KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

2 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : psw. 8301/8258 Fax : kke_sby@bi.go.id Bahan soft copy dari kajian ini dapat di download pada web BI (

3 Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Misi Bank Indonesia a : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan sistem keuangan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan. Visi Bank Indonesia : Menjadi bank sentral yang kredibel secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Nilai Nilai Strategi is : Kompetensi Intergritas Transparansi Akuntabilitas Kebersamaan. Visi dan Misi Kantor Perwaki ilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) Misi Kantor Kanto or Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV V: Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda dan lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Visi Kantor Perwak kilan Bank Indonesia Wilayah IV: Menjadi kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

4 KATA PENGANTAR Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-nya sehingga Triwulan III dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi stakeholders eksternal maupun internal yang terkait dengan perkembangan perekonomian, perbankan dan sistem pembayaran di Jawa Timur baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Secara garis besar, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan ini mencapai kinerja yang membanggakan sebesar 6,49% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional (5,62%) maupun provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sementara laju inflasi Jawa Timur di triwulan III-2013 tercatat sebesar 7,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 8,40%. Di sisi lain, kinerja kredit perbankan sebagai salah satu penopang sumber pendanaan perekonomian Jawa Timur mencatat pertumbuhan sebesar 21,27% (yoy). Kinerja pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan IV-2013 diperkirakan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya di kisaran 6,65% s.d 6,75% (yoy), didukung dengan peningkatan kredit perbankan di kisaran 23%, meskipun dibayangi laju inflasi yang tinggi dengan proyeksi di kisaran 7,62% s/d 7,85%. Analisa kajian ini didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh dari berbagai pihak seperti perbankan, instansi pemerintah daerah, BUMN maupun swasta. Atas kerjasama tersebut kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Harapan kami, hubungan kemitraan yang terjalin selama ini dapat lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dan saran untuk lebih meningkatkan kualitas kajian sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan kekuatan dan kemudahan kepada kita semua dalam memberikan kontribusi yang terbaik bagi masyarakat Jawa Timur pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Surabaya, 8 November 2013 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV (JAWA TIMUR) Dwi Pranoto Direktur Eksekutif i

5 KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR MAKRO EKONOMI JAWA TIMUR INDIKATOR PERBANKAN JAWA TIMUR DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAFTAR ISI i ii iii iv ix xiii xiv xv xviii BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL KONDISI UMUM SISI PERMINTAAN 2 a. Konsumsi 3 b. Investasi 5 c. Ekspor - Impor SISI PENAWARAN 9 a. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran 12 b. Sektor Industri Pengolahan 14 c. Pertanian 15 d. Keuangan, Persewaan dan Jasa 17 e. Bangunan 19 f. Pengangkutan dan Komunikasi 20 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI KONDISI UMUM INFLASI BULANAN (mtm) INFLASI TRIWULAN (qtq) INFLASI TAHUNAN (yoy) INFLASI MENURUT KOTA DISAGREGASI INFLASI 35 BOKS 1 KELAMBANAN RESPON PENGELUARAN RUMAH TANGGA TERHADAP PERUBAHAN HARGA DI JATIM BOKS 2 ANALISIS PENGARUH INFLASI TERHADAP DAYA SAING PRODUK JAWA TIMUR BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN &SISTEM PEMBAYARAN PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF DANA PIHAK KETIGA (DPK) KREDIT KREDIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STABILITAS SISTEM PERBANKAN 64

6 RISIKO KREDIT PERBANKAN SYARIAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) BANK BERKANTOR PUSAT DI SURABAYA PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI 74 a. Aliran Uang Masuk/Keluar (inflow/outflow) 74 b. Uang Kartal Tidak Layak Edar TRANSAKSI KEUANGAN SECARA NON TUNAI 77 a. Transaksi RTGS (Real Time Gross settlement) 78 b. Transaksi Kliring PENEMUAN UANG PALSU DI JAWA TIMUR 81 BOKS 3 EFEKTIVITAS PENYALURAN KREDIT PERBANKAN DI JAWA TIMUR BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Anggaran Pendapatan Daerah Realisasi Pendapatan Daerah Anggaran Belanja Daerah Realisasi Belanja Daerah 91 BOKS 3 PERAN BELANJA MODAL DAERAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH BAB 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UMUM KETENAGAKERJAAN Data Ketenagakerjaan Jawa Timur Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN Kesejahteraan Petani Kesejahteraan Nelayan PROFIL KEMISKINAN JAWA TIMUR 101 BAB 6 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR PERKIRAAN INFLASI JATIM PERKIRAAN KINERJA PERBANKAN JAWA TIMUR PROSPEK EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN PROSPEK INFLASI JAWA TIMUR TAHUN

7 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Provinsi Jawa Timur 10 Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian 16 Tabel 2.1 Inflasi Triwulan II Tahun 2013 & Triwulan III 2013 di Jawa Timur (mtm) 23 Tabel 2.2 Inflasi & Sumbangan Inflasi di Jawa Timur (qtq) 28 Tabel 2.3 Inflasi Jawa Timur (yoy) Per Kelompok Barang 31 Tabel 2.4 Inflasi 7 Kota di Jawa Timur 33 Tabel 2.5 Inflasi 7 Kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan III (%yoy) 34 Tabel 2.6 Sumbangan Inflasi 7 Kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan III-2013 (%yoy) Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan ( Bank Umum & BPR ) di Jawa Timur 45 Tabel 3.2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur 46 Tabel 3.3 Perkembangan NPL per Kelompok Bank 64 Tabel 3.4 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Timur 69 Tabel 3.5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat Di Surabaya 71 Tabel 3.6 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) Kantor Bank Indonesia 75 Tabel 3.7 Perputaran Kliring dan Tolakan Cek, Bilyet Giro Tw.I Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Daerah Prop. Jatim Triwulan I (Juta Rupiah) 86 Tabel 4.2 Realisasi Pendapatan Daerah 88 Tabel 4.3 Anggaran Belanja Daerah Prov.Jatim Triwulan III (Rp juta) 90 Tabel 4.4 Realisasi Belanja Daerah Prov.Jawa Timur Triwulan III Tabel 5.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur ( ) (dalam ribuan) 94 Tabel 5.2 Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU Jawa Timur 97 Tabel 5.3 Garis Kemiskinan, Jumlah & Presentase Penduduk Miskin Menurut Daerah 102 Tabel 6.1 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Resiko 108 Tabel 6.2 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Resiko

8 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Kontribusi PDRB Sektoral Prov. Jawa Timur 2 Grafik 1.2 Kontribusi PDRB Sisi Permintaan Prov. Jawa Timur 2 Grafik 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Prov. Jawa Timur 2 Grafik 1.4 Struktur Perekonomian Prov. Jawa Timur 2 Grafik 1.5 Sisi Permintaan PDRB Prov. Jawa Timur 3 Grafik 1.6 Sisi Permintaan PDRB Prov. Jawa Timur 3 Grafik 1.7 Survei Konsumen-Keyakinan Konsumen 4 Grafik 1.8 Survei Konsumen-Kondisi Ekonomi Saat Ini 4 Grafik 1.9 Indeks Penjualan Eceran 4 Grafik 1.10 Konsumsi Listrik Rumah Tangga 4 Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi 5 Grafik 1.12 Dana Simpanan Perbankan Perorangan 5 Grafik 1.13 Perkembangan Jumlah Proyek Investasi 6 Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Proyek Investasi 6 Grafik 1.15 Perkembangan PMTB 6 Grafik 1.16 Perkembangan Kredit Investasi 6 Grafik 1.17 Perkembangan Volume Penjualan semen 7 Grafik 1.18 Perkembangan Impor Barang Modal 7 Grafik 1.19 Perkembangan Kinerja Ekspor Jatim 8 Grafik 1.20 Perkembangan Kinerja Ekspor Luar negeri Jatim 8 Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Ekspor per Jenis Barang 8 Grafik 1.22 Pertumbuhan Ekspor per jenis barang 8 Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor 8 Grafik 1.24 Perkembangan Nilai Impor 8 Grafik 1.25 Nilai Impor per Jenis Barang 9 Grafik 1.26 Pertumbuhan Impor per jenis Barang 9 Grafik 1.27 Pertumbuhan tiga sektor utama 10 Grafik 1.28 Pertumbuhan Sektor pendukung 10 Grafik 1.29 Pertumbuhan Sektor pendukung 10 Grafik 1.30 Utilisasi kapasitas produksi 11 Grafik 1.31 Utilisasi kapasitas produksi sektoral 11 Grafik 1.32 Indeks realisasi Usaha 12 Grafik 1.33 Indeks realisasi Usaha Sektoral 12 Grafik 1.34 Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang di Jatim 13 Grafik 1.35 Lama Tinggal tamu di Hotel Berbintang di Jatim 13 Grafik 1.36 Jumlah Wisatawan Asing Melalui bandara Juanda 13 Grafik 1.37 Konsumsi Listrik Golongan Bisnis 13 Grafik 1.38 Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan 14 Grafik 1.39 Perkembangan Pertumbuhan Impor barang Bahan Baku 15 Grafik 1.40 Konsumsi Listrik Golongan industri 15 Grafik 1.41 Luas Lahan Tanam dan Panen Padi 17 Grafik 1.42 Luas Lahan Tanam dan Panen Jagung di Jatim 17 Grafik 1.43 Luas Lahan Puso di Jatim 17

9 Grafik 1.44 Pertumbuhan Kredit & DPK Perbankan Jatim 18 Grafik 1.45 Perkembngan NIM Perbankan Jatim 18 Grafik 1.46 Perkembangan Fee Based Incame 18 Grafik 1.47 Perkembangan Interest Based Income 18 Grafik 1.48 Perkembangan Pendapatan Biaya Operasional Bank Umum 18 Grafik 1.49 Volume Penjualan semen di jatim 20 Grafik 1.50 Rata-Rata Pembangunan Properti Residensial 20 Grafik 1.51 Rata-Rata Penjualan Properti Residensial 20 Grafik 1.52 Arus Penumpang di Tanjung Perak 21 Grafik 1.53 Arus Barang di tanjung Perak 21 Grafik 1.54 Penumpang Domestik di Bandara Juanda 21 Grafik 1.55 Penumpang Internasional di Bandara Juanda 21 Grafik 2.1 Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) 22 Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Jawa Timur 22 Grafik 2.3 Disagregasi Inflasi Jawa Timur (yoy) 22 Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) 22 Grafik 2.5 Inflasi per Kelompok Barang Tw III-2013 (mtm) 24 Grafik 2.6 Inflasi Juli 2013 per Kelompok Barang 9mtm) 24 Grafik 2.7 Inflasi Agustus 2013 per Kelompok Barang (mtm) 24 Grafik 2.8 Inflasi September 2013 per Kelompok Barang (mtm) 24 Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi per Kelompok Barang 25 Grafik 2.10 Inflasi Terkait Kenaikan Harga BBM (mtm) 25 Grafik 2.11 Inflasi Harga Sub Kelompok Daging dan Telur (mtm) 26 Grafik 2.12 Perkembangan Kurs dan Harga Emas 26 Grafik 2.13 Perkembangan Inflasi Sub Kelompok Pendidikan 26 Grafik 2.14 Inflasi (mtm) Kedelai dan Hasilnya 27 Grafik 2.15 Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan 28 Grafik 2.16 Perbandingan Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan 28 Grafik 2.17 Harga Beras Internasional dan Lokal 29 Grafik 2.18 Inflasi Beras Jatim 29 Grafik 2.19 Inflasi Sub Kelompok Bumbu-Bumbuan 30 Grafik 2.20 Produksi Bumbu-Bumbuan di Jatim 30 Grafik 2.21 Inflasi Sub Kelompok Daging, Telur dan Hasil-Hasilnya (qtq) 31 Grafik 2.22 Inflasi Tahunan Sub Kelompok Grafik 2.23 Inflasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi, Sandang 32 Grafik 2.24 Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Tahun Grafik 2.25 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan (yoy) 33 Grafik 2.26 Perbandingan Inflasi Tahunan 34 Grafik 2.27 Inflasi Jatim per Komponen 35 Grafik 2.28 Perbandingan Inflasi Jatim dan Rata-Ratanya 35 Grafik 2.29 Perbandingan - Disagregasi Inflasi (mtm) 36 Grafik 2.30 Disagregasi Inflasi (mtm) 36 Grafik 2.31 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable & Non Tradeable 38 Grafik 2.32 Inflasi Inti - Manufacturing & Services 38

10 Grafik 2.33 Perkembangan Inflasi Inti - Exclude Gold Price 38 Grafik 2.34 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable - Food & Non Food 38 Grafik 2.35 Inflasi Inti tanpa Emas 38 Grafik 2.36 Inflasi Traded - Properti & Nilai Tukar 39 Grafik 2.37 Inflasi Non Traded - Properti & Nilai Tukar 39 Grafik 2.38 Indeks Keyakinan & Ekspektasi Konsumen 39 Grafik 2.39 Eksktasi Harga yang Akan Datang 39 Grafik 3.1 Perkembangan LDR 47 Grafik 3.2 Perkembangan LDR per Kelompok Bank 47 Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (yoy) 48 Grafik 3.4 Perkembangan Total Aset Bank Umum 49 Grafik 3.5 Proporsi Aset Bank Umum 49 Grafik 3.6 Proporsi Aset Bank Umum per Kab./Kot 49 Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (y-o-y) 49 Grafik 3.8 Jumlah Aset Bank Umum Per Kab./Kot 50 Grafik 3.9 Pertumbuhan Aset Bank Umum Per Kab./Kot 50 Grafik 3.10 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (y-o-y) 51 Grafik 3.11 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (y-o-y) 52 Grafik 3.12 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (qtq) 52 Grafik 3.13 Perkembangan DPK per Jenis Simpanan 52 Grafik 3.14 Komposisi DPK Bank Umum (%) 52 Grafik 3.15 Perbandingan Suku Bunga Simpanan - BI Rate 53 Grafik 3.16 Proporsi DPK per Kab./Kot 54 Grafik 3.17 Jumlah DPK per Kab./Kot 54 Grafik 3.18 Pertumbuhan DPK Bank Umum Per Kab./Kot 55 Grafik 3.19 Pertumbuhan Kredit (yoy) 56 Grafik 3.20 Pertumbuhan Kredit (qtq) 56 Grafik 3.21 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 57 Grafik 3.22 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank 57 Grafik 3.23 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan(y-o-y) 58 Grafik 3.24 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (q-t-q) 58 Grafik 3.25 Proporsi Kredit Sektoral 58 Grafik 3.26 Perkembangan Kredit Sektoral Dominan (yoy) 59 Grafik 3.27 Perbandingan Suku Bunga Kredit & BI Rate 59 Grafik 3.28 Proporsi Penyaluran Kredit per Kab./Kot 60 Grafik 3.29 Pertumbuhan Kredit per Kab./Kot 60 Grafik 3.30 Perkembangan Kredit UMKM 61 Grafik 3.31 Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Bank 62 Grafik Besar Provinsi Penyalur KUR 63 Grafik 3.33 Perkembangan Penyaluran KUR di Jatim 63 Grafik 3.34 Perkembangan NPL Bank Umum 65 Grafik 3.35 Perkembangan NPL per Jenis Penggunaan 65 Grafik 3.36 NPL per Sektor Ekonomi 66 Grafik 3.37 Perkembangan indikator Perbankan Syariah (qtq) 66 Grafik 3.38 Perkembangan indikator Perbankan Syariah (yoy) 66 Grafik 3.39 Proporsi DPK Perbankan Syariah di Jatim 67

11 Grafik 3.40 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah (yoy) 67 Grafik 3.41 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah per jenis pengunaan 68 Grafik 3.42 Pangsa Pembiayaan Syariah per jenis pengunaan 68 Grafik 3.43 Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposits Ratio (FDR) Perbankan Syariah di Jawa Timur 68 Grafik 3.44 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (%-yoy) 70 Grafik 3.45 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (%-qtq) 70 Grafik 3.46 Pertumbuhan Kredit BPR per-jenis Penggunaan (yoy) 70 Grafik 3.47 Proporsi Kredit BPR PerJenis Penggunaan 70 Grafik 3.48 Perkembangan LDR & NPL BPR 70 Grafik 3.49 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (yoy) 71 Grafik 3.50 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 71 Grafik 3.51 Proporsi DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber KP di Surabaya 72 Grafik 3.52 Pertumbuhan DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 72 Grafik 3.53 Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 73 Grafik 3.54 Proporsi Kredit Perjenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya 73 Grafik 3.55 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di Surabaya 73 Grafik 3.56 Perkembangan Arus Uang Tunai (inflow - out flow) dalam juta rupia 75 Grafik 3.57 Perkembangan Net Flow Jawa Timur 75 Grafik 3.58 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) 76 Grafik 3.59 Perkembangan Transaksi Non Tunai Di Jawa Timur 77 Grafik 3.60 Perkembangan Transaksi RTGS Di Jawa Timur 78 Grafik 3.61 Pertumbuhan Transaksi RTGS (yoy) 78 Grafik 3.62 Pertumbuhan Transaksi RTGS (qtq) 78 Grafik Kota dengan Aktivitas Transaksi Outgoing RTGS Terbesar 79 Grafik Kota dengan Aktivitas Transaksi Incoming RTGS Terbesar 79 Grafik 3.65 Perkembangan Transaksi Kliring di Jatim 80 Grafik 3.66 Tolakan Transaksi Kliring di Jatim 80 Grafik 3.67 Statistik Uang Palsu yang Ditemukan 81 Grafik 3.68 Statistik Uang Palsu yang Ditemukan 81 Grafik 4.1 Perkembangan APBD Provinsi Jatim 86 Grafik 4.2 Proporsi APBD Jatim 87 Grafik 4.3 Realisasi PAD Jatim 89 Grafik 4.4 Proporsi Anggaran Belanja Tidak langsung Prov. Jatim 90 Grafik 4.5 Proporsi Belanja Langsung Prov. Jatim 91 Grafik 4.6 Realisasi Anggaran Belanja Tidak Langsung 92 Grafik 4.7 Realisasi Anggaran Belanja Langsung 92 Grafik 5.1 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral 94 Grafik 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja 95 Grafik 5.3 Komposisi Tenaga Kerja Formal 95 Grafik 5.4 Komposisi Bidang Tenaga Kerja Informal 95 Grafik 5.5 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama 97 Grafik 5.6 Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 97 Grafik 5.7 NTP Nasional & Jawa Timur 99 Grafik 5.8 NTP dan Pertumbuhan (Nasional & Jatim) 99 Grafik 5.9 lt Serta Pertumbuhan Nasional & Jatim 99 Grafik 5.10 lb dan Pertumbuhanan Nasional & Jatim 99

12 Grafik 5.11 NTN Nasional & Jawa Timur 100 Grafik 5.12 NTN Serta Pertumbuhan (Nasional & Jatim) 100 Grafik 5.13 Perkembangan Penduduk Miskin di Jawa Timur (%) 101 Grafik 5.14 Pertumbuhan Pengeluaran RT dan Inflasi Jatim 103 Grafik 5.15 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan 104 Grafik 6.1 Indeks Ekspetasi Konsumen (IEK) 106 Grafik 6.2 Indeks Ekspetasi Penghasilan 106

13 Ringkasan Eksekutif

14 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL (KER) TRIWULAN III I 2013 Kinerja ekonomi Jatim melambat sebesar 6,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional (5,62%). Assesmen Perkembangan Makro Ekonomi Ekonomi Jatim periode ini tumbuh melambat (6,49% - yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya pada level 6,89% (direvisi dari sebelumnya 6,97%). Angka ini pun lebih rendah dari perkiraan KPwBI Wil.IV pada level 7,09% (yoy). Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III 2013 mencapai 6,68% (ctc), lebih rendah dibandingkan Januari September 2012 pada level 7,33% (ctc). Pertumbuhan ekonomi Jatim masih di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional (5,62%) maupun provinsi lainnya di Kawasan Jawa. Perlambatan kinerja ekonomi juga dialami seluruh daerah di pulau Jawa Dari sisi permintaan, perlambatan ini disebabkan masih rendahnya pertumbuhan transaksi ekspor khususnya ke kawasan ASEAN. Sumbangan pertumbuhan ekspor Jatim sebesar 2,81%, lebih rendah dari triwulan II 2013 di kisaran 3,50%. Di sisi lain, sumbangan impor sedikit melambat dari 2,48% menjadi 2,32%. Selain itu, masih rendahnya serapan belanja modal pemerintah mengakibatkan penurunan kontribusi komponen ini pada perekonomian. Dari sisi investasi hingga triwulan III 2013 tercatat pertumbuhan investasi swasta tidak beranjak dari kisaran 6% (yoy). Hal tersebut terkonfirmasi oleh hasil liaison, dimana perusahaan cenderung melakukan aksi wait and see di tengah ketidakpastian faktor eksternal dan peningkatan biaya produksi dalam negeri. Ditinjau dari sisi penawaran sektor Industri Pengolahan, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) menjadi sektor utama pendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Ketiga sektor tersebut, secara berurutan menyumbang perlambatan pertumbuhan ekonomi masingmasing sebesar 1,26%, 0,45%, dan 0,41%. Laju inflasi pada triwulan III-2013, secara tahunan, mencapai sebesar 7,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional (8,40%). Assesmen Inflasi Laju inflasi pada triwulan III-2013 tercatat sebesar 7,78% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 8,40%. Rendahnya Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan III-2013 x

15 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV tekanan inflasi Jatim menyebabkan inflasi sampai dengan September 2013 mencapai 6,81% (ytd) lebih rendah dibandingkan nasional yang telah mencapai 7,57%. Sedangkan secara triwulanan, inflasi Jatim justru meningkat dari 0,11% (qtq) pada triwulan II-2013 menjadi 3,72%. Peningkatan konsumsi masyarakat karena adanya Hari Raya Idul Fitri menjadi indikator peningkatan inflasi kelompok volatile food dari 12,39% (yoy) pada triwulan II-2013 menjadi 14,43% (yoy), serta kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyebabkan lonjakan inflasi kelompok administered price dari 6,58% (yoy) menjadi 13,89%. Kelompok inflasi inti (core inflation) juga menyumbang kenaikan inflasi sebagai dampak kenaikan harga emas dan pelemahan nilai tukar Rupiah sehingga pada triwulan ini meningkat menjadi 4,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 3,90%. Berbeda dibandingkan periode sebelumnya dimana Jatim berada di urutan ketiga tertinggi di kawasan Jawa. Pada periode kali ini Jatim berada pada posisi kelima atau kedua dari bawah. Realisasi inflasi di kawasan Jawa, terendah ditempati Yogyakarta (7,60%), Jawa Timur (7,79%), Semarang (7,89%), Jakarta (6,54%) dan tertinggi terjadi pada Provinsi Banten (10,13%). Kinerja perbankan di Jawa Timur masih terus menunjukkan perkembangan positif dengan pertumbuhan kredit mencapai 21,27% (yoy). Assesmen Perbankan Sampai dengan Triwulan III tahun 2013 kinerja perbankan di Jawa Timur baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih terus menunjukkan perkembangan positif. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, kredit dan DPK yang tumbuh dengan baik serta didukung oleh tingkat risiko kredit yang rendah (kurang dari 5%) dan stabil. Aset Bank Umum dan BPR tetap tumbuh tinggi yaitu sebesar 15,76% (yoy) hingga mencapai Rp 416,27 triliun pada Triwulan III Kredit tumbuh sebesar 21,27% (yoy) menjadi sebesar Rp 291,26 triliun pada Triwulan III Demikian pula dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum dan BPR di Jawa Timur yang mencatat pertumbuhan sebesar 12,73% (yoy) menjadi sebesar Rp 318,99 triliun. Sementara itu, perkembangan transaksi sistem pembayaran di wilayah Kantor Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia di Jawa Timur yang meliputi KPw BI Wilayah IV, Malang, Jember dan Kediri pada Triwulan III-2013 secara kumulatif kembali menunjukkan posisi net inflow setelah mencatat net outflow pada periode sebelumnya. Tercatat net inflow Jawa Timur pada periode laporan adalah sebesar Rp 729,32 miliar. Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Triwulan II 2013 Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan III-2013 xi

16 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV yang mencatat net outflow sebesar Rp 411,54 miliar. Hal serupa juga ditunjukkan oleh transaksi non-tunai melalui sistem BI-RTGS yang tumbuh mencapai 1% (qtq) dari sisi volume transaksi dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang meningkat sebesar 4,59% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan kedua transaksi non tunai tersebut turut mengkonfirmasi peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan ini. Ekonomi Jatim pada Tw IV-2013 diperkirakan tumbuh pada rentang 6,65% s.d 6,75% (yoy). Inflasi IHK pada triwulan IV-2013, diperkirakan berada di kisaran 7,62% s/d 7,85% (yoy). Prospek Ekonomi, Inflasi dan Perbankan Tw IV 2013 Pada triwulan IV 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh pada rentang pertumbuhan 6,65% s.d 6,75% (yoy). Perekonomian Jawa Timur triwulan ini diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan pada level 6,49% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh tingkat konsumsi masyarakat, sebagaimana tercermin pada hasil survei konsumen. Namun, pertumbuhannya masih lebih rendah dibandingkan triwulan III 2013, mengingat telah berlalunya puncak pengeluaran belanja masyarakat di saat Hari Raya Idul Fitri. Komponen terbesar selanjutnya, yaitu investasi swasta (PMTB) diproyeksikan tumbuh lebih rendah mengingat masih belum membaiknya kondisi ekonomi domestik dan permintaan global. Di sisi penawaran, diharapkan kinerja sektor industri pengolahan mengalami perbaikan pasca terjaganya nilai tukar rupiah. Meskipun perdagangan luar negeri Jatim mengalami tekanan cukup dalam akibat pelemahan ekonomi Eropa, namun masih cukup kuatnya kinerja perdagangan dalam negeri Jatim diprediksi masih cukup baik untuk menyokong kinerja sub sektor perdagangan besar Jatim. Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, maka inflasi kota Jawa Timur pada Tw IV-2013 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di kisaran 7,62% s/d 7,85%. Adanya beberapa potensi risiko seperti berakhirnya musim panen dan baru dimulainya musim tanam petani yang diiringi dengan tibanya musim penghujan berpotensi menyebabkan gangguan pasokan di masyarakat, disisi lain justru di akhir tahun permintaan masyarakat mengalami kenaikan karena Hari Natal dan Tahun Baru. Walaupun masih terdapat kecukupan stok dari masa panen periode sebelumnya, namun tata niaga atau distribusi barang yang ada saat ini tidak mampu mencukupi kebutuhan/pasokan semua daerah juga menjadi potensi peningkatan Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan III-2013 xii

17 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan IV 2013 diperkirakan tetap mengalami peningkatan Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh pada rentang 6,50% s.d 6,70% (yoy). inflasi. Masih berlanjutnya kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) di pertengahan Triwulan IV-2013 serta adanya potensi kenaikan cukai rokok menjadi pendorong utama meningkatnya inflasi di kelompok administered price meskipun pada tingkat yang relatif lebih rendah dibandingkan akhir Tw III-2013 dengan adanya kenaikan harga BBM. Dari sisi fundamental, potensi dorongan inflasi inti diperkirakan berasal dari kelompok tradeable seiring dengan meningkatnya permintaan di akhir tahun yang akan mendorong pula para pelaku usaha untuk meningkatkan utilisasinya sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Sedangkan dari sisi kelompok non tradable, potensi kenaikan UMK juga akan mendorong peningkatan inflasi kelompok ini walaupun pada tingkat yang relatif lebih rendah dibandingkan kelompok tradable. Berlanjutnya peningkatan TTL pada Tw IV-2013 berpotensi direspon masyarakat dengan peningkatan tarif sewa rumah serta kenaikan harga barang seiring dengan peningkatan biaya produksi. Faktor penahan inflasi kelompok ini adalah rendahnya tekanan inflasi dari komoditas emas seiring dengan masih lesunya perdagangan di dunia internasional serta telah berlalunya tahun ajaran baru. Diperkirakan pada triwulan IV 2013 kinerja industri perbankan di Jawa Timur akan terus meningkat. Struktur dan pondasi sistem perbankan yang cukup baik diyakini masih dapat terjaga terutama ditopang oleh peningkatan fungsi intermediasi oleh perbankan. Adanya kenaikan BI Rate secara bertahap dari sebesar 6% pada Triwulan II 2013 menjadi 7,25% pada Triwulan III 2013 diperkirakan akan mendorong peningkatan suku bunga kredit dan DPK secara bertahap sampai dengan akhir tahun. Namun demikian, dengan penerapan strategi pengembangan usaha yang tepat serta efisiensi biaya perbankan di Jawa Timur diharapkan mampu terus meningkatkan kinerjanya. Pertumbuhan kredit oleh perbankan pada triwulan IV 2013 diperkirakan tetap mengalami peningkatan. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan adanya momen periode libur natal dan akhir tahun yang pada akhirnya akan meningkatkan kredit konsumsi. Sektor ekonomi andalan Jatim seperti sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi serta sektor transportasi dan komunikasi pertanian masih menjadi sektor unggulan bagi perbankan untuk dibiayai. Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2013 Di sepanjang tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh pada rentang 6,50% s.d 6,70% (yoy), ), lebih rendah dari angka Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan III-2013 xiii

18 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV perkiraan sebelumnya di kisaran 6,70% s.d 6,90%. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jatim tahun 2013 ini masih lebih rendah dibandingkan tahun 2012 (7,27% - yoy), namun pertumbuhan ini diyakini masih yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Dari sisi permintaan, penopang utama pertumbuhan ekonomi masih berasal dari konsumsi masyarakat seiring dominannya proporsi usia produktif di Jawa Timur. Sementara itu, kenaikan tarif komponen pembentuk biaya produksi di tahun 2013 terindikasi berdampak pada kinerja sektor riil Jawa Timur di triwulan III Hal ini terlihat dari melemahnya kinerja investasi dan konsumsi swasta nirlaba. Di sisi lain, masih belum pulihnya ekonomi global dan tertekannya nilai rupiah pada Juli 2013 turut mempengaruhi kinerja perdagangan luar negeri Jawa Timur. Meskipun, transaksi perdagangan dalam negeri masih terjaga stabil, namun secara keseluruhan neraca perdagangan Jawa Timur menunjukkan pelemahan dibandingkan tahun Tingginya upaya pemerintah untuk menyelesaikan proyek infrastruktur di daerah turut mendorong level pertumbuhan belanja pemerintah. Di sisi penawaran, meningkatnya komponen biaya produksi baru terindikasi dampaknya pada triwulan III Hampir seluruh sektor ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan meskipun pelaku usaha telah berusaha meningkatkan efisiensi produksinya, namun daya saing produknya masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Tingginya arus impor negara tetangga pun turut berdampak pada kinerja sektor industri pengolahan, khususnya yang memiliki pasar utama tujuan dalam negeri. Masih belum terurainya permasalahan di Tanjung Perak menjadi bottle neck tersendiri bagi pelaku usaha di sub sektor perdagangan besar. Sementara itu, meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam kegiatan wisata turut mendorong kinerja subsektor hotel dan restoran, ditambah dengan meningkatnya peranan Kota Surabaya sebagai sub hub ke Indonesia Timur yang terindikasi dari bertambahnya jumlah hotel kelas bisnis di Surabaya. Adanya pergeseran musim tahun ini berdampak signifikan pada tingkat produksi sub sektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan rilis data Angka Ramalan II (ARAM II), terindikasi adanya perlambatan produksi meskipun angkanya masih sama dengan tahun Meningkatnya suku bunga konsumsi sejak Agustus 2013 turut menekan kinerja sektor konstruksi dan sub sektor real estate, sehingga kedua sektor ini mengalami perlambatan sejak triwulan III Hal serupa terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan akibat meningkatnya faktor risiko sektor keuangan pasca kenaikan suku Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan III-2013 xiv

19 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Inflasi IHK di akhir tahun 2013, diperkirakan berada di kisaran 7% + 1 (yoy). bunga perbankan dan melemahnya kinerja sektor riil pada triwulan III Namun demikian, sektor pendukung lainnya diharapkan mampu lebih tinggi seiring meningkatnya demand masyarakat (pasca kenaikan UMK 2013), seperti sektor transportasi dan komunikasi. Secara tahunan, tekanan inflasi sampai dengan akhir tahun 2013, diproyeksi bersumber dari kelompok administered price sebagai dampak kenaikan harga BBM, tarif listrik serta cukai rokok yang terjadi di sepanjang tahun 2013 serta kembali meningkatkan inflasi kelompok volatile food di akhir tahun. Dengan demikian inflasi Jatim pada tahun 2013 diperkirakan secara tahunan berada di kisaran 7% + 1. Masih terbatasnya proses produksi pangan karena berbagai kendala seperti ketersediaan bibit, pengairan, pencegahan hama serta kerentanan terhadap cuaca menajdi penyebab utama keterbatasan pasokan di musim-musim tertentu sehingga belum dapat mendorong terjadinya penurunan harga yang lebih dalam. Dari sisi fundamental potensi dorongan inflasi inti diperkirakan berasal dari kelompok tradeable yang berasal dari kelompok perumahan dan pendidikan, meskipun di sisi lain tren pelemahan harga emas dunia (pada tingkat yang semakin kecil) dapat menahan laju inflasi di kelompok ini. Cukup baiknya eskpektasi para pelaku usaha akan kondisi perekonomian Jawa Timur, diimbangi dengan peningkatan kapasitas utilisasi produksi sehingga dapat meminimalkan terjadinya output gap dan mendukung stabilnya inflasi kelompok ini sampai dengan akhir tahun Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur Triwulan III-2013 xv

20 LAMPIRAN INDIKATOR MAKRO EKONOMI JAWA TIMUR INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) JAWA TIMUR Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kota Jember Kota Probolinggo Kota Madiun Kota Sumenep LAJU INFLASI TAHUNAN (Y-O-Y) JAWA TIMUR Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kota Jember Kota Probolinggo Kota Madiun Kota Sumenep PDRB Harga Konstan (Milliar Rp) 95,330,557 98,085, ,427,099 99,823, ,637, ,923, ,946,358 - Pertanian 15,982,668 14,177,715 13,591,281 10,712,279 16,295,361 14,596,007 13,831,915 - Pertambangan dan Penggalian 1,893,917 2,120,466 2,160,927 2,225,952 1,944,490 2,169,220 2,267,291 - Industri Pengolahan 23,409,626 23,871,800 24,936,426 25,799,205 24,587,026 25,398,705 26,272,724 - Listrik, gas, dan air bersih 1,257,835 1,320,473 1,310,535 1,349,589 1,324,308 1,381,232 1,370,689 - Bangunan 2,893,702 3,224,522 3,314,209 3,408,133 3,132,579 3,564,182 3,594,584 - Perdagangan, Hotel dan Restoran 30,081,571 31,799,848 32,958,742 33,535,338 32,903,774 34,637,806 35,764,742 - Pengangkutan dan komunikasi 6,945,037 7,627,427 7,949,406 8,119,044 7,707,809 8,393,503 8,800,228 - Keuangan, persewaan, dan jasa 5,156,525 5,439,472 5,544,158 5,662,313 5,594,390 5,857,555 5,954,027 - Jasa 2,145,164 8,503,427 8,661,415 2,996,662 2,239,473 8,925,351 9,090,159 Pertumbuhan (yoy) - Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy) xviii

21 LAMPIRAN INDIKATOR PERBANKAN JAWA TIMUR A. Perbankan INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Bank Umum : Total Asset (Rp. Triliun) DPK (Rp. Triliun) Tabungan (Rp. Triliun) Giro (Rp. Triliun) Deposito (Rp. Triliun) Kredit (Rp. Triliun) - Bank Pelapor Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performing Loan (NPL-Gross) Loan to Deposit Ratio - LDR (%) 76.25% 80.10% 85.07% 82.84% 85.20% 90.32% 90.64% Kredit UMKM (Triliun Rp)-Bank Pelapor NPL UMKM Gross (%) BPR : Total Asset (Rp. Triliun) DPK (Rp. Triliun) Tabungan (Rp. Triliun) Deposito (Rp. Triliun) Kredit (Rp. Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performing Loan (NPL-Gross) 4.29% 4.14% 4.24% 3.39% 3.84% 3.88% 3.88% Loan to Deposit Ratio - (LDR) % % % 123% 121% 124% 131% 131% - SYARIAH : - Total Asset (Rp. Triliun) DPK (Rp. Triliun) Giro (Rp. Triliun) Tabungan (Rp. Triliun) Deposito (Rp. Triliun) Pembiayaan (Rp. Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performance Financing (NPF) % Financing to Deposit Ratio (FDR) % B. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Pemusnahan Uang (Rp- Triliun) Nominal Transaksi RTGS Volume Transaksi RTGS 141, , , ,920 79, , ,756 Nominal Kliring Kredit (Rp. Triliun) Volume Kliring Kredit (juta lembar) Tolakan Kliring (Rp. Juta) 632, , , , , , ,847 Tolakan Kliring (lembar) 20,065 19,361 23,280 21,770 25,418 21,488 25,638

22 Bab 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

23 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Ekonomi Jatim periode ini tumbuh melambat (6,49% - yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya pada level 6,89% (direvisi dari sebelumnya 6,97%). Angka ini pun lebih rendah dari perkiraan KPwBI Wil.IV pada level 7,09% (yoy). Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III 2013 mencapai 6,68% (ctc), lebih rendah dibandingkan Januari September 2012 pada level 7,33% (ctc). Dari sisi permintaan, perlambatan ini disebabkan masih rendahnya pertumbuhan transaksi ekspor khususnya ke kawasan ASEAN. Hingga September 2013, ekspor komoditas utama tumbuh lebih rendah meliputi komoditas tembaga, bahan kimia organik dan perhiasan/permata. Sumbangan pertumbuhan ekspor Jatim sebesar 2,81%, lebih rendah dari triwulan II 2013 di kisaran 3,50%. Di sisi lain, sumbangan impor sedikit melambat dari 2,48% menjadi 2,32%. Selain itu, masih rendahnya serapan belanja modal pemerintah mengakibatkan penurunan kontribusi komponen ini pada perekonomian. Dari sisi investasi hingga triwulan III 2013 tercatat pertumbuhan investasi swasta tidak beranjak dari kisaran 6% (yoy), dimama realisasi investasi lebih banyak berupa investasi non bangunan dan bersifat penggantian/peremajaan mesin. Hal tersebut terkonfirmasi oleh hasil liaison, dimana perusahaan cenderung melakukan aksi wait and see di tengah ketidakpastian faktor eksternal dan peningkatan biaya produksi dalam negeri. Tercatat hanya konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba yang meningkat sebagai respon atas momentum Hari Raya Idul Fitri pada bulan Agustus Indikator konsumsi ini searah dengan hasil Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan BI KPw Jatim. Dari sisi penawaran, perlambatan terbesar disumbang dari menurunnya kinerja sektor industri pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR). Namun, sektor pertanian, pertambangan serta sektor pengangkutan dan komunikasi masih mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Kenaikan biaya produksi akibat faktor dalam negeri (kenaikan upah buruh, biaya energi dan beban bunga pinjaman) dan faktor luar negeri (depresiasi nilai tukar), turut menjadi beban sektor usaha, yang mengakibatkan penurunan pendapatan sektor korporasi. Hal ini turut dikonfirmasi dari hasil liaison yang menyatakan Triwulan III

24 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL tergerusnya marjin usaha sejak bulan Agustus 2013 pasca depresiasi nilai tukar sehingga mengakibatkan kenaikan biaya bahan baku. Di sisi lain, derasnya impor kelompok tekstil mengakibatkan pelaku usaha terpaksa menurunkan kapasitas produksinya karena kalah bersaing dengan produk Cina. Di pasar dalam negeri, transaksi perdagangan antar pulau mengalami perlambatan akibat menurunnya kinerja ekspor antar pulau. Hal ini berujung pada melemahnya pertumbuhan sub sektor perdagangan besar Jawa Timur. Disisi lain, sebagaimana diperoleh Grafik 1.1 Kontribusi Pertumbuhan PDRB Sektoral Prov.Jawa Timur dari hasil Survei Pemantauan Harga Properti (SHPR) BI KPw Jatim, kenaikan suku bunga konsumsi dan biaya material konstruksi turut mempengaruhi tingkat pembangunan properti residensial dan komersial, khususnya kelompok menengah. Hal ini berdampak pada melambatnya pertumbuhan sektor jasa (sub sektor real estate) dan sektor konstruksi. JASA-JASA KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN BANGUNAN LISTRIK, GAS & AIR BERSIH INDUSTRI PENGOLAHAN PERTAMBANGAN & PENGGALIAN PERTANIAN (%, yoy) Tw III 2013 Tw III 2012 Tw II Pembentukan Modal Tetap Bruto Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Grafik 1.2 Kontribusi PDRB Sisi Permintaan Prov.Jawa Timur Ekspor Perubahan Stok Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga Impor q q q Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah % y o y 8 Sumber: BPS Jatim, diolah Grafik 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Indonesia Tren-Jawa Timur I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 1.4 Struktur Perekonomian Prov. Jawa Timur I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIII * Sumber: BPS Jatim, diolah JASA-JASA KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN BANGUNAN LISTRIK, GAS & AIR BERSIH INDUSTRI PENGOLAHAN PERTAMBANGAN & PENGGALIAN PERTANIAN Triwulan III

25 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.2. SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, masih tingginya konsumsi rumah tangga turut menahan perlambatan ekonomi, dengan sumbangan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,21% (yoy). Selanjutnya, meskipun investasi swasta belum bergerak dari level pertumbuhan 6% (yoy), namun besarannya merupakan kedua yang tertinggi sebagai pendorong kerja mesin ekonomi di angka 1,17%. Sumber perlambatan ekonomi periode laporan masih berasal dari belum pulihnya kinerja transaksi ekspor-impor luar negeri Jawa Timur. Sedangkan, kinerja perdagangan dalam negeri relatif stagnan, berbeda arah dengan pola sebelumnya, khususnya mengingat pada triwulan ini terdapat momentum bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. T r i l i u n R p Sumber: BPS Jatim Grafik 1.5 Sisi Permintaan PDRB Prov.Jawa Timur Kons. RT g_kons. RT (rhs) Kons. Pemerintah g_kons. Pemerintah (rhs) 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III % Y O Y T r i l i u n R p -6 Sumber: BPS Jatim Grafik 1.6 Sisi Permintaan PDRB Prov.Jawa Timur Net Ekspor Luar Negeri g_net Ekspor Luar Negeri (rhs) Net Ekspor Antar Pulau 1,000 g_net Ekspor Antar Pulau (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III ,000-1,500-2,000-2,500-3,000-3,500 % Y O Y a. Konsumsi Pada triwulan III 2013, kinerja konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Tercatat pertumbuhannya mencapai 7,54% (yoy), meningkat dari triwulan II 2013 pada level 6,94%. Tren ini turut dikonfirmasi oleh perbaikan level pertumbuhan/indeks beberapa indikator konsumsi, seperti hasil survei konsumen, konsumsi listrik rumah tangga dan sumber pembiayaan konsumsi masyarakat. Sedangkan indikator indeks omset riil relatif stabil di atas level 115. Meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat turut dikonfirmasi oleh hasil survei konsumsi, dengan bertahannya indeks di atas level 120. Membaiknya Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) mencerminkan kenaikan level konsumsi masyarakat periode laporan. Perbaikan indeks ini utamanya didorong oleh Indeks Penghasilan Saat Ini, sebagai efek lanjut dari kenaikan upah buruh sebesar 30% di tahun Namun, di sisi lain, adanya kekhawatiran atas perekonomian Jatim dan Indonesia dalam 6 (enam) bulan mendatang mengakibatkan melemahnya capaian Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Meningkatnya tekanan domestik pasca kenaikan komponen biaya produksi serta masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global Triwulan III

26 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL diterjemahkan oleh para responden dengan menurunnya keyakinan kondisi ekonomi dan penghasilan pada 6 (enam) bulan mendatang Indeks Grafik 1.7 Survei Konsumen Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Indeks Grafik 1.8 Survei Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Penghasilan Saat Ini Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Meningkatnya konsumsi rumah tangga turut dikonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran yang bertahan di atas indeks 115. Transaksi pembelian eceran masyarakat didominasi oleh kelompok barang barang budaya dan rekreasi, barang bahan kimia, barang konstruksi, suku cadang dan alat tulis. Momentum bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri menjadi pemicu meningkatnya pembelian kelompok pakaian serta kelompok makanan, minuman dan tembakau. Secara keseluruhan, indeks omset riil dari Hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV bertahan pada indeks 116. Indeks Grafik 1.9 Indeks Penjualan Eceran Indeks Omset Riil Peralatan Rumah Tangga Pakaian & Perlengkapannya Makanan, Minuman, Tembakau Alat Tulis Konstruksi Barang Budaya dan Rekreasi Indeks Kwh Grafik Konsumsi Listrik Rumah Tangga Konsumsi Listrik Kwh/pelanggan Kwh/ pelanggan 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III - 70 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: PLN Distribusi Jatim Sementara itu, indikator konsumsi listrik rumah tangga mengindikasikan terjadinya peningkatan konsumsi, yaitu dari 886 juta Kwh menjadi 910 juta Kwh atau meningkat dari 108,79 menjadi 110,09 Kwh per pelanggan. Kenaikan ini dipicu dari banyaknya Triwulan III

27 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL penyelenggaraan kegiatan masyarakat dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri pada bulan Agustus Sementara itu, konsumsi BBM jenis premium pun meningkat sebagai konsekwensi dari rutinitas mudik masyarakat Jawa Timur di saat Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan harga pada pertengahan Juni belum direspon negatif, mengingat tingginya kebutuhan konsumsi BBM untuk kegiatan mudik Hari Raya. Dalam mengantisipasi lonjakan konsumsi ini, KPwBI Wil.IV telah berkoordinasi dengan instansi terkait guna memastikan terjaganya stok BBM premium hingga akhir tahun di seluruh wilayah kab/kota Jawa Timur. Pertumbuhan simpanan perorangan sebagai salah satu sumber pembiayaan konsumsi masyarakat menunjukkan terjaga pada level 15%. Komponen jenis simpanan yang tumbuh meningkat adalah jenis giro (dari 7,15% menjadi 7,77%) dan deposito (dari 11,11% menjadi 12,76%). Sedangkan jenis tabungan mengalami penurunan dari 19,34% (yoy) menjadi 18,29%. Penggunaan dana tabungan sebagai salah satu sumber pembiayaan konsumsi masyarakat mengakibatkan penurunan pertumbuhan pada periode laporan. Sedangkan meningkatnya suku bunga simpanan perbankan dan faktor masih tingginya ketidakpastian ekonomi domestik dan global menjadi pendorong meningkatnya pertumbuhan dana simpanan masyarakat jenis deposito. Sebagai sumber pembiayaan lainnya, kenaikan suku bunga konsumsi pada bulan Agustus 2013 mengakibatkan perlambatan kredit konsumsi Bank Umum, yaitu dari 26,69% (yoy) menjadi 22,63%. %yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Grafik 1.12 Dana Simpanan Perbankan Perorangan % yoy gdpk Perorangan ggiro Perorangan (rhs) %yoy gtab Perorangan (rhs) gdep Perorangan (rhs) I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III (10) b. Investasi Kinerja investasi Jawa Timur yang tercermin pada tingkat pertumbuhan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto PMTB) pada triwulan III 2013 meningkat dari 6,34% (yoy) menjadi sebesar 6,50% pada periode laporan. Namun, jika dinilai dari sumbangannya, realisasi Triwulan III

28 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL PMTB periode ini masih lebih rendah yaitu dari 1,23% menjadi 1,17%. Pertumbuhan investasi di sepanjang tahun 2013 tercatat cenderung stagnan di level 6% (yoy). Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), diperoleh informasi bahwa kinerja penanaman modal pada periode laporan mengindikasikan hal serupa pada jenis Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dapat dilaporkan, bahwa realisasi investasi jenis PMA mencapai USD 609,9 juta (109 proyek) sedangkan PMDN sebesar Rp. 8,807.8 milyar (78 proyek). Berdasarkan informasi dari kegiatan Liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV, realisasi investasi lebih banyak berupa investasi non bangunan dan bersifat penggantian/peremajaan mesin. Perusahaan cenderung melakukan aksi wait and see di tengah ketidakpastian faktor eksternal dan peningkatan biaya produksi dalam negeri Grafik 1.13 Perkembangan Jumlah Proyek Investasi Jumlah Proyek PMA Jumlah Proyek PMDN Perubahan Jumlah Proyek PMA Perubahan Jumlah Proyek PMDN Jumlah 300% 200% 12,000 10,000 8,000 Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Proyek Investasi Nilai Proyek PMA (USD million) Nilai Proyek PMDN (Rp miliar) g Nilai Proyek PMA g Nilai Proyek PMDN USD Miliar 1200% 1000% 800% 600% % 0% 6,000 4,000 2, % 200% 0% -200% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -100% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -400% Sumber: BKPM Sumber: BKPM Grafik 1.15 Perkembangan PMTB Grafik Perkembangan Kredit Investasi T r i l i u n R p Pembentukan Modal Tetap Bruto gpmtb (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 50,00 45,00 40,00 35,00 % 30,00 25,00 20,00 Y 15,00 10,00 O 5,00 Y - %yoy Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Sumber: BPS Jawa Timur, diolah Triwulan III

29 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Indikator lainnya juga mengindikasikan hal yang sama, sebagaimana tercermin dari terjaganya level pertumbuhan kredit investasi yang merupakan salah satu sumber pembiayaan investasi dari Bank Umum. Pada periode laporan tercatat pertumbuhan kredit jenis ini terjaga di atas level 33%. Mayoritas investasi dalam bentuk non bangunan/mesin turut dikonfirmasi oleh indikator volume penjualan semen di Jawa Timur, yang mengalami perlambatan dari 5,40% (yoy) menjadi 1,09%. Searah dengan indikator volume penjualan semen, indikator kinerja impor barang modal mengindikasikan adanya peningkatan transaksi dibandingkan periode sebelumnya. Tracking atas perkembangan impor barang modal pada triwulan III 2013 menginformasikan masih stabilnya transaksi kelompok barang ini, yang didominasi impor mesin dari Cina. Grafik 1.17 Perkembangan Volume Penjualan Semen Grafik 1.18 Perkembangan Impor Barang Modal 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 0 (Juta Sak) Penjualan Semen g_penjualan Semen (%, yoy) 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (FOB, juta usd) Capital Goods g_capital Goods (%, yoy) I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III (20) (40) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah c. Ekspor-Impor Pada triwulan III 2013, neraca perdagangan Jawa Timur masih belum stabil dengan menurunnya angka net ekspor dari Rp. 4,22 triliun menjadi Rp. 3,86 triliun. Meningkatnya nilai net ekspor perdagangan dalam negeri dari Rp. 3,47 triliun menjadi Rp. 3,70 triliun menjadi penahan turunnya nilai net ekspor luar negeri dari Rp. 0,75 triliun menjadi Rp. 0,16 triliun. Informasi pendukung lainnya menginformasikan kondisi serupa, yaitu laporan aplikasi Permohonan Ekspor Barang (PEB) dan Permohonan Impor Barang (PIB) kembali mencatatkan net impor sebesar USD 1.176,83 juta dengan faktor pendorong dari peningkatan net impor barang modal (dari sebelumnya kondisi net impor sebesar USD 446,20 juta menjadi net impor USD 619,90 juta) dan masih berlanjutnya net impor barang bahan baku dari (dari sebelumnya kondisi net impor sebesar USD 1, juta menjadi net impor USD 1.064,35 juta). Sedangkan kelompok barang konsumsi mencatatkan kondisi net ekspor pada besaran yang lebih rendah, yaitu dari USD 874,72 juta menjadi USD 507,43 juta. Berdasarkan data ini, kinerja perdagangan Triwulan III

30 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL luar negeri Jatim melemah cukup dalam dibandingkan periode sebelumnya. Depresiasi nilai tukar sejak Juli 2013 berpengaruh pada peningkatan nilai ekspor barang Jawa Timur. Namun, di sisi lain, masih tingginya ketergantungan impor bahan baku mengakibatkan defisit neraca perdagangan Jawa Timur makin melebar. Rendahnya pertumbuhan transaksi ekspor khususnya terjadi untuk negara tujuan kawasan ASEAN. Hingga September 2013, ekspor komoditas utama tumbuh lebih rendah meliputi komoditas tembaga, bahan kimia organik dan perhiasan/permata. T r i l i u n Grafik Perkembangan Kinerja Ekspor Jatim Net Ekspor Luar Negeri Net Ekspor Antar Pulau Net Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III , (200) Grafik 1.20 Perkembangan Kinerja Ekspor Luar Negeri Jatim (juta usd) NET EKSPOR (USD Juta) Net Intermediate Goods Net Capital Goods Net Consumption Goods I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV R p -4-6 Sumber: BPS Jatim (400) (600) (800) ,500 4,000 3,500 Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Ekspor Per Jenis Barang Consumption Goods Intermediate Goods Capital Goods Grafik 1.22 Pertumbuhan Ekspor Per Jenis Barang (juta usd) g_total Ekspor g_capital Goods (rhs) g_intermediate Goods (rhs) g_consumption Goods (rhs) (%, yoy) ,000 Juta USD ,500 2, ,500 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (10) (20) (30) I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III (50) (100) 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, (juta usd) Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor Total Ekspor g_total Ekspor (%, yoy) (20) (FOB, juta usd) Grafik 1.24 Perkembangan Nilai Impor Total Impor g_total Impor (%, yoy) (20) (40) - I IIIIIIV I II IIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I II IIIIV I IIIIIIV I II IIIIV I II III (40) 0 I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III (60) Triwulan III

31 ( ) BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL J U T A U S D C I F 5,500 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, (juta usd) Grafik 1.25 Nilai Impor per Jenis Barang Consumption Goods Intermediate Goods Capital Goods I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % y o y Grafik 1.26 Pertumbuhan Impor per Jenis Barang (juta usd) g_total Impor g_capital Goods g_intermediate Goods g_consumption Goods I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, struktur perekonomian Jawa Timur pada triwulan III-2013 secara keseluruhan masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pertanian, dengan rincian kontribusi 31,58% (PHR), 26,48% (Industri Pengolahan), dan 14,63% (Pertanian). Secara umum, jumlah kontribusi ketiga sektor utama tersebut mencapai 72,68%, sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan proporsi ketiganya pada Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 72,77%. Penurunan proporsi ini didorong oleh kontribusi sektor pertanian yang menurun 0,74% dibandingkan triwulan II Sektor Pertanian, Pertambangan serta Pengangkutan dan Komunikasi mencatat pertumbuhan positif pada triwulan III-2013, sementara enam sektor lainnya mengalami perlambatan. Pertumbuhan tertinggi dinikmati oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi, yaitu sebesar 10,70% (yoy) pada triwulan III-2013 dengan pertumbuhan tertinggi di sub sektor Komunikasi, yaitu sebesar 12,61%. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa komunikasi dan angkutan selama hari raya Idul Fitri. Sektor pertanian dan pertambangan juga mengalami pertumbuhan positif, yaitu masing-masing tumbuh dari 1,46% menjadi 1,77%, dan dari 2,6% menjadi 4,9% pada triwulan laporan. Triwulan III

32 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Sumber: BPS Jatim, diolah Tabel.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Sisi Penawaran (%, yoy) Lapangan Usaha I II III IV I II III IV I II III Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restor Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Jasa-jasa PDRB Grafik 1.29 Pertumbuhan Tiga Sektor Utama (%, yoy) Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel&Restoran I II III IV I II III IV I II III Grafik 1.30 Pertumbuhan Sektor Pendukung (%,yoy) Jasa-Jasa Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah (%,yoy) Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor Pendukung Listrik, Gas & Air Bersih Pertambangan & Penggalian Bangunan I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Jatim, diolah Berbeda dengan triwulan sebelumnya, sektor Industri Pengolahan mengalami perlambatan yang cukup dalam, yaitu dari 6,62% (yoy) pada triwulan II-2013 menjadi 5,36% pada triwulan III Perlambatan paling besar dialami oleh sub sektor Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya yang melambat 11,91%, dari 15,35% menjadi 3,44%. Sementara itu, perlambatan pada sektor bangunan juga cukup signifikan, yaitu tumbuh menurun dari 10,53% Triwulan III

33 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL menjadi 8,46%. Sektor lainnya yang turut melambat antara lain sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR) yang tumbuh di level 8,51%, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (7,39%) dan sektor Jasa-Jasa (4,95%), seluruhnya secara yoy. Berbeda dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor primer cenderung positif, sektor sekunder cenderung melambat, sedangkan sektor tersier cenderung stabil. Salah satu indikator perkembangan kegiatan usaha di Jawa Timur, yaitu hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV menunjukkan adanya penurunan tingkat utilisasi kapasitas produksi dari 79,28% menjadi 76,55%. Penurunan ini didorong oleh menurunnya utilisasi sektor utama, yakni Pertanian sebesar 8,16%, Industri Pengolahan (1,16%), dan Listrik, Gas dan Air (3,56%). Sementara apabila dilihat dari rincian sub sektor, maka sub sektor listrik mengalami penurunan utilisasi terbesar, disusul oleh sub sektor semen dan barang galian bukan logam, serta sub sektor perikanan. Secara keseluruhan tingkat utilisasi kapasitas produksi sektor utama Jawa Timur masih berada di atas 70%. Grafik 1.32 Utilisasi Kapasitas Produksi Grafik 1.33 Utilisasi Kapasitas Produksi Sektoral SBT Kapasitas Produksi Terpakai (Persen) Perkembangan Kegiatan Usaha (left axis) % %, SBT Total Pertambangan Listrik Gas Air Bersih Pertanian Industri Pengolahan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Penurunan kinerja ekonomi pada triwulan III 2013 turut dikonfirmasi oleh indeks realisasi usaha pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami penurunan signifikan dari 37,72 menjadi 9,03. Secara sektoral, perlambatan sektor utama pun searah dengan indeks realisasi usaha di sektor tersebut yang menurun. Indeks realisasi usaha sektor Pertanian menurun sebesar 7,86, sementara sektor industri pengolahan menurun 4,17 dan sektor PHR menurun 6,95. Ke depan, di perkirakan indeks realisasi usaha sektor utama tersebut mampu stabil kembali di angka total 15,72 pada triwulan IV-2013 seiring dengan harapan perbaikan perekonomian nasional dan Jawa Timur. Triwulan III

34 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL S B T Grafik 1.34 Indeks Realisasi Usaha I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Indeks Realisasi Usaha S B T Grafik 1.35 Indeks Realisasi Usaha Sektoral TOTAL PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* a. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR) Masih sama dengan pola historisnya, pertumbuhan sektor PHR termasuk dalam 2 (dua) besar sektor dengan pertumbuhan tertinggi dalam struktur ekonomi Jatim. Pada triwulan III 2013, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran tercatat mengalami pertumbuhan kedua tertinggi yaitu mencapai 8,51% (yoy), namun melemah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,92%(yoy). Perlambatan ini dipicu oleh melemahnya pertumbuhan di seluruh sub sektor PHR, terutama hotel yang menurun dari 9,04% (yoy) menjadi 8,27% (yoy). Sedangkan kedua sub sektor lainnya yaitu restoran dan perdagangan besar dan eceran masing-masing juga menurun menjadi 9,04% (yoy) dan 8,27% (yoy). Kenaikan harga BBM yang mendorong tingginya harga barang dan jasa turut berpengaruh pada penurunan kinerja sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran. Sementara itu, tingginya impor, terutama kelompok tekstil dan persaingan produk lokal dengan China menyebabkan sektor usaha menurunkan kapasitas produksinya, sehingga memperlambat pertumbuhan perdagangan besar. Perlambatan kinerja sub sektor hotel di Jawa Timur dikonfirmasi oleh perlambatan pertumbuhan beberapa indikator seperti Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan lama tinggal tamu di Hotel Berbintang. Tercatat, TPK Hotel Berbintang mengalami penurunan dari sebelumnya mencapai 52,69% pada triwulan II-2013 menjadi 50,73% pada triwulan III Indikator rata rata lama menginap tamu di hotel berbintang turut mengindikasikan adanya penurunan, baik tamu asing maupun domestik. Tercatat rata-rata lama menginap tamu asing pada triwulan II adalah selama 4,08 hari, sementara pada pada triwulan III-2013 berkurang menjadi selama 2,22 hari. Begitu pula dengan rata-rata menginap tamu domestik yang berkurang dari 1,88 hari pada triwulan III-2012, menjadi 1,73 hari pada periode laporan. Triwulan III

35 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Penurunan kinerja PHR tersebut juga ditunjukkan dengan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang melalui bandara Juanda mengalami penurunan signifikan, yaitu 13,31% (qtq), dari orang menjadi orang. Faktor penyebab melambatnya kinerja sub sektor hotel yakni perlambatan ekonomi internasional, terutama negara sedang berkembang (emerging market) dan Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, sebagian besar wisatawan asing Jawa Timur berasal dari wilayah Asia. Depresiasi mata uang di sebagian besar negara sedang berkembang terhadap USD menyebabkan menurunnya daya beli dan minat berwisata wisman. Selain itu, instabilitas perekonomian Indonesia pada triwulan III-2013, seperti inflasi yang tinggi turut memberikan sentimen negatif wisatawan asing terhadap Indonesia. Grafik 1.36 Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang di Jatim Grafik 1.37 Lama Tinggal Tamu di Hotel Berbintang Jatim 60% 55% % TPK Hotel Berbintang Jatim 5 4 Asing Indonesia Total 50% 45% 40% H A R I % 30% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Jatim (diolah) 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Jatim (diolah) % Grafik 1.38 Jumlah Wisatawan Asing melalui Bandara Juanda 100% TPK Hotel Berbintang Jatim 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% gjumlah Wisman Melalui Juanda I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Grafik 1.39 Konsumsi Listrik Golongan Bisnis Konsumsi Listrik Bisnis Pertumbuhan 280 % Kwh I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : PLN (diolah) 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% Meskipun kinerja sektor ini mengalami perlambatan, namun potensi pemulihan kinerjanya diperkirakan masih tinggi. Hal ini seiring dengan stabilnya indikator konsumsi listrik golongan usaha atau bisnis di Jawa Timur. Konsumsi listrik golongan usaha/bisnis tumbuh 2,27% (qtq), yaitu dari 260,87 KwH menjadi 266,8 KwH pada triwulan laporan atau 14,78% Triwulan III

36 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL secara year on year. Ke depan, sektor ini diperkirakan dapat kembali stabil seiring dengan masih tingginya pasar usaha restoran dan perdagangan di Jawa Timur. b. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 5,36% (yoy), tumbuh lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 6,62% (yoy). Perlambatan sektor ini dipicu oleh menurunnya sub sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya yang menurun menjadi 3,44% (yoy), pupuk, kimia dan barang dari karet (4,37%), serta tekstil, barang kulit dan alas kaki (2,91%). Berdasarkan rilis data industri manufaktur, diperoleh informasi bahwa produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan III-2013 mengalami kenaikan 3,03% (yoy), namun lebih rendah dibanding angka nasional yang mencapai 6,83%. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang disumbang oleh pertumbuhan industri alat angkut lainnya. Di sisi lain, Industri mikro dan kecil Jawa Timur pun mengalami peningkatan pertumbuhan produksi sebesar 5,35% (yoy) dan lebih tinggi dari level nasional yang tumbuh 4,86%. Kenaikan tersebut terutama disebabkan karena peningkatan kinerja sub sektor industri komputer, barang elektronik dan optik serta industri kertas dan barang dari kertas. Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Indusri Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Kertas dan Barang Cetakan Logam Dasar Besi & Baja Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya %,yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Jatim, diolah Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan turut dikonfirmasi oleh penurunan impor bahan baku dan modal. Kenaikan biaya produksi akibat faktor dalam negeri ( biaya energi dan beban bunga pinjaman) dan faktor luar negeri (depresiasi nilai tukar), turut menjadi beban sektor usaha, yang mengakibatkan penurunan pendapatan sektor korporasi. Hal ini turut dikonfirmasi dari hasil liaison yang menyatakan tergerusnya marjin usaha sejak bulan Agustus 2013 pasca depresiasi nilai tukar sehingga mengakibatkan kenaikan biaya bahan baku. Triwulan III

37 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Apabila dilihat dari indikator jumlah konsumsi listrik golongan industri, pada triwulan III mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu tumbuh 29,95% (yoy) atau 36,44% (qtq). Hampir serupa dengan pola golongan usaha atau bisnis, peningkatan kinerja golongan industri terutama disebabkan karena tingginya permintaan barang dan jasa masyarakat pada momen ramadhan dan lebaran. Oleh karena itu, produksi yang dilakukan oleh industri pengolahan di Jawa Timur meningkat sebagaimana direpresentasikan dengan jumlah konsumsi listrik yang dikonsumsi golongan tersebut Grafik 1.42 Perkembangan Pertumbuhan Impor Impor Barang Bahan Baku (juta usd) g_total Impor g_capital Goods g_intermediate Goods g_consumption Goods Kwh Grafik 1.43 Konsumsi Listrik Golongan Industri Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan % 60% 50% 40% 30% % y o y I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 20% 10% 0% -10% -20% -30% Sumber: -60.0KPwBI Wil.IV (Jatim) Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber : PLN (diolah) c. Pertanian Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Jawa Timur sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 1,77% (yoy), yang didorong oleh meningkatnya produksi sub sektor perikanan (4,33% - yoy) dan perikanan (4,33%). Seluruh sub sektor mengalami pertumbuhan positif kecuali sektor peternakan yang melambat menjadi -0,59%. Perlambatan sektor ini disebabkan karena penurunan jumlah ternak, sebagaimana hasil survei pertanian pada September 2013 yang menyatakan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi dengan penurunan jumlah ternak sapi terbesar yang mencapai 1,22 juta ekor jika dibandingkan dengan tahun Triwulan III

38 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian LAPANGAN USAHA I II III IV I II III IV I II III PERTANIAN Tanaman Bahan Makanan (1.49) Tanaman Perkebunan (1.53) Peternakan (0.59) 1.4. Kehutanan (0.43) Perikanan (2.78) Sumber: BPS Jatim, diolah Berdasarkan rilis data ARAM II Tahun 2013 diperoleh informasi adanya penurunan produksi padi pada bulan Mei-Agustus 2013 yaitu dari 6,12 juta ton (Januari-April 2013) menjadi 3,89 juta ton. Penyebab utama penurunan produktivitas padi adalah musim kering di beberapa wilayah di Jawa Timur, seperti Jombang dan Madura. Sementara itu, pada bulan September-Desember diramalkan akan terjadi penurunan produksi padi menjadi 2,14 juta ton. Sebagaimana terkonfirmasi pada grafik di bawah ini, luas panen padi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan semakin meningkatnya luas puso padi, sementara itu pertumbuhannya mengalami peningkatan yakni tumbuh sebesar 10,39% (yoy). Luas panen jagung mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan semakin menurunnya luas puso jagung baik secara qtq maupun yoy, namun pertumbuhannya menurun menjadi -1,24% (yoy). Untuk mengatasi dampak akibat anomali cuaca, Dinas Pertanian wilayah Jawa Timur telah menganggarkan pemberian bantuan sarana dan prasarana pertanian berupa jaringan irigasi, lampu pembasmi hama dan mengoptimalkan program system of rice intensification (SRI) yang telah berjalan sejak tahun Permasalahan makin berkurangnya luas lahan tanam di daerah selain diatasi melalui penerbitan RTRW tingkat kab/kota juga dengan mengkoodinasikan gerakan pemanfaatan lahan tadah hujan dan bantaran sungai oleh seluruh Dinas Pertanian di Jawa Timur. Pada tanaman hortikultura dan bumbu-bumbuan menunjukkan pasokan yang stabil, seperti peningkatan produksi kedelai di Jember dan Nganjuk, produksi bawang merah yang stabil. Namun, pasokan bawang putih cenderung langka, sehingga meningkatkan permintaan impor, terutama dari China. Dari sisi harga, terdapat potensi kenaikan harga terutama pada komoditas cabai dan bawang putih akibat kelangkaan pasokan. Triwulan III

39 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.44 Luas Lahan Tanam dan Panen Padi Ha 1,000,000 Luas Panen Padi (Ha) Luas Tanam Padi (Ha) gluas Panen Padi (%) gluas Tanam Padi (%) 800, , , ,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah) % (50) (100) Ha 900,000 Grafik 1.45 Luas Lahan Tanam & Panen Jagung di Jawa Timur Luas Panen Jagung (Ha) Luas Tanam Jagung (Ha) gluas Panen Jagung (%) gluas Tanam Jagung (%) 800, , , , , ,000 (20) 200,000 (40) 100,000 (60) - (80) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah) % 80 35,000 30,000 Ha Grafik 1.46 Luas Lahan Puso di Jawa Timur Luas Puso Padi (Ha) Luas Puso Jagung (Ha) gluas Puso Padi (%) gluas Puso Jagung (%) % 12,000 10,000 25,000 8,000 20,000 6,000 15,000 4,000 10,000 2,000 5, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2,000) Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah) d. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Pada periode laporan, kinerja Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan sedikit melambat dari 7,84% (yoy) menjadi 7,39%. Perlambatan ini disebabkan oleh perlambatan hampir seluruh sub sektornya, kecuali sub sektor bank. Sub sektor yang mengalami perlambatan terbesar adalah Jasa Perusahaan yang pertumbuhannya menurun dari 5,40% menjadi 3,70%. Selanjutnya subsektor yang mengalami perlambatan adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Sewa Bangunan yang mampu tumbuh masing-masing sebesar 8,47% dan 6,84%. Triwulan III

40 I I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.47 Grafik 1.48 Pertumbuhan Kredit dan DPK Perbankan Jawa Timur Perkembangan NIM Perbankan Jawa Timur 7,000,000 6,000, % % 5,000,000 4,000,000 3,000, % % 80.00% 60.00% 2,000, % 1,000, % 0.00% II III IV II III IV I II III IV I 20% 18% 16% %,yoy gdana Pihak Ketiga gkredit (Skala Kanan) 30.00% 25.00% Nilai Net Interest Margin (NIM) g NIM (Skala Kanan) 14% 12% 10% 8% 6% 20.00% 15.00% 10.00% %, yoy 4% 5.00% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III 0.00% II III Grafik 1.49 Grafik , , , , , , , ,000 - Perkembangan Fee-Based Income jutarp Fee Based Income g.fee Based Income (Skala Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 juta Rp - Perkembangan Interest-Based Income Interest Based Income g.interest Based Income (Skala Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% ,000,000 4,000,000 Grafik 1.51 Perkembangan Pendapatan Biaya Operasional Bank Umum Pendapatan Operasional - Biaya Operasional BO/PO (Skala Kanan) juta Rp ,000, ,000, ,000, (1,000,000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2,000,000) 0.60 Triwulan III

41 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Kinerja sub sektor bank yang cukup tinggi tercermin dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pertumbuhannya meningkat dari 12,03% menjadi 14,63% pada triwulan III Tingginya sumber dana tersebut diimbangi dengan penyaluran kredit yang cukup tinggi, yaitu tumbuh 27,22%. Terjaganya kredit penyaluran perbankan pada level tinggi dengan tingkat risiko yang terjaga rendah mendorong terjadinya pertumbuhan sub sektor ini pada periode laporan. Demikian pula dengan indikator perbankan lainnya, seperti pertumbuhan laba net interest margin yang meningkat dari 17,92% menjadi 23,08%. Di sisi lain, fee based income perbankan pada periode laporan mengalami penurunan dari 21,77% menjadi 17,18%. Sementara intereset based income yang diperoleh subsektor bank mengalami peningkatan dari 16,15% menjadi 22,78%. Peningkatan interest based income tersebut salah satunya dipicu oleh kenaikan suku bunga bank sebagai akibat dari peningkatan BI Rate. Suku bunga yang cukup tinggi tidak menjadi hambatan berarti bagi sebagian besar kreditur, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan kredit yang semakin meningkat. Hal ini justru meningkatkan efisiensi sub sektor bank yang ditunjukkan dengan penurunan Rasio Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional. e. Bangunan Kinerja sektor bangunan di triwulan III-2013 mengalami perlambatan dari sebelumnya 10,53% (yoy) menjadi 8,46% (yoy). Beberapa indikator yang mengkonfirmasi perlambatan kinerja sektor bangunan antara lain data penjualan semen, serta pembangunan dan penjualan properti residensial di Jawa Timur. Pertumbuhan volume penjualan semen pada triwulan IV menurun dibandingkan dengan triwulan III-2012, yaitu dari sebesar 5,40% (yoy) menjadi 1,09% (yoy). Sementara itu, rata-rata pembangunan prperti residensial di Jawa Timur cenderung stabil dengan penjualan yang meningkat, khususnya pada properti residensial tipe kecil. Selain itu, walaupun secara umum pertumbuhan rata-rata pembangunan dan penjualan properti residensial di Jawa Timur menunjukkan tren meningkat, namun pada triwulan III-2013 terjadi perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Beberapa faktor yang diperkirakan menahan pertumbuhan kinerja sektor bangunan antara lain kenaikan harga bahan bangunan dan kenaikan upah pekerja. Selain itu, kenaikan harga BBM pada tiwulan laporan juga turut meningkatkan biaya produksi dan pembangunan properti residensial. Dari sisi konsumen, adanya peraturan Loan to Value (LTV) pada rumah kedua dan seterusnya pun menjadi penghambat pertumbuhan penjualan properti residensial. Triwulan III

42 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.52 Volume Penjualan Semen di d Jawa Timur 2,500,000 Penjualan Semen g_penjualan Semen (Skala Kanan) 30% 2,000,000 20% 10% 1,500,000 0% 1,000,000-10% 500,000-20% 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -30% Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah) Grafik 1.53 Rata-Rata Pembangunan Properti Residensial Grafik 1.54 Rata-Rata Penjualan Properti Residensial unit Tw I Tw II Tw III Tw IV KECIL BESAR Tw I Tw II Tw III Tw IV MENENGAH Grand Total Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III unit KECIL MENENGAH BESAR Grand Total Tw I Tw II Tw IIITw IV Tw I Tw II Tw IIITw IV Tw I Tw II Tw IIITw IV Tw I Tw II Tw III f. Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada periode laporan mengalami pertumbuhan positif yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Sektor ini tumbuh dari 10,04% menjadi 10,70% pada triwulan III Hal tersebut didorong oleh meningkatnya kinerja seluruh kelompok sub sektornya, kecuali jasa penunjang angkutan dan angkutan jalan raya. Kelompok yang tumbuh paling tinggi adalah angkutan udara yang tumbuh sebesar 12,13%, diikuti dengan angkutan rel (2,67%). Tingginya kinerja sektor pengangkutan tersebut sejalan dengan tingginya arus mudik menjelang dan arus balik pasca hari raya dengan menggunakan kereta api dan pesawat terbang. Tingginya harga tiket pesawat terbang maupun kereta api mampu meningkatkan kinerja sektor ini mengingat pola konsumsi masyarakat pada Triwulan III

43 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL jasa angkutan di peak season cenderung bersifat inelastis dan tidak memperhatikan kenaikan harga. Di samping itu, waktu tempuh yang pendek juga menyebabkan pertumbuhan pada kedua jenis angkutan ini lebih tinggi dibanding dengan angkutan laut maupun angkutan darat lainnya. Indikator sektor komunikasi dan angkutan pada triwulan III-2013 seperti tercermin pada gambar di bawah ini menunjukkan arus penumpang di Jawa Timur yang melalui pelabuhan Tanjung Perak tercatat mengalami peningkatan, sementara arus barang di pelabuhan tersebut mengalami penurunan. Di sisi lain, arus penumpang domestik di bandara Juanda mengalami penurunan, sementara arus penumpang internasional meningkat signifikan. Grafik 1.55 Grafik 1.56 Arus Penumpang di Tanjung Perak Arus Barang di Tanjung Perak Jml Penumpang Ribu Orang g Jml Penumpang (rhs) % yoy 100% 80% RibuTon Vol Barang g Jml Barang (rhs) % yoy 100% 80% 60% % 40% % 20% % 0% -20% % -20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -40% -60% % -60% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -80% Sumber : BPS Provinsi Jatim Sumber : BPS Provinsi Jatim (diolah) Grafik 1.57 Penumpang Domestik di Bandara Juanda Grafik 1.58 Penumpang Internasional di Bandara Juanda 2000 RibuTon Ribu Orang Jml Penumpang Domestik g Jml Penumpang Domestik (rhs) %yoy %yoy 40% 250 Ribu Orang Jml Penumpang Intl gpenumpang Intl (rhs) %yoy 50% % % % % 20% % % 600 0% 0% % 50-10% 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -20% 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -20% Sumber : BPS Provinsi Jatim (diolah) Sumber : BPS Provinsi Jatim (diolah) Triwulan III

44 Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TIMUR

45 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2 PERKEMBANGAN INFLASI 2.1 KONDISI UMUM Tekanan inflasi mereda pada akhir triwulan III Setelah mengalami lonjakan inflasi yang tinggi pada triwulan I-2013 dan awal triwulan III-2013, laju inflasi pada triwulan III-2013 tercatat sebesar 7,78% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 8,40%. Rendahnya tekanan inflasi Jatim menyebabkan inflasi sampai dengan September 2013 mencapai 6,81% (ytd) lebih rendah dibandingkan nasional yang telah mencapai 7,57%. Sedangkan secara triwulanan, inflasi Jatim justru meningkat dari 0,11% (qtq) pada triwulan II-2013 menjadi 3,72%. Hal ini khususnya dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi masyarakat karena adanya Hari Raya Idul Fitri yang terindikasi dari peningkatan inflasi kelompok volatile food dari 12,39% (yoy) pada triwulan II-2013 menjadi 14,43% (yoy), serta tingginya tekanan inflasi kelompok administered price sebagai dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyebabkan lonjakan inflasi kelompok ini dari 6,58% (yoy) menjadi 13,89%. Kelompok inflasi inti (core inflation) juga menyumbang kenaikan inflasi sebagai dampak kenaikan harga emas dan pelemahan nilai tukar Rupiah sehingga pada triwulan ini meningkat menjadi 4,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 3,90%. Grafik 2.1. Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Jawa Timur Grafik 2.3. Disagregasi Inflasi Jawa Timur (yoy) Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) % yoy Triwulan III Tahun

46 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Secara historis, inflasi Jatim selalu sejalan dengan nasional dengan tingkat inflasi yang relatif lebih tinggi. Namun pada tahun 2013, inflasi Jatim berada pada level di bawah inflasi nasional dan di urutan ketiga tertinggi untuk kawasan Jawa. Realisasi inflasi di kawasan Jawa terendah ditempati DIY (7,60%), Jawa Tengah (7,72%), Jawa Timur (7,78%), Jawa Barat (9,24%) dan tertinggi terjadi pada Provinsi Banten (9,78%). Walaupun tekanan inflasi pada akhir triwulan III-2013 relatif melambat, namun potensi inflasi sampai dengan akhir tahun 2013 diperkirakan akan meningkat seiring dengan masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar, penerapan kebijakan terkait dengan administered price (listrik, cukai rokok) serta minimnya musim panen di beberapa sentra produksi Jatim. 2.2 INFLASI BULANAN (mtm) Sepanjang triwulan III-2013, pergerakan harga di Jatim diwarnai dengan dua bulan inflasi dan satu bulan deflasi. Tekanan inflasi terjadi pada bulan Juli dan Agustus masingmasing sebesar 2,96% dan 0,97% (mtm), sedangkan deflasi terjadi di bulan September (- 0,23%). Terjadinya deflasi pada September 2013 utamanya didorong oleh kecukupan pasokan bahan makanan serta kembali normalnya konsumsi masyarakat setelah mengalami masa puncaknya pada Agustus 2013 seiring dengan tibanya Hari Raya Idul Fitri. Hal ini diindikasikan melalui terjadinya deflasi pada kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok bumbu-bumbuan, sayur-sayuran serta telur, susu dan hasil-hasilnya yang merupakan komoditas yang banyak diminta masyarakat ketika momen bulan Ramadhan dan Lebaran. Selain kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi terbesar yaitu -2,25% (mtm) dan memberikan sumbangan -0,53%, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami deflasi sebesar -0,45% (menyumbang -0,08%) yang utamanya karena telah meredanya dampak BBM yang mengalami kenaikan harga sebesar 44,44% pada Juni Sumber: BPS Provinsi Jatim, data diolah Tabel l 2.1 Inflasi Triwulan I Tahun 2013 & Triwulan II Tahun 2013 di Jawa Timur (mtm) No Kelompok Barang Tw II-2013 Tw III-2013 Rata-Rata Apr Mei Jun Jul Aug Sep Rata-Rata Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Triwulan III Tahun

47 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Namun demikian, deflasi pada kelompok bahan makanan dan transportasi tertahan oleh peningkatan harga kelompok sandang dan makanan minuman yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 3,29% (mtm) dan 0,54%. Berdasarkan kelompok barang sesuai tabel di atas, rata-rata laju inflasi bulanan sepanjang Tw III-2013 ditandai dengan inflasi yang berada di atas seluruh rata-rata bulanan dari triwulan sebelumnya kecuali untuk kelompok kesehatan. Hal ini selaras dengan pola inflasi pada periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya dimana selalu terjadi kenaikan harga di moment Hari Raya Idul Fitri (seasonal) yang disebabkan peningkatan permintaan masyarakat secara signifikan dan direspon oleh para pelaku pasar dengan kenaikan harga. Pola seasonal ini dicirikan dengan akan turunnya inflasi setelah periode seasonal berlalu. Grafik 2.5. Inflasi per Kelompok Barang Tw III-2013 (mtm) Grafik 2.6. Inflasi Juli 2013 per Kelompok Barang (mtm) Berdasarkan grafik inflasi bulanan di atas (untuk bulan Juli, Agustus dan September 2013), tampak bahwa pendorong utama inflasi bulanan untuk triwulan III-2013 adalah administered price yang berdampak pada peningkatan harga secara signifikan pada kelompok transportasi dan kelompok makanan minuman, rokok dan tembakau. Sedangkan kelompok bahan makanan karena telah melampaui masa seasonal-nya mulai mengalami penurunan harga di akhir triwulan III Grafik 2.7. Inflasi Agustus 2013 per Kelompok Barang (mtm) Grafik 2.8. Inflasi September 2013 per Kelompok Barang (mtm) Triwulan III Tahun

48 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Perkembangan inflasi bulanan secara ringkas selama Tw III-2013 tersaji sebagai berikut : 1. Bulan Juli Pada bulan ini, Jatim mencatat inflasi bulanan tertinggi sepanjang tahun 2013 yaitu 2,96% (mtm). Hal ini sudah diprediksi pada periode sebelumnya dimana kenaikan BBM yang terjadi pada bulan Juni 2013 dampaknya baru akan terlihat pada Juli Lonjakan harga BBM tersebut diikuti dengan kenaikan harga komoditas lainnya (second round effect) yang diantaranya meliputi peningkatan tarif angkutan dalam kota sebesar 21,34% (mtm) dan angkutan antar kota sebesar 13,21% (mtm). Hal tersebut menyebabkan kelompok transportasi mengalami inflasi yang sangat besar pada bulan Juli 2013 yaitu sebesar 8,06% (mtm). Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi per Kelompok Barang (mtm) Grafik Inflasi terkait Kenaikan Harga BBM (mtm) % mtm - Berdasarkan grafik 2.10 di atas tampak bahwa penyesuaian harga oleh sub kelompok transportasi atas kenaikan harga BBM baru dilaksanakan secara penuh pada Juli 2013 yang meliputi antara lain penyesuaian tarif taxi, tarif angkutan dan sewa kendaraan. Tingkat harga angkutan antar kota dan kendaraan carter menyesuaikan dengan kondisi pasar sehingga masih berfluktuatif, sedangkan untuk angkutan dalam kota mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur dengan mengacu kepada ketentuan dari Dinas Perhubungan. Dengan demikian, penyesuaian harga yang dilakukan pada bulan yang bersamaan tersebut menjadi pendorong utama tingginya inflasi pada kelompok transportasi. - Kelompok bahan makanan juga mulai mengalami peningkatan harga sehubungan dengan tibanya bulan Ramadhan. Tercatat beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga yaitu bawang merah (61,36%-mtm), daging ayam ras (20,30%), cabe rawit (86,01%) dan beras (3,64%). Tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan selain disebabkan oleh tingginya permintaan juga karena permasalahan pada kecukupan pasokan dimana terdapat gangguan salah satunya pada produksi bawang merah di kota Nganjuk karena faktor angin dan bibit. Triwulan III Tahun

49 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2. Bulan Agustus Inflasi sedikit mereda pada Agustus 2013 dimana secara bulanan sebesar 0,97% lebih rendah dibandingkan Juli 2013 yang mencapai 2,96% (mtm). Penyebab utama masih tingginya inflasi tersebut selain karena masih dalam momen Hari Raya Idul Fitri juga karena pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, dimana salah satu dampaknya adalah peningkatan harga emas perhiasan lokal. - Tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan relatif turun, terlihat dari inflasi kelompok ini yang sebesar 0,93% (mtm) lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya (5,76%). Penyumbang penurunan tersebut adalah terjadinya deflasi pada komoditas bawang putih (-13,88%), telur ayam ras (-4,03%) dan wortel (-14,24%). Grafik Perkembangan Harga Sub Kelompok Daging dan Telur (mtm) Grafik Perkembangan Kurs dan Harga Emas (mtm) % mtm % mtm - Meredanya inflasi pada kelompok volatile food tidak diikuti oleh kelompok core inflation dimana pada bulan Agustus 2013 justru menjadi penyumbang utama inflasi. Pada grafik 2.12 di atas tampak bahwa pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi sejak awal triwulan III-2013 diikuti dengan kenaikan harga emas perhiasan sebesar 9,62% (mtm) atau menyumbang 0,19% dari total inflasi di bulan Agustus Kondisi tersebut diperburuk dengan tibanya tahun ajaran baru yang secara seasonal meningkatkan inflasi di sub kelompok pendidikan (grafik 2.13) dimana Sekolah Dasar mengalami inflasi terbesar (6,16%) dengan sumbangan 0,07%. Grafik Perkembangan Inflasi sub Kelompok Pendidikan (mtm) % mtm Triwulan III Tahun

50 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 3. Bulan September Setelah mengalami puncak inflasi pada Agustus 2013, laju inflasi Jatim pada September 2013 mengalami penurunan. Perubahan harga pada periode ini tercatat mengalami deflasi sebesar 0,23% (mtm). Berdasarkan disagregasinya, penurunan inflasi kelompok volatile food dan administered price menjadi faktor utama terjadinya deflasi pada September Redanya kenaikan tarif angkutan serta tidak adanya kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada periode laporan menyebabkan minimnya tekanan inflasi kelompok administered price. Kembali normalnya tingkat konsumsi masyarakat pasca Hari Raya Idul Fitri yang didukung pula dengan kecukupan pasokan beberapa komoditas utama menjadi faktor penahan inflasi kelompok volatile food. - Masih sejalan dengan bulan sebelumnya, tekanan inflasi pada bulan ini utamanya berasal dari kelompok core inflation yang memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,32% sebagai dampak kenaikan harga emas perhiasan akibat pelemahan nilai tukar Rupiah serta masih belum stabilnya harga komoditas internasional. Dampak tersebut terlihat dari peningkatan harga komoditas kedelai impor yang mempengaruhi pula harga komoditas tahu mentah dan tempe, serta daging ayam ras yang komponen pakannya sebagian besar menggunakan kedelai. - Beberapa sentra produksi di Jawa Timur antara lain Probolinggo (bawang merah), Kediri dan Banyuwangi (cabe merah), masih mengalami masa panen sehingga mendorong deflasi komoditas tersebut masing-masing sebesar -33,11% (bawang merah), -23,20% (cabe rawit) dan -17,23% (cabe merah). Grafik 2.14 Inflasi (mtm) Kedelai dan Hasilnya % mtm 2.3. INFLASI TRIWULANAN (qtq) Pada Tw III-2013, laju inflasi Jatim secara triwulanan mencapai 3,72% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,11% (qtq). Seluruh kelompok barang mengalami peningkatan inflasi, khususnya kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami kenaikan terbesar dari 3,32% (Tw II-2013) menjadi 7,87% (Tw III- 2013). Sumbangan utama kenaikan inflasi kelompok ini adalah peningkatan harga sub Triwulan III Tahun

51 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI kelompok transpor dari 5,16% (qtq) menjadi 11,85% karena peningkatan bahan bakar minyak (BBM) yaitu bensin. Kelompok lain yang juga mengalami inflasi cukup tinggi adalah kelompok sandang (5,69%-qtq) khususnya karena peningkatan harga sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dari -10,31% menjadi 12,29% karena naiknya harga emas perhiasan. Kelompok lain juga mengalami inflasi namun pada tingkat yang lebih rendah. Berdasarkan sumbangannya, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan memberikan sumbangan inflasi terbesar pada Tw III-2013 sebesar 1,42% sehubungan dengan kenaikan BBM (bensin dan solar) serta tarif angkutan dalam dan luar kota (second round effect). Penyumbang inflasi tertinggi kedua adalah kelompok bahan makanan (1,03%) karena tingginya permintaan akan daging dan ikan segar serta kacang-kacangan. Sumber : BPS, data diolah Pola sumbangan inflasi pada tahun 2013 ini sedikit berbeda dengan pola inflasi triwulanan pada umumnya. Sebagaimana tabel di atas, tampak bahwa seharusnya inflasi merangkak naik sejak awal tahun dengan puncak pada Tw III (sehubungan dengan adanya perayaan hari keagamaan Idul Fitri) dan melambat pada Tw IV. Namun adanya permasalahan hortikultura di awal tahun menyebabkan inflasi Jawa Timur melambung pada Tw I-2013, kemudian sedikit mereda pada Tw II dan masih meningkat pada Tw III-2013 seiring dengan adanya hari keagamaan dan tahun ajaran baru. Tabel 2.2 Inflasi & Sumbangan Inflasi di Jawa Timur (qtq) Inflasi QTQ Sumbangan Inflasi QTQ No Kelompok Barang Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Grafik 2.15 Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan Grafik 2.16 Perbandingan Inflasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan % (qtq) Padi-padian, umbi-umbian Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil2nya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya Sumber : BPS Jatim (diolah) Triwulan III Tahun

52 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Analisis lebih lanjut dilakukan terhadap kelompok bahan makanan mengingat kelompok ini memiliki volatilitas besar dan pada musim-musim tertentu menjadi penyumbang utama inflasi Jawa Timur. Sebagaimana terlihat pada grafik 2.16, sub kelompok bumbubumbuan yang pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi cukup dalam, pada triwulan ini meningkat signifikan karena kenaikan harga bawang merah dan cabe rawit masing-masing sebesar 19,05% (qtq) dan 35,21%. Demikian pula dengan sub kelompok daging dan hasilhasilnya yang meningkat dari 1,55% (Tw II-2013) menjadi 10,53% (Tw III-2013) sebagai dampak peningkatan harga daging ayam ras dan daging sapi sebesar 23,36% dan 1,63% (qtq) karena tingginya konsumsi pada Hari Raya Idul Fitri dan peningkatan harga pakan ternak. Peningkatan ini diproyeksi masih akan berlanjut mengingat pada awal triwulan IV terdapat Hari Raya Idul Adha akan yang mendorong tingginya permintaan akan daging sapi serta trend pelemahan nilai tukar Rupiah yang akan meningkatkan harga komoditas impor diantaranya bawang putih. Perkembangan inflasi beberapa komoditas yang mempengaruhi inflasi Jatim adalah sebagai berikut : Beras Pada Tw III-2013 ini, komoditas beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Jawa Timur mulai mengalami sedikit kenaikan harga (5,34% - qtq) khususnya pada jenis beras premium sebagai dampak tingginya permintaan akan beras disamping kapasitas Jawa Timur untuk memenuhi pula kebutuhan di luar Provinsi Jawa Timur. Meskipun demikian, berdasarkan informasi dari Bulog Provinsi Jawa Timur, penyerapan Bulog relatif baik dan terdapat kecukupan stok untuk memastikan tidak terjadi shortage akibat kekurangan pasokan. Grafik 2.17 Harga Beras Internasional dan Lokal s.d. Sep 2013 Grafik 2.18 Inflasi Beras Jawa Timur (qtq) % qtq Sumber : BPS Jatim dan Bloomberg (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) Berdasarkan grafik di atas tampak bahwa dibandingkan dengan harga beras lokal, harga komoditas beras internasional relatif stabil bahkan mengalami penurunan. Kondisi tersebut tidak berpengaruh pada harga beras domestik karena minimnya penggunaan beras Triwulan III Tahun

53 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI impor seiring dengan kecukupan stok Bulog dan posisi Jawa Timur lumbung padi nasional, sehingga diharapkan mampu menstabilkan kembali harga komoditas beras di triwulan selanjutnya. Untuk memitigasi dan menjaga kecukupan beras di masyarakat, Bulog telah melakukan antisipasi dengan pengadaan yang sampai dengan akhir September 2013 mencapai ton atau setara dengan pasokan sampai dengan 19 bulan ke depan serta melakukan penyaluran raskin yang mencapai ton. Bumbu-Bumbuan Bumbuan Berdasarkan grafik berikut, terlihat setelah mengalami lonjakan signifikan pada Tw I- 2013, terdapat penurunan inflasi untuk sub kelompok bumbu-bumbuan yang terus berlanjut sampai dengan Tw II-2013 dan meningkat kembali pada Tw III Grafik 2.19 Inflasi Sub Kel. Bumbu-Bumbuan (qtq) Grafik Produksi Bumbu-Bumbuan di Jatim Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah) Produksi beberapa komoditas sub kelompok bumbu-bumbuan antara lain bawang merah, cabe merah dan cabe rawit memiliki pola tanam dan panen tertentu. Sebagai contoh untuk komoditas bawang merah, masa panen tertinggi adalah di pertengahan tahun (Tw II dan Tw III) kemudian melambat di akhir dan awal tahun, demikian pula dengan cabe merah yang memiliki masa panen raya di Tw II dan awal Tw III. Dengan demikian, pola inflasi komoditas ini juga dapat diperkirakan yaitu meningkat di masa-masa dimana petani memulai musim tanam (mendekati akhir tahun dan awal tahun). Karena bumbu-bumbuan merupakan komoditas yang tidak tahan lama sehingga kelebihan pasokan pada saat panen tidak dapat disimpan untuk memenuhi masa shortage. Peternakan Sub kelompok daging dan hasil-hasilnya pada Tw III-2013 meningkat signifikan dibandingan Tw II-2013 yaitu dari 1,55% (qtq) menjadi 10,53%. Peningkatan terbesar terjadi pada komoditas daging ayam ras yaitu dari 1,46% (qtq) menjadi 23,36%. Daging sapi meningkat sedikit dari 1,30% (qtq0 menjadi 1,63% sedangkan telur ayam ras justru mengalami penurunan dari 14,11% (qtq) menjadi -6,05%. Triwulan III Tahun

54 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Tingginya inflasi pada sub kelompok ini karena adanya momen Hari Raya Idul Fitri di Triwulan III-2013 sehingga meningkatkan permintaan akan komoditas tersebut. Dari sisi supply, ketersediaan daging sapi relatif terbatas karena tidak semua populasi sapi di Jawa Timur siap untuk dipotong. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Jawa Timur, beberapa sentra daging sapi di Jawa Timur antara lain Tuban, Lumajang, Magetan, Madura dan Malang mengkonfirmasi tidak meratanya produksi daging sapi yang tercermin dari rata-rata pertumbuhan 5 (lima) tahun terakhir konsumsi daging sapi (kisaran 2,5%) yang lebih tinggi dari produksinya (kisaran 2,4%). Sedangkan peningkatan harga daging ayam ras lebih disebabkan kenaikan harga biaya produksi akibat harga pakan ternak yang meningkat. Grafik Inflasi Sub Kel. Daging, Telur dan Hasil-Hasilnya (qtq) % qtq 2.4. INFLASI TAHUNAN (yoy) Meningkatnya inflasi Jawa Timur sejak awal tahun 2013, secara langsung juga mempengaruhi pencapaian inflasi tahunan yang pada Tw III-2013 mencapai 7,78%. Kebijakan Pemerintah antara lain kenaikan harga BBM, kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL), tarif Upah Minimum Kota (UMK) dan cukai rokok secara keseluruhan memberikan sumbangan peningkatan inflasi pada tahun 2013 ini. Sumber: BPS, data diolah Tabel 2.3 Inflasi Jawa Timur (yoy) Per Kelompok Barang Inflasi YOY Sumbangan Inflasi YOY No Kelompok Barang Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Triwulan III Tahun

55 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Dibandingkan tahun sebelumnya, inflasi Tw III-2013 mengalami peningkatan dan lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5 (lima) tahun terakhir sebagai akibat kenaikan harga kelompok bahan makanan, transportasi, listrik maupun rokok dan tembakau. Pendorong inflasi pada triwulan ini adalah masih tingginya kenaikan harga kelompok bahan makanan (13,20% - yoy) dengan sumbangan sebesar 3,13% dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (12,61%) yang menyumbang inflasi sebesar 2,28%. Penahan inflasi pada periode ini adalah adalah kelompok sandang yang mengalami deflasi sebesar -0,29% karena masih berlanjutnya penurunan harga emas perhiasan. Grafik Inflasi Tahunan (yoy) Sub Kelompok Grafik Inflasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi, Sandang dan Tranpor (yoy) Berdasarkan grafik 2.23 di atas tampak bahwa terdapat peningkatan signifikan untuk inflasi kelompok bahan makanan di Tw I-2013 dan transport di Tw II-2013 yang dampaknya masih berpengaruh sampai dengan Tw III Selain itu, perlu juga diwaspadai trend inflasi kelompok sandang yang di Tw III-2013 juga mulai meningkat walaupun masih dalam posisi deflasi. Sedangkan kelompok makanan jadi tidak terlalu terpengaruh kenaikan inflasi kelompok bahan makanan. Masih berlanjutnya inflasi kelompok bahan makanan disebabkan oleh peningkatan harga sub kelompok bumbu-bumbuan (35,25%-yoy), daging dan hasil-hasilnya (21,48%), buah-buahan (18,21%) dan sayur-sayuran (18,01%). Sedangkan berdasarkan komoditasnya, bawang merah, cabe rawit, tomat sayur dan cabe merah merupakan penyumbang utama tingginya inflasi kelompok ini masing-masing sebesar 194,15%, 82,08%, 66,40% dan 41,31% (yoy). Walaupun tekanan inflasi pada Tw III-2013 sudah mulai mereda namun pada triwulan selanjutnya diperkirakan kelompok ini akan kembali mengalami kenaikan harga seiring dengan minimnya musim panen dan dimulainya musim penghujan. Selain kelompok bahan makanan, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami kenaikan signifikan khususnya untuk sub kelompok transport yang meningkat dari 7,89%-yoy (Tw II-2013) menjadi 16,93% (Tw III-2013). Kenaikan bensin Triwulan III Tahun

56 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI sebesar 44,44% direspon dengan kenaikan inflasi bensin sebesar 41,84% (first round effect) serta kenaikan tarif angkutan dalam kota sebesar 31,12% (second round effect). Grafik Inflasi Tahunan (yoy) Kelompok Bahan Makanan Tahun Grafik Inflasi (yoy) Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 2.5. INFLASI MENURUT KOTA Pada Tw III-2013, 7 (tujuh) kota di Jatim yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional secara umum menunjukkan peningkatan laju inflasi triwulanan. Tercatat, inflasi tertinggi pada periode laporan terjadi di kota Kediri dengan inflasi sebesar 4,07% (qtq) sedangkan terendah terjadi di kota Sumenep (3,33%-qtq). Jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya dimana seluruh kota mengalami inflasi kurang dari 1%, pada triwulan ini 7 (tujuh) kota tersebut mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Sumber: BPS, Data diolah. Tabel 2.4 Inflasi 7 Kota di Jawa Timur Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy) Wilayah Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Terjadinya inflasi (qtq) di beberapa kota di Jawa Timur tersebut terutama didorong oleh peningkatan harga BBM yang mempengaruhi kenaikan harga sub kelompok transport. Selain BBM, kenaikan juga dipicu oleh inflasi pada kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok bumbu-bumbuan, daging dan hasil-hasilnya serta sayur-sayuran. Triwulan III Tahun

57 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Secara tahunan (yoy), inflasi tertinggi terjadi di Kota Malang (8,17%), disusul kemudian di Probolinggo (8,02%), Kediri (7,78%), Jember (7,77%), Surabaya (7,75%), Madiun (7,23%) dan Sumenep (6,78%).Tingginya inflasi kota Malang antara lain karena kenaikan inflasi kelompok bahan makanan dan transport yang lebih tinggi diantara kabupaten/kota lainnya yaitu mencapai 14,35% dan 15,66% (yoy) dan relatif persisten sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali normal. Grafik Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy) 7 Kota di Jawa Timur Berbeda dibandingkan periode sebelumnya, inflasi tahunan terendah periode ini terjadi di kabupaten Sumenep yaitu sebesar 6,78% (yoy). Penyumbang utama rendahnya inflasi tersebut selain penurunan harga komoditas bawang merah yang cukup tinggi (- 43,75%) juga karena penurunan harga sub kelompok ikan segar yang pada periode ini mengalami deflasi sebesar -3,62% (yoy). Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang sebagian masyarakatnya mendapatkan penghasilan sebagai nelayan sehingga pasokan ikan segar merupakan hal yang umum terjadi ketika cuaca sedang baik. Sebagai dampak banyaknya hasil tangkapan tersebut, sub kelompok ikan segar menyumbangkan deflasi yang cukup besar dibandingkan 6 kabupaten/kota lainnya yang justru mengalami inflasi pada sub kelompok ini. Selain sub kelompok ikan segar, komoditas daging sapi juga mengalami deflasi sebesar -3,46% karena kabupaten ini merupakan salah satu pemasok daging sapi di Jawa Timur. Sumber : BPS (diolah) Tabel 2.5 Inflasi 7 kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan III-2013 (% yoy) Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Triwulan III Tahun

58 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Berdasarkan kelompok barang penyumbang inflasi, sumber tekanan inflasi di ketujuh kota pada Tw III-2013 ini relatif sama yaitu pada kelompok bahan makanan. Hal ini karena tingginya permintaan masyarakat akan bahan makanan untuk Hari Raya Idul Fitri sedangkan supply yang ada relatif terbatas karena belum optimalnya hasil produksi lokal yang diakibatkan faktor cuaca dan pola produksi yang belum mampu mendukung produksi massal. Sumber : BPS, data diolah Tabel 2.6 Sumbangan Inflasi 7 Kota di Jawa Timur Per Kelompok Barang & Jasa Triwulan III-2013 (% yoy) Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasinya, secara tahunan inflasi Jatim terutama didorong oleh peningkatan harga kelompok volatile food dan administered price yaitu pada level 14,43% dan 13,89%, sedangkan kelompok core inflation relatif stabil sebesar 4,25% (yoy). Sumbangan inflasi terbesar masih diberikan oleh kelompok volatile food (2,63%), disusul kemudian oleh core inflation (2,60%) dan kelompok administered price (2,50%). Tingginya permintaan akan komoditas pangan dan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak pada pergerakan harga menjadi pemicu utama peningkatan inflasi pada 2 (dua) kelompok tersebut. Grafik 2.27 Inflasi Jatim per Komponen (yoy) Grafik Perbandingan Inflasi Jatim & Rata-Ratanya(yoy) Triwulan III Tahun

59 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Pada grafik 2.27 di atas, tampak bahwa tingginya inflasi pada tahun 2013 utamanya disebabkan oleh lonjakan inflasi volatile food pada awal tahun dan administered price pada Tw II Sedangkan kelompok core inflation masih stabil di kisaran 4,5%. Grafik Perbandingan Disagregasi Inflasi Jawa Timur (mtm) Grafik 2.30 Disagregasi Inflasi (mtm) Jawa Timur % mtm Sedangkan berdasarkan disagregasi bulanan, inflasi Jatim terutama didorong oleh penurunan inflasi kelompok volatile food yaitu pada level -2,59% (mtm), sedangkan kelompok administered price relatif stabil sebesar 0,14% (mtm) dan kelompok core inflation mulai meningkat menjadi sebesar 0,51% (mtm). Masih berlanjutnya penurunan harga komoditas hortikultura khususnya sub kelompok bumbu-bumbuan, sayur-sayuran serta telur, susu dan hasil-hasilnya sebagai dampak panen periode sebelumnya dan kembali normalnya konsumsi masyarakat menjadi pendorong utama penurunan inflasi kelompok volatile food. Tekanan inflasi kelompok administered price dari peningkatan bahan bakar minyak (BBM) telah mencapai puncaknya pada Agustus 2013 dan mereda pada September 2013, demikian pula dengan kenaikan TTL tahap ke-4 yang akan dilaksanakan pada pertengahan triwulan IV sehingga memberikan tekanan yang rendah pada inflasi kelompok ini. Sedangkan kelompok core inflation mengalami tekanan yang cukup besar sebagai dampak pelemahan nilai tukar Rupiah yang berujung pada peningkatan harga emas perhiasan, harga komoditas internasional yang cenderung meningkat serta adanya trend kenaikan properti. Volatile Food Fluktuasi harga pada kelompok volatile food menyumbang deflasi sebesar -0,52% (mtm) terhadap inflasi bulanan Jawa Timur yang sebesar -0,23% (mtm). Pada periode ini, sub kelompok bumbu-bumbuan, sayur-sayuran serta telur dan hasil-hasilnya, merupakan komponen terbesar penyumbang deflasi kelompok bahan makanan dengan sumbangan masing-masing sebesar -0,36%, -0,14% dan -0,05% (mtm). Sedangkan sub kelompok kacang-kacangan dan buah-buahan mengalami inflasi masing-masing sebesar 4,39% dan 1,67% (mtm) dengan sumbangan mencapai 0,08% dan 0,04% (mtm). Triwulan III Tahun

60 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Berdasarkan pemetaan komoditas utama penyumbang inflasi di Jawa Timur diketahui bahwa komoditas beras, bawang merah, bawang putih, cabe merah, cabe rawit, daging sapi, daging ayam ras dan telur ayam ras merupakan komoditas-komoditas yang paling besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga karena merupakan kebutuhan sehari-hari mayoritas penduduk di Jawa Timur. Pemetaan terhadap produksi komoditas utama tersebut menunjukkan bahwa terdapat kendala di lapangan yaitu : - Proses produksi pertanian yang sepenuhnya bergantung kepada faktor cuaca menyebabkan hasil pertanian menjadi berfluktuatif dan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat (contoh : bawang merah, cabe, sayur-sayuran dan beras). - Infrastruktur yang belum memadai menyebabkan jalur distribusi barang menjadi terhambat sehingga terdapat potensi kelangkaan di suatu daerah pada waktu tertentu. - Belum adanya perlindungan harga kepada petani dan produsen sehingga petani lebih memilih untuk memproduksi tanaman pertanian yang menguntungkan bagi mereka. - Arus produksi bahan makanan seringkali diperdagangkan ke luar daerah tanpa mempertimbangkan potensi shortage di Jawa Timur. Berdasarkan kendala-kendala tersebut tampak bahwa sumber potensi inflasi kelompok ini berada pada aspek hulu, yaitu proses produksi komoditas-komoditas pangan utama penyumbang inflasi Jawa Timur sehingga potensi timbulnya permasalahan yang sama di kemudian hari masih tetap ada. Core Inflation Secara bulanan inflasi pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain (7,55%- mtm) menjadi pendorong tingginya inflasi kelompok inti. Beberapa penyebab eksternal dan internal ditengarai menjadi penyebab tingginya inflasi. Secara eksternal, perekonomian global yang tak kunjung membaik serta pelemahan nilai tukar Rupiah menjadi hal yang harus diantisipasi dampaknya terhadap perekonomian domestik. Sedangkan secara internal, ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga menjadi suatu potensi inflasi yang harus diminimalkan. Berdasarkan pembentuknya secara bulanan baik inflasi untuk kelompok inti tradeable maupun nontradeable lebih banyak disebabkan oleh aspek konstruksi. Hal ini tercermin pada peningkatan harga kontrak rumah (0,58%-mtm), tukang bukan mandor (0,96%) serta bahan bangunan seperti batu bata/batu tela (2,40%), genteng (0,61%), pasir (0,37%) dan semen (0,57%). Tidak terdapat peningkatan signifikan untuk inflasi kelompok tradable food karena rendahnya tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan sehingga dapat menjaga inflasi relatif stabil. Tekanan inflasi kelompok inti utamanya berasal dari komoditas non-food khususnya emas dan biaya tempat tinggal. Pada awal September 2013, harga emas beberapa kali mengalami kenaikan dan mencatatkan titik tertinggi sebesar Rp di Triwulan III Tahun

61 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI pasar. Namun kenaikan tersebut tidak bertahan lama seiring dengan tidak berlangsungnya tapering quantitative easing sehingga mendorong emas turun menjadi Rp di akhir September 2013 dan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,19% (8,97%-mtm). Grafik 2.31 Perkembangan Inflasi Inti Tradeable & Non Tradeable (mtm) Grafik 2.32 Inflasi Inti Manufacturing & Services (mtm) % mtm % mtm Grafik 2.33 Perkembangan Inflasi Inti Exclude Gold Price (mtm) Grafik 2.34 Inflasi Inti Tradeable Food & Non Food (mtm) % mtm % mtm Walaupun terdapat peningkatan inflasi komoditas emas perhiasan pada Tw III-2013, namun secara tahunan harga emas justru cenderung turun. Pada grafik 2.35 tampak bahwa inflasi inti tanpa komoditas emas justru lebih tinggi dibandingkan tanpa emas. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh emas perhiasan terhadap tingkat inflasi di Jawa Timur. Selanjutnya, perlu dianalisis pula % yoy Grafik 2.35 Inflasi Inti tanpa Emas (yoy) tentang pengaruh penurunan nilai tukar Rupiah terhadap inflasi kelompok core inflation. Analisis dilakukan dengan melihat pengaruh nilai tukar terhadap inflasi core traded dan core non traded non properti. Secara bulanan pengaruh terbesar terjadi pada bulan Agustus 2013 dan telah mereda pada September Hal ini karena tingginya permintaan akan barang-barang Triwulan III Tahun

62 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI impor baik untuk bahan baku industri maupun konsumsi untuk memenuhi tingginya permintaan masyarakat pada saat Hari Raya Idul Fitri. Grafik 2.36 Inflasi Traded Properti & Nilai Tukar (yoy) Grafik 2.37 Inflasi Non Traded Properti & Nilai Tukar (yoy) Jika dilihat secara tahunan, tampak bahwa terdapat peningkatan secara konsisten untuk inflasi di core tradable sektor properti sedangkan untuk core tradable non properti tetapi terpengaruh oleh nilai tukar peningkatan terjadi pada triwulan II-2013 dimana kondisi Rupiah melemah sedangkan permintaan barang impor masih relatif tinggi. Grafik 2.38 Indeks Keyakinan & Ekspektasi Konsumen Grafik 2.39 Ekspektasi Harga yang Akan Datang Indeks Perubahan harga umum 3 bulan yad Perubahan harga umum 6 bulan yad Indeks Ekspektasi inflasi masyarakat (yang tercermin dari hasil survei konsumen) juga menjadi faktor pendorong inflasi inti, baik pada ekspektasi harga 3 (tiga) dan 6 (enam) bulan yang akan datang (grafik 2.45). Masyarakat menilai bahwa harga akan meningkat pada jangka pendek sampai dengan awal tahun 2014 dan menurun mendekati akhir Triwulan I Disisi lain keyakinan konsumen kota Surabaya pada bulan September 2013 menunjukkan penurunan yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen pada Tw III-2013 sebesar 121,8 lebih rendah dibandingkan Tw II-2013 yang mencapai 122,07. Penurunan tersebut disebabkan indeks pembentuknya yaitu Indeks Ekspektasi Konsumen yang turun dari 135,2 menjadi 133,9 sedangkan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini masih meningkat dari 108,8 menjadi 109,8. Hal ini mencerminkan keraguan konsumen menyikapi kondisi ekonomi Triwulan III Tahun

63 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI yang akan datang, salah satunya disebabkan adanya kenaikan harga BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Administered Price Secara bulanan inflasi kelompok administered price mengalami penurunan dari 0,74% (Agustus 2013-mtm) menjadi 0,14% (September 2013). Sumbangan utama peningkatan inflasi periode ini utamanya berasal dari peningkatan harga BBM (Pertamax) sebagai dampak peningkatan harga minyak dunia dan rokok kretek filter. Walaupun meningkat namun tidak berpengaruh signifikan karena masyarakat pengguna Pertamax relatif sedikit. Sedangkan faktor penahan laju inflasi adalah kembali normalnya harga tarif angkutan setelah Hari Raya Idul Fitri seperti tarip kereta api dan angkutan lainnya. Triwulan III Tahun

64 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI KELAMBANAN RESPON PENGELUARAN RUMAH TANGGA TERHADAP PERUBAHAN HARGA DI JAWA TIMUR Inflasi merupakan salah satu variabel makro yang penting dalam menentukan kinerja ekonomi suatu daerah. Tingginya inflasi tanpa diikuti dengan penyesuaian tingkat upah dapat berimplikasi pada penurunan daya beli masyarakat sebagai dampak dari kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Pengeluaran rumah tangga di Jawa Timur sebesar 54% didominasi oleh konsumsi makanan, baik berupa bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Sedangkan sisanya (46%) digunakan untuk konsumsi non makanan yang terdiri dari perumahan, sandang, pendidikan, transportasi, kesehatan, jasa keuangan dan lainnya. Oleh karena itu, guncangan inflasi akan mempengaruhi daya beli rumah tangga yang tercermin dari kinerja pengeluarannya. Grafik 1 Inflasi dan Konsumsi Makanan & Non Makanan di Jawa Timur Secara historis, terdapat lag satu periode perubahan konsumsi masyarakat dalam merespon pergerakan inflasi di Jawa Timur. Gambar di atas menunjukkan perkembangan inflasi (qtq) dan pengeluaran konsumsi masyarakat baik untuk komoditas makanan maupun non makanan di Jawa Timur. Pada triwulan II-2011 terjadi deflasi pada komoditas makanan sebesar -0,21% dengan pertumbuhan konsumsi makanan yang cenderung stabil di kisaran 3,66%. Penurunan harga (deflasi) tersebut baru direspon oleh masyarakat dengan meningkatkan pengeluaran makanan pada satu triwulan berikutnya (triwulan III-2011), yang tumbuh dari 3,66% menjadi 4%. Pola serupa juga terlihat pada triwulan III-2011, dimana inflasi makanan meningkat menjadi 2,15% direspon dengan penurunan konsumsi makanan di Triwulan III Tahun

65 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI triwulan IV-2011 yang hanya tumbuh sebesar 1,73%. Sementara itu, pada triwulan I- 2013, tingginya inflasi makanan (bahan makanan: 9,34%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau: 1,73%) mampu menurunkan pertumbuhan pengeluaran konsumsi makanan di triwulan II-2013 dari 4,36% menjadi 0,95% atau menjadi Rp100,37 T. Hal serupa juga terjadi pada pengeluaran non makanan yang pertumbuhannya meningkat menjadi Rp85,33 T sebagai akibat dari penurunan inflasi non makanan di satu triwulan sebelumnya. Kelambanan (lag) dalam merespon kenaikan harga tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, rencana pengeluaran masyarakat yang tidak dapat diubah dengan mudah, sehingga baru dapat disesuaikan pada periode selanjutnya. Kedua, terdapat kekakuan upah (wage rigidity). Pada saat inflasi tinggi, upah pekerja tidak dapat disesuaikan dalam waktu yang dekat, sehingga daya beli di periode tersebut tidak berubah. Oleh karena itu, masyarakat berekspektasi untuk menurunkan daya beli yang dimiliki terhadap barang dan jasa di periode yang akan datang. Di sisi lain, pola konsumsi komoditas makanan dan non makanan memiliki sifat yang berbeda. Konsumsi makanan cenderung memiliki elastisitas yang lebih rendah mengingat makanan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi pada level harga berapapun. Sementara konsumsi non makanan merupakan kebutuhan sekunder dan tersier yang sensitif terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, perkembangan konsumsi non makanan cenderung bergerak tajam. Ke depan, pada triwulan III-2013, diperkirakan konsumsi rumah tangga pada komoditas makanan akan meningkat signifikan seiring dengan adanya deflasi (- 0,73%) pada komoditas makanan di triwulan II Hal tersebut juga didukung dengan tingginya keyakinan masyarakat yang tercermin pada IKK (Indeks Keyakinan Konsumen) di triwulan III-2013 yang meningkat 1,1% dari 120,7% mencapai 121,8%. Oleh karena itu, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih akan menjadi faktor pendorong tingginya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jawa Timur. Triwulan III Tahun

66 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI ANALISIS INFLASI TERHADAP DAYA SAING PRODUK JAWA TIMUR Rendahnya inflasi pada kuartal II-2013 di Jawa Timur meningkatkan daya saing ekspor antardaerah Jawa Timur sebesar 7,4%. Jawa Timur memiliki daya saing produk yang cukup tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan ekspor Jawa Timur serta inflasi dan kurs tengah. Kinerja ekspor Jawa Timur ke wilayah lain di Indonesia (ekspor antar daerah) terutama ditentukan oleh tinggi-rendahnya inflasi. Pada triwulan I-2013, saat inflasi umum meningkat dari 0,91% menjadi 2,87% (qtq), ekspor dalam negeri Jawa Timur terpengaruh signifikan, yaitu tumbuh menurun - 4,76% dari Rp82,65T menjadi Rp78,72T. Hal ini disebabkan karena tingginya inflasi meningkatkan harga bahan baku maupun barang modal yang digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu, harga jual barang dan jasa tersebut akan meningkat dan menurunkan daya saing produk, sehingga ekspor dalam negeri pun menurun. Selain itu, inflasi yang tinggi di Jawa Timur akan meningkatkan harga relatif Jawa Timur terhadap provinsi lain. Eksportir dalam negeri akan memilih untuk membeli barang dari provinsi selain Jawa Timur yang menawarkan harga lebih rendah. Kondisi sebaliknya terjadi pada triwulan IV-2012, dimana inflasi yang rendah (0,91%) diikuti dengan peningkatan ekspor dalam negeri di triwulan tersebut, meningkat 6,2% dari Rp77,83T menjadi 82,66T. Grafik 1 Perkembangan Inflasi, Nilai Tukar dan Perkembangan Ekspor Jawa Timur (%) (5.00) (10.00) (15.00) g Ekspor LN g Ekspor DN g Kurs Tengah Inflasi (qtq) Triwulan III Tahun

67 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Berdasarkan data IRIO (Inter Regional Input-Output) 2005, Jawa Timur paling banyak mengekspor hasil produksinya terutama dari sektor industri ke provinsiprovinsi di Jawa. Sebagian besar jenis komoditas berupa: industri makananminuman, pulp dan kertas, jasa-jasa lainnya, serta pengilangan minyak bumi. DKI Jakarta merupakan provinsi yang paling banyak menggunakan output Jawa Timur untuk digunakan sebagai input industrinya, yakni sebesar 22,33% dari total output Jawa Timur. Komoditas Jawa Timur yang paling banyak diekspor ke DKI Jakarta tersebut antara lain: industri petrokimia, industri makanan dan minuman, serta industri pengolahan hasil laut. Sementara itu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara masing-masing menggunakan 21,88%, 10,01% dan 5,62% dari total output yang dihasilkan Jawa Timur, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah Grafik 2 Distribusi Output Jawa Timur ke Daerah Lain (IRIO 2005) Sementara itu, dari sisi daya saing eksternal, faktor yang paling berpengaruh pada ekspor luar negeri Jawa Timur adalah kinerja nilai tukar rupiah. Depresiasi Rupiah terhadap US $ akan menurunkan harga relatif dalam negeri terhadap luar negeri, sehingga ekspor luar negeri akan meningkat. Hal ini dapat dilihat pada triwulan II-2013, dimana Rupiah terdepresiasi 2,14% yang diikuti dengan peningkatan volume ekspor sebesar 1,58% dari Rp56,92T menjadi Rp57,82T. Perlambatan ekonomi global di Eropa dan Amerika Serikat sebagai tujuan ekspor turut berpengaruh signifikan pada penurunan ekspor Jawa Timur ke luar negeri. Triwulan III Tahun

68 Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

69 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Sampai dengan Triwulan III tahun 2013 kinerja perbankan di Jawa Timur baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih terus menunjukkan perkembangan positif.. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, kredit dan DPK yang tumbuh dengan baik serta didukung oleh tingkat risiko kredit yang rendah (kurang dari 5%) dan stabil. Aset Bank Umum dan BPR tetap tumbuh tinggi yaitu sebesar 15,76% (yoy) hingga mencapai Rp 416,27 triliun pada Triwulan III Kredit tumbuh sebesar 21,27% (yoy) dari sebesar Rp 272,26 triliun pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar Rp 291,26 triliun pada Triwulan III Demikian pula dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum dan BPR di Jawa Timur yang mencatat pertumbuhan sebesar 12,73% (yoy) menjadi sebesar Rp 318,99 triliun pada periode laporan. Peningkatan kinerja Bank Umum dan BPR di Jawa Timur terutama didorong oleh terjaganya kondisi perekonomian nasional dan daerah. Dengan mempertimbangkan tren pertumbuhan kredit yang terus meningkat hingga mencapai 21,27% (yoy) pada Triwulan III 2013, maka peluang sumbangan sektor perbankan atas peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur diperkirakan masih akan terus meningkat. Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum & BPR) di Jawa Timur INDIKATOR BANK UMUM DAN BPR I II III IV I II III Total Aset (Miliar Rupiah) , , , , , , ,97 Pertumbuhan (%yoy) 18,65 19,47 22,13 20,79 19,18 17,63 15,76 Pertumbuhan (%qtq) 2,71 5,38 3,88 4,36 3,86 6,11 7,16 Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah) , , , , , , ,08 Pertumbuhan (%yoy) 17,60 16,77 18,03 16,46 13,94 12,10 12,73 Pertumbuhan (%qtq) 5,82 5,75 0,46 1,55 8,52 1,61 6,73 Kredit (Miliar Rupiah) , , , , , , ,74 Pertumbuhan (%yoy) 19,65 22,26 24,38 26,18 27,03 26,16 21,27 Pertumbuhan (%qtq) 3,81 6,63 4,53 5,49 1,75 8,96 7,06 Perkembangan transaksi sistem pembayaran di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur yang meliputi KPwBI Surabaya, Malang,, Jember dan Kediri pada Triwulan III secara umum menunjukkan peningkatan,, baik untuk transaksi tunai KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

70 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN maupun transaksi non-tunai. Transaksi tunai mengalami net-inflow sebesar Rp 729,32 miliar. Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Triwulan II 2013 yang mencatat net outflow sebesar Rp 411,54 triliun. Hal serupa juga ditunjukkan oleh transaksi non-tunai melalui sistem BI-RTGS dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia pada periode laporan merupakan dampak dari tingginya penggunaan uang kartal di masyarakat. Momen bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada Bulan Agustus 2013 menyebabkan transaksi ekonomi masyarakat yang menggunakan uang kartal meningkat PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Kinerja Bank Umum di Jawa Timur sampai dengan Triwulan III 2013 masih terus menunjukkan perkembangan positif. Hal tersebut merupakan indikasi terlaksananya fungsi intermediasi dengan baik. Peningkatan kinerja Bank Umum di Jawa Timurtersebut tercermin dari pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total aset sebesar 18,74% (yoy),dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 14,63% (yoy) dan kredit dengan pertumbuhan sebesar 27,22% (yoy). Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK mendorong kenaikan rasio Loan to Deposit Radio (LDR) Bank Umum dari sebesar 90,32% pada Triwulan II 2013, menjadi sebesar 90,64% pada Triwulan III Peningkatan penyaluran kredit antara lain didorong oleh adanya peningkatan konsumsi masyarakat saat bulan puasa dan Hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli - Agustus Peningkatan LDR dimaksud diikuti dengan risiko kredit atau Non Performance Loan (NPL) yang tetap terjaga di level 2,02%, lebih rendah apabila dibandingkan dengan Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 2,12%. Tabel 3.2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur INDIKATOR BANK UMUM Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Total Aset (Jt Rp) , , , , , ,32 Pertumbuhan (yoy %) 19,48 22,05 20,75 19,10 17,52 18,74 Pertumbuhan (qtq %) 6,14 6,12 3,19 2,47 4,73 7,22 Dana Pihak Ketiga (Jt Rp) , , , , , ,13 Pertumbuhan (yoy %) 16,75 17,94 16,39 13,85 12,03 14,63 Pertumbuhan (qtq) 3,73 4,35 5,64 (0,44) 2,08 6,77 Kredit (Jt Rp) , , , , , ,30 Pertumbuhan (yoy %) 22,30 24,49 26,28 27,21 26,32 27,22 Pertumbuhan (qtq) 8,98 6,40 7,15 2,39 8,21 7,16 LDR (%) 80,10% 81,67% 82,84% 85,20% 90,32% 90,64% NPL (%) 2,73 2,64 2,60 2,26 2,12 2,02 KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

71 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Secara umum, kinerja bank umum di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan selama beberapa waktu terakhir. Hal tersebut terlihat dari peningkatan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang didukung oleh tren penurunan risiko kredit atau Non Performance Loan (NPL). Grafik 3.1Perkembangan LDR LDR (%) NPL (%) rhs 95,00 90,00 85,00 % 80,00 75,00 70,00 65,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III ,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 % Grafik 3.2Perkembangan LDR per Kelompok Bank LDR (%) Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Fungsi Intermediasi perbankan untuk Bank Umum di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan. Tercatat sampai dengan Triwulan IIIt 2013, LDR Bank Umum di Jawa Timur cukup tinggi mencapai 90,64%. sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan LDR periode sebelumnya (Triwulan II 2013) yang tercatat sebesar 90,64%, atau periode yang sama tahun sebelumnya (Triwulan III 2012) yang tercatat sebesar 81,67%(grafik 3.1). Peningkatan ini terutama didorong oleh pertumbuhan kredit triwulanan (7,16% qtq) yang lebih tinggi daripada pertumbuhan DPK (6,77% qtq). Hal tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat pada periode bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri (Agustus 2013) dengan sumber dana dari penarikan simpanan maupun pinjaman bank. Indikasi adanya penarikan dana simpanan masyarakat di Bank tercermin dari penurunan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam bentuk tabungan dari sebesar 14,58% (yoy) pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 14,36% (yoy) pada Triwulan II Sementara itu, pertumbuhan total kredit menunjukkan peningkatan dari sebesar 26,3% (yoy) menjadi sebesar 27,22% (yoy). Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR terbesar masih didominasi oleh kelompok Bank Pemerintah dengan LDR sebesar 109,38%, diikuti oleh kelompok Bank Asing sebesar 101,78% dan Bank Swasta sebesar 73,43% (grafik 3.2). KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

72 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Berdasarkan nominal, proporsi penyaluran kredit masing-masing kelompok bank terhadap total kredit perbankan di Jawa Timurmasih didominasi oleh Bank Pemerintah sebesar Rp 148,7 triliun atau 52,3% dari total kredit. Proporsi terbesar selanjutnya adalah Bank Swasta dengan penyaluran kredit sebesar Rp 117,2 triliun atau 41,22%. Sementara Bank Asing memiliki porsi penyaluran kredit terkecil dengan nominal sebesar Rp 18,43 triliun atau 6,48% dari total kredit. Grafik 3.3 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan(yoy) Grafik 3.4 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (qtq) Rp Juta Aset Kredit Dana G Aset (yoy) G Kredit (yoy) G DPK (yoy) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % 15 y 10 o 5 y 0 % 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Aset Kredit DPK I II III IV I II III IV I II III ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF Total aset bank umum pada Triwulan III , menunjukkan pertumbuhan sebesar18,74%(yoy) dan 7,22% (qtq). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya (Triwulan II 2013) yang hanya tercatat sebesar 17,52% (yoy) dan 4,73% (qtq). Peningkatan jumlah aset bank umum di Jawa Timur antara lain didorong oleh adanya peningkatan kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari sebesar 12,03% (yoy) pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 14,63% (yoy) pada Triwulan III Peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada periode laporan diperkirakan didorong oleh berangsur normalnya kegiatan penarikan dana oleh masyarakat yang sempat cukup tinggi pada periode tahun ajaran baru dan liburan sekolah (Triwulan II 2013). Selain itu, mulai kembali normalnya harga pasca kenaikan BBM turut mendorong peningkatan DPK dan aset pada periode laporan (Triwulan III 2013). KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

73 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Rp Juta Grafik 3.5Perkembangan Total Aset Bank Umum Grafik 3.6ProporsiAset Bank Umum Aset G Aset (yoy) rhs Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % 15 y 10 o y 5 0 Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 47% 6% 47% Searah dengan kapasitas ekonomi masing-masing Kabupaten / Kota, aset perbankan masih didominasi oleh Bank Umum yang berlokasi di wilayah Surabaya dengan prosentase sebesar 58,7% dari total aset Bank Umum di Jawa Timur. Tercatat jumlah aset bank umum yang berlokasi di wilayah Kota Surabaya pada Triwulan III 2013 adalah sebesar Rp 238,3 triliun. Proporsi terbesar selanjutnya secara berurutan adalah Kota Malang dengan nilai aset sebesar Rp 32,92 triliun (8,09%), Kediri sebesar Rp 24,94 triliun (6,13%), Jember sebesar Rp 17,1 triliun (4,2%) dan Sidoarjo dengan nilai aset sebesar Rp 10,84 triliun (2,67%). Grafik 3.7 Proporsi Aset Bank Umum Per Kabupaten Kota 1% 1% 1% 1% 2% 3% 3% 4% 1% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 1% 0% 1% 0% 0% 0% 1% 0% 0% 0% 0% 6% 59% 8% Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kota Madiun Kab. Banyuwangi Kab. Mojokerto Kota Probolinggo Kab. Tulungagung Kota Pasuruan Kab. Bojonegoro Kota Blitar Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kab. Tuban Kab. Ponorogo Kab. Lamongan Kab. Ngawi Kab. Nganjuk Kab. Situbondo Kab. Magetan Kab. Lumajang Kab. Bangkalan Kab. Bondowoso Kab. Trenggalek Kab. Pacitan Kab. Malang Kab. Sumenep Kab. Sampang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

74 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.8 Jumlah Aset Bank Umum Per Kab / Kota Miliar Rp , , , , , ,00 0,00 Berdasarkan perkembangan kinerja pertumbuhan aset pada periode laporan, bank umum yang berhasil mencatat pertumbuhan jumlah aset tertinggi adalah yang berlokasi di Kota Mojokerto, yaitu sebesar 29,42% (yoy). Disusul kemudian dengan bank umum yang berlokasi di Kota Kediri, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bondowoso dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 28,9% (yoy), 28,44% (yoy) dan 28,14% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan jumlah aset terkecil adalah pada Bank Umum yang berlokasi di wilayah Kabupaten Tuban dengan prosentase pertumbuhan sebesar 6,8% (yoy). Grafik 3.9 Pertumbuhan Aset Bank Umum Per Kab / Kota (% yoy) 120,00 100,00 80,00 % yoy 60,00 40,00 20,00 0,00-20,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Kota Mojokerto Kota Kediri Kab. Lamongan Kab. Bondowoso Kab. Malang Kab. Madiun Kab. Ngawi Kab. Bojonegoro Kab. Lumajang Kab. Gresik Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kota Pasuruan Kab. Banyuwangi Kab. Sumenep Kab. Ponorogo Kab. Sidoarjo Kota Surabaya Kota Probolinggo Kab. Trenggalek Kota Malang Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kab. Pacitan KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

75 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) Sampai dengan Triwulan III Tahun 2013, jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun bank umum di Jawa Timur terus menunjukkan pertumbuhan positif. Tercatat jumlah DPK pada periode laporan adalah sebesar Rp 313,69 triliun, atau tumbuh sebesar14,63% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yaitu Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 12,03% (yoy). Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (yoy) Dana G DPK (yoy) G DPK (qtq) Rp Juta Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % y o y Kembali meningkatnya pertumbuhan tahunan DPK pada periode laporan searah dengan tren pertumbuhan tahun sebelumnya. Selain itu, mulai kembali normalnya aktifitas ekonomi masyarakat pasca libur tahun ajaran baru (Juni 2013) dan lebaran (awal Agustus 2013) turut mendorong kembali pertumbuhan kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum di Jawa Timur pada Triwulan III 2013 (September). Demikian pula apabila ditinjau secara triwulanan, penghimpunan DPK mencatat peningkatan cukup signifikan dari sebesar 2,08% (qtq) pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 6,77% (qtq) pada Triwulan III Dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi Jawa Timur yang stabil dan kepercayaan masyarakat kepada perbankan yang terjaga, diperkirakan DPK yang dihimpun bank umum di Jawa Timur akan tetap tumbuh cukup tinggi sampai dengan akhir tahun Namun demikian, pertumbuhan DPK tersebut diperkirakan mengalami sedikit penurunan pada akhir tahun seiring dengan tingginya konsumsi masyakarat pada momen libur natal dan tahun ajaran baru. Sebagaimana periode sebelumnya, struktur DPK Bank Umum di Jawa Timur pada Triwulan III 2013 masih didominasi olehtabungan dengan nominal mencapai Rp 140,54triliun denganproporsi sebesar 44,8% dari total DPK.Menyusulkemudian deposito dengan prosentase KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

76 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN sebesar38,67% dan nominal Rp 121,31 triliun. Sementara itu penghimpunan DPK dalam bentuk giroadalah sebesar Rp 51,85 triliun, atau 16,53% dari total DPK. Ditinjau dari sisi pertumbuhan, pada periode ini depositomemberikan kontribusi terbesar dengan prosentase pertumbuhan sebesar 15,86% (yoy). Disusul kemudian dengan tabungan dan giro dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 14,36% (yoy) dan 12,53% (yoy).penurunan pertumbuhan tabungan dari sebesar 14,58% (yoy) pada triwulan II 2013 menjadi sebesar 14,36% (yoy) pada triwulan III 2013 diyakini disebabkan oleh penarikan dana tabungan oleh masyarakat untuk kegiatan bulan puasa dan lebaran yang jatuh pada bulan Agustus Grafik 3.8 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (yoy) Grafik 3.9 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (qtq) % yoy 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Giro Deposito Tabungan Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III %qtq 15,00 10,00 5,00 0,00 Giro Deposito Tabungan I II III IV I II III (5,00) Grafik Perkembangan DPK PerJenisSimpanan (Rp. Milyar) Grafik 3.11Komposisi DPK Bank Umum (%) Tabungan Giro Deposito Giro Deposito Tabungan Rp Juta % y o y 45% 16% 39% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Grafik 3.12 Perbandingan Suku Bunga Simpanan BI Rate DPK Giro Tabungan Deposito BI Rate % 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

77 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Pasca adanya kenaikan kenaikan BI Rate secara bertahap dari sebesar 6% pada Triwulan II 2013 menjadi 7,25%pada Triwulan III 2013, tren suku bunga DPK bank umum di Jawa Timur mulai menunjukkan peningkatan. Tercatat suku bunga rata-rata tertimbang bank umum di wialyah Jawa Timur meningkat dari sebesar 3,22%pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 3,5%pada Triwulan III Peningkatan tersebut terutama didorong oelh peningkatan suku bunga Deposito, dari sebesar 5,32% pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 6,08% pada Triwulan III Sementara itu tren suku bunga tabungan dan giro justru menunjukkan sedikit penurunan. Tercatat suku bunga tabungan turun dari sebesar 1,79% pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 1,74% pada Triwulan III Suku bunga giro tercatat sebesar 1,72% pada triwulan III 2013, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 1,74% (yoy). Kondisi tersebut mengindikasikan kebijakan bank umum yang lebih memilih untuk meningkatkan suku bunga Dana Pihak Ketiga dengan jangka waktu panjang, yaitu deposito. Hal tersebut terkait dengan kepastian penyimpanan dana di bank sehingga mempermudah perencanaan likuiditas bank jangka panjang. Sementara tabungan dan giro belum menunjukkan peningkatan dikarenakan sifat simpanan yang likuid, sehingga kurang optimal untuk digunakan dalam perencanaan likuiditas jangka panjang. Apabila ditinjau berdasarkan lokasinya, bank umum di wilayah Kota Surabaya mencatat jumlah penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten / Kota lain di Jawa Timur. Tercatat DPK Bank Umum di wilayah Kota Surabaya mencapai sebesar Rp 180,58 triliun atau 56,9% dari total DPK bank umum di Jawa Timur. Wilayah dengan DPK terbesar selanjutnya adalah Kota Malang sebesar Rp 28,9 triliun (9,11%), Kota Kediri sebesar Rp 16 triliun (5,04%), dan Kabupaten Jember sebesar Rp 13,68 triliun ( 4,31%). Grafik 3.13 Proporsi DPK per Kabupaten Kota 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 0%0% 1% 1% 0% 0%0% 0% 0% 0% 0% 1% 2% 3% 2% 4% 0% 0% 0% 0% 57% 5% 9% Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kota Madiun Kab. Mojokerto Kab. Banyuwangi Kab. Tulungagung Kota Pasuruan Kota Blitar Kota Probolinggo Kab. Bojonegoro Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kab. Tuban Kab. Ponorogo Kab. Lamongan Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Magetan Kab. Bangkalan Kab. Lumajang Kab. Trenggalek Kab. Situbondo Kab. Pacitan Kab. Sumenep Kab. Sampang Kab. Bondowoso Kab. Malang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

78 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.14 Jumlah DPK per Kabupaten Kota Miliar Rp , , , , , , , , , ,00 0,00 Berdasarkan perkembangan pertumbuhan DPK, Kabupaten Madiun mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi dengan prosentase pertumbuhan sebesar 76,09% (yoy). Wilayah dengan pertumbuhan kinerja penghimpunan DPK terbesar selanjutnya adalah Kabupaten Kediri, Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo dengan pertumbuhan masingmasing sebesar 31,36% (yoy), 30,93% (yoy) dan 30,81% (yoy). Kabupaten Pacitan mencatat pertumbuhan DPK terendah sebesar 3,72% (yoy). Grafik 3.15 Pertumbuhan DPK Bank Umum Per Kab / Kota (% yoy) % yoy 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00-20,00-40,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Kab. Madiun Kab. Kediri Kota Mojokerto Kab. Sidoarjo Kab. Ngawi Kab. Nganjuk Kab. Lumajang Kab. Lamongan Kab. Malang Kab. Ponorogo Kab. Banyuwangi Kab. Magetan Kab. Mojokerto Kab. Trenggalek Kota Pasuruan Kab. Bojonegoro Kab. Sumenep Kab. Sampang Kota Probolinggo Kota Malang Kab. Tulungagung Kab. Bangkalan PROVINSI JAWA TIMUR Kota Blitar Kota Madiun Kab. Jombang Kab. Pamekasan Kota Kediri KREDIT Sampai dengan Triwulan III 2013, fungsi intermediasi bank yang tercermin dari besar penyaluran kredit oleh bank umum di Jawa Timur masih terus menunjukkan peningkatan. Tercatat pada bulan September 2013 (Triwulan III), adalah sebesar Rp 284,34 triliun atau tumbuh27,22% (yoy) dan 7,16% (qtq). KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

79 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Secara tahunan, pertumbuhan kredit bank umum di wilayah Jawa Timur sebesar 27,22% (yoy) dimaksud lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada Triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 26,32% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kredit modal kerja dari 24,29% (yoy) pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 28,01% (yoy) pada Triwulan III Hal tersebut diperkirakan didorong oleh peningkatan pengajuan kredit modal kerja dalam rangka menyambut bulan puasa dan hari raya Idul Fitri 1434.Seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat, pada periode tersebut banyak bermunculan usaha musiman seperti catering, penjualan kue kering, baju dan perlengkapan lebaran. Berbeda dengan pertumbuhan tahunannya, secara triwulanan jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah Jawa Timur menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya (Triwulan II 2013). Tercatat pada Triwulan III kredit tumbuh 7,16% (qtq), lebih rendah bila dibandingkan pertumbuhan Triwulan II yang tercatat sebesar 8,21% (qtq). Hal tersebut dikarenakan kredit tumbuh sangat tinggi pada triwulan II 2013 sehubungan dengan adanya periode tahun ajaran baru, libur sekolah dan kenaikan harga karena ekspektasi kenaikan BBM. Pada Triwulan III 2013 kredit tetap tumbuh tinggi walaupun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya karena terdapat momen puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Tingginya Loan to Deposit Ratio (LDR) yang didukung oleh rendahnya risiko kredit atau Non Performance Loan (NPL) pada periode laporan mencerminkan baiknya fungsi intermediasi perbankan di Jawa Timur. Tercatat LDR pada periode laporan adalah sebesar 90,64%, meningkat apabila dibandingkan dengan LDR pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 90,32%. Tingginya rasio LDR dimaksud masih didukung oleh NPL yang rendah dan stabil di kisaran 2,02%. Rp Juta Grafik 3.13Pertumbuhan Kredit (yoy) Grafik 3.14Pertumbuhan Kredit (qtq) - Kredit G Kredit (yoy) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % y o y Rp Juta Kredit G Kredit (qtq) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % 5 4 y 3 o 2 y KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

80 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Pada Triwulan III 2013 kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Timur masih didominasi oleh kredit produktif yaitu kredit modal kerja yaitu sebesar 58% dari total kredit dengan nominal sebesar Rp 165,97 triliun. Proporsi kredit terbesar selanjutnya adalah kredit konsumsi dengan prosentase sebesar 27% dari total kredit (Rp 76,82 triliun).sementara itu kredit investasi memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 15% dari total kredit dengan nominal mencapai Rp 41,56 triliun. Ditinjau dari sisi pertumbuhan tahunan, kredit modal kerja mengalami peningkatan pertumbuhan dari sebesar 24,29% (yoy) pada Triwulan II 2013 menjadi 28,01% (yoy) pada periode laporan. Sementara kredit investasi dan konsumsi menunjukkan sedikit perlambatan dibandingkan periode sebelumnya dengan prosentase pertumbuhan masing-masing sebesar 33,16% dan 22,63%. Senada dengan pertumbuhan tahunan, pertumbuhan kredit modal kerja secara triwulanan juga menunjukkan peningkatan dari sebesar 7,5% (qtq) pada triwulan II 2013 menjadi sebesar 8,17% (qtq) pada triwulan III Hal tersebut diperkirakan didorong oleh tingginya aktifitas ekonomi masyarakat pada saat puasa dan lebaran. Sementara kredit investasi dan konsumsi mencatat pertumbuhan yang lebih rendah pada level masing-masing sebesar 7,62% (yoy) dan 4,79% (yoy). Berdasarkan kelompok bank, Bank Pemerintah masih menjadi penyalur kredit terbesar dengan proporsi 52,3% dari total kredit, disusul oleh Bank Swasta sebesar 41,22% dan Bank Asing sebesar 6,48%. Ditinjau dari kinerja pertumbuhan kredit, pada periode ini bank asing masih mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi yaitu mencapai 40,06% (yoy), sementara bank pemerintah dan bank swasta masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 28,01% (yoy) dan 24,46% (yoy). Tingginya pertumbuhan penyaluran kredit tersebut menunjukkan baiknya kinerja bank umum di Jawa Timur dalam meningkatkan fungsi intermediasinya. Tingkat persaingan yang semakin kondusif antara kelompok bank diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas penyaluran kredit kepada masyarakat. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

81 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.15Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Grafik 3.16Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 27% 6% 47% 15% 58% 47% Grafik 3.17 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (yoy) Grafik 3.18Pertumbuhan Kredit PerJenis Penggunaan (qtq) %yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Modal Kerja Investasi Konsumsi % qtq 20,00 15,00 10,00 5,00 Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III ,00 (5,00) I II III IV I II III Grafik Proporsi Kredit Sektoral 0% 3% 0% 1% 27% 29% 0% 0% 0% 2% 0% 0% 0% 0% 4% 3% 26% 3% 0% 1% 1. PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 2. PERIKANAN 3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4. INDUSTRI PENGOLAHAN 5. LISTRIK, GAS DAN AIR 6. KONSTRUKSI 7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI 10. PERANTARA KEUANGAN 12. REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 13. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 14. JASA PENDIDIKAN 14. JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL 15. JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA 16. JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA 17. BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA 18. KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA 19. PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA 20. Lain-lain KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

82 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Secara sektoral, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jawa Timur pada periode laporan sebagian besar masih kepada Sektor Industri Pengolahan (29% dari total kredit), dan kepada Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (26%). Tingginya peyaluran kredit kepada kedua sektor tersebut searah dengan peran keduanya sebagai sektor utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara itu, kredit yang disalurkan kepada sektor pertanian, perburuan dan kehutanan memperoleh proporsi kredit yang masih relatif kecil yaitu sebesar 2,63%. Proporsi tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan prosentase periode sebelumnya yang tercatat sebesar 3,08%. Hal tersebut dapat dijadikan indikasi kurangnya akses perbankan kepada sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Selain itu, terdapat adanya peningkatan penyaluran kredit pada sektor lain seperti sektor pengolahan dan sektor perdagangan seiring dengan datangnya bulan puasadan Hari Raya Idul Fitri Grafik 3.20 Perkembangan Kredit Sektoral Dominan (yoy) % yoy 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III , , , , , , PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 2. PERIKANAN 3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4. INDUSTRI PENGOLAHAN 6. KONSTRUKSI 7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI 10. PERANTARA KEUANGAN 19. PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA 20. Lain-lain (rhs) Grafik 3.21 Perbandingkan Suku Bunga Kredit & BI rate Kredit Modal kerja Investasi Konsumsi BI Rate % Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

83 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Ditinjau dari wilayah lokasi bank pelapor, penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh bank umum di Kota Surabaya dengan nominal sebesar Rp 161,26 triliun dan prosentase sebesar 56,41% dari total kredit yang disalurkan. Proporsi terbesar selanjutnya adalah bank umum di wilayah Kota Malang, Kota Kediri dan Kabupaten Jember dengan prosentase masingmasing sebesar 7,92%, 6,74% dan 4,27% dari total kredit yang disalurkan Jawa Timur. Grafik 3.22 Proporsi Penyaluran Kredit per Kabupaten Kota 1% 1% 1%1%1% 1%1% 1%1%1%1% 0%0%0% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 1% 1% 2% 2% 4% 4% 7% 8% Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Gresik Kab. Sidoarjo Kota Madiun Kab. Banyuwangi Kab. Bojonegoro Kota Probolinggo Kab. Mojokerto Kota Pasuruan Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kab. Tulungagung Kota Blitar Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Ponorogo Kab. Ngawi Kab. Nganjuk Kab. Magetan Kab. Situbondo Kab. Lumajang Kab. Bondowoso Kab. Pacitan Kab. Malang Kab. Trenggalek Kab. Bangkalan Kab. Sumenep 56% Kab. Sampang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun Miliar Rp Pertumbuhan kredit berdasarkan lokasi bank pelapor tertinggi pada periode laporan adalah di Kabupaten Madiun dengan pertumbuhan tahunan mencapai 56,92% (yoy). Pertumbunan tertinggi selanjutnya adalah pada Kota Batu dan Kabupaten Kediri dengan prosentase masing-masing sebesar 54,88% dan 49,53% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit terbesar pada Kota Madiun dengan prosentase pertumbuhan negatif sebesar -9,46% (yoy). Grafik 3.23 Pertumbuhan Kredit per Kabupaten Kota % yoy 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 - Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Kota Kediri Kab. Lumajang Kab. Gresik Kab. Situbondo Kota Pasuruan Kab. Bondowoso Kab. Malang Kab. Banyuwangi Kota Surabaya KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

84 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN KREDIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) Perbankan di Jawa Timur terus berperan aktif dalam meningkatkan peran UMKM dalam mendukung perekonomian daerah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Jumlah UMKM yang sangat banyak di Jawa Timur menunjukkan bahwa peluang perbankan dalam penyaluran kredit di sektor ini masih sangat luas. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jatim hingga akhir 2012, jumlah UMKM di Jawa Timur mencapai lebih dari 6,8 juta UMKM dengan konsentrasi jumlah terbesar di kabupaten Jember, Malang dan Banyuwangi. Berdasarkan sektor usahanya, jumlah tersebut terdiri atas UMKM yang bergerak di sektor pertanian sebesar 60,25% dengan jumlah unit usaha sebanyak usaha, dan sektor non pertanian sebesar 39,75% dengan jumlah unit usaha sebanyak usaha. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah menyediakanberbagai fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT. Jamkrida (Lembaga Penjaminan Kredit Daerah), penyaluran kredit linkage, pemberian bantuan teknis/pelatihan dan pendampingan kepada UMKM untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan dengan mengoptimalkan fungsi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), pengembangan klaster komoditas potensial, serta Program Kerjasama Sertifikasi Tanah antara Bank Indonesia dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meningkatkan aksesibilitas kredit UMKM. Upaya dimaksud diharapkan mampu menjadi pendorong bagi industri perbankan di Jawa Timur untuk terus meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM. Grafik 3.22Perkembangan Kredit UMKM R p J u t a Kredit UMKM Juta Rupiah Growth %(yoy) 90,000,000 80,000,000 70,000,000 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % y o y Juta Rp Kredit UMKM Juta Rupiah Tw I Tw II Tw III NPL (%) Skala Kanan % 4,40 4,20 4,00 3,80 3,60 3,40 3,20 Tw IV Tw I Tw II Tw III KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

85 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Perhatian perbankan di Jawa Timur terhadap perkembangan UMKM terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Hal tersebut tercermin dari perkembangan kredit UMKM yang disalurkan terus mencatat peningkatan hingga mencapai Rp 79,16 triliun pada periode laporan. Jumlah tersebut tumbuh 24,37% (yoy), lebbih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya (Triwulan II 2013) yang tercatat sebesar 14,2% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan penyaluran kredit UMKM adalah sebesar 0,65% (qtq), lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi yaitu sebesar 11,71% (qtq). Searah dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, pertumbuhan penyaluran kredit UMKM oleh perbankan di Jawa Timur diperkirakan akan terus tumbuh positif. Grafik 3.23Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Bank Triwulan II 2013 Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 1% 40% 59% Triwulan III 2013 Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing 1% 41% 58% Proporsi penyaluran kredit UMKM oleh bank umum di Jawa Timur masih didominasi oleh Bank Pemerintah sebesar 58% dengan jumlah nominal mencapai Rp 45,99 triliun. Bank swasta menyumbang proporsi terbesar kedua dengan prosentase sebesar 41% dan nominal Rp 32,37 triliun.proporsi penyaluran kredit UMKM terkecil adalah bank asing dengan nominal sebesar Rp 794 miliar dan prosentase 1% dari total kredit. Semakin besarnya proporsi penyaluran kredit oleh bank swasta dari 40% pada Triwulan II 2013 menjadi 41% pada Triwulan III 2013 mengindikasikan peningkatan peran bank swasta dalam dalam mendukung pengembangan UMKM di Jawa Timur. Apabila ditinjau berdasarkan wilayahnya, beberapa kabupaten/kota dengan penyaluran kredit UMKM terbesar adalah pada Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Kota Surabaya mencatat penyaluran kredit UMKM terbesar dengan nominal mencapai Rp 33,45 triliun atau 41,62% dari total kredit UMKM Jawa KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

86 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Timur. Kota Malang mencatat penyaluran kredit UMKM sebesar Rp 7,54 triliun (9,38% dari total kredit UMKM Jawa Timur. Kota Kediri menyalurkan kredit UMKM dengan prosentase lebih kecil yaitu sebesar 5,88%, dengan nominal sebesar Rp 4,72 triliun. Kabupaten Jember mencatat penyaluran kredit UMKM sebesar Rp 4,26 triliun atau 5,3%, dan Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp 2,3 Triliun dengan prosentase sebesar 2,86%. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM terendah terdapat pada Kabupaten Madiun dengan jumlah kredit UMKM sebesar Rp 1 miliar. Jumlah tersebut hanya menyumbang sebesar 0,12% dari keseluruhan kredit UMKM yang disalurkan oleh perbankan di Jawa Timur. 1% 1% 1% 1%1% 2% 2% 2% 2% 2% 2% Grafik Prosentase Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Timur 2% 2% 3% 2% 3% 5% 1%1% 1%1% 1% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 6% 9% 42% Kota Surabaya Kota Malang Kota Kediri Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Sidoarjo Kota Madiun Kab. Gresik Kota Probolinggo Kab. Jombang Kab. Bojonegoro Kab. Tulungagung Kab. Mojokerto Kota Pasuruan Kota Blitar Kab. Lamongan Kab. Pamekasan Kab. Ponorogo Kab. Tuban Kab. Nganjuk Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Situbondo Kab. Lumajang Kab. Bondowoso Kab. Pacitan Kab. Trenggalek Kab. Bangkalan Kab. Malang Kab. Sumenep Kab. Sampang Kota Mojokerto Kab. Kediri Kab. Madiun Pertumbuhan penyaluran kredit UMKM tertinggi adalah di Kabupaten Lumajang dengan pertumbuhan sebesar 59,51% (yoy). Pertumbuhan tertinggi selanjutnya adalah Kabupaten Nganjuk sebesar 44,93% (yoy), Kabupaten Mojokerto sebesar 44,82% (yoy) dan Malang sebesar 44% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM terkecil adalah di Kabupaten Madiun yang mencatat penurunan pertumbuhan hingga -81,83% (yoy). Grafik Prosentase Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Timur 100,00 80,00 60,00 % 40,00 20,00 0,00-20,00 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Kab. Lumajang Kab. Nganjuk Kota Mojokerto Kab. Malang Kota Pasuruan Kab. Sumenep Kab. Ngawi Kab. Situbondo Kab. Pacitan Kab. Gresik KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

87 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3.2. STABILITAS SISTEM PERBANKAN Stabilitas sistem perbankan selama Triwulan III 2013 relatif stabil dan terjaga yang tercermin dari relatif rendahnya risiko yang dihadapi dalam pelaksanaan transaksi. Peningkatan kredit perbankan sebesar 27,22% (yoy) hingga mencapai Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 90,64% didukung oleh kecukupan likuiditas dan rendahnya risiko kredit. Peningkatan penyaluran kredit yang diimbangi dengan terjaganya rasio NPL di kisaran 2,02% mengindikasikan adanya peningkatan stabilitas sistem perbankan yang didukung oleh kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya sebagai debitur. Namun demikian, perbankan tetap harus mewaspadai beberapa risiko lain seperti risiko operasional yang terkait dengan mekanisme proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem dan atau kejadian kejadian yang mempengaruhi operasional bank. Untuk itu, tetap perlu adanya optimalisasi fungsi pengawasan atas kegiatan operasional perbankan baik oleh internal bank melalui fungsi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) maupun oleh pihak eksternal dalam hal ini Bank Indonesia sebagai regulator dan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan nasabah dengan Transparansi Produk, Penyelesaian Pengaduan, Mediasi Perbankan, dan Edukasi Konsumen. hal tersebut dilakukan untuk mendorong terciptanya iklim perbankan yang kondusif dengan cara mendorong peningkatan kualitas pelayanan perbankan maupun perlindungan konsumen RISIKO KREDIT Sumber: Bank Indonesia Tabel 3.4 Perkembangan NPL per-kelompok Bank KETERANGAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III NPL Bank Umum (%) 3,03 2,73 2,64 2,60 2,26 2,12 2,02 a. Bank Pemerintah 3,90 3,62 3,37 3,46 2,74 2,56 2,42 b. Bank Swasta 1,66 1,51 1,69 1,64 1,70 1,66 1,63 c. Bank Asing 4,12 3,87 3,05 1,98 2,01 1,60 1,36 Risiko kredit perbankan yang tercermin dari rasio kredit bermasalah terhadap total kredit atau Non Performing Loan (NPL) di Jawa Timur secara umum terus menunjukkan perbaikan dari waktu ke waktu. NPL bank umum pada Triwulan II 2013 tercatat membaik dibandingkan periode sebelumnya, yaitu dari sebesar 2,12% pada Triwulan II 2013 menjadi KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

88 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 2,02% pada Triwulan III Penurunan NPL ini disebabkan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nominal kredit bermasalah dan mecerminkan kinerja bank yang membaik dalam pengelolaan risiko kredit. Berdasarkan kelompok bank, persentase NPL tertinggi adalah kelompok bank pemerintah dengan NPL sebesar 2,02%. NPL bank asing dan bank swasta di Jawa Timur memiliki NPL lebih rendah dengan prosentase masing-masing sebesar 1,36% dan 1,63%. Berdasarkan jenis penggunaannya, NPL kredit tertinggi pada triwulan laporan terdapat pada kredit investasi dengan prosentase sebesar 2,4%. Sementara kredit modal kerja dan kredit konsumsi mencatat risiko kredit yang lebih rendah yaitu sebesar 2,25% dan 1,33%. Secara individual debitur, kredit konsumsi merupakan kredit yang memiliki tingkat risiko terbesar karena bukan merupakan sektor produktif sehingga jaminan terhadap pengembalian kredit lebih kecil dibandingkan kredit produktif. Namun secara aggregat perbankan, kredit konsumsi memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan kredit lainnya karena risiko kredit tersebar pada banyak debitur sehingga dapat meminimalkan signifikansi default debitur kredit konsumsi. Grafik 3.26 Perkembangan NPL Bank Umum Grafik 3.27Perkembangan NPL per Jenis Penggunaan Pemerintah (Jt Rp) Swasta (Jt Rp) Asing (Jt Rp) NPL Pemerintah (%) NPL Swasta (%) NPL Asing (%) Juta Rp Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III ,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 % Total Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III PERBANKAN SYARIAH Secara tahunan, indikator kinerja utama Perbankan Syariah di Jawa Timur yang terdiri atas aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan pada triwulan III 2013 mencatat perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset tumbuh sebesar 36,56% (yoy) dan 2,63% (qtq) dari Rp 18,74 triliun pada Triwulan II-2013 menjadi Rp 19,23 triliun pada Triwulan III Sementara itu, dana masyarakat yang disimpan pada Bank Syariah di Jawa Timur KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

89 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN tumbuh 24,15% (yoy) dan 0,46% (qtq) dari sebesar Rp 13,53 triliun pada Triwulan II 2013 menjadi Rp 13,89 triliun pada Triwulan III Grafik Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (qtq) Grafik 3.34 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) Aset Pembiayaan Dana Aset Pembiayaan Dana Rp Juta G DPK (qtq) G Aset (qtq) G Kredit (qtq) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % q t q Rp Juta G DPK (yoy) G Aset (yoy) G Kredit (yoy) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % y o y Berdasarkan jenisnya, pertumbuhan Giro, Deposito maupun Tabungan menunjukkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Giro mencatat penurunan tertinggi dengan persentase sebesar -13,5% (yoy), dari sebelumnya 45,97% (yoy) pada Triwulan II Pertumbuhan deposito melambat dari 34,98% (yoy) pada Triwulan II 2013 menjadi sebesar 32,82% (yoy) pada Triwulan III Demikian pula dengan tabungan yang melambat dari sebesar 43,18% (yoy) pada periode laporan menjadi 23,3% (yoy) pada Triwulan III Perlambatan tersebut disebabkan oleh tingginya penggunaan dana untuk aktifitas ekonomi masyarakat pada saat bulan puasa dan hari raya Idul Fitri Grafik 3.35 Proporsi DPK Perbankan Syariah di Jawa Timur Grafik 3.36 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah (yoy) GIRO DEPOSITO 5% TABUNGAN 53% 42% % yoy 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) (40,00) GIRO DEPOSITO TABUNGAN I II III IV I II III IV I II III Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah di Jawa Timur selama Tw III 2013 tumbuh sebesar 2,23% (qtq) atau 29,61 % (yoy) dengan baki debet sebesar Rp 13,83 triliun. Berdasarkan jenisnya, penyaluran pembiayaan modal kerja memperoleh porsi tertinggi dengan KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

90 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN prosentase sebesar 44% dari total pembiayaan. Sementara kredit konsumsi dan investasi memperoleh prosentase yang lebih kecil yaitu masing-masing sebesar 38% dan 18%. Adanya penambahan porsi kredit modal kerja dari sebesar 42% (Triwulan II 2013) menjadi 44% (Triwulan III 2013) menjadi indikasi peningkatan peran Bank Syariah dalam mendukung ekonomi daerah dengan penyaluran kredit produktif. Grafik 3.37 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan % yoy Modal Kerja Konsumsi Investasi 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.38 Pangsa Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi 38% 44% 18% Tingginya proporsi pembiayaan modal kerja Bank Syariah di Jawa Timur menunjukkan bahwa masyarakat telah mulai mempercayai perbankan syariah sebagai mitra bisnis, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Hal ini tercermin dari pertumbuhan pembiayaan modal kerja dan investasi yang tumbuh tinggi masing-masing sebesar 33,05% (yoy) dan 32,40% (yoy). Sementara pertumbuhan pembiayaan konsumsi mencatat angka yang lebih kecil dengan prosentase sebesar 24,68% (yoy). Dengan demikian, perbankan syariah juga secara bertahap mendukung pengembangan sektor produktif di Jawa Timur. Kinerja penyaluran pembiayaan yang baik tersebut didukung dengan kualitas pembiayaan yang terjaga. Hal tersebut tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) terjaga rendah dan stabil di kisaran 2,54%. Walaupun sedikit meningkat dibandingkan periode sebelumnya, namun besar NPF tersebut masih berada dalam kendali perbankan dan telah dimitigasi serta dikelola penanganannya dengan baik. Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mencerminkan proporsi penyaluran pembiayaan dibandingkan dengan dana yang dihimpun menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan terus meningkat. Tercatat FDR pada Triwulan III 2013 mencapai 99,57%, meningkat dibandingkan dengan Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 97,84%. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

91 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposits Ratio (FDR) Perbankan Syariah Jawa Timur % 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - FDR (%) NPF (%) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III ,00 102,00 100,00 98,00 96,00 94,00 92,00 90, BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Indikator kinerja utama BPR di Jawa Timur pada Triwulan III secara umum tetap menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Tercatat total aset BPR pada periode laporan tumbuh sebesar 17,19% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 17,07% (yoy). Penghimpunan dana tumbuh sebesar 11,9% (yoy) pada periode laporan, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 14,23%. Demikian pula penyaluran kredit BPR yang tumbuh sebesar 19,18% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 19,36%. Tabel 3.5 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Timur BPR (Juta Rupiah) I II III IV I II III 1 Total Asset Kredit Per Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi NPL (%) 4,29% 4,14% 4,24% 3,39% 3,84% 3,88% 4 Dana (dpk) Deposito Tabungan , , , LDR 123,38% 127,08% 122,57% 121,35% 124,17% 131,50% 130,54% KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

92 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Sampai dengan Triwulan III 2013, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Jawa Timur mencapai Rp 5,3 triliun. Penghimpunan dana pihak ketiga oleh BPR didominasi oleh deposito yang mencapai 68,87% terhadap total DPK, sementara tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebear 31,13% dari total DPK. Namun demikian apabila ditinjau dari sisi pertumbuhannya, tabungan mampu tumbuh sebesar 12,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan deposito yang tercatat tumbuh sebesar 11,6% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa BPR mulai meningkatkan penghimpunan dana murah dari masyarakat yang berbentuk tabungan. Di sisi lain, stabilnya peningkatan dana masyarakat dalam bentuk deposito dan tabungan yang disimpan di BPR hingga Triwulan III , menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja BPR. Selain itu, adanya fenomena peningkatan BI Rate dan LPS rate turut mendongkrak peningkatan suku bunga simpanan di BPR yang secara rata-rata berada di atas tingkat suku bunga deposito bank umum. Grafik Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (% - yoy) Grafik 3.41 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR (%-qtq) DEPOSITO TABUNGAN DPK DPK Deposito Tabungan 30,00 12,00 25,00 10,00 % yoy 20,00 15,00 10,00 5,00 - I II III IV I II III IV I II III % qtq 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 (2,00) I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.42 Pertumbuhan Kredit BPR per-jenis Penggunaan (yoy) Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi 120,00 100,00 80,00 % yoy 60,00 40,00 20,00 - (20,00) I II III IV I II III IV I II III KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

93 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Kredit yang disalurkan oleh BPR didominasi oleh kredit modal kerja dengan prosentase mencapai 67% dari total kredit. Dari sisi pertumbuhannya, pada Triwulan III 2013 kredit investasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 32,32% (yoy). Kredit modal kerja juga mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi meski sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya dengan persentase sebesar 22,11% (yoy). Sementara itu kredit konsumsi yang disalurkan BPR tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 11,74%. Tingginya pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja yang disalurkan mengindikasikan bahwa BPR mulai meningkatkan penyaluran kreditnya pada sektor produktif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Grafik 3.43Proporsi Kredit BPR Per Jenis Penggunaan Grafik 3.44Perkembangan LDR & NPL BPR Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR NPL Skala Kanan 4% 29% 67% % 134,00% 132,00% 130,00% 128,00% 126,00% 124,00% 122,00% 120,00% 118,00% 116,00% I II III IV I II III 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK selama beberapa periode terakhir menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR meningkat hingga mencapai 130,54% pada periode laporan. Sementara itu, kualitas kredit yang ditunjukkan dengan rasio Non Performing Loan (NPL) maish berada di kisaran 3%. Hal ini mencerminkan perlunya peningkatan kewaspadaan dan pengawasan BPR terhadap kredit yang disalurkan melalui penyeleksian profil debitur secara efisien dengan memperhatikan konsep 5 C (Capital, Collateral, Capacity, Character, dan Condition of Economy) BANK BERKANTOR PUSAT DI SURABAYA Kinerja 6 (enam) 1 bank umum yang berkantor pusat di Surabaya pada Triwulan III 2013 secara umum menunjukkan tren pertumbuhan yang stabil dan cenderung meningkat. Tercatat 1 ) 6 Bank BerkantorPusat di kota Surabaya : Bank Jatim, Bank Maspion, Bank Antardaerah (Bank Anda), Bank Anglomas Internasional (Bank Amin), Bank Centratama Nasional Bank (CNB) dan Bank Prima Mas,ter. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

94 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN pertumbuhan total aset Bank Berkantor Pusat di Jawa Timur meningkat 9,13% (yoy) dan 6,27% (qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tabel 3.6 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya Bank KP di Jatim I II III IV I II III Total Aset (Jt Rp) , , , , , , ,29 Pertumbuhan (yoy %) 36,85 29,30 35,28 17,61 12,56 13,11 9,13 Pertumbuhan (qtq %) 19,95 4,65 10,15 (14,94) 14,81 5,15 6,27 Dana Pihak Ketiga (Jt Rp) , , , , , , ,20 Pertumbuhan (yoy %) 29,74 15,66 16,60 10,30 (4,44) 0,98 12,35 Pertumbuhan (qtq) 21,09 0,99 4,98 (14,09) 4,91 6,72 16,81 Kredit (Jt Rp) , , , , , , ,45 Pertumbuhan (yoy %) 22,19 21,83 18,26 16,79 15,71 14,96 16,35 Pertumbuhan (qtq) 2,82 8,51 4,27 0,40 1,87 7,80 5,52 LDR (%) 66,18% 71,11% 70,63% 82,54% 80,15% 0,81% 73,14% NPL (%) 1,40% 1,89% 2,01% 2,06% 2,03% 2,27% 2,17% Grafik 3.45 Pertumbuhan Indikator Bank Ber- KP di Surabaya (yoy) % yoy 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) Aset Kredit DPK I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.46 Perumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) Aset Kredit DPK % 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III (5,00) (10,00) (15,00) (20,00) Sumber utama pertumbuhan aset bank berkantor pusat di Surabaya adalah peningkatan dana pihak ketiga yang pada triwulan ini mencapai 16,81% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun dari masyarakat relatif merata antara giro, deposito dan tabungan dengan proporsi masing-masing sebesar 38,28%, 26,36% dan 35,36% dari total DPK. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

95 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.47 Proporsi DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber KP di Surabaya Grafik 3.48 Pertumbuhan DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) Giro Deposito Tabungan 36% 38% 26% % qtq 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) (15,00) (20,00) (25,00) (30,00) (35,00) (40,00) (45,00) Giro Deposito Tabungan I II III IV I II III IV I II III Penyaluran kredit Bank Umum yang berkantor pusat di Surabaya tumbuh sebesar 16,35% (yoy) dan 5,52% (qtq), meningkat dari sebesar Rp 21,75 triliun pada Triwulan II 2013 menjadi Rp 22,95 triliun pada periode laporan. Berdasarkan jenis kreditnya, kredit konsumsi masih memiliki porsi terbesar yaitu mencapai 59,59%, disusul kemudian oleh kredit modal kerja dengan proporsi sebesar 34,99%. Sementara kredit konsumsi mencatat pertumbuhan terkecil dengan prosentase sebesar 5,42%. Tren pertumbuhan kredit modal kerja berfluktuasi dan membentuk pola tertentu yaitu sedikit melambat pada akhir tahun dan meningkat kembali di pertengahan tahun. Sedangkan kredit konsumsi walaupun secara komposisi mendominasi, namun tren pertumbuhannya terus menurun dibandingkan periode sebelumnya. Dengan demikian diharapkan perpaduan dua kondisi tersebut akan tetap meningkatkan penyaluran kredit produktif kepada masyarakat. Kinerja penyaluran kredit Bank Umum Berkantor Pusat di Surabaya pada Triwulan III-2013 didukung oleh terjaganya kualitas kredit yang ditunjukkan oleh rasio NPL yang cukup rendah dan stabil,yaitudi kisaran 2,17%, lebih rendah bila dibandingkan dengan NPL Triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,27%. Grafik 3.49 Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) % qtq 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) (15,00) (20,00) (25,00) (30,00) Modal Kerja Investasi Konsumsi I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.50 Proporsi Kredit Per Jenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya Modal Kerja Investasi Konsumsi 35% 60% 5% KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

96 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, Bank Umum Berkantor Pusat di Jawa Timur menunjukkan perkembangan kinerja positif yang terlihat dari terjaganya Loan to Deposit Ratio (LDR) di angka yang cukup tinggi yaitu 73,14%. Perlambatan LDR dari sebesar 80,96% pada Triwulan II 2013 menjadi 73,14% pada Triwulan III 2013 dimaksud disebabkan oleh lebih tingginya peningkatan Dana Pihak Ketiga yaitu 16,81% (qtq) dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang tercatat sebesar 5,52% (qtq). Grafik 3.51 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di LDR NPL ( rhs) 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Sistem pembayaran merupakan salah satu komponen terintegrasi dengan fungsi Bank Indonesia lainnya yaitu moneter dan perbankan. Kebijakan dan pelaksanaan Sistem Pembayaran mempunyai keterkaitan dengan efektivitas pengendalian moneter dan pengawasan perbankan. Sampai dengan Triwulan III 2013, kegiatan Sistem Pembayaran di Jawa Timur baik tunai maupun non tunai berjalan dengan sangat baik. Hal tersebut tidak terlepas dari tingginya komitmen Bank Indonesia dalam menjamin kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan kebutuhan uang masyarakat, baik dalam jumlah maupun pecahan yang cukup. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan kinerja Sistem Pembayaran di Jawa Timur antara lain peningkatan jumlah transaksi keuangan tunai yang terdiri atas aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow) dan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow), transaksi keuangan non tunai (BI-Real KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

97 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)), serta jumlah temuan uang palsu di Wilayah Jawa Timur Transaksi Keuangan Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, antara lain: jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) atau Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB). a. Aliran Uang Masuk/Keluar ( Inflow/Outflow) (Inflow/Outflow Pada Triwulan III 2013, jumlah aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur yang meliputi KPwBI Wilayah IV (Surabaya), Malang, Kediri, dan Jember secara kumulatif kembali menunjukkan posisi net inflow setelah mencatat outflow pada periode sebelumnya.hal tersebut dapat diartikan bahwa jumlah aliran uang yang masuk ke Bank Indonesia dari perbankan (inflow) lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang dari Bank Indonesia kepada perbankan (outflow). Wilayah SURABAYA KEDIRI MALANG JEMBER JAWA TIMUR Keterangan : Net Flow (+) : Net Inflow Net Flow (-) : Net outflow Keterangan Tabel 3.6 PerkembanganArusUangTunai (Inflow Outflow) Kantor Perwakilan Bank Indonesia 2012 dalam miliar rupiah 2013 Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III OUTFLOW 6, , , , , , INFLOW 5, , , , , , NET FLOW (1,002.03) 1, (1,416.04) 2, (2,050.92) (1,011.07) OUTFLOW 3, , , , , , INFLOW 1, , , , , , NET FLOW (1,914.42) (1,276.12) (1,291.11) (526.72) (288.94) OUTFLOW 1, , , , , INFLOW 2, , , , , , NET FLOW , , , , OUTFLOW 1, , , , , INFLOW 1, , , , , , NET FLOW (186.30) (260.14) (204.83) 1, OUTFLOW 11, , , , , , INFLOW 9, , , , , , NET FLOW (2,279.82) (1,536.60) 7, (411.54) KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

98 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Tercatat net inflow Jawa Timur pada periode laporan adalah sebesar Rp 729,32 miliar. Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Triwulan II 2013 yang mencatat net outflow sebesar Rp 411,54 miliar. Net inflow yang terjadi disebabkan oleh peningkatan jumlah aliran uang kartal yang kembali ke Bank Indonesia pasca tingginya peredaran uang (outflow) pada pertengahan tahun karena adanya momen tahun ajaran baru, liburan sekolah, dan hari raya keagamaan serta ekspektasi kenaikan harga BBM. Gambar 3.50 Perkembangan Arus UangTunai (Inflow Outflow) DalamJuta Rupiah Gambar 3.51 Perkembangan Net Flow JawaTimur Juta Rupiah 20,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, OUTFLOW INFLOW Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 2013 Juta Rupiah 10,000, ,000, ,000, ,000, ,000, (2,000,000.00) (4,000,000.00) NETFLOW Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 2013 Secara nominal, jumlah inflow dan outflow menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tercatat outflow pada periode laporan mencapai Rp 18,05 triliun, atau meningkat 53,43% (qtq) dan 26,24% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 11,76 triliun. Demikian pula dengan inflow yang juga menunjukkan peningkatan cukup signifikan dari sebesar Rp 11,35 triliun pada Triwulan II 2013, menjadi sebesar Rp 18,78 triliun pada Triwulan III Jumlah tersebut meningkat 65,41% (qtq) dan 25,99% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. b. Uang Kartal Tidak Layak Edar Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy) adalah pelaksanaan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) atau Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) secara rutin. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

99 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Selama Triwulan III 2013, tercatat jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan adalah sebesar Rp 5,02 triliun atau meningkat 53,16% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh adanya kenaikan inflow yang lebih tinggi dibandingkan dengan outflow pada periode laporan. Namun demikian, peningkatan jumlah PTTB tersebut jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 95,81% (qtq). Juta Rupiah Gambar 3.52 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) , , , , , ,00 0,00 PTTB Rasio PTTB thdp Inflow (%) rhs Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5, Sementara itu, apabila ditinjau dari persentase jumlah uang kartal tidak layak edar terhadap inflow (rasio PTTB terhadap inflow), pada periode laporan menunjukkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat besar rasio PTTB terhadap inflow Jawa Timur pada Triwulan III 2013 adalah sebesar 26,71%, lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan II 2013 yang tercatat sebesar 28,85%. Tren penurunan jumlah uang kartal tidak layak edar tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia yang terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlakuan yang tepat terhadap uang kartal, antara lain melalui brosur, pamflet, serta edukasi perbankan. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih panjang sehingga mengurangi besarnya volume PTTB yang pada akhirnya mengurangi biaya percetakan uang baru. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

100 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Keuangan Non Tunai Transaksi sistem pembayaran non tunai dalam kajian ini mencakup kegiatan transaksi non tunai masyarakat melalui perbankan dengan menggunakan sistem BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Secara umum perkembangan keduanya jenis sistem pembayaran tersebut di Jawa Timurterus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dengan dominasi terbesar transaksi RTGS. Gambar 3.53 Perkembangan Transaksi Non Tunai Di JawaTimur Share Kliring Share RTGS 250,00 Kliring (Rp triliun) RTGS (Rp triliun) 100% 80% 60% 40% 20% 0% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III a. Transaksi BI-RTGS ( Real Time Gross Settlement) Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dikembangkan sebagai upaya mitigasi risiko dalam sistem pembayaran antar bank bernilai besar (high-value payment system). Gambar 3.54 Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Timur Transaksi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III ,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Volume Nominal (Rp Triliun) rhs KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

101 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Transaksi keuangan dengan menggunakan sistem RTGS di Jawa Timur secara umum masih terus menunjukkan tren peningkatan. Pada Triwulan III 2013, jumlah volume transaksi RTGS di Jawa Timur tercatat sebanyak transaksi dengan nominal mencapai Rp 210,82 triliun. Jumlah transaksi tersebut meningkat 17,05% (yoy) atau 1% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat transaksi sebesar transaksi. Gambar 3.55 Pertumbuhan Transaksi RTGS (yoy) Gambar 3.56 Pertumbuhan Transaksi RTGS (qtq) Nominal Volume Linear (Nominal ) Nominal Volume % yoy 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 - (10,00) (20,00) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III % qtq 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 - (10,00) (20,00) (30,00) (40,00) (50,00) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Searah dengan perkembangan perekonomian di beberapa kota di Jawa Timur, besar transaksi RTGS di tingkat kota/kabupaten masih menunjukkan terpusatnya kegiatan perekonomian pada wilayah wilayah tertentu. Berdasarkan asal kotanya, pada transaksi outgoing dan incoming RTGS masih didominasi oleh kota/kabupaten dengan kapasitas perekonomian yang cukup menonjol, dimana Kota Surabaya sebagai Ibu Kota provinsi Jawa Timur masih mendominasi besarnya transaksi. Gambar Kota dengan aktivitas Transaksi Outgoing RTGS Terbesar Tw III Gambar Kota dengan aktivitas Transaksi Incoming RTGS Terbesar Tw III (Miliar Rp) Volume (Miliar Rp) Volume SURABAYA KEDIRI MALANG GRESIK BATU SIDOARJO 0 SURABAYA KEDIRI MALANG GRESIK BATU SIDOARJO KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

102 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Tercatat transaksi RTGS pada Triwulan III dari kota Surabaya ke kota lainnya (outgoing) mencapai Rp 210,82 triliun dengan volume sebanyak transaksi. Sementara itu transaksi RTGS yang masuk ke rekening perbankan di Surabaya (incoming) tercatat sebanyak transaksi dengan nilai mencapai Rp 216,162 triliun. Kota lain di Jawa Timur yang memiliki transaksi RTGS cukup tinggi, baik outgoing maupun incoming pada periode ini adalah Kediri, Malang, Gresik, Batu dan Sidoarjo. b. Transaksi Kliring Dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran, khususnya melalui transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), kegiatan kliring di Jawa Timur diikuti oleh 473 kantor peserta kliring baik langsung maupun tidak langsung yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan di 4 (empat) Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri dan Jember. Kota Tabel 3.7 Perputaran Kliring dan Tolakan Cek, Bilyet Giro Tw III Jumlah Perputaran Kliring ( D ) Rata-2 Perputaran Jumlah Penolakan Cek Rata-2 Penolakan Cek Persentase Rata-2 Penolakan Kantor Kliring Sehari Dan Giro Kosong Dan BG Kosong Sehari Cek Dan BG Kosong Sehari Peserta Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (%) (%) Surabaya Malang Kediri Jember Jatim ,90 1,87 Secara nominal, transaksi perputaran kliring di Jawa Timur yang berlangsung pada Triwulan III 2013 menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat jumlah nominal transaksi kliring pada periode laporan adalah sebesar Rp 51,73 triliun, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya yang mencatat nominal transaksi KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

103 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN sebesar Rp 49,46 triliun. Jumlah tersebut meningkat 4,59 (qtq) dan 15,78% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya. Dari sisi volume, tercatat sebanyak 1,35 juta warkat keuangan (cek, bilyet giro, nota kredit dan nota debet perbankan) ditransaksikan melalui kliring. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah dari jumlah warkat kliring pada Triwulan II 2013 yang tercatat sebanyak 1,38 juta lembar. Selain mencerminkan tingginya aktifitas ekonomi dengan menggunakan sistem pembayaran non tunai, hal tersebut juga mengindikasikan peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran non tunai. Gambar 3.57 Perkembangan Transaksi Kliring di JawaTimur Gambar 3.58 Tolakan Transaksi Kliring di JawaTimur Nominal (Rp triliun) Warkat (juta lembar) Tolakan Kliring (Rp juta) Tolakan Kliring (Warkat-lembar)-Skala Kanan 54,00 1, ,00 50,00 48,00 46,00 44,00 42,00 40,00 1,40 1,35 1,30 1,25 1, Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III PENEMUAN UANG PALSU DI JAWA TIMUR Gambar 3.59 Statistik Uang Palsu yang Ditemukan (lembar) Surabaya Malang Kediri Jember Jatim (rhs) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II tw III KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

104 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Pada Triwulan III -2013, penemuan uang palsu di Jawa Timur baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat menunjukkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat penemuan uang palsu pada periode laporan sebanyak lembar dalam berbagai pecahan. Jumlah tersebut menurun -8,64% (qtq) apabila dibandingkan dengan temuan pada Triwulan II 2013 yang tercatat sebanyak lembar Gambar 3.60 Statistik Uang Palsu yang ditemukan (lembar) Surabaya Malang Kediri Jember 19% 16% 43% 22% Sebagaimana periode sebelumnya, sebagian besar uang palsu yang beredar di Jawa Timur pada Triwulan III 2013 didominasi oleh nominal Rp ,- dengan proporsi mencapai 69,17% (berdasarkan lembar). Surabaya sebagai kota terbesar dan pintu gerbang perdagangan dengan Indonesia Timur, hingga saat ini masih menjadi kota dengan penemuan uang palsu tertinggi di wilayah Jawa Timur. Menghadapi maraknya pemalsuan uang, Bank Indonesia bersama instansi berwenang yang terkait terus berupaya melakukan penanggulangan yang bersifat preventif maupun represif. Tindakan preventif dilaksanakan melalui upaya upaya memasyarakatkan pengetahuan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, meningkatkan unsur pengaman pada uang baru, serta peningkatan kerjasama dengan instansi terkait di dalam maupun luar negeri. Sementara itu, upaya penanggulangan secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

105 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN EFEKTIFITAS PENYALURAN KREDIT PERBANKAN DI JAWA TIMUR Salah satu syarat bagi keberhasilan pembangunan adalah terciptanya suatu sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dan memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini perbankan memiliki peran penting dalam menyalurkan dana kepada kegiatan ekonomi yang produktif. Akses terhadap layanan keuangan merupakan syarat penting keterlibatan masyarakat luas dalam sistem perekonomian, khususnya dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan yang muaranya pada pertumbuhan ekonomi. Kredit Berdasarkan data yang dimiliki oleh Bank Indonesia, sebanyak 32% masyarakat Indonesia belum memiliki tabungan, dan hanya sekitar 17% penduduk Indonesia yang mendapatkan kredit perbankan serta baru sekitar 10% penduduk yang mendapatkan kredit dari lembaga keuangan mikro. Beberapa penyebab tingginya unbanked people diantaranya adalah adanya keterbatasan infrastruktur lembaga keuangan, rendahnya penghasilan masyarakat, rendahnya pemahaman tentang keuangan, dan masih belum tersedianya jasa keuangan/layanan yang sesuai. Namun hal ini bukan berarti tidak bisa diselesaikan satu demi satu. Fungsi intermediasi bank yang tercermin dari besar penyaluran kredit oleh bank umum di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai Rp 284,34 triliun pada bulan September Tingginya pertumbuhan penyaluran kredit mendorong peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) hingga sebesar 90,64%, namun tetap didukung oleh risiko kredit yang stabil dan terjaga di kisaran 2,02%. KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

106 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Salah satu cara melihat efektifitas penyaluran kredit perbankan dalam mendukung perkembangan ekonomi daerah adalah dengan melihat hubungan antara jumlah kredit yang disalurkan dengan tingkat kemiskinan daerah tersebut. Hubung gan Kredit dan Kemiskinan Kabupaten / Kota Jaw awa Timur Tahun 2006 Tahun Pacitan 2 Ponorogo 3 Trenggalek 4 Tulungagung 5 Blitar 6 Kediri 7 Malang 8 Lumajang 9 Jember 10 Banyuwangi 11 Bondowoso 21 Ngawi 31 Kota Blitar 12 Situbondo 22 Bojonegoro 32 Kota Malang 13 Probolinggo 23 Tuban 33 Kota Probolinggo 14 Pasuruan 24 Lamongan 34 Kota Pasuruan 15 Sidoarjo 25 Gresik 35 Kota Mojokerto 16 Mojokerto 26 Bangkalan 36 Kota Madiun 17 Jombang 27 Sampang 37 Kota Surabaya 18 Nganjuk 28 Pamekasan 38 Kota Batu 19 Madiun 29 Sumenep 20 Magetan 30 Kota Kediri Berdasarkan hasil observasi terhadap jumlah kredit, PDRB dan Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Wilayah Jawa Timur (tahun 2006 dan 2011) diperoleh gambaran bahwa masih terdapat beberapa Kabupaten / Kota yang rasio kredit dan PDRB-nya masih relatif rendah dengan tingkat kemiskinann yang tinggi yaitu Kabupaten Sampang, Pamekasan dan Bangkalan. Sedangkan kota dengan tingkat penyaluran kredit tinggi dan kemiskinan rendah antara lain Kota Pasuruan, Mojokerto dan Surabaya. Namun demikian, pada tahun 2011 terlihat mulai terjadi pergeseran dimana beberapa kabupaten mulai memperoleh penyaluran kredit cukup tinggi, antara lain Kabupaten Tuban, Pamekasan, Pacitan dan Gresik. Peningkatan rasio kredit terhadap PDRB dimaksud seiring dengan penurunan rasio penduduk miskin di beberapa kota dimaksud. Hal tersebut semakin menekankan pentingnya fungsi intermediasi perbankan khusunya dalam penyaluran kredit untuk perkembangan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, sangat KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

107 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN penting untuk menciptakan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dalam rangka mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, untuk meningkatkan akses masyarakat kepada perbankan Bank Indonesia telah berupaya mengembangkan program keuangan inklusif seperti Gerakan Indonesia Menabung (GIM), branchless banking (mobile payment system), program edukasi keuangan, e- money, pendalaman keuangan untuk UMKM, dan program-program kampanye lainnya seperti Ayo ke Bank dan 3P ( Pastikan Manfaatnya, Pahami Risikonya, Perhatikan Biayanya). KajianEkonomi RegionalProvinsiJawaTimur Triwulan III

108 Bab 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

109 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD). Penyusunan APBD memperhatikan adanya keterkaitan antara kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam Perencanaan dan Penganggaran Negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu gambaran atau tolak ukur pentingnya keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan berdampak positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah (UU No.17 tahun 2003). APBD memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Perda tentang APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan berarti bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD sebagai standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Daerah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, proses pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaannya mengacu kepada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Triwulan III Tahun

110 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Grafik 4.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur Juta Rupiah Pendapatan Belanja 18,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Tercatat total anggaran pendapatan daerah tahun 2013 adalah sebesar Rp 15,29 triliun, meningkat 1,27% dari total anggaran pendapatan daerah setelah perubahan tahun 2012 yang dianggarkan sebesar Rp 15,09 triliun. Jumlah anggaran belanja daerah juga meningkat sebesar 1,3%, dari Rp 16,01 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp 16,21 triliun pada tahun Anggaran Pendapatan Daerah Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) APBD APBD Perubahan Th Tahun 2013 % (Juta Rp) (Juta Rp) PENDAPATAN DAERAH 15,094, ,286, PENDAPATAN ASLI DAERAH 9,385, ,523, PAJAK DAERAH 7,733, ,863, RETRIBUSI DAERAH 110, , HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN Uraian LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH 352, , ,188, ,204, DANA PERIMBANGAN 2,832, ,895, DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK 1,287, ,177, DANA ALOKASI UMUM 1,491, ,632, DANA ALOKASI KHUSUS 52, , LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 2,876, ,866, PENDAPATAN HIBAH 25, , DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS 2,851, ,855, Triwulan III Tahun

111 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2013 mencapai Rp 15,29 triliun atau meningkat 1,27% dibandingkan anggaran tahun Peningkatan tertinggi adalah pada Dana Alokasi Khusus dengan prosentase sebesar 62,24% dan Retribusi Daerah dengan prosentase sebesar 13,89%. Sementara itu, anggaran pendapatan hibah dianggarkan lebih kecil dengan prosentase penurunan sebesar -58,18% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebagaimana pola-pola anggaran di daerah, struktur pendapatan daerah di Jawa Timur didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari penerimaan pajak daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Air Permukaan, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor serta penerimaaan asli daerah lainnya yang sah. Proporsi PAD yang dianggarkan pada tahun 2013 adalah sebesar 62,3% dari total pendapatan. Sementara itu, Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain yang Sah memperoleh proporsi anggaran yang hampir sama, yaitu masing-masing sebesar 18,94% dan 18,75% dari total pendapatan. Grafik 4.2 Proporsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Pada bagian Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah masih menjadi sumber pendapatan terbesar dengan prosentase sebesar 83% dari total PAD yang direncanakan diperoleh pada tahun Proporsi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan proporsi tahun sebelumnya (2012) yang tercatat sebesar 82%. Proporsi terbesar selanjutnya adalah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (13%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (3%), dan Retribusi Daerah (1%). Triwulan III Tahun

112 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi Pendapatan Daerah Tabel 4.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) No Uraian APBD Realisasi APBD Realisasi (Juta Rp) Th Tw III 2012 Tahun 2013 Tw III 2013 (Juta Rp) Juta Rp % (Juta Rp) Juta Rp % 4 PENDAPATAN DAERAH , , PENDAPATAN ASLI DAERAH , , PAJAK DAERAH , , RETRIBUSI DAERAH , , HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH , , , , DANA PERIMBANGAN , , DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK , , DANA ALOKASI UMUM , , DANA ALOKASI KHUSUS , , LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH , , PENDAPATAN HIBAH , , DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS , ,90 Realisasi total Pendapatan Daerah sampai dengan Triwulan III 2013 mencapai Rp 12,83 triliun, atau telah mencapai 83,93% dari total anggaran sebesar Rp 15,29 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya (Triwulan III 2012) yang hanya mencapai 74,65%. Peningkatan realisasi anggaran pendapatan daerah dimaksud terutama didorong oleh realisasi pendapatan asli daerah sebesar 90,51%. Sumber Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagian besar berasal dari Pajak Daerah dengan nominal rencana anggaran sebesar Rp 7,86 triliun, atau 82,57% dari total Pendapatan Asli Daerah. Realisasi pajak daerah sampai dengan Triwulan III 2013 adalah sebesar Rp 6,9 triliun, atau telah mencapai 88,89% dari anggaran yang direncanakan. Realisasi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 72,87%. Sementara itu, penerimaan retribusi daerah Triwulan III Tahun

113 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH pada Triwulan III 2013 mencatat realisasi yang lebih rendah yaitu sebesar 56,5% dari anggaran, dengan nominal sebesar Rp 71,42 miliar. Berbeda dengan Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain, Pendapatan Daerah yang Sah mencatat prosentase realisasi yang tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu. Realisasi Dana Perimbangan pada Triwulan III 2013 telah mencapai 75,58% dengan nominal mencapai Rp 2,19 triliun, sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan Triwulan III 2012 yang tercatat sebesar 75,81%. Sementara itu, Pendapatan Hibah Provinsi Jawa Timur mencatat realisasi yang cukup tinggi hingga mencapai Rp 25,15 miliar, lebih tinggi dibandingkan rencana anggaran semula yang ditetapkan sebesar Rp 10,61 miliar. Grafik 4.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) APBD 2013 Realisasi Tw III Jt Rp PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH Anggaran Belanja Daerah Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 direncanakan sebesar Rp 16,21 triliun atau meningkat 1,30% dibandingkan anggaran belanja tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 16,01 triliun. Berdasarkan kelompoknya, Belanja Langsung mencatat peningkatan tertinggi yaitu 1,81%, sementara Belanja Tidak Langsung meningkat sebesar 1% dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja Bantuan Sosial dicadangkan cukup tinggi yaitu sebesar Rp 77,19 miliar, meningkat 64,6% dibandingkan tahun Hal tersebut terkait dengan perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Triwulan III Tahun

114 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Timur terhadap dampak kenaikan BBM, TDL dan UMK Provinsi Tahun 2013 terhadap kesejahteraan masyarakat Jawa Timur. Tabel 4.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) Uraian APBD APBD Perubahan Th Tahun 2013 % (Juta Rp) (Juta Rp) BELANJA DAERAH 16,007, ,215, BELANJA TIDAK LANGSUNG 10,088, ,189, BELANJA PEGAWAI 1,557, ,725, BELANJA BUNGA 6, , BELANJA HIBAH 4,092, ,988, BELANJA BANTUAN SOSIAL 46, , BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA DAN PEMERINTAHAN DESA 2,810, ,427, ,516, , BELANJA TIDAK TERDUGA 59, , BELANJA LANGSUNG 5,918, ,025, BELANJA PEGAWAI 1,010, ,086, BELANJA BARANG DAN JASA 3,767, ,947, BELANJA MODAL 1,140, , Berdasarkan sub kelompoknya, proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi Jawa Timur masih didominasi oleh belanja hibah dengan prosentase sebesar 49% dari total anggaran Belanja Tidak Langsung. Prosentase terbesar selanjutnya adalah Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten / Kota dan Belanja Pegawai dengan prosentase masing-masing sebesar 24% dan 17%. Belanja Pegawai yang diperuntukkan untuk pembayaran gaji pegawai mencatat peningkatan dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 15% dari total Belanja Tidak Langsung Provinsi. Grafik 4.3 Proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi Jawa Timur Triwulan III Tahun

115 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Pada kelompok anggaran Belanja Langsung, anggaran Belanja Barang dan Jasa masih mendominasi dengan prosentase sebesar 66%, disusul kemudian dengan Belanja Pegawai dan Belanja Modal dengan prosentase masing-masing sebesar 18% dan 16%. Peningkatan prosentase belanja barang dan jasa dari sebesar 64% pada tahun 2012 menjadi sebesar 66% pada tahun 2013 terkait dengan peningkatan kebutuhan operasional Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Demikian pula dengan peningkatan proporsi belanja pegawai dari sebesar 17% pada tahun 2012 menjadi 18% pada tahun 2013 yang mengindikasikan peningkatan kebutuhan tenaga kerja langsung untuk mendukung kegiatan operasional. Sementara itu, alokasi Belanja Modal yang mencerminkan kegiatan investasi menunjukkan penurunan proporsi dari sebesar 19% pada tahun 2012, menjadi sebesar 16% pada tahun Grafik 4.4 Proporsi Anggaran Belanja Langsung Provinsi Jawa Timur Realisasi Belanja Daerah Sampai dengan Triwulan III 2013, realisasi belanja daerah Provinsi Jawa Timur telah mencapai Rp 11,24 triliun, atau telah terealisasi sebanyak 69,31% dari anggaran yang direncanakan. Realisasi tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja daerah pada periode yang sama tahun sebelumnya (Triwulan III 2012) yang mencatat realisasi sebesar 63,51%. Apabila ditinjau berdasarkan sub kelompoknya, realisasi tertinggi adalah Belanja Tidak Langsung yaitu mencapai 75,92% dari yang dianggarkan. Sementara itu, Belanja Langsung terealisasi lebih rendah yaitu sebesar 58,15% dari yang telah dianggarkan. Triwulan III Tahun

116 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) No Uraian APBD Realisasi APBD Realisasi (Juta Rp) Th Tw III 2012 Tahun 2013 Tw III 2013 (Juta Rp) Juta Rp % (Juta Rp) Juta Rp % 5 BELANJA DAERAH , , BELANJA TIDAK LANGSUNG , , BELANJA PEGAWAI , , BELANJA BUNGA , , BELANJA HIBAH , , BELANJA BANTUAN SOSIAL , , BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA , , , , BELANJA TIDAK TERDUGA , , BELANJA LANGSUNG , , BELANJA PEGAWAI , , BELANJA BARANG DAN JASA , , BELANJA MODAL , ,58 Realisasi belanja tertinggi adalah Belanja Tidak Terduga yaitu sebesar 93,73%. Belanja Pegawai baik di Pos Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung pada periode laporan menunjukkan prosentase realisasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 75,92% untuk Belanja Pegawai Tidak Langsung, dan 71,56% untuk belanja pegawai langsung. Grafik 4.5 Realisasi Anggaran Belanja Tidak Langsung Grafik 4.6 Realisasi Anggaran Belanja Langsung Juta Realisasi Tw III 2013 APBD Juta BELANJA PEGAWAI Realisasi Belanja Langsung BELANJA BARANG DAN JASA APBD BELANJA MODAL Triwulan III Tahun

117 Bab 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

118 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.1. UMUM Perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Timur yang tercermin pada kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan menunjukkan kondisi perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan indikator ketenagakerjaan yang telah dirilis Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) mengindikasikan adanya penurunan penyerapan jumlah tenaga kerja. Hal ini juga terkonfirmasi dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Triwulan III-2013 di Jawa Timur yang terindikasi adanya penurunan penyerapan jumlah tenaga kerja terutama di sektor Industri Pengolahan, serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR). Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi salah satu indikator kesejahteraaan masyarakat pedesaan di Jawa Timur menunjukkan sedikit peningkatan. Akhir panen gadu dan peningkatan harga beberapa komoditas hortikultura di triwulan III-2013 mendorong peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP). Sementara itu, Nilai Tukar Nelayan (NTN) Jawa Timur pada triwulan III-2013 menunjukkan penurunan akibat tingginya gelombang di perairan laut Jawa sehingga menurunkan hasil tangkapan nelayan KETENAGAKERJAAN Perlambatan perekonomian Jawa Timur pada triwulan III-2013 sebagai dampak dari tekanan domestik maupun eksternal, memberikan dampak negatif pada kondisi ketenagakerjaan Data Ketenagakerjaan Jawa Timur Situasi ketenagakerjaan di Jawa Timur menunjukkan adanya penurunan jika dibandingkan denga triwulan sebelumnya. Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur per Agustus 2013 sebanyak 20,137 juta orang, meningkat dibandingkan data ketenagakerjaan di bulan Februari 2013 (20,095 juta). Namun demikian, peningkatan angkatan kerja diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk yang menganggur dan penurunan jumlah penduduk yang bekerja. Oleh karena itu, rasio penduduk yang menganggur dengan jumlah angkatan kerja yang biasa disebut dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan sebesar 0,33%, dari 4,00% Triwulan III Tahun

119 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT menjadi 4,33%. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan perbandingan antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) juga menurun menjadi 69,92% jika dibandingkan periode sebelumnya sebesra 70,12% Kondisi perekonomian nasional maupun regional yang melemah merupakan salah satu pendorong meningkatnya pengangguran di Jawa Timur. Inflasi yang tinggi pada triwulan III-2013, yang diikuti dengan kenaikan harga BBM menurunkan daya beli masyarakat. Selain itu, kondisi eksternal berupa depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US $ hingga menembus level Rp membuat harga bahan baku impor semakin mahal. Oleh karena itu, dunia usaha mencoba melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang digunakan. Tabel 5.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur ( ) Kegiatan Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Total Angkatan Kerja 20,316,773 20,338,568 20,623,490 19,527,051 20,251,672 19,761,885 19,831,685 19,901,558 20,095,752 20,137,000 Bekerja 19,123,221 19,305,056 19,611,540 19,698,108 19,406,025 18,940,340 19,012,225 19,081,995 19,291,374 19,266,000 Menganggur 1,193,552 1,033,512 1,011, , , , , , , ,000 TPAK (%) 69.36% 69.25% 69.77% 69.08% 71.39% 69.49% 69.55% 69.62% 70.12% 69,92% TPT (%) 5.87% 5.08% 4.91% 4.25% 4.18% 4.16% 4.14% 4.12% 4.00% 4,33% Sumber : BPS Jatim, (diolah) Grafik 5.1 Penyerapan Tenaga Kerja Sisi Sektoral Ribu orang Jasa Kemasyarakatan Industri Perdagangan Pertanian TOTAL Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug 20,000 19,500 19,000 18,500 18,000 17,500 17,000 16, Sumber : BPS Jatim (diolah) Secara sektoral, pada triwulan III-2013 penyerapan tenaga kerja sedikit mengalami pergeseran. Distribusi penyerapan tenaga kerja terbesar yang secara historis didominasi oleh tiga sektor unggulan Jawa Timur (Pertanian, Perdagangan, dan Industri Pengolahan), pada triwulan III-2013 didominasi oleh sektor Pertanian, Perdagangan, dan Triwulan III Tahun

120 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Jasa Kemasyarakatan. Perlambatan kinerja Industri pengolahan dinilai sebagai faktor utama penurunan kontribusi penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur yaitu sebesar 14,40%, sementara itu penyerapan tenaga kerja di sektor Jasa Kemasyarakatan meningkat dengan kontribusinya sebesar 15,63%. Sektor Jasa Kemasyarakatan membutuhkan keahlian khusus dengan upah tertentu yang diberikan bagi pekerjanyasehingga permintaan terhadap tenaga kerja sektor ini semakin meningkat. Di sisi lain, sektor Pertanian dan Perdagangan masing-masing berkontribusi sebesar 37,44% dan 21,01% dari total tenaga kerja Jawa Timur. Grafik 5.2 Grafik 5.3 Penyerapan Tenaga Kerja Komposisi Tenaga Kerja Formal R I Informal Formal G Formal G Informal Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug 16% 12% 8% 4% 0% -4% -8% -12% 7 Buruh/Karyawan Berusaha dibantu buruh tetap g berusaha dibantu buruh tetap g buruh/karyawan R Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug I 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% B U Sumber : BPS Jatim (diolah) B U Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 5.4 Komposisi Bidang Tenaga Kerja Informal Pekerja Tak Dibayar Pekerja Bebas Non Pertanian Pekerja Bebas di Pertanian R I B U Berusaha dibantu buruh tdk tetap Berusaha sendiri Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Sumber : BPS Jatim (diolah) Berdasarkan komposisinya, karakteristik tenaga kerja di Jawa Timur masih didominasi oleh penyerapan tenaga kerja di sektor informal, yakni sebesar 12,76 juta orang. Komposisi terbesar pada kelompok berusaha dibantu buruh (3,84 juta orang) diikuti oleh kelompok pekerja tak dibayar (3,81 juta orang). Hal ini sejalan dengan Triwulan III Tahun

121 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT penyerapan tenaga kerja terbesar di sektor Pertanian, dimana sektor primer ini membutuhkan buruh dalam jumlah banyak dan seringkali melibatkan anggota keluarga, sehingga jumlah pekerja tak dibayar juga tinggi. Kedua hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas keterampilan tenaga kerja Jawa Timur, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun informal. Pendidikan yang memadai juga penting untuk didorong pemerintah, sehingga tenaga kerja memiliki kualitas tinggi dan mampu bekerja di sektor sekunder maupun tersier yang menawarkan pendapatan lebih tinggi. Sementara itu, perkembangan tenaga kerja di sektor formal juga mengalami penurunan secara qtq, namun secara yoy mengalami kenaikan. Tenaga kerja di sektor formal didominasi oleh buruh atau karyawan sebesar 90,40%, sementara sisanya merupakan berusaha dibantu buruh Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 1 Berbeda dengan indikator ketenagakerjaan dari BPS Provinsi Jawa Timur, indikator ketenagakerjaan hasil Survei Kegiatan Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia di wilayah kerja Jawa Timur menunjukkan penurunan, tercermin dari nilai Saldo Bersih Terimbang (SBT) 2 sebesar -4,81% pada triwulan II-2013 menjadi -6,31% pada triwulan III Secara spesifik dari 9 (sembilan) sektor ekonomi yang melakukan pengurangan tenaga kerja pada triwulan laporan, terutama sektor Industri Pengolahan yang diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Listrik, Gas dan Air Bersih, serta Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Perlambatan kinerja sektor-sektor ini pada triwulan III-2013 menyebabkan menurunnya nilai SBT Penggunaan Tenaga Kerja. Sementara itu, membaiknya kinerja sektor lainnya turut mempengaruhi penggunaan tenaga kerja pada sektor terkait, yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sektor tersebut dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan nilai SBT tertinggi terjadi pada sektor Jasa-Jasa serta Pengangkutan dan Komunikasi. Hal ini seiring dengan tingginya arus jasa angkutan dan komunikasi serta jasa lain pada hari raya Idul Fitri. 1 SKDU (Survei Kegiatan Dunia Usaha) adalah survei yang dilakukan Bank Indonesia secara triwulan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dini mengenai indikasi perkembangan kegiatan ekonomi (sisi penwaran) di sektor riil pada triwulan sedang berjalan maupun perkiraan triwulan yang akan datang. 2 Diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Triwulan III Tahun

122 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Respon adanya kenaikan TDL dan harga BBM disertai dengan peningkatan harga barang sangat berpengaruh terhadap dunia usaha karena biaya operasional perusahaan akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, pengusaha akan mengurangi beban usaha salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun demikian, ekspektasi pelaku usaha terhadap perkembangan perekonomian di Jawa Timur pada triwulan yang akan datang pasca kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, diperkirakan masih optimis akan terjadi peningkatan penggunaan tenaga kerja. Hal ini sebagaimana tercermin dari SBT triwulan IV-2013 meningkat menjadi 2,12%. Tabel 5.2 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Jawa Timur SEKTOR I II III IV I II III IV I II III IV* REALISASI PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PHR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN JASA - JASA TOTAL Grafik 5.5 Grafik 5.6 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral TOTAL PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR %, SBT I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR PERTAMBANGAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN JASA -JASA %, SBT I II III IV I II III IV I II III KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN Tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan di Jawa Timur pada triwulan III-2013 cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Triwulan III Tahun

123 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT penurunan yang cukup signifikan pada Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan sedikit peningkatan pada Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan Kesejahteraan Petani Pada triwulan III-2013, indikator kesejahteraan petani di Jawa Timur yang tercermin dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukan sedikit peningkatan, yaitu tumbuh 0,25% (qtq) dari 102,95 menjadi 103,21. Pertumbuhan NTP Jawa Timur tersebut menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di Jawa Timur yang cukup baik di tengah melambatnya NTP nasional yang menurun sebesar 0,68% (qtq). Namun demikian, NTP Jawa Timur pada periode ini masih berada di bawah level nasional (104,56). Peningkatan NTP Jawa Timur didorong oleh pertumbuhan indeks harga yang diterima petani (lt) yang lebih tinggi dibandingkan dengan indeks harga yang dibayarkan oleh petani (lb). Pada triwulan laporan indeks harga yang diterima petani di Jawa Timur sebesar 164,32 (meningkat 4,77% (qtq)). Angka indeks ini menunjukkan bahwa tingkat harga produk pertanian pada tw.iii-2013 mengalami kenaikan secara rata-rata 64,32% dibandingkan dengan produk yang sama pada tahun dasar (2007). Di sisi lain, indeks harga yang dibayar petani di Jawa Timur sebesar 159,22 (meningkat 4,52% (qtq)). Angka indeks ini menunjukkan bahwa tingkat harga kebutuhan petani baik biaya produksi, penambahan barang modal, maupun konsumsi petani meningkat secara rata-rata 59,22 kali lipat dibanding dengan produk yang sama pada tahun dasar (2007). Lebih besarnya indeks harga terima dibanding indeks harga bayar petani menunjukkan bahwa pendapatan petani di Jawa Timur lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan oleh petani. Kondisi ini terjadi karena di triwulan III 2013 merupakan akhir dari masa panen gadu padi, sehingga hasil produksi petani masih cukup relatif tinggi. Selain itu, curah hujan yang rendah di Jawa Timur membuat panen tembakau di beberapa wilayah, seperti Bojonegoro, Madura dan Probolinggo cukup tinggi. Sementara itu, Kabupaten Nganjuk sebagai salah satu sentra produksi kedelai Jawa Timur, pada triwulan III-2013 mampu memanen kedelai dengan peningkatan hampir 30% dibandingkan musim sebelumnya. Harga kedelai yang melambung di pasar, membuat petani kedelai menikmati keuntungan yang signifikan. Kondisi tersebut turut berkontribusi pada peningkatan pendapatan petani di Jawa Timur. Triwulan III Tahun

124 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Ketersediaan pasokan hasil pertanian relatif terjaga. Selain itu, meningkatnya kebutuhan masyarakat pada hari raya Idul Fitri mengakibatkan harga pangan cenderung naik, turut berpengaruh pada peningkatan indeks harga yang diterima oleh petani. Grafik 5.7 Grafik 5.8 NTP Nasional & Jawa Timur NTP dan Pertumbuhan (Nasional & Jatim) NTP Nasional NTP Jawa Timur Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Indeks NTP Nasional NTP Jawa Timur g It Nasional g It Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 5.9 Grafik 5.10 It serta Pertumbuhan Nasional & Jatim Ib dan Pertumbuhan Nasional & Jatim lt Nasional lt Jatim g lt Nasional g lt Jatim Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Jatim (diolah) % Indeks Ib Nasional Ib Jatim g Ib Nasional g Ib Jatim I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Jatim (diolah) % Kesejahteraan Nelayan Kondisi kesejahteraan nelayan yang tercermin pada Nilai Tukar Nelayan (NTN) Jawa Timur pada triwulan III-2013 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tercatat Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada triwulan II-2013 tumbuh menurun sebesar 1,76% dari 158,07 menjadi 155,28. Penurunan tersebut terutama disebabkan karena faktor cuaca dan tingginya ombak di sebagian besar perairan Jawa, termasuk di perairan Jawa Timur. Oleh karena itu, nelayan cenderung enggan melaut dan beralih ke pekerjaan di sektor lain, seperti pertanian dan perdagangan, sehingga hasil tangkapan ikan cenderung menurun. Namun demikian, Triwulan III Tahun

125 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT kesejahteraan nelayan Jawa Timur lebih tinggi dari nasional yang tercermin dari NTN Jawa Timur yang berada di atas level nasional (105,21). Sepuluh komoditas yang mengalami penurunan indeks harga yang diterima nelayan adalah ikan tongkol, ikan ekor kuning, ikan tenggiri, ikan kembung, cumi-cumi, ikan pari, ikan layur, ikan selar dan ikan layur. Sementara itu, hanya terdapat satu komoditas yang mengalami kenaikan indeks harga yang diterima nelayan, yakni udang putih. Di sisi lain, sepuluh komoditas yang mengalami kenaikan indeks harga yang dibayar nelayan adalah emas perhiasan, garam, upah membersihkan kapal, biaya perbaikan, beras, bensin, umpan, jaring, minyak tanah dan tahu mentah. Sedangkan, komoditas yang mengalami penurunan indeks harga yang di bayar nelayan adalah cabai rawit, bawang merah, tomat sayur, cabai hijau dan bayam. Dari enam kabupaten yang melakukan penghitungan nilai tukar nelayan pada bulan september 2013, penurunan terbesar terjadi di Kabupaten Situbondo sebesar 3,81%, diikuti kabupaten Lamongan sebesar 3,25%, Kabupaten Tuban sebesar 2,48%, kabupaten Trenggalek 1,77% dan Kabupaten Pamekasan sebesar 1,33%. Sementara kenaikan nilai tukar nelayan hanya terjadi di Kabupaten Banyuwangi sebesar 0,27%. Grafik 5.12 Grafik 5.13 NTN Nasional & Jawa Timur NTN serta Pertumbuhan (Nasional & Jatim) Indeks NTN Nasional NTN Jawa Timur I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Nasional Jatim g NTN Nasional g NTN Jatim Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % Sumber : BPS Jatim (diolah) Sumber : BPS Jatim (diolah) 5.4 PROFIL KEMISKINAN JAWA TIMUR Angka kemiskinan di Jawa Timur terus menurun secara gradual sejak tujuh tahun terakhir. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), jumlah penduduk Jawa Timur yang berada di bawah garis kemiskinan (penduduk miskin) 3 pada Maret 2013 turun sebesar 0,53%, yaitu dari 13,08% pada September 2012 menjadi 12,55% atau sebesar 3 Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Triwulan III Tahun

126 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT jiwa (grafik 5.14). Meskipun secara makroekonomi, terdapat indikasi perlambatan perekonomian, namun tingginya upaya masyarakat dan pemerintah dalam memberantas kemiskinan menjadi faktor pendorong penurunan kemiskinan di Jawa Timur. Grafik 5.14 Perkembangan Penduduk Miskin di Jawa Timur (%) 25 % Sumber : BPS Jatim (diolah) Penurunan persentase penduduk miskin pada Maret 2013 sebagian besar disumbang oleh penurunan penduduk miskin di pedesaan, yaitu sebesar 0,73%, sementara penurunan persentase penduduk miskin di kota hanya sebesar 0,33%. Penurunan angka kemiskinan tersebut, tidak terlepas dari komitmen dan konsistensi melaksanakan berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama yang dilakukan di desa-desa. Konsistensi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam pengentasan kemiskinan tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun , dengan memposisikan Program Penanggulangan Kemiskinan sebagai salah satu Program Prioritas di Jawaa Timur. Program-program Penanggulangan dan pengentasan kemiskinan di Jawa Timur dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan peran masyarakat serta fungsi lembaga-lembaga Desa, untuk mendorong kesadaran kaum miskin dalam memperbaiki nasibnya. Program-programm mengentas kemiskinan melalui dua cara, yaitu (i) mengurangi beban biaya bagi Rumah Tangga Sangat Miskin, seperti misalnya : biaya pendidikan, biaya kesehatan, infrastruktur seperti air bersih, jalan desa dan sebagainya, (ii) meningkatkan pendapatan Rumah Tangga Miskin dan Hampir Miskin dengan jalan antara lain pelatihan ekonomi produktif, usaha ekonomi, stimulan modal kerja/ usaha, pasar desa, dan kegiatan pemberdayaan ekonomi lokal serta peningkatan produksi melalui teknologi tepat guna. Salah Triwulan III Tahun

127 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT satu contoh program yang dilaksanakan adalah Program Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan (P3D/K) yang telah dialokasikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2011 dan sekarang ini telah memasuki tahap penguatan. Program tersebut memperkuat perekonomian masyarakat desa melalui pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa/Kelurahan. Tabel 5.4 Garis Kemiskinan, Jumlah & Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Daerah/ tahun Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan Maret ,487 51, ,408 2, Maret ,676 56, ,624 2, Maret ,965 60, ,383 1, Maret ,242 65, ,546 1, Sept ,210 68, ,403 1, Maret ,806 69, ,305 1, Sept ,073 71, ,947 1, Maret ,350 77, ,209 1, Pedesaan Maret ,971 36, ,432 4, Maret ,522 43, ,628 3, Maret ,806 46, ,879 3, Maret ,457 50, ,275 3, Sept ,141 53, ,166 3, Maret ,352 54, ,216 3, Sept ,674 57, ,556 3, Maret ,172 61, ,530 3, Kota + Desa Maret ,091 44, ,112 7, Maret ,440 49, ,317 6, Maret ,240 53, ,327 5, Maret ,017 57, ,727 5, Sept ,360 60, ,603 5, Maret ,375 61, ,202 5, Sept ,244 64, ,783 4, Maret ,306 69, ,510 4, Sumber : BPS Jatim Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin Perubahan Persentase Penduduk Miskin (%) Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar kkal/kapita/hari dan kebutuhan non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya. Garis kemiskinan pada Maret 2013 meningkat sebesar 5,63 persen atau Rp perkapita perbulan, yaitu dari Rp perkapita perbulan pada September 2012 menjadi Rp perkapita perbulan pada Maret Peranan komoditi makanan terhadap garis Triwulan III Tahun

128 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT kemiskinan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan), yaitu sebesar 73,13 persen. Inflasi yang tinggi akan diikuti dengan peningkatan harga barang dan jasa. Pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas tertentu akan terpengaruh sebagai dampak dari peningkatan harga. Grafik 5.15 menunjukkan perkembangan pertumbuhan konsumsi makanan dan non makanan rumah tangga serta rata-rata inflasi makanan dan non makanan di Jawa Timur. Pada triwulan III-2013, rata-rata inflasi makanan meningkat dari -0,73% menjadi 3,33% sebagai dampak dari tingginya permintaan bahan makanan pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Pola konsumsi makanan masyarakat bersifat inelastis, sehingga tidak terpengaruh dengan adanya peningkatan harga yang cukup signifikan tersebut. Pada triwulan III-2013, konsumsi makanan tetap tumbuh positif 4,8% dari Rp100,37 T menjadi 105,27 T pada triwulan III Sementara itu, rata-rata inflasi non makanan juga mengalami peningkatan dari 0,24% menjadi 3,64%. Hal ini juga direspon dengan peningkatan konsumsi non makanan yang tumbuh positif 7,24% dari Rp85,33 T menjadi Rp91,51 T. Inflasi yang meningkat akan diikuti oleh peningkatan batas kemiskinan sehingga jumlah penduduk miskin akan bertambah jika tidak diikuti dengan peningkatan daya beli dan pendapatan, terutama masyarakat kelompok berpenghasilan bawah. Grafik 5.15 Pertumbuhan Pengeluaran Rumah Tangga dan Pertumbuhan Inflasi di Jawa Timur (%) % (1.00) Rata2 Inflasi Makanan g Konsumsi Makanan (2.00) Sumber : BPS Jatim (diolah) Rata2 Inflasi Non Makanan g Konsumsi Non Makanan II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009 IV-2009 I-2010 II-2010 III-2010 IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011 I-2012 II-2012 III-2012 IV-2012 I-2013 II-2013 III-2013 Kemiskinan tidak hanya mencakup persentase penduduk miskin, tetapi juga menyangkut seberapa besar jarak dan keragaman pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indikator tersebut dapat dihat dari (P1) dan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gap Index (P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran (0.05) (0.10) Triwulan III Tahun

129 BAB V KESEJAHTERAAN MASYARAKAT masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan/Poverty Severity Index (P2), merupakan ukuran tingkat ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Dari data kemiskinan rilis Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) digambarkan bahwa indeks kedalaman kemiskinan (P1) mengalami penurunan 0,09 poin atau sebesar 1,93 pada September 2012 menjadi 1,84 pada Maret Penurunan nilai P1 tersebut terjadi di pedesaan (0,21 poin), sedangkan di perkotaan terjadi sedikit peningkatan (0,03 poin). Sementara itu, nilai P2 juga mengalami penurunan 0,01 poin atau menjadi 0,43 pada Maret Penurunan nilai yaitu P1 memberikan indikasi rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan sebagai akibat dari semakin tingginya harga-harga komoditas yang harus dipenuhi masyarakat. Di sisi lain, penurunan P2 menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit. Dari sisi wilayah, pola kemiskinan di desa menunjukkan semakin banyak penduduk yang mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin yang lebih tinggi daripada di kota sebagaimana ditunjukkan pada grafik Grafik 5.18 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Jawa Timur Menurut Daerah Indeks Mar 08 Mar 09 Mar 10 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 P1 Kota P1 Desa P2 Kota P2 Desa Sumber : BPS Jatim Triwulan III Tahun

130 Bab 6 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV - 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah KATA PENGANTAR Pertamatama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga Triwulan I 2013 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan

Lebih terperinci

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2012 BANK INDONESIA SURABAYA Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : 031-3520011

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II - 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV (JAWA TIMUR) Penerbit : Bank Indonesia Surabaya Bidang Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN 2011 BANK INDONESIA SURABAYA Penerbit : Bank Indonesia Surabaya Bidang Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.5 SURABAYA Telp. : 0313520011 psw. 129/128 Fax : 0313554178

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU TRIWULAN III 213 Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III-2013 Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Bali Triwulan III-2013 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Asesmen Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011 RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011 Perekonomian provinsi Jawa Timur pada triwulan II-2011 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Assesmen Perkembangan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN I 212 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Kajian Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Jl. Letda Tantular No.

Lebih terperinci