satu Soliton LS... 7 Integral Dan Fungsi Eliptik... 8 METODE PEELITIA... 9 Waktu dan Tempat Penelitian... 9 Peralatan... 9 Metode Penelitian... 9 Studi Pustaka... 9 Penurunan Solusi Secara Eksak... 9 Analisa Solusi Dengan Mapple dan Mathematica HASIL DA PEMBAHASA... 9 Solusi Eksak Soliton Optik onlinear Melalui Metode Sistem Dinamik... 9 Analisa Sistem Dinamik Fungsi Eliptik Jacobi Pada Soliton Optik onlinear... 3 KESIMPULA DA SARA... 9 Kesimpulan... 9 Saran... 9 DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRA...

8 viii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar Ilustrasi Soliton.... Gambar Kurva aliran Trayektori untuk persamaan ()... 3 Gambar 3 Trayektori tidak akan pernah berpotongan untuk dua keadaan berbeda... 3 Gambar 4 Titik ode atraktor negatif... 4 Gambar 5 Titik ode atraktor positif... 4 Gambar 6 Diagram harga Eigen untuk kasus titik ode... 4 Gambar 7 Aliran Trayektori titik Sadel... 4 Gambar 8 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Sadel... 4 Gambar 9 Aliran Trayektori titik Sadel... 4 Gambar Diagram harga Eigen untuk kasus titik Center... 4 Gambar Titik Fokus atraktor negatif... 5 Gambar Titik Fokus atraktor positif... 5 Gambar 3 Diagram Bifurkasi Sadel-ode... 5 Gambar 4 Diagram Bifurkasi untuk kasus Bifurkasi Trans-Kritikal... 5 Gambar 5 Diagram Bifurkasi Pitch-Fork Gambar 6 Pola Trayektori Bifurkasi Poincare Andronov Hopf Gambar 7 Profil Solusi Persamaan (34) Gambar 8 Pola Trayektori untuk kasus < dan κ > Dan sesuai pula dengan persamaan (38) untuk kasus H... 7 Gambar 9 Pola aliran Trayektori persamaan (39) Yang dikombinasikan dengan persamaan (4) Gambar Diagram Bifurkasi satu dimensi untuk persamaan (77) Gambar Diagram Bifurkasi dua dimensi Untuk kasus >, < dan <, >... Gambar Diagram Bifurkasi dua dimensi untuk kasus,... Gambar 3 Diagram Bifurkasi dua dimensi Untuk kasus, > dan, <.... Gambar 4 Plot kasus <, < dengan menggunakan Mathematica..... Gambar 5 Trayektori kasus <, < dengan menggunakan Mapple... 3 Gambar 6 Plot untuk kasus >, > dengan menggunakan Mathematica. 3 Gambar 7 Trayektori Kasus >, > dengan menggunakan Mapple Gambar 8 Trayektori untuk H Gambar 9 Trayektori untuk H / Gambar 3 Trayektori fungsi sn ( ζ x, k ) dengan kondisi k < dan h> Gambar 3 Trayektori fungsi cn ( ζ x, dengan kondisi h < dan k > Gambar 3 Trayektori fungsi cn ( ζ x, dengan kondisi h > dan k < Gambar 33 Trayektori fungsi dn( ζ x, dengan kondisi h < dan k < Gambar 34 Trayektori fungsi dn( ζ x, dengan kondisi h > dan k > Gambar 35 Plot Fungsi sn ( ζ x, k ) terhadap sumbu x dengan kondisi k < dan h>... 7 Gambar 36 Plot Fungsi cn ( ζ x, terhadap sumbu x dengan kondisi h > dan k <... 7 Gambar 37 Plot Fungsi cn ( ζ x, terhadap sumbu x dengan kondisi h < dan k >... 7 Gambar 38 Plot Fungsi dn( ζ x, terhadap sumbu x dengan kondisi h < dan k <... 7 Gambar 39 Plot Fungsi dn( ζ x, terhadap sumbu x dengan kondisi h > dan k >... 7 Gambar 4 Gabungan Trayektori untuk fungsi sn ( ζx,,cn( ζx,,dandn( ζx, k )... 8 Gambar 4 Trayektori solusi untuk fungsi cn ( ζ x, dan dn ( ζ x, ketika k <... 8 cn x, k dn ζ x, k ketika k >... 8 Gambar 4 Trayektori solusi untuk fungsi ( ζ ) dan

9 ix DAFTAR LAMPIRA Halaman Lampiran Diagram Alir Penelitian.... Lampiran Penurunan Eksak Solusi Soliton LS Melalui Pendekatan Sistem Dinamik... 3 Lampiran 3 Penurunan Eksak Solusi Soliton Sistem Optik Periodik Melalui Pendekatan Analisis Sistem Dinamik Untuk F Sembarang 7 Lampiran 4 Integral Dan Fungsi Eliptik... 3 Lampiran 5 Penurunan Eksak Solusi Soliton Sisitem Optik Periodik Melalui Pendekatan Analisis Sistem Dinamik Untuk Fungsi Jacobian Eliptik Lampiran 6 Daftar Parameter Pada Keseluruhan Persamaan Lampiran 7 Listing Program Mathematica

10 PEDAHULUA. Latar Belakang Pada saat ini ternyata, banyak ilmuwan memandang bahwa Fisika on Linier telah menjadi salah satu tonggak mendasar dalam memahami alam semesta. Padahal awalnya tidak ada yang menduga sifat-sifat non linier alam akan menghasilkan berbagai fenomena alam yang menarik. Para ilmuwan dahulu terkadang lebih senang melakukan linearisasi untuk permasalahan yang dihadapi dan selalu mengabaikan efek nonlinieritas ketika menganalisis suatu masalah sehingga tidak ada yang menyadari bahwa efek nonlinieritas akan memberikan keluaran yang jauh berbeda jika tidak diabaikan. Soliton sebagai salah satu bagian riset fisika nonlinier sebenarnya sudah mulai diteliti sejak seratus lima puluh tahun yang lalu, tetapi baru sekitar empat puluh tahu belakangan ini benar-benar dikaji secara mendalam. Soliton sekarang telah diterima secara luas sebagai sebuah basis struktural untuk memandang dan memahami kelakuan dinamis dari sistem-sistem nonlinier yang begitu kompleks perumusannya. Soliton adalah sebuah gelombang nonlinier yang memiliki sifat-sifat berikut yaitu terlokalisasi dan merambat tanpa perubahan bentuk dan kecepatan serta stabil melawan proses tumbukan dan akan mempertahankan identitasnya (bentu. Sifat pertama merupakan kondisi gelombang soliter yang dikenal dalam hidrodinamika sejak abad ke-9. Sifat yang kedua berarti gelombang tersebut memiliki kelakuan sebagai partikel. Dalam fisika modern, akhiran -on biasanya digunakan untuk menunjukkan kelas partikel, misalnya fonon dan foton. Sifat soliton yang tampak sebagai partikel memang menjadi salah satu bahan yang menarik untuk dikaji akhir-akhir ini. Perhatikan ilustrasi gambar berikut. Gambar Ilustrasi Soliton Kisah penemuan soliton sangatlah menarik dan penting untuk diketahui. Pengamatan pertama kali yang tervisualisasi dengan baik dilakukan pada 844 oleh ilmuwan Skotlandia, John Scott-Russel []. Ia mengamati gerak sebuah perahu dari kudanya. Ketika perahu tiba-tiba berhenti, timbullah gelombang air dengan sebuah puncak yang bergerak menjauh dari perahu tersebut. Ia lalu mengamati gerak gelombang air tersebut dan terus mengikutinya hingga sekitar mil. Gelombang air tersebut nyaris tidak berubah bentuk juga kecepatannya hingga nanti akhirnya menghilang dari pandangan karena masuk ke dalam terowongan air. Sehingga istilah gelombang soliter kemudian diberikan oleh Russel untuk gelombang air yang diamatinya itu. Keberadaan dari intensitas optik nondifraksi yang terlokalisir dalam bentuk Bright dan Dark soliton spasial pada media nonlinier optik sebenarnya sudah dikaji dan dipelajari dalam kurun waktu dekade sebelumnya[]. Diantara yang telah dipelajari ada sebuah persamaan yaitu persamaan nonlinier Schroedinger (LS), persamaan ini telah dibuktikan oleh Zakharov dan Shabat (Z-S) pada tahun 97 melalui metode hamburan balik (Inverse Scattering), dimana persamaan tersebut memiliki solusi yang jumlahnya tidak berhingga (Unlimited), dalam pengertiannya bahwa setiap kondisi awal yang diberikan pasti memilki bentuk tertutupnya yang eksak. Salah satu contoh perluasan lebih lanjut dari persamaan LS untuk kasus perambatan gelombang cahaya dalam medium pandu gelombang planar dengan struktur periodik dalam arah rambat diberikan oleh persamaan yang akan dibahas pada skripsi ini yaitu persamaan Soliton spasial sistem Optik nonlinier yang bersifat periodik. Dalam perkembangan Fisika onlinier juga dikenal permasalahan tentang analisa sistem dinamik. Dalam membahas dinamika suatu sistem fisis dapat digambarkan oleh suatu set persamaan diferensial biasa yang merupakan fungsi satu variabel. Konsep mengenai ruang fasa, titik kritis, serta stabilitasnya merupakan masalah yang fundamental dalam dinamika sistem[3]. Dan pada skripsi kali ini akan diterangkan stabilitas dan perilaku hasil solusi soliton sistem optik nonlinier periodik menggunakan pendekatan sistem dinamik yang dipadu dengan pemahaman tentang integral dan fungsi eliptikal.

11 Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang nantinya akan dipadu dengan fungsi Jacobian Eliptik, sehingga nantinya bisa dianalisa perilaku disekitar aliran trayektori.. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perilaku solusi soliton periodik dengan cara menggunakan analisis sistem dianamik, dimana dengan mengetahui pola perilakunya, maka nantinya akan bisa diketahui perilaku disekitar trayektori yang ditunjukan oleh ketiga buah fungsi Jacobian Eliptik untuk persamaan soliton periodik. TIJAUA PUSTAKA. Soliton Dalam Fisika Untuk mengetahui soliton secara fisis ada beberapa pertanyaan yang mungkin sampai sekarang menggelayuti pikiran banyak orang yaitu bagaimana cara mengetahui sifat soliton secara analitik? Mengapa soliton dapat berkelakuan stabil layaknya sebuah partikel? Dan apakah soliton hanya sebuah fenomena spesifik dari persamaan Kdv saja?. Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut akan dipaparkan secara bertahap beberapa langkah tambahan setelah Zabusky dan Kruskal melakukan perhitungan numeriknya. Tinjau persamaan Kdv yang telah mengalami penskalaan pada variabel bebas dan variabel terikatnya: ut 6uux + uxxx () dari teori gelombang dapat diketahui bahwa suku kedua dan ketiga masing-masing menyatakan efek nonlinier dan dispersi. Suku nonlinier menyebabkan sebuah perubahan kecuraman pada bentuk gelombangnya, sementara suku dispersi menyebabkan gelombang dapat menyebar. Kompetisi antara kedua suku tersebut menghasilkan bentuk gelombang stasioner yang dikenal sebagai gelombang soliter. Alasan lain mengapa setiap gelombang soliter bersifat stabil yaitu sifat persamaan Kdv yang memilki besaran konservatif. Sifat dinamis dari sistem dibatasi oleh hukum kekekalan dari besaran tersebut. Besaran yang konservatif dapat menjamin parameter yang mengkarakterisasi soliton untuk tidak bergantung pada waktu sehingga soliton dapat bersifat stabil. Berdasarkan pada tak hingga banyaknya besaran konservatif (variabel medan memiliki derajat kebebasan tak hingga), maka soliton dapat eksis dalam jumlah yang sembarang. Sifat-sifat dasar soliton dapat diinvestigasi dengan metode hamburan balik (inverse Scattering method). Secara ringkas solusi persamaan Kdv yang diselesaikan dengan metode hamburan balik yaitu: u( x, t) K( x, x; t) () x dengan nilai fungsi dari: x K( x, y; t) + F( x+ y; t) + K( x, z; t) F( z+ y; t) dz (3) nx b( k, t) ikx F ( xt ; ) cn ( t) e + e π a ( k, n ) (4) dimana persamaan (3) merupakan persamaan Gelvan-Levitan. Secara khusus ketika koefisien refleksi r( k,) b( k, ) / a( k,) bernilai nol (potensial tanpa refleksi, maka barulah dapat dipecahkan persamaan Gelvan Levitan dan nantinya dapat diperoleh solusi -soliton yang terkait dengan keadaan terikat. Dari pernyataan eksak solusi - soliton, dapat dibuktikan bahwa soliton stabil melawan tumbukan sesamanya. Tumbukan tersebut akan selalu dalam keadaan berpasangan dan hanya menginduksi proses pergeseran posisi dari soliton[4]. Permasalahan nilai awal dari persamaan Kdv akhirnya telah dapat diselesaikan pada masa itu. Dan lima tahun berikutnya (97) dengan jalan mengembangkan metode hamburan balik, Zakharov dan Shabat [5] berhasil memecahkan persamaan nonlinier Schroedinger (LS) yang berbentuk: iψt + ψ xx + ψ ψ (5) dan kemudian seorang ilmuwan bernama Wadati memecahkan persamaan Kdv yang termodifikasi [6,7], berikut persamaannya: ut + 6u ux + uxxx (6) dan akhirnya sampai sekarang lebih dari seratus persamaan soliton yang telah dikenal.. Analisa Sistem Dinamik. Dalam membahas dinamika suatu sistem fisis dapat digambarkan oleh suatu set persamaan diferensial biasa yang merupakan fungsi satu buah variabel, dan dalam hal ini persamaan diferensial biasa yang digunakan bersifat autonomous[3], yakni suatu set persamaan yang di dalamnya tidak terdapat hubungan ketergantungan terhadap variabel secara eksplisit. Berikut PDB orde satu yang dimaksud:

12 3 dxn x n fn( xn) x n dt (7) Kemudian dalam membahas soal dinamika sistem akan dikenal istilah ruangfasa, untuk bisa memberikan gambaran tersebut, maka tinjau kembali persamaan untuk kasus bandul sederhana yang terlinierisasi yang dituliskan: x + x (8) Dengan mendefinisikan x x dan x x, maka persamaan (8) dapat dituliskan kembali dalam bentuk: x x x x (9) jelas terlihat bahwa melalui definisi ulang, persamaan (8) di atas berubah menjadi PDB orde satu seperti pada persamaan (7) dengan. Dan perlu diingat bahwa solusi dari persamaan (8) adalah sebuah solusi harmonik yang berdasarkan pada superposisi linier dari fungsi sinus dan kosinus, sehingga dengan demikian solusi bagi persamaan (9): x csin t x ccost () dengan c adalah sebuah konstanta sembarang, dan selanjutnya atas dasar kenyataan berikut: x + x c( sin t+ cos t) c () maka jelaslah bahwa dalam bidang ( x, x) ( x, x ) kurva yang terbentuk adalah sebuah lingkaran dengan jari jari c. Sebagaimana yang akan diberikan pada gambar. Gambar Kurva aliran Trayektori untuk Persamaan () dan nantinya ada hal yang penting untuk perlu diingat bahwa trayektori-trayektori dalam sebuah ruang atau bidang fasa tidak pernah berpotongan, sebagaimana akan dicontohkan pada gambar 3, untuk dua keadaan awal yang berbeda, trayektori solusi yang arah alirannya ditunjukan melalui kepala panah, tidak pernah akan berpotongan. Hal ini berlaku umum untuk semua jenis PDB (9). Gambar 3 Trayektori tidak akan pernah berpotongan untuk dua keadaan berbeda Berikut akan ditinjau kembali persamaan (7) yang akan dituliskan dalam bentuk yang lebih eksplisit sebagai berikut: x f x ( x ),... x f x (,... ) x misalkan terdapat titik-titik { } () xn x yang n, nantinya akan mengakibatkan nilai dari fungsi fn( x,,..., xn,,..., x, ) secara menyeluruh, maka set titik titik tersebut dinamakan sebagai set titik kritis yang terkait dengan { x n }. Berdasarkan kenyataan ini, sebuah titik kritis dalam ruang-fasa terkait dengan solusi stasioner dimana nilai x( t) c untuk semua waktu dengan nilai c merupakan sebuah konstanta. Untuk mengetahui karakteristik dari titik-titik tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan linierisasi sistem persamaan terkait, yakni dengan melakukan ekspansi Taylor terhadap fungsi f di sekitar n xn xn, hingga orde pertama saja: f n x n ( xn xn, ) x x +... n, n xn (3) Kemudian, dengan memanfaatkan secara lebih mendalam linierisasi persamaan () dalam hal menentukan karakter dari suatu titik kritis secara lebih umum, berikut akan dituliskan kembali persamaan (3) ke dalam bentuk persamaan matriks berikut: T X AX X ( X, X,.. X ) (4) f f X X A (5) f f X X di sini X x x yang menunjukan bahwa n n n, titik kritis ditranslasikan ke titik asal (,), dan

13 4 A adalah matriks yang diasumsikan sebagai matriks non-singular yakni: det A (6) Untuk menganalisa karakteristik dari titik kritis terkait, maka tentukan terlebih dahulu persoalan harga eigen bagi matriks A : AX λ X (7) dengan λ merupakan harga eigen terkait yang dapat diperoleh dengan cara memecahkan persamaan karakteristik berikut ini: det ( A λi) (8) Dengan demikian, dapat diperoleh empat buah jenis titik kritis berdasarkan harga eigennya yaitu Titik ode, Titik Sadel, Titik Center dan Titik Fokus. Untuk titik ode nilai eigennya berharga riil. Pada kasus λ, λ > akan diperlihatkan pada gambar 4 dimana titik ode tersebut beratraktor negatif yang artinya aliran trayektori menjauhi titik kritis. amun ketika λ, λ < titik ode tersebut akan beratraktor positif, yang artinya aliran trayektori akan menuju ke arah titik kritis sebagaimana ditunjukan pada gambar 5. Kemudian untuk titik kritis jenis yang kedua yaitu titik Sadel memilki harga eigen yang bernilai riil pula, bedanya dengan titik ode, titik Sadel nilai eigennya berkondisikan nilai eigen yang berlawanan tanda λ <, λ > atau sebaliknya. Berikut ini adalah bentuk trayektorinya. Gambar 7 Aliran Trayektori titik Sadel dan diagram harga eigen yang terkait pada gambar 7 akan diberikan pada gambar 8. Gambar 8 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Sadel Gambar 4 Titik ode atraktor negatif untuk jenis titik kritis yang ketiga yaitu titik Center ternyata memilki nilai eigen yang berbeda dari dua titik kritis sebelumnya yaitu nilai eigen yang imajiner. Dengan begitu, trayektori yang terkait titik Center ini bisa diilustrasikan pada gambar 9. Gambar 5 Titik ode atraktor positif dan diagram harga eigen untuk kasus titik ode ini diberikan oleh gambar 6a dan 6b masing-masing untuk kasus atraktor negatif dan positif berturut-turut. Gambar 9 Aliran Trayektori titik Center sedangkan untuk diagram harga eigennya diberikan dalam gambar. Gambar 6 Diagram harga Eigen untuk kasus titik ode Gambar Diagram harga Eigen untuk kasus titik Center

14 5 Berikutnya, untuk jenis titik kritis yang terakhir yaitu titik Fokus ternyata memiliki nilai eigen yang merupakan bilangan kompleks, yaitu bilangan yang terdiri atas fungsi riil dan imajiner. Untuk kasus μ > titik Fokus tersebut memilki atraktor negatif, sedangkan untuk kasus μ < titik Fokus tersebut memilki atraktor positif, untuk memahaminya perhatikan ilustrasi gambar dan gambar berikut. untuk bifurkasi jenis kedua yaitu bifurkasi Trans-Kritikal. Pada bifurkasi ini jumlah titik kritis yang terlibat dalam proses tetap namun hanya mengakibatkan pertukaran karakteristik kestabilannya saja. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 4. Gambar 4 Diagram Bifurkasi untuk kasus Bifurkasi Trans-Kritikal Gambar Titik Fokus atraktor negatif dan untuk bifurkasi jenis berikutnya disebut bifurkasi Pitch-Fork. Bifurkasi ini dicirikan lewat bertambahnya titik kritis dari satu menjadi tiga buah, dimana untuk titik kritis yang telah ada sebelumnya berubah karakteristik kestabilannya dari stabil menjadi tidak stabil, sedangkan untuk titik kritis yang baru bersifat stabil. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 5. Gambar Titik Fokus atraktor positif Setelah membahas mengenai titik kritis, dalam pembahasan dinamik sistem juga dikenal istilah bifurkasi. Bifurkasi adalah proses perubahan jumlah titik kritis serta jenisnya akibat perubahan parameter yang terkandung di dalam suatu sistem persamaan. Secara umum bifurkasi pada dinamik sistem ada banyak jenisnya, namun untuk kali ini akan dibahas empat buah kasus bifurkasi yang paling sering ditemui dan tergolong dalam kasus bifurkasi lokal. Bifurkasi yang pertama disebut bifurkasi Sadel-ode. Bifurkasi jenis ini dicirikan oleh munculnya dua atau lebih titik kritis. Berikut ilustrasi dari diagram bifurkasinya untuk kasus satu dimensi. Gambar 3 Diagram Bifurkasi Sadel-ode Gambar 5 Diagram Bifurkasi Pitch-Fork Kemudian untuk bifurkasi jenis terkahir disebut bifurkasi Poincare-Andronov-Hopf. Pada bifurkasi ini persamaan PDB yang ditinjau merupakan persamaan PDB dua dimensi, namun karena cukup kompleks persamaan tersebut jika direpresentasikan dalam koordinat cartesian, maka dilakukan transformasi koordinat dari cartesian menuju polar agar PDB yang nanti akan diselesaikan jauh lebih sederhana dari sebelumnya. Pada bifurkasi ini dasarnya melibatkan trayektori yang bersifat periodik dimana terjadi perubahan jenis titik kritis dari titik Fokus dengan atraktor positif menjadi atraktor negatif disertai dengan kemunculan Limit Cycle. Limit Cycle merupakan sebuah trayektori berbentuk lingkaran yang bersifat periodik yang muncul akibat perubahan kestabilan titik Fokus. Untuk memahami lebih lanjut perhatikan ilustrasi gambar 6 berikut.

15 6 Gambar 6 Pola Trayektori Bifurkasi Poincare Andronov Hopf (Bifurkasi Hopf) dapat dilihat pada gambar ketika kasus μ > muncul sebuah Limit Cycle disana. Hal ini terjadi karena perubahan kestabilan titik Fokus saat μ < yang beratraktor positif menjadi beratraktor negatif pada μ > Perlu ditekankan disini bahwa keempat bifurkasi yang dibahas sebelumnya merupakan bifurkasi lokal, yakni bifurkasi yang dapat dilihat hanya dengan meninjau perubahan kelakuan aliran trayektori di sekitar titik kritis. 3. Solusi Satu Soliton Persamaan LS Pada awal pembahasan mengenai kehadiran soliton optik, akan ditinjau sebuah persamaan perambatan pulsa elektromagnetik dalam serat optik. Dalam hal ini perambatan pulsa yang dimaksud melalui medium dielektrik. Yaitu sebuah medium yang jika dirambati oleh cahaya dengan intensitas tinggi akan menunjukan sebuah hubungan antara indeks bias terhadap intensitas cahaya. Medium dengan perilaku seperti itu dikenal sebagai medium kerr. Persamaan gelombang yang terkait dengan perambatan pulsa dalam serat optik lazim disebut persamaan Schrodinger nonlinier (LS) yang dapat dituliskan dalam bentuk umum sebagai berikut[3]: E E i + E E (9) z t dimana nilai E merupakan medan selubung dari pulsa listrik, kemudian nilai d ω dk merupakan parameter yang terkait dengan dispersi dari kecepatan grup dan nilai ( 3) χ terkait dengan suseptibilitas orde tiga dari medium yang dilalaui. Berikut ini akan dicari solusi bagi persamaan (9) dalam bentuk: i z E zt, u t e κ () dengan u t merupakan fungsi riil. Kemudian substitusikan persamaan () ke dalam persamaan (9) dan menghasilkan: u 3 κu + u () t selanjutnya kalikan persamaan () dengan du / dt sehingga: 3 κu du d u du + u du dt dt dt dt () persamaan () dapat dituliskan kembali dalam bentuk: d du 4 κu + u dt dt (3) yang mengindikasikan bahwa: du 4 κu + u c (4) dt dimana nilai c merupakan sebuah konstanta. Selanjutnya untuk bisa memperoleh solusinya maka dengan membatasi diri pada solusi yang memilki kondisi du dt dan u pada t ± sehingga berakibat nilai c pada ruas kanan bernilai nol. Dari sini persamaan (4) dapat diatur kembali menjadi: du 4 κu u (5) dt + du dt κ (6) u + u untuk menyelesaikan persamaan (6) pada ruas kiri akan dilakukan pemisalan fungsi u κ / sinψ dan du κ / cosψdψ, sehingga ruas kiri persamaan (6) dalam variabel ψ menjadi: du dψ u κ / + u κ / sinψ (7) kemudian integralkan hasil yang diperoleh terhadap variabel ψ : dψ κ / sinψ (8) cosψ ln κ / sin ψ sin ψ setelah itu nyatakan kembali persamaan (8) dalam variabel u :

16 7 cosψ ln κ / sin ψ sin ψ u /κ ln κ / κ / u (9) sedangkan integral ruas kanan persamaan (6) didapatkan: dt t / / (3) dengan demikian persamaan yang harus dipecahkan adalah: u /κ ln κ / κ / t u (3) sehingga nantinya nilai u menjadi: κ / exp κ / t u() t + exp( κ / t) (3) dan nantinya bentuk persamaan (3) dapat diubah menjadi bentuk fungsi trigonometri berikut: u t κ / sech κ / t (33) () sehingga akhirnya solusi dari persamaan LS dalam bentuk persamaan () yang diinginkan dapat dituliskan sebagai berikut: i z E z, t κ / sech κ / t e κ (34) dengan bentuk profilnya diberikan pada gambar 7. Jelas bahwa solusi yang diperoleh merupakan solusi yang terlokalisasi dengan ekor-ekor menuju nol. Dalam fisika, solusi ini dinamakan sebagai soliton. u u (35a) 3 u κu+ u (35b) jelas terlihat bahwa titik-titik kritis untuk sistem persamaan (35) adalah: u, u (36a) κ u ±, u (36b) dan harga eigen yang terkait dengan masingmasing titik kritis diberikan oleh penyelesaian dari konstruksi matriks Jacobian, dan hasil yang didapat: κ λ ± (37a) κ λ ± (37b) untuk kasus < dan κ > dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kritis (36a) merupakan sebuah titik Sadel, sedangkan titik kritis (36b) merupakan titik Center. Sebelum meninjau bentuk trayektori solusi berdasarkan proses linierisasi, perlu disadari bahwa sistem persamaan (35) membentuk suatu sistem Hamiltonian dengan fungsi Hamiltonian terkait diberikan oleh: κ 4 H u + u + u 4 (38) dimana persamaan (35) memenuhi persamaan kanonik u H / u dan u H / u. Mengingat pada titik (,) merupakan titik Sadel, maka nilai Hamiltonian untuk trayektori yang terkait dengan titik tersebut adalah H. Dengan demikian, sambil memeperhatikan kenyataan bahwa terdapat dua buah titik Center dan sebuah titik Sadel di titik asal, maka bentuk trayektori yang dimaksud adalah Seperti yang diilustrasikan pada gambar 8 berikut. Gambar 7 Profil solusi persamaan (34) 4. Analisis Sistem Dinamik Solusi Satu Soliton onlinier Schroedinger (LS) Untuk melihat makna dari solusi soliton LS persamaan (34) dalam bahasa dinamika sistem maka tinjau kembali persamaan () dalam bentuk PDB orde satu dengan memisalkan u dan u didapatkan: u u Gambar 8 Pola Trayektori untuk kasus < dan κ > dan sesuai pula dengan persamaan (38) untuk kasus H kemudian untuk kasus > dan κ > dapat dengan mudah pula diketahui bahwa untuk

17 8 titik kritis (36a) merupakan sebuah titik Center, sedangkan untuk titik kritis (36b) merupakan titik Sadel. Berdasarkan persamaan (35) diketahui bahwa: u () t κ sech κ t tanh κ t (39) dengan menggunakan aplikasi Mapple, dapat diperlihatkan bahwa untuk rentang < t < maka diperoleh dalam gambar 9, pola trayektori dari persamaan (39) yang dikombinasikan dengan: κ κ u () t u () t sech t (4) secara implisit dalam bidang ( u( t), u( t) ). Terlihat bahwa kombinasi tersebut cocok dengan trayektori dari hamiltonian dengan H pada bagian kurva tertutup bagian kanan. Kurva tertutup bagian kiri dari gambar 9 terkait dengan solusi u u, dimana berdasarkan transformasi ini persamaan (35) merupakan persamaan yang invarian. Gambar 9 Pola aliran Trayektori persamaan (39) yang dikombinasikan dengan persamaan (4) amun, jika kembali mengacu pada persamaan (34) dapat dengan mudah dilihat bahwa agar persamaan tersebut terkait dengan suseptibilitas orde tiga dimana > maka kondisi yang harus dipenuhi adalah ketika < dan κ > agar fungsi u merupakan fungsi riil. Kondisi perambatan dengan nilai < secara teoritis terkait dengan sebuah keadaan dispersi anomali. 5. Integral dan Fungsi Eliptik Untuk memahami permasalahan ini, berikut akan ditunjukan sebuah bentuk integral yang sering dijumpai dalam permasalahan Fisika seperti pada kasus bandul sederhana yaitu: ϕ dϕ F( ϕ, (4) k sin ϕ integral pada persamaan (4) dinamakan sebagai integral eliptik jenis pertama dan: ϕ E(, k sin d ϕ ϕ ϕ (4) dikenal sebagai integral eliptik jenis kedua. Dimana nilai k berada pada rentang nilai k. ilai k pada persamaan tersebut merupakan sebuah modulus dan ϕ merupakan sebuah amplitudo dari integral eliptik pada persamaan (4) dan (4). Integral eliptik dinamakan sebagai integral eliptik lengkap jika amplitudo pada persamaan bernilai π ϕ. Integral pada persamaan (4) dan (4) merupakan integral eliptik versi Legendre. Melalui transformasi: x sinϕ dengan nilai dx dϕ, sehingga diperoleh x bentuk lain sebagai berikut yaitu[8,9,3]: x dx F( x, k ) (43) x kx x k x E( x, dx (44) x yang dinamakan integral eliptik versi Jacobi. Bentuk integral eliptik baik dalam versi Legendre maupun Jacobi tidak dapat secara umum dievaluasi secara analitik. ilainilainya untuk amplitudo tertentu disediakan dalam bentuk tabel yang diperoleh secara numerik. Tinjau bentuk integral eliptik Jacobi (43). Jika diambil k maka dapat dengan mudah diperoleh: x dx u sin x (45) x dimana u F( x,), jika dilakukan inversi terhadap persamaan (45) maka diperoleh hasil sin u x. Dengan memperluas cara pandang untuk kasus k dan dengan mendefinisikan secara umum nilai u F ( x,, maka serupa dengan persamaan (45) dapat dituliskan bentuk bagi sembarang integral eliptik terkait: x dx u sn x (46) x k x dan serupa pula dengan persamaan (45), invers dari persamaan (46) adalah sn u x sinϕ. Dimana secara lebih khusus

18 9 fungsi sn u dikenal dalam matematik sebagai fungsi eliptik Jacobi[8,9,3]. Mirip dengan fungsi trigonometrik, dapat pula didefinisikan fungsi eliptik Jacobi cn u melalui hubungan: cn u sn u cosϕ (47) kemudian tinjau kembali integral eliptik versi Legendre pada persamaan (4), jelas terlihat: du dϕ k sin ϕ (48) dan berdasarkan hubungan (48) dapat pula didefinisikan fungsi dn u melalui perumusan berikut ini yaitu: dϕ dn u k sn u du (49) dengan demikian, jelas bahwa fungsi fungsi tersebut memenuhi hubungan: cn u+ sn u dn u+ k sn u (5) (5) kemudian, untuk mengetahui turunan pertama bagi masing-masing fungsi terhadap variabel u, maka diperoleh hasil sebagai berikut: ( sn ) ( sinϕ ) d u d du du dϕ cosϕ cn u dn u du d( cn u) d( cosϕ ) du du dϕ sinϕ sn u dn u du d( dn u) d ( k sinϕ ) du du k sinϕ cosϕ dϕ k sn ucn u k sinϕ du METODE PEELITIA (5) (53) (54). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 9 sampai dengan bulan Desember 9. Dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).. Peralatan Pada penelitian kali ini alat yang digunakan berupa laptop milik pribadi dengan processor Intel (R) Core (TM) Duo CPU dengan memory GB dan menggunakan Windows Vista Home Basic. Lalu pada penelitian ini juga menggunakan bantuan Software Mapple dan Mathematica Metode Penelitian 3. Studi Pustaka Pada penelitian ini studi pustaka dimulai dari pemecahan solusi satu persamaan LS melalui pendekatan analisis sistem dinamik. Kemudian dengan proses yang sama maka persamaan modus tergandeng yang didapatkan dari perluasan persamaan LS dapat diselesaikan secara eksak pula. Dan dengan bantuan ketiga fungsi eliptik, maka dapat diketahui perilaku trayektori solusinya dalam bidang fasa. 3. Penurunan Solusi Secara Eksak Proses ini dilakuakan untuk mengetahui perilaku persamaan 55 dan 56 secara analitik, melalui pendekatan sistem dinamik. 3.3 Analisa Solusi Dengan Mapple dan Mathematica 7 Proses ini dilakukan untuk menganalisis hasil visualisasi gambar trayektori solusi yang didapatkan oleh kedua software yang digunakan. Sebenarnya dalam menunjukan bentuk trayektori solusi beserta aliran trayektorinya akan lebih baik menggunakan software Mathematica, namun dalam teknis pengerjaannya lebih mudah dikerjakan pada software Mapple, karena dalam Mapple sintaks yang digunakan lebih sederhana. Berbeda sekali dengan software Mathematica yang menggunakan algoritma pemrograman. amun demikian hasil gambar yang diperoleh akan sama saja bentuknya, perbedaanya hanya dari segi tampilannya saja. HASIL DA PEMBAHASA. Solusi Eksak Soliton Optik onlinier Melalui Metode Sistem Dinamik Adanya propagasi gelombang soliter dalam modulasi nonlinier kisi Bragg optik yang menimbulkan ketidakseragaman distribusi medan listrik melintang sepanjang sumbu x telah dipelajari sebelumnya untuk pilihan yang lebih spesifik pada sistem parameternya[] dengan mengabaikan efek pembendung yang disebabkan oleh kondisi batas konvensional yang nantinya sangat diperhitungkan dalam proses pemebentukan gelombang. Ketidakseragaman proses distribusi medan transversal muncul dari

19 istilah difraksi yang telah diperkenalkan sebelumnya dalam model. berikut ini akan ditinjau model persamaan diferensial parsial yang terkopel, berikut persamaannya[]: P U ηu + c U + b U U + b U U * * ˆf f f b f b f b + b U f + Ub U f + b Ub + U f Ub (55) df AD ( K) A c B F * * dx η (59) PU ˆb b ηu b + c U f + b U b U f + b U b U f 3 + ba + b ( A B ) bb( 3A B ) bab F Ub + U f Ub + b U f + Ub U f d F BD (56) ( η + K ) B c A F dx (6) persamaan (55) dan (56) merupakan set 3 + bb ( A + B ) + ba( A + 3B ) + bba F persamaan diferensial parsial yang terkopel, pada persamaan tersebut nilai P dan ˆf Pˆb Dari kedua persamaan tersebut, maka akan merupakan operator persamaan diferensial direduksi sehingga hanya menghasilkan yang didefinisikan oleh sebuah persamaan sebuah persamaan diferensial biasa orde dua. ˆ P / / dan sebuah persamaan f i + z D x Caranya dengan menyamakan kedua ˆ P /, dengan parameter x persamaan tersebut berdasarkan order b i z+ D / x fungsinya masing-masing. Ketika fungsi dan z yang mengimplikasikan keadaan berorder F disamakan didapatkan hubungan transversal dan longitudinal pada sistem koordinat masing-masing. Sementara itu parameter D yang dirumuskan sebagai D k /k B menunjukan kekuatan dari efek difraksi yang timbul. Sedangkan parameter η merupakan frekuensi spasial yang dirumuskan sebagai η k / kb. Kemudian parameter c adalah parameter yang nilainya sebanding dengan besarnya komponen Fourier th berdasarkan fungsi suseptibilitas linier. Sedangkan parameter nonlinier b, b,dan b mempunyai nilai sebanding dengan nilai th, th, dan th yang merupakan komponen Fourier gabungan dari fungsi suseptibilitas nonlinier. Untuk menyelesaikan persamaan (55) dan persamaan (56), maka akan diperkenalkan sebuah fungsi Ansatz yakni: f b ik z U (57) f AF x e ik z U (58) b BF x e Dimana F merupakan fungsi real, sedangkan untuk AB,, dan K merupakan parameter f ( b) yang konstan. Untuk menemukan dua buah set persamaan diferensial biasa orde dua, misal dengan menggunakan hubungan Kb K f ternyata didapatkan solusi yang trivial artinya nilai c, b, dan b akibatnya jika menggunakan hubungan tersebut maka penyelesaian persamaan diferensial yang didapatkan akan bernilai nol. Untuk menghindari hal tersebut gunakan hubungan berikutnya yaitu K, ternyata b K f K persamaan (55) dan (56) memilki solusi yang non-trivial[], dengan memasukan hubungan tersebut ke persamaan fungsi Ansatz (57) dan (58) lalu masukan ke persamaan (55) dan (56) maka didapatkan hasil: ( η ) ( η ) K A cbf + K B caf AD BD (6) A B c K (6) AB 3 Sedangkan ketika fungsi berorder F didapatkan sebuah hubungan: ( ) ( 3 ) 3 ba A B b B A B bab F AD bb( A + B ) + ba( A + 3B ) + b BA F BD (63) 3 [ ] [ ] Ab + b ± A b + b 4b ± B b (64) pada persamaan (64) untuk bagian yang berada dalam fungsi akar bisa didefinisikan sebagai berikut: [ ] b + b 4b Γ (65) sehingga persamaan (64) bisa dituliskan menjadi sebagai berikut: ± [ b + b ] ± Γ ± B A (66) b kemudian untuk membuat persamaan (66) terlihat lebih sederhana maka akan dimisalkan sebuah fungsi α yaitu: [ b b ] + ± Γ α ± b (67)

20 sehingga persamaan (66) akan terlihat menjadi sebuah persamaan yang cukup sederhana yaitu: B α A ± ± ( ) ( 3 ± ) ± (68) setelah mendapatkan persamaan (68), maka substitusikan persamaan (68) ke persamaan (59) untuk order fungsi F 3 saja. Sehingga akan didapatkan persamaan sebagai berikut: b 3 3 α b α α bα A F D (69) berdasarkan persamaan (69), akan dimisalkan sebuah parameter yang dirumuskan: ( ± ) ( 3 3 ) b + α + b α + α + bα A D (7) kemudian substitusikan persamaan (68) ke persamaan (6) maka akan didapatkan: α c K (7) α ± setelah itu substitusikan persamaan (7) ke persamaan (59) untuk order fungsi F saja. Sehingga akan didapatkan persamaan: ( αη + α c ) F (7) α ± D dan berdasarkan persamaan (7), akan dimisalkan sebuah parameter yang dirumuskan sebagai berikut: ( αη + α c ) (73) α ± D dengan demikian PDB orde dua yang didapatkan dan nantinya akan dianalisa secara sistem dinamik yaitu: d F 3 F F dx + (74) dengan mengatur kembali persamaan (74) akan didapatkan persamaan: d F 3 F + F dx + (75) dimana nilai / dapat dipandang sebagai effective diffraction strength, sedangkan nilai / dapat dipandang sebagai effective cubic nonlinier coeffisient atau disebut juga suseptibilitas orde ketiga ( 3) χ. Kemudian dengan memisalkan F F dan F F akan didapatkan sebuah set persamaan diferensial biasa orde satu yaitu: F F 3 F F F (76) (77) Setelah itu untuk mengetahui proses bifurkasi apa yang terjadi, coba tinjau persamaan (77). Berdasarkan persamaan (77) didapatkan set titik kritis yaitu: F (78) F ± (79) Dari kedua titik kritis tersebut, dapat dengan mudah dibuktikan bahwa untuk kasus <, > dan >, < hanya terdapat s atu buah titik kritis yaitu F dengan persamaan linier yang terkait diberikan oleh: F F λ (8) dengan λ, sedangkan untuk kasus <, < dan >, > terdapat tiga buah titik kritis yaitu F dan F ± dengan persamaan liniernya diberikan oleh: F F λ, (8) untuk F ± dengan λ, dan untuk F dengan λ memilki persamaan yang sama dengan persamaan (8). Berdasarkan persam aan (8), untuk kondisi <, > dan >, < titik kritis yang terkait merupakan titik Sadel yang bersifat stabil. Sedangkan untuk kondisi <, < dan >, > titik Sadel tersebut bersifat tidak stabil, tetapi di lain pihak untuk titik kritis F ± berdasarkan persamaan (8) keduanya bersifat stabil. Berikut ilustrasi diagram bifurkasinya untuk satu dimensi: F, Gambar Diagram Bifurkasi satu dimensi untuk Persamaan (77) sedangkan untuk diagram bifurkasi dua dimensi dibagi tiga kondisi yakni untuk nilai >, < lalu, dan yang terakhir

21 ketika, > perhatikan gambar -3 berikut ini. F Gambar Diagram Bifurkasi dua dimensi untuk kasus >, < dan <, > F Gambar Diagram Bifurkasi dua dimensi untuk kasus, F F F F f f F F A A f f 3F F F (8) sedangkan set titik kritis yang didapat dari persamaan (76) dan (77) yaitu: F, F (83) F ±, F (84) untuk kasus > harga eigen yang terkait dengan masing- masing titik kritis diberikan oleh kedua nilai berikut: λ ± (85) λ ± (86) dari kedua nilai tersebut dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kitis (83) merupakan sebuah titik Sade l, sedangkan titik kritis ( 84) m erupakan titik Center. Kemudian unt uk kasus < harga eigen yang terkait dengan masing-masing titik kritis diberikan oleh kedua nilai berikut: λ ± (87) λ ± (88) Dari kedua nilai tersebut dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kritis (83) merupakan titik Cen ter, sed angkan titik kritis (84) merupakan titik Sadel. Dengan demikian, dapat diperoleh bahwa kedua persamaan (76) dan(77) memilki hubungan simultan yang sama artinya jika < maka < begitu pula sebaliknya, sebab jika hubungannya kontradiktif maka hanya menimbulkan satu buah titik kritis saja. ilustrasi gambar trayektori terkait dengan menggunakan Mathematica dan Mapple diberi kan pada gambar 4-7 Plot Bidang Fase 4 Gambar 3 Diagram Bifurkasi dua dimensi untuk kasus, > dan, < berdasarkan gambar -3 tersebut, ternyata dari persamaan (77) bifurkasi yang terjadi merupakan bifurkasi Pitch-Fork. Kemudian untuk mengetahui bentuk aliran trayektori persamaan (76) dan (77) akan dibangun konstruksi matriks Jacobian yang sesuai dengan kedua persamaan tersebut yaitu: FHtL F HtL Gambar 4 Plot kasus <, < dengan menggunakan Mathematica

22 3 FHtL Gambar 5 Trayektori Kasus <, < dengan menggunakan Mapple Plot Bidang Fase F HtL Gambar 6 Plot untuk kasus >, > Dengan menggunakan Mathematica Gambar 7 Trayektori Kasus >, > dengan menggunakan Mapple. Analisa Sistem Dinamik Fungsi Eliptik Jacobi Pada Soliton Optik onlinear Pada pembahasan sebelumnya fungsi F tersebut masih berupa fungsi sembarang. Unt uk soliton spasial punya dua jenis tipe soliton yakni Bright Soliton dan Dark Soliton. Pada kasus Bright Soliton fungsi F merupakan fungsi sech ( ζ x). Sedangka n untuk Dark Soliton fungsi F merupakan fungsi tanh ( ζ x). amun untuk penelitian kali ini akan digunakan fungsi F yang merupakan fungsi dari Jacobian Eliptik sn ( ζ x,, cn ( ζ x,, dandn ( ζ x,. Dimana parame ter k menunjukan modulus yang terkontrol, sedangkan parameter zeta ( ζ ) dapat dipandang sebagai frekuensi sudut. Untuk mendapatkan nilai kedua parameter tersebut, Pertama-tama substitusikan fungsi sn ζ x, k ke persamaan (74) maka diperoleh: sn ζ xk, ζ ζ k sn ζ xk, ζ k + 3 sn ( ζ xk, ) + sn ( ζ xk, ) (89) dengan mengatur kembali persamaan (89) ma ka diperoleh: ( x ζ ζ k sn ζ, + sn ( ζ xk, ) ζ k + sn ( ζ x, (9) berdasarkan persamaan (9), ternyata persamaan tersebut bisa dikelompokan menurut fungsi sn ( ζ x, k ) sehingga persamaan (9) menjadi: ζ k + sn ζx, k ζ ζ k (9) dari persamaan (9) terlihat, bahwa dengan meyelesaikan persamaan (9) secara aljabar biasa maka akan diperoleh nilai dari koefisien zeta ζ dan koefisien k. Berikut hasilnya: k ± ζ 4 ζ ± (93) kemudian substitusikan persamaan (93) ke persamaan (9), dalam hal ini gunakan nilai bertanda positif, sehingga diperoleh: k (9) (94)

23 4 Langkah berikutnya, substitusikan fungsi cn ζ x, k ke persamaan (74) maka akan didapatkan hasil: ( ζ xk, ) ζ k sn ( ζ xk, ) ζ cn ( ζ x, cn + ( cn ( xk ζ, ) + sn ( ζ xk, ) ) (95) dengan mengatur kembali persamaan (95), maka akan diperoleh: ζ k sn ( ζ x, ζ cn ( ζ xk, ) + sn ( ζ xk, ) (96) dari persamaan (96) dapat diperoleh, bahwa persamaan (96) ternyata bisa dikelompokan b erdasarkan fungsi sn ( ζ x, k ) sehingga persamaanya menjadi: ( x ζ k sn ζ, ζ + (97) dengan demikian, dari persamaan (97) terlihat, bahwa dengan meyelesaikan persamaan (97) secara aljabar biasa maka akan diperoleh nilai dari koefisien zeta ( ζ ) dan koefisien k. Berikut hasilnya: k ± (98) ζ ζ ± (99) kemudian substitusikan persamaan (99) ke persamaan (98), dalam hal ini gunakan nilai bertanda positif, sehingga diperoleh: k () sn x, k Setelah fungsi ( ζ ) dan cn ( ζ x, k ), berikut akan disubstitusikan fungsi dn ( ζ x, k ) ke persamaan (74), sehingga diperoleh: dn ( ζ xk, ) ζ k sn ( ζ xk, ) ζ k dn ( ζ xk, ) + dn ζ xk, + k sn ( ζ x, () dengan mengatur kembali persamaan (), ma ka akan diperoleh: ζ k sn ζ x, k ζ k dn ( ζ xk, ) + k sn ( ζ x, () sama halnya dengan cara yang diterapkan pada kedua fungsi sebelumnya, ternyata persamaan () bisa pula dikelompokan b erdasarkan fungsi sn ( ζ x, k ) sehingga diperoleh hasil: ζ k k sn ζ x, k ζ k + (3) dengan demikian, dari persamaan (3) terlihat, bahwa dengan meyelesaikan persamaan (3) secara aljabar biasa maka akan diperoleh nilai dari koefisien zeta ( ζ ) dan koefisien k. Berikut hasilnya: k ± ζ ± (5) kemudian substitusikan persamaan (5) ke persamaan (4), dalam hal ini gunakan nilai bertanda positif, sehingga diperoleh: ζ (4) k (6) dengan didapatkannya keseluruhan nilai dari parameter k dan zeta ( ζ ) untuk keseluruhan fungsi sn ( ζx,,cn( ζx,, dandn ( ζ x,, maka akan bisa dianalisa secara satu per satu nilai kedua parameter tersebut yang cocok pada fungsinya masing-masing. Untuk fungsi sn ( ζ x, k ) nilai parameter keduanya harus memenuhi syarat, < agar nilai dari parameter k dan zeta ( ζ ) bernilai real, kemudian untuk fungsi cn ( ζ x, nilai dari parameter k dan zeta ( ζ ) harus me menuhi syarat, > < atau <, >. Sedangkan untuk fungsi dn ( ζx, syarat yang harus dipenuhi yaitu <, > atau, >. Dengan memasukan syarat tersebut ke parameter untuk fungsi masing masing, maka bisa ditinjau bentuk trayektori solusi dari masing-masing fungsi. Berikut ini tinjau kembali persama an (76) dan (77), Hamiltonian yang cocok dengan persamaan tersebut yaitu: H 4 F F + 4 F (7) dimana persamaan (75) dan (76) memenuhi persamaan kanonik: H F (8) F H F F (9)

24 5 mengingat pada titik (,) merupakan titik Sadel untuk syarat, >, maka nilai Hamiltonian untuk trayektori yang terkait den gan titik kritis tersebut adalah H. Dengan demikian, sambil memperhatikan kenyataan terdapat dua buah titik Center dan sebuah titik Sadel di titik asal, maka bentuk trayektori yang dimaksud diberikan pada gambar 8. Berikut ini tinjau kembali persamaan (7), dengan mensubstitusikan fungsi eliptik Jacobi sn ( ζx,,cn( ζx,, dandn ( ζ x, secara bergantian ke parameter F, kemudian turunan pertama dari masing-masing fungsi Jacobian eliptik secara bergantian ke parameter F, lalu pilih nilai x. Maka akan didapatkan betuk trayektori solusi yang terkait ketiga fungsi eliptik tersebut. Untuk fungsi eliptikal Jacobi sn ( ζ x, k ) syarat parameter yang harus dipenuhi yaitu, <. Sehingga bentuk trayektori yang dapat diper oleh diberikan pada gambar 3. Gambar 8 Trayektori untuk H Sedangkan untuk titik kritis (,) yang merupakan titik Center untuk syarat, <, maka nilai hamiltonian yang terkait d engan titik kritis tersebut yaitu H /4. Dengan demikian, sambil memperhatikan kenyataan terdapat dua titik Sadel dan sebuah titik Center di titik asal, maka bentuk trayektori yang dimaksud diberikan pada gambar 9. G ambar 9 Trayektori untuk H /4 G sn, ambar 3 Trayektori fungsi ( ζ x k ) d engan kondisi k < dan h> dari gambar 3, dapat diketahui ternyata sn ζ x, k berada di dalam trayektori fungsi yang terkait untuk Hamiltonian H /4 yang ditunjukan pada gambar 9. Pada gambar 3 dapat diketahui pula kondisi yang dipenuhi dari gambar ketika nilai h >, nilai h disini menyatakan Fungsi hamiltonian ketika fungsi F dan F digantikan oleh fungsi eliptik. Kemudian untuk fungsi Jaco bi cn ( ζ x, syarat parameter yang harus dipenuhi yaitu, > <. Dimana dalam koefisien ada parameter yang bersifat bebas yaitu parameter A yang secara fisis melambangkan amplitudo pada persamaan. Dengan demikian ketika parameter A dipilih secara bebas dan berpengaruh langsung terhadap parameter mengakibatkan muncul dua buah kondisi yaitu h > dan h <. Untuk kondisi h > ternyata gambar trayektori solusinya berada di luar

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang

Lebih terperinci

) = HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN = = 1 (48) d u d. du du. du du. du du

) = HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN = = 1 (48) d u d. du du. du du. du du 9 ungsi sn u dikenal dalam matematik sebagai ungsi eliptik Jacobi[8,9,3]. Mirip dengan ungsi trigonometrik, dapat pula dideinisikan ungsi eliptik Jacobi cn u melalui hubungan: cn u = sn u = cosϕ (47) kemudian

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI Oleh: ALETTA ANGGRAINI KANDI G74102025 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Solusi Eksak Gelombang Soliton: Persamaan Schrodinger Nonlinier Nonlokal SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Riski Nur Istiqomah Dinnullah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA PROJEK PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA A. PENDAHULUAN Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi terikat (bonding

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES Jurnal Matematika UNND Vol. 3 No. 1 Hal. 9 16 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIP UNND EKSISTENSI SOLITON PD PERSMN KORTEWEG-DE VRIES ULI OKTVI, MHDHIVN SYFWN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON Ade S. Dwitama PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara metode-metode

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER Jurnal Matematika UNAND Vol 3 No 3 Hal 68 75 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan Getaran Teredam Dalam Rongga Tertutup pada Sembarang Bentuk Dari hasil beberapa uji peredaman getaran pada pipa tertutup membuktikan bahwa getaran teredam di dalam rongga tertutup dapat dianalisa tidak

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Anda harus dapat

PENDAHULUAN Anda harus dapat PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Teori Pita Energi yang mencakup : asal mula celah energi, model elektron hampir bebas, model Kronig-Penney, dan persamaan sentral. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

Bab I. Bilangan Kompleks

Bab I. Bilangan Kompleks Bab I Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan real yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian dari himpunan

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida

Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida Evita Chandra (13514034) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

PENENTUAN SOLUSI GELOMBANG NONLINIER KORTEWEG DE VRIES MENGGUNAKAN METODE HIROTA

PENENTUAN SOLUSI GELOMBANG NONLINIER KORTEWEG DE VRIES MENGGUNAKAN METODE HIROTA PENENTUAN SOLUSI GELOMBANG NONLINIER KORTEWEG DE VRIES MENGGUNAKAN METODE HIROTA Dra. HIDAYATI,.M.Si, Disampaikun pada Seminar Nasional, Mubes Ikutan Alumni FPMIPA-FMIPA UhP musan FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA Tujuan Instruksional Umum Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perambatan gelombang, yang merupakan hal yang penting dalam sistem komunikasi serat optik. Pembahasan

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

Teori Bifurkasi (3 SKS)

Teori Bifurkasi (3 SKS) Teori Bifurkasi (3 SKS) Department of Mathematics Faculty of Mathematics and Natural Sciences Gadjah Mada University E-mail : f_adikusumo@gadjahmada.edu Sistem Dinamik PENGERTIAN UMUM : - Formalisasi matematika

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik

Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik Eko Rendra Saputra, Agus Purwanto, dan Sumarna Pusat Studi Getaran dan Bunyi, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa

Lebih terperinci

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T.

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Kode Modul MAT. TKF 20-03 Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI Y Y = f (X) 0 a b X A b A = f (X) dx a Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Sistem Perencanaan Penyusunan Program

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang 1 balok

Reflektor Gelombang 1 balok Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt. 1. Pengertian Gelombang Berjalan Gelombang berjalan adalah gelombang yang amplitudonya tetap. Pada sebuah tali yang panjang diregangkan di dalam arah x di mana sebuah gelombang transversal sedang berjalan.

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi 1, 2, 3, dan 4 Celah

Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi 1, 2, 3, dan 4 Celah JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME, NOMOR JANUARI 05 Analisis Metode Lintasan Feynman pada Interferensi,, 3, dan 4 Celah Mahendra Satria Hadiningrat, Endarko, dan Bintoro Anang Subagyo Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks

Lebih terperinci

Analisa Matematik untuk Menentukan Kondisi Kestabilan Keseimbangan Pasar Berganda dengan Dua Produk Melalui Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear

Analisa Matematik untuk Menentukan Kondisi Kestabilan Keseimbangan Pasar Berganda dengan Dua Produk Melalui Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN: 2460-6464 Analisa Matematik untuk Menentukan Kondisi Kestabilan Keseimbangan Pasar Berganda dengan Dua Produk Melalui Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Metode Split Step Fourier Untuk Menyelesaikan Nonlinear Schrödinger Equation Pada Nonlinear Fiber Optik

Metode Split Step Fourier Untuk Menyelesaikan Nonlinear Schrödinger Equation Pada Nonlinear Fiber Optik Metode Split Step Fourier Untuk Menyelesaikan Nonlinear Schrödinger Equation Pada Nonlinear Fiber Optik Endra Fakultas Ilmu Komputer, Jurusan Sistem Komputer, Universitas Bina Nusantara Jl K.H. Syahdan

Lebih terperinci

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER T - 2 Andini Putri Ariyani 1, Kus Prihantoso Krisnawan 2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 e-mail:andiniputri_ariyani@yahoo.com, 2 e-mail:

Lebih terperinci

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI

BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 15 23 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI MELA PUSPITA Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR, DAN FUNGSI TRIGONOMETRI. TOPIK-TOPIK YANG BERKAITAN DENGAN FUNGSI.3 FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR,

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI

BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 2, NOMOR 1 JANUARI 2006 Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE Agus Rubiyanto, Agus Waluyo, Gontjang Prajitno, dan Ali Yunus Rohedi Jurusan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30) 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci