Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA"

Transkripsi

1 Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga pencarian solusi dari model secara analitik. Permasalahan penyebaran penyakit flu burung ini dimodelkan dalam kasus. Model pertama untuk penyebaran penyakit flu burung tanpa pertumbuhan dan kematian alami dari populasi ayam di domain pengamatan. Kedua yaitu model penyebaran penyakit flu burung untuk kasus adanya kematian dan pertumbuhan alami dari populasi ayam di domain pengamatan. Baik dengan maupun tanpa pertumbuhan dan kematian alami, kedua model ini didasarkan pada model SI untuk penyebaran penyakit. Maksudnya adalah populasi ayam pada domain pengamatan hanya dibagi menjadi kelompok yaitu ayam sehat yang berpotensi terkena penyakit flu burung (susceptible), dan ayam yang telah terinfeksi serta menularkan virus flu burung (infective). Untuk pembahasan selanjutnya, ayam susceptible disebut sebagai ayam sehat, dan ayam infective disebut sebagai ayam sakit. 6

2 3. Kasus I: Tidak Ada Pertumbuhan dan Kematian Alami Beberapa asumsi yang digunakan dalam memodelkan masalah penyebaran penyakit flu burung dengan kasus tidak adanya pertumbuhan dan kematian alami pada populasi ayam di domain pengamatan yaitu: Populasi terdiri atas ayam sehat (berpotensi untuk terjangkit penyakit flu burung) dan ayam sakit (telah terinfeksi penyakit flu burung). Ayam sehat dan sakit tidak mengalami pertumbuhan dan kematian secara alami. Ayam sakit langsung menularkan virus flu burung ke ayam sehat. Ayam sakit beberapa saat kemudian mengalami kematian (kemungkinan untuk sembuh atau bahkan kebal terhadap penyakit tersebut sangat kecil). Hanya penyakit flu burung yang mempengaruhi secara signifikan keadaan di domain pengamatan. Berikut ilustrasi keadaan di domain pengamatan : 7 Populasi ayam di domain pengamatan tidak mengalami pertumbuhan secara alami karena adanya penetasan telur, serta tidak pula mengalami penurunan populasi akibat kematian selain karena penyakit flu burung. Di antara kedua kelompok ayam ini terjadi interaksi. Ayam-ayam sakit kemudian mengalami kematian. Di domain pengamatan juga terjadi penyebaran virus flu burung melalui ayam sakit. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan banyaknya populasi ayam sehat dan ayam sakit di domain pengamatan. Interaksi antara ayam sehat dan sakit menyebabkan ayam sehat terinfeksi dan menjadi ayam sakit. Hal ini menyebabkan populasi ayam sehat berkurang sekaligus

3 8 memberikan tambahan bagi populasi ayam sakit, sedangkan kematian yang terjadi pada ayam sakit otomatis menyebabkan penurunan pada populasi ayam sakit. Penyebaran memberikan kontribusi penambahan faktor difusi pada perubahan kedua kelompok populasi. Berikut ilustrasi diagramnya : +D S S rsi +D I I ai Diagram 3.: Diagram Alir Penyebaran Flu Burung Tanpa Pertumbuhan dan Kematian Alami. dengan variabel dan parameter seperti pada tabel berikut: Variabel dan Parameter Definisi Satuan S banyaknya populasi ayam sehat ekor I banyaknya populasi ayam sakit ekor D S r a rsi ai I koefisien penyebaran populasi ayam banyaknya ayam sehat yang menyebar tiap satuan luas daerah ukuran efisiensi transmisi penyakit dari ayam sakit ke ayam sehat laju kematian akibat infeksi penyakit flu burung banyaknya ayam sehat yang terjangkit penyakit flu burung akibat interaksi dengan ayam sakit tiap satuan waktu angka kematian dari ayam sakit tiap satuan waktu banyaknya ayam sakit yang menyebar tiap satuan luas daerah meter ekor meter ekor ekor ekor ekor meter

4 Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat dibuat model dari permasalahan tersebut sebagai berikut : 9 S I = rsi + D S, (3..) = rsi ai + D I, (3..) a, r, D > 0, dengan S adalah perubahan banyaknya populasi ayam sehat terhadap waktu dan I merupakan perubahan banyaknya populasi ayam sakit terhadap waktu. Untuk selanjutnya akan dicari solusi dari persamaan (3..) dan (3..) untuk mengetahui bentuk dari penyebaran penyakit flu burung di domain pengamatan. Namun, untuk memudahkan perhitungan pada pembahasan selanjutnya terutama dalam melakukan simulasi serta untuk mengurangi parameter yang mempengaruhi model, maka dilakukan penskalaan (analisis dimensi) terhadap sistem persamaan diferensial parsial tersebut. Agar menjadi tak berdimensi, I, S, t, dan x yang baru diskalakan menjadi: I = I S 0, S = S S 0, (3..3) t = t, x = rs0 D x, dengan S 0 adalah banyaknya populasi ayam sehat di domain pengamatan saat awal pengamatan (t = 0). Setelah dihilangkan notasi untuk memudahkan dalam penulisan, sistem persamaan diferensial tak berdimensi menjadi sebagai berikut S I = IS + S x, (3..4) = λi + IS + I x, (3..5)

5 dengan 0 λ = a. (3..6) Berdasarkan hasil analisis dimensi ini, bisa dilihat bahwa parameter r, a, D pada persamaan (3..) dan (3..) direduksi menjadi λ. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penskalaan (analisis dimensi) selain berfungsi untuk memudahkan perhitungan dalam simulasi numerik, juga berguna untuk menyederhanakan model masalah. Dalam hal ini, model permasalahan yang awalnya bergantung pada 3 parameter r, a, D menjadi bergantung pada parameter saja yaitu λ dengan λ = a. Berdasarkan definisi pada awal sub-bab ini, λ = a bisa diinterpretasikan sebagai perbandingan ukuran skala waktu yang relevan yaitu waktu harapan hidup ayam sakit ( ) ( a dan waktu penularan penyakit flu burung terhadap sejumlah S0 ). Misalkan bentuk penyebaran penyakit flu burung berupa gelombang berjalan, maka akan dicari solusi gelombang berjalan beserta syarat eksistensinya. Misalkan gelombang tersebut berbentuk konstan berjalan ke arah sumbu x positif sebagai berikut I(x, t) I(z), (3..7) S(x, t) S(z), (3..8) z = x ct, dengan c adalah kecepatan gelombang yang nilainya akan dicari. Dengan menggunakan turunan berantai saat mensubstitusikan (3..8) ke (3..4) dan (3..7) ke (3..5) diperoleh S + cs IS = 0, (3..9) I + ci λi + SI = 0, (3..0) dengan S dan I masing-masing merupakan turunan pertama S dan I terhadap z. Dalam pencarian solusi dari persamaan diferensial biasa (3..9) dan (3..0) perlu diperhatikan kondisi fisis dari penyebaran penyakit flu burung. Dalam penyebaran

6 penyakit ini, kondisi saat jauh sebelum epidemi terjadi semua ayam pada domain pengamatan belum terjangkit virus flu burung tapi berpotensi untuk terjangkit virus ini sehingga tergolong ayam sehat. Banyaknya ayam sehat pada kondisi ini sama dengan banyaknya ayam sehat saat awal pengamatan yaitu sebanyak S 0. Sebaliknya, pada kondisi jauh setelah terjadi epidemi semua ayam yang telah terinfeksi (sakit) mati dan mungkin ada ayam sehat yang tak terjangkit penyakit flu burung. Sekalipun ada ayam sehat yang tak terjangkit setelah terjadi epidemi, banyaknya tidak akan menyamai atau bahkan melebihi ayam sehat pada kondisi jauh sebelum epidemi. Situasi-situasi jauh sebelum dan setelah terjadi epidemi ini berkorespondensi dengan z ±. Kondisi jauh sebelum terjadi epidemi berkorespondensi dengan z +, sedangkan kondisi jauh setelah epidemi berkorespondensi dengan z. Jadi, berdasarkan kondisi fisis di atas diperoleh syarat batas untuk sistem persamaan diferensial biasa sebagai berikut: lim I(z) = lim I(z) = 0, (3..) z + z 0 lim S(z) < lim S(z) =. (3..) z z + Untuk melihat perilaku solusi di sekitar titik kesetimbangan secara analitik, maka linearkan persamaan di sekitar titik kesetimbangannya. Tetapi, masalahnya belum diketahui titik-titik kesetimbangan dari I maupun S. Karena yang sebenarnya dicari adalah solusi I dan S dari persamaan diferensial parsial (3..4) dan (3..5), maka titik kesetimbangan yang akan digunakan dalam melinearkan persamaan diferensial biasa (3..9) dan (3..0) diperoleh dari solusi kesetimbangan persamaan diferensial parsial tersebut. Pandang sistem persamaan diferensial parsial (3..4) dan (3..5). Solusi kesetimbangan S dan I diperoleh ketika S = 0, S x = 0, I = 0, dan I x = 0, sehingga solusi kesetimbangan (S, I) untuk sistem persamaan diferensial parsial di atas adalah (w, 0) untuk setiap w R. Solusi konstan yang merupakan titik kesetimbangan ini

7 selanjutnya akan digunakan dalam pencarian solusi (3..9) dan (3..0). Pandang persamaan diferensial (3..9) dan (3..0). Linearkan persamaan tersebut di sekitar titik kesetimbangannya. Karena titik kesetimbangan untuk (S, I) adalah (w, 0) untuk setiap w R, maka pilih titik kesetimbangan yang sesuai dengan kondisi fisis di z +. Pilih w = sehingga titik kesetimbangan untuk (S, I) yaitu (,0). Misalkan I = 0 + εi, S = εs, (3..3) untuk suatu ε > 0. Dengan mensubstitusikan (3..3) ke (3..9) dan (3..0) dan mengingat bahwa nilai ε yang kecil diperoleh I + ci λi + I = 0, (3..4) S + cs = I. (3..5) Dengan menggunakan metode persamaan karakteristik diperoleh solusi umum (3..4) dan (3..5) masing-masing yaitu { c ± } c I (z) = A exp 4( λ + ) z, { S (z) = T + U exp{ cz} A λ exp c ± } c 4( λ + ) z, untuk suatu A, T, U R. Karena berdasarkan persamaan (3..3), maka ( { c ± c I(z) = ε A exp 4( λ + ) z S(z) = ε ( T + U exp{ cz} }) { A λ exp, c ± }) c 4( λ + ) z,

8 3 untuk suatu A, T, U R. Karena banyaknya ayam sehat dan sakit tak mungkin bernilai negatif, maka tak mungkin solusi S dan I mengalami osilasi yang mengakibatkan bernilai negatif. Terjadinya osilasi disebabkan oleh adanya nilai imajiner pada solusi, sehingga S dan I tidak mungkin bernilai imajiner. Oleh karena itu, jika solusi gelombang berjalan pada S dan I ada, maka kecepatan gelombang c dan λ haruslah memenuhi c λ +. (3..6) Karena c bernilai positif dan real, maka haruslah Jadi, λ = a λ <. < merupakan syarat perlu terjadinya gelombang berjalan pada S dan I. Hal ini berarti jika λ > maka dapat dipastikan bahwa tak akan terjadi gelombang berjalan pada S dan I. Maksudnya adalah jika dari data yang dimiliki diperoleh nilai λ >, maka penyebaran penyakit flu burung di daerah pengamatan bukan berbentuk gelombang berjalan (epizootic). Terjadinya gelombang epizootic pada penyebaran penyakit flu burung di daerah pengamatan menjadi pertanda bahwa akan terjadi lagi puncak wabah penyakit flu burung yang sama di daerah lain di sekitar daerah pengamatan pada suatu waktu tertentu dan wabah ini akan terus menjalar ke daerah lain di luar daerah pengamatan tanpa henti. Jadi, adanya gelombang berjalan pada penyebaran penyakit flu burung pada suatu daerah pengamatan memberikan sinyal kepada daerah-daerah lain di sekitar daerah pengamatan untuk bersiap-siap menghadapi wabah yang sama dengan wabah penyakit di daerah pengamatan. Satu-satunya cara untuk menghentikan penjalaran wabah ini adalah dengan pengontrolan berdasarkan syarat perlu di atas. Hal ini akan dijelaskan secara lanjut pada pembahasan selanjutnya. Dari perhitungan syarat eksistensi gelombang berjalan pada penyebaran penyakit flu burung di atas, dapat diperoleh juga kecepatan gelombang minimum yang menyebabkan terjadinya gelombang epizootic pada penyebaran penyakit yaitu c =

9 4 λ. Misalkan V kecepatan gelombang dalam bentuk berdimensi. Dengan melihat dimensi V dan memperhatikan hubungan antara t dan t serta x dan x seperti pada (3..3) maka diperoleh dengan a <. V = D ( a ), Berdasarkan solusi S(z) dan I(z), dengan memperhatikan syarat perlu untuk λ dan nilai kecepatan gelombang c, dipilih nilai ε = , A =, D =, E =, c = λ, dan λ = 0.3 untuk memplot solusi S(z) dan I(z) sebagai berikut: S(z) I(z) z z Gambar 3.: S(z) (kiri) I(z) (kanan) dengan z [0, 60], S(z) [0.995,.0], I(z) [0, 0.045]. Dari Gambar 3. di atas, bisa dilihat bahwa solusi S(z) dan I(z) yang telah diperoleh secara analitik memang masing-masing menuju dan 0 ketika z menuju. Hal ini sesuai dengan arti fisisnya yaitu pada kondisi jauh sebelum terjadi epidemi tak ada ayam yang terinfeksi, dan banyaknya ayam yang sehat sama dengan banyak ayam sehat saat awal pengamatan. Berdasarkan syarat perlu terjadinya gelombang berjalan ini, bisa diperoleh beberapa

10 informasi penting. Perhatikan syarat perlu terjadinya gelombang berjalan λ = a <. Bisa diketahui bahwa:. S 0 > a r juga menjadi syarat perlu terjadinya gelombang epizootic sebagai implikasi syarat perlu di atas. Hal ini berarti kepadatan populasi ayam sehat kritis minimum untuk terjadinya gelombang epizootic dalam penyebaran penyakit flu burung di domain pengamatan adalah S c = a. Jadi, agar tidak r terjadi epidemi, haruslah S 0 < a. Jangan sampai kepadatan populasi ayam r sehat pada awal pengamatan mencapai atau bahkan melebihi kepadatan populasi kritis minimum S c.. Jika di domain pengamatan telah diberikan kepadatan populasi ayam sehat saat awal pengamatan S 0 dan laju kematian akibat penyakit flu burung sebesar a, maka berdasarkan syarat perlu, r > a S 0 menjadi acuan terjadinya gelombang epizootic penyebaran virus flu burung di domain pengamatan. r c = a S 0 merupakan koefisien transmisi kritis minimum terjadinya gelombang berjalan pada penyebaran penyakit flu burung di domain pengamatan. Oleh karena itu, jika koefisien transmisi penyakit flu burung di domain pengamatan tidak melampaui besarnya laju kematian akibat penyakit flu burung (a) dibagi banyaknya populasi ayam sehat saat awal pengamatan (S 0 ), maka tak akan terjadi epidemi. 3. Informasi a < yang diperoleh dari syarat perlu a < memberikan acuan laju kematian kritis maksimum terjadinya epidemi yaitu a c =. Jadi, jika laju kematian akibat penyakit flu burung (a) melebihi laju penularan virus flu burung dari ayam sakit ke ayam sehat ( ), maka tidak akan terjadi gelombang epizootic penyebaran virus flu burung di domain pengamatan. Dengan kata lain, jika waktu harapan hidup ayam sakit ( ) lebih pendek dari waktu a penularan virus flu burung terhadap ayam sehat ( ), maka tidak akan terjadi epidemi. 5

11 Informasi ini juga bisa dijadikan acuan untuk membuat strategi-strategi kontrol agar tidak terjadi epidemi, di antaranya:. Agar S 0 < a, populasi ayam sehat dapat dikurangi dengan vaksinasi sebagai r salah satu contohnya. Perlu diketahui bahwa dengan a < sebagai syarat perlu terjadinya epidemi, maka peningkatan yang tiba-tiba dari populasi ayam sehat dapat meningkatkan S 0 melebihi S c. Hal ini bisa menimbulkan epidemi.. Agar koefisien transmisi penyakit flu burung di domain pengamatan (r) tidak melampaui besarnya laju kematian akibat penyakit flu burung (a) dibagi banyaknya populasi ayam sehat saat awal pengamatan (S 0 ) atau dalam bahasa matematika (r < a S 0 ), mungkin bisa dengan isolasi. Campur tangan kedokteran juga bisa dilakukan untuk mengurangi koefisien transmisi virus flu burung dari ayam sakit ke ayam sehat Kasus II: Ada Pertumbuhan dan Kematian Alami Dengan langkah analisis yang sama dengan kasus sebelumnya, untuk mencari solusi model secara analitik pada kasus ini akan dilakukan pula analisis dimensi, analisis titik kesetimbangan, analisis gelombang berjalan, dan linearisasi terhadap model. Dalam memodelkan permasalahan untuk kasus adanya pertumbuhan dan kematian pada populasi ayam di domain pengamatan, asumsi yang berbeda dengan kasus I sebagai berikut: Ayam sehat mengalami pertumbuhan dan kematian alami, sedangkan ayam sakit mengalami kematian alami saja, tidak mengalami pertumbuhan alami. Hal ini berarti yang bertelur hanyalah ayam sehat. Penulis tidak mengasumsikan pertumbuhan alami pada ayam sakit karena sangat kecilnya kemungkinan ayam sakit untuk bertelur mengingat waktu harapan hidup ayam sakit yang sangat pendek. Pertumbuhan alami artinya penetasan telur baik secara alami

12 7 maupun penetasan telur oleh mesin, dan kematian alami artinya kematian pada ayam bukan karena penyakit flu burung. Ilustrasi keadaan di domain pengamatan sebagai berikut: Ayam-ayam sehat ada yang menghasilkan telur. Selanjutnya telur ini menetas baik karena pengeraman maupun karena menggunakan mesin. Hal ini memberikan tambahan terhadap laju perubahan populasi ayam sehat. Baik ayam sehat maupun ayam sakit mengalami kematian alami. Dengan kata lain, kematian selain karena infeksi virus flu burung pun memberikan kontribusi terhadap pengurangan populasi ayam sehat dan sakit di domain pengamatan. Berikut diagram ilustrasi permasalahan: +D S +D I ps S rsi I bs (a + b)i Diagram 3.: Diagram Alir Penyebaran Flu Burung dengan Pertumbuhan dan Kematian Alami,

13 8 dengan Variabel dan parameter Definisi Satuan a b p ai bi bs ps laju kematian akibat infeksi penyakit flu burung laju kematian secara alami laju penetasan telur angka kematian dari ayam sakit tiap satuan waktu angka kematian ayam sakit secara alami tiap satuan waktu angka kematian ayam sehat secara alami tiap satuan waktu angka penetasan telur dari ayam sehat tiap satuan waktu ekor ekor ekor ekor Berdasarkan ilustrasi di atas, diperoleh model sebagai berikut: S I = bs + ps rsi + D S, (3..) = rsi ai bi + D I, (3..) a, b, p, r, D > 0. Seperti halnya pada penyelesaian kasus sebelumnya, analisis dimensi diperlukan untuk memudahkan penyelesaian permasalahan dan memudahkan simulasi pada pembahasan selanjutnya. Dengan menskalakan variabel-variabel di atas terhadap S 0 dan memilih variabel-variabel baru tak berdimensi sebagai berikut I = I, S 0 S = S, S 0 (3..3) t = t, x = rs0 D x, dengan S 0 adalah banyaknya populasi ayam sehat di domain pengamatan saat awal pengamatan, diperoleh persamaan tak berdimensi untuk persamaan (3..) dan (3..) (setelah dihilangkan notasi untuk memudahkan dalam penulisan) sebagai

14 9 berikut S I = ξs IS + S x, (3..4) = γi + IS + I x, (3..5) dengan ξ = p b, γ = a + b. Berdasarkan hasil analisis dimensi ini, bisa dilihat bahwa parameter r, a, b, p, D pada persamaan (3..) dan (3..) direduksi menjadi ξ dan γ pada persamaan (3..4) dan (3..5). Dalam hal ini, model permasalahan yang awalnya bergantung pada 5 parameter r, a, b, p, D menjadi bergantung pada parameter saja yaitu ξ dan γ dengan ξ = p b dan γ = a+b. Berdasarkan definisi pada awal sub-bab ini, ξ = p b dan γ = a+b bisa direpresentasikan sebagai perbandingan ukuran skala waktu yang relevan. Masing-masing ( ) merupakan perbandingan antara waktu harapan hidup ayam sehat dan waktu harapan hidup ayam sakit ( a+b) dengan waktu penularan penyakit flu burung terhadap ayam ( sehat ). Titik kesetimbangan (3..4) dan (3..5) yang juga merupakan solusi kesetimbangan dari kedua persamaan tersebut diperoleh ketika S = 0, S x = 0, I p b = 0, dan I x = 0 sehingga diperoleh solusi konstan yang juga merupakan titik kesetimbangan bagi persamaan diferensial parsial tak berdimensi (3..4) dan (3..5) yaitu (S, I) = (0, 0), (S, I) = (γ, ξ). (3..6) Untuk pembahasan selanjutnya titik-titik kesetimbangan yang telah diperoleh ini akan digunakan dalam pencarian solusi (3..4) dan (3..5). Misalkan bentuk penyebaran ayam sehat dan ayam sakit (yang juga merupakan penyebaran penyakit flu

15 30 burung) berupa gelombang berjalan, maka akan dicari solusi gelombang berjalan beserta syarat eksistensinya. Misalkan gelombang tersebut berbentuk konstan berjalan ke arah sumbu x positif sebagai berikut I(x, t) I(z), (3..7) S(x, t) S(z), (3..8) z = x ct, dengan c adalah kecepatan gelombang yang nilainya akan dicari. Pandang persamaan (3..5). Misalkan solusi I pada persamaan (3..5) berupa gelombang berjalan. Dengan mensubstitusikan (3..7) ke persamaan (3..5) serta menggunakan turunan berantai, maka diperoleh persamaan diferensial biasa orde sebagai berikut I + ci + (S γ)i = 0. (3..9) Dalam pencarian solusi dari persamaan diferensial biasa di atas terutama secara numerik perlu diperhatikan kondisi fisis dari penyebaran penyakit flu burung. Jika diamati dari permasalahan penyebaran populasi pada kasus ini, adanya penetasan telur dari populasi ayam sehat dan kematian yang bukan disebabkan terjangkit virus flu burung menyebabkan adanya perbedaan kondisi populasi ayam sehat dan sakit saat jauh sebelum terjadinya epidemi antara kasus ini dengan kondisi pada kasus tidak adanya pertumbuhan dan kematian alami. Dapat diprediksi bahwa pada kondisi jauh setelah terjadi epidemi, karena I dan S berinteraksi, maka banyaknya populasi ayam sakit sebanding dengan pertumbuhan alami akibat penetasan telur ayam sehat dikurangi kematian ayam akibat selain terjangkit flu burung. Begitu juga dengan banyaknya populasi ayam sehat, akan ada perbedaan antara kasus ini dengan kasus sebelumnya pada kondisi jauh sebelum terjadi epidemi. Hal ini disebabkan adanya kematian alami pada populasi ayam sehat. Hal ini memang sesuai dengan titik kesetimbangan yang telah diperoleh

16 3 pada (3..6) khususnya untuk titik kesetimbangan (S, I) yang bernilai (γ, ξ). Karena ada titik kesetimbangan seperti terlihat pada (3..6), maka untuk melihat perilaku solusi di sekitar titik kesetimbangannya, pilih titik kesetimbangan yang sesuai dengan kondisi fisis yaitu (S, I) = (γ, ξ) dalam linearisasi. Misalkan I = ξ + εi, S = γ εs, (3..0) untuk suatu ε > 0. Dengan mensubstitusikan (3..0) ke (3..9) dan persamaan diferensial biasa tak linear dari S serta mengingat bahwa nilai ε yang kecil, maka diperoleh sistem persamaan diferensial biasa orde linear sebagai berikut S + cs = γi, (3..) I + ci = ξs. (3..) Sistem persamaan diferensial biasa orde di atas bisa direduksi menjadi persamaan diferensial biasa dengan orde lebih tinggi yaitu dengan mensubstitusikan (3..) ke (3..) sehingga diperoleh persamaan diferensial biasa orde 4 sebagai berikut ξ I(4) + c ξ I(3) + c ξ I + γi = 0. Dengan memisalkan variabel bebas baru I, I 3, I 4, I 5 sebagai berikut I = I, I 3 = I, I 4 = I, I 5 = I (3), diperoleh satu sistem persamaan diferensial biasa orde yang dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut I I 3 I 4 I 5 = İ = AI γξ 0 c c I I 3 I 4 I 5, (3..3)

17 dengan mencari nilai dan vektor eigen dari matriks A serta memperhatikan kembali pemisalan variabel baru sebelumnya, diperoleh solusi untuk I yaitu {[ I = G exp c + c + 4 ] } {[ γξ z + G exp c c + 4 ] } γξ z {[ +G 3 exp c + c 4 ] } {[ γξ z + G 4 exp c c 4 ] } γξ z, atau bisa dituliskan sebagai berikut {[ dengan G R. I (z) = G exp c ± c ± 4 γξ sehingga berdasarkan persamaan (3..0) dan (3..) diperoleh solusi untuk I dan S sekaligus sebagai berikut: {[ I(z) = ξ + εg exp S(z) = γ ε ( untuk suatu E, F, G R. c ± c ± 4 γξ E + F exp{ cz} + ] z } γg c + c exp, {[ ] z }, c ± c ± 4 γξ ] z }) 3, Berdasarkan solusi tersebut dapat diprediksi bahwa syarat perlu terjadinya gelombang epizootic pada penyebaran populasi ayam sakit dan sehat adalah sama. Solusi di atas berlaku hanya jika ada gelombang berjalan pada penyebaran populasi ayam sakit dan sehat. Karena banyaknya populasi ayam sakit (I) dan ayam sehat (S) bernilai non negatif, maka tidak mungkin solusi di atas mengandung suku imajiner sehingga haruslah kecepatan gelombang minimum c = ( γξ) /4. Misalkan V kecepatan gelombang dalam bentuk berdimensi. Dengan melihat dimensi V dan memperhatikan hubungan antara t dan t serta x dan x seperti pada (3..3) maka diperoleh dengan p < b. V = (a + b)(p b) rs0 D, ( ) Karena c bernilai positif dan real, maka haruslah γξ < 0. Tetapi, karena γ = a+b

18 tak mempunyai arti fisis jika bernilai negatif karena angka kematian tiap satuan waktu tak mungkin negatif, maka haruslah ξ = p b bernilai negatif. Dengan kata lain, haruslah c < b atau angka penetasan telur secara alami tiap satuan waktu lebih kecil daripada angka kematian karena selain flu burung tiap satuan waktu. 33 Jadi, jika angka penetasan telur ayam sehat tiap satuan waktunya lebih besar dari angka kematian akibat selain terjangkit flu burung, dapat dijamin tidak akan terjadi wabah flu burung yang menjalar secara terus menerus hingga ke daerah selain daerah pengamatan (gelombang epizootic). Selain itu, syarat perlu di atas juga dapat diinterpretasikan bahwa jika rata-rata waktu yang diperlukan untuk penetasan telur ayam sehat lebih sedikit dari rata-rata waktu harapan hidup ayam secara alami di domain pengamatan, maka tak akan terjadi gelombang epizootic pada penyebaran penyakit flu burung (yang juga merupakan penyebaran populasi ayam sakit) serta pada penyebaran populasi ayam sehat di domain pengamatan.

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung telah membuat masyarakat resah terutama di Indonesia. Jutaan unggas mati. Tidak hanya itu, yang lebih fatal penyakit ini telah mulai menular dari

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu, Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS I. Murwanti 1, R. Ratianingsih 1 dan A.I. Jaya 1 1 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako, Jalan Sukarno-Hatta

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Buletin Ilmiah Math. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 235-244 ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Hidayu Sulisti, Evi Noviani, Nilamsari Kusumastuti

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka VI.1 Kesimpulan Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 163-172 ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Auliah Arfani, Nilamsari Kusumastuti, Shantika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALYSIS OF STABILITY OF SPREADING DISEASE MATHEMATICAL MODEL WITH TRANSPORT-RELATED INFECTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang yang mendasari penelitian. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, ditentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Pada bab ini juga dijelaskan

Lebih terperinci

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ 9 III MODEL MATEMATIKA 3.1 Model SIRS Model dasar yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran pengguna narkoba adalah model SIRS. Model ini dikemukakan oleh Kermac dan McKendric (1927) sebagai model

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 153 162. ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Hendri Purwanto,

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Influenza atau lebih dikenal dengan flu, merupakan salah satu penyakit yang menyerang pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang

Lebih terperinci

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MANSYUR A. R.1 TOAHA S.2 KHAERUDDIN3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan Km.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan makhluk hidup ini banyak permasalahan yang muncul seperti diantaranya banyak penyakit menular yang mengancam kehidupan. Sangat diperlukan sistem untuk

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR

SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR Bab 3 SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 3.1 Sistem Linear Hiperbolik Sistem linear dalam pengertian Tugas Akhir ini adalah suatu sistem hukum kekekalan dengan bentuk umum, t u + d A α (t) xα u = 0 (3.1.1)

Lebih terperinci

III PEMODELAN. (Giesecke 1994)

III PEMODELAN. (Giesecke 1994) 4 2.2 Bilangan Reproduksi Dasar Bilangan reproduksi dasar adalah potensi penularan penyakit pada populasi rentan, merupakan rata-rata jumlah individu yang terinfeksi secara langsung oleh seorang penderita

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN Suryani, Agus Suryanto, Ratno Bagus E.W Pelaksana Akademik Mata Kuliah Universitas, Universitas

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Penentuan Titik Tetap I HAIL DAN PEMBAHAAN Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu (solusi konstan). Titik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN OLEH : TASLIMA NRP : 1209201728 DOSEN PEMBIMBING 1. SUBCHAN, M.Sc, Ph.d 2. Dr. ERNA APRILIANI, M.Sc ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

BAB III MODEL MATEMATIKA DINAMIKA PENYEBARAN AEDES AEGYPTI BERDASARKAN ANGIN DAN SAYAP

BAB III MODEL MATEMATIKA DINAMIKA PENYEBARAN AEDES AEGYPTI BERDASARKAN ANGIN DAN SAYAP BAB III MODEL MATEMATIKA DINAMIKA PENYEBARAN AEDES AEGYPTI BERDASARKAN ANGIN DAN SAYAP Bentuk reaksi difusi adalah model yang sangat beralasan untuk mempelajari penyebaran hewan, termasuk serangga. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular. Salah satu contohnya adalah virus flu burung (Avian Influenza),

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular. Salah satu contohnya adalah virus flu burung (Avian Influenza), BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Masalah lingkungan adalah masalah dasar dalam kehidupan manusia dan menjadi tanggung jawab bersama. Banyak permasalahan lingkungan yang bermunculan terkait lingkungan

Lebih terperinci

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc OLEH : IKHTISHOLIYAH 1207 100 702 DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular tertua yang menyerang manusia. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa sepertiga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari 3 bagian. Pada bagian pertama diberikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada bagian kedua diberikan teori penunjang untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS e-jurnal Matematika Vol 1 No 1 Agustus 2012, 52-58 MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS K QUEENA FREDLINA 1, TJOKORDA BAGUS OKA 2, I MADE EKA DWIPAYANA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 2 (2015), hal 101 110 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Dwi Haryanto, Nilamsari Kusumastuti,

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model dan kontrol optimal penyebaran polio dengan vaksinasi. Dari model matematika penyebaran polio tersebut akan ditentukan titik setimbang dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang mengungkap perilaku suatu permasalahan yang nyata. Model matematika dibuat berdasarkan asumsi-asumsi.

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok III.1 Pembentukan Model Model kecanduan terhadap rokok dibentuk menggunakan model dasar dalam epidemiologi yaitu model SIR (Susceptible, Infective, Removed)

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Bab 4 Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Setelah kita mengetahui bagaimana pengaruh dan dimensi optimum dari 1 balok terendam sebagai reflektor gelombang maka pada bab ini akan dibahas bagaimana

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DENGAN POPULASI KONSTAN. Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman

MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DENGAN POPULASI KONSTAN. Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DEGA POPULASI KOSTA T 10 Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman ABSTRAK. Dalam paper ini dibahas tentang model penyebaran penyakit

Lebih terperinci

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015 Esai Kesehatan Analisis Model Pencegahan Penyebaran Penyakit Antraks di Indonesia Melalui Vaksin AVA sebagai Upaya Mewujudkan Pemerataan Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045 Disusun Oleh: Prihantini 15305141044/2015

Lebih terperinci

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya Stabilitas Global Model SEIR Pada Penyakit Mewabah. Penelitian ini membahas tentang pembentukan model Epidemis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia karena kesehatan memengaruhi aktifitas hidup manusia. Dengan tubuh yang sehat manusia dapat menjalankan

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 58 65 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL AKHIRUDDIN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 1 (2015), hal 47-56. PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE Tri Wahyuni, Bayu Prihandono, Nilamsari

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dibahas model yang dikembangkan dari model Kaplan. Terdapat beberapa asumsi Kaplan yang akan dimodifikasi. Selain itu, pada bab ini juga diberikan analisis

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya ANALISIS KESTABILAN DAN MEAN DISTRIBUSI MODEL EPIDEMIK SIR PADA WAKTU DISKRIT Arisma Yuni Hardiningsih 1206 100 050 Dosen Pembimbing : Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Institut Teknologi

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH... Kegiatan Belajar 2: PD Variabel Terpisah dan PD Homogen Latihan Rangkuman Tes Formatif

TINJAUAN MATA KULIAH... Kegiatan Belajar 2: PD Variabel Terpisah dan PD Homogen Latihan Rangkuman Tes Formatif iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xiii MODUL 1: PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU 1.1 Pengertian PD Orde Satu dan Solusinya... 1.2 Latihan... 1.7 Rangkuman... 1.9 Tes Formatif 1..... 1.10 PD Variabel

Lebih terperinci

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2 FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, 13 23 MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2 1, 2 Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sekilas Mengenai Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian dan Sejarah Tuberkulosis Tuberkulosis TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi penurunan model matematika penyebaran penyakit DBD yang selanjutnya akan disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hama adalah organisme yang mengganggu atau merusak tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangannya terganggu. Secara umum, organisme tersebut adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue adalah suatu insiden penyakit yang serius dalam kematian di kebanyakan negara yang beriklim tropis dan sub tropis di dunia. Virus dengue

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam BAB III PEMBAHASAN A. Formulasi Model Matematika Secara umum virus merupakan partikel yang tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA)

Lebih terperinci