II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)"

Transkripsi

1 II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351)

2 Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan sifat-sifat dasar penjumlahan dan perkalian. Yang dimaksud dengan operasi biner pada himpunan F, adalah suatu fungsi B dengan domain F F dan range di dalam F. Sehingga, suatu operasi biner mengaitkan setiap pasangan terurut (a, b) F F dengan elemen tunggal B(a, b) dalam F. Kita akan menggunakan notasi konvensional a + b dan a b (atau ab) sebagai pengganti notasi B(a, b) ketika membicarakan sifat-sifat penjumlahan dan perkalian.

3 Sifat-sifat aljabar dari R (Aksioma Lapangan) Ada dua operasi biner pada himpunan bilangan riil R, yang dinyatakan dengan + (disebut penjumlahan) dan (disebut perkalian), yang memenuhi sifat-sifat berikut: A1. a + b = b + a, a, b R (komutatif penjumlahan) A2. (a + b) + c = a + (b + c), a, b, c R (asosiatif penjumlahan) A3. 0 R 0 + a = a + 0 = a, a R (eksistensi elemen 0) A4. a R ( a) R a + ( a) = ( a) + a = 0 (eksistensi elemen negatif) M1. a b = b a, a, b R (komutatif perkalian) M2. (a b) c = a (b c), a, b, c R (asosiatif perkalian) M3. 1 R dengan a = a dan a 1 = a, a R (eksistensi elemen unit) M4. a R, a 0, (1/a) R a (1/a) = 1 dan (1/a) a = 1 D. a (b + c) = (a b) + (a c) dan (b + c) a = (b a) + (c a), a, b, c R (sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan)

4 Teorema berikut menegaskan ketunggalan dari elemen 0 dan 1. Teorema (1) 1 Jika z, a R sedemikian sehingga z + a = a, maka z = 0. 2 Jika u, b R, dengan b 0 sedemikian sehingga u b = b, maka u = 1. Bukti. (1). z + a = a (z + a) + ( a) = a + ( a) (penjumlahan kedua sisi dengan ( a), eksistensinya dijamin oleh(a4)) z + (a + ( a)) = a + ( a) (sifat A2) z + 0 = 0 (sifat A4) z = 0 (sifat A3) (2). Buktikan pernyataan (b)!.

5 Teorema berikut menegaskan ketunggalan dari elemen a dan 1 a (bila a 0) untuk suatu elemen a R. Teorema (2) 1 Jika a, b R sedemikian sehingga a + b = 0, maka b = a. 2 Jika a, b R, dengan a 0 sedemikian sehingga a b = 1, maka b = 1 a. Bukti. (1). a + b = 0 ( a) + (a + b) = ( a) + 0, (tambahkan kedua sisi dengan (-a)) (( a) + a) + b = a (gunakan (A2) pada ruas kiri dan (A3) pada ruas kanan) b = a (gunakan (A4) dan (A3) pada ruas kiri) (2). Buktikan!.

6 Perhatikan bahwa pernyataan (A4) dan (M4) menjamin kemungkinan untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0 dan a x = 1 (bila a 0) untuk x, dan teorema 3 berakibat bahwa solusinya tunggal. Teorema (3) Jika a, b R, maka: 1 persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = ( a) + b 2 jika a 0, persamaan a x = b mempunyai solusi tunggal x = ( 1 a ) b. Bukti (1). a + x = b ( a) + (a + x) = ( a) + b (menambahkan kedua sisi dengan ( a)) (( a) + (a)) + x = ( a) + b, (sifat A2) 0 + x = ( a) + b, (sifat A4) x = ( a) + b, (sifat A3)

7 Untuk menunjukkan ketunggalan, anggaplah bahwa x 1 adalah sebarang solusi dari persamaan a + x = b, maka a + x 1 = b. Tambahkan ke dua sisi dengan ( a) maka diperoleh ( a) + (a + x 1 ) = ( a) + b. Berdasarkan (A4) diperoleh x 1 = ( a) + b. Sehingga disimpulkan bahwa x = x 1 yang menunjukkan ketunggalan solusi. (2). Buktikan!. Teorema (4) Jika a, b R, maka 1 a 0 = 0 2 a = ( 1) a 3 (a + b) = ( a) + ( b) 4 ( a) = a 5 ( 1) ( 1) = 1.

8 Bukti. Dari (M3) diketahui bahwa a 1 = a. Selanjutnya a + a.0 = a 1 + a.0 = a(1 + 0) = a.1 = a Sehingga, dengan menggunakan teorema 1.(1) disimpulkan bahwa a 0 = 0. Buktikan bagian (2), (3), (4) dan (5)!

9 Teorema (5) 1 Jika a R dan a 0, maka 1 a 0 dan 1 (1/a) = a 2 Jika a, b R dan.a b = 0, maka a = 0 atau b = 0. 3 Jika a, b R, maka ( a).( b) = a.b ( ) Jika a R dan a 0, maka (a) =. a Bukti. Misalkan a 0, maka 1 a ada (berdasarkan sifat (M4)). Jika 1 a = 0 maka 1 = a.( 1 ) = a.0 = 0, yang berlawanan dengan (M3). Jadi a mestilah 1 a 0. Karena (1 ).a = 1, maka teorema 2(2) a mengakibatkan bahwa a = 1 (1/a). Buktikan bagian (2), (3) dan (4).

10 Bilangan Rasional dan Irrasional Mulai sekarang, notasi (dot) untuk menyatakan perkalian tidak akan digunakan lagi, tetapi hanya akan ditulis ab sebagai pengganti a b. Akan digunakan juga notasi dan secara umum didefinisikan a 2 aa, a 3 aaa (a 2 )a; a n+1 = (a n )a untuk n N. Dengan menggunakan induksi matematika, dapat dibuktikan pula bahwa jika m, n N, maka a m+n = a m a n, a R. (*) Selain itu, secara umum ( a) + ( b = ) b + ( a) ( akan ) ditulis sebagai 1 1 b a, dan jika a 0 penulisan.b = b. akan diganti a a dengan b/a atau b a.

11 Selanjutnya 1 a juga akan ditulis sebagai a 1 dan 1 akan ditulis an sebagai a n. Dapat ditunjukkan bahwa formula (*) diatas berlaku asalkan digunakan konvensi bahwa a 0 = 1 dan a 1 = a. Kita menganggap himpunan bilangan asli sebagai subset dari R, dengan mengidentifikasi bilangan asli n N sebagai penjumlahan dari n elemen satuan 1 R. Dengan cara yang sama, kita identifikasi 0 Z sebagai elemen 0 R, dan mengidentifikasi n penjumlahan dari 1 sebagai bilangan bulat n. Akibatnya, kita dapat menganggap N dan Z sebagai subset dari R. Elemen-elemen R yang dapat ditulis dalam bentuk b dimana a, b Z a dan a 0 disebut bilangan rasional, dan dinyatakan dengan notasi standar Q.

12 Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional adalah suatu bilangan rasional (buktikan!). Selain itu sifat-sifat lapangan yang ditunjukkan pada permulaan bagian ini juga berlaku untuk Q. Perlu diperhatikan bahwa ada elemen-elemen R yang tidak berada di dalam Q. Semua elemen-elemen R yang tidak rasional disebut bilangan irrasional. 16 abad sebelum masehi, perhimpunan Yunani kuno yang dikenal sebagai Pythagorean, menemukan bahwa diagonal dari suatu bujursangkar dengan panjang sisi 1 satuan tidak dapat dinyatakan sebagai rasio dari bilangan bulat. Dengan memperhatikan teorema Pythagoras untuk segitiga siku-siku, mengakibatkan bahwa kwadrat dari bilangan tidak rasional bisa bernilai 2.

13 Penemuan ini besar pengaruhnya terhadap perkembangan matematika Yunani. Salah satu akibatnya adalah elemen-elemen dari R yang tidak di dalam Q dikenal sebagai bilangan Irrasional, yang berarti bahwa bilangan irrasional bukan merupakan rasio dari bilangan bulat. Teorema (6) Tidak ada bilangan rasional r sedemikian sehingga r 2 = 2. Bukti. Andaikan bahwa p, q Z sedemikian sehingga ( ) p 2 = 2. q Tanpa mengurangi keumuman, anggaplah bahwa p dan q positif dan tidak mempunyai faktor persekutuan selain 1.

14 Karena p 2 = 2q 2 maka p 2 adalah genap. Akibatnya p juga genap (karena jika p = 2n + 1 ganjil maka kwadratnya p 2 = 4n 2 + 4n + 1 = 2(2n 2 + 2n) + 1 juga ganjil). Oleh karena itu p = 2m untuk suatu m N 4m 2 = 2q 2 2m 2 = q 2 q 2 genap q genap Oleh karena itu p dan q habis dibagi oleh 2 yang kontradiksi dengan hipotesis bahwa p dan q tidak mempunyai faktor persekutuan selain 1.

15 Latihan 1 Buktikan bahwa jika a, b R maka 1 (a + b) = ( a) + ( b) 2 ( a).( b) = a.b 1 3 = ( 1 ) jika a 0 ( a) a 4 ( a b ) = ( a) b jika b 0. 2 Jika a R memenuhi a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1. 3 Jika a 0 dan b 0, tunjukkan bahwa 1 (ab) = ( 1 a ).( 1 b ) 4 Jika x dan y adalah bilangan bilangan rasional, tunjukkan bahwa x + y dan xy adalah bilangan rasional. 5 Tunjukkan bahwa tidak ada bilangan rasional s sedemikian sehingga s 2 = 6.

16 Sifat (Aksioma) Urutan dari R Ada suatu P R dengan P yang memenuhi sifat berikut: 1 Jika a, b P,maka a + b P 2 Jika a, b P,maka ab P 3 Jika a R,maka tepat satu dari pernyataan berikut berlaku: a P, a = 0, a P. P disebut himpunan bilangan riil positif (strictly positive). Sifat (iii) biasanya disebut sifat Trichotomy, karena membagi R atas 3 tipe elemen yang berbeda. Akibatnya himpunan N = { a : a P } kadang-kadang disebut himpunan bilangan riil negatif (strictly negative), yang tidak mempunyai elemen bersekutu (beririsan) dengan P, dan perhatikan bahwa R = P {0} N.

17 Definisi (1) Jika a P, maka a dikatakan bilangan riil positif (strictly positive), dan ditulis a > 0. Jika a P {0}, maka a dikatakan bilangan riil non negatif, dan ditulis a 0. Jika a P, maka a dikatakan bilangan riil negatif (strictly negative), dan ditulis a < 0. Jika a P {0}, maka dikatakan bilangan riil non positif, dan ditulis a 0. Perlu diperhatikan bahwa bilangan 0 adalah positif sekaligus negatif. Definisi (2) Misalkan a, b R. 1 Jika a b P, maka ditulis a > b 2 Jika (a b) P, maka ditulis a < b 3 Jika a b P {0}, maka kita tulis a b. 4 Jika (a b) P {0}, maka kita tulis a b.

18 Notasi, a < b < c bermakna bahwa a < b dan b < c. Dengan cara yang sama, jika a b dan b c, maka ditulis a b c. Jika a b dan b < d, maka ditulis sebagai a b < d. Teorema Misalkan a, b, c R. 1 Jika a > b dan b > c, maka a > c 2 Tepat satu pernyataan berikut berlaku: 3 Jika a b dan b a, maka a = b. a > b, a = b, a < b.

19 Bukti. Teorema 1 Jika a b P dan b c P, maka sifat urutan (1) mengakibatkan bahwa (a b) + (b c) = a c P. Sehingga, a > c. 2 Bedasarkan sifat urutan (3), tepat satu dari yang berikut berlaku: 3 Buktikan! 1 Jika a R dan a 0, maka a 2 > > 0 3 Jika n N, maka n > 0. Bukti. a b P, a b = 0, b a = (a b) P 1 Berdasarkan sifat trichotomy, jika a 0 maka a P atau a P. Jika a P, maka berdasarkan sifat urutan (ii) diperoleh a 2 = a.a P. Dengan cara yang sama, jika a P, maka berdasarkan sifat urutan (ii) diperoleh a 2 = ( a)( a) P. Sehingga dalam setiap kasus diperoleh a 2 P, yaitu a 2 > 0.

20 2 Karena 1 = (1) 2, maka dari bagian (i) diperoleh 1 > 0. 3 Gunakan induksi matematika. Jelas bahwa pernyataan berlaku untuk n = 1 (dari pernyataan (ii)). Anggaplah pernyataan benar untuk n = k, maka k P. Karena 1 P, sifat urutan (i) berakibat bahwa k + 1 P. Sehingga pernyataan benar untuk semua n N. Teorema Misalkan a, b, c, d R. 1 Jika a > b, maka a + c > b + c 2 Jika a > b dan c > d, maka a + c > b + d 3 Jika a > b dan c > 0, maka ac > bc. 4 Jika a > b dan c < 0, maka ac < bc 5 Jika a > 0, maka 1 a > 0. 6 Jika a < 0, maka 1 a < 0.

21 Bukti. (1). a > b a b > 0 a b P (a + c) (b + c) = a b P (a + c) (b + c) > 0 (a + c) > (b + c) } a > b a b > 0 a b P (2). (a b) + (c d) P c > d c d > 0 c d P (a + c) (b + d) P (a + c) (b + d) > 0 (a + c) > (b + d) (3). a > 0 a 0 (sifat urutan (3)) 1 a ada (sifat aljabar M4) 1 a = 0 1 = a ( 1 a) = 0 (kontradiksi) 1 a < 0 1 = a ( 1 a) < 0 berdasarkan teorema 9(d) (kontradiksi) Buktikan yang lainnya!

22 Teorema Jika a, b R dan jika a < b, maka a < 1 2 (a + b) < b. Akibat Jika b R dan b > 0, maka 0 < 1 2 b < b. Buktikan keduanya! Dua teorema berikut merupakan alat untuk membuktikan beberapa teorema lainnya. Teorema Jika a R sedemikian sehingga 0 a < ε untuk setiap ε > 0, maka a = 0. Bukti. Andaikan bahwa a > 0. Maka berdasarkan akibat di atas, berlaku 0 < 1 2 a < a. Jika diambil ε 0 = 1 2 a, maka kita peroleh 0 < ε 0 < a. Oleh karena itu pernyataan a < ε untuk setiap ε > 0 adalah salah. Jadi kita simpulkan a = 0.

23 Teorema Misalkan a, b R dan anggaplah bahwa a ε < b untuk setiap ε > 0, maka a b. Bukti. Anggaplah a > b. Maka untuk ε 0 = 1 (a b) berlaku 2 a ε 0 = a 1 2 (a b) = 1 (a + b) 2 > 1 (b + b) = b, 2 yang merupakan negasi dari hipotesis. Teorema Jika ab > 0, maka 1 a > 0 dan b > 0, atau 2 a < 0 dan b < 0. Buktikan!

24 Teorema Jika ab < 0, maka 1 a < 0 dan b > 0, atau 2 a > 0 dan b < 0. Buktikan! Contoh (1) Tentukan himpunan A R sedemikian sehingga 2x Jawab Perhatikan bahwa x A 2x x 3 x 3 2. Jadi, kita mempunyai A = { x R: x 3 2}.

25 Contoh (2) Misalkan a 0 dan b 0. Tunjukkan bahwa a < b a 2 < b 2 a < b. Jawab Akan dibuktikan untuk kasus a > 0 dan b > 0, dan kasus a = 0 dibiarkan sebagai latihan. Anggaplah a > 0 dan b > 0, maka dari sifat urutan (i) kita mempunyai a + b > 0. Karena b 2 a 2 = (b a)(b + a), maka teorema 9(c) mengakibatkan bahwa: b a > 0 b 2 a 2 > 0. Selain itu, teorema 13 mengakibatkan bahwa b 2 a 2 > 0 b a > 0.

26 Jika a > 0 dan b > 0, maka a > 0 dan b > 0. Karena a = ( a) 2 dan b = ( b) 2 maka ( b) 2 ( a) 2 > 0 b a > 0 a < b. Kita tinggalkan pembuktian bahwa: jika a 0 dan b 0, maka sebagai latihan. Contoh (3) Tuliskan himpunan C = sederhana. a b a 2 b 2 a b { x R: } (2x + 1) (x + 2) < 1 dalam bentuk yang lebih Jawab x C (2x + 1) (x + 2) 1 < 0 (x 1) (x + 2) < 0.

27 Oleh karena itu, diperoleh 1 x 1 < 0 dan x + 2 > 0, atau 2 x 1 > 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (1), diperoleh x < 1 dan x > 2, yang dipenuhi jika dan hanya jika 2 < x < 1. 3 Dalam kasus (2) kita haruslah mempunyai x > 1 dan x < 2, yang tidak pernah dipenuhi. Jadi kita menyimpulkan bahwa C = {x R: 2 < x < 1}. Contoh (Ketaksamaan Bernoully) Jika x > 1, tunjukkan bahwa untuk semua n N. (1 + x) n 1 + nx

28 Bukti. Gunakan induksi matematika untuk pembuktian ini. Untuk n = 1 menghasilkan kesamaan, sehingga penegasan benar. Asumsikan ketaksamaan benar untuk integer n = k, yakni (1 + x) k 1 + kx, untuk suatu k. Akan ditunjukkan bahwa pernyataan juga benar untuk n = k + 1, yakni Karena 1 + x > 0, maka (1 + x) k (k + 1)x. (1 + x) k+1 = (1 + x) k (1 + x) (1 + kx)(1 + x) = 1 + (k + 1)x + kx (k + 1)x. Karena pernyataan berlaku untuk n = k + 1, maka dapat disimpulkan bahwa ketaksamaan benar untuk semua n N.

29 Latihan 1 Jika 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd. 2 Jika 0 < a < b dan 0 c d, buktikan bahwa 0 ac bd. 3 Jika a, b R, tunjukkan bahwa a 2 + b 2 = 0 a = 0 dan b = 0. 4 Tunjukkan bahwa jika 0 < a < b maka a < ab < b dan 0 < 1 b < 1 a.

30 Nilai Mutlak Sifat Trichotomy menjamin bahwa jika a R dan a 0, maka hanya ada satu yang positif diantara 2 bilangan a dan a. Definisi (3) Jika a R, nilai mutlak dari a, ditulis a, didefinisikan sebagai berikut: { a, jika a 0 a = a, jika a < 0 Sehingga domain dari fungsi nilai mutlak adalah R dan range nya adalah P {0}.

31 Teorema 1 a = 0 a = 0 2 a = a untuk semua a R 3 ab = a b untuk semua a, b R 4 Jika c 0, maka a c c a c 5 - a a a untuk semua a R. Bukti. 1 Jika a = 0 maka a = 0. Jika a 0 maka a 0, sehingga a = 0. Oleh karena itu, jika a = 0, maka a = 0. 2 Jika a = 0, maka 0 = 0 = 0. Jika a > 0, maka a < 0 dan akibatnya a = a = ( a) = a. Jika a < 0, maka a > 0 dan akibatnya Buktikan (3), (4) dan (5)! a = a = a.

32 Teorema Jika a, b R, maka a b a ± b a + b. Bukti. Berdasarkan teorema 15(e) didapat a a a dan b ±b b. Dengan menggunakan teorema 9(b) diperoleh: ( a + b ) a ± b a + b, dan dengan teorema 15(d) diperoleh a ± b a + b. (**) Selanjutnya, karena a = (a b) + b a b + b (kenapa?), maka a b a b. (#)

33 Dengan cara yang sama, karena maka b = (b a) + a b a + a = a b + a, b a a b. (##) Dengan menggabungkan (#) dan (##) diperoleh a b a b. Untuk mendapatkan ketaksamaan dengan tanda positif, ganti b dengan b. Dengan menggunakan prinsip induksi matematika, ketaksamaan segitiga dapat diperluas untuk sejumlah hingga elemen-elemen R. Akibat Jika a 1, a 2,..., a n R, maka a 1 + a a n a 1 + a a n.

34 Garis Riil Bilangan Riil Suatu interpretasi geometris dari sistem bilangan riil adalah garis riil. Dalam interpretasi ini, nilai mutlak a dianggap sebagai jarak dari a ke asal 0. Secara umum, jarak antara elemen a dan b di dalam R adalah a b. Dalam diskusi selanjutnya, kita memerlukan bahasa yang lebih tepat tentang istilah suatu bilangan riil dekat dengan bilangan riil lain. Jika a R, maka perkataan bahwa suatu bilangan riil x dekat ke a berarti bahwa jarak x a kecil. Ide ini didiskusikan dengan memperkenalkan terminologi lingkungan (neighborhoods) yang kita definisikan berikut ini. Misalkan a R dan ε > 0. Maka lingkungan ε dari a, dinyatakan dengan V ε (a), adalah himpunan V ε (a) = {x R : x a < ε}.

35 Untuk a R, pernyataan bahwa x V ε (a) ekivalen dengan pernyataan Lihat gambar 2.1 berikut. ε < x a < ε a ε < x < a + ε. Teorema Gambar 2.1 Misalkan a R. Jika x V ε (a) untuk setiap ε > 0, maka x = a. Bukti. Untuk suatu x yang memenuhi x a < ε, maka akibat dari teorema 11 adalah x a = 0, dan sehingga x = a.

36 Latihan 1 Jika a, b R dan b 0, tunjukkan bahwa a = a b b. 2 Jika a, b R, tunjukkan bahwa a + b = a + b jika dan hanya jika ab 0. 3 Jika x, y, z R, x z, tunjukkan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x y + y z = x z. 4 Dapatkan semua x R yang memenuhi ketaksamaan 1 x x 1 > x x + x + 1 < 2. 5 Tunjukkan bahwa jika a, b R dan a b, maka ada suatu lingkungan U ε (a) dan V ε (b) sedemikian sehingga U ε (a) V ε (b) =

37 Sifat Kelengkapan Bilangan Riil Bagian ini akan mendiskusikan sifat-sifat penting bilangan riil R yang sering disebut sebagai sifat Kelengkapan, karena sifat ini menjamin eksistensi elemen-elemen R bila hipotesis-hipotesis tertentu dipenuhi. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat aljabar dan sifat urutan, tetapi telah diperlihatkan bahwa 2 tidak dapat dinyatakan sebagai bilangan rasional, oleh karena itu 2 / Q. Observasi ini memperlihatkan bahwa perlunya sifat tambahan untuk mengkarakteristikkan bilangan riil. Sifat tambahan ini, sifat kelengkapan (sifat supremum), adalah suatu sifat esensial dari R. Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Disini, akan diberikan sifat yang paling efisien dengan mengasumsikan bahwa setiap himpunan terbatas tak kosong di R mempunyai supremum.

38 Supremum dan Infimum Bilangan Riil Sekarang akan diperkenalkan gagasan batas atas dan batas bawah untuk suatu himpunan. Definisi (4) Misalkan S R. Suatu bilangan u R dikatakan batas atas untuk himpunan S jika s u untuk semua s S. Suatu bilangan w R dikatakan batas bawah untuk himpunan S jika w s untuk semua s S. Pertanyaan. 1 Tuliskan, apa yang dimaksud dengan suatu bilangan bukan batas atas (batas bawah) dari himpunan S! 2 Apakah semua himpunan mempunyai batas atas (bawah)? 3 Apakah ada himpunan yang mempunyai batas atas, tetapi tidak mempunyai batas bawah (sebaliknya)?

39 Perlu dicatat bahwa jika kita menggunakan definisi 4 untuk himpunan kosong, kita dapat menyimpulkan bahwa setiap bilangan riil adalah batas atas untuk. Agar suatu bilangan u R bukan batas atas himpunan S, suatu elemen s S harus ada sedemikian sehingga u < s. Jika S =, maka elemen s ini tidak ada, sehingga setiap bilangan riil adalah batas atas dari. Dengan cara yang sama, setiap bilangan riil adalah batas bawah dari. Kelihatannya, hal ini seperti mengada-ada, tetapi itu merupakan konsekwensi logis dari definisi 4 Suatu himpunan di dalam R dikatakan terbatas di atas jika ia mempunyai batas atas. Jika suatu himpunan dalam R mempunyai batas bawah, maka ia dikatakan terbatas di bawah.

40 Jika suatu himpunan dalam R mempunyai batas atas dan batas bawah maka dikatakan himpunan tersebut terbatas. Suatu himpunan dalam R dikatakan tak terbatas jika ia tak mempunyai batas atas atau batas bawah. Umpamanya, himpunan {x R: x 2} tak terbatas (meskipun ia terbatas di atas) karena ia tak terbatas di bawah. Definisi (5) Misalkan S R. a. Bilangan u R dikatakan supremum (batas atas terkecil) untuk himpunan S jika: i. u adalah batas atas S ii. u s untuk setiap s, dengan s adalah batas atas S. b. Bilangan w R dikatakan infimum (batas bawah terbesar) untuk himpunan S jika: i. w adalah batas bawah S. ii. w s untuk setiap s, dengan s adalah batas bawah S.

41 Dengan ungkapan lain, definisi 5(a) dapat juga dinyatakan sebagai berikut: Suatu bilangan u R adalah supremum dari S R, jika memenuhi 2 syarat: i. s u s S ii. jika v adalah sebarang bilangan sedemikian sehingga s v s S, maka u v. Formulasikan ungkapan yang serupa untuk definisi 5(b). Untuk suatu S R yang mempunyai supremum maka supremum tersebut adalah tunggal. Andaikan u 1 dan u 2 adalah supremum S, maka u 1 dan u 2 adalah batas atas S. Karena u 1 adalah suremum S dan u 2 adalah batas atas S maka u 1 u 2. Begitu juga, dengan argumen yang sama didapat u 2 u 1. Akibatnya u 1 = u 2.

42 Lema Misalkan S R, S. Suatu bilangan u adalah supremum untuk himpunan S jika dan hanya jika u memenuhi 2 syarat berikut: i. tidak ada s S dengan u < s ii. jika v < u, maka ada suatu s v S sedemikian sehingga v < s v. Bukti. Misalkan u memenuhi syarat i dan ii. Syarat ii mengakibatkan bahwa u adalah batas atas S. Jika v adalah bilangan sebarang dengan v < u, maka sifat ii menunjukkan bahwa v bukan batas atas S. Sehingga u adalah supremum dari S. Sebaliknya, misalkan u adalah supremum dari S, maka u adalah batas atas S. Akibatnya, syarat i berlaku. Jika v < u, maka v bukan batas atas S. Akibatnya ada s 0 S sedemikian sehingga v < s 0.

43 Soal: Rumuskan suatu lemma yang serupa dengan lemma 1 untuk kasus infimum, dan buktikan.! Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, maka supremum S dinyatakan sebagai dan infimum S dinyatakan sebagai sup S, inf S. Dapat diperiksa bahwa jika u adalah batas atas sebarang dari S, maka sup S u, yaitu jika s u untuk semua s S maka sup S u. Ini mengatakan bahwa sup S adalah batas atas terkecil dari S.

44 Lema Misalkan S R, S. Suatu batas atas u dari S adalah supremum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 ada suatu s ε S sedemikian sehingga u ε < s ε. Bukti. Anggaplah u adalah batas atas S dan untuk setiap ε > 0 ada suatu s ε S sedemikian sehingga u ε < s ε. Akan dibuktikan bahwa sup S = u. Jika v < u dan kita ambil ε = u v, maka ε > 0. Akibatnya ada suatu bilangan s ε S sedemikian sehingga v = u ε < s ε. Oleh karena itu, v bukan batas atas S. Karena v adalah sebarang bilangan yang lebih kecil dari u, kita menyimpulkan bahwa u = sup S. Sebaliknya, anggaplah bahwa u = sup S dan misalkan ε > 0. Karena u ε < u, maka u ε bukan batas atas dari S. Oleh karena itu, suatu elemen s ε S haruslah lebih besar dari u ε; yaitu u ε < s ε.

45 Supremum dari suatu himpunan boleh termuat dalam himpunan tersebut dan boleh juga tidak, tergantung dari himpunan yang diberikan. Demikian juga halnya dengan infimum. Contoh (4) Misalkan S R. Jika S memuat salah satu batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut adalah supremumnya. Bukti. Misalkan u S adalah suatu batas atas S. Jika v adalah batas atas lain dari S, maka u v. Sehingga u = sup S. Aksioma Kelengkapan dari R 1 Setiap himpunan bilangan riil R yang tak kosong dan terbatas di atas mempunyai supremum dalam R (Sifat Supremum) 2 Setiap himpunan bilangan riil R yang tak kosong dan terbatas dibawah mempunyai infimum dalam R (Sifat Infimum)

46 Bukti (2). Ambil himpunan tak kosong sebarang A R, dan misalkan A terbatas di bawah. Akan dibuktikan inf A ada. Misalkan B = {b R b batas bawah A}. Karena A terbatas di bawah, maka B. Untuk menunjukkan bahwa A mempunyai infimum, perlu ditunjukkan bahwa B mempunyai elemen terbesar, dengan memperlihatkan bahwa B terbatas di atas dan sup B B. Misalkan y A, maka x y x B. Ini menunjukkan bahwa setiap y A adalah batas atas himpunan B. Karena A, maka B terbatas di atas. Akibatnya sup B ada (berdasarkan sifat supremum). Definisikan α = sup B. Dr. Muhafzan (Dept. of Math. UNAND) 3 SKS JULI / 60

47 Bukti (2). Ambil himpunan tak kosong sebarang A R, dan misalkan A terbatas di bawah. Akan dibuktikan inf A ada. Misalkan B = {b R b batas bawah A}. Karena A terbatas di bawah, maka B. Untuk menunjukkan bahwa A mempunyai infimum, perlu ditunjukkan bahwa B mempunyai elemen terbesar, dengan memperlihatkan bahwa B terbatas di atas dan sup B B. Misalkan y A, maka x y x B. Ini menunjukkan bahwa setiap y A adalah batas atas himpunan B. Karena A, maka B terbatas di atas. Akibatnya sup B ada (berdasarkan sifat supremum). Definisikan α = sup B. Dr. Muhafzan (Dept. of Math. UNAND) 3 SKS JULI / 60

48 Bukti (2). Ambil himpunan tak kosong sebarang A R, dan misalkan A terbatas di bawah. Akan dibuktikan inf A ada. Misalkan B = {b R b batas bawah A}. Karena A terbatas di bawah, maka B. Untuk menunjukkan bahwa A mempunyai infimum, perlu ditunjukkan bahwa B mempunyai elemen terbesar, dengan memperlihatkan bahwa B terbatas di atas dan sup B B. Misalkan y A, maka x y x B. Ini menunjukkan bahwa setiap y A adalah batas atas himpunan B. Karena A, maka B terbatas di atas. Akibatnya sup B ada (berdasarkan sifat supremum). Definisikan α = sup B. Dr. Muhafzan (Dept. of Math. UNAND) 3 SKS JULI / 60

49 Bukti (2). Ambil himpunan tak kosong sebarang A R, dan misalkan A terbatas di bawah. Akan dibuktikan inf A ada. Misalkan B = {b R b batas bawah A}. Karena A terbatas di bawah, maka B. Untuk menunjukkan bahwa A mempunyai infimum, perlu ditunjukkan bahwa B mempunyai elemen terbesar, dengan memperlihatkan bahwa B terbatas di atas dan sup B B. Misalkan y A, maka x y x B. Ini menunjukkan bahwa setiap y A adalah batas atas himpunan B. Karena A, maka B terbatas di atas. Akibatnya sup B ada (berdasarkan sifat supremum). Definisikan α = sup B.

50 Untuk menunjukkan bahwa α B, perlu ditunjukkan bahwa α adalah batas bawah himpunan A. Misalkan y A sebarang, maka y A adalah batas atas himpunan B, tetapi α adalah batas atas terkecil himpunan B, yaitu α y. Sehingga α adalah batas bawah himpunan A, atau α B. Sifat-sifat ini sering disebut sebagai sifat kelengkapan dari R. Selanjutnya, karena R memiliki 3 sifat diatas, yakni: sifat lapangan, terurut, dan sifat kelengkapan, maka R disebut lapangan terurut lengkap.

51 Contoh (5) Misalkan S 1 = {x R: x 0}. Tunjukkan bahwa himpunan S 1 mempunyai batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas dan bahwa inf S 1 = 0. Bukti. i. Akan ditunjukkan bahwa himpunan S 1 mempunyai batas bawah. Karena x 0, maka semua y R dengan y 0 adalah batas bawah himpunan S 1. ii. Akan ditunjukkan bahwa himpunan S 1 tidak mempunyai batas atas. Andaikan S 1 mempunyai batas atas, dan sebutlah u adalah batas atas S 1. Maka u 0. Karena u + 1 > u 0, maka u bukan batas atas S 1. Oleh karena itu S 1 tidak mempunyai batas atas. iii. Akan ditunjukkan bahwa inf S 1 = 0. Karena x 0, maka 0 adalah batas bawah himpunan S 1. Jika v > 0, maka ada v 2 S 1 dengan v 2 < v. Oleh karena itu inf S 1 = 0.

52 Soal 4. Misalkan S 2 = {x R: x > 0}. Apakah S 2 mempunyai batas bawah? Apakah S 2 mempunyai batas atas? Apakah inf S 2 ada? Buktikan pernyataan anda! Contoh (6) Misalkan S 3 = { } 1 n : n N. a. Tunjukkan bahwa sup S 3 = 1. b. Tunjukkan bahwa inf S 3 = 0. Bukti. a. Akan ditunjukkan bahwa sup S 3 = 1. Karena 1 n 1 untuk semua n N, maka 1 adalah batas atas S 3. Karena 1 S 3 maka sup S 3 = 1 berdasarkan contoh 2.

53 b. Akan ditunjukkan bahwa inf S 3 = 0. Karena 0 < 1 n untuk setiap n N, maka 0 adalah batas bawah S 3. Misalkan v = 1 m S 3 untuk suatu m N, maka ada s = 1 2m S sedemikian sehingga 0 < 1 2m < 1 m. Oleh karena itu inf S 3 = 0. Contoh (7) Misalkan S adalah himpunan terbatas tak kosong dalam R. Misalkan pula a > 0 dan definisikan himpunan as = {as : s S}. Tunjukkan bahwa sup (as) = a sup S.

54 Bukti. Misalkan u = sup S, maka s u s S. a > 0 as au s S au adalah batas atas himpunan as sup (as) au = a sup S (1) Jika v adalah batas atas sebarang as, maka as v s S. Karena a > 0, maka s v a s S. Akibatnya v adalah batas atas a himpunan S. Sehingga sup S v s S a sup S v s S (karena a > 0) a a sup S sup(as) (karena v adalah batas atas sebarang as) (2) Dari (1) dan (2) diperoleh sup (as) = a sup S.

55 Suatu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N tidak terbatas di atas dalam R. Artinya, untuk setiap x R, terdapat bilangan asli n x, dengan n x > x. Bukti pernyataan ini tidak dapat dideduksi dari sifat aljabar dan sifat urutan. Pembuktiannya haruslah menggunakan sifat supremum. Teorema (Sifat Archimedean) Jika x R, maka terdapat n x N, dengan n x > x. Bukti. Anggaplah kesimpulan bahwa ada n x N n x > x salah. Maka x adalah batas atas untuk N. Oleh karena itu, berdasarkan sifat supremum, maka N mempunyai supremum u R.

56 Karena x adalah suatu batas atas untuk N, maka u x. Karena u 1 < u, maka ada n 1 N u 1 < n 1, (berdasarkan lemma 1). Akibatnya u < n Tetapi n N, jadi kontradiksi dengan asumsi bahwa u adalah batas atas N. Akibat Misalkan y, z > 0. Maka i. Ada n N ny > z ii. Ada n N 0 < 1 n < z iii. Ada n N n 1 y < n. Buktikan!

57 Sifat supremum menjamin eksistensi dari bilangan-bilangan riil tertentu. Salah satunya, berikut ini akan ditunjukkan eksistensi bilangan riil positf x sedemikian sehingga x 2 = 2. Teorema (Eksistensi 2) Ada suatu bilangan positif x R sedemikian sehingga x 2 = 2. Bukti. Misalkan S = { y R 0 y, y 2 2 }. S karena 1 S. Akan dibuktikan bahwa himpunan S terbatas diatas oleh 2. Andaikan 2 bukan batas atas, maka ada s S sedemikian sehingga 2 < s.

58 Akibatnya 4 < s 2 2, yang adalah suatu kontradiksi. Jadi mestilah S terbatas diatas oleh 2. Berdasarkan sifat supremum, himpunan S mempunyai supremum dan misalkan x = sup S. Jelas bahwa x > 0. Akan dibuktikan bahwa x 2 = 2. Andaikan x 2 2. Maka ada 2 kasus, yakni x 2 < 2 atau x 2 > 2. Kasus 1: Misalkan x 2 < 2. Akan ditunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S dengan mendapatkan suatu bilangan n N sedemikian sehingga x + 1 n S, yang berimplikasi bahwa x bukan batas atas S.

59 Untuk memilih n, perhatikan analisis berikut ini: 1 Karena n 2 1 n, maka ( x + 1 ) 2 = x 2 + 2x n n + 1 n 2 x2 + 1 (2x + 1). n Sehingga, jika n dapat dipilih sedemikian sehingga 1 n (2x + 1) < 2 x2, maka akan didapat ( x + 1 n) 2 < x 2 + ( 2 x 2) = 2 Karena x 2 < 2, maka 2 x 2 > 0. Sehingga 2 x 2 2x + 1 > 0.

60 Berdasarkan sifat Archimedean (corollary 3(ii)), maka ada n N sedemikian sehingga 1 n < 2 x2 2x + 1 Akibatnya ( x + 1 n ) 2 = x 2 + 2x n + 1 n 2 x2 + 1 n (2x + 1) < x2 + ( 2 x 2) = 2, yang menunjukkan bahwa x + 1 S dan kontradiksi dengan n x = sup S. Kasus 2: Misalkan x 2 > 2. Akan ditunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S dengan mendapatkan suatu bilangan m N sedemikian sehingga x 1 juga batas atas S.Untuk memilih m, perhatikan m analisis berikut ini: ( x 1 ) 2 = x 2 2x m m + 1 m 2 > x2 2x m Dr. Muhafzan (Dept. of Math. UNAND) 3 SKS JULI / 60

61 Berdasarkan sifat Archimedean (corollary 3(ii)), maka ada n N sedemikian sehingga 1 n < 2 x2 2x + 1 Akibatnya ( x + 1 n ) 2 = x 2 + 2x n + 1 n 2 x2 + 1 n (2x + 1) < x2 + ( 2 x 2) = 2, yang menunjukkan bahwa x + 1 S dan kontradiksi dengan n x = sup S. Kasus 2: Misalkan x 2 > 2. Akan ditunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S dengan mendapatkan suatu bilangan m N sedemikian sehingga x 1 juga batas atas S.Untuk memilih m, perhatikan m analisis berikut ini: ( x 1 ) 2 = x 2 2x m m + 1 m 2 > x2 2x m

62 Sehingga, jika m dapat dipilih sedemikian sehingga 2x m < x2 2, maka akan didapat ( x 1 m ) 2 = x 2 2x m + 1 m 2 > x2 2x m > x2 + (2 x 2 ) = 2 Karena x 2 > 2, maka x 2 2 > 0. Sehingga x 2 2 > 0. 2x Berdasarkan sifat Archimedean (corollary 3(ii)), maka ada m N sedemikian sehingga 1 m < x2 2 2x Akibatnya ( x 1 ) 2 = x 2 2x m m + 1 m 2 > x2 2x m > x2 + (2 x 2 ) = 2.

63 Perhatikan pula bahwa s S s 2 < 2 < Hubungan (3) memperlihatkan bahwa ( x m) 1 2 ( s < x 1 ). (3) m ( x 1 ) adalah batas atas m untuk S, yang kontradiksi dengan x = sup S. Karena kemungkinan x 2 < 2 atau x 2 > 2 adalah salah, maka mestilah x 2 = 2. Teorema 19 mengatakan bahwa terdapat sekurang-kurangnya satu bilangan irrasional, yakni 2 (akar kwadrat positif dari 2). Akibat Misalkan ξ > 0 adalah suatu bilangan irrasional dan z > 0. Maka ada ξ m N sedemikian sehingga bilangan irrasional m memenuhi 0 < ξ m < z.

64 Teorema Misalkan x, y R dengan x < y. a. Maka ada r Q x < r < y b. Jika ξ > 0 adalah sebarang bilangan irrasional, maka ada r Q sedemikian sehingga bilangan irrasional rξ memenuhi x < rξ < y.

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3 Contents 1 Preliminaries 3 1.1 The Algebra of Sets............................ 3 2 Bilangan Riil 5 2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R......................... 5 2.1.1 Sifat Aljabar dari R........................

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real 5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real Sifat aljabar dan sifat urutan bilangan real telah dibahas sebelumnya. Selanjutnya, akan dijelaskan sifat kelengkapan bilangan real. Bilangan rasional ℚ juga memenuhi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real

Sistem Bilangan Real TUGAS I ANALISIS REAL I Sistem Bilangan Real Tugas 1 Analisis Real I Disusun oleh : Nariswari Setya D. Kartini Marvina Puspito M0108022 M0108050 M0108056 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil

Sistem Bilangan Riil Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 18, 2011 Kita telah mencatat sebelumnya bahwa supremum dan infimum suatu himpunan tidak harus merupakan anggota himpunan

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang Pertemuan 2. BAHAN AJAR ANALISIS REAL Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 0. Bilangan Real 0. Bilangan Real sebagai bentuk desimal Pada pembahasan berikutnya kita diasumsikan telah mengetahui dengan

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN BULAT

SISTEM BILANGAN BULAT SISTEM BILANGAN BULAT A. Bilangan bulat Pengertian Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0. Berlawanan dengan bilangan bulat adalah bilangan riil

Lebih terperinci

Oleh: Naning Sutriningsih

Oleh: Naning Sutriningsih Oleh: Naning Sutriningsih SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 0 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke-hadirat Allah Rabbul Alamin, atas

Lebih terperinci

Pengantar : Induksi Matematika

Pengantar : Induksi Matematika Pengantar : Induksi Matematika Analisis Real /2 SKS/ Ega Gradini, M.Sc Induksi Matematika adalah cara standar dalam membuktikan bahwa sebuah pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli. Pembuktian

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

Contoh-contoh soal induksi matematika

Contoh-contoh soal induksi matematika Contoh-contoh soal induksi matematika Buktikan bahwa 2 n > n + 20 untuk setiap bilangan bulat n 5. (i) Basis induksi : Untuk n = 5, kita peroleh 2 5 > 5 + 20 adalah suatu pernyataan yang benar. (ii) Langkah

Lebih terperinci

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) 1 B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN Bilangan Kompleks Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) Bilangan Rasional Bilangan Irrasional Bilangan Pecahan Bilangan Bulat Bilangan Bulat

Lebih terperinci

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa 0/08/015 Sistem Bilangan Riil Simbol-Simbol dalam Matematikaa 1 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa Simbol-Simbol dalam Matematikaa 4 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa 5 Sistem bilangan N :

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Pertemuan Standar kompetensi: mahasiswa memahami cara membangun sistem bilangan real, aturan dan sifat-sifat dasarnya. Kompetensi dasar Memahami aksioma atau sifat aljabar bilangan real Memahami fakta-fakta

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat dan logos yang artinya ilmu merupakan cabang matematika yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

Coba amati apakah sifat ini mempunyai signifikansi dalam sistem bilangan real.

Coba amati apakah sifat ini mempunyai signifikansi dalam sistem bilangan real. TUGAS ANREAL BAB Dosen: Julan HERNADI SELESAIKAN SOAL-SOAL BERIKUT SEKUAT KEMAMPUAN YANG ANDA MI- LIKI. WALAUPUN DALAM KETERBATASAN INTELIGENSI, COBALAH BERUSAHA LEBIH KERAS DALAM BELAJAR.. Jelaskan peran

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS BAB. PENDAHULUAN KALKULUS (Himpunan,selang, pertaksamaan, dan nilai mutlak) Pembicaraan kalkulus didasarkan pada sistem bilangan nyata. Sebagaimana kita ketahui sistem bilangan nyata dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan 1. GRUP Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan pasangan elemen ( ab, ) pada G, yang memenuhi dua kondisi berikut: 1. Setiap pasangan elemen

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

BAB VI BILANGAN REAL

BAB VI BILANGAN REAL BAB VI BILANGAN REAL PENDAHULUAN Perluasan dari bilangan cacah ke bilangan bulat telah dibicarakan. Dalam himpunan bilangan bulat, pembagian tidak selalu mempunyai penyelesaian, misalkan 3 : 11. Timbul

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 6 RING (GELANGGANG) Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat suatu Ring, Integral Domain dan Field Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca.

PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca. PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca. Karena hampir semua rumus dan hukum yang berlaku tidak tercipta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

Keterbagian Pada Bilangan Bulat Latest Update: March 8, 2017 Pengantar Teori Bilangan (Bagian 1): Keterbagian Pada Bilangan Bulat Muhamad Zaki Riyanto Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright 2015 BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI,

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo January 12, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

BAB V BILANGAN BULAT

BAB V BILANGAN BULAT BAB V BILANGAN BULAT PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibicarakan sistem bilangan bulat, yang akan dimulai dengan memperluas sistem bilangan cacah dengan menggunakan sifat-sifat baru tanpa menghilangkan

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Tentang Mata Kuliah MA3231 Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Matematika, dengan

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan Sistem Bilangan Real Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan real dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan real adalah himpunan bilangan real yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas anugrah yang diberikan sehingga penulisan Buku Diktat yang dilengkapi dengan Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

Matematika Teknik INVERS MATRIKS

Matematika Teknik INVERS MATRIKS INVERS MATRIKS Dalam menentukan solusi suatu SPL selama ini kita dihadapkan kepada bentuk matriks diperbesar dari SPL. Cara lain yang akan dikenalkan disini adalah dengan melakukan OBE pada matriks koefisien

Lebih terperinci

Pengantar Analisis Real

Pengantar Analisis Real Modul Pengantar Analisis Real Dr Endang Cahya, MA, MSi P PENDAHULUAN ada Modul ini disajikan beberapa topik pengantar mata kuliah Analisis Real, yang terbagi dalam beberapa kegiatan belajar yang harus

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

Himpunan dan Sistem Bilangan Real Modul 1 Himpunan dan Sistem Bilangan Real Drs. Sardjono, S.U. PENDAHULUAN M odul himpunan ini berisi pembahasan tentang himpunan dan himpunan bagian, operasi-operasi dasar himpunan dan sistem bilangan

Lebih terperinci

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai 1 TEORI KETERBAGIAN Bilangan 0 dan 1 adalah dua bilangan dasar yang digunakan dalam sistem bilangan real. Dengan dua operasi + dan maka bilangan-bilangan lainnya didenisikan. Himpunan bilangan asli (natural

Lebih terperinci

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

Himpunan. Definisi. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

Himpunan. Definisi. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. Himpunan Definisi Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. 1 Cara Penyajian Himpunan 1. Enumerasi Setiap anggota himpunan didaftarkan

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

STRUKTUR SEMILATTICE PADA PRA A -ALJABAR

STRUKTUR SEMILATTICE PADA PRA A -ALJABAR Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 1 Hal. 63 67 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STRUKTUR SEMILATTICE PADA PRA A -ALJABAR ROZA ARDILLA Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 009 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 00 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL BAGIAN PERTAMA Disusun oleh : Solusi Olimpiade Matematika Tk Provinsi 009 Bagian

Lebih terperinci

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KALKULUS UNTUK MAHASISWA 9 CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Dalam Uraian

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

INF-104 Matematika Diskrit

INF-104 Matematika Diskrit Jurusan Informatika FMIPA Unsyiah February 13, 2012 Apakah Matematika Diskrit Itu? Matematika diskrit: cabang matematika yang mengkaji objek-objek diskrit. Apa yang dimaksud dengan kata diskrit (discrete)?

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily)

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily) TEKNIK PEMBUKTIAN (Yus Mochamad Cholily) Pembuktian merupakan aktifitas yang tidak bisa dipisahkan dengan Matematika. Hal ini disebabkan produk matematika pada umumnya berbentuk teorema yang harus dibuktikan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi + 5 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Struktur Aljabar Struktur aljabar adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan matematika yang mempelajari tentang himpunan (sets), proposisi, kuantor, relasi, fungsi, bilangan,

Lebih terperinci

Pengantar Teori Bilangan

Pengantar Teori Bilangan Pengantar Teori Bilangan Kuliah 2 2/2/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 1 Materi Kuliah 2 Teori Pembagian dalam Bilangan Bulat Algoritma Pembagian Pembagi Persekutuan Terbesar 2/2/2014 2 Algoritma Pembagian

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat A Akar kuadrat GLOSSARIUM Akar kuadrat adalah salah satu dari dua faktor yang sama dari suatu bilangan. Contoh: 9 = 3 karena 3 2 = 9 Anggota Himpunan Suatu objek dalam suatu himpunan B Belahketupat Bentuk

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

Matematika Diskrit 1

Matematika Diskrit 1 Dr. Ahmad Sabri Universitas Gunadarma Pendahuluan Apakah Matematika Diskrit itu? Matematika diskrit adalah kajian terhadap objek/struktur matematis, di mana objek-objek tersebut diasosiasikan sebagai nilai-nilai

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Bab 1 Sifat Kelengkapan Bilangan Real 2 1.1 Paradoks Zeno ACHILLES TORTOISE 0 1 1½ Sumber: skeptic.com 1 1 1... 1 2 4 8?

Lebih terperinci

1 INDUKSI MATEMATIKA

1 INDUKSI MATEMATIKA 1 INDUKSI MATEMATIKA Induksi Matematis Induksi matematis merupakan teknik pembuktian yang baku di dalam matematika. Melalui induksi matematis maka dapat mengurangi langkah-langkah pembuktian bahwa semua

Lebih terperinci

Himpunan. Definisi. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

Himpunan. Definisi. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. Himpunan Bahan kuliah Matematika Diskrit 1 Definisi Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. HMIF adalah contoh sebuah himpunan,

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

1 P E N D A H U L U A N

1 P E N D A H U L U A N 1 P E N D A H U L U A N 1.1.Himpunan Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang terdefenisi dengan baik (well defined). Artinya bahwa untuk sebarang objek x yang diberikan, maka kita selalu akan dapat

Lebih terperinci

Bahan kuliah IF2120 Matematika Diskrit. Himpunan. Oleh: Rinaldi Munir. Program Studi Teknik Informatika STEI - ITB 1

Bahan kuliah IF2120 Matematika Diskrit. Himpunan. Oleh: Rinaldi Munir. Program Studi Teknik Informatika STEI - ITB 1 Bahan kuliah IF2120 Matematika Diskrit Himpunan Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Teknik Informatika STEI - ITB 1 Definisi Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan

Lebih terperinci

RELASI BINER. 1. Hasil Kali Cartes

RELASI BINER. 1. Hasil Kali Cartes RELASI BINER 1. Hasil Kali Cartes Definisi: Misalkan A dan B adalah himpunan-himpunan tak kosong. Hasil kali Cartes dari A dan B yang dilambangkan A x B adalah himpunan A x B = {(x, y) x є A, y є B} Contoh

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011 0 KATA PENGANTAR Aljabar abstrak

Lebih terperinci

Aljabar Boole. Meliputi : Boole. Boole. 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar

Aljabar Boole. Meliputi : Boole. Boole. 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar Aljabar Boole Meliputi : 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar Boole 3. Teorema Dasar Aljabar Boole 4. Orde dalam sebuah Aljabar Boole Definisi Aljabar Boole Misalkan B adalah himpunan

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif.

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif. STRUKTUR ALJABAR SEMIGRUP Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif. Contoh 1 (Z, +) merupakan sebuah semigrup. Contoh 2 Misalkan

Lebih terperinci

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional BAB III PECAHAN KONTINU dan PIANO A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional Sekarang akan dibahas tentang pecahan kontinu tak hingga yang diawali dengan barisan tak hingga bilangan bulat mendefinisikan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL. 1. Sistem Bilangan Real. Terlebih dahulu perhatikan diagram berikut: Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan Irasional

SISTEM BILANGAN REAL. 1. Sistem Bilangan Real. Terlebih dahulu perhatikan diagram berikut: Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan Irasional SISTEM BILANGAN REAL Sebelum membahas tentag konsep sistem bilangan real, terlebih dahulu ingat kembali tentang konsep himpunan. Konsep dasar dalam matematika adalah berkaitan dengan himpunan atau kelas

Lebih terperinci

Geometri di Bidang Euclid

Geometri di Bidang Euclid Modul 1 Geometri di Bidang Euclid Dr. Wono Setya Budhi G PENDAHULUAN eometri merupakan ilmu pengetahuan yang sudah lama, mulai dari ribuan tahun yang lalu. Berpikir secara geometris dari satu bentuk ke

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

BAB I LIMIT-LIMIT Limit-limit Fungsi

BAB I LIMIT-LIMIT Limit-limit Fungsi .. Limit-it Fungsi BAB I LIMIT-LIMIT... Definisi. Misalkan A R. Suatu titik c R adalah titik cluster dari A jika setiap lingkungan-δ dari c, V δ (c) = (c-δ,c+δ), memuat paling sedikit satu titik dari A

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi.

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi. BAB PENDAHULUAN Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi Himpunan Real Ada beberapa notasi himpunan yang sering digunakan dalam Analisis () merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jelas. Ada tiga cara untuk menyatakan himpunan, yaitu: a. dengan mendaftar anggota-anggotanya;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jelas. Ada tiga cara untuk menyatakan himpunan, yaitu: a. dengan mendaftar anggota-anggotanya; BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Himpunan 1. Pengertian Himpunan Himpunan merupakan konsep mendasar yang terdapat dalam ilmu matematika. Himpunan adalah kumpulan obyek yang didefinisikan secara jelas. Ada tiga

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo October 29, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Teori Himpunan Drs. Sukirman, M.Pd. M PENDAHULUAN odul ini memuat pembahasan teori himpunan dan himpunan bilangan bulat. Teori himpunan memuat notasi himpunan, relasi dan operasi dua himpunan atau

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama)

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama) Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 55281, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu I) Outline 1 Pendahuluan 2 Pengertian

Lebih terperinci

1.6 RULES OF INFERENCE

1.6 RULES OF INFERENCE 1.6 RULES OF INFERENCE 1 Argumen Argumen dalam logika adalah kumpulan sejumlah proposisi. Seluruh proposisi dalam suatu argumen, kecuali proposisi terakhir, disebut premis. Sedangkan proposisi terakhir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bilangan Bulat Bilangan Bulat merupakan bilangan yang terdiri dari bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga negatif dari bilangan

Lebih terperinci