TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi dan keuangan ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan I 216 tumbuh membanggakan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional (4,92%; yoy). Kami mencatat beberapa sektor masih tumbuh meningkat, antara lain sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Namun demikian, kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik, masih berimbas pada kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di awal tahun 216 ini. Harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel, menurut outlook World Bank, baru membaik pada akhir tahun 216. Kami berharap, realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pada triwulan I 216 yang relatif tinggi, tetap berjalan optimal setiap triwulan, karena terbukti mampu menjadi penopang bagi ekonomi Sulsel. Oleh karena itu, tampaknya perlu terus digenjot dalam hal percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah ekspor, dan pembangunan kota yang nyaman, serta pengembangan pembayaran nontunai. Selain itu, tekanan inflasi masih relatif kuat, kami perkirakan akan dalam tren menurun hingga berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun 216 yaitu 4±1%. Dengan kondisi inflasi yang rendah dan stabil tersebut, maka daya beli masyarakat akan tetap terjaga. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga, diarahkan kepada komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta dari hasil survei dan liaison Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan penyediaan data serta informasi yang akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan laporan yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, Mei 216 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB INFLASI DAERAH INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 5 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN KONDISI UMUM PERBANKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG TUNAI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI 75 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 v

6 DAFTAR ISI 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 87 LAMPIRAN 91 DAFTAR BOKS BOKS 1.A. AGLOMERASI KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA 29 BOKS 2.A. FORUM FISKAL-MONETER: PERKUAT EKONOMI REGIONAL 39 BOKS 3.A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK HARGA BERAS DI SULSEL DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 51 BOKS 4.A DAMPAK PELONGGARAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) PRIMER DALAM RUPIAH TERHADAP PEREKONOMIAN 63 BOKS 5.A SMART CITY (KOTA CERDAS) BERKEMBANG BERSAMA GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT) 69 BOKS 6.A. BANK INDONESIA IKUT MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 77 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan I 216 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya Perekonomian Sulsel triwulan I 216 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik dan sistem pembayaran yang meningkat. Peluang ekonomi Sulsel di tahun 216 akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan terjadi koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah. Tekanan inflasi Sulsel meningkat, dimana pada triwulan laporan tercatat 5,7% (yoy). Meskipun inflasi Sulsel berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun inflasi Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun 216. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan tekanan harga kelompok bahan makanan yang masih cukup tinggi, akibat bergesernya musim panen padi, terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah. Selain itu, pasokan terbatas akibat tingginya permintaan dari wilayah di luar Sulsel karena gagal panen di beberapa wilayah. Penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) menjaga inflasi tidak terdorong lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat serta kinerja sektor sekunder telah mendorong ekonomi Sulsel di triwulan I 216 Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Pada triwulan I 216, konsumsi rumah tangga dan rumah tangga tumbuh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh dari 5,36% (yoy) menjadi 5,28% pada periode laporan. Sementara investasi tumbuh 9,52% (yoy) dari periode sebelumnya (11,1%; yoy). Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Sektor-sektor tersebut mengalami peningkatan karena penguatan sektor-sektor sekunder dan tersier yang mencerminkan daya beli konsumen yang terjaga di Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF Keuangan Pemerintah Nominal realisasi belanja APBD Provinsi dan APBN menunjukkan peningkatan. Realisasi penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I 216. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 216 mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun. Sumber belanja berasal dari belanja operasional dan belanja transfer, dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,3 triliun, dengan peningkatan terbesar pada belanja modal dan belanja pegawai. Inflasi Tekanan harga meningkat, terutama berasal dari inflasi kelompok volatile food dan administered price. Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 216 tercatat 5,7% (yoy) lebih tinggi dari akhir 215 (4,49%, yoy), terutama berasal dari bahan makanan (volatile food). Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel. Selain itu, juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Dengan perkembangan tersebut, berdasarkan agregasinya, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 216 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok administered price dan volatile food, masing-masing karena kenaikan tarif angkutan udara dan pergeseran musim panen. Penanggulangan inflasi dilaksanakan melalui TPID dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM dan klaster komoditas pangan. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan berjalan dengan baik, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 216 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari perlambatan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dengan Makassar menjadi motor pertumbuhan industri perbankan. Risiko kredit terpantau relatif aman. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel mengalami penambahan. Pada triwulan I 216, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Kondisi demikian mendorong intermediasi perbankan meningkat dengan rasio LDR 122,94% lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu (121,5%). Searah dengan pertumbuhan perbankan umum, kinerja perbankan syariah juga menunjukkan perlambatan, namun disisi lain kinerja BPR mengalami percepatan pertumbuhan. Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kualitas kredit di sektor korporasi sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari NPL sedikit meningkat menjadi 6,81% pada triwulan I 216. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

9 RINGKASAN EKSEKUTIF Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sesuai siklus ekonomi, kinerja sistem pembayaran meningkat di triwulan I 216. Kebutuhan uang kartal diindikasikan menurun sebagaimana tercermin dari arus layanan uang tunai yang mengalami net inflow. Perkembangan kinerja Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR) meningkat pada triwulan I 216. Transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp5 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp4,74 triliun. Di sisi lain, jumlah uang yang keluar (outflow) dengan nilai yang menurun mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, sementara tingginya net inflow merupakan siklus di awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru. Bank Indonesia selalu meningkatkan pelayanan SPPUR 1 yang efektif dan handal. Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, dengan senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai, dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja di Sulsel meningkat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 216) lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 215 (5,8%). Penyerapan tenaga kerja yang baik tersebut, ditengarai sebagai implikasi dari dampak kebijakan pemerintah (dana desa dan paket kebijakan ekonomi). Di samping itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 216 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 215. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 215 meningkat dibanding September 214 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (1,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional. Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan II 216 dan keseluruhan 216 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional Perekonomian Sulsel pada triwulan II 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy), membaik dibandingkan 215. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 216 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga triwulan II 216 dan sampai dengan akhir 216 diperkirakan melemah, didukung peningkatan produksi pangan serta lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 216 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target 1 Penyingkatan SPPUR merupakan singkatan baru yang diterapkan pada tahun 215, sebelumnya penyebutan Sistem Pembayaran tunai. Sementara penyebutan SP mengarahkan pada Sistem pembayaran Non Tunai. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Rekomendasi Kebijakan Percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah, dan optimalisasi belanja pemerintah menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 216. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel. Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu; (b) Program peningkatan ekspor diiringi dengan peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat dan laut yang memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan; (c) Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya; (d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun; (e) Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang tertata, pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta penggunaan pembayaran nontunai. Sementara rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut: (a) Meyakinkan kepada para pemangku kebijakan terutama di tingkat daerah, bahwa terdapat indikasi telah terjadi praktik pembentukan harga beras yang jauh dari prinsip-prinsip pasar persaingan sempurna; (b) Mendorong pemerintah pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) agar merumuskan kebijakan dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak market failures; (c) Mendorong Pemerintah Provinsi untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO); (d) Memberikan masukan kepada pemerintah agar mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif; (e) Mendorong Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (f) Pemerintah perlu merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan; (g) Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan yang kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya; (h) Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan beras kualitas premium; (i) Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (j) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Sulsel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

11 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) MAKRO Indeks Harga Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) INDIKATOR - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 21 & SNA 28 51,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,95 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,729 11,88 14,29 9,89 12,293 13,15 15,191 1,582 12,722 14,526 15,982 1,727 12,842 Pertambangan dan Penggalian 3,16 3,292 3,496 3,436 3,45 3,498 3,793 3,971 3,533 3,78 4,251 4,34 3,623 Industri Pengolahan 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,89 8,91 8,773 8,951 9,692 9,126 Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 6,19 6,343 6,72 6,948 6,494 6,789 7,44 7,34 6,961 7,188 7,689 8,129 7,61 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,114 7,645 7,86 7,624 7,775 8,88 8,619 7,881 8,212 8,623 9,45 8,675 8,973 Transportasi dan Pergudangan 2,2 2,13 2,166 2,164 2,61 2,94 2,181 2,26 2,15 2,243 2,47 2,389 2,427 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 3,332 3,44 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,86 4,36 4,69 4,55 Jasa Keuangan 1,884 1,944 1,92 1,896 1,95 2,17 2,8 2,9 2,144 2,77 2,194 2,248 2,35 Real Estate 1,919 1,969 2,19 2,26 2,68 2,124 2,164 2,29 2,252 2,284 2,32 2,341 2,411 Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,471 2,51 2,644 2,667 2,51 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,27 2,864 Jasa Pendidikan 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,15 3,523 3,176 3,195 3,42 3,66 3,42 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,4 1,131 1,65 1,93 1,17 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** 51,268 54,46 57,699 54, Konsumsi 32,784 36,21 36,851 4,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,45 44,894 39, 2. Investasi 21,526 24,33 21,15 2,74 2,668 23,151 23,343 22,16 23,68 25,335 26,744 27,333 25, Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,41 15,995 14,45 13,861 13,733 14,663 1,31 8,24 4. Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,36 17,55 16,69 2,31 15,344 16,315 15,574 19,97 9,653 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar * 214** 215** 216** 51,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63, (15.43) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** 216**** BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,37 8,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 99,571 11,351 14,945 18,39 113,11 117,572 12, DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,24 49,917 53,717 52,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 64,339 66,112 66,42 68,867 72,433 78,467 78,342 Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 9,693 7,995 1,154 11,82 12,471 13,165 12,894 Tabungan 25,4 27,26 28,545 31,466 29,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 Deposito 13,259 13,536 14,115 14,97 15,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 19,819 2,69 22,118 22,166 22,472 23,91 26, Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 96,31 - Modal Kerja 2,516 22,85 22,385 25,56 25,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,73 37,51 - Investasi 1,25 1,588 1,997 11,38 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,5 17,476 2,538 2,41 - Konsumsi 24,44 25,597 27,77 29,335 3,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 35,159 35,877 36,45 36,436 37,558 37,713 38,759 LDR % % % % 13.72% % 13.78% % 13.45% % 125.6% % % % % 121.5% % Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 96,31 - Pertanian 96 1,128 1,171 1,215 1,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 1,435 1,56 1,63 1,788 2,33 2,461 2,681 - Pertambangan Industri pengolahan 3,468 3,94 4,8 5,25 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 4,283 4,747 5,35 5,19 5,34 7,487 7,239 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 2,65 2,448 2,582 2,674 2,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 4,173 4,366 4,746 4,92 5,417 5,491 5,483 - Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,27 19,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 25,748 27,33 27,92 29,3 29,373 31,424 31,959 - Pengangkutan 1,744 1,73 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 2,951 2,82 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 - Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,15 3,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,37 4,24 4,221 4,117 - Jasa Sosial Masyarakat 1,57 1,485 1,372 1,44 1,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 2,115 2,34 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 - Lain-lain 26,7 27,45 28,781 3,684 31,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 35,48 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38, Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,24 2,27 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,31 28,51 3,641 31, Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,88 7,892 8,698 - Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,26 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,88 4,249 4,479 4,674 5,38 5,144 5,542 6,329 - Investasi ,27 1,48 1,44 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,29 9,819 9,877 1,37 1,123 1,329 1,885 11,35 1,893 11,161 11,58 12,412 12,433 - Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,76 5,678 6,492 5,624 5,75 5,862 6,76 6,48 6,683 6,596 6,86 7,39 7,188 7,265 - Investasi 3,369 3,85 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,3 4,541 5,224 5,169 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,71 6,18 7,66 8,534 1,132 9,932 1,148 1,52 11,46 1,586 1,757 1,313 1,461 1,42 1,337 9,979 - Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,25 6,872 7,278 7,79 7,822 7,68 7,82 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 - Investasi 1,125 1,232 1,347 2,16 2,349 2,927 3,6 2,87 2,972 3,224 2,96 2,954 2,825 2,763 2,77 2,76 2,781 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.5% 3.8% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.4% 4.26% 4.43% BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3,377 3,689 3,977 4,524 4,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,975 7, DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 1,578 1,635 1,817 2,63 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 Giro Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,57 1,667 1,765 1,761 Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,36 1,49 1, Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,76 3,52 3,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,75 5,684 5,817 - Modal Kerja ,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 - Investasi ,15 1,17 1,152 1,143 - Konsumsi 1,887 2,96 2,192 2,544 2,868 3,17 3,255 3,34 3,282 3,423 3,27 3,181 3,81 3,33 3,8 3,6 3,15 FDR 174.8% 18.63% % % 181.4% % % % 162.4% 174.2% % % % % 17.2% % % Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH I II III IV I II III IV I II III IV I KAS Inflow (Rp Miliar) 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,562 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 Uang Kertas 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,561 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,98 2,248 3,73 4,93 3,28 1,49 Uang Kertas 1,715 2,885 5,31 4,159 2,343 3,826 5,637 4,96 2,247 3,699 4,927 3,22 1,485 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) ,316 TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 14,448 17,42 18,77 2,54 15,66 21,374 22,719 25,647 19,951 26,79 19,338 14,217 To / Incoming (Rp Miliar) 32,767 36,12 37,614 41,48 27,887 33,669 38,96 41,348 21,897 31,935 4,378 From - To (Rp Miliar) 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 1,97 11,845 3,778 4,272 3,478 TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,737 9,976 1,239 1,67 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 1,492 11,363 13,952 18,226 Volume Kliring* (Lembar) 284,3 285,559 28,922 29,332 26,69 266,25 26,914 28, , , , , ,867 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) , ,27 1,617 4,28 8,917 Volume Kliring Kredit (Lembar) 36,457 34,774 37,895 41,13 29,191 28,625 3,355 32,94 34,547 32,94 53,395 86, ,841 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) ,378 2,178 Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 9,18 9,4 9,365 9,62 8,89 8,978 9,41 1,393 8,87 9,465 9,746 9,673 9,39 Volume Kliring Debet (Lembar) 247,573 25, ,27 249,22 23, ,4 23, ,47 227,93 246, , , ,26 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 4,126 4,18 4,5 4,19 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,38 3,993 3,614 3,59 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,549 7,531 7,92 6,659 7,114 7,119 6,765 6,8 6,48 6,621 6,274 6,3 6,4 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,94 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,31 5,12 4,72 4,686 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. GRAFIK INDIKATOR 15% 13% 11% 9% 7% 5% 3% 1% -1% Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional 11.27% Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional 2.92% II III IV I II III IV I * 215** 216** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 21 Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) 11% 1% 9% 8% Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) 7.41% 7% 6% 5% 4% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 4.92% 3% II III IV I Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 21 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stok Net Ekspor PDRB II III IV I II III IV I Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Sektor Lainnya PDRB %yoy II III IV I Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Inflasi Nasional (yoy) BI Rate Inflasi Sulsel (yoy) II III IV I (Rp Triliun) Aset Kredit Lokasi Bank DPK Lokasi Bank Pelapor LDR - Skala Kanan II III IV I % 19% 18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk * 215** 216** 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % % Penduduk Miskin - Skala Kanan (Ribu Orang) 1 95 Jumlah Penduduk Miskin * 215** 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % *) Data Februari 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka *) Data September 215 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

15 1. Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel pada triwulan I 216 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya mencapai Rp milyar (ADHB) atau Rp63.95 milyar (ADHK), tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 215 (7,24%; yoy). Peningkatan pertumbuhan perekonomian terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder. Pada triwulan I 216perlambatan pertumbuhan ekspor tidak sedalam impor. Volume maupun nilai ekspor menurun signifikan, terutama ekspor barang pertambangan. Disisi lain, terjaganya daya beli menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 216. Secara sektoral, pertumbuhan dikarenakan meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa keuangan dan pendidikan mengalami penguatan. Adapun penahan pertumbuhan berasal dari sektor primer, terutama perlambatan sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian dimana sektor-sektor tersebut mengalami perlambatan akibat pergeseran panen dan tren penurunan harga komoditars internasional khususnya nikel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216 9

16 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan I 216. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,24% (yoy) pada triwulan IV 215. Peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa keuangan dan pendidikan. Di sisi lain, kuatnya sektor unggulan Sulsel yaitu sektor konstruksi dan perdagangan besar dan eceran mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan daya beli masyarakat tetap terjaga dengan baik. Selain itu, pertumbuhan investasi yang meningkat pada triwulan didorong oleh kebijakan pemerintah yang telah memulai sebagian lelang proyek di akhir tahun % * 215** 216** yoy Nasional yoy Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 216 terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Pada triwulan I 216 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,28% (yoy), meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,36% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi LNPRT (4,66%; yoy), konsumsi pemerintah (2,8%; yoy), investasi (PMTB) (9,52%; yoy) dan perubahan inventori (55,1%; yoy). Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi pada periode laporan. Pada triwulan I 216 ekspor tercatat tumbuh negatif -4,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya -28,49% (yoy). Demikian pula impor juga mengalami kontraksi yang cukup dalam, dari sebelumnya tumbuh -1,94% (yoy) menjadi menjadi -37,9% (yoy) di triwulan laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* 214* 215** 216** I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

17 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI PMTB, 38.5% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB) Konsumsi Perubahan Inventori, 1.7% Konsumsi Pemerintah, 6.3% Net Exim, -4.14% Share PDRB Tw I 216 Konsumsi LNPRT, 1.3% Konsumsi RT, 56.4% Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar baik di triwulan I 216 maupun secara keseluruhan 215. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 5% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai diatas 3% pada triwulan I 216. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi diatas 5% adalah konsumsi pemerintah (di atas 5%). Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor (-4,14%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan inventori (1%). Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, di antaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Total konsumsi triwulan I 216 tumbuh 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,56% (yoy). Konsumsi rumah tangga berperan dalam pertumbuhan konsumsi di triwulan ini dengan pertumbuhan 5,28% (yoy, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 5,36% (yoy). Sementara itu, konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 2,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 11,9% (yoy). Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 216 menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang relatif terjaga menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi periode laporan. Harga BBM yang relatif stabil dan TTL yang turun pada turut mendorong konsumsi rumah tangga. Paket kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang agresif, didorong oleh sejumlah proyek multiyear mendorong optimisme dan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi sehingga daya beli terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari nilai rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 216 yang meningkat (>1) sebesar 116,44 dari sebelumnya 18,37. Serupa dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) mengalami kenaikan sebesar 12,95 dari periode sebelumnya 12,37. Realisasi belanja pemerintah daerah lebih tinggi dibandingkan triwulan I 215. Realisasi belanja daerah pada triwulan I 216 tercatat 13,75% atau sebesar Rp637,88 miliar dari yang ditargetkan Rp6,74 triliun. Secara nominal realisasi belanja triwulan I 216 lebih tinggi dari triwulan I 215, yang tercatat sebesar Rp631,9 miliar atau 9,53% dari target Rp6,62 triliun. Disisi lain, sampai dengan triwulan I 216, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 22,83%, lebih rendah dibandingkan triwulan I 215 yang terealisasi 25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp1,56triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun. Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan Indeks Indeks Penjualan Eceran YOY gindeks - Skala Kanan 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

18 Rp Triliun % (yoy) Rp Triliun % (yoy) BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Penyaluran kredit konsumsi menunjukkan kinerja yang meningkat. Kredit konsumsi di triwulan I 216 tercatat tumbuh 9,22% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,36% (yoy). Peningkatan terjadi pada pertumbuhan kredit di hampir seluruh sektor, kecuali Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Kredit perlengkapan rumah tangga tumbuh 17,45% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 215 sebesar 3,89% (yoy). Kredit rumah tangga lainnya tumbuh signifikan menjadi 12,93% (yoy), dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 4,73%. Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) tumbuh dari 4,4% (yoy) menjadi 5,65% (yoy), dan kredit multiguna tumbuh dari 4,73% (yoy) menjadi 12,93% (yoy) pada periode laporan. Adapun KKB mengalami kontraksi -1,62% (yoy) Rp Triliun Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi %, yoy Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A Investasi Pertumbuhan investasi tetap kuat di triwulan I 216. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 9,52% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 (11,1%; yoy). Realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat tumbuh lebih lambat,12% atau Rp1,5 miliar pada triwulan I 216 dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai,14%. Di sisi lain, belanja modal APBN mengalami peningkatan pada periode laporan. Belanja modal APBN tercatat terealisasi sebesar Rp397,22 miliar atau 7,86% (yoy) dari target Rp19,3 triliun pada triwulan I 216, lebih tinggi dibanding triwulan I 215 yang terealisasi Rp12,36 miliar atau 1,56% (yoy) dari target Rp22,5 triliun. Belanja modal APBN didorong oleh penyerapan di sejumlah proyek oleh satuan kerja. Perlambatan investasi juga terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan kredit investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh -22,46% (yoy) terkontraksi dibandingkan periode sebelumnya 33,42% (yoy). Impor peralatan transportasi (industri) menurun cukup dalam sehingga menjadi salah satu faktor pertumbuhan negatif impor barang modal di periode laporan. Sementara dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi juga tercermin dari melambatnya penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 17,72% (yoy). 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

