BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK"

Transkripsi

1 BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK Simulasi penampang ZO stack dari data prestack multi-coverage adalah proses standar dalam pemrosesan seismik. Hal ini meningkatkan rasio sinyal terhadap noise berdasarkan interferensi peristiwa yang berkorelasi dan secara signifikan mengurangi jumlah data. Simulasi penampang ZO dapat lebih lanjut dimigrasi kedalam domain kedalaman untuk menghasilkan gambaran bawah permukaan. Untuk kategori proses ini termasuk metode seismik refleksi standar seperti prosedur CMP stack dan NMO/DMO stack. Biasanya semua simulasi metode ZO konvensional adalah kebutuhan untuk stacking model kecepatan yang baik pada medium yang diinvestigasi. Pada bab ini, dijelaskan generalisasi metode ZO CRS stack yaitu CO CRS stack. Metode CO CRS stack bertujuan untuk merubah data refleksi prestack multicoverage dari model 2D kedalam penampang CO. Metode CO CRS memiliki beberapa keunggulan. Pertama, kelima parameter operator stacking CO CRS bebas dari makro model kecepatan dan sepenuhnya otomatis berdasarkan koherensi analisis. Kedua, parameterisasi operatornya berdasarkan sebuah model dari batasan kurva, oleh karena itu, cocok dengan peristiwa refleksi yang sebenarnya dalam data prestack. Dan ketiga, operator stackingnya menggunakan volum data multicoverage sepanjang pemrosesan data. III.1 Kordinat Midpoint dan Half-offset Mempertimbangkan situasi seperti pada Gambar 3.1, sumber dan receiver ditempatkan pada satu lintasan lurus (lintasan seismik) pada permukaan yang datar. Pada permukaan yang datar ini, lokasi source dan receiver biasanya disebut midpoint x m dan half-offset h. Kordinat yang diberikan dengan x 0 dan h 0 (midpoint 19

2 dan half-offset dari central ray),dan x m dan h (midpoint dan half-offset dari paraxial ray) adalah, dan (3.1) Dengan catatan pada Gambar 3.1, sumbu midpoint dan sumbu x adalah sama pada sistem kordinat. Dislokasi x m dan h dari paraxial ray terhadap central ray adalah, x m = x m - x 0 dan h = h - h 0 (3.2) sehingga x m = ( x G + x S )/2 dan h = ( x G x S )/2 (3.3) sebagaimana x S = x m h dan x G = x m + h (3.4) Dalam Gambar 3.1 perlambatan horizontal p S dan p G diberikan oleh, p S = sin β s / v S dan p G = sin β g / v G (3.5) β s menyatakan sudut muncul dari central ray pada S dan β s sudut muncul dari G terhadap permukaan normal. Gambar 3.1 Model dua dimensi dengan lapisan kecepatan yang konstan. Lokasi sumber S dan receiver G central ray (dilukiskan dengan warna hijau) berada pada sumbu midpoint x 0 dan halfoffset h 0 (Bergler,2001) 20

3 Dari persamaan-persamaan diatas, t 0 adalah waktu tempuh sepanjang central ray, dan x S dan x G adalah dislokasi paraxial ray sepanjang lintasan seismik pada titik awal dan titik akhir. Data volum 3D (lihat bagian atas Gambar 3.2) dalam ruang midpoint-half offset-traveltime (x m -h-t), permukaan CO CRS mendekati peristiwa refleksi dalam daerah sekitar titik pusat P 0 (x 0,h 0,t 0 ), yang berhubungan dengan central ray. x 0 dan h 0 adalah midpoint dan half-offset central ray. p S dan p G adalah perbedaan perlambatan secara horizontal dari paraxial ray terhadap central ray pada source dan receiver, berturut-turut. Gambar 3.2 Bagian atas:data volum 3D untuk data set multicoverage 2D. Bagian bawah:sketsa model (Zhang et al, 2001). Formula traveltime parabolik untuk medium 2D, yang pertama kali dikenalkan oleh Bortfeld (1989) yang kemudian disebut sistem seismik 3D dan digeneralisasi oleh Hubral, Schleicher dan Tygel (1992) ke medium inhomogen lateral, adalah t( x S, x G ) = t 0 + p G x G p S x S x S B -1 x G + ½ x S B -1 A x S + ½ x G DB -1 x G (3.6) 21

4 Dengan mengkuadratkan kedua sisi persamaan dan mengabaikan hal ordetertinggi daripada kedua, kita menentukan formula traveltime hiperbolik T 2 ( x S, x G ) = ( t 0 + p G x G p S x S ) 2 + 2t 0 (- x S B -1 x G + ½ x S B -1 A x S + ½ x G DB -1 x G ) (3.7) Dengan mempertimbangkan persamaan (3.4) dan (3.5) kedalam persamaan (3.6), Bergler (2001) mendapatkan pendekatan traveltime parabolik:, sin sin sin sin (3.8) Pendekatan traveltime hiperbolik untuk dislokasi midpoint dan half-offset dengan memasukkan persamaan (3.4) dan persamaan (3.5) kedalam persamaan (3.7), adalah, sin sin sin 2 sin (3.9) A, B dan D adalah elemen matriks skalar 2x2 pada matriks penyebaran gelombang permukaan-ke-permukaan untuk central ray dari S ke G (lihat, Bortfeld 1989; Červený 2001), T (3.10) 22

5 yang kemudian menentukan hubungan linear, (Hubral, 1983), T (3.11) III.2 Eksperimen Common-Shot dan Common-MidPoint Atribut-atribut wavefield dihitung pada permukaan datar seperti yang ditunjukkan Gambar 3.1 pada sumber S dan receiver G untuk central ray. Untuk menjelaskan hubungan matriks penyebaran antar permukaan dengan kurvatur muka gelombang serta sudut muncul dan sudut datang dari gelombang, perhatikan Gambar 3.3. Gambar 3.3 Dua eksperimen pada model isotopic dengan lapisan berkecepatan konstan(kecepatan konstan namun berbeda tiap lapisannya).untuk kedua eksperimen, central ray berwarna hijau, dan paraxial ray ditunjukkan dengan warna merah. Pada eksperimen CS (kiri): kurvatur muka gelombang dari gelombang yang muncul di permukaan pada G menunjukkan K 1. Pada eksperimen CMP(kanan): muka gelombang muncul di S dengan kurvatur K 2 dan muka gelombang dating pada receiver G dengan kurvatur K 3 ditunjukkan. Untuk ilustrasi kedua eksperimen muka gelombang dipilih oleh segmen sirkular dengan kecocokan kurvatur dari muka gelombang pada central ray. Yang pertama adalah eksperimen common-shot (CS). Eksperimen CS dapat dilakukan dengan menempatkan sebuah titik source S dan mendeteksi kedatangan gelombang refleksi di beberapa lokasi receiver. Bagian kiri gambar 23

6 3.3 hasil muka gelombang dari titik sumber tembakan pada S digambarkan pada beberapa waktu. Muka gelombang menjalar kebawah, terefleksi pada batas lapisan kedua dan menjalar kembali ke permukaan dimana dideteksi pada G dengan kurvatur K 1. Titik S pada common-shot adalah titik inisial central dan paraxial ray yang secara matematis adalah x S = 0. Eksperimen kedua adalah eksperimen CMP secara hipotetis, karena eksperimen CMP tak mungkin dilakukan di lapangan. Sehingga eksperimen ini disebut hipotetis. Pada bagian kanan Gambar 3.3 muka gelombang dimulai di S dengan kurvatur K 2, menjalar bersama dengan central ray, terefleksi pada batas lapisan kedua dan muncul di G dengan kurvatur K 3. Dalam konfigurasi CMP sumber paraxial dan receiver terdislokasi dengan ukuran yang sama namun berlawanan arah berdasarkan midpoint antara S dan G pada central ray, yaitu x S = - x G. Lebih lanjutnya, untuk kurvatur muka gelombang. Saat muka gelombang tertinggal dibelakang bidang tangentnya maka kurvatur muka gelombang didefinisikan positif. Jika muka gelombang berada didepan bidang tangent kurvatur muka gelombangnya negatif. Sehingga, kurvatur muka gelombang K 2 di gambar 3.3 adalah negatif,dan kurvatur muka gelombang K 3 adalah positif. III.3 Hubungan Antara Elemen Matriks Penyebaran Gelombang dan Kurvatur Muka Gelombang Sekarang kita menghubungkan keempat elemen matriks penyebaran gelombang terhadap kurvatur muka gelombang dari eksperimen CS dan CMP yang telah dijelaskan diatas. Pada Gambar 3.4 menunjukkan muka gelombang yang datang ke receiver G pada central ray dengan kurvatur K G. Muka gelombang ini bisa saja muka gelombang pada eksperimen CS atau CMP yang mendekati segmen lingkaran dalam daerah paraxial dari central ray. Asumsikan kecepatan dekat permukaan di daerah sekitar G konstan, dan diberikan oleh v G. Sudut datang central ray disebut 24

7 β G, sudut datang paraxial ray pada receiver adalah γ. Receiver G dan ditempatkan sepanjang lintasan seismik di permukaan yang datar. Gambar 3.4 Ilustrasi central dan paraxial ray pada receiver. Muka gelombang(biru)dengan pusat M muncul di receiver G dari central ray (hijau) dengan kurvatur K G. Vektor perlambatan p G dari paraxial ray ditunjukkan oleh warna merah. Komponen horizontal p G dari paraxial diperlihatkan oleh garis hijau putus-putus dan G oleh garis merah putus-putus. Berdasarkan persamaan (3.5), perbedaan p G dari perlambatan horizontal p G dan G diberikan oleh, p G = sinγ / v G sinβ / vg (3.12) dimana sin (3.13) Jarak dideskripsikan dalam hal radius kurvatur dari muka gelombang R G, sudut datang β G, dan jarak x G antara G dan oleh, sin (3.14) Dengan teorema Pythagoras, jarak pada R G, β G dan x G oleh 2 sin (3.15) 25

8 Persamaan (3.13) dimasukkan ke persamaan (3.12) dan mengambil persamaan (3.14) dan (3.15) kedalam penjelasan dihasilkan, sin (3.16) Sebagaimana diasumsikan hubungan linear antara ray (matriks penyebaran sinar antar permukaan), Bergler (2001) memperluas rumus p G ( x G ) kedalam deret Taylor orde pertama dan mengabaikan semua hal yang berhubungan dengan ordetinggi. Sehingga diperoleh, cos (3.17) dimana R G =1/K G (3.18) Deviasi horizontal p S dari vektor perlambatan p S dan S dari central dan paraxial ray pada source S dan, berturut-turut. K S adalah kurvatur muka gelombang yang muncul di S, dan dapat diturunkan sama halnya dengan p G. Oleh karena itu diperoleh, cos (3.19) Persamaan (3.18) dan (3.19) dimasukkan kedalam persamaan (3.11), sehingga T (3.20) Diketahui x S = 0 persamaan CS dengan titik sumber S. Hal ini berarti, berdasarkan persamaan (3.19), bahwa K -1 S = 0. Kurvatur muka gelombang pada G dalam eksperimen CS diberikan oleh K 1. Kondisi ini dijumlahkan kedalam persamaan (3.20) dan mempertimbangkan persamaan (3.10) sehingga dihasilkan, (3.21) 26

9 Untuk eksperimen CMP, x S = - x G. Kurvatur muka gelombang pada S dan G adalah K 2 dan K 3. Jika dimasukkan kondisi eksperimen CMP kedalam persamaan (3.20) dan persamaan (3.10), maka diperoleh 1 (3.22a) (3.22b) Dengan menyelesaikan persamaan (3.21), (3.22ab), dan properti matriks penyebaran sederhana AD-BC=1 (lihat, Hubral 1983), maka 1 (3.23a) (3.23b) (3.23c) (3.23d) III.4 Traveltime berdasarkan Kurvatur Wavefront Dengan menambahkan hubungan antara persamaan (3.23) kedalam formula traveltime (3.8) dan (3.9), Bergler (2001) memperoleh formula traveltime parabolik t( x S, x G ) sebagai berikut,, sin sin (3.24) 27

10 Dimana Bergler mempertimbangkan hubungan (3.5) untuk perlambatan horizontal. Maka dari itu, untuk formula traveltime hiperbolik T( x S, x G ), diperoleh sebagai, sin sin (3.25) Traveltime parabolik t( x m, h) (3.8) untuk dislokasi kordinat midpoint dan halfoffset x m dan h berdasarkan kurvatur muka gelombang diberikan, sin sin sin sin 1 2 (3.26) 28

11 Dan traveltime hiperbolik T( x m, h) (3.9) oleh, sin 2 sin sin sin 1 2 (3.27) Dalam kasus central ray-nya adalah normal ray, formula traveltime diatas disederhanakan, dimana formula traveltime berdasarkan kurvatur muka gelombang ini telah didiskusikan mendetail oleh Höcht (1998), Jäger (1999), dan Müller (1999) (lihat Lampiran B). III.5 Metode Stacking Common-Offset Common-Reflection-Surface Dalam kasus CO CRS stack, formula traveltime hiperbolik yang diberikan oleh persamaan (3.9), digunakan sebagai operator stacking. Persamaan ini dapat diformulasikan dalam matriks dan notasi vektor sebagai berikut :. + y.by (3.28), menunjukkan vektor kordinat dua-komponen. a adalah vektor dua-komponen dari penurunan traveltime orde pertama dengan memperhatikan dan h pada 0,0, dimana b merupakan matriks penurunan traveltime orde kedua 2x2 dengan memperhatikan dan h pada 0,0 yang dikalikan. a bergantung pada sudut β s dan β g dan b bergantung pada kurvatur muka gelombang K 1,K 2,dan K 3, dimana kelima atribut ini merupakan parameter stacking CO CRS stack. Seharusnya parameter stacking yang benar dihitung pada setiap sampel waktu dalam penampang CO yang akan disimulasikan, data 29

12 prestack dapat dijumlahkan sepanjang permukaan stacking yang diperoleh dari parameter-parameter stacking ini. Hasil penjumlahan ini kemudian ditetapkan pada sampel waktu yang khusus. Sejak struktur permukaan bawah tanah tak diketahui, parameter stacking yang tepat pun tak diketahui. Untuk itu, bagian yang sangat penting adalah penentuan parameter-parameter stackingnya. Dalam prinsipnya, salah satunya mengikuti strategi untuk menentukan kelima parameter stacking secara simultan untuk setiap sampel waktu CO, yaitu mencoba semua kombinasi yang memungkinkan untuk kelima parameter tersebut. Setiap set parameter mengandung sebuah permukaan stacking dalam ruang x m - h - t. Berdasarkan koherensi analisis, permukaan stacking yang secara optimal tepat dengan peristiwa yang sebenarnya akan ditemukan. Namun Müller (1999) menemukan bahwa bahkan dalam kasus ZO CRS stack dimana tiga parameter harus ditentukan, pencarian simultan untuk setiap parameter secara komputasi terlalu lama. Untuk itu, Bergler memisahkan pencarian dimana secara garis besar menghemat waktu komputasi. Untuk sebuah titik investigasi (x 0,h 0,t 0 ) dalam penampang CO yang akan disimulasikan, Bergler menentukan lima parameter stackingnya hanya sepanjang kurva yang merupakan bagian dari permukaan stacking tiga-dimensi. Kurva-kurva ini ditetapkan oleh perpotongan antara permukaan stacking dengan CMP gather pada x 0,CO gather pada h 0, dan CS gather, yaitu bidang dimana x m - x 0 = h - h 0 (lihat gambar 3.3). Dalam gathergather ini operator stacking disederhanakan. Vektor a dan b menjadi skalar. 30

13 Gambar 3.5 Gather CMP, CO, CS dalam data multicoverage. Gather-gather dipilih untuk menentukan lima parameter stacking yang berhubungan dengan titik hijau. Untuk setiap gather operatornya memiliki struktur yang sama dari persamaan satu variabel, dinamakan : + yby (3.29) dengan pengertian yang sesuai dari koefisien a dan b sebagaimana variabel y. Bergler mempunyai : i) untuk CMP gather y = h dan (3.30a) ii) untuk CO gather y = x m dan (3.30b) (3.31a) 4 3 (3.31b) iii) dan untuk CS gather y = x G = x m +h dan (3.32a) (3.32b) 31

14 Untuk memiliki data yang hadir pada gather CMP, CO, dan CS, Bergler membuat suatu strategi. Prosedurnya secara tambahan diringkas dalam flowchart di Gambar 3.6. Penampang koherensi Data Multicoverage CMP Stack Otomatis Penampang a CMP Penampang b CMP Penampang CO Stack Pencarian a CO dan b CO Penampang koherensi Penampang a CO Penampang b CO Penampang CO Stack Pencarian b CS dalam gather CS dan penampang CS Penampang CO Stack Penampang a CS Penampang koherensi Penampang b CS Kalkulasi β S,β G, K 1,K 2,dan K 3 CO CRS Stack Penampang CO Stack Gambar 3.6 Flowchart prosedur CO CRS stack (menurut Bergler,2001) 32

15 III.5.1 CMP Stack Otomatis Operator stacking CO CRS dalam konfigurasi CMP bergantung pada dua parameter yaitu a CMP dan b CMP. Sebuah set kombinasi (a CMP,b CMP ) diuji untuk setiap sampel waktu di zona target pada penampang CO yang akan disimulasi. Setiap kombinasi mengandung sebuah hiperbola dalam CMP gather yang berkorelasi dengan data prestack. Kombinasi parameter dari a CMP dan b CMP yang menghasilkan koherensi tertinggi akan disimpan. Penjumlahan data prestack sepanjang hiperbola kedalam sampel waktu CO berturut-turut menghasilkan penampang CMP stack. Proses ini disebut CMP stack otomatis (automatic CMP Stack). Pencarian a CMP dan b CMP dapat dicari secara terpisah. Pencarian untuk a CMP berarti menetapkan sebuah set tangen terhadap data prestack yang disortir berdasarkan CMP gather pada setiap sampel waktu CO dalam zona target. Dalam kasus data yang sangat noisy, prosedur ini mungkin menghasilkan hasil yang buruk. Sebagaimana pencarian parameter selanjutnya untuk b CMP bergantung pada a CMP, sehingga CMP stack otomatis bila dilakukan dengan stack yang buruk akan mengandung penampang CO stack yang buruk pula. III.4.2 CO Stack Untuk pencarian a CO dan b CO, hasil dari CMP stack otomatis merupakan penampang inputnya. Simulasi penampang CO ini dapat meningkatkan rasio sinyal terhadap noise. Dalam pendekatan orde pertama dari ekspresi traveltime (3.29) dalam CO gather, Bergler menentukan b CO = 0. Penentuan nilai a CO harus dilakukan dengan mengujinya. Jadi, untuk setiap a CO pendekatan orde pertama dari traveltime dikalkulasi dan dikorelasi dengan data CO. Hal ini berarti mencari lagi tangen pada setiap sampel waktu CO yang mana tepat dengan baik pada peristiwa dalam data. Nilai a CO yang menghasilkan korelasi tertinggi akan disimpan. Dengan mengetahui a CO, ekspresi traveltime dalam penampang CO bergantung pada satu parameter yang tak diketahui. Nilai b CO yang terpisah diuji, dan kurva traveltime yang dihasilkan dikorelasikan dengan penampang input. 33

16 Sekali lagi, nilai b CO yang menghasilkan hasil terbaik disimpan. Penjumlahan data CO sepanjang kurva traveltime disebut CO stack. III.4.3 Pencarian b CS dan CO CRS Stack Segera setelah a CMP dan a CO diketahui untuk setiap sampel waktu dalam zona target, a CS masing-masing dihitung dengan a CS = (a CMP + a CO ) / 2. a CS dapat melakukan pencarian satu-parameter untuk b CS dalam CS gather. Prosedur ini mirip dengan b CO. Stacking sepanjang kurva traveltime CS yang ditentukan menghasilkan penampang CO untuk CS. Kelima koefisien a CMP, a CO, b CMP, b CO, dan b CS telah dicari untuk setiap sampel waktu CO dalam zona target. Secara konsekuen, berdasarkan persamaan (3.30),(3.31),dan (3.32), maka kelima parameter stacking β S, β G, K 1, K 2, dan K 3 akan diketahui. Lima parameter ini masing-masing menjelaskan permukaan stacking CO CRS dalam ruang x m - h - t. Dengan menjumlahkan data prestack sepanjang permukaan ini dan menetapkan hasil penjumlahan pada sampel waktu CO masing-masing, kita akan memperoleh penampang CO CRS stack. Setiap titik koherensi dari permukaan stacking yang cocok dapat dikomputasi. Penampang koherensi ini berkualitas baik dalam menghitung sebaik mana permukaan stacking cocok pada peristiwa volum data prestack. III.4.4 Optimisasi Parameter stacking yang diterima oleh prosedur yang dijelaskan diatas, disebut parameter stacking inisial. Müller (1999) dan Mann et al. (1999) merekomendasikan ZO CRS stack sebuah optimisasi lokal dari parameter stacking dimanapun nilai koherensi sama dengan permukaan stacking melebihi treshold yang diberikan. Optimisasi seperti ini dapat dilakukan pada parameter stacking CO CRS. Lima parameter stacking yang terbaik yang diperoleh, merupakan parameter stacking optimisasi, yang lalu dapat digunakan dalam proses stacking yang menghasilkan penampang CRS stack optimisasi. Dalam bab selanjutnya, aplikasi metode CO CRS untuk sebuah data set sintetik akan ditunjukkan. 34

17 III.4.5 Aplikasi lebih lanjut pada parameter stacking CO CRS Sebagaimana dapat dilihat dari algoritma CO CRS stack, untuk prosedur stacking, faktanya, kecepatan dekat-permukaan tidak begitu diperlukan untuk diketahui. Setiap kecepatan dekat permukaan yang diasumsi akan menghasilkan hasil stacking yang serupa namun akan berbeda parameter β S, β G, K 1, K 2, dan K 3. Apabila kita ingin menentukan lima atribut wavefield yang tepat, tentu saja kecepatan dekat permukaan harus diketahui. Atribut atribut wavefield merupakan nilai-nilai penting yang dapat digunakan untuk kalkulasi lebih lanjut. Mereka berhubungan pada elemen matriks penyebaran sinar antar permukaan. Sehingga, salah satunya dapat dihitung berdasarkan atribut faktor penyebaran geometri (Hubral,1983; Tygel et al. 1992) dan proyeksi zona Fresnel (Hubral et al., 1993). Ketika faktor penyebaran geometri dapat mengkonstruksi penampang amplitude sebenarnya, proyeksi zona Fresnel dapat membantu untuk membatasi apertur dalam migrasi Kirchoff. Lagipula, hal ini mungkin untuk menggunakan lima atribut wavefield untuk inversi model bawah permukaan berlapis. Lebih jauhnya, kelima atribut wavefield ini dapat digunakan di sejumlah aplikasi seismik. Hal-hal ini termasuk, a) komputasi faktor penyebaran geometris di central ray finite-offset, b) pemisahan difraksi dari refleksi, dan c) migrasi waktu pseudo yang model-independen (Bergler,2001). Aplikasi yang lainnya dari atribut ini didiskusikan oleh Zhang et al.(2000). 35

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK II.1 Metode Stack Konvensional Di lapangan, data seismik hadir sebagai common source gather (CSG),lihat

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik. BAB III TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang memanfaatkan luasnya data hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik. Pada proses akuisisi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2 BAB II TEORI DASAR.1 Identifikasi Bentuk Gelombang Perambatan gelombang pada media bawah permukaan mengikuti beberapa prinsip fisika sebagai berikut : a. Prinsip Huygen menyatakan bahwa setiap titik yang

Lebih terperinci

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE BAB II COMMON REFLECTION SURFACE Pada metode seismik refleksi, bermacam-macam teknik imaging telah dikembangkan khususnya untuk eksplorasi minyak bumi antara lain common midpoint (CMP) stack dan normal

Lebih terperinci

Aplikasi Common-offset Common Reflection Surface (CO CRS) Stack : studi data sintetik

Aplikasi Common-offset Common Reflection Surface (CO CRS) Stack : studi data sintetik Aplikasi Common-offset Common Reflection Surface (CO CRS) Stack : studi data sintetik Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat untuk menempuh ujian sarjana Strata-1 Program Studi Teknik Geofisika - Fakultas

Lebih terperinci

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold B-94 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold Khusna Indria Rukmana, Eko

Lebih terperinci

Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D

Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) B-32 Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data

Lebih terperinci

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF BAB III MIGRASI KIRCHHOFF Migrasi didefinisikan sebagai suatu teknik memindahkan reflektor miring kembali ke posisi subsurface sebenarnya dan menghilangkan pengaruh difraksi, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan gelombang dalam

III. TEORI DASAR. disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan gelombang dalam III. TEORI DASAR 3.1 Prinsip Gelombang Seismik 3.1.1 Tipe Gelombang Seismik Pulsa seismik merambat melewati batuan dalam bentuk gelombang elastis yang mentransfer energi menjadi getaran partikel batuan.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y Youngster Physics Journal ISSN : 30-7371 Vol. 4, No. 4, Oktober 015, Hal 91-98 APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT D WILAYAH PERAIRAN Y Hirafiany

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kebutuhan informasi yang telah dibutuhkan oleh analisa sistem (Laudon, 1998).

BAB 2 LANDASAN TEORI. kebutuhan informasi yang telah dibutuhkan oleh analisa sistem (Laudon, 1998). BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perancangan Perancangan sistem adalah cara bagaimana sebuah sistem dapat memenuhi kebutuhan informasi yang telah dibutuhkan oleh analisa sistem (Laudon, 1998). Perancangan

Lebih terperinci

Kata kunci: common reflection surface, tomografi seismik, atribut wavefield kinematik, migrasi prestack domain kedalaman.

Kata kunci: common reflection surface, tomografi seismik, atribut wavefield kinematik, migrasi prestack domain kedalaman. INVERSI TOMOGRAFI MENGGUNAKAN ATRIBUT GELOMBANG NORMAL INCIDENT POINT KINEMATIK UNTUK PENENTUAN MODEL KECEPATAN SEISMIK REFLEKSI DALAM DOMAIN KEDALAMAN Akhmad Aksin 1), Dr. A.Syaeful Bahri, S.Si, M.T.,

Lebih terperinci

ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK

ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains DELVYA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 32 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dengan judul Aplikasi Metode Common Reflection Surface Stack Untuk Perbaikan Kualitas Penampang Seismik Darat 2D Dan 3D Pada Lapangan

Lebih terperinci

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal ANALISIS PENGOLAHAN DATA SEISMIK LAPANGAN R DENGAN METODE CRS (COMMON REFLECTION SURFACE) STACK PADA DATA CROSS SECTION MARINE 2D Rezyta Handani 1), Udi Harmoko 1) dan Istiqomah Ari Kusuma 2) 1) Jurusan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian III. TEORI DASAR III.1. Konsep Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang menggunakan perambatan gelombang elastik yang dihasilkan oleh suatu sumber pada permukaan

Lebih terperinci

KIRCHHOFF DEPTH MIGRATION MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN YANG DIBANGUN DARI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) TUGAS AKHIR

KIRCHHOFF DEPTH MIGRATION MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN YANG DIBANGUN DARI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) TUGAS AKHIR KIRCHHOFF DEPTH MIGRATION MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN YANG DIBANGUN DARI ATRIBUT COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data seismik dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh penampang seismik yang merepresentasikan penampang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI ADING FIRLIYADI 0305020039 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA

ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014 ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA B. Yudiana 1, T. B. Nainggolan 2*, N. D. Ardi 3* 1,3 Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Hasil Penelitian V.1.1. Interpretasi Horizon Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan lanjutan setelah dilakukannya pengolahan data awal, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin banyak penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan perkembangan pemanfaatan energi dan sumber daya alam di laut Indonesia, maka ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dengan judul Peningkatan Kualitas Stacking dengan Metode Common Reflection Surface (CRS) Stack pada Data 2D Marine ini dilaksanakan di PPPTMGB

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1. Geometry extraction Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah Geometry extraction. Karena pada data ini memiliki informasi

Lebih terperinci

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1 Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1 Pada dasarnya pengolahan data seismik menggunakan beberapa software memiliki konsep yang sama hanya tools atau menu yang berbeda.

Lebih terperinci

PERBAIKAN CITRA PENAMPANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE : APLIKASI TERHADAP DATA SEISMIK PERAIRAN WAIGEO

PERBAIKAN CITRA PENAMPANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE : APLIKASI TERHADAP DATA SEISMIK PERAIRAN WAIGEO PERBAIKAN CITRA PENAMPANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE : APLIKASI TERHADAP DATA SEISMIK PERAIRAN WAIGEO ENHANCEMENT OF SEISMIC SECTION USING COMMON REFLECTION SURFACE : APPLICATION

Lebih terperinci

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Wahyu Tristiyoherrni 1, Mualimin 2, Widya Utama 1 1) Jurusan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 209-217 ISSN 2087-4871 PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES APPLICATION OF COMMON REFLECTION

Lebih terperinci

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D Oleh: Thariq Guntoro 1110100004 Pembimbing: Prof. Dr. rer. nat Bagus Jaya Santosa, S. U Jurusan Fisika Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Daerah dilakukannya penelitian yaitu berada di perairan sekitar Pulau Misool. Pulau Misool sendiri adalah salah satu dari empat pulau besar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 209-217 ISSN 2087-4871 PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES (APPLICATION OF COMMON

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi. III. TEORI DASAR 3.1. Konsep Seismik Refleksi Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi. Metode seismik refleksi merupakan metode seismik mengenai penjalaran gelombang elastik

Lebih terperinci

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) B-69 Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography Sando Crisiasa Rahmawan Yanuar, Bagus Jaya

Lebih terperinci

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy)

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy) Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy) Adriandi 1,a), Bagus Endar B. Nurhandoko 2,b) 1 Laboratorium Fisika Bumi, Kelompok Keilmuan

Lebih terperinci

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Dengan Menggunakan Metode Kirchoff Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Wahyu Tristiyoherni 1105 100 017 Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 2003

Matematika EBTANAS Tahun 2003 Matematika EBTANAS Tahun EBT-SMA-- Persamaan kuadrat (k + )x (k ) x + k = mempunyai akar-akar nyata dan sama. Jumlah kedua akar persamaan tersebut adalah EBT-SMA-- Jika akar-akar persamaan kuadrat x +

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D B-50 Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy Psdm Vti Pada Data Seismik Laut 2D Thariq Guntoro, Bagus Jaya Santosa Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS Jl. Arief

Lebih terperinci

IERFHAN SURYA

IERFHAN SURYA PERBANDINGAN PENGUNAAN ATENUASI MULTIPLE ANTARA ANALISIS RADON DENGAN ANALISIS SUBTRACT PADA DATA SINTETIK MARMOUSI II SERTA PENGGUNAAN COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan R, berada di daerah Laut Tarakan, yang merupakan daerah operasi PPPGL dan PPTMBG LEMIGAS. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik

Lebih terperinci

BAB III TRANSFORMASI RADON

BAB III TRANSFORMASI RADON BAB III TRANSFORMASI RADON 3.1 Perilaku Noise Pada Data GPR Kemampuan GPR untuk menghasilkan image bawah permukaan yang impresif membuat metoda geofisika ini banyak digunakan dalam bidang geologi, engineering,

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar Dalam suatu kegiatan eksplorasi minyak bumi perangkap merupakan suatu hal yang sangat penting. Perangkap berfungsi untuk menjebak minyak bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Gelombang adalah gangguan yang terjadi secara terus menerus pada suatu medium dan merambat dengan kecepatan konstan (Griffiths D.J, 1999). Pada gambar 2.1. adalah

Lebih terperinci

1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah.

1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah. 1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah. Luas maksimum daerah yang dibatasi oleh kawat tersebut adalah... 3,00

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha IV. METODE PENELITIAN IV.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha Elnusa Jl. TB. Simatupang Kav. 1B lt. 14 Jakarta Selatan, perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

BAB IV ANALISIS DAN HASIL BAB IV ANALISIS DAN HASIL 4.1 Hasil dari Atenuasi Multiple menggunakan Analisis Radon Setelah dilakukan proses konvensional untuk data sintetik penulis, yang terjadi dasar laut (WBM) terlihat masih jelas

Lebih terperinci

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan Gambar 4.15 Data seismic CDP gather yang telah dilakukan supergather pada crossline 504-508. 4.2.4.3 Angle Gather Angle Gather dilakukan untuk melihat variasi amplitudo terhadap sudut dan menentukan sudut

Lebih terperinci

8. Nilai x yang memenuhi 2 log 2 (4x -

8. Nilai x yang memenuhi 2 log 2 (4x - 1. Agar F(x) = (p - 2) x² - 2 (2p - 3) x + 5p - 6 bernilai positif untuk semua x, maka batas-batas nilai p p > l 2 < p < 3 p > 3 1 < p < 2 p < 1 atau p > 2 2. Fungsi kuadrat yang mempunyai nilai maksimum

Lebih terperinci

MENJUMLAH VEKTOR. No Besaran Skalar Besaran Vektor

MENJUMLAH VEKTOR. No Besaran Skalar Besaran Vektor MENJUMLAH VEKTOR Kompetensi Siswa 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong,

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa III. TEORI DASAR 3.1 Konsep Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2003 Matematika

UN SMA IPA 2003 Matematika UN SMA IPA 00 Matematika Kode Soal Doc. Version : 0-0 halaman 0. Persamaan kuadrat (k + )² - (k - ) +k - = 0, mempunyai akar-akar nyata dan sama. Jumlah kedua persamaan tersebut 9 9 0. Jika akar-akar persamaan

Lebih terperinci

PENGANTAR KALKULUS PEUBAH BANYAK. 1. Pengertian Vektor pada Bidang Datar

PENGANTAR KALKULUS PEUBAH BANYAK. 1. Pengertian Vektor pada Bidang Datar PENGANTAR KALKULUS PEUBAH BANYAK ERIDANI 1. Pengertian Vektor pada Bidang Datar Misalkan R menyatakan sistem bilangan real, yaitu himpunan bilangan real yang dilengkapi dengan empat operasi baku (tambah,

Lebih terperinci

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout Imelda Murdiman *, Elistia Liza Namigo Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan

Lebih terperinci

Keywords: offshore seismic, multiple; Radon Method; tau p domain

Keywords: offshore seismic, multiple; Radon Method; tau p domain PEREDUKSIAN MULTIPEL DATA SEISMIK OFFSHORE MENGGUNAKAN METODE RADON *Ahmad Musto in, *Widya Utama DEA, **Wawan Satriawan, ***Nurudin Mahmud *Laboratorium Geofisika Fisika FMIPA ITS ** PT.Premier Oil Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Wawang Sri Purnomo dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

Pemograman Ray Tracing Metode Pseudo-Bending Medium 3-D Untuk Menghitung Waktu Tempuh Antara Sumber Dan Penerima

Pemograman Ray Tracing Metode Pseudo-Bending Medium 3-D Untuk Menghitung Waktu Tempuh Antara Sumber Dan Penerima Pemograman Ray Tracing Metode Pseudo-Bending Medium 3-D Untuk Menghitung Waktu Tempuh Antara Sumber Dan Penerima Ahmad Syahputra dan Andri Dian Nugraha Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks BAB 4 HASIL DA A ALISA Banyak komponen mesin yang memiliki bentuk yang cukup kompleks. Setiap komponen tersebut bisa jadi memiliki CBV, permukaan yang berkontur dan fitur-fitur lainnya. Untuk bagian implementasi

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO. Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio.

BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO. Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio. 94 BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO 4.1 Work Flow Permodelan Poisson Ratio Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio. Selain dari data seismic, kita juga membutuhkan

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA PERBANDINGAN KISI-KISI UN 009 DAN 00 SMA IPA Materi Logika Matematika Kemampuan yang diuji UN 009 UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh dari penarikan kesimpulan Menentukan negasi pernyataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi Bab 6 Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman Pada Data Seismik Dua Dimensi Pada tugas akhir kali ini dilakukan pengerjaan migrasi kedalaman pre-stack pada data seismik dua dimensi. Data yang digunakan merupakan

Lebih terperinci

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010 PREDIKSI UN 00 SMA IPA BAG. (Berdasar buku terbitan Istiyanto: Bank Soal Matematika-Gagas Media) Logika Matematika Soal UN 009 Materi KISI UN 00 Prediksi UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Priyono, Tony Rahadinata, dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya.

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya. BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Pembuatan Data Sintetis Dalam karya tulis ini pembuatan data sintetis mengikuti pola persamaan (3.1) Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang melukiskan

Lebih terperinci

MIGRASI PRE-STACK DOMAIN KEDALAMAN MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN INVERSI TOMOGRAFI GELOMBANG NORMAL INCIDENCE POINT (NIP) TESIS

MIGRASI PRE-STACK DOMAIN KEDALAMAN MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN INVERSI TOMOGRAFI GELOMBANG NORMAL INCIDENCE POINT (NIP) TESIS UNIVERSITAS INDONESIA MIGRASI PRE-STACK DOMAIN KEDALAMAN MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN INVERSI TOMOGRAFI GELOMBANG NORMAL INCIDENCE POINT (NIP) TESIS MOH. NUROHMAN KRISNAYADI 0806421306 FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1 1. Koordinat Cartesius Sistem koordinat Cartesius terdiri dari dua garis yang saling tegak lurus yang disebut sumbu Sumbu horizontal disebut sumbu X dan sumbu vertikal disebut sumbu Y Tiap sumbu mempunyai

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1999

Matematika EBTANAS Tahun 1999 Matematika EBTANAS Tahun 999 EBT-SMA-99-0 Akar-akar persamaan kuadrat + = 0 adalah α dan β. Persamaan kuadrat baru yang akar-akarnya (α + ) dan (β + ) + = 0 + 7 = 0 + = 0 + 7 = 0 + = 0 EBT-SMA-99-0 Akar-akar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal 79-86 PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA

Lebih terperinci

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. Batuan reservoir merupakan batuan

Lebih terperinci

7. Himpunan penyelesaian. 8. Jika log 2 = 0,301 dan log 3 = 10. Himpunan penyelesaian

7. Himpunan penyelesaian. 8. Jika log 2 = 0,301 dan log 3 = 10. Himpunan penyelesaian 1. Persamaan kuadrat yang akarakarnya 5 dan -2 x² + 7x + 10 = 0 x² - 7x + 10 = 0 x² + 3x + 10 = 0 x² + 3x - 10 = 0 x² - 3x - 10 = 0 2. Suatu peluru ditembakkan ke atas. Tinggi peluru pada t detik dirumuskan

Lebih terperinci

BAB 3 KONSEP ADAPTIF RELE JARAK

BAB 3 KONSEP ADAPTIF RELE JARAK 22 BAB 3 KONSEP ADAPTIF RELE JARAK 3.1 KONTROL RELE JARAK Input Proteksi Jarak Sinyal Kontrol S W Saluran Transmisi Output Gambar 3.1 Skema kontrol rele jarak Sistem kontrol untuk proteksi jarak dapat

Lebih terperinci

A P B. i i R i i. A A P P p B B. Gambar 6.1konfigurasi Untuk Hagiwara

A P B. i i R i i. A A P P p B B. Gambar 6.1konfigurasi Untuk Hagiwara BAB.7 METODE HAGIWARA Deskripsi : Pada bab ini akan dijelaskan salah satu metode analisisdan interpretasi data seismic dengan minimal dua shot yakni shot forword dan reciprocal shot dan khusus analisis

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu. VEKTOR Kata vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti "pembawa" (carrier), yang ada hubungannya dengan "pergeseran" (diplacement). Vektor biasanya digunakan untuk menggambarkan perpindahan suatu partikel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh hasil penelitian. Data hasil akuisisi diproses secara terpadu dalam pengolahan data seismik menggunakan

Lebih terperinci

1. Agar F(x) = (p - 2) x² - 2 (2p - 3) x + 5p - 6 bernilai positif untuk semua x, maka batas-batas nilai p adalah... A. p > l B. 2 < p < 3 C.

1. Agar F(x) = (p - 2) x² - 2 (2p - 3) x + 5p - 6 bernilai positif untuk semua x, maka batas-batas nilai p adalah... A. p > l B. 2 < p < 3 C. 1. Agar F(x) = (p - 2) x² - 2 (2p - 3) x + 5p - 6 bernilai positif untuk semua x, maka batas-batas nilai p adalah... A. p > l 2 < p < 3 p > 3 1 < p < 2 p < 1 atau p > 2 Kunci : C Persamaan fungsi : F(x)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pengolahan data seismik bertujuan untuk mendapatkan hasil penampang yang maksimal. Adanya pengaruh lapisan miring maka dilakukan proses migrasi untuk mengembalikan posisi reflektor

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) dalam eksplorasi dan produksi minyak bumi. Lapangan ini terletak

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 01 Tanggal Ujian: 13 Juni 01 1. Lingkaran (x + 6) + (y + 1) 5 menyinggung garis y 4 di titik... A. ( -6, 4 ). ( -1, 4 ) E. ( 5, 4 ) B. ( 6, 4) D. ( 1, 4 )

Lebih terperinci

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal 279-284 APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X Nona Dili

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987 MATEMATIKA DASAR TAHUN 987 MD-87-0 Garis singgung pada kurva y di titik potong nya dengan sumbu yang absisnya positif mempunyai gradien 0 MD-87-0 Titik potong garis y + dengan parabola y + ialah P (5,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Peramalan Peramalan adalah penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Vektor di Bidang dan di Ruang

Vektor di Bidang dan di Ruang Vektor di Bidang dan di Ruang 4.1. Pengertian, notasi,dan operasi pada ektor Vektor merupakan istilah untuk menyatakan besaran yang mempunyai arah. Secara geometris, ektor dinyakan dengan segmen-segmen

Lebih terperinci

PAKET 4 LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN 2009 MATA PELAJARAN MATEMATIKA

PAKET 4 LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN 2009 MATA PELAJARAN MATEMATIKA Kumpulan Soal - Soal Latihan UN Matematika IPA SMA dan MA 009. (Suprayitno) 49 PAKET 4 LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN 009 MATA PELAJARAN MATEMATIKA PETUNJUK UMUM. Kerjakan semua soal - soal ini menurut

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima BAB III TEORI DASAR 3.1. Konsep Refleksi Gelombang Seismik Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima getaran pada lokasi penelitian. Sumber getaran dapat ditimbulkan oleh

Lebih terperinci

1. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari adalah... D E

1. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari adalah... D E 1. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari adalah... A. 3-3 + 21-7 21-21 + 7 2. Persamaan (2m - 4)x² + 5x + 2 = 0 mempunyai akar-akar real berkebalikan, maka nilai m adalah... A. -3-3 6 Kunci

Lebih terperinci