Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teori Dasar Gelombang Gravitasi"

Transkripsi

1 Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab [13]: g ab = η ab + h ab, h ab 1, (2.1) di mana, η ab = metrik diagonal ( 1, 1, 1, 1) h ab = besaran dari komponen tidak nol dari h ab. Kondisi h ab 1 membatasi medan gravitasi sebagai medan yang lemah, sehingga membatasi sistem koordinat menjadi sistem koordinat kartesian. h ab menggambarkan gelombang gravitasi, tetapi memiliki derajat kebebasan non-radiatif sehingga yang digunakan hanya suku linear pada h ab saja. Sebagai akibatnya, indeks dinaikkan dan diturunkan dengan menggunakan η ab. Metrik h ab bertransformasi sebagai tensor di bawah transformasi Lorentz, tapi tidak di bawah transformasi koordinat secara umum. Untuk menjelaskan gravitasi terlinearisasi, semua kuantitas yang diperlukan dihitung terlebih dahulu. Komponen Simbol Christoffel diberikan sebagai berikut: Γ a bc = 1 2 ηad ( c h db + b h dc d h bc ) = 1 2 ( ch a b + b h a c a h bc ). (2.2) Indeks bagian ruang dapat ditulis sebagai dinaikkan atau diturunkan tanpa mengubah kuantitasnya, sedangkan operasi menaikkan dan menurunkan indeks pada bagian waktu akan mengubah tanda. 7

2 2.1. GRAVITASI TERLINEARISASI 8 Tensor Riemann dapat dibangun sebagai berikut: R a bcd = c Γ a bd d Γ a bc = 1 2 ( c b h a d + d a h bc c a h bd d b h a c). (2.3) Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk membangun Tensor Ricci: R ab = R c acb = 1 2 ( c b h c a + c a h bc h ab a b h), (2.4) di mana, h a a = h adalah trace dari metrik gangguan h ab dan c c = 2 t 2 = adalah operator gelombang Dari persamaan (2.4) dibangun skalar kurvatur: R = R a a = ( c a h c a h). (2.5) Kemudian persamaan (2.5) digunakan untuk membangun tensor Einstein: G ab = R ab 1 2 η abr = 1 2 ( c b h c a + c a h bc h ab a b h η ab c d h c d + η ab h ab ). (2.6) Persamaan (2.6) dapat disederhanakan dengan menggunakan gangguan trace reversed: h ab = h ab 1 2 η abh. (2.7) Dengan memasukkan persamaan (2.7) ke persamaan (2.6) diperoleh: G ab = 1 2 ( c b hc a + c a hbc h ab η ab c d hc d ). (2.8) Persamaan (2.8) dapat disederhanakan kembali dengan melakukan transformasi koordinat yang dikenal sebagai transformasi gauge. Transformasi koordinat infinitesimal dapat ditulis sebagai x a = x a + ξ a, di mana ξ a (x b ) merupakan medan vektor infinitesimal yang berubah-ubah. Transformasi ini mengubah metrik melalui, h ab = h ab 2 a ξ b, (2.9) sehingga metrik trace reversed menjadi h ab = h ab 1 2 η abh = h ab 2 < bξ a > +η ab c ξ c. (2.10)

3 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 9 Untuk memenuhi radiasi, maka digunakan kondisi Lorentz gauge a h ab = 0. (2.11) Jika metrik gangguan tidak berada di bawah Lorentz gauge, maka perlu dicari metrik h ab yang baru di mana a h ab : a h ab = a hab a b ξ a ξ b + b c ξ c (2.12) = a hab ξ b. (2.13) Metrik gangguan h ab dapat dimasukkan ke dalam Lorentz gauge dengan menggunakan transformasi koordinat infinitesimal yang memenuhi a h ab = ξ b. (2.14) Dengan menemukan solusi dari persamaan gelombang (2.14), gauge Lorentz dapat dicari. Dengan memasukkan persamaan (2.11) ke persamaan (2.8), diperoleh: G ab = 1 2 h ab. (2.15) Dengan demikian, dalam gauge Lorentz, tensor Einstein tereduksi menjadi operator gelombang yang bekerja pada metrik gangguan trace reversed (sampai dengan faktor 1 2 ). Persamaan Einstein yang terlinearisasi dengan demikian adalah h ab = 16πT ab. (2.16) 2.2 Perambatan Gelombang Gravitasi Dalam ruang vakum (T ab = 0),persamaan Einstein yang terlinearisasi (2.16) tereduksi menjadi [18]: h ab = 0. (2.17) Solusi persamaan di atas diberikan sebagai berikut: h ab = A ab exp(ik a x a ) (2.18)

4 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 10 yang jika diturunkan akan memberikan hasil sebagai berikut: c h ab = k c hab. (2.19) Persamaan (2.17) akan mengambil bentuk yang sederhana jika diajukan kondisi gauge a hab = 0, (2.20) dari persamaan (2.19) dan (2.20) diperoleh A ab k a = 0. (2.21) Hal ini berarti bahwa A ab harus tegak lurus terhadap k. Dengan menggunakan kebebasan gauge lainnya, maka amplitudo gelombang gravitasi dapat dibatasi lebih jauh dengan mengganti gauge tanpa mengubah kelas Lorentz dengan menggunakan vector yang dapat menyelesaikan c c ξ a = 0, (2.22) yang solusinya adalah ξ a = B a exp(ik c x c ), (2.23) dimana B a adalah konstanta dan k c adalah null vector. ξ ini memberikan perubahan pada h ab menjadi h ab = h ab 2 <a ξ b> (2.24) dan h ab = h ab 2 <a ξ b> + η ab c ξ c. (2.25) Dengan mensubtitusi persamaan (2.23) ke persamaan (2.25) lalu menghilangkan semua faktor eksponensial yang sama diperoleh A ab = A ab ib a k b ib b k a + iη ab B c k c, (2.26) dan B a dapat dipilih sedemikian untuk membatasi A ab : A a a = 0, (2.27) dan A ab U b = 0, (2.28)

5 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 11 di mana U merupakan kecepatan-4 tertentu, vektor unit timelike konstan yang hendak kita pilih. Persamaan (2.21), (2.27), dan (2.28) disebut sebagai kondisi gauge transverse traceless. Pada latar belakang transformasi Lorentz, di mana vektor U merupakan basis vektor U b = δ b 0, maka persamaan (2.28) mengimplikasikan bahwa A a0 = 0 untuk semua a. Dalam kerangka ini, dimisalkan gelombang merambat dalam arah z, k (ω, 0, 0, ω). Maka persamaan (2.21), (2.28) mengimplikasikan bahwa A ax = 0 untuk semua a. Kedua implikasi ini menunjukkan bahwa hanya komponen A xx, A yy, dan A xy = A yx yang tidak nol. Dari persamaan (2.27), maka didapat bahwa dalam bentuk matriks, kerangka ini dapat dituliskan sebagai berikut: A ab = A xx A xy 0 0 A xy A xx (2.29) Efek dari gelombang gravitasi adalah dapat mengubah jarak proper antara dua buah partikel. Pada ruang waktu datar, cahaya akan mengikuti lintasan garis lurus. Namun, pada ruang-waktu lengkung, lintasan lurus yang dilalui oleh cahaya akan mengalami deviasi dari koordinat pada ruang-waktu datar. Sebagai contoh, misalkan terdapat 2 buah massa yang berdekatan. Massa yang pertama terletak pada (0, 0, 0) dan massa yang kedua terletak pada (ɛ, 0, 0). Dengan menggunakan persamaan deviasi geodesik, d 2 dτ 2 ξa = R a cdbu c U d ξ b (2.30) dimana vektor ξ b menghubungkan kedua partikel dan U = d x dτ adalah vektor kecepatan-4 dari kedua partikel, di mana U (1, 0, 0, 0) dan pada awalnya, ξ (0, ɛ, 0, 0). Maka persamaan (2.30) tereduksi menjadi orde pertama h ab : d 2 dτ 2 ξa = 2 t ξ a = ɛr a 00x = ɛr a 0x0. (2.31)

6 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 12 Dengan menggunakan persamaan (2.3) untuk menunjukkan, dalam gauge T T : R x 0x0 = R x0x0 = hxx tt, R y 0x0 = R y0x0 = hxy tt, (2.32) R y 0y0 = R y0y0 = hyy tt, = Rx 0x0 dengan komponen independen lainnya menghilang. Hal ini berarti kedua partikel memiliki vektor pemisahan dalam arah x: 2 t ξ x = 1 2 ε 2 t h T T xx, 2 t ξ y = 1 2 ε 2 t h T T xy, (2.33) dan dalam arah y: 2 t ξ y 2 t ξ x = 1 2 ε 2 t h T T yy = 1 2 ε 2 t h T T xx, = 1 2 ε 2 t h T T xy. (2.34) Persamaan (2.34a) dan (2.34b) akan membantu dalam menjelaskan polarisasi gelombang gravitasi. Gambar 2.1 (a) Lingkaran partikel sebelum gelombang merambat melewati lingkaran tersebut dalam arah sumbu z. (b) distorsi yang dihasilkan oleh gelombang dengan polarisasi +. (c) Seperti (b) tapi dengan polarisasi x Karakteristik dari gelombang gravitasi akan lebih jelas terlihat dengan tidak hanya mempertimbangkan dua buah partikel saja, melainkan sejumlah partikel yang tersusun dalam bentuk lingkaran pada bidang x y pada z = 0

7 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 13 dengan sebuah massa lainnya pada bagian pusat. Misalkan lingkaran partikel tersebut pada awalnya diam (lihat Gambar 2.1a). Lalu gelombang gravitasi dengan h T T xx 0, h T T xy = 0 melewati lingkaran partikel ini, maka lingkaran partikel akan terdistorsi (jarak proper relatif terhadap massa pada pusat) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1b, awalnya masuk, lalu keluar, dimana gelombang berosilasi dan h xx berubah tanda. Jika partikel memiliki h T T xx 0 tetapi h T T xx = h T T yy = 0, maka lingkaran partikel tersebut akan berdistorsi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1c. Karena h T T xx dan h T T xy tidak saling bergantung, maka Gambar 2.1b dan 2.1c merupakan gambaran dari dua buah polarisasi yang berbeda. Polarisasi gelombang memiliki pola seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1 karena gravitasi direpresentasikan oleh tensor simetrik rank-2 h cd. 2.3 Pembangkitan Gelombang Gravitasi Persamaan medan lemah Einstein adalah h ab = 16πT ab. (2.35) Beberapa asumsi yang diambil untuk memecahkan masalah ini adalah: 1. Komponen riil yang bergantung waktu berosilasi secara sinusoidal dengan frekuensi Ω sebagai berikut: T ab = S ab (x i ) exp( iωt). (2.36) Daerah dimana S ab 0 lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang dari gelombang gravitasi dengan frekuensi 2π/Ω. 2. Sumber bergerak lambat. Kecepatan khas di dalam daerah sumber harus lebih kecil dari 1. Hal ini dipenuhi oleh semua sumber gravitasi kecuali sumber yang sangat kuat. Solusi untuk h ab dari bentuk h ab = B ab (x i ) exp( iωt) (2.37)

8 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 14 didapatkan dengan mensubtitusi persamaan (2.37) ke persamaan (2.35): ( 2 + Ω 2 )B ab = 16πT ab. (2.38) Untuk daerah di luar sumber diperlukan solusi dari persamaan (2.38) yang menunjukkan radiasi gelombang ke luar dan yang mendominasi di daerah gerak lambat. Didefinisikan r sebagai komponen radial koordinat polar dengan titik asalnya terletak di dalam sumber. Solusi dari persamaan (2.38) adalah: B ab = A ab r exp(iωr) + Z ab r exp( iωr) (2.39) Suku Z ab menyatakan gelombang yang merambat ke arah titik asal r = 0, sementara suku A ab menyatakan gelombang yang merambat ke luar dari sumber. Karena solusi yang dicari adalah gelombang yang diemisikan ke luar oleh sumber, maka Z ab = 0. Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan di dalam sumber adalah bahwa sumber bernilai tidak nol hanya di dalam bola dengan radius: ε 2π/Ω. Integrasi komponen waktu dari ruas kiri persamaan (2.38) sepanjang bagian dalam bola adalah Ω 2 B ab d 3 x Ω 2 B ab max 4πε 3 /3. (2.40) Dengan menggunakan teorema Gauss, maka integrasi komponen ruang dari suku bagian kiri persamaan (2.38) adalah 2 B ab d 3 x = n B ab ds, (2.41) namun karena integral permukaan berada di luar sumber, dimana diberikan oleh persamaan (2.39), yang simetris secara sferis: n B ab ds = 4πε 2 ( d dr B ab) r=ε 4πA ab, (2.42) dimana integral dari ruas kanan persamaan (2.38) didefinisikan sebagai: J ab = S ab d 3 x. (2.43) Dengan membatasi hasil-hasil di atas dalam limit ε 0, maka diperoleh A ab = 4J ab (2.44) h ab = 4J ab exp(iω(r t)/r) (2.45)

9 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 15 Persamaaan (2.44) dan (2.45) merupakan pernyataan untuk gelombang gravitasi yang dibangkitkan oleh sumber, dimana suku dengan orde r 2 dan suku r 1 dengan orde yang lebih tinggi dari orde εω diabaikan. Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan memanfaatkan kenyataan bahwa {h ab } merupakan komponen dari tensor tunggal. Dari persamaan (2.43) didapatkan dengan konsekuensi: J ab exp( iωt) = iωj ab exp( iωt) = T ab d 3 x, (2.46) t T at d 3 x. (2.47) Dari hukum kekekalan untuk T ab, a T ab = 0, (2.48) disimpulkan bahwa t T at = k T ak. (2.49) Sehingga iωj at exp( iωt) = k T ak d 3 x = T ak n k ds, (2.50) dimana Teorema Gauss kembali digunakan. Hal ini berarti bahwa T ab = 0 pada permukaan yang melingkupi volume ini, sehingga ruas kanan dari persamaan (2.50) menghilang. Jika Ω 0, maka Pernyataan J ij juga dapat dituliskan sebagai berikut: J ab = 0, hab = 0. (2.51) d 2 dt 2 T 00 x l x m d 3 x, (2.52) dimana integral pada ruas kanan dari persamaan (2.52) merupakan tensor momen quadrupol dari distribusi massa, I lm = T 00 x l x m d 3 x (2.53) = D lm exp( iωt), (2.54)

10 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 16 sehingga h jk = 2Ω 2 D jk exp(iω(r t)). (2.55) Persamaan (2.55) sering disebut sebagai pendekatan quadrupol untuk gelombang gravitasi. Persamaan (2.21) dapat dilengkapi dengan memilih kondisi dimana gelombang merambat dalam arah z, dan dalam gauge T T sehingga didapatkan bentuk paling sederhana dari gelombang: dimana h T T zi = 0 (2.56) h T T xx = h T T yy = Ω 2 (ł xx ł yy ) exp(iωr/r) (2.57) h T T xx = 2Ω 2 ł xy exp(iωr/r)) (2.58) ł jk = I jk 1 3 δ jki l l (2.59) disebut sebagai tensor trace-free atau tensor momen quadrupole tereduksi. Solusi untuk radiasi gravitasi yang teremisi pada persamaan (2.35) untuk nilai yang berubah-ubah diberikan oleh integral retarded h ab (t, x i τab (t R, y i ) ) = 4 d 3 x, (2.60) R dimana integral dilakukan melewati kerucut cahaya masa lalu (t, x i ) dimana h ab dihitung. Misalkan titik asal berada di dalam sumber dan dimisalkan bahwa titik medan x i terletak jauh sekali: x i r y i y (2.61) sehingga turunan komponen waktu dari T ab sangat kecil, maka, di dalam integral dari persamaan (2.60), kontribusi yang dominan berasal dari pertukaran R oleh r: h ab (t, x i ) 4 r T ab (t r, y i )d 3 x. (2.62) Persamaan (2.62) merupakan generalisasi dari dari persamaan (2.45). Dengan memanfaatkan hukum kekekalan a T ab = 0, (2.63)

11 2.4. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA 17 maka akan diperoleh T ta d 3 y = const. (2.64) Bagian r 1 dari h ta tidak ber-gantung waktu sehingga tidak akan berkontribusi pada bidang gelombang manapun. Hal ini akan menghasilkan persamaan (2.51). Lalu, dengan menggunakan persamaan (2.52), maka didapatkan persamaan generalisasi dari persamaan (2.55): h jk (t, x i ) = 2 r 2 t I jk (t r). (2.65) Dengan menggunakan gauge T T, maka diperoleh h T T xx = 1 r [ 2 t ł xx (t r) 2 t ł yy (t r)]. (2.66) h T T xy = 2 r 2 t ł xy (t r) 2.4 Radiasi Gravitasi Sistem Bintang Ganda Salah satu sumber gravitasi yang sangat umum adalah sistem 2 bintang yang mengorbit mengitari titik pusat massanya di bawah pengaruh gravitasi masingmasing bintang. Dari seluruh sistem bintang di alam semesta ini, kurang lebih 2/3 nya merupakan sistem bintang ganda [14]. Pendekatan untuk sumber yang bergerak lambat seperti yang dilakukan pada bagian 2.3 cukup memadai untuk diterapkan pada sistem bintang ganda. Kasus yang akan ditinjau ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dengan mengasumsikan bahwa Hukum Newton cukup akurat, maka dengan memanfaatkan Hukum Newton (gaya gravitasi = gaya sentrifugal) dan mengambil G = 1: dimana ω merupakan kecepatan sudut orbit. M 2 ( ) 1 V 4R 2 = 2 Mω2 R : ω =, (2.67) R Dari Gambar 2.2 geometri untuk kasus yang ditinjau adalah: x 1 (t) = R cos(ωt), y 1 (t) = R sin(ωt), z 1 (t) = 0 x 2 (t) = x 1 (t), y 2 (t) = y 1 (t), z 2 (t) = 0. (2.68)

12 2.4. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA 18 Gambar 2.2 sistem bintang ganda yang mengitari titik pusat massa nya akibat pengaruh gravitasi masing-masing bintang. Kedua bintang memiliki massa yang sama M, dan bergerak dengan kecepatan sudut ω Komponen tensor momen quadrupol untuk kedua bintang dapat dihitung dari persamaan (2.53): I xx I yy I xy = 2MR 2 cos 2 (ωt) = MR 2 (1 + cos(2ωt)), = 2MR 2 sin 2 (ωt) = MR 2 (1 cos(2ωt)), = 2MR 2 sin(ωt) cos(ωt) = MR 2 sin(2ωt). (2.69) Tensor momen quadrupol tereduksinya adalah: ł xx ł yy = ł yy = MR 2 exp( 2iωt), = MR 2 exp( 2iωt). (2.70) Dengan memasukkan persamaan (2.70) ke persamaan ( ): h xx = h yy = 8ω2 MR 2 r exp( 2iω(r t)/r), h xy = h yy = 8iω2 MR 2 r exp( 2iω(r t)/r). (2.71) Dari persamaan (2.71) dapat dilihat bahwa frekuensi dari radiasi yang teremisi adalah dua kali frekuensi orbit (Ω = 2ω) yang mengimplikasikan bahwa polarisasi gelombang yang diemisikan sistem bintang ganda ini merupakan polarisasi melingkar dimana partikel-partikel dengan elips yang tegak lurus, seperti

13 2.4. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA 19 yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1, berotasi dengan frekuensi sudut 2ω terhadap gelombang. Sedangkan untuk radiasi gelombang gravitasi yang merambat dalam arah sumbu x ditunjukkan oleh persamaan (2.71), namun tidak dalam gauge transverse traceless-nya. Dengan menghilangkan komponen longitudinal xx dan xy dari h ij dan mengurangi trace, maka diperoleh: h yy = h xx = 4ω2 MR 2 exp( 2iω(r t)/r). (2.72) r Persamaan (2.72) merupakan polarisasi linear yang sejajar dengan bidang orbit.

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK Sepertinya bunyi dalam padatan hanya berperan kecil dibandingkan bunyi dalam zat alir, terutama, di udara. Kesan ini mungkin timbul karena kita tidak dapat

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt. 1. Pengertian Gelombang Berjalan Gelombang berjalan adalah gelombang yang amplitudonya tetap. Pada sebuah tali yang panjang diregangkan di dalam arah x di mana sebuah gelombang transversal sedang berjalan.

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Non Linear Fungsi non-linier merupakan bagian yang penting dalam matematika untuk ekonomi, karena pada umumnya fungsi-fungsi yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS Doc. Name: K13AR12FIS01UAS Version: 2015-11 halaman 1 01. Seorang pendengar A berada di antara suatu sumber bunyi S yang menghasilkan bunyi berfrekuensi f dan tembok

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: LAMPIRAN A.TRANSFORMASI KOORDINAT 1. Koordinat silinder Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: Vector kedudukan adalah Jadi, kuadrat elemen panjang busur adalah: Maka: Misalkan

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

Bab 5. Migrasi Planet

Bab 5. Migrasi Planet Bab 5 Migrasi Planet Planet-planet raksasa diduga memiliki inti padat yang dibentuk oleh material yang tidak dapat terkondensasi jika terletak sangat dekat dengan bintang utamanya. Karenanya sangatlah

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kinematika Rotasi Hukum Gravitasi Dinamika Rotasi Kinematika Rotasi Perpindahan Sudut Riview gerak linear: Perpindahan, kecepatan, percepatan r r = r f r i, v =, t a

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

I. Hukum lintasan : Semua planet bergerak dalarn lintasan berupa elips, dengan matahari pada salah satu titik fokusnya.

I. Hukum lintasan : Semua planet bergerak dalarn lintasan berupa elips, dengan matahari pada salah satu titik fokusnya. RENCANA PEMBELAJARAN 10. POKOK BAHASAN: GAYA SENTRAL Gaya sentral adalah gaya bekerja pada benda, di mana garis kerjanya selalu melalui titik tetap, disebut pusat gaya. Arah gaya sentral mungkin menuju

Lebih terperinci

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R DOKUMEN ASaFN. Sebuah uang logam diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong dan hasilnya terlihat seperti pada gambar dibawah. Ketebalan uang tersebut adalah... A. 0,0 cm B. 0, cm C. 0, cm D.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana GERAK HARMONIK Pembahasan Persamaan Gerak untuk Osilator Harmonik Sederhana Ilustrasi Pegas posisi setimbang, F = 0 Pegas teregang, F = - k.x Pegas tertekan, F = k.x Persamaan tsb mengandung turunan terhadap

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII - 014 1. Dari besaran fisika di bawah ini, yang merupakan besaran pokok adalah A. Massa, berat, jarak, gaya B. Panjang, daya, momentum, kecepatan

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Fisika Kelas XI SCI Semester I Oleh: M. Kholid, M.Pd. 43 P a g e 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Kompetensi Inti : Memahami, menerapkan, dan

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor A dan B pada bidang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK Pengantar Definisi Arsitektur MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT Operasional Sinkronisasi Kesimpulan & Saran Muhamad Ali, MT Http://www.elektro-uny.net/ali Pengantar

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas OSILASI Osilasi Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang.

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

SASARAN PEMBELAJARAN

SASARAN PEMBELAJARAN OSILASI SASARAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengenal persamaan matematik osilasi harmonik sederhana. Mahasiswa mampu mencari besaranbesaran osilasi antara lain amplitudo, frekuensi, fasa awal. Syarat Kelulusan

Lebih terperinci

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius Sistem Koordinat 2 Dimensi Sistem koordinat kartesian dua dimensi merupakan sistem koordinat yang terdiri dari

Lebih terperinci

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Polarisasi Dede Djuhana E-mail:dede@fisika.ui.ac.id Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Teori Korpuskuler (Newton) Cahaya Cahaya adalah korpuskel korpuskel yang dipancarkan oleh sumber dan merambat lurus dengan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks Matriks & Ruang Vektor Pertemuan Sistem Persamaan Linier dan Matriks Start Matriks & Ruang Vektor Outline Materi Pengenalan Sistem Persamaan Linier (SPL) SPL & Matriks Matriks & Ruang Vektor Persamaan

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 Fakultas Perikanan - KESETIMBANGAN Kondisi benda setelah menerima gaya-gaya luar SEIMBANG : Bila memenuhi HUKUM NEWTON I Resultan Gaya yang bekerja pada benda besarnya sama dengan nol sehingga benda tersebut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA Nama : Lukman Santoso NPM : 240110090123 Tanggal / Jam Asisten : 17 November 2009/ 15.00-16.00 WIB : Dini Kurniati TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2 Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi Bab 4 Integral Garis dan Teorema Green 4. Integral Garis Definisi : Misal suatu lintasan dalam ruang dimensi m pada interval [a,b]. Andaikan adalah medan vektor

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada Bab 3 Sifat Penampang Datar 3.1. Umum Didalam mekanika bahan, diperlukan operasi-operasi yang melihatkan sifatsifat geometrik penampang batang yang berupa permukaan datar. Sebagai contoh, untuk mengetahui

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT KABUPATEN / KOTA FISIKA.

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT KABUPATEN / KOTA FISIKA. SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 6 TINGKAT KABUPATEN / KOTA FISIKA Waktu : 3 jam KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

METODE POST-NEWTONIAN

METODE POST-NEWTONIAN Bab 3 METODE POST-NEWTONIAN Karena persamaan medan Einstein merupakan persamaan yang tidak linear, maka diperlukan adanya suatu metode lain yang dapat memberikan solusi yang tepat untuk persamaan ini.

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga Bab Teori Gelombang Elastik Metode seismik secara refleksi didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke dalam lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan atau refleksi

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),

Lebih terperinci

3.1 Integral Kirchhoff Pada Media Homogen

3.1 Integral Kirchhoff Pada Media Homogen BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Integral Kirchhoff Pada Media Homogen Pada proses pengolahan data, seringkali kita menemui kesulitan untuk mendapatkan suatu informasi di posisi tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan

Lebih terperinci

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang. KOMPETENSI DASAR 3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata INDIKATOR 3.11.1. Mendeskripsikan gejala gelombang mekanik 3.11.2. Mengidentidikasi

Lebih terperinci

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3 11 II. M A T R I K S Untuk mencari pemecahan sistem persamaan linier dapat digunakan beberapa cara. Salah satu yang paling mudah adalah dengan menggunakan matriks. Dalam matematika istilah matriks digunakan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SIMAK UI 2012 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Matematika IPA

Pembahasan Soal SIMAK UI 2012 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Matematika IPA Pembahasan Soal SIMAK UI 0 SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA Disusun Oleh : Pak Anang Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT Pembahasan

Lebih terperinci

bermassa M = 300 kg disisi kanan papan sejauh mungkin tanpa papan terguling.. Jarak beban di letakkan di kanan penumpu adalah a m c m e.

bermassa M = 300 kg disisi kanan papan sejauh mungkin tanpa papan terguling.. Jarak beban di letakkan di kanan penumpu adalah a m c m e. SOAL : 1. Empat buah gaya masing-masing : F 1 = 100 N F 2 = 50 N F 3 = 25 N F 4 = 10 N bekerja pada benda yang memiliki poros putar di titik P. Jika ABCD adalah persegi dengan sisi 4 meter, dan tan 53

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA Hari, tanggal: Rabu, 2 April 2014 Waktu: 60 menit Nama: NIM: 1. (50 poin) Sebuah

Lebih terperinci

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik

Lebih terperinci

Transformasi Laplace

Transformasi Laplace TKS 43 Matematika II Transformasi Laplace (Laplace Transform) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Pengertian Transformasi Transformasi adalah teknik atau formula

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII

KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII Nada-Nada Pipa Organa dan Dawai Soal No. 1 Sebuah pipa organa yang terbuka kedua ujungnya memiliki nada dasar dengan frekuensi sebesar 300 Hz. Tentukan besar frekuensi dari

Lebih terperinci

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi 1. Sistem Diskrit Tinjaulah sistem yang terdiri atas 2 benda. Benda A dan benda B dihubungkan dengan batang ringan yang tegar dengan sebuah batang tegak yang

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci