Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk"

Transkripsi

1 Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas pada Bab V untuk skenario tiga buah brane dan mencari teori efektif energi rendah dalam model ini. Perluasan menjadi tiga buah brane atau lebih adalah termotivasi dari teori string dan teori-m yang secara alamiah mengijinkan untuk skenario multibrane. Dalam model Ekpirotik-Siklus (Khoury, dkk., 2001; Steinhardt dan Turok, 2002), brane ketiga dapat dihasilkan oleh salah satu dari sistem dua buah brane yang berada pada titik-titik tetap orbifold, kemudian bertumbukan dengan brane yang lain. Model ini memberikan alternatif model big bang standar. Model yang ditinjau dalam bab ini secara skematik diperlihatkan pada Gambar VI.1, dengan pembahasan adalah sebagai berikut: Sub Bab VI.2 geometri untuk sistem tiga buah brane dibahas. Syarat junction untuk sistem diturunkan untuk masing-masing brane dengan menggunakan pendekatan geometri seperti dibahas dalam Bab IV. Selanjutnya, persamaan gerak 5-dimensi diselesaikan dengan menggunakan iterasi ekspansi gradien untuk ekspansi orde-0 dan orde-1. Persamaan medan gravitasional efektif diturunkan pada sub Bab VI.3. Sub Bab VI.4 membahas aspek kosmologi dengan menurunkan persamaan Friedmann pada masing-masing brane. Persamaan-persamaan medan gravitasional pada brane terkait dengan teori gravitasi skalar-tensor diturunkan pada sub Bab VI.5. Sub Bab VI.6 merangkum hasil-hasil pembahasan dalam bab ini. VI.2 Model Tiga Buah 3-brane Pasal ini membahas tiga buah 3-brane yang dimasukkan dalam ruang waktu 5- dimensi sebgai perluasan untuk kasus yang telah dibahas pada pasal-pasal sebelumnya. Ditinjau tiga buah 3-brane yang sejajar dalam sebuah ruang yang memiliki konstata kosmologi negatif. Seperti juga dalam kasus-kasus sebelumnya, dimensi ke-5 memiliki geometri orbifold dan brane ditempatkan di (brane-a memiliki tegangan brane ), (C-brane 115

2 memiliki tegangan brane ) dan (brane-b memiliki tegangan brane ). Untuk kasus ini, brane-a dan brane-b ditempakan pada titik-titik tetap dari orbifold, sedangkan brane-c dapat bebas berada di antara kedua brane, brane-a dan brane-b. Daerah diantara dua buah brane, yaitu daerah A dan daerah B, masing-masing dicirikan oleh skala kurvatur yang besarnya berbeda-beda, dan. Dengan mengasumsikan bahwa metrik pada masing-masing brane dapat dihubungkan melalui sebuah transformasi konformal maka secara prinsip dengan memperoleh persamaan-persamaan gravitasional pada salah satu brane akan dapat diperoleh persamaan-persamaan gravitasional pada dua brane yang lainnya. Brane-A Brane-C Brane-B d A d B Simetri Z 2 Simetri Z 2 Gambar VI.1 Sistem tiga buah 3-brane. Berikut ini diturunkan persamaan gerak Einstein untuk masing-masing brane dari sistem tiga buah 3-brane. Aksi yang menggambarkan konfigurasi sistem ini diberikan oleh 116

3 (VI.1) di mana, dan berturut-turut menyatakan kuantitas 5-dimensi untuk skalar Ricci, konstanta gravitasional dan determinan dari metrik. Metrik ( ) adalah metrik induksi pada masing-masing brane, sedangkan menyatakan tegangan masing-masing brane. Karena besarnya skala kurvatur bulk berbeda untuk kedua sisi dari brane yang di tengah: dan, maka metrik pada kedua daerah bulk adalah berbeda. Untuk konfigurasi tiga buah brane sistem koordinat yang dipilih adalah (VI.2) Seperti juga untuk kasus dua buah brane jarak wajar antara dua buah brane sekarang menjadi (VI.3) Dan jarak wajar total diberikan oleh (VI.4) Variasi terhadap metrik dari persamaan aksi (VI.1) dan menggunakan sistem koordinat (VI.2), menghasilkan persamaan gerak berikut: (VI.5) 117

4 (VI.6) (VI.7) Di dalam persamaan di atas skala kurvatur masing-masing daerah dari ruang bulk 5-dimensi. dipilih bersesuaian dengan adalah kurvatur pada brane dan menyatakan turunan kovarian terhadap metrik. Ketika metrik berubah di antara daerah pada bulk maka diperlukan sebuah suku pada aksi batas yang bergantung pada trace dari kurvatur ekstrinsik. Pada masing-masing brane kontribusi dari tensor kurvatur ekstrinsik diberikan oleh: (VI.8) (VI.9) (VI.10) Untuk memperoleh persamaan-persamaan di atas telah digunakan asumsi bahwa brane A dan brane B memenuhi simetri tetapi brane C tidak memenuhi simetri. Arah dari medan vektor normal ke sebuah brane memiliki arah yang sama yaitu ke arah positif. Dengan menggunakan dekomposisi kurvatur ekstrinsik persamaan (V.77), diperoleh empat buah persamaan yang diselesaikan untuk masing-masing orde ekspansi: (VI.11) 118

5 (VI.12) (VI.13) (VI.14) Selanjutnya syarat jucntion persamaan-persamaan (VI.8), (VI.9) dan (VI.10) menjadi (VI.15) (VI.16) (VI.17) Persamaan-persamaan di atas menentukan dinamika gravitasional dalam system tiga buah brane. VI.2.1 Solusi Orde-0 Untuk solusi orde ke-0, dengan mengabaikan materi pada brane, persamaan yang diselesaikan adalah: (VI.18) (VI.19) (VI.20) Dan syarat junction diberikan oleh (VI.21) (VI.22) 119

6 (VI.23) (VI.24) Dengan mengintegrasi persamaan (VI.18) dan menggunakan persamaan kendala (VI.21), maka solusi bagian traceless dari kurvatur ekstrinsik orde-0 diperoleh (VI.25) Sisipkan persamaan (VI.25) ke persamaan (VI.19), maka bagian trace dari kurvatur ekstrinsik diberikan oleh (VI.26) Tanda " " menyatakan solusi dari masing-masing daerah ruang-waktu bulk. Dengan menyisipkan persamaan (VI.25) dan persamaan (VI.26) pada definisi tensor kurvatur ekstrinsik diperoleh (VI.27) Untuk solusi orde-0, persamaan (VI.27) menghasilkan evolusi tensor kurvatur ekstrinsik pada daerah-daerah berbeda dari ruang-waktu bulk dan masing-masing terkait dengan dua nilai berbeda skala kurvatur, dan. Dari definisi tensor kurvatur ekstrinsik dan menggunakan persamaan (VI.27) maka metrik untuk masing-masing daerah bulk akan memberikan solusi yang berbeda. Dalam hal ini, persamaan yang diselesaikan adalah: (VI.28) (VI.29) Integrasi persamaan di atas menghasilkan metrik untuk orde-0 yaitu (VI.30) di mana (VI.31) 120

7 Disini, integrasi dikerjakan dari sebuah titik sembarang dimensi ekstra ke sebuah titik sedemikian sehingga dalam koordinat merupakan jarak wajar diantara titik sembarang dan. Tensor adalah tensor metrik induksi yang bergantung pada koordinat brane. Di dalam persamaan (VI.30) faktor tidak lain adalah faktor konformal yang menghubungkan metrik-metrik pada masing-masing brane, (VI.32) di mana, dan berturut-turut merupakan metrik induksi pada brane-c, br ane-a dan brane-b. Solusi metrik orde-0 persamaan (VI.30) dapat digunakan sebagai basis untuk memperoleh persamaan-persamaan gerak yang dilinearisasi. Sebagai contoh, sebuah ansat untuk radion yang dapat menyelesaikan persamaan gerak yang dilinearisasi dalam 5-dimensi dengan dua buah brane dapat dipilih. Jadi metrik yang telah dipilih konsisten dengan metrik yang diberikan oleh Charmousis, dkk., (2000). Dengan fluktuasi kecil pada metrik (VI.30), dapat pula diperoleh metrik yang dikaji oleh Kogan, dkk., (2000). Sistem koordinat Gaussian yang diperumum telah ditunjukkan oleh Pilo, dkk., (2000) untuk sistem dua buah brane. Dari syarat junction persamaan (VI.22) dan persamaan (VI.24) diperoleh hubungan antara tegangan brane-a dan brane-b dengan kurvatur bulk sebagai berikut: (VI.33) Definisikan, syarat junction (VI.23) menghasilkan (VI.34) Seperti halnya untuk kasus satu atau dua buah brane yang telah dibahas pada Bab V, persamaan (VI.33) dan persamaan (VI.34) adalah syarat ketertalaan dalam sistem tiga buah brane yang memberikan hubungan antara tegangan brane dan skala kurvatur. Untuk brane di tengah (brane-c), tegangan brane terkait dengan dua skala kurvatur. Ini sebagai akibat dari ketidaksimetrian dari dua 121

8 permukaan pada br ane-c, tidak memenuhi simetri. Syarat junction untuk solusi orde-0, persamaan ( VI.2 2) - (VI.24), juga memberikan implikasi untuk tegangan-tegangan pada brane. Ketiga tegangan brane memenuhi persamaan berikut: Model dua buah brane (RS I) dapat diperoleh dengan mengambil (VI.35) di mana brane-c menjadi tidak ada dalam konfigurasi di atas,. Untuk maka yang berhubungan dengan inflasi brane-c (Gregory, dkk., 2000; Lykken dan Randall, 2000). VI.2.2 Solusi Orde-1 Pada orde-1, solusi dapat diperoleh dengan mengambil suku-suku yang diabaikan pada orde-0. Tensor Ricci sekarang muncul di dalam persamaan (VI.11) dan (V.12), sehingga dapat diprediksikan bahwa pada orde ini persamaan Einstein dapat diperoleh. Persamaan yang diselesaikan adalah: (VI.36) (VI.37) (VI.38) (VI.39) di mana superskrip 1 pada kurung siku menyatakan orde dari ekspansi gradien. Unt uk orde-1, syarat junction diberikan oleh (VI.40) (VI.41) 122

9 (VI.42) Disini,, dan adalah tensor-tensor energi-momentum yang masingmasing terkait dengan metrik induksi pada brane-a, brane-c dan brane-b. Selanjutnya tensor Ricci dari sebuah metrik dihitung dengan menggunakan simbol Christoffel, (VI.43) di mana menyatakan turunan kovarian terhadap metrik. Dengan menggunakan persamaan di atas, tensor Ricci dengan metrik diberikan oleh (VI.44) Dengan mengkontraksi indeks dan persamaan (VI.44), maka diperoleh persamaan untuk skalar Ricci, (VI.45) Sedangkan, tensor Ricci dan skalar Ricci dengan metrik, berturutturut diberikan oleh (VI.46) (VI.47) Di dalam persamaan (VI.44) (VI.47) suku kinetik dari medan skalar dinyatakan dalam ungkapan jarak wajar sebagai berikut: 123

10 (VI.48) Substitusi persamaan (V.45) ke persamaan (VI.37) menghasilkan solusi sisi negatif dari brane-c untuk bagian trace kurvatur ekstrinsik, (VI.49) Untuk memperoleh bagian traceless tensor kurvatur ekstrinsik orde-1 persamaan (VI.45) dan persamaan (VI.48) disubstitusikan ke persamaan (VI.36) kemudian di integrasi sehingga menghasilkan, (VI.50) di mana adalah sebuah konstanta integrasi yang memenuhi dan. Solusi sisi positif dari brane-c diberikan oleh (VI.51) (VI.52) di mana adalah sebuah konstanta integrasi yang memenuhi dan. Konstanta-konstanta integrasi, dan merupakan suku-suku 124

11 non lokal yang berhubungan dengan proyeksi pada brane dari tensor Weyl 5- dimensi. Suku ini membawa informasi medan gravitasional pada bulk. VI.3 Persamaan Gerak Efektif pada Brane Di dalam sub bab ini diturunkan persamaan gerak efektif pada masing-masing brane dengan mensubstitusikan persamaan dari tensor kurvatur ekstrinsik ke syarat junction (VI.40) (VI.42). Lenyapnya trace tensor Weyl terproyeksi,, menghasilkan peramaan gerak untuk medan-medan skalar radion. VI.3.1 Persamaan Gerak pada Brane-C B rane-c atau brane bulk tidak memenuhi simetri, suku traceless tensor kurvatur ekstrinsik pada brane ini menjadi asimetrik dan memiliki dua buah nilai yang berbeda pada kedua sisinya. Dengan menggunakan persamaan (VI.49) (VI.52) serta persamaan-persamaan Einstein pada sisi negatif dan positif, berikut: Syarat junction pada brane-a diberikan oleh, syarat junction pada brane-c dapat dinyatakan sebagai (VI.53) (VI.54) dan pada brane-b diperoleh (VI.55) di mana menyatakan turunan kovarian terhadap metrik induksi pada brane-c. Persamaan (VI.54) dan persamaan (VI.55) diperoleh dengan menggunakan transformasi konformal dari metrik terhadap sisi negatif dari brane-c dan brane- A serta sisi positif brane-c dan brane-b, 125

12 (VI.56) Indeks dari tensor-tensor energi-momentum, dan dinaikan dan diturunkan masing-masing oleh metrik induksi pada kedua sisi brane- C, sedangkan tensortensor energi-momentum, dan adalah tensor-tensor energi-momentum dengan indeks yang dinaikan dan diturunkan berturut-turut oleh metrik induksi pada brane-a dan brane-b. Untuk memperoleh persamaan gerak efektif pada brane-c, persamaan (VI.54) dikurangkan dengan persamaan (VI.55). Hasilnya kemudian disubstitusikan ke persamaan (VI.53), maka diperoleh (VI.57) Dua buah medan skalar yang muncul pada persamaan di atas didefinisikan oleh (VI.58) (VI.59) Sisipkan persamaan (VI.57) berturut-turut ke persamaan (VI.54) dan persamaan (VI.55), persamaan evolusi dari kedua konstanta integrasi adalah: (VI.60) (VI.61) di mana 126

13 (VI.62) (VI.63) Persamaan-persamaan (VI.60) dan (VI.61) berhubungan dengan ketidakkontinuan dari persamaan evolusi untuk tensor Weyl pada masing-masing daerah. Kuantitas pada daerah negatif berhubungan dengan evolusi menuju brane-a dan kuantitas pada daerah positif berhubungan dengan evolusi menuju brane-b. Persamaan-persamaan gerak efektif untuk medan-medan skalar diper oleh dengan menggunakan syarat traceless proyeksi tensor Weyl, dan dan. Maka diperoleh (VI.64) (VI.65) Tampak bahwa persamaan-persamaan gerak efektif untuk medan-medan skalar radion dan bergantung pada sumber dari kedua brane, brane-a dan brane-b, yang berarti bahwa persamaan tersebut tidak bebas. VI.3.2 Solusi pada Brane Orbifold: Brane-A dan Brane-B Persamaan-persamaan gerak efektif untuk brane-c, brane-a dan brane-b, dapat diperoleh dengan menggunakan transformasi konformal persamaan (VI.56). Terhadap metrik induksi pada brane-a, syarat junction pada masing-masing brane menghasilkan (VI.66) 127

14 untuk brane-a, (VI.67) untuk brane-c dan untuk B-brane adalah (VI.68) di mana adalah turunan kovarian terhadap metrik induksi pada brane-a. Dengan me ngeleminasi dan, maka persamaan gerak efektif pada brane- A diberikan oleh (VI.69) di mana (VI.70) 128

15 (VI.71) (VI.72) Disini dua buah medan skalar didefinisikan sebagai berikut: (VI.73) Persamaan gerak efektif pada brane-a bersama-sama dengan syarat junction menghasilkan ungkapan lain dari dan, (VI.74) (VI.75) Syarat traceless dan menghasilkan persaman gerak efektif untuk kedua medan skalar dan, (VI.76) (VI.77) 129

16 Persamaan gerak efektif pada brane-b dapat diperoleh dengan cara yang sama dengan persamaan gerak pada brane-a, namun sekarang digunakan transformasi konformal terhadap metrik induksi pada brane-b. Syarat junction pada brane-a adalah (VI.78) dan syarat junction pada brane-c diberikan oleh (VI.79) di mana menyatakan turunan kovarian terhadap brane-b. Syarat junction pada brane-b menghasilkan (VI.80) Dengan mengeliminasi dan dari persamaan (VI.78) dan (VI.79), persamaan gerak efektif pada brane-b diberikan oleh 130

17 (VI.81) di mana (VI.82) (VI.83) (VI.84) Dua buah medan skalar di dalam persamaan di atas didefiniskan sebagai berikut: (VI.85) Solusi untuk dan diperoleh berturut-turut dengan mensubstitusikan persamaan (VI.81) ke persaman (VI.78) dan persamaan (VI.79), (VI.86) dan 131

18 (VI.87) Kemudian persamaan gerak untuk medan skalarnya adalah (VI.88) (VI.89) Metode substitusi langsung yang digunakan untuk menurunkan persamaanpersamaan efektif di atas memberikan gambaran bahwa ketika dinamika pada salah satu brane diketahui, maka dinamika pada dua buah brane yang lainnya dapat diperoleh. Dengan kata lain dinamika gravitasi pada masing-masing brane tidak bebas. Persamaan transformasinya dapat digantikan oleh kaidah transformasi untuk medan-medan skalar radion yang diberikan oleh persamaan-persamaan berikut: (VI.90) Di dalam sub-bab berikut ini, sebagai realisasi dari ekspansi sampai pada orde-1, dikaji konsekuensi kosmologi dari dinamika radion dengan menurunkan persamaan Friedmann pada masing-masing brane. VI.4 Persamaan Friedmann pada Brane Tinjau sebuah metrik induksi pada brane diberikan oleh metrik Friedmann- Robertson-Walker, (VI.91) 132

19 di mana komponen waktu dan ruang dari persamaan Einsten diperoleh (VI.92) (VI.93) dan adalah kurvatur spasial,. Asumsikan bahwa tensor energi-momentum dari materi pada brane dinyatakan oleh,, maka persamaan medan pada brane-c dapat diberikan oleh persamaan berikut: (VI.94) (VI.95) dan persamaan-persamaan gerak untuk medan radion adalah (VI.96) (VI.97) Definisikan dua parameter tak-berdimensi (VI.98) Dengan menggunakan persamaan (VI.94) dan persamaan (VI.95) serta mengeliminasi dan dari persamaan (VI.96) dan persamaan (VI.97) maka diperoleh persamaan Friedmann yang pertama, 133

20 (VI.99) Integrasi persamaan di atas diperoleh persamaan Friedmann kedua (VI.100) di mana adalah konstanta integrasi. Suku kedua pada ruas kanan persamaan (VI.100) diinterpretasikan sebagai radiasi gelap. Selanjutnya dapat pula diturunkan persamaan Friedmann pada brane-a di mana metrik Friedmann-Robertson-Walker diberikan oleh persamaan (VI.91). Dari persamaan (VI.69), komponen waktu persamaan Einstein menghasilkan (VI.101) di mana didefinisikan sebagai berikut (VI.102) Dan komponen waktu dari suku kinetik medan skalar diberikan oleh (VI.103) (VI.104) (VI.105) Sedangkan komponen ruang persamaan Einstein (VI.69) menghasilkan (VI.106) di mana 134

21 (VI.107) (VI.108) (VI.109) Dengan menyisipkan berturut-turut persamaan-persamaan (VI.103) (VI.105) ke persamaan (VI.101) dan persamaan-persamaan (VI.107) (VI.109) ke p ersamaan (VI.106), maka diperoleh (VI.110) dan (VI.111) dengan persamaan gerak medan radion dan diperoleh dari persamaan (VI.76) dan persamaan (VI.77), (VI.112) (VI.113) Substitusi persamaan (VI.112) dan persamaan (VI.113) ke persamaan (VI.111) menghasilkan 135

22 (VI.114) Maka persamaan Friedmann termodifiksi oleh suku radiasi gelap adalah (VI.115) dengan adalah konstanta integrasi. Untuk memperoleh persamaan Friedmann pada brane-b dilakukan langkah-langkah yang sama seperti sebelumnya, dengan persamaan Einstein pada brane-b adalah: (VI.116) dan (VI.117) di mana didefinisikan oleh (VI.118) Dalam memperoleh persamaan (VI.116) dan persamaan (VI.117) telah digunakan komponen-komponen suku kinetik medan skalar: (VI.119) (VI.120) (VI.121) 136

23 (VI.122) (VI.123) (VI.124) Persamaan-persamaan gerak untuk medan-medan skalar and digunakan untuk me ngeliminasi turunan kedua dan di dalam persamaan Einstein. Turunan kedua dan diberikan sebagai berikut: (VI.125) (VI.126) Dengan menyelesaikan persamaan Einstein untuk brane-b diperoleh persamaan Friedmann dengan mengintegrasi persamaan berikut terhadap waktu yaitu di mana adalah sebuah konstanta integra si. (VI.127) (VI.128) VI.5 Gravitasi Skalar-Tensor pada Braneworld Pada pasal sebelumnya telah diturunkan persamaan-persamaan gerak efektif dalam sistem tiga buah brane. Berikut ini ditunjukan bahwa persamaan medan gravitasional pada sistem ini dapat diperoleh dari gravitasi skalar-tensor. Berikut ini digunakan persamaan medan gravitasional pada brane-c untuk memperoleh gravitasi skalar-tensor dengan dua medan skalar bebas. 137

24 Dari persamaan (VI.57) dapat dilihat bahwa sebuah kuantitas dapat didefinisikan sebagai medan skalar tak berdimensi, (VI.129) disini adalah satuan panjang sembarang. Karena medan-medan skalar dan berhubungan dengan jarak wajar, definisi dari medan skalar (VI.129) terkait jarak efektif pada brane-c. Kemudian, medan skalar lain dapat juga didefinisikan sebagai fungsi dari kedua medan skalar dan, (VI.130) Berikut ini diturunkan persamaan gerak efektif pada brane-c yang dapat dinyatakan kembali seperti persamaan di bawah ini: (VI.131) di mana dan adalah kopling fungsional yang bergantung pada. Eleminasi dari suku-suku campuran pada persamaan di atas menghasilkan persamaan kendala berikut: (VI.132) Dengan menggunakan persamaan (VI.132) maka persamaan (VI.130) menjadi (VI.133) Dilain pihak, dengan menyisipkan persamaan (VI.129) ke persamaan (VI.57) dapat diperoleh 138

25 (VI.134) Hubungan antara koefisien-koefisien di dalam persamaan (VI.133) dan persamaan (VI.134) adalah (VI.135) Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan kendala (VI.132) maka diperoleh persamaan dalam bentuk (VI.136) Persamaan ini memilki solusi (VI.137) Solusi pertama pada persamaan di atas menghasilkan lenyapnya koefisien persamaan (VI.133) dan persamaan (VI.134). Akhirnya diperoleh sebuah solusi, (VI.138) Dengan mensubstitusikan persamaan (VI.138) ke persamaan (VI.132) diperoleh persamaan diferensial untuk, (VI.139) Agar hanyalah fungsi dari, maka persamaan (VI.139) haruslah memenuhi: (VI.140) Maka diperoleh solusi untuk, (VI.141) 139

26 Akhirnya, persamaan gerak efektif pada brane-c dapat dinyatakan oleh persamaan berikut: (VI.142) di mana (VI.143) Aksi efektif untuk brane-c yang berhubungan dengan persamaan gerak efektif (VI.142) dapat diturunkan dari aksi berikut (VI.144) di mana, dan berturut-turut menyatakan Lagrangian yang terkait dengan brane-a, brane-c dan brane-b. Aksi di atas menggambarkan sebuah aksi gravitasi skalar-tensor dengan bagian skalarnya dinyatakan oleh suku kinetik nontrivial dari dua buah medan-medan radion sebagai fungsi dari jarak wajar dan bagian tensornya dinyatakan oleh metrik induksi pada brane. VI.6 Rangkuman Di dalam bab ini telah ditinjau sistem tiga buah brane yang dimasukkan di dalam ruang waktu bulk AdS 5-dimensi, dalam koordinat normal Gaussian yang digeneralisasi. Brane-A dan brane-b ditempatkan pada titik-titik tetap dari orbifold sedangkan brane-c berada diantaranya. Daerah bulk antara dua buah brane memiliki skala kurvatur AdS yang berbeda. Dengan menggunakan metode 140

27 ekspansi gradien, persamaan gerak efektif pada orde-1 dianalisis dengan keberadaan medan-medan skalar radion. Persamaan gerak radion diperoleh dengan mengambil trace dari tensor Weyl terproyeksi pada brane. Hal ini dapat dipandang sebagai sebuah realisasi untuk memperoleh persamaan tertutup pada brane. Hasil yang signifikan dalam model tiga buah brane adalah evolusi dari tensor Weyl tidak kontinu pada bulk oleh keberadaan brane-c. Dari syarat juction pada brane-c diperoleh dua hubungan bebas yang mengijinkan evolusi dari tensor Weyl pada masing-masing daerah bulk. Teori efektif yang dihasilkan adalah teori Brans-Dicke yang digeneralisasi dengan dua buah medan skalar radion. Hasil juga menunjukkan bahwa interpretasi yang diberikan untuk medan radio n dalam dua buah brane da pat digeneralisasi menjadi tiga buah brane atau lebih dengan tambahan satu atau lebih derajat kebebasan medan skalar. Hasil yang signifikan dalam sistem multi brane yaitu derajat kebebasan medan skalar memberikan sebuah realisasi teori efektif pada masing-masing brane. Hal ini tidak diperoleh untuk sistem satu buah brane. Aspek kosmologi ditinjau dengan menurunkan persamaan Friedmann dengan koreksi radiasi gelap melalui eleminasi langsung medan-medan radion dalam persamaan Einstein. Bentuk dari persamaan Friedmann untuk masing-masing brane adalah serupa dan hanya dibedakan oleh koreksi suku radiasi gelap. Hal ini menunjukkan konsistensi dari persamaan Einstein pada braneworld. Karena turunan kedua terhadap waktu dari faktor skala adalah positif, maka alam semesta mengalami sebuah percepatan oleh keberadaan radiasi gelap. Sehingga model ini dapat digunakan untuk menjelaskan hasil pengamatan alam semesta saat ini yang mengembang dan dipercepat. 141

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Pada Bab III, telah diperoleh sebuah deskripsi teori efektif 4-dimensi dari teori 5- dimensi dengan cara mengkompaktifikasi pada orbifold dalam kerangka kerja

Lebih terperinci

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold III.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi yang memiliki generator supersimetri melalui kompaktifikasi orbifold dari

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik Pada pertengahan abad ke-20, fisika teoretik menjadi bidang ilmu yang berkembang pesat dan memberikan perubahan pada prinsip-prinsip fisika

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmologi Braneworld

Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmologi Braneworld Bab V Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmoogi Braneword V. Pendahuuan Di daam Bab IV teah dipeajari bahwa persamaan-persamaan induksi pada brane mengandung sebuah tensor Wey terproyeksi yang membawa informasi

Lebih terperinci

GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA

GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

STUDI BRANEWORLD DIMENSI LIMA

STUDI BRANEWORLD DIMENSI LIMA http://doi.org/10.1009/pekta Volume Nomor 1 April 017 p-in: 1-8 e-in: 1-9 DOI: doi.org/10.1009/pekta.01.01 TUDI BANEWOLD DIENI LIA Dewi Wulandari 1a) 1 Jurusan Fisika Fakultas atematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA

KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA BAB IV KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA MANIFOLD BERDIMENSI-4 4.1 Struktur Selfdual dengan Simetri Torus Dalam 4-dimensi, untuk mengatakan bahwa sebuah manifold adalah quaternionic Kähler adalah

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori relativitas khusus (TRK) yang diperkenalkan Einstein tahun 1905 menyatukan ruang dan waktu menjadi entitas tunggal ruang-waktu (misalnya dalam Hidayat, 2010).

Lebih terperinci

Perspektif Baru Fisika Partikel

Perspektif Baru Fisika Partikel 8 Perspektif Baru Fisika Partikel Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui perkembangan terbaru dari fisika partikel. 2. Mengetahui kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld

Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld Bab II Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld II.1 Pendahuluan Mekanika kuantum dan relativitas umum adalah dua teori yang sukses menggambarkan fisika pada masing-masing wilayah. Masalahnya adalah

Lebih terperinci

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta B-8 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (6) 7-5 (-98X Print) Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta Muhammad Ramadhan dan Bintoro A. Subagyo Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga ENERGI POTENSIAL 1. Pendahuluan Energi potensial merupakan suatu bentuk energi yang tersimpan, yang dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga potensial tidak dapat dikaitkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1.1. Pengantar Problem sederhana yang dapat mengantarkan pembaca kepada pemahaman Metode Elemen Hingga untuk problem hidraulika

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI SALMAN FARISHI 0304020655 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Berbentuk Lingkaran

Sifat-Sifat Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Berbentuk Lingkaran Sifat-Sifat Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Berbentuk Lingkaran Nalsa Cintya Resti Sistem Informasi Universitas Nusantara PGRI Kediri Kediri, Indonesia E-mail: nalsacintya@ unpkediri.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

MODUL 3 BIDANG RATA. [Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat]

MODUL 3 BIDANG RATA. [Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat] 1 MODUL 3 BIDANG RATA Setelah mempelajari modul 1 dan 2 anda akan melanjutkan mempelajari modul 3 tentang bidang rata. Materi bidang rata ini berkaitan dengan materi pada modul sebelumnya. Pada modul 3

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik 1. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu tentang hukum Coulomb, telah diasumsikan bahwa daerah di antara muatan-muatan merupakan ruang hampa. Di sini akan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

Jurnal Math Educator Nusantara (JMEN) Sifat-Sifat Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Berbentuk Lingkaran

Jurnal Math Educator Nusantara (JMEN) Sifat-Sifat Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Berbentuk Lingkaran Jurnal Math Educator Nusantara (JMEN) Wahana publikasi karya tulis ilmiah di bidang pendidikan matematika ISSN : 2459-97345 Volume 2 Nomor 2 Halaman 93 86 November 26 26 Sifat-Sifat Sistem Pendulum Terbalik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa definisi dan teorema dengan atau tanpa bukti yang akan digunakan untuk menentukan regularisasi sistem singular linier. Untuk itu akan diberikan terlebih

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemodelan difusi dan sebaran temperatur pada geometri menjadi hal yang penting dalam berbagai bidang, seperti bidang fisika, kimia maupun kedokteran. Persamaan

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik dapat dipandang sebagai suatu sistem yang bergantung terhadap waktu. Sistem dinamik yang menggunakan waktu kontinu disebut dengan sistem dinamik

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PARABOLA

PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PARABOLA 1 KEGIATAN BELAJAR 11 PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PARABOLA Setelah mempelajari kegiatan belajar 11 ini, mahasiswa diharapkan mampu Menentukan Persamaan Garis Singgung Parabola, Titik dan Garis Polar Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Elektromagnetika merupakan cabang fisika yang menjadi tonggak munculnya teori-teori fisika modern dan banyak diterapkan dalam perkembangan teknologi saat ini,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut:

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: Bagian 5. RUANG VEKTOR 5.1 Lapangan (Field) Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: 1. dan 2., 3.,

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1, Agus Suroso 14 Pekan Kuliah B Mekanika ( C a t a t a n K u l i a h F I 2 1 0 4 M e k a n i k a B ) Semester 1, 2017-2018 Sistem Partikel (2) 10 10 1 Gerak relatif pada sistem dua partikel 10 2 Tumbukan

Lebih terperinci

6. Mekanika Lagrange. as 2201 mekanika benda langit

6. Mekanika Lagrange. as 2201 mekanika benda langit 6. Mekanika Lagrange as 2201 mekanika benda langit 6.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang reformulasi mekanika Newtonian yang dipelopori oleh ilmuwan asal Perancis-Italia Joseph Louis Lagrange. Khususnya,

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN 4.1. Asimtotik Orde-2 Berdasarkan hasil simulasi pada Helmers dan Mangku (2007) kasus kernel seragam, aproksimasi asimtotik orde pertama pada ragam dan bias, gagal memprediksikan

Lebih terperinci

SUDUT DAN JARAK ANTARA DUA BIDANG RATA

SUDUT DAN JARAK ANTARA DUA BIDANG RATA 1 KEGIATAN BELAJAR 6 SUDUT DAN JARAK ANTARA DUA BIDANG RATA Setelah mempelajari kegiatan belajar 6 ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menentukan sudut antara dua bidang rata 2. Menentukan jarak sebuah

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 5 Ruang Vektor Ruang Vektor Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem Kontrol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Biasa Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu persamaan yang melibatkan turunan pertama atau lebih dari suatu fungsi yang telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Matematika Definisi pemodelan matematika : Pemodelan matematika adalah suatu deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SKRIPSI Oleh A.Syaiful Lutfi NIM 081810201005 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah SILABUS Nama Sekolah : SMA PGRI 1 AMLAPURA Mata Pelajaran : MATEMATIKA Kelas/Program : XII / IPA Semester : 1 STANDAR KOMPETENSI: 1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah. KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan Bab 5 Potensial Skalar A. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu medan listrik merupakan besaran vektor yang memberikan informasi lengkap tentang efek-efek elektrostatik. Secara substansial informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

PERSAMAAN GARIS LURUS

PERSAMAAN GARIS LURUS 1 KEGIATAN BELAJAR 3 PERSAMAAN GARIS LURUS Setelah mempelajari kegiatan belajar 3 ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menentukan persamaan gradien garis lurus, 2. menentukan persamaan vektoris dan persamaan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Pertemuan 3 & 4 INTERPRETASI GEOMETRI DAN GENERALISASI VARIANS. Interpretasi Geometri pada Sampel. Generalisasi varians

Pertemuan 3 & 4 INTERPRETASI GEOMETRI DAN GENERALISASI VARIANS. Interpretasi Geometri pada Sampel. Generalisasi varians Pertemuan 3 & 4 INTERPRETASI GEOMETRI DAN GENERALISASI VARIANS Interpretasi Geometri pada Sampel Generalisasi varians , Interpretasi Geometri pada Sampel Sample Geometry and Random Sampling Data sampel

Lebih terperinci

PERSAMAAN BIDANG RATA

PERSAMAAN BIDANG RATA 1 KEGIATAN BELAJAR 5 PERSAMAAN BIDANG RATA Setelah mempelajari kegiatan belajar 5 ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menentukan persamaan vektoris bidang rata 2. Menentukan persamaan linier bidang rata

Lebih terperinci