BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Utami Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan dan analisis sistem dinamik pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas Injecting Drug Users (IDU). Dalam bab ini dibahas mengenai sistem persamaan diferensial, kesetimbangan dan kesetabilan sistem, basic reproduction ratio, teori peluang dan distribusi Poisson. Pecandu yang terinfeksi HIV yang belum menyadari bahwa sudah terinfeksi HIV ikut berbagi jarum suntik kepada kelompoknya, sehingga penyebaran HIV di komunitas pecandu narkoba suntik meningkat. Sekitar 56 persen laki-laki dan 36 persen perempuan pecandu narkoba suntik di Indonesia berbagi jarum suntik ketika menyuntik dan hanya 1,4 persen di antaranya merebus jarumnya sebelum digunakan kembali (Hugo, G., 2001). Model penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU digunakan untuk mengetahui laju penyebaran suatu wabah penyakit dalam suatu populasi tertutup dan bersifat endemik. Oleh karena infeksi HIV sangat berbahaya hingga tidak ada yang sembuh dari infeksi HIV, maka model memperhatikan tiga kelompok individu yaitu kelompok individu yang sehat namun rentan dan dapat terinfeksi HIV (Susceptibles) atau disimbolkan dengan S, kelompok individu yang telah terinfeksi (Infectious) atau disimbolkan dengan I dan kelompok individu yang sudah menderita penyakit AIDS akibat infeksi HIV yang terlalu lama disimbolkan dengan A (AIDS). Pembentukan pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU sangat berkaitan erat dengan sistem persamaan diferensial. Selanjutnya, perlu dibahas mengenai kesetimbangan dan kestabilan sistem. Dalam komunitas IDU, biasanya terbentuk karakter sosial antar pecandu narkoba suntik (IDU) sehingga
2 memungkinkan mereka membentuk grup dalam komunitas IDU. Pembentukan grup dalam komunitas IDU berperan penting dalam kekuatan penyebaran infeksi HIV dikalangan komunitas IDU. Terdapat banyak kemungkinan dalam pembentukan grup dan mekanisme pertukaran jarum suntik dalam grup. Oleh karena itu, dalam pembahasan penelitian ini diperlukan pembahasan mengenai teori peluang yang menyangkut pembentukan grup dan mekanisme pertukaran jarum suntik (DIE) dalam komunitas IDU. Pembentukan grup dalam kmunitas IDU merupakan kejadian diskrit dengan banyak percobaan yang diasumsikan menuju tak hingga. Dengan demikian, distribusi Poisson dibahas untuk menjelaskan terjadinya pembentukan grup dan ukuran grup dalam komunitas IDU. 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Berikut ini diberikan sistem persamaan diferensial = G(t,x), (2.1) dengan x, t, =, G: D merupakan fungsi kontinu di D. Sistem persamaan diferensial (2.1) dikatakan sistem persamaan autonomous jika variabel t dinyatakan secara implisit, sedangkan jika variabel t dinyatakan secara eksplisit maka sistem persamaan (2.1) dikatakan sistem persamaan non- autonomous. Sistem persamaan autonomous dapat ditulis dalam bentuk = G(x) (2.2) Apabila sistem (1.2) dapat ditulis dalam bentuk 1 = + + +, 2 = + + +,, (2.3) n = , dengan adalah bilangan riil maka sistem (2.2) merupakan sistem persamaan diferensial autonomous linier. Jika sistem (2.2) tidak dapat dibuat seperti bentuk linier
3 di (2.3), maka sistem (2.2) merupakan sistem persamaan diferensial autonomous nonlinier. Sistem persamaan diferensial dapat menunjukkan suatu dinamika (perubahan) dari suatu keadaan yang bergerak atau mengalami perubahan. Oleh karena itu, Sistem persamaan diferensial dapat direpresentasikan sebagai sistem dinamik dari suatu keadaan yang diperhatikan Sistem Persamaan Diferensial Linier Sistem persamaan diferensial linier dapat dilihat dari bentuk persamaannya. Misalkan x =, A = (2.4) Maka sistem persamaan diferensial autonomous linier dalam persamaan (2.3) dapat ditulis sebagai = Ax. (2.5) Sistem Persamaan Diferensial Nonlinier Misalkan sistem persamaan diferensial nonlinier orde satu dalam bentuk = F(t,x), (2.6) dengan x, t, =, F : D merupakan fungsi yang nonlinier yang kontinu dan terdiferensialkan di D. Dalam penelitian ini variabel t dinyatakan secara implisit, sehingga sistem persamaan (2.6) dikatakan sistem persamaan diferensial autonomous nonlinier dan ditulis = F(x) (2.7)
4 2.2 Kesetimbangan dan Kesetabilan Sistem persamaan diferensial memiliki perilaku yang berbeda-beda di setiap titik, namun terdapat titik kesetimbangan ketika sistem dalam keadaan setimbang (konstan). Melalui titik kesetimbangan, sistem dapat lebih muda diamati perilaku kestabilannya. Definisi 2.1. (Titik Kesetimbangan) Suatu titik x* disebut titik kesetimbangan dari sistem persamaan = F(x), x jika memenuhi persamaan F(x*) = 0. Definisi 2.2. (Titik Kesetimbangan Hiperbolik) Titik x* disebut titik kesetimbangan hiperbolik dari persamaan (2.7) jika memenuhi persamaan F(x*) = 0 dan matriks = Tidak mempunyai nilai eigen yang bagian riiilnya bernilai nol. Hal yang sangat terkait dengan titik kesetimbangan adalah kestabilan dari titik tersebut. Kestabilan adalah bentuk perilaku sistem yang dilihat dari titik kesetimbangan sistem. Berikut ini definisi mengenai kestabilan titik kesetimbangan sistem. Definisi 2.3. (Kestabilan Titik Kesetimbangan) Misalkan x* adalah titik kesetimbangan dari = F(x) dan x0 adalah titik awal. 1. x* dikatakan stabil, jika untuk setiap sehingga untuk setiap x0 dengan > 0 terdapat ( ) > 0 sedemikian <, solusi F(x) yang melalui x0 di t = 0 memenuhi pertidaksamaan (t, x0) dari ẋ = > untuk setiap t 0.
5 2. x * dikatakan stabil asimtotik, jika x * dan terdapat r > 0, sedemikian sehingga 0 saat t untuk semua x 0 yang memenuhi < r. 3. x * dikatakan tidak stabil, jika terdapat suatu η > 0 sedemikian sehingga untuk sebarang > 0 terdapat sebuah x 0 dengan < dan > 0 sedemikian sehingga > η. Berdasarkan definisi (2.3), dapat disimpulkan bahwa sistem = F(x) dikatakan stabil pada titik kesetimbangan x * jika kondisi awal (x 0 ) berada di sekitar x * sejauh dengan adalah bilangan positif terkecil maka sifat solusi sistem ( ) berada di sekitar titik kesetimbangan. Jika kondisi awal berada sangat dekat dengan x * dan solusi cenderung mendekati titik kesetimbangan x *, maka sistem dikatakan stabil asimtotik. Selain itu, jika sifat solusi sistem menjauh dari titik kesetimabangan x * akibat perubahan kecil pada kondisi awal, maka sistem dikatakan tidak stabil. Untuk menganalisa kestabilan titik kesetimbangan disekitar titik tersebut, sistem persamaan nonlinier (2.7) harus dilinierkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menaksir perilaku kelinieran sistem (2.7) di sekitar titik kesetimbangan. Linierisasi Sistem Misalkan x * adalah titik kesetimbangan dari sistem persamaan (2.7) yaitu F(x) yang memiliki ekspansi deret Taylor di titik x * yang secara matemati dapat ditulis F(x) = F( ) + + O (2.8) Oleh karena x * merupakan titik kesetimbangan, maka F(x * ) = 0. Dalam melinierkan persamaan (2.7), suku pada (2.8) yang mempunyai orde lebih besar dari satu dapat diabaikan. Dengan demikian, persamaan (2.8) dapat ditulis F(x) =. (2.9) Berdasarkan persamaan (2.7) dan (2.9) diperoleh =. (2.10)
6 Misalkan y= dan = dengan = Persamaan (2.10) dapat ditulis ẏ = y, dengan matriks (2.11) adalah matrik Jacobian dari persamaan (2.7) di titik x*. Selanjutnya bagiaan ruas kanan persamaan (2.11) disebut bagian linier dari fungsi nonlinier F(x) di titik x*. Dengan demikian, kestabilan titik kesetimbangan dapat dilihat melalui bagian liniernya. Kestabilan titik kesetimbangan dari persamaan (2.7) dapat dianalisa dengan menggunakan nilai-nilai eigen dari matriks yang merupakan solusi atau akar-akar karakteristik dari persamaan karakteristik det ( I ) = 0. Persamaan karakteristik tersebut dapat ditulis + dengan, nilai eigen ,...,,,,..., + =0 adalah konstanta dan akar-akar karakteristiknya adalah. Nilai eigen tersebut dapat digunakan untuk menentukan kestabilan titik kesetimbangan lokal dari sistem persamaan (2.7) sesuai dengan teorema berikut ini. Teorema 2.1. Jika matriks..., pada sistem (2.7) adalah matriks koefisien dengan nilai eigen,,, maka titik kesetimbangan x* dari sistem (2.7), dikatakan : 1. Stabil, jika Re( ) 0, untuk i = 1, 2,..., n 2. Stabil asimtotik, jika Re( ) 0, untuk i = 1, 2,..., n
7 3. Tidak stabil, jika Re( ) 0, untuk i = 1, 2,..., n dengan Re( ) adalah bagian riil dari x. Teorema 2.1 dapat digunakan untuk menentukan kestabilan lokal suatu titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan yang stabil atau stabil asimtotik hanya pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan solusi sistem dikatakan stabil lokal atau stabil asimtotik lokal. Titik kesetimbangan dikatakan stabila global atau stabil asimtotik global jika titik kesetimbangan tersebut stabil atau stabil asimtotik pada setiap lingkungan solusi sistem. Berikut ini definisi solusi pada sistem Definisi 2.4. (Solusi Periodik) Misalkan x = Φ(t) merupakan solusi untuk persamaan = F(t,x), x D dan misalkan terdapat bilangan positif terkecil T sedemikian sehingga Φ(t + T) = Φ(t) untuk setiap t, maka Φ(t) disebut solusi periodik dari persamaan = F(t,x) dengan periodenya T. Jika a * stabil asimtotik global maka solusi di sekitar a * cenderung menuju ke a *. Namun jika terdapat solusi periodik pada sistem maka solusi yang berada di luar solusi periodik tidak cenderung menuju a * karena dibatasi oleh solusi periodik dalam sistem. Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa a * bersifat stabil asimtotik namun tidak secara global. Definisi 2.5. (Kestabilan Lyapunov) Misalkan x * adalah titik kesetimbangan dari sisetm = F(x) dan y adalah sebarang solusi. 1. x * (t) dikatakan stabil Lyapunov jika untuk setiap > 0 terdapat = ( ) > 0 sedemikian sehingga untuk solusi lain y(t) dengan < maka memenuhi pertidaksamaan < untuk setiap t >,. 2. x * (t) dikatakan stabil asimtotik, jika x * stabil Lyapunov dan terdapat konstanta c > 0, sedemikian sehingga < c, maka memenuhi = 0 (Wiggins, S., 1990).
8 Teorema 2.2. Misalkan z * adalah titik kesetimbangan untuk sistem (2.7) dan L : merupakan fungsi definit positif terdiferensialkan pada lingkungan z * dalam himpunan, sedemikian sehingga a. jika L(z * ) = 0 dan (z) > 0 dengan z z * b. (z) 0 pada, maka z * dikatakan stabil, selanjutnya c. Jika memenuhi (z) < 0 pada ; maka z * dikatakan stabil asimtotik, dengan =, jika = maka pada kasus c, z * dikatakan stabil asimtotik global. 2.3 Peluang Misalkan Ω merupakan suatu himpunan yang terdiri dari semua hasil yang mungkin terjadi pada suatu percobaan acak. Ω disebut sebagai ruang contoh (sampel). Selanjutnya untuk setiap himpunan bagian dari Ω didefinisikan suatu fungsi peluang himpunan P dan P( ) menyatakan besar peluang bahwa merupakan hasil dari suatu percobaan acak. Jika 1, 2, 3,... adalah himpunan-himpunan bagian dari Ω maka dapat didefinisikan fungsi himpunan peluang, yaitu Definisi 2.6. Jika P( ) didefinisikan sebagai himpunan bagian dari himpunan Ω dan jika memenuhi a. P( ) 0, b. P(Ω) = 1, c. P( ) = P( 1 ) + P( 2 ) + P( 3 ) +, dengan himpunan i, i = 1, 2, 3,..., sedemikian sehingga tidak ada dua himpunan, i dan j yang memiliki satu anggota yang sama yakni ( i j = Ø atau i dan j merupakan dua kejadian saling lepas i j), maka P dikatakan fungsi himpunan peluang dari hasil percobaan acak (Dudewicz, J.E., Mishra, N.S. 1995).
9 Kejadian 0 dan E dikatakan saling lepas jika 0 E =Ø, yakni jika 0 dan E tidak dapat terjadi bersamaan. Misalkan E 0, E 2, E 3,... merupakan kejadian saling lepas dengan E i E j = Ø untuk i j. jika 0, E i dan E saling lepas maka berlaku aturan penjumlahan : 1. P( 0 E) = P( 0 ) + P(E) 2. P( ) = Peluang Bersyarat Untuk sebarang kejadian dan E, peluang bersyarat diberikan E ditulis P( E), didefinisikan dengan : P( E) = ; P(E) > 0. (2.12) Berdasarkan persamaan (2.12) diperoleh P( E) = P( E) P(E). (2.13) Misalkan E 0, E 2, E 3,... merupakan kejadian saling lepas dengan E i E j = Ø untuk i j maka menurut hukum peluang total dan persamaan (2.13) maka P(E) =. (2.14) Selanjutnya kejadian A dan E dikatakan saing bebas jika P( E) = P( ) atau P(E ) = P(E), sehingga berlaku P( E) = P( ) x P(E). 2.4 Distribusi Poisson Distibusi Poisson merupakan salah satu distribusi peluang diskrit yang didasari oleh terjadinya percobaan Poisson. Percobaan Poisson adalah suatu percobaan yang menghasilkan nilai-nilai yang diskrit dari suatu variabel acak yang terjadi dalam suatu selang waktu atau suatu daerah tertentu. Berikut ini ciri-ciri percobaan Poisson 1. banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah tertentu tidak bergantung pada banyaknya percobaan yang terjadi pada selang waktu atau daerah tertentu yang berbeda, 2. peluang terjadinya suatu percobaan dalam suatu selang waktu yang singkat atau daerah tertentu yang kecil sebanding dengan panjang selang waktu atau besarnya daerah tertentu tersebut, dan tidak bergantung pada percobaan yang terjadi di luar selang waktu atau di luar daerah tertentu tersebut,
10 3. peluang terambilnya lebih dari 1 hasil percobaan dalam suatu selang waktu yang singkat atau daerah tertentu yang kecil dapat diabaikan. (Walpole, R.E., 1995) Misalkan : N adalah banyaknya percobaan dari suatu populasi kejadian diskrit, v adalah nilai harapan banyaknya percobaan sukses, k adalah banyaknya percobaan sukses pada percobaan N dan p adalah peluang terjadinya percobaan sukses dalam suatu percobaan kejadian diskrit. Peluang terjadinya percobaan sukses sebanyak k kali dalam N percobaan berdasarkan pendekatan distribusi Binomial adalah P p (k N) =. Selanjutnya, nilai harapan banyaknya percobaan sukses adalah v = N p, sehingga diperoleh P v/n (k N) =. Untuk ukuran sampel N yang sangat besar, peluang terjadinya percobaan sukses sebanyak k kali dalam N percobaan menjadi : P v (k) = = = = P v (k) = Misalkan X adalah variabel acak banyaknya percobaan sukses dalam suatu kejadian diskrit. Dengan demikian, terbentuklah distribusi Poisson dengan parameter v > 0 untuk variabel acak X dengan pmf (probability mass function)
11 P(X = k) =, untuk k = 0, 1, 2, 3,... (2.15) Oleh karena itu, rata-rata atau nilai harapan dan variansi dari variabel acak X adalah E[G = k] = = v, (2.16) = var[x = k] = v. (2.17) Distribusi Poisson merupakan salah satu distribusi untuk variabel acak yang diskrit. Distribusi Poisson dugunakan untuk peluang dari percobaan sukses yang ditentukan dan percobaan tersebut terjadi dalam suatu interval waktu atau daerah tertentu. Percobaan sukses yang diperhatikan dalam distribusi Poisson adalah kejadian yang terjadi dalam percobaan yang besar dan dilakukan berulang kali sehingga N. Selanjutnya dalam penelitian ini, kejadian pembuatan grup komunitas IDU merupakan percobaan diskrit yang mengikuti distribusi Poisson Proses Poisson Proses kejadian pembentukan grup dalam komunitas IDU, nilainya berubah-ubah secara tidak pasti dan terkait dengan waktu. Oleh karena setiap variabel yang nilainya berubah-ubah secara tidak pasti terkait dengan waktu dikatakan mengikuti proses stokastik, maka pembahasan proses stokastik diperlukan pada bab ini. Misalkan E t adalah variabel acak dari suatu proses pada wakti t T = {0, 1, 2, 3,...}. Definisi 2.7. Proses stokastik adalah koleksi dari variabel acak E t, dengan t adalah parameter bergerak pada himpunan indeks T (Taylor, H.M., S. Karlin, 1998) Dengan demikian, proses kejadian pembuatan grup pada komunitas IDU yang merupakan percobaan Poisson yang mengikuti proses stokastik dapat dikatan sebagai proses Poisson.
12 Definisi 2.8. (Proses Poisson) Suatu intensitas atau tingkat proses Poisson > 0 adalah sebuah nilai bilangan bulat proses stokastik {E(t); t 0} dengan 1. untuk sebarang titik waktu t 0 = 0 < t 1 < t 2 <... < t n, dengan proses increments E(t 1 ) E(t 0 ), E(t 2 ) E(t 1 ),..., E(t n ) E(t n-1 ) (2.18) meruapakan variabel acak bebas, 2. untuk s 0 dan t > 0, variabel acak E(s +t) E(s) berdistribusi Poisson sehingga P(E(s +t) E(s) = k) =, untuk k = 0, 1, 2,..., 3. E(0) = 0, (Taylor, H.M., S. Karlin, 1998). Berdasarkan definisi proses Poisson di atas dapat dibuktikan bahwa E[E(t)] = t, (2.19) var[e(t)] = t (2.20) 2.5 Basic Reproduction Ratio ( ) Dalam pemodelan epidemik penyakit, terdapat ukuran penyebaran penyakit pada populasi yang diperhatikan. Ukuran (rasio) diperhatikan untuk menganlisa model penyebaran epidemik penyakit dan selanjutnya disebut Basic Reproduction Ratio. Pada subbab ini, dijelaskan mengenai pengertian dasar dan metode penentuan Basic Reproduction Ratio yang dinotasikan dengan. Definisi 2.9. Basic Reproduction Ratio adalah rata-rata banyaknya kasus kedua (individu infectious baru) yang disebabkan satu individu yang terinfeksi (infectious) selama masa terinfeksinya dalam keseluruhan populasi susceptibles dan pengidap AIDS. Dalam penelitian ini, Basic Reproduction Ratio akan ditentukan dengan menggunakan metode operator generasi selanjutnya (the next generation operator).
13 Dalam metode ini, Basic Reproduction Ratio ( spektral dari operator generasi selanjutnya. ) didefinisikan sebagai radius Definisi Misalkan Φ adalah matriks n x n dan,,..., adalah nilai eigen dari matriks Φ, maka radius spektral dari matriks Φ didefinisikan sebagai (Φ) =. Metode Operator Generasi Selanjutnya Metode operator generasi selanjutnya merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengeompokkan populasi kedalam 3 kelompok individu yaitu kelompok individu yang tidak terinfeksi, kelompok individu terifeksi tetapi tidak menularkan, dan kelompok individu terinfeksi dan menularkan. Misalkan 1. Komponen X menyatakan kelas-kelas individu yang tidak terinfeksi penyakit yang sedang diobservasi 2. Komponen Y menyatakan kelas-kelas individu yang terinfeksi penyakit yang sedang diobservasi, tetapi tidak menularkan penykit tersebut 3. Komponen Z menyatakan kelas-kelas individu yang terinfeksi penyakit yang sedang diobservasi dan dapat menularkan penykit tersebut. Dengan demikian, model epidemik suatu penyakit dapat dituliskan dalam bentuk = f (X, Y, Z), = (X, Y, Z), (2.21) = h (X, Y, Z), dengan X, Y, dan Z ; r, s, n 0 ; dan h (X, 0, 0) = 0. Dalam metode operator generasi selanjutnya dimisalkan = (X *, 0, 0) adalah titik kesetimbangan bebas-infeksi dari sistem persamaan (2.21), yang diperoleh dari persamaan f (X *, 0, 0) = 0, (X *, 0, 0) = 0, dan h (X *, 0, 0) = 0. Selanjutnya, diasumsikan persamaan (X *, Y, Z) = 0 sehingga
14 diperoleh solusi Y = berukuran n x n, (X *, Z). Oleh karena itu, dapat diperoleh sebuah matriks Φ = h (X *, (X *, 0), 0). Misalkan Φ dapat dituliskan dalam bentuk Φ = J, dengan J 0, ( 0) dan 0 adalah matriks diagonal. Dengan demikian didefinisikan sebagai radius spektral dari matriks J, sehingga berdasarkan Definisi 2.10, diperoleh = (J ).
BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema
Lebih terperinciBab II Teori Pendukung
Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)
3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data
A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:
Lebih terperinciBAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan
BAB III MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dipaparkan model Kaplan secara terperinci sebelum memodifikasinya menjadi model yang lebih realistis pada bab selanjutnya. Kaplan memberikan suatu model deterministik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA EFEK STRATEGI VAKSINASI KONSTAN DAN VAKSINASI DENYUT PADA MODEL EPIDEMIK SIR DENGAN PENULARAN SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL
UNIVERSITAS INDONESIA EFEK STRATEGI VAKSINASI KONSTAN DAN VAKSINASI DENYUT PADA MODEL EPIDEMIK SIR DENGAN PENULARAN SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL TESIS ILMIYATI SARI 1006786146 FAKULTAS MATEMATIKA DAN
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]
II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tuberkulosis adalah penyakit yang penularannya langsung dari penderita TB yang terinfeksi oleh strain TB yaitu Microbacterium tuberculosis. Menurut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan
Lebih terperinciFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang
II. LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang. 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran
II LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan diketahui
Lebih terperinciKAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih
KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika
Lebih terperinciBAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 4. Sebaran Asimtotik,, Teorema 4. (Sebaran Normal Asimtotik,, ) Misalkan fungsi intensitas seperti (3.2) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika
Lebih terperinciSuatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [ Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) ] Jika suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : x=ax+b,x(0)=x0,x~%"
Lebih terperinciANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)
Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika
Lebih terperinciMODEL EPIDEMIK SIR UNTUK PENYAKIT YANG MENULAR SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL
MODEL EPIDEMIK SIR UNTUK PENYAKIT YANG MENULAR SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL ILMIYATI SARI 1, HENGKI TASMAN 2 1 Pusat Studi Komputasi Matematika, Universitas Gunadarma, ilmiyati@staff.gunadarma.ac.id
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciPr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.
6.. Proses Kelahiran Murni Dalam bab ini, akan dibahas beberapa contoh penting dari waktu kontinu, state diskrit, proses Markov. Khususnya, dengan kumpulan dari variabel acak {;0 } di mana nilai yang mungkin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik X = {X(t), t T} adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh ke suatu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Beberapa teori yang dibutuhkan untuk membahas pemodelan matematika pada tugas akhir ini adalah: 2.1 Persamaan Diferansial Persamaan diferensial muncul dari masalah-masalah nyata dalam
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik
LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah penyebaran penyakit menular yang mewabah. Berdasarkan pasal 3
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dijumpai dalam bidang kesehatan, yakni masalah penyebaran penyakit menular yang mewabah. Berdasarkan pasal 3 UU No.4 tahun 1984 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik dapat dipandang sebagai suatu sistem yang bergantung terhadap waktu. Sistem dinamik yang menggunakan waktu kontinu disebut dengan sistem dinamik
Lebih terperinciOleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si
Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,
Lebih terperinciBAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN
BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dibahas model yang dikembangkan dari model Kaplan. Terdapat beberapa asumsi Kaplan yang akan dimodifikasi. Selain itu, pada bab ini juga diberikan analisis
Lebih terperinciANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA
ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA Mutholafatul Alim 1), Ari Kusumastuti 2) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 1) mutholafatul@rocketmail.com
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent
Lebih terperinciKAJIAN MODEL MARKOV WAKTU DISKRIT UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR PADA MODEL EPIDEMIK SIR. Oleh: RAFIQATUL HASANAH NRP.
TUGAS AKHIR KAJIAN MODEL MARKOV WAKTU DISKRIT UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR PADA MODEL EPIDEMIK SIR Oleh: RAFIQATUL HASANAH NRP. 1208 100 021 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Drs.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan
Lebih terperinciAPLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245
APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS MODEL Septiangga Van Nyek Perdana Putra 1), Kasbawati 2), Syamsuddin Toaha 3) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika,
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA IMMUNOTERAPI BCG PADA KANKER KANDUNG KEMIH
LIKHITAPRAJNA Jurnal Ilmiah Volume 19 Nomor 2 September 217 p-issn: 141-8771 e-issn: 258-4812 2 ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA IMMUNOTERAPI BCG PADA KANKER KANDUNG KEMIH Liza Tridiana Mahardhika
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
4. Penentuan Titik Tetap I HAIL DAN PEMBAHAAN Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu (solusi konstan). Titik
Lebih terperinciBAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 3. Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non-homogen pada interval 0, dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas
Lebih terperinciBAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT
29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen
Lebih terperinciI. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)
I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu
Lebih terperinciCreated By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR
ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Masalah Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen pada interval dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas diasumsikan terintegralkan lokal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan
BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA MSIR PADA PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT HEPATITIS B DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI SKRIPSI
ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA MSIR PADA PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT HEPATITIS B DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Lebih terperinciBIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI
BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Lebih terperinciKESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL
Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 58 65 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL AKHIRUDDIN Program Studi Matematika, Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Biasa Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu persamaan yang melibatkan turunan pertama atau lebih dari suatu fungsi yang telah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakuakan di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sekilas Mengenai Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian dan Sejarah Tuberkulosis Tuberkulosis TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit menular merupakan masalah kesehatan utama di hampir setiap negara, termasuk Indonesia. Beberapa penyakit dapat menyebar dalam populasi hingga menyebabkan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat
Lebih terperinciPengantar Proses Stokastik
Bab 6: Rantai Markov Waktu Kontinu Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Pendahuluan Rantai Markov Waktu Kontinu Pendahuluan Pada bab ini, kita akan belajar mengenai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik X = {X(t), t T } adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu
Lebih terperinciModel Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi
Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas
Lebih terperinciKesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka
BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka VI.1 Kesimpulan Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat
Lebih terperinciBAB I KAJIAN TEORI. meningkatkan sistem. Teori moderen dari sistem dinamik berasal dari abad. ke-19 mengenai stabilitas dan evolusi dari tata surya.
BAB I KAJIAN TEORI 1.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik membahas tentang perilaku jangka panjang untuk meningkatkan sistem. Teori moderen dari sistem dinamik berasal dari abad ke-19 mengenai stabilitas dan
Lebih terperinciPEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG
PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian
Lebih terperinciOLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc
OLEH : IKHTISHOLIYAH 1207 100 702 DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Pemodelan matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
Lebih terperinciPenerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami
Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK
Lebih terperinciSTATISTIK PERTEMUAN VI
STATISTIK PERTEMUAN VI 1. TEORI PENDUKUNG 1.1 Pendahuluan 1. Variabel acak 1.3 Distribusi variabel acak diskrit 1.4 Distribusi variabel acak kontinu 1.5 Distribusi multivariat 1.1 Pendahuluan Definisi
Lebih terperinciSistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang
Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,
Lebih terperinciOleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.
PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel
Lebih terperinciANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN
ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN Suryani, Agus Suryanto, Ratno Bagus E.W Pelaksana Akademik Mata Kuliah Universitas, Universitas
Lebih terperinciBAB 3 REVIEW PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS LOKAL DAN GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT
9 BAB 3 REVIEW PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS LOKAL DAN GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen pada interval dengan fungsi intensitas yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik, adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu ruang states. Jadi,
Lebih terperinciArisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya
ANALISIS KESTABILAN DAN MEAN DISTRIBUSI MODEL EPIDEMIK SIR PADA WAKTU DISKRIT Arisma Yuni Hardiningsih 1206 100 050 Dosen Pembimbing : Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Institut Teknologi
Lebih terperinciPeubah Acak dan Distribusi Kontinu
BAB 1 Peubah Acak dan Distribusi Kontinu 1.1 Fungsi distribusi Definisi: Misalkan X peubah acak. Fungsi distribusi (kumulatif) dari X adalah F X (x) = P (X x) Contoh: 1. Misalkan X Bin(3, 0.5), maka fungsi
Lebih terperinciCNH3E3 PROSES STOKASTIK Peubah Acak & Pendukungnya
CNH3E3 PROSES STOKASTIK Peubah Acak & Pendukungnya Dosen: Aniq A Rohmawati, M.Si TELKOM UNIVERSITY JALAN TELEKOMUNIKASI 1, BANDUNG, INDONESIA Ruang Sampel dan Kejadian PEUBAH ACAK (P.A) Fungsi yang memetakan
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA
ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA SKRIPSI Oleh Elok Faiqotul Himmah J2A413 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 28
Lebih terperinciAnalisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov
Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov Yuni Yulida 1, Faisal 2, Muhammad Ahsar K. 3 1,2,3 Program Studi Matematika FMIPA Unlam Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jend.
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA SACR PENYEBARAN VIRUS HEPATITIS C PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK SKRIPSI. memperoleh gelar Sarjana Sains
MODEL MATEMATIKA SACR PENYEBARAN VIRUS HEPATITIS C PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan
Lebih terperinciBAB 2 PDB Linier Order Satu 2
BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam
Lebih terperinciBAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu
Lebih terperinciPEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini adalah beberapa definisi dan teorema yang menjadi landasan dalam penentuan harga premi, fungsi permintaan, dan kesetimbangannya pada portfolio heterogen. 2.1 Percobaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari 3 bagian. Pada bagian pertama diberikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada bagian kedua diberikan teori penunjang untuk mencapai tujuan
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR
TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T
Lebih terperinciKAJIAN PERILAKU MODEL MATEMATIKA PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS
Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 26 32 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KAJIAN PERILAKU MODEL MATEMATIKA PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS FAIZAL HAFIZ FADILAH, ZULAKMAL Program
Lebih terperinciAbstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran
ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan
Lebih terperinciPersamaan dan Pertidaksamaan Linear
MATERI POKOK Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI BAHASAN : A. Persamaan Linear B. Pertidaksamaan Linear Modul.MTK X 0 Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang belum dapat ditentukan nilai
Lebih terperinciBIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II
BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.
Lebih terperinciBab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan
Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Situasi filariasis dalam kehidupan nyata telah dijelaskan di Bab I dan II Selanjunya, penyederhanaan masalah untuk memudahkan pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
Lebih terperinciModel Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka
Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka M Soleh 1, D Fatmasari 2, M N Muhaijir 3 1, 2, 3 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim
Lebih terperinci