Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI"

Transkripsi

1 Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek, Serpong, Tangerang 15314, Indonesia itpm.indonesia@gmail.com Buku-E LIPI

2 Daftar Isi 1 Azas-azas Relativitas Kecepatan Penjalaran Interaksi Interval Waktu Wajar Transformasi Lorentz Transformasi Kecepatan Vektor Empat

3 Ringkasan Draf awal ringkasan buku fundamental teori medan L. D. Landau, E. M. Lifshitz, The Classical Theory of Fields, Fourth Revised English Edition, Course of Theoretical Physics, Volume 2, Pergamon Press, 1989.

4 Bab 1 Azas-azas Relativitas 1.1 Kecepatan Penjalaran Interaksi Sistem acuan diperlukan untuk mendeskripsikan proses-proses yang terjadi di alam. Dengan menggunakan sistem acuan maka dapat dipahami sistem koordinat yang menunjukkan posisi suatu partikel di ruang, sebagaimana jam yang ditetapkan dalam sistem ini menunjukkan waktu. Terdapat sistem acuan dimana benda bergerak bebas, yakni benda yang bergerak tak dipengaruhi oleh gaya luar, bergerak dengan kecepatan tetap. Sistem acuan demikian disebut inersia. Jika dua sistem acuan bergerak serba sama relatif terhadap satu sama lain, dan jika salah satu darinya adalah sistem inersia, maka yang lain adalah juga inersia (dalam sistem ini juga setiap gerak bebas adalah linier dan serba sama). Eksperimen menunjukkan bahwa prinsip relativitas adalah valid. Prinsip relativitas, seluruh hukum alam adalah identik dalam seluruh sistem acuan inersia. Yakni, persamaan-persamaan yang menyatakan hukum-hukum alam adalah invarian berhubungan dengan transformasi koordinat dan waktu dari satu sistem inersia terhadap sistem inersia yang lain. Hal ini berarti, persamaan yang mendeskripsikan sembarang hukum alam, ketika ditulis dalam hubungannya dengan koordinat dan waktu dalam sistem acuan inersia yang berbeda memiliki bentuk yang sama. Interaksi 1

5 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 2 partikel-partikel materi dideskripsikan dalam mekanika dengan menggunakan energi potensial interaksi sebagai fungsi koordinat partikel-partikel yang berinteraksi. Interaksi dideskripsikan dengan asumsi penjalaran interaksi seketika. Gaya yang dikerahkan terhadap tiap-tiap partikel oleh partikel lain pada waktu sesaat gayut posisi partikel pada saat itu. Perubahan posisi sembarang partikel yang berinteraksi mempengaruhi partikel lain dengan segera dv dx = F. Namun, eksperimen menunjukkan bahwa di alam tak ada interaksi seketika. Jadi, mekanika yang berbasis pada asumsi penjalaran interaksi seketika memiliki ketidakakuratan tertentu. Kenyataannya, jika sembarang perubahan terjadi di salah satu partikel yang berinteraksi maka perubahan itu mempengaruhi partikel lain hanya setelah selang interval waktu tertentu. Yakni, setelah interval waktu ini, proses yang disebabkan oleh perubahan awal mulai terjadi di partikel kedua. Pembagian jarak antara dua partikel dengan interval waktu ini, diperoleh kecepatan penjalaran interaksi. Kecepatan penjalaran interaksi adalah juga kecepatan maksimum penjalaran interaksi. Keberadaan kecepatan maksimum penjalaran interaksi mengimplikasikan bahwa pada saat yang sama gerak partikel dengan kecepatan yang lebih besar dibanding kecepatan maksimum penjalaran interaksi secara umum tidak mungkin. Penjalaran interaksi dari satu partikel menuju partikel lain seringkali disebut sinyal yang dikirim oleh partikel pertama dan memberitahukan ke partikel kedua tentang perubahan yang terjadi di partikel pertama. Kecepatan penjalaran interaksi juga disebut kecepatan sinyal. Prinsip relativitas memberlakukan kecepatan penjalaran interaksi adalah sama dalam seluruh sistem acuan inersial. Kecepatan penjalaran interaksi adalah konstanta universal. Kecepatan konstan ini adalah juga kecepatan cahaya di ruang hampa (c = 2, cm/detik). Nilai kecepatan cahaya yang besar menjelaskan fakta bahwa dalam praktek, mekanika klasik cukup akurat dalam banyak kasus. Kombinasi prinsip relativitas dengan nilai kecepatan penjalaran interaksi yang ter-

6 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 3 batas disebut prinsip relativitas Einstein berlawanan dengan prinsip relativitas Galileo yang didasarkan pada nilai tak terbatas kecepatan penjalaran interaksi. Mekanika klasik memberlakukan jarak relatif, yakni hubungan ruang antara peristiwaperistiwa berbeda gayut pada sistem acuan yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa tersebut. Sedangkan waktu adalah absolut, yakni sifat-sifat waktu diasumsikan tak gayut sistem acuan; terdapat satu waktu untuk seluruh kerangka acuan. Ide waktu absolut adalah kontradiktif dengan prinsip relativitas Einstein (percobaan Michelson). 1.2 Interval Suatu peristiwa dideskripsikan dengan tempat dimana peristiwa itu terjadi dan waktu ketika peristiwa terjadi. Peristiwa yang terjadi pada partikel materi tertentu didefinisikan oleh tiga koordinat partikel tersebut serta waktu ketika peristiwa terjadi. Ruang empat-dimensi fiktif, sumbu-sumbunya ditandai dengan tiga koordinat ruang dan waktu. Pada ruang ini peristiwa-peristiwa direpresentasikan dengan titik-titik, disebut titik-titik dunia. Dalam ruang empat dimensi fiktif ini terdapat hubungan bagi masing-masing partikel terkait dengan sebuah garis tertentu, disebut garis dunia. Ekspresi prinsip invariansi kecepatan cahaya dalam bentuk matematis: Dua sistem acuan K dan K bergerak relatif satu sama lain dengan kecepatan konstan. Sumbu-sumbu koordinat dibuat sedemikian rupa sehingga sumbu x dan x bersesuaian, sementara sumbu y dan sumbu z paralel dengan sumbu y dan sumbu z ; waktu dalam sistem K dan K adalah t dan t. Misalkan peristiwa pertama terdiri dari pengiriman sinyal, menjalar dengan kecepatan cahaya, dari titik yang memiliki koordinat x 1 y 1 z 1 dalam sistem K, pada waktu t 1 dalam sistem ini. Misalkan peristiwa kedua terdiri dari kedatangan sinyal pada titik x 2 y 2 z 2 pada saat t 2. Sinyal menjalar dengan kecepatan c; jarak yang ditempuh adalah c(t 2 t 1 ). Pada sisi lain, jarak yang sama adalah [(x 2 x 1 ) 2 +(y 2 y 1 ) 2 +(z 2 z 1 ) 2 ] 1/2.

7 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 4 Hubungan antara koordinat-koordinat dua peristiwa dalam sistem K adalah (x 2 x 1 ) 2 + (y 2 y 1 ) 2 + (z 2 z 1 ) 2 (t 2 t 1 ) 2 = 0. (1.1) Dua peristiwa yang sama ini, yakni penjalaran sinyal, dapat diamati dari sistem K : Misalkan koordinat peristiwa pertama di dalam sistem K adalah x 1y 1z 1t dan peristiwa kedua adalah x 2y 2z 2t 2. Karena kecepatan cahaya adalah sama dalam di dalam sistem K dan K, diperoleh serupa dengan (1.1) (x 2 x 1) 2 + (y 2 y 1) 2 + (z 2 z 1) 2 (t 2 t 1) 2 = 0. (1.2) Jika x 1 y 1 z 1 t 1 dan x 2 y 2 z 2 t 2 adalah koordinat-koordinat sembarang dua peristiwa, maka kuantitas s 12 = [ (t 2 t 1 ) 2 (x 2 x 1 ) 2 (y 2 y 1 ) 2 (z 2 z 1 ) 2 ] 1/2 (1.3) disebut interval antara dua peristiwa ini. Jadi, dari prinsip invariansi kecepatan cahaya, jika interval antara dua peristiwa adalah nol di dalam satu sistem koordinat maka interval tersebut sama dengan nol di dalam seluruh sistem yang lain. Jika dua peristiwa adalah tak hingga dekat satu sama lain, maka interval ds antara mereka adalah ds 2 = dt 2 dx 2 dy 2 dz 2. (1.4) Dari (1.3), (1.4), interval dapat dianggap sebagai jarak antara dua titik di dalam ruang empat-dimensi fiktif (sumbu-sumbunya dilabeli dengan x, y, z dan perkalian ct). Jika ds = 0 dalam satu sistem inersia, maka ds = 0 dalam sembarang sistem yang lain. Pada sisi lain, ds dan ds adalah nilainya sangat kecil berorde sama. Dari dua kondisi ini, ds 2 dan ds 2 harus proporsional satu sama lain ds = ds 2 dimana koefisien a gayut hanya pada nilai absolut kecepatan relatif dua sistem inersia.

8 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 5 Tinjau tiga sistem acuan K,K 1,K 2 dan misalkan V 1 dan V 2 adalah kecepatan sistem K 1 dan K 2 relatif terhadap K, maka diperoleh ds 2 = a(v 1 )ds 2 1 Dengan cara yang sama diperoleh ds 2 = a(v 2 )ds 2 2. ds 2 1 = a(v 12 )ds 2 2 dimana V 12 adalah nilai absolut kecepatan K 2 relatif terhadap K 1. Sehingga a(v 2 ) a(v 1 ) = a(v 12). (1.5) Tetapi V 12 gayut tidak hanya pada nilai absolut vektor V 1 dan V 2, namun gayut juga pada sudut antara kedua vektor. Akan tetapi, sudut ini tidaklah muncul pada sisi kiri (1.5). Oleh karena itu, (1.5) benar hanya jika fungsi a(v ) mereduksi terhadap suatu konstanta, sama dengan satu. Jadi, ds 2 = ds 2 (1.6) dan dari persamaan interval infinitesimal terdapat persamaan interval finit s = s. Interval antara dua peristiwa adalah sama di dalam seluruh sistem acuan inersia, yakni interval tersebut invarian dalam transformasi satu sistem inersia terhadap sembarang sistem acuan inersia yang lain. Invariansi ini adalah pernyataan matematis kekonstanan kecepatan cahaya. Misalkan x 1 y 1 z 1 t 1 dan x 2 y 2 z 2 t 2 menjadi koordinat-koordinat dari dua peristiwa di dalam suatu sistem acuan tertentu K. Adakah sistem koordinat K, dimana dua peristiwa terjadi pada titik yang sama dalam ruang t 2 t 1 = t 12 ; (x 2 x 1 ) 2 + (y 2 y 1 ) 2 + (z 2 z 1 ) 2 = l 2 12.

9 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 6 Maka interval antara peristiwa-peristiwa dalam sistem K adalah s 2 12 = t 2 12 l 2 12 dan di dalam sistem K s 2 12 = t 2 12 l 2 12, yang dikarenakan invariansi interval, maka t 2 12 l 2 12 = t 2 12 l 2 12 Jika dua peristiwa terjadi pada titik yang sama dalam sistem K, yakni l 12 = 0 s 2 12 = s 2 12 s 2 12 = t 2 12 l 2 12 = t 2 12 > 0 Konsekuensinya, suatu sistem acuan dengan sifat yang diperlukan ada jika s 2 12 > 0, yakni jika interval antara dua peristiwa adalah bilangan riil. Interval riil disebut timelike. Apakah terdapat sistem acuan dimana dua peristiwa terjadi pada waktu yang sama? Sebagaimana sebelumnya untuk sistem K dan K, t 2 12 l 2 12 = t 2 12 l Jika t 12 = 0, maka s 2 12 = l 2 12 < 0. Konsekuensinya, sistem yang diperlukan dapat ditemukan hanya untuk kasus ketika interval s 12 antara dua peristiwa adalah bilangan imajiner. Interval imajiner disebut spacelike. Jarak antara titik-titik dimana peristiwa terjadi dalam sistem adalah l 12 = l 2 12 t 2 12 = is 12. Karakter interval timelike dan spacelike adalah tak gayut sistem acuan. Tinjau peristiwa O sebagai asal koordinat ruang dan waktu. Dalam sistem koordinat empat-dimensi, sumbu-sumbu yang ditandai x,y,z,t, titik dunia dari peristiwa O adalah titik asal koordinat. Dalam Gb.2 ditunjukkan dua garis yang mewakili penjalaran dua sinyal (dengan kecepatan cahaya) dalam arah berlawanan melewati peristiwa O (yakni melalui x = 0

10 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 7 pada t = 0). Seluruh garis yang mewakili gerak partikel dapat terletak hanya dalam daerah aoc dan dob. Pada garis ab dan cd, x = ±ct. Tinjau peristiwa dimana titiktitik dunia terletak dalam daerah aoc. Seluruh titik dalam daerah ini t 2 x 2 > 0. Interval antara sembarang peristiwa dalam daerah ini dan peristiwa O adalah timelike. Dalam daerah ini t > 0, yakni seluruh peristiwa dalam daerah ini terjadi setelah peristiwa O. Namun, dua peristiwa yang dipisahkan dengan interval timelike tidak dapat terjadi secara simultan dalam sembarang sistem acuan. Konsekuensinya adalah tak mungkin untuk menemukan sistem acuan dimana sembarang peristiwa dalam daerah aoc terjadi sebelum peristiwa O, yakni pada waktu t < 0. Jadi, seluruh peristiwa dalam daerah aoc adalah peristiwa mendatang relatif terhadap O dalam seluruh sistem acuan. Oleh karena itu, daerah ini dapat disebut masa depan absolut relatif terhadap O. Dengan cara yang sama, seluruh peristiwa dalam daerah bod adalah dalam masa lalu absolut relatif terhadap O; yaitu peristiwa-peristiwa dalam daerah ini terjadi sebelum peristiwa O dalam seluruh sistem acuan. Tinjau daerah doa dan cob. Interval antara sembarang peristiwa dalam daerah ini dan peristiwa O adalah spacelike. Peristiwa-peristiwa ini terjadi pada titik-titik berbeda dalam ruang dalam setiap sistem acuan. Oleh karena itu, daerah-daerah ini dapat disebut jauh absolut (absolutely remote) relatif terhadap O. Konsep-konsep simultan, lebih awal, dan kemudian adalah relatif terhadap daerah-daerah ini. Untuk sembarang peristiwa dalam daerah ini terdapat sistem acuan dimana peristiwa terjadi setelah peristiwa O, sistem-sistem dimana peristiwa terjadi lebih awal dibanding O dan akhirnya sistem acuan dimana peristiwa terjadi secara simultan dengan O. Tinjau seluruh tiga koordinat ruang sebagai ganti satu koordinat ruang, maka sebagai ganti dua garis yang berpotongan dalam Gb.2, terdapat sebuah kerucut x 2 + y 2 + z 2 t 2 = 0 di dalam sistem koordinat empat-dimensi x,y,z,t,sumbu kerucut bersesuaian dengan sumbu t (kerucut ini disebut kerucut cahaya). Daerah-daerah dari masa depan absolut dan masa lalu absolut direpresentasikan oleh dua bagian dalam kerucut.

11 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 8 Dua peristiwa dapat dihubungkan sebagai hubungan sebab-akibat terhadap satu sama lain hanya jika interval antara mereka adalah timelike. Hal ini berdasar fakta bahwa tak ada interaksi dapat menjalar dengan kecepatan lebih besar dibanding kecepatan cahaya. Konsep lebih awal dan kemudian memiliki signifikansi absolut, merupakan syarat perlu bagi konsep sebab dan akibat untuk memiliki arti. 1.3 Waktu Wajar Asumsikan bahwa dalam sistem acuan inersia tertentu, diamati jam-jam yang bergerak relatif terhadap kita dalam cara sembarang. Pada tiap-tiap momen waktu berbeda gerak ini dapat dianggap serba sama. Jadi, pada tiap-tiap momen waktu dapat diperkenalkan sistem koordinat secara tegar terkait jam-jam yang bergerak, dimana jam-jam merupakan sistem acuan inersia. Selama interval waktu infinitesimal dt (seperti yang dibaca oleh jam dalam kerangka diam kita), jam bergerak menempuh jarak dx 2 + dy 2 + dz 2. Bagaimana interval waktu dt ditunjukkan untuk periode ini oleh jam yang bergerak? Dalam sistem koordinat yang terkait dengan jam bergerak kemudian diam, yakni dx = dy = dz = 0. Oleh karena invariansi interval dimana sehingga ds 2 = dt 2 dx 2 dy 2 dz 2 = dt 2 dt = dt 1 dx2 + dy 2 + dz 2 dt 2 ( ) dt 2 = dt 2 1 dx2 + dy 2 + dz 2 dt 2 = dt 2 dt2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) dt 2 = dt 2 (dx2 + dy 2 + dz 2 ). Jika persamaan dia atas dikalikan dengan maka diperoleh dt 2 = dt 2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) = dt 2 dx 2 dy 2 dz 2

12 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 9 Namun dx 2 + dy 2 + dz 2 dt 2 = v 2 dimana v adalah kecepatan jam yang bergerak. Oleh karena itu dt = ds c = dt 1 v2 Integrasikan persamaan di atas maka diperoleh interval waktu yang ditunjukkan oleh jam yang bergerak ketika waktu yang berlalu menurut jam yang diam adalah t 2 t 1 t2 t 2 t 1 = dt 1 v2 c. 2 t 1 Waktu yang dibaca oleh jam yang bergerak dengan suatu objek disebut waktu wajar (proper time) untuk objek tersebut. Dari dua persamaan di atas, nampak bahwa waktu wajar dari objek yang bergerak selalu lebih kecil dibanding interval yang berhubungan dalam sistem yang diam. Jam yang bergerak menunjukkan pengukuran yang lebih lambat dibanding jam yang diam. 1.4 Transformasi Lorentz Bagaimana formulasi transformasi dari satu sistem acuan inersia terhadap sistem acuan inersia yang lain, yakni formulasi yang jika diketahui koordinat x, y, z, t dari peristiwa tertentu dalam sistem K, maka dapat dicari koordinat x,y,z,t dari peristiwa yang sama dalam sistem inersia yang lain K? Dalam mekanika klasik, waktu adalah absolut, yakni t = t ; jika sumbu-sumbu koordinat dipilih sebagaimana biasa (sumbu-sumbu x,x bersesuaian, sumbu-sumbu y,z paralel terhadap y,z, gerak sepanjang x,x ) maka koordinat-koordinat y,z sama dengan y,z, sementara koordinat-koordinat x dan x berbeda dengan jarak yang dilewati oleh satu sistem relatif terhadap yang lain. Jika waktu mula-mula dipilih pada saat ketika dua sistem koordinat bersesuaian, dan jika kecepatan sistem K relatif terhadap K adalah V, maka jarak yang ditempuh adalah V t. Jadi, x = x + V t, y = y, z = z, t = t.

13 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 10 Formula ini disebut transformasi Galileo. Transformasi ini tidaklah memenuhi persyaratan teori relativitas; transformasi tersebut tidaklah membiarkan interval antara peristiwa-peristiwa invarian. Oleh karena itu, diperlukan transformasi relativistik sebagai konsekuensi persyaratan yang membiarkan interval antara peristiwa-peristiwa invarian. Sebagaimana dalam 2, interval antara peristiwa-peristiwa dapat ditinjau sebagai jarak antara pasangan yang berhubungan dari titik-titik dunia dalam sistem koordinat empat-dimensi. Konsekuensinya, dapatlah dikatakan bahwa transformasi yang diperlukan harus membiarkan seluruh jarak tak berubah dalam ruang empat dimensi x, y, z, ct. Namun, transformasi demikian terdiri hanya dari pergeseran paralel dan rotasi sistem koordinat. Pergeseran sistem koordinat paralel terhadap dirinya sendiri tidaklah menarik, karena itu hanya pergeseran titik asal koordinat ruang dan perubahan dalam titik acuan waktu. Jadi, transformasi yang diperlukan harus dapat dinyatakan secara matematis sebagai rotasi sistem koordinat empat dimensi x,y,z,ct. Setiap rotasi dalam ruang empat dimensi dapat diubah ke dalam enam rotasi dalam bidang xy,zy,xz,tx,ty,tz (sebagaimana rotasi di dalam ruang biasa dapat diubah dalam tiga rotasi bidang xy,zy dan xz). Tiga yang pertama dari rotasi ini mentransformasi hanya koordinat ruang yang berhubungan dengan rotasi ruang biasa). Tinjau rotasi dalam bidang tx; dalam hal ini, koordinat y dan z tak berubah. Secara khusus, transformasi ini harus membiarkan perbedaan (ct) 2 x 2 tak berubah, kuadrat dari jarak titik (ct,x) dari titik asal. Hubungan antara koordinat lama dan baru diberikan dalam bentuk paling umum dengan formula x = x cosh ψ + ct sinh ψ, ct = x sinh ψ + ct cosh ψ dimana ψ adalah sudut rotasi ; cek sederhana menunjukkan fakta t 2 x 2 = t 2 x 2. Formula di atas berbeda dengan formula biasa untuk transformasi rotasi sumbu koordinat dalam hal memiliki fungsi hiperbolik dalam fungsi-fungsi trigonometrik. Hal ini adalah perbedaan antara geometri Euklidean dan pseudo-euklidean. Bagaimana formulasi transformasi suatu konstanta acuan inersia K terhadap sistem K yang bergerak relatif terhadap K dengan kecepatan V sepanjang sumbu x? Dalam

14 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 11 hal ini, jelas bahwa hanya koordinat x dan waktu t yang berubah. Oleh karena itu, transformasi ini harus memiliki bentuk di persamaan di atas. Penentuan sudut ψ gayut hanya pada kecepatan relatif V. Tinjau gerak dalam sistem K dari titik asal sistem K. Mkaa x = 0 dan formula di atas menjadi Pembagian satu sama lain menghasilkan x = ct sinh ψ, ct = ct cosh ψ. x ct = tanhψ dimana x/t adalah kecepatan V dari sistem K relatif terhadap K, sehingga tanhψ = V c. Dari sini sinh ψ = Substitusikan ( ) ke ( ), diperoleh disebut transformasi Lorentz. V/c, cosh ψ = t = x V + t c 2 1. Formula invers yang mengatakan x,y,z,t dalam bentuk x,y,z,t diperoleh dengan mengubah V menjadi V (karena sistem K bergerak dengan kecepatan V relatif terhadap sistem K ). Formula yang sama dapat diperoleh secara langsung dengan mensolusi (??) untuk x,y,z,t. Untuk V kecil dibanding kecepatan cahaya, (??) menjadi x = x + V t, y = y, z = z, t = t + V x Misalkan sebuah batang diam terhadap sistem K, paralel terhadap sumbu x. Misalkan panjangnya diukur dalam sistem ini adalah x = x 2 x 1 (x 2 dan x 1 adalah koordinatkoordinat dari dua ujung batang dalam sistem K). Bagaimana panjang batang bila

15 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 12 diukur dalam sistem K? Misalkan koordinat-koordinat dari dua ujung batang dalam sistem K adalah x 2 dan x 1 pada waktu yang sama t. Dari (??)diperoleh x 1 = x 1 + V t, x 2 = x 2 + V t. Panjang batang dalam sistem K adalah x = x 2 x 1; kurangkan x 1 dari x 2 diperoleh x 2 x 1 = x 2 + V t x 1 + V t = x 2 x 1 x = x Panjang wajar (proper length), batang adalah panjang batang dalam sistem acuan dimana sistem acuan tersebut dalam keadaan diam terhadap batang. Jika x dinotasikan dengan l 0, panjang batang dalam sembarang kerangka acuan lain K dengan l. Maka l 0 = l, l = l 0 c. 2 Jadi, batang memiliki panjang terbesarnya dalam sistem acuan dimana sistem acuan tersebut diam. Panjang batang dalam suatu sistem dimana sistem tersebut bergerak dengan kecepatan V menurun dengan faktor. Hasil ini di dalam teori rela- tivitas disebut konstraksi Lorentz. Sifat umum transformasi Lorentz dibanding transformasi Galileo: Transformasi Galileo bersifat komutatif, yakni hasil kombinasi dari dua transformasi Galileo berturut-turut (dengan kecepatan berbeda V 1 dan V 2 ) tidaklah gayut pada urutan dimana transformasi dilakukan. Hasil dua transformasi Lorentz berturut-turut gayut secara umum pada urutan dimana transformasi tersebut dilakukan. Dalam transformasi rotasi dalam sistem koordinat empat dimensi, hasil dua rotasi (terhadap sumbu-sumbu berbeda)

16 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 13 gayut pada urutan dimana transformasi tersebut dilakukan. Pengecualian tunggal adalah kasus transformasi dengan vektor-vektor paralel V 1 dan V 2 (yang ekivalen terhadap dua rotasi dari sistem koordinat empat dimensi terhadap sumbu yang sama). 1.5 Transformasi Kecepatan Misalkan sistem K bergerak relatif terhadap sistem K dengan kecepatan V sepanjang sumbu x, dimana v x = dx/dt adalah komponen kecepatan partikel di dalam sistem K dan v x = dx /dt adalah komponen kecepatan partikel yang sama di dalam sistem K. Dari (??) diperoleh dx = dx + V dt, dy = dy, dz = dz, dt = dt + V dx Pembagian tiga persamaan pertama dengan persamaan keempat dan memperkenalkan kecepatan diperoleh v = d r dt, v = d r dt, dx dt = dx + V dt c 2 dt + V dx c 2 = dx + V dt dt + V dx v x = dx + V dt 1/dt dt + V dx c 1/dt 2 = v x + V 1 + V v x dy dt = = v y dy dt + V dx 1 V 2 v y = dy 1/dt dt + V dx c 1/dt V v x

17 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 14 dz dt = dz dt + V dx 1 V 2 v z = dz 1/dt dt + V dx c 1/dt 2 = v z 1 + V v x Formula ini menentukan transformasi kecepatan. Dalam kasus c, formula ini menuju ke formula v x = v x + V, v y = v y, v z = v z dalam mekanika klasik. Dalam kasus khusus, gerak partikel paralel terhadap sumbu x, v x = v, v y = v z = 0. Maka v y = v z = 0, v x = v, sehingga v = v + V 1 + v V. 1.6 Vektor Empat Koordinat peristiwa (ct, x, y, z) dapat ditinjau sebagai komponen vektor radius empat dimensi (vektor radius empat) dalam ruang empat dimensi x 0 = ct, x 1 = x, x 2 = y, x 3 = z, (x i, i = 0, 1, 2, 3). Kuadrat panjang vektor radius empat (x 0 ) 2 (x 1 ) 2 (x 2 ) 2 (x 3 ) 2. Ini tidak berubah dalam sembarang rotasi sistem koordinat empat dimensi secara khusus dalam transformasi Lorentz. Secara umum, himpunan empat kuantitas A 0,A 1,A 2,A 3 yang bertransformasi seperti komponen vektor empat radius x i dalam transformasi sistem koordinat empat dimensi disebut vektor empat-dimensi (vektor-empat) A i. Dalam transformasi Lorentz, A 0 = A 0 + V c A 1, A 1 = A 1 + V c A 0, A 2 = A 2, A 3 = A 3. Besar kuadrat vektor-empat didefinisikan analog dengan kuadrat vektor-empat jarak: (A 0 ) 2 (A 1 ) 2 (A 2 ) 2 (A 3 ) 2.

18 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 15 Dua tipe komponen vektor-empat adalah A i (superscripts) dan A i (subscripts) A 0 = A 0, A 1 = A 1, A 2 = A 2, A 3 = A 3, dimana, A i adalah komponen kontravarian vektor-empat, dan A i adalah komponen kovarian vektor-empat. Σ 3 i=0a i A i = A 0 A 0 + A 1 A 1 + A 2 A 2 + A 3 A 3 dimana A i A i adalah penjumlahan meliputi sembarang indeks berulang. Analog, A i B i = A 0 B 0 + A 1 B 1 + A 2 B 2 + A 3 B 3 dimana A i B i adalah perkalian skalar dari dua vektor empat yang berbeda, A i B i = A i B i. A i B i skalar empat, invarian dalam rotasi sistem koordinat empat dimensi. Hukum transformasi vektor empat dinyatakan dalam komponen kovarian berbeda (tanda) dari hukum yang sama yang dinyatakan untuk komponen kontravarian. A 0 = A 0 V c A 1, A 1 = A 1 V c A 0, A 2 = A 2, A 3 = A 3. dimana A 0 adalah komponen waktu vektor empat dan A 1,A 2,A 3 adalah komponen ruang vektor empat. A i = (A 0, A), A i = (A 0, A), A i A i = (A 0 ) 2 A 2 x i = (ct, r), x i = (ct, r), x i x i = t 2 r 2. Tensor empat dimensi (tensor empat) rank dua adalah himpunan enam belas kuantitas A ik, dalam transformasi koordinat mentransformasi seperti perkalian komponen dua vektor empat. A ik adalah komponen kovarian tensor rank kedua, A ik adalah komponen kontravarian tensor rank kedua dan A i k adalah komponen campuran tensor rank kedua, dimana A i k A k i. A 00 = A 00, A 01 = A 01, A 11 = A 11,.... A 0 0 = A 00, A 1 0 = A 01, A 0 1 = A 01, A 1 1 = A 11,....

19 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 16 (penaikan dan penurunan indeks ruang [1,2,3] mengubah tanda komponen, sementara penaikan dan penurunan indeks waktu [0] tidak mengubah tanda komponen). A ik = A ki (simetris) A ik = A ki (antisimetris, seluruh komponen diagonal yakni komponen A 00,A 11,... adalah nol, sebagai contoh A 00 = A 00 ). Untuk tensor simetris A ik, A i k = A i k Ai k. A i i = A A A A 3 3; (A i i = A i i). Penjumlahan ini disebut trace tensor, dan operasi untuk memperolehnya disebut konstraksi. δ k i A i = A k ; (δ k i adalah tensor empat satuan, A i adalah tensor empat sembarang) δ k i = 1 jika i = k dan δ k i = 0 jika i k, trace-nya adalah δ i i = (g ik ) = (g ik ) = dimana g ik atau g ik adalah tensor metrik dengan menaikkan satu indeks atau menurunkan indeks yang lain dalam δ k i. Indeks i melabeli baris, dan indeks k melabeli kolom dalam urutan 0, 1, 2, 3. g ik A k = A i, g ik A k = A i A i A i = g ik A k g ik A k = g ik A i A k = g ik A i A k dimana δ i k,g ik,g ik, komponen mereka adalah sama dalam seluruh sistem koordinat. e iklm adalah tensor satuan rank empat antisimetrik lengkap. e 0123 = +1, e 0123 = 1, e iklm e iklm = 24. e iklm adalah pseudotensor (berkaitan dengan rotasi sistem koordinat, kuantitas e iklm berperilaku seperti komponen tensor; namun jika kita mengubah tanda dari satu atau tiga koordinat komponen e iklm, didefinisikan sama dalam seluruh sistem koordinat, tak berubah, dimana beberapa komponen tensor semestinya berubah tanda.) Jika A ik adalah tensor antisimetris, tensor A ik dan pseudotensor A ik = 1 2 eiklm A lm

20 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 17 disebut dual terhadap satu sama lain. A ik A ik adalah pseudoskalar. A ik A ik adalah pseudoskalar. Pseudoskalar berperilaku seperti tensor dalam seluruh transformasi koordinat kecuali yang tak dapat direduksi ke rotasi, yakni, refleksi, yang berubah dalam tanda koordinat yang tak dapat direduksi menuju rotasi. Dalam refleksi sistem koordinat, yakni dalam perubahan tanda seluruh koordinat, komponen vektor biasa juga berubah tanda: vektor polar. Komponen vektor yang dapat ditulis sebagai perkalian silang (cross product) dua vektor polar tidak berubah tanda dalam inversi: vektor aksial. Perkalian skalar vektor polar dan aksial tidaklah benar-benar skalar, melainkan pseudoskalar: ia berubah tanda dalam inversi koordinat. Vektor aksial adalah pseudovektor, dual terhadap beberapa tensor antisimetrik. Jika C = A B maka C α = 1e 2 αβγc βγ, dimana C βγ = A β B γ A γ B β. Komponen ruang (i,k = 1, 2, 3) tensor antisimetrik A ik membentuk tensor antisimetrik tiga dimensi berkaitan dengan transformasi ruang murni; menurut pernyataan kita komponennya dapat dinyatakan dalam bentuk komponen vektor aksial tiga dimensi. Berkaitan dengan transformasi yang sama ini, komponen A 01,A 02,A 03 membentuk vektor polar tiga dimensi. 0 p x p y p z A ik p x 0 a z a y = p y a z 0 a x p z a y a x 0 dimana, p dan a adalah vektor polar dan vektor aksial. A ik = ( p, a); A ik = ( p, a). φ x i = ( ) 1 φ c t, φ yakni gradien empat skalar φ adalah vektor empat. yakni diferensial skalar adalah juga skalar. dφ = φ x idxi

21 BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 18 Di dalam ruang empat dimensi, terdapat empat tipe integrasi: Integral terhadap kurva dalam ruang empat. Integral terhadap permukaan dua dimensi dalam ruang empat. Integral terhadap permukaan hiper (hypersurface), yakni terhadap manifold tiga dimensi. Integral terhadap volume empat dimensi, elemen integrasi adalah skalar, dω = dx 0 dx 1 dx 2 dx 3 = cdt dv.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan Rira/10204002 Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies Dalam papernya, Einstein membuka dengan mengemukakan fenomena elektrodinamika Maxwell. Saat diterapkan pada benda-benda

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com 18 April 2017 Agus Suroso (FTETI-ITB)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Vektor Ada beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. Ada juga besaran fisis yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik JURNAL FOURIER Oktober 2012, Vol. 1, No. 2, 89-96 ISSN 2252-763X Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik Joko Purwanto Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK 1 PERSAMAAN GERAK

KINEMATIKA GERAK 1 PERSAMAAN GERAK KINEMATIKA GERAK 1 PERSAMAAN GERAK Posisi titik materi dapat dinyatakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suatu bidang datar maupun dalam bidang ruang. Vektor yang dipergunakan untuk menentukan posisi disebut

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Definisi Vektor di R 2 dan R 3 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Pendahuluan Notasi dan Pengertian Dasar Skalar, suatu konstanta yang dituliskan dalam huruf kecil Vektor,

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 2) Gerak dalam Satu Dimensi (Kinematika) Kerangka Acuan & Sistem Koordinat Posisi dan Perpindahan Kecepatan Percepatan GLB dan GLBB Gerak Jatuh Bebas Mekanika

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO i FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO Departemen Fisika Universitas Airlangga, Surabaya E-mail address, P. Carlson: i an cakep@yahoo.co.id URL: http://www.rosyidadrianto.wordpress.com Puji

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 6. RELATIVITAS EINSTEIN... 6.1 Gerak Relatif di Fisika Klasik... 6. Keepatan Cahaya dan Postulat Einstein... 6.3 Delatasi Waktu dan Panjang...5 6.4 Quis 6...11 1 BAB 6. RELATIVITAS

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI SALMAN FARISHI 0304020655 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Matematika Definisi pemodelan matematika : Pemodelan matematika adalah suatu deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian

Lebih terperinci

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2 Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi Bab 4 Integral Garis dan Teorema Green 4. Integral Garis Definisi : Misal suatu lintasan dalam ruang dimensi m pada interval [a,b]. Andaikan adalah medan vektor

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308) DIKTAT KULIAH (IE-308) BAB 6 INTEGRAL GARIS Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Ir. Rudy Wawolumaja M.Sc JURUSAN TEKNIK INDUSTRI -

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1. Torsi Pada Balok Sederhana Ditinjau sebuah elemen balok sederhana dengan penampang persegi menerima beban momen lentur konstan seperti ditunjukkan dalam gambar II.1(a). Diasumsikan

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung 12 April 2017 Materi 1 Relativitas, Galileo vs Einstein 2 Relativitas Simultanitas 3 Relativitas Waktu

Lebih terperinci

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu. VEKTOR Kata vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti "pembawa" (carrier), yang ada hubungannya dengan "pergeseran" (diplacement). Vektor biasanya digunakan untuk menggambarkan perpindahan suatu partikel

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 2) Gerak dalam Satu Dimensi (Kinematika) Kerangka Acuan & Sistem Koordinat Posisi dan Perpindahan Kecepatan Percepatan GLB dan GLBB Gerak Jatuh Bebas Mekanika

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

Kinematika Sebuah Partikel

Kinematika Sebuah Partikel Kinematika Sebuah Partikel oleh Delvi Yanti, S.TP, MP Bahan Kuliah PS TEP oleh Delvi Yanti Kinematika Garis Lurus : Gerakan Kontiniu Statika : Berhubungan dengan kesetimbangan benda dalam keadaan diam

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor A dan B pada bidang dinyatakan

Lebih terperinci

Kinematika. Hoga saragih. hogasaragih.wordpress.com 1

Kinematika. Hoga saragih. hogasaragih.wordpress.com 1 Kinematika Hoga saragih hogasaragih.wordpress.com 1 BAB II Penggambaran Gerak Kinematika Dalam Satu Dimensi Mempelajari tentang gerak benda, konsep-konsep gaya dan energi yang berhubungan serta membentuk

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan 61 Pada Matematika Dasar I telah dipelajari integral tertentu b f ( x) dx yang dapat didefinisikan, apabila f

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

BAB 8 Teori Relativitas Khusus

BAB 8 Teori Relativitas Khusus Berkelas BAB 8 Teori Relativitas Khusus Standar Kompetensi: Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein dalam paradigma fisika modern. Kompetensi

Lebih terperinci

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ Jurusan Fisika FMIPA UGM PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami selesaikan.

Lebih terperinci

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si.

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si. VEKTOR 1 A. Definisi vektor Beberapa besaran Fisika dapat dinyatakan dengan sebuah bilangan dan sebuah satuan untuk menyatakan nilai besaran tersebut. Misal, massa, waktu, suhu, dan lain lain. Namun, ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Integral Tak Tentu M PENDAHULUAN Drs. Hidayat Sardi, M.Si odul ini akan membahas operasi balikan dari penurunan (pendiferensialan) yang disebut anti turunan (antipendiferensialan). Dengan mengikuti

Lebih terperinci

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi

Lebih terperinci

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor . Vektor.1 Representasi grafis sebuah vektor erdasarkan nilai dan arah, besaran dibagi menjadi dua bagian aitu besaran skalar dan besaran vektor. esaran skalar adalah besaran ang memiliki nilai dan tidak

Lebih terperinci

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah Matematika II : Vektor Dadang Amir Hamzah sumber : http://www.whsd.org/uploaded/faculty/tmm/calc front image.jpg 2016 Dadang Amir Hamzah Matematika II Semester II 2016 1 / 24 Outline 1 Pendahuluan Dadang

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun oleh: SURYADI

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Bab 1. Teori Relativitas Khusus

Bab 1. Teori Relativitas Khusus Bab. Teori Relatiitas Khusus. PENDAHULUAN Sebuah benda dikatakan:. Bergerak relatif terhadap benda lain jika dalam selang waktu tertentu kedudukan relatif benda tersebut berubah.. Tidak bergerak jika kedudukan

Lebih terperinci

BAB VI INTEGRAL LIPAT

BAB VI INTEGRAL LIPAT BAB VI INTEGRAL LIPAT 6.1 Pendahuluan Pada kalkulus dan fisika dasar, kita melihat sejumlah pemakaian integral misal untuk mencari luasan, volume, massa, momen inersia, dsb.nya. Dalam bab ini kita ingin

Lebih terperinci

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1 1. Koordinat Cartesius Sistem koordinat Cartesius terdiri dari dua garis yang saling tegak lurus yang disebut sumbu Sumbu horizontal disebut sumbu X dan sumbu vertikal disebut sumbu Y Tiap sumbu mempunyai

Lebih terperinci

momen inersia Energi kinetik dalam gerak rotasi momentum sudut (L)

momen inersia Energi kinetik dalam gerak rotasi momentum sudut (L) Dinamika Rotasi adalah kajian fisika yang mempelajari tentang gerak rotasi sekaligus mempelajari penyebabnya. Momen gaya adalah besaran yang menyebabkan benda berotasi DINAMIKA ROTASI momen inersia adalah

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK Simulasi penampang ZO stack dari data prestack multi-coverage adalah proses standar dalam pemrosesan seismik. Hal ini meningkatkan rasio sinyal

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik

Lebih terperinci

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI Momen gaya : Simbol : τ Momen gaya atau torsi merupakan penyebab benda berputar pada porosnya. Momen gaya terhadap suatu poros tertentu

Lebih terperinci

Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein

Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein Kelvin Lois Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Email : kelvin_lois@students.itb.ac.id

Lebih terperinci

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1 Daftar Isi 1 Mengapa Perlu Belajar Geometri 1 1.1 Daftar Pustaka.................................... 1 2 Ruang Euclid 3 2.1 Geometri Euclid.................................... 8 2.2 Pencerminan dan Transformasi

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Khairul Basar atatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Semester I 2015-2016 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Bab 6 Analisa Vektor 6.1 Perkalian Vektor Pada bagian

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308) DIKTAT KULIAH (IE-308) BAB 7 INTEGRAL PERMUKAAN Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Ir. Rudy Wawolumaja M.Sc JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat, VEKTOR Dalam mempelajari fisika kita selalu berhubungan dengan besaran, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dioperasikan. da besaran yang cukup dinyatakan dengan nilai (harga magnitude) dan satuannya saja,

Lebih terperinci

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga ENERGI POTENSIAL 1. Pendahuluan Energi potensial merupakan suatu bentuk energi yang tersimpan, yang dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga potensial tidak dapat dikaitkan

Lebih terperinci