19 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Impor Barang Modal gimpor Barang Modal Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan US$ Juta %, yoy (5) (1) (15) Rp Triliun %, yoy (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi Selain dari sektor pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga menurun. Rendahnya investasi swasta di triwulan I 216 terlihat dari rencana proyek baru. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan I 216 sebagian besar berupa pembangunan gedung dan jalan. Proyek infrastruktur swasta yang di mulai pada triwulan laporan yaitu batas Kota Makassar - batas Kabupaten Bone road improvement dan ship building Kapal Ro-Ro 75 GT (lintas Kupang - Ndao). Pada komponen perubahan inventori, perlambatan pertumbuhan didorong oleh menurunnya inventori hasil olahan industri nikel. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan tumbuh 134,69% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 856,41% (yoy) di triwulan IV 215, yang disebabkan harga nikel yang terus menurun dan mengakibatkan harga realisasi rata-rata penjualan nikel turun, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel menahan pengiriman barang. Rp Milyar 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, - Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.1. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Sumber: Produsen, diolah Grafik Perubahan Inventori Produsen Nikel Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 215. Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II Panjang Dermaga 32 m Lapangan Kontainer 16 Ha Kapsitas 5. TEUs Total Investasi Rp. 1,8 T panjang dermaga IB 33 m Panjang Dermaga IC 35 m Kapasitas 1 juta TEUs Total Investasi Rp 7,5 T Panjang Dermaga 1. m Luas 112 ha Kapsitas 2 Juta TEUs Sumber: berbagai sumber, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar Parepare masih terkendala pembebasan lahan, sementara pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada bulan Oktober 216, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Proyek KA Makassar- Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2. km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km 2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 212 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun 3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun Konstruksi telah mencapai 1 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. Alokasi anggaran APBD Rp1 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api Groundbreaking pada bulan Maret 215 Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: April Smelter PT. B Total Investasi : USD 13 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 5. metrik ton per tahun 5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 3 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 3 ribu metrik ton per tahun 6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 8-25 KW tenaga listrik 7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai 8 Pelebaran Jalan Maros- Watampone 9 Pembangunan Elevated Road Segmen I 1 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata 11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road Total Investasi: Rp175 Miliar Underpass: 1.5 M Total Investasi: 125,52 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 251,249 Milyar / T (alokasi/kebutuhan) Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan) Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: Oktober 216 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 216 Studi Kelayakan Target selesai: 218 Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya Proyek ketahanan pangan pada dasarnya merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 215 Desember 219 APBN : ±2 Miliar Ags 215: Penandatanganan MOU Sept 215 : Pembebasan Lahan Des 215: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material) 2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 213 Desember 217 APBN : ±5 Miliar 3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 215 Desember 219 APBN : ±8 Miliar Groundbreaking pada bulan Maret : Pengadaan lahan (19,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 215 Desember 217 APBN : ±4 Miliar Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Ekspor dan Impor Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 216 Ekspor Sulsel di triwulan I 216 kembali terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -4,81% (yoy), lebih dalam dibandingkan dari kontraksi di triwulan IV 215 yang tercatat mencapai -28,49% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas, mengalami kontraksi -32,27% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -15,55% (yoy). Tidak berbeda dengan eskpor luar negeri, ekspor dalam negeri (DN) juga mengalami kontraksi. Di periode laporan, ekspor DN terkontraksi -44,9% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy). Ekspor DN sepanjang triwulan I 216 sebagian besar diperkirakan terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume muat barang dalam negeri di Pelabuhan Makassar masih mengalami kontraksi - 1,5% (yoy) meskipun tidak sedalam kontraksi di periode sebelumnya -22,54% (yoy). Volume Ekspor gvolume Ekspor - Skala Kanan gnilai Ekspor - Skala Kanan Ribu Ton 6 %; yoy (5) (1) ,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri gvolume Muat - Skala Kanan Ribu Ton %; yoy (1) (2) (3) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Penurunan kinerja ekspor tersebut tidak lepas dari penurunan kinerja ekspor Nikel. Ekspor Nikel sebagai komoditas yang menyumbang 47,4% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan I 216 mengalami perlambatan. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi -48,69% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -33,67% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan I 216, harga nikel mengalami kontraksi -4,89% (yoy), meskipun menguat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai -4,59% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Ribu Ton Ekspor Nikel Matte gekspor - Skala Kanan %, yoy (2) (4) (6) 25,. 2,. 15,. 1,. 5,.. $/mt Nikel %, yoy gharga - Skala Kanan 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% *) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Nikel Matte Sumber: World Bank Grafik Perkembangan Harga Nikel Selain nikel, beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami kontraksi di periode laporan. Beberapa komoditas seperti rumput laut, olahan kakao dan biji kakao tercatat mengalami kontraksi nilai ekspor. Nilai ekspor komoditas olahan kakao dan biji kakao mengalami kontraksi meskipun membaik -34,43% (yoy) dan -48,8% (yoy) dari triwulan sebelumnya -74,28% (yoy) dan -7,38% (yoy). Sementara nilai ekspor rumput laut menurun cukup dalam dari -18,38% (yoy) menjadi -35,2% (yoy). Menurunnya permintaan dari mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas tersebut. Menurunnya permintaan ekspor terkait dengan kondisi ekonomi negara mitra dagang utama yang masih lemah. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Zona Eropa, dan Korea Selatan menunjukkan penurunan kinerja ekonomi di triwulan I % YOY Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan 1% 5% % -5% -1% -15% Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sumber: Bloomberg Grafik Purchasing Managers Index Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan I 216 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -37,9% (yoy) lebih rendah dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari penurunan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh -15,72% (yoy) turun cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,33% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -3,43%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar di periode laporan mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 2,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya,74% (yoy). 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Total Volume Impor Juta Ton gvolume Impor (yoy) - Skala Kanan gnilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy (5) (1) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy (5) (1) (15) (2) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan I 216 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian. Nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD88,78 juta atau 71,76% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,9% dan 1,15%..48% Pangsa Triwulan I % Komoditas Pertanian: US$49,7 Juta 1.15% 27.9% Pangsa Triwulan I 216 Barang Modal: US$33,51 juta Komoditas Industri: US$178,6 Juta Bahan Baku: US$88,78 juta Komoditas Pertambangan: US$1,1 Juta Barang Konsumsi: US$1,42 juta 77.87% 71.76% Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.2. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Impor Menurut Kategori Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan I 216. Pada triwulan I 216, komoditas nikel matte mengambil pangsa 47,4% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel diikuti oleh coklat olahan dan ganggang laut dengan pangsa masing-masing 8,62% dan 7,97%. Untuk impor luar negeri, gandum merupakan komoditas impor terbesar di triwulan I 216. Pangsa gandum mencapai 28,97% dari total impor di triwulan I 216, makanan ternak lainnya (1,97%), dan mesin (boilers) penghasil tenaga uap (7,34%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor No Komoditas (HS) Triwulan I 216 Pangsa (USD) 1 NIKEL 18,715, % 2 COKLAT OLAHAN 19,769, % 3 GANGGANG LAUT 18,288, % 4 BUAH/SAYURAN OLAHAN 15,784, % 5 UDANG SEGAR/BEKU 12,9, % 6 IKAN OLAHAN 1,2, % 7 KAYU LAPIS 7,948, % 8 IKAN LAINNYA 6,37, % 9 INDUSTRI LAINNYA 5,372, % 1 BIJI COKLAT 4,94, % Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor No Komoditas (HS) Triwulan I 216 Pangsa (USD) 1 GANDUM 35,841, % 2 MAKANAN TERNAK LAINNYA 13,572, % 3 MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP 9,86, % 4 KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA 8,625, % 5 BESI/BAJA 8,39, % 6 MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 5,189, % 7 PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN 5,137, % 8 PRODUK KERAMIK 4,58, % 9 BAHAN KIMIA AN ORGANIK 3,346, % 1 PUPUK 3,27, % Sumber: Bea Cukai, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel masih ditujukan ke Jepang, sedangkan untuk impor didominasi oleh komoditas yang berasal dari Tiongkok. Di triwulan I 216, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 51,4% dari total ekspor Sulsel diikuti oleh Amerika Serikat (11,13%), dan Tiongkok (8,18%). Dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 34,51% dari total impor Sulsel diikuti oleh Australia (2,54%) dan Argentina (14,9%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor No Negara Tujuan Total Ekspor FOB (USD) Pangsa 1 JAPAN 117,92, % 2 UNITED STATES OF AMERICA 25,54, % 3 R.R.C. 18,754, % 4 MALAYSIA 16,28, % 5 VIETNAM 6,39, % 6 NETHERLANDS 5,152, % 7 HONGKONG 4,15, % 8 SOUTH KOREA 4,6, % 9 GERMANY 3,898, % 1 SAUDI ARABIA 3,648, % TOTAL EKSPOR 229,37,1 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor No Negara Asal Total Impor CIF (USD) Pangsa 1 R.R.C. 42,693, % 2 AUSTRALIA 25,41, % 3 ARGENTINA 18,433, % 4 ITALY 6,624, % 5 CANADA 6,495, % 6 THAILAND 4,656, % 7 SAUDI ARABIA 3,236, % 8 JAPAN 2,777, % 9 UNITED STATES OF AMERICA 2,367, % 1 UNITED KINGDOM 1,253, % TOTAL IMPOR 123,713,55 1.% Sumber: Bea Cukai, diolah Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun di triwulan I 216. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada periode pelaporan mencapai Rp3,64 triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp15,1triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak, serta barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 216 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi. Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan 25, 2, 15, 1, 5, (5,) (1,) (15,) (2,) (25,) Rp Miliar (2,) (4,) (6,) (8,) (1,) (12,) Rp Miliar Sumber: BPS Grafik Neraca Perdagangan Bersih Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri 1.3. Sisi Lapangan Usaha Meningkatnya beberapa sektor termasuk sektor utama yaitu industri pengolahan, menjadi salah pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 216. Sektor pengadaan listrik dan gas, industri pengolahan, transportasi dan pergudangan dan jasa pendidikan tercatat tumbuh lebih tinggi masing-masing mencapai 8,21% (yoy), 12,79% (yoy), 12,86% (yoy) dan 7,69% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pengadaan air (8,21%; yoy), penyediaan akomodasi dan makan minum (9,55%; yoy), jasa keuangan dan asuransi (9,58%; yoy), real estate (7,4%; yoy) dan jasa perusahaan (7,89%; yoy). Kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan besar melambat di triwulan I 216. Sektor pertanian tumbuh,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tumbuh tinggi mencapai 1,37% (yoy). Sektor lain yang tumbuh melambat yaitu pertambangan dan penggalian dari 8,38% (yoy) menjadi 2,55% (yoy), konstruksi dari 1,75% (yoy) menjadi 9,32% (yoy) dan perdagangan besar dari 1,8% (yoy) menjadi 9,27% (yoy), administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial dari 9,21% (yoy) menjadi 8,18% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari 1,55% (yoy) menjadi 9,55% (yoy), dan jasa lainnya dari 1,2% (yoy) menjadi 9,71% (yoy). 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar * 215** 216** I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Non Sektor Utama 13% Pertanian 22% 38% Share PDRB Tw I 216 Perdagangan Konstruksi 13% Industri Pengolahan 14% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB) Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan I 216. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 22%. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 1%. Sementara untuk sektor non utama merupakan gabungan dari sektor lainnya Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Dampak El Nino pada tahun 215 mengakibatkan perlambatan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan di triwulan I 216. Fenomena El Nino di Sulsel menyebabkan mundurnya musim tanam menjadi bulan November Desember 215 sehingga menyebabkan panen pertama menjadi bulan Maret 216 dan panen raya menjadi bulan April Mei 216. Mundurnya musim panen tersebut memengaruhi produksi beras di wilayah Sulawesi Selatan dan kinerja sektor ini. Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsekor perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami penurunan dari -1,6% (yoy) dari triwulan IV 215 menjadi -38,8% (yoy) di triwulan I 216. Secara nilai, total ekspor kakao juga masih menunjukkan kontraksi -19,28% (yoy) atau sebesar USD24,67 juta Juta Ton YOY 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan Kakao $/kg gharga - Skala Kanan %, yoy % 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan. Peningkatan ekspor perikanan tercatat baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 41,6% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (2,95% yoy). Secara nilai, ekspor perikanan tercatat tumbuh 14,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 215 yang tumbuh 11,17% (yoy). Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat pengaruh cuaca yang membaik sehingga tangkapan ikan meningkat JutaTon YOY 4% 2% % -2% -4% -6% -8% -1% -12% Juta USD YOY 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Komoditas Ikan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Komoditas Ikan Meskipun sektor pertanian mengalami perlambatan, hal ini searah dengan kinerja penyaluran kredit ke sektor pertanian. Di triwulan I 216, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 41,37% (yoy) atau mencapai Rp2,37 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 215 yang tumbuh 42,4% (yoy). Pertanian gkredit Pertanian Rp Triliun %, yoy Grafik Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian melambat di triwulan I 216. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,4% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 15,56% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan mengalami perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,9 juta atau tumbuh -5,12% (yoy) pada periode laporan, dari -51,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Volume ekspor pertambangan tumbuh dari -52,97% (yoy) menjadi -5,37% (yoy) pada triwulan I 216 atau 8,7 juta ton. 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

27 Ribu Ribu BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Juta Ton %, yoy (5) (1) (15) Juta USD %, yoy (5) (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.3. Volume Ekspor Pertambangan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Pertambangan Volume produksi hasil tambang mengalami kontraksi meski membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja sektor pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 214. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan IV 215 berada pada level USD8.57 per metrik ton turun -4,89% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya yang turun -4,59% (yoy). Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Produksi Nikel dalam Matte Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Penjualan Nikel dalam Matte Perlambatan sektor pertambangan dan penggalian seiring dengan penurunan kinerja produksi nikel. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan berasal dari penurunan kinerja industri pengolahan Nikel, dimana salah satu produksidan penjualan Nikel terbesar di Sulsel menurun di triwulan I 216. Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar metrik ton atau tumbuh -3,33% (yoy), lebih rendah dari peningkatan di periode sebelumnya yang mencapai 8,34% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang menurun, hasil penjualan Nikel dalam matte terkontraksi -8,94% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 12,13% (yoy). Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan poisitif di triwulan I 216. Di periode triwulan I 216, kredit sektor tambang tumbuh 1,5% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi -14,82% (yoy). 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% gyoy Nikel Timah Seng Timah Hitam Pertambangan gkredit Pertambangan Rp Triliun %, yoy (2) (4) Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang Sumber: LBU, diolah Grafik Kredit Sektor Pertambangan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

28 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat di triwulan I 216. Sektor industri pengolahan tumbuh 12,79% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 215 yang mencapai 9,2% (yoy). Industri Besar dan Sedang (IBS) serta Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi pendorong pertumbuhan. Hal ini terindikasi dari peningkatan Indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang semula tumbuh 1,87% (yoy) di triwulan IV 215 naik menjadi 2,32% (yoy) di periode laporan (5) (1) (15) IMK IBS %, yoy Juta USD YOY % 6% 4% 2% % -2% -4% -6% Ekspor Industri Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Hasil Industri Meskipun sektor industri pengolahan mengalami peningkatan, namun kredit sektor industri pengolahan justru mengalami perlambatan. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat mencapai Rp7,98 triliun atau tumbuh 36,95% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 53,8% (yoy). Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di tahun 215, sehingga perusahaan industri pengolahan belum meningkatkan produksinya di triwulan I Industri Pengolahan gkredit Industri Pengolahan Rp Triliun %, yoy (1) (2) (3) (4) Sumber: LBU Grafik Kredit Industri Pengolahan Ekspor komoditas hasil industri mengalami perlambatan. Sejalan dengan kredit sektor industri pengolahan, nilai ekspor hasil industri di triwulan I 216 terkontraksi cukup dalam dari -25,78% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi -35,35% (yoy) atau sebesar USD178,6 juta Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan 16,14% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 13,57% (yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari hasil liaison kepada PT PLN Wilayah Sulserabar yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah pelanggan dan jumlah daya yang terjual di periode laporan. Meskipun demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dapat disebabkan oleh proyek sektor listrik baru akan dimulai pada triwulan III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

29 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Rp Triliun Listrik, Gas, dan Air gkredit Listrik, Gas, dan Air %, yoy (5) Sumber: LBU Grafik Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air Lapangan Usaha Pengadaan Air Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 5,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,74% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan telah masuknya musim hujan pada bulan November Maret 216 sehingga sumber air tersedia dalam jumlah yang cukup Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan I 215, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan siklus belanja pemerintah yang menurun di awal tahun. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 9,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 1,75% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi dan indikator pendukung lainnya didorong oleh realisasi belanja modal pemerintah yang minim. Hingga akhir periode triwulan I 216, realisasi belanja APBD mencapai Rp926 milyar atau 13,75% dari pagu anggaran. Meskipun demikian, angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun 215 yang mencapai 9,53%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp2,38 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 215 sebesar Rp2,8 triliun. Realisasi belanja APBN yang tinggi menjaga pertumbuhan sektor konstruksi. 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% % YOY Semen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Penjualan Eceran Semen Perlambatan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi pengadaan semen di triwulan I 216 mencapai 542 ribu ton, tumbuh 14,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan IV 216 (16,19%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 9,38% (yoy), dari triwulan IV 215 yang tercatat 27,19% (yoy). Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran komoditas semen yang menunjukkan penurunan di triwulan laporan. Indeks penjualan eceran semen tumbuh 5,84% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 55,95% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

30 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Ribu Ton Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) grealisasi - Skala Kanan %, yoy (5) Konstruksi gkredit Konstruksi Rp Triliun %, yoy Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pengadaan Semen Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Sektor Konstruksi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat di triwulan I 216. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 9,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 1,8% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp32,48 triliun atau tumbuh 12,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 215 sebesar 13,58% (yoy). Kembalinya masyarakat ke aktivitas normal setelah rangkaian perayaan hari besar keagamaan (tahun baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi faktor perlambatan pertumbuhan di sektor ini. Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, serta kelompok barang budaya dan rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis Perdagangan gkredit Perdagangan Rp Triliun %, yoy %YOY 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Barang Lainnya Barang Budaya & Rekreasi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Barang Eceran Riil Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 12,86% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,7% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh,9% (yoy). Aktivitas pergudangan mengalami peningkatan. Aktivitas penggudangan meningkat seiring dengan peningkatan volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Aktivitas pergudangan diindikasikan mendorong pertumbuhan sektor ini. Di sisi lain, moda transportasi udara mengalami penurunan yang cukup tinggi. Sepanjang triwulan I 216, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan peningkatan yang signifikan, berkebalikan arah dengan pertumbuhan penumpang angkutan laut yang justru mengalami kontraksi. 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

31 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Rp Triliun Pengangkutan gkredit Pengangkutan %, yoy (1) (2) Ribu 1,2 1, Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Pengangkutan Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gtotal Bongkar & Muat Ribu Ton Volume Muat Barang Dalam Negeri %, yoy (5) (1) (15) Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri gpenumpang - Skala Kanan Ribu Orang 4 %, yoy (1) (2) (3) Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi pada triwulan I 216. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 9,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,66% (yoy). Berlangsungnya perayaan tahun baru cina (imlek), hari besar keagamaan lain (hari raya nyepi) menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor ini Indeks YOY Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja sektor pariwisata. Meskipun pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara masih mengalami kontraksi, namun mengalami perbaikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai orang atau tumbuh -6,7% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh -15,23% (yoy). Di sisi lain, berdasarkan hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, mendorong hotel untuk menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

32 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Jumlah Kedatangan Wisman gwisman - Skala Kanan 6. % 6, 5, 4, 3, 2, 1, Orang %, yoy (1) (2) (3) (4) TPK Sulsel Sumber: BPS, diolah Grafik 1.5. Jumlah Wisatawan Mancanegara Sumber: BPS, diolah Grafik Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,18% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan IV 215 yang tumbuh 8,69% (yoy). Perlambatan sektor ini diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat pasca kegiatan natal dan tahun baru. Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan perlambatan dari 191,27 pada triwulan IV 216 menjadi 183,3 pada triwulan laporan Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 9,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya (7,56%; yoy). Terjaganya kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel pada triwulan I 216 yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu aset dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp12,83 triliun atau tumbuh 15,14% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan totalaset pada triwulan sebelumnya 117,57 triliun. Sementara kredit tercatat tumbuh 12,68% (yoy) menjadi Rp12,28 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 11,26triliun Indeks % YOY Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate tercatat menguat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 7,4% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,1% (yoy). Peningkatan di sektor ini sejalan dengan menguatnya kondisi ekonomi di periode laporan yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti residensial. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menguat menjadi 39,3 pada triwulan I 216 dibandingkan triwulan sebelumnya (34,26). Peguatan terjadi pada seluruh rumah tipe kecil, menengah dan besar. 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 1 8 %, qtq II III IV I* Umum Kecil Menengah Besar Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,89% (yoy) di triwulan I 216, lebih tinggi dari periode sebelumnya tahun 215 yang tecatat 7,4% (yoy). Hal ini searah dengan pertumbuhan kredit kepada jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 14,62% (yoy), dari periode sebelumnya hanya tumbuh 1,89% (yoy) Rp Triliun Jasa Dunia Usaha gkredit Jasa Dunia Usaha %, yoy (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh melambat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,18% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,21% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh melambat di triwulan I 216, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan I 215, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 22,83%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 215 yang mencapai 25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan I 216 telah mencapai Rp1,56 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan I 216, realisasi pengeluaran telah mencapai 13,75% atau sebesar Rp926miliar. Meskipun secara persentase hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I 215 yang tercatat 9,53% atau Rp631 miliar dari target belanja Rp6,62 triliun Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh lebih meningkat di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,69% (yoy) di triwulan I 216, tumbuh signifikan dibandingkan periode triwulan IV 215 yang tumbuh 2,35% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Januari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 216 di beberapa tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang meningkat Indeks YOY 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% Indeks YOY 3% 2% 1% % -1% -2% -3% Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Alat Tulis Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,55% (yoy) di triwulan I 216, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 1,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan berasal dari penurunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat Jasa Sosial Masyarakat gkredit Jasa Sosial Masyarakat Rp Triliun %, yoy (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

35 Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Konstruksi Perdagangan Trasportasi & Komunikasi Keuangan Jasa BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Boks 1.A. Aglomerasi Kawasan Perkotaan Mamminasata Konsep aglomerasi didasari dari Marshall (192) mengenai penghematan aglomerasi atau industri yang terlokalisir (localized industries). Aglomerasi ekonomi muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlagsung lama dalam jangka panjang sehingga masyarakat dapat memperoleh keuntungan jika mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Aglomerasi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut karena tercipta efisiensi produksi. Selain itu, menurut Perroux (1955) dalam growth pole theory (teori kutub pertumbuhan), pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat sebagai pusat pertumbuhan meski dengan intensitas berbeda. Sesuai dengan Perpres 55 tahun 211, Sulawesi Selatan memiliki kawasan metropolitan Mamminasata (Kota Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar) menjadi proyek percontohan pengembangan tata ruang terpadu di Indonesia. Luas kawasan ini dipersiapkan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Konsep pusat kegiatan pengembangan Mamminasata dipusatkan menjadi 4 yaitu (1) Pusat Logistik dan Industri Pengolahan; (2) Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi; (3) Pusat Perikanan dan Kelautan; (4) Pusat Real Estate. Konsep Pusat Logistik dan Industri Pengolahan berada di kawasan New Port Makassar, Kawasan Industri Maros (KIROS), Kawasan Industri Makassar-Maros (KIMAMA II), dan kawasan aerocity. Konsep Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi berada di Kawasan Center Point of Indonesia, sementara Konsep Pusat Perikanan dan Kelautan berada di Kawasan Industri Takalar (KITA), dan Konsep Pusat Real Estate berada di Kota Baru Mamminasata dan Kawasan Pendidikan Terpadu Mamminasata 2. Pengembangan kawasan Mamminasata sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur mendorong migrasi di wilayah ini. Jika dilihat penduduk migrasi 3 kawasan Mamminasata tahun 214 berasal dari Sulsel, Sultra, Kaltim, Sulut dan Papua Barat, dengan sebagian besar berpendidikan SD dan SMA 4. Sektor jasa dan Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi lapangan kerja utama bagi penduduk migran. Pekerja yang terserap pada sektor Jasa umumnya adalah migran dengan karaktersitik pendidikan tinggi. Sementara itu, mayoritas migran (umumnya pendidikan rendah) akan terserap pada sektor diluar jasa dengan tingkat pendapatan di bawah UMK 5. Kawasan Aglomerasi Mamminasata Total Migrasi pap, 3.2 ±6. pabar, 3.4 sulsel, dki, 2.5 ntt, 2.7 sulteng, 2.7 sulut, 3.9 kaltim, 4.2 sultra, 5.9 Lainnya, 14.8 Gambar 1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata Grafik1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % dibawah UMK diatas UMK D4/S1 23% D1/D2/D3 4% S2/S3 2% SD 27% SMA 28% SMP 16% Grafik1.A.2. Pendapatan Migran berdasarkan Sektor Grafik1.A.3. Pendidikan Migran 2 Dinas Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan 3 Migrasi Risen: tempat tinggal saat ini berbeda dengan tempat tinggal 5 tahun lalu 4 Sumber data: Susenas (214), diolah 5 UMK : Rp1.8. (BPS, 214) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

36 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

37 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 216 mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari anggaran sebesar Rp6,74 triliun. Sumber realisasi belanja sebagian besar berasal dari belanja operasional dan transfer dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,3 triliun, dengan peningkatan terbesar pada belanja modal dan belanja pegawai. Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I 216. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

38 BAB 2 Keuangan Daerah 2.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 216, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulsel diperkirakan mencapai Rp6,51 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,1%, APBD Kabupaten/Kota 57,4%, dan APBN di Sulsel 31,4% (Grafik 2.1). APBD KAB/ KOTA; Rp34.749; 57,4% ANGGARAN 216 (Rp miliar) APBN; Rp19.28; 31,4% APBD PROVINSI; Rp6.735; 11,1% APBD KAB/ KOTA; Rp3.954,4 ; 54,5% REALISASI TW I 216 (Rp miliar) APBN; Rp2.379; 32,8% APBD PROVINSI; Rp926; 12,8% Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 216 (* Angka Anggaran Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir) Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan I 216 (* Angka Realisasi Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir) Sampai dengan triwulan I 216, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada triwulan I 216 mencapai Rp3,95 triliun atau 54,5% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 32,8% dari total realisasi belanja. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp926 miliar atau 12,8% dari total realisasi belanja (Grafik 2.2) Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Nilai realisasi pendapatan Provinsi Sulsel pada triwulan I 216 mengalami penurunan. Jumlah realisasi pendapatan pada triwulan I 216 mencapai Rp1,56 triliun lebih rendah dari periode yang sama 215 (Rp1,67 triliun). Secara nominalpendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp623,18miliar atau 39,86% dari total pendapatan. Nilai PAD yang masih rendah mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 216 masih belum signifikan terhadap penambahan PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi pendapatan transfer mencapai Rp94,2 miliar meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp698,76 miliar. Peningkatan yang cukup tinggi ini, mengindikasikan bahwa transfer dana dari pemerintah pusat kepada Sulsel telah turut menopang ekonomi Sulsel di triwulan I % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp miliar Rp636 Rp599 Rp634 Rp699 Rp474 Rp51 Rp597 Rp664 Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel Rp94 Rp623 Tw I-212 Tw I-213 Tw I-214 Tw I-215 Tw I-216 Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

39 BAB 2 Keuangan Daerah Perkembangan Realisasi Pendapatan Persentase 6 realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 216 baru mencapai 22,83% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih rendah dari pencapaian triwulan I tahun lalu sebesar 25,87%. Secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan I 216 sebesar Rp1,56 triliun, lebih rendah dari triwulan I tahun lalu (Rp1,67 triliun). Penurunan pendapatan bersumber dari realisasi PAD, terutama komponan lain-lain PAD yang sah (dengan komponen pendapatan hibah) sebesar Rp15,51 miliar (8,3%) lebih rendah dari triwulan I 215 (Rp72,11 miliar atau 39,39% dari target). Namun untuk pendapatan pajak dan pendapatan retribusi masing mengalami peningkatan secara nominal, masing-masing menjadi Rp588,41 miliar (18,71%) dan Rp19,26 miliar (22,21%). PENDAPATAN U R A I A N Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel ANGGARAN 215 (Rp Miliar) REALISASI TRIWULAN I 215 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 216 NOMINAL % REALISASI 216 NOMINAL % REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432,7 663,54 19,33% 3.511,64 623,18 17,75% - Pendapatan Pajak Daerah 3.67,5 578,72 18,87% 3.145,44 588,41 18,71% - Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 12,72 13,66% 86,71 19,26 22,21% - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,1 -,% 92,58 -,% - Lain-lain PAD yang Sah 183,6 72,11 39,39% 186,91 15,51 8,3% PENDAPATAN TRANSFER 2.988,42 698,76 23,38% 3.328,11 94,2 28,25% - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 -,% 281,79 67,53 23,97% - DAU 1.18,1 393,34 33,33% 1.394,15 464,72 33,33% - DAK 278,36 -,% 425,8,12,3% Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 35,43 24,47% 1.227,9 47,83 33,24% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66,6,25% 11,82,83 7,1% JUMLAH PENDAPATAN 6.445, ,79 25,87% 6.851, ,21 22,83% Realisasi pendapatan transfer pada triwulan I 216 mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentase dibandingkan dengan triwulan I tahun lalu. Persentase realisasi pendapatan transfer tahun lalu 23,38% dengan nominal Rp698,76 miliar, sementara realisasi tahun ini 28,25% dengan nominal sebesar Rp94,2 miliar. Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. DBH triwulan I 216 telah mencapai Rp67,53 miliar (23,97%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. DAU telah mencapai Rp464,72 miliar (33,33%), meningkat dari triwulan I tahun lalu sebesar Rp393,34 miliar (33,33%). DAK baru mencapai Rp12juta (,3%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp47,83 miliar (33,24%), sementara triwulan I tahun lalu sebesar Rp35,43 miliar (24,47%). Demikian pula pada pos lain-lain pendapatan yang sah, tercatat sebesar Rp83 juta (7,1%), lebih tinggi dari triwulan I 215 yang baru sebesar Rp6 juta (,25%) Belanja Struktur Realisasi Belanja Porsi realisasi belanja transfer triwulan I 216 meningkat dibandingkan triwulan I tahun sebelumnya. Porsi realisasi belanja transfer menunjukkan peningkatan menjadi 26,2% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari realisasi triwulan I 215 sebesar 13,8% (Rp 87,19 miliar). Pada triwulan I 216, porsi belanja operasional menjadi 73,7% (Rp682,49 miliar) lebih rendah dari triwulan I 215 sebesar 86,% (Rp542,47 miliar). Sementara kontribusi belanja modal masih relatif rendah,,11% atau senilai Rp 1,5 miliar, lebih rendah dari porsi realisasi triwulan I 215 sebesar,23% atau Rp1,44 miliar. 6 Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

40 BAB 2 Keuangan Daerah 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp135 Rp4 Rp31 Rp Rp21 Rp87 Rp243 Rp1 Rp9 Rp488 Rp527 Rp574 Rp542 Rp682 Rp miliar Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel Rp1 Tw I-212 Tw I-213 Tw I-214 Tw I-215 Tw I-216 Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Perkembangan Realisasi Belanja Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 216 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 215. Realisasi belanja pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun. Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan I 215 sebesar Rp631,9 miliar atau secara persentase 9,53% dari target sebesar Rp6,62 triliun. BELANJA Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 215 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I NOMINAL % REALISASI 216 NOMINAL % REALISASI BELANJA OPERASIONAL 4.34,27 542,47 12,5% 4.444,69 682,49 15,36% - Belanja Pegawai ,8 16,24% 1.235,45 197,95 16,2% - Belanja Barang ,87 3,69% 1.445,46 55,84 3,86% - Belanja Bunga 29 6,51 22,38% 39,5 6,31 15,97% - Belanja Hibah , 23,32% 1.324,5 422,39 31,9% - Belanja Bantuan Keuangan 478,23 -,% 4,22 -,% BELANJA MODAL 1.5,56 1,44,14% 882,28 1,5,12% - Belanja Tanah 112,3 -,% 25,25 -,% - Belanja Peralatan & Mesin 158,6 1,13,71% 149,95 1,1,68% - Belanja Gedung dan Bangunan 154,41,5,3% 143,85 -,% - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82,2,% 544,85,3,1% - Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19,,2% 1,52 -,% - Aset Lainnya 17,51,23 1,33% 16,86,,2% BELANJA TIDAK TERDUGA 4,5 -,% 24,75 -,% JUMLAH BELANJA 5.35,33 543,9 1,17% 5.351,72 683,54 12,77% TRANSFER 1.269,19 87,19 6,87% 1.383,43 242,78 17,55% TOTAL BELANJA 6.619,51 631,9 9,53% 6.735,15 926,33 13,75% SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 1.36,7-596,71% 116,42 637,88 547,91% PEMBIAYAAN U R A I A N PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 39,73 153,24 49,47% 5, -,% PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136, 34, 25,% 5, -,% JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 119,24 68,63% - -,% Realisasi belanja operasional triwulan I 216 yang bersifat rutin, tercatat lebih tinggi dari triwulan I 215. Total pos belanja operasional hingga awal 216 terealisasi Rp682,49 miliar (15,36%), meningkat dibandingkan triwulan I 215 sebesar Rp542,47 miliar (12,5%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja barang 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

41 BAB 2 Keuangan Daerah dan hibah masing-masing Rp55,84 miliar (3,86%) dan Rp422,39 miliar (31,9%) dari Rp51,87 miliar (3,69%) dan Rp296 miliar (23,32%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja pegawai dan belanja belanja bunga menjadi masing-masing Rp197,95 miliar (16,2%) dan Rp6,31 miliar (15,97%) dari Rp188,8 miliar (16,24%) dan Rp6,51 miliar (22,38%). Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada triwulan I 216 lebih kecil dibandingkan realisasi pada triwulan I 215. Pada triwulan I 216 realisasi belanja modal baru mencapai,12% atau sebesar Rp1,5 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun lalu sebesar,14% atau Rp1,44 miliar. Belanja modal yang telah terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif minimal, masing-masing sebesar Rp1,1 miliar (,68%)dan Rp3 juta (,1%). Di sisi lain, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami peningkatan. Realisasi transfer pada triwulan I 216 tercatat 17,55% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari triwulan I tahun sebelumnya 6,87% (Rp87,19 miliar). Peningkatan transfer ke Kabupaten/Kota diharapkan juga diserap dengan baik dan akan meningkatkan ekonomi di daerah masing-masing. Pada triwulan I 216, masih terjadi surplus Rp637,88 miliar. Surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan yang direncanakan (Rp116,42 miliar). Hal ini disebabkan karena penyerapan belanja masih belum optimal, sementara dari sisi pendapatan transfer telah diperoleh sesuai dengan polanya Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-sulsel Struktur Realisasi Belanja Di tingkat Kabupaten dan Kota, realisasi belanja operasional mendominasi pengeluaran dibanding komponen lainnya. Porsi belanja operasional 215 mencapai Rp18,58 triliun (73,7%), sementara belanja modal sebesar Rp6,14 triliun (24,3%), transfer sebesar Rp47,83 miliar (1,9%), dan belanja tidak terduga sebesar Rp16,66 miliar (,1%). Belanja Modal Rp6,14T (24,3%) Transfer RP47,83M (1,9%) Belanja tidak terduga Rp16,66M (,1%) Belanja Operasi Rp18,58 T (73,7%) Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi total belanja APBD Kabupaten/Kota pada 215 tergolong relatif tinggi. Persentase realisasi belanja mencapai Rp25,22 triliun (83,52%) dari yang dianggarkan Rp3,2 triliun.pendorong cukup tingginya persentase realisasi belanja terutama berasal dari belanja operasional sebesar Rp18,58 triliun. Penyerapan tertinggi (>9%) terdapat di Kab. Luwu Timur, Kota Palopo, Kab. Pangkep, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Luwu Utara, Kab. Maros, dan Kab. Gowa. Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp6,14 triliun. Penyerapan tertinggi (>9%) terdapat di Kab. Pangkep, Kab Gowa dan Kab. Pinrang. 7 Realisasi untuk triwulan I 216 belum diperoleh. Pembahasan masih dari realisasi 215, dari 21 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kab.Toraja Utara, Kab.Tana Toraja, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kota Parepare, Kab.Barru, Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Pangkep, Kab. Maros, Kota Makasar, Kab. Gowa, dan Kab. Takalar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

42 BAB 2 Keuangan Daerah Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja 215 APBD Kabupaten dan Kota se-sulsel Anggaran 215 (Rp miliar) Realisasi 215 (Rp miliar) Realisasi Anggaran 215 (%) Kabupaten/Kota Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Kab. Luwu Timur 868,71 482, ,63 875,52 427, ,16 1,78 88,65 96,34 Kab. Pangkep 888,38 44, ,43 82,6 44, ,99 92,31 91,91 92,14 Kab. Gowa 1.152,59 413, , ,71 382, ,5 9,12 92,35 9,55 Kab. Pinrang 937,48 35, ,37 837, 317, ,83 89,28 9,48 89,57 Kab. Luwu Utara 918,77 186, ,41 83,7 158,3 991,1 9,41 84,66 89,41 Kab. Kepulauan Selayar 613,6 223,36 838,37 564,16 182,5 747,75 91,94 81,7 89,19 Kab. Bantaeng* 62,39 79,96 683,35 532,91 61,83 64,53 88,47 77,32 88,47 Kab. Bone 1.467,87 336,57 2.2, ,2 31, ,52 85,31 89,49 87,15 Kab. Bulukumba 1.124,64 385, ,33 999,75 322, ,8 88,9 83,52 87, Kab. Sinjai* 579,26 135,73 717,98 512,45 14,95 619,27 88,47 77,32 86,25 Kab. Jeneponto* 759,39 2,63 965,93 671,8 155,14 831,92 88,47 77,32 86,13 Kab. Maros 854,7 362, ,36 771,51 275,9 1.47,73 9,33 76,5 86, Kab. Enrekang 711,14 323, ,88 629,79 256,89 886,68 88,56 79,29 85,6 Kota Palopo 657,31 229,1 887,3 621,85 137,38 759,23 94,61 59,99 85,57 Kab. Luwu 844,26 315, ,2 737,45 221, ,63 87,35 7,33 84,22 Kab. Sidenreng Rappang 746,23 465, ,52 678,4 333, ,78 9,86 71,54 83,69 Kota Makassar 2.683,61 779, , ,7 667, ,63 82,58 85,74 83,25 Kab. Toraja Utara 638,82 199,47 84,33 55,18 135,66 687,43 86,12 68,1 81,8 Kab. Wajo 961,41 469, ,2 81,79 324, ,81 83,4 69,22 79,71 Kab. Soppeng 812,48 283, 1.96,87 584,32 223,97 88,41 71,92 79,14 73,7 Kab. Barru 685,47 372,36 1.6,83 52,95 263,96 766,9 73,37 7,89 72,29 Kab. Tana Toraja 7,55 34, ,79 554,65 175,26 73,6 79,17 51,43 7,1 Kab. Takalar 852,93 263, ,71 647,43 133,66 87,51 75,91 5,66 69,81 Kota Pare-Pare 647,32 299,14 949,46 353,7 171,3 525,18 54,64 57,26 55,31 Total 21.78, , , , , ,84 85,61 77,32 83,52 *) Angka perkiraan Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Sebagian besar Kabupaten/Kota merealisasikan APBD-nya relatif tinggi. Rata-rata persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota mencapai 83,52%, dimana 16 Kabupaten/Kota diantaranya mampu merealisasikan di atas persentase rata-rata. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kabupaten Luwu Timur (96,34%), sementara realisasi terendah dicapai oleh Kota Parepare (55,31%). Penyerapan belanja Kabupaten dan Kota menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Realisasi belanja modal pada APBN di Sulsel triwulan I 216 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 215. Pada triwulan I 216, porsi belanja modal mengalami peningkatan menjadi 16,7% (Rp397,22 miliar), dari triwulan I tahun lalu 5,77% (Rp12,36 miliar). Sementara porsi belanja pegawai mencapai 57,61% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp6,89 triliun. Porsi belanja pegawai ini relatif turun dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai 58,85% (Rp1,23 triliun). Sementara, porsi belanja barang tercatat 25,52%, relatif naik dibandingkan triwulan I 215 (2,25%). Sementara itu, porsi belanja untuk bantuan sosial pada triwulan I 216 turun signifikan di kisaran,17% (Rp4,6 miliar) pada triwulan I 216 dari realisasi triwulan I 215 sebesar Rp315,41 miliar. 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

43 BAB 2 Keuangan Daerah 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp166,48 Rp49,89 Rp4,6 Rp132,93 Rp315,41 Rp28,56 Rp12,85 Rp397,22 Rp24,6 Rp12,36 Rp451,39 Rp34,79 Rp39,42 Rp421,96 Rp67,1 Rp886,22 Rp978,42 Rp1.14,11 Rp1.226,54 Rp1.37,43 Rp miliar Tw I 212 Tw I 213 Tw I 214 Tw I 215 Tw I Perkembangan Realisasi Belanja Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel Persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada triwulan I 216 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I 215. Pada triwulan I 216, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 12,5%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan I 215 (9,25%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan I 216 tercatat Rp2,38 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar Rp2,8 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini dikarenakan himbauan untuk penyelesaian pembayaran dan optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya. Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada triwulan I 216, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp1,37 triliun atau 19,88% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan I tahun lalu, baik secara persentase (18,4%) maupun secara nominal (Rp1,23 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 8,64% dan7,86%, meningkat dibandingkan triwulan I tahun lalu masing-masing 6,43%dan 1,56%. Sementara itu, belanja bantuan sosial mengalami penurunan menjadi sebesar 7,87% (Rp4,6miliar), dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar 19,9% (Rp315,41 miliar). Sementara itu, realisasi transfer untuk Dana Desa belum terealisasi sesuai tahapan 8. U R A I A N Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja ANGGARAN 215 Realisasi s/d Triwulan I 215 ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan I 216 Nominal % Realisasi 216 Nominal % Realisasi Belanja Pegawai 6.666, ,54 18,4% 6.893, ,43 19,88% Belanja Barang 6.562,7 421,96 6,43% 7.29,32 67,1 8,64% Belanja Modal 7.722,19 12,36 1,56% 5.53,65 397,22 7,86% Belanja Bantuan Sosial 1.584,6 315,41 19,9% 51,62 4,6 7,87% JUMLAH BELANJA , ,28 9,25% 19.28, ,72 12,5% 2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah 9 pada triwulan I 216 cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama peran transfer pemerintah pusat. Rasio pendapatan transfer terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I 216 tercatat 1,7%, lebih tinggi dari triwulan I 215 yang tercatat,89%. Sementara itu, rasio PAD terhadap PDRB ADHB memperlihatkan sedikit penurunan pada 8 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.7/215 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 4% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 2% (dua puluh per seratus). 9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

44 BAB 2 Keuangan Daerah triwulan I 216 (,71%) dibandingkan triwulan I 215 sebesar,85% (Grafik 2.7). Hal ini sebagai indikator bahwa peran transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I ,2 1,,8,6,4,2 - % 1,18 1,1,92,89 1,7,88,86,87,85,71 Tw I-212 Tw I-213 Tw I-214 Tw I-215 Tw I-216 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada triwulan I 216, untuk stimulus ekonomi daerah 1 cenderung meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 216 sebesar 3,3%, lebih tinggi dari triwulan I 215 yang tercatat 2,79%. Tingginya rasio belanja operasional searah dengan masih kuatnya investasi pemerintah pada triwulan I 216. Rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 216 meningkat menjadi,45% dari,16% pada triwulan I 215. Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan kawasan permukiman yang dilakukan pada awal 216 telah mendorong peran belanja modal. 3,4 3,3 3,2 3,1 3, 2,9 2,8 2,7 2,6 2,5 %,39,47,19,16 3,29 3,5 3,9 2,79,45 3,3 Tw I-212 Tw I-213 Tw I-214 Tw I-215 Tw I-216 Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan %,5,45,4,35,3,25,2,15,1,5-1 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

45 BAB 2 Keuangan Daerah Boks 2.A. Forum Fiskal-Moneter: Perkuat Ekonomi Regional Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal pada 5 April 216. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sinergitas yang mencerminkan terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kegiatan tersebut diperuntukkan khusus bagi pegawai terutama pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta staf ahli DPRD. Capacity building ini rencananya akan diselenggarakan di 5 kota besar di Sulsel yang dilakukan secara bergiliran. Pembagian wilayah mengacu pada wilayah zona Inflasi Sulsel yaitu Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara, Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare) dan Zona Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba). Sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulawesi Selatan (mencapai sekitar 7%), Kota Makassar dan wilayah zona inflasinya, didaulat sebagai zona pertama yang mengawali kegiatan capacity building. Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pegawai/pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup mengenai ekonomi, moneter dan fiskal. Dengan pemahaman yang cukup, diharapkan mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah. Selain itu, dengan memiliki bekal pemahaman moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian Inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pegawai/pejabat pemerintah daerah diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Gambar 2.A.1. Keynote Speech Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Gambar 2.A.2. Kegiatan Capacity Building Gambar 2.A.3. Peserta Kegiatan Capacity Building Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

46 BAB 2 Keuangan Daerah HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

47 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 216 tercatat 5,7% (yoy) lebih tinggi dari akhir 215 (4,48%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh kelompok bahan makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel.Selain itu, juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Berdasarkan agregasinya, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 216 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok administered price dan volatile food, masing-masing karena kenaikan tarif angkutan udara dan pergeseran musim panen. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM dan klaster komoditas pangan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

48 BAB 3INFLASI 3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 216 meningkat, searah dengan peningkatan inflasi Nasional. Inflasi Sulsel di triwulan I 216 tercatat 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir tahun 215 yang tercatat 4,48% (yoy). Angka inflasi Sulsel di triwulan laporan tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar 4,45% (yoy). Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel. Selain kelompok Bahan Makanan, kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi adalah kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Sementara itu, penurunan harga di tiga kelompok komoditas lainnya menjadi faktor penahan inflasi Sulsel tidak bergerak lebih tinggi. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 11 Berdasarkan kelompok komoditas, peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan menjadi penyebab peningkatan tekanan inflasi di triwulan I 216. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 12,46% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 8,78% (yoy). Kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi adalah kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Sementara itu, tiga kelompok komoditas lainnya yaitu kelompok Makanan Jadi, kelompok Perumahan, Kelompok Sandang, kelompok Kesehatan, dan kelompok Transpor mengalami penurunan tekanan inflasi diperiode laporan. Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Sumber: Badan Pusat Statistik 11 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

49 BAB 3 INFLASI Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan I 216, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi meningkat dari 8,78% (yoy) pada akhir tahun 215 menjadi 12,46% (yoy) di triwulan I 216. Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada 5 subkelompok, yaitu subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok sayur-sayuran, subkelompok bahan makanan, subkelompok ikan segar, subkelompok daging dan hasil-hasilnya, dan subkelompok buah-buahan. Inflasi peningkatan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok bumbu-bumbuan dari -19,73% (yoy) di akhir tahun 215 menjadi 33,94% (yoy) di triwulan I 216. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Lebih rinci di tingkat komoditas, beras dan cabai menjadi komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di triwulan I 216. Beras tercatat inflasi 9,17% (yoy) dan memberikan andil,45% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwlan I 216. Sementara cabai rawit tercatat inflasi 76,32% (yoy) dan memberikan andil,25%. Varian cabai lainnya, yaitu cabai merah juga mengalami inflasi sebesar 61,2% (yoy) dengan andil inflasi,9%. Selain tiga komoditas tersebut, komoditas lain yang tercatat memberikan andil inflasi adalah tomat sayur dan ikan bandeng. Kedua komoditas ini memberikan andil inflasi masing-masing,2% dan,19% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwulan I 216. Terbatasnya pasokan akibat siklus pertanian yang belum memasuki masa panen menjadi penyebab meningkatnya tekanan inflasi di kelompok bahan makanan. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim panen di awal tahun 216. Padi diperkirakan baru akan memasuki musim panen di akhir Maret hingga awal April 216. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga terkendala akibat siklus pertanian yang baru memasuki musim tanam di periode laporan. Beras masih menjadi masalah utama inflasi di awal tahun 216. Diperiode laporan, beras tercatat mengalami inflasi 9,17% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 215 (18,32%; yoy), namun beras masih menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan andil inflasi,45% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulsel. Selain itu, tingginya inflasi beras juga disebabkan oleh belum optimalnya manajemen stok baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kekuatan pedagang dalam menentukan harga, banyaknya pedagang dari luar Sulsel yang langsung membeli beras di petani, dan fungsi Sulsel sebagai pemasok Beras di berbagai provinsi turut mengerek tingkat harga Beras di Sulsel (lihat boks 3.A) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada akhir triwulan I 216 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan,88% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,82% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok dengan penurunan tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dari 7,37% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 6,2% (yoy) di triwulan I 216. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

50 BAB 3INFLASI Lebih rinci ke tingkat komoditas, 26 dari 49 komoditas di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditasketupat/lontong sayur, rendang, roti manis, kembang gula dan coklat bubuk instan tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi ini tertahan oleh kenaikan harga di beberapa komoditas terutama di lima komoditas penyumbang inflasi terbesar yaitumie, martabak, nasi dengan lauk, gula pasir, dan estercatat sebagai lima komoditas utama penyumbang inflasi di periode laporan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan I 216, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan dibandingkan akhir tahun 215. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat 3,4% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 4,13% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok biaya tempat tinggal dan subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Di periode laporan, kedua subkelompok ini mengalami inflasi masingmasing sebesar 2,85% (yoy) dan 1,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di periode sebelumnya yang secara berurutan mengalami inflasi masing-masing 3,87% (yoy) dan 3,86% (yoy). Di sisi lain, dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok perlengkapan rumah tangga dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi di periode laporan dari masing-masing 4,8% (yoy) dan 5,5% (yoy) di akhir tahun 215 menjadi 6,65% (yoy) dan 5,9% (yoy) di triwulan I 216. Lebih rinci per komoditas, 33 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, piring, dan lampu neon. Andil inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing,121% (yoy),,12% (yoy),,8% (yoy),,52% (yoy),,29% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,9% (yoy),,41% (yoy),,13% (yoy),,6% (yoy), dan,1% (yoy) di triwulan laporan. Selain itu, terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu besi beton dan batu bata/batu tela dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar -1,9% (yoy) dan -,1% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah tukang bukan mandor, kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, tempat tidur, dan lemari pakaian. Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing,6% (yoy), -,7% (yoy),,9% (yoy),,2% (yoy), dan,11% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,135% (yoy),,46% (yoy),,55% (yoy),,41% (yoy), dan,46% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial Penurunan tekanan inflasi di perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakarsecara langsung disebabkan olehpenurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar. Pada awal 216, pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.7/liter dan Rp7.3/liter menjadi Rp5.95/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.15/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 216. Pada golongan 1.3 VA dan 2.2 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kwh) atau sebesar Rp1.392 per kwh dari tarif Januari sebesar Rp1.49 per kwh. Sementara, tarif listrik tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kwh, menjadi 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

51 BAB 3 INFLASI Rp1.7,15 per kwh, dari Rp1.71 per kwh. Penurunan tarif listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) pada periode Desember 215 yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik periode Februari 216 mengalami penurunan. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel. Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan I 216 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 39,3 dengan pertumbuhan 9,87% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,12% (yoy) Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di periode laporan, tingkat inflasi kelompok ini tercatat 5,89% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan IV 215 yang tercatat 6,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki, subkelompok sandang wanita, dan subkelompok sandang anak-anak. Inflasi ketiga subkelompok ini tercatat secara berurut 5,87% (yoy), 6,18% (yoy), dan 7,17% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat secara berurut 6,24% (yoy), 6,54% (yoy), dan 8,82% (yoy). Sementara itu, subkelompok barang pribadi dan sandang lain tercatat menalami peningkatan tekanan inflasi dari 3,61% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 4,83% (yoy) di periode laporan. Lebih rinci per komoditas, 32 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalahgaun/terusan, celana panjang jeans, pembalut wanita, kaos kaki, dan popok bayi. Andil inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing,67% (yoy),,67% (yoy),,67% (yoy),,32% (yoy), dan,29% (yoy) di periode laporan menjadi masing-masing,2% (yoy),,1% (yoy),,32% (yoy),,3% (yoy), dan,% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 37 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi terbesar adalah baju kaos berkerah, tas tangan wanita, emas perhiasan, blus, celana dalam wanita. Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing,2% (yoy),,12% (yoy),,% (yoy),,1% (yoy), dan,1% (yoy) di triwulan IV 215 nenjadi masing-masing,64% (yoy),,44% (yoy),,2% (yoy),,16% (yoy), dan,14% (yoy). Peningkatan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional.peningkatan harga emas disebabkan oleh trend harga emas global yang mulai meningkat dalam 2 triwulan terakhir. Meskipun masih tercatat kontraksi, harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -7,91% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi -3,12% (yoy) di angka USD1.18/troy oz pada triwulan laporan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan I 216.Pada triwulan laporan, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,2% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan, dan subkelompok Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

52 BAB 3INFLASI perawatan jasmani dan kosmetika. Di periode laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 3,14% (yoy); 1,81% (yoy); dan 3,3% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing 15,8% (yoy); 4,52% (yoy); dan 3,69% (yoy). Penurunan inflasi dikelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dari 1,68% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 1,6% (yoy) di periode laporan. Lebih rinci per komoditas, 22 dari 4 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah kaca mata plus/minus, tarip gunting rambut wanita, obat dengan resep, tarip puskesmas, dan deodorant. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing,42% (yoy);,42% (yoy);,25% (yoy);,11% (yoy); dan,12% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,1% (yoy);,13% (yoy);,2% (yoy);,% (yoy); dan,2% (yoy) diperiode laporan. Di sisi lain, dari 18 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan andil inflasi terbesar adalah bedak, dokter spesialis, tarip gunting rambut pria, dokter umum, dan creambath. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi dari,1% (yoy);,4% (yoy);,% (yoy);,1% (yoy); dan,% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi,24% (yoy);,21% (yoy);,16% (yoy);,14% (yoy); dan,6% (yoy) Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga juga mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan I 216.Penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan inflasi di subkelompok pendidikan, subkelompok perlengkapan/perlengkapan pendidikan, subkelompok rekreasi, dan subkelompok olahraga. Keempat subkelompok tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,83% (yoy);,94% (yoy); 1,62% (yoy); dan 3,88% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing 3,64% (yoy);,45% (yoy); 1,11% (yoy); dan 3,8% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok kursus/kursus dan pelatihan. Subkelompok ini mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 2,89% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 2,97% (yoy) di triwulan laporan. Lebih rinci per komoditas, 19 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah tabloid, biaya foto copy, pakaian olah raga anak, majalah berkala/dewasa, dan personal komputer/desktop. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing,1% (yoy);,7% (yoy);,1% (yoy);,1% (yoy); dan,3% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,% (yoy);,3% (yoy);,% (yoy);,1% (yoy); dan,% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 11 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan andil terbesar adalah taman kanakkanak, kursus komputer, sepeda anak, flash disk, dan vcd / dvd player. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan andil inflasi dari masing-masing,8% (yoy);,1% (yoy);,% (yoy);,% (yoy); dan,5% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,1% (yoy);,2% (yoy);,1% (yoy);,% (yoy); dan,6% (yoy) di periode laporan. Sementara itu, 14 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

53 BAB 3 INFLASI Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan I 216, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di periode laporan, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi,99% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh inflasi di subkelompok transport dan jasa keuangan. Inflasi kedua subkelompok diperiode laporan mencapai 3,37% (yoy) dan 1,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mencapai -2,26% (yoy) dan,% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan harga di subkelompok komunikasi dan pengiriman dan subkelompok sarana dan penunjang transport yang tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari -,1% (yoy) dan 9,38% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi -,5% (yoy) dan 7,4% (yoy) di periode laporan. Lebih rinci per komoditas, 1 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah bensin, angkutan dalam kota, biaya administrasi kartu atm, tarip sewa motor, dan angkutan antar kota. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi masing-masing dari -,64% (yoy); -,19% (yoy);,% (yoy);,3% (yoy); dan -,2% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,2% (yoy);,5% (yoy);,1% (yoy);,5% (yoy); dan,% (yoy). Di sisi lain, dari 14 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, lima komoditas utama yang memberikan andil penurunan inflasi adalah angkutan udara, mobil, pemeliharaan/service, tarip parkir, kendaraan dan carter/rental. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari,233% (yoy);,154% (yoy);,2% (yoy);,24% (yoy); dan,79% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi masing-masing,113% (yoy);,86% (yoy);,11% (yoy);,17% (yoy); dan,73% (yoy) di periode laporan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3.3. Inflasi Menurut Kota IHK 12 Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 216 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi hampir di seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Di triwulan laporan, Makassar, Palopo, Parepare, dan Watampone tercatat mengalami peningkatan inflasi. Keempat kab/kota tersebut tercatat mengalami inflasi masing-masing 6,38% (yoy); 4,47% (yoy); 3,82% (yoy); dan 1,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 5,18% (yoy); 3,38% (yoy); 1,58% (yoy); dan,97% (yoy). Di sisi lain, peningkatan inflasi Sulsel tertahan oleh Bulukumba yang tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari 2,17% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 2,16% di periode laporan. Tekanan inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah, khususnya untuk komoditas pangan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan jalur distribusi yang relatif panjang. 12 Mulai Januari 214, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

54 BAB 3INFLASI Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawasi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.1% 5.25% 4.27% 4.2% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.5% 4.98% Palopo.22%.21%.25%.24%.25%.24%.4%.34%.4%.47%.26%.57%.44%.44%.46%.22%.29% Parepare.22%.21%.24%.24%.24%.23%.39%.33%.39%.39%.21%.66%.46%.49%.46%.11%.27% Watampone.2%.19%.22%.22%.23%.22%.36%.31%.45%.47%.26%.47%.33%.25%.25%.6%.11% Bulukumba.38%.39%.2%.26%.17%.17%.23%.6%.6% Sulawasi Selatan 4.6% 3.85% 4.48% 4.4% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.7% 8.39% 4.48% 5.7% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bulukumba kembali menunjukan perbaikan pengendalian inflasi. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 214, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 14,1% (yoy) di awal 214 menjadi 2,17% (yoy) di akhir 215, inflasi Bulukumba kembali tercatat membaik di awal tahun 216 ini di angka 2,16% (yoy). Meskipun secara level inflasi Bulukumba bukan yang terendah, namun daerah ini merupakan daerah paling progresif dalam perbaikan inflasi. Sementara itu, Kota Makassar yang merupakan kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih memiliki inflasi tertinggi di Sulsel di triwulan I 216 yaitu 6,38% (yoy). Di triwulan laporan, komoditas utama yang menjadi penyebab peningkatan inflasi di Makassar adalah beras, cabai rawit, bendeng, dan ikan layang. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan pasokan bahan makanan khususnya beras. Di tiga kota IHK, yaitu Makassar, Parepare, dan Bulukumba, beras masuk dalam lima komoditas utama penyumbang inflasi di kota tersebut. Mundurnya musim tanam akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim panen di awal tahun 216. Padi diperkirakan baru akan memasuki musim panen di akhir Maret hingga awal April 216. Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo 1 Beras Mie Bandeng/Bolu Beras Tomat Sayur 2 Cabai Rawit Angkutan Dalam Kota Pisang Rokok Kretek Bawang Merah 3 Bandeng/Bolu Beras Cabai Rawit Rokok Kretek Filter Angkutan Antar Kota 4 Layang/Benggol Nasi dengan Lauk Layang/Benggol Mobil Bahan Bakar Rumah Tangga 5 Tomat Sayur Bahan Bakar Rumah Tangga Asam Pisang Daging Ayam Ras 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

55 BAB 3 INFLASI 3.4. Disagregasi Inflasi 13 Peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 216 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok administered price dan volatile food. Kelompok administered price dan volatile food tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi dari masing-masing -1,74% (yoy) dan 9,29% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 1,98% (yoy) dan 13,24% (yoy) di periode laporan. Sementara itu, kelompok inflasi inti (core) tercatat relatif stabil, dimana kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 4,32% (yoy) di periode laporan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi Peningkatan inflasi kelompok administered price didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara. Angkutan udara tercatat mengalami inflasi 15,22% (yoy) dengan andil,23% (yoy). Banyaknya libur panjang akhir pekan di penghujung triwulan I 216 mengakibatkan peningkatan permintaan disektor angkutan udara. Komoditas lain yang tercatat menjadi penyumbang inflasi tertinggi di kelompok administered price adalah Bahan Bakar Rumah Tangga, Angkutan Dalam Kota, dan Rokok Kretek Filter. Ketiga komoditas ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 3,43% (yoy); 2,81% (yoy); dan 1,11% (yoy) dengan andil masing-masing,6% (yoy),,5% (yoy), dan,2% (yoy) terhadap total inflasi tahunan Sulsel. Penurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar menahan peningkatan inflasi kelompok administered price di periode laporan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan I 216. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.7/liter dan Rp7.3/liter menjadi Rp5.95/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.15/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 216. Pada golongan 1.3 VA dan 2.2 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kwh) atau sebesar Rp1.392 per kwh dari tarif Januari sebesar Rp1.49 per kwh. Sementara, tarif listrik tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kwh, menjadi Rp1.7,15 per kwh, dari Rp1.71 per kwh. Penurunan tariff listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) pada periode Desember 215 yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik periode Februari 216 mengalami penurunan. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel. Sumber: Pertamina Sumber: World Bank Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik Harga Minyak Mentah Global Pada kelompok volatile food, faktor musim mempengaruhi tingkat inflasi bahan pangan utama, khususnya beras. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim panen di awal tahun 216. Padi diperkirakan baru akan memasuki musim panen di akhir Maret hingga awal April 216. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang 13 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

56 BAB 3INFLASI merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga terkendala akibat siklus pertanian yang baru memasuki musim tanam di periode laporan. Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil (4,32%; yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat peningkatan permintaan. Selain itu, masih tingginya biaya bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya komoditas berbahan baku kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor Koordinasi Pengendalian Inflasi Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui melalui TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota. Selama triwulan I 216, terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan (Tabel 3.5). Tabel 3.5.Kegiatan TPID Triwulan I 216 NO TPID TEMPAT KEGIATAN TANGGAL KET 1 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Grand Clarion Makassar 3 Maret 216 Rapat Teknis Pada 3 Maret 216, telah dilaksanakan Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel untuk pertama kali di Tahun 216. Rapat tersebut mengagendakan pembahasan persiapan kegiatan HLM TPID Provinsi Sulsel dan Kab/Kota se Sulsel. Selain itu, pada rapat teknis ini juga membahas konsep roadmap TPID Sulsel yang akan digunakan sebagai acuan pengambilan kebijakan pengendalian inflasi di Sulawesi Selatan. 5 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

57 BAB 3 INFLASI Boks 3.A. Identifikasi Faktor-faktor Pembentuk Harga Beras di Sulsel Dalam Kaitannya Dengan Upaya Pengendalian Inflasi Inflasi di Sulsel selama ini lebih banyak dipicu dari sisi supply. Kenaikan harga pada komoditas volatile food tertentu yang sering memicu inflasi diantaranya adalah ikan (bandeng), cabe merah, bawang merah dan beras. Faktor pemicu kenaikan harga untuk tiga komoditi pertama lebih dikarenakan kurangnya pasokan (supply shock) terutama pada bulanbulan tertentu, sebagai akibat dari gagal panen atau penurunan hasil panen yang disebabkan oleh faktor musim atau gangguan hama. Sementara itu, kenaikan harga beras yang juga sering memicu inflasi di Sulsel selalu menimbulkan pertanyaan, mengingat Sulsel sebenarnya merupakan salah satu daerah penghasil/sentra produksi beras di Indonesia. Untuk mengurai penyebab inflasi yang bersumber dari kenaikan harga beras, tentu diperlukan data dan informasi yang akurat mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga beras, antara lainsistem produksi, pengadaan, manajemen stok serta distribusi, sistem pemasaran beras yang tidak sempurna, atau bergesernya pola konsumsi beras seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan pemerintah. Harga rata-rata GKP yang diterima petani Sulsel (215) dari pedagang pengumpul (swasta) tercatat sebesar Rp4.327, per kilogram, lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp3.7, sebagai patokan Perum BULOG dalam menyerap gabah petani. Adanya selisih harga yang relatif tinggi menyebabkan petani Sulsel umumnya lebih memilih menjual gabah kepada pedagang pengumpul (swasta) dibanding menjual ke Perum BULOG. Selain itu juga didorong faktor sosio-psikologis petani kepada pedagang pengumpul, yang umumnya juga sebagai pihak pemberi pinjaman/modal usaha, serta terbatasnya pengetahuan petani terhadap jalur pemasaran beras. Alasan lainpetani lebih senang menjual dalam bentuk GKP karena selain segera mendapatkan pembayaran secara tunai, dan petani tidak perlu mengeluarkan tenaga/ongkos pengeringan dan ongkos angkut ke penggilingan Rp/Kg Grafik 3.A.1. Perkembangan Harga GKP Di Petani dan Harga Gabah Dunia Harga Gabah Dunia (Paddy Glutinous) Harga GKP Penggilingan Harga GKP Petani HPP GKP Petani (Rp3.7/kg) Harga Gabah Dunia (Paddy White Rice) Grafik 3.A.2. Perkembangan Harga Beras Di Konsumen Dan Harga Beras Dunia Harga beras di Sulsel pada 215 jauh lebih tinggi dari harga beras dunia. Harga rata-rata beras di tingkat konsumen sebesar Rp8.923, per kilogram, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga beras dunia yang hanya sebesar Rp4.638, (lihat Grafik 3.A.2). Harga beras yang harus dibayar konsumen di Sulsel ini 15,% lebih tinggi dari harga beras di tingkat penggilingan. Sementara bila dibandingkan dengan harga GKP di tingkat petani (Rp4.327,), harga beras di tingkat konsumen telah mengalami lonjakan harga yang sangat mencolok yaitu naik sebesar Rp4.596, atau 16,2%. Selisih harga yang sangat lebar antara harga GKP yang diterima petani dengan harga beras yang harus dibayar konsumen, mencerminkan proses pembentukan harga beras di Sulsel tidak berjalan efisien. Inefisiensi terjadi tidak hanya di tingkat petani (kepemilikan lahan kecil-kecil, harga pupuk dan obat-obatan mahal, produktivitas rendah), akan tetapi justru sebagian besar terjadi di tingkat penggilingan dan perdagangan. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan pasar beras di Sulsel diindikasikan tidak bekerja secara sempurna. Dalam pembelian GKP pasar cenderung monopsonis, sementara dalam sistem pemasaran beras di Sulsel diindikasikan terjadi praktik yang mengarah pada oligopoli. Sistem perdagangan beras yang terindikasi mengarah ke pratik oligopoli terlihat dari cara penetapan harga beras. Pihak Grosir selaku pemasok beras ke pengecer di Sulsel dan juga pemasok ke Provinsi lain/antar pulau, dalam menetapkan harga jual beras di tingkat konsumen di Sulsel tampaknya selalu melihat kondisi pasar, terutama perkembangan harga beras di Provinsi lain/antar pulau, selain juga mempertimbangkan kebijakan impor beras yang ditempuh pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dari pola pergerakan harga beras di Sulsel yang cenderung berjalan searah Rp/Kg Harga Beras Konsumen Sulsel HPP Beras Bulog (Rp7.3/kg) Harga Beras Dunia (Thai Broken 5%) Harga Beras Dunia (Vietnam 5%) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

58 BAB 3INFLASI dengan pola pergerakan harga beras di Provinsi lain/antar pulau yang selama ini menjadi target pemasaran beras dari Sulsel (Grafik 3.A.3) Rp/kg Rp/kg Sulsel Surabaya Samarinda Ambon Jayapura Sulsel Palu Kendari Manado Gorontalo Grafik 3.A.3. Perbandingan Harga Beras Di Tingkat Konsumen Di Sulsel Dan Harga Beras Di Wilayah Lain Sementara itu, dari hasil analisis sisi permintaan (demand) disimpulkan kenaikan pendapatan belum merubah pola pengeluaran. Pendapatan per kapita masyarakat Sulsel meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian Sulsel yang relatif baik (Tahun 215 tumbuh 7,15%), namun peningkatan pendapatan tersebut belum merubah pola pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi bahan makanan, yang tercatat masih stabil di kisaran 51,2% (lihat Grafik 5). Hal ini berarti separo lebih dari pendapatan masyarakat Sulsel masih dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan primer berupa bahan makanan, termasuk diantaranya beras. Dengan demikian, dalam konteks Sulsel, tampaknya belum berlaku hukum Engel s 14. Melihat pola konsumsi masyarakat Sulsel yang belum berubah, maka permintaan terhadap bahan makanan (termasuk beras) pada kondisi saat ini dan beberapa tahun ke depan diprediksikan masih tetap tinggi. Oleh karena itu, agar tidak terjadi excess demand terhadap bahan pangan yang berpotensi dapat memicu inflasi, maka Pemerintah Provinsi Sulsel harus mampu menjaga kecukupan pasokan bahan makanan (khususnya beras), dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Grafik 3.A.4. Pendapatan Per Kapita dan Pola Konsumsi Masyarakat Sulsel 14 Engel s Law menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka konsumsi terhadap pangan pangsanya akan semakin menurun dari total konsumsi dan pendapatan. 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

59 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 216 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari perlambatan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dengan Makassar menjadi motor pertumbuhan industri perbankan. Risiko kredit terpantau relatif aman. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel mengalami penambahan, namun terdapat penguranganjumlah kantor. Pada triwulan I 216, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Kondisi demikian mendorongintermediasi perbankan meningkat dengan rasio LDR 122,94% lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu (121,5%). Searah dengan pertumbuhan perbankan umum, kinerja perbankan syariah juga menunjukkan perlambatan, namun disisi lain kinerja BPR mengalami percepatan pertumbuhan. Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK.Kualitas kredit di sektor korporasi sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari NPLsedikitmeningkat menjadi 6,81%pada triwulan I 216. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

60 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1. Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 216, jumlah bank umum di Sulsel mengalami penambahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan I 216 tercatat sebanyak 52 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Jumlah kantor mengalami pengurangan pada triwulan I 216. Jumlah kantor keseluruhan mencapai 977 kantor, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 985 kantor. Pengurangan tersebut terdiri dari 8 (delapan) Kantor Cabang (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR RINCIAN Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor BPR Aset Perbankan Pertumbuhan total aset bank umum pada triwulan I 216 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat sebesar Rp12,83 triliun, tumbuh 15,14% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 16,1% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan aset di kelompok bank swasta nasional yang tumbuh 6,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 8,71%. Sementara itu, total aset kelompok bank pemerintah tercatat tumbuh 21,85% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan total aset bank asing dan bank campuran justru mengalami kontraksi -23,57% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -21,91% (yoy). Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Aset Menurut Kelompok Bank I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Total Aset ,99 97,572 99,571 11,35 14,944 18,39 113,11 117,572 12,832 Bank Pemerintah ,67 57,579 58,5 58,165 61,182 63,739 67,472 7,874 74,549 Bank Swasta Nasional ,66 39,391 4,398 42,462 43,112 44,12 45,14 46,161 45,786 Bank Asing dan Bank Campuran (9.54) (7.19) (21.91) (25.86) (23.57) Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 216 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,34 triliun atau tumbuh 17,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 18,69% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatanpertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pada komponen Giro yang tumbuh 26,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 64,69%.Namun demikian, tabungan mengalami pertumbuhan menjadi 13,1% pada triwulan pelaporan. Sementara deposito tumbuh 21,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 11,61% (yoy).menurunnya DPK diperkirakan efek dari pencairan dana di rekening giro untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 216. Kredit tercatat tumbuh 12,9% (yoy) menjadi Rp96,31 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,67% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan modal kerja. Kelompok kredit tersebut tumbuh masing-masing 21,59% (yoy) dan 14,44% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 26,47% (yoy) dan 16,82% (yoy). 15 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 214, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

61 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 7,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,12%. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit antara lain disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit disektor industri pengolahan dan perdagangan yang tumbuh masing-masing 43,77% (yoy) dan 14,47% (yoy) pada triwulan I 216, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 57,71% (yoy) dan 16,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor listrik/gas/air mengalami kontraksi -19,81% (yoy) di triwulan pelaporan. Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I DPK ,162 61,42 64,339 66,112 66,419 68,867 72,433 78,467 78,342 a. Giro ,99 9,73 9,693 7,994 1,154 11,82 12,471 13,165 12,894 b. Tabungan ,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 c. Deposito ,726 18,54 19,819 2,689 22,118 22,166 22,472 23,91 26,859 Kredit ,874 79,336 8,463 83,56 85,33 87,563 89,911 94,981 96,31 a. Modal Kerja ,257 29,62 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,73 37,51 b. Investasi (1.98) ,642 15,467 15,457 16,24 16,482 16,5 17,476 2,538 2,41 c. Konsumsi ,974 34,87 35,159 35,877 36,45 36,436 37,558 37,713 38,759 LDR (%) NPLs Gross (%) Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR) dan risiko perbankan (NPL) terlihat sedikit meningkat. Kedua indikator tersebut tercatat masing-masing 122,94% dan 3,36% pada triwulan I 216, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 215 yang tercatat masing-masing 121,5% dan 3,19% (Tabel 4.3). Komponen Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Kredit ,874 79,336 8,463 83,56 85,33 87,563 89,911 94,981 96,31 Pertanian ,45 1,499 1,435 1,56 1,63 1,788 2,33 2,461 2,681 Pertambangan (15.62) (3.41) (28.74) (19.45) Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) ,918 4,21 4,283 4,747 5,35 5,19 5,34 7,487 7,239 Listrik, Gas, Air (19.81) Konstruksi ,43 3,666 4,173 4,366 4,746 4,92 5,417 5,491 5,483 Perdagangan ,334 25,587 25,748 27,33 27,92 29,3 29,373 31,424 31,959 Pengangkutan (3.52) (6.) (8.71) (9.45) (1.38) ,96 2,95 2,951 2,82 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 Jasa Dunia Usaha (.37) ,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,37 4,24 4,221 4,117 Jasa Sosial Masyarakat (.43) 1,828 1,968 2,115 2,34 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 Lain-lain (1.) 34,43 35,53 35,48 36,226 36,173 36,547 37,648 37, Bank Syariah Aset perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset perbankan syariah pada triwulan I 216 tercatat tumbuh 16,96% (yoy) menjadi Rp7,2 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 215 yang tumbuh 18,1% (yoy) (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank swasta nasional. Pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 5,49% dari triwulan sebelumnya 5,6%. Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 216 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK tumbuh1,33% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 28,83% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh penurunan kinerja diseluruh komponen baik Giro, Tabungan, dan Deposito yang tumbuh masing-masing -38,4% (yoy), 18,36% (yoy), dan 22,9% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya masing-masing 57,57% (yoy), 19,34% (yoy), dan31,58% (yoy). Di sisi lain, pembiayaan mengalami peningkatan dari 1,56% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 11,5% (yoy) pada triwulan I 216. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan I 216, FDR mencapai 165,43% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 147,53%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat relatif baik meskipun sedikit mengalami peningkatannon performing financing (NPF) dari 3,97% di triwulan IV 215 menjadi 4,39% pada triwulan pelaporan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

62 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Aset ,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,975 7,18 Bank Pemerintah ,52 1,51 1,13 1,149 1,11 1,132 1,235 1,624 1,657 Bank Swasta Nasional ,534 4,529 4,516 4,758 4,899 5,52 5,255 5,352 5,36 DPK ,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,411 3,853 3,517 a. Giro (12.64) (38.4) b. Tabungan ,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,57 1,654 1,765 1,761 c. Deposito (8.6) (8.54) (8.63) ,26 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,335 1,49 1,417 Pembiayaan ,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,75 5,684 5,817 FDR (%) NPF Gross (%) Bank Perkreditan Rakyat Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) mengalami percepatan pertumbuhan di periode pelaporan. Dari indikator aset, aset BPR di triwulan I 216 tumbuh 19,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,1% (yoy). DPK tumbuh 4,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 31,75% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 2,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,6% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan aset yang lebih tinggi dari peningkatan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. Pada periode pelaporan LDR BPR tercatat 123,73%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 132,28%. 1,8 1,6 Rp Miliar Aset gaset - Skala Kanan %, yoy 8 7 1,4 Rp Miliar DPK Kredit LDR - Skala Kanan % 25 1,4 1,2 1, ,2 1, II III IV I (1) II III IV I Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR Perbankan per Kabupaten/Kota Perbankan di Kabupaten Luwu Utara mencatat pertumbuhan aset tertinggi di triwulan I 216. Namun demikian, perbankan di Kota Makassar dengan kepemilikan aset yang paling besar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Sulsel. Total aset perbankan di Makassar pada triwulan I 216 mencapai Rp86,28 triliun atau porsinya 71,41% dari total aset perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil, rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat 16,84% (yoy). Pertumbuhan aset 5 daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Luwu Utara (31,8%; yoy), Luwu (31,2%; yoy), Gowa (29,12%; yoy), Barru (27,52%; yoy), dan Tana Toraja (24,42%; yoy). Kabupaten Luwu Utara merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan I 216. Kredit di Kab. Luwu Utara tumbuh 31,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 26,79% (yoy). Daerah lain yang memiliki pertumbuhan kredit di atas 2% adalah Kabupaten Maros (25,54%; yoy), Gowa (25,46%; yoy), Soppeng (23,29%; yoy), Bulukumba (22,68%; yoy), Jeneponto (22,6%; yoy), dan Bantaeng (2,84%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, delapan daerah ini hanya menyumbang 8,97% dari total kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,93 triliun atau 68,46% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan I 216 ini kredit di Makassar tumbuh 12,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,27% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar. 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

63 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota ASET - Rp Juta gaset - % (YOY) Kabupaten/Kota I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Makassar 63,193,234 68,456,575 69,43,511 71,132,434 73,848,748 75,845,382 78,466,554 84,43,381 86,282, % 12.22% 9.35% 12.12% 16.86% 1.79% 13.6% 18.15% 16.84% Pinrang 1,378,48 1,48,966 1,443,51 1,298,572 1,44,261 1,349,728 1,58,561 1,41,6 1,581, % 11.11% 9.53% 2.9% 1.9% -4.2% 4.51% 7.93% 12.66% Gowa 1,333,884 1,469,332 1,457,978 1,371,424 1,456,946 1,62,648 1,735,899 1,72,71 1,881, % 13.2% 1.29% 11.77% 9.23% 9.7% 19.6% 24.16% 29.12% Wajo 1,872,823 1,957,611 2,14,949 1,913,81 1,925,314 1,991,624 2,215,356 2,171,439 2,15, % 13.79% 7.44% 2.51% 2.8% 1.74% 9.95% 13.46% 4.67% Bone 2,355,814 2,478,921 2,58,276 2,743,499 2,572,693 2,692,55 2,89,82 2,517,841 2,515, % 19.34% 13.62% 14.6% 9.21% 8.62% 8.9% -8.23% -2.22% Tana Toraja 1,45,636 1,111,721 1,2,44 1,18,292 1,137,758 1,218,19 1,328,488 1,45,397 1,415, % 16.78% 14.17% 12.88% 8.81% 9.58% 1.7% 19.7% 24.42% Maros 1,12,129 1,38,8 1,75,916 1,1,454 1,225,641 1,213,25 1,268,432 1,343,87 1,41, % 7.49% 8.37% 9.21% 21.1% 16.87% 17.89% 22.5% 14.38% Luwu 243, , ,6 241, , , ,38 291, , % 13.32% 11.14% 11.54% 14.4% 33.72% 58.62% 21.3% 31.2% Sinjai 864, ,33 952,1 92,8 1,12,833 1,149,123 1,265,144 1,181,6 1,34, % 13.78% 12.24% 7.97% 29.64% 23.39% 32.89% 28.26% 19.56% Bulukumba 1,419,979 1,485,698 1,521,71 1,614,99 1,494,683 1,589,94 1,648,19 1,762,233 1,673, % 15.84% 15.5% 9.74% 5.26% 7.1% 8.3% 9.12% 11.97% Bantaeng 519, , , ,995 58,437 66, , , , % 16.32% 14.34% 1.31% 11.68% 9.38% 14.38% 19.25% 19.94% Jeneponto 789, , ,38 863, , , ,742 1,21,145 1,75, % 11.33% 9.91% 11.81% 11.26% 13.4% 15.14% 18.28% 22.39% Selayar 476, ,988 53, , , ,18 58,13 548, , % 24.56% 16.2% 2.61% 13.55% 5.55% 9.41% 12.5% 6.85% Takalar 1,32,922 1,81,355 1,123,347 1,124,58 1,159,579 1,23,935 1,338,75 1,31,387 1,299, % 15.47% 15.64% 11.12% 12.26% 13.83% 19.12% 16.58% 12.3% Barru 631, , ,797 76,553 72,682 74, ,392 85,54 919, % 11.98% 13.25% 17.64% 14.14% 16.22% 26.14% 2.31% 27.52% Sidrap 992,577 1,39,742 1,134,36 1,26,153 1,198,835 1,243,9 1,4,14 1,275,917 1,277, % 12.74% 16.49% 2.73% 2.78% 19.55% 23.43% 5.78% 6.55% Pangkep 1,15, ,815 1,62,65 1,11,552 1,111,143 1,61,717 1,143,839 1,15,549 1,31, % 1.92% 1.81% -3.68% 9.4% 7.7% 7.64% 9.29% 17.91% Soppeng 741, ,491 99,68 92, ,645 1,63,938 1,189,63 1,141,686 1,123, % 12.63% 13.29% 17.84% 27.41% 3.95% 3.8% 26.53% 18.94% Enrekkang 759, , , , , ,65 1,112,177 1,8,26 1,48, % 18.6% 12.9% 15.12% 16.82% 12.77% 29.14% 15.7% 18.25% Luwu Timur 771, ,28 877,836 76, , ,298 89, , ,7 9.19% 4.6% 8.74% 7.81% 16.9% 26.9% 1.42% -5.18% % Luwu Utara 1,1,22 1,15,183 1,199,81 1,274,398 1,283,859 1,424,624 1,512,535 1,628,286 1,682, % 17.57% 16.53% 18.85% 16.69% 23.86% 26.6% 27.77% 31.8% Parepare 4,269,413 4,456,449 4,494,344 4,69,794 4,697,122 4,938,228 5,114,166 4,949,89 5,36, % 17.77% 12.2% 5.65% 1.2% 1.81% 13.79% 7.36% 7.22% Palopo 3,88,86 3,284,835 3,384,97 3,442,64 3,58,27 3,58,883 3,696,556 3,516,382 3,574, % 15.19% 14.7% 1.93% 15.91% 9.1% 9.21% 2.14% -.17% TOTAL 9,99,117 97,572,51 99,571,139 11,35,868 14,944,632 18,39,82 113,11, ,572,374 12,832, % 12.97% 1.28% 11.46% 15.44% 11.% 13.59% 16.1% 15.14% Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota KREDIT - Rp Juta gkredit - % (YOY) Kabupaten/Kota I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Makassar 51,339,5 54,53,483 54,65,953 57,22,225 58,449,372 59,77,786 61,7,966 65,937,699 65,931, % 7.48% 6.4% 11.77% 13.85% 1.58% 11.84% 15.27% 12.8% Pinrang 1,249,856 1,264,142 1,286,816 1,263,434 1,21,324 1,257,828 1,37,321 1,356,638 1,428, % 6.6% 4.75% 1.3% -3.16% -.5% 1.59% 7.38% 18.3% Gowa 1,185,818 1,257,61 1,295,78 1,292,792 1,29,86 1,356,996 1,422,694 1,497,291 1,618, % 1.33% 9.96% 1.8% 8.79% 7.9% 9.79% 15.82% 25.46% Wajo 1,654,611 1,77,624 1,74,34 1,79,338 1,71,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 1,767, % 8.52% 5.47% 3.9% 3.39% 2.98% 3.33%.9% 3.3% Bone 1,995,211 2,19,433 2,42,789 2,74,673 2,126,68 2,25,792 2,258,128 2,83,175 2,182, % 1.71% 8.22% 7.5% 6.59% 9.23% 1.54%.41% 2.61% Tana Toraja 865, ,25 94,52 911,839 93,61 928, ,726 1,,293 1,6, % 13.45% 9.41% 7.8% 4.43% 3.81% 5.% 9.7% 17.35% Maros 987,885 1,9,614 1,41,948 1,62,776 1,82,675 1,137,342 1,215,2 1,288,852 1,359, % 8.27% 8.57% 9.36% 9.6% 12.65% 16.61% 21.27% 25.54% Luwu 28, ,59 223, , , , ,663 27, , % 9.% 12.32% 12.6% 12.7% 15.22% 18.13% 17.78% 16.52% Sinjai 852, , ,476 9,419 1,36,999 1,66,222 1,97,84 1,146,97 1,215,72 8.1% 6.76% 5.44% 6.66% 21.58% 22.24% 24.26% 27.37% 17.23% Bulukumba 1,1,47 1,142,943 1,146,98 1,166,858 1,172,11 1,222,741 1,291,757 1,361,63 1,437, % 6.67% 7.25% 7.93% 6.51% 6.98% 12.62% 16.69% 22.68% Bantaeng 499, ,6 532, , ,17 582, , ,9 675, % 16.4% 13.32% 11.71% 12.2% 11.83% 15.9% 19.22% 2.84% Jeneponto 782, ,73 821,83 846, , , , ,32 1,49, % 9.38% 9.54% 9.95% 9.91% 12.16% 12.76% 16.36% 22.6% Selayar 258, , , , ,13 35, , ,54 343, % 5.77% 6.39% 13.89% 12.68% 16.89% 16.8% 14.7% 17.95% Takalar 1,15,635 1,52,448 1,75,47 1,1,46 1,114,386 1,148,274 1,23,61 1,283,22 1,255, % 14.49% 13.85% 1.91% 9.72% 9.11% 11.91% 16.65% 12.63% Barru 593,92 611, , , , ,217 73, , , % 11.61% 9.78% 11.5% 1.7% 1.6% 11.19% 14.5% 18.59% Sidrap 98,989 1,9,458 1,51,57 1,14,85 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 1,219, % 12.96% 13.5% 15.12% 15.73% 18.71% 18.78% 3.93% 7.45% Pangkep 874,35 889, , , , ,688 1,1,11 1,14,397 1,123, % 1.63% 13.36% 12.2% 1.84% 1.55% 4.4% 4.24% 15.94% Soppeng 634,87 647,342 66,62 678,512 77, ,96 775, ,1 872, % 4.22% 4.79% 8.11% 11.51% 14.2% 17.5% 21.75% 23.29% Enrekkang 576,73 593,161 61,27 625, , , ,58 721,7 747, % 14.27% 12.74% 1.24% 9.73% 9.17% 1.6% 15.41% 18.18% Luwu Timur 424, , ,52 494,431 52,79 551, , , , % 11.57% 13.62% 17.57% 22.52% 24.35% 21.35% 17.67% 14.93% Luwu Utara 1,88,647 1,121,187 1,17,893 1,26,9 1,239,634 1,36,437 1,456,4 1,529,152 1,626, % 17.44% 15.65% 16.75% 13.87% 21.34% 24.38% 26.79% 31.25% Parepare 4,44,773 4,196,144 4,244,9 4,318,282 4,42,933 4,556,238 4,695,131 4,67,896 4,694, % 17.84% 11.81% 6.81% 9.3% 8.58% 1.63% 6.71% 6.19% Palopo 2,659,891 2,755,36 2,821,428 2,92,36 2,978,33 2,967,569 3,81,776 2,898,975 3,48, % 11.42% 1.94% 1.3% 11.97% 7.7% 9.23% -.73% 2.36% TOTAL 75,873,559 79,336,77 8,462,613 83,56,242 85,33,7 87,562,98 89,91,733 94,981,81 96,31, % 8.77% 7.26% 1.84% 12.43% 1.37% 11.74% 13.67% 12.9% Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan I 216. Kabupaten Takalar mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 86,72% (yoy) diikuti oleh Sinjai (7,15%; yoy), Pinrang (51,%; yoy), Luwu (44,5%; yoy), dan Gowa (33,25%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota Makassar tumbuh 19,28% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 19,39% (yoy). Total DPK di Kota Makassar mencapai Rp51,21 triliun atau 65,37% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,34 triliun. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Palopo (3,49%) dan Parepare (3,2%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking. Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota DPK - Rp Juta gdpk - % (YOY) Kabupaten/Kota I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Makassar 38,444,57 4,22,526 42,418,354 44,363,23 42,932,358 43,96,451 45,891,183 52,965,328 51,28, % 13.44% 11.27% 8.1% 11.67% 9.21% 8.19% 19.39% 19.28% Pinrang 76,396 81,186 87, , , ,61 942,38 1,7,942 1,225, % 12.7% 17.47% 6.47% 6.76% 6.42% 8.28% 15.89% 51.% Gowa 1,53,497 1,184,727 1,29,472 1,172,86 1,177,269 1,297,74 1,372,836 1,59,299 1,568, % 14.6% 19.5% 2.97% 11.75% 9.54% 13.51% 28.77% 33.25% Wajo 1,624,26 1,713,45 1,767,127 1,739,434 1,747,744 1,879,97 2,66,62 2,33,112 1,975, % 19.59% 1.47% 8.8% 7.61% 9.74% 16.92% 16.88% 13.5% Bone 1,982,879 2,61,53 2,165,411 2,183,934 2,152,597 2,282,34 2,357,929 2,111,519 2,277, % 17.37% 1.73% 12.37% 8.56% 1.7% 8.89% -3.32% 5.81% Tana Toraja 977,27 1,19,27 859,224 1,36,69 1,75,74 1,146,823 1,213,516 1,259,943 1,275, % 14.77% -9.26% 12.88% 1.8% 12.51% 41.23% 21.54% 18.54% Maros 724,848 77, 764, ,98 1,83,324 1,3,166 1,68, ,843 1,1, % 16.32% 8.77% 11.8% 49.46% 3.28% 39.76% 36.24% 1.58% Luwu 26,96 238, ,81 125, , , , ,28 347, % 16.7% 14.38% 43.39% 17.4% 36.2% 13.28% 83.79% 44.5% Sinjai 429, ,31 492,96 57, , ,535 1,41, ,721 1,116, % % 16.75% 8.61% 52.81% 16.7% % 7.36% 7.15% Bulukumba 1,165,322 1,26,349 1,298,81 1,258,31 1,355,98 1,379,75 1,399,517 1,386,44 1,464, % 21.66% 13.52% 1.57% 16.35% 9.47% 7.75% 1.21% 8.1% Bantaeng 338,46 393, ,8 355,712 49, , 55, ,76 541,147.3% 11.4% 1.57% 14.38% 21.18% 9.57% 35.2% 18.57% 32.1% Jeneponto 395,43 486,577 58, ,258 54,163 64,97 67,17 537, , % 3.22% 37.32% 23.87% 27.62% 24.15% 31.77% 29.69% 26.62% Selayar 444, , , , , ,31 53, , , % 25.38% 16.81% 16.75% 11.32% 5.82% 9.48% 6.74% 1.85% Takalar 341, ,26 376, , , ,499 44, , , % 15.69% 13.34%.4% 13.29% 11.87% 16.91% 55.59% 86.72% Barru 57,16 589,48 636,242 61,846 67,79 696,718 81, ,26 878, % 17.97% 15.18% 15.51% 17.64% 18.21% 27.42% 24.83% 31.3% Sidrap 698, , , , , ,559 1,113, ,149 1,32, % 22.98% 17.96% 26.6% 31.44% 2.15% 35.16% 16.2% 12.56% Pangkep 746, , ,34 843,764 1,1, ,21 1,9,42 93,694 1,144, % -.3% -1.1% -4.5% 34.25% 32.1% 36.72% 1.3% 14.24% Soppeng 685,88 756, , ,967 89,97 1,4,41 1,17,31 1,41,695 1,95, % 14.91% 13.72% 18.39% 29.89% 32.81% 33.69% 38.9% 22.97% Enrekkang 685,666 88,593 81,73 761,391 84, ,73 1,48, , , % 28.33% 19.5% 2.48% 22.56% 3.36% 3.85% 21.1% 18.92% Luwu Timur 737,25 753,966 82, , ,22 954, , ,57 71, % 5.43% 5.28% -1.29% 16.4% 26.56% 4.67% % % Luwu Utara 81, ,464 99, ,436 1,17,692 1,16,131 1,162,34 1,179,794 1,243, % 31.46% 29.35% 28.66% 26.96% 3.87% 27.74% 28.46% 22.17% Parepare 2,222,365 2,4,925 2,534,938 2,579,445 2,613,764 2,813,141 2,99,4 2,766,35 2,53, % 2.9% 18.14% 9.36% 17.61% 17.17% 14.76% 7.25% -4.23% Palopo 2,127,461 2,33,426 2,451,413 2,473,589 2,582,6 2,597,787 2,68,471 2,755,86 2,731, % 24.44% 21.44% 13.% 21.37% 12.78% 9.34% 11.38% 5.79% TOTAL 58,161,753 61,41,891 64,339,326 66,112,163 66,419,945 68,867,483 72,433,341 78,466,981 78,341, % 14.86% 12.17% 9.38% 14.2% 12.16% 12.58% 18.69% 17.95% Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 1%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 1%. Terdapat 12 Kabupaten/Kota yang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

64 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN memiliki LDR di atas 1% yaitu Makassar, Pinrang, Gowa, Maros, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Luwu Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 1%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi 16 Daerah Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota NPL - % LDR - % Kabupaten/Kota I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Makassar 3.31% 3.81% 3.79% 3.38% 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 4.2% % % % % % % 133.8% % % Pinrang 2.24% 2.3% 2.9% 1.33% 1.79% 1.49% 1.2%.86%.91% % % % % 149.9% % % % % Gowa 2.46% 2.53% 2.86% 2.8% 3.54% 2.89% 1.78%.84%.99% % 16.15% 17.14% 11.3% 19.58% 14.57% 13.63% 99.2% 13.18% Wajo 2.6% 2.45% 4.2% 3.77% 4.35% 5.63% 5.8% 2.32% 2.3% 11.87% 99.68% 96.45% 98.27% 97.88% 93.54% 85.24% 84.83% 89.44% Bone 3.93% 3.89% 3.94% 2.66% 3.6% 3.12% 3.14% 3.79% 4.28% 1.62% 97.96% 94.34% 95.% 98.8% 96.66% 95.77% 98.66% 95.8% Tana Toraja.69% 1.2%.95%.62%.93% 1.6%.73%.48%.61% 88.54% 87.73% 15.27% 87.96% 84.% 8.94% 78.26% 79.39% 83.15% Maros.73% 1.4% 1.1%.78%.81%.7%.56%.46%.57% % % % % 99.94% % 113.7% % % Luwu.56%.55%.6%.42%.22%.26%.3%.33%.37% 11.14% 9.3% 1.18% % 97.39% 76.49% 14.47% 117.% 78.78% Sinjai 2.5% 2.46% 2.21% 1.65% 2.17% 2.8% 1.72% 1.16% 1.32% % % % 157.7% 158.9% % 15.4% % 18.92% Bulukumba 2.67% 2.89% 3.18% 2.% 1.96% 2.15% 2.7% 1.61% 1.58% 94.43% 9.68% 88.31% 92.75% 86.44% 88.62% 92.3% 98.21% 98.18% Bantaeng 1.19% 1.7% 1.21%.92% 1.26%.94%.7%.57%.85% % % % % % % 122.3% % % Jeneponto 3.38% 3.27% 2.95% 2.19% 2.7% 2.37% 1.64% 1.32% 1.3% 198.5% % % 24.41% 17.56% % % % % Selayar.39%.47%.71%.51%.53%.39%.26%.17%.36% 58.6% 53.98% 56.35% 65.53% 58.77% 59.62% 59.75% 7.4% 62.54% Takalar 2.65% 2.61% 2.19% 2.44% 3.42% 2.99% 2.22% 1.3% 1.25% % % % 25.62% % % % 187.9% % Barru 2.32% 2.4% 1.97% 1.45% 1.41% 1.32%.96%.61%.63% 14.17% 13.73% 99.49% 18.% 98.3% 97.6% 86.81% 99.6% 88.72% Sidrap 2.4% 2.1% 2.7% 1.64% 1.84% 2.13% 2.22%.76%.84% 14.5% 13.9% % % % % % 12.6% 118.1% Pangkep 2.27% 2.8% 1.73% 1.44% 1.67% 1.5% 1.23%.86%.71% % % 131.5% % 96.74% 13.96% 1.7% 18.99% 98.18% Soppeng 1.2% 1.5% 1.2%.74%.86% 1.%.71%.51%.54% 92.56% 85.6% 79.69% 9.47% 79.46% 73.49% 7.4% 79.3% 79.67% Enrekkang.83% 1.16% 1.2%.74% 1.1% 1.25% 1.12%.72%.76% 84.11% 73.36% 76.17% 82.13% 75.31% 77.49% 64.7% 78.33% 74.84% Luwu Timur 1.97% 1.83% 1.66% 1.64% 1.58% 1.8% 1.9%.91%.96% 57.59% 58.87% 58.2% 74.16% 6.81% 57.84% 67.27% 99.45% 85.17% Luwu Utara 1.21% 1.35% 1.23%.85% 1.19% 1.%.89%.68%.68% % % % % % % % % 13.86% Parepare 4.76% 5.2% 5.65% 5.24% 4.64% 4.3% 4.1% 2.64% 2.37% 182.% % % % % % 161.4% % % Palopo 4.13% 4.64% 4.57% 3.96% 4.6% 3.1% 3.1% 1.7% 1.79% 125.3% % 115.9% 118.6% % % % 15.22% % Pada triwulan I 216, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp2,72 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan (5,66%). Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat 1,5%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.3). Kredit korporasi tercatat tumbuh 9,91% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan IV ,81% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali sektor pertambangan dan pengangkutan disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor yaitu Industri Pengolahan (13,35%; yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan Jasa Sosial Masyarakat (73,25%; yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total kredit korporasi telah mengalami percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 215 menjadi 75,1% (yoy) di periode pelaporan. Sedangkan, tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor Pertambangan (-22,18%; yoy), Pengangkutan (-2,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,4%; yoy). Pertanian (1.5%) Pertambangan (1.54%) Industri pengolahan (8.19%) Listrik,Gas dan Air (1.2%) 7% 5% 3% YOY Total - Skala Kanan Konstruksi Perdagangan Jasa Dunia Usaha Industri pengolahan YOY 3% 25% 2% Konstruksi (22.8%) 1% 15% Perdagangan (5.6%) -1% 1% Pengangkutan (2.83%) Jasa Dunia Usaha (8.9%) Jasa Sosial Masyarakat (3.5%) -3% -5% 5% % Lain-lain (.51%) Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,81%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 6,29% (Grafik 4.5). Penurunan kualitas kredit disebabkan oleh meningkatnya kredit bermasalah di 16 Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya. 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

65 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN sektor pertambangan dan industri pengolahan. NPL di sektor pertambangan meningkat dari 7,4% di triwulan IV 215 menjadi 17,9% di periode pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor industri pengolahan juga mengalami peningkatan dari 3,32% pada triwulan IV 215 menjadi 33,48%pada triwulan pelaporan. 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % Total - Skala Kanan Jasa Dunia Usaha Konstruksi Industri pengolahan Perdagangan % 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 216. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp6,73 triliun atau tumbuh 44,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 65,79% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan Tabungan. Komponen Tabungan mengalami penurunan pertumbuhan dari 56,77% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 26,63% (yoy) di triwulan pelaporan. Selain itu Giro juga mengalami penurunan dari semula 82,19% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 52,89% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Deposito mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 33,58% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 34,9% (yoy) di triwulan pelaporan. 16% 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% YOY % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % DPK Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga yang pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp38,81 triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa paling tinggi mencapai 77,64%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit rumah tangga lainnya, termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

66 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN PANGSA TRIWULAN I 216 Kredit Multiguna (43.4%) Kredit Pemilikan Rumah, KPR (34.2%) Kredit Lain-lain (13.4%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (6.63%) Kredit Rumah Tangga Lainnya (2.23%) Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan I 216, kredit sektor rumah tangga tumbuh 7,29% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya tumbuh 4,29% (yoy). Percepatan pertumbuhan terjadi di jenis Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).Kredit Multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 15,6% (yoy) menjadi 17,66% (yoy) di triwulan pelaporan.sementara itu peningkatan KPR didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21, tipe 22 s.d. 7, tipe di atas 7, dan kredit rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masih menunjukkan tren kontraksi dari semula -36,75% (yoy) menjadi -36,45% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 4.9). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL relatif stabil dari 1,8% menjadi 1,83% pada triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 216 (Grafik 4.1) (1) (2) (3) (4) (5) (6) %, yoy Total KKB Multiguna - Skala Kanan KPR %, yoy RT Lainnya - Skala Kanan Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga (5) Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna % Grafik 4.1. NPL Kredit Rumah Tangga Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 15,53% (yoy) pada triwulan I 216, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 215 yang tumbuh 11,84% (yoy). Percepatan pertumbuhan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh komponen yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito yang tercatat masing-masing 14,19% (yoy), 13,77% (yoy), dan 19,4% (yoy) pada triwulan I 216, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,84% (yoy), 12,16% (yoy), dan 12,48% (yoy). Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (61,27%) diikuti oleh deposito (33,97%) dan giro (4,77%). Hal ini berarti sebagian besar sumber pendanaan perbankan didominasi oleh dana jangka pendek (Grafik 4.12). 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

67 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 8.% 6.% 4.% 2.%.% -2.% YOY % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -4.% Total DPK Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito Grafik Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik Komposisi DPK Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada Maret 216, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 216 masih digunakan untuk konsumsi (59,72%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya 62,8%. Sementara itu, porsi untuk cicilan utang/kredit relatif stabil di kisaran 16,65%. Di sisi lain, porsi tabungan mengalami peningkatan dari 21,59% di triwulan IV 215 menjadi 23,63% pada periode pelaporan. Tabungan, 21.59% Tabungan, 23.63% Cicilan, 16.33% Konsumsi, 62.8% Cicilan, 16.65% Konsumsi, 59.72% Grafik Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 216 mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM di triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp31,11 triliun, tumbuh 13,43% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya 1,72% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,3%. Dari nilai tersebut, sekitar 66,83% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.16). Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,%) pada triwulan I 216 sebesar 4,43%, sedikit meningkat dibandingkan rasio NPL pada triwulan sebelumnya4,26% (Grafik 4.15). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, dan jasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan % %, yoy Total Kredit Non-UMKM 68% Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 32% Pangsa Kredit UMKM Modal Kerja Investasi 33% 67% Grafik Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

68 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat 158,8%. Rasio yang lebih besar dari 1% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Makassar, Parepare, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada. % % Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb * Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja % Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja Grafik Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

69 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Boks 4.A Dampak Pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Primer Dalam Rupiah Terhadap Perekonomian Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 18 Februari 216 memutuskan untuk menurunkan kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah bagi Bank Umum Konvensional. Setelah menurunkan rasio kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar,5% dari 8% menjadi 7,5% dari DPK dalam Rupiah yang berlaku efektif mulai 1 Desember 215 yang lalu, Bank Indonesia kembali menurunkan rasio kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah menjadi 6,5% yang berlaku efektif sejak 16 Maret 216.Penurunan GWM tersebut didasarkan oleh beberapa pertimbangan, antara lain: a. Kondisi stabilitas makroekonomi semakin baik, khususnya laju inflasi yang terkendali, sehingga memberikan ruang untuk dilakukan pelonggaran kebijakan moneter. b. Tantangan dari sisi eksternal yang utamanya bersumber dari kemungkinan kenaikan Suku Bunga Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Funds Rate, FFR) semakin mereda. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang belum solid mengakibatkan perkiraan kenaikan FFR bergeser mundur dengan besaran kenaikan yang lebih rendah. c. Menurunnya tekanan kenaikan FFR yang tidak seagresif perkiraan sebelumnya, juga menurunkan risiko yang mungkin timbul dari keberagaman kebijakan moneter global mengingat beberapa maju di Kawasan Eropa dan Jepang masih menerapkan kebijakan moneter yang longgar melalui quantitative easing (QE). GWM RUPIAH TURUN 1% Likuiditas Perbankan Kapasitas Penyaluran Kredit KREDIT PDRB BI RATE TURUN,25% 6,75% Suku Bunga Perbankan Permintaan Kredit Gambar 4.A.1 Transmisi Penurunan GWM Primer Rupiah Penurunan GWM primer dalam rupiah yang diiringi oleh penurunan suku bunga acuan BI diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, melalui: a. Menjaga kecukupan likuditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit.dpk Bank Konvesional di Sulsel dalam rupiah pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp72,21 trilun atau 96,5% dari total DPK Bank Konvensional yang tercatat sebesar Rp74,83 triliun. Porsi DPK Bank Konvensional dalam rupiah terhadap total DPK Bank Konvensional relatif stabil pada kisaran 95% s.d 97% (Grafik 4.A.1). Secara keseluruhan Sulsel, pelonggaran GWM rupiah 1% dapat menambah potensi likuiditas perbankan di Sulsel sekitar Rp722 milyar 17. Penambahan likuiditas tersebut dapat dimanfaatkan oleh perbankan di Sulsel untuk mendorong pertumbuhan kredit. Meskipun LDR Perbankan di Sulsel cukup tinggi (122,94%), namun potensi penyaluran kredit di Sulsel masih tinggi terlihat dari rasio kredit terhadap PDRB yang masih rendah (27,44%) dan risiko kredit yang masih terkendali tercermin dari NPL (3,36%) yang masih dalam batas aman. Peningkatan kapasitas pembiayaan akan diharapkan dapat menambah kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit untuk mendorong kegiatan dunia usaha. b. Kombinasi penurunan BI rate dan GWM primer dalam rupiah akan memperkuat dan mempercepat transmisi moneter ke perekonomian. Suku bunga kredit dan DPK perbankan di Sulsel pada tahun 216 mengalami tren penurunan sejalan dengan penurunan BI Rate(Grafik 4.A.2).Kebijakan Bank Indonesia menurunkan GWM primer dalam rupiah akan menambah likuiditas perbankan sehingga penurunan BI rate akan lebih cepat direspon oleh perbankan melalui penurunan suku bunga kredit maupun DPK. Dengan suku bunga yang relatif menurun diharapkan akan meningkatkan minat masyarakat dan gairah pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan sumber pembiayaan dari kredit perbankan untuk menggerakkan roda ekonomi. 17 Dihitung dari 1% (penurunan GWM rupiah) dikali Rp72,21 triliun (DPK Bank Umum Konvensional Dalam Rupiah di bulan Maret 216). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

70 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Rp triliun 74,83 75 Porsi Rupiah - rhs 72,21 Total 7 Rupiah 96, % 97, 96,8 96,6 96,4 96,2 96, 95,8 95,6 95,4 95,2 95, Grafik 4.A.1 Perkembangan DPK Bank Konvensional di Sulsel % 8, 7,5 7, 6,5 6, 5,5 5, 4,5 4, 3,5 3, BI Rate DPK KREDIT - rhs 6,75 12, ,65 13,4 13,3 13,2 13,1 13, 12,9 12,8 12,7 12,6 Grafik 4.A.2 Perkembangan BI Rate, Suku Bunga DPK dan Kredit % 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

71 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran meningkat pada triwulan I216, mengikuti siklus perekonomian Sulsel.Hal ini tercermin dari nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang mengalami peningkatan. Meningkatnya transaksi SKNBI sejalan dengan diimplementasikannyaketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp5 juta dan disisi diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara di sisi layanan uang tunai, jumlah outflow yang menurun dan kenaikan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) menyebabkannet inflowsebesar Rp4,74 triliun. Jumlah uang yang keluar (outflow) dengan nilai yang menurun mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, sementara tingginya net inflowmerupakan siklus musiman di awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorongclean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

72 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi non-tunai melalui sarana kliring mengalami peningkatan pada triwulan I 216 (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 347 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp18,23 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 86,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 24,6% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan nominal rata-rata perputaran harian transaksi kliring dari 18,9% (yoy) menjadi 34,9% (yoy) di angka Rp,3 triliun.sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit penurunan pada triwulan I 216 menjadi 2,37% dari triwulan sebelumnya 2,5% Perkembangan Transaksi RTGS 18 Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN I II III IV I II III IV I II III IV I Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Pada triwulan III 215, transaksi non tunai melalui sistem RTGS masih tumbuh negatif dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan III 215 sebesar Rp63,19 triliun tumbuh - 13,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya tercatat -1,8% (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp4,38 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp19,34 triliun, serta dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp3,48 triliun. Pada triwulan III 215, aliran dana masuk (RTGS-To) mengalami percepatan sementara aliran dana keluar (RTGS-From) dan aliran dana antar wilayah (RTGS-From/To) mengalami perlambatan pertumbuhan. Transaksi RTGS-To tercatat tumbuh 3,5% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat -2,95% (yoy). Sementara transaksi RTGS-From dan RTGS-From/To tercatat mengalami perlambatan, secara berurut dari 24,93% (yoy) dan -55%,27% (yoy) di triwulan III 215 menjadi -16,92% (yoy) dan -69,29% (yoy) pada triwulan II 215. Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) 18 Sejak implementasi RTGS Gen II (16 November 216), data regional RTGS hanya bisa dipilah untuk data from per propinsi. Data To dan data From-To tidak dapat lagi disediakan. 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

73 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow 5.2. Pengelolaan Uang Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan I 216 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp6,23 triliun meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,79 triliun atau secara triwulanan meningkat hingga -64,31% (Grafik 5.6). Meskipun demikian, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp3,2 triliun pada triwulan IV 215 menjadi Rp1,49 triliun pada triwulan laporan, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp4,74 triliun (Grafik 5.5). Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia pada akhir Tahun 215 telah membuka kantor layanan kas titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare dan sekitarnya setelah sebelumnya Bank Indonesia juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo. 7 Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy 1 7 Rp Triliun Inflow ginflow - Skala Kanan %, yoy (2) (4) I II III IV I II III IV I II III IV I (6) I II III IV I II III IV I II III IV I (2) Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Inflow Rp Triliun (1.) I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

74 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Dalam rangka renovasi gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, sejak tanggal 28 April 215, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 9. s.d. 13. WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang dan Luwu Timur. Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan I 216, telah dilakukan sebanyak 5 (lima) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp1,32 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp,79 triliun (Grafik 5.8) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 576 lembar pada triwulan I 216. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp5. (65%), diikuti Rp1. (31%) dan pecahan lainnya sebesar 4% (Grafik 5.1). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Rp Triliun Nominal UTLE gutle - Skala Kanan %, yoy 2, 1,6 1, Temuan Uang Palsu Y.O.Y. 2% 16% 12% 8% 4% % -4%. I II III IV I II III IV I II III IV I (4) 1 I II III IV I II III IV I II III IV I -8% -12% Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu 4% 31% Pecahan 1. Pecahan 5. 65% Pecahan Lainnya Grafik 5.1. Temuan Uang Palsu Per Nominal 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

75 Boks 5.A BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Smart City (Kota Cerdas) Berkembang Bersama Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) Menurut Bappenas, konsep smart city dapat ditinjau dari 3 aspek, smart economy, smart society, dan smart environment. Dalam smart economy, sebuah kota dituntut untuk mencari branding misalnya sebagai kota pariwisata, dst. Selain itu, tingkat pendidikan dalam mendorong kualitas SDM, pengembangan industri dan kewirausahaan, serta pemanfaatan sumber daya yang efisien menjadi utama dalam aspek ini. Smart society, suatu kota dituntut untuk memberikan kemudahan akses terhadap pelayanan publik (kesehatan dan transportasi) maupun jaminan keamanan. Sementara smart environment, terkait pengelolaan lingkungan dan pengembangan energi terbarukan menjadi syarat utama kota cerdas. Kota Makassar menjadi salah satu percontohan kota cerdas, hal tersebut tercermin dari visi Kota Makassar yaitu menjadi kota dunia dengan peningkatan layanan publik untuk kota cerdas. Latar Belakang Pengembangan kota cerdas di Makasssar antara lain jumlah penduduk yang tinggi (mencapai 1,7 juta jiwa), jumlah warga miskin (92,7 ribu), warga tanpa pekerjaan (166 ribu), terdapat 54 SKPD, PNS, 1,7 juta warga, 92,7 ribu warga miskin, 166 ribu warga tanpa pekerjaan tetap, potensi bencana (banjir, dst) dan luas wilayah 175 km 2. Selain itu, kontribusi ekonomi kota Makassar mencapai 1 / 3 ekonomi Sulsel, dengan bobot inflasi tertinggi dibanding kota di Sulsel lainnya. Sulsel membutuhkan kota cerdas dalam optimalisasi peran pemerintah dan sumber daya. Penerapan kota cerdas sejalan dengan daya dukung yang dibutuhkan oleh Sulsel semakin meningkat, karena selama 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Sulsel selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, nilai produksi barang dan jasa Sulsel tahun 215, bila dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) mencapai Rp341,75 triliun. Perkembangan ini akan menjadi tugas Bank Sentral untuk menyediakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar. Transaksi ekonomi yang besar tersebut akan semakin ringan apabila dilakukan secara non-tunai. Pengembangan smart economy sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), yang di launching secara Nasional pada 14 Agustus 214. Dan untuk wilayah Sulsel, kick off GNNT telah dilaksanakan pada tanggal 9 September 214. Pengembangan GNNT dan smart city yang juga saling bersinggungan antara lain Sosialisasi/roadshow GNNT ke sekolahsekolah; Makassar Smart Card yang berfungsi sebagai kartu identitas, ATM, debet dan e-money; pembayaran pajak secara online; Layanan Keuangan Digital (LKD) yang saat ini sudah mencapai agen; dan electronic money yang diterbitkan oleh provider telekomunikasi maupun perbankan. Pemanfaatan electronic money sangat berguna untuk efisiensi pembayaran di pintu toll Makassar. Saat ini sudah ada 4 (empat) bank yang ikut serta dalam pembayaran dengan E-Toll. Ceruk transaksi e-toll ini memang masih cukup dalam. Menurut pengelola toll di Makassar selama tahun 215, volume lalulintas untuk seksi I dan II rerata sebesar kendaraan per hari, sementara untuk Seksi IV arah Bandara, kendaraan perhari. Apabila dinilai dapat mencapai Rp539 juta per hari. Tentu nilai yang tidak sedikit apabila harus bertransaksi secara tunai. Selain itu, transaksi secara non tunai, atau menggunakan e-toll, tentunya akan lebih cepat dan efisien, sehingga akan mengurangi penumpukan kendaraan di pintu toll. Gambar 5.A.2. Launching E-Toll Card di Makassar Gambar 5.A.2. Control Room Smart City Makassar Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

76 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 7 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

77 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 216) lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 215 (5,8%). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 216 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 215. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 215 meningkat dibanding September 214 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (1,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

78 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 216) lebih rendah dibandingkan periode yang sama 215. Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 218,31 ribu orang per Februari 215 menjadi 192,96 ribu orang per Februari 216. Penurunan pengangguran diindikasikan terjadi sebagai dampak dari kebijakan pemerintah (dana desa dan paket kebijakan ekonomi). Dengan demikian, penyerapan tenaga kerja membaik, sejalan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja orang atau naik,51% dibandingkan periode yang sama di tahun 215. Tabel6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Februari Februari Angkatan Kerja 3,755,87 3,774,926 a. Bekerja 3,537,559 3,581,957 b. Pengangguran 218, ,969 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 61.6% Tingkat Pengangguran Terbuka 5.8% 5.11% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Februari 216, sektor pertanian menyerap 4,28% dari total tenaga kerja atau 1,42 juta orang. Angka ini turun-,69% dibandingkan periode yang sama 215. Penurunan tenaga kerja sektor pertanian disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian modern combine harvester (alat panen gabah) sehingga pekerja buruh musim panen diawal tahun 216 berkurang. Hal tersebut terkonfirmasi dari salah satu perusahaan mesin panen yang menyatakan bahwa 6% penjualan didominasi oleh wilayah Sulawesi, dan Sulsel mendominasi 7% wilayah Sulawesi 19. Sementara itu, sektor industri, perdagangan dan lainnya mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja, meski sektor jasa mengalami pertumbuhan negatif. KEGIATAN UTAMA Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 215 Februari 216 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,449, % 2.91% 1,442, % -.45% Industri 212,82 6.2% -8.26% 213, %.54% Perdagangan 738, % 1.32% 774, % 4.78% Jasa 617, % -4.22% 623, %.98% Lainnya 519, % 15.32% 527, % 1.63% Total 3,537,559 1.% 2.12% 3,581,957 1.% 1.26% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurunberbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang meningkat. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 215 menjadi 61,6% pada Februari 216. Jumlah angkatan kerja pada Februari 216 mencapai 3,77 juta orang, lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 215 sejumlah 3,75 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di sektor pertanian yang memiliki pangsa terbesar di Sulsel. Sementara 6% sektor lain mengalami pertumbuhan angkatan kerja yang positif. Kondisi demikian dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan konsumen optimis bahwa di periode laporan terdapat ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 17,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami peningkatan optimisme dibandingkan periode sebelumnya dari 97,67 menjadi Sumber: anekdotal informasi 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

79 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indeks 15 Ketersediaan lapangan kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan 4 Indeks 16 Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 6.2. Penduduk Miskin 2 Berdasarkan data September 215, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel hingga September 215 menjadi 864 ribu orang atau 1,12% dari total penduduk, meningkat dibanding periode yang sama di tahun 214. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami peningkatandari 86 ribu orang di September 214 menjadi 864 ribu orang di September 215, atau naik 7,21% (yoy). Persentase tersebut naik seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan1,8% (yoy) menjadi 157 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami peningkatan8,5% (yoy), menjadi 77 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,82% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya 18,18% disumbang oleh penduduk kota. ribu orang 1 1.3% 9 1.3% % 9.8% % % 1.3% % 9.39% 1.12% Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep % 1.2% 1.% 9.8% 9.6% 9.4% 9.2% 9.% 8.8% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Sulut Sulteng Sulsel SultraGorontaloSulbar Maluku Malut Irjabar Papua Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 215 Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang cukup tinggi pada periode Juni hinggaseptember 215 di atas 8,% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga di seluruh kelompok barangdanjasa.peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehingga mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2../bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

80 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN %yoy %yoy Kemiskinan Inflasi Andil_Beras - Skala Kanan Mar Sept Mar R 2 Kemiskinan - Andil Beras: 7,5% Sept 214 Mar 215 Sept Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras mencapai 7,5%. Korelasi positif tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga beras, maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan di Sulsel. Sementara itu, korelasi kemiskinan dengan inflasi memiliki kecenderungan yang sama. Inflasi yang semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga kesejahteraan menurun. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi perlu ditingkatkan, agar tingkat kemiskinan dapat ditekan menurun. Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Kota 235,488 24, , , , % 8.29% 4.64% 9.94% 11.25% 7.24% 5.88% 3.72% 8.61% 8.36% Desa 27,23 211, ,19 24, , % 9.94% 5.84% 13.68% 16.16% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Secaraspasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (1,12%) setelah Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% dan masih terdapat di Provinsi Papua. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia Sep-14 Mar-15 Sep-15 Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Irjabar Papua Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan Sumber: BPS, diolah 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

81 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 214, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,1%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48% di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan kemiskinan Rasio Gini 21 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan menurun di 215. Nilaigini ratio Sulsel tahun 215 sebesar,4, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai,45. Namun secara tren dari 212, angka ini cenderung mengalami peningkatan. Pada 212, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni,41. Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulsel termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (,43). Sulsel, Gorontalo, dan Papua tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar di Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (,29) terjadi di Provinsi Maluku Utara. Angka gini ratio yang tinggi diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan bahwa masih tingginya kesenjangan pendapatan di Sulsel Nilai Tukar Petani 22 Tabel6.6. Nilai Gini Ratio Provinsi Gorontalo Papua Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Papua Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Maluku Sulawesi Barat Maluku Utara Indonesia Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) sedikit meningkat, tercermin dari pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 216 dibandingkan dengan triwulan I 215. NTP pada triwulan I 216 (15,96) meningkat dari triwulan I 216 (14,23) atau tumbuh positif 1,66% (yoy). Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan Indeks yang Diterima Petani dari 121,93 pada triwulan I 215 menjadi sebesar 13,51 pada periode lapotan atau mengalami pertumbuhan 5,29% (yoy), namun Indeks yang Dibayar Petani juga mengalami peningkatan dari 116,98 menjadi 123,17 pada triwulan I 216 atau tumbuh 7,4% (yoy). Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena jenis barang/jasa dalam keranjang inflasi merupakan komponen dalam indeks yang dibayar petani (subkelompok konsumsi rumah tangga) Indeks Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan yoy % 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Indeks Indeks yang Dibayar Petani yoy g.indeks - sisi kanan % 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani 21 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

82 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Peningkatan harga komoditas dalam inflasi serta panen raya tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena petani juga merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.9). Pada periode tahun negatif dari korelasi tersebut mencapai -,38 dan periode tahun 212 hingga 215mencapai -,68.Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 29 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 21 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 213 dan November 214, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar Indeks Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani yoy 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% 12% 1% yoy r = -,38 r = -,68 8% 6% 4% 2% % -2% -4% Inflasi Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan I 216 menduduki peringkat ke-4 terbesar dibanding provinsi lainnya, di bawah Jawa Barat, Sulawesi Barat dan Banten.Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ketiga secara Nasional. Tabel6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia Provinsi TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 Jawa Barat Sulawesi Barat Banten Sulawesi Selatan Bali Jawa Timur Gorontalo Nusa Tenggara Barat Maluku Utara Maluku DI Yogyakarta Lampung Kepulauan Bangka Belit Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Papua Barat Sulawesi Tengah Sumatera Utara DKI Jakarta Kalimantan Selatan Kepulauan Riau Sumatera Barat Aceh Kalimantan Timur Sulawesi Utara Kalimantan Tengah Riau Jambi Papua Kalimantan Barat Sumatera Selatan Bengkulu Nasional Sumber: BPS, diolah 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

83 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Boks 6.A. Bank Indonesia Ikut Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa ikut ambil bagian dalam rangka menunaikan janji kemerdekaan Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, dalam rangka pencapaian visi untuk menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia berupaya untuk terus mendekatkan diri dengan masyarakat, salah satunya melalui dunia pendidikan sehingga kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Keterlibatan Bank Indonesia dalam dunia pendidikan diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranyanya adalah melalui penyaluran Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), program magang dan penerimaan kunjungan dari sekolah maupun universitas. Sejak tahun 24 melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bank Indonesia telah menyalurkan beasiswa kepada tiga universitas negeri di Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin dan Universitas Hasanuddin (UNHAS). Hingga saat ini, penyaluran beasiswa terus mengalami penyesuaian baik dari proses seleksi maupun nilai beasiswa yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama Beasiswa antara Bank Indonesia dengan pihak Universitas. Sejak bulan Oktober 215, Universitas Hasanuddin merupakan satu-satunyasatu-satunya perguruan di Kawasan Timur Indonesia yang memperoleh Beasiswa Unggulan dari Bank Indonesia. Pada tahun 216, tepatnya pada tanggal 28 Maret 216, Bank Indonesia kembali menyalurkan beasiswa kepada 83 (delapan puluh tiga) mahasiwa dari UNM, UIN Alauddin dan UNHAS. Dengan demikian penerima beasiswa reguler Bank Indonesia hingga tahun 216 ini telah mencapai 1.48 mahasiswa, yang terdiri dari 52 mahasiswa UIN, 52 mahasiswa UNM dan 44 mahasiswa UNHAS. Mulai tahun 212, seluruh mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia tergabung dalam sebuah komunitas yang disebut Generasi Bank Indonesia (GenBI). GenBI merupakan perpanjangan tangan Bank Indonesia untuk mengkomunikasikan kebijakan BI kepada komunitas mahasiswa dan masyarakat baik melalui media cetak/sosial maupun edukasi langsung kepada masyarakat. GenBI juga diharapkan dapat menjadi role model di kalangan pelajar, mahasiswa dan masyarakat baik role model dalam implementasi kebijakan BI (seperti bertransaksi non tunai, merawat dan mengenal uang Rupiah) serta role model dalam bidang akademik maupun non akademik. Gambar 6.A.1. Penandatangan Perjanjian Kerjasama Beasiswa dihadiri oleh Rektor Universitas Negeri Makassar, UIN Alauddin, dan UNHAS Program Sosial Bank Indonesia tahun 216 melalui tema Indonesia Cerdas juga berupaya untuk memperkuat edukasi masyarkat di bidang ekonomi melalui penyediaan sarana Pojok Baca atau yang disebut BI Corner. Pada tahun 215, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar untuk penyediaan BI Corner di Perpustakaan UNM. Sementara untuk tahun 216, BI Corner direncanakan akan dibangun di Univesitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Melalui sarana BI Corner, pengunjung diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, BI Corner juga dapat menjadi sarana sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal tugas dan peran Bank Indonesia dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Dengan semakin banyak masyarakat yang paham tentang tugas dan fungsi Bank Indonesia diharapkan dapat lebih membantu Bank Indonesia dalam mencapai visi dan misinya. Masih dalam rangka kontribusi kepada dunia pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi mahasiswa/i untuk melakukan praktek magang di Kantor Bank Indonesia. Mahasiswa pemohon dapat menyampaikan surat permintaan magang dari universitas yang dilengkapi dengan Curriculum Vitae (CV) ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Bank Indonesia akan melakukan seleksi wawancara terhadap permohonan magang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

84 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN yang masuk. Bank Indonesia juga menerima kunjungan dari sekolah maupun universitas untuk mengenalkan tugas dan fungsi Bank Indonesia baik di bidang moneter, sistem pembayaran maupun stabilitas sistem keuangan. Hingga periode laporan ini, Bank Indonesia telah menerima kunjungan dari 6 (enam) sekolah maupun unviersitas baik dari dalam maupun luar provinsi Sulawesi Selatan. Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan kegiatan magang sebanyak (dua) gelombang) untuk mengenalkan lebih dekat kepada mahasiswa magang mengenai tupoksi dan budaya kerja di Bank Indonesia. Bank Indonesia juga aktif menjadi narasumber dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan oleh universitas.tujuan kegiatan ini supaya dunia akademisi juga mengetahui isu-isu terkini terkait perkembangan ekonomi moneter dan fiskal. Mahasiswa yang diutamakan hadir adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang telah lulus mata kuliah ekonomi makro. Dengan kegiatan ini, diharapkan dunia akademisi mampu mengarahkan dan berpartisipasi dalam menciptakan tenaga kerja yang lebih responsif terhadap perkembangan global, memiliki inovasi, dan selalu siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Gambar 6.A.5. Kegiatan Seminar Ekonomi dan Edukasi Kebanksentralan Bersama Pengamat Ekonomi Nasional Gambar 6.A.6. Edukasi Kebanksentralan dan Sosialisasi Beasiswa Unggulan di Universitas Hasanuddin Bersama Gubernur Sulawesi Selatan dan Rektor Universitas Hasanuddin 78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

85 7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan II 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy), membaik dibandingkan 215. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 216 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga triwulan II 216 dan sampai dengan akhir 216 diperkirakan melemah, didukung peningkatan produksi pangan serta lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 216 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

86 214 Q1 214 Q2 214 Q3 214 Q4 215 Q1 215 Q2 215 Q3 215 Q4 216 Q1 216 Q2 216 Q3 216 Q4 217 Q1 217 Q2 217 Q3 217 Q4 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan II 216 diperkirakan meningkat, yang ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi,dan ekspor luar negeri). Peningkatan ekonomi Sulsel diperkirakan dalam kisaran 7,6% - 8,% (yoy). Dari sisi pengeluaran, kenaikan konsumsi rumah tangga dan LNPRT, tercermin dari optimisme konsumen (hasil survei BPS dan BI) dan akan adanya tunjangan hari raya. Investasi diperkirakan terakselerasi karena pembangunan infrastruktur (energy, jalan, dan komunikasi). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, disertai risiko permintaan negara mitra dagang yang masih lemah, dengan disinsentif harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan II 216 diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 216 dan 217 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,%) dibandingkan pertumbuhan 215 (7,15%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada 216, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,%, dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik, pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 217, pertumbuhan perekonomian diprakirakan juga akan kembali meningkat dalam kisaran 7,6%-8,%, seiring dengan terjaganya laju pertumbuhan perekonomian global, membaiknya harga komoditas internasional, dan pembangunan infrastruktur. 1 %, yoy : 7,54% 215: 7,15% 216: 7,6% - 8,% 217: 7,6% - 8,% Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 216 yang berkisar 7,6%-8,% (yoy) masih akan ditopang oleh permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT,konsumsi pemerintah, serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,8%-7,2% dengan optimism konsumen menjelang hari keagamaan.kegiatan investasi diperkirakan tumbuh 5,7%-6,1%, dengan berlanjutnya proyek infrastruktur multiyears dan percepatan pelaksanaan lelang proyek. Sementara itu, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, di tengah tren positif ekonomi negara-negara mitra dagang dan harga komoditas yang trennya membaik. Konsumsi pada triwulan II 216 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 17,6, terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 15,9, sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 11,7. Daya beli masyarakat akan meningkat dengan dibayarkannya tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS). Konsumsi pemerintah diperkirakan juga mulai terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa 23, dan realisasi 23 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.7/215 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 4% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 2% (dua puluh per seratus). 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

87 Sumber : BPS BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 215.Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada triwulan I 216 telah mencapai 12,8%, sementara pada triwulan II 216 diperkirakan akan mencapai 32,1% ,1 11,1 11,7 18,19 96,29 16,24 13,38 12,7 11,9 I II III IV I II III IV I IIp Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT Rencana pembelian barang durable 17,6 Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen BI Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia IIp Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen 1% 9% 89,8% 9,1% 91,4% 88,58% 6% 8% 5% 7% 4% 6% 5% 52,1% 49,6% 52,8% 47,23% 3% 4% 3% 3,9% 29,5% 32,4% 24,37% 32,7% 2% 2% 1% 1,8% 1,% 11,7% 9,49% 12,83% 1% % IIP Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 216 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai dengan keseluruhan 216. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 216 antara lain: 1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung , yang membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 1 %, antara lain jalan menuju proyek, dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai. 2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk pengerjaan tahap pertama. 3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung , pada tahun 216 membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 1 Km dan pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. 4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang berlangsung membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah dilakukan pada Maret Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa mobilisasi, tenaga, alat, material on site. 6. Bendungan Karalloe yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp5 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp8 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. % Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

88 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp4 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 9. Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap negosiasi dengan masyarakat. 1. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 216, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 216, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, terutama pengiriman ke luar negeri. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 215, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Jan-16 Apr p 217p p 217p Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4 2,4 2,5 Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,6 1,5 1,6 Kawasan Asia 6,6 6,3 6,2 6,6 6,4 6,3 Tiongkok 6,9 6,3 6, 6,9 6,5 6,2 Jepang,6 1,,3,5,5 -,1 Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,7 4,8 5,1 Output Dunia 3,1 3,4 3,6 3,1 3,2 3,5 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik meski masih pada tingkat yang rendah, turut mendorong perbaikan ekspor luar negeri. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun , yang secara langsung diharapkan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik di akhir 216, atau akan tumbuh -2,4% (yoy), dimana pada akhir 215 harga nikel tumbuh -4,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.78 USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik 8.878,86USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel, dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya output China. 24 Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina, Inggris, Taiwan, Tiongkok, Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer. 25 Commodity Market Outlook, April Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

89 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 216-p 217-p I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 216-p 217-p BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN $/mt yoy 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% $/mt yoy 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% -6% Harga Internasional Nikel g.harga Internasional Nikel - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Harga Internasional Iron Ore g.harga Internasional Iron Ore - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih banyak arus masuk, seiring masuknya musim hari besar, seiring peningkatan kebutuhan bahan pangan saat hari besar keagamaan. Pengirimanbarang dari Sulsel cenderung berupa bahan mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, yang dikirim kepada 22 provinsi.pengiriman melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta Kalimantan. Pengiriman didukung oleh infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau Prospek Sisi Lapangan usaha Pada triwulan II 216, sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, sektor informasi/komunikasi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Faktor-faktor pendorong sektor-sektor tersebut antara lain faktor musiman (Ramadhan), kondisi cuaca yang kondusif (berlalunya El- Nino), dan daya beli yang permintaankan produksi. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 216. Curah hujan yang cenderung kondusif (tingkat menengah) pada triwulan II 216, diperkirakan optimal untuk penanaman tabama maupun penangkapan ikan. Hasil pantauan BMKG, intensitas hujan berada pada intensitas menengah (2 3 mm), kondusif untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan laut dan kondusif untuk masa panen. Musim panen tanaman bahan makanan (padi) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Maret-Mei 216. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan membaik, sehingga ekspor komoditas tersebut juga diperkirakan meningkat. 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 USD/kg yoy 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% 2,5 2 1,5 1,5 USD/kg yoy 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% -2% -25% Harga Internasional Coklat g.harga Internasional Coklat - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Harga Internasional Kopi g.harga Internasional Kopi - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta) 26 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

90 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 1 tahun terakhir. Perusahaan tambangmasih untung dengan harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan April 216 telah mengalami penurunan -37,9%(yoy) hingga level harga 8.878,86 USD /metrik ton. Harga bahan bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan 27, dan dengan demikian pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel pada 216, akan menunda belanja modal, yang berarti tidak ada ekspansi usaha pada 216. Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke bawah pada triwulan II 216.Industri bahan makanan diperkirakan sudah menggenjot produksinya pada triwulan I 216 (terlihat dari pertumbuhan mencapai 12,8%; yoy), karena mengantisipasi permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sehingga triwulan II 216 kegiatan industri pengolahan cenderung terkoreksi ke bawah. Di samping itu,kegiatan industri pengolahan utama (terigu, kakao dan semen) masih terbatas, karena permintaan negara mitra dagang juga masih lemah. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tetap kuat pada triwulan II 216. Beberapa proyek pembangunan skala besar telah mulai berjalan pada 215, dan masih berlanjut di 216. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi, waduk, dan embung) hingga periode triwulan I 216 mencapai Rp1,5 miliar (,12%) dari APBD dan Rp397,22 miliar (7,86%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar seluruh Kementerian mempercepat realisasi anggaran di awal tahun. Dinas Pekerjaan Umum sudah mulai membuat kontrak pada akhir tahun, sehingga proyek pembangunan dapat berjalan pada awal tahun. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tetap kuat pada triwulan II 216. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat menjelang Ramadhan/Idul Fitri. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan indeks penjualan eceran pada triwulan II 216 diperkirakan sedikit membaik (-1,37%; yoy). Perbaikan penjualan triwulan II 216 diperkirakan terjadi pada suku cadang; perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan komunikasi di toko; barang budaya dan rekreasi masing-masing 5,4%; -,63%; -3,47%; dan 12,97% (yoy) dari triwulan sebelumnya masing-masing 2,63%; -2,98%; -4,63%; dan 1,41% (yoy). 8 6 %, yoy IIP Indeks Total Suku cadang Barang budaya dan rekreasi Peralatan dan komunikasi di toko Perlengkapan rumah tangga lainnya Grafik 7.9. Perkembangan Survei Penjualan Eceran Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan melambat pada triwulan II 216. Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan kegiatan di hotel dan restauran menurun. Hasil liaison menyatakan occupancy rate di 216 hanya akan sedikit naik, sekitar 7-1% dibandingkan 215. Hal ini didorong oleh permintaan dari perusahaan/bisnis melemah. Di sisi lain, kegiatan MICE di awal tahun 216 relatif belum banyak terselenggara. Sementara itu, tren pertumbuhan lapangan usaha ini akan meningkat pada 216, seiring penambahan unit dan kamar hotel 28 baru. Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan tetap kuat, sebagaimana yang diekspektasikan kalangan banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 216, memperkirakan pertumbuhan kredit pada 216 tetap menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 216 yang lebih baik dari tahun sebelumnya, menurunnya risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk 27 er atat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi mt pada 215 dari sebelumnya hanya mt pada Jumlah kamar tersedia di Makassar 215 mencapai unit kamar. Pada 216, akan bertambah 1.8 kamar, sehingga mencapai kamar dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

91 Inflasi Tahunan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN keseluruhan 216, secara nasional kredit akan tumbuh 12,3% (yoy) sedikit lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (12,3%; yoy) Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan II 216 secara umum diperkirakan stabil dengan rentang 4,%±1,% (yoy). Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food diperkirakan melemah, seiring masuknya musim panen sehingga pasokan bahan pangan mengalami penambahan. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered price, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se- Sulsel akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Inflasi di akhir 216 dan 217 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada lima tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan. Selain itu, harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada sesuai dengan targei inflasi nasional di kisaran 4%±1%.Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Nasional Sulsel Sasaran Inflasi 212: 4,5%+1 Sulsel 212: 4,41% Nasional 212: 4,3% Sasaran Inflasi 213: 4,5%+1 Sulsel 213: 6,22% Nasional 213: 8,38% Sasaran Inflasi 214: 4,5%+1 Sulsel 214: 8,61% Nasional 214: 8,36% Sasaran Inflasi 215: 4% + 1 Sulsel 215: 4,48% Nasional 215: 3,35% Grafik 7.1. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel Sasaran Inflasi 216: 4% + 1 Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 216, TPID akan lebih meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 216 sekitar 4%. Koordinasi menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada April 216, menjadi lebih tinggi menjadi 4,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir 215 (4,48%; yoy). Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula direncanakan pertengahan November 215 menjadi pertengahan Desember 215, sehingga pasokan pangan diperkirakan akan tinggi pada triwulan I dan II 216, dengan berlangsungnya musim panen. Selain itu, pada triwulan II 216, faktor cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian.dengan ketersediaan beras di Bulog, telah dilakukan pengiriman beras ke 14 provinsi antara lain DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimatan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Riau, Aceh, Kalimatan Barat, Kalimatan Selatan, dan Papua. Tekanan inflasi administered prices triwulan II tahun 216 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap penurunan harga bahan bakar minyak 3 dan tarif listrik 31. Peningkatan diperkirakan terjadi pada makanan jadi, karena 29 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I Harga bahan bakar minyak turun Rp5 per liter, bensin Premium turun menjadi Rp6.45 per liter dari harga semula Rp6.95 per liter. Sedangkan harga Solar turun menjadi Rp5.15 per liter dari harga sebelumnya Rp5.65 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 1 April 216. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I

92 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN pengenaan cukai untuk kemasan plastik akan memicu kenaikan harga jual. Salah satunya, harga jual makanan dan minuman yang selama ini banyak memakai plastik untuk kemasannya. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyatakan kenaikan harga mengacu pada besaran cukai yang akan dikenakan, dan pengenaan cukai itu akan menimbulkan efek berganda sampai ke konsumen 32. April 216 Mei 216 Juni 216 Keterangan: Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.1). Survei Konsumen indeksnya stabil menjadi 181,5 pada triwulan II 216 sama dengan indeks triwulan sebelumnya 181,5. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang sedikit melambat menjadi 1,5 pada triwulan II 216 dari indeks triwulan sebelumnya 1,9. Sementara itu, tren harga emas diperkirakan stabil sampai dengan triwulan II Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad 1,25 1,2 1,15 1,1 Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad 175 1, II* Sumber: Survei Konsumen Grafik Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga 1, 99,95 99,9 IIP Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga 31 Tarif Rumah Tangga daya 1.3 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.59,38 per kilo Watt hour (kwh) pada bulan Desember 215, menjadi Rp 1.49,16 pada Januari 216. Tarif bisnis daya 6. VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.6 VA ke atas juga turun hingga Rp 1,. Kemudian tarif industri juga mengalami penurunan tipis. 32 Misalnya, harga produk dari pabrik Rp 1. dan cukai yang akan dikenakan nanti sebesar Rp 2, maka harga sudah naik menjadi Rp 1.2. Kemudian, dari pabrik ke distributor ada pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1%, jadi harga barang naik jadi Rp Selanjutnya dari distributor ke grosir dikenakan lagi PPN 1%, dan harga naik lagi. Setiap tahapan distribusi dikenakan PPN 1%, belum lagi ditambah margin. 86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 216

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku KATA PENGANTAR DAFTAR ISI iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK xiv xvi DAFTAR SUPLEMEN BOKS 1. EKSPEDISI KAS KELILING PULAU TERLUAR...66 TABEL

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER - 217 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci