Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein"

Transkripsi

1 Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein Kelvin Lois Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia kelvin_lois@students.itb.ac.id Abstrak Makalah ini membahas penurunan Transformasi Lorentz homogen dengan menggunakan sifat Grup dan postulat pertama Einstein. Pada bagian pertama, penulis meninjau kembali penurunan Transformasi Lorentz yang umum yaitu melibatkan kedua postulat Einstein. Dalam penurunan pada bagian kedua, postulat Einstein petama-tama disampaikan, kemudian bentuk transfomasi akan diambil yang paling umum. Proses penurunan akan dikendalai dengan aturan Grup, dan dengan asumsi dasar homogenitas, sifat isotropic dari ruang-waktu dan hubungan sebab-akibat. Kemudian akan diperlihatkan bahwa hanya hanya Transformasi Lorentz dan Transformasi Galiliean yang merupakan kasus khususnya yang memenuhi kendal ini. Kata Kunci : grup lorentz, teori relativitas khusus, transformasi galiliean, transformasi lorentz Penurunan I : Tinjauan kembali Transformasi Lorentz dengan Kedua Postulat Einstein. Dalam penurunan ini kita menggunakan dua postulat dalam Teori Relativitas yaitu,. Hukum Fisika sama untuk setiap kerangka acuan inersial. 2. Kecepatan cahaya c konstan relative terhadap semua kerangka inersial. Dalam Hukum ke-i Newton, dikatakan bahwa bila tidak ada gaya yang bekerja pada benda (atau bila resultan gaya yang bekerja pada benda adalah nol) maka benda berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan. Sesungguhnya dalam hukum ini tersirat pernyataan tentang kerangka acuan. Dalam hukum pertama, tersirat bahwa kita dapat memilih keluarga kerangka acuan (yang tak hingga banyaknya) bila resultan gaya yan bekerja pada benda adalah nol. Dalam hal ini, Hukum Newton tidak berubah dibawah transformasi Galilean. Namun dalam pertengahan abad ke delapan belas, implikasi dari persamaan Maxwell menunjukan bahwan persamaan-persamaan listrik dan magnet tidak berkovarian dibawah transformasi Galilean. Fakta bahwa kecepatan perambatan gelombang elektromagnetik dalam ruang hampa yang diprediksi Maxwell adalah konstan : c = μ 0 ε 0

2 Dimana μ 0 dan ε 0 adalah permitivitas dan permeabilitas dalam ruang hampa. Jelas bahwa c konstan dalam semua kerangka inersia. Jadi hukum penjumlahan kecepatan galileo tidak berlaku pada persamaan Maxwell. Para fisikawan abad ke-9 memiliki dua pilihan mengenai hasil ini. Fakta bahwa kedua formulasi ini tidak cocok satu-sama lain menunjukan bahwa salah satu dari kedua persamaan ini harus diperbaiki entah itu dengan memodifikasi persamaan Maxwell agar cocok dengan Hukum Newton atau memodifikasi Hukum Newton.. Karena persamaan Maxwell tidak memenuhi prinsip relativitas Newtonian. Artinya bahwa persamaan Maxwell hanya valid pada kerangka absolut. Jadi, ruang dianggap memiliki eksistensi tersendiri yang merambatkan gelombang EM, disebut eter. Atau, 2. Persamaan Maxwell memenuhi prinsip relativitas (artinya bahwa harusnya persamaan Maxwell berkovarian dibawah transformasi tertentu antar kerangka inersial), namun relasi antar kerangka inersial tersebut tidak seperti transformasi Galilean. Transformasi yang baru yang pertama kali diperkenalkan oleh Poincaré, disebut Transformasi Lorentz. Yang dalam kasus gerak relative antara kedua kerangka inersial hanya dalam satu sumbu diberikan sebagai : t = γ (t v c 2 x) x = γ (x vt) y = y z = z Sekarang kita akan mencoba menurunkan Transformasi Lorentz dengan mengasumsikan bahwa kita kita tidak mengetahui sifat linear dari transformasi ini. Karena transformasi Galilean kita anggap tidak tepat, kita bertanya bagaimana transformasi yang seharusnya? Transformasi yang benar harus memenuhi dua syarat, yaitu menjaga kecepatan cahaya tetap konstan untuk kedua kerangka inersial, dan transformasi yang baru harus dapat direduksi menjadi transformasi Galilean. Namun sekarang kita tidak tahu bagaimana bentuk transformasinya. Apakah linear? ataukah mungkin berupa polinom? Misalnya kita mencoba menebak bentuk tarnsformasinya sebagai berikut : Untuk kasus gerak relative antara kedua kerangka O dan O dalam satu dimensi, misalkan O bergerak relative terhadap O dengan kecepatan v, Y Y X O O Persamaan transformasinya x x, dan t t sebagai x = Ax + Bt + Ct 2 t = Dx + Et + Ft 2 Kita asumsikan bahwa koefisien A,B,C,D dan E tidak lagi bergantung pada x dan t, tetapi mungkin saja bergantung pada v. Bila kedua persamaan diatas kita ambil diferensialnya, maka kita dapatkan = A + B + 2Ct = D + E + 2Ft P v X

3 Bagi dua persamaan, sehingga ruas kiri menjadi kecepatan suatu titik dalam kerangka O lalu manipulasi ruas kanan A + B + 2Ct = D + E + 2Ft A + B + 2Ct = D + E + 2Ft Dalam kasus kita, kecepatan relative antara O dan O konstan. Artinya bila O melihat bahwa kerangka O bergerak dengan kecepatan v x konstan maka O harus setuju bahwa kerangka O juga bergerak dengan kecepatan v x konstan. Dengan asumsi ini, maka persamaan diatas menjadi = K(constant) = A a + b + ct = 0 constant + B + 2Ct D + E + 2Ft Jadi, tidak sesuai dengan kasus kita. Bila persamaan transformasi mengandung bentuk kuadrat x : x = Ax + Bt + Cx 2 t = Dx + Et + Fx 2 Ambil diferensialnya, lalu set v x = konstan, maka diperoleh = K(constant) = A a + b + cx = 0 + B + 2Cx D + E + 2Fx = M + Nx, v x(x) konstan Jadi kita simpulkan bahwa persamaan transformasi pasti tidak mengandung suku yang memiliki variable baik x dan t yang berorde lebih dari. Artinya, bersifat linear. Jadi, persamaannya adalah x = Ax + Bt t = Cx + Dt Persamaan mengandung empat variabel. Sehingga untuk memecahkannya kita butuh empat fakta.. Kerangka O melihat O bergerak dengan kecepatan v. Jadi, untuk x = 0, x = vt, 0 = A(vt) + Bt, B = Av 2. Kerangka O melihat O bergerak dengan kecepatan v. Jadi, untuk x=0, x = -vt vt = A. 0 + Bt, t = C. 0 + Dt Dari kedua hasil ini, diperoleh B = Dv. Dari hasil di. Kita simpulkan A=D Jadi, persamaan kita menjadi x = Ax Avt t = Cx + At 3. Pada saat t=t =0 dan x=x =0, sumber cahaya dihidupkan dan foton-foton merambat ke segala arah. Kita tinjau foton yang telah merambat dalam arah sumbu x dan x dalam waktu t dan t. Persamaan kita memberikan, ct = Act Avt t = Cct + At

4 Kalikan persamaan kedua dengan c lalu jumlahkan, diperoleh t = ± v2 c 2 ( v x + t) c2 ct = Act Avt ct = Cc 2 t + Act Sehingga, 0 = Avt + Cc 2 t, C = A v c 2 Sehingga, persamaan menjadi x = Ax Avt t = A v x + At c2 4. Tinjau foton yang merambat dalam arah sumbu y. Dari kerangka O, foton merambat dalam arah x dan y sedemikian sehingga kecepatannya adalah c. Jadi, Bila kita set v=0, maka x = ± x, jadi kita kita pilih akar positif sebagai solusinya. Dengan demikian persamaan transformasi kita adalah t = γ (t v c 2 x) x = γ (x vt) y = y z = z Dengan γ = yang merupakan v2 c 2 transformasi Lorentz. Perhatikan bahwa persamaan ini menjaga nilai c dan tereduksi menjadi transformasi Galilean bila v << c. x 2 + y 2 = c 2 t 2, y = y = ct, x = A. 0 Avt, t = C. 0 + At, Sehingga, diperoleh A = ± v2 c 2 Persamaan kita menjadi, x = ± v2 c 2 (x vt)

5 Derivation II : Transformasi Lorentz dari Sifat Grup dan Postulat Pertama Penurunan dengan cara yang lain juga dapat tanpa mengasumsikan bahwa adanya batas kecepatan universal c. Artinya bahwa postulat kedua tentang besar kecepatan cahaya yang tidak bergantung pada kerangka acuan inersial yang digunakan kita buang dalam usaha untuk menurunkan Transformasi Lorentz kali ini. Justru akan ditunjukan bahwa adanya batas kecepatan universal merupakan konsekuensi dalam perumusan transformasi ini, bukan lagi merupakan postulat yang harus kita masukan dalam perumusan Transformasi Lorentz. Kita tinjau kasus khusus dari gerak relatif dua kerangka inersial yang memiliki kecepatan relatif yang konstan v. Kita batasi gerak relatif ini hanya dalam satu dimensi dalam arah x (Lorentz Boots). Misalkan kita tidak tahu bentuk transformasinya. Karena kita mengasumsikan bahwa transformasi ini berlangsung dari (x, t) L (x, t ) antara tak hingga banyaknya kerangka inersial yang kontinu, maka secara umum, transformasinya bergantung pada n buah parameter {a, a 2,, a n } sehingga bentuknya adalah, x = f (x, t, a, a 2,, a n ) + a t = g (x, t, a, a 2,, a n ) + b Tetapi parameter a dan b pada kedua persamaan dapat diabaikan karena parameter tersebut hanya menyatakan traslasi pada koordinat x dan t. Sehingga bentuk diatas menjadi x = f (x, t, a, a 2,, a n ) t = g (x, t, a, a 2,, a n ) Misalkan transformasi ini memiliki suku berbentuk A(a,, a n ) x r t s ; r, s R maka x = B(x, t, a, a 2,, a n ) + A(a,, a n ) x r t s t = C(x, t, a, a 2,, a n ) + F(a,, a n ) x a t b Maka dengan mengabil diferensial dari kedua persamaan, diperoleh = db + Arx r t s + Ast s x r = dc + F ax a t b + Fbt b x a Hubungan kecepatan menurut kerangka x dan x adalah = db + Arxr + Asts x r dc + Faxa tb + Fbtb x a dari persamaan diatas, kita melihat bahwa apabila suatu titik diam terhadap salah satu kerangka, (x,t) misalkan, maka postulat pertama mengatakan bahwa nilai / haruslah v. Tetapi kita akan mendapatkan hasil kecepatan dalam kerangka (x,t ) akan bergantung pada pemilihan koordinat (bergantung pada nilai x dan t). Sehingga trenasformasi ini tidak boleh melibatkan suku yang memiliki pangkat x dan t lebih dari dan juga suku campuran. Kita persempit fungsi f dan g menjadi bentuk berikut x = F (a, a 2,, a n )x + G(a, a 2,, a n )t t = M(a, a 2,, a n )x + N(a, a 2,, a n )t Sekali lagi ambil diferensial x dan t, = F (a, a 2,, a n ) + G(a, a 2,, a n ) = M(a, a 2,, a n ) + N(a, a 2,, a n )

6 Bagi dengan, = F + G M + N Ambil / = 0, diperoleh G = F = Fv. Dan bila /= 0 diperoleh G = N = N( v) = vn. Dari hasil ini kita lihat bahwa salah satu parameter yang ada adalah v. Sehingga persamaan transformasi menjadi bentuk x = F (v, a 2,, a n )x vf(v, a 2,, a n )t t = M(v, a 2,, a n )x + F(v, a 2,, a n )t Dan diferensialnya adalah = F(v,, a n) ( v) M + F Dari persamaan ini bila kita ambil sembarang nilai /, dengan pemilihan parameter a 2,, a n tertentu, nilai F bernilai nol. Faktanya bahwa dengan pemilihan a 2 = = a n = 0 maka F=0. Artinya bahwa kecepatan sebuah titik terhadap kerangka (x,t) yang tidak nol, kita dapat memilih parameter sedemikian sehingga kecepatan terhadap kerangka yang lain harus nol. Karena hal ini tidak benar (karena kita menginginkan ruang-waktu yang homogen) dengan demikian, jelas bahwa parameter yang digunakan hanyalah v saja. Sehingga bentuk transformasi kita dipersempit menjadi x = γ(v)(x vt) () t = γ(v)[λ(v)x η(v)t].... (2) Selanjutnya, kita asumsikan bahwa ruang tidak directional, atau ruang-waktu isotropik. Jadi arah sumbu x dan x harusnya tidak berpengaruh terhadap bentuk transformasi. Misalkan sekarang kita balik arah x dan x. Koordinat yang kita gunakan sekarang adalah (-x,t) dan (-x,t ). Transformasinya sekarang bergantung pada suatu parameter u dan memiliki bentuk x = γ(u)( x ut) t = γ(u)[ λ(u)x η(u)t] Dengan membandingkan dengan persamaan () dan (2) kita peroleh γ(u) = γ(v) u γ(u) = v γ(v) γ(u)λ(u) = γ(v)λ(v) γ(u)η(u) = γ(v)η(v) Dari persamaan diatas u = v seperti yang diharapkan. Dan γ( v) = γ(v) λ( v) = λ(v) η( v) = η(v) Hasil yang sama juga dapat diperoleh bila kita membalik arah sumbu waktu. Atau dapat ditulis juga x = F(v)x vf(v)t t = M(v)x + F(v)t

7 t = γ(w)[λ(w)x η(w)t ]..(4) Using Group Property of The Transformation Transformasi adalah pemetaan T V V dari suatu set ke dirinya sendiri yang bijektif. Artinya T harus memiliki invers. Kumpulan transformasi ini membentuk Group g yang memiliki sifat :. (Closure) T, S g, produk TS = ST g 2. (Identitas) e g sehingga T g, et(x) = Te(x) = T(x) ; x V 3. (Invers) T g, T g sehingga TT = T T = e Kita akan memanfaatkan sifat transformasi ini untuk membantu menurunkan transformasi Lorentz. Sifat Identitas (x, t) L(v) (x, t ) dengan x = x dan t = t, (x, t) dari () dan (2) memberikan x = x = γ(v)(x vt) t = t = γ(v)[λ(v)x η(v)t] Sehingga dapat disimpulkan L(v) = L(0). Sifat Invers γ(0) = λ(0) = 0 η(0) = (x, t ) L(w) (x, t) Dari () dan (2) diperoleh x = γ(w)(x wt ) (3) Bila kita mencari invers (x,t) secara langsung dari () dan (2) diperoleh x = λ(v) ( γ(v) η(v) v) (x t = λ(v) ( γ(v) η(v) v) ( λ(v) η(v) x v η(v) t ) t η(v) ) Samakan koefisien x dan t dengan persamaan (3) dan (4) diperoleh, γ(v) ( λ(v) η(v) v) = γ(w)... (5) v = η(v) w (6) = η(v)η(w) (7) λ(v) = λ(w) η(v) (8) Dari persamaan (6) dan (7) kita dapatkan η(v) = η ( v η(v) ) η(v) = η ( v η(v) ) = η(z(v)) ; Z(v) = v η(v) η(v) Z(v) = v η(z(v)) Z(v) η(z(v)) = v Z(Z(v)) = v dapay kita lihat bahwa fungsi Z memenuhi Z(v) = Z (v). Bila kita memiliki titik (v, Z(v)), maka Z(v)dan Z (v) akan memetakannya ke (Z(v), v). Sehingga kurva Z(v) harus simetrik terhadap garis Z(v) = v. Misalkan pada kurva Z(v) yang simetrik terhadap garis Z = v, kita memilki dua titik

8 yaitu (Z(v ), v ) dan (Z(v 2 ), v 2 ). Garis yang menghubungkan kedua titik ini tegak lurus terhadap garis Z = v. Persamaan garis tersebut adalah Z (v) = v + v + v 2. Bila kita ambil garis yang lain yang juga tegak lurus dengan Z = v, kita juga memperoleh dua titik yang memenuhi Z(v). Diketahui bahwa Z(0) = 0. dan Z (v) = η(v) v η (v) η(v) 2 Z (0) = Sketsa Z(v) diperlihatkan pada gambar dibawah Sifat Komposisi (x, t) L(v ) (x, t ) L(v 2 ) (x 2, t 2 ) Dari () dan (2) diperoleh transformasi secara berurutan sebagai berikut, x = γ(v )(x v t) t = γ(v )[λ(v )x + t] menghasilkan x 2 = γ(v 2 )(x v 2 t ) t 2 = γ(v 2 )[λ(v 2 )x + t ] x 2 = γ(v 2 )γ(v )[ v 2 λ(v )] (x v + v 2 v 2 λ(v ) t) t 2 = γ(v 2 )γ(v )[ v λ(v 2 )] ( λ(v ) + λ(v 2 ) x + t) v λ(v 2 ) Tetapi transformasi ini ekivalen dengan transformasi Tetapi kita lihat bahwa Z(v) tidak satu-satu. Atau Z(v) tidak unik. Apabila Z(v) tidak unik, η(v) juga tidak unik. Sehingga transformasi kita tidak satu-satu. Tetapi Z(Z( v)) = v. Artinya bahwa Z dapat juga simetrik terhadap v. Bila kita gunakan syarat batas sebelumnya bahwa Z(0) = 0, dan Z (0) = -, maka kita peroleh bahwa kurva yang mungkin adalah Z(v) = v. Sehingga dapat disimpulkan η(v) = Sehingga (5) dan (6) memberikan γ 2 (v) = ( + λ(v)v).... (9) Yang mana berbentuk (x, t) L(V) (x 2, t 2 ) x 2 = γ(v)(x Vt) t 2 = γ(v)[λ(v)x + t] Bandingkan kedua transformasi ini diperoleh v 2 λ(v ) = v λ(v 2 ) λ(v ) = v λ(v 2 ) v 2 Karena v 2 dapat dipilih sembarang, maka Sehingga (9) menjadi λ(v ) = v α γ 2 (v) = ( + α v 2 )

9 Juga dengan mengambil diferensial transformasi (x, t) L(V) (x 2, t 2 ) memberikan hukum penjumlahan kecepatan dengan menganggap benda yang bergerak adalah kerangka (x 2, t 2 ) Sehingga 2 2 = (Kasus. α = 0) ( v + v 2 v 2 λ(v ) ) ( λ(v ) + λ(v 2 ) v λ(v 2 ) = v + v 2 α v 2 v Transformasinya menjadi Galilean (Kasus 2. α 0) x = x Vt t = t V = v + v 2 = 0 + ) Pada kasus ini penjumlahan dua kecepatan yang positif dapat memiliki nilai negative atau bahkan tak hingga. Misalkan kita mengambil nilai α = κ 2, v 2 = κ 2 /v, maka t = γ(v)[ v x + t] κ2 γ(v) = v2 κ 2 Penentuan nilai κ diperoleh dari hasil eksperimental sebagai batas kecepatan universal c. Kita melihat bahwa disini kecepatan c bukan lagi merupakan postulat tetapi merupakan konsekuensi dari penurunan transformasi Lorentz. Referensi : [] A.R.Lee and T.M.Kalotas, 'Lorentz Transformation from the First Postulate", Am. J.Phys (975) [2] Lévy-Leblond, Jean-Marc. "One more derivation of the Lorentz transformation." Am. J. Phys 44.3 (976): [3] A.Beiser and K.W.Cheah. Concept of Modern Physics. New York : McGraw-Hill [4] D.Morin, Introduction to Classical Mechanics with problems and Solutions, Cambridge : Cambridge University Press. Sehingga pastilah α harus negative (Kasus 3. α 0) Misalkan α = κ2, maka = v + v 2 α v 2 v x = γ(v)(x Vt)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com 18 April 2017 Agus Suroso (FTETI-ITB)

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

RELATIVITAS. B. Pendahuluan

RELATIVITAS. B. Pendahuluan RELATIVITAS A. Tujuan Pembelajaran 1. Memahami pentingnya kerangka auan. Menyebutkan dua postulat Einstein 3. Menjelaskan transformasi Lorentz 4. Menjelaskan konsekuensi transformasi Lorentz yaitu : dilatasi

Lebih terperinci

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan Rira/10204002 Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies Dalam papernya, Einstein membuka dengan mengemukakan fenomena elektrodinamika Maxwell. Saat diterapkan pada benda-benda

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

Bab 1. Teori Relativitas Khusus

Bab 1. Teori Relativitas Khusus Bab. Teori Relatiitas Khusus. PENDAHULUAN Sebuah benda dikatakan:. Bergerak relatif terhadap benda lain jika dalam selang waktu tertentu kedudukan relatif benda tersebut berubah.. Tidak bergerak jika kedudukan

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

MBS - DTA. Sucipto UNTUK KALANGAN SENDIRI. SMK Muhammadiyah 3 Singosari

MBS - DTA. Sucipto UNTUK KALANGAN SENDIRI. SMK Muhammadiyah 3 Singosari MBS - DTA Sucipto UNTUK KALANGAN SENDIRI SMK Muhammadiyah Singosari SERI : MBS-DTA FUNGSI STANDAR KOMPETENSI Siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan fungsi, persamaan fungsi linear dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 27/01/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya

PENDAHULUAN 27/01/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya Pertemuan Ke- Nurun Nayiroh, M. Si Sub Pokok Bahasan Pendahuluan Postulat Einstein Ayat-ayat al-qur an tentang Relativitas Relativitas Al-Kindi Konsekuensi Postulat Einstein Momentum & Massa relativistik

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN Pernahkah Anda berpikir; mengapa kita bisa begitu mudah berjalan di atas lantai keramik yang kering, tetapi akan begitu kesulitan jika lantai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30) 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka

Lebih terperinci

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 6. RELATIVITAS EINSTEIN... 6.1 Gerak Relatif di Fisika Klasik... 6. Keepatan Cahaya dan Postulat Einstein... 6.3 Delatasi Waktu dan Panjang...5 6.4 Quis 6...11 1 BAB 6. RELATIVITAS

Lebih terperinci

BAB 8 Teori Relativitas Khusus

BAB 8 Teori Relativitas Khusus Berkelas BAB 8 Teori Relativitas Khusus Standar Kompetensi: Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein dalam paradigma fisika modern. Kompetensi

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI ( FUNGSI LINIER, GRAFIK FUNGSI DAN SISTEM PERSAMAAN LINIER )

MATEMATIKA EKONOMI ( FUNGSI LINIER, GRAFIK FUNGSI DAN SISTEM PERSAMAAN LINIER ) MATEMATIKA EKONOMI ( FUNGSI LINIER, GRAFIK FUNGSI DAN SISTEM PERSAMAAN LINIER ) KELOMPOK 2 1. UMAR ATTAMIMI (01212043) 2. SITI WASI ATUL MUFIDA (01212096) 3. DEVI PRATNYA. P. (01212078) 4. POPPY MERLIANA

Lebih terperinci

Kata kunci: cermin Einstein, cermin Relativistik, foton, pemantulan cahaya.

Kata kunci: cermin Einstein, cermin Relativistik, foton, pemantulan cahaya. 1 PEMANTULAN CERMIN DATAR RELATIVISTIK: ANALISIS FREKUENSI DAN SUDUT PANTUL CAHAYA TERHADAP KECEPATAN CERMIN DAN SUDUT DATANG Muhammad Firmansyah Kasim, Muhammad Fauzi Sahdan, Nabila Khrisna Dewi Institut

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac. 1/30 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) DINAMIKA GERAK Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi Dinamika Cabang dari ilmu mekanika yang meninjau

Lebih terperinci

TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Tugas 1

TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Tugas 1 TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Apa yang dimaksud sukubanyak (polinom)? Ingat kembali bentuk linear seperti 2x + 1 atau bentuk kuadrat 2x 2-3x + 5 dan juga bentuk pangkat tiga 2x 3 x 2 + x 7. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

PENDEKATAN KALKULUS VARIASIONAL PADA SISTEM KONTROL DAYA DORONG ROKET. Niken Madu Meta Jurusan Matematika, FMIPA UNS

PENDEKATAN KALKULUS VARIASIONAL PADA SISTEM KONTROL DAYA DORONG ROKET. Niken Madu Meta Jurusan Matematika, FMIPA UNS 1 PENDEKATAN KALKULUS VARIASIONAL PADA SISTEM KONTROL DAYA DORONG ROKET Niken Madu Meta Jurusan Matematika, FMIPA UNS Abstrak. Kalkulus variasional adalah cabang dari kalkulus diferensial yang digunakan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013 MA1101 MATEMATIKA 1A Hendra Gunawan Semester I, 2013/2014 16 Oktober 2013 Latihan (Kuliah yang Lalu) 1. Diketahui g(x) = x 3 /3, x є [ 2,2]. Hitung nilai rata rata g pada [ 2,2] dan tentukan c є ( 2,2)

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1, Agus Suroso 14 Pekan Kuliah B Mekanika ( C a t a t a n K u l i a h F I 2 1 0 4 M e k a n i k a B ) Semester 1, 2017-2018 Sistem Partikel (2) 10 10 1 Gerak relatif pada sistem dua partikel 10 2 Tumbukan

Lebih terperinci

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI POKOK Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI BAHASAN : A. Persamaan Linear B. Pertidaksamaan Linear Modul.MTK X 0 Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang belum dapat ditentukan nilai

Lebih terperinci

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI 6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI KUADRAT 5.1. Fungsi Linear Pada Bab 5 telah dijelaskan bahwa fungsi linear merupakan fungsi yang variabel bebasnya paling tinggi berpangkat satu. Bentuk umum fungsi linear adalah

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 3. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 3. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 3 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 27 Daftar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Skema Teori Listrik dan Magnetik Untuk mempelajari tentang ilmu kelistrikan dan ilmu kemagnetikan diperlukan dasar dari kelistrikan dan kemagnetikan yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Standar Kompetensi BAB 5 TEOREMA SISA Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Menggunakan algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 25/02/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya

PENDAHULUAN 25/02/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya Pertemuan Ke- Nurun Nayiroh, M. Si Sub Pokok Bahasan Pendahuluan Postulat Einstein Ayat-ayat al-qur an tentang Relativitas Relativitas Al-Kindi Konsekuensi Postulat Einstein Momentum & Massa relativistik

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung 12 April 2017 Materi 1 Relativitas, Galileo vs Einstein 2 Relativitas Simultanitas 3 Relativitas Waktu

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

fungsi Dan Grafik fungsi

fungsi Dan Grafik fungsi fungsi Dan Grafik fungsi Suatu fungsi adalah pemadanan dua himpunan tidak kosong dengan pasangan terurut (x, y) dimana tidak terdapat elemen kedua yang berbeda. Fungsi (pemetaan) himpunan A ke himpunan

Lebih terperinci

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Polarisasi Dede Djuhana E-mail:dede@fisika.ui.ac.id Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Teori Korpuskuler (Newton) Cahaya Cahaya adalah korpuskel korpuskel yang dipancarkan oleh sumber dan merambat lurus dengan

Lebih terperinci

Albert Einstein and the Theory of Relativity

Albert Einstein and the Theory of Relativity Albert Einstein and the Theory of Relativity 1 KU1101 Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bab 07 Great Idea: Semua pengamat, tidak peduli apa kerangka referensinya, mengamati hukum alam yang sama 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom BAB 9 RING POLINOM Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Modul 1 Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Drs. Sardjono, S.U. M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi uraian tentang persamaan diferensial, yang mencakup pengertian-pengertian dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Integral Tak Tentu M PENDAHULUAN Drs. Hidayat Sardi, M.Si odul ini akan membahas operasi balikan dari penurunan (pendiferensialan) yang disebut anti turunan (antipendiferensialan). Dengan mengikuti

Lebih terperinci

Department of Mathematics FMIPAUNS

Department of Mathematics FMIPAUNS Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaratno Sudirham Studi Mandiri Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral ii Darpublic BAB 9 Turunan Fungsi-Fungsi (1 (Fungsi Mononom, Fungsi Polinom 9.1. Pengertian Dasar Kita telah melihat bahwa apabila

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

Persamaan Gelombang Datar

Persamaan Gelombang Datar Persamaan Gelombang Datar Budi Syihabuddin Telkom University Semester Ganjil 2017/2018 August 28, 2017 Budi Syihabuddin (Telkom University) Elektromagnetika Telekomunikasi August 28, 2017 1 / 20 Referensi

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

Darpublic Nopember 2013

Darpublic Nopember 2013 Darpublic Nopember 1 www.darpublic.com 1. Turunan Fungsi Polinom 1.1. Pengertian Dasar Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik ang terletak pada suatu garis lurus diketahui, misalna [ 1, 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. Dengan menggunakan ruas garis yang sudah ada, tentukan banyak jajar genjang tanpa sudut siku-siku pada

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN 1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 50 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN AIDA BETARIA Program

Lebih terperinci

Geometri di Bidang Euclid

Geometri di Bidang Euclid Modul 1 Geometri di Bidang Euclid Dr. Wono Setya Budhi G PENDAHULUAN eometri merupakan ilmu pengetahuan yang sudah lama, mulai dari ribuan tahun yang lalu. Berpikir secara geometris dari satu bentuk ke

Lebih terperinci

LOGO MAM 4121 KALKULUS 1. Dr. Wuryansari Muharini K.

LOGO MAM 4121 KALKULUS 1. Dr. Wuryansari Muharini K. LOGO MAM 4121 KALKULUS 1 Dr. Wuryansari Muharini K. BAB I. PENDAHULUAN SISTEM BILANGAN REAL, NOTASI SELANG, dan NILAI MUTLAK PERTAKSAMAAN SISTEM KOORDINAT GRAFIK PERSAMAAN SEDERHANA www.themegallery.com

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA MIRZA SATRIAWAN

TERMODINAMIKA MIRZA SATRIAWAN TERMODINAMIKA MIRZA SATRIAWAN March 20, 2013 Daftar Isi 1 SISTEM TERMODINAMIKA 2 1.1 Deskripsi Sistem Termodinamika............................. 2 1.2 Kesetimbangan Termodinamika..............................

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial Sudaratno Sudirham Integral dan Persamaan Diferensial Bahan Kuliah Terbuka dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dalam format pps beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org Bahasan akan mencakup

Lebih terperinci

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO i FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO Departemen Fisika Universitas Airlangga, Surabaya E-mail address, P. Carlson: i an cakep@yahoo.co.id URL: http://www.rosyidadrianto.wordpress.com Puji

Lebih terperinci

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

MASALAH SYARAT BATAS (MSB) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB PDB Linier Order Satu

BAB PDB Linier Order Satu BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB PDB Linier Order Satu BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum

Lebih terperinci