Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan II 216 tumbuh menggembirakan mencapai 8,5% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18% (yoy). Kami mencatat beberapa sektor ekonomi masih tumbuh meningkat, antara lain sektor jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, konstruksi, dan perdagangan. Namun, kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di triwulan II 216. Menurut outlook World Bank, harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel diperkirakan baru akan membaik pada akhir 216. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 216 kami perkirakan tumbuh sedikit melambat dari triwulan sebelumnya, karena adanya potensi risiko perlambatan di sektor pertanian dan industri pengolahan. Agar risiko perlambatan ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami berharap realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah terutama belanja modal pada triwulan III dan IV dapat dioptimalkan. Sementara itu, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan III dan IV 216 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat pada saat menjelang akhir tahun aktivitas masyarakat akan meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain hasil panen terutama padi pada triwulan III dan IV diperkirakan tidak akan sebaik di triwulan II 216. Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan dataatauinformasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, Agustus 216 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 iv

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 6 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB INFLASI DAERAH INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM STABILITAS KEUANGAN DAERAH PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH GERAKAN NASIONAL NON TUNAI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI 87 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 v

6 DAFTAR ISI 7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 98 LAMPIRAN 11 DAFTAR BOKS BOKS 1.A. PENGEMBANGAN INDUSTRI MARITIM UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN 32 BOKS 2.A. IMPLIKASI PROGRAM TAX AMNESTY TERHADAP PEREKONOMIAN 43 BOKS 3.A. TPID SULSEL: BERSINERGI UNTUK MENEKAN INFLASI 57 BOKS 7.A. COMPOSITE LEADING INDICATOR PDRB PROVINSI SULAWESI SELATAN 99 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan II 216 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun terdapat potensi risiko perlambatan di triwulan III 216 Perekonomian Sulsel triwulan II 216 tumbuh 8,5% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan I 216 yang tercatat 7,43% (yoy). Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja sektor primer dan tersier yang semakin membaik. Pada sektor primer didorong oleh meningkatnya sektor pertanian dan pertambangan, sementara pada sektor tersier yaitu sektor jasa keuangan, perdagangan, jasa pendidikan, dan administrasi pemerintahan. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja seluruh komponen, khususnya konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB). Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan peningkatan. Namun demikian, pada triwulan III 216 kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan sedikit melambat, dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan. Peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada 216 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga pelaksanaan pembangunan dan penyerapan anggaran berjalan lancar. Tekanan inflasi pada triwulan II 216 menurun. Pada akhir triwulan II 216 inflasi Sulsel tercatat 4,3% (yoy). Pencapaian inflasi berada di dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, dan kami akan terus berupaya menjaga inflasi Sulsel berada di rentang sasaran inflasi yang ditargetkan hingga akhir tahun 216. Penurunan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali makanan jadi dan sandang. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan disebabkan tercukupinya pasokan seiring berlangsungnya musim panen, meski pada saat yang sama konsumsi masyarakat juga meningkat. Selain itu, penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) juga mendorong penurunan inflasi ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Pertumbuhan Ekonomi Investasi yang tumbuh relatif tinggi, yang diiringi pertumbuhan konsumsi pemerintah dan rumah Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan II 216 terutama disebabkan oleh pertumbuhan investasi (PMTB) dan meningkatnya konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT. Pada triwulan II 216 investasi tumbuh 9,63% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tumbuh 7,37% (yoy) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF tangga, serta kinerja positif sektor primer dan tersier berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 216 lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya. Demikian pula konsumsi rumah tangga dan LNPRT masing-masing tumbuh 5,61% (yoy). Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor perdagangan, pertanian, jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, serta konstruksi. Peningkatan kinerja yang terjadi di hampir seluruh sektor tersebut mencerminkan bahwa daya beli konsumen di Sulsel tetap terjaga dengan baik. Kami memperkirakan pada triwulan III 216 perekonomian Sulsel akan tumbuh sedikit melambat. Hal ini dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan yang merupakan bagian dari sektor penopang utama perekonomian Sulsel. Perlambatan di sektor pertanian dikarenakan pada periode tersebut baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitatas di subsektor perikanan. Sedangkan perlambatan di sektor industri pengolahan lebih disebabkan melambatnya aktivitas produksi karena masih tingginya stok produksi yang dimiliki perusahaan. Disisi lain, aktivitas ekspor terutama perdagangan antar daerah kami perkirakan juga cenderung sedikit melambat. Inflasi Tekanan harga dari kelompok volatile food dan administered prices menurun. Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 216 tercatat 4,3% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 216 sebesar 5,7% (yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh tersediannya pasokan yang cukup seiring berlangsungnya panen raya. Selain itu, kelompok transport juga tercatat deflasi, sebagai dampak dari menurunnya harga bensin dan solar. Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan III 216 masih akan rendah. Faktor pendorong penurunan tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali bahan makanan dan pendidikan. Hal ini sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan demikian, kami optimis target pencapaian inflasi akhir tahun pada kisaran 4 ± 1% akan dapat tercapai. Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM terutama berbasis komoditas pangan dalam rangka pengendalian inflasi. Keuangan Pemerintah Meskipun belum optimal, realisasi belanja APBD Provinsi/Kab/Kota dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Realisasi penyerapan APBD dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan II 216. Realisasi belanja APBD Provinsi hingga akhir semester tercatat Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (73,79%) dan belanja transfer (22,58%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih tergolong minim (3,63%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 216 diperkirakan baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir semester I 216 telah terealisasi sebesar Rp7,37 triliun atau 37,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,48 triliun. Seluruh komponen belanja 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

9 RINGKASAN EKSEKUTIF memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Intermediasi perbankan berjalan dengan baik, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman Stabilitas keuangan daerah tetap terjaga baik, terutama didukung oleh ketahanan sektor rumah tangga. Kinerja konsumsi sektor rumah tangga masih tumbuh baik, dengan porsi pinjaman kepada perbankan masih normal, dan memiliki rasio tabungan yang kuat. Disisi lain, kinerja korporasi utama masih terpengaruh oleh kondisi ekonomi global. Namun, dengan masih kuatnya permintaan sektor rumah tangga, mampu mengompensasi penurunan kinerja sektor korporasi, sehingga stabilitas keuangan di Sulsel tetap terjaga baik. Kinerja perbankan terjaga baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan aset, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan II 216. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini dapat diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sesuai siklus ekonomi, kebutuhan uang kartal pada triwulan II 216 meningkat. Sementara disisi lain, transaksi non tunai khususnya yang dilakukan melalui kliring mengalami lonjakan yang tajam. Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp5 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktupelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net outflow sebesar Rp1,4 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal, sejalan dengan siklus tahunan saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 216 terdapat sedikit perbaikan yang diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan. Menurut data terakhir per Maret 216 angka kemiskinan Sulsel secara tahunan sedikit meningkat. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) relatif tidak berubah. Pada Februari 216 mencapai 5,11% relatif sama dengan periode yang sama tahun lalu 5,1%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 216 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 215. Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 216 sedikit meningkat dibanding Maret 215 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,4%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional. Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 216 dan keseluruhan 216 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, dan lebih baik dari tahun lalu. Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 216 diperkirakan tetap lebih tinggi. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi, dan ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Untuk keseluruhan 216 diperkirakan juga tumbuh pada kisaran yang sama 7,6% - 8,% (yoy), atau lebih tinggi dari pencapaian 215 yang tumbuh 7,15%. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga pada akhir 216 diperkirakan berada dalam kisaran target inflasi nasional 4,%±1,%. Optimisme ini didukung oleh perkembangan harga minyak dunia yang rendah dan stabil, sehingga akan terjadi penyesuaian harga pada administered prices. Sementara itu, risiko tekanan inflasi diperkirakan muncul dari volatile food sebagai imbas dari La Nina yang akan menurunkan produksi ikan tangkap. Selain itu, potensi risiko tekanan harga juga bisa muncul dari inflasi inti seiring dengan membaiknya harga emas. Rekomendasi Kebijakan Percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah, dan optimalisasi belanja pemerintah menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 216. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel. Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi; (b) Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan) kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota; (c) Merealisasikan nominal anggaran belanja daerah secara disiplin sesuai Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB) yang telah ditetapkan; (d) Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD); (e) Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastuktur fisik maupun infrastruktur pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM; (f) Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo. Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) yaitu sebagai berikut: (a) Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya dilakukan oleh pemerintah provinsi; (b) Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

11 RINGKASAN EKSEKUTIF meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha; (c) Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (d) Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (e) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) MAKRO Indeks Harga Konsumen I II III IV I II III IV I II III*** - Sulawesi Selatan 19,16 19,71 111,72 116,89 116,95 118,55 121,6 122,13 123,62 123,65 124,93 - Sulawesi Utara 19,39 11,28 11,9 118,61 118,13 119,91 121,26 125,2 123,92 124,31 125,35 - Gorontalo 18,24 19,32 19,62 115,26 113,96 115,98 117,72 12,22 12,5 121,65 121,72 - Sulawesi Tengah 111,45 113,64 115,12 12,21 117,34 12,46 121,29 125,22 124,42 125,53 126,2 - Sulawesi Tenggara 18, 19,77 111,72 117,67 116,43 117,84 118, 12,34 121,96 12,72 121,65 - Sulawesi Barat 18,92 11,28 112,54 116,85 116,2 118,65 119,84 122,78 122,23 123,74 124,53 Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan 5,88 5,92 3,72 8,61 7,13 8,6 8,36 4,48 5,7 4,3 4,14 - Sulawesi Utara 5,67 6,26 4, 9,67 7,99 8,73 9,34 5,56 4,9 3,67 3,47 - Gorontalo 5,1 5,82 3,59 6,14 5,28 6,9 7,39 4,3 5,74 4,89 4,18 - Sulawesi Tengah 8,42 1,37 5,46 8,84 5,28 6, 5,36 4,17 6,3 4,21 3,25 - Sulawesi Tenggara 5,6 4,84 1,83 8,45 7,81 7,35 6,86 2,27 4,75 4,37 4,38 - Sulawesi Barat 6,24 6,65 4,46 7,89 6,68 7,59 6,49 5,7 5,19 4,29 3,93 PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 21 & SNA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Konsumsi Investasi Ekspor Impor Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) INDIKATOR PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ** Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 212 ***) Data hingga Juli * 216** ,38 6,39 7,73 7,7 5,72 7,96 7,59 7,24 7,43 8,5-36,34 452,96 49,63 444,8 344,16 382,89 381,25 333,28 229,37 276,31-167,44 182,55 193,36 29,93 163,96 194,52 216,82 172,1 163,2 187,21-139,1 181,87 149,5 129,39 163,9 172,5 271,92 149,65 122,68 21,55-221,11 258,82 266,39 217,6 326,31 317,63 264,12 273,69 284,74 329,6-221,25 271,9 341,58 315,4 18,26 21,39 19,33 183,62 16,69 65,76-6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** 216**** I II III IV I II III IV I II BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR 13,45% 129,21% 125,6% 126,39% 128,43% 127,15% 124,13% 121,5% 122,94% 123,78% Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) Kredit Mikro* (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3,14% 3,54% 3,57% 3,13% 3,36% 3,16% 3,85% 3,19% 3,36% 3,5% 4,87% 4,98% 5,42% 4,81% 5,21% 5,14% 5,4% 4,26% 4,43% 4,14% DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Konsumsi FDR 162,4% 174,2% 171,16% 171,91% 164,36% 169,84% 17,2% 147,53% 165,43% 158,23% Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK PELAPOR) INDIKATOR **** 216**** I II III IV I II III IV I II BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR 139,37% 137,45% 134,49% 135,9% 137,16% 137,54% 133,13% 129,7% 131,13% 131,78% Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar) Kredit Mikro* (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi NPL Total gross - Lokasi Proyek (%) NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 2,97% 3,51% 3,69% 3,33% 3,63% 3,71% 3,9% 3,4% 3,46% 3,21% 4,97% 4,84% 5,23% 4,89% 5,24% 5,21% 5,36% 4,41% 4,39% 4,31% DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) Modal Kerja Investasi Konsumsi FDR 1,41% 3,76% 2,18% 2,16% 3,17% 2,17% 2,72% 2,53% 2,32% 2,68% Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

15 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH I II III IV I II III IV I II KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam,14,4,23,1,4,1,34,,, Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam 2,2 3,22 3,93 2,7 1,74 4,3 3,59 5,84 4,45 6,43 Pemusnahan Uang (Rp Miliar) TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar) TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** 216*** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216 9

16 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*** TABEL INDIKATOR EKONOMI D. GRAFIK INDIKATOR 15% 13% 11% 9% 7% 5% 3% 1% -1% Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional 11.69% Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional 3.6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 21 Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) 11% 1% 9% 8% Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) 8.5% 7% 6% 5% 5.18% 4% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 3% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 21 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stok Net Ekspor PDRB I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Sektor Lainnya PDRB %yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Inflasi Nasional (yoy) BI Rate *) Data Sementara **) Data Sangat Sementara ***) Data Hingga Juli * 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Inflasi Sulsel (yoy) (Rp Triliun) Aset Kredit Lokasi Bank DPK Lokasi Bank Pelapor LDR - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel 2% 19% 18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% (Ribu Orang) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk * 215** 216** 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % % Penduduk Miskin - Skala Kanan (Ribu Orang) 1 95 Jumlah Penduduk Miskin * 216** 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % *) Data Februari 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka *) Data Maret 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

17 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi 1 Perekonomian Sulsel terus menunjukkan peningkatan. Pada triwulan II 216 nilai PDRB Sulsel mencapai Rp milyar (ADHB) atau Rp milyar (ADHK), dengan pertumbuhan 8,5% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 216 tumbuh 7,43% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi hampir di seluruh sektor. Pertumbuhan ekonomi masih ditopang dari sektor domestik, terutama dari kegiatan konsumsi baik pemerintah maupun swasta dan investasi. Sementara dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor mulai memperlihatkan peningkatan meskipun masih dalam fase kontraksi. Peningkatan ekspor terlihat baik secara volume maupun nilai terutama berasal dari ekspor barang hasil tambang. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari sektor perdagangan, jasa keuangan, pengadaan listrik, konstruksi, pertanian, pertambangan, administrasi pemerintah, dan jasa pendidikan. Sementara sektor industri pengolahan pada triwulan II 216 justru tumbuh melambat. Pada triwulan III 216, perekonomian Sulsel kami perkirakan tumbuh sedikit melambat, dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor Pertanian dan Industri Pengolahan. Perlambatan di sektor Pertanian terjadi karena baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitas di subsektor perikanan. Sementara, perlambatan di sektor Industri Pengolahan lebih disebabkan melambatnya aktivitas produksi karena stok yang masih tinggi, dan melambatnya perdagangan antar daerah. 1 Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan II 216 (data realisasi BPS) dan Triwulan III 216 (data proyeksi Bank Indonesia). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh meningkat. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 8,5% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,43% (yoy) pada triwulan I 216. Peningkatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Konstruksi. Selain itu juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan di sektor Konstruksi; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebagai sektor utama sulsel, serta sektor lain yaitu Pertambangan dan Penggalian; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; dan Jasa Pendidikan. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya seluruh komponen, terutama investasi dan konsumsi baik sektor rumah tangga maupun pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan meningkatnya aktivitas masyarakat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah yang relatif tinggi terjadi dikarenakan penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 di akhir triwulan laporan. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 216 di perkirakan akan menurun. Penurunan tersebut terjadi akibat perlambatan di sektor unggulan Sulsel, yaitu Pertanian dan Industri Pengolahan. Perlambatan yang terjadi di sektor Pertanian karena pada triwulan III 216 baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitas di subsektor perikanan. Sementara itu, perlambatan di sektor Industri Pengolahan lebih disebabkan masih tersedianya stok hasil produksi pada triwulan I dan II % Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP * 216** yoy Nasional yoy Sulsel 1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 216 terutama didorong oleh aktivitas konsumsi baik sektor rumah tangga dan maupun pemerintah, serta investasi. Pada triwulan II 216 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,61% (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,28% (yoy). Pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai 7,27% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,8% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang juga mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi LNPRT sebesar 5,61% (yoy). Sementara itu, aktivitas investasi (PMTB) tumbuh 9,63% (yoy). Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi. Pada triwulan II 216 ekspor tercatat tumbuh -27,6% (yoy) dari triwulan sebelumnya -4,81% (yoy). Demikian pula impor juga masih mengalami kontraksi, dari sebelumnya tumbuh -37,13% (yoy) menjadi -33,32% (yoy) di triwulan laporan. Pada triwulan III 216 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh sedikit melambat. Konsumsi rumah tangga diperkirakan stabil di kisaran 5,4% - 5,8%. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan melambat khususnya pada ekspor antar daerah, sehingga net ekspor lebih rendah dari triwulan II 216. Meski terdapat perlambatan, namun pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,6% - 8,%. Aktivitas konsumsi dan investasi masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

19 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Komponen * 215* 216** I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori (26.91) (125.9) (74.2) (124.47) (579.81) 55.1 (64.5) 6. Ekspor (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (12.4) (4.78) (27.6) 7. Impor.31 (5.47) (6.75) (6.8) (3.8) (1.94) (2.95) (37.13) (33.32) PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara Ekspor, 14.6% Perubahan Inventori, 1.4% PMTB, 37.83% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB) Konsumsi Impor, -16.8% Share PDRB Tw II 216 Konsumsi Pemerintah, 9.98% Konsumsi RT, 53.4% Konsumsi LNPRT, 1.23% Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 216. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 5% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai diatas 3% pada triwulan II 216. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (diatas 5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor (-3,47%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan inventori (1%). Konsumsi rumah tangga maupun pemerintah tumbuh meningkat. Total konsumsi triwulan II 216 tumbuh 5,87% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 4,96% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,61% (yoy, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,28% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 7,37% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,8% (yoy). Konsumsi rumah tangga dan pemerintah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang meningkat menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi pada periode laporan. Aktivitas masyarakat yang meningkat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, harga BBM yang turun pada periode awal laporan juga turut memperbaiki daya beli sektor rumah tangga sehingga turut mendorong konsumsi. Selain itu, aktivitas sejumlah proyek multiyear yang terus berjalan juga mendorong optimisme dan keyakinan masyarakat, sehingga gairah masyarakat untuk berkonsumsi meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari nilai rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 216 yang meningkat (>1) sebesar 124,31 dari sebelumnya 116,44. Sejalan dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) juga mengalami kenaikan menjadi 123,48 dari periode sebelumnya 12,18. Sementara itu realisasi belanja pemerintah provinsi Sulsel belum terlihat optimal. Realisasi belanja hingga triwulan II 216 tercatat sebesar Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Secara nominal realisasi belanja triwulan II 216 lebih tinggi dari triwulan II 215, yang tercatat sebesar Rp2,6 triliun. Di sisi lain, sampai dengan triwulan II 216, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 44,64% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan II 215 yang terealisasi 46,77%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp3,43triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,35 triliun. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

20 Rp Triliun % (yoy) Rp Triliun % (yoy) BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Indeks Penjualan Eceran gindeks - Skala Kanan *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan pada triwulan II 216 tumbuh 14,34% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit terutama didorong meningkatnya pertumbuhan kredit peralatan/perlengkapan rumah tangga dan kredit miltiguna yang masing-masing tumbuh 53,14% (yoy) dan 2,21% (yoy) dari triwulan I 216 yang hanya tumbuh masing-masing 17,45% (yoy) dan 16,47% (yoy). Di sisi lain, Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) tumbuh melambat dari 5,65% (yoy) menjadi 5,16% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari -1,62% (yoy) menjadi -15,21% (yoy) Rp Triliun Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A Investasi Investasi tumbuh kuat di triwulan II 216, yang terjadi pada sektor pemerintah maupun swasta. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 9,63% (yoy), meningkat bila dibandingkan triwulan I 216 (9,52%; yoy). Indikasi peningkatan investasi swasta di triwulan II 216 tercermin dari bertambahnya realisasi proyek baru. Menurut data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan II 216 diantaranya adalah pembangunan beberapa gedung baru dan perumahan rakyat yang dibangun oleh pihak swasta/pengembang. Proyek infrastruktur swasta yang lain yang dimulai pada triwulan laporan yaitu pembuatan power plant sebesar 62,5 MW di Kab. Jeneponto. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi pemerintah tercermin dari meningkatnya realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel yang mencapai sebesar Rp1,42 triliun atau 26,79% dari target triwulan II 216 sebesar Rp5,3 triliun. Hal ini berarti lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 215 yang 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI terealisasi Rp839,56 miliar atau 1,87% dari target Rp7,72 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong oleh percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja. Sementara itu, realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulsel tercatat mencapai Rp81,69 miliar atau 9,31% dari target sebesar Rp877,61 miliar. Hal ini berarti lebih rendah dari pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp151,98 miliar atau 23,8% dari target sebesar Rp658,61 miliar. Sedangkan realisasi belanja modal APBD Kabupaten/Kota di Sulsel tercatat sebesar Rp1,27 triliun atau 15,7% dari target sebesar Rp8,43 triliun. Investasi yang meningkat di triwulan II 216 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh positif 4,77% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 216 yang terkontraksi -22,46% (yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan meningkat signifikan, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan impor barang modal yang meningkat signifikan. Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 2,53% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 17,72% (yoy) Impor Barang Modal gimpor Barang Modal US$ Juta %, yoy II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh melambat. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan terkontraksi -32,31% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 134,69% (yoy) di triwulan I 216, yang disebabkan harga nikel yang mulai menguat dan mengakibatkan penjualan nikel pada triwulan laporan meningkat, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel mendorong produksi, dengan memanfaatkan kondisi turunnya harga BBM. Rp Milyar 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, - Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Posisi Stok gperubahan Stok - Skala Kanan US$ Juta %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,5 2, 1,5 1, 5 (5) Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.1. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Sumber: Produsen, diolah Grafik Perubahan Inventori Produsen Nikel Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port(MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP Tahap 1 A sudah mencapai 3% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 218. Mega proyek ini yang direncanakan memerlukan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini dibagi dalam beberapa tahap, sebagai berikut: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II Panjang Dermaga 32 m Lapangan Kontainer 16 Ha Kapsitas 5. TEUs Total Investasi Rp. 1,8 T panjang dermaga IB 33 m Panjang Dermaga IC 35 m Kapasitas 1 juta TEUs Total Investasi Rp 7,5 T Panjang Dermaga 1. m Luas 112 ha Kapsitas 2 Juta TEUs Sumber: berbagai sumber, diolah Pembangunan MNP tersebut tentu tidak terlepas dari upaya meningkatkan konektivitas antar daerah khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan bagi Sulsel pembangunan MNP memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya mendukung pengembangan industri berbasis maritim (lihat Boks. 1.A). Sementara itu, realisasi proyek Kereta Api Makassar Parepare telah mencapai 2 Km. Upaya untuk mempercepat realisasi proyek terus dilakukan namun masih terkendala pembebasan lahan. Selain itu juga terdapat pembangunan smelter yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dan diperkirakan baru mulai berproduksi pada Oktober 216, walaupun terdapat risiko terkait tren harga nikel yang masih rendah. Sedangkan realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap masih dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Proyek KA Makassar- Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2. km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km 2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 212 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun 3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun 4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 13 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 5. metrik ton per tahun 5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 3 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 3 ribu metrik ton per tahun 6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 8-25 KW tenaga listrik 7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai 8 Pelebaran Jalan Maros- Watampone Total Investasi: Rp175 Miliar Underpass: 1.5 M Total Investasi: 125,52 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan) Konstruksi telah mencapai 1 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. Alokasi anggaran APBD Rp1 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api Groundbreaking pada bulan Maret 215 Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: April 216 Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: Oktober 216 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 216 Studi Kelayakan Target selesai: 218 Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: Pembangunan Elevated Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar Progress terakhir :Land Clearing dan 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir Road Segmen I (alokasi/kebutuhan) Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata 11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road Total Investasi: 251,249 Milyar / T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan) Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel kedepan. Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 215 Desember 219 APBN : ±2 Miliar Ags 215: Penandatanganan MOU Sept 215 : Pembebasan Lahan Des 215: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material) 2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 213 Desember 217 APBN : ±5 Miliar 3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 215 Desember 219 APBN : ±8 Miliar Groundbreaking pada bulan Maret : Pengadaan lahan (19,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 215 Desember 217 APBN : ±4 Miliar Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan II 216 mengalami perbaikan meski masih terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -27,6% (yoy), membaik dibandingkan dengan kontraksi di triwulan I 216 yang tercatat mencapai -4,78% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan I 216 yang tercatat -32,27% (yoy) menjadi -24,81% (yoy) di triwulan II 216. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -28,85% (yoy) membaik dari triwulan I 216 yang terkontraksi lebih dalam -44,5% (yoy). Membaiknya ekspor DN diperkirakan karena pasokan barang yang terjaga di triwulan II 216 sehingga stock diperkirakan masih ada. Hal ini juga terkonfirmasi dari volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar relatif kecil dan masih mengalami kontraksi cukup dalam -16,72% (yoy), dari triwulan I 216 yang tercatat tumbuh 9,21% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Volume Ekspor gvolume Ekspor - Skala Kanan gnilai Ekspor - Skala Kanan Ribu Ton 6 %; yoy (5) (1) II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri gvolume Muat - Skala Kanan Ribu Ton %; yoy (1) (2) (3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 53,5% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan II 216. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi - 3,16% (yoy) sedikit membaik dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -48,69% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan II 216, harga nikel telah terkoreksi -1,8% (yoy) Ekspor Nikel Matte gekspor - Skala Kanan Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) (6) (8) 25,. 2,. 15,. 1,. 5,.. Nikel $/mt %, yoy gharga - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% *) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Nikel Matte Sumber: World Bank *) Data hingga Juli 216 Grafik Perkembangan Harga Nikel Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas udang, rumput laut dan biji kakao mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekspor udang meningkat dari 6,57% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 34,7% (yoy) di triwulan II 216. Sementara pertumbuhan nilai rumput laut dan biji kakao masing-masing menjadi -34,97% (yoy) dan 31,42% (yoy) dari 35,2% (yoy) dan 48,8% (yoy) di triwulan I 216. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini. Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum sepenuhnya pulih. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Eropa dan Korea Selatan mengalami peningkatan, meskipun Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan penurunan kinerja sektor manufaktur di triwulan II 216. Untuk arah pada awal triwulan III 216, kinerja sektor manufaktur Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan peningkatan. 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 15% YOY Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan 1% 5% Indeks % -5% -1% -15% *) Data Sementara I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang *) Data hingga Juli 216 Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sumber: Bloomberg Grafik Purchasing Managers Index Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 216 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan II 216 tercatat mengalami kontraksi -33,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -37,13% (yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh 4,62% (yoy) meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -15,72% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -39,35% (yoy) sedikit lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -39,94%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur laut, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar meningkat. Volume bongkar hingga triwulan I 216 mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 5,9% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya -5,8% (yoy) Total Volume Impor Juta Ton gvolume Impor (yoy) - Skala Kanan gnilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) (2) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan II 216 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (73,54%) dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (25,8%). Sementara itu, nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD151,6 juta atau 71,98% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,77% dan,24%..66% 25.8% Pangsa Triwulan II 216 Komoditas Pertanian: US$71,3 Juta.24% 27.77% Pangsa Triwulan II 216 Barang Modal: US$58,48 juta Bahan Baku: US$151,6 juta 73.54% Komoditas Industri: US$23,2 Juta Komoditas Pertambangan: US$1,8 Juta 71.98% Barang Konsumsi: US$,52 juta Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Grafik 1.2. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik Pangsa Impor Menurut Kategori Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan pesawat udara menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan II 216. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 53,5% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ganggang laut dan biji coklat dengan pangsa masing-masing 8,69% dan 7,85%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor pesawat udara dan bagiannya mencapai 38,86% dari total impor Sulsel di triwulan I 216. Disusul kemudiangandum (14,71%) dan mesin (boilers) penghasil tenaga uap (7,37%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor No Komoditas (HS) Triwulan II 216 Pangsa (USD) 1 NIKEL ,99% 2 GANGGANG LAUT ,66% 3 BIJI COKLAT ,12% 4 IKAN OLAHAN ,29% 5 COKLAT OLAHAN ,74% 6 KOPI ,63% 7 UDANG SEGAR/BEKU ,33% 8 INDUSTRI LAINNYA ,1% 9 KAYU LAPIS ,97% 1 IKAN LAINNYA ,93% TOTAL EKSPOR ,% Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor No Komoditas (HS) Triwulan II 216 Pangsa (USD) 1 PESAWAT UDARA DAN BAGIANNYA ,54% 2 GANDUM ,4% 3 KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA ,29% 4 MAKANAN TERNAK LAINNYA ,3% 5 MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP ,2% 6 MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU ,31% 7 PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN ,3% 8 BESI/BAJA ,95% 9 PUPUK ,8% 1 PRODUK KERAMIK ,46% TOTAL EKSPOR ,% Sumber: Bea Cukai, diolah Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan II 216, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 53,29% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (1,2%), dan Tiongkok (9,55%). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 32,82% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Rusia (28,71%) dan Canada (9,46%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Total Ekspor No Negara Asal Pangsa FOB (USD) 1 JAPAN ,29% 2 UNITED STATES OF AMERICA ,2% 3 R.R.C ,55% 4 MALAYSIA ,18% 5 VIETNAM ,96% 6 NETHERLANDS ,92% 7 SOUTH KOREA ,74% 8 SINGAPORE ,69% 9 HONGKONG ,17% 1 TIMOR LESTE ,77% TOTAL IMPOR ,% Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor Total Impor No Negara Asal Pangsa CIF (USD) 1 ANTARCTIC ,48% 2 PAKISTAN ,82% 3 ALBANIA ,71% 4 OTHER AUSTRALIA ,85% 5 UNITED STATES OF AMERICA ,46% 6 CANADA ,23% 7 VENEZUELA ,7% 8 RUSSIA ,39% 9 OTHER ASIA ,5% 1 TURKMENISTAN ,1% TOTAL IMPOR ,% Sumber: Bea Cukai, diolah Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan II 216 mencapai Rp3,29 triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp3,64triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak dan impor barang modal modal seperti pesawat dan komponennya, serta barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 216 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi. 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 25, 2, 15, 1, 5, (5,) (1,) (15,) (2,) (25,) Rp Miliar Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2,) (4,) (6,) (8,) (1,) (12,) (14,) (16,) Rp Miliar (2) (4) (6) US$ Juta Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan US$ Juta I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) Sumber: BPS Grafik Neraca Perdagangan Bersih Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri 1.3. Sisi Lapangan Usaha Peningkatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan II 216. Tiga sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, dan konstruksi yang tercatat masing-masing tumbuh 17,39% (yoy); 17,24% (yoy); dan 1,8% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (3,68%; yoy); pertambangan dan penggalian (5,3%; yoy); perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor (1,61%; yoy); pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah daur ulang (6,77%; yoy); administrasi pemerintahan, dan pertahanan dan jaminan sosial wajib (8,94%; yoy); dan jasa pendidikan (9,19%; yoy). Kinerja sektor industri pengolahan, sebagai salah satu sektor unggulan Sulsel, tumbuh melambat di triwulan II 216. Sektor industri pengolahan tumbuh 8,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,14% (yoy). Sektor lain yang tumbuh melambat yaitu sektor transportasi dan pergudangan dari 12,86% (yoy) menjadi 9,19% (yoy), penyediaan akomodasi dan makan minum dari 9,55% (yoy) menjadi 8,12% (yoy), informasi dan komunikasi dari 8,18% (yoy) menjadi 8,5% (yoy), real estate dari 7,4% (yoy) menjadi 6,93% (yoy), jasa perusahaan dari 7,89% (yoy) menjadi 7,73% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari 9,55% (yoy) menjadi 8,38% (yoy), dan jasa lainnya dari 9,71% (yoy) menjadi 8,9% (yoy). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 216 diperkirakan dalam tren menurun. Penurunan tren tersebut di sebabkan oleh melambatnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dan industri pengolahan. Melambatnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan karena musim tanam yang terjadi pada triwulan III 216 dan fenomena La Nina yang menghambat kinerja sektor perikanan. Sementara itu, industri pengolahan meski tumbuh melambat namun relatif stabil berdasarkan pola historisnya. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi tetap diperkirakan tumbuh dalam kisaran 7,6%-8,% di triwulan III 216 disebabkan tetap terjaganya sektor perdagangan, transportasi dan penyediaan akomodasi dan makan minum akibat aktivitas yang terjadi di triwulan III 216 seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sektor konstruksi juga diperkirakan meningkat sejalan dengan realisasi belanja modal pemerintah yang tinggi pada triwulan III dan IV 216. Sektor lain yang diperkirakan meningkat adalah pertambangan, pengadaan air, real estate, dan jasa pendidikan. Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar * 216** I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

28 Juta Ton BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lainnya, 36.68% Triwulan II 216 Perdagan gan, 13.28% Konstruksi 12.47% Pertanian, 23.81% Industri Pengolahan 13.76% Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 216. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 23,81%. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah sektor Industri Pengolahan,Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 1%. Sementara untuk sektor non utama merupakan gabungan dari sektor lainnya. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB) Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Panen raya mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Panen raya yang terjadi pada bulan Maret April mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Panen yang terjadi di periode awal triwulan II 216 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tertahan di subsektor perikanan. Tertahannya pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsektor perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami penurunan dari -38,8% (yoy) di triwulan I 216 menjadi -42,19% (yoy) di triwulan II 216. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat USD33,24 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -48,2% (yoy). 35 YOY 2% 3 15% 25 1% 2 5% 15 % 1-5% 5-1% - -15% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Kakao gharga - Skala Kanan 3.5 $/kg %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 47,74% (yoy) pada triwulan II 216, lebih tinggi dari periode sebelumnya (41,6% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor meningkat, dengan pertumbuhan tahunan18,14% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 216 yang tumbuh 14,97% (yoy). Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan juga pengaruh cuaca yang relatif baik di bulan April-Mei, sehingga hasil tangkapan ikan juga meningkat. 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

29 Juta Ton BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% Juta USD YOY II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Komoditas Ikan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Komoditas Ikan Pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini yang juga meningkat. Di triwulan II 216, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 47,3% (yoy) atau mencapai Rp2,62 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 41,37% (yoy) Pertanian gkredit Pertanian Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 5,3% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 2,55% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan mengalami perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,83 juta atau tumbuh -19,44% (yoy) pada triwulan II 216, dari -5,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor pertambangan tumbuh dari -5,37% (yoy) menjadi -15,37% (yoy) pada triwulan II 216 atau sebanyak 13,6 juta ton. Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Juta Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.3. Volume Ekspor Pertambangan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Pertambangan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

30 Ribu Ribu BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Volume produksi hasil tambang masih mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas nikel yang membaik menjadi salah satu faktor utama membaiknya kinerja sektor pertambangan. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan II 216 berada pada level USD8.815 per metrik ton turun -32,48% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya yang turun -4,89% (yoy). Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 214. Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Produksi Nikel dalam Matte Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Penjualan Nikel dalam Matte Peningkatan sektor pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan membaiknya kinerja produksi nikel.total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar metrik ton atau tumbuh,58% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode sebelumnya yang terkontraksi -3,33% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang meningkat dan harga nikel di pasar internasional yang membaik, maka nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte mencapai 6,52% (yoy) dari sebelumnya terkontraksi -8,94% (yoy). Sejalan dengan kinerja nikel yang membaik, kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan positif. Di periode triwulan II 216, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 4,81% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat cukup tinggi menjadi sinyal positif dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 1,5% (yoy). 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% gyoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Nikel Timah Seng Timah Hitam *) Data hingga Juli Pertambangan gkredit Pertambangan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang Lapangan Usaha Industri Pengolahan Sumber: LBU, diolah Grafik Kredit Sektor Pertambangan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Sektor industri pengolahan pada triwulan II 216 tumbuh 8,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan I 216 yang mencapai 13,14% (yoy). Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini terindikasi dari penurunan Indeks Industri Mikro dan Kecil (IMK) yang tumbuh 5,11% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 216 yang mencapai 6,24% (yoy). Penurunan pertumbuhan terutama terjadi pada industri mesin turun -18,53% (yoy), industri percetakan turun -15,58% (yoy), industri alat angkut turun -14,1% (yoy) dan industri makanan turun -1,94% (yoy). Namun perlambatan yang terjadi di beberapa subsektor tersebut sedikit terkompensasi oleh peningkatan kinerja Industri Besar dan Sedang (IBS) yang tumbuh mencapai 6,62% (yoy) dari semula hanya 2,32% (yoy). 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

31 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI IMK IBS Ekspor Industri gekspor - Skala Kanan (5) (1) (15) %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Juta USD %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) (4) (6) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Hasil Industri Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini juga melambat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat tumbuh 33,71% (yoy) atau Rp8,67 triliun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 36,95% (yoy). Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di periode sebelumnya, sehingga perusahaan industri pengolahan belum meningkatkan produksinya di triwulan II 216, yang pada akhirnya berdampak pada kebutuhan modal kerja yang tidak terlalu besar Industri Pengolahan gkredit Industri Pengolahan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) (3) (4) Sumber: LBU Grafik Kredit Industri Pengolahan Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami perbaikan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan II 216 meningkat meski masih dalam fase terkontraksi dari -35,35% (yoy) pada triwulan I 216 menjadi -29,48% (yoy) atau sebesar USD23,2 juta Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan 17,24% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 7,69% (yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dimana PT PLN Wilayah Sulselrabar meramalkan pertumbuhan pengguna listrik industri mencapai 1%. Selain itu, sektor industri pengolahan yang tumbuh cukup baik juga menjadi salah satu faktor tetap menguatnya sektor listrik dan gas. Meskipun demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dikarenakan pelaksanaan beberapa proyek sektor listrik baru akan dimulai pada triwulan III Rp Triliun Listrik, Gas, dan Air gkredit Listrik, Gas, dan Air %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) Sumber: LBU Grafik Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

32 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,49% (yoy). Fenomena La Nina yang sudah dirasakan lebih awal 2, bulan Mei-Juni 216, menambah pasokan air. Selain itu, peningkatan ini diperkirakan juga terkait dengan komponen pengelolaan sampah, dimana Kota Makassar telah menerapkan Sistem Pengolahan Sampah dan kemudian pengelolaan sampah tersebut akan menjadi pembangkit listrik berbasis sampah Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan II 216, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan siklus belanja pemerintah yang meningkat. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 1,8% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,32% (yoy). Meningkatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari realisasi belanja modal pemerintah yang meningkat. Hingga akhir periode triwulan II 216, realisasi belanja APBD mencapai Rp2,47 triliun atau 34,28% dari pagu anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu yang mencapai 33,55%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp7,36 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 216 sebesar Rp5,49 triliun, terutama untuk pembangunan pelabuhan, bendungan, perumahan rakyat, jalan, dan jaringan air. Jika dicermati lebih lanjut, realisasi belanja modal APBN dan APBD yang masing-masing mencapai 26,84% (Rp1,42 triliun) dan 9,31% (Rp81,69 miliar) mampu mendorong pertumbuhan sektor ini. 6% % YOY Semen 6% 5% % YOY Bahan Konstruksi dari Logam 5% 4% 3% 2% 4% 3% 2% 1% 1% % -1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Penjualan Eceran Semen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam Peningkatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE) bahan konstruksi dari logam tumbuh meningkat dari 44,75% (yoy) menjadi 47,74% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan bahan konstruksi dari logam tersebut dipergunakan untuk proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang sudah mencapai 2 Km. Di sisi lain, indeks penjualan eceran semen tumbuh 46,34% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 5,84% (yoy). Sejalan dengan IPE Semen, realisasi pengadaan semen di triwulan II 216 mencapai 547 ribu, tumbuh 11,81% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan I 216 yang tumbuh 14,63% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 1,45% (yoy), dari triwulan I 216 yang tercatat 11,9% (yoy). % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli Ribu Ton Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) grealisasi - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) Konstruksi gkredit Konstruksi Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pengadaan Semen Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Sektor Konstruksi 2 BMKG memperkirakan Fenomena La Nina akan terjadi pada bulan Juli-September, namun sejak akhir Mei-Juli kemarau basah sudah dirasakan di Sulsel 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh meningkat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 1,61% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,27% (yoy). Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan barang budaya dan rekreasi seperti mainan anak-anak dan barang lainnya seperti barang kerajinan, pakaian jadi, alas kaki dan perlengkapannya, tas, dompet, koper dan ransel, dan LPG untuk rumah tangga. Meningkatnya aktivitas masyarakat pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, serta liburan sekolah mendorong sektor ini. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp32,13 triliun atau tumbuh 12,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 216 yang tumbuh 12,93% (yoy) Perdagangan gkredit Perdagangan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II %YOY 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Barang Lainnya Barang Budaya & Rekreasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Barang Eceran Riil Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,19% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 12,86% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh,9% (yoy). Penyaluran kredit pengangkutan juga tumbuh melambat meski relatif stabil mencapai 3,84% (yoy) pada triwulan II 216, sementara di triwulan sebelumnya tumbuh 3,87% (yoy). Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Aktivitas penggudangan melambat seiring dengan turunnya volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Tingginya permintaan masyarakat memengaruhi aktivitas pergudangan, sehingga diperkirakan barang yang tiba di pelabuhan akan langsung ke tangan pedagang/konsumen. Sepanjang triwulan II 216, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan, berkebalikan dengan pertumbuhan penumpang laut yang justru mengalami peningkatan meski masih terkontraksi Pengangkutan gkredit Pengangkutan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) Ribu 1,2 1, Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Pengangkutan Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gtotal Bongkar & Muat Ribu Ton Volume Muat Barang Dalam Negeri %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri gpenumpang - Skala Kanan Ribu Orang %, yoy (1) (2) (3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 8,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,55% (yoy). Berlangsungnya bulan ramadhan di periode laporan menjadi faktor utama perlambatan di sektor ini. Masyarakat Sulsel cenderung memilih untuk berbuka puasa di rumah dibandingkan dengan restaurant (makan minum). Hal ini terkonfirmasi dari Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman yang tumbuh melambat Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja sektor pariwisata yang tumbuh meningkat. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 3.17 orang atau tumbuh 13,6% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -6,7% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami peningkatan dari 36,26% menjadi 41,36%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar. YOY 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% Jumlah Kedatangan Wisman gwisman - Skala Kanan 6. % 6, Orang %, yoy 5, 4, 3, 2, 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara (1) (2) (3) (4) TPK Sulsel. I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

35 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,5% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan I 216 yang tumbuh 8,18% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan perlambatan dari 175,93 pada triwulan I 216 menjadi 151,5 pada triwulan laporan.perlambatan sektor ini diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat akibat tidak terdapat aktivitas atau event yang besar Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 17,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 9,67% (yoy). Peningkatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu dana pihak ketiga (DPK) dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total DPK mencapai Rp81,67 triliun atau tumbuh 19,% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan totaldpk pada triwulan sebelumnya Rp78, triliun atau tumbuh 17,87% (yoy). Sementara kredit tercatat tumbuh 14,1% (yoy) menjadi Rp17,62 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,68% (yoy) atau sebesar Rp12, Indeks % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate juga tercatat melambat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,93% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,4% (yoy). Penurunan di sektor ini sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) melambat di jenis rumah pada tipe kecil dan besar, meski rumah tipe menengah mengalami peningkatan. 12 %, qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* TOTAL KECIL MENENGAH BESAR Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

36 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih rendah di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,73% (yoy) di triwulan II 216, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tecatat 7,89% (yoy). Penurunan kinerja ini searah dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan perlambatan menjadi 13,5% (yoy), dari periode sebelumnya yang tumbuh 14,62% (yoy) Jasa Dunia Usaha gkredit Jasa Dunia Usaha Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh meningkat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,94% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 8,18% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh meningkat di triwulan II 216, baik dari sisi realisasi belanja, meskipun pendapatan tumbuh melambat. Hingga triwulan II 216, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 46,64%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 215 yang mencapai 46,77%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan II 216 telah mencapai Rp3,42triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,34 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan II 216, realisasi pengeluaran telah mencapai 34,28% atau sebesar Rp2,47 triliun. Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I 215 yang tercatat 33,55% atau Rp2,7 triliun dari target belanja Rp6,16 triliun Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,19% (yoy) di triwulan II 216, tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode triwulan I 216 yang tumbuh 7,69% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan ujian yang dilaksanakan pada bulan April untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA/MA), dan Mei untuk tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) dan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs). Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan alat tulis yang meningkat. Selain itu, penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat. 25 Indeks YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Alat Tulis 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% 12 Indeks YOY 3% 1 2% 8 1% 6 % 4-1% 2-2% -3% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan *) Data hingga Juli 216 Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

37 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,38% (yoy) di triwulan II 216, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 9,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan berasal dari penurunan jasa tarif dokter terhadap keseluruhan jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat Jasa Sosial Masyarakat gkredit Jasa Sosial Masyarakat Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

38 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.A. Pengembangan Industri Maritim Unggulan di Sulawesi Selatan Membangun kekuatan dari poros maritim. Menurut Alfred Thayer Mahan, Negara yang besar adalah Negara yang dapat menguasai laut. Meskipun Indonesia memiliki wilayah laut yang luas, namun pengembangan kemaritiman masih kurang diperhatikan. Pengembangan industri kapal, sebagai sarana/alat transportasi tidak terlalu menggembirakan. Berdasarkan World Shipbuilding Statistics tahun 27, Indonesia berada di urutan ke-21 dari 22 negara pembangun kapal di dunia. Pengembangan usaha pengolahan hasil laut kondisinya juga hampir sama dengan industri perkapalan. Produksi ikan tangkap di Indonesia hanya mencapai 6 juta ton/tahun, lebih rendah dibandingkan Cina yang mencapai 14 juta ton/tahun 3. Melihat besarnya potensi kekayaan maritim yang dimiliki Indonesia, maka perlu langkah-langkah yang konkrit dalam mendorong industri maritim di Indonesia, khususnya Sulsel Roadmap Industri Perkapalan Mampu membangun kapal berukuran >2. DWT & perbaikan kapal berukuran > 3. DWT. NasDEC menjadi pusat pengembangan desain dan rekayasa kapal. Pemenuhan komponen kapal melalui produksi dalam negeri. Mampu membangun kapal >15. DWT & perbaikan >2. DWT. Pengembangan kemampuan NasDEC dalam desain dan rekayasa kapal Memperkuat industri pendukung. Mampu membangun kapal >85. DWT. Peningkatan kemampuan NasDEC dalam desain dan rekayasa Special Purpose Vessels. Mampu membangun kapal berbagai tipe sd 5. DWT & perbaikan sampai dengan 15. DWT. Pemberdayaan Desain dan rekayasa melalui National Shipbuilding and Engineering Center (NasDEC) Sumber: Kementerian Perindustrian Pembangunan industri perkapalan dalam 1 tahun terakhir menunjukkan kinerja yang positif. Menurut pandangan Menteri Perindustrian, industri perkapalan memiliki beberapa karakter khusus antara lain proses produksi yang kompleks dan simultan, berdasarkan pesanan, struktur organisasi jaringan dengan mengandalkan outsourcing untuk penyediaan komponen dan tenaga kerja, serta aktifitas utamanya adalah pembangunan kapal baru dan reparasi. Dari karakter-karakter tersebut dapat disimpulkan bahwa stakeholder industri terdiri dari berbagai pihak, diantaranya industri pelayaran, industri komponen, pemerintah, biro klasifikasi, perbankan, dan asuransi. Saat ini jumlah galangan kapal di Indonesia mencapai 25 perusahaan, dimana 5 perusahaan berstatus BUMN. Melihat pentingnya industri perkapalan, pemerintah telah menyusun roadmap industri perkapalan, dimana saat ini galangan kapal nasional telah mampu membangun berbagai jenis dan ukuran kapal sampai dengan 5. DWT dan mereparasi kapal sampai dengan kapasitas 15. DWT. Diharapkan hingga tahun 225, industri kapal mampu membangun kapal dengan kapasitas hingga diatas 15. DWT, serta dapat memenuhi komponen kapal 4. Sulsel memiliki peran strategis dalam pengembangan industri perkapalan di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini dikarenakan salah satu perusahaan BUMN pembuat kapal yaitu PT Industri Kapal Indonesia (IKI) berlokasi di Makassar dan telah berdiri sejak Aktivitas yang dilakukan oleh PT IKI adalah melakukan pembuatan kapal, reparasi kapal, alat apung sejenisnya dan produk jasa lain dalam rangka diversifikasi usaha. Perusahaan ini memiliki 2 unit produksi, yaitu galangan Makassar dan Bitung, Sulawesi Utara. Galangan Makassar mampu melayani reparasi kapal barang berukuran sampai dengan 6.5 DWT dan tongkang 1 x 26 meter. Sejauh ini, IKI telah membangun beberapa kapal besar seperti KM Makassar yang merupakan kapal full container 4.18 DWT, Kapal Patroli KRI Andai TNI AL, Ferry Ro-Ro (6GT), Kapal Perintis yang melayani angkutan barang dan penumpang (75 DWT). Galangan Makassar memiliki lokasi yang strategis, yaitu sebagai poros lalu lintas komoditas, logistic, dan penumpang Indonesia barat-timur 5. Sulsel juga memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sentra industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan tangkap di Sulsel masih dibawah potensi dan masih dapat ditingkatkan. Selain itu, secara geografis, potensi tersebut didukung oleh letak Sulsel yang menjadi pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum (Danial 26). Sulsel juga memiliki Sumber Daya Alam dan lingkungan yang mendukung, seperti ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang dekat dengan tempat pendaratan ikan dan kondisi perairan yang baik. Faktor penunjang lain yaitu sebagian besar masyarakat Sulsel bekerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai 45,84%, dimana tenaga kerja subsektor perikanan mencapai 5,43% terhadap total tenaga kerja. Meskipun memiliki kontribusi yang besar, rata-rata penghasilan di sektor ini paling rendah, atau hanya sekitar Rp852 ribu/bulan. Rendahnya penghasilan diperkirakan sebagai akibat dari tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah terutama pada masyarakat nelayan. Menurut statistik 48,28% masyarakat di sektor pertanian berpendidikan Sekolah Dasar. Oleh karena itu, upaya pengembangan sektor maritim di Sulsel perlu didukung dengan pengembangan kualitas SDM. 3 Kementerian Kelautan dan Perikanan 4 Kementerian Perindustrian 5 Informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

39 SD SMP SMA D1/D2/D3 D4/S1 S2/S3 % BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Sulsel Tahun 214 Rata-rata Penghasilan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Sulsel Tahun 214 Lain-lain 25% Perdagangan 18% Konstruksi 6% Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan 46% Industri Pengolahan 5% Pertanian 51.4% Peternakan, 9.22% Perikanan, 11.84% Perkebunan, 2.89% Hortikultura, 6.53% Kehutanan,.47% Lapangan Usaha Persentase Rata-Rata Penghasilan Pertanian 45.84% Rp852,227 Industri Pengolahan 5.7% Rp1,453,61 Konstruksi/Bangunan 6.33% Rp2,151,37 Perdagangan 17.64% Rp1,398,59 Lain-lain 25.12% Rp2,16,419 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Sulsel Tahun ,28% 19,21% 21,75% 8,19% 2.1%,57% Sumber: Susenas 214, diolah Pemerintah semakin menunjukkan perhatiannya pada sektor maritim. Hal ini tercermin dari dibangunnya beberapa proyek maritim antara lain Makassar New Port (MNP), pengembangan industri galangan kapal dengan pemberian modal kepada perusahaan, pembangunan peningkatan kapasitas listrik yang merupakan sarana penunjang utama dalam industri perkapalan, pengembangan kawasan mina yang terdapat di beberapa daerah seperti Maros, Pangkep, Pinrang dan Takalar. Penguatan Industri Galangan Kapal dengan penambahan modal. Tahun 215, total pemesanan pembuatan kapal : 2 kapal, reparasi ±18 kapal Pengembangan Makassar New Port (MNP) Hingga Tahun 23 Pengembangan Jaringan Jalan Kualitas Baik menuju Pelabuhan Sumber: PT Pelindo IV, PT IKI, PT PLN Wilayah Sulselrabar, informasi anekdotal Pembangunan PLT di Kab. Jeneponto dan Kab. Sidrap hingga tahun 221. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

40 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

41 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan semester I 216 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir semester baru tercatat Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (73,79%) dan belanja transfer (22,58%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih tergolong minim (3,63%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 216 diperkirakan baru berhasil direalisasikan sebesar Rp1,1 triliun atau 29,95 %. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir semester I 216 telah terealisasi sebesar Rp7,37 triliun atau 37,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,48 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial. Kedepan perlu upaya yang lebih keras dalam merealisasikan APBD dan APBN di Sulsel, agar instrumen fiskal ini dapat berperan lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi saat ini tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

42 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD 2.1 Struktur Anggaran Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 55,6% dari total pagu anggaran belanja sebesar Rp6,13 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp19,48 triliun (32,4%). Disusul kemudian pagu anggaran belanja pada APBD pemerintah Provinsi sebesar Rp7,23 triliun (12,%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan II 216 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp19,85 triliun atau 33,1% (Grafik 2.1 dan 2.2). Melihat realisasi anggaran yang belum optimal, maka kedepan diperlukan upaya yang lebih gigih, agar kebijakan fiskal yang ditempuh melalui instrumen APBD dan APBN dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang selama ini sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan. APBD KAB/ KOTA; Rp33.419; 55,6% ANGGARAN 216 (Rp miliar) APBN; Rp19.484; 32,4% APBD KAB/ KOTA; Rp11.37,4; 53,5% REALISASI TW II-216 (Rp miliar) APBN; Rp7.365; 34,8% APBD PROVINSI; Rp7.225; 12,% APBD PROVINSI; Rp2.477; 11,7% Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 216 Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 216 Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan II 216 nilai realisasi belanja APBD pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp11,31 triliun atau 53,5% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel sebesar Rp21,15 triliun, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp7,37 triliun (34,8%) dan disusul kemudian realisasi APBD pemerintah Provinsi sebesar Rp2,48 triliun atau 11,7% (Grafik 2.2). 2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Menurut sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer. Sampai dengan triwulan II 216 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp1,93 triliun atau 56,27% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp3,43 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan porsi mencapai 42,21%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Perolehan nilai pendapatan transfer pada semester I 216 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp847 miliar. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga semester I 216 mencapai Rp1,5 triliun (43,73%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp1,36 triliun. Sementara itu pendapatan dari sumber lain-lain nilainya relatif kecil sebesar Rp2,36 miliar. Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan. Sampai dengan semester II 216 realisasi pendapatan telah mencapai 46,54% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,35 triliun. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 5,4%, PAD mencapai 42,63% dan sumber pendapatan lain-lain 2,1% dari yang ditargetkan. 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

43 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Perkembangan Realisasi Pendapatan Rp miliar 1% Rp Rp5 Rp2 9% Rp443 Rp438 8% Rp85 Rp847 7% Rp1.927 Rp717 Rp783 6% 5% 4% 3% Rp1.234 Rp1.432 Rp1.63 2% Rp1.132 Rp % % Tw II-212 Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan II 216 mencapai 46,64% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini relatif sama dengan pencapaian triwulan II tahun lalu 46,77%. Namun secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan II 216 sebesar Rp3,43 triliun, lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,89 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang syah, masing-masing sebesar Rp1,36 triliun; Rp37,74 miliar dan Rp93,43 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi kendaraan bermotor, program samsat delivery order, pembebasan (pemutihan) denda sehingga masyarakat tertarik membayar pajak, dan banyaknya pameran otomotif, sehingga menambah penerimaan PAD dari pajak kendaraan. PENDAPATAN U R A I A N Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II 215 ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II NOMINAL % REALISASI 216 NOMINAL % REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.38, ,6 42,34% 3.511, ,9 42,63% - Pendapatan Pajak Daerah 3.44, ,15 41,3% 3.145, ,27 43,37% - Pendapatan Retribusi Daerah 89,85 36,67 4,81% 86,74 37,74 43,51% - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 8,23 88,53 11,34% 92,58 1,46 1,58% - Lain-lain PAD yang Sah 166,37 57,26 34,41% 186,89 93,43 49,99% PENDAPATAN TRANSFER 1.53,72 847,31 55,35% 3.822, ,66 5,4% - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 272,35 115,87 42,55% 281,79 149,26 52,97% - DAU 1.18,1 688,34 58,33% 1.394,15 813,25 58,33% - DAK 78,36 43,1 55,% 43,54 13,14 3,23% - Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,35 61,64 48,19% 1.716,7 834,1 48,6% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 1,12 5,3 49,76% 11,82 2,36 2,1% JUMLAH PENDAPATAN 6.17, ,59 46,77% 7.346, ,93 46,64% Sementara itu, sampai dengan triwulan II 216 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp1,93 triliun (5,4%), yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp847,31 miliar (55,35%). Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, baik Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. Realisasi DBH sampai dengan triwulan II 216 telah mencapai Rp149,26 miliar (52,97%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp115,87 miliar (42,55%). DAU telah mencapai Rp813,25 miliar (58,33%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp688,34 miliar (58,33%), sementara DAK baru mencapai Rp13,14 miliar (3,23%), meskipun secara nominal lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp43,1 miliar (55,%). Sedangkan transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp834,1 miliar (48,6%), lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp61,64 miliar (48,19%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil merealisasikan Rp2,36 miliar (2,1%), lebih rendah dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,3 miliar (49,76%). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

44 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty (lihat Boks 2.A) Belanja Struktur Realisasi Belanja Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi belanja operasional. Sampai dengan triwulan II 216, nilai realisasi belanja operasional mencapai Rp1,83 triliun (73,94%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,4 triliun (67,62%). Disusul kemudian realisasi belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp563,73 miliar (22,76%), dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp517,99 miliar (25,4%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru hanya mencapai Rp81,69 miliar (3,3%). Pencapaian ini lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp151,98 miliar (7,35%). Persentase realisasi belanja modal yang relatif rendah mengindikasikan bahwa masih terdapat kendala dalam merealisasikan berbagai proyek khususnya pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah direncanakan. Hal demikian tentunya patut menjadi perhatian bersama, karena keberhasilan dalam membangun infrastruktur sangat menentukan keberhasilan pembangunan Sulsel yang berkesinambungan. 1% 8% 6% Rp miliar Rp142 Rp5 Rp316 Rp45 Rp518 Rp564 Rp53 Rp127 Rp152 Rp82 4% Rp1.219 Rp1.35 Rp1.382 Rp1.399 Rp % % Tw II-212 Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan II 216 tercatat sebesar Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini sedikit lebih tinggi dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp2,7 triliun atau 33,55% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,17 triliun. Dengan realisasi belanja sebesar tersebut, maka pada akhir triwulan II 216 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp948,95 miliar. Hal demikian perlu dicarikan langkah yang cepat dan cermat untuk meningkatkan serapan anggaran, agar APBD Sulsel dapat lebih mendinamisasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Realisasi belanja operasional lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional dikarenakan terdapat pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai negeri (termasuk TNI/Polri), adanya penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran honorarium. Total pos belanja operasional hingga pertengahan 216 terealisasi Rp1,83 triliun (37,8%), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,4 triliun (33,47%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing Rp555,8 miliar (44,92%); Rp312,3 miliar (21,53%); dan Rp861,5 miliar (47,49%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat sebesar Rp428,17 miliar (36,73%); Rp255,77 miliar (18,5%); dan Rp65,61 miliar (23,32%). Sementara belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan masing-masing menjadi Rp11,395 miliar (3,26%) dan Rp91,17 miliar (22,78%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat Rp13,65 miliar (34,55%) dan Rp125,85 miliar (25,72%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru menurun. Sampai dengan triwulan II 216 realisasi belanja modal baru mencapai Rp81,69 miliar atau 9,31% dari yang ditargetkan sebesar Rp877,61 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada triwulan II tahun lalu sebesar Rp151,98 miliar (23,8%). Belanja modal yang telah terealisasi antara lain 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

45 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH belanja peralatan/mesin, belanja gedung/bangunan, dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif minimal, masing-masing sebesar Rp25,7 miliar (16,72%), Rp14,76 miliar (1,26%), dan Rp37,6 miliar (6,86%). BELANJA Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II 215 ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II NOMINAL % REALISASI 216 NOMINAL % REALISASI BELANJA OPERASIONAL 4.179, ,6 33,47% 4.939, ,55 37,8% - Belanja Pegawai 1.165,82 428,17 36,73% 1.235,59 555,8 44,92% - Belanja Barang 1.22,48 225,77 18,5% 1.45,79 312,3 21,53% - Belanja Bunga 39,5 13,65 34,55% 39,5 11,95 3,26% - Belanja Hibah 1.264,51 65,61 47,89% 1.813,3 861,5 47,49% - Belanja Bantuan Keuangan 489,4 125,85 25,72% 4,22 91,17 22,78% BELANJA MODAL 658,61 151,98 23,8% 877,61 81,69 9,31% - Belanja Tanah 136,52 1,54 1,13% 25,25,3,12% - Belanja Peralatan & Mesin 88,39 13,77 15,58% 149,95 25,7 16,72% - Belanja Gedung dan Bangunan 155,84 6,12 3,93% 143,85 14,76 1,26% - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 271,13 128,88 47,54% 54,17 37,6 6,86% - Belanja Aset Tetap Lainnya 1,3,55 54,1% 1,52,21 13,91% - Aset Lainnya 5,71 1,11 19,45% 3,36,29 8,56% BELANJA TIDAK TERDUGA 2, -,% 24,75 -,% JUMLAH BELANJA 4.858, ,4 31,93% 5.841, ,25 32,75% TRANSFER 1.38,8 517,99 39,58% 1.383,43 563,73 4,75% TOTAL BELANJA 6.167, ,3 33,55% 7.224, ,97 34,28% SURPLUS / (DEFISIT) 3,7 816, ,63% 121,1 948,95 783,6% PEMBIAYAAN U R A I A N PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 132,93 39,74 233,1% 64,9 129,96 2,24% PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136, 68, 5,% 186, 118, 63,44% JUMLAH PEMBIAYAAN (3,7) 241, ,73% (121,1) 11,96-9,87% Disisi lain, realisasi transfer kepada Kabupaten/Kota meningkat. Realisasi transfer sampai dengan triwulan II 216 tercatat Rp563,73 miliar (4,75%), sedikit lebih tinggi dari triwulan II tahun sebelumnya Rp517,99 miliar (39,58%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing. 2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-sulsel Struktur Realisasi Belanja Secara struktur mayoritas dari pagu anggaran pada APBD Kabupaten/Kota di Sulsel dialokasikan untuk belanja operasional. Dari total pagu anggaran 216 sebesar Rp33,42 triliun, porsi untuk belanja operasional mencapai 74,8%, sementara 25,2% lainnya dialokasikan untuk kebutuhan belanja modal. 6 Data realisasi untuk triwulan I dan II 216 belum tersedia. Untuk keperluan analisis data diproyeksikan dengan menggunakan pendekatan rata-rata persentase realisasi selama 5 tahun terakhir. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

46 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD Belanja Modal; 8.427; 25,2% Anggaran 216 (Rp miliar) Belanja Modal; ; 11,3% REALISASI TW II-216 (Rp miliar) Belanja Operasi; ; 74,8% Belanja Operasi; 1.34 ; 88,7% Grafik 2.5. Struktur Pagu Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel Kota Makassar mendapat pagu anggaran terbesar. Secara lebih rinci, pagu anggaran untuk masing-masing Kabupaten/Kota di Sulsel dapat dilihat dalam Tabel 1.3. Dari total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, Kota Makassar mendapat pagu anggaran paling tinggi sebesar Rp3,83 triliun (11,45%). Disusul kemudian Kabupaten Bone (6,47%) dan Kabupaten Gowa (4,92%). Adapun wilayah yang mendapatkan pagu anggaran terendah adalah Kabupaten Toraja Utara (2,81%). Tabel 2.3. Pagu Anggaran APBD Kabupaten dan Kota se-sulsel Anggaran 216 (Rp miliar) Kabupaten/Kota Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Pangsa (%) Kota Makassar 3.49,5 775, ,22 11,45 Kab. Bone 1.841,95 32, ,9 6,47 Kab. Gowa 1.352,14 291, ,42 4,92 Kab. Luwu Timur 976,63 58, ,89 4,66 Kab. Luwu 1.117,76 4, ,52 4,54 Kab. Wajo 1.117,59 391,9 1.59,49 4,52 Kab. Bulukumba 1.118,24 317, ,55 4,3 Kab. Pangkajene dan Kepulauan 975,86 41, ,88 4,15 Kab. Sidenreng Rappang 891,79 481, ,42 4,11 Kab. Maros 997,39 362, ,78 4,7 Kab. Jeneponto 998,66 348, ,3 4,3 Kab. Pinrang 1.1,87 337, ,98 4,1 Kab. Takalar 925,55 276, ,94 3,6 Kab. Luwu Utara 997,9 2, ,96 3,58 Kab. Soppeng 883,5 281, ,87 3,49 Kab. Sinjai 85,53 3, ,25 3,44 Kab. Enrekang 798,29 351, ,85 3,44 Kab. Tana Toraja 795,96 33, ,93 3,29 Kota Palopo 713,6 339, ,32 3,15 Kota Pare-Pare 668,38 384, ,52 3,15 Kab. Barru 781,26 228,49 1.9,75 3,2 Kab. Bantaeng 699,76 288,13 987,88 2,96 Kab. Kepulauan Selayar 74,77 249,19 953,97 2,85 Kab. Toraja Utara 733,33 24,93 938,25 2,81 Total , , ,86 1, *) Angka perkiraan Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Daerah 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

47 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Perkembangan Realisasi Belanja Realisasi anggaran APBD Kabupaten/Kota diperkirakan masih belum sesuai target. Berdasarkan pencapaian persentase dan nilai realisasi belanja dari masing-masing Kabupaten/Kota dalam 5 tahun terakhir progresnya sangat bervariasi. Dari pagu anggaran belanja operasional sebesar Rp24,99 triliun tersebut, sampai dengan triwulan II 216 diproyeksikan baru terealisasi sebesar Rp1,3 triliun (4,15%). Sementara itu, untuk belanja modal diproyeksikan baru terealisasi sebesar Rp1,27 triliun atau 15,11% dari pagu anggaran belanja modal sebesar Rp8,43 triliun. Hal ini berarti secara total diperkirakan terdapat realisasi belanja sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84% dari yang dianggarkan sebesar Rp33,42 trilun. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring dan evaluasi realisasi APBD Kabupaten/Kota di sulsel adalah tidak tersedianya data yang akurat dan terkini. Mengingat pentingnya data realisasi belanja dimaksud, maka agar pelaksanaan realisasi anggaran dapat terpantau dengan lebih baik, perlu segera dibuat sebuah sistem pelaporan realisasi anggaran yang user frendly sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah di setiap wilayah Kabupaten/Kota di Sulsel. 2.4 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Struktur realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi realisasi belanja pegawai. Sampai dengan triwulan II 216 realisasi belanja pegawai mencapai Rp3,53 triliun atau 47,91% dari total belanja sebesar Rp7,37 triliun. Secara nominal realisasi pada tahun ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,71 triliun (49,31%). Disusul kemudian realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp2,41 triliun (32,65%), lebih tinggi dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp1,42 triliun (25,78%). Sementara itu, realisasi belanja modal juga meningkat mencapai Rp1,42 triliun (19,32%), lebih tinggi dari triwulan II tahun lalu sebesar Rp839,56 miliar (15,29%). Sedangkan realisasi belanja untuk bantuan sosial menurun signifikan menjadi Rp8,95 miliar (,12%) dari realisasi triwulan II 215 sebesar Rp528,46,41 miliar (9,62%). Rp miliar 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Rp843,32 Rp1.172,22 Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja % Rp731,96 Rp498,4 Rp939,29 Rp746,3 Rp839,56 Rp1.257,43 Rp549,36 Rp1.648,84 Rp2.112,12 Rp2.215,96 Rp2.291,29 Rp528,46 Rp1.416,19 Rp2.78,4 Rp1.422,95 Rp2.45,6 Rp3.528,49 Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan II 216 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan II 215. Pada triwulan II 216, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 37,8%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan II 215 (24,37%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 216 tercatat Rp7,37 triliun, naik signifikan dibandingkan realisasi triwulan II tahun lalu sebesar Rp5,49 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini selain adanya optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya, juga untuk pembayaran gaji ke-13 dan ke-14. Nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan II 216, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp3,53 triliun atau 5,88% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan II tahun lalu, baik secara persentase (4,63%) maupun secara nominal (Rp2,71 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 33,42% dan 26,84%, meningkat dibandingkan triwulan II tahun lalu masing-masing 21,58% dan 1,87%. Sedangkan Rp8,95 Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

48 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD pencapaian realisasi belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang disalurkan. Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan 7. U R A I A N Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja ANGGARAN 215 Rp miliar Realisasi s/d Triwulan II 215 ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan II 216 Nominal % Realisasi 216 Nominal % Realisasi Belanja Pegawai 6.666, ,4 4,63% 6.934, ,49 5,88% Belanja Barang 6.562, ,19 21,58% 7.196, ,6 33,42% Belanja Modal 7.722,19 839,56 1,87% 5.3, ,95 26,84% Belanja Bantuan Sosial 1.584,6 528,46 33,35% 52,49 8,95 17,5% JUMLAH BELANJA , ,61 24,37% , ,44 37,8% 2.5 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) semakin menurun 8. Padaakhir triwulan II 216 tercatat,82% dari triwulan sebelumnya,88%. Sementara rasio realisasi rasio dana perimbangan (transfer) terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula,52% menjadi,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan tersebut disebabkan kewenangannya yang memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. 1,,9,8,7,6,5,4 %,96,65,63,92,87,6,88,52,82,6 Tw II-212 Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB Rasio realisasi belanja APBD dan APBN di Sulsel terhadap PDRB ADHK juga semakin menurun. 9 Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB sampai dengan triwulan II 216 tercatat 3,26%, lebih rendah dari triwulan II 215 yang tercatat 3,38%. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB turun menjadi,51% dari sebelumnya,61%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan realisasi belanjannya terutama belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian. 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5 - %,8,8 4,5 3,87,61,61 3,74,51 3,38 3,26 Tw II-212 Tw II-213 Tw II-214 Tw II-215 Tw II-216 Belanja Operasional Belanja Modal - sisi kanan %,9,8,7,6,5,4,3,2,1-7 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.7/215 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 4% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 2% (dua puluh per seratus). 8 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

49 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Boks 2.A. Implikasi Program Tax Amnesty Terhadap Perekonomian Pengampunan pajak (tax amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tax amnesty diterbitkan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 216 Tentang Pengampunan Pajak. Tax amnesty berpotensi kepada dua hal, pertama menambah penerimaan APBN (di tahun ini atau tahun-tahun sesudahnya) dan kedua adanya capital inflow jika tax amnesty disertai dengan repatriasi aset. Implikasi pertama berasal dari tambahan pajak, sehingga mendorong APBN lebih sustainable dan dengan demikian kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar, yang tentunya akan banyak membantu program-program pembangunan, baik infrastruktur maupun perbaikan kesejahteraan masyarakat. Implikasi kedua berasal dari repatriasi 1 sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri, sehingga berpotensi menambah pasokan valas di pasar domestik, dan dengan demikian akan memperkuat cadangan devisa serta nilai tukar rupiah yang lebih stabil. Hal yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dari repatriasi adalah jalur (channel) aliran dananya, karena akan memengaruhi neraca pembayaran hingga likuiditas dari perbankan. Adapun prosedur dalam pengajuan tax amnesty adalah; (1) Wajib Pajak (WP) datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SP); (2) WP melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan pengampunan pajak melalui SP, termasuk membayar uang tebusan dan pelunasan segala tunggakan dan kewajiban pajak seperti yang tertera dalam lampiran dokumen; (3) WP menyampaikan SP ke KPP tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan Menteri Keuangan; (4) Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima SP; (5) menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri menerbitkan Surat Keterangan (SK) paling lama sepuluh hari kerja, terhitung sejak tanggal diterima SP beserta lampirannya. Kemudian, SK Pengampunan Pajak dikirim kepada WP; (6) jika dalam sepuluh hari kerja menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri belum menerbitkan SK, SP dianggap diterima. Penghapusan pajak (tax amnesty) yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar Uang Tebusan. Besaran tarif untuk setiap periode dan pengalihan dana berbeda-beda. Apabila dana dialihkan ke dan atau berada di Indonesia, untuk periode I hingga III, masing-masing tarif berkisar 2%; 3%; dan 5%. Sementara jika harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia, untuk periode I hingga III, masing-masing tarif berkisar 4%; 6%; dan 1%. Tabel 2.A.1 Tarif Pengampunan Pajak Pengungkapan Harta yang Periode Penyampaian Permohonan Dialihkan ke dan atau berada di NKRI Luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam NKRI Periode I (sejak UU berlaku s.d. akhir bulan ke-3) 2% 4% Periode II (bulan ke-4 UU berlaku s.d. 31 Desember 216) 3% 6% Periode III (1 Januari 217 sampai 31 Maret 217) 5% 1% Potensi dana masuk akan menutup kekurangan penerimaan negara di APBN-P 216. Kementerian Keuangan memperkirakan nilai yang akan pulang kembali ke dalam negeri (repatriasi) diprediksi mencapai Rp1. triliun. Dari angka tersebut, potensi penerimaan negara dalam bentuk tarif tebusan (penerimaan pajak) senilai Rp165 triliun. Sementara Bank Indonesia memperkirakan hanya 6% dari total illicit funds di luar negeri yang eligible untuk ikut program pengampunan pajak. Pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 216 disepakati Rp1.786,22 triliun atau turun Rp36,32 triliun dibandingkan APBN 216. Di sisi lain, defisit anggaran terus dijaga di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto, sehingga tax amnesty menjadi salah satu jalan untuk menutup kekurangan (shortfall) tersebut. Program tax amnesty akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit, dan nilai tukar. Berdasarkan perhitungan Bank Indonesia, dengan asumsi minimal 6% dari target penerimaan pajak maupun repatriasi terpenuhi, secara nasional pada 216 akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar,3%; kredit meningkat 2,%; dan nilai tukar menguat sekitar 1%. Sementara dari sisi perkembangan harga, inflasi relatif stabil pada 216. Pengaruh tax amnesty dapat berasal dari beberapa jalur antara lain (1) jalur harga asset keuangan (seperti SBN, Corp. bonds, equity) yang akan memengaruhi yield; (2) jalur jumlah uang beredar yang akan memengaruhi inflasi; (3) jalur nilai tukar rupiah 1 Kembalinya warga negara dalam hal ini aset dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal menuju tanah asal kewarganegaraannya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

50 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD karena dana repatriasi akan masuk ke cadangan devisa, sehingga memengaruhi pasokan valas di pasar; (4) jalur beban biaya dana pihak ketiga bagi bank; (5) jalur biaya kebijakan moneter; (6) jalur kesenjangan distribusi pendapatan yang memengaruhi rasio gini. Perlu antisipasi kebijakan di tingkat daerah. Di tingkat Pusat, Pemerintah bersama Bank Indonesia dan otoritas terkait telah membentuk gugus tugas dan tim koordinasi yang bertugas untuk melakukan harmonisasi kebijakan untuk mendukung implementasi tax amnesty, dan untuk memitigasi risiko tax amnesty. Apabila mengacu kepada kegiatan yang dilakukan di tingkat pusat, di tingkat daerah (Sulsel), lebih lanjut perlu ditingkatkan koordinasi dan kerjasama antara Kanwil Pajak, Bank Indonesia, OJK, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya. Terkait dengan hal ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah turut aktif dalam kegiatan sosialisasi tax amnesty di beberapa lokasi bersama-sama dengan instansi terkait. Pada saat sosialisasi tax amnesty kepada jajaran Kepolisian yang diselenggarakan di Kantor Mapolda Sulsel, Kepala Kanwil Pajak Sulsel menyatakan akan segera membentuk satgas tax amnesty yang beranggotakan dari berbagai unsur instansi terkait. Sebagai langkah proaktif dalam mensukseskan kebijakan ini dan sekaligus guna menangkap peluang peningkatan investasi sehubungan dengan potensi aliran dana repatriasi, maka instansi terkait di Sulsel perlu mengidentifikasi sektor-sektor unggulan secara lebih cermat dan meningkatkan upaya promosi investasi di Sulsel. Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara, target pendapatan dari pajak amnesti untuk wilayah Sulsel sebesar Rp 7 miliar sampai Rp 1 triliun. Selain itu, untuk mensukseskan kebijakan ini juga perlu didukung dengan kebijakan yang ramah investasi, diantaranya dengan memberikan kemudahan dalam pemberian ijin investasi di Sulsel. Sementara itu, bagi kalangan Perbankan di Sulsel, kebijakan tax amnesty merupakan peluang positif baik dalam upaya meningkatkan penghimpunan dana maupun pemberian kredit kepada masyarakat guna mendorong perekonomian Sulsel. 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

51 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 216 tercatat 4,3% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 216 (5,7%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan jumlah pasokan pangan meningkat sejalan dengan berlangsungnya panen raya, sehingga mampu mengimbangi meningkatnya permintaan masyarakat. Disisi lain kelompok transport juga mencatat deflasi, sebagai dampak dari menurunnya harga bensin dan solar. Secara umum, perkembangan inflasi hingga awal triwulan III 216 menunjukkan tren penurunan, yang disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali bahan makanan dan pendidikan. Diperkirakan hingga akhir triwulan III 216 masih akan terjadi tren penurunan inflasi, sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan kondisi tersebut, kami optimis target inflasi akhir tahun 4 ± 1% akan dapat tercapai. Sebagai upaya pengendalian inflasi, kedepan pelaksanaan Rakor TPID akan lebih diintensifkan. Selain itu, kegiatan yang memerlukan sinergitas dengan instansi terkait, seperti penyelenggaraan pasar murah, persuasi kepada konsumen, serta inspeksi mendadak ke pasar dan gudang akan lebih ditingkatkan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

52 BAB 3 INFLASI DAERAH 3.1 Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 216 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan II 216 tercatat 4,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 216 yang tercatat 5,7% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan inflasi Nasional yang juga menurun. Namun inflasi Sulsel tersebut masih tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar 3,45% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan harga di semua kelompok, kecuali Makanan Jadi dan Sandang. Penurunan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh meningkatnya pasokan pangan, sejalan dengan panen raya yang terjadi pada bulan April-Mei di beberapa sentra produksi pangan Sulsel (Kabupaten Pangkep, Wajo, Bone, Soppeng, Takalar, dan Bulukumba). Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas Dan Bahan Bakar; Kesehatan; Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga; dan Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, didorong oleh harga bahan bakar minyak yang stabil dan permintaan masyarakat yang normal menjelang Ramadhan. Trend penurunan tekanan inflasi diperkirakan masih terjadi pada triwulan III 216. Indikasi ke arah tersebut ditandai dari rendahnya inflasi pada saat Ramadhan/Idul Fitri pada Juli 216, yang tercatat 4,14% (yoy). Bahkan inflasi bulanan pada Juli 216 (1,4%; mtm) merupakan yang terendah selama 5 tahun terakhir. Penurunan tersebut didorong oleh kembalinya pola konsumsi masyarakat pada kondisi normal setelah Ramadhan/Idul Fitri, terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas positif dari pola tanam yang terjadwal, serta curah hujan yang relatif moderat, sehingga kebutuhan pasokan ikan tangkap tercukupi (2) % Nasional (yoy) Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 4,3 3,45,3 3.2 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 11 Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 216 hampir terjadi pada semua kelompok komoditas. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 9,46% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 12,46% (yoy); sementara kelompok perumahan 2,75% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,4% (yoy); kelompok Transpor mengalami deflasi -,76% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 2,8% (yoy); kelompok kesehatan 3,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,87% (yoy); dan kelompok pendidikan 2,1% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,25% (yoy). Sedangkan pada kelompok Makanan Jadi dan kelompok Sandang meningkat masingmasing menjadi 5,26% (yoy) dan 6,36% (yoy) dari sebelumnya 4,82% (yoy) dan 5,89% (yoy). 11 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

53 BAB 3 INFLASI DAERAH TAHUN Bahan Makanan Kelompok Bahan Makanan Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (.99) 4.48 I II (.76) 4.3 III* (.79) 4.14 Keterangan: *) Data hingga Juli 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Pada triwulan II 216, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 12,46% (yoy) pada akhir triwulan I 216 menjadi 9,46% (yoy) di akhir triwulan II 216. Penurunan tekanan inflasi pada 4 subkelompok khususnya pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, ikan diawetkan, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi. Peningkatan andil inflasi tertinggi terjadi di subkelompok daging dan hasil-hasilnya dari,1% (yoy) di triwulan I 216 menjadi,6% (yoy) di triwulan II 216, serta lemak dan minyak dari -,4% (yoy) menjadi,1% (yoy) di triwulan II (5) (1) % *) Data hingga Juli 216 yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Meningkatnya pasokan bahan pangan pasca panen raya di awal triwulan II 216 menjadi faktor utama penyebab turunnya tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan. Musim panen komoditas beras yang terjadi di bulan April Mei dan panen tanaman hortikultura mendorong pasokan pangan tersedia cukup banyak di saat permintaan masyarakat meningkat pada bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri. Andil inflasi komoditas cabe rawit, cabe merah dan beras masing-masing -,2% (yoy), -,8% (yoy) dan -,75% (yoy) dikarenakan mengalami deflasi. Ikan teri dan ikan bandeng menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan II 216. Ikan teri tercatat inflasi 31,8% (yoy) dan memberikan andil,49% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel di triwulan II 216. Sementara ikan bandeng tercatat inflasi 9,53% (yoy) dengan andil,42% (yoy). Komoditas bahan makanan lain yang memberikan andil inflasi di triwulan II 216 yaitu daging ayam ras, bawang merah dan pisang masing-masing,39% (yoy),,38% (yoy) dan,24% (yoy). Fenomena La Nina menyebabkan terbatasnya pasokan ikan sehingga mendorong laju inflasi subkelompok ikan segar. Fenomena La Nina 12 diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama kenaikan inflasi subkelompok ikan segar, sehingga mencatat andil inflasi tertinggi yaitu,12% (yoy). Fenomena La Nina memengaruhi gelombang laut dari intensitas rendah ke sedang, sehingga nelayan cenderung enggan untuk melaut sejak akhir Mei 216. Oleh karenanya, pasokan ikan segar rendah, mendorong kenaikan harga komoditas ikan segar di saat permintaan juga meningkat. 12 Fenomena El Nino yang kuat diikuti oleh munculnya La Nina. Fenomena tersebut berdasarkan statistik kejadian dalam 5 tahun terakhir. La Nina diperkirakan terjadi pada bulan Juni September 216 (Sumber: BMKG) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

54 BAB 3 INFLASI DAERAH Perkembangan hingga awal triwulan III 216 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan III 216. Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama, fenomena La Nina yang mengganggu aktivitas nelayan, serta meningkatnya konsumsi masyarakat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu Idul Fitri. Inflasi kelompok bahan makanan tercatat meningkat menjadi 1,45% (yoy). Meski demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan akan turun di akhir triwulan III 216 pasca Idul Fitri karena konsumsi masyarakat kembali ke pola normalnya Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada akhir triwulan II 216 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi 5,26% (yoy) pada triwulan II 216, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,82% (yoy) (Grafik 3.3). Peningkatan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok dengan peningkatan tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dari 6,24% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 7,86% (yoy) di triwulan II % yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Peningkatan harga gula pasir mendorong tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan II 216. Tingginya tekanan harga gula pasir yang mencapai 16,87% (yoy) dengan andil inflasi,85% disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap konsumsi gula pasir di bulan Ramadhan. Komoditas lain yang mengalami kenaikan inflasi yaitu kopi bubuk sebesar 1,74% (yoy) dengan andil inflasi,7% (yoy). Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 2 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami peningkatan tekanan inflasi. Komoditas rokok kretek filter, sate, martabak, ayam goreng, dan kue basah tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan II 216. Di sisi lain, nasi dengan lauk, mie, ikan goreng, ayam bakar, dan kue kering berminyak tercatat sebagai lima komoditas utama penahan inflasi triwulan II 216. Hingga awal triwulan III 216, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola penurunan dan diperkirakan akan berlanjut hingga akhir triwulan III 216. Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok minuman tidak beralkohol (es, teh manis, dan jus buah). Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan III 216 dibandingkan triwulan II 216 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca bulan Ramadhan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan II 216, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,75% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 3,4% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok. Di triwulan II 216, subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air mengalami deflasi -,7% (yoy), dan pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami penurunan inflasi cukup signifikan 4,66% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya masing-masing 1,38% (yoy) dan 5,47% (yoy). Pada rincian per komoditas, sebanyak 38 dari 65 komoditas komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 216. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah jasa pembuangan sampah, ongkos binatu, piring, biaya keamanan, dan mesin cuci. Inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 21,34%(yoy), 13,3% (yoy), 7,33% (yoy), 1,% (yoy) dan 1,44% (yoy) pada triwulan I 216 menjadi 6,65% (yoy), 7,38% (yoy), 1,73% (yoy), 4,76% (yoy) dan 6,58% (yoy) pada triwulan II 216. Selain itu, terdapat tiga komoditas yang mengalami deflasi yaitu besi beton, tarif listrik, dan batu bata 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

55 BAB 3 INFLASI DAERAH tercatat -2,19% (yoy), -1,64% (yoy) dan -1,18% (yoy). Namun penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 27 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah lemari pakaian, gelas minuman, kusen, papan, dan lemari hias, yang meningkat masing-masing menjadi 18,3% (yoy), 4,36% (yoy), 5,5% (yoy) 3,17% (yoy) dan 14,51% (yoy), dari triwulan I 216 masing-masing 9,79% (yoy), 2,51% (yoy), 3,81% (yoy) 1,92% (yoy) dan 13,57% (yoy) % yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli Indeks %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IHPR gindeks - Skala Kanan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial Penurunan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Tarif listrik pada periode laporan mengalami deflasi -1,64% (yoy), sementara inflasi pada triwulan sebelumnya tercatat,57% (yoy). TTL yang mengalami penurunan terjadi pada golongan Rumah Tangga dengan batas daya VA dan di atas 6.6 VA, Bisnis dengan batas daya 6.6 VA 2 kva dan di atas 2 kva, Industri dengan batas daya di atas 2 kva, di atas 3 kva, dan Pemerintah dengan batas daya 6.6 VA 2 kva dan di atas 2 kva, penerangan jalan dan layanan khusus. Penurunan TTL juga dipengaruhi oleh turunnya harga BBM di awal triwulan II 216, dimana harga BBM merupakan salah satu aspek penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar dan inflasi. Tekanan inflasi di kelompok perumahan mengalami penurunan. Penurunan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan II 216 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh melambat dari 9,37% (yoy) pada triwulan I 216, menjadi 5,66% (yoy) pada triwulan II 216. Penurunan ini mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada jenis rumah tertentu. Meskipun di awal triwulan III 216 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola penurunan, namun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Juli dan Agustus 216 terdapat kenaikan tarif listrik, dan hal demikian akan mendorong inflasi pada kelompok ini Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang triwulan II 216 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 216, inflasi kelompok ini tercatat 6,36% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 216 sebesar 5,89% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang tercatat meningkat dari 5,18% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 8,22% (yoy) di triwulan II 216. Sementara inflasi tiga subkelompok lainnya tercatat menurun, yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, dan sandang anak-anak secara berurutan tercatat 5,76% (yoy), 6,13% (yoy), dan 5,76% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 6,2% (yoy), 6,22% (yoy), dan 7,26% (yoy). Komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Inflasi emas perhiasan meningkat signifikan dari 1,76% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 7,92% (yoy) di triwulan II 216. Peningkatan harga emas perhiasan diperkirakan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional, yang mulai meningkat dalam 3 triwulan terakhir. Pergerakan harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -3,12% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 5,6% (yoy) di angka USD1.259/troy oz pada triwulan II 216. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

56 BAB 3 INFLASI DAERAH Lebih rinci per komoditas, sebanyak 3 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan II 216. Lima komoditas utama yang mendorong inflasi adalah emas perhiasan, sarung batik, celana panjang sersin, baju muslim dan baju kaos tanpa kerah/t-shirt. Inflasi kelima komoditas ini naik dari masing-masing 1,76% (yoy), 5,46% (yoy),,6% (yoy), 16,42% (yoy) dan 3,21% (yoy) di triwulan I 216, menjadi masing-masing 7,92% (yoy), 8,14% (yoy), 2,39% (yoy) 17,85% (yoy) dan 4,44% (yoy) di triwulan II 216. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 39 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terbesar adalah pakaian bayi, baju anak stelan, tas tangan wanita, ongkos jahit, dan sajadah dari masing-masing 14,77% (yoy, 6,38% (yoy), 24,4% (yoy), 7,41% (yoy) dan 9,49% (yoy), menjadi 7,22% (yoy),,65% (yoy), 19,4% (yoy), 3,57% (yoy) dan 5,71% (yoy). Pada awal triwulan III 216, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, sandang anak-anak, serta barang pribadi dan sandang lainnya. Inflasi kelompok ini diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan III 216. Meskipun demikian, risiko kenaikan harga emas dapat mendorong inflasi kelompok ini yoy qtq (2) *) Data hingga Juli 216 (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* % Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Sandang 2,. $/troy oz 1,8. Emas %, yoy 1,6. gharga - Skala Kanan 1,4. 1,2. 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional 3% 2% 1% % -1% -2% -3% Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami penurunan.pada triwulan II 216, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 3,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,87% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan, dan subkelompok perawatan jasmani. Di periode laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 2,25% (yoy); 1,24% (yoy); dan 6,8% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,58% (yoy); 1,77% (yoy); dan 1,45% (yoy). Penurunan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok perawatan jasmani dan kosmetik dari 3,29% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 3,52% (yoy) di akhir triwulan II % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Jasa dokter spesialis menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi jasa dokter spesialis menurun signifikan dari 12,67% (yoy) di triwulan I 216 menjadi % (yoy) di triwulan II 216. Penurunan jasa dokter spesialis diperkirakan dipengaruhi oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 59 Tahun 214 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 19 dari 4 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 216. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah 5 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

57 BAB 3 INFLASI DAERAH dokter spesialis, creambath, alat kontrasepsi, tarif gunting rambut wanita, dan facial. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 12,67% (yoy); 13,93% (yoy); 17,3% (yoy); 21,52% (yoy); dan 12,97% (yoy) di triwulan I 216, menjadi masing-masing % (yoy); 1,78% (yoy); 5,17% (yoy); 11,1% (yoy); dan 3,83% (yoy) di triwulan II 216. Di sisi lain, dari 21 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi terbesar adalah check up, parfum, dokter umum, deodorant, dan obat flu. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi dari 12,31% (yoy); 1,61% (yoy); 12,2% (yoy); 1,99% (yoy); dan,87% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 21,32% (yoy); 3,88% (yoy); 14,1% (yoy); 3,13% (yoy); dan 1,62% (yoy) pada triwulan II 216. Di awal triwulan III 216, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan kecenderungan menurun dan diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok yaitu jasa kesehatan, obat-obatan, jasa perawatan jasmani, dan perawatan jasmani dan kosmetika. Inflasi kelompok ini diperkirakan akan terjaga hingga akhir triwulan III 216 sebagai dampak dari kebijakan pemerintah pusat terkait bidang kesehatan dan nilai tukar rupiah yang terjaga pada kisaran Rp , dimana 6%-7% bahan baku obat-obatan berasal dari impor Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 216, namun tidak terlalu signifikan. Tekanan inflasi pada triwulan II 216 tercatat 2,1 % (yoy), menurun dari triwulan I 216 sebesar 2,25% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh subkelompok kursus-kursus/pelatihan dan perlengkapan/ peralatan pendidikan. Kedua subkelompok tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,23% (yoy) dan,37% (yoy) di triwulan I 216 menjadi masing-masing 2,87% (yoy) dan,25% (yoy) di triwulan II 216. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok olahraga dan rekreasi, yang mengalami peningkatan inflasi dari 3,18% (yoy) dan,71% (yoy) pada triwulan I 216 menjadi 4,% (yoy) dan 1,12% (yoy) di triwulan II (.5) % *) Data hingga Juli 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.1. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga yoy qtq I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Biaya fotokopi menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi biaya fotokopi menurun signifikan dari 7,33% (yoy) menjadi 2,1% (yoy) di triwulan II 216. Penurunan inflasi biaya fotokopi dipengaruhi oleh penurunan aktivitas sekolah (SD/SMP/SMA) maupun Perguruan Tinggi (D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) pada jadwal libur akhir semester genap yang jatuh pada akhir triwulan II 216. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 12 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 216. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah biaya fotokopi, majalah berkala, VCD/DVD player, kursus komputer dan televisi berwarna. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 7,33% (yoy); 4,24% (yoy); 6,51% (yoy); 4,7% (yoy) dan 2,6% (yoy) di triwulan I 216 menjadi masing-masing 2,1% (yoy); %; 3,28% (yoy); 2,2% (yoy) dan,1% (yoy) pada triwulan II 216. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 9 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan inflasi terbesar adalah fitness center, kertas HVS, tas sekolah, pulpen, dan sepatu olahraga pria. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 7,23% (yoy); 1,18% (yoy);,37% (yoy);,33% (yoy) dan,13% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 1,85% (yoy); 1,76% (yoy);,95% (yoy);,73% (yoy); dan,4% (yoy) di triwulan II 216. Sementara itu, 23 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan I 216. Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menunjukkan peningkatan di awal triwulan III 216, namun diprediksikan menurun di akhir triwulan. Kenaikan tersebut terjadi di hampir seluruh subkelompok kecuali kursus- 13 Data dari 1 Juli Agustus 216 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

58 BAB 3 INFLASI DAERAH kursus/pelatihan yang stabil. Kenaikan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan tarif sekolah (SD/SMP/SMA/Akademi/Perguruan Tinggi) akibat adanya musim ajaran baru. Hingga akhir triwulan III 216, inflasi kelompok ini diperkirakan menurun sebagai dampak dari aktivitas subkelompok pendidikan yang turun di akhir triwulan III Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 216, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga ikut mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 216, kelompok ini tercatat deflasi -,76% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya tercatat inflasi 2,8% (yoy). Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh inflasi di subkelompok transpor serta subkelompok sarana dan penunjang transpor. Inflasi subkelompok transpor tercatat deflasi pada triwulan I 216 dan triwulan II 216 masing-masing -3,38% (yoy) dan -1,71% (yoy). Sementara inflasi pada subkelompok sarana dan penunjang transpor di triwulan II 216 tercatat 6,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 7,44% (yoy). Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan harga di subkelompok komunikasi dan pengiriman yang mengalami peningkatan tekanan inflasi,3% (yoy) dari triwulan I 216 tercatat deflasi -,4% (yoy). Komoditas bensin menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok ini. Inflasi bensin turun dari,59% (yoy) di triwulan I 216 menjadi -12,25% (yoy) pada triwulan II 216. Penurunan bensin yang signifikan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis Premium dan Solar pada 1 April 216. Harga Premium dan Solar turun sebesar Rp5/liter masing-masing dari Rp6.95/liter dan Rp5.65/liter menjadi masing-masing Rp6.45/liter dan Rp5.15/liter. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 13 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 216. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah bensin, solar, cuci kendaraan, tarif sewa becak dan angkutan antar kota. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi masing-masing dari,59% (yoy); -12,61% (yoy); 29,4% (yoy); 1,22% (yoy); dan 2,2% (yoy) di triwulan I 216 menjadi masing-masing -12,25% (yoy); -25,36% (yoy); 18,84% (yoy); 5,95% (yoy); dan -1,37% (yoy) di triwulan II 216. Di sisi lain, terdapat enam komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, dengan tiga komoditas utama yaitu angkutan udara, helm, dan pemeliharaan. Ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 15,22% (yoy); 2,42% (yoy); dan 3,94% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 16,57% (yoy); 3,59% (yoy); dan 4,79% (yoy) di triwulan II 216. Sementara itu, 19 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan deflasi di awal triwulan III 216, dan cenderung stabil hingga akhir triwulan. Inflasi kelompok ini diperkirakan cenderung stabil hingga akhir triwulan III 216, sebagai dampak dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun demikian, risiko penyesuaian harga BBM tetap terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan III (2) (4) (6) % yoy qtq *) Data hingga Juli 216 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.1. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

59 BAB 3 INFLASI DAERAH 3.3 Inflasi Menurut Kota IHK 14 Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan II 216 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di 4 dari 5 kabupaten/kota IHK di Sulsel. Empat kabupaten/kota yang mengalami penurunan inflasi di triwulan II 216 yaitu Makassar, Palopo, Parepare, dan Bulukumba. Inflasi keempat kabupaten/kota tersebut pada triwulan II 216 masingmasing 4,63% (yoy); 4,5% (yoy); 3,5% (yoy); dan 2,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 6,38% (yoy);4,47% (yoy); 3,82% (yoy); dan 2,16% (yoy). Penurunan inflasi Sulsel tertahan oleh Watampone yang mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 1,94% (yoy) di akhir triwulan I 216, menjadi 2,67% di akhir triwulan II 216. Tekanan inflasi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal. Tabel 1.1. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawesi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 1.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.1% 5.25% 4.27% 4.2% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.5% 4.98% 3.62% 3.48% Palopo.22%.21%.25%.24%.25%.24%.4%.34%.4%.47%.26%.57%.44%.44%.46%.22%.29%.26%.25% Parepare.22%.21%.24%.24%.24%.23%.39%.33%.39%.39%.21%.66%.46%.49%.46%.11%.27%.21%.22% Watampone.2%.19%.22%.22%.23%.22%.36%.31%.45%.47%.26%.47%.33%.25%.25%.6%.11%.15%.14% Bulukumba.38%.39%.2%.26%.17%.17%.23%.6%.6%.6%.4% Sulawasi Selatan 4.6% 3.85% 4.48% 4.4% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.7% 8.39% 4.48% 5.7% 4.3% 4.14% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 214, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 214 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 216, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah, yaitu 2,12% (yoy) pada akhir triwulan II 216. Sampai dengan akhir triwulan II 216, angka inflasi tersebut merupakan inflasi Bulukumba terendah sejak tahun 214. Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 4,63% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, sehingga ongkos distribusinya relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksessabilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi. 14 Mulai Januari 214, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

60 BAB 3 INFLASI DAERAH %, yoy Sulawesi Selatan Bulukumba Makassar Palopo Parepare Watampone I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 216 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Secara umum di empat kota pemantauan harga, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh komoditas gula pasir dan daging ayam ras. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Parepare, Watampone, dan Bulukumba, komoditas gula pasir termasuk ke dalam komoditas utama penyumbang inflasi 15, yang dalam hal ini juga menjadi penyumbang utama inflasi Sulsel. Daging ayam ras juga menjadi komoditas penyumbang utama di tiga kabupaten/kota, yaitu Parepare, Watampone, dan Bulukumba, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi Sulsel. Meningkatnya konsumsi masyarakat akibat tingginya aktivitas penjualan kue dan minuman tidak beralkohol mendorong penggunaan gula pasir. Selain itu, terbatasnya pasokan day old chick (DOC) disaat tingginya konsumsi masyarakat juga mendorong kenaikan harga daging ayam ras. Meskipun demikian, terdapat beberapa komoditas utama yang menahan inflasi triwulan II 216, antara lain bensin dan beras. Penurunan harga bensin disebabkan oleh kebijakan pemerintah, sedangkan penurunan harga beras lebih disebabkan oleh melimpahnya pasokan pasca panen raya yang terjadi di triwulan II 216. Tabel 1.3. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Gula Pasir Cakalang/Sisik Tomat Sayur Gula Pasir Beras Gula Pasir 2 Teri Layang/Benggol Gula Pasir Daging Ayam Ras Rokok Kretek Filter Emas Perhiasan 3 Emas Perhiasan Daging Ayam Ras Daging Ayam Ras Kue Basah Layang/Benggol Teri 4 Bawang Merah Wortel Ayam Hidup Kelapa Tukang Bukan Mandor Bandeng/Bolu 5 Lemari Pakaian Gula Pasir Cakalang/Sisik Pisang Pasir Daging Ayam Ras Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel 1.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Bensin Beras Bensin Beras Tomat Sayur Bensin 2 Cabai Rawit Beras Bensin Angkutan Antar Kota Cabai Rawit 3 Cabai Merah Cabai Rawit Layang/Benggol Bensin Cabai Merah 4 Beras Telur Ayam Ras Cabai Rawit Daging Ayam Ras Beras 5 Tarip Listrik Ikan Diawetkan Cabai Merah Mie Kering Instant Tomat Sayur Sumber: Badan Pusat Statistik 3.4 Disagregasi Inflasi 16 Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan II 216 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok administered prices dan volatile food. Kelompok administered prices dan volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 1,98% (yoy) dan 13,24% (yoy) di triwulan I 216 menjadi -1,71% (yoy) dan 9,85% (yoy) di akhir triwulan II 216. Sementara itu, kelompok inflasi inti (core) tercatat mengalami penurunan namun dalam kondisi stabil, dimana kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 4,15% (yoy) di triwulan II 216 atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang %, yoy Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* ,14 1,83 3,46-1,28 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi 15 Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 16 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

61 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* BAB 3 INFLASI DAERAH tercatat 4,32% (yoy). Deflasi kelompok administered prices didorong oleh penurunan harga BBM khususnya bensin dan solar. Kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM bersubsidi ini seiring dengan menurunnya harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan II 216. Menurunnya harga BBM bersubsidi berdampak pada penurunan tekanan inflasi di angkutan antar kota dan tarif listrik pada triwulan II 216. Namun kenaikan tarif angkutan udara telah menahan deflasi lebih dalam pada kelompok administered prices. Peningkatan tarif angkutan udara terjadi akibat arus mudik lebaran dimana jumlah penumpang tumbuh 28,58% (yoy) atau 1..7 penumpang pada triwulan II 216. Minyak Mentah 14. $/bbl gharga - Skala Kanan %, yoy % 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% -8% Sumber: Pertamina Grafik Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Sumber: World Bank Grafik 1.4. Harga Minyak Mentah Global Pada kelompok volatile food, berlangsungnya musim panen telah menahan inflasi harga bahan pangan khususnya beras, cabe rawit dan cabe merah. Musim panen beras, cabe rawit dan cabe merah yang terjadi di awal periode triwulan II 216 mendorong pasokan di tengah meningkatnya konsumsi jelang bulan Ramadhan. Sementara itu, komoditas ikan teri dan ikan bandeng mendorong inflasi volatile food. Kenaikan harga ikan teri dan ikan bandeng diperkirakan terjadi akibat fenomena La Nina dimana curah hujan yang meningkat dari intensitas rendah ke sedang, sehingga menahan nelayan pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan laut di saat meningkatnya konsumsi masyarakat di bulan Ramadhan. Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan II 216 relatif stabil. Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat meningkatnya permintaan. Komoditas gula pasir dan emas perhiasan juga turut mendorong inflasi kelompok ini. Selain itu komoditas yang menggunakan bahan baku impor (khususnya kedelai) juga turut menyumbang inflasi di kelompok inti *) Data hingga Juli 216 Pada awal triwulan III 216, tekanan inflasi pada kelompok inti relatif menurun, dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir triwulan III 216. Penurunan tekanan inflasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi konsumen. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami penurunan dari 181,5 di triwulan II 216 menjadi 177 di triwulan III 216. Penurunan ini disebabkan aktivitas konsumsi masyarakat sudah kembali ke pola normalnya pasca Idul Fitri. Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Juli 216, laju inflasi Sulsel pada triwulan III 216 diperkirakan akan mengalami penurunan, berada pada kisaran 3,2% - 3,6% (yoy). Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan III 216 masih berasal dari volatile food dan inflasi administered prices. Potensi risiko inflasi dari kelompok volatile food diperkirakan berasal dari komoditas beras. Sedangkan dari kelompok administered prices bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik pada bulan Juli dan Agustus 216, dan tarif angkutan udara akibat meningkatnya arus balik lebaran dan libur panjang pada Hari Raya Idul Adha. 3.5 Koordinasi Pengendalian Inflasi Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota. Sampai dengan Agustus 216, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan (Tabel 3.6). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

62 BAB 3 INFLASI DAERAH Tabel 1.6. Kegiatan TPID Triwulan II 216 NO TPID TEMPAT KEGIATAN TANGGAL KETERANGAN 1 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Wagub Sulsel 13 Januari Provinsi Sulawesi Selatan 3 Provinsi Sulawesi Selatan 4 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel Hotel Grand Clarion Makassar Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel 18 Januari 216 Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 215 dan Rencana Kerja TPID Sulsel 216 Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level Meeting (HLM) TPID Sulsel 3 Maret 216 Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel 13 Maret Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Novotel, Makassar 2 April Provinsi Sulawesi Selatan 7 Provinsi Sulawesi Selatan 8 Kabupaten Gowa 9 Provinsi Sulawesi Selatan 1 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta (Pokjanas TPI), Jawa Barat (TPID Jabar) Rujab Gubernur Sulsel, Makassar Ruang Rapat Kantor Bupati Gowa, Gowa Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar Pembukaan di Paottere, dan terdapat di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulsel Mei 216 Rapat Teknis Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Rapat Teknis TPID Prov Sulsel - Persiapan HLM TPID Studi Banding TPID Sulsel ke Pokjanas TPI Nasional dan TPID Jabar 25 Mei 216 HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se-sulsel 31 Mei 216 HLM TPID Kab. Gowa 13 Juni 216 Forum Koordinasi BI dan Alim Ulama se-sulsel Juni 216 Partisipasi dalam Pasar Murah 11 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar modern dan pasar tradisional, Makassar 15 Juni 216 Sidak TPID bersama dengan Gubernur D/R menjaga pasokan di bulan Ramadhan 12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar 13 Juli 216 Rapat Teknis TPID dan Persiapan Rakornas VII Provinsi/Kabupaten/Kota Jakarta 4 Agustus 216 Rakornas VII 216 Sampai dengan Agustus 216, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam rangka menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah. Pada tanggal 13 Januari 216, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 215 dan rencana kerja 216. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 216 (18 Januari 216), dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 216 dan 13 Maret 216. Pada tanggal 2 April 216, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, melakukan studi banding TPID ke Pokjanas TPI yang dirangkai dengan presentasi hasil kajian riset inflasi di BI-DKEM dan kunjungan ke TPID Jawa Barat (tanggal Mei 216) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas TPID Provinsi Sulsel. Lebih lanjut, pada tanggal 25 Mei 215 dilaksanakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama mendengarkan arahan Gubernur Sulsel kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya juga dilakukan HLM TPID Gowa sebagai salah satu turunan dari HLM Provinsi. Selain itu, dalam rangka antisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pada 13 Juni 216 BI melakukan koordinasi dengan Alim Ulama se-sulsel untuk mempersuasi masyarakat agar tidak berkonsumsi secara berlebihan. Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut BI bersama BMPD Provinsi Sulsel juga berpartisipasi dalam kegiatan pasar murah dan inspeksi mendadak ke beeberapa pasar yang dilaksanakan pada tanggal Juni 216. Selanjutnya pada tanggal 13 Juli 216, TPID Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan untuk Rakornas VII 216 yang diselenggarakan pada tanggal 4 Agustus 216. Melalui Rakornas TPID ini diharapkan dapat memperkuat sinergi kebijakan antara pusat dan daerah (lihat Boks 3.A). 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

63 BAB 3 INFLASI DAERAH Boks 3.A TPID Sulsel: Bersinergi Untuk Menekan Inflasi Kenaikan harga kebutuhan pokok kerap terjadi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang pastinya menjadi beban tersendiri bagi masyarakat. Berkaca pada pengalaman tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Mei 216, menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Pertemuan tersebut mengagendakan perumusan kebijakan pengendalian inflasi jelang Ramadhan dan Idul Fitri di Sulsel. Pertemuan yang dihadiri oleh berbagai unsur Muspida, Bank Indonesia, pemerintah daerah (Pemprov Sulsel dan 24 kab/kota se Sulsel), BUMN, Kepolisian, TNI, aparat penegak hukum, hingga masyrakat sipil terutama pengusaha dan distributor kebutuhan pokok tersebut membahas berbagai hal terkait persiapan menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Gambar 3.A.1 High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan Pada pertemuan tersebut, Gubernur memberikan arahan kepada seluruh Bupati dan Pimpinan SKPD terkait, agar bersinergi dalam mengambil upaya/langkah-langkah untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pasokan bahan pangan khususnya pada bulan ramadhan dan Idul Fitri. Beberapa poin dari hasil HLM tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menjaga ketersediaan pasokan & mempercepat distribusi barang melalui pemantaun pasokan, Sidag, Operasi Pasar, Pasar Murah, prioritas transportasi kebutuhan pokok, memperbaiki infrastuktur pada titik jalur distibusi, penyiapan jalur alternatif, menjamin keamanan penyaluran barang kebutuhan pokok, pengendalian & pengawasan Penggunaan BBM. 2. Memantau ketersediaan, kelancaran distribusi & perkembangan harga. 3. Pertamina, Pemda, FKPD dan instansi terkait lainnya akan melakukan pengawasan terhadap penyaluran, ketersediaan dan stabilitas harga dan ketersediaan LPG serta BBM. 4. Kerjasama dengan dengan aparat penegak hukum untuk menjamin kelancaran dan keamanan distribusi serta menanggulangi kegiatan illegal seperti penimbunan dll. 5. Ketersediaan Beras di Sulsel dijaga dalam level aman untuk antisipasi peningkatan konsumsi masyarakat. Informasi dari Bulog, ketahanan beras di Sulsel mencapai 16,5 bulan. 6. Tarif angkutan dikendalikan dengan penetapan kenaikan tarif angkutan yang wajar. 7. Gerakan menanam cabai dan bawang merah di beberapa Kab/Kota untuk menjaga ketersediaan pasokan. 8. Gapoktan bekerjasama Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) akan memasok Toko Tani Indonesia (TTI) khususnya di Kota Makassar untuk menjaga ketersediaan pasokan. 9. Bank Indonesia dan perbankan akan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan ketersediaan uang beradar untuk memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat. Dalam rangka mempersuasi masyarakat agar tidak melakukan konsumsi secara berlebihan selama bulan Ramadhan, TPID Sulsel juga melakukan langkah koordinasi dan kerjasama dengan alim ulama di Kota Makassar dan sekitarnya yang tergabung dalam Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) Kota Makassar. Peran ulama dalam masyarakat adalah sosok yang dipandang dan didengarkan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Untuk itu, TPID Sulsel bersinergi dengan para alim ulama untuk turut berkontribusi menyampaikan pentingnya pengendalian inflasi melalui pengaturan pola konsumsi masyarakat dan menghimbau kepada pedagang agar menetapkan margin/keuntungan yang wajar. Upaya persuasi tersebut penting mengingat pada bulan Ramadhan masyarakat umumnya justru melakukan konsumsi yang berlebihan. Alim ulama yang tergabung dalam IMIM diharapkan dapat memberikan pemahaman, penjelasan sekaligus ajakan kepada masyarakat melalui ceramah, tausiyah, kultum, dan media sosialisasi lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

64 BAB 3 INFLASI DAERAH Gambar 3.A.2 Sinergi TPID Provinsi Sulsel dan alim ulama sebagai salah satu upaya Pengendalian inflasi 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

65 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Sementara dari sisi korporasi, kinerja korporasi utama masih terpengaruh kondisi ekonomi global. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan aset, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan II 216. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

66 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 4.1. Stabilitas Keuangan Daerah Asesmen Sektor Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Secara makro, peningkatan kinerja sektor rumah tangga menjadi salah satu penopang percepatan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 216. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat, dari 5,28% (yoy) pada triwulan I 216 menjadi 5,61% (yoy) pada triwulan II 216. Namun dari sisi pangsa terhadap PDRB, terjadi penurunan dari 56,38% di triwulan I 216 menjadi 53,4% di triwulan II 216. Bila dilihat secara tren, konsumsi rumah tangga tengah berada dalam tren meningkat sejak mencapai titik pertumbuhan terendah di triwulan III 215. Sumber: BPS Prov. Sulsel Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel Peningkatan konsumsi sektor rumah tangga tidak terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang kondisi ekonomi saat ini dan enam bulan kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Provinsi Sulsel, dimana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan II 216 berada di tingkat optimis sebesar 125,92. Angka ini lebih tinggi dari IKK di akhir triwulan I 216 yang tercatat 118,75. Peningkatan indeks dipengaruhi oleh kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi jenis Solar dan Premium per 1 April 216, yang menjaga tingkat ekspektasi positif rumah tangga terhadap perekonomian Sulsel. Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.4. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang Perbaikan kinerja ekonomi meningkatkan ekspektasi sektor rumah tangga di Sulsel. Sektor rumah tangga di Sulsel pada triwulan II 216 optimis dengan kondisi penghasilannya saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu. Begitu pula dengan kondisi 6 bulan kedepan, sektor rumah tangga optimis penghasilannya akan mengalami peningkatan. Optimisme rumah tangga ini didorong oleh terus meningkatnya optimisme ketersediaan lapangan kerja di sepanjang triwulan II 216, dan dalam 6 bulan kedepan kondisi demikian diperkirakan akan terus membaik. 17 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga. 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

67 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Yang Akan Datang Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.6. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi Pada akhir triwulan II 216, terdapat sedikit tekanan harga setelah dua bulan sebelumnya tercatat deflasi, namun levelnya masih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan harga menjadi sumber kerentanan untuk sektor rumah tangga karena dapat menurunkan daya beli. Inflasi di bulan Ramadhan tahun ini tercatat,45% (mtm), lebih rendah apabila dibandingkan tahun sebelumnya,72% (mtm). Salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi di bulan Ramadhan tahun ini adalah terkendalinya ekspektasi harga di sektor rumah tangga. Hasil Survei Konsumen menunjukkan penurunan ekspektasi perubahan harga di bulan Ramadhan tahun 216 (bulan Juni). Terkendalinya ekspektasi masyarakat tidak lepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam mempersuasi masyarakat untuk tidak berkonsumsi secara berlebihan dan memastikan akan tersedianya stok bahan pangan yang cukup. Disamping itu, pemerintah juga menetapkan target harga daging sapi di kisaran Rp8./kg, hingga melakukan program intervensi harga melalui kegiatan operasi pasar yang dilakukan secara selektif pada saat terjadi peningkatan harga di luar kewajaran Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk konsumsi dan menabung relatif tidak berubah atau hanya sedikit mengalami penurunan. Di triwulan II 216, persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi mencapai 59,17% sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya 59,7%. Peningkatan perekonomian khususnya di sektor Pertanian, Perdagangan, dan Konstruksi, menjadi faktor pendorong sektor rumah tangga untuk tetap melakukan konsumsi, khususnya terhadap produk barang tahan lama. Demikian pula, porsi dana yang disisihkan untuk menabung juga sedikit turun dari 23,65% menjadi 23,32%. Di sisi lain, porsi keuangan rumah tangga yang digunakan untuk membayar cicilan mengalami kenaikan dari 16,65% menjadi 17,51%. Sumber: Survey Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan Secara umum, tingkat kerentanan sektor rumah tangga terhadap perbankan relatif rendah, dengan porsi cicilan pinjaman untuk semua tingkat pendapatan cenderung rendah. Di semua kelompok pendapatan, porsi cicilan pinjaman lebih rendah dibandingkan porsi tingkat tabungan (Tabel 4.1). Di sisi lain, porsi pengeluaran konsumsi cenderung tinggi, terutama dilakukan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan rendah (Rp1-2 juta dan Rp2,1-3, juta). Kelompok pendapatan rendah tercatat sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki porsi pengeluaran konsumsi tertinggi masingmasing 6,92% dan 62,25% (Tabel 4.1). Hal demikian sangat wajar karena pada kelompok ini alokasi pendapatan masih lebih difokuskan untuk pemenuhan kebuhan dasar. Sebagian besar rumah tangga (9,5%) memiliki porsi cicilan untuk Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

68 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM membayar pinjaman kurang dari 3% pendapatan, dan hanya 9,5% rumah tangga yang memiliki rasio cicilan lebih dari 3% pendapatan (Tabel 4.2). Tabel 4.1.Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Jenis Pendapatan Penggunaan Rp 1-2 juta Rp 2,1-3 juta Rp 3,1-4 juta Rp 4,1-5 juta > Rp 5 juta Konsumsi 6.92% 62.25% 57.71% 57.3% 58.32% Cicilan/Pinjaman 14.88% 16.83% 19.3% 18.85% 2.56% Tabungan 24.2% 2.92% 22.99% 23.86% 21.12% Total 1.% 1.% 1.% 1.% 1.% Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Tabel 4.2.Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 216 Pendapatan Debt Service Ratio -1% 11%-2% 21%-3% >3% Rp 1-2 juta 45.6% 33.6% 15.2% 5.6% Rp 2,1-3 juta 43.46% 29.32% 14.66% 12.57% Rp 3,1-4 juta 29.85% 34.33% 25.37% 1.45% Rp 4,1-5 juta 27.91% 29.7% 36.5% 6.98% > Rp 5 juta 28.13% 25.% 37.5% 9.38% Total 37.% 3.83% 22.67% 9.5% Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Tabel 4.3.Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 216 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Secara umum potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel tergolong rendah. 18 Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 3% hanya 9,5% atau masih tergolong sedikit (Tabel 4.2). Namun demikian terdapat perubahan perilaku dalam berhutang, yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kredit, sebagaimana diindikasikan dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang memiliki DSR lebih dari 3%, yakni meningkat 14% (qtq). Peningkatan DSR>3% terjadi di dua kelompok masing-masing pada kelompok pendapatan Rp2,1-3, juta yang meningkat 76,88% (qtq) dan kelompok pendapatan Rp3,1-4, juta yang meningkat 26,24% (qtq) (Tabel 4.4). Secara umum potensi risiko keringnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga Sulsel juga tergolong rendah. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan % hanya 6,33% yang berarti tergolong relatif rendah (Tabel 4.3). Namun pada triwulan II 216 terdapat perubahan perilaku menabung, yaitu semakin bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung (porsi tabungan %) meningkat hingga 22,58% (qtq). Bila dilihat per kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di kelompok pendapatan Rp2,1-3, juta, kelompok pendapatan Rp3,1-4, juta, kelompok pendapatan Rp4,1-5, juta, dan kelompok pendapatan >Rp5 juta. Peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan >Rp5 juta yang mencapai 443,75% (qtq). Tabel 4.4.Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 216 Pendapatan Perubahan Debt Service Ratio* -1% 11%-2% 21%-3% >3% Rp 1-2 juta % 3.2% 8.74% -13.2% Rp 2,1-3 juta 4.64% % 16.64% 76.88% Rp 3,1-4 juta % -7.82% 31.4% 26.24% Rp 4,1-5 juta -8.31% -7.78% 27.55% % > Rp 5 juta 6.39% -5.43% 5.24% % Total -2.63% -7.96% 12.4% 14.% Tabel 4.5.Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 216 *) Perubahan Triwulan II 216 Terhadap Triwulan I 216 *) Perubahan Triwulan II 216 Terhadap Triwulan I 216 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Sektor Rumah Tangga Pendapatan Perubahan Porsi Tabungan* % 1-1% 11%-2% 21%-3% >3% Rp 1-2 juta % % 1.22% 99.95% 24.% Rp 2,1-3 juta 21.36% -19.9% 3.3% -7.61% % Rp 3,1-4 juta 89.37% 8.21% 8.21% % -.11% Rp 4,1-5 juta 6.47% -9.7% 25.58% 24.81% -33.6% > Rp 5 juta % 8.75% -7.56% 35.94% % Total 22.58% % 15.48% 1.26% % Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Secara keseluruhan, pangsa DPK yang berasal dari dana Perseorangan mencapai 78,84% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 78,2%. DPK Perseorangan tersebut di triwulan II 216 tercatat tumbuh 18,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang 18 Institusi keuangan menilai DSR>3% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL) 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

69 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM tumbuh 15,45% (yoy). Sementara di sisi lain, DPK Bukan Perseorangan tumbuh melambat menjadi 2,12% (yoy) dari triwulan sebelumnya tumbuh27,44% (yoy). Peningkatan DPK Perseorangan tersebut telah mendorong pertumbuhan DPK secara umum yang mencapai 19,% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 17,87% (yoy). Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan. Pangsa tabungan terhadap total DPK mencapai 63,77% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 61,77%. Di sisi lain, pangsa deposito mengalami penurunan dari 34,4% di triwulan I 216 menjadi 32,69% di triwulan II 216, sementara pangsa giro tercatat turun dari 4,79% di triwulan I 216 menjadi 3,54% di triwulan II 216. Hal ini menggambarkan bahwa DPK Perbankan di Sulsel umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian besar kredit yang disalurkan Perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja. Dari sisi pertumbuhan, tabungan dan deposito di kelompok perseorangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 216. Pertumbuhan tabungan perseorangan tercatat meningkat dari 13,55% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 21,53% (yoy) di triwulan II 216. Minat masyarakat untuk menyimpan di deposito masih besar, terpantau dari pertumbuhan yang masih tinggi, meskipun suku bunga deposito menurun. Pada triwulan II 216, rata-rata tertimbang suku bunga deposito tercatat 6,87% atau menurun dari 7,21% pada triwulan I 216, namun nominal deposito pada triwulan II 216 tercatat tumbuh 19,23% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 216 sebesar 18,97% (yoy). Di sisi lain, Giro perseorangan tercatat mengalami kontraksi -18,79% (yoy) di triwulan II 216, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 14,4% (yoy). Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.1. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan II 216 mencapai 3,35% (qtq) (Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi hampir di semua kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar terjadi di kategori simpanan Rp1 juta Rp 5 juta yang mencapai 23,16% (qtq). Sementara itu, jumlah rekening simpanan bernilai besar >1 M - 2 M, >5M - 1M, dan >2M tercatat mengalami penurunan masing-masing -,3%, -5,26%, -8,45% (qtq). Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel. Adapun penambahan peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kab. Jeneponto sebesar 4,81% (qtq). Sementara itu, terdapat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

70 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM dua daerah yang terjadi penurunan jumlah rekening yaitu di Kab. Soppeng dan Kab. Toraja Utara masing-masing -2,61% dan -1,95% (qtq). Tabel 4.6.Komposisi dan Pertumbuhan Triwulanan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga Porsi terbesar kredit perbankan disalurkan ke perseorangan. Pada triwulan II 216 porsi kredit perseorangan mencapai 72,73% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (55,1%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai 41,1%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 3,56% dan 9,16%. Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 44,89%. Besarnya porsi kredit produktif tersebut menunjukkan bahwa debitur perseorangan penerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada triwulan II 216, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 79,75%, sementara pangsa kredit investasi mencapai 55,8% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada stabilitas keuangan di sektor rumah tangga. 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

71 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel Kredit perseorangan tumbuh semakin cepat yang didorong oleh kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit perseorangan meningkat dari 13,81% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 16,26% (yoy) di triwulan II 216. Peningkatan pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kredit konsumsi terutama kredit multiguna yang mampu tumbuh 2,19% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 16,43% (yoy). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) tercatat mengalami penurunan di triwulan II 216 sebesar -14,99% (yoy), melanjutkan tren penurunan yang telah berlangsung sejak triwulan II 215. Demikian pula Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga tumbuh melambat 5,21% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 5,71% (yoy). Grafik Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan oleh UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel Suku bunga kredit perseorangan bergerak relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan II 216, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,9% per tahun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 13,21% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga rata-rata kredit konsumsi dari 13,9% per tahun di triwulan I 216 menjadi 13,62% per tahun di akhir triwulan II 216. Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya inflasi dan suku bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan dunia usaha, dan dengan demikian risiko kredit kedepan juga akan semakin menurun. Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

72 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan sebesar 2,31% relatif sama dengan periode sebelumnya 2,34%. Secara lebih detil, risiko kredit konsumsi perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,83% lebih rendah dibandingkan posisi NPL triwulan sebelumnya 1,92%. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik. Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar mencapai 44,63%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kota Palopo masing-masing dengan pangsa 5,78%, 4,16%, dan 3,75%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 41,32%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,42%, 4,62%, dan 3,97%. Kredit perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangan non konsumtif (produktif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,7%, diikuti Kab. Jeneponto, Kab. Bone, dan Kab. Pinrang masing-masing dengan pangsa 5,2%, 4.39%, dan 3,89%. Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan II 216 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Penyaluran KPR perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan II 216 tumbuh 5,21% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 5,71% (yoy). Menurut jenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR terjadi pada KPR/KPA tipe sedang (>21-7 m 2 ) dan KPR/KPA tipe besar (>21-7 m 2 ). Di triwulan II 216, KPR/KPA tipe sedang (>21-7 m 2 ) tumbuh 6,61% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,35% (yoy). Sementara KPR tipe besar (>21-7 m 2 ) tumbuh melambat dari 1,57% (yoy) di triwulan I 216 menjadi,54% (yoy) di triwulan II 216. Menurut hasil survei, perlambatan pertumbuhan KPR pada periode ini dikarenakan menurunnya permintaan rumah akibat kondisi perekonomian yang masih lesu. Namun, untuk KPR/KPA tipe kecil (s.d 21m 2 ) dan KP Ruko tercatat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari -2,25% (yoy) dan 8,71% (yoy) di triwulan I 216 menjadi,44% (yoy) dan 11,7% (yoy) di triwulan II 216. Tuntutan akan kebutuhan rumah pertama terutama bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, tampaknya turut menjadi faktor pendorong KPR di Sulsel tumbuh lebih tinggi. Risiko KPR sektor rumah tangga relatif terjaga. Hal ini tercermin dari NPL KPR secara umum masih berada dalam batas aman, yakni 3,98% dari triwulan sebelumnya 3,94%. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan meningkatnya NPL untuk KPR/KPA tipe besar (>21-7 m 2 ) dari 3,92% di triwulan I 216 meningkat menjadi 4,51% di triwulan II Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

73 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Jenis KPR Pangsa (%) Growth (yoy) NPL % Tw II-216 Tw I-216 Tw II-216 Tw I-216 Tw II-216 KPR/KPA s.d % -2.25%.44% 3.% 2.65% KPR/KPA > % 8.35% 6.61% 3.89% 3.8% KPR/KPA > % 1.57%.54% 3.92% 4.51% KP Ruko 12.65% 8.71% 11.7% 4.96% 4.9% Total KPR 1.% 5.71% 5.21% 3.94% 3.98% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) KKB yang disalurkan perbankan kembali terkontraksi. Kontraksi KKB di triwulan II 216 tercatat -14,99% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -1,39% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara keuangan (leasing) juga mengalami kontraksi -6,96% (yoy) di triwulan II 216. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kondisi ekonomi yang masih belum membaik terutama di sektor ekonomi pertambangan dan penggalian. Akibat aktivitas bisnis yang menurun maka kebutuhan kendaraan operasional terutama roda empat juga berkurang. Disamping itu, di beberapa sektor usaha juga terdapat pengurangan tenaga kerja, sehingga berdampak pada penurunan pendapatan di sektor rumah tangga. Penurunan KKB ini tentu akan mempengaruhi kinerja kredit perbankan. Sedangkan dalam konteks pemerintah Provinsi/Kab/Kota, hal ini akan mempengaruhi pencapaian target penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD. Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB disebabkan oleh memburuknya kinerja kredit di seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 85,26% tercatat mengalami kontraksi -14,61% (yoy) di triwulan II 216, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -12,62% (yoy). KKB jenis truk, sepeda motor, dan kendaraan lainnya juga tercatat mengalami kontraksi masing-masing -33,97% (yoy), -8,4% (yoy), dan -61,24% (yoy) di triwulan II 216. Selain pertumbuhan yang memburuk, KKB secara agregat juga mengalami penurunan kualitas kredit dari 1,65% menjadi 1,74%. Apabila dilihat lebih dalam, penurunan kualitas kredit jenis KKB ini disebabkan oleh peningkatan NPL di KKB jenis sepeda motor dan kendaraan lainnya dari masing-masing 1,2% dan 1,6% di triwulan I 216 menjadi 6,97% dan 1,72% di triwulan II 216. Kredit Multiguna Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga di luar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan II 216, kredit multiguna tumbuh 2,19% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 16,43% (yoy). Salah satu daya tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah. Selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik, maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini. Tabel 4.1.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan II 216 Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp1 juta 5 juta dengan jangka waktu >6 bulan. Kelompok tersebut memiliki pangsa 62,5% dari total kredit multiguna perseorangan di triwulan II 216. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 31,78% terhadap seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu,74%. Namun, penyaluran kredit Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

74 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM multiguna <Rp1 juta khususnya yang berjangka waktu >6 bulan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi mencapai 2,34% (Tabel 4.11). Tabel NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan II 216 Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Asesmen Sektor Korporasi Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi Meskipun ekonomi Sulsel secara agregat mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 216, namun terjadi perlambatan di beberapa sektor utama. Salah satu sektor yang melambat di triwulan II 216 adalah sektor Industri Pengolahan. Di sisi permintaan, meskipun membaik namun ekspor masih tercatat mengalami kontraksi -12,43% (yoy) di triuwulan II 216. Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan, terutama sektor industri nikel yang merupakan industri andalan ekspor di Sulsel. Komoditas nikel masih menjadi tumpuan ekspor Sulsel di triwulan II 216. Namun, nikel yang memiliki pangsa 49,58% terhadap total ekspor Sulsel masih menunjukkan pertumbuhan negatif di triwulan II 216. Ekspor nikel Sulsel di triwulan II 216 tercatat -3,16% (yoy) melanjutkan tren pertumbuhan negatif sejak triwulan I 215. Selain faktor melemahnya permintaan negara mitra dagang utama komoditas nikel, khususnya Jepang, kontraksi ekspor nikel juga disebabkan oleh masih rendahnya harga nikel di pasar internasional. Rata-rata harga nikel di triwulan II 216 sebesar USD8.823 per metric ton jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 215 yang mencapai USD13.56 per metric ton. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan II 216 Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah Grafik Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional Melemahnya permintaan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah, menambah risiko pada korporasi pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung lainnya, diantaranya penyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil. Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Berkaca pada tahun 214 dan 215 yang lalu, El Nino (iklim kering) memberikan dampak yang cukup besar pada sektor pertanian termasuk korporasi yang bergerak di dalamnya. Pada tahun 216, risiko yang muncul adalah LaNina (iklim basah) yang juga akan mengakibatkan pergeseran musim 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

75 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM terutama karena curah hujan yang naik drastis di sepanjang periode La Nina. Risiko yang muncul adalah cuaca yang dapat mengurangi hasil tangkap ikan, yang mengakibatkan korporasi yang bergerak di subsektor perikanan tangkap seperti eksportir ikan tangkap akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan Kinerja Sektor Korporasi Omset Penjualan Dari hasil liaison 19 kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan II 216, yang mengalami penurunan omset penjualan adalah korporasi yang bergerak di sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR). Rata-rata skala likert pada sektor PHR berada pada posisi -1,. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata normalnya. Di sektor Industri Pengolahan, rata-rata skala likert di triwulan II 216 berada pada posisi, yang artinya stabil. Namun bila dirinci ke tingkat yang lebih detil, subsektor industri pengolahan cokelat tercatat mengalami penurunan omset penjualan ekspor. Hal ini diakibatkan masih rendahnya permintaan negara mitra dagang, serta harga cokelat internasional yang masih berada pada level yang rendah. Meskipun demikian, korporasi pada sektor Konstruksi, sektor Listrik Air dan Gas (LGA), dan sektor Pengangkutan mengalami peningkatan omset penjualan. Peningkatan penjualan domestik terbesar terjadi di sektor Konstruksi. Skala likert sektor ini berada di posisi 3 pada triwulan II 216, yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penjualan di atas rata-rata normalnya. Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah Grafik Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan II 216 Peningkatan penjualan korporasi tersebut terlihat pula dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel. Kegiatan usaha menunjukkan peningkatan saldo bersih dari 6,5% di triwulan I 216 menjadi 4,22%. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami peningkatan permintaan lebih banyak dibandingkan korporasi yang mengalami penurunan permintaan. Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Kondisi Kegiatan Usaha di Susel 19 Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

76 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Biaya Pada triwulan II 216, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi kecuali korporasi di sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Peningkatan terbesar terjadi di korporasi industri pengolahan dengan skala likert sebesar 1, baik di biaya bahan baku maupun di biaya energi. Selain korporasi di industri pengolahan, korporasi lain yang mengalami peningkatan biaya produksi adalah korporasi di sektor perdagangan dengan skala likert 1, dan korporasi di sektor LGA dengan skala likert,5. Di sisi lain, satu-satunya sektor yang disurvei dan menyatakan mengalami penurunan biaya produksi adalah korporasi di sektor pengangkutan dengan skala likert -1,. Marjin Keuntungan Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau margin keuntungan secara umum mengalami peningkatan di triwulan II 216. Korporasi yang menyatakan mengalami peningkatan margin keuntungan adalah korporasi di sektor perdagangan, sektor konstruksi, sektor LGA, dan sektor pengangkutan. Peningkatan marjin keuntungan tertinggi terjadi di korporasi sektor konstruksi dengan skala likert 2,. Peningkatan margin keuntungan yang dinikmati korporasi di beberapa sektor tersebut disebabkan oleh adanya event Ramadhan dan Idul Fitri yang mengakibatkan tingginya permintaan, serta mulainya beberapa proyek pembangunan infrastruktur di Sulsel. Selain itu, peningkatan harga jual juga berdampak positif terhadap peningkatan margin keuntungan yang diterima korporasi di sektor ini. Sementara itu, korporasi pada sektor industri pengolahan menilai marjin keuntungan dalam posisi yang stabil. Hal ini berkaitan dengan pola perdagangan industri besar yang biasanya harga jual sudah disepakati dalam suatu kontrak jangka panjang. Kondisi Likuiditas Keuangan Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi semakin lebih baik. Pada triwulan II 216, hasil survei menunjukkan 52,2% responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, meningkat dibandingkan periode sebelumnya 34,92%. Selain itu, pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang buruk juga menurun dari,79% menjadi % di triwulan II 216. Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang memiliki kondisi likuiditas yang paling baik adalah korporasi di sektor Hotel dan Restoran. Pangsa korporasi di sektor Hotel dan Restoran yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai 93,31%. Sementara itu, pangsa korporasi di sektor Konstruksi yang memiliki kondisi likuiditas baik hanya 27,73% atau yang paling rendah. Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulsel Beban Angsuran Hutang Korporasi Grafik Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor Ekonomi Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan II 216 yang menunjukkan hanya 5,88% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat kedepannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa korporasi di sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, dan pengangkutan, yang sebagian besar berasumsi akan terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 2,94% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang kedepan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah. Tabel Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang 7 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

77 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi. Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 27,27% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan II 216 mencapai Rp25,4 triliun dengan pertumbuhan 45,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 12,27% (yoy). Pertumbuhan kredit korporasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan kredit perseorangan yang tumbuh 16,26% (yoy) di triwulan II 216. Tingginya pertumbuhan kredit korporasi terutama ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 6,6% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,28% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja sektor korporasi juga mencatat percepatan pertumbuhan dari 14,32% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 21,4% (yoy) di triwulan II 216. Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi Kredit Modal Kerja Korporasi Kredit modal kerja korporasi pada triwulan II 216 mencapai Rp17,9 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp996 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp16.9 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 53,37%), konstruksi (pangsa: 23,9%), dan industri pengolahan (pangsa: 8,87%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 39,57% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja di sektor Perdagangan, sektor Konstruksi, dan sektor Jasa Dunia Usaha, dengan andil pertumbuhan masingmasing sebesar 5,52% (yoy), 4,8% (yoy), dan 3,95% (yoy) terhadap total pertumbuhan kredit modal kerja di triwulan II 216. Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari penurunan tingkat NPL dari 7,27% di triwulan I 216 menjadi 6,14% di triwulan II 216. Penurunan NPL tersebut didorong oleh penurunan tingkat NPL dua sektor utama, yaitu perdagangan dan konstruksi. NPL kredit modal kerja korporasi sektor perdagangan turun dari 6,81% di triwulan I 216 menjadi 5,76% di triwulan II 216, sementara NPL kredit modal kerja korporasi sektor Konstruksi turun dari 6,57% di triwulan I 216 menjadi 4,25% di triwulan II 216. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

78 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Kredit Investasi Korporasi Kredit investasi korporasi pada triwulan II 216 mencapai Rp7,38 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp552 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp6,83 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Konstruksi, dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa 42,62%, 13,44%, dan 13,5%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan II 216 tumbuh 12,57% (yoy), yang didorong oleh pertumbuhan tiga sektor utama yaitu sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi, yang masing-masing tumbuh 27,6% (yoy), 18,47% (yoy), dan 14,26% (yoy). Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi semakin membaik, meskipun masih sedikit di atas ambang batas 5%. Hal ini terlihat dari penurunan NPL dari 6,55% di triwulan I 216 menjadi 5,52% di triwulan II 216. Penurunan NPL disebabkan oleh menurunnya NPL kredit investasi di sektor perdagangan dari 2,4% di triwulan I 216 menjadi,82% di triwulan II 216. Sementara itu, meski sedikit mengalami peningkatan, namun NPL kredit investasi korporasi di sektor konstruksi masih dalam level aman di angka 3,86%. Sementara itu, kredit investasi korporasi di sektor industri pengolahan tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus karena NPL jauh di atas level aman, yaitu mencapai 28,5% meski kondisi NPL tersebut lebih baik jika dibandingkan triwulan I 216 yang mencapai 3.4%. Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

79 4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan) Perkembangan Kelembagaan BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan II 216 tercatat sebanyak 52 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank sebanyak 977 kantor yang berarti belum bertambah. Tabel Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR Aset Perbankan Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp122,71 triliun, tumbuh 13,3% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,14% (yoy) (Tabel 4.12). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 21,85% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 18,48% (yoy) di triwulan II 216. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 6,2% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 6,17% (yoy) di triwulan II 216. Sementara disisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali mengalami kontraksi -16,716% (yoy), lebih baik dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -23,57% (yoy). Tabel Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Intermediasi Perbankan Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh meningkat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,9 triliun atau tumbuh 19,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 17,95% (yoy). Percepatan terjadi di komponen Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 16,8% (yoy) dan 21,44% (yoy) di triwulan I 216, menjadi 22,16% (yoy) dan 23,9% (yoy) di triwulan II 216. Sementara itu, Giro tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dari 26,98 (yoy) di triwulan I 216 menjadi 3,24% (yoy) di triwulan II Data perbankan lokasi bank Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

80 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Tabel Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kredit yang disalurkan perbankan tumbuh meningkat. Kredit tercatat tumbuh 16,6% (yoy) menjadi Rp11,62 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,5% (yoy). Secara penggunaan, percepatan pertumbuhan didorong oleh percepatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan konsumsi. Kelompok kredit investasi tumbuh 26,4% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 21,59% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi mengalami akselerasi pertumbuhan dari 7,53% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 13,35% (yoy) di triwulan II 216. Di sisi lain, kredit modal kerja tercatat sedikit melambat dari 14,44% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 14,13% (yoy) di triwulan II 216. Secara sektoral, percepatan pertumbuhan kredit didorong oleh percepatan penyaluran kredit di sektor Industri Pengolahan dan sektor Konstruksi yang masing-masing tumbuh 56,44% (yoy) dan 21,94% (yoy) di triwulan II 216. Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 123,78%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 3,5% pada triwulan II 216 dari triwulan sebelumnya 3,36%. Bila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR masih tercatat 127,15%, maka fungsi intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan semakin seimbang. Tabel Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Bank Syariah Aset perbankan syariah tumbuh melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan II 216 tercatat Rp6,69 triliun atau tumbuh 8,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 216 yang tumbuh 16,96%. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh melambatnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat tumbuh melambat dari 5,55% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 18,32% (yoy) di triwulan II 216. Sementara aset perbankan swasta tumbuh melambat dari 9,42% (yoy) menjadi 5,85% (yoy). 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

81 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM DPK perbankan syariah tumbuh meningkat. DPK pada triwulan II 216 tumbuh 1,45% (yoy) sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya 1,33% (yoy). Pertumbuhan DPK syariah didorong oleh perbaikan kinerja penghimpunan Deposito yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari 22,9% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 24,49% (yoy) di triwulan II 216. Namun hal ini tidak diikuti kinerja penghimpunan tabungan yang justru menurun dari 18,36% (yoy) di triwulan I 216 menjadi 14,2% (yoy) di triwulan II 216. Sementara itu, penghimpunan giro kembali mengalami kontraksi -29,65% (yoy) melanjutkan tren kontraksi di periode sebelumnya -38,4% (yoy). Pembiayaan perbankan syariah menurun signifikan. Total pembiayaan syariah di triwulan II 216 tercatat sebesar Rp5,74 triliun atau tumbuh 2,9% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 11,5% (yoy). Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan II 216, FDR mencapai 158,23% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 165,43%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 4,39% di triwulan I 216 menjadi 3,87% pada triwulan II 216. Tabel Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Bank Perkreditan Rakyat Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan II 216 tumbuh 21,89% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 19,1% (yoy). DPK tumbuh 34,23% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 4,123%% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 27,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 2,76% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami peningkatan signifikan. Pada triwulan II 216 LDR BPR tercatat 131,67% jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 123,73%. Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik Perkembangan Aset BPR Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.3. Perkembangan Intermediasi BPR Perbankan per Kabupaten/Kota Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp84,68 triliun atau 69,1% dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

82 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah sebagai berikut; Kabupaten Bantaeng (4,12%; yoy), Jeneponto (37,58%; yoy), Luwu Utara (36,44%; yoy), Maros (3,62%; yoy), dan Luwu (29,83%; yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar yang tercatat 11,65% (yoy). Tabel Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan II 216. Kredit di Kab. Luwu tumbuh 47,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,52% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp67,75 triliun atau 66,67% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan II 216 ini kredit di Makassar tumbuh 13,34% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,8% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar. Tabel Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan II 216. DPK di Kab. Takallar tumbuh 14,3% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 86,72% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa, DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp53,11 triliun atau 64,69% dari total DPK di Sulsel. Di triwulan II 216 ini DPK di Makassar tumbuh 13,36% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,46% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,2%) dan Palopo (3,49%). Melihat 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

83 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking. Tabel 4.2. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 1%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 1%. Terdapat 15 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 1% yaitu Takalar, Parepare, Jeneponto, Bantaeng, Luwu Utara, Maros, Makassar, Sidrap, Sinjai, Pangkep, Pinrang, Palopo, Gowa, Bulukumba, dan Bone. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 1%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan. Tabel Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota 4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan II 216 tercatat sebesar Rp32,16 triliun, tumbuh 13,62% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,43% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 31,64%. Dari nilai tersebut, sekitar 67,62% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

84 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM aman (5,%). Pada triwulan II 216 NPL UMKM sebesar 4,14%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,43%. Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor konstruksi danjasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman. Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik Pangsa Kredit UMKM Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan II 216 rasio tersebut tercatat 157,7%. Rasio yang lebih besar dari 1% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada. Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel 78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

85 5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp5 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net outflow sebesar Rp1,4 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal, sejalan dengan siklus tahunan saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

86 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) meningkat. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan II 216 tercatat sebanyak 361 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp19,31 triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan II 216 masih tumbuh tinggi 84,2% (yoy), meski lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 86,75% (yoy). Tingginya perputaran transaksi pembayaran melalui SKNBI di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang tumbuh tinggi mencapai 78,18% (yoy) atau Rp,31 triliun per hari pada triwulan II 216. Tetap kuatnya transaksi kliring sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp5 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit peningkatan pada triwulan II 216 menjadi 2,78% dari triwulan sebelumnya 2,37%. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 216 menunjukkan net outflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp3,34 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp6,23 triliun atau secara triwulanan terkontraksi -11,46% (Grafik 5.1.). Meskipun demikian, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami peningkatan dari Rp1,49 triliun pada triwulan I 216 menjadi Rp4,74 triliun pada triwulan II 216, sehingga tercatat net outflow sebesar Rp1,4 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3.). Net outflow diperkirakan terjadi karena peningkatan aktivitas masyarakat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, sehingga kebutuhan uang kartal meningkat. Selain itu, adanya pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS/TNI/POLRI mendorong peningkatan kebutuhan uang kartal di Sulsel. Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia pada akhir 215 telah membuka kantor layanan Kas Titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare dan sekitarnya, setelah sebelumnya Bank Indonesia juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo. Pada tahun anggaran 216 ini Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bulukumba yang akan mulai beroperasi pada akhir triwulan III 216. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal layak edar kepada masyarakat di Sulsel. 7 Rp Triliun Inflow ginflow - Skala Kanan %, yoy 1 7 Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy (2) (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II (6) Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

87 Lembar BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH (1.) (2.) Rp Triliun I II III IV I II III IV I II III IV I II Penyediaan Uang Layak Edar Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 215 Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor, yang telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasional 9. s.d. 13. WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara. Dalam rangka mendukung clean money policy, kegiatan remise dan pemusnahan uang ditingkatkan. Selama periode triwulan II 216, telah dilakukan sebanyak 11 (lima) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 216 tercatat sebesar Rp2,69 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,31 triliun (Grafik 5.4). Kebutuhan uang layak edar diprediksikan meningkat, Bank Indonesia meningkatkan stok uang kartal. Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan uang kartal yang meningkat khususnya menjelang perayaan Idul Fitri, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel pada Juni 216 telah menyiapkan jumlah stok uang kartal mencapai Rp7,99 triliun. Sebagian besar stok tersebut berupa uang kertas dengan berbagai denominasi (99,87%), dan selebihnya berupa uang logam. Dalam realisasinya jumlah kebutuhan uang kartal yang ditarik oleh Perbankan mencapai Rp3,91 triliun (48,98%) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan II 216 tercatat sebanyak 618 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan II 216 adalah pecahan Rp1. (53,27%), diikuti Rp5. (42,86%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 3,91% (Grafik 5.6). Sebagai upaya mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Selama periode triwulan II 216, KPw BI Sulsel telah melakukan 9 (sembilan) kali kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan di Makassar, Palopo, Parepare, dan Maros. Rp Triliun Nominal UTLE gutle - Skala Kanan %, yoy 1.4 2, 1.2 1,6 1. 1, (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II Temuan Uang Palsu Y.O.Y. I II III IV I II III IV I II III IV I II % 16% 12% 8% 4% % -4% -8% -12% Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

88 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 4% Pecahan 1. 43% 53% Pecahan 5. Pecahan Lainnya Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal 5.3 Gerakan Nasional Non Tunai Bank Indonesia terus mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Sulawesi Selatan. Sejak pencanangan GNNT pada Agustus 214, KPw BI Provinsi Sulsel bersama stakeholders terkait telah bekerjasama dalam mengembangkan transaksi non tunai, yaitu dengan mengembangkan kawasan Less Cash Society (LCS) di Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Sosialisasi GNNT kepada Para Kepala Sekolah Tingkat SMA/SMK Kota Makassar, dan melakukan edukasi serta sosialisasi di 12 (dua belas) SMA/SMK di Kota Makassar. Selain itu, BI juga bekerjasama dengan Pemkot Makassar dalam pengembangan Smart City, yang antara lain diimplementasikan melalui elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran pemerintah, serta pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pesantren. Implementasi program elektronifikasi di Sulsel dipercepat. Dalam pelaksanaan percepatan program elektronifikasi di wilayah Kota Makassar, telah dibentuk tim adhoc yang beranggotakan KPw BI Provinsi Sulsel, Pemkot Makassar, Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Makassar, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar, dan PT Bank Sulselbar. Dengan dibentuknya tim adhoc ini implementasi program elektronifikasi dapat dipercepat, dengan sasaran pertama untuk pelayanan transaksi penerimaan dan pembayaran Pemkot Makassar. Rapat Koordinasi telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada Triwulan II 216, dengan short term goal yang disepakati yaitu elektronifikasi pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) melalui perluasan e-channel. Elektronifikasi pembayaran PBB diperkirakan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat dengan jumlah sebanyak 33. objek pajak. Untuk mengakselerasi kegiatan ini, maka kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat akan terus didorong, salah satunya dengan memperkenalkan bahwa struk dari perbankan merupakan bukti sah dalam pembayaran. Lingkungan Pesantren didorong menggunakan layanan keuangan non tunai. Sebagai negara dengan 87% populasi beragama Islam, Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar untuk perbankan syariah. Menurut data Kementerian Agama RI tahun 214, jumlah pesantren di Sulsel adalah 289 pesantren yang tersebar di 2 kabupaten dan 3 kota. Dengan jumlah populasi santri yang cukup besar dan potensi di wilayah sekitarnya, Pondok Pesantren dapat menjadi access point maupun influencer kepada masyarakat agar bersedia melakukan transaksi dengan layanan keuangan non tunai. Terkait dengan hal tersebut, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan Perbankan Penyelenggara LKD telah melakukan koordinasi dengan beberapa Pondok Pesantren. Manfaat penerapan LKD di Pesantren tidak hanya sekedar mengembangankan ekosistem non tunai, tetapi juga mendorong pengembangan ekonomi pesantren dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap awal, BI menggandeng salah satu bank milik pemerintah dalam mengimplementasikan LKD di Pondok Pesantren Darul Aman. 82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

89 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 216 tercatat 5,11% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,8%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 216 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 215. Namun jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 216 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan Maret 215 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,4%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional (1,86%). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

90 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel menurun. Per Februari TPT mencapai 5,11% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,8%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 218,31 ribu orang per Februari 215 menjadi 192,96 ribu orang per Februari 216. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak orang atau naik,51% dibandingkan periode yang sama tahun 215. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Februari Februari Angkatan Kerja 3,755,87 3,774,926 a. Bekerja 3,537,559 3,581,957 b. Pengangguran 218, ,969 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 61.6% Tingkat Pengangguran Terbuka 5.8% 5.11% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Februari 216, sektor pertanian menyerap 4,28% dari total tenaga kerja atau 1,44 juta orang. Angka ini turun -,45% dibandingkan periode yang sama 215. Penurunan ini disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian modern combine harvester (alat panen gabah) yang menyebabkan kebutuhan pekerja buruh musim panen di awal tahun 216 berkurang. Hal tersebut dikonfirmasi oleh salah satu perusahaan penjual mesin panen yang menyatakan bahwa 6% dari pangsa penjualan pada 216 terserap di Sulawesi, dimana 7% diantaranya terserap di Sulsel 22. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing,54%; 4,78%;,98%, dan 1,63%. Peningkatan ini terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa pada periode ini terdapat peningkatan ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 17,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,). Sebagai imbasnya, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat menjadi 112 dari sebelumnya 97,67. KEGIATAN UTAMA Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 215 Februari 216 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,449, % 2.91% 1,442, % -.45% Industri 212,82 6.2% -8.26% 213, %.54% Perdagangan 738, % 1.32% 774, % 4.78% Jasa 617, % -4.22% 623, %.98% Lainnya 519, % 15.32% 527, % 1.63% Total 3,537,559 1.% 2.12% 3,581,957 1.% 1.26% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat lebih rendah. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 215 menjadi 61,6% pada Februari 216. Penurunan TPAK diperkirakan terjadi di sektor pertanian yang memiliki pangsa penyerap tenaga kerja terbesar di Sulsel. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja justru mengalami peningkatan, meski tidak terlalu signifikan. Pada Februari 216 tercatat sebanyak 3,77 juta orang, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 3,76 juta orang. 21 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November) 22 Sumber: informasi anekdotal 84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

91 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indeks 15 Ketersediaan lapangan kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan 4 Indeks 16 Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 6.2 Penduduk Miskin 23 Jumlah penduduk miskin di Sulsel sedikit meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Maret jumlah penduduk miskin mencapai 87 ribu orang atau 9,4% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti naik 1,17% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 797 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat 1,85% (yoy) menjadi 149 ribu orang, sementara yang berada di pedesaan meningkat 1,1% (yoy) menjadi 658 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut mencapai 81,52% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,48% berada di perkotaan. ribu orang 1 1.3% 1.3% 1.3% 1.3% % % % % % 9.4% Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar % 1.2% 1.% 9.8% 9.6% 9.4% 9.2% 9.% 8.8% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 216 Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa. Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 216 yang semakin menurun (5,38%;yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu (7,45%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju kemiskinan tidak meningkat tajam. Namun meski sudah menurun, inflasi di Sulsel masih tergolong tinggi. Hal ini terutama dikarenakan adanya tekanan harga terutama pada kelompok bahan pangan. Tekanan harga muncul dikarenakan terjadi excess demand akibat berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras, yang dikarenakan mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino. Secara umum excess demand tidak hanya terjadi di Sulsel namun juga terjadi di hampir seluruh provinsi. 23 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari) 24 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

92 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan % yoy % yoy Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16 Corr Kemiskinan - Andil Beras:,71 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini mencapai,71. Hal demikian menunjukkan bahwa perkembangan harga beras memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan kemiskinan 25. Oleh karena itu, jika inflasi semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya Pengendalian inflasi perlu ditingkatkan dalam menekan tingkat kemiskinan. Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Kota 24, , , ,14 281, % 11.25% 7.44% 8.61% 8.36% 5.7% Desa 211, ,19 24, , , % 16.16% 9.78% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan kedua terendah (9,4%) setelah Sulawesi Utara (8,34%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,73% terdapat di Provinsi Gorontalo. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi Mar-15 Sep-15 Mar-16 Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gorontalo Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 214, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, kemudian diikuti Kab. Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,1%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% yang kemudian diikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). 25 Berdasarkan riset dari Talukdar (212), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University. 86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

93 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Sumber: BPS, diolah Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan Rasio Gini 26 Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel tahun 215 sebesar,4 menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai,45. Dilihat secara tren dari 212, angka ini juga cenderung menurun. Pada 212, gini ratio Sulsel sama dengan nasional yakni,41, namun dalam dua tahun berikutnya gini ratio Sulsel justru meningkat sebelum akhirnya kembali turun di 215. Dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel termasuk yang tinggi, disamping Gorontalo. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (,36) terjadi di Provinsi Sulawesi Barat. Nilai gini ratio yang masih tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi, agar kedepan strategi pembangunan ekonomi diarahkan ke yang lebih inklusif, agar tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat dapat diturunkan. Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi Provinsi Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Indonesia Nilai Tukar Petani 27 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 216 menurun. Rata-rata NTP Sulsel yang dalam hal ini mencerminkan indikator kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian pada triwulan II 216 menurun menjadi sebesar 14,3, dibandingkan triwulan sebelumnya 15,95. Penurunan NTP tersebut didorong oleh penurunan indeks harga produsen atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani turun dari 13,51 pada triwulan I 216 menjadi 127,98 pada triwulan laporan (Grafik 6.8). Penurunan indeks tersebut diperkirakan karena turunnya harga sektor tanaman pangan 26 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 27 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

94 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN (khususnya padi) pada bulan April dan Mei akibat meningkatnya jumlah pasokan saat panen raya 28. Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani hanya sedikit mengalami perubahan atau cenderung stabil dari 123,17 pada triwulan I 216 menjadi 123,2 pada triwulan II 216 (Grafik 6.7) Indeks Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Indeks Indeks yang Dibayar Petani yoy g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode korelasi kedua variabel tersebut mencapai -,38, sementara pada periode mencapai -,59. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, begitu sebaliknya. Dari grafik juga dapat dilihat, bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari hingga Mei 216 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari 216 Mei 216 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 216 terlihat menyempit. Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 213 dan November 214, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat Indeks Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani yoy 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% 1% yoy r = -,38 r = -,59 8% 6% 4% 2% % -2% -4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Inflasi Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Secara spasial NTP Sulsel di triwulan II 216 menduduki peringkat ke-8 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan keempat secara Nasional. 28 Harga pangan dapat dilihat di 88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

95 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.7. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia Provinsi TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 Sulawesi Barat Bali Gorontalo Maluku Utara Jawa Barat Jawa Timur Lampung Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Barat Kepulauan Bangka Belit Maluku DI Yogyakarta Banten DKI Jakarta Sumatera Utara Papua Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Jawa Tengah Jambi Riau Kepulauan Riau Kalimantan Timur Sumatera Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Papua Aceh Kalimantan Barat Sumatera Selatan Bengkulu Nasional Sumber: BPS, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

96 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN 9 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

97 7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy). Demikian pula secara keseluruhan 216 juga akan tumbuh di kisaran yang sama, yang berarti lebih tinggi dari pencapaian 215 yang tumbuh 7,15%. Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi, serta ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari sektor Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga sampai dengan akhir 216 diperkirakan dalam kisaran inflasi nasional 4,%±1,%, didukung oleh harga minyak dunia yang rendah dan stabil, sehingga terjadi penyesuaian harga administered prices. Sementara itu, faktor risiko berasal dari volatile food karena adanya La Nina yang memengaruhi produksi ikan tangkap, serta kenaikan harga emas internasional yang dapat berdampak pada inflasi inti. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

98 214 Q1 214 Q2 214 Q3 214 Q4 215 Q1 215 Q2 215 Q3 215 Q4 216 Q1 216 Q2 216 Q3 216 Q4 217 Q1 217 Q2 217 Q3 217 Q4 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 216 dan 217 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,%) dibandingkan pertumbuhan 215 (7,15%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada 216, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,%, dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional dan perbaikan ekonomi negara mitra dagang, khususnya Amerika Serikat, China, Jepang, Kawasan Eropa, dan ASEAN. Dari sisi domestik, pendorong pertumbuhan berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah pusat dan daerah untuk pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 217, pertumbuhan ekonomi Sulsel diprakirakan juga akan kembali meningkat namun masih dalam kisaran yang sama 7,6%-8,%, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian global yang diiringi membaiknya harga komoditas internasional, dan keberhasilan dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Selain mempertimbangkan beberapa variabel tersebut, dalam memprediksikan prospek pertumbuhan ekonomi juga melihat arah Composite Leading Indicators (CLI) (lihat Boks. 7.A) 9, 8,5 %, yoy 8, 7,5 7, 6,5 6, 5,5 5, 4,5 4, 214: 7,54% 215: 7,15% 216: 7,6% - 8,% 217: 7,6% - 8,% Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 216 diperkirakan tumbuh sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi terutama masih akan bertumpu pada Konumsi dan Investasi. Meskipun mengalami sedikit perlambatan namun diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,6% - 8,% (yoy). Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, masih akan kuat dengan adanya kegiatan di akhir tahun. Investasi diperkirakan terakselerasi karena terealisasinya pembangunan infrastruktur dan penyaluran belanja pemerintah. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan perbaikan harga internasional nikel, bijih besi, dan kopi. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 216 diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 216 diperkirakan tumbuh sedikit melambat, namun masih di kisaran 7,6%-8,% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama masih bersumber dari permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, konsumsi pemerintah, serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 6,2%-6,6% yang didukung momen perayaan Natal dan Tahun Baru. Kegiatan investasi diperkirakan tumbuh relatif tinggi 16,4%-16,8% seiring dengan dipercepatnya pembangunan proyek infrastruktur dan penyaluran belanja pemerintah. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, ditengah tren positif ekonomi negara-negara mitra dagang dan harga komoditas yang mulai rebound. Konsumsi pada triwulan IV 216 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 114,12, yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 118,. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 17,32. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan kecenderungan menurunnya inflasi. Disisi lain, 92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

99 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN konsumsi pemerintah diperkirakan juga terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa 29, dan realisasi belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 215. Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada triwulan II 216 telah mencapai 33,%, sementara pada triwulan III 216 dan triwulan IV 216 diperkirakan masing-masing akan mencapai 54,72% dan 94,25% ,1 11,1 11,7 18,19 96,29 16,24 13,38 12,7 11,9 16,8 114,12 I II III IV I II III IV I II IIIp Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT Rencana pembelian barang durable Sumber : BPS Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen BI Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIp Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen 1% 9% 8% 94,2% 95,15% 86,1% 94,25% 5% 4% 7% 6% 52,4% 55,6% 52,74% 54,72% 3% 5% 2% 4% 3% 29,3% 31,1% 28,33% 33,1% 1% 2% 1% 1,5% 11,4% 8,32% 11,82% % % I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP IVP % Persentase Realisasi Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah Komponen investasi Sulsel pada triwulan IV 216 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai dengan keseluruhan 216. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 216 antara lain: 1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung , yang membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 1 %, antara lain jalan menuju proyek, dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai. 2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk pengerjaan tahap pertama. 3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung , pada tahun 216 membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 1 Km dan pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. 4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang berlangsung membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah dilakukan pada Maret Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa mobilisasi, tenaga, alat, material on site. 29 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.7/215 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 4% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 2% (dua puluh per seratus). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

100 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6. Bendungan Karalloe yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp5 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp8 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp4 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 9. Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap negosiasi dengan masyarakat. 1. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 216, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 216, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 12. Pembangunan perumahan, perkantoran, dermaga, dan pergudangan di Makassar, Gowa, Maros, dan Wajo senilai US$ 2,5 juta. Kinerja ekspor dan impor diprakirakan terdapat sedikit perbaikan. Meskipun permintaan dari negara mitra dagang masih lemah, sejalan dengan pertumbuhan kawasan Asia dan ASEAN yang diprediksi cenderung stagnan, namun harga beberapa komoditas diprediksikan sedikit membaik. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel pada telah mencanangkan target kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 215, dan kepada setiap Kabupaten telah diminta menyiapkan komoditi andalan ekspor. Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Apr-16 Jul p 217p p 217p Amerika Serikat 2,4 2,4 2,5 2,4 2,2 2,5 Kawasan Eropa 1,6 1,5 1,6 1,7 1,6 1,4 Kawasan Asia 6,6 6,4 6,3 6,6 6,4 6,3 Tiongkok 6,9 6,5 6,2 6,9 6,6 6,2 Jepang,5,5 -,1,5,3,1 Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,8 4,8 5,1 Output Dunia 3,1 3,2 3,5 3,1 3,1 3,4 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada saat menjelang akhir tahun diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang sebenarnya telah mulai membaik pada triwulan III , yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada triwulan III diperkirakan tumbuh - 26,22% (yoy), dimana pada akhir 215 harga nikel tumbuh -4,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.78 USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik USD/metrik ton. Membaiknya harga nikel, diperkirakan karena mulai membaiknya ekonomi China/Tiongkok pada 216 yang diprediksikan tumbuh sedikit membaik menjadi 6,6% dari perkiraan sebelumnya 6,5%. 3 Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina, Inggris, Taiwan, Tiongkok, Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer. 31 Commodity Market Outlook, Juli Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

101 I II III IV I II III IV I II III IV II I IIIP 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV II I IIIP 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV II I IIIP 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV II I IIIP 216-p 217-p BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN $/mt yoy 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% $/mt yoy 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% -6% Harga Internasional Nikel g.harga Internasional Nikel - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Harga Internasional Iron Ore g.harga Internasional Iron Ore - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan stabil pada kisaran yang rendah. Hal ini seiring dengan telah berlalunya musim panen raya dan hari besar keagamaan. Pengiriman barang dari Sulsel umumnya berupa bahan mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, dengan tujuan ke 22 provinsi. Pengiriman dilakukan melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta Kalimantan. Pengiriman komoditas tersebut didukung oleh infrastruktur yang semakin baik, sehingga konektivitas antar pulau juga semakin membaik Prospek Sisi Lapangan Usaha Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan IV. Lapangan usaha yang diprediksikan meningkat adalah Pertambangan, Pengadaan Listrik/Gas, Konstruksi, Perdagangan, dan Administrasi Pemerintahan. Faktor-faktor pendorong adalah membaiknya harga internasional nikel, pembangunan pembangkit/jaringan listrik, pembangunan infrastruktur, daya beli yang semakin baik, dan realisasi penyerapan anggaran yang semakin optimal. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh melemah pada triwulan IV 216. Fenomena La Nina mendorong terjadinya pergeseran pola tanam menjadi padi-padi-palawija, dan pada triwulan IV 216 hasil panen dari palawija diperkirakan rendah. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk coklat dan kopi diperkirakan melemah, sehingga nilai ekspor komoditas tersebut diperkirakan juga terpengaruh. 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 USD/kg yoy 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% 2,5 2 1,5 1,5 USD/kg yoy 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% -25% -3% Harga Internasional Coklat g.harga Internasional Coklat - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Harga Internasional Kopi g.harga Internasional Kopi - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta) Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Juli 216 masih mengalami penurunan -26,22%(yoy) atau pada level harga USD/metrik ton. Namun turunnya harga bahan 32 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

102 I II III IV I II III IV I II III IV II I IIIP 216-p 217-p BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN bakar minyak telah dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan produksi nikel 33, dan dengan demikian pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel pada 216 akan menunda belanja modal, yang berarti tidak melakukan ekspansi usaha. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif kuat pada triwulan IV 216. Beberapa proyek pembangunan skala besar yang telah mulai berjalan sejak 215, masih akan terus berlanjut di 216. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi, waduk, dan embung) hingga periode triwulan II 216 telah menyerap pembiayaan mencapai Rp8,51 triliun (12,99%) dari APBD dan Rp1,42 triliun (26,84%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar seluruh Kementrian mempercepat realisasi anggarannya. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tumbuh relatif kuat pada triwulan IV 216. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat menjelang Natal/Tahun Baru. Faktor relatif terkendalinya inflasi akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan pembelian barang tahan lama. Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan tumbuh tinggi. Hal ini dikarenakan sesuai polanya pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah pada triwulan III dan IV akan meningkat. Hingga triwulan II 216, penyerapan anggaran APBD telah mencapai 3,72% sementara penyerapan anggaran APBN telah mencapai 37,8%. 7.2 Prospek Inflasi Laju inflasi 216 secara umum diperkirakan berada di rentang 4,%±1,% (yoy). Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food dan inflasi inti. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan berasal dari harga ikan tangkap yang meningkat seiring adanya La Nina yang akan menurunkan hasil tangkap ikan laut. Sementara inflasi inti diperkirakan meningkat seiring meningkatnya harga emas internasional. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered prices, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sulsel juga akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga USD/troy onz yoy 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% -25% -3% Emas g.emas - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas Inflasi di akhir 216 dan 217 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada lima tahun terakhir, akan terjadi peningkatan inflasi pada akhir tahun, seiring hilangnya base effect penurunan harga bahan bakar minyak di akhir 215. Sementara itu, harga komoditas minyak dunia diperkirakan stabil pada level rendah hingga akhir tahun 216. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi Sulsel pada ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. 33 er atat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi mt pada 215 dari sebelumnya hanya mt pada Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

103 Inflasi Tahunan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 1% 9% 8% Nasional Sulsel 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Sasaran Inflasi 212: 4,5%+1 Sulsel 212: 4,41% Nasional 212: 4,3% Sasaran Inflasi 213: 4,5%+1 Sulsel 213: 6,22% Nasional 213: 8,38% Sasaran Inflasi 214: 4,5%+1 Sulsel 214: 8,61% Nasional 214: 8,36% Sasaran Inflasi 215: 4% + 1 Sulsel 215: 4,48% Nasional 215: 3,35% Sasaran Inflasi 216: 4% + 1 % Grafik 7.1. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, kondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Juli 216 tercatat 4,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 215 sebesar 4,48% (yoy). Terkait dengan hal ini, pemerintah Provinsi Sulsel mentargetkan untuk mencapai tingkat inflasi pada akhir 216 sekitar 4%. Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 21) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi P Provinsi Sulsel Total I II III IV Total I II III P IV P Total P Pertumbuhan Ekonomi ,6-8, 7,6-8, 7,6-8, Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga ,4-5,8 6,-6,5 5,4-5,8 Konsumsi LNPRT 11.3 (2.5) (2.1) ,4-5,8 6,-6,5 5,4-5,8 Konsumsi Pemerintah ,-8,5 7,8-8,2 8,-8,5 Pembentukan Modal Tetap Bruto ,9-16,3 15,-15,5 15,-15,5 Ekspor Luar Negeri 9.8 (.5) (8.) (14.5) (15.5) (1.1) (32.3) (12.4) 11,9-12,3 7,-7,5 (6,2)-(5,8) Impor Luar Negeri (35.8). (3.8) (15.7) 26. 7,4-7,8 4,5-4,9 6,5-6,9 Net Ekspor Antardaerah (.5) (45.5) (31.4) (16,)-(15,6) (8,)-(8,5) (5,6)-(5,2) Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ,5-3, 3,4-3,8 2,5-3, Pertambangan dan Penggalian ,2-6,6 7,4-7,8 5,2-5,7 Industri Pengolahan ,1-8,5 6,9-7,4 9,-9,5 Pengadaan Listrik, Gas (6.9) (5.6) (3.3) (4.) ,-14,5 6,1-6,5 11,-11,5 Pengadaan Air (.3) (2.5) ,2-8,7 6,1-6,5 6,5-6,9 Konstruksi ,7-11,1 1,9-11,4 1,3-1,8 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ,-11,5 11,-11,5 1,4-1,8 Transportasi dan Pergudangan ,4-11,8 8,6-9, 9,2-9,6 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ,9-1,4 9,8-1,2 7,4-7,8 Informasi dan Komunikasi ,2-7,6 6,8-7,4 11,7-12,1 Jasa Keuangan ,2-11,6 9,1-9,5 7,3-7,7 Real Estate ,4-8,6 7,3-7,7 7,7-8,2 Jasa Perusahaan ,2-7,6 6,2-6,6 7,-7,5 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib ,1-8,5 8,2-8,6 8,3-8,7 Jasa Pendidikan ,3-1,8 4,5-4,9 7,7-8,2 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,5-8,9 6,7-7,1 8,1-8,6 Jasa lainnya ,6-8, 7,7-8,2 8,2-87 PDRB ,6-8, 7,6-8, 7,6-8, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p proyeksi Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

104 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.3 Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: (a) Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi. (b) Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan) kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota. (c) Merealisasikan nominal anggaran belanja daerah secara disiplin sesuai Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB) yang telah ditetapkan. (d) Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). (e) Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM. (f) Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo. Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas penyumbang inflasi terbesar (khususnya beras) di Sulsel adalah sebagai berikut: a. Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya dilakukan oleh pemerintah provinsi. b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha. c. Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif. d. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani. e. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar. 98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus 216

105 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Boks 7.A Composite Leading Indicator PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu indikator untuk mengukur prestasi perekonomian suatu daerah. Untuk konteks negara, output dari suatu perekonomian, biasa diukur dengan gross domestic product (GDP), yaitu produk nasional yang dihasilkan oleh penduduk dalam suatu negara (Mankiw, 21). Output bisa diposisikan sebagai indikator prestasi kegiatan suatu perekonomian. Namun sebagai indikator prestasi kegiatan ekonomi, data GDP/PDB dan PDRB tersebut sayangnya tidak dapat diperoleh dalam waktu yang cepat, sehingga dalam jangka pendek para pengambil kebijakan memerlukan serangkaian data makro ekonomi yang lain, yang bisa digunakan sebagai penunjuk arah dalam memprediksikan perekonomian kedepan. Untuk itu perlu disusun indikator yang dapat digunakan untuk membuat proyeksi, yaitu berupa Composite Leading Indicator (CLI). Composite Leading Indicator (CLI) adalah gabungan dari indikator-indikator perekonomian. Indikator-indikator ini disusun dari time series data variabel-variabel makro ekonomi yang juga bergerak fluktuatif mendahului pergerakan siklus. Indikator-indikator ini umumnya mampu memberikan sinyal atau tanda-tanda secara dini apabila terdapat kecenderungan perubahan pergerakan siklus, atau yang lebih populer disebut leading indicators. Dengan demikian melalui indikator-indikator ini para pengambil kebijakan baik di sektor publik maupun swasta dapat memprediksikan arah pertumbuhan ekonomi kedepan. CLI memiliki tiga manfaat utama. Menurut Sutomo dan Irawan (24), manfaat CLI yang pertama adalah dapat digunakan untuk meramalkan turning point dari business cycles, sehingga melalui CLI para pengambil kebijakan dapat menyusun strategi secara dini dan dapat mengambil langkah antisipatif terhadap dampak yang tidak diinginkan. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan private sector, CLI bisa digunakan oleh para pelaku bisnis dalam menyesuaikan strategi penjualan dan investasi mereka, serta realokasi resources di antara berbagai alternatif investasi dalam rangka optimalisasi return. Informasi dari CLI juga sangat diperlukan untuk menyusun perencanaan peningkatan produksi, investasi, ekspansi usaha, serta diversifikasi aktivitas bisnis. Dalam konteks Sulsel, telah disusun CLI yang dinilai dapat mewakili dinamika perekonomian Sulsel. Berbagai indikator terpilih yang terkait dengan berbagai sektor ekonomi khususnya sektor-sektor penopang utama perekonomian Sulsel telah digabung untuk dijadikan leading indicators. Dari sisi permintaan telah dipilih indikator-indikator yang dapat mencerminkan dinamika konsumsi rumah tangga dan investasi yang secara konsisten memberikan sumbangan pertumbuhan yang besar bagi perekonomian Sulsel. Sementara secara sektoral juga telah dipilih beberapa indikator yang dapat mewakili dinamika sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan dan Konstruksi. Sektor Perdagangan misalnya dipengaruhi oleh CLI 5 Asia (Composite dari 5 negara di Asia yaitu China, India, Indonesia, Japan and Korea), Inflow, Ekspor Rumput Laut, Ekspor Kakao dan Indeks Penjualan Eceran; Sektor Industri Pengolaan dipengaruhi oleh produksi Semen; Sektor Pertanian dipengaruhi oleh Nilai Tukar Petani (NTP); dan Sektor Konstruksi dipengaruhi oleh Penerbangan Dalam Negeri/Domestik. CLI dapat memperkirakan arah PRDB Provinsi Sulsel dalam dua triwulan kedepan. Dari 8 variabel/indikator yang telah terpilih dan digabung dalam CLI, setelah dilakukan pengujian ternyata memiliki korelasi dengan PDRB yang cukup kuat sebesar,61 dengan average leading 4,33 bulan. Selanjutnya, setelah melewati serangkaian pengujian, CLI Sulsel telah dapat digunakan untuk memperkirakan arah perekonomian Sulsel dalam dua triwulan kedepan. Sumber Data: BPS, OECD, ASI, diolah Grafik 7.A.1 Hasil Composite Leading Indicator Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode Agustus

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN No. 09/02/31/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN Perekonomian Jakarta tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 49/08/73/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 7,62 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci