Sambutan Dekan FMIPA Untad... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN BUKU AJAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sambutan Dekan FMIPA Untad... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN BUKU AJAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI..."

Transkripsi

1 i

2 DAFTAR ISI Sambutan Dekan FMIPA Untad... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN BUKU AJAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI... 1 BAB I TURUNAN PARSIAL UMUM PENGERTIAN TURUNAN PARSIAL DIFERENSIAL TOTAL FUNGSI IMPLISIT PERSOALAN EKSTREM TAKTERKENDALA PERSOALAN EKSTREM TERKENDALA BAB II INTEGRAL LIPAT DAN TRANSFORMASI KOORDINAT UMUM DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA INTEGRAL BERUANG DUA TRANSFORMASI VARIABEL INTEGRAL INTEGRAL LIPAT TIGA BESARAN FISIKA SEBAGAI INREGRAL LIPAT INTEGRASI DALAM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA BAB 3 ANALISIS VEKTOR DAN PENGERTIAN MEDAN UMUM FUNGSI VEKTOR SATU VARIABEL

3 3.3 DIFERENSIASI FUNGSI VEKTOR SATU VARIABEL MEDAN SKALAR DAN VEKTOR GRADIEN DAN TURUNAN ARAH DIVERGENSI DAN CURL INTEGRAL DAN VEKTOR BIASA INTEGRAL LINTASAN INTEGRAL PERMUKAAN TEOREMA GREEN DALAM BIDANG TEOREMA STOKES TEOREMA DIVERGENSI BAB 4 PERSAMAN DIFERENSIAL BIASA UMUM PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN PEMECAHANNYA ORDE SATU : VARIABEL TERPISAHKAN ORDE SATU : HOMOGEN ORDE SATU : LINIER LINIER KOEFISIEN TETAP ORDE DUA LINIER HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN TETAP ORDE DUA LINEAR TAKHOMOGEN DENGAN KOEFISIEN TETAP PENERAPAN PADA PERSOALAN FISIKA

4 BAB I TURUNAN PARSIAL 1.1 UMUM Bahasan kita mengenai fungsi di depan hanyalah terbatas pada fungsi dari satu fariabel. suatu besaran fisika, yang secara kuantitatif kita kaitkan dengan suatu fungsi, suhu ruang misalnya, berbeda dari satu tempat ketempat lainnya, yang berarti suatu fungsi dari tiga variabel dan yang berkaitan dengan ketiga koordinat sebuah titik dalam ruang. Dalam bab ini kita akan membahas tentang defenisi fungsi lebih dari satu variable, deferensiasinya, dan persoalan ekstrem fungsi variable banyak, takterkendala dan yang terkendala. 1.2 PENGERTIAN TURUNAN PARSIAL Untuk memperoleh pengertian awal mengenai turunan parsial, marilah kita tinjau selembar pelat logam datar panas D yang dalam keadaan mantap tersebar suhu tak seragam T. Andaikanlah bidang koordinat xy dipilih pada bidang pelat loga. Maka sebaran suhunya dinyatakan oleh fungsi dua variable : Untuk mengetahui rata-rata perubahan suhu pelat per satuan panjang dalam arah sumbu, sejauh, untuk ordinat yang tetap, kita hitung nisbah: Begitupula, rata rata perubahan suhu per satuan panjangdalam arah sumbu sejauh, untuk absis yang tetap, diberikan oleh nisbah: 3

5 Lazimnya kita cenderung menghitung perubahan suhu per satuan panjang di setiap titik. Dalam hal ini,kita mengambil 0, dan 0, pada masing-masing nilai nisbah di atas,kemudian menghitung limitnya.jika limitnya ada, kita tulis: Berturut turut,, dan menyatakan perubahan suhu per satuan panjang di setiap panjang setiap titik dalam arah, dan (a) adalah turunan fungsi terhadap dengan memperlakukan sebagai suatu tetapan, yang disebut turunan parsial fungsi terhadap ; sedangkan (b) adalah turunan fungsi terhadap dengan memperlakukan sebagai suatu tetapan, yang disebut turunan parsial fungsi terhadap. Lambang lain yang digunakan bagi adalah,begitupula bagi adalah Secara geometris,jika dan adalah koordinat koordinat Kartesis, maka menyatakan himpunan titik dalam ruang berdimensi tiga. Dalam hal bergantung pada koordinat dan melalui persamaan, maka himpunan titik menyatakan suatu permukaan dalam ruang berdimensi tiga, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1. Persamaan permukaan.himpunan titik pada permukaan S yang koordinat -nya tak berubah, tetap,jadi memenuhi persamaan,terletak pada sebuah kurva dengan koordinat y berperan sebagai parameter kurva.ini adalah kurva irisan bidang dengan permukaan, yakni kurva pada Gambar 1.1. Begitupula, persamaan 4

6 ,menyatakan sebuah kurva hasil irisan bidang dengan permukaan yakni garis CD pada gambaar 7.1. Jika tetap, maka persamaan disebut kontur atau tingkat kurva dari persamaan. z S C B A D 0 y x Gambar 1.1 Dengan tafsiran geometris ini turunan parsial, dan berturut turut menyatakan kemiringan permukaan sepanjang kurva dan ). Karena turunan Parsial (1.4) pada umumnya jugamerupakan fungsi dari dan, maka jika diturunkan lebih lanjut, kita menuliskannya sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) Yang disebut turunan parsial kedua. (Perhatikan baik baik urutan variable pada kedua penulisan di ruas kanan). Begitu seterusnya untuk semua turunan yang lebih tinggi. Contoh Soal 7.1: Misalkan. Maka, 5

7 ( ) ( ) ( ) ( ) dan seterusnya. Tampak bahwa : ( ) ( ) Perlu dicatat bahwa kesamaan turunan campuran ini dijamin berlaku jika dan kontinu pada titik yang ditinjau. Contoh 1.2 : Tinjau persamaan gas ideal, dengan dan berturut-turut adalah tekanan, volume dan suhu gas ideal ; sedangkan adalah jumlah mol gas dan suatu tetapan fisika, yakni tetapan gas semesta (Universal).Berikut kita akan menganggap tetap. Jika persamaannya kita pecahkan bagi, kita peroleh: Sebagai fungsi dari dan, sehingga: Sebaliknya, pemecahan persamaan keadaan gas ideal bagi memberikan: di mana dan T sekarang adalah variable bebas. Dengan demikian, kita peroleh: 6

8 Jika kita nyatakan sebagai fungsi dari dan, yakni: maka, Dari Pers. (1.7) dan (1.8) kita peroleh: ( ) ( ) ( ) Perhatian, jika ruas kiri kita perlakukan sebagai perkalian tiga buah pecahan, kita seharusnya memperoleh nilai 1 ; suatu perbedaan penting yang perlu dicatat! Jika adalah fungsi dari tiga variable dan, atau lebih, kita definisikan pula turunan parsial,, dan seperti di atas. 1.3 DIFERENSIAL TOTAL Pada bahasan turunan parsial di atas, kita hanyalah meninjau perubahan fungsi dan keduanya bertambah secara bebas? bila Misalkan fungsi mempunyai turunan parsial di. Pertambahan fungsi jika bertambah menjadi dan menjadi adalah : (1.10) Jika kita tambahkan dan kurangkan di ruas kanan, kita peroleh : [ ] [ ] 7

9 Suku pertama dalam kurung siku pada ruas kanan Pers. (1.11) adalah pertambahan dalam fungsi dengan mempertahankan tetap. Karena itu, kita sebenarnya berurusan dengan fungsi satu variable, untuk mana berlaku teorema nilai rata-rata kalkulus. Teorema ini menyatakan : Jika memiliki turunan pada setiap titik dalam selang : [ ], maka: [ ] (1.12) dengan ξ = sebuah titik dalam selang : [ ]. Dengan demikian, kita dapat menulis : [ ] dengan. Dengan cara yang sama, penerapan teorema nilai rata-rata pada suku kedua Pers. (1.11), dengan S dipertahankan tetap, menghasilkan : [ ] dengan. Jika turunan parsial dan kontinu di, maka : ξ (1.15a) ξ (1.15b) dengan = 0, dan = 0, bila dan menuju nol. Dengan demikian, Pers. (1.11) menjadi : Dengan mengambil lim, dan, kita peroleh diferensial total fungsi : 8

10 Definisi di atas berlaku pula untuk fungsi dari tiga atau lebih variable,, yakni : Setiap fungsi yang deferinsialnya memenuhi hubungan diferensial total (1.18) disebut deferensial eksak. Contoh 1.3 : Hitunglah diferensial total fungsi pada contoh 6.1. Pemecahan: Karena dan kontinu, maka Pers (1.17) menghasilkan : [ ] [ ] CONTOH 1.4 : KESALAHAN RELATIF PENGUKURAN Percepatan gravitasi g dapat ditentukan dari panjang l dan periode bandul matematis; rumusnya adalah :. Tentukanlah kesalahan relative terbesar dalam perhitungan g jika kesalahan relative dalam pengukuran l adalah 5%, dan T, 2%. PEMECAHAN Kesalahan relatifdalam pengukuran l adalah kesalahan sebenarnya dalam pengukuran l dibagi dengan panjang terukur l. karena kita dapat mengukur l lebih besar atau lebih kecil daripada sesungguhnya, maka kesalahan relative terbesar mungkin - 0,05 atau 0,05. Begitupun terbesar adalah 0,02. Karena kita menginginkan, kita hitung turunan dari hubungan :, kita peroleh : Dengan demikian, 9

11 Karena menurut ketaksamaan segitiga : = 0, (0,02) = 0,09 ATURAN RANTAI Tinjaulah kembali fungsi yang secara geometris menyatakan persamaan permukaan S dalam ruang. Jika variable dan berubah kurva C sebarang, yang persamaan parameternya adalah : (1.19) dengan s sebagai parameter, maka sepanjang kurva tersebut, z adalah fungsi dari s, atu variabel : ( ) Sehingga sepanjang kurva C: Dengan demikian, menurut Pers. (1.17): Untuk kasus khusus : Perluasannya untuk fungsi dari variabel,, dengan masing-masing variabelnya fungsi dari variabel :.. adalah langsung. Menurut Pers. (1.18): 10

12 Karena masing-masing variabel adalah juga fungsi dari maka menurut (1.18):..... Sisipkan (1.23b) ke dalam (1.23a) memberikan: ( ) ( ) Contoh 1.5 : Jika, dengan,, dan, tentukan PEMECAHAN : Menurut Pers. (1.23c): 11

13 1.4 FUNGSI IMPLISIT Pada bahasan diatas, ketergantungan salah satu variabel pada lainnya diberikan dalam bentuk eksplisit, seperti. Berikut kita akan meninjau ketergantungan variabel diberikan dalam bentuk implicit seperti. Untuk menghitung, kita dapat terlebih dahulu memecahkan persamaan bagi yang kemudian menurunkannya terhadap.tetapi, cara ini yang sering kali cukup rumit, dapat diatasi, karena menurut Pers. (1.17): Yang darinya kita peroleh: asalkan. Secara geometris, fungsi implisit menyatakan sebuah kurva pada bidang xy, dan menyatakan kemiringan gars singgungnya di titik di mana Contoh 1.6 : Tentukanlah kemeringan garis singgung pada kurva di titik (1, -1). PEMECAHAN : Tuliskan persamaan kurva di atas kembali dengan ruas kanan nol : 12

14 Turunan parsialnya terhadap dan :, di titik (1, -1) :, di titik (1, -1) : Jadi, kemiringan kurva di titik (1, -1) adalah : ] Untuk fungsi implisit dalam tiga atau lebih variabel yakni :, menurut Pers. (1.18) : Jika persamaan ini kita dapat pecahkan bagi dz: ( ) Dari persamaan ini terbaca: Contoh 1.7: Tentukan. dari persamaan PEMECAHAN : Dari fungsi implisit :, Maka dari Pers. (1.24): 13

15 Jelas, jika z = 0, yang adalah sepanjang lingkaran terdefinisikan. kedua turunan parsial ini tak PENERAPAN DALAM TERMODINAMIKA Penerapan turunan parsial untuk mendapatkan hubungan antara berbagai besaran fisika, lebih sering digunakan dalam cabang Termodinamika, yang mengkaji kaitan antara energy dan kalor. Hokum pertama Termodinamika menyatakan bahwa jika pada sebuah system yang berinteraksi secara termal dengan lingkungan melakukan usaha terhadap lingkungan sebesar, maka system tersebut akan mengalami pertambahan energy dalam du, dan menerima atau melepas kalor sebanyak, menurut hubungan: (1.25) Notasi, dan untuk membedakan bahwa pertambahan kalor, dan usaha bergantung pada jenis proses, sedangkan du menyatakan diferensial total energi fungsi dalam sistem. Untuk system gas, keadaan sistem ditentukan oleh suhu,tekanan, volume, yang berkaitan melalui suatu persamaan keadaan : F (P, V, T) = 0 Sebagai contoh, untuk gas ideal berlaku. Bagi system gas, energy dalam U pada umumnya merupakan fungsi dari suhu dan volume sedangkan, dengan P tekanan gas. Hukum Termodinamika kedua mengatakan bahwa bagi proses irreversible (terbalikkan), kalor, dengan adalah entropi. Dengan demikian, hukum pertama Termodinamikadapat dinyatakan dalam diferensial total sebagai berikut : Pers. (1.26) memperlihatkan bahwa energy dalam U juga merupakanfungsi dari entorpi S, dan volume V, U = U (S, V). Jadi, menurut rumusan diferensial total (1.27): 14

16 ( ) ( ) Perbandingan antar Pers. (1.26) dan (1.27) memperlihatkan bahwa berlaku hubungan : Turunan parsial dari (1.28) adalah: ( ) ( ) Karena ( ) ( ) persamaan kedua (1.29) adalah salah satu dari sehimpunan relasi Maxwell antara besaranbesaran termodinamika. Dengan cara yang sama, diturunkan pula relasi-relasi Maxwell berikut : 1.5 PERSOALAN EKSTREM TAKTERKENDALA Pada kuliah kalkulus satu variabel, kita pelajari bahwa fungsi bernilai ekstrem (maksimum atau minimum) pada sebuah titik jika turunan pertamanya di titik tersebut adalah nol :. 15

17 Pada fungsi dua variabel atau lebih, berlaku pula persyaratan ekstrem yang sama, yang dapat dinalar sebagai berikut. Misalkan ( ) adalah titik ekstrem fungsi. Dengan memilih menjadi fungsi dari satu variabel sedangkan jika dipilih menjadi fungsi dari satu variabel. dengan demikian, berlaku syarat ekstrem seperti pada fungsi satu variabel, tetapi dalam hal ini ada dua persamaan yaitu : ( ) ( ) (1.30) Jika variabel x dan y adalah bebas, maka persoalan ekstrem ini disebut ekstrem takterkendala (unconstraint). Untuk mencirikan jenis ekstremnya, kita perlu menghitung turunan parsial keduanya, dan besaran : [ ] (1.31) Penentuan jenis ekstremnya sebagai berikut : Titik ( adalah titik ekstrem fungsi ) jenis : (a) maksimum, jika : (b) maksimum, jika : (c) titik pelana (saddle), jika : Jika tak ada yang dapat kita simpulkan mengenai jenis ekstrem fungsi Contoh 1.8 : Carila titik ekstrem dari fungsi ekstremnya., dan tentukan jenis PEMECAHAN : Dari syarat ekstrem (1.30), kita peroleh : 16

18 atau jadi titik adalah satu-satunya titik ekstrem fungsi. Jenis ekstremnya, kita tentukan dari turunan kedua fungsi f : Dan nilai diskriminannya di titik (-2, -2) adalah : Karena adalah titik ekstrem maksimum fungsi. nilai ekstremnya adalah :. 1.6 PERSOALAN EKSTREM TERKENDALA Pada persoalan ekstrem fungsi yang ditinjau di atas,variabel x dan y berubah secara bebas. Tetapi dalam berbagai persoalan fisika dan gometri, variabel x dan yseringkali disyaratkan memenuhi suatu hubungan tertentu,. di dalam bab ini kita akan membahas dua cara pemecahannya, yaitu cara eliminasi dan pengali Lagrange. CARA ELIMINASI : Pada cara eliminasi, kita pecahkan dahulu persamaan kendala, untuk salah satu variabel bersangkutan dari fungsi f, dan selanjutnya mencari nilai ekstrem fungsi f, dalam variabel yang sisa. Sebagai contoh, tinjaulah contoh soal berikut. Contoh 1.9 : Tentukanlah letak titik pada sebuah permukaan bidang, yang jaraknya terdekat ke titik asal 0. PEMECAHAN : 17

19 Pada Bab 4 kita pelajari bawa jarak sebuah titik ke titik asal 0 adalah :. Karena minimum jika fungsi : maka kita dapat mengambil f sebagai fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya. Karena titik haruslah terletak pada bidang adalah persamaan kendala :, maka persamaan bidang ini Cara jelas untuk memecahkan persoalan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi. Yaitu, memecahkan dahulu persamaan kendala bagi salah satu variabel kemudian disisipkan ke dalam fungsi. Dari persamaan kendala kita peroleh : Sisipkan dalam fungsi kuadrat jarak, memberikan : Penerapan syarat ekstrem, memberikan : Pemecahannya memberikan : Untuk menyelidiki jenis ekstrem yang bersangkutan, dalam variabel, kita hitung lagi turunan parsial keduanya : Karena maka adalah titik ekstrem minimum fungsi. Koordinat x dari titik pada bidang : adalah. 18

20 Jadi, titik terdekat yang kita cari adalah : p (1/3, -1/3, 2/3). METODE PENGALI LAGRANGE : Persamaan kendala ф (x, y, z0 = 0 seringkali sangatlah rumit untuk dipecahkan, begitupula halnya dengan pemecahan syarat ekstrem : f x = 0, f z = 0, atau dalam dua variable lainnya. Untuk mengatasinya, matematikawan perancis Louis Lagrange mengembangkan metode pengali lagrange, yang menghasilkan suatu system persamaan setara yang relative mudah mencari pemecahanya. Gagasan darsarnya bertolak dari hasil penalaran berikut. Telah kita lihat bahwa syarat perlu bagi fungsi f(x, y, z) memiliki suatu nilai ekstrim adalah : f x = 0, f y = 0, f z = 0. Karena df = f x dx + f y dy + f z dz, maka di titik ekstrem berlaku : df = fx dx + fy dy + fz dz = 0 (1.32) Sebaliknya, jika df = 0, maka fx = 0, fy =0, fz = 0, karena dx, dy, dan dz bebas linear. Jika : Ф(x, y,z) = 0 (1.33) Adalah persamaan kendala, maka juga berlaku : dф = фxdx + фy dy + фz dz = 0 (1.34) kalikan pers. (1.34) dengan sebuah parameter λ kemudian jumlahkan dengan (1.32) memberikan : (fx + λ x) dx + (fy + λ фy)dy + (fz + λ фz)dz = 0 (1.35) Dengan memandang x, y, dan z bebas, maka dx, dy, dan dz juga bebas sehingga kita peroleh : fx + λ x = 0 fy + λ фy= 0 fz + λ фz = 0 (1.36) ketiga persamaan (1.36) bersama dengan persamaan kendala (1.33) memberikan empat sistem persamaan yang dapat dipecahkan bagi ke empat variable x, y, z dan λ. Sistem persamaan (1.33) dan (1.36) dapat dipandang sebagai persamaan syarat ekstrem dari fungsi : 19

21 F (x, y, z, λ) = f + λф Contoh 1.10 : Tentukanlah ukuran ketiga sisi sebuah kotak tanpa penutup atas, dengan volume maksimum, jika luas permukaannya 108 cm3. PEMECAHAN : Tinjau kotaknya berada dalam oktan pertama dan ketiga sisinya berimpit dengan sumbu x, y, dan z. maka volume kotak ini adalah xyz, jadi fungsi yang hendak diselidiki ekstremnya adalah : f( x, y, z) = xyz jumlah luas kotak tanpa penutup atas adalah : L = xy + 2xz + 2yz. Karena luas permukaan kotak dikendalakan bernilai 108 cm 2, maka persamaan kendalanya adalah : ф(x, y, z) = xy + +2xz + 2yz = 108 (1.37) persamaan (1.36) menghasilkan : yz + λ (y + 2z) = 0, xz + λ (x + 2y) = 0, (1.38) xy + λ (2x + 2y) = 0 untuk memecahkannya, kalikan persamaan pertama dengan x, kedua dengan y, dan ketiga dengan z, kemudian jumlahkan, kita peroleh : Gunakan persamaan kendala (1.37), memberikan : Sisipkan kembali nilai λ ini ke dalam (1.38) kemudian sederhanakan kita peroleh: 20

22 Dari kedua persamaan pertama kita perole x = y. sisipkan x = y ke dalam persamaan ketiga, memberikan z = 18/y. sisipkan y dan z ke dalam persamaan pertama, menghasilkan x =6. Jadi, x = 6, y = 6, dan z = 3 memberikan ukuran isi kotak yang dikehendaki. DUA ATAU LEBIH KENDALA Perluasan metode pengali lagrange untuk persoalan mencari nilai ekstrem fungsi f dengan n variable dan m kendala (m < n) ditempuh dengan cara yang sama. Yinjau fungsi : W = f (x, y, z) (1.39) Dengan m buah kendala : (1.40) Dalam hal ini, kita bentuk fungsi baru : (1.41) Dengan menganggap x, y, z, λ 1, λ 2,., λ m bebas, kita peroleh system persamaan berikut bagi persyaratan ekstrem fungsi F : 21

23 (1.42d) Pemecahannya memberikan nilai ekstrem terkendala yang dicari. Contoh 1.11: Carilah titik-titik pada kurva perpotongan kerucut K : z 2 = x 2 + y 2 dengan bidang v = x + y - z = 1, yang jaraknya ke titik asal 0 adalah terdekat dan terjauh. PEMECAHAN : Di sini fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya adalah kuadrat jarak titik (x, y, z) ke titik asal 0 (0, 0, 0) : f(x, y, z) = x2 + y2 + z2 dengan kendala : (a) (x, y, z) pada kerucut k : g (x, y, z) = x 2 + y 2 + z 2 = 0 (b) (x, y, z) pada bidang v : h (x, y, z) = 1 + x + y - z = 0 untuk menerapkan metode pengali Lagrange, kita bentuk fungsi : F(x, y, z) = f + λg + µh (1.430) Persyaratan ekstrem (1.42) memberikan : 2x + 2λx + µ = 0, 2y + 2λy + µ = 0, (1.44a) (1.44b) 22

24 2z - 2λy - µ = 0, (1.44c) x2 - y2 - z2 = 0, (1.44d) 1 + x + y - z = 0 (1.44.e) Dari (1.44a) dan (1.44b) kita peroleh : (x - y) = -λ (x - y) (1.45) Sedangkan dari (1.44b) dan (1.44c) : (y + z) = -λ (y - z) (1.46) Pers. (1.45) dipenuhi jika x = y, atau jika x y, λ = -1. Marilah kita selidiki apakah λ = -1, memberikan titik pada kurva perpotongan c. Dari (1.46) kita peroleh : y + z = y - z, atau z = 0 dan pers. (1.44d) memberikan : x 2 + y 2 = 0, atau x = 0, y = 0. Karena titik (0, 0, 0) tak memenuhi persamaan bidang (1.44e), maka pemecahan λ = -1 diabaikan! Karena itu, kita peroleh pemecahan : λ -1, dan x = y (1.47) sisipkan (1.47) ke dalam (1.44e), kita peroleh : z = 1 + 2x (1.48) sisipkan (1.47) dan (1.48) ke dalam (1.44d) : x2 + x 2 - (1 + 2x ) x2 + 4x + 1 = 0 23

25 Yang memiliki akar-akar : x = -1 ± Jadi, titik-titik yang ditanyakan adalah : ( ) dan ( ) Sisipkan koordinat titik P ke dalam fungsi jarak : = Untuk titik P : ( ) Untuk titik Q : ( ) Jika kurva perpotongan C antara kerucut K dan bidang V adalah elips, maka P adalah titik terdekat, sedangkan Q titik terjauh ke titik asal 0(0, 0, 0). Sedangkan, jika C adalah hiperbola, maka P dan Q adalah titik terdekat, dari masing-masing cabang, ke titik asal 0. ( selidikilah jenis kurva C). SOAL-SOAL : TURUNAN PARSIAL : 1. Hitunglah, dan untuk setiap fungsi berikut : (a). z = y/x, (b). z = sin xy + x 2 y, (c). z = e y ln z 2. Hitunglah, dan untuk setiap fungsi berikut : (a). u = xy 2 + yz 2 - xz, (b). u = xyz + ln xy, (c). u = x sin -1 (y/z) 24

26 3. Perlihatkan bahwa jika : ( ) ATURAN RANTAI : 4. Hitunglah du/dt dengan cara : (a). nyatakan dulu u sebagai fungsi eksplisit dari t, (b). gunakan aturan rantai ; jika : (a). u = xe y + y sin x, x = t 2, y = t (b). u = x 2 + y 2 + z 2, x = e t cos t, z = e t sin t 5. Jika f(x, y) = e xy, dengan x = ln dan y = tan -1 (u/v), hitunglah FUNGSI IMPLISIT (a). xy 2 - sin z + z 3 =0 (b). 3xy - xz + yz 2 = 0 25

27 NILAI EKSTREM 8. Selidiki titik ekstrem maksimum, minimum, dan pelana, serta nilai ekstrem yang bersangkutan dari fungsi-fungsi berikut : (a). z = x 2 + xy + y 2-3x + 3y + 4 (b). z = x 3 - y 3-2xy + 6 (c). z = x sin y 9. Sebuah pelat lingkaran x 2 + y 2 1, dipanasi hingga suhunya di setiap titik (x, y) adalah : T(x, y) Suhu T pada setiap titik dalam ruang adalah T = 400xyz 2. Carilah suhu tertinggi pada permukaan bola x 2 + y 2 + z 2 = Carilah nilai maksimum fungsi w = xyz pada garis potong bidang x + y + z = 40, dan z = x + y. 26

28 BAB II INTEGRAL LIPAT DAN TRANSFORMASI KOORDINAT 2.1 UMUM Dalam fisika, kita seringkali perlu menghitung berbagai besaran fisika total suatu benda, sebagai contoh, massa total benda bila rapat massanya diketahui, pusat massa, momen lembam (Inersia), medan listrik yang ditimbulkan suatu distribusi muatan, dan lain sebagainya. Dalam hal bendanya berdimensi dua atau tiga, perhitungan kita umumnya melibatkan integral lipat. Pada bab ini akan disajikan definisi integral lipat serta beberapa teorema, contoh perhitungan, dan penerapannya dalam fisika. Perhitungan integrali suatu integral lipat dilakukan dengan merumuskannya ulang sebagai suatu integral berulang, atau bertahap. Sebagai contoh, untuk menghitung massa pelat datar (berdimensi dua), integral lipatnya yang disebut integral lipat dua, dirumuskan sebagai integral dua-tahap dalam mana kita melakukan dua kali integrasi. Dalam bab ini kita hanya membahas integral lipat dua dan tiga. Disamping itu, dibahas pula transformasi koordinat pada variable integrasi, guna memudahkan perhitungan suatu integral lipat, yang memperkenalkan factor determinan Jacobi. Khususnya, akan akan dibahas trasformasi koordinat Kartesis ke polar, untuk persoalan dua dimensi. Ketiga system koordinat ini tidaklah hanya penting bagi perhitungan integral lipat, tetapi juga bagi persoalan analisis kalkulus lainnya. Bahasan bab ini akan diawali dengan pedefenisian integral lipat DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA Marilah kita tinjau persoalan fisika menghitung massa total M suatu pelat datar berhingga (jadi berdimensi dua), dengan distribusi massa takseragam (nonuniform) ρ. Misalkan geometrinya berupa suatu daerah terbatas D dalam bidang kartesis xy, dengan rapat massa atau massa persatuan luas pada setiap titik (x, y) adalah ρ = f(x, y) seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1. y Y i - y i Y i ϭ i 27 x I x i - x i x

29 GAMBAR 2.1 Daerah D pada bidang xy dengan elemen daerah kecil ϭ 1 Kita akan menghitung dahulu nilai hampiran bagi massa totalnya. Untuk itu, daerah pelat D kita bagi atas n-buah elemen daerah kecil { }. Dan memilih sebuah titik wakil (x 1, y 1 ) di dalam elemen daerah σ 1 ( I = 1, 2, 3,..., n). maka massa setiap elemen daerah σ 1 dihampiri oleh : m 1 = f(x 1, y 1 ) σ 1 (2.1) Dengan σ 1 adalah luas elemen daerah σ 1 massa total pelat D, dengan demikan secara hampiran diberikan oleh. Hampiran diruas kanan mendekati nilai pasti M, jika pembagian elemen daerah σ 1 dibuat sekecil mungkin sehingga σ 1 0,1, yang demikian meningkatkan jumlah nilai elemen n 0,. Jika memilih σ 1 berbentuk petak dengan sisi x 1 dan y 1 maka σ 1 = x 1 y 1, dan dalam keadaan limit diatas : Limit pada ruas kanan, jika ada diimbang oleh : Yang di sebut integral lipat dua (double integral) dari fungsi f (x, y) terdapat daerah D. pembuktian keberadaan (eksistence) integral ini dapat dilihat pada buku-buku matematika lanjut. 28

30 Juga bahwa limit M pada pers. (2.3) tidak bergantung pada cara pembagian D kedalam elemen σ 1, dan pemilihan titik wakil (x 1, y 1 ) dalam σ 1. Ketiga sifat integral lipat dua berikut dapat dibuktikan melalui definisi limit (2.3) : (1). Jika f = f(x, y) dan g = g (x, y) dua fungsi terdefinisikan melalui definisi limit (2.3) : [ ] (2). Jika c sebuah tetapan, maka : [ ] (3). Jika D merupakan gabungan daerah D 1 dan D 2, atau D = D 1, D 2, dengan D 1 D 2 = c, sebuah kurva batas, maka : 2.3 INTEGRAL BERUANG DUA Untuk dapat menghitung sebuah integral lipat, yang dalam pasal ini akan dikhususkan pada integral lipat dua, kita akan menggunakan sesuatu proseduar yang mengalihkan perhitungan integral lipat ke integral berulang. Pertama, kita akan batasi bahasanya pada daerah normal yang didefinisikan sebagai berikut: DEFINISI 2.2: Suatu daerah D disebut normal terhadap: a. sumbu-x, jika setiap garsi tegak lurus sumbu-x hanya memotong dua kurva batas D yang fungsi koordinatnya y = y 1 (x), dan y = y 2 (x) takberubah bentuk. b. sumbu-x, jika setiap garis tegak lurus sumbu-y hanya memotong dua kurva batas D yang fungsi koordinatnya x = x1 (y), dan x = x2 (y) takberubah bentuk. 29

31 Untuk memperoleh kesan gambarnya, perhatikan daerah D 1 dan D 2 pada Gambar 2.2. Daerah D 1 normal terhadap sumbu-x, seadangkan D 2 normal terhadap sumbu-y. y Y=y 2 (x x=x 1 (x y a y i D 2 x=x 1 (x D 1 c Y=y 1 (x 0 0 a x i b x x (a) (b) GAMBAR 2.2 (a). Daerah D 1 normal terhadap sumbu-x, sedangkan D 2 normal terhadap sumbu-y. Sauatu daerah D dapat terjadi tidak normal terhadap sumbu-x maupun y. Dalam hal seperti itu, daerah D dibagi ke dalam beberapa subdaerah normal. Sebagai contoh, pada Gambar 2.3, daerah D taknormal terhadap sumbu-x maupun sumbu y, tetapi setiap subdaerah D 1, D 2, D 3, normal terhadap sumbu-x.(bagilah pula daerah D ke dalam sub-subdaerah yang normal terhadap sumbuy). y D 1 D 2 D 3 y=y 1 (x y=y 1 (x 0 X=x 1 (y X=x 1 (y x GAMBAR 2.3. Daerah D taknormal terhadap sumbu-x dan y subdaerah D 1, D 2, dan D 3 normal terhadap sumbu-x. 30

32 Sekarang, tinjaulah pelat D yang normal terdahap sumbu-x, seperti pada Gambar 2.2a, dengan tepi bawah dibatasi oleh kurva y = y 1 (x), dan tepi atas oleh y = y 2 (x) ; sedangkan tepi kiri dan kan annya masing-masing oleh garis tegak x = a, dan x = b, (b > a, bilangan tetap). Jadi, secara ringkas: D = { } Jadi rapat massa pelat D adalah f (x, y ), maka integral lipat dua: Yang menyatakan massa totalnya, dihitung secara terhadap, melalui definisi limit, sebagai berikut: (a) Ambil sebarang titik (x 1, 0) pada sumbu-x, dengan a x 1 b. (b) Tarik garis x = y, kemudian tinjau sebuah lempeng tegak dengan sumbu x = x 1, dan tebal 1, dalam Daerah D, yang di sebut lempeng ke-i. (c) Hitung hampiran massa tiap petak ( i, j), pada koordinat (x 1, y j ) dalam lempeng ke-i, yakni : 1 J = f ( x I, y I ) 1 (d) Hitung massa total lempeng ke-i, sebagai limit jumlah seluruh petak di dalamnya: * + (e) Massa total pelat adalah limit jumlah massa seluruh lempeng dalam D, yakni: * + (f) Limit jumlah berulang di ruas kanan mendefinisikan integral berulang : 31

33 * + Jika kita memilih D normal terhadap sumbu-y, integral lipat duanya dihitung sebagai limit jumlah semua lempeng datar penyusun daearh D. Jika daerah D = { }, maka integral lipat dua yang bersangkutan dalam bentuk integral berulang dua adalah * + Bagaimana cara menghitung integaral berulang (2.9), dan (2.10)? Tinjau kembali berulang (2.9). Berdasarkan urutan pengambilan limit jumlah (2.8), Lngkah perhitungannya adalah sebagai berikut: (1). Hitung integaral taktentu dalam tanda kurung terhadap y dengan memperlakukan x sebagai suatu etapan. Hasilnya, adalah suatu fungsi primitif dalam y: Ф ( x, y ) = (2). Sisipkan batas atas dan bawahnya, maka diperoleh hasil integral tentu: [ ( ) ] (3). Integarasiakn fungsi g(x) pada langkah (2), dari xi = a s/d b, memberikan hasil akhir: Langkah perhitungan yang sama, dengan menggantikan x dan y, juga berlaku bagi integral berulang (2.10). (Uraikanlah rincian langkahnya!). Contoh 2.1 : Hitunglah integral lipat-2 berikut: * + 32

34 PEMECAH: Pertama, kita integrasikan dari dalam terhadap y dengan mempertahankan x tetap: ] [ ] Kemudian, integrasikan hasil ini terhadap integaral luar, yakni terhadap variabel x, kita peroleh: [ ] Contoh 2.2 : Hitunglah integral lipat-2 pada Contoh 2.1, dengan mengintegrasikan dahulu terhadap variable x, kemudian terhadap y. PEMECAHAN: Pertama, gambarlah dahulu daerah integrasi D xy integral lipat-2 pada Contoh 2.1. dari batas integrasinya, terbaca bahwa D xy adalah daerah antara sumbu-x dan parabola y = y 2 yang terletak antara garis x = 0, dan x = 1, separti dilukisan pada gambar Y Y=x D x 0 1 x GAMBAR 2.4 Daerah integrasi D. Untuk menentukan batas-batas integarsinya, kita tempuh langkah berikut: Langkah 1. Selidiki apakah D xy normal terhadap sumbu-y. Karena garis normal terhadap sumbuy hanyalah memotong kurva batas x = di kiri, dan x = 1 di kanan untuk seluruh daerah D 1 xy maka ia normal terhadap sumbu-y. 33

35 Langkah 2. Jika ya, lanjutkan ke langkah 3. Jika tidak, bagi D xy atas sejumlah minimal daearh terhadap sumbu-y, dan langkah 3 bagi setiap subdaerah. Langkah 3. Tarik sebuah garis sejajar sumbu-x. kurva potong terkiri adalah batas bawah, sedangkan yang terkanan batas atas integral terdalam (terhadap x). Karena garis normal sumbu-y memotong batas terkiri pada parabola y = x 2, maka x 1 = batas kanan pada garis x = 1, maka x 2 = 1. dan Langkah 4. Tentukan batas terbawah dan teratas, koordinat y, dari daerah D xy. Dari bagan daerah D xy terbaca bahwa batas terbawahnya adalah sumbu-x, untuk mana y = 0, jadi y 1 =0. Batas teratasnya adalah koordinat y titik potong parabola y = x 2 dengan garis x = 1, yakni y = 1, jadi y 2 = 1. Langkah 5. Tuliskan integral berulangnya, dan hitunglah hasilnya. Dari hasil penjajagan pada keempat langkah di atas, kita dapati bahwa pernyataan integral berturutan soal ini, adalah: Integral terdalam, terhadap x adalah: * + Sisipakan kembali pada integral I di atas, kemudian integrasikan y, kita peroleh: ] Sesuai dengan hasil yang kita peroleh di atas. INTEGRAL LIPAT-2 SEBAGAI VOLUME Jika z = f(x, y) adalah sebuah persaman permukaan, maka integral lipat-2: 34

36 Adalah volume bagian ruang tegak antara D pada bidang xy dengan permukaan z = f (x, y), seperti pada Gambar.5. z S F(x,y 0 y x D x Gambar 2.5 Tafsiran geometris yang sama diberikan pula bagi integral serupa dengan variable x, y, dan z bertukaran. Sebagai contoh, integral lipat-2: Volume ruang V antara permukaan z=f(x,y) dan bidang Dxy Menyatakan volume bagian ruang tegak antara daearh D pada bidang xz, dengan permukaan y = f (x, z). Perhatian : karena volume geometris bernilai positif, maka jika suatu bagian ruang memiliki nilai-nilai integral volume negatif ia perlu diubah terlebih dahulu menjadi positif, yaitu dengan mengambil nilai mutlaknya. Jadi, jika D = D 1 U D 2, dengan D 1 dan D 2 dua subdaerah normal D, dan dalam D 1 : z > 0, sedangkan dalam D 1 : z > 0, maka: dan volume geometris adalah : 35

37 Berikut adalah dua contoh perhitungan volume dengan menggunakan integral lipat dua. Contoh 2.3 Hitunglah volume bagian silinder parabolic y = dalam kuadran pertama, yang alasnya dibattasi bidang xy dan penutup atasnya dibatasi bidang 2x + 4y + z = 4. PEMECAHAN : Berikut diuraikan beberapa tahapan langkah pemecahan sebagai pedoman memecahkan persoalan sejenis ini. Langkah 1. Sketsakan bagian ruang yang ditanyakan. Pertama, kita gambarkan silinder parabolic y=, dan bidang datar 2x + 4y + z = 4. kurva pepotongan masing-masing permukaandengan bidang xy adalah : parabola y= (dengan silinder), dan garis lurus 2x + 4y + = 4 (dengan bidang datar). Sketsa bagian ruang yng ditanyakan adalah yang diperlihatkan pada Gambar 2.6a. Langkah 2. Cirikan permukaan s, dan rumuskan persamaan eksplisitnya : z = f (x,y). Permukaan s adalah permukaan batas atas bagian ruang yang ditanyakan. Dalam hal ini, s adalah bidang datar 2x + 4y + = 4 persamaan eksplisitnya, terhadap (x,y) adalah: z=4 2x 4y z y y D X = x 2 2x + 4y + x 0 Y= Y 0 1 x 36

38 Gambar 2.6 (a). volume bagian ruang Contoh 2.3. (b). daerah integral D xy. LANGKAH 3. Tentukan daerah integral D xy pada bidang xy. Berdasarkan sketsa bagian ruang pada gamb. 8.6a, daerah D xy mpada bidang xy (z = 0), sebagai alas, dibatasi oleh sumbu y positif, parabola C : y = x 2 dan garis lurus L : 2x + 4y + z = 4. sketsa dimensi duanya diperlihatkan pada Gambar 2.6b. Garis lurus L memotong parabola C di titik P (1, ), dan sumbu-y di Q (0,1). LANGKAH 4 : Rumuskan integral berulangnya, dan hitung hasilnya! Karena D xy normal terhadap sumbu-x, kita integrasikan terlebih dahulu terhadap variable y. Tarikkan sebarang garis tegak tegaklurus sumbu-x. Dari perpotongan kedua kurva batas, terbaca bahwa batas bawah integrasi terhadap y adalah parabola : y = dan batas atasnya garis: y = Karena seluruh daerah terletak antara garis x = 0 dan 1, maka kedua nilai ini berturut-turut adalah batas bawah dan atas integrasi terhadap variabel x. Jadi, integral berulang volume yang dihitung adalah: [ ] Contoh 2.4 Hitunglah volume bagian silinder x 2 + y 2-2ay = 0 yang diiris oleh permukaan silinder parabolik z 2 = 2ay. PEMECAHAN: Karena sketsa gambar ruangnya, v, bertumpang-tindih, maka untuk kejelasan, kita gambarkan saja proyeksinya pada bidang yz, seperti tampak pada Gambar 2.7a. Cirinya: permukaan atas dibatasi oleh helai z = (positif), alas oleh helai z = dan sisi tegaknya oleh silinder x 2 + y 2 2ay = 0, atau x 2 + (y-a) 2 = a 2, yang sumbunya melewati titik (0,a,0) dan berjari-jari a. 37

39 z y 0 2 2a y a D xy x ( (b) GAMBAR 2.7 (a) Proyeksi volume bagian ruang Contoh 2.4 Karena relative terhadap sumbu pada xy (z bidang = 0), bagian yz. (b). ruang Daerah atas dan integrasi bawah Dsimetris, xy. maka volume V yang dinyatakan adalah dua kali volume ruang bagian atas. Di sini, S adalah permukaan batas abagian ruang V, yaitu permukaan silinder:. Sedangkan alas D xy adalah irisan silinder dengan bidang z = 0, yaitu bidang lingkaran: gambar (2.7b), volume bagian ruang yang dihitung adalah :, yang diperlihatkan pada Daerah integrasi D xy normal terhadap x maupun y. karena integrasi terhadap variabel y dahulu memberikan fungsi g(x) tang rumit, kita integrasikan terlebih dahulu terhadap variabel x. Batas bawahnya separuh lingkaran : x 1 =. Sedangkan terhadap variabel y kemudian, batas bawah dan atasnya berturut-turut adalah 0 dan 2a. ( ) ( ) ( ) hasil akhirnya dihitung dengan menggunakan integrasi parsial. 2.4 TRANSFORMASI VARIABEL INTEGRAL Perhitungan integral lipat dua : 38

40 Seringkali dipermudah dengan melakukan pengubahan variabel integral x dan y. Marilah kita meninjau ulang perhitungan integral tunggal dengan metode subtitusi ini. Perhatikan integral tunggal: Penggunaan variabel baru u melalui subtitusi : mengalihkan integral tunggal (2.14) dalam tiga hal : (a) Pengalihan selang (daerah) integrasi : Selang integrasi baru dalam x: Dx = a x b, terpetakan ke selang integrasi baru dalam u : D u = u (a) u u (b). (b) Pengalihan elemen diferensial dx, menjadi : ( ) (c) Pengalihan fungsi integran f(x,y) menjadi : baru: Jadi, perubahan variabel integral (2.15a), mengalihkan integral (2.14) terhadap variabel ( ) 39

41 Tentu saja, diinginkan agar perhitungan integral baru ini menjadi lebih mudah daripada yang lama. Hal ini bergantung pada pemilihan transformasi koordinat (2.15a) yang memadai. Hal yang sama juga dapat diterapkan pada integral lipat dua, yang tentu saja dengan kerumitan yang semakin meningkat. Pertama yang kita catat adalah bahwa elemen diferensial dxdy = dσ adalah elemen luas daerah D xy dalam bidang xy. Sehubungan dengan itu, kita perlu mengingat kembali dari bahasan aljabar vector pada bab 4, bahwa luas dσ adalah vector luas dσ, yakni: dσ = (dx x dy) (2.17) dengan dx = dan operator hasil kali silang. Karena itu, dalam pernyataan vector, integral lipat (2.13) berbentuk : Dengan demikian, jika kita melakukan variabel atau transformasi koordinat dari sistem (x,y) ke sistem (u,v)menurut persamaan transformasi: maka setiap elemen diferensial vector bertransformasi menjadi : ( ) ( ) ( ) dengan du = dan serta masing-masing adalah vector satuan dalam arah pertambahan positif u dan v pada sistem koordinat (u,v). Elemen luas da dalam koordinat (u,v) menjadi : 40

42 ( ) atau ( ) Dengan ( ) ( ) [ ] adalah factor jakobi yang bersangkutan. Di sini kita akan khusus memilih transformasi koordinat yang memiliki invers. Jadi, terhadap transformasi koordinat (2.19) terdapat pula transformasi invers, dengan factor jakobian bersangkutan adalah ( ) [ ] karena elemen luas adalah takberubah, maka : ( ) ( ) ( ) yang adalah taat-asas jika : 41

43 ( ) ( ) ( ) ( ) Seringkali dalam perhitungan, transformasi koordinat invers (2.23) yang diberikan, bentuknya rumit untuk diubah ke bentuk transformasi langsung (2.19). Dalam hal ini, factor Jacobi ( ) diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu factor Jacobian invers ( ), kemudian menggunakan hubungan (2.25), seperti pada Contoh 2.5 dan 8.6 seperti berikut. Catatan : Dalam bahasan berikut, bila factor Jacobi dituliskan tanpa argument, J saja, maka yang dimaksudkan adalah ( ), dan J -1 untuk inversinya! Hubungan (2.25) memperlihatkan bahwa kedua factor Jacobi ini tak boleh nol untuk semua nilai (x,y) atau (u,v). Titik (x,y) atauu (u,v) pada mana J=0, disebut titik singuler. Artinya, hubungan transformasi koordinatnya takterdefinisikan (karena tidak memiliki invers). Perubahan variabel integrasi yang lazim digunakan adalah transformasi koordinat kartesis (x,y) ke polar (r, ) melalui persamaan transformasi : dengan transformasi invers : Faktor Jacobi yang bersangkutan adalah: ( ) * + dan ( ) [ ] sesuai dengan hubungan (2.25). Tampak pada nilai r = 0, atau (x = 0, y=0), factor Jacobi J=0, atau. Titik r=0 ini disebut titik singular koordinat polar (r, ). 42

44 Masalah berikut adalah pencirian peta daerah integrasi D xy sistem x,y pada daerah integrasi D uv dalam sistem (u,v). Di sini ditinjau peta kurva batas D xy ke dalam bidang (u,v). Penjelasan terincinya diberikan pada ketiga soal berikut, yang menguraikan langkah-langkah pemecahannya. Contoh 2.5 Gunakan koordinat polar (r, ) untuk menghitung integral lipat-2 berikut : dengan adalah daerah pada kuadran I dalam bidang xy yang dibatasi oleh sumbu x, sumbu y, dan lingkaran x 2 + y 2 = 4. PEMECAHAN : Langkah 1. Tentukan peralihan integran f (x,y) ke g (r, ). Karena f (x,y) = xy, maka terhadap transformasi koordinat polar (r, ), ia beralih ke pernyataan : Langkah 2. Gambarkan daerah integrasi D xy. y θ C 4 C 2 2 π C 3 E D xy D r E 2 2 E 2 GAMBAR 2.8 (a). Daerah integrasi D xy soal 8.4, dan (b). petanya, D rθ. C 1 r Secara sepintas, D xy tampak dibatasi oleh tiga kurva, yakni : C 1 : y = 0, 0 x 2, 43

45 C 2 : x 2 + y 2 = 4, C 3 : x = 0, 0 y 2, yang diperlihatkan pada Gambar 2.8a. Karena factor Jacobi, J = r, bernilai nol di titik 0, r = 0, maka untuk menghindari kesinguleran ini, kita bentuk kurva batas ke-4, C 4, berupa lingkaran : C 4 : x 2 + y 2 = 2, 0 < < 2, dan pada akhirnya mengambil limit. Langkah 3. Gambarkan peta daerah integrasi D r : Untuk menggambarkan peta daerah D xy pada bidang D r, kita petakan masing-masing kurva batas lalu mencirikan daerah batas yang diperoleh. C 1 : y = 0, 0 x < 2, dipetakan ke kurva : C 1 : r =, ( ) Pada bidang (r, ), x adalah parameter kurva C ; jadi, C adalah selang terbuka sumbu r. r < 2 pada C 2 : x 2 + y 2 = 4, dipetakan ke kurva : C 2 : r =, ( ) Di sini, y adalah parameter kurva C 2 pada bidang (r, ). Karena, sejajar sumbu, yang memotong sumbu r di r = 2. Dengan cara yang sama, C 3 dipetakan ke pengaal garis C 3 sejajar sumbu r, yang memotong sumbu di, dan terletak antara y 2, maka 0, yang memotong sumbu r di r = < 2. C 4 dipetakan ke penggal garis C 4 sejajar sumbu, antara 0, yang memotong sumbu r di r = < 2. Ke empat kurva dalam bidang (r, ) ini, membatasi daerah D r berbentuk empat persegi panjang, seperti pada gamb. 8.8b. 44

46 Jadi, terhadap koordinat polar, integral lipat-2 pada contoh ini teralihkan menjadi: [ ] [ ] CATATAN : Khusus untuk koordinat polar (r, ) untuk menenetukan batas integral koordinat r dan, tidaklah terlalu perlu. Karena, kaitan geometris koordinat polar ( r, dengan ( x, y ) pada bidang xy sudahlah jelas, sehingga Batas integral variabel r dan yang meliputi daerah D xy jelas terbaca. Dengan demikian, selanjutnya perhitungan integral lipat -2 dengan koordinat polar (r,, dapat mengabaikan langkah pemetaan daerah integrasi yang diuraikan pada Contoh 2.5 diatas. Contoh 2.6 ( ) Lakukanlah perubahan variabel : Kemudian hitunglah integralnya dalam variabel u dan v. PEMECAHAN: Mengikuti langkah pemecahan pada Contoh 2.5, kita hitung dahulu faktor Jacobinya: ( ) [ ] 45

47 Jadi, integralnya beralih menjadi: ( ) ( ) Daerah integrasinya dalam bidang xy adalah yang dilukiskan pada Gamb. 8.9a. Kurva batasnya ada tiga buah, yaitu: c 1, c 2, dan c 3 ; ketiga titik potongnya adalah 0(0,0), P( Persamaan masing-masing kurva adalah: C 1 : sumbu y positif: x = 0, 0 < y < 1, C 2 : garis y = x 0 < x < 1/2, C 3 : garis y = 1 x 0 < x < 1/2. Pemetaannya pada bidang (u, v), kita tentukan dengan menggunakan transformasi invers: u = (x + y), dan v = (-x + y) Peta kurva yang berkaitan adalah: Ketiga kurva ini dalam bidang (u, v) diperlihatkan pada Gamb. 8.9b, yang berpotongan di titik: 0 (0,0), P (1,0), dan Q (1,1). Daerah D uv adalah yang diarsir. Y Y= Y u= 0 D xy (a Y=1-0 (b D uy 1 u 46

48 GAMBAR 2.9 (a). Daerah integrasi D xy soal 8.6, dan (b) petanya D uv. Karena daerah integrasi D uv normal terhadap sumbu u maupun v, maka dengan memilih kenormalan terhadap sumbu u misalnya, kita peroleh rumusan integral berulang: ] Contoh 2.7 Diketahui daerah D xy pada kuadran I bidang xy dibatasi oleh kurva-kurva xy = 2, xy = 16, y 2 = ½ x, dan y 2 = 4x. Hitunglah : Dengan melakukan pengubahan variabel yang memudahkan. PEMECAHAN: Pertama, kita gambarkan dahulu daerah integrasi D xy : y C 1 C C v 4 D xy C 3 1/2 D uv 0 0 x 2 16 u 47

49 GAMBAR 2.10 (a). Daerah integrasi D xy Contoh 2.7, dan (b) petanya D uv. Kurva-kurva batasnya adalah : C 1 : xy = 2 C 2 : xy = 16 C 3 : y 2 = ½x, atau (y 2 /x) = ½ C 4 : y 2 = 4x, atau (y 2 /x) = 4 dengan x, y > 0. Keempat titik potongnya adalah: P(2,1), Q(8,2), R(4,4), dan S(1,2) (lihat Gambar 2.10a). Ada banyak transformasi variabel untuk menghitung integral diatas, dan kita memilih yang mempermudah perhitungan. Karena C 1 dan C 2 adalah sepasang hiperbola, C 3 dan C 4 sepasang parabola, masing-masing pasang bentuk fungsinya sama hanyalah berbeda koefisien, maka kita dapat memilih variabel integral baru sebagai berikut: u = xy, dan v = (y 2 /x) Dalam hal ini, peta daerah D xy pada bidang uv dapat dicirikan melalui peta masingmasing kurva batas seperti yang kita lakukan pada Contoh 2.5 dan 8.6 diatas. Kita peroleh: 48

50 dengan keempat titik potong yang bersangkutan adalah: ( ) ( ) (lihat Gambar 2.10b). Tampak, D uv adalah sebuah daerah empat persegi panjang. Faktor Jacobi bagi transformasi diatas akan kita cari dari inversnya. Kita peroleh: ( ) [ ] ( ) Jadi, faktor Jacobi transformasinya adalah: ( ) Integran (x 2 /y), dibawah transformasi diatas, beralih menjadi: ( ) Dengan demikian, integral contoh soal ini teralihkan menjadi: ( ) ( ) ( ) 2.5 INTEGRAL LIPAT TIGA Perluasan integral lipat dua ke dimensi tiga memperkenalkan integral lipat tiga yang akan kita bahas dalam pasal ini dan yang berikutnya. Sebagian besar gagasan dasarnya tidaklah berbeda dari integral lipat dua,kecuali analisisnya sedikit lebih rumit. Karena itu, berikut kita hanya memusatkan perhatian pada uraian ringkas hal-hal pentingnya serta beberapa contoh perhitungannya. Pada pasal berikut dibahas pengalihan variabel interasi, terutama transformasi kesistem koordinat bola dan silinder. DEFINISI INTEGRAL LIPAT TIGA 49

51 Tinjaulah persoalan menentukan massa sebuah benda tiga dimensi terbatas V (bola, kerucut, atau benda tak beraturan lainnya),yang memiliki rapat massa tak seragam Untuk menghitung massa totalnya, pertama volume benda kita bagi atas sejumlah elemen volume kecil = ( (lihat Gambar 2.11). z 0 z y x y x GAMBAR 2.11 volume ruang integrasi V, dengan elemen volume kecil V Kemudian,pilih sebuah titik wakil (x i, y i, z i ) dalam setiap elemen volume elemen volume ke-i dapat dihampiri oleh: Maka massa ( ) Dengan menjumlahkan terhadap seluruh elemen volume, dan mengambil limit untuk n peroleh massa total benda: kita ( ) Jika limit diruas kanan ada, kita menuliskannya sebagai integral lipat tiga terhadap volume V benda: 50

52 Perhatian, daerah integrasinya disini adalah suatu volume ruang terbatas V. Setiap integral lipat tiga memenuhi sifat-sifat berikut: (1). Kelinearan: (2). Jika V= V 1 U V 2, dan V 1 V 2 = S (suatu permukaan), maka: INTEGRAL BERULANG: Sama halnya dengan integral lipat dua, perhitungan integral lipat tiga juga dapat dirumuskan ulang menjadi integral berulang (tiga kali) terhadap masing-masing variabel x, y, dan z. Urutan integrasinya dilakukan dengan memperhatikan kenormalan daerah volume integrasi V, yan kita definisikan sebagai berikut. Suatu volume integrasi V adalah normal terhadap bidang koordinat xy, jika sebuah garis yang ditarik tegak lurus terhadap bidang xy memotong dua permukaan S 1 dan S 2 yang masing-masing persamaan permukaannya z = z 1 (x, y),dan z = z 2 (x, y) tetap bentuknya. Jadi, dengan D xy, adalah proyeksi gabungan permukaan S 1 : z = z 1 (x,y), dan S 2 : z = z 2 (x, y), pada bidang xy, dan z selanjutnya disebut variabel takbebas permukaan. Dalam hal V normal terhadap bidang yz, persamaan kedua permukaan yang dipotong garis normal bidang yz berbentuk x = x(y, z); sedangkan terhadap bidang xz, persamaan permukaannya berbentuk y = y (x,z). 51

53 Misalkan integral lipat tiga (2.30) normal terhadap bidang xy. Maka, kita peroleh rumus perhitungan sederhana: Dengan kedua batas integral sebagai fungsi x dan y berkaitan dengan persamaan permukaan batas atas z = z 2 (x, y), dan batas bawah z = z 1 (x, y). Jadi, integral lipat tiga dapatb dihitung sebagai berikut. Pertama, perlakukan x dan y tetap, kita hitung integral biasa: Kedua, kita hitung integral lipat dua: Disini, sekali lagi diingatkan bahwa D xy adalah proyeksi gabungan permukaan atas z = z 2 (x, y), dan bawah z = z 1 (x, y). Perhitungan selanjutnya mengikuti langkah perhitungan integral lipat dua yang telah dijelaskan didepan. Berikut adalah beberapa contoh perhitungan integral lipat tiga. CONTOH 2.8 Hitunglah integral lipat tiga dengan f (x,y,z) = (xyz) dan v adalah bagian ruang dalam oktan pertama, yang bagian atasnya dibatasi oleh bidang 2x + 3y + z 2 = 0. PEMECAHAN: Pertama, kita sketsakan dahulu daerah volume v. Permukaan batas bawahnya adalah bidang xy, atau permukaan z = 0, sedangkan permukaan batas atasnya adalah bidang: z = -2x 3y + 2. z 2x+3y+zy Y=(

54 Jadi: GAMBAR 2.12 (a). Volume integrasi V, (b). Daerah integrasi D. [ ] Daerah D xy terdapat pada kuadran I bidang xy, antara x = 0, y = 0, dan garis perpotongan bidang z = -2x 3y + 2 dengan bidang z = 0, yakni garis: -2x 3y + 2 = 0. Dari denahnya pada Gamb. 8.12b, tampak bahwa D xy normal terhadap sumbu x maupun sumbu y. Dengan memilih integrasi terhadap variabel y dahulu, kita peroleh: Gunakan integrasi parsial, u = xy, dan dv = (-2x-3y+2) 2 dy, kita Peroleh : [ ] ) Dalam hal permukaan s 1 dan s 2 berpotongan di luar bidang koordinat, persamaan batas D integral lipat duanya dicari dengan mengeliminasi variable khas tak bebas kedua permukaannya. Sebagai misal, jika permukaan s 1 dan s 2 normal terhadapa bidang xy, yang masing-masing persamaan 53

55 permukaannya adalah z = z 1 (x,y), dan z = z 2 (x,y),maka persamaan batas daerah D xy adalah : z 1 (x,y) = z 2 (x,y). Contoh 2.9 Hitunglah integral lipat tiga dxdydz, jika v adalah volume ruang antara permukaan kerucut parabolic z = x 2 + y 2, dan bidang 2x +2y + z = -1. PEMECAHAN : Seperti biasanya, pertama kita sketsakan dahulu volume V yang dibatasi oleh permukaan S 1 : z = x 2 + y 2 dan S 2 : 2x + 2y + z = -1. z Y Z=x 2 X Y - X Gambar 2.13 (a).volume integrasi V, (b). Daerah integrasi D xy Keduanya berpotongan pada sebuah kurva yang koordinat x dan y nya terletak pada lingkaran : x 2 + y 2 = - 2x - 2y -1, atau (x + 1 ) 2 + ( y + 1) 2 = 1 proyeksi volume V pada bidang xy dibatasi oleh lingkaran dengan persamaan diatas. Karena volume V, yang dibatasi oleh permukaan S 1 dan S 2 normal terhadap bidang xy, maka integral berulang lipat tiganya adalah : 54

56 (( ) [ ] Daerah integral lipat dua D xy adalah piringan yang dibatasi oleh lingkaran ( x + 1) 2 + (y + 1) 2 =1, yang diperlihatkan pada gambit 8.13 b. untuk mengintegrasikannya, kita gunakan koordinat polar, yang berpusat di (-1, -1) : ( x + 1) = r ( y - 1) = r Dalam koordinat polar (r, ), integral lipat dua di atas teralihkan menjadi : 2.6 BESARAN FISIKA SEBAGAI INREGRAL LIPAT Pada pasal 8.1 disinggung bahwa integral lipat penting untuk merumuskan besaran total fisika sebuah system. Sebagai contoh perhitungan massa total benda yang kita tinjau sebagai pengantar ke rumusan integral lipat dua maupun tiga. Pada pasal ini akan disajikan beberapa rumusan integral lipat besaran fisika lainnya. Jika f(x, y, z) = ρ ( x, y, z) adalah rapat massa benda yang menempati volume ruang V, maka seperti kita rumuskan di atas : 55

57 Memberikan massa total benda. Selanjutnya, jika r (x,y,z) adalah jarak elemen massa, dalam elemen volume ke garis L, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.14 momen lembam (inersia) nya ke sumbu L adalah: = r 2 ( x k, y k, z k ) r 2 ( x k, y k, z k ) ( x k, y k, z k ) dv k Z L R(xk, yk, Y X Gambar 2.14 Momen lembam benda V terhadap sumbu L Dengan demikian, momen lembam benda secara keseluruhan ke sumbu L adalah : Jika L adalah sumbu z, maka r 2 = x 2 + y 2, dan lembam yang bersangkutan ditulis sebagai berikut : 56

58 Yang menyatakan momen lembam benda terhadap sumbu z. dengan cara yang sama, diperoleh: dan (2.39b,c) Momen massa benda ini terhadap masing-masing koordinat didefinisikan sebagai berikut L ; ; ( 8.40) Dan koordinat pusat massanya ( x, y, z) oleh rumus : X = ; Y = ; Z = (2.41) Dengan M adalah massa total benda pada pers. (2.37) 2.7 INTEGRASI DALAM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA Perhitungan integral lipat tiga, seperti halnya dengan integral lipat dua, untuk persoalan tertentu menjadi mudah ditangani dengan melakukan pengalihan variable integrasi. Tinjaulah kembali integral lipat tiga : Untuk memperoleh bentuk teralihkannya di bawah transformasi koordinat :, Kita carikan dahulu hubungan transformasi elemen volume dv = dalam system koordinat ( x, y, z) dengan dv = dudvdw dalam system koordinat (u, v, w). mengacu ke pasal 4.9, elemen volume dv = dxdydz, dapat dipandang sebagai hasil kali triple saklar : dv = (dx x dy) dz (2.44) 57

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2016/2017 15 Maret 2017 Kuliah yang Lalu 10.1-2 Parabola, Elips, dan Hiperbola 10.4 Persamaan Parametrik Kurva di Bidang 10.5 Sistem Koordinat Polar 11.1

Lebih terperinci

BAB VI INTEGRAL LIPAT

BAB VI INTEGRAL LIPAT BAB VI INTEGRAL LIPAT 6.1 Pendahuluan Pada kalkulus dan fisika dasar, kita melihat sejumlah pemakaian integral misal untuk mencari luasan, volume, massa, momen inersia, dsb.nya. Dalam bab ini kita ingin

Lebih terperinci

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan 61 Pada Matematika Dasar I telah dipelajari integral tertentu b f ( x) dx yang dapat didefinisikan, apabila f

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange Pertemuan Minggu ke-11 1. Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange 1. BIDANG SINGGUNG, HAMPIRAN Tujuan mempelajari: memperoleh persamaan bidang singgung terhadap permukaan z

Lebih terperinci

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n A. Fungsi Dua Variabel atau Lebih Dalam subbab ini, fungsi dua variabel atau lebih dikaji dari tiga sudut pandang: secara verbal (melalui uraian dalam kata-kata) secara aljabar

Lebih terperinci

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari-

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari- MATEMATIKA 3 Turunan Parsial -Irma Wulandari- Pengertian Turunan Parsial T = (,) Rata-rata perubahan suhu pelat T per satuan panjang dalam arah sumbu, sejauh, untuk koordinat tetap ; (, ) (, ) Rata-rata

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Maksimum, Minimum, dan Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Titik Kritis Misalkan p = (x, y) adalah sebuah titik peubah dan p 0 = (x 0, y 0 ) adalah sebuah titik tetap pada bidang berdimensi dua

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n 1. FUNGSI DUA PEUBAH ATAU LEBIH fungsi bernilai riil dari peubah riil, fungsi bernilai vektor dari peubah riil Fungsi bernilai riil dari dua peubah riil yakni, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

DIKTAT KALKULUS MULTIVARIABEL I

DIKTAT KALKULUS MULTIVARIABEL I DIKTAT KALKULUS MULTIVARIABEL I Oleh Atina Ahdika, S.Si, M.Si Ayundyah Kesumawati, S.Si, M.Si (Program Studi Statistika) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 214/215

Lebih terperinci

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308) DIKTAT KULIAH (IE-308) BAB 5 INTEGRAL LIPAT Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Ir. Rudy Wawolumaja M.Sc JURUSAN TEKNIK INDUSTRI -

Lebih terperinci

Pengoptimalan fungsi dua peubah Secara geometri diferensial

Pengoptimalan fungsi dua peubah Secara geometri diferensial Pengoptimalan fungsi dua peubah Secara geometri diferensial Drs. Johannes P. Mataniari FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu peubah

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8 . Turunan dari f ( ) = + + (E) 7 + +. Turunan dari y = ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( + ) ( + ) ( ) ( + ) (E) ( ) ( + ) 7 5 (E) 9 5 9 7 0. Jika f ( ) = maka f () = 8 (E) 8. Jika f () = 5 maka f (0) +

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS I

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS I UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS I Senin, 9 April 001 Waktu :,5 jam 1. Tentukan dy dx jika (a) y 5x (x + 1) (b) y cos x.. Dengan menggunakan de nisi turunan, tentukan f 0 (x) untuk fungsi f berikut f (x)

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987 MATEMATIKA DASAR TAHUN 987 MD-87-0 Garis singgung pada kurva y di titik potong nya dengan sumbu yang absisnya positif mempunyai gradien 0 MD-87-0 Titik potong garis y + dengan parabola y + ialah P (5,

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x,y) pada = {(x,y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I dan Gradien dan Gradien Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia dan Gradien Turunan-turunan parsial f x (x, y) dan f y (x, y) mengukur laju perubahan (dan kemiringan garis singgung) pada arah sejajar

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II. ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd

MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II. ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd IDENTITAS MAHASISWA NAMA : KLS/NIM :. KELOMPOK:. Daftar Isi Kata Pengantar Peta Konsep Materi. BAB I Analisis Vektor a. Vektor Pada Bidang.6

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

DIKTAT KALKULUS MULTIVARIABEL I

DIKTAT KALKULUS MULTIVARIABEL I DIKTAT KALKULUS MULTIVARIABEL I Oleh Atina Ahdika, S.Si, M.Si Ayundyah Kesumawati, S.Si, M.Si (Program Studi Statistika) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 214/215

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 4 April 2014

Hendra Gunawan. 4 April 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 4 April 2014 Kuliah yang Lalu 12.1 Fungsi dua (atau lebih) peubah 12.2 Turunan Parsial 12.3 Limit dan Kekontinuan 12.4 Turunan fungsi dua peubah

Lebih terperinci

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI 6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI KUADRAT 5.1. Fungsi Linear Pada Bab 5 telah dijelaskan bahwa fungsi linear merupakan fungsi yang variabel bebasnya paling tinggi berpangkat satu. Bentuk umum fungsi linear adalah

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran

Rencana Pembelajaran Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan nilai turunan suatu fungsi di suatu titik ) Menentukan nilai koefisien fungsi sehingga

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib. : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib. : Aip Saripudin, M.T. DESKIPSI MATA KULIAH EL-121 Matematika Teknik I: S1, 3 SKS, Semester II Mata kuliah ini merupakan kuliah lanjut. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika

Lebih terperinci

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Fungsi Dua Peubah [MA114] Sistem Koordinat Kuadran II Kuadran I P(,) z P(,,z) Kuadran III Kuadran IV R (Bidang) Oktan 1 R 3 (Ruang) 7/6/007

Lebih terperinci

Pertemuan : 4 Materi : Fungsi Bernilai Vektor dan Gerak Sepanjang Kurva Bab II. Diferensial Kalkulus Dari Vektor

Pertemuan : 4 Materi : Fungsi Bernilai Vektor dan Gerak Sepanjang Kurva Bab II. Diferensial Kalkulus Dari Vektor Pertemuan : 4 Materi : Fungsi Bernilai Vektor dan Gerak Sepanjang Kurva Bab II. Diferensial Kalkulus Dari Vektor Standar Kompetensi : Setelah mengikuti perkuliahaan ini mahasiswa diharapkan dapat : 1.

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Penerapan Integral Lipat-Dua Atina Ahdika,.i, M.i tatistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 214 Penerapan Integral Lipat-Dua Penerapan Integral Lipat-Dua Penerapan lain dari integral lipat-dua antara

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Khairul Basar atatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Semester I 2015-2016 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Bab 6 Analisa Vektor 6.1 Perkalian Vektor Pada bagian

Lebih terperinci

Lingkaran. A. Persamaan Lingkaran B. Persamaan Garis Singgung Lingkaran

Lingkaran. A. Persamaan Lingkaran B. Persamaan Garis Singgung Lingkaran Bab Sumber: www.panebiancod.com Setelah mempelajari bab ini, Anda harus mampu merumuskan persamaan lingkaran dan menggunakannya dalam pemecahan masalah; menentukan persamaan garis singgung pada lingkaran

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008 Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008. Diketahui premis premis : () Jika hari hujan, maka udara dingin. (2) Jika udara dingin, maka ibu memakai baju hangat. (3) Ibu tidak memakai baju hangat

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

5 F U N G S I. 1 Matematika Ekonomi

5 F U N G S I. 1 Matematika Ekonomi 5 F U N G S I Pemahaman tentang konsep fungsi sangat penting dalam mempelajari ilmu ekonomi, mengingat kajian ekonomi banyak bekerja dengan fungsi. Fungsi dalam matematika menyatakan suatu hubungan formal

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG BAB I VEKTOR DALAM BIDANG I. KURVA BIDANG : Penyajian secara parameter Suatu kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan parameter. ; dalam I dan kontinue pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Non Linear Fungsi non-linier merupakan bagian yang penting dalam matematika untuk ekonomi, karena pada umumnya fungsi-fungsi yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi

Lebih terperinci

Materi Fungsi Linear Fungsi Variabel, koefisien, dan konstanta Variabel variabel bebas Koefisien Konstanta 1). Pengertian fungsi linier

Materi Fungsi Linear Fungsi Variabel, koefisien, dan konstanta Variabel variabel bebas Koefisien Konstanta 1). Pengertian fungsi linier Materi Fungsi Linear Admin 8:32:00 PM Duhh akhirnya nongol lagi... kali ini saya akan bahas mengenai pelajaran yang paling disukai oleh hampir seluruh warga dunia :v... MATEMATIKA, ya itu namanya. materi

Lebih terperinci

Bilangan Real. Modul 1 PENDAHULUAN

Bilangan Real. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Bilangan Real S PENDAHULUAN Drs. Soemoenar emesta pembicaraan Kalkulus adalah himpunan bilangan real. Jadi jika akan belajar kalkulus harus paham terlebih dahulu tentang bilangan real. Bagaimanakah

Lebih terperinci

AFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii SOAL - SOAL... 2 PEMBAHASAN... 19

AFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii SOAL - SOAL... 2 PEMBAHASAN... 19 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii SOAL - SOAL... UTS Genap 009/00... UTS Ganjil 009/00... UTS Genap 008/009... 5 UTS Pendek 008/009... 6 UTS 007/008... 8 UTS 006/007... 9 UTS 005/006...

Lebih terperinci

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda 1 Benda tegar Pada pembahasan mengenai kinematika, dinamika, usaha dan energi, hingga momentum linear, benda-benda yang bergerak selalu kita pandang sebagai benda titik. Benda yang berbentuk kotak misalnya,

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR, DAN FUNGSI TRIGONOMETRI. TOPIK-TOPIK YANG BERKAITAN DENGAN FUNGSI.3 FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR,

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA 1. : Menggunakan Konsep Limit Fungsi Dan Turunan Dalam Pemecahan Masalah

LEMBAR KERJA SISWA 1. : Menggunakan Konsep Limit Fungsi Dan Turunan Dalam Pemecahan Masalah BAB V T U R U N A N 1. Menentukan Laju Perubaan Nilai Fungsi. Menggunakan Aturan Turunan Fungsi Aljabar 3. Menggunakan Rumus Turunan Fungsi Aljabar 4. Menentukan Persamaan Garis Singgung Kurva 5. Fungsi

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PADA KURVA

BAHAN AJAR PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PADA KURVA 142 LAMPIRAN III BAHAN AJAR PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PADA KURVA Pernahkan kamu melempar sebuah bola tenis atau bola voli ke atas? Apa lintasan yang terbuat dari lemparan bola tersebut ketika bola itu jatuh

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018 Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 07/08 -. Jika diketahui x = 8, y = 5 dan z = 8, maka nilai dari x y z adalah.... (a) 0 (b) 00 (c) 500 (d) 750 (e)

Lebih terperinci

Matematika Dasar INTEGRAL PERMUKAAN

Matematika Dasar INTEGRAL PERMUKAAN Matematika asar INTEGRAL PERMUKAAN Misal suatu permukaan yang dinyatakan dengan persamaan z = f( x,y ) dan merupakan proyeksi pada bidang XOY. Bila diberikan lapangan vektor F( x,y,z ) = f( x,y,z ) i +

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

Fungsi Dua Peubah dan Turunan Parsial

Fungsi Dua Peubah dan Turunan Parsial Fungsi Dua Peubah dan Turunan Parsial Irisan Kerucut, Permukaan Definisi fungsi dua peubah Turunan Parsial Maksimum dan Minimum Handout Matematika Teknik, D3 Teknik Telekomunikasi IT Telkom Bandung 1 Irisan

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Modul 1 Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Drs. Sardjono, S.U. M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi uraian tentang persamaan diferensial, yang mencakup pengertian-pengertian dalam

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 2A TAHUN 2010

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 2A TAHUN 2010 TRY OUT MATEMATIKA PAKET A TAHUN 00. Diketahui premis premis () Jika hari hujan terus menerus maka masyarakat kawasan Kaligawe gelisah atau mudah sakit. () Hujan terus menerus. Ingkaran kesimpulan premis

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

Pembahasan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)

Pembahasan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Pembahasan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Bidang Matematika Kode Paket 578 Oleh : Fendi Alfi Fauzi 1. Diketahui vektor u = (a,, 1) dan v = (a, a, 1). Jika vektor u tegak lurus

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Mata Kuliah Matematika Teknik I Dosen Heru Dibyo Laksono

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SIMAK UI 2012 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Matematika IPA

Pembahasan Soal SIMAK UI 2012 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Matematika IPA Pembahasan Soal SIMAK UI 0 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA Disusun Oleh : Pak Anang Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT Pembahasan

Lebih terperinci

Zulfaneti Yulia Haryono Rina F ebriana. Berbasis Penemuan Terbimbing = = D(sec x)= sec x tan x, ( + ) ( ) ( )=

Zulfaneti Yulia Haryono Rina F ebriana. Berbasis Penemuan Terbimbing = = D(sec x)= sec x tan x, ( + ) ( ) ( )= Zulfaneti Yulia Haryono Rina F ebriana Berbasis Penemuan Terbimbing = = D(sec x)= sec x tan x, ()= (+) () Penyusun Zulfaneti Yulia Haryono Rina Febriana Nama NIm : : Untuk ilmu yang bermanfaat Untuk Harapan

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Mesin S1

Program Studi Teknik Mesin S1 SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : KALKULUS 3 KODE / SKS : IT042219 / 2 SKS Pertemuan Pokok Bahasan dan TIU Geometri pada bidang, vektor vektor pada bidang : pendekatan secara geometrik dan secara

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 008/009. Perhatikan premis premis berikut! - Jika saya giat belajar maka saya bisa meraih juara - Jika saya bisa meraih juara maka saya boleh

Lebih terperinci

( ) 2. Nilai x yang memenuhi log 9. Jadi 4x 12 = 3 atau x = 3,75

( ) 2. Nilai x yang memenuhi log 9. Jadi 4x 12 = 3 atau x = 3,75 Here is the Problem and the Answer. Diketahui premis premis berikut! a. Jika sebuah segitiga siku siku maka salah satu sudutnya 9 b. Jika salah satu sudutnya 9 maka berlaku teorema Phytagoras Ingkaran

Lebih terperinci

Matematika Ujian Akhir Nasional Tahun 2004

Matematika Ujian Akhir Nasional Tahun 2004 Matematika Ujian Akhir Nasional Tahun 00 UAN-SMA-0-0 Persamaan kuadrat yang akar-akarnya dan adalah x + x + 0 = 0 x + x 0 = 0 x x + 0 = 0 x x 0 = 0 x + x + 0 = 0 UAN-SMA-0-0 Suatu peluru ditembakkan ke

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Mata Kuliah Matematika Teknik

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS BAB. PENDAHULUAN KALKULUS (Himpunan,selang, pertaksamaan, dan nilai mutlak) Pembicaraan kalkulus didasarkan pada sistem bilangan nyata. Sebagaimana kita ketahui sistem bilangan nyata dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

INTEGRAL. disebut integral tak tentu dan f(x) disebut integran. = X n+1 + C, a = konstanta

INTEGRAL. disebut integral tak tentu dan f(x) disebut integran. = X n+1 + C, a = konstanta INTEGRAL Jika f(x) = F (x) adalah turunan pertama dari fungsi F(x) maka F(x) adalah antiturunan dari f(x)dan ditulis dengan F(x) = (dibaca integral f(x) terhadap x) = lambang integral, f(x) = integran.

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada Bab 3 Sifat Penampang Datar 3.1. Umum Didalam mekanika bahan, diperlukan operasi-operasi yang melihatkan sifatsifat geometrik penampang batang yang berupa permukaan datar. Sebagai contoh, untuk mengetahui

Lebih terperinci

MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA. 1.1 Pangkat Bulat. A. Pangkat Bulat Positif

MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA. 1.1 Pangkat Bulat. A. Pangkat Bulat Positif MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA 1.1 Pangkat Bulat A. Pangkat Bulat Positif B. Pangkat Bulat Negatif dan Nol C. Notasi Ilmiah D. Sifat-Sifat Bilangan Berpangkat

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT INTEGRAL LIPAT

SIFAT-SIFAT INTEGRAL LIPAT TUGAS KALKULUS LANJUT SIFAT-SIFAT INTEGAL LIPAT Oleh: KAMELIANI 46 JUUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA AN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVESITAS NEGEI MAKASSA 4 SIFAT-SIFAT INTEGAL LIPAT A. SIFAT-SIFAT INTEGAL

Lebih terperinci

KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN : BISNIS DAN MANAJEMEN & PARIWISATA SMK NEGERI 1 SURABAYA. BY : Drs. Abd. Salam, MM

KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN : BISNIS DAN MANAJEMEN & PARIWISATA SMK NEGERI 1 SURABAYA. BY : Drs. Abd. Salam, MM KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN : BISNIS DAN MANAJEMEN & PARIWISATA SMK NEGERI 1 SURABAYA BAHAN AJAR FUNGSI LINIER & KUADRAT SMK NEGERI 1 SURABAYA Halaman 1 BAB FUNGSI A. FUNGSI DAN RELASI Topik penting yang

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T. DESKIPSI MATA KULIAH EL-... Matematika Lanjut: S1, 3 SKS, Semester II Mata kuliah ini merupakan kuliah lanjut. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1986

Matematika EBTANAS Tahun 1986 Matematika EBTANAS Tahun 986 EBT-SMA-86- Bila diketahui A = { x x bilangan prima < }, B = { x x bilangan ganjil < }, maka eleman A B =.. 3 7 9 EBT-SMA-86- Bila matriks A berordo 3 dan matriks B berordo

Lebih terperinci

TERAPAN INTEGRAL. Bogor, Departemen Matematika FMIPA IPB. (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, / 22

TERAPAN INTEGRAL. Bogor, Departemen Matematika FMIPA IPB. (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, / 22 TERAPAN INTEGRAL Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 22 Topik Bahasan 1 Luas Daerah Bidang Rata 2 Nilai Rataan Fungsi (Departemen Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Pengembangan Produk Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mengembangkan produk berupa Skema Pencapaian

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2 Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi Bab 4 Integral Garis dan Teorema Green 4. Integral Garis Definisi : Misal suatu lintasan dalam ruang dimensi m pada interval [a,b]. Andaikan adalah medan vektor

Lebih terperinci

APLIKASI TURUNAN ALJABAR. Tujuan Pembelajaran. ) kemudian menyentuh bukit kedua pada titik B(x 2

APLIKASI TURUNAN ALJABAR. Tujuan Pembelajaran. ) kemudian menyentuh bukit kedua pada titik B(x 2 Kurikulum 3/6 matematika K e l a s XI APLIKASI TURUNAN ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Dapat menerapkan aturan turunan aljabar untuk

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

DEFFERNSIAL atau TURUNAN FUNGSI ALJABAR

DEFFERNSIAL atau TURUNAN FUNGSI ALJABAR DEFFERNSIAL atau TURUNAN FUNGSI ALJABAR A. Pengertian Turunan dari fungsi y f () Laju rata-rata perubahan fungsi dalam interval antara a dan a h adalah : y f( a h) f( a) f ( a h) f( a) = = (dengan syarat

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308) DIKTAT KULIAH (IE-308) BAB 7 INTEGRAL PERMUKAAN Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Ir. Rudy Wawolumaja M.Sc JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

MEDAN LISTRIK. Oleh Muatan Kontinu. (Kawat Lurus, Cincin, Pelat)

MEDAN LISTRIK. Oleh Muatan Kontinu. (Kawat Lurus, Cincin, Pelat) MDAN LISTRIK Oleh Muatan Kontinu (Kawat Lurus, Cincin, Pelat) FISIKA A Semester Genap 6/7 Program Studi S Teknik Telekomunikasi Universitas Telkom Medan listrik akibat muatan kontinu Muatan listrik kontinu

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010 PREDIKSI UN 00 SMA IPA BAG. (Berdasar buku terbitan Istiyanto: Bank Soal Matematika-Gagas Media) Logika Matematika Soal UN 009 Materi KISI UN 00 Prediksi UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh

Lebih terperinci