DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN..."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C. PERUMUSAN MASALAH... 2 D. TUJUAN PENULISAN... 3 BAB II PEMBAHASAN... 4 v 1. MATERI PENDUKUNG Group Siklik Gelanggang Lapangan Ruang Vektor Perluasan Lapangan Suku Banyak (Polinomial) PEMBAHASAN Pengertian Lapangan Berhingga Sifat Sifat Lapangan Berhingga Sublapangan Cara Mengkonstruksi Lapangan Berhingga Ketunggalan dari Lapangan Berhingga Berorder Sama (up to Isomorphisma)... 43

2 vi BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 56

3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lapangan adalah salah satu objek yang dipelajari dalam aljabar abstrak, salah satu cabang ilmu matematika. Dalam disiplin ilmu matematika sendiri, lapangan memegang peranan yang sangat penting. Bahkan dalam perkuliahan pun lapangan memegang peranan penting. Sebagai contoh, ketika belajar kalkulus, teori bilangan, analisis riil maupun analisis kompleks, lapangan berperan penting di dalamnya. Mengapa bisa dikatakan demikian. Sebab objek seperti himpunan bilangan riil ( ), himpunan bilangan kompleks ( ), himpunan bilangan rasional ( ) serta himpunan bilangan bulat modulo p ( ) dengan operasi penjumlahan dan perkalian adalah contoh dari lapangan. Dalam perkuliahan Struktur Aljabar telah dipelajari pengertian awal tentang lapangan dan beberapa sifatnya. Salah satu objek yang dipelajari di lapangan yaitu lapangan berhingga. Lapangan berhingga ternyata memiliki sifatsifat yang menarik untuk dipelajari, pun lapangan berhingga sendiri memiliki aplikasi yang cukup luas misalnya di criptografi atau di teorema coding. 1 Salah satu yang menarik dari lapangan berhingga adalah bahwa dapat dibuktikan setiap lapangan berhingga memiliki elemen sebanyak p n dengan p bilangan prima dan n bilangan bulat positif. Selain itu hal yang menarik penulis adalah bagaimana mengkonstruksi suatu lapangan berhingga, serta apa saja sifat - sifat dari lapangan berhingga itu sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian lapangan berhingga, sifat - sifat serta cara mengkonstruksinya.

4 2 B. Pembatasan Masalah Pada makalah ini, pembahasan mengenai materi lapangan berhingga lebih ditekankan pada teori teori dasar yaitu tentang pengertian dan sifat sifatnya. Sedangkan untuk terapannya termasuk mengenai Galois Field tidak dibahas pada makalah ini. Selain itu, cara mengkonstruksi lapangan berhingga yang diperkenalkan hanya satu yaitu dengan memanfaatkan gelanggang polinomial P x dan polinomial tak tereduksi px P x. Demikian pula bagaimana cara mencari polinomial tak tereduksi tersebut tidak dibahas pada makalah ini. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pengertian lapangan berhingga? 2. Apasaja sifat sifat yang dimiliki oleh lapangan berhingga? 3. Bagaimana sifat sublapangan dari lapangan berhingga? 4. Bagaimana cara mengkonstruksi lapangan berhingga sesuai dengan banyak elemen yang dimuatnya?

5 3 D. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui pengertian lapangan berhingga. 2. Mengetahui sifat sifat lapangan berhingga. 3. Mengetahui sifat sublapangan dari lapangan berhingga. 4. Dapat mengkonstruksi lapangan berhingga sesuai dengan banyak elemen yang dimuatnya.

6 BAB II PEMBAHASAN Sebelum memulai pembahasan tentang lapangan berhingga terlebih dahulu disajikan materi- materi terkait yang menjadi pendukung, sebagai berikut : 1. Materi Pendukung 1.1 Group Siklik Definisi ( Definisi group ) Himpunan tak kosong G disebut group jika di dalam G terdefinisi satu operasi biner ( operasi biner yaitu fungsi dari ke ) dan dipenuhi sifat sifat berikut : 1. Untuk setiap,, berlaku ( Berlaku sifat assosiatif ) 2. Terdapat elemen sedemikian sehingga berlaku ( e disebut elemen identitas di G ) 3. Untuk setiap terdapat elemen sedemikian sehingga ( disebut invers dari ) (Grillet, 2000 : 8) Contoh : Himpunan bilangan bulat dengan operasi penjumlahan ( + ) yang telah kita kenal membentuk group. 4 Definisi ( Definisi group siklik ) Suatu group G disebut group siklik jika terdapat elemen sedemikian sehingga.

7 5 Elemen yang demikian disebut generator dari G. Selanjutnya group siklik G yang dibangun oleh dinotasikan. (J.A. Galian, 1990 : 66) Contoh : 0 1, 2, 3, 4 terhadap operasi perkalian di adalah contoh group siklik yang dibangun oleh 3 sebab, 3 3, 3 9 4, , Definisi ( Definisi Order ) Misalkan G suatu group, order dari suatu elemen yaitu bilangan bulat positif terkecil t sedemikian sehingga 1 (elemen identitas di G). Order dari elemen dinotasikan. Sedangkan order dari group menyatakan banyaknya elemen yang ada di, dinotasikan. (Fraleigh, 2000 : 408) Contoh : Mengacu contoh dari definisi 1.1.2, diperoleh 4 dan 1 1 sebab 1 1 sedangkan 2 4 karena Teorema Misalkan adalah group siklik dengan order n. Maka jika dan hanya jika, 1. (J.A. Galian, 1990 : 69) Untuk membuktikan teorema di atas harus dibuktikan dua pernyataan yaitu: 1. Jika maka, 1

8 6 2. Jika, 1 maka Untuk membuktikan pernyataan 1) digunakan kontradiksi. Andaikan, 1. Diperoleh n = pt dengan t < n dan k = pw dengan w < k. Maka. Jadi,. Karena,,, berakibat. Dengan kata lain, sehingga bukan generator dari G. Timbul kontradiksi karena diketahui. Jadi, haruslah, 1. Untuk membuktikan pernyataan 2) digunakan cara langsung. Diketahui, 1 berakibat terdapat, sehingga 1. Oleh karena itu.. maka. Karena G dibangun oleh a berakibat. Diketahui pula bahwa. Contoh :. Jadi, Group 0 1, 2, 3, 4. Telah diketahui bahwa 3 adalah generator dari G. Berdasarkan teorema diatas, generator dari G yang lain adalah Hal ini benar karena, 1 2, 2 2, 3 2, 4 2 Teorema Misalkan G adalah group berhingga dengan order n, dengan sifat setiap bilangan bulat positif d yang membagi habis n, terdapat paling banyak d solusi dari persamaan di G. Maka G adalah group siklik. (e elemen identitas di G) (Herstein, 1996 : 222) Misalkan adalah banyaknya elemen di G yang memiliki order d. Ambil sebarang d bilangan bulat positif yang membagi habis n. Jika terdapat

9 7 dimana ord(a) = d maka himpunan penyelesaian dari persamaan adalah,,,,,. Sehingga setiap elemen di G yang berorder d mempunyai bentuk salah satu dari,,,,,. Berdasarkan teorema diperoleh. ( adalah fungsi Euler *). Sedangkan bila tidak terdapat elemen di G yang berorder d maka 0. Oleh karena itu, untuk setiap d yang membagi habis n berlaku. Karena order dari setiap elemen di G membagi = n maka diperoleh. Dari teori bilangan didapat. Sehingga tetapi karena, yang membagi habis n berakibat. Karena n membagi n maka 1, ini berarti terdapat elemen yang berorder n. Oleh karena itu, elemen elemen,,,,, semuanya berbeda dan ada di G. Dengan kata lain,,,,, adalah group siklik dengan generator t. Contoh : 0 1, 2, 3, 4 terhadap operasi perkalian di membentuk group. Jelas pula bahwa 4. Perhatikan 1, 2 dan 4 membagi habis 4 dan persamaan 1 di G mempunyai himpunan penyelesaian { 1 } 1 di G mempunyai himpunan penyelesaian { 1, 4 } 1 di G mempunyai himpunan penyelesaian { 1, 2, 3, 4 } = G Jadi, G memenuhi kondisi pada teorema sehingga G merupakan group siklik ( telah dibuktikan pada contoh 1 ). *penjelasan tentang fungsi Euler terdapat di lampiran.

10 8 1.2 Gelanggang Definisi 1.2.1( Definisi Gelanggang ) Himpunan R tak kosong disebut gelanggang jika di dalam R terdapat dua operasi ( umumnya disimbolkan ( + ) dan (. )) sedemikian sehingga berlaku : 1. jika, maka (. 2.,,. 3.,,,. 4. Terdapat elemen 0 R R sehingga 0 R +,. Selanjutnya 0 R disebut elemen netral dari R. 5., terdapat 0. Selanjutnya b disebut invers dari terhadap penjumlahan di R, biasa ditulis. 6., maka ,,, dan...,,,. Jika terdapat 1 R R, sehingga 1 R.. 1,. R disebut gelanggang dengan elemen satuan dan 1 R disebut elemen satuan di R. Apabila di R juga berlaku..,, maka R dinamakan gelanggang komutatif. ( Herstein, 1996 : 126 ) Contoh : Himpunan bilangan real dengan operasi penjumlahan (+) dan operasi perkalian (.) yang sudah dikenal membentuk gelanggang. Definisi ( Definisi daerah integral ) Misalkan R gelanggang komutatif, R disebut daerah integral jika untuk setiap, sedemikian sehingga. 0 mengakibatkan 0 atau 0. ( Herstein, 1996 : 127 )

11 9 Contoh : Himpunan bilangan real adalah gelanggang komutatif yang juga merupakan daerah integral. Definisi ( Definisi ideal ) Misalkan R suatu gelanggang. Himpunan tak kosong I disebut ideal jika berlaku : 1. I subgroup penjumlahan dari R. 2., berlaku dan. ( Herstein, 1996 : 140) Contoh : Himpunan, 4, 2, 0, 2, 4, 2 adalah ideal dari gelanggang. Definisi ( Definisi ideal maksimal ) Misalkan M ideal dari gelanggang R. M disebut ideal maksimal jika ideal lain di R yang memuat M hanyalah M sendiri atau R. (Herstein, 1996 : 148) Contoh : Himpunan, 6, 3, 0, 3, 6, 3 adalah ideal maksimal dari gelanggang.

12 10 Lemma Misalkan R gelanggang dan I ideal dari R, maka merupakan gelanggang terhadap operasi yang didefinisikan sebagai berikut : untuk setiap, dan (Herstein, 1990 : 135) Pertama dibuktikan operasi (+) dan (*) yang didefinisikan di atas well defined. Yaitu harus ditunjukkan untuk setiap,,, jika dan maka serta,. Untuk keperluan di atas terlebih dahulu dibuktikan pernyataan berikut : Untuk setiap, jika dan hanya jika. Jika berakibat untuk terdapat dengan,, sehingga berlaku atau. Jika berakibat,. Sehingga diperoleh dan berikutnya diperoleh atau. Sekarang kembali kepermasalahan, jika berakibat demikian pula jika berakibat sehingga diperoleh,. Akibatnya.

13 11 Sekarang perhatikan,..1)..2) karena I ideal dari 1) dan 2) didapat. Jadi,. Terbukti, operasi (+) dan (*) yang didefinisikan di atas well defined. Kedua, dibuktikan adalah gelanggang (dengan memanfaatkan definisi gelanggang). Ambil sebarang,,, misalkan pula, dan dengan,,. Selanjutnya perhatikan, 1. karena R gelanggang maka. Jadi, Misalkan 0 elemen netral di R, maka pilih 0 dan untuk setiap berlaku 0 0. Jadi, e elemen netral di. 5. Untuk setiap pilih sedemikian hingga berlaku karena R gelanggang maka. Jadi,

14 I dan 2 3 I Berdasarkan sifat sifat 1 sampai 8, terbukti bahwa adalah gelanggang. Contoh : Telah diketahui bahwa adalah gelanggang dan 2 merupakan ideal dari. Berdasarkan lemma di atas diperoleh 2 suatu gelanggang. 0, 1 merupakan Catatan : adalah himpunan bilangan bulat modulo n. Operasi penjumlahan dan perkalian di seperti yang telah dipelajari di teori bilangan. Definisi ( Definisi homomorphisma ) Misalkan R dan R suatu gelanggang, pemetaan dari R ke R disebut homomorphisma jika berlaku : untuk setiap,. (Herstein, 1990 : 131)

15 13 Didefinisikan pula Kernel dari dinotasikan, yaitu 0. Sedangkan bayangan dari dinotasikan didefinisikan. Apabila suatu homomorphisma dan sekaligus injektif, disebut isomorphisma. Selanjutnya gelanggang R dan R disebut isomorphic jika terdapat isomorphisma dari R onto R. Gelanggang R isomorphic dengan R disimbolkan. Lemma Misalkan R gelanggang dan M ideal dari R, didefinisikan pemetaan yaitu, maka suatu homomorphisma dari R onto. (Herstein 1990 :135 ) Pertama, dibuktikan well defined. Untuk itu, ambil sebarang, dengan akan ditunjukkan. Perhatikan, karena 0 (elemen netral di R) dan M ideal di R berakibat sehingga. Jadi, well defined. Untuk membuktikan suatu homomorphisma ambil sebarang,. Perhatikan,, serta. Terbukti homomorphisma. Untuk membuktikan surjektif, ambil sebarang berarti c dapat dinyatakan c = r + M untuk suatu. Dengan kata lain. Jadi, surjektif. Jadi, terbukti homomorphisma dari R onto.

16 14 Teorema Misalkan R dan R gelanggang. Jika pemetaan adalah suatu homomorphisma, maka dengan. (Herstein,1990 :135 ) Untuk menunjukkan berarti harus ditunjukkan terdapat isomorphisma dari onto. Terlebih dahulu dibuktikan bahwa ideal dari R. Berdasarkan definisi kernel, didapat dan karena homomorphisma berlaku 0 0 jadi. Selanjutnya ambil sebarang, dan sebarang maka berlaku, Jadi, serta berlaku pula Sehingga,. Oleh karena itu, terbukti I ideal dari R. Dari lemma diperoleh, terdapat homomorphisma dari R onto yaitu. Selanjutnya didefinisikan pemetaan yaitu untuk setiap dan suatu. Akan dibuktikan bahwa adalah isomorphisma dari onto. Pertama, dibuktikan bahwa pemetaan well defined. Untuk itu ambil sebarang, dengan. Karena surjektif, berarti dan untuk suatu,. Sehingga berakibat atau untuk suatu. Oleh karena itu diperoleh, 0.

17 15 Jadi,. Sehingga terbukti well defined. Kedua, ditunjukkan suatu homomorphisma. Untuk itu ambil sebarang, sehingga dapat dinyatakan dan untuk suatu,. Diperoleh pula dan Perhatikan, serta. Terbukti, homomorphisma. Terakhir, tinggal ditunjukkan injektif sekaligus surjektif. Untuk menunjukkan injektif, ambil sebarang, sehingga dapat dinyatakan dan untuk suatu,. Jika harus ditunjukkan. Karena dan serta berakibat. Sehingga 0. Oleh karena itu,. Hal ini berakibat yang berarti. Jadi, terbukti injektif. Untuk menunjukkan surjektif, ambil sebarang akan ditunjukkan terdapat sedemikian hingga. Perhatikan, karena berarti sedemikian hingga berlaku. Demikian pula dengan memanfaatkan homomorphisma, sehingga. Oleh karena itu pilih, sehingga berlaku. Terbukti surjektif. Oleh karena itu, adalah isomorphisma dari onto yang berarti.

18 Lapangan Definisi 1.3.1( Definisi Lapangan ) Gelanggang F disebut lapangan jika berlaku sifat sifat sebagai berikut : 1. F gelanggang komutatif dan F memiliki elemen satuan. 2. Setiap elemen tak nol di F memiliki invers terhadap operasi perkalian di F. (Grillet, 2000:116) Contoh : Himpunan bilangan rasional dan himpunan bilangan real dengan operasi penjumlahan dan operasi perkalian yang telah dikenal membentuk lapangan. Definisi 1.3.2( Definisi Sublapangan ) Misalkan F suatu lapangan dan. T disebut sublapangan dari F jika T sendiri membentuk lapangan terhadap operasi penjumlahan dan perkalian yang ada di F. (Grillet, 2000:118) Contoh : Himpunan adalah sublapangan dari lapangan. Teorema Misalkan R gelanggang komutatif dengan elemen satuan, dan M ideal maksimal dari R, maka = {r + M r } adalah lapangan. (Herstein, 1996 : 149) Untuk menunjukkan lapangan, harus dibuktikan adalah gelanggang komutatif dengan elemen satuan serta setiap elemen tak nol di memiliki invers terhadap operasi perkalian di.

19 17 Apabila (+) dan (*) menyatakan operasi seperti pada lemma maka telah dibuktikan,, adalah gelanggang. Selanjutnya akan ditunjukkan komutatif dan memiliki elemen satuan. Perhatikan, untuk setiap,,, berlaku,. Misalkan pula, 1 elemen satuan di R. Sehingga 1 dan untuk setiap berlaku Berarti 1 adalah elemen satuan di. Jadi, terbukti gelanggang komutatif dengan elemen satuan. Oleh karena itu, tinggal dibuktikan untuk setiap elemen tak nol di memiliki invers. Untuk keperluan ini, sebelumnya dibuktikan terlebih dahulu ideal di hanya { M } dan. Untuk membuktikannya andaikan terdapat ideal lain misal N di harus ditunjukkan N = { M } atau N =. Ambil sebarang N ideal di. Apabila N = { M } maka terbukti, oleh karena itu andaikan. Ini berarti terdapat elemen dengan tetapi. Berdasarkan lemma terdapat homomorphisma yaitu,. Selanjutnya misalkan berarti dan. Akan dibuktikan T ideal dari R. Jelas T tak kosong dan. Demikian pula untuk sebarang, diperoleh. Karena N ideal, berakibat sehingga. Selanjutnya, ambil sebarang dan diperoleh, karena N ideal dan serta berakibat.

20 18 Jadi,. Terbukti T ideal di R. Karena dan M ideal maksimal serta berakibat. Sekarang ambil sebarang berarti dapat ditulis, untuk suatu. Jadi,. Sehingga pula. Jadi, terbukti { M } dan., padahal diketahui. Oleh karena itu, ideal di hanya Sekarang kembali ke tujuan awal yaitu membuktikan setiap elemen tak nol di memiliki invers. Oleh karena itu, ambil sebarang tetapi. ( Perhatikan, elemen nol atau elemen netral di adalah M ). Mudah dibuktikan bahwa adalah ideal di. Perhatikan pula bahwa, 1. Jadi,, berarti. Karena 1 kata lain, invers dari a. berarti 1 untuk suatu. Dengan Jadi, terbukti setiap elemen tak nol di memiliki invers. Sebelumnya juga telah dibuktikan adalah gelanggang komutatif dengan elemen satuan. Sehingga terbukti adalah lapangan. Contoh : Pada contoh dari lemma1.2.5, 2 adalah suatu gelanggang. Tetapi karena 2 adalah ideal maksimal dari diperoleh 2 merupakan lapangan. Teorema Daerah integral berhingga adalah lapangan. (Herstein, 1990 : 127 )

21 19 Misalkan D adalah daerah integral berhingga dan. Misalkan pula D ={d 1, d 2, d 3,...,d n } dimana d i = d j jika dan hanya jika i = j. Untuk membuktikan D suatu lapangan harus ditunjukkan bahwa D memiliki elemen satuan dan setiap elemen tak nol di D memiliki invers. Ambil elemen x 0 D.Perhatikan bahwa xd 1, xd 2, xd 3,...., xd n semuanya ada di D dan klaim bahwa semuanya berbeda. Andaikan,,, dengan diperoleh, 0 sehingga 0. Karena D daerah integral dan 0 D, maka haruslah d i d j = 0 D atau d i = d j. Timbul kontradiksi karena i, sehingga terbukti xd 1, xd 2, xd 3,...., xd n semuanya berbeda. Dengan kata lain, dapat ditulis D = { xd 1, xd 2, xd 3,...., xd n }. Padahal, sehingga untuk suatu. Klaim bahwa adalah elemen identitas dari D. Ambil sebarang elemen, dapat ditulis, untuk suatu. Perhatikan, Karena D komutatif, diperoleh. Berarti adalah elemen satuan di D. Selanjutnya ditunjukkan setiap elemen taknol di D memiliki invers. Perhatikan kembali bahwa sehingga, untuk suatu. Jadi, adalah invers dari x. Terbukti bahwa D adalah lapangan. Definisi ( Definisi Sublapangan Prima ) Sublapangan terkecil dari lapangan F disebut sublapangan prima. (Robinson, 2003 : 185) Dengan kata lain sublapangan prima adalah irisan dari seluruh sublapangan yang ada di F. Lapangan yang sama dengan sublapangan primanya disebut lapangan prima.

22 20 Definisi ( Definisi karakteristik gelanggang ) Misal R gelanggang, dan n adalah bilangan bulat positif sedemikian sehingga 0,. Bilangan terkecil n yang memenuhi sifat tersebut dinamakan karakteristik dari R, dan R dikatakan memiliki karakteristik n. Apabila bilangan bulat positif yang demikian tidak ada, dikatakan R memiliki karakteristik 0. (Rudolf Lidl, 1994 : 16) Contoh : adalah contoh gelanggang dengan karakteristik 0, sedangkan adalah contoh gelanggang dengan karakteristik 2. Lemma Jika R adalah gelanggang dengan karakteristik p, p bilangan prima. Maka untuk setiap,. Berdasarkan Binomial Newton didapat, Perhatikan, adalah bilangan bulat serta (Rudolf Lidl, 1994 : 16) Karena p bilangan prima dan 1 maka faktor p pada pembilang tidak dapat dihilangkan. Dengan kata lain merupakan kelipatan p.

23 21 Hal ini berakibat merupakan kelipatan p. Karena p karakteristik dari R diperoleh 0. Oleh karena itu,. Contoh : Di diperoleh, Teorema Lapangan prima dengan karakteristik p 0 isomorphic dengan. Ambil sebarang lapangan prima F dengan karakteristik p 0. Konstruksi homomorphisma, dengan definisi 1,. (Robinson, 2003 : 186) Perhatikan bahwa 0, jika dan hanya jika adalah kelipatan p. Sehingga Ker() = p, berdasarkan teorema diperoleh Im( Jadi, isomorphic dengan Im( sublapangan dari F. Tetapi F lapangan prima sehingga terbukti F = Im(. 1.4 Ruang Vektor Definisi 1.4.1( Definisi bergantung linier dan bebas linier ) Diberikan ruang vektor V. Himpunan S = { v 1, v 2,....v n } subset V disebut bergantung linier jika terdapat scalar,,., yang tidak semuanya nol, sedemikian sehingga.... 0

24 22 Apabila himpunan S = { v 1, v 2,....v n } tidak bergantung linier, maka himpunan S = { v 1, v 2,....v n } disebut bebas linier. (Herstein, 1990 : 178) Definisi ( Definisi merentang / spanning ) Himpunan S = {v 1, v 2,....v n } subset ruang vektor V disebut merentang V, dinotasikan V = span( S ) jika untuk setiap dapat dinyatakan dalam bentuk...., dengan,,., suatu scalar. (Herstein, 1990 : 179) Definisi 1.4.3( Definisi basis ) Himpunan S = {v 1,v 2,....v n } subset ruang vektor V disebut basis dari V jika S bebas linier dan S merentang V. (Herstein, 1990 : 180) Lemma Apabila {v 1, v 2,...,v n } adalah basis dari V maka untuk setiap, penyajian.... adalah tunggal (unik). (Herstein, 1990 : 178) Andaikan, dimana penyajian.... tidak tunggal. Katakanlah.... dan...., dimana terdapat 1, 2,,, sehingga. Selanjutnya diperoleh

25 23 Padahal terdapat 1,2,,, sehingga 0, hal ini kontradiksi dengan kenyataan bahwa {v 1, v 2,....v n } basis dari V. Jadi, terbukti penyajian.... tunggal. Definisi 1.4.5( Definisi dimensi ) Dimensi ruang vektor V adalah cacah banyaknya elemen himpunan basisnya. Dimensi ruang vektor V dinotasikan. (Herstein : 181) Contoh : Misal ruang vektor V dengan basis,, maka diperoleh Perluasan Lapangan Definisi 1.5.1( Definisi perluasan lapangan ) Misalkan F dan E suatu lapangan dengan operasi yang sama. E disebut perluasan lapangan dari F jika. (Robinson, 2003 : 186) Cara pandang lain yang berguna dalam belajar teori lapangan yaitu andaikan terdapat suatu homomorphisma yang injektif dari lapangan A ke lapangan B, katakanlah diperoleh. Untuk selanjutnya dapat diasumsikan A sublapangan dari B, anggapan ini muncul dikarenakan A dapat digantikan oleh. Sehingga dapat dianggap B perluasan lapangan dari A. Dengan demikian, berdasarkan bukti teorema diperoleh setiap lapangan dengan karakteristik 0 merupakan perluasan

26 24 lapangan dari. Untuk keperluan analisis, lapangan B dapat pula dipandang sebagai ruang vektor atas A dengan operasi penjumlahan dan perkalian yang ada di B. Definisi ( Derajat perluasan lapangan ) Misalkan E perluasan lapangan dari F. Derajat E atas F adalah dimensi dari E sebagai ruang vektor atas F. Derajat E atas F dinotasikan dengan [E: F]. Apabila [E: F] berhingga, maka E disebut perluasan berhingga dari F. (Herstein, 1996 :191) Teorema Jika K adalah perluasan berhingga dari lapangan L dan L adalah perluasan berhingga dari lapangan F, maka K adalah perluasan berhingga dari lapangan F dan : : : (Fraleigh, 2000 : 389) Misalkan 1, 2,, adalah basis dari ruang vektor K atas L dan 1,2,3,, adalah basis dari ruang vektor L atas F. Apabila bisa ditunjukkan bahwa 1,2,3,, dan 1,2,3,, adalah basis dari ruang vektor K atas F maka bukti selesai. Untuk itu ambil sebarang, dapat dinyatakan dengan Akan tetapi dapat dinyatakan dengan. Sehingga dapat dinyatakan,

27 25 Jadi, 1,2,3,, dan 1,2,3,, merentang K. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa 1,2,3,, dan 1,2,3,, bebas linier. Andaikan 0. Dalam penyajian lain, 0 Karena 1, 2,, basis dari K atas L, dan maka berakibat untuk setiap i, berlaku 0 Dengan argumentasi yang sama, karena 1,2,3,, adalah basis dari ruang vektor L atas F maka berakibat 0 untuk setiap i = 1,2,, n dan j = 1,2,, m. Jadi, 1,2,3,, dan 1,2,3,, bebas linier. Oleh karena itu, 1,2,3,, dan 1,2,3,, membentuk basis dari ruang vektor K atas F. Sehingga K lapangan F. Dan merupakan perluasan berhingga dari Teorema terbukti.

28 Suku Banyak (Polinomial) Untuk selanjutnya, simbol menyatakan gelanggang polinomial atas lapangan, kecuali apabila dikatakan lain. Definisi 1.6.1( Definisi polinomial monic ) disebut polinomial monic jika koefisien tak nol dari pangkat tertinggi dari x adalah 1. (Herstein, 1996 : 157) Contoh : 8 9 merupakan polinomial monic, sedangkan bukan polinomial monic. Definisi 1.6.2( Definisi daerah integral utama ) Misalkan suatu gelanggang. disebut daerah integral utama jika untuk setiap ideal I di berlaku, untuk suatu. (Fraleigh, 2000 : 332) Teorema merupakan daerah integral utama. (Herstein, 1990 :156 ) Ambil sebarang ideal di. Akan ditunjukkan bahwa untuk suatu. Jika 0 maka jelas 0. Oleh karena itu andaikan 0. Selanjutnya, ambil sebarang dan pilih polinomial taknol sedemikian

29 27 hingga deg deg,. Berdasarkan algoritma pembagian Euclid diperoleh,. dengan, dan deg deg atau 0. Perhatikan pula,. karena ideal di berakibat. Selain itu karena deg deg, berakibat 0 yang berarti.. Jadi, adalah pembangun dari I atau. Terbukti adalah daerah integral utama. Definisi ( Definisi polinomial tak tereduksi ) Polinomial disebut tak tereduksi (irreducible) jika p(x) berderajat positif dan tidak dapat dinyatakan sebagai perkalian antara dua polinomial berderajat positif. Dengan kata lain, jika maka konstan atau konstan. (Herstein, 1996 : 159 ) Contoh : 1 merupakan polinomial tak tereduksi di tetapi tereduksi di. Teorema Jika, tak tereduksi maka ideal yaitu ideal yang dibangun oleh adalah ideal maksimal dari. (Herstein, 1996 : 160 ) Misalkan M =. Untuk menunjukkan M ideal maksimal dari, harus ditunjukkan jika N ideal dari sedemikian sehingga maka atau.

30 28 Karena adalah daerah integral utama, maka, untuk suatu. Perhatikan pula bahwa, sehingga,. Karena tak tereduksi berakibat konstan atau konstan. Jika konstan maka, untuk suatu. Berarti. atau.. Berarti, berakibat. Karena serta maka. Jika konstan maka, untuk suatu. Sehingga. 1 Oleh karena itu, untuk setiap berlaku 1.. ( Karena N ideal dari F [x] ). Jadi, N = F[x]. Terbukti bahwa M = ideal maksimal dari. Teorema Misalkan polinomial berderajat n. Maka memiliki paling banyak n akar di sebarang perluasan lapangan dari F. (Herstein, 1996 : 209) Akan dibuktikan teorema ini dengan induksi matematika. Untuk n = 1, maka dapat ditulis, dengan, dan 0. Sehingga satu satunya akar dari adalah. Asumsikan pernyataan benar untuk. Akan ditunjukkan pernyataan juga benar untuk 1. Ambil polinomial berderajat k +1. Apabila tidak memiliki akar di sebarang perluasan lapangan dari maka pernyataan terbukti. Oleh karena itu, andaikan memiliki akar. Katakanlah adalah akar dari. Sehingga dapat ditulis, dengan dan.

31 29 Perhatikan bahwa untuk sebarang akar dari maka atau akar dari karena 0. Padahal berdasarkan assumsi memiliki paling banyak k akar. Jadi, memiliki paling banyak k +1 akar. Dengan kata lain pernyataan benar untuk 1. Berdasarkan prinsip induksi matematika teorema terbukti. Teorema Misalkan F suatu lapangan dan f (x) adalah polinomial berderajat n di F[x]. Maka terdapat perluasan lapangan K atas F dimana f (x) memiliki akar dan. (Herstein, 1996 : 211) Perhatikan bahwa f (x) dapat dinyatakan. dengan polinomial tak tereduksi di F [x] dan. Jika a adalah akar dari p(x) di suatu perluasan lapangan F maka a juga akar dari f (x), karena Jadi untuk membuktikan teorema ini, cukup dengan mencari suatu perluasan lapangan dari F dimana p(x) memiliki akar. Karena p(x) tak tereduksi maka adalah ideal maksimal dari F [x], sehingga adalah lapangan. Kita klaim bahwa adalah perluasan lapangan yang dicari. Tetapi,. Untuk itu konstruksi homomorphisma dari F [x] ke K sebagai berikut : yaitu Sehingga didapat, 0 0

32 30 Perhatikan bahwa M adalah ideal yang dibangun oleh p(x), sehingga setiap elemen tak nol di M pasti memiliki derajat lebih besar atau sama dengan p(x), sehingga 0. Dari sini lebih jauh bisa diperoleh apabila homomorphisma di atas dibatasi dari F ke di saja maka akan menjadi suatu isomorphisma. Maka. Sehingga dengan relasi isomorphisma ini, bisa dikatakan bahwa K adalah perluasan lapangan dari F. Misalkan,. Dengan sifat homomorphisma dari, bisa diperoleh untuk setiap, berlaku. Karena, maka padahal sehingga 0. Dengan kata lain adalah akar dari p(x). Jadi, adalah lapangan yang kita cari. Selanjutnya tinggal dibuktikan bahwa K terbatas. Perhatikan untuk setiap dengan algoritma pembagian diperoleh,., dengan, dan 0 atau sehingga,. Ambil sebarang, maka terdapat, sehingga. Jika dimisalkan, karena 0 atau maka 1,,,,.., merentang K. Akan dibuktikan bahwa 1,,,,.., bebas linier. Andaikan dengan, misalkan pula Maka diperoleh 0. Jadi,. Karena sedang elemen tak nol di M memiliki derajat lebih besar atau sama dengan derajat maka diperoleh

33 , sehingga.. 0 F. Jadi, 1,,,,.., bebas linier yang berarti menjadi basis dari K. Sehingga terbukti :. Teorema Diketahui polinomial berderajat n. Maka terdapat perluasan lapangan K atas F dengan derajat paling besar n! dimana f (x) memiliki n akar. (Herstein, 1996 : 212) Akan dibuktikan teorema ini dengan cara induksi. Untuk n = 1, bisa dimisalkan, dengan, dan 0 sehingga akar dari adalah. Jadi, pilih K = F sehingga [K : F] = 1 = 1! Andaikan pernyataan benar untuk akan ditunjukkan pernyataan juga benar untuk 1. Oleh karena itu, ambil sebarang polinomial berderajat k +1. Berdasarkan teorema terdapat perluasan lapangan K 1 atas F dengan 1 sehingga f memiliki akar, katakanlah a adalah akar dari f di K 1. Berarti dapat ditulis, dengan. dan. Berdasarkan asumsi, terdapat perluasan lapangan K atas K 1 sehingga q(x) memiliki k akar dan 1! Jadi, f (x) memiliki k + 1 akar di K dan.! 1 1!. Sehingga teorema terbukti. Lemma Jika memiliki akar ganda ( multiple root ) maka memiliki faktor yang sama. ( f merupakan turunan pertama dari f ).

34 32 (Herstein, 1990 : 233) Andaikan a adalah akar ganda dari f, maka diperoleh, dimana 1. Sehingga,, Jadi, f dan f bersama sama memiliki faktor (x a). Lemma terbukti. Akibat. Jika F adalah lapangan dengan karakteristik 0 maka polinomial, 1 semua akarnya berbeda. (Herstein, 1990 : 234) Misalkan, maka 1 1 sehingga dan saling prima. Berdasarkan kontraposisi dari lemma tidak memiliki akar ganda atau dengan kata lain semua akarnya berbeda.

35 33 2. Pembahasan 2.1 Pengertian Lapangan Berhingga Definisi Suatu lapangan yang memuat elemen sebanyak berhingga disebut lapangan berhingga. (Herstein, 1996 : 221 ) Sebelum pembahasan lebih jauh tentang lapangan berhingga, berikut diberikan contoh lapangan berhingga yang paling sederhana dan sudah cukup dikenal. Teorema Himpunan merupakan lapangan jika dan hanya jika n adalah bilangan prima. (Rudolf Lidl, 1994 : 14) Andaikan n bukan bilangan prima, maka n = a. b dengan 1 < a, b < n. Karena suatu lapangan maka setiap elemen tak nol di memiliki invers. Padahal [b] elemen di berarti terdapat [c] di sehingga [b][c] = [1] atau. 1. Lebih lanjut diperoleh bahwa.. Karena n = a.b, berarti. 0 sehingga 0. Padahal 1 < a < n. Timbul kontradiksi, sehingga haruslah n bilangan prima. Diketahui bahwa n bilangan prima. sendiri merupakan gelanggang komutatif. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa daerah integral. Untuk setiap [a], [b] anggota andaikan [a][b] = [ab] = [0] berarti ab = nk, untuk suatu bilangan bulat k. Karena n prima maka n membagi a atau n membagi b. Jadi, [a] = [0] atau [b] = [0]. Sehingga terbukti daerah integral. Berdasarkan teorema 1.3.3, adalah lapangan. Dalam kasus ini karena elemen berhingga maka suatu lapangan berhingga.

36 Sifat Sifat Lapangan Berhingga Teorema Karakteristik dari lapangan berhingga adalah berupa bilangan prima. (Rudolf Lidl, 1994 : 16) Ambil sebarang lapangan berhingga F. Misalkan F = n. Perhatikan himpunan { 1 F, 2.1 F, 3.1 F,...., (n + 1).1 F } kelipatan dari 1 F yang semuanya termuat di F. Karena F hanya terdiri dari n elemen, berarti terdapat bilangan bulat k, m dimana 1 k < m (n +1) sedemikian sehingga k.1 F = m.1 F atau (m k ).1 F = 0 F. Selanjutnya, untuk sebarang berlaku (m- k). = (m k ).1 F. = 0 F. = 0 F. Karena m k > 0, maka F memiliki karakteristik berupa bilangan bulat positif. Katakanlah karakteristik dari F adalah p, karena F memuat elemen tak nol maka p 2. Andaikan p bukan prima, berarti p = x.y dengan 1 < x, y < p. Perhatikan bahwa, 0 F = p.1 F = (x.y).1 F = (x.1 F ).(y.1 F ). Padahal, F adalah lapangan yang berarti juga suatu daerah integral. Sehingga haruslah x.1 F = 0 F atau y.1 F = 0 F. Selanjutnya, untuk sebarang berlaku x. = x.1 F. = 0 F. = 0 F atau y. = y.1 F. = 0 F. = 0 F. Hal ini kontradiksi dengan fakta bahwa p karakteristik dari F. Sehingga terbukti p prima. Teorema Jika F adalah lapangan berhingga dengan karakteristik p, maka F memuat p n elemen dengan n suatu bilangan bulat positif. (J.A. Gallian, 1990 : 309) Karena F merupakan lapangan berhingga dengan karakteristik p maka F merupakan perluasan lapangan dari. Jadi, pandang F sebagai ruang vektor atas. Karena F berhingga maka dimensi F juga hingga, katakanlah. Misalkan pula,,, basis dari F. Perhatikan pula bahwa setiap, dapat dinyatakan sebagai

37 35,, dan penyajian ini tunggal. Jadi, banyak elemen dari F adalah. Teorema di atas menyatakan bahwa banyaknya elemen dari lapangan berhingga berupa bilangan prima atau pangkat dari bilangan prima. Akan tetapi, untuk setiap bilangan prima p dan bilangan bulat positif n belum ada jaminan ditemukan lapangan berhingga F yang banyak elemennya p n. Namun, teorema berikut memberikan jaminan lapangan berhingga tersebut ada. Teorema Untuk setiap p dan n, dengan p bilangan prima dan n bilangan bulat positif terdapat lapangan berhingga yang memuat elemen sebanyak p n. (Herstein, 1996 : 226) Perhatikan polinomial, dengan. Berdasarkan teorema terdapat perluasan lapangan K dimana memiliki m akar, atau dengan kata lain dapat difaktorkan menjadi Sehingga,,,, adalah akar- akar dari dan semuanya di K. Berdasarkan akibat lemma semua akar tersebut berbeda. Jadi. Selanjutnya perhatikan himpunan yaitu himpunan akar akar dari. Akan ditunjukkan bahwa A adalah lapangan. Perhatikan bahwa 0 0, serta 1 1. Jadi, 0 dan 1 anggota A. Berarti. Berikutnya ambil sebarang,, diperoleh : 0 0. Jadi,. sehingga diperoleh pula Jadi,.

38 36 Demikian pula,. Sehingga. Sampai sejauh ini, telah dibuktikan bahwa A suatu gelanggang. Karena K lapangan maka adalah gelanggang komutatif. Selain itu 1 juga anggota A. Jadi, tinggal ditunjukkan bahwa setiap invers perkalian dari elemen tak nol di A juga ada di A. Perhatikan, Jadi, 1 atau. Sehingga,. Terbukti bahwa A adalah lapangan dengan p n elemen. Teorema terbukti. Teorema di atas memberikan jaminan adanya lapangan berhingga untuk setiap bilangan prima p dan bilangan bulat positif n yang kita ambil. Untuk selanjutnya, lapangan berhingga F yang memuat q elemen dapat pula dinotasikan dengan GF(q) yaitu Galois Field yang memuat q elemen. Khususnya untuk dapat dinotasikan dengan. Definisi Diketahui lapangan berhingga GF(q) dan didefinisikan GF(q) * yaitu himpunan elemen elemen tak nol di GF(q), \0. Elemen disebut elemen primitive apabila membangun GF(q)* yaitu (Fraleigh, 2000 : 408) Teorema Untuk setiap lapangan berhingga, terhadap operasi perkalian di merupakan group siklik. (Herstein, 1996 : 223)

39 37 Berdasarkan teorema diperoleh untuk setiap persamaan 1 di terdapat paling banyak d solusi, dengan d sebarang bilangan bulat positif. Demikian pula karena maka persamaan 1 juga memiliki paling banyak d solusi di, hal ini juga berlaku khususnya bagi d yang membagi habis GF(q)*. Jadi, berdasarkan teorema dapat disimpulkan bahwa adalah group siklik. Lemma Misalkan F perluasan lapangan dari dan. Maka jika dan hanya jika. (Fraleigh, 2000 : 408) Misalkan,,,, merupakan elemen elemen di yang semuanya berbeda. Ambil sebarang elemen maka diperoleh,,,, dan klaim semuanya berbeda. Andaikan terdapat, untuk 1, 1 dengan sedemikian sehingga. Apabila kedua ruas kita kalikan dengan diperolah. Kontradiksi dengan fakta bahwa,,,, semuanya berbeda. Klaim terbukti. Dari sini diperoleh,,,,,,,,, yang berakibat

40 38 Jadi,untuk setiap elemen tak nol di GF(q) belaku. Sedangkan untuk elemen 0 sendiri juga pasti berlaku 0 0. Sehingga untuk setiap elemen berlaku. Berdasarkan bukti di atas diperoleh bahwa setiap elemen merupakan penyelesaian dari persamaan. Padahal persamaan memiliki solusi paling banyak sejumlah q. Jadi, untuk setiap elemen yang memenuhi kesamaan pasti merupakan anggota Sublapangan Teorema Diketahui lapangan berhingga. Untuk setiap bilangan bulat m yang membagi n terdapat tepat satu sublapangan dari yang berorder. (Gallian, 1990 : 313) Karena m membagi n diperoleh, Dengan kata lain, 1 membagi 1. Dengan assumsi yang sama diperoleh polinomial 1 membagi polinomial 1. Ini berarti setiap akar dari 1 juga merupakan akar dari 1. Padahal berdasarkan lemma himpunan semua akar dari adalah, demikian pula himpunan semua akar dari adalah. Jadi, merupakan sublapangan dari. Selanjutnya hanya tinggal ditunjukkan ketunggalan dari. Andaikan terdapat dua sublapangan berbeda dari, katakanlah A dan B yang berorder. Hal ini berakibat polinomial memiliki akar lebih dari yang

41 39 kontradiksi dengan fakta bahwa memiliki paling banyak akar. Jadi, haruslah A = B. Berdasarkan teorema di atas, lapangan berhingga. memiliki sublapangan yaitu,,..., dengan syarat membagi habis. Sebagai contoh dapat diperhatikan diagram berikut, : memiliki sublapangan Berdasar teorema dan contoh diagram di atas, secara natural akan muncul pertanyaan apakah tidak ada sublapangan lain dari selain,,...,. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan sifat isomorphisma di lapangan berhingga dan akan dibahas kemudian. 2.4 Cara Mengkonstruksi Lapangan Berhingga Sejauh ini telah dipelajari beberapa sifat dari lapangan berhingga. Berikutnya akan diberikan salah satu alternatif mengkonstruksi lapangan berhingga berdasarkan teorema dan yang telah dipelajari sebelumnya. Pertama, diperkenalkan terlebih dahulu pengertian tentang modulo dan kongruensi di F[x].

42 40 Definisi Polinomial disebut kongruen dengan modulo jika dan hanya jika terdapat polinomial sedemikian hingga Ditulis. ( Berdasarkan definisi di atas, dan dikatakan kongruen modulo jika dan mempunyai sisa yang sama apabila dibagi oleh. Sama seperti pengertian kongruensi pada bilangan bulat, dengan relasi modulo ini dapat dibentuk klas- klas ekuivalensi sebagai berikut, Definisi Untuk suatu polinomial, klas ekuivalensi yang memuat ialah yaitu himpunan semua polinomial yang kongruen dengan modulo. Operasi penjumlahan dan perkaliannya didefinisikan sebagai berikut, dan.. ( Akhirnya, untuk mengkonstruksi bisa memanfaatkan gelanggang dan polinomial tak tereduksi berderajat n, yaitu yaitu himpunan semua polinomial di yang berderajat kurang dari n.

43 41 Sebagai contoh, Untuk membangun 4 2, dapat memanfaatkan gelanggang dan polinomial tak tereduksi 1. Sehingga, 4 0, 1,, 1 Seperti telah dijelaskan di atas, untuk mengkonstruksi bisa memanfaatkan gelanggang dan polinomial tak tereduksi berderajat n. Lalu pertanyaan yang muncul, apakah untuk sebarang bilangan asli n selalu terdapat polinomial tak tereduksi berderajat n di. Teorema berikut memberi jawaban pertanyaan tersebut, Teorema Untuk sebarang lapangan berhingga dan sebarang bilangan asli n, terdapat polinomial tak tereduksi berderajat n. (Fraleigh, 2000 :410) Berdasarkan teorema terdapat lapangan berhingga K yang memuat elemen. Karena t membagi tn maka F merupakan sublapangan dari K. Dengan kata lain, K adalah perluasan lapangan dari F. Apabila K dipandang sebagai ruang vektor atas F, sedangkan K memiliki elemen dan F memiliki elemen maka. Selain itu K* merupakan group siklik, katakanlah merupakan elemen primitive dari K. Selanjutnya didefinisikan homomorphisma yaitu Akan dibuktikan. Ambil sebarang maka t dapat dinyatakan

44 42 dengan dan basis dari. Karena a adalah elemen primitive dari K* maka untuk setiap i berlaku. Jadi, untuk suatu. Sehingga atau. Karena dan diperoleh. Perhatikan pula bahwa merupakan ideal dari F [x]. Padahal F [x] merupakan daerah integral utama, sehingga terdapat polinomial tak nol sedemikian sehingga. Dari sini diperoleh merupakan polinomial berderajat minimal di F [x] sedemikian hingga 0. Klaim bahwa merupakan polinomial tak tereduksi berderajat n yang dicari. Pertama, dibuktikan bahwa merupakan polinomial tak tereduksi. Andaikan dapat direduksi, misalkan dengan, dan 0 deg, deg deg. Diperoleh 0. Karena F [x] daerah integral berakibat 0 atau 0. Kontradiksi dengan fakta bahwa merupakan polinomial berderajat minimal di F [x] sedemikian hingga 0. Jadi, terbukti adalah polinomial tak tereduksi di F [x]. Kedua, ditunjukkan bahwa deg. Untuk itu perhatikan himpunan 1,,,,..,, karena K berdimensi n berakibat T tidak bebas linier. Berarti terdapat 0 sedemikian hingga 0. Jadi, terdapat polinomial taknol di F [x] dimana 0. Karena merupakan polinomial berderajat minimal di F [x] sedemikian hingga 0 maka diperoleh. Andaikan. Karena maka diperoleh. Diketahui pula sehingga.

45 43 Perhatikan pula bahwa anggota dari adalah polinomial berderajat kurang dari w di F [x]. Jadi,untuk setiap dapat di sajikan dengan. Karena maka kemungkinan banyaknya elemen di yaitu Timbul kontradiksi karena diketahui. Jadi, tidak mungkin. Oleh karena itu, diperoleh. Sehingga terbukti, merupakan polinomial tak tereduksi berderajat n. Dengan adanya teorema di atas memberikan jaminan yang pasti bahwa cara mengkonstruksi lapangan berhingga yang dikemukan di depan dapat diterapkan untuk membangun sebarang lapangan berhingga berorder yang diminta. Sedangkan bagaimana cara menemukan polinomial tak tereduksi tersebut tidak dikemukan pada makalah ini. Pembaca dapat mencari referensi lain untuk keperluan tersebut. 2.5 Ketunggalan dari Lapangan Berhingga Berorder Sama (up to Isomorphisma) Teorema berikut akan menunjukkan bahwa setiap lapangan berhingga yang berorder sama saling isomorphic.

46 44 Teorema Jika K dan L adalah lapangan berhingga yang berorder sama maka K dan L isomorphic. (Herstein, 1996 : 228) Misalkan. Telah diketahui bahwa merupakan sublapangan dari K dan L. Sehingga K dan L adalah perluasan lapangan dari. Misalkan pula merupakan elemen primitive dari K* dan adalah elemen primitive dari L*. Konstruksi homomorphisma yaitu : dengan definisi,, untuk setiap serta, : dengan definisi,, untuk setiap. Analog dengan bukti teorema 2.4.3, diperoleh dan serta dengan adalah polinomial tak tereduksi berderajat n di. Juga diperoleh dengan adalah polinomial tak tereduksi berderajat n di. Jadi, serta. Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa. Perhatikan bahwa, dan

47 45 dan dan Konstruksi pemetaan dengan definisi,. Perhatikan, untuk sebarang, berlaku, serta,..... Sehingga merupakan suatu homomorphisma. Selanjutnya perlu dibuktikan bahwa bijektif, Ambil sebarang maka pasti terdapat sedemikian sehingga. Terbukti surjektif.

48 46 Untuk sebarang,, dapat dinyatakan sebagai berikut dan andaikan akan ditunjukkan. Perhatikan, berakibat tetapi diketahui pula bahwa sehingga didapat 0 yang berakibat. Sehingga jelas bahwa. Jadi, injektif. Karena injektif sekaligus surjektif maka bijektif. Dengan kata lain, adalah suatu isomorphisma. Jadi, terbukti bahwa. Oleh karena itu, berarti. Teorema terbukti. Teorema di atas memberikan bukti bahwa sebarang lapangan berhingga yang berorder sama saling isomorphic. Dengan kata lain, dengan memanfaatkan relasi isomorphima ini kita dapat mengambil satu lapangan berhingga saja sebagai representasi lapangan berhingga lain yang berorder sama. Oleh karena itu, penulisan lapangan berhingga berorder dengan simbol cukup beralasan.

49 47 Berikut dengan memanfaatkan fakta di atas akan dibuktikan jika H sublapangan berorder dari lapangan berhingga maka m membagi n. Berdasarkan teorema 2.5.1, H isomorphic dengan, sehingga : : : :. karena : merupakan dimensi dari sebagai ruang vektor atas maka :. Jadi, terbukti m membagi n. Pada bagian akhir dari makalah ini, diberikan contoh lapangan berhingga dan pembahasan mengenai elemen primitive dan sublapangannya. Contoh 1. Lapangan berhingga berorder 9 ( ) Untuk mengkonstruksi 9 kita memanfaatkan gelanggang dan polinomial tak tereduksi 1. Jadi, 9 1 0, 1, 2,, 1, 2, 2, 2 1, 2 2 Catatan: tanpa mengurangi arti dan untuk menyederhanakan penulisan, tanda [ ] pada tiap elemen anggota 9 dihilangkan. Untuk operasi penjumlahan pada 9 menggunakan modulo 3 sedangkan operasi perkaliannya menggunakan modulo 1. Contoh: Kita juga bisa menggunakan hubungan 1 2. Sebagai contoh, Selanjutnya akan dicari elemen primitive dari 9. Perhatikan bahwa, 9* membentuk group siklik berorder 8. Karena order dari tiap elemen di 9* membagi 8 maka untuk mencari elemen primitive dari 9* cukup mencari elemen 9* dengan sifat 1 dan 1.

50 48 Kita mulai dengan x, diperoleh 1 2 dan Jadi, x bukan elemen primitive dari 9. Sekarang dicoba untuk 1, diperoleh dan Jadi, 1 adalah elemen primitive dari 9*. Perhatikan tabel dibawah ini! Bentuk Perkalian Bentuk Penjumlahan Berdasarkan teorema selain 1 elemen primitive dari 9* yaitu , dan Sublapangan dari 9 yaitu 9 sendiri dan , 1, 2 Contoh 2. Lapangan berhingga berorder 16 ( ) Untuk mengkonstruksi 16 dapat memanfaatkan gelanggang dan polinomial tak tereduksi 1. Jadi, 16 1 Atau tanpa mengurangi arti dapat ditulis, 16,,, 1 dengan,,,

51 49 Analog dengan contoh 1, akan dicari elemen primitive dari 16*. Karena berakibat elemen primitive di 16* yaitu 16* memiliki sifat 1 dan 1. Kita coba untuk elemen 16*. Jelas bahwa 1 sedangkan. 1 1 Jadi, x merupakan elemen primitive dari 16*. Perhatikan tabel di bawah ini! Bentuk Perkalian Bentuk Penjumlahan Sublapangan dari 16 selain 16 sendiri ada dua yaitu 2 0 0, 1 dan 4 0 0,, 1 0,1,, 1

52 50 Sedangkan elemen primitive dari 16* selain x yaitu a. b. 1 c. 1 d. 1 e. f. 1 g. 1 Demikian pembahasan tentang lapangan berhingga yang penulis kemukakan pada makalah kali ini. Apabila pembaca tertarik terhadap materi ini, dapat mencari referensi lain yang lebih lengkap dari buku buku tentang aljabar abstrak.

53 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Lapangan berhingga ialah lapangan yang memuat elemen sebanyak berhingga. 2. Lapangan berhingga memiliki sifat- sifat sebagai berikut : a. Karakteristik dari lapangan berhingga berupa bilangan prima. b. Untuk sebarang lapangan berhingga F, berlaku dengan p adalah bilangan prima dan n berupa bilangan bulat positif. c. Untuk sebarang bilangan prima p dan sebarang bilangan bulat positif n terdapat lapangan berhingga F sedemikian sehingga. d. Himpunan elemen elemen taknol dari suatu lapangan berhingga F membentuk group siklik, terhadap operasi perkalian di F. e. Jika A dan B adalah sebarang lapangan berhingga yang berorder sama, yaitu maka. 3. Lapangan berhingga merupakan sublapangan dari jika dan hanya jika m membagi habis n. 4. Untuk mengkonstruksi lapangan berhingga dapat memanfaatkan gelanggang dan polinomial tak tereduksi berderajat n, yaitu. 51 B. Saran Bagi pembaca maupun teman teman Pendidikan Matematika UNS yang tertarik dengan materi yang dibahas pada makalah ini serta berminat untuk dijadikan bahan seminar, bisa mempelajari lebih lanjut mengenai Galois Field dan terapannya. Selain itu dapat pula belajar lebih jauh tentang polinomial tak tereduksi terutama mengenai cara pengujiannya.

54 LAMPIRAN Pada bagian pembahasan disebutkan mengenai Fungsi Euler. Berikut akan dijelaskan tentang fungsi tersebut. Definisi Fungsi Euler. Misalkan n bilangan bulat positif. Banyaknya bilangan bulat positif yang kurang dari atau sama dengan n serta relatif prima terhadap n dilambangkan dengan. Fungsi selanjutnya disebut Fungsi Euler. Contoh, Bilangan bilangan 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19 relatif prima terhadap 20. Jadi, Teorema. Untuk setiap bilangan bulat positif d yang membagi habis n berlaku. Perhatikan barisan bilangan rasional berikut, 1, 2, 3,, Jelas barisan tersebut terdiri dari n suku. Selanjutnya buat barisan baru dengan cara mereduksi masing- masing suku barisan di atas menjadi bentuk paling sederhana ( tiap suku barisan baru berbentuk dengan FPB(a, b) = 1). Dengan demikian, barisan baru tersebut tetap terdiri dari n suku dan penyebut dari tiap sukunya merupakan pembagi n. Pehatikan pula, untuk setiap d yang membagi n terdapat suku yang penyebutnya adalah d. Jadi untuk setiap d yang membagi n, adalah banyaknya suku di barisan baru yang penyebutnya adalah d. Oleh karena itu, jika kita menghitung 52

55 53 berarti menghitung seluruh suku dari barisan tersebut. Jadi,. Berikutnya akan diberikan bukti dari beberapa fungsi yang diklaim sebagai homomorphisma tetapi pembuktiannya belum diberikan di pembahasan. Fungsi pada halaman 20. Jika F suatu lapangan maka fungsi yang didefinisikan. 1, adalah suatu homomorphisma Pertama dibuktikan bahwa well defined. Ambil sebarang,. Jika akan dibuktikan Terbukti well defined. Perhatikan, Kedua dibuktikan adalah homomorphisma. Untuk itu ambil sebarang,. Diperoleh, sebanyak n + m sebanyak n 1 sebanyak m sebanyak nm sebanyak n 1 sebanyak n blok (1 sebanyak n) sebanyak m 1 sebanyak n

56 sebanyak m Terbukti bahwa adalah homomorphisma. Fungsi pada halaman 29. Jika F adalah lapangan dan M ideal maksimal dari serta maka fungsi yang didefinisikan, adalah homomorphisma. Terlebih dahulu, dibuktikan bahwa well defined. Ambil sebarang, dengan akan ditunjukkan. Perhatikan, 0, hal ini berakibat. Jadi. Terbukti well defined. Selanjutnya ditunjukkan bahwa homomorphisma. Ambil sebarang,, diperoleh.. Jadi, terbukti adalah homomorphisma.

57 55 Fungsi pada halaman 41. Jika F dan K adalah lapangan, dan maka fungsi : yang didefinisikan adalah suatu homomorphisma. Pertama, dibuktikan bahwa fungsi well defined. Ambil sebarang, dengan akan ditunjukkan. Perhatikan, jika diperoleh,. Sehingga,. Terbukti, well defined. Kedua, ditunjukkan bahwa homomorphisma. Ambil sebarang,, diperoleh.... Jadi, terbukti adalah homomorphisma.

58 DAFTAR PUSTAKA Fraleigh,John B A First Course in Abstract Algebra, 4 th Edition. New York: Addison-Wesley Publising Company. Gallian, J.A Contemporary Abstract Algebra, 2 nd Edition. Massachussets : D.C. Heath and Company. Grillet, P. Antoine Abstract Algebra, 2 nd Edition. New York : Spgelangganger Science and Business Media, LLC. Herstein, I. N Topics in Algebra, 2 nd Edition. New York :John Willey and Sons Abstract Algebra, 3 rd Edition. New Jersey : Prentice Hall International,Inc. Lidl, Rudolf and Harald Niederreiter Introduction to Finite fields and Their Applications. United Kingdom : Cambridge University Press. Robinson, D.J.S An Introduction to Abstract Algebra. Berlin : Walter de Gruyter. 56

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. Hal ini dimulai dengan memberikan pengertian dari group

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR BAGIAN RANK KONSTAN DARI BEBERAPA RUANG VEKTOR MATRIKS

RUANG VEKTOR BAGIAN RANK KONSTAN DARI BEBERAPA RUANG VEKTOR MATRIKS Prosiding Seminar Nasional Volume, Nomor 1 ISSN 443-119 RUANG VEKOR BAGIAN RANK KONSAN DARI BEBERAPA RUANG VEKOR MARIKS Iin Karmila Putri 1, Andi Jumardi Universitas Cokroaminoto Palopo 1, iinkarmilaputri@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Vol. 9, No.1, 49-56, Juli 2012 Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Nur Erawaty 1, Andi Kresna Jaya 1, Nirwana 1 Abstrak Misalkan D adalah daerah integral. Unsur tak nol yang bukan unit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR BAGIAN RANK KONSTAN DARI BEBERAPA RUANG VEKTOR MATRIKS CONSTANT RANK VECTOR SUBSPACE OF SOME VECTOR SPACE MATRICES

RUANG VEKTOR BAGIAN RANK KONSTAN DARI BEBERAPA RUANG VEKTOR MATRIKS CONSTANT RANK VECTOR SUBSPACE OF SOME VECTOR SPACE MATRICES RUANG VEKTOR BAGIAN RANK KONSTAN DARI BEBERAPA RUANG VEKTOR MATRIKS CONSTANT RANK VECTOR SUBSPACE OF SOME VECTOR SPACE MATRICES Iin Karmila Putri Karsa Amir Kamal Amir Loeky Haryanto Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Rio Yohanes 1, Nora Hariadi 2, Kiki Ariyanti Sugeng 3 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia rio.yohanes@sci.ui.ac.id,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis sebagai landasan teori dalam penelitian ini yaitu teori bilangan, bilangan bulat modulo?, struktur aljabar dan masalah logaritma

Lebih terperinci

Antonius C. Prihandoko

Antonius C. Prihandoko Antonius C. Prihandoko Didanai oleh Proyek DIA-BERMUTU 2009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember Prakata Puji syukur ke hadirat

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom BAB 9 RING POLINOM Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com 2 G R U P Struktur aljabar adalah suatu himpunan tak kosong S yang dilengkapi dengan satu atau lebih operasi biner. Jika himpunan S dilengkapi dengan satu operasi biner * maka struktur aljabar tersebut

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. untuk setiap e G. 4. G mengandung balikan. Untuk setiap a G, terdapat b G sehingga a b =

BAB II TEORI DASAR. untuk setiap e G. 4. G mengandung balikan. Untuk setiap a G, terdapat b G sehingga a b = BAB II TEORI DASAR 2.1. Group Misalkan operasi biner didefinisikan untuk elemen-elemen dari himpunan G. Maka G adalah grup dengan operasi * jika kondisi di bawah ini terpenuhi : 1. G tertutup terhadap.

Lebih terperinci

SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH. Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstact. Keywords : extension fields, elemen algebra

SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH. Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstact. Keywords : extension fields, elemen algebra JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 4 No 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : 1410-8518 SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstact Field is integral domain and is a

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

PERAN TEOREMA COHEN DALAM TEOREMA BASIS HILBERT PADA RING DERET PANGKAT

PERAN TEOREMA COHEN DALAM TEOREMA BASIS HILBERT PADA RING DERET PANGKAT PERAN TEOREMA COHEN DALAM TEOREMA BASIS HILBERT PADA RING DERET PANGKAT SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Matematika Diajukan Oleh : Moch. Widiono 09610030

Lebih terperinci

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL (Oleh: Sulastri Daruni, Bayu Surarso, Bambang Irawanto) Abstrak Misalnya F adalah lapangan perluasan dari lapangan K dan f(x) adalah polinomial

Lebih terperinci

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Vol 11, No 1, 71-76, Juli 2014 IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Qharnida Khariani, Amir Kamal Amir dan Nur Erawaty Abstrak Teori gelanggang merupakan salah satu bagian di matematika

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO Saropah Mahasiswa Jurusan Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang e-mail: haforas@rocketmail.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung proses penelitian. 2.1 Teori Grup Definisi 2.1.1 Operasi Biner Suatu operasi biner pada suatu himpunan adalah

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Handout MK Aljabar Abstract PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Disusun oleh : Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc, Ph.D e-mail: antoniuscp.ilkom@unej.ac.id Staf Pengajar Pada Program Studi Sistem

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 4 No 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : 1410-8518 SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstact Field is integral domain and is a

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar Mashuri, Kristina Wijayanti, Rahayu Budhiati Veronica, Isnarto Jurusan Matenmatika FMIPA

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field.

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field. STRUKTUR ALJABAR II Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field RING (GELANGGANG) Ring adalah himpunan G yang tidak kosong dan berlaku dua oprasi biner (penjumlahan dan

Lebih terperinci

ORDER UNSUR DARI GRUP S 4

ORDER UNSUR DARI GRUP S 4 Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 142 147 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ORDER UNSUR DARI GRUP S 4 FEBYOLA, YANITA, MONIKA RIANTI HELMI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh Muhammad Kukuh, Ruang RUANG FAKTOR Oleh : Muhammad Kukuh Abstraksi Pada struktur aljabar dikenal istilah grup faktor yaitu Jika grup dan N Subgrup normal G, maka grup faktor dengan operasi Apabila G ruang

Lebih terperinci

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 2 Juli 2016 p 63-75 ISSN 2407-8840 BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE Moh Affaf Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI BANGKALAN

Lebih terperinci

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Qharnida Khariani, Amir Kamal Amir dan Nur Erawati Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011 0 KATA PENGANTAR Aljabar abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, serta diakhiri dengan sistematika penulisan. 1.1 Latar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya STRUKTUR ALJABAR 1 Kristiana Wijaya i ii Daftar Isi Judul Daftar Isi i iii 1 Himpunan 1 2 Partisi dan Relasi Ekuivalen 3 3 Grup 6 4 Koset Dan Teorema Lagrange, Homomorphisma Grup Dan Grup Faktor 11 Indeks

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai teori grup. 2.1 Grup Dalam struktur aljabar, himpunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR 1. Winita Sulandari FMIPA UNS

STRUKTUR ALJABAR 1. Winita Sulandari FMIPA UNS STRUKTUR ALJABAR 1 Winita Sulandari FMIPA UNS Pengantar Struktur Aljabar Sistem Matematika terdiri dari Satu atau beberapa himpunan Satu atau beberapa operasi yg bekerja pada himpunan di atas Operasi-operasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A Fakultas : FMIPA Program Studi : Pendidikan Matematika Mata Kuliah/Kode : Aljabar Abstrak I, MAT 309 Jumlah SKS : Teori=3 sks; Praktek= Semester : Genap Mata Kuliah Prasyarat/kode : Teori Bilangan, MAT

Lebih terperinci

Teorema-Teorema Utama Isomorphisma pada Near-Ring

Teorema-Teorema Utama Isomorphisma pada Near-Ring urnal Gradien Vol 11 o 2 uli 2015 : 1112-1116 Teorema-Teorema Utama somorphisma pada ear-ring Zulfia Memi Mayasari, Yulian Fauzi, Ulfasari Rafflesia urusan Matematika, Fakultas Matematika dan lmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. BAB III Standard Kompetensi 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat 3.1 Menyebutkan definisi

Lebih terperinci

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 62

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 62 Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 62 Sudjana. 2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugianto, D. 2014). Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Sta Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

SIFAT GELANGGANG NOETHERIAN DAN GELANGGANG PERLUASANNYA. ABSTRAK Suatu gelanggang R disebut gelanggang Noetherian jika memenuhi sifat :

SIFAT GELANGGANG NOETHERIAN DAN GELANGGANG PERLUASANNYA. ABSTRAK Suatu gelanggang R disebut gelanggang Noetherian jika memenuhi sifat : SIFAT GELANGGANG NOETHERIAN DAN GELANGGANG PERLUASANNYA Raja Sihombing 1, Amir Kamal Amir 2, Loeky Haryanto 3 1 Mahasiswa Program Studi Matematika, FMIPA Unhas 2,3 Dosen Program Studi Matematika, FMIPA

Lebih terperinci

Jurusan Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika DESKRIPSI MATA KULIAH : STRUKTUR ALJABAR I KODE MK : MT 400 Mata kuliah ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami konsep-konsep struktur aljabar (aljabar modern). Materinya mencakup: aljabar himpunan, pemetaan

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

Syarat Perlu dan Cukup Struktur Himpunan Transformasi Linear Membentuk Semigrup Reguler 1

Syarat Perlu dan Cukup Struktur Himpunan Transformasi Linear Membentuk Semigrup Reguler 1 Syarat Perlu dan Cukup Struktur Himpunan Transformasi Linear Membentuk Semigrup Reguler Karyati Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: yatiuny@yahoocom Abstrak Pada kajian

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK Oleh : Dra. Eleonora Dwi W., M.Pd Ahmadi, M.Si FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

1 P E N D A H U L U A N

1 P E N D A H U L U A N 1 P E N D A H U L U A N 1.1.Himpunan Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang terdefenisi dengan baik (well defined). Artinya bahwa untuk sebarang objek x yang diberikan, maka kita selalu akan dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep bilangan bulat, bilangan prima,modular, dan kekongruenan. 2.1 Bilangan Bulat Sifat Pembagian

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN 2301-9115 GRAF TOTAL SUATU MODUL BERDASARKAN SUBMODUL SINGULER Dian Ambarsari (S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

GRAF PANGKAT PADA SEMIGRUP. Nur Hidayatul Ilmiah. Dr. Agung Lukito, M.S.

GRAF PANGKAT PADA SEMIGRUP. Nur Hidayatul Ilmiah. Dr. Agung Lukito, M.S. GRAF PANGKAT PADA SEMIGRUP Nur Hidayatul Ilmiah Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya. mia_ilmiah99@yahoo.com Dr. Agung Lukito, M.S. Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING Dr. Adi Setiawan, M.Sc G R A F I K A Penerbit Tisara Grafika SALATIGA 2014 Katalog Dalam Terbitan 512.24 ADI Adi Setiawan d Dasar-dasar aljabar modern:

Lebih terperinci

LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT. Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA.

LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT. Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA. LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA PONDOK CINA, MARET 2004 0 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I STRUKTUR ALJABAR...

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

Elvri Teresia br Sembiring adalah Guru Matematika SMA Negeri 1 Berastagi

Elvri Teresia br Sembiring adalah Guru Matematika SMA Negeri 1 Berastagi PENERAPAN SIFAT-SIFAT GRUP PENJUMLAHAN MODULO 12 DAN 24 PADA JAM Elvri Teresia br Sembiring Abstrak Makalah ini membahas mengenai penerapan sifat-sifat grup penjumlahan modulo 12 (Z 12 ) dan modulo 24

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1 Aljabar Linier Lanjut Kuliah 1 Materi Kuliah (Review) Multiset Matriks Polinomial Relasi Ekivalensi Kardinal Aritmatika 23/8/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Multiset Definisi Misalkan S himpunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis

I. PENDAHULUAN. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis 1 I. PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang dan Masalah Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu, dengan batas waktu sekitar tahun

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Tahun 2014 Inovasi Pendidikan Sains dalam Menyongsong Pelaksanaan Kurikulum 2013 Surabaya 18 Januari 2014 DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL

Lebih terperinci

DESKRIPSI MATA KULIAH : STRUKTUR ALJABAR I

DESKRIPSI MATA KULIAH : STRUKTUR ALJABAR I DESKRIPSI MATA KULIAH : STRUKTUR ALJABAR I (MAA523/3 SKS) Mata kuliah ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami konsep-konsep struktur aljabar (aljabar modern). Materinya mencakup: aljabar himpunan, pemetaan

Lebih terperinci

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari Grup Permutasi dan Grup Siklis Winita Sulandari Grup Permutasi Suatu Permutasi dari suatu himpunan berhingga S yang tidak kosong, dinyatakan sebagai suatu pemetaan bijektif dari himpunan S pada dirinya

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. (17), hal 7 34. MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER Ardiansyah, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Pada

Lebih terperinci

GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN

GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN Saintia Matematika Vol. 1, No. 6 (2013), pp. 591 602. GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN L.F.D. Bali, Tulus, Mardiningsih Abstrak. Dalam teori grup topologi kompak lokal,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan masalah dan bagaimana mengeksplorasinya dengan logaritma diskret pada menggunakan algoritme Exhaustive Search Baby-Step

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas anugrah yang diberikan sehingga penulisan Buku Diktat yang dilengkapi dengan Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

MODUL FAKTOR DARI MODUL ENDOMORFISMA PADA HIMPUNAN BILANGAN BULAT ATAS GAUSSIAN INTEGER

MODUL FAKTOR DARI MODUL ENDOMORFISMA PADA HIMPUNAN BILANGAN BULAT ATAS GAUSSIAN INTEGER Prosiding eminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-in : 2550-0384; e-in : 2550-0392 MODUL FAKTO DAI MODUL ENDOMOFIMA PADA HIMPUNAN BILANGAN BULAT ATA GAUIAN INTEGE Linda Octavia oelistyoningsih

Lebih terperinci

Daerah Ideal Utama Adalah Almost Euclidean

Daerah Ideal Utama Adalah Almost Euclidean Daerah Ideal Utama Adalah Almost Euclidean Oleh Ratwa Suriadikirta Irawati A B S T R A C T Daerah Euclid (DE) merupakan daerah ideal utama (DIU), daerah ideal utama merupakan daerah faktorisasi tunggal

Lebih terperinci

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan 1. GRUP Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan pasangan elemen ( ab, ) pada G, yang memenuhi dua kondisi berikut: 1. Setiap pasangan elemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi, penjelasan, dan teorema yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang diberikan diantaranya adalah definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi tersebut adalah modul. Untuk membahas pengertian tentang suatu modul harus dimengerti lebih

Lebih terperinci

SUBRUANG MARKED. Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang. Abstrak

SUBRUANG MARKED. Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang. Abstrak SUBRUANG MARKED Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang Abstrak Misalkan V suatu ruang vektor berdimensi hingga atas lapangan kompleks C, T operator linier nilpoten pada V dan W subruang T-invariant

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 6 RING (GELANGGANG) Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat suatu Ring, Integral Domain dan Field Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu BAB IV RELASI DAN FUNGSI Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu relasi, relasi invers, relasi identitas, pengertian fungsi, bayangan invers

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan II. LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Untuk lebih mudah memahami, akan diberikan beberapa contoh. Berikut ini

Lebih terperinci

GELANGGANG ARTIN. Kata Kunci: Artin ring, prim ideal, maximal ideal, nilradikal.

GELANGGANG ARTIN. Kata Kunci: Artin ring, prim ideal, maximal ideal, nilradikal. Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 2 Hal. 108 114 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND GELANGGANG ARTIN IMELDA FAUZIAH, NOVA NOLIZA BAKAR, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HOMOMORFISMA PADA GRUP BERHINGGA

KONSTRUKSI HOMOMORFISMA PADA GRUP BERHINGGA KONSTRUKSI HOMOMORFISMA PADA GRUP BERHINGGA I Ketut Suastika Pend. Matematika Univ. Kanjuruhan Malang Suastika_cipi@yahoo.co.id Abstrak Pada tulisan ini, penulis mencoba mengkonstruksi homomorfisma grup

Lebih terperinci

BAB I Ring dan Ring Bagian

BAB I Ring dan Ring Bagian BAB I Ring dan Ring Bagian Sistem bilangan yang telah dikenal seperti bilangan bulat, bilangan rasional dan bilangan kompleks mempunyai dua operasi yang didefinisikan padanya yaitu penjumlahan dan pergandaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini dipaparkan dasar-dasar yang akan digunakan pada bagian pembahasan dari skripsi ini. Tinjauan yang dilakukan dengan memaparkan definisi mengenai himpunan fuzzy, struktur

Lebih terperinci

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan. Nama : Teori bilangan Kode /SKS : MAT- / 2 sks Program Studi : Pendidikan Matematika Semester : IV (Empat) TEORI BILANGAN Oleh : RINA AGUSTINA, M.Pd. NEGO LINUHUNG, M.Pd Mata kuliah ini masih merupakan

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu II KONSEP DASAR GRUP Suatu cabang matematika yang mempelajari struktur aljabar dinamakan aljabar abstrak abstract algebra Sistem aljabar algebraic system terdiri dari suatu himpunan obyek satu atau lebih

Lebih terperinci