Bilangan dan Fungsi Kompleks

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bilangan dan Fungsi Kompleks"

Transkripsi

1 Bab 5 cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Bilangan dan Fungsi Kompleks Pada BAB ini dibahas mengenai konsep-konsep bilangan dan variabel kompleks serta penggunaannya dalam penyelesaian persoalan fisika. 5. Bagian Real dan Imajiner Bilangan kompleks terdiri dari dua bagian yaitu bagian real dan bagian imajiner. Misalnya bilangan kompleks yang dinyatakan dengan 5+3i maka angka 5 merupakan bagian real sedangkan angka 3 disebut bagian imajiner dari bilangan kompleks tersebut. Dalam penulisan bilangan kompleks i = atau i =. Perlu diperhatikan bahwa bagian imajiner suatu bilangan kompleks bukanlah imajiner. Bilangan kompleks dapat dinyatakan sebagai pasangan antara bagian real dan bagian imajinernya. Jadi misalnya 5 + 3i dapat dituliskan sebagai (5,3). 5. Bidang Kompleks Karena bilangan kompleks biasa dituliskan dalam bentuk pasangan bilangan sebagaimana pasangan titik dalam sistem koordinat xy, maka sebuah bilangan kompleks dapat juga digambarkan sebagai titik dalam bidang kompleks. Bidang kompleks sering disebut diagram Argand. Sumbu mendatar (sumbu x) menggambarkan bagian real sedangkan sumbu tegak (sumbu y) menggambarkan bagian imajiner sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5.. Ini mirip dengan representasi titik dalam sistem koordinat kartesian. Sebagaimana diketahui bahwa suatu titik dalam bidang xy juga dapat dinyatakan dalam ungkapan polar, maka bilangan kompleks juga dapat direpesentasikan dalam bentuk polar yaitu (r, θ). Hubungan antara x dan y 93

2 94 Bilangan dan Fungsi Kompleks (5,3) z = 5 + 3i ( 8, 6) z = 8 6i Gambar 5.: Bidang kompleks. dengan r dan θ adalah x = rcosθ y = rsinθ Jadi suatu bilangan kompleks z dapat dinyatakan dalam representasi z = x+iy = r(cosθ+isinθ) = re iθ (5.) r dinamakan modulus atau nilai mutlak dari z dan θ (dalam radian) disebut sudut dari z. 5.3 Aljabar Kompleks Menjadikan bentuk x+iy Setiap bilangan kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk x + iy. ontoh (+i) = (+i)(+i) = +i+i = +i = i

3 5.3 Aljabar Kompleks 95 ontoh +i 3 i = +i +i 3 i3+i = 6+5i+i = 5+5i 9 i 0 = + i cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 ontoh 3 Nyatakan z = (cos30 +isin30 ) Karena 30 = π/6 rad maka z = dalam bentuk x+iy. (cos30 +isin30 ) = ( cos π +isin ) = π e = iπ/6 e iπ/6 6 6 = (cosπ/6 isinπ/6) = ( 3 4 i 4 Konjugat kompleks (omplex conjugate) Konjugat dari suatu bilangan kompleks z = x+iy dinyatakan dengan z = x iy. Konjugat dari suatu bilangan kompleks diperoleh dengan mengalikan bagian imajinernya dengan. ontoh Nilai mutlak z = 3i i+4 = z = +3i i+4 Nilai mutlak (modulus) dari suatu bilangan kompleks z = x + iy menggambarkan jarak titik yang direpresentasikan dengan (x, y) dengan pusat koordinat di bidang kompleks. Dengan demikian dinyatakan dalam bentuk ) z = r = x +y = z z (5.) Persamaan Kompleks Dua buah bilangan kompleks dikatakan sama jika bagian real bilangan kompleks pertama sama dengan bagian real bilangan kompleks kedua dan bagian imajiner bilangan kompleks pertama sama dengan bagian imajiner bilangan kompleks kedua. Misalnya jika x+iy = +3i maka berarti x = dan y = 3.

4 96 Bilangan dan Fungsi Kompleks ontoh Tentukan x dan y jika (x+iy) = i (x+iy) = x +ixy y = i Dengan demikian diperoleh hubungan Selanjutnya diperoleh x y = 0 = y = ±x xy = x = atau x = Karenaxharusrealmakax tidakmungkinnegatif,dengandemikiandidapat x = dan y = x. Sehingga solusi persamaan tersebut adalah x = y = atau x = y =. 5.4 Fungsi Eksponensial dan Trigonometri Karena z = x+iy, maka dapat dituliskan bentuk berikut e z = e x+iy = e x e iy = e x (cos y +isin y) (5.3) Sedangkan telah ditunjukkan sebelumnya dalam persamaan 5. bahwa bilangan kompleks dapat direpresentasikan dalam bentuk eksponensial (yang disebut sebagai rumus Euler) yaitu e iθ = cosθ+isinθ (5.4) Dengan menggunakan rumus Euler tersebut dapat diperoleh bentuk e iθ = cosθ isinθ (5.5) Bila persamaan 5.4 dan persamaan 5.5 dijumlahkan maka akan diperoleh ungkapan untuk cos θ, sedangkan bila persamaan 5.4 dikurangi dengan persamaan 5.5 maka akan dapat diperoleh ungkapan untuk sin θ sebagai berikut sinθ = eiθ e iθ i cosθ = eiθ +e iθ (5.6)

5 5.5 Fungsi Hiperbolik Fungsi Hiperbolik Dengan menggunakan rumusan Euler, maka dapat pula diperoleh ungkapan yang lebih umum untuk bilangan kompleks z, yaitu cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 sinz = eiz e iz i cosz = eiz +e iz (5.7) Tinjau suatu bilangan kompleks yang murni imajiner z = iy, maka dapat dinyatakan sinz = ei(iy) e i(iy) i cosz = ei(iy) +e i(iy) = e y e y i = e y +e y = i ey e y = ey +e y (5.8) Persamaan 5.8 memberikan definisi tentang fungsi sinus hiperbolik (sinh) dan cosinus hiperbolik (cosh), yang secara umum dituliskan dalam bentuk sinhz = ez e z coshz = ez +e z (5.9) Beberapa fungsi hiperbolik lainnya dapat diperoleh sebagaimana fungsi trigonometri biasa, yaitu tanhz = sinhz coshz, cothz = tanhz sech z = coshz, csch z = sinhz Dari persamaan 5.8 dapat juga dituliskan bahwa siniy = isinhy cosiy = coshy (5.0) (5.) 5.6 Logaritma Misalkan suatu bilangan kompleks z dan w di mana hubungannya dinyatakan dengan z = e w yang berarti w = lnz. Kemudian jika z = re iθ, maka diperoleh w = lnz = ln(re iθ ) = lnr+lne iθ = lnr+iθ (5.)

6 98 Bilangan dan Fungsi Kompleks ontoh Tentukanlah ln( ). Dalam ungkapan koordinat polar sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, z = dapat dinyatakan dengan bentuk eksponensial dengan r = dan θ = π, π,3π, 3π,... sehingga ontoh Tentukan ln( + i). ln( ) = ln()+iθ = 0+i(π ±nπ) = iπ, iπ,3iπ,... Dengan menggunakan ungkapan dalam koordinat polar dapat diperoleh bahwa untuk z = +i berarti r = dan θ = π/4±nπ. Dengan demikian ln(+i) = ln( ( π ) )+i 4 ±nπ 5.7 Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Persoalan Fisika Berikut ini diberikan beberapa contoh penggunaan bilangan kompleks dalam persoalan fisika. Kinematika Sebagaimana sistem koordinat kartesian dua dimensi, bidang kompleks dapat digunakan untuk mendeskripsikan gerak suatu benda. Jika z menyatakan posisi suatu benda, maka jika posisinya berubah tiap saat maka dapat dinyatakan bahwa z(t). Misalkan posisi benda tiap saat dinyatakan dengan z = 5e iωt di mana ω suatu konstanta. Tentukan laju, besar percepatan dan deskripsi gerak benda tersebut. Laju gerak benda adalah v = dz dt = d dt 5eiωt = 5iωe iωt = iωz Percepatan gerak benda adalah a = dv dt = d dt (5iωeiωt ) = 5ω e iωt = ω z

7 5.7 Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Persoalan Fisika 99 cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Gambar 5.: Rangkaian seri RL dengan sumber tegangan bolak-balik. Terlihat dari percepatan gerak benda, bahwa percepatan gerak benda sama dengan suatu konstanta dikalikan dengan posisi benda dan hal ini menyatakan suatu gerak harmonik. Rangkaian A Dalam rangkaian arus bolak-balik dengan komponen R (resistor), L (induktor) dan (kapasitor), sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5., misalnya arus total yang mengalir pada rangkaian dinyatakan dengan bentuk fungsi harmonik I = I 0 sinωt. Jika V R adalah beda tegangan pada kaki-kaki resistor R dan I adalah kuat arus yang mengalir pada hambatan tersebut, maka berdasarkan hukum Ohm dapat dinyatakan V R = IR (5.3) sedangkan hubungan antara tegangan pada induktor L dengan kuat arus dinyatakan dengan V L = L di dt (5.4) dan tegangan pada kapasitor dinyatakan dengan dv dt = I = V = Idt (5.5)

8 00 Bilangan dan Fungsi Kompleks Bentuk arus setiap saat tersebut bila dinyatakan dengan bilangan kompleks adalah I = I 0 sinωt = I 0 e iωt, maka V R = RI = RI 0 e iωt = RI (5.6) V L = L di dt = Ld(I 0e iωt ) = iωli 0 e iωt = iωli (5.7) dt V = I 0 e iωt dt = iω I 0e iωt = iω I (5.8) Tegangan total jika ketiga komponen tersusun seri adalah V = V R +V L +V = RI +iωli + iω I [ ( = R+i ωl )] I (5.9) ω = ZI ( di mana Z = R + i ωl ) dinamakan sebagai impedansi (kompleks) ω pada rangkaian RL seri. Hambatan efektif pada komponen induktor dinamakan reaktansi induktif X L yaitu X L = V L = iωl (5.0) I sedangkan hambatan efektif pada komponen kapasitor dinamakan reaktansi kapasitif X yaitu X = V I = iω = i (5.) ω Pada rangkaian RL seri, impedansi (kompleks) dapat diperoleh dengan konsep yang sama dengan susunan seri tiga hambatan(resistor) yang masingmasing dinyatakan dengan R = R, R = X L = iωl dan R 3 = X = i/(ω) sehingga hambatan total (yaitu impedansi total) diperoleh sebagaimana telah diungkapkan di atas yaitu Z = R +R +R 3 = R+X L +X = R+iωL i ( ω = R+i ωl ) ω Selanjutnya dapat diperoleh besar impedansi sebagaimana nilai absolut dari Z, yaitu ( Z seri = Z Z = R + ωl ) (5.) ω

9 5.7 Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Persoalan Fisika 0 Suatu kondisi di mana Z sepenuhnya real (berarti bagian imajinernya sama dengan nol) dinamakan kondisi resonansi. Demikian pula halnya jika ketiga komponen (resistor, induktor dan kapasitor) disusun paralel, maka impedansi totalnya dapat diperoleh sebagaimana susunan paralel tiga buah hambatan yaitu R = R, R = X L = iωl dan R 3 = X = i/(ω). Hambatan (impedansi) kompleks total pada susunan paralel adalah cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Sehingga diperoleh ontoh Z = + + R R R 3 = R + + = X L X R + iωl + = R i ωl +iω = R +i Z = ( R +i ) ωl +ω Z paralel = Z Z = i/(ω) ( ) ωl +ω ( ) +( R ωl +ω ) (5.3) Pada rangkaian yang terdiri dari hambatan R yang tersusun seri dengan induktor L kemudian keduanya diparalel dengan kapasitor, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.3, tentukanlah impedansi rangkaian tersebut. Impedansi total rangkaian tersebut adalah Z total = Z + Z = Z +Z Z Z = Z total = Z Z Z +Z

10 0 Bilangan dan Fungsi Kompleks Gambar 5.3: Gambar susunan komponen untuk contoh. di mana Z = R+iωL dan Z = i. Dengan demikian ω ( (R+iωL) i ) Z total = ω ( R+i ωl ) ω ir = ω + L ( R i ωl ) ( R+i ωl ) ω ( R i ωl ) ω ω ( ) R +i ( R ω = ω ω L + L ) ω ( R + ωl ) ω 5.8 Fungsi Kompleks Fungsi dengan variabel kompleks dinyatakan misalnya dalam bentuk f(z) dengan z adalah bilangan kompleks. Secara umum fungsi dengan variabel kompleks mempunyai bagian real dan imajiner yang juga merupakan fungsi. Misalkan f(z) = z, karena z = x+iy maka z = (x+iy) = (x y )+i(xy) (5.4) Bagian real dan bagian imajiner suatu fungsi kompleks secara umum merupakan fungsi dari variabel x dan y. Bagian real dinyatakan dengan u(x, y) dan bagian imajiner dinyatakan dengan fungsi v(x, y). Jadi suatu fungsi

11 5.9 Fungsi Analitik 03 kompleks f(z) = u(x,y) + i v(x,y). Dengan demikian untuk fungsi kompleks di atas yang dinyatakan dengan f(z) = z, maka u(x,y) = x y dan v(x,y) = xy. ontoh Tentukan bagian real dan bagian imajiner fungsi kompleks f(z) = dengan z = x+iy. z z + cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 x+iy f(z) = (x+iy) + = x+iy (x y +)+ixy ( )( ) x+iy (x y +) ixy = (x y +)+ixy (x y +) ixy = x3 y 3 +x+xy (x y +) 4x y +i x y y 3 +y (x y +) 4x y Dengan demikian bagian real dan imajinernya adalah u(x,y) = x3 y 3 +x+xy (x y +) 4x y v(x,y) = 5.9 Fungsi Analitik x y y 3 +y (x y +) 4x y Suatu fungsi f(z) dikatakan analitik dalam suatu daerah pada bidang kompleks bila fungsi tersebut mempunyai turunan yang tunggal (unik) pada setiap titik dalam daerah tersebut. Jika f(z) analitik di titik z = a berarti bahwa f(z) mempunyai turunan pada setiap titik dalam lingkaran kecil di sekitar z = a. Fungsi yang tidak memenuhi batasan tersebut disebut sebagai fungsi non-analitik. Beberapa definisi berkaitan dengan fungsi analitik: Titik regular (regular point) dari fungsi f(z) adalah titik di mana f(z) bersifat analitik Titik singular (singular point atau singularity) dari fungsi f(z) adalah titik di mana f(z) tak analitik Beberapa teorema yang digunakan dalam analisa fungsi variabel kompleks:

12 04 Bilangan dan Fungsi Kompleks Teorema I Jika suatu fungsi kompleks f(z) = u(x,y)+iv(x,y) merupakan suatu fungsi analitik dalam suatu daerah, maka dalam daerah itu berlaku u x = v y, dan v x = u y (5.5) Teorema ini disebut juga kondisi auchy-riemann untuk menentukan apakah suatu fungsi merupakan fungsi analitik atau bukan. ontoh Misalkan f(z) = y +ix. Apakah f(z) merupakan fungsi analitik? Dalam hal ini u = y dan v = x, sehingga u/ x = 0, v/ y = 0, v/ y = dan u/ y =. Karena tidak memenuhi kondisi auchy-riemann, maka fungsi f(z) tersebut bukanlah fungsi analitik. ontoh Misalkan f(z) = x+iy. Apakah f(z) merupakan fungsi analitik? Karena u x = = v y dan maka berarti f(z) adalah fungsi analitik. Teorema II v x = 0 = u y Jika u(x,y) dan v(x,y) dan turunan parsialnya terhadap x dan y kontinyu serta memenuhi syarat auchy-riemann dalam daerah tersebut maka f(z) analitik pada semua titik dalam daerah tersebut. Teorema III Perhatikan gambar 5.4. Jika f(z) adalah fungsi analitik dalam daerah tertentu (R) maka f(z) mempunyai turunan orde berapapun pada titik-titik dalam daerah tersebut dan f(z) dapat diekspansikan sebagai deret Taylor di sekitar titik z 0 dalam daerah tersebut. Deret pangkat tersebut konvergen di dalam daerah berbentuk lingkaran yang berpusat di z 0 hingga mencapai titik singular terdekat (disebut sebagai daerah lingkaran konvergensi atau disk of convergence).

13 5.9 Fungsi Analitik 05 R z 0 titik singular cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 ontoh Gambar 5.4: Daerah untuk penjelasan Teorema III. Tentukanlah daerah lingkaran konvergensi (disk of convergence) dari fungsi kompleks f(z) = ln( z). Fungsi f(z) = ln( z) dapat diekspansikan dalam bentuk deret pangkat di sekitar z = 0 (uraian Maclaurin), yaitu ln( z) = z z z3 3 z Kemudian untuk memperoleh titik singular dari fungsi tersebut adalah titik di mana fungsi f(z) tersebut tidak mempunyai turunan. Dalam hal ini titik singular yang dimaksud adalah z =. Dengan demikian daerah lingkaran konvergensi dari fungsi tersebut adalah lingkaran berpusat di pusat koordinat dengan jari-jari. Teorema IV Jika f(z) = u + iv merupakan fungsi analitik dalam suatu daerah, maka u dan v memenuhi persamaan Laplace ( u = 0 dan v = 0) dalam daerah tersebut (artinya u dan v merupakan fungsi harmonik). Fungsi sembarang u (atau v) yang memenuhi persamaan Laplace dalam suatu daerah adalah bagian real atau imajiner dari suatu fungsi analitik f(z). ontoh Suatufungsiu(x,y) = x y adalahbagianrealdarifungsikompleksz. Tentukan bentuk bagian imajiner fungsi kompleks tersebut agar bersifat analitik.

14 06 Bilangan dan Fungsi Kompleks Karena u = u x + u y = = 0 maka berarti u(x,y) memenuhi persamaan Laplace atau dalam kata lain u(x, y) adalah fungsi harmonik. Kemudian dengan menggunakan persamaan auchy-riemann dapat diperoleh v y = u x = x Maka dengan mengintegralkan terhadap y dapat diperoleh bentuk fungsi v(x, y), yaitu v(x,y) = xdy = xy +g(x) dengan g(x) adalah fungsi dalam x yang merupakan konstanta integrasi. Selanjutnya dengan menggunakan kembali syarat auchy-riemann maka dapat diperoleh v x = x (xy +g(x)) = y +g (x) = u y = y sehingga berarti g (x) = 0 atau g = const. Jadi diperoleh bentuk fungsi v(x, y) = xy + const. Dengan demikian diperoleh bentuk fungsi kompleks z adalah f(z) = u+iv = x y +ixy +const = z +const 5.0 Integral Kontur Selain keempat teorema yang berkaitan dengan pengertian dan batasan fungsi analitik, terdapat pula beberapa teorema lainnya yang berkaitan dengan penggunaan fungsi kompleks. Teorema V: Teorema auchy Misalkan adalah suatu kurva tertutup sederhana dengan lengkungan yang halus kecuali beberapa titik tertentu yang jumlahnya terbatas, maka jika f(z) adalah fungsi analitik di dalam dapat dinyatakan dengan f(z)dz = 0 (5.6) sekeliling Persamaan yang diungkapkan dalam integral garis (teorema auchy) tersebut dinamakan integral kontur.

15 5.0 Integral Kontur 07 Teorema VI: Perumusan Integral auchy Jika f(z) adalah fungsi analitik pada dan di dalam suatu kurva sederhana, maka nilai f(z) di suatu titik z = a yang berada di dalam kurva adalah f(a) = f(z) dz (5.7) πi z a ontoh cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Hitunglah integral sinz z π dz, dengan adalah lingkaran pada bidang kompleks dengan z = Integral tersebut dapat dituliskan menjadi sinz z π dz = sinz z π/ dz Kurva yang digunakan adalah berbentuk lingkaran berjari-jari dalam bidang kompleks. Bentuk f(z) adalah f(z) = sinz, dengan a = π/. Karena f(z) = sinz berarti f(z) bersifat analitik di dalam kurva, sehingga dapat digunakan Teorema VI. Maka diperoleh ontoh Hitunglah integral sinz dz = πisin(π/) = πi z π/ sinz z π dz, dengan adalah lingkaran pada bidang kompleks dengan z = Integral tersebut dapat dituliskan menjadi sinz z π dz = sinz z π/ dz

16 08 Bilangan dan Fungsi Kompleks Karena adalah lingkaran berjari-jari dan menggunakan f(z) = sinz/(z π/), maka berarti f(z) adalah fungsi analitik dalam kurva, sehingga bila menggunakan Teorema V (Teorema auchy) dapat dinyatakan: ontoh 3 Hitung integral sinz z π/ dz = 0 e 3z z ln dz jika adalah bujur sangkar yang titik sudutnya pada (,0), (,0), (0,i) dan (0, i) Fungsi kompleks f(z) berbentuk f(z) =, titik singularnya adalah z ln pada z = ln. Karena titik singular tersebut berada di dalam daerah yang dibatasi oleh kurva, maka dapat digunakan rumusan integral auchy f(a) = f(z) f(z) dz = dz = πif(a) πi z a z a Dengan demikian diperoleh e 3z z ln dz = πie3ln = 6πi Teorema VII: Teorema Laurent Misalkan dan adalah dua buah lingkaran yang pusatnya pada titik z 0 dan f(z) adalah suatu fungsi analitik dalam daerah R di antara kedua lingkaran tersebut maka f(z) dapat diuraikan menjadi bentuk deret yang konvergen dalam R, yaitu f(z) = a 0 +a (z z 0 )+a (z z 0 ) + + b b (5.8) z z 0 (z z 0 ) dengan koefisien a n dan b n adalah a n = πi b n = πi e3z f(z)dz (z z 0 ) n+ f(z)dz (z z 0 ) n+ (5.9)

17 5. Teorema Residu dan Aplikasinya 09 dengan adalah adalah sembarang kurva tertutup sederhana yang mengelilingi z 0 dan terletak pada daerah R. Beberapa pengertian yang terkait dengan teorema Laurent ini: Jika semua koefisien b sama dengan nol maka f(z) bersifat analitik pada z = z 0 dan z 0 disebut sebagai titik regular. cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Jika b n = 0 tapi kemudian nilai b setelah b n sama dengan 0 maka f(z) dikatakan mempunyai kutub orde n pada z = z 0. Jika n = maka f(z) mempunyai kutub sederhana (simple pole). Jika terdapat takhingga banyaknya koefisien b yang tidak sama dengan nol maka f(z) dikatakan mempunyai essential singularity pada z = z 0 Koefisien b dari ontoh (z z 0 ) dinamakan residu dari f(z) pada z = z 0. Misalkan sebuah deret e z = +z + z! + z3 3! +... Karena deret ini tidak mempunyai koefisien b (semua b n = 0) maka deret tersebut analitik pada z = 0. Karena b = 0 maka berarti residu dari e z pada z = 0 adalah sama dengan 0. Misalkan sebuah deret ez z 3 = z 3 + z + z!z + 3! + z 4! +... Bagian utama deret tersebut adalah z + 3 z + z!z yang berarti b = /; b = ; b 3 = 0 sedangkan b n untuk n > 3 sama dengan 0. Maka deret tersebut mempunyai kutub orde 3 sedangkan residu dari ez pada z = 0 adalah z3! =. 5. Teorema Residu dan Aplikasinya Teorema residu sangat berguna untuk menghitung integral. Teorema residu dinyatakan dalam bentuk f(z)dz = πi (jumlah residu dari f(z) di dalam ) (5.30) Integral tersebut dihitung dengan arah berlawanan jarum jam pada kurva.

18 0 Bilangan dan Fungsi Kompleks Metode Penentuan Residu Yang menjadi penting adalah bagaimana cara menemukan residu? Ada beberapa cara penentuan residu suatu fungsi kompleks sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini. Deret Laurent Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, uraian deret Taylor dari suatu fungsi dapat digunakan untuk menentukan nilai residu fungsi tersebut di suatu titik z = z 0. ontoh Suatu fungsi kompleks f(z) = e z /(z ). Tentukan residu dari f(z) di z =. Bila fungsi e z diekspansikan dalam deret pangkat (z ) maka diperoleh e z z = e ez z = e ] (z ) [+(z ) z! = e z +e+... Karena residu pada z = diperoleh dari koefisien R() = e. z maka berarti Kutub tunggal (Simple Pole) Jika fungsi kompleks f(z) mempunyai kutub sederhana pada z = z 0 maka residu pada titik tersebut dapat diperoleh dengan mengalikan f(z) dengan (z z 0 ) kemudian hitung nilainya pada z = z 0. Perumusannya secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: R(z 0 ) = lim z z0 (z z 0 )f(z) (5.3) ontoh Hitunglah R( ) dan R(5) untuk fungsi kompleks yang dinyatakan dengan f(z) = z (z +)(5 z). Untuk menghitung residu di titik z =, maka fungsi f(z) tersebut dikalikan dengan (z + ), diperoleh ( z + ) ( f(z) = z + ) z (z +)(5 z) = z (5 z)

19 5. Teorema Residu dan Aplikasinya Kemudian hitung nilainya dengan mensubstitusi z =, diperoleh R( ) = (5+ ) = cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 ara yang sama juga dilakukan untuk menghitung residu di titik z = 5 z (z 5)f(z) = (z 5) (z +)(5 z) = z z + R(5) = z = 5 z + z=5 Kutub ganda (Multiple Poles) Jika f(z) mempunyai kutub dengan orde n, maka dapat digunakan langkah sebagai berikut untuk memperoleh nilai residu pada z = z 0 : kalikan f(z) dengan (z z 0 ) m, di mana m adalah bilangan bulat yang lebih besar atau sama dengan orde n, kemudian differensialkan hasilnya m kali, lalu dibagi dengan (m )! dan hitung hasil akhirnya dengan mensubstitusi z = z 0. ontoh Tentukan residu dari f(z) = (zsinz)/(z π) 3 di titik z = π. Gunakan m = 3 untuk mengeliminasi penyebut, artinya kalikan f(z) dengan (z π) 3 sehingga diperoleh (z π) 3 f(z) = (z π) 3 zsinz (z π) 3 = zsinz kemudian differensialkan kali dan selanjutnya dibagi dengan! sehingga diperoleh d R(π) = z=π! dz (zsinz) = [ zsinz +cosz] z=π = Teorema Residu untuk menghitung integral Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa teorema residu dapat digunakan untuk menghitung integral tertentu. Berikut ini beberapa contohnya. ontoh Hitunglah integral I = π 0 dθ 5+4cosθ

20 Bilangan dan Fungsi Kompleks Jika digunakan variabel baru yaitu z = e iθ, maka dz = ie iθ dθ atau dθ = iz dz dan cosθ = eiθ +e iθ = z + z. Sedangkan batas integral dalam variabel θ yaitu dari θ = 0 hingga θ = π akan berubah menjadi lingkaran satuan dalam bidang kompleks dengan z = dan arahnya berlawanan dengan arah jarum jam. Dengan demikian integral tersebut dapat dinyatakan sebagai integral kontur. Dengan variabel yang baru tersebut integral yang dimaksud dapat dituliskan kembali dalam bentuk I = dz iz 5+(z +/z) = i dz 5z +z + = dz i (z +)(z +) dengan adalah kurva yang berupa lingkaran berjejari dan berpusat di titik pusat koordinat pada bidang kompleks. Terlihat bahwa integran (yaitu fungsi yang diintegralkan) berbentuk f(z) = yang berarti (z +)(z +) mempunyai kutub pada z = dan pada z =. Karena kurva adalah berupa lingkaran berjejari, maka berarti dari kedua kutub tersebut hanya kutub z = saja yang berada di dalam daerah yang dibatasi kurva, sedangkan kutub z = berada di luar daerah yang dibatasi oleh kurva. Residu dari f(z) pada z = dapat dihitung menggunakan metode kutub sederhana (simple pole) yaitu (z +)(z +) R( ) = lim (z + ) z z= = 3 Selanjutnya dengan menggunakan teorema residu dapat diperoleh bahwa I = i πir( ) = π( 3 ) = π 3 Sehingga diperoleh π 0 dθ 5+4cosθ = π 3 ontoh Hitungkah integral I = + dx +x

21 5. Teorema Residu dan Aplikasinya 3 cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Untuk menghitung integral I tersebut, tinjau integral kontur berbentuk dz +z dengan adalah kurva tertutup setengah lingkaran pada bidang kompleks (kuadran dan kuadran ) dengan jejari sembarang ρ >. Integran pada integral kontur tersebut berbentuk f(z) = +z = (z i)(z +i). Berarti f(z) mempunyai kutub pada z = i dan pada z = i. Di antara kedua kutub ini hanya kutub pada z = i saja yang berada dalam daerah yang dibatasi oleh kurca tertutup (ingat bahwa berbentuk setengah lingkaran pada kuadran dan ). Kemudian nilai residu f(z) pada z = i dapat diperoleh menggunakan metode kutub sederhana (simple pole) yaitu R(i) = lim(z ) = z i (z i)(z +i) z=i i Dengan demikian dari teorema residu diperoleh dz +z = πir(i) = π Integral kontur dengan lintasan berupa kurva tersebut dapat dinyatakan sebagai integral garis (integral lintasan) dengan lintasan pertama berupa garis lurus sepanjang sumbu datar (sumbu x) dari ρ hingga +ρ dan lintasan kedua berupa lintasan setengah lingkaran yang dinyatakan dengan persamaan z = ρe iθ dengan θ dari 0 hingga π: dz +z = +ρ ρ dx +x + π 0 ρie iθ dθ +ρ e iθ Telah dihitung sebelumnya bahwa integral kontur yang dimaksud hasilnya adalah π dan hasil ini tidak bergantung pada berapapun nilai ρ yang digunakan. Perhatikan bahwa asalkan kurva yang digunakan dalam penghitungan integral kontur adalah setengah lingkaran pada kuadaran dan, maka berdasarkan teorema residu nilai integralnya tetap sama. Artinya bila diambil ρ, maka dapat dituliskan kembali [ dz +ρ +z = π = lim dx π ] ρ ρ +x + ρie iθ dθ 0 +ρ e iθ + dx = +x +0

22 4 Bilangan dan Fungsi Kompleks Maka diperoleh hasil integral yang dimaksud yaitu ontoh 3 I = + dx +x = π Hitunglah integral I = 0 cosx +x dx Tinjau suatu integral kontur yang berbentuk e iz dz +z dengan adalah kurva tertutup setengah lingkaran pada bidang kompleks (kuadran dan kuadran ) dengan jejari sembarang ρ > sebagaimana pada ontoh. Integran pada integral kontur tersebut mempunyai bentuk f(z) = eiz yang berarti terdapat dua kutub pada z = i dan z = i. Nilai +z residu di dalam kurva adalah e iz R(i) = lim(z ) = z i (z i)(z +i) z=i ie Selanjutnya dengan teorema residu dapat dihitung integral kontur yang dimaksud yaitu e iz dz +z = πir(i) = π e Sedangkan integral kontur tersebut dapat dituliskan dalam dua integral lintasan sesuai dengan kurva tertutup yang digunakan(lihat kembali ontoh di atas) e iz dz +ρ +z = ρ e ix dx +x + lintasan dengan z=ρe iθ Dengan demikian diperoleh bahwa + e ix +x dx = π e e iz dz +z

23 5. Teorema Residu dan Aplikasinya 5 cakul fi5080 by khbasar; sem 00-0 Kemudian bila diambil bagian real dari kedua ruas tersebut maka dapat dinyatakan [ + ] e ix [ π Re +x dx = Re e] 0 + cosx +x dx = π e cosx Selanjutnya karena fungsi adalah fungsi genap, maka integral dari +x hingga + sama dengan dua kali integral dari 0 hingga +, sehingga diperoleh + cosx +x dx = + cosx +x dx = π e

24 6 Bilangan dan Fungsi Kompleks

Bab 3 Fungsi Elementer

Bab 3 Fungsi Elementer Bab 3 Fungsi Elementer Bab 3 ini direncanakan akan disampaikan dalam 3 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: (1) Pertemuan I: Fungsi Eksponensial dan sifat-sifatnya, Fungsi Trigonometri. ()

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS. Dimana cara penyelesaiannya dengan menggunakan rumus abc, yang menghasilkan dua akar sekaligus ..(4)

BILANGAN KOMPLEKS. Dimana cara penyelesaiannya dengan menggunakan rumus abc, yang menghasilkan dua akar sekaligus ..(4) BILANGAN KOMPLEKS A. Pengertian Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan komleks. Himpunan bilangan riil yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan

Lebih terperinci

Bab II Fungsi Kompleks

Bab II Fungsi Kompleks Bab II Fungsi Kompleks Variabel kompleks z secara fisik ditentukan oleh dua variabel lain, yakni bagian realnya x dan bagian imajinernya y, sehingga dituliskan z z(x,y). Oleh sebab itu fungsi variabel

Lebih terperinci

7. RESIDU DAN PENGGUNAAN. Contoh 1 Carilah titik singular dan tentukan jenisnya dari fungsi berikut a. f(z) = 1/z

7. RESIDU DAN PENGGUNAAN. Contoh 1 Carilah titik singular dan tentukan jenisnya dari fungsi berikut a. f(z) = 1/z MATEMATIKA 6 TEKNIK Residu dan Penggunaan 6 7. RESIDU DAN PENGGUNAAN 7.. RESIDU DAN KUTUB disebut titik singular dari f() bila f() gagal analitik di tetapi analitik pada suatu titik dari setiap lingkungan

Lebih terperinci

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi Bab V Aplikasi Selain aplikasi yang sudah diperkenalkan di bab I, teori variabel kompleks masih memiliki banyak ragam aplikasi lainnya. Beberapa di antaranya akan dibahas di dalam bab ini. Perhitungan

Lebih terperinci

Bab I. Bilangan Kompleks

Bab I. Bilangan Kompleks Bab I Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan real yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian dari himpunan

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS

MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS 2 PENDAHULUAN SISTEM BILANGAN KOMPLEKS REAL IMAJINER RASIONAL IRASIONAL BULAT PECAHAN BULAT NEGATIF CACAH ASLI 0 3 ILUSTRASI Carilah akar-akar persamaan x 2 + 4x

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH FUNGSI KOMPLEKS. oleh Dr. Wuryansari Muharini Kusumawinahyu, M.Si.

CATATAN KULIAH FUNGSI KOMPLEKS. oleh Dr. Wuryansari Muharini Kusumawinahyu, M.Si. ATATAN KULIAH FUNGSI KOMPLEKS oleh Dr. Wuryansari Muharini Kusumawinahyu, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2014 Daftar Isi 1 Bilangan Kompleks

Lebih terperinci

Bab III. Integral Fungsi Kompleks

Bab III. Integral Fungsi Kompleks Bab III Integral Fungsi ompleks Integrasi suatu fungsi kompleks f() = u + iv dilakukan pada bidang Argand, sehingga integrasinya menyerupai integral garis pada integral vektor. Hal ini terjadi mengingat

Lebih terperinci

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd i DAFTAR ISI BAB I. BILANGAN KOMPLEKS... 1 I. Bilangan Kompleks dan Operasinya... 1 II. Operasi Hitung Pada Bilangan Kompleks... 1 III.

Lebih terperinci

1 Nama Anggota 1:Darul Afandi ( ) Jawaban soal No 40. -

1 Nama Anggota 1:Darul Afandi ( ) Jawaban soal No 40. - Universitas Jember Jurusan Matematika - FMIPA MAM 56 Deadline: Wednesday, 9 ; :55 Analisis Kompleks Tugas Template Jawaban Nama Kelompok: Group J Nama Anggota:. Darul Afandi (8). Wahyu Nikmatus Sholihah

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS. Dimana cara penyelesaiannya dengan menggunakan rumus abc, yang menghasilkan dua akar sekaligus ..(4)

BILANGAN KOMPLEKS. Dimana cara penyelesaiannya dengan menggunakan rumus abc, yang menghasilkan dua akar sekaligus ..(4) BILANGAN KOMPLEKS A. Pengertian Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan komleks. Himpunan bilangan riil yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

Fungsi Elementer (Bagian Kedua)

Fungsi Elementer (Bagian Kedua) Fungsi Elementer (Bagian Kedua) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 55281, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu IX) Outline 1 Fungsi Hiperbolik 2 sin(iz) =

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN KOMPLEKS

SISTEM BILANGAN KOMPLEKS BAB 1 SISTEM BILANGAN KOMPLEKS Pokok Pembahasan : Definisi Bilangan Imajiner Bilangan Kompleks Operasi Aritmatik BAB 1 SISTEM BILANGAN KOMPLEKS 1.1. DEFINISI Bilangan kompleks adalah bilangan yang besaran

Lebih terperinci

BAB I BILANGAN KOMPLEKS

BAB I BILANGAN KOMPLEKS BAB I BILANGAN KOMPLEKS. Pengertian Bilangan Kompleks Pada awal perkuliahan bilangan real (R), kita telah mempelajari bilangan real beserta sifat-sifatnya. Sekarang kita akan melanjutkan perkuliahan pada

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh

Lebih terperinci

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk

Lebih terperinci

Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks

Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks Bab 1 ini direncanakan akan disampaikan dalam 3 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: (1) Pertemuan I: Pengertian bilangan kompleks, Sifat-sifat aljabat, dan

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS. Muhammad Hajarul Aswad Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo. Aswad

BILANGAN KOMPLEKS. Muhammad Hajarul Aswad Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo. Aswad 4. Kompleks Kojugate (Sekawan) 5. Bentuk Polar & Eksponensial Bilangan Kompleks BILANGAN KOMPLEKS Muhammad Hajarul Aswad Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo 6. Perkalian & Pembagian

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks

Sistem Bilangan Kompleks Modul Sistem Bilangan Kompleks Drs. Hidayat Sardi, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan membahas bilangan kompleks, sistemnya dan arti geometri dari bilangan kompleks. Untuk itu Anda dianggap telah paham

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Kedua)

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Kedua) Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Kedua) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 55281, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu II) Outline 1 Penyajian Secara Geometris

Lebih terperinci

Penerapan Bilangan Kompleks pada Rangkaian RLC

Penerapan Bilangan Kompleks pada Rangkaian RLC Penerapan Bilangan Kompleks pada Rangkaian RLC Hishshah Ghassani - 354056 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 0 Bandung 403, Indonesia

Lebih terperinci

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK FASO DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASA ANGKAIAN LISTIK 1. Fasor Fasor adalah grafik untuk menyatakan magnituda (besar) dan arah (posisi sudut). Fasor utamanya digunakan untuk menyatakan gelombang sinus

Lebih terperinci

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z)

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z) Ba 7 Residu dan Penggunaannya BAB 7 RESIDU DAN PENGGUNAAN 7 Residu dan kutu Pada agian seelumnya telah kita pelajari ahwa suatu titik diseut titik singular dari f () ila f () gagal analitik di tetapi analitik

Lebih terperinci

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik

Lebih terperinci

Fungsi Gamma. Pengantar Matematika Teknik Kimia. Muthia Elma

Fungsi Gamma. Pengantar Matematika Teknik Kimia. Muthia Elma Fungsi Gamma Pengantar Matematika Teknik Kimia Muthia Elma Fungsi Gamma Defenisi Merupakan salah satu fungsi khusus yang biasanya disajikan dalam pembahasan kalkulus tingkat lanjut Dalam aplikasinya fungsi

Lebih terperinci

ANALISA VARIABEL KOMPLEKS

ANALISA VARIABEL KOMPLEKS ANALISA VARIABEL KOMPLEKS Oleh: BUDI NURACHMAN, IR BAB I BILANGAN KOMPLEKS Dengan memiliki sistem bilangan real R saja kita tidak dapat menelesaikan persamaan +=0. Jadi disamping bilangan real kita perlu

Lebih terperinci

Persamaan Differensial Biasa

Persamaan Differensial Biasa Bab 7 cakul fi5080 by khbasar; sem1 2010-2011 Persamaan Differensial Biasa Dalam banyak persoalan fisika, suatu topik sering dinyatakan dalam bentuk perubahan (laju perubahan). Telah disinggung sebelumnya

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS 1 BAB II FUNGSI LIMIT DAN KEKONTINUAN Sebelum dibahas mengenai fungsi kompleks, maka perlu dipelajari konsep-konsep topologi yang akan digunakan pada fungsi

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU PDB orde satu dapat dinyatakan dalam: atau dalam bentuk: = f(x, y) M(x, y) + N(x, y) = 0 Penyelesaian PDB orde satu dengan integrasi secara langsung Jika

Lebih terperinci

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) yaitu arus listrik yang besar dan arahnya yang selalu berubah-ubah secara periodik. 1. Sumber Arus Bolak-balik Sumber arus bolak-balik

Lebih terperinci

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu dan kompeten, mengenai : Bilangan kompleks Operasi bilangan kompleks Aplikasi bilangan kompleks dalam

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu dan kompeten, mengenai : Bilangan kompleks Operasi bilangan kompleks Aplikasi bilangan kompleks dalam BILANGAN KOMPLEKS 1 Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu dan kompeten, mengenai : Bilangan kompleks Operasi bilangan kompleks Aplikasi bilangan kompleks dalam rangkaian elektronika Tegangan, arus

Lebih terperinci

MODUL ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS

MODUL ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 1 MODUL ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS Oleh: DIDIK HERMANTO, M. Pd. STKIP PGRI BANGKALAN PRODI S1PENDIDIKAN MATEMATIKA 2014 2 BAB I BILANGAN KOMPLEKS A. PENGERTIAN BILANGAN KOMPLEKS Bilangan kompleks merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi periodizer kutub tersebut dapat dituliskan pula sebagai: p θ, N, θ 0 = π N N.0 n= n sin Nn θ θ 0. () f p θ, N, θ 0 = π N N j= j sin Nj θ θ 0 diperoleh dengan menyubstitusi variabel θ pada f θ =

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

ANALISIS AKIBAT INTEGRAL CAUCHY Ricky Antonius, Helmi, Yudhi INTISARI

ANALISIS AKIBAT INTEGRAL CAUCHY Ricky Antonius, Helmi, Yudhi INTISARI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 07, No. 1 (2018), hal 41-46. ANALISIS AKIBAT INTEGRAL CAUCHY Ricky Antonius, Helmi, Yudhi INTISARI Analisis kompleks salah satu cabang matematika

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU PDB orde satu dapat dinyatakan dalam: atau dalam bentuk: Penyelesaian PDB orde satu dengan integrasi secara langsung Jika PDB dapat disusun dalam bentuk,

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Darpublic Hak cipta pada penulis, SUDIRHAM, SUDARYATNO Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral Oleh: Sudaratmo Sudirham Darpublic,

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 1 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 36 Daftar

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS MATEMATIKA TEKNIK 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS BAB I BILANGAN KOMPLEKS Dengan memiliki sistem bilangan real R saja kita tidak dapat menelesaikan persamaan +=0. Jadi disamping bilangan real kita perlu bilangan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius Sistem Koordinat 2 Dimensi Sistem koordinat kartesian dua dimensi merupakan sistem koordinat yang terdiri dari

Lebih terperinci

FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL

FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL FUNGSI FAKTORIAL Definisi n e d n! Buktikan bahwa :!! e d e d e ( ) Terbukti FUNGSI Gamma Definisi ( ) p p e d ; p > Hubungan fungsi Gamma dengan fungsi Faktorial (

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

KONVERTER AC-DC (PENYEARAH)

KONVERTER AC-DC (PENYEARAH) KONVERTER AC-DC (PENYEARAH) Penyearah Setengah Gelombang, 1- Fasa Tidak terkontrol (Uncontrolled) Beban Resistif (R) Beban Resistif-Induktif (R-L) Beban Resistif-Kapasitif (R-C) Terkontrol (Controlled)

Lebih terperinci

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z)

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z) BAB 7 RESIDU DAN PENGGUNAAN 7 idu dan kutu Pada agian seelumnya telah kita pelajari ahwa suatu titik diseut titik singular dari f () ila f () gagal analitik di tetapi analitik pada suatu titik dari setiap

Lebih terperinci

Teknik Pengintegralan

Teknik Pengintegralan Jurusan Matematika 13 Nopember 2012 Review Rumus-rumus Integral yang Dikenal Pada beberapa subbab sebelumnya telah dijelaskan beberapa integral dari fungsi-fungsi tertentu. Berikut ini diberikan sebuah

Lebih terperinci

BAB VII. FUNGSI TRANSEDEN. Perhatikan adanya kesenjangan tentang turunan berikut.

BAB VII. FUNGSI TRANSEDEN. Perhatikan adanya kesenjangan tentang turunan berikut. 64 BAB VII. FUNGSI TRANSEDEN 7.. Fungsi Logaritma Asli Perhatikan adanya kesenjangan tentang turunan berikut. D ( 3 /3) D ( /) D () 0 D (???) - D (- - ) - D (- - /3) -3 Definisi: Fungsi logaritma asli

Lebih terperinci

Bab 3. Sistem Koordinat Ortogonal. 3.1 Sistem Koordinat Kartesian. cakul fi5080 by khbasar; sem

Bab 3. Sistem Koordinat Ortogonal. 3.1 Sistem Koordinat Kartesian. cakul fi5080 by khbasar; sem Bab 3 cakul fi5080 by khbasar; sem1 2010-2011 Sistem Koordinat Ortogonal Sistem koordinat merupakan cara pandang terhadap suatu masalah. Penggunaan sistem koordinat yang berbeda dalam menyelesaikan suatu

Lebih terperinci

Matematika Teknik Dasar-2 3 Bilangan Kompleks - 2. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Matematika Teknik Dasar-2 3 Bilangan Kompleks - 2. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Matematika Teknik Dasar-2 3 Bilangan Kompleks - 2 Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Rekap Dari materi sebelumnya telah dipelajari operasi dalam bilangan kompleks (penambahan,

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

The Forced Oscillator

The Forced Oscillator The Forced Oscillator Behaviour, Displacement, Velocity and Frequency Apriadi S. Adam M.Sc Jurusan Fisika Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Update 5 November 2013 A.S. Adam (UIN SUKA)

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

Bagian 7 Koordinat Kutub

Bagian 7 Koordinat Kutub Bagian 7 Koordinat Kutub Bagian 7 Koordinat Kutub mempelajari bagaimana teknik integrasi yang telah Anda pelajari dalam bagian sebelumnya dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

ARUS BOLAK-BALIK Pertemuan 13/14 Fisika 2

ARUS BOLAK-BALIK Pertemuan 13/14 Fisika 2 ARUS BOLAK-BALIK Pertemuan 13/14 Fisika 2 Arus bolak-balik adalah arus yang arahnya berubah secara bergantian. Bentuk arus bolakbalik yang paling sederhana adalah arus sinusoidal. Tegangan yang mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

MACLAURIN S SERIES. Ghifari Eka

MACLAURIN S SERIES. Ghifari Eka MACLAURIN S SERIES Ghifari Eka Taylor Series Sebelum membahas mengenai Maclaurin s series alangkah lebih baiknya apabila kita mengetahui terlebih dahulu mengenai Taylor series. Misalkan terdapat fungsi

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden

Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden Lecture 3. Function (B) A. Macam-macam Fungsi Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden Fungsi aljabar dibedakan menjadi (1) Fungsi rasional (a) Fungsi konstan

Lebih terperinci

MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU 1 Persamaan diferensial orde satu Persamaan diferensial menyatakan hubungan dinamik antara variabel bebas dan variabel tak bebas, maksudnya

Lebih terperinci

Rangkaian Arus Bolak-Balik. Balik (Rangkaian AC) Pendahuluan. Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia

Rangkaian Arus Bolak-Balik. Balik (Rangkaian AC) Pendahuluan. Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia Rangkaian Arus Bolak-Balik Balik (Rangkaian A) Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas ndonesia Pendahuluan Akhir abad 9 Nikola esla dan George Westinghouse memenangkan proposal pendistribusian

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Rangkaian Listrik Arus dan Tegangan AC Sinusoidal dan Phasor

Rangkaian Listrik Arus dan Tegangan AC Sinusoidal dan Phasor Rangkaian Listrik Arus dan Tegangan AC Sinusoidal dan Phasor Alexander Sadiku edited by Agus Virgono Ir. MT. & Randy E. Saputra Prodi S1-Sistem Komputer Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom - 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50 TURUNAN Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, 2012 1 / 50 Topik Bahasan 1 Pendahuluan 2 Turunan Fungsi 3 Tafsiran Lain Turunan 4 Kaitan

Lebih terperinci

Matematika Teknik Dasar-2 2 Bilangan Kompleks - 1. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Matematika Teknik Dasar-2 2 Bilangan Kompleks - 1. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Matematika Teknik Dasar-2 2 Bilangan Kompleks - 1 Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Simbol j Penyelesaian dari sebuah persamaan kuadratik ax 2 + bx rumus x = b± b2

Lebih terperinci

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah . Jika z j j PROBLEM SE# Sistem Bilangan Kompleks, tentukanlah bagian riil dan bagian imajiner dari bilangan kompleks z z. Carilah harga dan y yang memenuhi persamaan : y j y, j, ( ) ( ). Carilah bentuk

Lebih terperinci

Fungsi Analitik (Bagian Ketiga)

Fungsi Analitik (Bagian Ketiga) Fungsi Analitik (Bagian Ketiga) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 55281, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu VI) Outline 1 Persamaan Cauchy-Riemann 2 Persamaan

Lebih terperinci

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK BAB III KONDUKSI ALIRAN SEDI - DIMENSI BANYAK Untuk aliran stedi tanpa pembangkitan panas, persamaan Laplacenya adalah: + y 0 (6-) Aliran kalor pada arah dan y bisa dihitung dengan persamaan Fourier: q

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATEMATIKA TEKNIK

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATEMATIKA TEKNIK RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATEMATIKA TEKNIK Program Studi: Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Semester: Genap 2013/2014 OLEH : Ir. Mulyana Husni Rois Ali, S.T., M.Eng.

Lebih terperinci

ANALISIS RANGKAIAN RLC

ANALISIS RANGKAIAN RLC ab Elektronika ndustri Fisika. AUS A PADA ESSTO ANASS ANGKAAN Jika sebuah resistor dilewati arus A sebesar maka pada resistor akan terdapat tegangan sebesar r. Sehingga jika arus membesar maka tegangan

Lebih terperinci

panjang yang berukuran x i dan y i. Ambil sebuah titik pada sub persegi d

panjang yang berukuran x i dan y i. Ambil sebuah titik pada sub persegi d INTEGAL ANGKAP. Integral angkap Dua. Volume dan Pusat Massa. Integral angkap Tiga.4 Koordinat Tabung dan Koordinat Bola.. Intergral angkap Dua Misal diberikan daerah di bidang XOY ang berbentuk persegi

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS. 1. Bilangan-Bilangan Real. 2. Bilangan-Bilangan Imajiner. 3. Bilangan-Bilangan Kompleks

BILANGAN KOMPLEKS. 1. Bilangan-Bilangan Real. 2. Bilangan-Bilangan Imajiner. 3. Bilangan-Bilangan Kompleks BILANGAN KOMPLEKS 1. Bilangan-Bilangan Real Sekumpulan bilangan-bilangan real yang dapat menempati seluruh titik pada garis lurus, hal ini dinamakan garis bilangan real seperti pada Gambar 1. Operasi penjumlahan,

Lebih terperinci

Sistem Koordinat dalam 2 Dimensi Ruang Mengingat kembali sebelum belajar kalkulus

Sistem Koordinat dalam 2 Dimensi Ruang Mengingat kembali sebelum belajar kalkulus Sistem Koordinat dalam 2 Dimensi Ruang Mengingat kembali sebelum belajar kalkulus Sistem Koordinat pada Bidang Datar Disusun dengan pasangan angka urut (ordered pair) (a,b) : a dan b berturut- turut adalah

Lebih terperinci

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah [MA114] Sistem Koordinat Kuadran II Kuadran I P(,) z P(,,z) Kuadran III Kuadran IV R (Bidang) Oktan 1 R 3 (Ruang) 7/6/007

Lebih terperinci

16. INTEGRAL. A. Integral Tak Tentu 1. dx = x + c 2. a dx = a dx = ax + c. 3. x n dx = + c. cos ax + c. 4. sin ax dx = 1 a. 5.

16. INTEGRAL. A. Integral Tak Tentu 1. dx = x + c 2. a dx = a dx = ax + c. 3. x n dx = + c. cos ax + c. 4. sin ax dx = 1 a. 5. 6. INTEGRAL A. Integral Tak Tentu. dx = x + c. a dx = a dx = ax + c. x n dx = n+ x n+ + c. sin ax dx = a cos ax + c 5. cos ax dx = a sin ax + c 6. sec ax dx = a tan ax + c 7. [ f(x) ± g(x) ] dx = f(x)

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut

Lebih terperinci

Arus Bolak Balik. Arus Bolak Balik. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

Arus Bolak Balik. Arus Bolak Balik. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Materi 1 Sumber arus bolak-balik (alternating current, AC) 2 Resistor pada rangkaian AC 3 Induktor

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS SHINTA ROSALIA DEWI, S.SI, M.SC

BILANGAN KOMPLEKS SHINTA ROSALIA DEWI, S.SI, M.SC BILANGAN KOMPLEKS SHINTA ROSALIA DEWI, S.SI, M.SC TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu : Memahami bilangan kompleks Menggambarkan kurva pada bilangan kompleks Mengetahui Operasi Aljabar Bilangan Kompleks

Lebih terperinci

RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK.

RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK. Arus Bolak-balik RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK. Dalam pembahasan yang terdahulu telah diketahui bahwa generator arus bolakbalik sebagai sumber tenaga listrik yang mempunyai GGL : E E sinω t Persamaan di atas

Lebih terperinci

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif Resonansi paralel sederhana (rangkaian tank ) Kondisi resonansi akan terjadi pada suatu rangkaian tank (tank circuit) (gambar 1) ketika reaktansi dari kapasitor dan induktor bernilai sama. Karena rekatansi

Lebih terperinci

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II [MA4] PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka Persamaan

Lebih terperinci

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8 . Turunan dari f ( ) = + + (E) 7 + +. Turunan dari y = ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( + ) ( + ) ( ) ( + ) (E) ( ) ( + ) 7 5 (E) 9 5 9 7 0. Jika f ( ) = maka f () = 8 (E) 8. Jika f () = 5 maka f (0) +

Lebih terperinci

Daya Rangkaian AC [2]

Daya Rangkaian AC [2] Daya Rangkaian AC [2] Slide-11 Ir. Agus Arif, MT Semester Gasal 2016/2017 1 / 16 Materi Kuliah 1 Nilai Efektif Tegangan & Arus Efektif Nilai Efektif Gelombang Berkala Nilai RMS Gelombang Sinusoidal Nilai

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib. : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib. : Aip Saripudin, M.T. DESKIPSI MATA KULIAH EL-121 Matematika Teknik I: S1, 3 SKS, Semester II Mata kuliah ini merupakan kuliah lanjut. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN ARUS BOLAK BALIK

SOAL DAN PEMBAHASAN ARUS BOLAK BALIK SOAL DAN PEMBAHASAN ARUS BOLAK BALIK Berikut ini ditampilkan beberapa soal dan pembahasan materi Fisika Listrik Arus Bolak- Balik (AC) yang dibahas di kelas 12 SMA. (1) Diberikan sebuah gambar rangkaian

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Khairul Basar atatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Semester I 2015-2016 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Bab 6 Analisa Vektor 6.1 Perkalian Vektor Pada bagian

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4)

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4) LIMIT FUNGSI A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.. Limit a Contoh A.:. ( ) 3 Contoh A. : 4 ( )( ) ( ) 4 Latihan. Hitunglah nilai it fungsi-fungsi berikut ini. a. (3 ) b. ( 4) c. ( 4) d. 0 . Hitunglah

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II

Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika Persamaan Diferensial Orde II PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

INTEGRAL RANGKAP DUA. diberikan daerah di bidang XOY yang berbentuk persegi panjang, {( )

INTEGRAL RANGKAP DUA. diberikan daerah di bidang XOY yang berbentuk persegi panjang, {( ) Matematika asar Misal INTEGAL ANGKAP UA diberikan daerah di bidang XO yang berbentuk persegi panjang, {( ) } =, y a b, y d dan fungsi dua peubah z = f (,y ) >. Maka untuk menghitung volume benda ruang

Lebih terperinci