TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Perekonomian Sulsel triwulan II 2015 tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan seiring perbaikan produksi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga mampu mengembalikan pertumbuhan ekonomi daerah kembali pada level yang tinggi. Ekspor daerah juga mulai menunjukan perbaikan, sementara impor seirama dengan kondisi global masih berada dalam fase penurunan. Konsumsi pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi daerah tercatat masih sangat rendah realisasinya. Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy) dan inflasi Nasional (7,26%; yoy). Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan sesuai dengan pola musimannya (Ramadhan dan Idul Fitri). Faktor musiman juga tercermin pada sistem pembayaran tunai, yang ditandai oleh penurunan net inflow yang cukup besar. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara yang akurat dan berkelanjutan. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Makassar, 14 Agustus 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA ANGGARAN APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB INFLASI INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN KONDISI UMUM PERBANKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG TUNAI 65 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015 v

6 DAFTAR ISI 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 82 LAMPIRAN 85 DAFTAR BOKS BOKS 1.A. 26 MENGINVENTARIS HAMBATAN PERTUMBUHAN UTAMA SULSEL MELALUI METODE GROWTH DIAGNOSTIC BOKS 2.A. 37 PENGARUH PERUBAHAN NOMENKLATUR KEMENTERIAN/LEMBAGA TERHADAP PENYERAPAN BELANJA APBN 2015 DI SULSEL BOKS 3.A. 51 UPAYA STABILITAS HARGA KOMODITAS BAWANG MERAH DI SULAWESI SELATAN vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan triwulan II-2015kembali tumbuhlebih tinggi. Perekonomian Sulsel triwulan II 2015 tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy), sementara untuk keseluruhan tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran bawah 7,0%-8,0% (yoy). Percepatan pertumbuhan terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan, sementara sektor lain pada umumnya masih menunjukan pertumbuhan yang masih kuat walaupun sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sementara kinerja ekspor menunjukan perbaikan terkait dengan dengan sedikit pulihnya ekspor nikel matte. Sedangkan Impor masih menunjukan kontraksi, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar. Kemudian, konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan, ternyata realisasinya masih rendah, terkendala oleh faktor teknis. Pertumbuhan Sulsel diperkirakan akan terakselerasi kembali mulai kuartal ketiga 2015, sehingga keseluruhan tahun 2015 diperkirakan masih berada dalam rentang pertumbuhan 7,0%-8,0% (yoy). Pertumbuhan investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta akan menjadi kunci masih tingginya pertumbuhan Sulsel tahun 2015 tersebut. Di sisi lain, laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy), sementara untuk 2015 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi nasional. Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut akibat dari kegiatan masyarakat selama triwulan II 2015 seiring terjadi saat Hari Besar Keagamaan Nasional (bulan Ramadhan dan Idul Fitri) yang jatuh pada bulan Juni 2015, membuat permintaan barang/jasa meningkat dan menambah tekanan inflasi. Berjalannya koordinasi antar instansi, ketersediaan pasokan pangan, dan kebijakan pemerintah untuk energi, menjadi faktor penentu tercapainya target inflasi Pertumbuhan Ekonomi Sektor pertanian dan investasi menjadi sumber utamaakselerasi ekonomi Sulsel di triwulan II 2015 Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami akselerasi pertumbuhan di triwulan II Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,62% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mencapai (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di sektor primer (sektor pertanian). Selain pertanian, beberapa sektor yang tercatat tumbuh positif adalah pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, transportasi, informasi dan komunikasi, administrasi pemerintahan, dan jasa pendidikan. Di sisi lain, sembilan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

8 RINGKASAN EKSEKUTIF sektor lain termasuk didalamnya sektor konstruksi yang merupakan salah satu sektor utama penunjang perekonomian Sulsel mengalami penurunan. Dari sisi pengeluaran, investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan utama di periode pelaporan. Sementara indikasi masih lemahnya kondisi global terlihat dari lambatnya kinerja perdagangan baik dari sisi ekspor maupun impor. Selain itu, konsumsi pemerintah yang awalnya diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan tercatat mengalami koreksi yang cukup dalam. Keuangan Pemerintah Kenaikan realisasi pendapatan pemerintah belum diikuti sisi belanjanya. Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2015 relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan II Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II Demikian pula di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi, hingga triwulan II 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun Sementara persentase penyerapan APBN di Sulsel masih lebih rendah dari tahun Diperkirakan faktor kendala teknis memengaruhi penyerapan anggaran pemerintah pusat di Sulsel Inflasi Inflasi meningkat, karena faktor musiman (Ramadhan). Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarakat pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi di triwulan II tercatat sebesar 8,06% (yoy) meningkat dari triwulan I 2015 sebesar 7,13% (yoy). Faktor utama penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan harga harga barang pangan menjelang bulan suci ramadhan yang tercatat mengalami peningkatan dari triwulan I 2015 sebesar 12,87% (yoy) menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II Selain itu, bila dilihat per kelompok, hampir seluruh kelompok mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan tetap tinggi, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman. Kinerja perbankan cenderung meningkat. Dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan penyaluran kredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Sementara itu, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari Rasio Non-Performing Loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya sektor rumah tangga. Kualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan perhatian khususnya sektor pertambangan dan konstruksi dimana NPL pada triwulan laporan sudah melewati batas aman 5%. Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan yaitusebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

9 RINGKASAN EKSEKUTIF tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%.Di sisi lain, Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 12,11% (yoy). Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Pada triwulan II terjadi penurunan besar net inflow karena masyarakat banyak melakukan penarikan uang di Bank untuk menyambut Ramadhan. Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan II Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Di sisi lain, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan II Faktor musiman menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang kartal net inflow pada triwulan II Terjadi tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung inflow di awal tahun, yang berarti terjadi kegiatan penyetoran uang ke Bank Indonesia. Sementara itu, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan II 2015 terpantau melemah dibandingkan triwulan I Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua maupun nasional. Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan III dan keseluruhan 2015 diperkirakan masih akan lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,2% - 8,2% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementaraekspor luar negeri masih sangat tergantung pada prospek ekonomi global yang belum pasti. Di sisi lapangan usaha, peningkatan didukung oleh sektor sekunder dan tersier, didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Sementara tekanan harga pada triwulan III 2015 diperkirakan masih tinggi seiring dengan masuknya bulan ramadhan, sedangkan untuk tahun 2015 diperkirakan akan tetap terkendali dalam rentang target inflasi nasional. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi kebijakan: mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui pembangunan ekonomi dan pengendalian inflasi. Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan sehingga mampu memperkuat peran Sulsel sebagai simpul utama perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta mengisi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain (1) mendorong peningkatan konsumsi domestik, (2) Penyelesaian kendala teknis dalam realisasi belanja pemerintah, (3) Optimasi penggunaan transfer pemerintah pusat ke daerah, (4) Menjaga dan meningkatkan keberlanjutan investasi di Sulsel, (5) Konsisten dalam pembangunan sektor unggulan berbasis ekspor. Sementara, untuk pengendalian harga-harga barang dan jasa secara umum, sehingga tercapai level yang mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, maka beberapa kebijakan yang dapat disarankan adalah sbb (1) Melakukan langkah cepat (early warning system), (2) Melakukan intervensi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah ataupun operasi pasar, (3) Menyusun sistem informasi stok bahan kebutuhan pokok masyarakat yang akurat dan kredibel, (4) Memperkuat koordinasi anggota TPID beserta semua unsur pendukung termasuk petani, pedagang besar, aparat keamanan, dan lembaga pembiayaan, (5) Perlunya kebijakan yang sifatnya jangka menengah panjang. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

11 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN - PROPIN MAKRO Indeks Harga Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) INDIKATOR - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA ,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6, Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3, Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1, Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2, Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi/Bangunan ,022 1, Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3, Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1, Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636 PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA ,293 13,015 14,950 10,551 12,821 14,651 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,445 3,492 4,039 3,995 3,543 3,789 Pertambangan dan Penggalian 7,648 8,213 8,631 8,941 7,920 8,569 Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air 6,494 6,789 7,044 7,301 6,924 7,150 Konstruksi 7,775 8,088 8,620 7,881 8,212 8,656 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2,072 2,105 2,193 2,272 2,146 2,253 Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 Informasi dan Komunikasi 1,956 2,021 2,013 2,116 2,136 2,072 Jasa Keuangan 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 Real Estate Jasa Perusahaan 2,510 2,550 2,653 2,686 2,572 2,679 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 Jasa Pendidikan 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,166 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya 55,576 57,918 62,188 58,349 58,558 62,331 PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** 14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16, Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39, Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 20,902 23,641 24,033 22,520 23,507 25, Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,700 14,295 15,704 14,782 13,417 13, Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,618 17,694 16,474 20,818 15,524 16,265 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012 ***) Sejak tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar * 2013* 2014** 2015** 14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,577 57,918 62,241 58,349 58,558 62, (15.43) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** I II III IV I II III IV I II III IV I II BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99, , , ,309 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112-66,420-68,867 Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560-85,304-87,563 - Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 - Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 - Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 LDR % % % % % % % % % % % % % % Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560-85,304-87,563 - Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 - Pertambangan Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 - Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 - Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 - Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 - Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 - Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675-27,428-28,301 Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883-6,221-6,679 - Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 - Investasi ,027 1,048 1,404 1,548 1,642 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035-10,893-11,161 - Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 - Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757-10,313-10,461 - Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 - Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% % % NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% % % - - BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991-3,187-3,287 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan ,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 Deposito ,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141-5,239-5,582 - Modal Kerja ,135 1,292 1,535 - Investasi ,015 - Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 FDR Catatan: * (<Rp50 juta) ** (Rp50 < X < Rp500 juta) *** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara % % % % % % % % % % % % % % Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. SISTEM PEMBAYARAN I II III IV I II III IV I II III IV I II KAS Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,709 Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,703 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 Volume Kliring* (Lembar) 281, , , , , , , , , , , , , ,265 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) , ,027 Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 Volume Kliring Debet (Lembar) 244, , , , , , , , , , , , , ,325 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 5,185 5,303 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. GRAFIK INDIKATOR Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan Jumlah Penduduk Miskin 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% % Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

15 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel yang diukur berdasarkan PDRB di triwulan II 2015 mencapai Rp milyar (ADHB) atau Rp milyar (ADHK), tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan perekonomian Sulsel di Triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian. Dari semua komponen pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) menjadi pendorong utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 (5,32%; yoy). Meningkatnya permintaan disepanjang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi penyebab utama peningkatan konsumsi rumah tangga di periode pelaporan. Sementara itu, investasi (PMTB) tercatat tumbuh 7,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,13% (yoy). Investasi diperkirakan lebih banyak berasal dari swasta mengingat realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun Sementara kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan, sehingga tingkat kontraksinya mulai mengecil. Di sisi lain, impor masih dalam fase penurunan, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

16 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami akselerasi pertumbuhan di triwulan II Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,62% (yoy)lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mencapai (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan terutama didorongoleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan, sementara sektor lain pada umumnya masih menunjukan pertumbuhan yang masih kuat walaupun sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya.dari sisi pengeluaran,pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sementara kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan, sehingga tingkat kontraksinya mulai mengecil. Di sisi lain, impor masih dalam fase penurunan, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar. Kemudian, konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan, ternyata realisasinya masih rendah, terkendala oleh faktor teknis. Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 1.2. Sisi Pengeluaran Dari semua komponen pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) menjadi pendorong utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 (5,32%; yoy). Meningkatnya permintaan disepanjang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi penyebab utama peningkatan konsumsi rumah tangga di periode pelaporan. Sementara itu, investasi (PMTB) tercatat tumbuh 7,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,13% (yoy). Investasi diperkirakan lebih banyak berasal dari swasta mengingat realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun Selain tingginya konsumsi dan investasi, pertumbuhan ekonomi Sulsel juga dipengaruhioleh membaiknya sisi ekspor yang ditandai dengan mengecilnya tingkat kontraksi. Kontraksi ekspor Sulsel turun dari -9,64% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi -2,9% (yoy) di periode pelaporan. Di sisi lain, impor mengalami kontraksi yang dalam di triwulan pelaporan. Impor Sulsel tercatat mengalami kontraksi-8,6% (yoy). Kontraksi yang terjadi pada ekspor dan impor menunjukan masih lemahnya kondisi ekonomi global maupun lokal. Hal ini searah dengan proyeksi beberapa lembaga Nasional dan Internasional yang menurunkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Dunia termasuk didalamnya Indonesia. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Komponen Tahun Dasar Tahun Dasar I II III IV TOTAL I II 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara 10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

17 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Konsumsi Konsumsi menjadi pendorong utama konsumsi di triwulan II Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh 4,9% (yoy). Pertumbuhan konsumsi didorong oleh akselerasi konsumsi rumah tangga yang mencapai 5,5% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 5,3% (yoy). Di sisi lain, konsumsi pemerintah tercatat melambat di periode pelaporan. Konsumsi pemerintah tumbuh 2,2% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 7,8% (yoy). Penurunan persentase realisasi belanja pemerintah hingga triwulan II 2015 terutama terjadi di belanja APBN (dibahas lebih rinci di BAB 2: Keuangan Pemerintah). Tingginya permintaan sepanjang bulan Ramadhan menjadi pendorong utama peningkatan konsumsi diperiode pelaporan. Trend peningkatan konsumsi terutama bahan makanan terjadi menjelang dan sepanjang bulan Ramadhan di setiap tahunnya. Tingginya konsumsi bahan makanan terlihat dari peningkatan laju inflasi di bulan Juni Inflasi Sulsel Bulan Juni 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) dengan penyumbang terbesar berasal dari komoditas volatile food. Sementara itu, harga BBM bersubsidi yang stabil paska kenaikan terakhir di bulan Maret 2015 cukup menjaga daya beli masyarakat Sumber: Pertamina, diolah Grafik 1.2. Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Perkembangan Inflasi Sulsel Pertumbuhan konsumsi rumah tangga searah dengan peningkatan indeks keyakinan konsumen. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalalami peningkatan, meskipun secara pertumbuhan masih mengalami perlambatan. IKK Makassar bulan berada pada level 126,58. IKK diatas 100 menunjukan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi di Sulsel. Pertumbuhan konsumsi juga terkonfirmasi dari hasil survey penjualan eceran yang menunjukan peningkatan penjualan sepanjang periode pelaporan. Selain itu, peningkatan konsumsi konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit konsumsi meskipun dalam tren yang melambat. Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.4. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran Penerapan kebijakan Loan to Value (LTV) efektif menekan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat terhadap kendaraan bermotor dan properti. Kenaikan uang muka (down payment / DP) atas pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) diperkirakan menurunkan konsumsi masyarakat khususnya pada konsumsi rumah/apartemen. Hal ini terlihat dari penurunan penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) di triwulan II 2015, dari 8,86% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 0,43% (yoy) di triwulan pelaporan. Di sisi lain, koreksi tajam juga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D terjadi pada kredit kendaraan bermotor yang mengalami koreksi sebesar -5,33% (yoy) di triwulan II 2015, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 38,23% (yoy). Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.7. Penyaluran Kredit KPR/A Konsumsi pemerintah belum mampu mendorong pertumbuhan sebagaimana diharapkan. Konsumsi pemerintah khususnya di belanja modal yang sebelumnya diharapkan dapat menjadi akselerator pertumbuhan malah mengalami perlambatan di triwulan pelaporan. Dari hasil FGD dengan Kanwil Dirjen Pembendaharaan Negara (DJPbN) Sulawesi Selatan serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulawesi Selatan diketahui bahwa penyerapan belanja pemerintah pusat (APBN) di Sulsel di triwulan II 2015 tercatat hanya 27,6% lebih rendah dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 32,4%. Dari sumber yang sama, diketahui juga bahwa rendahnya realisasi belanja pemerintah di triwulan II 2015 disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Perubahan Nomenklatur beberapa Kementerian/lembaga 2. Proses pemilihan dan penetapan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang baru 3. Penetapan petunjuk teknis (juknis) dan spek barang 4. Kapasitas PPK yang baru terhadap prosedur pelaksanaan proyek pemerintah yang masih terbatas 5. Pemda memang belum melaksanakan karena kendala pembebasan lahan 6. Proses pengadaan barang dan jasa melalui pihak ketiga yang cukup panjang sehingga penandatanganan perjanjian/kontrak atas belanja infrastruktur sering mengalami keterlambatan. Sumber: DJPbN, diolah Grafik 1.8. Realisasi APBN disulsel Investasi Grafik 1.9. Penyaluran KreditKendaran Bermotor (KKB) Investasi tumbuh stabil di triwulan II Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 7,2% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan I 2015 (7,1%; yoy). Melambatnya investasi Sulsel lebih lambat diperkirakan disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal pemerintah. Pertumbuhan investasi tercermin terkonfirmasi dari peningkatan impor barang modal di triwulan II Dirjen Bea Cukai Makassar mencatat impor barang modal mencapai Rp41,54 triliun atau tumbuh 3,01% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun Selain peningkatan impor barang modal, peningkatan investasi juga tercermin dari peningkatan penyaluan kredit investasi. Di triwulan II 2015, kredit investasi tercatat mencapai Rp19,43 triliun tumbuh 12,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 11,8% (yoy). 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

19 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Impor Barang Modal Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Penyaluran Kredit Investasi Di triwulan II 2015, investasi lebih banyak berasal dari pihak swasta. Kegiatan investasi triwulan laporan dominan dilakukan oleh sektor swasta sedangkan realisasi anggaran belanja modal pemerintah rendah. Tingginya investasi swasta di triwulan II juga terlihat dari peningkatan rencana proyek baru. Proyek infrastruktur yang direncanakan dimulai di triwulan II 2015 mencapai Rp5,74 triliun lebih rendah -7,4% dibandingkan periode yang sama di tahun Dari total investasi Rp5,74 triliun tersebut, 87,91% nya berasal dari sektor swasta untuk keperluan komersial. Beberapa proyek pemerintah dan swasta diperkirakan akan dimulai pada triwulan II 2015 adalah Hydro Power Plant (2X60 MW), Smelter Plant Bantaeng, Penthouse & Residence di Makassar, Dua hotel di Makassar, Wotu Extra High Voltage Substation 275/150 KV, jalan underpass Simpang Mandai Makassar, Phase 2 Balai diklat BPK RI, dan Proyek jalan kab. Luwu Wotu Kayulangi. Di sisi lain, perubahan stok di triwulan II 2015 masih mengalami kontraksi yang salah satu penyebabnya adalah penurunan stok hasil olahan industri nikel. Komponen perubahan stok diperiode pelaporan tercatat mengalami kontraksi sebesar -2,1% (yoy) di posisi Rp894 miliar. Salah satu faktor yang mempengaruhi posisi perubahan stok adalah stok hasil olahan industri nikel. Berdasarkan data yang di keluarkan oleh perusahaan pengolahan Nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa perubahan stok hasil olahan nikel terkontraksi -239,95% (yoy). Sumber: BCI Asia, diolah Grafik Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Sumber: Produsen, diolah Grafik Perubahan Inventori Produsen Nikel Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh presiden RI pada bulan Mei Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sumber: berbagai sumber, diolah Selain proyek new port Makassar, terdapat beberapa proyek multiyearsyang diperkirakan akan mendorong ekonomi Sulsel kedepan antara lain proyek KA Makassar-Parepare,proyek PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di Bantaeng, dan rencana pengembangan PLT Tenaga Angin. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyearsdi Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Proyek KA Makassar- Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km 2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun 3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun 4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : metrik ton per tahun 5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun 6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kabupaten Jeneponto dan Sidrap. Sumber: berbagai sumber, diolah Sumber dan APBD Rencana kapasitas KW tenaga listrik Pembebasan lahan Alokasi anggaran 2015 o APBD Rp100 milyar o APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran 2016 o APBN Rp1,3 triliun Groundbreaking pada bulan Maret 2015 Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi produksi : 2016 Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi produksi : 2016 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 2016 Studi Kelayakan Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan II 2015 membaik, tingkat kontraksinya mengecil. Nilai ekspor terkontraksi sebesar -2,9% (yoy) lebih baik dibandingkan dari kontraksi di triwulan I 2015 yang tercatat mencapai -9,6% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun dalam negeri (DN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang dari ekspor non migas, mengalami kontraksi sebesar -3,4% (yoy) turun tajam dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang masih mencatatkan pertumbuhan postif sebesar 3,2% (yoy). Penguatan keseluruhan ekspor diperkirakan berasal dari perdagangan antar pulau (DN) yang tercermin dari dari kinerja ekspor antar daerah yang menunjukan perbaikan meskipun masih dalam fase kontraksi sebesar -2,7% (yoy). Hal ini terlihat dari kegiatan muat barang dalam negeri di pelabuhan Makassar yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I Volume muat barang di pelabuhan Makassar mencapai 1,14 juta ton lebih tinggi dari total muat barang di triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 1,05 juta ton. Meskipun meningkat, namun angka ini masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun Secara tahunan, total muat barang di pelabuhan Makassar mengalami kontraksi sebesar -5,78% (yoy). 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Perbaikan kinerja ekspor di triwulan II 2015 tidak lepas dari perbaikan kinerja Industri pengolahan Nikel. Berdasarkan data yang dirilis oleh produsen nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa produksi dan penjualan nikel matte di periode pelaporan lebih baik dibandingkan triwulan I Produksi nikel matte di triwulan II 2015 tercatat mencapai 19,2ribu metrik ton lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 17,4ribu metrik ton. Nominal penjualan pun tercatat mengalami peningkatan dari 18,1ribu metrik ton di triwulan I 2015 menjadi 19,0ribu metrik ton di triwulan pelaporan. Selain nikel, beberapa komoditas ekspor utama Sulsel juga tercatat mengalami peningkatan di triwulan I Tercatat komoditas rumput laut, kayu olahan, dan biji kakao mengalami peningkatan volume ekspor. Sumber: Produsen Nikel Matte Grafik Produksi Nikel dalam Matte Sumber: Produsen Nikel Matte Grafik Penjualan Nikel dalam Matte Peningkatan ekspor Sulsel tidak lepas dari membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang utama. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa beberapa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang dan Amerika Serikat menunjukan perbaikan sepanjang triwulan II 2015, termasuk Tiongkok meski tidak signifikan. Dari lima negara yang dipantau perkembangannya, tercatat hanya Korea Selatan dan Zona Eropa yang menunjukan penurunan kinerja. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh, mengingat jumlah ekspor ke dua wilayah tersebut relatif kecil. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Sumber: Bloomberg Grafik Purchasing Managers Index Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di periode pelaporan tercatat tumbuh negatif sebesar-8,6% (yoy) turun tajam dibandingkan triwulan I 2015 yang masih sempat tumbuh positif sebesar 0,6% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari perlambatan impor LN yang di dominasi oleh komoditas Non Migas, baik secara nilai maupun volume. Nilai impor LN tercatat mengalami kontraksi sebesar - 0,62% (yoy) turun tajam dibandingkan triwulan I 2015 yang mampu tumbuh 17,23% (yoy). Penurunan juga terjadi pada impor antar daerah (DN). Nilai impor DN tercatat mengalami kontraksi hingga -12,0% (yoy). Penurunan impor DN terkonfirmasi dari penurunan kegiatan bongkar barang di pelabuhan Makassar dimana pada triwulan II 2015 volume bongkar muat mengalami pertumbuhan negatif sebesar -4,27% (yoy). Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan II 2015 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian. Total impor produk industri mencapai USD288,17 Juta atau 76,26% dari total ekspor di triwulan II Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi. Total impor bahan baku mencapai USD129,61 juta atau 75,14% dari total impor. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing sebesar 24,08% dan 0,78%. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Impor Menurut Kategori Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan II 2015, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 61,65% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel. Selanjutnya, kakao dan biji-bijian berminyak dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 16,7% dan 8,62%. Untuk impor luar negeri, komoditas gandum mengambil pangsa terbesar dengan total pangsa mencapai 36,99% pada triwulan I Setelah gandum, impor mesin dan peralatan listrik dengan pangsa impor yaitu masing-masing 26,24% dan 7,36%. 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor Komoditas (HS) Triwulan II 2015 Pangsa (USD) Nikel 197,775, % Kakao 63,950, % Biji-Bijian Berminyak 32,990, % Ikan dan Udang 30,441, % Kayu dan Barang dari Kayu 11,859, % Buah-Buahan 9,945, % Sayuran 8,427, % Daging dan Ikan Olahan 5,383, % Ampas/Sisa Industri Makanan 4,892, % Garam, Belerang, dan Kapur 2,823, % Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor Komoditas (HS) Triwulan II 2015 Pangsa (USD) Gandum-Ganduman 66,856, % Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik 47,432, % Mesin/Peralatan Listrik 13,305, % Ampas/Sisa Industri Makanan 12,474, % Senjata dan Peledak 8,238, % Bahan Kimia Anorganik 4,497, % Perabot, Penerangan Rumah 4,092, % Kakao 3,401, % Baja dan Besi 3,108, % Pupuk 2,890, % Sumber: Bea Cukai, diolah Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel ditujukan ke Jepang sedangkan mayoritas impor berasal dari Australia. Di triwulan II 2015, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai USD213,08 juta atau 66,89% dari total ekspor Sulsel di ikuti oleh Amerika Serikat (12,71%) dan Tiongkok sebesar 11,27%. Dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Australia yang mencapai USD47,95 juta atau 26,53% dari total impor Sulsel diikuti oleh Tiongkok (19,36%), Jerman (11,86%) dan Kanada (10,23%). Tabel 1.5. Negara Tujuan Utama Ekspor No Negara Tujuan Total Ekspor FOB (USD) Pangsa 1 JAPAN 213,088, % 2 UNITED STATES OF AMERICA 40,493, % 3 R.R.C 35,893, % 4 MALAYSIA 32,804, % 5 PHILIPPINES 11,210, % 6 NETHERLANDS 7,035, % 7 SINGAPORE 5,793, % 8 SOUTH KOREA 4,541, % 9 GERMANY 4,529, % 10 HONGKONG 3,878, % Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.6. Negara Asal Utama Impor No Negara Asal Total Impor CIF (USD) Pangsa 1 AUSTRALIA 47,954, % 2 R.R.C 34,987, % 3 GERMANY 21,430, % 4 CANADA 18,486, % 5 SINGAPORE 11,060, % 6 ARGENTINA 10,541, % 7 UNITED STATES OF AMERICA 9,845, % 8 UKRAINE 8,238, % 9 THAILAND 4,540, % 10 CAPE VERDE 2,890, % Sumber: Bea Cukai, diolah Neraca perdagangan Sulsel kembali mengalami defisit di triwulan II Defisit neraca perdagangan Sulsel di periode pelaporan mencapai Rp2,45 triliun lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai Rp2,11 triliun. Masih tingginya ketergantungan Sulsel terhadap barang-barang dari luar Sulsel menjadi penyebab semakin tingginya defisit di neraca perdagangan. Sumber: BPS Grafik Neraca Perdagangan Bersih PDRB Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.3. Sisi Lapangan Usaha Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Perdagangan menjadi motor utama pendorong pertumbuhan ekonomidi triwulan II Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Perdagangan tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan masingmasing dari 4,30% (yoy), 2,83% (yoy), dan 5,62% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 12,57% (yoy), 8,51% (yoy), dan 7,02% (yoy) di triwulan II Di sisi lain, sektor Konstruksi yang merupakan penyumbang PDRB terbesar ke-4 mengalami perlambatan di triwulan pelaporan. Sektor Konstruksi tercatat tumbuh 5,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I 2015 yang mencapai 6,63% (yoy). Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi* Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar I II III IV TOTAL I II 1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan C Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air Bangunan F Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Pengangkutan dan Komunikasi H Transportasi dan Pergudangan J Informasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan K Jasa Keuangan L Real Estate Jasa-jasa M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PDRB PRDB Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara Bila dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 24,78%, tertinggi dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah Industri Pengolahan, Pengolahan,dan Konstruksi. Ketiga sektor ini memiliki pangsa terhadap total PDRB sebesar 13,19%, 12,61%, dan 11,57%. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik PangsaPDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB) Lapangan Usaha Pertanian Berlangsungnya panen raya komoditas tabama mendorong produksi pertanian tumbuh pesat ditriwulan II Lapangan usaha pertanian tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 4,30% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 12,57% (yoy) ditriwulan II Setidaknya ada enam wilayah yang memasuki masa panen raya di triwulan II 2015, diantaranya adalah kab. Sidrap, kab. Sopeng, kab. Bone, kab. Wajo, kab. Sidrap, dan kab. Luwu. Selain itu, cuaca yang kondusif mendukung kegiatan penangkapan ikan di sepanjang triwulan II Penerapan moratorium disubsektor perikanan mulai menunjukan hasil, khususnya bagi nelayan kecil. Pemerintah melalui kementrian kelautan dan perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yaitu permen no 56/PERMEN/KP/2014 tentang moratorium penghentian perizinan kapal eks asing, Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang larangan transhipment dan penggunaan ABK asing, Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster, 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu. dan Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. Tujuan dari keempat kebijakan ini adalah mengurangi praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga kelestarian sumber daya perikanan, membuka kesempatan kerja bagi nelayan lokal. Di awal penerapannya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan bagi perekonomian daerah, khususnya daerah yang menggantungkan pendapatannya dari sektor perikanan. Pasalnya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan produksi ikan tangkap yang sangat besar. Namun dari laporan berbagai media, diketahui bahwa kebijakan ini mulai menunjukan hasil yang positif khususnya bagi nelayan kecil. Jumlah ikan dilaporkan meningkat, sehingga nelayan tidak lagi kesulitan mendapatkan ikan. Meningkatnya ketersediaan ikan tercermin dari peningkatan hasil ikan tangkap di beberapa tempat pelelangan ikan. Seperti PPS Bitung yang menunjukan peningkatan produksi sepanjang triwulan II Di Sulsel sendiri, peningkatan hasil laut terlihat dari meningkatnya ekspor udang ke beberapa negara tujuan. Jumlah ekspor udang tercatat mencapai 1,1 juta ton lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang mencapai 829ribu ton. Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan Grafik Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Udang Subsektor Perkebunan masih mengalami kontraksi di triwulan II Hal ini telihat dari kondisi ekspor biji cokelat yang masih mengalami kontraksi sebesar -25,41% (yoy) di triwulan pelaporan. Meskipun kondisi di triwulan II menunjukan perbaikan, namun secara keseluruhan kinerja ekspor biji cokelat masih jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen ditambah produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan tambahan tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat. Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke industri (saat ini daya serap Industri sekitar 80% produksi) dan ekspor. Lambatnya proses pemulihan produksi kakao juga sangat lambat. Dari hasil FGD dengan asosiasi pengusaha kakao Sulsel, diketahui bahwa lambatnya pemulihan pasokan kakao salah satunya di akibatkan oleh kurang berhasilnya program Gernas Kakao yang di canangkan pemerintah tahun-tahun sebelumnya. Informasi dari pihak asosiasi disebutkan bahwa bibit tanaman yang digunakan dalam program Gernas Kakao tidak sesuai dengan kondisi tanah di Sulawesi. Tanaman kakao yang baru rentan terhadap gangguan angin, karena struktur akar yang tidak kuat. Namun di program Gernas 2015, dinas pertanian telah menyiapkan jenis bibit baru yang lebih sesuai dengan keadaan iklim di Sulawesi. Diharapkan dalam 3-5 tahun kedepan, produksi dari tanaman kakao yang baru ini dapat kembali menopang subsektor perkebunan. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Biji Kakao Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian meningkat di triwulan II Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 yang mencapai 2,83% (yoy). Meskipun meningkat, secara keseluruhan volume produksi hasil tambang sepanjang 2015 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Dampak pelarangan ekspor bahan tambang mentah, ditambah dengan pelemahan harga komoditas diperkirakan masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun Rrata-rata harga komoditas Nikel di triwulan II 2015 berada pada level USD per metrik ton turun -29,89% dibandingkan rata-rata harga di periode yang sama di tahun Penurunan harga komoditas tambang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 seiring dengan penurunan permintaan konsumen utama barang tambang seperti Tiongkok dan Jepang. Usaha pertambangan mineral diarahkan untuk memenuhi kebutuhan Nasional. Kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah ditujukan untuk mendorong perkembangan industri hilir, terutama industri pengolahan hasil tambang. Kebijakan ini berdampak pada menjamurnya pembangunan industri pengolahan hasil tambang (Smelter). Di Sulsel sendiri, setidaknya ada tiga perusahaan dengan paling progresif dalam pembangunan Smelter dan salah satunya telah memasuki proses konstruksi. Bahkan di tempat lain, seperti Kab Murowali Sulteng telah berdiri Smelter dengan kapasitas produksi12 juta ton nikel ore per tahun. Tingginya permintaan dalam negeri terhadap bahan hasil tambang menjadikan aliran produk hasil usaha tambang lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan untuk ekspor LN hasil tambang saat ini hanya mengandalkan hasil tambang non mineral, seperti marmer dan hasil batuan lainnya. Hal ini terlihat dari data ekspor LN pertambangan yang menunjukan arah berdeda dibandingkan PDRB sektor pertambangan. Ekspor pertambangan di triwulan II 2015 tercatat mengalami kontraksi -38,96% (yoy) berbeda arah dengan PDRB hasil tambang yang menunjukan percepatan pertumbuhan. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Pertambangan Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh lebih cepat ditriwulan II Sektor industri pengolahan tumbuh 4,33% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang tercatat mencapai 3,56% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan berasal dari industri besar, hal ini terindikasi dari indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang menunjukan peningkatan di triwulan II 2015, sedangkan indeks kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) mengalami penurunan. Hal ini diperkuat dari data hasil produksi industri pengolahan nikel yang meningkat di periode pelaporan. Hasil produksi Nikel Matte tumbuh 0,14% (yoy) setelah di periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -10,85% (yoy). Membaiknya permintaan dari konsumen utama Nikel Sulsel yaitu Jepang diperkirakan menajadi salah satu faktor penyebab membaiknya kinerja industri pengolahan khususnya industri pengolahan hasil tambang. Purchasing Manager Index (PMI) Jepang yang menjadi salah satu indikator perbaikan Industri di Jepang menunjukan peningkatan dari 50,1 di triwulan I 2015 menjadi 50,2 di periode pelaporan. 20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Produsen NIkel Grafik Produksi Nikel Matte Selain industri pengolahan nikel, pertumbuhan sektor Industri pengolahan juga didorong oleh pertumbuhan industri kayu olahan. Pertumbuhan industri pengolahan kayu terindikasi dari meningkatnya volume ekspor kayu olahan di triwulan I Ekspor kayu olahan tumbuh 28,46% (yoy) tumbuh tinggi setelah di periode sebelumnya mengalami kontraksi di angka -35,99% (yoy). Di sisi lain, subsektor makanan olahan menunjukan tren penurunan menunjukkan perlambatan di periode pelaporan. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Hasil Industri Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) 1 Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik dangas dan lapangan usaha Pengadaan Air mengalami kontraksi masingmasing sebesar -3,71% (yoy) dan -0,26% (yoy). Masih terbatasnya daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan penurunan harga jual usaha sektor LGA. Hal ini diperkuat dengan menurunnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya. Kapasitas terpakai LGA di triwulan II 2015 berada di angka 60,06%, turun dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 69,39%. Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA 1 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

28 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan II 2015, Lapangan Usaha Konstruksi melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan pelaporan, sektor ini tumbuh 5,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,63% (yoy). Penurunan ini tercermin dari hasil survei penjualan eceran untuk kelompok barang perlengkapan konstruksi di triwulan II 2015 yang menunjukan perlambatan. Pertumbuhan indeks penjualan eceran perlengkapan konstruksi mengalami perlambatan dari 16,89% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 15,98% (yoy) di periode pelaporan. Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Penurunan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan penyaluran kredit konstruksi. Realisasi pengadaan semen di triwulan II 2015 mencapai 490ribu ton, tumbuh -3,01% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan periode triwulan I 2015 (-0,63%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi juga mengalami perlambatan dari 34,02% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi26,21% (yoy). Kredit konstruksi ini terindikasi dari rendahnya realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II Berdasarkan hasil FGD dengan pihak perbankan, diketahui bahwa rendahnya realisasi belanja pemerintah berpengaruh signifikan terhadap bisnis perbankan di Sulsel termasuk didalamnya kredit konstruksi. Data yang dirilis DJPbN Sulsel, diketahui bahwa realisasi belanja modal di triwulan II 2015 hanya mencapai 11%, lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama di tahun 2014 yang mencapai 16,2%. Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Sektor Konstruksi Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) 4 Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 7,02% (yoy), sedangkan kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,03% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, lapangan usaha perdagangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II Hal ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang masih menunjukan pertumbuhan tinggi meski lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya. Kredit ke sektor perdagangan di periode pelaporan mencapai Rp30,36 triliun atau tumbuh 12,68% dibandingkan periode yang sama di tahun Pertumbuhan perdagangan diperkirakan ditopang oleh penjualan makanan jadi khususnya sepanjang bulan Ramadhan dan dan beberapa produk kebutuhan tersier seperti alat olah raga dan alat musik. Hal ini terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran ketiga kelompok barang tersebut sepanjang periode triwulan II Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriperdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoripenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

29 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Barang Eceran Riil Permintaan domestik mendominasi permintaan di lapangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Pelonggaran kebijakan pelarangan rapat di luar kantor yang dikeluarkan oleh pemerintah 5 menjadi pendorong utama peningkatan permintaan di lapangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Hal ini tercermin dari peningkatan tingkat hunian kamar hotel dari 41,8% di triwulan I menjadi 61,85%. Hal ini sesuai perkiraan, mengingat sebagian besar hotel di Sulsel mengandalkan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, andexhibition) untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Sementara itu, pariwisata dinilai belum mampu mendorong perkembangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Hal ini mengacu pada indikator pariwisata internasional seperti jumlah kedatangan wisman di triwulan II 2015 yang masih menunjukan pertumbuhan yang negatif di periode pelaporan. Pertumbuhan kedatangan wisman ke Sulsel di triwulan II 2015 masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar -21,83% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi 6 Di triwulan laporan, lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,03% (yoy), sedangkan kelompok Informasi dan Komunikasi tumbuh meningkat sebesar 7,46% (yoy). Pertumbuhanlapangan usaha transportasi dan pergudangan searah dengan peningkatanaktivitas penumpang di Bandara Sultan Hasanudin. Jumlah penumpang yang berangkat tercatat dari Bandara Sultan Hasanudin sepanjang triwulan II 2015 mencapai 778ribu penumpang atau tumbuh 0,85% dibandingkan periode yang sama di tahun Angka ini membaik dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -6,08% (yoy). Namun peningkatan sektor usaha angkutan ini tidak tercermin dari penyaluran kredit ke sektor pengangkutan yang tercatat mengalami kontraksi -9,33% (yoy). 5 Peraturan Menteri PAN RB No. 6/2015 yang terbit di bulan April Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan kategoritransportasi dan Pergudangan dan kategoriinformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

30 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sumber: Angkasa Pura Grafik Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit Sektor Pengangkutan Subsektor usaha angkutan laut turun masih terkontraksi di triwulan II Otoritas pelabuhan Makassar menyebutkan bahwa di triwulan II 2015, kegiatan lalulintas barang maupun penumpang di pelabuhan Makassar masih mengalami kontraksi. Total volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar sepanjang triwulan II 2015 mencapai 2,53juta ton, lebih rendah -4,96% (yoy). Kontraksi juga terjadi di pengangkutan penumpang, tercatat kontraksi di triwulan II 2015 mencapai -11,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan kontraksi di triwulan I 2015 sebesar -9,80% (yoy). Masih terpusatnya gerbang ekspor Indonesia Timur melalui pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), menjadi salah satu penyebab rendahnya lalu lintas kapal di Pelabuhan Makassar. Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Barangdi Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7 Di triwulan pelaporan, lapangan usaha jasa keuangan tumbuh melambat dari sebesar dari 9,18% (yoy) menjadi 2,52% (yoy), sedangkan lapangan usahareal estatejuga tumbuh melambat dari 8,88% (yoy) menjadi 7,55% (yoy). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari penurunan kinerja subsektor perbankan. Deselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit mengakibatkanpenurunan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel pada triwulan II Di sisi lain, penurunan di lapangan usaha Real Estate terlihat dari melambatnya penjualan properti di wilayah Sulsel sepanjang triwulan II Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menunjukan tendensi perlambatan melanjutkan tren yang sudah berlangsung sejak pertengahan tahun Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan kategorijasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

31 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Grafik Nilai Tambah Bank Grafik Penjualan Properti Lapangan Usaha Jasa-jasa 8 Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,48% (yoy); 5,04% (yoy); 9,07% (yoy); 6,71% (yoy); dan 8,16% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan I 2015, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Hal ini sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat. Di triwulan I 2015, kredit jasa sosial masyarakat tumbuh 38,09% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 29,92% (yoy). Grafik Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat 8 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan lapanganusaha yang baru antara lain kategorijasa Perusahaan, kategoriadministrasi Pemerintah, kategorijasa Pendidikan, kategorijasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategorijasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

32 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.A. Pemetaan Kendala Utama Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (Most Binding Constraint) melalui Metode Growth Diagnostic Melanjutkan analisis Growth Diagnostic pada Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) pada triwulan IV 2014, selanjutnya perlu diidentifikasi secara agregate faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan Sulsel. Analisis kali ini dilakukan berdasarkan teoricomputable General Equilibrium (CGE), dengan asumsi terjadi keseimbangan (equilibrium) antara faktor input produksi (modal, tenaga kerja, dan tanah), dengan faktor output. Ada pun penghitungan shock dalam CGE menggunakan program GEMPACK yang dikembangkan oleh CoPS (Centre of Policy Studies), Monash University, yang telah diaplikasikan di negara Australia, Brazil, Finlandia, Tiongkok, Afrika Selatan, dan Indonesia. Program ini biasanya untuk menghitung dampak kebijakan kepada indikator makro utama (pertumbuhan, inflasi, penyerapan tenaga kerja, upah, ekspor, dan import). Metode penelitian Growth Diagnostic mengadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hausmann, Rodric, dan Velasco (2005). Kerangka kerja diagnostik pertumbuhan (growth diagnostic) didasarkan pada strategi untuk memperhitungkan prioritas kebijakan. Strategi tersebut menyasar pada identifikasi atas kendala mengikat (binding constraint) pada aktivitas ekonomi, dan perlunya kebijakan yang dapat memecahkannya. Grafik 1.A.1. Kerangka Berfikir Growth Diagnostic Menggunakan metode tersebut di atas, dilengkapi dengan beberapa data sekunder, dipetakan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pertumbuhan Sulsel. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan di Sulsel adalah letak geografis yang strategis, akses yang memadai ke lembaga keuangan, kondisi makroekonomi yang stabil dan kondusif, dan iklim investasi yang kondusif. Di sisi lain, hambatan pertumbuhan yang teridentifikasi di Sulsel adalah Biaya Dana yang masih cukup tinggi, ketersediaan tenaga kerja yang rendah (terutama tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang tinggi), kondisi infrastruktur terutama jalan Kabupaten, kehandalan pasokan listrik, penduduk miskin pedesaan dengan produktivitas terendah, dan kondisi keamanan yang kurang kondusif (tingkat kriminalitas dan konflik). Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Sulsel telah mencanangkan beberapa program prioritas. Dengan menghitung dampak kebijakan tersebut secara kuantitatif, akan dicari most binding constraint terhadap ekonomi Sulsel. Penyelesaian terhadap most binding constraint akan mendorong dampak positif yang besar terhadap indikator makro utama (PDRB, Inflasi, dll) terhadap Sulsel. Namun perlu menjadi perhatian, bahwa dampak positif ke Sulsel, belum tentu berdampak positif juga ke provinsi lainnya, karena menggunakan konsep general equilibrium (GE) antar daerah. Karena antar daerah bersifat borderless, konsep GE akan terus menciptakan keseimbangan antar faktor produksi yang tradable, seperti tenaga kerja dan modal. 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Binding Finance Low Agregat Saving Bad Finance Tabel 1.A.1. Matriks Temuan Permasalahan Berdasarkan Metode HRV Lack of Complementary Factor Human Capital DPK Ratio NPL Indeks Pembangunan Manusia Infrastructure, Public Goods (Geography) Low Growth and Investment Binding Social Return Government Failure Low Appropriability Coordination Ex Ante Ex Post Market Fail Ex Ante Risk Tax Panjang Jalan Tingkat Inflasi Tingkat Pajak dan Retribusi Low Property, rights, crime & corruption Indeks Persepsi Korupsi Low R&N, Low Self Discovery Defisit Neraca Perdagangan Jumlah lembaga keuangan Alokasi kredit Angka Partisipasi Pendidikan Pemanfaatan Pelabuhan dan Bandara Kondisi Fiskal Indeks Iklim Investasi Suku Bunga LDR Rasio pendidikan pada angkatan kerja Suply Listrik Pasokan Air Bersih Sanitasi Keterangan: Beberapa program Pemerintah Daerah/Upaya untuk mengatasi permasalahan utama (most binding constraint)di Sulsel telah masuk ke dalam RPJMD Dari hasil matriks tabel 1.A.1 dan tabel 1.A.2, maka penyelesaian dari pembangunan infrastruktur penunjang terutama listrik, merupakan yang paling penting, oleh karena itu, pembangunannya perlu dilakukan segera dan tepat waktu/target. Industri semen dan perkebunan kakao merupakan subsektor yang paling diuntungkan dengan pembangunan infrastruktur. Kedua, perbaikan kualitas sumberdaya manusia di sektor pertanian (beasiswa sekolah kejuruan), terutama akan meningkatkan pertumbuhan di subsektor perkebunan. Ketiga, perluasan lahan pertanian bahan makanan akan meningkatkan pertumbuhan di sektor bahan makanan, namun secara agregate dampaknya terhadap pertumbuhan kecil, karena terjadi trade offdengan sub sektor lainnya. Oleh karena itu, Pemda perlu menentukan prioritas sektor yang menjadi unggulan daerah.beberapa rencana reformasi struktural yang akan dilaksanakan Pemda, dapat dijalankan secara simultan, mengingat hasil yang dicapai terhadap pertumbuhan/tenaga kerja/inflasi relatif lebih baik. Most Binding Constraint Daya dukung sektor industry (listrik) Tenaga kerja Terampil dan Inovatif Sarana Pergudangan, dan industri belum terintegrasi dengan Pelabuhan dan Bandara Tabel 1.A.2.Rencana Pempus/Pemda untuk Mengatasi Most Binding Constraint Root Causes Rencana Pempus/Pemda Perhitungan Dampak 9 Peningkatan daya dukung sektor industri (listrik untuk industri). Pendidikan kejuruan belum berkembang Sarana penghubung kawasan industri dengan pelabuhan/bandara. Industri kebutuhan dasar. Bontobatu (FTP2), 110 Mw, Malea 90 Mw (Sulsel), PLTU Jeneponto (3x135Mw), PLTU Sulsel Barru 2 (2 X 50 MW MW), dan beberapa mini hydro. Gratis biaya pendidikan (terpilih) pada sekolah Kejuruan Khusus (penerbangan, pramugari, SMK pertanian, perkebunan, perikanan). Pembangunan Makassar New Port. Pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare menghubungkan Kota Makassar- Kota Parepare sepanjang 144 kilometer. PDRB naik 0,028%. Inflasi turun 0,023%. Pengangguran turun 0,021%. PDRB naik 0,005%. Inflasi turun 0,009%. Pengangguran turun 0,0004%. PDRB naik 0,008%. Inflasi turun 0,005%. Pengangguran turun 0,003% 9 Perhitungan menggunakan program GEMPACK (General Equilibrium Modelling PACKage) yang dikembangkan oleh Centre of Policy Studies (CoPS) di Melbourne, Australia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Peningkatan produksi sektor tradable Pembangunan waduk, dan saluran irigasi. Total Pembangunan Waduk Karaloe, Paseloreng,Pamukulu, Jenelata, Nipanipa. PDRB naik 0,001%. Inflasi turun 0,0003%. Pengangguran turun 0,001%. PDRB naik 0,05%. Inflasi turun 0,05%. Pengangguran turun 0,03%. 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

35 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2015 relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan II Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II Demikian pula di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi, hingga triwulan II 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun Sementara persentase penyerapan APBN di Sulsel masih lebih rendah dari tahun Diperkirakan faktor kendala teknis memengaruhi penyerapan anggaran pemerintah pusat di Sulsel Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

36 BAB 2 Keuangan Daerah 2.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiriatas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2015, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulselmencapai Rp48,5 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 12,7%, APBD Kabupaten/Kota 53,4%, dan APBN di Sulsel 33,9% (Grafik 2.1). Anggaran APBN di Sulsel 41,53% Rp5,49 triliun APBD Provinsi 11,66% Rp1,54 triliun APBD Kabupaten/Kota 46,81% Rp6,19 triliun *) Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2015 Grafik 2.2. Struktur RealisasiBelanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 2015 Pada triwulan II 2015, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi terbesar dibandingkan kelompok belanja pemerintah yang lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota di triwulan II 2015 diperkirakan mencapai Rp6,19 triliun atau 46,81% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel. Sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp5,49 triliun (41,53% dari total realisasi belanja) dan APBD Provinsi mencapai Rp1,54 triliun (11,66% dari total realisasi belanja) (Grafik 2.2) Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Pada triwulan II 2015, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi PAD triwulan II 2015 mencapai 49,61%, atau secara nominal mencapai Rp 1,43 triliun, lebih tinggi dari triwulan II 2014 (48,57% atau Rp1,23 triliun). Hal ini dapat sebagai indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan II 2015 dapat berdampak positif terhadap penambahan PAD Sulsel Rp miliar Rp456 Rp Rp0 Rp717 Rp0 Rp783 Rp850 Rp Rp509 Rp735 Rp541 Rp879 Rp1.063 Rp1.132 Rp1.234 Rp Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD 30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

37 BAB 2 Keuangan Daerah Perkembangan Realisasi Pendapatan Nominal dan persentase 10 realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan relatif meningkat hingga triwulan II 2015 dibandingkan tahun 2014 periode berjalan.hingga triwulan II 2015, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 46,77%, 1,81% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan tahun lalu yang mencapai 44,96%. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan II 2015, telah mencapai Rp.2,89 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp.6,17 triliun. Nominal pendapatan tahun ini lebih besar Rp.0,35 triliun dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai Rp.2,54 triliun. Peningkatan pendapatan ini masih didorong oleh realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan pajak senilai Rp.1,25 triliun (41,03%), pendapatan retribusi senilai Rp. 36,67 miliar (40,81%), dan lain-lain pendapatan PAD yang sah sebesar Rp.57,26 miliar (34,41%), serta dari hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp.88,53 miliar, yang mana telah melebihi target sebesar Rp.80,23 miliar. NO. U R A I A N ANGGARAN 2014 Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar) Realisasi s/d TRIWULAN II 2014 Realisasi s/d TRIWULAN II 2015 ANGGARAN 2015 Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI 1. PENDAPATAN 1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 3, , % 3, , % - Pendapatan Pajak Daerah 2, , % 3, , % - Pendapatan Retribusi Daerah % % - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan % % - Lain-lain PAD yang Sah % % 1.2. DANA PERIMBANGAN 1, % 1, % - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak % % - DAU 1, % 1, % - DAK % % Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya % 1, % 1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah % % JUMLAH PENDAPATAN 5, , % 6, , % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Realisasi dana perimbangan hingga triwulan II 2015 mengalami peningkatan secara persentase namun mengalami penurunan secara nominal jika dibandingkan dengan tahun lalu. Persentase realisasi dana perimbangan hingga tahun lalu sebesar 53,97% dengan nominal Rp.850 miliar, sementara tahun ini mencapai 55,35% dengan nominal Rp.847 miliar. Dari tiga komponen dana perimbangan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), hanya DAK yang mengalami peningkatan yang signifikan baik secara persentase maupun secara nominal. DAK hingga triwulan II 2015 mencapai Rp.43,1 miliar (55%), sementara tahun lalu sebesar Rp.21,9 miliar (30%). DBH mengalami peningkatan secara persentase realisasi dari 41,92% di 2014 menjadi 42,55% di 2015, namun mengalami penurunan nominal dari Rp.122,88 miliar di tahun 2014 menjadi Rp.115,87 di tahun Sementara persentase realisasi DAU dan transfer pemerintah pusat lainnya masing-masing sebesar 58,33% (Rp.688,34 miliar) dan 48,19% (Rp.601,64 miliar) relatif sama dengan triwulan II Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada pos lain-lain pendapatan yang sah, di tahun 2014 senilai Rp.0,4 miliar (3,25%), sementara di tahun 2015 senilai Rp.5,03 miliar (49,67%) Belanja Struktur Realisasi Belanja Porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan, dari sisi nilai maupun persentase. Pada triwulan II 2015, porsi belanja modal naik. Porsi realisasi belanja modal triwulan II 2015 sebesar 7,35%, atau sebesar Rp151,98 miliar, lebih tinggi dari porsi realisasi triwulan II 2014 porsi terhadap total realisasi yang sebesar 6,46% atau secara nominal Rp126,66 miliar. Sementara porsi belanja operasional cenderung menurun, dari 70,55% pada triwulan II 2014 menjadi 67,62% di triwulan II Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

38 BAB 2 Keuangan Daerah Rp miliar Rp147 Rp30 Rp590 Rp365 Rp108 Rp539 (63,2%) Rp142 Rp50 Rp316 Rp53 (41,3%) Rp450 Rp127 Rp518 Rp152 Rp1.219 Rp1.305 Rp1.382 Rp1.399 Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD (55,0%) (44,6%) Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Selatan hingga triwulan II 2015 relatif mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan II tahun Hingga triwulan II 2015 ini, tercatat realisasi telah berjalan 33,55% atau sebesar Rp2,07 triliun dari target tahun 2015 sebesar Rp6,17 triliun. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada tahun 2014 baik secara nominal maupun secara persentase. Pada tahun 2014, realisasi belanja APBD Provinsi tercatat sebesar 32,20% (Rp1,96 triliun dari target Rp6,09 triliun). Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar) Realisasi s/d TRIWULAN II 2014 Realisasi s/d TRIWULAN II 2015 NO. U R A I A N ANGGARAN 2014 Nominal % REALISASI ANGGARAN 2015 Nominal % REALISASI 2. BELANJA 2.1. BELANJA OPERASI 4, , % 4, , % - Belanja Pegawai 1, % 1, % - Belanja Barang 1, % 1, % - Belanja Bunga % % - Belanja Hibah % 1, % - Belanja Bantuan Keuangan % % 2.2. BELANJA MODAL % % - Belanja Tanah % % - Belanja Peralatan & Mesin % % - Belanja Gedung dan Bangunan % % - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan % % - Belanja Aset Tetap Lainnya % % - Aset Lainnya % % 2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA % % JUMLAH BELANJA 4, , % 4, , % TRANSFER 1, % 1, % TOTAL BELANJA 6, , % 6, , % SURPLUS / (DEFISIT) (434.34) % % 3. PEMBIAYAAN 3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH % % 3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH % % JUMLAH PEMBIAYAAN % (3.07) % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi hingga triwulan II 2015 sebesar Rp1.399,06 miliar (33,47%) dengan persentase penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 47,89% dan terkecil adalah belanja barang (18,5%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja bunga, persentasenya masing-masing sebesar 36,73% dan 34,55%. Belanja pegawai mengalami penurunan sementara belanja bunga mengalami peningkatan persentase realisasi belanja APBD Provinsi. Untuk pembangunan infrastruktur yang bersumber dari belanja modal, realisasinya lebih berkembang dibandingkan dengan periode berjalan tahun sebelumnya. Pada tahun ini realisasi belanja modal telah mencapai 23,08% (Rp191,98 miliar) lebih tinggi 9,82% dibandingkan tahun lalu (13,26%; Rp126,66 miliar). Belanja jalan, irigasi, dan jaringan masih merupakan pos dengan porsi terbesar. Hingga triwulan II 2015, realisasi belanja jalan, irigasi, dan jaringan hampir berjalan 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

39 BAB 2 Keuangan Daerah setengah tahap (47,54%) dari keseluruhan anggaran belanja. Hal ini merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 15,57%. Hal ini akan berdampak baik karena semakin cepat realisasi belanja jalan, irigasi, dan jaringan, maka akan mempercepat peningkatan infrastruktur yang pada akhirnya akan memberikan multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Pada triwulan II 2015, realisasi transfer berupa bagi pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami penurunan secara persentase, namun terjadi peningkatan secara nominal. Tercatat sebesar 39,58% realisasi transfer pada triwulan II 2015, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 40,80%. Namun terjadi peningkatan nominal, yakni Rp517,99 miliar di 2015 berbanding Rp450,36 miliar di tahun Surplus hingga periode triwulan II tahun ini sebesar Rp816,56 miliar, sementara jumlah pembiayaan daerah sebesar Rp241,74 miliar Perkembangan Realisasi Belanja Anggaran APBD Kabupaten/Kota se-sulsel Struktur Realisasi Belanja Di tingkat kabupaten dan kota, realisasi belanja operasional mendominasi dibanding komponen lainnya. Porsi belanja operasional triwulan I 2015 porsinya sebesar 94,12% (Rp1.756miliar). Sementara belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer, masing-masing baru terealisasi Rp108 miliar; Rp268 juta; dan Rp1,05 miliar, dengan porsi 5,81%; 0,01%; dan 0,06%. Belanja Modal Rp108 5,81% Belanja tidak terduga Rp0 0,01% Transfer Rp1 0,06% Belanja Operasi Rp ,12% Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota juga relatif masih rendah. Persentaserealisasi anggaran sampai dengan triwulan I 2015baru mencapai 7,20% atau baru sekitar 7,20%. Pendorong masih rendahnya persentase realisasi tersebut juga berasal dari realisasi belanja modal yang masih rendah, atau baru sekitar 2,28%. Bahkan persentase realisasi belanja operasional juga baru mencapai 10,58%. Diharapkan realisasi APBD Kabupaten dan Kota akan semakin meningkat pada triwulan II 2015, untuk membantu meningkatkan ekonomi Sulsel yang cenderung melambat di awal tahun Baru sekitar sepertiga jumlah kabupaten dan kota yang persentase realisasi APBD-nya melebihi persentase realisasi APBD Provinsi. Dengan persentase realisasi APBD Provinsi yang mencapai 10,23%, hanya sekitar 10 kabupaten dan kota dengan persentase realisasi APBD-nya lebih tinggi. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kota Palopo, sebesar 14,23%, sementara realisasi yang terendah dicapai oleh kabupaten Luwu Timur. Ruang Kabupaten dan Kota untuk mendorong ekonomi Sulsel lebih tinggi lagi sangat terbuka dengan melakukan optimalisasi realisasi penyerapan belanja APBD, mulai triwulan berikutnya. 11 Realisasi untuk 18 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Bantaeng, Kab. Barru, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, Kab. Enrekang, Kab. Jeneponto, Kab. Luwu Utara, Kab. Pangkajene Kepulauan, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Soppeng, Kab. Takalar, Kab. Wajo, Kota Pare-Pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, dan Kab. Toraja Utara. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

40 BAB 2 Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-sulsel 8 Belanja Operasi Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015 Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Kota Palopo 618,99 102,76 722,75 100,05 2,80 102,85 16,16% 2,73% 14,23% Kab. Sinjai 579,26 135,73 717,98 84,82 3,97 88,86 14,64% 2,92% 12,38% Kab. Wajo 971,56 254, ,82 142,53 8,73 151,38 14,67% 3,43% 12,33% Kab. Barru 654,53 154,90 809,43 66,47 32,60 99,07 10,16% 21,05% 12,24% Kab. Bantaeng 602,39 79,96 683,35 79,26 3,43 82,69 13,16% 4,29% 12,10% Kab. Bone 1.365,68 237, ,10 200,09 9,80 210,95 14,65% 4,13% 11,94% Kab. Luwu Utara 834,32 186, ,45 114,84 4,43 119,27 13,76% 2,38% 11,68% Kota Pare-Pare 390,74 137,96 530,20 58,78 0,76 59,54 15,04% 0,55% 11,23% Kota Makassar 2.576,40 681, ,87 331,09 20,45 351,54 12,85% 3,00% 10,77% Kab. Jeneponto 759,39 200,63 965,93 101,24-101,24 13,33% 0,00% 10,48% Kab. Takalar 780,40 119,85 908,31 87,68 1,62 89,29 11,23% 1,35% 9,83% Kab. Pangkep 777,34 325, ,76 103,67 2,35 106,02 13,34% 0,72% 9,40% Kab. Kepulauan Selayar 568,45 161,42 732,03 61,83 4,69 66,52 10,88% 2,91% 9,09% Kab. Enrekang 637,10 191,14 858,33 77,15 0,13 77,28 12,11% 0,07% 9,00% Kab. Toraja Utara 584,55 159,96 747,86 57,28 0,28 57,63 9,80% 0,18% 7,71% Kab. Bulukumba 1.013,76 319, ,75 48,40 7,61 56,01 4,77% 2,38% 4,19% Kab. Soppeng 773,91 162,22 937,73 26,42-26,42 3,41% 0,00% 2,82% Kab. Luwu Timur 639,99 455, ,90 14,48 4,80 19,28 2,26% 1,05% 1,74% Total , , , ,08 108, ,84 10,58% 2,28% 7,20% Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel 2.4. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Komponen belanja pegawai memiliki kontribusi terbesar dalam realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II Pada periode berjalan, porsi belanja pegawai mencapai 49% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel, dengan nominal Rp2,71 triliun. Porsi belanja pegawai ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang hanya mencapai 44% (Rp2,29 triliun). Kemudian, porsi belanja modal juga mengalami peningkatan, dari tahun lalu sejumlah 14% (Rp0,75 triliun), menjadi 15% (Rp0,84 triliun) pada triwulan II tahun ini. Sementara, belanja barang yang berkontribusi terbesar kedua dalam belanja APBN di Sulsel, mengalami penurunan porsi dari tahun lalu. Triwulan II tahun 2014, belanja pegawai berkontribusi hingga 32% (Rp1,65 triliun), sedangkan pada tahun ini hanya berkontribusi 26% (Rp1,42 triliun) dari total belanja APBN di Sulsel hingga triwulan Di sisi lain, belanja bantuan sosial tidak mengalami perubahan porsi belanja APBN di Sulsel, masih berada di angka 10% (Rp0,53 triliun pada tahun 2015, dibandingkan Rp0,55 triliun pada tahun 2014). Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Hingga periode triwulan II 2015, persentase realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi/Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II Pada tahun 2015, realisasi anggaran pada periode triwulan kedua baru mencapai 29,0%, lebih rendah dibandingkan periode triwulan II 2014 yang telah mencapai 32,45%. Namun, jika perbandingan dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp5,49 triliun, lebih besar dari tahun lalu yang mencapai Rp5,24 triliun. Rendahnya persentase realisasi belanja APBN di Sulsel cenderung 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

41 BAB 2 Keuangan Daerah didorong oleh kendala teknis, karena adanya perubahan nomenklatur Kementerian dan Lembaga untuk dokumen pencairan anggaran (boks 2.A). Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Provinsi/Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan dan masih didominasi oleh belanja pegawai. Hingga periode triwulan II 2015, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulawesi Selatan mencapai Rp2,71 triliun dan telah berjalan 44,53% dari anggaran tahunan sebesar Rp6,1 triliun. Realisasi belanja pegawai ini masih lebih tinggi dibanding tahun lalu baik secara persentase (40,99%), maupun secara nominal (Rp2,3 triliun). Di sisi lain, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu secara persentase, masing-masing sebesar 25%,0; 15,8%; dan 28,3%. Secara nominal, hanya belanja modal yang mengalami peningkatan diantara tiga jenis anggaran belanja tersebut yakni sebesarrp0,84 triliun, sementara tahun lalu hanya sebesar Rp0,75 triliun. Tabel 2.4.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I APBN di Sulsel se-sulsel Realisasi s/d Triwulan II 2014 Realisasi s/d Triwulan II 2015 U R A I A N Anggaran 2014 Anggaran 2015 Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi Belanja Pegawai 5, , % 6, , % Belanja Barang 4, , % 5, , % Belanja Modal 4, % 5, % Belanja Bantuan Sosial 1, % 1, % JUMLAH BELANJA 16, , % 18, , % Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Masih rendahnya realisasi belanja juga terlihat dari penyerapan anggaran Dana Desa. Berdasarkan data terakhir (1 Juni 2015), total penyerapan anggaran mencapai Rp191,42 milyar atau 30,13% dari total anggaran Rp635,36 milyar. Angka ini jauh dari target tahap I (April 2015) yang harusnya sudah mencapai 40%. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran dana desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I, pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus);tahap II, pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III, pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). Dari total desa di 24 Kab/Kota se Sulsel, realisasi tertinggi ada di kab. Luwu (Rp22,72 milyar), di sisi lain terdpat dua kabupaten yaitu kab. Wajo dan kab. Luwu Utara yang belum merealisasikan dana desa nya sama sekali (Rp0,-) 2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah 12 pada triwulan II 2015 relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio triwulan II 2015 sebesar 0,52%, lebih rendah daripada triwulan II 2014 sebesar 0,60%. Namun, rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan peranan yang sedikit naik pada triwulan II 2015 (0,88%) dibandingkan triwulan II 2014 (0,87%) (Grafik 2.7). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan II 2015 di Sulsel, mendorong peningkatan peran PAD terhadap ekonomi Sulsel. Untuk lebih meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel hingga triwulan II 2015, untuk stimulus ekonomi daerah 13 menurun. Rasio belanja operasional triwulan II 2015 sebesar 3,38%, lebih rendah dari triwulan II 2014, yang sebesar 3,74%. Turunnya rasio belanja operasional dan belanja modal searah dengan perlambatan konsumsi pemerintah pada triwulan II Di sisi lain, rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), relatif stabil hingga triwulan II 2015 menjadi sebesar 0,61%, sementara triwulan II 2014 juga sebesar 0,61%. 12 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 13 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

42 BAB 2 Keuangan Daerah 1,00 0,90 % 4,50 4,00 3,50 % 1,05 % 1,20 1,00 0,80 0,90 0,92 0,96 0,92 0,87 0,88 0,70 0,65 0,62 0,63 0,60 0,60 0,56 0,52 0,50 0,40 Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB 3,00 0,80 0,80 0,80 2,50 0,61 0,61 0,60 2,00 0,52 1,50 3,64 3,02 4,05 3,87 3,74 3,38 0,40 1,00 0,20 0, Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

43 BAB 2 Keuangan Daerah Boks 2.A. Pengaruh Perubahan Nomenklatur Kementerian/Lembaga Terhadap Penyerapan Belanja APBN 2015 di Sulsel Struktur kementerian/lembaga mengalami perubahan dalam era Pemerintah periode Pembentukan dan perubahan kementerian pada Kabinet Kerja sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Kabinet Kerja Periode Tahun dan Peraturan Presiden No 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja mengakibatkan terjadinya pergeseran tugas dan fungsi antar kementerian negara dan lembaga 15. Beberapa kementerian dan lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur adalah sebagai berikut: No Nomenklatur Awal No Saat Ini (Perpres No 165/2014) 1 Kementeriaan Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 1 Kementeriaan Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 2 Kementeriaan Koordinator Bidang Kemaritiman 2 Kementeriaan Pekerjaan Umum 3 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 3 Kementerian Perumahan Rakyat 4 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 4 Kementerian Pariwisata 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 6 Kementerian Riset dan Teknologi 6 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 7 Kementerian Kehutanan 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 8 Kementerian Lingkungan Hidup 9 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 8 Kementerian Ketenagakerjaan 10 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 9 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 11 Badan Pertanahan Nasional 10 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Perubahan struktur Kementerian/Lembaga (K/L) tersebut untuk mendukung prioritas pembangunan. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengalokasikan tambahan anggaran belanja untuk berbagai program/kegiatan prioritas, untuk mendukung pencapaian visi-misi dan prioritas pembangunan Presiden pada tahun Anggarannya bersumber antara lain dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2015, serta berbagai upaya terkait optimasi pendapatan negara. Hal ini sejalan dengan konsep penyusunan APBN tahun 2015 yang masih belum menampung program dan kegiatan yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Presiden. Kebijakan tambahan anggaran prioritas tersebut, dialokasikan untuk beberapa K/L yang penggunaannya diarahkan untuk: 1. Pembangunan sektor unggulan bidang pangan, energi, kemaritiman, pariwisata, dan industri; 2. Pemenuhan kewajiban dasar di bidang pendidikan (melalui KIP), bidang kesehatan (melalui KIS dan supply side SJSN Kesehatan), dan bidang perumahan; 3. Pengurangan kesenjangan antarpendapatan antara lain melalui KKS, pengembangan penghidupan berkelanjutan, dan PKH; 4. pengurangan kesenjangan antarwilayah, antara lain melalui pengembangan wilayah perbatasan dan pembangunan pasar tradisional; dan 5. Pembangunan infrastruktur konektivitas. Perubahan struktur tersebut mengubah nomenklatur 16 K/L, yang secara tidak langsung, akan berimplikasi dalam eksekusi anggaran.perubahan nomenklatur K/L mengakibatkan terjadinya pergeseran tugas dan fungsi antar K/L, yang memengaruhi proses penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban di tahun anggaran Selain itu, perubahan nomenklatur K/L ini terdapat masa transisi, yaitu periode jeda antara waktu penetapan DIPA baru dan waktu 15 Tugas dan fungsi K/L pada periode mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Kemudian, acuan tersebut telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas Perpres Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 16 Nomenklatur atau Tata Nama adalah sebutan atau penamaan bagi suatu unit organisasi yang lazim digunakan instansi pemerintah (Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

44 BAB 2 Keuangan Daerah penonaktifan DIPA lama. Terdapat 11 kementerian/lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur 17. Secara nasional, total anggaran kementerian/lembaga tersebut sebesar Rp201,95 triliun. Sementara di Sulsel, anggaran instansi vertikal yang terkait dengan K/L tersebut sebesar Rp8,77 triliun. Porsi anggaran instansi vertikal tersebut sebesar 4,34% terhadap anggaran K/L nasional yang mengalami perubahan nomenklatur, dan 27,38% terhadap total anggaran APBN di Sulsel. Kementerian/Lembaga Kementerian/Lembaga Dengan Perubahan Nomenklatur Tabel 2.A.1. Perbandingan Realisasi Belanja APBN di Sulsel antara Nomenklatur K/L Lama dengan Baru (Dalam Miliar Rupiah) Anggaran Realisasi Tw II 2014 Anggaran 2014 Kementerian/Lembaga 2015 Realisasi Tw II 2015 (Rp miliar) Nominal Persentase (Rp miliar) Nominal Persentase ,19% Kementerian/Lembaga ,98% Dengan Perubahan Nomenklatur ,79% Dan Tata Ruang/BPN ,86% Negeri 1 0 7,91% Kementerian Desa, ,49% Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi ,15% Kementerian ,64% Ketenagakerjaan ,56% Kementerian ,86% Lingkungan Hidup Badan Pertanahan Nasional ,45% Kementerian Agraria Kementerian Dalam Negeri ,42% Kementerian Dalam Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Kehutanan ,26% Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kementerian/Lembaga Tanpa Perubahan Nomenklatur ,01% Kementerian Pariwisata ,60% Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat ,32% Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan - - Kementerian Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi ,88% Kementerian/Lembaga Tanpa Perubahan Nomenklatur ,00% ,72% ,72% ,12% ,26% ,84% Total ,03% Total ,25% Sumber : Kanwil Ditjend Perbendaharaan Negara Provinsi Sulsel, diolah Perubahan nomenklatur secara tidak langsung memengaruhi penyerapan APBN di Sulsel. Hingga triwulan II 2015, kondisi penyerapan APBN di Sulsel baru berkisar 21,25%, lebih rendah dari triwulan II 2014 (31,03%). Tampak penyerapan anggaran yang timpang, antara kategori instansi vertikal yang terkait perubahan nomenklatur dengan instansi yang tidak terkait perubahan nomenklatur. Instansi yang terkait perubahan nomenklatur, penyerapan anggarannya terjadi penurunan, baik dari sisi nominal maupun persentase realisasinya dibandingkan tahun Hingga triwulan II 2015, penyerapan anggaran di instansi yang mengalami perubahan nomenklatur, baru berkisar Rp1,31 triliun (14,98%), turun dibandingkan triwulan II 2014 (Rp1,55 triliun atau 28,19%). Sementara instasi yang tidak terkait perubahan nomenklatur, penyerapannya lebih baik. Hingga triwulan II 2015, penyerapan anggaran di instansi yang tidak mengalami perubahan nomenklatur berkisar Rp4,18 triliun lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014 (Rp3,69 triliun), walaupun secara persentase menurun (28,84% menjadi 33,88%). Diperkirakan pada semester II 2015, permasalahan nomenklatur tidak memengaruhi penyerapan anggaran. Petunjuk teknis untuk menindaklanjuti perubahan nomenklatur tersebut telah terbit pada triwulan II 2015, melalui Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-4160/PB/2015 tanggal 19 Mei 2015 hal Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran dalam Rangka Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga. 17 Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-3047/PB/2015 tanggal 16 April 2015 hal Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan tindaklanjut atas adanya Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja dan Proses RAPBN-P Tahun Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

45 3. INFLASI Bab 3 Inflasi Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut akibat dari kegiatan masyarakat selama triwulan II 2015 seiring terjadi saat Hari Besar Keagamaan Nasional (bulan Ramadhan dan Idul Fitri) yang jatuh pada bulan Juni 2015, membuat permintaan barang/jasa meningkat dan menambah tekanan inflasi. Meskipun tekanan inflasi meningkat, namun masih relatif terkendali tidak terlepas dari kontribusi koordinasi anggota TPID. Koordinasi yang dilakukan sepanjang periode pelaporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan instansi lainnya dan didukung oleh Surat Edaran Gubernur Sulsel dalam antisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

46 BAB 3Inflasi 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 18 Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarkat pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi di triwulan II tercatat sebesar 8,06% (yoy) meningkat dari triwulan I 2015 sebesar 7,13% (yoy). Faktor utama penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan harga harga barang pangan menjelang bulan suci ramadhan yang tercatat mengalami peningkatan dari triwulan I 2015 sebesar 12,87% (yoy) menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II Selain itu, bila dilihat per kelompok, hampir seluruh kelompok mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik Kelompok barang lainnya yang mengalami kenaikan tekanan inflasi yaitu kelompok makanan jadi, perumahan, sandang, dan transpor. Pada triwulan II 2015, kelompok tersebut mengalami inflasi masing-masing sebesar 6,54% (yoy), 7,84% (yoy), 4,86% (yoy) dan 6,00% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 6,34% (yoy),7,33% (yoy), 4,51% (yoy) dan 4,35% (yoy). Sementara itu, kelompok yang tercatat mengalami penurunan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2015 terjadi pada kelompok kesehatan. Tekanan inflasi kelompok kesehatan menurun dari 5,75% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi sebesar 3,59% pada triwulan laporan. Inflasi tahunan Sulsel (8,06%, yoy) lebih tinggi dari laju inflasi tahunan nasional (7,26%, yoy) pada triwulan II 2015 (Grafik 3.1). Dilihat secara triwulanan, inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,37% (qtq). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 18 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

47 BAB 3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan II 2015, inflasi pada kelompok bahan makanan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi terjadi dari 12,87% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015 (Grafik 3.2). Naiknya harga terutama terjadi pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, daging dan hasil-hasilnya dan ikan segar. Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan laporan adalah beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng, ikan cakalang, ikan layang, ikan teri, dan udang basah. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Faktor yang bersifat musiman yaitu perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) menjadi salah satu faktor penyebab naiknya tekanan inflasi. Aktivitas masyarakat yang semakin meningkat pada triwulan laporan mendorong kenaikan harga pangan. Masuknya musim tanam pada beberapa komoditas seperti beras di daerah Sulawesi Selatan seperti Kab. Soppeng, Wajo, Sidrap, Bone dan Barru, turut mempengaruhi kenaikan harga pangan. Sementara inflasi pada komoditas daging seperti daging ayam dan telur yang meningkat diperkirakan merupakan dampak dari kenaikan harga pakan impor akibat depresiasi rupiah yang berlangsung sejak awal tahun dan pemangkasan DOC (Day Old Chicks) ditengah permintaan yang meningkat menjelang lebaran. Komoditas hortikultura menjadi salah satu penahan laju inflasi pada triwulan laporan. Pasokan yang melimpah menyebabkan harga cabe turun. Selain itu, di beberapa daerah seperti Kabupaten Bulukumba, pemerintah daerah setempat memiliki program gerakan tanam cabe di pekarangan rumah terutama rumah pegawai negeri. Pada bulan Juni 2015, cabe merah mengalami deflasi sebesar -0,005% (yoy) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan II 2015 tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 6,54% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,34% (yoy) (Grafik 3.3). Naiknya tekanan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh kelompok makanan jadi dan minuman tidak beralkohol. Naiknya inflasi pada kelompok makanan jadi dipengaruhi oleh peningkatan permintaan jelang lebaran. Di sisi lain, pergerakan inflasi pada kelompok tembakau dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil pada triwulan laporan sehingga dapat menahan laju inflasi kelompok ini. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang tidak beralkohol dan sub kelompok tembakau & minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar pada subkelompok makanan jadi dipengaruhi oleh komoditas ayam goreng, ayam bakar, dan biskuit yang disinyalir terjadi akibat peningkatan permintaan pada saat Ramadhan dan jelang lebaran. Sementara pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol dipengaruhi oleh komoditas es batu dan air minum kemasan, dan pada subkelompok tembakau & minuman beralkohol dipengaruhi oleh rokok kretek dan rokok kretek filter. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

48 BAB 3Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan II 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan I Laju inflasi pada kelompok tersebut tercatat sebesar 7,84% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (7,33%, yoy) (Grafik 3.4). Secara tahunan, peningkatan inflasi kelompok ini terutama didorong oleh kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM non-subsidi jenis Pertamax dan Solar dan tariff adjustment listrik Rumah Tangga/bisnis/industri/kantor pemerintah golongan menengah dan besar. Penerapan kebijakan tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab utama peningkatan tekanan inflasi. Kebijakan PLN dalam penyesuaian Tarif Tenaga Listrik dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang USD, harga minyak dan inflasi turut mempengaruhi TTL. Sehingga pelemahan rupiah terhadap USD berpengaruh pada penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) khususnya di kelompok Rumah Tangga/bisnis/industri/kantor pemerintah golongan menengah dan besar. Selain itu, rata-rata harga minyak dunia pada triwulan II 2015 mencapai 50,94 USD/bbl naik sebesar sebesar 4,92% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya (48,55 USD/bbl) (sumber: World Bank, 2015). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Kelompok Sandang Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2015, inflasi tercatat sebesar 4,86% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,51% (yoy) (Grafik 3.6). Peningkatan laju inflasi terjadi pada subkelompok sandang wanita, anak-anak dan barang pribading dan sandang lainnya. Peningkatan kelompok sandang diperkirakan disebabkan oleh bulan ramadhan yang terjadi pada bulan Juni 2015 sehingga menyebabkan konsumsi sandang meningkat. Penurunan harga emas menjadi faktor penahan tekanan inflasi di kelompok sandang. Pada triwulan II 2015, harga emas dunia menunjukan penurunan sejak triwulan I Tercatat pada triwulan II 2015 rata-rata harga emas dunia mencapai 1, USD/troy oz turun sebesar 1,42% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan harga emas dunia tersebut mengakibatkan penurunan harga emas perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

49 BAB 3 Inflasi Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan II Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,52% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 5,75% (yoy). Sumber utama penurunan tersebut berasal dari penurunan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan, jasa perawatan jasmani, dan perawatan jasmani dan kosmetika. Harga Eceran Tertinggi Obat Generik diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan harga obat-obatan. Selain itu, pemerintah telah berupaya mengakomodir masyarakat untuk mendapatkan akses obat murah yang terlihat dari prioritas pembahasan UU Paten obat pada tahun Obat generic telah diberikan ruang dan dapat bersaing sehat dengan obat paten. Penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga turut berkontribusi menurunkan harga obat-obatan karena program tersebut memberikan obat generic kepada pasien JKN Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,35% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 2,18%(yoy) (Grafik 3.9). Peningkatan laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan inflasi subkelompok subkelompok jasa pendidikan dan kursus.inflasi pada subkelompok jasa pendidikan dan kursus didorong siswa/siswi yang akan menghadapi ujian nasional pada bulan April 2015 maupun ujian kenaikan kelas pada bulan Juni Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 6,00% (yoy), naik tajam dari 4,35% (yoy) pada triwulan I 2015 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang kenaikan inflasi terbesar, sementara subkelompok komunikasi dan jasa keuangan relatif stabil. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Kelompok Transpor Sumber: World Bank Grafik Perubahan Harga Karet Internasional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

50 BAB 3Inflasi Naiknya tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab meningkatnya inflasi kelompok transpor, komunikasi & keuangan di triwulan II Meningkatnya kegiatan masyarakat jelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) mendorong meningkatnya permintaan sarana transportasi. Selain itu, peningkatan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax dan Solar, serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD yang sensitif terhadap biaya operasional, turut mendorong inflasi kelompok ini Inflasi Menurut Kota IHK 19 Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi Sulsel yang meningkat didorong oleh peningkatan inflasi yang terjadi di beberapa kota IHK di Sulawesi Selatan (Makassar dan Parepare). Peningkatan inflasi terjadi di Makassar dan Parepare pada triwulan II 2015, secara berurutan tercatat sebesar 8,61% (yoy) dan 6,98% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di beberapa kota IHK tersebut tercatat sebesar 7,34%(yoy) dan 6,53% (yoy)(tabel 3.2). Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II Watampone Makassar Palopo Parepare Bulukumba Sulawasi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Musim perayaan yang mendorong peningkatan permintaan dinilai tetap menjadi penyebab utama kenaikan inflasi di beberapa kota. Hal tersebut memicu peningkatan sumbangan inflasi dari beberapa kota IHK di Sulsel. Bila dilihat secara sebaran Kabupaten/Kota di Sulsel, sumbangan inflasi terbesar adalah Kota Makassar yaitu dari 5,73% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,73% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, Parepare mencatat peningkatan yang tidak terlalu besar. Adapun tekanan inflasi di Watampone mengalami penurunan sedangkan Palopo tercatat stabil (Tabel 3.3). Faktor lain yang menjadi pendorong inflasi adalah tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 19 Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

51 BAB 3 Inflasi 3.3. Disagregasi Inflasi 20 Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan II 2015 terutama dipengaruhi komponen volatile food dan administered prices. Komponen volatile food menjadi faktor terbesar yang mendorong peningkatan tingkat inflasi pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan II 2015 laju inflasi dari komponen volatile food sebesar 16,30% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,66% (yoy). Meningkatnya inflasi volatile food terkait dengan permintaan bahan pangan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu bulan suci ramadhan. Sementara dari administered price, komponen pendorong peningkatan tingkat inflasi pada periode laporan adalah tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan harga BBM non-subsidi yaitu Solar dan Pertamax. Inflasi kelompok administered price meningkat dari 8,96% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 10,63% (yoy) pada triwulan II Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II ,06 10,63 5,02 16,30 Sumber: Pertamina Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi Inflasi volatile food meningkat pada triwulan II 2015 seiring meningkatnya kegiatan dan permintaan masyarakat terhadap bahan pangan. Inflasi komponen volatile food di triwulan II 2015 mencapai 16,30% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,66% (yoy). Selain efek meningkatnya permintaan masyarakat saat bulan ramadhan dan jelang idul fitri, peningkatan di komponen volatile food juga diakibatkan oleh telah masuknya jadwal tanam pada beberapa komoditas. Faktor penahan inflasi kelompok ini adalah menurunnya intensitas hujan yang mempengaruhi kelancaran distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir periode laporan mendukung kegiatan penangkapan ikan laut, sehingga pasokan ikan segar meningkat. Meski masih terdapat kendala distribusi terkait infrastruktur yang masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan. Pada inflasi inti (core inflation), tekanan inflasi berada meningkat namun masih berada pada level yang cukup rendah. Tercatat pada triwulan II 2015, inflasi pada komponen inti mengalami peningkatan dari 4,74% (yoy) menjadi 5,02% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang. Faktor penahan inflasi inti adalah turunnya harga emas internasional mempengaruhi harga acuan emas nasional. Sementara itu, harga makanan jadi meningkat yang dipengaruhi oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri, dimana kurs rupiah terhadap dollar mengalami pelemahan sehingga harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga. Kelompok sandang mengalami peningkatan seiring dengan tradisi masyarakat Sulsel menghadapi idul fitri yaitu dengan membeli baju baru sehingga mendorong inflasi subkelompok ini. 20 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

52 BAB 3Inflasi 3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel semakin intensif dalam wadah TPID Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selama triwulan II 2015 terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan, TPID se-wilayah KTI, dan TPID se-nasional (Tabel 3.4). NO TPID Tabel 3.4. Kegiatan TPID Triwulan II 2015 TEMPAT KEGIATAN TANGGAL 1 Provinsi Sulawesi Selatan Bali 18 Mei 2015 KET Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID 2 Provinsi Sulawesi Selatan KPw BI Provinsi Sulsel 22 Mei 2015 Rapat Teknis TPID 3 Provinsi dan Kab/Kota se-sulsel Jakarta 27 Mei 2015 Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID 4 Provinsi dan Kab/Kota se-sulsel Rujab Gubernur Sulsel 16 Juni 2015 HLM 5 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Gubernur DKI Jakarta 25 Juni 2015 Kerjasama Antar Daerah Pada tanggal 18 Mei 2015, telah dilaksanakan rapat koordinasi wilayah TPID se-kti (Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara) di Bali.Rapat tersebut mengundang Ketua TPID se-sulampua dan Balinusra untuk membicarakan isu strategis pengendalian inflasi, mendorong kerjasama antar daerah serta upaya pencapaian pemerintah terkait inflasi 3,5±1% pada tahun Sehubungan dengan hal tersebut, Rakorwil TPID se-sulampua dan Balinusra menyampaikan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: 1. Percepatan pembangunan proyek infrastruktur pertanian, jalan, kemaritiman, energi untuk meningkatkan kapasitas dan konektivitas daerah-daerah di KTI. Jangka pendek: a. Perlu dipertimbangkan untuk menyediakan tanker Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam rangka memperpendek jalur distribusi. Jangka panjang: a. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur pertanian (a.l waduk dan irigasi) bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian dan memenuhi permintaan, terutama di tingkat kabupaten yang perlu didukung oleh Pemerintah Pusat karena faktor keterbatasan APBD. b. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur perikanan untuk mendukung proses pengolahan yang selama ini banyak dilakukan di Kawasan Barat Indonesia c. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur jalan dan kemaritiman (a.l jalan, jembatan, pelabuhan, dan tol laut) perlu segera direalisasikan untuk meningkatkan konektivitas antara daerah di KTI serta peningkatan efisiensi pengiriman barang. d. Mempercepat proyek pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung pembangunan industri pengolahan di KTI agar meningkatkan daya saing ekonomi dan peningkatan nilai tambah. 2. Pemberian perlakukan khusus dari Pemerintah Pusat kepada KTI a.l dalam bentuk insentif APBD dan subsidi. Jangka Pendek: a. Memberikan dukungan terhadap daerah yang telah berhasil mengendalikan inflasi perlu diberikan dukungan berupa insentif (misalnya, dalam bentuk bantuan dana pelaksanaan program pengendalian inflasi). b. Pemerintah pusat perlu perlu mendorong perkembangan industri pengolahan melalui insentif fiskal (kakao, perikanan). c. Terkait dengan pertanian, perlu ada insentif bagi petani melalui subsidi bukan hanya pupuk tapi juga melalui pembiayaan antara lain pemberian grace period. d. Mengingat kondisi kemaritiman wilayah KTI, biaya logistik secara umum masih tinggi sehingga diusulkan untuk dimintakan kepada Pemerintah Pusat terkait subsidi ongkos angkut, termasuk ongkos angkut dari daerah surplus ke daerah defisit, demikian pula antar sektor. Selain itu, kapal kapal barang komoditas strategis perlu diberikan subsidi sehubungan dengan operasionalnya. e. Pemerintah perlu mengupayakan adanya penambahan SPBU untuk nelayan mengingat ketersediaan SPBU yang masih terbatas. 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

53 BAB 3 Inflasi f. Dalam rangka mendorong pariwisata di wilayah Timur dengan biaya yang terjangkau, Pemerintah dapat menetapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah angkutan udara dengan deviasi yang tidak terlalu tinggi. g. Pengalihan subisidi BBM diusulkan dialokasikan sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur khususnya di wilayah KTI. h. Perlunya dialokasikan anggaran APBN/APBD untuk operasi pasar dan penyelenggaraan pasar murah pada saat harga komoditas tinggi dan atau untuk membeli komoditas saat panen raya untuk melindungi produsen/petani. 3. Kebijakan dan implementasi administered prices yang terkelola dengan baik yang dapat mendukung target pencapaian inflasi. a. Implementasi konversi dari minyak tanah ke BBG khususnya LPG 3 kg perlu dipercepat, terkelola dengan baik, dan merata serta dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah termasuk pengalokasian, pendistribusiannya, dan jaminan stok. b. Penguatan sinergitas dan koordinasi TPI Nasional dan Daerah agar dapat merespon dengan cepat permasalahan inflasi di daerah terkait dengan pengaturan waktu dan besaran kenaikan/penurunan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti TTL, gas LPG, dan BBM. c. Memberikan dukungan kepada Pemerintah Pusat terkait kebijakan stabilisasi rupiah, upah buruh, dan BBM yang implikasinya lebih tinggi di Kawasan Indonesia Timur. 4. Peningkatan Perdagangan Antar Daerah di KTI untuk memperlancar arus barang dan jasa dari daerah surplus ke daerah defisit dengan didukung oleh informasi stok dan harga bahan bahan pokok dan barang strategis yang terintegrasi. a. Perlu sinergitas antar lembaga dalam pemanfaatan kapal barang strategis yang bersubsidi. b. Perlunya penyediaan kapal khusus pengangkut ternak atau adanya pengolahan RPH di daerah untuk mengurangi resiko pengangkutan barang. c. Sistem informasi perdagangan antar daerah yang lengkap dalam hal ini PIHPS Nasional yang terintegrasi dan mengcover seluruh wilayah di Indonesia agar dapat menyediakan informasi yang akurat, dan up to date terkait data harga komoditas kebutuhan pokok masyarakat baik di level konsumen dan level produsen. Selain itu, juga menyediakan data produksi, konsumsi dan surplus defisit komoditas di masing masing daerah. d. TPI mendorong peningkatan perdagangan antar daerah yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan keterlibatan Perum Bulog, PD Pasar, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), serta Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi, dan Perbankan Daerah. 5. Peningkatan peran Bulog dalam menjaga stok dan stabilitas harga beras dan komoditas strategis lainnya yang berpengaruh besar terhadap inflasi. Selanjutnya, pada tanggal 22 Mei 2015, telah dilaksanakan rapat teknis TPID Provinsi Sulawesi Selatan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Kesimpulan dari pertemuan tersebut antara lain: 1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan peran TPID, dibutuhkan sekretariat dan desk TPID yang bertugas untuk memantau stok dan ketersediaan bahan pangan pokok, raskin (Bulog), LPG dan BBM baik pada level anggota TPID maupun pedagang besar. Data tersebut kemudian diolah ke dalam tabel monitoring kebutuhan pokok masyarakat. Sumber 2. Sebagai bentuk stabilisasi harga beras, raskin Bulog sangat berperan penting. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian HPP pada Gabah Kering Panen (GKP) sesuai dengan fenomena yang berkembang. 3. Pemerintah Provinsi membuat kebijakan Gebyar Perizinan Gratis dalam kepengurusan dokumen ijin usaha belum banyak diketahui oleh nelayan. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi kepada nelayan mengenai kemudahan ijin usaha. 4. Melakukan langkah cepat (early warning system) agar dapat mendeteksi dini fenomena pergerakan harga. 5. Membuat manajemen stok yang valid agar dapat mengetahui pergerakan harga khususnya komoditas yang menjadi penyumbang inflasi 6. Melakukan kunjungan atau inspeksi pasar dan gudang-gudang di tiap kabupaten/kota. 7. Melakukan penetrasi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah dan didukung dengan standing budget untuk operasi pasar (pengendalian harga). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

54 BAB 3Inflasi Kegiatan koordinasi TPID daerah level Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID pada tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Perwakilan TPID se-sulawesi Selatan yang menghadiri rapat dimaksud baik dari dari perwakilan TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota. Hasil dalam kegiatan tersebut adalah: 1. Pemerintah Daerah diminta untuk menganggarkan biaya untuk kegiatan Operasi Pasar. 2. Fungsi Bulog akan diperluas dimana Bulog tidak hanya akan fokus pada komoditas beras, akan tetapi juga komoditas pangan strategis lainnya. Perluasan komoditas tersebut masih dalam proses regulasi dan kelembagaan. 3. TPID diharapkan untuk turut melibatkan kejaksaan dan kepolisian dalam stabilisasi harga terutama dalam kegiatan sidak atau inspekti pasar serta operasi pasar. Pemda diharapkan untuk dapat lebih aktif melakukan Sidak ke Pasar dan gudang distributor. 4. TPID diharapkan telah terbentuk di semua daerah pada akhir tahun Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum membentuk TPID hingga akhir tahun 2015, akan diberikan sanksi berupa pengurangan jumlah dana transfer dari pusat ke daerah. 5. Diperlukan pembenahan infrastruktur dan tata niaga dalam rangka stabilitas harga serta untuk menjaga keterjangkaun dan ketersediaan barang. 6. Ketersediaan pasokan harus selalu dijaga, oleh karena itu, supply harus terus ditingkatkan terutama komoditas pertanian. 7. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempermudah proses perijinan, dan membangun akses/konektivitas antar daerah. 8. Pemda diharapkan untuk dapat melakukan hilirisasi produk pertanian dan gerakan yang dapat mendorong ketersediaan supply seperti gerakan tanam cabai di pekarangan. 9. Kedepan, Pemerintah Pusat akan memberikan insentif anggaran kepada Pemda yang memiliki TPID terbaik. 10. Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan payung hukum yang jelas sehingga daerah memiliki landasan ketentuan yang jelas dalam melakukan tindakan yang diperlukan dalam pengendalian harga dan pasokan. High Level Meeting(HLM) TPID Provinsi Sulsel & Kabupaten/Kota se Sulsel dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2015 di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah antisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat menghadapi puasa dan idul fitri tahun HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan dan dihadiri oleh Bupati/Walikota se Sulsel, seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Melakukan koordinasi intensif, khususnya 9 bapok yang ada di Sulawesi Selatan. 2. Distribusi bahan pokok harus dipersiapkan dengan baik melalui TPID Provinsi dan TPID tingkat Kab/Kota, termasuk menentukan titik-titik distribusi. 3. Pelaporan data harga secara harian dari TPID Kabupaten/Kota ke Bupati/Walikota dan laporan setiap 3 hari ke TPID Provinsi. 4. Pertukaran informasi dan kerjasama antar daerah surplus-defisit di Kab/Kota se-sulawesi Selatan. 5. Pengecekan buffer stock dan kondisi di lapangan bersama muspida baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam rangka ketersediaan pangan utama dan kerawanan pangan. 6. Meningkatkan produksi cabai besar dan bawang merah di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. 7. Melakukan Operasi Pasar apabila dibutuhkan. 8. Bulog dijadikan sebagai penyangga untuk melakukan pembelian komoditas selain beras, berkoordinasi dengan TPID. Usulan rekomendasi tersebut akan dikirimkan ke Kantor Pusat dengan tenggat waktu penyusunan konsep adalah 1 minggu. 9. Perlunya petunjuk teknis dari lembaga/instansi berwenang yang didukung dengan keberadaan payung hukum terkait dukungan fiskal dari Pemda untuk upaya stabilisasi harga didaerah. 10. Pemda akan berkoordinasi dengan TPID agar mengetahui komoditas yang harus diintervensi 11. Dibutuhkan program kerja unggulan dalam pengendalian inflasi dan diusulkan SOP KONRO sebagai alternatif program kerja unggulan dan menjadi slogan TPID Sulsel. Kepanjangan dari SOP KONRO adalah sebagai berikut: 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

55 BAB 3 Inflasi S O P KON O = Stok pangan yang selalu tersedia sesuai kebutuhan. = Operasi Pasar dan Sidak Pasar untuk menjamin keterjangkauan harga. = Pemantauan harga, pasokan dan distribusi secara rutin. = KOordinasi, komunikasi dan Kerjasama Antar Daerah. = Optimalisasi peran TPID dalam pengendalian inflasi melalui Pembentukan TPID Center dan Roadmap pengendalian inflasi. 12. Mempercepat seluruh proyek pemerintah dengan memperhatikan aturan yang ada untuk meningkatkan serapan belanja daerah triwulan II sehingga dapat mendorong perekonomian Sulsel. Kegiatan terakhir pada triwulan II 2015 adalah kerjasama antar daerah yaitu antara Provinsi Sulawesi Selatan dengan Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 25 Juni 2015 di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Kerjasama tersebut bertujuan untuk mendiskusikan pengiriman produk pangan ke DKI Jakarta, dengan hasil dari rapat tersebut adalah: 1. Kesepakatan Bersama antara Pemprov Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Kerjasama Perdagangan Untuk Penyediaan Kebutuhan Pangan, seperti Beras, Daging Sapi, Ikan, dan Produk Pangan lainnya. 2. Pemerintah akan melakukan peningkatan produksi pangan dan kerjasama antar daerah serta mengupayakan untuk tidak mengambil langkah impor dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

56 BAB 3Inflasi Boks 3.A. Upaya Stabilitas Harga Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun terutama bersumber dari kelompok volatile food. Pada kelompok volatile food, inflasi didorong oleh kenaikan harga komoditas pangan, dengan penyumbang tertinggi antara lain berasal dari cabai rawit, beras, cabai merah, ikan bandeng, daging sapi, kangkung, daging ayam ras, apel, tempe dan bawang merah. Disamping volatile food, inflasi juga bersumber dari kelompok administered priceyang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif listrik, rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (LPG). Adapun untuk kelompok inti yang merupakan kelompok barang dengan harga yang cenderung stabil, tukang bukan mandor, mie, ayam goreng, besi beton dan ikan bakar merupakan beberapa komoditas/jasa yang mendorong inflasi pada kelompok dimaksud. Sebagai salah satu upaya Bank Indonesia dalam mempengaruhi pengendalian harga bawang merah melalui sisi penawaran, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Enrekang mengembangkan klaster Bawang Merah sejak awal tahun Bentuk fasiltasi Bank Indonesia dalam kerjasama pengembangan klaster bawang tersebut difokuskan pada ketersediaan benih unggul dan berkualitas serta pengelolaan/manajemen bibit secara teratur dan kontinyu agar pasokan benih setiap musim tanam selalu tersedia dengan harga yang stabil. Hal ini sebagai salah satu solusi bagi petani di Enrekang, mengingat setiap kali mengawali musim tanam, benih menjadi langka, mahal dan pada akhirnya mempengaruhi biaya produksi. Implementasi kegiatan penyediaan benih dilaksanakan melalui kegiatanstudi banding ke sentra bawang merah di Brebes dan pelaksanaan sekolah lapang good agriculture practice (SL GAP) Produksi benih bagi 30 orang yang terdiri dari perwakilan 5 kelompok tani dan penyuluh lapangan. SL GAP dilaksanakan sebagai sarana pembelajaran bagi petani dan PPL dalam memproduksi benih dengan tambahan materi dari pakar/ahli ekologi tanah, pupuk organik dan penguatan kelembagaan petani melalui asosiasi petani. Selain itu kegiatan SL GAP juga disinergikan dengan demplot bawang merah organik menggunakan teknologi MA-11 yang bersumber dari rumput Alfafa di bawah bimbingan langsung dari narasumber ahli/peneliti formula MA-11. Selanjutnya diberikan juga pemahaman tentang pentingnya kelembagaan petani yang kuat dan solid sebagai wadah petani dalam menangani aspek produksi, pemasaran dan sumber pendanaan usaha tani. Dalam rangka pengendalian harga kelompok volatile food khususnya bawang merah, KPw BI Provinsi Sulsel mengadakan diskusistabilitasi harga bawang merah. Hal tersebut didasari oleh informasi yang diperoleh dari petani di Kab. Enrekang bahwa harga jual bawang merah hanya sebesar Rp4.000/kg, sementara rata-rata harga di 3 pasar (Panampu, Pabaeng-baeng, dan Terong) pada Kota Makassar tanggal 24 Juni 2015 sebesar Rp Disparitas harga yang lebar antara tingkat petani dan pengecer dapat berdampak pada menurunnya pendapatan petani sekaligus berdampak terhadap inflasi Hasil dari diskusi tersebut menghasilkan beberapa isu dan rekomendasi sebagai berikut: 1. Peran pemerintah. Pemerintah diharapkan secara konsisten dapat membeli komoditas pangan untuk menjaga stabilitas harga pada saat rendah maupun tinggi. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap petani bawang merah, seperti pemberian subsidi pada petani padi, jagung dan kedelai. 2. Petani menjadi salah satu anggota TPID. Mengikutsertakan petani dalam pengambil kebijakan TPID terkait 50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

57 BAB 3 Inflasi dengan pengendalian harga sehingga dapat mencakup kebijakan hulu hingga hilir serta tepat sasaran. 3. Penguatan kelembagaan petani. Penguatan kelembagaan petani dapat dilakukan dengan evaluasi kepada kelompok tani oleh BP4K dalam membina kelompok tani yang lebih baik. Hal tersebut guna meningkatkan bargaining power petani kepada pedagang. 4. Sistem informasi interkoneksi. Dalam fungsi pertukaran informasi antar petani di Sulsel maupun daerah lain, serta di empat daerah pokok seperti Brebes, Nganjuk, Bima dan Enrekang, dapat dibentuk sebuah sistem pertukaran informasi seperti waktu tanam/panen, produksi, harga, dan pengaturan tata niaga. 5. Pembentukan Lembaga Penyangga Pangan. Lembaga tersebut berfungsi untuk melakukan pembelian bawang merah di tingkat petani agar terjadi stabilitas harga pangan. 6. Pemasaran. Dinas Pertanian memiliki kesulitan dalam memasarkan produk pertanian yang surplus karena tugas pokok Dinas Pertanian adalah membina petani dan meningkatkan produktivitas hasil panen, sehingga diharapkan pemerintah dapat membuat mekanisme kerjasama yang jelas dalam penyaluran komoditas surplus/defisit 7. Kebijakan anggaran. Membuat kebijakan anggaran pertanian seperti pola anggaran pendidikan dan kesehatan, dimana dana dari provinsi sebesar 40% dan pemerintah daerah sebesar 60%. Kebijakan anggaran pertanian yang jelas dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran. 8. Sistem Resi Gudang (SRG). Membuat sistem resi gudang untuk menampung hasil panen serta meminimalkan penyusutan untuk menjaga kualitas umbi. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan stabilitas harga komoditas bawang merah, Bank Indonesia Sulsel berencana mengundang/memfasilitasi pertemuan Asosiasi Petani Bawang Merah Enrekang, Brebes, Nganjuk dan Bima sebagai disain awal sistem informasi produksi antar daerah, yang direncanakan pada triwulan III atau IV Gambar 3.A.1. Diskusi Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Bawang Merah Gambar 3.A.2. Panen Bawang Merah di Kabupaten Enrekang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

58 BAB 3Inflasi HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

59 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Meskipun demikian, secara kelembagaan, jumlah bank dan kantor bank di Sulsel justru bertambah. Dengan perlambatan kredit dan DPK, intermediasi perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 127,15% dibandingkan triwulan lalu (128,43%) dengan risiko kredit yang masih aman. Berbeda dengan perbankan umum, kinerja perbankan syariah dan BPR justru menunjukkan akselerasi pada triwulan II Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga di Sulawesi Selatan masih kuat. Perlambatan penyaluran kredit pada korporasi dan rumah tangga mampu memperbaiki kualitas kredit dengan NPL korporasi dan rumah tangga yang berada pada batas aman. Penyaluran kredi UMKM juga menunjukkan perlambatan dibandingkan periode triwulan yang sebelumnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

60 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1. Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan II 2015, jumlah bank umum di Sulsel bertambah dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan II 2015 tercatat sebanyak 51 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Terjadi penambahan kantor pada bank konvensional sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah sebanyak 5 unit, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). RINCIAN Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR I II III IV I II III IV I II III IV I II Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor* ** BPR *) Data Bulan Juni 2015 **) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara) Aset Perbankan * Total aset bank umum pada triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,00% (yoy) atau menjadi Rp108,31 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 15,41% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan terutama didorong oleh perlambatan aset pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional masing-masing dari 16,46% (yoy) dan 14,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 10,70% (yoy) dan 11,73% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, pertumbuhan aset kelompok bank asing dan campuran menunjukkan sedikit pemulihan yaitu dari-9,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -7,19% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Aset Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II I II III IV I II Total Aset 12,41 12,97 10,28 12,25 15,41 11, Bank Pemerintah 8,97 11,72 9,76 9,13 16,46 10, Bank Swasta Nasional 17,82 14,87 11,16 16,84 14,41 11, Bank Asing dan Bank Campuran 2,01 12,12 3,98 11,76 (9,54) (7,19) Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan II 2015mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp68,87 triliun atau tumbuh sebesar 12,16% (yoy), lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 14,20% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh perlambatan pada setiap komponensimpanan yaitu giro, tabungan dan deposito. Pertumbuhan giro pada triwulan II 2015 sebesar 21,48% (yoy), tidak sekuat pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang 21 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

61 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN sebesar 27,09% (yoy). Deposito juga tumbuh melambat dari 24,78% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 19,79% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara pertumbuhan tabungan relatif tetap sebesar 5,16% (yoy) pada triwulan II Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami sedikit perlambatan pada triwulan II Kredit tercatat tumbuh sebesar 10,37% (yoy) menjadi Rp87,56 triliun setelah triwulan sebelumnya tumbuh sebesar tumbuh 12,43% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit didorong oleh penurunan pada seluruh jenis kredit terutama pada kredit investasi (Tabel 4.3). Kredit investasi tumbuh melambat dari 12,57% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,68% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, kredit modal kerja dan konsumsi juga tercatat melambat masing-masing dari 20,25% (yoy) dan 6,10% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 19,15% (yoy) dan 4,68% (yoy) pada triwulan II Secara sektoral, penyaluran kredit juga mengalami perlambatan pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertambangan, LGA dan konstruksi. Namun demikian, sektor pertanian dan jasa dunia masih mencatat pertumbuhan kredit masing-masing sebesar 19,25% (yoy) dan 12,20% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 16,01% (yoy) dan -0,37% (yoy) (Tabel 4.4). Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor jasa dunia usaha. Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II I II III IV I II DPK 11,20 14,86 12,17 9,38 14,20 12, a. Giro 2,83 20,24 5,11 1,89 27,09 21, b. Tabungan 10,66 10,31 8,58 6,92 5,24 5, c. Deposito 16,53 20,97 23,39 17,61 24,78 19, Kredit 10,97 8,77 7,26 10,84 12,43 10, a. Modal Kerja 4,92 9,01 14,09 15,46 20,25 19, b. Investasi 19,70 6,77 (1,98) 12,04 12,57 6, c. Konsumsi 12,65 9,48 6,27 6,58 6,10 4, LDR (%) 130,45 129,21 125,06 126,39 128,43 127,15 NPLs Gross (%) 3,14 3,54 3,57 3,13 3,36 3,16 Dengan pertumbuhan DPK dan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan (LDR) dan risiko perbankan (NPL) juga tercatat sedikit mengalami penurunan. LDR tercatat sebesar127,15% pada triwulan II 2015, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 128,43% (Tabel 4.3). Risiko kredit perbankan yang tercermin dalam indikator NPL juga masih berada dalam rentang aman (3,16%), relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya 3,36% (yoy). Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen I II III IV I II I II III IV I II Kredit 10,97 8,77 7,26 10,84 12,43 10, Pertanian 0,18 7,37 3,59 7,60 16,01 19, Pertambangan (15,62) 24,84 21,10 28,39 13,16 (30,41) Industri Pengolahan (26,55) (24,54) (23,94) 13,41 28,49 21, Listrik, Gas, Air 63,77 111,80 91,49 83,27 75,06 68, Konstruksi 18,62 31,89 40,69 43,92 55,97 33, Perdagangan 22,08 11,45 10,23 12,02 14,73 13, Pengangkutan 12,48 6,76 3,02 (3,52) (6,00) (8,71) Jasa Dunia Usaha 15,65 4,79 4,88 3,17 (0,37) 12, Jasa Sosial Masyarakat 12,94 19,27 22,03 31,42 35,29 36, Lain-lain 9,58 10,18 6,99 7,19 6,26 4, Nominal (Rp Miliar) 2015 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

62 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bank Syariah Aset perbankan syariah pada triwulan II 2015 mengalami akselerasi dari capaian triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 10,84% menjadi Rp6,18 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I2015 yang tumbuh sebesar 7,42% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset baik pada kelompok bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II I II III IV I II Aset 16,31 9,72 3,68 5,92 7,42 10, Bank Pemerintah 15,27 9,78 6,81 9,93 4,65 7, Bank Swasta Nasional 16,55 9,71 2,94 4,99 8,06 11, DPK 28,28 30,73 10,96 3,70 16,22 17, a. Giro (12,64) 12,69 42,14 12,31 147,17 111, b. Tabungan 30,17 29,51 15,06 13,13 18,01 24, c. Deposito 37,60 36,51 0,56 (8,60) (8,54) (8,63) Pembiayaan 15,07 17,14 15,49 17,55 17,63 14, FDR (%) 162,40 174,20 171,16 171,91 164,36 169,84 NPF Gross (%) 1,65 2,97 3,27 2,74 3,80 2, Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan II 2015 masih lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari DPK yang mengalami akselerasi pertumbuhan dari 16,22% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 17,59% (yoy) pada periode laporan. Pertumbuhan DPK terutama didorong oleh akselerasi pertumbuhan pada komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito justru tercatat mengalami perlambatan. Tabungan syariah pada triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 24,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 18,01% (yoy). Berbeda dengan tabungan, giro syariah mengalami perlambatan dari triwulan lalu yang tumbuh 147,17% (yoy) menjadi 111,60% (yoy) pada triwulan II Sementara deposito masih berada pada pertumbuhan negatif. Dari sisi pembiayaan, kredit syariah tercatat masih tumbuh cukup kuat yaitu sebesar 14,65% (yoy), meskipun tidak sekuat triwulan sebelumnya yang tumbuh 17,63% (yoy). Dengan peningkatan DPK, Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II 2015 juga relatif meningkat menjadi 169,84%. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman yang tercermin dari non performing financing (NPF) sebesar 2,81% pada triwulan laporan, relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya (3,80%) Bank Perkreditan Rakyat Berbeda dengan kinerja perbankan umum, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) justru mengalami akselerasi pada triwulan II Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan I 2015 sebesar 143,56%menjadi 138,89% pada triwulan II Menurunnya rasio LDR ditopang oleh akselerasi pertumbuhan yang cukup kuat pada jumlah DPK dari Rp547 miliar menjadi Rp811 miliar. Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR juga tercatat mengalami akselerasi dari 1,56% (yoy) menjadi 9,77% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan DPK dan kredit tersebut, aset BPR juga mengalami pertumbuhan yang lebih kuat sebesar 19,41% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 10,27% (yoy). 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

63 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Rp Miliar Aset gaset - Skala Kanan %, yoy Rp Miliar DPK Kredit LDR - Skala Kanan % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (10) 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR 4.2. Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Pada triwulan II 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp19,24triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan yaitusebesar 49,98%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,84%, dan 1,51%. Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.5). Pertumbuhan kredit korporasi tercatat sebesar 16,16% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 25,71% (yoy).perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh sektor terutama sektor pertanian dan pertambangan yang menunjukkan penurunan kredit yang semakin dalam. Pada triwulan II 2015, kredit pada sektor pertanian menunjukkan kontraksi yang semakin besar dari -8,73% (yoy) menjadi -17,78% (yoy). Sementara kredit pada sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 37,99% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sempat tumbuh sebesar 14,72% (yoy). Kredit pada sektor industri, konstruksi dan PHR masih tumbuh cukup baik pada triwulan II 2015 meskipun dalam tren perlambatan. Pangsa Triwulan II Pertanian (0,82%) Pertambangan (1,51%) Industri (9,31%) Konstruksi (21,55%) PHR (49,98%) Jasa Dunia Usaha (9,00%) Lain-lain (7,82%) Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi %, yoy (10) (20) (30) (40) %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II Total Pertanian Industri Konstruksi PHR Pertambangan - rhs Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi melanjutkan tren perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat sebesar 4,62% setelah sebelumnya tercatat sebesar 5,71%, melewati batas aman (Grafik 4.7). Perbaikan kualitas kredit tersebut didorong oleh perbaikan perbaikan kualitas kredit sektor PHR dan Industri Pengolahan. Namun demikian, kualitas kredit sektor pertambangan dan konstruksi masih perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki NPL yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 21,78% dan 6,69%. Tingginya NPL kredit sektor pertambangan salah satunya disebabkan oleh kebijakan hilirisasi Minerba atau larangan ekspor bijih mineral yang berdampak terhadap penurunan penjualan sehingga repayment capacity sektor korporasi mengalami penurunan. Adapun untuk NPL sektor konstruksi salah satunya disebabkan oleh adanya mismatch antara cash flow pembayaran angsuran dan bunga dari developer perumahan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan rumah. Pertumbuhan kredit konstruksi yang tinggi perlu diiringi dengan pengelolaan cash flow yang lebih baik sehingga tidak berdampak terhadap NPL. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

64 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Sementara NPL kredit sektor pertanian, industri maupun perdagangan masih relatif aman.npl ketiga sektor tersebut relatif mengalami perbaikan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama pada sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran) yang mengalami penurunan NPL cukup signifikan dari 4,90% pada triwulan I 2015 menjadi 3,36% pada triwulan II Penurunan NPL pada sektor PHR didorong oleh pelunasan yang terjadi pada sektor perdagangan terutama pada perdagangan dalam negeri beras; perdagangan bahan-bahan konstruksi; perdagangan pupuk dan obat hama; perdagangan besar tekstil, pakaian jadi dan kulit; perdagangan eceran barang bukan makanan; perdagangan dalam negeri makanan, minuman dan tembakau; serta perdagangan eceran bahan bakar dan minyak pelumas. Sementara sektor pertambangan dan konstruksi masih memliki NPL yang tinggi masing-masing sebesar 21,78% dan 6,69%. % % Pangsa Triwulan II 2015 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (35,15%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (10,77%) Kredit Multiguna (40,32%) 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) Kredit Rumah Tangga Lainnya (1,99%) Total Industri Konstruksi PHR Pertanian - rhs Pertambangan - rhs Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga Sejalan dengan kinerja kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan. DPK sektor korporasi pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp4,97 triliun atau tumbuh sebesar 18,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (27,74%, yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong oleh perlambatan pada seluruh komponen DPK terutama tabungan dan deposito. Komponen tabungan mengalami penurunan sebesar 12,26% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 9,27% (yoy). Sementara komponen deposito hanya mampu tumbuh sebesar 8,72% (yoy) pada triwulan II 2015, mengalami perlambatan yang cukup dalam dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 25,27% (yoy). Komponen giro tumbuh sedikit lebih rendah dari 34,09% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 32,59% (yoy) pada triwulan laporan. %, yoy (20) I II III IV I II III IV I II III IV I II DPK Giro Tabungan Deposito % I II III IV I II III IV I II III IV I II Deposito Tabungan Giro Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik Komposisi DPK Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan II Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp36,87 triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga masih menunjukkan tren perlambatan kinerja pada triwulan II Kredit kepada sektor rumah tangga pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,88% (yoy) turun menjadi 3,95% (yoy) pada triwulan laporan. Penurunan terjadi pada hampir seluruh jenis kredit rumah tangga kecuali kredit multiguna yang tumbuh 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

65 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN sedikit lebih kuat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit Multiguna tumbuh dari 36,22% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 37,37% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara KKB mencatat pertumbuhan negatif pada triwulan II 2015 sebesar -5,33% setelah sebelumnya tumbuha sebesar 38,23% (yoy). KPR juga mencatat perlambatan yang signifikan dari 8,86% (yoy) menjadi 0,43% (yoy) pada triwulan II 2015(Grafik 4.11). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,98% menjadi 2,15% pada triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi masih berada pada batas aman sebesar 4,22%. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan II 2015 (Grafik 4.12) (10) (20) (30) (40) (50) (60) %, yoy Total KKB Multiguna - Skala Kanan KPR %, yoy RT Lainnya - Skala Kanan 450 I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga (50) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna % I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik NPL Kredit Rumah Tangga Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.dpk sektor rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 11,58% (yoy) pada triwulan II 2015, relatif stabil dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 11,76% (yoy). Dilihat perkomponennya, pertumbuhan DPK rumah tangga terutama didorong oleh pertumbuhan komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito tumbuh melambat. Tabungan rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) pada triwulan II 2015, sedikit lebih kuat dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh 4,42% (yoy). Sementara komponen giro dan deposito mengalami perlambatan masingmasing dari 22,82% (yoy) dan 26,93% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 10,14% (yoy) dan 25,51% (yoy) pada triwulan laporan. Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (62,35%) diikuti oleh deposito (32,49%) dan giro (5,15%). %, yoy (20) DPK Giro Tabungan Deposito I II III IV I II III IV I II III IV I II % I II III IV I II III IV I II III IV I II (40) Deposito Tabungan Giro Grafik Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik Komposisi DPK Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan II 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan II 2015masih digunakan untuk konsumsi (58,77%), namun terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 68,30%. Porsi konsumsi mengalami pergeseran dengan meningkatnya porsi tabungan menjadi 22,78%, lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 11,63%. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumah tangga menahan konsumisnya yang juga dikonfirmasi dengan perlambatan penyaluran kredit RT. Porsi tabungan yang meningkan juga disinyalir didorong peneriman gaji ke-13 bagi para PNS. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

66 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Tabungan 11,63% Tabungan 22,78% Cicilan 20,06% Konsumsi 68,30% Cicilan 18,45% Konsumsi 58,77% Grafik Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw II Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan II 2015 masih melanjutkan tren perlambatan dari triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 6,84% (yoy) pada triwulan laporan, mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 10,49% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,32% atau sebesar Rp28,30 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM masih berada di atas batas aman (5%) pada triwulan II 2015 sebesar 5,14%, meskipun sedikit menurun dibandingkan NPL pada triwulan lalu yang sebesar 5,21% (Grafik 4.17). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, jasa dunia usaha dan industri pengolahan masih perlu mendapatkan perhatian khusus dengan kondisi NPL yang berada di atas batas aman NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan % %, yoy I II III IV I II III IV I II Total Kredit Non-UMKM 68% Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 32% Pangsa Kredit UMKM Modal Kerja Investasi 31% 69% Grafik Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Peningkatan dan pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berupaya memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan pengelolaan keuangan. Pada tanggal 14 April 2015 telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi, dan keuangan inklusif kepada pegawai pemerintahan dan masyarakat di Kabupaten Bulukumba sebanyak 100 orang, 29 April 2015 kepada 100 orang mahasiswa dari STIEM Bongaya, 13 Mei 2015 kepada 120 orang Mahasiswa STIE Nitro, 21 Mei 2015 kepada 40 orang petani cabai di Kabupaten Sinjai, 27 Mei kepada 80 orang mahasiwa Universitas Muhammadiyah Makassar, 10 Juni 2015 kepada 70 orang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia. Disamping itu, Bank Indonesia terus mendorong dan mendukung kegiatan perbankan melalui program Layanan Keuangan Digital (LKD) agar seluruh masyarakat dapat memperoleh layanan keuangan dengan aman dan terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sementara sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat sebesar 142,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan 60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

67 Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Makassar Pare-Pare Palopo BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN dimana terdapat kab/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo. Adapun Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan Kab/Kota yang memiliki rasio yang cukup rendah. Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare dan Makassar.Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha yang didukung sektor perbankan oleh wirausaha baru, ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada (eksisting). % Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Juni* Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja *) Data Tenaga Kerja Februari 2015 Grafik Perkembangan Akses Keuangan Sulsel % % Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja *) Data Tenaga Kerja Februari 2015 Grafik 4.2. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

68 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

69 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan II Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Namun demikian, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan II Sementara di sisi layanan uang tunai, terjadi penurunan signifikan net inflow ke Bank Indonesia. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan li 2015 sebagaimana tren musiman yang sama dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu terjadi kecenderungan penurunan net inflow atau terjadi net outflow pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri di triwulan laporan. Hal ini mengindikasikan ekonomi cenderung berputar secara optimal sejalan dengan kecenderungan perilaku musiman masyarakat atas penggunaan uang tunai pada periode tersebut. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

70 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan II 2015, transaksi non tunai melalui sistem RTGS mengalami tren pertumbuhan menurun dibanding dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan II 2015 sebesar Rp62,92 triliun, mengalami sedikit perlambatan sebesar 2,92% (yoy), tetapi dibanding triwulan sebelumnya meningkat mencapai 22,1% (qtq). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp31,93 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp26,71 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp4,27 triliun. Secara tahunan, pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel menunjukkan penurunan pada triwulan laporan, hanya transaksi keluar Sulsel yang mengalami peningkatan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel mengalami peningkatan pada triwulan laporan sebesar 24,96% (Grafik 5.1).Penurunan terjadi pada transaksi antarbank di Sulsel hingga sebesar 56,25% (Grafik 5.2). Sementara transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel turun tipis pada triwulan II-2015 sebesar 5,15% (yoy) setelah sebelumnya tercatat naik hingga 17,51% (yoy) (Grafik 5.3) RTGS From Rp Triliun %, yoy grtgs From - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (5) (10) RTGS To grtgs To - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (10) (20) Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) RTGS From-To grtgs From-To - Skala Kanan 7 Rp Triliun Inflow ginflow - Skala Kanan %, yoy Rp Triliun %, yoy (20) (40) (60) (80) (50) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow Perkembangan Transaksi Kliring Kegiatan kliring pada triwulan II 2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun jumlah warkat (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 285 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp10,49 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 9,1% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan yang melambat sebesar 2,9% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari meningkatnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi. 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

71 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Kualitas kliring membaik, seiring tolakan yang menurun.sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yaitu dari 2,69% menjadi 1,50%. Hal ini sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,27% menjadi 2,15%. Hal ini menunjukkan bahwa ratarata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan I 2015 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. URAIAN Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Perputaran Kliring dan cek/bg Kosong II III IV I II III IV I II III IV I II - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) Nominal (%) Lembar (%) Pengelolaan Uang Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 2015 menunjukkan net inflow uang tunai. Aliran uang masuk (inflow) yang terjadi adalah sebesar Rp3,78 triliun pada triwulan laporan, menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp6,18 triliun atau secara triwulanan menurun hingga 38,93% (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp4,1 triliun pada triwulan IV 2014 menjadi Rp2,25 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5) Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (50) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 (0,5) (1,0) Rp Triliun Net Inflow Net Outflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.dalam rangka persiapan menjelang pembangunan gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, sejaktanggal28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi s.d WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar.Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di Kabupaten Bulukumba, tepatnya di Kelurahan Hila-Hila, Kecamatan Kajang dan Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bontohari. Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain.selama periode triwulan II 2015, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitukendari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

72 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG (1 Juni 2015) dan Kupang (17 Juni 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp0,94 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,92 triliun (Grafik 5.7) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 298 lembar pada triwulan II 2015.Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp (51%), diikuti Rp (42%) dan pecahan lainnya sebesar (7%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Rp Triliun 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Nominal UTLE I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2015 Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) %, yoy (500) 42% 7% Pecahan % Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu Pecahan Pecahan Lainnya 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

73 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan II 2015 terpantau melemah dibandingkan triwulan I Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua maupun nasional. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

74 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau stabil dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 (Februari 2014). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 212,57 ribu orang per Februari 2014 menjadi 218,311 ribu orang per Februari Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2015 yang mencapai 3.755,87 ribu orang dari 3.677,57 ribu orang pada Februari 2014 atau naik 78,29 ribu orang. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Februari Februari Angkatan Kerja 3,677,576 3,755,870 a. Bekerja 3,464,719 3,537,559 b. Pengangguran 212, ,311 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.0% 62.2% Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.80% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor lainnya berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian lebih tinggi hampir 41 ribu pekerja dibandingkan tahun 2014, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 40,97% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 2015, dan secara persentase meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sekitar9 ribu pekerja atau sebesar 1,32% (yoy) menjadi sekitar 617,09 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor lainnya yaitu sekitar 69 ribu pekerja atau sebesar 15,32% (yoy) menjadi sekitar 519,21 ribu orang. KEGIATAN UTAMA Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2014 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,408, % -0.17% 1,449, % 2.91% Industri 231, % 2.23% 212, % -8.26% Perdagangan 729, % 6.22% 738, % 1.32% Jasa 644, % 2.82% 617, % -4.22% Lainnya 450, % -1.68% 519, % 15.32% Total 3,464, % 1.62% 3,537, % 2.12% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Februari 2015 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 62,0% pada Februari 2014 menjadi 62,2% pada Februari Jumlah angkatan kerja pada Februari 2015mencapai 3,75 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,67 juta orang. Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) menurun sebesar -24,58% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. IPD6 di triwulan Iturun sebesar -8,34% (yoy). Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

75 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.2. Penduduk Miskin 22 Berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014, yang terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu pada September 2014, dari 864,3ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami penurunan sebesar -3,82% (yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh penduduk kota. ribu orang ,3% 10,3% 10,3% 10,3% ,1% ,8% ,9 701, ,6 9,5% 9,5% , ,7 651, ,2 133,6 148,0 160,5 162,49 154,40 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan 10,4% 10,2% 10,0% 9,8% 9,6% 9,4% 9,2% 9,0% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 7,4 8,3 9,5 12,1 12,8 13,6 17,4 18,4 26,3 27,8 Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor MalukuIrjabar Papua Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan Maret Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014 menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014, sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy). Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Kota ,13% 8,29% 4,64% 7,24% 5,88% 3,72% Desa ,54% 9,94% 5,84% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se- Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua. Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2013, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep yang mencapai 17,75% di ikuti oleh Toraja Utara (16,53%), dan Jeneponto (15,52%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,70% di ikuti oleh Sidrap (6,30%), dan Parepare (6,38%). Namun secara keseluruhan, hampir diseluruh wilayah terjadi perbaikan jumlah kemiskinan. 22 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

76 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.4. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan Tingkat Kemiskinan (%) Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkajene Kepulauan Barru Bone Soppeng Wajo Sidenreng Rappang Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare Pare Palopo Sumber: BPS, diolah 6.3. Rasio Gini 23 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio selama lima tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.5). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Namun demikian, pada 2014, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,45 atau lebih tinggi daripada nasional (0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua (0,46). Sulsel dan Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara. Tabel 6.5. Nilai Gini Ratio Provinsi Gorontalo Papua Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Papua Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Maluku Sulawesi Barat Maluku Utara Indonesia Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS 23 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

77 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.4. Nilai Tukar Petani 24 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan II 2015 menurun menjadi sebesar 103,35 lebih rendah dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya (104,23) (Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian. Meskipun rata-rata Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 4,94% (yoy) dari sebesar 116,15 pada triwulan II 2014 menjadi sebesar 121,89 pada triwulan II 2015 (Grafik 6.7), namun rata-rata Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan II 2015 juga tumbuh tinggi sebesar 7,28% (yoy) dari 109,93 pada triwulan II 2014 menjadi 117,93 pada triwulan II 2015 (Grafik 6.6). Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Rata-rata NTP Sulsel di triwulan II 2015 terbesar ke-3 se-indonesia dibawah Kepulauan Bangka Belitung dan Sulawesi Barat. Rata-rata NTP Sulsel di triwulan II 2015 mencapai 103,353 turun dibandingkan rata-rata di triwulan I 2015 yang mencapai 104,227 dan Secara nasional posisi rata-rata nilai NTP Sulsel mengalami penurunan setelah di tahun 2014 sempat mencatatkan nilai rata-rata NTP tertinggi nasional. Meskipun demikian, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 2008, dimana NTP Sulsel berada di posisi ke-21. Peningkatan harga komoditas pangan (inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga 2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani 24 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

78 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.6. Posisi Rata-Rata NTP Sulsel Terhadap Seluruh Provinsi Provinsi TW TW2 Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Bali Jawa Timur Jawa Barat Banten Nusa Tenggara Barat Lampung Maluku Utara Nusa Tenggara Timur Papua Barat Gorontalo Maluku Kalimantan Selatan DI Yogyakarta Kepulauan Riau Sumatera Utara Kalimantan Tengah Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Jawa Tengah Sumatera Selatan Sumatera Barat Papua Sulawesi Tengah Kalimantan Barat Riau Aceh Sulawesi Utara Jambi Bengkulu Sumber: BPS, diolah 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

79 7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,2% - 8,2% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementaraekspor luar negeri masih sangat tergantung pada prospek ekonomi global yang belum pasti. Di sisi lapangan usaha, peningkatan didukung oleh sektor sekunder dan tersier, didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Tekanan harga pada triwulan III 2015 diperkirakan masih tinggi sebagai efek dari Ramadhan dan Idul Fitri di awal periode, sedangkan untuk tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali dan akan berada dalam rentang target inflasi nasional. Perencanaan stok bahan makanan dan koordinasi TPID diharapkan mampu menjaga inflasi terkendali. Faktor risiko perlu diwaspadai adalah fenomena alam El-Nino dan kegiatan MICE yang meningkatkan administered price. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

80 2012 Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q Q4 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan III 2015 diperkirakan akan kembali meningkat, didorong oleh aktivitas semua komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2015 diperkirakan kembali dalam arah meningkat dalam kisaran 7,2% - 8,2% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap kuat, yang terpantau dari optimisme ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran). Investasi meningkat, terutama investasi yang dibiayai pemerintah dan komersial. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan di tahun 2015 akan terjadi pada hampir semua lapangan usaha, terutama untuk sektor industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Faktor pendorong sisi sektoral adalah kebijakan pemerintah, faktor musiman, dan meningkatnya aktivitas MICE. Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik serta perkembangan indikator ekonomi lainnya, perekonomian Sulsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy),atau cenderung stabil jika dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi 2015, diperkirakan masih diwarnai dengan perlambatan permintaan komoditas dari negara mitra dagang yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global justru diperkirakan melambat dari tahun Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika Serikat, Jepang dan Kawasan Eropa), serta ASEAN. Sementara ekonomi Tiongkok melambat. Dari sisi domestik, peningkatan beberapa sektor di Sulsel terkait mulai beroperasinya beberapa hotel baru di Makassar, revisi kebijakan pelarangan kegiatan MICE di hotel, groundbreaking pelabuhan Makassar New Port, KA Makassar-Parepare, Waduk, dan PLTA. Sebagai faktor risiko adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut (kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika, krisis ekonomi Yunani, dan masih berlangsungnya masa penyesuaian ekonomi Tiongkok), tekanan harga komoditas pangan, nilai tukar rupiah, sinkronisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah, serta kesiapan birokrasi. 10 %, yoy : 7,61% 2013: 8,37% 2014: 7,57% 2015: 7,0% - 8,0% Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Prospek Sisi Pengeluaran Komponen sisi konsumsi triwulan III 2015 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan II Komponen permintaan yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, akan terus mengalami peningkatan. Indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 adalah peningkatan daya beli masyarakat dengan adanya tunjangan hari raya (THR), tendensi ekspektasi konsumen yang kembali membaik (indeks 112,1), disertai dengan peningkatan rencana pembelian barang tahan lama (durable) dengan indeks masih diatas 100. Jenis barang tahan lama yang diperkirakan meningkat (hasil Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia Sulsel), antara lain jenis barang peralatan dan komunikasi di toko dan barang budaya dan rekreasi. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun APBN di Sulsel di Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal, maupun dana desa, meningkat signifikan. 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

81 Sumber : BPS BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 yang berkisar 7,0%-8,0% (yoy) masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi). Dengan adanya beberapa kegiatan musiman, diperkirakan akan mendongkrak permintaan konsumsi. Kemudian beberapa proyek infrastruktur yang mulai berjalan telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Di sisi lain, perkembangan ekspor luar negeri masih melemah, pelemahan prospek ekonomi global, sehingga menyebabkan permintaan terhadap komoditas ekspor Sulsel juga masih rendah. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masing-masing akan tumbuh dalam kisaran 5,4%-6,4% dan 5,0%-6,0% ,8 112, %, yoy , ,1 111,1 110,7 108,19 106,2 96,29 III IV I II III IV I II IIIp I II III IV I II III IV I II III IV I IIP Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT Rencana pembelian barang durable Suku cadang dan aksesori Perlengkapan rumah tangga lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran BI P) Ekspektasi Pedagang Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 89,8% 90,1% 91,4% 52,1% 49,6% 30,9% 29,5% 10,8% 10,0% 52,8% 53,38% 32,4% 29,00% 11,7% 11,02% I II III IV I II III IV I II III IV I II III-P 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% p : perkiraan realisasi triwulan III (data historis) Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Maret 2015) Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah Komponen investasi Sulsel diprakirakan akan membaik pada triwulan III 2015 dan meningkat pada keseluruhan Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan II 2015 yaitu senilai Rp9,89 triliun atau tumbuh 574,5% (yoy), mulai membaik jika dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh -7,4% (yoy). Mulai triwulan III 2015, beberapa proyek pemerintah dijadwalkan mulai berjalan dengan nilai Rp790,04 miliar (tumbuh 39,7%), yaitu antara lain : 1. Pembangunan Jalan (Rp175,22 miliar) berlokasi di Makassar, Toraja dan Watampone. 2. Gedung perkantoran(rp114,7 miliar) berlokasi di Makassar, Maros, Palopo, Tana Toraja, dan Bantaeng. 3. Sarana pendidikan (Rp237 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, Parepare, dan Maros. 4. Sarana kesehatan (Rp104 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, Parepare, dan Maros. 5. Pelabuhan dan bandara (Rp149,12 miliar) berlokasi di Makassar dan Bulukumba. 6. Rumah ibadah (Rp10,0 miliar) berlokasi di Makassar. Sementara proyek swasta yang dimulai pada triwulan III 2015 diperkirakan senilai Rp9,10 triliun (tumbuh 914,5%) antara lain : 1. Pembangkit listrik/power plant sebesar 3 X 135 MW; 2 X 2,3 MW; 2 X 2,6 MW; 2X2 MW; 2X5 MW; dan 2X2 MW, senilai Rp5,64 triliun berlokasi di Jeneponto, Enrekang, Gowa, dan Toraja Utara. 2. Tambang (Rp2 triliun) berlokasi di Luwu. 3. Pusat perbelanjaan (Rp408,5 miliar) berlokasi di Makassar, Takalar, Tana Toraja, Bone, dan Gowa. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

82 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 4. Hotel dan resort (Rp253 miliar) berlokasi di Makassar dan Bulukumba. 5. Rumah Residensial dan Apartemen (Rp262 miliar) berlokasi di Makassar. 6. Sarana pendidikan (Rp100,5 miliar) berlokasi di Makassar. 7. Sarana kesehatan (Rp432 miliar) berlokasi di Makassar. 8. Rumah ibadah (Rp3,5 miliar) berlokasi di Soppeng dan Bone. Sulsel Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta Keterangan Keterangan Perkembangan Sulsel Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy) Total Total ,6% Proyek dimulai Pemerintah Proyek dimulai Pemerintah ,4% Tw I 2014 Commercial Tw I 2015 Commercial ,5% Perseorangan Perseorangan ,3% Total Total ,4% Proyek dimulai Pemerintah Proyek dimulai Pemerintah ,4% Tw II 2014 Commercial Tw II 2015 Commercial ,1% Perseorangan Perseorangan ,0% Total Total ,5% Proyek dimulai Pemerintah Proyek dimulai Pemerintah ,7% Tw III 2014 Commercial Tw III 2015 Commercial ,5% Perseorangan Perseorangan ,4% Total Total ,2% Proyek dimulai Pemerintah Proyek dimulai Pemerintah ,1% Tw IV 2014 Commercial Tw IV 2015 Commercial ,3% Perseorangan Perseorangan ,7% Total Total ,5% Total 2014 Pemerintah Pemerintah ,0% Total 2015 Commercial Commercial ,6% Perseorangan Perseorangan ,8% Sumber : BCI Asia, 2015 Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel pada semester I 2015 diperkirakan akan membaik mulai triwulan III Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor, yang telah dimulai pada bulan Agustus Beberapa indikasi positif berupa mulai pulihnya permintaan negara-negara partner dagang utama Sulsel (Jepang) memberikan optimisme kenaikan ekspor daerah. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang tumbuh 0,8% (proyeksi Juli 2015), meskipun masih terkoreksi ke bawah dibandingkan proyeksi April 2015 (1,0%). Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Apr-15 Jul p 2016p p 2016p Amerika Serikat 2,4 3,1 3,1 2,4 2,5 3,0 Kawasan Eropa 0,9 1,5 1,6 0,8 1,5 1,7 Kawasan Asia 6,8 6,6 6,4 6,8 6,6 6,4 Tiongkok 7,4 6,8 6,3 7,4 6,8 6,3 Jepang 0,1 1,0 1,2 0,1 0,8 1,2 Kawasan ASEAN* 4,6 5,2 5,3 4,6 4,7 5,1 Output Dunia 3,4 3,5 3,8 3,4 3,3 3,8 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Di sisi harga, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan masih melanjutkan trend pelemahan. Tren harga internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2015 dan secara langsung berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya masih terus menurun, atau tumbuh -40,1% (yoy) sehingga terakhir di kisaran harga USD /metrik ton (Juli 2015). Sementara harga kakao tumbuh terkoreksi ke atas 6,14% (yoy) atau menjadi 3,33 USD/kg. Melemahnya harga nikel, karena berkurangnya permintaan industri 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

83 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan I II III* 2015-p I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan I II III* 2015-p BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN besi/baja, destocking nikel halus Tiongkok, berkontribusi terhadap penurunan harga nikel. Sementara perbaikan harga kakao terkait dengan menurunnya produksi coklat di Ghana dan Pantai Gading $/mt yoy 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40% -50% 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 USD/kg yoy 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40% Harga Internasional Nikel g.harga Internasional Nikel - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Harga Internasional Coklat g.harga Internasional Coklat - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat Ekspor diperkirakan akan meningkat di triwulan III Pada tanggal 3 Agustus 2015 yang lalu, pemerintah daerah telah menginisiasi program ekspor 3 kali lipat dan Sulsel ber SNI sebagai upaya peningkatan ekspor Sulsel. Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi. Pada acara tersebut, secara simbolis Presiden melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina, Inggris, Taiwan, Tiongkok, Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer. Presiden Jokowi membuka gerakan peningkatan Ekspor 3X lipat dan Sulsel bersni di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar 3 Agustus 2015 yang lalu. Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan pada saat Ramadhan/Lebaran, serta membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau 25 dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini 25 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

84 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN menggunakan truk 26 dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi pangan daerah lain yang relatif menurun, akan dipasok oleh Sulawesi Selatan. Tercatat pengiriman beras Sulsel kepada 22 provinsi lainnya Prospek Sisi Lapangan usaha Pada triwulan III 2015, diperkirakan hampir semua kategori lapangan usaha (sektor) cenderung meningkat, kecuali di sektor primer. Lapangan usaha primer, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, perkembangan lapangan usaha sekunder (industri pengolahan) meningkat untuk memenuhi pembangunan infrastruktur. Dengan perkembangan di sisi sektor sekunder dan tersier, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan III 2015 akan berkisar 7,2%-8,2% (yoy). Sehingga dengan perkembangan yang akan terjadi sampai dengan kuartal kedua tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy). Tahun 2015 Sulsel diperkirakan tumbuh 7,0-8,0% (yoy) dengan faktor pendorong utama berasal dari sektor sekunder dan tersier. Peningkatan di sektor sekunder didukung oleh permintaan musiman seperti Ramadhan/Idul Fitri dan penyelenggaraan kegiatan MICE. Sementara sektor tersier didukung oleh perbaikan ekspektasi pelaku usaha keuangan. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan melambat pada triwulan III Curah hujan yang cenderung rendah, diperkirakan akan memengaruhi peningkatan produksi sektor pertanian. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi diperkirakan melemah, sehingga menurunkan ekspor komoditas tersebut. Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh melambat, seiring harga internasional nikel. Untuk merespons penurunan harga tersebut, perusahaan tambang hanya menargetkan peningkatan sedikit produksi 27. Perusahaan tambang di Sulsel pada tahun 2015, untuk menyiasati penurunan permintaan pasar dunia akan lebih fokus pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan wilayah konsesi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Juli 2015, harga nikel turun -40,1% (yoy) hingga level harga USD /metrik ton. Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan III Berdasarkan pola historisnya, pembangunan infrastruktur meningkat pada semester II 2015, sehingga industri semen meningkatkan produksinya. Di sisi lain, industri bahan makanan diperkirakan juga akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2015, karena untuk memenuhi permintaan saat lebaran/idul fitri. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan akan tumbuh meningkat pada triwulan III Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat terkait datangnya bulan Ramadhan dan Lebaran. Indikasi tersebut sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan III 2015 meningkat, terutama untuk barang makanan membaik (-10,11%; yoy dari triwulan II ,97%; yoy), jenis barang peralatan/komunikasi di toko juga membaik (-2,0%; yoy dari triwulan II ,08%; yoy) dan barang budaya dan rekreasi (10,9%; yoy dari triwulan II ,83%; yoy). Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan meningkat seiring pencabutan kebijakan pelarangan kegiatan di hotel bagi pegawai negeri sipil. Larangan 28 untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, telah dicabut pada awal triwulan II Dengan adanya revisi aturan tersebut, maka diperkirakan akan memulihkan kembali tingkat okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang dua ke bawah. Kenaikan tersebut diperkirakan juga sebagai implikasi dari kegiatan organisasi kemasyarakatan yang besar di Sulsel pada Agustus Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan meningkat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II 2015, memperkirakan pertumbuhan kredit baru akan menguat pada triwulan III 2015, seiring membaiknya kondisi ekonomi Indonesia dan meningkatnya kecukupan modal bank. Meskipun 26 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 27 Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar ton nikel, tahun ini PT X, produsen nikel terbesar di Sulsel, membidik target produksi tumbuh tipis 1,6% menjadi ton nikel. 28 Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 29 PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral. 78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II 2015

85 Inflasi Tahunan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN demikian, hasil dari survei tersebut untuk keseluruhan tahun 2015, kredit akan sebesar 12,2% (yoy) lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (17,1%; yoy) Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan III 2015 secara umum diperkirakan akan relatif tinggi, sama dengan triwulan II dengan rentang 7,7% - 8,7% (yoy). Tekanan harga pada triwulan III diharapkan akan relatif mereda setelah bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kelompok volatile food biasanya cenderung naik harganya selain karena eforia puasa juga adanya budaya nelayan untuk tidak melaut selama seminggu awal puasa. Komoditas pangan yang biasanya naik harganya adalah beras, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, ikan tangkap, dan daging sapi. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sulsel diharapkan akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan dan gejolak harga. Inflasi di akhir tahun 2015 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat perkembangan inflasi sepanjang tahun 2015 yang relatif lebih terkendali dibandingkan tahun 2014 ditambah dengan telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota, target inflasi Sulsel pada akhir tahun 2015 dikisaran 4%±1% optimis dapat tercapai, dengan catatan ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta tidak ada kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan hingga akhir tahun 2015, seperti kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014 yang lalu. 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% Nasional Sulsel Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1 Sulsel 2011: 2,87% Nasional 2011: 3,79% Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1 Sulsel 2012: 4,41% Nasional 2012: 4,30% Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1 Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2013: 8,38% Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1 Sulsel 2014: 8,61% Nasional 2014: 8,36% Sasaran Inflasi 2015: 4% Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan III 2015, TPID akan lebih meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi untuk mengatisipasi dampak kekeringan (El-Nino). Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan Juli 2015, terjadi inflasi sebesar 1,19% (mtm) atau inflasi 8,08% (yoy). Tekanan inflasi Lebaran pada lebaran tahun ini cukup terkendali, dan tercatat di bawah rata-rata historis inflasi bulanan saat lebaran dalam 4 tahun terakhir yang mencapai kisaran 1,29% (mtm). Juli 2015 Agustus 2015 September 2015 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan 30 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan II 2015 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan II

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku KATA PENGANTAR DAFTAR ISI iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK xiv xvi DAFTAR SUPLEMEN BOKS 1. EKSPEDISI KAS KELILING PULAU TERLUAR...66 TABEL

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

EKONOMI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN II :

EKONOMI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN II : BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 066/08/64/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN II -2017 : PERTUMBUHAN Y-ON-Y 3,58 PERSEN DAN Q-T-

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci