BAB-2. TINJAUAN PUSTAKA Persamaan Dasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB-2. TINJAUAN PUSTAKA Persamaan Dasar"

Transkripsi

1 BAB-2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persamaan Dasar Persamaan yang menyatakan fenomena sebaran polutan diturunkan dengan berdasar pada persamaan umum angkutan massa pada fluida mengalir. Unsurunsur dinamika angkutan dapat dibedakan menjadi unsur angkutan atau translasi, unsur sebaran atau difusi, dan unsur luruhan. Struktur matematis unsur translasi dalam persamaan deferensial parsial angkutan diuraikan dalam Farlow, Suatu material dalam fluida yang mengalir akan memenuhi hukum kekekalan massa. Pada suatu volume kontrol 3 dimensi hukum kekekalan massa tersebut dapat dijelaskan dengan gambar berikut. F.(z+dz) z z+dz Fx(x) y+dy Fx(x+dx) Fz(z) Gambar 2.1. Kekekalan massa angkutan material pada pias 3 dimensi Jika kuantitas material dapat dinyatakan dengan konsentrasi material tersebut, maka pada suatu periode dt, perubahan massa polutan dalam pias harus sama

2 dengan jumlah netto fluks yang masuk selama periode tersebut. Dalam bentuk formulasi matematis pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai berikut ini. -dvbcdydz^di \F^(x)-F^[x^d4dydzV {K(y)-FXy+dyidxdz^ {FXz)-FXz+dz)}dxdy (2.1) dengan FXx + dx)=fxxh^dx df F,{y + dy)=f^.{y) + ^ d y dy ^ IP F(z + dz)=fxz) + ^dz dz (2.2) Pada Persamaan (2.1) di atas dx dy dz dapat dihilangkan sehingga persamaan ini dapat ditulis menjadi dt dx dy dz (2.3) Fluks suatu material yang masuk dan keluar volume kontrol di atas dapat terdiri dari fluks konveksi dan difusi. Fluks konveksi adalah kecepatan dikalikan dengan konsentrasi dan fluks difusi mengikuti hukum Fick, yaitu gradien konsentrasi dikalikan dengan suatu koefisien difusi. Secara teoritis, untuk suatu sumbu arah, fluks difusi dapat dipengaruhi oleh gradien konsentrasi pada sumbu arah lain. Dengan demikian koefisien difusi adalah suatu tensor tiga dimensi. Vektor fluks konsentrasi dirumuskan sebagai berikut: dc (2.4) Indeks m dan n=1,2,3 menyatakan arah x, y, dan z dan k^n adalah elemen ke mn tensor koefisien difusi k. Pada umumnya pengaruh gradien konsentrasi arah lain pada fluks difusi pada arah tertentu sangat kecil. Dengan demikian tensor koefisien difusi dapat disederhanakan menjadi vektor koefisien difusi, penulisan rumusan vektor fluks konsentrasi menjadi, 4

3 (2.5) Persamaan angkutan dan sebaran suatu material (C fungsi t, x, y, dan z) didapatkan dengan mensubtitusikan persamaan (2.5) ke persamaan (2.4) dan akan dihasilkan persamaan sebagai berikut. dc d - + dt dx. u C- "dx 1 J -0 (2.6) dengan C adalah konsentrasi, kn adalah koefisien difusi arah sumbu ke-n, un adalah kecepatan arah sumbu ke-n dengan n = 1, 2, 3 (arah sumbu x, y, dan z) Metode Elemen Hingga Metode Elemen Hingga membagi daerah yang ditinjau dalam pias-pias kecil yang disebut elemen. Persamaan-persamaan yang merupakan proses fisik diberlakukan pada elemen-elemen tersebut sehingga diperoleh rumusan dalam bentuk hubungan nilai-nilai yang dicari diantara elemen-elemen. Elemenelemen tersebut bentuknya bisa bermacam-macam. Bentuk elemen yang biasa dipakai pada masalah satu dimensi adalah elemen garis. Sedangkan pada masalah dua dimensi elemen segi tiga atau elemen segi empat dan pada masalah tiga dimensi elemen tetrahedral (dengan empat bidang sisi) atau elemen balok yang mempunyai enam bidang sisi. Bentuk-bentuk tersebut adalah bentuk yang paling sederhana dari bentuk yang mungkin di tiap dimensi yang bersangkutan. Pemilihan bentuk-bentuk sederhana adalah sesuai dengan filosofi Metode Elemen Hingga yaitu menyederhanakan bentuk rumit daerah yang sedang ditinjau sehingga permasalahan dapat dipecahkan. Proses-proses yang terlibat di dalam Metode Elemen Hingga adalah Interpolasi, Integrasi dan fungsi pembobot. Berikut ini akan diuraikan proses-proses tersebut satu-persatu dan kaitannya dalam Metode Elemen Hingga. 5

4 Interpolasi Interpolasi dilakukan adalah dalam rangka untuk mendapatkan nilai fungsi pendekat ^ di suatu tempat dalam koordinat Cartesian dari nilai-nilai ^ di titik-titik sudut elemen yang bersangkutan, yaitu ^', dan dapat dituliskan sebagai berikut, h{x,y,z) = f^h{x y z,)n,{x,y,z) (2.7) 1=1 dengan ^' ~" ^') maka dalam penulisan yang lebih ringkas, persamaan tersebut menjadi, dengan h h. nilai fungsi yang ditaksir. h = fh,n, (2.8) 1=1 nilai fungsi di titik nodal i dalam elemen yang ditinjau, Ni n fungsi bentuk (shape function) atau fungsi dasar (basis jumlah titik nodal dalam satu elemen. function), Sedangkan interpolasi untuk turunan dari fungsi ^ untuk arah x, y, dan z adalah. dh dh dy dn, dh dz tr ' dz (2.9) dx dx' d^,=, dy' d^ dz' 1=] dz' (2.10) Jika dx' persamaan diskret mengandung turunan kedua fungsi interpolasi, maka dalam rangka untuk menyederhanakan formulasi diskret agar formulasi yang terbentuk hanya turunan pertama dari fungsi interpolasi maka digunakan Hukum Integrasi Bagian dari Green (Green's Lemma atau integration by parts) sebagai berikut ini : a dl dx dxihdz = - Pdxdydz+ \a pn^dt dx (2.11a) 6

5 dp,,, da a axdyaz = - pdxdydz+ a P dt dy idy J ' dp fa dxdydz = - P dxdydz + a P n, I dz ^dz J - dr (2.11b) (2.11c) dengan term terakhir dari tiap-tiap persamaan menandakan bahwa integrasi dilakukan pada batas (boundary) dari domain hitungan. Pada kasus dimana suatu fungsi berubah terhadap waktu, maka Interpolasi untuk fungsi tersebut adalah, dh dt " ^dr = z i=\ ydt, N. (2.12) Fungsi bentuk {shape function) Fungsi bentuk {shape function) atau fungsi dasar {basis function) suatu titik nodal dalam interpolasi pada metode elemen hingga mempunyai sifat khusus, yaitu mempunyai nilai satu pada titik nodal tersebut dan mempunyai nilai nol pada titik nodal yang lain dalam elemen yang sama. Untuk menyederhanakan bentuk persamaan fungsi dasar maka dipakai sistem koordinat lokal, dimana tiap elemen untuk tiap-tiap arah masing-masing mempunyai nilai posisi antara -1 dan 1. Bentuk persamaan fungsi dasar atau fungsi bentuk dalam sumbu koordinat lokal memberikan keuntungan dalam proses integrasi secara numerik karena hitungannya jauh lebih sederhana. Fungsi bentuk atau fungsi dasar mempunyai rumus yang berbeda-beda dalam suatu elemen, tergantung dari letak titik nodalnya dan jenis elemen yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan elemen balok {rectangular prism element) kuadratik dengan 20 titik nodal. Elemen balok kuadratik yang digunakan merupakan elemen isoparametrik {isoparametric element), dimana letak titik nodal koordinat dan letak parameter fungsi yang dicari berada pada lokasi yang sama. 7

6 i o +1 ' 0 * / J ( /' t \ < Q + 1 > Gambar 2.2. Elemen balok kuadratik pada koordinat lokal. Fungsi dasar atau fungsi bentuk untuk tiap-tiap titik nodal dalam elemen balok kuadratik adalah sebagai berikut: Titik-titik nodal pada tengah ruas elemen (mid-side nodes) : jika ^ = 0, r\ = + ^, C, = + ^, maka jika 4 = ±1,Ti=0, (^ = + 1, maka Ni= (1-^(1+Tio)(1+Co) (2.13a) 4 jika ^ = ±1,r = + 1,i; = 0, maka = j (1 + ^o) (1 - Ti') (1 + Co) (2.13b) 4 Ni = 7 (1 + ^o) (1 + %) (1 - C') 4 Titik-titik nodal pada sudut elemen (corner nodes) : (2.13c) Ni = (1 + ^o) (1 + Tio) (1 + Co) (^o.tio.co - 3) (2.14) 8 dengan = ^, TIO= n ^ii, Co = C Ci. dan variabel, r),, g adalah posisi titik nodal yang ditinjau sedangkan variabel ^, TI, C adalah posisi suatu titik di elemen. Sedangkan turunan dari fungsi bentuk elemen kuadratik terhadap,, ri, dan C untuk tiap-tiap titik nodal masing-masing adalah seperti pada persamaan-persamaan berikut. 8

7 Titik-titik nodal pada tengah ruas elemen (mid-side nodes) : a. Untuk ^ = 0, n = + 1, dan C = ± 1 : (2.15a) (2.15b) (2.15c) b. Untuk 5» i 1, n - 0, dan ^ = + 1 : ^ = -i;i(l-il')(l + C ) (2.16a) ^ 2 (2.16b) (2.16c) c. Untuk^ = + 1, ri = + 1, dan C = 0 : (3.17a) 5Ni dr] 4 (2.17b) 5^ Titik-titik nodal pada sudut elemen (corner nodes) : (2.17c) ^ = ^^i(l+^o)(l + Co)(2^o+Tlo+^o-l) (2.18a) ^ = ^Tli(l + ^J(l + Co)feo+2Tlo+Co-0 5r 8 (2.18b) = -^io + ^o)(i + no)feo+tio + 2Co-i) (2.18c)

8 Metode Sisa Berbobot Proses penaksiran atau pendekatan suatu nilai fungsi dengan menggunakan teknik interpolasi seperti diuraikan di atas memberikan hasil penaksiran yang berbeda dengan penyelesaian eksak. Penyelesaian eksak pada masalah-masalah yang sederhana adalah penyelesaian analitis jika ada, sedangkan pada masalah yang rumit penyelesaian eksak adalah imajiner. Beda tersebut disebut juga sebagai kesalahan (error) atau sisa (residu) R. Kesalahan antara hasil pendekat dan penyelesaian eksak mempunyai nilai yang berbeda-beda di tititk-titik maupun di dalam elemen-elemen. Fungsi kesalahan atau sisa R dinyatakan dalam bentuk : R{x,y,z) = h{x,y,z)-h{x,y,z) (2.19) dengan h{x,y,z) adalah fungsi eksak dan h{x,y,z) adalah fungsi pendekat. Bermula dari ide meminimumkan kesalahan tersebut secara keseluruhan dalam daerah yang dihitung, Metode Sisa Berbobot (weighted residual method) membentuk suatu formulasi dengan membuat integrasi perkalian antara fungsi kesalahan dan suatu fungsi pembobot pada seluruh domain hitungan sehingga sama dengan nol, (Zienkiwicz, O.C., Taylor, R.L., 1991) n dengan W^x,y,z; adalah fungsi pembobot. Selanjutnya ada beberapa varian dari Metoda Sisa Berbobot yang ditentukan oleh pemilihan fungsi pembobot yang dipakai. Untuk mendapatkan pendekatan yang akurat pemilihan fungsi pembobot ini perlu dicermati karena efektivitas fungsi pembobot tertentu dipengaruhi oleh bentuk persamaan diferensial yang dihadapi. Berdasarkan pemilihan fungsi pembobot yang dipakai dalam Metode Elemen Hingga, dikenal dua metode yaitu Metode Bubnov-Galerkin atau metode Galerkin standar dan Metode Petrov-Galerkin. Pada Metode Bubnov-Galerkin digunakan fungsi pembobot W yang sama dengan fungsi dasar N (basis function) yang digunakan dalam proses interpolasi (W = N). Fungsi dasar tersebut dikenal juga dengan fungsi bentuk (shape function). Sedangkan pada Metode Petrov- Galerkin fungsi pembobot yang digunakan berdasarkan formulasi yang diberikan dalam persamaan berikut: 10

9 2 U dc (2.21) dengan indeks m = 1,2,3 untuk arah x,y,z; dan indeks k sesuai dengan urutan nomor titik nodal dalam elemen, dan a adalah koefisien upwinding Transformasi Koordinat Seperti yang telah dijelaskan dalam Metode Sisa Berbobot di atas dalam metode elemen hingga melibatkan proses integrasi dari seluruh nilai-nilai yang berada dalam daerah yang ditinjau. Proses integrasi tersebut jika dilakukan dalam koordinat global akan sangat rumit bila dibandingkan integrasi dalam koordinat lokal. Untuk itu maka diperlukan transformasi fungsi diskret dari koordinat global x, y, z ke dalam koordinat lokal ^, r, dan C, yang masingmasing berkorespondensi satu-satu dengan x, y, dan z seperti digambarkan pada Gambar berikut. + 1 transformasi 0-1 -> X (a) (b) Gambar 2.3. Transformasi koordinat global (1) ke koordinat lokal (2). Dengan memanfaatkan aturan rantai {chain rule) dari diferensial parsial, turunan fungsi bentuk N pada arah sumbu global dapat dihitung dalam sumbu lokal. SNj ani ax anj ay anj az c>x as, ay a^ az dt, (2.22a) 11

10 dn, drj dn, dn, dx dn, dy dn, dz L + + L dx drj dy drj dz drj dn, dx dn, dy dn, dz dx dc ' dy d(; dz di; (2.22b) (2.22c) dengan indeks i menunjukkan titik nodal yang ditinjau dalam elemen. Persamaan-persamaan tersebut jika ditulis dalam bentuk matriks menjadi sebagai berikut, dx dy dz ani' d^ d^ d^ ax dx dx dy dz anj < = J < anj dn dr] dr] dr] ay ay dx dy dz anj anj _di; dt; 5cJ I dz J I dz J (2.23) Dari persamaan matriks tersebut, pada ruas kiri bisa dievaluasi dari fungsi bentuk N. Sedangkan matriks J disebut juga dengan matriks Jacobian. Turunan fungsi bentuk N pada sumbu global dapat diketahui dengan melakukan proses inversi terhadap matriks J sebagai berikut, anj' dx ani < > ay ani, dz. an; 5^ an; dx\ anj I 5C (2.24) Perlu dicermati bahwa matriks J berubah-ubah tergantung dari lokasi. Sedangkan komponen-komponen matriks Jacobian itu sendiri dapat dicari dengan melakukan proses interpolasi dari titik-titik nodal dalam elemen yang ditinjau seperti terlihat dalam persamaan matriks berikut,

11 f ^, f ^ y f ^ J L, J = ^ dn^ ^ dn, ^ dn, Zt^^' Z^^' X^^' drj Tt dv Tt drj ^ dn, ^ dn, ^ dn, (2.25) dengan n adalah jumlah titik nodal dalam elemen. Jika dilakukan transformasi dari koordinat global ke dalam koordinat lokal pada proses integrasi, maka volume elemen dalam koordinat global dx dy dz juga harus ditransformasikan ke dalam bentuk volume elemen lokal d^ dri d^. Transformasi volume dari koordinat global ke koordinat lokal melibatkan determinan dari matriks Jacobian J itu sendiri. dx dy dz = det J d^ dri dt; (2.26) Jika proses transformasi ditulis secara keseluruhan dengan menggunakan koordinat lokal yang telah dinormalisasi (nilai ^, ri, dan t; masing-masing bernilai dari -1 sampai 1) maka dapat dituliskan sebagai berikut: GdV «J J lg{^,rjx)d^drjd^ (2.27) dengan fungsi G tergantung dari fungsi bentuk N atau turunannya dalam koordinat global dan adalah fungsi hasil transformasi dari G pada koordinat lokal dikalikan dengan determinan matriks Jacobian J Integrasi Numeris Integrasi secara numeris dalam penelitian ini menggunakan metode Gauss- Legendre quadrature, yaitu metode integrasi numeris yang memanfaatkan titiktitik Gauss (Gauss points) yang masing-masing telah mempunyai nilai posisi dalam koordinat lokal dan faktor bobot (weightins factor) tertentu. Apabila suatu fungsi yang didekati pada koordinat lokal telah diketahui maka proses integrasi dengan metode Gauss-Legendre adalah sebagai berikut: 13

12 + 1 NGP -1 i=l (2.28) dengan NGP adalah jumlah dari titik Gauss dalam satu elemen. Nilai faktor bobot Wi dan posisi ^, sudah tertentu untuk tiap nilai NGP. Pemilihan nilai NGP disesuaikan dengan akurasi integrasi yang diinginkan. Untuk elemen balok 3 dimensi maka integrasi numerik dilakukan dengan cara yang sama dengan cara di atas, yaitu : NGPl NGP2 NGP3,. I I Jgfe,Tl,C)d^dTld<;«S X I Wi Wj W, g(^i,tlj,cj(2.29) _1-1 _i 1=1 J=l k=l Nilai NGP1, NGP3, dan NGP3 pada Persamaan (2.29) masing-masing adalah jumlah titik Gauss pada arah ^, r\, dan C,. Pada penelitian ini ditetapkan jumlah titik Gauss yang sama untuk tiap arah pada koordinat lokal, yaitu 3 titik, sehingga dalam satu elemen terdapat 3 x 3 x 3 atau 27 titik Gauss, seperti terlihat pada Gambar 2.4. Penetapan jumlah titik gauss tersebut berdasarkan pada biaya komputasi yang relatif rendah dan tingkat ketelitian yang cukup tinggi (Sadtopo, 2001). Pada jumlah titik gauss yang lebih dari 3 titik untuk masing-masing arahnya, perbedaan akurasinya dengan jumlah titik gaus 3 titik relatif sangat kecil, sehingga jumlah 3 titik gauss untuk masing-masing arah adalah kondisi yang paling optimal. 14

13 Sedangkan nilai posisi dan bobot W, untuk jumlah titik Gauss satu sampai dengan empat disajikan pada tabel berikut ini (Carnahan, 1990) : label Posisi dan Faktor Bobot dari Metode Gauss-Legendre Quadrature Jumlah Titik Gauss NGP Posisi Titik-titik Gauss pada Koordinat Lokal Faktor Bobot 1 0 3, , , , , , , , , , , Wi 2.3. Formulasi Numeris Secara matematis, persamaan adveksi-difusi merupakan persamaan tipe campuran, karena tanpa adanya proses difusi tipe persamaannya adalah hiperbolik, sedangkan tanpa adanya proses konveksi tipe persamaannya adalah parabolik. Kedua tipe persamaan tersebut mempunyai karakteristik yang

14 berbeda sehingga dalam menyusun formulasi numeriknya dilakukan secara terpisah {split operator) (Rassmussen, 1993). Persamaan adveksi-difusi seperti ditunjukkan pada persamaan (2.6), jika dipisah maka akan menjadi persamaanpersamaan berikut ini. dc _ dc = -u, dt ' dx^ (2.30) ^ - k ^ ^ Q (2.31) dt dx' Luknanto, 1992, mengembangkan model numerik persamaan adveksi-difusi untuk kasus angkutan limbah. Persamaan diselesaikan dengan metode beda hingga skema Holly-Preisman, Dengan skema ini penyelesaian hitungan angkutan limbah satu dimensi memberikan hitungan yang akurat Penyelesaian Numeris Model Penyelesaian persamaan-persamaan pembentuk pada suatu model dapat berupa penyelesaian analitis maupun numeris. Penyelesaian analitis adalah penyelesaian yang paling diharapkan, tetapi banyak problem dilapangan yang tidak ada penyelesaian analitisnya karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Jika suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan secara analitis, maka manusia tetap berusaha untuk mendapatkan penyelesaiannya secara numeris, Penyelesaian analitis biasanya bersifat menerus untuk seluruh domain, sedangkan penyelesaian numeris bersifat diskrit; hanya berlaku pada titik-titik hitungan saja (Luknanto, 1993). Penyelesaian numeris dalam bidang hidraulika ada beberapa macam, yaitu dengan metode karakteristik, metode beda hingga dan metode elemen hingga. Pada penelitian ini dipilih metode elemen hingga. Keuntungan yang nyata dengan menggunakan metode elemen hingga adalah kemampuannya menyediakan penyelesaian terhadap berbagai macam permasalahan yang rumit, dimana jika digunakan metode lain akan mengalami kesulitan (Burnett, 1987). 16

BAB-4. METODE PENELITIAN

BAB-4. METODE PENELITIAN BAB-4. METODE PENELITIAN 4.1. Bahan Penelitian Untuk keperluan kalibrasi dan verifikasi model numerik yang dibuat, dibutuhkan data-data tentang pola penyebaran polutan dalam air. Ada beberapa peneliti

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1.1. Pengantar Problem sederhana yang dapat mengantarkan pembaca kepada pemahaman Metode Elemen Hingga untuk problem hidraulika

Lebih terperinci

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB) Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB) Persamaan diferensial satu variabel bebas (ordinari) orde dua disebut juga sebagai Problem Kondisi Batas. Hal ini disebabkan persamaan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGHALUSAN JARING ELEMEN SEGITIGA REGANGAN KONSTAN SECARA ADAPTIF

PENGEMBANGAN PENGHALUSAN JARING ELEMEN SEGITIGA REGANGAN KONSTAN SECARA ADAPTIF PENGEMBANGAN PENGHALUSAN JARING ELEMEN SEGITIGA REGANGAN KONSTAN SECARA ADAPTIF Kevin Tjoanda 1, Wong Foek Tjong 2, Pamuda Pudjisuryadi 3 ABSTRAK : Penelitian ini menghasilkan program matlab yang mampu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

BAB-5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB-5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB-5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Verifikasi Model Numerik Untuk menguji efektifitas kerja model numerik yang telah dibuat, dilakukan perbandingan antara hasil hitungan model numerik dengan hasil penyelesaian

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metode REP menggunakan patch sebagai media untuk. perhitungannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. metode REP menggunakan patch sebagai media untuk. perhitungannya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Umum Penyimpangan atau error solusi tidak dapat dihindarkan dalam penggunaan metode elemen hingga, baik karena modelisasi yang kurang tepat, pemakaian integrasi numerik, ketidaktepatan

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I

UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I PETUNJUK UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I DR. IR. ISTIARTO, M.ENG. KAMIS, 8 JUNI 017 OPEN BOOK 150 MENIT 1. Saudara tidak boleh menggunakan komputer untuk mengerjakan soal ujian ini.. Tuliskan urutan/cara/formula

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW. Ummi Habibah *) Abstrak

METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW. Ummi Habibah *) Abstrak METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW Ummi Habibah *) Abstrak Problem rekayasa dan teknik kimia khususnya yang memiliki model matematika banyak yang berbentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I-1

I.1 Latar Belakang I-1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Berbagai jenis struktur, seperti terowongan, struktur atap stadion, struktur lepas pantai, maupun jembatan banyak dibentuk dengan menggunakan struktur shell silindris.

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

Matematika Dasar INTEGRAL PERMUKAAN

Matematika Dasar INTEGRAL PERMUKAAN Matematika asar INTEGRAL PERMUKAAN Misal suatu permukaan yang dinyatakan dengan persamaan z = f( x,y ) dan merupakan proyeksi pada bidang XOY. Bila diberikan lapangan vektor F( x,y,z ) = f( x,y,z ) i +

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK. Nurul Ain Farhana 1, Imran M. 2 ABSTRACT

PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK. Nurul Ain Farhana 1, Imran M. 2 ABSTRACT PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK Nurul Ain Farhana, Imran M Mahasiswa Program Studi S Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1. 1. UMUM 1. 1. 1. Metode Elemen Hingga Permasalah mekanika dapat dijabarkan dan diselesaikan dengan persamaan matematika untuk mendapatkan solusi eksak. Perkembangan teknologi memunculkan

Lebih terperinci

Bab V Prosedur Numerik

Bab V Prosedur Numerik Bab V Prosedur Numerik Pada bab ini, metode numerik digunakan untuk menghitung medan kecepatan, yakni dengan menghitung batas dan domain integral. Tensor tegangan tak Newton melalui persamaan Maxwell Linear

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange

Pertemuan Minggu ke Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange Pertemuan Minggu ke-11 1. Bidang Singgung, Hampiran 2. Maksimum dan Minimum 3. Metode Lagrange 1. BIDANG SINGGUNG, HAMPIRAN Tujuan mempelajari: memperoleh persamaan bidang singgung terhadap permukaan z

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas II.1 II.1.1 Kalkulus Dasar Teorema Gradien Misal menyatakan domain pada ruang dimensi dua dan menyatakan batas i x + j 2 2 x 2 + 2 2 elanjutnya, penentuan integral

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KISI-KISI SOAL UAS KALKULUS PEUBAH BANYAK (TA 2015/2016)

PEMBAHASAN KISI-KISI SOAL UAS KALKULUS PEUBAH BANYAK (TA 2015/2016) PEMBAHAAN KII-KII OAL UA KALKULU PEUBAH BANYAK (TA 5/6) Arini oesatyo Putri DEEMBER 3, 5 UNIVERITA ILAM NEGERI UNAN GUNUNG DJATI BANDUNG Pembahasan oal Kisi-Kisi UA Kalkulus Peubah Banyak Tahun Ajaran

Lebih terperinci

GETARAN BEBAS PADA BALOK KANTILEVER. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak. Kata kunci : derajad kebebasan, matrik massa, waktu getar alamai

GETARAN BEBAS PADA BALOK KANTILEVER. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak. Kata kunci : derajad kebebasan, matrik massa, waktu getar alamai GTARAN BBAS PADA BAOK KANTIVR Kusdiman Joko Priyanto Abstrak Pada dasarnya sistem pegas massa dengan satu derajat kebebasan (single degree of freedom) merupakan sebuah konsep dasar yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method)

Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method) Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method) Tetti Novalina Manik dan Nurma Sari Abstrak: Dalam analisis akustik, kasus yang paling umum adalah menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama dipelajari dan berkembang pesat. Perkembangan ilmu matematika tidak terlepas dari perkembangan

Lebih terperinci

EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI

EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI Kushartantya dan Awalina Kurniastuti Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1. Torsi Pada Balok Sederhana Ditinjau sebuah elemen balok sederhana dengan penampang persegi menerima beban momen lentur konstan seperti ditunjukkan dalam gambar II.1(a). Diasumsikan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

PERFORMANSI METODE TRAPESIUM DAN METODE GAUSS-LEGENDRE DALAM PENYELESAIAN INTEGRAL DENGAN METODE NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB.

PERFORMANSI METODE TRAPESIUM DAN METODE GAUSS-LEGENDRE DALAM PENYELESAIAN INTEGRAL DENGAN METODE NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB. Volume 5, Nomor, September 06 ISSN 978-660 PERFORMANSI METODE TRAPESIUM DAN METODE GAUSS-LEGENDRE DALAM PENYELESAIAN INTEGRAL DENGAN METODE NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB Oleh : MEILANY

Lebih terperinci

KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI

KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI Suhartono dan Solikhin Zaki Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI SUNGAI PADA POLA DISTRIBUSI SEDIMENTASI. Oleh : Kamiran Danang Bagiono

ANALISIS MORFOLOGI SUNGAI PADA POLA DISTRIBUSI SEDIMENTASI. Oleh : Kamiran Danang Bagiono ANALISIS MORFOLOGI SUNGAI PADA POLA DISTRIBUSI SEDIMENTASI Oleh : Kamiran Danang Bagiono Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ddbagioo@gmail.com

Lebih terperinci

Bab II Fungsi Kompleks

Bab II Fungsi Kompleks Bab II Fungsi Kompleks Variabel kompleks z secara fisik ditentukan oleh dua variabel lain, yakni bagian realnya x dan bagian imajinernya y, sehingga dituliskan z z(x,y). Oleh sebab itu fungsi variabel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

DIFERENSIAL TOTAL. 1 Kalkulus Lanjut Blog: aswhat.wordpress.com. dz dx dy x y dx x y dy. dz , ,04 0,65

DIFERENSIAL TOTAL. 1 Kalkulus Lanjut   Blog: aswhat.wordpress.com. dz dx dy x y dx x y dy. dz , ,04 0,65 DIFERENSIAL TOTAL 1. Pendahuluan Ingat kembali konsep diferensial pada fungsi satu variabel y = f(x). suatu diferensial dx terhadap variabel bebas didefinisikan sebagai: dy = f (x) dx selanjutnya, misalkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Analisis Regresi Perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, namun perubahan nilai variabel itu dapat disebabkan oleh berubahnya variabel lain yang berhubungan

Lebih terperinci

Hidraulika Komputasi

Hidraulika Komputasi Hidraulika Komputasi Pendahuluan-Model Ir. Djoko Luknanto, M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 08/03/005 Djoko Luknanto 1 Pemodelan Kondisi Alam Untuk keperluan analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial berperan penting dalam kehidupan, sebab banyak permasalahan pada dunia nyata dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan diferensial. Ada dua jenis

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

Identifikasi Parameter Akustik Permukaan Sumber dengan Metode Elemen Batas

Identifikasi Parameter Akustik Permukaan Sumber dengan Metode Elemen Batas Identifikasi Parameter Akustik Permukaan Sumber dengan Metode Elemen Batas Tetti Novalina Manik dan Simon Sadok Siregar Abstrak: Penentuan medan suara yang terjadi akibat radiasi sumber atau akibat hamburan

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT VEKTOR. Tri Rahajoeningroem, MT T. Elektro - UNIKOM

SISTEM KOORDINAT VEKTOR. Tri Rahajoeningroem, MT T. Elektro - UNIKOM SISTEM KOORDINAT VEKTOR Tri Rahajoeningroem, MT T. Elektro - UNIKOM Tujuan Pembelajaran Mahasiswa dapat memahami koordinat vektor Mahasiswa dapat menggunakan sistem koordinat vektor untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. 1 Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. Jika persamaan diferensial memiliki satu peubah tak bebas maka disebut Persamaan Diferensial

Lebih terperinci

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

Teorema Divergensi, Teorema Stokes, dan Teorema Green

Teorema Divergensi, Teorema Stokes, dan Teorema Green TEOREMA DIVERGENSI, STOKES, DAN GREEN Materi pokok pertemuan ke 13: 1. Teorema divergensi Gauss URAIAN MATERI Untuk memudahkan perhitungan seringkali dibutuhkan penyederhanaan bentuk integral yang berdasarkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS (Kata kunci:persamaan burgers,

Lebih terperinci

PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI

PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Inge Wijayanti Budiawan NIM: 13311401

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

TURUNAN FUNGSI. dy (y atau f (x) atau ) dx. Hal-hal yang perlu diingat untuk menyelesaikan turunan fungsi aljabar adalah :

TURUNAN FUNGSI. dy (y atau f (x) atau ) dx. Hal-hal yang perlu diingat untuk menyelesaikan turunan fungsi aljabar adalah : TURUNAN FUNGSI dy (y atau f () atau ) d Hal-hal yang perlu diingat untuk menyelesaikan turunan fungsi aljabar adalah :. ( a + b) = ( a + ab + b ). ( a b) = ( a ab + b ) m n m n. a = a 4. a m = a m m m.

Lebih terperinci

Penyelesaian Numerik Advection Equation 1 Dimensi dengan EFG-DGM

Penyelesaian Numerik Advection Equation 1 Dimensi dengan EFG-DGM VOUME 22, NO. 1, JUI 2016 Kresno Wikan Sadono Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275 E-mail: kresnowikan@gmail.com Abstract Differential

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci

Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan

Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, 2013 1-6 1 Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan Annisa Dwi Sulistyaningtyas, Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc

Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc KALKULUS III Teorema Integral Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc 1 INTEGRAL GARIS Integral Garis pada Fungsi Skalar Definisi : Jika f didefinisikan pada kurva diberikan secara parametrik

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilakukan di dua tempat, yakni di Laboratorium Fakultas

BABm METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilakukan di dua tempat, yakni di Laboratorium Fakultas BABm METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian dilakukan di dua tempat, yakni di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dengan kegiatan pengembangan model matematik

Lebih terperinci

TRANSPOR POLUTAN. April 14. Pollutan Transport

TRANSPOR POLUTAN. April 14. Pollutan Transport TRANSPOR POLUTAN April 14 Pollutan Transport 2 Transpor Polutan Persamaan Konveksi-Difusi Penyelesaian Analitis Rerensi Graf and Altinakar, 1998, Fluvial Hydraulics, Chapter 8, pp. 517-609, J. Wiley and

Lebih terperinci

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel.

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel. 1. Persamaan Linier 5. PERSAMAAN LINIER Persamaan linier adalah suatu persamaan yang variabel-variabelnya berpangkat satu. Disamping persamaan linier ada juga persamaan non linier. Contoh : a) 2x + 3y

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1 Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 KONTRAK KULIAH METODE NUMERIK TEKNIK INFORMATIKA S1 3 SKS Mohamad Sidiq MATERI PERKULIAHAN SEBELUM-UTS Pengantar Metode Numerik Sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Metode Langsung Metode Langsung Eliminasi Gauss (EGAUSS) Metode Eliminasi Gauss Dekomposisi LU (DECOLU),

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Metode Langsung Metode Langsung Eliminasi Gauss (EGAUSS) Metode Eliminasi Gauss Dekomposisi LU (DECOLU), PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa.

Lebih terperinci

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agustus 2016 ISSN: 0852-730X Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Lukman Hakim 1, Azwar Riza Habibi 2 STMIK

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN AKAR PERSAMAAN NONLINEAR Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Disusun Oleh: Juliani

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asap atau polutan yang dibuang melalui cerobong asap pabrik akan menyebar atau berdispersi di udara, kemudian bergerak terbawa angin sampai mengenai pemukiman penduduk yang berada

Lebih terperinci

BAB 2 PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIS BERDASARKAN MEKANISME ADVEKSI DISPERSI DAN PAKET SOFTWARE QUAL2K

BAB 2 PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIS BERDASARKAN MEKANISME ADVEKSI DISPERSI DAN PAKET SOFTWARE QUAL2K BAB 2 PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIS BERDASARKAN MEKANISME ADVEKSI DISPERSI DAN PAKET SOFTWARE QUAL2K 2.1 TINJAUAN UMUM BOD merupakan suatu indikator umum untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai jumlah

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Firdi Mulia - 13507045 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

MENGHITUNG VOLUME CADANGAN DENGAN CARA NUMERIK

MENGHITUNG VOLUME CADANGAN DENGAN CARA NUMERIK MENGHITUNG VOLUME CADANGAN DENGAN CARA NUMERIK Indun Titisariwati 1 1 Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta e-mail: indun.titisariwati@yahoo.com Abstrak Di dalam

Lebih terperinci

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci