PENGARUH KARAKTERISTIK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT KELAS A DAN B DI INDONESIA

Transkripsi

1 PENGARUH KARAKTERISTIK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT KELAS A DAN B DI INDONESIA Widingsih Program Studi Ners, Fikes Universitas Esa Unggul, Jal Jal Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 15115, Indonesia widingsih@esaunggul.ac.id Abstract Nursing care development as integral of healthcare system made improvement for nurse s performce especially in intensive care unit. This research focused on nurse s performce level based on their characteristics those are gender, age, length of work, training experiences, d educational background. Samples were nurses who work at class A d B hospital in Indonesia (722 respondents). This research utilized F-test d simple regression alysis. Findings revealed that characterictis influenced nurse sperformce in intensive care unit (p-value= 0,045d determint coefficient =1,8%). The implication of this research gave impact in hospital regulation towards nurses performace measurement in intensive care unit. Keywords: Nurse s characteristics, performce, intensive care Abstrak Perkembg pelay keperawat sebagai integral dari pelay kesehat memacu perawat pelaksa untuk meningkatk kinerja terhadap pasien terutama di rug perawat intensif. Peneliti ini berfokus kepada tingkat kinerja perawat berbasis dari karakteristik yg dimiliki seperti jenis kelamin, usia, lama bekerja, jumlah pelatih, d latar belakg pendidik. Sampel peneliti ini adalah perawat pelaksa yg bekerja di rumah sakit kelas A d B di Indonesia (722 responden). Peneliti ini menggunak penghitung Uji F d Analisis regresi linier sederha. Hasil peneliti menyatak bahwa adya pengaruh karakteristik terhadap kinerja perawat pelaksa di rug perawat intensif (pvalue = 0,045 d koefisien derermin = 1,8%). Hasil peneliti ini berimplikasi terhadap kebijak pihak rumah sakit terhadap pengukur kinerja perawat pelaksa di rug perawat intensif. Kata kunci: Karakteristik perawat pelaksa, kinerja, perawat intensif Pendahulu Pada saat ini pelay keperawat sedg mengalami perubah mendasar dalam upaya menjadi profesi yg mdiri deng tuju untuk meningkatk kualitas lay kepada masyarakat deng berpusat pada upaya peningkat kesehat d pencegah penyakit serta pelay para tenaga keperawat kepada klien deng memdg klien secara holistik d komprehensif. Kinerja perawat dapat dilaksak d diperlihatk melalui tugas d per perawat yg dilakuk dalam kesehari di rug perawat. Kinerja perawat sendiri adalah kesedia perawat selama 24 jam di samping klien untuk memberik btu kepada klien yg bertuju untuk menyelesaik masalah kesehat yg sedg dialami oleh klien (Kozier, 2004; Potter, 2009). Sehingga hal ini ak mempengaruhi asuh keperawat yg Volume 1 Nomor 1, Maret

2 diberik kepada pasien selama di rug perawat. Untuk mengoptimalisasik kinerja perawat perlunya melibatk faktor atau lingkung internal diri dari perawat tersebut. Gibson (2012) menyebutk bahwa lingkung internal diri perawat terdiri dari kemampu d keterampil, latar belakg keluarga, kepribadia, persepsi, sikap, nilai, kapasitas belajar, usia, suku, jenis kelamin, d pengalam. Pada kenyatanya, yg terjadi di lapg masih belum optimalnya kinerja dikarenak adya disparitas yg terjadi yg melibatk faktor internal tersebut. Peneliti Patricia, Kimberlee, Martha, & Je (2013) menyebutk perawat ak yg memiliki pengalam kerja kurg dari 2 tahun maka gka kemati bayi lebih besar dari perawat pelaksa di rug perawat intensif bayi yg telah bekerja lebih dari 2 tahun. Sedgk pada tingkat pendidik sarja terhadap pravalensi terhadap gka kemati bayi yg menerima operasi jtung lebih besar daripada pada level akademi (ibid, 2013). Fenomena yg terjadi di Indonesia adalah kurg optimalnya kinerja perawat pelaksa dirug perawat intensif sehingga tingkat mortalitas d morbitas masih cukup tinggi. Hal ini disebabk masih byaknya tenaga perawat pelaksa yg belum meljutk tingkat pendidik d lgsung masuk di dunia riil keperawat di rumah sakit. Pelimpah tugas pada perawat deng jenis kelamin perempu tidak ada perbeda deng yg laki-laki seperti mengatark pasien sebagai contoh pemindahrug pasien d mengtark pasien untuk pemeriksa penunjg. Metode Peneliti Rcg peneliti ini menggunak metode qutitative deng metode deskriptif. Perhitung hasil temu menggunak uji F d regresi sederha. Sampel yg digunak dalam peneliti ini diambil dari 13 rumah sakit kelas A d B di Indonesia deng kriteria inklusi perawat pelaksa sebesar 722 responden. Instrumen yg digunak dalam peneliti ini adalah hasil modifikasi dari literatur yaitu Gibson (2012) yg menyebutk bahwa perawat terdiri dari kemampu d keterampil, latar belakg keluarga, kepribadia, persepsi, sikap, nilai, kapasitas belajar, usia, suku, jenis kelamin, d pengalam. Peneliti ini menggunak Hipotesis dalam peneliti ini dapat dirumusk sebagai berikut: 1. Asuh Keperawat berpengaruh deng Kinerja Perawat. 2. Karakterisitik Perawat berpengaruh deng Kinerja Perawat Hasil d Pembahas Hasil dari peneliti ini menyebutk bahwa adya pengaruh yg bermakna pada kinerja berdasark karakteristik perawat pelaksa di rug perawat intensif rumah sakit kelas A d B di Indonesia. a. Usia, lama bekerja, d jumlah pelatih responden Table 1 Usia, lama bekerja, d jumlah pelatih Kriteria n Me SD Min-Max Usia Lama Bekerja Jumlah Pelatih Volume 1 Nomor 1, Maret

3 Rumah Sakit kelas A Rerata usia perawat pelaksa 37,83 tahun deng stdar deviasi 6,98 tahun, Usia minimal 23 tahun d usia maksimalnya 56 tahun, lama bekerja 11,90 tahun deng lama bekerja minimal 1 tahun d maksimal 36 tahun stdar deviasi 6,34 tahun,. Rata-rata mengikuti pelatih sebyak 1,048 kali deng stdar deviasi 1,45, nilai minimal jumlah pelatih 0 d nilai maksimal 10. Pada RS Kelas B rerata usia perawat 36,3 tahun deng stdar deviasi 4,89 tahun, usia termuda perawat pelaksa 29 tahun d usia tertua adalah 49 tahun. Sudah bekerja selama 9,50 tahun deng stdar deviasi 5,26 tahun, lama bekerja minimal 1 tahun d maksimal 28 tahun. Rata-rata perawat pelaksa mengikuti pelatih sebyak 0,52 kali deng nilai minimal dari jumlah pelatih 0 kali d nilai maksimal 3 kali. b. Jenis kelamin d tingkat pendidik responden Perawat pelaksa di RS Kelas A d Kelas B adalah perempu deng jumlah perawat sebyak 599 org (82,96%), sedgk jumlah perawat laki-laki sebyak 123 org (17,04%). Sebagi besar perawat pelaksa di kedua rumah sakit menempuh pendidik hingga jenjg D3 deng jumlah perawat sebyak 549 org (76,04%). Seljutnya perawat pelaksa yg menempuh pendidik hingga jenjg S1 sebyak 172 org (23,82) d jenjg D4 sebyak 1 org (0,14%). Table 2 Jenis Kelamin d Tingkat Pendidik No. Variabel Frekuensi Persentase (%) 1. Jenis Kelamin: Perempu Laki-laki ,04 Total ,0 2. Tingkat Pendidik: D ,04 D4 1 0,14 S1/Ners ,82 Total ,0 Volume 1 Nomor 1, Maret Variabel Usia Jenis kelamin Pendidi k Lama kerja Pelatiha n Table 3 Analisis karakteristik Koef Korelasi/ p- Value Keterg Pearson Pearson Pearson Pearson Pearson Table 4 hasil uji F Model Sum of df Me F Sig F hitung F tabel Regresi Residual Total Var t hitung Df X 1 0,107 t table Table 5 uji T Sig Keterg Kesimpul 1,180 Ho diterima X 2-0,202-0,177 Ho diterima X 3 0,188 0,388 Ho diterima 715 1,65 X 4 0,103 1,063 Ho diterima X 5-0,138-0,411 Ho diterima X 6 2,340 2,331 Ho ditolak

4 c. Analisis hubung karakteristik deng kinerja perawat pelaksa Nilai sebesar 595,235, deng p- Value 0,343 (p-value > 0,05) menunjukk tidak terdapat hubung jenis kelamin deng kinerja. Nilai Pearson d nilai menunjukk tidak ada korelasi tara variabel jenis kelamin deng kinerja karena (p-value > 0,05). Koefisien korelasi sebesar -0,015 d -0,010. Artinya tidak terdapat hubung yg signifik secara statistik tara jenis kelamin deng kinerja. Berdasark tabel 5 diatas nilai sebesar 1535,804, deng p-value Nilai p-value (> 0,05) menunjukk tidak terdapat hubung pendidik deng kinerja. Berdasark tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai korelasi tara pendidik deng kinerja adalah sebesar 0,008 d 0,056. Kedua koefisien korelasi tersebut menunjukk tidak ada hubung tara pendidik deng kinerja. Nilai Pearson d nilai menunjukk ada korelasi tara variabel pendidik deng kinerja, walaupun hubung yg sgat lemah tara pendidik deng kinerja, tetapi tidak dapat diabaik secara statistik. Nilai sebesar , deng p-value 0,987 (p-value > 0,05 menunjukk tidak ada hubung Lama Kerja 1. deng kinerja. Nilai Pearson d nilai Ho1 : β 1 = 0 Usia(X 1 ) secara parsial tidak meningkatk menunjukk korelasi tara Ha1 : β 1 0 Usia(X 1 ) secara parsial variabel Lama Kerja deng kinerja. meningkatk Berdasark tabel diatas dapat diketahui 2. bahwa nilai korelasi tara Lama Kerja deng kinerja adalah sebesar 0,085 d Ho2 : β 2 = 0 Jenis Kelamin (X 2 ) secara parsial tidak meningkatk 0,078. Artinya terdapat hubung yg Ha2 : β 2 0 Jenis Kelamin (X 2 ) secara signifik secara statistic tara Lama Kerja parsial meningkatk deng kinerja, walaupun hubungnya rendah. 3. Ho1 : β 3 = 0 Pendidik(X 3 ) secara Nilai sebesar , deng p-value 0,041. (< 0,05) menunjukk parsial tidak meningkatk terdapat hubung pelatih deng kinerja. Volume 1 Nomor 1, Maret Berdasark tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai korelasi tara pelatih deng kinerja adalah sebesar -0,074 d -0,085. Kedua koefisien korelasi tersebut menunjukk nilai hubung yg sgat lemah tara pelatih deng kinerja. Untuk mengetahui apakah koefisien korelasi diatas dapat dikatak signifik secara statistic atau tidak, digunak nilai p-value sebagai acu. Nilai p-value < 0,05 menunjukk bahwa kedua variable memiliki hubung yg signifik d tidak dapat diabaik secara statsitik. Berdasark nilai p- Value untuk korelasi diatas terlihat bahwa nilai p-value > 0,05. d. Uji hipotesis (Uji F) Ho : ada pengaruh yg signifik Usia(X 1 ), Jenis Kelamin (X 2 ), Pendidik (X 3 ), Lama Kerja (X 4 ), Jumlah Pelatih (X 5 ) d RSA&B Tempat Bekerja (X 6 ) terhadap Ha : Ada pengaruh yg signifik Usia(X 1 ), Jenis Kelamin (X 2 ), Pendidik (X 3 ), Lama Kerja (X 4 ), Jumlah Pelatih (X 5 ) d RSA&B Tempat Bekerja (X 6 ) terhadap e. Uji hipotesis parsial (uji t) Hipotesis:

5 Ha1 : β 3 0 Pendidik (X 3 ) secara parsial meningkatk Ho1 : β 4 = 0 Lama Bekerja(X 4 ) secara parsial tidak meningkatk Ha1 : β 4 0 Lama Bekerja(X 4 ) secara parsial meningkatk Ho1 : β 5 = 0 Jumlah Pelatih (X 5 ) secara parsial tidak meningkatk Ha1 : β 5 0 Jumlah Pelatih (X 5 ) secara parsial meningkatk Ho1 : β 6 = 0 RSA Tempat Bekerja (X 6 ) secara parsial tidak meningkatk Ha1 : β 6 0 RSB Tempat Bekerja (X 6 ) secara parsial meningkatk 1. Variabel Usia(X 1 ) diperoleh nilai t hitung sebesar 0,107. Karena t hitung (1,180) < t tabel (1,65) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulk bahwa Usia(X 1 ) secara parsial tidak memiliki pengaruh yg signifik terhadap 2. Variabel Jenis Kelamin (X 2 ) diperoleh nilai t hitung sebesar -0,177 Karena t hitung -(0,177) < t tabel (1,65) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulk bahwa Jenis Kelamin (X 2 ) secara parsial tidak memiliki pengaruh yg signifik terhadap 3. Variabel Pendidik (X 3 ) diperoleh nilai t hitung sebesar 0,113 Karena t hitung (0,388) < t tabel (1,65) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulk bahwa Pendidik (X 3 ) secara parsial tidak memiliki pengaruh yg signifik terhadap 4. Variabel Lama Bekerja (X 4 ) diperoleh nilai t hitung sebesar 1,063 Karena t hitung (1,063) < t tabel (1,65) maka Ho Volume 1 Nomor 1, Maret diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulk bahwa Lama Bekerja (X 4 ) secara parsial tidak memiliki pengaruh yg signifik terhadap 5. Variabel Jumlah Pelatih (X 5 ) diperoleh nilai t hitung sebesar -0,411 Karena t hitung (-0,411) < t tabel (1,65) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulk bahwa Jumlah Pelatih (X 5 ) secara parsial tidak memiliki pengaruh yg signifik terhadap 6. Variabel RSA&B Tempat Bekerja (X 6 ) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,331 Karena t hitung (2,331) > t tabel (1,65) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulk bahwa RSA Tempat Bekerja (X 6 ) secara parsial memiliki pengaruh yg signifik terhadap f. Koefisien dertermin Tabel 6 tersebut menunjukk bahwa, Usia(X 1 ), Jenis Kelamin (X 2 ), Pendidik (X 3 ), Lama Kerja (X 4 ), Jumlah Pelatih (X 5 ) d RSA Tempat Bekerja (X 6 ) berpengaruh terhadap Kinerja(Y) sebesar 1,8%. Sedgk sisya sebesar 88% ditergk oleh variabel lainnya yg tidak diteliti oleh penulis. Table 6 koefisien determin Model R R 2 R 2 Estimate Kesesuai SE of Koefisien Determin ,8 % a. Usia Peneliti menyatak bahwa prosentase wita lebih byak daripada pria di rumah sakit tipe A d B yaitu sebesar 82.96%. Hal ini menyatak bahwa proporsi tenaga kerja profesi perawat di rug perawat intensif rumah sakit di Indonesia lebih byak wita. Hal ini sejal deng Ahmed & Safadi (2013) yg menyatak bahwa prosentase wita lebih byak daripada pria. Keada tersebut sesuai deng kondisi yg terjadi di Indonesia di ma perawat mayoritas

6 didominasi oleh wita karena keperawat identik deng feminisme (Evs, 1997). Feminisme yg dimiliki oleh wita sgat membtu dalam memberuik asuh keperawat di rug perawat intensif karena berhubung deng penerap konsep caring d komunikasi pada pasien. Selain itu, wita lebih memperhatik ketelliti dalam melakuk tindak sehingga resiko terjadinya insiden hum error dapat ditek d minimalisir. Peneliti ini tidak sejal deng Papathassouglou, Tseroni, Vazagiou, Kassikou, & Lavditi (2005) bahwa wita lebih memiliki sifat untuk memberik perawat holistik sedgk pria lebih kepada pengambil keputus d melakuk advce practice. Pada rug perawat intensif perawat dituntut untuk memberik perawat deng sigap d cekat sehingga pasien dapat ditgi. Deng kemampu pria maka kondisi pasien dapat diprediksi deng cepat d ditgi deng tepat dalam kondisi apapun. Hal ini didukung oleh pernyata Kirchmeyer & Bullin (1997) bahwa per gender dalam pemberi tindak sgat memiliki pengaruh deng kesesuai d kesukses berdasark 3 per gender yaitu kesesuai, maskulinitas, d droginitas. Sifat droginitas lebih memfokusk kepada perhati sedgk sifat maskulinitas dapat mengambil keputus deng cepat untuk masalah medis yg kritis d terjadi di rug perawat intensif. b. Jenis kelamin Hasil peneliti ini didaptk bahwa rerata usia perawat di rug perawat intensif tahun deng stdar deviasi Interval usia pada peneliti ini adalah tahun. Usia dapat menentuk kemampu individu dalam mengambil keputus. Pada pelaksa di rug perawat intensif pengambil keputus sgat penting karena dilakuk secara cepat sehingga dapat mengi setiap pasien yg masuk. Pada peneliti ini didapatk rata-rata usia perawat adalah 37,42 tahun dima pada usia tersebut masuk ke dalam tahap dewasa menengah. Usia dewasa menengah dimulai dari awal usia d pertengah usia 30 tahun sampai awal umur 60 tahun (Potter d Perry, 2009). Hal ini sejal deng peneliti yg dilakuk oleh Gatot d Adisasmito pada tahun 2005 dima sebagi besar usia perawat yg terlibat dalam penelitinya berusia tara tahun (39,8%) d tahun (33,33%). Pada peneliti tersebut juga didapatk hubung usia perawat deng tingkat kepuas yg dimiliki perawat terhadap pekerjanya, hubung yg didapatk merupak hubung yg positif dima semakin tua usia perawat semakin tinggi tingkat kepuas yg dimilikinya (Gatot d Adisasmito, 2005). Namun peneliti yg dilakuk oleh Roatib, Suhartini, d Supriyadi pada tahun 2007 mengenai hubung karakteristik perawat deng motivasi perawat pelaksa dalam melaksak komunikasi terapeutik menunjuk adya hubung negatif tara usia perawat deng kemampu komunikasi terapeutik. Pada peneliti tersebut menunjukk semakin tua usia perawat maka semakin rendah motivasinya dalam menerapk komunikasi terapeutik pada fase kerja (Roatib d Suhartini, 2007). Peneliti dapat menyimpulk bahwa usia perawat mempunyai hubung terhadap kinerja yg dilakuk oleh perawat itu sendiri, baik hubung yg berarah positif maupun negatif. c. Lama bekerja Hasil peneliti ini memapark bahwa rerata lama bekerja perawat di rug perawat intensif adalah tahun deng stdar deviasi 6.16 tahun d interval 1 36 Volume 1 Nomor 1, Maret

7 tahun. Lama bekerja ak mempengaruhi kapasitas d tingkat kinerja perawat di rug perawat intensif. Pada dasarnya semakin lama masa kerja perawat maka ak semakin mahir d memiliki kapasitas d kemapu yg lebih dibdingk deng perawat yg lebih sedikit masa kerja. Hasil peneliti ini sejal deng Ericsson, Whyte, & Ward (2007) yg menyatak bahwa pendekat keahli dilakuk deng terus melakuk hal yg berulg sehingga dapat meningkatk keahli dalam pemberi intervensi dibdingk deng perawat yg memili masa kerja lebih sedikit. Pengalam yg didapatk selama masa kerja membuat perawat senior lebih percaya diri dalam melakuk tindak terhadap pasien karena sudah terlatih lebih lama d cekat. Hal serupa didukung oleh Benner, Tner, & Chesla (1992) bahwa tahap menjadi ahli dalam dalam dunia praktek di rug perawat kritis diperluk pengalam dari pemula sampai menjadi tingkat ahli. Sehubung deng pernyata tersebut, perawat pelaksa di rug perawat intensif bahk kritis memiliki masa dalam memulai di dunia nyata lah praktek deng keahli dasar. Namun, seiring deng berjalnya waktu d bertambahnya ilmu serta pengalam maka perawat tersebut ak menjadi terbiasa dalam melakuk tindak. d. Jumlah pelatih Hasil peneliti ini didapatk bahwa rerata jumlah pelatiha yg diikiti oleh perawat di rug perawat intensif adalah 0,91 pelatih deng stdar deviasi 1.31 pelatih d rentg 0-10 pelatih. Semakin byak pelatih yg di ikuti oleh perawat di rug perawat intensif memiliki ekspektasi memiliki kapabilitas dalam asuh keperawat yg lebih daripada perawat yg lebih sedikit pelatih bahk yg tidak pernah atau belum mengikuti pelatih. Pelatih diharapk perawat di rug perawat intensif dapat meminimalisir kesalah yg terjadi ketika memberik asuh keperawat. Peneliti ini sejal deng Jeffrey, McGaghie, Cohen, O Leary, & Wayne (2009) yg menyebutk bahwa nilai yg diperoleh pada kasus pelatih medis residen pada pasca pelatih lebih besar daripada sebelum diberik pelatih. Hal ini berlaku juga deng profesi perawat deng pelatih klini yg didapatk mengenai asuh dirug perawat intensif maka peng pasien ak lebih baik sebelum mendapatk pelatih sehingga menek gka pravalensi komplikasi yg terjadi pada pasien. e. Pendidik Peneliti memapark bahwa mayoritas rug perawat intensif rumah sakit tipe A d B di Indonesia lebih memberdayak perawat deng lulus D3 (76,04%) daripada S1 (23,82%). Jumlah ketimpg yg didapat tersebut ak mempengaruhi kualitas d kinerja perawat di rug perawat intensif. Aplikasi tara teori d praktik di rug perawat intensif sgat membtu dalam memberik asuh keperawat yg deng holistic approach. Peneliti ini tidak sejal Papathassouglou, Tseroni, Vazagiou, Kassikou, & Lavditi (2005) bahwa perawat deng tingkat sarja memiliki tingkat kebijak otonomi yg lebih besar dalam rug perawat intensif karena lebih memiliki pemikir kritis d kemampu kognitif yg baik (Girot, 2000). Hal ini disebabk karena perawat deng jenjg pendidik sarja lebih memiliki kemampu untuk menggabungk tara basic knowledge d praktek deng mempertimbg rasional tindak yg diberik. Rug perawat intensif sgat memerluk d mempertimbg dalam pengambil keputus (ibid, 2005). Hal tersebut memiliki Volume 1 Nomor 1, Maret

8 korelasi deng peneliti (Whyte, Ward, & Eccless, 2009) yg menyatak bahwa pengetahu d kinerja perawat sgat memiliki hubung. Sehingga seorg perawat di rug perawat intensif dapat memberik asuh keperawat deng baik d cepat pada pasien deng kondisi kritis yg datg. Keterbatas d Implikasi Pada peneliti ini menggunak sample dari 13 rumah sakit kelas a d b di Indonesia yg hya di kota besar sehingga kurg merepresentatifk kondisi perawat pelaksa di kota kecil. Selain itu,acu dalam penentu instrument masih terbatas sehingga kurg optimalnya hasil peneliti d hya menilai kinerja berdasark lingkung internal perawat pelaksa dirug perawat intensif. Peneliti ini memiliki dampak pada penatalaksa asuh keperawat di rug perawat intensif di rumah sakit kelas tipea d B di Indonesia baik dari segi pelay, ilmu pengetahu, d penelliti seljutnya. Pada bidg keperawat dapat dijadik acu d refleksi diri para perawat pelaksa di rug perawat intensif dari karakteristik internal terhdap kinerja yg dilakuk. Pada bidg ilmu pengetahu, peneliti ini dapat dijadik sumber dalam mengeksplorasi kinerja perawat berdasark karakteristiknya. Sedgk dalam peneliti seljutnya dapat mengeksplorasi lebih ljut terkait deng karakteristik eksternal yg menunjg kinerja perawat pelaksa di rug perawat intensif. Kesimpul Berdasark dari hasil peneliti maka dapat dibuktik bahwa karakteristik perawat pelaksa berupa usia, jenis kelamin, lama bekerja, latar belakg pendidik, d jumlah pelatih deng koefisien determin sebesar 1,8% d uji F sebesar 0,045. Peroleh hasil tersebut berimplikasi dalam penatalaksa kinerja perawat pelaksa di rug perawat intensif. Intepretasi dari hasil tersebut dapat dijadik acu dalam peneliti seljutnya untuk meneliti karakteristik d faktor lebih ljut yg mempengaruhi kinerja perawat pelaksa di rug perawat intensif. Daftar Pustaka Benner, P., Tner, C., & Chesla, C. (1992). From beginner to expert: Gaining a differentiated clinical world in critical care nursing. Advces in Nursing Science, Evs, J. (1997). Men in nursing: issues of gender segregation d hidden advtage. Journal of Advced Nursing, Gibson J.L. (2012). Orgizations: Behavior, Structure, Processes. Edition41 th. New York: McGraw-Hill Jeffrey, B., McGaghie, W., Cohen, E., O Leary, K., & Wayne, D. (2009). Simulation-based mastery learning reduces complications during central venous catheter insertion in a medical intensive care unit. Critical Care Medicine, doi: /ccm.0b013e3181a57bc1 Kirchmeyer, C., & Bullin, C. (1997). Gender roles in a traditionally female occupation: A study of emergency, operating, intensive care, d psychiatric nurses. Journal of Vocational Behavior, doi: /jvbe Patricia, H., Kimberlee, G., Martha, C., & Je, C. (2013). The effect of critical care nursing d orgizational characteristics on pediatric pardiac surgery mortality in the United States. Volume 1 Nomor 1, Maret

9 Journal of Nursing Administration, doi: /nna. Potter, P. A., & Perry, A. G. (1997). Fundamental of Nursing :Concepts, Processes, d Practice. US: Mosby. Whyte, J., Ward, P., & Eccless, D. (2009). The relationship between knowledge d clinical performce in novice d experienced critical care nurses. The Journal of Acute d Critical Care, doi: /j.hrtlng Volume 1 Nomor 1, Maret