TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Di tengah kelesuan perekonomian global, ekonomi Sulsel pada 215 tumbuh membanggakan 7,15% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional (4,79%; yoy). Kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik, telah berdampak pada penurunan kinerja ekonomi Sulsel dibanding tahun lalu yang tumbuh 7,54% (yoy). Dalam hal ini, pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang dan kecenderungan penurunan harga komoditas andalan Sulsel (nikel) di pasar internasional, telah berimbas pada penurunan kinerja ekspor Sulsel. Sementara dari sisi domestik, datangnya musim kemarau yang panjang sebagai akibat dari fenomena El Nino, telah berdampak pada mundurnya musim tanam dan masa panen terutama di triwulan akhir 215, sehingga hal ini juga mempengaruhi kinerja perekonomian Sulsel di 215. Diperkirakan musim panen baru akan terjadi di awal 216, yang diharapkan akan berimbas positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel di 216. Namun demikian, realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah tahun 215 yang relatif tinggi, baik pada APBD maupun APBN di Sulsel, mampu menahan perlambatan ekonomi Sulsel tidak turun lebih dalam. Di sisi lain, berkat upaya pengendalian inflasi yang gigih dan terus dilakukan, inflasi Sulsel pada 215 dapat diturunkan ke tingkat yang lebih rendah (4,48%;yoy). Hal demikian berdampak positif terhadap daya beli masyarakat, sehingga konsumsi sektor rumah tangga tetap kuat sebagai salah satu pilar penopang perekonomian Sulsel di 215. Selanjutnya, agar kedepan pencapaian pertumbuhan ekonomi Sulsel lebih baik, kami berharap, pada 216 koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dapat terjalin lebih baik, terutama dalam kaitannya dengan upaya percepatan pembangunan infrastruktur. Selain itu, koordinasi dalam pengendalian inflasi yang dilakukan melalui forum TPID kita harapkan juga semakin baik, sehingga kontinuitas pasokan barang tetap terjaga, proses distribusi berjalan lancar dan harga barang yang tersedia terjangkau oleh masyarakat. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta dari hasil survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan penyediaan data serta informasi yang akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholder sangat kami harapkan agar kedepan laporan yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, Februari 216 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 iv

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 4 3. INFLASI DAERAH INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN KONDISI UMUM PERBANKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN POTENSI PENGEMBANGAN KREDIT SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG TUNAI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI 77 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 v

6 DAFTAR ISI 6.4. NILAI TUKAR PETANI PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 87 LAMPIRAN 88 BOKS 1 DAFTAR BOKS PEMETAAN DAYA SAING EKONOMI & KEMUDAHAN BERUSAHA BOKS 3.A. BERAS, KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI SULSEL 52 BOKS 3.B. UPAYA MEMBANTU PENANGANAN EL NINO DENGAN MEMBANGUN POMPA AIR TENAGA SURYA MELALUI PROGRAM SOSIAL BANK INDONESIA 53 BOKS 3.C. UPAYA MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN PENGENDALIAN INFLASI MELALUI PENGEMBANGAN KLASTER 54 BOKS 5 PEMBUKAAN LAYANAN KAS TITIPAN PAREPARE 71 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan IV 215 dan 215 melambat, namun ada peluang rebound di 216 Perekonomian Sulsel triwulan IV 215 dan 215 tumbuh 7,24% dan 7,15% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan dan tahun sebelumnya. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja di sektor primer, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan. Sementara itu, penguatan sektor konstruksi dan sektor administasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial mampu menahan perlambatan. Dari sisi pengeluaran, perlambatan disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor. Sementara itu, melambatnya inflasi di akhir 215 diperkirakan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga konsumsi rumah tangga masih bertahan kuat. Di akhir 215 juga ditutup dengan kinerja perbankan dan sistem pembayaran yang meningkat di atas perkiraan. Peluang ekonomi Sulsel rebound di 216 akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan terjalin koordinasi yang semakin baik antara pemerintah pusat dan daerah. Laju inflasi Sulsel menurun dan pada akhir tahun tercatat 4,48% (yoy). Meskipun inflasi berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun inflasi Sulsel tersebut masih lebih tinggi dari inflasi nasional 3,35% (yoy). Penurunan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan semakin terkendalinya harga semua kelompok komoditas, meskipun tekanan terhadap harga kelompok bahan makanan masih cukup tinggi, akibat tingginya permintaan pedagang dari wilayah di luar Sulsel. Kecenderungan penurunan harga-harga juga diiringi dengan berlalunya base effect kenaikan harga BBM di akhir 214 yang lalu. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Pertumbuhan Ekonomi Kinerja ekspor dan sektor primer yang menurun telah memperlambat ekonomi Sulsel di triwulan IV 215 dan keseluruhan 215 Perlambatan pertumbuhan perekonomian Sulsel terutama disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor dan sektor primer. Pada triwulan IV 215 dan keseluruhan 215, ekspor tercatat tumbuh negatif -28,49% (yoy) dan -12,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi di triwulan dan tahun sebelumnya. Penurunan signifikan terjadi baik secara volume maupun nilai ekspor, terutama ekspor barang pertanian dan pertambangan. Di tengah menurunnya kinerja ekspor dan sektor primer, konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan di triwulan IV 215 dan 215. Sedangkan secara sektoral, perlambatan disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan transportasi dan pergudangan. Sektorsektor tersebut mengalami penurunan produksi karena pengaruh pergeseran panen Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF dan tren penurunan harga komoditas internasional. Penopang pertumbuhan berasal dari sektor sekunder dan tersier, terutama penguatan sektor konstruksi, perdagangan, dan administasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial, yang mencerminkan gencarnya belanja pemerintah di Sulsel. Keuangan Pemerintah Nominal realisasi pendapatan dan belanja daerah menunjukkan peningkatan. Selain itu realisasi APBN di Sulsel juga meningkat 34,3% (yoy). Nominal realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel 215 lebih tinggi dibandingkan pencapaian 214, namun secara persentase tercatat lebih rendah. Realisasi pendapatan daerah pada 215 sebesar Rp6,17 triliun, sedikit lebih besar Rp,67 triliun dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp5,5 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari peningkatan realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan pajak sebesar Rp2,81 triliun (91,73%), pendapatan retribusi sebesar Rp94,2 miliar (11,16%), hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp88,98 miliar (99,96%), dan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp252,93miliar (138,17%). Nominal realisasi penyerapan APBD Provinsi Sulsel 215 juga mengalami peningkatan, namun secara persentase juga tercatat lebih rendah dibandingkan 214. Sebagian besar penyerapan APBD untuk belanja operasional, sementara sebagian lainnya untuk belanja modal, yang diantaranya untuk pembangunan jalan, jaringan irigasi, dan pembangunan gedung. Penyerapan belanja modal pada APBD 215 tercatat lebih besar dibandingkan 214. Sementara itu, realisasi belanja APBN di Sulsel meningkat 34,3% (yoy) menjadi Rp19,76 triliun dari tahun sebelumnya Rp14,7 triliun. Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel mampu menahan perlambatan ekonomi Sulsel 215. Inflasi Tekanan harga terkendali, inflasi Sulsel tahun 215 berada dalam sasaran inflasi Nasional, Laju inflasi Sulsel pada tahun 215 relatif terkendali dan berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%. Inflasi Sulsel di akhir 215 tercatat 4,48% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat 8,36% (yoy), namun masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat 3,35% (yoy). Secara umum, penurunan inflasi terjadi akibat terkendalinya harga semua kelompok komoditas, meskipun tekanan terhadap harga kelompok bahan makanan masih cukup tinggi. Kondisi tersebut juga diiringi dengan berlalunya base effect kenaikan harga BBM di akhir 214 yang lalu. Terkendalinya harga di 215 tidak terlepas dari peran serta, komunikasi dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota TPID. Pelaksanaan koordinasi di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan berjalan dengan baik, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 215 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan mengalami peningkatan, baik itu di bank umum, syariah, maupun bank perkreditan rakyat (BPR). Di sisi lain, kegiatan intermediasi tetap berjalan baik dan risiko kredit terpantau relatif aman. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel tidak berubah, namun terdapat penambahan kantor. Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga di Sulsel terjaga dengan baik. Hal ini terindikasi dari kualitas kredit di sektor 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

9 RINGKASAN EKSEKUTIF korporasi yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari rasio NPL yang menurun menjadi 3,19% pada triwulan IV 215. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Sesuai siklus ekonomi, kinerja sistem pembayaran melambat di triwulan IV 215. Kebutuhan uang kartal diindikasikan menurun sebagaimana tercermin dari arus layanan uang tunai yang mengalami net inflow. Perkembangan kinerja sistem pembayaran melambat pada triwulan IV 215. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) masih menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Namun transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) justru mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI- RTGS sebesar Rp5 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara di sisi layanan uang tunai terjadi net inflow sebesar Rp,59 triliun yang mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, seiring dengan penurunan aktivitas ekonomi Sulsel di triwulan IV. Bank Indonesia meningkatkan pelayanan sistem pembayaran yang efektif dan handal. Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, dengan senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai, dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran dan kemiskinan Sulsel meningkat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan kemiskinan di Sulsel mengalami kenaikan. TPT di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus 215) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 214 (5,1%). Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 215 meningkat dibanding September 214 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (1,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional (11,13%). Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan I dan keseluruhan 216 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional Perekonomian Sulsel pada triwulan I 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,9% (yoy). Sementara untuk keseluruhan 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy), membaik dibandingkan 215. Disisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang terutama dari konsumsi dan investasi, serta perbaikan ekspor. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan terutama bersumber dari sektor primer dan tersier. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan hormonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga triwulan I 216 dan sampai dengan akhir 216 diperkirakan cenderung semakin melemah. Hal ini merupakan implikasi dari lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga diperkirakan akan terjadi penyesuaian harga administered price. Dengan demikian, inflasi 216 diprakirakan akan terkendali dan berada pada rentang target inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi, terutama kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Rekomendasi Kebijakan Peningkatan harmonisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan kata kunci, selain optimalisasi penyerapan anggaran dan perlunya beberapa langkah konkrit dalam pengendalian inflasi, agar perekonomian Sulsel 216 tetap tumbuh tinggi Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah (i) Peningkatan harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur; (ii) mengoptimalkan penggunaan dana transfer dari pemerintah pusat, serta menghindari adanya pengendapan dana di perbankan; (iii) Penerapan UU No.2 Tahun 212 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 tahun 215 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum secara lebih konsisten, untuk mengatasi kendala penyediaan lahan untuk infrastruktur; (iv) Dengan adanya Dana Desa, maka seluruh desa/daerah akan melaksanakan pembangunan pada waktu yang bersamaan, sehingga ketersediaan material dan sumber daya manusia (SDM) tukang, berpotensi menjadi sebuah masalah. Oleh karena itu, diperlukan langkah antisipasi yang baik agar material dan SDM tersedia secara berkelanjutan; (v) Potensi laut yang dimiliki Provinsi Sulsel sangat besar, namun hingga saat ini belum terdapat industri pengolahan hasil perikanan yang memadai, sehingga pembangunan industri pengolahan tersebut perlu segera diupayakan; (vi) Koordinasi pembangunan infrastruktur antar instansi terkait di daerah masih lemah, sehingga perlu ada instansi atau badan khusus yang diberi wewenang dalam menjembatani koordinasi antar instansi tersebut; (vii) Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), serta antar SKPD, terutama dalam kaitannya dengan penyusunan program pengendalian harga; (viii) Meningkatkan kerjasama antara pusat dengan daerah (baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota) dalam mendorong peningkatan produksi dan menjaga kontinuitas ketersediaan bahan kebutuhan pokok, serta dalam menjaga stabilisas harga; (ix) Perlunya dilakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke gudang-gudang pedagang besar guna memastikan tidak adanya penimbunan barang secara berlebihan, yang mengarah pada praktek pembentukan harga barang (khususnya beras) secara tidak wajar dengan tujuan untuk mengatur harga di pasar; (x) Perlunya dibuatkan ketentuan guna mengatur arus keluar barang dari wilayah Sulsel, dengan mewajibkan pedagang besar (antar provinsi) agar mengalokasikan minimal sekian persen dari barang/komoditas tertentu yang mereka kuasai (khususnya beras) untuk dijual di pasar lokal guna mencukupi kebutuhan masyarakat Sulsel. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

11 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) I II III IV I II III IV I II III IV I II III* IV** MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 21 & SNA 28 48,358 5,842 52,812 5,172 51,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,794 11,7 12,82 8,967 1,729 11,88 14,29 9,89 12,293 13,15 15,191 1,582 12,722 14,526 15,982 1,727 Pertambangan dan Penggalian 2,937 3,287 3,83 3,224 3,16 3,292 3,496 3,436 3,45 3,498 3,793 3,971 3,533 3,78 4,251 4,34 Industri Pengolahan 6,78 6,923 7,11 7,234 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,89 8,91 8,773 8,951 9,692 Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 5,526 5,73 5,971 6,314 6,19 6,343 6,72 6,948 6,494 6,789 7,44 7,34 6,961 7,188 7,689 8,129 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6,659 6,94 7,312 7,243 7,114 7,645 7,86 7,624 7,775 8,88 8,619 7,881 8,212 8,623 9,45 8,675 Transportasi dan Pergudangan 1,954 1,965 2,2 2,27 2,2 2,13 2,166 2,164 2,61 2,94 2,181 2,26 2,15 2,243 2,47 2,389 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 2,82 2,912 3,5 3,287 3,332 3,44 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,86 4,36 4,69 Jasa Keuangan 1,657 1,73 1,784 1,833 1,884 1,944 1,92 1,896 1,95 2,17 2,8 2,9 2,144 2,77 2,194 2,248 Real Estate 1,755 1,798 1,841 1,885 1,919 1,969 2,19 2,26 2,68 2,124 2,164 2,29 2,252 2,284 2,32 2,341 Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,426 2,535 2,488 2,538 2,471 2,51 2,644 2,667 2,51 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,27 Jasa Pendidikan 2,63 2,743 2,757 2,961 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,15 3,523 3,176 3,195 3,42 3,66 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,4 1,131 1,65 1,93 1,17 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 Jasa lainnya ,358 5,842 52,812 5,172 51,268 54,46 57,699 54, Konsumsi 31,561 34,34 34,784 37,957 32,784 36,21 36,851 4,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,45 44, Investasi 19,124 21,553 2,988 18,444 21,526 24,33 21,15 2,74 2,668 23,151 23,343 22,16 23,68 25,335 26,744 27, Ekspor 12,57 11,931 13,127 13,59 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,41 15,995 14,45 13,861 13,733 14,663 1,31 4. Impor 14,898 16,946 16,87 19,818 16,191 18,772 15,423 17,575 15,36 17,55 16,69 2,31 15,344 16,315 15,574 19,97 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) INDIKATOR PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar * 213* ** 48,358 5,842 52,812 5,172 51,268 54,46 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62, (15.43) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,37 8,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 99,571 11,351 14,945 18,39 113,11 117, DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,24 49,917 53,717 52,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 64,339 66,112 66,42 68,867 72,433 78,467 Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 9,693 7,995 1,154 11,82 12,471 13,165 Tabungan 25,4 27,26 28,545 31,466 29,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 Deposito 13,259 13,536 14,115 14,97 15,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 19,819 2,69 22,118 22,166 22,472 23, Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 - Modal Kerja 2,516 22,85 22,385 25,56 25,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,73 - Investasi 1,25 1,588 1,997 11,38 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,5 17,476 2,538 - Konsumsi 24,44 25,597 27,77 29,335 3,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 35,159 35,877 36,45 36,436 37,558 37,713 LDR % % % % 13.72% % 13.78% % 13.45% % 125.6% % % % % 121.5% - - Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 83,56 85,34 87,563 89,911 94,981 - Pertanian 96 1,128 1,171 1,215 1,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 1,435 1,56 1,63 1,788 2,33 2,461 - Pertambangan Industri pengolahan 3,468 3,94 4,8 5,25 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 4,283 4,747 5,35 5,19 5,34 7,487 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 2,65 2,448 2,582 2,674 2,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 4,173 4,366 4,746 4,92 5,417 5,491 - Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,27 19,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 25,748 27,33 27,92 29,3 29,373 31,424 - Pengangkutan 1,744 1,73 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 2,951 2,82 2,782 2,693 2,672 2,781 - Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,15 3,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,37 4,24 4,221 - Jasa Sosial Masyarakat 1,57 1,485 1,372 1,44 1,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 2,115 2,34 2,473 2,681 2,388 2,549 - Lain-lain 26,7 27,45 28,781 3,684 31,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 35,48 36,226 36,174 36,547 37,648 37, Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,24 2,27 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,31 28,51 3, Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,88 7,892 - Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,26 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,88 4,249 4,479 4,674 5,38 5,144 5,542 - Investasi ,27 1,48 1,44 1,548 1,642 1,735 2,351 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,29 9,819 9,877 1,37 1,123 1,329 1,885 11,35 1,893 11,161 11,58 12,412 - Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,76 5,678 6,492 5,624 5,75 5,862 6,76 6,48 6,683 6,596 6,86 7,39 7,188 - Investasi 3,369 3,85 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,3 4,541 5,224 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,71 6,18 7,66 8,534 1,132 9,932 1,148 1,52 11,46 1,586 1,757 1,313 1,461 1,42 1,337 - Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,25 6,872 7,278 7,79 7,822 7,68 7,82 7,488 7,698 7,272 7,577 - Investasi 1,125 1,232 1,347 2,16 2,349 2,927 3,6 2,87 2,972 3,224 2,96 2,954 2,825 2,763 2,77 2,76 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.5% 3.8% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.4% 4.26% BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3,377 3,689 3,977 4,524 4,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6, DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 1,578 1,635 1,817 2,63 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 Giro Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,57 1,667 1,765 Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,36 1, Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,76 3,52 3,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,75 5,684 - Modal Kerja ,135 1,292 1,535 1,572 1,526 - Investasi ,15 1,17 1,152 - Konsumsi 1,887 2,96 2,192 2,544 2,868 3,17 3,255 3,34 3,282 3,423 3,27 3,181 3,81 3,33 3,8 3,6 FDR 174.8% 18.63% % % 181.4% % % % 162.4% 174.2% % % % % 17.2% % Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. SISTEM PEMBAYARAN KAS Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,2 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,562 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,2 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,561 4,34 6,184 3,777 4,815 3,791 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 1,86 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,98 2,248 3,73 4,93 3,28 Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,31 4,159 2,343 3,826 5,637 4,96 2,247 3,699 4,927 3,22 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 11,54 15,473 15,421 19,88 14,448 17,42 18,77 2,54 15,66 21,374 22,719 25,647 19,951 26,79 19,338 14,217 To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 4,648 32,767 36,12 37,614 41,48 27,887 33,669 38,96 41,348 21,897 31,935 4,378 From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,49 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 1,97 11,845 3,778 4,272 3,478 TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 1,139 9,737 9,976 1,239 1,67 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 1,492 11,363 13,952 Volume Kliring* (Lembar) 281, ,76 285, , ,3 285,559 28,922 29,332 26,69 266,25 26,914 28, , , , ,492 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) , ,27 1,617 4,28 Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,15 4,567 36,457 34,774 37,895 41,13 29,191 28,625 3,355 32,94 34,547 32,94 53,395 86,793 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) ,378 Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,87 8,887 9,534 9,18 9,4 9,365 9,62 8,89 8,978 9,41 1,393 8,87 9,465 9,746 9,673 Volume Kliring Debet (Lembar) 244, 245,6 246,51 254, ,573 25, ,27 249,22 23, ,4 23, ,47 227,93 246, , ,699 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,89 3,96 4,35 4,126 4,18 4,5 4,19 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,38 3,993 3,614 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,13 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,92 6,659 7,114 7,119 6,765 6,8 6,48 6,621 6,274 6,3 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,33 6,2 5,94 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,31 5,12 4,72 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. GRAFIK INDIKATOR 15% 13% 11% 9% 7% 5% 3% 1% -1% Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional 11.56% Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional 2.88% I II III IV I II III IV Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 21 Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) 11% 1% 9% 8% Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) 7.24% 7% 6% 5% 5.48% 4% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 3% I II III IV Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 21 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stok Net Ekspor PDRB I II III IV I II III IV Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Sektor Lainnya PDRB %yoy I II III IV Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Inflasi Nasional (yoy) BI Rate Inflasi Sulsel (yoy) I II III IV (Rp Triliun) 14 Aset Kredit Lokasi Bank 6 DPK Lokasi Bank Pelapor 4 2 LDR - Skala Kanan I II III IV 2% 19% 18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) 88 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk * 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % % Penduduk Miskin - Skala Kanan (Ribu Orang) 1 95 Jumlah Penduduk Miskin * 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % *) Data Agustus 215 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka *) Data September 215 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

15 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 215 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya mencapai Rp milyar (ADHB) atau Rp milyar (ADHK), tumbuh 7,24% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 215 (7,59%; yoy). Perlambatan pertumbuhan perekonomian terutama disebabkan oleh penurunan kinerja di sektor eksternal (ekspor) dan di sektor primer. Pada triwulan IV 215 ekspor tercatat tumbuh negatif -28,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya. Volume maupun nilai ekspor menurun signifikan, terutama ekspor barang pertanian dan pertambangan. Disisi lain, konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 215. Secara sektoral, perlambatan dikarenakan menurunnya kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta transportasi dan pergudangan. Sektor-sektor tersebut mengalami penurunan produksi karena pergeseran panen dan tren penurunan harga komoditas internasional khususnya nikel. Adapun penopang pertumbuhan berasal dari sektor sekunder dan tersier, terutama penguatan sektor konstruksi, perdagangan, administasi pemerintahan, serta pertahanan dan jaminan sosial. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215 9

16 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami perlambatan pertumbuhan di triwulan IV 215. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,24% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,59% (yoy) pada triwulan III 215. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor termasuk diantaranya dua sektor unggulan, yaitu sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Disisi lain, penguatan sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor perdagangan mampu menahan perlambatan sehingga ekonomi tidak jatuh lebih dalam. Dari sisi pengeluaran, perlambatan disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor, serta peningkatan impor di periode laporan. Namun, meningkatnya konsumsi rumah tangga, pengeluaran lembaga non profit rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan di triwulan IV 215. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan daya beli masyarakat tetap terjaga dengan baik, seiring dengan penurunan inflasi. Sedangkan peningkatan konsumsi pemerintah diantaranya didorong oleh bertambahnya realisasi proyek pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah. TD 2 TD % Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan * 215** yoy Nasional yoy Sulsel 1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 215 terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor. Pada triwulan IV 215 ekspor tercatat tumbuh negatif -28,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -8,33% (yoy). Demikian pula impor juga masih tumbuh negatif, namun kondisinya semakin membaik dari sebelumnya tumbuh -3,8% (yoy) menjadi -1,94% (yoy) di triwulan laporan. Kelompok pengeluaran lain yang mengalami kontraksi adalah perubahan inventori, dari triwulan sebelumnya tumbuh 21,48% (yoy) menjadi -132,85% (yoy) pada triwulan IV 215. Konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan di triwulan IV 215. Sesuai dengan perkiraan, konsumsi pemerintah dan investasi tumbuh lebih tinggi di triwulan IV 215. Konsumsi pemerintah tumbuh 11,9% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan III 215 yang mencapai 8,69% (yoy). Sementara investasi (PMTB) tumbuh dari 1,34% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 11,1% (yoy) ditriwulan IV 215. Kelompok pengeluaran lain yang mengalami percepatan pertumbuhan adalah Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya 5,3% (yoy), sementara kelompok konsumsi LNPRT yang sebelumnya tumbuh 2,9% (yoy) meningkat menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan IV 215. Secara keseluruhan 215 perekonomian Sulsel tumbuh melambat, yang terutama disebabkan melemahnya kinerja ekspor. Ekspor pada 215 tercatat terkontraksi -12,4% (yoy) dari tahun sebelumnya tumbuh 11,85% (yoy). Namun di tahun yang sama impor juga melambat terkontraksi -2,95% (yoy) dari tahun sebelumnya terkontraksi -1,64% (yoy). Komponen lain yang mengalami perlambatan yaitu investasi tercatat tumbuh 8,34% (yoy) dari tahun sebelumnya 9,4% (yoy), dan konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh dari 5,49% (yoy) menjadi 5,31% (yoy) pada 215. Motor pendorong pertumbuhan di tahun 215 yang sekaligus menjadi faktor penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut adalah komponen pengeluaran pemerintah. Di tahun 215, komponen pengeluaran pemerintah tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan komponen sisi permintaan lainnya yang tumbuh 8,34% (yoy). 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

17 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Tahun Dasar 2 Tahun Dasar 21 Komponen I II III IV TOTAL I II* III* IV** TOTAL 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tanggaa Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara Ekspor 14,76% Perubahan Persediaan 1,4% Impor 32,27% SHARE PDRB TW IV 215 PMTB 42,12% Konsumsi RT 56,32% Konsumsi Pemerintah 16,7% Konsumsi LNPRT 1,33% Ekspor 2,51% Perubahan Persediaan 1,65% Impor 26,8% PMTB 38,14% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB) SHARE PDRB 215 Konsumsi RT 54,58% Konsumsi LNPRT 1,25% Konsumsi Pemerintah 1.67% Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar baik di triwulan IV 215 maupun secara keseluruhan 215. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 5% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB di atas 35% pada triwulan IV 215 dan keseluruhan 215. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share lebih dari 1% adalah konsumsi pemerintah (di atas 1%), ekspor (di atas 1%) dan impor (di atas 25%). Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 1% adalah konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan persediaan (1%) Konsumsi Secara agregat, pengeluaran konsumsi masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, diantaranya didorong oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah. Total konsumsi triwulan IV 215 tumbuh 6,56% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,54% (yoy). Konsumsi pemerintah berperan besar dalam pertumbuhan konsumsi di triwulan ini dengan pertumbuhan 11,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 8,69% (yoy). Sementara itu, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang tumbuh 5,3% (yoy). Realisasi belanja pemerintah daerah berjalan searah dengan realisasi pendapatan. Sampai dengan akhir 215, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 95,77%, lebih rendah dibandingkan 214 yang terealisasi 97,39%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada 215 mencapai Rp6,17 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,45 triliun. Disisi lain, realisasi belanja daerah pada tahun 215 tercatat 91,65% atau sebesar Rp6,6 triliun dari yang ditargetkan Rp6,62 triliun. Secara nominal realisasi belanja pada 215 lebih tinggi dari 214, yang tercatat sebesar Rp5,6 triliun atau 92,4% dari target Rp6,8 triliun. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 215 tumbuh menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi yang relatif rendah di periode ini (4,48%;yoy) telah meningkatkan daya beli sehingga konsumsi rumah tangga meningkat. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah yang dikeluarkan melalui paket kebijakan 1 hingga 9 diperkirakan baru akan terasa paling cepat di triwulan yang akan datang. Sebagai contoh, paket kebijakan pemerintah ke-9 yang salah satu poinnya terkait dengan pengembangan logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga dan penguatan kelembagaan peternak, dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga daging sapi, diperkirakan baru akan berdampak terhadap konsumsi masyarakat pada tahun 216. Selain itu, harga BBM yang relatif stabil di sepanjang tahun 215 juga turut mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, penurunan harga komoditas belum berpengaruh terhadap kinerja konsumsi rumah tangga. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

18 Rp Triliun % (yoy) Rp Triliun % (yoy) BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan Indeks YOY Indeks Penjualan Eceran gindeks - Skala Kanan 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran Namun secara tahunan konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan. Hal ini terkonfirmasi dari penurunan indeks hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Nilai rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tahun 215 di Makassar berada di level 118,91 lebih rendah dari tahun 214 (131,92). Meski masih dalam level optimis (>1), namun angka indeks ini merupakan yang terendah sejak tahun 211. Sementara itu, nilai rata-rata indeks penjualan eceran berada di level 121,17 lebih rendah dari tahun 214 (124,67). Hampir semua indeks di setiap subsektor yang di survei mengalami penurunan, kecuali di subsektor barang budaya dan rekreasi, serta barang lainnya (pakaian, kosmetik, LPG) masing-masing berada di level 16,31 dan 66,88 atau naik 1,8 poin dan 5,3 poin dari tahun sebelumnya. Konsumsi yang tumbuh melambat tidak mempengaruhi penyaluran kredit konsumsi. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan di triwulan IV 215 tercatat tumbuh 7,36% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan kredit triwulan sebelumnya 7,16% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit didorong meningkatnya kredit untuk pembelian barang peralatan/perlengkapan rumah yang tumbuh 36,6% (yoy) lebih tinggi dari triwulan III 215 yang terkontraksi -8,2% (yoy). Selain itu juga didorong oleh kredit rumah tangga lainnya yang tumbuh 4,41% (yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami kontraksi -31,11% (yoy). Sementara itu, kredit kendaraan bermotor (KKB) mengalami kontraksi pertumbuhan -36,75% (yoy). Penurunan KKB diantaranya dipengaruhi pola konsumsi masyarakat yang cenderung menahan pembelian kendaraan di akhir tahun dan untuk efisiensi cenderung memilih mengoptimalkan kendaraan yang sudah ada. Sedangkan kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/A) tumbuh sedikit melambat 4,95% (yoy) dari triwulan sebelumnya 5,17% (yoy) Rp Triliun Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi %, yoy Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Penyaluran KreditKendaran Bermotor (KKB) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.7. Penyaluran Kredit KPR/A 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

19 % (yoy) Rp Triliun % (yoy) BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 25 Rp Miliar Kredit Peralatan/Perlengkapan Rumah Tangga Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Kredit Rumah Tangga Lainnya Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Peralatan/Perlengkapan RT Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit RT Lainnya Investasi Investasi meningkat di triwulan IV 215. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 11,1% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 (1,34%; yoy). Percepatan pertumbuhan investasi diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya penyerapan anggaran pemerintah khususnya di kelompok belanja modal. Realisasi belanja modal APBD maupun APBN di Sulsel tercatat mengalami peningkatan cukup signifikan di periode laporan. Hingga akhir periode persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel mencapai 91,65% atau sebesar Rp6,6 triliun dari total anggaran belanja sebesar Rp6,62 triliun. Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun 214 yang mencapai 92,4%. Peningkatan angka realisasi juga terjadi pada APBN di Sulsel yang mencapai Rp6,14 triliun, lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,77 triliun. Peningkatan investasi juga terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan kredit investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh 33,42% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,34% (yoy). Impor besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi, dan mesin lainnya untuk industri tertentu menjadi salah satu pendorong peningkatan impor barang modal di periode laporan. Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga tercermin dari masih tingginya penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 22,23% (yoy) Impor Barang Modal gimpor Barang Modal US$ Juta %, yoy (5) (1) (15) Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.1. Impor Barang Modal Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Penyaluran Kredit Investasi Selain dari sektor pemerintah, peningkatan investasi juga dilakukan oleh pihak swasta. Tingginya investasi swasta di triwulan IV 215 terlihat dari peningkatan rencana proyek baru. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan IV 215 sebagian besar berupa pembangunan jalan. Setidaknya terdapat tiga proyek infrastruktur swasta yang di mulai pada triwulan laporan yaitu fase 1 jalan tol maminasata di Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar, Makassar middle ring road yang menghubungkan jalan tol dengan jalan dalam kota, dan fase 1 underpass simpang Mandai Makassar. Komponen perubahan inventori memperlihatkan penurunan cukup dalam. Pada periode laporan ini inventori mengalami kontraksi -132,85% (yoy). Hal ini diperkirakan terkait dengan mulai berjalannya berbagai proyek di Sulsel, dan mundurnya masa panen, sehingga persediaan barang dan bahan makanan berkurang. Namun demikian, inventori khusus untuk komoditi nikel diproyeksikan meningkat signifikan 856,41% (yoy). Hal ini disebabkan perusahaan utama nikel di Sulsel menahan pengiriman barang akibat harga komoditas nikel yang cenderung melemah di sepanjang 215. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Rp Milyar 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan P Posisi Stok gperubahan Stok - Skala Kanan US$ Juta %, yoy P ,5 2, 1,5 1, 5 (5) Sumber: BCI Asia, diolah Grafik Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Sumber: Produsen, diolah Grafik Perubahan Inventori Produsen Nikel Kota Makassar menempati urutan ke 9 pada survei kemudahan berusaha yang dilaksanakan Bank Indonesia. Sementara dari hasil survei menyebutkan bahwa untuk kawasan timur Indonesia, Kota Makassar berada pada urutan kedua di bawah Kota Ambon. Kemudahan berusaha tersebut mendorong iklim investasi di Makassar sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (selengkapnya boks 1). Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port (MNP). Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 215. Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II Panjang Dermaga 32 m Lapangan Kontainer 16 Ha Kapsitas 5. TEUs Total Investasi Rp. 1,8 T panjang dermaga IB 33 m Panjang Dermaga IC 35 m Kapasitas 1 juta TEUs Total Investasi Rp 7,5 T Panjang Dermaga 1. m Luas 112 ha Kapsitas 2 Juta TEUs Sumber: berbagai sumber, diolah Realisasi proyek MNP telah mencapai 1 %, antara lain berupa jalan menuju proyek dan struktur dermaga yang terdapat pada pinggir pantai. Selain proyek MNP, terdapat beberapa proyek multiyears lain yang diharapkan juga akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel kedepan, antara lain proyek KA Makassar-Parepare, Proyek PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di Bantaeng, dan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Sampai dengan saat ini, realisasi proyek KA Makassar Parepare telah memasuki tahap pemasangan rel kereta api dan pembebasan lahan, sementara pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan akan selesai pada bulan Februari 216, dan mulai produksi pada bulan April 216. Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap masih dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Proyek KA Makassar- Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2. km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km Konstruksi telah mencapai 16 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. Alokasi anggaran APBD Rp1 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 212 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun Groundbreaking pada bulan Maret Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun 4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 13 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 5. metrik ton per tahun 5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 3 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 3 ribu metrik ton per tahun 6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kabupaten Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 8-25 KW tenaga listrik Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: April 216 Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 216 Estimasi uji coba: Februari 216 Estimasi produksi: April 216 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 216 Studi Kelayakan Target selesai: 218 Sementara itu, pada 215 pemerintah juga telah merealisasikan beberapa proyek yang terkait dengan bidang ketahanan pangan. Beberapa proyek ketahanan pangan tersebut adalah: Ketahanan Pangan 215 Irigasi : 9.26 Ha Rehab Iriasi: 6.13 Ha Tambak: Ha Rehab Tambak: 45 Ha APBN: Rp349,3 M Ketahanan Air 215 Embung: 5 bhs Danau: 1 bh Waduk: 2 bh APBN: Rp362,3M Keberlanjutan (Operasi dan Pemeliharaan) 215 Irigasi: Ha Banjir: 71 Km Lahar: 22 bh Pantai:,26 Km Waduk: 6 bh Embung: 45 bh APBN: Rp853M Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Proyek ketahanan pangan pada dasarnya merupakan proyek multiyear yang diharapkan akan mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Selain itu, terdapat proyek ketahanan pangan yang bersumber dari APBD, yaitu untuk proyek pembangunan jaringan irigasi, rehabilitasi bendung dan pengerukan kolam dengan total anggaran selama tahun 215 sebesar Rp73,32 miliar. Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir 1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 215 Desember 219 APBN : ±2 Miliar Ags 215: Penandatanganan MOU Sept 215 : Pembebasan Lahan Des 215: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material) 2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 213 Desember 217 APBN : ±5 Miliar 3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 215 Desember 219 APBN : ±8 Miliar 4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 215 Desember 217 Groundbreaking pada bulan Maret : Pengadaan lahan (19,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 216 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 216 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir APBN : ±4 Miliar Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan IV 215 kembali tumbuh menurun. Nilai ekspor terkontraksi -28,49% (yoy), lebih dalam dibandingkan dari kontraksi di triwulan III 215 yang tercatat mencapai -8,33% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas, mengalami kontraksi -17,2% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -9,97% (yoy). Tidak berbeda dengan eskpor luar negeri, ekspor dalam negeri (DN) juga mengalami kontraksi. Di periode laporan, ekspor DN terkontraksi -45,38% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -2,85% (yoy). Ekspor DN sepanjang triwulan IV 215 sebagian besar diperkirakan terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume muat barang dalam negeri di Pelabuhan Makassar masih mengalami kontraksi -22,54% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di periode sebelumnya -2,51% (yoy). Volume Ekspor gvolume Ekspor - Skala Kanan gnilai Ekspor - Skala Kanan Ribu Ton 6 %; yoy (5) (1) ,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri gvolume Muat - Skala Kanan Ribu Ton %; yoy (1) (2) (3) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Penurunan kinerja ekspor tersebut tidak lepas dari penurunan kinerja ekspor Nikel. Ekspor Nikel sebagai komoditas yang menyumbang 52,99% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan IV 215 mengalami perlambatan. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi -33,67% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -29,79% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan IV 215, harga nikel mengalami kontraksi -4,59% (yoy), meskipun menguat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai -43,8% (yoy) namun masih jauh diatas harga normal selama 3 tahun terakhir sebesar $16.49/mt Juta USD YOY * Ekspor Nikel Pertumbuhan Ekspor - Skala Kanan 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% -8% 25,. $/mt Nikel gharga - Skala Kanan %, yoy 2,. 15,. 1,. 5, % 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% *) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Nikel Matte Sumber: World Bank Grafik Perkembangan Harga Nikel Selain nikel, beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami penurunan di periode laporan. Beberapa komoditas seperti rumput laut, olahan kakao, dan udang tercatat mengalami penurunan nilai ekspor. Secara berurut nilai ekspor ketiga komoditas ini terkontraksi -32,12% (yoy), -16,76% (yoy), dan -36% (yoy) lebih rendah dibandingkan kontraksi di periode sebelumnya yang secara berurut terkontraksi -9,39% (yoy), -4,77% (yoy), dan -18,33% (yoy). Menurunnya permintaan dari mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas tersebut. Selain itu, juga 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI disebabkan harga komoditas yang menurun, serta berita terkait peraturan pemerintah yang melarang ekspor bahan mentah 1. Menurut informasi dari perusahaan eksportir kakao, komoditas ini mengalami penurunan produktivitas yang disebabkan rendahnya kontinuitas bibit yang berkualitas baik, usia tanaman yang mayoritas sudah tua dan tingginya serangan hama penyakit. Menurunnya permintaan ekspor terkait dengan kondisi ekonomi negara mitra dagang utama yang masih lemah. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Amerika Serikat menunjukkan penurunan kinerja ekonomi di triwulan IV % YOY Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan 1% 5% Indeks % -5% -1% -15% I II III IV I II III IV I II III IV Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sumber: Bloomberg Grafik Purchasing Managers Index Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan IV 215 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy) lebih baik dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -3,8% (yoy). Penurunan impor disinyalir karena persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan masih mencukupi, sehingga perusahaan tidak melakukan pembelian. Nilai impor LN tercatat tumbuh 15,66% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 82,43% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri tercatat tumbuh 2,91% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -13,33%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar di periode laporan mencapai 1,5 juta ton atau tumbuh,74% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,93% (yoy) Ribu Ton Total Volume Impor gvolume Impor (yoy) - Skala Kanan gnilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy (5) (1) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy (5) (1) (15) (2) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.2. Volume Impor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan IV 215 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian. Total impor produk industri mencapai USD117,6 juta atau 35,3% dari total ekspor di triwulan IV 215. Sementara itu, nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD114,7 1 Sumber: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D juta atau 76,22% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 23,59% dan,19%..59% Pangsa Triwulan IV %.19% 23.59% Pangsa Triwulan IV 215 Komoditas Pertanian: US$69,2 Juta Barang Modal: US$35,31 juta Komoditas Industri: US$262,1 Juta Bahan Baku: US$114,7 juta 78.64% Komoditas Pertambangan: US$2, Juta 76.22% Barang Konsumsi: US$,28 juta Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Impor Menurut Kategori Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan IV 215. Pada triwulan IV 215, komoditas nikel matte mengambil pangsa 52,99% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel diikuti oleh coklat olahan dan ganggang laut dengan pangsa masing-masing 9,1% dan 5,63%. Untuk impor luar negeri, gandum merupakan komoditas impor terbesar di triwulan IV 215. Pangsa gandum mencapai 2,61% dari total impor di triwulan IV 215, disusul besi/baja (16,5%), dan maanan ternak lainnya (14,49%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor Komoditas (HS) Triwulan IV 215 Pangsa (USD) Nikel 176,69, % Coklat Olahan 3,2, % Ganggang Laut 18,756, % Udang Segar/Beku 16,531, % Biji Coklat 15,354, % Ikan Olahan 14,155, % Kayu Lapis 13,288, % Buah/Sayuran Olahan 11,64, % Industri Lainnya 7,161, % Ikan Lainnya 5,839, % Sumber: Bea Cukai, diolah Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor Komoditas (HS) Triwulan IV Pangsa (USD) Gandum 3,837, % Besi/Baja 24,692, % Makanan Ternak Lainnya 21,684, % Alat Listrik 9,338, % Pupuk 6,218, % Peralatan sipil dan konstruksi 6,65, % Peralatan (mesin) pemanas dan pendingin 4,34, % Bahan Makanan anorganik 3,697, % Mesin Lainnya Untuk Industri Tertentu 3,243, % Produk Keramik 2,73, % Sumber: Bea Cukai, diolah Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel masih ditujukan ke Jepang, sedangkan untuk impor didominasi oleh komoditas yang berasal dari Tiongkok. Di triwulan IV 215, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 56,97% dari total ekspor Sulsel diikuti oleh Amerika Serikat (9,38%), dan Malaysia (8,95%). Dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 23,93% dari total impor Sulsel diikuti oleh Rusia (19,73%) dan Canada (15,22%). 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

25 Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor No Negara Tujuan Total Ekspor FOB (USD) Pangsa 1 JAPAN 189,871, % 2 AMERIKA SERIKAT 31,258, % 3 MALAYSIA 29,83, % 4 R.R.C 26,195, % 5 VIETNAM 8,398, % 6 KOREA SELATAN 5,97, % 7 SINGAPORE 4,619, % 8 AUSTRALIA 4,151, % 9 HONGKONG 3,765, % 1 BELANDA 3,634, % TOTAL EKSPOR 333,278, % Sumber: Bea Cukai, diolah BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor No Negara Asal Total Impor CIF (USD) Pangsa 1 R.R.C 65,494, % 2 RUSSIA 54,, % 3 CANADA 41,644, % 4 AUSTRALIA 33,16, % 5 BRAZIL 32,889, % 6 JAPAN 14,229, % 7 ARGENTINA 13,84,. 5.6% 8 AMERIKA SERIKAT 11,32, % 9 THAILAND 4,218, % 1 SINGAPORE 834, % TOTAL IMPOR 273,692, % Sumber: Bea Cukai, diolah Defisit neraca perdagangan Sulsel meningkat di triwulan IV 215. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada periode pelaporan mencapai Rp15,1 triliun, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai Rp1,36 triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 216 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi. 25, 2, 15, 1, 5, (5,) (1,) (15,) (2,) (25,) Rp Miliar Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan (2,) (4,) (6,) (8,) (1,) (12,) Rp Miliar (2) (4) (6) US$ Juta Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan US$ Juta (1) Sumber: BPS Grafik Neraca Perdagangan Bersih Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri 1.3. Sisi Lapangan Usaha Melambatnya kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta transportasi dan pergudangan menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 215. Sektor pertanian tercatat tumbuh 1,37% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tumbuh lebih tinggi mencapai 5,21% (yoy). Searah dengan sektor pertanian, sektor transportasi dan pergudangan juga menunjukkan perlambatan dari 1,38% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 5,7% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh melambat adalah sektor pertambangan dan penggalian dari 12,7% (yoy) menjadi 8,38% (yoy), sektor jasa keuangan dari 9,24% (yoy) menjadi 7,56% (yoy), sektor real estate dari 7,21% (yoy) menjadi 6,1% (yoy), jasa pendidikan dari 9,56% (yoy) menjadi 2,35% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari 11,35% (yoy) menjadi 1,55% (yoy) dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib dari 9,29% (yoy) menjadi 9,21% (yoy). Di sisi lain, penguatan sektor konstruksi dan sektor perdagangan mampu menahan perlambatan pertumbuhan. Sektor konstruksi tercatat tumbuh 1,75% (yoy) di triwulan IV 215, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,16% (yoy). Sektor perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 9,12% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 1,8% (yoy) di triwulan IV 215. Sektor lain yang mengalami percepatan pertumbuhan adalah sektor pengolahan dari 4,35% (yoy) menjadi 9,2% (yoy), sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dari 5,99% (yoy) menjadi 7,66% (yoy), sektor informasi dan komunikasi dari 8,11% (yoy) menjadi 8,69% (yoy), sektor jasa perusahaan dari 6,79% (yoy) menjadi 7,4% (yoy), sektor pengadaan listrik, gas dari -5,59% (yoy) menjadi -3,34% (yoy), sektor jasa lainnya dari 8,16% (yoy) menjadi 1,2% (yoy). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Sulsel di tahun 215 ditopang oleh akselerasi kinerja sektor sekunder dan tersier. Sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah sektor administasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial, dimana pada tahun 215 tercatat tumbuh 7,83% (yoy) disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 6,91% (yoy), dan sektor konstruksi 8,32% (yoy). Sementara itu, sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pengadaan listrik dan gas turun -4,% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III* IV** TOTAL A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum H Transportasi dan Pergudangan J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PRDB Non Sektor Utama 39,7% SHARE PDRB Tw IV 215 Perdagangan 12,98% Pertanian 18,56% Konstruksi, 13,69% Industri Pengolahan 15,7% Non Sektor Utama 38,5% SHARE PDRB 215 Perdagangan 12,81% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB) Pertanian 22,99% Konstruksi 12,34% Industri Pengolahan 13,81% Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar baik di triwulan IV 215 maupun keseluruhan tahun 215. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai di atas 15%. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 1%. Sementara untuk sektor non utama merupakan gabungan dari sektor lainnya Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Musim kemarau yang lebih panjang dan dampak fenomena El Nino mengakibatkan perlambatan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Dari hasil FGD dengan instansi terkait diperoleh informasi bahwa dampak El Nino di Sulsel menyebabkan mundurnya musim tanam menjadi bulan November Desember 215 sehingga menyebabkan musim panen mundur. Mundurnya musim panen tersebut mempengaruhi produksi beras di wilayah Sulawesi Selatan Produksi (Juta Ton) Sumber: Kementerian Pertanian Grafik Perkiraan Produksi Beras gproduksi (%) - rhs Total luas wilayah kekeringan akibat El Nino mencapai 116. ha dengan rincian : Rendah yaitu masih terdapat 75% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 3. ha. Sedang yaitu masih terdapat 5% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 2. ha. Tinggi yaitu masih terdapat 25% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 5. ha. Puso yaitu masih terdapat % lahan yang dapat panen dengantotal kekeringan sebesar 16. ha. Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan lebih disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsekor perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI penurunan dari -6,64% (yoy) di triwulan III 215 menjadi -1,6% (yoy) di periode laporan. Secara nilai, total ekspor kakao juga masih menunjukkan kontraksi -2,78% (yoy) atau sebesar USD45,38 juta Juta Ton YOY 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Juta USD YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Biji Kakao Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan. Peningkatan ekspor perikanan tercatat baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 2,95% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (-16,74% yoy). Secara nilai, ekspor perikanan tercatat tumbuh 11,17% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang terkontraksi -33,4% (yoy). Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat pengaruh cuaca yang membaik sehingga tangkapan ikan meningkat JutaTon YOY % 2% % -2% -4% -6% -8% -1% -12% Juta USD YOY % 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.3. Volume Ekspor Komoditas Ikan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Komoditas Ikan Meskipun sektor pertanian mengalami perlambatan, hal ini tidak mempengaruhi kinerja penyaluran kredit ke sektor pertanian. Di triwulan IV 215, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 42,4% (yoy) atau mencapai Rp2,17 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 214 yang tumbuh 11,3% (yoy) Pertanian gkredit Pertanian Rp Triliun %, yoy Grafik Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

28 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian melambat di triwulan IV 215. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,38% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 8,38% (yoy). Hal ini searah dengan pertumbuhan ekspor pertambangan yang menunjukkan penurunan di periode laporan, baik secara nilai maupun volume. Secara volume, total ekspor pertambangan mencapai 13,86 juta ton tumbuh negatif -52,97% (yoy). Kondisi pertumbuhan ekspor tambang menurun bila dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -3,48% (yoy). Namun secara nilai impor pertambangan meningkat di periode laporan mencapai USD17,8 ribu atau tumbuh 58,78% (yoy), lebih tinggi dari impor pada periode yang sama tahun 214 sebesar USD11,26 ribu. Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Juta Ton %, yoy (5) (1) (15) Juta USD %, yoy (5) (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Pertambangan Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Pertambangan Secara keseluruhan volume produksi hasil tambang sepanjang 215 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Dampak pelarangan ekspor bahan tambang mentah, yang dibarengi dengan pelemahan harga komoditas masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 214. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan IV 215 berada pada level USD9.422 per metrik ton turun -4,59% dibandingkan rata-rata harga di periode yang sama di tahun 214. Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan perbaikan di triwulan IV 215. Sepanjang tahun 215 kredit ke sektor pertambangan tercatat tumbuh negatif. Di periode triwulan IV 215, kredit sektor tambang mengalami kontraksi sebesar -14,82% (yoy), menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya - 3,79% (yoy). 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% -5% gyoy Nikel Timah Seng Timah Hitam Pertambangan gkredit Pertambangan Rp Triliun %, yoy (2) (4) Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang Sumber: LBU, diolah Grafik Kredit Sektor Pertambangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat di triwulan IV 215. Sektor industri pengolahan tumbuh 9,2% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 215 yang mencapai 4,35% (yoy). Peningkatan diperkirakan didorong oleh penguatan ekspor komoditas hasil industri di triwulan IV 215, yang nilainya mencapai USD 262,1 juta, atau mengalami kontraksi -25,78% (yoy), lebih baik dibandingkan kondisi di periode sebelumnya yang terkontraksi -27,52% (yoy). 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

29 Ribu Ribu BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI IMK IBS Ekspor Industri gekspor - Skala Kanan (5) (1) (15) %, yoy Juta USD %, yoy (2) (4) (6) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Nilai Ekspor Hasil Industri Penguatan sektor industri pengolahan berjalan searah dengan peningkatan kredit di sektor ini. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat mencapai Rp8,46 triliun atau tumbuh 53,8% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 2,83% (yoy) Industri Pengolahan gkredit Industri Pengolahan Rp Triliun %, yoy (1) (2) (3) (4) Sumber: LBU Grafik Kredit Industri Pengolahan Industri Besar dan Sedang (IBS) serta Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi penahan pertumbuhan. Hal ini terindikasi dari penurunan Indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang semula tumbuh 6,91% (yoy) di triwulan III 215 turun menjadi 1,87% (yoy) di periode laporan. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan berasal dari penurunan kinerja industri pengolahan Nikel, dimana salah satu industri pengolahan Nikel terbesar di Sulsel memiliki hasil produksi dan penjualan yang sedikit menurun di tahun 215. Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar metrik ton atau tumbuh 2,62% (yoy), lebih rendah dari peningkatan di periode sebelumnya yang mencapai 14,67% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang menurun, hasil penjualan Nikel dalam matte terkontraksi -1,97% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 14,73% (yoy). Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan P P P : Perkiraan Sementara Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.4. Produksi Nikel dalam Matte P : Perkiraan Sementara Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik Penjualan Nikel dalam Matte Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

30 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Lapangan usaha pengadaan listrik dan gas kinerjanya terlihat semakin membaik meskipun masih terjadi kontraksi. Melanjutkan tren di triwulan sebelumnya, lapangan usaha ini tercatat mengalami kontraksi -3,34% (yoy). Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -5,59% (yoy). Masih terbatasnya daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor penyebab penguatan pertumbuhan yang masih terbatas. Namun hasil survei konsumen memperlihatkan indeks ekspektasi pengeluaran untuk kebutuhan Listrik, Gas, dan Bahan Bakar dibandingkan 3 bulan sebelumnya terjaga pada tingkat optimis (>1) sebesar 184,93. Pertumbuhan negatif pada sektor ini terkonfirmasi dari data penurunan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA). Pada triwulan IV 215, kredit LGA tercatat tumbuh 27,19% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya 29,15% (yoy). Selain itu, sesuai dengan hasil FGD terkontraksinya sektor ini diindikasikan dari tidak berjalannya pembangkit listrik tenaga air milik PLN sebagai akibat dari ketersediaan sumber air yang tidak mencukupi, sehingga lebih diprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan air minum, irigasi di sektor pertanian dan sektor pariwisata Indeks % YOY Listrik, Gas, dan Air Rp Triliun gkredit Listrik, Gas, dan Air %, yoy (5) Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Survei Konsumen Grafik Ekspektasi Pengeluaran Dibanding 3 bulan Sebelumnya Untuk Komoditas Listrik, Gas, & Bahan Bakar Sumber: LBU Grafik Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air Lapangan Usaha Pengadaan Air Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 3,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -2,54% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan telah masuknya musim hujan pada bulan November Desember 215 sehingga sumber air tersedia dalam jumlah yang cukup Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan IV 215, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring penyaluran belanja modal yang relatif meningkat. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 1,75% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,16% (yoy). Meningkatnya sektor konstruksi dan indikator pendukung lainnya didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal pemerintah. Realisasi belanja modal APBD maupun APBN di Sulsel mengalami peningkatan cukup signifikan di periode laporan. Hingga akhir periode triwulan IV 215, realisasi belanja APBD mencapai Rp843 milyar atau 83,86% dari pagu anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun 214 yang mencapai 7,8%. Peningkatan angka realisasi belanja juga terjadi pada APBN di Sulsel yang mencapai Rp6,14 triliun, lebih tinggi dari triwulan IV 214 sebesar Rp3,77 triliun. 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% % YOY Semen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Semen 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

31 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Penguatan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi pengadaan semen di triwulan IV 215 mencapai 797 ribu ton, tumbuh 16,19% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode triwulan III 215 (3,53%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh stabil di angka 6,35% (yoy), dari triwulan III 215 yang tercatat 6,26% (yoy). Selain itu, peningkatan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran komoditas semen yang menunjukkan peningkatan di triwulan laporan. Indeks penjualan eceran semen tumbuh 55,95% (yoy), sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan periode sebelumnya 54,3% (yoy) Ribu Ton Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) grealisasi - Skala Kanan %, yoy (5) Konstruksi gkredit Konstruksi Rp Triliun %, yoy Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pengadaan Semen Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Sektor Konstruksi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh lebih tinggi di triwulan IV 215. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 1,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,12% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp31,99 triliun atau tumbuh 13,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 214 sebesar 12,6% (yoy). Rangkaian perayaan hari besar keagamaan (tahun baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi faktor pendorong peningkatan pertumbuhan di sektor ini. Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, serta kelompok barang budaya dan rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis Perdagangan gkredit Perdagangan Rp Triliun %, yoy %YOY 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% -4% Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Barang Lainnya Barang Budaya & Rekreasi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Barang Eceran Riil Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 5,7% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,38% (yoy). Hal ini diantaranya dikarenakan mobilitas masyarakat kembali normal pasca event mudik Idul Fitri dan Idul Adha, meski di periode laporan terdapat perayaan tahun baru Islam dan Natal, serta liburan sekolah. Namun demaikian penyaluran kredit ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh positif,9% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh negatif -5,38% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

32 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Moda transportasi udara mengalami penurunan yang cukup tinggi. Sepanjang triwulan IV 215, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara cenderung menunjukkan perlambatan, berkebalikan arah dengan pertumbuhan penumpang angkutan laut yang justru mengalami perbaikan meskipun masih terjadi kontraksi. Di sisi lain, aktifitas penggudangan diperkirakan menurun seiring dengan penurunan volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar Pengangkutan gkredit Pengangkutan Rp Triliun %, yoy (1) (2) Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) Ribu 1, yoy (%) - Axis Kanan Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Pengangkutan Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik 1.5. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gtotal Bongkar & Muat 5 Ribu Ton Volume Muat Barang Dalam Negeri %, yoy (5) (1) (15) Ribu Orang Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri gpenumpang - Skala Kanan %, yoy (1) (2) (3) Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Barangdi Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV 215. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 7,66% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 5,99% (yoy). Berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan (tahun baru Islam dan Natal), serta libur sekolah menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor ini Indeks % YOY Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Pengeluaran Masyarakat Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja sektor pariwisata. Hal ini terindikasi dari rata-rata tingkat hunian hotel berbintang di Sulsel juga mengalami peningkatan dari 48% di triwulan III 215 menjadi 5,6% pada periode laporan. Kunjungan wisatawan ke Sulsel umumnya didominasi wisatawan domestik terutama dari wilayah di sekitar di Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan untuk jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel sampai dengan periode laporan tercatat sebanyak orang atau tumbuh -15,23% (yoy). Jumlah Kedatangan Wisman gwisman - Skala Kanan 6. % 6, 5, 4, 3, 2, 1, Orang %, yoy (1) (2) (3) (4) TPK Sulsel Sumber: BPS, diolah Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara Sumber: BPS, diolah Grafik Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi menguat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,69% (yoy) di periode laporan, lebih tinggi dari triwulan III 215 yang tumbuh 8,11% (yoy). Penguatan sektor ini diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara pada kegiatan natal dan tahun baru. Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan kenaikan SBT menjadi 3,3% pada triwulan laporan, dibanding triwulan III 215 (2,1%). 4 % SBT Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah Grafik Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 7,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya (9,24%; yoy). Hal ini sejalan dengan hasil survei konsumen pada kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan yang juga menunjukkan penurunan pertumbuhan pada triwulan laporan. Terjaganya kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel pada triwulan IV 215 yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,47 triliun atau tumbuh 18,69% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 12,58% (yoy). Sementara kredit tercatat tumbuh 13,67% (yoy) menjadi Rp94,98 triliun lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,74% (yoy). Selain itu, hasil Survei Konsumen Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D yang dilakukan Bank Indonesia juga memperlihatkan pada kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan juga menunjukkan penurunan pertumbuhan pada triwulan laporan Indeks % YOY Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Perkembangan Pengeluaran Masyarakat Pada Kelompok Transport, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate tercatat melemah. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,1% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,215% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan dengan pelemahan ekonomi yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti residensial. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) sedikit melambat menjadi 13,12% (yoy) pada triwulan IV 215 dibandingkan triwulan sebelumnya (14,5%; yoy). Perlambatan terutama terjadi pada rumah tipe menengah, yaitu dengan luas 22m 2-7m 2 dan tipe besar, yaitu dengan luas di atas 7 m %, yoy I II III IV* Umum Kecil Menengah Besar Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,4% (yoy) di triwulan IV 215, lebih tinggi dari periode sebelumnya tahun 215 yang tecatat 6,79% (yoy). Hal ini searah dengan pertumbuhan kredit kepada jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 1,89% (yoy), dari periode sebelumnya hanya tumbuh 3,57% (yoy). 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

35 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Jasa Dunia Usaha gkredit Jasa Dunia Usaha Rp Triliun %, yoy (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh stabil di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 9,21% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,29% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh cukup baik di triwulan IV 215, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan IV 215, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 95,77%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 214 yang mencapai 97,39%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan IV 215 telah mencapai Rp6,17 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,45 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan IV 215, realisasi pengeluaran telah mencapai 91,65% atau sebesar Rp6,6 triliun. Secara persentase hal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan IV 214 yang tercatat 92,4% atau Rp5,6 triliun dari target belanja Rp6,8 triliun Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh lebih lambat di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,35% (yoy) di triwulan IV 215, turun cukup dalam dibandingkan periode triwulan III 215 yang tumbuh 9,56% (yoy). Penurunan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan masa libur semester dan akhir tahun baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, maupun universitas. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan perlambatan penjualan kertas, karton dan cetakan. 12 Indeks YOY 3% 1 2% 8 1% 6 % 4-1% 2-2% % Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 1,55% (yoy) di triwulan IV 215, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 11,35% (yoy). Perlambatan diperkirakan berasal dari penurunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

36 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Jasa Sosial Masyarakat gkredit Jasa Sosial Masyarakat Rp Triliun %, yoy (1) (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

37 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Boks 1 Pemetaan Daya Saing Ekonomi & Kemudahan Berusaha 215 Bank Indonesia melaksanakan survei kemudahan berusaha ke sejumlah kota. Survei ini mengadopsi survei Doing Business yang dilakukan oleh World Bank, dengan maksud untuk mengukur seberapa mudah atau sulitnya pengusaha dalam membuka, mengembangkan, dan mengoperasikan usaha skala kecil, menengah, maupun besar, bila dikaitkan dengan berbagai regulasi terkait 2. Survei kemudahan berusaha yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia ini dimaksudkan untuk mengetahui level kemudahan berusaha per area dalam rangka pemetaan daya saing ekonomi. Grafik 1.A.1 Index Total kemudahan Berusaha per Kota Grafik 1.A.2 Mapping Index per Kota Dengan Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut hasil Survei Kemudahan Berusaha yang dilaksanakan Bank Indonesia tersebut, Kota Makassar menempati urutan ke 9 dengan capaian index kemudahan berusaha 76,69 (sangat mudah), yang berarti di atas rata-rata index kemudahan berusaha 72,43. Untuk kawasan timur Indonesia, Kota Makassar berada pada urutan kedua di bawah Kota Ambon. Survei Kemudahan Berusaha dilaksanakan pada 29 Kota/Kabupaten di 21 Provinsi, dengan target populasi perusahaan perdagangan (retail). Jumlah sampel pada Survei Kemudahan Berusaha sebanyak 58 responden atau 2 responden per Kota/Kabupaten. Index yang digunakan adalah mean konversi skala 1-4, dimana 1= dan 4=1. Grafik 1.A.3 Parameter Index Kemudahan Berusaha Kota Makassar Kemudahan berusaha di Kota Makassar terutama disumbang oleh kemudahan akses kredit (93,33), kualitas layanan port (91,67), pembayaran pajak (88,75), dan prosedur memulai usaha (65,67). Berdasarkan hasil survei, kemudahan akses kredit di Kota Makassar memiliki nilai tertinggi dibanding kota lainnya, baik dari prosedur, kecepatan, maupun biaya resmi yang dikeluarkan. Namun beberapa parameter kemudahan berusaha di Kota Makassar masih berada di bawah total rata-rata di Indonesia, yaitu prosedur mendirikan bangunan (62,5), kualitas listrik (75,), dan regulasi tenaga kerja (68,33). Secara umum masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait kemudahan berusaha di Indonesia, diantaranya adalah adanya oknum dari pejabat terkait yang ikut bermain pada prosedur memulai usaha, biaya yang besar/mahal pada prosedur mendirikan bangunan, listrik sering mati, akses online yang sering bermasalah terkait ekspor impor pada kualitas layanan port, proses pembayaran pajak yang memakan waktu lama, prosedur pengajuan kredit yang sulit sehingga menghambat akses kredit, dan regulasi tenaga kerja yang kurang memperhatikan kondisi pasar. 2 Berdasarkan survei World Bank (215), Indonesia menempati peringkat ke 114 dalam kemudahan berusaha, dari 189 negara yang di survei. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

38 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

39 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel 215 mencapai Rp6,7 triliun atau 91,65% dari anggaran sebesar Rp6,62 triliun. Sumber pendapatan sebagian besar berasal dari transfer pemerintah pusat (dana perimbangan dan transfer lainnya) dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi APBD Kabupaten/Kota pada 215 mencapai Rp25,22 triliun atau 83,52% dari yang dianggarkan sebesar Rp3,2 triliun, yang sebagian besar merupakan belanja operasional (Rp18,58 triliun). Sedangkan realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp19,76 triliun atau 87,67% dari yang dianggarkan sebesar Rp22,54 triliun. Pencapaian realisasi belanja tersebut meningkat 34,3% dari tahun sebelumnya sebesar Rp19,76 triliun. Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel mampu menahan perlambatan ekonomi Sulsel 215. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

40 BAB 2 Keuangan Daerah 2.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 215, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulsel mencapai Rp59,35 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,2%, APBD Kabupaten/Kota 5,9%, dan APBN di Sulsel 38,% (Grafik 2.1). Anggaran APBN di Sulsel 38,% Rp22,54 triliun APBD Provinsi 11,2% Rp6,62 triliun APBD Kabupaten/ Kota 5,9% Rp3,2 triliun Anggaran APBN di Sulsel 38,7% Rp19,76 triliun APBD Provinsi 11,9% Rp6,7 triliun APBD Kabupaten / Kota 49,4% Rp25,22 *) triliun Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 215 Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel 215 (* angka realisasi 21 Kab./Kota dan perkiraan 3 Kab.) Sampai dengan akhir tahun 215, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada 215 mencapai Rp25,22 triliun atau 49,4% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp19,76 triliun atau 38,7% dari total realisasi belanja. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp6,7 triliun atau 11,2% dari total realisasi belanja (Grafik 2.2) Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Nilai realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Sulsel pada 215 sedikit mengalami peningkatan. Secara nominal mencapai Rp3,25 triliun atau 45,9% dari total pendapatan, yang berarti lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu sebesar Rp3,3 triliun. Nilai PAD yang masih meningkat mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi 215 masih berdampak positif terhadap penambahan PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat mencapai Rp2,92 triliun meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp1,53 triliun. Transfer dana dari pemerintah pusat kepada APBD dan alokasi dana dekonsentrasi telah turut menopang ekonomi Sulsel di % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp1.973M (63%) Rp1.14M (36%) Rp2.199M Rp2.56M Rp3.25M (41%) (45%) Rp3.29M (46%) (55%) Rp2.234M Rp2.298M Rp1.531M Rp2.915M (42%) (4%) (28%) (41%) Rp884M Rp875M Rp933M Rp913M Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

41 BAB 2 Keuangan Daerah Perkembangan Realisasi Pendapatan Persentase 3 realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel pada 215 mencapai 95,77% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih rendah dari pencapaian tahun lalu 97,39%. Secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada 215 sebesar Rp6,17 triliun, sedikit lebih rendah dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,45 triliun. Realisasi pendapatan tersebut lebih besar Rp,67 triliun dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp5,5 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari peningkatan realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan pajak sebesar Rp2,81 triliun (91,73%), pendapatan retribusi sebesar Rp94,2 miliar (11,16%), hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp88,98 miliar (99,96%), dan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp252,93 miliar (138,17%). PENDAPATAN U R A I A N Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel ANGGARAN PERUBAHAN 214 (Rp Miliar) REALISASI 214 ANGGARA REALISASI 215 NOMINAL % REALISASI N 215 NOMINAL % REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.128, ,11 96,81% 3.432,7 3.25, 94,68% - Pendapatan Pajak Daerah 2.87, ,27 95,1% 3.67, ,88 91,73% - Pendapatan Retribusi Daerah 84,3 94,6 112,22% 93,12 94,2 11,16% - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 74,6 74,6 1,% 89,1 88,98 99,96% - Lain-lain PAD yang Sah 162,5 192,65 118,56% 183,6 252,93 138,17% DANA PERIMBANGAN 1.575, ,39 97,2% 2.988, ,76 97,54% - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 293, 248,81 84,92% 281,79 24,82 72,69% - DAU 1.29,6 1.29,6 1,% 1.18,1 1.18,1 1,% - DAK 72,98 72,98 1,% 278,36 616,48 221,47% Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 932,62 932,76 1,2% 1.248,26 913,45 73,18% Lain-lain Pendapatan yang Sah 13,52 9,89 73,17% 24,66 8,59 34,83% JUMLAH PENDAPATAN 5.65, ,15 97,39% 6.445, ,35 95,77% Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Realisasi dana perimbangan pada 215 mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentase dibandingkan dengan tahun lalu. Persentase realisasi dana perimbangan tahun lalu 97,2% dengan nominal Rp1,53 triliun, sementara realisasi tahun ini 97,54% dengan nominal sebesar Rp2,91 triliun. Dari tiga komponen dana perimbangan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), hanya DAK yang mengalami peningkatan yang signifikan baik secara persentase maupun nominal. DAK 215 telah mencapai Rp616,48 miliar (221,47%), sementara tahun lalu hanya sebesar Rp72,98 miliar (1,%). DBH telah mencapai Rp24,82 miliar (72,69%), sementara tahun lalu sebesar Rp248,81 miliar (84,92%); DAU telah mencapai Rp1,18 miliar (1,%), sementara tahun lalu sebesar Rp1,21 triliun (1,%); dan transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp913,45miliar (73,18%), sementara tahun lalu sebesar Rp932,76 miliar (1,2%). Namun demikian, terjadi penurunan pada pos lain-lain pendapatan yang sah, yang tercatat sebesar Rp8,59 miliar (34,83%), lebih rendah dari tahun 214 sebesar Rp9,89 miliar (73,17%) Belanja Struktur Realisasi Belanja Nilai dan porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan. Pada 215, porsi belanja modal naik menjadi 13,9%, atau senilai Rp 843,27 miliar, lebih tinggi dari porsi realisasi tahun sebelumnya 12,1% atau sebesar Rp 676,24 miliar. Sementara itu nilai belanja operasional dan transfer menunjukkan peningkatan menjadi Rp1,18 triliun, lebih tinggi dari realisasi 214 sebesar Rp 1,1 triliun. Sedangkan belanja operasional meningkat menjadi Rp4,5 triliun di 215, dari tahun sebelumnya sebesar Rp3,82 triliun. 3 Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

42 BAB 2 Keuangan Daerah 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp63M Rp677M Rp843M Rp1.11M Rp1.176M Rp377M Rp49M Rp468M Rp676M Rp843M Rp2.78M Rp3.549M Rp3.587M Rp3.822M Rp4.48M (65%) (77%) (73%) (68%) (67%) Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada 215 lebih tinggi dibandingkan dengan 214, namun dengan tingkat persentase yang sedikit menurun. Realisasi belanja pada 215 tercatat sebesar Rp6,7 triliun atau 91,65% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,62 triliun Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja 214 sebesar Rp5,6 triliun atau secara persentase 92,4% dari target sebesar Rp6,8 triliun. BELANJA Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) REALISASI 214 ANGGARA REALISASI 215 NOMINAL % REALISASI N 215 NOMINAL % REALISASI BELANJA OPERASIONAL 4.2, ,79 95,6% 4.34, ,64 93,26% - Belanja Pegawai 1.55,92 1.2,47 96,64% 1.158,45 1.7,87 92,44% - Belanja Barang 1.379,9 1.38,99 94,86% 1.45, ,85 9,21% - Belanja Bunga 22, 16,15 73,42% 29,1 28,16 96,77% - Belanja Hibah 969,43 95,68 98,7% 1.269, ,91 96,28% - Belanja Bantuan Sosial,% - Belanja Bantuan Keuangan 593,25 525,49 88,58% 478,23 458,85 95,95% BELANJA MODAL 955,1 676,24 7,8% 1.5,56 843,27 83,86% - Belanja Tanah 53,6 1,6 1,99% 112,3 88,42 78,92% - Belanja Peralatan & Mesin 13,81 98,66 95,4% 158,6 14,44 88,55% - Belanja Gedung dan Bangunan 15,7 71,65 68,19% 154,41 145,23 94,6% - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 69,57 52,93 72,83% 561,82 46,82 82,2% - Belanja Aset Tetap Lainnya 1,31 1,22 92,78% 1,19 1,14 95,43% - Aset Lainnya,74,72 96,8% 17,51 7,24 41,33% BELANJA TIDAK TERDUGA 5,5,96 17,51% 4,5 JUMLAH BELANJA 4.981, ,99 9,32% 5.35, ,91 91,41%,% TRANSFER 1.13, ,35 99,78% 1.269, ,95 92,65%,% TOTAL BELANJA 6.84,92 5.6,34 92,4% 6.619, ,86 91,65% SURPLUS / (DEFISIT) (434,34) (97,19) 22,38% (173,73) 16,49-61,29%,% PEMBIAYAAN U R A I A N ANGGARAN PERUBAHAN 214 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 485,34 339,68 69,99% 39,73 39,74 1,% PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 51, 51, 1,% 136, 136, 1,% JUMLAH PEMBIAYAAN 434,34 288,68 66,46% 173,73 173,74 1,1% Realisasi belanja operasional 215 yang bersifat rutin, secara persentase tercatat sedikit lebih rendah dari tahun 214. Total pos belanja operasional hingga akhir tahun 215 terealisasi sebesar Rp4,5 triliun (93,26%), sedikit lebih rendah dibandingkan 214 sebesar Rp3,82 triliun (95,6%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja bantuan keuangan (95,95%) dan belanja bunga (73,42%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja hibah (96,28%), belanja pegawai (92,44%), dan belanja barang (9,21%). 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

43 BAB 2 Keuangan Daerah Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada 215 lebih besar dibandingkan realisasi pada 214. Pada tahun ini realisasi belanja modal telah mencapai 83,36% atau sebesar Rp843,27 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu 7,8% atau sebesar Rp676,24 miliar. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan masih merupakan pos dengan porsi terbesar, dimana pada 215 terealisasi 82,2%, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 72,83%. Realisasi belanja tanah dan peralatan/mesin juga cukup baik yaitu masing-masing sebesar 78,92% dan 88,55%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya 1,99% dan 95,4%. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi perekonomian Sulsel kedepan, karena percepatan pembangunan infrastruktur akan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan investasi dan ekonomi. Pada 215, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami penurunan secara persentase, namun secara nominal meningkat. Realisasi transfer pada 215 tercatat 92,65%, lebih rendah dari tahun sebelumnya 99,78%. Namun secara nominal mengalami peningkatan menjadi Rp1,18 triliun pada 215 dari tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp1,1 triliun. Secara tahunan APBD Provinsi Sulsel terdapat surplus Rp16,49 miliar. Hal ini berbeda dengan 214 yang justru defisit Rp97,19 miliar. Dengan kondisi demikian, maka pembiayaan 215 juga tercatat lebih rendah sebesar Rp173,74 miliar, dari tahun sebelumnya sebesar Rp288,68 miliar Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-sulsel Struktur Realisasi Belanja Di tingkat Kabupaten dan Kota, realisasi belanja operasional mendominasi pengeluaran dibanding komponen lainnya. Porsi belanja operasional 215 mencapai Rp18,58 triliun (73,7%), sementara belanja modal sebesar Rp6,14 triliun (24,3%), transfer sebesar Rp47,83 miliar (1,9%), dan belanja tidak terduga sebesar Rp16,66 miliar (,1%). Belanja Modal Rp6,14T (24,3%) Transfer RP47,83M (1,9%) Belanja tidak terduga Rp16,66M (,1%) Belanja Operasi Rp18,58 T (73,7%) Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi total belanja APBD Kabupaten/Kota pada 215 tergolong relatif tinggi. Persentase realisasi belanja mencapai Rp25,22 triliun (83,52%) dari yang dianggarkan Rp3,2 triliun. Pendorong cukup tingginya persentase realisasi belanja terutama berasal dari belanja operasional sebesar Rp18,58 triliun. Penyerapan tertinggi (>9%) terdapat di Kab. Luwu Timur, Kota Palopo, Kab. Pangkep, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Luwu Utara, Kab. Maros, dan Kab. Gowa. Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp6,14 triliun. Penyerapan tertinggi (>9%) terdapat di Kab. Pangkep, Kab Gowa dan Kab. Pinrang. Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja 215 APBD Kabupaten dan Kota se-sulsel 4 Realisasi untuk 21 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kab.Toraja Utara, Kab.Tana Toraja, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kota Parepare, Kab.Barru, Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Pangkep, Kab. Maros, Kota Makasar, Kab. Gowa, dan Kab. Takalar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

44 BAB 2 Keuangan Daerah Anggaran 215 (Rp miliar) Realisasi 215 (Rp miliar) Realisasi Anggaran 215 (%) Kabupaten/Kota Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Kab. Luwu Timur 868,71 482, ,63 875,52 427, ,16 1,78 88,65 96,34 Kab. Pangkep 888,38 44, ,43 82,6 44, ,99 92,31 91,91 92,14 Kab. Gowa 1.152,59 413, , ,71 382, ,5 9,12 92,35 9,55 Kab. Pinrang 937,48 35, ,37 837, 317, ,83 89,28 9,48 89,57 Kab. Luwu Utara 918,77 186, ,41 83,7 158,3 991,1 9,41 84,66 89,41 Kab. Kepulauan Selayar 613,6 223,36 838,37 564,16 182,5 747,75 91,94 81,7 89,19 Kab. Bantaeng* 62,39 79,96 683,35 532,91 61,83 64,53 88,47 77,32 88,47 Kab. Bone 1.467,87 336,57 2.2, ,2 31, ,52 85,31 89,49 87,15 Kab. Bulukumba 1.124,64 385, ,33 999,75 322, ,8 88,9 83,52 87, Kab. Sinjai* 579,26 135,73 717,98 512,45 14,95 619,27 88,47 77,32 86,25 Kab. Jeneponto* 759,39 2,63 965,93 671,8 155,14 831,92 88,47 77,32 86,13 Kab. Maros 854,7 362, ,36 771,51 275,9 1.47,73 9,33 76,5 86, Kab. Enrekang 711,14 323, ,88 629,79 256,89 886,68 88,56 79,29 85,6 Kota Palopo 657,31 229,1 887,3 621,85 137,38 759,23 94,61 59,99 85,57 Kab. Luwu 844,26 315, ,2 737,45 221, ,63 87,35 7,33 84,22 Kab. Sidenreng Rappang 746,23 465, ,52 678,4 333, ,78 9,86 71,54 83,69 Kota Makassar 2.683,61 779, , ,7 667, ,63 82,58 85,74 83,25 Kab. Toraja Utara 638,82 199,47 84,33 55,18 135,66 687,43 86,12 68,1 81,8 Kab. Wajo 961,41 469, ,2 81,79 324, ,81 83,4 69,22 79,71 Kab. Soppeng 812,48 283, 1.96,87 584,32 223,97 88,41 71,92 79,14 73,7 Kab. Barru 685,47 372,36 1.6,83 52,95 263,96 766,9 73,37 7,89 72,29 Kab. Tana Toraja 7,55 34, ,79 554,65 175,26 73,6 79,17 51,43 7,1 Kab. Takalar 852,93 263, ,71 647,43 133,66 87,51 75,91 5,66 69,81 Kota Pare-Pare 647,32 299,14 949,46 353,7 171,3 525,18 54,64 57,26 55,31 Total 21.78, , , , , ,84 85,61 77,32 83,52 *) Angka perkiraan Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Sebagian besar Kabupaten/Kota merealisasikan APBD-nya relatif tinggi. Rata-rata persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota mencapai 83,52%, dimana 16 Kabupaten/Kota diantaranya mampu merealisasikan di atas persentase rata-rata. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kabupaten Luwu Timur (96,34%), sementara realisasi terendah dicapai oleh Kota Parepare (55,31%). Penyerapan belanja Kabupaten dan Kota menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Realisasi belanja modal pada APBN di Sulsel 215 mengalami peningkatan dibandingkan dengan 214. Pada 215, porsi belanja modal mengalami peningkatan menjadi 31,1% (Rp6,14 triliun), dari tahun lalu 25,66% (Rp3,77 triliun). Sementara porsi belanja pegawai mencapai 32,84% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp6,49 triliun. Porsi belanja pegawai ini relatif turun dibandingkan 214 yang mencapai 36,35% (Rp5,35 triliun). Sementara, porsi belanja barang tercatat 29,6%, relatif sama dibandingkan periode 214. Sementara itu, porsi belanja untuk bantuan sosial pada 215 relatif tidak berubah di kisaran 7% (Rp1,38 triliun pada 215 dan pada 214 sebesar Rp1,28 triliun). 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

45 BAB 2 Keuangan Daerah Perkembangan Realisasi Belanja Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel Persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada 215 lebih rendah jika dibandingkan dengan 214, dikarenakan adanya peningkatan pagu yang signifikan, namun secara nominal meningkat. Pada 215, realisasi belanja APBN di Sulsel hanya mencapai 87,68%, lebih rendah dari pencapaian 214 (91,14%). Namun, jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel tercatat sebesar Rp19,76 triliun, lebih besar dari realisasi tahun lalu sebesar Rp14,71 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini dikarenakan berbagai kendala yang bersifat teknis administratif telah berhasil diselesaikan. Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada 215, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp6,49 triliun atau 97,35% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian tahun lalu, baik secara persentase (95,64%) maupun secara nominal (Rp5,35 triliun). Sementara itu, realisasi persentase belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial masingmasing 87,49%; 79,57%; dan 87,35%, menurun dibandingkan tahun lalu masing-masing 9,33%; 84,14%; dan 98,98%. Namun secara nominal, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial mengalami peningkatan masingmasing menjadi sebesar Rp5,74 triliun, Rp6,14 triliun dan Rp1,38 triliun dari realisasi tahun lalu masing-masing sebesar Rp4,31 triliun, Rp3,77 triliun dan Rp1,28 triliun. U R A I A N Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Rp1.718M Rp1.727M Rp1.425M Rp1.279M Rp1.384M Rp3.962M Rp4.467M Rp4.93M Rp2.95M Rp3.247M Rp4.37M Rp3.845M Rp4.38M Rp4.778M Rp3.774M Rp4.38M Rp5.346M Rp6.144M Rp5.741M Rp6.489M Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel 215 Per Jenis Belanja ANGGARAN 214 REALISASI 214 ANGGARAN REALISASI 215 NOMINAL % REALISASI 215 NOMINAL % REALISASI Belanja Pegawai 5.589, ,13 95,64% 6.666, ,32 97,35% Belanja Barang 4.769, ,16 9,33% 6.562, ,41 87,49% Belanja Modal 4.485, ,88 84,14% 7.722, ,31 79,57% Belanja Bantuan Sosial 1.291, ,55 98,98% 1.584, ,12 87,35% JUMLAH BELANJA , ,71 91,14% , ,17 87,68% Realisasi transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan 5. Total penyerapan anggaran mencapai Rp635,36 milyar atau 1,% dari total anggaran. Angka ini sesuai dengan target tahap III (Oktober 215). Dari total desa di 21 Kabupaten se-sulsel, alokasi tertinggi terdapat di Kabupaten Bone (Rp89,57 milyar), diikuti Kabupaten Luwu (Rp56,82 miliar), Kabupaten Luwu Utara (Rp46,31 miliar), dan Kabupaten Wajo (Rp38,8 miliar). 5 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.7/215 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 4% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 2% (dua puluh per seratus). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

46 BAB 2 Keuangan Daerah 2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah 6 pada 215 cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama peran transfer pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur (belanja modal). Rasio dana perimbangan terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) pada 215 tercatat,85%, lebih tinggi dari 214 yang tercatat,51%. Sementara itu, rasio PAD terhadap PDRB ADHB memperlihatkan sedikit penurunan pada 215 (,95%) dibandingkan 214 (1,1%) (Grafik 2.6). Hal ini dapat sebagai indikator bahwa peran transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu menahan perlambatan ekonomi Sulsel di ,1 1,,9,8,7,6,5,4 % 1,,56,98,96,89,99 1,1,51,85, Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada 215, untuk stimulus ekonomi daerah 7 cenderung meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada 215 sebesar 5,17%, lebih tinggi dari 214 yang tercatat 4,5%. Naiknya rasio belanja operasional searah dengan peningkatan konsumsi pemerintah pada 215. Demikian pula, rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada 215 meningkat menjadi 2,4% dari sebelumnya 1,49% pada 214. Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan gedung/bangunan yang dilakukan pada 215 telah mendorong peran belanja modal meningkat relatif signifikan. 5,3 5,1 4,9 4,7 4,5 4,3 4,1 3,9 % 2,23 4,47 2,12 2,9 4,86 4,79 1,49 4,5 2,4 5, Belanja Operasi Belanja Modal % 2,5 2,3 2,1 1,9 1,7 1,5 1,3 1,1,9,7,5 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 7 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

47 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 215 tercatat 4,48% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 215 (8,36%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh berlalunya base effect kenaikan BBM di akhir 214 yang lalu. Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh kelompok komoditas, dengan penurunan terbesar terjadi di kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Selain hilangnya base effect kenaikan BBM, penurunan tekanan inflasi juga disebabkan oleh kembali normalnya permintaan paska meningkat tinggi di triwulan sebelumnya seiring dengan berlangsungnya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (Idul Fitri dan Idul Adha) yang jatuh pada bulan Juli dan September 215. Terkendalinya harga di 215 juga tidak terlepas dari komunikasi dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota TPID. Pelaksanaan koordinasi di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

48 BAB 3INFLASI 3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada 215 relatif terkendali dan berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%. Inflasi Sulsel di akhir 215 tercatat 4,48% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat 8,36% (yoy). Secara umum, penurunan inflasi terjadi akibat terkendalinya harga semua kelompok komoditas, meskipun tekanan terhadap harga kelompok bahan makanan cukup tinggi. Kondisi tersebut juga diiringi dengan berlalunya base effect kenaikan harga BBM di akhir 214 yang lalu. Namun demikian, inflasi Sulsel tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat 3,35% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 8 Berdasarkan kelompok komoditas, penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh kelompok komoditas yang terjadi di akhir 215. Penurunan tekanan inflasi terbesar terjadi di kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan dari 7,2% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi -,99% (yoy) pada triwulan laporan (Tabel 3.1.). Deflasi di kelompok ini didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada subkelompok transpor akibat penyesuaian tarif angkutan pasca penurunan harga BBM bersubsidi di triwulan IV 215. TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (.99) 4.48 Sumber: Badan Pusat Statistik 8 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

49 BAB 3 INFLASI Kelompok Bahan Makanan Pada akhir 215, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 16,11% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 8,78% (yoy) di triwulan IV 215. Penurunan tekanan inflasi terjadi pada 9 subkelompok yaitu subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok kacang-kacangan, subkelompok padipadian, subkelompok lemak dan minyak, subkelompok ikan segar, subkelompok sayur-sayuran, subkelompok daging dan hasil-hasilnya, subkelompok ikan diawetkan, dan subkelompok bahan makanan lainnya. Sementara itu, subkelompok telur, susu dan hasil-hasil lainnya, serta subkelompok buah-buahan mengalami peningkatan tekanan inflasi di akhir 215. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Lebih rinci di tingkat komoditas, cabai menjadi komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di akhir 215. Cabai rawit tercatat deflasi -54,26% (yoy) dan memberikan andil -,51% dari total inflasi Sulsel di akhir tahun 215. Komoditas cabai merah juga tercatat deflasi -6,43% (yoy) dengan andil inflasi -,18% dari total inflasi tahunan Sulsel. Selain kedua komoditas ini, minyak goreng juga mengalami deflasi -2,2% (yoy) dengan andil -,2% dari total inflasi Sulsel. Selain itu, terjaganya pasokan hasil laut dan berakhirnya base effect kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir tahun 214 juga menjadi penyebab penurunan inflasi kelompok ini. Sebagaimana diketahui, peningkatan inflasi pada akhir tahun 214 lalu terjadi hampir di seluruh komoditas, tidak terkecuali komoditas yang masuk dalam bahan makanan. Sebagai contoh, Cabai Rawit dan Cabai Merah mengalami inflasi pada Desember % (yoy) dan 89,76% (yoy). Kondisi ini kemudian berangsur stabil hingga Desember 215. Sementara itu, komoditas beras masih menjadi salah satu permasalahan penyebab inflasi Sulsel yang belum terpecahkan di 215. Komoditas beras tercatat mengalami inflasi 18,32% (yoy) dengan sumbangan inflasi,8% terhadap inflasi tahunan Sulsel, terbesar di antara seluruh komoditas yang masuk dalam sampel perhitungan inflasi di Sulsel. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 214, beras mengalami peningkatan inflasi dari 8,46% (yoy) di 214 menjadi 18,32% (yoy) di tahun 215. Hal ini menjadi indikasi permasalahan beras yang semakin besar dan dibutuhkan komitmen yang tinggi dari seluruh pemangku kebijakan agar permasalahan beras bisa cepat diatasi (lihat Boks 3.A) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada akhir triwulan IV 215 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan 5,48% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,23% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok makanan jadi dari 7,66% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 6,34% yoy) pada triwulan IV 215, serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol turun dari 1,63% (yoy) menjadi 1,39% (yoy). Sementara itu, subkelompok minuman tidak beralkohol tercatat mengalami kenaikan inflasi dari 7,17% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 7,37% (yoy) di triwulan laporan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

50 BAB 3INFLASI Lebih rinci ke tingkat komoditas, 2 dari 49 komoditas di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas kue basah, ikan bakar, rokok kretek, bubur, dan sari jeruk tercatat sebagai lima komoditas utama penyumbang inflasi di periode laporan. Khusus komoditas kue basah dan ikan bakar, meskipun mengalami penurunan tekanan inflasi, kedua komoditas menjadi penyumbang inflasi terbesar di kelompok komoditas ini. Penurunan tekanan inflasi di kelompok makanan jadi antara lain juga disebabkan oleh telah berakhirnya base effect kenaikan harga BBM di akhir tahun 214. Dibandingkan periode yang sama tahun 214, inflasi kelompok makanan jadi, minuman rokok, dan tembakau mengalami penurunan dari 5,8% (yoy) menjadi 5,48% (yoy) di akhir tahun 215. Selain itu, relatif stabilnya harga BBM juga turut membantu penurunan inflasi di kelompok komoditas ini Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan IV 215, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar juga menurun dibandingkan triwulan III 215. Laju inflasi pada kelompok tersebut tercatat 4,13% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 6,48% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok biaya tempat tinggal, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air, serta subkelompok perlengkapan rumah tangga. Di periode laporan, inflasi ketiga subkelompok ini secara berurutan masing-masing 3,87% (yoy), 3,86% (yoy), dan 4,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang secara berurutan mengalami inflasi masing-masing 4,69% (yoy), 12,2% (yoy), dan 5,5% (yoy). Sementara itu, subkelompok penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami sedikit peningkatan inflasi dari 4,95% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 5,5% (yoy) di triwulan laporan. Lebih rinci per komoditas, 37 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas penyumbang inflasi tertinggi di kelompok ini adalah sabun detergen, kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, dan piring. Di periode laporan, kelima komoditas tersebut secara berurutan mengalami inflasi 12,57% (yoy), 7,8% (yoy), 3,49% (yoy), 2,75% (yoy) dan 11,12% (yoy), yang secara masing-masing memberikan andil inflasi,2%,,12%,,12%,,8%, dan,5% terhadap total inflasi Sulsel. Selain berlalunya base effect kenaikan harga BBM di akhir 214, penurunan tekanan inflasi juga disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia sepanjang triwulan IV 215 yang berpengaruh terhadap penurunan harga BBM, TDL, dan LPG. Di luar harga pertamax yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia, penurunan harga minyak ini juga mengakibatkan penurunan harga BBM bersubsidi khususnya Solar. Di triwulan IV 215, harga Solar mengalami penurunan sebesar Rp2 per liter. Selain itu, penyesuaian harga juga terjadi pada harga LPG 12 kg di bulan Oktober 215 sebesar Rp1. per tabung dan tarif listrik khususnya golongan 1.3VA-2.2VA, yang mengalami tariff adjustment di bulan Desember 215 sesuai dengan harga keekonomiannya. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan IV 215 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 24,26 dengan pertumbuhan 13,22% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 14,5% (yoy). 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

51 BAB 3 INFLASI Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 215, inflasi kelompok ini tercatat 6,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,95% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok sandang laki-laki, subkelompok sandang anak-anak, serta subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Inflasi di periode laporan ketiga subkelompok ini secara berurutan mencapai 6,24% (yoy), 8,82% (yoy), dan 3,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan III 215 yang secara berurutan mencapai 6,4% (yoy), 9,38% (yoy), dan 7,62% (yoy). Sementara itu, subkelompok sandang wanita mengalami peningkatan inflasi dari 5,19% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 6,54% (yoy) di periode laporan. Lebih rinci per komoditas, 36 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil inflasi tertinggi adalah baju kaos berkerah pria, kaos berkerah wanita, kaos berkerah anak-anak, pembalut wanita, dan tas tangan wanita. Di periode laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 13,25% (yoy), 13,25% (yoy), 13,25% (yoy), 18,37% (yoy), dan 14,59% (yoy) dan secara berurutan memberikan andil inflasi,7%,,7%,,7%,,3%, dan,3% terhadap total inflasi Sulsel. Selain itu, penurunan harga emas juga mempengaruhi turunnya tekanan inflasi di kelompok sandang. Penurunan harga emas disebabkan oleh trend harga emas global yang masih dalam fase kontraksi. Meskipun relatif membaik dibandingkan periode triwulan III 215, pertumbuhan harga emas dunia masih mengalami kontraksi -7,91% (yoy) di angka USD 1.14/troy oz. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan IV 215. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi 5,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 5,28% (yoy). Penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan inflasi subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika dari 4,28% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 3,96% (yoy), subkelompok jasa perawatan jasmani menurun dari 2,7% (yoy) menjadi 1,68% yoy), dan subkelompok obat-obatan menurun dari 4,79% (yoy) menjadi 4,52% (yoy). Sementara itu, subkelompok jasa kesehatan tercatat mengalami peningkatan dari 14,8% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 15,8% (yoy) di triwulan IV 215. Lebih rinci per komoditas, 18 dari 4 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil inflasi tertinggi adalah kacamata plus minus, tarif gunting rambut wanita, obat dengan resep, deodorant, dan tarif puskesmas. Di periode laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 18,19% (yoy), 27,21% (yoy), 48,32% (yoy), 7,93% (yoy), dan 29,5% (yoy), dan secara berurutan memberikan andil inflasi,4%,,4%,,3%,,1% dan,1% terhadap total inflasi tahunan Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

52 BAB 3INFLASI Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga juga mengalami penurunan tekanan inflasi pada akhir triwulam IV 215. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat 2,57% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 2,63% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh penurunan inflasi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dari 1,16% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi,94% (yoy), subkelompok rekreasi menurun dari 1,67% (yoy) menjadi 1,62% (yoy), dan subkelompok olahraga menurun dari 4,1% (yoy) menjadi 3,88% (yoy). Inflasi di subkelompok kursus-kursus/pelatihan juga relatif rendah, meskipun meningkat dari 2,64% (yoy) menjadi 2,82% (yoy) di triwulan laporan. Adapun inflasi subkelompok pendidikan tercatat stabil di angka yang relatif terkendali yaitu 3,83% (yoy). Lebih rinci per komoditas, 14 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil inflasi tertinggi adalah biaya Akademi/Perguruan Tinggi, Rekreasi, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Dasar. Di periode laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 4,93% (yoy), 1,62% (yoy), 3,16% (yoy), 2,87% (yoy), dan 2,18%, yang masing-masing memberikan andil,7%,,3%,,2%,,1%, dan,1% terhadap total inflasi tahunan Sulsel. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan IV 215, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini tercatat mengalami deflasi -,99% (yoy) di triwulan IV 215, setelah di triwulan sebelumnya mengalami inflasi 7,2% (yoy). Deflasi di kelompok ini didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada subkelompok transpor dari 9,5% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi -2,26% (yoy), yang disebabkan oleh penyesuaian tarif angkutan pasca penurunan harga BBM bersubsidi. Deflasi juga didorong oleh penurunan tekanan inflasi di subkelompok sarana dan penunjang transpor dari 9,65% (yoy) menjadi 9,38% (yoy), dan subkelompok jasa keuangan yang menurun dari 8,92% (yoy) menjadi,1% (yoy). Subkelompok komunikasi dan pengiriman juga tercatat deflasi -,1% (yoy) di triwulan laporan, sedikit naik dari triwulan III 215 yang mencapai -,4% (yoy). Lebih rinci per komoditas, 18 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil inflasi tertinggi adalah Angkutan Udara, Mobil, Kendaraan Carter/Rental, Cuci Kendaraan, dan Tarif Sewa Motor. Di periode laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 31,38% (yoy), 5,66% (yoy), 25,4% (yoy), 29,5% (yoy), dan 15,57% (yoy), yang secara berurutan memberikan andil inflasi,23%,,15%,,8%,,5%, dan,3% terhadap total inflasi tahunan Sulsel. Meningkatnya kegiatan masyarakat saat momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) pada periode ini telah mendorong peningkatan permintaan sarana transportasi, sehingga harga sewa /tarifnya naik. Sementara itu, penetapan penurunan harga bensin oleh pemerintah telah menahan laju inflasi kelompok ini, sehingga bensin menyumbang deflasi pada periode akhir pelaporan. 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

53 BAB 3 INFLASI Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: World Bank Grafik Perubahan Harga Karet Internasional 3.3. Inflasi Menurut Kota IHK 9 Secara spasial, penurunan tekanan inflasi Sulsel triwulan IV 215 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di seluruh kota/kabupaten IHK di Sulsel. Di akhir triwulan IV 215, Kota Makassar, Palopo, Parepare, Watampone, dan Bulukumba masing-masing tercatat mengalami inflasi 5,18% (yoy), 3,38% (yoy), 1,58% (yoy),,97% (yoy), dan 2,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumya yang masing-masing tercatat 8,95% (yoy), 7,19% (yoy), 7,2% (yoy), 4,33 % (yoy), dan 6,63% (yoy). Tekanan inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah, khususnya untuk komoditas pangan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan jalur distribusi yang relatif panjang. Kota Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawasi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 9 Mulai Januari 214, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

54 BAB 3INFLASI Dilihat dari kinerja per kota, Bulukumba tercatat sebagai daerah yang konsisten melakukan perbaikan pengendalian inflasi. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 214, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Inflasi Bulukumba berhasil diturunkan dari 14,1% (yoy) di awal 214 menjadi 2,17% (yoy) di akhir 215. Namun secara level, inflasi Bulukumba di akhir 215 masih berada di bawah pencapaian inflasi Watampone dan Parepare yang mampu menekan tingkat inflasi hingga di bawah 2%. Sementara itu, Kota Makassar yang merupakan kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih memiliki inflasi tertinggi di Sulsel pada tahun 215 yaitu 5,18% (yoy). Manajemen pasokan khususnya pada komoditas pangan utama seperti Beras, Cabai, dan Bawang Merah menjadi permasalahan utama pengendalian inflasi di Kota Makassar. Penurunan tekanan inflasi juga disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia sepanjang triwulan IV 215 yang berpengaruh terhadap harga BBM, TDL, dan LPG. Di luar harga pertamax yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia, penurunan harga minyak ini juga mengakibatkan penurunan harga BBM bersubsidi khususnya Solar. Di triwulan IV 215, harga Solar mengalami penurunan sebesar Rp2 per liter. Selain itu, penyesuaian harga juga terjadi pada harga LPG 12 kg di bulan Oktober 215 sebesar Rp1. per tabung. Tarif listrik khususnya golongan 1.3VA-2.2VA juga mengalami tariff adjustment di bulan Desember 215 sesuai dengan harga keekonomianya. Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.1% 5.25% 4.27% 4.2% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.5% Palopo.22%.21%.25%.24%.25%.24%.4%.34%.4%.47%.26%.57%.44%.44%.46%.22% Parepare.22%.21%.24%.24%.24%.23%.39%.33%.39%.39%.21%.66%.46%.49%.46%.11% Watampone.2%.19%.22%.22%.23%.22%.36%.31%.45%.47%.26%.47%.33%.25%.25%.6% Bulukumba.38%.39%.2%.26%.17%.17%.23%.6% Sulawasi Selatan 4.6% 3.85% 4.48% 4.4% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.7% 8.39% 4.48% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.4. Disagregasi Inflasi 1 Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan IV 215 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok adminstered price dan volatile food. Kelompok administered price tercatat deflasi -1,74% (yoy), volatile food mengalami inflasi 9,29% (yoy), sementara inflasi inti (core) tercatat stabil di angka 4,78% (yoy). Ketiga kelompok ini tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dibandingkan triwulan III 215. Penurunan paling signifikan terjadi di kelompok administered price yaitu dari 9,3% (yoy) di triwulan III 215 menjadi -1,74% (yoy) di triwulan IV 215. Sementara kelompok volatile food turun dari 16,3% (yoy) menjadi 9,29% (yoy), dan kelompok core turun dari 5,43% (yoy) menjadi 4,78% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi Penurunan inflasi kelompok administered price didorong oleh penurunan harga minyak dunia yang direspon dengan penurunan harga BBM di Indonesia. Meskipun harga minyak dunia menunjukkan peningkatan, namun masih dalam fase kontraksi. Di penutup tahun 215, harga minyak dunia menyentuh harga terendah dalam 5 tahun terakhir, yaitu USD37,23 per barel, terkontraksi -37,18% dibandingkan periode yang sama tahun 214. Meski tidak elastis, penurunan harga minyak dunia ini direspon dengan penurunan harga BBM bersubsidi khususnya solar. Selain itu, penurunan di kelompok ini juga didorong oleh penurunan harga LPG 12 kg pada bulan Oktober 215. Meskipun terdapat time lag, penurunan dua komoditas ini mendorong penurunan harga di beberapa komoditas lainnya. 1 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

55 BAB 3 INFLASI Sumber: Pertamina Sumber: World Bank Grafik 3.14 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik Harga Minyak Mentah Global Meskipun secara umum turun, namun inflasi kelompok volatile food masih menghadapi persoalan tingginya harga beras. Komoditas beras tercatat mengalami inflasi 18,32% (yoy) dengan sumbangan inflasi,8% terhadap inflasi tahunan Sulsel, terbesar di antara seluruh komoditas yang masuk dalam sampel perhitungan inflasi di Sulsel. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 214, beras mengalami peningkatan inflasi dari 8,46% (yoy) di 214 menjadi 18,32% (yoy) di tahun 215. Kondisi ini perlu diatasi dengan tepat agar harga beras lebih stabil, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan komitmen yang tinggi dari seluruh pemangku kebijakan, karena Sulsel merupakan daerah produsen beras. Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil pada rentang 4-5% (yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat tingginya permintaan di akhir tahun. Selain itu, masih tingginya biaya bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya komoditas berbahan baku kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor Koordinasi Pengendalian Inflasi Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui melalui TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota. Selama triwulan IV 215, terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan (Tabel 3.4). NO TPID 1 Provinsi Sulawesi Selatan 2 Provinsi Sulawesi Selatan Tabel 3.4.Kegiatan TPID Triwulan III 215 TEMPAT KEGIATAN Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan TANGGAL KET 7 Oktober 215 Rapat Teknis 22 Oktober 215 Rapat Koordinasi 3 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel M Regency, Makassar 9-1 November 215 Rapat Koordinasi 4 Zona Bulukumba 5 Kabupaten Bone Ruang Pertemuan Bupati Jeneponto Hotel Novena, Watampone, Bone 21 Desember 215 High Level Meeting (HLM) 29 Desember 215 High Level Meeting (HLM) Pada tanggal 7 Oktober 215, telah dilaksanakan Rapat Teknis TPID Prov. Sulsel di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Rapat tersebut bertujuan untuk membahas persiapan kegiatan Rakorpusda Pokjanas TPID 215 untuk Kawasan Timur Indonesia dan membahas mekanisme kerjasama antar daerah, roadmap pengendalian inflasi dan rencana pengembangan PIHPS. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan,antara lain: 1. Pengaturan perdagangan antar pulau seperti pada komoditas gula pasir, dimana dapat diperdagangkan melalui persetujuan dan rekomendasi kepala daerah pemasok yang memuat keterangan kelebihan persediaan gula dan kepala daerah penerima yang memuat keterangan kekurangan gula. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

56 BAB 3INFLASI 2. Meningkatkan koordinasi dan intensitas komunikasi yang efektif antara kabupaten/kota dan provinsi dalam sistem data kebutuhan bahan pokok agar dapat saling membantu pasokan kebutuhan bahan pokok. 3. Menyatukan tiga pihak yaitu Pemerintah (Gubernur), Pengusaha (KADIN), dan pekerja melalui konsep Tripartit. 4. Penggunaan data perdagangan komoditas pangan sehingga dapat menjadi acuan bagi perusahaan jasa pengiriman dalam mengetahui dan mengkonfirmasi komoditas yang akan diperdagangkan. 5. Berdasarkan pemantauan harga di lapangan, agar dilakukan pengawasan lebih intensif terhadap beberapa komoditas yang berpeluang menjadi penyumbang inflasi, antara lain cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, minyak goreng, dan beras. Pada tanggal 22 Oktober 215, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dengan BAPPENAS di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan,antara lain: 1. Peningkatan koordinasi pemerintah (pusat/daerah/bi/tpid/skpd) serta terus menerus memantau perkembangan harga, terutama bahan kebutuhan pokok. 2. Penyusunan mekanisme perdagangan komoditas pangan strategis antar daerah, yang dituangkan dalam MoU antar kepala daerah, untuk menjamin kontinyuitas ketersediaan pangan bagi daerah defisit dari daerah surplus. 3. Penyusunan roadmap pengendalian inflasi daerah sebagai acuan untuk pengambilan kebijakan guna menjamin kontinyuitas ketersediaan pangan dan harga yang wajar. 4. Pengawasan harga dengan melibatkan aparat penegak hukum untuk mencegah adanya kegiatan penimbunan barang dan tindakan spekulatif lainnya. 5. Penguatan infrastruktur pangan dan sistem informasi yang dapat menggambarkan kondisi neraca pangan secara terkini di masing-masing daerah untuk memantau ketersediaan pasokan serta sebagai salah satu indikator dalam pengambilan kebijakan. 6. Penguatan kelembagaan Bulog dari sisi finansial dan regulasi, serta peninjauan HPP Bulog secara berkala disesuaikan dengan perkembangan harga pasar. 7. Diperlukan sentra-sentra pasar komoditas pangan strategis termasuk komoditas hortikultura dan revitalisasi pasarpasar tradisional. 8. Diperlukan pengawasan lebih terhadap beberapa komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang inflasi di bulan Oktober seperti wortel, sawi hijau, tomat buah, cakalang dan cabai rawit. Pada tanggal 9-1 November 215, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Pusat Daerah TPID se-kti di Makassar. Rapat tersebut bertujuan untuk mendiskusikan permasalahan dan solusi terkait isu pengendalian inflasi di daerah. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan,antara lain: 1. Perlunya kerjasama antara pusat-daerah (baik tingkat provinsi/kabupaten/kota) dalam hal produksi dan stabilisasi harga, pemenuhan bahan pokok yang kredibel serta dapat diakses. 2. Meningkatkan alokasi anggaran APBD dalam upaya peningkatan produksi pangan. Pada saat penyusunan rencana kegiatan dan anggaran, pemerintah daerah dapat bersama-sama dengan TPID membahas anggaran mengenai program/kegiatan dalam upaya stabilitas harga pangan. 3. Mendorong awareness dan komitmen seluruh Bupati dan Walikota akan pentingnya stabilisasi harga di daerah. 4. Melakukan penyusunan peta surplus dan defisit pangan yang terupdate secara rutin. 5. Mempercepat penyusunan roadmap pengendalian inflasi yang sinergis antara TPI dan TPID sebagai salah satu acuan pengendalian inflasi. 6. Berdasarkan pemantauan harga komoditas di lapangan diperlukan pengawasan lebih dari pemerintah terhadap beberapa komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang inflasi di bulan November seperti ikan layang, cabai rawit, kontrak rumah, bawang merah dan kangkung. Pada tanggal 21 Desember 215, telah dilaksanakan HLM Zona Bulukumba di Ruang Pertemuan Bupati Jeneponto. Rapat tersebut bertujuan untuk Persiapan antisipasi inflasi akhir tahun 215. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan, antara lain: 1. Peningkatan pengawasan ketersediaan pangan di seluruh daerah dengan bekerjasama dengan TNI/POLRI guna melakukan tindakan terhadap kegiatan penimbunan. 2. Kegiatan koordinasi akan dilakukan bergilir di tiap daerah guna meningkatkan antusias dan kesadaran daerah dalam pengendalian inflasi. 3. Mendorong inovasi pengendalian harga di tiap daerah. 5 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

57 BAB 3 INFLASI 4. Meningkatkan pemantauan harga komoditas di lapangan, khususnya komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang inflasi di bulan Januari seperti cabai rawit, angkatan udara, beras, tarif listrik dan ikan merah. Pada tanggal 21 Desember 215, telah dilaksanakan HLM Kab. Watampone di Bone. Rapat tersebut bertujuan untuk program kerja yang akan dilakukan untuk mengatasi tekanan harga. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan, antara lain: 1. Melakukan pemantauan perkembangan harga dan sumber-sumber atau kondisi yang dapat berpotensi menyebabkan tekanan inflasi melalui kepala daerah dan seluruh TPID di Kab/Kota serta mengusulkan/mengambil kebijakan yang antisipatif maupun responsif dalam pengendalian inflasi. 2. Meningkatkan peran aktif TPID sebagai strategic partner pemerintah daerah, sehingga dapat turut serta dalam mengevaluasi kebijakan yang dilakukan Pemda terkait pengendalian inflasi daerah, sehingga lebih efektif dalam mengatasi tekanan harga. 3. Cabai menjadi salah satu komoditas utama yang sering muncul dan memberikan andil inflasi terbesar di Kabupaten Bone dan beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan. Gerakan tanam cabai pekarangan yang dilakukan kab Bone hendaknya bisa di adopsi menjadi gerakan Gerakan Tanam Cabai di Pekarangan se Sulsel, sehingga ke depan permasalahan cabai bisa teratasi di seluruh daerah Sulawesi Selatan. 4. Berdasarkan pemantauan harga komoditas di lapangan, kami menyarankan agar dilakukan pengawasan lebih dari pemerintah terhadap beberapa komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang inflasi di bulan tersebut seperti cabai rawit, angkatan udara, beras, tarif listrik dan ikan merah. Dalam tataran impementasi, banyak langkah yang telah di tempuh terkait pengendalian inflasi, baik oleh pemerintah daerah maupun stakeholder terakit lainnya termasuk Bank Indonesia. Dalam rangka mendukung pengendalian inflasi di Sulawesi selatan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) memberikan bantuan pompa air tenaga surya kepada para petani di salah satu wilayah Bone. Selain meningkatkan produktifitas kegiatan pertanian, pompa tenaga surya ini juga menjadi salah satu solusi permasalahan El Nino yang rutin melanda Sulsel di akhir tahun (lihat Boks 3.B). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan klaster cabai merah di Maros, klaster padi di Soppeng, klaster Sapi di Barru, klaster bawang merah di Enrekang dan klaster cabai merah/cabai rawit di Sinjai sebagai upaya mendukung program ketahanan pangan dan pengendalian inflasi di Sulsel (lihat Boks 3.C). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

58 BAB 3INFLASI Boks 3.A. Beras, Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar di Sulsel Dari release terakhir BPS terlihat bahwa Provinsi Sulsel merupakan salah satu Provinsi yang berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, di tengah pelemahan kondisi ekonomi global dan nasional. Pada 215 ekonomi Sulsel tumbuh 7,15% (yoy), melampaui capaian pertumbuhan ekonomi Nasional 4,79% (yoy). Tidak hanya mencatat pertumbuhan yang baik, Sulsel juga mampu menekan tingkat inflasi ke 4,48% dari pencapaian tahun sebelumnya 8,61%. Meski demikian, inflasi Sulsel tersebut masih di atas inflasi Nasional yang tercatat 3,35% (yoy). Menurut hasil identifikasi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan inflasi Sulsel masih tergolong tinggi. Dari sekian banyak faktor yang menjadi penyebab, faktor utama muncul dari sisi penawaran, yang dalam hal ini bisa terkait dengan ketersediaan barang maupun aspek distribusinya. Selain itu, struktur pasar yang tidak bekerja dengan sempurna ditengarai juga menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan harga beberapa komoditi penyumbang inflasi. Secara umum, 1 (sepuluh) kelompok komoditas yang selama 215 sering memberikan andil penyumbang inflasi yang relatif tinggi di Sulsel adalah sebagai berikut: Tabel 3.A.1. 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Tertinggi per Kelompok Sepanjang Tahun 215 Kelompok Bahan Makanan Total Andil Frekuensi Beras.79% 1 Bandeng/Bolu.17% 8 Telur Ayam Ras.12% 8 Layang/Benggol.11% 9 Daging Ayam Ras.11% 9 Wortel.1% 9 Bawang Merah.1% 8 Daging Sapi.9% 1 Cakalang/Sisik.9% 8 Pisang.7% 9 Kelompok Makanan Jadi Total Andil Frekuensi Nasi dengan Lauk.1% 9 Martabak.1% 11 Mie.8% 9 Es.6% 8 Gula Pasir.5% 1 Ayam Goreng.3% 8 Kue Kering.3% 6 Donat.3% 3 Teh Manis.3% 6 Sop.3% 6 Kelompok Perumahan Total Andil Frekuensi Tukang Bukan Mandor.2% 8 Bahan Bakar Rumah Tangga.12% 9 Kontrak Rumah.12% 9 Tarip Listrik.8% 7 Kain Gorden.5% 6 Kayu Balokan.4% 9 Cat Tembok.3% 9 Tempat Tidur.3% 8 Lemari Pakaian.3% 6 Pasir.3% 7 Kelompok Sandang Total Andil Frekuensi Baju Kaos Berkerah Pria.7% 6 Baju Kaos Berkerah Wanita.7% 6 Baju Kaos Berkerah Anak.7% 6 Pembalut Wanita.3% 6 Tas Tangan Wanita.3% 4 Ongkos Jahit.2% 8 Baju Anak Stelan.2% 2 Celana Dalam Wanita.1% 9 Blus wanita.1% 8 Blus anak.1% 8 Kelompok Kesehatan Total Andil Frekuensi Dokter Spesialis.4% 5 Bedak.4% 8 Tarip Gunting Rambut Wnt.3% 9 Tarip Gunting Rambut Pria.1% 6 Facial.1% 5 Hand Body Lotion.1% 8 Creambath.1% 9 Parfum.% 11 Pasta Gigi.% 9 Shampo.% 9 Kelompok Pendidikan Total Andil Frekuensi Akademi/Perguruan Tinggi.7% 3 Rekreasi.3% 7 Sekolah Menengah Atas.2% 1 Sekolah Menengah Pertama.1% 1 Sekolah Dasar.1% 1 Televisi Berwarna.1% 4 Kursus Bahasa Asing.1% 3 Taman Kanak-Kanak.1% 2 Biaya Foto Copy.1% 3 VCD / DVD Player.1% 2 Kelompok Transport Total Andil Frekuensi Angkutan Udara.23% 2 Mobil.15% 7 Kendaraan Carter/Rental.8% 3 Cuci Kendaraan.5% 7 Tarip Sewa Motor.3% 3 Tarip Parkir.2% 1 Tarip Sewa Becak.2% 4 Pemeliharaan/Service.2% 3 Tarip Taksi.1% 1 Sepeda Motor.1% 5 Berdasarkan pemantauan di sepanjang 215, diketahui bahwa Beras merupakan komoditi penyumbang inflasi terbesar di Sulsel, dengan andil inflasi mencapai,78% dan muncul sebagai penyumbang inflasi di 1 bulan dari sepanjang tahun 215. Hal ini tentu terlihat ironis, dikarenakan Sulsel merupakan salah satu Provinsi yang terkenal sebagai lumbung beras Nasional. Melihat kondisi demikian, maka perlu upaya tertentu terutama dari Pemerintah agar kedepan permasalahan kenaikan harga beras di Sulsel dapat dikendalikan dengan baik, agar tidak menggerogoti daya beli masyarakat Sulsel. Dalam hal ini, sudah saatnya pemerintah Pusat dan Daerah perlu bersinergi dalam menangani permasalahan kenaikan harga komoditas pangan terutama beras. Dalam kaitannya dengan hal ini, Pemerintah Daerah perlu menyusun kerangka kerjasama perdagangan komo ditas beras antar daerah, mengupayakan manajemen stok yang baik di setiap daerah, serta perlu membentuk badan/lembaga daerah yang ditugaskan untuk menyangga ketersediaan stok pangan khususnya beras. Selain beras, komoditas makanan lain yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah ikan bandeng. Sepanjang 215, ikan bandeng muncul sebanyak 8 kali (bulan) sebagai komoditi penyumbang inflasi dengan total andil inflasi mencapai,17%. Secara frekuensi, kemunculan komoditi ikan bandeng sebagai penyumbang inflasi Sulsel tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya muncul 6 kali. Hal ini sudah barang tentu perlu segera dicarikan jalan keluarnya. 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

59 BAB 3 INFLASI Boks 3.B. Upaya Membantu Penanganan El Nino Dengan Membangun Pompa Air Tenaga Surya Melalui Program Sosial Bank Indonesia El Nino merupakan suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang disebabkan oleh meningkatnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik khususnya di sekitar equator bagian tengah dan timur. Dampak El-Nino terhadap iklim di Indonesia akan terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, dan akan berkurang (atau bahkan tidak terasa) jika terjadi bersamaan dengan musim penghujan. El Nino pada tahun 215 perlu mendapat perhatian karena terjadi pada musim kemarau, yang apabila tidak ditangani dengan baik dikhawatirkan akan berpengaruh pada hasil panen sejumlah komoditas khususnya padi/beras. Beras merupakan komoditi andalan Provinsi Sulawesi Selatan, namun secara ironis juga sebagai salah satu komoditi penyumbang inflasi di wilayah ini terutama pada beberapa tahun terakhir. KPw BI Provinsi Sulsel turut membantu penanganan El Nino di Kabupaten Bone. Melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bank Indonesia pada 215 telah berupaya membantu petani dalam meningkatkan produktivitas hasil panennya, yang sekaligus sebagai upaya mendukung Sulsel menjadi lumbung pangan, sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Menteri Pertanian. Bantuan yang diberikan oleh KPw BI Provinsi Sulsel tersebut berupa pompa air tenaga surya untuk irigasi sawah tadah hujan. Dengan penggunaan secara optimal, pompa air tenaga surya sepanjang 1 km yang mengambil sumber air dari aliran sungai terdekat, akan mampu mengairi lebih dari 1.5 ha sawah yang sebelumnya merupakan sawah tadah hujan. Melalui bantuan ini, petani diharapkan dapat menanam padi hingga 3 4 kali dalam 1 tahun, sehingga produksi padi dapat ditingkatkan dan dengan demikian kesejahteraan petani khususnya di Bone juga akan semakin meningkat. Gambar 3.B.1. Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Melakukan Pemeriksaan Debit Pompa Air Tenaga Surya Gambar 3.B.1. Survei Lokasi Sumber Air Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

60 BAB 3INFLASI Boks 3.C. Upaya Mendukung Program Ketahanan Pangan dan Pengendalian Inflasi Melalui Pengembangan Klaster Beberapa komoditas volatile food (pangan) berpengaruh besar terhadap perkembangan inflasi Sulsel. Beberapa komoditas penyumbang inflasi yang termasuk dalam kelompok volatile food selama 4 tahun terakhir ( ) yaitu beras, ikan bandeng, daging sapi, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, daging ayam ras, ikan cakalang, ikan layang, telur ayam ras dan wortel. Bobot inflasi volatile food relatif besar, mencapai 23,58% pada Desember 215. Di sisi lain, fluktuasi harganya juga besar, dengan standard deviasi mencapai,41% dari rata-rata,37%. Untuk mendorong upaya peningkatan produksi dan produktivitas pangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) mengembangkan klaster ketahanan pangan. Beberapa Klaster yang telah dibentuk sebagian telah memasuki masa passing out diantaranya klaster cabai merah di Maros, klaster padi di Soppeng, dan klaster Sapi di Barru. Sementara pada 215, KPwBI mengembangkan klaster baru untuk komoditas bawang merah di Kabupaten Enrekang dan cabai merah/cabai rawit di Kabupaten Sinjai. Dalam pengembangan Klaster tersebut KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Penandatangan Nota Kesepahaman Pengembangan Klaster Bawang Monitoring Penggunaan MA 11 oleh Dr. Nugroho Widiasmadi Merah di Kab. Enrekang antara Kepala Perwakilan BI Sulsel dan Bupati Enrekang Gambar 3.C.1. Foto Kegiatan Kerjasama KPw BI Sulsel dan Pemerintah Kabupaten Enrekang Pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Enrekang, difokuskan pada upaya peningkatan kualitas produksi benih, agar kedepan daerah ini mampu menyediakan benih secara mandiri. Kabupaten Enrekang dipilih karena merupakan sentra produksi bawang merah, yang selama ini telah berperan turut menyokong pasokan bawang merah untuk Kawasan Timur Indonesia. Setelah melakukan diskusi guna mengidentifikasi permasalahan melalui Focus Group Discussion (FGD), KPw BI Sulsel dan Pemerintah Kabupaten Enrekang membuat kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MOU). Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Enrekang berkomitmen menyediakan lahan demplot dan menyiapkan kelompok-kelompok tani, sementara KPw BI Sulsel memfasilitasi pelaksanaan kegiatan Sekolah Lapang Good Agriculture Practice (SL GAP) dan memfasilitasi pelaksanaan studi banding ke Brebes Jawa Tengah. Kegiatan ini dimaksudkan agar petani memiliki wawasan dan pemahaman bertani yang baik, sehingga semakin terampil dalam menghasilkan benih yang berkualitas baik, serta mampu bertani dengan sistem organik. Selain itu, KPwBI juga memberikan bantuan alat produksi berupa shading net (jaring plastik) yang bertujuan untuk mengurangi serangan hama. Selain mengembangkan Klaster bawang merah, KPwBI Sulsel juga mengembangkan Klaster cabai di Kabupaten Sinjai. Komoditas cabai merupakan salah satu komoditas unggulan daerah tersebut. Hasil produksi cabai di Sinjai merupakan penyangga supply untuk daerah Makassar dan Gowa, serta provinsi lainnya (Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur). Daerah Sinjai Barat dan Sinjai Borong dipilih untuk pengembangan Klaster dikarenakan memiliki luas lahan yang paling potensial. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sinjai, pada 215 potensi lahan yang tersedia untuk seluruh Kabupaten mencapai 1.25 ha. Produktivitas cabai di Sulawesi Selatan pada 214 mencapai 7,86 Ton/Ha atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 7,58 Ton/ha. Produktivitas tersebut masih tergolong rendah, sehingga dibutuhkan inovasi teknologi dan perencanaan yang tepat. Adapun target produktivitas cabai dapat mencapai 18-2 Ton/Ha. Saat ini Sulawesi hanya memiliki andil 5,5% dari total share nasional, dimana sentra produksi cabai masih didominasi oleh Pulau Jawa dan Bali 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

61 BAB 3 INFLASI (55%), serta wilayah Sumatera (34%). Gambar 3.C.1. Survei Awal Pengembangan Klaster Cabai dan GTCK di Kabupaten Sinjai Gambar 3.C.1. Penyemaian benih cabai di Kelurahan Pasir Putih, Kabupaten Sinjai Gambar 3.C.1. Pelatihan Edukasi Keuangan dan Akses Perbankan KPwBI Provinsi Sulsel dan Pemkab Sinjai mengembangkan Klaster cabai melalui beberapa tahapan. Tahap pertama berupa pilot project yang dilengkapi dengan fasilitas sarana irigasi perpipaan di area dengan luas lahan percontohan mencapai 1,5 ha, yang terbagi di 2 (dua) lokasi yaitu Kelurahan Pasir Putih dan Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai Borong. Pada tahap pertama ini kegiatan dikaitkan dengan program Gerakan Tanam Cabai di Musim Kemarau (GTCK). Selanjutnya, pada tahap kedua pelaksanaan kegiatan lebih diarahkan pada aspek pendampingan dan kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Sedangkan, pada tahap akhir, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan Perbankan untuk mendorong peningkatan akses keuangan dan pemahaman tentang pengelolaan keuangan yang lebih baik bagi petani cabai. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

62 BAB 3INFLASI HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

63 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 215 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dengan Makassar menjadi motor pertumbuhan industri perbankan. Risiko kredit terpantau relatif aman. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel tidak berubah, namun terdapat penambahan kantor. Pada triwulan IV 215, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan meningkatnya penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit. Kondisi demikian mendorong intermediasi perbankan lebih seimbang dengan rasio LDR 121,5% sedikit menurun dibandingkan triwulan lalu (124,13%). Searah dengan pertumbuhan perbankan umum, kinerja perbankan syariah dan BPR juga menunjukkan peningkatan. Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kualitas kredit di sektor korporasi semakin membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari NPL yang menurun menjadi 3,19% pada triwulan IV 215. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 3%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

64 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1. Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan IV 215, jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan IV 215 tercatat sebanyak 51 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Jumlah kantor mengalami penambahan pada triwulan IV 215. Jumlah kantor keseluruhan mencapai 985 kantor, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 978 kantor. Penambahan tersebut terdiri dari 1 (satu) Kantor Wilayah, 2 (dua) Kantor Cabang, dan 4 (empat) Kantor Fungsional (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR RINCIAN Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor BPR Aset Perbankan Pertumbuhan total aset bank umum pada triwulan IV 215 mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat sebesar Rp117,57 triliun, tumbuh 16,1% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,59% (yoy) (Tabel 4.2). Percepatan pertumbuhan didorong oleh peningkatan aset di kelompok bank pemerintah yang tumbuh 21,85% (yoy). Sementara itu, total aset kelompok bank swasta nasional tercatat tumbuh melambat 8,71% (yoy) di triwulan laporan. Sedangkan total aset bank asing dan bank campuran justru mengalami kontraksi -25,86% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -21,91% (yoy). Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank Total Aset ,99 97,572 99,571 11,35 14,944 18,39 113,11 117,572 Bank Pemerintah ,67 57,579 58,5 58,165 61,182 63,739 67,472 7,874 Bank Swasta Nasional ,66 39,391 4,398 42,462 43,112 44,12 45,14 46,161 Bank Asing dan Bank Campuran (9.54) (7.19) (21.91) (25.86) Nominal (Rp Miliar) Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan IV 215 mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,47 triliun atau tumbuh 18,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 12,58% (yoy) (Tabel 4.3). Percepatan terjadi di seluruh komponen DPK, baik Giro, Tabungan, maupun Deposito. Namun, di antara ketiga kategori DPK tersebut Giro menunjukkan pertumbuhan tertinggi yaitu 64,69% (yoy). Sementara tabungan dan deposito masing-masing tumbuh 12,81% (yoy) dan 11,61% (yoy). Meningkatnya DPK merupakan efek dari penurunan daya beli masyarakat searah dengan perlambatan perekonomian Sulsel, yang menyebabkan masyarakat cenderung memilih untuk melakukan saving. Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan IV 215. Kredit tercatat tumbuh 13,67% (yoy) menjadi Rp94,98 triliun lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,74% (yoy). Secara penggunaan, percepatan pertumbuhan didorong oleh percepatan penyaluran kredit di kelompok investasi. Kelompok kredit tersebut tumbuh 26,47% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 13,7% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja tumbuh relatif stabil di kisaran 16,82%, sedangkan kredit konsumsi hanya tumbuh 5,12% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,82%. Secara sektoral, percepatan 11 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 214, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

65 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN pertumbuhan kredit didorong oleh percepatan penyaluran kredit disektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa dunia usaha. Kredit di empat sektor ini secara berurutan, tumbuh masing-masing 63,36% (yoy), 57,71% (yoy), 16,25% (yoy), dan 15,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor pertambangan dan pengangkutan melanjutkan tren kontraksi, masing-masing -19,45% (yoy) dan -1,38% (yoy). Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Komponen DPK ,162 61,42 64,339 66,112 66,419 68,867 72,433 78,467 a. Giro ,99 9,73 9,693 7,994 1,154 11,82 12,471 13,165 b. Tabungan ,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 c. Deposito ,726 18,54 19,819 2,689 22,118 22,166 22,472 23,91 Kredit ,874 79,336 8,463 83,56 85,33 87,563 89,911 94,981 a. Modal Kerja ,257 29,62 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,73 b. Investasi (1.98) ,642 15,467 15,457 16,24 16,482 16,5 17,476 2,538 c. Konsumsi ,974 34,87 35,159 35,877 36,45 36,436 37,558 37,713 LDR (%) NPLs Gross (%) Dengan pertumbuhan kredit yang rendah dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR) semakin seimbang, sedangkan risiko perbankan (NPL) terlihat semakin membaik. Kedua indikator tersebut tercatat masing-masing 121,5% dan 3,19% pada triwulan IV 215, lebih rendah dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat masing-masing 124,13% dan 3,85% (Tabel 4.3). Komponen Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Kredit ,874 79,336 8,463 83,56 85,33 87,563 89,911 94,981 Pertanian ,45 1,499 1,435 1,56 1,63 1,788 2,33 2,461 Pertambangan (15.62) (3.41) (28.74) (19.45) Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) ,918 4,21 4,283 4,747 5,35 5,19 5,34 7,487 Listrik, Gas, Air Konstruksi ,43 3,666 4,173 4,366 4,746 4,92 5,417 5,491 Perdagangan ,334 25,587 25,748 27,33 27,92 29,3 29,373 31,424 Pengangkutan (3.52) (6.) (8.71) (9.45) (1.38) 2,96 2,95 2,951 2,82 2,782 2,693 2,672 2,781 Jasa Dunia Usaha (.37) ,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,37 4,24 4,221 Jasa Sosial Masyarakat ,828 1,968 2,115 2,34 2,473 2,681 2,388 2,549 Lain-lain ,43 35,53 35,48 36,226 36,173 36,547 37,648 37, Bank Syariah Aset perbankan syariah mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset perbankan syariah pada triwulan IV 215 tercatat tumbuh 18,1% menjadi Rp6,98 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 215 yang tumbuh 15,49% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset baik pada kelompok bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan sedikit mengalami peningkatan menjadi 5,93% dari triwulan sebelumnya 5,74%. Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan IV 215 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan peningkatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK mengalami akselerasi 28,83% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 18,55% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK didorong oleh peningkatan kinerja Giro dan Deposito yang tumbuh masing-masing 57,57% (yoy) dan 31,58% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya masing-masing 22,23% (yoy) dan 11,68% (yoy). Sementara Tabungan menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari 23,74% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 19,34% (yoy) pada triwulan IV 215. Di sisi lain, pembiayaan mengalami perlambatan dari 16,73% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 1,56% (yoy) pada triwulan IV 215. Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan III 215, FDR mencapai 147,53% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 168,54%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 4,17% di triwulan III 215 menjadi 3,97% pada triwulan pelaporan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

66 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen Nominal (Rp Miliar) Aset ,586 5,58 5,619 5,96 6, 6,184 6,489 6,975 Bank Pemerintah ,52 1,51 1,13 1,149 1,11 1,132 1,235 1,624 Bank Swasta Nasional ,534 4,529 4,516 4,758 4,899 5,52 5,255 5,352 DPK ,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,411 3,853 a. Giro (12.64) b. Tabungan ,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,57 1,654 1,765 c. Deposito (8.6) (8.54) (8.63) ,26 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,335 1,49 Pembiayaan ,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,75 5,684 FDR (%) NPF Gross (%) Bank Perkreditan Rakyat Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) juga cenderung meningkat di periode pelaporan. Dari indikator aset, aset BPR di triwulan IV 215 tumbuh 21,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 19,82 (yoy). DPK tumbuh 37,91% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 41,86%% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 19,31% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 12,83% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) sedikit mengalami peningkatan. Pada periode pelaporan LDR BPR tercatat 13,43%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 129,74%. Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR Perbankan per Kabupaten/Kota Perbankan di Kabupaten Sinjai mencatat pertumbuhan aset tertinggi di triwulan IV 215. Namun demikian, perbankan di Kota Makassar dengan kepemilikan aset yang paling besar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Sulsel. Total aset perbankan di Makassar pada triwulan IV 215 mencapai Rp84,4 triliun atau porsinya 71,48% dari total aset perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil, ratarata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat 18,15% (yoy). Pertumbuhan aset 5 daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Sinjai (28,26%; yoy), Luwu Utara (27,77%; yoy), Soppeng (26,53%; yoy), Gowa (24,16%; yoy), dan Maros (22,5%; yoy). Kabupaten Sinjai merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan IV 215. Kredit di Kab. Sinjai tumbuh 27,37% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 24,26% (yoy). Daerah lain yang memiliki pertumbuhan kredit di atas 2% adalah Kabupaten Luwu Utara (26,79%; yoy), Soppeng (21,75%; yoy), dan Maros (21,27%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, keempat daerah ini hanya menyumbang 5,4% dari total kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,94 triliun atau 69,42% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan IV 215 ini kredit di Makassar tumbuh 15,27% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 11,84% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar. 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

67 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota ASET - Rp Juta gaset - % (YOY) Kabupaten/Kota Makassar 63,193,234 68,456,575 69,43,511 71,132,434 73,848,748 75,845,382 78,466,554 84,43, % 12.22% 9.35% 12.12% 16.86% 1.79% 13.6% 18.15% Pinrang 1,378,48 1,48,966 1,443,51 1,298,572 1,44,261 1,349,728 1,58,561 1,41, % 11.11% 9.53% 2.9% 1.9% -4.2% 4.51% 7.93% Gowa 1,333,884 1,469,332 1,457,978 1,371,424 1,456,946 1,62,648 1,735,899 1,72, % 13.2% 1.29% 11.77% 9.23% 9.7% 19.6% 24.16% Wajo 1,872,823 1,957,611 2,14,949 1,913,81 1,925,314 1,991,624 2,215,356 2,171, % 13.79% 7.44% 2.51% 2.8% 1.74% 9.95% 13.46% Bone 2,355,814 2,478,921 2,58,276 2,743,499 2,572,693 2,692,55 2,89,82 2,517, % 19.34% 13.62% 14.6% 9.21% 8.62% 8.9% -8.23% Tana Toraja 1,45,636 1,111,721 1,2,44 1,18,292 1,137,758 1,218,19 1,328,488 1,45, % 16.78% 14.17% 12.88% 8.81% 9.58% 1.7% 19.7% Maros 1,12,129 1,38,8 1,75,916 1,1,454 1,225,641 1,213,25 1,268,432 1,343, % 7.49% 8.37% 9.21% 21.1% 16.87% 17.89% 22.5% Luwu 243, , ,6 241, , , ,38 291, % 13.32% 11.14% 11.54% 14.4% 33.72% 58.62% 21.3% Sinjai 864, ,33 952,1 92,8 1,12,833 1,149,123 1,265,144 1,181,6 9.34% 13.78% 12.24% 7.97% 29.64% 23.39% 32.89% 28.26% Bulukumba 1,419,979 1,485,698 1,521,71 1,614,99 1,494,683 1,589,94 1,648,19 1,762, % 15.84% 15.5% 9.74% 5.26% 7.1% 8.3% 9.12% Bantaeng 519, , , ,995 58,437 66, , , % 16.32% 14.34% 1.31% 11.68% 9.38% 14.38% 19.25% Jeneponto 789, , ,38 863, , , ,742 1,21, % 11.33% 9.91% 11.81% 11.26% 13.4% 15.14% 18.28% Selayar 476, ,988 53, , , ,18 58,13 548, % 24.56% 16.2% 2.61% 13.55% 5.55% 9.41% 12.5% Takalar 1,32,922 1,81,355 1,123,347 1,124,58 1,159,579 1,23,935 1,338,75 1,31, % 15.47% 15.64% 11.12% 12.26% 13.83% 19.12% 16.58% Barru 631, , ,797 76,553 72,682 74, ,392 85, % 11.98% 13.25% 17.64% 14.14% 16.22% 26.14% 2.31% Sidrap 992,577 1,39,742 1,134,36 1,26,153 1,198,835 1,243,9 1,4,14 1,275, % 12.74% 16.49% 2.73% 2.78% 19.55% 23.43% 5.78% Pangkep 1,15, ,815 1,62,65 1,11,552 1,111,143 1,61,717 1,143,839 1,15, % 1.92% 1.81% -3.68% 9.4% 7.7% 7.64% 9.29% Soppeng 741, ,491 99,68 92, ,645 1,63,938 1,189,63 1,141, % 12.63% 13.29% 17.84% 27.41% 3.95% 3.8% 26.53% Enrekkang 759, , , , , ,65 1,112,177 1,8, % 18.6% 12.9% 15.12% 16.82% 12.77% 29.14% 15.7% Luwu Timur 771, ,28 877,836 76, , ,298 89, , % 4.6% 8.74% 7.81% 16.9% 26.9% 1.42% -5.18% Luwu Utara 1,1,22 1,15,183 1,199,81 1,274,398 1,283,859 1,424,624 1,512,535 1,628, % 17.57% 16.53% 18.85% 16.69% 23.86% 26.6% 27.77% Parepare 4,269,413 4,456,449 4,494,344 4,69,794 4,697,122 4,938,228 5,114,166 4,949, % 17.77% 12.2% 5.65% 1.2% 1.81% 13.79% 7.36% Palopo 3,88,86 3,284,835 3,384,97 3,442,64 3,58,27 3,58,883 3,696,556 3,516, % 15.19% 14.7% 1.93% 15.91% 9.1% 9.21% 2.14% Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota KREDIT - Rp Juta gkredit - % (YOY) Kabupaten/Kota Makassar 51,339,5 54,53,483 54,65,953 57,22,225 58,449,372 59,77,786 61,7,966 65,937, % 7.48% 6.4% 11.77% 13.85% 1.58% 11.84% 15.27% Pinrang 1,249,856 1,264,142 1,286,816 1,263,434 1,21,324 1,257,828 1,37,321 1,356, % 6.6% 4.75% 1.3% -3.16% -.5% 1.59% 7.38% Gowa 1,185,818 1,257,61 1,295,78 1,292,792 1,29,86 1,356,996 1,422,694 1,497, % 1.33% 9.96% 1.8% 8.79% 7.9% 9.79% 15.82% Wajo 1,654,611 1,77,624 1,74,34 1,79,338 1,71,673 1,758,469 1,761,154 1,724, % 8.52% 5.47% 3.9% 3.39% 2.98% 3.33%.9% Bone 1,995,211 2,19,433 2,42,789 2,74,673 2,126,68 2,25,792 2,258,128 2,83, % 1.71% 8.22% 7.5% 6.59% 9.23% 1.54%.41% Tana Toraja 865, ,25 94,52 911,839 93,61 928, ,726 1,, % 13.45% 9.41% 7.8% 4.43% 3.81% 5.% 9.7% Maros 987,885 1,9,614 1,41,948 1,62,776 1,82,675 1,137,342 1,215,2 1,288, % 8.27% 8.57% 9.36% 9.6% 12.65% 16.61% 21.27% Luwu 28, ,59 223, , , , ,663 27, % 9.% 12.32% 12.6% 12.7% 15.22% 18.13% 17.78% Sinjai 852, , ,476 9,419 1,36,999 1,66,222 1,97,84 1,146,97 8.1% 6.76% 5.44% 6.66% 21.58% 22.24% 24.26% 27.37% Bulukumba 1,1,47 1,142,943 1,146,98 1,166,858 1,172,11 1,222,741 1,291,757 1,361, % 6.67% 7.25% 7.93% 6.51% 6.98% 12.62% 16.69% Bantaeng 499, ,6 532, , ,17 582, , , % 16.4% 13.32% 11.71% 12.2% 11.83% 15.9% 19.22% Jeneponto 782, ,73 821,83 846, , , , , % 9.38% 9.54% 9.95% 9.91% 12.16% 12.76% 16.36% Selayar 258, , , , ,13 35, , ,54 1.8% 5.77% 6.39% 13.89% 12.68% 16.89% 16.8% 14.7% Takalar 1,15,635 1,52,448 1,75,47 1,1,46 1,114,386 1,148,274 1,23,61 1,283, % 14.49% 13.85% 1.91% 9.72% 9.11% 11.91% 16.65% Barru 593,92 611, , , , ,217 73, , % 11.61% 9.78% 11.5% 1.7% 1.6% 11.19% 14.5% Sidrap 98,989 1,9,458 1,51,57 1,14,85 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148, % 12.96% 13.5% 15.12% 15.73% 18.71% 18.78% 3.93% Pangkep 874,35 889, , , , ,688 1,1,11 1,14, % 1.63% 13.36% 12.2% 1.84% 1.55% 4.4% 4.24% Soppeng 634,87 647,342 66,62 678,512 77, ,96 775, ,1 4.88% 4.22% 4.79% 8.11% 11.51% 14.2% 17.5% 21.75% Enrekkang 576,73 593,161 61,27 625, , , ,58 721, % 14.27% 12.74% 1.24% 9.73% 9.17% 1.6% 15.41% Luwu Timur 424, , ,52 494,431 52,79 551, , , % 11.57% 13.62% 17.57% 22.52% 24.35% 21.35% 17.67% Luwu Utara 1,88,647 1,121,187 1,17,893 1,26,9 1,239,634 1,36,437 1,456,4 1,529, % 17.44% 15.65% 16.75% 13.87% 21.34% 24.38% 26.79% Parepare 4,44,773 4,196,144 4,244,9 4,318,282 4,42,933 4,556,238 4,695,131 4,67, % 17.84% 11.81% 6.81% 9.3% 8.58% 1.63% 6.71% Palopo 2,659,891 2,755,36 2,821,428 2,92,36 2,978,33 2,967,569 3,81,776 2,898, % 11.42% 1.94% 1.3% 11.97% 7.7% 9.23% -.73% Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan IV 215. Kabupaten Luwu mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 83,79% (yoy) diikuti oleh Sinjai (7,36%; yoy), Soppeng (38,9%; yoy), Maros (36,24%; yoy), dan Jeneponto (29,69%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota Makassar tumbuh 19,39% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,19% (yoy). Total DPK di Kota Makassar mencapai Rp52,97 triliun atau 67,5% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,47 triliun. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,53%) dan Palopo (3,51%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking. Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota DPK - Rp Juta gdpk - % (YOY) Kabupaten/Kota Makassar 38,444,57 4,22,526 42,418,354 44,363,23 42,932,358 43,96,451 45,891,183 52,965, % 13.44% 11.27% 8.1% 11.67% 9.21% 8.19% 19.39% Pinrang 76,396 81,186 87, , , ,61 942,38 1,7, % 12.7% 17.47% 6.47% 6.76% 6.42% 8.28% 15.89% Gowa 1,53,497 1,184,727 1,29,472 1,172,86 1,177,269 1,297,74 1,372,836 1,59, % 14.6% 19.5% 2.97% 11.75% 9.54% 13.51% 28.77% Wajo 1,624,26 1,713,45 1,767,127 1,739,434 1,747,744 1,879,97 2,66,62 2,33, % 19.59% 1.47% 8.8% 7.61% 9.74% 16.92% 16.88% Bone 1,982,879 2,61,53 2,165,411 2,183,934 2,152,597 2,282,34 2,357,929 2,111, % 17.37% 1.73% 12.37% 8.56% 1.7% 8.89% -3.32% Tana Toraja 977,27 1,19,27 859,224 1,36,69 1,75,74 1,146,823 1,213,516 1,259, % 14.77% -9.26% 12.88% 1.8% 12.51% 41.23% 21.54% Maros 724,848 77, 764, ,98 1,83,324 1,3,166 1,68, , % 16.32% 8.77% 11.8% 49.46% 3.28% 39.76% 36.24% Luwu 26,96 238, ,81 125, , , , , % 16.7% 14.38% 43.39% 17.4% 36.2% 13.28% 83.79% Sinjai 429, ,31 492,96 57, , ,535 1,41, , % % 16.75% 8.61% 52.81% 16.7% % 7.36% Bulukumba 1,165,322 1,26,349 1,298,81 1,258,31 1,355,98 1,379,75 1,399,517 1,386,44 2.4% 21.66% 13.52% 1.57% 16.35% 9.47% 7.75% 1.21% Bantaeng 338,46 393, ,8 355,712 49, , 55, ,76.3% 11.4% 1.57% 14.38% 21.18% 9.57% 35.2% 18.57% Jeneponto 395,43 486,577 58, ,258 54,163 64,97 67,17 537, % 3.22% 37.32% 23.87% 27.62% 24.15% 31.77% 29.69% Selayar 444, , , , , ,31 53, , % 25.38% 16.81% 16.75% 11.32% 5.82% 9.48% 6.74% Takalar 341, ,26 376, , , ,499 44, , % 15.69% 13.34%.4% 13.29% 11.87% 16.91% 55.59% Barru 57,16 589,48 636,242 61,846 67,79 696,718 81, , % 17.97% 15.18% 15.51% 17.64% 18.21% 27.42% 24.83% Sidrap 698, , , , , ,559 1,113, , % 22.98% 17.96% 26.6% 31.44% 2.15% 35.16% 16.2% Pangkep 746, , ,34 843,764 1,1, ,21 1,9,42 93, % -.3% -1.1% -4.5% 34.25% 32.1% 36.72% 1.3% Soppeng 685,88 756, , ,967 89,97 1,4,41 1,17,31 1,41, % 14.91% 13.72% 18.39% 29.89% 32.81% 33.69% 38.9% Enrekkang 685,666 88,593 81,73 761,391 84, ,73 1,48, , % 28.33% 19.5% 2.48% 22.56% 3.36% 3.85% 21.1% Luwu Timur 737,25 753,966 82, , ,22 954, , ,57 1.2% 5.43% 5.28% -1.29% 16.4% 26.56% 4.67% % Luwu Utara 81, ,464 99, ,436 1,17,692 1,16,131 1,162,34 1,179, % 31.46% 29.35% 28.66% 26.96% 3.87% 27.74% 28.46% Parepare 2,222,365 2,4,925 2,534,938 2,579,445 2,613,764 2,813,141 2,99,4 2,766, % 2.9% 18.14% 9.36% 17.61% 17.17% 14.76% 7.25% Palopo 2,127,461 2,33,426 2,451,413 2,473,589 2,582,6 2,597,787 2,68,471 2,755, % 24.44% 21.44% 13.% 21.37% 12.78% 9.34% 11.38% Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

68 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 1%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 1%. Terdapat 13 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 1% yaitu Makassar, Pinrang, Maros, Luwu, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Pangkep, Luwu Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 1%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi 12 Daerah Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota NPL - % LDR - % Kabupaten/Kota Makassar 3.31% 3.81% 3.79% 3.38% 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% % % % % % % 133.8% 124% Pinrang 2.24% 2.3% 2.9% 1.33% 1.79% 1.49% 1.2%.86% % % % % 149.9% % % 135% Gowa 2.46% 2.53% 2.86% 2.8% 3.54% 2.89% 1.78%.84% % 16.15% 17.14% 11.3% 19.58% 14.57% 13.63% 99% Wajo 2.6% 2.45% 4.2% 3.77% 4.35% 5.63% 5.8% 2.32% 11.87% 99.68% 96.45% 98.27% 97.88% 93.54% 85.24% 85% Bone 3.93% 3.89% 3.94% 2.66% 3.6% 3.12% 3.14% 3.79% 1.62% 97.96% 94.34% 95.% 98.8% 96.66% 95.77% 99% Tana Toraja.69% 1.2%.95%.62%.93% 1.6%.73%.48% 88.54% 87.73% 15.27% 87.96% 84.% 8.94% 78.26% 79% Maros.73% 1.4% 1.1%.78%.81%.7%.56%.46% % % % % 99.94% % 113.7% 129% Luwu.56%.55%.6%.42%.22%.26%.3%.33% 11.14% 9.3% 1.18% % 97.39% 76.49% 14.47% 117% Sinjai 2.5% 2.46% 2.21% 1.65% 2.17% 2.8% 1.72% 1.16% % % % 157.7% 158.9% % 15.4% 118% Bulukumba 2.67% 2.89% 3.18% 2.% 1.96% 2.15% 2.7% 1.61% 94.43% 9.68% 88.31% 92.75% 86.44% 88.62% 92.3% 98% Bantaeng 1.19% 1.7% 1.21%.92% 1.26%.94%.7%.57% % % % % % % 122.3% 154% Jeneponto 3.38% 3.27% 2.95% 2.19% 2.7% 2.37% 1.64% 1.32% 198.5% % % 24.41% 17.56% % % 183% Selayar.39%.47%.71%.51%.53%.39%.26%.17% 58.6% 53.98% 56.35% 65.53% 58.77% 59.62% 59.75% 7% Takalar 2.65% 2.61% 2.19% 2.44% 3.42% 2.99% 2.22% 1.3% % % % 25.62% % % % 188% Barru 2.32% 2.4% 1.97% 1.45% 1.41% 1.32%.96%.61% 14.17% 13.73% 99.49% 18.% 98.3% 97.6% 86.81% 99% Sidrap 2.4% 2.1% 2.7% 1.64% 1.84% 2.13% 2.22%.76% 14.5% 13.9% % % % % % 121% Pangkep 2.27% 2.8% 1.73% 1.44% 1.67% 1.5% 1.23%.86% % % 131.5% % 96.74% 13.96% 1.7% 19% Soppeng 1.2% 1.5% 1.2%.74%.86% 1.%.71%.51% 92.56% 85.6% 79.69% 9.47% 79.46% 73.49% 7.4% 79% Enrekkang.83% 1.16% 1.2%.74% 1.1% 1.25% 1.12%.72% 84.11% 73.36% 76.17% 82.13% 75.31% 77.49% 64.7% 78% Luwu Timur 1.97% 1.83% 1.66% 1.64% 1.58% 1.8% 1.9%.91% 57.59% 58.87% 58.2% 74.16% 6.81% 57.84% 67.27% 99% Luwu Utara 1.21% 1.35% 1.23%.85% 1.19% 1.%.89%.68% % % % % % % % 13% Parepare 4.76% 5.2% 5.65% 5.24% 4.64% 4.3% 4.1% 2.64% 182.% % % % % % 161.4% 167% Palopo 4.13% 4.64% 4.57% 3.96% 4.6% 3.1% 3.1% 1.7% 125.3% % 115.9% 118.6% % % % 15% Pada triwulan IV 215, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi pada triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp21,8 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan (49,7%). Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat 1,65%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.5). Kredit korporasi tercatat tumbuh 16,81% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III ,26% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut, disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor yaitu Industri Pengolahan (13,35%; yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan Jasa Sosial Masyarakat (73,25%; yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total kredit korporasi telah mengalami percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 215 menjadi 75,1% (yoy) di periode pelaporan. Sedangkan, tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor Pertambangan (-22,18%; yoy), Pengangkutan (-2,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,4%; yoy). Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi 12 Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya. 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

69 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,29%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 7,81% (Grafik 4.7). Peningkatan kualitas kredit disebabkan oleh menurunnya kredit bermasalah di sektor industri pengolahan. NPL di sektor ini menurun dari 36,29% di triwulan III 215 menjadi 3,32% di periode pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor pertambangan dan konstruksi juga mengalami penurunan dari 2,3% dan 6,26% pada triwulan III 215 menjadi 7,4% dan 5,25% pada triwulan pelaporan. Penurunan rasio NPL di sektor perdagangan (3,36%) yang merupakan sektor dengan pangsa kredit korporasi terbesar, turut memberi andil dalam menahan tekanan kredit bermasalah di kelompok kredit korporasi. Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan IV 215. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp9,12 triliun atau tumbuh 65,79% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 24,12% (yoy). Percepatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh percepatan pertumbuhan Giro. Komponen Giro mengalami peningkatan pertumbuhan dari 44,78% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 82,19% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Tabungan dan Deposito juga mengalami peningkatan dari semula -15,63% (yoy) dan 1,76% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 56,77% (yoy) dan 33,58% (yoy) di triwulan laporan. Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga yang pada triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp37,78 triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa paling tinggi mencapai 75%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit rumah tangga lainnya, termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya (Grafik 4.11). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

70 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan IV 215, kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,95% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya tumbuh 6,34% (yoy). Perlambatan terjadi di jenis Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Multiguna. Penurunan KPR disebabkan oleh penurunan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21, rumah tipe di atas 7, dan kredit rumah apartemen tipe 21. Sementara Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masih menunjukkan pertumbuhan negatif di periode pelaporan. Di sisi lain, kredit rumah tangga lainnya mengalami pertumbuhan dari -32,56% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 4.12). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL semakin membaik yaitu tercatat menurun dari 2,9% menjadi 1,8% pada triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan IV 215 (Grafik 4.13). Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.1. NPL Kredit Rumah Tangga Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 11,84% (yoy) pada triwulan IV 215, relatif stabil dibandingkan triwulan III 215 yang tumbuh 11,83% (yoy). Dilihat perkomponennya, pertumbuhan DPK rumah tangga terutama didorong oleh pertumbuhan komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito tumbuh melambat. Tabungan rumah tangga tumbuh 12,16% (yoy) pada triwulan IV 215, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,12% (yoy). Sementara komponen giro dan deposito mengalami perlambatan masing-masing dari 1,13% (yoy) dan 18,4% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 3,84% (yoy) dan 12,48% (yoy) pada triwulan laporan. Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (65,66%) diikuti oleh deposito (29,65%) dan giro (4,69%). Hal ini berarti sebagian besar sumber pendanaan perbankan didominasi oleh dana jangka pendek. 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

71 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Grafik Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik Komposisi DPK Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada Desember 215, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan IV 215 masih digunakan untuk konsumsi (62,8%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya 63,%. Sementara itu, porsi untuk tabungan relatif stabil di kisaran 21,59%. Di sisi lain, porsi pengeluaran rumah tangga untuk pembayaran cicilan utang/kredit mengalami peningkatan dari 15,11% di triwulan III 215 menjadi 16,33% pada periode pelaporan. Grafik Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw III Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan IV 215 mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM di triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp3,64 triliun, tumbuh 1,72% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya 6,47% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,26%. Dari nilai tersebut, sekitar 66,27% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.1). Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,%) pada triwulan IV 215 sebesar 4,26%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 5,41% (Grafik 4.17). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, dan jasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman. Grafik Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

72 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat 157,7%. Rasio yang lebih besar dari 1% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada. Grafik Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel 4.4. Potensi Pengembangan Kredit Potensi akselerasi pertumbuhan kredit di Sulsel secara umum masih cukup terbuka. Hal ini diindikasikan dari rasio kredit terhadap PDRB Sulsel tahun 215 yang baru mencapai 29,63%. Rasio tersebut lebih rendah daripada Nasional yang tercatat 34,61%. Disisi lain, risiko kredit di Sulsel secara umum masih cukup terkendali, terlihat dari rasio NPL yang masih terjaga dibawah treshold. Secara sektoral, potensi penyaluran kredit ke sektor pertanian dan beberapa sektor lainnnya seperti; sektor konstruksi, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor jasa dunia usaha dan sektor jasa sosial masyarakat masih cukup terbuka lebar, sebagaimana tercermin dari rasio kredit terhadap PDRB yang masih relatif rendah dan rasio NPL yang relatif masih dalam batas aman. Tabel 4.1. Perkembangan NPL dan Rasio Kredit Terhadap PDRB Keterangan NPL Kredit / PDRB Pertanian 1.21% 5.57% 1.47% 2.4% 2.2% 2.8% Pertambangan 11.36% 9.4% 12.6% 3.4% 2.1% 1.7% Industri pengolahan 4.6% 6.62% 7.6% 12.2% 13.2% 17.9% Listrik,Gas dan Air.11% 6.68% 5.13% 296.8% 368.2% 478.5% Konstruksi 3.96% 5.72% 5.2% 13.4% 14.4% 15.% Perdagangan 4.24% 3.45% 3.83% 67.2% 67.5% 66.2% Pengangkutan.91% 2.74% 2.38% 1.7% 9.1% 8.2% Jasa Dunia Usaha 6.1% 6.84% 4.58% 23.9% 17.8% 17.1% Jasa Sosial Masyarakat 3.41% 3.13% 2.3% 5.1% 5.4% 5.4% Lain-lain * 1.57% 1.76% 1.9% TOTAL SULAWESI SELATAN 3.13% 3.33% 3.4% 31.1% 29.69% 29.63% TOTAL NASIONAL 1.77% 2.17% 2.51% 34.8% 34.32% 34.61% *) Penyaluran kredit konsumsi 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

73 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran melambat pada triwulan IV 215, mengikuti siklus perekonomian Sulsel. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) masih menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Namun transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) justru mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp5 juta dan disisi diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara di sisi layanan uang tunai terjadi net inflow sebesar Rp,59 triliun yang mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, seiring dengan penurunan aktivitas ekonomi Sulsel di triwulan IV. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

74 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi non-tunai melalui sarana kliring mengalami peningkatan pada triwulan IV 215 (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 314 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp13,95 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 24,6% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 16,9% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan nominal rata-rata perputaran harian transaksi kliring dari 18,9% (yoy) menjadi 22,6% (yoy) di angka Rp,22 triliun. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit peningkatan pada triwulan IV 215 menjadi 2,5% dari triwulan sebelumnya 2,24% Perkembangan Transaksi RTGS 13 Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Pada triwulan III 215, transaksi non tunai melalui sistem RTGS masih tumbuh negatif dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan III 215 sebesar Rp63,19 triliun tumbuh - 13,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya tercatat -1,8% (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp4,38 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp19,34 triliun, serta dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp3,48 triliun. Pada triwulan III 215, aliran dana masuk (RTGS-To) mengalami percepatan sementara aliran dana keluar (RTGS-From) dan aliran dana antar wilayah (RTGS-From/To) mengalami perlambatan pertumbuhan. Transaksi RTGS-To tercatat tumbuh 3,5% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat -2,95% (yoy). Sementara transaksi RTGS-From dan RTGS-From/To tercatat mengalami perlambatan, secara berurut dari 24,93% (yoy) dan -55%,27% (yoy) di triwulan III 215 menjadi -16,92% (yoy) dan -69,29% (yoy) pada triwulan II 215. Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) 13 Sejak implementasi RTGS Gen II (16 November 216), data regional RTGS hanya bisa dipilah untuk data from per propinsi. Data To dan data From-To tidak dapat lagi disediakan. 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

75 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow 5.2. Pengelolaan Uang Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan IV 215 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp3,79 triliun menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,82 triliun atau secara triwulanan menurun hingga -21,27% (Grafik 5.6). Meskipun demikian, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia juga mengalami penurunan dari Rp4,93 triliun pada triwulan III 215 menjadi Rp3,2 triliun pada triwulan laporan, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp,59 triliun (Grafik 5.5). Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia mambuka kantor layanan kas titipan di Kota Parepare. Dengan adanya kas titipan tersebut, diharapkan kebutuhan uang kartal di wilayah Kota Parepare dan sekitarnya dapat terpenuhi (Lihat Boks 5). 7 Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy 1 7 Rp Triliun Inflow ginflow - Skala Kanan %, yoy (2) 1 (1) (4) (3) Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow (.5) (1.) Rp Triliun Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Dalam rangka persiapan menjelang pembangunan gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

76 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Provinsi Sulawesi Selatan, sejak tanggal 28 April 215, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 9. s.d. 13. WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bantaeng. Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan IV 215, telah dilakukan sebanyak 13 (tiga belas) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku sebanyak 4 (empat) kali, Sulawesi Tenggara sebanyak 3 (tiga) kali, Nusa Tenggara Timur sebanyak 2 (dua) kali, Sulawesi Barat sebanyak 2 (dua) kali, Sulawesi Utara dan Papua masing-masing 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp,79 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp,72 triliun (Grafik 5.7) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 435 lembar pada triwulan IV 215. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp5. (6%), diikuti Rp1. (34%) dan pecahan lainnya sebesar 6% (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Rp Triliun Nominal UTLE gutle - Skala Kanan %, yoy 2, 1,5 1, TEMUAN UANG PALSU Y.O.Y. 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% (5) 1 % -1% Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu 6% 34% Pecahan 1. Pecahan 5. 6% Pecahan Lainnya Grafik 5.1. Temuan Uang Palsu Per Nominal 7 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

77 Kepulauan Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare Pare Palopo Sulsel BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Boks 5 Pembukaan Layanan Kas Titipan Parepare Sesuai dengan Undang-undang No. 23 pasal 2 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 24, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah. Terkait dengan kewenangan tersebut Bank Indonesia mempunyai kewajiban untuk senantiasa menyediakan uang kartal dalam jumlah yang cukup, dalam pecahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, pada waktu yang tepat, dan dalam kondisi yang layak edar. Guna mewujudkan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan telah berencana untuk membuka pelayanan Kas Titipan di Kota Parepare, bekerjasama dengan PT Bank Sulselbar. Rencana pembukaan Kas Titipan diawali dengan melakukan kajian dan survei, guna memetakan kondisi dan karakteristik wilayah. Kondisi yang diamati antara lain transportasi, komunikasi, dan kelayakan sarana perbankan daerah setempat yang dapat mendukung diselenggarakannya Layanan Kas Titipan. Selain itu, Bank Indonesia mengamati data sekunder seperti data perbankan, pertumbuhan dan perekonomian daerah, kondisi geografis dan demografis, serta informasi terkait lainnya %yoy 8.63 %yoy Gambar 5.A.1. Pertumbuhan PDRB Parepare dan Sulsel Gambar 5.A.1. Komposisi PDRB Parepare 214 Gambar 5.A.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Sulsel 214 Sumber: BPS Pare Pare 1.16 Sulsel Gambar 5.A.1. Kontribusi Parepare terhadap PDRB Sulsel Dari hasil kajian, kota Parepare merupakan 1 daerah dengan pertumbuhan ekonomi terbesar pada periode di Sulawesi Selatan. Bahkan pada 211 dan 213, pertumbuhan ekonomi Kota Parepare lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulsel. Pertumbuhan ekonomi Kota Parepare yang relatif cukup pesat terutama ditopang dari sektor jasa, kontruksi dan perdagangan. Dengan kondisi ekonomi yang sangat dinamis, tidak mengherankan jika tingkat kebutuhan uang kartal yang layak edar sebagai alat pembayaran di kota ini terus menunjukkan peningkatan. Sementara dari sisi jarak tempuh untuk dijangkau dengan kegiatan kas keliling dari Kota Makassar lumayan jauh, sehingga inisiasi untuk membuka Kas Titipan di Kota Parepare menjadi pilihan yang tepat. Selain itu, kota Parepare merupakan salah satu pusat pertumbuhan (growth pole) di Sulsel, selain kota Makassar. Kota Parepare merupakan kutub pertumbuhan ekonomi untuk zona Parepare, yang antara lain mencakup wilayah Kabupaten Sidrap, Pinrang, Enrekang, dan Barru, dengan pangsa mencapai 1,9% terhadap perekonomian Sulsel. Infrastruktur perhubungan di kota Parepare relatif lengkap dan baik, yang diantaranya ditunjang oleh Pelabuhan Ajattapareng, Pelabuhan KH Ambo Dalle, dan Pelabuhan Rakyat Lontangnge. Dengan adanya Kas Titipan di Paparepare, kedepan diharapkan pemenuhan kebutuhan uang tunai akan dapat lebih cepat terpenuhi, sehingga perputaran arus kas di Kota Parepare dan beberapa wilayah Kabupaten di sekitarnya menjadi lancar. 22.% 13.3% 11.2% Palopo Pare Pare Makassar Toraja Utara Luwu Timur Luwu Utara Tana Toraja Luwu Enrekang Pinrang Sidrap Wajo Soppeng Bone Barru Pangkep Maros Sinjai Gowa Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Kepulauan Selayar 6.6% 9.2% % % % Pertanian Konstruksi Perdagangan Akomodasi, Makan dan Minum Real Estate Adm. Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Lain-lain Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

78 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Gambar 5.A.1. Walikota Parepare, Taufan Pawe (kiri) dan Kepala Perwakilan BI Sulsel, M. Dadi Aryadi (kanan) dalam penandatanganan perjanjian kerjasama kas titipan Gambar 5.A.1. Foto Bersama Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Kas Titipan di Bank Sulselbar Cabang Parepare 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

79 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus 215) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 214 (5,1%). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan IV 215 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan IV 214. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 215 meningkat dibanding September 214 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (1,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

80 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus 215) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 214. Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 188,77 ribu orang per Agustus 214 menjadi 22,64 ribu orang per Agustus 215. Persentase pengangguran kelihatan lebih tinggi, karena juga terjadi penurunan jumlah angkatan kerja sebanyak orang atau turun -,26% dibandingkan periode yang sama di tahun 214. Tabel6.1. PendudukUsia 15 TahunKeAtasMenurutKegiatanUtama KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus Angkatan Kerja 3,715,81 3,76,128 a. Bekerja 3,527,36 3,485,492 b. Pengangguran 188,765 22,636 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.% 6.9% Tingkat Pengangguran Terbuka 5.1% 5.95% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Agustus 215, sektor pertanian menyerap 41,73% dari total tenaga kerja atau 1,45 juta orang. Angka ini turun -1,36% dibandingkan periode yang sama 214. Selain sektor pertanian, penurunan jumlah tenaga kerja juga terjadi di sektor Jasa dari 73,9 ribu pada Agustus 214 menjadi 616,3 ribu di Agustus 215. Di sisi lain, tenaga kerja di sektor Industri, Perdagangan, dan lainnya mengalami peningkatan masing-masing sebesar 14,1% (yoy), 2,17% (yoy) dan 4,85% (yoy). KEGIATAN UTAMA Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 214 Agustus 215 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,474, % -3.14% 1,454, % -1.36% Industri 22,3 5.73% -2.81% 23, % 14.1% Perdagangan 673, % -1.38% 688, % 2.17% Jasa 73, % % 616, % % Lainnya 472, % -1.89% 495, % 4.85% Total 3,527,36 1.% -6.68% 3,485,492 1.% 1.19% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 62,% pada Agustus 214 menjadi 6,9% pada Agustus 215. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 215 mencapai 3,7 juta orang, lebih rendah dari periode yang sama di tahun 214 sejumlah 3,72 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor jasa. Kondisi demikian, dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja yang menunjukkan hasil serupa. Rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar -29,24% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya (26,24%). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya sebesar -32,25% (yoy). Indeks Ketersediaan lapangan kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan Indeks Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

81 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.2. Penduduk Miskin 14 Berdasarkan data September 215, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel hingga September 215 menjadi 864 ribu orang atau 1,12% dari total penduduk, meningkat dibanding periode yang sama.di tahun 214. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami peningkatan dari 86 ribu orang di September 214 menjadi 864 ribu orang di September 215, atau naik 7,21% (yoy). Persentase tersebut naik seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan 1,8% (yoy) menjadi 157 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami peningkatan 8,5% (yoy), menjadi 77 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,82% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya 18,18% disumbang oleh penduduk kota. ribu orang 1 1.3% 9 1.3% % 9.8% % % 1.3% % 9.39% 1.12% Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep % 1.2% 1.% 9.8% 9.6% 9.4% 9.2% 9.% 8.8% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Sulut Sulteng Sulsel SultraGorontaloSulbar Maluku Malut Irjabar Papua Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 215 Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang cukup tinggi pada periode Juni sd. September 215 di atas 8,% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga di seluruh kelompok barang dan jasa, yang akibatnya menurunkan daya beli masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah. Peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehinggag mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2../bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun 214. %yoy %yoy Kemiskinan Inflasi Andil_Beras - Skala Kanan Mar Sept Mar R 2 Kemiskinan - Andil Beras: 7,5% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sept 214 Mar 215 Sept Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras mencapai 7,5%. Korelasi positif tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga beras, maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan di Sulsel. Hal demikian mengkonfirmasi korelasi kemiskinan dengan inflasi secara total. Inflasi yang semakin meningkat akan menurunkan daya beli, sehingga berdampak menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi perlu ditingkatkan, agar kedepan tingkat kemiskinan masyarakat Sulsel dapat ditekan menurun. Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras 14 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

82 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Kota 235,488 24, , , , % 8.29% 4.64% 9.94% 11.25% 7.24% 5.88% 3.72% 8.61% 8.36% Desa 27,23 211, ,19 24, , % 9.94% 5.84% 13.68% 16.16% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (1,12%) setelah Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% yang terdapat di Provinsi Papua. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di KawasanTimur Indonesia Sep-14 Mar-15 Sep-15 Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Irjabar Papua Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 214, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,1%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48% di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan kemiskinan. Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan Sumber: BPS, diolah 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

83 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.3. Rasio Gini 15 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan menurun di 215. Nilai gini ratio Sulsel tahun 215 sebesar,42 menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai,45. Namun secara tren dari 212, angka ini cenderung mengalami peningkatan. Pada 212, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni,41. Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (,44). Sulsel, Gorontalo, dan Papua tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (,28) terjadi di Provinsi Maluku Utara Nilai Tukar Petani 16 Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio Provinsi Gorontalo Papua Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Papua Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Maluku Sulawesi Barat Maluku Utara Indonesia Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif baik, tercermin dari stabilnya Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 215 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP pada triwulan IV 215 (16,39) stabil dibandingkan triwulan III 215 (16,43). NTP relatif stabil dengan kenaikan yang pararel antara indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun indeks harga keperluan produksi pertanian (Grafik 6.5). NTP tetap tumbuh meningkat 2,13% (yoy) pada triwulan IV 215. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga produksi pertanian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian. Lebih lanjut, rata-rata indeks yang dibayar petani tumbuh 5,81% (yoy). Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena jenis barang/jasa dalam keranjang inflasi merupakan komponen dalam indeks yang dibayar petani (subkelompok konsumsi rumah tangga) Indeks Nilai Tukar Petani gindeks - Skala Kanan I II III IV %, yoy Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Indeks Indeks yang Dibayar Petani gindeks - Skala Kanan I II III IV %, yoy Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Peningkatan harga komoditas dalam inflasi tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena petani juga merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Pada periode tahun negatif dari korelasi tersebut mencapai -,38 dan periode tahun 212 hingga 215 mencapai -,69. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 29 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang 15 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 16 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

84 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN merah) dan Juni 21 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 213 dan November 214, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar. 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% yoy r = -,38 r = -, Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan IV 215 menduduki peringkat ke-3 terbesar dibanding provinsi lainnya, di bawah Jawa Barat dan Banten. Posisi ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan keempat secara Nasional. Posisi rata-rata nilai NTP Sulsel (14,72) mengalami penurunan -,64% (yoy) di tahun 214 (15,39). Penurunan NTP tersebut didorong oleh peningkatan Indeks yang Dibayar Petani 4,26% (yoy) dari 117,34 pada triwulan IV 214 menjadi 122,34 pada triwulan IV 215, meskipun Indeks yang Diterima Petani juga meningkat 6,48% (yoy) dari 122,24 pada triwulan III 215 menjadi 13,16 pada triwulan IV 215. Inflasi Nilai Tukar Petani Tabel6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia Sumber: BPS, diolah Provinsi Tw1 215-Tw2 215-Tw3 215-Tw4 Jawa Barat Banten Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat Jawa Timur Bali Gorontalo Lampung Kepulauan Bangka Belitung Nusa Tenggara Timur DI Yogyakarta Maluku Utara Maluku Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Papua Barat Sumatera Utara Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Kepulauan Riau DKI Jakarta Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Aceh Sumatera Barat Sulawesi Utara Papua Kalimantan Barat Sumatera Selatan Jambi Riau Bengkulu Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

85 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan I 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,9% (yoy). Sementara untuk keseluruhan 216 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy), membaik dibandingkan 215. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 216 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang terutama oleh konsumsi dan investasi, serta perbaikan ekspor. Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor primer dan tersier. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan hormonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga triwulan I 216 dan sampai dengan akhir 216 diperkirakan melemah, sebagai implikasi lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 216 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

86 213 Q1 213 Q2 213 Q3 213 Q4 214 Q1 214 Q2 214 Q3 214 Q4 215 Q1 215 Q2 215 Q3 215 Q4 216 Q1 216 Q2 216 Q3 216 Q4 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan I 216 diperkirakan tetap tumbuh kuat, yang diperkirakan masih ditopang oleh konsumsi dan investasi serta perbaikan aktivitas ekspor. Perekonomian Sulsel pada triwulan I 216 diperkirakan tetap tumbuh kuat dalam kisaran 6,9% - 7,9% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih cukup kuat dan relatif stabil, sebagaimana tercermin dari optimisme konsumen (hasil survei BPS dan BI), dengan indeks keyakinan konsumen stabil di atas angka 1. Investasi diperkirakan tetap berjalan, meskipun di awal tahun cenderung melambat. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, disertai risiko permintaan negara mitra dagang yang masih lemah, dengan disinsentif harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan I 216 diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, penyediaan akomodasi, real estate, dan jasa-jasa. Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 216 diperkirakan tumbuh sedikit membaik dibandingkan pertumbuhan 215 (7,15%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada 216, diperkirakan mengalami perbaikan, dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik, pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan hormonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. 1 %, yoy : 7,63% 214: 7,57% 215: 7,15% 216: 7,5% - 8,5% Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 216 yang berkisar 6,9%-7,9% (yoy) masih akan ditopang oleh permintaan domestik. Permintaan domestik yang masih tumbuh meningkat terutama konsumsi rumah tangga dan pemerintah, dengan perkiraan masing-masing akan tumbuh pada kisaran 4,9%-5,9% dan 9,1%-1,1%. Sementara itu, kegiatan investasi diperkirakan tetap baik, dengan berlanjutnya proyek infrastruktur multiyears dan percepatan pelaksanaan lelang proyek. Sedangkan, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan masih rendah, di tengah pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang dan harga komoditas yang trennya terus turun. Konsumsi pada triwulan I 216 diperkirakan tetap kuat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 14,4, terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 14,9, sedangkan indeks keyakinan konsumen berada pada level 13,42. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan cenderung masih lemah di awal tahun dikarenakan masih dalam masa konsolidasi anggaran. Dana desa juga belum dapat disalurkan secara optimal di triwulan ini, dan diperkirakan baru akan banyak terealisasi mulai triwulan II Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.7/215 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 4% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 4% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 2% (dua puluh per seratus). 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

87 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN Ip Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen BI Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia 1% 6% 9% 89,8% 9,1% 91,4% 88,6% 8% 5% 7% 4% 6% 5% 52,1% 49,6% 52,8% 47,23% 3% 4% 3% 3,9% 29,5% 32,4% 24,37% 2% 2% 1% 1,8% 1,% 11,7% 9,64% 1,52% 1% % IP % p : perkiraan realisasi triwulan I (data historis) Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah Komponen investasi Sulsel pada triwulan I 216 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai dengan keseluruhan 216. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 216 antara lain: 1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung , yang membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 1 %, antara lain jalan menuju proyek, dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai. 2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road Dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk pengerjaan tahap pertama. 3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung , pada tahun 216 membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 1 Km dan pembebasan lahan tahap I sepanjang 3 Km telah selesai 9%. 4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang berlangsung membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah dilakukan pada Maret Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa mobilisasi, tenaga, alat, material on site. 6. Bendungan Karalloe yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp5 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp8 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp4 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 9. Bendung Baliase yang berlangsung , membutuhkan biaya Rp2 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap negosiasi dengan masyarakat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

88 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 1. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 216, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 216, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi sekarang, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus Sebagai indikator dampak positif dari kebijakan ini, volume ekspor Sulsel 215 mengalami peningkatan 36,2% (yoy) atau sebesar 274,96 ribu ton untuk produk pertanian. Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Okt-15 Jan p 216p p 216p Amerika Serikat 2,4 2,6 2,8 2,4 2,5 2,6 Kawasan Eropa,9 1,5 1,6,9 1,5 1,7 Kawasan Asia 6,8 6,5 6,4 6,8 6,6 6,3 Tiongkok 7,3 6,8 6,3 7,3 6,9 6,3 Jepang,1,6 1,,,6 1, Kawasan ASEAN* 4,6 4,6 4,9 4,6 4,7 4,8 Output Dunia 3,4 3,1 3,6 3,4 2,6 3,4 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Sementara itu, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik meski masih pada tingkat yang rendah. Tren perbaikan harga internasional tersebut diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun , yang secara langsung diharapkan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik di akhir 216, atau akan tumbuh 6,12% (yoy), dimana pada akhir 215 harga nikel berada pada kisaran 1. USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat 8.57,29 USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel, dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya output China, sehingga berkontribusi terhadap penurunan harga nikel. Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat 18 Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina, Inggris, Taiwan, Tiongkok, Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer. 19 Commodity Market Outlook, Januari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

89 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggiseiring masuknya musim panen di Sulsel, serta membaiknya fasilitas infrastruktur dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau 2 dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antar pulau yang saat ini menggunakan truk 21 dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi pangan daerah lain yang relatif menurun, akan dipasok oleh Sulsel. Dalam hal ini Sulsel telah mencatat pengiriman beras kepada 22 provinsi lainnya melalui mekanisme move Bulog dan memasok bahan pangan lainnya (makanan jadi, hortikultura, dll) untuk kawasan timur Indonesia serta Kalimantan Prospek Sisi Lapangan usaha Pada triwulan I 216, sektor primer dan tersier diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Perkembangan sektor primer (pertanian) meningkat seiring dengan pembangunan beberapa sarana terkait dan telah masuknya musim panen. Sementara beberapa sektor tersier diperkirakan meningkat seiring adanya pelonggaran kebijakan dan perbaikan ekspektasi pelaku usaha keuangan. Sementara itu, perkembangan sektor sekunder (industri dan konstruksi) diharapkan akan terdapat perbaikan. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan I 216. Curah hujan yang cenderung menengah pada triwulan I 216, diperkirakan optimal untuk penanaman tabama maupun penangkapan ikan. Namun demikian, peningkatan produksi diperkirakan hanya terjadi pada produksi padi, sementara produksi jagung dan kedelai diperkirakan turun. Produksi padi 216 diperkirakan meningkat 8,4% (yoy), sementara produksi jagung dan kedelai 216 masing-masing akan turun 3,13% dan 18,43% (yoy). Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan masih lemah, sehingga ekspor komoditas tersebut juga diperkirakan masih tertahan. Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 1 tahun terakhir. Perusahaan tambang masih untung dengan harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Januari 216 telah mengalami penurunan -42,7% (yoy) hingga level harga 8.57,29 USD /metrik ton. Harga bahan bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan 22, dan dengan demikian pendapatan perusahaan meningkat. Sebagai indikator, volume ekspor nikel pada 214 tercatat 99,42 ribu ton sementara 215 tercatat meningkat 3,13% (yoy) menjadi 12,53 ribu ton. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel pada 216, akan menunda belanja modal, yang berarti tidak ada ekspansi usaha pada 216. Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke atas pada triwulan I 216. Industri semen yang sempat terbakar pada triwulan III 215 sudah kembali beroperasi normal, sehingga sektor ini diperkirakan sudah mulai terkoreksi ke atas produksinya. Di sisi lain, industri bahan makanan diperkirakan belum menggenjot produksinya karena permintaan yang masih rendah. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih tertahan pada triwulan I 216. Beberapa proyek pembangunan skala besar telah mulai berjalan pada 215, dan masih berlanjut di 216. Sementara itu, realisasi pembangunan infrastruktur baru diperkirakan masih minim di awal tahun. Kenaikan NJOP hingga 3% di Kota Makassar yang merupakan pusat pertumbuhan sektor konstruksi di Sulsel diperkirakan berpengaruh signifikan 23 terhadap penyediaan lahan di Makassar. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan masih rendah pada triwulan I 216. Kegiatan perdagangan diperkirakan belum meningkat signifikan. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan indeks penjualan eceran pada triwulan I 216 meningkat tipis (,89%; yoy). Perbaikan penjualan triwulan I 216 diperkirakan terjadi pada suku cadang; makanan, minuman dan tembakau; serta bahan bakar kendaraan bermotor masing-masing 1,28%; -,35%; dan 8,62% (yoy) dari triwulan sebelumnya masing-masing -3,52%; -3,43%; dan 6,72% (yoy). 2 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 21 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 22 produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi mt pada 215 dari sebelumnya hanya mt pada Dari hasil FGD dengan REI Sulsel, diperoleh informasi bahwa kebijakan kenaikan NJOP mengakibatkan beberapa kontraktor urung melanjutkan proyek pembangunan infrastruktur karena biaya pembebasan lahan yang meningkat signifikan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

90 Inflasi Tahunan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN %, yoy IP Indeks Total Suku cadang Makanan, Minuman & Tembakau Bahan bakar kendaraan bermotor Peralatan dan komunikasi di toko Perlengkapan rumah tangga lainnya Grafik 7.7. Perkembangan Survei Penjualan Eceran Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan belum meningkat signifikan di awal 216. Kegiatan MICE di awal tahun 216 relatif belum banyak terselenggara, karena masih dalam tahap konsolidasi internal institusi. Sementara itu, tren pertumbuhan lapangan usaha ini akan meningkat pada 216, seiring penambahan unit dan kamar hotel 24 baru. Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan juga meningkat, sebagaimana yang diekspektasikan kalangan banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan IV 215, memperkirakan pertumbuhan kredit pada 216 akan menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 216 yang lebih baik dari tahun sebelumnya, menurunnya risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk keseluruhan 216, secara nasional kredit akan tumbuh 12,% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (9,8%; yoy) Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan I 216 secara umum diperkirakan stabil dengan rentang 4,%±1,% (yoy). Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food diperkirakan melemah, seiring masuknya musim panen sehingga pasokan bahan pangan mengalami penambahan. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered price, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sulsel akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Inflasi di akhir 216 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada lima tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan. Selain itu, harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada 216 di kisaran 4%±1% optimis akan dapat tercapai, dengan catatan ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Nasional Sulsel Sasaran Inflasi 211: 5%+1 Sulsel 211: 2,87% Nasional 211: 3,79% Sasaran Inflasi 212: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 213: 4,5%+1 Sulsel 212: 4,41% Sulsel 213: 6,22% Nasional 212: 4,3% Nasional 213: 8,38% Sasaran Inflasi 214: 4,5%+1 Sulsel 214: 8,61% Nasional 214: 8,36% Grafik 7.8. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel Sasaran Inflasi 215: 4% Jumlah kamar tersedia di Makassar 215 mencapai unit kamar. Pada 216, akan bertambah 1.8 kamar, sehingga mencapai kamar dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang Statistik Perbankan Indonesia Triwulan IV Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

91 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan I 216, TPID akan lebih meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 216 sekitar 4%. Koordinasi menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada Januari 216, yang naik menjadi 5,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir 215 (4,48%; yoy). Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula direncanakan pertengahan November 215 menjadi pertengahan Desember 215, sehingga pasokan pangan diperkirakan akan tinggi pada triwulan I 216, dengan berlangsungnya musim panen. Intensitas El Nino yang kuat, telah diantisipasi dengan menyiapkan dukungan penyediaan saprodi (a.l. benih, pupuk, pompa, pengering gabah), mengoptimalkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan sosialisasi terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan daerah lain yang mengalami surplus pangan. Selain itu, pada triwulan I 216, faktor cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian. Tekanan inflasi administered prices triwulan I tahun 216 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap penurunan harga bahan bakar minyak 26 dan tarif listrik 27. Dengan kondisi ini, hasil liaison menyatakan harga jual untuk produk makanan jadi, tetap dipertahankan sama dengan harga pada tahun 215. Januari 216 Februari 216 Maret 216 Keterangan: Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.9. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.1). Survei Konsumen indeksnya turun menjadi 182, pada triwulan I 216 dari indeks triwulan sebelumnya 188,67. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang sedikit melambat menjadi 1,7 pada triwulan I 216 dari indeks triwulan sebelumnya 1,13. Sementara itu, tren harga emas diperkirakan stabil sampai dengan triwulan I Harga bensin Premium turun menjadi Rp 7.15 per liter dari harga semula Rp 7.3 per liter. Sedangkan harga Solar turun menjadi Rp 5.95 per liter dari harga sebelumnya Rp 6.7 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 5 Januari 216. Tarif Rumah Tangga daya 1.3 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.59,38 per kilo Watt hour (kwh) pada bulan Desember 215, menjadi Rp 1.49,16 pada Januari 216. Tarif bisnis daya 6. VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.6 VA ke atas juga turun hingga Rp 1,. Kemudian tarif industri juga mengalami penurunan tipis. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV

92 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 1,25 1,2 Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad 1,15 1,1 1,5 1, Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga 99,95 IP Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga Sumber: World Bank Grafik Perkembangan Harga Internasional Emas Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 21) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel IV Total I II III IV Total I P Total P Pertumbuhan Ekonomi 7,7 7,54 5,72 7,96 7,59 7,24 7,15 6,9-7,9 7,5-8,5 Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,5 5,9 5,3 5,5 5, 5,4 5,3 4,9-5,9 4,7-5,7 Konsumsi LNPRT 4,9 11,3 (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,1-5,1 5,2-6,2 Konsumsi Pemerintah (2,1) 1,9 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 9,1-1,1 8,9-9,9 Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,3 8,8 5,3 6,2 1,3 11,1 8,3 7,1-8,1 15,-16, Ekspor Luar Negeri 7,8 9,8 (,5) (8,) (14,5) (15,5) (1,1),8-1,8 4,9-5,9 Impor Luar Negeri 7,6 (35,8), (3,8) 72,1 12,3 19,2,5-1,5 5,2-6,2 Net Ekspor Antardaerah 3,8 (,5) (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 (2,8)-(1,8) 6,9-7,9 Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,9 1, 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 5,5-6,5 5,7-6,7 Pertambangan dan Penggalian 15,6 11,1 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,7-3,7 5,3-6,3 Industri Pengolahan 14,6 8,9 5,8 7,5 4,4 9, 6,7 7,4-8,4 7,8-8,8 Pengadaan Listrik, Gas 17,5 11,7, (6,9) (5,6) (3,3) (4,) 5,5-6,5 3,8-4,8 Pengadaan Air (1,2) 2,1,6 (,3) (2,5) 3,7,3 4,2-5,2 2,8-3,8 Konstruksi 5,6 6,3 7,2 5,9 9,2 1,7 8,3 8,4-9,4 8,2-9,2 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,4 7,2 5,6 6,6 9,1 1,1 7,9 5,9-6,9 7,1-8,1 Transportasi dan Pergudangan 4,4 1,7 4,4 7,1 1,4 5,7 6,9 5,-6, 6,8-7,8 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,6 7,8 5,1 4, 6, 7,7 5,7 6,7-7,7 7,-8, Informasi dan Komunikasi 6,6 5,8 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 6,6-7,6 7,4-8,4 Jasa Keuangan 1,2 5,8 1, 3, 9,2 7,6 7,4 1,7-11,7 9,7-1,7 Real Estate 9, 8, 8,9 7,6 7,2 6, 7,4 11,2-12,2 8,7-9,7 Jasa Perusahaan 7,4 6,8 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,-8, 6,4-7,4 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,9 2,6 5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,-9, 8,-9, Jasa Pendidikan 3,1 4,7 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 1,-11, 7,3-8,3 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,3 1,2 7,4 7,8 11,3 1,5 9,3 8,8-9,8 9,2-1,2 Jasa lainnya 9,4 7,6 9,4 8,2 8,2 1,2 9, 8,-9, 7,5-8,5 Inflasi Sulsel 8,6 8,6 7,1 8,1 8,4 4,5 4,5 4,±1, 4,±1, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p proyeksi Bank Indonesia 86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 215

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku KATA PENGANTAR DAFTAR ISI iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK xiv xvi DAFTAR SUPLEMEN BOKS 1. EKSPEDISI KAS KELILING PULAU TERLUAR...66 TABEL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 49/08/73/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 7,62 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN No. 09/02/31/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN Perekonomian Jakarta tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016 Pertanian, Kehutanan, dan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Konstruksi Perdagangan Besar dan Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER - 217 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015 No. 34/05/51/Th. IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2015 TUMBUH SEBESAR 6,20% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,53% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci