Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa"

Transkripsi

1 Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa. Hubungan interaksi pemangsa dan mangsa Diberikan dua (dua) spesies, sebutlah pemangsa (predator) dan mangsa (prey), hidup dalam suatu habitat yang sama dan bersifat tertutup. Selama perjalanan hidupnya, kedua spesies tersebut saling berinteraksi. Hubungan interaksinya adalah sebagai berikut : Dalam hal ini pemangsa memakan mangsa, tetapi mangsa memakan makanan lain yang ada di alam. (i) pemangsa Dalam hal ini pemangsa memakan mangsa, tetapi mangsa memakan makanan lain Tanpa adanya mangsa, populasi menurun dan lama kelamaan akan musnah (ii) mangsa Dalam hal ini mangsa dimakan oleh pemangsa. Mangsa memakan makanan lain yang ada di alam dalam habitat tempat hidupnya Tanpa adanya pemangsa, populasinya tumbuh terus secara tak terbatas. Dalam hal ini dianggap bahwa sumberdaya pendukung pertumbuhan (makanan) tersedia secara takterbatas. Dari sifat hubungannya dan keadaan populasi kedua spesies tersebut, maka kita akan memperkirakan bagaimana populasi kedua spesies diwaktu yang akan datang. Apabila populasi pemangsanya lebih sedikit dibanding dengan populasi mangsa, maka populasi mangsanya berkembang lebih cepat. Hal ini akan mengakibatkan sumberdaya alam yang dimakan oleh mangsa akan lebih cepat berkurang daripada kecepatan pertumbuhannya. Sebaliknya apabila populasi pemangsanya jauh lebih besar dibanding dengan populasi mangsa, maka populasi mangsanya semakin cepat berkurang (dibanding pertumbuhannya), bahkan lama-kelamaan akan menunju kepunahan. Ini akan berakibat pula populasi pemangsanya akan berkurang juga dan juga lama kelamaan akan punah. Sebagai masalah lebih lanjut adalah bagaimanakah kita harus menjaga (mengurangi atau menambah) populasi kedua jenis spesies tersebut agar keduanya tidak punah dengan tetap menjaga kelestarian alam sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu kajian dalam ekologi. Contoh 1. Sebagai contoh (dua) spesies yang interaksi kehidupannya dipandang sebagai pemangsa dan mangsa adalah (i) serigala dan kelinci, (ii) ular dan tikus sawah, (iii) cicak dan nyamuk, (iv) ikan dan plankton (lumut), (v) dan sebagainya. 1

2 Gambar 1. Serigala dan kelinci Pada Gambar 1, diberikan serigala dan kelinci yang hidup dalam suatu habitat tertutup. Untuk kelangsungan hidupnya serigala memakan mangsa, sedangkan kelinci memakan makanan lain yang ada di alam sekitarnya (misal rumput-rumputan) Pemodelan matematis masalah Tetapkan x(t) : populasi mangsa pada saat t y(t) : populasi pemangsa pada saat t (i) Dari sisi mangsa Anggapan dasar : Tanpa adanya pemangsa: Tanpa adanya pemangsa, populasinya tumbuh cepat tak terbatas. Dalam hal ini, laju pertumbuhan populasinya sebanding populasi pada saat yang sama. Secara matematis, dx ~ x atau dx ax... (1) Dalam hal ini, a : tetapan kesebandingan atau tetapan pertumbuhan mangsa (Anda sudah pernah mempelajari bentuk persamaan diferensial (1) pada Bab sebelumnya., yang memberikan pertumbuhan eksponensial) Dengan adanya pemangsa Anggapan dasar: Dengan adanya pemangsa maka akan terjadi interaksi antara mangsa dan pemangsa, yaitu mangsa dimakan pemangsa. Dengan demikian populasi mangsa akan berkurang (meluruh). Dalam hal ini, laju peluruhan populasi mangsa sebanding dengan interaksi antara keduanya. Secara matematis, dx ~ -xy atau dx -bxy... (1 ) Dalam hal ini b : tetapan interaksi antara mangsa dan pemangsa

3 Gabungan antara kedua hal di atas memberikan laju pertumbuhan populasi mangsa. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai dx ~ x dx dan ~ - xy memberikan dx = ax - bxy.. () Hal ini menyatakan bahwa Walaupun populasi mangsa tumbuh tetapi laju pertumbuhan populasinya dihambat oleh interaksinya dengan pemangsa. Perhatikan persamaan diferensial (). dx dihambat = ax - bxy laju pertumbuhan mangsa pertumbuhan mangsa interaksi mangsa dan pemangsa Ruas kiri : dx menyatakan laju pertumbuhan mangsa Ruas kanan : x menyatakan populasi mangsa xy menyatakan interaksi populasi mangsa dan pemangsa Tanda - menyatakan bahwa laju pertumbuhan mangsa dihambat (berkurang) karena adanya interaksi mangsa dan pemangsa. Selanjutnya perhatikan, Dalam hal y = 0 (tidak ada pemangsa), maka diperoleh persamaan diferensial (1), yang berarti bahwa populasi mangsa tumbuh secara tak terbatas. (ii) Dari sisi pemangsa Tanpa adanya mangsa: Anggapan dasar: Tanpa adanya mangsa, populasinya akan meluruh menuju kepunahan. Dalam hal ini, laju peluruhan populasinya sebanding populasi pada saat yang sama. Secara matematis, 3

4 dy ~ y atau dy = - cy... (3) c : tetapan kesebandingan atau tetapan peluruhan pemangsa (Anda sudah pernah mempelajari bentuk persamaan diferensial (3) Bab sebelumnya, yang memberikan peluruhan eksponensial) Dengan adanya mangsa Anggapan dasar Dengan adanya mangsa maka akan terjadi interaksi antara pemangsa dan mangsa, yaitu pemangsa akan makan mangsa. Dengan demikian akan menyebabkan bertumbuhnya populasi populasi pemangsa. Dalam hal ini, Laju pertumbuhan populasi pemangsa sebanding dengan interaksi antara pemangsa dan mangsa. Secara matematis. dy ~ xy atau dy = dxy... (3 ) Gabungan antara (3) da (3 ) memberikan laju pertumbuhan populasi pemangsa, dy = - cy + dxy... (4) Hal ini menyatakan bahwa Laju pertumbuhan populasi pemangsa didorong karena adanya interaksi dengan mangsa tetapi dihambat oleh kelangkaan mangsa. Cobalah Anda jelaskan setiap suku dalam ruas kiri dan ruas kanan dari (4) seperti yang telah dijelaskan di atas dalam (i). Oleh karena mangsa dan pemangsa hidup dalam habitat yang sama, maka model matematis dari masalah pemangsa dan mangsa merupakan gabungan antara () dan (4), yaitu dx ax bxy dy cy dxy... (5) Sesuai dengan observasi yang dilakukan, pada awal observasi ditentukan populasi mangsa dan pemangsa : Populasi awal dari hasil observasi ini merupakan syarat awal dari (5), yaitu 4

5 atau untuk mudahnya, x(t 0 ) = x t dan y(t 0 0 ) = y t...(5 ) 0 x(0) = x 0 dan y(0) = y 0....(5 ) Perhatikan bentuk model matematis masalah (5) dengan syarat awalnya seperti ditulis di atas. Dilihat dari bentuknya, (5) merupakan suatu sistem persamaan diferensial (atau secara lengkap disebut dengan sistem persamaan diferensial) non linear orde satu (dengan koefisien tetapan) Di sini dikatakan non linear karena adanya suku non linear, yaitu xy dan xy. Bandingkan dengan model matematis masalah kerjasama antara dua spesies pada Bab 15. Bentuk (5) dilengkapi dengan syarat awal (5 ) atau (5 ) disebut dengan sistem persaman diferensial dengan syarat awal. Sistem persamaan diferensial (5) di atas disebut juga dengan Model Matematis Masalah Pemangsa dan Mangsa (Predator and Prey) atau singkatnya Model Pemangsa Mangsa atau dapat juga disebut Model Mangsa Pemangsa. Sistem persamaan diferensial (5) tersebut sering disebut juga dengan persamaan Lotka- Volterra. Model matematis penyelesaian masalah. Penyelesaian dari (5) merupakan fungsi terhadap t, yaitu x(t) dan y(t). Jadi apabila diberikan (5) kita harus mencari x(t) dan y(t) yang keduanya memenuhi (5). Untuk mencari penyelesaian sistem (5) secara analitis cukup sulit dilakukan oleh karena bentuknya berupa sistem persamaan non linear. Berbeda dengan sistem persamaan linear seperti yang telah dipelajari pada model kerjasama (Bab sebelumnya). Oleh karena itu untuk menyelesaikannya (menentukan x(t) dan y(t)) biasanya digunakan metode yang terdapat dalam metode numerik. Dalam hal ini yang sering digunakan adalah metode Euler ataupun metode Runge-Kuta. Akan tetapi di dalam Bab ini ini tidak dijelaskan lebih lanjut. Anda dapat mempelajarinya dalam literatur lain yang khusus menjelaskan metode numerik. Dalam Bab ini digunakan perangkat lunak Matlab yang di dalamnya mengandung fungsi-fungsi yang diperlukan. Dengan fungsi-fungsi tersebut akan dihasilkan penyelesaian numerik x(t) dan y(t) untuk setiap t serta grafik (plot) kurvanya. Dengan melihat hasil numerik dan grafik kurvanya dapat dimaknai (interpretasi) perilaku antar kedua populasi dalam hubungan pemangsa dan mangsa. Hubungan perilaku pertumbuhan Dalam memeriksa hubungan perilaku pertumbuhan populasi mangsa dan pemangsa, kita cari dahulu titik kritis dari sistem persamaan (5). 5

6 (1)Titik kritis Nyatakan sistem persamaan (5) sebagai dx f ( x, y) dy g( x, y) dengan f(x) = ax bxy dan g(x,y) = -cy + dxy... (6) Titik kritis diperoleh melalui sistem persamaan dx 0 dy 0 yang dalam hal ini memberikan dx (i) 0 0 = ax bxy, 0 = x(a-by) = 0, sehingga x = 0 atau a-by = 0 y = a/b dx (ii) 0 0 = -cy + dxy, 0 = y(-c+dx) = 0, sehingga y = 0 atau c+dx = 0 x = c/d Dari (i) dan (ii) diperoleh titik kritisnya yaitu (0,0) dan (c/d, a/b) Jenis titik kritis: Kita ketahi bahwa matriks Jacobian dari (6) adalah df df J = dx dy dg dg dx dy Untuk system persamaan (5), J = a by dy bx c dx Pada titik kritis pertama (0,0), a 0 J (0,0) = 0 c Nilai eigen matriks tersebut adalah a dan c, yaitu dua bilangan real berbeda tanda. Dalam hal ini titik kritis (0,0) berjenis titik pelana, bersifat tak stabil. Pada titik kritis kedua (c/d, a/b) J (c/d, a/b) = 0 ad / b bc / d 0 6

7 Nilai eigen matriks tersebut adalah i ac dan i ac, yaitu berupa dua bilangan kompleks (dengan bagian real yang sama) berbeda tanda. Dalam hal ini titik kritis (c/d, a/b) berjenis pusat, bersifat stabil Yang dipertimbangkan selanjutnya adalah titik kritis kedua yaitu yang memberikan kestabilan sistem. Untuk memeriksa secara visual perilaku pertumbuhan populasi mangsa dan pemangsa dapat digunakan trayektori pada bidang fase. () Trayektori pada bidang fase dy Dari sistem persamaan (5) kita nyatakan dx dy Dalam hal ini, = dx dy / dx / ( c dx) y ( a by) x Selanjutnya kita nyatakan sebagai Kedua ruas di-integralkan, a by dy y ( a by) ( c dx) dy dx y x c dx dx x Memberikan, a ln y by = -c ln x + dx + K (K : tetapan pengintegralan) Persamaan terakhir memberikan penyelesaian (implisit) yaitu: Pada persamaan di atas, K merupakan parameter. y e a x c bydx K... (7) Persamaan (7) di atas disebut dengan trayektori (atau disebut juga potret) dari x(t) dan y(t) pada bidang fase xy. Trayektori pada bidang fase tersebut menggambarkan hubungan pertumbuhan x(t) dan y(t) untuk setiap t.. Dinamika sistem : Perilaku hubungan pertumbuhan x(t) dan y(t) dari sistem persamaan (5) merupakan bagian pembahasan dinamika sistem. Untuk mengetahui pembahasan secara menyeluruh yang berhubungan dengan dinamika sistem, termasuk klasifikasi jenis titik kritis serta kestabilannya, Anda dapat mempelajarinya dalam literatur yang di dalamnya dibahas materi-materi tersebut. 7

8 Di dalam Bab ini pembahasan terbatas hanya pada penentuan titik kritis berikut visualisasi pertumbuhan x(t) dan y(t) serta hubungan pertumbuhannya pada bidang fase. Contoh 1 Diberikan sistem persamaan (5) dengan a = 0,5 ; b = 0,01 ; c = 0,5 ; d = 0,01 (1) Titik kritis Dengan melihat kembali (5), maka dalam contoh ini kita ketahui bahwa a = 0,5 ; b = 0,01 ; c = 0,5 ; d = 0,01 Dalam hal ini, titik kritis pertama adalah (0,0). Sedangkan titik kritis kedua adalah (c/d, a/b) = (0,5/0,01, 0,5/0,01) = (50, 50). Kita ketahui bahwa pada titik kritis pertama, nilai eigennya adalah dua bilangan real yang sama yatu 0,5. Terhadap titik kritis ini sistem adalah tidak stabil. Pada titik kritis kedua, nilai eigennya adalah i 0, 5 dan -i 0, 5. Terhadap titik kritis kedua tersebut sistem adalah stabil. () Penyelesaian implisit dan trayektori Penyelesaian implisit (7), yaitu y e 0,5 x 0,01y0, 01x K menyatakan hubungan pertumbuhan x(t) dan y(t) dalam bentuk persamaan trayektori. Grafik trayektori pada bidang fase xy diberikan pada Gambar 1. di bawah ini. 0,5 Gambar. Trayektori x(t) dan y(t) pada bidang fase 8

9 Pada gambar tersebut diberikan grafik trayektori untuk 4 buah parameter K yang berbeda. Contoh. Dengan x(t) : populasi kelinci (sebagai mangsa) y(t) : populasi serigala (sebagai pemangsa) dan pada awalnya terdapat 80 ekor kelinci dan 100 ekor serigala. Model matematis masalah pemangsa-mangsa yang diberikan adalah sebagai berikut: dx 0,5x 0,01xy dy 0,5 y 0,01xy Syarat awal x 0 = 80, y 0 = 100. Dengan melihat kembali (5), maka dalam contoh ini kita ketahui bahwa a = 0,5 ; b = 0,01 ; c = 0,5 ; d = 0,01 Kita ketahui dari contoh 1, titik kritis pertama adalah (0,0) sedangkan titik kritis kedua adalah (50, 50). (1) Fungsi pertumbuhan Pertumbuhan serigala dan kelinci untuk setiap saat t, diberikan dalam bentuk kurva pertumbuhan seperti yang diberikan pada gambar 3 di bawah ini. 9

10 Gambar 3. kurva pertumbuhan populasi kelinci dan serigala, padaawalnya terdapat 80 ekor kelinci dan 100 ekor serigala Pada Gambar 3 di atas terlihat bahwa pertumbuhan x(t) (yaitu kelinci) dan y(t) (yaitu serigala) mengikuti pertumbuhan sinusoidal secara periodik. Hal ini karena matriksnya adalah mempunyai nilai eigen bilangan kompleks. Pada pertumbuhannya, baik populasi kelinci maupun populasi serigala mencapai populasi maksimal dan minimal yang sama. Dalam hal ini populasi maksimalnya adalah 11 ekor dan populasi minimalnya adalah 16 ekor. Dapat dilihat pada gambar tersebut, (i) populasi kelinci pada awalnya 80 ekor menurun menuju populasi minimal, yaitu 16 ekor. Pada saat yang sama populasi serigala adalah 49 ekor. Kemudian populasi kelinci naik mencapai populasi maksimal yaitu 11 ekor (pada saat yang sama, populasi serigala adalah 51 ekor). Demikian seterusnya populasinya menurun dan naik secara periodik. (ii) Sedangkan populasi serigala pada awalnya 100 ekor, naik mencapai populasi maksimal 11 ekor (pada saat yg sama populasi kelinci adalah 48 ekor). Selanjutnya turun sampai mencapai 16 ekor (pada saat yang sama populasi kelinci adalah 51 ekor). Kemudian naik lagi sampai mencapai populasi maksimal 11 ekor. Demikian seterusnya populasinya menurun dan naik secara periodik. () Perilaku pertumbuhan populasi Selanjutnya, dari gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu setelah saat awal : (*) (I) Populasi kelinci menurun, populasi serigala naik. Kemudian, (II) Populasi kelinci menurun, populasi serigala menurun Selanjutnya (III) populasi kelinci naik, populasi serigala turun Selanjutnya, (IV) Populasi kelinci naik, populasi serigala naik Demikian seterusnya perilaku pertumbuhan kedua populasi tersebut. Secara lebih jelas perilaku pertumbuhan tersebut dapat dilihat dalam diagram bidang fase sebagai berikut: 10

11 II I (50,50) III IV Gambar 4. Bidang fase : Potret hubungan pertumbuhan pop kelinci dan pop serigala Lengkungan (di sini disebut dengan trayektori) tertutup dalam gambar 4 di atas merupakan potret hubungan pertumbuhan populasi kelinci dan populasi serigala yang disajikan dalam bidang fase. Pada bidang fase tsb, sumbu mendatar menyatakan populasi kelinci, sedangkan sumbu tegak menyatakan populasi serigala. Berdasarkan titik kritis yang diperoleh yaitu (50,50), bidang fase tersebut terbagi menjadi 4 daerah atau kuadran, yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Terlihat pada Gambar 4 di atas, dengan melihat arah panah dan kurvanya dapat diperiksa bahwa pada, Kuadran I : populasi kelinci menurun, populasi serigala naik, Kuadran II : populasi kelinci dan populasi serigala menurun Kuadran III : populasi kelinci naik, populasi serigala menurun Kuadran IV : populasi kelinci dan populasi serigala naik. Contoh 3. Pada contoh ini diberikan bahwa model matematis masalahnya adalah sama dengan contoh sebelumnya. Akan tetapi syarat awalnya berbeda yaitu : Untuk t = 0, populasi kelinci 100 ekor, populasi serigala 80 ekor. Diperoleh bahwa grafik kurva pertumbuhan kedua populasi adalah sebagai berikut: 11

12 Gambar 5. kurva pertumbuhan populasi kelinci dan serigala, dengan awalnya terdapat 100 ekor kelinci dan 80 ekor serigala Terlihat pada Gambar 5 di atas bahwa seperti pada contoh 3 sebelumnya, pada awalnya populasi serigala naik dan populasi kelinci menurun. Populasi maksimal dan minimal kedua populasi juga sama yaitu 11 (ekor) dan 16 (ekor). Contoh 4. Pada contoh ini model matematis yang diberikan juga sama, dengan syarat awal yang berbeda juga, yaitu Populasi kelinci 40 ekor (jauh lebih kecil dari contoh sebelumnya) dan populasi serigala adalah 100. Grafik kurva pertumbuhan kedua populasi yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1

13 Gambar 6. kurva pertumbuhan populasi kelinci dan serigala, dengan awalnya terdapat 40 ekor kelinci dan 100 ekor serigala Dalam hal ini populasi maksimal yang dapat dicapai oleh kedua populasi adalah 100 ekor (lebih kecil daripada pada Contoh sebelumnya), sedangkan populasi minimalnya adalah 19 ekor (lebih besar daripada pada Contoh sebelumnya). Pada gambar terlihat bahwa pada awalnya kedua populasinya menurun. Populasi kelinci lebih dahulu mencapai populasi minimal (yaitu 19), juga dalam mencapai populasi maksimalnya (yaitu 100). I IV (50,50) II III Gambar 7. Bidang fase : Hubungan pertumbuhan populasi kelinci dan populasi serigala 13

14 Sedangkan hubungan pertumbuhan kedua populasi diberikan pada Gambar 7 di atas. Terlihat bahwa bentuk trayektorinya sama seperti sebelumnya, berbeda dalam populasi maksimal dan minimalnya. Di sini, kuadran I (awal pertumbuhan) letaknya berbeda dengan contoh sebelumnya. Contoh 5. Model sama, pada awalnya populasi kelinci sama dengan populasi serigala yaitu 60 ekor Dalam hal ini populasi maksimal dan minimal yang dapat dicapai oleh kedua populasi adalah 64 ekor dan 38 ekor. Gambar 8. kurva pertumbuhan populasi kelinci dan serigala, dengan awalnya terdapat 60 ekor kelinci dan 60 ekor serigala Pada gambar 8 terlihat bahwa pada awalnya populasi serigala naik dan populasi kelinci menurun. Dengan demikian, susunan setiap kuadrannya diberikan pada gambar di bawah ini. II I III IV Gambar 7. Bidang fase : Hubungan pertumbuhan populasi kelinci dan populasi serigala 14

15 Ragam lain model matematis pemangsa dan mangsa Perhatikan kembali model matematis masalah mangsa dan pemangsa yang telah dipelajari, yaitu (5). Model matematis (5) tersebut sering disebut dengan model dasar dari masalah pemnagsa dan mangsa. Disamping model dasar tersebut terdapat ragam lain dari model matematis pemangsa dan mangsa, yaitu dx / ax bx cxy dy / dy ey fxy Pada model matematis tersebut, tanpa adanya interaksi kedua spesies tumbuh atau meluruh menurut fungsi logistik. Oleh karena itu model ini disebut dengan model logistik pemangsa dan mangsa. Selain model tersebut, masih terdapat banyak lagi ragam model hubungan mangsa dan pemangsa dalam bentuk lanjut. Latihan Bagian A. Cicak dan nyamuk hidup bersama dalam habitat tertutup. Pada awalnya populasi nyamuk dan cicak masing-masing adalah 100 ekor dan 40 ekor. Ditinjau dari sisi populasi nyamuk : Apabila tak ada cicak, populasi nyamuk tumbuh dengan tetapan laju pertumbuhan pertumbuhan sebesar 0,04. Apabila ada cicak, pertumbuhan populasi nyamuk menurun dengan tetapan laju peluruhan sebesar 0,0. Dari sisi populasi cicak : Apabila tak ada nyamuk, populasi cicak meluruh (menurun) dengan tetapan laju peluruhannya sebesar 0,8. Apabila ada nyamuk, pertumbuhan populasi cicak naik dengan tetapan laju pertumbuhannya sebesar 0,01 1.Nyatakan model masalah masalahnya..tentukan titik kritis kedua dari sistem: 3. Tentukan matriks Jacobian (sebut J) dari sistem (i) Tentukan J pada titik kritis pertama, (0,0) Tentukan nilai eigen-nya (ii) Tentukan J pada titik kritis kedua Tentukan nilai eigen-nya 4.Tentukan persamaan trayektorinya 5. Setelah dilakukan simulasi menggunakan perangkat lunak, diperoleh grafik pertumbuhan populasi cicak dan nyamuk seperti di bawah in 15

16 Dari perhitungan diperoleh bahwa : populasi maksimal dan minimal nyamuk masing-masing adalah 138 dan 41, populasi maksimal dan minimal cicak masing-masing adalah 4 dan 7. Nyatakan letak titik kritis, arah trayektori, kemudian nyatakan letak kuadran I, II, III, dan IV pada bidang fase dari trayektori yang diperoleh di bawah ini : Pada gambar di atas, sumbu mendatar : populasi nyamuk dan sumbu tegak : populasi cicak Bagian B. Petunjuk : Pilihlah satu jawaban yang benar. Untuk soal nomor 1 s/d nomor 10: Dua spesies hidup dalam habitat yang sama. p(t) : populasi spesies pertama (sebut P) pada saat t q(t) : populasi spesies kedua (sebut Q) pada saat t 16

17 1.Tanpa adanya Q populasi P akan tumbuh tanpa batas Model matematis masalah populasi P adalah A. dp/ = -ap B. dp/ = ap C. dq/ = -ap D. dq/ = ap (a : tetapan positif). Dengan model matematis masalah pada soal nomor 1 diatas, model matematis penyelesaiannya adalah A. p(t) = Ce at B. p(t) = Ce -at C. q(t) = Ce at D. q(t) = Ce -at (C : tetapan) 3. Dengan adanya Q, populasi P akan terhambat karena adanya interaksi antara P dan Q Model matematis masalah populasi P adalah A. dp/ = -aq + bpq B. dp/ = aq - bpq C. dp/ = ap bpq D. dp/ = -ap + bpq (a, b : tetapan positif) 4. Tanpa adanya P, populasi Q akan meluruh menuju kepunahan. Model matematis masalah populasi Q adalah A. dq/ = -cy B. dq/ = cy C. dp/ = -cy D. dp/ = cy (c : tetapan positif) 5. Dengan model matematis masalah pada soal nomor 4 diatas, model matematis penyelesaiannya adalah A. p(t) = Ce d.t B. p(t) = Ce -d.t C. q(t) = Ce d.t D. q(t) = Ce -d.t (C : tetapan) 6. Dengan adanya P, populasi Q akan terdorong tumbuh karena adanya P. Model matematis masalah populasi Q adalah A. dq/ = cp - dpq B. dq/ = -cp + dpq C. dq/ = cq - dpq D. dq/ = -cq + dpq (c,d : tetapan positif) 17

18 7. Oleh karena P dan Q hidup dalam habitat yang sama, maka model matematis pertumbuhan P dan Q adalah dp / ap bp cpq A. dq / dq eq fpq dp / ap bp cpq B. dq / dq eq fpq dp / ap bpq C. dq / cq dpq dp / ap bq D. dq / cp dq (a, b, c, dan d : tetapan positif) 8. Dari bentuk matematisnya, model matematis masalah pada soal nomor 7 berupa A. Sistem persamaan diferensial biasa orde satu non linear B. Sistem persamaan diferensial biasa orde satu linear C. Sistem persamaan diferensial biasa orde dua non linear D. Sistem persamaan diferensial biasa orde dua linear 9. Yang dicari pada model matematis masalah pada soal nomor 7 adalah A. a, b, c, dan d B. p(t) dan q(t) C. dp/ dan dq/ D. matriks Jacobian 10. Model matematis masalah yang diperoleh pada soal no 1 s/d no 7 di atas disebut dengan A. Model kerjasama dua spesies B. Model mangsa pemangsa C. Model kompetisi dua spesies D. Model saling menyerang dua spesies Untuk soal nomor 11 s/d nomor 0. Diberikan model matematis masalah mangsa-pemangsa sbb: x(t) : populasi mangsa ; y(t) : populasi pemangsa dx 0,4x 0,0xy dy 0, y 0,01xy Dengan syarat awal untuk t = 0, x(0) = 100, y(0) = Titik kritis pertama dan kedua dari sistem persamaan di atas adalah A. (0,0) dan (100,60) B. (0,0) dan (80, 0) C. (0,0) dan (0,0) D. (0,0) dan (0, 60) 18

19 1. Matriks Jacobian J dari sistem persamaan di atas adalah 0,0x 0,4 0,0y A. 0, 0,01x 0,01y 0,1 y 0,0 0,01x B. 0,4 0,0y 0,0x 0,0x 0,0y C. 0, 0,01y 0,4 0,0y 0,0x D. 0,01y 0, 0,01x 13. Nilai eigen J di titik kritis pertama adalah A. -0,4 dan 0, B. -0,01 dan 0,0 C. -0, dan 0,4 D. -0,0 dan 0, Nilai eigen J di titik kritis kedua adalah A. - 0,i dan 0,i B. - i (0,8) dan i (0,8) C. - 0,4i dan 0,4i D. - 0,i dan 0,i 15. Persamaan trayektori dari sistem persamaan di atas adalah A. B. C. D. y e y e 0,4 x 0, 0,0y0, 01x 0, 0,1 0,4 y ( yx) 0,0y e x 0, 0,4 x 0, 01x ( yx) 0,4 y e 0, 0, x K K K K 16. Setelah dilakukan pencarian penyelesaian dari model matematis masalah, diperoleh bahwa bentuk kurva pertumbuhan x(t) dan y(t) masing-masing adalah A. x(t) dan y(t) keduanya berbentuk dasar eksponensial tak terbatas B. x(t) dan y(t) keduanya berbentuk dasar eksponensial terbatas C. x(t) dan y(t) keduanya berbentuk dasar sinusoidal D. x(t) berbentuk dasar eksponensial terbatas dan y(t) berbentuk dasar eksponensial terbatas. 17. Jika pada awal pertumbuhannya : 19

20 x(t) menurun dan y(t) naik maka susunan setiap kuadran adalah A. B. C. D. 18. Jika pada awal pertumbuhannya : x(t) dan y(t) keduanya menurun maka susunan setiap kuadran adalah A. B. C. D. 19. Jika pada awal pertumbuhannya : x(t) naik, y(t) menurun maka susunan setiap kuadran adalah 0

21 A. B. C. D. 0. Jika pada awal pertumbuhannya : x(t) dan y(t) keduanya naik maka susunan setiap kuadran adalah A. B. C. D. 1

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI Supandi, Saifan Sidiq Abdullah Fakultas PMIPATI Universitas PGRI Semarang hspandi@gmail..com Abstrak Persaingan kehidupan di alam dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah BAB I Pendahuluan 1.1. Latar BelakangMasalah Model matematika merupakan representasi masalah dalam dunia nyata yang menggunakan bahasa matematika. Bahasa matematika yang digunakan dalam pemodelan meliputi

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Non Linear Fungsi non-linier merupakan bagian yang penting dalam matematika untuk ekonomi, karena pada umumnya fungsi-fungsi yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap mahluk hidup dituntut untuk senantiasa berinteraksi dengan mahluk hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau interaksi antara

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan setiap makhluk hidup tidak dapat terlepas dengan yang namanya interaksi. Interaksi merupakan suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya Nabila Asyiqotur Rohmah 1209 100 703 Dosen Pembimbing: Dr Erna Apriliani,

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G740308 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey NATURALA Journal of Scientific Modeling & Computation Volume No. 03 58 ISSN 303035 Interaksi Antara PredatorPrey dengan Faktor Pemanen Prey Suzyanna Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Abstrak

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA Seminar Nasional Matematika dan Aplikasinya 21 Oktober 2017 Surabaya Universitas Airlangga KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA Muhammad Ikbal 1) Syamsuddin

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI Eka Yuniarti 1, Abadi 1 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua predator diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Diperoleh model predator-prey dengan dua predator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 05 Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun Irham Taufiq, Imam Solekhudin, Sumardi 3 Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

dy = f(x,y) = p(x) q(y), dx dy = p(x) dx,

dy = f(x,y) = p(x) q(y), dx dy = p(x) dx, 5. Persamaan Diferensian Dengan Variabel Terpisah Persamaan diferensial berbentuk y = f(), dengan f suatu fungsi kontinu pada suatu interval real, dapat dicari penyelesaiannya dengan cara mengintegralkan

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu spesies hewan pengerat yang mengganggu aktivitas manusia terutama petani. Menurut Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan organisme lain serta dengan lingkungannya. Pada dasarnya organisme tidak dapat

Lebih terperinci

FUNGSI. Berdasarkan hubungan antara variabel bebas dan terikat, fungsi dibedakan dua: fungsi eksplisit dan fungsi implisit.

FUNGSI. Berdasarkan hubungan antara variabel bebas dan terikat, fungsi dibedakan dua: fungsi eksplisit dan fungsi implisit. FUNGSI Fungsi merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Variabel dibedakan :. Variabel bebas yaitu variabel yang besarannya dpt ditentukan sembarang, mis:,, 6, 0 dll.. Variabel terikat yaitu variabel

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. 1 Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. Jika persamaan diferensial memiliki satu peubah tak bebas maka disebut Persamaan Diferensial

Lebih terperinci

Modul Matematika 2012

Modul Matematika 2012 Modul Matematika MINGGU V Pokok Bahasan : Fungsi Non Linier Sub Pokok Bahasan :. Pendahuluan. Fungsi kuadrat 3. Fungsi pangkat tiga. Fungsi Rasional 5. Lingkaran 6. Ellips Tujuan Instruksional Umum : Agar

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva

Lebih terperinci

Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya

Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol 2, No 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya Nabila Asyiqotur Rohmah, Erna Apriliani Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens), biasa disebut hama WBC. Hama ini merupakan hama umum tanaman padi di Indonesia, yaitu sudah lebih dari 80 tahun menjadi

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA

KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA STABILITY OF PREDATOR PREY MODEL WITH HOLLING TYPE II FUNCTIONAL RESPONSE AND TIME DELAY Budyanita Asrun, Syamsuddin

Lebih terperinci

KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN ABSTRACT

KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN ABSTRACT KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN Ritania Monica, Leli Deswita, Rolan Pane Mahasiswa Program Studi S Matematika Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika

Lebih terperinci

MODEL PREDATOR-PREY MENGGUNAKAN RESPON FUNGSIONAL TIPE II DENGAN PREY BERSIMBIOSIS MUTUALISME

MODEL PREDATOR-PREY MENGGUNAKAN RESPON FUNGSIONAL TIPE II DENGAN PREY BERSIMBIOSIS MUTUALISME 1 JMP : Volume 5 Nomor 1, Juni 013, hal. 35-44 MODEL PREDATOR-PREY MENGGUNAKAN RESPON FUNGSIONAL TIPE II DENGAN PREY BERSIMBIOSIS MUTUALISME Ahmad Nasikhin dan Niken Larasati Prodi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU Definisi: Persamaan diferensial adalah suatu hubungan yang terdapat antara suatu variabel independen x, suatu variabel dependen y, dan satu atau lebih turunan y terhadap

Lebih terperinci

APLIKASI FUNGSI LINIER DALAM BIDANG EKONOMI FUNGSI PERMINTAAN & PENAWARAN. Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag.

APLIKASI FUNGSI LINIER DALAM BIDANG EKONOMI FUNGSI PERMINTAAN & PENAWARAN. Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag. APLIKASI FUNGSI LINIER DALAM BIDANG EKONOMI FUNGSI PERMINTAAN & PENAWARAN Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag. FUNGSI PERMINTAAN Q dx,t = ƒ (P x,t, P y,t, Y t, P e X,t+1,S t ) Dimana Q dx,t = Jumlah produk X

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH TERAPI GEN TERHADAP DINAMIKA PERTUMBUHAN SEL EFEKTOR DAN SEL TUMOR DALAM PENGOBATAN KANKER SKRIPSI

ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH TERAPI GEN TERHADAP DINAMIKA PERTUMBUHAN SEL EFEKTOR DAN SEL TUMOR DALAM PENGOBATAN KANKER SKRIPSI ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH TERAPI GEN TERHADAP DINAMIKA PERTUMBUHAN SEL EFEKTOR DAN SEL TUMOR DALAM PENGOBATAN KANKER SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

MODEL DINAMIK INTERAKSI DUA POPULASI (Dynamic Model Interaction of Two Population)

MODEL DINAMIK INTERAKSI DUA POPULASI (Dynamic Model Interaction of Two Population) Jurnal Barekeng Vol. 5 No. 1 Hal. 9 13 (211) MODEL DINAMIK INTERAKSI DUA POPULASI (Dynamic Model Interaction of Two Population) FRANCIS Y. RUMLAWANG 1, TRIFENA SAMPELILING 2 1 Staf Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

TERAPAN INTEGRAL. Bogor, Departemen Matematika FMIPA IPB. (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, / 22

TERAPAN INTEGRAL. Bogor, Departemen Matematika FMIPA IPB. (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, / 22 TERAPAN INTEGRAL Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 22 Topik Bahasan 1 Luas Daerah Bidang Rata 2 Nilai Rataan Fungsi (Departemen Matematika

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 008/009. Perhatikan premis premis berikut! - Jika saya giat belajar maka saya bisa meraih juara - Jika saya bisa meraih juara maka saya boleh

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2010

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2010 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN. Diketahui a dan b adalah dua buah bilangan bulat positif yang memenuhi : Nilai ab (a+b) adalah.. A. 68 C. 68 E. 6 B. 8 D. 9 a b 6 a b 6 b a ab a+b ab 6 6

Lebih terperinci

AB = c, AC = b dan BC = a, maka PQ =. 1

AB = c, AC = b dan BC = a, maka PQ =. 1 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 9. Jika a, b, maka pernyataan di bawah ini yang benar adalah A. B. a b ab C. ab b a D. ab ab E. ab ab ab b a karena pada jawaban terdapat ab maka selesaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

MODEL PREDATOR-PREY DENGAN DUA PREDATOR

MODEL PREDATOR-PREY DENGAN DUA PREDATOR JMP : Volume 5 Nomor 1, Juni 201, hal. 4-51 MODEL PREDATOR-PREY DENGAN DUA PREDATOR Danar Agus Nugroho dan Rina Reorita Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman Email

Lebih terperinci

Persamaan Differensial Biasa

Persamaan Differensial Biasa Bab 7 cakul fi5080 by khbasar; sem1 2010-2011 Persamaan Differensial Biasa Dalam banyak persoalan fisika, suatu topik sering dinyatakan dalam bentuk perubahan (laju perubahan). Telah disinggung sebelumnya

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO REFERENSI E-BOOK REFERENSI ONLINE SOS Mathematics http://www.sosmath.com/diffeq/diffeq.html Wolfram Research Math World http://mathworld.wolfram.com/ordinarydifferentialequation.h

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I Nurdininta Athari Definisi PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial adalah suatu persamaan ang memuat satu atau lebih turunan fungsi ang tidak diketahui. Jika persamaan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang mengandung derivatif dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. Persamaan diferensial sendiri

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*), Syamsuddin Toaha 2), Khaeruddin 2)

ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*), Syamsuddin Toaha 2), Khaeruddin 2) ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*) Syamsuddin Toaha 2) Khaeruddin 2) Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Dalam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan kait-mengkait

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M.

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M. 1 Abstrak ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, Kus Prihantoso Krisnawan,M.Si 3 1 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA)

RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA) RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA) Matematika15.wordpress.com NAMA: KELAS: RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA) PENGERTIAN IRISAN KERUCUT Bangun Ruang Kerucut

Lebih terperinci

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR Persamaan linear Bentuk umun persamaan linear satu vareabel Ax + b = 0 dengan a,b R ; a 0, x adalah vareabel Contoh: Tentukan penyelesaian dari 4x-8 = 0 Penyelesaian.

Lebih terperinci

5 F U N G S I. 1 Matematika Ekonomi

5 F U N G S I. 1 Matematika Ekonomi 5 F U N G S I Pemahaman tentang konsep fungsi sangat penting dalam mempelajari ilmu ekonomi, mengingat kajian ekonomi banyak bekerja dengan fungsi. Fungsi dalam matematika menyatakan suatu hubungan formal

Lebih terperinci

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan adalah bilangan bulat genap tak negatif. n = F P B(a, b + KP K(a, b a b Solusi. Misalkan d = F P B(a, b,

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal 197 204. ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI Eka

Lebih terperinci

RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA)

RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA) NAMA: KELAS: PENGERTIAN IRISAN KERUCUT Bangun Ruang Kerucut yang dipotong oleh sebuah bidang datar. RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA) Macam-macam Irisan Kerucut: 1. Parabola 2.

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 8/9. Perhatikan premis premis berikut! - Jika saya giat belajar maka saya bisa meraih juara - Jika saya bisa meraih juara maka saya boleh ikut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

Fungsi Non-Linear. Modul 5 PENDAHULUAN

Fungsi Non-Linear. Modul 5 PENDAHULUAN Modul 5 Fungsi Non-Linear F PENDAHULUAN Drs. Wahyu Widayat, M.Ec ungsi non-linier merupakan bagian yang penting dalam matematika untuk ekonomi, karena pada umumnya fungsi-fungsi yang menghubungkan variabel-variabel

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN Skema Numerik ersamaan Leslie Gower dengan emanenan SKEMA NUMERIK ERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN EMANENAN Trija Fayeldi Jurusan endidikan Matematika Universitas Kanjuruhan Malang Email: trija_fayeldi@yahoocom

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

Department of Mathematics FMIPAUNS

Department of Mathematics FMIPAUNS Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan

Lebih terperinci

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI 6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI KUADRAT 5.1. Fungsi Linear Pada Bab 5 telah dijelaskan bahwa fungsi linear merupakan fungsi yang variabel bebasnya paling tinggi berpangkat satu. Bentuk umum fungsi linear adalah

Lebih terperinci

Matematik Ekonom Fungsi nonlinear

Matematik Ekonom Fungsi nonlinear 1 FUNGSI Fungsi adalah hubungan antara 2 buah variabel atau lebih, dimana masing-masing dari dua variabel atau lebih tersebut saling pengaruh mempengaruhi. Variabel merupakan suatu besaran yang sifatnya

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN DASAR

BAB I PENGERTIAN DASAR BAB I PENGERTIAN DASAR Kompetensi Dasar: Menjelaskan pengertian dan klasifikasi dari persamaan diferensial serta beberapa hal yang terkait. Indikator: a. Menjelaskankan pengertian persamaan diferensial.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya sebarang bilangan c adalah : f (c) = ( ) ( ) Asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK SEMIRATA MIPAnet 2017 24-26 Agustus 2017 UNSRAT, Manado MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK HASAN S. PANIGORO 1, EMLI RAHMI 2 1 Universitas

Lebih terperinci

JENIS JENIS FUNGSI 2. Gambar. Jenis Fungsi. mengandung banyak suku (polinom) dalam variabel bebas y = a 0 + a 1 x + a 2 x a n x n

JENIS JENIS FUNGSI 2. Gambar. Jenis Fungsi. mengandung banyak suku (polinom) dalam variabel bebas y = a 0 + a 1 x + a 2 x a n x n Telkom University Alamanda JENIS JENIS FUNGSI1 JENIS JENIS FUNGSI 2 Jenis Fungsi Gambar 1. FUNGSI POLINOM mengandung banyak suku (polinom) dalam variabel bebas y = a 0 + a 1 x + a 2 x 2 + + a n x n 2.

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat mengakibatkan perkembangan pengetahuan tentang sistem dinamik juga pesat. Salah satu pengembangan sistem dinamik dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL RANTAI MAKANAN TIGA SPESIES DENGAN MANIFOLD PUSAT

ANALISIS KESTABILAN MODEL RANTAI MAKANAN TIGA SPESIES DENGAN MANIFOLD PUSAT ANALISIS KESTABILAN MODEL RANTAI MAKANAN TIGA SPESIES DENGAN MANIFOLD PUSAT Oleh: Novi Oktaria Ekawati G545 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi Kalkulus Diferensial week 09 W. Rofianto, ST, MSi Tingkat Perubahan Rata-rata Jakarta Km 0 jam Bandung Km 140 Kecepatan rata-rata s t 140Km jam 70Km / jam Konsep Diferensiasi Bentuk y/ disebut difference

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2007 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!!

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2007 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 007 TINGKAT PROVINSI TAHUN 006 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL Bidang Matematika Bagian Pertama Disusun oleh : Solusi Olimpiade Matematika Tk Provinsi

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT Vol 10 No 2, 2013 Jurnal Sains, Teknologi dan Industri MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT Mohammad Soleh 1, Siti Kholipah 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL DUA MANGSA- SATU PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING DAN PEMANENAN

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL DUA MANGSA- SATU PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING DAN PEMANENAN Seminar Nasional Matematika dan Aplikasinya 21 Oktober 2017 Surabaya Universitas Airlangga ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL DUA MANGSA- SATU PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING DAN PEMANENAN Armin 1) Syamsuddin

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 9/. Diberikan premis sebagai berikut : Premis : Jika harga BBM naik, maka harga bahan pokok naik. Premis : Jika harga bahan pokok naik maka

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci