Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II"

Transkripsi

1 Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II Oleh Ayundyah Kesumawati, S.Si., M.Si. (Program Studi Statistika) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 26

2 Daftar Isi Daftar Isi iv Daftar Gambar v Daftar Tabel vi Pendahuluan. Integral Tak Wajar Tipe I Integral Tak Wajar Khusus Jenis Pertama Integral Tak Wajar Tipe II Fungsi Gamma dan Fungsi Beta 8 2. Fungsi Gamma Definisi Fungsi Gamma dan Sifat-sifatnya Sifat Fungsi Gamma Penggunaan Fungsi Gamma Fungsi Beta Definisi dan Sifat-sifat Fungsi Beta Hubungan Fungsi Gamma dan Fungsi Beta ii

3 2.2.3 Penggunaan Fungsi Beta Deret Tak Terhingga 8 3. Barisan Tak Terhingga Deret Tak Terhingga Fakta-Fakta Fundamental Menyangkut Deret Tak Terhingga Beberapa Bentuk Deret Sederhana Kekonvergenan Deret Tak Berhingga Uji Konvergensi dan Divergensi Suatu Deret Konstanta Uji Integral Uji Komparasi Uji Komparasi Langsung Uji Limit Komparasi Uji Rasio Uji Akar Deret Ganti Tanda Deret Pangkat Kekonvergenan Deret Pangkat Diferensiasi dan Integrasi Deret Pangkat Deret Taylor Deret Binomial Topik Khusus Deret Tak Hingga Latihan Soal Hampiran Taylor untuk Sebuah Fungsi

4 3.4. Polinomial Taylor Orde Deret Fourier Fungsi Periodik Deret Fourier Syarat Ortogonalitas untuk Fungsi Sinus dan Cosinus Syarat Dirichlet Contoh Penggunaan Deret Fourier Fungsi Ganjil dan Fungsi Genap Latihan Soal Daftar Pustaka 62

5 Daftar Gambar. Luas sebagai integral tak wajar Luas integral tak wajar yang bernilai nol Integral Tak Wajar Tipe II Fungsi Beta Jumlah Atas Luas Persegipanjang Jumlah Bawah Luas Persegipanjang Grafik Fungsi f(x) Daerah Konvergensi v

6 Daftar Tabel vi

7 BAB Pendahuluan Suatu integral tertentu b Dikatakan wajar jika memenuhi dua syarat berikut: a f(x)dx (.). Batas integrasi a dan b merupakan bilangan berhingga 2. Fungsi f(x) terbatas pada interval [a, b], yaitu ada M > sebagai nilai pembatas sehingga M f(x) M untuk setiap x [a, b] Bila salah satu dari kedua syarat tersebut tidak dipenuhi maka integral () dikatakan Tak Wajar. Integral Tak Wajar Tipe I Dalam bidang fisika, ekonomi, probabilitas, statistika dan bidang-bidang lainnya sering melibatkan integral yang didefinisikan pada domain yang tak terbatas. Kenyataan ini melahirkan integral tak wajar tipe I karena batas integrasinya memuat bentuk dan. Beberapa abentuk integral tak wajar tipe I adalah sebagai

8 BAB : Integral Tak Wajar berikut: f(x)dx, a a f(x)dx, f(x)dx Walaupun batas integral memuat bilangan tak terbatas, namun nilai integralnya masih dimungkinkan terbatas. Bila f(x), maka integral f(x)dx dapat a dibayangkan sebagai luas daerah yang dibatasi oelh kurva y = f(x) dari x = a sampai dengan x =. Luas daerah pada gambar berikut merupakan nilai integral tak wajar f(x)dx dimana f(x) adalah fungsi densitas distribusi normal standar, nilainya. Gambar.: Luas sebagai integral tak wajar Definisi.. Misalkan a sutau bilangan tertentu dan diasumsikan N f(x)dx a N ada untuk setiap N a. Selanjutnya jika lim N f(x)dx ada maka nilai integral a tak wajar didefinisikan sebagai a N f(x)dx := lim N a f(x)dx (.2) Selanjutnya, integral tak wajar f(x)dx dikatakan konvergen jika nilainya a berhingga. Selain dari itu dikatakan divergen. 2

9 BAB : Integral Tak Wajar b f(x)dx := f(x)dx := b lim N N b = lim N f(x)dx + N N Contoh.. Hitunglah integral tak wajar x 2 dx f(x)dx (.3) Penyelesaian. Dengan menggunakan Definisi... diperoleh N dx = lim x2 N = + = [ dx = lim ] N x2 N x b f(x)dx (.4) f(x)dx (.5) = lim [ N ] ( ) N Jadi, integral tak wajar ini konvergen. Contoh..2 Hitunglah integral tak wajar 3x (3x 2 + 2) 3 dx Penyelesaian: Selesaikan terlebih dahulu integral tak tentu 3x dx, baru kemudian diambil (3x 2 + 2) 3 nilai limitnya. Misalkan u = 3x maka du = 6xdx. Jadi, 3xdx = /2du. Subtitusikan pemisalan ini ke dalam integral diperoleh : 3x /2 (3x 2 + 2) dx = du = /4 3 u3 u = /4 2 (3x 2 + 2) 2 Selanjutnya dengan menggunakan (.5) diperoleh : 3x dx = lim (3x 2 + 2) 3 N = lim N N N [ [ 3x dx = lim /4 (3x 2 + 2) 3 N (3x 2 + 2) 2 ] /4 (3N 2 + 2) + /4 2 (3( N) 2 + 2) 2 ] N N 3

10 BAB : Integral Tak Wajar Jadi, integral tak wajar ini konvergen dan bernilai nol. Khusus nilai nol integral ini didapat kenyataan bahwa terdapat dua luasan daerah yang sama tetapi satu di atas sumbu x dan satunya di bawah sumbu x. Lihat gambar di bawah ini Gambar.2: Luas integral tak wajar yang bernilai nol Contoh..3. Tentukan semua bilangan p sehingga integral tak wajar konvergen, dan hitunglah nilainya? Penyelesaian Setelah melalui beberapa langkah diperoleh x p dx [ dx = lim xp N p ] N p Jika diperhatikan bila p >, yaitu p < maka N p untuk N. Jadi, x = [ ] = (divergen) p p Sebaliknya jika p <, yaitu p > maka N p untuk N. Jadi x = [ ] = p p p ( ) = p (konvergen) 4

11 BAB : Integral Tak Wajar Untuk p = yaitu p =, integral ini divergen (lihat contoh sebelumnya). Jadi dapat disimpulkan x p dx = Jadi untuk setiap p >, integral tak wajar p bila p > divergen bila p x p dx konvergen dengan nilai p... Integral Tak Wajar Khusus Jenis Pertama. Integral Geometrik atau Eksponensial a e tx dx dimana t adalah sebuah konstanta, konvergen jika t > dan divergen jika t. e tx = r x. Perhatikanlah analogi dengan deret geometri jika r = e t sehingga 2. Integral p Jenis Pertama a x p dx dimana p adalah sebuah konstanta dan a >, konvergen jika p > dan divergen jika p.2 Integral Tak Wajar Tipe II Suatu fungsi dikatakan tak terbatas di c jika nilainya sangat besar sekali (mendekati atau ) di sekitar c. Misalkan fungsi f didefinisikan pada domain [a, b]. Beberapa model fungsi tak terbatas di sekitar a, b dan titik c dengan a < c < b ditunjukkan pada gambar berikut 5

12 BAB : Integral Tak Wajar Gambar.3: Integral Tak Wajar Tipe II Pada gambar sebelah kiri, fungsi f tak terbatas di titik a dari kanan. Gambar tengah menunjukkan fungsi f tak terbatas di titik b dari kiri. Sedangkan gambar sebelah kanan menunjukkan f tak terbatas di titik c dengan a < c < b dari kanan dan kiri. Bila f tak terbatas pada [a, b], baik di titik a dari kanan di titik b dari kiri ataupun di titik interior [a, b] maka integral b a f(x)dx Merupakan integral tak wajar, dan disebut integral tak wajar tipe II. Definisi Bila f(x) tak terbatas di a dan b f(x)dx dan ada untuk setiap t > a maka integral t tak wajar didefinisikan sebagai : b a f(x)dx := lim t a + b t f(x)dx Bila f(x) tak terbatas di b dan t f(x)dx dan ada untuk setiap t < b maka integral a tak wajar didefinisikan sebagai : b a f(x)dx := lim t b t a f(x)dx Selanjutnya, bila f(x) tak terbatas di c, dengan a < c < b maka integral dipecah menjadi dua yaitu b a f(x)dx := c a f(x)dx + b c f(x)dx 6

13 BAB : Integral Tak Wajar Dan selanjutnya digunakan definisi integral tak wajar sebelumnya. Contoh Hitunglah nilai integral tak wajar berikut dx (x ) 2 3 Penyelesaian Perhatikan fungsi f(x) = sehingga diperoleh (x ) 2 3 tak terbatas di x = dari kiri. (x ) 2 3 t dx = lim t dx (x ) 2 3 [ = lim ] 3(x ) /3 t t [ = 3 lim (t ) /3 ( ) ] t = 3 Latihan Bab.. Sebutkan dan tuliskan beberapa fungsi kepadatan peluang dimana rentang variabelnya menuju ketakberhinggaan. Kemudian tunjukkan integral sepanjang domainnya bernilai. 2. Hitunglah integral tak wajar (a) x dx (b) u cos(x)dx 7

14 BAB 2 Fungsi Gamma dan Fungsi Beta 2. Fungsi Gamma 2.. Definisi Fungsi Gamma dan Sifat-sifatnya Fungsi Gamma didefinisikan sebagai integral tak wajar berikut: Γ(α) := e x x α dx (2.) Integral ini konvergen bila α >. Dengan menerapkan integral parsial. diperoleh Γ(α + ) : = e x x α dx = [ e x x α] + α e x x α dx = αγ(α) Jadi diperoleh rumus rekursif fungsi gamma sebagai berikut : Γ(α + ) = αγ(α) (2.2) 8

15 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta Berdasarkan (2.2), bila α = maka berlaku: Γ() = e x dx = [ e x] = (2.3) Khususnya bila α bilangan bulat positif, maka dengan menggunakan formula rekursif (2.2) diperoleh Γ(α + ) = αγ(α) = α(α )Γ(α) = α(α )(α 2)(α 3)...Γ() = α! Dengan alasan ini fungsi gamma disebut juga fungsi faktorial atau pengumuman dari faktorial, yaitu Γ(α + ) = α! bila α bulat positif (2.4) Pada definisi (2.) fungsi Gamma Γ(α) hanya berlaku untuk α >. Sedangkan untuk α <, fungsi gamma didefinisikan menggunakan rumus rekursif (2.2) yaitu: Γ(α) = Γ(α + ) α (2.5) Dengan (2.5) maka diperoleh: Γ() = Γ() tidak terdefinisi karena membagi dengan nol Γ( ) = Γ() tidak terdefinisi karena Γ() tidak terdefinisi Γ( 2) = Γ( ) tidak terdefinisi karena Γ( ) tidak terdefinisi 2 Jadi fungsi Gamma tidak terdefinisi pada nol dan bilangan bulat negatif. Nilai fungsi gamma untuk α bulat positif sangat mudah dihitung dengan menggunakan bentuk faktorial, misalnya: Γ(5) = 4! = 24, Γ(6) = 5! = 2 9

16 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta Dilihat dari formulanya, kecuali pada bilangan bulat positif, nilai fungsi gamma tidak mudah diperoleh seperti pada fungsi biasa karena kita dituntut untuk menyelesaikan suatu integral. Beberapa program komputer untuk komputasi telah menyediakan fasilitas untuk menghitung nilai fungsi gamma. Berikut grafik dari fungsi gamma untuk α < : 2..2 Sifat Fungsi Gamma. Khusus untuk α = 2 berlaku Γ ( ) = π 2 2. Untuk < α < berlaku: Γ(α) Γ( α) = π sin πx Sifat diatas merupakan kasus khusus dari sifat 2 ini yaitu dengan α = 2 3. Formula Stirling untuk n bilangan positif yang besar maka digunakan aproksimasi berikut: n! ( n ) n 2πn e

17 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta 4. Rumus duplikat fungsi gamma: 2 2α Γ(α) Γ(α + 2 ) = πγ(2α) Contoh. Hitunglah nilai dari Γ(5/2), Γ( /2), dan Γ( 5/2) Penyelesaian dengan menggunakan rumus rekursif akan diperoleh Γ(5/2) = Γ( ) = 3 2 Γ(3/2) = 3 2 Γ( 2 + ) = Γ(/2) = 3 4 π Berikutnya, karena α bernilai negatif maka digunakan relasi... Diperhatikan α = /2 dan α + = /2 + = /2. Diperoleh Γ(/2) = Γ( /2 + ) ( ) ( π = Γ ) = 2 π 2 2 Dengan cara yang sama kita dapat menyelesaikan soal berikutnya: ( Γ ) 2 2 π = = Γ ( 32 ) + ( 3 2 ) ( 5 2 ( = 3 ) ( Γ 3 ) ( = 3 ) ) ( Γ 5 ) ( Γ 5 ) = 2 2 Γ ( 52 ) + ( 8 5) π Jika diperhatikan nilai fungsi gamma Γ(x) dapat disederhanakan jika fungsi tersebut direduksi menjadi Γ( ), yaitu dengan menggunakan rumus rekursif. Tetapi jika tidak 2 dapat direduksi menjadi Γ( ) maka nilai Γ(x) harus dihitung dengan definisi fungsi 2 Gamma. Latihan Hitunglah masing-masing bentuk fungsi gamma di bawah ini: a. Γ(3)Γ( 5 2 ) Γ( 2 )

18 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta b. c. 6Γ( 8 3 ) 5Γ( 2 3 ) Γ(6) 2Γ(3) 2..3 Penggunaan Fungsi Gamma Fungsi gamma sering digunakan untuk menyelesaikan bentuk integral yang cukup rumit. Untuk menyelesaikan soal-soal integral dengan menggunakan fungsi gamma kita harus membandingkan kembali dengan definisi fungsi gamma. Dua hal yang ahrus diperhatikan adalah batas integrasinya dan integrannya. Integral-integral ini harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk definisi fungsi gamma. Contoh Hitunglah integral berikut dengan menggunakan definisi fungsi gamma Penyelesaian x 4 e x dx dengan melihat bentuk x 4 e x dx, kemudian bandingkan dengan definisi Γ(α) := e x x α dx maka tidak ada yang perlu diubah lagi pada soal karena fungsi tersebut sudah berbentuk fungsi Gamma dengan α = 4 atau α = 5. Jadi x 4 e x dx = Γ(5) = 4! = 24 Bila integral ini diselesaikan dengan cara biasa tanpa menggunakan fungsi gamma maka harus dilakukan integral parsial beberapa kali seperti berikut ini x 4 e x dx = }{{} x 4 }{{} e x dx u v [ = x 4 e x 4 = x 4 e x + 4 =... ] x 3 e x dx x 3 }{{} u e x }{{} v dx 2

19 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta Untuk menghabiskan pangkat dari x 4 harus dilakukan 4 kali integral parsial, suatu pekerjaan yang cukup melelahkan. Tapi dengan menggunakan fungsi gamma pekerjaan ini dapat dilakikan dengan sangat mudah. Contoh Hitunglah integral berikut dengan menggunakan fungsi gamma 3 xe x 3 dx Penyelesaian Integral 3 xe x 3 dx belum berbentuk fungsi gamma dalam hal integrannya, namun batas integrasi sudah sama. Subtitusi variabel baru x 3 = y maka batasbatasnya tidak berubah dan diperoleh: x = y 3 dan dx = ( 3 ) y 2 3 dy Subtitusi hasil ini ke dalam integral pada soal dan diperoleh: 3 xe x 3 dx = = 3 = 3 Γ(/2) π = 3 y 6 e y 3 y 2 3 dy y 2 e y dy Latihan. hitunglah integral berikut dengan menggunakan fungsi gamma ( ln x) 3 dx 3

20 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta 2. hitunglah integral berikut dengan menggunakan fungsi gamma x 3 (lnx) 2 dx 3. Diketahui variabel random X berdistribusi gamma dengan fungsi kepadatan peluang dari X adalah P X (x) = xα e x/β, α, β, x > β α Γ(α) Hitunglah ekspektasi E(x) dan variansi var(x) 2.2 Fungsi Beta 2.2. Definisi dan Sifat-sifat Fungsi Beta Fungsi beta adalah fungsi Gamma dengan komposisi dua parameter yang didefinisikan sebagai: B(m, n) := x m ( x) n dx (2.6) integral ini hanya konvergen bila m, n >. Tidak ada definisi fungsi beta untuk m, n < Seperti hal nya pada fungsi Gamma, berikut merupakan grafik fungsi Beta Bentuk Gambar 2.: Fungsi Beta 4

21 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta trigonometri dari fungsi beta adalah: π B(m, n) = 2 2 sin 2m θcos 2n θdx (2.7) Karena fungsi beta merupakan fungsi dua variabel maka dalam pengerjaannya lebih sedikit sulit daripada fungsi gamma Hubungan Fungsi Gamma dan Fungsi Beta Fungsi beta dapat dinyatakan melalui fungsi gamma dengan cara berikut ini: Dengan memisalkan z = x 2, maka kita memperoleh Γ(u) = Dengan cara yang sama, z u e z dx = 2 Γ(v) = 2 x 2u e x2 dx (2.8) y 2v e y2 dx (2.9) Maka ( Γ(u)Γ(v) = 4 = 4 ) ( x 2u e x2 dx x 2u e x2 y 2v e y2 dx dy ) y 2v e y2 dy Dengan mentransformasikannya ke koordinat polar,x = ρ cos φ, maka y = ρ sin φ. Sehingga π 2 Γ(u)Γ(v) = 4 φ= ( = 4 ρ= = 2Γ(u + v) ρ 2(u+v) e ρ2 cos 2u φ sin(2v ) φ dρ dφ ρ 2(u+v) e ρ2 dρ ρ= π/2 = Γ(u + v)b(u, v) ) ( π 2 φ= cos 2u φsin 2v φdφ cos(2u )φ sin(2v )φ dφ ) 5

22 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta Jadi diperoleh hubungan fungsi gamma dan fungsi beta adalah B(m, n) = Γ(m)Γ(n) Γ(m + n) (2.) Sifat lain dari fungsi gamma yang diturunkan dari fungsi beta adalah: Contoh Hitunglah nilai fungsi beta berikut x p π dx = Γ(p)Γ( p) = + x sinpπ, < p < (2.) B(5, 2), B(/2, 3), B(/3, 2/3) Penggunaan Fungsi Beta Sama seperti pada fungsi gamma, fungsi beta juga banyak digunakan untuk menyelesaikan bentuk integral yang cukup rumit. Contoh Hitunglah integral berikut dengan menggunakan fungsi beta x 2 ( x) 5 dx Penyelesaian Integral ini sudah berupa fungsi beta. Jadi cukup ditentukan nilai m dan n yang bersesuaian lalu bandingkan dengan B(m, n) := maka m = 3 dan n = 6 sehingga x m ( x) n dx x 2 ( x) 5 dx = B(3, 6) = Γ(3)Γ(6) Γ(9) = 68 Latihan 6

23 BAB 2 : Fungsi Gamma dan Fungsi Beta. Hitunglah integral berikut dengan menggunakan funsgi beta 3 x 4 9 x 2 dx 2. Hitunglah integral berikut dengan menggunakan funsgi beta π/2 sin 3 θcos 4 θ dθ 3. Hitunglah integral berikut dengan menggunakan funsgi beta π sin 5 θdθ 4. Hitunglah integral berikut dengan menggunakan funsgi beta 3 dx (x )(3 x) 5. Hitunglah integral berikut dengan menggunakan funsgi beta π/2 tan θ dθ 7

24 BAB 3 Deret Tak Terhingga 3. Barisan Tak Terhingga Barisan a, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. Barisan Tak Terhingga adalah fungsi yang daerah asalnya adalah himpunan bilangan bulat positif dan daerah hasilnya adalah himpunan bilangan real. Barisan Tak Terhingga dapat dinotasikan sebagai a n. Definisi. Barisan a n dikatakan konvergen menuju L, dan ditulis sebagai lim n a n = L Jika untuk tiap bilangan positif ε terdapat sebuah bilangan positif N yang bersesuaian, sedemikian rupa sehingga n N a n L < ε Barisan yang tidak konvergen menuju bilangan terhingga L sebarang dikatakan divergen atau menyebar. Teorema Sifat-sifat Limit pada Barisan Misalkan a n dan b n adalah barisan- 8

25 barisan konvergen dan k adalah konstanta. Maka:. lim n k = k 2. lim n ka n = klim n a n 3. lim n (a n ± b n ) = lim n a n ± Lim n b n 4. lim n (a n.b n ) = lim n a n.lim n b n 5. lim n lim n a n lim n b n, asalkan lim n b n 3.2 Deret Tak Terhingga Ekspresi matematika yang berbentuk a + a 2 + a 3 + a atau dalam notasi disebut deret tak terhingga dan bilangan real a k disebut suku ke k deret tersebut. Prakteknya, kita tidak mungkin melakukan penjumlahan dengan banyak suku tak berhingga, namun hanya mengambil berhingga banyak suku sebagai aproksimasinya. Secara induktif, jumlah beberapa suku pertama deret membentuk suatu barisan a k 9

26 (S n : n N). Perhatikan S = a S 2 = a + a 2 = 2 S 3 = a + a 2 + a 3 =. a k 3 a k S n = a + a 2 + a a n = n a k Barisan (S n ) disebut jumlah parsial ke n deret. Deret a k dikatakan konvergen dengan jumlah S jika barisan (S n ) konvergen ke S, yaitu: S = a k := lim n S n = lim n n a k Jika barisan S n tidak konvergen maka deret disebut divergen. Atau dengan kata lain jika terdapat sebuah nilai yang unik, maka deret tersebut dikatakan Konvergen terhadap jumlah S. Jika tidak terdapat jumlah yang unik, maka deret tersebut dikatakan Divergen. Sebelum masuk pada pendalaman teori lebih lanjut, perhatikan pengaruh suku-suku (a k ). Agar deret konvergen maka suku-suku ini haruslah menuju nol, ini merupakan syarat perlu bagi suatu deret konvergen. Tetapi sebaliknya, jika a k tidak menuju nol maka deret dipastikan divergen. Bayangkan apa yang terjadi kalau kita menjumlahkan tak terhingga banyak bilangan tak nol meskipun nilainya super kecil, tentulah hasilnya tak terhingga atau divergen Fakta-Fakta Fundamental Menyangkut Deret Tak Terhingga Berikut merupakan beberapa fakta mengenai deret tak terhingga: 2

27 . Jika u n konvergen, maka lim n u n =. Akan tetapi, kebalikannya tidak selalu benar, yaitu jika lim n u n =, maka u n mungkin konvergen atau, mungkin tidak konvergen. Selanjutnya, jika suku ke-n dari deret tidak mendekati nol maka deret tersebut adalah divergen. 2. Perkalian dari setiap suku dari deret dengan sebuah konstanta yang bukan nol tidak mempengaruhi konvergensi atau divergensi. 3. Penghilangan (atau penambahan) sejumlah terhingga suku dari (atau ke) deret tidak mempengaruhi konvergensi atau divergensi Beberapa Bentuk Deret Sederhana Deret Konvergen Contoh Tunjukkan bahwa deret 2 k konvergen. Perhatikan jumlahan parsial berikut S = 2 = 2 S 2 = = 3 4 S 3 = = 7 8. S n = n = 2 n Berdasarkan definisi jumlah deret tak terhingga diperoleh: lim S n = lim ( 2 ) = n n n 2

28 Deret Divergen Kita tunjukkan deret Σ ( ) k divergen. Diperhatikan bahwa deret ini dapat diekspansi sebagai berikut Σ ( ) k = sehingga jumlah parsialnya diperoleh jika n ganjil S n := jika n genap karena S n tidak mempunyai limit (divergen) maka disimpulkan deret Σ ( )k juga divergen. Deret Teleskoping Kita tunjukkan deret k 2 + k konvergen. Dengan menggunakan pecahan parsial kita dapat menyajikan a k = k 2 + k = k(k + ) = k + k + Jadi, jumlah parsial n sukunya dapat disajikan sebagai berikut n n ( S n = k 2 + k = k + ) k + ( = ) ( ) ( ) ( n ) n + ( = + 2 ) ( ) ( ) ( n ) n = n + n + 22

29 Jadi, jumlah deret adalah S n = n ( k 2 + k = lim ) n n + Pada deret teleskoping ini, sebagian besar suku-sukunya saling menghilangkan kecuali suku awal dan suku akhirnya sehingga rumus jumlah parsial S n mempunyai bentuk yang sederhana. Deret Geometri Deret geometri mempunyai bentuk umum ar k := a + ar + ar 2 + ar dengan a disebut suku pertama dan r disebut rasio. Diperhatikan jumlah parsial deret geometri ini S n := a + ar + ar 2 + ar ar n Selanjutnya, dengan mengalikan kedua ruas dengan r, diperoleh rs n = ar + ar 2 + ar ar n + ar n Bila kedua kesamaan ini dikurangkan maka akan diperoleh: S n rs n = a ar n ( r)s n = a( r n ) S n = a( rn ) ( r) Sekarang kita amati nilai S n untuk n ). Bila r = maka S n tidak terdefinisi karena muncul pembagian dengan nol. Jika r > maka suku r n dan ( r n ) sehingga S n tidak konvergen. Demikian juga bila r < maka S n tidak konvergen. Sekarang, bila < r < maka r n sehingga lim S a( r n ) n = lim n n ( r) a( ) = lim n ( r) = a ( r) Jadi deret geometri konvergen jika r < dengan jumlah S = a ( r) 23

30 Latihan Sederhanakan bentuk jumlah parsial S n sehingga tidak memuat lambang Σ lagi. Bila deret ini konvergen, hitunglah jumlahnya. ( ) k=2 k k + 2. ( ) k= (k + )(k + 2) Kekonvergenan Deret Tak Berhingga Dua pertanyaan yang berkaitan dengan deret tak berhingga adalah. Apakah deret konvergen 2. Bila konvergen, berapakah jumlahnya. Kecuali deret-deret khusus seperti yang telah diberikan sebelumnya, untuk mengetahui kekonvergenan suatu deret bukanlah pekerjaan yang mudah. Bahkan, deret yang sudah dipastikan konvergen tidaklah terlalu mudah untuk mendapatkan jumlahnya. Pendekatan numerik biasanya digunakan untuk menentukan jumlah deret secara aproksimasi. Namun, ada kasus dimana visualisasi numerik tidak dapat memerikan gambaran apapun tentang kekonvergenan deret tak berhingga. Sebagai contoh, perhatikan contoh berikut Contoh Diberikan deret Selidikilah kekonvergenan deret ini. Untuk melihat secara intuitif dan visualisasi jumlah deret ini, kita perhatikan jumlah parsial ke n k S n := n Komputasi numerik memberikan data sebagai berikut: S = 2, 929, S = 5, 874, S = 7, 4855 Terlihat bahwa kenaikan jumlah parsialnya sangat lambat sehingga berdasarkan 24

31 data ini seolah-olah jumlah deret akan menuju bilangan tertentu atau konvergen. Penyelesaian Dilihat dari polanya, suku-suku pada deret ini yaitu a k = semakin mengecil dan k menuju nol. Walaupun demikian, belumlah menjamin bahwa jumlahnya konvergen ke bilangan real tertentu. Diperhatikan S = = = ( ) ( ) > + + ( ) ( ) = = + ( ) 2 = Karena S > + ( ) dan ruas kanannya menuju maka disimpulkan 2 deret ini divergen. 25

32 3.3 Uji Konvergensi dan Divergensi Suatu Deret Konstanta Ketika bekerja dengan deret, seringkali kita tidak dapat memperoleh nilai eksak dari sebuah deret takterhingga. Sehingga, pencariannya berubah menjadi pencarian informasi mengenai deret. Secara khusus, konvergensi atau divergensinya menjadi pertanyaan. Uji-uji berikut ini membantu mendapatkan informasi tentang kekonvergenan atau kedivergenan suatu deret Uji Integral Deret yang mempunyai suku-suku positif menjadi bahasan pada uji integral ini. Uji integral ini menggunakan ide dimana suatu integral didefinisikan melalui bentuk jumlahan. Memang, kedua notasi Σ dan ini mempunyai kaitan yang erat. Teorema Jika a k = f(k) dimana f(x) fungsi positif, kontinu dan turun pada x maka kedua ekspresi berikut a k dan f(x)dx sama-sama konvergen atau sama-sama divergen. Bukti Perhatikan ilustrasi grafik berikut ini Luas persegipanjang pada gambar di atas adalah L = A, L2 = A2,..., LN = A n Luas persegipanjang pada gambar dibawah adalah A = a, A2 = a2,..., AN = an 26

33 Gambar 3.: Jumlah Atas Luas Persegipanjang Gambar 3.2: Jumlah Bawah Luas Persegipanjang 27

34 Luas daerah yang dibatasi oleh kurva y = f(x) dari x = sampai dengan x = n adalah I n = n f(x)dx Dari ketiga luasan tersebut berlaku hubungan A + A2 + A An I n L + L2 + L Ln a 2 + a 3 + a a n I n a + a 2 + a 3 + a a n Jadi, S n a I n S n a n (3.) Misalkan integral f(x)dx < (konvergen), maka berdasarkan persamaan di atas didapatkan dan f(x)dx := lim n I n lim n S n a S = a k := lim n S n f(x)dx + a < Sebaliknya, jika deret a k konvergen maka lim n a n = dan berdasarkan (3.) diperoleh f(x)dx := lim n I n lim n (S n a n ) = S < Selanjutnya, kedivergenan kedua ekspresi ini juga didasarkan pada ketidaksamaan (3.) dan dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas. Contoh Lakukan uji integral untuk melihat bahwa deret S = divergen. k Penyelesaian Diambil f(x) :=, x. Fungsi f(x) kontinu, positif dan turun pada x dan x 28

35 f(k) = k. Selanjutnya, f(x)dx = x dx = lnx = ln ln = (divergen) Deret S = disebut Deret Harmonik. Lebih umum, deret harmonik diperumum menjadi Deret-p, Seperti pada contoh k berikut Contoh Tentukan harga p agar deret-p berikut S = konvergen. Penyelesaian k p Diambil f(x) =, x. Fungsi f(x) kontinu, positif, turun pada x dan x p f(k) = k p. Telah diperoleh pada Bab Integral Tak Wajar bahwa x dx = p, p > p divergen, p Oleh karena itu deret S = konvergen untuk p > Jika diperhatikan pada k p integral diatas maka Teorema Uji Integral dimulai dari x =. Dalam kasus batas ini lebih dari maka teorema ini tetap berlaku. Untk kasus ini kita harus menentukan nilai b > sehingga fungsi f(x) positif, kontinu dan turun untuk x > b. Secara sederhana hasil ini dikaitkan pada kenyataan bahwa kekonvergenan suatu deret tidak ditentukan oleh sejumlah berhingga suku-suku awal tapi ditentukan oleh takberhingga banyak suku-suku dibelakangnya. Contoh Ujilah kekonvergenan deret berikut Σ k, dan jika konvergen hitunglah jumlahnya secara ek/5 aproksimasi. Penyelesaian Bila diambil fungsi f(x) = x maka fungsi ini positif dan kontinu untuk x >. e x/5 Tetapi sifat turunnya belum dapat dipastikan. Diperhatikan grafiknya pada gambar berikut Berdasarkan gambar tersebut, fungsi f(x) = x e x/5 pada awalnya naik kemudian turun terus. Untuk memastikan titik dimana fungsi mulai turun, digunakan 29

36 Gambar 3.3: Grafik Fungsi f(x) materi pada kalkulus elementer, f turun jika dan hanya jika f (x) <. ( ) f (x) = e x/5 x 5 e x/5 < e x/5 ( x/5) < Karena e x/5 maka diperoleh harga nolnya, ( x/5) = x = 5. jadi fungsi f(x) turun untuk x > 5. Selanjutnya, kekonvergenan deret diperiksa dengan menghitung integral tak wajar. 5 xe x/5 dx 3

37 Dengan menggunakan definisi integral tak wajar, dan teknik integrasi parsial diperoleh 5 T xe x/5 dx = lim xd( 5e x/5 ) T 5 ( = lim 5xe x/5 T 5 T = lim T ( 5xe x/5 25e x/5 ) T 5 5 ) 5e x/5 dx = lim ( 5T T e T/5 25e T/5 + 25e + 25e ) T = 5 lim + lim T e T/5 T e 5 = 5 lim + T et/5 e 5 = + 5 e < Karena integral tak wajat ini konvergen maka disimpulkan deret di atas juga konvergen. 3.4 Uji Komparasi ada dua macam uji komparasi, yaitu uji komparasi langsung dan uji limit komparasi Ide pada uji ini adalah membandingkan suatu deret dengan deret lain yang konvergen, juga dengan deret lain yang divergen Uji Komparasi Langsung Teorema Uji Komparasi Langsung Misalkan ada dua deret tak berhingga a k dan b k dengan a k b k untuk setiap k N, N suatu bilangan asli. i. Jika deret b k konvergen maka deret a k konvergen ii. Jika deret a k divergen maka deret b k divergen 3

38 Bukti i. Karena b k konvergen maka b k <. Selanjutnya a k = N a k + a k yang berarti deret a k konvergen N a k + b k < (3.2) ii. Karena a k divergen dan a k maka a k = sehingga a k = k=n a k N a k = (3.3) Akhirnya didapat, b k = N b k + b k k=n N yang berarti deret b k divergen b k + a k = k=n N b k + = (3.4) Untuk menggunakan uji ini dibutuhkan deret lain sebagai pembanding. pekerjaan memilih deret yangtepat yang akan digunakan sebagai bahan perbandingan tidaklah sederhana, sangat bergantung dari pengalaman. Namun dua deret penting yaitu deret p dan deret geometri sering digunakan sebagai deret pembanding. Contoh Ujilah kekonvergenan deret Penyelesaian a k = k (k + 2)2 k k (k + 2)2 = k k k + 2 ( ) k 2 ( ) k 2 32

39 ( ) k m Diambil b k =. Diperhatikan bahwa ( ) k merupakan deret geometri 2 2 yang konvergen sebab r = /2. jadi, deret k juga konvergen. Dengan (k + 2)2k menggunakan pendekatan numerik diperoleh jumlah deret secara aproksimasi adalah,4548 (Silahkan cek) Latihan Gunakan uji integral untuk mengetahui kekonvergenan deret di bawah ini. Bila konvergen, tentukan nilai untuk aproksimasi jumlahnya. k=2 (2 + 3k) lnk k=2 k Uji Limit Komparasi Teorema Uji Limit Komparasi Misalkan a k > dan b k > untuk k cukup besar, diambil a k I := lim k b k Jika < L < maka kedua deret a k dan b k sama-sama konvergen atau sama-sama divergen. Untuk melakukan uji ini dalam menguji kekonvergenan deret a k dilakukan prosedur sebagai berikut:. Temukan deret b k yang sudah diketahui sifat kekonvergenannya, dan bentuk suku-sukunya b k mirip dengan a k 2. Hitunglah limit L = lim k a k b k, pastikan nilainya positif. 3. Sifat kekonvergenan deret a k akan sama dengan deret b k Dalam kasus dimana L = maka pengujian dengan alat ini dinyatakan gagal, sehingga harus dilakukan dengan uji yang lain. Latihan Lakukan uji komparasi limit untuk mengetahui sifat kekonvergenan deret, nila konvergen, hitunglah jumlahnya secara aproksimasi 33

40 a. 3k + 2 k(3k 5) b. k k c. 2k + 3 d. kk Uji Rasio Secara intuitif, deret a k dengan suku-suku positif akan konvergen jika kekonvergenan barisan a k ke nol cukup cepat. Bandingkan kedua deret ini k dan k 2 Telah diketahui bahwa deret pertama divergen sedangkan deret kedua konvergen. Faktanya, kekonvergenan barisan k 2 menuju nol lebih cepat dari barisan k. Selain daripada itu, untuk mengukur kecepatan konvergensi ini dapat diperhatikan pola rasio a k+ /a k untuk k cukup besar. Ide ini merupakan dasar pembentukan uji rasio, seperti pada teorema berikut ini Teorema Diberikan deret a k dengan a k >, dan dihitung L = lim k a k+ a k diperoleh hasil pengujian sebagai berikut:. Jika L < maka deret a k konvergen 2. Jika L > atau L = maka deret a k divergen 3. L = maka pengujian gagal (tidak dapat diambil kesimpulan) 34

41 Contoh Dengan menggunakan uji rasio, ujilah kekonvergenan deret berikut k k k! Penyelesaian Karena a k = kk k! maka diperoleh Latihan k k L = lim k k! (k + ) k+ (k + )! = lim k k k k! (k + ) k+ = lim k (k + )! = lim k (k + ) k k k (k + ) k = lim k = lim k k k k k k! ( + k ) k = e 2, 783 Dengan menggunakan uji rasio, ujilah kekonvergenan deret berikut k 2 2 k 3.6 Uji Akar Pada bahasan sebelumnya kita dapatkan bahwa lim k a k = belumlah menjamin bahwa deret konvergen, karena dapat saja deret tersebut divergen. Pada uji akar ini akan dilihat kekonvergenan deret melalui suku-suku k a k. Teorema 35

42 Diberikan deret a k dengan a k dan dihitung L = lim k k a k diperoleh hasil pengujian sebagai berikut:. Jika L < maka deret a k konvergen 2. Jika L > atau L = maka deret a k divergen 3. L = maka pengujian gagal (tidak dapat diambil kesimpulan) Latihan Gunakan uji akar untuk mengetahui apakah deret ( + ) k 2 k konvergen. Bila konvergen, aproksimasikan jumlahnya. Pemilihan uji merupakan masalah tersendiri yang juga membutuhkan pengalaman agar tepat memilih uji mana yang akan dipakai. Namun, dari beberapa contoh sebelumnya, uji rasio lebih cocok digunakan pada deret yang suku-sukunya memuat eksponen dan faktorial. Sedangkan uji akar lebih cocok untuk deret dengan suku-suku memaut pangkat k. Latihan Gunakan uji rasio atau uji akar untuk mengetahui kekonvergenan deret dibawah ini, jika konvergen hitung nilainya. a. ( k 3k + b. c. ) k ( ) k 5 + k! ( ) k! 2 k 3.7 Deret Ganti Tanda Pada bagian sebelumnya, uji konvergensi hanya diperuntukkan deret dengan sukusuku positif. Pada kenyataannya, terdapat deret yang suku-sukunya kadang positif 36

43 dan kadang negatif. Deret seperti ini disebut deret berganti tanda. Istilah lainnya adalah deret alternating, deret bergoyang, dan mungkin masih ada istilah yang lainnya. Bentuk umum deret alternating ini adalah atau dimana a k > ( ) k a k = a + a 2 a ( ) k+ a k = a a 2 + a 3... Pada deret dengan suku-suku positif, informasi bahwa lim k a k = belumlah cukup digunakan untuk mengetahui kekonvergenan deret a k, namun pada deret alternating informasi ini sangat berarti seperti diungkapkan pada teorema berikut. Teorema Diberikan deret alternating ( )k a k atau ( )k+ a k jika dipenuhi kedua syarat berikut:. lim k a k = 2. barisan a k menurun, yaitu a k+ < a k Contoh Periksalah apakag deret alternating berikut ( ) k k Penyelesaian Disini a k =. Jelas barisan a k k menurun sebab, diperoleh juga konvergen. a k+ = k + < k = a k (3.5) lim a k = lim k k k = Karena kedua syarat di atas dipenuhi maka disimpulkan deret ini konvergen dengan aproksimasi -,6924 Salah satu kelebihan deret alternating adalah bilamana deret alternating konvergen maka estimasi error dapat diperoleh dengan sederhana. 37

44 Teorema Misalkan deret alternating ( ) k a k atau ( ) k+ a k konvergen dengan jumlah S. Jika S n adalah jumlah parsial ke n maka S S n < a n+ Contoh Diberikan deret alternating ( ) Buktikan bahwa deret ini konvergen k+ lnk Penyelesaian a k = lnk dengan menggunakan aturan L Hospital diperoleh k lnk lim k k k = lim /k k = Untuk mengetahui pola turun pada suatu fungsi gunakan f (x) < sehingga diperoleh f (x) = (/x)x ln(x)() x 2 = ln(x) x 2 < ln(x) < lnx > sehingga fungsi turun jika x < e. Karena e < 3 maka berlaku a k+ < a k untuk k = 3,4,5,... Jadi terbukti deret alternating ini konvergen. Latihan Apakah deret alternating ini konvergen. ( ) k 2 k (k + ) 38

45 3.8 Deret Pangkat Kalau sebelumnya, suku suku pada deret tak berujung berupa bilangan real maka kali ini kita kembangkan suku sukunya dalam variabel x. Suatu deret tak berujung yang berbentuk a k (x c) k = a + a (x c) + a 2 (x c) 2 + a 3 (x c) k= Disebut deret pangkat (power series) dalam (x c). di sini c adalah suatu konstanta dan a, a 2, a 3,... disebut koefisien deret pangkat. Khusus c =, kita peroleh deret pangkat berikut a k x k = a + a x + a 2 (x) 2 + a 3 (x) k= Jadi, jumlah parsial ke berikut n deret pangkat berbentuk polinomial derajat n sebagai P n (x) = a k x k = a + a x + a 2 (x) 2 + a 3 (x) a n x n k= 3.8. Kekonvergenan Deret Pangkat Kekonvergenan deret pangkat () bergantung pada nilai x yang diberikan. Kali ini kita akan menentukan himpunan semua x sehingga deret pangkat () konvergen. Untuk sederhananya diambil kasus untuk c =. contoh berikut Contoh Selidikilah kekonvergenan deret pangkat berikut a. x k k! b. k!xk c. xk Penyelesaian: Sebelumnya diperhatikan tiga 39

46 a. Akan digunakan uji rasio mutlak, dan diperoleh L = lim a k+ k a k = lim x k+ k (k + )!. k! x k = lim x k+ k (k + )k!. k! x k = lim k x k + = Karena nilai L = < untuk setiap x maka deret ini konvergen untuk setiap bilangan real b. Dengan cara yang sama seperti prosedur pada bagian a, maka diperoleh L = lim a k+ k a k = lim (k + )k!x k x k k!x k = lim (k + ) x k Diperhatikan dengan seksama bahwa bila x = maka limit ini bernilai, sedangkan untuk x limit ini bernilai. Jadi deret ini hanya konvergen pada x =. c. Ini adalah deret geometri dengan rasio x. Jadi, deret ini konvergen jika < x < Ketiga fakta ini didasarkan pada sifat kekonvergen deret pangkat seperti diungkapkan pada teorema berikut. Teorema Setiap deret pangkat k= a kx k pasti memenuhi salah satu sifat berikut Deret konvergen untuk setiap bilangan real x Deret hanya konvergen di x = Terdapat R > sehingga deret konvergen pada R < x < R dan divergen pada x < R dan x > R. Pada kasus terakhir, bilangan R ini biasa disebut radius kekonvergenan dan interval (-R,R) disebut interval konvergensi. Sedangkan, kekonvergenan di titik batas x = -R dan x = R harus diselidiki tersendiri. Kasus ketiga ini yang menjadi perhatian dalam pembahasan kekonvergenan deret pangkat. Teorema Misalkan a k x k suatu deret pangkat dan maka berlaku kriteria berikut L = lim a k+ k a k 4

47 Gambar 3.4: Daerah Konvergensi i. Jika L = maka deret hanya konvergen pada x = ii. Jika L = maka deret konvergen pada setaip bilangan real x iii. Jika < L < maka deret konvergen mutlak pada R < x < R (atau x < R) dan divergen pada x < R dan x > R, dimana R = /L. Contoh Tentukan daerah konvergensi deret x k k Penyelesaian Kita mempunyai a k = k Dengan menggunakan Teorema di atas diperoleh L = lim a k+ k a k = lim k k k + = Jadi R = = dan deret pasti konvergen pada < x <. Untuk x = - dan x L = diselidiki sebagai berikut Untuk x = - deret menjadi ( ) k yang merupakan deret alternating yang konvergen Untuk x = deret menjadi yang merupakan deret alternating yang divergen 4 k k

48 Contoh Tentukan untuk x mana saja, deret Penyelesaian ( k + Kita mempunyai a k = k ) k 2 dan didapatkan ( k + k ) k 2 x k konvergen k L = lim k (k + k ) k 2 = lim k ( k + k ) k ( = lim + ) k = e k k Karena < L < maka disimpulkan deret ini konvergen pada e < x < e dan divergen pada x < e, x > e. Untuk x = e perlu diselidiki tersendiri. Uji akar memberikan hasil L = sehingga diperlukan uji lainnya. Namun berdasarkan hasil observasi menggunakan MATLAB maka deret ini terindikasi divergen di titik x = e sebaliknya, di titik x = e deret tersebut konvergen. Contoh Untuk nilai x berapakah deret di bawah ini konvergen k (x 2 k )k (3k ) Penyelesaian Ini adalah deret pangkat dalam (x c), dengan c =. Kita mempunyai a k = k 2 k (3k ) diperoleh k + (3k ) l = lim k 2 k+ (3k + 2).2k k = lim k ( k + k ) ( 2 ) ( ) 3k = 3k + 2 ( ) 2 Jadi deret konvergen pada 2 < x < 2 atau < x < 3. Untuk deret x = - deret menjadi k 2 k (3k ) ( 2)k = k (3k ) ( )k yang merupakan deret alternating divergen. Untuk x = 3, deret pangkat menjadi yang juga divergen. k 3k 42

49 3.9 Diferensiasi dan Integrasi Deret Pangkat Kita dapat mendiferensialkan dan mengintegralkan suku demi suku deret pangkat pada suatu daerah dimana deret tersebut konvergen. Jelasnya diungkap secara formal pada teorema berikut Teorema Misalkan deret pangkat a kx k konvergen pada R < x < R. Jika diambil fungsi f yang didefinisikan sebagai f(x) := a k x k, x ( R, R) k= maka f(x)dx = f (x) = ka k x k a k k + xk+ + C Teorema ini mengatakan bahwa suatu fungsi yang didefinisikan dengan deret pangkat berkelakuan mirip polinomial, ia kontinu bahkan terdiferensial pada daerah interval konvergennya. Integral dan diferensialnya dapat diambil suku demi suku. Contoh Misalkan fungsi f(x) didefinisikan sebagai f(x) := k= x k k! untuksetiapx R Buktikan f(x) = e x Penyelesaian Diperhatikan bahwa deret pangkat k= konvergen pada setiap k! bilangan real x. Jadi kita dapat melakukan diferensial suku demi suku sebagai x k 43

50 berikut f (x) = k k! xk = + 2x 2! + 3x2 + 4x ! 4! = + x + x2 2 + x x k = k! = f(x) k= Jadi diperoleh f (x) = f(x). Fungsi dengan derivatif sama dengan aslinya tidak lain adalah f(x) = Ce x dengan C suatu konstanta. Dengan mengambil x= maka diperoleh f() =, dan di lain pihak berlaku f() = Ce = C, jadi diperoleh C =. Jadi disimpulkan f(x) = e x. Contoh Dengan melakukan integral suku demi suku, buktikan x k k = ln( x)untuk < x < Penyelesaian Disini kita mempunyai f(x) = x k k = x + x2 2 + x Diperhatikan untuk < x <, deret geometri berikut konvergen + x + x 2 + x = x Dengan mengintegralkan kedua ruas kesamaan ini diperoleh ( + x + x 2 + x )dx = x dx x + x2 2 + x3 3 + x C = ln( x) + C 2 44

51 Dengan mnegambil C = C 2 =, diperoleh bukti x k k = ln( x) Soal-soal Latihan Untuk soal-soal berikut tentukan semua nilai x sehingga deret pangkat konvergen di x.. k k + xk 2. k! (x )k 5k 3. (k!) 2 k k xk 4. ( ) k k ln(k + 2) xk 5. k(k + ) k + 2 xk 6. k (3x 4)k (k + ) 2 7. k (3x 4)k (k + ) 2 3. Deret Taylor Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bahwa deret pangkat dapat dipandang sebagai fungsi polinomial tak berujung. Kali ini kita membahas secara khusus teknis penyajian fungsi ke dalam bentuk polinomial ini. Motivasi utama mengapa orang tertarik menyajikan fungsi dalam bentuk polinomial adalah dikarenakan polinomial merupakan fungsi yang sangat mudah di urus, misalnya ia bersifat kontinu, mudah dideferensialkan atau diintegralkan, mudah menentukan akar-akarnya, dan lain lain. Dasar utama penyajian fungsi ke dalam bentuk polinomial adalah Teorema Taylor yang disajikan berikut ini. Teorema Taylor Jika f(x) dan semua derivatifnya sampai tingkat n+ ada di 45

52 dalam suatu interval terbuka I yang memuat c maka untuk setiap x I terdapat z diantara x dan c sehingga berlaku f(x) = f(c) + f (c)! dengan R n (x) diberikan oleh (x c) + f (c) 2! (x c) f (n) (c) (x c) n + R n (x) n! R n (x) = f (n+) (z) (x c)n+ (n + )! Suku R n (x) dalam teorema ini disebut sebagai suku sisa. Jadi fungsi f(x) dapat disajikan sebagai f(x) = P n (x) = f(c) + f (c)! (x c) + f (c) 2! (x c) f (n) (c) (x c) n n! Polinomial P n ini diambil sebagai aproksimasi fungsi f. Dalam penerapannya begitu fungsi dibawa ke dalam bentuk polinomial maka segala data yang diperlukan dari fungsi tersebut diambil melauli polinomial aproksimasinya. Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan polinomial interpolasi. Ketika menggunakan Teorema Taylor, nilai z pada suku sisa R n (x) tidak harus diperoleh secara eksak karena ia hanya dibutuhkan untuk mengestimasi batas atas dari R n (x) Definisi Misalkan ada interval terbuka I yang memuat c, kemudian fungsi f dan semua derivatifnya ada pada I maka deret tak berujung f(c) + f (c)! (x c) + f (c) 2! disebut deret taylor fungsi f di sekitar c. (x c) f (n) (c) (x c) n +... n! Kasus khusus dimana c = disebut deret MacLaurin, yaitu: f() + f ()! x + f () 2! x f (n) () x n +... n! Jadi deret taylor merupakan bentuk khusus dari deret pangkat. Representasi fungsi dalam deret pangakt adalah tunggal, artinya kita hanya mempunyai satu macam deret pangkat yang merepresentasikan fungsi f. Contoh 46

53 Tentukan deret MacLaurin dari fungsi f(x) = cos x Penyelesaian kita tahu bahwa fungsi f(x) = cos x terdiferensial sampai order berapapun di x =, sehingga diperoleh f(x) = cosx f() = f (x) = sinx f () = f (x) = cosx f () = f (x) = sinx f () =. dan seterusnya sehingga diperoleh deret McLaurin fungsi f(x) adalah: cos x = x2 2! + x4 4! + x6 6! +... = ( ) k x2k (2k)! Polinomial McLaurin diperoleh dengan mengambil sebanyak berhingga suku-suku deret McLaurin ini digunakan sebagai aproksimasi fungsi f(x) = cos x, kita ambil beberapa suku berikut Contoh M (x) = M 2 (x) = x2 2! M 3 (x) = x2 2! + x4 4! k= M 4 (x) = x2 2! + x4 4! + x6 6! Gunakan polinomial MacLaurin M 4 (x) untuk mengaproksimasi fungsi f(x) = e x Penyelesaian Dengan prosedur seperti di atas, kita peroleh ekspansi sebagai berikut e x = + x! + x2 2! + x3 3! + x4 4! 47

54 adalah polinomial MacLaurin yang akan digunakan untuk mengaproksimasi fungsi f(x) = e x dengan sisanya berbentuk R n (x) = ez 5! x5 dengan z suatu bilangan diantara dan x. Khusus untuk x = maka akan memberikan sisa R n () = ez 5! 5 = ez 2 Karena z diantara dan maka e z < e 2, 783 < 3. Diperoleh batas sisa sebagai berikut R n () = ez 2 < 3 2 =, 25 Ini berarti kesalahan aproksimasi nilai e = e Oleh M 4 () = +! + 2 2! + 3 3! + 4 4! = 2, 78 tidak melebihi, Deret Binomial Kita telah mengenal Rumus Binomial. Untuk bilangan bulat positif p, yaitu ( + x) p = + ( ) p x + ( ) p x ( ) p x ( ) p x ( ) p x p p dimana ( ) p = k p! k!(p k)! = p(p )(p 2)...(p k + ) k! Perhatikan bahwa jika kita mendefinisikan ulang ( p k) menjadi ( ) p = k p(p )(p 2)...(p k + ) k! Maka ( p k) masuk akal untuk sebarang bilangan real p, asalkan k adalah bilangan bulat positif. Tentu saja, jika p adalah bil angan bulat positif, maka definisi kita 48

55 yang baru direduksi menjadi Teorema Deret Binomial p! k!(p k)! Untuk sebarang bilangan real p dan untuk x < ( + x) p = + ( ) p x + ( ) p x ( ) p x ( ) p x Contoh Representasikan ( x) 2 dalam deret McLaurin untuk x < Penyelesaian Berdasarkan Teorema Deret Binomial sehingga didapatkan ( + x) 2 = + 2! x + ( 2)( 3) x 2 + ( 2)( 3)( 4) x ! 3! = 2x + 3x 2 4x sehingga ( + x) 2 = 2x + 3x 2 4x Representasikan + x dalam deret McLaurin dan gunakan deret ini untuk menghampiri, sampai lima tempat desimal. Penyelesaian Berdasarkan teorema Deret Mc Laurin didapatkan ( ( + x) 2 = + 2! x + ) ( 2 ) ( ) ( 2 x ! = + 2 x 8 x2 + 6 x ) ( 2 3! ) ( ) 3 2 x Jadi,,, = =, 488 +, 6 5(, )

56 Contoh Hitunglah sampai lima desimal,4 + x4 dx Penyelesaian Dari contoh sebelumnya didapatkan ( + x 4 ) 2 = + 2 x4 8 x8 + 6 x2.. Jadi,,4 + x4 dx =,4 = ( + 2 x4 8 x8 + ) 6 x2.. dx [x + x5 x x ],4, Topik Khusus Deret Tak Hingga. Deret tak hingga dari suku-suku kompleks secara khusus deret pangkat dengan bentuk a n z n n= dimana z = x + iy dan a n mungkin adalah bilangan kompleks, dapat diselesaikan dengan cara yang sama dengan deret real. Deret pangkat semacam ini konvergen untuk z < R, yaitu pada bagian dalam dari lingkaran konvergensi x 2 + y 2 = R 2 dimana R adalah jari-jari konvergensi (jika deret hanya untuk z =, maka kita mengatakan bahwa jari-jari konvergensi R adalah nol; jika deret tersebut konvergen untuk semua z, maka kita mengatakan bahwa jari-jari konvergensi tersebut adalah ) 2. Deret tak hingga dari fungsi dengan dua variabel (atau lebih) 5

57 seperti U n (x, y) n= dapat diperlakukan dengan cara yang analog dengan deret dalam satu variabel. Secara khusus, deret ini dapat dibahas dengan deret pangkar dalam x dan y dengan bentuk a + (a x + a y) + (a 2 x 2 + a xy + a 2 y 2 ) +... dengan menggunakan subskrip rangkap dua untuk konstanta. Sementara untuk satu variabel, dapat diekspansi fungsi-fungsi x dan y yang sesuai dalam deret pangkat tersebut. berikut ini adalah perluasan dari Teorema Taylor Teorema Taylor Dua Variabel misalkan f adalah fungsi dua variabel x dan y. Jika semua turunan parsial dari orde n adalah kontinu dalam daerah tertutup dan jika semua turunan parsial (n+) terdapat dalam daerah terbuka, maka f(x + h, y + k) = f(x, y ) + dimana Rn = ( h δ δx + k δ ) f(x, y ) + ( h δ δy 2! δx + k δ ) 2 f(x, y )+ δy... + ( n! + h δ δx + k δ ) n f(x, y ) + R n δy ( h δ (n + )! δx + k δ ) n+ f(x + θh, y + θk) < θ < δy dan dimana makna dari notasi operator adalah sebagai berikut: ( h δ δx + k δ δy ( h δ δx + k δ δy ) f = hf x + kf y, ) 2 = h 2 f xx + 2hkf xy + k 2 f yy dan bentuk diatas dapat diekspansi dengan menggunakan teorema binomial. 3. Deret Rangkap Dua 5

58 Perhatikanlah urutan bilangan (atau fungsi): u u 2 u 3... u 2 u 22 u u 3 u 32 u Misalkan S mn = m p= n q= u pq adalah jumlah dari bilangan - bilangan dalam m baris pertama dan n kolom pertama dari deret ini. Jika terdapat sebuah bilangan S sedemikian rupa sehingga Lim S mn = S, maka kita mengatakan m,n bahwa deret rangkap dua p= q= u pq konvergen terhadap jumlah S;atau jika tidak, maka deret tersebut divergen. 4. Hasil kali Tak terhingga Misalkan P n = ( + u )( + u 2 )( + u 3 )...( + u n ) yang dinyatakan sebagai n (i + u k), dimana kita memisalkan bahwa u k, k =, 2, 3,... Jika terdapat sebuah bilangan P sedemikian rupa sehingga Lim P n = P, maka n dapat dikatakan bahwa hasil kali takterhingga ( + u )( + u 2 )( + u 3 )... = (i + u k), atau singkatnya dituliskan dengan ( + u k ) konvergen mutlak. 5. Dapat dijumlahkan Misalkan S, S 2, S 3,... adalah jumlah-jumlah parsial dari deret divergen u k, jika barisan S, S + S 2, S + S 2 + S 3,... (yang dibentuk dengan menghitung 2 3 mean aritmatika dari n suku pertama dari S, S 2, S 3,... ) konvergen terhadap S, maka dapat dikatakan bahwa deret u k adalah dapat dijumlahkan. 52

59 3.3 Latihan Soal. Untuk nilai nilai x berapakah deret-deret berikut ini akan konvergen n= n= x n n.3 n ( ) n x 2n (2n )! n!(x a) n n= n= n(x ) n 2 n (3n ) 3.4 Hampiran Taylor untuk Sebuah Fungsi Ada 2 hal penting yang menyangkut metode haapiran. yang pertama adalah fakta bahwa banyak entitas matematika yang muncul di dalam aplikasi yang tidak dapat dihitung dengan menggunakan metode eksak. Contohnya, integral b sin(x2 )dx, yang digunakan secara luas dalam dunia optik, dan b e x2 dx yang memainkan peranan penting di dalam dunia statistika. Kedua, penemuan dan meluasnya penggunaan komputer dan kalkulator telah membuat metode numerik hampiran menjadi lebih praktis. Karena dalam kenyataannya, sering kali lebih mudah untuk menghitung sesuatu dengan menggunakan kalkulator dengan hampiran dibandingkan dengan menggunakan metode eksak, bahkan ketika metode eksak tersebut telah tersedia Polinomial Taylor Orde Pada Kalkulus telah ditegaskan bahwa fungsi f dapat dihampiri di dekat titik a oleh garis singgungnya yang melalui (a,f(a)). Garis tersebut dinamakan sebagai hampiran linier terhadap f di dekat a dan kita akan mendapatkan bahwa P (x) = f(a) + f (a)(x a) 53

60 Setelah mempelajari deret Taylor, diharapkan telah mengetahui bahwa P (x) tersusun oleh dua suku pertama yaitu suku orde dan suku orde, dari suatu deret Taylor dari f yang diekspansi di sekitar a. Dengan demikian. kita menyebut P sebagai polinomial Taylor Orde yang terletak di a. Contoh Tentukan P yang terletak di a = untuk f(x) = ln (x) dan gunakan hasilnya untuk mengahmpiri ln (,9) dan ln (5) 54

61 BAB 4 Deret Fourier 4. Fungsi Periodik Suatu fungsi f(x) dikatakan mempunyai priode T atau periodik dengan periode T jika untuk setiap x berlaku f(x + T ) = f(x), di mana T konstanta positif. Nilai positif terkecil T dinamakan periode terkecil atau disingkat periode f(x) Contoh:. Fungsi sin x mempunyai periode 2π, 4π, 6π,... karena sin (x + 2π), sin (x + 4π), sin (x+6π),... sama dengan sin x. tetapi 2π adalah periode terkecil atau periode sin x 2. Periode fungsi sin nx atau cos nx, dimana n bilangan bulat positif, adalah 2 π/n 3. Periode tan x adalah π 4. Suatu konstanta mempunyai periode suatu bilangan positif. Contoh lainnya dari fungsi periodik ditunjukkan dalam grafik di bawah ini 55

62 BAB 4 : Deret Fourier 4.2 Deret Fourier Misalkan f(x) didefinisikan pada selang ( L, L) dan di luar selang ini oleh f(x + 2L) = f(x), yaitu dimisalkan bahwa f(x) mempunyai periode 2L. Deret Fourier atau uraian Fourier yang bersesuaian dengan f(x) ditentukan oleh f(x) = a 2 + n= ( a n cos nπx L + b n sin nπx ) L (4.) dimana a n = L b n = L L L L L f(x) cos nπx L f(x) sin nπx L (4.2) (4.3) dengan n =,,2,... Jika f(x) mempunyai periode 2L, maka koefisien a n dan b n dapat ditentukan ekivalen (setara) dengan bentuk a n = L b n = L 2L c 2L c f(x) cos nπx L f(x) sin nπx L (4.4) (4.5) sini c adalah suatu bilangan real. Dalam kasus khusus c = -L, maka persamaan 4.4 dan 4.5 akan menjadi persamaan 4.2 dan

63 BAB 4 : Deret Fourier Untuk menentukan a pada persamaan 4. akan digunakan 4.2 dan 4.3 atau 4.4 dan 4.5 dengan n =. 4.3 Syarat Ortogonalitas untuk Fungsi Sinus dan Cosinus Perhatikan bahwa koefisien-koefisien Fourier adalah integral. Ini diperoleh dengan memulai deret (I), dan memanfaatkan sifat-sifat berikut ini yang disebut syarat ortogonalitas:. L L 2. L L 3. L L mπx cos L mπx sin L mπx sin L nπx cos L nπx sin L nπx cos L sebarang nilai bilangan bulat positif. = Jika m n dan L jika m = n. = Jika m n dan L jika m = n. =. Di mana m dan n dapat diasumsikan sebagai Contoh Untuk menentukan koefisien fourier a, integrasikan kedua ruas deret Fourier pada persamaan (4.), yaitu: maka L L f(x)dx = L L a L 2 dx + L n= ( a n cos nπx L + b n sin nπx ) dx L L L a L 2 dx = a L, L sin nπx L dx =, L L cos nπx dx =, L sehingga a = L L L f(x)dx 57

64 BAB 4 : Deret Fourier 4.4 Syarat Dirichlet Misalkan bahwa. f(x) didefinisikan dan bernilai tunggal, kecuali mungkin pada sejumlah tertentu titik dalam (-L,L) 2. f(x) periodik di luar (-L,L) dengan periode 2L. 3. f(x) dan f (x) kontinu bagian demi bagian pada (-L,L). Maka deret (4.) dengan koefisien Fourier konvergen ke. f(x) jika x adalah sebuah titik kontinuitas 2. f(x + ) + f(x ) 2 jika x adalah sebuah titik diskontinuitas. 4.5 Contoh Penggunaan Deret Fourier Contoh penggunaan deret Fourier adalah sebagai berikut: u dv = uv v du atau uv = uv u v 2 + u x 3... dimana u adalah turunan pertama, v = vdx dan seterusnya Contoh ) ( ) x 3 sin 2xdx = x3 cos (2x) ( 3x2 6x sin 2x + cos 2x 6 sin 2x atau sebagai berikut 58

65 BAB 4 : Deret Fourier 4.6 Fungsi Ganjil dan Fungsi Genap Sebuah fungsi f(x) disebut ganjil jika f( x) = f(x). Jadi, x 3, x 5 3x 3 + 2x, sin (x), tan (3x) adalah fungsi-fungsi ganjil. Fungsi f(x) disebut genap jika f( x) = f(x). Jadi, x 4, 2x 6 4x 2 +5, cos (x), e x + e x adalah fungsi-fungsi genap. Fungsi - fungsi yang secara grafik diperlihatkan pada gambar (a) dan (b) masing-masing adalah fungsi ganjil dan fungsi genap tetapi pada gambar (c) bukan fungsi ganjil maupun fungsi genap. Dalam deret Fourier yang bersesuaian dengan fungsi ganjil, maka hanya suku sinus yang ada. Dalam deret Fourier yang bersesuaian dengan fungsi genap, maka hanya suku cosinus (dan mungkin sebuah konstanta yang dapat kita anggap sebagai suku cosinus) yang ada 4.7 Latihan Soal. Gambarkanlah setiap fungsi berikut: 59

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

Fungsi Gamma dan Fungsi Beta. Ayundyah. Ayundyah Kesumawati. Prodi Statistika FMIPA-UII. March 31, 2015

Fungsi Gamma dan Fungsi Beta. Ayundyah. Ayundyah Kesumawati. Prodi Statistika FMIPA-UII. March 31, 2015 Fungsi Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII March 31, 215 Gamma Fungsi Fungsi Gamma didefinisikan sebagai integral tak wajar berikut: Γ(α) := e x x α 1 dx (1) Integral ini konvergen bila α >. Dengan menerapkan

Lebih terperinci

Deret Binomial. Ayundyah Kesumawati. June 25, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, / 14

Deret Binomial. Ayundyah Kesumawati. June 25, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, / 14 Deret Binomial Ayundyah Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII June 25, 2015 Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, 2015 1 / 14 Pendahuluan Deret Binomial Kita telah mengenal Rumus Binomial. Untuk bilangan

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Uji Deret Positif. Ayundyah. Uji Integral. Uji Komparasi. Uji Rasio.

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Uji Deret Positif. Ayundyah. Uji Integral. Uji Komparasi. Uji Rasio. Uji Uji Deret Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Uji Deret Uji Deret yang mempunyai suku-suku positif menjadi bahasan pada uji integral ini. Uji integral ini menggunakan ide dimana suatu

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

Fungsi Gamma. Pengantar Matematika Teknik Kimia. Muthia Elma

Fungsi Gamma. Pengantar Matematika Teknik Kimia. Muthia Elma Fungsi Gamma Pengantar Matematika Teknik Kimia Muthia Elma Fungsi Gamma Defenisi Merupakan salah satu fungsi khusus yang biasanya disajikan dalam pembahasan kalkulus tingkat lanjut Dalam aplikasinya fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-10: UJI PERBANDINGAN, DERET BERGANTI TANDA, KEKONVERGENAN MUTLAK, UJI RASIO, DAN UJI AKAR

Pertemuan ke-10: UJI PERBANDINGAN, DERET BERGANTI TANDA, KEKONVERGENAN MUTLAK, UJI RASIO, DAN UJI AKAR Pertemuan ke-0: UJI PERBANDINGAN, DERET BERGANTI TANDA, KEKONVERGENAN MUTLAK, UJI RASIO, DAN UJI AKAR Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 205 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus II Bogor, 205

Lebih terperinci

MACLAURIN S SERIES. Ghifari Eka

MACLAURIN S SERIES. Ghifari Eka MACLAURIN S SERIES Ghifari Eka Taylor Series Sebelum membahas mengenai Maclaurin s series alangkah lebih baiknya apabila kita mengetahui terlebih dahulu mengenai Taylor series. Misalkan terdapat fungsi

Lebih terperinci

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil Bab 5 DERET FOURIER Pada Bab sebelumnya kita telah membahas deret Taylor. Syarat fungsi agar dapat diekspansi ke dalam deret Taylor adalah fungsi tersebut harus terdiferensial pada setiap tingkat. Untuk

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 1 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 36 Daftar

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

BAB IV DERET FOURIER

BAB IV DERET FOURIER BAB IV DERET FOURIER 4.1 Fungsi Periodik Fungsi f(x) dikatakan periodik dengan perioda P, jika untuk semua harga x berlaku: f (x + P) = f (x) ; P adalah konstanta positif. Harga terkecil dari P > 0 disebut

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh

Lebih terperinci

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: DERET TAK HINGGA Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: u k = u 1 + u 2 + u 3 + + u k + Bilangan-bilangan u 1, u 2, u 3, disebut suku-suku dalam deret tersebut.

Lebih terperinci

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga,

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga, DERET TAK HINGGA Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan Definisi Deret tak hingga,, konvergen dan mempunyai jumlah S, apabila barisan jumlah jumlah parsial konvergen menuju S.

Lebih terperinci

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif Diferensial merupakan topik yang cukup 'baru' dalam matematika. Dimulai sekitar tahun 1630 an oleh Fermat ketika menghadapi masalah menentukan garis singgung kurva, dan juga masalah menentukan maksimum

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3.

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3. BAB I PENDAHULUAN Tujuan Pembelajaran: Mengetahui apa yang dimaksud dengan metode numerik. Mengetahui kenapa metode numerik perlu dipelajari. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian persoalan numerik.

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n! Analisa Numerik Teknik Sipil 1 PENDAHULUAN 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah Dalam matematika, dikenal adanya fungsi transenden (fungsi eksponen, logaritma natural, invers dan sebagainya),

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, Lecture 4. Limit B A. Continuity Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, (2) lim f(x) ada, (3) lim f(x) =

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

Konsep Deret & Jenis-jenis Galat

Konsep Deret & Jenis-jenis Galat Metode Numerik (IT 402) Fakultas Teknologi Informasi - Universitas Kristen Satya Wacana Bagian 2 Konsep Deret & Jenis-jenis Galat ALZ DANNY WOWOR 1. Pengatar Dalam Kalkulus, deret sering digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 26 Februari 2014 9.6 Deret Pangkat Kuliah yang Lalu Menentukan selang kekonvergenan deret pangkat 9.7 Operasi pada Deret Pangkat Mlkk Melakukan

Lebih terperinci

BAB I LIMIT-LIMIT Limit-limit Fungsi

BAB I LIMIT-LIMIT Limit-limit Fungsi .. Limit-it Fungsi BAB I LIMIT-LIMIT... Definisi. Misalkan A R. Suatu titik c R adalah titik cluster dari A jika setiap lingkungan-δ dari c, V δ (c) = (c-δ,c+δ), memuat paling sedikit satu titik dari A

Lebih terperinci

Husna Arifah,M.Sc : Persamaan Bessel: Fungsi-fungsi Besel jenis Pertama

Husna Arifah,M.Sc : Persamaan Bessel: Fungsi-fungsi Besel jenis Pertama Bentuk umum PD Bessel : x 2 y"+xy' +(x 2 υ 2 )y =...() Kita asumsikan bahwa parameter υ dalam () adalah bilangan riil dan tak negatif. Penyelesaian PD mempunyai bentuk : y(x) = x r m = a m x m = a m xm

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Dewita Sonya Tarabunga - 13515021 Program Studi Tenik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

Fungsi dan Limit Fungsi 23. Contoh 5. lim. Buktikan, jika c > 0, maka

Fungsi dan Limit Fungsi 23. Contoh 5. lim. Buktikan, jika c > 0, maka Contoh 5 Buktikan jika c > 0 maka c c Analisis Pendahuluan Akan dicari bilangan δ > 0 sedemikian sehingga apabila c < ε untuk setiap ε > 0. 0 < c < δ berlaku Perhatikan: c ( c)( c) c c c c c c c Dapat

Lebih terperinci

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I 7 INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Memahami konsep dasar integral, teorema-teorema, sifat-sifat, notasi jumlah, fungsi transenden dan teknik-teknik pengintegralan. Materi

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 8 Hendra Gunawan 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deret Taylor Deret Taylor dinamai berdasarkan seorang matematikawan Inggris, Brook Taylor (1685-1731) dan deret Maclaurin dinamai berdasarkan matematikawan Skotlandia, Colin

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi atau getaran dari sebuah data pada frekuensi tertentu. Analisis spektral

Lebih terperinci

Turunan. Ayundyah Kesumawati. January 8, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah Kesumawati (UII) Turunan January 8, / 15

Turunan. Ayundyah Kesumawati. January 8, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah Kesumawati (UII) Turunan January 8, / 15 Turunan Ayundyah Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII January 8, 2015 Ayundyah Kesumawati (UII) Turunan January 8, 2015 1 / 15 Sub Materi Turunan : a. Turunan Fungsi b. Turunan Tingkat Tinggi c. Teorema

Lebih terperinci

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Fungsi Peubah Banak Prof. Dr. Bambang Soedijono PENDAHULUAN D alam modul ini dibahas masalah Fungsi Peubah Banak. Dengan sendirina para pengguna modul ini dituntut telah menguasai pengertian mengenai

Lebih terperinci

3. Kekonvergenan Deret Fourier

3. Kekonvergenan Deret Fourier 3. Kekonvergenan Deret Fourier Sekarang kita akan membahas kekonvergenan deret Fourier, khususnya kekonvergenan titik demi titik. Melalui Contoh 2 yang dibahas pada bab sebelumnya kita mengetahui bahwa

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER(RPS) PROGRAM STUDI STATISTIKA

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER(RPS) PROGRAM STUDI STATISTIKA A. MATA KULIAH RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER(RPS) PROGRAM STUDI STATISTIKA Nama Mata Kuliah : Matematika II Kode/sks : MAS 4116/ 3 Semester : III Status (Wajib/Pilihan) : Wajib (W) Prasyarat : MAS 4215

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50 TURUNAN Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, 2012 1 / 50 Topik Bahasan 1 Pendahuluan 2 Turunan Fungsi 3 Tafsiran Lain Turunan 4 Kaitan

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada. Turunan Fungsi q Definisi Turunan Fungsi Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat a. Turunan pertama fungsi f di =a ditulis f (a) didefinisikan dengan f ( a h) f ( a) f '( a) lim

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial.

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. FUNGSI BESSEL 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. x 2 y ''+xy'+(x 2 - n 2 )y = 0, n ³ 0 (1) yang dinamakan persamaan diferensial Bessel. Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V DISTRIBUSI NORMAL. Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran.

BAB V DISTRIBUSI NORMAL. Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran. BAB V DISTRIBUSI NORMAL Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran. Manfaat: Memberikan metode distribusi normal yang benar saat melakukan proses pengukuran.

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SUATU FUNGSI

LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SUATU FUNGSI LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SUATU FUNGSI Afrizal, S.Pd, M.PMat Matematika MAN Kampar Juli 2010 Afrizal, S.Pd, M.PMat (Matematika) Luas Daerah Dibawah Kurva Juli 2010 1 / 29 Outline Outline 1 Limit dan Turunan

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: Bentuk Tak Tentu d

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: Bentuk Tak Tentu d MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: dan Do maths and you see the world ? Pengantar Bentuk tak tentu? Bentuk apa? Bentuk tak tentu yang dimaksud adalah bentuk limit dengan nilai seolah-olah : 0 0 ; ; 0

Lebih terperinci

Pengantar Metode Numerik

Pengantar Metode Numerik Pengantar Metode Numerik Metode numerik adalah teknik dimana masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan oleh pengoperasian matematika. Metode numerik menggunakan perhitungan

Lebih terperinci

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. SI 2201 - METODE NUMERIK Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. Prodi Matematika Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan 35365 Hp. +6282260066546, Email. triyana.muliawati@ma.itera.ac.id 1. Pengenalan Metode

Lebih terperinci

METODA NUMERIK (3 SKS)

METODA NUMERIK (3 SKS) METODA NUMERIK (3 SKS) Dosen Dr. Julan HERNADI Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Masa Perkuliahan Semester Ganjil 2013/2014 Deskripsi dan Tujuan Perkuliahan Mata kuliah ini berisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib. : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib. : Aip Saripudin, M.T. DESKIPSI MATA KULIAH EL-121 Matematika Teknik I: S1, 3 SKS, Semester II Mata kuliah ini merupakan kuliah lanjut. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika

Lebih terperinci

FUNGSI-FUNGSI INVERS

FUNGSI-FUNGSI INVERS FUNGSI-FUNGSI INVERS Logaritma, Eksponen, Trigonometri Invers Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 202 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 202 / 49 Topik Bahasan Fungsi Satu ke Satu 2

Lebih terperinci

Suku Banyak Chebyshev

Suku Banyak Chebyshev Bab 3 Suku Banyak Chebyshev Suku banyak Chebyshev, yang diberi nama oleh Pafnuty Chebyshev, merupakan suatu deret dari suku banyak ortogonal yang dapat dituliskan secara rekursif. Suku banyak ini dibedakan

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK Pendahuluan Di dalam proses penyelesaian masalah yang berhubungan dengan bidang sains, teknik, ekonomi dan bidang lainnya, sebuah gejala fisis pertama-tama harus digambarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam menentukan momen, kumulan, dan fungsi karakteristik dari distribusi log-logistik (α,β). 2.1 Distribusi Log-Logistik

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd i DAFTAR ISI BAB I. BILANGAN KOMPLEKS... 1 I. Bilangan Kompleks dan Operasinya... 1 II. Operasi Hitung Pada Bilangan Kompleks... 1 III.

Lebih terperinci

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR)

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) Teorema nilai rata-rata menghubungkan nilai suatu fungsi dengan nilai derivatifnya (turunannya), dimana TNR merupakan salah satu bagian penting dalam kuliah analisis

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD-045315 Mingg u Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub-pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas

Lebih terperinci

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif Diferensial merupakan topik yang cukup 'baru' dalam matematika. Dimulai sekitar tahun 1630 an oleh Fermat ketika menghadapi masalah menentukan garis singgung kurva, dan juga masalah menentukan maksimum

Lebih terperinci

FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL

FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL FUNGSI FAKTORIAL Definisi n e d n! Buktikan bahwa :!! e d e d e ( ) Terbukti FUNGSI Gamma Definisi ( ) p p e d ; p > Hubungan fungsi Gamma dengan fungsi Faktorial (

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SIMAK UI 2012 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Matematika IPA

Pembahasan Soal SIMAK UI 2012 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Matematika IPA Pembahasan Soal SIMAK UI 0 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA Disusun Oleh : Pak Anang Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT Pembahasan

Lebih terperinci