PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)
|
|
- Vera Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka persamaan () menjadi δ H ut = x δη () δ H ηt = x δ u (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Persamaan () merupakan sistem Hamilton untuk fluida dua lapisan peubah η Segkan persamaan () merupakan sistem Hamilton untuk fluida dua lapisan peubah u η Dalam persamaan () fungsi bergantung pada yang merupakan penyelesaian dari persamaan (5) hingga persamaan () persamaan (9) Fungsi ini secara analitik numerik sulit diselesaikan karena aya faktor tak linear Oleh karena itu salah satu tujuan penelitian ini adalah menentukan hampiran analitik untuk fungsi Selain itu akan ditentukan pula suatu sistem Hamilton yang ekivalen sistem Hamilton () tetapi menggunakan peubah fisis sehingga interpretasinya mudah dilakukan PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas suatu sistem Hamilton dari persamaan dasar untuk fluida dua lapisan yang ekivalen sistem Hamilton yang diberikan dalam persamaan () Dalam persamaan () Hamilton dari sistem tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga sulit ditentukan Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas bagaimana bentuk suatu sistem Hamilton sehingga Hamiltoniannya dapat dinyatakan secara eksplisit yaitu hanya bergantung pada sistem fisis fluida Hampiran untuk Untuk menyelesaikan masalah nilai batas (5) hingga () diasumsikan panjang gelombang yang ditinjau cukup panjang sehingga dimisalkan = ε x (a) T = εt ε suatu parameter Selanjutnya diasumsikan pula bahwa gelombang yang ditinjau memiliki amplitudo yang cukup kecil orde ε sehingga dimisalkan η = ε AT ( ) (b) u = ε U( T) Dengan menggunakan persamaan () maka masalah nilai batas (5) hingga (8) menjadi ε + zz = z = di z = h (a) ε + zz = = ε h di z = h ( ) (b) z Masalah nilai batas (a) (b) diselesaikan menggunakan metode asimtotik Dalam metode ini dimisalkan solusi dalam bentuk : () () 5 () = ε + ε + ε + (a) () () 5 () = ε + ε + ε + (b) () i () i (i=) yang akan ditentukan Jika persamaan (a) disubtstisusikan ke persamaan (a) maka () () () ε zz + ε ( + zz ) 5 () () + ε ( + zz ) + = (5a) di z = h () () 5 () zz = εzz + ε zz + ε zz + = (5b)
2 6 Lalu berdasarkan persamaan (5a) (5b) koefisisen ε memberikan masalah nilai batas () zz = (6a) () z = di z = h (6b) Jika persamaan (6a) diintegralkan terhadap z dari z = h maka () () z z z= h = Lalu menggunakan persamaan (6b) didapatkan () z = () Fungsi tidak bergantung pada z misalkan () = F( T) (7) F ( ) T fungsi sembarang yang akan ditentukan Selanjutnya koefisien ε 5 ε pada persamaan (5a) (5b) masing-masing memberikan masalah nilai batas : () () + zz = (8a) () () + zz = (8b) di z = h () = () = (9) z z Jika persamaan (8a) (8b) diintegralkan terhadap z dari dasar z = h menggunakan persamaan (9) maka didapat ( ) z = F ( z h) () z = F( z h) 6 Kemudian jika kedua persamaan tersebut diintegralkan lagi terhadap z dari dasar z = h ( ) = F ( z h) () () = F ( z h) () (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Selanjutnya jika persamaan (b) disubstitusikan ke persamaan (a) maka () () () εzz + ε ( + zz ) 5 () () + ε ( + zz ) + = () di z = h ( x) = ε h () z Berdasarkan persamaan () () koefisien ε memberikan masalah nilai batas () zz = (a) = ε h di z = h ( ) (b) z Jika persamaan (a) diintegralkan terhadap z pada = h ( maka () () z z z= h = Lalu menggunakan persamaan (b) () maka z berupa fungsi yang tidak bergantung pada z misalkan () (5) Selanjutnya koefisien ε 5 ε pada persamaan () memberikan () () + zz = (6a) () () + zz = (6b) di ( () = () = (7) z z Jika persamaan (6a) (6b) diintegralkan terhadap z dari z = h ( ) memperhatikan persamaan (7) maka didapat () () z z z= h = F ( T) z z= h () z = ( F ( z) z= h ) 6 Kemudian apabila persamaan di atas diintegralkan terhadap z dari ( () = ( F ( z )) z= h (8) () = ( F ( z+ h) ) (9) (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Dengan demikian dari persamaan (7) () () persamaan (5) (8) (9) didapat = ε F( T ) ε F ( z h) + 5 ε F ( z h) + (5) = εf( T) ε ( F ( z+ h) ) + 5 ε ( F ( z+ h) ) + (5) Persamaan (5) (5) masing-masing adalah penyelesaian hampiran untuk
3 7 sehingga fungsi pada persamaan (8) dapat ditentukan Berikut ini akan ditentukan persamaanpersamaan yang berlaku untuk F F Hampiran untuk F F Karena u = x maka dari persamaan (8) fungsi pada persamaan (5) (5) U = ρf( T) ρf( T) + ε ρ ( F ( z+ h) ) + ρhf ( z h) + (5) Selanjutnya menggunakan kondisi kinematik pada (9) persamaan () z z = ε η( ) sehingga hf + hf = ε AF ( F) + hf + 6 ( h F ) + (5) 6 Persamaan (5) (5) menghasilkan suatu relasi untuk menentukan F F dalam U A Jika persamaan (5) dikalikan h persamaan (5) dikalikan ρ ρ( h+ h) ( hρ+ hρ) F = hu + ε AU ( hρ+ hρ) ρhh + ρhh + ρh h 6 U + (5) ( ρh+ ρh) Kemudian jika persamaan (5) dikalikan h persamaan (5) dikalikan ρ maka ρ( h+ h) ( hρ+ hρ) F = hu + ε AU+ ( ρh + ρh) ρh h+ ρh h+ ρh h 6 U + (55) ( ρh + ρ h) (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Persamaan (5) (55) masing-masing merupakan persamaan untuk menentukan F F Sistem Hamilton untuk gelombang dua arah Dengan menggunakan persamaan () Hamiltonian pada persamaan (5) menjadi H = ε H = ε Jd (56) J = ( K + P) ε Jika bentuk K P masing-masing pada persamaan (6) (7) disederhanakan menggunakan masingmasing pada persamaan (5) (5) maka J = g( ρ ρ) A + ε ρhf + ρhf + ε ρhf + ε ρhf ε ( ρf ρf ) A+ (57) (penurunan dapat dilihat pada lampiran 5) Karena bentuk F F dapat dieliminasi berdasarkan persamaan (5) (55) maka bentuk J pada persamaan (57) menjadi hh J = g( ρ ρ) + U ( hρ+ hρ) + ε ( βu + vau ) + (58a) h h ( ρh+ ρh) β = (58b) 6 ( hρ+ hρ) ( ρh ρh) v = (58c) ( ρh+ ρh) (penurunan dapat dilihat pada lampiran 6) Lalu menggunakan persamaan () (56) maka berdasarkan sistem Hamiltonian () δh U T = δ A δh A T = (59a) δu H = Jd (59b) J memenuhi persamaan (58)
4 8 Persamaan (59) merupakan sistem Hamilton untuk gelombang yang bergerak dalam dua arah pada fluida dua lapisan Berdasarkan definisi turunan variasi pada persamaan () J pada persamaan (58) maka persamaan (59) dapat dinyatakan UT + ( g( ρ ρ) A+ ε vu ) + = hh AT + U (6) ( ρh+ ρh) + ε vau + ε βu ) + = Persamaan (6) dikenal sebagai persamaan Boussinesq Persamaan Boussinesq (6) menunjukkan bahwa gelombang tersebut bergerak dalam dua arah ke kanan ke kiri Sistem Hamilton untuk gelombang satu arah Berikut ini akan ditinjau gelombang yang merambat hanya dalam satu arah misalnya ke kanan saja Oleh karena itu dikenalkan variabel baru R S sebagai A= R S g( ρ ρ) (6a) U = ( R+ S ) c g( ρ ρ) c = (6b) ρ h + ρ h Jika persamaan (6a) disubstitusikan ke persamaan (59b) J pada persamaan (58) maka H = g ( ρ ρ) H dimana H = J d (6a) g( ρ ρ ) J = ( R + S ) + ε + + c { β ( R S) ( ) ( ) } + vr+ S R S + (6b) Berdasarkan sistem Hamilton (59a) dalam peubah U A persamaan (6) maka sistem Hamilton dalam R S yang merujuk pada proposisi dalam bab landasan teori Sistem Hamilton dalam R S tersebut berbentuk c δ H Γ R T δ R = ST (6a) c δ Γ H δ S Γ= { c + c} (6b) Karena suatu operator simetri miring maka Γ juga operator simetri miring Jadi persamaan (6a) merupakan sistem Hamilton Hamiltonian H Selanjutnya tinjau gelombang yang merambat ke kiri yang dinyatakan oleh S persamaan gerak yang dominan berbentuk ST = cs + c( R+ S) + O( ε ) (6) Karena h berorde O( ε ) maka bentuk S bernilai sangat kecil yaitu S Dengan demikian sistem Hamilton (6) menjadi δ R T = Γ H (65) δ R H pada (6a) J diberikan g( ρ ρ) J = R + ε { βr + vr } (66) c Jika β v masing-masing pada persamaan (58b) (58c) bentuk c pada (6b) digunakan maka persamaan (66) menjadi λ µ J = R + ε R + R + (67a) 6 hh ( ρh+ ρh) λ = (67b) 6 ( ρh+ ρh) ( ρh ρh) µ = (67c) hh ( ρh+ ρh) (penurunan dapat dilihat pada lampiran 7) Karena S maka A R sehingga sistem Hamilton (65) menjadi δ H AT = { c + c} δ A (68a) H = J d (68b)
5 9 λ µ J = A + ε A + A + (68c) 6 Persamaan (68) merupakan sistem Hamilton untuk gelombang yang bergerak dalam satu arah pada fluida dua lapisan Dengan menggunakan definisi turunan variasi maka persamaan (68) menjadi AT = ca + ca+ ε { cλa µ + cµ AA + cλa + c A (69) λ µ masing-masing diberikan oleh persamaan (67b) (67c) Persamaan (69) dikenal sebagai persamaan KdV Deformasi Gelombang Soliter Dalam bagian ini akan dikaji bagaimana perubahan amplitudo gelombang soliter terhadap perubahan kedalaman fluida (deformasi gelombang soliter) Kajian ini akan memanfaatkan persamaan KdV (69) yang berupa sistem Hamilton Persamaan ini digunakan karena sifat Hamilton (energi) pada fluida dua lapisan yang tetap (konstan) terhadap perubahan waktu Untuk itu misalkan amplitudo as () kecepatan gelombang V() s sebagai fungsi dari variabel s s = σ σ suatu parameter σ << ε Ini berarti bahwa dasar fluida yang ditinjau bervariasi sangat lambat Selanjutnya misalkan pula suatu variabel baru : s ds ' Φ= T σ V( s') (7) Berikut ini akan ditentukan hampiran penyelesaian persamaan KdV (69) cara memisalkan variabel A V dalam uraian asimtotik A= A( Φ s) + σ A( Φ s) + (7) V = V + σv + (7) Jika persamaan (7) (7) disubstitusikan ke dalam persamaan (69) kemudian memisahkan koefisien - koefisien perpangkatan dari σ maka koefisien σ memberikan V c λ A Φ ε A ΦΦΦ µ AA Φ c = + (7) V Jika persamaan (7) diintegralkan terhadap Φ maka ( V c) λ µ A = ε A ΦΦ + A (7) c V Selanjutnya cara yang sama untuk memperoleh persamaan (7) koefisien σ memberikan c V c λ A+ ε A ΦΦ + µ AA V Φ c V + F = (75a) c F = VAΦ + A Φ + cas V V V µ + ε c µ A AΦ + AAs V 5 λ λ A s AΦΦ + A ΦΦs V V A µ λ + cs + A + A ΦΦ V Jika persamaan (7) (7) digunakan maka bentuk F menjadi cs F = ( VA) s ( VA) c c λ λ + ε A Φs + AΦ V Φ V V s c cλ cµ + V A Φ+ ε A ΦΦΦ AA Φ (75b) V V V (penurunan dapat dilihat pada lampiran 8) Berdasarkan persamaan (7) (75a) maka syarat keterselesaian pada persamaan (75a) adalah FAd Φ = (76) (Stakgold 967) Jika F pada persamaan (75b) disubstitusikan ke dalam persamaan (76) maka V λ Ad Φ ε A Φ d Φ = s c (77) V Jika persamaan (77) diintegralkan terhadap s V λ Ad Φ ε A d konstan Φ c Φ= (78) V (penurunan dapat dilihat pada lampiran 9) Dengan menggunakan persamaan (7) maka persamaan (78) menjadi
6 λ µ VAd Φ+ ε A AVd Φ + Φ V 6 = konstan (79) (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Karena d = VdΦ yang dari persamaan (7) maka persamaan (79) menjadi λ µ A ε A A d = konstan atau Jd = konstan (8) λ µ J = A + ε A + A + 6 Jika persamaan (8) persamaan (68c) dibandingkan maka dapat disimpulkan bahwa ruas kanan persamaan (8) merupakan energi total (Hamiltonian) untuk gelombang simpangan A Dalam hal ini pula bahwa energi total (Hamiltonian) dari A ini konstan terhadap perubahan waktu Hal ini sesuai sifat Hamiltonian yang tetap Selanjutnya berdasarkan persamaan (8) juga dapat kaitan antara amplitudo gelombang soliter variasi kedalaman fluida Hal ini dapat dijelaskan sebagai a λ ε + µa = konstan (8) µ 5 setelah mengabaikan suku-suku pada orde ε Khusus untuk ρ = yaitu fluida satu lapisan kedalaman h = h maka dari persamaan (8b) (8c) masing-masing memberikan h λ = µ = 6 h Dengan demikian berdasarkan persamaan (8) ( ) / a ah + ε = konstan (8) h Berdasarkan persamaan (8) bahwa a berbanding terbalik h Dalam hal ini gelombang soliter memiliki amplitudo yang kecil jika kedalaman fluida membesar Sebaliknya amplitudo gelombang soliter membesar pada fluida yang memiliki kedalaman yang kecil Dengan aya bentuk O( ε ) seperti pada persamaan (8) maka hasil ini dapat dikurangi Dengan kata lain gelombang soliter pada fluida kedalaman yang gkal memiliki ampllitudo yang tidak begitu besar seperti di gambar (program dapat dilihat pada lampiran ) Dari persamaan (7) persamaan diferensial biasa da V ( V c) µ = A V A dφ ελ c 6λ Penyelesaian persamaan diferensial biasa tersebut adalah A = asec h γφ (8a) a γ memenuhi µ γ ε ε λ V c a = = (8b) c V (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Persamaan (8a) merupakan penyelesaian gelombang soliter persamaan KdV (7) Jika A pada persamaan (8a) disubstitusikan ke dalam persamaan (78) maka
7 Gambar Hubungan a h pada fluida satu lapisan untuk berbagai nilai ε Selanjutnya untuk fluida dua lapisan asumsi ρ ρ (pendekatan Boussinesq) maka dari persamaan (67b) (67c) hh ( ) h λ = µ = h 6 hh Berdasarkan persamaan (8) konstan ahh h h + a h h 5 hh ε = (8) Dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa untuk h h amplitudo gelombang soliter interfacial cukup kecil Segkan pengaruh dari bentuk pada O( ε ) tidak signifikan Kesimpulan Persamaan dasar untuk fluida ideal yang tak berotasi (irrotational) diturunkan dari persamaan kekontinuan persamaan momentum Kemudian formulasi Hamilton untuk mendapatkan persamaan gerak bagi gelombang internal pada fluida dua lapisan diturunkan asumsi bahwa domain fluida dua lapisan dibatasi oleh batas atas yang rata batas bawah yang tidak rata (berupa fungsi) Untuk menentukan Hamiltonian (energi total)-nya membutuhkan asumsi gelombang interfacial yang cukup panjang amplitudo yang cukup kecil Persamaan gerak yang (persamaan KdV) berupa sistem Hamilton energi (Hamilton) konstan terhadap perubahan waktu Hal tersebut sesuai sifat Hamiltonian yang tetap Berdasarkan sifat Hamilton ini deformasi gelombang soliter interfacial Pada fluida satu lapisan bahwa amplitudo gelombang soliter memiliki hubungan terbalik kedalaman fluida pada orde rendah Gelombang soliter memiliki amplitudo yang kecil jika kedalaman fluida membesar Sebaliknya amplitudo gelombang soliter membesar pada fluida yang memiliki kedalaman yang kecil untuk orde yang rendah Tetapi pada orde yang lebih tinggi bahwa gelombang soliter pada fluida kedalaman yang gkal memiliki amplitudo yang tidak begitu besar Selanjutnya untuk fluida dua lapisan formulasi ini bahwa jika kedalaman kedua lapisan hampir sama maka amplitudo gelombang soliter interfacial cukup kecil segkan pengaruh orde yang lebih tinggi tidak signifikan
FORMULASI HAMILTON UNTUK MENGGAMBARKAN DEFORMASI GELOMBANG SOLITER DENGAN DASAR TIDAK RATA PADA FLUIDA DUA LAPISAN
FORMULASI HAMILTON UNTUK MENGGAMBARKAN DEFORMASI GELOMBANG SOLITER DENGAN DASAR TIDAK RATA PADA FLUIDA DUA LAPISAN AGATHA PRIMASARI SUTRISNO G5446 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan
6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing
Lebih terperinciBab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal
Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI NUMERIK
BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah
Lebih terperinciDASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus
Lebih terperinciBab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar
Lebih terperinci, serta notasi turunan total ρ
LANDASAN TEORI Lanasan teori ini berasarkan rujukan Jaharuin (4 an Groesen et al (99, berisi penurunan persamaan asar fluia ieal, sarat batas fluia ua lapisan an sistem Hamiltonian Penentuan karakteristik
Lebih terperinciBab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal
Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),
Lebih terperinciBAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK
BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciPERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D
PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik
Lebih terperinciSUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH
SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH JAHARUDDIN Departemen Matematika, Fakultas Matematika an Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Raya
Lebih terperinciBab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA
Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3
8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.
Lebih terperinciperpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :
1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan
Lebih terperinciPengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas
Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 672 Topik dalam Matematika Terapan Semester Ganjil 2016/2017 Pendahuluan Metode perturbasi
Lebih terperinci1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan
Lebih terperinciKestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi
1 Jurnal Matematika, Statistika, & Komputasi Vol 5 No 1, 1-9, Juli 2008 Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi Sri Sulasteri Jurusan Pend. Matematika UIN Alauddin Makassar Jalan Sultan
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan
Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait
Lebih terperinciPersamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal
Bab 3 Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk masalah gelombang air dengan dasar sinusoidal. Dalam menyelesaikan masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
Lebih terperinci( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x
Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL
PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor
Lebih terperinciSimulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal
Matematika LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGUATAN PROGRAM STUDI Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Oleh: Mohammad Jamhuri, M.Si NIP. 1981050 00501 1004 FAKULTAS SAINS DAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan
Lebih terperinciMATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga
MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya
Lebih terperinciPENYELESAIAN MASALAH GELOMBANG PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI ANGGRAENI PUTRISIA
PENYELESAIAN MASALAH GELOMBANG PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI ANGGRAENI PUTRISIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciDepartment of Mathematics FMIPAUNS
Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami
BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Rambatan Tsunami Gelombang tsunami terbentuk akibat adanya pergesaran vertikal massa air. Pergeseran ini bisa terjadi oleh gempa, letusan gunung berapi, runtuhan gunung es, dan
Lebih terperinciDAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)
DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik
Lebih terperinciMetode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang
Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Abstrak Metode Elemen Batas untuk masalah perambatan gelombang akustik (harmonis) berhasil diturunkan pada tulisan
Lebih terperinciBab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi
Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak
Lebih terperinciBab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann
Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan
Lebih terperinciPDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan
PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan
Lebih terperinci3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes
Bab 3 Model Matematika Pada bab ini akan dibahas mengenai proses dalam pembuatan model. Analisis dimensional serta pendekatan lubrikasi kita gunakan terhadap persamaan-persamaan dasar (Navier Stokes) serta
Lebih terperinciLAMPIRAN I. Alfabet Yunani
LAMPIRAN I Alfabet Yunani Alha Α Nu Ν Beta Β Xi Ξ Gamma Γ Omicron Ο Delta Δ Pi Π Esilon Ε Rho Ρ Zeta Ζ Sigma Σ Eta Η Tau Τ Theta Θ Usilon Υ Iota Ι hi Φ, Kaa Κ Chi Χ Lambda Λ Psi Ψ Mu Μ Omega Ω LAMPIRAN
Lebih terperinciMETODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR
METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 8 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa
Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi osilasi harmonik sederhana yang disarikan dari [Halliday,1987],
Lebih terperinciPENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI
PENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar
BAB 2 Landasan Teori Objek yang diamati pada permasalahan ini adalah lapisan fluida tipis, yaitu akan dilihat perubahan ketebalan dari lapisan fluida tipis tersebut dengan adanya penambahan surfaktan ke
Lebih terperinciBab V Prosedur Numerik
Bab V Prosedur Numerik Pada bab ini, metode numerik digunakan untuk menghitung medan kecepatan, yakni dengan menghitung batas dan domain integral. Tensor tegangan tak Newton melalui persamaan Maxwell Linear
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis
Lebih terperinciBAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU
BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU Definisi: Persamaan diferensial adalah suatu hubungan yang terdapat antara suatu variabel independen x, suatu variabel dependen y, dan satu atau lebih turunan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Dasar Fluida Dalam buku yang berjudul Fundamental of Fluid Mechanics karya Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, dan Wade W. Huebsch, fluida didefinisikan sebagai
Lebih terperinciPARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI
PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan
Lebih terperinciBab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton
Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah
Lebih terperinciFORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI
FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciIII HASIL DAN PEMBAHASAN
7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:
5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter
Lebih terperincibangunan- Gangguan tersebut dapat merupakan dan kedalaman normal.
Aliran seragam merupakan aliran yang tidak berubah menurut tempat. Konsep aliran seragam dan aliran kritis sangat diperlukan dalam peninjauan aliran berubah dengan cepat atau berubah lambat laun. Perhitungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang
Lebih terperinciBAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I
BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I. Pengertian PD, Orde (tingkat), & Derajat (Pangkat) Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatifderivatif (turunan) sekurang-kurangnya derivatif
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data
A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak
BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.
Lebih terperinciBAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 4. Sebaran Asimtotik,, Teorema 4. (Sebaran Normal Asimtotik,, ) Misalkan fungsi intensitas seperti (3.2) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K adalah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciPENURUNAN PERSAMAAN GELOMBANG SOLITON DENGAN DERET FOURIER ORDE DUA SECARA NUMERIK
PENURUNAN PERSAMAAN GELOMBANG SOLITON DENGAN DERET FOURIER ORDE DUA SECARA NUMERIK Sarwadi Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstrak Salah satu solusi dari persamaan Korteweg - de Vries (KdV) adalah gelombang
Lebih terperinciReflektor Gelombang 1 balok
Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor
Lebih terperinciMetode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik
Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil
Lebih terperinciBab II Teori Pendukung
Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu
Lebih terperinciPertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu
Lebih terperinciBIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI
BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam
Lebih terperinciTeori Dasar Gelombang Gravitasi
Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab
Lebih terperinciBAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS
BAB VI DISTRIBUSI ROBABILITAS MENERUS 6. Distribusi Uniform (seragam) Menerus Distribusi seragam menerus merupakan distribusi yang paling sederhana. Karaketristik distribusi ini adalah fungsi kepadatannya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,
Lebih terperincidy = f(x,y) = p(x) q(y), dx dy = p(x) dx,
5. Persamaan Diferensian Dengan Variabel Terpisah Persamaan diferensial berbentuk y = f(), dengan f suatu fungsi kontinu pada suatu interval real, dapat dicari penyelesaiannya dengan cara mengintegralkan
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL (PD)
PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD) A. PENGERTIAN Persamaan yang mengandung variabel dan beberapa fungsi turunan terhadap variabel tersebut. CONTOH : + 5 5 0 disebut PD orde I + 6 + 7 0 disebut PD orde II B. PEMBENTUKAN
Lebih terperinciBAB 3 DINAMIKA STRUKTUR
BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR Gerakan dari struktur terapung akan dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, dimana terdapat gaya gaya luar yang bekerja pada struktur dan akan menimbulkan gerakan pada struktur. Untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik X = {X(t), t T } adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu
Lebih terperinci2.7 Ensambel Makrokanonik
22 BAB 2. TEORI ENSAMBEL 2.7 Ensambel Makrokanonik Dalam bagian ini kita akan menjabarkan rapat ruang fase untuk sistem terbuka, sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan termal dengan lingkungan
Lebih terperinciBINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.
BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 2 MEDAN LISTRIK DAN HUKUM GAUSS Pendahuluan, Distribusi Muatan Kontinu, Mencari Medan Listrik Menggunakan Integral,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi
Lebih terperinciLAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:
LAMPIRAN A.TRANSFORMASI KOORDINAT 1. Koordinat silinder Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: Vector kedudukan adalah Jadi, kuadrat elemen panjang busur adalah: Maka: Misalkan
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan
Lebih terperinciKONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai
Lebih terperinciTeori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase
Bab 2 Teori Ensambel 2. Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu
Lebih terperinciAnalisis Kestabilan Linear dan Simulasi
Bab 4 Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi Pada Bab ini kita akan membahas mengenai ketidakstabilan dari lapisan kondensat. Analisis kestabilan linier kita gunakan untuk melihat kondisi serta parameterparameter
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,
Lebih terperinciMetode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO
Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen orde-2 Solusi PD pada PD Linier Tak Homogen ditentukan dari solusi umum PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen.
Lebih terperinciAtau dengan menginverse S = S(U), menjadi U=U(S), kemudian menghitung:
ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA UJIA TEGAH SEMESTER - FI-5 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. - 6/7 Hari/Tgl. : Senin 3 Maret 7 Waktu :.-3. Sifat :
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan
Lebih terperinciPENGENDALIAN OPTIMAL DISTRIBUSI VAKSIN PADA MODEL EPIDEMIK RABIES DENGAN MASA KELAHIRAN PERIODIK
PENDAHULUAN PENGENDALIAN OPTIMAL DISTRIBUSI VAKSIN PADA MODEL EPIDEMIK RABIES DENGAN MASA KELAHIRAN PERIODIK Oleh : Qurrotu Ainy Jufri (1210100072) Dosen Pembimbing : Drs. Kamiran, M.Si. Jurusan Matematika
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh
III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud
Lebih terperinciPr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.
6.. Proses Kelahiran Murni Dalam bab ini, akan dibahas beberapa contoh penting dari waktu kontinu, state diskrit, proses Markov. Khususnya, dengan kumpulan dari variabel acak {;0 } di mana nilai yang mungkin
Lebih terperinciBAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu
Lebih terperinci