Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas"

Transkripsi

1 Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan

2 Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu konstan? 3 Tuliskan rumusan derivatif kovarian, dengan menggunakan simbol Christoffel 4 Tuliskan divergensi suatu vektor Vdalam koordinat polar

3 Hubungan Gravitasi dan Kelengkungan Salah satu hal fundamental dalam TRK adalah keberadaan kerangka inersial. Kerangka yang titik-titik koordinatnya dalam keadaan diam relatif terhadap titik asal, dan semua penunjuk waktunya berjalan dengan seragam relatif terhadap penunjuk waktu di titik asal. Kemudian dari postulat TRK, kita memperoleh konsep mengenai interval invarian s 2. Untuk mengukur interval kita membutuhkan tensor metriks. Kita dapat saja menentukan sembarang tensor metrik yang kita pakai, tetapi η αβ menjadi tensor metrik yang dipilih karena kaitannya/kesesuaiannya dengan eksperimen, dan kebenarannya dapat ditest dengan eksperimen. Misalnya apakah dapat dibuat suatu kerangka acuan di mana semua penunjuk waktu berjalan secara seragam? Untuk medan gravitasi yang tak seragam, akan ditunjukkan berikutnya, tidak bisa. Jadi tidak ada kerangka inersial global untuk TRK.

4 Eksperimen pergeseran merah gravitasi Partikel dengan massa diam m dilepaskan dari ketinggian h dan jatuh bebas dengan percepatan g. Sampai di bawah dengan kecepatan v = (2gh) 1/2. Sehingga total energinya menurut pengamat di bawah adalah m mv2 + O(v 4 ) = m + mgh + O(v 4 ). Bila semua energi partikel ini diubah menjadi foton yang kemudian dipancarkan ke atas.

5 Setelah sampai di atas, foton dengan energi E diubah menjadi partikel dengan massa diam m = E. Agar kelestarian energi terjaga, maka haruslah m = m, sehingga disimpulkan E = m, atau untuk foton E E = hν hν = m m + mgh + O(v 4 ) = 1 gh + O(v4 ) (1) Jadi foton yang naik melawan medan gravitasi akan kehilangan energi, atau akan berkurang frekuensinya (mengalami pergeseran merah). Pergeseran merah ini bisa diukur secara eksperimen dan pers. (1) telah ditest kebenarannya sampai ketelitian 1%. Eksperimen ini terkenal sebagai eksperimen Pound-Rebka-Snider (PRS). Eksperimen tersebut menjamin kebenaran hukum kelestarian energi tetapi juga berarti tidak ada kerangka inersial global dalam medan gravitasi.

6 Ketiadaan kerangka inersial yang diam relatif di bumi Eksperimen di atas dapat digambarkan dalam diagram ruang waktu berikut yang mengggambarkan garis dunia dua gelombang foton berturutan.

7 Bagaimanapun pengaruh gravitasi kepada lintasan foton, karena medan gravitasinya tidak bergantung waktu, maka dua lintasan di atas kongruen. Sehingga bila ruang waktu adalah Minkowskian, t bot = t top (kerangka inersial). Tetapi t = 1/ν, dan hasil eksperimen di atas menunjukkan ν > ν atau t bot < t top yang berarti kerangka acuannya tidak inersial. Jadi kerangka acuan yang diam relatif di permukaan bumi, bukan kerangka acuan inersial.

8 Prinsip Ekuivalensi Salah satu ciri kerangka inersial adalah, suatu partikel yang diam akan tetap diam bila tidak ada gaya yang bekerja padanya. Biasanya gravitasi dianggap gaya, tetapi gravitasi memiliki sifat yang unik, karena semua partikel (dan energi) akan terkena gravitasi, dan semua partikel yang memiliki kecepatan awal sama, akan memiliki lintasan yang sama dalam medan gravitasi, tak bergantung pada susunan internal partikelnya. Untuk gaya-gaya lain (gaya elektromagnetik, interaksi kuat, interaksi lemah) beberapa partikel ada yang terkena ada yang tidak. Misalnya gaya elektromagnetik hanya terkena pada partikel bermuatan.

9 Partikel netral tidak terkena gaya ini. Jadi untuk gaya-gaya ini, selalu dapat didefinisikan secara eksperimen, bagaimana lintasan partikel yang tidak terkena gaya. Tetapi tidak halnya untuk gravitasi, tidak ada partikel (atau penanda) untuk membedakan lintasan partikel yang tidak terkena medan gravitasi (karena semua pasti terkena dan tidak terbedakan). Tetapi ada kerangka dimana partikel-partikel memiliki kecepatan yang seragam. Kerangka ini jatuh bebas dalam medan gravitasi. Semua partikel bebas akan memiliki kecepatan relatif sama terhadap kerangka ini.

10 Cara lain untuk memahami ini: Bayangkan dalam suatu ruang yang jauh dari benda-benda angkasa lain, sehingga medan gravitasinya nol. Dalam ruang ini terdapat suatu pesawat roket yang dipercepat seragam ke depan. Bagi pengamat di dalam roket, dia merasa ada gaya gravitasi ke arah belakang roket, dia juga melihat sembarang benda-benda bila tidak ditopang akan jatuh ke arah belakang pesawat dengan percepatan yang sama. Dia juga melihat benda-benda memiliki berat yang besarnya sebanding dengan massanya. Sedangkan kerangka inersial benda-benda, adalah kerangka yang jatuh (tertinggal) ke arah belakang pesawat.

11 Jadi suatu medan gravitasi yang seragam ekuivalen dengan suatu kerangka yang dipercepat relatif terhadap suatu kerangka inersial. Ini disebut sebagai prinsip ekuivalensi lemah antara gravitasi dan percepatan. Ada bentuk lain yang nanti kita gunakan, yaitu prinsip ekuivalensi kuat yang menyatakan bagaimana gaya alam bekerja dalam medan gravitasi dengan mempostulatkan bahwa hukum gaya-gaya tadi dalam kerangka inersial yang jatuh bebas identik dengan hukum mereka dalam TRK. Perlu diperhatikan bahwa argumen di atas hanya benar untuk suatu daerah lokalitas tertentu dari medan gravitasi, karena medan gravitasi (bumi) bersifat tak seragam.

12 Pergeseran Merah dalam Kerangka Jatuh Bebas Tinjau kerangka yang awalnya diam ketika foton mulai dipancarkan ke atas dalam eksperimen PRS di atas, tapi kemudian kerangka ini jatuh bebas. Lama perjalanan foton ke atas t = h, dan selama itu kerangka acuan tadi telah memiliki kecepatan menjauh ke bawah sebesar v = gh. Sehingga frekuensi foton ν dilihat dari kerangka jatuh bebas dibanding frekuensi foton ν di kerangka diam di atas, dapat diperoleh dari rumus pergeseran merah (efek Doppler relativistik) ν ν = 1 + gh 1 g 2 h 2 = 1 + gh + O(v4 ) (2)

13 Dari pers. (1) didapatkan bahwa ν oleh pengamat jatuh bebas sama dengan ν pengamat yang ada ada di bawah, jadi tidak ada pergeseran merah yang teramati oleh pengamat jatuh bebas. Ini menjadi dasar kuat bagi postulat bahwa kerangka jatuh bebas adalah kerangka inersial. Akan tetapi karena gravitasi secara umum tidak seragam, maka tidak mungkin membuat kerangka inersial global. Kita hanya dapat membuat kerangka inersial lokal. Sembarang medan gravitasi, untuk daerah yang cukup kecil, dapat dianggap seragam, sehingga dapat dibuat di lokalitas tersebut suatu kerangka inersial, yaitu kerangka yang sesaat jatuh bebas di daerah tersebut. Ini semacam KDS fluida, tetapi untuk daerah lokalitas tertentu dan waktu tertentu saja.

14 Kelengkungan Dalam TRK, dua garis dunia partikel bebas yang awalnya paralel akan tetap paralel. Sama seperti sifat geometri Euclid. Jadi ruang TRK, yaitu ruang Minkowski adalah ruang datar, yang memenuhi aksioma Euclid mengenai paralelisme. Hanya saja ruang Minkowski memiliki metrik yang berbeda, (-1,1,1,1) alih-alih (1,1,1,1), sehingga ruang Minkowski adalah ruang datar dengan geometri non Euklidan. Dalam ruang waktu gravitasi tak seragam, garis dunia dua partikel bebas yang awalnya paralel tidak selalu paralel. Aksioma Euklid tidak terpenuhi, sehingga ruangnya tidak datar, atau ruangnya melengkung. Sebagai contoh, di permukaan bola, dua garis (bagian dari lingkaran garis lintang) yang awalnya paralel (disebut sebagai geodesi), akan berpotongan di kutub. Tetapi secara lokal, ruangnya seperti ruang datar. Ini adalah sifat dari geometri Riemann. Hasil terepenting dari Einstein adalah dia mengidentifikasikan lintasan partikel yang jatuh bebas dengan geodesi geometri melengkung.

15 Aljabar Tensor dalam Koordinat Polar Tinjau suatu bidang Euklid. Sistem koordinat kartesan dengan koordinat x dan y dapat diganti dengan sistem koordinat polar dengan koordinat r dan θ, dengan relasi r = (x 2 + y 2 ) 1/2 ; x = r cos θ; θ = arctan y ; y = r sin θ (3) x Perubahan kecil r dan θ dihasilkan oleh x dan y melalui r = x r x + y y = cos θ x + sin θ y r θ = y r 2 x + x r 2 y = 1 r sin θ x + 1 cos θ y (4) r

16 Dapat juga digunakan koordinat lain, misalkan kita simbolkan dengan ξ dan η. ξ = ξ(x, y); ξ = ξ ξ x + x y y η = η(x, y); ξ = η η x + y (5) x y Agar sistem koordinat (ξ, η) menjadi sistem koordinat yang baik, maka hubungannya dengan (x, y) harus satu-satu. Secara matematis ini berarti bila ξ = η = 0, maka x = y = 0. Ini benar bila determinan transformasi di pers. (5) tidak nol det ( ) ξ/ x ξ/ y 0 (6) η/ x η/ y Determinan ini disebut sebagai Jacobian dari transformasi koordinat. Bila Jacobiannya nol di suatu titik, maka transformasinya dikatakan singular di titik tersebut.

17 Vektor dan bentuk satu Cara lama untuk mendefinisikan vektor adalah sebagai sesuatu yang bertransformasi, terhadap sembarang transformasi koordinat, seperti transformasinya pergeseran, r. Yaitu suatu vektor dapat direpresentasikan sebagai pergeseran ( x, y), atau dalam koordinat polar ( r, θ), atau secara umum ( ξ, η). Untuk pergeseran yang kecil ( ) ξ = η ( ) ( ) ξ/ x ξ/ y x η/ x η/ y y Dengan mendefinisikan matrix transformasi (7) ( ) ξ/ x ξ/ y (Λ α β) = (8) η/ x η/ y Transformasi sembarang vektor dapat ditulis seperti pada TRK V α = Λ α βv β (9)

18 Kita dapat mendefinisikan suatu vektor dengan cara lain (yang lebih alami). Misalkan diberikan suatu skalar φ. Untuk suatu sistem koordinat (ξ, η), selalu dapat dibentuk derivatif φ/ ξ dan φ/ η. Bentuk satu (forma satu) dφ didefinisikan sebagai obyek geometri yang komponennya dalam koordinat (ξ, η) dφ ( φ/ ξ, φ/ η) (10) Transformasi komponen, diperoleh otomatis dari aturan derivatif berantai φ ξ = x φ ξ x + y φ ξ y (11) demikian pula untuk φ/ η.

19 Atau dapat ditulis ( ) φ/ ξ = φ/ η ( ) ( ) x/ ξ y/ ξ φ/ x x/ η y/ η φ/ y (12) sehingga matriks transformasinya ( ) x/ ξ y/ ξ (Λ α β ) = x/ η y/ η (13) Jadi mula-mula yang didefiniskan adalah bentuk satu beserta cara tertransformasinya. Kemudian vektor didefinisikan sebagai fungsi linier dari bentuk satu ke bilangan real. Vektor yang didefinisikan seperti ini, tetap akan bertransformasi seperti pers.(7).

20 Dapat ditunjukkan bahwa (Λ α β) dan (Λ α β )T adalah inverse satu terhadap yang lain. ( ξ/ x ξ/ y η/ x η/ y ) ( x/ ξ x/ η ) y/ ξ y/ η = ξ x x ξ + ξ y y ξ η x x ξ + η y y ξ ξ x x η + ξ y y η η x x η + η y y η = ( ) ξ/ ξ ξ/ η = η/ ξ η/ η ( ) (14)

21 Kurva dan Vektor Definisi: Lintasan (path) kumpulan sederetan titik-titik yang terhubung di suatu bidang. Kurva: Lintasan yang berparameter. Kurva adalah pemetaan suatu interval garis bilangan real ke suatu lintasan pada suatu bidang. Jadi kurva adalah lintasan dengan bilangan real diasosiasikan ke setiap titiknya. Misal: (ξ = f (s), η = g(s), a s b). Bila kita ganti parameternya, misal s = s (s) maka akan kita dapatkan kurva yang baru (ξ = f (s ), η = g (s ), a = s (a) s b = s (b)). Bisa ada takhingga banyak kurva yang memiliki lintasan yang sama. Derivatif suatu medan skalar φ sepanjang kurva ini adalah dφ/ds. Bila s diganti maka derivatifnya juga berganti.

22 Dapat dituliskan dφ/ds = dφ, V (15) dengan komponen dari V adalah (dξ/ds, dη/ds). Vektor V bergantung pada kurvanya, sedangkan dφ hanya bergantung pada φ. Jadi V adalah vektor karakteristik dari kurva, disebut sebagai vektor tangen. Jadi vektor adalah sesuatu yang menghasilkan dφ/ds bila diberi φ. Dalam pandangan modern, vektor tangen terhadap suatu kurva disebut sebagai d/ds. Suatu lintasan memiliki tak hingga banyak tangen vektor di satu titik, tetapi suatu kurva hanya memiliki satu tangen vektor di satu titik. Parameter s tidak berubah terhadap transformasi koordinat, tetapi komponen V akan berubah, sesuai aturan derivatif berantai ( ) dξ/ds = dη/ds ( ) ( ) ξ/ x ξ/ y dx/ds η/ x η/ y dy/ds (16)

23 Bentuk satu basis dan vektor basis dalam koordinat polar Basis koordinatnya atau demikian juga untuk e α = Λ β α e β (17) e r = Λ x r e x + Λ y r e y = x r e x + y r e y = cos θ e x + sin θ e y (18) e θ = x θ e x + y θ e y = r sin θ e x + r cos θ e y (19)

24 di mana telah digunakan Λ x r = x r demikian juga untuk tranformasi baliknya akan digunakan Λ r x = r x Analog dengan sebelumnya, bentuk satu basisnya dθ = θ x dx + θ y dy, serupa dengan itu diperoleh = 1 r sin θ dx + 1 r cos θ dy (20) dr = cos θ dx + sin θ dy (21)

25 Berikut adalah sketsa gambar basis-basis tersebut Perhatikan bahwa untuk titik yang berbeda basisnya berbeda. Selain itu panjang dari setiap basis di titik yang berbeda bisa tidak sama. Sebagai contoh dari pers. (19) diperoleh e θ 2 = e θ e θ = r 2 sin 2 θ + r 2 cos 2 θ = r 2. (22) Dapat ditunjukkan bahwa e r = 1, dr = 1, dr = 1, dθ = r 1.

26 Tensor metrik Perkalian titik di atas dihitung dengan mengetahui bentuk tensor metrik dalam koordinat (x, y): e x e x = e y e y = 1, e x e y = 0; (23) atau dalam notasi tensor (dalam koordinat kartesan) Untuk koordinat polar, komponennya g( e α, e β ) = δ αβ (24) g α β = g( e α, e β ) = e α e β (25) dengan memakai pers.(19) dan (18), diperoleh g rr = 1, g θθ = r 2, g rθ = 0 (26)

27 Sehingga komponen g dalam koordinat polar dapat ditulis (g αβ ) = ( ) r 2, (27) Cara yang paling efisien untuk menunjukkan metrik sekaligus koordinatnya, adalah dengan menggunakan elemen garis dalam sistem koordinat tersebut, yang tidak lain adalah besar dari sembarang vektor pergeseran infinitesimal d l: d l d l = ds 2 = dr e r + dθ e θ = dr 2 + r 2 dθ 2 (28) Tensor metrik dapat juga dituliskan dalam basis tensornya g = g αβ dx α dx β = dr dr + r 2 dθ dθ (29) Perhatikan, bentuk ini tidak sama dengan yang sebelumnya, ini masih dalam basis bentuk satunya, bukan dalam bentuk hasilnya perkalian titik, seperti pada sebelumnya.

28 Metrik yang kita peroleh sebelumya memiliki inverse ( r 2 ) 1 = ( ) r 2, (30) dengan ini kita dapat memetakan antara vektor dan bentuk satu. Misalkan bila diberi medan skalar φ, dan gradiennya dφ, maka komponen vektor dari dφ adalah untuk koordinat polar ( dφ) α = g αβ φ, β (31) ( dφ) r = g rβ φ, β = g rr φ, r +g rθ φ, θ = φ/ r; ( dφ) θ = g θβ φ, β = g θr φ, r +g θθ φ, θ = 1 φ/ θ (32) r2 Komponen dari bentuk satu dan vektor gradien memiliki komponen berbeda! (hanya sama dalam koordinat kartesan)

29 Kalkulus Tensor dalam koordinat polar Komponen dari basis vektor e x dalam koordinat polar adalah (Λ r x, Λ θ x) = (cos θ, r 1 sin θ), yang jelas masing-masingnya tidak konstan. Bila e x diderivatifkan, haruslah nol, tetapi derivatif terhadap komponennya tidak menghasilkan nol. Ini karena basis vektor koordinat polar bukanlah vektor yang konstan. Derivatif dari basis vektor dalam koordinat polar: r e r = r (cos θ e x + sin θ e y ) = 0 (33) θ e r = θ (cos θ e x + sin θ e y ) = 1 r e θ. (34)

30 Demikian pula r e θ = r ( r sin θ e x + r cos θ e y ) = 1 r e θ (35) θ e θ = θ ( r sin θ e x + r cos θ e y ) = r e r. (36) Untuk vektor e x, derivatifnya terhadap koordinat polar θ e x = θ (cos θ e r 1 r sin θ e θ) = 0 (37)

31 Derivatif sembarang vektor dalam koordinat polar Sembarang vektor V dalam koordinat polar, memiliki komponen (V r, V θ ). Derivatifnya, misalnya terhadap r adalah V r = r (Vr e r + V θ e θ ) = Vr r e r + V r e r r + Vθ r e θ + V θ e θ r (38) Secara umum V x β = Vα x e β α + V α e α x β (39) suku terakhir, sebagai vektor dapat dituliskan dalam kombinasi linear dalam basis vektornya, e θ r = Γµ αβ e µ (40) koefisien Γ µ αβ disebut sebagai simbol Christoffel.

32 Dari hasil-hasil sebelumnya, diperoleh simbol Christoffel dalam koordinat polar. 1 e r r = 0 Γµ rr = e r θ = 1 r e θ Γ r rθ = 0, e θ r = 1 r e θ Γ r θr = 0, Γ θ rθ = 1 r Γ θ θr = 1 r 4 e θ θ = r e r Γ r θθ = r, Γ θ θθ = 0

33 Derivatif Kovarian Dengan menggunakan simbol Christoffel, derivatif terhadap sembarang vektor menjadi V x β = Vα x e β α + V α Γ µ αβ e µ (41) atau dapat juga dituliskan sebagai V ( ) V α x β = x β + Vµ Γ α µβ e α (42) sehingga komponen V/ x β adalah V α x β + Vµ Γ α µβ (43) Didefinisikan notasi derivatif baru sehingga V/ x β = V α ; β e α V α ; β = V α, β +V µ Γ α µβ (44)

34 Obyek V/ x β, untuk β tertentu adalah suatu vektor. Tetapi untuk sembarang ( ) nilai β, V/ x β dapat dianggap sebagai suatu 1 tensor tipe yang memetakan vektor e 1 β ke V/ x β. Medan tensor ini disebutsebagai derivatif kovarian dari V dan disimbolkan sebagai V. Komponennya ( V) α β = ( β V) α = V α ; β (45) Dalam koordinta kartesan komponennya V α, β tetapi dalam koordinat lengkung lainnya, komponennya secara umum seperti pada pers. (45). Untuk mendapatkan komponennya, dapat digunakan pers. (44) atau menggunakan transformai tensor dari komponennya pada koordinat kartesan. Untuk medan skalar, karena skalar tidak bergantung pada basis vektor, maka derivatif kovariannya sama dengan derivatif biasa. α f = f / x α ; f = df. (46)

35 Divergensi dan Laplasian Dalam koordinat kartesan, divergensi suatu vektor V α adalah suatu skalar V α, α, yang bisa dilihat sebagai kontraksi dari V α, β terhadap kedua indeksnya. Sebagai skalar, nilainya invarian tidak bergantung pada sistem koordinat. Dalam koordinat lengkung, divergensi diberikan oleh V α ; α dan memenuhi V α, α = V α ; α (47) Sebagai contoh, untuk koordinat polar akan didapatkan V α ; α = 1 r r (rvr ) + θ Vθ. (48) Laplasian adalah divergensi dari suatu gradien. Gradien adalah suatu bentuk satu. Karena kita sebelumnya hanya memiliki divergensi dari suatu vektor, maka kita harus mengubah gradien menjadi vektor. Dalam koordinat polar, sudah kita dapatkan komponen dari vektor gradien suatu medan skalar φ, yaitu (φ, r, φ, θ /r 2 ).

36 Dengan memasukkan komponen vektor gradien ke dalam rumus divergensi suatu vektor di atas diperoleh (dalam koordinat polar) φ 2 φ = 1 r r (r φ r ) + 1 r 2 2 φ θ 2 (49)

37 Derivatif bentuk satu dan tensor tipe lainnya Untuk mendapatkan derivatif bentuk satu, digunakan sifat bahwa bentuk satu bekerja pada vektor menghasilkan skalar. Misalkan p adalah bentuk satu dan V adalah vektor, dan misalkan p, V φ = p α V α (suatu skalar). Sehingga β φ = p α x β Vα + p α V α x β. (50) sebagai komponen dari β V bentuk V α / x β dapat diganti dengan memakai pers.(44) sehingga β φ = p α x β Vα + p α V α ; β p α V µ Γ α µβ. (51) atau ( ) pα β φ = x β p µγ µ αβ V µ + p α V α ; β. (52) Semua suku di atas adalah komponen suatu tensor, maka suku dalam kurung juga harus komponen dari suatu tensor, yang tidak lain adalah derivatif kovarian dari p Jadi

38 Untuk pers.(50), sekarang menjadi β (p α V α ) = p α ; β V α + p α V α ; β. (54) Prosedur yang sama dapat digunakan untuk memperoleh derivatif kovarian tensor lainnya β T µν = T µν, β T αν Γ α µβ T µα Γ α νβ (55) β A µν = A µν, β +A αν Γ µ αβ + A µα Γ ν αβ (56) β B µ ν = B µ ν, β +B α νγ µ αβ B µ αγ α νβ (57) (58)

39 Simbol Christofell dan Tensor Metrik Dalam koordinat kartesan, komponen suatu bentuk satu serta vektor yang terkait dengannya, akan sama. Karena derivatif kovarian dalam koordinat kartesan hanyalah derivatif biasa terhadap komponen, maka komponen derivatif kovarian dari suatu bentuk satu dan vektor terkait haruslah sama. Bila V adalah suatu vektor, dan Ṽ = g( V, ) adalah bentuk satu terkait, maka dalam koordinat kartesan β Ṽ = g( β V, ) (59) Tapi persamaan di atas adalah peramaan tensor, sehingga harus benar untuk sembarang koordinat. Disimpulkan V α ; β = g αµ V µ ; β (60) Kesimpulan ini membawa akibat berikut ini: Berawal dari V α = g αµ V µ. Bila dilakukan derivatif kovarian (dalam sembarang koordinat) V α ; β = g αµ ; β V µ + g αµ V µ ; β (61)

40 Mencari Simbol Christoffel dengan metriks Sebelumnya akan ditunjukkan bahwa Γ µ αβ = Γ µ βα. Dalam koordinat kartesan φ (dengan φ adalah sembarang skalar) memiliki komponen φ β. Derivatif kovarian yang kedua φ memiliki komponen φ, β ; α, atau dalam koordinat kartesan adalah φ, β, α. Karena derivatif biasa dapat dipertukarkan maka φ, β, α = φ, α, β. Tetapi bila suatu tensor itu simetrik dalam suatu sistem koordinat, dia akan tetap simetrik dalam koordinat lain. Jadi φ, β ; α = φ, α ; β, atau φ, β, α φ, µ Γ µ βα = φ, α, β φ, µ Γ µ αβ (62) Tapi karena φ, β, α = φ, α, β maka Γ µ αβ = Γ µ βα.

41 Sekarang dengan memakai g αβ ; µ = 0 kita dapat tuliskan g αβ, µ = Γ ν αµg νβ + Γ ν βµg αν kemudian tukarkan indeks β dan µ g αµ, β = Γ ν αβg νµ + Γ ν µβg αν dan tukarkan indeks β dengan α g βµ, α = Γ ν βαg νµ + Γ ν µαg βν Jumlahkan dua persamaan pertama dan kurangkan dengan yang ketiga, diperoleh setelah beberapa penyederhanaan g αβ, µ + g αµ, β g βµ, α = 2g αν Γ ν βµ Setelah dikalikan dengan g αγ, dibagi dua, diperoleh Γ ν βµ = 1 2 (g αβ, µ + g αµ, β g βµ, α ) (63)

42

43

44

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu. VEKTOR Kata vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti "pembawa" (carrier), yang ada hubungannya dengan "pergeseran" (diplacement). Vektor biasanya digunakan untuk menggambarkan perpindahan suatu partikel

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Abd Mujahid Hamdan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-raniry, Banda Aceh, Indonesia mujahid@ar-raniry.ac.id Abstrak: Telah dilakukan perluasan model black

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda 1 Benda tegar Pada pembahasan mengenai kinematika, dinamika, usaha dan energi, hingga momentum linear, benda-benda yang bergerak selalu kita pandang sebagai benda titik. Benda yang berbentuk kotak misalnya,

Lebih terperinci

Persamaan Parametrik

Persamaan Parametrik oki neswan (fmipa-itb) Persamaan Parametrik Kita telah lama terbiasa dengan kurva yang dide nisikan oleh sebuah persamaan yang menghubungkan koordinat x dan y: Contohnya persamaan eksplisit seperti y x

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. (Beberapa Besaran Fisika, Faktor konversi dan Alfabet Yunani)

LAMPIRAN A. (Beberapa Besaran Fisika, Faktor konversi dan Alfabet Yunani) LAMPIRAN A (Bebeapa Besaan Fisika, Fakto konvesi dan Alfabet Yunani) Bebeapa Tetapan dan Besaan Fisika Massa matahai Jai-jai matahai Massa bumi Kecepatan cahaya Konstanta gavitasi = 1,99 10 30 kg = 6,9599

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

Listrik Statik. Agus Suroso

Listrik Statik. Agus Suroso Listrik Statik Agus Suroso Muatan Listrik Ada dua macam: positif dan negatif. Sejenis tolak menolak, beda jenis tarik menarik. Muatan fundamental e =, 60 0 9 Coulomb. Atau, C = 6,5 0 8 e. Atom = proton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Beberapa teori dapat membandingkan ketelitian ramalannya dengan teori gravitasi universal Newton. Ramalan mekanika benda angkasa untuk posisi planet sesuai

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor A dan B pada bidang dinyatakan

Lebih terperinci

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat, VEKTOR Dalam mempelajari fisika kita selalu berhubungan dengan besaran, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dioperasikan. da besaran yang cukup dinyatakan dengan nilai (harga magnitude) dan satuannya saja,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1 GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT sofyan mahfudy-iain Mataram 1 Sasaran kuliah hari ini 1. Mahasiwa dapat menjelaskan konsep kemiringan garis/gradien 2. Mahasiswa dapat menentukan

Lebih terperinci

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1 Daftar Isi 1 Mengapa Perlu Belajar Geometri 1 1.1 Daftar Pustaka.................................... 1 2 Ruang Euclid 3 2.1 Geometri Euclid.................................... 8 2.2 Pencerminan dan Transformasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian

Lebih terperinci

SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST

SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Skripsi Fisika SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST ALDYTIA GEMA SUKMA H 09 8 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

1 Energi Potensial Listrik

1 Energi Potensial Listrik FI101 Fisika Dasar II Potensial Listrik 1 Energi Potensial Listrik gus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Pada kuliah sebelumnya, telah dibahas besaran-besaran gaya dan medan elektrostatik yang timbul akibat

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA PERBANDINGAN KISI-KISI UN 009 DAN 00 SMA IPA Materi Logika Matematika Kemampuan yang diuji UN 009 UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh dari penarikan kesimpulan Menentukan negasi pernyataan

Lebih terperinci

Bab II Fungsi Kompleks

Bab II Fungsi Kompleks Bab II Fungsi Kompleks Variabel kompleks z secara fisik ditentukan oleh dua variabel lain, yakni bagian realnya x dan bagian imajinernya y, sehingga dituliskan z z(x,y). Oleh sebab itu fungsi variabel

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ Jurusan Fisika FMIPA UGM PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami selesaikan.

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010 PREDIKSI UN 00 SMA IPA BAG. (Berdasar buku terbitan Istiyanto: Bank Soal Matematika-Gagas Media) Logika Matematika Soal UN 009 Materi KISI UN 00 Prediksi UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh

Lebih terperinci

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) 1/34 MOMENTUM - TUMBUKAN (+GRAVITASI) Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Sistem Partikel Dalam pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

MEKANIKA NEWTONIAN. Persamaan gerak Newton. Hukum 1 Newton. System acuan inersia (diam)

MEKANIKA NEWTONIAN. Persamaan gerak Newton. Hukum 1 Newton. System acuan inersia (diam) MEKANIKA NEWTONIAN Persamaan gerak Newton Seperti diketahui bahwa dinamika adalah cabang dari mekanika yang membahas tentang hokum-hukum fisika tentang gerak benda. Dalam catatan kecil ini kita akan membahas

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U September 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R 2 dan R 3 September 2015

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

Bab III. Integral Fungsi Kompleks

Bab III. Integral Fungsi Kompleks Bab III Integral Fungsi ompleks Integrasi suatu fungsi kompleks f() = u + iv dilakukan pada bidang Argand, sehingga integrasinya menyerupai integral garis pada integral vektor. Hal ini terjadi mengingat

Lebih terperinci

ANALISA VEKTOR. Skalar dan Vektor

ANALISA VEKTOR. Skalar dan Vektor ANALISA VEKTOR Skalar dan Vektor Skalar merupakan besaran ang dapat dinatakan dengan sebuah bilangan nata. Contoh dari besaran skalar antara lain massa, kerapatan, tekanan, dan volume. Sedangkan besaran

Lebih terperinci

Konsep Usaha dan Energi

Konsep Usaha dan Energi 1/18 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) USAHA DAN ENERGI Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Konsep Usaha dan Energi Disamping perumusan hukum newton,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga ENERGI POTENSIAL 1. Pendahuluan Energi potensial merupakan suatu bentuk energi yang tersimpan, yang dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga potensial tidak dapat dikaitkan

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

Listrik Statik. Agus Suroso

Listrik Statik. Agus Suroso Listrik Statik Agus Suroso Muatan Listrik Ada dua macam: positif dan negatif. Sejenis tolak menolak, beda jenis tarik menarik. Muatan fundamental e =, 60 0 9 Coulomb. Atau, C = 6,5 0 8 e. Atom = proton

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN

FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN November 6, 2007 Daftar Isi 1 Pendahuluan 4 1.1 Besaran dan Pengukuran..................... 4 1.2 Vektor............................... 7 1.2.1 Penjumlahan Vektor...................

Lebih terperinci

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik

Lebih terperinci

TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika.

TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika. MATA KULIAH : FISIKA DASAR TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika. POKOK BAHASAN: Pendahuluan Fisika, Pengukuran Dan Pengenalan Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus BAB 7. GERAK ROTASI 7.1. Pendahuluan Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus Sebuah benda tegar bergerak rotasi murni jika setiap partikel pada benda tersebut

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN Pernahkah Anda berpikir; mengapa kita bisa begitu mudah berjalan di atas lantai keramik yang kering, tetapi akan begitu kesulitan jika lantai

Lebih terperinci

FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN

FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN June 18, 2012 Daftar Isi 1 Pendahuluan 6 1.1 Besaran, Satuan, dan Pengukuran................................. 6 1.2 Analisa Dimensi...........................................

Lebih terperinci

(translasi) (translasi) Karena katrol tidak slip, maka a = αr. Dari persamaan-persamaan di atas kita peroleh:

(translasi) (translasi) Karena katrol tidak slip, maka a = αr. Dari persamaan-persamaan di atas kita peroleh: a 1.16. Dalam sistem dibawah ini, gesekan antara m 1 dan meja adalah µ. Massa katrol m dan anggap katrol tidak slip. Abaikan massa tali, hitung usaha yang dilakukan oleh gaya gesek selama t detik pertama!

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Khairul Basar atatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA Semester I 2015-2016 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Bab 6 Analisa Vektor 6.1 Perkalian Vektor Pada bagian

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK Pengantar Definisi Arsitektur MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT Operasional Sinkronisasi Kesimpulan & Saran Muhamad Ali, MT Http://www.elektro-uny.net/ali Pengantar

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI SALMAN FARISHI 0304020655 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Pada Bab III, telah diperoleh sebuah deskripsi teori efektif 4-dimensi dari teori 5- dimensi dengan cara mengkompaktifikasi pada orbifold dalam kerangka kerja

Lebih terperinci

INDIKATOR 10 : Menyelesaikan masalah program linear 1. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y

INDIKATOR 10 : Menyelesaikan masalah program linear 1. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y INDIKATOR : Menyelesaikan masalah program linear. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y 8 8 X x + y 8; x + y ; x + y x + y 8; x + y ; x + y x + y 8; x + y ; x + y x + y 8; x

Lebih terperinci

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F BAB IV TRANSFORMASI LINEAR 4.. Transformasi Linear Jika V dan W adalah ruang vektor dan F adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Solusi Schwarzchild 4.1.1 Metrik Schwarzchild Salah satu solusi persamaan medan Einstein diberikan oleh Karl Schwarzchild bagi medan statik dan bersimetri bola. Kondisi statik

Lebih terperinci

MUATAN LISTRIK DAN MEDAN LISTRIK

MUATAN LISTRIK DAN MEDAN LISTRIK MUATAN LISTIK DAN MEDAN LISTIK Muatan listrik Orang yunani kuno pada tahun 600 SM telah menemukan bahwa bila mereka menggosokkan amber( semacam resin) dengan wol, maka amber itu dapat menarik benda benda

Lebih terperinci