Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik"

Transkripsi

1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik Pada pertengahan abad ke-20, fisika teoretik menjadi bidang ilmu yang berkembang pesat dan memberikan perubahan pada prinsip-prinsip fisika secara radikal namun dapat diuji secara eksperimental. Mekanika kuantum dan relativitas khusus digabungkan menjadi teori medan kuantum, yang menggambarkan perilaku partikel-partikel sub atomik pada energi tinggi. Akselerator partikel kemudian dibangun untuk mengetahui perilaku partikel-partikel tersebut dan memetakan interaksi-interaksi yang berbeda di alam. Dengan meningkatkan daya, ukuran dan kemampuan serta teknologi akselerator dalam mengamati energi yang lebih tinggi atau skala jarak makin kecil, telah banyak ditemukan partikel-partikel baru yang memiliki sifat-sifat simetri dan pola-pola beragam. Hal ini memberikan suatu arah yang tepat bagi para fisikawan teoretik untuk memformulasikan dan menyempurnakan kembali model-model matematis dalam fisika partikel. Hasil yang dicapai adalah Model Standar (Standard Model) fisika partikel yang berlandaskan pada teori medan kuantum dan teori medan gauge. Dalam Model Standar, semua partikel yang teramati di alam terkomposisi dalam tiga famili, yang terdistribusi dalam 12 unsur pokok (enam jenis quark, tiga jenis lepton dan tiga jenis neutrino) dan anti-partikelnya. Partikel-partikel tersebut digambarkan melalui tiga interaksi: interaksi elektromagnetik, lemah dan kuat yang kekuatan interaksinya dibawa oleh boson gauge (contohnya foton dalam interaksi elektromagnetik). Prediksi kuantitatif dari Model Standar ternyata sesuai dengan data-data eksperimen dan seringkali memberikan hasil akurat/tepat. Sampai pada 30 tahun perkembangannya, hanya ada sebagian kecil fakta eksperimen yang kontradiktif dengan Model Standar, misalnya penemuan massa neutrino. Meskipun demikian, Model Standar fisika partikel belumlah merupakan teori yang lengkap. Sebagaimana diketahui bahwa di alam terdapat empat interaksi, dimana interaksi yang keempatnya adalah interaksi gravitasional yang lebih lemah dari tiga interaksi lainnya dan dijelaskan melalui teori relativitas umum Einstein. 1

2 Interaksi ini belum dapat digabungkan dengan tiga interaksi lain dalam Model Standar. Masalah lainnya yang belum terpecahkan dalam Model Standar adalah masalah hirarki (hierarchy problem) dan kosmologi seperti, asal mula materi gelap (dark matter) dan energi gelap (dark energy) yang menyebabkan alam semesta mengembang dipercepat. Dalam upaya untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang ada dalam Model Standar, maka dilakukan perluasan Model Standar, yaitu dengan memasukkan aspek supersimetri (SUSY). SUSY adalah sebuah simetri yang mempertukarkan fermion menjadi boson atau sebaliknya melalui generator SUSY. Multiplet materi (dinamakan dengan supermultiplet) dikategorikan sebagai representasi taktereduksi (irreducible representation) terhadap aljabar SUSY dan mengandung jumlah boson dan fermion yang sama. Partikel-partikel di dalam representasi yang sama membawa massa dan muatan yang sama terhadap suatu grup gauge. Sampai saat ini, sisi fenomenologi tidak kompatibel dengan eksperimen, misalnya tidak diamatinya skalar bermuatan negatif pada MeV yakni superpartner elektron yang dinamakan selektron. Karena itu SUSY tidak cukup baik untuk menggambarkan alam semesta saat ini dan tidak berlaku pada energi-energi yang cukup tinggi. Ketika SUSY diperlakukan sebagai simetri lokal, teori ini dapat melingkupi simetri ruang-waktu (relativitas umum) yang kemudian dinamakan supergravitasi (SUGRA). SUGRA lebih memberikan mekanisme alamiah untuk menyelesaikan permasalahan hirarki dengan mengabaikan divergensi yang berasal dari koreksi loop untuk medan skalar Higgs dan perusakan SUSY. Meskipun gravitasi telah dimasukkan dalam SUGRA namun masih tidak kompatibel dengan teori medan kuantum. Terutama, teori ini tidak dapat direnormalisasi, dengan kata lain ada sejumlah berhingga koreksi kuantum yang ditemukan secara eksplisit untuk menghubungkan prediksi dari teori dan hasil-hasil eksperimen. Usaha selanjutnya yang dilakukan dalam upaya untuk menggabungkan keempat interaksi adalah dengan memperkenalkan teori string. Teori string merupakan kandidat yang cukup menjanjikan untuk sebuah teori dalam usaha untuk menggabungkan mekanika kuantum dan gravitasi (teori gravitasi kuantum). Teori 2

3 string memberikan suatu alasan konkrit untuk memahami dimensi ekstra. Teori ini menggeneralisasi konsep-konsep partikel serupa titik menjadi obyek yang diperluas yang dinamakan string. Pada tahun 1970 teori string mulai dikembangkan dalam upaya untuk menjelaskan spektrum hadron, partikel-partikel sub atomik yang dibangun dari triplet quark yang terikat bersama-sama melalui interaksi inti kuat, contohnya proton dan netron. Namun prediksi teori string sebagai sebuah model gaya kuat gagal dalam menjelaskan pengamatan eksperimental, sehingga teori string kemudian ditinggalkan oleh komunitas fisika. Namun pada tahun 1974, Schwarz dan Scherk berhasil merealisasikan bahwa string dapat menggambarkan sifat-sifat graviton, partikel kuantum yang terkait dengan gravitasi, dan teori string pun akhirnya berkembang kembali. Dari hasil perkembangan teori string bosonik, partikel-partikel yang terdapat di alam merupakan hasil dari modus-modus osilasi string dan konsisten dengan mekanika kuantum. Sesuai dengan namanya, teori string bosonik hanya menggambarkan boson, yaitu partikel-partikel seperti foton dan graviton yang merupakan mediator interaksi antar partikel. Munculnya koreksi-koreksi mekanika kuantum terhadap simetri klasik yang diketahui sebagai anomali, menghasilkan sebuah teori yang tidak konsisten secara matematik terhadap dimensi ruang-waktu yang memiliki sebuah nilai kritis. Untuk teori string bosonik, agar anomali kuantum dapat dihilangkan dan tetap mempertahankan simetri konformal, ruang-waktu haruslah berdimensi 26. Berbeda dengan Model Standar fisika partikel di mana sifat-sifat ruang-waktu adalah terpisah, jumlah 26-dimensi dalam teori string merupakan kuantitas yang diturunkan dan bukan diambil secara intuitif 1). Ini merupakan hasil yang sangat penting, yaitu sebuah teori dengan jumlah dimensi kritis 26 dan invarian secara konformal pada level kuantum. Dalam teori ini, sesuai dengan namanya teori ini hanya meliputi boson saja, maka aspek fermion belum dimasukkan dan dalam spektrumnya juga terdapat tachyon. Beberapa fisikawan kemudian memasukkan fermion dan aspek SUSY ke dalam teori string, menjadi superstring (Green dan Schwarz, 1980, lihat juga Zen, 2004). Dengan menambahkan medan spinor pada worldsheet, dihasilkanlah sebuah teori 1 ) Konsep-konsep dasar teori string dan penurunan jumlah dimensi kritis dalam teori string secara ditil dapat dilihat pada catatan kuliah Teori String, Zen (2004). 3

4 dengan string bergerak dalam sebuah ruang-waktu secara supersimetrik. Teori superstring mereduksi ruang-waktu menjadi 10-dimensi. Selain ada enam buah dimensi ekstra yang diprediksikan dalam teori string, sehingga teori ini tidak unik. Ada lima jenis teori superstring, Tipe I, IIA, IIB, Heterotik SO(32) dan Heterotik E 8 x E 8. Tipe I adalah teori superstring yang mengandung string terbuka dan tertutup sedangkan teori tipe II hanya mengandung string tertutup. I dan II menyatakan jumlah generator supersimetri. Dan tambahan indeks A dan B menyatakan bahwa osilator gerak ke kiri dan ke kanan bertransformasi terhadap supersimetri ruang-waktu yang memiliki chirality yang berbeda, yaitu Tipe A dan Tipe B. Kelima teori yang berbeda tersebut dihubungkan melalui dualitas string, yaitu dualitas-t dan dualitas-s yang menghubungkan daerah kopling kuat dan lemah. Untuk melengkapi gambaran teori tersebut secara utuh, dimasukkan pula teori lain yaitu supergravitasi 11-dimensi. Teori ini merupakan teori medan yang menggeneralisasi relativitas umum dengan memasukkan aspek supersimetri dan telah dibuktikan oleh Horava dan Witten (1996) bahwa limit kopling kuat dari teori string Heterotik E 8 x E 8 dalam 10-dimensi merupakan teori supergravitasi 11-dimensi pada ruang-waktu orbifold R 10 x Z 2. Kelima teori string ditambah dengan teori supergravitasi, semua ditinjau sebagai limit tertentu dari sebuah teori kuantum 11-dimensi yang dinamakan dengan teori-m. Obyek fundamental dalam teori-m bukan string tetapi membran (M2- brane dan M5-brane). Dari sisi ini teori-m dapat dianggap sebagai unifikasi ke lima jenis superstring. Selain string sebagai sebuah obyek fundamental dalam teori string, ada obyek lain yang menjadi satu kesatuan dengan string dinamakan D-brane di mana D berasal dari syarat batas Dirichlet (Polchinski, 1995). Sebuah D-brane dengan p dimensi spasial dinamakan dengan Dp-brane, misalnya p =1 dinamakan 1-brane, p = 2 untuk 2-brane dan seterusnya. Jumlah dan jenis D-brane yang terdapat dalam teori string bergantung pada teori yang ditinjau. D-brane merupakan obyek dinamik dan dapat membawa muatan. Dalam teori string tertutup terdapat graviton sebagai keadaan eksitasi tak bermassa dari string, berpropagasi dalam seluruh ruang-waktu dan ekuivalen dengan fluktuasi dari D-brane. Dalam teori string terbuka, string dapat menempel pada D-brane. Keadaan-keadaan yang 4

5 berhubungan dengan string yang tertarik di antara D-brane memiliki massa tidak nol, akibat dari tegangan string. Sedangkan string yang ujung-ujungnya menempel pada D-brane yang sama, terkait dengan medan gauge tak bermassa. Oleh karena itu, D-brane merupakan obyek dinamik, dapat berfluktuasi dan terkait dengan medan gauge. Dengan sifat-sifat ini, membuka kemungkinan untuk menghasilkan medan-medan gauge dan materi seperti yang terdapat dalam Model Standar. Medan-medan tersebut dapat terlokalisasi pada brane sedangkan medan-medan yang terkait dengan string tertutup, seperti graviton, bebas berpropagasi di dalam bulk (ruang di mana brane tersebut berada). Keberadaan brane dalam teori string menjadi ide sebuah braneworld, yaitu alam semesta sebagai sebuah permukaan yang dimasukkan (embeded) di dalam sebuah ruang-waktu yang berdimensi lebih tinggi dari dimensi brane, yaitu bulk, dan materi dapat terlokalisasi pada brane. Pengamat pada brane tidak dapat meninggalkan brane karena pengamat dibangun dari partikel-partikel yang terlokalisasi. Begitu pula pengamat tidak dapat mengamati ruang-waktu bulk karena cahaya dan interaksi non garvitasional terkait dengan medan gauge, juga terlokalisasi pada brane. Sehingga D-brane dapat menampung Model Standar, yang lebih dulu diperkenalkan orang. Termotivasi dari perkembangan teori string, riset tentang dimensi ekstra telah menjadi sebuah alternatif untuk memecahkan beberapa permasalahan baik dalam fisika partikel maupun kosmologi. Ide pertama untuk memasukkan dimensi ekstra dalam sebuah teori diperkenalkan oleh Kaluza dan Klein (1921) dalam usaha untuk menggabungkan teori relativitas umum dan elektromagnetik. Kedua teori tersebut dimasukkan ke dalam ruang-waktu 5-dimensi, dengan asumsi bahwa dimensi ekstra terkompaktifikasi pada sebuah lingkaran dan ukurannya sangat kecil dibandingkan dengan skala pengukuran. Dalam 4-dimensi, medan gravitasional dari relativitas umum Einstein memiliki 10 komponen dan 15 komponen dalam 5-dimensi. Lima komponen yang berlebih dalam 5-dimensi diinterpretasikan sebagai empat komponen medan gauge elektromagnetik dan sebuah derajat kebebasan medan skalar yang dinamakan dilaton. Prosedur kompaktifikasi Kaluza-Klein juga telah digunakan dalam teori string untuk mereduksi dimensi. Geometri dari ruang-waktu D-dimensi, yaitu merupakan 5

6 solusi dari persamaan Einstein D-dimensi, dapat dinyatakan sebagai hasil kali M 4 X D-4. Disini M 4 adalah manifold ruang-waktu 4-dimensi dan X D-4 adalah manifold kompak internal dimensi ekstra. Jika skala kompaktifikasi, L com, sangat kecil, maka efek dari dimensi ekstra juga sangat kecil untuk sebuah pengukuran. Namun pada skala sekitar L com, maka keberadaan dimensi ekstra menjadi penting. Meski demikian, dikarenakan belum adanya fakta tentang keberadaan dimensi ekstra, maka skala karakteristik (skala kompaktifikasi) diasumsikan berorde skala Planck: L com ~ L planck ~ m. Saat ini ada suatu usaha untuk merealisasikan bahwa dimensi ekstra mungkin tidak kecil bahkan dapat tak berhingga. Ide ini menuju pada sebuah skenario yang diperkenalkan oleh Horava dan Witten (1996) dan kemudian dikembangkan oleh Lukas, dkk., (1999). Horava dan Witten telah menunjukkan, dalam kerangka kerja teori-m 11-dimensi, bahwa medan-medan gauge dapat ada pada permukaan batas 10-dimensi dari sebuah ruang-waktu 11-dimensi yang memiliki simetri Z 2. Dalam skenario ini, salah satu dari dimensi ektra lebih besar dari yang lainnya dan dapat memiliki ukuran yang sama dengan skala interaksi lemah, L com ~ L ew ~ m (Antoniadis, 1990). Untuk merealisasikan dalam ruang-waktu alam semesta 4-dimensi, Lukas, dkk., (1999) mengkompaktifikasi model Horava Witten (HW) pada 3-fold Calabi-Yau (sebuah manifold yang memiliki 3 buah bilangan kompleks, yaitu 6 dimensi riil) dan diperoleh teori 5-dimensi efektif dengan dua buah 3-brane sejajar berada pada titik tetap orbifold. Secara simbolik, kompaktifikasi ini dapat ditulis sebagai berikut: M 11 = M 10 x M 11 = M 4 x X x, (I.1) dengan X adalah 3-fold Calabi-Yau, M 10 dan M 4 berturut-turut menyatakan ruang-waktu 10-dimensi dan 4-dimensi Minkowski. Dari skenario ini kemudian memunculkan sebuah ide model braneworld. Sebuah model braneworld yang bertujuan untuk menjelaskan masalah hirarki dalam fisika partikel pertama kali diperkenalkan oleh Arkani-Hamed, dkk., (1998), yang dinamakan model ADD (Arkani-Hamed-Dimopoulos-Dvali). Model 6

7 ini memperkenalkan dimensi ekstra yang berukuran besar secara makroskopik dengan mengasumsikan bahwa skala elektrolemah adalah skala fundamental dan massa Planck memiliki orde sama dengan skala ini. Skenario ini menggabungkan konsep braneworld dengan model kompaktifikasi Kaluza-Klein. Ada n dimensi ekstra kompak yang masing-masing memiliki ukuran karakteristik yang sama L, L M pl = Lew M ew 2/n ~ 10 n cm, (I.2) Untuk n = 1, ukuran dari dimensi ekstra adalah L ~ cm dan untuk n = 2, L ~ 10-2 cm. Randall dan Sundrum (1999) memperkenalkan dua buah skenario braneword yang dinamakan Randall-Sundrum I (RS I) dan Randall-Sundrum II (RS II). Skenario pertama terdiri dari dua buah 3-brane yang masing-masing memiliki tegangan positif dan negatif. Dalam skenario ini, ruang-waktu 5-dimensi dengan semua medan materi (termasuk partikel-partikel Model Standar) diasumsikan terlokalisasi pada brane dan berada pada titik-titik tetap (fixed point) dari orbifold S 1 /Z 2. Selanjutnya, di dalam bulk berlaku persamaan medan gravitasi Einstein dengan konstanta kosmologi negatif. Ini berhubungan dengan ruang Anti desitter (AdS) yang merupakan solusi simetrik maksimal persamaan Einstein dengan sebuah konstanta kosmologi negatif Λ < 0. Model RS I berhasil menjelaskan permasalahan hirarki melalui sebuah solusi metrik yang mengandung faktor kelengkungan (warped factor). Sedangkan pada skenario kedua terdiri dari sebuah 3-brane, dinamakan RS II, yang memiliki tegangan positif. Model kedua ini dapat diperoleh dengan mengirim brane yang memiliki tegangan negatif ke tak hingga. Dalam kasus ini, dimensi kelimanya menjadi tak berhingga namun 3-brane yang memiliki tegangan positif masih memenuhi simetri Z 2. Model RS II dapat menjelaskan potensial Newton 4-dimensi dengan suku koreksi 1/r 3. Dalam kedua skenario di atas, eksistensi dari brane dan konstanta kosmologi bulk mengakibatkan sebuah geometri bulk melengkung. 7

8 Untuk memahami gravitasi pada sebuah brane, ada dua pendekatan untuk memperoleh persamaan Einstein efektif pada brane dalam mempelajari skenario Randall-Sundrum yaitu perumusan secara kurvatur kovarian dan metode ekspansi gradien. Melalui perumusan secara kurvatur kovarian (Shiromizu, dkk., 2000), persamaan Einstein efektif diperoleh dengan cara memproyeksikan persamaan Einstein 5-dimensi kovarian pada sebuah brane. Persamaan terproyeksi yang dihasilkan memodifikasi persamaan dalam relativitas umum oleh keberadaan dua derajat kebebasan tambahan yaitu suku kuadratik tensor energi-momentum dan suku non-lokal yang merupakan proyeksi dari tensor Weyl 5-berdimensi. Suku non-lokal diinterpretasikan sebagai suku radiasi dalam persamaan Friedmann pada brane dan persamaannya tidak tertutup karena masih ada kontribusi dari medan gravitasional bulk. Sehingga untuk memperoleh persamaan tertutup pada brane, harus menyelesaikan persamaan-persamaan 5-dimensi dan ini sulit untuk dilakukan. Oleh sebab itu, persamaan efektif yang dihasilkan melalui pendekatan ini hanya sesuai untuk kasus ruang-waktu AdS murni di mana kontribusi tensor Weyl diabaikan secara lengkap. Namun demikian suku ini membawa informasi medan-medan gravitasional bulk pada brane dan memberikan kontribusi yang mendasar dalam relevansi untuk teori efektif energi rendah. Di lain pihak, metode yang diusulkan oleh Kanno dan Soda (2002) yang dinamakan metode ekspansi gradien (gradient expansion method), menerapkan perlakuan ekspansi perturbatif sebuah metrik dan mendefinisikan limit energi rendah sebagai suatu limit di mana rapat energi materi pada brane lebih kecil dari tegangan brane. Selanjutnya, persamaan gerak 5-dimensi diselesaikan pada berbagai orde parameter perturbasi. Persamaan Einstein yang diperoleh pada brane secara lengkap adalah persamaan tertutup, karena kontribusi dari tensor Weyl dapat dieliminasi secara langsung. Secara umum, kerangka kerja dari model braneworld adalah teori relativitas umum. Dalam teori relativitas umum Einstein, ada invarian Lorentz yang merupakan simetri fundamental. Namun teori relativitas umum tidak dapat menggambarkan skala energi yang sangat tinggi dan invarian Lorentz menjadi 8

9 rusak. Kemungkinan invarian Lorentz rusak secara spontan telah menjadi kajian penelitian yang baru saat ini, misalnya dalam teori medan string bosonik (Kostelecky dan Samuel, 1989), loop gravitasi kuantum (Gambini dan Pullin, 1999), teori alternatif elektrodinamika (Chckareuli, 2004), gravitasi linier (Moffat, 1993), solusi masalah cakrawala dalam kosmologi (Frey, 2003) serta dalam braneworld (Burgess, dkk., 2002). Coleman dan Glashow (1999) juga telah membuktikan bahwa ada pelanggaran Lorentz dalam pengukuran sinar kosmik. Bluhm dan Kostelecky (2000) telah menggunakan kendala pada operator pelanggaran Lorentz yang meliputi partikel-partikel Model Standar. Dalam bidang gravitasi, teori gravitasi pelanggaran Lorentz merupakan sebuah teori vektor-tensor di mana metrik ruang-waktu terkopel dengan sebuah medan vektor yang memiliki nilai ekspektasi vakum tidak lenyap. Medan vektor adalah sebuah medan satuan dan serupa waktu telah dikaji oleh Jacobson dan Mattingly (2001) sebagai sebuah model reka untuk memodifikasi hubungan dispersi pada energi-energi tinggi. Jacobson dan Mattingly (2004) kemudian mempelajari spektrum dari ekspektasi panjang gelombang dan ditemukan bahwa setiap polarisasi gelombang memiliki sebuah hubungan dispersi relativistik dan merambat dengan laju yang berbeda. Aplikasi kosmologi dari model ini dikaji oleh Carroll dan Lim (2004) serta Lim (2005), ditemukan bahwa konstanta gravitasional Newton dapat diskala ulang (rescale) oleh parameter-parameter dari vektor kopling. Status dari teori vektor-tensor kemudian dinamakan teori Aether (kajian ulang teori ini dapat dilihat pada paper Eling, dkk., 2004). Dalam konteks braneworld, Csaki, dkk., (2001) telah mengkaji adanya pelanggaran terhadap invarian Lorentz global sepanjang dimensi ekstra. Pelanggaran simetri Lorentz dimanifestasikan sebagai laju propagasi berbeda antara gravitasi dan elektromagnetik. Bagi seorang pengamat pada sebuah brane, graviton yang diemisikan dari sebuah peristiwa, oleh adanya lobang hitam pada bulk, akan bergerak lebih cepat dari foton pada brane. Sebagai akibatnya, peristiwa gravitasional akan teramati sebelum peristiwa elektromagnetik. Melalui 9

10 pendekatan perturbatif diperoleh bahwa perbedaan antara laju graviton modus nol dan laju foton selalu memenuhi ( v c grav em ). (I.3) 0 0 Jadi di dalam sebuah ruang-waktu, gravitasi selalu berpropagasi lebih cepat daripada cahaya. Perumusan (I.3) dapat diperoleh melalui model RS II dengan latar belakang solusi adalah metrik 5-dimensi yang tidak simetrik. Mekanisme ini juga telah dikaji oleh Caldwell, Davis dan Ishihara (2001). Bergantung dari signature dimensi ekstra, Ahmadi, dkk.(2007) telah memperoleh bahwa propagasi gelombang gravitasional memiliki laju lebih cepat di dalam bulk daripada di dalam brane: pada brane, laju dari propagasi gelombang gravitasional sebesar v brane, pada bulk, laju dari propagasi gelombang gravitasional sebesar Dv brane di mana D > 1. Model yang digunakan oleh Ahmadi, dkk.(2007) adalah perluasan model RS II dengan memasukkan sebuah medan vektor di dalam bulk yang melanggar invarian Lorentz. Persamaan-persamaan medan bulk diselesaikan dengan menggunakan pendekatan kovarian (Shiromizu, 2000). Di dalam Bab VII dan Bab VIII dalam disertasi ini dibahas efek dari pelanggaran simetri Lorentz oleh sebuah medan vektor serupa waktu dalam 5-dimensi (braneworld) dan 4-dimensi (teori skalarvektor-tensor). Invarian Lorentz rusak secara spontan oleh nilai ekspektasi vakum dari medan vektor serupa waktu dan keberadaan nilai ekspektasi vakum mengimplikasikan adanya sebuah kerangka diam universal yang dinamakan preferred frame. I.1.2 Latar Belakang Kosmologi Kosmologi (Liddle, 2000) di lain pihak, yang mempelajari sejarah evolusi alam semesta secara keseluruhan, merupakan aplikasi yang cukup penting dari teori relativitas umum. Dari sudut pandang sains, alam semesta mulai dari sebuah ledakan yang dinamakan big bang. Keberadaannya dan struktur keadaan awal, yang dinamakan singularitas kosmologi, belum dipahami. Suatu keadaan di mana 10

11 alam semesta mengalami ekspansi yang sangat cepat, dinamakan periode inflasi, alam semesta diketahui datar dan homogen (Guth, 1981). Fluktuasi kuantum medan skalar (inflaton) yang menyebabkan inflasi dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui struktur skala yang besar untuk pengamatan saat ini. Jika alam semesta diasumsikan homogen dan isotropik, maka relativitas umum memprediksikan bahwa ukuran dari alam semesta dinyatakan oleh sebuah faktor skala a(t) sebagai fungsi waktu. Misalnya untuk materi non relativistik, faktor skalanya mengikuti evolusi fungsi pangkat, a(t) ~ t 2/3, dan untuk materi relativistik, a(t) ~ t 1/3. Dua hal ini memberikan konsekuensi bahwa alam semesta adalah mengembang dan dapat dibuktikan melalui pengamatan. Sedangkan geometri alam semesta ditentukan oleh rapat energi dari alam semesta. Jika rapat energi alam semesta melebihi nilai kritis ρ cr ~ g cm -3, ekspansi akan berhenti dan alam semesta mengalami kontraksi. Jika rapat energinya lebih kecil dari nilai kritis, alam semesta mengembang selamanya tetapi laju ekspansinya akan menurun sebagaimana waktu terus berjalan. Dari pengamatan yang dilakukan oleh Bennett, dkk., (2003) dan Spergel, dkk., (2003), rapat energi alam semesta ρ mendekati nilai kritis ρ cr : Ω = ρ/ρ cr = 1 di mana kuantitas tak berdimensi Ω dinamakan parameter kerapatan. Selain itu materi-materi seperti materi yang tampak dan materi gelap memberikan kontribusi satu per tiga dari rapat kritis, dan kontribusi yang lain berasal dari rapat energi yang belum diketahui dinamakan energi gelap yang menyebabkan alam semesta mengembang dipercepat. I.2 Masalah Penelitian Dalam setiap kajian fisika, mempelajari sebuah model reka dapat membantu memahami beberapa permasalahan spesifik. Ide dari sebuah braneworld dimotivasi oleh perkembangan teori string, yang memprediksikan keberadaan objek-objek yang diperluas yaitu D-brane, yang didefinisikan oleh sifat-sifat dari string terbuka (Polchinski, 1996). Jika benar bahwa medan-medan gauge dan materi yang diamati sekarang ini dapat terlokalisasi pada sebuah brane, D-brane, brane orbifold dan jenis-jenis brane yang lain, pertanyaan pertama, bagaimana dapat memahami keberadaannya? Pertanyaan kedua, jika teori string benar 11

12 memprediksikan alam semesta, berapa jumlah dan jenis brane yang ada? Pertanyaan ketiga, pada brane yang mana medan-medan gauge dapat terlokalisasi? Kemudian masih perlu penjelasan bagaimana enam dari sepuluh dimensi tersebut tidak teramati. Untuk memahami konsekuensi fenomenologi dari teori-teori yang diformulasikan dalam ruang-waktu yang memiliki dimensi lebih tinggi dari empat, teori tersebut hendaklah dapat memberikan deskripsi teori efektif dalam ruang-waktu 4-dimensi atau dapat menjelaskan mengapa hanya empat dimensi yang teramati dalam alam semesta sekarang ini. Terhadap asumsi bahwa dimensi ekstra ada, ada dua cara dapat dilakukan untuk memahami hal tersebut. Cara pertama untuk memperoleh teori ruang-waktu 4-dimensi melalui kompaktifikasi, dimensi ekstra dipandang sangat kecil dan tidak dapat diamati melalui eksperimen yang ada sekarang. Jika dimensi ekstra diasumsikan sangat kecil, maka deskripsi efektif dalam ruangwaktu 4-dimensi akan menghasilkan modus-modus Kaluza-Klein tak bermassa (zero mode). Metode kompaktifikasi yang berbeda dapat menghasilkan teori efektif 4-dimensi yang berbeda. Sebagaimana dapat dilihat dalam Bab III di dalam disertasi ini, kompaktifikasi dengan sebuah lingkaran dari teori supergravitasi 5- dimensi dengan N = 2 supersimetri menghasilkan teori efektif 4-dimensi dengan jumlah generator supersimetri tidak berubah. Sedangkan kompaktifikasi melalui orbifold jumlah generator supersimetrinya tereduksi menjadi setengahnya, yaitu N = 2 N =1. Cara kedua untuk memperoleh deskripsi ruang-waktu 4- dimensi adalah dengan mengasumsikan alam semesta merupakan sebuah 3-brane yang dimasukkan dalam ruang-waktu dengan dimensi yang lebih besar dari dimensi alam semesta. Dengan cara ini dimensi ekstra dapat besar bahkan tak berhingga. Dalam model braneworld RS I, medan-medan gauge Model Standar terlokalisai pada brane yang memiliki tegangan negatif, ( ) σ < 0. Meskipun dapat menjelaskan permasalahan hirarki namun ada permasalahan untuk menggambarkan ekspansi kosmologi. Brane yang tidak statik dapat dipandang sebagai gangguan dari solusi model RS dengan menambahkan rapat energi pada 12

13 brane. Untuk brane yang memiliki tegangan negatif, suku-suku sumber di dalam persamaan Friedmann termodifikasi, memiliki tanda yang berlawanan. Untuk suatu jenis materi dengan indeks barotropik Γ < 4/3, perubahan tanda tersebut menyebabkan alam semesta berkontraksi. Ada sebuah ketertalaan (fine-tuning) antara konstanta kosmologi bulk dan tegangan brane dalam model RS. Syarat ini dapat diinterpretasikan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk konstanta kosmologi efektif pada brane. Tanpa keberadaan materi maka brane menjadi datar (flat brane) yang berarti bahwa konstanta kosmologi efektif pada brane harus lenyap, Λ 4 = 0, sehingga tidak dapat meyelesaikan permasalahan kostanta kosmologi dalam model tersebut. Selain itu, ada permasalahan dengan radius kompaktifikasi r c dalam model RS. Secara umum radius kompaktifikasi r c terkait dengan nilai ekspektasi vakum dari medan skalar moduli (radion), T: 0T 0 = rc. Medan moduli T juga berfluktuasi dan dalam teori efektif 4-dimensi, fluktuasinya direpresentasikan oleh medan skalar tak bermassa (massless). Diperlukan sebuah mekanisme agar fluktuasinya menghasilkan medan bermassa. Goldberger dan Wise (1999) memasukkan medan skalar pada bulk dan telah dibuktikan dengan sebuah potensial medan skalar yang sesuai, jarak antara kedua brane memiliki minimum stabil. Dapat disimpulkan bahwa model RS belum sempurna, diperlukan modifikasi atau perluasan untuk memecahkan permasalahan di atas. Permasalahan lain muncul dalam teori relativitas umum. Teori relativitas umum tidak dapat menggambarkan skala energi yang sangat tinggi dan invarian Lorentz menjadi rusak. Jika invarian Lorentz dilanggar pada energi Planck, apakah invarian Lorentz juga dilanggar pada energi rendah yaitu pada energi saat ini? Seberapa besar pengaruh pelanggaran Lorentz terhadap dinamika evolusi alam semesta. I.3 Tujuan dan Lingkup Penelitian I.3.1 Tujuan Berlatar belakang dari teori superstring, model Randall-Sundrum dan latar belakang kosmologi, tujuan dari penelitian adalah memperoleh deskripsi teori 13

14 efektif energi rendah dalam ruang-waktu 4-dimensi dari teori-teori dimensi ekstra, melalui kompaktifikasi dan model braneworld serta mengkaji konsekuensi kosmologi pelanggaran invarian Lorentz di dalam ruang-waktu bulk dan ruangwaktu 4-dimensi. I.3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah dimensi ekstra dan model braneworld. Permasalahan dibatasi dengan mengkaji teori yang memiliki satu buah dimensi ekstra: teori supergravitasi dan gravitasi braneworld dalam 5-dimensi. Ruang bulk diambil memiliki topologi orbifold. Ada dua buah perluasan untuk model Randall-Sundrum: Model RS I diperluas menjadi model 3 buah brane Model RS II diperluas dengan menambahkan medan vektor bulk pelanggaran Lorentz.. Ketidakinvarianan Lorentz dikaji dalam ruang-waktu 4-dimensi dalam kerangka kerja teori gravitasi skalar-vektor-tensor. Aspek kosmologi yang ditinjau adalah pada dinamika faktor skala yang diberikan oleh persamaan-persamaan Friedmann dan dinamika medan skalar dipelajari melalui persamaan atraktor. I.4 Asumsi-asumsi dan Hipotesis I.4.1 Asumsi Geometrik Diasumsikan bahwa ada satu dimensi ekstra ruang. Di dalam ruang-waktu bulk, dapat dimasukkan beberapa brane di mana medan-medan gauge dapat terlokalisasi dan tidak dapat keluar dari brane. Sedangkan gravitasi dapat berpropagasi di dalam bulk. Pada brane terdapat metrik induksi 4-dimensi,, h ab yang dihubungkan dengan metrik 5-dimensi, g ab, oleh dimana hab = gab nanb, (I.4) a n adalah vektor normal terhadap brane, dengan a b g n n = 1. ab Diasumsikan pula, geometri dari bulk dapat memiliki karakteristik yang berbeda yang dinyatakan oleh skala kurvatur yang berbeda pada masing-masing daerah pada bulk. 14

15 I.4.2 Asumsi Fisis Diasumsikan bahwa persamaan Einstein standar berlaku di dalam bulk 5-dimensi, 1 2 Gab = Rab gabr = κ Tab, a, b= 0,1,2,3, 5. (I.5) 2 Persamaan-persamaan medan 4-dimensi yang diperoleh adalah berasal dari persamaan Eintein 5-dimensi. I.4.3 Hipotesis Persamaan-persamaan medan gravitasional pada brane mendeskripsikan sebuah alam semesta braneworld ruang-waktu 4-dimensi. Ada pelanggaran invarian Lorentz pada setiap wilayah energi. Dari model akan dijelaskan dampaknya pada kosmologi dan inflasi alam semesta, diantaranya stabilitas dinamika medan skalar inflaton. I.5 Pendekatan dan Metode Penelitian Untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi dari teori 5-dimensi, metode yang digunakan adalah metode kompaktifikasi. Sedangkan untuk memperoleh persamaan medan gravitasional efektif digunakan iterasi ekspansi gradien. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan studi literatur/makalah. I.6 Pelaksanan Penelitian Pelaksanaan penelitian secara garis besar sebagai berikut: Mulai dari teori supergravitasi dalam 5-dimensi yang terkopel dengan multiplet vektor dan hipermultiplet. Pertama ditinjau kompaktifikasi dari teori tersebut dalam sebuah lingkaran dengan radius yang diparameterisasi oleh koordinat dimensi ekstra hasilnya adalah teori dalam 4-dimensi non-chiral. Kedua, untuk memperoleh teori dalam 4-dimensi chiral, ditinjau kompaktifikasi dari koordinat pada orbifold Simetri bekerja pada koordinat sebagai simetri refleksi dan dua buah titik tetap berada di dan. Perlakuan simetri refleksi pada mendefinisikan sebuah orbifold 15

16 dengan kedua titik tetap berada pada. Dengan mengidentifikasi paritas dari medan sedemikian sehingga Lagrangian invariant terhadap maka medan-medan dengan paritas genap yang dipertahankan pada kedua titik tetap. Perlakuan dari sebuah manifold tanpa batas ke sebuah orbifold dengan dua batas di dan adalah ekuivalen dengan sebuah teori pada batas, di mana medan-medan yang invarian dipertahankan pada batas. Dengan kata lain, metrik adalah simetrik di sekitar titik-titik tetap. Maka untuk memformulasikan teori gravitasi pada orbifold, dua buah 3-brane dapat ditempatkan di masing-masing titik tetap dari orbifold. Kedua 3-brane dipandang sebagai brane batas (boundary brane atau orbifold brane) yang membagi ruangwaktu bulk. Dengan asumsi bahwa medan-medan gauge dapat terlokalisasi pada sebuah 3- brane dan gravitasi dapat berpropagasi dalam seluruh ruang-waktu, model dua buah 3-brane diperluas menjadi tiga buah 3-brane dengan menempatkan 3-brane yang ketiga di antara 3-brane batas. Perlakuan ekspansi perturbatif sebuah metrik dan mendefinisikan limit energi rendah sebagai suatu limit di mana rapat energi materi pada brane lebih kecil dari tegangan brane. Persamaan gerak 5-dimensi diselesaikan pada berbagai orde parameter perturbasi. Persamaan Einstein yang diperoleh pada brane secara lengkap adalah persamaan tertutup, di mana kontribusi dari tensor Weyl dapat dieliminasi secara langsung dari satu set persamaan. Masing-masing orde ekspansi menghasilkan interpretasi fisis yang berbeda-beda (dalam disertasi ini ekspansi yang dilakukan hanya sampai pada orde ke-2). Orde ke-0, serupa dengan model Randall-Sundrum, menghasilkan ketertalaan antara tegangan brane dengan konstanta kosmologi bulk. Orde ke-1 menghasilkan persamaan Einstein termodifikasi oleh keberadaan tensor Weyl yang dapat diinterpretasikan sebagai radiasi gelap dalam kosmologi Friedmann- Robertson-Walker. Sedangkan orde ke-2, relevan pada energi yang cukup tinggi. Sebagai aplikasi, ditinjau aspek kosmologi dalam teori gravitasi dalam 4-dimensi. Dalam konteks ruang-waktu 4-dimensi, beberapa akibat dari ketidakinvarianan Lorentz dipelajari dalam kerangka kerja teori skalar-vektor-tensor yaitu perusakan 16

17 simetri Lorentz oleh sebuah medan vektor. Pertama, diturunkan formulasi umum teori skalar-vektor-teori. Medan vektor adalah medan vektor satuan serupa waktu dengan nilai ekspektasi vakum tidak lenyap, sedangkan aksi dari medan skalar diambil secara generik. Evolusi waktu dari parameter-parameter dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari dinamika medan skalar. Persamaan dinamika yang diperumum dari teori skalar-vektor-tensor diturunkan untuk menggambarkan solusi-solusi kosmologi. Kedua, dengan menerapkan persamaan dinamika, diturunkan persamaan keadaan sebagai fungsi dari vektor kopling. Diberikan sebuah model, solusi-solusi eksak dari persamaan keadaan diperoleh sebagai fungsi dari parameter kopling. Ketiga, dipelajari konsekuensi dari medan skalar gelindingan perlahan, dalam kerangka kerja teori skalar-vektor-tensor pelanggaran Lorentz. Selanjutnya dikaji struktur global dari sistem dinamika melalui analisa ruang fasa. Stabilitas dari sistem ditentukan dari nilai eigen persamaan dinamika dan bergantung pada parameter kopling vektor. Dari tiga buah titik kritis, dua diantaranya menunjukkan dominasi kinetik medan skalar dan yang lainnya adalah dominasi kinetik-potensial. Ketiga titik kritis terkait dengan pelanggaran Lorentz. I.7 Sistematika Disertasi Sistematika pembahasan di dalam disertasi ini didasarkan atas makalah-makalah yang sudah dipublikasikan. Ada beberapa pembahasan yang ditambahkan dan tidak terdapat dalam makalah. Pembahasan dibagi menjadi sembilan bab. Uraian dari masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Membahas deskripsi topik dan latar belakang permasalahan penelitian serta tujuan dan ruang lingkup permasalahan. Asumsi-asumsi dan hipotesis diberikan sebagaimana telah dipaparkan di atas. Bab II Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld Membahas perkembangan dan status dari dimensi ekstra, braneworld dan aspek kosmologi baik dalam dimensi ekstra dan 4-dimensi. Pembahasan didasarkan atas penelitian-penelitian yang sudah dilakukan dan digunakan 17

18 sebagai dasar dari penelitian ini. Di dalam bab ini dikaji model dimensi ekstra dari teori Kaluza-Klein dan model-model braneworld. Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold Membahas kompaktifikasi teori 5-dimensi dalam kerangka kerja supergravitasi yang terkopel dengan vektor multiplet dan hipermultiplet membentang manifold Einstein Self-Dual. Teori supergravitasi 5-dimensi yang memiliki dua buah generator supersimetri dikompaktifikasi melalui orbifold. Teori efektif 4-dimensi hasil kompaktifikasi memiliki satu buah generator supersimetri di mana medan-medan skalar vektor multiplet dan hipermultiplet memparameterisasi sebuah Kahler manifold kompleks. Pembahasan didasarkan atas makalah-makalah: (1) Zen, F.P., Gunara, B.E., Arianto dan Zainuddin, H. (2005) : On Orbifold Compactification Supergravity in Five Dimensions, Journal of High Energy Physics, 08, 018, (2) Arianto, Zen, F.P., Gunara, B.E. dan Zainuddin, H. (2005) : The Effective Action Four Dimensional Supergravity from Orbifold Compactification, Proceeding of International Conference on Advances in Theoretical Sciences (CATS 2005), Putrajaya, Malaysia, December 6 8, Bab IV Gravitasi Braneworld Bab ini mengkaji persamaan-persamaan medan gravitasional pada gravitasi braneworld melalui pendekatan secara kovarian. Penurunan persamaan medan gravitasional untuk sistem dua buah brane adalah dengan menyatakan kuantitas-kuantitas medan 4-dimensi sebagai fungsi dari kuantitas-kuantitas medan 5-dimensi dan dituliskan secara serempak pada kedua brane. Kedua brane ditempatkan pada masing-masing titik tetap (fixed point) dari orbifold. Persamaan medan gravitasional 4-dimensi pada masing-masing brane memodifikasi persamaan medan gravitasional standar dalam relativitas umum oleh dua buah suku tambahan: suku kuadratik tensor energi-momentum dan tensor Weyl terproyeksi pada brane. Suku tambahan pertama adalah relevan pada energi tinggi, sedangkan suku kedua mengandung informasi geometri bulk. Pembahasan 18

19 didasarkan atas makalah: (1) Arianto dan Zen, F.P. (2005) : Persamaan Gerak Efektif Energi Rendah untuk Gravitasi Braneworld, Pendekatan Konformal, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fisika, FPMIPA- UPI dan (2) Zen, F.P., Gunara, B.E. dan Arianto (2004), Mass Hierarchy Problem dan Brane Cosmology, Proceeding of Seminar MIPA IV ITB, Bab V Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmologi Braneworld Di dalam bab ini dibahas teori efektif energi rendah untuk model satu dan dua buah brane. Penurunan persamaan-persamaan medan gravitasional dilakukan melalui skema iterasi energi rendah atau disebut metode ekspansi gradien. Parameter ekspansi didefinisikan pada daerah energi rendah di mana rapat energi pada brane jauh lebih kecil dari tegangan brane. Setiap tensor diekspansi pada masing-masing orde perturbasi. Solusi orde-0 menghasilkan sebuah ketertalaan antara konstanta kosmologi bulk dan tegangan brane. Solusi ini dapat diinterpretasikan sebagai solusi tidak terganggu atau solusi vakum. Solusi orde-1 menghasilkan persamaan Einstein 4-dimensi dengan. Pembahasan dalam bab ini mengacu pada makalah: Zen, F.P., Arianto, Gunara, B.E. dan Zainuddin, H. (2006) : The Effective Equation of Motion on the Braneworld Gravity, Proceeding ITB Sain & Teknologi, 38, 1, Aspek kosmologi braneworld dalam teori efektif energi rendah dikaji untuk menjelaskan dinamika medan skalar radion dalam sistem dua buah brane. Bab VI Skenario Randall-Sundrum dan Brane Bulk Di dalam bab ini dibahas perluasan dari sistem dua buah 3-brane menjadi sistem tiga buah brane. Metode yang dikembangkan pada Bab IV digunakan untuk memperoleh persamaan gerak efektif energi rendah untuk masing-masing brane. Teori efektif 4-dimensi yang diperoleh adalah teori skalar-tensor dengan dua buah medan skalar radion. Kedua medan skalar tersebut merupakan sebuah realisasi teori efektif pada masing-masing 19

20 brane. Pembahasan di dalam bab ini didasarkan atas makalah: Zen, F.P., Arianto, Gunara, B.E. dan Zainuddin, H. (2005) : The Low Energy Effective Equation of Motions for Multi Braneworld Gravity, [ArXiv: hepth/ ]. Bab VII Pelanggaran Lorentz dan Gravitasi Braneworld Membahas perluasan sistem satu buah brane dengan dinamika medan vektor di dalam bulk yang melanggar invarian Lorentz. Dengan menerapkan metode ekspansi gradien, diperoleh persamaan medan gravitasional 4-dimensi di mana masing-masing besaran medan diskala oleh parameter kopling vektor. Pembahasan didasarkan atas makalah: Arianto, Zen, F.P. dan Gunara, B.E. (2006) : Gravitational Field Equations on a 3-Brane: Influence of Lorentz Violation in the Bulk, Proceeding ICMNS (2006). Bab VIII Teori Gravitasi Skalar-Vektor-Tensor Bab ini membahas implikasi kosmologi ketika simetri Lorentz dirusak secara spontan dalam kerangka kerja teori skalar-vektor-tensor. Persamaan-persamaan dinamika untuk medan skalar diperoleh untuk menggambarkan solusi-solusi kosmologi. Stabilitas dari sistem dinamika medan skalar digambarkan dalam diagram ruang fasa. Solusi stabil diperoleh untuk solusi yang didominasi oleh suku kinetik dan solusi yang didominasi oleh suku kinetik-potensial. Pembahasan didasarkan atas makalah: Arianto, Zen, F.P., Gunara, B.E., Triyanta dan Supardi (2007): Some Impact of Lorentz Violation on Cosmology, Journal of High Energy Physics, JHEP 09, 048. Bab IX Kesimpulan Bab ini merupakan bab kesimpulan dari keseluruhan hasil-hasil penelitian serta tindak lanjut penelitian. 20

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold III.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi yang memiliki generator supersimetri melalui kompaktifikasi orbifold dari

Lebih terperinci

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Pada Bab III, telah diperoleh sebuah deskripsi teori efektif 4-dimensi dari teori 5- dimensi dengan cara mengkompaktifikasi pada orbifold dalam kerangka kerja

Lebih terperinci

Perspektif Baru Fisika Partikel

Perspektif Baru Fisika Partikel 8 Perspektif Baru Fisika Partikel Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui perkembangan terbaru dari fisika partikel. 2. Mengetahui kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA

GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI BRANEWORLD DIMENSI LIMA

STUDI BRANEWORLD DIMENSI LIMA http://doi.org/10.1009/pekta Volume Nomor 1 April 017 p-in: 1-8 e-in: 1-9 DOI: doi.org/10.1009/pekta.01.01 TUDI BANEWOLD DIENI LIA Dewi Wulandari 1a) 1 Jurusan Fisika Fakultas atematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld

Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld Bab II Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld II.1 Pendahuluan Mekanika kuantum dan relativitas umum adalah dua teori yang sukses menggambarkan fisika pada masing-masing wilayah. Masalahnya adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fisika partikel dibangun dari mekanika kuantum relativistik yang kemudian dikembangkan menjadi teori medan kuantum (Quantum Field Theory) disertai

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

Model Korespondensi Spinor-Skalar

Model Korespondensi Spinor-Skalar Albertus H. Panuluh, dkk / Model Korespondensi Spinor-Skalar 119 Model Korespondensi Spinor-Skalar Albertus H. Panuluh, Istikomah, Fika Fauzi, Mirza Satriawan Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc. Laboratorium Fisika Teoretik, THEPI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG I. PENDAHULUAN Fisika awal abad

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.

Lebih terperinci

Majelis Guru Besar. Institut Teknologi Bandung. Pidato Ilmiah Guru Besar. Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar. Institut Teknologi Bandung. Pidato Ilmiah Guru Besar. Institut Teknologi Bandung Pidato Ilmiah Guru Besar Profesor Freddy Permana Zen UNIFIKASI INTERAKSI DI ALAM SEMESTA: DARI EINSTEIN SAMPAI SUPERSTRING Balai Pertemuan Ilmiah ITB 56 Hak cipta ada pada penulis Judul: Pidato Ilmiah

Lebih terperinci

DEFORMASI VAKUM SUPERSIMERTIK PADA KAEHLER-RICCI SOLITON BERDIMENSI DUA DENGAN SUPERPOTENSIAL LINEAR

DEFORMASI VAKUM SUPERSIMERTIK PADA KAEHLER-RICCI SOLITON BERDIMENSI DUA DENGAN SUPERPOTENSIAL LINEAR DEFORMASI VAKUM SUPERSIMERTIK PADA KAEHLER-RICCI SOLITON BERDIMENSI DUA DENGAN SUPERPOTENSIAL LINEAR TUGAS AKHIR Kelompok Keahlian Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat istimewa. Manusia diberi akal budi oleh sang pencipta agar dapat mengetahui dan melakukan banyak hal. Hal lain yang

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe)

Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe) Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe) Prof. P. Silaban, Ph.D. Theoretical Physics Laboratory Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL Annisa Fitri 1, Anto Sulaksono 2 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1 annisa.fitri11@sci.ui.ac.id 2 anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum

Lebih terperinci

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka )

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Lembar Pengesahan JURNAL Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Oleh La Sabarudin 4 4 97 Telah diperiksa dan disetujui oleh TELAAH FUNDAMENTAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alam semesta pada awal kelahirannya sesaat setelah big bang didominasi oleh radiasi. Pada era radiasi, suhu alam semesta sangat tinggi dan partikel-partikel

Lebih terperinci

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC)

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) Muhammad Taufiqi Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc JURUSAN FISIKA Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA 10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Medan Bila bicara tentang partikel-partikel, maka akan selalu terkait dengan apa yang disebut dengan medan. Medan adalah sesuatu yang muncul merambah ruang waktu, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia sains, ilmu fisika mempunyai peran penting untuk memahami fenomena alam dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hal itu dapat dilihat

Lebih terperinci

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON M. Fitrah Alfian R. S. *), Anto Sulaksono Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 1644 *) fitrahalfian@sci.ui.ac.id Abstrak Bintang boson statis dengan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor )

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor ) 1. 2. Memahami prinsipprinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam

Lebih terperinci

HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI

HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Kuantum Dosen Pengampu: Drs. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., PhD Disusun oleh kelompok 8:.

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) FISIKA MODERN OLEH : Tim Penyusun PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2009 Nama Matakuliah Kode / SKS : Fisika Modern

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance BAB IV Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi IV.1 Model Concordance Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com 18 April 2017 Agus Suroso (FTETI-ITB)

Lebih terperinci

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik JURNAL FOURIER Oktober 2012, Vol. 1, No. 2, 89-96 ISSN 2252-763X Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik Joko Purwanto Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Gerak lurus dengan percepatan konstan (GLBB)

Gerak lurus dengan percepatan konstan (GLBB) Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : FISIKA Kurikulum : IRISAN (994, 2004, 2006) Program : ILMU PENGETAHUAN ALAM KISI-KISI PENULISAN SOAL TRY OUT UJI SMA NEGERI DAN SWASTA SA No. Urut 2 STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Doc. Name: XPFIS9910 Version: 2012-06 halaman 1 Sebuah bola bermassa m terikat pada ujung sebuah tali diputar searah jarum jam dalam sebuah lingkaran mendatar dengan jari-jari

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA

KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA BAB IV KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA MANIFOLD BERDIMENSI-4 4.1 Struktur Selfdual dengan Simetri Torus Dalam 4-dimensi, untuk mengatakan bahwa sebuah manifold adalah quaternionic Kähler adalah

Lebih terperinci

Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah

Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah By. Agus Mulyono Atom adalah partikel kecil dengan ukuran jari-jari 1 Amstrong. Atom bukanlah partikel elementer. John Dalton (1766-1844) pada tahun 1803 memberikan

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

Kompaktifikasi Teori String Heterotik pada Manifold Calabi-Yau

Kompaktifikasi Teori String Heterotik pada Manifold Calabi-Yau JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME, NOMER JANUARI 25 Kompaktifikasi Teori String Heterotik pada Manifold Calabi-Yau Bintoro A. Subagyo, Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam Jurusan Fisika FMIPA,

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SKRIPSI Oleh A.Syaiful Lutfi NIM 081810201005 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Hasil perhitungan klasik ini dikenal sebagai Hukum Rayleigh-

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA... Kelas / Semester : XII / II Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 3. Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein

Lebih terperinci

JURNAL INFORMATIKA HAMZANWADI Vol. 2 No. 1, Mei 2017, hal. 20-27 ISSN: 2527-6069 SOLUSI PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL POSCH-TELLER TERMODIFIKASI DENGAN POTENSIAL TENSOR TIPE COULOMB PADA SPIN SIMETRI

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN 1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis,

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Perkuliahan PLPG Fisika tahun 2009 Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Muatan Listrik Dua jenis muatan listrik: positif dan negatif Satuan muatan adalah coulomb [C] Muatan elektron (negatif) atau proton (positif)

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk

Lebih terperinci

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015 PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015 Drs. Setyo Warjanto setyowarjanto@yahoo.co.id 081218074405 SK 1 Ind 1 Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Perkuliahan

Silabus dan Rencana Perkuliahan Silabus dan Rencana Perkuliahan Mata kuliah : PEND.FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Team Dosen Pend fisika Kuantum Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S Standar Kompetensi : Setelah mengikuti

Lebih terperinci